kajian kelangkaan pupuk dan usulan tingkat...

51
561 KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA PERBAIKAN SISTEM PENDISTRIBUSIAN PUPUK DI INDONESIA Ketut Kariyasa, Sudi Mardianto dan Mohamad Maulana I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus terjadinya kelangkaan pupuk terutama jenis Urea merupakan fenomena yang terjadi secara berulang-ulang hampir setiap tahun. Fenomena ini ditandai oleh melonjaknya harga pupuk di tingkat petani jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Padahal dari sisi penyediaan, sebenarnya total produksi pupuk Urea dari 5 pabrik pupuk Badan Usaha Milik Negera (BUMN) yaitu PT. Pusri, PT. Pupuk Kujang, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Iskandar Muda, dan PT. Pupuk Kalimantan Timur selalu di atas kebutuhan domestik. Sebagai contoh, dalam lima tahun terakhir (1999-2003) rata-rata produksi pupuk Urea dari 5 pabrik tersebut mencapai 5,9 juta ton (APPI, 2004), sementara kebutuhan untuk pupuk bersubsidi hanya sebesar 4,6 juta ton (sesuai SK Mentan). Sehingga tanpa mengurangi pasokan untuk pasar bersubsidi domestik, sebenarnya masih ada kelebihan pasokan pupuk sekitar 1,3 juta ton baik untuk memenuhi pasar pupuk non subsidi domestik yang diperkirakan relatif kecil maupun untuk pasar ekspor. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih sering terjadi fenomena langka pasok dan lonjak harga di atas HET. Fenomena langka pasok dan lonjak harga pupuk Urea kembali muncul tahun 2004 (Januari – April) ketika petani dihadapkan pada kegiatan pemupukan setelah 2 minggu tanam. Fenomena ini merupakan kasus menyimpang yang tidak semestinya terjadi, mengingat produksi Urea dalam negeri jauh melebihi kebutuhan, bahkan Indonesia merupakan eksportir utama Urea, sementara distribusinya dikendalikan pemerintah dengan kebijakan yang cukup lengkap untuk dapat menjamin pasokan dengan HET di kios pengecer di seluruh pedesaan Indonesia (Simatupang, 2004). Program kebijakan pupuk di Indonesia sebenarnya sudah cukup komprehensif (Simatupang, 2004) karena: (1) melalui program panjang, pemerintah sudah membangun industri pupuk yang tersebar di berbagai wilayah dengan kapasitas produksi jauh melebihi kebutuhan pupuk domestik yang didukung oleh sektor minyak dan gas bumi yang cukup besar sehingga mestinya memiliki keunggulan komparatif dan sepenuhnya dikuasai oleh 5 pabrik pupuk BUMN sehingga mampu dan dapat diarahkan

Upload: lamdiep

Post on 20-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

561

KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA PERBAIKAN SISTEM PENDISTRIBUSIAN PUPUK DI INDONESIA

Ketut Kariyasa, Sudi Mardianto dan Mohamad Maulana

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kasus terjadinya kelangkaan pupuk terutama jenis Urea merupakan fenomena

yang terjadi secara berulang-ulang hampir setiap tahun. Fenomena ini ditandai oleh

melonjaknya harga pupuk di tingkat petani jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET)

yang ditetapkan pemerintah. Padahal dari sisi penyediaan, sebenarnya total produksi

pupuk Urea dari 5 pabrik pupuk Badan Usaha Milik Negera (BUMN) yaitu PT. Pusri, PT.

Pupuk Kujang, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Iskandar Muda, dan PT. Pupuk

Kalimantan Timur selalu di atas kebutuhan domestik. Sebagai contoh, dalam lima tahun

terakhir (1999-2003) rata-rata produksi pupuk Urea dari 5 pabrik tersebut mencapai 5,9

juta ton (APPI, 2004), sementara kebutuhan untuk pupuk bersubsidi hanya sebesar 4,6

juta ton (sesuai SK Mentan). Sehingga tanpa mengurangi pasokan untuk pasar

bersubsidi domestik, sebenarnya masih ada kelebihan pasokan pupuk sekitar 1,3 juta

ton baik untuk memenuhi pasar pupuk non subsidi domestik yang diperkirakan relatif

kecil maupun untuk pasar ekspor. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih

sering terjadi fenomena langka pasok dan lonjak harga di atas HET.

Fenomena langka pasok dan lonjak harga pupuk Urea kembali muncul tahun

2004 (Januari – April) ketika petani dihadapkan pada kegiatan pemupukan setelah 2

minggu tanam. Fenomena ini merupakan kasus menyimpang yang tidak semestinya

terjadi, mengingat produksi Urea dalam negeri jauh melebihi kebutuhan, bahkan

Indonesia merupakan eksportir utama Urea, sementara distribusinya dikendalikan

pemerintah dengan kebijakan yang cukup lengkap untuk dapat menjamin pasokan

dengan HET di kios pengecer di seluruh pedesaan Indonesia (Simatupang, 2004).

Program kebijakan pupuk di Indonesia sebenarnya sudah cukup komprehensif

(Simatupang, 2004) karena: (1) melalui program panjang, pemerintah sudah

membangun industri pupuk yang tersebar di berbagai wilayah dengan kapasitas

produksi jauh melebihi kebutuhan pupuk domestik yang didukung oleh sektor minyak

dan gas bumi yang cukup besar sehingga mestinya memiliki keunggulan komparatif dan

sepenuhnya dikuasai oleh 5 pabrik pupuk BUMN sehingga mampu dan dapat diarahkan

Page 2: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

562

untuk mengemban misi sebesar-besarnya untuk mendukung pembangunan pertanian

nasional, (2) Menperindag meminta produsen pupuk senantiasa mendahulukan

pemenuhan kebutuhan domestik, (3) melalui SK memperindang distribusi pupuk

domestik diatur dengan sistem rayonisasi pasar, dimana setiap pabrik pupuk wajib

menjamin kecukupan pasokan pupuk sesuai HET di kios pengecer resmi di rayon pasar

yang menjadi tanggung jawabnya, (4) HET dan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi

menurut waktu dan wilayah pemasaran sudah ditetapkan oleh Mentan, sehingga sudah

cukup jelas jumlah dan kapan pupuk itu harus didistribusikan ke pasar bersubsidi, (5)

sebagai imbalan dalam melaksanakan produksi dan distribusi pupuk Urea bersubsidi

hingga kios pengecer sesuai HET, pabrik pupuk memperoleh subsidi gas sebagai bahan

baku utama produksi pupuk yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, (6) besarnya

subsidi yang dibayarkan ke pabrikan pupuk sesuai dengan besaran subsidi gas dan

volume pupuk bersubsidi yang disalurkan, dan (7) pelaksanaan distribusi pupuk

bersubsidi tersebut dimonitor, dievaluasi dan diawasi terus menerus oleh suatu tim

pemerintah antar departemen bersama DPR.

Dikaitkan dengan fenomena yang terjadi saat ini (terjadinya langka pasok dan

lonjak harga), maka dapat dikatakan bahwa program kebijakan pupuk yang amat

komprehensif dibangun pemerintah tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Adanya dugaan meningkatnya ekspor pupuk terutama secara ilegal baik itu melalui

produsen pupuk itu sendiri maupun melalui penyelundup seiring semakin menariknya

margin antara harga pupuk Urea di pasar dunia dengan harga pupuk di pasar domestik,

telah membuktikan bahwa produsen pupuk sudah tidak mengutamakan pemenuhan

untuk pasar domestik, dan yang lebih memprihatinkan lagi bahwa pupuk Urea yang

diekspor secara ilegal tersebut adalah pupuk bersusbsidi yang merupakan hak petani

yang notabena merupakan kelompok masyarakat miskin. Seperti diberitakan dalam

Sinar Tani (edisi 5-11 Mei 2004) bahwa terjadinya kelangkaan pupuk Urea di pasar

domestik akibat telah terjadinya ekspor pupuk bersubsidi dilakukan oleh para

penyelundup dengan mengumpulkan pupuk bersubsidi dari distributor atau pengecer.

Eskpor pupuk bersubsidi banyak terjadi melalui pelabuhan-pelabuhan kecil milik

individu terutama di Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Kalimantan.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi di pasar

domestik diduga karena telah terjadinya perembesan pupuk dari pasar bersubsidi ke

pasar non bersubsidi. Perembesan ini terjadi terutama di daerah-daerah yang

berdekatan dengan perkebunan besar sejak ditetapkannya adanya perbedaan harga

Page 3: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

563

pupuk, sehingga pasar pupuk domestik bersifat dualistik, yaitu pasar bersubsidi dan

pasar non-subsidi. Fenomena ini terjadi diduga akibat masih lemahnya penerapan

sistem pengawasan pupuk yang telah dibentuk pemerintah.

Selain kedua faktor di atas, fenomena langka pasok dan lonjak harga juga

diduga terjadi akibat adanya perembesan pupuk dari satu wilayah ke wilayah lain dalam

pasar yang sama (pasar bersubsidi). Ada beberapa petani yang masih sangat fanatisme

untuk pupuk merk tertentu, sehingga mereka mau membeli sekalipun dengan harga

yang lebih mahal. Prilaku ini mengakibatkan terjadi kelangkaan pupuk pada daerah-

daerah tertentu. Banyak produsen pupuk dan distributor yang ditunjuk tidak mempunyai

gudang penyimpanan pupuk di lini III pada beberapa daerah diduga juga turut

berkontribusi terhadap lambatnya pendistribusian pupuk yang pada akhirnya

menyebabkan terjadinya kelangkaan pupuk di tingkat pengecer atau petani.

Di sisi lain, terjadinya lonjak harga pupuk di tingkat kios pengecer atau petani

juga diduga karena HET yang ditetapkan pemerintah sudah tidak realistik lagi untuk

dapat mempertahankan para pelaku pendistribusian pupuk mendapat keuntungan pada

tingkat yang wajar. Artinya, biaya tebus setelah ditambah biaya bongkar-muat dan

transpsortasi serta biaya tidak resmi lainnya sampai di tingkat kios pengecer ternyata di

atas HET yang ditetapkan pemerintah. Sehingga untuk mendapatkan keuntungan yang

wajar, kios pengecer harus menjual dengan harga lebih tinggi dari HET.

1.2. Tujuan

Dari informasi dan permasalahan di atas, maka kajian ini fokuskan untuk melihat

keragaan langka pasok dan lonjak harga pupuk di provinsi kajian, memberikan

rekomendasikan atau usulan besarnya tingkat subsidi dan HET yang realistik saat ini

serta perbaikan pola sistem pendistribusian pupuk di Indonesia.

Page 4: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

564

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Lokasi Penelitian

Kajian ini telah dilakukan di Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat. Pemilihan

ke dua provinsi tersebut atas dasar pertimbangan bahwa keduanya mempunyai

keragaan penyebab langka pasok dan lonjak harga yang berbeda, dan sekaligus kedua

provinsi tersebut mampu mewakili keragaan penyebab langka pasok dan lonjak harga

pupuk yang terjadi pada provinsi-provinsi lainnya. Seperti Provinsi Sumatera utara

disamping didominasi oleh tanaman pangan juga didominasi oleh perkebunan besar,

serta mempunyai banyak pelabuhan kecil-kecil milik individu, sehingga sangat

representatif untuk melihat langka pasok dan lonjak harga akibat terjadinya ekspor ilegal

dan perembesan pupuk dari pasar bersubsdi ke pasar non subsidi. Sementara Jawa

Barat mewakili provinsi yang dominan tanaman pangan, sehingga langka pasok dan

lonjak harga terutama diduga akibat terjadinya perembesan antar wilayah pada pasar

bersubsidi, dan kecil kemungkinan terjadinya perembesan dari pasar bersubsidi ke

pasar non subsidi.

2.2. Alat Analisis

Untuk menjawab tujuan dari kajian ini, seperangkat analisis yang diterapkan,

yaitu tabulasi silang dan frekuensi, serta perhitungan tingkat subsidi dan HET dengan

menggunakan Rumus Tani. Untuk mendukung kedua analisis tersebut akan dilengkapi

dengan data kualitatif berupa informasi pada masing-masing tataran kajian.

Page 5: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

565

III. KERANGKA TEORITIS

Pentingnya peranan pupuk didalam upaya peningkatan produktivitas dan hasil

komoditas pertanian, menjadikan pupuk sebagai sarana produksi yang sangat strategis.

Untuk menyediaan pupuk di tingkat petani diusahakan memenuhi azas 6 yaitu tepat :

tempat, jenis, waktu, jumlah, mutu dan harga yang layak sehingga petani dapat

menggunakan pupuk sesuai kebutuhan. Untuk mendukung itu, pemerintah kembali

memberikan subsidi pupuk ke petani melalui pabrik pupuk yaitu berupa subsidi gas

sebagai bahan baku utama produksi pupuk, dengan harapan harga pupuk yang diterima

petani sesuai HET yang ditetapkan pemerintah.

Khususnya untuk produksi pupuk Urea, ada 5 pabrik pupuk Badan Usaha Milik

Negera (BUMN) yaitu PT. Pusri, PT. Pupuk Kujang, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk

Inskadar Muda, dan PT. Pupuk Kalimantan Timur yang ditugaskan memproduksi jenis

pupuk ini. Produksi ke lima pabrik tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi pasar

domestik khususnya pasar bersubsidi dan baru berikutnya untuk pasar non bersubsdi.

Jika produksi sudah mampu melayani pasar domestik, baru kelebihannya boleh diekspor

melalui jalur resmi. Di sisi lain, pemerintah melalui Menperindag menetapkan sistem

rayonisasi dalam pendistribusian pupuk, dimana tiap pabrikan yang ditunjuk

bertanggung jawab untuk memenuhi permintaan di wilayah yang menjadi tanggung

jawabnya. Jika produksi sendiri belum bisa memenuhi permintaan di wilayah tanggung

jawabnya, produsen tersebut diwajibkan untuk mendatangkan pupuk dari produsen lain

dengan pola Kerja Sama Operasional (KSO). Sedangkan hubungan kerja produsen

dengan distributor yang ditunjuk diatur dengan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB). Kalau

sistem pendistribusian tersebut berjalan dengan baik (seperti diperlihatkan oleh garis

tidak putus-putus pada Gambar 1) maka tentunya tidak akan ada fenomena langka

pasok dan lonjak harga seperti saat ini.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa adanya penyimpangan dari sistem

pendistribusian yang ditetapkan telah menyebabkan terjadinya langka pasok dan lonjak

harga pupuk. Penyimpangan tersebut seperti digambarkan oleh garis putus-putus.

Produksi pupuk Urea yang utamanya adalah untuk memenuhi pasar domestik

bersubsidi, telah bergesar kepemenuhannya untuk pasar dunia dalam bentuk ekspor

illegal akibat selisih margin harga dunia dengan harga domestik semakin menarik.

Ekspor ilegal ini tidak hanya dilakukan oleh produsen pupuk, tetapi juga oleh para

Page 6: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

566

penyelundup dengan membeli pupuk dari para distributor dan pengecer pada pasar

bersubsidi.

Kebijakan subsidi pupuk yang kembali ditetapkan pemerintah sejak tahun 2003

telah menyebabkan pasar domestik bersifat dualistik yaitu pasar bersubsidi dan non

subsidi. Kebijakan ini menyebabkan adanya disparitas harga antara pasar bersubsidi

dan non rsubsidi, dimana membuka peluang juga terjadinya perembesan pupuk dari

pasar bersubsidi ke pasar non bersubsidi. Perembesan ini akan terus terjadi jika tidak

didukung oleh sistem pengawasan dan penerapan sanksi yang memadai.

