kajian kebijakan tataniaga beras, bawang merah dan...

137
LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN DAGING SAPI MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN LAPORAN KOMODITAS BERAS Oleh: Muchjidin Rachmat Pantjar Simatupang Mohamad Maulana PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2016

Upload: truongcong

Post on 06-May-2019

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN

KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN DAGING SAPI MENDUKUNG

KEDAULATAN PANGAN

LAPORAN KOMODITAS BERAS

Oleh:

Muchjidin Rachmat Pantjar Simatupang Mohamad Maulana

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

2016

Page 2: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,

dipanjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan

inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Kajian

Kebijakan Tataniaga Beras, Bawang Merah dan Daging Sapi Mendukung Kedaulatan

Pangan: Komoditas Beras.

Laporan Analisis Kebijakan ini telah disusun dengan maksimal dan mendapat

bantuan dari berbagai pihak, terutama dalam pengambilan data dan informasi di

lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.

Terlepas dari semua itu, tim menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan

baik dari segi substansi, susunan kalimat dan tata bahasa sehingga dengan tangan

terbuka kami menerima segala saran dan kritik dan pengguna dan pembaca laporan

ini agar tim dapat memperoleh tambahan pengetahuan dan dapat memperbaiki

laporan ini.

Tim sangat berharap, semoga laporan tentang Kajian Kebijakan Tataniaga Beras,

Bawang Merah dan Daging Sapi Mendukung Kedaulatan Pangan: Komoditas Beras

dapat menjadi pertimbangan bagi para pengambil kebijakan di Kementerian

Pertanian dalam menentukan kebijakan tataniaga gabah dan beras ke depan.

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bogor, 21 Desember 2016

Penyusun

Page 3: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Lembar Pengesahan

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

I. Pendahuluan….………………………………………………………………………………………………………. 1

1.1. Latar Belakang………….……………………………………………………………………………………….. 1

1.2. Tujuan……………………………………………………………………………………………………………. 2

1.3. Luaran dan Manfaat….……………………………..……………………………………………………………. 2

II. Metodologi…………….......……………………………………………………………………………………………. 2

III Produksi, Konsumsi dan Harga Beras di Indonesia…..…………………………………………………………… 4

IV Efektivitas Tataniaga Gabah dan Beras (Kasus Kabupaten Karawang, Jawa Barat)d….…………………….. 7

V Efektivitas Tataniaga Gabah dan Beras Introduksi……...………………………………………………………… 10

5.1. Tataniaga PUPM-TTI Gabah dan Beras di Kabupaten Sidoardjo, Jawa Timur dan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat………………..……….…………………………………………………………...

10

5.2. Tataniaga Melalui Jaringan Rumah Pangan Kita (RPK-Bulog)……………………………………………... 14

VI Pertimbangan Kebijakan………………………….….……………………………………………………………….. 17

6.1. Kemungkinan Memperpendek Rantai Tataniaga Gabah-Beras...…………………………………………... 17

6.2. Opsi Kebijakan………………..…………………………………………………………………………………... 18

VII Penutup…..…………………………………………………………………………….. 19

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………………………. 19

Page 4: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Hal

1. Produksi, konsumsi dan provinsi surplus/defisit beras tahun 2014 (ton), serta harga rata-

rata beras (Rp/kg) dan koefisien variasi harganya 2008-2015 (%)....................................... 6

2. Biaya dan keuntungan tiap-tiap pelaku tataniaga gabah dan beras per penjualan 1 ton

Gabah Kering Panen di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, 2016 (Rp).…………………...... 9

3. Biaya dan keuntungan tiap-tiap pelaku tataniaga gabah dan beras per penjualan 1 ton

gabah pada jalur distribusi PUPM di Kabupaten Sidoardjo, Jawa Timur dan Kabupaten

Bandung Barat, Jawa Barat, 2016 (Rp).…………………………………………………………. 12

4. Biaya dan keuntungan tiap-tiap pelaku tataniaga gabah dan beras per penjualan 1 ton

gabah melalui tataniaga Rumah Pangan Kita Bulog, 2016 (Rp).……………………………... 16

Page 5: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Hal

1. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras di Kabupaten Karawang, Jawa Barat 2016……….. 8

2. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras Program PUPM Kementan di Kabupaten

Karawang, Jawa Barat dan Kabupaten Sidoardjo, Jawa Timur, 2016.………………………. 11

3. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras Program RPK Bulog 2016.……….…………………. 15

Page 6: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tataniaga adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa kepada kelompok pembeli. Semua unsur, baik perorangan, perusahaan, atau lembaga yang secara langsung terlibat dalam proses pengaliran barang dari produsen ke konsumen disebut lembaga tataniaga. Kegiatan pemasarandisalurkan melalui lembaga-lembaga perantara atau lembaga distribusi. Semakin panjang saluran distribusi yang dilalui suatu produk maka semakin tinggi harga yang harus dibayarkan konsumen akhir. Kondisi ini terkadang berdampak dimana produsen/petani biasanya mendapatkan keuntungan yang kecil dibandingkan pedagang.

Sistem tataniaga dianggap baik dan efisien apabila memenuhi tiga indikator: (1)

mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan harga yang wajar, (2) mampu menjamin stabilisasi pasokan dan harga, dan (3) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut didalam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut. Sistem tataniaga yang tidak efisien akan mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diterima oleh produsen, jadi harga yang diterima produsen dapat juga dijadikan ukuran efisiensi sistem tataniaga (Mubyarto, 1989: 166).

Dalam tahun terakhir terjadi gejolak harga pangan pokok nasional. Harga pangan

strategis cenderung meningkat tidak terkendali antara lain akibat dari masalah kelancaran pasokan, sementara harga ditingkat petani cenderung tetap yang berarti disparitas harga pangan antara produsen dan konsumen semakin besar. Kondisi ini memunculkan pertanyaan sebarapa jauh sistem tata niaga yang terbangun saat ini dinilai baik dan effisien, seberapa jauh pelaku pasar telah bekerja dengan baik, dan seberapa jauh pemerintah dapat berperan untuk melakukan tugasnya dalam mengatur dan kalau perlu mengintervensi sehingga terbangun sistem tataniaga yang baik dan effisien.

Dalam upaya stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok tersebut, Kementerian

Pertanian telah melakukan kegiatan intervensi dengan cara mendorong dilakukannya pembelian langsung gabah/beras dan/atau mendorong kelompok tani menjualnya langsung ke konsumen melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Upaya tersebut ditujukan dalam rangka memotong rantai pasokan yang dianggap terlalu panjang dan tidak effisien yang menyebabkan terjadinya permasalahan dalam kontinuitas pasokan, harga yang tidak stabil dan disparitas harga yang besar ditingkat produsen dan konsumen. Dengan upaya tersebut diharapkan petani dapat menikmati harga yang wajar, pasokan lancar dan konsumen dapat membeli dengan harga yang lebih murah. Langkah intervensi dilakukan terutama menjelang bulan puasa dan lebaran.

Page 7: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

2

Intervensi tataniaga tersebut dinilai berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dengan langkah intervensi pemerintah tersebut, beberapa peran pelaku dalam tataniaga menjadi hilang dan digantikan oleh Bulog. Pertanyaannya adalah apakah langkah intervensi tersebut dapat berlanjut kedepan untuk menggantikan sistem tataniaga yang selama ini telah terbangun sekian lama? Apakah langkah intervensi dalam tataniaga tersebut dapat dilaksanakan secara nasional atau hanya bersifat lokal? dan apakah kebijakan intervensi tersebut berakibat ongkos sosial besar yang harus ditanggung pemerintah dan masyarakat.

1.2. Tujuan

Berdasarkan uraian di atas, pada intinya, tujuan kajian ini ialah merumuskan alternatif tataniaga komoditi stategis yang baik dan effisien. Secara lebih rinci, tujuan kajian ini ialah:

1. Mengkaji sistem tataniaga beras yang berlaku saat ini, 2. Mengevaluasi efektifitas sistem tataniaga yang berlaku di pasar umum dan sistem

tataniaga introduksi, 3. Merumuskan rekomendasi alternatif sistem tataniaga beras yang dinilai baik dan

effisien.

1.3. Luaran dan Manfaat

Hasil kajian ini diharapkan memberikan alternatif rumusan kebijakan sistem tataniaga beras yang dinilai baik dan effisien yang dapat meningkatan perbaikan penyampaian hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan harga yang wajar, menjamin stabilisasi harga, dan terjadi pembagian yang adil diantara pelaku tataniaga.

II. METODOLOGI

Istilah tataniaga sering juga diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi yaitu suatu kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen (Mubyarto, 1973). Menurut Sihombing (2010), kegiatan tataniaga adalah sebagian dari kegiatan distribusi. Distribusi menimbulkan suatu kesan seolah-olah orang-orang yang bergerak di dalam bagian ini bersifat statis, menunggu saja apa yang akan mereka peroleh dari produsen untuk dibagi-bagikan lagi kepada konsumen.

Fungsi tataniaga mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang

diinginkan pada tempat, waktu dan bentuk serta harga yang tepat. Fungsi tataniaga terdiri dari tiga fungsi pokok, yaitu: (1) Fungsi pertukaran, meliputi: (a) penjualan, yaitu menjual barang kepada konsumen dengan harga yang memuaskan dan (b) pembelian, yaitu membeli barang dari penjual dan kemudian menjualnya kembali dengan harga yang telah disepakati. (2) Fungsi pengadaan secara fisik, meliputi: (a) pengangkutan, yaitu pemindahan barang dari tempat produksi dan atau tempat penjualan ke tempat-

Page 8: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

3

tempat dimana barang tersebut akan terpakai (kegunaan tempat), dan penyimpanan, yaitu penahanan barang selama jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dijual (kegunaan waktu) serta pengolahan. (3) Fungsi pelancar/fasilitas, meliputi: (a) pembiayaan, yaitu mencari dan mengurus modal uang yang berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam arus barang dari sektor produksi sampai sektor konsumsi, (b) penanggungan risiko, usaha untuk mengelak atau mengurangi kemungkinan rugi karena barang yang rusak, hilang, turunnya harga dan tingginya biaya, (c) standardisasi dan grading, yaitu penentuan atau penetapan dasar penggolongan (kelas atau derajat) untuk barang dan memilih barang untuk dimasukkan ke dalam kelas atau derajat yang telah ditetapkan dengan jalan standardisasi, dan (d) informasi pasar, yaitu mengetahui tindakan-tindakan yang berhubungan dengan fakta-fakta yang terjadi, penyampaian fakta, menafsirkan fakta dan mengambil kesimpulan akan fakta yang terjadi.

Saluran tataniaga adalah jalur yang dilalui komoditas dari titik produsen sampai

titik konsumen akhir. Dengan mengikuti saluran tataniaga dapat diketahui : (a) jumlah produk yang dijual petani kepada tengkulak atau langsung ke konsumen akhir atau ke pedagang besar, (b) peranan dari pelaku tataniaga termasuk peranan petani dan (c) tempat terjadinya informasi. Panjang pendeknya saluran tataniaga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : (a) jarak produsen – konsumen, (b) cepat lambatnya produk rusak (c) skala produksi, (d) posisi keuangan perusahaan, (e) derajat standardisasi, (f) kemewahan produk, (g) nilai unit dari produk, (h) bentuk pemakaian produk, dan (i) struktur pasar (Nasruddin, 1999).

Lembaga tataniaga mempunyai peranan dalam menjembatani kesenjangan-

kesenjangan yang ada antara titik produsen dan titik konsumen, yang menyangkut kesenjangan karena waktu, bentuk, pemilikan, informasi dan nilai. Lembaga atau perantara tataniaga dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu pedagang perantara dan agen perantara. Golongan yang pertama menguasai dan memiliki barang, sedangkan golongan yang kedua menguasai tetapi tidak memiliki barang dagangan (Nasruddin, 1999).

Keragaan pasar merupakan hasil akhir yang dicapai akibat dari penyesuaian yang dilakukan oleh lembaga tataniaga pada struktur pasar tertentu, didefinisikan sebagai seberapa bagus sistem pemasaran bisa memenuhi harapan masyarakat dan pelaku pasar. Secara teoritis keragaan suatu industri ditentukan oleh 2 faktor yaitu: struktur industri (jumlah dan ukuran perusahaan, derajat diferensiasi produk, dan kemudahan keluar masuk pasar); dan market conduct (harga di tingkat produsen, produk dan strategi promosi). Ada dua indikator penting yang menggambarkan keragaan pasar, yaitu biaya tata niaga dan marjin tataniaga, dan effisiensi tataniaga.

Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke

konsumen disebut biaya tataniaga (Utami, 2009). Hammond dan Dahl (1977), yang dikutip dalam Utami (2009), menyatakan bahwa marjin tataniaga menggambarkan perbedaan harga di tingkat konsumen (Pr) dengan harga ditingkat produsen (Pf). Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga

Page 9: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

4

menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir.

Marjin tataniaga didefinisikan sebagai perbedaan harga atau selisih harga yang

dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen atau dapat pula dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir.

Efisiensi tataniaga adalah selisih antara total biaya dengan total nilai produk yang

dipasarkan, atau dapat dirumuskan :

EP=(TBTNP)x 100%

Dimana: EP = Efisiensi Pemasaran

TB = Total Biaya

TNP= Total Nilai Produk

Berdasarkan rumus tersebut, dapat diartikan bahwa setiap ada penambahan

biaya pemasaran memberi arti bahwa hal tersebut menyebabkan adanya pemasaran yang tidak efisien. Begitu pula sebaliknya, kalau semakin kecil nilai produk yang dijual berarti terjadi pemasaran yang tidak efisien (Sherpherd, 1962 dalam Soekartawi, 1989). Untuk menilai efisiensi juga dapat diukur dari tingkat integrasi pasar melalui analisa transmisi harga antar tingkat pelaku pasar.

Analisis Efektivitas Kebijakan Pemerintah.

Dalam melancarkan pasokan pangan strategis, menstabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, dan mengurangi disparitas harga pangan antara produsen dan konsumen, pemerintah melalui Kementerian Pertanian melakukan kegiatan intervensi dengan cara mendorong dilakukannya pembelian langsung gabah/beras dari petani/peternak dan//atau mendorong Kelompok tani menjualnya langsung ke konsumen melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Kebijakan tersebut perlu dievaluasi dalam hal kemungkinannya dapat dikembangkan berlanjut kedepan untuk menggantikan sistem tataniaga yang selama ini telah terbangun, apakah kebijakan tersebut dapat dilaksanakan secara nasional atau hanya bersifat lokal, dan ongkos sosial yang kemungkinan ditanggung pemerintah dan masyarakat.

III. PRODUKSI, KONSUMSI DAN HARGA BERAS DI INDONESIA

Tataniaga merupakan keseluruhan dari kegiatan-kegiatan untuk merencanakan,

menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa kepada

kelompok pembeli. Dalam pendistribusian gabah dan beras, produksi dan konsumsinya

di suatu wilayah menjadi hal penting dalam menentukan jumlah yang akan

didistribusikan sehingga harga beras di wilayah tersebut dapat stabil dan masyarakat

Page 10: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

5

dapat memperoleh beras dengan mudah mengingat beras merupakan kebutuhan pokok

yang harus tersedia setiap hari. Pendistribusian beras melalui lembaga-lembaga

perantara atau lembaga distribusi yang semakin banyak harus dilalui, menyebabkan

semakin tinggi harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.

Pada bagian ini, ditunjukkan provinsi-provinsi yang mengalami surplus atau

defisit jumlah beras medium dan perkembangan harga rata-rata beras medium serta

variasinya. Analisa ini dilakukan untuk melihat keterkaitan antara ketersediaan dan

pasokan beras dengan fluktuasi harga beras di tiap-tiap provinsi. Diduga bahwa rata-

rata harga beras medium di provinsi-provinsi defisit dan variasinya akan tinggi serta

korelasi antara satu daerah defisit dengan daerah-daerah surplus terdekat akan tinggi

yang menunjukkan pasokan untuk provinsi defisit tersebut secara logis seharusnya

dipasok oleh provinsi-provinsi surplus terdekat sehingga rantai pasok tidak panjang dan

harga relatif tidak tinggi.

Dengan menggunakan data produksi beras dari BPS dan konsumsi beras dari

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS pada tahun 2014, diketahui bahwa

data produksi beras secara nasional dibandingkan konsumsinya menunjukkan surplus

beras sebesar 12,76 ton. Produksi beras dihitung dengan mengalikan data produksi

GKG yang diterbitkan BPS dengan faktor konversi 62,74 persen setelah sebelumnya

mengurangi angka produksi GKG dengan rata-rata disparitas angka ramalan (ARAM)

produksi GKG, dengan angka tetap (ATAP) produksi GKG dari BPS selama 10 tahun

terakhir sebesar 17 persen, untuk tingkat nasional dan tiap-tiap provinsi (Tabel 1).

Sementara untuk perhitungan konsumsi beras diperoleh dari data SUSENAS BPS

tahun 2014 yang merupakan angka konsumsi beras langsung, kemudian ditambahkan

dengan proyeksi kebutuhan beras untuk non konsumsi langsung atau untuk industri

sebesar 15 persen dari angka konsumsi langsung SUSENAS 2014. Dengan

mengurangi konsumsi dari produksinya di tiap-tiap provinsi, diperoleh provinsi–provinsi

yang mengalami surplus dan defisit beras.

Berdasarkan perhitungan perbedaan produksi dan konsumsi diatas, terdapat 7

provinsi yang pada tahun 2014 mengalami defisit beras yaitu DKI Jakarta, Riau,

Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua, Kalimantan Timur dan Bali (Tabel 1). Di DKI

Jakarta, dengan populasi sekitar 9 juta orang dan luas lahan pertanian yang sangat

minim, sudah dapat dipastikan bahwa Jakarta merupakan konsumen beras. Untuk

provinsi Riau, lahan pertanian diutamakan untuk perkebunan sawit, sementara Nusa

Tenggara Timur dan Kalimantan Timur difokuskan untuk menjadi lokasi pengembangan

ternak sapi dan untuk usaha tambang batubara. Sementara di Maluku dan Papua,

beras bukan menjadi pangan utama melainkan sagu dan ubi jalar, sedangkan Bali

menjadi provinsi yang lahannya diutamakan untuk daerah pariwisata. Sementara

provinsi lain mengalami surplus beras dengan lima provinsi teratas yang surplus beras

adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan Sumatera

Selatan.

Page 11: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

6

Tabel 1. Produksi, konsumsi dan provinsi surplus/defisit beras tahun 2014 (ton), serta

harga rata-rata beras (Rp/kg) dan koefisien variasi harganya 2008-2015 (%) .

Provinsi Produksi

Beras Konsumsi

Beras + / -

Harga Rata-Rata (Rp/kg)

Koefisien Variasi (%)

2008-‘11 2012-‘15 2008-‘11 2012-‘15

DI Aceh 947,783 542,447 405,336 6,874 9,435 13.81 5.66

Sumatera Utara 1,890,835 1,593,106 297,729 6,909 9,244 12.41 6.87

Riau 5) 201,464 598,424 (396,961) 6,943 8,982 16.02 3.73

Sumatera Barat 1,311,760 535,098 776,661 7,461 10,196 12.79 8.64

Jambi 346,148 334,811 11,336 6,935 9,220 16.15 6.25

Sumatera Selatan 6) 1,923,577 820,802 1,102,776 5,762 7,729 13.90 5.71

Bengkulu 308,901 209,320 99,581 6,353 9,065 20.74 4.60

Lampung 1,728,897 791,239 937,658 5,650 8,411 15.06 9.46

DKI Jakarta 3,927 760,504 (756,577) 7,039 9,762 11.54 6.89

Jawa Barat 1) 7,129,365 5,712,541 1,416,824 7,846 9,771 9.70 4.97

Jawa Tengah 5,024,173 2,809,504 2,214,669 5,696 7,669 12.27 8.10

DI Yogyakarta 478,860 279,137 199,724 5,810 8,200 15.47 7.48

Jawa Timur 6,455,659 3,442,717 3,012,942 5,718 8,141 16.43 8.19

Kalimantan Barat 714,820 519,860 194,960 5,669 8,144 15.40 6.79

Kalimantan Timur 8) 282,340 337,797 (55,458) 5,720 8,137 17.55 5.77

Kalimantan Selatan 1,090,741 367,688 723,053 6,355 8,729 13.56 5.72

Kalimantan Tengah 436,490 244,073 192,417 5,584 8,465 16.34 4.50

Sulawesi Utara 2) 496,075 381,398 114,677 6,037 8,177 12.04 4.31

Sulawesi Tengah 532,226 268,695 263,531 7,166 9,141 7.10 6.69

Sulawesi Tenggara 342,449 278,205 64,244 7,279 9,718 17.41 12.24

Sulawesi Selatan 7) 3,059,733 1,115,310 1,944,423 6,310 8,607 26.09 7.77

Bali 446,767 457,183 (10,416) 7,218 9,564 10.16 8.15

Nusa Tenggara Barat 1,102,222 576,002 526,220 6,318 8,265 11.03 8.28

Nusa Tenggara Timur 429,991 604,645 (174,653) 5,764 7,422 10.57 8.16

Maluku 3) 53,512 240,046 (186,534) 5,056 7,048 14.19 10.24

Papua 4) 102,073 245,193 (143,119) 5,739 8,143 15.06 6.88

Indonesia 36,840,787 24,065,744 12,775,043 6,365 8,011 14.31 3.01

Sumber: Data produksi dari BPS, data konsumsi dari SUSENAS BPS 2014.

Keterangan: 1) termasuk Provinsi Banten, 2) termasuk Provinsi Gorontalo, 3) termasuk Provinsi Maluku

Utara, 4) Termasuk Provinsi Papua Barat, 5) termasuk Provinsi Kepulauan Riau, 6) termasuk Provinsi

Bangka Belitung, 7) termasuk Provinsi Sulawesi Barat, 8) termasuk Provinsi Kalimantan Utara. Angka

dalam kurung menunjukkan defisit. DTT = Data BPS Tidak Tersedia.

Page 12: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

7

Terkait dengan harga beras, Tabel 1 juga menyajikan perhitungan rata-rata

harga beras medium dan koefisien variasinya, untuk menunjukkan besaran persentase

sebaran harga dari harga rata-ratanya. Perhitungan harga rata-rata dilakukan dengan

menggunakan data bulanan harga konsumen beras medium diperdesaan yang

diterbitkan BPS pada periode waktu 2008–2015. Sementara koefisien variasi dihitung

dengan membagi standar deviasi data dengan rata-rata harga sepanjang 2008–

2015.Analisa dilakukan pada dua periode waktu yaitu periode 2008-2011 dan 2012-

2015 agar terlihat lebih jelas arah variasi harga beras antar waktu.

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata harga beras medium di provinsi–

provinsi defisit dan surplus pada periode 2012-2015 lebih tinggi 36,86 persen

dibandingkan periode 2008-2011. Sementara itu, variasi harga beras pada periode

2012-2015 menurun rata-rata 7,34 persen dibandingkan periode 2008-2011.

Dicermati secara lebih detail pada daerah-daerah defisit dan surplus, rata-rata

kenaikan harga beras medium juga hampir sama. Kenaikan harga rata-rata beras

medium di wilayah defisit pada periode 2008-2015, adalah sebesar 36,12 persen

sedangkan di wilayah-wilayah surplus sebesar 36,56 persen. Koefisien variasi harganya

juga menurun pada periode 2008-2015 berturut-turut untuk wilayah defisit dan surplus

adalah sebesar 6,47 dan 7,84 persen.

Semakin meningkatnya harga beras sementara variasi harganya semakin

menurun menunjukkan bahwa harga beras semakin meningkat dan stabil pada harga

beras yang tinggi. Dengan kondisi harga beras stabil pada tingkat harga tinggi, terdapat

kecenderungan untuk mempertahankan rantai distribusi yang panjang dan tidak efisien

sementara konsumen harus membayar mahal untuk harga beras sementara bagian

keuntungan yang demikian besar tidak sampai dinikmati produsen.

Namun, dengan tingginya korelasi antara provinsi-provinsi defisit dengan seluruh

provinsi surplus yang angkanya mencapai 95–99 persen, secara umum dapat dikatakan

bahwa pasokan beras untuk daerah–daerah defisit dapat berasal dari seluruh provinsi –

provinsi surplus, sehingga rata-rata harga beras dan koefisien variasi dari seluruh

provinsi menunjukkan nilai yang relatif tidak jauh berbeda.

IV. EFEKTIVITAS TATANIAGA GABAH DAN BERAS (KASUS KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT)

Pemasaran gabah dan beras di Kabupaten Karawang dari petani berupa gabah

hingga ke konsumen berupa beras bervariasi. Pola paling umum adalah petani -

perantara-pengumpul - pedagang-besar/penggilingan - padi-grosir beras – pengecer -

konsumen. Selain itu, sebagian kecil gabah dan beras disalurkan ke Bulog melalui

pedagang besar rekanan Bulog. Sebagian kecil lainnya ada yang diupayakan

dipasarkan melalui jalur program Toko Tani Indonesia (TTI) Kementerian Pertanian dan

Program Bulog - Rumah Pangan Kita (RPK Bulog).

Page 13: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

8

Gambar 1. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras di Kabupaten Karawang, Jawa Barat

2016.

Dari pola tataniaga paling umum yang ada di Kabupaten Karawang, terlihat

bahwa kelima pelaku tataniaga yaitu petani, perantara, penggilingan padi, pedagang

besar dan pengecer memperoleh keuntungan masing-masing Rp. 675 ribu/ton GKP

(untuk petani, dari selisih harga aktual dikurangi HPP GKP), Rp. 100 ribu/ton GKP

(untuk perantara), Rp. 412,13 ribu/ton beras (untuk penggilingan padi), Rp. 800 ribu/ton

beras (untuk pedagang besar) dan Rp.1.300 ribu/ton beras (untuk pengecer).Dalam

tataniaga pola umum ini, harga jual gabah dan beras dari masing-masing pelaku

tataniaga mengikuti harga pasar yang berlaku saat transaksi dilakukan (Tabel 2).

asi: Menilik Tujun, Manfaat, dan Efeknya'

Petani

Perantara

Agen / Pengumpul

UPGB

Bulog

Rekanan Non Rekanan

Pedagang

Lain

Pengecer

Pedagang

Satgas Sub

Divre

Dolog

G

A

B

A

H

G

A

B

A

H

B

E

R

A

S Konsumen

Page 14: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

9

Tabel 2. Biaya dan keuntungan tiap-tiap pelaku tataniaga gabah dan beras per

penjualan 1 ton Gabah Kering Panen di Kabupaten Karawang, Jawa Barat,

2016 (Rp).

No Pelaku Tataniaga Kegiatan Satuan Volume Harga/kg Nilai 1 Petani HPP GKP Rp/kg GKP 1,000 3,700 3,700,000

Harga jual GKP/Pendapatan Petani Rp/kg GKP 1,000 4,375 4,375,000 Selisih Harga Aktual - HPP GKP Rp/kg GKP 1,000 675 675,000 2 Perantara Harga beli GKP dari petani Rp/kg GKP 1,000 4,375 4,375,000

+ Komisi perantara Rp/kg GKP 1,000 100 100,000 Harga jual GKP perantara Rp/kg GKP 1,000 4,475 4,475,000 3 Penggilingan Padi Harga beli GKP dari Perantara Rp/kg GKP 1,000 4,475 4,475,000

+ Biaya operasional pengumpul GKP Rp/kg GKP 1,000 28 28,000 + Biaya transport GKP petani ke RMU Rp/kg GKP 1,000 20 20,000 Harga GKP di penggilingan Rp/kg GKP 1,000 4,523 4,523,000 + Biaya penjemuran GKP Rp/kg GKP 1,000 150 150,000 + Biaya oven Rp/kg GKP 1,000 20 20,000 + Biaya Listrik Rp/kg GKP 1,000 15 15,000 + Ongkos giling Rp/kg Beras 575 400 230,000 + Biaya Pengemasan dan karung kemasan Rp/kg Beras 575 130 74,750 Total Biaya Pengolahan Gabah Rp/kg Beras 1,000 5,013 5,012,750 Pendapatan produk sampingan beras: - Produksi Menir Rp/kg 30 5,000 150,000 - Produksi Dedak Rp/kg 70 1,200 84,000 Biaya Pokok Produksi Beras Rp/ton gabah 4,778,750 Biaya Pokok Per Ton Beras Rp/ton beras 8,310,870 Penjualan beras ke pedagang besar: + Biaya bongkar muat Rp/kg Beras 1,000 15 15,000

+ Biaya perantara di pasar Rp/kg Beras 1,000 40 40,000 + Biaya transport beras dr RMU Rp/kg Beras 1,000 22 22,000

ke Pedagang Keuntungan RMU Rp/ton beras 412,130 Harga beras di pedagang besar pasar Rp/ton beras 8,233,870 4 Pedagang Besar Harga beli dari penggilingan padi Rp/kg Beras 1,000 8,800 8,800,000 Biaya operasional Rp/kg Beras 1,000 400 400,000

Keuntungan pedagang Rp/ton beras

800,000 Harga jual beras ke pengecer Rp/kg Beras 1,000 10,000 10,000,000 5 Pedagang Harga beli dari pedagang besar Rp/ton beras

10,000,000

Pengecer Biaya operasional Rp/kg Beras 1,000 200 200,000 Keuntungan pedagang Rp/kg Beras

1,300,000

Harga jual beras ke konsumen Rp/kg Beras 1,000 11,500 11,500,000 Sumber: primer, diolah. Keterangan: angka dalam kurung menunjukkan negatif.

Peraturan Presiden RI No. 48 Tahun 2016 Tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum (Perum Bulog) Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional

Peraturan Presiden RI No. 48 Tahun 2016 berisi tentang penugasan pemerintah kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen. Tidak hanya beras, penugasan Bulog tersebut menyangkut komoditi lain yaitu jagung, kedelai, gula, minyak

Page 15: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

10

goreng, tepung terigu, bawang merah, cabe, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam. Namun, komoditas prioritasnya adalah beras, jagung dan kedele.

Dalam melaksanakan penugasan tersebut Bulog dapat melakukan penambahan cadangan pangan dengan cara mengimpor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain itu, Bulog juga memiliki kewajiban untuk mengembangkan industri berbasis beras, termasuk produksi gabah/beras dan pengolahan gabah/beras. Terkait stabilisasi harga gabah/beras, Bulog dapat melakukan pembelian gabah/beras dipasaran berada diatas HPP, dengan persyaratan dan koordinasi pembelian ditetapkan melalui Keputusan Rapat Koordinasi dari beberapa kementerian. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 63/M-DAG/PER/9/2016 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen Peraturan Menteri Perdagangan No. 63 ini dikeluarkan dalam rangka menjamin ketersediaan, stabilitas dan kepastian harga beberapa komoditas strategis termasuk komoditas beras sebagai yang utama. Dalam aturan tersebut, ditetapkan harga acuan pembelian gabah dan beras ditingkat petani dan harga jual beras dikonsumen. Harga acuan pembelian GKP, GKG dan beras di Petani berturut-turut adalah sebesar Rp. 3.700/kg GKP, Rp. 4.600/kg GKG, dan Rp. 7.300/kg beras. Sementara harga acuan penjualan beras di konsumen adalah Rp. 9.500/kg beras. Harga-harga acuan ini diperbaiki setiap empat bulan. Harga acuan pembelian gabah dan beras di petani dan harga acuan penjualan beras dikonsumen ditetapkan dengan telah mempertimbangkan struktur biaya yang wajar mencakup antara lain biaya produksi, biaya distribusi, keuntungan dan biaya lain.Terkait Bulog, dalam melakukan pembelian dan penjualan gabah dan beras disebutkan dalam aturan ini mengacu pada peraturan ini.

V. EFEKTIVITAS TATANIAGA GABAH DAN BERAS INTRODUKSI

5.1. Tataniaga PUPM-TTIGabah dan Beras di Kabupaten Sidoardjo, Jawa Timur

dan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) merupakan salah

satu upaya pemerintah melalui Kementerian Pertanian untuk menjaga stabilitas harga

pangan utamanya beras baik ditingkat petani/produsen dan di tingkat konsumen. Dalam

program ini, gapoktan, atau disebut sebagai Lembaga Usaha Pangan Masyarakat

(LUPM) dalam aturannya, dan Toko Tani Inonesia (TTI) diberdayakan untuk dapat

menjalankan fungsi sebagai lembaga distribusi dalam suatu rantai distribusi yang lebih

efisien sehingga dapat mengurangi disparitas harga antara produsen dan konsumen.

Tujuan utama penggunaan LUPM dan TTI ini memang untuk memotong saluran

distribusi gabah dan beras.

Dalam jalur distribusi gabah dan beras melalui program PUPM (Pengembangan

Usaha Pangan Masyarakat) Kementerian Pertanian, Gapoktan diamanatkan untuk

Page 16: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

11

membeli gabah petani dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) dan/atau Gabah

Kering Giling (GKG) dengan harga sesuai HPP GKP (Rp. 3.700/kg) dan HPP GKG (Rp.

4.600,-/kg), atau dengan harga diatas HPP sesuai dengan rancangan harga pembelian

gabah petani yang diajukan gapoktan dalam program ini berdasarkan proyeksi

volatilitas harga gabah/beras dimasing-masing wilayah kerja gapoktan.Dua kasus

jaringan PUPM yaitu (1) dimulai dengan penjualan gabah oleh petani yaitu petani

menjual GKG di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat dan (2) diawali petani menjual

GKP di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur disajikan pada Tabel 3 untuk menunjukkan

besarnya keuntungan dan kerugian yang diperoleh masing-masing pelaku tataniaga

dalam program LUPM.Pola distribusi gabah dan beras di program ini adalah Petani-

perantara-gapoktan/penggilingan padi-Toko Tani (TTI)-konsumen.

Gambar 2. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras Program PUPM Kementan di

Kabupaten Karawang, Jawa Barat dan Kabupaten Sidoardjo, Jawa Timur, 2016.

Untuk kasus pertama, setiap musimnya rata-rata harga pembelian GKG petani

oleh gapoktan adalah sebesar Rp. 5.000,- per kg. Dibandingkan dengan pilihan menjual

GKG sesuai HPP GKG (Rp. 4.600,-/kg), terdapat selisih sebesar Rp. 400,-/kg, atau Rp.

400.000,- per ton GKG (Tabel 3).

Penggilingan padi melakukan pengangkutan GKG dari lokasi petani ke

penggilingan, lalu menggiling GKG menjadi beras. Total biaya pengolahan GKG

menjadi beras adalah Rp. 5,73 juta/ton GKG. Ditambah pendapatan dari produksi menir

dan dedak, maka biaya pokok produksi beras adalah sebesar Rp. 5,59 juta/ton GKG

atau setara Rp. 8,92 juta/ton beras (Rp. 5,59 juta/ton GKG x 1/0,6274). Beras ini

kemudian dijual ke TTI dengan tambahan biaya berupa biaya bongkar muat dan

transport ke TTI sehingga harga jual beras di TTI seharusnya sebesar Rp. 9,27 juta/ton

beras (dari Rp. 8,92 juta/ton beras + Rp. 150 ribu/ton beras + Rp. 200 ribu/ton beras).

Petani

Penggilingan Padi

Toko Tani

Konsumen

Perantara

Page 17: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

12

Tabel 3. Biaya dan keuntungan tiap-tiap pelaku tataniaga gabah dan beras per

penjualan 1 ton gabah pada jalur distribusi PUPM di Kabupaten Sidoardjo,

Jawa Timur dan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 2016 (Rp).

