kajian ekonomi dan keuangan regional - bi.go.id filekajian ekonomi dan keuangan regional visi bank...

157
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER website : www.bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN 2018 KEUANGAN REGIONAL

Upload: dinhkhue

Post on 01-Apr-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

NOVEMBER

website : www.bi.go.id

KAJIAN EKONOMI DAN

2018

KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

VISI BANK INDONESIA :

bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian

Indonesia dan terbaik diantara negara emerging markets

MISI BANK INDONESIA :

1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan

moneter dan bauran kebijakan Bank Indonesia.

2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan

makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial

Otoritas Jasa Keuangan.

3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan

sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta

mitra strategis lain.

4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan

fiskal dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.

5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi,

termasuk infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.

6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di

tingkat daerah.

7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan

sistem informasi Bank Indonesia.

NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :

Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity);

profesionalisme (profesionalism); (ii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan

kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination

and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iii

BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

kajian triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di

Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan

perbankan di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 dengan penekanan pada kondisi

ekonomi makro regional antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah,

Asesmen Inflasi Daerah, Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen Stabilitas

Keuangan Daerah dan Pengembangan Ekonomi, Asesmen Penyelenggaraan Sistem

Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen Ketenagakerjaan dan

Kesejahteraan, serta Prospek Perekonomian tahun 2019 berdasarkan indikator

terkini. Analisis dilakukan berdasarkan data bulanan bank umum, data ekspor-impor

yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, hasil survei Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Riau, data perekonomian dan ketenagakerjaan yang diterbitkan

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data pendukung yang diperoleh dari

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau dan instansi/lembaga lainnya,

termasuk informasi anekdotal terkait.

Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada

stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,

dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi

bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain dalam

pengambilan keputusan.

Pekanbaru, November 2018

Kepala Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Riau

Siti Astiyah

Direktur

KATA PENGANTAR

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iv

duduk di rumah memegang amanah

duduk di tanah memegang petuah

duduk di kampung menjadi payung

duduk di banjar bertunjuk ajar

duduk di ladang tenggang menenggang

duduk di negeri tahukan diri

duduk di dusun ia penyantun

duduk beramai elok perangai

apa tanda Melayu bertuah,

tahu berguru pada yang sudah

tahu berbuat pada yang ada

tahu memandang jauh ke muka

apa tanda Melayu terbilang,

dada lapang pandangan panjang

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

v

HALAMAN

Kata Pengantar ...................................................................................................... iii

Daftar Isi ................................................................................................................ v

Daftar Tabel ........................................................................................................... viii

Daftar Grafik .......................................................................................................... ix

Daftar Gambar........................................................................................................ xiii

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih.............................................................................. xiv

RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................... 1

BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

1.

2.

Kondisi Umum.........................................................................

PDRB Sisi Penggunaan.............................................................

9

12

2.1 Konsumsi ...................................................................... 14

2.2 Investasi (PMTB).............................................................. 16

2.3 Ekspor dan Impor ........................................................... 18

2.3.1. Ekspor .................................................................

2.3.2. Impor ..................................................................

18

21

3. PDRB Sektoral ......................................................................... 23

3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.................... 25

3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian ............................ 26

3.3 Sektor Industri Pengolahan ............................................. 28

3.4 Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor...................................

29

3.5 Sektor Konstruksi........................................................... 31

Boks 1 Growth Strategy Provinsi Riau

BAB 2. ASESMEN INFLASI DAERAH

1. Kondisi Umum............................................................................. 32

DAFTAR ISI

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

vi

2.

3.

Perkembangan Inflasi Provinsi Riau...............................................

2.1. Inflasi Kota............................................................................

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru.................................................

2.1.2. Inflasi Kota Dumai.......................................................

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan...............................................

Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau...................

33

39

39

42

45

47

BAB 3.

BAB 4.

ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH

1. Kondisi Umum..............................................................................

2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan II 2017.......................

3. Realisasi Belanja Provinsi Riau Triwulan II 2017..............................

3. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN UMKM

51

53

56

1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau.......................................... 61

1.1. Ketahanan Sektor Korporasi.. ................................... 61

1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga. .................................. 64

2. Kondisi Umum Perbankan Riau.................................................... 67

2.1. Perkembangan Bank Umum..............................................

2.1.1. Perkembangan .

...

2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum ..

70

70

72

73

74

2.2. Perkembangan Perbankan Syariah.................................... 74

2.3. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat................ 76

2.4. Perkembangan Kredit UMKM........................................... 78

Boks 2 Financial Account and Balance Sheet Provinsi Riau Triwulan II 2018

BAB 5. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN

UANG RUPIAH

1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai.............

81

2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai................................ 82

2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow)............ 82

2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar..................................

2.3. Uang Rupiah Tidak Asli....................................................

84

86

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

vii

3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai........................

3.1. Transaksi Kliring..............................................................

3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) .

3.3. Transaksi Kegiatan Usa

88

88

89

89

Boks 3 Bitkoin Sebagai Alat Pembayaran

BAB 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH

1. Kondisi Umum........................................................................... 91

2.

3.

Ketenagakerjaan........................................................................

Kesejahteraan Daerah................................................................

3.1. Penduduk Miskin Riau.......................................................

3.2. Garis Kemiskinan Riau.......................................................

3.3. Indeks Kedalaman ..............

3.4. Nilai Tukar Petani..............................................................

92

96

96

97

98

99

BAB 7

PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

1. Prospek Makro Regional.......................................................... 100

2. Perkiraan Inflasi....................................................................... 107

3. Rekomendasi........................................................................... 111

Boks 4 Prospek Perekonomian Global

Daftar Istilah

xvi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel

viii

HALAMAN

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy).................................. 13

Tabel 1.2 Realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Riau...................................... 15

Tabel 1.3 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (ribu ton)........................ 20

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy)............. 24

Tabel 3.1 Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan II 2017 & Triwulan II 2018 54

Tabel 3.2 Komponen Pendapatan Pajak Provinsi Riau Tw II 2017 & Tw II 2018 . 55

Tabel 3.3 Realisasi Belanja Provinsi Riau Tw II 2017 & Tw II 2018 57

Tabel 4.1 Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi ......... 62

Tabel 4.2 Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera..................................................... 78

Tabel 5.1 Perkembangan Transaksi BI- 89

Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi KUPVA- ... 90

Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera...................................... 92

Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja ... 93

Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau............................................................... 97

Tabel 7.1 Perkembangan Inflasi Aktual Riau dan Perkiraan Inflasi 2018.................. 107

DAFTAR TABEL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

ix

HALAMAN

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan.................. 10

Grafik 1.2 Perkembangan Kondisi Konsumen Riau.............................................. 14

Grafik 1.3 Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau .............. 14

Grafik 1.4 Kredit Durable Goods......................................................................... 15

Grafik 1.5 Kredit Perumahan.............................................................................. 15

Grafik 1.6 ............................................................. 16

Grafik 1.7 Kredit Konstruksi............................................................................... 16

Grafik 1.8 Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau............................ 17

Grafik 1.9 Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau.............................. 17

Grafik 1.10 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau................................... 18

Grafik 1.11 Perkembangan Volume Ekspor ................................. 18

Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor .................................

Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor ...............................

18

18

Grafik 1.14 Perkembangan Volume Ekspor Non Mi 19

Grafik 1.15 Produksi CPO Dunia......................................................................... 21

Grafik 1.16 Ekspor CPO Dunia............................................................................ 21

Grafik 1.17 Konsumsi CPO Dunia....................................................................... 21

Grafik 1.18 Stok CPO Dunia............................................................................... 21

Grafik 1.19 Impor Non Migas.............................................................................

Grafik 1.20 Impor Barang Modal........................................................................

22

22

Grafik 1.21 Impor Barang Intermedier................................................................. 22

Grafik 1.22 Impor Barang Konsumsi................................................................... 22

Grafik 1.23 Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD...................................................... 23

Grafik 1.24 Kredit Perkebunan Sawit .............................. 26

Grafik 1.25 Kredit Perkebunan Karet.................................................................. 26

Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau................................... 27

DAFTAR GRAFIK

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

x

Grafik 1.27 Perkembangan Kegiatan U . 27

Grafik 1.28 Perkembangan Harga TBS ....................................................... 28

Grafik 1.29 Perkembangan Harga Karet .................................................... 28

Grafik 1.30 Impor Barang Konsumsi.. ............................................... 30

Grafik 1.31 Kredit Perdagangan ................ 30

Grafik 1.32 SBT Perkiraan Kinerja Sektor Perdagangan ............... 30

Grafik 1.33 Indeks Perkiraan Harga ............................................................... 30

Grafik 1.34 .................................. 31

Grafik 1.35 LS ........................................................... 31

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Nasional, Riau dan Sumatera (yoy)..................... 34

Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy).................................... 34

Grafik 2.3 Inflasi dan Kontribusi Kelompok Barang dan Jasa (yoy)........................ 36

Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Riau dan Nasional Triwulanan (qtq).................... 37

Grafik 2.5 Historis Inflasi selama Tw III 2018 di Riau (qtq)..................................... 38

Grafik 2.6 Perkembangan Harga Emas Dunia...................................................... 41

Grafik 2.7 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD................................ 41

Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Pekanbaru dan Historis 3 Tahun Terakhir........... 42

Grafik 2.9 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di 42

Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Dumai............................................................ 45

Grafik 2.11 Andil Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang di Dumai........................ 45

Grafik 2.12 47

Grafik 2.13 Andil Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang di 47

Grafik 3.1 Perkembangan anggaran APBD Provinsi Riau 2015 s.d 2018

Grafik 3.2 Realisasi APBD Provinsi Riau 2015 s.d. Tw III 2018................................

52

52

Grafik 3.3 Realisasi Pendapatan Provinsi 53

Grafik 3.4 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Riau 2017 & 2018 55

Grafik 3.6 Realisasi Komponen Belanja Tidak La 57

Grafik 3.7 Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau 2017 & 2018 58

Grafik 4.1 Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan................................... 64

Grafik 4.2 Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan.................................... 64

Grafik 4.3 Perkembangan Kredit Perumahan...................................................... 65

Grafik 4.4 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor........................................ 65

Grafik 4.5 Perkembangan Kredit Multiguna........................................................ 66

Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Durable Goods................................................. 66

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

xi

Grafik 4.7 Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi Riau....................... 67

Grafik 4.8 Perkembangan Aset Perbankan Riau................................................... 68

Grafik 4.9 Perkembangan DPK Provinsi Riau........................................................ 68

Grafik 4.10 Perkembangan Kredit Perbankan Riau.............................................. 69

Grafik 4.11 Perkembangan Resiko Kredit Perbankan Riau................................... 69

Grafik 4.12 Perkembangan Aset Perbankan Syariah............................................ 75

Grafik 4.13 DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan.............................. 75

Grafik 4.14 Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah................................... 76

Grafik 4.15 Perkembangan Aset BPR/S................................................................ 77

Grafik 4.16 Perkembangan DPK BPR/S................................................................ 77

Grafik 4.17 Perkembangan Kredit BPR/S............................................................. 77

Grafik 4.18 Perkembangan NPL BPR/S................................................................. 77

Grafik 4.19 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM............................... 78

Grafik 4.20 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Segmen.......................... 80

Grafik 4.21 Perkembangan NPL Kredit UMKM .. 80

Grafik 5.1 Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau............................. 83

Grafik 5.2 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi RT (qtq) dan Outflow (qtq)........... 84

Grafik 5.3 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah dan Outflow (qtq) 84

Grafik 5.4 Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan............................................ 85

Grafik 5.5 Perkembangan ....... 85

Grafik 5.6 Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau........ 87

Grafik 5.7 Perkembangan Transaksi Kliring (SKNBI) di Provinsi Riau...................... 88

Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera............ 92

Grafik 6.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera.................. 92

Grafik 6.3 Penduduk Bekerja Menurut Lapa 93

Grafik 6.4 Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan U 94

Grafik 6.5 Jumlah Jam Kerja Per Minggu............................................................. 94

Grafik 6.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan................................................ 94

Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan ....... 95

Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Riau................................................ 96

Grafik 6.9 Sebaran Penduduk Miskin Riau........................................................... 96

Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau.................... 98

Grafik 6.11 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau.................... 98

Grafik 6.12 Perkembangan Nilai Tukar Petani...................................................... 99

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

xii

Grafik 7.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Perkiraan 2019......... 101

Grafik 7.2 Perkembangan Indikator Komposit Riau............................................. 103

Grafik 7.3 Perkembangan Harga Komoditas Pangan 2016, 2017, dan 2018........ 108

Grafik 7.4 Perkiraan Harga Mendatang............................................................... 109

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar

xiii

HALAMAN

Gambar 2.1 Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw II 2018 (yoy) .. 33

Gambar 7.1 Outlook Perekonomian Global............................................................ 102

Gambar 7.2 Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan ...................... 110

DAFTAR GAMBAR

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xiv

I II III IV I II III

Indeks Harga Konsumen*) :

- Provinsi Riau 129.85 130.65 131.90 133.42 134.56 134.99 135.14

- Kota Pekanbaru 129.53 130.24 131.65 133.16 134.34 134.60 135.10

- Kota Dumai 130.85 131.89 132.19 133.82 134.05 135.33 134.38

- Kota Tembilahan 131.26 132.62 133.95 135.43 137.75 138.45 136.99

Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :

- Provinsi Riau 5.02 6.19 5.07 4.20 3.62 3.32 2.45

- Kota Pekanbaru 5.17 6.50 5.22 4.07 3.71 3.35 2.62

- Kota Dumai 5.33 5.95 4.99 4.85 2.45 2.61 1.66

- Kota Tembilahan 2.97 3.42 3.82 4.27 4.94 4.40 2.27

Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 2.84 2.49 2.91 2.58 2.87 2.38 2.98

Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 3,752.61 3,051.59 3,410.24 3,833.88 3,443.20 3,273.40 3,487.54

Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 5,514.38 4,879.90 5,651.68 5,960.66 5,415.78 5,186.43 6,215.94

Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 211.39 278.67 316.83 434.62 375.28 334.67 332.97

Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 614.66 883.53 716.64 968.01 872.71 1,034.52 984.80

I II III IV I II III

Bank Umum

Total Aset (dalam Rp Juta) 97,413,710 96,800,520 103,345,237 98,443,308 94,942,058 95,727,695 98,944,416

DPK (dalam Rp Juta) 72,224,755 73,060,394 74,585,391 73,150,935 73,316,351 74,019,300 76,079,917

- Giro 12,952,275 11,441,182 11,869,441 10,074,125 11,758,608 11,563,236 12,431,456

- Tabungan 33,449,661 34,130,124 34,276,721 37,784,186 36,634,497 38,523,504 37,928,821

- Deposito 25,822,819 27,489,088 28,439,728 25,292,624 24,923,245 23,932,559 25,719,640

Kredit (dalam Rp Juta) 57,877,680 58,954,708 59,759,791 60,612,537 60,884,041 62,276,576 63,328,059

- Modal Kerja 17,889,152 18,821,552 19,275,375 19,652,840 19,413,083 19,857,955 20,302,482

- Investasi 16,377,748 15,852,343 15,781,732 15,099,176 15,170,357 15,713,145 15,586,233

- Konsumsi 23,610,780 24,280,813 24,702,684 25,860,521 26,300,601 26,705,476 27,439,344

- LDR (%) 80.14 80.69 80.12 82.86 83.04 84.14 83.24

- NPL (%) 3.53 3.69 3.40 2.89 3.27 3.18 2.90

Kredit UMKM (dalam Rp Juta) 20,172,660 20,431,064 21,050,432 22,165,379 21,878,938 22,556,794 23,269,388

- Mikro 6,191,162 6,470,926 6,564,830 6,704,790 6,961,426 7,170,662 7,417,408

- Kecil 7,819,176 7,872,233 7,985,290 8,340,728 8,345,315 8,780,340 9,028,948

- Menengah 6,162,322 6,087,904 6,500,312 7,119,861 6,572,197 6,605,791 6,823,031

NPL UMKM (%) 6.54 6.21 5.87 5.17 5.50 5.13 4.65

BPR

Total Aset (dalam Rp Juta) 1,373,214 1,333,780 1,381,337 1,410,339 1,405,693 1,387,705 1,396,118

DPK (dalam Rp Juta) 1,015,101 995,342 1,033,906 1,063,512 1,054,088 1,034,321 1,035,572

- Tabungan 372,916 355,491 389,333 408,247 400,586 414,674 413,843

- Deposito 642,185 639,851 644,573 655,265 653,502 619,647 621,729

Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek 952,794 941,160 927,734 933,614 918,603 928,536 943,568

Rasio NPL (%) 14.97 16.23 15.66 13.42 14.17 12.37 11.72

LDR (%) 93.86 94.56 89.67 87.79 87.15 89.77 91.12

A. INFLASI DAN PDRB

INDIKATOR2018

B. PERBANKAN

INDIKATOR 2018

2017

2017

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xv

C. SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III

365,956 4,965,800 (522,690) 4,765,670 (233,402) 4,631,125 281,817

2,708,511 1,544,600 3,279,980 1,020,195 3,130,717 2,379,016 2,773,736

3,074,467 6,510,400 2,757,290 5,785,866 2,897,314 7,010,141 3,055,553

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 1,561,072 661,538 807,791 644,064 833,643 110,850 792,980

Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) 56,967 67,889 73,379 76,367 29,974 57,126 59,155

Volume Transaksi RTGS (lembar) *) 9,538 9,551 11,200 13,434 6,939 10,307 11,763

Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 922 1,103 1,191 1,239 483 1,038.65 954.11

Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 144 146 171 207 111.92 187.40 189.73

Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 6,149 4,430 5,019 5,044 4,670 4,447 4,703

Volume Transaksi Kliring (lembar) 190,181 134,842 156,938 157,644 144,487 136,833 143,406

Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 99.19 71.46 80.95 81.35 75.32 80.86 75.86

Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) 2,948 2,602 2,534 2,553 2,330.44 2,487.87 2,313.00

2017 2018

Inflow (dalam Rp Juta)

Outflow (dalam Rp Juta)

Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta)

INDIKATOR

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

1

GAMBARAN UMUM

Perekonomian Riau pada triwulan III 2018 tumbuh sebesar 2,98% (yoy), meningkat

jika dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 2,38% (yoy). Apabila dilihat dari

pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau triwulan III 2018 tercatat sebesar 4,77%

(yoy), tumbuh meningkat dibandingkan realisasi triwulan sebelumnya yang sebesar

3,97% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi Sumatera yang juga meningkat dari 4,66% (yoy) triwulan II

2018 menjadi 4,72% (yoy) pada triwulan laporan. Namun kondisi tersebut

berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi Nasional yang pada triwulan II

2018 tercatat 5,27% (yoy) melambat menjadi 5,17% (yoy).

Perekonomian Riau

pada triwulan II 2018

tumbuh sebesar 2,38%

(yoy), melambat jika

dibandingkan triwulan I

2018 yang tumbuh

2,87% (yoy).

RINGKASAN EKSEKUTIF

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

2

I. ASSESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Peningkatan dari sisi penggunaan terutama bersumber dari meningkatnya

pertumbuhan konsumsi pemerintah dan net ekspor barang dan jasa.

Meningkatnya konsumsi pemerintah sejalan dengan upaya percepatan

realisasi anggaran yang dilakukan pemerintah daerah. Sementara itu,

meningkatnya net ekspor barang dan jasa utamanya disumbang oleh

kenaikan ekspor luar negeri seiring dengan kenaikan harga minyak dunia.

Disisi lain, konsumsi rumah tangga dan investasi tercatat melambat.

Perlambatan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh moderasi konsumsi

masyarakat pasca Idul Fitri. Adapun melambatnya investasi disebabkan oleh

perlambatan investasi sebagaimana yang terkonfirmasi dari hasil liaison.

Dari sisi sektoral peningkatan bersumber dari sektor pertanian dan industri

pengolahan. Meningkatnya kinerja sektor pertanian khususnya perkebunan

kelapa sawit didorong oleh peningkatan produksi kelapa sawit. Kondisi

tersebut turut mendorong peningkatan terhadap sektor industri

pengolahan. Meskipun demikian, angka pertumbuhan yang lebih tinggi

tertahan oleh kontraksi sektor pertambangan yang terus berlanjut, serta

melambatnya sektor perdagangan akibat moderasi permintaan, dan

melambatnya sektor konstruksi sejalan dengan perlambatan investasi.

Memasuki triwulan IV 2018, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh pada

kisaran 2,50-3,00% (yoy), sedikit melambat dibandingkan realisasi triwulan

III 2018. Sumber perlambatan utamanya diperkirakan dari melambatnya

ekspor luar negeri akibat terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas

utama, serta gejolak perdagangan dunia yang berpengaruh terhadap ekspor

luar negeri dari Provinsi Riau. Kondisi perlambatan diperkirakan juga terjadi

pada sektor pertanian sejalan dengan cuaca yang kurang kondusif, serta

kontraksi sektor Pertambangan yang semakin dalam akibat natural declining.

Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan

berada pada kisaran 2,50-3,00% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan

pertumbuhan ekonomi 2017. Laju pertumbuhan tertinggi dari sisi

penggunaan diperkirakan bersumber dari konsumsi pemerintah dan

Perkembangan

berbagai indikator

ekonomi terkini

mengindikasikan

peningkatan kinerja

ekonomi Riau tahun

2018 yang lebih

tinggi dibandingkan

realisasi tahun 2017.

Meningkatnya

pertumbuhan

ekonomi Riau

bersumber dari sisii

penggunaan

bersumber dari

kenaikan konsumsi

pemerintah dan net

ekspor. Sedangkan

kenaikan dari sisi

sektoral bersumber

dari sektor pertanian

dan industri

pengolahan.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

3

investasi. Sedangkan dari sisi sektoral bersumber dari perbaikan kontraksi

sektor pertambangan, kenaikan pertumbuhan sektor konstruksi, dan sektor

perdagangan. Meningkatnya konsumsi pemerintah diperkirakan sejalan

dengan membaiknya realisasi belanja pasca disahkannya Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Riau yang diiringi dengan potensi meningkatnya

pendapatan karena berakhirnya tunda salur Dana Bagi Hasil (DBH).

Peningkatan tersebut juga turut mendorong kenaikan kinerja sektor

perdagangan. Sementara itu, peningkatan investasi didorong oleh

percepatan pembangunan infrastruktur, sehingga turut mendorong

kenaikan sektor konstruksi.

II. ASSESMEN INFLASI DAERAH

Inflasi Riau pada triwulan III 2018 tercatat 2,45% (yoy), menurun

dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 3,32% (yoy). Penurunan

tekanan inflasi utamanya dipengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi

kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau; (iii) Sandang; (iv) Kesehatan; (v) Pendidikan, Rekreasi, dan

Olahraga; (vi) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Namun demikian,

menurunnya tekanan inflasi Provinsi Riau yang lebih rendah tertahan oleh

meningkatnya inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar. Secara spasial, inflasi tertinggi terjadi di Pekanbaru, diikuti oleh

Tembilahan, dan Dumai.

Inflasi Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan berada pada kisaran 2,50 ±

0,5% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar

2,45% (yoy). Perkiraan meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan IV 2018

sejalan dengan adanya momentum liburan sekolah, libur akhir tahun,

momentum HBKN Natal dan tahun baru, serta semakin tingginya intensitas

musim hujan. Adanya momen-momen tersebut diperkirakan dapat

mendorong permintaan masyarakat Riau. Adapun semakin tingginya

intensitas hujan pada triwulan akhir 2018 ini berpotensi menyebabkan

gangguan produksi maupun pasokan bahan makanan.

Inflasi Provinsi

Riau pada

triwulan III 2018

tercatat lebih

rendah

dibandingkan

triwulan II 2018

Inflasi Riau hingga

akhir tahun 2018

diperkirakan lebih

rendah dari ahun

2017, serta masih

didalam kisaran

sasaran inflasi

nasional.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

4

Secara keseluruhan tahun 2018, inflasi Riau diperkirakan berkisar antara

2,0%-3,0% (yoy) dengan tendensi ke arah bawah, namun berada dalam

sasaran inflasi nasional 3,5 ± 1% (yoy). Tekanan inflasi bahan makanan

masih perlu diwaspadai akibat adanya kemungkinan fenomena La Nina

meskipun menunjukkan intensitas melemah.

III. ASSESMEN KEUANGAN PEMERINTAH

Hingga triwulan III 2018, realisasi APBD Provinsi Riau secara umum lebih

rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi

belanja daerah Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,69

triliun atau 45,43% dari pagu anggaran. Secara nominal, realisasi belanja

tersebut menurun 1,64% (yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat

sebesar Rp4,76 triliun namun secara prosentase realisasi terhadap pagu

anggaran, realisasi belanja triwulan laporan sedikit lebih baik dibandingkan

triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar 43,23% dari pagu anggaran.

Dari sisi pendapatan, secara kumulatif realisasi pendapatan daerah Provinsi

Riau selama triwulan III 2018 mencapai Rp5,78 triliun atau 62,67% dari pagu

anggaran. Realisasi pendapatan juga mengalami penurunan hingga 3,16%

(yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar Rp5,97 triliun

atau 67,48% dari pagu anggaran.

IV. ASSESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN

PENGEMBANGAN EKONOMI

Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan III 2018

secara umum menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja kredit

korporasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan

membaik, dan diiringi oleh NPL yang membaik. Di sisi lain, meskipun

penyaluran kredit korporasi di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan

Riau melambat, namun tingkat NPL kredit korporasi sektor ini membaik.

Menurunnya kerentanan juga ditunjukkan oleh penyaluran kredit konsumsi

rumah tangga yang pada triwulan III 2018 tercatat meningkat disertai

dengan NPL yang juga membaik.

Realisasi APBD

Provinsi Riau

hingga triwulan III

2018 secara

umum tercatat

lebih rendah.

Tekanan stabilitas

keuangan di

Provinsi Riau

pada triwulan III

2018 masih baik

dan terjaga.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

5

Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan III 2018 meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan DPK perbankan di Riau

pada triwulan III 2018 meningkat. Sejalan dengan DPK, penyaluran kredit

perbankan Riau tumbuh meningkat. Meningkatnya penyaluran kredit

perbankan Riau diiringi oleh meningkatnya kualitas kredit. Adapun indikator

utama lainnya, yaitu Aset dan LDR menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan

aset perbankan Riau pada triwulan III 2018 masih mengalami kontraksi

karena perlambatan komponen aset antar kantor dan penempatan pada

Bank Indonesia. Sementara itu, menurunnya Loan to deposit ratio (LDR)

perbankan Riau pada triwulan III 2018 disebabkan penyaluran kredit yang

lebih rendah dibandingkan kenaikan posisi DPK.

V. ASSESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan III

2018 tercatat mengalami net outflow. Hal tersebut menandakan jumlah

uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat (outflow)

lebih besar dibandingkan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia

melalui perbankan (inflow). Kondisi tersebut sejalan dengan mulai

normalnya aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat setelah berakhirnya

Hari Besar Keagamaan Nasional yakni Ramadhan dan Idul Fitri serta libur

sekolah yang jatuh pada triwulan II 2018.

Transaksi melalui kliring mengalami peningkatan baik dari sisi nominal

maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Sementara itu, transaksi non tunai

menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau juga tercatat meningkat dari sisi

nominal dan jumlah transaksi. Peningkatan transaksi tersebut didorong oleh

jumlah hari kerja pada triwulan III 2018 lebih banyak dibandingkan triwulan

sebelumnya akibat perayaan Hari Raya Idul Fitri sehingga waktu sistem untuk

beroperasi di triwulan III 2018 menjadi lebih banyak dibandingkan triwulan

II 2018.

Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang di wilayah

Provinsi Riau, Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama

Perkembangan

transaksi

pembayaran

tunai di Provinsi

Riau pada

triwulan III 2018

mengalami net

outflow.

Peningkatan kinerja

perbankan di Riau

triwulan III 2018

tercermin dari

membaiknya DPK,

Kredit, dan NPL.

Transaksi kliring

dan BI-RTGS

tercatat

meningkat baik

dari sisi nominal

maupun jumlah

transaksi.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

6

dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam

hal penukaran uang lusuh. Adapun total penukaran uang yang telah dilayani

hingga triwulan III 2018 adalah sebesar Rp40,79 miliar. Kantor Perwakilan BI

Provinsi Riau juga selalu berupaya untuk meningkatkan frekuensi dan

jangkauan layanan kas keliling baik ke daerah-daerah yang memiliki

peredaran uang lusuh dalam jumlah tinggi, terutama ke pasar-pasar

tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun daerah remote area (daerah

terpencil) di Provinsi Riau. Hingga triwulan III 2018, total transaksi kas keliling

kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Riau

sebanyak 12 kali dengan total transaksi sebesar Rp21,38 miliar.

VI. ASSESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Perkembangan ketenagakerjaan Provinsi Riau pada bulan Agustus 2018

menunjukkan perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya

peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau. Selain itu, perkembangan

kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan

persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau.

Namun, jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai

Tukar Petani pada triwulan III 2018 menunjukkan penurunan dibandingkan

triwulan II 2018.

VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh

positif dan berada pada kisaran 2,70 3,10% (yoy), meningkat

dibandingkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan IV 2018.

Ditinjau dari sisi penggunaan, peningkatan diperkirakan berasal dari

konsumsi LNPRT dan net ekspor seiring melambatnya impor akibat

melambatnya domestic demand dan peningkatan aktivitas politik menjelang

Pilpres dan Pileg yang akan diselenggarakan bersamaan pada April 2019.

Adapun perlambatan domestic demand pada triwulan I 2019 diperkirakan

sejalan dengan masih rendahnya realisasi belanja konsumsi dan modal

Ekonomi Riau pada

triwulan I 2019

diperkirakan lebih

tinggi dibandingkan

perkiraan triwulan

IV 2018.

Perkembangan

ketenagakerjaan

dan kesejahteraan

daerah di Provinsi

Riau terindikasi

membaik.

Secara berkala

Bank Indonesia

melakukan

layanan

penukaran uang

lusuh, kas

keliling, dan

membuka kas

titipan.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

7

pemerintah yang juga berimbas pada masih lambatnya pembangunan

proyek infrastruktur, sesuai dengan pola historisnya.

Secara sektoral peningkatan pertumbuhan triwulan I 2019 diperkirakan

berasal dari sektor pertanian dan membaiknya kontraksi sektor

pertambangan. Peningkatan di sektor pertanian sejalan dengan potensi

meningkatnya produksi pasca musim hujan. Sementara itu, membaiknya

kontraksi sektor pertambangan didorong oleh kenaikan harga minyak dunia.

Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya

pertumbuhan sektor industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan.

Melambatnya sektor industri pengolahan diperkirakan didorong oleh masih

terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas dan masih terbatasnya

ekspor CPO ke Eropa dan AS menyusul berbagai hambatan tarif dan non-

tarif yang masih terjadi. Sementara itu, melambatnya sektor konstruksi dan

perdagangan diperkirakan sesuai dengan pola historisnya, dimana realisasi

anggaran pemerintah masih terbatas (termasuk pembangunan infrastruktur)

dan tidak adanya momen yang mendorong konsumsi masyarakat ke tingkat

yang lebih tinggi dari biasanya.

Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan

berada pada kisaran 2,60 3,10 % (yoy), dengan tendensi meningkat

(namun terbatas) jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018.

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019

diperkirakan bersumber dari meningkatnya konsumsi LNPRT, belanja

pemerintah, dan net ekspor. Dari sisi sektoral, sektor industri pengolahan

diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya ekonomi Riau untuk

keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh

sektor pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta sektor pertanian,

sektor konstruksi, dan sektor perdagangan yang diperkirakan mengalami

perlambatan.

Inflasi Provinsi Riau triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,20

3,20% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan

inflasi triwulan IV 2018 namun lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan

I tahun 2018. Secara keseluruhan tahun 2019, tingkat inflasi diperkirakan

Dari sisi pengunaan,

peningkatan

diperkirakan

bersumber dari

konsumsi LNPRT dan

net ekspor.

Sedangkan dari sisi

sektoral, utamanya

diperkirakan

bersumber dari

sektor pertanian.

Ekonomi Riau pada

tahun 2019

diperkirakan

tumbuh positif dan

lebih tinggi

dibandingkan

perkiraan

keseluruhan tahun

2018

Inflasi Riau pada

triwulan I 2019

diperkirakan lebih

tinggi dibandingkan

perkiraan triwulan IV

2018

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

8

berkisar antara 2,50 3,50% (yoy), berada dalam target inflasi nasional 3,5

+ 1% (yoy), dan sedikit lebih tinggi dibandingkan keseluruhan tahun 2018.

Meningkatnya tekanan inflasi tersebut terutama bersumber dari komoditas-

komoditas yang harganya dipengaruhi atau ditetapkan oleh kebijakan

pemerintah seiring dengan terbukanya peluang kenaikan harga bahan bakar

minyak (BBM) sebagaimana asumsi Rancangan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (RAPBN) tahun 2019. Sumber tekanan inflasi juga

diperkirakan berasal dari komoditas-komoditas bahan pangan akibat masih

tingginya ketergantungan Provinsi Riau terhadap pasokan dari luar daerah

sehingga sangat rentan terhadap gejolak harga. Selain itu, terdapat

kemungkinan intensitas musim hujan yang di bawah normal pada 2019 di

sebagian wilayah Riau. Di sisi lain, tekanan inflasi untuk komoditas secara

umum selain bahan pangan dan yang harganya diatur pemerintah masih

relatif stabil meskipun menunjukkan tendensi sedikit meningkat di tengah

perkiraan perekonomian Riau yang lebih tinggi dibandingkan 2018 sehingga

mendorong permintaan.

Secara keseluruhan

tahun 2019, tekanan

inflasi masih dalam

target inflasi nasional

3,5+ 1% (yoy), dan

sedikit lebih tinggi

dibandingkan

keseluruhan tahun

2018.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

9

1. KONDISI UMUM

Perekonomian Riau pada triwulan III 2018 tumbuh sebesar 2,98% (yoy), tumbuh

meningkat jika dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 2,38% (yoy). Apabila

dilihat dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau triwulan III 2018 tercatat sebesar

4,77% (yoy), tumbuh meningkat dibandingkan realisasi triwulan sebelumnya yang

sebesar 3,97% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi Sumatera yang juga meningkat dari 4,66% (yoy) triwulan II

2018 menjadi 4,72% (yoy) pada triwulan laporan. Namun kondisi tersebut

berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi Nasional yang pada triwulan II

2018 tercatat 5,27% (yoy) melambat menjadi 5,17% (yoy) sebagaimana yang

ditunjukkan Grafik 1.1.

Bab 1 ASESMEN PERTUMBUHAN

EKONOMI DAERAH

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

10

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)

Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah

Dari sisi penggunaan peningkatan terutama bersumber dari meningkatnya

pertumbuhan konsumsi pemerintah dan net ekspor barang dan jasa. Meningkatnya

konsumsi pemerintah sejalan dengan upaya percepatan realisasi anggaran yang

dilakukan pemerintah daerah yang tercermin dari realisasi belanja triwulan III 2018

yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara

itu, meningkatnya net ekspor barang dan jasa utamanya bersumber dari kenaikan

ekspor luar negeri yang didukung oleh kenaikan harga minyak dunia dan

meningkatnya ekspor produksi CPO. Peningkatan tersebut juga tidak terlepas dari

depresiasi rupiah sehingga turut mendorong kenaikan nilai ekspor dan menekan

volume impor. Disisi lain, konsumsi rumah tangga dan investasi pada triwulan

laporan tercatat melambat. Perlambatan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh

moderasi konsumsi masyarakat pasca Idul Fitri, serta persiapan masuk sekolah dan

perguruan tinggi. Adapun melambatnya investasi disebabkan oleh perlambatan

investasi non bangunan sebagaimana yang terkonfirmasi dari hasil liaison, serta

defisit anggaran yang menyebabkan tidak terlaksananya sejumlah proyek Organisasi

Perangkat Daerah (OPD).