Adanya rasa fanatisme terhadap merk tertentu menyebabkan terjadinya

perembesan pupuk antar wilayah dalam pasar bersubsidi. Perembesan ini juga terjadi

karena adanya perbedaan harga yang cukup menarik antar wilayah. Kelangkaan pupuk

juga terjadi akibat adanya jadwal tanam yang tidak pasti, sehingga menyebabkan

adanya permintaan pupuk lebih besar dari rencana kebutuhan yang ditetapkan Mentan.

Tidak adanya gudang penyimpanan di lini III pada beberapa daerah tertentu

menyebabkan terjadinya kelambatan dalam pendistribusian, juga berkontribusi terhadap

fenomena langka pasok dan lonjak harga.

Page 7: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

567

Keterangan : Jalur resmi dan sesuai kebutuhan berdasarkan SK Menperindang dan Mentan

Jalur ilegal dan diluar rencana kebutuhan yang menyebabkan langka pasok dan lonjak harga

PT. Pusri

PT. Kujang

PT. Kaltim

PT. PIM

PT. Petrokimia Gresik

K E B I J A K A N S U B S I D I

Produksi Pupuk Urea Domestik

Pasar Domestik Bersubsidi Wilayah A

Pasar Domestik Bersubsidi Wilayah B

Pasar Domestik Non Subsidi

Gresik

Ekspor Pupuk Ilegal

Ekspor Pupuk Legal

Pasar Pupuk Dunia

Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Langka Pasok dan Lonjak Harga Pupuk Urea di Pasar Domestik

Page 8: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

568

IV. PERKEMBANGAN KINERJA SISTEM DISTRIBUSI PUPUK

Terjadinya fenomena langka pasok dan lonjak harga pupuk secara berulang-

ulang setiap tahun merupakan hal yang semestinya tidak terjadi, mengingat produksi

pupuk Urea nasional selalu lebih besar dari kebutuhannya. Sehingga patut

dipertanyakan apakah sistem distribusi pupuk dari periode ke periode sudah dapat

dilaksanakan sesuai harapan. Berikut akan dibahas perkembangan kinerja sistem

distribusi pupuk di Indonesia.

1. Periode 1960-1979 (Semi Regulated Period)

Periode ini merupakan periode awal dimana pola pendistribusian pupuk diatur

oleh pemerintah dalam upaya penyediaan pupuk yang memadai di tingkat petani. Pada

awal periode ini, pengadaan dan penyaluran pupuk di sektor Bimas/Inmas dibawah satu

tangan, selanjutnya oleh banyak pelaku . Ada subsidi pupuk bagi petani peserta Bimas

dan tersedianya peluang bisnis pupuk bagi setaip Badan Usaha. Sistem penyaluran

pupuk kepada penyalur/pengecer adalah secara konsinyasi. Petani menebus pupuk

dengan menggunakan kupon SPPB/T2TP kepada penyalur sebagai pertanggung

jawaban atas pupuk yang diterimanya secara konsinyasi dari PT. Pusri. Tidak adanya

ketentuan stok, sehigga tidak ada jaminan stock tersedia disetiap waktu. Kurangnya stok

juga dipicu karena adanya pengembalian kredit yang macet dari petani, dan di sisi lain

pemerintah tidak mempunyai cukup dana untuk mengimpor pupuk.

2. Periode 1979-1998 (Full Regulated Period)

Pada awal periode ini sampai tahun 1993, seluruh pupuk untuk sektor pertanian

disubsidi dan ditataniagakan dengan penanggung jawab pengadaan dan penyaluran

pupuk pada satu tangan yaitu PT. Pusri. Ditetapkan prinsip 6 tepat dan ketentuan stok

yang menjamin ketersediaan pupuk di lini IV.

Perkembangan berikutnya , sejak tahun 1993/1994 hanya pupuk Urea untuk

sektor pertanian yang disubsidi dan ditataniagakan. Pengadaan dan penyaluran pupuk

Urea bersubsidi dibawah tanggung jawab PT. Pusri, sedangkan untuk jenis lainnya tidak

diatur. Sekalipun masih ada prinsip 6 tepat dan ketentuan stok untuk pupuk Urea,

namun tidak ada jaminan kemantapan ketersediaan pupuk akibat adanya disparitas

harga antara pasar pupuk Urea bersubsidi dan non subsidi. Dalam tahun 1998, pupuk

Page 9: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

569

SP36, ZA dan KCl kembali disubsidi, walaupun hanya untuk beberapa waktu saja,

dimana pada tanggal 1 Desember 1998 subsidi pupuk dan tataniaganya dicabut.

3. Periode 1998-2002 (Free Market and Semi Full Regulated Period)

Terhitung mulai tanggal 1 Desember 1998 sampai tanggal 13 Maret 2001 pupuk

tidak disubsidi dan pupuk menjadi komoditi bebas, dimana berlaku mekanisme supply

and demand. Tiidak ada prinsip 6 tepat lagi, serta ketentuan stok pupuk sehingga sering

terjadi fenomena kelangkaan pupuk ditandai mahalnya harga pupuk di tingkat petani.

Kelangkaan dan mahalnya harga pupuk memberi peluang munculnya pupuk alternatif

yang kualitasnya diragukan.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pengadaaan penyaluran pupuk

Urea untuk sektor pertanian dengan SK Menperindag No.93/2001 tanggal 14 Maret

2001 yang mulai berlaku tanggal 14 Maret 2001. Pada dasarnya sebagian besar besar

materi Kepmen ini hampir sama dengan ketentuan tataniaga sebelumnya (Kep.

Menperindag N0.378/1998). Perbedaan yang mendasar adalah Kep. Menperindag

No.93/2001 memberikan kesempatan kepada semuan produsen pupuk untuk

melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk Urea ke subsektor Tanaman Pangan,

Perikanan, Peternakan dan Perkebunan Rakyat yang pada Kepmen sebelumnya hanya

dilaksanakan oleh PT. Pusri. Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa Kepmen

No.93/2001 masih belum menjamin ketersediaan pupuk menurut prinsip 6 tepat.

4. Periode 2003- Sekarang (Semi Full Reagulated Period)

Pada periode pasar bebas, dimana tidak adanya subsidi untuk jenis pupuk

apapun dan harga ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu berdasarkan kekuatan

permintaan dan penawaran pasar ternyata juga tidak menjamin tersedianya pupuk di

tingkat petani sesuai dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan, dan harganya pun

selalu di atas daya beli petani. Dampak ini menyebabkan banyak petani yang tidak

melakukan pemupukan secara berimbang.

Pemerintah kembali menerapkan kebijakan subsidi pupuk untuk subsektor

Tanaman Pangan, Perikanan, Peternakan dan Perkebunan Rakyat dan sistem

pendistribusiannya diatur berdasarkan SK Menperindang No.70/MPP/Kep/2003 yang

ditetapkan tanggal 11 Februari 2003 yang efektif mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Sistem pendistribusian pupuk berdasarkan rayonisasi, dimana setiap produsen

bertanggung jawab penuh untuk memenuhi permintaan di wilayah yang menjadi

Page 10: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

570

tanggung jawabnya. Jika produsen tidak mampu memenuhi permintaan pupuk

bersubsidi di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya dari hasil produksi sendiri, wajib

melakukan kerjasama dengan produsen lainnya dalam bentuk kerja sama operasional

(KSO).

Yang cukup menonjol dari SK Menperindag ini adalah produsen pupuk

berkewajiban untuk mendahulukan pengadaan pupuk untuk memenuhi kebutuhan

dalam negeri, khususnya untuk pasar bersubsidi. Jenis pupuk yang disubsidi adalah

Urea, SP-36, ZA, dan NPK dengan komposisi 15:15:15 dan 20:10:10.

Besarnya subsidi ditentukan oleh Menteri Keuangan dalam bentuk subsidi gas

sebagai bahan baku utama produksi pupuk. Sementara Harga Eceran Tertinggi (HET)

di tingkat pengecer untuk ke empat jenis pupuk itu ditentukan olen Mentan. HET yang

ditentukan Mentan berturut-turut Rp 1050/kg (Urea); Rp 1400/kg (SP-36); Rp 950/kkg

(ZA) dan Rp 1600/kg (NPK). HET ini ditetapkan oleh Mentan berdasarkan SK Mentan

no.107/Kpts/Sr.130/2/2004 dan efektif berlaku mulai 1 Januari sampai 31 Desember

2004.

Walaupun sistem distribusi pupuk dibuat begitu amat komprehensif ternyata tidak

menjamin adanya ketersediaan pupuk di tingkat petani khususnya pada pasar

bersubsidi sesuai dengan HET yang telah ditetapkan. Fenomena langka pasok dan

lonjak harga muncul kembali sekitar Januari- April 2004 ketika petani membutuhkan

jumlah pupuk relatif banyak. Di beberapa tempat harga pupuk Urea bahkan sampai

mencapai Rp 1300-Rp 1600/kg. Kasus terjadinya penyelundupan pupuk lewat ekspor

ilegal semakin marak seiring dengan semakin mahalnya harga pupuk Urea di pasar

dunia. Ini kembali membuktikan bahwa sistem distribusi pupuk yang telah diperbaiki

kembali tidak menjamin tersedianya pupuk di tingkat petani secara memadai dari segi

jumlah dan jenis, serta aman dari segi HET yang ditetapkan pemerintah.

Sementara dilihat dari jalur pendistribusiannya dari waktu ke waktu dapat

dikelompokkan menjadi 4 periode yaitu: (1) jalur tataniaga pupuk sebelum kebijakan

penghapusan subsidi, (2) jalur tataniaga pupuk sesudah kebijakan penghapusan

subsidi, (3) jalur tataniaga pupuk yang ditetapkan tim interdept, dan (4) jalur tataniaga

pupuk setelah kebijakan April 2001 (rayonisasi). Perkembangan masing-masing jalur

distribusi pupuk berturut-turut dibahas di bawah ini.

Sebelum diterapkan kebijakan pasar bebas untuk tataniaga dan penghapusan

subsidi pupuk, pemerintah memberikan hak monopoli kepada PT. Pusri sebagai

distributor tunggal pupuk dari lini I sampai lini III. Dari lini III sampai lini IV, penyaluran

Page 11: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

571

pupuk untuk tanaman pangan (pupuk bersubsidi) dilakukan melalui KUD penyalur

(Gambar 2). Dari lini IV, KUD menyalurkan pupuk ke petani melalui kios-kios,

sementara untuk pupuk kebutuhan non pangan penyaluran pupuk dari lini III dilakukan

oleh PT. Pertani (BUMN) dan penyalur swasta yang ditunjuk oleh PT. Pusir. Tujuan

diterapkan sistem ini agar pemerintah dapat mengontrol penyaluran pupuk, sehingga

kemungkinan terjadinya berbagai gejolak dapat diantisipasi. Jika terjadi kelangkaan

pupuk, pemerintah diharapkan dapat mengetahui dimana terjadinya hambatan

penyaluran.

Sejak dihapuskannya subsidi pupuk dan monopoli PT. Pusri dalam distribusi

pupuk sejak 1 Desember 1998, maka jalur tataniaga pupuk di Indonesia mengalami

penyesuaian, seperti disajikan pada Gambar 3. Kebijakan ini telah membuka persaingan

antara pelaku bisnis pupuk, sehingga diharapkan mampu menciptakan harga yang lebih

bersaing di tingkat petani. Untuk melayani kebutuhan KUT, jalur distribusi dominan

dilakukan oleh PT. Pusri masih dipertahankan, namun mulai dari lini III LSM sudah

diperbolehkan berpartisipasi sekalipun masih sangat kecil.

Peranan KUD tidak hanya melayani kebutuhan KUT, tetapi juga dapat menjadi

penyalur di tingkat kecamatan bagi pengecer-pengecer di tingkat desa atau di titik bagi.

Disamping itu PUSKUD tidak hanya menjual jasa angkutan, tetapi juga dapat menjadi

distributor dan pemasok pupuk bagi KUD. Di sisi lain, para importir tidak lagi diharuskan

menyalurkan pupuknya lewat produsen pupuk di lini I, tetapi dapat membangun saluran

sendiri melalui penyalur swasta yang diteruskan ke kios-kios besar dan seterusnya.

Kios besar pun dengan volume permintaan minimal 50 ton bisa langsung memesannya

ke lini II, dan tidak harus ke lini III. Petani melalui kelompok taninya juga dapat

melakukan kontrak beli berkisar 6 – 10 ton langsung ke penyalur swasta, dan tidak

harus ke kios besar atau kios kecil.

Dalam perkembangannya, pemerintah kembali melakukan penyesuaian dalam

sistem distribusi pupuk. Saat ini pabrik pupuk harus melayani pasokan sampai ke tingkat

kabupaten. Sebelumnya produsen pupuk hanya bertanggungjawab hingga pemasaran

di Lini II. Saat ini pembelian pupuk di lini I dan II tidak diperbolehkan. Selain dilarang

melakukan pembelian pupuk di lini I dan II, distributor diwajibkan membuat manajemen

stok pupuk. Kebijakan pembelian pupuk di lini I dan II ditetapkan atas usulan Tim

Interdept yang terdiri dari pengusaha (produsen), Departemen Pertanian, Depperindag,

Dephut, Kantor Menko Perekonomian, Kantor Menegkop dan Usaha Kecil Menengah

(UKM).

Page 12: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

572

Gambar 2. Jalur Distribusi Pupupk Sebelum Kebijakan Penghapusan Subsidi

Importir

PT. PUSRI Lini I

Produsen Lain

Lini II Lini III

Penyalur Swasta

Lini IV KUD Penyallur

Petani Pangan dan Non Pangan

Kios Kecil

Kios Besar

Page 13: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

573

Gambar 3. Jalur Distribusi Pupupk Setelah Kebijakan Penghapusan Subsidi (Desember 1998)

Importir

Produsen Lain

PT. PUSRI Lini I

Lini II Lini III Petani/KT Pangan dan Non Pangan

Kios Besar

Penyalur Swasta

Kios Kecil Lini IV KUD

Pedagang Swasta

(minimal 50 ton)

(Kontrak 6-10 ton)

Page 14: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

574

Adapun tugas ini adalah merumuskan rencana kebutuhan pupuk untuk sektor

pertanian. Untuk distributor di wilayah Jawa diharuskan menyediakan stok untuk

kebutuhan satu minggu, sedangkan untuk distributor di luar Jawa harus menyediakan

stok untuk kebutuhan dua minggu. Upaya menanggulangi harga pupuk yang dirasakan

mahal oleh petani maka pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi transportasi pupuk,

khusus untuk daerah terpencil (remote areas) sebesar Rp 200,- per kg. Distribusi pupuk

yang ditetapkan Tim Interdept tahun 2001 disajikan pada Gambar 4.

