kajian ekonomi dan keuangan regional - bi.go.id filekajian ekonomi dan keuangan regional visi bank...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
NOVEMBER
website : www.bi.go.id
KAJIAN EKONOMI DAN
2018
KEUANGAN REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
VISI BANK INDONESIA :
bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian
Indonesia dan terbaik diantara negara emerging markets
MISI BANK INDONESIA :
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan
moneter dan bauran kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan
makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial
Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan
sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta
mitra strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan
fiskal dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi,
termasuk infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di
tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan
sistem informasi Bank Indonesia.
NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :
Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity);
profesionalisme (profesionalism); (ii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan
kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination
and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kata Pengantar
iii
BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan
kajian triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di
Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan
perbankan di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 dengan penekanan pada kondisi
ekonomi makro regional antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah,
Asesmen Inflasi Daerah, Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen Stabilitas
Keuangan Daerah dan Pengembangan Ekonomi, Asesmen Penyelenggaraan Sistem
Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan, serta Prospek Perekonomian tahun 2019 berdasarkan indikator
terkini. Analisis dilakukan berdasarkan data bulanan bank umum, data ekspor-impor
yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, hasil survei Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau, data perekonomian dan ketenagakerjaan yang diterbitkan
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data pendukung yang diperoleh dari
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau dan instansi/lembaga lainnya,
termasuk informasi anekdotal terkait.
Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada
stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,
dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi
bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain dalam
pengambilan keputusan.
Pekanbaru, November 2018
Kepala Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Riau
Siti Astiyah
Direktur
KATA PENGANTAR
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kata Pengantar
iv
duduk di rumah memegang amanah
duduk di tanah memegang petuah
duduk di kampung menjadi payung
duduk di banjar bertunjuk ajar
duduk di ladang tenggang menenggang
duduk di negeri tahukan diri
duduk di dusun ia penyantun
duduk beramai elok perangai
apa tanda Melayu bertuah,
tahu berguru pada yang sudah
tahu berbuat pada yang ada
tahu memandang jauh ke muka
apa tanda Melayu terbilang,
dada lapang pandangan panjang
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Isi
v
HALAMAN
Kata Pengantar ...................................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................................ v
Daftar Tabel ........................................................................................................... viii
Daftar Grafik .......................................................................................................... ix
Daftar Gambar........................................................................................................ xiii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih.............................................................................. xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................... 1
BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.
2.
Kondisi Umum.........................................................................
PDRB Sisi Penggunaan.............................................................
9
12
2.1 Konsumsi ...................................................................... 14
2.2 Investasi (PMTB).............................................................. 16
2.3 Ekspor dan Impor ........................................................... 18
2.3.1. Ekspor .................................................................
2.3.2. Impor ..................................................................
18
21
3. PDRB Sektoral ......................................................................... 23
3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.................... 25
3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian ............................ 26
3.3 Sektor Industri Pengolahan ............................................. 28
3.4 Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor...................................
29
3.5 Sektor Konstruksi........................................................... 31
Boks 1 Growth Strategy Provinsi Riau
BAB 2. ASESMEN INFLASI DAERAH
1. Kondisi Umum............................................................................. 32
DAFTAR ISI
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Isi
vi
2.
3.
Perkembangan Inflasi Provinsi Riau...............................................
2.1. Inflasi Kota............................................................................
2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru.................................................
2.1.2. Inflasi Kota Dumai.......................................................
2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan...............................................
Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau...................
33
39
39
42
45
47
BAB 3.
BAB 4.
ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH
1. Kondisi Umum..............................................................................
2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan II 2017.......................
3. Realisasi Belanja Provinsi Riau Triwulan II 2017..............................
3. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN UMKM
51
53
56
1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau.......................................... 61
1.1. Ketahanan Sektor Korporasi.. ................................... 61
1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga. .................................. 64
2. Kondisi Umum Perbankan Riau.................................................... 67
2.1. Perkembangan Bank Umum..............................................
2.1.1. Perkembangan .
...
2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum ..
70
70
72
73
74
2.2. Perkembangan Perbankan Syariah.................................... 74
2.3. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat................ 76
2.4. Perkembangan Kredit UMKM........................................... 78
Boks 2 Financial Account and Balance Sheet Provinsi Riau Triwulan II 2018
BAB 5. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai.............
81
2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai................................ 82
2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow)............ 82
2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar..................................
2.3. Uang Rupiah Tidak Asli....................................................
84
86
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Isi
vii
3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai........................
3.1. Transaksi Kliring..............................................................
3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) .
3.3. Transaksi Kegiatan Usa
88
88
89
89
Boks 3 Bitkoin Sebagai Alat Pembayaran
BAB 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH
1. Kondisi Umum........................................................................... 91
2.
3.
Ketenagakerjaan........................................................................
Kesejahteraan Daerah................................................................
3.1. Penduduk Miskin Riau.......................................................
3.2. Garis Kemiskinan Riau.......................................................
3.3. Indeks Kedalaman ..............
3.4. Nilai Tukar Petani..............................................................
92
96
96
97
98
99
BAB 7
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
1. Prospek Makro Regional.......................................................... 100
2. Perkiraan Inflasi....................................................................... 107
3. Rekomendasi........................................................................... 111
Boks 4 Prospek Perekonomian Global
Daftar Istilah
xvi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel
viii
HALAMAN
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy).................................. 13
Tabel 1.2 Realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Riau...................................... 15
Tabel 1.3 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (ribu ton)........................ 20
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy)............. 24
Tabel 3.1 Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan II 2017 & Triwulan II 2018 54
Tabel 3.2 Komponen Pendapatan Pajak Provinsi Riau Tw II 2017 & Tw II 2018 . 55
Tabel 3.3 Realisasi Belanja Provinsi Riau Tw II 2017 & Tw II 2018 57
Tabel 4.1 Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi ......... 62
Tabel 4.2 Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera..................................................... 78
Tabel 5.1 Perkembangan Transaksi BI- 89
Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi KUPVA- ... 90
Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera...................................... 92
Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja ... 93
Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau............................................................... 97
Tabel 7.1 Perkembangan Inflasi Aktual Riau dan Perkiraan Inflasi 2018.................. 107
DAFTAR TABEL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
ix
HALAMAN
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan.................. 10
Grafik 1.2 Perkembangan Kondisi Konsumen Riau.............................................. 14
Grafik 1.3 Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau .............. 14
Grafik 1.4 Kredit Durable Goods......................................................................... 15
Grafik 1.5 Kredit Perumahan.............................................................................. 15
Grafik 1.6 ............................................................. 16
Grafik 1.7 Kredit Konstruksi............................................................................... 16
Grafik 1.8 Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau............................ 17
Grafik 1.9 Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau.............................. 17
Grafik 1.10 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau................................... 18
Grafik 1.11 Perkembangan Volume Ekspor ................................. 18
Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor .................................
Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor ...............................
18
18
Grafik 1.14 Perkembangan Volume Ekspor Non Mi 19
Grafik 1.15 Produksi CPO Dunia......................................................................... 21
Grafik 1.16 Ekspor CPO Dunia............................................................................ 21
Grafik 1.17 Konsumsi CPO Dunia....................................................................... 21
Grafik 1.18 Stok CPO Dunia............................................................................... 21
Grafik 1.19 Impor Non Migas.............................................................................
Grafik 1.20 Impor Barang Modal........................................................................
22
22
Grafik 1.21 Impor Barang Intermedier................................................................. 22
Grafik 1.22 Impor Barang Konsumsi................................................................... 22
Grafik 1.23 Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD...................................................... 23
Grafik 1.24 Kredit Perkebunan Sawit .............................. 26
Grafik 1.25 Kredit Perkebunan Karet.................................................................. 26
Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau................................... 27
DAFTAR GRAFIK
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
x
Grafik 1.27 Perkembangan Kegiatan U . 27
Grafik 1.28 Perkembangan Harga TBS ....................................................... 28
Grafik 1.29 Perkembangan Harga Karet .................................................... 28
Grafik 1.30 Impor Barang Konsumsi.. ............................................... 30
Grafik 1.31 Kredit Perdagangan ................ 30
Grafik 1.32 SBT Perkiraan Kinerja Sektor Perdagangan ............... 30
Grafik 1.33 Indeks Perkiraan Harga ............................................................... 30
Grafik 1.34 .................................. 31
Grafik 1.35 LS ........................................................... 31
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Nasional, Riau dan Sumatera (yoy)..................... 34
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy).................................... 34
Grafik 2.3 Inflasi dan Kontribusi Kelompok Barang dan Jasa (yoy)........................ 36
Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Riau dan Nasional Triwulanan (qtq).................... 37
Grafik 2.5 Historis Inflasi selama Tw III 2018 di Riau (qtq)..................................... 38
Grafik 2.6 Perkembangan Harga Emas Dunia...................................................... 41
Grafik 2.7 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD................................ 41
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Pekanbaru dan Historis 3 Tahun Terakhir........... 42
Grafik 2.9 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di 42
Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Dumai............................................................ 45
Grafik 2.11 Andil Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang di Dumai........................ 45
Grafik 2.12 47
Grafik 2.13 Andil Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang di 47
Grafik 3.1 Perkembangan anggaran APBD Provinsi Riau 2015 s.d 2018
Grafik 3.2 Realisasi APBD Provinsi Riau 2015 s.d. Tw III 2018................................
52
52
Grafik 3.3 Realisasi Pendapatan Provinsi 53
Grafik 3.4 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Riau 2017 & 2018 55
Grafik 3.6 Realisasi Komponen Belanja Tidak La 57
Grafik 3.7 Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau 2017 & 2018 58
Grafik 4.1 Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan................................... 64
Grafik 4.2 Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan.................................... 64
Grafik 4.3 Perkembangan Kredit Perumahan...................................................... 65
Grafik 4.4 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor........................................ 65
Grafik 4.5 Perkembangan Kredit Multiguna........................................................ 66
Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Durable Goods................................................. 66
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
xi
Grafik 4.7 Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi Riau....................... 67
Grafik 4.8 Perkembangan Aset Perbankan Riau................................................... 68
Grafik 4.9 Perkembangan DPK Provinsi Riau........................................................ 68
Grafik 4.10 Perkembangan Kredit Perbankan Riau.............................................. 69
Grafik 4.11 Perkembangan Resiko Kredit Perbankan Riau................................... 69
Grafik 4.12 Perkembangan Aset Perbankan Syariah............................................ 75
Grafik 4.13 DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan.............................. 75
Grafik 4.14 Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah................................... 76
Grafik 4.15 Perkembangan Aset BPR/S................................................................ 77
Grafik 4.16 Perkembangan DPK BPR/S................................................................ 77
Grafik 4.17 Perkembangan Kredit BPR/S............................................................. 77
Grafik 4.18 Perkembangan NPL BPR/S................................................................. 77
Grafik 4.19 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM............................... 78
Grafik 4.20 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Segmen.......................... 80
Grafik 4.21 Perkembangan NPL Kredit UMKM .. 80
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau............................. 83
Grafik 5.2 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi RT (qtq) dan Outflow (qtq)........... 84
Grafik 5.3 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah dan Outflow (qtq) 84
Grafik 5.4 Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan............................................ 85
Grafik 5.5 Perkembangan ....... 85
Grafik 5.6 Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau........ 87
Grafik 5.7 Perkembangan Transaksi Kliring (SKNBI) di Provinsi Riau...................... 88
Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera............ 92
Grafik 6.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera.................. 92
Grafik 6.3 Penduduk Bekerja Menurut Lapa 93
Grafik 6.4 Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan U 94
Grafik 6.5 Jumlah Jam Kerja Per Minggu............................................................. 94
Grafik 6.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan................................................ 94
Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan ....... 95
Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Riau................................................ 96
Grafik 6.9 Sebaran Penduduk Miskin Riau........................................................... 96
Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau.................... 98
Grafik 6.11 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau.................... 98
Grafik 6.12 Perkembangan Nilai Tukar Petani...................................................... 99
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
xii
Grafik 7.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Perkiraan 2019......... 101
Grafik 7.2 Perkembangan Indikator Komposit Riau............................................. 103
Grafik 7.3 Perkembangan Harga Komoditas Pangan 2016, 2017, dan 2018........ 108
Grafik 7.4 Perkiraan Harga Mendatang............................................................... 109
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar
xiii
HALAMAN
Gambar 2.1 Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw II 2018 (yoy) .. 33
Gambar 7.1 Outlook Perekonomian Global............................................................ 102
Gambar 7.2 Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan ...................... 110
DAFTAR GAMBAR
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Tabel Indikator
xiv
I II III IV I II III
Indeks Harga Konsumen*) :
- Provinsi Riau 129.85 130.65 131.90 133.42 134.56 134.99 135.14
- Kota Pekanbaru 129.53 130.24 131.65 133.16 134.34 134.60 135.10
- Kota Dumai 130.85 131.89 132.19 133.82 134.05 135.33 134.38
- Kota Tembilahan 131.26 132.62 133.95 135.43 137.75 138.45 136.99
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :
- Provinsi Riau 5.02 6.19 5.07 4.20 3.62 3.32 2.45
- Kota Pekanbaru 5.17 6.50 5.22 4.07 3.71 3.35 2.62
- Kota Dumai 5.33 5.95 4.99 4.85 2.45 2.61 1.66
- Kota Tembilahan 2.97 3.42 3.82 4.27 4.94 4.40 2.27
Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 2.84 2.49 2.91 2.58 2.87 2.38 2.98
Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 3,752.61 3,051.59 3,410.24 3,833.88 3,443.20 3,273.40 3,487.54
Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 5,514.38 4,879.90 5,651.68 5,960.66 5,415.78 5,186.43 6,215.94
Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 211.39 278.67 316.83 434.62 375.28 334.67 332.97
Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 614.66 883.53 716.64 968.01 872.71 1,034.52 984.80
I II III IV I II III
Bank Umum
Total Aset (dalam Rp Juta) 97,413,710 96,800,520 103,345,237 98,443,308 94,942,058 95,727,695 98,944,416
DPK (dalam Rp Juta) 72,224,755 73,060,394 74,585,391 73,150,935 73,316,351 74,019,300 76,079,917
- Giro 12,952,275 11,441,182 11,869,441 10,074,125 11,758,608 11,563,236 12,431,456
- Tabungan 33,449,661 34,130,124 34,276,721 37,784,186 36,634,497 38,523,504 37,928,821
- Deposito 25,822,819 27,489,088 28,439,728 25,292,624 24,923,245 23,932,559 25,719,640
Kredit (dalam Rp Juta) 57,877,680 58,954,708 59,759,791 60,612,537 60,884,041 62,276,576 63,328,059
- Modal Kerja 17,889,152 18,821,552 19,275,375 19,652,840 19,413,083 19,857,955 20,302,482
- Investasi 16,377,748 15,852,343 15,781,732 15,099,176 15,170,357 15,713,145 15,586,233
- Konsumsi 23,610,780 24,280,813 24,702,684 25,860,521 26,300,601 26,705,476 27,439,344
- LDR (%) 80.14 80.69 80.12 82.86 83.04 84.14 83.24
- NPL (%) 3.53 3.69 3.40 2.89 3.27 3.18 2.90
Kredit UMKM (dalam Rp Juta) 20,172,660 20,431,064 21,050,432 22,165,379 21,878,938 22,556,794 23,269,388
- Mikro 6,191,162 6,470,926 6,564,830 6,704,790 6,961,426 7,170,662 7,417,408
- Kecil 7,819,176 7,872,233 7,985,290 8,340,728 8,345,315 8,780,340 9,028,948
- Menengah 6,162,322 6,087,904 6,500,312 7,119,861 6,572,197 6,605,791 6,823,031
NPL UMKM (%) 6.54 6.21 5.87 5.17 5.50 5.13 4.65
BPR
Total Aset (dalam Rp Juta) 1,373,214 1,333,780 1,381,337 1,410,339 1,405,693 1,387,705 1,396,118
DPK (dalam Rp Juta) 1,015,101 995,342 1,033,906 1,063,512 1,054,088 1,034,321 1,035,572
- Tabungan 372,916 355,491 389,333 408,247 400,586 414,674 413,843
- Deposito 642,185 639,851 644,573 655,265 653,502 619,647 621,729
Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek 952,794 941,160 927,734 933,614 918,603 928,536 943,568
Rasio NPL (%) 14.97 16.23 15.66 13.42 14.17 12.37 11.72
LDR (%) 93.86 94.56 89.67 87.79 87.15 89.77 91.12
A. INFLASI DAN PDRB
INDIKATOR2018
B. PERBANKAN
INDIKATOR 2018
2017
2017
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Tabel Indikator
xv
C. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III
365,956 4,965,800 (522,690) 4,765,670 (233,402) 4,631,125 281,817
2,708,511 1,544,600 3,279,980 1,020,195 3,130,717 2,379,016 2,773,736
3,074,467 6,510,400 2,757,290 5,785,866 2,897,314 7,010,141 3,055,553
Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 1,561,072 661,538 807,791 644,064 833,643 110,850 792,980
Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) 56,967 67,889 73,379 76,367 29,974 57,126 59,155
Volume Transaksi RTGS (lembar) *) 9,538 9,551 11,200 13,434 6,939 10,307 11,763
Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 922 1,103 1,191 1,239 483 1,038.65 954.11
Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 144 146 171 207 111.92 187.40 189.73
Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 6,149 4,430 5,019 5,044 4,670 4,447 4,703
Volume Transaksi Kliring (lembar) 190,181 134,842 156,938 157,644 144,487 136,833 143,406
Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 99.19 71.46 80.95 81.35 75.32 80.86 75.86
Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) 2,948 2,602 2,534 2,553 2,330.44 2,487.87 2,313.00
2017 2018
Inflow (dalam Rp Juta)
Outflow (dalam Rp Juta)
Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta)
INDIKATOR
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
1
GAMBARAN UMUM
Perekonomian Riau pada triwulan III 2018 tumbuh sebesar 2,98% (yoy), meningkat
jika dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 2,38% (yoy). Apabila dilihat dari
pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau triwulan III 2018 tercatat sebesar 4,77%
(yoy), tumbuh meningkat dibandingkan realisasi triwulan sebelumnya yang sebesar
3,97% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi Sumatera yang juga meningkat dari 4,66% (yoy) triwulan II
2018 menjadi 4,72% (yoy) pada triwulan laporan. Namun kondisi tersebut
berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi Nasional yang pada triwulan II
2018 tercatat 5,27% (yoy) melambat menjadi 5,17% (yoy).
Perekonomian Riau
pada triwulan II 2018
tumbuh sebesar 2,38%
(yoy), melambat jika
dibandingkan triwulan I
2018 yang tumbuh
2,87% (yoy).
RINGKASAN EKSEKUTIF
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
2
I. ASSESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Peningkatan dari sisi penggunaan terutama bersumber dari meningkatnya
pertumbuhan konsumsi pemerintah dan net ekspor barang dan jasa.
Meningkatnya konsumsi pemerintah sejalan dengan upaya percepatan
realisasi anggaran yang dilakukan pemerintah daerah. Sementara itu,
meningkatnya net ekspor barang dan jasa utamanya disumbang oleh
kenaikan ekspor luar negeri seiring dengan kenaikan harga minyak dunia.
Disisi lain, konsumsi rumah tangga dan investasi tercatat melambat.
Perlambatan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh moderasi konsumsi
masyarakat pasca Idul Fitri. Adapun melambatnya investasi disebabkan oleh
perlambatan investasi sebagaimana yang terkonfirmasi dari hasil liaison.
Dari sisi sektoral peningkatan bersumber dari sektor pertanian dan industri
pengolahan. Meningkatnya kinerja sektor pertanian khususnya perkebunan
kelapa sawit didorong oleh peningkatan produksi kelapa sawit. Kondisi
tersebut turut mendorong peningkatan terhadap sektor industri
pengolahan. Meskipun demikian, angka pertumbuhan yang lebih tinggi
tertahan oleh kontraksi sektor pertambangan yang terus berlanjut, serta
melambatnya sektor perdagangan akibat moderasi permintaan, dan
melambatnya sektor konstruksi sejalan dengan perlambatan investasi.
Memasuki triwulan IV 2018, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh pada
kisaran 2,50-3,00% (yoy), sedikit melambat dibandingkan realisasi triwulan
III 2018. Sumber perlambatan utamanya diperkirakan dari melambatnya
ekspor luar negeri akibat terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas
utama, serta gejolak perdagangan dunia yang berpengaruh terhadap ekspor
luar negeri dari Provinsi Riau. Kondisi perlambatan diperkirakan juga terjadi
pada sektor pertanian sejalan dengan cuaca yang kurang kondusif, serta
kontraksi sektor Pertambangan yang semakin dalam akibat natural declining.
Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan
berada pada kisaran 2,50-3,00% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan
pertumbuhan ekonomi 2017. Laju pertumbuhan tertinggi dari sisi
penggunaan diperkirakan bersumber dari konsumsi pemerintah dan
Perkembangan
berbagai indikator
ekonomi terkini
mengindikasikan
peningkatan kinerja
ekonomi Riau tahun
2018 yang lebih
tinggi dibandingkan
realisasi tahun 2017.
Meningkatnya
pertumbuhan
ekonomi Riau
bersumber dari sisii
penggunaan
bersumber dari
kenaikan konsumsi
pemerintah dan net
ekspor. Sedangkan
kenaikan dari sisi
sektoral bersumber
dari sektor pertanian
dan industri
pengolahan.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
3
investasi. Sedangkan dari sisi sektoral bersumber dari perbaikan kontraksi
sektor pertambangan, kenaikan pertumbuhan sektor konstruksi, dan sektor
perdagangan. Meningkatnya konsumsi pemerintah diperkirakan sejalan
dengan membaiknya realisasi belanja pasca disahkannya Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Riau yang diiringi dengan potensi meningkatnya
pendapatan karena berakhirnya tunda salur Dana Bagi Hasil (DBH).
Peningkatan tersebut juga turut mendorong kenaikan kinerja sektor
perdagangan. Sementara itu, peningkatan investasi didorong oleh
percepatan pembangunan infrastruktur, sehingga turut mendorong
kenaikan sektor konstruksi.
II. ASSESMEN INFLASI DAERAH
Inflasi Riau pada triwulan III 2018 tercatat 2,45% (yoy), menurun
dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 3,32% (yoy). Penurunan
tekanan inflasi utamanya dipengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi
kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau; (iii) Sandang; (iv) Kesehatan; (v) Pendidikan, Rekreasi, dan
Olahraga; (vi) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Namun demikian,
menurunnya tekanan inflasi Provinsi Riau yang lebih rendah tertahan oleh
meningkatnya inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar. Secara spasial, inflasi tertinggi terjadi di Pekanbaru, diikuti oleh
Tembilahan, dan Dumai.
Inflasi Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan berada pada kisaran 2,50 ±
0,5% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar
2,45% (yoy). Perkiraan meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan IV 2018
sejalan dengan adanya momentum liburan sekolah, libur akhir tahun,
momentum HBKN Natal dan tahun baru, serta semakin tingginya intensitas
musim hujan. Adanya momen-momen tersebut diperkirakan dapat
mendorong permintaan masyarakat Riau. Adapun semakin tingginya
intensitas hujan pada triwulan akhir 2018 ini berpotensi menyebabkan
gangguan produksi maupun pasokan bahan makanan.
Inflasi Provinsi
Riau pada
triwulan III 2018
tercatat lebih
rendah
dibandingkan
triwulan II 2018
Inflasi Riau hingga
akhir tahun 2018
diperkirakan lebih
rendah dari ahun
2017, serta masih
didalam kisaran
sasaran inflasi
nasional.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
4
Secara keseluruhan tahun 2018, inflasi Riau diperkirakan berkisar antara
2,0%-3,0% (yoy) dengan tendensi ke arah bawah, namun berada dalam
sasaran inflasi nasional 3,5 ± 1% (yoy). Tekanan inflasi bahan makanan
masih perlu diwaspadai akibat adanya kemungkinan fenomena La Nina
meskipun menunjukkan intensitas melemah.
III. ASSESMEN KEUANGAN PEMERINTAH
Hingga triwulan III 2018, realisasi APBD Provinsi Riau secara umum lebih
rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi
belanja daerah Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,69
triliun atau 45,43% dari pagu anggaran. Secara nominal, realisasi belanja
tersebut menurun 1,64% (yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat
sebesar Rp4,76 triliun namun secara prosentase realisasi terhadap pagu
anggaran, realisasi belanja triwulan laporan sedikit lebih baik dibandingkan
triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar 43,23% dari pagu anggaran.
Dari sisi pendapatan, secara kumulatif realisasi pendapatan daerah Provinsi
Riau selama triwulan III 2018 mencapai Rp5,78 triliun atau 62,67% dari pagu
anggaran. Realisasi pendapatan juga mengalami penurunan hingga 3,16%
(yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar Rp5,97 triliun
atau 67,48% dari pagu anggaran.
IV. ASSESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN
PENGEMBANGAN EKONOMI
Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan III 2018
secara umum menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja kredit
korporasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan
membaik, dan diiringi oleh NPL yang membaik. Di sisi lain, meskipun
penyaluran kredit korporasi di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan
Riau melambat, namun tingkat NPL kredit korporasi sektor ini membaik.
Menurunnya kerentanan juga ditunjukkan oleh penyaluran kredit konsumsi
rumah tangga yang pada triwulan III 2018 tercatat meningkat disertai
dengan NPL yang juga membaik.
Realisasi APBD
Provinsi Riau
hingga triwulan III
2018 secara
umum tercatat
lebih rendah.
Tekanan stabilitas
keuangan di
Provinsi Riau
pada triwulan III
2018 masih baik
dan terjaga.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
5
Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan III 2018 meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan DPK perbankan di Riau
pada triwulan III 2018 meningkat. Sejalan dengan DPK, penyaluran kredit
perbankan Riau tumbuh meningkat. Meningkatnya penyaluran kredit
perbankan Riau diiringi oleh meningkatnya kualitas kredit. Adapun indikator
utama lainnya, yaitu Aset dan LDR menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan
aset perbankan Riau pada triwulan III 2018 masih mengalami kontraksi
karena perlambatan komponen aset antar kantor dan penempatan pada
Bank Indonesia. Sementara itu, menurunnya Loan to deposit ratio (LDR)
perbankan Riau pada triwulan III 2018 disebabkan penyaluran kredit yang
lebih rendah dibandingkan kenaikan posisi DPK.
V. ASSESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan III
2018 tercatat mengalami net outflow. Hal tersebut menandakan jumlah
uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat (outflow)
lebih besar dibandingkan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia
melalui perbankan (inflow). Kondisi tersebut sejalan dengan mulai
normalnya aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat setelah berakhirnya
Hari Besar Keagamaan Nasional yakni Ramadhan dan Idul Fitri serta libur
sekolah yang jatuh pada triwulan II 2018.
Transaksi melalui kliring mengalami peningkatan baik dari sisi nominal
maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Sementara itu, transaksi non tunai
menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau juga tercatat meningkat dari sisi
nominal dan jumlah transaksi. Peningkatan transaksi tersebut didorong oleh
jumlah hari kerja pada triwulan III 2018 lebih banyak dibandingkan triwulan
sebelumnya akibat perayaan Hari Raya Idul Fitri sehingga waktu sistem untuk
beroperasi di triwulan III 2018 menjadi lebih banyak dibandingkan triwulan
II 2018.
Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang di wilayah
Provinsi Riau, Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama
Perkembangan
transaksi
pembayaran
tunai di Provinsi
Riau pada
triwulan III 2018
mengalami net
outflow.
Peningkatan kinerja
perbankan di Riau
triwulan III 2018
tercermin dari
membaiknya DPK,
Kredit, dan NPL.
Transaksi kliring
dan BI-RTGS
tercatat
meningkat baik
dari sisi nominal
maupun jumlah
transaksi.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
6
dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam
hal penukaran uang lusuh. Adapun total penukaran uang yang telah dilayani
hingga triwulan III 2018 adalah sebesar Rp40,79 miliar. Kantor Perwakilan BI
Provinsi Riau juga selalu berupaya untuk meningkatkan frekuensi dan
jangkauan layanan kas keliling baik ke daerah-daerah yang memiliki
peredaran uang lusuh dalam jumlah tinggi, terutama ke pasar-pasar
tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun daerah remote area (daerah
terpencil) di Provinsi Riau. Hingga triwulan III 2018, total transaksi kas keliling
kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Riau
sebanyak 12 kali dengan total transaksi sebesar Rp21,38 miliar.
VI. ASSESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Perkembangan ketenagakerjaan Provinsi Riau pada bulan Agustus 2018
menunjukkan perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya
peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau. Selain itu, perkembangan
kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan
persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau.
Namun, jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai
Tukar Petani pada triwulan III 2018 menunjukkan penurunan dibandingkan
triwulan II 2018.
VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh
positif dan berada pada kisaran 2,70 3,10% (yoy), meningkat
dibandingkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan IV 2018.
Ditinjau dari sisi penggunaan, peningkatan diperkirakan berasal dari
konsumsi LNPRT dan net ekspor seiring melambatnya impor akibat
melambatnya domestic demand dan peningkatan aktivitas politik menjelang
Pilpres dan Pileg yang akan diselenggarakan bersamaan pada April 2019.
Adapun perlambatan domestic demand pada triwulan I 2019 diperkirakan
sejalan dengan masih rendahnya realisasi belanja konsumsi dan modal
Ekonomi Riau pada
triwulan I 2019
diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan
perkiraan triwulan
IV 2018.
Perkembangan
ketenagakerjaan
dan kesejahteraan
daerah di Provinsi
Riau terindikasi
membaik.
Secara berkala
Bank Indonesia
melakukan
layanan
penukaran uang
lusuh, kas
keliling, dan
membuka kas
titipan.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
7
pemerintah yang juga berimbas pada masih lambatnya pembangunan
proyek infrastruktur, sesuai dengan pola historisnya.
Secara sektoral peningkatan pertumbuhan triwulan I 2019 diperkirakan
berasal dari sektor pertanian dan membaiknya kontraksi sektor
pertambangan. Peningkatan di sektor pertanian sejalan dengan potensi
meningkatnya produksi pasca musim hujan. Sementara itu, membaiknya
kontraksi sektor pertambangan didorong oleh kenaikan harga minyak dunia.
Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya
pertumbuhan sektor industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan.
Melambatnya sektor industri pengolahan diperkirakan didorong oleh masih
terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas dan masih terbatasnya
ekspor CPO ke Eropa dan AS menyusul berbagai hambatan tarif dan non-
tarif yang masih terjadi. Sementara itu, melambatnya sektor konstruksi dan
perdagangan diperkirakan sesuai dengan pola historisnya, dimana realisasi
anggaran pemerintah masih terbatas (termasuk pembangunan infrastruktur)
dan tidak adanya momen yang mendorong konsumsi masyarakat ke tingkat
yang lebih tinggi dari biasanya.
Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan
berada pada kisaran 2,60 3,10 % (yoy), dengan tendensi meningkat
(namun terbatas) jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019
diperkirakan bersumber dari meningkatnya konsumsi LNPRT, belanja
pemerintah, dan net ekspor. Dari sisi sektoral, sektor industri pengolahan
diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya ekonomi Riau untuk
keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh
sektor pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta sektor pertanian,
sektor konstruksi, dan sektor perdagangan yang diperkirakan mengalami
perlambatan.
Inflasi Provinsi Riau triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,20
3,20% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan
inflasi triwulan IV 2018 namun lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan
I tahun 2018. Secara keseluruhan tahun 2019, tingkat inflasi diperkirakan
Dari sisi pengunaan,
peningkatan
diperkirakan
bersumber dari
konsumsi LNPRT dan
net ekspor.
Sedangkan dari sisi
sektoral, utamanya
diperkirakan
bersumber dari
sektor pertanian.
Ekonomi Riau pada
tahun 2019
diperkirakan
tumbuh positif dan
lebih tinggi
dibandingkan
perkiraan
keseluruhan tahun
2018
Inflasi Riau pada
triwulan I 2019
diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan
perkiraan triwulan IV
2018
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
8
berkisar antara 2,50 3,50% (yoy), berada dalam target inflasi nasional 3,5
+ 1% (yoy), dan sedikit lebih tinggi dibandingkan keseluruhan tahun 2018.
Meningkatnya tekanan inflasi tersebut terutama bersumber dari komoditas-
komoditas yang harganya dipengaruhi atau ditetapkan oleh kebijakan
pemerintah seiring dengan terbukanya peluang kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) sebagaimana asumsi Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) tahun 2019. Sumber tekanan inflasi juga
diperkirakan berasal dari komoditas-komoditas bahan pangan akibat masih
tingginya ketergantungan Provinsi Riau terhadap pasokan dari luar daerah
sehingga sangat rentan terhadap gejolak harga. Selain itu, terdapat
kemungkinan intensitas musim hujan yang di bawah normal pada 2019 di
sebagian wilayah Riau. Di sisi lain, tekanan inflasi untuk komoditas secara
umum selain bahan pangan dan yang harganya diatur pemerintah masih
relatif stabil meskipun menunjukkan tendensi sedikit meningkat di tengah
perkiraan perekonomian Riau yang lebih tinggi dibandingkan 2018 sehingga
mendorong permintaan.
