kajian epidemi penyakit bulai

40
LAPORAN AKHIR KAJIAN EPIDEMI PENYAKIT BULAI PERONOSCLEROSPORA MAYDIS (ROCIB) UNTUK MENDUKUNG PRIMATANI JAGUNG DI KABUPATEN BENGKAYANG, KALIMANTAN BARAT SURAT PERINTAH KERJA PELAKSANAAN PENELITIAN PL.757/LB.620/I.1/2009 TANGGAL 20 PEBRUARI 2009 IMAN SUSWANTO PERLINDUNGAN TANAMAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA Bekerjasama dengan BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN TAHUN 2009

Upload: didin-orgcjr

Post on 13-Sep-2015

53 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

bulai tanaman jagung

TRANSCRIPT

  • LAPORAN AKHIR

    KAJIAN EPIDEMI PENYAKIT BULAI PERONOSCLEROSPORA MAYDIS (ROCIB) UNTUK MENDUKUNG PRIMATANI JAGUNG DI KABUPATEN

    BENGKAYANG, KALIMANTAN BARAT

    SURAT PERINTAH KERJA PELAKSANAAN PENELITIAN PL.757/LB.620/I.1/2009

    TANGGAL 20 PEBRUARI 2009

    IMAN SUSWANTO

    PERLINDUNGAN TANAMAN

    UNIVERSITAS TANJUNGPURA

    Bekerjasama dengan

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

    TAHUN 2009

  • LAPORAN AKHIR KEGIATAN

    1. Nomor dan tanggal Kontrak : PL.757/LB.620/I.1/2009

    tanggal 20 Pebruari 2009

    2. Judul Penelitian : Kajian epidemi penyakit bulai Peronosclerospora maydis (Rocib) untuk mendukung primatani jagung di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat

    3. Penanggungjawab kegiatan : Dr. Ir. Iman Suswanto, MP

    4. Nilai kontrak : Rp.70.000.000,- (Tujuh puluh juta rupiah)

    5. Jangka waktu : 300 hari

    Mulai tanggal 1 Maret 2009

    Selesai tanggal 30 Desember 2009

    6. Dana yang sudah diterima : Rp. 70.000.000,- (Tujuh puluh juta rupiah)

    7. Lokasi kegiatan : Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat

    8. Kegiatan yang telah dilaksanakan : Penelitian epidemi penyakit bulaui pada jagung

    9. Rencana kegiatan selanjutnya : Penelitian Tahun II berupa Penerpan Model

    Penyakit sebagai dasar pengendalian bulai

    10. Masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan : -

    Pontianak, 25 Nopember 2009 Mengetahui, Penanggungjawab, Ketua Lembaga Penelitian Untan Prof. DR. H. M. Asrori, M.Pd Dr. Ir. Iman Suswanto, MP NIP. 131 459 754 NIP. 19681012 199303 1 004

  • 3

    PRAKATA

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas limpahan nikmatNya hingga kami dapat

    menyelesaikan program penelitian KKP3T tahun pertama dengan judul Kajian Epidemi

    Penyakit Bulai Peronosclespora Maydis (Rocib) untuk Mendukung Kegiatan Primatani

    Jagung di Kabipaten Bengkayang Kalimantan Barat.

    Program ini merupakan kerjasama kemitraan penelitian antara perguruan tinggi

    dengan Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Universitas Tanjungpura

    Pontianak merupakan salah satu perguruan tinggi yang mendapatkan kesempatan

    melaksanakan program ini pada tahun 2009-2010.

    Atas terlaksananya program ini kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala

    Badan Litbang Pertanian, yang telah memberi kepercayaan dan dana bagi program ini.

    Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Lembaga Penelitian Untan,

    Prof.. HM. Asrori, M.Pd. dan Dekan Fakultas Pertanian Untan, Dr.Ir. Radian, MS yang

    telah memberikan ijin bagi terlaksananya program ini ini. Selain itu ucapan terima kasih

    juga tertuju kepada rekan-rekan dari BPTP Kalbar yang ikut membantu terlaksananya

    penelitian ini.

    Semoga hasil dari program ini dapat ditindaklanjuti dan bermanfaat bagi

    masyarakat. Amin.

    Pontianak, 26 November 2009

    Ketua Tim Pelaksana

    Dr.Ir. Iman Suswanto, MP.

  • 4

    DAFTAR ISI

    Halaman pengesahan i Ringkasan Penelitian .. ii Prakata .. iii Daftar Isi iv Daftar Tabel . v Daftar Gambar . vi Daftar Lampiran . vii 1. Pendahuluan 1 2. Tujuan Kegiatan . 3 3. Keluaran yang diharapkan ... 3 3.1. Keluaran Jangka Panjang .. 3 3.2. Keluaran Penelitian Tahun berjalan .. 4

    4. Lingkup dan Rencana Kegiatan .... 4 5. Metodologi ... 5 6. Hasil dan Pembahasan .... 10

    6.1. Agihan penyakit bulai 10 6.2. Uji penularan patogen . 12 6.3. Tanda dan gejala penyakit . 14

    6.4. Penelitian model penyakit bulai . 17 7. Kesimpulan dan Saran ................................ 31 Daftar Pustaka Daftar Tabel Daftar Gambar

  • 5

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Agihan penyakit bulai di beberapa sentra jagung Kalimantan Barat

    11

    Tabel 2. Hasil pengamatan blotter dan seedling test beberapa varietas local dari Sanggau Ledo ..

    14

    Tabel 3. Hasil perhitungan regresi hubungan antara intensitas penyakit bulai dengan berbagai anasir iklim dan kepadatan spora pada seluruh varietas yang ditanam pada waktu berbeda .

    21

    Tabel 4. Hasil perhitungan analisis lintas antara intensitas penyakit bulai dengan berbagai anasir iklim dan kepadatan spora pada seluruh varietas yang ditanam pada 24 Mei 2009 .

    28

    Tabel 5. Hasil perhitungan analisis lintas antara intensitas penyakit bulai dengan berbagai anasir iklim dan kepadatan spora pada seluruh varietas yang ditanam pada 14 Juni 2009 ..

    29

    Tabel 6. Hasil perhitungan analisis lintas antara intensitas penyakit bulai dengan berbagai anasir iklim dan kepadatan spora pada seluruh varietas yang ditanam pada 5 Juli 2009 ..

    30

  • 6

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Inokulasi bulai dari sumber inokulum alami ke tanaman uji .....

    12

    Gambar 2. Uji benih dengan metoda blotter test bulai dan seedling test untuk mengetahui cara penularan bulai melalui biji .

    13

    Gambar 3. Gejala dan tanda pada tanaman terinfeksi bulai ..

    16

    Gambar 4. Pertambahan tanaman sakit setiap minggu pada beberapa golongan waktu tanam .

    18

    Gambar 5. Laju infeksi penyakit bulai pada tiga waktu tanam berbeda ....

    19

    Gambar 6. Hubungan regresi sederhana antara beberapa komponen cuaca dengan intensitas bulai pada varietas Sukmaraga yang ditanam periode awal, Sanggau Ledo 2009.

    23

    Gambar 7. Hubungan regresi sederhana antara beberapa komponen cuaca dengan intensitas bulai pada varietas Sukmaraga yang ditanam periode pertengahan, Sanggau Ledo 2009 ...

    24

    Gambar 8. Hubungan regresi sederhana antara beberapa komponen cuaca dengan intensitas bulai pada varietas Sukmaraga yang ditanam periode akhir, Sanggau Ledo 2009

    25

    Gambar 9. Sebaran data cuaca antara kondisi yang kondusif (T2) dan kurang kondusif (T1) tehadap perkembangan penyakit bulai ..

    26

  • 7

    Ringkasan Penelitian

    Kajian epidemi penyakit bulai Peronosclerospora maydis (Rocib) untuk mendukung primatani jagung di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat

    Penelitian Tahun I mengenai epidemiologi bulai di Kalimantan Barat. Penelitian dilakukan dengan survai agihan/distribusi dan intensitas penyakit di beberapa sentra jagung Kalbar. Kajian hubungan antara intensitas penyakit dengan berbagai anasir penyakit dilakukan melalui penelitian di lahan petani Sanggau Ledo yang merupakan daerah endemis bulai. Hubungan antara intensitas penyakit bulai dengan berbagai anasir penyakit disusun dalam model regresi Y= a + b1x1 + b2x2 + ........ + error. Uji lintas dilakukan untuk menjelaskan hubungan berbagai variabel secara kualitatif. Pendukung penelitian lapangan dilakukan beberapa uji di laboratorium dan rumah kasa meliputi uji penularan melalui benih dan tanaman muda serta pengamatan gejala dan tanda pada tanaman sakit.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa bulai telah tersebar di berbagai sentra jagung di Kalimantan Barat seperti di Kabupaten Kubu Raya, Pontianak, Singkawang, Sambas dan Bengkayang. Pola penularan bulai secara acak menunjukkan bahwa patogen ditularkan melalui udara. Penelitian juga membuktikan bahwa penyakit tidak dapat ditularkan melalui benih. Sebagian besar petani menggunakan benih dari tanaman musim tanaman sebelumnya. Pengamatan gejala mikro dan tanda penyakit menunjukkan bahwa unit penularan bulai di Kalimantan Barat berupa konidia. Deposisi konidia pada permukaan daun sangat melimpah, tetapi konidia yang mampu bertahan dan menginfeksi sangat rendah. Hal ini disebabkan penetrasi hifa hanya terjadi melalui stomata. Untuk mencapai stomata, tabung kecambah memanjang sampai beberapa milimeter. Pembentukan tabung kecambah merupakan fase kritis pertumbuhan patogen. Hal ini dapat menjelaskan pengaruh cuaca sangat besar terhadap perkembangan penyakit. Faktor cuaca yang perlu diperhatikan dalam mendukung perkembangan bulai di Sanggau Ledo berupa suhu pagi, lama penyinaran, kecepatan angin dan curah hujan. Pola perkembangan penyakit mengikuti bunga majemuk. Infeksi primer terjadi melalui penularan konidia dari luar pertanaman. Penularan sekunder terjadi di dalam pertanaman melalui penularan dari tanaman sakit ke tanaman sekitarnya. Masa rentan penyakit sampai 4 MST. Tingkat serangan bulai ditentukan oleh penggunaan varietas tahan, waktu tanam dan penerapan pengendalian. Varietas tahan berupa P12 dan B 8/16, dan waktu tanam yang kurang kondusif saat cuaca cerah dan kecepatan rata-rata angin relatif rendah (tanang). Upaya pengendalian pada dasarnya berusaha menunda infeksi setelah masa kritis sampai 4 MST.