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral bersumber dari sektor

pertanian dan industri pengolahan. Secara umum, meningkatnya kinerja sektor

pertanian khususnya perkebunan kelapa sawit didorong oleh peningkatan produksi

kelapa sawit. Kondisi tersebut turut mendorong peningkatan terhadap sektor

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

Nasional 4.83 4.74 4.78 5.15 4.94 5.21 5.03 4.94 5.01 5.01 5.06 5.19 5.06 5.27 5.17

Sumatera 3.53 2.99 3.15 4.47 4.18 4.47 4.03 4.49 4.14 4.17 4.45 4.43 4.34 4.66 4.72

Riau (0.01) (2.06) (1.36) 4.37 2.71 2.75 1.26 2.25 2.84 2.49 2.91 2.58 2.87 2.38 2.98

(2.50)

(1.50)

(0.50)

0.50

1.50

2.50

3.50

4.50

5.50

6.50

% y

oy

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

11

industri pengolahan. Meskipun demikian, angka pertumbuhan yang lebih tinggi

tertahan oleh kontraksi sektor pertambangan yang terus berlanjut, serta

melambatnya sektor perdagangan akibat moderasi permintaan, dan melambatnya

sektor konstruksi sejalan dengan perlambatan investasi.

Memasuki triwulan IV 2018, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh positif, berada

pada kisaran 2,50-3,00% (yoy), sedikit melambat dibandingkan realisasi triwulan III

2018. Sumber perlambatan utamanya diperkirakan dari melambatnya ekspor luar

negeri akibat terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas utama, serta gejolak

perdagangan dunia yang berpengaruh terhadap ekspor luar negeri dari Provinsi Riau.

Kondisi perlambatan diperkirakan juga terjadi pada sektor pertanian sejalan dengan

cuaca yang kurang kondusif, serta kontraksi sektor Pertambangan yang semakin

dalam akibat natural declining. Disisi lain, perlambatan yang lebih dalam tertahan

oleh kenaikan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi.

Sedangkan dari sisi sektoral, peningkatan diperkirakan bersumber dari sektor industri

pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan. Meningkatnya konsumsi

rumah tangga seiring dengan percepatan realisasi belanja pemerintah yang

mendorong pendapatan masyarakat seperti kegiatan Meeting, Incentive,

Convention, and Exhibition (MICE). Selain itu, adanya momentum libur sekolah,

pergantian semester, dan promo belanja akhir tahun juga mendorong pertumbuhan

sektor perdagangan. Sementara itu, percepatan belanja infrastruktur pemerintah

juga diperkirakan mendorong investasi dan sektor konstruksi. Adapun faktor-faktor

yang berpotensi kembali meningkatkan gairah industri pengolahan CPO, diantaranya

adalah penambahan ekspor CPO Indonesia ke Tiongkok akibat perang dagang

dengan AS sehingga pasokan minyak kedelai AS ke Tiongkok menjadi terganggu,

serta kenaikan tarif impor yang juga diberlakukan India terhadap produk minyak

kedelai, bunga matahari, dan kanola sehingga membuat CPO kembali kompetitif.

Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada

pada kisaran 2,50-3,00% (yoy) dengan tendensi bias keatas sehingga diperkirakan

lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2017. Laju pertumbuhan

tertinggi dari sisi penggunaan diperkirakan bersumber dari konsumsi pemerintah dan

investasi. Sedangkan dari sisi sektoral bersumber dari perbaikan kontraksi sektor

pertambangan, kenaikan pertumbuhan sektor konstruksi, dan sektor perdagangan.

Meningkatnya konsumsi pemerintah diperkirakan sejalan dengan membaiknya

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

12

realisasi belanja pasca disahkannya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau yang

diiringi dengan potensi meningkatnya pendapatan karena berakhirnya tunda salur

Dana Bagi Hasil (DBH). Peningkatan tersebut juga turut mendorong kenaikan kinerja

sektor perdagangan. Sementara itu, peningkatan investasi didorong oleh percepatan

pembangunan infrastruktur, antara lain Tol Pekanbaru - Dumai, Jembatan Siak IV,

replikasi Jembatan Siak II, Flyover simpang SKA, Flyover simpang Arengka, dan SPAM

Durolis (Dumai, Rokan Hilir, Bengkalis) sehingga turut mendorong kenaikan sektor

konstruksi. Namun peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya

konsumsi rumah tangga dan kontraksi net ekspor. Sedangkan perlambatan dari sisi

sektoral bersumber dari sektor pertanian dan industri pengolahan. Secara umum

melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh menurunnya pendapatan

ekspor. Sementara itu, melambatnya sektor pertanian dilatarbelakangi oleh tidak

diperbolehkannya perusahaan untuk melakukan ekspansi dan penanaman kembali

di lahan-lahan perkebunan yang berada di area fungsi lindung ekosistem gambut

sesuai dengan Permen LHK No. P.17/2017. Kondisi tersebut turut mempengaruhi

kinerja sektor industri pengolahan disamping semakin melambatnya perkiraan harga

komoditas CPO sepanjang tahun 2018 dibandingkan tahun 2017, serta belum

optimalnya perbaikan ekspor CPO ke India dan Tiongkok pada semester II 2018

untuk mengkompensasi penurunan ekspor CPO ke India, Eropa, dan AS.

2. PDRB SISI PENGGUNAAN

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau dari sisi penggunaan pada triwulan

laporan utamanya bersumber dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi

pemerintah dan net ekspor barang dan jasa. Meningkatnya konsumsi pemerintah

sejalan dengan upaya percepatan realisasi anggaran. Sementara itu, meningkatnya

net ekspor didukung oleh kenaikan harga minyak dunia dan meningkatnya ekspor

produksi CPO. Namun demikian, pertumbuhan triwulan III 2018 yang lebih tinggi

tertahan oleh perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi seiring dengan

moderasi konsumsi masyarakat dan melambatnya investasi non bangunan.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

13

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)

Ke depan, perekonomian Riau triwulan IV 2018 diperkirakan berada pada kisaran

2,50-3,00% (yoy), sedikit melambat dibandingkan realisasi triwulan III 2018. Sumber

perlambatan utamanya diperkirakan dari melambatnya ekspor luar negeri akibat

terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas utama, serta gejolak perdagangan

dunia yang berpengaruh terhadap ekspor luar negeri dari Provinsi Riau. Disisi lain,

perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan konsumsi rumah tangga,

konsumsi pemerintah, dan investasi. Meningkatnya konsumsi rumah tangga

dipengaruhi oleh percepatan realisasi belanja pemerintah yang mendorong

pendapatan masyarakat seperti kegiatan MICE serta adanya momentum libur

sekolah, pergantian semester, dan promo belanja akhir tahun. Demikian juga dengan

percepatan belanja infrastruktur pemerintah yang juga diperkirakan dapat

mendorong investasi.

Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada

pada kisaran 2,50-3,00% (yoy) dengan tendensi bias keatas sehingga diperkirakan

lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2017. Laju pertumbuhan

tertinggi dari sisi penggunaan diperkirakan bersumber dari konsumsi pemerintah dan

investasi. Meningkatnya konsumsi pemerintah diperkirakan sejalan dengan

disahkannya RTRW dan potensi meningkatnya pendapatan karena berakhirnya

tunda salur DBH. Selain itu, peningkatan investasi didorong oleh percepatan

pembangunan infrastruktur, antara lain Tol Pekanbaru - Dumai, Jembatan Siak IV,

replikasi Jembatan Siak II, Flyover simpang SKA, Flyover simpang Arengka, dan SPAM

III IV I II III III IV I II III

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4.26 3.83 4.55 2.72 4.15 3.06 1.57 1.36 1.67 1.00 1.51 1.07

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 4.01 3.07 4.56 7.53 11.21 11.96 0.02 0.01 0.02 0.04 0.06 0.06

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6.11 0.86 2.83 4.93 2.23 3.77 0.24 0.04 0.12 0.18 0.09 0.15

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.15 1.85 3.73 6.36 7.65 3.60 1.06 0.64 1.26 2.26 2.64 1.18

5. Ekspor Luar Negeri 3.05 10.96 5.06 0.39 (3.72) 3.99 0.93 3.29 1.51 0.11 -1.00 1.19

6. Impor Luar Negeri 41.68 20.36 27.22 3.74 5.33 (6.70) 2.31 1.11 1.40 0.19 0.27 -0.33

7. Net Ekspor 1.12 2.67 0.50 (1.01) (5.37) 2.70 0.27 0.64 0.12 (0.23) (1.29) 0.71

PDRB 2.91 2.58 2.71 2.87 2.38 2.98 2.91 2.58 2.71 2.87 2.38 2.98

2017 2017

2017 2018

Kontribusi Pertumbuhan (% yoy)

Komponen Penggunaan

Growth (% yoy)

2018 2017

Sumber : BPS

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

14

Durolis (Dumai, Rokan Hilir, Bengkalis). Namun peningkatan yang lebih tinggi

tertahan oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan kontraksi net ekspor.

Melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh menurunnya pendapatan

ekspor yang turut dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas global yang masih

terbatas.

2.1. Konsumsi

Konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 3,06%

(yoy), melambat jika dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 4,15% (yoy).

Melambatnya konsumsi rumah tangga tersebut sejalan dengan hasil Survei

Konsumen Bank Indonesia yang tercermin dari melambatnya Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi (IKE), dan Indeks Ekspektasi Konsumen

(IEK) yang secara berurutan tercatat 107, 103, dan 111 pada triwulan II 2018 turun

menjadi 96, 90, dan 101 pada triwulan III 2018. Angka indeks yang berada dibawah

100 menunjukkan bahwa tingkat keyakinan konsumen berada dalam level pesimis

sebagaimana yang ditunjukkan grafik dibawah ini:

Grafik 1.2. Perkembangan Kondisi

Konsumen Riau

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1.3. Perkembangan Indeks Survei

Ekspektasi Konsumen Riau

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh moderasi

konsumsi masyarakat pasca Idul Fitri, serta persiapan masuk sekolah dan perguruan

tinggi. Selain itu, melambatnya harga komoditas CPO dan karet juga turut

melatarbelakangi melambatnya konsumsi rumah tangga tersebut. Kondisi ini juga

terindikasi dari perkembangan kredit durable goods (Grafik 1.4) dan kredit

perumahan (Grafik 1.5) yang tercatat melambat.

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

Indeks Kegiatan Usaha Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 100

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

IKKIKEIEKGaris 100

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

15

Pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan laporan tercatat tumbuh 11,96% (yoy),

meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 2018 yang sebesar 11,21%

(yoy). Meningkatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT ini dipengaruhi oleh mulai

maraknya aktivitas organisasi atau partai politik menjelang Pemilihan Presiden dan

Pemilihan Anggota Legislatif tahun 2019. Kondisi tersebut sejalan dengan

pertumbuhan konsumsi pemerintah yang tercatat meningkat dari 2,23% (yoy) pada

triwulan lalu menjadi 3,77% (yoy) pada triwulan III 2018. Peningkatan tersebut

sejalan dengan upaya percepatan realisasi anggaran pemerintah daerah yang per 30

September 2018 mencapai 45,43% atau lebih tinggi jika dibandingkan periode yang

sama tahun 2017 yang hanya sebesar 43,32%.

Tabel 1.2. Realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Riau

Sumber : BPKAD Provinsi Riau

Ke depan, konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2018 diperkirakan tumbuh

meningkat dibandingkan realisasi triwulan III 2018 seiring dengan percepatan

realisasi belanja pemerintah yang mendorong pendapatan masyarakat seperti

kegiatan MICE serta adanya momentum libur sekolah, pergantian semester, dan

promo belanja akhir tahun. Demikian juga dengan konsumsi LNPRT yang pada

triwulan IV 2018 diperkirakan tumbuh meningkat karena semakin pesatnya aktifitas

politik menjelang Pemilihan Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif yang akan

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun) % Realisasi

Jumlah

Anggaran

(triliun)

Realisasi

(triliun) % Realisasi

Pendapatan Daerah 8,859.17 5,977.74 67.48 9,236.88 5,788.54 62.67

Belanja Daerah 11,008.30 4,769.24 43.32 10,326.45 4,691.11 45.43

Pembiayaan Daerah 2,149.13 1,344.95 62.58 1,089.57 58.77 5.39

Surplus/(Defisit) (2,149.13) 1,208.51 56.23 (1,089.57) 1,097.43 100.72

Tw III 2018Tw III 2017

Uraian

Grafik 1.4. Kredit Durable Goods

Sumber: LBU Bank Indonesia

Grafik 1.5. Kredit Perumahan

Sumber: LBU Bank Indonesia

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

% y

oy

Rp

Mil

iar

Kredit Durable Goods Growth (% yoy)

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

% y

oy

Rp

Mil

iar

Kredit Perumahan Growth (% yoy)

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

16

diselenggarakan April tahun 2019. Secara keseluruhan tahun 2018, konsumsi LNPRT

dan pemerintah diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 karena adanya

aktifitas Pilkada dan percepatan realisasi anggaran ditengah pengesahan RTRW.

Namun demikian, pertumbuhan konsumsi yang lebih tinggi tertahan oleh konsumsi

rumah tangga yang diperkirakan melambat dibandingkan tahun 2017. Melambatnya

perkiraan konsumsi rumah tangga tersebut dipengaruhi oleh melambatnya kinerja

ekspor industri pengolahan sawit yang merupakan sektor unggulan sumber

pendapatan masyarakat Riau.

2.2. Investasi (PMTB)

Perkembangan investasi di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat tumbuh

sebesar 3,60% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018 yang tumbuh sebesar

7,65% (yoy). Perlambatan tersebut turut dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya: perlambatan investasi non bangunan sebagaimana yang terkonfirmasi

dari hasil liaison, defisit Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) menyebabkan

tidak terlaksananya sejumlah kegiatan yang telah direncanakan sejumlah OPD, dan

adanya tunda bayar proyek infrastruktur berjalan. Hal ini sejalan dengan semakin

dalamnya kontraksi pertumbuhan kredit investasi Riau (Grafik 1.6) dan melambatnya

pertumbuhan kredit konstruksi (Grafik 1.7).

Melambatnya pertumbuhan investasi dimaksud sejalan dengan menurunnya realisasi

investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing

(PMA) di Provinsi Riau. Pada triwulan III 2018, realisasi PMDN dan PMA masing-

masing tercatat kontraksi 91,39% (yoy) dan 63,39% (yoy), lebih rendah

dibandingkan realisasi triwulan II 2018 dimana PMDN tumbuh sebesar 7,04% (yoy)

Grafik 1.6. Kredit Investasi Riau Grafik 1.7. Kredit Konstruksi Riau

Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

% y

oy

Rp

Mil

iar

Kredit Investasi Growth (% yoy)

-20

0

20

40

60

80

100

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

% y

oy

Rp

Mil

iar

Kredit Konstruksi Growth (% yoy)

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

17

dan PMA kontraksi 27,03% (yoy). Melambatnya realisasi PMDN bersumber dari

ketiga sektor yaitu primer, sekunder, dan tersier. Adapun sektor utama

terkontraksinya pertumbuhan PMDN (Grafik 1.8) di Provinsi Riau diantaranya adalah

subsektor tanaman pangan dan perkebunan, subsektor industri makanan, subsektor

industri kertas, subsektor industri karet, dan subsektor konstruksi. Sedangkan

perlambatan dari sisi PMA (Grafik 1.9) bersumber dari sektor primer dan sekunder,

terutama subsektor tanaman pangan dan perkebunan, subsektor industri kertas,

subsektor industri kimia dasar, subsektor industri karet, dan subsektor industri logam

dasar.

Ke depan, pertumbuhan investasi Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan

meningkat. Kondisi tersebut didorong oleh percepatan belanja infrastruktur

pemerintah seiring dengan pengesahan RTRW di Provinsi Riau. Hal ini juga turut

mendorong kinerja investasi keseluruhan tahun 2018 yang diperkirakan lebih tinggi

dibandingkan tahun 2017. Adapun beberapa proyek pembangunan strategis yang

saat ini tengah dilaksanakan pemerintah daerah dan turut mendorong pertumbuhan

investasi di Provinsi Riau antara lain: berlanjutnya perbaikan jembatan Siak IV dan

pembangunan Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) Durolis (Dumai, Rokan Hilir,

Bengkalis) yang bersifat multi years, pembangunan 2 (dua) fly over di simpang empat

SKA dan pasar pagi arengka yang ditargetkan selesai dalam waktu 1 tahun, serta

pembangunan jalan Provinsi lintas pesisir timur yang menghubungkan Bagan siapi-

api dan Sumatera Utara.

Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi

PMDN di Provinsi Riau

Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi

PMA di Provinsi Riau

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

4,500,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016 2017 2018

% yoyRp JutaRealisasi PMDN growth PMDN

-500

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016 2017 2018

% yoyUSD RibuRealisasi PMA growth PMA

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

18

2.3 Ekspor dan Impor

2.3.1. Ekspor

Ekspor barang dan jasa di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat tumbuh

sebesar 3,00% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh 1,10%

(yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa tersebut utamanya

bersumber dari peningkatan ekspor luar negeri yang pada triwulan II 2018 kontraksi

3,72% (yoy), tumbuh menjadi 3,99% (yoy) pada triwulan laporan. Tumbuh

positifnya ekspor luar negeri tersebut didorong oleh meningkatnya harga minyak

dunia, dan meningkatnya volume ekspor CPO terutama ke India, Tiongkok, dan

negara-negara sekitar India seperti Bangladesh dan Pakistan. Selain itu, peningkatan

ekspor CPO juga didorong oleh kebijakan mandatori campuran biodiesel ke dalam

bahan bakar nabati oleh pemerintah (B20). Disisi lain, ekspor pulp, karet, dan

batubara pada triwulan III 2018 tidak setinggi triwulan lalu akibat belum optimalnya

perbaikan harga ketiga komoditas tersebut.

Grafik 1.10. Perkembangan Volume

Ekspor Batubara Riau

Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah

Grafik 1.11. Perkembangan Volume

Ekspor CPO Riau

Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah

Grafik 1.12. Perkembangan Volume

Ekspor Pulp Riau

Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah

Grafik 1.13. Perkembangan Volume

Ekspor Karet Riau

Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah

-500

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

0

100

200

300

400

500

600

700

800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

%y

oy

rib

u t

on

Volume growth

-40

-20

0

20

40

60

80

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

%y

oy

rib

u t

on

Volume growth

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

%y

oy

rib

u t

on

Volume growth

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

%y

oy

rib

u t

on

Volume growth

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

19

Secara umum, membaiknya ekspor CPO, RPO, dan produk berbasis minyak kelapa

sawit lainnya ke India sejalan dengan kembali kompetitifnya CPO/RPO/turunan

menyusul dinaikkannya tarif impor beberapa minyak substitusi kelapa sawit sejak 14

Juni 2018 seperti Crude Sunflower dan Rapeseed Oil dari 25% menjadi 35%, Crude

Soybean Oil dari 30% menjadi 35%, serta Refined Sunflower, Rapeseed, dan

Soybean Oil, masing-masing dari 35% menjadi 45%. Langkah tersebut diambil India

kembali untuk memberikan perlindungan kepada petani lokal setelah pada Maret

2018 India menaikkan tarif impor CPO dari 30% menjadi 44%, serta pajak RFO

(Refined Palm Oil) dari 40% menjadi 54% dengan alasan yang sama. Selain itu,

membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke India juga dibantu oleh

membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Bangladesh dan Pakistan yang

merupakan anggota SAFTA (South Asian Free Trade Area) bersama India. Adapun

peningkatan ekspor ke Tiongkok didorong oleh eskalasi perang dagang yang

membuat Tiongkok menaikkan tarif impor minyak kedelai dari AS sehingga impor

minyak kelapa sawit Tiongkok sebagai substitusi minyak kedelai sejak Juni 2018

menunjukkan tren peningkatan, termasuk impor dari Riau.

Grafik 1.14 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Negara Tujuan

Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah

Berdasarkan jenis ekspor non migas, komponen barang mentah tercatat mengalami

kontraksi yang lebih dalam dari 5,90% (yoy) triwulan lalu, menjadi kontraksi 14,25%

(yoy) pada triwulan III 2018 sebagaimana yang ditunjukkan Tabel 1.3. Disisi lain,

kontraksi yang lebih dalam tertahan oleh meningkatnya komponen ekspor jenis

786 762 1,078 1,034

678 759 766 1,024 965 780 869 942

681 891 971 1,188 773 797 849

1,154 1,093 625

984 1,240

848 840 1,106

511 481

787 675 835 818 635

920 598

538 651

990

510

798 644 720

524 677 822

863 926

1,073

1,117 956

797 535

1,147 783 733

842 922 851 662 814

920

691 651

548

518

580

637 606

787

622 550

576

719 604

590

596 726

728 688

751 734

563

600 901

644 585 658

609

573

432 589

759

592

570 587

756

501 545

584

764 730

756

609

762

699 773

720 1,343

1,257

1,433 1,457

1,830 1,657 1,558

1,667

1,617

1,717

1,892

1,988

1,985

2,228

1,890

1,928

1,763 1,741

1,837

2,226 2,113

1,789

2,294

2,242

2,311 2,350

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

rib

u t

on

Cina India ASEAN MEE Lainnya

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

20

makanan, tembakau, minyak nabati, bahan kimia, dan barang manufaktur yang

menunjukkan peningkatan. Pada triwulan laporan, ekspor jenis makanan dan hewan

bernyawa tumbuh 26,76% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami

kontraksi 2,15% (yoy). Sementara itu, ekspor tembakau dan minuman serta minyak

dan lemak nabati masing-masing tumbuh meningkat dari kontraksi 0,12% dan

0,08% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi tumbuh positif 42,45% dan 3,49% (yoy).

Demikian juga dengan ekspor bahan kimia dan barang manufaktur yang tercatat

meningkat dari 331,22% (yoy) dan 2,38% (yoy) di triwulan II 2018 menjadi 384,60%

(yoy) dan 9,94% (yoy) pada triwulan III 2018.

Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (dalam ribu ton)

Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah

Apabila dilihat dari kondisi CPO dunia, meningkatnya ekspor CPO Riau pada triwulan

III 2018 sejalan dengan meningkatnya produksi, ekspor, konsumsi domestik, dan stok

CPO dunia jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2017.

Pertumbuhan produksi CPO dunia (Grafik 1.15) pada triwulan III 2018 tercatat

sebesar 217.737 ribu MT, meningkat 8,56% (yoy) dibandingkan total produksi

triwulan III 2017 yang sebesar 200.565 ribu MT. Sementara itu, ekspor CPO dunia

(Grafik 1.16) pada triwulan III 2018 secara total mencapai 11,03% (yoy), atau

meningkat dari 141.274 ribu MT pada triwulan III 2017 lalu menjadi 156.861 ribu

MT pada triwulan III 2018. Peningkatan juga terjadi pada domestic consumption CPO

dunia (Grafik 1.17) dari realisasi 189.506 ribu MT periode yang sama tahun 2017

menjadi 205.977 ribu MT pada triwulan III 2018. Sejalan dengan kondisi tersebut,

ending stocks CPO dunia (Grafik 1.18) juga tercatat meningkat 23,08% (yoy) atau

II III II-18 III-18 II-18 III-18

1 Makanan dan Hewan Bernyawa 433.90 569.69 8.37 9.16 (2.15) 26.76

2 Tembakau dan Minuman 7.24 7.25 0.14 0.12 (0.12) 42.45

3 Barang Mentah 697.04 796.00 13.44 12.81 (5.90) (14.25)

4 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 7.11 12.25 0.14 0.20

5 Minyak dan Lemak Nabati 3,058.36 3,778.29 58.97 60.78 (0.08) 3.49

6 Bahan Kimia 445.71 483.07 8.59 7.77 331.22 384.60

7 Barang Manufaktur 536.46 569.35 10.34 9.16 2.38 9.94

8 Mesin dan Peralatan 0.56 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00

9 Hasil Olahan Manufaktur 0.04 0.05 0.00 0.00 (77.98) (49.72)

10 Koin, bukan mata uang - - - - - -

Total 5,186.43 6,215.94 100.00 100.00 6.28 9.98

Pangsa (%)No Jenis

2018 yoy (%)

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

21

dari 28.861 ribu MT pada triwulan III 2017 menjadi 35.522 ribu MT pada triwulan

laporan.

Grafik 1.15 Produksi CPO Dunia Grafik 1.16 Ekspor CPO Dunia

Sumber : US Dept of Agriculture Sumber : US Dept of Agriculture

Grafik 1.17 Konsumsi CPO Dunia Grafik 1.18 Stok CPO Dunia

Sumber : US Dept of Agriculture Sumber : US Dept of Agriculture

Kedepan, kinerja ekspor barang dan jasa pada triwulan IV 2018 diperkirakan

meningkat. Peningkatan tersebut utamanya bersumber dari komponen ekspor antar

daerah seiring dengan potensi meningkatnya permintaan domestik nasional

terutama konsumsi rumah tangga. Sedangkan dari sisi ekspor luar negeri

diperkirakan melambat seiring dengan terkontraksinya pertumbuhan harga

komoditas kelapa sawit, dan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat

perang dagang AS dengan beberapa negara. Secara keseluruhan tahun 2018, ekspor

barang dan jasa tercatat melambat dibandingkan tahun 2017. Kondisi tersebut turut

dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas global yang cenderung melemah.

2.3.2. Impor

Impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tumbuh sebesar 3,64%

(yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018 yang mencapai 15,75% (yoy).

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

Jan

-16

Fe

b-1

6

Ma

r-2

01

6

Ap

ril-

20

16

Ma

y 2

01

6

Jun

-20

16

Jul-

20

16

Au

g-2

01

6

Se

p-2

01

6

Ok

t-2

01

6

No

v-2

01

6

De

c-1

6

Jan

-17

Fe

b-1

7

Ma

r-1

7

Ap

r-1

7

Ma

y-1

7

Jun

-17

Jul-

17

Au

g-1

7

Se

p-1

7

Oct

-17

No

v-1

7

De

c-1

7

Jan

-18

Fe

b-1

8

Ma

r-1

8

Ap

r-1

8

Ma

y-1

8

Jun

-18

Jul-

18

Au

g-1

8

Se

p-1

8

Oct

-18

Other Nigeria Colombia Thailand Malaysia Indonesia

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

Jan

-16

Fe

b-1

6

Ma

r-2

01

6

Ap

ril-

20

16

Ma

y 2

01

6

Jun

-20

16

Jul-

20

16

Au

g-2

01

6

Se

p-2

01

6

Ok

t-2

01

6

No

v-2

01

6

De

c-1

6

Jan

-17

Fe

b-1

7

Ma

r-1

7

Ap

r-1

7

Ma

y-1

7

Jun

-17

Jul-

17

Au

g-1

7

Se

p-1

7

Oct-

17

No

v-1

7

De

c-1

7

Jan

-18

Fe

b-1

8

Ma

r-1

8

Ap

r-1

8

Ma

y-1

8

Jun

-18

Jul-

18

Au

g-1

8

Se

p-1

8

Oct-

18

Other Benin Thailand Papua New Guinea Malaysia Indonesia

(5,000)

5,000

15,000

25,000

35,000

45,000

55,000

65,000

Jan

-16

Feb

-16

Mar

-20

16

Ap

ril-

20

16

May

20

16

Jun

-201

6

Jul-

20

16

Au

g-2

01

6

Sep

-20

16

Okt

-20

16

No

v-2

01

6

De

c-1

6

Jan

-17

Feb

-17

Mar

-17

Ap

r-17

May

-17

Jun

-17

Jul-

17

Au

g-1

7

Sep

-17

Oct

-17

No

v-1

7

De

c-1

7

Jan

-18

Feb

-18

Mar

-18

Ap

r-18

May

-18

Jun

-18

Jul-

18

Au

g-1

8

Sep

-18

Oct

-18

Other Singapore Russia IranColombia Egypt Bangladesh United StatesNigeria Thailand Pakistan MalaysiaEuropa Union China India Indonesia

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

Jan

-16

Fe

b-1

6

Ma

r-2

01

6

Ap

ril-

20

16

May

20

16

Jun

-20

16

Jul-

20

16

Au

g-2

01

6

Se

p-2

01

6

Okt

-20

16

No

v-2

01

6

De

c-1

6

Jan

-17

Fe

b-1

7

Ma

r-1

7

Ap

r-1

7

Ma

y-1

7

Jun

-17

Jul-

17

Au

g-1

7

Se

p-1

7

Oct

-17

No

v-1

7

De

c-1

7

Jan

-18

Fe

b-1

8

Ma

r-1

8

Ap

r-1

8

Ma

y-1

8

Jun

-18

Jul-

18

Au

g-1

8

Se

p-1

8

Oct

-18

Other China Europa Union India Indonesia Malaysia

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

22

Melambatnya pertumbuhan impor tersebut utamanya bersumber dari kontraksi

impor luar negeri dan melambatnya impor antar daerah dari masing-masing tercatat

tumbuh sebesar 5,33% dan 23,51% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi

sebesar -6,70% dan 11,00% (yoy) pada triwulan III 2018. Secara umum, lebih

rendahnya angka pertumbuhan impor dimaksud disebabkan oleh melambatnya

konsumsi rumah tangga, serta aktifitas investasi dan konstruksi ditengah

terdepresiasinya nilai tukar Rupiah. Kondisi tersebut utamanya terindikasi dari impor

barang modal (Grafik 1.20) dan barang konsumsi (Grafik 1.22) yang masing-masing

tercatat kontraksi 51,61% dan 21,06% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan

triwulan lalu yang tumbuh positif. Sementara itu, impor barang intermedier tumbuh

melambat sebesar 2,80% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Grafik 1.19. Impor Non Migas Grafik 1.20. Impor Barang Modal

Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah

Grafik 1.21. Impor Barang Intermedier

Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah

Grafik 1.22. Impor Barang Konsumsi

Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah

Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah

Ke depan, impor barang dan jasa pada triwulan IV 2018 diperkirakan tumbuh

meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan domestik Provinsi Riau pada

triwulan berjalan, terutama konsumsi rumah tangga, konsumsi LNPRT, konsumsi

-100

0

100

200

300

400

500

600

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

% yoyRibu Ton Impor Non Migas growth

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

700

800

-

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

% yoyRibu Ton Barang Modal growth

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

700

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

% yoyRibu Ton Barang Intermedier growth

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

-

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

% yoyRibu Ton Barang Konsumsi growth

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

23

pemerintah, dan investasi. Namun demikian, pertumbuhan impor barang dan jasa di

Provinsi Riau secara keseluruhan tahun 2018 tidak setinggi tahun 2017 seiring

dengan melambatnya konsumsi rumah tangga dan nilai tukar yang relatif

terdepresiasi jika dibandingkan tahun 2017 (Grafik 1.23).

Grafik 1.23 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD

3. PDRB SEKTORAL

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau dari sisi sektoral pada triwulan III 2018

bersumber dari sektor pertanian dan industri pengolahan seiring dengan

meningkatnya produksi kelapa sawit. Meskipun demikian, angka pertumbuhan yang

lebih tinggi tertahan oleh kontraksi sektor pertambangan, dan melambatnya kinerja

sektor perdagangan dan sektor konstruksi. Secara umum, kontraksi sektor

pertambangan disebabkan oleh menurunnya realisasi lifting minyak Riau. Sementara

itu, melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan dipengaruhi oleh moderasi

konsumsi masyarakat. Demikian juga dengan sektor konstruksi sejalan dengan

melambatnya investasi yang juga dipengaruhi oleh defisit APBD dan tunda bayar

proyek infrastruktur berjalan.

-10

-5

0

5

10

15

11,500

12,000

12,500

13,000

13,500

14,000

14,500

15,000

15,500Ja

n

Feb

Ma

r

Apr

May Jun

Jul

Aug

Sep

Oct

No

v

Dec Jan

Feb

Ma

r

Apr

Mei

Jun

Jul

Aug

Sep

Okt

No

v

Dec Jan

Feb

Ma

r

Apr

Me

i

Jun

Juli

Aug

Sep

Okt

2016 2017 2018

% y

oy

Ku

rs T

en

gah

Rp Thd USD Growth (% yoy)

Sumber : Bank Indonesia

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

24

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Kinerja perekonomian Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan berada pada kisaran

2,50-3,00% (yoy), sedikit melambat dibandingkan realisasi triwulan III 2018. Sumber

perlambatan utamanya diperkirakan dari melambatnya sektor pertanian dan

kontraksi sektor pertambangan yang lebih dalam. Melambatnya pertumbuhan sektor

pertanian sejalan dengan cuaca yang kurang kondusif. Sementara itu, kontraksi

sektor Pertambangan yang semakin dalam disebabkan oleh natural declining. Disisi

lain, perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh peningkatan sektor industri

pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan. Meningkatnya kinerja

industri pengolahan didorong oleh penambahan impor CPO Indonesia ke Tiongkok,

serta kenaikan tarif impor yang juga diberlakukan India terhadap produk minyak

kedelai, bunga matahari, dan kanola sehingga membuat CPO kembali kompetitif.

Sementara itu, meningkatnya kinerja sektor konstruksi sejalan dengan upaya

percepatan belanja infrastruktur pemerintah. Adapun kenaikan pertumbuhan sektor

perdagangan juga dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dan

percepatan realisasi belanja pemerintah yang mendorong kegiatan MICE, serta

adanya momentum libur sekolah, Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN), dan

promo belanja akhir tahun.

I II III I II III

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.28 6.14 3.23 5.88 1.25 1.45 0.72 1.30

2 Pertambangan dan Penggalian -6.25 -4.53 -5.53 -5.94 -1.62 -1.21 -1.57 -1.70

3 Industri Pengolahan 5.51 2.99 3.84 5.30 1.39 0.74 0.92 1.30

4 Pengadaan Listrik, Gas 1.37 1.80 5.41 5.87 0.00 0.00 0.00 0.00

5 Pengadaan Air 4.75 -1.49 -1.35 0.62 0.00 0.00 0.00 0.00

6 Konstruksi 5.92 7.41 7.21 3.65 0.52 0.64 0.63 0.32

7 Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 6.37 6.87 7.34 5.83 0.62 0.66 0.74 0.56

8 Transportasi dan Pergudangan 4.33 3.47 4.26 2.81 0.04 0.03 0.04 0.02

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.40 4.55 4.26 5.30 0.02 0.02 0.02 0.03

10 Informasi dan Komunikasi 5.43 5.69 5.02 5.54 0.04 0.04 0.03 0.04

11 Jasa Keuangan -2.24 0.50 5.37 7.96 -0.02 0.00 0.05 0.07

12 Real Estate 3.32 3.07 4.82 3.65 0.03 0.03 0.04 0.03

13 Jasa Perusahaan 7.92 9.59 8.00 7.91 0.00 0.00 0.00 0.00

14 Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. 0.97 1.10 3.43 0.38 0.01 0.02 0.05 0.01

15 Jasa Pendidikan 3.75 4.65 5.41 4.91 0.02 0.02 0.03 0.03

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.82 5.54 5.14 4.73 0.01 0.01 0.01 0.01

17 Jasa lainnya 7.90 9.43 8.56 7.59 0.04 0.05 0.04 0.04

2.71 2.87 2.38 2.98 2.71 2.87 2.38 2.98

2017

Kontribusi Pertumbuhan (%

yoy)

2018 Komponen Sektoral

PDRB

2017

Growth (% yoy)

2018

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

25

Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada

pada kisaran 2,50-3,00% (yoy) dengan tendensi bias keatas sehingga diperkirakan

lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2017. Laju pertumbuhan

tertinggi dari sisi sektoral bersumber dari perbaikan kontraksi sektor pertambangan,

kenaikan pertumbuhan sektor konstruksi, dan sektor perdagangan. Membaiknya

kontraksi sektor pertambangan sejalan dengan upaya investasi yang dilakukan

perusahaan untuk menekan penurunan produksi yang lebih dalam. Selain itu,

meningkatkan kinerja sektor konstruksi didorong oleh meningkatnya aktifitas

investasi, serta meningkatnya sektor perdagangan sejalan dengan membaiknya

realisasi belanja pasca disahkannya RTRW Riau. Disisi lain, pertumbuhan yang lebih

tinggi tertahan oleh melambatnya sektor pertanian dan industri pengolahan. Secara

umum melambatnya sektor pertanian dilatarbelakangi oleh tidak diperbolehkannya

perusahaan untuk melakukan ekspansi dan penanaman kembali di lahan-lahan

perkebunan yang berada di area fungsi lindung ekosistem gambut sesuai dengan

Permen LHK No. P.17/2017. Kondisi tersebut turut mempengaruhi kinerja sektor

industri pengolahan disamping semakin melambatnya perkiraan harga komoditas

CPO sepanjang tahun 2018 dibandingkan tahun 2017, serta belum optimalnya

perbaikan ekspor CPO ke India dan Tiongkok pada semester II 2018 untuk

mengkompensasi penurunan ekspor CPO ke India, Eropa, dan AS.