Secara keseluruhan
tahun 2019, tekanan
inflasi masih dalam
target inflasi nasional
3,5+ 1% (yoy), dan
sedikit lebih tinggi
dibandingkan
keseluruhan tahun
2018.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
9
1. KONDISI UMUM
Perekonomian Riau pada triwulan III 2018 tumbuh sebesar 2,98% (yoy), tumbuh
meningkat jika dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 2,38% (yoy). Apabila
dilihat dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau triwulan III 2018 tercatat sebesar
4,77% (yoy), tumbuh meningkat dibandingkan realisasi triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,97% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi Sumatera yang juga meningkat dari 4,66% (yoy) triwulan II
2018 menjadi 4,72% (yoy) pada triwulan laporan. Namun kondisi tersebut
berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi Nasional yang pada triwulan II
2018 tercatat 5,27% (yoy) melambat menjadi 5,17% (yoy) sebagaimana yang
ditunjukkan Grafik 1.1.
Bab 1 ASESMEN PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
10
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)
Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah
Dari sisi penggunaan peningkatan terutama bersumber dari meningkatnya
pertumbuhan konsumsi pemerintah dan net ekspor barang dan jasa. Meningkatnya
konsumsi pemerintah sejalan dengan upaya percepatan realisasi anggaran yang
dilakukan pemerintah daerah yang tercermin dari realisasi belanja triwulan III 2018
yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara
itu, meningkatnya net ekspor barang dan jasa utamanya bersumber dari kenaikan
ekspor luar negeri yang didukung oleh kenaikan harga minyak dunia dan
meningkatnya ekspor produksi CPO. Peningkatan tersebut juga tidak terlepas dari
depresiasi rupiah sehingga turut mendorong kenaikan nilai ekspor dan menekan
volume impor. Disisi lain, konsumsi rumah tangga dan investasi pada triwulan
laporan tercatat melambat. Perlambatan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh
moderasi konsumsi masyarakat pasca Idul Fitri, serta persiapan masuk sekolah dan
perguruan tinggi. Adapun melambatnya investasi disebabkan oleh perlambatan
investasi non bangunan sebagaimana yang terkonfirmasi dari hasil liaison, serta
defisit anggaran yang menyebabkan tidak terlaksananya sejumlah proyek Organisasi
Perangkat Daerah (OPD).
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral bersumber dari sektor
pertanian dan industri pengolahan. Secara umum, meningkatnya kinerja sektor
pertanian khususnya perkebunan kelapa sawit didorong oleh peningkatan produksi
kelapa sawit. Kondisi tersebut turut mendorong peningkatan terhadap sektor
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018
Nasional 4.83 4.74 4.78 5.15 4.94 5.21 5.03 4.94 5.01 5.01 5.06 5.19 5.06 5.27 5.17
Sumatera 3.53 2.99 3.15 4.47 4.18 4.47 4.03 4.49 4.14 4.17 4.45 4.43 4.34 4.66 4.72
Riau (0.01) (2.06) (1.36) 4.37 2.71 2.75 1.26 2.25 2.84 2.49 2.91 2.58 2.87 2.38 2.98
(2.50)
(1.50)
(0.50)
0.50
1.50
2.50
3.50
4.50
5.50
6.50
% y
oy
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
11
industri pengolahan. Meskipun demikian, angka pertumbuhan yang lebih tinggi
tertahan oleh kontraksi sektor pertambangan yang terus berlanjut, serta
melambatnya sektor perdagangan akibat moderasi permintaan, dan melambatnya
sektor konstruksi sejalan dengan perlambatan investasi.
Memasuki triwulan IV 2018, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh positif, berada
pada kisaran 2,50-3,00% (yoy), sedikit melambat dibandingkan realisasi triwulan III
2018. Sumber perlambatan utamanya diperkirakan dari melambatnya ekspor luar
negeri akibat terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas utama, serta gejolak
perdagangan dunia yang berpengaruh terhadap ekspor luar negeri dari Provinsi Riau.
Kondisi perlambatan diperkirakan juga terjadi pada sektor pertanian sejalan dengan
cuaca yang kurang kondusif, serta kontraksi sektor Pertambangan yang semakin
dalam akibat natural declining. Disisi lain, perlambatan yang lebih dalam tertahan
oleh kenaikan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi.
Sedangkan dari sisi sektoral, peningkatan diperkirakan bersumber dari sektor industri
pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan. Meningkatnya konsumsi
rumah tangga seiring dengan percepatan realisasi belanja pemerintah yang
mendorong pendapatan masyarakat seperti kegiatan Meeting, Incentive,
Convention, and Exhibition (MICE). Selain itu, adanya momentum libur sekolah,
pergantian semester, dan promo belanja akhir tahun juga mendorong pertumbuhan
sektor perdagangan. Sementara itu, percepatan belanja infrastruktur pemerintah
juga diperkirakan mendorong investasi dan sektor konstruksi. Adapun faktor-faktor
yang berpotensi kembali meningkatkan gairah industri pengolahan CPO, diantaranya
adalah penambahan ekspor CPO Indonesia ke Tiongkok akibat perang dagang
dengan AS sehingga pasokan minyak kedelai AS ke Tiongkok menjadi terganggu,
serta kenaikan tarif impor yang juga diberlakukan India terhadap produk minyak
kedelai, bunga matahari, dan kanola sehingga membuat CPO kembali kompetitif.
Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada
pada kisaran 2,50-3,00% (yoy) dengan tendensi bias keatas sehingga diperkirakan
lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2017. Laju pertumbuhan
tertinggi dari sisi penggunaan diperkirakan bersumber dari konsumsi pemerintah dan
investasi. Sedangkan dari sisi sektoral bersumber dari perbaikan kontraksi sektor
pertambangan, kenaikan pertumbuhan sektor konstruksi, dan sektor perdagangan.
Meningkatnya konsumsi pemerintah diperkirakan sejalan dengan membaiknya
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
12
realisasi belanja pasca disahkannya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau yang
diiringi dengan potensi meningkatnya pendapatan karena berakhirnya tunda salur
Dana Bagi Hasil (DBH). Peningkatan tersebut juga turut mendorong kenaikan kinerja
sektor perdagangan. Sementara itu, peningkatan investasi didorong oleh percepatan
pembangunan infrastruktur, antara lain Tol Pekanbaru - Dumai, Jembatan Siak IV,
replikasi Jembatan Siak II, Flyover simpang SKA, Flyover simpang Arengka, dan SPAM
Durolis (Dumai, Rokan Hilir, Bengkalis) sehingga turut mendorong kenaikan sektor
konstruksi. Namun peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya
konsumsi rumah tangga dan kontraksi net ekspor. Sedangkan perlambatan dari sisi
sektoral bersumber dari sektor pertanian dan industri pengolahan. Secara umum
melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh menurunnya pendapatan
ekspor. Sementara itu, melambatnya sektor pertanian dilatarbelakangi oleh tidak
diperbolehkannya perusahaan untuk melakukan ekspansi dan penanaman kembali
di lahan-lahan perkebunan yang berada di area fungsi lindung ekosistem gambut
sesuai dengan Permen LHK No. P.17/2017. Kondisi tersebut turut mempengaruhi
kinerja sektor industri pengolahan disamping semakin melambatnya perkiraan harga
komoditas CPO sepanjang tahun 2018 dibandingkan tahun 2017, serta belum
optimalnya perbaikan ekspor CPO ke India dan Tiongkok pada semester II 2018
untuk mengkompensasi penurunan ekspor CPO ke India, Eropa, dan AS.
2. PDRB SISI PENGGUNAAN
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau dari sisi penggunaan pada triwulan
laporan utamanya bersumber dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi
pemerintah dan net ekspor barang dan jasa. Meningkatnya konsumsi pemerintah
sejalan dengan upaya percepatan realisasi anggaran. Sementara itu, meningkatnya
net ekspor didukung oleh kenaikan harga minyak dunia dan meningkatnya ekspor
produksi CPO. Namun demikian, pertumbuhan triwulan III 2018 yang lebih tinggi
tertahan oleh perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi seiring dengan
moderasi konsumsi masyarakat dan melambatnya investasi non bangunan.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
13
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)
Ke depan, perekonomian Riau triwulan IV 2018 diperkirakan berada pada kisaran
2,50-3,00% (yoy), sedikit melambat dibandingkan realisasi triwulan III 2018. Sumber
perlambatan utamanya diperkirakan dari melambatnya ekspor luar negeri akibat
terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas utama, serta gejolak perdagangan
dunia yang berpengaruh terhadap ekspor luar negeri dari Provinsi Riau. Disisi lain,
perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan konsumsi rumah tangga,
konsumsi pemerintah, dan investasi. Meningkatnya konsumsi rumah tangga
dipengaruhi oleh percepatan realisasi belanja pemerintah yang mendorong
pendapatan masyarakat seperti kegiatan MICE serta adanya momentum libur
sekolah, pergantian semester, dan promo belanja akhir tahun. Demikian juga dengan
percepatan belanja infrastruktur pemerintah yang juga diperkirakan dapat
mendorong investasi.
Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada
pada kisaran 2,50-3,00% (yoy) dengan tendensi bias keatas sehingga diperkirakan
lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2017. Laju pertumbuhan
tertinggi dari sisi penggunaan diperkirakan bersumber dari konsumsi pemerintah dan
investasi. Meningkatnya konsumsi pemerintah diperkirakan sejalan dengan
disahkannya RTRW dan potensi meningkatnya pendapatan karena berakhirnya
tunda salur DBH. Selain itu, peningkatan investasi didorong oleh percepatan
pembangunan infrastruktur, antara lain Tol Pekanbaru - Dumai, Jembatan Siak IV,
replikasi Jembatan Siak II, Flyover simpang SKA, Flyover simpang Arengka, dan SPAM
III IV I II III III IV I II III
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4.26 3.83 4.55 2.72 4.15 3.06 1.57 1.36 1.67 1.00 1.51 1.07
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 4.01 3.07 4.56 7.53 11.21 11.96 0.02 0.01 0.02 0.04 0.06 0.06
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6.11 0.86 2.83 4.93 2.23 3.77 0.24 0.04 0.12 0.18 0.09 0.15
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.15 1.85 3.73 6.36 7.65 3.60 1.06 0.64 1.26 2.26 2.64 1.18
5. Ekspor Luar Negeri 3.05 10.96 5.06 0.39 (3.72) 3.99 0.93 3.29 1.51 0.11 -1.00 1.19
6. Impor Luar Negeri 41.68 20.36 27.22 3.74 5.33 (6.70) 2.31 1.11 1.40 0.19 0.27 -0.33
7. Net Ekspor 1.12 2.67 0.50 (1.01) (5.37) 2.70 0.27 0.64 0.12 (0.23) (1.29) 0.71
PDRB 2.91 2.58 2.71 2.87 2.38 2.98 2.91 2.58 2.71 2.87 2.38 2.98
2017 2017
2017 2018
Kontribusi Pertumbuhan (% yoy)
Komponen Penggunaan
Growth (% yoy)
2018 2017
Sumber : BPS
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
14
Durolis (Dumai, Rokan Hilir, Bengkalis). Namun peningkatan yang lebih tinggi
tertahan oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan kontraksi net ekspor.
Melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh menurunnya pendapatan
ekspor yang turut dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas global yang masih
terbatas.
2.1. Konsumsi
Konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 3,06%
(yoy), melambat jika dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 4,15% (yoy).
Melambatnya konsumsi rumah tangga tersebut sejalan dengan hasil Survei
Konsumen Bank Indonesia yang tercermin dari melambatnya Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi (IKE), dan Indeks Ekspektasi Konsumen
(IEK) yang secara berurutan tercatat 107, 103, dan 111 pada triwulan II 2018 turun
menjadi 96, 90, dan 101 pada triwulan III 2018. Angka indeks yang berada dibawah
100 menunjukkan bahwa tingkat keyakinan konsumen berada dalam level pesimis
sebagaimana yang ditunjukkan grafik dibawah ini:
Grafik 1.2. Perkembangan Kondisi
Konsumen Riau
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 1.3. Perkembangan Indeks Survei
Ekspektasi Konsumen Riau
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh moderasi
konsumsi masyarakat pasca Idul Fitri, serta persiapan masuk sekolah dan perguruan
tinggi. Selain itu, melambatnya harga komoditas CPO dan karet juga turut
melatarbelakangi melambatnya konsumsi rumah tangga tersebut. Kondisi ini juga
terindikasi dari perkembangan kredit durable goods (Grafik 1.4) dan kredit
perumahan (Grafik 1.5) yang tercatat melambat.
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
Indeks Kegiatan Usaha Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 100
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
IKKIKEIEKGaris 100
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
15
Pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan laporan tercatat tumbuh 11,96% (yoy),
meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 2018 yang sebesar 11,21%
(yoy). Meningkatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT ini dipengaruhi oleh mulai
maraknya aktivitas organisasi atau partai politik menjelang Pemilihan Presiden dan
Pemilihan Anggota Legislatif tahun 2019. Kondisi tersebut sejalan dengan
pertumbuhan konsumsi pemerintah yang tercatat meningkat dari 2,23% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 3,77% (yoy) pada triwulan III 2018. Peningkatan tersebut
sejalan dengan upaya percepatan realisasi anggaran pemerintah daerah yang per 30
September 2018 mencapai 45,43% atau lebih tinggi jika dibandingkan periode yang
sama tahun 2017 yang hanya sebesar 43,32%.
Tabel 1.2. Realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Riau
Sumber : BPKAD Provinsi Riau
Ke depan, konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2018 diperkirakan tumbuh
meningkat dibandingkan realisasi triwulan III 2018 seiring dengan percepatan
realisasi belanja pemerintah yang mendorong pendapatan masyarakat seperti
kegiatan MICE serta adanya momentum libur sekolah, pergantian semester, dan
promo belanja akhir tahun. Demikian juga dengan konsumsi LNPRT yang pada
triwulan IV 2018 diperkirakan tumbuh meningkat karena semakin pesatnya aktifitas
politik menjelang Pemilihan Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif yang akan
Jumlah
Anggaran
(triliun)
Realisasi
(triliun) % Realisasi
Jumlah
Anggaran
(triliun)
Realisasi
(triliun) % Realisasi
Pendapatan Daerah 8,859.17 5,977.74 67.48 9,236.88 5,788.54 62.67
Belanja Daerah 11,008.30 4,769.24 43.32 10,326.45 4,691.11 45.43
Pembiayaan Daerah 2,149.13 1,344.95 62.58 1,089.57 58.77 5.39
Surplus/(Defisit) (2,149.13) 1,208.51 56.23 (1,089.57) 1,097.43 100.72
Tw III 2018Tw III 2017
Uraian
Grafik 1.4. Kredit Durable Goods
Sumber: LBU Bank Indonesia
Grafik 1.5. Kredit Perumahan
Sumber: LBU Bank Indonesia
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Durable Goods Growth (% yoy)
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Perumahan Growth (% yoy)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
16
diselenggarakan April tahun 2019. Secara keseluruhan tahun 2018, konsumsi LNPRT
dan pemerintah diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 karena adanya
aktifitas Pilkada dan percepatan realisasi anggaran ditengah pengesahan RTRW.
Namun demikian, pertumbuhan konsumsi yang lebih tinggi tertahan oleh konsumsi
rumah tangga yang diperkirakan melambat dibandingkan tahun 2017. Melambatnya
perkiraan konsumsi rumah tangga tersebut dipengaruhi oleh melambatnya kinerja
ekspor industri pengolahan sawit yang merupakan sektor unggulan sumber
pendapatan masyarakat Riau.
2.2. Investasi (PMTB)
Perkembangan investasi di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat tumbuh
sebesar 3,60% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018 yang tumbuh sebesar
7,65% (yoy). Perlambatan tersebut turut dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya: perlambatan investasi non bangunan sebagaimana yang terkonfirmasi
dari hasil liaison, defisit Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) menyebabkan
tidak terlaksananya sejumlah kegiatan yang telah direncanakan sejumlah OPD, dan
adanya tunda bayar proyek infrastruktur berjalan. Hal ini sejalan dengan semakin
dalamnya kontraksi pertumbuhan kredit investasi Riau (Grafik 1.6) dan melambatnya
pertumbuhan kredit konstruksi (Grafik 1.7).
Melambatnya pertumbuhan investasi dimaksud sejalan dengan menurunnya realisasi
investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing
(PMA) di Provinsi Riau. Pada triwulan III 2018, realisasi PMDN dan PMA masing-
masing tercatat kontraksi 91,39% (yoy) dan 63,39% (yoy), lebih rendah
dibandingkan realisasi triwulan II 2018 dimana PMDN tumbuh sebesar 7,04% (yoy)
Grafik 1.6. Kredit Investasi Riau Grafik 1.7. Kredit Konstruksi Riau
Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Investasi Growth (% yoy)
-20
0
20
40
60
80
100
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Konstruksi Growth (% yoy)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
17
dan PMA kontraksi 27,03% (yoy). Melambatnya realisasi PMDN bersumber dari
ketiga sektor yaitu primer, sekunder, dan tersier. Adapun sektor utama
terkontraksinya pertumbuhan PMDN (Grafik 1.8) di Provinsi Riau diantaranya adalah
subsektor tanaman pangan dan perkebunan, subsektor industri makanan, subsektor
industri kertas, subsektor industri karet, dan subsektor konstruksi. Sedangkan
perlambatan dari sisi PMA (Grafik 1.9) bersumber dari sektor primer dan sekunder,
terutama subsektor tanaman pangan dan perkebunan, subsektor industri kertas,
subsektor industri kimia dasar, subsektor industri karet, dan subsektor industri logam
dasar.
Ke depan, pertumbuhan investasi Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan
meningkat. Kondisi tersebut didorong oleh percepatan belanja infrastruktur
pemerintah seiring dengan pengesahan RTRW di Provinsi Riau. Hal ini juga turut
mendorong kinerja investasi keseluruhan tahun 2018 yang diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan tahun 2017. Adapun beberapa proyek pembangunan strategis yang
saat ini tengah dilaksanakan pemerintah daerah dan turut mendorong pertumbuhan
investasi di Provinsi Riau antara lain: berlanjutnya perbaikan jembatan Siak IV dan
pembangunan Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) Durolis (Dumai, Rokan Hilir,
Bengkalis) yang bersifat multi years, pembangunan 2 (dua) fly over di simpang empat
SKA dan pasar pagi arengka yang ditargetkan selesai dalam waktu 1 tahun, serta
pembangunan jalan Provinsi lintas pesisir timur yang menghubungkan Bagan siapi-
api dan Sumatera Utara.
Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi
PMDN di Provinsi Riau
Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi
PMA di Provinsi Riau
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
-200
-100
0
100
200
300
400
500
600
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
4,500,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRp JutaRealisasi PMDN growth PMDN
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017 2018
% yoyUSD RibuRealisasi PMA growth PMA
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
18
2.3 Ekspor dan Impor
2.3.1. Ekspor
Ekspor barang dan jasa di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat tumbuh
sebesar 3,00% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh 1,10%
(yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa tersebut utamanya
bersumber dari peningkatan ekspor luar negeri yang pada triwulan II 2018 kontraksi
3,72% (yoy), tumbuh menjadi 3,99% (yoy) pada triwulan laporan. Tumbuh
positifnya ekspor luar negeri tersebut didorong oleh meningkatnya harga minyak
dunia, dan meningkatnya volume ekspor CPO terutama ke India, Tiongkok, dan
negara-negara sekitar India seperti Bangladesh dan Pakistan. Selain itu, peningkatan
ekspor CPO juga didorong oleh kebijakan mandatori campuran biodiesel ke dalam
bahan bakar nabati oleh pemerintah (B20). Disisi lain, ekspor pulp, karet, dan
batubara pada triwulan III 2018 tidak setinggi triwulan lalu akibat belum optimalnya
perbaikan harga ketiga komoditas tersebut.
Grafik 1.10. Perkembangan Volume
Ekspor Batubara Riau
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.11. Perkembangan Volume
Ekspor CPO Riau
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.12. Perkembangan Volume
Ekspor Pulp Riau
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.13. Perkembangan Volume
Ekspor Karet Riau
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
-500
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
-40
-20
0
20
40
60
80
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
19
Secara umum, membaiknya ekspor CPO, RPO, dan produk berbasis minyak kelapa
sawit lainnya ke India sejalan dengan kembali kompetitifnya CPO/RPO/turunan
menyusul dinaikkannya tarif impor beberapa minyak substitusi kelapa sawit sejak 14
Juni 2018 seperti Crude Sunflower dan Rapeseed Oil dari 25% menjadi 35%, Crude
Soybean Oil dari 30% menjadi 35%, serta Refined Sunflower, Rapeseed, dan
Soybean Oil, masing-masing dari 35% menjadi 45%. Langkah tersebut diambil India
kembali untuk memberikan perlindungan kepada petani lokal setelah pada Maret
2018 India menaikkan tarif impor CPO dari 30% menjadi 44%, serta pajak RFO
(Refined Palm Oil) dari 40% menjadi 54% dengan alasan yang sama. Selain itu,
membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke India juga dibantu oleh
membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Bangladesh dan Pakistan yang
merupakan anggota SAFTA (South Asian Free Trade Area) bersama India. Adapun
peningkatan ekspor ke Tiongkok didorong oleh eskalasi perang dagang yang
membuat Tiongkok menaikkan tarif impor minyak kedelai dari AS sehingga impor
minyak kelapa sawit Tiongkok sebagai substitusi minyak kedelai sejak Juni 2018
menunjukkan tren peningkatan, termasuk impor dari Riau.
Grafik 1.14 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Negara Tujuan
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Berdasarkan jenis ekspor non migas, komponen barang mentah tercatat mengalami
kontraksi yang lebih dalam dari 5,90% (yoy) triwulan lalu, menjadi kontraksi 14,25%
(yoy) pada triwulan III 2018 sebagaimana yang ditunjukkan Tabel 1.3. Disisi lain,
kontraksi yang lebih dalam tertahan oleh meningkatnya komponen ekspor jenis
786 762 1,078 1,034
678 759 766 1,024 965 780 869 942
681 891 971 1,188 773 797 849
1,154 1,093 625
984 1,240
848 840 1,106
511 481
787 675 835 818 635
920 598
538 651
990
510
798 644 720
524 677 822
863 926
1,073
1,117 956
797 535
1,147 783 733
842 922 851 662 814
920
691 651
548
518
580
637 606
787
622 550
576
719 604
590
596 726
728 688
751 734
563
600 901
644 585 658
609
573
432 589
759
592
570 587
756
501 545
584
764 730
756
609
762
699 773
720 1,343
1,257
1,433 1,457
1,830 1,657 1,558
1,667
1,617
1,717
1,892
1,988
1,985
2,228
1,890
1,928
1,763 1,741
1,837
2,226 2,113
1,789
2,294
2,242
2,311 2,350
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
rib
u t
on
Cina India ASEAN MEE Lainnya
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
20
makanan, tembakau, minyak nabati, bahan kimia, dan barang manufaktur yang
menunjukkan peningkatan. Pada triwulan laporan, ekspor jenis makanan dan hewan
bernyawa tumbuh 26,76% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami
kontraksi 2,15% (yoy). Sementara itu, ekspor tembakau dan minuman serta minyak
dan lemak nabati masing-masing tumbuh meningkat dari kontraksi 0,12% dan
0,08% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi tumbuh positif 42,45% dan 3,49% (yoy).
Demikian juga dengan ekspor bahan kimia dan barang manufaktur yang tercatat
meningkat dari 331,22% (yoy) dan 2,38% (yoy) di triwulan II 2018 menjadi 384,60%
(yoy) dan 9,94% (yoy) pada triwulan III 2018.
Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (dalam ribu ton)
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Apabila dilihat dari kondisi CPO dunia, meningkatnya ekspor CPO Riau pada triwulan
III 2018 sejalan dengan meningkatnya produksi, ekspor, konsumsi domestik, dan stok
CPO dunia jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2017.
Pertumbuhan produksi CPO dunia (Grafik 1.15) pada triwulan III 2018 tercatat
sebesar 217.737 ribu MT, meningkat 8,56% (yoy) dibandingkan total produksi
triwulan III 2017 yang sebesar 200.565 ribu MT. Sementara itu, ekspor CPO dunia
(Grafik 1.16) pada triwulan III 2018 secara total mencapai 11,03% (yoy), atau
meningkat dari 141.274 ribu MT pada triwulan III 2017 lalu menjadi 156.861 ribu
MT pada triwulan III 2018. Peningkatan juga terjadi pada domestic consumption CPO
dunia (Grafik 1.17) dari realisasi 189.506 ribu MT periode yang sama tahun 2017
menjadi 205.977 ribu MT pada triwulan III 2018. Sejalan dengan kondisi tersebut,
ending stocks CPO dunia (Grafik 1.18) juga tercatat meningkat 23,08% (yoy) atau
II III II-18 III-18 II-18 III-18
1 Makanan dan Hewan Bernyawa 433.90 569.69 8.37 9.16 (2.15) 26.76
2 Tembakau dan Minuman 7.24 7.25 0.14 0.12 (0.12) 42.45
3 Barang Mentah 697.04 796.00 13.44 12.81 (5.90) (14.25)
4 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 7.11 12.25 0.14 0.20
5 Minyak dan Lemak Nabati 3,058.36 3,778.29 58.97 60.78 (0.08) 3.49
6 Bahan Kimia 445.71 483.07 8.59 7.77 331.22 384.60
7 Barang Manufaktur 536.46 569.35 10.34 9.16 2.38 9.94
8 Mesin dan Peralatan 0.56 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
9 Hasil Olahan Manufaktur 0.04 0.05 0.00 0.00 (77.98) (49.72)
10 Koin, bukan mata uang - - - - - -
Total 5,186.43 6,215.94 100.00 100.00 6.28 9.98
Pangsa (%)No Jenis
2018 yoy (%)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
21
dari 28.861 ribu MT pada triwulan III 2017 menjadi 35.522 ribu MT pada triwulan
laporan.
Grafik 1.15 Produksi CPO Dunia Grafik 1.16 Ekspor CPO Dunia
Sumber : US Dept of Agriculture Sumber : US Dept of Agriculture
Grafik 1.17 Konsumsi CPO Dunia Grafik 1.18 Stok CPO Dunia
Sumber : US Dept of Agriculture Sumber : US Dept of Agriculture
Kedepan, kinerja ekspor barang dan jasa pada triwulan IV 2018 diperkirakan
meningkat. Peningkatan tersebut utamanya bersumber dari komponen ekspor antar
daerah seiring dengan potensi meningkatnya permintaan domestik nasional
terutama konsumsi rumah tangga. Sedangkan dari sisi ekspor luar negeri
diperkirakan melambat seiring dengan terkontraksinya pertumbuhan harga
komoditas kelapa sawit, dan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat
perang dagang AS dengan beberapa negara. Secara keseluruhan tahun 2018, ekspor
barang dan jasa tercatat melambat dibandingkan tahun 2017. Kondisi tersebut turut
dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas global yang cenderung melemah.
2.3.2. Impor
Impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tumbuh sebesar 3,64%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018 yang mencapai 15,75% (yoy).
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
Jan
-16
Fe
b-1
6
Ma
r-2
01
6
Ap
ril-
20
16
Ma
y 2
01
6
Jun
-20
16
Jul-
20
16
Au
g-2
01
6
Se
p-2
01
6
Ok
t-2
01
6
No
v-2
01
6
De
c-1
6
Jan
-17
Fe
b-1
7
Ma
r-1
7
Ap
r-1
7
Ma
y-1
7
Jun
-17
Jul-
17
Au
g-1
7
Se
p-1
7
Oct
-17
No
v-1
7
De
c-1
7
Jan
-18
Fe
b-1
8
Ma
r-1
8
Ap
r-1
8
Ma
y-1
8
Jun
-18
Jul-
18
Au
g-1
8
Se
p-1
8
Oct
-18
Other Nigeria Colombia Thailand Malaysia Indonesia
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
Jan
-16
Fe
b-1
6
Ma
r-2
01
6
Ap
ril-
20
16
Ma
y 2
01
6
Jun
-20
16
Jul-
20
16
Au
g-2
01
6
Se
p-2
01
6
Ok
t-2
01
6
No
v-2
01
6
De
c-1
6
Jan
-17
Fe
b-1
7
Ma
r-1
7
Ap
r-1
7
Ma
y-1
7
Jun
-17
Jul-
17
Au
g-1
7
Se
p-1
7
Oct-
17
No
v-1
7
De
c-1
7
Jan
-18
Fe
b-1
8
Ma
r-1
8
Ap
r-1
8
Ma
y-1
8
Jun
-18
Jul-
18
Au
g-1
8
Se
p-1
8
Oct-
18
Other Benin Thailand Papua New Guinea Malaysia Indonesia
(5,000)
5,000
15,000
25,000
35,000
45,000
55,000
65,000
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-20
16
Ap
ril-
20
16
May
20
16
Jun
-201
6
Jul-
20
16
Au
g-2
01
6
Sep
-20
16
Okt
-20
16
No
v-2
01
6
De
c-1
6
Jan
-17
Feb
-17
Mar
-17
Ap
r-17
May
-17
Jun
-17
Jul-
17
Au
g-1
7
Sep
-17
Oct
-17
No
v-1
7
De
c-1
7
Jan
-18
Feb
-18
Mar
-18
Ap
r-18
May
-18
Jun
-18
Jul-
18
Au
g-1
8
Sep
-18
Oct
-18
Other Singapore Russia IranColombia Egypt Bangladesh United StatesNigeria Thailand Pakistan MalaysiaEuropa Union China India Indonesia
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Jan
-16
Fe
b-1
6
Ma
r-2
01
6
Ap
ril-
20
16
May
20
16
Jun
-20
16
Jul-
20
16
Au
g-2
01
6
Se
p-2
01
6
Okt
-20
16
No
v-2
01
6
De
c-1
6
Jan
-17
Fe
b-1
7
Ma
r-1
7
Ap
r-1
7
Ma
y-1
7
Jun
-17
Jul-
17
Au
g-1
7
Se
p-1
7
Oct
-17
No
v-1
7
De
c-1
7
Jan
-18
Fe
b-1
8
Ma
r-1
8
Ap
r-1
8
Ma
y-1
8
Jun
-18
Jul-
18
Au
g-1
8
Se
p-1
8
Oct
-18
Other China Europa Union India Indonesia Malaysia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
22
Melambatnya pertumbuhan impor tersebut utamanya bersumber dari kontraksi
impor luar negeri dan melambatnya impor antar daerah dari masing-masing tercatat
tumbuh sebesar 5,33% dan 23,51% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi
sebesar -6,70% dan 11,00% (yoy) pada triwulan III 2018. Secara umum, lebih
rendahnya angka pertumbuhan impor dimaksud disebabkan oleh melambatnya
konsumsi rumah tangga, serta aktifitas investasi dan konstruksi ditengah
terdepresiasinya nilai tukar Rupiah. Kondisi tersebut utamanya terindikasi dari impor
barang modal (Grafik 1.20) dan barang konsumsi (Grafik 1.22) yang masing-masing
tercatat kontraksi 51,61% dan 21,06% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan
triwulan lalu yang tumbuh positif. Sementara itu, impor barang intermedier tumbuh
melambat sebesar 2,80% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Grafik 1.19. Impor Non Migas Grafik 1.20. Impor Barang Modal
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.21. Impor Barang Intermedier
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.22. Impor Barang Konsumsi
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Ke depan, impor barang dan jasa pada triwulan IV 2018 diperkirakan tumbuh
meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan domestik Provinsi Riau pada
triwulan berjalan, terutama konsumsi rumah tangga, konsumsi LNPRT, konsumsi
-100
0
100
200
300
400
500
600
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRibu Ton Impor Non Migas growth
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
700
800
-
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRibu Ton Barang Modal growth
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
700
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRibu Ton Barang Intermedier growth
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
-
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRibu Ton Barang Konsumsi growth
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
23
pemerintah, dan investasi. Namun demikian, pertumbuhan impor barang dan jasa di
Provinsi Riau secara keseluruhan tahun 2018 tidak setinggi tahun 2017 seiring
dengan melambatnya konsumsi rumah tangga dan nilai tukar yang relatif
terdepresiasi jika dibandingkan tahun 2017 (Grafik 1.23).
Grafik 1.23 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD
3. PDRB SEKTORAL
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau dari sisi sektoral pada triwulan III 2018
bersumber dari sektor pertanian dan industri pengolahan seiring dengan
meningkatnya produksi kelapa sawit. Meskipun demikian, angka pertumbuhan yang
lebih tinggi tertahan oleh kontraksi sektor pertambangan, dan melambatnya kinerja
sektor perdagangan dan sektor konstruksi. Secara umum, kontraksi sektor
pertambangan disebabkan oleh menurunnya realisasi lifting minyak Riau. Sementara
itu, melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan dipengaruhi oleh moderasi
konsumsi masyarakat. Demikian juga dengan sektor konstruksi sejalan dengan
melambatnya investasi yang juga dipengaruhi oleh defisit APBD dan tunda bayar
proyek infrastruktur berjalan.