  • 8

    1. Pendahuluan

    Salah satu kendala produksi jagung di Kalimantan Barat adalah penyakit bulai.

    Penyakit ini perlu mendapat perhatian khusus karena sampai saat ini belum tersedia

    varietas tahan dan teknik pengendalian yang memuaskan. Perbaikan sifat ketahanan

    jagung terhadap bulai telah banyak dilaporkan, namun belum diperoleh varietas yang

    benar-benar tahan. Varietas unggul saat ini lebih mengedepankan produktifitas,

    kualitas gizi yang lebih baik, toleran stres lingkungan dan sisa biomas yang tetap hijau

    (still green) untuk keperluan pakan ternak. Kombinasi sifat-sifat tersebut terbukti

    mampu meningkatkan hasil, tetapi belum mampu mengatasi masalah penyakit bulai.

    Kendala penyusunan varietas tahan bulai adalah umumnya sumber ketahanan

    dikendalikan oleh banyak gen, dan patogen bulai sendiri mudah sekali membentuk ras

    fisiologi baru untuk beradaptasi varietas baru (Subandi et al., 1982).

    Beberapa pengujian jagung varietas unggul di BPTP Kalbar menunjukkan

    bahwa varietas Bisma, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Kuning-1, Srikandi Putih-1, dan

    Anoman-1 menunjukkan kerentanan terhadap bulai (BPTP Kalbar, 2006). Baru-baru ini,

    Wakman & Rezha (2008) menyatakan bahwa pengujian 20 varietas dan 24 galur

    diperoleh 2 varietas tahan yaitu Bisi 8/16 dan Bima 3, serta satu galur BMD 2 dengan

    intensitas penyakit berturut-turut 2, 15 dan 7 %. Lebih lanjut dikatakan Wakman

    (2008), perlakuan benih dengan beberapa dosisi aplikasi metal aksil tidak efektif

    menekan infeksi bulai di Sanggau Ledo, Kalimantan Barat.

    Hasil-hasil pengujian tersebut dapat menjadi kendala serius bagi program

    pembangunan pertanian melalui pendekatan kawasan dan agribisnis jagung di

    Kalimantan Barat. Pemerintah propinsi menetapkan 12 kawasan usaha agribisnis

    terpadu (KUAT) sebagai daerah prioritas pengembangan pertanian. Badan Litbang

    Pertanian Kalimantan Barat mendukung program KUAT dalam bentuk program rintisan

    dan akselerasi inovasi teknologi pertanian (Prima Tani) di 6 lokasi KUAT. Salah satu

    daerah KUAT adalah Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang yang menetapkan jagung

    sebagai komoditas unggulan. Dalam rencana jangka panjang Pemprov Kalbar

    mentargetkan penanaman jagung mencapai 700 ribu hektar pada akhir tahun 2010.

    Saat ini Kabupaten Bengkayang merupakan daerah penghasil jagung terbesar di

    Kalbar. Sayangnya, sejak tahun 1999 Sanggau Ledo dianggap sebagai salah satu

  • 9

    daerah endemis bulai di Indonesia. Dampak dari epidemi, selain menyebabkan

    penurunan produksi, juga menimbulkan trauma bagi masyarakat untuk menanam

    jagung kambali (komunikasi pribadi, 2008; BPTP Kalbar, 2006).

    Menurut Wakman & Kontong (2000), kerugian akibat penyakit bervariasi antara

    40-100%. Kerugian yang besar tersebut akan tetap terjadi selama kendala pengelolaan

    penyakit bulai belum teratasi, antara lain keterbatasan teknologi pengendalian yang

    hanya bertumpu pada penggunaan varietas tahan dan fungisida. Hal serupa telah

    dilaporkan pula oleh Mikoshiba (1983) dan Subandi, et al. (1982), yang menyatakan

    bahwa beberapa varietas tahan bulai seperti Arjuna TB, Lagaligo, Bayu dan Parikesit di

    beberapa lokasi ternyata memperlihatkan respons rentan sampai agak tahan.

    Penyakit bulai jagung disebabkan oleh Peronosclerospora yang merupakan

    jamur obligat. Menurut van der Plank (1984), penyakit bulai tergolong high-sugar

    disease, yang berarti kepekaan tanaman terhadap infeksi ditentukan oleh kadar gula

    yang tinggi. Suswanto et al. (2008) menyatakan bahwa kadar gula total dalam jaringan

    batang dan daun pada Pioneer 21, Sweet Boy, dan Bisi 21 dapat berperan sebagai

    faktor predisposisi terhadap penyakit bulai. Ketiga varietas tersebut mempunyai laju

    akumulasi gula total yang lebih tinggi dibandingkan Pioneer 12 dan jagung merah

    (lokal) pada fase vegetatif awal. Pioneer 12 dan jagung merah Varietas menunjukkan

    respons ketahanan terhadap bulai yang lebih baik.

    Penelitian bulai di Kalimantan Barat umumnya terbatas pada satu aspek kajian

    saja, misalnya pengaruh teknik pengendalian, varietas atau teknik budidaya di lahan

    asam/gambut terhadap infeksi bulai. Penelitian epidemi bersifat menyeluruh meliputi

    aspek patogen, inang dan lingkungan sehingga luarannya dapat menjelaskan peranan

    masing-masing aspek dalam perkembangan penyakit. Penelliitan epidemiologi penting

    dilakukan berkaitan dengan karakter iklim hutan hujan tropis yang relatif basah

    sepanjang musim. Kondisi ini mendukung kelangsungan patogen melalui ketersediaan

    inang, baik jagung maupun gulma, mendukung proses infeksi, penetrasi sampai

    sporulasi dan bahkan pembentukan ras fisiologi baru.

    Salah satu metoda yang memuaskan dalam menjelaskan hubungan antara

    perkembangan penyakit dengan berbagai anasirnya adalah analisis lintas (path

    analysis). Hasil analisis ini dapat mengetahui interaksi timbal balik antar anasir penyakit

    dan dapat pula mengetahui pengaruh anasir secara langsung atau tidak langsung

  • 10

    terhadap perkembangan penyakit. Penggabungan kedua jenis pengaruh hasil uji lintas

    diperlukan dalam upaya memperbesar alternatif pengendalian. Hasil ini tidak dapat

    dicapai jika hanya menggunakan uji regresi, karena hanya dapat menginformasikan

    anasir yang berpengaruh saja. Dengan mengkombinasikan kedua teknik pengujian,

    maka akan diperoleh suatu model hubungan penyakit yang dapat dijelaskan baik

    secara kualitatif maupun kauntitatif (Sastrahidayat, 1997).

    2. Tujuan Kegiatan

    Secara umum tujuan penelitian adalah menyusun model peramalan bulai yaitu

    suatu upaya untuk memperkirakan kapan suatu penyakit berkembang ke arah ledakan

    penyakit dan berapa besar kerusakan yang akan ditimbulkannya. Model peramalan

    diperlukan karena pola perkembangan penyakit bulai dari musim ke musim tidak

    menentu. Model penyakit membantu mengarahkan tindakan pengendalian, sehingga

    biaya perawatan lebih efisien dan menjamin keberhasilan usaha tani. Untuk mencapai

    sasaran tersebut diperluka beberapa tahapan penelitian dengan tujuan khusus sebagai

    berikut:

    1). Mengetahui agihan bulai di sentra jagung Kalbar; 2) Mengkaji faktor cuaca

    yang berperan dalam perkembangan bulai; 3) Respons ketahanan varietas terhadap

    bulai di Kalbar; dan 3) Penyusunan model peramalan bulai di sentra jagung Kalimantan

    Barat.

    3. Keluaran yang diharapkan

    3.1. Keluaran jangka panjang

    Keluaran secara lengkap diperoleh setelah tahun ke 2 (tahun 2010) sebagai

    berikut:

    a) Diperoleh model peramalan penyakit bulai di Kalbar. Model peramalan

    sedapat mungkin menggunakan dasar peramalan yang paling sederhana misalnya satu

    unsur cuaca, sehingga mudah digunakan namun mempunyai akurasi yang tinggi.

    Penelitian ini tersedia dua kelompok dasar peramalan yaitu menggunakan unsur cuaca

    dan spora bulai. Dengan dua komponen ini maka keakurasian model akan lebih

    terjamin.

  • 11

    b) Diperoleh informasi agihan daerah endemis. Informasi ini membantu

    penentuan varietas yang cocok untuk lokasi tertentu. Di masa yang akan datang

    informasi ini juga dapat dikaitkan dengan peta kesesuaian lahan untuk pengembangan

    jagung.

    c) Diperoleh informasi pemilihan teknik pengendalian, khususnya melalui

    pengaturan tanam dan pemilihan varietas.

    3.2. Keluaran penelitian tahun berjalan

    a) Informasi agihan bulai di beberapa sentra jagung Kalbar.

    b) Pola perkembangan penyakit;

    c) Model regresi sederhana penyakit bulai Y= a+b1x1+b2x2 + ....... + error;

    d) Informasi kulitatif dan kuantitatif peranan unsur cuaca terhadap

    perkembangan penyakit.

    4. Lingkup dan Rencana Kegiatan

    Penelitian tahun I berkaitan dengan epidemiologi bulai di Kalimantan Barat.

    Sebagian besar wilayah Kalbar memiliki curah hujan tinggi dan tersebar merata

    sepanjang tahun. Di sentra-sentra jagung dapat dijumpai pola tanam jagungjagung-

    jagung-jagung sehingga ketersediaan inang dapat dikatakan selalu tersedia sepanjang

    musim. Permasalahannya adalah distribusi curah hujan yang tidak jelas antara musim

    hujan dan kemarau menyebabkan perkembangan bulai dapat terjadi setiap musim

    tanam. Oleh karena itu perlu pengkajian secara khusus berbagai anasir penyakit baik

    dari sisi inang, patogen maupun lingkungan.