No

Pelaku Tataniaga

Kegiatan

Sidoardjo, Jawa Timur Bandung Barat, Jawa Barat

Satuan Vol Harga/kg Nilai Satuan Vol Harga/kg

Nilai

1 Petani HPP GKP/HPP GKG Rp/kg GKP 1,000 3,700 3,700,000 Rp/kg GKG 1,000 4,600 4,600,000

Pendapatan Rp/kg GKP 1,000 4,400 4,400,000 Rp/kg GKG 1,000 5,000 5,000,000

Keuntungan petani (dari HPP GKP) Rp/kg GKP 1,000 700 700,000 Rp/kg GKG 1,000 400 400,000

2 Perantara Harga beli GKP/GKG dari petani Rp/kg GKP 1,000 4,400 4,400,000 Rp/kg GKG 1,000 5,100 5,100,000

+ Komisi perantara Rp/kg GKP 1,000 100 100,000 Rp/kg GKG 1,000 100 100,000

Harga jual GKP/GKG perantara Rp/kg GKP 1,000 4,500 4,500,000 Rp/kg GKP 1,000 5,200 5,200,000

3 Penggilingan Padi

Harga beli GKP/GKG dari Perantara Rp/kg GKP 1,000 4,500 4,500,000 Rp/kg GKG 1,000 5,100 5,100,000

Biaya transport & bongkar muat GKP/GKG petani ke RMU

Rp/kg GKP 1,000 100 100,000 Rp/kg GKG 1,000 200 200,000

Harga GKP di penggilingan Rp/kg GKP 1,000 4,600 4,600,000 Rp/kg GKP 1,000 5,300 5,300,000

Biaya penjemuran GKP Rp/kg GKP 1,000 150 150,000

Biaya Listrik

Rp/kg 1,000 15 15,000

Biaya karung Rp/kg GKP 1,000 33 33,333

Upah giling Rp/kg GKP 1,000 250 250,000 Rp/kg Beras 1,000 250 250,000

Biaya Plastik/Karung kemasan Rp/kg beras 575 300 172,500 Rp/kg 627 170 106,590

Ongkos Pengemasan Rp/kg Beras 575 100 57,500 Rp/kg 627 100 62,700

Total Biaya Pengolahan Gabah Rp/kg Beras

5,263,333 Rp/kg Beras

5,734,290

Pendapatan produk sampingan beras:

Produksi Katul Rp/kg 100 1,900 190,000 Rp/kg 30 1,900 57,000

Produksi Dedak Rp/kg 70 1,200 84,000 Rp/kg 70 1,200 84,000

Biaya Pokok Produksi Beras Rp/ton gabah

4,989,333 Rp/ton gabah

5,593,290

Biaya Pokok Per Ton Beras Rp/ton beras

8,677,101 Rp/ton beras

8,920,718

Penjualan beras ke pedagang besar:

Biaya bongkar muat (Jatim: termasuk transport)

Rp/kg Beras 1,000 150 150,000 Rp/kg Beras 1,000 150 150,000

Biaya transport beras dr RMU ke TTI

Rp/kg Beras 1,000 200 200,000

Harga beras di pedagang besar pasar

Rp/ton beras

8,827,101 Rp/ton beras

9,270,718

Total biaya dikeluarkan Gapoktan Rp/ton beras

5,139,333 Rp/ton beras

5,943,290

Untung/Rugi Gapoktan Rp/ton beras

(1,127,101) Rp/ton beras

(1,570,718)

Subsidi LUPM Rp/ton beras

4,980,000 Rp/ton beras

5,819,290

Untung/Rugi Gapoktan setelah subsidi

Rp/ton beras

(159,333) Rp/ton beras

(124,000)

4 TTI Harga beli dari penggilingan padi Rp/kg Beras 1,000 7,700 7,700,000 Rp/kg Beras 1,000 7,700 7,700,000

Harga jual beras Rp/kg Beras 1,000 7,900 7,900,000 Rp/kg Beras 1,000 7,900 7,900,000

Keuntungan pedagang Rp/kg Beras 1,000 200 200,000 Rp/kg Beras 1,000 200 200,000

Sumber: primer, diolah. Keterangan: angka dalam kurung menunjukkan negatif

Karena persyaratan dalam program ini bahwa gapoktan harus menjual beras ke

TTI seharga Rp. 7.700,-/kg, maka pendapatan gapoktan hanya Rp. 7.700,-/kg x Rp.

1.000 ton beras = Rp. 7,7 juta/ton beras. Dengan keharusan menjual beras dengan

Page 18: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

13

persyaratan tersebut, gapoktan rugi sebesar Rp. 7,7 juta/ton beras – Rp. 9,27 juta/ton

beras = Rp. 1,57 juta/ton beras.

Total biaya yang dikeluarkan oleh gapoktan dari mulai pembelian dan

pengambilan GKG di petani hingga dijual ke TTI adalah sebesar Rp. 5,94 juta/ton

gabah-beras, sedangkan subsidi program LUPM hanya sebesar Rp. 5,82 juta/ton

gabah-beras, sehingga dari sudut pandang biaya total yang dikeluarkan gapoktan

dibandingkan subsidi LUPM, gapoktan rugi Rp. 124 ribu/ton beras.

Dengan pembelian beras seharga Rp. 7.700,-/kg dari gapoktan dan kewajiban

menjual dengan harga Rp. 7.900,-/kg ke konsumen, TTI memperoleh keuntungan Rp.

200,-/kg beras. Keuntungan tersebut relatif kecil dibandingkan keuntungan yang dapat

diperoleh jika TTI dapat menjual beras tersebut mengikuti harga pasar yang rata-rata

mencapai Rp. 8.500,-/kg beras. Besar keuntungannya mencapai Rp. 800-1.000,-/kg

beras.

Untuk kasus kedua, perbedaan pendapatan petani dengan menjual gabah dalam

bentuk GKP (terhadap HPP GKP Rp. 3700,-/kg GKP), lebih besar dibandingkan jika

menjual dalam bentuk GKG (Rp. 400/kg GKG vs Rp. 700/kg GKP). Seiring dengan

diterimanya gabah dalam bentuk GKG oleh penggilingan padi yang kemudian

mengolahnya menjadi beras, maka biaya produksi beras adalah sebesar Rp. 4.489/kg

GKG atau sebesar Rp. 8,67 juta/ton beras. Dengan tambahan biaya bongkar muat dan

transport ke TTI, maka gapoktan seharusnya menjual beras dengan harga Rp.

8,83juta/ton beras. Namun, karena gapoktan harus menjual hanya sebesar Rp.

7.700/kg beras atau Rp. 7,7 juta/ton beras, maka gapoktan rugi Rp. 1,3 juta/ton beras.

Dengan mempertimbangkan terdapatnya subsidi program LUPM sebesar Rp. 4,98

juta/ton beras maka kerugian gapoktan hanya sebesar Rp. 159 ribu/ton beras.

Dengan kondisi yang merugi tersebut, lalu dipertanyakan mengapa program

LUPM yang telah dimulai rata-rata sejak April-Mei 2016 masih berjalan hingga survei

kajian ini dilakukan pada Nopember 2016. Hal ini dapat dilihat persyaratan kapasitas

gudang penyimpanan masing-masing gapoktan, waktu pencairan bantuan LUPM,

pilihan aksi yang diambil oleh gapoktan dan perbedaan harga beras di pasar dan

penjualan di TTI.

Pertama, terkait dengan kapasitas gudang penyimpanan gabag/beras yang saat

survei dilakukan kapasitas terkecil gudang adalah 5 ton gabah atau beras, dan bahkan

di Sidoarjo, Jawa Timur terdapat gapoktan yang menggunakan gudang ber kapasitas

40 ton gabah/beras dengan sasaran penyaluran ke 3 TTI. Dengan rata-rata penyaluran

beras ke TTI untuk kapasitas gudang terkecil 5 ton adalah sebesar 2 ton beras per

minggu maka terdapat sisa sebesar 3 ton beras. Mempertimbangkan kemampuan

gapoktan untuk mendapatkan gabah dan mengolahnya menjadi beras siap jual selama

3-4 hari kerja, maka dalam seminggu terdapat sisa beras 6 ton yang siap dijual.

Kemampuan gapoktan untuk mencari gabah dari petani dan jumlah uang untuk

Page 19: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

14

membelinya tidak perlu diperdebatkan mengingat adanya dana bantuan program

LUPM.

Kedua, dalam program LUPM, pencairan dana per gapoktan sebesar Rp. 200

juta sebagian besar dilakukan diawal masa progam. Sebagai contoh di Kabupaten

Karawang, dari Rp. 200 juta total dana LUPM, tahap pertama pencairan dana tersebut

diawal masa program adalah Rp. 164 juta, sementara sisanya dibayarkan pada tahap

kedua ditengah masa program. Dengan pertimbangan bahwa pada bulan-bulan

pencairan dana sedang pada masa panen, maka sangat mudah bagi petani

memperoleh gabah dengan harga relatif rendah. Untuk mengisi gudang gapoktan,

dapat dilakukan pembelian gabah dengan dana LUPM dan mengingat perbedaan harga

TTI dan pasaran yang cukup besar maka sangat mungkin bagi gapoktan melakukan

pembelian gabah dan penjualan beras tanpa mengganggu penyaluran beras ke TTI.

Ketiga, disparitas harga beras dijual ke TTI dan dijual ke pasar seperti telah

dijelaskan sebelumnya berkisar Rp. 800–1.000,-/kg beras. Dengan menggunakan

perbedaan harga jual sebesar Rp. 1.000/kg beras dan gapoktan menjual sebanyak 6

ton beras per minggu, maka besar keuntungan gapoktan adalah sebesar Rp. 1.000,-/kg

beras x 6.000 kg = Rp. 6 juta/minggu.

Keempat, pilihan aksi untuk menjual beras ke pasaran dalam program LUPM

didasari oleh pemberian jumlah bantuan dan persyaratan harga jual yang tidak secara

matang mempertimbangkan kondisi lapang yang harga jual berasnya memang jauh

lebih tinggi dibandingkan harga jual TTI. Disamping itu, pengawasan pendamping

lapang program ini yang berbeda keputusan menyebabkan adanya peluang bagi

gapoktan untuk melakukan aksi ambil untung dengan mengikuti program ini dan

menggunakan dana bantuan LUPM sebagai ‘modal’ dalam aksi ambil untung tersebut.

Disatu lokasi survei kajian ini, pendamping lapang membiarkan aksi ambil untung

ini terjadi, tetapi di lokasi survei lainnya pendamping lapang tidak memperbolehkan

gapoktan melakukan aksi ambil untung tersebut sehingga pada saat survei kajian ini

dilakukan kondisi penggilingan padi telah berhari-hari tidak beroperasi mengingat

kerugian yang diperoleh sementara gabah berupa GKG menumpuk digudang

penyimpanan selama berbulan-bulan karena gapoktan mematuhi aturan program

LUPM yang mengharuskan menjual beras hanya ke TTI dengan harga yang telah

ditetapkan.

5.2. Tataniaga Melalui Jaringan Rumah Pangan Kita (RPK-Bulog)

Rumah Pangan Kita (RPK) merupakan konsep usaha yang dilakukan dirumah

untuk menyediakan kebutuhan pangan utamanya beras, dengan harga murah, sehat

dan stabil. Konsep ini berupaya mendekatkan akses konsumen ke produsen tanpa

banyak perantara. Dengan RPK ini diharapkan bermanfaat bagi konsumen karena

mendapatkan beras dengan harga yang relatif dibawah harga pasar. Pada akhirnya,

program ini diharapkan akan meningkatkan program ketahanan pangan nasional.

Page 20: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

15

Program ini dilakukan dengan membuka pendaftaran bagi rumah tangga yang

berkeinginan menjadi mitra Bulog dalam program RPK ini. Dengan persetujuan menjadi

mitra Bulog dan menyelesaikan administrasi serta menyelesaikan pembayaran awal,

Bulog kemudian mendistribusi sejumlah beras ke lokasi RPK untuk dijual. Jenis beras

yang dijual ini adalah beras medium dan/atau premium, namun sebagian besar adalah

jenis beras premium.

Pola tataniaga RPK-Bulog ini adalah petani-perantara-penggilingan padi-Bulog-

mitra RPK-konsumen. Pola ini berbeda dengan pola pengadaan dan penjualan gabah-

beras yang biasa dilakukan Bulog dan ditangani secara terpisah dalam manajemen

Bulog yaitu oleh bagian beras komersial Bulog sehingga jumlah beras yang terkait

program ini sangat sedikit dibandingkan beras non komersial. Data dari Bulog Divisi

Regional (Divre) Jawa Timur mulai 1 Januari 2016 hingga 13 Oktober 2016

menunjukkan bahwa pengadaan dalam negeri Bulog Divre Jawa Timur adalah

sebanyak 629.351 ton beras, sementara penjualan beras komersial Bulog Divre Jawa

Timur hanya sebesar 600.580 kg beras atau 0,095 persen dari pengadaan beras dalam

negeri Bulog Divre Jawa Timur.

Gambar 3. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras Program RPK Bulog 2016.

Dengan menggunakan harga GKP saat survei dilakukan yaitu sebesar Rp.

4.200,-/kg GKP di tingkat petani, diperoleh keuntungan Rp. 500,-/kg GKP dibandingkan

jika petani menjual pada harga HPP GKP Rp. 3.700,-/kg GKP (Tabel 4). Kemudian

dengan menggunakan jasa perantara, pengusaha penggilingan rekanan Bulog

Petani

Perantara

Penggilingan Padi

Bulog

Mitra RPK

Konsumen

Page 21: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

16

memperoleh gabah petani. Penggilingan padi yang memproses gabah menjadi beras

dan menjual beras ke Bulog dengan harga Rp. 8.000,-/kg, memperoleh keuntungan Rp.

719,9,-/kg beras.

Tabel 4. Biaya dan keuntungan tiap-tiap pelaku tataniaga gabah dan beras per

penjualan 1 ton gabah melalui tataniaga Rumah Pangan Kita Bulog, 2016

(Rp).

No Pelaku Tataniaga Kegiatan Satuan Volume Harga/kg Nilai

1 Petani HPP GKP Rp/kg GKP 1,000 3,700 3,700,000

Pendapatan Rp/kg GKP 1,000 4,200 4,200,000

Keuntungan petani (dari HPP GKP) Rp/kg GKP 1,000 500 500,000

2 Perantara Harga beli GKP dari petani Rp/kg GKP 1,000 4,200 4,200,000

+ Komisi perantara Rp/kg GKP 1,000 100 100,000

Harga jual GKP perantara Rp/kg GKP 1,000 4,300 4,300,000

3 Penggilingan Padi Harga beli GKP dari Perantara Rp/kg GKP 1,000 4,200 4,200,000

Biaya transport GKP petani ke RMU Rp/kg GKP 1,000 20 20,000

Harga GKP di penggilingan Rp/kg GKP 1,000 4,220 4,220,000

Biaya penjemuran GKP Rp/kg GKP 1,000 150 150,000

Upah giling Rp/kg Beras 575 403 231,725

Biaya Listrik Rp/kg 1,000 15 15,000

Biaya Plastik/Karung kemasan Rp/kg 575 33 19,167

Biaya Pengemasan Rp/kg 575 100 57,500

Total Biaya Pengolahan Gabah Rp/kg Beras

4,693,392

Pendapatan produk sampingan beras:

Produksi Menir Rp/kg 30 1,900 57,000

Produksi Dedak Rp/kg 70 1,200 84,000

Biaya Pokok Produksi Beras Rp/ton gabah

4,552,392

Biaya Pokok Per Ton Beras Rp/ton beras

7,917,203

Penjualan beras ke pedagang besar:

Biaya bongkar muat Rp/kg Beras 575 15 8,625

Biaya transport beras dr RMU ke Bulog Rp/kg Beras 575 19 10,925

Keuntungan RMU Rp/ton beras

719,857

Harga beras di pedagang besar pasar Rp/ton beras

8,000,000

4 Bulog Harga beli Rp/kg Beras 1,000 8,000 8,000,000

Harga jual Rp/kg Beras 1,000 10,000 10,000,000

Biaya operasional Rp/kg Beras 1,000 250 250,000

Keuntungan Rp/kg Beras 1,000 1,750 1,750,000

5 Toko RPK Harga beli dari penggilingan padi Rp/kg Beras 1,000 10,000 10,000,000

Harga jual beras Rp/kg Beras 1,000 10,750 10,750,000

Keuntungan pedagang Rp/kg Beras 1,000 750 750,000

Sumber: primer, diolah.

Page 22: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

17

Bulog menjual beras premium tersebut ke Kios RPK-Bulog sebesar Rp. 10.000,-

/kg. Dengan perbedaan antara harga beli beras dari penggilingan padi rekanan dan

harga jual ke RPK-Bulog sebesar Rp. 2.000,-/kg dan dikurangi biaya operasional

sebesar Rp. 250.-/kg beras, maka keuntungan yang diperoleh Bulog adalah sebesar

Rp. 1,75 juta/ton beras.

Sementara untuk Toko RPK-Bulog, terdapat kewajiban untuk menjual beras ke

konsumen dengan marjin keuntungan Rp. 750,-/kg beras dengan penetapan harga beli

beras dari Bulog ditetapkan oleh pihak Bulog sendiri dengan mengacu pada harga

pasaran beras saat transaksi. Keuntungan Toko RPK-Bulog mencapai Rp. 750 ribu/ton

beras premium yang di jual.

VI. PERTIMBANGAN KEBIJAKAN

6.1. Kemungkinan Memperpendek Rantai Tataniaga Gabah-Beras

Rantai pemasaran beras dapat menjadi demikian panjang dan tidak efektif yang

terlihat dari banyaknya mata rantai yang sebenarnya bisa diperpendek, seperti salah

satunya karena adanyaperantara dalam rantai pemasaran beras tersebut.

Pendistribusian beras yang panjang tersebut menyebabkan keuntungan yang dibagikan

untuk tiap-tiap mata rantai pemasaran beras menjadi besar. Hal ini membuat harga

pembelian gabah dan beras tertekan sedangkan harga jual beras menjadi tinggi.

Dari hasil analisa data sekunder per provinsi menunjukkan bahwa harga beras

yang semakin tinggi namun variasi harga beras yang semakin kecil. Hal ini

mengindikasikan harga beras di konsumen yang stabil pada tingkat harga tinggi. Hal ini

harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk menurunkan harga beras

tersebut dan mampu menyediakan beras bagi masyarakat dengan harga murah.

Dua pola pemasaran gabah dan beras yang menjadi pembanding dalam kajian

ini yaitu pola pemasaran pada program PUPM/TTI Kementerian Pertanian dan saluran

distribusi melalui program Rumah Pangan Kita-Bulog, merupakan upaya untuk

memangkas jalur pemasaran gabah-beras dan menstabilkan harga beras. Namun, hasil

kajian menunjukkan bahwa gapoktan yang terlibat dalam program TTI mengalami

kerugian karena subsidi yang diberikan terlampau kecil dan harga jual beras ke TTI

yang telah ditentukan tidak mampu memberikan marjin pemasaran yang cukup untuk

memberikan keuntungan ke gapoktan. Padahal, dalam Peraturan Menteri Perdagangan

No. 63 disebutkan bahwa harga acuan penjualan beras di konsumen adalah Rp. 9.500,-

/kg.

Tetapi, ditengah gejolak kerugian yang diperoleh gapoktan dalam program ini,

kegiatan program ini dapat terus berjalan dengan keputusan gapoktan untuk melakukan

aksi ambil untung dengan melakukan penjualan yang tidak sesuai dengan ketentuan

atau aturan dalam program LUPM ini. Oleh sebab itu, terkait tujuan kajian ini, program

Page 23: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

18

TTI dipertimbangkan untuk tidak dijadikan model pemasaran untuk memperpendek

rantai pemasaran gabah dan beras.

Dilain sisi, Program RPK-Bulog mampu memotong rantai pemasaran gabah-

beras, namun tidak dapat menyentuh esensi untuk ‘memaksa’ menurunkan harga jual

beras ke konsumen karena penentuan harga jual beras yang mengikuti harga beras di

pasaran. Selain itu, program ini dilakukan oleh unit usaha komersial beras Bulog yang

memasarkan beras premium yang jumlah beras dalam usaha ini sangat kecil sehingga

sangat sulit untuk dapat memperkuat usaha menurunkan dan menstabilkan harga beras

di pasaran.

Kemudian dengan mempertimbangkan tataniaga gabah dan beras yang ada,

kajian ini menilai sangat tidak memungkinkan untuk memotong langsung lembaga

pemasaran yang ada dalam tataniaga tersebut seperti menghilangkan atau mengganti

keberadaan perantara mengingat perannya yang sangat terintegrasi dengan pihak

penggilingan padi dan petani. Perannya sangat diperlukan walaupun konsekuensinya

memperpanjang tataniaga dan meningkatkan biaya tataniaga.

6.2. Opsi Kebijakan

Pertama, Program PUPM/TTI tidak layak untuk menjadi model memperpendek

rantai tataniaga beras karena ongkos transaksi yang tinggi serta terdapatnya senjang

harga beras di pasar dan harga patokan disepakati dalam program tersebut yang

sangat besar. Senjang harga beras ini menciptakan peluang bagi gapoktan dan

penggilingan padi untuk dimanfaatkan namun tidak sesuai dengan aturan main yang

dibuat.

Kedua, jejaring distribusi beras melalui program RPK-Bulog belum dapat

bersaing karena ongkos transaksi yang juga tinggi dan infleksibilitas manajerial. Selain

itu, program ini dilakukan oleh bagian komersial Bulog sehingga harga penjualan beras

melalui jalur tataniaga ini mengikuti harga pasaran yang menyebabkan upaya menekan

harga beras secara umum sangat sulit dilakukan. Menimbang bahwa jumlah beras yang

dijual pada tataniaga ini sangat kecil dan karena yang melakukannya adalah divisi

komersialisasi Bulog dimana jumlah penjualannya sangat dibatasi maka akan sulit

untuk berkembang kedepannya terkait tugas utama Bulog untuk menyediakan beras

medium bersubsidi.

Ketiga, pemerataan wilayah produksi padi merupakan pilihan terbaik.Hal ini

dilakukan dengan prioritas pertama untuk menumbuhkan dan mengembangkan daerah-

daerah atau provinsi-provinsi sekitar lokasi atau area defisit. Dengan semakin

banyaknya wilayah-wilayah sentra produksi disekitar wilayah defisit akan memudahkan

penyaluran beras di daerah-daerah defisit tersebut dengan rantai pasok yang lebih

pendek dan ongkos tataniaga yang lebih murah. Selain itu, upaya pengembangan

wilayah-wilayah produksi akan mendukung peningkatan produksi gabah beras secara

nasional yang pada akhirnya mampu mendukung pencapaian swasembada beras.

Page 24: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

19

VII. PENUTUP

Kajian ini merupakan salah satu penelitian analisis kebijakan yang dilakukan oleh tim

peneliti analisis kebijakan Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP)

pada akhir tahun 2016. Kajian ini dilakukan dalam waktu singkat dan hanya dilakukan

pada dua kabupaten di Jawa Barat dan Jawa Timur dan menggunakan data sekunder

dan sumber informasi melalui FGD dan wawancara dengan beberapa responden,

sehingga jika dilakukan dengan lokasi survei yang lebih luas dan jumlah responden

yang lebih banya, hasilnya bisa berbeda,

Kajian ini menggunakan studi kasus, sehingga tidak dapat menggambarkan secara

utuh dan lengkap terkait kondisi tataniaga beras yang ada di Indonesia. Hasil kajian ini

tidak dapat digunakan sebagai gambaran pasti kondisi tataniaga beras di Indonesia.

Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan riset yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

Mubyarto. 1973. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) . Jakarta. Nasruddin, Wasrob. 1999. Tataniaga Pertanian. [Diktat Kuliah]. Universitas Terbuka : Jakarta. Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Raja Grafindo Persada. Malang. Sihombing, Luhut. 2010. Tataniaga Hasil Pertanian. USU Press. Medan. (Online, usupress.usu.ac.id, diakses pada 13 Juli 2016). Utami, Yuniarni. 2009. Analisis Cabang Usahatani dan Tataniaga Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca. sp)(Kasus Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). [Skripsi]. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor.(Online,http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/15548, diakses pada 13 juli 2016)

Page 25: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

Laporan Analisis Kebijakan 2016

KAJIAN KEBIJAKAN TATA NIAGA DAGING SAPI

MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN

Sub Tim Pengkaji:

Nyak Ilham

Saptana

KEMENTERIAN PERTANIAN

SEKRETARIAT JENDERAL

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

2016

Page 26: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

i

KATA PENGANTAR

Dalam tahun terakhir terjadi gejolak harga daging sapi. Diduga hal itu disebabkan

masalah kekurang lancaran pasokan, sementara harga di tingkat peternak rakyat

cenderung tetap. Kondisi ini memunculkan pertanyaan seberapa jauh sistem tata niaga

yang terbangun saat ini dinilai baik dan efisien, seberapa jauh pelaku pasar telah

bekerja dengan baik, dan seberapa jauh pemerintah dapat berperan untuk melakukan

tugasnya dalam mengatur dan mengintervensi pasar sehingga terbangun sistem tata

niaga yang baik dan efisien.

Upaya stabilisasi pasokan dan harga daging sapi, Kementerian Pertanian telah

melakukan kegiatan intervensi dengan pembukaan kran impor daging sapi dan daging

kerbau dari Australia dan India, dan mendorong Kelompok Tani Ternak menjual

langsung produk yang dihasilkan ke konsumen melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Hal

yang sama dilakukan oleh BULOG dengan membangun Bulog Distribution Management

System (BDSM) dan mendirikan Rumah Pangan Kita (RPK). Kementerian Perhubungan

dan PT. Pelni memberikan fasilitas Kapal Ternak terkait dengan dibangunnya Tol

Lautuntuk memberi kemudahan akses Kelompok Tani Ternak dari sentra produksi NTT

ke sentra konsumen di Jakarta dan sekitarnya. Upaya tersebut ditujukan untuk

memotong rantai pasokan yang dianggap terlalu panjang dan tidak efisien. Dengan

upaya ini diharapkan peternak dapat menikmati harga yang wajar, pasokan lancar dan

konsumen dapat membeli dengan harga yang lebih murah.

Kepada semua pihak yang mendukung pelaksanaan penelitian hingga penulisan

laporan ini diucapkan terima kasih. Disadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini

masih jauh dari sempurna, namun demikian diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada pengambil kebijakan, peneliti, akademisi dan pembaca.

Bogor, Desember 2016

Kepala Pusat

Dr. Ir. Abdul Basit, MS

NIP.19610929 198603 1 003

Page 27: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………..……………………………………………………....... i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………. ii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………….. iii

DAFTAR GAMBAR ……………….………………………………………………………….... iv

I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................... 1

1.2. Tujuan Penelitian ................................................................ 2

1.3. Output dan Manfaat………….................................................. 2

II METODOLOGI .............................................................................. 4

2.1. Kerangka Pemikiran ............................................................. 4

2.2. Ruang Lingkup Kegiatan ...................................................... 5

2.3. Lokasi dan Responden ………………......................................... 6

2.4. Data dan Metode Analisis ..................................................... 6

III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 10

3.1. Kasus NTT – DKI Jakarta dan Sekitarnya…….……………………. 10

3.1.1. Kondisi yang Berlaku Menggunakan Kapal Kargo........... 10

3.1.2. Kondisi Introduksi Menggunakan Kapal Ternak …………. 16

3.2. Kasus Jawa Tengah – DKI Jakarta dan Sekitarnya………………. 21

3.2.1. Kondisi yang Berlaku…………………................................ 21

3.2.2. Kondisi Introduksi …………………………......................... 27

3.3. Kasus DKI Jakarta dan Sekitarnya………………………….……… 31

3.3.1. Kondisi yang Berlaku …………………………………………… 32

3.3.2. Kondisi Introduksi………………………………………………… 35

3.3.2.1. Model PD Dharma Jaya……………………………… 35

3.3.2.2. Model Bulog Distribution Management System

dan Rumah Pangan Kita Bulog….………………… 40

3.3.2.3. Toko Tani Indonesia Kementan……………………. 51

IV KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ...................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 63

Page 28: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

iii

DAFTAR TABEL

No. Teks Hal

1 Analisis Margin Tata Niaga Daging Sapi melalui Pedagang Penerima di Jakarta pada Pola Usahaternak Rakyat di NTT, 2016……………….. 15

2 Analisis Margin Tata Niaga Daging Sapi melalui PD Dharma Jaya

pada Pola Usahaternak Rakyat di NTT, 2016 …………………………….. 19

3 Analisis Margin Tata Niaga Daging Sapi melalui Pedagang Pengecer

pada Pola Usaha Ternak Rakyat di Jawa Tengah, 2016……………….. 26

4 Biaya dan Penerimaan Usaha Perdagangan Sapi Indukan di Jawa

Tengah, 2016………………………………………………………………………… 29

5 Omset Penjulan Daging Sapi beberapa Super market di DKI Jakarta dan Sekitarnya, Tahun 2016…………………………………………………….. 34

6 Jumlah Sapi yang Masuk RPH Cakung menurut Daerah Sal dan Jenis Sapi, Agustus-Oktober 2016……………………………………………………. 36

7 Pengelolaan Bahan Pangan Pokok di Indonesia Per 17 Juni 2016… 50

8 Penjualan Komoditas Pangan Komersial dan Harga jual Grosir dan Eceran Perum BULOG, serta Harga BPS, 2016……………………………. 52

Page 29: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

iv

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Hal

1 Rantai Tata Niaga Ternak dan Daging Sapi dari NTT ke Jakarta dan sekitarnya, 2016……………………………………………………………………. 13

2 Rantai tata niaga ternak dan daging sapi dari daerah sentra

produksi Kabupaten Pati, Provinsi Jawa untuk berbagai tujuan pasar, 2016………………………………………………………………………….. 22

3 Skema Usaha Pengusaha Peternakan Sapi Potong di Pati, 2016… 28

4 Rantai Pasok Ternak dan Daging Sapi di Kabupaten dan Kota

Semarang dan Salatiga, Provinsi Jawa Tengah 2015………………….. 30

5 Rantai Pasok Industri Daging Sapi PT. HNM mendekati Pola

Integrasi Total di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, 2015………. 31

6 Rantai Pasok Ternak dan Daging Sapi di DKI Jakarta, 2016……….. 33

7 Rantai Pasok Usaha Perdgangan Ternak dan Sapi PD Dharma Jaya,

2016…………………………………………………………………………………… 38

8 Alternatif Rantai Pasok Pangan Bulog di Indonesia, 2016…………….. 44

9 Rantai Tataniaga Daging Sapi Model Toko Tani Indonesia……………. 55

Page 30: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tata niaga adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang

ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan

mendistribusikan barang dan jasa kepada kelompok pembeli. Semua unsur, baik

perorangan, perusahaan, atau lembaga yang secara langsung terlibat dalam proses

pengaliran barang dari produsen ke konsumen disebut lembaga tata niaga. Secara

umum, semakin panjang saluran distribusi yang dilalui suatu produk, semakin tinggi

harga yang harus dibayarkan konsumen akhir. Kondisi ini terkadang berdampak

dimana produsen/petani biasanya mendapatkan keuntungan yang kecil dibandingkan

pedagang.

Sistem tata niaga dianggap baik dan efisien apabila memenuhi tiga indikator:

(1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan harga

yang wajar, (2) mampu menjamin stabilisasi pasokan dan harga, dan (3) mampu

mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan

konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut di dalam kegiatan produksi dan tata

niaga barang tersebut. Sistem tata niaga yang tidak efisien akan mengakibatkan

kecilnya keuntungan yang diterima oleh produsen, sehingga harga yang diterima

produsen dapat juga dijadikan ukuran efisiensi sistem tata niaga.

Dalam tahun terakhir terjadi gejolak harga pangan strategis nasional, termasuk

daging sapi. Diduga hal itu disebabkan masalah kelancaran pasokan, sementara

harga di tingkat petani cenderung tetap. Kondisi ini memunculkan pertanyaan

seberapa jauh sistem tata niaga yang terbangun saat ini dinilai baik dan efisien,

seberapa jauh pelaku pasar telah bekerja dengan baik, dan seberapa jauh

pemerintah dapat berperan untuk melakukan tugasnya dalam mengatur dan kalau

perlu mengintervensi sehingga terbangun sistem tata niaga yang baik dan efisien.

Dalam upaya stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok tersebut,

Kementerian Pertanian telah melakukan kegiatan intervensi. Untuk komoditas daging

Page 31: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

2

sapi, dilakukan pembukaan kran impor daging kerbau dari India dan mendorong

Kelompok Tani Ternak menjualnya langsung produk yang dihasilkan ke konsumen

melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Hal yang sama juga dilakukan oleh BULOG

dengan mendirikan Rumah Pangan Kita (RPK). Pemerintah, melalui Kementerian

Perhubungan dan PT. Pelni memberikan fasilitas Kapal Ternak terkait dengan

dibangunnya Tol Laut, untuk memberi kemudahan akses Kelompok Tani Ternak dari

sentra produsen ke sentra konsumen.

Upaya tersebut ditujukan untuk memotong rantai pasokan yang dianggap

terlalu panjang dan tidak efisien dan menyebabkan terjadinya permasalahan

kontinuitas pasokan, harga yang tidak stabil dan disparitas harga yang besar di

tingkat produsen dan konsumen. Dengan upaya ini diharapkan peternak dapat

menikmati harga yang wajar, pasokan lancar dan konsumen dapat membeli dengan

harga yang lebih murah.

Pertanyaannya adalah apakah langkah intervensi tersebut dapat berlanjut ke

depan untuk menggantikan sistem tata niaga yang selama ini telah terbangun sekian

lama? Apakan langkah intervensi tata niaga tersebut dapat dilaksanakan secara

nasional atau hanya bersifat lokal? dan Apakah kebijakan intervensi tersebut

berakibat ongkos sosial besar yang harus ditanggung pemerintah dan masyarakat.

1.2. Tujuan

Tujuan umum kajian ini ialah merumuskan alternatif tata niaga komoditas

strategis yang baik dan efisien. Secara rinci, tujuan kajian ini ialah:

1. Mengkaji sistem tata niaga komoditas strategis daging sapi yang berlaku saat

ini,

2. Mengevaluasi efektifitas sistem tata niaga yang berlaku di pasar umum dan

sistem tata niaga introduksi,

3. Merumuskan rekomendasi alternatif sistem tata niaga komoditas strategis yang

dinilai baik dan efisien.

Page 32: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

3

1.3. Output dan Manfaat

Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan alternatif rumusan kebijakan

sistem tata niaga komoditas daging sapi yang dinilai baik dan efisien. Hal itu dapat

tercermin dari perbaikan penyampaian hasil ternak sapi dari produsen kepada

konsumen dalam bentuk daging dengan harga yang wajar, harga stabil, dan terjadi

pembagian keuntungan yang adil diantara pelaku tata niaga.

Page 33: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

4

II. METODOLOGI

2.1. Kerangka Pemikiran

Istilah tata niaga sering juga diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi

yaitu suatu macam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan

barang dari produsen ke konsumen (Mubyarto, 1973). Menurut Sihombing (2010),

kegiatan tata niaga adalah sebagian dari kegiatan distribusi. Distribusi menimbulkan

suatu kesan seolah-olah orang-orang yang bergerak di dalam bagian ini bersifat

statis, menunggu saja apa yang akan mereka peroleh dari produsen untuk dibagi-

bagikan lagi kepada konsumen.

Fungsi tata niaga mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang

diinginkan pada tempat, waktu dan bentuk serta harga yang tepat. Fungsi tata niaga

terdiri dari tiga fungsi pokok, yaitu: (1) Fungsi pertukaran, meliputi: (a) penjualan,

yaitu menjual barang kepada konsumen dengan harga yang memuaskan dan (b)

pembelian, yaitu membeli barang dari penjual dan kemudian menjualnya kembali

dengan harga yang telah disepakati; (2) Fungsi pengadaan secara fisik, meliputi: (a)

pengangkutan, yaitu pemindahan barang dari tempat produksi dan atau tempat

penjualan ke tempat-tempat dimana barang tersebut akan terpakai (kegunaan

tempat), dan penyimpanan, yaitu penahanan barang selama jangka waktu antara

dihasilkan atau diterima sampai dijual (kegunaan waktu) serta pengolahan; (3)

Fungsi pelancar/fasilitas, meliputi : (a) pembiayaan, yaitu mencari dan mengurus

modal uang yang berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam arus barang dari sektor

produksi sampai sektor konsumsi, (b) penanggungan risiko, usaha untuk mengelak

atau mengurangi kemungkinan rugi karena barang yang rusak, hilang, turunnya

harga dan tingginya biaya, (c) standardisasi dan grading, yaitu penentuan atau

penetapan dasar penggolongan (kelas atau derajat) untuk barang dan memilih

barang untuk dimasukkan ke dalam kelas atau derajat yang telah ditetapkan dengan

jalan standardisasi, dan (d) informasi pasar, yaitu mengetahui tindakan-tindakan

Page 34: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

5

yang berhubungan dengan fakta-fakta yang terjadi, penyampaian fakta, menafsirkan

fakta dan mengambil kesimpulan akan fakta yang terjadi.