-10
-5
0
5
10
15
11,500
12,000
12,500
13,000
13,500
14,000
14,500
15,000
15,500Ja
n
Feb
Ma
r
Apr
May Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
No
v
Dec Jan
Feb
Ma
r
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
No
v
Dec Jan
Feb
Ma
r
Apr
Me
i
Jun
Juli
Aug
Sep
Okt
2016 2017 2018
% y
oy
Ku
rs T
en
gah
Rp Thd USD Growth (% yoy)
Sumber : Bank Indonesia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
24
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Kinerja perekonomian Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan berada pada kisaran
2,50-3,00% (yoy), sedikit melambat dibandingkan realisasi triwulan III 2018. Sumber
perlambatan utamanya diperkirakan dari melambatnya sektor pertanian dan
kontraksi sektor pertambangan yang lebih dalam. Melambatnya pertumbuhan sektor
pertanian sejalan dengan cuaca yang kurang kondusif. Sementara itu, kontraksi
sektor Pertambangan yang semakin dalam disebabkan oleh natural declining. Disisi
lain, perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh peningkatan sektor industri
pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan. Meningkatnya kinerja
industri pengolahan didorong oleh penambahan impor CPO Indonesia ke Tiongkok,
serta kenaikan tarif impor yang juga diberlakukan India terhadap produk minyak
kedelai, bunga matahari, dan kanola sehingga membuat CPO kembali kompetitif.
Sementara itu, meningkatnya kinerja sektor konstruksi sejalan dengan upaya
percepatan belanja infrastruktur pemerintah. Adapun kenaikan pertumbuhan sektor
perdagangan juga dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dan
percepatan realisasi belanja pemerintah yang mendorong kegiatan MICE, serta
adanya momentum libur sekolah, Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN), dan
promo belanja akhir tahun.
I II III I II III
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.28 6.14 3.23 5.88 1.25 1.45 0.72 1.30
2 Pertambangan dan Penggalian -6.25 -4.53 -5.53 -5.94 -1.62 -1.21 -1.57 -1.70
3 Industri Pengolahan 5.51 2.99 3.84 5.30 1.39 0.74 0.92 1.30
4 Pengadaan Listrik, Gas 1.37 1.80 5.41 5.87 0.00 0.00 0.00 0.00
5 Pengadaan Air 4.75 -1.49 -1.35 0.62 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Konstruksi 5.92 7.41 7.21 3.65 0.52 0.64 0.63 0.32
7 Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 6.37 6.87 7.34 5.83 0.62 0.66 0.74 0.56
8 Transportasi dan Pergudangan 4.33 3.47 4.26 2.81 0.04 0.03 0.04 0.02
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.40 4.55 4.26 5.30 0.02 0.02 0.02 0.03
10 Informasi dan Komunikasi 5.43 5.69 5.02 5.54 0.04 0.04 0.03 0.04
11 Jasa Keuangan -2.24 0.50 5.37 7.96 -0.02 0.00 0.05 0.07
12 Real Estate 3.32 3.07 4.82 3.65 0.03 0.03 0.04 0.03
13 Jasa Perusahaan 7.92 9.59 8.00 7.91 0.00 0.00 0.00 0.00
14 Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. 0.97 1.10 3.43 0.38 0.01 0.02 0.05 0.01
15 Jasa Pendidikan 3.75 4.65 5.41 4.91 0.02 0.02 0.03 0.03
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.82 5.54 5.14 4.73 0.01 0.01 0.01 0.01
17 Jasa lainnya 7.90 9.43 8.56 7.59 0.04 0.05 0.04 0.04
2.71 2.87 2.38 2.98 2.71 2.87 2.38 2.98
2017
Kontribusi Pertumbuhan (%
yoy)
2018 Komponen Sektoral
PDRB
2017
Growth (% yoy)
2018
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
25
Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada
pada kisaran 2,50-3,00% (yoy) dengan tendensi bias keatas sehingga diperkirakan
lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2017. Laju pertumbuhan
tertinggi dari sisi sektoral bersumber dari perbaikan kontraksi sektor pertambangan,
kenaikan pertumbuhan sektor konstruksi, dan sektor perdagangan. Membaiknya
kontraksi sektor pertambangan sejalan dengan upaya investasi yang dilakukan
perusahaan untuk menekan penurunan produksi yang lebih dalam. Selain itu,
meningkatkan kinerja sektor konstruksi didorong oleh meningkatnya aktifitas
investasi, serta meningkatnya sektor perdagangan sejalan dengan membaiknya
realisasi belanja pasca disahkannya RTRW Riau. Disisi lain, pertumbuhan yang lebih
tinggi tertahan oleh melambatnya sektor pertanian dan industri pengolahan. Secara
umum melambatnya sektor pertanian dilatarbelakangi oleh tidak diperbolehkannya
perusahaan untuk melakukan ekspansi dan penanaman kembali di lahan-lahan
perkebunan yang berada di area fungsi lindung ekosistem gambut sesuai dengan
Permen LHK No. P.17/2017. Kondisi tersebut turut mempengaruhi kinerja sektor
industri pengolahan disamping semakin melambatnya perkiraan harga komoditas
CPO sepanjang tahun 2018 dibandingkan tahun 2017, serta belum optimalnya
perbaikan ekspor CPO ke India dan Tiongkok pada semester II 2018 untuk
mengkompensasi penurunan ekspor CPO ke India, Eropa, dan AS.
3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan III 2018
tercatat tumbuh sebesar 5,88% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan II 2018 yang sebesar 3,23% (yoy). Peningkatan tersebut
utamanya bersumber dari meningkatnya produksi kelapa sawit. Hal tersbeut
dikonfirmasi oleh contact liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau yang
menyampaikan bahwa produksi kelapa sawit pada tahun 2018 lebih tinggi
dibandingkan tahun lalu. Selain itu, meningkatnya produksi kelapa sawit khususnya
juga didorong oleh semakin banyaknya tanaman replanting yang mulai memasuki
usia panen. Peningkatan tersebut juga terindikasi dari perkembangan kredit
perkebunan sawit dan karet.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
26
Grafik 1.24. Kredit Perkebunan Sawit
Sumber: LBU Bank Indonesia
Grafik 1.25. Kredit Perkebunan Karet
Sumber: LBU Bank Indonesia
Perkembangan indikator terkini mengindikasikan bahwa pada triwulan IV 2018
relatif melambat. Perlambatan tersebut diperkirakan terjadi sejalan dengan cuaca
yang kurang kondusif akibat curah hujan yang relatif tinggi dan berdampak terhadap
sulitnya melakukan proses panen TBS dan tingginya potensi gagal panen tanaman
hortikultura. Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan sektor pertanian
diperkirakan tidak setinggi capaian tahun 2017. Perlambatan tersebut juga
disebabkan tidak diperbolehkannya perusahaan untuk melakukan ekspansi dan
penanaman kembali di lahan perkebunan yang berada di area fungsi lindung
ekosistem gambut sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen)
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.17/2017 tentang Perubahan Atas
Permen LHK No. P.12/2015 tentang Pengembangan Hutan Tanaman Industri.
Permen tersebut mengatur tentang tanaman yang sudah ada dapat dipanen satu
daur dan tidak dapat ditanami kembali. Selain itu, perbaikan harga komoditas global
yang masih terbatas turut menjadi faktor yang menyebabkan melambatnya kinerja
sektor ini.
3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Kinerja sektor pertambangan dan penggalian Riau pada triwulan III 2018 tercatat
mengalami kontraksi lebih dalam dari -5,53% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi
sebesar -5,94% (yoy) pada triwulan laporan. Menurunnya kinerja sektor
pertambangan dan penggalian ini utamanya disebabkan oleh menurunnya realisasi
lifting minyak Riau dari 231,06 ribu barel per hari pada triwulan II 1018 menjadi
230,15 ribu barel per hari pada triwulan III 2018. Berdasarkan informasi dari contact
liaison, kondisi tersebut tidak terlepas dari natural declining yang merupakan
penurunan produksi secara alamiah karena tidak ada sumur baru dan tidak ada
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Perkebunan Sawit Growth (% yoy)
-50
0
50
100
150
200
250
300
350
400
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Perkebunan Karet Growth (% yoy)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
27
penemuan sumur baru serta hanya melakukan perbaikan/maintenance terhadap
sumur-sumur yang ada. Oleh sebab itu, rendahnya hasil lifting migas, belum
optimalnya perbaikan harga minyak dunia, dan mahalnya teknologi yang dibutuhkan
untuk meningkatkan lifting mengakibatkan perusahaan saat ini lebih memilih untuk
mempertahankan sumur-sumur yang produktif dan menutup sumur yang tidak
produktif untuk menahan laju penurunan produksi yang dalam 5 tahun terakhir
turun 5-10% (yoy). Selain itu, perbaikan harga minyak dunia yang belum optimal
belum mampu memberikan insentif bagi produsen minyak bumi sehingga
perusahaan lebih selektif dalam melakukan investasi skala besar yang jangka waktu
depresiasinya lebih dari 5 tahun.
Turunnya ekspor batubara juga turut menjadi faktor yang menyebabkan
menurunnya pertumbuhan sektor pertambangan (Grafik 1.26). Pada triwulan III
2018, volume ekspor batubara tercatat sebanyak 361,21 ribu ton, menurun 50,57%
(yoy) jika dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai 730,75 ribu
ton. Menurunnya ekspor tersebut disebabkan oleh faktor cuaca yang kurang
kondusif dan menurunnya permintaan Tiongkok akibat kebijakan proteksi terhadap
komoditas batubara impor sebagai dampak dari kebijakan AS yang mengenakan bea
masuk impor terhadap baja asal Tiongkok. Menurunnya kinerja sektor pertambangan
tersebut juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan III 2018 (Grafik 1.27).
Grafik 1.26. Perkembangan Volume
Ekspor Batubara Riau
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.27. Perkembangan Kegiatan
Usaha Sektor Pertambangan
Sumber: SKDU Bank Indonesia
Ke depan, kinerja lifting minyak bumi di Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan
terkontraksi lebih dalam seiring dengan menurunnya produktivitas sumur minyak
yang sudah tua (natural declining) di tengah belum adanya kepastian investasi besar-
-500
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIII
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018
SBT
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
28
besaran untuk pengembangan metode water and steam injection dikarenakan
kontrak yang dialihkan kepada perusahaan BUMN dan harga minyak dunia yang
masih belum menguntungkan untuk investasi dimaksud. Kondisi ini juga
menyebabkan pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian secara
keseluruhan tahun 2018 masih terkontraksi.
3.3. Sektor Industri Pengolahan
Pada triwulan III 2018 kinerja sektor industri pengolahan tercatat meningkat dari
3,84% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 5,30% (yoy) pada triwulan laporan.
Meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan utamanya terkonfirmasi dari
hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan II 2018.
Contact menyatakan ditengah perbaikan harga komoditas yang relatif terbatas
(Grafik 1.28), produksi perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan sehingga
turut mendorong peningkatan produksi industri pengolahan sawit. Peningkatan
produksi TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit didorong oleh kondisi cuaca yang
cukup baik selama tahun 2018 dan pemeliharaan kebun yang teratur mulai dari
pemupukan secara teratur, penyiangan gulma serta pengendalian/pemberantasan
hama. Selain itu juga kebijakan pemerintah atas perluasan penggunaan bahan bakar
biodiesel atau B20 ke non-PSO (Public Service Obligation) ikut memiliki andil dalam
meningkatkan penjualan produk olahan kelapa sawit.
Grafik 1.28. Perkembangan Harga TBS
Sumber: Dinas Tanaman Pangan Riau dan Bloomberg
Grafik 1.29. Perkembangan Harga Karet
Sumber : Bloomberg, diolah
Perkembangan indikator terkini mengindikasikan peningkatan kinerja sektor industri
pengolahan pada triwulan IV 2018. Ditengah berbagai hambatan tarif dan non tarif
seperti: (i) masih kuatnya black campaign atas produk-produk berbasis CPO dan
rencana penggunaan biodiesel non-sawit pada 2020 di Uni Eropa, (ii) dinaikkannya
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
1,900
2,000
I II II IV
I II II IV
I II II IV
I II II IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
Okt
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
TBS
CPO
Rp/Kg $/MT
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
22,000
24,000
26,000
28,000
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
Okt
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Bokar Karet Dunia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
29
Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk biodiesel dari Indonesia oleh AS menjadi
127% 341% sejak Februari 2018, dan (iii) naiknya pajak impor CPO India dari 30%
menjadi 44%, serta pajak RFO (Refined Palm Oil) dari 40% menjadi 54% per Maret
2018, terdapat beberapa faktor yang berpotensi mendorong kinerja industri
pengolahan, antara lain: (i) terdapat peluang ekspor CPO ke Tiongkok seiring dengan
terganggunya suplai minyak kedelai AS ke Tiongkok akbat perang dagang, dan (ii)
harga CPO kembali kompetitif seiring dengan kebijakan India menaikkan tarif impor
minyak kedelai, bunga matahari, dan kanola menjadi 45% sejak Juni tahun 2018.
Namun demikian, semakin melambatnya perkiraan harga komoditas CPO sepanjang
2018 dibanding 2017 serta belum cukupnya perbaikan ekspor CPO ke India dan
Tiongkok pada Semester II-2018 untuk mengkompensasi penurunan ekspor CPO ke
India, Eropa, dan AS sehingga pertumbuhan sektor Industri Pengolahan untuk
keseluruhan tahun 2018 diperkirakan tidak setinggi tahun 2017.
3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor
tercatat melambat dari 7,34% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 5,83% (yoy) pada
triwulan III 2018. Melambatnya pertumbuhan sektor ini dipengaruhi oleh moderasi
konsumsi masyarakat pasca Idul Fitri, tahun ajaran baru dan tahun akademik baru
perguruan tinggi. Selain itu, depresiasi rupiah juga turut menahan gairah sektor ini
terutama untuk produk impor. Melambatnya kinerja sektor perdagangan juga
terindikasi dari impor barang konsumsi (Grafik 1.30) dan kredit perdagangan (Grafik
1.31). Pada triwulan III 2018, impor barang konsumsi tercatat kontraksi 21,06%
(yoy), menurun dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 34,65% (yoy).
Sementara itu, penyaluran kredit perdagangan pada triwulan III 2018 tercatat
tumbuh sebesar 1,18% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018 yang tumbuh
sebesar 3,64% (yoy).
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
30
Grafik 1.30. Impor Barang Konsumsi
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.31 Kredit Perdagangan
Sumber: LBU Bank Indonesia
Kinerja sektor perdagangan pada triwulan IV 2018 diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2018. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh momentum libur
Natal dan akhir tahun yang diperkirakan mendorong konsumsi masyarakat. Kondisi
tersebut juga turut mendorong pertumbuhan sektor perdagangan yang secara
keseluruhan tahun 2018 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 seiring
dengan perkiraan peningkatan konsumsi pemerintah, swasta, dan investasi yang
berpotensi mendorong kenaikan sektor ini. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (Grafik 1.32), serta indeks
perkiraan harga 6 dan 12 bulan mendatang (Grafik 1.33) yang masing-masing
menunjukkan peningkatan dan berada pada level optimis.
Grafik.1.32. SBT Perkiraan Kinerja
Sektor Perdagangan
Grafik.1.33. Indeks Perkiraan Harga
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
-
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRibu Ton Barang Konsumsi growth
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Perdagangan Growth (% yoy)
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018
SBT
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt
2014 2015 2016 2017 2018
Perkiraan Harga 3 Bulan Mendatang
Perkiraan Harga 6 Bulan Mendatang
Perkiraan Harga 12 Bulan Mendatang
Sumber: SKDU Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
31
3.5. Sektor Konstruksi
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 3,65% (yoy),
melambat jika dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 7,21% (yoy).
Melambatnya kinerja konstruksi sejalan dengan realisasi pengadaan semen yg hanya
tumbuh 0,53%. Selain itu, perlambatan juga dapat dipengaruhi oleh defisit
anggaran APBD Riau sehingga banyak proyek OPD yg tidak terlaksana, serta adanya
tunda bayar proyek infrastruktur berjalan. Kondisi tersebut sejalan dengan hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
(Grafik 1.34).
Grafik.1.34. SBT Kinerja
Sektor Konstruksi
Grafik.1.35. LS Perkiraan Investasi Riau
Memasuki triwulan IV 2018, sektor konstruksi diperkirakan tumbuh meningkat
dikarenakan upaya percepatan belanja infrastruktur pemerintah untuk memenuhi
realisasi anggaran. Telah disahkannya RTRW Riau juga mendorong meningkatnya
pertumbuhan sektor ini. Secara keseluruhan tahun 2018, kinerja sektor konstruksi
diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2017 seiring dengan
percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur Pemerintah, baik Proyek
Strategis Nasional (PSN) maupun proyek strategis provinsi. Selain itu, telah
disahkannya RTRW Riau juga menjadi pendorong meningkatnya sektor ini. Masih
tumbuh positifnya kinerja sektor ini dapat menimbulkan optimisme bagi pelaku
usaha terhadap membaiknya kondisi perekonomian ke depan. Optimisme tersebut
juga terindikasi dari perkiraan investasi contact liaison (Grafik 1.35).
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018
SBT
-0.40
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
Investasi
Perkiraan Investasi
Sumber: SKDU Bank Indonesia Sumber: Liaison Bank Indonesia
Riau sebagai salah satu Provinsi di Pulau Sumatera memiliki potensi cukup besar
untuk dikembangkan sebagai penopang ekonomi nasional. Sampai dengan tahun
2017, Provinsi Riau berkontribusi sebesar 5,10% terhadap perekonomian
nasional, dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar ke-5 di
Indonesia atau PDRB terbesar di Pulau Sumatera. Selain itu, dalam 5 tahun terakhir
provinsi Riau selalu mengalami surplus transaksi berjalan yang tercermin dari
pendapatan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan pengeluaran impor. Hal ini
menunjukkan bahwa perekonomian Provinsi Riau juga berpotensi untuk
menunjang neraca perdagangan nasional dan transaksi berjalan yang positif.
Meskipun memberi kontribusi terbesar ke-5 terhadap perekonomian nasional,
pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau selama sepuluh tahun terakhir cenderung
mengalami penurunan. Pada tahun 2008-2012 rata-rata pertumbuhan ekonomi
Provinsi Riau masih tercatat sebesar 4,25% (yoy), namun sejak tahun 2013-2017
rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau hanya tercatat sebesar 2,07%(yoy).
Kondisi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan
ekonomi Sumatera maupun Nasional. Pertumbuhan perekonomian Riau yang
cenderung rendah tersebut akan menghambat perekonomian nasional menuju
kelompok upper middle income. Oleh sebab itu, Provinsi Riau membutuhkan
peningkatan signifikan pada kapabilitas industri, kapasitas inovasi, kualitas barang
dan keahlian tenaga kerja agar dapat memproduksi barang ekspor berteknologi
tinggi sesuai dengan keunggulan yang dimiliki dan karakteristik Riau.
Jika dilihat dari kinerja neraca perdagangan luar negeri Provinsi Riau hingga saat
ini perdagangan luar negeri Provinsi Riau mencatat kondisi surplus. Rata-rata
selama lima tahun terakhir 2013-2017, surplus perdagangan Provinsi Riau tercatat
mencapai US$14,25 miliar dengan nilai ekspor rata-rata sebesar US$15,81 miliar
dan impor sebesar US$1,56 miliar. Dilihat dari sisi ekspor-impor, Provinsi Riau
sangat berorientasi pada ekspor terutama untuk hasil-hasil sumber daya alam yang
dimiliki baik migas maupun non migas. Berdasarkan komposisinya ekspor Provinsi
Riau selama 10 tahun terakhir di dominasi oleh ekspor Non Migas sebesar 85%,
Boks
Growth Strategy Provinsi Riau
sedangkan pangsa ekspor migas pada tahun 2017 hanya 15% mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2006 yang sebesar 51% dari total ekspor. Adapun
secara komposisi, komoditas penyumbang ekspor non migas utama Provinsi Riau
adalah minyak dan lemak nabati sebesar 73,15% (67,35% CPO dan olahannya),
Barang Manufaktur sebesar 10,85% (10,77% Kertas dan Olahannnya) dan Barang
Mentah 10,06% (Pulp and Waste Paper 9,84%) (Tabel B1.1).
Tabel B1.1. Komposisi Ekspor Utama Non Migas Provinsi Riau
Sumber : Bea Cukai, diolah
Berdasarkan pemetaan menggunakan indikator Intensive (IM) dan Extensive
Margin (EM) (Grafik B1.1) terhadap produk ekspor Provinsi Riau diperoleh bahwa
komoditas seperti CPO, Paper, Tisu, Kimia Organik dan Minuman non alkohol
berada dalam kategori unggul (Big Fish in Big Pond). Sedangkan beberapa produk
turunan CPO, Pulp dan Waste Paper, Veneers dan Plywood serta Wood Charcoal
turunan CPO dan Paper Provinsi Riau memiliki daya saing tinggi sehingga upaya
untuk semakin melakukan diversifikasi atau upgrading produk sangat penting.
tersebut terhadap total ekspor non migas Provinsi Riau yang mencapai 73,15%
untuk CPO dan 10,77% untuk produk kertas. Sejalan dengan analisis IM & EM,
berdasarkan analisis Reveal Competitive Advantage (RCA) (Grafik B1.2) diperoleh
bahwa produk ekspor Provinsi Riau yang memiliki keunggulan komparatif tertinggi
dicerminkan oleh RCA> 1 dibanding negara lainnya adalah produk-produk yang
berasal dari komoditas CPO, Pulp and Paper serta bahan kimia yang umumnya
berupa glycerol dan palmitic acid. Produk ekspor Provinsi Riau yang bersifat bahan
mentah atau belum terlalu diolah memiliki keunggulan komparatif yang jauh lebih
tinggi di pasar dunia dibandingkan produk-produk olahan dari komoditas
tersebut. Hal ini mencerminkan jumlah dan daya saing produk olahan Provinsi Riau
masih terbatas dan perlu untuk dikembangkan.
Grafik B1.1
Mapping Analisis IM & EM
Komoditas Ekspor Provinsi Riau
Sumber : Bea Cukai & World Bank, diolah
Grafik B1.2
Mapping Posisi Komparatif Komoditas
Ekspor Provinsi Riau
Sumber : Bea Cukai & World Bank, diolah
Analisis komoditas-komoditas unggulan yang dapat memperbaiki kinerja ekspor
Provinsi Riau tersebut dapat semakin diperkuat dengan analisis Product Space.
Analisis product space dapat menjabarkan posisi keunggulan komparatif suatu
wilayah, keterkaitan antar produk dan mengindikasikan kemungkinan keunggulan
saat ini dapat menopang pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Berdasarkan
analisa Product Space, dapat diidentifikasi bahwa menurut sebarannya, mayoritas
komoditas ekspor Riau yang memiliki keunggulan komparatif seperti CPO dan
Produk Turunan CPO, Pulp & Paper serta bahan kimia mulai bergerak dari bagian
peripheral menuju core dan masuk kategori produk bernilai tambah tinggi (Grafik
B1.3).
Grafik B1.3 Mapping Product Space Komoditas Ekspor Provinsi Riau
Sumber : Bea Cukai & World Bank, diolah
Pengembangan pada komoditas ekspor unggulan tersebut dapat menjadi pijakan
dalam mengembangkan komoditas yang lebih bernilai tambah tinggi dalam satu
pohon industri yang memiliki kemiripan dengan industri yang sama. Oleh sebab
itu dukungan pemerintah sangat diperlukan terutama melalui kemudahan
investasi dan peraturan baik pusat maupun daerah yang dapat menjamin
keberlanjutan indsutri sehingga para investor berkenan untuk masuk dan semakin
mengembangkan komoditas-komoditas bernilai tambah tinggi.
Namun untuk mengembangkan komoditas-komoditas unggulan Provinsi Riau
tersebut masih banyak kendala kritikal yang dirasakan di lapangan. Berdasarkan
hasil desk-study dan FGD dengan asosiasi, pengusaha, dan pemerintah daerah
Provinsi Riau, dapat disimpulkan bahwa daya saing di subsektor industri
pengolahan makanan dan minuman, industri pengolahan kertas dan barang dari
dari kertas serta subsektor perkebunan khususnya kelapa sawit masih menghadapi
hambatan untuk akses pasar, promosi perdagangan serta faktor input di sisi
penawaran yang terkait dengan ketersediaan tenaga kerja yang ahli, dukungan
teknologi dan inovasi yang masih rendah serta masih rendahnya jumlah produk
turunan yang bisa dihasilkan oleh industri di Riau sbb:
Gambar B1.1 Kendala Kritikal (Trade Competitiveness Diagnostic) Kelapa Sawit
dan Turunannya di Provinsi Riau
Gambar B1.2 Kendala Kritikal (Trade Competitiveness Diagnostic) Komoditas
Kertas dan Barang dari Kertas di Provinsi Riau
Berdasarkan hasil analisis tersebut diatas diketahui bahwa masih terdapat banyak
hambatan yang ditemui untuk pengembangan subsektor ekonomi unggulan yang
dapat menopang perekonomian Provinsi Riau baik dari sisi akses pasar,
infrastruktur pendukung promosi perdagangan dan sisi penawaran berupa faktor
input. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya terutama yang mampu dilakukan
oleh pemerintah daerah Provinsi Riau untuk mengatasi hambatan tersebut.
Adapun faktor-faktor kritikal yang dapat menjadi wewenang pemerintah daerah
berada pada faktor input yaitu upaya untuk meningkatkan produktivitas tenaga
kerja, investasi dan produktivitas industri. Simulasi mengatasi hambatan pada
produktivitas tenaga kerja, peningkatan modal dan technological change (total
factor productivity) pada ketiga subsektor ekonomi unggulan di Provinsi Riau
berpengaruh cukup tinggi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Riau hingga 1,47% (yoy) dimana subsektor industri makanan dan minuman
olahan memberi dampak hingga 0,89% (yoy) terbesar dibandingkan dua
subsektor lainnya. Selain berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi,
peningkatan ekspor juga menunjukkan kenaikan pertumbuhan yang relatif tinggi
yaitu mencapai 2,95% (yoy) yang didorong oleh ekspor produk industri makanan
dan minuman olahan serta perkebunan yang utamanya berbasis kelapa sawit. Hal
ini terjadi akibat tingginya keterkaitan ke depan maupun ke belakang antara sub
sektor makanan dan minuman olahan di Provinsi Riau terhadap subsektor industri
perkebunan. Peningkatan ekspor juga diiringi dengan kenaikan impor sebesar
1,74% (yoy) didorong oleh impor bahan baku industri makanan dan minuman
olahan serta industri pengolahan kertas. Khusus subsektor industri pengolahan
kertas dan barang dari kertas peningkatan ketiga faktor produksi selain akan
meningkatkan ekspor juga akan meningkatkan impor yang hampir sama besar.
Fenomena ini disebabkan karena adanya hambatan ketersediaan bahan baku
kertas dan barang dari kertas di Provinsi Riau masih belum mencukupi dan
memang masih harus didatangkan dari impor. Dilihat dari sisi tenaga kerja,
pertambahan peningkatan penyerapan tenaga kerja secara agregat mencapai
0,49% (yoy) atau mampu menyerap 22.706 tenaga kerja dengan pangsa tertinggi
disumbang oleh subsektor perkebunan yang mencapai 0,28% (yoy) diikuti oleh
subsektor industri makanan dan minuman olahan sebesar 0,11% (yoy) dan
industri pengolahan kertas dan barang dari kertas sebesar 0,10% (yoy).
Tabel B1.2. Hasil Simulasi Perbaikan Kinerja A,K,L pada ketiga subsektor
ekonomi unggulan di Provinsi Riau
No Subsektor Ekonomi
Dampak Makroekonomi
PDRB EKSPOR IMPOR TENAGA
KERJA
1 Perkebunan 0,34 0,91 0,39 0,28
2 Makanan & Minuman 0,89 1,35 0,72 0,11
3 Kertas & Barang dari Kertas 0,24 0,69 0,63 0,10
TOTAL DAMPAK 1,47 2,95 1,74 0,49
Untuk menghadapi sejumlah hambatan yang dihadapi oleh pelaku usaha di ketiga
sektor utama Provinsi Riau tersebut, diperlukan upaya agar keinginan untuk
mendorong pengembangan ketiga sektor utama tersebut diatas selaras dengan
kebijakan yang diambil pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, seperti
terkait dengan tata kelola lahan gambut yang menjadi hambatan yang
mengancam ketersediaan bahan baku di sektor utama, percepatan
pengembangan kawasan industri, pengembangan pelabuhan strategis daerah,
mempertimbangan target pasar produk turunan sawit, alokasi dana untuk
pengembangan sawit ke depan, ketersediaan tenaga kerja berkualitas, serta
bentuk implementasi regulasi yang mendukung lainnya. Adapun fokus utama
pendalaman upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam pengembangan
ketiga sektor utama Provinsi Riau dimaksud maka strategi pemerintah harus
diperbaharui dan diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Beberapa hal yang harus dibenahi utamanya di bidang infrastruktur yang menjadi
hambatan utama di sektor utama yaitu percepatan pengembangan kawasan
industri untuk mendorong hilirisasi, dan mengembangkan Pelabuhan Dumai yang
selama ini sebagai pelabuhan curah. Dengan mendorong Pelabuhan Dumai
menjadi pelabuhan modern yang berkapasitas besar dan memiliki Pusat Logistik
Berikat (PLB) maka hal ini membuka peluang besar bagi Riau dalam perdagangan
internasional. Kondisi ini juga relevan dengan kebijakan memfokuskan
pengembangan pelabuhan pada titik-titik potensial jalur perdagangan yaitu di
sepanjang Selat Malaka dan Bitung yang pada tahun 2030 direncanakan mencapai
20 juta TEUs. Pemerintah daerah diharapkan dapat mendukung perkembangan
industri melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif melalui kemudahan
perijinan serta dukungan infrastruktur dan aturan daerah yang tidak memberatkan
investor. Pemerintah daerah juga hendaknya lebih kreatif dalam meningkatkan
pendapatan daerah dengan tidak hanya menjadikan pajak sebagai sumber
pendapatan utama sehingga industri dapat didorong untuk lebih kompetitif.
Berdasarkan hasil growth strategy juga diperoleh bahwa peningkatan
produktivitas tenaga kerja sebagai akibat penambahan lama sekolah diyakini
dapat membantu percepatan pertumbuhan ekonomi, oleh sebab itu target 12
tahun wajib belajar perlu diterapkan secara merata di seluruh daerah Provinsi Riau.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
32
1. KONDISI UMUM
Inflasi Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi utamanya
dipengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok (i) Bahan Makanan; (ii)
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Sandang; (iv) Kesehatan; (v)
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga; (vi) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.
Namun demikian, menurunnya tekanan inflasi Provinsi Riau yang lebih rendah
tertahan oleh meningkatnya inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar. Secara spasial, inflasi Riau tertinggi terjadi di Pekanbaru, diikuti oleh
Tembilahan, dan Dumai.
ASESMEN
INFLASI DAERAH
Bab 2
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
33
2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU
Inflasi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 2,45% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2017 dan triwulan II 2018 yang masing-masing sebesar
5,07% dan 3,32% (yoy). Kondisi tersebut searah dengan tingkat inflasi Nasional dan
Sumatera yang masing-masing menunjukkan penurunan dari 3,12% dan 3,38%
(yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 2,88% dan 2,52% (yoy) pada triwulan III 2018.
Di wilayah Sumatera, inflasi Riau masih tergolong lebih rendah dibandingkan
provinsi-provinsi lain di Sumatera sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw III 2018
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan kota yang disurvei, inflasi tertinggi terjadi di Pekanbaru dengan tingkat
inflasi sebesar 2,62% (yoy), diikuti oleh Tembilahan dan Dumai yang masing-masing
sebesar 2,27% dan 1,66% (yoy). Tekanan inflasi di ketiga kota perhitungan inflasi
Riau tersebut menunjukkan penurunan. Inflasi Pekanbaru pada triwulan III 2018
tercatat sebesar 3,35%, diikuti Tembilahan dan Dumai masing-masing sebesar
4,40% dan 2,27% (yoy) sebagaimana grafik dibawah ini:
6.83
3.07
3.72
2.88
6.79
4.28
3.63
2.52
5.70
3.27
5.08
2.46
-
2.00
4.00
6.00
8.00
TW III TW III TW III TW III
2015 2016 2017 2018
% (yoy)
Nasional Sumatera RiauAceh
Sumut
Riau
Sumbar
Jambi
Kepri
Sumsel
BabelBengkulu
Lampung
3,94%
3,32%
3,36%
3,17%
4,06%
4,23%
2,93%
2,55%3,77%
2,80%
Sumatera 3,38%
Nasional 3,12%
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
34
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Nasional,
Sumatera, Riau, (yoy)
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di
Riau, (yoy)
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Bahan Makanan pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 2,00% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan lalu yang mencapai 4,45% (yoy). Menurunnya
tekanan inflasi kelompok Bahan Makanan tersebut disebabkan oleh koreksi harga
daging sapi, bawang merah, dan kentang. Koreksi harga komoditas daging sapi dan
kentang secara umum dipengaruhi oleh surplus pasokan. Sementara itu,
menurunnya harga bawang merah didorong oleh panen raya sehingga pasokan
cukup memadai terutama dari Jawa dan Sumbar. Disisi lain, tekanan inflasi bahan
makanan yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga beras, daging ayam ras,
dan telur ayam ras yang memberikan andil tertinggi terhadap inflasi bahan makanan.