Berlakunya kebijakan rayonisasi penyaluran pupuk mengharuskan penebusan

pupuk dilakukan pada lini III, meskipun delivery order (DO) tetap dikeluarkan di PPD lini

II (propinsi). Implikasinya adalah ketersediaan pupuk antar PPK (Pemasaran Pupuk

Kabupaten) menjadi tanggung jawab sepenuhnya PT. Pusri. Implementasi dari

kebijakan distribusi pupuk tersebut menyebabkan berubahnya rantai pemasaran pupuk

seperti disajikan pada Gambar 5. Pola jalur pemasaran berdasarkan sistem rayonisasi

ini ternyata penerapnya juga cenderung tidak efektif, karena masih sering terjadi

fenomena terjadi langka pasok dan lonjak harga akibat sistem pengawasan yang telah

dibentuk pemerintah tidak pernah berfungsi sebagaimana diharapkan. Lemahnya

pelaksanaan sistem pengawasan menyebabkan terjadinya perembesan pupuk baik

antar pasar bersubsidi maupun dari pasar bersubsidi ke pasar non subsidi serta ekspor

secara ilegal.

Dari fakta dan informasi di atas, baik dilihat dari kinerja sistem distribusi pupuk

dari periode ke periode maupun dari penerapan kebijakan tataniaga pupuk membuktikan

bahwa sampai saat ini belum ada sistem distribusi dan kebijakan tataniaga pupuk yang

menjamin tersediaanya pupuk prinsip 6 tepat aman sampai di tingkat petani. Lebih

menyedihkan lagi bahwa pupuk bersubsidi yang semestinya menjadi hak petani kecil

sering kali dinikmati oleh pelaku-pelaku dalam distribusi dan pemasaran pupuk.

Fenomena ini tentunya terjadi karena tidak adanya penerapan sistem pengawasan yang

serius sampai di tingkat pengguna, serta tidak adanya penarapan sangsi bagi para

penyelundup.

Page 15: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

575

Keterangan: = Laporan pengeluaran pupuk

Gambar 4. Jalur Distribusi Pupuk Yang Ditetapkan Tim Interdept, April 2001

Tim Interdept Produsen

Pupuk Urea PT. Perkebunan

Nusantara

PUSRI Unit Niaga

Lini I

Lini II

Lini III

Distributor Kabupaten

Niaga

Pengecer

Petani

Instansi Terkait

Page 16: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

576

Gambar 5. Jalur Distribusi Pupuk Setelah Kebijakan April 2001

Pabrik Pupuk Importir KCl, ZA Pabrik Pupuk ZA, SP36 Gresik

Lini II

Retailer

Koperta/KUD Lini III Agen/ Wholesale

Pedagang Besar Swasta

Petani

Page 17: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

577

V. PERKEMBANGAN PASAR PUPUK

Terjadinya fenomena langka pasok dan lonjak harga dapat dilihat dari

perkembangan kinerja pasar pupuk baik di pasar domestik sendiri maupun pasar dunia.

Pada bab ini, kinerja pasar pupuk akan lebih ditekan pada perkembangan kapasitas

pabrik pupuk itu sendiri, produksi dan kebutuhan dalam negeri, jumlah ekspor dan

perkembangan harga dunia. Semua aspek tersebut saling kait mengkait, dan

mempunyai kontribusi terhadap terjadinya kelangkaan pupuk. Sebagai contoh,

walaupun produksi dalam negeri selalu melebihi permintaan dalam negeri, karena

adanya ekspor berlebih akibat harga pupuk di pasar dunia menarik, maka menyebabkan

terjadinya langka pasok dan sekaligus pada waktu yang bersamaan akan terjadi juga

lonjak harga pada pasar domestik. Perkembangan dari masing-masing aspek tersebut

secara berturut-turut dibahas berikut ini.

5.1. Perkembangan Kapasitas Pabrik Pupuk

Fenomena kelangkaan dan melonjaknya harga pupuk hampir selalu terjadi setiap

awal musim tanam. Secara nasional kapasitas terpasang pabrik pupuk yang terdiri dari

lima pabrik perusahaan BUMN dan satu pabrik kerjasama ASEAN (PT. Asean Aceh

Fertilizer) sebenarnya sangat besar yaitu mencapai 10.07 juta ton pupuk per tahun.

Sebagian besar pupuk yang diproduksi adalah urea yang mencapai 8.12 juta ton per

tahun (Tabel 1). Departemen Pertanian merencanakan kebutuhan pupuk bersubsidi

untuk sektor pertanian pada tahun 2004 mencapai 6.03 juta ton per tahun yang 4.23 juta

ton diantaranya adalah merupakan pupuk urea (Tabel 2). Sehingga secara matematis

seharusnya kebutuhan pupuk terutama urea dapat dicukupi jika kapasitas terpasang

pabrik bisa dicapai secara optimal dan bahkan ada kelebihan produksi sekitar 1.08 juta

ton per tahun.

Pada kenyataannya yang terjadi sejak tahun 1992 hingga 2003 bahwa produksi

yang dapat dicapai setiap tahunnya rata-rata hanya sebesar 5.770 ribu ton untuk urea

atau sebesar 71.1 persen dari kapasitas terpasang. Sementara untuk ZA, TSP/SP-36

dan Phonska masing-masing mencapai 79.6, 81.6 dan 23.0 persen dari kapasitas

terpasang (Tabel 3). Ada beberapa penyebab pabrik tidak dapat beroperasi secara

optimal pada kapasitas terpasang, yaitu: (a) pertama, rata -rata pabrik telah mencapai

umur teknisnya (telah beroperasi lebih dari 20 tahun), sehingga pengoperasiannya

kurang efiien bila dibandingkan dengan pabrik baru yang menggunakan teknologi terkini,

Page 18: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

578

mesin pabrik sering terjadi kerusakan sehingga produksi tidak optimal, (b) gas bumi

sebagai komponen biaya produksi terbesar (50 – 60 persen) harus dibayar dalam dollar

sedangkan penjualan dalam negeri dalam Rupiah sehingga biaya produksi terbebani

selisih kurs, (c) pabrik yang telah habis masa kontrak jual beli gas dan pabrik baru belum

mempunyai ketetapan harga dan jaminan kelangsungan pasokan gas,dan (d) disamping

itu penyaluran gas ke pabrik juga sering tersendat sehingga produksi terganggu.

Tabel 1. Kapasitas Terpasang Pabrik Pupuk Nasional Per 1 Januari 2004 (000 ton).

Jenis Pupuk No. Perusahaan Ammonia Urea TSP/SP-36 Am. Sulfat Phonska

BUMN : 1 PT. Pupuk Sriwidjaya 1,500 2,280 --- --- --- 2 PT. Pupuk Kaltim 1,419 2,980 --- --- --- 3 PT. Pupuk Kujang 396 570 --- --- --- 4 PT. Pupuk Iskandar Muda 792 1,170 --- --- --- 5 PT. Petrokimia Gresik 440 460 1,000 650 300 Sub Total BUMN 4,547 7,460 1,000 650 300 Proyek ASEAN 6 AAF 396 660 --- --- --- Total 4,943 8,120 1,000 650 300

Sumber : APPI, 2004. Tabel 2. Rencana Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun 2004 (ton). No. Sub Sektor Urea SP-36 ZA NPK

1 Tanaman Pangan dan

Hortikultura 3,358,106 595,222 456,352 400,000

2 Perkebunan Rakyat 869,076 202,400 142,613 -

3 Peternakan 11,543 2,377 1,035 -

Jumlah 4,238,725 800,000 600,000 400,000

Sumber : SK Menteri Pertanian 2004.

5.2. Perkembangan Produksi dan Kebutuhan Pupuk Domestik

Data yang diperoleh dari PT. Pusri Holding Co. memperlihatkan bahwa

sebenarnya produksi urea bulanan nasional ditambah dengan stok awal yang ada

digudang rata-rata mampu memenuhi kebutuhan urea setiap bulan. Dari Tabel 4. terlihat

bahwa selama 2002 – 2004 (sampai Mei 2004) rata-rata kebutuhan urea nasional

Page 19: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

579

mencapai 374 ribu ton per bulan. Kabutuhan urea ini mampu dipenuhi oleh produsen

pupuk melalui produksi dan stok rata-rata sebesar 596 ribu ton per bulan. Hal ini berarti

rata-rata terdapat kelebihan urea yang mencapai 222 ribu ton urea setiap bulan.

Sementara dari jumlah total kebutuhan urea domestik, ternyata realisasi penyerapan

urea oleh sektor pertanian rata-rata hanya 321 ribu ton per bulan atau hanya 85.7

persen. Jika realisasi penyerapan ini ditambah dengan penyerapan oleh sektor non

pertanian, maka rata-rata realisasi per bulan mencapai 363 ribu ton atau sebesar 97.1

persen. Jumlah pupuk yang diproduksi dan stok awal pabrik dibandingkan realisasi

penyerapan menunjukkan angka yang berlebih. Artinyaa tanpa mengganngu pasokan

pupuk domestik baik untuk pasar bersubsidi maupun pasar non subsidi, pabrikan pupuk

masih mempunyai peluang ekspor sekalipun dalam jumlah yang relatif kecil.

Page 20: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

580

Tabel 3. Produksi pupuk Indonesia 1992 – 2003 (000 ton).

Jenis Pupuk Tahun Urea ZA TSP/SP-36 Phonska

Kap. Terpasang 8.120 650 1.000 300

1992 4.950 614 1.280 (61.0) (94.5) (128.0) (0.0)

1993 5.132 526 1.140 (63.2) (80.9) (114.0) (0.0)

1994 5.289 679 867 (65.1) (104.5) (86.7) (0.0)

1995 5.895 679 867 (72.6) (104.5) (86.7) (0.0)

1996 6.189 640 986 (76.2) (98.5) (98.6) (0.0)

1997 6.294 438 789 (77.5) (67.4) (78.9) (0.0)

1998 6.155 324 612 (75.8) (49.8) (61.2) (0.0)

1999 5.946 451 854 (73.2) (69.4) (85.4) (0.0)

2000 6.334 491 511 (78.0) (75.5) (51.1) (0.0)

2001 5.316 465 643 28 (65.5) (71.5) (64.3) (9.3)

2002 6.006 420 553 65 (74.0) (64.6) (55.3) (21.7)

2003 5.731 479 688 114 (70.6) (73.7) (68.8) (38.0)

Rataan 5.770 517 816 69 (71.1) (79.6) (81.6) (23.0)

Sumber : APPI, 2004. Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase terhadap kapasitas terpasang.

Page 21: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

581

Tabel 4. Kebutuhan, Produksi dan Penjualan Pupuk Urea Domestik 2002 – 2003 (ton).

Stok Awal Produksi Total Total Penjualan

Rencana Renc. - Penjualan Bulan

Pabrik Total Supply Non dan Pertanian Total Tot. Sup Pertanian 2002 Jan 93,551 460,409 553,960 438,541 721,367 (167,407) 406,015

Feb 74,824 430,138 504,962 302,342 271,407 233,555 276,885 Mar 75,143 469,316 544,459 357,032 343,516 200,943 325,807 Apr 81,575 451,397 532,972 400,827 318,577 214,395 367,043 Mei 79,591 458,566 538,157 358,951 310,997 227,160 325,756 Jun 86,802 441,971 528,773 325,300 408,812 119,961 298,295 Jul 91,691 492,396 584,087 323,424 190,164 393,923 290,532 Agt 94,480 426,228 520,708 272,306 177,361 343,347 254,549 Sep 83,651 389,238 472,889 257,390 269,234 203,655 235,876 Okt 84,084 477,462 561,546 303,633 417,383 144,163 270,809 Nov 170,734 444,426 615,160 345,589 506,766 108,394 311,209 Des 205,904 449,688 655,592 453,721 708,463 (52,871) 421,207

2003 Jan 215,414 420,444 635,858 505,112 432,892 202,966 468,099 Feb 180,709 391,514 572,223 345,881 432,892 139,331 311,429 Mar 194,663 427,982 622,645 353,999 432,892 189,753 308,996 Apr 226,827 452,217 679,044 427,664 288,595 390,449 380,142 Mei 226,034 487,746 713,780 424,626 288,595 425,185 348,670 Jun 171,173 463,313 634,486 355,607 288,595 345,891 290,972 Jul 195,109 474,142 669,251 281,369 288,595 380,656 206,292 Agt 179,845 427,588 607,433 255,010 288,595 318,838 213,440 Sep 227,308 463,339 690,647 343,347 288,595 402,052 280,894 Okt 138,949 435,008 573,957 389,952 432,892 141,065 325,701 Nov 114,810 470,021 584,831 329,862 432,892 151,939 273,641 Des 198,319 510,257 708,576 559,301 432,892 275,684 503,654

2004 Jan-Mar 163,510 1,317,508 1,481,018 1,329,607 1,340,018 141,000 1,155,941 Apr 105,287 406,308 511,595 410,797 341,903 169,692 329,493 Mei 88,240 523,328 611,568 403,797 266,476 345,092 315,139 Rataan 145,466 450,617 596,083 362,949 373,874 222,210 320,663

Keterangan : angka dalam kurung berarti negatif. 5.3. Ekspor Pupuk

Pada dasarnya, produksi pupuk domestik terutama jenis pupuk Urea adalah

untuk memenuhi pada pasar domestik. Artinya, jika pasar domestik sudah terpenuhi,

kelebihandari produksi tersebut baru diperbolehkan untuk diekspor. Namun dalam

kenyataannya, jumlah ekspor pupuk Urea rata-rata mrencapai 28,71 persen dari total

produksi (Tabel 5). Padahal dari perkembangan produksi dan kebutuhan, seharusnya

peluang ekspor pupuk jenis ini kurang dari 3 persen. Fenomena ini dapat diduga kuat

sebagai pemicu terjadinya kelangkaan pupuk pada pasar domestik.

Page 22: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

582

Dari enam produsen urea nasional, selama periode 1992-2003, terlihat bahwa

PT. Pupuk Kaltim, AAF dan PT. PIM melakukan ekspor paling besar, yaitu masing –

masing mencapai 31.92, 31.72 persen dan 17.16 persen dari total ekspor urea nasional.

Menurut informasi yang diperoleh, ekspor urea yang dilakukan hampir seluruhnya

merupakan urea granular dan hanya sedikit yang berupa urea tabur (prill).

Tabel 5. Ekspor Urea Indonesia 1992 – 2003 (000 ton).

Tahun PUSRI KUJANG KALTIM PIM PETRO AAF Total

% Dari Total

Produksi Urea

1992 101 83 358 260 0 532 1.334 % 7.60 6.21 26.81 19.47 0.00 39.91 100.00 26.94

1993 210 98 316 283 0 614 1.521 % 13.82 6.46 20.75 18.58 0.00 40.40 100.00 29.64

1994 175 129 409 379 11 502 1.605 % 10.89 8.06 25.50 23.62 0.65 31.27 100.00 30.35

1995 392 205 380 301 185 506 1.970 % 19.92 10.43 19.31 15.25 9.39 25.70 100.00 33.42

1996 189 101 301 209 103 630 1.534 % 12.33 6.61 19.63 13.62 6.70 41.10 100.00 24.79

1997 520 251 397 310 214 669 2.361 % 22.02 10.61 16.83 13.15 9.07 28.32 100.00 37.51

1998 35 40 410 396 42 648 1.571 % 2.20 2.56 26.11 25.20 2.66 41.27 100.00 25.53

1999 273 22 846 461 6 650 2.258 % 12.08 0.97 37.48 20.41 0.25 28.81 100.00 37.97

2000 114 58 795 498 43 567 2.075 % 5.50 2.79 38.32 23.98 2.07 27.33 100.00 32.75

2001 78 36 652 130 68 122 1.086 % 7.19 3.35 59.98 11.97 6.24 11.26 100.00 20.44

2002 31 23 565 204 0 595 1.417 % 2.19 1.62 39.85 14.39 0.00 41.95 100.00 23.60

2003 221 0 648 78 0 288 1.235 % 17.91 0.00 52.43 6.31 0.00 23.35 100.00 21.55

Rataan 195 95 506 292 84 527 1.664 % 11.14 4.97 31.92 17.16 3.09 31.72 100.00 28.71

Sumber : APPI, 2004. Jumlah ekspor urea terutama pada periode 2002-2003 mengalami peningkatan

yang cukup besar, terutama untuk urea dari PT. Pusri dan PT. Pupuk Kaltim. Sementara

untuk PT. PIM dan AAF yang berada di Propinsi NAD mengalami penurunan drastis

karena gangguan keamanan. Ekspor urea PT. Pusri melonjak dari 31 ribu ton pada

tahun 2002 menjadi 221 ribu ton tahun 2003, sementara ekspor urea PT. Pupuk Kaltim

melonjak dari 565 ribu ton menjadi 648 ribu ton pada periode yang sama.