Saluran tata niaga adalah jalur yang dilalui komoditas dari titik produsen

sampai titik konsumen akhir. Dengan mengikuti saluran tata niaga dapat diketahui :

(a) jumlah produk yang dijual petani kepada tengkulak atau langsung ke konsumen

akhir atau ke pedagang besar, (b) peranan dari pelaku tata niaga termasuk peranan

petani dan (c) tempat terjadinya informasi. Panjang pendeknya saluran tata niaga

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : (a) jarak produsen – konsumen, (b)

cepat lambatnya produk rusak (c) skala produksi, (d) posisi keuangan perusahaan,

(e) derajat standardisasi, (f) kemewahan produk, (g) nilai unit dari produk, (h)

bentuk pemakaian produk, dan (i) struktur pasar (Nasruddin, 1999). Lembaga tata

niaga mempunyai peranan dalam menjembatani kesenjangan-kesenjangan yang ada

antara titik produsen dan titik konsumen, yang menyangkut kesenjangan karena

waktu, bentuk, pemilikan, informasi dan nilai. Lembaga atau perantara tata niaga

dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu pedagang perantara dan agen perantara.

Golongan yang pertama menguasai dan memiliki barang, sedangkan golongan yang

kedua menguasai tetapi tidak memiliki barang dagangan.

Keragaan pasar merupakan hasil akhir yang dicapai akibat dari penyesuaian

yang dilakukan oleh lembaga tata niaga pada struktur pasar tertentu, didefinisikan

sebagai seberapa bagus sistem pemasaran bisa memenuhi harapan masyarakat dan

pelaku pasar. Secara teoritis keragaan suatu industri ditentukan oleh dua faktor yaitu:

struktur industri (jumlah dan ukuran perusahaan, derajat diferensiasi produk, dan

kemudahan keluar masuk pasar); dan market conduct (harga di tingkat produsen,

produk dan strategi promosi). Ada tiga indikator penting yang menggambarkan

keragaan pasar, yaitu biaya tata niaga, marjin tata niaga dan harga.

2.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Kajian ini dilakukan pada saluran tata niaga yang eksisting dan saluran tata

niaga introduksi sejak dari ternak hingga daging sapi. Cakupan lokasi mewakili

daerah produsen sapi dan konsumen daging sapi.

Page 35: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

6

2.3. Lokasi Penelitian dan Responden

Kajian ini mengambil lokasi sentra produksi di Jawa yaitu Provinsi Jawa

Tengah khususnya Kabupaten Pati dan Kabupaten Grobogan dan di luar Jawa yaitu

Provinsi NTT khususnya di Kota dan Kabupaten Kupang. Selain itu, data dan

informasi diperoleh juga dari institusi terkait di sentra Konsumsi DKI Jakarta

Responden yang digunakan mencakup peternak anggota KTT Setetes Madu

Kabupaten Kupang 10 orang, KTT di Jawa tengah Loh Jinawi dua orang dan KTT

Tayu Pati dua orang, pedagang dalam provinsi Jawa Tengah di Kabupaten Pati tiga

orang, pedagang antar provinsi Jawa Tengah empat, pedagang antar provinsi NTT 15

orang, asosiasi pedagang pengirim NTT empat orang, pedagang pada TTI Center di

Jakarta dua orang, dan perwakilan supermarket di DKI Jakarta delapan orang.

Selain itu juga diwawancarai berbagai pejabat terkait pada Dinas yang

membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi DKI Jakarta delapan

orang, Provinsi NTT empat orang, Kabupaten Kupang tujuh orang, Dinas

membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten/kota lain di NTT

tujuh orang. Kabupaten Pati tiga orang, Kabupaten Grobogan tiga orang, Balai

Karantina Kelas I Tenau Kupang tiga orang, Puskud NTT satu orang, PT. Pelni

Cabang NTT dua orang, Direktorat Lala Kemenhub NTT tiga orang, Badan Pengelola

Perizinan Satu Pintu satu orang, Bulog empat orang, dan PD. Darma Jaya Jakarta tiga

orang. Secara keseluruhan responden dalam kajian ini sebanyak 99 orang.

2.4. Data dan Metode Analisis

Data dan informasi dikumpulkan melalui wawancara menggunakan pedoman

wawancara dan melalui FGD. Kegiatan FGD dilakukan bersamaan dengan kegiatan

yang dilakukan oleh Pihak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kota Kupang

dan yang dilakukan oleh Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI

Jakarta di Jakarta dengan melibatkan berbagai pihak terkait.

Metoda analisis yang digunakan didasarkan kepada analisis fungsi-fungsi tata

niaga yaitu analisis Struktur, Perilaku, dan Keragaan (Structure, Conduct, and

Page 36: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

7

Performance-SCP), Biaya dan Marjin Tata niaga, Efisiensi Pemasaran dan Analisis

Efektivitas Kebijakan Pemerintah.

a. Struktur Pasar

Struktur pasar dalam suatu industri akan menentukan perilaku dan kinerja

pasar tersebut. Struktur pasar menjelaskan tentang definisi industri dan perusahaan,

mengenai jumlah pelaku yang ada dalam satu pasar, distribusi perusahaan dengan

berbagai ukuran dan diferensiasi produk, serta syarat-syarat keluar masuk pasar

(Azzaino, 1981). Menurut Dahl dan Hammond (1977) terdapat empat karakteristik

untuk menentukan struktur pasar yaitu: (1) jumlah perusahaan yang terdapat pada

suatu pasar; (2) diferensiasi produk; (3) kemudahan memasuki pasar; (4) status

pengetahuan tentang biaya, harga dan kondisi pasar diantara pelaku pemasaran.

Beberapa ukuran untuk melihat struktur pasar adalah: (a) konsentrasi pasar

(market concentration) diukur berdasarkan persentase dari penjual atau aset atau

pangsa pasar; (b) Kebebasan keluar-masuk (exit-entry) pasar bagi calon penjual; dan

(c) diferensiasi produk (product differentiation) dengan mengubah kurva permintaan

yang elastis menjadi kurva permintaan yang inelastis (Asmarantaka, 2009). Pasar

dapat diklasifikasikan sebagai pasar persaingan sempurna (banyak pembeli dan

penjual), monopolistik (banyak perusahaan), oligopoly (sedikit perusahaan) atau

monopoli (perusahaan tunggal). Pada struktur pasar yang berbeda sistem

pemasarannya juga berbeda.

b. Perilaku Pasar

Perilaku pasar merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan perusahaan untuk

mencapai tujuan tertentu. Terdapat tiga kriteria untuk melihat perilaku pasar yaitu

strategi harga, kondisi entry dan tipe produk. Perilaku pasar mencakup

(Asmarantaka, 2009; Saptana dan Saliem, 2015): (a) Penentuan harga dan jumlah

output, secara bersama-sama atau price leadership; (b) Perilaku dalam kerjasama

antar pelaku usaha dapat direfleksikan oleh pola interaksi dan koordinasi antar

pelaku; (c) Kebijakan promosi produk (product promotion policy), melalui pameran

Page 37: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

8

atau iklan atas nama perusahaan (Commodity Check of Program & Levy System);

dan (d) Predatory and Exclusivenary, strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan

untuk mendorong perusahaan pesaing keluar dari pasar.

Perilaku pasar mengacu pada pola perilaku yang diikuti perusahaan-

perusahaan dalam menyesuaikan diri dengan pasar di mana mereka menjual atau

membeli. Perilaku itu meliputi metode dan kriteria yang digunakan oleh perusahaan

atau kelompok perusahaan dalam menentukan keluaran, kebijakan penetapan harga,

kebijakan produk, dan kebijakan promosi mereka serta hubungan mereka satu sama

lain. Mempelajari perilaku pasar yang tercermin dalam aksi yang dilakukan oleh suatu

perusahaan atau pembeli sangat membantu dalam memahami pemasaran.

c. Keragaan Pasar

Keragaan adalah hasil dari kekuatan perusahaan dan perilaku perusahaan

(Azzaino, 1981; Asmarantaka, 2009). Keragaan pasar merupakan hasil akhir yang

dicapai akibat dari penyesuaian yang dilakukan oleh lembaga tata niaga pada struktur

pasar tertentu, didefinisikan sebagai seberapa bagus sistem pemasaran bisa

memenuhi harapan masyarakat dan pelaku pasar. Secara teoritis keragaan suatu

industri ditentukan oleh dua faktor yaitu: struktur industri (jumlah dan ukuran

perusahaan, derajat diferensiasi produk, dan kemudahan keluar masuk pasar); dan

market conduct (harga di tingkat produsen, produk dan strategi promosi)

d. Biaya dan Marjin Tata Niaga

Marjin tata niaga didefinisikan sebagai perbedaan harga atau selisih harga yang

dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen atau dapat pula

dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tata niaga sejak dari

tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Pengeluaran yang harus dilakukan

untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut biaya tata niaga

(Utami, 2009). Hammond dan Dahl (1977), yang dikutip dalam Utami (2009),

menyatakan bahwa marjin tata niaga menggambarkan perbedaan harga di tingkat

konsumen dengan harga ditingkat produsen. Setiap lembaga pemasaran melakukan

Page 38: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

9

fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual

dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Tomeck

dan Robinson (1990) mendefinisikan margin pemasaran (tata niaga) adalah: (1)

perbedaan harga yang dibayar konsumen dan harga yang diterima produsen, atau

(2) sebagai harga yang dibayar untuk balas jasa pelaku tata niaga yang dipengaruhi

oleh permintaan dan penawaran jasa tersebut. Termasuk dalam margin tata niaga

adalah seluruh biaya pemasaran (marketing cost) yang dikeluarkan oleh pelaku tata

niaga mulai dari gerbang petani sampai konsumen akhir dan keuntungan pemasaran

(marketing profit) yang merupakan balas jasa pelaku tata niaga dalam menjalankan

fungsinya.

e. Analisis Efektivitas Kebijakan Pemerintah.

Dalam melancarkan pasokan pangan strategis, stabilisasi pasokan dan harga

pangan pokok dan mengurangi disparitas harga pangan antara produsen dan

konsumen, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian melakukan kegiatan intervensi

dengan cara mendorong dilakukannya pembelian langsung sapi dari peternak dan

atau mendorong Kelompok tani menjualnya langsung ke konsumen melalui Toko Tani

Indonesia (TTI). Kebijakan tersebut perlu dievaluasi dalam hal kemungkinannya

dapat dikembangkan berlanjut ke depan untuk menggantikan sistem tata niaga yang

selama ini telah terbangun, apakah kebijakan tersebut dapat dilaksanakan secara

nasional atau hanya bersifat lokal, dan ongkos sosial yang kemungkinan ditanggung

pemerintah dan masyarakat.

Page 39: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kasus NTT – DKI Jakarta dan Sekitarnya

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu sentra produksi

sapi potong nasional. Produk sapi siap potong dari daerah ini dijual untuk kebutuhan

lokal dan antar provinsi. Tujuan utama perdagangan sapi antar provinsi adalah DKI

Jakarta dan Kalimantan Timur. Moda transportasi yang digunakan dalam kegiatan

perdagangan antar provinsi yang juga termasuk kategori antar pulau adalah kapal

laut. Selain dalam bentuk ternak hidup, dari daerah ini ada juga perdagangan daging

sapi ke provinsi lain, khususnya DKI Jakarta dan Surabaya menggunakan moda

pesawat udara dan tujuan Makasar menggunakan kapal penumpang (Ilham, et al.

2013).

Selama ini pengangkutan sapi ke daerah tujuan pemasaran menggunakan

kapal laut berupa kapal kargo. Kelemahan penggunaan kapal kargo adalah:

jadwalnya tidak dapat dipastikan karena tergantung ada tidaknya muatan kargo

menuju ke arah kawasan timur Indonesia, dan saat kembali ke arah Barat dalam

keadaan kosong digunakan untuk mengangkut sapi; (2) karena berupa kapal kargo,

fasilitas loading dan unloading sapi menggunakan crane layaknya untuk barang

umum, sehingga menyiksa ternak dan melanggar aspek kesejahteraan hewan; dan

(3) ada kecenderungan penggunaan kapal hanya dilakukan oleh pelaku usaha

tertentu yang mengarah ke monopsoni dalam hal penggunaan jasa angkutan,

sehingga pelaku usaha lain menjadi terhambat. Berdasarkan hal itu, Pemerintah

memberi fasilitas khusus berupa kapal ternak yang diberi nama Kapal Camara

Nusantara 1 (KCN-1) untuk mengangkut sapi dari Pelabuhan Tenau dan Waingapu

NTT. Jalur angkutan menggunakan KCN-1 merupakan rantai pasok introduksi.

3.1.1. Kondisi yang Berlaku Menggunakan Kapal Kargo

Daerah sentra produksi sapi di Provinsi NTT sangat menyebar dengan sentra

produksi utama di Kabupaten Kupang, TTS, TTU, serta Sumba dan Sumbawa.

Page 40: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

11

Kabupaten Kupang tersebar di 10 kecamatan. Daerah sentra produksi peternakan

sapi yang berkembang sejak lama hingga kini adalah Kecamatan Amarase, Angfoang

Utara, Angfoang Selatan dan Angfoang Tengah, Angfoang Timur, Angfoang Barat

Daya, Angfoang Barat Laut, Fatuleu Barat, Fatuleu Tengah, Fatuleu Timur dan

Fatuleu, Kecamatan Sulamu, dan Kecamatan Takari. Pola usahaternak ada yang

dilepas bebas selama 1 kali per minggu sapi pulang, dilepas di padang

penggembalaan dan atau diikat, atau dilepas siang dan malam dikandangkan.

Umumnya pada saat sapi pulang ke kandang (palang) sapi diberikan hijauan pakan

lamtoro, jerami, atau rumput alam. Umumnya sapi yang dilepas di padang

penggembalaan diberi cap bakar dengan model yang variasi.

Sebagian besar sumber perolehan ternak sapi oleh Pedagang Pengirim untuk

tujuan Jakarta dan sekitarnya hanya berasal dari Kabupaten Kupang, Kota Kupang,

dan Timor Tengah Selatan (TTS). Sebagian besar diperoleh dari Pasar Hewan (70-

80%), pedagang pengumpul desa/pedagang pengepul (10-20%), usaha

penggemukan sendiri (5-10 %) dan petani peternak (5 %). Setiap hari pasaran

pedagang pengirim bisa mendapatkan 20-50 ekor, kekurangannya dari stok sapi di

kandang penampungan milik sendiri.

Pola pengadaan yang dilakukan adalah melakukan pembelian dari pedagang

pengepul desa terutama dilakukan di pasar hewan. Pasar hewan mulai buka dini hari

hingga jam 12 siang. Hubungan antara pembeli dan penjual bebas dan terdapat

beberapa pedagang langganan tanpa ikatan. Kemudian ditampung di kandang

penampungan selama 7-14 hari kemudian dikirim melalui kapal kargo baik ke Jakarta

dan sekitarnya (20-30%) maupun ke Kalimantan Timur (70-80%). Sisa sapi yang

belum mencapai berat 250-275 Kg digemukkan terlebih dahulu, sekitar 1-2 bulan

untuk mencapai berat 275 Kg/ekor baru dikirim ke Jakarta dan sekitarnya atau

Kalimantan Timur.

Pada tahun 2016 terdapat daftar pengusaha 120 pedagang pengirim di NTT

dengan kuota 65.000 ekor sapi dan jumlah realisasi pengiriman sudah mencapai

55.000 ekor/tahun untuk tujuan Jakarta dan sekitarnya dan kalimantan Timur, kuota

Page 41: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

12

kerbau 5.500 ekor dengan realisasi pengiriman 4.079 ekor untuk tujuan Sulawesi

Selatan, dan kuota Kuda 6.170 ekor dengan realisasi pengiriman 5.119 ekor untuk

tujuan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2017 diperkirakan pengiriman keluar sebanyak

70.000 – 76.000 ekor.

Dalam pengiriman sapi ke Jakarta dan sekitarnya ada dua moda transportasi

yaitu kapal kargo dan kapal ternak Kapal Camara Nusantara 1 (KCN-1). Pada saat

hanya menggunakan kapal kargo pengiriman sapi dari NTT ke luar sebesar 55.000

ekor dan setelah adanya satu kapal ternak KCN-1 pengiriman mencapai 65.000

ekor/tahun. Pada waktu pengiriman dengan karga frekuensi pengiriman hanya 12-18

kali/tahun, setelah ada kapal KCN-1 frekuensi pengiriman menjadi 24-25 kali/tahun.

Sementara itu, dengan kapasitas pengiriman saat hanya dengan kapal kargo

sebanyak 250 ekor dan setelah ada KCN-1 mampu mencapai 500 ekor/pengiriman.

Setiap pengiriman ternak sapi baik dengan kapal kargo maupun kapal KCN-1

harus melalui pemeriksaan Balai Karantina Pertanian KLS Sikupang. Prosedur

persyaratan sudah lebih disederhanakan, jika dulu ada 14 persyaratan (check list)

sekarang tinggal sedikit. Beberapa kegiatan yang dilakukan jasa karantina: (a) jasa

kandang inap sebesar Rp 500,-/ekor; (b) pengasingan Rp 500,-/ekor; (c) perlakuan

disinfektan Rp 500,-/ekor; (d) pengujian laboratorium Rp 5000,-/ekor terdiri atas uji

RBT secara random yang dicurigai sebanyak 10 % dan uji laboratorium Rp 5.000,-

/ekor; (e) sertifikat untuk setiap perusahaan per pengapalan sebesar Rp 5.000,-/ekor.

Total biaya dikarantina diperkirakan sebesar Rp 10.000,-/ekor. Jika secara

laboratorium ada RBT maka langsung dilakukan pemotongan. Pola perdagangan

ternak di Kabupaten Kupang untuk tujuan Jakarta dapat dilihat pada Gambar 1.

Jumlah perusahaan yang mengirim sapi dari Pelabuhan Tenau dan Waing Apu

tujuan Pelabuhan Tanjung Priok berkisar antara 4-11 pengusaha dengan jumlah

pengiriman 353 ekor -511 ekor. Biaya transportasi dengan kapal kargo mencapai Rp

1.100.000,-/ekor, sedangkan dengan Tol Laut KCN-1 hanya Rp 650.000 karena ada

subsidi pemerintah ke Kementerian Perhubungan. Biaya tersebut sudah mencakup

transportasi/angkut, pakan dan minum, pengawal (klader), serta retribusi.

Page 42: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

13

Gambar 1. Rantai Tata Niaga Ternak dan Daging Sapi dari NTT ke Jakarta dan

sekitarnya, 2016

Harga jual sapi ditingkat petani peternak bervariasi, tergantung cara

pembelian, kalau jogrok harga antara Rp 32.000-33.000,-/Kg bobot hidup,

sedangkan harga dengan sistem timbang sebesar Rp. 29.000 – 31.000,-/Kg bobot

hidup atau rata-rata Rp 30.000,-/Kg, sementara itu harga di Holding

Ground/Karantina Rp 33.000/Kg bobot hidup. Perbedaan harga antara sistem

timbang dan jogrok disebabkan pada sistem timbang pedagang pengepul

memberikan pakan yang dicampur air yang banyak, sehingga timbangannya berat.

Sementara itu harga jual di Jakarta dan sekitarnya relatif sama, yaitu sebesar Rp

43.000,-/Kg. Batas bobot sapi yang bisa dikirim keluar menurut Pergub adalah 275

Kg/ekor, yang bobot kurang dikembalikan untuk digemukkan kembali, namun

kenyataannya bobot 250 Kg dapat dikirim.

Setiap pedagang pengirim untuk tujuan Jakarta dan sekitarnya sudah memiliki

pelanggan masing-masing. Sebagai ilustrasi Pak Mahmud Mukhlis pedagang pengirim

dari NTT memiliki 2 pedagang penerima di Jakarta yang menjadi langganannya, yaitu

PT HD/Pak Hendrik dan UD Faqih/Pak H. Faqih di Pulo Gadung. Selanjutnya dari PT

Peternak PP Desa/

PUSKUD

Pasar

Hewan

P Pengirim/ P Antar Pulau

Pedagang Penerima Jakarta/Pedagang

Pemotong

Pedagang Grosir/ Pengecer Pasar

Konsumen

RM-Resto/ HORECA

Konsumen

Rumah Tangga

Pasar Modern (SM/HM,

Meatshop)

Page 43: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

14

HD dijual kepada pedagang pemotong di Jakarta dan sekitarnya, sedangkan UD Faqih

dijual ke PD Dharma Jaya. Berdasarkan wawancara dengan pedagang pengirim dari

NTT profit margin dalam bisnis pengiriman sapi ke Jakarta dan sekitarnya relatif sama

antar pedagang yang berkisar antara Rp 2000-5000,-/Kg berat hidup.

Permasalahan pokok yang dihadapi dalam bisnis antar pulau sapi adalah: (a)

peoses pemberian surat rekomendasi dari daerah kabupaten asal ternak tergolong

lama (7-14 minggu); (b) Dinas Peternakan Kabupaten/Kota dipandang kurang adil

dalam memberikan surat ijin rekomendasi, jika hubungan baik dapat kuota banyak,

jika tidak dapat kuota sedikit; dan (c) Persyaratan sapi lebih besar 275 Kg/ekor sulit

dipenuhi, karena umumnya sapi dijual oleh peternak 250 kg/ekor.

Pada Tabel 1 menyajikan secara rinci biaya yang dikeluarkan oleh masing-

masing pelaku tata niaga serta marjin tata niaga yang diterima pelaku tata niaga

ternak sapi dan daging sapi asal peternak rakyat NTT untuk tujuan pedagang

penerima/pedagang pemotong di Jakarta dan sekitarnya. Berdasarkan struktur biaya,

serta harga beli dan harga jual pada masing-masing tingkatan pelaku tata niaga

diperoleh beberapa informasi pokok sebagai berikut: (a) Besarnya total margin tata

niaga setara daging sapi sebesar Rp 16.170,-/Kg, yang terdiri atas biaya margin tata

niaga Rp 7.010,-Kg dan keuntungan yang diterima oleh seluruh pelaku tata niaga

sebesar Rp. 9.160,-/Kg; (c) Secara berturut-turut biaya tata niaga yang dikeluarkan

oleh masing-masing pelaku tata niaga adalah pedagang pengirim dari NTT ke

pedagang penerima di Jakarta sebesar Rp 3.740,-/Kg, pedagang pengumpul

desa/antar desa sebesar Rp. 1.600,-/Kg, dan pedagang pengecer sebesar Rp. 950,-

/Kg; (d) Secara berturut-turut keuntungan terbesar diterima oleh pedagang

pedagang pengirim ke Jakarta sebesar Rp. 3.540,-/Kg, pedagang pengecer 2.500,-

/Kg, pedagang pengumpul desa/antar desa sebesar Rp. 2.400,-/Kg; dan (e) Dengan

demikian pedagang yang memperoleh keuntungan total terbesar adalah pedagang

pengirim NTT ke Jakarta dan sekitarnya, karena volume penjualan yang besar

ditambah keuntungan per unit juga terbesar.

Page 44: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

15

Tabel 1. Analisis Margin Tata Niaga Daging Sapi melalui Pedagang Penerima di

Jakarta pada Pola Usahaternak Rakyat di NTT, 2016

No Uraian Biaya/Harga (Rp/Kg)

I Peternak 31.000

II Pedagang Pengepul/agen/broker

1. Harga Beli Sapi Hidup (Rp/Kg) 31.000

2. Biaya yang dikeluarkan

a. Biaya Transportasi 1000

b. Bongkar-muat 200

c. Biaya handling/Packing 100

d. Biaya Penampungan/penyimpanan 250

e. Biaya Lainnya (retribusi) 50

Sub Total Biaya 1.600

3. Harga jual 35.000

4. Keuntungan 2.400

III Pedagang Pengirim

1. Harga Sapi Hidup (Rp/Kg) 35.000

2. Biaya yang dikeluarkan

a. Biaya Transportasi ke kapal 1000

b. Bongkar-muat 100

c. Biaya pengapalan 2.400

d. Biaya klader/pengawalan 120

e. Biaya pakan 50

a. Biaya karantina 50

b. Biaya lainnya 20

Sub Total Biaya 3.740

3. Harga jual 43.000

4. Keuntungan 3.540

IV Pedagang Penerima/Pemotong

1. Harga Beli 43.000

2. Biaya yang dikeluarkan

a. Biaya Transportasi 450

b. Bongkar-muat 100

c. Biaya pakan 100

d. Biaya penampungan 50

e. Biaya lainnya 20

Sub Total Biaya 720

3. Harga jual (Kg) 45.000

4. Keuntungan 1.280

Page 45: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

16

Tabel 1. Analisis Margin Tata Niaga Daging Sapi melalui Pedagang Penerima di

Jakarta pada Pola Usahaternak Rakyat di NTT, 2016 (Lanjutan)

No Uraian Biaya/Harga (Rp/Kg)

V RPH

1. Harga beli 45.000

2. Jasa pemotongan 225

3. Biaya penanganan 75

Total Biaya 300

4. Harga konversi daging sapi 90.000

5. Harga jual tingkat RPH 90.300

VI Pedagang Pengecer Pasar

1. Harga beli 90.300

2. Biaya angkut 400

3. Biaya penanganan 100

4. Biaya penanganan 100

5. Sewa tempat 25

6. Biaya tenaga kerja 300

7. Biaya retribusi 25

Total biaya 950

Harga jual 93.750

Keuntungan 2.500

3.1.2. Kondisi Introduksi Menggunakan Kapal Ternak

Sebelum tanggal 6 Desember tahun 2015 distribusi ternak dari NTT ke Jakarta

menggunakan kapal kargo dengan rute Kupang – Surabaya – Jakarta. Pada saat itu

jadwal kapal tidak teratur dan cenderung lama sehingga menambah biaya distribusi

berupa biaya perawatan sapi di kandang pengumpulan dan karantina serta

menyusutnya berat badan sapi. Keterbatasan kapal saat itu, menyebabkan banyak

pedagang tidak memiliki akses menggunakan jasa angkutan ternak dengan kapal

kargo.

Untuk melancarkan sistem distribusi dengan harapan memotong rantai tata

niaga, pemerintah menyediakan fasilitas Kapal Ternak Camara Nusantara-1 dengan

rute awalnya Kupang – Cirebon – Jakarta dan kemudian menjadi Kupang – Jakarta.

Selain itu, penyediaan kapal ternak dapat meningkatkan akses para pedagang

Page 46: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

17

pengirim dari NTT ke Jakarta dengan kepastian jadwal sehingga membuka suasana

menjadi kompetitif dan efisien.

Upaya memotong rantai pasok antara lain didukung dengan membangun

koperasi yang beranggotakan peternak. Dimana diharapkan peternak melalui

koperasi merupakan salah satu pengguna fasilitas kapal ternak. Untuk kelancaran

pemanfaatan kapal ternak, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan

memberikan subsidi untuk biaya angkut ternak, dengan harga Rp300.000/ekor. Jika

dibandingkan dengan kapal kargo, untuk mengirim satu ekor dari Kupang ke Jakarta

dibutuhkan biaya Rp1.100.000. Sementara itu dengan kapal ternak bersubsidi,

ditambah biaya pakan dan pengawal hanya Rp700.000/ekor.

Sebenarnya pedagang pengirim tidak harus menyediakan pakan ternak selama

pelayaran karena sudah disiapkan pihak pengelola kapal ternak. Namun dalam

prakteknya, pakan yang selama ini disediakan pengelola kapal tidak disukai oleh

ternak sapi asal Kupang, TTS, dan Rote. Ke depan pihak pengelola kapal berusaha

menyediakan pakan yang layak dan disukai ternak. Penyediaan pakan bergizi dan

memiliki palatabilitas (daya suka) tinggi sangat diperlukan dalam proses distribusi

sapi melalui kapal agar penyusutan berat badan dapat dikurangi.

Pemberian subsidi dan fasilitas kapal ternak diharapkan dapat meningkatkan

daya saing produk karena biaya transportasi murah dan penyusutan berat badan sapi

berkurang. Data akurat mengenai penyusutan berat badan yang berkurang belum

diperoleh karena sapi yang diangkut dari Kupang selama ini beratnya tidak ditimbang,

tetapi hanya diperkirakan. Akan tetapi sapi yang diterima pedagang di Jakarta,

umumnya ditimbang. Ke depan diharapkan sapi yang menggunakan kapal ternak

beratnya ditimbang saat di daerah asal dan setelah sampai ke daerah tujuan.

Sejak pertama beroperasi yang merupakan masa uji coba pada tanggal 6

Desember 2015, KCN-1 mengangkut sebanyak 353 ekor. Hingga tanggal 9 Nopember

2016, sudah terangkut 21 kali dengan jumlah sapi 10.371 ekor atau rata-rata 494

ekor per pelayaran. Untuk meningkatkan pelayanan terhadap sapi selama pelayaran,

Page 47: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

18

para pengawal sapi atau kleder yang merupakan anak buah pedagang pengirim

sudah dilatih sebanyak 40 orang di Surabaya.

Adanya beberapa syarat bagi pengguna kapal ternak, seperti melaporkan

harga beli sapi oleh pedagang pengirim dan harga jual daging oleh pedagang

penerima dengan harga tertentu, menyebabkan banyak penolakan yang dilakukan

pedagang. Namun lama kelamaan, peminat pengguna kapal ternak semakin

meningkat. Oleh karena itu harus ada kesepakatan siapa yang boleh naik dan dengan

kriteria apa saja. Saat ini, jumlah perusahaan perdagangan ternak antar pulau yang

mendapat izin dari Kupang, Waingapu dan Flores tercatat ada 120 unit . Tidak

diketahui dari 120 unit tersebut jumlah pemiliknya berapa, yang penting harus

dipikirkan apa kriteria untuk dapat memanfaatkan kapal ternak sehingga proses

pengirimnya memiliki kehandalan, sehingga semua pihak terkait memperoleh

manfaat.

Sebelum menggunakan kapal KCN-1, penggunaan kapal kargo dapat

menyebabkan berat badan sapi susut antara 10-15 persen. Penggunaan Kapal KCN-1

seharusnya dapat mengurangi susut berat badan. Untuk itu perlu tersedia fasilitas

berupa hlding ground (HG) untuk menampung ternak sebelum dikirim menggunakan

kapal. Selama ini HG identik dengan instalasi karantina. Karena tidak tersedia

karantina, maka sapi yang akan dikirim melalui karantina tidak bisa all in-all out, akan

tetapi masuh dicicil dan keluar sesuai kapasitas kapal. Akibatnya sapi berada di

karantina melebihi batas waktu, jika kondisi karantina kurang memadai dapat

menyebabkan sapi stress dan terjadi penurunan berat badan sebelum sapi diangkut

ke kapal. Jika tersedia HG, maka pelayanan di karantina diharapkan dapat dilakukan

secara all in-all out untuk memudahkan dan efisiensi pelayanan dan mengurangi

susut berat badan sapi.

Pada Tabel 2 menyajikan secara rinci biaya yang dikeluarkan oleh masing-

masing pelaku tata niaga serta marjin tata niaga yang diterima pelaku tata niaga

ternak sapi dan daging sapi asal peternak rakyat NTT untuk tujuan PD Dharma Jaya

melalui RPH Cakung. Berdasarkan struktur biaya, serta harga beli dan harga jual

Page 48: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

19

Tabel 2. Analisis Margin Tata Niaga Daging Sapi melalui PD Dharma Jaya pada Pola

Usahaternak Rakyat di NTT, 2016

No Uraian Biaya/Harga (Rp/Kg)

I Peternak 32.000

II Pedagang Pengepul/agen/broker

1. Harga Beli Sapi hidup (Rp/Kg) 32.000

2. Biaya yang dikeluarkan

a. Biaya Transportasi 800

b. Bongkar-muat 200

c. Biaya handling/Packing 100

d. Biaya Penampungan 250

e. Biaya Lainnya (retribusi) 50

Sub Total Biaya 1.400

3. Harga jual 35.000

4. Keuntungan 1.600

III Pedagang Pengirim

1. Harga Sapi Hidup (Rp/Kg) 35.000

2. Biaya yang dikeluarkan

c. Biaya Transportasi ke kapal 600

d. Bongkar-muat 100

e. Biaya pengapalan 1.320

f. Biaya klader/pengawalan 120

e. Biaya pakan 50

f. Biaya karantina 50

g. Biaya lainnya 20

Sub Total Biaya 2.260

3. Harga jual 41.000

4. Keuntungan 3.740

IV PD Dharma Jaya

1. Harga Beli 41.000

2. Biaya yang dikeluarkan

a. Biaya Transportasi 450

b. Bongkar-muat 100

c. Biaya pakan 100

d. Biaya penampungan 50

g. Biaya lainnya 20

Sub Total Biaya 720

3. Harga jual (Kg) 43.000

4. Keuntungan 1.280

Page 49: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

20

Tabel 2. Analisis Margin Tata Niaga Daging Sapi melalui PD Dharma Jaya pada Pola

Usahaternak Rakyat di NTT, 2016 (Lanjutan)

No Uraian Biaya/Harga (Rp/Kg)

V RPH Cakung

1. Harga beli 43.000

2. Jasa pemotongan 225

3. Biaya penanganan 75

Total Biaya 300

4. Harga konversi daging sapi 86.000

5. Harga jual RPH Cakung 86.300

VI Pedagang Pengecer Pasar

1. Harga beli 86.300

2. Biaya angkut 400

3. Biaya penanganan 100

4. Biaya penanganan 100

5. Sewa tempat 15

6. Biaya tenaga kerja 300

7. Biaya retribusi 25

Total biaya 940

Harga jual 90.000

Keuntungan 2.760

pada masing-masing tingkatan pelaku tata niaga diperoleh beberapa informasi pokok

sebagai berikut: (a) Besarnya total margin tata niaga setara daging sapi sebesar Rp

14.700,-/Kg, yang terdiri atas biaya margin tata niaga Rp 5.620,-Kg dan keuntungan

yang diterima oleh seluruh pelaku tata niaga sebesar Rp 9.080,-/Kg; (c) Secara

berturut-turut biaya tata niaga yang dikeluarkan oleh masing-masing pelaku tata

niaga adalah pedagang pengirim dari NTT ke Jakarta sebesar Rp 2.260,-/Kg,

pedagang pengumpul desa/antar desa sebesar Rp. 1.400,-/Kg, dan pedagang

pengecer sebesar Rp. 940,-/Kg, dan PD Dharma Jaya sebesar Rp 700,-/Kg; (d)

Secara berturut-turut keuntungan terbesar diterima oleh pedagang pedagang

pengirim sebesar Rp. 3.740,-/Kg, pedagang pengecer 2.640,-/Kg, pedagang

pengepul sebesar Rp. 1.600,-/Kg, dan PD Dharma Jaya sebesar Rp. 1.280,-/Kg; dan

(e) Dengan demikian pedagang yang memperoleh keuntungan total terbesar adalah

Page 50: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

21

pedagang pengirim, karena volume penjualan yang besar ditambah keuntungan per

unit juga terbesar.