Meningkatnya harga beras dipicu oleh berkurangnya intensitas panen. Sedangkan
kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras disebabkan oleh meningkatnya
harga pakan ternak seiring dengan depresiasi rupiah yang menyebabkan kenaikan
harga jagung global.
Selanjutnya, tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau tercatat menurun dari 4,83% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,10%
(yoy) pada triwulan III 2018. Menurunnya tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok, dan Tembakau disebabkan oleh menurunnya harga gula pasir,
kopi bubuk, dan coklat batang. Secara umum, koreksi harga ketiga komoditas
tersebut dipengaruhi oleh melimpahnya persediaan dan berkurangnya permintaan
terhadap makanan atau minuman ringan pasca liburan sekolah. Sedangkan, tekanan
inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga rokok kretek filter, rokok
kretek, dan ketupat/lontong sayur. Meningkatnya harga rokok sejalan dengan
kenaikan cukai rokok secara bertahap sebesar 10,04% pada tahun 2018. Adapun
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2015 2016 2017 2018
% (yoy)Nasional Riau Sumatera
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2015 2016 2017 2018
% (yoy)Pekanbaru Dumai Tembilahan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
35
kenaikan harga ketupat/lontong sayur turut dipengaruhi oleh kenaikan harga beras
yang menjadi komponen bahan baku utama.
Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok Sandang tercatat sebesar 3,38% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 3,44% (yoy). Menurunnya
tekanan inflasi kelompok sandang dipengaruhi oleh menurunnya harga
kerudung/jilbab, pakaian bayi, dan celana panjang jeans akibat moderasi permintaan
pasca momentum Ramadhan dan Idul Fitri. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih
rendah tertahan oleh kenaikan harga kemeja panjang katun, emas perhiasan, dan
blus. Meningkatnya harga komoditas tersebut turut dipicu oleh melemahnya nilai
tukar rupiah sehingga turut mempengaruhi harga barang impor, termasuk harga
emas perhiasan yang mengacu pada harga emas global.
Kelompok Kesehatan pada triwulan III 2018 tercatat mengalami inflasi sebesar
4,12% (yoy), menurun dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,36% (yoy).
Penurunan tersebut utamanya bersumber dari menurunnya harga komoditas
pembersih/penyegar dan sabun mandi sejalan dengan normalisasi permintaan
masyarakat. Adapun komoditas yang mengalami kenaikan harga utamanya adalah
obat dengan resep. Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh naiknya harga impor
obat-obatan non generik ditengah terdepresiasinya nilai tukar Rupiah.
Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
mengalami penurunan tekanan inflasi yang disebabkan oleh koreksi harga televisi
berwarna dan sepeda anak. Secara umum, menurunnya harga kedua komoditas
tersebut sejalan dengan meningkatnya promosi penjualan ditengah moderasi
permintaan dan ketatnya persaingan pasar. Namun demikian, laju inflasi yang lebih
rendah tertahan oleh kenaikan biaya sekolah Taman Kanak-kanak, rekreasi, dan
buku tulis. Kenaikan harga-harga tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya
permintaan pada tahun ajaran baru yang juga bersamaan dengan periode liburan
sehingga turut mendorong kenaikan biaya rekreasi.
Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Transpor, Komunikasi, dan
Jasa Keuangan. Kelompok dimaksud pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 1,31%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,03% (yoy). Penurunan
tekanan inflasi tersebut disebabkan oleh menurunnya tarif kendaraan travel seiring
dengan moderasi permintaan dan meningkatnya persaingan angkutan transportasi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
36
darat. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan biaya
perpanjangan STNK dan tarif angkutan udara. Meningkatnya biaya perpanjangan
STNK sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan
Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menggantikan ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 yang sudah mulai berlaku sejak 6
Januari 2017. Sementara itu, meningkatnya tarif angkutan udara didorong oleh
meningkatnya permintaan pada momentum Idul Adha.
Kelompok Perumahan merupakan satu-satunya kelompok yang mengalami kenaikan
tekanan inflasi di Provinsi Riau. Pada triwulan III 2018, kelompok perumahan
mengalami inflasi 2,10% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan II 2018 yang
sebesar 1,65% (yoy). Komoditas sewa rumah, upah pembantu RT, dan bahan bakar
rumah tangga menjadi faktor pendorong kenaikan inflasi kelompok ini.
Meningkatnya harga sewa rumah didorong oleh meningkatnya permintaan pada
tahun akademik baru di perguruan tinggi. Selain itu, meningkatnya upah pembantu
RT turut dipengaruhi oleh momentum Idul Adha sehingga permintaan terhadap jasa
pembantu RT meningkat. Demikian juga dengan lonjakan permintaan terhadap
bahan bakar rumah tangga sehingga mendorong kenaikan harga komoditas
tersebut. Namun demikian, tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh koreksi
harga mesin cuci, sprey, dan kipas angin seiring dengan moderasi permintaan
terhadap barang-barang tersebut.
Grafik 2.3. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa
Tw I dan II 2018 di Riau (yoy)
Sumber: BPS, diolah
Bahan Makanan
(0.8)Makanan Jadi (0.02)
Perumahan (0.01)
Sandang (0.00)
Kesehatan (0.01)
Pendidikan Rekreasi Transport
Komunikasi (0.02)Bahan Makanan
(0.38)
Makanan Jadi (0.01)
Perumahan (0.01)
Sandang (0.01)
Kesehatan(0.01)
Pendidikan Rekreasi
(0.01)
Transport
Komunikasi (0.01)
0
1
2
3
4
5
6
0.0 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3 0.3
% (yoy)
Bobot
Kontribusi Tw II 2018 (yoy) Kontribusi Tw III 2018 (yoy)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
37
Secara triwulanan, inflasi Riau tercatat sebesar 0,11% (qtq) di triwulan III 2018,
mengalami penurunan dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 0,32% (qtq),
serta lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis tingkat inflasi dalam kurun
3 (tiga) waktu terakhir yang sebesar 1,22% (qtq).
Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau dan Nasional Triwulanan (qtq)
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Menurunnya tekanan inflasi Riau secara triwulanan utamanya masih didorong oleh
menurunnya tekanan inflasi kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau; (ii) Sandang; (iii) Kesehatan; dan (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan. Adapun beberapa komoditas yang mendorong rendahnya tekanan inflasi
Riau pada triwulan laporan antara lain daging ayam ras, bawang merah, tarif
angkutan udara, petai, telur ayam ras, ketimun, buncis, air kemasan, ikan serai, dan
ikan mujair. Disisi lain, menurunnya tekanan inflasi Provinsi Riau yang lebih rendah
tertahan oleh meningkatnya inflasi kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Perumahan, Air,
Listrik, Gas dan Bahan Bakar; dan (iii) Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga. Komoditas
cabai merah, bahan bakar rumah tangga, sewa rumah, kentang, ketupat/lontong
sayur, tauge/kecambah, emas perhiasan, rokok kretek filter, apel, dan udang basah
menjadi komoditas yang menahan tekanan inflasi Riau yang lebih rendah.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018
% (qtq)Nasional Riau Sumatera
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018
% (qtq) Pekanbaru Dumai Tembilahan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
38
Grafik 2.5 Historis Inflasi selama Tw III 2018 di Riau, (qtq)
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Riau pada triwulan IV 2018 diperkirakan berada pada kisaran 2,50 ± 0,5%
(yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan laporan yang sebesar 2,45% (yoy).
Perkiraan meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan IV 2018 sejalan dengan
adanya momentum liburan sekolah, libur akhir tahun, momentum HBKN Natal dan
tahun baru, serta semakin tingginya intensitas musim hujan. Adanya momen-momen
tersebut diperkirakan dapat mendorong permintaan masyarakat Riau terutama pada
kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang, pendidikan dan rekreasi, serta
transportasi dan komunikasi. Pada momen-momen tersebut juga banyak retailer
yang menyiapkan promo/diskon besar-besaran akhir tahun yang menjadi insentif
masyarakat untuk belanja lebih banyak dari biasanya. Adapun semakin tingginya
intensitas hujan pada triwulan akhir 2018 ini berpotensi menyebabkan gangguan
produksi maupun pasokan bahan makanan. Meningkatnya tekanan inflasi pada
triwulan IV juga tercermin dari kenaikan inflasi bulanan Oktober 2018 dibandingkan
bulan Juli, Agustus, dan September 2018. Kewaspadaan perlu senantiasa dilakukan
mengingat terdapat indikasi kenaikan inflasi pada bulan November 2018 yang
terpantau dari hasil SPH Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada minggu
kelima Oktober 2018. Berdasarkan survei tersebut, terdapat beberapa komoditas
yang menunjukkan kenaikan harga, antara lain: beras, daging ayam ras, cabai merah,
bawang putih, tomat sayur, tomat buah, wortel, kacang panjang, kangkung, bayam,
tempe, ikan kembung, dan ikan mas. Akan tetapi, terdapat pula beberapa komoditas
lainnya yang menunjukkan penurunan harga, antara lain minyak goreng curah, telur
ayam ras, cabai rawit, bawang merah, ikan tongkol, udang basah, dan gula pasir.
0.82
1.221.22
1.33
0.83 0.76
0.04 0.11
-0.10
0.37
-0.70
-1.05-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Nasional Riau Sumatera Pekanbaru Dumai Tembilahan
Historis 2015-2017 TW III 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
39
Secara keseluruhan tahun 2018, inflasi Riau diperkirakan berkisar antara 2,0%-3,0%
(yoy) dengan tendensi ke arah bawah, namun berada dalam sasaran inflasi nasional
3,5 ± 1% (yoy). Tekanan inflasi bahan makanan masih perlu diwaspadai akibat
adanya kemungkinan fenomena La Nina meskipun menunjukkan intensitas
melemah. Kondisi tersebut sejalan dengan peta prakiraan curah hujan di wilayah
Provinsi Riau pada bulan November 2018. Secara umum, peta prakiraan curah hujan
menunjukkan bahwa sebagian kecil Kabupaten Siak bagian timur dan selatan,
sebagian kecil kabupaten Rokan Hulu bagian selatan, sebagian kecil kabupaten
Kampar bagian timur, sebagian kecil kabupaten Pelalawan bagian utara dan seluruh
bagian selatan, sebagian besar Kabupaten Indragiri Hulu bagian tengah dan utara,
dan sebagian kecil Kabupaten Indragiri Hilir bagian timur mengalami curah hujan
tinggi yang berpotensi mengganggu produksi dan pasokan kelompok Bahan
Makanan. Koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah dan pihak terkait
lainnya akan terus dilakukan dan akan difokuskan pada upaya untuk meningkatkan
produksi lokal, menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi bahan
kebutuhan pokok dengan melakukan koordinasi dengan seluruh distributor besar
dan stakeholder terkait lainnya, serta pengelolaan ekspektasi masyarakat.
2.1. Inflasi Kota
2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru
Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 2,62% (yoy) pada triwulan III 2018, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,35% (yoy). Menurunnya
tekanan inflasi di Kota Pekanbaru bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii)
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Sandang; (iv) Kesehatan; (v)
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga; (vi) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.
Tekanan inflasi Kota Pekanbaru yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya inflasi
kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar.
Kelompok Bahan Makanan pada triwulan III 2018 tercatat inflasi 2,47% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 4,18% (yoy). Menurunnya
tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh turunnya harga daging sapi, kentang,
dan bawang merah. Surplus pasokan ditengah moderasi permintaan terhadap
daging sapi dan kentang menjadi faktor yang menyebabkan turunnya harga kedua
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
40
komoditas tersebut. Sementara itu, menurunnya harga bawang merah didorong oleh
panen raya sehingga pasokan cukup memadai terutama dari Jawa dan Sumbar.
Namun demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga
daging ayam ras, beras, dan telur ayam ras. Meningkatnya harga beras dipicu oleh
berkurangnya intensitas panen. Sedangkan kenaikan harga daging ayam ras dan
telur ayam ras disebabkan oleh meningkatnya harga pakan ternak seiring dengan
melemahnya nilai Rupiah yang menyebabkan kenaikan harga jagung global.
Pada triwulan III 2018, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
tercatat inflasi sebesar 4,21% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang
sebesar 5,33% (yoy). Menurunnya inflasi kelompok ini berasal dari koreksi harga gula
pasir. Hal ini didorong oleh stok gula pasir yang melimpah seiring dengan impor 1,1
juta ton gula yang dilakukan Pemerintah pada tahun ini. Lebih lanjut tekanan inflasi
yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga rokok dan ketupat/lontong sayur.
Meningkatnya harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih didorong oleh
kenaikan cukai rokok sebesar 10,04% pada tahun 2018. Adapun kenaikan harga
ketupat/lontong sayur turut dipengaruhi oleh kenaikan harga beras yang menjadi
komponen bahan baku utama.
Kelompok Sandang pada triwulan III 2018 tercatat inflasi sebesar 3,75% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 4,86% (yoy). Lebih rendahnya
tekanan inflasi kelompok sandang pada triwulan laporan dipengaruhi oleh turunnya
harga kerudung/jilbab dan pembalut wanita sejalan dengan normalisasi permintaan
masyarakat. Adapun komoditas yang mendorong kenaikan tekanan inflasi Riau
utamanya kemeja panjang katun, emas perhiasan, dan blus. Meningkatnya harga
kenaikan panjang katun dan blus turut dipicu oleh melemahnya nilai tukar rupiah
sehingga turut mempengaruhi harga barang impor. Sementara itu, kenaikan harga
emas perhiasan mengacu pada harga emas global.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
41
Grafik 2.6. Perkembangan Harga
Emas Dunia
Grafik 2.7. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Terhadap USD
Sumber : Bloomberg, diolah
Sumber : Bank Indonesia
Selanjutnya, kelompok Kesehatan pada triwulan III 2018 mengalami inflasi 4,84%
(yoy), menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 5,10% (yoy). Penurunan
ini dipengaruhi oleh koreksi harga obat gosok seiring dengan moderasi permintaan
karena mulai banyaknya masyarakat yang beralih pada penggunaan obat herbal.
Sebaliknya, harga obat dengan resep masih mengalami tren meningkat akibat
naiknya harga impor obat-obatan non generik ditengah terdepresiasinya nilai tukar
Rupiah. Meningkatnya harga obat dengan resep tersebut menahanturunnya inflasi
Pekanbaru yang lebih dalam.
Inflasi kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga pada triwulan laporan tercatat
sebesar 1,14% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan inflasi triwulan II 2018 yang
mencapai 1,85% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini disebabkan oleh
turunnya harga televisi berwarna. Secara umum, menurunnya harga televisi
berwarna juga dipengaruhi oleh meningkatnya promosi penjualan ditengah
moderasi permintaan dan persaingan pasar barang elektronik yang semakin ketat.
Laju inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan biaya sekolah Taman Kanak-
kanan pada periode Tahun Ajaran baru sehingga turut mendorong kenaikan buku
tulis bergaris, pakaian olah raga anak, buku pelajaran, dan laptop.
Pada triwulan laporan, kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat
inflasi sebesar 1,12% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar
1,71% (yoy). Penurunan tersebut juga didorong oleh moderasi permintaan angkutan
sungai, angkutan dalam kota, dan angkutan laut. Menurunnya tekanan inflasi yang
lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga biaya perpanjangan STNK dan tarif
angkutan udara. Meningkatnya biaya perpanjangan STNK sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018
% y
oy
US
D/o
z t
Harga Emas Growth
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
12500
13000
13500
14000
14500
15000
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Ju
n
Ju
l
Au
g
Sep
Okt
No
v
Dec
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May
Ju
n
Ju
l
Au
g
Sep
2017 2018
Rp Thd USD Growth (% yoy)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
42
Bukan Pajak (PNBP) menggantikan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
2010 yang sudah mulai berlaku sejak 6 Januari 2017. Sementara itu, meningkatnya
tarif angkutan udara didorong oleh kenaikan permintaan pada momentum Idul
Adha.
Biaya sewa rumah, upah pembantu rumah tangga, dan bahan bakar rumah tangga
menjadi komoditas yang mendorong kenaikan inflasi kelompok Perumahan dari
1,71% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,22% (yoy) pada triwulan III 2018.
Meningkatnya biaya sewa rumah sejalan dengan periode Tahun Akademik Baru
sehingga permintaan terhadap rumah sewa meningkat. Selain itu, meningkatnya
upah pembantu RT turut dipengaruhi oleh momentum Idul Adha sehingga
permintaan terhadap jasa pembantu RT meningkat. Demikian juga dengan lonjakan
permintaan terhadap bahan bakar rumah tangga sehingga mendorong kenaikan
harga komoditas tersebut. Meskipun demikian, tekanan inflasi yang lebih tinggi
tertahan oleh koreksi harga komoditas mesin cuci dan kipas angin sejalan dengan
moderasi permintaan ditengah semakin ketatnya persaingan pasar barang
elektronik.
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Pekanbaru
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.9 Andil Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
2.1.2. Inflasi Kota Dumai
Perkembangan inflasi Kota Dumai mengalami penurunan yaitu dari 2,61% (yoy) di
triwulan II 2018 menjadi 1,66% (yoy) pada triwulan III 2018. Menurunnya tekanan
inflasi di Kota Dumai bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Sandang; dan
(iii) Kesehatan. Tekanan inflasi Kota Dumai yang lebih rendah tertahan oleh
meningkatnya inflasi kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau;
-2
-1
0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017 2018
%(qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
0
2
4
6
Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,
Rekreasi,
Olahraga
Transportasi &
Komunikasi
Kontribusi (%)Inflasi (yoy), %
Inflasi (yoy) Tw II 2018 Inflasi (yoy) Tw III 2018 Kontribusi Tw II 2018 Kontribusi Tw III 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
43
(ii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; (iii) Pendidikan, Rekreasi, dan
Olahraga; serta (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.
Kelompok Bahan Makanan pada triwulan III 2018 tercatat deflasi sebesar 0,76%
(yoy), menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi
4,55% (yoy). Deflasi tersebut bersumber dari koreksi harga komoditas rampela hati
ayam, bawang merah, dan cabai merah. Menurunnya harga rampela hati ayam turut
dipengaruhi oleh moderasi permintaan. Sementara itu, turunnya harga bawang
merah dan cabai merah didorong oleh panen raya sehingga pasokan cukup
memadai. Tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga beras.
Meningkatnya harga beras dipicu oleh berkurangnya intensitas panen.
Pada triwulan III 2018, inflasi Sandang tercatat sebesar 2,84% (yoy) atau lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 3,30% (yoy). Menurunnya inflasi
kelompok ini dipengaruhi oleh menurunnya harga komoditas celana panjang jeans
dan celana panjang katun sejalan dengan moderasi permintaan pasca Idul Adha.
Adapun kenaikan harga terjadi pada emas perhiasan sebagai dampak melemahnya
nilai Rupiah.
Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Kesehatan. Pada triwulan III
2018, kelompok kesehatan tercatat inflasi 1,56% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 1,94% (yoy). Kondisi tersebut juga disebabkan
oleh menurunnya harga sabun mandi seiring dengan moderasi permintaan
masyarakat. Sementara itu, obat dengan resep di Kota Dumai juga mengalami
kenaikan harga akibat kenaikan harga impor obat-obatan non generik ditengah
terdepresiasinya nilai tukar Rupiah. Kenaikan harga obat dengan resep tersebut
menjadi faktor penahan inflasi Dumai yang lebih rendah.
Disisi lain kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (ii)
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; (iii) Pendidikan, Rekreasi, dan
Olahraga; serta (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan mengalami kenaikan
tekanan inflasi. Kelompok Makanan Jadi pada triwulan III 2018 tercatat inflasi
sebesar 3,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
2,70% (yoy). Meningkatnya inflasi kelompok makanan jadi didorong oleh kenaikan
harga rokok kretek filter dan nasi dengan lauk. Meningkatnya harga rokok kretek
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
44
sejalan dengan kenaikan cukai rokok sebesar 10,04% pada tahun 2018. Adapun
kenaikan harga nasi dengan lauk dipengaruhi oleh kenaikan harga beras. Tekanan
inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh menurunnya harga gula pasir didorong oleh
stok yang melimpah seiring dengan impor gula oleh Pemerintah pada tahun ini.
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar pada triwulan III 2018 juga
mengalami kenaikan tekanan inflasi dari 0,48% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi
1,29% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan inflasi tersebut bersumber dari
kenaikan biaya sewa rumah dan kontrak rumah yang meningkat sejalan dengan
Tahun Akademik baru sehingga permintaan terhadap rumah sewa/kontrak
meningkat. Namun kenaikan inflasi yang lebih tinggi tertekan oleh koreksi harga
bahan bakar rumah tangga dan kayu balokan. Menurunnya harga bahan bakar
rumah tangga di Dumai disebabkan oleh terjaganya pasokan. Sedangkan
menurunnya harga kayu balokan dipengaruhi oleh moderasi permintaan ditengah
melimpahnya pasokan.
Kondisi meningkatnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Pendidikan,
Rekreasi, dan Olahraga. Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok ini tercatat sebesar
0,97% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,65%
(yoy). Peningkatan tersebut dipicu oleh kenaikan biaya bimbingan belajar dan Taman
Kanak-kanak memasuki Tahun Ajaran baru. Disisi lain, televisi berwarna mengalami
koreksi akibat meningkatnya promosi penjualan ditengah moderasi permintaan dan
persaingan pasar barang elektronik yang semakin ketat.
Pada triwulan III 2018 kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat
inflasi 2,89% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar
2,84% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan biaya perbaikan ringan
kendaraan, mobil, dan pemeliharaan/service. Meningkatnya biaya perbaikan ringan
kendaraan, sepeda motor, dan pemeliharaan/service dipengaruhi oleh depresiasi
Rupiah sehingga menyebabkan kenaikan harga sparepart yang mayoritas adalah
barang impor. Tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh komoditas ban dalam
motor dan sepeda sejalan dengan moderasi permintaan masyarakat Kota Dumai
terhadap komoditas tersebut.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
45
Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Kota
Dumai
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.11 Andil Berdasarkan Kelompok
Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan
Searah dengan perkembangan inflasi di Kota Pekanbaru dan Dumai, inflasi Kota
Tembilahan pada triwulan III 2018 tercatat menurun dari 4,40% (yoy) pada triwulan
II 2018 menjadi 2,27% (yoy) pada triwulan III 2018. Menurunnya tekanan inflasi
tersebut utamanya bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi,
Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar;
(iv) Sandang, (v) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga; serta (vi) Transpor, Komunikasi,
dan Jasa Keuangan. Tekanan inflasi Kota Tembilahan yang lebih rendah tertahan
oleh meningkatnya inflasi kelompok kesehatan.
Kelompok Bahan Makanan pada triwulan III 2018 tercatat mengalami inflasi sebesar
2,16% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang mencapai 6,97% (yoy).
Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh menurunnya harga bawang merah,
daging ayam ras, dan cabai merah. Koreksi harga bawang merah dan cabai merah
didorong oleh panen raya sehingga pasokan cukup memadai. Sementara itu,
menurunnya harga daging ayam ras dipengaruhi oleh surplus pasokan ditengah
moderasi permintaan terhadap komoditas tersebut. Adapun kenaikan harga terjadi
pada komoditas beras seiring dengan berkurangnya intensitas panen.
Inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau pada triwulan III
2018 tercatat sebesar 3,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang
sebesar 3,55% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh
koreksi harga gula pasir seiring dengan melimpahnya pasokan karena impor gula
pasir yang dilakukan pemerintah tahun ini. Namun demikian, tekanan inflasi yang
-2
-1
0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017 2018
% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
0
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi,
Olahraga
Transportasi &
Komunikasi
Kontribusi (%)Inflasi (% yoy)
Inflasi (yoy) Tw II 2018 Inflasi (yoy) Tw III 2018 Kontribusi Tw II 2018 Kontribusi Tw III 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
46
lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga ketupat/lontong sayur dan rokok kretek.
Meningkatnya harga ketupat/lontong sayur dipicu oleh kenaikan harga beras.
Sementara itu, meningkatnya harga rokok disebabkan oleh kenaikan cukai rokok
tahunan.
Selanjutnya, kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar juga
mengalami penurunan tekanan inflasi. Pada triwulan III 2018 kelompok ini
mengalami inflasi sebesar 2,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018
yang mencapai 3,22% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi tersebut disebabkan oleh
turunnya harga semen dan kayu balokan sejalan dengan melimpahnya pasokan dan
moderasi permintaan. Disisi lain, kenaikan harga terjadi pada biaya sewa rumah dan
bahan bakar rumah tangga sehingga menahanpenurunan inflasi yang lebih rendah.
Secara garis besar, meningkatnya biaya sewa rumah terjadi seiring dengan
meningkatnya permintaan pada periode Tahun Ajaran baru. Sedangkan kenaikan
bahan bakar rumah tangga dipengaruhi oleh kenaikan permintaan menjelang Idul
Adha.
Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok Sandang tercatat sebesar 0,89% (yoy) atau
menurun dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,65% (yoy). Kondisi tersebut
disebabkan oleh koreksi harga pakaian bayi dan celana panjang jeans akibat
moderasi permintaan masyarakat terhadap komoditas tersebut. Adapun komoditas
yang mengalami kenaikan harga salah satunya adalah baju muslim terutama
menjelang momentum Idul Adha.
Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan
Olahraga. Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 3,84%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar 6,79% (yoy).
Menurunnya tekanan inflasi kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
disebabkan oleh turunnya harga VCD/DVD player dan televisi berwarna akibat
semakin kompetitif dan inovatifnya persaingan pasar komoditas tersebut. Namun
demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan biaya jaringan
saluran TV dan rekreasi terutama karena meningkatnya permintaan pada periode
liburan sekolah.
Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan juga tercatat mengalami
penurunan inflasi dari 3,08% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 0,50% (yoy) pada
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
47
triwulan laporan. Menurunnya tekanan inflasi kelompok tersebut bersumber dari
menurunnya tarif kendaraan travel dan telepon seluler. Secara umum, menurunnya
tarif kendaraan travel dipicu oleh moderasi permintaan ditengah semakin ketatnya
persaingan angkutan darat. Sementara itu, koreksi harga telepon seluler terjadi
sejalan dengan meningkatnya promosi penjualan. Disisi lain, sepeda motor dan mobil
menjadi komoditas penahan laju inflasi yang lebih rendah. Meningkatnya harga
kedua komoditas tersebut turut dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar Rupiah
yang berdampak terhadap kenaikan harga barang impor.
Disisi lain, inflasi kelompok Kesehatan menjadi satu-satunya kelompok pengeluaran
yang mengalami kenaikan tekanan inflasi di Tembilahan. Pada triwulan III 2018,
kelompok kesehatan tercatat inflasi 1,81% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
lalu yang sebesar 1,61% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan harga
bedak khususnya produk impor. Sedangkan kenaikan inflasi yang lebih tinggi
tertahan oleh turunnya harga obat batuk, vitamin, dan sikat gigi sejalan dengan
moderasi permintaan terhadap komoditas tersebut.
Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi
Kota Tembilahan
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.13 Andil Inflasi Berdasarkan
Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
3. Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau
Sepanjang periode laporan, sejumlah kegiatan dilakukan oleh TPID di Provinsi Riau
baik rapat koordinasi monitoring program maupun berbagai kegiatan dalam rangka
pengendalian harga. Sejumlah Kabupaten/Kota yang mengadakan rapat koordinasi
antara lain Kabupaten Pelalawan dan Kota Dumai, serta High Level Meeting TPID se-
Provinsi Riau. Adapun Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) juga diselenggarakan
pada tanggal 26 Juli 2018 yang dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017 2018
% (qtq)% (yoy)
Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Bahan
Makanan
Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,
Rekreasi,
Olahraga
Transportasi
& Komunikasi
Kontribusi (%)Inflasi (% yoy) Inflasi (yoy) Tw II 2018 Inflasi (yoy) Tw III 2018
Kontribusi Tw II 2018 Kontribusi Tw III 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
48
Selain itu, dalam rangka pengendalian harga pada momentum Idul Adha TPID
Provinsi Riau juga berupaya mengimplementasikan beberapa program antara lain
monitoring harga, operasi pasar murah, serta sidak pasar dan gudang, dan
pengendalian ekspektasi masyarakat.
a. Rapat Koordinasi Monitoring Kegiatan TPID
Pada tanggal 12 Juli 2018 dilaksanakan Rapat Koordinasi TPID Kabupaten
Pelalawan. Rapat tersebut dipimpin oleh Asisten II Kabupaten Pelalawan dan
dihadiri oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten
Pelalawan. Dalam rapat tersebut, pimpinan rapat menyampaikan 4 (empat)
arahan terkait stabilisasi harga di Kabupaten Pelalawan yaitu (i) Penyediaan
anggaran untuk pengendalian harga, (ii) Pemeriksaan pasokan kebutuhan
pokok secara berkala melalui koordinasi dengan Polda dan Bank Indonesia,
(iii) Memastikan transportasi di daerah lancar, serta (iv) Menjaga distribusi
barang dan jasa. Adapun beberapa hal yang dibahas dalam rapat dimaksud
antara lain (i) Ketersediaan beras Bulog untuk wilayah Riau dan Kepri mampu
memenuhi kebutuhan beras masyarakat hingga 3 bulan ke depan, (ii)
Tantangan yang dihadapi Bulog salah satunya masih terdapat piutang pada
beberap daerah di Provinsi Riau, serta (iii) Pemantauan terhadap pergerakan
harga kebutuhan bahan pokok yang dilakukan secara rutin sejak 10 hari
sebelum Hari Besar Keagamaan Nasional.
Selain itu, pada tanggal 15 Agustus 2018 diselenggarakan Rapat Koordinasi
TPID Kota Dumai yang dipimpin oleh Asisten II Bidang Ekonomi Kota Dumai.
Adapun beberapa pokok bahasan dalam rapat tersebut antara lain, (i) Upaya
menjaga stabilitas harga menjelang Idul Adha, (ii) Menjaga kecukupan bahan
pangan hingga akhir tahun 2018 melalui pengelolaan 15 ribu ton beras oleh
Bulog Kota Dumai yang diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan
masyarakat Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Rokan Hilir
sekitar 450 Kg per bulan, (iii) Perbaikan infrastruktur jalan Meranti Darat,
Harapan Denan, Kurun/Gurun Panjang, Wahidin Purnama, dan Kapling M.
Soleh, dan (iv) Melakukan perluasan area tanam dan panen padi seluas 75
ha yang mampu memproduksi 632 ton gabah kering panen. Selain itu area
tanam cabai merah di Dumai juga ditingkatkan seluas 70,4 ha yang
menghasilkan produksi sebanyak 387 ton cabai merah.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
49
Disamping itu, pada tanggal 29 Agustus 2018 diselenggarakan High Level
Meeting TPID Provinsi Riau yang dipimpin oleh Wakil Gubernur Riau. Rapat
tersebut melibatkan narasumber dari Sekretariat Tim Pengendalian Inflasi
Pusat (TPIP), Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, dan Dinas
Ketahanan Pangan Provinsi Riau. Rapat High Level Meeting juga dihadiri oleh
seluruh TPID Kabupaten/Kota di Provinsi Riau yang berjumlah 12 TPID.
Beberapa informasi yang diperoleh dalam Rapat tersebut antara lain (i) Upaya
mengatasi defisit produksi beras di Provinsi Riau melalui impor beras dari
Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jambi, serta
monitoring ketersediaan beras yang dikelola Bulog Divre Riau dan Kepri, (ii)
Menyusun peta kerawanan pangan Provinsi Riau untuk mengidentifikasi
daerah-daerah di Provinsi Riau yang rentan terhadap instabilitas harga
pangan, (iii) Membentuk cadangan pangan sebagaimana yang telah
dilegalkan dalam Undang-undang Pangan, dan (iv) Mendorong
implementasi kerjasama antar daerah, seperti perdagangan sayur yang
dilakukan antara produsen sayuran di Bukittinggi dengan pedagang pasar
arengka, pasar pusat dan pasar sukaramai.