3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan III 2018

tercatat tumbuh sebesar 5,88% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan II 2018 yang sebesar 3,23% (yoy). Peningkatan tersebut

utamanya bersumber dari meningkatnya produksi kelapa sawit. Hal tersbeut

dikonfirmasi oleh contact liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau yang

menyampaikan bahwa produksi kelapa sawit pada tahun 2018 lebih tinggi

dibandingkan tahun lalu. Selain itu, meningkatnya produksi kelapa sawit khususnya

juga didorong oleh semakin banyaknya tanaman replanting yang mulai memasuki

usia panen. Peningkatan tersebut juga terindikasi dari perkembangan kredit

perkebunan sawit dan karet.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

26

Grafik 1.24. Kredit Perkebunan Sawit

Sumber: LBU Bank Indonesia

Grafik 1.25. Kredit Perkebunan Karet

Sumber: LBU Bank Indonesia

Perkembangan indikator terkini mengindikasikan bahwa pada triwulan IV 2018

relatif melambat. Perlambatan tersebut diperkirakan terjadi sejalan dengan cuaca

yang kurang kondusif akibat curah hujan yang relatif tinggi dan berdampak terhadap

sulitnya melakukan proses panen TBS dan tingginya potensi gagal panen tanaman

hortikultura. Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan sektor pertanian

diperkirakan tidak setinggi capaian tahun 2017. Perlambatan tersebut juga

disebabkan tidak diperbolehkannya perusahaan untuk melakukan ekspansi dan

penanaman kembali di lahan perkebunan yang berada di area fungsi lindung

ekosistem gambut sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen)

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.17/2017 tentang Perubahan Atas

Permen LHK No. P.12/2015 tentang Pengembangan Hutan Tanaman Industri.

Permen tersebut mengatur tentang tanaman yang sudah ada dapat dipanen satu

daur dan tidak dapat ditanami kembali. Selain itu, perbaikan harga komoditas global

yang masih terbatas turut menjadi faktor yang menyebabkan melambatnya kinerja

sektor ini.

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kinerja sektor pertambangan dan penggalian Riau pada triwulan III 2018 tercatat

mengalami kontraksi lebih dalam dari -5,53% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi

sebesar -5,94% (yoy) pada triwulan laporan. Menurunnya kinerja sektor

pertambangan dan penggalian ini utamanya disebabkan oleh menurunnya realisasi

lifting minyak Riau dari 231,06 ribu barel per hari pada triwulan II 1018 menjadi

230,15 ribu barel per hari pada triwulan III 2018. Berdasarkan informasi dari contact

liaison, kondisi tersebut tidak terlepas dari natural declining yang merupakan

penurunan produksi secara alamiah karena tidak ada sumur baru dan tidak ada

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

% y

oy

Rp

Mil

iar

Kredit Perkebunan Sawit Growth (% yoy)

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

400

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

% y

oy

Rp

Mil

iar

Kredit Perkebunan Karet Growth (% yoy)

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

27

penemuan sumur baru serta hanya melakukan perbaikan/maintenance terhadap

sumur-sumur yang ada. Oleh sebab itu, rendahnya hasil lifting migas, belum

optimalnya perbaikan harga minyak dunia, dan mahalnya teknologi yang dibutuhkan

untuk meningkatkan lifting mengakibatkan perusahaan saat ini lebih memilih untuk

mempertahankan sumur-sumur yang produktif dan menutup sumur yang tidak

produktif untuk menahan laju penurunan produksi yang dalam 5 tahun terakhir

turun 5-10% (yoy). Selain itu, perbaikan harga minyak dunia yang belum optimal

belum mampu memberikan insentif bagi produsen minyak bumi sehingga

perusahaan lebih selektif dalam melakukan investasi skala besar yang jangka waktu

depresiasinya lebih dari 5 tahun.

Turunnya ekspor batubara juga turut menjadi faktor yang menyebabkan

menurunnya pertumbuhan sektor pertambangan (Grafik 1.26). Pada triwulan III

2018, volume ekspor batubara tercatat sebanyak 361,21 ribu ton, menurun 50,57%

(yoy) jika dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai 730,75 ribu

ton. Menurunnya ekspor tersebut disebabkan oleh faktor cuaca yang kurang

kondusif dan menurunnya permintaan Tiongkok akibat kebijakan proteksi terhadap

komoditas batubara impor sebagai dampak dari kebijakan AS yang mengenakan bea

masuk impor terhadap baja asal Tiongkok. Menurunnya kinerja sektor pertambangan

tersebut juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan III 2018 (Grafik 1.27).

Grafik 1.26. Perkembangan Volume

Ekspor Batubara Riau

Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah

Grafik 1.27. Perkembangan Kegiatan

Usaha Sektor Pertambangan

Sumber: SKDU Bank Indonesia

Ke depan, kinerja lifting minyak bumi di Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan

terkontraksi lebih dalam seiring dengan menurunnya produktivitas sumur minyak

yang sudah tua (natural declining) di tengah belum adanya kepastian investasi besar-

-500

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

0

100

200

300

400

500

600

700

800

I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIII

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%y

oy

rib

u t

on

Volume growth

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

SBT

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

28

besaran untuk pengembangan metode water and steam injection dikarenakan

kontrak yang dialihkan kepada perusahaan BUMN dan harga minyak dunia yang

masih belum menguntungkan untuk investasi dimaksud. Kondisi ini juga

menyebabkan pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian secara

keseluruhan tahun 2018 masih terkontraksi.

3.3. Sektor Industri Pengolahan

Pada triwulan III 2018 kinerja sektor industri pengolahan tercatat meningkat dari

3,84% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 5,30% (yoy) pada triwulan laporan.

Meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan utamanya terkonfirmasi dari

hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan II 2018.

Contact menyatakan ditengah perbaikan harga komoditas yang relatif terbatas

(Grafik 1.28), produksi perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan sehingga

turut mendorong peningkatan produksi industri pengolahan sawit. Peningkatan

produksi TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit didorong oleh kondisi cuaca yang

cukup baik selama tahun 2018 dan pemeliharaan kebun yang teratur mulai dari

pemupukan secara teratur, penyiangan gulma serta pengendalian/pemberantasan

hama. Selain itu juga kebijakan pemerintah atas perluasan penggunaan bahan bakar

biodiesel atau B20 ke non-PSO (Public Service Obligation) ikut memiliki andil dalam

meningkatkan penjualan produk olahan kelapa sawit.

Grafik 1.28. Perkembangan Harga TBS

Sumber: Dinas Tanaman Pangan Riau dan Bloomberg

Grafik 1.29. Perkembangan Harga Karet

Sumber : Bloomberg, diolah

Perkembangan indikator terkini mengindikasikan peningkatan kinerja sektor industri

pengolahan pada triwulan IV 2018. Ditengah berbagai hambatan tarif dan non tarif

seperti: (i) masih kuatnya black campaign atas produk-produk berbasis CPO dan

rencana penggunaan biodiesel non-sawit pada 2020 di Uni Eropa, (ii) dinaikkannya

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,000

1,100

1,200

1,300

1,400

1,500

1,600

1,700

1,800

1,900

2,000

I II II IV

I II II IV

I II II IV

I II II IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

Okt

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

TBS

CPO

Rp/Kg $/MT

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

22,000

24,000

26,000

28,000

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

Okt

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Bokar Karet Dunia

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

29

Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk biodiesel dari Indonesia oleh AS menjadi

127% 341% sejak Februari 2018, dan (iii) naiknya pajak impor CPO India dari 30%

menjadi 44%, serta pajak RFO (Refined Palm Oil) dari 40% menjadi 54% per Maret

2018, terdapat beberapa faktor yang berpotensi mendorong kinerja industri

pengolahan, antara lain: (i) terdapat peluang ekspor CPO ke Tiongkok seiring dengan

terganggunya suplai minyak kedelai AS ke Tiongkok akbat perang dagang, dan (ii)

harga CPO kembali kompetitif seiring dengan kebijakan India menaikkan tarif impor

minyak kedelai, bunga matahari, dan kanola menjadi 45% sejak Juni tahun 2018.

Namun demikian, semakin melambatnya perkiraan harga komoditas CPO sepanjang

2018 dibanding 2017 serta belum cukupnya perbaikan ekspor CPO ke India dan

Tiongkok pada Semester II-2018 untuk mengkompensasi penurunan ekspor CPO ke

India, Eropa, dan AS sehingga pertumbuhan sektor Industri Pengolahan untuk

keseluruhan tahun 2018 diperkirakan tidak setinggi tahun 2017.

3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor

Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor

tercatat melambat dari 7,34% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 5,83% (yoy) pada

triwulan III 2018. Melambatnya pertumbuhan sektor ini dipengaruhi oleh moderasi

konsumsi masyarakat pasca Idul Fitri, tahun ajaran baru dan tahun akademik baru

perguruan tinggi. Selain itu, depresiasi rupiah juga turut menahan gairah sektor ini

terutama untuk produk impor. Melambatnya kinerja sektor perdagangan juga

terindikasi dari impor barang konsumsi (Grafik 1.30) dan kredit perdagangan (Grafik

1.31). Pada triwulan III 2018, impor barang konsumsi tercatat kontraksi 21,06%

(yoy), menurun dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 34,65% (yoy).

Sementara itu, penyaluran kredit perdagangan pada triwulan III 2018 tercatat

tumbuh sebesar 1,18% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018 yang tumbuh

sebesar 3,64% (yoy).

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

30

Grafik 1.30. Impor Barang Konsumsi

Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah

Grafik 1.31 Kredit Perdagangan

Sumber: LBU Bank Indonesia

Kinerja sektor perdagangan pada triwulan IV 2018 diperkirakan lebih tinggi

dibandingkan triwulan III 2018. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh momentum libur

Natal dan akhir tahun yang diperkirakan mendorong konsumsi masyarakat. Kondisi

tersebut juga turut mendorong pertumbuhan sektor perdagangan yang secara

keseluruhan tahun 2018 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 seiring

dengan perkiraan peningkatan konsumsi pemerintah, swasta, dan investasi yang

berpotensi mendorong kenaikan sektor ini. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (Grafik 1.32), serta indeks

perkiraan harga 6 dan 12 bulan mendatang (Grafik 1.33) yang masing-masing

menunjukkan peningkatan dan berada pada level optimis.

Grafik.1.32. SBT Perkiraan Kinerja

Sektor Perdagangan

Grafik.1.33. Indeks Perkiraan Harga

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

-

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

% yoyRibu Ton Barang Konsumsi growth

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

% y

oy

Rp

Mil

iar

Kredit Perdagangan Growth (% yoy)

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

SBT

140

145

150

155

160

165

170

175

180

185

190

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt

2014 2015 2016 2017 2018

Perkiraan Harga 3 Bulan Mendatang

Perkiraan Harga 6 Bulan Mendatang

Perkiraan Harga 12 Bulan Mendatang

Sumber: SKDU Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

31

3.5. Sektor Konstruksi

Kinerja sektor konstruksi pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 3,65% (yoy),

melambat jika dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 7,21% (yoy).

Melambatnya kinerja konstruksi sejalan dengan realisasi pengadaan semen yg hanya

tumbuh 0,53%. Selain itu, perlambatan juga dapat dipengaruhi oleh defisit

anggaran APBD Riau sehingga banyak proyek OPD yg tidak terlaksana, serta adanya

tunda bayar proyek infrastruktur berjalan. Kondisi tersebut sejalan dengan hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

(Grafik 1.34).

Grafik.1.34. SBT Kinerja

Sektor Konstruksi

Grafik.1.35. LS Perkiraan Investasi Riau

Memasuki triwulan IV 2018, sektor konstruksi diperkirakan tumbuh meningkat

dikarenakan upaya percepatan belanja infrastruktur pemerintah untuk memenuhi

realisasi anggaran. Telah disahkannya RTRW Riau juga mendorong meningkatnya

pertumbuhan sektor ini. Secara keseluruhan tahun 2018, kinerja sektor konstruksi

diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2017 seiring dengan

percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur Pemerintah, baik Proyek

Strategis Nasional (PSN) maupun proyek strategis provinsi. Selain itu, telah

disahkannya RTRW Riau juga menjadi pendorong meningkatnya sektor ini. Masih

tumbuh positifnya kinerja sektor ini dapat menimbulkan optimisme bagi pelaku

usaha terhadap membaiknya kondisi perekonomian ke depan. Optimisme tersebut

juga terindikasi dari perkiraan investasi contact liaison (Grafik 1.35).

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

SBT

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

Investasi

Perkiraan Investasi

Sumber: SKDU Bank Indonesia Sumber: Liaison Bank Indonesia

Riau sebagai salah satu Provinsi di Pulau Sumatera memiliki potensi cukup besar

untuk dikembangkan sebagai penopang ekonomi nasional. Sampai dengan tahun

2017, Provinsi Riau berkontribusi sebesar 5,10% terhadap perekonomian

nasional, dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar ke-5 di

Indonesia atau PDRB terbesar di Pulau Sumatera. Selain itu, dalam 5 tahun terakhir

provinsi Riau selalu mengalami surplus transaksi berjalan yang tercermin dari

pendapatan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan pengeluaran impor. Hal ini

menunjukkan bahwa perekonomian Provinsi Riau juga berpotensi untuk

menunjang neraca perdagangan nasional dan transaksi berjalan yang positif.

Meskipun memberi kontribusi terbesar ke-5 terhadap perekonomian nasional,

pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau selama sepuluh tahun terakhir cenderung

mengalami penurunan. Pada tahun 2008-2012 rata-rata pertumbuhan ekonomi

Provinsi Riau masih tercatat sebesar 4,25% (yoy), namun sejak tahun 2013-2017

rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau hanya tercatat sebesar 2,07%(yoy).

Kondisi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan

ekonomi Sumatera maupun Nasional. Pertumbuhan perekonomian Riau yang

cenderung rendah tersebut akan menghambat perekonomian nasional menuju

kelompok upper middle income. Oleh sebab itu, Provinsi Riau membutuhkan

peningkatan signifikan pada kapabilitas industri, kapasitas inovasi, kualitas barang

dan keahlian tenaga kerja agar dapat memproduksi barang ekspor berteknologi

tinggi sesuai dengan keunggulan yang dimiliki dan karakteristik Riau.

Jika dilihat dari kinerja neraca perdagangan luar negeri Provinsi Riau hingga saat

ini perdagangan luar negeri Provinsi Riau mencatat kondisi surplus. Rata-rata

selama lima tahun terakhir 2013-2017, surplus perdagangan Provinsi Riau tercatat

mencapai US$14,25 miliar dengan nilai ekspor rata-rata sebesar US$15,81 miliar

dan impor sebesar US$1,56 miliar. Dilihat dari sisi ekspor-impor, Provinsi Riau

sangat berorientasi pada ekspor terutama untuk hasil-hasil sumber daya alam yang

dimiliki baik migas maupun non migas. Berdasarkan komposisinya ekspor Provinsi

Riau selama 10 tahun terakhir di dominasi oleh ekspor Non Migas sebesar 85%,

Boks

Growth Strategy Provinsi Riau

sedangkan pangsa ekspor migas pada tahun 2017 hanya 15% mengalami

penurunan dibandingkan tahun 2006 yang sebesar 51% dari total ekspor. Adapun

secara komposisi, komoditas penyumbang ekspor non migas utama Provinsi Riau

adalah minyak dan lemak nabati sebesar 73,15% (67,35% CPO dan olahannya),

Barang Manufaktur sebesar 10,85% (10,77% Kertas dan Olahannnya) dan Barang

Mentah 10,06% (Pulp and Waste Paper 9,84%) (Tabel B1.1).

Tabel B1.1. Komposisi Ekspor Utama Non Migas Provinsi Riau

Sumber : Bea Cukai, diolah

Berdasarkan pemetaan menggunakan indikator Intensive (IM) dan Extensive

Margin (EM) (Grafik B1.1) terhadap produk ekspor Provinsi Riau diperoleh bahwa

komoditas seperti CPO, Paper, Tisu, Kimia Organik dan Minuman non alkohol

berada dalam kategori unggul (Big Fish in Big Pond). Sedangkan beberapa produk

turunan CPO, Pulp dan Waste Paper, Veneers dan Plywood serta Wood Charcoal

turunan CPO dan Paper Provinsi Riau memiliki daya saing tinggi sehingga upaya

untuk semakin melakukan diversifikasi atau upgrading produk sangat penting.

tersebut terhadap total ekspor non migas Provinsi Riau yang mencapai 73,15%

untuk CPO dan 10,77% untuk produk kertas. Sejalan dengan analisis IM & EM,

berdasarkan analisis Reveal Competitive Advantage (RCA) (Grafik B1.2) diperoleh

bahwa produk ekspor Provinsi Riau yang memiliki keunggulan komparatif tertinggi

dicerminkan oleh RCA> 1 dibanding negara lainnya adalah produk-produk yang

berasal dari komoditas CPO, Pulp and Paper serta bahan kimia yang umumnya

berupa glycerol dan palmitic acid. Produk ekspor Provinsi Riau yang bersifat bahan

mentah atau belum terlalu diolah memiliki keunggulan komparatif yang jauh lebih

tinggi di pasar dunia dibandingkan produk-produk olahan dari komoditas

tersebut. Hal ini mencerminkan jumlah dan daya saing produk olahan Provinsi Riau

masih terbatas dan perlu untuk dikembangkan.

Grafik B1.1

Mapping Analisis IM & EM

Komoditas Ekspor Provinsi Riau

Sumber : Bea Cukai & World Bank, diolah

Grafik B1.2

Mapping Posisi Komparatif Komoditas

Ekspor Provinsi Riau

Sumber : Bea Cukai & World Bank, diolah

Analisis komoditas-komoditas unggulan yang dapat memperbaiki kinerja ekspor

Provinsi Riau tersebut dapat semakin diperkuat dengan analisis Product Space.

Analisis product space dapat menjabarkan posisi keunggulan komparatif suatu

wilayah, keterkaitan antar produk dan mengindikasikan kemungkinan keunggulan

saat ini dapat menopang pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Berdasarkan

analisa Product Space, dapat diidentifikasi bahwa menurut sebarannya, mayoritas

komoditas ekspor Riau yang memiliki keunggulan komparatif seperti CPO dan

Produk Turunan CPO, Pulp & Paper serta bahan kimia mulai bergerak dari bagian

peripheral menuju core dan masuk kategori produk bernilai tambah tinggi (Grafik

B1.3).

Grafik B1.3 Mapping Product Space Komoditas Ekspor Provinsi Riau

Sumber : Bea Cukai & World Bank, diolah

Pengembangan pada komoditas ekspor unggulan tersebut dapat menjadi pijakan

dalam mengembangkan komoditas yang lebih bernilai tambah tinggi dalam satu

pohon industri yang memiliki kemiripan dengan industri yang sama. Oleh sebab

itu dukungan pemerintah sangat diperlukan terutama melalui kemudahan

investasi dan peraturan baik pusat maupun daerah yang dapat menjamin

keberlanjutan indsutri sehingga para investor berkenan untuk masuk dan semakin

mengembangkan komoditas-komoditas bernilai tambah tinggi.

Namun untuk mengembangkan komoditas-komoditas unggulan Provinsi Riau

tersebut masih banyak kendala kritikal yang dirasakan di lapangan. Berdasarkan

hasil desk-study dan FGD dengan asosiasi, pengusaha, dan pemerintah daerah

Provinsi Riau, dapat disimpulkan bahwa daya saing di subsektor industri

pengolahan makanan dan minuman, industri pengolahan kertas dan barang dari

dari kertas serta subsektor perkebunan khususnya kelapa sawit masih menghadapi

hambatan untuk akses pasar, promosi perdagangan serta faktor input di sisi

penawaran yang terkait dengan ketersediaan tenaga kerja yang ahli, dukungan

teknologi dan inovasi yang masih rendah serta masih rendahnya jumlah produk

turunan yang bisa dihasilkan oleh industri di Riau sbb:

Gambar B1.1 Kendala Kritikal (Trade Competitiveness Diagnostic) Kelapa Sawit

dan Turunannya di Provinsi Riau

Gambar B1.2 Kendala Kritikal (Trade Competitiveness Diagnostic) Komoditas

Kertas dan Barang dari Kertas di Provinsi Riau

Berdasarkan hasil analisis tersebut diatas diketahui bahwa masih terdapat banyak

hambatan yang ditemui untuk pengembangan subsektor ekonomi unggulan yang

dapat menopang perekonomian Provinsi Riau baik dari sisi akses pasar,

infrastruktur pendukung promosi perdagangan dan sisi penawaran berupa faktor

input. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya terutama yang mampu dilakukan

oleh pemerintah daerah Provinsi Riau untuk mengatasi hambatan tersebut.

Adapun faktor-faktor kritikal yang dapat menjadi wewenang pemerintah daerah

berada pada faktor input yaitu upaya untuk meningkatkan produktivitas tenaga

kerja, investasi dan produktivitas industri. Simulasi mengatasi hambatan pada

produktivitas tenaga kerja, peningkatan modal dan technological change (total

factor productivity) pada ketiga subsektor ekonomi unggulan di Provinsi Riau

berpengaruh cukup tinggi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi

Riau hingga 1,47% (yoy) dimana subsektor industri makanan dan minuman

olahan memberi dampak hingga 0,89% (yoy) terbesar dibandingkan dua

subsektor lainnya. Selain berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi,

peningkatan ekspor juga menunjukkan kenaikan pertumbuhan yang relatif tinggi

yaitu mencapai 2,95% (yoy) yang didorong oleh ekspor produk industri makanan

dan minuman olahan serta perkebunan yang utamanya berbasis kelapa sawit. Hal

ini terjadi akibat tingginya keterkaitan ke depan maupun ke belakang antara sub

sektor makanan dan minuman olahan di Provinsi Riau terhadap subsektor industri

perkebunan. Peningkatan ekspor juga diiringi dengan kenaikan impor sebesar

1,74% (yoy) didorong oleh impor bahan baku industri makanan dan minuman

olahan serta industri pengolahan kertas. Khusus subsektor industri pengolahan

kertas dan barang dari kertas peningkatan ketiga faktor produksi selain akan

meningkatkan ekspor juga akan meningkatkan impor yang hampir sama besar.

Fenomena ini disebabkan karena adanya hambatan ketersediaan bahan baku

kertas dan barang dari kertas di Provinsi Riau masih belum mencukupi dan

memang masih harus didatangkan dari impor. Dilihat dari sisi tenaga kerja,

pertambahan peningkatan penyerapan tenaga kerja secara agregat mencapai

0,49% (yoy) atau mampu menyerap 22.706 tenaga kerja dengan pangsa tertinggi

disumbang oleh subsektor perkebunan yang mencapai 0,28% (yoy) diikuti oleh

subsektor industri makanan dan minuman olahan sebesar 0,11% (yoy) dan

industri pengolahan kertas dan barang dari kertas sebesar 0,10% (yoy).

Tabel B1.2. Hasil Simulasi Perbaikan Kinerja A,K,L pada ketiga subsektor

ekonomi unggulan di Provinsi Riau

No Subsektor Ekonomi

Dampak Makroekonomi

PDRB EKSPOR IMPOR TENAGA

KERJA

1 Perkebunan 0,34 0,91 0,39 0,28

2 Makanan & Minuman 0,89 1,35 0,72 0,11

3 Kertas & Barang dari Kertas 0,24 0,69 0,63 0,10

TOTAL DAMPAK 1,47 2,95 1,74 0,49

Untuk menghadapi sejumlah hambatan yang dihadapi oleh pelaku usaha di ketiga

sektor utama Provinsi Riau tersebut, diperlukan upaya agar keinginan untuk

mendorong pengembangan ketiga sektor utama tersebut diatas selaras dengan

kebijakan yang diambil pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, seperti

terkait dengan tata kelola lahan gambut yang menjadi hambatan yang

mengancam ketersediaan bahan baku di sektor utama, percepatan

pengembangan kawasan industri, pengembangan pelabuhan strategis daerah,

mempertimbangan target pasar produk turunan sawit, alokasi dana untuk

pengembangan sawit ke depan, ketersediaan tenaga kerja berkualitas, serta

bentuk implementasi regulasi yang mendukung lainnya. Adapun fokus utama

pendalaman upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam pengembangan

ketiga sektor utama Provinsi Riau dimaksud maka strategi pemerintah harus

diperbaharui dan diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah.

Beberapa hal yang harus dibenahi utamanya di bidang infrastruktur yang menjadi

hambatan utama di sektor utama yaitu percepatan pengembangan kawasan

industri untuk mendorong hilirisasi, dan mengembangkan Pelabuhan Dumai yang

selama ini sebagai pelabuhan curah. Dengan mendorong Pelabuhan Dumai

menjadi pelabuhan modern yang berkapasitas besar dan memiliki Pusat Logistik

Berikat (PLB) maka hal ini membuka peluang besar bagi Riau dalam perdagangan

internasional. Kondisi ini juga relevan dengan kebijakan memfokuskan

pengembangan pelabuhan pada titik-titik potensial jalur perdagangan yaitu di

sepanjang Selat Malaka dan Bitung yang pada tahun 2030 direncanakan mencapai

20 juta TEUs. Pemerintah daerah diharapkan dapat mendukung perkembangan

industri melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif melalui kemudahan

perijinan serta dukungan infrastruktur dan aturan daerah yang tidak memberatkan

investor. Pemerintah daerah juga hendaknya lebih kreatif dalam meningkatkan

pendapatan daerah dengan tidak hanya menjadikan pajak sebagai sumber

pendapatan utama sehingga industri dapat didorong untuk lebih kompetitif.

Berdasarkan hasil growth strategy juga diperoleh bahwa peningkatan

produktivitas tenaga kerja sebagai akibat penambahan lama sekolah diyakini

dapat membantu percepatan pertumbuhan ekonomi, oleh sebab itu target 12

tahun wajib belajar perlu diterapkan secara merata di seluruh daerah Provinsi Riau.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

32

1. KONDISI UMUM

Inflasi Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi utamanya

dipengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok (i) Bahan Makanan; (ii)

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Sandang; (iv) Kesehatan; (v)

Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga; (vi) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.

Namun demikian, menurunnya tekanan inflasi Provinsi Riau yang lebih rendah

tertahan oleh meningkatnya inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar. Secara spasial, inflasi Riau tertinggi terjadi di Pekanbaru, diikuti oleh

Tembilahan, dan Dumai.

ASESMEN

INFLASI DAERAH

Bab 2

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

33

2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU

Inflasi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 2,45% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2017 dan triwulan II 2018 yang masing-masing sebesar

5,07% dan 3,32% (yoy). Kondisi tersebut searah dengan tingkat inflasi Nasional dan

Sumatera yang masing-masing menunjukkan penurunan dari 3,12% dan 3,38%

(yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 2,88% dan 2,52% (yoy) pada triwulan III 2018.

Di wilayah Sumatera, inflasi Riau masih tergolong lebih rendah dibandingkan

provinsi-provinsi lain di Sumatera sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw III 2018

Sumber : BPS, diolah

Berdasarkan kota yang disurvei, inflasi tertinggi terjadi di Pekanbaru dengan tingkat

inflasi sebesar 2,62% (yoy), diikuti oleh Tembilahan dan Dumai yang masing-masing

sebesar 2,27% dan 1,66% (yoy). Tekanan inflasi di ketiga kota perhitungan inflasi

Riau tersebut menunjukkan penurunan. Inflasi Pekanbaru pada triwulan III 2018

tercatat sebesar 3,35%, diikuti Tembilahan dan Dumai masing-masing sebesar

4,40% dan 2,27% (yoy) sebagaimana grafik dibawah ini:

6.83

3.07

3.72

2.88

6.79

4.28

3.63

2.52

5.70

3.27

5.08

2.46

-

2.00

4.00

6.00

8.00

TW III TW III TW III TW III

2015 2016 2017 2018

% (yoy)

Nasional Sumatera RiauAceh

Sumut

Riau

Sumbar

Jambi

Kepri

Sumsel

BabelBengkulu

Lampung

3,94%

3,32%

3,36%

3,17%

4,06%

4,23%

2,93%

2,55%3,77%

2,80%

Sumatera 3,38%

Nasional 3,12%

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

34

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Nasional,

Sumatera, Riau, (yoy)

Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di

Riau, (yoy)

Sumber: BPS, diolah

Inflasi Bahan Makanan pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 2,00% (yoy), lebih

rendah dibandingkan triwulan lalu yang mencapai 4,45% (yoy). Menurunnya

tekanan inflasi kelompok Bahan Makanan tersebut disebabkan oleh koreksi harga

daging sapi, bawang merah, dan kentang. Koreksi harga komoditas daging sapi dan

kentang secara umum dipengaruhi oleh surplus pasokan. Sementara itu,

menurunnya harga bawang merah didorong oleh panen raya sehingga pasokan

cukup memadai terutama dari Jawa dan Sumbar. Disisi lain, tekanan inflasi bahan

makanan yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga beras, daging ayam ras,

dan telur ayam ras yang memberikan andil tertinggi terhadap inflasi bahan makanan.

Meningkatnya harga beras dipicu oleh berkurangnya intensitas panen. Sedangkan

kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras disebabkan oleh meningkatnya

harga pakan ternak seiring dengan depresiasi rupiah yang menyebabkan kenaikan

harga jagung global.

Selanjutnya, tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau tercatat menurun dari 4,83% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,10%

(yoy) pada triwulan III 2018. Menurunnya tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi,

Minuman, Rokok, dan Tembakau disebabkan oleh menurunnya harga gula pasir,

kopi bubuk, dan coklat batang. Secara umum, koreksi harga ketiga komoditas

tersebut dipengaruhi oleh melimpahnya persediaan dan berkurangnya permintaan

terhadap makanan atau minuman ringan pasca liburan sekolah. Sedangkan, tekanan

inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga rokok kretek filter, rokok

kretek, dan ketupat/lontong sayur. Meningkatnya harga rokok sejalan dengan

kenaikan cukai rokok secara bertahap sebesar 10,04% pada tahun 2018. Adapun

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2015 2016 2017 2018

% (yoy)Nasional Riau Sumatera

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2015 2016 2017 2018

% (yoy)Pekanbaru Dumai Tembilahan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

35

kenaikan harga ketupat/lontong sayur turut dipengaruhi oleh kenaikan harga beras

yang menjadi komponen bahan baku utama.

Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok Sandang tercatat sebesar 3,38% (yoy),

menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 3,44% (yoy). Menurunnya

tekanan inflasi kelompok sandang dipengaruhi oleh menurunnya harga

kerudung/jilbab, pakaian bayi, dan celana panjang jeans akibat moderasi permintaan

pasca momentum Ramadhan dan Idul Fitri. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih

rendah tertahan oleh kenaikan harga kemeja panjang katun, emas perhiasan, dan

blus. Meningkatnya harga komoditas tersebut turut dipicu oleh melemahnya nilai

tukar rupiah sehingga turut mempengaruhi harga barang impor, termasuk harga

emas perhiasan yang mengacu pada harga emas global.

Kelompok Kesehatan pada triwulan III 2018 tercatat mengalami inflasi sebesar

4,12% (yoy), menurun dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,36% (yoy).

Penurunan tersebut utamanya bersumber dari menurunnya harga komoditas

pembersih/penyegar dan sabun mandi sejalan dengan normalisasi permintaan

masyarakat. Adapun komoditas yang mengalami kenaikan harga utamanya adalah

obat dengan resep. Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh naiknya harga impor

obat-obatan non generik ditengah terdepresiasinya nilai tukar Rupiah.

Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

mengalami penurunan tekanan inflasi yang disebabkan oleh koreksi harga televisi

berwarna dan sepeda anak. Secara umum, menurunnya harga kedua komoditas

tersebut sejalan dengan meningkatnya promosi penjualan ditengah moderasi

permintaan dan ketatnya persaingan pasar. Namun demikian, laju inflasi yang lebih

rendah tertahan oleh kenaikan biaya sekolah Taman Kanak-kanak, rekreasi, dan

buku tulis. Kenaikan harga-harga tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya

permintaan pada tahun ajaran baru yang juga bersamaan dengan periode liburan

sehingga turut mendorong kenaikan biaya rekreasi.

Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Transpor, Komunikasi, dan

Jasa Keuangan. Kelompok dimaksud pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 1,31%

(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,03% (yoy). Penurunan

tekanan inflasi tersebut disebabkan oleh menurunnya tarif kendaraan travel seiring

dengan moderasi permintaan dan meningkatnya persaingan angkutan transportasi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

36

darat. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan biaya

perpanjangan STNK dan tarif angkutan udara. Meningkatnya biaya perpanjangan

STNK sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan

Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menggantikan ketentuan

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 yang sudah mulai berlaku sejak 6

Januari 2017. Sementara itu, meningkatnya tarif angkutan udara didorong oleh

meningkatnya permintaan pada momentum Idul Adha.

Kelompok Perumahan merupakan satu-satunya kelompok yang mengalami kenaikan

tekanan inflasi di Provinsi Riau. Pada triwulan III 2018, kelompok perumahan

mengalami inflasi 2,10% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan II 2018 yang

sebesar 1,65% (yoy). Komoditas sewa rumah, upah pembantu RT, dan bahan bakar

rumah tangga menjadi faktor pendorong kenaikan inflasi kelompok ini.

Meningkatnya harga sewa rumah didorong oleh meningkatnya permintaan pada

tahun akademik baru di perguruan tinggi. Selain itu, meningkatnya upah pembantu

RT turut dipengaruhi oleh momentum Idul Adha sehingga permintaan terhadap jasa

pembantu RT meningkat. Demikian juga dengan lonjakan permintaan terhadap

bahan bakar rumah tangga sehingga mendorong kenaikan harga komoditas

tersebut. Namun demikian, tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh koreksi

harga mesin cuci, sprey, dan kipas angin seiring dengan moderasi permintaan

terhadap barang-barang tersebut.