3.2. Kasus Jawa Tengah – DKI Jakarta dan Sekitarnya

3.2.1. Kondisi yang Berlaku

Daerah sentra produksi ternak sapi dan daging sapi di Provinsi Jawa Tengah

cukup tersebar, secara berturut-turut 10 populasi terbesar adalah: Kabupaten Blora

272.910 ekor (13,30%), Grobogan 212.146 ekor (10,34%), Wonogiri 202.440 ekor

(9,87%), Rembang 164.803 ekor (8,03%), Sragen 122.146 ekor (5,95%), Pati

111.786 ekor (5,45%), Klaten 102.733 ekor (5,01%), Kebumen 99.061 ekor (4,83%),

Boyolali 98.248 ekor (4,79%), dan Kabupaten Semarang 61.590 ekor (3,00%) dari

total populasi sapi Jawa Tengah 2.051.407 ekor (Laporan tahunan Dinas Peternakan

dan Keswan, Provinsi Jateng, 2012). Hasil kajian Ilham et al., (2015) terdapat

beberapa saluran tata niaga ternak sapi dan daging sapi asal daerah sentra produksi

Jawa Tengah, yaitu untuk tujuan pasar lokal pusat-pusat konsumsi Jawa Tengah,

seperti Kota Semarang, Solo, dan Kota-Kota Kabupaten; dan tujuan pasar

Jabodetabek. Secara umum daerah sentra produksi pantura (Grobogan, Blora,

Rembang, Pati, sebagian Boyolali, Salatiga, Semarang) untuk tujuan pasar Jakarta

dan sekitarnya, sedangkan untuk daerah sentra produksi selatan (Kebumen, Klaten,

sebagian Boyolali, Sragen) untuk memasok pusat-pusat konsumsi setempat

(Semarang, Solo, Yogyakarta dan Kota-Kota Kabupaten).

Daerah-daerah sentra produksi wilayah utara Jawa Tengah mencakup

Kabupaten Grobogan, Blora, Rembang, Pati, sebagian Boyolali, Salatiga dan

Semarang; rantai tata niaga komoditas ternak sapi dan daging sapi di wilayah utara

cukup kompleks dengan berbagai tujuan pasar baik lokal maupun Jakarta dan

sekitarnya. Tujuan pasar lokal untuk memasok pasar-pasar tradisional, sedangkan

tujuan pasar Jakarta dan Jawa Barat ditujukan untuk memasok pasar tradisional,

pasar modern dan konsumen institusional (hotel, restaurant dan Catering). Secara

lebih terperinci rantai tata niaga komoditas ternak sapi dan daging sapi asal

Page 51: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

22

Kabupaten Pati dan daerah sentra produksi diwilayah utara dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Rantai tata niaga ternak dan daging sapi dari daerah sentra produksi Kabupaten Pati, Provinsi Jawa untuk berbagai tujuan pasar, 2016

Hasil usaha penggemukan sapi potong oleh peternak sebagian besar dijual ke

pedagang pengumpul desa (Blantik) baik dikandang maupun di pasar hewan dan ada

yang sebagian langsung dijual ke pedagang pemotong (pejagal). Pedagang yang

membeli sapi hasil penggemukan dijual kembali ke pedagang pemotong (pejagal)

dan khusus menjelang Hari Raya Idhul Qurban sapi tersebut sebagian besar dijual

kepada konsumen Ternak Qurban. Pembelian sapi penggemukan umumnya dari

Peternak Sapi

Penggemukan

Pedagang Sapi Bakalan dan

Sapi Siap Potong

di pasar Hewan kota

kabupaten

Peternak

Sapi Bakalan

Grosir/

Pengecer

RPH/Pedagang

Pemotong

Distributor

untuk pasar Jawa Barat

dan Jakarta

Restoran/

Rumah Makan

Rumah

Tangga

(20%)

Resto/RM

(35 %)

Supplier/pemasok

daerah sentra produksi

Hotel Katering

Konsumen Ternak

Qurban

35%

65%

20%

40%

30%

10%

Industri

(45 %)

100%

45% 35% 20%

Page 52: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

23

pasar hewan di kota-kota kabupaten, Pasar Hewan di Kabupaten Pati, Grobogan,

Blora, Rembang, Kudus dan Demak, serta Boyolali, Salatiga, dan Semarang.

Hasil pemotongan sapi berupa daging yang dilakukan pejagal Kota-Kota

Kabupaten wilayah utara (Pati, Grobogan, Blora, Rembang, Kudus dan Demak, serta

Boyolali, Salatiga, dan Semarang) dijual secara lokal dan kota-kota kabupaten dan

Kota Semarang melalui pedagang besar dan pedagang pengecer pasar, dan

restoran/rumah makan. Selanjutnya pedagang pengecer menjual ke konsumen

rumah tangga, rumah makan dan restoran. Pemasok di Kota Pati dan Semarang yang

memasok ke distributor di kota-kota Jawa Barat dan Jakarta dalam bentuk sapi hidup

ke pedagang penerima/pedagang pemotong ditujuan pasar. Daging sapi tersebut

oleh distributor/supplier kemudian untuk memasok pasar tradisional, pasar modern,

konsumen institusional (hotel, restoran dan katering).

Berdasarkan Gambar 2 ada beberapa alternatif rantai pasok ternak dan daging

sapi di Kabupaten (Pati, Blora, Grobogan, Kudus dan Demak) sebagai berikut :

1. Peternak – pedagang penerima/pemotong (pejagal) – restoran/rumah makan

2. Peternak – pedagang penerima/pemotong (pejagal) – konsumen rumah

tangga

3. Peternak – pedagang penerima/pemotong (pejagal) – pedagang pengecer –

restoran/rumah makan.

4. Peternak – pedagang penerima/pemotong (pejagal) – pedagang pengecer –

konsumen rumah tangga.

5. Peternak – pedagang di pasar hewan– konsumen ternak qurban.

6. Peternak – pedagang pengumpul – pedagang penerima/pemotong (pejagal)

– restoran/rumah makan.

7. Peternak – pedagang pengumpul – pedagang penerima/pemotong (pejagal)

– konsumen rumah tangga.

8. Peternak – pedagang pengumpul – pedagang penerima/pemotong (pejagal)

– pedagang pengecer – restoran/rumah makan.

Page 53: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

24

9. Peternak – pedagang pengumpul – pedagang penerima/pemotong (pejagal) –

pedagang pengecer – rumah konsumen tangga.

10. Peternak – pedagang pengumpul – pedagang pemasok/supplier – pedagang

pemotong (pejagal) di Jawa Barat – Pasar tradisional-Konsumen Rumah

Tangga.

11. Peternak – pedagang pengumpul – pedagang pemasok/supplier – pedagang

penerima/pemotong (pejagal) di Jawa Barat – Pasar modern - Konsumen

Rumah Tangga.

12. Peternak – pedagang pengumpul – pedagang pemasok/supplier – pedagang

penerima/pemotong (pejagal) di Jawa Barat – Katering/Hotel/

Restoran/Rumah Makan.

Pada sistem tata niaga eksisting melibatkan cukup banyak pelaku tata niaga

yang terlibat 5-7 pelaku tata niaga. Struktur pasar yang dihadapi peternak sapi rakyat

cenderung mengahdapi struktur pasar oligopsonistik, yaitu peternak yang banyak

berhadapan dengan beberapa pedagang pengumpul desa dan pedagang

pengirim/pedagang besar antar wilayah.

Pedagang pengumpul desa dan antar desa di Pasar Hewan cenderung

menghadapi struktur pasar yang monopolistik, yang ditunjukkan cukup banyak

pedagang pengumpul desa atau antar desa berhadapan dengan cukup banyak

pembeli (pedagang antar daerah, peternak, pedagang pemotong/pejagal dan

pengusaha RPH). Struktur pasar yang dihadapi pedagang pemotong/pejagal dan

pengusaha RPH di pasar-pasar tradisional cenderung oligopolistik yaitu beberapa

pedagang pemotong/pejagal atau pengusaha RPH berhadapan dengan cukup banyak

pedagang grosir dan pengecer di pasar.

Demikian juga halnya pedagang pengecer dipasar cenderung menghadapi

struktur pasar yang oligopolistik dalam berhadapan dengan pedagang grosir dan

pedagang pemotong (pejagal). Sementara itu, struktur pasar pedagang pengecer

daging sapi cenderung berada pada antara struktur pasar monopolistik dan struktur

Page 54: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

25

pasar persaingan sempurna. Pada musim ramai, yaitu pada hari-hari besar

keagamaan dan musim hajatan stuktur pasar daging sapi lokal yang dihadapi

pedagang pengecer cenderung bersifat monopolistik dan pada musim biasa (hari-hari

biasa) dan musim sepi (musim anak masuk sekolah) cenderung menghadapi struktur

pasar persaingan sempurna.

Marjin tata niaga atau marjin pemasaran ternak sapi dan daging sapi yang

akan dilihat adalah margin tata niaga dari peternak rakyat kasus dari Jawa Tengah

dan NTT untuk tujuan pasar Jabodetabek. Margin pemasaran dilakukan pada saluran

tata niaga yang dominan. Untuk saluran tata niaga sapi lokal asal Jawa Tengah

analisis margin tata niaga dihitung dari tingkat peternak, pedagang

pengumpul/blantik, RPH, pedagang besar antar daerah, pedagang besar (grosir)

sampai dengan pedagang pengecer pasar.

Pada Tabel 3 menyajikan secara rinci biaya yang dikeluarkan oleh masing-

masing pelaku tata niaga serta marjin tata niaga yang diterima pelaku tata niaga

ternak sapi dan daging sapi asal peternak rakyat di Pati, Jawa Tengah. Berdasarkan

struktur biaya, serta harga beli dan harga jual pada masing-masing tingkatan pelaku

tata niaga diperoleh beberapa informasi pokok sebagai berikut: (a) Besarnya total

margin tata niaga setara daging sapi sebesar Rp 11.000,-/Kg, yang terdiri atas biaya

margin tata niaga Rp 4.700,-Kg dan keuntungan yang diterima oleh seluruh pelaku

tata niaga sebesar Rp. 5.300,-/Kg; (c) Secara berturut-turut biaya tata niaga yang

dikeluarkan oleh masing-masing pelaku tata niaga adalah pedagang besar (grosir) Rp

1.650,-/Kg, pedagang pengepul sebesar Rp. 1.500,-/Kg, dan pedagang pengecer

sebesar Rp. 550,-/Kg; (d) Secara berturut-turut keuntungan terbesar diterima oleh

pedagang pengecer sebesar Rp. 2.450,-/Kg, pedagang pengepul sebesar Rp. 1.500,-

/Kg, dan pedagang besar/grosir di pasar sebesar Rp. 1.350,-/Kg; dan (e) Meskipun

demikian jika dilihat keuntungan total maka keuntungan terbesar diterima oleh

pedagang besar (grosir) karena menjual dengan volume penjualan yang jauh lebih

besar dibandingkan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.

Page 55: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

26

Tabel 3. Analisis Margin Tata Niaga Daging Sapi melalui Pedagang Pengecer pada

Pola Usaha Ternak Rakyat di Jawa Tengah, 2016

No Uraian Biaya/Harga (Rp/Kg)

I Peternak 43.500

II Pedagang Pengepul/agen/broker

1. Harga Beli Sapi hidup (Rp/Kg) 43.500

2. Biaya yang dikeluarkan

a. Biaya Transportasi 500

b. Bongkar-muat 200

c. Biaya handling/Packing 100

d. Biaya Penampungan/penyimpanan 250

e. Biaya Lainnya (retribusi) 50

Sub Total Biaya 1.000

3. Harga jual 46.000

4. Keuntungan 1.500

III Pedagang Besar/Grosir

1. Harga Sapi Hidup (Rp/Kg) 46.000

2. Harga Beli konversi daging sapi

(Rp/Kg) 92.000

2. Biaya yang dikeluarkan

a. Biaya Pemotongan 1.000

b. Biaya Transportasi 400

c. Bongkar-muat 100

c. Biaya handling/Packing 100

d. Biaya Lainnya (retribusi) 50

Sub Total Biaya 1.650

3. Harga jual 95.000

4. Keuntungan 1.350

IV Pedagang Pengecer

1. Harga Beli 95.000

2. Biaya yang dikeluarkan

a. Biaya Transportasi 300

b. Bongkar-muat 100

d. Biaya handling 100

e. Biaya Lainnya (retribusi) 50

Sub Total Biaya 550

3. Harga jual (Kg) 98.000

4. Keuntungan 2.450

Page 56: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

27

3.2.2. Kondisi Introduksi

Berdasarkan harga, daya saing ternak sapi potong asal Jawa Tengah sudah

kurang bersaing dengan harga di sentra konsumsi DKI Jakarta. Untuk dapat bersaing,

beberapa produsen dan pedagang melakukan berbagai upaya yang dapat

dikategorikan melakukan defesiansi produk dan integrasi vertikal.

Diferensiasi produk yang dilakukan, pedagang tidak lagi menjual ternak siap

potong, tetapi daging segar dan daging beku. Pedagang mengalihkan pasarnya dari

sentra konsumsi utama dengan harga tertentu di DKI Jakarta ke pasar di kawasan

Jawa Barat dengan harga relatif tinggi. Ada juga pedagang yang beralih usaha dari

sapi siap potong ke sapi bibit program pemerintah dengan marjin keuntungan lebih

besar. Upaya mendapatkan marjin besar dilakukan juga oleh peternak dan pedagang

dengan mempersiapkan sapi potong untuk kebutuhan Idul Adha.

Upaya integrasi vertikal yang dilakukan pengusaha peternakan di Pati, adalah

memproduksi pakan dan menggemukkan sapi ras persilangan eksotik yaitu Limosin

dan Simental yang dibeli dari petani dan pedagang. Upaya ini dilakukan karena ras

sapi ini, pertambahan berat badanya responsif terhadap pemberian pakan

berkualitas, sehingga dapat mencapai berat badan optimal dengan kandungan karkas

tinggi dan kualitas daging yang baik. Untuk meningkatkan daya saing selain

memproduksi pakan, usaha ini dilakukan juga dengan menggunakan alat transportasi

sendiri dan memproduksi pupuk kandang untuk dijual secara komersial. Untuk

menjaga kontinuitas pasokan sapi bakalan dan sekaligus membuka pasar produk

pakan yang dihasilkan, pengusaha melakukan kerja sama dengan peternak di sekitar

dengan sistem bagi hasil, dimana penerimaan bersih 70% untuk peternak dan 30%

untuk pengusaha. Untuk menghindari moral hazard, di RPH Cakung Jakarta,

Sukabumi dan Tangerang, pengusaha memiliki seorang pengawal sapi merangkap

pengawas penimbangan yang fungsinya melakukan pengawasan terhadap sapi yang

akan dipotong dan pada saat penimbangan karkas untuk dijual. Penjualan dilakukan

dalam bentuk karkas. Berat karkas, berkisar 48 – 51 persen. Jika diperoleh berat

karkas 49 persen sudah baik. Pola tata niaganya dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 57: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

28

RPH

Gambar 3. Skema Usaha Pengusaha Peternakan Sapi Potong di Pati, 2016

Pedagang yang beralih usaha dari sapi siap potong ke sapi induk atau sapi

bakalan program pemerintah berharap menerima marjin keuntungan lebih besar.

Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi permintaan dinas yang membidangi fungsi

peternakan dan kesehatan hewan beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Barat yaitu:

Indramayu, Tasikmalaya, Sumedang. Transaksi dilakukan langsung oleh peternak

anggota kelompok peserta program karena dana program telah disalurkan pada

nomor rekening keselom tani ternak peserta program. Produk yang diperdagangkan

adalah: (1) sapi induk bunting 40%, (2) sapi dara siap bunting 40%, dan sapi

bakalan Limosin, Simental arau PO 20%. Pedagang membeli sapi dari pasar hewan

di: Wirosari Purwodadi, Jatirogo Tuban, Blora, Randu Blatung Blora, Sumber Lawang

Sragen, Danyang Grobogan, dan Padangan Bojonegoro. Pedagang tidak membeli dari

petani di desa-desa karena hanya memiliki 1-2 ekor sehingga tidak efisien

mengumpulkannya. Di pasar jumlahnya banyak dan bervariasi. Volume

pembelian/penjualan tidak stabil, tergantung banyaknya barang di pasar dan jumlah

pesanan dari pembeli. Rata-rata seminggu 1-2 rit isi 10-12 ekor per truk. Pembayaran

oleh KTT langsung tunai saat serah terima barang. Pembelian di pasar juga langsung

Pedagang

Pasar

Pengusaha

Peternak Penggaduh Pembeli Karkas

Pengawas Cakung

Peternak Penggaduh

Usaha Penggemukan

Page 58: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

29

dibayar tunai. Tabel 4 berikut menyajikan analisis usaha perdagangan sapi indukan

yang dibeli dari sekitar Jawa Tengah dan di Jual ke Tasikmalaya Jawa Barat.

Tabel 4. Biaya dan Penerimaan Usaha Perdagangan Sapi Indukan di Jawa Tengah, 2016

No Uraian Satuan Volume Harga

(Rp/sat.) Nilai (Rp)

1 Pembelian 1 rit ekor 12 13.500.000 162.000.000

2 Transpor pasar-kandang ekor 12 40.000 480.000

3 Perawatan seminggu di kandang ekor 12 125.000 1.500.000

4 Biaya kirim ke Tasikmalaya rit 1 3.000.000 3.000.000

5 Total pengeluaran ekor 12 166.980.000

5 Penjualan ekor 12 14.500.000 174.000.000

6 Keuntungan ekor 12 7.020.000

7 Keuntungan ekor 1 585.000

Hasil penelitian Ilham et al. (2015) di Kabupaten/Kota Semarang dan Kota

Salatiga, pedagang tidak hanya menjual sapi potong, tetapi juga sapi untuk

kebutuhan Idul Adha dan daging sapi agar dapat bersaing. Melalui rantai dingin,

daging sapi dari Salatiga diperdagangkan dengan tujuan Bekasi. Untuk jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 4.

Untuk menghindari ketidakstabilan harga dan pasokan, salah satu industri

kuliner besar di Indonesia melakukan usaha integrasi dari hulu ke hilir (Ilham et al.

2015). Di hulu usaha yang dilakukan adalah memproduksi pakan dan melakukan budi

daya penggemukan sapi. Sapi bakalan diperoleh dengan membeli di pasar. Dengan

alasan pertumbuhan cepat dan menguntungkan, sapi yang dipelihara 80 persen ras

persilangan Simental dan Limosin. Sisanya ras persilangan Brahman, PO dan

Peranakan Fries Holland (PFH). Pakan ternak yang digunakan terdiri dari pakan

konsentrat dan pakan serat berupa rumput dan jerami. Jerami lebih sering dan

banyak digunakan dibandingkan rumput segar. Pakan konsentrat dibuat sendiri oleh

Page 59: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

30

Gambar 4. Rantai Pasok Ternak dan Daging Sapi di Kabupaten dan Kota Semarang dan Salatiga, Provinsi Jawa Tengah 2015

(Sumber: Ilham et al. 2015)

perusahaan dengan merekrut konsultan. Lama waktu sapi digemukkan bervariasi

tergantung umur sapi bakalan, yaitu 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan. Ppuk kandang

yang dihasilkan sebagian digunakan sendiri dan sebagian dijual. Produk sapi siap

potong yang dihasilkan kemudian diolah menjadi sekitar 20 item produk olahan.

Untuk menjaga kontinuitas pasokan sapi siap potong, usaha ini juga membeli sapi

siap potong dari luar perusahaan. Selanjutnya melalui distributor di Jakarta produk

tersebut didistribusikan kepada 30 unit restoran milik perusahaan yang tersebar di

seluruh Indonesia, diantaranya di Denpasar, Surabaya, Bandung dan Jabodetabek.

Pola penyajian restoran ini menggunakan sistem buffe, jadi tidak ada harga per

produk, melainkan harga per sekali makan per orang. Dengan demikian diperkirakan

nilai tambah yang diperoleh sangat tinggi (Gambar 5).

Peternak Sapi

Penggemukan

Pedagang Sapi Bakalan dan Sapi Siap Potong

di pasar Ambarawa dan Kota lain

Peternak

Sapi Bakalan

Meatshop/ Pengecer

Pedagang Pejagal

RPH

Distributor

Bekasi

Restoran/

Rumah Makan

Rumah Tangga

Resto/ RM

Supplier Salatiga

Hotel Katering

Supplier Bekasi

Konsumen Ternak Qurban

Page 60: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

31

Gambar 5. Rantai Pasok Industri Daging Sapi PT. HNM mendekati Pola Integrasi Total di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, 2015

3.3. Kasus DKI Jakarta dan Sekitarnya

DKI Jakarta merupakan daerah sentra utama konsumsi daging sapi, selain

Jawa Barat. Akhir-akhir ini Provinsi Banten juga berkembang menjadi sentra

konsumsi baru untuk daging sapi, sejalan dengan meningkatnya pembangunan

industri dan peningkatan pendapatan masyarakat. Hanya saja, berbeda dengan dua

daerah lain, di DKI Jakarta semua kebutuhan pangan termasuk daging sapi

didatangkan dari luar provinsi. Sementara itu, sebagai pusat pemerintahan dan pusat

bisnis, daerah ini tidak hanya mencukupi kebutuhan penduduk DKI Jakarta, tetapi

Usaha Penggemukan

Sapi – PT.X

Restoran

Berbintang

Kantor Pusat

(Gudang Bahan Baku)

Usaha

Pengolahan Daging

Pedagang Desa

Supplier

Luar

RPH Pemerintah

Peternak

Pedagang Sapi

Bakalan di Pasar

100%

75%

25%

Pakan Serat: Jerami Padi

Pakan Konsentrat Buat

Sendiri

Penjulan Pupuk Kandang

Page 61: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

32

juga pekerja expatriat asing dari luar negeri dan pekerja komuter dari wilayah sekitar

Jakarta.

Berdasarkan hal itulah mengapa DKI Jakarta menjadi barometer ketersediaan

bahan pangan termasuk daging sapi dengan jumlah cukup dan harga stabil. Karena

didatangkan dari luar, kecukupan dan stabilitas harga, antara lain ditentukan pada

sistem tata niaga ternak dan daging sapi yang masuk ke DKI Jakarta.

3.3.1. Kondisi yang Berlaku

Jumlah penduduk DKI Jakarta sekitar 12 juta jiwa dan kebutuhan daging sapi

setahun mencapai 60.376 ton atau 4.950 ton per bulan atau 165 ton per hari.

Kebutuhan tersebut dipasok dari berbagai sumber yaitu: (1) pedagang pengirim sapi

dari sentra produksi di Indonesia, (2) feedlotter yang ada di sekitar Jabodetabek,

Subang, Serang dan Lampung, (3) pedagang daging sapi dari sentra produksi, dan

(4) impor daging.

Beragamnya sumber pasokan ternak dan daging sapi ke DKI Jakarta,

berimplikasi beragam juga kualitas dan harga daging dari masing-masing sumber.

Dengan harga yang relatif murah, daging sapi impor dan daging sapi yang berasal

dari feedlot menggunakan sapi bakalan impor harganya lebih murah dari harga

daging sapi lokal. Kondisi ini menyebabkan menurunnya pasokan ternak dan daging

sapi dari sentra produksi nasional. Kalaupun para pedagang pengirim masih

melakukan pengiriman, hanya untuk pelanggan-pelanggan tertentu yang masih

membutuhkan daging sapi lokal dengan alasan rasa dan tekstur daging terutama

untuk kebutuhan pedagang bakso.

Karena kalah bersaing dalam hal harga, banyak pedagang pengirim menjual

sapi ke daerah-daerah di Jawa Barat dan Banten seperti Bekasi, Bogor, Depok,

Karawang, Subang, cirebon dan Tangerang. Gambaran saluran tata niaga ternak dan

daging sapi ke DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 62: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

33

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Gambar 6. Rantai Pasok Ternak dan Daging Sapi di DKI Jakarta, 2016

Super market yang bertindak sebagai pengcer dalam penjualan daging di

Jabodetabek dan kota-kota lain di Indonesia adalah Carefour atau Transmart,

Hypermart, Giant, Lottemart, Superindo, Yogya, Sogo, Kemchick, dll. Sumber

pasokan super market umumnya didominasi dari daging impor atau daging yang

berasal dari sapi produksi feedlotter yang menggunakan sapi bakalan impor. Akan

tetapi ada beberapa super market yang menjual sapi lokal walau dalam jumlah

terbatas yaitu sekitar 20-30 persen dari omset penjualan. Keputusan itu dilakukan

karena harga daging dari dua sumber tersebut lebih kompetitif dibandingkan harga

daging sapi lokal. Selain faktor harga, kontinuitas pasokan juga lebih terjamin. Pihak

pengurus asosiasi berharap agar para pelaku riteil modern mengutamakan produk

dalam negeri, setidaknya dari hasil penggemukan yang menggunakan sapi bakalan

impor. Bahkan jika secara bisnis menguntungkan seharusnya menggunakan hasil

penggemukan sapi lokal. Tabel 5 menyajikan perkiraan omset penjualan daging sapi

melalui beberapa super market di DKI Jakarta dan sekitarnya.

Pedagang Sapi Pengirim dari

Sentra Produksi

RPH

Feedlotter sapi

BX

Importir Daging Sapi

Pedagang Daging Sapi

Pengecer: Super market &

wet market;

HOREKA

KONSUMEN

Pedagang Daging Sapi

luar DKI

Pedagang Daging Sapi

Distributor

Feedlot sapi asal NTT di Jabodetabek

Page 63: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

34

Tabel 5. Omset Penjulan Daging Sapi beberapa Super market di DKI Jakarta dan

Sekitarnya, Tahun 2016

No Super Market Pasokan ke DKI (ton)

Per Tahun Per Hari

1 Carefour/Transmart 2.000 5,5

2 Hypermart 900 2,5

3 Giant 720 2,0

4 Lottemart 259 0,7

5 Superindo 924 2,5

Jumlah 4.803 13,2 Sumber: Data primer (diolah)

Menurut humas asosiasi riteil Indonesia, pasokan 13,2 ton tersebut pada Tabel

P baru sekitar 50% dari omset seluruh riteil yang ada di Jakarta, sehingga secara

menyeluruh daging sapi yang dijual melalui super market sekitar 26,4 ton/hari

(16%). Pihak PD. Pasar Jaya mengatakan bahwa, dari 153 unit pasar yang dikelola,

ada 101 unit pasar menjual daging sapi. Jumlah daging sapi yang dijual rata-rata

sekitar 54 ton (33%) daging sapi setiap hari. Jumlah tersebut belum mampu

memenuhi kebutuhan konsumen, karenanya ada juga masuk daging dingin dan

daging beku asal impor. Dengan demikian pasokan daging yang dibeli HOREKA

mencapai 84,6 ton/hari atau sekitar 51%dari kebutuhan DKI Jakarta. Angka tersebut

tidak jauh berbeda seperti yang diperkirakan ASPIDI yaitu pangsa pasar daging sapi

di DKI Jakarta 33% di wet market, 23% super market dan 54% masuk horeka dan

proses pengolahan. Pihak retail modern dan Aspidi memperkirakan saat puasa dan

lebaran terjadi kenaikan permintaan hingga 30%.

Saat ini sekitar 80% daging sapi impor hanya untuk pasar DKI Jakarta, Jabar

dan Banten. Diprediksi ke depan pasar daging impor akan semakin meluas ke seluruh

Indonesia. Sulawesi masih kekurangan jeroan, Freeport, Sumut dan darah-daerah

pertambangan serta daerah pertanian.

Page 64: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

35

3.3.2. Kondisi Introduksi

3.3.2.1. Model PD Dharma Jaya

Bidang Usaha

Perusahaan Daerah Dharma Jaya bergerak dalam bisnis utama pada sektor

perdagangan, sedangkan jasa rumah potong hewan (RPH) yang merupakan fokus

kegiatan di masa lalu saat ini sudah menjadi bisnis penunjang. Bidang usaha yang

dilakukan adalah: (1) perdagangan ternak dan daging, (2) penggemukaan sapi

potong, (3) jasa penampungan ternak potong, (4) pengelolaan RPH, pengelolaan

angkutan daging, (5) jasa gudang dingin (cold storage), dan (5) perdagangan

kompos.

Pada bidang usaha perdagangan ternak dan daging, khususnya sapi, tersedia

fasilitas untuk kegiatan transaksi berupa pasar hewan. Pasokan sapi ke pasar hewan

di PD Dharma Jaya berasal dari sapi BX asal feedlot di Lampung dan Jabar serta dari

sapi peternakan rakyat baik sapi lokal maupun persilangan dari daerah NTT, Jateng

dan Jatim. Kecenderungan jumlah pasokan sapi lokal dari waktu ke waktu semakin

menurun dan sehingga tidak mencukupi kebutuhan DKI. Ketidakcukupan tersebut

dapat disebabkan oleh: (1) bahan baku berupa sapi yang ada belum siap dipotong,

(2), kualitas daging sapi lokal tidak memenuhi standar, (3) kebutuhan Jakarta yang

tinggi tidak mampu dipenuhi dari pasokan sapi lokal, (4) ada kebijakan pembatasan

pengiriman sapi dari beberapa daerah asal, dan (5) kesadaran masyarakat untuk

mengkonsumsi daging beku semakin meningkat. Tabel 6 menyajikan jumlah sapi

yang masuk RPH Cakung menurut Jenis dan asal sapi. Dapat dilihat bahwa pasokan

sapi BX/IB yang umumnya sapi asal impor (BX) mencapai 52,945 berasal dari Jabar,

Lampung dan Bodetabek. Sapi lokal dari NTT hanya 5,83%.

Untuk mengubah ternak sapi menjadi daging sapi diperlukan fasilitas RPH.

Kegiatan pemotongan berlangsung pada malam hari antara jam 23.00 – 02.00 WIB.

Proses pemotongan dilakukan oleh personal pedagang pembeli/pejagal/distributor

daging dengan menggunakan tenaga pemotong dari PD Dharma Jaya. Poses

pembersihan dan penguraian komponen daging dan bagian lain dilakukan oleh

Page 65: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

36

pekerja pedagang pemotong. Jasa pemotongan yang harus dibayar pedagang

pemotong kepada PD Dharma Jaya Rp 56.000/ekor. Hasil pemotongan berupa daging

dan ikutannya di bawa ke pasar tradisional (wet market) di pelosok Jakarta.

Tabel 6. Jumlah Sapi yang Masuk RPH Cakung menurut Daerah Sal dan Jenis Sapi,

Agustus-Oktober 2016

Asal Daerah Jenis Sapi Agustus

September

Oktober

Jumlah

Pangsa

(%)

LAMPUNG LOKAL 10 20 453 483 3,70

BX/IB 701 1.402 0 2.103 16,10

YOGYAKARTA LOKAL - - 0 0 0

BX/IB - - 0 0 0

JAWA TIMUR LOKAL 873 1.746 174 2.793 21,38

BX/IB - - 0 0 0

BALI LOKAL 484 968 0 1.452 11,12

BX/IB - - 0 0 0

JABOTABEK LOKAL 90 180 47 317 2,43

BX/IB 480 932 270 1.682 12,88

JABAR LOKAL 6 12 41 59 0,45

BX/IB 868 1.715 547 3.130 23,96

JATENG LOKAL 71 142 69 282 2,16

BX/IB - - 0 0 0

NTT LOKAL 139 278 344 761 5,83

BX/IB - - 0 0 0

NTB LOKAL - - 0 0 0

BX/IB - - 0 0 0

KERBAU

- - 0 0 0

JUMLAH

3.722 7.395 1.945 13.062 100,00

Sumber: PD. Dharma Jaya (soft file)

Usaha Perdagangan Ternak dan Daging Sapi

Pada kondisi normal, semua sapi asal Kupang merupakan sapi milik PD

Dharma Jaya untuk menjalakan tugas dari Pemda DKI Jakarta untuk menyediakan

daging sapi di DKI Jakarta khususnya untuk program Pemda DKI Jakarta. Sementara

itu, dalam memenuhi kebutuhan Idul Fitri dan Idul Adha pihak luar PD Dharma Jaya

juga melakukan pembelian sapi dari Kupang yang dikirim melalui pasar hewan milik

PD Dharma Jaya di Cakung.

Page 66: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

37

Perdagangan sapi dari NTT ke DKI Jakarta diawali oleh kerja sama antara

Pemda DKI dan NTT dilakukan G to G. Kemudian kerja sama tersebut dilanjutkan

dengan B to B. Pihak Dharma Jaya menyiapkan selector dan kleder dalam proses

pembelian dan pengiriman sapi dari Kupang ke Jakarta. Setiap shipment, volume

pengiriman milik Dharma Jaya antara 60-250 ekor dalam jangka waktu dua minggu

sekali. Untuk menjamin pasokan sapi dari NTT, pihak Dharma Jaya membeli sapi dari

pedagang melalui orang yang ditugasi (referensi) Pemda setempat.

Transaksi antara PD Dharma Jaya dengan pedagang di NTT merujuk pada

harga berat hidup. Pihak pedagang lokal tidak berkenan merujuk pada berat karkas,

seperti banyak yang dilakukan pedagang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kendala

yang dihadapi pihak PD Dharma Jaya jika menggunakan transaksi berdasarkan berat

hidup adalah terjadinya penyusutan selama proses transaksi dari petani ke pedagang

pengumpul, selama di karantina dan pengangkutan kapal hingga sampai ke Cakung.

Untuk mendukung kerja sama Pemda DKI dan NTT, pemerintah memberikan

fasilitas Kapal Ternak Camara Nusantara-1. Biaya transportasi KCN-1 disubsidi

Kementerian Perhubungan, sehingga ongkos angkut ternak sapi setiap ekor dari

Tenau Kupang ke Tanjung Priok Jakarta Rp330.000. Namun menurut perhitungan

pelaku usaha secara keseluruhan biaya yang dikeluarkan Rp700.000 per ekor, karena

pelaku usaha harus membeli biaya pakan selama perjalanan dan biaya kleder atau

pengawal sapi. Pakan yang sudah disiapkan PT. Pelni sebagai pengelola KCN-1 tidak

mau dimakan sapi, karena tidak sesuai dengan kebiasaan sapi Kupang. Jika

menggunakan kapal kargo milik swasta besarnya ongkos angkut pada tujuan yang

sama mencapai Rp 1,1 juta/ekor.

Saat studi, pihak PD Dharma Jaya membeli sapi pada pedagang pengirim

antara Rp33.000 – Rp34.000, transaksi ternak dalam bentuk berat hidup dengan

harga patokan di Dharma Jaya Rp41.000/kgBH. Selanjutnya pihak Dharma Jaya

menjual ke pihak PD. Pasar Jaya Rp42.000/kgBH. Selisih harga terdiri dari marjin

Rp500/kgBH dan diskon Rp500/kgBH. Kemudian pasar jaya melakukan pemotongan

sapi menggunakan RPH Darma Jaya dengan jasa Rp56.000/ekor. PD Darma Jaya dan

Page 67: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

38

PD Pasar Jaya tidak menggunakan berat karkas, karena pedagang pengirim akan rugi

akibat adanya susut berat badan dan kandungan karkas sapi Kupang relatif rendah

yaitu 45-48 persen, bandingkan dengan sapi PO 47-48 persen dan BX 50 persen.

Sejak tahun 2015-2016, pihak PD Dharma Jaya mendapat tugas dari Pemda

DKI menyiapkan daging sebanyak 600 ton/bulan untuk Program Kartu Jakarta Pintar

(KJP). Pada tahun 2017 pangsa tersebut ditingkatkan menjadi 690 ton/bulan dengan

melibatkan penghuni rumah susun di DKI Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan pasar

dan program Pemda, PD. Dharma Jaya juga membeli sapi BX berasal dari feedlotter

dan bertindak sebagai importir daging sapi. Pada tahun 2016, PD Dharma Jaya

mendapat izin impor sebanyak 500 ton/tahun, realisasi hingga Oktober 2016 baru

214 ton dan tersisa 286 ton. Berikut Gambar 7. skema rantai pasok PD Dharma Jaya.