Selanjutnya pada tanggal 20 September 2018 diadakan Rapat Koordinasi
TPID Kabupaten Pelalawan yang dipimpin oleh Asisten II Bidang Ekonomi
Kabupaten Pelalawan. Dalam rapat tersebut pimpinan rapat menyampaikan
poin yang perlu diperhatikan dalam pengendalian inflasi di daerah yaitu (i)
Penyediaan anggaran untuk intervensi harga di pasar, (ii) Melibatkan
perangkat di daerah untuk melakukan pemeriksaan barang pokok di
lapangan/gudang pangan secara berkala/rutin, (iii) Memastikan transportasi
antar daerah berjalan dengan lancar sehingga dapat menjaga distribusi
barang, dan (iv) Menyelesaikan berbagai persoalan khususnya terkait kartel
ayam potong dan ketersediaan stok menjelang HKBN.
b. Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID 2018
Pada tanggal 26 Juli 2018 dilakukan Rakornas TPID 2018 di Jakarta yang
dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia. Rakornas TPID juga
dihadiri oleh Gubernur Riau dan beberapa Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota
di Provinsi Riau. Beberapa informasi yang diperoleh dalam Rakornas TPID
2018 antara lain:
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
50
Kondisi perekonomian Indonesia cenderung stabil pada triwulan
pertama 2018 dilihat dari angka pertumbuhan yang lebih tinggi
dalam tiga tahun terakhir serta tingkat inflasi yang rendah.
Terjaganya tingkat inflasi merupakan hasil dari sinergi antara
pemerintah pusat dan daerah serta Bank Indonesia dalam menjaga
keseimbangan sisi penawaran dan sisi permintaan.
Dalam mencapai sasaran inflasi yang lebih rendah di 3 (tiga) tahun
ke depan, terdapat 4 aspek yang perlu diperhatikan yaitu
ketersediaan pasokan, komunikasi yang efektif, kelancaran
distribusi, dan keterjangkauan harga.
Beberapa program pengendalian inflasi yang dilakukan pada tahun
2017-2018 adalah kerjasama penambahan rute penerbangan,
penguatan kelembagaan petani melalui BUMDES, serta penguatan
peran dan sinergitas BUMD.
Pemulihan ekonomi global masih berlanjut dengan beberapa risiko
yang tetap harus diperhatikan yaitu normalisasi kebijakan moneter
beberapa negara, reformasi pajak US, Kenaikan FFR, risiko geopolitik
di EU dan Timur Tengah, serta proteksionisme dan perang dagang.
Tantangan pengendalian inflasi ke depan dari global adalah
peningkatan harga minyak dunia dan kenaikan harga pangan global,
sedangkan tantangan dari domestik adalah ketersediaan pasokan
pangan dan kelancaran distribusi pangan.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
51
1. Kondisi Umum
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting
keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah.
Berdasarkan capaian APBD 2017, pemerintah Provinsi Riau telah mengesahkan APBD
Murni Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp9,23 triliun untuk pendapatan, meningkat
27,56%, (yoy) dibandingkan APBD-P (APBD Perubahan) 2017. Berbeda dengan pos
pendapatan, Pemerintah Provinsi Riau mengesahkan total belanja daerah sebesar
Rp10,32 triliun atau lebih rendah 0,69% yoy dibandingkan APBD-P tahun 2017.
Penurunan anggaran belanja dalam APBD 2018 tersebut disebabkan oleh tidak
tercapainya perkiraan dana SILPA 2017 sehingga pemerintah melakukan rasionalisasi
penggunaan APBD. Di lain sisi, rendahnya perkiraan Dana Bagi Hasil (DBH) pada
ASESMEN KEUANGAN
PEMERINTAHAAH
Bab 3
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
52
2018 masih akan tetap terjadi akibat masih terbatasnya perbaikan harga komoditas
global dan penurunan kinerja migas yang disebabkan natural declining serta
keterbatasan eksplorasi sumur baru.
Grafik 3.1. Perkembangan anggaran APBD Provinsi Riau 2015 s.d 2018
Sumber: BPKAD Provinsi Riau, diolah
Hingga triwulan III 2018, realisasi APBD Provinsi Riau secara umum lebih rendah
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja daerah
Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,69 triliun atau 45,43% dari
pagu anggaran. Secara nominal, realisasi belanja tersebut menurun 1,64% (yoy)
dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar Rp4,76 triliun namun secara
prosentase realisasi terhadap pagu anggaran, realisasi belanja triwulan laporan
sedikit lebih baik dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar 43,23%
dari pagu anggaran. Sedangkan dari sisi pendapatan, secara kumulatif realisasi
pendapatan daerah Provinsi Riau selama triwulan III 2018 mencapai Rp5,78 triliun
atau 62,67% dari pagu anggaran. Realisasi pendapatan juga mengalami penurunan
hingga 3,16% (yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar Rp5,97
triliun atau 67,48% dari pagu anggaran.
Grafik 3.2. Realisasi APBD Provinsi Riau 2015 s.d Tw. III 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
7.407
11.388
7.233
10.365
7.24
10.3729.237
10.326
PendapatanDaerah
BelanjaDaerah
PendapatanDaerah
BelanjaDaerah
PendapatanDaerah
BelanjaDaerah
PendapatanDaerah
BelanjaDaerah
2015 2016 2017 2018
Trili
un
43.2%
64.8%
93.3%
19.2%
43.0%
64.6%
95.8%
20.1%
40.2%
67.5%82.1%
19.53%
45.08%
62.67%
13.2%
30.3%
68.1%
4.6%
23.5%
38.7%
83.7%
5.1%
21.0%
43.3%
86.2%
7.33%
32.53% 45.43%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Juni Sep Des Mar Juni Sep Des Mar Juni Sep Des Mar Juni Sep
2015 2016 2017 2018
Pendapatan Daerah Belanja Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
53
2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tw III-2018
Realisasi pendapatan Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp5,78
triliun atau 62,67% dari pagu anggaran. Berdasarkan data historis, pendapatan
pemerintah Provinsi Riau pada periode laporan lebih rendah dibandingkan triwulan
III 2017. Realisasi pendapatan Provinsi Riau pada triwulan laporan menurun hingga
Rp189 miliar atau 3,16% (yoy) dibandingkan realisasi triwulan III 2017 yang
terealisasi sebesar Rp5,97 triliun atau 67,48% dari pagu anggaran.
Grafik 3.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Penurunan realisasi pendapatan Provinsi Riau pada triwulan laporan didorong oleh
penurunan dana perimbangan terutama pendapatan dana bagi hasil pajak dan dana
bagi hasil sumber daya alam. Realisasi pendapatan yang bersumber dari Dana
Perimbangan mengalami penurunan hingga 17,05% (yoy) dari Rp3,81 triliun
(74,45% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp3,16 triliun (60,09%
dari pagu anggaran) pada triwulan III 2018. Penurunan Dana Perimbangan utamanya
didorong oleh turunnya pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam
(SDA). Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak menurun hingga 46,53% (yoy) dari Rp689
miliar (64,97% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp369 miliar
(34,74% dari pagu anggaran), sedangkan Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya
Alam menurun hingga 29,61% (yoy) dari Rp733 miliar (78,19% dari pagu anggaran)
pada triwulan III 2017 menjadi Rp516 miliar (49,71% dari pagu anggaran).
2
3,812
2,163
5,978
2
3,162
2,620
5,789
Lain-Lain Pendapatan Daerahyang Sah
Dana Transfer-Perimbangan
Pendapatan Asli Daerah
Total Pendapatan
Rp. TriliunTw III 2018 Tw III 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
54
Tabel 3.1 Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Hal tersebut terjadi seiring dengan turunnya pendapatan negara dari SDA akibat
terbatasnya perbaikan harga dunia pada komoditas utama Riau seperti Minyak,
Kelapa Sawit dan Karet. Selain itu kinerja sektor migas sebagai salah satu sektor
ekonomi unggulan Riau terus menurun dikarenakan natural declining serta
keterbatasan eksplorasi sumur baru. Selain itu penyebab menurunnya pendapatan
yang bersumber dari dana perimbangan juga disebabkan masih belum diterimanya
Dana Bagi Hasil sebesar Rp700 miliar untuk triwulan IV 2017 dari Pemerintah Pusat
sehingga mengurangi pendapatan Provinsi Riau di 2018. Untuk tahun 2019,
pendapatan yang bersumber dari dana perimbangan juga diperkirakan akan
mengalami penurunan. Berdasarkan arahan Kementerian Keuangan untuk tahun
2019 setiap pemerintah daerah diminta untuk tidak menganggarkan 30% dari Dana
Bagi Hasil dalam anggaran 2019, dan DBH 2019 rencananya hanya akan disalurkan
sekali dalam setahun dari yang biasanya diterima setiap triwulan. Hal ini akan
menyebabkan dana bagi hasil tahun 2019 yang diterima Provinsi Riau diperkirakan
akan lebih rendah dan semakin tergantung dengan harga komoditas dunia di
sepanjang tahun 2019.
Namun ditengah penurunan realisasi pendapatan daerah Provinsi Riau pada triwulan
laporan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Riau pada triwulan III 2018 terealisasi
membaik dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. PAD Provinsi
Riau tercatat sebesar Rp2,62 triliun atau 62,67% dari pagu anggaran, meningkat
hingga Rp456 miliar (21,10%, yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi
Rp2,16 triliun atau 57,91% dari pagu anggaran. Peningkatan PAD tersebut
Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %
PENDAPATAN DAERAH 8859 5978 67.48 9237 5789 62.67
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3736 2163 57.91 3964 2620 66.09
Pajak Daerah 3000 1760 58.67 3204 2223 69.38
Retribusi Daerah 14 8 60.19 16 8 48.10
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan218 121 55.73 218 109 49.89
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 504 273 54.21 527 281 53.28
DANA PERIMBANGAN 5120 3812 74.45 5262 3162 60.09
Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 1061 689 64.97 1061 369 34.74
Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam938 733 78.19 1038 516 49.71
Pendapatan Dana Alokasi Umum 1434 1170 81.55 1434 1099 76.60
Pendapatan Dana Alokasi Khusus 1686 1220 72.32 1729 1179 68.19
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH3 2 75.07 3 2 68.84
Tw III 2018Akun Anggaran (Satuan Miliar)
Tw III 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
55
disebabkan peningkatan dari sisi pendapatan pajak daerah dan Lain-Lain PAD yang
sah.
Grafik 3.4. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Pada triwulan laporan pendapatan pajak daerah terealisasi sebesar Rp2,22 triliun
atau 69,38% dari pagu anggaran. Kondisi ini meningkat hingga Rp462 miliar atau
26,28% (yoy) dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar Rp1,76 triliun
atau 58,67% dari pagu anggaran. Realisasi penerimaan pajak pada triwulan III 2018
didorong oleh peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Tabel 3.2. Komponen Pendapatan Pajak Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Pajak Kendaraan Bermotor meningkat hingga 10,84% (yoy) dari Rp670 miliar
(72,6% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp742 miliar (74,6%
dari pagu anggaran) pada triwulan III 2018. Peningkatan penerimaan Pajak
Kendaraan Bermotor ini sejalan dengan peningkatan penjualan ritel kendaraan
273
121
8
1,760
281
109
8
2,223
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Lain-lain PAD Yang Sah
Hasil Pengelolaan Kekayaan DaerahYang Dipisahkan
Retribusi Daerah
Pajak Daerah
Tw III 2017 Tw III 2018
Realisasi
(Rp miliar)% Realisasi Pangsa
Realisasi
(Rp miliar)% Realisasi Pangsa
Pajak Kendaraan Bermotor 670 72.6% 38.0% 742 74.6% 33.4%
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 541 65.3% 30.8% 664 80.1% 29.9%
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 338 41.6% 19.2% 587 65.3% 26.4%
Pajak Air Permukaan 14 34.3% 0.8% 21 32.2% 0.9%
Pajak Rokok 198 49.9% 11.2% 209 50.1% 9.4%
Tw III 2017 Tw III 2018
Komponen Pembentuk Pendapatan Pajak
Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
56
bermotor di Provinsi Riau yang terdiri dari kendaraan passenger 20% (yoy) dan
kendaraan komersial 12% (yoy). Pajak BBNKB meningkat 22,69% (yoy) dari Rp541
miliar (65,3% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp664 miliar
(80,1% dari pagu anggaran). Peningkatan ini disebabkan tingginya antusiasme
masyarakat dalam pemutakhiran BBNKB sehubungan program penerapan pelayanan
samsat online dan sistem realtime untuk penerimaan pajak PKB dan BBNKB oleh
Pemerintah Provinsi Riau. Di sisi lain, juga terjadi peningkatan pendapatan yang
bersumber dari Pajak Bahan Bakar Kendaraaan Bermotor hingga 73,71% (yoy) dari
Rp338 miliar (41,6% dari pagu anggaran) pada triwulan III 2017 menjadi Rp587
miliar (65,3% dari pagu anggaran). Peningkatan ini terjadi seiring dengan kenaikan
harga bahan bakar non subsidi akibat meningkatnya harga minyak dunia.
Peningkatan realisasi PAD juga didorong terjadinya peningkatan dari sisi Penerimaan
Lain-Lain PAD yang Sah. Lain-Lain PAD yang sah meningkat hingga 2,74% (yoy) dari
Rp273 miliar pada triwulan III 2017 menjadi Rp281 miliar pada triwulan III 2018.
Peningkatan tersebut didorong oleh pendapatan denda pajak kendaraan bermotor,
denda pajak bea balik nama kendaraan bermotor, pendapatan Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) dan pendapatan jasa lainnya.
Secara umum realisasi pendapatan Provinsi Riau pada triwulan III 2018 dapat
dikatakan lebih rendah baik secara nominal maupun prosentase terhadap pagu
anggaran apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Turunnya pendapatan akibat Dana Perimbangan menunjukkan bahwa pendapatan
Provinsi Riau masih bergantung pada bantuan pemerintah pusat.
3. Realisasi Belanja Provinsi Riau Tw III-2018
Realisasi belanja Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,69 triliun
atau 45,43% dari pagu anggaran. Secara nominal, realisasi belanja Provinsi Riau
tercatat menurun hingga Rp78 miliar atau 1,64% (yoy) dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar Rp4,76 triliun. Sedangkan jika dilihat
dari prosentase terhadap pagu anggaran, realisasi belanja Provinsi Riau pada triwulan
III 2018 sedikit lebih baik dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar
43,32% dari pagu anggaran.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
57
Tabel 3.3 Realisasi Belanja Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Pada triwulan III 2018, Belanja Tidak Langsung tercatat terealisasi sebesar Rp3,07
triliun atau 53,03% dari pagu anggaran. Secara prosentase terhadap pagu anggaran
realisasi belanja tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan III 2017 yang dapat
terealisasi sebesar 53,29% dari pagu anggaran. Penurunan pada belanja tidak
langsung pada triwulan III 2018 didorong oleh penurunan belanja hibah dan belanja
bagi hasil kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Pada triwulan laporan belanja hibah
terealisasi sebesar 67,63% dari pagu anggaran lebih rendah dibandingkan triwulan
III 2017 yang terealisasi sebesar 79,23% dari pagu anggaran. Sedangkan untuk dana
bagi hasil ke Kabupaten/Kota pada triwulan III 2018 hanya terealisasi sebesar 30%
dari pagu anggaran, menurun dibandingkan triwulan III 2017 yang dapat terealisasi
hingga 38,26% dari pagu anggaran. Hal ini sejalan dengan menurunnya pendapatan
Provinsi Riau yang bersumber dari dana perimbangan pemerintah pusat yang hanya
terealisasi sebesar 60,09% dari pagu anggaran pada triwulan laporan, jauh lebih
rendah dibandingkan realisasi pada triwulan III 2017 yang mencapai 74,45% dari
pagu anggaran.
Grafik 3.6. Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Tw III 2017 & Tw III 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %
BELANJA DAERAH 11008 4769 43.32 10326 4691 45.43
BELANJA TIDAK LANGSUNG 5477 2919 53.29 5794 3072 53.03
Belanja Pegawai 2312 1370 59.28 2351 1463 62.24
Belanja Hibah 1100 871 79.23 1438 972 67.63
Belanja Bantuan Sosial 10 0 3.08 12 4 33.30
Belanja Bagi Hasil 1390 532 38.26 1500 450 30.00
Belanja Bantuan Keuangan 566 145 25.68 483 183 38.00
Belanja Tidak Terduga 111 0 0.00 11 0 0.00
BELANJA LANGSUNG 5531 1850 33.46 4533 1619 35.71
Belanja Pegawai 432 241 55.80 4 1 41.48
Belanja Barang dan Jasa 2447 823 33.65 2726 1275 46.77
Belanja Modal 2652 786 29.64 1803 342 18.98
Tw III 2018Akun Anggaran (Satuan Miliar)
Tw III 2017
1370
871
532
145
1463
972
450
183
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Belanja Pegawai
Belanja Hibah
Belanja Bagi Hasil
Belanja Bantuan Keuangan
Rp. Miliar
Realisasi Tw III 2018
Realisasi Tw III 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
58
Berbeda dengan komponen belanja tidak langsung, realisasi komponen belanja
langsung Provinsi Riau pada triwulan III 2018 secara prosentase sedikit lebih baik
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2018, belanja
langsung Provinsi Riau terealisasi hingga 35,71% dari pagu anggaran, meningkat
dibandingkan triwulan III 2017 yang terealisasi sebesar 33,46% dari pagu anggaran.
Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan pada sisi belanja barang dan jasa.
Pada triwulan III 2018, belanja barang dan jasa Provinsi Riau terealisasi sebesar
Rp1,27 triliun atau 46,77% dari pagu anggaran, meningkat 54,9% (yoy) dari Rp823
miliar atau 33,65% dari pagu anggaran pada triwulan III 2017. Peningkatan belanja
barang dan jasa lebih didorong oleh belanja barang dan jasa pada BLUD sebesar
Rp196,96 miliar, belanja perjalanan dinas sebesar Rp174,09 miliar, realisasi belanja
barang dan jasa pemeliharaan jalan sebesar Rp74,41 miliar serta belanja jasa kantor
sebesar Rp67,14 miliar. Sedangkan belanja modal mengalami penurunan yang cukup
besar dari Rp786 miliar atau 29,64% dari pagu anggaran pada triwulan III 2017
menjadi Rp342 miliar atau 18,98% dari pagu anggaran pada triwulan III 2018.
Penurunan disebabkan rendahnya realisasi pada belanja modal pengadaan alat-alat
kedokteran yang hingga triwulan III 2018 hanya terealisasi sebesar Rp3,09 miliar atau
3,43% dari pagu anggaran, belanja modal pengadaan alat-alat laboratorium dengan
realisasi Rp13,12 miliar atau 10,03% dari pagu anggaran serta belanja modal
pengadaan konstruksi/pembelian bangunan dengan realisasi sebesar Rp43,49 miliar
atau 9,13% dari pagu anggaran.
Grafik 3.7. Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau Tw III 2017 & Tw III 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
241
823
786
1
1275
342
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Belanja Pegawai
Belanja Barang danJasa
Belanja Modal
Rp. Miliar
Realisasi Tw III 2018 Realisasi Tw III 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
59
Berdasarkan rincian pos realisasi belanja APBD Provinsi Riau selama triwulan III 2018,
telah terjadi penurunan kinerja disisi belanja belanja modal. Pemantauan realisasi
sesuai dengan rencana yang disusun di awal menjadi penting untuk terus dilakukan
guna meningkatkan produktivitas seperti pembangunan infrastruktur dan fasilitas
umum di Provinsi Riau yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Hal ini
dikarenakan belanja produktif dapat mendorong pembangunan ekonomi yang
signifikan dan memberikan dampak langsung pada peningkatan konsumsi
masyarakat. Hingga akhir tahun 2018, guna menjaga proses pembangunan
Pemerintah Provinsi Riau dapat berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan,
perlu dilakukan penguatan pengawasan serta pemantauan pelaksanaan program
terutama oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
Selain itu untuk tahun 2019 terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian
lebih Pemerintah Provinsi Riau yaitu perkiraan pendapatan yang bersumber dari dana
perimbangan yang akan mengalami penurunan. Hal ini akan menyebabkan
penerimaan yang bersumber dari dana bagi hasil pada 2019 akan lebih rendah
dibandingkan 2018. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Riau perlu melakukan
inovasi-inovasi untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah disatu sisi namun
juga mempertimbangkan kemampuan pelaku ekonomi di Provinsi Riau. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan potensi penerimaan pajak melalui
program penghapusan denda pajak seperti pajak kendaraan bermotor, pajak bea
balik nama kendaraan, pajak bumi dan bangunan serta pajak-pajak yang memiliki
potensi pembayaran macet di tahun-tahun sebelumnya. Dengan adanya program
penghapusan denda pajak maka keinginan masyarakat untuk membayar pajak
kedepan berpotensi lebih tinggi sehingga pada akhirnya akan membantu
meningkatkan pendapatan Provinsi Riau dan diharapkan dapat semakin mengurangi
ketergantungan terhadap dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
60
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Riau
Tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan daerah Riau pada triwulan III 2018
membaik dan terjaga di tengah meningkatnya kinerja perekonomian.
Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan III 2018
secara umum menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sejalan dengan
penyaluran kredit yang membaik dan NPL yang menurun.
Indikator kinerja perbankan Riau pada triwulan III 2018 secara umum
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, ditinjau dari peningkatan
pertumbuhan DPK, kredit, dan turunnya NPL.
Bab 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
61
1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau
Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan III 2018 secara
umum menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun penyaluran kredit
korporasi secara total mengalami perlambatan dari 2,59% (yoy) pada triwulan II
2018 menjadi 2,37% (yoy), NPL kredit korporasi secara total membaik dari 4,15%
menjadi 3,75%. Kinerja kredit korporasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
pada triwulan laporan membaik dengan kontraksi yang berkurang dari negatif
3,14% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi negatif 1,69% (yoy), dan diiringi oleh NPL
yang membaik dari 2,79% menjadi 2,65%. Di sisi lain, meskipun penyaluran kredit
korporasi di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau melambat dari
3,64% (yoy) menjadi 1,18% (yoy) pada triwulan III 2018, tingkat NPL kredit korporasi
sektor ini membaik dari 5,48% menjadi 4,87%. Menurunnya kerentanan juga
ditunjukkan oleh penyaluran kredit konsumsi rumah tangga yang pada triwulan III
2018 tercatat meningkat dari 9,99% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 11,08% (yoy)
serta dibarengi dengan NPL yang juga menurun dari 1,89% pada triwulan II 2018
menjadi 1,79%.
1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
Kredit korporasi di Provinsi Riau secara total mengalami perlambatan pada triwulan
III 2018, yaitu dari 2,59% (yoy) menjadi 2,37% (yoy). Berdasarkan sektornya,
penyerapan kredit korporasi di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 masih didominasi
oleh dua sektor: (i) sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan, serta (ii) sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan
mempunyai pangsa 20,00% dari total kredit Riau, dengan outstanding Rp12,66
triliun. Adapun outstanding kredit sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
mencapai Rp12,80 triliun, atau 20,21% dari total kredit Riau. Penyerapan kredit yang
tinggi pada kedua sektor tersebut merupakan cerminan dari besarnya peran
keduanya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Penyaluran kredit
kepada sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan pada triwulan III 2018 masih
didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau
dengan pangsa 15,68% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp1,99
triliun. Sementara itu, kredit di sektor pertanian masih didominasi oleh kredit
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
62
subsektor perkebunan kelapa sawit, dengan pangsa 91,50% dari total kredit sektor
pertanian atau sebesar Rp11,71 triliun.
Penyaluran kredit korporasi di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau
pada triwulan III 2018 tumbuh 1,18% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018
yang tercatat tumbuh 3,64% (yoy). Berbeda dengan kredit sektor perdagangan,
penyaluran kredit di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau pada triwulan
III 2018 mengalami perbaikan, meskipun masih mengalami kontraksi, dari negatif
3,14% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi negatif 1,69% (yoy).
Tabel 4.1. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp Triliun)
Sumber : Bank Indonesia
Melambatnya penyaluran kredit sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau
pada triwulan laporan terutama didorong oleh melambatnya kredit subsektor hotel
bintang, perdagangan kelapa dan kelapa sawit, dan perdagangan eceran didominasi
makanan, minuman, dan tembakau. Kredit subsektor hotel bintang pada triwulan
laporan terkontraksi lebih dalam dari negatif 4,78% (yoy) pada triwulan II 2018
menjadi negatif 30,26% (yoy). Hal ini sejalan dengan temuan SKDU Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau dimana investasi sektor penyediaan
akomodasi sedang mengalami perlambatan akibat ketatnya persaingan usaha
perhotelan di Riau. Penyaluran kredit subsektor perdagangan kelapa dan kelapa
sawit juga mengalami perlambatan, meskipun masih tumbuh positif, yaitu sebesar
22,55% (yoy) pada triwulan III 2018, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018
yang tercatat 22,67% (yoy). Perlambatan sejalan dengan kontraksi harga komoditas
CPO dan TBS pada triwulan III 2018 yang lebih dalam dibandingkan dengan triwulan
II 2018 sehingga menjadi disinsentif korporasi untuk menambah pembiayaan.
Sementara itu, kredit perdagangan eceran didominasi makanan, minuman dan
I II III IV I II III IV I II III
Pertanian 12.54 13.43 13.29 12.87 12.62 12.85 13.02 12.05 12.13 12.45 12.80 20.21 (1.69)
Pertambangan 0.36 0.40 0.38 0.33 0.25 0.19 0.20 0.25 0.22 0.20 0.20 0.32 4.05
Perindustrian 2.43 2.52 2.38 2.49 2.48 2.54 2.50 2.63 2.70 2.97 3.02 4.78 21.15
Listrik, gas dan air 0.21 0.20 0.19 0.17 0.17 0.15 0.14 0.14 0.15 0.14 0.14 0.23 1.58
Konstruksi 1.73 1.85 2.01 1.86 1.62 1.71 1.86 1.91 1.90 2.01 2.12 3.34 13.87
Perdagangan, restoran dan hotel 12.18 12.76 12.62 12.51 12.49 12.52 12.51 12.81 12.68 12.98 12.66 20.00 1.18
Pengangkutan, pergudangan 1.46 1.38 1.33 1.27 1.12 1.06 1.03 1.06 0.91 0.95 0.93 1.46 (10.26)
Jasa 3.76 3.64 3.51 3.57 3.50 3.63 3.78 3.88 3.87 3.85 4.00 6.31 5.62
Rumah Tangga dan Lainnya 21.58 22.15 22.68 23.32 23.62 24.30 24.72 25.87 26.31 26.72 27.45 43.35 11.07
Total 56.25 58.33 58.41 58.39 57.88 58.95 59.76 60.61 60.88 62.28 63.33 100.00 5.97
%yoyPangsa2017
RpTriliun2016 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
63
tembakau mengalami kontraksi sedikit lebih dalam, yaitu dari negatif 7,20% (yoy)
pada triwulan II 2018 menjadi negatif 7,21% (yoy) pada triwulan III 2018.
Melambatnya kredit korporasi subsektor perdagangan eceran makanan, minuman,
dan tembakau didorong oleh moderasi konsumsi rumah tangga pada triwulan III
2018 sehingga menjadi disinsentif untuk meningkatkan investasi melalui
pembiayaan perbankan. Pangsa kredit subsektor hotel bintang, perdagangan kelapa
dan kelapa sawit, serta perdagangan eceran didominasi makanan, minuman, dan
tembakau mencapai hampir 30% dari total kredit sektor perdagangan, sehingga
perlambatan pertumbuhan kredit di subsektor tersebut akan mempengaruhi
perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan secara keseluruhan.
Perlambatan pertumbuhan kredit perdagangan, restoran, dan perhotelan yang lebih
dalam tertahan oleh membaiknya kredit subsektor perdagangan eceran bahan
konstruksi serta subsektor perdagangan eceran komoditas selain bahan makanan,
minuman, dan tembakau, yang masing-masing tercatat tumbuh positif 10,83% (yoy)
dan tumbuh negatif 9,01% (yoy) pada triwulan laporan, membaik dibandingkan
pada triwulan II 2018 yang masing-masing tercatat negatif 2,80% (yoy) dan negatif
10,80% (yoy). Membaiknya kredit subsektor perdagangan eceran komoditas selain
bahan makanan, minuman dan tembakau juga terkonfirmasi dari meningkatnya
indeks penjualan beberapa kelompok barang dari Survei Penjualan Eceran yang
dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Riau, antara lain kelompok: (i) suku cadang
dan aksesori, (ii) bahan bakar kendaraan bermotor, (iii) peralatan informasi dan
komunikasi, dan (iv) perlengkapan rumah tangga lainnya.
Sementara itu, membaiknya penyaluran kredit sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan didorong oleh membaiknya kredit subsektor perkebunan kelapa sawit dan
karet. Kredit subsektor perkebunan kelapa sawit membaik dari kontraksi 4,24% (yoy)
pada triwulan II 2018 menjadi kontraksi 2,71% (yoy). Kredit subsektor perkebunan
karet juga menunjukkan perbaikan dari kontraksi 5,98% (yoy) menjadi
kontraksi2,09% (yoy). Membaiknya penyaluran kredit ke perkebunan kelapa sawit
dan karet diperkirakan masih didorong oleh membaiknya permintaan dunia terutama
dari Tiongkok dan India serta replanting yang dilakukan beberapa perusahaan dan
petani swadaya seiring usia perkebunan yang menua di tengah harga CPO yang
terkontraksi lebih dalam.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
64
Grafik 4.1. Growth Subsektor Pertanian dan
Perdagangan
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.2. Pangsa Subsektor Pertanian dan
Perdagangan
Sumber : Bank Indonesia
Secara sektoral, NPL di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau pada
triwulan III 2018 berada pada level 4,87%, membaik jika dibandingkan triwulan II
2018 yang tercatat 5,48%. Sejalan dengan sektor perdagangan, NPL sektor
pertanian pada triwulan III 2018 juga membaik dibandingkan triwulan II 2018, yaitu
dari 2,79% menjadi 2,65%. Dari subsektor perdagangan dan pertanian,
peningkatan NPL hanya terjadi pada subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit
dibandingkan triwulan II 2018, yaitu dari 5,77% menjadi 6,13%. Peningkatan NPL
pada subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit diperkirakan didorong oleh
menurunnya pendapatan korporasi trader kelapa sawit seiring dengan kontraksi
harga CPO dunia yang lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan II 2018.
Meskipun level NPL rata-rata keseluruhan sektor ekonomi di Riau masih berada di
bawah threshold yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, perbankan
dihimbau untuk selalu berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan
kredit.
1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 tumbuh
mencapai 11,08% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat
tumbuh 9,99% (yoy).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
65
Grafik 4.3. Perkembangan Kredit Perumahan
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.4. Perkembangan Kredit Kendaraan
Bermotor
Sumber : Bank Indonesia
Meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi utamanya didorong oleh
meningkatnya pertumbuhan penyaluran kredit kepemilikan kendaraan bermotor
(KKB) dan kredit konsumsi untuk kepentingan lainnya. Meskipun masih mengalami
kontraksi, kredit KKB di Riau secara tahunan tumbuh membaik. Penyaluran kredit
KKB pada triwulan III 2018 tercatat memiliki outstanding sebesar Rp257,37 triliun
atau kontraksi5,29% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang
kontraksi13,74% (yoy). Membaiknya kredit KKB di Riau pada triwulan laporan
ditopang oleh membaiknya kredit KKB roda empat (pangsa 97,04% kredit KKB) dari
negatif 10,20% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi negatif 3,24% (yoy). Sementara
itu, kredit konsumsi lainnya (pangsa 4,96% kredit konsumsi) pada triwulan laporan
tumbuh sebesar 67,52% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 1,97% (yoy).
Berbeda dengan kredit KKB, kredit kepemilikan durable goods pada triwulan III 2018
mengalami perlambatan namun masih tumbuh positif, yaitu 4,96% (yoy) dari
10,23% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan ini utamanya berasal dari
perlambatan kredit: (i) kepemilikan peralatan lainnya, (ii) furniture dan peralatan
rumah tangga, serta (iii) kepemilikan TV, radio, dan alat elektronik; Hanya kredit
kepemilikan komputer dan alat komunikasi yang tumbuh meningkat, namun
memiliki pangsa yang kecil (0,24% kredit durable goods).
Pada triwulan III 2018, kredit perumahan tercatat sebesar Rp10,09 triliun atau
tumbuh 11,87% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat
sebesar Rp10,03 triliun atau tumbuh 13,52% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit
perumahan ini terutama didorong oleh kredit kepemilikan rumah tipe 22 s.d. 70
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
66
(pangsa 65,22%) yang tumbuh sebesar 19,12% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan II 2018 yang tercatat 22,77% (yoy). Meskipun secara tahunan
pertumbuhannya melambat, namun kredit perumahan secara nominal mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yang merupakan dampak
dilonggarkannya peraturan LTV oleh Bank Indonesia dan masih berlanjutnya program
rumah bersubsidi yang digulirkan oleh Pemerintah.