    Penelitian yang dilakukan berupa survai agihan/distribusi dan intensitas penyakit

    di beberapa sentra jagung Kalbar seperti Kabuapten Pontianak, Kubu Raya,

    Singkawang, dan Sambas. Dari survay diperoleh beberapa sampel tanaman sakit dan

    gulma yang diperkirakan dapat berperan sebagai inang. Sampel dibawa ke

    laboratorium untuk diidentifikasi jenis patogen dan diperbanyak sebagai sumber

    inokulan.

    Penelitian lain adalah kajian hubungan antara intensitas penyakit dengan

    berbagai anasir penyakit. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bengakyang yang

    merupakan daerah endemis bulai. Berbagai anasir tersebut dapat dibuat dalam sebuah

    model yang menggambarkan hubungannya dengan intensitas penyakit pada suatu

  • 12

    lokasi misalnya Y= a + b1x1 + b2x2 + ........ + error. Keterangan: Y merupakan variabel

    tidak tetap berupa intensitas penyakit, sedangkan x1, x2, dan seterusnya merupakan

    variabel tetap yang mewakili anasir tanaman inang, patogen dan lingkungan.

    Model hubungan antara intensitas penyakit bulai (Y) dengan variabel-variabel

    komponen penyakit (unsur cuaca dan kepadatan spora) ditunjukkan dengan gambar

    garis-garis. Garis lurus (a-h) menunjukkan pengaruh langsung komponen penyakit tdh

    intensitas penyakit. Besarnya indeks a-h dapat diketahui melalui uji regresi seperti yang

    digambarkan pada paragraf sebelumnya. Uji lintas ini dapat menjelaskan secara kualitatif

    mengapa suatu komponen penyakit Xn dapat berpengaruh nyata atau tidak nyata.

    Penjelasan secara kualitatif tersebut dapat diketahui melalui garis lengkung (rij).

    5. Metodologi

    5.1. Waktu dan tempat penelitian

    Penelitian tahun I dilakukan pada periode kondusif bagi epidemi bulai yaitu

    antara bulan Maret - Deseber 2009. Penelitian dilakukan di Kebun Percontohan BPTP

    Kalbar di Lokasi Kuat Kabupaten Bengkayang, lahan petani jagung di Kabupaten

    Pontianak, Kubu Raya, Singkawang dan Sambas, rumah kasa serta Laboratorium

    Proteksi Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura.

    5.2. Alat Penelitian

    Alat pengamatan patogen berupa mikroskop cahaya, mikroskop stereo, kaca

    pembesar, perangkap spora, refraktometer, termos plastik, mortar, mikrotip,

    mikrotube, mikropipet, labu takar, gelas piala, erlenmeyer, environtmental chamber,

    pot, dan timbangan analitik. Alat-alat lainnya untuk kelengkapan kerja seperti, kamera

    digital dan komputer untuk keperluan analisis data, pelaporan, dan dokumentasi.

    5.3. Bahan Penelitian

    Bahan penelitian terdiri atas Bisi 8/16 (sangat tahan), P12 (tahan), Sukmaraga

    (rentan) dan P21 (sangat rentan). Bahan fiksasi miselium jamur lactophenol cotton

    blue, vaselin, alkohol, kapas, KOH, gliserol, bufer NaH2PO4.H2O, Na2HPO4.12 H2O,

    Natrium hipoklorit, obyek gelas, tabung reaksi, kertas merang, polibag dan pupuk

    sintetis NPK. Bila diperlukan digunakan pestisida untuk pengendalian hama.

  • 13

    5.4. Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian dilakukan di laboratorium, rumah kasa, dan lapangan. Penelitian

    terdiri atas: a) agihan penyakit bulai di sentra jagung kalbar; b) Uji patogen terbawa

    benih, c) Pengamatan tanda dan gejala mikro di laboratorium dan d) penelitian model

    penyakit bulai.

    a) Agihan penyakit bulai di sentra jagung Kalbar

    Agihan (distribution) penyakit bulai diketahui dengan survay di sentra jagung

    Kabupaten Pontianak, Kubu Raya, Singkawang, Sambas dan Bengkayang. Setiap

    kabupaten dipilih 5 kecamatan, masing-masing ditentukan 5 petak pengambilan

    sampel. Sampel per petak pengamatan ditentukan sebanyak 25 tanaman. Pengamatan

    dilakukan dengan menentapkan suatu petakan pertanaman jagung sebagai unit

    sampel, kemudian menghitung tanaman bergejala yang dipilih secara acak pada

    bidang diagonal. Pertanaman jagung yang dipilih adalah tanaman yang berumur antara

    48 minggu setelah tanam (MST). Pengamatan agihan penyakit ini dilakukan sekali

    pada bulan Februari-Maret yang merupakan kondisi ideal bagi perkembangan bulai.

    Interpretasi data intensitas penyakit dilakukan secara deskriptif yang menunjukkan

    distribusi penyakit dan tingkat keparahan di berbagai lokasi.

    b) Uji patogen terbawa benih

    Kebiasaan petani setempat bertanam 2-3 kali setahun memungkinkan penularan

    melalui biji. Semangun (1991) menyatakan bahwa benih kurang mempunyai arti

    penting sebagai agen penularan bulai. Namun kebiasaan petani menggunakan benih

    dari hasil panen sebelumnya, maka perlu dikaji penularan penyakit melalui biji.

    Pengujian bulai tertular benih dilakukkan dengan uji blotter (blotter method)

    sesuai dengan Mathur et al. (1989). Sebanyak 256 biji dari jagung pipilan hasil panen

    masyarakat masing-masing perlakuan dipilih secara acak. Mula-mula biji dicuci dengan

    air kran, dilanjutkan dengan perendaman dalam natrium hipoklorit 3% selama 5 menit

    untuk membunuh jamur saprofit. Sebanyak 16 biji disusun melingkar dalam cawan

    petri diameter 25 cm yang sebelumnya telah ditempatkan 3 lembar kertas merang

    basah. Inkubasi pada ruang yang disinari UV selama 7 hari. Selama dibawah UV, dijaga

    kelembapannya dengan menambahkan aquades secukupnya. Pengamatan dilakukan

  • 14

    terhadap gejala bulai dan konidiofor beserta konidia pada kecambah. Dihitung

    prosentasenya kecambah bergejala, panjang radicle dan tunas.

    Pengujian juga dilakukan dengan seedling test. Sebanyak 10 biji ditanam dalam

    polibag ukuran 10 kg yang telah diisi dengan media tanah. Selanjutnya disungkup

    dengan kantong plastik untuk menciptakan kondisi lembap. Kelembapan yang tinggi

    juga di jaga dengan penyemprotan air menggunakan hand sprayer. Tanaman dipelihara

    sampai muncul gejala. Pengamatan lainnya adalah menghitung jagung bergejala untuk

    memperoleh tanaman sakit.

    c) Tanda dan gejala penyakit

    Data pendukung berupa pengamatan bagian-bagian cendawan P. maydis

    seperti milselium, konidia, penetrasi hifa pada jaringan sesuai dengan metoda yang

    dikembangkan oleh Andrea et al. (2002). Pengamatan dilakukan pada daun tua dan

    muda, bersamaan dengan pengamatan intensitas penyakit. Daun yang masih

    menunjukkan gejala lokal dipotong, kemudian direndam dalam alkohol 70% selama 6

    jam. Daun setelah tidak mengandung hijau daun ditiriskan, kemudian diwarnai

    dengan safranin.

    d) Penelitian model penyakit bulai

    Lokasi penelitian dilakukan di Kebun Percontohan BPTP Kalbar di Lokasi Kuat

    Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang pada periode tanam Januari-Maret 2009. Dasar

    pemilihan lokasi adalah kondisi lingkungan baik unsur cuaca maupun sumber inokulum

    sangat mendukung kajian epidemi bulai. Kondisi yang kondusif bagi epidemi bulai

    merupakan persyaratan penting karena kendala utama penelitian fitopatologi umumnya

    adalah apabila salah satu komponen penyakit terutama lingkungan tidak sesuai, maka

    tidak terjadi penyakit. Kondisi lingkungan yang kondusif diharapkan akan diperoleh

    data yang menggambarkan secara jelas interaksi antara inang-patogen-lingkungan.

    Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan

    ulangan sebanyak 4 kali. Perlakuan berupa kombinasi faktorial antara varietas dengan

    golongan waktu tanam. Varietas terdiri atas V1: Bisi 8/16 (sangat tahan), V2: P 12

    (tahan), V3: Sukmaraga (sedang) dan V4 Bisi 12 (rentan). Golongan waktu tanam

    dibagi dalam waktu tanam normal (T1: 25 Mei 2009), pertengahan (T2: 8 Juni 2009)

  • 15

    dan akhir (2 Juli 2009). Penggolongan waktu tanam bertujuan untuk memperoleh

    variasi kondisi cuaca dan kepadatan sumber inokulum.

    Kebiasaan waktu tanam di Sanggau Ledo sendiri sebenarnya tidak jelas. Pada

    waktu bersaman dapat dijumpai petani yang menanam, menyiangi

    rumput/membumbun atau panen. Penggolongan waktu tanam bertujuan untuk

    memperoleh variasi kondisi cuaca dan kepadatan sumber inokulum.

    Dibutuhkan 12 petak dalam satu ulangan, sehingga total petak percobaan

    sebanyak 48 petak. Ukuran petak 6 x 9 m2 berupa bedengan, jarak tanam 60 x 60 cm

    sehingga dalam satu berisi 150 lubang tanam. Antar petak dipisahkan dengan alur

    selebar 70 cm. Biji ditanam dengan ditugal dan diisi 1 biji/lubang tanam. Perawatan

    dengan pemupukan NPK sesuai dosis anjuran setempat dan penyemprotan dengan

    insektisida untuk melindungi serangan hama.

    Variabel yang diamati

    a. Data anasir cuaca

    Data cuaca berupa lama penyinaran, temperatur udara, kelembapan udara, dan

    curah hujan diperoleh dari Stasiun Meteorologi Singkawang II Sanggau Ledo yang

    berjarak sekitar 3 km dari lokasi percobaan. Data yang diambil mulai bulan Januari

    sampai Agustus 2009.

    b. Kepadatan spora

    Untuk keperluan pengamatan kepadatan spora, ditempatkan perangkap spora.