Page 23: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

583

Lonjakan ekspor pupuk urea yang terjadi sejak tahun 2002 disebabkan oleh

meningkatnya harga urea di pasaran dunia (Gambar 6). Sejak pertengahan 2002 hingga

akhir 2003 harga urea internasional meningkat pesat dari rata-rata sebesar 102 US$/ton

menjadi 127 US$/ton.

60708090

100110120130140150160170180

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

tS

ept

Okt

Nov

Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

tS

ept

Okt

Nov

Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

tS

ept

Okt

Nov

Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

tS

ept

Okt

Nov

Des

2000 2001 2002 2003

Bulan

fob

, US

$/to

n

Indonesia Yuzhnyy Baltic/Black Sea East Europe Middle East

Gambar 6. Perkembangan Harga Urea Internasional 2000 – 2003 (US$/ton, fob).

Peningkatan harga internasional juga terjadi pada pupuk non urea seperti TSP

dan ZA (Gambar 7) selama tahun 2003. Sementara harga KCl relatif stabil pada kisaran

harga 123 US$/ton. Harga TSP melonjak dari 132 US$/ton pada awal tahun menjadi

161 US$/ton pada akhir tahun 2003. ZA melonjak dari 36 US$/ton menjadi 94 US$/ton.

Kenaikan harga internasional ini sangat berpengaruh terhadap harga pupuk non urea

didalam negeri karena kebutuhan pupuk non urea domestik dipenuhi dengan cara

mengimpor.

Page 24: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

584

100

110

120

130

140

150

160

170

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

2003

Bulan

US

$/to

n, f

ob

(T

SP

& K

CL

)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

US

$/to

n, f

ob

(Z

A)

TSP KCL ZA

Gambar 7. Perkembangan Harga Pupuk Non Urea Internasional 2003 (US$/ton, fob)

VI. KELANGKAAN PUPUK DI PROVINSI KASUS

6.1. Sumatera Utara

Selama tahun 2003 pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di Propinsi

Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

(Menperindag) nomor 70/MPP/Kep/2/2003 merupakan wilayah tanggung jawab PT.

Pupuk Iskandar Muda Aceh (PT. PIM) dan juga merupakan wilayah Kerja sama

operasional (KSO) dari PT. Pupuk Sriwijaya Palembang (PT. Pusri). Sepanjang tahun

2003 pasokan pupuk di Sumatera Utara berjalan normal tanpa terjadi kelangkaan.

Kemudian berdasarkan Keputusan Menperindag nomor 356/MPP/Kep/5/2004

wilayah Sumatera Utara sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT. PIM untuk

pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sejak akhir Juni 2004, mengingat PT. PIM

sudah kembali beroperasi secara normal. Mengawali tahun 2004, tepatnya selama

bulan Januari hingga April telah terjadi kelangkaan pupuk di Sumatera Utara.

Kelangkaan ini diartikan sangat terbatasnya pasokan pupuk terutama jenis Urea yang

ditandai oleh adanya lonjak harga. Pada bulan-bulan tersebut lonjak harga pupuk yang

terjadi bukan hanya di pasar pupuk bersubsidi tetapi juga di pasar pupuk non bersubsidi.

Lonjak harga pupuk pada pasar non bersubsidi lebih banyak disebabkan karena adanya

Page 25: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

585

isu kelangkaan pupuk pada pasar bersubsidi. Mulai dari Lini II di gudang Pelabuhan

Belawan Medan hingga Lini IV pasokan pupuk sangat terbatas sekali jumlahnya.

Penyebab utama terjadinya kelangkaan pupuk di Sumatera Utara selama kuartal

I tahun 2004 karena berhentinya pasokan pupuk Urea dari PT. PIM yang ditunjuk

sebagai pemasok tunggal. Pabrik PT. PIM berhenti beroperasi sejak 23 Desember 2003

dan baru mulai berproduksi lagi sekitar bulan Mei 2004. Dari informasi yang diperoleh

paling tidak ada dua hal yang menyebabkan PT. PIM berhenti beroperasi : (a) pabrik PT.

PIM yang kondisinya sudah tua mengalami kerusakan mesin; (b) terhentinya pasokan

gas karena harga gas yang terlalu mahal sementara subsidi pemerintah untuk

pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi oleh PT. PIM tahun 2003 belum dibayar.

Terjadinya kelangkaan pupuk Urea di Sumatera Utara direspon oleh pemerintah

dengan menunjuk PT. Pusri untuk memenuhi kebutuhan Urea selama PT. PIM tidak

berproduksi. Pupuk Urea Pusri ini dipasok langsung dari pabrik PT. Pusri di Sumatera

Selatan dan bukan menyalurkan stok dari propinsi terdekat. Selama bulan Januari

distribusi Urea PT. Pusri dilakukan dari Pelabuhan Belawan (Lini II) langsung ke

pengecer di kecamatan atau desa (Lini IV). Selama bulan Februari 2004 pola distribusi

berubah dimana distribusi dilakukan melalui distributor yang telah ditunjuk oleh PT. PIM

dan PT. Pusri. Tetapi karena kelangkaan masih terus terjadi, PT. Pusri mengambil

kebijakan baru untuk kembali menyalurkan pupuk langsung ke Lini IV tetapi kali ini

dengan melibatkan pihak Dinas Pertanian Kabupaten yang berperan sebagai penyaring

dan pengawas Delivery Order (DO) yang dikeluarkan Lini IV untuk disampaikan kepada

perwakilan PT. Pusri Perwakilan Daerah Propinsi Sumatera Utara. Pola distribusi seperti

ini yang hanya bertahan selama kurang lebih dua bulan justru dimanfaatkan oleh oknum

tertentu untuk mengambil keuntungan secara sepihak dengan membebankan sejumlah

biaya tambahan untuk setiap DO yang masuk (biaya siluman). Biaya yang dibebankan

ini bisa mencapai Rp. 100 ribu sampai dengan Rp. 200 ribu untuk setiap DO yang

disetujui pihak Dinas Pertanian. Ada juga yang membebankan Rp. 10 – Rp. 50 untuk

setiap kilogram pupuk yang disetujui. Adanya pembebanan biaya ini menyebabkan

harga pupuk yang diterima petani menjadi lebih tinggi.

PT. Pusri yang diminta pemerintah untuk memasok pupuk ke Propinsi Sumatera

Utara selama bulan Januari hingga April 2004 secara nominal tidak mampu mencukupi

kebutuhan yang direncanakan. Stok Urea Pusri tidak mencukupi karena Sumatera Utara

hanya merupakan wilayah KSO dan bukan menjadi tanggung jawab penuh PT. Pusri.

Menurut data dan keterangan dari Dinas Pertanian Sumatera Utara, antara rencana

Page 26: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

586

pasokan Pusri dan realisasinya mengalami perbedaan. Ada wilayah yang dipasok Urea

melebihi rencana, sebaliknya ada wilayah yang dipasok kurang dari rencana. Paling

tidak ada 2 alasan mengapa distribusi Urea Pusri mengalami gangguan : (a). jarak,

semakin jauh jarak distribusi pupuk ke kabupaten semakin besar jumlah realisasi yang

meleset dari target, (b) wilayah yang merupakan wilayah perkebunan dengan areal

perkebunan yang semakin luas dipasok lebih banyak dari target. Dari fenomena ini

terlihat bahwa telah terjadi perembesan pupuk bersubsidi ke sektor perkebunan.

Tabel 6. Hubungan jarak distribusi dengan realisasi penyaluran pupuk Urea di Provinsi Sumatera Utara, Januari – Mei 2004.

Rataan Realisasi Penyaluran Pupuk Urea Jarak Kabupaten

(%) (km)

1. Nias 42.10 1 hari 2. P. Sidempuan 104.92 390 3. Tapanuli Selatan 46.60 389 4. Mandailing Natal 19.26 389 5. Tapanuli Tengah 11.94 344 6. Labuhan Batu 143.49 285 7. Tapanuli Utara 91.84 281

Rataan Jarak Diatas 200 km 65.73

1. Toba Samosir 100.49 169 2. Asahan 77.00 158 3. Dairi 48.62 141 4. Binjai 68.06 120 5. P. Siantar 162.05 117 6. Simalungun 55.80 117

Rataan Jarak Antara 100 – 200 km 85.34

1. Tebing Tinggi 200.00 78 2. Karo 79.00 67 3. Langkat 95.72 42 4. Deli Serdang 114.88 25 5. Medan 22.18 0

Rataan Jarak Dibawah 100 km 102.36

Sumber : Dinas Pertanian, diolah, 2004.

Page 27: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

587

Menurut informasi dari Dinas Pertanian Provinsi setempat ada dua hal yang

menyebabkan terjadinya perbedaan pasokan Urea oleh PT. Pusri selama Januari – Mei

2004 di Sumatera Utara. Pertama, pengaruh jarak distribusi dari Pelabuhan Belawan

Medan ke tiap-tiap kabupaten. Tabel 6 menyajikan hubungan jarak distribusi dan

realisasi penyaluran Urea per kabupaten. Terlihat bahwa selama masa kelangkaan

pupuk di Sumatera Utara, semakin jauh jarak pengiriman pupuk dari Pelabuhan

Belawan-Medan ke kabupaten, maka semakin kecil realisasi pupuk dengan rencana.

Untuk jarak kabupaten yang lebih dari 200 km dari Lini II PT. Pusri, realisasi

distribusinya hanya mencapai 65.73 persen dari rencana. Sedangkan untuk jarak antara

100 – 200 km dan kurang dari 100 km, realisasi penyalurannya semakin besar yaitu

masing-masing 85.34 persen dan 102.36 persen. Artinya, ada korelasi terbalik antara

jumlah realisasi pasokan dengan jarak antar.

Kedua, penyaluran pupuk utamanya Urea lebih diarahkan ke kabupaten atau

daerah yang memiliki areal perkebunan yang luas. Luas areal perkebunan di Sumatera

Utara merupakan areal perkebunan PTPN II, perkebunan swasta dan asing yang dalam

Keputusan Menperindag tidak termasuk yang menerima pupuk dengan harga subsidi.

Tabel 7 menyajikan realisasi pasokan Urea dan luas perkebunan besar. Terlihat bahwa

realisasi penyaluran Urea semakin besar untuk daerah atau kabupaten yang memiliki

area perkebunan yang luas. Untuk wilayah yang memiliki luas areal perkebunan di atas

10 ribu ha, realisasi rata-rata mencapai 88.9 persen. Bahkan di Kabupaten Labuhan

Batu dan Deli Serdang realisasi penyaluran masing-masing sampai mencapai 143.5 dan

114.9 persen. Khusus Kabupaten Deli Serdang, walaupun realisasi rata-rata di atas 100

persen, namun di kabupaten ini masih tetap terjadi kelangkaan pupuk. Hal ini patut

dicurigai terjadinya kelangkaan pupuk tersebut karena adaanya perembesan pupuk dari

sektor pertanian ke non pertanian. Fenomena ini memperkuat informasi yang dikemukan

oleh Dinas Pertanian Provinsi.

Page 28: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

588

Tabel 7. Hubungan luas perkebunan non perkebunan rakyat terhadap realisasi penyaluran pupuk Urea di Provinsi Sumatera Utara, Januari – Mei 2004.

Rataan Realisasi Penyaluran Pupuk Urea

Luas Perkebunan Kabupaten (%) (ha)

1. Labuhan Batu 143.5 242629 2. Asahan 77.0 146491 3. Deli Serdang 114.9 127638 4. Simalungun 55.8 112077 5. Langkat 95.7 103623 6. Tapanuli Selatan 46.6 57651

Rataan 88.9

1. Tapanuli Tengah 11.9 9705 2. Mandailing Natal 19.3 5355 3. Nias 42.1 811 4. Karo 79.0 513 5. Dairi 48.6 429 6. Toba Samosir 100.5 207 7. P. Sidempuan 104.9 0 8. Tapanuli Utara 91.8 0 9. Binjai 68.1 0 10. P. Siantar 162.0 0 11. Medan 22.2 0

Rataan 68.22 Sumber : Dinas Pertanian, diolah, 2004. Di Kabupaten Karo dan Berastagi yang sebagian besar didominasi oleh tanaman

hortikultura, kelangkaan pupuk juga terjadi. Dampak dari kelangkaan tersebut tidak

terlalu berpengaruh, karena petani sudah terbiasa menggunakan pupuk NPK sebagai

alternatif untuk mensubstitusi pupuk Urea. Namun demikian, dari segi keuntungan relatif

berdampak, karena ada tambahan biaya produksi yang dikeluarkan akibat

menggunakan pupuk NPK yang harganya relatif mahal. Harga Urea bersubsidi di lokasi

ini hanya berkisar Rp. 1050 – Rp 1150 per kilogram, sementara NPK sampai mencapai

Rp. 2200 per kilogram.

Hasil wawancara dengan beberapa pedagang pupuk seperti Usaha Dagang (UD)

Bintang Tani sebagai salah satu pengecer pupuk bersubsidi dengan label resmi pada

kios di Kabupaten Berastagi memberikan informasi, bahwa pada saat normal kios dapat

menjual Urea rata-rata 150 – 250 ton per minggu. Ketika terjadi kelangkaan setiap

minggunya, kios tersebut hanya mampu menjual 2.5 ton Urea. Artinya, telah terjadi

Page 29: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

589

volume perdagangan pupuk yang jauh menurun dibandingkan sebelum (terjadinya

kelangkaan), sementara DO dari petani tetap. Namun yang menarik dan masih perlu

dipertanyakan yaitu walaupun terjadi kelebihan permintaan, pedagang ini tetap menjual

pada tingkat HET. Padahal kalau diperhatikan lebih jauh, harga tebus (Rp 980)

ditambah biaya angkut (sekitar Rp 70/kg) sudah lebih besar dari HET, sehingga mustahil

kios ini mampu menjual harga pupuk sebesar HET. UD Bintang Tani mendistribusikan

pupuk secara merata ke semua langganannya sesuai persediaan pupuk yang ada.

Keragaan harga pupuk di UD Bintang Tani disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Harga pupuk bersubsidi di UD. Bintang Tani, Kabupaten Karo.