Sejalan dengan melambatnya kredit perumahan, kredit multiguna di Riau pada
triwulan III 2018 juga menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan kredit multiguna
Riau pada triwulan III 2018 tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,
yaitu dari 8,73% (yoy) menjadi 7,78% (yoy), atau secara nominal meningkat dari
Rp15,47 triliun menjadi Rp15,57 triliun.
Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Multiguna
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.6. Perkembangan Kredit
Durable Goods
Sumber : Bank Indonesia
Meningkatnya pertumbuhan total kredit konsumsi rumah tangga di Riau pada
triwulan III 2018 tercermin dari meningkatnyaIndeks Ekspektasi Konsumen (IEK)1 dua
triwulan yang lalu. IEK untuk triwulan laporan yang disurvei pada triwulan I 2018
mencapai 103,1 atau meningkat 4,7 poin dari triwulan sebelumnya yang tercatat
98,4. Meningkatnya IEK dan kredit konsumsi ini diperkirakan didorong oleh
membaiknya pendapatan ekspor mengingat realisasi ekspor luar negeri Riau pada
triwulan III 2018 sebesar 3,99% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang
negatif 3,72% (yoy). Dengan membaiknya pendapatan ekspor ini, masyarakat Riau
cenderung meningkatkan konsumsi melalui kredit kepemilikan kendaraan bermotor
1 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) merupakan ekspektasi/perkiraan konsumen rumah
tangga terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha dalam jangka
waktu 6 bulan (2 kuartal) yang akan datang.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
67
dan konsumsi lainnya yang, seperti telah dijelaskan sebelumnya, meningkat
dibandingkan triwulan II 2018.
Grafik 4.7. Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi
Sumber : Bank Indonesia
2. Kondisi Umum Perbankan Riau
Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan III 2018 meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Peningkatan ini tercermin dari membaiknya indikator utama,
yaitu DPK, kredit, dan NPL. Adapun indikator utama lainnya, yaitu Aset dan LDR
menunjukkan perlambatan.
Pertumbuhan aset perbankan Riau pada triwulan III 2018 masih mengalami
kontraksi. Total aset perbankan Riau pada triwulan III 2018 mengalami kontraksi
sebesar 4,26% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan II 2018 yang mengalami
kontraksi sebesar 1,11% (yoy). Total aset bank umum di Riau pada triwulan III 2018
tercatat sebesar Rp98,94 triliun. Lebih dalamnya kontraksi pertumbuhan aset
terutama dipengaruhi oleh perlambatan komponen aset antar kantor dan
penempatan pada Bank Indonesia.
Jika dilihat per kelompok Bank, melambatnya aset perbankan di Riau pada triwulan
III 2018 didorong oleh melambatnya aset bank BUMN/D (pangsa 71,21%). Posisi aset
bank BUMN/D pada triwulan III 2018 tumbuh negatif 7,50% (yoy), terkontraksi lebih
dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 3,07%
(yoy). Berdasarkan jenis kegiatan bank, perlambatan aset disumbang oleh bank
konvensional (pangsa 92,54%) dengan pertumbuhan negatif 5,64% (yoy),
terkontraksi lebih dalam dari triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
68
2,14% (yoy). Berbeda dengan bank konvensional, aset bank syariah di Riau
mengalami peningkatan, dari 13,63% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 17,01%
(yoy) pada triwulan laporan.
Grafik 4.8. Perkembangan Aset Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Pertumbuhan DPK perbankan di Riau pada triwulan III 2018 meningkat. Pada
triwulan III 2018, DPK perbankan di Riau tumbuh 2,00% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan II 2018 yang tumbuh sebesar 1,31% (yoy). Posisi DPK pada
triwulan laporan tercatat sebesar Rp76,08 triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak
banyak berubah dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa
tabungan (pangsa 49,85%), diikuti oleh deposito (pangsa 33,81%) dan giro (pangsa
16,34%).
Grafik 4.9. Perkembangan DPK Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Sejalan dengan DPK, penyaluran kredit perbankan Riau tumbuh meningkat. Pada
triwulan III 2018, kredit perbankan Riau tumbuh 5,97% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,63% (yoy). Total kredit
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
69
perbankan Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp63,33 triliun, naik dari
outstanding kredit triwulan II 2018 yang tercatat Rp62,28 triliun. Pangsa terbesar
kredit Riau pada triwulan laporan masih didominasi oleh bank BUMN/D sebesar
72,31%.
Grafik 4.10. Perkembangan Kredit Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Meningkatnya penyaluran kredit perbankan Riau diiringi oleh meningkatnya kualitas
kredit. Pada triwulan III 2018, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 2,90%,
atau turun dibandingkan NPL triwulan II 2018 yang tercatat sebesar 3,18%.
Grafik 4.11. Perkembangan Risiko Kredit Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Riau pada triwulan III 2018 sedikit menurun.
LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 83,24%, lebih rendah dari triwulan II
2018 yang tercatat sebesar 84,14%. Penurunan LDR ini dipengaruhi oleh
peningkatan penyaluran kredit yang lebih rendah dibandingkan kenaikan posisi DPK.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
70
2.1 Perkembangan Bank Umum
2.1.1. Perkembangan Penghimpunan DPK
Peningkatan pertumbuhan DPK perbankan Riau pada triwulan III 2018 didorong oleh
membaiknya kontraksi deposito dan meningkatnya pertumbuhan giro. Meskipun
pertumbuhan deposito Riau pada triwulan III 2018 masih tercatat kontraksi sebesar
9,56% (yoy), namun membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga
mengalami kontraksi 12,94% (yoy). Membaiknya deposito Riau didorong oleh
membaiknya deposito pemerintah. Deposito milik pemerintah, yang memiliki pangsa
15,76% dari total deposito, pada triwulan laporan tercatat kontraksi sebesar 23,20%
(yoy), membaik dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat terkontraksi sebesar
54,46% (yoy). Membaiknya pertumbuhan deposito pemerintah ini diperkirakan
didorong oleh membaiknya pertumbuhan deposito pemerintah pusat di Riau,
pemerintah daerah Riau, badan/lembaga pemerintah di Riau, dan BUMN. Adapun
perlambatan terjadi pada deposito swasta dan perorangan. Deposito swasta pada
triwulan III 2018 mengalami perlambatan yaitu dari negatif 3,42%(yoy) pada
triwulan II 2018 menjadi negatif 18,16% (yoy), yang didorong utamanya oleh
melambatnya deposito perusahaan asuransi, perusahaan swasta, dan koperasi.
Deposito perorangan juga menunjukkan kontraksi sebesar 4,35% (yoy), lebih dalam
dibandingkan triwulan II 2018 yang terkontraksi 1,86% (yoy). Pangsa deposito
terhadap keseluruhan DPK Riau pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 33,81%.
Pertumbuhan giro perbankan Riau pada triwulan III 2018 tercatat mengalami
peningkatan, yaitu 4,73% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 1,07% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan giro pada triwulan laporan
terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan giro pemerintah, swasta, dan
perorangan. Giro pemerintah (pangsa 30,66%) tumbuh meningkat dari negatif
4,65% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi positif 4,43% (yoy) didorong oleh
meningkat/membaiknya pertumbuhan giro pemerintah daerah, badan/lembaga
pemerintah, dan BUMN/D. Giro swasta (pangsa 50,75%) tumbuh meningkat dari
2,41% (yoy) menjadi 3,08% (yoy) didorong oleh meningkat/membaiknya
pertumbuhan giro perusahaan asuransi dan perusahaan swasta. Adapun giro
perorangan (pangsa 18,59%) tumbuh meningkat dari 6,96% (yoy) menjadi 10,13%
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
71
(yoy). Pangsa giro terhadap keseluruhan DPK Riau pada triwulan III 2018 tercatat
16,34%.
Sementara itu, laju penghimpunan tabungan perbankan Riau mengalami
perlambatan pada triwulan laporan. Pertumbuhan tabungan pada triwulan laporan
tercatat sebesar 10,66% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 12,87% (yoy). Perlambatan terutama disumbang oleh melambatnya
pertumbuhan tabungan milik perorangan dan swasta. Tabungan milik perorangan,
yang mempunyai pangsa signifikan (95,01% dari total tabungan), tumbuh melambat
pada triwulan III 2018, yaitu 9,75% (yoy), dari 11,83% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan tabungan perorangan pada triwulan
laporan diperkirakan sejalan dengan kebutuhan belanja harian dan tidak adanya hal
yang membuat tabungan perorangan meningkat seperti THR dan gaji ke-13 pada
triwulan sebelumnya. Selanjutnya, tabungan milik swasta pada triwulan III 2018 juga
menunjukkan pertumbuhan mealmbat, yaitu 34,02% (yoy), dari 44,41% (yoy) pada
triwulan sebelumnya, yang utamanya didorong oleh melambatnya tabungan
perusahaan swasta, yayasan/badan sosial, dan koperasi. Sementara itu, tabungan
milik pemerintah masih terkontraksi 8,42% (yoy), membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar 16,02% (yoy). Pangsa tabungan
merupakan yang terbesar terhadap total DPK Riau, yang pada triwulan III 2018
tercatat sebesar 49,85%.
Secara total, berdasarkan kepemilikan, meningkatnya pertumbuhan DPK pada
triwulan III 2018 terutama didorong oleh membaiknya DPK pemerintah. DPK
pemerintah, yang memiliki pangsa 10,44% dari keseluruhan DPK, meskipun tumbuh
negatif 11,87% (yoy) pada triwulan III 2018, namun membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh negatif 34,94% (yoy). DPK sektor swasta yang memiliki
pangsa 14,48% terhadap total DPK tumbuh melambat dari 5,29% (yoy) pada
triwulan II 2018 menjadi 0,06% (yoy). Adapun DPK sektor perorangan yang
merupakan pangsa terbesar DPK Riau (sebesar 75,08%) juga tumbuh melambat dari
6,94% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 4,69% (yoy).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
72
2.1.2. Penyaluran Kredit
Pertumbuhan kredit perbankan Riau secara tahunan meningkat di triwulan III 2018.
Kredit perbankan pada triwulan III 2018 secara tahunan tercatat tumbuh sebesar
5,97% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
5,63% (yoy).
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit perbankan Riau pada
triwulan laporan didominasi oleh sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan
dengan pangsa 20,21% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya yaitu
perdagangan, restoran, dan perhotelan juga memiliki pangsa kredit signifikan
sebesar 20,00%, disusul oleh sektor jasa sebesar 6,31%.
Peningkatan maupun perbaikan penyaluran kredit Riau di triwulan III 2018 terjadi
pada sektor: (i) pertanian, (ii) perindustrian, dan (iii) listrik, gas, dan air. Penyumbang
utama meningkatnya pertumbuhan kredit pada triwulan III 2018 adalah sektor
pertanian, perikanan, dan kehutanan, yang meskipun masih terkontraksi, namun
membaik dari negatif 3,14% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi negatif
1,69%. Perbaikan ini sejalan dengan membaiknya permintaan CPO dunia terutama
dari Tiongkok dan India serta replanting yang dilakukan beberapa perusahaan dan
petani swadaya seiring usia perkebunan yang menua di tengah harga CPO yang
terkontraksi lebih dalam. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan juga disumbang
oleh penyaluran kredit ke sektor perindustrian dan listrik, gas, dan air. Kredit sektor
perindustrian tumbuh meningkat sebesar 21,15% (yoy) pada triwulan laporan, dari
16,82% (yoy) pada triwulan II 2018. Begitu juga dengan sektor listrik, gas, dan air
bersih, yang tumbuh meningkat sebesar 1,58% (yoy), membaik dari negatif 6,03%
(yoy) pada triwulan II 2018. Peningkatan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi pada
triwulan III 2018 tertahan oleh kredit sektor perdagangan, restoran, dan hotel yang
mengalami perlambatan dari 3,64% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 1,18%
(yoy).
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit perbankan Riau
pada triwulan laporan masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa
43,33%. Sementara itu, kredit modal kerja dan investasi menempati urutan kedua
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
73
dan ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 32,06% dan 24,61% dari total
kredit.
2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Suku bunga simpanan di bank umum Riau pada triwulan III 2018 secara umum mulai
mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan suku bunga kebijakan Bank
Indonesia. Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito naik pada triwulan laporan
menjadi 6,29%, dari 5,85% pada triwulan II 2018. Peningkatan suku bunga deposito
terjadi pada hampir seluruh tenor, kecuali tanpa tenor, tenor 18 s.d. 24 bulan, dan
tenor 24 s.d. 36 bulan. Suku bunga tabungan juga mengalami sedikit peningkatan
menjadi 1,29% pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2018
yang tercatat 1,28%. Sementara itu, suku bunga giro pada triwulan laporan masih
mengalami penurunan dari 2,28% di triwulan II 2018 menjadi 2,24%.
Berbeda dengan suku bunga simpanan, suku bunga pinjaman bank umum di Riau
pada triwulan III 2018 baik berdasarkan jenis penggunaan maupun sektor ekonomi
secara umum masih mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaannya, suku
bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,31%, menurun
dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat 11,41%. Suku bunga kredit investasi
pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,08% atau turun dibandingkan triwulan II
2018 yang tercatat 11,11%. Suku bunga kredit konsumsi juga mengalami
penurunan dari 11,35% pada triwulan II 2018 menjadi 11,17% pada triwulan
laporan.
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penurunan suku bunga pinjaman bank umum
di Riau pada triwulan III 2018 terjadi pada sebagian besar sektor. Suku bunga kredit
sektor pertanian turun dari 10,55% di triwulan II 2018 menjadi 10,31% di triwulan
laporan. Suku bunga kredit sektor industri pengolahan pada triwulan III 2018 juga
menurun dibandingkan triwulan II 2018, yakni dari 10,44% menjadi 10,40%. Begitu
juga dengan suku bunga kredit kepada sektor pertambangan dan penggalian, yang
turun dari 11,66% menjadi 11,42%. Adapun sektor yang mengalami kenaikan suku
bunga pinjaman adalah sektor konstruksi yang meningkat dari 11,11% pada
triwulan II 2018 menjadi 11,29%, sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan
yang meningkat dari 10,86% menjadi 11,55%.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
74
2.1.4. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
Kualitas kredit Riau pada triwulan III 2018 membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya, dan masih dalam batas aman. Non Performing Loan (NPL) sebagai
indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan laporan tercatat
sebesar 2,90%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,18%. Tingkat NPL ini masih berada di bawah threshold yang ditetapkan Bank
Indonesia yaitu sebesar 5%. Prinsip kehatian-hatian dalam penyaluran kredit perlu
selalu dikedepankan agar tingkat NPL senantiasa membaik.
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, membaiknya kualitas kredit perbankan Riau
pada triwulan III 2018 terjadi pada hampir seluruh sektor, dengan penyumbang
utama sektor perdagangan, restoran, dan hotel. NPL sektor ini pada triwulan laporan
tercatat sebesar 4,87% atau membaik dari triwulan II 2018 yang tercatat 5,48%.
Penyumbang penurunan NPL lainnya ialah sektor konstruksi yang mempunyai pangsa
kredit terbesar ketiga di Riau, dengan NPL mencapai 5,92% atau membaik dari
triwulan II 2018 yang tercatat 6,83%.
2.2 Perkembangan Perbankan Syariah
Industri perbankan syariah pada triwulan III 2018 di Riau membaik dari triwulan
sebelumnya, yang ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan aset,
meningkatnya pertumbuhan pembiayaan, membaiknya NPF, dan meningkatnya FDR,
meskipunpertumbuhan DPK melambat. Pertumbuhan aset perbankan syariah Riau
pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 16,96% (yoy), meningkat dari triwulan II 2018
yang tercatat 13,54% (yoy).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
75
Grafik 4.12. Perkembangan Aset Perbankan
Syariah
Grafik 4.13. DPK Perbankan Syariah Menurut
Jenis Simpanan
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Berbeda dengan meningkatnya pertumbuhan aset, laju pertumbuhan DPK
perbankan syariah Riau melambat pada triwulan III 2018. DPK perbankan syariah
Riau mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,51% (yoy) atau melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 16,52% (yoy). Tabungan masih mendominasi
struktur DPK perbankan Syariah dengan pangsa 52,59%, disusul oleh Deposito dan
Giro dengan pangsa masing-masing sebesar 39,73% dan 7,68%.
Melambatnya pertumbuhan DPK pada triwulan III 2018 berkebalikan dengan
meningkatnya pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah Riau. Pembiayaan
perbankan syariah Riau tumbuh sebesar 15,29% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 12,78% (yoy). Pembiayaan modal kerja (pangsa
15,19%) mengalami pertumbuhan meningkat, yaitu 4,11% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,07%
(yoy). Pembiayaan Investasi (pangsa 19,99%) juga membaik, dari tumbuh negatif
15,92% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi negatif 11,56% (yoy) pada triwulan
laporan. Adapun pembiayaan jenis konsumsi (pangsa terbesar, yaitu 64,82%)
memiliki laju pertumbuhan 30,83% (yoy) pada triwulan III 2018, sedikit melambat
dari 32,10% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Meningkatnya pertumbuhan pembiayaan diiringi dengan membaiknya kualitas
pembiayaan syariah yang tercermin dari Non Performing Financing (NPF). Indikator
NPF menunjukkan perbaikan dari 2,90% pada triwulan II 2018 menjadi 2,77% pada
triwulan laporan.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
76
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan DPK dan peningkatan pertumbuhan
pembiayaan, angka Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah Riau pada
triwulan III 2018 mengalami peningkatan ke level 102,15%, dari 98,28% di triwulan
II 2018.
Grafik 4.14. Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : Bank Indonesia
2.3 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Pertumbuhan aset BPR di Provinsi Riau pada triwulan III 2018 melambat. Aset BPR
pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 1,07% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,04% (yoy).
Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan aset BPR di Riau, pertumbuhan DPK BPR
Riau pada triwulan III 2018 juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan DPK BPR
pada triwulan laporan tercatat 0,04% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 3,92% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut
didorong terutama oleh komponen tabungan (pangsa 39,96%) yang tumbuh 6,06%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,65%
(yoy). Pertumbuhan komponen deposito (pangsa 60,04%) terkontraksi lebih dalam
pada triwulan laporan, yaitu negatif 3,61% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan
triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 3,16% (yoy).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
77
Grafik 4.15. Perkembangan Aset BPR/S
Grafik 4.16. Perkembangan DPK BPR/S
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Di sisi penyaluran kredit, pertumbuhan kredit BPR di Riau pada triwulan III 2018
mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR pada triwulan laporan tercatat
1,65% (yoy), membaik dari triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar
1,34% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut disumbang utamanya oleh
kredit modal kerja. Kredit modal kerja BPR Riau (pangsa 55,24%) pada triwulan
laporan tercatat tumbuh 8,45% (yoy), meningkat dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang tercatat 1,63% (yoy). Adapun kredit investasi dan konsumsi
tumbuh melambat. Kredit investasi BPR di Riau pada triwulan III 2018 tercatat
melambat, yaitu negatif 4,34% (yoy), terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan
sebelumnya yang negatif 2,08% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi
BPR di Riau mengalami kontraksi yang lebih dalam, yaitu dari -5,51% (yoy) pada
triwulan III 2018 menjadi -6,16% (yoy).
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit BPR/S
Grafik 4.18. Perkembangan NPL BPR/S
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya, meningkatnya pertumbuhan kredit BPR
di Riau pada triwulan laporan utamanya disumbang oleh kredit sektor perdagangan
sebagai salah satu kredit sektoral dominan (pangsa 24,70%). Penyaluran kredit
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
78
kepada sektor perdagangan tumbuh mencapai 7,80% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan II 2018 yang tercatat 0,66% (yoy). Selain sektor perdagangan,
kredit ke sektor pertanian juga menyumbang perbaikan kredit BPR Riau pada
triwulan III 2018, yang tumbuh positif 0,44% (yoy), setelah sebelumnya terkontraksi
5,03% (yoy).
NPL BPR di Riau pada triwulan III 2018 tercatat membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR di Riau tercatat sebesar 11,72%, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai level 12,37%. Sementara
itu, indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Riau pada triwulan laporan juga
menunjukan peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 89,77%, menjadi
91,12% pada triwulan laporan. Peningkatan rasio tersebut disebabkan oleh
meningkatnya pertumbuhan kredit di tengah melambatnya pertumbuhan DPK.
2.4 Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
Peran perbankan dalam membiayai kegiatan UMKM di Riau pada triwulan III 2018
meningkat dibandingkan triwulan II 2018. Kredit UMKM Provinsi Riau pada triwulan
laporan tercatat tumbuh 10,54% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,40% (yoy). Hingga triwulan III 2018, Riau
merupakan provinsi dengan pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar ketiga di
Sumatera yaitu sebesar 12,70%, setelah Sumatera Utara dan Sumatera Selatan
dengan pangsa masing-masing sebesar 30,68% dan 14,07%.
Grafik 4.19. Perkembangan dan Pertumbuhan
Kredit UMKM
Tabel 4.2. Pangsa Kredit UMKM Pulau
Sumatera
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
79
Berdasarkan kategori debitur, penyaluran kredit UMKM perbankan Riau pada
triwulan III 2018 relatif seimbang, dengan penyaluran terbesar kepada usaha Kecil
dengan pangsa 38,80% dari total kredit yang disalurkan kepada UMKM. Sementara
itu, kredit yang disalurkan kepada usaha mikro dan usaha menengah memiliki
pangsa masing-masing sebesar 31,88% dan 29,32%. Kredit yang disalurkan kepada
usaha mikro pada triwulan III 2018 tumbuh sebesar 12,99% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 10,81% (yoy). Adapun penyaluran
kredit kepada usaha kecil pada triwulan laporan tumbuh 13,07% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,54% (yoy). Sementara itu,
penyaluran kredit kepada usaha menengah pada triwulan III 2018 tumbuh
melambat, yaitu 4,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 8,51% (yoy).
Berdasarkan sektor usahanya, peningkatan kredit UMKM Riau pada triwulan III 2018
disumbang terutama oleh kredit UMKM sektor perdagangan. Kredit UMKM sektor
perdagangan pada triwulan laporan tercatat tumbuh 4,21% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 2,64% (yoy). Pertumbuhan kredit
UMKM yang lebih tinggi tertahan oleh beberapa sektor UMKM yang mengalami
perlambatan dan/atau kontraksi penyaluran kredit, yaitu sektor pertanian,
perindustrian, dan jasa. Kredit UMKM sektor pertanian pada triwulan III 2018
melambat dari 18,52% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 17,87% (yoy). Kredit
UMKM sektor perindustrian pada triwulan III 2018 melambat dari positif 34,45%
(yoy) pada triwulan II 2018 menjadi 26,79% (yoy). Adapun kredit UMKM sektor jasa
pada triwulan III 2018 melambat dari 12,83% (yoy) pada triwulan II 2018 menjadi
11,11% (yoy).
Kualitas kredit UMKM pada triwulan III 2018 membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Riau pada triwulan laporan
tercatat sebesar 4,65%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai level 5,13%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan NPL kredit UMKM
nasional yang tercatat 3,96% namun lebih rendah dari NPL kredit UMKM Sumatera
yang masing-masing tercatat 4,77%.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
80
Grafik 4.20. Perkembangan Kredit UMKM
Berdasarkan Segmen
Grafik 4.21. Perkembangan NPL Kredit
UMKM
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM perbankan di Riau terhadap
total kredit yang disalurkan pada triwulan III 2018 menunjukkan peningkatan, dari
36,22% pada triwulan II 2018 menjadi 36,74%. Penyaluran kredit UMKM di Riau
pada triwulan III 2018 mayoritas ditujukan kepada sektor perdagangan (41,66%),
diikuti sektor pertanian (36,87%), dan sektor jasa (9,37%).
FINANCIAL ACCOUNT AND BALANCE SHEET
PROVINSI RIAU TRIWULAN II 2018
Dalam mengemban mandat untuk menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia, Bank Indonesia
mulai mengembangkan Regional Financial Account and Balance Sheet (RFABS). RFABS merupakan
pengembangan lebih lanjut dari National Financial Account and Balance Sheet (NFABS) yang telah
terlebih dahulu dikembangkan. Tujuan dikembangkannya NFABS dan RFABS ini ialah untuk
menganalisis likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik intersektoral nasional dan
regional/provinsi. Dengan NFABS/RFABS, Bank Indonesia dapat mengetahui interconnectedness
antar sektor institusi secara nasional maupun regional/provinsi tertentu, dimana aset suatu sektor
institusi merupakan liabilitas (kewajiban) sektor lainnya. Lebih lanjut, dengan NFABS/RFABS Bank
Indonesia juga dapat mengetahui aliran dana dan likuiditas antar sektor institusi, serta aliran
likuiditas antar regional/provinsi. Bank Indonesia juga dapat mengetahui perilaku aktivitas ekonomi
sektor institusi dan sebagai input data penyusunan Financial Imbalances Indicator. Pada akhirnya,
pengetahuan akan hal-hal tersebut diharapkan berujung pada kebijakan moneter dan
makroprudensial yang terintegrasi dan tepat guna, dalam mendorong Stabilitas Sistem Keuangan
(SSK) melalui pengawasan berbasis risiko serta peran aktif dalam memitigasi financial imbalances
dan risiko sistemik.
Pada triwulan II 2018, sektor institusi di
Riau mengalami neto aset keuangan
negatif (net kewajiban) sebesar Rp20,2
triliun, atau menurun 11% dibandingkan
triwulan I 2018. Net kewajiban Riau pada
triwulan laporan didorong oleh posisi
kewajiban yang lebih tinggi dari posisi aset
keuangan, meskipun dibandingkan
triwulan I 2018, net kewajiban ini
menurun, sejalan dengan ekspansi aset
keuangan yang lebih tinggi dibandingkan ekspansi kewajiban. Berdasarkan instrumennya, pada
triwulan II 2018 aset keuangan yang dimiliki sektor-sektor di Riau didominasi oleh uang kartal dan
tabungan (40%), pinjaman (28%), ekuitas (20%), surat utang (9%), dan lainnya (3%). Adapun
Boks
Pangsa Aset Finansial dan Kewajiban per Instrumen
Sumber: BPS, DJPBN, DJP, OJK, dan LBU/US
Grafik B4.1
kewajibannya didominasi oleh pinjaman (34%), uang kartal dan tabungan (32%), ekuitas (23%),
surat utang (6%), dan lainnya (5%).
Pencairan THR pemerintah dan swasta, serta adanya momentum puasa dan hari raya Idul Fitri pada
triwulan II 2018 mendorong ekspansi aset keuangan Riau. Ekspansi aset keuangan utamanya terjadi
pada sektor Rumah Tangga (RT), pemda, dan perbankan. Ekspansi aset keuangan sektor RT
utamanya terjadi pada instrumen uang kartal dan tabungan (pangsa aset 54%), yang tumbuh
sekitar 5% dibandingkan posisi pada triwulan I 2018. Ekspansi aset keuangan pemda juga terjadi
pada instrumen uang kartal dan tabungan (pangsa 53%) yang tumbuh sekitar 106% (qtq) sejalan
dengan dropping dana dari pemerintah pusat untuk THR dan keperluan realisasi anggaran lainnya.
Adapun ekspansi aset perbankan terjadi pada instrumen pinjaman (pangsa 85%), yang tumbuh
sekitar 2% (qtq).
Pencairan THR pemerintah dan swasta, serta kebutuhan likuiditas sektor korporasi pada triwulan II
2018 mendorong ekspansi kewajiban Riau. Ekspansi kewajiban utamanya didorong oleh sektor
korporasi, perbankan, dan RT. Ekspansi kewajiban keuangan sektor korporasi utamanya terjadi
pada instrumen pinjaman (pangsa kewajiban 32%), yang tumbuh sekitar 13% (qtq). Ekspansi
kewajiban perbankan terjadi pada instrumen uang kartal dan tabungan (pangsa 98%) yang
tumbuh sekitar 6% (qtq) sejalan dengan dropping dana THR ASN dan karyawan swasta. Adapun
ekspansi kewajiban sektor RT terjadi pada instrumen pinjaman (pangsa 99%), yang tumbuh sekitar
3% (qtq).
Meskipun mengalami net kewajiban, porsi net kewajiban Riau triwulan II 2018 terhadap PDRB Riau
relatif kecil, yaitu 2,76%. Net kewajiban ini dibiayai oleh sektor di luar Riau, terutama berasal dari
luar negeri yang besarnya mencapai 1,81% PDRB (atau sekitar Rp13,2 triliun). Sebesar 0,96%
(sekitar Rp7,0 triliun) pembiayaan lainnya berasal dari daerah provinsi lain di luar Riau. Secara
sektoral, net kewajiban terbesar terdapat pada sektor korporasi yang mencapai 14,05% PDRB, yg
terdiri atas net kewajiban terhadap RT di Riau (7,41% PDRB), provinsi lain (3,27% PDRB), dan luar
negeri (1,82% PDRB). Hal ini mengindikasikan bahwa korporasi di Riau menyerap pembiayaan
terbesar dari domestik (RT dan provinsi lain), sehingga korporasi di Riau terekspos oleh dinamika
pendapatan dan perekonomian domestik, serta dari perusahaan induk. Selain itu, korporasi juga
terekspos risiko capital reversal dan nilai tukar karena juga memperoleh pembiayaan dari luar
negeri.
Net kewajiban Riau yang terjadi pada kuartal II 2018 merupakan buah dari berbagai transaksi antar
sektor yang ada di Riau dan juga antara sektor di Riau dengan luar negeri maupun provinsi lain.
Transaksi yang relatif besar terjadi dari sektor pemda kepada sektor perbankan, perbankan kepada
provinsi lain, dan provinsi lain kepada sektor korporasi. Sejalan dengan adanya momentum puasa
dan hari raya Idul Fitri, pemda melakukan disbursement THR melalui sektor perbankan, bersaman
dengan pengeluaran lainnya sehingga
pada akhirnya transaksi finansial
pemda selama triwulan II 2018 tercatat
net outflow. Sementara itu, sektor
perbankan Riau melakukan transaksi
yang relatif besar kepada provinsi lain
melalui pembelian SSB dan
penempatan currency and deposits
namun relatif lebih kecil dibandingkan
disbursement dari pemda sehingga
sektor perbankan masih tercatat net
inflow. Adapun institusi di provinsi lain
melakukan transaksi yang relatif besar dengan sektor korporasi Riau selama triwulan II 2018 berupa
loans, sehingga dapat diperkirakan bahwa terdapat penambahan kredit korporasi Riau yang berasal
dari bank di luar Riau.
Berdasarkan posisi secara umum, sifat net posisi seluruh sektor di Riau dari kuartal I 2018 ke kuartal
II 2018 tidak mengalami perubahan signifikan. Sektor RT tetap mengalami net aset keuangan dan
nilainya mengalami peningkatan. Peningkatan didorong utamanya oleh peningkatan posisi
Matriks Net Posisi Finansial Sektor-Sektor di Riau pada Kuartal II 2018
Sumber: BPS, DJPBN, DJP, OJK, dan LBU/US
Network Transaksi Antar Sektor Riau Triwulan II 2018
Sumber: BPS, DJPBN, DJP, OJK, dan LBU/US
Tabel B4.1
Grafik B4.2
currency and deposits baik yang ditempatkan di sektor perbankan maupun dalam bentuk uang
kartal. Hal ini sejalan dengan pencairan THR pemerintah dan swasta serta peningkatan tabungan
Riau pada triwulan II 2018 sebesar 5,16% (qtq). Sektor korporasi Riau tetap mengalami net
kewajiban dan nilainya mengalami peningkatan. Peningkatan didorong utamanya oleh
meningkatnya pembiayaan dari provinsi lain dan juga luar negeri. Meningkatnya pembiayaan sektor
korporasi ini mengindikasikan bahwa pada triwulan II 2018 sektor korporasi Riau sedang berada
dalam fase ekspansi, yang juga diindikasikan oleh kenaikan PMTB Riau sebesar 1,48% (qtq). Sektor
perbankan Riau tetap mengalami net kewajiban namun nilainya mengalami penurunan. Penurunan
net kewajiban didorong oleh peningkatan net aset sektor perbankan Riau di provinsi lain, yaitu
pembelian SSB pada bank sentral, di tengah tabungan yang meningkat. Sementara itu, pembiayaan
dari sektor RT stabil.