Grafik 2.3. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa

Tw I dan II 2018 di Riau (yoy)

Sumber: BPS, diolah

Bahan Makanan

(0.8)Makanan Jadi (0.02)

Perumahan (0.01)

Sandang (0.00)

Kesehatan (0.01)

Pendidikan Rekreasi Transport

Komunikasi (0.02)Bahan Makanan

(0.38)

Makanan Jadi (0.01)

Perumahan (0.01)

Sandang (0.01)

Kesehatan(0.01)

Pendidikan Rekreasi

(0.01)

Transport

Komunikasi (0.01)

0

1

2

3

4

5

6

0.0 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3 0.3

% (yoy)

Bobot

Kontribusi Tw II 2018 (yoy) Kontribusi Tw III 2018 (yoy)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

37

Secara triwulanan, inflasi Riau tercatat sebesar 0,11% (qtq) di triwulan III 2018,

mengalami penurunan dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 0,32% (qtq),

serta lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis tingkat inflasi dalam kurun

3 (tiga) waktu terakhir yang sebesar 1,22% (qtq).

Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau dan Nasional Triwulanan (qtq)

Sumber: BPS, diolah

Sumber: BPS, diolah

Menurunnya tekanan inflasi Riau secara triwulanan utamanya masih didorong oleh

menurunnya tekanan inflasi kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau; (ii) Sandang; (iii) Kesehatan; dan (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan. Adapun beberapa komoditas yang mendorong rendahnya tekanan inflasi

Riau pada triwulan laporan antara lain daging ayam ras, bawang merah, tarif

angkutan udara, petai, telur ayam ras, ketimun, buncis, air kemasan, ikan serai, dan

ikan mujair. Disisi lain, menurunnya tekanan inflasi Provinsi Riau yang lebih rendah

tertahan oleh meningkatnya inflasi kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Perumahan, Air,

Listrik, Gas dan Bahan Bakar; dan (iii) Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga. Komoditas

cabai merah, bahan bakar rumah tangga, sewa rumah, kentang, ketupat/lontong

sayur, tauge/kecambah, emas perhiasan, rokok kretek filter, apel, dan udang basah

menjadi komoditas yang menahan tekanan inflasi Riau yang lebih rendah.

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

% (qtq)Nasional Riau Sumatera

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

% (qtq) Pekanbaru Dumai Tembilahan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

38

Grafik 2.5 Historis Inflasi selama Tw III 2018 di Riau, (qtq)

Sumber: BPS, diolah

Inflasi Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan berada pada kisaran 2,50 ± 0,5%

(yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan laporan yang sebesar 2,45% (yoy).

Perkiraan meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan IV 2018 sejalan dengan

adanya momentum liburan sekolah, libur akhir tahun, momentum HBKN Natal dan

tahun baru, serta semakin tingginya intensitas musim hujan. Adanya momen-momen

tersebut diperkirakan dapat mendorong permintaan masyarakat Riau terutama pada

kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang, pendidikan dan rekreasi, serta

transportasi dan komunikasi. Pada momen-momen tersebut juga banyak retailer

yang menyiapkan promo/diskon besar-besaran akhir tahun yang menjadi insentif

masyarakat untuk belanja lebih banyak dari biasanya. Adapun semakin tingginya

intensitas hujan pada triwulan akhir 2018 ini berpotensi menyebabkan gangguan

produksi maupun pasokan bahan makanan. Meningkatnya tekanan inflasi pada

triwulan IV juga tercermin dari kenaikan inflasi bulanan Oktober 2018 dibandingkan

bulan Juli, Agustus, dan September 2018. Kewaspadaan perlu senantiasa dilakukan

mengingat terdapat indikasi kenaikan inflasi pada bulan November 2018 yang

terpantau dari hasil SPH Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada minggu

kelima Oktober 2018. Berdasarkan survei tersebut, terdapat beberapa komoditas

yang menunjukkan kenaikan harga, antara lain: beras, daging ayam ras, cabai merah,

bawang putih, tomat sayur, tomat buah, wortel, kacang panjang, kangkung, bayam,

tempe, ikan kembung, dan ikan mas. Akan tetapi, terdapat pula beberapa komoditas

lainnya yang menunjukkan penurunan harga, antara lain minyak goreng curah, telur

ayam ras, cabai rawit, bawang merah, ikan tongkol, udang basah, dan gula pasir.

0.82

1.221.22

1.33

0.83 0.76

0.04 0.11

-0.10

0.37

-0.70

-1.05-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Nasional Riau Sumatera Pekanbaru Dumai Tembilahan

Historis 2015-2017 TW III 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

39

Secara keseluruhan tahun 2018, inflasi Riau diperkirakan berkisar antara 2,0%-3,0%

(yoy) dengan tendensi ke arah bawah, namun berada dalam sasaran inflasi nasional

3,5 ± 1% (yoy). Tekanan inflasi bahan makanan masih perlu diwaspadai akibat

adanya kemungkinan fenomena La Nina meskipun menunjukkan intensitas

melemah. Kondisi tersebut sejalan dengan peta prakiraan curah hujan di wilayah

Provinsi Riau pada bulan November 2018. Secara umum, peta prakiraan curah hujan

menunjukkan bahwa sebagian kecil Kabupaten Siak bagian timur dan selatan,

sebagian kecil kabupaten Rokan Hulu bagian selatan, sebagian kecil kabupaten

Kampar bagian timur, sebagian kecil kabupaten Pelalawan bagian utara dan seluruh

bagian selatan, sebagian besar Kabupaten Indragiri Hulu bagian tengah dan utara,

dan sebagian kecil Kabupaten Indragiri Hilir bagian timur mengalami curah hujan

tinggi yang berpotensi mengganggu produksi dan pasokan kelompok Bahan

Makanan. Koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah dan pihak terkait

lainnya akan terus dilakukan dan akan difokuskan pada upaya untuk meningkatkan

produksi lokal, menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi bahan

kebutuhan pokok dengan melakukan koordinasi dengan seluruh distributor besar

dan stakeholder terkait lainnya, serta pengelolaan ekspektasi masyarakat.

2.1. Inflasi Kota

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru

Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 2,62% (yoy) pada triwulan III 2018, lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,35% (yoy). Menurunnya

tekanan inflasi di Kota Pekanbaru bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii)

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Sandang; (iv) Kesehatan; (v)

Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga; (vi) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.

Tekanan inflasi Kota Pekanbaru yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya inflasi

kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar.

Kelompok Bahan Makanan pada triwulan III 2018 tercatat inflasi 2,47% (yoy), lebih

rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 4,18% (yoy). Menurunnya

tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh turunnya harga daging sapi, kentang,

dan bawang merah. Surplus pasokan ditengah moderasi permintaan terhadap

daging sapi dan kentang menjadi faktor yang menyebabkan turunnya harga kedua

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

40

komoditas tersebut. Sementara itu, menurunnya harga bawang merah didorong oleh

panen raya sehingga pasokan cukup memadai terutama dari Jawa dan Sumbar.

Namun demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga

daging ayam ras, beras, dan telur ayam ras. Meningkatnya harga beras dipicu oleh

berkurangnya intensitas panen. Sedangkan kenaikan harga daging ayam ras dan

telur ayam ras disebabkan oleh meningkatnya harga pakan ternak seiring dengan

melemahnya nilai Rupiah yang menyebabkan kenaikan harga jagung global.

Pada triwulan III 2018, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

tercatat inflasi sebesar 4,21% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang

sebesar 5,33% (yoy). Menurunnya inflasi kelompok ini berasal dari koreksi harga gula

pasir. Hal ini didorong oleh stok gula pasir yang melimpah seiring dengan impor 1,1

juta ton gula yang dilakukan Pemerintah pada tahun ini. Lebih lanjut tekanan inflasi

yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga rokok dan ketupat/lontong sayur.

Meningkatnya harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih didorong oleh

kenaikan cukai rokok sebesar 10,04% pada tahun 2018. Adapun kenaikan harga

ketupat/lontong sayur turut dipengaruhi oleh kenaikan harga beras yang menjadi

komponen bahan baku utama.

Kelompok Sandang pada triwulan III 2018 tercatat inflasi sebesar 3,75% (yoy),

menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 4,86% (yoy). Lebih rendahnya

tekanan inflasi kelompok sandang pada triwulan laporan dipengaruhi oleh turunnya

harga kerudung/jilbab dan pembalut wanita sejalan dengan normalisasi permintaan

masyarakat. Adapun komoditas yang mendorong kenaikan tekanan inflasi Riau

utamanya kemeja panjang katun, emas perhiasan, dan blus. Meningkatnya harga

kenaikan panjang katun dan blus turut dipicu oleh melemahnya nilai tukar rupiah

sehingga turut mempengaruhi harga barang impor. Sementara itu, kenaikan harga

emas perhiasan mengacu pada harga emas global.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

41

Grafik 2.6. Perkembangan Harga

Emas Dunia

Grafik 2.7. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Terhadap USD

Sumber : Bloomberg, diolah

Sumber : Bank Indonesia

Selanjutnya, kelompok Kesehatan pada triwulan III 2018 mengalami inflasi 4,84%

(yoy), menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 5,10% (yoy). Penurunan

ini dipengaruhi oleh koreksi harga obat gosok seiring dengan moderasi permintaan

karena mulai banyaknya masyarakat yang beralih pada penggunaan obat herbal.

Sebaliknya, harga obat dengan resep masih mengalami tren meningkat akibat

naiknya harga impor obat-obatan non generik ditengah terdepresiasinya nilai tukar

Rupiah. Meningkatnya harga obat dengan resep tersebut menahanturunnya inflasi

Pekanbaru yang lebih dalam.

Inflasi kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga pada triwulan laporan tercatat

sebesar 1,14% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan inflasi triwulan II 2018 yang

mencapai 1,85% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini disebabkan oleh

turunnya harga televisi berwarna. Secara umum, menurunnya harga televisi

berwarna juga dipengaruhi oleh meningkatnya promosi penjualan ditengah

moderasi permintaan dan persaingan pasar barang elektronik yang semakin ketat.

Laju inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan biaya sekolah Taman Kanak-

kanan pada periode Tahun Ajaran baru sehingga turut mendorong kenaikan buku

tulis bergaris, pakaian olah raga anak, buku pelajaran, dan laptop.

Pada triwulan laporan, kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat

inflasi sebesar 1,12% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar

1,71% (yoy). Penurunan tersebut juga didorong oleh moderasi permintaan angkutan

sungai, angkutan dalam kota, dan angkutan laut. Menurunnya tekanan inflasi yang

lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga biaya perpanjangan STNK dan tarif

angkutan udara. Meningkatnya biaya perpanjangan STNK sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

% y

oy

US

D/o

z t

Harga Emas Growth

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

12500

13000

13500

14000

14500

15000

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Ju

n

Ju

l

Au

g

Sep

Okt

No

v

Dec

Jan

Feb

Mar

Ap

r

May

Ju

n

Ju

l

Au

g

Sep

2017 2018

Rp Thd USD Growth (% yoy)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

42

Bukan Pajak (PNBP) menggantikan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun

2010 yang sudah mulai berlaku sejak 6 Januari 2017. Sementara itu, meningkatnya

tarif angkutan udara didorong oleh kenaikan permintaan pada momentum Idul

Adha.

Biaya sewa rumah, upah pembantu rumah tangga, dan bahan bakar rumah tangga

menjadi komoditas yang mendorong kenaikan inflasi kelompok Perumahan dari

1,71% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,22% (yoy) pada triwulan III 2018.

Meningkatnya biaya sewa rumah sejalan dengan periode Tahun Akademik Baru

sehingga permintaan terhadap rumah sewa meningkat. Selain itu, meningkatnya

upah pembantu RT turut dipengaruhi oleh momentum Idul Adha sehingga

permintaan terhadap jasa pembantu RT meningkat. Demikian juga dengan lonjakan

permintaan terhadap bahan bakar rumah tangga sehingga mendorong kenaikan

harga komoditas tersebut. Meskipun demikian, tekanan inflasi yang lebih tinggi

tertahan oleh koreksi harga komoditas mesin cuci dan kipas angin sejalan dengan

moderasi permintaan ditengah semakin ketatnya persaingan pasar barang

elektronik.

Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Pekanbaru

Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.9 Andil Kelompok Barang dan Jasa

Sumber: BPS, diolah

2.1.2. Inflasi Kota Dumai

Perkembangan inflasi Kota Dumai mengalami penurunan yaitu dari 2,61% (yoy) di

triwulan II 2018 menjadi 1,66% (yoy) pada triwulan III 2018. Menurunnya tekanan

inflasi di Kota Dumai bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Sandang; dan

(iii) Kesehatan. Tekanan inflasi Kota Dumai yang lebih rendah tertahan oleh

meningkatnya inflasi kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau;

-2

-1

0

1

2

3

4

5

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016 2017 2018

%(qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

0

2

4

6

Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,

Rekreasi,

Olahraga

Transportasi &

Komunikasi

Kontribusi (%)Inflasi (yoy), %

Inflasi (yoy) Tw II 2018 Inflasi (yoy) Tw III 2018 Kontribusi Tw II 2018 Kontribusi Tw III 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

43

(ii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; (iii) Pendidikan, Rekreasi, dan

Olahraga; serta (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.

Kelompok Bahan Makanan pada triwulan III 2018 tercatat deflasi sebesar 0,76%

(yoy), menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi

4,55% (yoy). Deflasi tersebut bersumber dari koreksi harga komoditas rampela hati

ayam, bawang merah, dan cabai merah. Menurunnya harga rampela hati ayam turut

dipengaruhi oleh moderasi permintaan. Sementara itu, turunnya harga bawang

merah dan cabai merah didorong oleh panen raya sehingga pasokan cukup

memadai. Tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga beras.

Meningkatnya harga beras dipicu oleh berkurangnya intensitas panen.

Pada triwulan III 2018, inflasi Sandang tercatat sebesar 2,84% (yoy) atau lebih rendah

dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 3,30% (yoy). Menurunnya inflasi

kelompok ini dipengaruhi oleh menurunnya harga komoditas celana panjang jeans

dan celana panjang katun sejalan dengan moderasi permintaan pasca Idul Adha.

Adapun kenaikan harga terjadi pada emas perhiasan sebagai dampak melemahnya

nilai Rupiah.

Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Kesehatan. Pada triwulan III

2018, kelompok kesehatan tercatat inflasi 1,56% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 1,94% (yoy). Kondisi tersebut juga disebabkan

oleh menurunnya harga sabun mandi seiring dengan moderasi permintaan

masyarakat. Sementara itu, obat dengan resep di Kota Dumai juga mengalami

kenaikan harga akibat kenaikan harga impor obat-obatan non generik ditengah

terdepresiasinya nilai tukar Rupiah. Kenaikan harga obat dengan resep tersebut

menjadi faktor penahan inflasi Dumai yang lebih rendah.

Disisi lain kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (ii)

Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; (iii) Pendidikan, Rekreasi, dan

Olahraga; serta (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan mengalami kenaikan

tekanan inflasi. Kelompok Makanan Jadi pada triwulan III 2018 tercatat inflasi

sebesar 3,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

2,70% (yoy). Meningkatnya inflasi kelompok makanan jadi didorong oleh kenaikan

harga rokok kretek filter dan nasi dengan lauk. Meningkatnya harga rokok kretek

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

44

sejalan dengan kenaikan cukai rokok sebesar 10,04% pada tahun 2018. Adapun

kenaikan harga nasi dengan lauk dipengaruhi oleh kenaikan harga beras. Tekanan

inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh menurunnya harga gula pasir didorong oleh

stok yang melimpah seiring dengan impor gula oleh Pemerintah pada tahun ini.

Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar pada triwulan III 2018 juga

mengalami kenaikan tekanan inflasi dari 0,48% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi

1,29% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan inflasi tersebut bersumber dari

kenaikan biaya sewa rumah dan kontrak rumah yang meningkat sejalan dengan

Tahun Akademik baru sehingga permintaan terhadap rumah sewa/kontrak

meningkat. Namun kenaikan inflasi yang lebih tinggi tertekan oleh koreksi harga

bahan bakar rumah tangga dan kayu balokan. Menurunnya harga bahan bakar

rumah tangga di Dumai disebabkan oleh terjaganya pasokan. Sedangkan

menurunnya harga kayu balokan dipengaruhi oleh moderasi permintaan ditengah

melimpahnya pasokan.

Kondisi meningkatnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Pendidikan,

Rekreasi, dan Olahraga. Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok ini tercatat sebesar

0,97% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,65%

(yoy). Peningkatan tersebut dipicu oleh kenaikan biaya bimbingan belajar dan Taman

Kanak-kanak memasuki Tahun Ajaran baru. Disisi lain, televisi berwarna mengalami

koreksi akibat meningkatnya promosi penjualan ditengah moderasi permintaan dan

persaingan pasar barang elektronik yang semakin ketat.

Pada triwulan III 2018 kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat

inflasi 2,89% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar

2,84% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan biaya perbaikan ringan

kendaraan, mobil, dan pemeliharaan/service. Meningkatnya biaya perbaikan ringan

kendaraan, sepeda motor, dan pemeliharaan/service dipengaruhi oleh depresiasi

Rupiah sehingga menyebabkan kenaikan harga sparepart yang mayoritas adalah

barang impor. Tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh komoditas ban dalam

motor dan sepeda sejalan dengan moderasi permintaan masyarakat Kota Dumai

terhadap komoditas tersebut.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

45

Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kota

Dumai

Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.11 Andil Berdasarkan Kelompok

Barang dan Jasa

Sumber: BPS, diolah

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan

Searah dengan perkembangan inflasi di Kota Pekanbaru dan Dumai, inflasi Kota

Tembilahan pada triwulan III 2018 tercatat menurun dari 4,40% (yoy) pada triwulan

II 2018 menjadi 2,27% (yoy) pada triwulan III 2018. Menurunnya tekanan inflasi

tersebut utamanya bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi,

Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar;

(iv) Sandang, (v) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga; serta (vi) Transpor, Komunikasi,

dan Jasa Keuangan. Tekanan inflasi Kota Tembilahan yang lebih rendah tertahan

oleh meningkatnya inflasi kelompok kesehatan.

Kelompok Bahan Makanan pada triwulan III 2018 tercatat mengalami inflasi sebesar

2,16% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang mencapai 6,97% (yoy).

Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh menurunnya harga bawang merah,

daging ayam ras, dan cabai merah. Koreksi harga bawang merah dan cabai merah

didorong oleh panen raya sehingga pasokan cukup memadai. Sementara itu,

menurunnya harga daging ayam ras dipengaruhi oleh surplus pasokan ditengah

moderasi permintaan terhadap komoditas tersebut. Adapun kenaikan harga terjadi

pada komoditas beras seiring dengan berkurangnya intensitas panen.

Inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau pada triwulan III

2018 tercatat sebesar 3,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang

sebesar 3,55% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh

koreksi harga gula pasir seiring dengan melimpahnya pasokan karena impor gula

pasir yang dilakukan pemerintah tahun ini. Namun demikian, tekanan inflasi yang

-2

-1

0

1

2

3

4

5

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016 2017 2018

% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

0

1

1

2

2

3

3

4

4

5

5

Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi,

Olahraga

Transportasi &

Komunikasi

Kontribusi (%)Inflasi (% yoy)

Inflasi (yoy) Tw II 2018 Inflasi (yoy) Tw III 2018 Kontribusi Tw II 2018 Kontribusi Tw III 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

46

lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga ketupat/lontong sayur dan rokok kretek.

Meningkatnya harga ketupat/lontong sayur dipicu oleh kenaikan harga beras.

Sementara itu, meningkatnya harga rokok disebabkan oleh kenaikan cukai rokok

tahunan.

Selanjutnya, kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar juga

mengalami penurunan tekanan inflasi. Pada triwulan III 2018 kelompok ini

mengalami inflasi sebesar 2,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018

yang mencapai 3,22% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi tersebut disebabkan oleh

turunnya harga semen dan kayu balokan sejalan dengan melimpahnya pasokan dan

moderasi permintaan. Disisi lain, kenaikan harga terjadi pada biaya sewa rumah dan

bahan bakar rumah tangga sehingga menahanpenurunan inflasi yang lebih rendah.

Secara garis besar, meningkatnya biaya sewa rumah terjadi seiring dengan

meningkatnya permintaan pada periode Tahun Ajaran baru. Sedangkan kenaikan

bahan bakar rumah tangga dipengaruhi oleh kenaikan permintaan menjelang Idul

Adha.

Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok Sandang tercatat sebesar 0,89% (yoy) atau

menurun dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,65% (yoy). Kondisi tersebut

disebabkan oleh koreksi harga pakaian bayi dan celana panjang jeans akibat

moderasi permintaan masyarakat terhadap komoditas tersebut. Adapun komoditas

yang mengalami kenaikan harga salah satunya adalah baju muslim terutama

menjelang momentum Idul Adha.

Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan

Olahraga. Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 3,84%

(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 6,79% (yoy).

Menurunnya tekanan inflasi kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

disebabkan oleh turunnya harga VCD/DVD player dan televisi berwarna akibat

semakin kompetitif dan inovatifnya persaingan pasar komoditas tersebut. Namun

demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan biaya jaringan

saluran TV dan rekreasi terutama karena meningkatnya permintaan pada periode

liburan sekolah.

Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan juga tercatat mengalami

penurunan inflasi dari 3,08% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 0,50% (yoy) pada

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

47

triwulan laporan. Menurunnya tekanan inflasi kelompok tersebut bersumber dari

menurunnya tarif kendaraan travel dan telepon seluler. Secara umum, menurunnya

tarif kendaraan travel dipicu oleh moderasi permintaan ditengah semakin ketatnya

persaingan angkutan darat. Sementara itu, koreksi harga telepon seluler terjadi

sejalan dengan meningkatnya promosi penjualan. Disisi lain, sepeda motor dan mobil

menjadi komoditas penahan laju inflasi yang lebih rendah. Meningkatnya harga

kedua komoditas tersebut turut dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar Rupiah

yang berdampak terhadap kenaikan harga barang impor.

Disisi lain, inflasi kelompok Kesehatan menjadi satu-satunya kelompok pengeluaran

yang mengalami kenaikan tekanan inflasi di Tembilahan. Pada triwulan III 2018,

kelompok kesehatan tercatat inflasi 1,81% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

lalu yang sebesar 1,61% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan harga

bedak khususnya produk impor. Sedangkan kenaikan inflasi yang lebih tinggi

tertahan oleh turunnya harga obat batuk, vitamin, dan sikat gigi sejalan dengan

moderasi permintaan terhadap komoditas tersebut.

Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi

Kota Tembilahan

Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.13 Andil Inflasi Berdasarkan

Kelompok Barang dan Jasa

Sumber: BPS, diolah

3. Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau

Sepanjang periode laporan, sejumlah kegiatan dilakukan oleh TPID di Provinsi Riau

baik rapat koordinasi monitoring program maupun berbagai kegiatan dalam rangka

pengendalian harga. Sejumlah Kabupaten/Kota yang mengadakan rapat koordinasi

antara lain Kabupaten Pelalawan dan Kota Dumai, serta High Level Meeting TPID se-

Provinsi Riau. Adapun Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) juga diselenggarakan

pada tanggal 26 Juli 2018 yang dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia.

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017 2018

% (qtq)% (yoy)

Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Bahan

Makanan

Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,

Rekreasi,

Olahraga

Transportasi

& Komunikasi

Kontribusi (%)Inflasi (% yoy) Inflasi (yoy) Tw II 2018 Inflasi (yoy) Tw III 2018

Kontribusi Tw II 2018 Kontribusi Tw III 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

48

Selain itu, dalam rangka pengendalian harga pada momentum Idul Adha TPID

Provinsi Riau juga berupaya mengimplementasikan beberapa program antara lain

monitoring harga, operasi pasar murah, serta sidak pasar dan gudang, dan

pengendalian ekspektasi masyarakat.

a. Rapat Koordinasi Monitoring Kegiatan TPID

Pada tanggal 12 Juli 2018 dilaksanakan Rapat Koordinasi TPID Kabupaten

Pelalawan. Rapat tersebut dipimpin oleh Asisten II Kabupaten Pelalawan dan

dihadiri oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten

Pelalawan. Dalam rapat tersebut, pimpinan rapat menyampaikan 4 (empat)

arahan terkait stabilisasi harga di Kabupaten Pelalawan yaitu (i) Penyediaan

anggaran untuk pengendalian harga, (ii) Pemeriksaan pasokan kebutuhan

pokok secara berkala melalui koordinasi dengan Polda dan Bank Indonesia,

(iii) Memastikan transportasi di daerah lancar, serta (iv) Menjaga distribusi

barang dan jasa. Adapun beberapa hal yang dibahas dalam rapat dimaksud

antara lain (i) Ketersediaan beras Bulog untuk wilayah Riau dan Kepri mampu

memenuhi kebutuhan beras masyarakat hingga 3 bulan ke depan, (ii)

Tantangan yang dihadapi Bulog salah satunya masih terdapat piutang pada

beberap daerah di Provinsi Riau, serta (iii) Pemantauan terhadap pergerakan

harga kebutuhan bahan pokok yang dilakukan secara rutin sejak 10 hari

sebelum Hari Besar Keagamaan Nasional.

Selain itu, pada tanggal 15 Agustus 2018 diselenggarakan Rapat Koordinasi

TPID Kota Dumai yang dipimpin oleh Asisten II Bidang Ekonomi Kota Dumai.

Adapun beberapa pokok bahasan dalam rapat tersebut antara lain, (i) Upaya

menjaga stabilitas harga menjelang Idul Adha, (ii) Menjaga kecukupan bahan

pangan hingga akhir tahun 2018 melalui pengelolaan 15 ribu ton beras oleh

Bulog Kota Dumai yang diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan

masyarakat Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Rokan Hilir

sekitar 450 Kg per bulan, (iii) Perbaikan infrastruktur jalan Meranti Darat,

Harapan Denan, Kurun/Gurun Panjang, Wahidin Purnama, dan Kapling M.

Soleh, dan (iv) Melakukan perluasan area tanam dan panen padi seluas 75

ha yang mampu memproduksi 632 ton gabah kering panen. Selain itu area

tanam cabai merah di Dumai juga ditingkatkan seluas 70,4 ha yang

menghasilkan produksi sebanyak 387 ton cabai merah.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

49

Disamping itu, pada tanggal 29 Agustus 2018 diselenggarakan High Level

Meeting TPID Provinsi Riau yang dipimpin oleh Wakil Gubernur Riau. Rapat

tersebut melibatkan narasumber dari Sekretariat Tim Pengendalian Inflasi

Pusat (TPIP), Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, dan Dinas

Ketahanan Pangan Provinsi Riau. Rapat High Level Meeting juga dihadiri oleh

seluruh TPID Kabupaten/Kota di Provinsi Riau yang berjumlah 12 TPID.

Beberapa informasi yang diperoleh dalam Rapat tersebut antara lain (i) Upaya

mengatasi defisit produksi beras di Provinsi Riau melalui impor beras dari

Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jambi, serta

monitoring ketersediaan beras yang dikelola Bulog Divre Riau dan Kepri, (ii)

Menyusun peta kerawanan pangan Provinsi Riau untuk mengidentifikasi

daerah-daerah di Provinsi Riau yang rentan terhadap instabilitas harga

pangan, (iii) Membentuk cadangan pangan sebagaimana yang telah

dilegalkan dalam Undang-undang Pangan, dan (iv) Mendorong

implementasi kerjasama antar daerah, seperti perdagangan sayur yang

dilakukan antara produsen sayuran di Bukittinggi dengan pedagang pasar

arengka, pasar pusat dan pasar sukaramai.

Selanjutnya pada tanggal 20 September 2018 diadakan Rapat Koordinasi

TPID Kabupaten Pelalawan yang dipimpin oleh Asisten II Bidang Ekonomi

Kabupaten Pelalawan. Dalam rapat tersebut pimpinan rapat menyampaikan

poin yang perlu diperhatikan dalam pengendalian inflasi di daerah yaitu (i)

Penyediaan anggaran untuk intervensi harga di pasar, (ii) Melibatkan

perangkat di daerah untuk melakukan pemeriksaan barang pokok di

lapangan/gudang pangan secara berkala/rutin, (iii) Memastikan transportasi

antar daerah berjalan dengan lancar sehingga dapat menjaga distribusi

barang, dan (iv) Menyelesaikan berbagai persoalan khususnya terkait kartel

ayam potong dan ketersediaan stok menjelang HKBN.

b. Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID 2018

Pada tanggal 26 Juli 2018 dilakukan Rakornas TPID 2018 di Jakarta yang

dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia. Rakornas TPID juga

dihadiri oleh Gubernur Riau dan beberapa Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota

di Provinsi Riau. Beberapa informasi yang diperoleh dalam Rakornas TPID

2018 antara lain:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

50

Kondisi perekonomian Indonesia cenderung stabil pada triwulan

pertama 2018 dilihat dari angka pertumbuhan yang lebih tinggi

dalam tiga tahun terakhir serta tingkat inflasi yang rendah.

Terjaganya tingkat inflasi merupakan hasil dari sinergi antara

pemerintah pusat dan daerah serta Bank Indonesia dalam menjaga

keseimbangan sisi penawaran dan sisi permintaan.

Dalam mencapai sasaran inflasi yang lebih rendah di 3 (tiga) tahun

ke depan, terdapat 4 aspek yang perlu diperhatikan yaitu

ketersediaan pasokan, komunikasi yang efektif, kelancaran

distribusi, dan keterjangkauan harga.

Beberapa program pengendalian inflasi yang dilakukan pada tahun

2017-2018 adalah kerjasama penambahan rute penerbangan,

penguatan kelembagaan petani melalui BUMDES, serta penguatan

peran dan sinergitas BUMD.

Pemulihan ekonomi global masih berlanjut dengan beberapa risiko

yang tetap harus diperhatikan yaitu normalisasi kebijakan moneter

beberapa negara, reformasi pajak US, Kenaikan FFR, risiko geopolitik

di EU dan Timur Tengah, serta proteksionisme dan perang dagang.

Tantangan pengendalian inflasi ke depan dari global adalah

peningkatan harga minyak dunia dan kenaikan harga pangan global,

sedangkan tantangan dari domestik adalah ketersediaan pasokan

pangan dan kelancaran distribusi pangan.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

51

1. Kondisi Umum

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting

keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah.

Berdasarkan capaian APBD 2017, pemerintah Provinsi Riau telah mengesahkan APBD

Murni Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp9,23 triliun untuk pendapatan, meningkat

27,56%, (yoy) dibandingkan APBD-P (APBD Perubahan) 2017. Berbeda dengan pos

pendapatan, Pemerintah Provinsi Riau mengesahkan total belanja daerah sebesar

Rp10,32 triliun atau lebih rendah 0,69% yoy dibandingkan APBD-P tahun 2017.

Penurunan anggaran belanja dalam APBD 2018 tersebut disebabkan oleh tidak

tercapainya perkiraan dana SILPA 2017 sehingga pemerintah melakukan rasionalisasi

penggunaan APBD. Di lain sisi, rendahnya perkiraan Dana Bagi Hasil (DBH) pada

ASESMEN KEUANGAN

PEMERINTAHAAH

Bab 3

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

52

2018 masih akan tetap terjadi akibat masih terbatasnya perbaikan harga komoditas

global dan penurunan kinerja migas yang disebabkan natural declining serta

keterbatasan eksplorasi sumur baru.

Grafik 3.1. Perkembangan anggaran APBD Provinsi Riau 2015 s.d 2018

Sumber: BPKAD Provinsi Riau, diolah

Hingga triwulan III 2018, realisasi APBD Provinsi Riau secara umum lebih rendah

dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja daerah

Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,69 triliun atau 45,43% dari

pagu anggaran. Secara nominal, realisasi belanja tersebut menurun 1,64% (yoy)

dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar Rp4,76 triliun namun secara

prosentase realisasi terhadap pagu anggaran, realisasi belanja triwulan laporan

sedikit lebih baik dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar 43,23%

dari pagu anggaran. Sedangkan dari sisi pendapatan, secara kumulatif realisasi

pendapatan daerah Provinsi Riau selama triwulan III 2018 mencapai Rp5,78 triliun

atau 62,67% dari pagu anggaran. Realisasi pendapatan juga mengalami penurunan

hingga 3,16% (yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar Rp5,97

triliun atau 67,48% dari pagu anggaran.

Grafik 3.2. Realisasi APBD Provinsi Riau 2015 s.d Tw. III 2018

Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah

7.407

11.388

7.233

10.365

7.24

10.3729.237

10.326

PendapatanDaerah

BelanjaDaerah

PendapatanDaerah

BelanjaDaerah

PendapatanDaerah

BelanjaDaerah

PendapatanDaerah

BelanjaDaerah

2015 2016 2017 2018

Trili

un

43.2%

64.8%

93.3%

19.2%

43.0%

64.6%

95.8%

20.1%

40.2%

67.5%82.1%

19.53%

45.08%

62.67%

13.2%

30.3%

68.1%

4.6%

23.5%

38.7%

83.7%

5.1%

21.0%

43.3%

86.2%

7.33%

32.53% 45.43%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Juni Sep Des Mar Juni Sep Des Mar Juni Sep Des Mar Juni Sep

2015 2016 2017 2018

Pendapatan Daerah Belanja Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

53

2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tw III-2018

Realisasi pendapatan Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp5,78

triliun atau 62,67% dari pagu anggaran. Berdasarkan data historis, pendapatan

pemerintah Provinsi Riau pada periode laporan lebih rendah dibandingkan triwulan

III 2017. Realisasi pendapatan Provinsi Riau pada triwulan laporan menurun hingga

Rp189 miliar atau 3,16% (yoy) dibandingkan realisasi triwulan III 2017 yang

terealisasi sebesar Rp5,97 triliun atau 67,48% dari pagu anggaran.

Grafik 3.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018

Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah

Penurunan realisasi pendapatan Provinsi Riau pada triwulan laporan didorong oleh

penurunan dana perimbangan terutama pendapatan dana bagi hasil pajak dan dana

bagi hasil sumber daya alam. Realisasi pendapatan yang bersumber dari Dana

Perimbangan mengalami penurunan hingga 17,05% (yoy) dari Rp3,81 triliun

(74,45% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp3,16 triliun (60,09%

dari pagu anggaran) pada triwulan III 2018. Penurunan Dana Perimbangan utamanya

didorong oleh turunnya pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam

(SDA). Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak menurun hingga 46,53% (yoy) dari Rp689

miliar (64,97% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp369 miliar

(34,74% dari pagu anggaran), sedangkan Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya

Alam menurun hingga 29,61% (yoy) dari Rp733 miliar (78,19% dari pagu anggaran)

pada triwulan III 2017 menjadi Rp516 miliar (49,71% dari pagu anggaran).

2

3,812

2,163

5,978

2

3,162

2,620

5,789

Lain-Lain Pendapatan Daerahyang Sah

Dana Transfer-Perimbangan

Pendapatan Asli Daerah

Total Pendapatan

Rp. TriliunTw III 2018 Tw III 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

54

Tabel 3.1 Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018

Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah

Hal tersebut terjadi seiring dengan turunnya pendapatan negara dari SDA akibat

terbatasnya perbaikan harga dunia pada komoditas utama Riau seperti Minyak,

Kelapa Sawit dan Karet. Selain itu kinerja sektor migas sebagai salah satu sektor

ekonomi unggulan Riau terus menurun dikarenakan natural declining serta

keterbatasan eksplorasi sumur baru. Selain itu penyebab menurunnya pendapatan

yang bersumber dari dana perimbangan juga disebabkan masih belum diterimanya

Dana Bagi Hasil sebesar Rp700 miliar untuk triwulan IV 2017 dari Pemerintah Pusat

sehingga mengurangi pendapatan Provinsi Riau di 2018. Untuk tahun 2019,

pendapatan yang bersumber dari dana perimbangan juga diperkirakan akan

mengalami penurunan. Berdasarkan arahan Kementerian Keuangan untuk tahun

2019 setiap pemerintah daerah diminta untuk tidak menganggarkan 30% dari Dana

Bagi Hasil dalam anggaran 2019, dan DBH 2019 rencananya hanya akan disalurkan

sekali dalam setahun dari yang biasanya diterima setiap triwulan. Hal ini akan

menyebabkan dana bagi hasil tahun 2019 yang diterima Provinsi Riau diperkirakan

akan lebih rendah dan semakin tergantung dengan harga komoditas dunia di

sepanjang tahun 2019.