Gambar 7. Rantai Pasok Usaha Perdgangan Ternak dan Sapi

PD Dharma Jaya, 2016

Jika berat bada sapi yang menggunakan kapal ternak memiliki berat hidup

rata-rata 285 kg, maka subsidi per kilo gram berat badan adalah Rp1.400/kg

Peternak NTT

Pedagang Pengumpul di NTT

Selector dan

Kleder PDDJ

PD Pasar Jaya

PD Dharma Jaya Jakarta

Unit Agribisnis PD Pasar Jaya

150 unit wet market di DKI

Impor/ PD Dharma Jaya

Sapi BX Feedlot

HOREKA

Meat shop

KJP

Kartu Jakarta Pintar

Wet market

Page 68: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

39

(Rp400.000/285 kg). Secara teori, subsidi tersebut harusnya dinikmati oleh para

pelaku, yaitu peternak sebagai produsen, konsumen daging sapi dan pedagang

sebagai middle man. Hasil FGD menyatakan bahwa, pedagang pengirim pengguna

KCN-1 membeli sapi pada peternak dengan harga minimal Rp1.000 lebih mahal dari

pedagang pengirim bukan pengguna kapal KCN-1. Ini artinya, subsidi ongkos kapal

sudah dinikmati sebagian oleh peternak. Sementara konsumen di DKI Jakarta secara

umum, belum ada data atau informasi yang menunjukkan adanya penurunan harga

daging sapi. Sisa subsidi Rp400/kg BH kemungkinan diterima oleh pedagang. Padahal

harapannya bisa diterima konsumen. Jika penggunaan KCN-1 dapat menurunkan

persentase penyusutan berat badan sapi selama transportasi, seharusnya ada nilai

tambah yang diterima pedagang. Nilai tambah tersebut harusnya dapat dinikmati

oleh konsumen. Walaupun tidak seluruh konsumen di DKI yang pangsa pasarnya

jauh lebih besar dilakukan oleh bukan PD Dharma Jaya, setidaknya PD Dharma Jaya

dapat melakukan pada outlet kios daging yang ada pada beberapa titik di wilayah

DKI Jakarta.

Secara agregat, daging sapi yang diperdagangkan PD Dharma Jaya sekitar 70

persen dijual ke PD Pasar Jaya, dan sisanya 30 persen dipasarkan langsung oleh PD

Dharma Jaya yaitu ke wet market, meat shop, horeka, dan program KJP. Sementara

itu, pihak PD Pasar Jaya memasarkan untuk KJP, wet market dan operasi pasar.

Besarnya marjin yang diambil pihak PD Dharma Jaya untuk Program KJP sekitar 3,0-

4,0 persen, ke wet market sekitar 5,0 persen dan ke horeka dan meat shop sekitar

7,0 persen.

Dampak Penggunaan Kapal Ternak terhadap Penurunan Harga Daging Sapi

Jadwal Kapal KCN-1 jalur Kupang – Jakarta dua minggu sekali atau 24 kali

setahun. Dengan kapasitas angkut 500 ekor per kali angkut, dalam setahun mampu

diangkut 12.000 ekor sapi. Menurut informasi Pihak Ditjen Peternakan dan Kesehatan

Hewan, Kementerian Pertanian, tidak semua sapi yang diangkut langsung dipotong di

DKI. Sebagian diperdagangkan dalam bentuk ternak hidup untuk digemukkan

kembali dan belum tentu dipotong untuk pasokan daging ke Jakarta. PD. Dharma

Page 69: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

40

Jaya sendiri, dalam tiap pengiriman sapi melalui KCN-1, volume mencapai 250 ekor

atau 6.000 ekor per tahun.

Dengan asumsi semua sapi yang diangkut KCN-1 sebanyak 12.000 ekor

pertahun dan rataan berat sapi 300 kg dengan berat karkas 48% dan meat bone

rasio 60%, maka kontribusi daging sapi NTT ke Jakarta sekitar 1.036 ton daging

segar per tahun. Sementara itu kebutuhan DKI per tahun 60.376 ton. Tabel C juga

menunjukkan bahwa sapi asal NTT yang dipotong di RPH PD Dharma Jaya hanya

sekitar 5,83% dari total pemotongan. Artinya kontribusi daging sapi NTT maksimal

hanya 1,72%, sehingga jika diharapkan dapat menurunkan harga daging sapi di

Jakarta masih sulit. Dukungan impor daging kerbau asal India, diharapkan mampu

mendukung program untuk menurunkan dan menstabilkan harga daging sapi di DKI

Jakarta dan sekitarnya.

3.3.2.2. Model Bulog Distribution Management System dan Rumah Pangan Kita Bulog

Perpres No.48 Tahun 2016 tentang penugasan kepada Perum Bulog dalam

rangka ketahanan pangan nasional. Dalam hal ini pemerintah menugaskan kepada

Perum Bulog dalam rangka ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada

tingkat produsen dan konsumen untuk beberapa jenis pangan, meliputi: komoditas

beras, jagung, kedelai, bawang merah, cabai merah, gula, minyak goreng, tepung

terigu, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan segar. Perum Bulog

dalam melaksanakan penugasan tersebut melalui: (a) pengamanan harga pangan

ditingkat produsen dan konsumen; (b) pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah

(CPP), (c) penyediaan dan pendistribusian pangan, serta pelaksanaan impor pangan

dalam rangka huruf a, b, dan c sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

(d) pengembangan industri berbasis pangan; dan (e) pengembangan pergudangan

pangan (Bulog, 2016).

Permasalahan pokok dari sisi produksi daging sapi meliputi: (a) adanya

fluktuasi produksi di daerah-daerah sentra produksi, karena pola usahaternak

Page 70: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

41

tradisional dimana penjualan berdasarkan kebutuhan; (b) produksi daging sapi rentan

terhadap perubahan iklim, terutama terkait kekeringan yang sangat mempengaruhi

ketersediaan hijauan pakan ternak; (c) komoditas daging sapi mudah rusak

(perishable), sehingga perlu penanganan dan distribusi secara cepat dan tepat, perlu

sistem penyimpanan (coldstorage) dan angkutan berpendingin; (d) neraca

perdagangan komoditas daging sapi mengalami defisit; dan (e) harga daging sapi di

tingkat produsen sering mengalami fluktuasi.

Permasalahan pokok pada aspek konsumsi daging sapi meliputi: (a)

merupakan bahan pangan hewani yang diminati penduduk terutama golongan

pendapatan menengah-atas, sehingga permintaannya meningkat dengan

meningkatnya tingkat pendapatan; (b) pengeluaran pangan yang didalamnya

tercakup daging sapi masih merupakan pengeluaran terbesar (47%), sehingga

berpengaruh terhadap Indek Harga Konsumen/IHK sehingga sangat berpengaruh

terhadap tingkat inflasi; (c) Sebagian komoditas daging sapi masih harus dipenuhi

dari impor, yang sudah terjadi dalam waktu lama sehingga dapat mengganggu

neraca perdagangan dan neraca pembayaran; dan (d) harga komoditas daging sapi

di tingkat Konsumen sering mengalami fluktuatif dan dapat menimbulkan keresahan

konsumen.

Peran Perum Bulog terkait masalah pangan ada 2 (dua), yaitu: pertama, Public

Service Obligation (PSO), secara operasional dilakukan melalui pengadaan,

penyimpanan (Cadangan pangan pemerintah), pendistribusian (Raskin, penyaluran

untuk korban bencana alam, darurat dan rawan pangan, serta Operasi Pasar), khusus

untuk daging sapi terdapat program Kartu Jakarta Pintar dimana anak sekolah

mendapatkan jatah konsumsi daging sapi. Pengadaan dilakukan dengan pembelian

berdasarkan HPP atau harga referensi yang ditetapkan pemerintah dan penyimpanan

ditujukan untuk menjaga harga di tingkat petani/produsen dan menjaga stok. Hal ini

ditujukan untuk mendukung pilar ketersediaan bahan pangan. Menyediakan dan

menyalurkan bahan pangan untuk kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang

ditujukan untuk mendukung pilar keterjangkauan. Melakukan operasi pasar (OP)

Page 71: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

42

ditujukan untuk stabilisasi harga komoditas pangan untuk mendukung pilar stabilitas

harga pangan. Kedua, berperan sebagai perusahaan komersial dengan melakukan

bisnis yang berfungsi sebagai penggerak ekonomi (economic engine) dengan

mengikuti mekanisme pasar dengan orientasi keuntungan (profit oriented).

Kebijakan pemerintah di bidang pangan tercakup daging sapi hingga kini

masih sering dilakukan secara adhoc, reaktif dan jangka pendek. Perpres No. 48

Tahun 2016 memberikan tugas wajib untuk tiga komoditas pangan pokok, yaitu padi

(beras), jagung, dan kedelai, serta komoditas pangan lainnya bersifat tidak wajib

termasuk daging sapi. Hal ini mengandung arti bahwa peran Bulog diperluas dan

didukung dengan payung hukum yang kuat.

Tujuan akhir dari kebijakan stabilitas harga pangan tercakup daging sapi yang

amanatkan oleh pemerintah kepada Perum Bulog adalah: (a) terjaminnya

ketersediaan komoditas pangan secara cukup, baik dari aspek jenis, kualitas, dan

kuantitasnya. Oleh karena itu produksi komoditas pangan harus mencukupi

kebutuhan masyarakat, apabila terjadi kekurangan produksi dapat dilakukan

substitusi antar bahan pangan (daging sapi dengan daging kerbau) atau jika produksi

dan ketersediaan pangan tetap kurang maka penambahan pasokan dapat dilakukan

melalui impor, seperti yang dilakukan untuk komoditas daging sapi (Australia dan

India) dan daging kerbau (India); (b) harga bahan pangan termasuk daging sapi

yang terjangkau dan wajar baik bagi produsen dan konsumen. Pada dasarnya harga

daging sapi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran, namun apabila

terjadi ketidakseimbangan pasar, maka pemerintah perlu melakukan intervensi pasar

untuk menstabilkan harga; dan (c) Pada aspek distribusi bahan pangan tercakup

daging sapi sedapat mungkin dilakukan secara tepat waktu dan tepat jumlah.

Kebijakan Perum Bulog didasarkan pada Perpres 48 Tahun 2016 meliputi: (1)

terdapat 11 komoditas pangan yang harus ditangani BULOG, tiga komoditas (padi,

jagung dan kedelai) bersifat wajib (sifatnnya bukan ad hoc lagi) dan komoditas

pangan lainnya tecakup daging sapi bersifat tidak wajib (ad hoc); (2) melakukan

stabilisasi harga komoditas pangan termasuk daging sapi, jika terjadi gejolak harga

Page 72: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

43

pasar; (3) salah satu implementasinya untuk komoditas daging sapi dilakukan dengan

pengembangan Rumah Pangan Kita (RPK).

Pada tahun 2016 ada penugasan kepada Perum Bulog untuk menangani

beberapa komoditas pangan lain, yaitu komoditas bawang merah, daging sapi dari

Australia, dan daging kerbau dari India. Ijin impor yang diberikan berlaku sampai

dengan Desember 2016. Untuk impor daging kerbau direncanakan sebesar 70 ribu

ton sampai dengan Desember 2016 dan 30 ribu ton sampai dengan Juli 2017.

Sebagian besar pemangku kepentingan (stakeholders) hanya berfikir daging

sapi, jarang yang berfikir tentang daging kerbau. Dengan adanya impor daging

kerbau dari India yang merupakan subtitusi daging sapi dengan harga yang jauh

lebih murah maka stabilisasi harga daging sapi lebih dapat dikendalikan. Rencana

impor daging kerbau perlu dilakukan sosialisasi dan promosi kepada masyarakat

konsumen. Kegiatan sosialisasi dan promosi telah dilakukan oleh Perum BULOG

ternyata respon masyarakat konsumen terhadap daging kerbau sangat baik.

Sosialisasi ditekankan pada aspek gizi yang tidak berbeda dengan daging sapi,

kualitas yang baik, dan aspek kesehatan. Besarnya permintaan untuk daging kerbau

diperkirakan mencapai 1.500 ton/tahun.

Untuk komoditas gula ada harga dasar dan ada harga lelang, untuk komoditas

beras ada HPP, dan untuk daging sapi ada harga referensi. Perum Bulog telah

mengembangkan RPK sebagai outlet atau ritel pangan yang bersumber dari Bulog.

Hingga tahun 2016 telah ada 1.706 unit RPK, dari target awalnya 6.000 unit,

kemudian ditargetkan menjadi 10.000 unit, dan selanjutnya ditargetkan 41.000 unit.

Awalnya akan dikembangkan 1 RPK/kelurahan atau desa, kemudian menjadi 2

unit/kelurahan atau desa, kedepan akan dikembangkan 1 RPK/dusun atau RW.

Pada dasarnya RPK mengelola selisih HPP dengan harga pasar. Komoditas

yang diperdagangkan di RPK antara lain adalah Beras, Bawang Merah, Bawang Putih,

Daging Sapi, Daging Kerbau, dan Gula. Sumber perolehan barang langsung dari

Bulog, sedangkan penjualan barang-barang langsung ke kelompok masyarakat

konsumen. Dengan memasok langsung ke kelompok masyarakat konsumen dapat

Page 73: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

44

memotong rantai tata niaga yang panjang dan diharapkan permintaan komoditas

daging sapi di pasar menurun dan harga dipasaran tetap stabil. Dalam rangka

memperpendek rantai tata niaga dikembangkan pola distribusi Bulog langsung

memasok ke RPK. Selanjutnya RPK mendistribusikan Gula dengan HET sebesar Rp

12.500, sedangkan dipasar harga Rp 15.000-16.000/Kg, Beras Rp 7.900,-/Kg dan

dipasar Rp 10.000,-/Kg, Daging Sapi Rp 90.000,-/Kg dan di pasar Rp 114.000,-/Kg,

Daging Kerbau Rp. 65.000/Kg. Melalui pola ini diharapkan konsumen membayar

harga yang wajar dan stabilitas harga terjamin.

Hingga sampai saat ini peran RPK dalam distribusi komoditas pangan terlebih

untuk daging sapi masih sangat kecil, namun berdasarkan informasi dari Bulog

memiliki efektivitas yang tinggi dan memiliki efek psikologi pasar, karena menjual

langsung ke kelompok masyarakat konsumen. Promosi melalui jalur media sosial

diinformasikan ada daging sapi dan daging kerbau murah dari Bulog melalui RPK

masing-masing sebanyak 3.000 ton dan 5.000 ton dengan harga Rp. 90.000,-/Kg dan

Rp 65.000,-/Kg. Dengan demikian maka pedagang daging sapi dipasar-pasar

tradisional tidak semena-mena dalam memainkan harga daging sapi. Ada efek

psikologi pembeli di pasar, sehingga dapat mengendalikan kenaikan harga daging

sapi di pasar. Beberapa sistem saluran tata niaga yang mungkin dikembangkan

BULOG dapat dilihat pada Gambar 8.

1.

2.

3.

4.

Gambar 8. Alternatif Rantai Pasok Pangan Bulog di Indonesia, 2016

Keltan/Gapoktan BULOG Pengecer (RPK, pasar, dll)

Mitra Kerja BULOG Pengecer (RPK, pasar, dll)

Petani Satgas BULOG BULOG Pengecer (RPK, pasar, dll)

Bunga Desa/LPDK Pemerintah Desa BULOG Pengecer (RPK, pasar, dll)

Page 74: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

45

Upaya memperpendek rantai tata niaga komoditas daging sapi pada dasarnya

memungkinkan apabila: (a) Kalau sifat perdagangan komoditas daging sapi tersebut

bersifat lokal, namun jika sifat perdagangan antar pulau maka akan menghadapi

banyak persoalan, hal yang harus didasari adalah bahwa daerah sentra produksi

daging sapi sangat tersebar sehingga memerlukan jasa pedagang pengumpul sebagai

colector; (b) Peluang untuk memperpendek rantai tata niaga pada komoditas daging

sapi lebih memungkinkan pada rantai pasca pemotongan sapi, hal ini disebabkan

pada rantai sebelum pemotongan melibatkan wilayah dan lokasi yang tersebar,

pelaku tata niaga yang banyak, dan kelembagaan tata niaga yang ada telah mapan

dalam waktu yang lama; (c) Dalam hal ini pedagang besar (midle man) tetap

difungsikan sesuai kewajaran dan jangan bertindak profit seeking terutama melalui

Model Bulog Distribution Management System (BDMS).

Mitra BDMS dan RPK yang dikelola Bulog ada syarat-syaratnya yang harus

dipenuhi pada saat melakukan registrasi. Kebijakan komoditas pangan tercakup

daging sapi dewasa ini tidak bisa bersifat parsial, tetapi harus bersifat holistik. Untuk

menghadapi kompetisi dengan Pedagang Antar Pulau dikembangkan Model BDSM

dan RPK. Kalau Bulog diperkuat baik dari sisi payung hukum maupun anggarannya

dimungkinkan menjalankan mandat ini untuk 11 komoditas pangan tercakup daging

sapi dan kerbau dalam skala nasional.

Pada saat ini secara nasional Bulog ke hulu hanya melakukan pembelian

daging sapi dan daging kerbau impor dari Australia dan India. Sesungguhnya

Pedagang Besar (Pedagang Antar Daearah/Pulau) tidak dapat mengatur harga pasar

untuk komoditas daging sapi, pedagang melakukan spekulasi jika pasokan tidak

lancar dan kesempatan untuk menaikkan harga. Kunci stabilitas harga daging sapi

adalah terjaminnya pasokan daging sapi dan daging kerbau. Untuk dapat

memperlancar pasokan daging sapi maka manajemen stok daging sapi dan daging

kerbau harus dilakukan dengan baik. Untuk menjamin pasokan daging sapi dan

daging kerbau, Bulog melakukan impor dan membangun gudang berpendingin (cold

storage).

Page 75: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

46

Jumlah daging yang harus disediakan, ditentukan oleh kebutuhan konsumsi

daging sapi untuk penduduk secara nasional. Sementara itu, kebutuhan konsumsi

daging sapi nasional ditentukan oleh jumlah penduduk dan konsumsi perkapita

masyarakat Indonesia. Sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan semakin

meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani, maka

kebutuhan daging sapi nasional cenderung terus meningkat. Hasil kajian Kemendag

(2014a) dengan menggunakan data FAO menunjukkan bahwa sejak tahun 1975-

2011, jumlah konsumsi daging sapi penduduk di Indonesia terus meningkat,

terutama sejak awal tahun 1990.

Kegunaan manajemen stok daging sapi dan kerbau adalah menjaga jika ada

permintaan mendadak agar tidak terjadi kenaikan harga yang dapat mengganggu

stabilitas harga daging sapi. Pada komoditas daging sapi dan kerbau, manajemen

stok sangat penting, karena meskipun tersedia sapi hidup di daerah sentra produksi

di pedesaan memerlukan proses yang membutuhkan waktu untuk siap potong,

dididtribusikan dan digunakan di daerah pusat-pusat konsumsi.

Berdasarkan kajian kualitatif di lapang tentang manajemen stok daging sapi di

tingkat pedagang besar (grosir) memberikan beberapa informasi sebagai berikut

(Kemendag, 2014b): (1) Jangka waktu stock yang direncanakan untuk tujuan pasar

lokal hanya 1 hari, sedangkan untuk tujuan pasar luar wilayah (Jakarta dan

sekitarnya) selama tiga hari dengan cara disimpan dalam cold storage; (2) Untuk

pedagang besar antar wilayah (distributor) dan grosir daging sapi untuk tujuan pasar

lokal jumlah stock relatif terbatas hanya berkisar 5-20 Kg/hari, sedangkan untuk

tujuan pasar Jakarta dan sekitarnya jumlah stok mencapai 1.000 Kg; (3) Stok yang

ada saat ini diperkirakan akan habis 1 hari dan diperkirakan akan membeli lagi juga

dalam jangka waktu 1 hari lagi dengan volume pembelian 1000 Kg daging sapi; (4)

Tingkat susut selama stock diperkirakan 1-2 %.

Dalam hal ini Bulog memiliki 3 hingga 4 peran sekaligus, yaitu sebagai

“pedagang” yang membeli komoditas daging sapi langsung dari produsen dan atau

impor, pedagang yang membeli dari mitra kerja Bulog, sebagai importir yang

Page 76: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

47

melakukan impor komoditas daging sapi jika dipandang perlu oleh pemerintah, dan

sekaligus pedagang pengecer melalui RPK yang tersebar. Dengan peran yang

demikian maka diharapkan Bulog dapat memotong rantai tata niaga komoditas

daging sapi. Bulog disamping berperan sebagai “pedagang” dan importir, Bulog juga

dapat langsung menjual ke pengecer melalui RPK dan selanjutnya sampai ke

konsumen rumah tangga. Dengan melakukan penetrasi langsung melalui RPK yang

tersebar ke konsumen rumah tangga, maka diharapkan tidak ada isu harga

komoditas daging sapi tinggi, karena permintaan pangan di pasar mengalami

penurunan. Pada prinsipnya untuk memotong rantai tata niaga pada komoditas

daging sapi dapat dilakukan setelah rantai pasca pemotongan, pada saluran tata

niaga sebelum pasca panen/pengolahan sulit dilakukan, karena peran pedagang

pengumpul sangat diperlukan untuk mengumpulkan sapi dengan wilayah yang sangat

tersebar.

Melalui Perpres No. 48 Tahun 2016 Bulog mendapat mandat mengimpor dan

penyaluran 11 komoditas pangan termasuk daging sapi dan daging kerbau.

Komoditas impor penyalurannya ada 2 pola: (1) BDMS; dan (2) RPK. Tujuan

distribusi utama Bulog adalah wilayah Jabodetabek dengan pola BDMS, RPK, dan

Bazar dipemukiman-pemukiman penduduk, termasuk penetrasi langsung ke pasar-

pasar tradisional.

Promosi produk daging sapi dan daging kerbau yang selama ini terkendala

mengingat terbatasnya sumber daya. Komoditas dan produk daging sapi dan daging

kerbau merupakan produk yang homogen dan sebagian besar tidak bermerek

sehingga perusahaan/produsen dan pedagang penghasil komoditas daging sapi dan

daging kerbau tidak memiliki insentif yang cukup untuk melakukan promosi besar-

besaran. Promosi yang bersifat generik ini membuka peluang terjadinya persoalan

penumpang gelap (free riders). Penumpang gelap (free riders) ini mendapatkan

keuntungan dari promosi walaupun mereka tidak ikut berpartisipasi dalam upaya

promosi. Akibatnya, kalaupun ada promosi yang dilakukan perusahaan-perusahaan,

pelaksanaannya bersifat parsial dan sporadis, sehingga kurang memberikan dampak

Page 77: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

48

maksimal. Bulog yang mendapatkan mandat sebagai distributor dan stabilisator harga

pangan tercakup daging sapi telah melakukan sosialisasi dan promosi tentang produk

daging kerbau dari India. Beberapa promosi yang telah dilakukan adalah: daging

kerbau itu enak, daging kerbau bergizi, daging kerbau sehat, dan daging kerbau

murah, daging kerbau dapat diolah menjadi burger, stake, rendang, dan lain-lain,

seperti halnya daging sapi. Dalam penyaluran daging sapi/kerbau Bulog melakukan

kerjasama dengan distributor/agen atau langsung pedagang pengecer di pasar dan

RPK. Hingga kini usaha RPK sebagian besar masih merupakan usaha sambilan

dengan pendapatan Rp 1-2 juta/bulan.

Untuk dapat menjalankan mandat yang diberikan BULOG mengembangan

Rumah Pangan Kita (RPK). Target pengembangan RPK adalah 1 RPK/RW. Sistem

transaksi yang digunakan adalah sistem cash and carry. Secara operasional RPK

dapat melakukan Bazar kerjasama dengan Kelembagaan Masjid. Harga HET daging

sapi Rp. 80.000,-/Kg dan daging kerbau dengan harga Rp 65.000,-/Kg. Hasil

monitoring dan evaluasi Tim Monev Bulog pernah ada kasus beli daging kerbau dari

Bulog Rp 60.000,-/Kg tetapi dan dijual pedagang di atas Rp. 65.000,-/Kg sehingga

melebihi keuntungan yang ditetapkan sebesar Rp 5.000,-/Kg. Alasan pedagang

adalah adanya penyusutan berat daging dari daging beku menjadi daging biasa selah

mencair, sehingga kalau dijual Rp 65.000/Kg keuntungan lebih kecil dari Rp. 5.000,-

/Kg.

Ada kebijakan impor sapi bakalan sebanyak 700 ribu ton sapi bakalan yang

dilakukan melalui proses lelang impor. Importir yang mendapatkan lelang dibatasi

importir yang mengimpor dengan prosentase hidup terbesar atau prosentase

kematian terendah. Sebelumnya sudah dilakukan impor sapi bakalan dari Autralia

sebanyak 500 ribu ton. Selain impor sapi bakalan, di beberapa sub divre Bulog juga

melakukan pembelian dan penjualan sapi rakyat menjelang hari raya Iedul Adha

untuk qurban dengan harga jual Rp 100.000,-/Kg. Beberapa langkah ini dilakukan

untuk meningkatkan populasi sapi, produksi daging sapi, terjaminnya pasokan daging

sapi dan stabilnya harga daging sapi dipasar.

Page 78: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

49

Ada 11 komoditas yang menjadi mandat Bulog, yang wajib hanya beras,

jagung dan kedelai, sedangka n komoditas lainnya adalah gula, minyak goreng,

bawang merah, bawang putih, cabai, terigu, daging sapi, daging ayam dan telur

ayam. Untuk komoditas daging sapi dan daging kerbau Bulog telah membangun

gudang berpendingin (cold storage) sendiri dengan kapasitas 200 ton yang berlokasi

di Kelapa Gading, Jakarta dan menyewa 2 (dua) unit Colstorage di Tangerang dan

Cibinong, Kabupaten Bogor masing-masing dengan kapaitas 10.000 ton. Langkah

tersebut dilakukan untuk mengantisipasi mandat yang diberikan pemerintah kepada

Bulog dalam melakukan stabilisasi harga daging sapi. Sementara itu untuk stabilisasi

harga komoditas bawang merah Bulog telah menyewa Gudang di daerah sentra

produksi Kabupaten Brebes dengan Luas kurang lebih 1 Ha dengan kapasitas 5.000

ton.

Pada prinsipnya untuk komoditas pangan yang telah lama ditangani Bulog

khususnya gabah dan beras dapat menguasai dengan baik, penguasaan sistem

maupun fisiknya. Dalam hal ini karena Bulog telah memiliki infrastruktur fisik dan

manajemen yang sudah memadai. Sementara itu, untuk komoditas daging sapi dan

daging kerbau Bulog harus menyiapkan coldstorage, yang telah dilakukan dengan

membangun sendiri maupun menyewa. Ke depan asal ada dukungan dan penguatan

pemerintah terhadap Bulog, maka secara bertahap Bulog akan kuasai baik sistem

maupun infrastruktur fisiknya untuk semua komoditas daging sapi dan daging

kerbau.

Perpres No. 48 Tahun 2016, prinsipnya adalah yang diawali adanya penugasan

dari pemerintah, kemudian secara bertahap disiapkan infrastruktur pendukungnya.

Pengalaman menjelang lebaran ditugaskan impor daging sapi, BULOG membangun

infrastruktur coldstorage dengan kapasitas 200 ton, ternyata penugasan pada waktu

itu tidak berkelanjutan. Pada saat ini Kemendag sudah mengirim surat ke

Kementerian BUMN untuk mengelola impor daging sapi dan daging kerbau melalui

BULOG dan antar kementerian sudah setuju, maka langkah selanjutnya adalah

Page 79: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

50

menyewa cold storage di Tangerang dan Cibinong masing-masing dengan kapasitas

10.000 ton.

Dalam hal daging sapi dan kerbau, Bulog telah mengimpor bakalan sapi dan

daging sapi beku dari Australia dan mengimpor daging kerbau beku dari India.

Secara lengkap dan terperinci pengelolaan bahan pangan pokok per 17 juni 2016

dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. Nampak bahwa stok yang paling besar di Bulog

secara berturut-turut adalah beras, jagung, bawang merah, daging sapi, gula pasir,

minyak goreng, bawang, putih, kedelai, tepung terigu dan telur ayam ras.

Tabel 7. Pengelolaan Bahan Pangan Pokok di Indonesia Per 17 Juni 2016

No Komoditi Stok Akhir (Kg)

1 Beras 2,082,022,00

1.1. Beras Komersial (DN) 702,000

1.2. Beras Komersial (LN) 212,091,000

1.3. Beras PSO 1,869,229,000

Cadangan Beras Pemerintah (CBP) 129,693,002

2 Kedelai 10,320

3 Cabai 90

4 Bawang Merah 615,071

5 Bawang Putih 53,059

6 Jagung 47,326,200

6.1. Jagung DN -

6.2. Jagung LN (Ex Feed Mill) 3,266,890

6.3. Jagung LN (Impor) 44,059,310

7 Gula Pasir 179,817

8 Tepung 5,797

9 Ikan -

10 Daging Sapi 327,480

11 Sapi -

12 Minyak Goreng 152,279

13 Telur 167

14 Daging Ayam -

Produksi daging sapi tahun 2015 sebesar 409,1 ribu ton (Sasaran Produksi

Ditjen PKH Kementan, 2015), dan kebutuhan daging sapi sebesar 454,7 ribu ton

Page 80: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

51

dengan tingkat kebutuhan 1,78 kg/kap/th (Ditjen PKH Kementan, 2015). Berdasarkan

perhitungan prognosa ketersediaan (produksi) dan kebutuhan daging sapi nasional

tahun 2015, terjadi defisit sekitar 45,7 ribu ton atau 10,04 persen dari kebutuhan.

Kondisi neraca yang defisit menyebabkan harga daging sapi domestik sering

berfluktuasi akibat gangguan pasokan dipasar, sehingga untuk memenuhi kebutuhan

dilakukan dengan impor (sapi bakalan, daging sapi, maupun sapi siap potong, daging

sapi). Pemerintah perlu mendorong masyarakat/swasta/BUMN untuk meningkatkan

ketersediaan daging sapi melalui peningkatan produksi dalam negeri yang

diantaranya dilakukan dengan pengembangan sistem interasi sapi sawit dan sentra

produksi peternakan.

Penjualan dan harga komoditas pangan komersial secara lengkap dan rinci

dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Total penjualan daging sapi pada tahun 2016

sebesar 2.972,46 ton dengan harga rata-rata Rp 82.000,-/Kg di tingkat grosir dan Rp.

85.000,-/Kg ditingkat eceran. Sementara itu harga daging sapi ditingkat eceran pada

bulan April 2016 yang dilaporkan BPS berkisar antara Rp 114.450 - 116,105,-/Kg.

Dengan penjualan dalam jumlah yang cukup dengan harga yang jauh di bawah harga

pasar diharapkan harga daging sapi di pasar relatif stabil.

3.3.2.3. Toko Tani Indonesia Kementan

Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani

Indonesia (TTI) merupakan langkah yang strategis dalam memotong rantai tata

niaga dan memperbaiki struktur pasar komoditas pangan strategis tercakup daging

sapi. Hasil kajian empiris dilapang menunjukkan bahwa petani peternak sapi

menghadapi permasalahan pokok sebagai berikut: (a) keuntungan usahaternak yang

diterima peternak rakyat relatif rendah; (b) rantai tata niaga pada ternak sapi dan

daging sapi panjang dan melibatkan banyak pelaku usaha; (c) peternak rakyat

cenderung menghadapi struktur pasar yang oligopolistik dipasar input dan

oligopsonostik dipasar ternak sapi; (d) keuntungan pedagang perantara ternak sapi

dan daging sapi di atas kewajaran bahkan pada situasi tertentu mendapatkan

keuntungan berlebih (excess profit ); (e) keuntungan yang diterima peternak rakyat

Page 81: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

52

Tabel 8. Penjualan Komoditas Pangan Komersial dan Harga jual Grosir dan Eceran Perum BULOG, serta Harga BPS, 2016

No Komoditas

Penjualan (Kg) Harga Jual (Rp/satuan) Harga BPS

Mei 1-24 Juni 25-juni 26-Juni 27-Juni Total

Bulan Ini Total

Mei&Juni Tahun Ini Grosir Eceran

Minggu IV

April

Minggu

ini Perubahan

(Rp) (Rp) (Rp) (%)

1 Beras of CIF 15,110,556 53,795,434 662,383 441,589 4,531,415 58,989,232 74,099,768 218,618,817 7,300 7,900 10,364 10,382 68.00 0.00

2

Beras

Domestik 37,083,000 2,768,295 92,435 4,893 71,514 2,932,204 40,015,204 78,348,200

8,200-

10,500

8,500-

11,500 13,041 13,117 -76.00 0.01

3

Bawang

Merah 385,065 58,905 239 192 174 59,318 444,383 444,556

15,000-

25,000

25,000-

35,000 41,290 35,440

-

5850.00

-

0.14

4

Bawang

Putih 360 16,449 36 141 304 16,788 17,148 17,587 27,000 29,500 34,517 37,074 2557.00 0.07

5 Gula Pasir 33851 4,357,974 23,820 16,713 30,359 4,412,153 4,446,004 4,455,996 -

12,000-

12,500 13,832 16,285 2,453,00 0.18

6 Daging Sapi 345892 1,829,183 658 706 567 180,398 2,176,290 2,972,462 82,000 85,000 114,450 116,105 1655.00 0.01

7 Minyak Goreng 26137 382,997 21,331 3,782 19,673 424,001 450,138 454,879 10,500 12,500 12,617 12,868 251.00 0.02

8 Cabai 95 41 - - - 41 95 5,935 - 26,000 26,057 26,529 -

1528.00 -

0.05

9 Telur Ayam 90 7,228 108 - - 7,336 7,426 7,789 - 19,000 19,836 21,857 2021.00 0.10

Total 52,984,860 63,216,464 801,010 468,016 4,653,996 68,671,469 121,656,475 305,326,219

Page 82: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

53

dengan pedagang (pedagang pengumpul desa, pedagang besar antar

wilayah/pedagang antar pulau, pedagang grosir, dan pedagang pengecer) tergolong

timpang; (f) situasai pasar pada komoditas ternak sapi dan daging sapi sering

mengalami gejolak harga terutama pada iedul adha, menjelang bulan puasa, dan

menjelang lebaran; dan (g) pelaksanaan operasi pasar komoditas pangan bersifat

temporer.

Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia

(TTI) ini dipayungi oleh Kepmentan No. 83 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan PUPM

Tahun 2016. Pengembangan TTI merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah

dalam mengatasi gejolak harga komoditas pangan, tercakup daging sapi. Program ini

dapat dipandang sebagai exit strategy dari pengembangan Gapoktan LDPM yang telah

melibatkan sebanyak 1.852 kelembagaan Gapoktan.

Tujuan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani

Indonesia (TTI) khususnya ternak sapi dan daging sapi adalah (BKP, 2016):

1. Menjaga stabilitas harga komoditas pangan tercakup daging sapi di tingkat

petani atau peternak.

2. Memotong rantai tata niaga komoditas pangan strategis khususnya ternak sapi

dan daging sapi yang terlalu panjang

3. Menekan harga komoditas pangan tercakup daging sapi di tingkat pedagang

pengecer (retail) atau konsumen.

4. Mengurangi keuntungan berlebih (exces profit) di tingkat pedagang perantara

terutama pedagang antar wilayah/antar pulau dan pedagang grosir, sehingga

pedagang memperoleh keuntungan yang wajar.

5. Merubah struktur pasar komoditas pangan dari struktur pasar yang oligopsonistik

ke arah struktur pasar yang lebih kompetitif.

Manfaat Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani

Indonesia (TTI) khususnya ternak sapi dan daging sapi adalah (BKP, 2016):

1. Memotong rantai tata niaga menjadi lebih pendek, dari semula 7-8 titik menjadi

menjadi 3-4 titik, sehingga harga lebih stabil.

Page 83: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

54

2. Disparitas harga antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima

peternak menjadi lebih rendah, sehingga produsen menerima harga yang wajar,

pedagang tetap eksis dan konsumen mendapat harga yang wajar.

3. Struktur pasar berubah dari struktur pasar yang oligopsonistik ke arah struktur

pasar yang lebih kompetitif, sehingga terjadi keseimbangan harga antara harga

produsen, pedagang dan konsumen.

Sasaran Gapoktan/Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui

TTI pada tahun 2016 ditargetkan sebanyak 500 gapoktan/LUPM dan 1.000 unit TTI di

33 Provinsi. Konsentrasi pengembangan dilakukan di Provinsi Sumatera Utara,

Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, dan Sulawesi Selatan. Lokasi pengembangan dilaksanakan di daerah/wilayah

yang menjadi barometer terjadinya fluktuasi harga komoditas pangan strategis tercakup

daging sapi. Untuk komoditas daging sapi difokuskan di Jakarta dan sekitarnya yang

menjadi tujuan pasar utama.