    Alat perangkap ditempatkan setinggi 1,5 m dari permukaan tanah. Pada tiap alat

    perangkap spora dipasang 3 buah gelas obyek yang diganti 2 kali, setiap pukul 06.00

    pagi dan sore. Jadi dalam satu hari dibutuhkan 30 gelas obyek. Sebelum dipasang,

    gelas obyek dilapisi vaselin yang dipaparkan ke arah atas dari alat perangkap.

    Pengamatan kepadatan spora dilakukan selama masa kritis jagung terhadap infeksi

    bulai yaitu sampai 4 MST. Jadi total pengamatan dilakukan selama 6 minggu sampai

    golongan tanam terakhir. Gelas obyek selanjutnya ditempatkan pada rak untuk

    dilakukan penghitungan spora bulai dengan bantuan mikroskop cahaya.

  • 16

    c. Perkembangan penyakit

    Untuk memperoleh informasi perkembangan penyakit maka diperlukan data

    intensitas penyakit yang diamati selama 1-5 MST. Pengamatan intensitas penyakit

    dilakukan sampai minggu ke 5 disebabkan oleh masa inkubasi penyakit sekitar 1

    minggu. Jadi gejala yang muncul pada saat pengamatan sebenarnya disebabkan oleh

    infeksi oleh spora 1 minggu sebelumnya. Perhitungan rumus intensitas penyakit

    sebagai berikut:

    IP= Nn

    x 100%

    Keterangan:

    IP: intensitas penyakit

    n: Jumlah tanam bergejala dan N: jumlah total tanaman yang diamati

    Data hasil pengamatan intensitas penyakit selanjutnya digunakan untuk

    mengukur laju infeksi (r). Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui pola

    perkembangan penyakit dan respons ketahanan tanaman terhadap patogen.

    Perhitungan laju infeksi sesuai dengan rumus epidemiologi van der Plank (1963):

    Xt= Xo.ert

    Xt= intensitas penyakit pada waktu t

    Xo= intensitas penyakit pada awal pengamatan (t = 0)

    e = logaritma natural, yaitu konstanta sebesar 2,71828

    r = laju infeksi

    t = waktu antara to dan tt

    Analisis data

    Data hasil pengamatan intensitas penyakit ditransformasi data dengan arc sin

    1/4 (n). Selanjutnya data hasil transformasi dilakukan beberapa uji statistika berupa uji ragam (analysis of variance) korelasi, perbandingan duncan, lintas dan regresi

    sampai batas kepercayaan 95%. Semua data statistika dianalisis dengan program SAS

    (SAS Institute. 1990).

  • 17

    Uji keragaman dilakukan untuk menunjukkan adanya perbedaan kepekaan

    varietas jagung terhadap infeksi dan intensitas penyakit akiabt waktu tanam.

    Penentuan varietas dan waktu tanam yang paling peka infeksi bulai diketahui dengan

    uji perbandingan Duncan. Uji korelasi dilakukan untuk menunjukkan keeratan

    hubungan antar variabel. Selanjutnya apabila terdapat hubungan yang nyata

    dilanjutkan ke uji regresi sederhana. Uji regresi dilakukan untuk menunjukkan besarnya

    hubungan variabel bebas (unsur-unsur cuaca, jumlah tanaman sakit dan jumlah spora)

    dan tidak bebas (intensitas penyakit) dengan model regresi Y = a + bx apabila hanya

    ada satu variabel bebas yang dominan, dan Y= a + b1x1 + b2x2 + ........ + bnxn apabila

    ada bebrapa variabel bebas yang dominan. Uji lintas digunakan untuk

    menginterpretasikan model penyakit secara kualitaitif.

    6. Hasil dan Pembahasan

    Hasil-hasil yang telah dicapai dalam kegiatan penelitian epidemi bulai pada

    Tahun I sebagai berikut:

    a) Agihan penyakit bulai

    Agihan (distribution) penyakit bulai diketahui dengan survay di beberapa sentra

    jagung Kabupaten Pontianak, Kubu Raya, Singkawang, Sambas dan Bengkayang.

    Pengamatan di Kabupaten Sambas dilakukan di Kecamatan Tangaran (Desa Pancur,

    Simpang empat dan Semate), Kecamatan Jawai (Desa Dungun Laut, SB Kuala dan SB

    Kolam), dan Kecamatan Tekarang (Desa Sempadian, Cempala dan Sari Makmur).

    Kabupaten Kubu Raya meliputi Kecamatan Rasau Jaya (Rasau Jaya I, Bintang Mas 2,

    dan Pematang Tujuh), Kecamatan Kubu (Desa Pinang Luar, Pinang Dalam dan

    Kampung Baru) dan Kecamatan Kakap (Desa Kalimas, Kakap, dan Siantan). Kabupaten

    Pontianak meliputi Kecamatan Mempawah Hulu, Sungai Kunyit, dan Batu Layang.

    Kabupaten Singkawang meliputi Singkawang Timur, Utara dan Selatan. Hasil

    pengamatan agihan bulai dapat dilihat pada Tabel 1.

  • 18

    Tabel 1. Agihan penyakit bulai di beberapa sentra jagung Kalimantan Barat

    Kabupaten Intensitas Penyakit Bulai (%)

    Agihan Bulai

    Sambas 17 Acak

    Pontianak 5 Acak

    Bengkayang 23 Acak

    Kubu Raya 5 Acak

    Singkawang 3 Acak

    Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bulai telah tersebar di berbagai sentra

    jagung di Kalbar. Varietas jagung yang banyak ditanam masyarakat umumnya varietas

    lokal dan sebagian kecil berupa hibrida. Di Kabupaten Kubu Raya dan Singkawang

    dijumpai tanaman jagung manis dalam jumlah besar, sedangkan di kabupaten lain

    umumnya berupa jagung pipilan. Penanaman jagung umumnya menggunakan benih

    yang berasal dari tanaman sebelumnya. Rata-arata intensitas penyakit di berbagai

    lokasi berkisar rendah sampai sedang. Hal ini berarti penyakit disebarkan secara efektif

    ke berbagai lokasi secara acak. Agen penyebar demikian dapat dibantu oleh angin

    (Zadoks & Schein, 1979).

    Penyakit bulai mudah dijumpai saat tanaman masih muda berkisar antara 3-4

    MST. Penyakit dapat dikenali dengan terbentuknya struktur jamur menyerupai tepung

    pada permkaan daun. Umumnya petani kurang menghiraukan keberadaan tanaman

    sakit dan dipertahankan sampai dewasa. Hal ini berarti keberadaan sumber inokulum

    bulai sebenarnya dengan mudah dapat dijumpai di pertanaman jagung, sementara

    petani juga tidak melakukan tindakan pengendalian penyakit. Meskipun demikian,

    penyakit bulai tidak serta merta dapat berkembang ke arah epidemi. Hasil pengamatan

    ini memberi gambaran terdapat faktor kendali yang dapat menekan perkembangan

    bulai antara lain berupa ketahanan terhadap bulai akan meningkat saat tanaman

    memasuki fase generatif dan perkembangan penyakit secara intensif harus didukung

    dengan kondisi cuaca yang menguntungkan bagi penyakit. Hal ini sesuai dengan

    penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa infeksi bulai dapat terjadi sampai

    umur tanaman mencapai 6 MST dan kondisi hujan beberapa hari dibutuhkan untuk

    terjadinya infeksi bulai (Suswanto et al., 2008).

  • 19

    b) Uji Penularan Patogen

    Hasil pengamatan penularan bulai dari sumber inokulum tanaman sakit ke

    jagung baik melalui kontak, perlukaan dengan karborundum dan suspensi spora

    dengan pelapisan zat perekat belum memberikan hasil yang memuaskan. Seluruh

    penularan dengan metoda tersebut tidak ada yang berhasil. Gambar 2 memperlihatkan

    cara pelaksanaan penularan.

    Terjadinya infeksi membutuhkan temperatur 18-26oC dan kelembapan lebih

    90% dilakukan dengan penyungkupan dengan plastik transparan dan menambah kain

    basah. Upaya ini telah dilakukan, tetapi belum memberikan hasil yang diinginkan.

    Beberapa periode pengujian juga dilakukan pada saat periode hari hujan. Menurut

    Shurtleff (1980), patogen penyebab bulai merupakan patogen yang hanya dapat

    bertahan pada jaringan hidup. Kegagalan penularan dapat terjadi karena konidia bulai

    mudah rusak akibat pengaruh lingkungan seperti kelembapan rendah dan temperatur

    tinggi.

    Gambar 1. Inokulasi bulai dari sumber inokulum alami ke tanaman uji

  • 20

    Hasil pengamatan penularan patogen melalui biji baik melalui blotter test

    maupun seedling test seperti yang tercantum pada tabel 2 menunjukkan bahwa bulai

    tidak dapat ditularkan melalui benih. Uji ini dilakukan sebagai upaya klarifikasi

    terjadinya epidemi bulai di Sanggau Ledo kemungkinan disebabkan oleh penularan

    melalui biji. Hal ini didasarkan pada sebagian besar petani menggunakan benih dari

    hasil panen sebelumnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa benih ternyata bukan

    media penularan bulai. Pengujian penularan bulai melalui benih tidak terbukti, tetapi

    diduga penggunaan benih secara terus menerus dari tanaman sebelumnya memegang

    andil yang besar terhadap prevalensi bulai di Sanggau Ledo. Hal ini didasarkan pada

    hasil survai pada pertanaman jagung di Kabupaten Kubu Raya menunjukkan bahwa

    sebagian besar jagung yang memperlihatkan bulai merupakan tanaman yang berasal

    dari benih tanaman sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini sesuai dengan

    pendapat Semangun (1991) menyatakan bahwa penularan bulai hanya dapat dilakukan

    melalui udara dan biiji bukan merupakan agen penular yang efektif.

    Gambar 2. Uji benih dengan metoda blotter test bulai dan seedling test untuk

    mengetahui cara penualran bulai melalui biji

  • 21

    Pengamatan lapangan yang menunjukkan jagung yang ditanam dari benih

    tanaman sebelumnya lebih mudah terinfeksi bulai. Hal ini dapat terjadi akibat kualitas

    benih yang kurang baik sehingga menghasilkan pertumbuhan tanaman yang kurang

    baik. Kondisi tanaman yang kurang sehat akan lebih mudah terinfeksi dibandingkan

    dengan tanaman yang berasal dari benih unggul atau hibrida. Dengan demikian

    pengamatan ini dapat dijadikan indikator bahwa penyakit bulai membutuhkan faktor

    predisposisi berupa pertumbuhan yang kurang optimum atau tanaman dalam kondisi

    lemah akibat benih yang kurang baik maupun perawatan yang kurang optimal.