Namun ditengah penurunan realisasi pendapatan daerah Provinsi Riau pada triwulan

laporan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Riau pada triwulan III 2018 terealisasi

membaik dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. PAD Provinsi

Riau tercatat sebesar Rp2,62 triliun atau 62,67% dari pagu anggaran, meningkat

hingga Rp456 miliar (21,10%, yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi

Rp2,16 triliun atau 57,91% dari pagu anggaran. Peningkatan PAD tersebut

Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %

PENDAPATAN DAERAH 8859 5978 67.48 9237 5789 62.67

PENDAPATAN ASLI DAERAH 3736 2163 57.91 3964 2620 66.09

Pajak Daerah 3000 1760 58.67 3204 2223 69.38

Retribusi Daerah 14 8 60.19 16 8 48.10

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan218 121 55.73 218 109 49.89

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 504 273 54.21 527 281 53.28

DANA PERIMBANGAN 5120 3812 74.45 5262 3162 60.09

Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 1061 689 64.97 1061 369 34.74

Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam938 733 78.19 1038 516 49.71

Pendapatan Dana Alokasi Umum 1434 1170 81.55 1434 1099 76.60

Pendapatan Dana Alokasi Khusus 1686 1220 72.32 1729 1179 68.19

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH3 2 75.07 3 2 68.84

Tw III 2018Akun Anggaran (Satuan Miliar)

Tw III 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

55

disebabkan peningkatan dari sisi pendapatan pajak daerah dan Lain-Lain PAD yang

sah.

Grafik 3.4. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018

Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah

Pada triwulan laporan pendapatan pajak daerah terealisasi sebesar Rp2,22 triliun

atau 69,38% dari pagu anggaran. Kondisi ini meningkat hingga Rp462 miliar atau

26,28% (yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar Rp1,76 triliun

atau 58,67% dari pagu anggaran. Realisasi penerimaan pajak pada triwulan III 2018

didorong oleh peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

Tabel 3.2. Komponen Pendapatan Pajak Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018

Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah

Pajak Kendaraan Bermotor meningkat hingga 10,84% (yoy) dari Rp670 miliar

(72,6% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp742 miliar (74,6%

dari pagu anggaran) pada triwulan III 2018. Peningkatan penerimaan Pajak

Kendaraan Bermotor ini sejalan dengan peningkatan penjualan ritel kendaraan

273

121

8

1,760

281

109

8

2,223

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Lain-lain PAD Yang Sah

Hasil Pengelolaan Kekayaan DaerahYang Dipisahkan

Retribusi Daerah

Pajak Daerah

Tw III 2017 Tw III 2018

Realisasi

(Rp miliar)% Realisasi Pangsa

Realisasi

(Rp miliar)% Realisasi Pangsa

Pajak Kendaraan Bermotor 670 72.6% 38.0% 742 74.6% 33.4%

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 541 65.3% 30.8% 664 80.1% 29.9%

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 338 41.6% 19.2% 587 65.3% 26.4%

Pajak Air Permukaan 14 34.3% 0.8% 21 32.2% 0.9%

Pajak Rokok 198 49.9% 11.2% 209 50.1% 9.4%

Tw III 2017 Tw III 2018

Komponen Pembentuk Pendapatan Pajak

Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

56

bermotor di Provinsi Riau yang terdiri dari kendaraan passenger 20% (yoy) dan

kendaraan komersial 12% (yoy). Pajak BBNKB meningkat 22,69% (yoy) dari Rp541

miliar (65,3% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp664 miliar

(80,1% dari pagu anggaran). Peningkatan ini disebabkan tingginya antusiasme

masyarakat dalam pemutakhiran BBNKB sehubungan program penerapan pelayanan

samsat online dan sistem realtime untuk penerimaan pajak PKB dan BBNKB oleh

Pemerintah Provinsi Riau. Di sisi lain, juga terjadi peningkatan pendapatan yang

bersumber dari Pajak Bahan Bakar Kendaraaan Bermotor hingga 73,71% (yoy) dari

Rp338 miliar (41,6% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp587

miliar (65,3% dari pagu anggaran). Peningkatan ini terjadi seiring dengan kenaikan

harga bahan bakar non subsidi akibat meningkatnya harga minyak dunia.

Peningkatan realisasi PAD juga didorong terjadinya peningkatan dari sisi Penerimaan

Lain-Lain PAD yang Sah. Lain-Lain PAD yang sah meningkat hingga 2,74% (yoy) dari

Rp273 miliar pada triwulan III 2017 menjadi Rp281 miliar pada triwulan III 2018.

Peningkatan tersebut didorong oleh pendapatan denda pajak kendaraan bermotor,

denda pajak bea balik nama kendaraan bermotor, pendapatan Badan Layanan

Umum Daerah (BLUD) dan pendapatan jasa lainnya.

Secara umum realisasi pendapatan Provinsi Riau pada triwulan III 2018 dapat

dikatakan lebih rendah baik secara nominal maupun prosentase terhadap pagu

anggaran apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Turunnya pendapatan akibat Dana Perimbangan menunjukkan bahwa pendapatan

Provinsi Riau masih bergantung pada bantuan pemerintah pusat.

3. Realisasi Belanja Provinsi Riau Tw III-2018

Realisasi belanja Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,69 triliun

atau 45,43% dari pagu anggaran. Secara nominal, realisasi belanja Provinsi Riau

tercatat menurun hingga Rp78 miliar atau 1,64% (yoy) dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar Rp4,76 triliun. Sedangkan jika dilihat

dari prosentase terhadap pagu anggaran, realisasi belanja Provinsi Riau pada triwulan

III 2018 sedikit lebih baik dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar

43,32% dari pagu anggaran.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

57

Tabel 3.3 Realisasi Belanja Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018

Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah

Pada triwulan III 2018, Belanja Tidak Langsung tercatat terealisasi sebesar Rp3,07

triliun atau 53,03% dari pagu anggaran. Secara prosentase terhadap pagu anggaran

realisasi belanja tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan III 2017 yang dapat

terealisasi sebesar 53,29% dari pagu anggaran. Penurunan pada belanja tidak

langsung pada triwulan III 2018 didorong oleh penurunan belanja hibah dan belanja

bagi hasil kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Pada triwulan laporan belanja hibah

terealisasi sebesar 67,63% dari pagu anggaran lebih rendah dibandingkan triwulan

III 2017 yang terealisasi sebesar 79,23% dari pagu anggaran. Sedangkan untuk dana

bagi hasil ke Kabupaten/Kota pada triwulan III 2018 hanya terealisasi sebesar 30%

dari pagu anggaran, menurun dibandingkan triwulan III 2017 yang dapat terealisasi

hingga 38,26% dari pagu anggaran. Hal ini sejalan dengan menurunnya pendapatan

Provinsi Riau yang bersumber dari dana perimbangan pemerintah pusat yang hanya

terealisasi sebesar 60,09% dari pagu anggaran pada triwulan laporan, jauh lebih

rendah dibandingkan realisasi pada triwulan III 2017 yang mencapai 74,45% dari

pagu anggaran.

Grafik 3.6. Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Tw III 2017 & Tw III 2018

Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah

Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %

BELANJA DAERAH 11008 4769 43.32 10326 4691 45.43

BELANJA TIDAK LANGSUNG 5477 2919 53.29 5794 3072 53.03

Belanja Pegawai 2312 1370 59.28 2351 1463 62.24

Belanja Hibah 1100 871 79.23 1438 972 67.63

Belanja Bantuan Sosial 10 0 3.08 12 4 33.30

Belanja Bagi Hasil 1390 532 38.26 1500 450 30.00

Belanja Bantuan Keuangan 566 145 25.68 483 183 38.00

Belanja Tidak Terduga 111 0 0.00 11 0 0.00

BELANJA LANGSUNG 5531 1850 33.46 4533 1619 35.71

Belanja Pegawai 432 241 55.80 4 1 41.48

Belanja Barang dan Jasa 2447 823 33.65 2726 1275 46.77

Belanja Modal 2652 786 29.64 1803 342 18.98

Tw III 2018Akun Anggaran (Satuan Miliar)

Tw III 2017

1370

871

532

145

1463

972

450

183

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Belanja Pegawai

Belanja Hibah

Belanja Bagi Hasil

Belanja Bantuan Keuangan

Rp. Miliar

Realisasi Tw III 2018

Realisasi Tw III 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

58

Berbeda dengan komponen belanja tidak langsung, realisasi komponen belanja

langsung Provinsi Riau pada triwulan III 2018 secara prosentase sedikit lebih baik

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2018, belanja

langsung Provinsi Riau terealisasi hingga 35,71% dari pagu anggaran, meningkat

dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar 33,46% dari pagu anggaran.

Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan pada sisi belanja barang dan jasa.

Pada triwulan III 2018, belanja barang dan jasa Provinsi Riau terealisasi sebesar

Rp1,27 triliun atau 46,77% dari pagu anggaran, meningkat 54,9% (yoy) dari Rp823

miliar atau 33,65% dari pagu anggaran pada triwulan III 2017. Peningkatan belanja

barang dan jasa lebih didorong oleh belanja barang dan jasa pada BLUD sebesar

Rp196,96 miliar, belanja perjalanan dinas sebesar Rp174,09 miliar, realisasi belanja

barang dan jasa pemeliharaan jalan sebesar Rp74,41 miliar serta belanja jasa kantor

sebesar Rp67,14 miliar. Sedangkan belanja modal mengalami penurunan yang cukup

besar dari Rp786 miliar atau 29,64% dari pagu anggaran pada triwulan III 2017

menjadi Rp342 miliar atau 18,98% dari pagu anggaran pada triwulan III 2018.

Penurunan disebabkan rendahnya realisasi pada belanja modal pengadaan alat-alat

kedokteran yang hingga triwulan III 2018 hanya terealisasi sebesar Rp3,09 miliar atau

3,43% dari pagu anggaran, belanja modal pengadaan alat-alat laboratorium dengan

realisasi Rp13,12 miliar atau 10,03% dari pagu anggaran serta belanja modal

pengadaan konstruksi/pembelian bangunan dengan realisasi sebesar Rp43,49 miliar

atau 9,13% dari pagu anggaran.

Grafik 3.7. Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018

Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah

241

823

786

1

1275

342

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Belanja Pegawai

Belanja Barang danJasa

Belanja Modal

Rp. Miliar

Realisasi Tw III 2018 Realisasi Tw III 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

59

Berdasarkan rincian pos realisasi belanja APBD Provinsi Riau selama triwulan III 2018,

telah terjadi penurunan kinerja disisi belanja belanja modal. Pemantauan realisasi

sesuai dengan rencana yang disusun di awal menjadi penting untuk terus dilakukan

guna meningkatkan produktivitas seperti pembangunan infrastruktur dan fasilitas

umum di Provinsi Riau yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Hal ini

dikarenakan belanja produktif dapat mendorong pembangunan ekonomi yang

signifikan dan memberikan dampak langsung pada peningkatan konsumsi

masyarakat. Hingga akhir tahun 2018, guna menjaga proses pembangunan

Pemerintah Provinsi Riau dapat berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan,

perlu dilakukan penguatan pengawasan serta pemantauan pelaksanaan program

terutama oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

Selain itu untuk tahun 2019 terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian

lebih Pemerintah Provinsi Riau yaitu perkiraan pendapatan yang bersumber dari dana

perimbangan yang akan mengalami penurunan. Hal ini akan menyebabkan

penerimaan yang bersumber dari dana bagi hasil pada 2019 akan lebih rendah

dibandingkan 2018. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Riau perlu melakukan

inovasi-inovasi untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah disatu sisi namun

juga mempertimbangkan kemampuan pelaku ekonomi di Provinsi Riau. Salah satu

upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan potensi penerimaan pajak melalui

program penghapusan denda pajak seperti pajak kendaraan bermotor, pajak bea

balik nama kendaraan, pajak bumi dan bangunan serta pajak-pajak yang memiliki

potensi pembayaran macet di tahun-tahun sebelumnya. Dengan adanya program

penghapusan denda pajak maka keinginan masyarakat untuk membayar pajak

kedepan berpotensi lebih tinggi sehingga pada akhirnya akan membantu

meningkatkan pendapatan Provinsi Riau dan diharapkan dapat semakin mengurangi

ketergantungan terhadap dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

60

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Riau

Tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan daerah Riau pada triwulan III 2018

membaik dan terjaga di tengah meningkatnya kinerja perekonomian.

Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan III 2018

secara umum menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sejalan dengan

penyaluran kredit yang membaik dan NPL yang menurun.

Indikator kinerja perbankan Riau pada triwulan III 2018 secara umum

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, ditinjau dari peningkatan

pertumbuhan DPK, kredit, dan turunnya NPL.

Bab 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

DAN UMKM

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

61

1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau

Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan III 2018 secara

umum menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun penyaluran kredit

korporasi secara total mengalami perlambatan dari 2,59% (yoy) pada triwulan II

2018 menjadi 2,37% (yoy), NPL kredit korporasi secara total membaik dari 4,15%

menjadi 3,75%. Kinerja kredit korporasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan

pada triwulan laporan membaik dengan kontraksi yang berkurang dari negatif

3,14% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi negatif 1,69% (yoy), dan diiringi oleh NPL

yang membaik dari 2,79% menjadi 2,65%. Di sisi lain, meskipun penyaluran kredit

korporasi di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau melambat dari

3,64% (yoy) menjadi 1,18% (yoy) pada triwulan III 2018, tingkat NPL kredit korporasi

sektor ini membaik dari 5,48% menjadi 4,87%. Menurunnya kerentanan juga

ditunjukkan oleh penyaluran kredit konsumsi rumah tangga yang pada triwulan III

2018 tercatat meningkat dari 9,99% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 11,08% (yoy)

serta dibarengi dengan NPL yang juga menurun dari 1,89% pada triwulan II 2018

menjadi 1,79%.

1.1. Ketahanan Sektor Korporasi

Kredit korporasi di Provinsi Riau secara total mengalami perlambatan pada triwulan

III 2018, yaitu dari 2,59% (yoy) menjadi 2,37% (yoy). Berdasarkan sektornya,

penyerapan kredit korporasi di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 masih didominasi

oleh dua sektor: (i) sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan, serta (ii) sektor

pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan

mempunyai pangsa 20,00% dari total kredit Riau, dengan outstanding Rp12,66

triliun. Adapun outstanding kredit sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan

mencapai Rp12,80 triliun, atau 20,21% dari total kredit Riau. Penyerapan kredit yang

tinggi pada kedua sektor tersebut merupakan cerminan dari besarnya peran

keduanya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Penyaluran kredit

kepada sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan pada triwulan III 2018 masih

didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau

dengan pangsa 15,68% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp1,99

triliun. Sementara itu, kredit di sektor pertanian masih didominasi oleh kredit

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

62

subsektor perkebunan kelapa sawit, dengan pangsa 91,50% dari total kredit sektor

pertanian atau sebesar Rp11,71 triliun.

Penyaluran kredit korporasi di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau

pada triwulan III 2018 tumbuh 1,18% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018

yang tercatat tumbuh 3,64% (yoy). Berbeda dengan kredit sektor perdagangan,

penyaluran kredit di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau pada triwulan

III 2018 mengalami perbaikan, meskipun masih mengalami kontraksi, dari negatif

3,14% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi negatif 1,69% (yoy).

Tabel 4.1. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp Triliun)

Sumber : Bank Indonesia

Melambatnya penyaluran kredit sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau

pada triwulan laporan terutama didorong oleh melambatnya kredit subsektor hotel

bintang, perdagangan kelapa dan kelapa sawit, dan perdagangan eceran didominasi

makanan, minuman, dan tembakau. Kredit subsektor hotel bintang pada triwulan

laporan terkontraksi lebih dalam dari negatif 4,78% (yoy) pada triwulan II 2018

menjadi negatif 30,26% (yoy). Hal ini sejalan dengan temuan SKDU Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau dimana investasi sektor penyediaan

akomodasi sedang mengalami perlambatan akibat ketatnya persaingan usaha

perhotelan di Riau. Penyaluran kredit subsektor perdagangan kelapa dan kelapa

sawit juga mengalami perlambatan, meskipun masih tumbuh positif, yaitu sebesar

22,55% (yoy) pada triwulan III 2018, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018

yang tercatat 22,67% (yoy). Perlambatan sejalan dengan kontraksi harga komoditas

CPO dan TBS pada triwulan III 2018 yang lebih dalam dibandingkan dengan triwulan

II 2018 sehingga menjadi disinsentif korporasi untuk menambah pembiayaan.

Sementara itu, kredit perdagangan eceran didominasi makanan, minuman dan

I II III IV I II III IV I II III

Pertanian 12.54 13.43 13.29 12.87 12.62 12.85 13.02 12.05 12.13 12.45 12.80 20.21 (1.69)

Pertambangan 0.36 0.40 0.38 0.33 0.25 0.19 0.20 0.25 0.22 0.20 0.20 0.32 4.05

Perindustrian 2.43 2.52 2.38 2.49 2.48 2.54 2.50 2.63 2.70 2.97 3.02 4.78 21.15

Listrik, gas dan air 0.21 0.20 0.19 0.17 0.17 0.15 0.14 0.14 0.15 0.14 0.14 0.23 1.58

Konstruksi 1.73 1.85 2.01 1.86 1.62 1.71 1.86 1.91 1.90 2.01 2.12 3.34 13.87

Perdagangan, restoran dan hotel 12.18 12.76 12.62 12.51 12.49 12.52 12.51 12.81 12.68 12.98 12.66 20.00 1.18

Pengangkutan, pergudangan 1.46 1.38 1.33 1.27 1.12 1.06 1.03 1.06 0.91 0.95 0.93 1.46 (10.26)

Jasa 3.76 3.64 3.51 3.57 3.50 3.63 3.78 3.88 3.87 3.85 4.00 6.31 5.62

Rumah Tangga dan Lainnya 21.58 22.15 22.68 23.32 23.62 24.30 24.72 25.87 26.31 26.72 27.45 43.35 11.07

Total 56.25 58.33 58.41 58.39 57.88 58.95 59.76 60.61 60.88 62.28 63.33 100.00 5.97

%yoyPangsa2017

RpTriliun2016 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

63

tembakau mengalami kontraksi sedikit lebih dalam, yaitu dari negatif 7,20% (yoy)

pada triwulan II 2018 menjadi negatif 7,21% (yoy) pada triwulan III 2018.

Melambatnya kredit korporasi subsektor perdagangan eceran makanan, minuman,

dan tembakau didorong oleh moderasi konsumsi rumah tangga pada triwulan III

2018 sehingga menjadi disinsentif untuk meningkatkan investasi melalui

pembiayaan perbankan. Pangsa kredit subsektor hotel bintang, perdagangan kelapa

dan kelapa sawit, serta perdagangan eceran didominasi makanan, minuman, dan

tembakau mencapai hampir 30% dari total kredit sektor perdagangan, sehingga

perlambatan pertumbuhan kredit di subsektor tersebut akan mempengaruhi

perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan secara keseluruhan.

Perlambatan pertumbuhan kredit perdagangan, restoran, dan perhotelan yang lebih

dalam tertahan oleh membaiknya kredit subsektor perdagangan eceran bahan

konstruksi serta subsektor perdagangan eceran komoditas selain bahan makanan,

minuman, dan tembakau, yang masing-masing tercatat tumbuh positif 10,83% (yoy)

dan tumbuh negatif 9,01% (yoy) pada triwulan laporan, membaik dibandingkan

pada triwulan II 2018 yang masing-masing tercatat negatif 2,80% (yoy) dan negatif

10,80% (yoy). Membaiknya kredit subsektor perdagangan eceran komoditas selain

bahan makanan, minuman dan tembakau juga terkonfirmasi dari meningkatnya

indeks penjualan beberapa kelompok barang dari Survei Penjualan Eceran yang

dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Riau, antara lain kelompok: (i) suku cadang

dan aksesori, (ii) bahan bakar kendaraan bermotor, (iii) peralatan informasi dan

komunikasi, dan (iv) perlengkapan rumah tangga lainnya.

Sementara itu, membaiknya penyaluran kredit sektor pertanian, kehutanan, dan

perikanan didorong oleh membaiknya kredit subsektor perkebunan kelapa sawit dan

karet. Kredit subsektor perkebunan kelapa sawit membaik dari kontraksi 4,24% (yoy)

pada triwulan II 2018 menjadi kontraksi 2,71% (yoy). Kredit subsektor perkebunan

karet juga menunjukkan perbaikan dari kontraksi 5,98% (yoy) menjadi

kontraksi2,09% (yoy). Membaiknya penyaluran kredit ke perkebunan kelapa sawit

dan karet diperkirakan masih didorong oleh membaiknya permintaan dunia terutama

dari Tiongkok dan India serta replanting yang dilakukan beberapa perusahaan dan

petani swadaya seiring usia perkebunan yang menua di tengah harga CPO yang

terkontraksi lebih dalam.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

64

Grafik 4.1. Growth Subsektor Pertanian dan

Perdagangan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.2. Pangsa Subsektor Pertanian dan

Perdagangan

Sumber : Bank Indonesia

Secara sektoral, NPL di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau pada

triwulan III 2018 berada pada level 4,87%, membaik jika dibandingkan triwulan II

2018 yang tercatat 5,48%. Sejalan dengan sektor perdagangan, NPL sektor

pertanian pada triwulan III 2018 juga membaik dibandingkan triwulan II 2018, yaitu

dari 2,79% menjadi 2,65%. Dari subsektor perdagangan dan pertanian,

peningkatan NPL hanya terjadi pada subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit

dibandingkan triwulan II 2018, yaitu dari 5,77% menjadi 6,13%. Peningkatan NPL

pada subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit diperkirakan didorong oleh

menurunnya pendapatan korporasi trader kelapa sawit seiring dengan kontraksi

harga CPO dunia yang lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan II 2018.

Meskipun level NPL rata-rata keseluruhan sektor ekonomi di Riau masih berada di

bawah threshold yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, perbankan

dihimbau untuk selalu berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan

kredit.

1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga

Pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tumbuh

mencapai 11,08% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat

tumbuh 9,99% (yoy).

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

65

Grafik 4.3. Perkembangan Kredit Perumahan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.4. Perkembangan Kredit Kendaraan

Bermotor

Sumber : Bank Indonesia

Meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi utamanya didorong oleh

meningkatnya pertumbuhan penyaluran kredit kepemilikan kendaraan bermotor

(KKB) dan kredit konsumsi untuk kepentingan lainnya. Meskipun masih mengalami

kontraksi, kredit KKB di Riau secara tahunan tumbuh membaik. Penyaluran kredit

KKB pada triwulan III 2018 tercatat memiliki outstanding sebesar Rp257,37 triliun

atau kontraksi5,29% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang

kontraksi13,74% (yoy). Membaiknya kredit KKB di Riau pada triwulan laporan

ditopang oleh membaiknya kredit KKB roda empat (pangsa 97,04% kredit KKB) dari

negatif 10,20% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi negatif 3,24% (yoy). Sementara

itu, kredit konsumsi lainnya (pangsa 4,96% kredit konsumsi) pada triwulan laporan

tumbuh sebesar 67,52% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat 1,97% (yoy).

Berbeda dengan kredit KKB, kredit kepemilikan durable goods pada triwulan III 2018

mengalami perlambatan namun masih tumbuh positif, yaitu 4,96% (yoy) dari

10,23% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan ini utamanya berasal dari

perlambatan kredit: (i) kepemilikan peralatan lainnya, (ii) furniture dan peralatan

rumah tangga, serta (iii) kepemilikan TV, radio, dan alat elektronik; Hanya kredit

kepemilikan komputer dan alat komunikasi yang tumbuh meningkat, namun

memiliki pangsa yang kecil (0,24% kredit durable goods).

Pada triwulan III 2018, kredit perumahan tercatat sebesar Rp10,09 triliun atau

tumbuh 11,87% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat

sebesar Rp10,03 triliun atau tumbuh 13,52% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit

perumahan ini terutama didorong oleh kredit kepemilikan rumah tipe 22 s.d. 70

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

66

(pangsa 65,22%) yang tumbuh sebesar 19,12% (yoy), melambat dibandingkan

triwulan II 2018 yang tercatat 22,77% (yoy). Meskipun secara tahunan

pertumbuhannya melambat, namun kredit perumahan secara nominal mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yang merupakan dampak

dilonggarkannya peraturan LTV oleh Bank Indonesia dan masih berlanjutnya program

rumah bersubsidi yang digulirkan oleh Pemerintah.

Sejalan dengan melambatnya kredit perumahan, kredit multiguna di Riau pada

triwulan III 2018 juga menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan kredit multiguna

Riau pada triwulan III 2018 tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,

yaitu dari 8,73% (yoy) menjadi 7,78% (yoy), atau secara nominal meningkat dari

Rp15,47 triliun menjadi Rp15,57 triliun.

Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Multiguna

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.6. Perkembangan Kredit

Durable Goods

Sumber : Bank Indonesia

Meningkatnya pertumbuhan total kredit konsumsi rumah tangga di Riau pada

triwulan III 2018 tercermin dari meningkatnyaIndeks Ekspektasi Konsumen (IEK)1 dua

triwulan yang lalu. IEK untuk triwulan laporan yang disurvei pada triwulan I 2018

mencapai 103,1 atau meningkat 4,7 poin dari triwulan sebelumnya yang tercatat

98,4. Meningkatnya IEK dan kredit konsumsi ini diperkirakan didorong oleh

membaiknya pendapatan ekspor mengingat realisasi ekspor luar negeri Riau pada

triwulan III 2018 sebesar 3,99% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang

negatif 3,72% (yoy). Dengan membaiknya pendapatan ekspor ini, masyarakat Riau

cenderung meningkatkan konsumsi melalui kredit kepemilikan kendaraan bermotor

1 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) merupakan ekspektasi/perkiraan konsumen rumah

tangga terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha dalam jangka

waktu 6 bulan (2 kuartal) yang akan datang.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

67

dan konsumsi lainnya yang, seperti telah dijelaskan sebelumnya, meningkat

dibandingkan triwulan II 2018.

Grafik 4.7. Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi

Sumber : Bank Indonesia

2. Kondisi Umum Perbankan Riau

Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan III 2018 meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Peningkatan ini tercermin dari membaiknya indikator utama,

yaitu DPK, kredit, dan NPL. Adapun indikator utama lainnya, yaitu Aset dan LDR

menunjukkan perlambatan.

Pertumbuhan aset perbankan Riau pada triwulan III 2018 masih mengalami

kontraksi. Total aset perbankan Riau pada triwulan III 2018 mengalami kontraksi

sebesar 4,26% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan II 2018 yang mengalami

kontraksi sebesar 1,11% (yoy). Total aset bank umum di Riau pada triwulan III 2018

tercatat sebesar Rp98,94 triliun. Lebih dalamnya kontraksi pertumbuhan aset

terutama dipengaruhi oleh perlambatan komponen aset antar kantor dan

penempatan pada Bank Indonesia.

Jika dilihat per kelompok Bank, melambatnya aset perbankan di Riau pada triwulan

III 2018 didorong oleh melambatnya aset bank BUMN/D (pangsa 71,21%). Posisi aset

bank BUMN/D pada triwulan III 2018 tumbuh negatif 7,50% (yoy), terkontraksi lebih

dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 3,07%

(yoy). Berdasarkan jenis kegiatan bank, perlambatan aset disumbang oleh bank

konvensional (pangsa 92,54%) dengan pertumbuhan negatif 5,64% (yoy),

terkontraksi lebih dalam dari triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

68

2,14% (yoy). Berbeda dengan bank konvensional, aset bank syariah di Riau

mengalami peningkatan, dari 13,63% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 17,01%

(yoy) pada triwulan laporan.

Grafik 4.8. Perkembangan Aset Perbankan Riau

Sumber : Bank Indonesia

Pertumbuhan DPK perbankan di Riau pada triwulan III 2018 meningkat. Pada

triwulan III 2018, DPK perbankan di Riau tumbuh 2,00% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan II 2018 yang tumbuh sebesar 1,31% (yoy). Posisi DPK pada

triwulan laporan tercatat sebesar Rp76,08 triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak

banyak berubah dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa

tabungan (pangsa 49,85%), diikuti oleh deposito (pangsa 33,81%) dan giro (pangsa

16,34%).

Grafik 4.9. Perkembangan DPK Perbankan Riau

Sumber : Bank Indonesia

Sejalan dengan DPK, penyaluran kredit perbankan Riau tumbuh meningkat. Pada

triwulan III 2018, kredit perbankan Riau tumbuh 5,97% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,63% (yoy). Total kredit

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

69

perbankan Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp63,33 triliun, naik dari

outstanding kredit triwulan II 2018 yang tercatat Rp62,28 triliun. Pangsa terbesar

kredit Riau pada triwulan laporan masih didominasi oleh bank BUMN/D sebesar

72,31%.

Grafik 4.10. Perkembangan Kredit Perbankan Riau

Sumber : Bank Indonesia

Meningkatnya penyaluran kredit perbankan Riau diiringi oleh meningkatnya kualitas

kredit. Pada triwulan III 2018, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 2,90%,

atau turun dibandingkan NPL triwulan II 2018 yang tercatat sebesar 3,18%.

Grafik 4.11. Perkembangan Risiko Kredit Perbankan Riau

Sumber : Bank Indonesia

Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Riau pada triwulan III 2018 sedikit menurun.

LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 83,24%, lebih rendah dari triwulan II

2018 yang tercatat sebesar 84,14%. Penurunan LDR ini dipengaruhi oleh

peningkatan penyaluran kredit yang lebih rendah dibandingkan kenaikan posisi DPK.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

70

2.1 Perkembangan Bank Umum

2.1.1. Perkembangan Penghimpunan DPK

Peningkatan pertumbuhan DPK perbankan Riau pada triwulan III 2018 didorong oleh

membaiknya kontraksi deposito dan meningkatnya pertumbuhan giro. Meskipun

pertumbuhan deposito Riau pada triwulan III 2018 masih tercatat kontraksi sebesar

9,56% (yoy), namun membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga

mengalami kontraksi 12,94% (yoy). Membaiknya deposito Riau didorong oleh

membaiknya deposito pemerintah. Deposito milik pemerintah, yang memiliki pangsa

15,76% dari total deposito, pada triwulan laporan tercatat kontraksi sebesar 23,20%

(yoy), membaik dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat terkontraksi sebesar

54,46% (yoy). Membaiknya pertumbuhan deposito pemerintah ini diperkirakan

didorong oleh membaiknya pertumbuhan deposito pemerintah pusat di Riau,

pemerintah daerah Riau, badan/lembaga pemerintah di Riau, dan BUMN. Adapun

perlambatan terjadi pada deposito swasta dan perorangan. Deposito swasta pada

triwulan III 2018 mengalami perlambatan yaitu dari negatif 3,42%(yoy) pada

triwulan II 2018 menjadi negatif 18,16% (yoy), yang didorong utamanya oleh

melambatnya deposito perusahaan asuransi, perusahaan swasta, dan koperasi.

Deposito perorangan juga menunjukkan kontraksi sebesar 4,35% (yoy), lebih dalam

dibandingkan triwulan II 2018 yang terkontraksi 1,86% (yoy). Pangsa deposito

terhadap keseluruhan DPK Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 33,81%.

Pertumbuhan giro perbankan Riau pada triwulan III 2018 tercatat mengalami

peningkatan, yaitu 4,73% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tumbuh 1,07% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan giro pada triwulan laporan

terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan giro pemerintah, swasta, dan

perorangan. Giro pemerintah (pangsa 30,66%) tumbuh meningkat dari negatif

4,65% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi positif 4,43% (yoy) didorong oleh

meningkat/membaiknya pertumbuhan giro pemerintah daerah, badan/lembaga

pemerintah, dan BUMN/D. Giro swasta (pangsa 50,75%) tumbuh meningkat dari

2,41% (yoy) menjadi 3,08% (yoy) didorong oleh meningkat/membaiknya

pertumbuhan giro perusahaan asuransi dan perusahaan swasta. Adapun giro

perorangan (pangsa 18,59%) tumbuh meningkat dari 6,96% (yoy) menjadi 10,13%

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

71

(yoy). Pangsa giro terhadap keseluruhan DPK Riau pada triwulan III 2018 tercatat

16,34%.

Sementara itu, laju penghimpunan tabungan perbankan Riau mengalami

perlambatan pada triwulan laporan. Pertumbuhan tabungan pada triwulan laporan

tercatat sebesar 10,66% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 12,87% (yoy). Perlambatan terutama disumbang oleh melambatnya

pertumbuhan tabungan milik perorangan dan swasta. Tabungan milik perorangan,

yang mempunyai pangsa signifikan (95,01% dari total tabungan), tumbuh melambat

pada triwulan III 2018, yaitu 9,75% (yoy), dari 11,83% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan tabungan perorangan pada triwulan

laporan diperkirakan sejalan dengan kebutuhan belanja harian dan tidak adanya hal

yang membuat tabungan perorangan meningkat seperti THR dan gaji ke-13 pada

triwulan sebelumnya. Selanjutnya, tabungan milik swasta pada triwulan III 2018 juga

menunjukkan pertumbuhan mealmbat, yaitu 34,02% (yoy), dari 44,41% (yoy) pada

triwulan sebelumnya, yang utamanya didorong oleh melambatnya tabungan

perusahaan swasta, yayasan/badan sosial, dan koperasi. Sementara itu, tabungan

milik pemerintah masih terkontraksi 8,42% (yoy), membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar 16,02% (yoy). Pangsa tabungan

merupakan yang terbesar terhadap total DPK Riau, yang pada triwulan III 2018

tercatat sebesar 49,85%.

Secara total, berdasarkan kepemilikan, meningkatnya pertumbuhan DPK pada

triwulan III 2018 terutama didorong oleh membaiknya DPK pemerintah. DPK

pemerintah, yang memiliki pangsa 10,44% dari keseluruhan DPK, meskipun tumbuh

negatif 11,87% (yoy) pada triwulan III 2018, namun membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh negatif 34,94% (yoy). DPK sektor swasta yang memiliki

pangsa 14,48% terhadap total DPK tumbuh melambat dari 5,29% (yoy) pada

triwulan II 2018 menjadi 0,06% (yoy). Adapun DPK sektor perorangan yang

merupakan pangsa terbesar DPK Riau (sebesar 75,08%) juga tumbuh melambat dari

6,94% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 4,69% (yoy).

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

72

2.1.2. Penyaluran Kredit

Pertumbuhan kredit perbankan Riau secara tahunan meningkat di triwulan III 2018.

Kredit perbankan pada triwulan III 2018 secara tahunan tercatat tumbuh sebesar

5,97% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

5,63% (yoy).

Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit perbankan Riau pada

triwulan laporan didominasi oleh sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan

dengan pangsa 20,21% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya yaitu

perdagangan, restoran, dan perhotelan juga memiliki pangsa kredit signifikan

sebesar 20,00%, disusul oleh sektor jasa sebesar 6,31%.