Perkembangan kegiatan PUPM-TTI pada periode 2015 – 2019 adalah sebagai

berikut: Pada tahun 2015 telah dikembangkan 50 TTI sebagai pilot project, pada tahun

2016 sebanyak 2.000 TTI, pada tahun 2017 sebanyak 1.000 TTI, pada tahun 2018

sebanyak 1.000 TTI, dan pada tahun 2019 sebanyak 2.000 TTI. Model TTI yang

dikembangkan sangat relefan untuk komoditas beras, sedangkan untuk komoditas

daging sapi harus diitengrasikan pengelola RPH pemerintah yang berfungsi merubah

dari bentuk sapi hidup menjadi karkas, daging sapi, serta parting. Model

pengembangan rantai pasok atau rantai tata niaga (PUPM) komoditas daging sapi

melalui kegiatan TTI dapat adalah pada Gambar 9.

Penetapan harga komoditas daging sapi melalui kegiatan TTI seharusnya

dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu harga ditingkat peternak dalam bentuk sapi bobot

hidup (Kg bobot hidup), harga ditingkat RPH (Kg karkas) dan harga daging sapi

ditingkat pengecer (ritel). Harga pembelian di tingkat peternak dan RPH dilakukan

dengan harga referensi. Sementara itu, harga jual di TTI ke konsumen mengikuti

harga eceran tertinggi (HET) atau harga referensi. Harga jual TTI ditentukan

Page 84: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

55

berdasarkan harga rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir atau lebih rendah dari harga pasar

yang didasarkan data yang bersumber dari BPS/panel harga. Keuntungan maksimal

bagi pedagang yang menjalankan TTI ditetapkan hanya 2,5% atau harus lebih rendah

dari harga pasar yang berlaku, sedangkan Bulog melalui RPK memberikan profit Rp

5000,-/Kg daging sapi. Dalam hal ini penentuan keuntungan maksimal harus dibedakan

jenis dan sifat komoditasnya. Untuk daging sapi yang memiliki dayasimpan terbatas

dan memiliki resiko tinggi, penetapan keuntungan 2,5% dipandang terlalu rendah.

Keuntungan yang oleh pedagang dianggap wajar adalah berkisar antara Rp 5.000-

7.500,-/Kg.

1.

2.

Pembiayaan PUPM melalui kegiatan TTI pada tahun 2016 bersumber dari: (a)

dana APBN TA 2016, dalam bentuk Bantuan Pemerintah melalui dana dekonsentrasi

BKP Provinsi; dan (b) Bantuan Pemerintah digunakan untuk membeli komoditas pangan

tercakup ternak sapi atau daging sapi langsung ke petani/peternak, hasil produksi

pertanian/peternakan, dan daging sapi atau kerbau impor, setelah diproses disalurkan

langsung ke TTI untuk dijual ke masyarakat/konsumen.

Kriteria gapoktan yang mendapatkan pendanaan kegiatan TTI adalah: (a)

Gapoktan yang sudah eksis minimal selama 3 (tiga) tahun dan disahkan oleh

Bupati/Walikota; (b) Memiliki struktur organisasi dan anggaran dasar dan anggaran

rumah tangga (AD/ART); (c) Memiliki gudang penyimpanan pangan tergantung

Peternak Kelompok

Peternak/

Gapoknak yang

difasilitasi RPH

Konsumen RT TTI

(Meat shop)

Peternak Kelompok

Peternak/

Gapoknak

Konsumen

RT TTI

(Meat Shop)

RPH

Pemerintah

Gambar 9 . Rantai Tataniaga Daging Sapi Model Toko Tani Indonesia

Page 85: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

56

spesifikasi produk pangan yang dijual, untuk daging sapi harus punya freezer; (d) Tidak

sedang menerima bantuan serupa dari Kementan di tahun berjalan; (e) Bersedia

memasok bahan pangan tercakup daging sapi minimal ke 2 (dua) TTI; (f) Sanggup

menjaga kualitas pasokan bahan pangan tercakup daging sapi secara kontinyu; (g)

Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan dan keuangan TTI; dan (h)

Sanggup membuat pembukuan dan pelaporan kegiatan TTI secara periodik. Untuk

komoditas daging sapi melalui pola distribusi model TTI perlu dilakukan modifikasi dan

penyempurnaan disesuaikan dengan spesifikasi kelompok peternak dan Gapoktan dan

komoditas daging sapi. Paling tidak harus melibatkan pengusaha RPH, RPH milik

pemerintah di daerah-daerah sentra produksi peternakan.

Kriteria pelaku usaha yang dapat menjalankan Toko Tani Indonesia (TTI)

meliputi: (a) Merupakan pelaku tata niaga atau pedagang tetap, untuk daging sapi

dalam bentuk usaha meatshop; (b) Memiliki tempat usaha milik pribadi atau sewa; (c)

Berlokasi strategis yang mudah dijangkau masyarakat konsumen; (d) Memiliki

SIUP/NPWP/UD (minimal surat izin usaha dari desa); (e) Bersedia melakukan kontrak

kerjasama dengan Gapoktan/kelompok peternak dalam pengadaan bahan pangan,

tercakup ternak sapi dan daging sapi; (f) Bersedia menjual produk pangan tercakup

daging sapi di TTI; dan (g) Bersedia membuat catatan transaksi penjualan khusus

kegiatan TTI dan membuat pelaporan secara periodik. Untuk komoditas daging sapi

mungkin perlu ditambahkan memiliki tempat penyimpanan (cold storage) atau freezer

sesuai kapasitas yang diperlukan.

Kriteria Pendamping dalam pelaksanaan kegiatan TTI meliputi: (a) Pendidikan

minimal Sekolah Menengah Umum (SMU) atau yang sederajat; (b) Berdomisili dekat

dengan Gapoktan dan/atau lokasi pedagang TTI; (c) Satu orang pendamping

mendampingi 1 Gapoktan; (d) Memiliki komitmen untuk mendampingi dan membimbing

Gapoktan dan pedagang TTI; (f) Sanggup melaksanakan kunjungan dan pembinaan

secara rutin minimal satu kali seminggu kepada Gapoktan dan Pedagang TTI. Agar

pendampingan berjalan baik maka pendamping harus dibekali aspek teknis dan bisnis

komoditas yang diperdagangkan di masing-masing TTI. Untuk daging sapi harus

Page 86: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

57

dibekali pengelolaan daging sapi terutama aspek pengadaan, aspek penyimpanan,

pengaturan suhu simpan, pengembangan produk dan promosi produk, dan aspek

penjualan ke berbagai tujuan kelompok konsumen.

Tugas dan tanggung jawab Tim Pokja Pusat adalah: (a) Menerbitkan Pedoman

Umum Kegiatan PUPM melalui kegiatan TTI, untuk komoditas daging sapi pedoman

umum harus lebih spesifik; (b) Melakukan sosialisasi, koordinasi, integrasi, dan advokasi

dengan lembaga terkait dalam pelaksanaan kegiatan PUPM melalui kegiatan TTI, baik

aspek teknis, bisnis, dan hubungan antar pelaku; (c) Melakukan bimbingan teknis untuk

Gapoktan, TTI, dan tenaga pendamping yang bersifat spesifik komoditas yang akan

diperdagangkan; (d) Melakukan pertemuan secara berkala terkait pelaksanaan kegiatan

TTI untuk menumbuhkan motivasi; dan (e) Memverifikasi, mengawal, membina,

memantau, mengevaluasi, mengawasi, mengendalikan, dan melaporkan kegiatan PUPM

melalui kegiatan TTI.

Tugas dan tanggung jawab Tim Pembina Provinsi adalah: (a) Menyusun petunjuk

pelaksanaan (juklak) yang jelas dan mudah dipahami, perlu difokuskan pada komoditas

yang ditangani tercakup komoditas daging sapi; (b) Sosialisasi, koordinasi, integrasi,

dan advokasi dengan instansi terkait dalam pelaksanaan kegiatan TTI, sosialisasi

dilakukan melalui proses sosial yang matang baik aspek teknis, bisnis, hubungan antar

pelaku; (c) Mengidentifikasi, memverifikasi, mendampingi, membina, memantau,

mengevaluasi, mengawasi, pengendalian, dan pelaporan kegiatan PUPM ke Gubernur

dan Pusat; (d) Melakukan verifikasi terhadap CPCL Gapoktan yang diusulkan oleh

kabupaten/kota, Gapoktan yang memiliki usaha/bisnis dan berjalan baik dapat prioritas;

dan (e) Melakukan sosialisasi, koordinasi, integrasi, dan advokasi dengan instansi

terkait dalam pelaksanaan kegiatan PUPM.

Tugas dan tanggung jawab Tim Teknis Kabupaten/Kota adalah: (a) Membina,

memantau, mengevaluasi, mengawasi, pengendalian, dan pelaporan kegiatan PUPM ke

Bupati/Walikota dan Gubernur; (b) Mengidentifikasi CPCL Gapoktan dan Pedagang TTI

yang diusulkan oleh Gapoktan; (c) Mengusulkan CPCL Gapoktan, dan Pedagang TTI

yang diusulkan oleh Gapoktan kepada provinsi; (d) Mengusulkan pendamping kegiatan

Page 87: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

58

PUPM kepada provinsi; dan (e) Mendampingi Gapoktan dalam proses pengusulan

pencairan dana bantuan pemerintah untuk kegiatan TTI. Disarankan Tim Teknis juga

melakukan pendampingan dalam pengelolaan dan penggunaan dana bantuan

pemerintah sehingga tepat sasaran dalam penggunaan.

Tugas dan tanggung jawab Gapoktan adalah: (a) Bersedia dan sanggup

melaksanakan kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM); (b)

Bersedia dan sanggup melakukan identifikasi CPCL untuk pedagang TTI; (c) Melakukan

pembelian bahan pangan pokok dan strategis (tercakup komoditas daging sapi) kepada

petani/mitra dengan harga yang menguntungkan bagi petani; (d) Melakukan pasokan

dan menjaga stabilisasi pasokan bahan pangan pokok dan strategis (tercakup

komoditas daging sapi) yang berkualitas secara berkelanjutan kepada pedagang TTI;

dan (e) Membuat pembukuan penerimaan dan penyaluran (penjualan) serta

mengirimkan laporan kepada PPK dan BKP provinsi melalui BKP kabupaten/kota.

Disarankan bagi Gapoktan yang memiliki unit usaha, seperti koperasi, pengembangan

TTI dapat terintegrasi ke dalam kelembagaan Gapoktan.

Tugas dan tanggung jawab Toko Tani Indonesia (TTI) adalah: (a) Bersedia dan

sanggup melaksanakan kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM);

(b) Melakukan penjualan bahan pangan pokok dan strategis (tercakup komoditas

daging sapi) sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan; (c) Menjaga stabilisasi

stok komoditas pangan pokok dan strategis secara berkelanjutan dengan harga yang

wajar; (d) Bekerjasama dengan Gapoktan untuk menjaga kontinuitas penyaluran dan

kualitas pangan (komoditas strategis) dengan harga yang wajar; (e) Membuat

pembukuan penerimaan dan penyaluran (penjualan) serta mengirimkan laporan kepada

Gapoktan; dan (f) Melakukan stock opname dan tutup buku pada akhir tahun.

Tugas dan tanggung jawab tenaga pendamping TTI meliputi: (a) Mendampingi

dan membimbing Gapoktan dan TTI sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Tim

Pembina Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten/Kota; (b) Membuat rencana kerja dan

jadwal pelaksanaan kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) secara

tertulis mengenai kegiatan pendampingan dan pembinaan kepada Gapoktan dan

Page 88: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

59

pedagang TTI; (c) Melaksanakan kunjungan dan pembinaan secara rutin minimal satu

kali dalam dua minggu kepada Gapoktan dan pedagang TTI; (d) Membuat laporan

secara berkala tentang kegiatan pendampingan yang dilakukan.

Pengembangan TTI secara nasional memiliki prospek jika dipersiapkan secara

matang, namun pengembangan TTI tidak dapat diseragamkan untuk semua wilayah

dan seluruh komoditas pangan strategis. Hasil kajian di lapang menunjukkan secara

teknis TTI dapat diterapkan di lokasi penelitian baik di daerah sentra produksi pangan

di perdesaan maupun pusat-pusat konsumsi di perkotaan. Secara ekonomi, usaha TTI

memberikan keuntungan yang sangat terbatas, sehingga diduga kurang memberikan

insentif yang memadai kepada Gapoktan dan pedagang pengelola TTI. Sebagai ilustrasi

keuntungan yang dianggap wajar bagi pedagang TTI sebesar Rp 5.000 – 7.500,-/Kg,

sementara BKP hanya memberikan keuntungan bersih hanya 2,5 % atau setara Rp

2.125,-/Kg, karena pedagang TTI memperhitungkan susut dan resiko tidak terjual.

Keberlanjutan program TTI sangat ditentukan oleh aspek pelaksanaan, aspek

pendukung, dan aspek promosi. Dalam aspek pelaksanaan harus dipersiapkan secara

baik beberapa hal penting berikut : (1) Juklak atau Juknis Program TTI (Toko Tani

Indonesia) bersifat sederhana sehingga mudah dipahami dan diimplementasikan; (2)

Sosialisasi program secara berkala pada berbagai tingkatan pelaksana agar mereka

termotivasi untuk melaksanakan TTI; (3) Pendampingan secara berkala sehingga tujuan

tercapai sesuai dengan yang direncanakan; dan (4) Melakukan monitoring dan evaluasi

secara berkala untuk mendapatkan umpan balik guna penyempurnaan TTI dan

pemecahan masalah baik teknis, ekonomi, maupun manajemen.

Aspek pendukung yang perlu mendapatkan perhatian adalah: (1) Perlu

direncanakan dan disiapkan oleh pihak tertentu tentang jenis, jumlah dan kualitas

bahan pangan strategis tercakup komoditas daging sapi; (2) Perlu penyedia fasilitas,

seperti tempat usaha, timbangan, tempat penyimpanan, dan alat lainnya; (3)

Kelembagaan pengelola TTI secara partisipatif berbasis kelembagaan

Gapoktan/Kelompok Tani/Kelompok Peternak; (4) Sebaiknya yang menjadi leading

institution adalah Badan Ketahanan Pangan (BKP) provinsi dan Kabupaten; (5)

Page 89: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

60

Pengembangan usaha berbasis komoditas pangan unggulan sesuai kebutuhan

masyarakat konsumen; (6) Kelembagaan Gapoktan/Kelompok Tani/Kelompok Peternak

yang mampu memasok komoditas pangan yang ditransaksikan. Kesiapan aspek

pendukung saat ini di daerah sentra produksi dan pusat konsumsi masih kurang,

terlebih untuk komoditas daging sapi yang mudah rusak.

Aspek promosi dapat dilakukan melalui: (1) Temu lapang secara berkala untuk

memotivasi dusun/desa sekitar yang belum melaksanakan Program TTI; (2) Advokasi

secara berkala ke Pemangku kebijakan tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi

tentang manfaat dan keuntungan ekonomi dari TTI (Toko Tani Indonesia); (3) Kegiatan

lomba dan penghargaan dalam pengelolaan TTI pada berbagai level atau tingkatan

(desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional).

Keberlanjutan program TTI juga sangat ditentukan adanya sinergi antara

Program TTI dengan PUPM. Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam perencanaan dan

implementasinya perlu dirumuskan bersama terutama dalam aspek : (1) Lokasi tempat

usaha yang strategis (dusun, desa, kecamatan, kabupaten); (2) Terjaminnya jenis,

jumlah dan kontinyuitas pasokan komoditas pangan, tercakup komoditas daging sapi;

(3) Pendampingan Gapoktan dan pengelola TTI, baik oleh Tim Pembina Provinsi, Tim

Teknis kabupaten/kota, maupun petugas pendamping; (4) Manajemen rantai pasok

terpadu untuk komoditas pangan srategis produksi setempat; dan (5) Promosi,

diseminasi, dan replikasi Program TTI ke lokasi atau wilayah lain.

Page 90: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

61

IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Upaya pemerintah menurunkan harga daging di Indonesia melalui membuka

impor daging kerbau, membuka RPK dan TTI, serta memfasilitasi Kapal Ternak,

khususnya di DKI Jakarta dan daerah sekitarnya terlihat belum memberikan dampak.

Akan tetapi dengan upaya yang dilakukan telah memberikan alternatif bagi rumah

tangga kurang mampu untuk membeli daging dengan harga murah, yaitu berupa

daging kerbau beku asal impor dari India dan daging sapi lokal yang disalurkan Pemda

DKI Jakarta melalui Kartu Jakarta Pintar (KJP). Selain itu, adanya alternatif daging

dengan harga murah, sampai saat ini mampu menekan naiknya harga daging segar di

DKI jakarta dan sekitarnya.

Bervariasnya sumber daging dengan harga yang berbeda. Sebaiknya penjualan

daging sapi lokal, daging sapi impor, dan daging kerbau impor dijual dengan harga

yang berbeda dan agar tidak rembesan atau oplosan diantaranya perlu dilakukan

pengawalan oleh pemerintah. Untuk mensosialisasi adanya perbedaan harga jual

berdasarkan sumber daging sebaiknya melibatkan TTI, RPK Bulog, Toko Daging Milik

PD Dharma Jaya dan PD Pasar Jaya, super market.

Untuk menghindari kenaikan harga yang melonjak menjelang puasa dan lebaran,

diharapkan saluran tata niaga yang diintroduksi pemerintah selama ini seperti RPK, TTI,

KJP diharapkan dapat berperan lebih maksimal. Upaya yang perlu dilakukan adalah

menambah volume penjualan dan memperbanyak outlet termasuk melalui kegiatan

operasi pasar yang diinformasikan melalui media sosial. Operasi pasar dilakukan dengan

memperhitungkan waktu yang tepat, yaitu sebelum terjadi kenaikan harga.

Pengaruh pasokan daging impor dan daging asal sapi bakalan impor

menyebabkan harga daging di Jakarta dan sekitarnya menjadi lebih murah

dibandingkan sentra produksi sapi lokal seperti Jawa Tengah. Untuk meningkatkan daya

saing usaha penggemukan sapi di Jawa Tengah dan mungkin juga daerah lain dapat

dilakukan dengan melakukan integrasi usaha secara vertikal, integrasi usaha secara

horizontal, dan melakukan diferensiasi produk.

Page 91: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

62

Kebijakan yang dipandang relevan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

sistem tata niaga ternak sapi dan daging sapi adalah: (1) Pengembangan Bulog

Ditribution Management System (BDMS) terutama untuk daging sapi dan daging kerbau

asal impor; (2) Pengembangan pola distribusi dan tata niaga kontrak kerjasama jual-

beli antara PD Dharma Jaya dengan pedagang pengirim dari NTT via Tol Laut dengan

Kapal Camara Nusantara I, pemotongan dengan RPH PD Dharma Jaya dan distribusi

tata niaga melalui pasar yang dikelola PD Pasar Jaya dan program Kartu Jakarta Pintar;

dan (3) Pengembangan pola Toko Tani Indonesia (TTI) terutama di daerah-daerah

sentra produksi yang mampu menghasilkan daging sapi secara efisien yang

diintegrasikan dengan kebijakan pemerintah daerah setempat.

Kebijakan yang dipandang relevan untuk stabilisasi harga daging sapi khusnya di

DKI Jakarta dan Jawa barat adalah : (1) Percepatan peningkatan produksi sapi

domestik dengan pengembangan industri pembibitan dan pakan ternak berbahan baku

lokal, (2) Revitalisasi pasar hewan dengan sistem informasi pasar yang transparan dan

penggunaan sistem timbang, (3) Meningkatkan efektivitas dan efisensi sistem tata

niaga ternak sapi dan daging sapi dari daerah-daerah sentra produksi ke pusat-pusat

konsumsi melalui Tol Laut Kapal Camara Nusantara I; (4) Adanya rencana 5 unit kapal

ternak yang akan dialokasikan untuk NTT 3 unit, NTB 1 unit dan Bali 1 unit,

diperkirakan akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem tata niaga ternak sapi.

Namun agar tidak terjadi pengurasan sapi lokal asal NTT maka disarankan agar

pedagang pengirim juga melakukan usaha pembibitan dan budidaya melalui pola

kemitraan usaha; (5) Penerapan kebijakan harga referensi komoditas daging sapi

secara tepat dan diperbaharui setiap tahun; dan (6) Kebijakan impor yang tepat

sebatas menutupi kekurangan pasokan dari sapi domestik sehingga ada tetap ada

insentif bagi peternak untuk meningkatkan produksi ternak sapi lokal.

Page 92: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

63

DAFTAR PUSTAKA

Azzaino, 1981. Pengantar Tata niaga Pertanian. Diktat. Departemen Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor

Asmarantaka, R. W. 2009. Pemasaran Produk-Produk Pertanian dalam Bunga Rampai

Agribisnis Seri Pemasaran. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

BULOG, 2016. Operasionalisasi Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok. Dalam

Seminar Rutin Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian pada 29 Juni 2016. Bogor.

BKP. 2016. Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) Melalui Toko Tani

Indonesia (TTI) ”Konsep dan Implementasi”. Dalam Seminar Rutin Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian pada 29 Juni 2016. Bogor.

Dahl, Dale C. and Jerome W. Hamond. 1977. Market and Price Analysis. The Agriculture

Industries. McGraw – Hill. USA.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Statistik Peternakan 2012. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Jakarta.

FAO. 2014. Food Balance. FAO, Rome. http://faostat.fao.org/site/617/. Diunduh: 14

Agustus 2014.

Ilham, N., Basuno, E., Winarso, B., Zakaria, A.K., dan Nurasa, T. 2013. Kajian Efisiensi

Moda Transportasi Ternak dan Daging Sapi dalam Mendukung Program Swasembada Pangan. Pusat Sosial dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Ilham, N., Saptana, A. Purwoto, Y. Supriatna, Dan T. Nurara. 2015. Kajian Pengembangan Industri Peternakan Mendukung Peningkatan Produksi Daging.

Laporan Penetian Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Kemendag. 2014a. Outlook Pasar Daging Sapi 2015-2019. Kementerian Perdagangan.

Jakarta.

Kemendag. 2014b. Laporan Hasil Survei Pemetaan Komoditas Agro 2014. Kerjasama PT Sucofindo, Tbk dengan Kementerian Perdagangang Republik Indonesia.

Jakarta.

Mubyarto. 1973. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan

Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Jakarta

Nasruddin, W. 1999. Tata niaga Pertanian. [Diktat Kuliah]. Universitas Terbuka. Jakarta.

Page 93: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

64

Saptana dan H. P. Saliem. 2015. Tinjauan Konseptual Makro-Mikro Pemasaran dan Implikasinya Bagi Pembangunan Pertanian. Forum Agro Ekonomi, Volume 38 No.

2, Desember 2015, hal: 1-18.

Sihombing, Luhut. 2010. Tata niaga Hasil Pertanian. USU Press . Medan. (Online,

usupress.usu.ac.id, diakses pada 13 Juli 2016).

Utami, Yuniarni. 2009. Analisis Cabang Usahatani dan Tata niaga Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca. sp)(Kasus Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). [Skripsi]. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor.(Online, http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/15548, diakses pada 13 juli 2016)

Tomeck, W. G., and Kenneth L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices. Cornell

University Press. Third Edition. Ithaca and London.

Page 94: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

LAPORAN PENELITIAN ANALISIS KEBIJAKAN (ANJAK) TA 2016

KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH, CABAI DAN DAGING SAPI MENDUKUNG

KEDAULATAN PANGAN:

Laporan Komoditas Bawang Merah

Tim Peneliti

Muchjidin Rahmat Adang Agustian

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN 2016

Page 95: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................... ii DAFTAR TABEL.................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR.............................................................................. iv

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang............................................................................ 1

1.2. Tujuan....................................................................................... 2 1.3. Output dan Manfaat.................................................................... 3

II. METODOLOGI............................................................................................ 3

2.1. Lokasi dan Sampel Kajian............................................................ 3 2.2. Metode Analisa........................................................................... 3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 8

3.1. Kabupaten Brebes...................................................................... 8

3.1.1. Dinamika dan Pola produksi Bawang Merah di Sentra Produksi Kabupaten Brebes.......................................... 8

3.1.2. Dinamika Harga Komoditas Bawang Merah di Tingkat Petani ........................................................................ 11 3.1.3. Tataniaga Bawang Merah............................................. 12

3.2. Kabupaten Nganjuk................................................................... 19 3.2.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah

di Jawa Timur............................................................. 19

3.2.2. Analisis Usahatani Bawang Merah................................. 20 3.2.3. Tataniaga Bawang Merah.............................................. 22

IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN............................................ 34

4.1. Kabupaten Brebes..................................................................... 34 4.2. Kabupaten Nganjuk................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 40

Page 96: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

iii

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Perkembangan Produksi dan kebutuhan Bawang Merah di Indonesia, 2012-2015...................................................................................... 9

2. Perkembangan Analisa Usahatani, Komponen Biaya Produksi dan BEP Usahatani Bawang Merah Di Brebes Tahun 2012-2016...................... 13

3. Perbedaan Harga di Berbagai Tingkatan Lembaga Pemasaran Bawang

Merah, 2016.................................................................................. 18 4. Analisis Usahatani Bawang Merah Per Hektar di Kabupaten Nganjuk,

2016 (Rp/ha/musim)...................................................................... 21

5. Kinerja Harga dan Marjin Pemasaran Bawang Merah dari Tingkat Petani, Penebas dan Pengirim, 2006 (Rp/Kg).................................. 31

6. Kinerja Harga dan Marjin Pemasaran Bawang Merah dari Tingkat

Petani di Pasar Sukomoro (Rp/Kg)................................................. 33

Page 97: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

iv

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Produksi Bawang Merah dibeberapa sentra Produksi di Jawa Tengah,

2015 (Ton)........................................................................................ 8

2. Penyebaran Produksi Bawang Merah 3 tahun terakhir, 2012-2015 di

Kabupaten Brebes (Ton).................................................................... 9

3. Pola Produksi dan Luas Tanam Bawang merah di Kab. Brebes, 2016..... 10 4. Perkembangan Harga Bawang Merah Bulanan di Tingkat Petani,

Tengkulak, Distributor dan Eceran, 2016............................................ 12

5. Perkembangan Harga Benih Bawang Merah di Brebes Tahun 2010-2016....................................................................................... 14

6. Alur pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes, 2016................ 16

7. Produksi Bawang Merah dibeberapa sentra Produksi di Jawa Timur, 2015 (Ton)...................................................................................... 19

8. Bagan Pemasaran Komoditas Pada Toko Tani Indonesia.................... 24

9. Alur Pemasaran Bawang Merah dari Tingkat Petani di Lokasi Kajian Kabupaten Nganjuk-Jawa Timur, 2016............................................. 29

10. Alur Pemasaran Bawang Merah dari Tingkat Petani hingga Pedagang

Pasar Sukomoro Kabupaten Nganjuk-Jawa Timur, 2016................... 33

Page 98: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tataniaga adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang

ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan

mendistribusikan barang dan jasa kepada kelompok pembeli. Semua unsur, baik

perorangan, perusahaan, atau lembaga yang secara langsung terlibat dalam proses

pengaliran barang dari produsen ke konsumen disebut lembaga tataniaga. Kegiatan

pemasaran disalurkan melalui lembaga-lembaga perantara atau lembaga distribusi.

Semakin panjang saluran distribusi yang dilalui suatu produk maka semakin tinggi

harga yang harus dibayarkan konsumen akhir. Kondisi ini terkadang berdampak

dimana produsen/petani biasanya mendapatkan keuntungan yang kecil dibandingkan

pedagang.

Sistem tataniaga dianggap baik dan efisien apabila memenuhi tiga indikator: (1)

mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan harga

yang wajar, (2) mampu menjamin stabilisasi pasokan dan harga, dan (3) mampu

mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan

konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut didalam kegiatan produksi dan

tataniaga barang tersebut. Sistem tataniaga yang tidak efisien akan mengakibatkan

kecilnya keuntungan yang diterima oleh produsen, jadi harga yang diterima produsen

dapat juga dijadikan ukuran efisiensi sistem tataniaga (Mubyarto, 1989 : 166).

Dalam tahun terakhir terjadi gejolak harga pangan pokok nasional. Harga

pangan strategis cenderung meningkat tidak terkendali antara lain akibat dari

masalah kelancaran pasokan, sementara harga ditingkat petani cenderung tetap

yang berarti disparitas harga pangan antara produsen dan konsumen semakin besar.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan sebarapa jauh sistem tata niaga yang

terbangun saat ini dinilai baik dan effisien, seberapa jauh pelaku pasar telah bekerja

dengan baik, dan seberapa jauh pemerintah dapat berperan untuk melakukan

tugasnya dalam mengatur dan kalau perlu mengintervensi sehingga terbangun sistem

tataniaga yang baik dan effisien.

Page 99: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

2

Dalam upaya stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok tersebut, kementerian

pertanian telah melakukan kegiatan intervensi dengan cara mendorong dilakukannya

pembelian langsung gabah, bawang merah, cabai dan sapi dari petani/peternak dan

atau mendorong Kelompok tani menjualnya langsung ke konsumen melalui Toko Tani

Indonesia (TTI). Upaya tersebut ditujukan dalam rangka memotong rantai pasokan

yang dianggap terlalu panjang dan tidak effisien yang menyebabkan terjadinya

permasalahan dalam kontinuaitas pasokan, harga yang tidak stabil dan disparitas

harga yang besar ditingkat produsen dan konsumen. Dengan upaya tersebut

diharapkan petani/peternak dapat menikmati harga yang wajar, pasokan lancar dan

konsumen dapat membeli dengan harga yang lebih murah. Langkah intervensi

tersebut dilakukan dalam rangka menjamin pasokan dan stabilisasi harga menjelang

bulan puasa dan lebaran.

Intervensi tataniaga tersebut dinilai berhasil sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Dengan langkah intervensi pemerintah tersebut, beberapa peran pelaku

dalam tataniaga menjadi hilang dan digantikan oleh Bulog. Pertanyaannya adalah

apakah langkah intervensi tersebut dapat berlanjut kedepan untuk menggantikan

sistem tataniaga yang selama ini telah terbangun sekian lama?; Apakan langkah

intervensi dalam tataniaga tersebut dapat dilaksanakan secara nasional atau hanya

bersifat lokal?; dan apakah kebijakan intervensi tersebut berakibat ongkos sosial

besar yang harus ditanggung pemerintah dan masyarakat.

1.2. Tujuan

Berdasarkan uraian di atas, pada intinya, tujuan kajian ini ialah merumuskan

alternatif tataniaga komoditi stategis yang baik dan effisien. Secara lebih rinci,

tujuan kajian ini ialah:

1. Mengkaji sistem tataniaga komoditi strategis beras, bawang merah, cabai dan

daging sapi yang berlaku saat ini,

2. Mengevaluasi efektifitas sistem tataniaga yang berlaku di pasar umum dan

sistem tataniaga introduksi,

3. Merumuskan rekomendasi alternatif sistem tataniaga komoditi strategis yang

dinilai baik dan effisien.

Page 100: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

3

1.3. Output dan Manfaat

Hasil kajian ini diharapkan memberikan alternatif rumusan kebijakan sistem

tataniaga komoditas beras, bawang merah, cabai dan daging sapi yang dinilai baik

dan effisien yang dapat meningkatan perbaikan penyampaian hasil-hasil dari

produsen kepada konsumen dengan harga yang wajar, menjamin stabilisasi harga,

dan terjadi pembagian yang adil diantara pelaku tataniaga.

II. METODOLOGI

2.1. Lokasi dan Sampel Kajian

Khusus pada laporan ini, komoditas yang dilaporkan adalah bawang merah.

Kajian di lakukan di sentra produksi bawang merah nasional yaitu di Kabupaten

Brebes, Jawa Tengah dan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Kegiatan Analisis Kebijakan ini akan ditekankan kepada penelitian lapangan

tentang pelaksanaan tataniaga yang berlaku di masyarakat dan pola intervensi yang

dilakukan terhadap komoditi strategis. Sesuai dengan metoda analisa kegiatan

penelitian meliputi penelusuran komoditas mulai dari produsen/petani bawang merah

dan kelompok tani bawang merah, pedagang pengumpul bawang merah, pedagang

besar bawang merah (pengirim), pedagang bawang merah di pasar lokasi penelitian,

pedagang bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, hingga konsumen. Selain itu

juga terdapat responden kajian lainnya seperti aparat Dinas pertanian Tanaman

Pangan di provinsi dan kabupaten kajian, dan Asosiasi Bawang Merah Indonesia

(ABMI).

2.2. Metode Analisa

Istilah tataniaga sering juga diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi

yaitu suatu macam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan

barang dari produsen ke konsumen (Mubyarto, 1973). Menurut Sihombing (2010),

kegiatan tataniaga adalah sebagian dari kegiatan distribusi. Distribusi menimbulkan

suatu kesan seolah-olah orang-orang yang bergerak di dalam bagian ini bersifat

Page 101: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

4

statis, menunggu saja apa yang akan mereka peroleh dari produsen untuk dibagi-

bagikan lagi kepada konsumen.

Fungsi tataniaga mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang

diinginkan pada tempat, waktu dan bentuk serta harga yang tepat. Fungsi tataniaga

terdiri dari tiga fungsi pokok, yaitu: (1) Fungsi pertukaran, meliputi : (a) penjualan,

yaitu menjual barang kepada konsumen dengan harga yang memuaskan dan (b)

pembelian, yaitu membeli barang dari penjual dan kemudian menjualnya kembali

dengan harga yang telah disepakati. (2) Fungsi pengadaan secara fisik, meliputi : (a)

pengangkutan, yaitu pemindahan barang dari tempat produksi dan atau tempat

penjualan ke tempat-tempat dimana barang tersebut akan terpakai (kegunaan

tempat), dan penyimpanan, yaitu penahanan barang selama jangka waktu antara

dihasilkan atau diterima sampai dijual (kegunaan waktu) serta pengolahan. (3)

Fungsi pelancar/fasilitas, meliputi : (a) pembiayaan, yaitu mencari dan mengurus

modal uang yang berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam arus barang dari sektor

produksi sampai sektor konsumsi, (b) penanggungan risiko, usaha untuk mengelak

atau mengurangi kemungkinan rugi karena barang yang rusak, hilang, turunnya

harga dan tingginya biaya, (c) standardisasi dan grading, yaitu penentuan atau

penetapan dasar penggolongan (kelas atau derajat) untuk barang dan memilih

barang untuk dimasukkan ke dalam kelas atau derajat yang telah ditetapkan dengan

jalan standardisasi, dan (d) informasi pasar, yaitu mengetahui tindakan-tindakan

yang berhubungan dengan fakta-fakta yang terjadi, penyampaian fakta, menafsirkan

fakta dan mengambil kesimpulan akan fakta yang terjadi.

Saluran tataniaga adalah jalur yang dilalui komoditas dari titik produsen

sampai titik konsumen akhir. Dengan mengikuti saluran tataniaga dapat diketahui :

(a) jumlah produk yang dijual petani kepada tengkulak atau langsung ke konsumen

akhir atau ke pedagang besar, (b) peranan dari pelaku tataniaga termasuk peranan

petani dan (c) tempat terjadinya informasi. Panjang pendeknya saluran tataniaga

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : (a) jarak produsen – konsumen, (b)

cepat lambatnya produk rusak (c) skala produksi, (d) posisi keuangan perusahaan,

(e) derajat standardisasi, (f) kemewahan produk, (g) nilai unit dari produk, (h)

bentuk pemakaian produk, dan (i) struktur pasar (Nasruddin, 1999).

Page 102: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

5

Lembaga tataniaga mempunyai peranan dalam menjembatani kesenjangan-

kesenjangan yang ada antara titik produsen dan titik konsumen, yang menyangkut

kesenjangan karena waktu, bentuk, pemilikan, informasi dan nilai. Lembaga atau

perantara tataniaga dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu pedagang perantara

dan agen perantara. Golongan yang pertama menguasai dan memiliki barang,

sedangkan golongan yang kedua menguasai tetapi tidak memiliki barang dagangan

(Nasruddin, 1999).