Jenis Pupuk Harga Beli

Rp/kg Harga Jual

Rp/kg Pasokan

Ton/minggu

Urea 980 1050 150 - 250 ZA 850 940 75 KCl 1550 1620 30

SP - 36 1310 1400 60 Sumber : primer. Hal yang sama juga dialami oleh UD. Rata Sinuhaji yang merupakan salah satu

pengecer pupuk bersubsidi di Kabupaten Berastagi mengaku sangat sulit memperoleh

pupuk. Pada saat normal, kios ini mampu menjual rata-rata 100 ton Urea bersubsidi

setiap minggu dengan harga sesuai ketentuan sebesar Rp. 1050 per kilogram, tetapi

pada saat kelangkaan menurun tajam. Lebih dari 95 persen pupuk dari kios ini

disalurkan langsung ke pengecer lain di desa dan hanya sebagian kecil yang dijual

langsung ke petani. Yang patut dicermati adalah pemilik kios mengaku telah melakukan

stok Urea pada bulan April saat terjadi kelangkaan sebanyak 60-500 ton dan

menjualnya dengan harga Rp. 80.000 per sak/50 kg yang berarti setiap kilogramnya

mencapai harga Rp. 1600 (Tabel 9).

Page 30: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

590

Tabel 9. Harga pupuk bersubsidi di UD. Rata Sinuhaji, Kabupaten Berastagi.

Jenis Pupuk Harga Beli Rp/kg

Harga Jual Rp/kg

Pasokan Ton/minggu

Urea 980 1600 100 ZA 1420 1500 100 KCl 2100 2200 10

SP - 36 1380 1460 100 Sumber : primer. Keragaan harga pupuk di Kabupaten Deli Serdang diwakili UD. Dua Tujuh yang

merupakan salah satu pengecer pupuk bersubsidi di kabupaten ini. Kabupaten Deli

Serdang merupakan kabupaten yang pertaniannya dominan tanaman pangan. Pupuk di

kios ini dipasok dari distributor PT. Pertani yang merupakan distributor resmi pupuk

bersubsidi. Pada periode bulan Januari hingga April 2004 kelangkaan pupuk yang terjadi

di Sumatera Utara juga dialami oleh UD. Dua Tujuh. Tetapi kelangkaan dapat diatasi

dengan pengaturan jumlah distribusi pupuk ke kios lain dan penjualan langsung ke

petani. Kios besar ini membatasi jumlah pupuk Urea yang dijual langsung ke petani dan

mendistribusikan secara merata kedelapan kios kecil yang distribusinya menjadi

tanggung jawab UD. Dua Tujuh. Dalam satu minggu pada keadaan normal UD. Dua

Tujuh dapat menjual Urea sebanyak 45 ton, sedangkan saat terjadi kelangkaan hanya

mampu menjual pupuk Urea bersubsidi sebanyak 15 ton per minggu. Untuk tetap

memenuhi permintaan pasar, kios ini juga menjual Urea non bersubsidi yang

didatangkan dari PT. Pusri sekitar 30 ton per minggu dan dijual dengan harga Rp 1540.

Untuk penebusan pupuk dari Lini III Pusri di PT. Pertani, UD. Dua Tujuh

mendapatkan harga Rp. 980 per kg dengan tambahan Rp. 70 per kg untuk ongkos

angkut. Tetapi pada kenyataannya pemilik kios harus mengeluarkan lagi ongkos angkut

sendiri untuk mengangkut pupuk dari gudang PT. Pertani sampai ke kios. Biaya

tambahan juga harus dikeluarkan untuk membayar pungutan liar selama perjalanan,

sehingga menurut pemilik kios untuk setiap kilogram Urea sebenarnya harus menebus

paling tidak sebesar Rp. 1190-1200. Artinya, untuk mendapatkan keuntungan wajar,

kios mau tidak mau harus menjual diatas HET. Sehingga tidak mengherankan harga

pupuk yang terjadi di tingkat petani mencapai Rp 1300/kg.

Dari ketiga kios pengecer (Lini IV) di atas, seluruhnya mengakui kesulitan untuk

menjual Urea sesuai HET (Rp. 1050/kg). Penyebab utamanya karena untuk mengambil

pupuk dari Lini III pengecer harus melakukan pengangkutan sendiri sampai ke kios

Page 31: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

591

karena distributor kesulitan untuk mengantarkannya. Sedangkan harga yang diterima di

gudang tetap sebesar Rp. 1025 per kg Urea. Sehingga dengan ongkos angkut yang

harus dikeluarkan rata-rata Rp. 35-70 per kg maka untuk menutupi tambahan biaya

angkut serta tetap dapat insentif berdagang kios harus menjual dengan harga di atas

HET.

Hal lain yang memberatkan kios untuk menjual Urea sesuai HET yang ditetapkan

pemerintah adalah banyaknya pungutan liar yang dilakukan sepanjang jalan baik oleh

aparat, ormas maupun pihak lain yang ingin mengambil keuntungan sepihak seperti

preman. Biaya – biaya tambahan ini yang sangat memberatkan pengecer pupuk untuk

menjual pupuk sesuai HET, sementara untuk menghindari kerugian yang dihadapi,

pengecer lebih memilih untuk membebankan biaya tambahan ini kepada petani dengan

cara menjual Urea di atas HET.

Kios-kios juga menjual pupuk non bersubsidi. Untuk pupuk Urea non bersubsidi

didominasi oleh Urea PIM dan Pusri. Pembelian Urea non bersubsidi ini banyak

dilakukan oleh pemilik perkebunan swasta dan BUMN. Perkebunan mengajukan DO

kepada distributor melalui mekanisme tender. Kemudian oleh distributor disampaikan ke

PT. PIM atau PT. Pusri yang kemudian dilakukan pengiriman. Harga Urea non

bersubsidi yang diterima perkebunan rata-rata sebesar Rp. 1430- 1570 per kg. Dari

informasi yang diperoleh untuk wilayah Sumatera Utara pengadaan pupuk Urea non

bersubsidi tidak mengalami kelangkaan. Tetapi dampak dari terjadinya kelangkaan

pupuk di sektor pertanian menyebabkan naiknya harga Urea non bersubsidi di sektor

perkebunan.

Menurut keterangan pemilik kios, pupuk Urea non bersubsidi juga

diperjualbelikan kepada para petani pangan yang ingin dan fanatik terhadap merek

pupuk tertentu atau petani perkebunan yang membeli Urea dengan jumlah yang tidak

banyak. Harga jual Urea non bersubsidi adalah sebesar Rp. 1540 per kg. Alasan petani

kenapa fanatik terhadap Urea Pusri, karena pupuk tersebut mempunyai kualitas yang

lebih baik dibandingkan Urea PIM, walaupun dari hasil pengujian laboratorium yang

telah dilakukan oleh BPTP Johor tidak terdapat perbedaan kualitas.

Dari informasi di atas terlihat bahwa kalau hanya berdasarkan pengakuan kios

pengecer, menunjukkan bahwa pada beberapa kios seperti tidak terjadi lonjak harga

walaupun semua kios mengalami pasokan pupuk yang relatif langka. Sehingga ada

kesan beberapa kios pengecer masih menutup-nutupi harga jualnya sudah melebih

HET, karena takut dapat teguran atau izin dagangnya dicabut oleh produsen pupuk.

Page 32: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

592

Karena data dan informasi yang diperoleh di tingkat kios pengecer belum

meyakinkan, maka Untuk mendapatkan informasi yang lebih representatif tentang

kondisi aktual di lapangan, telah dilakukan wawancara dengan beberapa petani di 6

kabupaten yaitu: Madina, Kumbang, Tobasa, Serdang Bedagai, Langkat, dan Deli

Serdang. Keragaan harga pupuk Urea pada kondisi normal, saat langka, dan

bulan Juni 2004 pada masing-masing kabupaten disajikan pada Tabel 10.

Terlihat bahwa semua petani contoh di enam kabupaten mengakui telah terjadi

kelangkaan pupuk bersubsidi selama bulan Januari hingga April 2004. Urea yang

biasanya mudah diperoleh saat waktu pemupukan, ternyata pada kuartal I 2004 sangat

sulit sekali diperoleh. Menurut petani, alasan utama kenapa terjadi kelangkaan pupuk

karena tidak adanya pupuk terutama jenis Urea di kios pengecer, padahal di sisi lain

jumlah permintaan pupuk tidak mengalami peningkatan atau sama seperti tahun-tahun

sebelumnya. Kalaupun tersedia di kios, petani harus membayarnya jauh di atas HET

atau kondisi normal. Jika dalam keadaan normal petani dapat membeli Urea seharga

Rp. 1100 – Rp. 1160 per kg, maka pada saat kelangkaan harga Urea dapat mencapai

Rp. 1300 – Rp. 2200 per kg atau meningkat 40.37 persen dari harga normal. Bahkan di

Kabupaten Madina dan Kumbang, harga Urea bersubsidi mencapai Rp. 1300 – 1350

per kg. Harga ini naik sebesar 26.19 persen dari HET yang ditetapkan pemerintah

(Tabel 6.).

Tabel 10. Harga urea bersubsidi di tingkat petani di Sumatera Utara (Rp/kg).

Harga Urea Bersubsidi Kabupaten

Normal Kelangkaan Juni 2004 HET

1. Madina 1350 2000 1500 1050

2. Kumbang 1300 1400 1500 1050

3. Tobasa 1100 2200 2460 1050

4. Serdang Bedagai 1160 1300 1180 1050

5. Langkat 1100 1500 1300 1050

6. Deli Serdang 1160 1600 1200 1050

Sumber : primer.

Harga pupuk bersubsidi non Urea juga meningkat tajam selama periode Januari

– April 2004. Di Kabupaten Deli Serdang, pupuk ZA yang pada saat normal dijual Rp.

60000 per sak, sedangkan pada saat langka mencapai Rp. 75000 per sak atau

Page 33: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

593

mencapai Rp. 1500 per kg. Harga ini hampir dua kali lipat dari HET yang ditetapkan

pemerintah (Rp. 850/kg). Pupuk SP-36 juga mengalami lonjak harga, sebagai contoh di

Kabupaten Langkat pada bulan April mencapai Rp. 105000 per sak atau Rp. 2100 per

kg, sementara HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp. 1800 per kg.

Pupuk ZA bersubsidi juga mengalami kelangkaan. Alasan utama terjadinya

kelangkaan jenis pupuk ini karena kandungan N dalam ZA ini dimanfaatkan oleh petani

sebagai pengganti Urea sehingga petani banyak yang menggunakan ZA ketika Urea

mengalami kelangkaan. Permintaan petani yang meningkat dibanding kondisi normal

inilah yang menyebabkan menjadi langka.

Jika dihubungkan dengan pengaruh perubahan pola tanam terhadap terjadinya

kelangkaan Urea, ternyata pola tanam tidak menjadi penyebab terjadinya kelangkaan.

Petani di enam kabupaten di Sumatera Utara hampir memiliki pola yang sama dan rutin

dilakukan setiap tahunnya. Dalam satu tahun petani pangan melakukan penanaman

sebanyak dua kali yaitu pada bulan April – Mei dan Agustus – September. Dari musim

tanam ini sebenarnya kelangkaan pupuk terparah terjadi pada bulan April 2004 ketika

tanaman memasuki waktu pemupukan pertama.

Menurut data monitoring harga pupuk yang dilakukan Dinas Pertanian Propinsi

Sumatera Utara juga menunjukkan bahwa telah terjadi lonjak harga pupuk. Sejak tahun

2003 rata-rata harga Urea pada masing-masing bulan harga di atas Rp. 1250 per kg.

Bahkan saat terjadi kelangkaan, harga Urea sempat mencapai di atas Rp. 1300 per kg.

Demikian juga untuk jenis pupuk SP-36 mencapai harga Rp. 1600 – Rp. 1850 per kg,

ZA mencapai Rp. 1180 – Rp. 1350 per kg dan NPK mencapai harga Rp. 1800 – Rp.

2100 per kg (Tabel 11).

Realisasi Urea terhadap rencana di Sumatera Utara selama masa kelangkaan

pupuk menunjukkan angka yang menurun tajam. Selama Januari hingga Maret 2004,

rata-rata realisasi penyaluran Urea kurang dari 50 persen dari target yang ditetapkan.

Baru memasuki April dan Mei 2004 angka realisasi mulai kembali normal seiring dengan

berproduksinya kembali pabrik PT. PIM.

Page 34: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

594

Tabel 11. Harga pupuk bersubsidi di tingkat pengecer dan realisasi Urea di Provinsi Sumatera Utara, 2003-2004.

Harga (Rp/kg) Rencana Rencana Tahun Bulan

Urea SP-36 ZA NPK Urea (Ton)

Urea (Ton)

%

2003 Jan 1284 1739 1229 2045 25929 6961 26.85

Feb 1282 1795 1263 2053 20558 5815 28.29

Mar 1282 1813 1282 2013 18942 12136 64.07

Apr 1300 1818 1287 2058 21908 20070 91.61

Mei 1287 1839 1350 2047 10947 21361 195.13

Jun 1284 1832 1282 2034 10470 12410 118.53

Jul 1295 1837 1292 2008 11616 12341 106.24

Agt 1279 1834 1271 2016 11616 13416 115.50

Sep 1274 1845 1282 2032 12666 14539 114.79

Okt 1303 1868 1295 2032 43350 7844 18.09

Nov 1268 1834 1258 2034 50187 5821 11.60

Des 1263 1821 1224 2018 17347 12146 70.02

2004 Jan 1303 1690 1193 1873 20394 6377 31.27

Feb 1295 1710 1190 1883 20394 11010 53.99

Mar 1308 1720 1198 1898 20394 7996 39.21

Apr 1265 1658 1180 1853 13596 11236 82.64

Mei 1249 1698 1155 1843 13596 12743 93.73

Rataan 2003 1283 1823 1276 2033 21295 12072 80.06

Jan-Mei 2004 1284 1695 1183 1870 17675 9872 60.17 Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, 2004.

Dari Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara diperoleh informasi yang

berbeda tentang penentuan kriteria batasan luasan perkebunan rakyat untuk

memperoleh pupuk bersubsidi. Menurut aturan dari pemerintah pusat yang termasuk

perkebunan rakyat adalah perkebunan dengan luasan areal kurang dari 25 hektar.

Tetapi yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Sumatera Utara bahwa luasan areal

perkebunan rakyat kurang dari 2 hektar. Perbedaan definisi ini mengindikasikan bahwa

banyak perkebunan yang menggunakan pupuk bersubsidi tetapi seharusnya tidak

termasuk penerima pupuk besubsidi.

Dinas Perkebunan Sumatera Utara juga merasa kesulitan untuk melakukan

pemantauan harga dan jumlah pupuk bersubsidi yang diperuntukan bagi perkebunan

Page 35: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

595

rakyat, karena tidak ada pelaporan dari distributor PT. PIM dan PT. Pusri kepada Dinas

Perkebunan. Demikian juga, perkebunan sendiri mengalami kesulitan untuk memantau

langsung di lapangan, karena tidak ada label pada kemasan pupuk yang diperuntukan

bagi perkebunan.

Beberapa informasi yang diperoleh dari salah satu distributor PT. PIM dan PT.