Peningkatan maupun perbaikan penyaluran kredit Riau di triwulan III 2018 terjadi

pada sektor: (i) pertanian, (ii) perindustrian, dan (iii) listrik, gas, dan air. Penyumbang

utama meningkatnya pertumbuhan kredit pada triwulan III 2018 adalah sektor

pertanian, perikanan, dan kehutanan, yang meskipun masih terkontraksi, namun

membaik dari negatif 3,14% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi negatif

1,69%. Perbaikan ini sejalan dengan membaiknya permintaan CPO dunia terutama

dari Tiongkok dan India serta replanting yang dilakukan beberapa perusahaan dan

petani swadaya seiring usia perkebunan yang menua di tengah harga CPO yang

terkontraksi lebih dalam. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan juga disumbang

oleh penyaluran kredit ke sektor perindustrian dan listrik, gas, dan air. Kredit sektor

perindustrian tumbuh meningkat sebesar 21,15% (yoy) pada triwulan laporan, dari

16,82% (yoy) pada triwulan II 2018. Begitu juga dengan sektor listrik, gas, dan air

bersih, yang tumbuh meningkat sebesar 1,58% (yoy), membaik dari negatif 6,03%

(yoy) pada triwulan II 2018. Peningkatan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi pada

triwulan III 2018 tertahan oleh kredit sektor perdagangan, restoran, dan hotel yang

mengalami perlambatan dari 3,64% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 1,18%

(yoy).

Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit perbankan Riau

pada triwulan laporan masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa

43,33%. Sementara itu, kredit modal kerja dan investasi menempati urutan kedua

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

73

dan ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 32,06% dan 24,61% dari total

kredit.

2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Suku bunga simpanan di bank umum Riau pada triwulan III 2018 secara umum mulai

mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan suku bunga kebijakan Bank

Indonesia. Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito naik pada triwulan laporan

menjadi 6,29%, dari 5,85% pada triwulan II 2018. Peningkatan suku bunga deposito

terjadi pada hampir seluruh tenor, kecuali tanpa tenor, tenor 18 s.d. 24 bulan, dan

tenor 24 s.d. 36 bulan. Suku bunga tabungan juga mengalami sedikit peningkatan

menjadi 1,29% pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2018

yang tercatat 1,28%. Sementara itu, suku bunga giro pada triwulan laporan masih

mengalami penurunan dari 2,28% di triwulan II 2018 menjadi 2,24%.

Berbeda dengan suku bunga simpanan, suku bunga pinjaman bank umum di Riau

pada triwulan III 2018 baik berdasarkan jenis penggunaan maupun sektor ekonomi

secara umum masih mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaannya, suku

bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,31%, menurun

dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat 11,41%. Suku bunga kredit investasi

pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,08% atau turun dibandingkan triwulan II

2018 yang tercatat 11,11%. Suku bunga kredit konsumsi juga mengalami

penurunan dari 11,35% pada triwulan II 2018 menjadi 11,17% pada triwulan

laporan.

Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penurunan suku bunga pinjaman bank umum

di Riau pada triwulan III 2018 terjadi pada sebagian besar sektor. Suku bunga kredit

sektor pertanian turun dari 10,55% di triwulan II 2018 menjadi 10,31% di triwulan

laporan. Suku bunga kredit sektor industri pengolahan pada triwulan III 2018 juga

menurun dibandingkan triwulan II 2018, yakni dari 10,44% menjadi 10,40%. Begitu

juga dengan suku bunga kredit kepada sektor pertambangan dan penggalian, yang

turun dari 11,66% menjadi 11,42%. Adapun sektor yang mengalami kenaikan suku

bunga pinjaman adalah sektor konstruksi yang meningkat dari 11,11% pada

triwulan II 2018 menjadi 11,29%, sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan

yang meningkat dari 10,86% menjadi 11,55%.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

74

2.1.4. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

Kualitas kredit Riau pada triwulan III 2018 membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya, dan masih dalam batas aman. Non Performing Loan (NPL) sebagai

indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan laporan tercatat

sebesar 2,90%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

3,18%. Tingkat NPL ini masih berada di bawah threshold yang ditetapkan Bank

Indonesia yaitu sebesar 5%. Prinsip kehatian-hatian dalam penyaluran kredit perlu

selalu dikedepankan agar tingkat NPL senantiasa membaik.

Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, membaiknya kualitas kredit perbankan Riau

pada triwulan III 2018 terjadi pada hampir seluruh sektor, dengan penyumbang

utama sektor perdagangan, restoran, dan hotel. NPL sektor ini pada triwulan laporan

tercatat sebesar 4,87% atau membaik dari triwulan II 2018 yang tercatat 5,48%.

Penyumbang penurunan NPL lainnya ialah sektor konstruksi yang mempunyai pangsa

kredit terbesar ketiga di Riau, dengan NPL mencapai 5,92% atau membaik dari

triwulan II 2018 yang tercatat 6,83%.

2.2 Perkembangan Perbankan Syariah

Industri perbankan syariah pada triwulan III 2018 di Riau membaik dari triwulan

sebelumnya, yang ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan aset,

meningkatnya pertumbuhan pembiayaan, membaiknya NPF, dan meningkatnya FDR,

meskipunpertumbuhan DPK melambat. Pertumbuhan aset perbankan syariah Riau

pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 16,96% (yoy), meningkat dari triwulan II 2018

yang tercatat 13,54% (yoy).

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

75

Grafik 4.12. Perkembangan Aset Perbankan

Syariah

Grafik 4.13. DPK Perbankan Syariah Menurut

Jenis Simpanan

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Berbeda dengan meningkatnya pertumbuhan aset, laju pertumbuhan DPK

perbankan syariah Riau melambat pada triwulan III 2018. DPK perbankan syariah

Riau mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,51% (yoy) atau melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat 16,52% (yoy). Tabungan masih mendominasi

struktur DPK perbankan Syariah dengan pangsa 52,59%, disusul oleh Deposito dan

Giro dengan pangsa masing-masing sebesar 39,73% dan 7,68%.

Melambatnya pertumbuhan DPK pada triwulan III 2018 berkebalikan dengan

meningkatnya pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah Riau. Pembiayaan

perbankan syariah Riau tumbuh sebesar 15,29% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat 12,78% (yoy). Pembiayaan modal kerja (pangsa

15,19%) mengalami pertumbuhan meningkat, yaitu 4,11% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,07%

(yoy). Pembiayaan Investasi (pangsa 19,99%) juga membaik, dari tumbuh negatif

15,92% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi negatif 11,56% (yoy) pada triwulan

laporan. Adapun pembiayaan jenis konsumsi (pangsa terbesar, yaitu 64,82%)

memiliki laju pertumbuhan 30,83% (yoy) pada triwulan III 2018, sedikit melambat

dari 32,10% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Meningkatnya pertumbuhan pembiayaan diiringi dengan membaiknya kualitas

pembiayaan syariah yang tercermin dari Non Performing Financing (NPF). Indikator

NPF menunjukkan perbaikan dari 2,90% pada triwulan II 2018 menjadi 2,77% pada

triwulan laporan.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

76

Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan DPK dan peningkatan pertumbuhan

pembiayaan, angka Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah Riau pada

triwulan III 2018 mengalami peningkatan ke level 102,15%, dari 98,28% di triwulan

II 2018.

Grafik 4.14. Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah

Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber : Bank Indonesia

2.3 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Pertumbuhan aset BPR di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 melambat. Aset BPR

pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 1,07% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,04% (yoy).

Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan aset BPR di Riau, pertumbuhan DPK BPR

Riau pada triwulan III 2018 juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan DPK BPR

pada triwulan laporan tercatat 0,04% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh 3,92% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut

didorong terutama oleh komponen tabungan (pangsa 39,96%) yang tumbuh 6,06%

(yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,65%

(yoy). Pertumbuhan komponen deposito (pangsa 60,04%) terkontraksi lebih dalam

pada triwulan laporan, yaitu negatif 3,61% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan

triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 3,16% (yoy).

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

77

Grafik 4.15. Perkembangan Aset BPR/S

Grafik 4.16. Perkembangan DPK BPR/S

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Di sisi penyaluran kredit, pertumbuhan kredit BPR di Riau pada triwulan III 2018

mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR pada triwulan laporan tercatat

1,65% (yoy), membaik dari triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar

1,34% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut disumbang utamanya oleh

kredit modal kerja. Kredit modal kerja BPR Riau (pangsa 55,24%) pada triwulan

laporan tercatat tumbuh 8,45% (yoy), meningkat dari pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang tercatat 1,63% (yoy). Adapun kredit investasi dan konsumsi

tumbuh melambat. Kredit investasi BPR di Riau pada triwulan III 2018 tercatat

melambat, yaitu negatif 4,34% (yoy), terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan

sebelumnya yang negatif 2,08% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi

BPR di Riau mengalami kontraksi yang lebih dalam, yaitu dari -5,51% (yoy) pada

triwulan III 2018 menjadi -6,16% (yoy).

Grafik 4.17. Perkembangan Kredit BPR/S

Grafik 4.18. Perkembangan NPL BPR/S

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya, meningkatnya pertumbuhan kredit BPR

di Riau pada triwulan laporan utamanya disumbang oleh kredit sektor perdagangan

sebagai salah satu kredit sektoral dominan (pangsa 24,70%). Penyaluran kredit

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

78

kepada sektor perdagangan tumbuh mencapai 7,80% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat 0,66% (yoy). Selain sektor perdagangan,

kredit ke sektor pertanian juga menyumbang perbaikan kredit BPR Riau pada

triwulan III 2018, yang tumbuh positif 0,44% (yoy), setelah sebelumnya terkontraksi

5,03% (yoy).

NPL BPR di Riau pada triwulan III 2018 tercatat membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR di Riau tercatat sebesar 11,72%, lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai level 12,37%. Sementara

itu, indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Riau pada triwulan laporan juga

menunjukan peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 89,77%, menjadi

91,12% pada triwulan laporan. Peningkatan rasio tersebut disebabkan oleh

meningkatnya pertumbuhan kredit di tengah melambatnya pertumbuhan DPK.

2.4 Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)

Peran perbankan dalam membiayai kegiatan UMKM di Riau pada triwulan III 2018

meningkat dibandingkan triwulan II 2018. Kredit UMKM Provinsi Riau pada triwulan

laporan tercatat tumbuh 10,54% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,40% (yoy). Hingga triwulan III 2018, Riau

merupakan provinsi dengan pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar ketiga di

Sumatera yaitu sebesar 12,70%, setelah Sumatera Utara dan Sumatera Selatan

dengan pangsa masing-masing sebesar 30,68% dan 14,07%.

Grafik 4.19. Perkembangan dan Pertumbuhan

Kredit UMKM

Tabel 4.2. Pangsa Kredit UMKM Pulau

Sumatera

Sumber : Bank Indonesia

Sumber : Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

79

Berdasarkan kategori debitur, penyaluran kredit UMKM perbankan Riau pada

triwulan III 2018 relatif seimbang, dengan penyaluran terbesar kepada usaha Kecil

dengan pangsa 38,80% dari total kredit yang disalurkan kepada UMKM. Sementara

itu, kredit yang disalurkan kepada usaha mikro dan usaha menengah memiliki

pangsa masing-masing sebesar 31,88% dan 29,32%. Kredit yang disalurkan kepada

usaha mikro pada triwulan III 2018 tumbuh sebesar 12,99% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 10,81% (yoy). Adapun penyaluran

kredit kepada usaha kecil pada triwulan laporan tumbuh 13,07% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,54% (yoy). Sementara itu,

penyaluran kredit kepada usaha menengah pada triwulan III 2018 tumbuh

melambat, yaitu 4,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh 8,51% (yoy).

Berdasarkan sektor usahanya, peningkatan kredit UMKM Riau pada triwulan III 2018

disumbang terutama oleh kredit UMKM sektor perdagangan. Kredit UMKM sektor

perdagangan pada triwulan laporan tercatat tumbuh 4,21% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 2,64% (yoy). Pertumbuhan kredit

UMKM yang lebih tinggi tertahan oleh beberapa sektor UMKM yang mengalami

perlambatan dan/atau kontraksi penyaluran kredit, yaitu sektor pertanian,

perindustrian, dan jasa. Kredit UMKM sektor pertanian pada triwulan III 2018

melambat dari 18,52% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 17,87% (yoy). Kredit

UMKM sektor perindustrian pada triwulan III 2018 melambat dari positif 34,45%

(yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 26,79% (yoy). Adapun kredit UMKM sektor jasa

pada triwulan III 2018 melambat dari 12,83% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi

11,11% (yoy).

Kualitas kredit UMKM pada triwulan III 2018 membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Riau pada triwulan laporan

tercatat sebesar 4,65%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai level 5,13%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan NPL kredit UMKM

nasional yang tercatat 3,96% namun lebih rendah dari NPL kredit UMKM Sumatera

yang masing-masing tercatat 4,77%.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

80

Grafik 4.20. Perkembangan Kredit UMKM

Berdasarkan Segmen

Grafik 4.21. Perkembangan NPL Kredit

UMKM

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM perbankan di Riau terhadap

total kredit yang disalurkan pada triwulan III 2018 menunjukkan peningkatan, dari

36,22% pada triwulan II 2018 menjadi 36,74%. Penyaluran kredit UMKM di Riau

pada triwulan III 2018 mayoritas ditujukan kepada sektor perdagangan (41,66%),

diikuti sektor pertanian (36,87%), dan sektor jasa (9,37%).

FINANCIAL ACCOUNT AND BALANCE SHEET

PROVINSI RIAU TRIWULAN II 2018

Dalam mengemban mandat untuk menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia, Bank Indonesia

mulai mengembangkan Regional Financial Account and Balance Sheet (RFABS). RFABS merupakan

pengembangan lebih lanjut dari National Financial Account and Balance Sheet (NFABS) yang telah

terlebih dahulu dikembangkan. Tujuan dikembangkannya NFABS dan RFABS ini ialah untuk

menganalisis likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik intersektoral nasional dan

regional/provinsi. Dengan NFABS/RFABS, Bank Indonesia dapat mengetahui interconnectedness

antar sektor institusi secara nasional maupun regional/provinsi tertentu, dimana aset suatu sektor

institusi merupakan liabilitas (kewajiban) sektor lainnya. Lebih lanjut, dengan NFABS/RFABS Bank

Indonesia juga dapat mengetahui aliran dana dan likuiditas antar sektor institusi, serta aliran

likuiditas antar regional/provinsi. Bank Indonesia juga dapat mengetahui perilaku aktivitas ekonomi

sektor institusi dan sebagai input data penyusunan Financial Imbalances Indicator. Pada akhirnya,

pengetahuan akan hal-hal tersebut diharapkan berujung pada kebijakan moneter dan

makroprudensial yang terintegrasi dan tepat guna, dalam mendorong Stabilitas Sistem Keuangan

(SSK) melalui pengawasan berbasis risiko serta peran aktif dalam memitigasi financial imbalances

dan risiko sistemik.

Pada triwulan II 2018, sektor institusi di

Riau mengalami neto aset keuangan

negatif (net kewajiban) sebesar Rp20,2

triliun, atau menurun 11% dibandingkan

triwulan I 2018. Net kewajiban Riau pada

triwulan laporan didorong oleh posisi

kewajiban yang lebih tinggi dari posisi aset

keuangan, meskipun dibandingkan

triwulan I 2018, net kewajiban ini

menurun, sejalan dengan ekspansi aset

keuangan yang lebih tinggi dibandingkan ekspansi kewajiban. Berdasarkan instrumennya, pada

triwulan II 2018 aset keuangan yang dimiliki sektor-sektor di Riau didominasi oleh uang kartal dan

tabungan (40%), pinjaman (28%), ekuitas (20%), surat utang (9%), dan lainnya (3%). Adapun

Boks

Pangsa Aset Finansial dan Kewajiban per Instrumen

Sumber: BPS, DJPBN, DJP, OJK, dan LBU/US

Grafik B4.1

kewajibannya didominasi oleh pinjaman (34%), uang kartal dan tabungan (32%), ekuitas (23%),

surat utang (6%), dan lainnya (5%).

Pencairan THR pemerintah dan swasta, serta adanya momentum puasa dan hari raya Idul Fitri pada

triwulan II 2018 mendorong ekspansi aset keuangan Riau. Ekspansi aset keuangan utamanya terjadi

pada sektor Rumah Tangga (RT), pemda, dan perbankan. Ekspansi aset keuangan sektor RT

utamanya terjadi pada instrumen uang kartal dan tabungan (pangsa aset 54%), yang tumbuh

sekitar 5% dibandingkan posisi pada triwulan I 2018. Ekspansi aset keuangan pemda juga terjadi

pada instrumen uang kartal dan tabungan (pangsa 53%) yang tumbuh sekitar 106% (qtq) sejalan

dengan dropping dana dari pemerintah pusat untuk THR dan keperluan realisasi anggaran lainnya.

Adapun ekspansi aset perbankan terjadi pada instrumen pinjaman (pangsa 85%), yang tumbuh

sekitar 2% (qtq).

Pencairan THR pemerintah dan swasta, serta kebutuhan likuiditas sektor korporasi pada triwulan II

2018 mendorong ekspansi kewajiban Riau. Ekspansi kewajiban utamanya didorong oleh sektor

korporasi, perbankan, dan RT. Ekspansi kewajiban keuangan sektor korporasi utamanya terjadi

pada instrumen pinjaman (pangsa kewajiban 32%), yang tumbuh sekitar 13% (qtq). Ekspansi

kewajiban perbankan terjadi pada instrumen uang kartal dan tabungan (pangsa 98%) yang

tumbuh sekitar 6% (qtq) sejalan dengan dropping dana THR ASN dan karyawan swasta. Adapun

ekspansi kewajiban sektor RT terjadi pada instrumen pinjaman (pangsa 99%), yang tumbuh sekitar

3% (qtq).

Meskipun mengalami net kewajiban, porsi net kewajiban Riau triwulan II 2018 terhadap PDRB Riau

relatif kecil, yaitu 2,76%. Net kewajiban ini dibiayai oleh sektor di luar Riau, terutama berasal dari

luar negeri yang besarnya mencapai 1,81% PDRB (atau sekitar Rp13,2 triliun). Sebesar 0,96%

(sekitar Rp7,0 triliun) pembiayaan lainnya berasal dari daerah provinsi lain di luar Riau. Secara

sektoral, net kewajiban terbesar terdapat pada sektor korporasi yang mencapai 14,05% PDRB, yg

terdiri atas net kewajiban terhadap RT di Riau (7,41% PDRB), provinsi lain (3,27% PDRB), dan luar

negeri (1,82% PDRB). Hal ini mengindikasikan bahwa korporasi di Riau menyerap pembiayaan

terbesar dari domestik (RT dan provinsi lain), sehingga korporasi di Riau terekspos oleh dinamika

pendapatan dan perekonomian domestik, serta dari perusahaan induk. Selain itu, korporasi juga

terekspos risiko capital reversal dan nilai tukar karena juga memperoleh pembiayaan dari luar

negeri.

Net kewajiban Riau yang terjadi pada kuartal II 2018 merupakan buah dari berbagai transaksi antar

sektor yang ada di Riau dan juga antara sektor di Riau dengan luar negeri maupun provinsi lain.

Transaksi yang relatif besar terjadi dari sektor pemda kepada sektor perbankan, perbankan kepada

provinsi lain, dan provinsi lain kepada sektor korporasi. Sejalan dengan adanya momentum puasa

dan hari raya Idul Fitri, pemda melakukan disbursement THR melalui sektor perbankan, bersaman

dengan pengeluaran lainnya sehingga

pada akhirnya transaksi finansial

pemda selama triwulan II 2018 tercatat

net outflow. Sementara itu, sektor

perbankan Riau melakukan transaksi

yang relatif besar kepada provinsi lain

melalui pembelian SSB dan

penempatan currency and deposits

namun relatif lebih kecil dibandingkan

disbursement dari pemda sehingga

sektor perbankan masih tercatat net

inflow. Adapun institusi di provinsi lain

melakukan transaksi yang relatif besar dengan sektor korporasi Riau selama triwulan II 2018 berupa

loans, sehingga dapat diperkirakan bahwa terdapat penambahan kredit korporasi Riau yang berasal

dari bank di luar Riau.

Berdasarkan posisi secara umum, sifat net posisi seluruh sektor di Riau dari kuartal I 2018 ke kuartal

II 2018 tidak mengalami perubahan signifikan. Sektor RT tetap mengalami net aset keuangan dan

nilainya mengalami peningkatan. Peningkatan didorong utamanya oleh peningkatan posisi

Matriks Net Posisi Finansial Sektor-Sektor di Riau pada Kuartal II 2018

Sumber: BPS, DJPBN, DJP, OJK, dan LBU/US

Network Transaksi Antar Sektor Riau Triwulan II 2018

Sumber: BPS, DJPBN, DJP, OJK, dan LBU/US

Tabel B4.1

Grafik B4.2

currency and deposits baik yang ditempatkan di sektor perbankan maupun dalam bentuk uang

kartal. Hal ini sejalan dengan pencairan THR pemerintah dan swasta serta peningkatan tabungan

Riau pada triwulan II 2018 sebesar 5,16% (qtq). Sektor korporasi Riau tetap mengalami net

kewajiban dan nilainya mengalami peningkatan. Peningkatan didorong utamanya oleh

meningkatnya pembiayaan dari provinsi lain dan juga luar negeri. Meningkatnya pembiayaan sektor

korporasi ini mengindikasikan bahwa pada triwulan II 2018 sektor korporasi Riau sedang berada

dalam fase ekspansi, yang juga diindikasikan oleh kenaikan PMTB Riau sebesar 1,48% (qtq). Sektor

perbankan Riau tetap mengalami net kewajiban namun nilainya mengalami penurunan. Penurunan

net kewajiban didorong oleh peningkatan net aset sektor perbankan Riau di provinsi lain, yaitu

pembelian SSB pada bank sentral, di tengah tabungan yang meningkat. Sementara itu, pembiayaan

dari sektor RT stabil.

Grafik B4.3

Network Posisi Antar Sektor Riau Triwulan II 2018

Sumber: BPS, DJPBN, DJP, OJK, dan LBU/US

Transaksi dan posisi aset serta kewajiban yang terjadi pada sektor-sektor di Riau pada kuartal II

2018 ini berujung pada perkembangan portofolio risiko keuangan Riau. Secara umum, dari 5

potensi risiko keuangan yang ada, potensi risiko keuangan tertinggi di Provinsi Riau pada triwulan

II 2018 adalah risiko likuiditas. Potensi risiko keuangan yang cukup tinggi lainnya berturut-turut

ialah risiko solvabilitas dan risiko leverage. Bagi sektor korporasi di Riau, potensi risiko keuangan

tertinggi ialah risiko likuiditas sejalan dengan aset likuid sektor korporasi Riau yang masih belum

mengimbangi kewajiban jangka pendek yang ada. Adapun potensi risiko keuangan tertinggi bagi

sektor rumah tangga di Riau juga risiko likuiditas seiring dengan meningkatnya pengeluaran di

sekitar puasa dan lebaran bersamaan dengan kredit konsumsi yang meningkat. Potensi risiko

keuangan bagi sektor perbankan di Riau relatif merata, namun risiko likuiditas tetap merupakan

yang tertinggi mengingat kebutuhan currency masyarakat meningkat pada hari raya. Sementara

potensi risiko keuangan tertinggi bagi sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) di Riau ialah risiko

likuiditas, begitu juga bagi Pemda.

Risiko-risiko tersebut kiranya dapat menjadi perhatian karena beberapa nilai risiko berada di atas

level nilai risiko nasional. Bagi sektor korporasi di Riau, meskipun tidak begitu tinggi, potensi risiko

solvabilitas perlu menjadi perhatian mengingat tingkatnya jauh lebih tinggi dibandingkan pada level

nasional. Bagi sektor rumah tangga Riau, risiko likuiditas perlu mendapat perhatian ekstra

mengingat berada di atas level nasional. Sementara bagi sektor perbankan Riau, tingkat risiko

likuiditas dan risiko leverage berada di atas nasional.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

81

1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan III 2018

tercatat mengalami net outflow sebesar Rp282 miliar, hal tersebut menandakan

jumlah uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat (outflow) lebih

besar dibandingkan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia melalui perbankan

(inflow). Pada triwulan III 2018 jumlah nominal outflow tercatat sebesar Rp3,05

triliun atau turun 56,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar Rp7,01 triliun. Sementara itu, nominal inflow tercatat sebesar Rp2,77 triliun

atau naik sebesar 16,59% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

Bab 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

RUPIAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

82

sebesar Rp2,37 triliun. Kondisi tersebut sejalan dengan mulai normalnya aktivitas

ekonomi dan konsumsi masyarakat setelah berakhirnya Hari Besar Keagamaan

Ramadhan dan Idul Fitri serta libur sekolah yang jatuh pada triwulan II 2018.

Disisi lain, transaksi melalui kliring mengalami peningkatan baik dari sisi nominal

maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Secara nominal transaksi kliring pada

triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,70 triliun atau meningkat 5,76% (qtq)

sedangkan dari sisi jumlah warkat kliring tercatat sebanyak 143 ribu lembar atau

meningkat 4,80% (qtq). Sementara itu, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS

di Provinsi Riau juga tercatat meningkat dari sisi nominal dan jumlah transaksi. Dari

sisi nominal, transaksi BI-RTGS pada triwulan III 2018 meningkat hingga 3,55% (qtq)

dari Rp57,12 triliun pada triwulan II 2018 menjadi Rp59,15 triliun pada triwulan III

2018. Sedangkan dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan dari 10,307 ribu

lembar pada triwulan II 2018 menjadi 11,763 ribu lembar pada triwulan III 2018

(14,13%,qtq). Peningkatan transaksi tersebut diatas dikarenakan jumlah hari kerja

pada triwulan III 2018 lebih banyak dibandingkan triwulan sebelumnya akibat

perayaan Hari Raya Idul Fitri sehingga waktu sistem untuk beroperasi di triwulan III

2018 menjadi lebih banyak dibandingkan triwulan II 2018.

2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia dapat dipantau melalui beberapa

indikator, seperti jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke masyarakat

melalui perbankan (outflow), jumlah aliran uang masuk dari masyarakat ke Bank

Indonesia melalui perbankan (inflow), serta kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak

Edar (UTLE) dan penemuan uang tidak asli. Di wilayah Provinsi Riau, pengelolaan

uang rupiah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.

2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)

Pada triwulan III 2018, di Provinsi Riau terjadi peningkatan aliran inflow sebesar

16,59% (qtq) dari Rp2,37 triliun pada triwulan II 2018 menjadi Rp2,77 triliun pada

triwulan III 2018. Kondisi ini disertai dengan penurunan jumlah aliran outflow sebesar

56,41% (qtq) dari Rp7,01 triliun pada triwulan II 2018 menjadi Rp3,05 triliun pada

triwulan III 2018. Hal ini terjadi seiring dengan mulai normalnya aktivitas ekonomi

dan konsumsi masyarakat setelah berakhirnya efek seasonal bulan Ramadhan dan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

83

Hari Raya Idul Fitri serta peningkatan konsumsi pemerintah akibat adanya pemilihan

kepada daerah serentak yang terjadi pada triwulan II 2018. Kondisi aliran outflow

yang lebih besar dibandingkan aliran inflow menjadikan Provinsi Riau pada triwulan

berjalan mengalami net outflow sebesar Rp282 miliar.

Sumber: Bank Indonesia

Apabila dilihat dari sisi permintaan, aktivitas ekonomi masyarakat dapat terpantau

dari indikator aliran uang masuk/keluar melalui Bank Indonesia. Sesuai dengan

polanya, permintaan uang sangat dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi entitas

ekonomi seperti pemerintah dan rumah tangga. Terlihat pada grafik 5.2-5.3, yang

menggambarkan pertumbuhan permintaan uang yang direpresentasikan oleh aliran

outflow secara historis selama tiga tahun terakhir dimana pergerakannya searah

dengan pertumbuhan pengeluaran entitas ekonomi pada umumnya. Pada triwulan

III 2018 terjadi penurunan pertumbuhan aliran outflow dibandingkan triwulan II

2018 hingga mencapai Rp3,95 triliun atau 56,41% (qtq). Penurunan nilai outflow

yang tersebut utamanya dipengaruhi oleh penurunan konsumsi pemerintah dari

5,80% (qtq) pada triwulan II 2018 menjadi 4,87% (qtq) pada triwulan III 2018 seiring

telah berakhirnya pemilihan umum kepala daerah di Provinsi Riau yang jatuh pada

triwulan II 2018. Selain itu penurunan nilai outflow juga dipengaruhi melemahnya

tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga yang pada triwulan laporan mengalami

kontraksi hingga 0,32% (qtq) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang

tumbuh hingga 3,22% (qtq) akibat terjadinya moderasi permintaan paska Idul Fitri

dan libur sekolah yang jatuh pada triwulan II 2018. Pada Grafik dapat terlihat bahwa

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau

1,885

1,135

2,331

721

1,799 1,406

2,415

1,224

2,253

1,294

3,015

1,521

2,709

1,545

3,280

1,020

3,131

2,379 2,774

(2,132)

(3,386)

(4,941)

(3,876)

(1,687)

(3,982)(4,216)(4,630)

(1,988)

(6,962)

(3,191)

(5,521)

(3,074)

(6,510)

(2,757)

(5,786)

(2,897)

(7,010)

(3,056)

(7,000)

(5,000)

(3,000)

(1,000)

1,000

3,000

5,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

Rp Miliar Inflow Outflow

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

84

pola yang terbentuk dari tingkat pengeluaran entitas ekonomi di Provinsi Riau searah

dengan tingkat aliran uang keluar (outflow) di Provinsi Riau.

Grafik 5.2. Pergerakan Pertumbuhan

Konsumsi Rumah Tangga & Outflow (qtq)

di Provinsi Riau

Grafik 5.3. Pergerakan Pertumbuhan

Konsumsi Pemerintah & Outflow (qtq)

di Provinsi Riau

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Dalam melaksanakan fungsi dan wewenang mengeluarkan dan mengedarkan uang

Rupiah di wilayah Indonesia, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk memenuhi

kebutuhan uang kartal di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis

pecahan yang sesuai serta tepat waktu dan layak edar (fit for circulation). Oleh sebab

itu secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan

pelayanan uang kartal kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak

langsung (melalui perbankan). Pelayanan secara langsung dilakukan dalam bentuk

penukaran langsung, kas keliling dan program gerakan peduli uang lusuh.

Terkait dengan upaya menjaga kualitas uang yang beredar, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak

Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari

masyarakat secara langsung. Pada triwulan laporan, berakhirnya efek seasonal

Ramadhan dan Idul Fitri serta selesainya proses pemilihan umum kepala daerah

Provinsi Riau menyebabkan total UTLE yang dimusnahkan pada triwulan III 2018

mengalami peningkatan. Pemusnahan UTLE yang dilakukan Bank Indonesia pada

triwulan III 2018 mencapai Rp793 miliar, meningkat hingga 615% (qtq). Apabila

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

% (qtq)% (qtq)

Grotwh Outflow (left)

Growth Pengeluaran Konsumsi RumahTangga (right)

-35

-25

-15

-5

5

15

25

35

-350

-250

-150

-50

50

150

250

350

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

% (qtq)% (qtq)

Grotwh Outflow (left)

Growth Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (right)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

85

dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pemusnahan

UTLE yang dilakukan Bank Indonesia Provinsi Riau mengalami sedikit penurunan

mencapai Rp15 miliar atau menurun 1,83%, yoy).

Seiring dengan peningkatan inflow 16,59% (qtq), rasio UTLE terhadap total inflow

pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 28,59% meningkat dibandingkan triwulan II

2018 yang tercatat sebesar 4,66%. Kondisi ini juga lebih tinggi apabila dibandingkan

dengan rasio UTLE terhadap inflow pada triwulan III 2018 yang tercatat sebesar

24,63%. Kondisi ini menandakan terjadi perbaikan kualitas uang beredar di Provinsi

Riau pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya.

Grafik 5.4. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.5. Perkembangan Rasio UTLE terhadap Total Inflow

Sumber: Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

Inflow (miliar) 1,885 1,135 2,331 721 1,799 1,406 2,415 1,224 2,253 1,294 3,015 1,521 2,709 1,545 3,280 1,020 3,131 2,379 2,774

UTLE (miliar) 207 318 196 249 283 283 272 313 799 615 955 767 1,561 662 808 644 834 111 793

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500Rp Miliar UTLE (miliar) Inflow (miliar)

11%

28%

8%

35%

16%20%

11%

26%

35%

48%

32%

50.4%58%

42.83%

24.63%

63.13%

26.63%

4.66%

28.59%

0%

20%

40%

60%

80%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

Rasio UTLE/Inflow (%)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

86

Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang di wilayah Provinsi Riau,

Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama dengan 48 Bank

Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh.

Adapun total penukaran uang yang telah dilayani hingga triwulan III 2018 adalah

sebesar Rp40,79 miliar. Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau juga selalu berupaya untuk

meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling baik secara wholesale

maupun retail ke daerah-daerah yang memiliki peredaran uang lusuh dalam jumlah

tinggi, terutama ke pasar-pasar tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun

daerah remote area (daerah terpencil) di Provinsi Riau. Hingga triwulan III 2018, total

transaksi kas keliling kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia

Provinsi Riau sebanyak 12 kali dengan total transaksi sebesar Rp21,38 miliar.

Upaya lain yang dilakukan secara tidak langsung untuk memenuhi uang layak edar

di Provinsi Riau adalah dengan membuka Kas Titipan di perbankan. Kas Titipan

diharapkan dapat membantu Bank Indonesia untuk mendukung penyebaran uang

layak edar agar dapat didistribusikan hingga ke pelosok pelosok daerah dalam jumlah

cukup dengan kondisi layak edar dan waktu yang lebih cepat serta tepat. Saat ini,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah membuka Kas Titipan sebanyak

4 Kas Titipan yang terletak di Kota Dumai dengan plafon sebesar Rp100 miliar, di

Kabupaten Rengat dengan plafon sebesar Rp100 miliar, di Selat Panjang dengan

plafon sebesar Rp50 miliar dan kas titipan di daerah Pasir Pangaraian Kabupaten

Rokan Hulu dengan plafon sebesar Rp100 miliar. Terkait adanya kas titipan di Provinsi

Riau tersebut, hingga triwulan III 2018 dalam rangka memenuhi kebutuhan Rupiah

di Kas Titipan yang ditunjuk, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah

menyalurkan uang layak edar sebesar Rp2,02 triliun.

2.3. Uang Rupiah Tidak Asli

Bank Indonesia terus berupaya untuk mengantisipasi penggunaan dan peredaran

uang Rupiah palsu salah satunya melakukan koordinasi yang intensif dan rutin

dengan berbagai pihak (termasuk kepolisian). Selama triwulan III 2018, penemuan

uang tidak asli di Provinsi Riau baik melalui perbankan maupun berdasarkan laporan

masyarakat tercatat sebanyak 47 lembar, menurun 31 lembar atau 39,7% (qtq)

dibandingkan triwulan II 2018.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

87

Uang Rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Riau selama triwulan III 2018 terdiri dari 15 lembar menyerupai pecahan

Rp100 ribu dan 32 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu.

Grafik 5.6. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Adanya laporan temuan uang tidak asli oleh masyarakat di Provinsi Riau dipengaruhi

oleh gencarnya upaya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang Rupiah.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi

mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat di beberapa daerah

termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).

Selama triwulan III 2018, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah

melakukan sosialisasi Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) sebanyak 8 kali melalui

kunjungan yang dilakukan ke Universitas, sekolah SMK, panti asuhan di Kota

Pekanbaru, Dumai dan Kuansing maupun event khusus yang dilakukan seperti City

Expo Pekanbaru, Pelelawan Expo, Dumai Expo serta sosialisasi GPN dan kegiatan

yang melibatkan komunitas serta masyarakat umum seperti Fun Run dan Gowes

Bersama yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Selain

itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga aktif memperkenalkan

Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dilakukan di Universitas Pasir Pangaraian,

Politeknik Bengkalis, Masyarakat Kota Pekanbaru, Dumai, dan Kuansing serta kepada

pemerintah provinsi dan kota Pekanbaru.