    Tabel 2. Hasil pengamatan blotter dan seedling test beberapa varietas lokal dari

    Sanggau Ledo

    Penyakit terbawa benih (%) Lokasi pengambilan sampel

    Bulai Fusarium Aspergillus Penicillium Curvularia

    Paket A 0 10,94 7,67 25 1,56

    Paket B 0 9,0 12,25 28,25 0

    Paket C 0 13,75 13,0 11,5 0

    Paket D 0 3,0 3,5 8,45 0

    c. Tanda dan gejala penyakit

    Hasil pengamatan mikroskopis dapat digunakan sebagai gambaran proses

    infeksi bulai seperti yang tercantum pada Gambar 3. Gambar 3a memperlihatkan gejala

    bulai berupa klorosis sejajar tulang daun. Dalam kondisi lembap, pada bagian bergajala

    ini dapat dijumpai struktur menyerupai tepung yang menempel pada permukaan daun.

    Apabila dilihat di mikroskop stereo perbesaran 40 kali, maka struktur menyerupai

    tepung sebenarnya merupakan kumpulan dari struktur penghasil konidia atau

    kumpulan konidiofor seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3c. Pada gambar terlihat

    antar kumpulan/rumpun konidifor bukanlah bagian yang terpisah, tetapi terhubung

    dengan konidofor lainnya.

    Menurut Semangun (1991), dalam kondisi lembap 90% dan suhu rendah 24oC,

    konidia akan terlepas dari konidiofor. Mekanisme pelepasan konidia terjadi secara

    mekanis dengan cara pangkal konidiofor terpilin, kemudian berputar kembali ke kondisi

    normal. Gerak mekanis ini menyebabkan konidia yang berada di ujung konidiofor akan

    terlempar. Penyakit bulai menular dari tanaman sakit sebagai sumber inokulum ke ke

  • 22

    tanaman lainnya dengan konidia. Mula-mula konidia jatuh di permukaan daun atas

    maupun bawah. Jumlah konidia pada permukaan daun sangat melimpah, namun tidak

    selalu diikuti keberhasilan infeksi karena kebanyakan konidia gagal berkecambah

    (Gambar 3d). Hal ini diduga disebabkan oleh tabung kecambah konidia yang sangat

    panjang untuk mencapai stomata. Perkecambahan merupakan kondisi yang paling

    lemah dan peka tehadap perubahan faktor lingkungan. Perubahan lingkungan yang

    drastis akan menyebabkan kematian tabung kecambah sehingga tidak terjadi infeksi.

    Kegagalan inokulasi di rumah kasa diduga disebabkan oleh faktor lingkungan yang

    kurang mendukung dan bukan disebabkan oleh kegagalan deposisi konidia. Menurut

    Agrios (2005), proses infeksi jamur melewati fase perkecambahan, penetrasi, infeksi,

    kolonisasi dan sporulasi. Proses perkecambahan memegang peranan penting dalam

    keberhasilan infeksi karena merupakan fase yang paling rentan tehadap perubahan

    lingkungan.

    Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan infeksi bulai

    membutuhkan kondisi lingkungan yang kondusif selama perkecambahan konidia.

    Pembentukan tabung kecambah sampai terjadinya penetrasi melalui stomata

    merupakan fase infeksi yang paling rentan terhadap pengaruh lingkungan. Keberhasilan

    infeksi ditandai dengan masuknya tabung kecambah ke dalam sel mesofil daun jagung

    sehingga konidia dapat berkembang melangsungkan proses infeksi berikutnya.

  • 23

    Gambar 3. Gejala dan tanda pada tanaman terinfeksi bulai. Gejala bulai (a),

    pengamatan dengan mikroskop stereo perbesaran 40 kali (b), konidiofor dan konidia pada permukaan daun (c dan d) dan perbandingan konidia yang mendarat dan berkecambah pada permukaan tanaman (e dan f)

    a b

    c d

    e f

  • 24

    d) Penelitian model penyakit bulai

    Hasil pengamatan dan perhitungan statistika percobaan lapangan menunjukkan

    bahwa model penyakit bulai pada varietas jagung rentan di Kecamatan Sinar Tebudak

    dan Sanggau Ledo berupa Y1 = -0.026 + 0.023x1 + 0.001x4 + 0.91x8 + e dan Y3 = 0.002

    + 0.974x1 dengan standar determinasi masing-masing (R2)= 0,99 serta Y2 = 1.182 +

    0.20x1+0.002x4 0,014x5 0,02x7 + 1,03x8 + e, dengan standar determinasi (R2)=

    0,96, (Y1,2,3: intensitas penyakit bulai pada kondisi kurang kondusif (Y 1 dan 3) dan

    kondusif (Y2), X1: kepadatan konidia (cm2), X2: suhu pagi (oC), X3: suhu siangi (oC), x4=

    curah hujan (mm/hari), x5= kelembapan pagi (%), x6= kelembapan siang (%), X7:

    rata-rata kecepatan angin (jam/km) dan X8: lama penyinaran (jam). Hal ini menunjukkan

    bahwa penyakit bulai di Kecamatan Sanggau Ledo dan Sinar Tebudak dapat dijumpai di

    sepanjang musim tanam. Namun demikian terdapat variasi tingkat keparahan antar

    waktu tanam maupun antar varietas

    Secara umum penyebab penyakit ditentukan oleh 3 komponen penyakit berupa

    kepadatan konidia, curah hujan dan lama penyinaran. Kecepatan rata-rata angin juga

    berperan dalam meningkatkan intensitas penyakit, di duga berperan penting dalam

    penyebaran dan menjadi penyebab predisposisi tanaman sehingga tanaman mudah

    terinfeksi bulai. Berdasarkan perhitungan laju infeksi (r), dalam kondisi kondusif rata-

    rata pertambahan tanaman terinfeksi bulai dapat mencapai 144 tanaman/minggu.

    Mekanisme penularan bulai adalah tanaman sakit pada awal musim terjadi akibat

    infeksi konidia dari luar pertanaman. Selanjutnya penyakit akan berkembang dari hasil

    penularan konidia tanaman sakit di dalam pertanaman. Puncak penularan terjadi pada

    minggu ke-4. Efektifitas penularan konidia sangat tergantung pada kondisi kelembapan

    dan temperatur. Konidia yang diterbangkan terlalu lama di udara pada suhu diatas 25

    oC akan mati.

  • 25

    Gambar 4. Pertambahan tananam sakit setiap minggu pada beberapa golongan waktu tanam

    05

    101520

    253035

    40

    1 2 3 4 5 6 7

    B8/16 P12SR P21

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    1 2 3 4 5 6 7

    B8/16 P12SR P21

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    1 2 3 4 5 6 7

    B8/16 P12SR P21

  • 26

    Laju Perkembangan Penyakit Perhitungan laju infeksi menunjukkan bahwa periode tanam T2 (14 Juli 2009)

    menyebabkan keparahan penyakit tertinggi pada 6 MST diikuti T3 dan T1 berturut-turut

    sebesar 55,9%, 31,9 dan 14,7%. Berdasarkan pengamatan kerusakan tanaman oleh

    bulai maka perbedaan intensitas penyakit sangat besar. Hal ini berbeda dengan

    perhitungan laju infeksi seperti yang terlihat pada gambar 6. Dari gambar dapat terlihat

    bahwa puncak laju infeksi masing-masing waktu tanam tanam tidak banyak berbeda.

    Bahkan dari rata-rata laju infeksi sampai 6 MST juga tidak banyak berbeda T1, T2 dan T

    3 sebesar berturut-turut sebesar 0,278, 0,335 dan 0,307 tanaman/minggu. Hal ini

    berarti rata-rata pertambahan tanaman sakit pada waktu tanam T1, T2 dan T3 dari 100

    tanaman akan bertambah setiap minggunya sebesar 28, 34 dan 31 tanaman/minggu.

    Gambar 5. Laju infeksi penyakit bulai pada tiga waktu tanam berbeda, Sanggau Ledo

    2009

    0,00

    0,20

    0,40

    0,60

    0,80

    1,00

    1,20

    1,40

    1 2 3 4 5 6 7

    Umur tanaman, minggu

    Laju

    infe

    ksi,

    un

    it/m

    ingg

    u

    24 Mei14 Juni 5 Juli

  • 27

    Berdasarkan perhitungan kedua variabel tersebut di atas maka dapat

    disimpulkan bahwa besarnya intensitas penyakit bulai sangat ditentukan oleh waktu

    infeksi. Semakin awal terjadi infeksi, maka akan diikuti dengan intensitas penyakit yang

    tinggi. Hal ini terjadi disebebakan oleh sifat penularan bulai mengikuti pola penyakit

    majemuk. Infeksi primer terjadi melalui penularan konidia yang berasal dari luar

    pertanaman. Hal ini terjadi pada awal tanam, selanjutnya infeksi primer akan

    menghasilkan infeksi sekunder selang 1 minggu kemudian. Infeksi sekunder (siklus

    polisiklik) dapat terjadi antara 2-5 MST.

    Implikasi dari pola perkembangan penyakit demikian adalah upaya penundaan

    infeksi pada awal tanam mempunyai peranan sangat penting dalam menekan intensitas

    penyakit. Pengamatan ini memberi dasar pertimbangan pentingnya perlindungan

    tanaman pada awal tanam. Penundaan infeksi sampai 2 MST hanya menyebabkan

    tingkat kerusakan yang rendah. Hal ini sesuai dengan Zadok dan Schein (1979)

    menyatakan bahwa upaya pengendalian dengan pengaturan waktu tanam dapat

    menunda terjadinya epidemi penyakit.

    Laju infeksi juga memberi informasi pola penularan bulai di lapangan. Laju

    infeksi pada awal tanam tinggi kemudian menurun seiring dengan peningkatan usia

    tanaman menunjukkan bahwa infeksi awal berasal dari konidia yang disebarkan angin

    dari luar pertanaman. Inokulum awal ini menyebabkan infeksi primer pada tanaman

    yang jumlah sangat sedikit. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa penerapan

    pengendalian penyakit bulai antar periode waktu tanam harus berbeda-beda.