Grafik B4.3
Network Posisi Antar Sektor Riau Triwulan II 2018
Sumber: BPS, DJPBN, DJP, OJK, dan LBU/US
Transaksi dan posisi aset serta kewajiban yang terjadi pada sektor-sektor di Riau pada kuartal II
2018 ini berujung pada perkembangan portofolio risiko keuangan Riau. Secara umum, dari 5
potensi risiko keuangan yang ada, potensi risiko keuangan tertinggi di Provinsi Riau pada triwulan
II 2018 adalah risiko likuiditas. Potensi risiko keuangan yang cukup tinggi lainnya berturut-turut
ialah risiko solvabilitas dan risiko leverage. Bagi sektor korporasi di Riau, potensi risiko keuangan
tertinggi ialah risiko likuiditas sejalan dengan aset likuid sektor korporasi Riau yang masih belum
mengimbangi kewajiban jangka pendek yang ada. Adapun potensi risiko keuangan tertinggi bagi
sektor rumah tangga di Riau juga risiko likuiditas seiring dengan meningkatnya pengeluaran di
sekitar puasa dan lebaran bersamaan dengan kredit konsumsi yang meningkat. Potensi risiko
keuangan bagi sektor perbankan di Riau relatif merata, namun risiko likuiditas tetap merupakan
yang tertinggi mengingat kebutuhan currency masyarakat meningkat pada hari raya. Sementara
potensi risiko keuangan tertinggi bagi sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) di Riau ialah risiko
likuiditas, begitu juga bagi Pemda.
Risiko-risiko tersebut kiranya dapat menjadi perhatian karena beberapa nilai risiko berada di atas
level nilai risiko nasional. Bagi sektor korporasi di Riau, meskipun tidak begitu tinggi, potensi risiko
solvabilitas perlu menjadi perhatian mengingat tingkatnya jauh lebih tinggi dibandingkan pada level
nasional. Bagi sektor rumah tangga Riau, risiko likuiditas perlu mendapat perhatian ekstra
mengingat berada di atas level nasional. Sementara bagi sektor perbankan Riau, tingkat risiko
likuiditas dan risiko leverage berada di atas nasional.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
81
1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai
Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan III 2018
tercatat mengalami net outflow sebesar Rp282 miliar, hal tersebut menandakan
jumlah uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat (outflow) lebih
besar dibandingkan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia melalui perbankan
(inflow). Pada triwulan III 2018 jumlah nominal outflow tercatat sebesar Rp3,05
triliun atau turun 56,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp7,01 triliun. Sementara itu, nominal inflow tercatat sebesar Rp2,77 triliun
atau naik sebesar 16,59% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
Bab 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
82
sebesar Rp2,37 triliun. Kondisi tersebut sejalan dengan mulai normalnya aktivitas
ekonomi dan konsumsi masyarakat setelah berakhirnya Hari Besar Keagamaan
Ramadhan dan Idul Fitri serta libur sekolah yang jatuh pada triwulan II 2018.
Disisi lain, transaksi melalui kliring mengalami peningkatan baik dari sisi nominal
maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Secara nominal transaksi kliring pada
triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,70 triliun atau meningkat 5,76% (qtq)
sedangkan dari sisi jumlah warkat kliring tercatat sebanyak 143 ribu lembar atau
meningkat 4,80% (qtq). Sementara itu, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS
di Provinsi Riau juga tercatat meningkat dari sisi nominal dan jumlah transaksi. Dari
sisi nominal, transaksi BI-RTGS pada triwulan III 2018 meningkat hingga 3,55% (qtq)
dari Rp57,12 triliun pada triwulan II 2018 menjadi Rp59,15 triliun pada triwulan III
2018. Sedangkan dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan dari 10,307 ribu
lembar pada triwulan II 2018 menjadi 11,763 ribu lembar pada triwulan III 2018
(14,13%,qtq). Peningkatan transaksi tersebut diatas dikarenakan jumlah hari kerja
pada triwulan III 2018 lebih banyak dibandingkan triwulan sebelumnya akibat
perayaan Hari Raya Idul Fitri sehingga waktu sistem untuk beroperasi di triwulan III
2018 menjadi lebih banyak dibandingkan triwulan II 2018.
2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia dapat dipantau melalui beberapa
indikator, seperti jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke masyarakat
melalui perbankan (outflow), jumlah aliran uang masuk dari masyarakat ke Bank
Indonesia melalui perbankan (inflow), serta kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak
Edar (UTLE) dan penemuan uang tidak asli. Di wilayah Provinsi Riau, pengelolaan
uang rupiah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.
2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)
Pada triwulan III 2018, di Provinsi Riau terjadi peningkatan aliran inflow sebesar
16,59% (qtq) dari Rp2,37 triliun pada triwulan II 2018 menjadi Rp2,77 triliun pada
triwulan III 2018. Kondisi ini disertai dengan penurunan jumlah aliran outflow sebesar
56,41% (qtq) dari Rp7,01 triliun pada triwulan II 2018 menjadi Rp3,05 triliun pada
triwulan III 2018. Hal ini terjadi seiring dengan mulai normalnya aktivitas ekonomi
dan konsumsi masyarakat setelah berakhirnya efek seasonal bulan Ramadhan dan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
83
Hari Raya Idul Fitri serta peningkatan konsumsi pemerintah akibat adanya pemilihan
kepada daerah serentak yang terjadi pada triwulan II 2018. Kondisi aliran outflow
yang lebih besar dibandingkan aliran inflow menjadikan Provinsi Riau pada triwulan
berjalan mengalami net outflow sebesar Rp282 miliar.
Sumber: Bank Indonesia
Apabila dilihat dari sisi permintaan, aktivitas ekonomi masyarakat dapat terpantau
dari indikator aliran uang masuk/keluar melalui Bank Indonesia. Sesuai dengan
polanya, permintaan uang sangat dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi entitas
ekonomi seperti pemerintah dan rumah tangga. Terlihat pada grafik 5.2-5.3, yang
menggambarkan pertumbuhan permintaan uang yang direpresentasikan oleh aliran
outflow secara historis selama tiga tahun terakhir dimana pergerakannya searah
dengan pertumbuhan pengeluaran entitas ekonomi pada umumnya. Pada triwulan
III 2018 terjadi penurunan pertumbuhan aliran outflow dibandingkan triwulan II
2018 hingga mencapai Rp3,95 triliun atau 56,41% (qtq). Penurunan nilai outflow
yang tersebut utamanya dipengaruhi oleh penurunan konsumsi pemerintah dari
5,80% (qtq) pada triwulan II 2018 menjadi 4,87% (qtq) pada triwulan III 2018 seiring
telah berakhirnya pemilihan umum kepala daerah di Provinsi Riau yang jatuh pada
triwulan II 2018. Selain itu penurunan nilai outflow juga dipengaruhi melemahnya
tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga yang pada triwulan laporan mengalami
kontraksi hingga 0,32% (qtq) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang
tumbuh hingga 3,22% (qtq) akibat terjadinya moderasi permintaan paska Idul Fitri
dan libur sekolah yang jatuh pada triwulan II 2018. Pada Grafik dapat terlihat bahwa
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau
1,885
1,135
2,331
721
1,799 1,406
2,415
1,224
2,253
1,294
3,015
1,521
2,709
1,545
3,280
1,020
3,131
2,379 2,774
(2,132)
(3,386)
(4,941)
(3,876)
(1,687)
(3,982)(4,216)(4,630)
(1,988)
(6,962)
(3,191)
(5,521)
(3,074)
(6,510)
(2,757)
(5,786)
(2,897)
(7,010)
(3,056)
(7,000)
(5,000)
(3,000)
(1,000)
1,000
3,000
5,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
Rp Miliar Inflow Outflow
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
84
pola yang terbentuk dari tingkat pengeluaran entitas ekonomi di Provinsi Riau searah
dengan tingkat aliran uang keluar (outflow) di Provinsi Riau.
Grafik 5.2. Pergerakan Pertumbuhan
Konsumsi Rumah Tangga & Outflow (qtq)
di Provinsi Riau
Grafik 5.3. Pergerakan Pertumbuhan
Konsumsi Pemerintah & Outflow (qtq)
di Provinsi Riau
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Dalam melaksanakan fungsi dan wewenang mengeluarkan dan mengedarkan uang
Rupiah di wilayah Indonesia, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk memenuhi
kebutuhan uang kartal di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai serta tepat waktu dan layak edar (fit for circulation). Oleh sebab
itu secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan
pelayanan uang kartal kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung (melalui perbankan). Pelayanan secara langsung dilakukan dalam bentuk
penukaran langsung, kas keliling dan program gerakan peduli uang lusuh.
Terkait dengan upaya menjaga kualitas uang yang beredar, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak
Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari
masyarakat secara langsung. Pada triwulan laporan, berakhirnya efek seasonal
Ramadhan dan Idul Fitri serta selesainya proses pemilihan umum kepala daerah
Provinsi Riau menyebabkan total UTLE yang dimusnahkan pada triwulan III 2018
mengalami peningkatan. Pemusnahan UTLE yang dilakukan Bank Indonesia pada
triwulan III 2018 mencapai Rp793 miliar, meningkat hingga 615% (qtq). Apabila
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
% (qtq)% (qtq)
Grotwh Outflow (left)
Growth Pengeluaran Konsumsi RumahTangga (right)
-35
-25
-15
-5
5
15
25
35
-350
-250
-150
-50
50
150
250
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
% (qtq)% (qtq)
Grotwh Outflow (left)
Growth Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (right)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
85
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pemusnahan
UTLE yang dilakukan Bank Indonesia Provinsi Riau mengalami sedikit penurunan
mencapai Rp15 miliar atau menurun 1,83%, yoy).
Seiring dengan peningkatan inflow 16,59% (qtq), rasio UTLE terhadap total inflow
pada triwulan III 2018 tercatat sebesar 28,59% meningkat dibandingkan triwulan II
2018 yang tercatat sebesar 4,66%. Kondisi ini juga lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan rasio UTLE terhadap inflow pada triwulan III 2018 yang tercatat sebesar
24,63%. Kondisi ini menandakan terjadi perbaikan kualitas uang beredar di Provinsi
Riau pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya.
Grafik 5.4. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.5. Perkembangan Rasio UTLE terhadap Total Inflow
Sumber: Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
Inflow (miliar) 1,885 1,135 2,331 721 1,799 1,406 2,415 1,224 2,253 1,294 3,015 1,521 2,709 1,545 3,280 1,020 3,131 2,379 2,774
UTLE (miliar) 207 318 196 249 283 283 272 313 799 615 955 767 1,561 662 808 644 834 111 793
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500Rp Miliar UTLE (miliar) Inflow (miliar)
11%
28%
8%
35%
16%20%
11%
26%
35%
48%
32%
50.4%58%
42.83%
24.63%
63.13%
26.63%
4.66%
28.59%
0%
20%
40%
60%
80%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
Rasio UTLE/Inflow (%)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
86
Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang di wilayah Provinsi Riau,
Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama dengan 48 Bank
Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh.
Adapun total penukaran uang yang telah dilayani hingga triwulan III 2018 adalah
sebesar Rp40,79 miliar. Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau juga selalu berupaya untuk
meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling baik secara wholesale
maupun retail ke daerah-daerah yang memiliki peredaran uang lusuh dalam jumlah
tinggi, terutama ke pasar-pasar tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun
daerah remote area (daerah terpencil) di Provinsi Riau. Hingga triwulan III 2018, total
transaksi kas keliling kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia
Provinsi Riau sebanyak 12 kali dengan total transaksi sebesar Rp21,38 miliar.
Upaya lain yang dilakukan secara tidak langsung untuk memenuhi uang layak edar
di Provinsi Riau adalah dengan membuka Kas Titipan di perbankan. Kas Titipan
diharapkan dapat membantu Bank Indonesia untuk mendukung penyebaran uang
layak edar agar dapat didistribusikan hingga ke pelosok pelosok daerah dalam jumlah
cukup dengan kondisi layak edar dan waktu yang lebih cepat serta tepat. Saat ini,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah membuka Kas Titipan sebanyak
4 Kas Titipan yang terletak di Kota Dumai dengan plafon sebesar Rp100 miliar, di
Kabupaten Rengat dengan plafon sebesar Rp100 miliar, di Selat Panjang dengan
plafon sebesar Rp50 miliar dan kas titipan di daerah Pasir Pangaraian Kabupaten
Rokan Hulu dengan plafon sebesar Rp100 miliar. Terkait adanya kas titipan di Provinsi
Riau tersebut, hingga triwulan III 2018 dalam rangka memenuhi kebutuhan Rupiah
di Kas Titipan yang ditunjuk, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah
menyalurkan uang layak edar sebesar Rp2,02 triliun.
2.3. Uang Rupiah Tidak Asli
Bank Indonesia terus berupaya untuk mengantisipasi penggunaan dan peredaran
uang Rupiah palsu salah satunya melakukan koordinasi yang intensif dan rutin
dengan berbagai pihak (termasuk kepolisian). Selama triwulan III 2018, penemuan
uang tidak asli di Provinsi Riau baik melalui perbankan maupun berdasarkan laporan
masyarakat tercatat sebanyak 47 lembar, menurun 31 lembar atau 39,7% (qtq)
dibandingkan triwulan II 2018.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
87
Uang Rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau selama triwulan III 2018 terdiri dari 15 lembar menyerupai pecahan
Rp100 ribu dan 32 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu.
Grafik 5.6. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau
Sumber : Bank Indonesia
Adanya laporan temuan uang tidak asli oleh masyarakat di Provinsi Riau dipengaruhi
oleh gencarnya upaya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang Rupiah.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi
mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat di beberapa daerah
termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).
Selama triwulan III 2018, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah
melakukan sosialisasi Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) sebanyak 8 kali melalui
kunjungan yang dilakukan ke Universitas, sekolah SMK, panti asuhan di Kota
Pekanbaru, Dumai dan Kuansing maupun event khusus yang dilakukan seperti City
Expo Pekanbaru, Pelelawan Expo, Dumai Expo serta sosialisasi GPN dan kegiatan
yang melibatkan komunitas serta masyarakat umum seperti Fun Run dan Gowes
Bersama yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Selain
itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga aktif memperkenalkan
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dilakukan di Universitas Pasir Pangaraian,
Politeknik Bengkalis, Masyarakat Kota Pekanbaru, Dumai, dan Kuansing serta kepada
pemerintah provinsi dan kota Pekanbaru.
125 106 104 87123
202
126 132
369
431
295
171135
100 110 144
178
78 470
100
200
300
400
500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
Lembar Lembar Uang Palsu
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
88
3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas ekonomi di suatu
daerah selain melalui peredaran uang tunai juga dapat melalui transaksi non tunai
yang tercatat di daerah tersebut.
3.1. Transaksi Kliring
Bank Indonesia memiliki SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) sebagai
sarana transfer dana non tunai secara ritel baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia
maupun penyelenggara kliring lokal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan
nominal transaksi yang lebih kecil yakni dengan nilai di bawah Rp100 juta.
Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau, pada triwulan III 2018 transaksi non tunai dengan menggunakan sistem
kliring di Provinsi Riau secara umum mengalami peningkatan, baik dari segi nominal
transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Pada triwulan III 2018 transaksi
non tunai yang tercermin melalui SKNBI secara nominal dan volume meningkat
secara berurutan sebesar 5,76% dan 4,80% (qtq). Nilai transaksi kliring pada
triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp4,70 triliun dengan volume transaksi mencapai
143 ribu lembar, meningkat jika dibandingkan triwulan II 2018 yang nilainya tercatat
sebesar Rp4,44 triliun dengan volume transaksi 137 ribu lembar. Peningkatan ini
lebih disebabkan sedikitnya jumlah hari libur pada triwulan III 2018 dibandingkan
triwulan II 2018 yang hanya beroperasi sebanyak 55 hari hal ini menyebabkan waktu
sistem SKNBI untuk beroperasi pada triwulan laporan meningkat menjadi 62 hari
kerja.
Grafik 5.7. Perkembangan Transaksi Kliring (SKNBI) di Provinsi Riau
Sumber: Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018
Nominal Kliring (rhs) 7,742 7,996 8,070 8,438 7,881 7,915 8,684 7,366 6,890 6,560 6,374 6,607 6,096 4,430 5,019 5,044 4,670 4,447 4,703
Warkat Kliring (lhs) 262 270 257 275 254 234 238 206 209 194 191 201 182 135 157 158 144 137 143
0
50
100
150
200
250
300
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000Ribu LembarRp. Miliar Nominal Kliring (rhs) Warkat Kliring (lhs)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
89
3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap
transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS berperan penting dalam
aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran
yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu
transaksi Rp100 juta atau lebih. Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh
transaksi pembayaran di Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem
pembayaran nasional yang memiliki peran signifikan.
Pada triwulan III 2018, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau
tercatat meningkat dari sisi nominal maupun volume. Secara nominal, total transaksi
BI-RTGS pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp59,15 triliun atau meningkat
hingga Rp2,02 triliun (3,55% qtq) dibandingkan triwulan II 2018. Sedangkan dari sisi
volume transaksi terjadi peningkatan dari 10,307 ribu lembar pada triwulan II 2018
menjadi 11,763 ribu lembar pada triwulan III 2018 (14,13% qtq). Peningkatan ini
lebih didorong oleh peningkatan jumlah hari BI-RTGS beroperasi pada triwulan
berjalan dibandingkan triwulan II 2018.
Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau
Sumber: Bank Indonesia
3.3. Pemeriksaan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA)
Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah serta menjaga kelangsungan
ekonomi nasional, dibutuhkan dukungan pasar keuangan termasuk pasar valuta
asing domestik yang sehat. Oleh karena itu, melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank,
Bank Indonesia memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi transaksi valuta
asing terhadap rupiah antara penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing
bukan bank dengan pihak lain. Pengawasan juga dilakukan untuk mencegah
kegiatan penukaran valuta asing yang dimanfaatkan untuk pencucian uang,
I II III IV I II III
Nilai Transaksi (Rp miliar) 56,967 67,889 73,379 76,367 43,370 57,126 59,155
Volume Transaksi (lembar) 9,538 9,551 11,200 13,434 10,642 10,307 11,763
RpMiliar2017 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
90
pendanaan terorisme atau kejahatan lainnya, sekaligus untuk meningkatkan
profesionalisme penyelenggara KUPVA Bukan Bank (KUPVA-BB) dalam memberikan
pelayanan terhadap masyarakat.
Di Provinsi Riau, jumlah KUPVA-BB yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia
hingga triwulan laporan adalah sebanyak 16 KUPVA yang tersebar di
Kapubaten/Kota Provinsi Riau. Nominal transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau pada
triwulan III 2018 tercatat Rp66,97 miliar atau menurun sebesar 0,6% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp67,39 miliar untuk transaksi beli.
Sedangkan untuk transaksi jual juga mengalami penurunan dari Rp68,93 miliar pada
triwulan II 2018 menjadi Rp66,89 miliar pada triwulan III 2018 (3,0% qtq).
Penurunan jumlah transaksi beli dan jumlah transaksi jual pada triwulan III 2018
dipengaruhi oleh volatilitas nilai tukar Rupiah yang selama triwulan laporan
mengalami depresiasi lebih tinggi (4,64%, qtq) dibandingkan triwulan II 2018. Pada
triwulan III 2018 rata-rata nilai kurs tengah rupiah terhadap dolar AS tercatat sebesar
Rp13,955/USD sedangkan pada triwulan III 2018 rata-rata nilai kurs tengah rupiah
terhadap dolar AS terdepresiasi menjadi Rp14,602/USD.
Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau
Sumber : LKPBU
I II III IV I II III IV I II III
Transaksi Pembelian 47.63 51.79 60.49 71.54 53.63 62.54 57.21 71.94 72.71 67.39 66.97
Transaksi Penjualan 47.32 51.90 60.54 72.75 52.01 62.90 59.31 73.30 70.54 68.93 66.89
I II III IV I II III IV I II III
Transaksi Pembelian 3.5% 8.7% 16.8% 18.3% -25.0% 16.6% -8.5% 25.7% 1.1% -7.3% -0.6%
Transaksi Penjualan 1.4% 9.7% 16.6% 20.2% -28.5% 20.9% -5.7% 23.6% -3.8% -2.3% -3.0%
RpMiliar2016 2017
2016 2017Growth - qtq
2018
2018
BITCOIN SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN
Pada tanggal 31 Oktober 2008, seorang penulis anonim yang menggunakan nama Satoshi
Nakamoto, merilis tulisan online dengan judul Bitcoin: A Peer-To-Peer Electronic Cash System.
Dalam tulisan tersebut, Nakamoto mengenalkan sistem uang digital bernama Bitcoin yang
memungkinkan transaksi dilakukan langsung dari satu pihak ke pihak lain secara online tanpa
melalui lembaga keuangan serta dengan menggunakan teknologi blockchain (decentralized ledger)
dengan kriptografi untuk memvalidasi transaksi.
Bitcoin memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dibanding mata uang lainnya. Pertama, sesuai
dengan karakteristik cryptocurrency, proses settlement Bitcoin tidak melalui otoritas pusat. Namun,
setiap mesin yang melakukan proses mining Bitcoin otomatis akan memproses transaksi yang
terjadi dan tergabung dalam jaringan. Kedua, pelaksanaan transaksi oleh Bitcoin bersifat anonim,
sehingga identitas dan data pribadi pengirim serta penerima Bitcoin tidak dapat dilacak. Ketiga,
seluruh transaksi yang telah diproses tidak dapat dibatalkan. Keempat, Bitcoin memiliki sifat
transparan dimana data mengenai supply dan tingkat inflasi dapat diketahui secara tepat. Yang
terakhir, Bitcoin cenderung susah untuk diretas. Untuk dapat meretas sebuah blockchain,
seseorang harus mengontrol lebih dari setengah (>50%) kekuatan komputer yang ikut
mengamankan jaringan blockchain tersebut (dikenal dengan nama penyerangan 51%).
Gambar B5.1
Perbedaan Blockchain (Decentralized) dengan Centralized Ledger
\
Boks
IMF mendefinisikan Virtual Currency (VC) sebagai representasi digital dari sebuah nilai, yang
dikeluarkan oleh developer swasta dan didenominasi dalam unit akun mereka. VC dapat diperoleh,
disimpan, diakses, dan ditransaksikan secara elektronik, serta dapat digunakan untuk berbagai
tujuan, selama pihak yang bertransaksi setuju untuk menggunakannya.
Sementara, Financial Action Task Force (FATF) menjelaskan bahwa VC adalah representasi digital
dari nilai yang dapat diperdagangkan secara digital dan berfungsi sebagai (1) medium of exchange;
dan/atau (2) unit of account; dan/atau (3) store of value, tetapi tidak memiliki legal tender yang sah
(tidak ada aturan yang mengikat secara khusus) di yurisdiksi mana pun. Tidak dikeluarkan atau
dijamin oleh yurisdiksi apa pun, dan memenuhi fungsi di atas hanya dengan kesepakatan dalam
komunitas pengguna mata uang virtual.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Bitcoin sebagai VC memiliki satu atau lebih
karakteristik yang serupa dengan karakteristik uang sebagai alat pembayaran. Dalam papernya,
Nakamoto juga mengekspresikan visinya agar Bitcoin dapat diterima menjadi alat pembayaran oleh
masyarakat, seperti halnya uang kertas dan uang yang diterbitkan bank sentral lainnya. Akan tetapi,
ada beberapa alasan mengapa Bitcoin tidak dianjurkan untuk dijadikan alat pembayaran oleh
dunia.
Pendekatan Karakteristik Mata Uang
Jika dilihat dari segi karakteristiknya sebagai uang, Bitcoin tidak memenuhi syarat sebagai unit of
account karena nilainya yang terlalu volatile sehingga menjurus ke spekulatif. Dari pertama kali
diterbitkan pada tahun 2010, nilai Bitcoin hanya menyentuh angka 0,07 USD. Angka tersebut
meningkat lebih dari 2.000 kali lipat di tahun 2013 menjadi 135 USD. Kemudian, Bitcoin mulai
menunjukkan pertumbuhan yang sangat cepat diawal tahun 2017 dari 920 USD pada Januari 2017
menjadi 12.619 USD pada Oktober 2017 dengan pertumbuhan mencapai 1.271% dalam kurun
waktu 10 bulan. Namun tren positif tersebut tidak bertahan lama, nilai Bitcoin mengalami tren
penurunan yang signifikan sebesar -50,2% dari November 2018 hingga October 2018. Selain itu,
Bitcoin menunjukkan volatilitas yang sangat tinggi, dilihat dari indeks volatilitas yang cenderung
bergejolak dari tahun 2011 hingga tahun 2018. Hal ini juga membuat merchant cenderung
menaikkan harga ketika menerima pembayaran dengan Bitcoin untuk memitigasi risiko volatilitas
harga saat menukarkan Bitcoin ke uang fiat.
Grafik B5.1
Volume Transaksi Harian dan Kapitalisasi Pasar Bitcoin
Terlepas dari penjelasan diatas, Bitcoin merupakan alat yang tepat sebagai store of value.
Bloomberg mengutip pendapat dari penulis software Bitcoin, Jeff Garzik, yang mengklaim bahwa
penggunaan Bitcoin (BTC) secara bertahap menurun, tetapi perannya sebagai store of value telah
menarik banyak investor. Nakamoto sendiri tidak membayangkan Bitcoin berfungsi sebagai store
of value dalam papernya. Dia mendefinisikan Bitcoin sebagai mata uang elektronik dan sistem
pembayaran.1
Pendekatan Teori Moneter
Penambahan supply Bitcoin umumnya dilakukan dengan membagi alokasi uang baru kepada para
miners. Pembagian ini mengikuti konsep Seigniorage ketika bank sentral mencetak uang fiat baru.
Seigniorage merupakan selisih dari nilai intrinsik dan ekstrinsik yang menjadi keuntungan dari bank
sentral tersebut. Jika mengikuti konsep dimaksud, penambahan supply akan menjadi keuntungan
bagi para miners. Namun, Bitcoin memiliki keterbatasan supply (fixed supply) yang mengakibatkan
miners tidak dapat menikmati keuntungan dalam jangka panjang serta marginal cost menjadi
cenderung tinggi.
Selanjutnya, sifat fixed supply dari Bitcoin juga memiliki beberapa dampak negatif. Pertama,
masyarakat akan cenderung menabung dan menunda belanja hingga harga turun dan
mengakibatkan penurunan output serta aggregate demand. Hal ini akan mengarah ke deflasi
terhadap barang dan jasa. Oleh karena itu, ekonomi cenderung akan bergerak lambat sehingga
menciptakan banyak pengangguran. Kedua, Bitcoin tidak dapat merespon jika ada perubahan
permintaan di saat-saat tertentu seperti pada hari raya dan pada akhir tahun. Kebijakan moneter
seperti peningkatan suku bunga dan GWM juga tidak akan dapat bekerja dengan baik dikarenakan
1 https://www.bloomberg.com/crypto
Sumber: Coindesk (diolah)
Bitcoin tidak diawasi oleh bank sentral. Ketiga, Bitcoin tidak tersedia dalam pasar uang tradisional
sehingga tidak dapat merespon dari segi penawaran. Sehingga apabila terjadi shock, Bitcoin tidak
dapat kembali ke titik keseimbangan sebelumnya. Dan yang terakhir, alat pembayaran harus
memiliki titik keseimbangan yang dapat diatur dengan fleksibel oleh kebijakan moneter.
Berdasarkan penjelasan diatas, Bitcoin tidak memenuhi kualifikasi sebagai alat pembayaran.
Pendekatan Stabilitas Sistem Keuangan
Jika memiliki eksposur yang cukup besar, Bitcoin memungkinkan penggunanya untuk melakukan
kegiatan pinjam meminjam antar sesama pengguna. Namun, risiko yang terpapar dalam aktivitas
pinjam meminjam tersebut cenderung tinggi akibat nilainya yang sangat volatile. Peminjam tidak
dapat melakukan hedging karena nilainya selalu berubah-ubah dan bank tidak dapat menentukan
jaminan likuiditas yang pasti.
Sementara jika digunakan sebagai instrumen investasi, Bitcoin dapat menjadi sebuah derivative
contract. Apabila hal tersebut memiliki eksposur yang cukup tinggi, maka total eksposur pasar
terhadap digital currency dapat jauh melebihi harga pasar. Kejatuhan nilai dari Bitcoin tersebut akan
berdampak secara signifikan kepada stabilitas sistem keuangan (European Central Bank, 2014).
Dalam pasar keuangan, segala instrumen yang memiliki volatilitas tinggi tergolong dalam aset yang
berisiko tinggi. Oleh karena itu, apabila bank mulai menggunakan digital currency dalam model
bisnisnya, hal tersebut akan berisiko tinggi dalam kesehatan bank. Khususnya dalam pemenuhan
loan to deposit ratio dan risiko terjadinya bank run. Sifat Bitcoin yang tidak likuid pun menjadi salah
satu masalah apabila dijadikan jaminan/collateral suatu pinjaman. Ditambah lagi, bank sentral
sebagai lender of-last-resort tidak dapat membantu apabila kekurangan likuiditas tersebut terjadi.
Risiko Penggunaan Bitcoin sebagai Alat Pembayaran
Beberapa karakteristik dari mata uang virtual, ditambah dengan jangkauan globalnya, dinilai akan
menghadirkan potensi risiko di bidang sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, aktivitas
illegal, dan perlindungan konsumen. Risiko-risiko yang mungkin terjadi terlampir dalam tabel B5.2.
Meski dalam waktu singkat, virtual currency telah berkembang menjadi metode pembayaran yang
kuat dengan penerimaan global yang terus berkembang serta menawarkan beberapa keuntungan
dalam pelaksanaan transaksinya, namun model bisnis virtual currency yang unik dan belum pernah
diterapkan sebelumnya menimbulkan tantangan bagi regulator di seluruh dunia. Respons kebijakan
sangat bervariasi, dengan beberapa negara merangkul teknologi baru ini dan yang lain sangat
membatasi penggunaan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Gambar B5.2
Risiko Penggunaan Virtual Currency
Berdasarkan penelitian oleh Sahabat, dll (2017) yang melakukan kajian risiko digital currency
kepada 6 (enam) kelompok risiko (risiko ekonomi / stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran,
hukum, teknologi, keamanan, dan sosial), dapat disimpulkan bahwa penggunaan digital currency
memiliki risiko yang sangat tinggi dengan Nilai Risiko Akhir sebesar 2,65 (skala 1,00 3,00).
Tabel B5.1
Kajian Risiko Digital Currency
Sumber: Sahabat et al (2017)
Risiko tertinggi terdapat dari segi stabilitas sistem keuangan disebabkan oleh tingginya volatilitas
nilai dan risiko bubble. Kemudian, nilai risiko tertinggi diikuti oleh risiko sistem pembayaran dan
keamanan dengan risiko penggunaan digital currency untuk pencucian uang, terorisme, dan serta
sifatnya yang bukan merupakan legal tender.
Jenis Risiko Jml Risiko NRD Bobot NRA
Ekonomi / SSK 13 2.75 25% 0.66
Sistem Pembayaran 28 2.71 30% 0.81
Hukum 7 2.60 20% 0.52
Teknologi 7 2.25 10% 0.23
Keamanan 7 2.80 10% 0.28
Sosial 5 2.45 5% 0.12
Total Risiko DC 67 100% 2.65
Terdapat banyak kasus mengenai penggunaan Bitcoin, kasus yang paling terkenal adalah kasus
peretasan dan pencurian yang dialami PT. Mt. Gox di Jepang tahun 2014 yang mengakibatkan
mereka mengalami kerugian sebesar 850 ribu bitcoin atau setara 450 juta USD. Kemudian untuk
kasus di Indonesia yang paling terkenal adalah kasus penyanderaan sistem komputer menggunakan
ransomware pada tahun 2017 dengan tebusan berupa Bitcoin. Selain itu, Satgas Waspada Investasi
mencatat terjadi peningkatan investasi bodong dalam cryptocurrency di tahun 2017-2018. Hingga
bulan Juli 2018, terdapat 19 entitas investasi bodong berkedok cryptocurrency, salah satunya
cari investor di Pekanbaru, Padang, dan Medan.
Menanggapi hal tersebut, Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran di Indonesia
menegaskan bahwa virtual currency termasuk Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang
sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan
UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang
dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan
pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan
lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan
Rupiah. Bank Indonesia juga melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran dan
penyelenggara Teknologi Finansial di Indonesia baik Bank dan Lembaga Selain Bank untuk
memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency, sebagaimana diatur dalam PBI
18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI
19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
91
1. KONDISI UMUM
Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada bulan Agustus 2018 menunjukkan
perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas
ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) Riau dari 6,22% pada Agustus 2017 menjadi 6,20% pada Agustus 2018.
Perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan
persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari
7,78% pada Maret 2017 menjadi 7,39% pada Maret 2018. Namun, jika dilihat dari
tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani menunjukkan
penurunan dari 97,73 pada triwulan II 2018 menjadi 96,13 pada triwulan III 2018.