Atas dasar pemikiran diatas, maka metoda analisa tataniaga akan didasarkan

kepada analisa fungsi-fungsi tataniaga yaitu analisis Struktur, Perilaku, dan

Keragaan (Structure, Conduct, and Performance/SCP), Biaya dan Marjin Tataniaga,

Efisiensi Pemasaran dan Analisis Efektivitas Kebijakan Pemerintah.

a. Struktur Pasar

Struktur pasar dalam suatu industri akan menentukan perilaku dan kinerja

pasar tersebut. Struktur pasar menjelaskan tentang definisi industri dan perusahaan,

mengenai jumlah yang ada dalam satu pasar, distribusi perusahaan dengan berbagai

ukuran dan diferensiasi produk, serta syarat-syarat keluar masuk pasar (Azzaino,

1983). Menurut Dahl dan Hammond (1972) terdapat 4 karakteristik untuk

menentukan struktur pasar yaitu: (1) jumlah perusahaan yang terdapat pada suatu

pasar; (2) diferensiasi produk; (3) kemudahan memasuki pasar; (4) status

pengetahuan tentang biaya, harga dan kondisi pasar diantara pelaku pemasaran.

Pasar dapat diklasifikasikan sebagai pasar persaingan sempurna (banyak pembeli dan

penjual), monopolistik (banyak perusahaan), oligopoly (sedikit perusahaan) atau

monopoli (perusahaan tunggal). Pada pasar yang berbeda sistem pemasarannya juga

berbeda.

b. Perilaku Pasar

Perilaku pasar mengacu pada pola perilaku yang diikuti perusahaan-perusahaan

dalam menyesuaikan diri dengan pasar di mana mereka menjual atau membeli.

Perilaku itu meliputi metode dan kriteria yang digunakan oleh perusahaan atau

kelompok perusahaan dalam menentukan keluaran, kebijakan penetapan harga,

kebijakan produk, dan kebijakan promosi mereka serta hubungan mereka satu sama

Page 103: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

6

lain. Mempelajari perilaku pasar yang tercermin dalam aksi yang dilakukan oleh suatu

perusahaan atau pembeli sangat membantu dalam memahami pemasaran.

c. Keragaan Pasar

Keragaan pasar merupakan hasil akhir yang dicapai akibat dari penyesuaian

yang dilakukan oleh lembaga tataniaga pada struktur pasar tertentu, didefinisikan

sebagai seberapa bagus sistem pemasaran bisa memenuhi harapan masyarakat dan

pelaku pasar. Secara teoritis keragaan suatu industri ditentukan oleh 2 faktor yaitu:

struktur industri (jumlah dan ukuran perusahaan, derajat diferensiasi produk, dan

kemudahan keluar masuk pasar); dan market conduct (harga di tingkat produsen,

produk dan strategi promosi)

d. Biaya dan Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga didefinisikan sebagai perbedaan harga atau selisih harga yang

dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen atau dapat pula

dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari

tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Pengeluaran yang harus dilakukan

untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut biaya tataniaga

(Utami, 2009). Hammond dan Dahl (1977), yang dikutip dalam Utami (2009),

menyatakan bahwa marjin tataniaga menggambarkan perbedaan harga di tingkat

konsumen (Pr) dengan harga ditingkat produsen (Pf). Setiap lembaga pemasaran

melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan

harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir.

e. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi tataniaga adalah selisih antara total biaya dengan total nilai produk

yang dipasarkan, atau dapat dirumuskan :

EP=(TBTNP)x 100%

Dimana :

EP = Efisiensi Pemasaran

TB = Total Biaya

TNP = Total Nilai Produk

Berdasarkan rumus tersebut, dapat diartikan bahwa setiap ada penambahan

biaya pemasaran memberi arti bahwa hal tersebut menyebabkan adanya pemasaran

Page 104: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

7

yang tidak efisien. Begitu pula sebaliknya, kalau semakin kecil nilai produk yang dijual

berarti terjadi pemasaran yang tidak efisien (Sherpherd, 1962 dalam Soekartawi,

1989).

f. Analisis Efektivitas Kebijakan Pemerintah.

Dalam melancarkan pasokan pangan strategis, stabilisasi pasokan dan harga

pangan pokok dan mengurangi disparitas harga pangan antara produsen dan

konsumen, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian melakukan kegiatan

intervensi dengan cara mendorong dilakukannya pembelian langsung gabah, bawang

merah, cabai dan sapi dari petani/peternak dan atau mendorong Kelompok tani

menjualnya langsung ke konsumen melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Kebijakan

tersebut perlu dievaluasi dalam hal kemungkinannya dapat dikembangkan berlanjut

kedepan untuk menggantikan sistem tataniaga yang selama ini telah terbangun,

apakah kebijakan tersebut dapat dilaksanakan secara nasional atau hanya bersifat

lokal, dan ongkos sosial yang kemungkinan ditanggung pemerintah dan masyarakat.

Page 105: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kabupaten Brebes

3.1.1. Dinamika dan Pola produksi Bawang Merah di Sentra Produksi

Kabupaten Brebes

Provinsi Jawa Tengah memiliki kontribusi produksi sebesar 38 % terhadap

produksi bawang merah nasional. Pada tahun 2015, total produksi bawang merah di

Jawa Tengah sebesar 471.692 ton, dengan sentra produksi utama terdapat di

Kabupaten Brebes (66%), Demak (10,37%), Kendal (5,41%), Pati (4,69%), Tegal

4,57%), Temanggung (2,64%), Boyolali (2,21%), Grobogan (1,13%) dan Kabupaten

lainnya (2,99%). Menurut Dinas Pertanian Jawa Tengah (2016) bahwa sentra

produksi khususnya Temanggung dan Boyolali merupakan sentra produksi bawang

merah dataran tinggi, dan daerah lainnya merupakan sentra dataran rendah.

Gambar 1. Produksi Bawang Merah dibeberapa sentra Produksi di Jawa Tengah, 2015 (Ton).

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000 311.296

48.905 25.499

22.101 21.546 12.464

10.436 5.330 14.114

Produksi (Ton)

Page 106: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

9

Tabel 1. Perkembangan Produksi dan kebutuhan Bawang Merah di Indonesia, 2012-2015.

No Tahun Produksi (Ton) Kebutuhan (Ton)

1 2012 929.296 890.916 2 2013 866.919 906.952

3 2014 1.029.655 941.417

4 2015 1.043.609 980.956

Sumber: BPS (2016)

Gambar 2. Penyebaran Produksi Bawang Merah 3 tahun terakhir, 2012-2015 di

Kabupaten Brebes (Ton)

Melihat data tersebut diatas bahwa produksi Bawang merah selama satu tahun

terlihat masih mencukupi untuk mensuply kebutuhan nasional , tetapi penyebaranya

tidak merata. Pada bulan Juli, agustus dan Desember produksinya dua kai lipat lebih

dari kebutuhan nasional terutama pada bulan Agustus mencapai 170.000 ton

(Kebutuhan nasional sekitar 76.000 Ton sampai dengan 81.746 ton per bulan).

Sebaliknya mulai bulan Pebruari sampai dengan April panen Bawang merah di

sentra-sentra prosuksi bawang cenderung mengalami penurunan, paling rendah pada

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

180000

PENYEBARAN PRODUKSI DALAM SATU TAHUN

PRODUKSI

Page 107: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

10

bulan maret hanya mencapai kisaran 20.000 – 30.000 ton sehingga terjadi

kekurangan pasokan untuk bulan bulan tersebut.

Keadaan ini terjadi setiap tahun karena sifat bawang merah yang musiman dan

karateristik bawang merah itu sendiri. Pada bulan Pebruari sampai April di daerah

sentra produksi Bawang seperti Brebes, Tegal Cirebon, nganjuk dan probolinggo

umumnya petani tidak banyak yang menanam bawang tetapi mananam padi karena

nenanam bawang pada musim penghujan banyak resikonya (gangguan hama dan

penyakit serta produktifitas menurun) secara otomatis pasokan pada bulan tersebut

berkurang sedangkan kebutuhan konsumsi bawang merah relative tetap setiap bulan

bahkan cenderung meningkat.

Kemudian karakteristik bawang merah itu sendiri, Bawang merah salah satu

produk hortikultura yang tidak tahan lama di simpan, Penyimpanan dengan cara

konvensional Suhu ruangan dalam satu bulan penyusutan mencapai 20 - 30 %

.Kecuali penyimpanan dengan cold storage bisa mengurangi penyusutan, tetapi

biayanya tinggi dan tidak bisa dilakukan oleh petani.

Gambar 3. Pola Produksi dan Luas Tanam Bawang merah di Kab. Brebes, 2016

9.065 5.593

25.450

125.412

7.040

46.782

1.125 677 2.617

10.451

704

5.198

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

Jan-Peb Mar-Apr Mei-Jun Jul-Agus Sep-Okt Nop-Des

Produksi (Ton) Luas Tanam (Ha)

Page 108: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

11

IV. 3.1.2. Dinamika Harga Komoditas Bawang Merah di Tingkat Petani

Dinamika harga bawang merah di Kabupaten Brebes relatif berfluktuatif antar

bulannya. Pada tahun 2016, perbedaan harga antar bulan dari Januari hingga

Agustus di tingkat produsen dan konsumen sangat besar dan kecenderungannya

terus melebar. Tatkala harga di tingkat petani/produken sulit bergerak (naik), justru

harga di tingkat konsumen semakin meningkat pesat, hal ini sebagaimana disajikan

pada Gambar 4. Harga bawang merah di tingkat pengecer dibandingkan dengan

harga di tingkat distributor dan tengkulak juga menunjukkan perbedaan yang

signifikan. Terdapatnya berbagai biaya, pada alur tataniaga yang misalnya volume

bawang merah dibeli penebas 100 kg basah, dan dalam alur tataniaga di pedagang

pengecer sisanya hanya menjadi 65 kg. Selain itu, dengan terdapatnya resiko susut

dan biaya proses, maka dapat dipastikan total biaya juga tinggi. Oleh karena itu,

dalam rangka menekan resiko kerugian di tingkat pedagang pengecer akibat tidak

lakunya bawang merah eceran, maka upaya yang dilakukan dalah dengan

meningkatkan harga di eceran yang dapat mencapai 30-40% dari harga yang dibeli

dari pedagang besar di pasar induk.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ketidakefisienan dalam

pemasaran bawang merah, yaitu: (a) Tempat produksi (sentra produksi) jauh dari

pusat konsumsi, sehingga membutuhkan sarana transportasi dan berimplikasi

terhadap biaya yang cukup mahal, (b) Bersifat musiman, padahal konsumsi

berlangsung sepanjang waktu, (c) Komoditas bawang merah tidak dapat langsung di

konsumsi, namun harus melalui tahapan seperti: aktivitas proses, penjemuran,

sortasi, packing, dan lainnya, (d) Sifat mudah rusak, sehingga dalam penyimpanan

memerlukan teknologi tinggi dan biayanya relatif mahal, (e) Petani butuh

pembayaran tunai setelah panen, dan (f) Masih dominannya sistem pemasaran

bawang basah (Butong=cabut potong).

Page 109: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

12

Gambar 4. Perkembangan Harga Bawang Merah Bulanan di Tingkat Petani, Tengkulak,

Distributor dan Eceran, 2016 (Sumber: ABMI, 2016a).

V. 3.1.3. Tataniaga Bawang Merah

Secara garis besar fenomena gejolak harga bawang merah berkaitan dengan

empat permasalahan dasar, yaitu: (1) Harga bawang merah dinilai tinggi dan terus

meningkat, (2) Manajemen produksi bawang, (3) Tataniaga bawang yang mengarah

ke oligopsony, dan (4) Margin harga bawang ditingkat produsen dan konsumen.

Terkait Permasalahan Pertama, bahwa biaya Produksi Bawang Merah Tinggi

dan Terus Meningkat. Harga bawang merah dinilai tinggi dan terus meningkat

berkaitan dengan tingginya biaya produksi usahatani dan menurunnya produktivitas.

Hasil kajian di Brebes menunjukkan, pada tahun 2012 -2016 biaya produksi

usahatani bawang merah meningkat dari Rp 72,7 juta/ha menjadi Rp 126,3 juta/ha

atau kenaikan sebesar 74 persen dalam kurun waktu 4 tahun (Tabel 2). Komponen

terbesar kenaikan biaya produksi tersebut adalah biaya benih, yang meningkat dari

28,0 persen dalam tahun 2012 menjadi 52,24 pada tahun 2016.

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

Di Tkt. Petani

Di Tkt PedagangPengumpul / Tengkulak

Di tkt Pedagang besar /Distributor

Eceran (di pasar Brebes)

Eceran di Jabotabek

Page 110: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

13

Tabel 2. Perkembangan Analisa Usahatani, Komponen Biaya Produksi dan BEP Usahatani

Bawang Merah Di Brebes Tahun 2012-2016

Komponen Biaya

produksi

2012

2013

2014

2015

2016

Rp 000 % Rp 000 % Rp

000 %

Rp

000 % Rp 000 %

Benih 20400 28,0 18000 24,9 21600 27,5 33600 36,3 66000 52,2

Tenaga Kerja 27500 37,8 28650 39,7 30500 38,7 30970 33,5 32145 25,4

Sarana Produksi 10000 13,7 10200 14,1 10460 13,3 11100 12,0 11170 8,8

Panen dan pasca

Panen 4100 5,6 4100 5,7 4500 5,7 4920 5,3 4920 3,9

Biaya Lain-lain 10780 14,9 11250 15,6 11640 14,8 11950 12,9 12100 9,7

Total biaya 72780 100 72200 100 78700 100 92540 100 126335 100

Produktivitas 10995

10200

10310

10300

9715

Biaya produksi /kg

(BEP) 6,619 7,078 7,633 8,984 13,004

Sumber: ABMI (2016b) dan Dinas Pertanian Brebes (2016) diolah

Penulusuran lebih lanjut menunjukkan peningkatan komponen biaya benih

tersebut disebabkan oleh peningkatan harga benih. Harga benih cenderung terus

meningkat terutama pada saat menjelang pertanaman MK I bulan Maret-Juli

(Gambar 5). Peningkatan harga benih disebabkan oleh : (1) kelangkaan benih pada

saat menjelang musim tanam bawang, (2) adanya kecenderungan petani menjual

hasil panen keseluruhan jika harga bawang konsumsi tinggi dan hanya sedikit

petani yg menyisihkan benih untuk di tanam pada musim berikutnya, (3) adanya

keterkaitan antara antara kenaikan harga bawang konsumsi naik dengan

kelangkaan benih dan harga benih, (4) usaha perbenihan bawang kurang diminati

petani dibandingkan usahatani bawang konsumsi karena perbedaan nilai ekonomi,

usaha benih memerlukan waktu penanganan yang lebih lama dan tingginya

penyusutan (rendemen benih), dan (5) kebiasaan harga benih JABAL petani 40 %

lebih tinggi dari harga konsumsi.

Page 111: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

14

Gambar 5. Perkembangan Harga Benih Bawang Merah di Brebes Tahun 2010-2016

(Sumber: ABMI, 2016a).

Produktivitas bawang merah relatif rendah dan menunjukkan penurunan.

Khusus pertanaman tahun 2016, penurunan produktivitas disebabkan oleh dampak

musim kemarau basah (curah hujan tinggi) karena adanya La-Nina yang berakibat

kondisi pertanaman dan budidaya tidak optimal dan terjadinya lonjakan serangan

OPT, disamping kecenderungan petani menggunakan benih kurang baik karena benih

yang digunakan belum cukup masa dorman nya.

Akibat dari peningkatan biaya produksi dan penurunan produktivitas, maka

biaya produksi per kg (BEP) bawang merah terus meningkat. Peningkatan biaya

produksi per kg telah menyebabkan harga bawang konsumsi juga naik. Petani tidak

akan mau melepas (cenderung bertahan untuk tidak menjual) bawangnya apabila

harga dibawah BEP. Pola tebasan (borongan) yang telah berlaku di hampir seluruh

wilayah brebes dan sekitar 65 persen di Nganjuk telah memperkuat daya tawar

petani untuk bertahan menjual harga diatas BEP.

Terdapat lingkaran keterkaitan secara erat antara mahalnya harga benih dengan

mahalnya harga bawang konsumsi, yang mengarah kepada kenaikan harga keduanya

secara berkelanjutan. Peningkatan biaya produksi yang dipicu oleh peningkatan

komponen biaya/harga benih telah berakibat peningkatan biaya pokok produksi (BEP)

dan harga bawang konsumsi. Tinggi harga barang konsumsi telah mendorong petani

0

10

20

30

40

50

60

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

RP.000

TAHUN

MKI Maret-Juni MT II Juli-Oktober Rataan

Page 112: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

15

menjual seluruh hasil panen dan tidak tertarik untuk usaha benih dan menyebabkan

peningkatan harga benih dan biaya benih serta biaya produksi usahatani musim

tanam berikutnya. Biaya pokok produksi semakin tinggi dan harga bawang

konsumsi menjadi mahal, dan seterusnya.

Pada permasalahan Kedua, terkait manajemen Produksi Bawang. Produksi

bawang berfluktuasi antar waktu dan daerah sesuai dengan pola tanam musiman,

sementara permintaan/kebutuhan antar waktu cenderung tetap dan merata.

Gambaran pola produksi bawang di Brebes sebagai sentra utama dapat

mengambarkan pola produksi bawang merah nasional. Produksi bawang terbesar

terjadi pada bulan Juni-Juli (kondisi suplus) sedangkan produksi terendah (kondisi

defisit) terjadi pada bulan Maret-April. Pertanaman bawang di sentra produksi

bawang di Brebes, Tegal Cirebon, nganjuk dan probolinggo umumnya terjadi pada

musim kemarau (bulan April-Juni), sementara pada bulan Januari sampai April

umumnya petani tidak banyak yang menanam bawang tetapi mananam padi karena

tingginya curah hujan yang resiko besar dalam usahatani bawang (gangguan OPT

dan penurunan produktifitas).

Fluktuasi produksi ini akan mempengaruhi situasi pasokan dan harga antar

waktu, sehingga diperlukan adanya intervensi dalam penanganan produksi pada

kondisi defisit maupun kondisi surplus. Dalam masa defisit diperlukan upaya

pengembangan bawang merah diluar sentra produksi dan pada kondisi suplus

diperlukan penanganan kelebihan produksi (stok) agar pasokan tidak terbuang dan

harga tidak merosot tajam.

Pada permasalahan Ketiga, dimana tataniaga Bawang yang Mengarah Ke

Oligopsony. Kelembagaan pemasaran bawang merah saat ini dinilai belum berperan

dalam mendukung stabilisasi distribusi dan harga. Aturan main distribusi dan

pembentukan harga dibangun oleh pelaku yang bertransaksi terutama pelaku yang

bergerak dibidang tataniaga yaitu penebas, calo tebasan, pedagang pengumpul,

pedagang besar, pedagang pengirim, eksportir/importir, pedagang besar pasar induk,

pedagang pengecer hingga konsumen (Gambar 6).

Berkembangnya pola tebasan dalam dekade terakhir menyebabkan rantai

tataniaga bawang merah berkembang ke pola rantai : petani – penebas- pedagang

Page 113: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

16

pengumpul – pedagang besar/pengirim – pasar induk / antar pulau- pedagang

pengecer- konsumen. Namun, sebagian besar penebas juga merangkap sebagai

pedagang pengumpul yang juga mengirim barang ke pasar induk, dan dalam banyak

kasus penebas dan pedagang pengumpul adalah kaki tangan pedagang besar.

Sehingga sebenarnya rantai tataniaga bawang merah dinilai cukup ringkas/pendek,

yaitu: petani – pedagang (penebas,pengumpu-pengirim) – pasar induk/antar pulau-

pedagang pengecer- konsumen.

PETANI Kop/MitraIndustri

Pengolahan

PENEBAS / Calo

PEDAGANG

BESARPed.

PengumpulKec/ Kab

Ped. Pengirim

Exporter / Importer

Ped. AntarPulo

Ped. PasarInduk

K O N S U M E N

Ped. Pengecer

Gambar 6. Alur tataniaga bawang merah di Kabupaten Brebes, 2016.

Pedagang besar juga seringkali memberi bantuan hutang kepada petani bagi

keperluan biaya usahataninya dengan harapan hasil panennya ditebaskan ke

pedagang penebas tersebut. Pedagang pengumpul skala besar umumnya juga

mensuplai bawang antar pulau seperti sumatera (dominan dari Brebes dan Cirebon),

Kalimantan (dominan dari Nganjuk dan Probolinggo), Sulawesi (dominan dari NTB,

Probolinggo, Nganjuk) dan Indonesia Timur lainnya (dominan dari NTB, Probolinggo,

Nganjuk); sementara suplai bawang merah untuk tujuan pasar jabotabek melalui

pasar induk (Kramat jati, Cibitung) umumnya disuplai oleh pedagang pengumpul

(pengirim) skala menengah dan kecil. Bawang merah dari Pasar induk selanjutnya

dijual ke pasar dan pedagang pengecer.

Page 114: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

17

Berkembangnya pola tebasan mempunyai nilai positip dan negatip dalam

agribisnis bawang merah. Berkembangnya tebasan dinilai menguntungkan petani

dari sisi kemudahan petani menjual hasil produksi bawang dan meningkatkan posisi

tawar petani, Namun disisi lain, pola tebasan telah menyebabkan produk bawang

yang dipasarkan dalam bentuk rogolan basah atau Butong (cabut potong). Bawang

butong ini hanya baik dikonsumsi paling lama 5 hari setelah panen dan apabila lebih

dari lima hari tingkat kebusukan bawang meningkat tajam.

Berkembangnya pedagang besar dan pola tebasan juga memungkinkan

terbangunnya oligpsony pasar bawang dan dimungkinkannya pegadang besar

tersebut menentukan harga pasar bawang. Pada bagian lain, berkembangnya

pedagang besar yang membangun lapak sendiri dalam kegiatan pasca panen bawang

telah mematikan peran pasar induk di sentra produksi yangtelah lama berperan. Di

Brebes pasar induk sentra produksi Klampok praktis telah tidak berfungsi, hal yang

sama dengan pasar induk Sukomoro di Nganjuk yang perannya semakin menurun

hanya dalam transaksi penjualan bawang untuk pasar lokal

Terkait Permasalahan Keempat, yaitu margin Harga Bawang Ditingkat Produsen

Dan Konsumen. Pada dasarnya pembentukan harga bawang merah dimulai di pasar

induk (Kramat jati, Cibitung). Pada saat pasokan bawang ke pasar induk berkurang

harga akan naik dan sebaliknya pada saat pasokan melimpah harga menurun.

Dengan sistem komunikasi yang baik saat ini, memungkinkan informasi harga pasar

sangat terbuka, transparan dan dengan mudah dan cepat dapat diakses/diletahui

oleh setiap pelaku pasar. Informasi harga di pasar induk tersebut segera

ditransmisikan dan dipakai sebagai acuan pada transaksi antara penebas dengan

petani. Pada kondisi demikian dinamika harga di tingkat petani, tengkulak dan

distributor (pasar induk), tengkulak dan petani relatif searah.

Dapat dikatakan tataniaga bawang merah dari petani sampai distributor (pasar

induk) relatif effisien. Margin yang diambil oleh masing masing pelaku dinilai wajar,

dan perbedaan harga bergerak sejalan dengan pengeluaran/ biaya yang dikeluarkan

untuk perlakuan pasca panen dan biaya transport. Tentunya dalam transaksi penebas

juga mempertimbangkan resiko perubahan harga, resiko produksi dan penyusutan

(Tabel 3). Namun demikian dengan struktur pasar terkordinir oleh beberapa

Page 115: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

18

pedagang besar bermodal, sistem tataniaga bawang merah mengarah ke oliigopsony,

dan pembentukan harga bawang di pasar induk dapat saja diintervensi oleh

pedagang besar yang memiliki stok cukup.

Tabel 3. Perbedaan Harga di Berbagai Tingkatan Lembaga Pemasaran Bawang Merah, 2016.

Uraian Tingkat

petani

Tingkat

penebas

Pedagang

besar/

pengirim

Pasar Induk Pasar eceran

tradisional

Pedagang

keliling eceran

Harga /kg Tebasan

Rp23.00g

Dasar tebasan

23.000/kg

pedagang

Rp 26.00

pasar induk

Rp 29.000

pasar eceran

Rp 30.000-

32.000

konsumen Rp

40.000- 42.000

Biaya /kg BEP=Rp

13.000/Kg

Biaya biaya:

calo = Rp 25/kg

cabut=Rp 300/kg

potong= Rp500/kg

angkut=Rp 250/kg

jemur= Rp 75/kg

Jasa Lapak= Rp25/kg

Biaya total=Rp1175/Kg

Biaya

transport Rp

300/kg

Susut 6 kg/

kw=Rp 1.560

/kg

Biaya Sewa

lapak,

pegawai,

listrik dan

linnya = Rp

1.000/kg

Biaya sewa

lapak dll

Rp 200/kg

Tanaga

transport

keliling

Atau

Warung

Faktor konversi /rendemen

100 kg tangkai basah

menjadi 85 kg butong

98,3 kg 90,1 kg 88,2 kg

81 kg

Keungunga

n/ margin

perkg

Rp 10000

Rp 18

Rp 290 Rp 1000 –

Rp 2000

Rp 2800 Rp 8000

Faktor Konversi : 1. Rendemen dari panen basah (Penebas) ke rogolan basah/butong (pedagang besar/pengirim ) = 85%

2. Potongan dari penebas ke pengirim = 1,7 % 3. Potongan dari pengirim ke pasar induk = 8,3 % 4. Rendemen dari butong ke bawang konsumsi pasar eceran tradisional = 88,22 %

5. Rendemen dari butong ke bawang konsumsi eceran diatas 7 hari = 80 % 6. Rendemen dari butong ke bawang konsumsi eceran diatas 7 hari = 65 %

Page 116: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

19

3.2. Kabupaten Nganjuk

VI. 3.2.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Jawa Timur

Provinsi Jawa Timur memiliki kontribusi produksi sebesar 23 % terhadap

produksi bawang merah nasional. Pada tahun 2015, total produksi bawang merah di

Jawa Timur sebesar 278.034 ton, dengan sentra produksi utama terdapat di

Kabupaten Nganjuk dengan tingkat produksi sebesar 142.817 ton (51,37%) dan

Probolinggo sebesar 49.023 ton (17,61%) (Gambar 1). Menurut Dinas Pertanian Jawa

Timur (2016) bahwa sentra produksi dalam pengembangan bawang merah di Jawa

Timur dibagi dalam 3 wilayah, yaitu: (1) Wilayah Barat dan Tengah: Nganjuk, Kediri,

Magetan, Mojokerto, Bojonegoro, Malang Kota Batu; (2) Wilayah Timur: Probolinggo,

Bondowoso; dan (3) Wilayah Madura: Bangkalan, Sampang, Pamekasan, serta

Sumenep.

Gambar 7. Produksi Bawang Merah dibeberapa sentra Produksi di Jawa Timur, 2015 (Ton)

Dalam mendukung peningkatan produksi bawang merah, diperlukan

ketersediaan baik kuantitas maupun kualitas benih bawang merah di tingkat petani.

Untuk memenuhi ketersediaan benih tersebut, saat ini sistem perbenihan bawang

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

160.000142.817

49.023

16.983 15.211 13.655 11.900 7.831 20.615

Produksi (Ton)

Page 117: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

20

merah di Jawa Timur khususnya di sentra produksi Nganjuk sebagian besar berasal

dari sendiri (Sistem Jalur benih antar lapang/Jabal). Rendahnya ketersediaan benih

bawang merah bersertifikat yaitu 65,15 ton dari kebutuhan rata-rata setiap tahun

sebesar 28.356 ton (luas tanam rata-rata sebesar 23.630 ha), atau sebesar 0,2 %,

menyebabkan petani lebih banyak menggunakan benih JABAL. Dalam hal ini,

penyediaan benih Bawang Merah bersertifikat sebagian besar melalui pola percepatan

(pemurnian) bukan melalui pola baku sertifikasi. Benih yang digunakan berasal dari

umbi sehingga kurang efektif (jumlah besar dan transportasi khusus). Adapun alasan

adalah: (1) Bisa dibuat sendiri melalui proses sortir, (2) Harga lebih murah, (3)

Mudah didapat (sesuai waktu, jumlah, varietas yang dibutuhkan), dan (4)

Produktivitas tidak berbeda nyata dengan yang bersertifikat walaupun sebenarnya

benih jabal tidak memberikan kepastian daya tumbuh dan kemurnian varietas.

Adapun varietas komersial yang banyak digunakan petani di Kabupaten Nganjuk

adalah: Super Philip, Bauji, Tanjung, Katumi, Mentes, Manjung.

3.2.2. Analisis Usahatani Bawang Merah

Pada kegiatan usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk, bawang merah

secara umum ditanam 2 kali dalam setahun yaitu saat musim MH (bulan Oktober-

Desember) dan disaat MK (bulan Mei-Juli). Umur bawang merah sekitar 60 hari,

dengan jenis varietas yang ditanam adalah Bauji (saat MH) dan Thailand (saat MK).

Dalam analisis semusim, rataan produktivitas usahatani bawang merah yang

dihasilkan sebesar 12 ton/ha. Dengan tingkat harga rata-rata yang diterima petani

sebesar Rp 18.000/kg, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 216,00

juta/ha/musim. Adapun biaya usahatani yang dikeluarkan mencapai Rp 123,55

juta/ha/musim, sehingga tingkat keuntungan usahatani yang diraih sebesar Rp 92,46

juta/ha/musim dengan R/C sebesar 1,75. Adapun BEP (Break Even Point) harga

bawang merah pada usahatani sebesar Rp 10.295/kg. Dengan demikian usahatani

bawang merah yang dilakukan petani di Kabupaten Nganjuk layak diusahakan dan

memberikan keuntungan yang signifikan bagi petani.

Page 118: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

21

Tabel 4. Analisis Usahatani Bawang Merah Per Hektar di Kabupaten Nganjuk, 2016

(Rp/ha/musim).

No Uraian Volume Harga (Rp/kg) Nilai (Rp)

A Biaya Produksi

Benih (kg) 1.000 60.000 60.000.000

Pengolahan tanah 10.000.000

Tanam 2.100.000

Pupuk

NPK (Kg) 800 2.500 2.000.000

ZA (Kg) 400 3.600 1.440.000

KCl (Kg) 200 9.000 1.800.000

Penyiangan (HOK) 40 75.000 3.000.000

Pembumbunan (HOK) 12 75.000 900.000

Insektisida

Cair 2.500.000

Padat 1.400.000

Fungsisida 3.405.000

Sewa Lahan 20.000.000

Panen

Cabut 2.400.000

Penjemuran (HOK) 32 75.000 2.400.000

Angkut 3.000.000

Potong/Rogol (Rp/Kg) 600 12.000 7.200.000

Total Biaya 123.545.000

Biaya (Rp/Kg) 6.864

B Produksi (Kg) 12.000 18.000 216.000.000

C Keuntungan 92.455.000

D R/C 1,75

E Keuntungan (Rp/Kg) 5.136

F. BEP Harga (Rp/Kg) 10.295 Sumber: Data Primer (2016).

Page 119: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

22

3.2.3. Tataniaga Bawang Merah

Tataniaga Komoditas Pertanian Strategis termasuk Bawang Merah melalui

Toko Tani Indonesia (TTI)

Kondisi harga komoditas pangan yang fluktuatif dapat merugikan petani sebagai

produsen, pengolah pangan, pedagang hingga konsumen dan berpotenso

menimbulkan keresahan sosial. Kenaikan harga bahan pangan juga digolongkan

sebagai komponen inflasi bergejolak karena mudah dipengaruhi masa panen.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka melakukan terobosan sebagai solusi dalam

mengatasi gejolak harga, yaitu melalui kegiatan Pengembangan Usaha Pangan

Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Kegiatan tersebut, secara

tidak langsung berperan dalam mengatasi anjloknya harga pada masa panen raya

dan tingginya harga pada masa paceklik. Secara teknis, di lapangan Gapoktan akan

memasok komoditas pertanian strategis kepada TTI. Dari TTI tersebut, komoditas

strategis tersebut akan dijual kepada masyarakat dengan harga terjangkau. TTI

dalam hal ini adalah pedagang pangan yang menjadi mitra Gapoktan. Sasaran

kegiatan PUPM nasional, pada tahun 2016 mencapai 500 Gapoktan yang melayani

1000 TTI.

Toko Tani Indonesia (TTI) merupakan sebuah program baru dari pemerintah

yang mendekatkan antara petani dengan konsumen sehingga rantai pemasaran

produk pertanian bisa lebih pendek dan mengurangi biaya-biaya yang kurang efisien.

Toko Tani Indonesia membeli produk langsun dari petani melalui Bulog dengan harga

yang seharusnya menguntungkan pihak petani, produk dari petani akan di tampung

oleh Bulog kemudian dari Bulog akan dibagi menjadi 4 Toko Tani yaitu TTI 1 (Mitra

Bulog), TTI 2 (Outlet Bulog dan Bulogmart), TTI 3 (Perorangan dan Koperasi), dan

TTI 4 (LUPM dan Gapoktan) (Gambar 2). Setelah berada di tangan ketiga maka

produk pertanian dapat langsung dijual ke konsumen akhir dengan harga yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Berikut adalah bagan model bisnis toko tani Indonesia.

Petani pun bisa langsung menjual produknya tanpa harus melalui Bulog tetapi melalui

TTI 4 (LUPM dan Gapoktan) kemudian akan langsung dipasarkan konsumen tingkat

akhir.

Page 120: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

23

Adapun Tujuan Toko Tani Indonesia adalah: (1) Menyerap produk pertanian

nasional khususnya bahan pangan pokok dan strategis, (2) Mendukung stabilitas

harga, dan (3) Memberikan kemudahan akses konsumen/masyarakat terhadap bahan

pangan pokok dan strategis. Sasaran Toko Tani Indonesia: (1) Terserapnya produk

pertanian nasional khususnya bahan pangan pokok dan strategis, (2) Terwujud

stabilitas harga, dan (3) Kemudahan akses konsumen/masyarakat terhadap bahan

pangan pokok dan strategis. Daerah konsumen utamanya yang menjadi barometer

fluktuasi harga dan pasokan komoditas pangan pokok dan stategis pada tahun 2015

di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa

Timur, dan pada tahun 2016-2019 berada di 34 Provinsi Indonesia. Secara umum

kriteria penerima kegiatan TTI antara lain: (1) Pedagang tetap, (2) Memiliki tempat

usaha milik pribadi atau sewa, (3) Berlokasi strategis yang mudah dijangkau

konsumen, (4) Memiliki SIUP / NPWP / UD (surat izin usaha dari desa), (5)

Pengalaman usaha minimal 4 tahun, (6) Tidak sedang bermasalah dalam

hutang/piutang dengan pihak manapun, (7) Bersedia kerja sama dengan Perum

BULOG/Mitra perum BULOG yang tertuang dalam kontrak, (8) Bersedia menjual

produk pangan TTI, dan (9) Bersedia membuat catatan transaksi penjualan khusus

kegiatan TTI.

Page 121: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

24

Gambar 8. Bagan Pemasaran Komoditas Pada Toko Tani Indonesia

Produk pertanian yang dijual di TTI seperti daging sapi Rp 80.000 kilogram,

gula pasir Rp 12.000 kilogram, daging ayam Rp 30.000 kilogram, bawang merah Rp

23.000 kilogram, bawang putih Rp 22.000 kilogram, beras premium Rp 7.900

kilogram, dan minyak goreng Rp 9.500/liter. Harga jual sudah ditetapkan oleh

pemerintah sehingga ada keseragaman harga dan tidak ada kesenjangan yang begitu

curam antar daerah. Toko Tani Indonesia sangat membantu mempertemukan antara

petani dengan konsumen akhir karena dengan demikian harga di petani sesuai

dengan harapan dan harga jual ke konsumen juga tidak terlalu tinggi. Pihak yang

terlibat dalam program TTI tentu adalah petani dengan konsumen dan ada beberapa

pihak lagi yang terlibat dalam TTI antara lain Kementerian Perindustrian,

Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian BUMN

menggandeng Inkopol, Artha Ghaha Peduli, Charoon Pokphand, Japfa Comfeed,

sierad produce, Fajar Mulia Transindo serta Asosiasi Minyak Goreng Indonesia.