    Penggunaan varietas tahan B 8-16 dan Pioneer 12 cukup baik mengatasi bulai dengan

    intensitas tertinggi hanya 14 dan 8% (Suswanto et al., 2009). Hasil ini sesuai pula

    dengan pendapat Wakman & Rezha (2008) yang menyatakan bahwa intensitas penyakit

    pada varietas Bisi 8/16 sebesar 2%.

    Hubungan Penyakit dengan Sumber Inokulum dan Faktor Lingkungan

    Uraian pada bagian ini membahas tentang hubungan antara hubungan penyakit

    dengan berbagai komponen penyakit seperti sumber inokulum dan faktor lingkungan

    secara matematis. Intensitas penyakit (Y) sebagai dependent variable dan komponen-

    komponen penyakit (x) sebagai independent variable.

  • 28

    Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa berdasarkan nilai nilai determinasi (R2)

    tertinggi terjadi pada varietas rentan Sukmaraga dan P21 dibandingkan varietas tahan

    Bisi 8/16 dan P12. Keeratan hubungan antara intensitas penyakit dengan varietas rentan

    menunjukkan bahwa ketahanan varietas rentan ditentukan oleh faktor lingkungan. Hal

    ini berarti kondisi lingkungan berupa kepadatan spora dan faktor iklim menentukan

    tingkat respons ketahanan tanaman terhadap bulai. Sedangkan keparahan penyakit

    pada varietas tahan mempunyai hubungan yang kuratng erat dengan faktor lingkungan,

    tetapi diduga berkaitan dengan respons ketahanan dari gen tanaman bersangkutan. Hal

    ini ditunjukkan dengan rendahnya nilai koefisien determinasi antara intensitas penyakit

    dengan faktor lingkungan.

    Tabel 3. Hasil perhitungan regresi hubungan antara intensitas penyakit bulai dengan

    berbagai anasir iklim dan kepadatan spora pada seluruh varietas yang ditanam pada waktu berbeda, Sanggau Ledo 2009

    Waktu Tanam

    Varietas Persamaan Regresi R2 Keterangan

    Bisi 8/16 Y= 0.128 - 0.016 x8 0,38 X8: lama penyinaran

    (jam)

    P 12

    Y= 0.504 - 0,01x2 0,002x5 - 0.006x8

    0,71

    X2: suhu pagi (oC)

    X5: Kelembapan pagi (%)

    X8: lama penyinaran

    (jam)

    Sukmara

    ga

    Y= -0.026 + 0.023x1 + 0.001x4 +

    0.91x8

    0,99

    X1: kepadatan konidia

    (cm2) X4: curah hujan

    (mm/hari) X8: lama penyinaran

    (jam)

    T1

    (24 Mei-14

    Juni 2009)

    P 21

    Y= 1,45 - 0.029 x2 0,006x5 0,02x8

    0,46

    X2: suhu pagi (oC)

    X5: Kelembapan pagi (%)

    X8: lama penyinaran

    (jam)

  • 29

    Lanjutan Tabel 3.

    Bisi 8/16

    Y= 1.83 - 0.023x2- 0.012x5 + 0.017 x7

    0,57

    X2: suhu pagi (oC)

    X5: Kelembapan pagi

    (%) X7: rata-rata

    kecepatan angin (jam/km)

    P 12

    Y= 0.005 + 0.89x8

    0,81

    X8: lama penyinaran (jam)

    Sukmaraga

    Y= 1.182 + 0.20x1 + 0.002x4 0,014x5 0,02x7 + 1,03x8

    0,96

    X1: kepadatan konidia (cm2)

    X4: curah hujan (mm/hari)

    X5: Kelembapan pagi (%)

    X7: rata-rata

    kecepatan angin (jam/km)

    X8: lama penyinaran (jam)

    T2

    (14 Juni-5

    Juli 2009)

    P 21

    Y= 0.0013 + 0.899 x8

    0,97

    X8: lama penyinaran (jam)

    Bisi 8/16

    Y= 0.795 - 0.015x3 + 0.004x4 -0.005x6

    + 0.013x8

    0,60

    X3: suhu siang (oC)

    X4: curah hujan (mm/hari)

    X6: Kelembapan siang (%)

    X8: lama penyinaran

    (jam)

    P 12

    Y = 0.333 + 0.008x2 - 0.008 x3 +

    0.0021x4 - 0.003x6

    0.64

    X2: suhu pagi (oC)

    X3: suhu siang (oC) X4: curah hujan

    (mm/hari) X6: Kelembapan siang

    (%)

    Sukmara

    ga

    Y = 0.002 + 0.974x1

    0,99

    X1: kepadatan konidia

    (cm2)

    T3

    (5-19 Juli

    2009)

    P 21

    Y = 1.038 -0.017x3 - 0.005x4

    -0.007x6 + 0.0159x8

    0,62

    X3: suhu siang (oC) X4: curah hujan

    (mm/hari) X6: Kelembapan siang

    (%)

    X8: lama penyinaran (jam)

  • 30

    Gambar 6. Hubungan regresi sederhana antara beberapa komponen cuaca dengan

    intensitas bulai pada varietas Sukmaraga yang ditanam periode awal, Sanggau Ledo 2009

    y = -0,0192x + 0,5573R2 = 0,0598

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    22,0 23,0 24,0 25,0 26,0 27,0 28,0Suhu Pagi (oC)

    Inte

    nsi

    tas

    Bula

    i(%)

    y = -0,0675x + 0,1508R2 = 0,0144

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,00 0,50 1,00 1,50Kepadatan Konidia (buah/cm2)

    Inte

    nsita

    sB

    ula

    i(%)

    y = 0,0024x + 0,0678R2 = 0,1201

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0Curah Hujan (mm/hari)

    Inte

    ns

    itas

    Bula

    i(%)

    y = 0,0029x - 0,2017R2 = 0,0307

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    70 80 90 100Kelembapan pagi (%)

    Inte

    nsi

    tas

    Bu

    lai(%

    )

    y = -0,0051x + 0,0995R2 = 0,0207

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    1 3 5 7 9Rata-rata Kecepatan Angin (jam/km)

    Inte

    nsita

    sB

    ula

    i(%)

    y = -0,0214x + 0,1793R2 = 0,3293

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    1 3 5 7 9Lama Penyinaran (jam)

    Inte

    nsita

    sB

    ula

    i(%)

  • 31

    Gambar 7. Hubungan regresi sederhana antara beberapa komponen cuaca dengan

    intensitas bulai pada varietas Sukmaraga yang ditanam periode pertengahan, Sanggau Ledo 2009

    y = -0,0267x + 0,822R2 = 0,0526

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    20,0 22,0 24,0 26,0 28,0Suhu Pagi (oC)

    Inte

    nsi

    tas

    Bula

    i(%)

    y = 0,0572x + 0,1243R2 = 0,0027

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    0,50 0,70 0,90 1,10 1,30 1,50Kepadatan Konidia (buah/cm2)

    Inte

    ns

    itas

    Bu

    lai(%

    )

    y = -0,0008x + 0,1881R2 = 0,0041

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    0,0 20,0 40,0 60,0Curah Hujan (mm/hari)

    Inte

    ns

    itas

    Bu

    lai(%

    )y = -0,019x + 2,0119

    R2 = 0,1056

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    80 85 90 95 100Kelembapan pagi (%)

    Inte

    nsi

    tas

    Bu

    lai(%

    )

    y = 0,0365x + 0,0252R2 = 0,3934

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    1 3 5 7 9Rata-rata Kecepatan Angin (jam/km)

    Inte

    ns

    itas

    Bu

    lai(

    %)

    y = -0,0025x + 0,1949R2 = 0,0056

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    1 3 5 7 9Lama Penyinaran (jam)

    Inte

    nsi

    tas

    Bu

    lai(%

    )

  • 32

    Gambar 8. Hubungan regresi sederhana antara beberapa komponen cuaca dengan

    intensitas bulai pada varietas Sukmaraga yang ditanam periode akhir, Sanggau Ledo 2009

    y = 0,0339x - 0,7084R2 = 0,1765

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,30

    0,35

    0,40

    0,45

    20,0 22,0 24,0 26,0 28,0Suhu Pagi (oC)

    Inte

    nsi

    tas

    Bula

    i(%)

    y = 0,0041x + 0,1281R2 = 8E-06

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,30

    0,35

    0,40

    0,45

    0,50 0,70 0,90 1,10 1,30 1,50Kepadatan Konidia (buah/cm2)

    Inte

    ns

    itas

    Bu

    lai(%

    )

    y = 0,0009x + 0,1307R2 = 0,0015

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,30

    0,35

    0,40

    0,45

    0,0 10,0 20,0 30,0Curah Hujan (mm/hari)

    Inte

    ns

    itas

    Bu

    lai(%

    )

    y = 0,0003x + 0,1088R2 = 0,0026

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,30

    0,35

    0,40

    0,45

    80 85 90 95 100Kelembapan pagi (%)

    Inte

    nsi

    tas

    Bu

    lai(%

    )

    y = 0,0104x + 0,0657R2 = 0,0389

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,30

    0,35

    0,40

    0,45

    1 3 5 7 9Rata-rata Kecepatan Angin (jam/km)

    Inte

    nsi

    tas

    Bu

    lai(%

    )

    y = 0,0299x - 0,0775R2 = 0,2996

    -

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,30

    0,35

    0,40

    0,45

    1 3 5 7 9Lama Penyinaran (jam)

    Inte

    ns

    itas

    Bu

    lai(%

    )

  • 33

    Gambar 9. Sebaran data cuaca antara kondisi yang kondusif (T2) dan kurang kondusif

    (T1) tehadap perkembangan penyakit bulai

    -

    0,020,040,060,080,100,120,140,160,180,20

    22,0 23,0 24,0 25,0 26,0 27,0 28,0T_pagi

    IP

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    22,0 23,0 24,0 25,0 26,0 27,0T_pagi

    IP-

    0,020,040,060,080,100,120,140,160,180,20

    85 90 95 100 105rH_pagi

    IP

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    85 90 95 100 105rH_pagi

    IP

    -

    0,020,040,060,080,100,120,140,160,180,20

    22,0 23,0 24,0 25,0 26,0 27,0 28,0T_pagi

    IP

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    22,0 23,0 24,0 25,0 26,0 27,0T_pagi

    IP-

    0,020,040,060,080,100,120,140,160,180,20

    85 90 95 100 105rH_pagi

    IP

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    85 90 95 100 105rH_pagi

    IP

    T_1 T_2

    -

    0,020,040,060,080,100,120,140,160,180,20

    0 2 4 6 8 10

    Kec_rt

    IP

    IP

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    0 2 4 6 8 10 12Kec_rt

    IP

    -

    0,020,040,060,080,100,120,140,160,180,20

    0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0

    CH

    IP

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0

    CH

    IP

    -

    0,020,040,060,080,100,120,140,160,180,20

    0 2 4 6 8 10

    Kec_rt

    IP

    IP

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    0 2 4 6 8 10 12Kec_rt

    IP

    -

    0,020,040,060,080,100,120,140,160,180,20

    0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0

    CH

    IP

    -

    0,100

    0,200

    0,300

    0,400

    0,500

    0,600

    0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0

    CH

    IP

  • 34

    Untuk mempelajari hubungan antara faktor cuaca dengan intensitas penyakit tidaklah mudah.