Pusri yaitu PT. Meroke Tetap Jaya (PT. MTJ): Pertama, untuk penyaluran pupuk

bersubsidi PT. MTJ menjalankan sistem free area yang memungkinkan PT. MTJ dapat

melakukan penjualan kepada kios di seluruh Propinsi Sumatera Utara. PT. MTJ

menerima kios-kios yang berkeinginan menjadi penyalur pupuknya tanpa mendapat

persyaratan khusus, hanya penjanjian untuk menyalurkan sesuai jumlah pupuk yang

dipasok. Tidak ada perjanjian khusus dengan distributor lain mengenai pembagian

wilayah distribusi di Sumatera Utara. Kedua, pada saat kelangkaan PT. MTJ juga

kesulitan mendapatkan pupuk karena tidak beroperasinya PT. PIM hampir selama 5

bulan (23 Desember 2003 - Mei 2004). Di sisi lain, jumlah Urea yang diperoleh dari PT.

Pusri juga terbatas dan tidak dapat mencukupi target seperti yang sudah direncanakan.

Ketiga, pada periode kelangkaan PT. MTJ tidak melakukan pola distribusi khusus

terhadap kios-kios pengecernya, baik itu berupa pembatasan jumlah penyaluran

maupun pergiliran jatah penyaluran pupuk. Keempat, PT. MTJ selain menjual pupuk

bersubsidi juga melakukan penjualan berbagai macam pupuk alternatif yang sebagian

besar merupakan impor. Kelima, PT MTJ hanya mempunyai gudang di lini II (pelabuhan

Belawan) saja dan tidak mempunyai gudang di lini III. PT MTJ langsung

mendisribusikan pupuknya ke gudang kios pengecer.

Tabel 12. Realisasi penyaluran pupuk Urea bersubsidi distributor PT. Meroke Tetap Jaya Januari – Juni 2004.

Bulan Jumlah Penyaluran Urea Permintaan

Januari t.a.d.

Februari 867

Maret 631

April 397

Mei 1305

Juni 1859

Rata-Rata Permintaan

Berdasarkan DO setiap

bulannya mencapai 1900

ton.

Sumber : PT. Meroke Tetap Jaya, 2004.

Page 36: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

596

Menurut PT. MTJ ada tiga penyebab utama terjadinya kelangkaan pupuk yaitu:

(1) adanya disparistas harga pupuk antara sektor pangan dengan sektor non pangan,

akan merangsang terjadinya perembesasn pupuk bersubsidi ke pasar yang harganya

lebih menarik, (2) dalam pemenuhan kebutuhan pupuk data yang digunakan adalah

data tingkat pusat dan bukan berdasarkan data di tingkat provinsi atau kabupaten,

sehingga kuota sesuai SK Mentan pada umumnya sekitar 60 persen dari sebenarnya,

(3) pembayaran subsidi untuk PIM dan produsen pupuk lainnya sering terlambat.

6.2. Jawa Barat

Sebelum adanya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 356

(SK 356), pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Cirebon, sebagai

kabupaten contoh di Provinsi Jawa Barat, merupakan tanggungjawab PT. Pupuk Kujang

dan juga merupakan wilayah kerja sama operasional (KSO) PT. Pupuk Sriwijaya (PT.

Pusri). Tetapi setelah dikeluarkannya SK 356 maka wilayah Kabupaten Cirebon

sepenuhnya menjadi tanggungjawab PT. Pusri.

Kebutuhan pupuk urea bersubsidi di Kabupaten Cirebon setiap bulannya rata-

rata mencapai 7000 – 8000 ton, sedangkan kapasitas gudang Pusri di Kabupaten

Cirebon mencapai 10000 – 15000 ton. Distributor pupuk di Kabupaten Cirebon yang kini

beroperasi ada 5, yaitu yang terbesar adalah CV. Juwita, CV Afiah, CV. Sumber Tani,

CV Sumber Rejeki dan PT. PPI.

Pada bulan April dan Mei 2004 di Kabupaten Cirebon terjadi kelangkaan pupuk

terutama urea. Pengadaan urea dari mulai gudang di Pelabuhan Cirebon sampai ke

petani mengalami kelangkaan. Hampir tidak ada stok pupuk di gudang Pusri dan

distributor, sehingga petani sebagai konsumen akhir tidak memperoleh pupuk.

Menurut informasi yang diperoleh di Kabupaten Cirebon ada beberapa penyebab

terjadinya kelangkaan pupuk di wilayah tersebut. Pertama, adanya pihak distributor yang

menjual pupuk yang merupakan jatah Kabupaten Cirebon ke luar wilayahnya seperti ke

Kabupaten Indramayu dan Brebes Jawa Tengah, karena ada margin yang cukup

menarik untuk melakukan perdagangan ke kabupaten tersebut. Sehingga ada muncul

istilah “pupuk pariwisata”. Kedua, adanya distributor atau pengecer yang melakukan

penimbunan pupuk digudangnya masing-masing, dan menjualnya ke pasar ketika harga

tinggi. Ketiga, di Propinsi Jawa Barat, ada dua pelabuhan yang digunakan sebagai

tempat gudang Lini II dan pengarungan pupuk yaitu di Pelabuhan Cirebon dan Cilacap.

Tetapi Kabupaten Cirebon merupakan wilayah terjadinya kelangkaan dan lonjakan

Page 37: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

597

harga pupuk bersubsidi yang tertinggi. Hal ini mengindikasikan terjadinya ekspor ilegal.

Keempat, fanatisme terhadap merk pupuk tertentu sehingga ketika di Kabupaten

Cirebon tidak terdapat merk pupuk tertentu maka akan dipenuhi kebutuhannya dari

wilayah lain seperti Kabupaten Indramayu misalnya. Sehingga distribusi yang tidak

sesuai ini akan menyebabkan terjadinya perubahan stok dan harga. Kelima, permodalan

petani yang sangat terbatas menyebabkan petani kesulitan membeli pupuk secara tunai

sementara fasilitas kredit juga sangat terbatas. Akibatnya ketika saat pemupukan tiba

semua petani membeli pupuk pada saat yang bersamaan. Hal ini menyebabkan tidak

seimbangnya antara kebutuhan dan pasokan yang akhirnya menyebabkan terjadinya

kelangkaan. Keenam, keterlambatan pengadaan pupuk oleh pihak produsen yang

dalam hal ini adalah PT. Pusri. Ketujuh, pemilikan lahan yang relatif sempit (< 0,3 ha)

menyebabkan kalau dikonversi ke dalam satu ha, dosis pemupukannya menjadi sangat

tinggi, sementara di sisi lain kuota pupuk bersubsidi menurut Mentan berdasarkan dosis

pemupukan berimbang (anjuran). Kedelapan, selain hal-hal tersebut di atas, penyebab

terjadinya kelangkaan pupuk di Kabupaten Cirebon yang merupakan wilayah KSO PT.

Pusri adalah akibat adanya tindakan manipulatif di tingkat pabrikan pupuk. Sebagai

contoh, menurut informasi ada salah satu distributor yang sudah mendatangi kontrak DO

sebanyak 3.000 ton, tapi dalam kenyataannya yang dikirim ke distributor tersebut hanya

38 ton, dan sisanya sebanyak 2.962 ton tidak diketahui pendistribusiannya kemana.

Sehingga dapat diduga kuat bahwa kelebihan tersebut diekspor secara ilegal oleh

pabrikan pupuk.

Dampak dari adanya langka pasok pupuk urea menyebabkan terjadinya lonjak

harga. Harga pupuk urea bersubsidi yang seharusnya mencapai Rp. 1050,- per kg

ditingkat pengecer pada saat kelangkaan Bulan Mei 2004 mencapai harga Rp. 1400 –

1450,- per kg. Lonjak harga ini selain akibat pasokan pupuk menurun, juga akibat harga

tebus dan setelah ditambah biaya transportasi dan biaya pungutan liar lebih tinggi dari

HET yang ditetapkan pemerintah.

Wilayah Kabupaten Cirebon sendiri memiliki pola dan waktu tanam serentak,

sama halnya dengan Kabupaten Indramayu. Sehingga hal ini menyebabkan permintaan

pupuk mengalami lonjakkan yang tinggi pada bulan-bulan tanam . Sementara dari sisi

pasokan pupuk dari Pusri masih sangat terbatas, mengingat PT. Pusri tidak mempunyai

gudang dengan jumlah kapasitas simpan yang memadai.

Kebutuhan pupuk urea bersubsidi di Propinsi Jawa Barat selama tahun 2004

mencapai 591 ribu ton, dimana jumlah ini dialokasikan untuk 16 kabupaten sesuai

Page 38: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

598

dengan kebutuhan masing-masing. Sedangkan selama periode Januari sampai dengan

Mei 2004 saja, kebutuhan urea di provinsi ini sudah mencapai 284 ribu ton atau

mencapai 48.06 persen dari total kebutuhan urea tahun 2004 (Tabel 13).

Tabel 13. Kebutuhan pupuk Urea bersubsidi di Provinsi Jawa Barat, Januari – Mei 2004 (ton)

B u l a n Kabupaten Kebutuhan

Pupuk 2004 Jan Pebr Mar Apr Mei Jun Total Jan - Mei

- Bekasi 31,859 4,372 2,632 3,028 3,468 1,923 1,923 15,423

- Karawang 41,392 5,632 3,442 3,940 4,452 2,507 2,507 19,973

- Purwakarta 25,170 3,425 2,093 2,396 2,708 1,524 1,524 12,146

- Subang 38,659 5,273 3,208 3,678 4,173 2,339 2,339 18,671

- Bogor 34,219 4,647 2,849 3,258 3,670 2,074 2,074 16,499

- Sukabumi 44,770 5,945 3,791 4,281 4,649 2,736 2,736 21,402

- Cianjur 43,231 5,693 3,683 4,140 4,435 2,650 2,650 20,601

- Bandung 46,611 6,121 3,979 4,467 4,762 2,860 2,860 22,188

- Sumedang 33,934 4,562 2,847 3,238 3,587 2,064 2,064 16,298

- Garut 39,411 5,214 3,346 3,771 4,071 2,412 2,412 18,814

- Tasikmalaya 42,813 5,727 3,606 4,089 4,493 2,609 2,609 20,524

- Ciamis 37,269 4,957 3,152 3,563 3,879 2,276 2,276 17,827

- Cirebon 31,092 4,265 2,569 2,955 3,383 1,877 1,877 15,050

- Kuningan 30,088 4,071 2,512 2,867 3,210 1,826 1,826 14,487

- Majalengka 33,741 4,599 2,802 3,211 3,638 2,042 2,042 16,292

- Indramayu 37,001 5,080 3,055 3,516 4,031 2,233 2,233 17,916

Total 591,262 79,584 49,568 56,398 62,608 35,951 35,951 284,111 Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, diolah, 2004.

Pengadaan dan distribusi pupuk urea bersubsidi di enam belas kabupaten di

Jawa Barat untuk tahun 2004 diserahkan kepada PT. Pupuk Kujang Cikampek (PT.

PKC) dan PT. Pupuk Sriwijaya Palembang (PT. Pusri). PT. PKC bertanggungjawab

terhadap pengadaan dan distribusi urea di sembilan kabupaten yaitu Bekasi, Karawang,

Purwakarta, Subang, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung dan Indramayu. Sementara

PT. Pusri bertanggung jawab atas wilayah di tujuh kabupaten lainnya yaitu Sumedang,

Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon, Kuningan dan Majalengka.

Realisasi penyaluran urea di sembilan kabupaten yang merupakan tanggung

jawab PT. PKC selama periode Januari – Mei 2004 yakni terdapat tiga kabupaten yang

penyaluran ureanya tidak mencapai target kebutuhan masing-masing kabupaten. Ketiga

kabupaten tersebut adalah Bekasi, Purwakarta dan Bogor, yang masing-masing hanya

Page 39: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

599

mencapai 73.84, 42.26 persen dan 93.44 persen dari traget kebutuhan. Sementara di

kabupaten lainnya realisasi penyaluran melebihi kebutuhan yang telah direncanakan.

Bahkan di Kabupaten Indramayu, Karawang dan Subang realisasi penyaluran mencapai

131.33 persen, 72.48 persen, dan 77.61 persen diatas rencana kebutuhan (Tabel 14

dan 15).

Tabel 14. Realisasi penyaluran pupuk Urea bersubsidi di Provinsi Jawa Barat Januari – Mei 2004 (ton).

Realisasi Urea Kabupaten Kebutuhan Jan - Mei Jan Pebr Mar Apr Mei Jan - Mei

Penanggung jawab

- Bekasi 15,423 2,660 2,850 1,680 1,660 1,860 10,710 Kujang

- Karawang 19,973 7,675 5,520 5,760 6,725 6,730 32,410 Kujang

- Purwakarta 12,146 1,100 1,600 250 900 900 4,750 Kujang

- Subang 18,671 7,898 4,627 7,637 6,665 5,302 32,129 Kujang

- Bogor 16,499 3,525 3,615 2,810 2,250 2,425 14,625 Kujang

- Sukabumi 21,402 5,794 6,102 4,959 4,927 3,807 25,589 Kujang

- Cianjur 20,601 5,515 4,380 3,945 4,056 3,775 21,671 Kujang

- Bandung 22,188 5,355 4,775 4,405 5,445 4,816 24,796 Kujang

- Sumedang 16,298 1,004 1,336 1,210 530 1,160 5,240 Pusri

- Garut 18,814 959 4,427 2,172 835 2,635 11,028 Pusri

- Tasikmalaya 20,524 7,258 10,271 6,300 1,475 4,305 29,609 Pusri

- Ciamis 17,827 7,330 3,440 5,140 1,155 4,000 21,065 Pusri

- Cirebon 15,050 4,338 6,926 3,441 2,190 3,620 20,515 Pusri

- Kuningan 14,487 946 545 865 660 1,740 4,756 Pusri

- Majalengka 16,292 1,215 2,702 1,200 400 3,410 8,927 Pusri

- Indramayu 17,916 10,877 6,229 7,373 6,980 7,946 39,405 Kujang

Total 284,111 73,449 69,345 59,147 46,853 58,431 307,225 Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, diolah, 2004.

Keadaan tidak meratanya penyaluran urea juga terjadi di tujuh kabupaten yang

merupakan wilayah tanggungjawab PT. Pusri. Dalam periode yang sama, realisasi

penyaluran urea di empat kabupaten berada jauh dibawah angka kebutuhan. Keempat

kabupaten tersebut adalah Sumedang, Garut, Kuningan dan Majalengka yang masing-

masing hanya mencapai 35.45 persen, 67.61 persen, 38.19 persen, dan 67.65 persen

dari kebutuhan. Sementara di tiga kabupaten lainnya yaitu Tasikmalaya, Ciamis dan

Cirebon realisasi pasokan pupuk jauh diatas kebutuhan.

Kebutuhan urea yang tidak dapat dipenuhi di tujuh kabupaten di atas

mengindikasikan telah terjadi kelangkaan pupuk. Berdasarkan jumlah realisasi

Page 40: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

600

penyaluran, maka dapat dikatakan kelangkaan terparah terjadi di kabupaten

Purwakarta, Sumedang dan Kuningan. Realisasinya pasokan pupuk di ketiga kabupaten

ini hanya mencapai rata-rata 42.26 persen, 35.45 persen, dan 38.19 persen.