Khusus terkait dengan penanganan harga bawang merah ketika terjadi fluktuasi

harga, tampaknya secara nasional sudah mampu stabilisasi harga secara signifikan.

Seperti halnya diketahui bahwa Indonesia sebagai produsen bawang yang cukup

Page 122: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

25

besar, sehingga pemerintah memandang perlunya turun langsungmenaganinya

dengan cara mengangkut bawang merah yang ada di tingkat petani seperti di Brebes

dan Bima kemudian bisa langsung dijual langsung ke konsumen tanpa banyak

perantara. Dalam program TTI ada 3 pihak yang harus saling menjaga satu sama lain

supaya harga-harga dan stok produk pertanian tetap terjaga yaitu petani, pemerintah

dan konsumen.

Setiap gapoktan bermitra dengan 2 Toko Tani Indonesia (TTI). Saat ini di Jawa

Timur terdapat 68 gapoktan/PUPM yang bermitra dengan 136 TTI. Toko Tani

Indonesia di Jawa Timur memiliki peran dalam pemasaran komoditas pertanian

seperti beras, bawang merah dan cabai merah, sehingga memiliki peran signifikan

dalam pengendalian inflasi daerah. TTI awalnya lebih banyak berperan dalam

menampung dan memasarkan komoditas beras dari gapoktan (gabungan kelompok

tani). Pada lokasi kajian di Kabupaten Nganjuk, TTI juga masih belum melakukan

pembelian bawang merah petani. Hal ini lebih disebabkan, lokasi TTI berada pada

wilayah gapoktan yang merupakan sentra produksi padi dan hanya sedikit petani

yang berusahatani bawang merah.

Tataniaga Komoditas Pertanian Strategis termasuk Bawang Merah melalui

Rumah Pangan Kita (BULOG)

Pada tahun 2016, Perum Bulog membangun jaringan distribusi pangan berbasis

kerakyatan, bernama Rumah Pangan Kita (RPK) diharapkan dapat menstabilisasi

harga kebutuhan pokok. Keberadaan RPK ini Pada tahun 2016, ditargetkan akan

berdiri sebanyak 3-4 ribu RPK di seluruh Indonesia. Konsep RPK merupakan usaha di

rumah untuk menyediakan kebutuhan pangan dengan harga murah, sehat dan stabil.

Selain itu mendekatkan akses konsumen dengan produsen, tanpa banyak perantara.

Rumah Pangan Kita (RPK) adalah outlet pemasaran bahan pangan dan produk

industri pangan strategis yang dibentuk untuk memotong mata rantai distribusi

sehingg semakin mendekatka produsen dan konsumen. Saat ini secara nasional

outlet Bulog yang sudah beroperasi sekitar 300 unit. Diharapkan pada akhir tahun

2016 jumlahnya sudah mencapai 1000 outlet. Bahkan, kalau memungkinkan jumlah

tersebut akan ditingkatkan hingga 3000 hingga 4000 outlet. Pihak yang ingin

Page 123: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

26

kerjasama membuka outlet RPK, syaratnya harus cukup memiliki ruang

penyimpanan dan menebus barang senilai Rp 5 juta atau kelipatannya. Selain beras,

pasokan ke RPK juga termasuk komoditas lain seperti tepung terigu, gula

pasir, minyak goreng, dan daging.

Masyarakat yang bekerjasama membangun RPK dikenal dengan istilah Sahabat

RPK. Dalam rangka memperluas jaringan RPK di masyarakat ini Perum Bulog

membuka kesempatan kepada masyarakt luas untuk mendapatkan penghasilan

tambahan dengan bergabung menjadi Sahabat RPK. Menurut Bulog, beberapa

keuntungan menjadi sahabat RPK diantaranya penghasilan tambahan, modal awal

relatif kecil, jaminan harga yang lebih murah dari harga pasar, jaminan kualitas

produk, serta barang diantar langsung ke lokasi.

Khusus di Jawa Timur, terdapat sekitar 250 unit RPK. Diharapkan dari setiap 1

RW (Rukun Warga) terdapat 1 RPK. Komoditas yang ditangani saaat ini masih

terbatas untuk komoditas seperti beras, tepung terigu, gula pasair dan minyak

goreng. Khusus seperti beras tersedia di setiap RPK beras dengan beragam kaualitas

seperti premium dan medium. RPK juga masih belum melakukan pembelian bawang

merah petani/gapoktan. Hal ini lebih disebabkan, komoditas bawang merah perlu

penanganan khusus mengingat merupakan komoditas yang cepat busuk.

Sistem Panen dan Tataniaga Bawang Merah dari Tingkat Petani Dalam tataniaga/pemasaran bawang merah diperlukan kehadiran pemerintah

dalam menangani pembelian bawang merah. Pemerintah dapat memberdayakan

kelompoktani/gapoktan dalam pembelian bawang merah tersebut dengan pola sistem

resi gudang. Berbeda dengan dengan sistem resi gudang yang ada, dimana pola

yang diusulkan yaitu terbangunnya kerjasama antara kelembagaan gapoktan dengan

petani bawang merah. Gapoktan diharapkan dapat berperan dalam menjualkan

bawang merah petani dengan jaminan dana talangan dari pemerintah. Petani akan

mendapat resi atas jaminan bawang yang diserap oleh gapoktan melalui sistem resi

gudang. Bawang merah petani tetap disimpan di rumah petani dan dijaga petani.

Pada saat harga bawang tinggi, gapoktan akan menjual bawang merah sehingga

dapat memberikan keuntungan bagi petani.

Page 124: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

27

Sistem panen bawang merah di Kabupaten Nganjuk dapat dilakukan dengan

sistem tebasan/borongan dan rogolan. Proporsi sistem panen yang ada di Kabupaten

Nganjuk untuk kedua sistem tersebut masing-masing sebesar 60 dan 40 persen.

Petani yang menjual bawang merah dengan sistem tebasan memiliki beberapa alasan

yang dapat dipahami seperti: (a) membutuhkan biaya cepat untuk menutupi hutang

saprotan dan pemenuhan kebutuhan keluarga, (b) tidak memiliki lantai jemur jika

harus panen bawang dengan sistem rogolan, dan petani juga merasa berat jika harus

mengeluarkan biaya pengeringan lanjut, dan (c) petani merasa khawatir jika harga

bawang merah jatuh saat panen dimana pemanenannya dengan sistem rogolan.

Oleh karena itu, pada sistem panen tebasan maka petani hanya mengeluarkan

biaya panen/cabut saja. Sementara jika harus panen dengan sistem rogolan, maka

petani disamping harus mengeluarkan biaya panen/cabut juga harus mengeluarkan

biaya potong/rogol, jemur (sekitar 2-3 hari) dan biaya pengangkutan ke rumah. Pola

tebasan bisa dilakukan misalnya seminggu sebelum panen tiba, atau pada saat dihari

siap panen.

Pada pedagang yang membeli bawang merah dengan sistem tebasan, maka

penebas akan memberikan DP (down payment) terlebih dahulu ke petani dengan

besaran sekitar 10-30% dari nilai jual yang telah disepakati. Pada pedagang yang

membeli bawang merah dengan sistem tebasan tersebut, jika harga beli saat panen

dengan kesepakatan harga yang lebih besar dari harga saat panen tiba (siap melepas

hasil panen) maka hampir dipastikan pedagang akan rugi. Umumnya pedagang akan

bersikap, daripada kerugian yang harus ditanggung semakin besar maka lebih baik

melepas DP yang sudah dibayarkan ke petani. Namun sebaliknya jika harga bawang

saat panen tiba lebih besar dari harga kesepakatan saat menebas, maka justru

petanilah yang tidak akan menikmati kenaikan harga bawang merah tersebut karena

bawang merahnya sudah ditebaskan.

Kegiatan panen dengan sistem tebasan pada usahatani bawang merah dapat

dilakukan oleh pedagang setempat/lokal atau oleh pedagang dari luar daerah/desa.

Pada pedagang setempat/lokal yang melakukan pembelian dengan sistem tebasan

akan langsung bertransaksi dengan petani bawang karena sudah saling mengenal.

Namun, jika pedagang dari luar daerah dalam melakukan pembelian dengan sistem

Page 125: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

28

tebasan biasanya terlebih dahulu akan berhadapan dengan calo/perantara untuk

dapat menebas/membeli bawang merah ke petani karena belum saling mengenal.

Dalam konteks sistem pemasaran, calo/perantara akan mendapat fee dari

satu transaksi yang berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 1 juta yang tergantung

nilai jual pemasaran bawang merah tersebut. Terdapat 2 alur rantai tataniaga

bawang merah dari petani. Pada rantai pertama, petani menjual bawang merah ke

penebas, selanjutnya penebas menjual bawang merahnya ke pedagang

pengumpul/tengkulak atau menjual langsung ke pedagang besar (pengirim ke luar

kota/daerah). Pada Rantai kedua, petani dapat langsung menjual bawang merah ke

pedagang besar/pengirim. Selanjutnya bawang merah yang diperoleh oleh pedagang

besar/pengirim selanjutnya dijual ke Pasar Induk (PI) Kramat Jati- Jakarta atau PI

Cibitung-Bekasi serta pasar luar kota lainnya/luar Jawa. Sementara, bawang merah

yang dibeli oleh pedagang pengumpul kecil/tengkulak selanjutnya dijual ke pedagang

pasar lokal termasuk ke Pasar Sukomoro Nganjuk. Berdasarkan alur tersebut, tampak

bahwa alur pertama, pemasaran bawang merah dari petani cukup pendek/ringkas.

Permasalahan yang muncul dengan seringnya ada fenomena lonjak harga di tingkat

konsumen adalah akibat tingginya harga jual selepas dari pedagang di Pasar Induk

Kramat Jati/Cibitung. Secara lengkap alur pemasaran bawang merah dari tingkat

petani dengan pelibatan pedagang besar/pengirim di lokasi kajian disajikan pada

Gambar 9.

Page 126: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

29

Gambar 9. Alur Tataniaga Bawang Merah dari Tingkat Petani di Lokasi Kajian Kabupaten Nganjuk-Jawa Timur, 2016.

Kehadiran pedagang besar (pengirim) dalam sistem tataniaga bawang merah di

Kabupaten Nganjuk memiliki peran signifikan. Satu pedagang besar dapat memasok

bawang merah ke Pasar Induk kramat Jati dan Cibitung berkisar antara 1- 3 truk,

dimana satu truk berkapasitas 6,5 ton bawang merah. Untuk mengirim bawang

merah ke pasar induk, biasanya pengirim akan mengontak terlebih dahulu pedagang

lapak di pasar induk. Dengan mengetahui harga di pasar induk, maka pengirim akan

memasang harga pembelian ke petani atau penebas sesuai dengan harga yang ada

Petani bawang

merah

Penebas

Pedagang Pengumpul

/Tengkulak

Pedagang

di Pasar Lokal

Peda-

gang Eceran

Konsu-

men

Pedagang besar/

Pengirim

Pedagang Psr Induk Jakarta

PedaganEceran

Konsu-men

Pedagang Pasar Luar Kota & Luar Jawa

Page 127: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

30

di pedagang lapak pasar induk. Pedagang besar/pengirim biasanya akan membayar

bawang merah yang dibelinya ke petani sesuai harga kesepakatan saat transaksi

sekitar 1-2 hari. Jika dalam masa kesepakatan ternyata harga jatuh di Pasar Induk,

maka hal itu menjadi tanggungjawab pedagang/pengirim.

Pada proses pembelian bawang merah ke petani misalnya, pedagang

besar/pengirim harus mengeluarkan biaya seperti: karung (Rp 29/kg) dan ongkus kuli

menaikan barang sebesar Rp 216/kg. Adapun ongkos angkut bawang merah dari

Nganjuk ke Pasar Induk Cibitung jakarta sebesar Rp 2.800.000/truk atau sekitar Rp

431/kg. Umumnya pengirim akan menjual bawangnya ke pedagang lapak di pasar

induk yang merupakan pedagang langganannya. Pedagang lapak seperti halnya di

Pasar Induk Cibitung mampu menyerap sekitar 20 truk bawang merah per hari atau

sekitar 130 ton/hari. Menurut informasi dari pedagang, bahwa harga bawang di

Pasar Induk Jakarta akan relatif stabil, jika kiriman bawang dari berbagai pedagang

daerah masih dibawah 15 truk perhari atau 97,5 ton/hari. Namun jika kiriman

bawang dari berbagai pedagang daerah lebih dari 15 truk, maka kecenderungan

harga bawang di Pasar Induk akan menurun karena terjadi over supply.

Adapun biaya lain yang harus ditanggung pedagang besar/pengirim adalah:

biaya lain dan karcis sebesar Rp 59/kg). Pedagang juga harus menanggung biaya

penyusutan bawang selama pengangkutan sebesar 60 kg per truk atau sebesar Rp

167/kg. Selain itu, pedagang pengirim juga harus membayar komisi pada pedagang

Lapak di Pasar Induk sebesar Rp 1.000/kg. Total biaya yang harus dikeluarkan

pedagang besar/pengirim diluar biaya penyusutan sebesar Rp 1.735/kg. Dengan

demikian marjin pemasaran yang diraih pedagang besar/pengirim tampaknya cukup

kecil yaitu sebesar Rp 1.098/kg.

Pedagang Lapak di Pasar Induk, selain memperoleh komisis dari para pengirim,

juga akan memperoleh marjin dari pemasaran bawang merah ke pedagang yang

membeli ke pedagang pasar Induk. Umumnya pedagang yang membeli bawang

merah merupakan para pedagang disekitar pasar induk sebagi pedagang yang

nantinya bawang merah di jual ke para pengecer.

Khusus penebas, yaitu merupakan pedagang yang menebas dari petani untuk

penjualan bawang merah ke pedagang pengumpul/tengkulak akan mengeluarkan

Page 128: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

31

biaya: karung (Rp 29/kg), ongkos angkut dan kuli sebesar Rp 293/kg. Dengan harga

tebasan yang lebih rendah dari harga rogolan saat panen, serta biaya pemasaran Rp

245/kg maka diperoleh marjin pemasaran pada penebas sebesar Rp 1.678/kg.

Tabel 5. Kinerja Harga dan Marjin Pemasaran Bawang Merah dari Tingkat Petani, Penebas dan Pengirim, 2006 (Rp/Kg)

No. Pelaku Pemasaran Susut

(Rp/ Kg)

Harga Beli (Rp/Kg)

Harga Jual (Rp/Kg)

Biaya Pemasaran & Penanganan (Rp/kg)

Marjin Pemasaran (Rp/Kg)

1 Petani - - 18.000 - -

2 Penebas - 17.000 19.000 322 1.678

3 Pengirim/Bandar 167 18.000 21.000 1.735 1.098

4. Pedagang Lapak Pasar Induk

- 21.000 ba ba ba

Sumber: Data primer penelitian (2016) Keterangan: ba=belum ada informasi

Bila dilihat dari aspek kelembagaan pemasaran di pasar Sukomoro Kabupaten

Nganjuk, bahwa saat ini volume bawang merah yang dipasarkan di pasar Sukomoro

berkisar antara 18-25 ton/hari. Volume tersebut tampaknya mengalami penurunan

dibandingkan dengan waktu 8-10 tahun yang lalu yang biasanya dapat mencapai 50

ton/hari. Hal ini antara lain karena semakin intensifnya pola panen dengan sistem

tebasan.

Secara faktual bahwa semakin berkembangnya sistem panen tebasan

berdampak terhadap kelembagaan pemasaran pasar di Sukomoro yaitu:

(a) Pendapatan pasar yang semakin menurun akibat volume bawang merah

yang masuk pasar menurun,

(b) Semakin sedikitnya volume bawang merah yang dipasarkan menyebabkan

banyak TK kuli pasar yang menganggur dan angkutan pasar (transportasi) di

pasar tidak optimal. Sebelum tahun 1990-an, pasar Sukomoro ramai oleh

penjual (pedagang besar) yang bertransaksi dengan pedagang yang datang

dari luar kota.

Makin banyaknya bandar besar yang langsung beli bawang merah ke petani dan

juga penebas beli bawang merah ke petani menyebabkan semakin sedikit petani

yang menjual langsung bawang merah ke pasar Sukomoro untuk bertransaksi

Page 129: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

32

dengan pedagang. Namun beberapa petani tetap ada yang datang dari luar kota.

Petani yang akan bertemu dengan pedagang dari luar kota biasanya membawa

monster /contoh dan bertemu dengan makelar yang terdapat di pasar. Di Pasar

Sukomoro jumlah calo/makelar dapat mencapai 20 orang. Adapun jumlah pedagang

di pasar Sukomoro dapat mencapai 15-20 pedagang. Umumnya bawang merah yang

masuk ke pedagang pasar cukup bervariasi, ada kualitas super sedang dan kecil

(sortiran).

Pedagang kecil/tengkulak menjual ke pedagang di pasar Sukomoro dengan

mengeluarkan ongkos angkutan dan kuli sebesar Rp 106/kg. Marjin tataniaga yang

diraih pedagang pengumpul/tengkulak bawang hanya sebesar Rp 894/kg. Sementara

pada pedagang pasar di Pasar Sukomoro, dengan harga beli Rp 20.000/kg dan

menjualnya seharga Rp 22.000/kg, dengan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan.

Adapun biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 121/kg, dengan rincian: (a) Ongkos

angkutan kuli angkut Rp 106/kg dan retribusi serta timbangan sebesar Rp 15/kg.

Oleh karena itu, marjin tataniaga yang diperoleh hanya sebesar Rp 1.879/kg.

Adakalanya pedagang di pasar juga menjual dengan ukuran grade (ukuran)

sedang dan kecil. Harga bawang merah kualitas super misalnya seharga Rp

22.000/kg, maka untuk kualitas sedang seharga Rp 18.000- Rp 19.000/kg dan

kualitas kecil (sortiran) Rp 5.000-Rp 6.000/kg. Untuk bawang merah kualitas sortiran

terutama untuk mengisi industri bawang goreng dan indofood.

Ada kecenderungan para pedagang besar/pengirim kurang menyukai mengirim

atau membeli dari pedagang di pasar Sukomoro. Pengirim tidak menyukai terhadap

sikap pedagang pasar yang seringkali berbuat tidak fair yang mengatur bawang

dengan yang besar di pinggir karung (transparan) agar kelihatan isinya merupakan

bawang yang ukurannya besar, sementara didalamnya (karung) banyak yang kecil-

kecil.

Page 130: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

33

Gambar 10. Alur Tataniaga Bawang Merah dari Tingkat Petani hingga Pedagang

Pasar Sukomoro Kabupaten Nganjuk-Jawa Timur, 2016.

Tabel 6. Kinerja Harga dan Marjin Pemasaran Bawang Merah dari Tingkat Petani di

Pasar Sukomoro (Rp/Kg) No. Pelaku Pemasaran Harga Beli

(Rp/Kg) Harga Jual (Rp/Kg)

Biaya Marjin

1. Petani Rp 18.000

2. Pedagang kecil/tengkulak Rp 19.000 Rp 20.000 106 894

3. Pedagang Pasar

Sukomoro

Rp 20.000 Rp 22.000 44 1.879

Petani bawang

merah

Penebas

Pedagang

Pengumpul/Tengkulak

Pedagang

di Pasar Sukomoro

Peda-

gang Eceran

Konsu-

men

Pedagang besar/

Pengirim

Pedagang Psr Induk

Jakarta & Luar Jawa

PedaganEceran

Konsu-men

Makelar

Page 131: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

34

IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

4.1. Kabupaten Brebes

1) Penyediaan benih bermutu dengan harga terjangkau merupakan langkah

strategis dalam peningkatan produksi, penurunan biaya produksi dan penurunan

harga bawang merah. Untuk itu perlu dibangun sistem perbenihan yang dapat

menyediakan kebutuhan benih setiap musim dan tidak mengandalkan impor.

Selama ini petani bawang di sentra bawang kurang berminat dalam usaha

bisnis benih bawang sejalan dengan lebih lamanya waktu yang dibutuhkan,

resiko dan tingkat penerimaannya dibanding usaha bawang konsumsi. Beberapa

alternatif pengembangan perbenihan bawang yaitu: (1) pengembangan sentra

perbenihan bawang di wilayah pengembangan baru diluar sentra produksi

bawang konsumsi, (2) penugasan kepada BUMN khusus untuk menangani benih

bawang, dan (3) pengembangan bawang secara mandiri secara kolektif di

sentra produksi bawang. Untuk mengurangi biaya benih, pengembangan benih

bawang dari biji (TSS ) perlu digalakkan. Selayaknya pengembangan TSS

dilakukan pada wilayah pengembangan baru (alternatif 1) dan atau penugasan

BUMN (alternatif 2).

2) Berkembangnya sistem tebasan dan penjualan sitem Butong yang telah

mengakibatkan bawang merah yang dipasarkan masih basah dan berdampak

kepada mutu bawang. Namun tetap saja kondisi pertanaman yang dapat

menghasilkan produk usahatani bermutu sangat menentukan nilai jual hasil

produksi (nilai tebasan). Dalam kaitan itu, penerapan cara cara budidaya yang

baik (GAP -Good Agricultural Practices) sangat menentukan keberhasilan

produksi.

3) Untuk menghasilkan prediksi tingkat produksi yang lebih akurat, sistem

manajemen produksi yang ada perlu lebih diperkuat dengan memperluas

cakupan wilayah perencanaan dan detail operasionalnya. Untuk mengatasi

kekurangan pasokan pada periode defisit (bulan Maret- April) perlu

diupayakan: (a) pengembangan penanaman Bawang merah di Luar Musim (Off

Season) yaitu pada bulan Desember - Januari sehingga akan panen pada bulan

Pebruari–Maret, melalui pendayagunaan lahan alternatif, lahan tadah hujan,

Page 132: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

35

lahan kering di sekitar kawasan sentra produksi, dan (b) pengembangan

sentra/kawasan baru produksi bawang, terutama di daerah yang mempunyai

kemungkinan pola panen berbeda dengan sentra produksi utama

4) Pada kondisi suplus diperlukan penanganan kelebihan produksi agar pasokan

tidak terbuang dan harga tidak merosot tajam. Upaya yang dapat dilakukan

adalah:(1) penugasan kepada Bulog untuk terlibat dalam pengadaan stok

bawang, (2) pendayagunaan kelebihan produksi menjadi sumber benih bagi

penanaman musim tanam berikutnya, dan (3) pengembangan stock di

masyarakat dengan pola tunda jual melalui pengembangan sistem resi gudang

dan atau pemberian kredit pasca panen serta fasilitas pasca panen dan

pergudangan masyarakat.

5) Dengan kondisi saat ini dimana penjualan bawang merah dilakukan dalam

bentuk basah (Butong), diperlukan perbaikan manajeman pemasaran agar

bawang dari petani dapat segera dipasarkan dan diterimakan ke konsumen

paling lambat 5 hari setelah panen. Salah satu upaya yang dilakukan adalah

membangun sistem tataniaga langsung mendekat ke konsumen. Assosiasi

Bawang Indonesia telah merintis penjualan langsung bawang merah ke

konsumen melalui pengembangan armada semut sepeda motor yang berkeliling

menjajakan bawang dengan harga dibawah harga di pasar. Rintisan ini perlu

didukung pihak terkait agar dapat berkembang sehingga cakupan wilayah

pemasaran dapat lebih luas. Pola ini juga dapat

dikordinasikan/dikerjasamakan dengan Toko Tani Indonesia (TTI) dan Rumah

Pangan Kita (RPK). Untuk meningkatkan peran TTI dan RPK, idealnya dalam

memasarkan TTI dan RPK juga mendekatkan diri ke konsumen dengan

semacam gerakan operasi pasar produk pertanian murah di tempat sekitar

perbelanjaan yang banyak dikunjungi konsumen, karena pada hakekatnya

konsumen berbelanja produk pertanian bersifat sambilan diikuti oleh kegiatan

lain, dan konsumen cenderung memilih produk bermutu dengan harga lebih

murah.

Page 133: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

36

4.2. Kabupaten Nganjuk

1) Provinsi Jawa Timur memiliki kontribusi produksi sebesar 23 % terhadap

produksi bawang merah nasional. Pengembangan bawang merah di Jawa Timur

dibagi dalam 3 wilayah, yaitu: (1) Wilayah Barat dan Tengah: Nganjuk, Kediri,

Magetan, Mojokerto, Bojonegoro, Malang Kota Batu; (2) Wilayah Timur:

Probolinggo, Bondowoso; dan (3) Wilayah Madura: Bangkalan, Sampang,

Pamekasan, serta Sumenep.

2) Dalam mendukung peningkatan produksi bawang merah, diperlukan

ketersediaan baik kuantitas maupun kualitas benih bawang merah di tingkat

petani. Untuk memenuhi ketersediaan benih tersebut, saat ini sistem

perbenihan bawang merah di Jawa Timur khususnya di sentra produksi Nganjuk

sebagian besar berasal dari sendiri (Sistem Jalur benih antar lapang/Jabal). Hal

ini didasarkan atas alasan: Bisa dibuat sendiri melalui proses sortir, Harga lebih

murah, Mudah didapat dan Produktivitas tidak berbeda nyata dengan yang

bersertifikat walaupun sebenarnya benih jabal tidak memberikan kepastian daya

tumbuh dan kemurnian varietas.

3) Usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk, bawang merah secara umum

ditanam 2 kali dalam setahun yaitu saat musim MH (bulan Oktober- Desember)

dan disaat MK (bulan Mei-Juli). Umur bawang merah sekitar 60 hari, dengan

jenis varietas yang ditanam adalah Bauji (saat MH) dan Thailand (saat MK).

4) Dalam analisis semusim, rataan produktivitas usahatani bawang merah yang

dihasilkan sebesar 12 ton/ha. Dengan tingkat harga rata-rata yang diterima

petani sebesar Rp 18.000/kg, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 216,00

juta/ha/musim. Adapun biaya usahatani yang dikeluarkan mencapai Rp 123,55

juta/ha/musim, sehingga tingkat keuntungan usahatani yang diraih sebesar Rp

92,46 juta/ha/musim dengan R/C sebesar 1,75. Adapun BEP (Break Even Point)

harga bawang merah pada usahatani sebesar Rp 10.295/kg. Dengan demikian

usahatani bawang merah yang dilakukan petani di Kabupaten Nganjuk layak

diusahakan dan memberikan keuntungan yang signifikan bagi petani.

5) Kondisi harga komoditas pangan yang fluktuatif dapat merugikan petani sebagai

produsen, pengolah pangan, pedagang hingga konsumen dan berpotenso

Page 134: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

37

menimbulkan keresahan sosial. Kenaikan harga bahan pangan juga digolongkan

sebagai komponen inflasi bergejolak karena mudah dipengaruhi masa panen.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka melakukan terobosan sebagai solusi

dalam mengatasi gejolak harga, yaitu melalui kegiatan Pengembangan Usaha

Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI) dan Rumah

pangan Kita (Bulog). Namun dalam perkembangan seperti di lokasi kajian,

kedua kelembagaan pemasaran tersebut masih belum melakukan penyerapan

komoditas bawang merah dari petani di Kabupaten Nganjuk.

6) Sistem panen bawang merah di Kabupaten Nganjuk dapat dilakukan dengan

sistem tebasan/borongan dan rogolan. Proporsi sistem panen yang ada di

Kabupaten Nganjuk untuk kedua sistem tersebut masing-masing sebesar 60 dan

40 persen. Petani yang menjual bawang merah dengan sistem tebasan memiliki

beberapa alasan yang dapat dipahami seperti: (a) membutuhkan biaya cepat

untuk menutupi hutang saprotan dan pemenuhan kebutuhan keluarga, (b) tidak

memiliki lantai jemur jika harus panen bawang dengan sistem rogolan, dan

petani juga merasa berat jika harus mengeluarkan biaya pengeringan lanjut,

dan (c) petani merasa khawatir jika harga bawang merah jatuh saat panen

dimana pemanenannya dengan sistem rogolan.

7) Oleh karena itu, pada sistem panen tebasan maka petani hanya mengeluarkan

biaya panen/cabut saja. Sementara jika harus panen dengan sistem rogolan,

maka petani disamping harus mengeluarkan biaya panen/cabut juga harus

mengeluarkan biaya potong/rogol, jemur (sekitar 2-3 hari) dan biaya

pengangkutan ke rumah. Pola tebasan bisa dilakukan misalnya seminggu

sebelum panen tiba, atau pada saat dihari siap panen.

8) Dalam konteks sistem pemasaran, terdapat 2 alur rantai tataniaga bawang

merah dari petani. Pada rantai pertama, petani menjual bawang merah ke

penebas, selanjutnya penebas menjual bawang merahnya ke pedagang

pengumpul/tengkulak atau menjual langsung ke pedagang besar (pengirim ke

luar kota/daerah). Pada Rantai kedua, petani dapat langsung menjual bawang

merah ke pedagang besar/pengirim. Selanjutnya bawang merah yang diperoleh

oleh pedagang besar/pengirim selanjutnya dijual ke Pasar Induk (PI) Kramat

Page 135: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

38

Jati- Jakarta atau PI Cibitung-Bekasi serta pasar luar kota lainnya/luar Jawa.

Sementara, bawang merah yang dibeli oleh pedagang pengumpul

kecil/tengkulak selanjutnya dijual ke pedagang pasar lokal termasuk ke Pasar

Sukomoro Nganjuk. Berdasarkan alur tersebut, tampak bahwa alur pertama,

pemasaran bawang merah dari petani cukup pendek/ringkas.

9) Kehadiran pedagang besar (pengirim) dalam sistem tataniaga bawang merah di

Kabupaten Nganjuk memiliki peran signifikan. Umumnya pengirim akan menjual

bawangnya ke pedagang lapak di pasar induk yang merupakan pedagang

langganannya. Pedagang lapak seperti halnya di Pasar Induk Cibitung mampu

menyerap sekitar 20 truk bawang merah per hari atau sekitar 130 ton/hari.

Menurut informasi dari pedagang, bahwa harga bawang di Pasar Induk Jakarta

akan relatif stabil, jika kiriman bawang dari berbagai pedagang daerah masih

dibawah 15 truk perhari atau 97,5 ton/hari. Namun jika kiriman bawang dari

berbagai pedagang daerah lebih dari 15 truk, maka kecenderungan harga

bawang di Pasar Induk akan menurun karena terjadi over supply.

10) Marjin pemasaran yang diraih pedagang besar/pengirim tampaknya cukup kecil

yaitu sebesar Rp 1.098/kg, sementara marjin pemasaran pada penebas relatif

lebih besar yaitu sebesar Rp 1.678/kg.

11) Bila dilihat dari aspek kelembagaan pemasaran di pasar Sukomoro Kabupaten

Nganjuk, bahwa saat ini volume bawang merah yang dipasarkan di pasar

Sukomoro mengalami penurunan dibandingkan dengan waktu 8-10 tahun yang

lalu. Secara faktual bahwa semakin berkembangnya sistem panen tebasan

berdampak terhadap kelembagaan pemasaran pasar di Sukomoro yaitu: (a)

Pendapatan pasar yang semakin menurun akibat volume bawang merah yang

masuk pasar menurun, dan (b) Semakin sedikitnya volume bawang merah yang

dipasarkan menyebabkan banyak TK kuli pasar yang menganggur dan angkutan

pasar (transportasi) di pasar tidak optimal. Sebelum tahun 1990-an, pasar

Sukomoro ramai oleh penjual (pedagang besar) yang bertransaksi dengan

pedagang yang datang dari luar kota.

12) Makin banyaknya bandar besar yang langsung beli bawang merah ke petani dan

juga penebas beli bawang merah ke petani menyebabkan semakin sedikit petani

Page 136: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

39

yang menjual langsung bawang merah ke pasar Sukomoro untuk bertransaksi

dengan pedagang. Sementara pedagang kecil/tengkulak menjual ke pedagang

di pasar Sukomoro memperoleh marjin tataniaga sebesar Rp 894/kg. Sementara

pada pedagang pasar di Pasar Sukomoro, memperoleh marjin tataniaga yang

lebih tinggi sebesar Rp 1.879/kg.

13) Dengan demikian, marjin tataniaga yang diperoleh pada kelembagaan

pemasaran berkisar antara Rp 894- Rp 1.879/kg. Harga jual pada kelembagaan

pemasaran di sentra produsen tidak menunjukan harga yang terlalu ekstrim

dibandingkan dengan harga di tingkat petani. Dengan demikian, permasalahan

yang muncul dengan seringnya ada fenomena lonjak harga di tingkat konsumen

adalah akibat tingginya harga jual selepas dari pedagang di Pasar Induk Kramat

Jati/Cibitung.

14) Upaya memperpendek rantai tataniaga sebesarnya bukanlah opsi terbaik dalam

meperbaiki kinerja pemasaran bawang merah. Namun hal penting adalah

bagaimana membuat kebijakan tataniaga terutama mulai dari kelembagaan di

pasar induk agar tidak terlalu membuat fluktuasi harga terlalu ekstrim di pasar

konsumen. Peningkatan harga yang tinggi saat ini tidak memiliki dampak

simetris terhadap peningkatan harga di tingkat petani. Artinya transmisi harga di

tingkat pedagang besar dipasar induk dan eceran tidak mulus sampai di tingkat

petani.

15) Selain itu, dalam memperbaiki kebijakan harga maka Dalam

tataniaga/pemasaran bawang merah diperlukan kehadiran pemerintah dalam

menangani pembelian bawang merah. Pemerintah dapat memberdayakan

kelompoktani/gapoktan dalam pembelian bawang merah tersebut dengan pola

sistem resi gudang. Berbeda dengan dengan sistem resi gudang yang ada,

dimana pola yang diusulkan yaitu terbangunnya kerjasama antara kelembagaan

gapoktan dengan petani bawang merah. Gapoktan diharapkan dapat berperan

dalam menjualkan bawang merah petani dengan jaminan dana talangan dari

pemerintah. Petani akan mendapat resi atas jaminan bawang yang diserap oleh

gapoktan melalui sistem resi gudang. Bawang merah petani tetap disimpan di

Page 137: KAJIAN KEBIJAKAN TATANIAGA BERAS, BAWANG MERAH DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_09.pdf · lokasi kajian. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih

40

rumah petani dan dijaga petani. Pada saat harga bawang tinggi, gapoktan akan

menjual bawang merah sehingga dapat memberikan keuntungan bagi petani.

DAFTAR PUSTAKA

Azzaino, 1983. Tataniaga Pertanian. Jurusan Sosek Pertanian. IPB Bogor.

ABMI (Asosiasi Bawang Merah Indonesia). 2016a. Distribusi dan Pemasaran Bawang

Merah di Kabupaten Brebes. Makalah ppt. Brebes.

__________________________________ . 2016b. Data Usahatani Bawang Merah di

Kabupaten Brebes. Makalah ppt. Brebes.

BPS . 2016. Data produksi Bawang Merah di Indonesia Per Provinsi. www.bps.go.id. 22 Okrober 2016.

Dinas Pertanian TPH Brebes. 2016. Data Produksi, Usahatani dan Harga Bawang Merah di Kabupaten Brebes. Brebes.

Dinas Pertanian TPH Nganjuk. 2016. Data Produksi, Usahatani dan Harga Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk. Nganjuk.

Mubyarto. 1973. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) . Jakarta

Nasruddin, Wasrob. 1999. Tataniaga Pertanian. [Diktat Kuliah]. Universitas Terbuka :

Jakarta.

Sihombing, Luhut. 2010. Tataniaga Hasil Pertanian. USU Press . Medan. (Online,

usupress.usu.ac.id, diakses pada 13 Juli 2016).

Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Raja Grafindo Persada. Malang.

Utami, Yuniarni. 2009. Analisis Cabang Usahatani dan Tataniaga Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca. sp)(Kasus Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). [Skripsi]. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor.(Online, http://repository.ipb.ac.id/ handle/123456789/15548, diakses pada 13 juli 2016) .