    Gambar 4 memperlihatkan intensitas penyakit tertinggi dijumpai pada periode tanam

    pertengahan. Hal ini berarti faktor cuaca kondusif bagi perkembangan penyakit. Pada periode ini

    menunjukkan bahwa rata-rata kecepatan angin dan suhu pagi hari merupakan faktor paling

    dominan yang menentukan perkembangan penyakit, ditunjukkan dengan nilai determinasi (R2)

    masing-masing sebesar 39 dan 11%. Kondisi umum pada masa tersebut ditandai dengan curah

    hujan yang relatif tinggi seperti yang terlihat pada Gambar 9.

    Di lain pihak, pada kondisi kurang kondusif bagi perkembangan penyakit seperti yang

    ditunjukkan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa kondisi curah hujan relatif rendah. Pada kondisi

    ini faktor cuaca yang memegang peranan penting berupa curah hujan dan lama penyinaran

    seperti yang ditunjukan pada Gambar 6 dan lama penyinaran dan suhu pagi seperti yang

    ditunjukkan Gambar 8. Hal ini berarti pengaruh faktor cuaca tehadap perkembangan penyakit

    tidaklah konsisten.

    Untuk menentukan peran faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan

    penyakit memerlukan alat bantu pengolahan data statistika melalui analisis lintas. Hasil

    analisis pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pada periode tanam 24 Mei 2009 (T1)

    menunjukkan bahwa suhu pagi dan kelembapan pagi memberi sumbangan langsung

    terbesar berturut-turut 0,33 dan 0,35. Tanda minus mempunyai arti sumbangan kedua

    komponen bersifat berlawanan. Namun demikian pengaruh total terhadap intensitas

    penyakit yang sebenarnya merupakan nilai korelasi terbesar di tentukan oleh lama

    penyinaran. Kelembapan siang hari tidak nyata dalam persamaan regresi Y= -0.026 +

    0.023x1 + 0.001x4 + 0.91x8, keterangan X1: kepadatan konidia (cm2), X4: curah hujan

    (mm/hari) dan X8: lama penyinaran (jam) disebabkan oleh sumbangan secara tidak langsung

    melalui panjang hari (0,278), dan suhu pagi (0,128) serta sumbangan secara tidak langsung

    yang sifatnya berlawanan dari suhu siang dan kelembapan pagi berturut-turut 0,19 dan 0,16.

    Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kondisi peyakit pada tanam awal lebih ditentukan

    oleh lamanya penyinaran dan kelembapan siang hari. Kondisi yang relatif panas dan kelembapan

    yang rendah di siang hari menyebabkan intensitas penyakit rendah.

  • 35

    Tabel 4. Hasil perhitungan analisis lintas antara intensitas penyakit bulai dengan berbagai anasir iklim dan kepadatan spora pada seluruh varietas yang ditanam pada 24 Me1 2009

    Pada periode tanam kedua menunjukkan bahwa sebagian besar komponen

    penyakit berperan secara aktif secara bersama-sama seperti yang terlihat pada Tabel 5

    (ditunjukkan dengan angka yang dicetak tebal lebih besar daripada kolom IP_V3 yang

    merupakan nilai korelasi). Hal ini berarti kondisi kondusif perkembangan penyakit

    ditandai dengan nilai pengaruh langusng yang relatif besar. Hal ini juga terlihat pada

    analisis regresi berupa Y=1.182 + 0.20x1 + 0.002x4 0,014x5 0,02x7 + 1,03x8 pada

    varietas Sukmaraga atau Y= 0.0013 + 0.899 x8 pada varietas P 21 dengan nilai determinasi

    berturut-turut 96 dan 97%. Keterangan X1: kepadatan konidia (cm2), X4: curah hujan (mm/hari),

    X5: Kelembapan pagi (%), X7: rata-rata kecepatan angin (jam/km) dan X8: lama penyinaran

    (jam). Hasil analisis regresi tersebut relevan karena pengaruh terbesar penyakit disumbang oleh

    nilai lama penyinaran. Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil analsiis

    lintas dapat menunjukkan variabel-variabel penting yang berperan dalam perkembangan

    penyakit, sehingga dapat menjelaskan hasil regresi yang hanya menampilkan nilai variabel yang

    mempunyai korelasi besar.

    OBS _NAME_ SPORE SUHU_P SUHU_S CH RH_P RH_S V_RATE LONG IP_V3

    1 IP_V3 0.007177 0.07932 -0.08137 0.07319 -0.06115 0.18966 0.02973 0.26414 1.00000 2 SPORE -0.0741830.074183 0.06721 0.07751 -0.00177 -0.00394 -0.07631 0.05945 -0.14471 -0.09674 3 SUHU_P 0.015001 -0.332380.33238 0.05794 -0.02107 0.27687 -0.15300 -0.00187 -0.08013 -0.23864 4 SUHU_S -0.024847 -0.08321 0.231430.23143 -0.01105 0.10052 -0.33235 0.00108 -0.23315 -0.35159 5 CH 0.000598 0.03196 -0.01167 0.219160.21916 -0.02503 0.06239 -0.02853 0.08508 0.33396 6 RH_P -0.000829 0.26100 -0.06598 0.01556 -0.35259-0.35259 0.18668 -0.03258 0.16217 0.17344 7 RH_S 0.014281 0.12829 -0.19403 0.03449 -0.16605 0.396400.39640 -0.01310 0.27817 0.47846 8 V_RATE 0.022150 -0.00312 -0.00125 0.03140 -0.05769 0.02609 --0.19910 0.03221 -0.14932 9 LONG -0.023130 -0.05738 0.11626 -0.04017 0.12320 -0.23758 0.01382 -0.464120.46412 -0.56911

    OBS _NAME_ SPORE SUHU_P SUHU_S CH RH_P RH_S V_RATE LONG IP_V3

    1 IP_V3 0.007177 0.07932 -0.08137 0.07319 -0.06115 0.18966 0.02973 0.26414 1.00000 2 SPORE -0.0741830.074183 0.06721 0.07751 -0.00177 -0.00394 -0.07631 0.05945 -0.14471 -0.09674 3 SUHU_P 0.015001 -0.332380.33238 0.05794 -0.02107 0.27687 -0.15300 -0.00187 -0.08013 -0.23864 4 SUHU_S -0.024847 -0.08321 0.231430.23143 -0.01105 0.10052 -0.33235 0.00108 -0.23315 -0.35159 5 CH 0.000598 0.03196 -0.01167 0.219160.21916 -0.02503 0.06239 -0.02853 0.08508 0.33396 6 RH_P -0.000829 0.26100 -0.06598 0.01556 -0.35259-0.35259 0.18668 -0.03258 0.16217 0.17344 7 RH_S 0.014281 0.12829 -0.19403 0.03449 -0.16605 0.396400.39640 -0.01310 0.27817 0.47846 8 V_RATE 0.022150 -0.00312 -0.00125 0.03140 -0.05769 0.02609 --0.19910 0.03221 -0.14932 9 LONG -0.023130 -0.05738 0.11626 -0.04017 0.12320 -0.23758 0.01382 -0.464120.46412 -0.56911

  • 36

    Tabel 5. Hasil perhitungan analisis lintas antara intensitas penyakit bulai dengan

    berbagai anasir iklim dan kepadatan spora pada seluruh varietas yang ditanam pada 14 Juni 2009

    Pada periode tanam ketiga (T3) menunjukkan bahwa variabel kepadatan konidia

    memberi sumbangan terbesar yaitu 0,99 seperti yang tercantum pada Tabel 6.

    Kepadatan spora juga memberi pengaruh yang paling besar pada total korelasi

    mencapai 0,998. Hal ini mempunyai arti kepadatan konidia mempunyai pengaruh

    mutlak, sehingga persamaan regresi yang terbentuk berupa Y = 0.002 + 0.974x1,

    keterangan x1= kepadatan konidia. Kondisi tersebut ternyata kurang kondusif bagi

    perkembangan penyakit.