Tabel 15. Persentase realisasi pupuk Urea bersubsidi di Provinsi Jawa Barat, Januari – Mei 2004 (ton)

Persentase Kabupaten Kebutuhan

Jan - Mei Jan Pebr Mar Apr Mei Jan - Mei

Penanggung jawab

- Bekasi 48.41 60.84 108.29 55.49 47.86 96.72 73.84 Kujang

- Karawang 48.25 136.26 160.39 146.19 151.05 268.50 172.48 Kujang

- Purwakarta 48.25 32.11 76.46 10.43 33.24 59.05 42.26 Kujang

- Subang 48.30 149.77 144.22 207.63 159.73 226.70 177.61 Kujang

- Bogor 48.22 75.85 126.87 86.24 61.30 116.94 93.44 Kujang

- Sukabumi 47.80 97.46 160.95 115.83 105.99 139.15 123.88 Kujang

- Cianjur 47.65 96.88 118.92 95.28 91.46 142.45 109.00 Kujang

- Bandung 47.60 87.49 120.00 98.62 114.35 168.38 117.77 Kujang

- Sumedang 48.03 22.01 46.92 37.37 14.78 56.19 35.45 Pusri

- Garut 47.74 18.39 132.29 57.59 20.51 109.26 67.61 Pusri

- Tasikmalaya 47.94 126.73 284.83 154.09 32.83 164.99 152.69 Pusri

- Ciamis 47.83 147.88 109.13 144.26 29.78 175.73 121.36 Pusri

- Cirebon 48.40 101.71 269.58 116.44 64.73 192.86 149.06 Pusri

- Kuningan 48.15 23.23 21.69 30.17 20.56 95.30 38.19 Pusri

- Majalengka 48.28 26.42 96.44 37.37 10.99 167.00 67.65 Pusri

- Indramayu 48.42 214.11 203.87 209.69 173.15 355.85 231.33 Kujang

Total 48.08 88.57 136.30 100.17 70.77 158.44 110.85 Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, diolah, 2004.

Kabupaten Cirebon selama periode Januari – Mei 2004 merupakan kabupaten

yang termasuk realisasi penyalurannya tinggi, rata-rata mencapai 149.06 persen dari

kebutuhan. Hal ini sangat dimungkinkan karena gudang Lini II PT. Pusri memang

terdapat di kabupaten tersebut. Disamping itu jarak penyaluran sampai ke konsumen

merupakan yang terdekat dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Tetapi menurut

informasi yang diperoleh bahwa di Kabupaten Cirebon pun juga terjadi kelangkaan. Hal

ini mengindikasikan bahwa pupuk urea yang disalurkan selama ini tidak sampai ke

petani. Ada beberapa penyebab yang bisa diduga kuat sebagai penyebab terjadinya

kelangkaan pupuk di kabupaten ini yaitu (1) terjadinya ekspor secara ilegal dari

pelabuhan Cirebon sehingga pupuk yang datang di pelabuhan tidak disalurkan ke Lini

berikutnya, tetapi di salurkan ke wilayah lain atau di ekspor. Untuk kejadian ekspor ilegal

Page 41: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

601

ini, pemicunya adalah meningkatnya harga pupuk di luar negeri, dan (2) perembesan

pupuk ke kabupaten lain.

Tabel 16. Harga jual pupuk Urea bersubsidi di Lini III, IV dan konsumen, di tujuh Kabupaten Jawa Barat, 5 – 6 Mei 2004 (Rp/kg).

Harga Jual

Distributor Pengecer Harga Beli di Petani

Kabupaten Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi

1. Indramayu 1,010 1,020 1,150 1,450 1,400 1,450

2. Cirebon 1,030 1,050 1,100 1,200 1,200 1,300

3. Ciamis 1,030 1,050 1,100 1,250 1,250 1,350

4. Tasikmalaya 1,010 1,020 1,050 1,070 1,100 1,200

5. Cianjur 1,010 1,020 1,040 1,060 1,050 1,100

6. Bandung 1,010 1,030 1,080 1,150 1,300 1,500

7. Sukabumi 1,010 1,020 1,070 1,120 1,200 1,400

Rataan 1,016 1,029 1,084 1,186 1,214 1,324 Sumber : Laporan Fact Finding Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, 2004.

Dari sisi harga terlihat bahwa harga jual pupuk urea bersubsidi di tujuh

kabupaten yaitu Indramayu, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya, Cianjur, Bandung dan

Sukabumi, mulai dari tingkat distributor sampai dikonsumen relatif tinggi dan berada di

atas HET. Pada tingkat distributor di Kabupaten Cirebon dan Ciamis saja harga jual

Urea sudah melebihi HET (Rp 1050/kg). Di tingkat pengecer harga jual urea rata-rata

mencapai Rp. 1186,- per kg. Bahkan di Kabupaten Cirebon dan Indramayu yang

jaraknya relatif dekat dengan pelabuhan justru lebih tinggi, yaitu mencapai Rp. 1200 –

1450,- per kg (Tabel 16).

Harga beli urea ditingkat petani sangat tinggi selama masa kelangkaan. Harga

beli tertinggi dapat mencapai Rp. 1500,- per kg, seperti yang terjadi di Kabupaten

Bandung. Rata-rata herga beli di tingkat petani mencapai Rp. 1324,- per kg.Tingginya

harga jual pupuk di masing-masing lini penyaluran menyebabkab tingkat keuntungan

bersih yang diperoleh juga meningkat tajam. Rata-rata distributor pupuk urea

memperoleh marjin keuntungan bersih sebesar Rp. 15,- per kg. Sedangkan ditingkat

pengecer marjin keuntungan yang diperoleh lebih besar lagi hingga mencapai rata-rata

Rp. 114,- per kg urea. Jika dibandingkan dengan harga eceran tertinggi yang ditetapkan

pemerintah sebesar Rp. 1050 per kg, maka tambahan biaya yang harus dikeluarkan

petani untuk membeli 1 kg urea rata-rata sebesar Rp. 279,- (Tabel 17).

Page 42: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

602

Tabel 17. Marjin Keuntungan Penjualan Pupuk Urea Bersubsidi Di Lini III, IV Dan Tambahan Biaya Konsumen Dibandingkan HET, Di Tujuh Kabupaten Jawa Barat,L 5 – 6 Mei 2004 (Rp/Kg).

Marjin Keuntungan

Kabupaten Harga di Lini II

Ongkos Angkut Distributor Pengecer

Tambahan Biaya Dari HET

1. Indramayu 980 35 5 345 400

2. Cirebon 980 35 35 115 250

3. Ciamis 980 35 35 165 300

4. Tasikmalaya 980 35 5 15 150

5. Cianjur 980 35 5 5 50

6. Bandung 980 35 15 85 450

7. Sukabumi 980 35 5 65 350

Rataan 980 35 15 114 279 Sumber : Laporan Fact Finding Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, diolah, 2004.

VII. USULAN TINGKAT SUBSIDI DAN PERBAIKAN SISTEM PENDISTRIBUSI PUPUK DI INDONSEIA

7.1. Isu Kebijakan

Pupuk mempunyai peranan penting dalam peningkatan produktivitas pertanian,

termasuk di dalamnya komoditas padi. Penggunaan pupuk yang berimbang sesuai

kebutuhan tanaman telah membuktikan mampu memberikan produktivitas dan

pendapatan yang lebih baik bagi petani. Kondisi inilah yang menjadikan pupuk sebagai

sarana produksi yang sangat strategis bagi petani. Untuk itu perlu adanya penyediaan

pupuk yang memadai di tingkat petani, agar petani dapat menggunakan pupuk sesuai

teknologi pemupukan yang dianjurkan di masing-masing wilayah.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa petani cenderung tidak lagi

memperhatikan penggunaan pupuk berimbang, akibat di satu sisi harga jual produksi

pertanian yang sangat fluktuatif yang cenderung merugikan petani dan di sisi lain

semakin mahalnya biaya produksi. Kalau kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akan

menyebabkan sektor pertanian semakin tidak menarik bagi petani Indonesia yang pada

akhirnya berdampak terhadap ketahanan pangan nasional.

Untuk mengurangi permasalahan yang dihadapi petani, pemerintah Indonesia

sejak tahun 2003 kembali menerapkan kebijakan pemberian subsidi pupuk untuk sektor

pertanian dengan tujuan untuk membantu petani agar dapat membeli pupuk sesuai

kebutuhannya dengan harga yang lebih murah, sehingga produktivitas dan pendapatan

Page 43: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

603

petani meningkat. Kebijakan tersebut masih berjalan pada tahun ini dan tetap akan

dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya. Upaya pemerintah selama ini untuk

melindungi petani melalui kebijakan subsidi pupuk tampaknya belum bisa berjalan

seperti yang diharapkan, terbukti masih seringnya terjadi fenomena lonjak harga dan

langka pasok di tingkat petani. Pertanyaannya adalah apakah pola pendistribusian yang

ditempuh pemerintah selama ini kurang efektif, serta HET yang ditetapkan pemerintah

sudah tidak realistik lagi dikaitkan dengan perkembangan tingkat harga di pasar dunia

dan biaya transportasi yang dikeluarkan selama pendistribusian pupuk. Untuk

mendapat jawaban tersebut, maka pada bagian bab ini mencoba memberikan usulan

pola operasional pendistribusian pupuk yang efeisien dan besarnya HET yang realistik

saat ini.

7.2. Prinsip Dasar Pemberian Subsidi Pupuk

Dalam kebijakan pemberian subsidi pupuk, prinsip dasar yang harus diperhatikan

baik oleh para pengambil kebijakan maupun para pelaku pendistribusian pupuk sampai

di tingkat pengecer (lini iv) adalah terpenuhinya azas 6 (enam) tepat yaitu tepat waktu,

jumlah, jenis, tempat, mutu, dan harga yang layak sehingga petani diharapkan dapat

menggunakan pupuk sesuai teknologi pemupukan yang dianjurkan di masing-masing

wilayah.

Prinsip lain yang harus mendapat perhatian serius dalam kebijakan subsidi

pemberian pupuk adalah subsidi tersebut harus dan sepatutnya sebesar-besarnya

dinikmati oleh petani. Sangat menyedihkan jika petani harus membayar pupuk

bersubsidi lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Artinya subsidi yang diberikan pemerintah tidak dinikmati oleh petani yang berhak,

melainkan oleh oknum yang tidak berhak.

Upaya menerapkan kebijakan pemberian subsidi juga memegang prinsip tidak

merugikan pabrikan pupuk. Oleh karena itu, pemerintah harus menghitung secara

cermat dan hati-hati berapa HET dan tingkat subsidi yang harus ditetapkan, sehingga

kebijakan tersebut tetap memberikan keuntungan yang wajar bagi pabrikan pupuk.

Agar kebijakan pemberian subsidi pupuk yang ditetapkan pemerintah tersebut

aman di tingkat pengecer atau petani, maka harus didukung adanya sistem

pendistribusian pupuk yang efisien mulai dari tingkat pabrikan pupuk sampai di tingkat

petani. Sistem pendistribusian ini bisa berjalan efisien jika setiap pelaku mempunyai

Page 44: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

604

komitmen yang tinggi dan bias kepada kepentingan petani serta didukung oleh

instrumen penerapan sangsi atau hukum pidana secara tegas.

7.3. Usulan Rancangan Kebijakan

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan harga eceran tertinggi

(HET) yang ditetapkan pemerintah kurang efektif. Artinya harga yang terjadi di kios

pengecer pada umumnya lebih tinggi dari HET yang ditetapkan. Hasil pengamatan di

lapangan (kasus Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat) menunjukkan harga pupuk

yang harus dibayar di tingkat kios oleh petani di atas HET bukan semata-mata karena

faktor pasokan pupuk berkurang, juga dipicu karena pada tingkat keuntungan yang

wajar pengecer harus menjual di atas HET. Pertanyaannya adalah apakah HET yang

ditetapkan pemerintah saat ini masih realistik kalau dikaitkan dengan harga pupuk di

pasar dunia, perkembangan nilai rupiah terhadap dollar, serta biaya transportasi, dan di

sisi lain tetap memperhatikan petani (dalam hal ini petani padi) sebagai pengguna pupuk

dapat berproduksi pada tingkat keuntungan yang menarik ?

Implikasi dari kondisi di atas, maka pemerintah harus segera melihat kembali

HET pupuk Urea yang telah ditetapkan sebesar Rp 1050/kg. Untuk menentukan berapa

tingkat HET yang realistik, dapat didekati dengan menggunakan Rumus Tani, karena

pada rumus tersebut terdapat komponen harga pupuk Urea. Harga pupuk Urea dalam

rumus tani tersebut dapat dianggap sebagai HET yang relevan. Rumus tani pada

umumnya digunakan untuk menentukan berapa besarnya harga dasar gabah (HD) yang

harus ditetapkan pemerintah agar petani tertarik untuk berproduksi. Untuk pertama

kalinya pada tahun 1969-1970 HD ditetapkan dengan Rumus Tani, dengan ketentuan

dimana 1 kg padi = 1 kg pupuk Urea.

Dalam kenyataannya, Rumus Tani ini belum mampu sepenuhnya menjawab

permasalahan adanya perbedaan tajam harga pupuk di berbagai provinsi. Untuk itu

pendekatan dengan Rumus Tani disempurnakan sebagai berikut:

P = (1 ½ ab)/2

dimana : P = harga padi (Rp/kg)

a = harga pupuk dunia (US $/kg)

b = nilai konversi Rp terhadap dollar (Rp/US$)

½ = margin/ongkos distribusi pupuk sampai ditingkat kios peengecer

Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa Rumus Tani di atas kurang realistik,

karena hanya memperhitungkan biaya pupuk saja, sebaliknya belum memperhitungkan

Page 45: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

605

biaya selain pupuk. Pada tahun 1972-1973 penerapan HD diubah dengan IBCR

(Incremental Benefit Ratio), dan tahun 1976-1977 disempurnakan lagi dengan rumus

Net IBCR. Rumus ini selain memasukan biaya pupuk, juga sekaligus sudah

memasukan biaya input lainnya. Masalahnya adalah berapa angka ideal Net IBCR

tersebut agar memberikan insentif bagi petani untuk berproduksi. Dari berbagai kajian

diputuskan bahwa angka idealnya adalah 2,2. Dengan demikian pendekatan HD yang

terakhir yang dianggap paling realistik adalah dengan rumus sebagai berikut:

P = (2,2 ab)/2

Pada makalah ini penetapan HET diusulkan mengacu pada rumus tani terakhir,

dimana nilai ideal Net IBCR adalah 2,2. Sehingga HET yang realistik dapat dihitung

dengan formula sebagai berikut:

HET (ab) = (2 P)/2,2

Dengan menggunakan data tahun 2003 sampai Mei 2004, maka diusulkan

besarnya HET yang semestinya ditetapkan pemerintah adalah Rp 1130/kg. Pada waktu

yang sama rata-rata harga pupuk dunia sekitar U$ 0.152/kg atau setara Rp 1381/kg.

Sehingga dapat ditentukan besarnya subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah

dalam menerapkan kebijakan HET tersebut, yaitu harga dunia dikurangi HET. Besarnya

subsidi pupuk yang harus ditanggung pemerintah adalah Rp 251/kg. Perhitungan HET

dan besarnya subsidi secara lengkap disajikan pada Tabel 18.

7.4. Manajemen Operasional

Untuk menjamin HET yang ditetapkan oleh pemerintah aman sampai di tingkat

kios pengecer, dengan kata lain tingkat subsidi pupuk yang diberikan pemerintah betul-

betul dinikmati oleh yang berhak, maka harus didukung oleh adanya manajemen

operasional yang efektif dan efisien. Berikut adalah usulan manajemen operasional

yang diperkirakan mampu mengamankan HET dan kebijakan subsidi pupuk sampai di

petani.