125 106 104 87123

202

126 132

369

431

295

171135

100 110 144

178

78 470

100

200

300

400

500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

Lembar Lembar Uang Palsu

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

88

3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas ekonomi di suatu

daerah selain melalui peredaran uang tunai juga dapat melalui transaksi non tunai

yang tercatat di daerah tersebut.

3.1. Transaksi Kliring

Bank Indonesia memiliki SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) sebagai

sarana transfer dana non tunai secara ritel baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia

maupun penyelenggara kliring lokal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan

nominal transaksi yang lebih kecil yakni dengan nilai di bawah Rp100 juta.

Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Riau, pada triwulan III 2018 transaksi non tunai dengan menggunakan sistem

kliring di Provinsi Riau secara umum mengalami peningkatan, baik dari segi nominal

transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Pada triwulan III 2018 transaksi

non tunai yang tercermin melalui SKNBI secara nominal dan volume meningkat

secara berurutan sebesar 5,76% dan 4,80% (qtq). Nilai transaksi kliring pada

triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,70 triliun dengan volume transaksi mencapai

143 ribu lembar, meningkat jika dibandingkan triwulan II 2018 yang nilainya tercatat

sebesar Rp4,44 triliun dengan volume transaksi 137 ribu lembar. Peningkatan ini

lebih disebabkan sedikitnya jumlah hari libur pada triwulan III 2018 dibandingkan

triwulan II 2018 yang hanya beroperasi sebanyak 55 hari hal ini menyebabkan waktu

sistem SKNBI untuk beroperasi pada triwulan laporan meningkat menjadi 62 hari

kerja.

Grafik 5.7. Perkembangan Transaksi Kliring (SKNBI) di Provinsi Riau

Sumber: Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

Nominal Kliring (rhs) 7,742 7,996 8,070 8,438 7,881 7,915 8,684 7,366 6,890 6,560 6,374 6,607 6,096 4,430 5,019 5,044 4,670 4,447 4,703

Warkat Kliring (lhs) 262 270 257 275 254 234 238 206 209 194 191 201 182 135 157 158 144 137 143

0

50

100

150

200

250

300

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

10,000Ribu LembarRp. Miliar Nominal Kliring (rhs) Warkat Kliring (lhs)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

89

3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)

Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap

transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS berperan penting dalam

aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran

yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu

transaksi Rp100 juta atau lebih. Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh

transaksi pembayaran di Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem

pembayaran nasional yang memiliki peran signifikan.

Pada triwulan III 2018, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau

tercatat meningkat dari sisi nominal maupun volume. Secara nominal, total transaksi

BI-RTGS pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp59,15 triliun atau meningkat

hingga Rp2,02 triliun (3,55% qtq) dibandingkan triwulan II 2018. Sedangkan dari sisi

volume transaksi terjadi peningkatan dari 10,307 ribu lembar pada triwulan II 2018

menjadi 11,763 ribu lembar pada triwulan III 2018 (14,13% qtq). Peningkatan ini

lebih didorong oleh peningkatan jumlah hari BI-RTGS beroperasi pada triwulan

berjalan dibandingkan triwulan II 2018.

Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau

Sumber: Bank Indonesia

3.3. Pemeriksaan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA)

Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah serta menjaga kelangsungan

ekonomi nasional, dibutuhkan dukungan pasar keuangan termasuk pasar valuta

asing domestik yang sehat. Oleh karena itu, melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI)

Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank,

Bank Indonesia memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi transaksi valuta

asing terhadap rupiah antara penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing

bukan bank dengan pihak lain. Pengawasan juga dilakukan untuk mencegah

kegiatan penukaran valuta asing yang dimanfaatkan untuk pencucian uang,

I II III IV I II III

Nilai Transaksi (Rp miliar) 56,967 67,889 73,379 76,367 43,370 57,126 59,155

Volume Transaksi (lembar) 9,538 9,551 11,200 13,434 10,642 10,307 11,763

RpMiliar2017 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

90

pendanaan terorisme atau kejahatan lainnya, sekaligus untuk meningkatkan

profesionalisme penyelenggara KUPVA Bukan Bank (KUPVA-BB) dalam memberikan

pelayanan terhadap masyarakat.

Di Provinsi Riau, jumlah KUPVA-BB yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia

hingga triwulan laporan adalah sebanyak 16 KUPVA yang tersebar di

Kapubaten/Kota Provinsi Riau. Nominal transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau pada

triwulan III 2018 tercatat Rp66,97 miliar atau menurun sebesar 0,6% (qtq)

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp67,39 miliar untuk transaksi beli.

Sedangkan untuk transaksi jual juga mengalami penurunan dari Rp68,93 miliar pada

triwulan II 2018 menjadi Rp66,89 miliar pada triwulan III 2018 (3,0% qtq).

Penurunan jumlah transaksi beli dan jumlah transaksi jual pada triwulan III 2018

dipengaruhi oleh volatilitas nilai tukar Rupiah yang selama triwulan laporan

mengalami depresiasi lebih tinggi (4,64%, qtq) dibandingkan triwulan II 2018. Pada

triwulan III 2018 rata-rata nilai kurs tengah rupiah terhadap dolar AS tercatat sebesar

Rp13,955/USD sedangkan pada triwulan III 2018 rata-rata nilai kurs tengah rupiah

terhadap dolar AS terdepresiasi menjadi Rp14,602/USD.

Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau

Sumber : LKPBU

I II III IV I II III IV I II III

Transaksi Pembelian 47.63 51.79 60.49 71.54 53.63 62.54 57.21 71.94 72.71 67.39 66.97

Transaksi Penjualan 47.32 51.90 60.54 72.75 52.01 62.90 59.31 73.30 70.54 68.93 66.89

I II III IV I II III IV I II III

Transaksi Pembelian 3.5% 8.7% 16.8% 18.3% -25.0% 16.6% -8.5% 25.7% 1.1% -7.3% -0.6%

Transaksi Penjualan 1.4% 9.7% 16.6% 20.2% -28.5% 20.9% -5.7% 23.6% -3.8% -2.3% -3.0%

RpMiliar2016 2017

2016 2017Growth - qtq

2018

2018

BITCOIN SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN

Pada tanggal 31 Oktober 2008, seorang penulis anonim yang menggunakan nama Satoshi

Nakamoto, merilis tulisan online dengan judul Bitcoin: A Peer-To-Peer Electronic Cash System.

Dalam tulisan tersebut, Nakamoto mengenalkan sistem uang digital bernama Bitcoin yang

memungkinkan transaksi dilakukan langsung dari satu pihak ke pihak lain secara online tanpa

melalui lembaga keuangan serta dengan menggunakan teknologi blockchain (decentralized ledger)

dengan kriptografi untuk memvalidasi transaksi.

Bitcoin memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dibanding mata uang lainnya. Pertama, sesuai

dengan karakteristik cryptocurrency, proses settlement Bitcoin tidak melalui otoritas pusat. Namun,

setiap mesin yang melakukan proses mining Bitcoin otomatis akan memproses transaksi yang

terjadi dan tergabung dalam jaringan. Kedua, pelaksanaan transaksi oleh Bitcoin bersifat anonim,

sehingga identitas dan data pribadi pengirim serta penerima Bitcoin tidak dapat dilacak. Ketiga,

seluruh transaksi yang telah diproses tidak dapat dibatalkan. Keempat, Bitcoin memiliki sifat

transparan dimana data mengenai supply dan tingkat inflasi dapat diketahui secara tepat. Yang

terakhir, Bitcoin cenderung susah untuk diretas. Untuk dapat meretas sebuah blockchain,

seseorang harus mengontrol lebih dari setengah (>50%) kekuatan komputer yang ikut

mengamankan jaringan blockchain tersebut (dikenal dengan nama penyerangan 51%).

Gambar B5.1

Perbedaan Blockchain (Decentralized) dengan Centralized Ledger

\

Boks

IMF mendefinisikan Virtual Currency (VC) sebagai representasi digital dari sebuah nilai, yang

dikeluarkan oleh developer swasta dan didenominasi dalam unit akun mereka. VC dapat diperoleh,

disimpan, diakses, dan ditransaksikan secara elektronik, serta dapat digunakan untuk berbagai

tujuan, selama pihak yang bertransaksi setuju untuk menggunakannya.

Sementara, Financial Action Task Force (FATF) menjelaskan bahwa VC adalah representasi digital

dari nilai yang dapat diperdagangkan secara digital dan berfungsi sebagai (1) medium of exchange;

dan/atau (2) unit of account; dan/atau (3) store of value, tetapi tidak memiliki legal tender yang sah

(tidak ada aturan yang mengikat secara khusus) di yurisdiksi mana pun. Tidak dikeluarkan atau

dijamin oleh yurisdiksi apa pun, dan memenuhi fungsi di atas hanya dengan kesepakatan dalam

komunitas pengguna mata uang virtual.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Bitcoin sebagai VC memiliki satu atau lebih

karakteristik yang serupa dengan karakteristik uang sebagai alat pembayaran. Dalam papernya,

Nakamoto juga mengekspresikan visinya agar Bitcoin dapat diterima menjadi alat pembayaran oleh

masyarakat, seperti halnya uang kertas dan uang yang diterbitkan bank sentral lainnya. Akan tetapi,

ada beberapa alasan mengapa Bitcoin tidak dianjurkan untuk dijadikan alat pembayaran oleh

dunia.

Pendekatan Karakteristik Mata Uang

Jika dilihat dari segi karakteristiknya sebagai uang, Bitcoin tidak memenuhi syarat sebagai unit of

account karena nilainya yang terlalu volatile sehingga menjurus ke spekulatif. Dari pertama kali

diterbitkan pada tahun 2010, nilai Bitcoin hanya menyentuh angka 0,07 USD. Angka tersebut

meningkat lebih dari 2.000 kali lipat di tahun 2013 menjadi 135 USD. Kemudian, Bitcoin mulai

menunjukkan pertumbuhan yang sangat cepat diawal tahun 2017 dari 920 USD pada Januari 2017

menjadi 12.619 USD pada Oktober 2017 dengan pertumbuhan mencapai 1.271% dalam kurun

waktu 10 bulan. Namun tren positif tersebut tidak bertahan lama, nilai Bitcoin mengalami tren

penurunan yang signifikan sebesar -50,2% dari November 2018 hingga October 2018. Selain itu,

Bitcoin menunjukkan volatilitas yang sangat tinggi, dilihat dari indeks volatilitas yang cenderung

bergejolak dari tahun 2011 hingga tahun 2018. Hal ini juga membuat merchant cenderung

menaikkan harga ketika menerima pembayaran dengan Bitcoin untuk memitigasi risiko volatilitas

harga saat menukarkan Bitcoin ke uang fiat.

Grafik B5.1

Volume Transaksi Harian dan Kapitalisasi Pasar Bitcoin

Terlepas dari penjelasan diatas, Bitcoin merupakan alat yang tepat sebagai store of value.

Bloomberg mengutip pendapat dari penulis software Bitcoin, Jeff Garzik, yang mengklaim bahwa

penggunaan Bitcoin (BTC) secara bertahap menurun, tetapi perannya sebagai store of value telah

menarik banyak investor. Nakamoto sendiri tidak membayangkan Bitcoin berfungsi sebagai store

of value dalam papernya. Dia mendefinisikan Bitcoin sebagai mata uang elektronik dan sistem

pembayaran.1

Pendekatan Teori Moneter

Penambahan supply Bitcoin umumnya dilakukan dengan membagi alokasi uang baru kepada para

miners. Pembagian ini mengikuti konsep Seigniorage ketika bank sentral mencetak uang fiat baru.

Seigniorage merupakan selisih dari nilai intrinsik dan ekstrinsik yang menjadi keuntungan dari bank

sentral tersebut. Jika mengikuti konsep dimaksud, penambahan supply akan menjadi keuntungan

bagi para miners. Namun, Bitcoin memiliki keterbatasan supply (fixed supply) yang mengakibatkan

miners tidak dapat menikmati keuntungan dalam jangka panjang serta marginal cost menjadi

cenderung tinggi.

Selanjutnya, sifat fixed supply dari Bitcoin juga memiliki beberapa dampak negatif. Pertama,

masyarakat akan cenderung menabung dan menunda belanja hingga harga turun dan

mengakibatkan penurunan output serta aggregate demand. Hal ini akan mengarah ke deflasi

terhadap barang dan jasa. Oleh karena itu, ekonomi cenderung akan bergerak lambat sehingga

menciptakan banyak pengangguran. Kedua, Bitcoin tidak dapat merespon jika ada perubahan

permintaan di saat-saat tertentu seperti pada hari raya dan pada akhir tahun. Kebijakan moneter

seperti peningkatan suku bunga dan GWM juga tidak akan dapat bekerja dengan baik dikarenakan

1 https://www.bloomberg.com/crypto

Sumber: Coindesk (diolah)

Bitcoin tidak diawasi oleh bank sentral. Ketiga, Bitcoin tidak tersedia dalam pasar uang tradisional

sehingga tidak dapat merespon dari segi penawaran. Sehingga apabila terjadi shock, Bitcoin tidak

dapat kembali ke titik keseimbangan sebelumnya. Dan yang terakhir, alat pembayaran harus

memiliki titik keseimbangan yang dapat diatur dengan fleksibel oleh kebijakan moneter.

Berdasarkan penjelasan diatas, Bitcoin tidak memenuhi kualifikasi sebagai alat pembayaran.

Pendekatan Stabilitas Sistem Keuangan

Jika memiliki eksposur yang cukup besar, Bitcoin memungkinkan penggunanya untuk melakukan

kegiatan pinjam meminjam antar sesama pengguna. Namun, risiko yang terpapar dalam aktivitas

pinjam meminjam tersebut cenderung tinggi akibat nilainya yang sangat volatile. Peminjam tidak

dapat melakukan hedging karena nilainya selalu berubah-ubah dan bank tidak dapat menentukan

jaminan likuiditas yang pasti.

Sementara jika digunakan sebagai instrumen investasi, Bitcoin dapat menjadi sebuah derivative

contract. Apabila hal tersebut memiliki eksposur yang cukup tinggi, maka total eksposur pasar

terhadap digital currency dapat jauh melebihi harga pasar. Kejatuhan nilai dari Bitcoin tersebut akan

berdampak secara signifikan kepada stabilitas sistem keuangan (European Central Bank, 2014).

Dalam pasar keuangan, segala instrumen yang memiliki volatilitas tinggi tergolong dalam aset yang

berisiko tinggi. Oleh karena itu, apabila bank mulai menggunakan digital currency dalam model

bisnisnya, hal tersebut akan berisiko tinggi dalam kesehatan bank. Khususnya dalam pemenuhan

loan to deposit ratio dan risiko terjadinya bank run. Sifat Bitcoin yang tidak likuid pun menjadi salah

satu masalah apabila dijadikan jaminan/collateral suatu pinjaman. Ditambah lagi, bank sentral

sebagai lender of-last-resort tidak dapat membantu apabila kekurangan likuiditas tersebut terjadi.

Risiko Penggunaan Bitcoin sebagai Alat Pembayaran

Beberapa karakteristik dari mata uang virtual, ditambah dengan jangkauan globalnya, dinilai akan

menghadirkan potensi risiko di bidang sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, aktivitas

illegal, dan perlindungan konsumen. Risiko-risiko yang mungkin terjadi terlampir dalam tabel B5.2.

Meski dalam waktu singkat, virtual currency telah berkembang menjadi metode pembayaran yang

kuat dengan penerimaan global yang terus berkembang serta menawarkan beberapa keuntungan

dalam pelaksanaan transaksinya, namun model bisnis virtual currency yang unik dan belum pernah

diterapkan sebelumnya menimbulkan tantangan bagi regulator di seluruh dunia. Respons kebijakan

sangat bervariasi, dengan beberapa negara merangkul teknologi baru ini dan yang lain sangat

membatasi penggunaan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Gambar B5.2

Risiko Penggunaan Virtual Currency

Berdasarkan penelitian oleh Sahabat, dll (2017) yang melakukan kajian risiko digital currency

kepada 6 (enam) kelompok risiko (risiko ekonomi / stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran,

hukum, teknologi, keamanan, dan sosial), dapat disimpulkan bahwa penggunaan digital currency

memiliki risiko yang sangat tinggi dengan Nilai Risiko Akhir sebesar 2,65 (skala 1,00 3,00).

Tabel B5.1

Kajian Risiko Digital Currency

Sumber: Sahabat et al (2017)

Risiko tertinggi terdapat dari segi stabilitas sistem keuangan disebabkan oleh tingginya volatilitas

nilai dan risiko bubble. Kemudian, nilai risiko tertinggi diikuti oleh risiko sistem pembayaran dan

keamanan dengan risiko penggunaan digital currency untuk pencucian uang, terorisme, dan serta

sifatnya yang bukan merupakan legal tender.

Jenis Risiko Jml Risiko NRD Bobot NRA

Ekonomi / SSK 13 2.75 25% 0.66

Sistem Pembayaran 28 2.71 30% 0.81

Hukum 7 2.60 20% 0.52

Teknologi 7 2.25 10% 0.23

Keamanan 7 2.80 10% 0.28

Sosial 5 2.45 5% 0.12

Total Risiko DC 67 100% 2.65

Terdapat banyak kasus mengenai penggunaan Bitcoin, kasus yang paling terkenal adalah kasus

peretasan dan pencurian yang dialami PT. Mt. Gox di Jepang tahun 2014 yang mengakibatkan

mereka mengalami kerugian sebesar 850 ribu bitcoin atau setara 450 juta USD. Kemudian untuk

kasus di Indonesia yang paling terkenal adalah kasus penyanderaan sistem komputer menggunakan

ransomware pada tahun 2017 dengan tebusan berupa Bitcoin. Selain itu, Satgas Waspada Investasi

mencatat terjadi peningkatan investasi bodong dalam cryptocurrency di tahun 2017-2018. Hingga

bulan Juli 2018, terdapat 19 entitas investasi bodong berkedok cryptocurrency, salah satunya

cari investor di Pekanbaru, Padang, dan Medan.

Menanggapi hal tersebut, Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran di Indonesia

menegaskan bahwa virtual currency termasuk Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang

sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan

UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang

dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan

pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan

lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan

Rupiah. Bank Indonesia juga melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran dan

penyelenggara Teknologi Finansial di Indonesia baik Bank dan Lembaga Selain Bank untuk

memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency, sebagaimana diatur dalam PBI

18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI

19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

91

1. KONDISI UMUM

Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada bulan Agustus 2018 menunjukkan

perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas

ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) Riau dari 6,22% pada Agustus 2017 menjadi 6,20% pada Agustus 2018.

Perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan

persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari

7,78% pada Maret 2017 menjadi 7,39% pada Maret 2018. Namun, jika dilihat dari

tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani menunjukkan

penurunan dari 97,73 pada triwulan II 2018 menjadi 96,13 pada triwulan III 2018.

Bab 6

ASESMEN

KETENAGAKERJAAN DAN

KESEJAHTERAAN DAERAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

92

2. KETENAGAKERJAAN

Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera

Sumber : BPS, diolah

Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Agustus 2018 menunjukkan

bahwa 3,11 juta atau 65,23% dari 4,70 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15

tahun ke atas merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) mengalami penurunan dari periode Agustus 2017 yang tercatat sebesar 6,22%

sedikit turun menjadi 6,20% di Agustus 2018. Tren penurunan TPT Riau searah

dengan pergerakan TPT nasional yang tercatat 5,50% pada Agustus 2017 turun

menjadi 5,34% di Agustus 2018, sehingga mengindikasikan terjadinya peningkatan

kualitas ketenagakerjaan secara nasional. Ini juga searah dengan perekonomian Riau

yang pada triwulan III 2018 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2018.

Pada tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT tertinggi ketiga

di Sumatera, dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang cukup rendah

dibandingkan provinsi-provinsi lainnya.

Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)

Sumber: BPS, diolah

67.26

65.23

60.00 62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00

Sumatera Selatan

Bengkulu

Sumatera Utara

Lampung

Jambi

Bangka Belitung

Indonesia

Kepulauan Riau

Sumatera Barat

Riau

Aceh

6.20

5.34

- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Bangka Belitung

Kepulauan Riau

Indonesia

Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri

Agt 2014 9.02 6.23 6.50 6.56 5.08 4.96 3.47 4.79 5.14 6.69

Feb 2015 7.73 6.39 5.99 6.72 2.73 5.03 3.21 3.44 3.35 9.05

Agt 2015 9.93 6.71 6.89 7.83 4.34 6.07 4.91 5.14 6.29 6.20

Feb 2016 8.13 6.49 5.81 5.94 4.66 3.94 3.84 4.54 6.17 9.03

Agt 2016 7.57 5.84 5.09 7.43 4.00 4.31 3.30 4.62 2.60 7.69

Feb 2017 7.39 6.41 5.80 5.76 3.67 3.80 2.81 4.43 4.46 6.44

Agt 2017 6.57 5.60 5.58 6.22 3.87 4.39 3.74 4.33 3.78 7.16

Feb 2018 6.55 5.59 5.55 5.72 3.65 4.02 2.70 4.33 3.61 6.43

Agt 2018 6.36 5.56 5.55 6.20 3.86 4.23 3.51 4.06 3.65 7.12

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

93

Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah

Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi oleh

sektor pertanian yaitu mencapai 39,13% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor

perdagangan dengan pangsa 17,46%, serta industri pengolahan dengan pangsa

penyerapan tenaga kerja sebesar 7,45%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor

pertanian dan perdagangan masing-masing menurun dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 40,00% dan 18,10%.

Sebaliknya, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan meningkat

dari 7,14% periode Agustus 2017 menjadi 7,45% pada bulan Agustus 2018.

Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah

2017 2018

Pertanian 40.00 39.13

Perdagangan 18.10 17.46

Industri Pengolahan 7.14 7.45

Jasa Pendidikan 6.12 6.45

Akomodasi dan Makan Minum 5.13 6.13

Konstruksi 5.56 5.85

Administrasi Pemerintahan 4.24 4.19

Lainnya 13.71 13.36

Total 100.00 100.02

Lapangan Pekerjaan UtamaAgustus

- 10 20 30 40 50

Pertanian

Perdagangan

Industri Pengolahan

Jasa Pendidikan

Akomodasi dan Makan Minum

Konstruksi

Administrasi Pemerintahan

Lainnya

Persen (%)2017 2018

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

94

Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai

buruh/karyawan/pegawai, yang pada Agustus 2018 memiliki pangsa sebesar

40,13%. Angka ini sedikit menurun dibandingkan Agustus 2017 yang mencapai

41,98%. Menurunnya porsi penduduk yang berkerja sebagai buruh atau karyawan

dikompensasi oleh meningkatnya porsi penduduk yang berusaha sendiri, pekerja

bebas dan pekerja tidak dibayar. Periode Agustus 2017, porsi penduduk yang

berusaha sendiri tercatat sebesar 20,56%, meningkat menjadi 22,21% pada bulan

Agustus 2018. Demikian juga dengan porsi penduduk pekerja bebas maupun

pekerja tidak dibayar yang masing-masing tercatat sebesar 8,80% dan 10,67% pada

Agustus 2017 menjadi 10,36% dan 10,90% pada periode laporan.

Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Status Pekerjaan Utama

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

22.21

11.23

5.1740.13

10.36

10.90 Berusaha Sendiri

Berusaha Dibantu Buruh TidakTetap / Buruh Tidak Dibayar

Berusaha Dibantu Buruh Tetap /Buruh Dibayar

Buruh / Karyawan

Pekerja Bebas

Pekerja tidak dibayar

27.08

8.6864.24

Pekerja Paruh Waktu

Pekerja Setengah Pengangguran

Pekerja Penuh

34.64

18.57

34.21

12.57SD kebawah

SMP

SMA / SMK

Pendidikan Tinggi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

95

Dilihat dari jumlah jam kerja per minggu, mayoritas tenaga kerja di Provinsi Riau

merupakan pekerja penuh*1 yang menghabiskan waktu jam kerja 35 jam atau lebih

dalam seminggu dengan pangsa 64,24%. Sedangkan 25,08% lainnya bekerja paruh

waktu atau kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan atau masih

bersedia menerima pekerjaan. Sisanya sebanyak 8,68% disebut pekerja setengah

pengangguran yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu tetapi tidak

mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain. Hal ini sesuai

dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai

buruh/karyawan/pegawai. Sementara pekerja tidak penuh di Riau didominasi oleh

pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas.

Adapun tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh mayoritas tenaga kerja di Riau

periode Agustus 2018 adalah SMP ke Bawah dengan persentase sebesar 53,21%.

Kondisi ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya yang mencapai 55,54% dari total angkatan kerja yang bekerja. Pekerja

yang menamatkan tingkat pendidikan SMA/SMK sederajat tercatat sebesar 34,21%,

meningkat dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar 32,33%. Sementara itu,

pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu Diploma dan Universitas hanya

mencapai 12,57%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu yang sebesar

12,13%. Namun demikian, tingkat pendidikan tenaga kerja di Provinsi Riau ini masih

tergolong rendah.

Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka

Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

1 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja

3.30

5.54

9.21

10.86

9.04

5.41

2.97

4.98

9.44

10.66

4.29

6.98

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

SD kebawah SMP SMA SMK Diploma II/II/III Universitas

Aug-17 Aug-18

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

96

Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, TPT terbesar berada pada

kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA/SMK sederajat dan Pendidikan

Tinggi dengan persentase masing-masing sebesar 20,10% dan 11,27%. TPT pada

kelompok Pendidikan Tinggi ini menurun dibandingkan angka TPT Agustus 2017

yang sebesar 14,45%. Disisi lain, TPT dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah

tercatat sebesar 7,95%, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 8,84%.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pada periode ini, jenis lapangan kerja yang tersedia

di Provinsi Riau lebih optimal untuk menyerap tenaga kerja dengan tingkat

pendidikan rendahdan tinggi dibandingkan tenaga kerja dengan tingkat

pendidikanmenengah.

3. KESEJAHTERAAN DAERAH

3.1 Penduduk Miskin Riau

Jumlah penduduk miskin di Riau pada Maret 2018 sebesar 514.620 orang atau

7,78% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini menurun sebanyak 14.180 jiwa jika

dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2017 yang berjumlah 500.440

orang atau 7,39% dari jumlah penduduk Riau.

Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin

Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin

Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Penduduk miskin Riau pada Maret 2018 yang tinggal di daerah pedesaan maupun

perkotaan tercatat menurun jika dibandingkan Maret 2017. Jumlah penduduk

miskin di daerah pedesaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 326.860 orang, turun

sekitar 9.170 orang atau 2,73% (yoy) dibandingkan Maret 2017 yang tercatat sekitar

336.030 orang. Sementara jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah

8.12

8.42

7.98

7.78

7.39

6.80

7.00

7.20

7.40

7.60

7.80

8.00

8.20

8.40

8.60

480.00 485.00 490.00 495.00 500.00 505.00 510.00 515.00 520.00 525.00 530.00 535.00

2014 2015 2016 2017 2018

(%)(Ribu)

Jumlah Penduduk Miskin (dalam ribu) % Penduduk Miskin

35%

65%

Kota Desa

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

97

perkotaan pada Maret 2018 sebesar 173.570 orang, turun sekitar 5.010 orang atau

sebesar 2,81%(yoy) dibandingkan Maret 2017 yang tercatat sebesar 178.580 orang.

3.2 Garis Kemiskinan Riau

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita

per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Semakin tinggi angka GK, maka akan

semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin.

Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

GK Riau pada periode Maret 2017 hingga Maret 2018 mencapai angka Rp479.944

per kapita/bulan, atau meningkat 5,14% (yoy) dari periode sebelumnya yang tercatat

Rp456.493 per kapita/bulan. Jika dilihat per komponen GK yang terdiri dari Garis

Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat

bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh lebih besar dibandingkan

komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).

Peranan GKM terhadap GK pada Maret 2018 mencapai 73,31%, sementara peranan

GKNM terhadap GK hanya 26,69%.

Peningkatan GK di daerah perdesaan pada Maret 2018 mencapai 4,68% (yoy)

sementara peningkatan GK di daerah perkotaan mencapai 6,07% (yoy). Ini

menggambarkan bahwa GK di daerah perkotaan mengalami peningkatan yang lebih

besar dibandingkan perdesaan, sehingga mengakibatkan jumlah peningkatan

penduduk miskin di daerah perkotaan di Riau relatif lebih cepat bertambah.

Makanan Bukan Makanan Total

Mar-16 292,026 134,320 426,346

Mar-17 318,174 145,074 463,248

Mar-18 342,425 148,954 491,379

Mar-16 326,262 99,515 425,777

Mar-17 346,208 104,373 450,581

Mar-18 357,685 114,001 471,686

Kota + Desa

Mar-16 312,352 113,648 426,001

Mar-17 335,922 120,571 456,493

Mar-18 351,845 128,099 479,944

DaerahGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)

Perkotaan

Perdesaan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

98

3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan

(P2) Riau

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada Maret 2018 menunjukkan tren menurun.

Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,32 pada Maret 2017 menjadi 1,20 pada

Maret 2018. Turunnya indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran

penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan.

Grafik 6.10. Perkembangan Indeks

Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Grafik 6.11. Perkembangan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan

mengalami penurunan dari 1,33 pada Maret 2017 menjadi 0,99 pada Maret 2018.

Sebaliknya, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perdesaan sedikit meningkat

yaitu dari 1,32 pada Maret 2017 menjadi 1,33 pada Maret 2018. Ini mengindikasikan

bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin terutama di daerah perkotaan

cenderung mendekati garis kemiskinan.

Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang

menunjukkan tren menurun, yaitu dari 0,36 pada Maret 2017 menjadi 0,30 pada

Maret 2018. Turunnya indeks ini mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran

penduduk miskin semakin kecil atau mengalami penurunan. Jika dibandingkan

antara daerah perkotaan dan perdesaan, tercatat bahwa Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2) di daerah perkotaan mengalami penurunan dari 0,37 pada Maret

2017 menjadi 0,22 pada Maret 2018, sedangkan di daerah perdesaan tingkat

keparahan kemiskinan tercatat sama dengan periode yang sama tahun lalu yaitu

sebesar 0,35. Ini mengindikasikan terjadi penurunan ketimpangan pengeluaran

penduduk miskin khususnya di daerah perkotaan.

1.01

1.38 1.36 1.32

1.20

0.70

0.90

1.10

1.30

1.50

-

0.50

1.00

1.50

2.00

Mar-14 Mar-15 Mar-16 Mar-17 Mar-18

Kota Desa Riau -skala kanan-

0.21

0.36 0.34 0.36 0.30

-

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

Mar-14 Mar-15 Mar-16 Mar-17 Mar-18

Kota Desa Riau

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

99

3.4 Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2018 tercatat menurun dari 97,73 pada

triwulan II 2018 menjadi 96,13 pada triwulan II 2018. Penurunan NTP tersebut

disebabkan oleh penurunan indeks harga yang diterima petani sebesar 1,41%,

sementara indeks harga yang dibayar petani mengalami peningkatan sebesar

0,24%. Angka NTP di atas 100 secara umum memberikan gambaran bahwa

kegiatan pertanian di Provinsi Riau cukup baik dan memberikan nilai tambah dalam

peningkatan taraf hidup petani, tercermin dari lebih besarnya pendapatan yang

diperoleh petani dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani. Dengan

demikian, realisasi NTP Riau yang berada di bawah 100 mengindikasikan bahwa

kesejahteraan petani di Riau dalam keadaan yang kurang menggembirakan.

Grafik 6.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Penurunan NTP disebabkan oleh menurunnya indeks pada subsektor tanaman

pangan, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Sedangkan

subsektor hortikultura menjadi subsektor penyusun NTP satu-satunya yang

mengalami peningkatan indeks.

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP), yang lebih mencerminkan

kemampuan produksi petani karena hanya membandingkan produksi dengan biaya

produksi, pada triwulan III 2018 mengalami penurunan dari 110,60 pada triwulan II

2018 menjadi 108,19 pada triwulan laporan. NTUP tertinggi masih dicatatkan oleh

subsektor perikanan sebesar 123,73 dengan rincian subsektor perikanan tangkap

133,21 dan subsektor perikanan budidaya sebesar 109,94. Disisi lain, NTUP terendah

dialami oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat yang sebesar 104,69.

90

95

100

105

110

115

120

125

130

135

140

Des Mar Juni Sep Des Mar Jun Sept Des Mar Jun Sept Des Mar Jun Sept

2014 2015 2016 2017 2018

Tanaman Pangan Hortikultura Tanaman Perkebunan Rakyat

Peternakan Perikanan Indeks yang diterima

Indeks yang dibayar Nilai Tukar Petani

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

100

1. PROSPEK MAKROREGIONAL

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh positif dan

berada pada kisaran 2,70 3,10 %(yoy), meningkat dibandingkan perkiraan

pertumbuhan ekonomi Riau triwulan IV 2018. Ditinjau dari sisi penggunaan,

peningkatan diperkirakan berasal dari konsumsi LNPRT dan net ekspor seiring

melambatnya impor akibat melambatnya domestic demand. Konsumsi LNPRT

diperkirakan meningkat pesat seiring peningkatan aktivitas politik menjelang Pilpres

dan Pileg yang akan diselenggarakan bersamaan pada April 2019. Adapun

perlambatan domestic demand pada triwulan I 2019 diperkirakan sejalan dengan

masih rendahnya realisasi belanja konsumsi dan modal pemerintah yang juga

berimbas pada masih lambatnya pembangunan proyek infrastruktur, sesuai dengan

PROSPEK PEREKONOMIAN

DAERAH

Bab 7

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

101

pola historisnya. Sementara itu, secara sektoral peningkatan pertumbuhan triwulan I

2019 diperkirakan berasal dari sektor pertanian dan membaiknya kontraksi sektor

pertambangan. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya

pertumbuhan sektor industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan.

Melambatnya sektor industri pengolahan diperkirakan didorong oleh masih

terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas dan masih terbatasnya ekspor CPO

ke Eropa dan AS menyusul berbagai hambatan tarif dan non-tarif yang masih terjadi.

Sementara itu, melambatnya sektor konstruksi dan perdagangan diperkirakan sesuai

dengan pola historisnya, dimana realisasi anggaran pemerintah masih terbatas

(termasuk pembangunan infrastruktur) dan tidak adanya momen yang mendorong

konsumsi masyarakat ke tingkat yang lebih tinggi dari biasanya.

Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada

pada kisaran 2,60 3,10 % (yoy), dengan tendensi meningkat (namun terbatas) jika

dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi

Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan bersumber dari meningkatnya konsumsi

LNPRT, belanja pemerintah, dan net ekspor. Dari sisi sektoral, sektor industri

pengolahan diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya ekonomi Riau

untuk keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh sektor

pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta sektor pertanian, sektor

konstruksi, dan sektor perdagangan yang diperkirakan mengalami perlambatan.

Grafik 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau Aktual dan

Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2019 (% yoy)

*Proyeksi Bank Indonesia

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

102

Secara umum, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019

didorong oleh perbaikan ekonomi dunia yang masih berlanjut dan dengan

kecenderungan sedikit lebih tinggi dibandingkan 2018. Perekonomian Dunia pada

2019 diperkirakan tumbuh sedikit lebih tinggi dibandingkan 2018. Pertumbuhan

India sebagai negara emerging diperkirakan semakin solid pada 2019 yang didorong

oleh berakhirnya transitory growth disruption sebagai buah keberhasilan

inmplementasi GST (Goods and Services Tax). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada

2019 diperkirakan akan tetap mencapai 6,5%, sedikit melambat namun masih dalam

tingkat yang tinggi tetap kuatnya kinerja manufaktur di tengah eskalasi trade wars.

Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan melambat pada 2019 sejalan dengan

terbatasnya produktivitas, partisipasi tenaga kerja yang masih rendah, dan

melebarnya defisit anggaran. Adapun ekonomi Eropa dan Jepang pada 2019

diperkirakan melambat seiring dengan terbatasnya fiskal dan permasalahan

struktural tenaga kerja (termasuk aging population) yang memicu lemahnya

produktivitas. Selain itu, harga komoditas non-migas pada 2019, terutama CPO,

meskipun masih terkontraksi namun tidak sedalam 2018 sehingga diperkirakan

menjadi pendorong meningkatnya perekonomian Riau pada 2019. Harga minyak

dunia 2019 yang diperkirakan sedikit lebih tinggi dibandingkan 2018 juga turut

berkontribusi dalam mendorong membaiknya perekonomian Riau 2019.

Gambar 7.1 Outlook Perekonomian Global

Sumber: WEO

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

103

Indikasi membaiknya perekonomian Riau keseluruhan 2019 masih cukup kuat.

Indikasi ini didasarkan pada rata-rata indikator komposit 2019 yang lebih tinggi

dibandingkan indikator komposit 2018 (Grafik 7.2). Perbaikan indikator komposit ini

didorong oleh beberapa indikator penyusunnya yang juga menunjukkan perbaikan,

antara lain: (i) likert scale persediaan (lag 8 triwulan), (ii) likert scale perkiraan jumlah

tenaga kerja (lag 8 triwulan), (iii) likert scale penjualan domestik (lag 4 triwulan), (iv)

likert scale investasi (lag 4 triwulan), (v) pertumbuhan kredit sektor pertambangan

(lag 8 triwulan), (vi) pertumbuhan kredit durable goods (lag 8 triwulan), (vii) indeks

kondisi ekonomi (lag 8 triwulan), (viii) pertumbuhan kredit konsumsi (lag 4 triwulan),

dan (ix) pertumbuhan impor barang modal (lag 4 triwulan).

Grafik 7.2. Perkembangan Indikator Komposit Riau

Sumber: Bank Indonesia

Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau untuk

keseluruhan tahun 2019 diperkirakan sedikit melambat dibandingkan 2018.

Perlambatan didorong oleh tidak diperbolehkannya perusahaan untuk melakukan

ekspansi dan penanaman kembali di lahan-lahan perkebunan yang berada di area

fungsi lindung ekosistem gambut sesuai dengan Permen LHK No. P.17/2017.

Perlambatan sektor ini tidak begitu dalam seiring dengan semakin banyaknya

tanaman replanting yang memasuki usia panen, kontraksi harga komoditas yang

tidak sedalam 2018, dan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia yang sedikit

meningkat dibandingkan 2018.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

104

Kinerja sektor industri pengolahan Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan

tumbuh meningkat dibandingkan 2018. Peningkatan diperkirakan didorong oleh

tiga hal. Pertama, membaiknya ekspor CPO, RPO dan produk berbasis minyak kelapa

sawit lainnya ke India sejalan dengan kembali kompetitifnya CPO/RPO/turunan

menyusul dinaikkannya tarif impor beberapa minyak substitusi kelapa sawit sejak 14

Juni 2018 sbb1:

Crude Sunflower dan Rapeseed Oil, masing-masing dari 25% menjadi 35%.

Crude Soybean Oil, dari 30% menjadi 35%.

Refined Sunflower, Rapeseed, dan Soybean Oil, masing-masing dari 35%

menjadi 45%.

Langkah tersebut diambil India kembali untuk memberikan perlindungan kepada

petani lokal setelah pada Maret 2018 India menaikkan tarif impor CPO dari 30%

menjadi 44%, serta pajak RFO (Refined Palm Oil) dari 40% menjadi 54% dengan

alasan yang sama. Sejak dinaikannya tarif impor beberapa minyak substitusi kelapa

sawit, realisasi terkini ekspor minyak berbasis kelapa sawit Riau ke India

menunjukkan peningkatan sejak titik terendahnya pada Mei 2018. Selain itu,

membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke India juga dibantu oleh

membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Bangladesh dan Pakistan yang

merupakan anggota SAFTA (South Asian Free Trade Area) bersama India.

Kedua, prospek meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Tiongkok. Hal ini

sejalan dengan eskalasi trade wars yang membuat Tiongkok menaikkan tarif impor

minyak kedelai dari AS. Seiring dengan menurunnya impor minyak kedelai dari AS

akibat naiknya tarif impor, impor minyak kelapa sawit Tiongkok sebagai substitusi

minyak kedelai sejak Juni 2018 menunjukkan tren peningkatan, termasuk impor dari

Riau.

Ketiga, masih terus didorongnya kebijakan mandatori campuran biodiesel ke dalam

bahan bakar nabati oleh pemerintah (B20). Hal tersebut dikonfirmasi oleh contact

liaison yang menyatakan terjadi peningkatan yang signifikan terhadap permintaan

biodiesel dalam negeri sejak tahun 2016. Dengan demikian, peningkatan permintaan

1http://www.commoditiescontrol.com/eagritrader/common/newsdetail.php?type=MKN&item

id=538630&cid1=,1,&varietyid=,1,2,3,

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

105

sektor industri pengolahan ke depan tidak hanya didominasi ekspor tetapi juga

domestik. Kedepannya, BPDPKS berencana untuk melakukan perluasan segmen

mandatori B20 ini, baik untuk segmen bahan bakar PSO (Public Service Obligation)

maupun segmen non-PSO.

Pertumbuhan industri pengolahan Riau yang lebih tinggi pada 2019 tertahan oleh

beberapa faktor, antara lain: (i) Masih kuatnya black campaign atas produk-produk

berbasis CPO dan rencana penggunaan biodiesel non-sawit pada 2020; (ii) Masih

lambatnya follow up yang dilakukan Uni Eropa atas keputusan WTO membatalkan

kebijakan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) Uni Eropa atas minyak berbasis kelapa

sawit dari Indonesia; (iii) Berlaku efektifnya suspend GSP (Generalised Scheme of

Preferences) oleh Uni Eropa atas Indonesia sejak 1 Januari 2018, sehingga tarif impor

berlaku sama dengan tarif impor dari negara lain. Dengan kata lain, tarif impor

minyak kelapa sawit Eropa dari Indonesia meningkat dari 6,10% menjadi 9,60%;

dan (iv) Dinaikkannya Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk biodiesel dari

Indonesia oleh AS menjadi 127% 341%.

Sektor pertambangan dan penggalian migas masih cenderung melanjutkan tren

kontraktif. Secara natural, produksi dalam lima tahun terakhir turun 5-10% per

tahun jika tidak melakukan investasi terutama pengembangan Enhance Oil Recovery

(EOR) melalui steam and water injection. Telah ditetapkannya PT Pertamina menjadi

kontraktor KKS blok Rokan pada 2021 mendatang menggantikan PT. Chevron Pacific

Indonesia (CPI) semakin mempertegas bahwa pengembangan EOR tidak akan begitu

signifikan setidaknya hingga 2021. Selain itu, perkembangan harga minyak dunia

yang masih berada di sekitar US$ 79/bbl pada triwulan III 2018 dinilai belum efisien

untuk sepenuhnya melakukan metode Enhance Oil Recovery (EOR), yang idealnya

minimal mencapai US$ 80/bbl. Lebih lanjut, harga minyak dunia yang diperkirakan

semakin membaik pada keseluruhan 2019, dari sekitar US$ 73/bbl (BRENT) atau US$

72/bbl (Minas) menjadi sekitar US$ 75/bbl (BRENT) atau US$ 73/bbl (Minas)

berpotensi untuk menahan laju kontraksi sektor pertambangan dan penggalian Riau.

Kinerja sektor konstruksi untuk keseluruhan 2019 diperkirakan mengalami

perlambatan dibandingkan 2018. Perlambatan diperkirakan didorong oleh selesainya

beberapa proyek infrastruktur strategis provinsi pada 2018 seperti Flyover simpang

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

106

SKA, Flyover simpang pasar pagi Arengka, Jembatan Siak IV, dan Sistem Pengolahan

Air Minum (SPAM) Durolis (Dumai, Rokan Hilir, dan Bengkalis). Namun perlambatan

sektor ini tidak begitu dalam seiring dengan masih berlanjutnya proyek strategis

nasional seperti jalan tol Pekanbaru Kandis Dumai sepanjang 135 Km dan rencana

pembangunan jalan tol Padang Bukittinggi Pekanbaru yang dimulai dari sisi

Pekanbaru Bangkinang pada 2019.

Sektor perdagangan besar dan eceran juga diperkirakan melambat untuk

keseluruhan 2019. Perlambatan tersebut didorong oleh perkiraan melambatnya

konsumsi rumah tangga dan PMTB pada 2019. Akan tetapi, perlambatan sektor ini

tidak begitu dalam seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau,

momentum pilkada serentak dan persiapan pemilu 2019, serta relatif terjaganya

tingkat inflasi.

Dengan demikian, faktor pendorong yang berpotensi membawa pertumbuhan

ekonomi Riau menyentuh batas atas proyeksi (upside risks), di antaranya diperkirakan

berasal dari: (i) perbaikan kondisi ekonomi negara mitra dagang yang memberikan

dampak positif terhadap kinerja ekspor, (ii) harga komoditas dan harga minyak dunia

yang meningkat lebih tinggi dari perkiraan awal, (iii) intensifikasi sektor perkebunan

terutama dampak dari replanting, (iv) kebijakan peningkatan tarif negara mitra

dagang atas minyak substitusi kelapa sawit, termasuk trade wars antara Tiongkok

dan AS, (v) berhasilnya negosiasi dagang Indonesia atas kenaikan BMAD AS atas

biodiesel dari Indonesia, (vi) percepatan kebijakan mandatori campuran biodiesel ke

dalam bahan bakar nabati oleh pemerintah (B20), (vii) percepatan pembangunan

infrastruktur terutama PSN di Riau, dan (viii) inflasi yang lebih rendah dari perkiraan.

Meskipun demikian, kondisi perekonomian ke depan dibayangi beberapa risiko yang

dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Riau lebih rendah dari perkiraan (downside

risk), di antaranya diperkirakan berasal dari: (i) kepastian kenaikan kembali Fed Fund

Rate (FFR) di Amerika Serikat dan rilis data perekonomian AS yang lebih baik dari

perkiraan, sehingga meningkatkan persepsi investor dan pada akhirnya mendorong

pengalihan aset keuangan ke AS; (ii) parlemen Eropa masih tetap akan melakukan

pemberhentian penggunaan minyak sawit dalam biodiesel secara bertahap hingga

2020 di tengah belum terlihatnya tindak lanjut Uni Eropa atas keputusan WTO untuk

membatalkan BMAD biodiesel berbasis CPO, (iii) belum pastinya negosiasi dagang

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

107

antara Tiongkok dan AS, salah satunya mengenai impor kedelai Tiongkok dari AS

juga turut menjadi risiko bagi pergerakan harga CPO dunia; (iv) masih berlanjutnya

konsolidasi sektor korporasi dan perbankan; (v) potensi terganggunya produksi

sektor perkebunan sebagai dampak cuaca yang kurang kondusif serta bencana asap

masih membayangi perkembangan ekonomi Riau; (vi) perbaikan harga komoditas

yang masih terbatas.

2. PERKIRAAN INFLASI

Tabel 7.1. Perkembangan Inflasi Aktual Riau dan

Prakiraan Inflasi Riau Tahun 2019

*Proyeksi Bank Indonesia

Inflasi Provinsi Riau triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,20 3,20%

(yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan inflasi triwulan IV

2018 namun lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan I tahun 2018. Secara

keseluruhan tahun 2019, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 2,50 3,50%

(yoy), berada dalam target inflasi nasional 3,5 + 1% (yoy), dan sedikit lebih tinggi

dibandingkan keseluruhan tahun 2018. Meningkatnya tekanan inflasi tersebut

terutama bersumber dari komoditas-komoditas yang harganya dipengaruhi atau

ditetapkan oleh kebijakan pemerintah seiring dengan terbukanya peluang kenaikan

harga bahan bakar minyak (BBM) sebagaimana asumsi Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2019. Sumber tekanan inflasi juga

diperkirakan berasal dari komoditas-komoditas bahan pangan akibat masih tingginya

ketergantungan Provinsi Riau terhadap pasokan dari luar daerah sehingga sangat

rentan terhadap gejolak harga. Selain itu, terdapat kemungkinan intensitas musim

hujan yang di bawah normal pada 2019 di sebagian wilayah Riau. Di sisi lain, tekanan

inflasi untuk komoditas secara umum selain bahan pangan dan yang harganya diatur

pemerintah masih relatif stabil meskipun menunjukkan tendensi sedikit meningkat

seiring dengan perkiraan terdepresiasinya nilai rupiah pada 2019 di tengah perkiraan

perekonomian Riau yang lebih tinggi dibandingkan 2018 sehingga mendorong

permintaan.

I II III IV I II III IV* I*

INFLASI (%yoy) 4.04 5.03 6.19 5.07 4.19 4.19 3.62 3.32 2.45 2.10 - 3.10 2.10 - 3.10 2.20 - 3.20 2.50 - 3.50

20192019*Keterangan 2016

20172017

20182018*

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

108

Memasuki pertengahan triwulan IV atau pekan kedua November 2018, harga rata-

rata beberapa komoditas bahan pangan tercatat lebih tinggi dibandingkan pada

tahun 2016 dan 2017, sehingga perlu menjadi perhatian. Komoditas tersebut antara

lain daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai rawit. Selain itu beberapa komoditas

juga perlu mendapat perhatian dikarenakan secara historis tren harganya mengalami

kenaikan pada triwulan I dibandingkan triwulan IV, seperti cabai rawit, bawang

merah, dan bawang putih.

Grafik 7.3. Perkembangan Harga Komoditas Pangan 2016, 2017, dan 2018

Sumber: SPH Bank Indonesia

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

109

Sementara itu, meskipun relatif stabil, tekanan inflasi komoditas-komoditas selain

bahan pangan dan yang tidak diatur harganya oleh pemerintah diperkirakan sedikit

meningkat akibat semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi Riau pada 2019.

Grafik 7.4. Perkiraan Harga Mendatang

Sumber: SK Bank Indonesia dan BPS

Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran

proyeksi antara lain perkiraan terjadinya musim hujan 2019 yang mempunyai sifat

hujan di bawah normal pada sebagian wilayah Riau, sehingga berpotensi

mengganggu produksi tanaman pangan. Menurut perkiraan BMKG, sebagian

wilayah Riau pada musim hujan 2018/2019 mengalami sifat hujan di bawah normal

sampai normal. Beberapa wilayah yang diperkirakan mengalami sifat hujan di bawah

normal (dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya) antara lain sebagian

Bengkalis, sebagian Siak, sebagian Kampar, dan sebagian Pekanbaru. Adapun

wilayah-wilayah Riau lainnya diperkirakan mengalami sifat hujan normal

(dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya). Selain faktor cuaca, lonjakan

permintaan khususnya pada momentum liburan sekolah dan hari besar keagamaan,

kenaikan harga pakan ternak, peluang kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan

udara seiring dengan potensi kenaikan harga avtur, dan sebagainya turut menjadi

faktor yang memberikan tekanan kenaikan inflasi.

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

110

Gambar 7.2. Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan Riau 2018/2019 dibandingkan

Keadaan Normal

(Sumber: BMKG)

Sementara itu, faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah yaitu

membaiknya harga komoditas secara terbatas sehingga belum memberikan lonjakan

yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, kebijakan pemerintah yang semakin

baik di bidang ketahanan pangan, kebijakan impor, realisasi infrastruktur dan

distribusi pangan, komitmen pemerintah untuk tidak menaikkan TDL dan cukai rokok

pada 2019, serta relatif terjaganya ekspektasi masyarakat. Pada tingkat regional,

koordinasi aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah terus ditingkatkan baik di tingkat

Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan upaya prioritas pengendalian inflasi

antara lain:

1. Mendorong percepatan pelaksanaan kerjasama antar daerah terutama

untuk komoditas bahan pangan yang rentan bergejolak dengan andil inflasi

terbesar di Riau. Kegiatan-kegiatan kerjasama ini mencakup antara lain,

namun tidak terbatas pada: (i) koordinasi dengan Satgas Pangan terkait

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

111

pemantauan pasokan pangan dan distribusinya, (ii) optimalisasi kerjasama

dengan Bulog dalam pengelolaan stok pangan, antara lain dengan

penyaluran komoditas melalui Toko Tani, e-warung, dan Rumah Pangan

Kita, (iii) pemanfaatan BUMD dan BUMP dalam kerja sama antar daerah, dan

(iv) pengembangan pasar lelang.

2. Melakukan optimalisasi peran TPID baik di tingkat provinsi maupun

kabupaten/kota, antara lain melalui: (i) peningkatan kompetensi Sumber

Daya Manusia untuk membangun pemahaman yang sama, terutama untuk

menanamkan pentingnya pengendalian infasi di daerah. Kegiatan ini dapat

dilakukan dalam bentuk capacity building dan rapat koordinasi monitoring

dan evaluasi program secara berkala; (ii) sinkronisasi program kerja dan

anggaran TPID kabupaten/kota; (iii) rekomendasi dan program TPID menjadi

salah satu indikator kinerja utama pemerintah daerah.

3. Memitigasi gangguan distribusi dan konektivitas, antara lain dengan: (i)

Kerjasama khususnya dengan pihak Kepolisian terutama untuk antisipasi

tindakan spekulasi dan penimbunan, (ii) mengusulkan alokasi anggaran

untuk pembuatan sistem informasi neraca pangan yang terintegrasi dari

tingkat desa hingga provinsi (data produksi dan data pasar), dan (iii)

mendorong konektivitas dan kualitas infrastruktur jalan terutama dari sentra

produksi.

4. Terus melakukan serangkaian kegiatan untuk menjangkar ekspektasi

masyarakat agar bijak dalam berbelanja dan update terhadap harga terkini

melalui berbagai media massa serta mendorong pemanfaatan Pusat

Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS).

3. REKOMENDASI

Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan

pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut:

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

112

1. Jangka pendek

a. Membangun persepsi positif terhadap iklim investasi melalui publikasi

perkembangan kemajuan-kemajuan Riau melalui media komunikasi

yang lebih luas. Selain itu perlu upaya meningkatkan ease of doing

business melalui deregulasi dan debirokratisasi perizinan investasi,

disertai dengan peningkatan informasi terkait kebijakan-kebijakan di

daerah yang memberikan insentif khusus bagi para investor di Provinsi

Riau.

b. Peningkatan realisasi belanja modal yang dimonitor dan dievaluasi secara

intensif. Selain itu, demi terlaksananya realisasi anggaran sesuai

peruntukan, perlu dikembangkan mekanisme punishment bagi

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak dapat merealisasikan

anggaran sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

c. Penetapan lokasi trase tol Pekanbaru Bangkinang perbatasan Sumbar

sebagai bagian dari tol Pekanbaru Bukittinggi Padang yang menurut

perkembangan terkini konstruksinya akan dimulai dari sisi Riau, dari yang

semula direncanakan dari sisi Sumatera Barat.

d. Mendorong kerjasama dengan masyarakat/asosiasi usaha di bidang

pariwisata untuk mengembangkan berbagai kegiatan/event pariwisata

berbasis alam/perkebunan yang tidak terlalu membutuhkan usaha yang

begitu besar (low hanging fruit), seperti wisata petik durian asli

Bangkinang/Bengkalis, wisata persawahan di Bungaraya, wisata edukasi

perkebunan sawit, karet, dsb. Kegiatan tersebut dikembangkan sejalan

dengan berbagai event pariwisata/budaya berskala nasional dan

internasional yang telah ada saat ini seperti Bakar Tongkang, Pacu Jalur,

dsb. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu dipublikasikan melalui berbagai

media pemasaran yang massive dan terpusat, termasuk di media sosial.

2. Jangka Menengah Panjang

a. Percepatan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan

jembatan, kelistrikan, pelabuhan, serta pengembangan kawasan industri

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

113

yang sinergis dan terarah dengan pengembangan sektor prioritas di

provinsi Riau. Selain itu, dukungan terhadap Proyek Strategis Nasional

(PSN) yang akan dibangun di Riau juga diperlukan, seperti penetapan

lokasi (Penlok) dan dukungan pembebasan lahan trase jalan tol Padang

Bukittinggi Pekanbaru, Dumai Rantau Prapat, dan rel kereta api

Rantau Prapat Duri Pekanbaru. Dalam hal pengembangan kawasan

industri seperti di Dumai dan Tanjung Buton, dapat disediakan berbagai

paket insentif agar dapat menarik investor, seperti perizinan

pembangunan pabrik yang paralel dengan proses perizinan, diskon PBB

dan BPHTB, dan berbagai insentif lainnya.

b. Perlunya penyusunan roadmap pengembangan kemaritiman di Provinsi

Riau mengingat potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar.

Sampai dengan saat ini, masih belum terdapat industri pakan ikan

sehingga biaya pengembangan perikanan di Riau menjadi lebih mahal.

c. Mengoptimalkan pengembangan potensi wisata Riau, baik wisata

budaya, religi, dan sejarah maupun wisata berbasis alam dan

perkebunan, antara lain melalui percepatan perbaikan infrastruktur,

peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi akomodasi agar lebih

memadai, promosi dan buku panduan, serta penguatan Sumber Daya

Manusia di sektor Pariwisata dan Jasa Pendukung.

Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih rendah dari proyeksi semula

dan disertai ketidakpastian yang tinggi di pasar keuangan global. Di satu

sisi, ekonomi AS diperkirakan makin kuat didukung permintaan domestik yang

kemudian menyebabkan ekspektasi inflasi AS tetap tinggi dan diperkirakan akan

direspons the Fed dengan tetap menaikkan suku bunga kebijakannya. Namun di sisi

lain, pertumbuhan ekonomi negara-negara Eropa dan negara- negara emerging

markets, termasuk Tiongkok diperkirakan lebih rendah dari perkiraan, yang pada

gilirannya menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi secara global. Penurunan

proyeksi ekonomi dunia juga dipengaruhi ketegangan hubungan dagang antara

AS dan negara lain yang kemudian menurunkan volume perdagangan dunia.

Harga komoditas ekspor Indonesia diperkirakan tumbuh lebih lambat, di tengah

harga minyak dunia yang terus meningkat. Sementara itu, ketidakpastian di pasar

keuangan global yang masih tinggi juga mendorong investor global menempatkan

dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS. Berbagai

perkembangan tersebut mengakibatkan dolar AS menguat dan pelemahan banyak

mata uang negara berkembang terus berlanjut sampai dengan pertengahan

Oktober 2018.

Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan tetap kuat didukung oleh solidnya

kinerja konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah. Kinerja konsumsi

masih kuat didukung oleh dampak lanjutan kebijakan fiskal serta tingkat

pengangguran yang terus menurun. Kinerja konsumsi yang masih kuat terindikasi

dari Conference Board Consumer Index dan pertumbuhan permintaan barang

manufaktur yang menunjukkan kinerja positif. Sementara itu, akselerasi kinerja

investasi diperkirakan berlanjut pada triwulan III 2018 sejalan dengan investasi

nonresidensial yang diperkirakan tetap kuat dan indikator permintaan manufaktur

yang terjaga pada level yang tinggi. Pemotongan rasio pajak korporasi diperkirakan

akan mendukung akselerasi investasi dan mulai berdampak signifikan pada triwulan

III 2018. Sementara itu, masih kuatnya pengeluaran pemerintah tercermin dari

defisit anggaran AS yang meningkat sejalan dengan implementasi reformasi pajak

dan ekspansi belanja fiskal. Selain itu, perbaikan ekonomi AS tercermin pada

Boks

Perkembangan Ekonomi Global

kinerja produksi yang terindikasi dari PMI Manufaktur yang meningkat, kapasitas

utilisasi yang naik, dan ISM All Economy yang tetap terjaga pada level yang tinggi.

Inflasi AS tetap tinggi sejalan dengan ekonominya yang terus menguat. Inflasi

AS didukung oleh inflasi perumahan dan kesehatan yang cukup kuat, sementara

inflasi energi relatif menurun. Sementara itu, berdasarkan Concensus Forecast

April - September 2018, ekspektasi inflasi tetap tinggi dengan rata-rata sebesar

2,5% (yoy).

Grafik B7.1

Pertumbuhan Ekonomi AS

Grafik B7.2

Perkembangan Inflasi AS

Perekonomian Eropa diperkirakan tertahan sejalan dengan melambatnya

aktivitas konsumsi dan investasi, serta melemahnya dukungan ekspor neto.

Pertumbuhan ekonomi Eropa diperkirakan tertahan oleh melambatnya aktivitas

konsumsi yang terindikasi dari menurunnya tingkat keyakinan konsumen dan pelaku

usaha. Penurunan tersebut didorong oleh ekspektasi perlambatan ekonomi,

ketidakpastian politik di kawasan Euro, dan risiko perang dagang (trade war).

Sementara itu, perlambatan kinerja investasi diperkirakan terus berlanjut, tercermin

pada PMI Manufaktur yang menurun. Di sisi eksternal, dukungan ekspor neto

terhadap pertumbuhan ekonomi diperkirakan semakin kecil seiring dengan kinerja

ekspor yang terus menurun di tengah impor yang terus meningkat.

Tekanan inflasi Eropa masih tinggi. Inflasi IHK Eropa meningkat pada September

2018 seiring dengan tingginya harga energi, terutama minyak. Sementara itu,

inflasi inti masih tertahan pada level yang rendah dipengaruhi oleh menurunnya

inflasi barang- barang industri non-energi dan inflasi jasa.

Grafik B7.3

Pertumbuhan Ekonomi Eropa

Grafik B7.4

Konsumsi dan Penjualan Ritel Eropa

Di Jepang, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat dipengaruhi

tertahannya konsumsi, investasi, dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi Jepang

diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan III 2018, setelah tumbuh meningkat

pada triwulan II 2018. Kegiatan konsumsi tertahan sebagaimana tercermin pada

tingkat keyakinan konsumen yang menurun, penjualan di department store dan

convenience store yang relatif tertahan, serta penjualan kendaraan bermotor yang

kembali tumbuh negatif. Sejalan dengan itu, kinerja investasi juga diperkirakan

tumbuh melambat pada triwulan III 2018 yang terindikasi dari permintaan peralatan

mesin, PMI Manufaktur, serta tingkat keyakinan bisnis yang menurun. Di samping

itu, dukungan ekspor neto diperkirakan melambat sejalan dengan masih tingginya

impor, terutama impor energi, di tengah tertahannya ekspor akibat moderasi

permintaan negara tujuan ekspor dan risiko eskalasi trade war.

Grafik B7.5

Pertumbuhan Ekonomi Jepang

Grafik B7.6

Perkembangan Inflasi Jepang

Inflasi IHK Jepang meningkat didorong kenaikan harga energi. Inflasi IHK

Jepang meningkat didorong oleh kenaikan harga energi. Sejalan dengan

meningkatnya inflasi IHK, inflasi inti juga tercatat meningkat.

Di Tiongkok, perlambatan ekonomi diperkirakan terus berlanjut, terutama

disebabkan oleh melambatnya kinerja investasi. Kinerja investasi (Fixed Asset

Investment-FAI) diperkirakan melambat pada triwulan III 2018, sejalan dengan

terus menurunnya investasi publik sebagai dampak kebijakan deleveraging yang

semakin ketat. Disamping itu, menurunnya investasi infrastruktur juga disebabkan

oleh terbatasnya sumber pembiayaan pemerintah lokal dan menipisnya pembiayaan

off balance sheet. Di sisi lain, neraca perdagangan Tiongkok pada September 2018

mencatat surplus sejalan dengan peningkatan kinerja ekspor akibat adanya aktivitas

frontloading shipping ekspor Tiongkok sebelum kebijakan tarif impor AS.

Sementara itu, kinerja konsumsi diperkirakan akan relatif stabil seiring dengan

membaiknya penjualan ritel serta adanya kebijakan stimulus Pemerintah berupa

penurunan tarif impor barang dan penurunan pajak penghasilan.

Inflasi Tiongkok meningkat pada Agustus 2018. Meningkatnya inflasi IHK

Tiongkok didorong oleh inflasi pangan (food) dan inflasi nonpangan (non-food)

terutama pada kelompok perumahan dan rekreasi. Hal itu dipengaruhi oleh

kenaikan harga energi dan meningkatnya permintaan pariwisata pada libur musim

panas.

Grafik B7.7

Investasi Publik Tiongkok

Grafik B7.8

Neraca Perdagangan Tiongkok

Di India, ekonomi diperkirakan tumbuh melambat dipengaruhi konsumsi dan

investasi. Konsumsi menurun terindikasi dari penjualan kendaraan yang tumbuh

negatif dan berlanjutnya penurunan tingkat keyakinan konsumen. Kondisi tersebut

terutama dipengaruhi oleh tingginya harga minyak serta kondisi keuangan yang

ketat. Kinerja investasi juga diperkirakan tumbuh melambat yang tercermin dari PMI

Manufaktur yang tumbuh negatif serta berlanjutnya tren perlambatan Industrial

Production (IP). Di sisi eksternal, defisit neraca perdagangan semakin melebar seiring

dengan akselerasi pertumbuhan impor, terutama akibat tingginya harga minyak dan

tertahannya kinerja ekspor akibat melemahnya permintaan. Inflasi di India tercatat

menurun sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Penurunan

inflasi terutama disumbang oleh menurunnya inflasi inti serta inflasi kelompok

makanan dan minuman. Inflasi inti menurun terutama bersumber dari kelompok

sandang, kesehatan, dan perumahan.

Grafik B7.9

Pertumbuhan Ekonomi India

Grafik B7.10

Tingkat Keyakinan Konsumen India

Ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dipengaruhi oleh

pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan semakin divergen,

kebijakan ekonomi AS, ketegangan hubungan dagang, dan harga minyak.

Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi didorong oleh pertumbuhan

ekonomi dunia yang melambat dan divergen sehingga mendorong perlambatan

pertumbuhan volume perdagangan dunia dan harga komoditas. Selain itu, pasar

keuangan menghadapi risiko terkait ketidakpastian AS yang terus meningkat,

diikuti oleh kondisi likuiditas AS yang lebih ketat, tingginya harga minyak, dan

ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok. Risiko - risiko tersebut memicu

beberapa bank sentral menaikkan suku bunga kebijakan.

Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi mendorong aliran modal

keluar dari emerging market (EM). Hal ini berdampak pada peningkatan

ketidakpastian dan risiko di EM yang diikuti dengan penyesuaian aliran modal,

termasuk Indonesia sehingga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya

peningkatan tekanan terhadap mata uang negara-negara EM.

Grafik B7.11

Economic Policy Uncertainty (EPU) AS

Grafik B7.12

Perkembangan Indeks Dollar

Pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah dari perkiraan semula serta

masih tingginya ketidakpastian ekonomi dunia berdampak pada volume

perdagangan dunia dan harga komoditas global yang tumbuh lebih rendah

dari perkiraan. Volume perdagangan dunia berpotensi tumbuh lebih rendah dari

perkiraan pada tahun 2018, sejalan dengan tren perlambatan aktivitas perdagangan

negara maju terutama Eropa dan negara-negara emerging market lainnya. Selain itu,

menurunnya volume perdagangan dunia juga dipengaruhi oleh masih tingginya

risiko trade war. Sementara itu, harga komoditas diperkirakan tumbuh lebih rendah

terutama disebabkan oleh perlambatan harga batubara, tembaga, timah, nikel, dan

CPO.

Grafik B7.13

Perkembangan Aliran Modal Negara

Berkembang ke Negara Maju

Grafik B7.14

Ketidakpastian dan Risiko EM

Harga batu bara diprediksi tumbuh lebih rendah dari perkiraan sejalan dengan

menurunnya harga batubara Indonesia. Harga batu bara ekspor Indonesia yang

berkalori rendah diperkirakan tumbuh lebih rendah karena penurunan permintaan

Tiongkok sejalan dengan pengetatan syarat impor batu bara. Selain itu, pasokan

batu bara kalori rendah yang relatif tinggi di Tiongkok turut menekan harga batu

bara. Namun, harga batu bara internasional tercatat meningkat akibat naiknya

permintaan menjelang musim dingin.

Penurunan harga sebagian besar komoditas non-energi diperkirakan terus

berlanjut. Harga logam, seperti tembaga, timah, dan nikel diperkirakan menurun

terutama dipengaruhi oleh sentimen negatif perang dagang AS dan Tiongkok.

Selain sentimen negatif, penurunan harga tembaga juga disebabkan oleh

melambatnya permintaan Tiongkok akibat adanya ekspektasi perlambatan ekonomi

dan investasi Tiongkok serta implementasi tarif impor oleh AS. Sementara itu,

penurunan harga timah juga didukung oleh adanya ekspektasi kenaikan pasokan

pasca-implementasi kebijakan penerapan tax exemption di Rusia pada tambang

timah. Di samping itu, penurunan harga nikel didorong oleh peningkatan pasokan

nikel pig iron di Filipina dan Indonesia. CPO diperkirakan akan melanjutkan

penurunan harga dipengaruhi oleh terbatasnya permintaan dan meningkatnya

pasokan komoditas subtitusi (kedelai). Selain itu, adanya penghapusan bea ekspor

CPO Malaysia yang mulai berlaku pada September 2018 turut menekan harga CPO.

Harga minyak diperkirakan tetap tinggi sejalan dengan masih berlanjutnya

gangguan pasokan. Hal itu dipengaruhi oleh penurunan produksi minyak dari

Venezuela dan dampak dari sanksi AS kepada Iran yang lebih besar dari ekspektasi.

Selain itu, adanya permasalahan bottlenecks di AS, persediaan minyak dunia yang

terus menurun, serta spare capacity OPEC yang semakin rendah turut menjaga

harga minyak tetap tinggi. Sementara itu, permintaan minyak secara global

diperkirakan stabil meskipun terdapat risiko penurunan terutama dari negara-negara

emerging market. Risiko itu terutama bersumber dari depresiasi nilai tukar negara-

negara emerging market, pengetatan kredit, dan kenaikan harga minyak yang terus

berlanjut.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xvi

Aktiva Produktif

Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan

menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,

penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI),

dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko

dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil

bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai

bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada

perorangan.

Kualitas Kredit

Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan

kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5

kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan

dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva

Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,

tabungan atau deposito.

DAFTAR ISTILAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xvii

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap

dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum

konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Inflasi Administered Price

Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam

kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan

bakar).

Inflasi Inti

Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran agregat and permintaan

agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan

ekspektasi masyarakat.

Inflasi Volatile Food

Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk

dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya

beras).

Kliring

Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta

kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang

perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan

penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada

penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang

memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xviii

dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit

kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara

nasional.

Kliring Kredit

Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung

oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa

menyampaikan fisik warkat (paperless).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima

(giro, tabungan dan deposito).

Net Interest Income (NII)

Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Non Core Deposit (NCD)

Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam

laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10%

deposito berjangka waktu 1-3 bulan.

Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)

Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin

timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP

ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar

PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar

adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),

sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari

total kredit macet (setelah dikurangi agunan).

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xix

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total

kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin

rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net

Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)

Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika

(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat

bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)

Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring

kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.