    OBS _NAME_ SPORE SUHU_P SUHU_S CH RH_P RH_S V_RATE LONG IP_V3

    1 IP_V3 0.00969 0.07969 0.00564 0.001184 0.11871 -0.00918 0.28519 0.04023 1.00000 2 SPORE 0.17470.17470 -0.04635 -0.00572 0.001493 -0.01786 -0.09719 -0.02077 0.06715 0.05545 3 SUHU_P 0.02329 -0.34760.34760 -0.12152 0.002351 0.17340 0.16517 -0.02200 -0.10235 -0.22925 4 SUHU_S 0.00253 -0.10695 -0.394940.39494 0.010722 0.19192 0.14903 0.05526 0.07816 -0.01428 5 CH -0.01393 0.04365 0.22616 -0.018720.018723 -0.13632 0.05994 -0.05995 -0.16408 -0.06326 6 RH_P 0.00854 0.16497 0.20746 -0.006986 -0.365360.36536 -0.11883 -0.21772 0.00300 -0.32493 7 RH_S 0.02869 0.09703 0.09947 0.001897 -0.07337 -0.591710.59171 -0.01188 0.46538 0.01552 8 V_RATE -0.00798 0.01682 -0.04799 0.002468 0.17493 0.01546 0.454740.45474 0.01871 0.62715 9 LONG -0.02183 -0.06622 0.05745 -0.005718 0.00204 0.51252 -0.01584 -0.53728-0.53728 -0.07487

    OBS _NAME_ SPORE SUHU_P SUHU_S CH RH_P RH_S V_RATE LONG IP_V3

    1 IP_V3 0.00969 0.07969 0.00564 0.001184 0.11871 -0.00918 0.28519 0.04023 1.00000 2 SPORE 0.17470.17470 -0.04635 -0.00572 0.001493 -0.01786 -0.09719 -0.02077 0.06715 0.05545 3 SUHU_P 0.02329 -0.34760.34760 -0.12152 0.002351 0.17340 0.16517 -0.02200 -0.10235 -0.22925 4 SUHU_S 0.00253 -0.10695 -0.394940.39494 0.010722 0.19192 0.14903 0.05526 0.07816 -0.01428 5 CH -0.01393 0.04365 0.22616 -0.018720.018723 -0.13632 0.05994 -0.05995 -0.16408 -0.06326 6 RH_P 0.00854 0.16497 0.20746 -0.006986 -0.365360.36536 -0.11883 -0.21772 0.00300 -0.32493 7 RH_S 0.02869 0.09703 0.09947 0.001897 -0.07337 -0.591710.59171 -0.01188 0.46538 0.01552 8 V_RATE -0.00798 0.01682 -0.04799 0.002468 0.17493 0.01546 0.454740.45474 0.01871 0.62715 9 LONG -0.02183 -0.06622 0.05745 -0.005718 0.00204 0.51252 -0.01584 -0.53728-0.53728 -0.07487

  • 37

    Tabel 6. Hasil perhitungan analisis lintas antara intensitas penyakit bulai dengan berbagai anasir iklim dan kepadatan spora pada seluruh varietas yang ditanam pada 5 Juli 2009

    Semangun (1991) menyatakan bahwa terjadinya infeksi bulai memerlukan

    kondisi lingkunga berupa suhu malam kurang dari 24 oC dan kelembapan lebih dari

    90%. Gambar 9 menunjukkan bahwa kondisi anasir cuaca T1 yang kurang mendukung

    perkembangan penyakit dan T2 yang mendukung perkembangan penyakit relatif sama

    kecuali pada kecepatan angin dan curah hujan. Dengan demikian secara umum pada

    kondisi kecepatan angin dan curah hujan yang tinggi pada saat tanaman muda ( 1-4

    MST) akan mendukung perkembangan penyakit.

    Berdasarkan analisis lintas dapat secara umum dapat disimpulkan bahwa faktor

    lingkungan yang berpengaruh kuat tehadap perkembangan bulai di Sanggo Ledo berupa

    berupa curah hujan, kelembapan pagi, rata-rata kecepatan angin dan lama penyinaran.

    Faktor lingkungan lain yang kadang-kadang berpengaruh besar tehadap penyakit berupa

    kepadatan sumber inokulum, suhu udara dan kelembapan.

    OBS _NAME_ SPORE SUHU_P SUHU_S CH RH_P RH_S V_RATE LONG IP_V3

    1 IP_V3 0.99257 0.0004 -0.0008 -0.00002 0.00004 0.0011 0.00007 0.0043 1.000002 SPORE 0.993840.99384 0.0004 -0.0011 -0.00002 0.00004 0.0011 0.00006 0.0043 0.998723 SUHU_P 0.42190 0.00100.0010 -0.0064 0.00012 -0.00001 0.0007 0.00002 0.0025 0.419924 SUHU_S 0.06497 0.0004 -0.0169-0.0169 0.00003 -0.00008 0.0007 -0.00001 0.0001 0.049335 CH 0.04034 -0.0002 0.0009 -0.00054-0.00054 -0.00025 -0.0001 -0.00012 -0.0012 0.038476 RH_P 0.05136 -0.0000 0.0016 0.00016 0.000810.00081 0.0002 0.00005 -0.0004 0.053807 RH_S -0.66144 -0.0004 0.0073 -0.00013 -0.00007 -0.0017-0.0017 -0.00009 -0.0032 -0.659838 V_RATE 0.19719 0.0000 0.0006 0.00019 0.00012 0.0005 0.000350.00035 0.0023 0.201419 LONG 0.53691 0.0003 -0.0003 0.00008 -0.00004 0.0007 0.00010 0.00790.0079 0.54566

    OBS _NAME_ SPORE SUHU_P SUHU_S CH RH_P RH_S V_RATE LONG IP_V3

    1 IP_V3 0.99257 0.0004 -0.0008 -0.00002 0.00004 0.0011 0.00007 0.0043 1.000002 SPORE 0.993840.99384 0.0004 -0.0011 -0.00002 0.00004 0.0011 0.00006 0.0043 0.998723 SUHU_P 0.42190 0.00100.0010 -0.0064 0.00012 -0.00001 0.0007 0.00002 0.0025 0.419924 SUHU_S 0.06497 0.0004 -0.0169-0.0169 0.00003 -0.00008 0.0007 -0.00001 0.0001 0.049335 CH 0.04034 -0.0002 0.0009 -0.00054-0.00054 -0.00025 -0.0001 -0.00012 -0.0012 0.038476 RH_P 0.05136 -0.0000 0.0016 0.00016 0.000810.00081 0.0002 0.00005 -0.0004 0.053807 RH_S -0.66144 -0.0004 0.0073 -0.00013 -0.00007 -0.0017-0.0017 -0.00009 -0.0032 -0.659838 V_RATE 0.19719 0.0000 0.0006 0.00019 0.00012 0.0005 0.000350.00035 0.0023 0.201419 LONG 0.53691 0.0003 -0.0003 0.00008 -0.00004 0.0007 0.00010 0.00790.0079 0.54566

  • 38

    7. Kesimpulan dan Saran

    Dari uraian dimuka dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran mengenai

    penyakit bulai sebagai berikut:

    a. Kesimpulan

    1. Penyakit bulai telah tersebar di seluruh sentra jagung Kalimantan Barat.

    2. Bulai merupakan kendala produksi terpenting di sentra jagung karena menibulkan

    kerugian besar.

    3. Tingkat serangan bulai ditentukan oleh penggunaan varietas tahan, waktu tanam

    dan penerapan pengendalian. Varietas tahan berupa P12 dan B 8/16, dan waktu

    tanam yang kurang kondusif saat cuaca cerah dan kecepatan rata-rata angin relatif

    rendah (tanang)

    4. Upaya pengendalian pada dasarnya berusaha menunda infeksi setelah masa kritis

    sampai 4 MST.

    5. Komponen cuaca yang perlu dipertimbangkan sebagai komponen peringatan dini

    berupa temperatur pagi hari, curah hujan dan kecepatan angin. Meskipun

    Kelembapan merupakan faktor lingkungan yang dibutuhkan dalam proses infeksi,

    namun secara alami kondisi ini selalu dapat dipenuhi sehingga bukan merupakan

    faktor pembatas infeksi.

    b. Saran

    Perlu kajian lebih lanjut mengenai pengendalian penyakit bulai. Strategi

    pengendalian penyakit polisiklik dapat ditekankan pada penekanan nilai r berupa

    penggunaan fungisida. Siklus penyakit yang relatif cepat kurang dari 1 minggu, maka

    peranan Xo dengan roguing (pencabutan tanaman sakit) pada 2 MST.

  • 39

    Daftar Pustaka

    Andrea, T., G. Torres, D. Polanco, 2002. Observations on the germination of oospores of

    Peronosclerospora maydis. Agronomia Tropical 27: 511-515

    Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology 5th Ed. Elsevier Academic Press, California. 922 p.

    BPTP Kalbar, 2006. Pengkajian gelar teknologi budidaya beberapa varietas jagung. Laporan Tahunan BPTP Kaliamatan Barat.

    Mathur S.B., K. Singh, H.J. Hansen. 1989. A working manual on some seed-borne fungal disease. Danish Government Institute of Seed Pathology for Developing Countries.

    Mikoshiba, H. 1983. Study on the control downy mildew disease of maize in tropical countries of Asia TARC, Japan.

    SAS Institute. 1990. SAS/STAT Users Guide, Version 6. Fourth Edition, Volume 2. Raleigh: SAS Institute Inc.

    Sastrahidayat, I.R., 1997. Model peramalan penyakit tumbuhan dengan pendekatan

    epidemiologi dalam manajemen pengendalian hama penyakit. Pidato pengukuhan sebagai guru besar Ilmu Fitopatologi Fak. Pertanian Unibraw, Malang

    Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada

    University. Yogyakarta. 449 p. Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Diseases. Second Edition. The American

    Phytopathological Society, USA, 105 p. Subandi, A. Sudjana, A. Rifin, M.M. Dahlan. 1982. Variety x environment interaction

    variances for downey mildew infection in corn. Penelitian Pertanian 2(1):27-29.

    Suswanto, I, Sarbino, Darussalam. 2008. Kajian kadar sukrosa daun dan batang jagung saat fase vegetatif sebagai indikator kepekaan infeksi bulai Peronosclerospora maydis Rocib. Laporan Peneliti Muda Dikti 2008/09

    Van Der Plank, J.E. 1984. Disease resistance in plants 2nd ed. Academic Press, London.

    194 p.

    Wakman, W, 2008. Uji resistensi Peronosclerospora maydis Rocib. terhadap metal aksil. Makalah penelitian Balai Penelitian Tanaman Serealia

    Wakman, W., M. S. Kontong. 2002b. Identifikasi ketahanan varietas/galur jagung dari

    berbagai sumber yang berbeda terhadap penyakit busuk batang. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tahun 2002. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

  • 40

    Wakman, W., M.S. Kontong. 2000. Pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung dengan Varietas tahan dan aplikasi fungisida metalaksil. Risalah Penelitian Jagung dan serealia lain. Vol 7:30-33.

    Wakman, W., M.S. Kontong. 2002a. Efektifitas inokulsi penyakit bulai pada jagung secara buatn dan modifikasi infeksi alami. Penelitian Pertanian 19(2):38-42.

    Wakman, W., Rezha, 2008. Evaluasi ketahanan varietas jagung terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora maydis Rocib.). Makalah penelitian Balai Penelitian Tanaman Serealia