Pemerintah sebaiknya memberikan subsidi pupuk untuk semua pasar domestik,

sehingga kebijakan ini akan menghilangkan adanya dualistik pasar dalam negeri.

Sehingga tidak ada lagi perbedaan harga antara sub sektor pertanian tanaman pangan

dan perkebunan. Kedua sub sektor ini mendapat harga pupuk bersubsidi. Kebijakan ini

memungkinkan untuk diterapkan, mengingat jumlah kebutuhan pupuk di pasar non

bersubsidi relatif sedikit, rata-rata sekitar 7,17 persen dari total kebutuhan domestik,

sehingga tidak terlalu memberatkan anggaran negara. Dampak kebijakan ini akan dapat

Page 46: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

606

menghilangkan terjadinya perembesan pupuk yang selama ini terjadi dari pasar

bersubsidi (pertanian skala kecil) ke pasar non subsidi domestik (perkebunan besar).

Artinya pada tingkat produksi pabrikan pupuk secara normal jika terjadi kelangkaan

pupuk di tingkat petani, maka sudah secara cepat dan pasti dapat diketahui satu-

satunya yang menyebabkan adalah karena adanya ekspor pupuk secara besar-besaran.

Tabel 18. Perhitungan HET dan besarnya subsidi pupuk Urea (Rp/kg)

Harga Fob Tahun Bulan Harga GKP (Rp/kg)

Kurs (Rp/US$) Rp/kg US$/kg

2003 Jan 1278.10 9396.86 1174.61 0.125 Feb 1296.28 9395.05 1324.70 0.141 Mar 1257.92 9430.25 1433.40 0.152 Apr 1195.41 9310.60 1266.24 0.136 Mei 1243.89 8918.90 1212.97 0.136 Jun 1217.66 8729.05 1178.42 0.135 Jul 1174.21 8835.78 1281.19 0.145 Agt 1268.28 9003.10 1350.47 0.150 Sep 1272.32 8962.33 1380.20 0.154 Okt 1272.86 8940.61 1448.38 0.162 Nov 1253.47 8995.53 1520.24 0.169 Des 1261.60 8987.90 1545.92 0.172

Rataan 2003 1249.33 9075.50 1343.06 0.148 2004 Jan 1313.88 8894.95 1485.46 0.167

Feb 1228.20 8925.17 1472.65 0.165 Mar 1138.52 9068.82 1469.15 0.162 Apr 1188.68 9108.25 1466.43 0.161 Mei 1260.99 9184.50 1460.34 0.159 Rataan 2003-2004 1242.49 9063.98 1380.63 0.152

Harga Pupuk HET

Rataan 2003-2004 0.125 1129.53

Subsidi

Rataan 2003-2004 0.028 251.10

Untuk menentukan berapa jumlah pupuk dari masing-masing produsen pupuk

untuk memenuhi kebutuhan domestik maka diusulkan berdasarkan pendekatan

proporsional, yaitu rasio antara total kebutuhan domestik dibagi total produksi domestik

dikalikan produksi dari masing-masing produsen pupuk. Dengan pola pendekatan ini

sudah mengakomodir prinsip mengedepankan azas pemerataan, karena setiap pabrikan

pupuk mempunyai kewajiban yang sama untuk berpartisipasi dalam memenuhi

kebutuhan domestik, dan sama-sama juga mempunyai peluang eskpor pada tingkat

Page 47: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

607

produksi masing-masing. Rata-rata produksi dan kebutuhan, serta kewajiban untuk

memenuhi pasar domestik dan peluang ekspor dari masing-masing produsen pupuk

selama tahun 2000-2003 berturut-turut disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20.

Tabel 19. Rata-rata kebutuhan pupuk Urea menurut pulau di Indonesia, tahun 2000-2003 (ton)

Pupuk Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali Nusa Maluku Irian Jaya Indonesia

1. Subsidi 1,335,957 2,371,807 255,660 388,502 239,281 2,943 9,792 4,603,941

2. Non Bersubsidi 232,610 30,691 76,770 12,271 168 84 2,869 355,462

Total 1,568,566 2,402,498 332,430 400,773 239,449 3,027 12,661 4,959,403

Tabel 20. Produksi, kewajiban untuk memenuhi pasar domestik, dan peluang ekspor pupuk Urea menurut produsen pupuk selama tahun 2000-2004

Uraian Pusri Petro Kujang Kaltim PIM Total

Produksi 2,113,259 288,549 623,663 2,240,449 514,457 5,780,376

Pemenuhan Domestik 1,813,117 247,567 535,085 1,922,243 441,390 4,959,403

( % thp Produksi) (85,80) (85,80) (85,80) (85,80) (85,80) (85,80)

Peluang Ekspor 300,141 40,982 88,577 318,206 73,067 820,973

Sistem rayonisasi dan pola KSO yang diterapkan selama ini perlu dikoreksi,

karena terbukti tidak mampu berjalan secara efektif, sebaliknya justru sebagai salah satu

pemicu terjadinya kelangkaan pupuk. Penunjukkan produsen pupuk yang akan menjadi

penanggungjawab tersediaanya pasokan pupuk secara memadai sebaiknya ditentukan

berdasarkan georgrafis (pulau) bukan berdasarkan administratif (provinsi, kabupaten,

dll), sehingga lebih memudahkan dalam pengawasan.

Sumber pasokan dalam pemenuhan kebutuhan pupuk pada masing-masing

pulau sebaiknya mempertimbangkan efisiensi dari biaya transportasi. Jika suatu

pabrikan efisien dari biaya transportasi dalam memasok suatu pulau, namun produsen

tersebut tidak sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan pulau tersebut, maka

kekurangannya harus dipasok oleh produsen pupuk lainnya. Dalam menentukan siapa

yang akan bertanggung jawab sebagai holding company dalam pengaturan

pendistribusian pupuk di pulau tersebut, akan ditentukan oleh pangsa pasokan yang

lebih besar. Produsen dengan pasokan lebih sedikit berkewajiban untuk menyerahkan

produksi pupuknya dengan jumlah yang telah disepakati kepada produsen dengan

Page 48: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

608

pangsa pasokan tertinggi, yang selanjutnya ditunjuk sebagai penanggung

jawab.Penanggung jawab mempunyai hak penuh untuk mengatur pendistribusian

pupuk di pulau yang menjadi tanggung jawabnya. Artinya, jika terjadi kelangkaan

pupuk di pulau tersebut pemerintah cukup menegur dan memberikan sangsi kepada

penanggung jawab saja. Sebagai ilustrasi, mengingat dari produksi PT. PIM yang

diperuntukan untuk pasar domestik tidak mampu memenuhi permintaan Pulau

Sumatera, maka harus bekerjasama dengan PT. PUSRI. Karena pangsa pasokan PT.

PUSRI lebih besar dari PT. PIM, maka pendistribusian pupuk di Pulau Sumatera

sepenuhnya diatur oleh PT. PUSRI. Usulan produsen pemasok pupuk dan produsen

penanggung jawab pendistribusian pupuk pada masing-masing pulau di Indonesia

disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Usulan pemasok dan penanggung jawab distribusi pupuk Urea menurut pulau di Indonesia (ton)

Produsen Pupuk Pulau

Pusri Petro Kujang Kaltim PIM Total

1. Sumatera 1,127,176 441,390 1,568,566 2. Jawa 685,941 247,567 535,085 933,904 2,402,498 3. Kalimantan 332,430 332,430 4. Sulawesi 400,773 400,773 5. Bali Nustra 239,449 239,449 6. Maluku 3,027 3,027 7. Irian Jaya 12,661 12,661 Indonesia 1,813,117 247,567 535,085 1,922,243 441,390 4,959,403 Keterangan : Angka cetak tebal menunjukkan produsen penanggung jawab wilayah distribusi

Setiap pupuk yang diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebaiknya

dilengkapi dengan label bersubsidi dan juga disertai dengan nama produsennya.

Pendekatan ini akan dapat mempermudah pengawasan pupuk yang diekspor secara

ilegal dan perembesan pupuk antara pulau berdasarkan penunjukkan produsen pupuk

secara resmi.

Dalam manajemen operasional pendistribusian pupuk, maka sebaiknya para

penanggungjawab bekerjasama dengan para pemasok lainnya untuk mendirikan

Stasiun Pengadaan Pupuk (SPP) pada masing-masing kecamatan. Jumlah dan

sebaran lokasi SPP di masing-masing kecamatan harus mempertimbangkan efisiensi

Page 49: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

609

jarak dan jumlah permintaan. SPP bisa memanfaatkan kios-kios pengecer yang sudah

ada. Namun mekanisme pendistribusiannya yang harus dirombak total. Produsen

pupuk seperti halnya PT. Pertamina setiap saat berkewajiban memantau dan

mendistribusikan pupuk dengan membawa sendiri ke masing-masing SPP, sehingga

HET yang ditetapkan pemerintah aman sampai di SPP. Demikian pula HET pada

masing-masing SPP harus sama sebesar yang telah ditetapkan. Dengan demikian,

petani manapun akan dapat membeli pupuk dengan HET yang sama pada semua SPP.

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Hasil kajian di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa telah terjadi langka

pasok dan lonjak harga terutama untuk jenis pupuk Urea selama Januari-Mei 2004. Hal

ini terlihat dari harga pupuk Urea di tingkat petani mencapai Rp 1200-1600/kg. Ada

beberapa hal yang menyebabkan terjadinya fenomena tersebut yaitu: (a) tidak

beroperasinya PT. PIM secara total selama 5 bulan (23 Desember 2003-Mei 2004), (2)

Pasokan pupuk PT. Pusri yang ditunjuk untuk memenuhi pasar Sumatera Utara dalam

bentuk kerja sama operasi (KSO) selama PT. PIM tidak beroperasi juga belum

memadai, (3) banyak terjadi perembesan pupuk dari pasar bersubsidi (tanaman pangan)

ke pasar non subsidi (perkebunan) terutama pada kabupaten-kabupaten yang

perkebunannya luas, (4) terjadinya ekspor ilegal yang diperkirakan akan tetap sulit

untuk dicegah, karena banyak oknum yang terlibat didalamnya, termasuk oknum polisi,

(5) data yang dipakai oleh Mentan sebagai patokan untuk kuota pupuk bersubsidi pada

masing-masing provinsi masih lemah, karena dalam kenyataanya kuota itu baru sekitar

60 persen dari kebutuhan sebenarnya, (6) beberapa kios ketika ada isu kelangkaan

melakukan penyimpanan pupuk untuk mendapatkan harga yang semakin menarik, dan

(7) harga tebus setelah ditambah biaya transportasi dan biaya pungutan liar jauh di atas

HET.

Hasil kajian di Provinsi Jawa Barat juga menunjukkan telah terjadi langka pasok

dan lonjak harga pupuk sekitar bulan Januari – Mei 2004. Pada saat terjadi langka

pasok, harga Urea di tingkat petani mencapai Rp 1100 – 1450/kg. Ada beberapa faktor

yang menyebabkan terjadinya langka pasok dan lonjak harga pupuk di Provinsi Jawa

Barat yaitu: (1) pola kerja sama operasional (KSO) tidak bisa berjalan efektif, dimana

PT. Pusri yang diberi tugas untuk memenuhi wilayah KSO tidak bisa memenuhi target

dan pendistribusiannyapun terkesan lambat, (2) terjadinya perembesan pupuk antar

Page 50: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

610

wilayah pada pasar bersubsidi, sehingga muncul istilah “pupuk pariwisata”, sementara

perembesan pupuk ke pasar non bersubsidi relatif tidak ada, (3) adanya ekspor secara

ilegal oleh pabrikan pupuk melalui manipulatif antara realisasi pengiriman dengan

kontrak di DO, dimana jumlah yang dikirim pabrikan pupuk jauh dibawah DO; ekspor

ilegal juga dilakukan oleh oknum-oknum lainnya melalui pelabuhan Cirebon (4) adanya

penyimpanan pupuk oleh distributor ataupun pengecer di gudang masing-masing, (5)

dosis pemupukan yang sangat tinggi dibanding dosis anjuran, serta adanya pola tanam

serentak pada semua kabupaten, dan di sisi lain terbatasnya kapasitas gudang

penyimpanan PT. Pusri, dan (6) harga tebus setelah ditambah biaya transportasi dan

biaya pungutan liar jauh di atas HET.

Dari fenomena di atas terlihat bahwa secara umum terjadinya langka pasok dan

lonjak harga pupuk di Indonesia terutama akibat: (1) HET (Rp 1050/kg) di tingkat kios

pengecer yang ditetapkan pemerintah sudah tidak realistik lagi, (2) pola pendistribusian

pupuk selama ini kurang efisien, dan (3) tidak adanya pengawasan dan penerapan

sangsi secara memadai.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Rumus Tani, harga eceran

tertinggi (HET) yang realistik untuk pupuk Urea yang diusulkan adalah sebesar Rp

1130/kg, sehingga subsidi yang harus disediakan oleh pemerintah untuk melakukan

kebijakan tersebut sebesar Rp 251/kg. Kebijakan HET dan subsidi pupuk ini sebaiknya

diterapkan untuk semua pasar domestik, mengingat kebutuhan pupuk untuk pasar non

subsidi (perkebunan besar) hanya sebesar 7,17 persen dari kebutuhan total., sehingga

diperkirakan tidak berpengaruh banyak terhadap anggaran negara. Pendekatan pola ini

dapat memudahakan mencari penyebab kenapa terjadi lonjak harga dan langka pasok

pupuk di tingkat petani. Agar kebijakan ini dapat berjalan optimal, maka perlu adanya

komitmen para pelaku pendistribusian pupuk di Indonesia dan adanya keberanian dari

pemerintah Indonesia sendiri untuk menerapkan sangsi dan hukum pidana secara tegas

Operasional pendistribusi pupuk sebaiknya mengacu pada batas geografis

(pulau), dan penunjukkan produsen sebagai penanggung jawab pendistribusiannya

sebaiknya berdasarkan pangsa pasokan terbesar. Sehingga diusulkan untuk Pulau

Sumatera pemasoknya adalah PT. PIM dan PUSRI, dengan PT. PUSRI sebagai

penanggung jawab. Untuk Pulau Jawa pasokan pupuk berasal dari empat produsen

pupuk yaitu: PT. PUSRI, PT. Petro Kimia Gresik, PT. Pupuk Kujang, dan PT. Kaltim

dengan penanggung jawab adalah PT. Pupuk Kaltim. Sementara untuk pulau-pulau

Page 51: KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2004_VI_13.pdf · KAJIAN KELANGKAAN PUPUK DAN USULAN TINGKAT SUBSIDI SERTA ... tingkat

611

lainnya sebagai pamasok tunggal dan sekaligus penanggung jawab adalah PT. Pupuk

Kaltim.

Untuk menjamin tersedianya pupuk secara memadai dengan HET yang sama

pada setiap lokasi, maka sebaiknya penanggung jawa pendistribusian pupuk

berkerjasama dengan pemasok lainnya untuk mendirikan Stasiun Pengadaan Pupuk

(SPP) pada masing-masing kecamatan yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah

permintaan dan luas wilayah kecamatan, seperti yang telah terjadi pada pola

pendistribusian BBM oleh PT. Pertamina ke unit-unit SPBU.