Bab 6
ASESMEN
KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
92
2. KETENAGAKERJAAN
Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera
Sumber : BPS, diolah
Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Agustus 2018 menunjukkan
bahwa 3,11 juta atau 65,23% dari 4,70 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15
tahun ke atas merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) mengalami penurunan dari periode Agustus 2017 yang tercatat sebesar 6,22%
sedikit turun menjadi 6,20% di Agustus 2018. Tren penurunan TPT Riau searah
dengan pergerakan TPT nasional yang tercatat 5,50% pada Agustus 2017 turun
menjadi 5,34% di Agustus 2018, sehingga mengindikasikan terjadinya peningkatan
kualitas ketenagakerjaan secara nasional. Ini juga searah dengan perekonomian Riau
yang pada triwulan III 2018 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2018.
Pada tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT tertinggi ketiga
di Sumatera, dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang cukup rendah
dibandingkan provinsi-provinsi lainnya.
Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)
Sumber: BPS, diolah
67.26
65.23
60.00 62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00
Sumatera Selatan
Bengkulu
Sumatera Utara
Lampung
Jambi
Bangka Belitung
Indonesia
Kepulauan Riau
Sumatera Barat
Riau
Aceh
6.20
5.34
- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Indonesia
Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri
Agt 2014 9.02 6.23 6.50 6.56 5.08 4.96 3.47 4.79 5.14 6.69
Feb 2015 7.73 6.39 5.99 6.72 2.73 5.03 3.21 3.44 3.35 9.05
Agt 2015 9.93 6.71 6.89 7.83 4.34 6.07 4.91 5.14 6.29 6.20
Feb 2016 8.13 6.49 5.81 5.94 4.66 3.94 3.84 4.54 6.17 9.03
Agt 2016 7.57 5.84 5.09 7.43 4.00 4.31 3.30 4.62 2.60 7.69
Feb 2017 7.39 6.41 5.80 5.76 3.67 3.80 2.81 4.43 4.46 6.44
Agt 2017 6.57 5.60 5.58 6.22 3.87 4.39 3.74 4.33 3.78 7.16
Feb 2018 6.55 5.59 5.55 5.72 3.65 4.02 2.70 4.33 3.61 6.43
Agt 2018 6.36 5.56 5.55 6.20 3.86 4.23 3.51 4.06 3.65 7.12
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
93
Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah
Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi oleh
sektor pertanian yaitu mencapai 39,13% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor
perdagangan dengan pangsa 17,46%, serta industri pengolahan dengan pangsa
penyerapan tenaga kerja sebesar 7,45%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor
pertanian dan perdagangan masing-masing menurun dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 40,00% dan 18,10%.
Sebaliknya, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan meningkat
dari 7,14% periode Agustus 2017 menjadi 7,45% pada bulan Agustus 2018.
Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah
2017 2018
Pertanian 40.00 39.13
Perdagangan 18.10 17.46
Industri Pengolahan 7.14 7.45
Jasa Pendidikan 6.12 6.45
Akomodasi dan Makan Minum 5.13 6.13
Konstruksi 5.56 5.85
Administrasi Pemerintahan 4.24 4.19
Lainnya 13.71 13.36
Total 100.00 100.02
Lapangan Pekerjaan UtamaAgustus
- 10 20 30 40 50
Pertanian
Perdagangan
Industri Pengolahan
Jasa Pendidikan
Akomodasi dan Makan Minum
Konstruksi
Administrasi Pemerintahan
Lainnya
Persen (%)2017 2018
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
94
Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai
buruh/karyawan/pegawai, yang pada Agustus 2018 memiliki pangsa sebesar
40,13%. Angka ini sedikit menurun dibandingkan Agustus 2017 yang mencapai
41,98%. Menurunnya porsi penduduk yang berkerja sebagai buruh atau karyawan
dikompensasi oleh meningkatnya porsi penduduk yang berusaha sendiri, pekerja
bebas dan pekerja tidak dibayar. Periode Agustus 2017, porsi penduduk yang
berusaha sendiri tercatat sebesar 20,56%, meningkat menjadi 22,21% pada bulan
Agustus 2018. Demikian juga dengan porsi penduduk pekerja bebas maupun
pekerja tidak dibayar yang masing-masing tercatat sebesar 8,80% dan 10,67% pada
Agustus 2017 menjadi 10,36% dan 10,90% pada periode laporan.
Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan Utama
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
22.21
11.23
5.1740.13
10.36
10.90 Berusaha Sendiri
Berusaha Dibantu Buruh TidakTetap / Buruh Tidak Dibayar
Berusaha Dibantu Buruh Tetap /Buruh Dibayar
Buruh / Karyawan
Pekerja Bebas
Pekerja tidak dibayar
27.08
8.6864.24
Pekerja Paruh Waktu
Pekerja Setengah Pengangguran
Pekerja Penuh
34.64
18.57
34.21
12.57SD kebawah
SMP
SMA / SMK
Pendidikan Tinggi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
95
Dilihat dari jumlah jam kerja per minggu, mayoritas tenaga kerja di Provinsi Riau
merupakan pekerja penuh*1 yang menghabiskan waktu jam kerja 35 jam atau lebih
dalam seminggu dengan pangsa 64,24%. Sedangkan 25,08% lainnya bekerja paruh
waktu atau kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan atau masih
bersedia menerima pekerjaan. Sisanya sebanyak 8,68% disebut pekerja setengah
pengangguran yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu tetapi tidak
mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain. Hal ini sesuai
dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Sementara pekerja tidak penuh di Riau didominasi oleh
pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas.
Adapun tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh mayoritas tenaga kerja di Riau
periode Agustus 2018 adalah SMP ke Bawah dengan persentase sebesar 53,21%.
Kondisi ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya yang mencapai 55,54% dari total angkatan kerja yang bekerja. Pekerja
yang menamatkan tingkat pendidikan SMA/SMK sederajat tercatat sebesar 34,21%,
meningkat dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar 32,33%. Sementara itu,
pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu Diploma dan Universitas hanya
mencapai 12,57%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu yang sebesar
12,13%. Namun demikian, tingkat pendidikan tenaga kerja di Provinsi Riau ini masih
tergolong rendah.
Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
1 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja
3.30
5.54
9.21
10.86
9.04
5.41
2.97
4.98
9.44
10.66
4.29
6.98
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
SD kebawah SMP SMA SMK Diploma II/II/III Universitas
Aug-17 Aug-18
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
96
Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, TPT terbesar berada pada
kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA/SMK sederajat dan Pendidikan
Tinggi dengan persentase masing-masing sebesar 20,10% dan 11,27%. TPT pada
kelompok Pendidikan Tinggi ini menurun dibandingkan angka TPT Agustus 2017
yang sebesar 14,45%. Disisi lain, TPT dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah
tercatat sebesar 7,95%, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 8,84%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pada periode ini, jenis lapangan kerja yang tersedia
di Provinsi Riau lebih optimal untuk menyerap tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan rendahdan tinggi dibandingkan tenaga kerja dengan tingkat
pendidikanmenengah.
3. KESEJAHTERAAN DAERAH
3.1 Penduduk Miskin Riau
Jumlah penduduk miskin di Riau pada Maret 2018 sebesar 514.620 orang atau
7,78% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini menurun sebanyak 14.180 jiwa jika
dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2017 yang berjumlah 500.440
orang atau 7,39% dari jumlah penduduk Riau.
Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin
Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin
Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Penduduk miskin Riau pada Maret 2018 yang tinggal di daerah pedesaan maupun
perkotaan tercatat menurun jika dibandingkan Maret 2017. Jumlah penduduk
miskin di daerah pedesaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 326.860 orang, turun
sekitar 9.170 orang atau 2,73% (yoy) dibandingkan Maret 2017 yang tercatat sekitar
336.030 orang. Sementara jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah
8.12
8.42
7.98
7.78
7.39
6.80
7.00
7.20
7.40
7.60
7.80
8.00
8.20
8.40
8.60
480.00 485.00 490.00 495.00 500.00 505.00 510.00 515.00 520.00 525.00 530.00 535.00
2014 2015 2016 2017 2018
(%)(Ribu)
Jumlah Penduduk Miskin (dalam ribu) % Penduduk Miskin
35%
65%
Kota Desa
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
97
perkotaan pada Maret 2018 sebesar 173.570 orang, turun sekitar 5.010 orang atau
sebesar 2,81%(yoy) dibandingkan Maret 2017 yang tercatat sebesar 178.580 orang.
3.2 Garis Kemiskinan Riau
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Semakin tinggi angka GK, maka akan
semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin.
Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
GK Riau pada periode Maret 2017 hingga Maret 2018 mencapai angka Rp479.944
per kapita/bulan, atau meningkat 5,14% (yoy) dari periode sebelumnya yang tercatat
Rp456.493 per kapita/bulan. Jika dilihat per komponen GK yang terdiri dari Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat
bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh lebih besar dibandingkan
komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Peranan GKM terhadap GK pada Maret 2018 mencapai 73,31%, sementara peranan
GKNM terhadap GK hanya 26,69%.
Peningkatan GK di daerah perdesaan pada Maret 2018 mencapai 4,68% (yoy)
sementara peningkatan GK di daerah perkotaan mencapai 6,07% (yoy). Ini
menggambarkan bahwa GK di daerah perkotaan mengalami peningkatan yang lebih
besar dibandingkan perdesaan, sehingga mengakibatkan jumlah peningkatan
penduduk miskin di daerah perkotaan di Riau relatif lebih cepat bertambah.
Makanan Bukan Makanan Total
Mar-16 292,026 134,320 426,346
Mar-17 318,174 145,074 463,248
Mar-18 342,425 148,954 491,379
Mar-16 326,262 99,515 425,777
Mar-17 346,208 104,373 450,581
Mar-18 357,685 114,001 471,686
Kota + Desa
Mar-16 312,352 113,648 426,001
Mar-17 335,922 120,571 456,493
Mar-18 351,845 128,099 479,944
DaerahGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Perkotaan
Perdesaan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
98
3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan
(P2) Riau
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada Maret 2018 menunjukkan tren menurun.
Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,32 pada Maret 2017 menjadi 1,20 pada
Maret 2018. Turunnya indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran
penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan.
Grafik 6.10. Perkembangan Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 6.11. Perkembangan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan
mengalami penurunan dari 1,33 pada Maret 2017 menjadi 0,99 pada Maret 2018.
Sebaliknya, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perdesaan sedikit meningkat
yaitu dari 1,32 pada Maret 2017 menjadi 1,33 pada Maret 2018. Ini mengindikasikan
bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin terutama di daerah perkotaan
cenderung mendekati garis kemiskinan.
Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang
menunjukkan tren menurun, yaitu dari 0,36 pada Maret 2017 menjadi 0,30 pada
Maret 2018. Turunnya indeks ini mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin semakin kecil atau mengalami penurunan. Jika dibandingkan
antara daerah perkotaan dan perdesaan, tercatat bahwa Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) di daerah perkotaan mengalami penurunan dari 0,37 pada Maret
2017 menjadi 0,22 pada Maret 2018, sedangkan di daerah perdesaan tingkat
keparahan kemiskinan tercatat sama dengan periode yang sama tahun lalu yaitu
sebesar 0,35. Ini mengindikasikan terjadi penurunan ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin khususnya di daerah perkotaan.
1.01
1.38 1.36 1.32
1.20
0.70
0.90
1.10
1.30
1.50
-
0.50
1.00
1.50
2.00
Mar-14 Mar-15 Mar-16 Mar-17 Mar-18
Kota Desa Riau -skala kanan-
0.21
0.36 0.34 0.36 0.30
-
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
Mar-14 Mar-15 Mar-16 Mar-17 Mar-18
Kota Desa Riau
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
99
3.4 Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2018 tercatat menurun dari 97,73 pada
triwulan II 2018 menjadi 96,13 pada triwulan II 2018. Penurunan NTP tersebut
disebabkan oleh penurunan indeks harga yang diterima petani sebesar 1,41%,
sementara indeks harga yang dibayar petani mengalami peningkatan sebesar
0,24%. Angka NTP di atas 100 secara umum memberikan gambaran bahwa
kegiatan pertanian di Provinsi Riau cukup baik dan memberikan nilai tambah dalam
peningkatan taraf hidup petani, tercermin dari lebih besarnya pendapatan yang
diperoleh petani dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani. Dengan
demikian, realisasi NTP Riau yang berada di bawah 100 mengindikasikan bahwa
kesejahteraan petani di Riau dalam keadaan yang kurang menggembirakan.
Grafik 6.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Penurunan NTP disebabkan oleh menurunnya indeks pada subsektor tanaman
pangan, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Sedangkan
subsektor hortikultura menjadi subsektor penyusun NTP satu-satunya yang
mengalami peningkatan indeks.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP), yang lebih mencerminkan
kemampuan produksi petani karena hanya membandingkan produksi dengan biaya
produksi, pada triwulan III 2018 mengalami penurunan dari 110,60 pada triwulan II
2018 menjadi 108,19 pada triwulan laporan. NTUP tertinggi masih dicatatkan oleh
subsektor perikanan sebesar 123,73 dengan rincian subsektor perikanan tangkap
133,21 dan subsektor perikanan budidaya sebesar 109,94. Disisi lain, NTUP terendah
dialami oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat yang sebesar 104,69.
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
Des Mar Juni Sep Des Mar Jun Sept Des Mar Jun Sept Des Mar Jun Sept
2014 2015 2016 2017 2018
Tanaman Pangan Hortikultura Tanaman Perkebunan Rakyat
Peternakan Perikanan Indeks yang diterima
Indeks yang dibayar Nilai Tukar Petani
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
100
1. PROSPEK MAKROREGIONAL
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh positif dan
berada pada kisaran 2,70 3,10 %(yoy), meningkat dibandingkan perkiraan
pertumbuhan ekonomi Riau triwulan IV 2018. Ditinjau dari sisi penggunaan,
peningkatan diperkirakan berasal dari konsumsi LNPRT dan net ekspor seiring
melambatnya impor akibat melambatnya domestic demand. Konsumsi LNPRT
diperkirakan meningkat pesat seiring peningkatan aktivitas politik menjelang Pilpres
dan Pileg yang akan diselenggarakan bersamaan pada April 2019. Adapun
perlambatan domestic demand pada triwulan I 2019 diperkirakan sejalan dengan
masih rendahnya realisasi belanja konsumsi dan modal pemerintah yang juga
berimbas pada masih lambatnya pembangunan proyek infrastruktur, sesuai dengan
PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Bab 7
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
101
pola historisnya. Sementara itu, secara sektoral peningkatan pertumbuhan triwulan I
2019 diperkirakan berasal dari sektor pertanian dan membaiknya kontraksi sektor
pertambangan. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya
pertumbuhan sektor industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan.
Melambatnya sektor industri pengolahan diperkirakan didorong oleh masih
terkontraksinya pertumbuhan harga komoditas dan masih terbatasnya ekspor CPO
ke Eropa dan AS menyusul berbagai hambatan tarif dan non-tarif yang masih terjadi.
Sementara itu, melambatnya sektor konstruksi dan perdagangan diperkirakan sesuai
dengan pola historisnya, dimana realisasi anggaran pemerintah masih terbatas
(termasuk pembangunan infrastruktur) dan tidak adanya momen yang mendorong
konsumsi masyarakat ke tingkat yang lebih tinggi dari biasanya.
Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada
pada kisaran 2,60 3,10 % (yoy), dengan tendensi meningkat (namun terbatas) jika
dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi
Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan bersumber dari meningkatnya konsumsi
LNPRT, belanja pemerintah, dan net ekspor. Dari sisi sektoral, sektor industri
pengolahan diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya ekonomi Riau
untuk keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh sektor
pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta sektor pertanian, sektor
konstruksi, dan sektor perdagangan yang diperkirakan mengalami perlambatan.
Grafik 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau Aktual dan
Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2019 (% yoy)
*Proyeksi Bank Indonesia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
102
Secara umum, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019
didorong oleh perbaikan ekonomi dunia yang masih berlanjut dan dengan
kecenderungan sedikit lebih tinggi dibandingkan 2018. Perekonomian Dunia pada
2019 diperkirakan tumbuh sedikit lebih tinggi dibandingkan 2018. Pertumbuhan
India sebagai negara emerging diperkirakan semakin solid pada 2019 yang didorong
oleh berakhirnya transitory growth disruption sebagai buah keberhasilan
inmplementasi GST (Goods and Services Tax). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada
2019 diperkirakan akan tetap mencapai 6,5%, sedikit melambat namun masih dalam
tingkat yang tinggi tetap kuatnya kinerja manufaktur di tengah eskalasi trade wars.
Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan melambat pada 2019 sejalan dengan
terbatasnya produktivitas, partisipasi tenaga kerja yang masih rendah, dan
melebarnya defisit anggaran. Adapun ekonomi Eropa dan Jepang pada 2019
diperkirakan melambat seiring dengan terbatasnya fiskal dan permasalahan
struktural tenaga kerja (termasuk aging population) yang memicu lemahnya
produktivitas. Selain itu, harga komoditas non-migas pada 2019, terutama CPO,
meskipun masih terkontraksi namun tidak sedalam 2018 sehingga diperkirakan
menjadi pendorong meningkatnya perekonomian Riau pada 2019. Harga minyak
dunia 2019 yang diperkirakan sedikit lebih tinggi dibandingkan 2018 juga turut
berkontribusi dalam mendorong membaiknya perekonomian Riau 2019.
Gambar 7.1 Outlook Perekonomian Global
Sumber: WEO
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
103
Indikasi membaiknya perekonomian Riau keseluruhan 2019 masih cukup kuat.
Indikasi ini didasarkan pada rata-rata indikator komposit 2019 yang lebih tinggi
dibandingkan indikator komposit 2018 (Grafik 7.2). Perbaikan indikator komposit ini
didorong oleh beberapa indikator penyusunnya yang juga menunjukkan perbaikan,
antara lain: (i) likert scale persediaan (lag 8 triwulan), (ii) likert scale perkiraan jumlah
tenaga kerja (lag 8 triwulan), (iii) likert scale penjualan domestik (lag 4 triwulan), (iv)
likert scale investasi (lag 4 triwulan), (v) pertumbuhan kredit sektor pertambangan
(lag 8 triwulan), (vi) pertumbuhan kredit durable goods (lag 8 triwulan), (vii) indeks
kondisi ekonomi (lag 8 triwulan), (viii) pertumbuhan kredit konsumsi (lag 4 triwulan),
dan (ix) pertumbuhan impor barang modal (lag 4 triwulan).
Grafik 7.2. Perkembangan Indikator Komposit Riau
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau untuk
keseluruhan tahun 2019 diperkirakan sedikit melambat dibandingkan 2018.
Perlambatan didorong oleh tidak diperbolehkannya perusahaan untuk melakukan
ekspansi dan penanaman kembali di lahan-lahan perkebunan yang berada di area
fungsi lindung ekosistem gambut sesuai dengan Permen LHK No. P.17/2017.
Perlambatan sektor ini tidak begitu dalam seiring dengan semakin banyaknya
tanaman replanting yang memasuki usia panen, kontraksi harga komoditas yang
tidak sedalam 2018, dan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia yang sedikit
meningkat dibandingkan 2018.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
104
Kinerja sektor industri pengolahan Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan
tumbuh meningkat dibandingkan 2018. Peningkatan diperkirakan didorong oleh
tiga hal. Pertama, membaiknya ekspor CPO, RPO dan produk berbasis minyak kelapa
sawit lainnya ke India sejalan dengan kembali kompetitifnya CPO/RPO/turunan
menyusul dinaikkannya tarif impor beberapa minyak substitusi kelapa sawit sejak 14
Juni 2018 sbb1:
Crude Sunflower dan Rapeseed Oil, masing-masing dari 25% menjadi 35%.
Crude Soybean Oil, dari 30% menjadi 35%.
Refined Sunflower, Rapeseed, dan Soybean Oil, masing-masing dari 35%
menjadi 45%.
Langkah tersebut diambil India kembali untuk memberikan perlindungan kepada
petani lokal setelah pada Maret 2018 India menaikkan tarif impor CPO dari 30%
menjadi 44%, serta pajak RFO (Refined Palm Oil) dari 40% menjadi 54% dengan
alasan yang sama. Sejak dinaikannya tarif impor beberapa minyak substitusi kelapa
sawit, realisasi terkini ekspor minyak berbasis kelapa sawit Riau ke India
menunjukkan peningkatan sejak titik terendahnya pada Mei 2018. Selain itu,
membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke India juga dibantu oleh
membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Bangladesh dan Pakistan yang
merupakan anggota SAFTA (South Asian Free Trade Area) bersama India.
Kedua, prospek meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Tiongkok. Hal ini
sejalan dengan eskalasi trade wars yang membuat Tiongkok menaikkan tarif impor
minyak kedelai dari AS. Seiring dengan menurunnya impor minyak kedelai dari AS
akibat naiknya tarif impor, impor minyak kelapa sawit Tiongkok sebagai substitusi
minyak kedelai sejak Juni 2018 menunjukkan tren peningkatan, termasuk impor dari
Riau.
Ketiga, masih terus didorongnya kebijakan mandatori campuran biodiesel ke dalam
bahan bakar nabati oleh pemerintah (B20). Hal tersebut dikonfirmasi oleh contact
liaison yang menyatakan terjadi peningkatan yang signifikan terhadap permintaan
biodiesel dalam negeri sejak tahun 2016. Dengan demikian, peningkatan permintaan
1http://www.commoditiescontrol.com/eagritrader/common/newsdetail.php?type=MKN&item
id=538630&cid1=,1,&varietyid=,1,2,3,
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
105
sektor industri pengolahan ke depan tidak hanya didominasi ekspor tetapi juga
domestik. Kedepannya, BPDPKS berencana untuk melakukan perluasan segmen
mandatori B20 ini, baik untuk segmen bahan bakar PSO (Public Service Obligation)
maupun segmen non-PSO.
Pertumbuhan industri pengolahan Riau yang lebih tinggi pada 2019 tertahan oleh
beberapa faktor, antara lain: (i) Masih kuatnya black campaign atas produk-produk
berbasis CPO dan rencana penggunaan biodiesel non-sawit pada 2020; (ii) Masih
lambatnya follow up yang dilakukan Uni Eropa atas keputusan WTO membatalkan
kebijakan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) Uni Eropa atas minyak berbasis kelapa
sawit dari Indonesia; (iii) Berlaku efektifnya suspend GSP (Generalised Scheme of
Preferences) oleh Uni Eropa atas Indonesia sejak 1 Januari 2018, sehingga tarif impor
berlaku sama dengan tarif impor dari negara lain. Dengan kata lain, tarif impor
minyak kelapa sawit Eropa dari Indonesia meningkat dari 6,10% menjadi 9,60%;
dan (iv) Dinaikkannya Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk biodiesel dari
Indonesia oleh AS menjadi 127% 341%.
Sektor pertambangan dan penggalian migas masih cenderung melanjutkan tren
kontraktif. Secara natural, produksi dalam lima tahun terakhir turun 5-10% per
tahun jika tidak melakukan investasi terutama pengembangan Enhance Oil Recovery
(EOR) melalui steam and water injection. Telah ditetapkannya PT Pertamina menjadi
kontraktor KKS blok Rokan pada 2021 mendatang menggantikan PT. Chevron Pacific
Indonesia (CPI) semakin mempertegas bahwa pengembangan EOR tidak akan begitu
signifikan setidaknya hingga 2021. Selain itu, perkembangan harga minyak dunia
yang masih berada di sekitar US$ 79/bbl pada triwulan III 2018 dinilai belum efisien
untuk sepenuhnya melakukan metode Enhance Oil Recovery (EOR), yang idealnya
minimal mencapai US$ 80/bbl. Lebih lanjut, harga minyak dunia yang diperkirakan
semakin membaik pada keseluruhan 2019, dari sekitar US$ 73/bbl (BRENT) atau US$
72/bbl (Minas) menjadi sekitar US$ 75/bbl (BRENT) atau US$ 73/bbl (Minas)
berpotensi untuk menahan laju kontraksi sektor pertambangan dan penggalian Riau.
Kinerja sektor konstruksi untuk keseluruhan 2019 diperkirakan mengalami
perlambatan dibandingkan 2018. Perlambatan diperkirakan didorong oleh selesainya
beberapa proyek infrastruktur strategis provinsi pada 2018 seperti Flyover simpang
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
106
SKA, Flyover simpang pasar pagi Arengka, Jembatan Siak IV, dan Sistem Pengolahan
Air Minum (SPAM) Durolis (Dumai, Rokan Hilir, dan Bengkalis). Namun perlambatan
sektor ini tidak begitu dalam seiring dengan masih berlanjutnya proyek strategis
nasional seperti jalan tol Pekanbaru Kandis Dumai sepanjang 135 Km dan rencana
pembangunan jalan tol Padang Bukittinggi Pekanbaru yang dimulai dari sisi
Pekanbaru Bangkinang pada 2019.
Sektor perdagangan besar dan eceran juga diperkirakan melambat untuk
keseluruhan 2019. Perlambatan tersebut didorong oleh perkiraan melambatnya
konsumsi rumah tangga dan PMTB pada 2019. Akan tetapi, perlambatan sektor ini
tidak begitu dalam seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau,
momentum pilkada serentak dan persiapan pemilu 2019, serta relatif terjaganya
tingkat inflasi.
Dengan demikian, faktor pendorong yang berpotensi membawa pertumbuhan
ekonomi Riau menyentuh batas atas proyeksi (upside risks), di antaranya diperkirakan
berasal dari: (i) perbaikan kondisi ekonomi negara mitra dagang yang memberikan
dampak positif terhadap kinerja ekspor, (ii) harga komoditas dan harga minyak dunia
yang meningkat lebih tinggi dari perkiraan awal, (iii) intensifikasi sektor perkebunan
terutama dampak dari replanting, (iv) kebijakan peningkatan tarif negara mitra
dagang atas minyak substitusi kelapa sawit, termasuk trade wars antara Tiongkok
dan AS, (v) berhasilnya negosiasi dagang Indonesia atas kenaikan BMAD AS atas
biodiesel dari Indonesia, (vi) percepatan kebijakan mandatori campuran biodiesel ke
dalam bahan bakar nabati oleh pemerintah (B20), (vii) percepatan pembangunan
infrastruktur terutama PSN di Riau, dan (viii) inflasi yang lebih rendah dari perkiraan.
Meskipun demikian, kondisi perekonomian ke depan dibayangi beberapa risiko yang
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Riau lebih rendah dari perkiraan (downside
risk), di antaranya diperkirakan berasal dari: (i) kepastian kenaikan kembali Fed Fund
Rate (FFR) di Amerika Serikat dan rilis data perekonomian AS yang lebih baik dari
perkiraan, sehingga meningkatkan persepsi investor dan pada akhirnya mendorong
pengalihan aset keuangan ke AS; (ii) parlemen Eropa masih tetap akan melakukan
pemberhentian penggunaan minyak sawit dalam biodiesel secara bertahap hingga
2020 di tengah belum terlihatnya tindak lanjut Uni Eropa atas keputusan WTO untuk
membatalkan BMAD biodiesel berbasis CPO, (iii) belum pastinya negosiasi dagang
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
107
antara Tiongkok dan AS, salah satunya mengenai impor kedelai Tiongkok dari AS
juga turut menjadi risiko bagi pergerakan harga CPO dunia; (iv) masih berlanjutnya
konsolidasi sektor korporasi dan perbankan; (v) potensi terganggunya produksi
sektor perkebunan sebagai dampak cuaca yang kurang kondusif serta bencana asap
masih membayangi perkembangan ekonomi Riau; (vi) perbaikan harga komoditas
yang masih terbatas.
2. PERKIRAAN INFLASI
Tabel 7.1. Perkembangan Inflasi Aktual Riau dan
Prakiraan Inflasi Riau Tahun 2019
*Proyeksi Bank Indonesia
Inflasi Provinsi Riau triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,20 3,20%
(yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan inflasi triwulan IV
2018 namun lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan I tahun 2018. Secara
keseluruhan tahun 2019, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 2,50 3,50%
(yoy), berada dalam target inflasi nasional 3,5 + 1% (yoy), dan sedikit lebih tinggi
dibandingkan keseluruhan tahun 2018. Meningkatnya tekanan inflasi tersebut
terutama bersumber dari komoditas-komoditas yang harganya dipengaruhi atau
ditetapkan oleh kebijakan pemerintah seiring dengan terbukanya peluang kenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM) sebagaimana asumsi Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2019. Sumber tekanan inflasi juga
diperkirakan berasal dari komoditas-komoditas bahan pangan akibat masih tingginya
ketergantungan Provinsi Riau terhadap pasokan dari luar daerah sehingga sangat
rentan terhadap gejolak harga. Selain itu, terdapat kemungkinan intensitas musim
hujan yang di bawah normal pada 2019 di sebagian wilayah Riau. Di sisi lain, tekanan
inflasi untuk komoditas secara umum selain bahan pangan dan yang harganya diatur
pemerintah masih relatif stabil meskipun menunjukkan tendensi sedikit meningkat
seiring dengan perkiraan terdepresiasinya nilai rupiah pada 2019 di tengah perkiraan
perekonomian Riau yang lebih tinggi dibandingkan 2018 sehingga mendorong
permintaan.
I II III IV I II III IV* I*
INFLASI (%yoy) 4.04 5.03 6.19 5.07 4.19 4.19 3.62 3.32 2.45 2.10 - 3.10 2.10 - 3.10 2.20 - 3.20 2.50 - 3.50
20192019*Keterangan 2016
20172017
20182018*
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
108
Memasuki pertengahan triwulan IV atau pekan kedua November 2018, harga rata-
rata beberapa komoditas bahan pangan tercatat lebih tinggi dibandingkan pada
tahun 2016 dan 2017, sehingga perlu menjadi perhatian. Komoditas tersebut antara
lain daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai rawit. Selain itu beberapa komoditas
juga perlu mendapat perhatian dikarenakan secara historis tren harganya mengalami
kenaikan pada triwulan I dibandingkan triwulan IV, seperti cabai rawit, bawang
merah, dan bawang putih.
Grafik 7.3. Perkembangan Harga Komoditas Pangan 2016, 2017, dan 2018
Sumber: SPH Bank Indonesia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
109
Sementara itu, meskipun relatif stabil, tekanan inflasi komoditas-komoditas selain
bahan pangan dan yang tidak diatur harganya oleh pemerintah diperkirakan sedikit
meningkat akibat semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi Riau pada 2019.
Grafik 7.4. Perkiraan Harga Mendatang
Sumber: SK Bank Indonesia dan BPS
Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran
proyeksi antara lain perkiraan terjadinya musim hujan 2019 yang mempunyai sifat
hujan di bawah normal pada sebagian wilayah Riau, sehingga berpotensi
mengganggu produksi tanaman pangan. Menurut perkiraan BMKG, sebagian
wilayah Riau pada musim hujan 2018/2019 mengalami sifat hujan di bawah normal
sampai normal. Beberapa wilayah yang diperkirakan mengalami sifat hujan di bawah
normal (dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya) antara lain sebagian
Bengkalis, sebagian Siak, sebagian Kampar, dan sebagian Pekanbaru. Adapun
wilayah-wilayah Riau lainnya diperkirakan mengalami sifat hujan normal
(dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya). Selain faktor cuaca, lonjakan
permintaan khususnya pada momentum liburan sekolah dan hari besar keagamaan,
kenaikan harga pakan ternak, peluang kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan
udara seiring dengan potensi kenaikan harga avtur, dan sebagainya turut menjadi
faktor yang memberikan tekanan kenaikan inflasi.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
110
Gambar 7.2. Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan Riau 2018/2019 dibandingkan
Keadaan Normal
(Sumber: BMKG)
Sementara itu, faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah yaitu
membaiknya harga komoditas secara terbatas sehingga belum memberikan lonjakan
yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, kebijakan pemerintah yang semakin
baik di bidang ketahanan pangan, kebijakan impor, realisasi infrastruktur dan
distribusi pangan, komitmen pemerintah untuk tidak menaikkan TDL dan cukai rokok
pada 2019, serta relatif terjaganya ekspektasi masyarakat. Pada tingkat regional,
koordinasi aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah terus ditingkatkan baik di tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan upaya prioritas pengendalian inflasi
antara lain:
1. Mendorong percepatan pelaksanaan kerjasama antar daerah terutama
untuk komoditas bahan pangan yang rentan bergejolak dengan andil inflasi
terbesar di Riau. Kegiatan-kegiatan kerjasama ini mencakup antara lain,
namun tidak terbatas pada: (i) koordinasi dengan Satgas Pangan terkait
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
111
pemantauan pasokan pangan dan distribusinya, (ii) optimalisasi kerjasama
dengan Bulog dalam pengelolaan stok pangan, antara lain dengan
penyaluran komoditas melalui Toko Tani, e-warung, dan Rumah Pangan
Kita, (iii) pemanfaatan BUMD dan BUMP dalam kerja sama antar daerah, dan
(iv) pengembangan pasar lelang.
2. Melakukan optimalisasi peran TPID baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota, antara lain melalui: (i) peningkatan kompetensi Sumber
Daya Manusia untuk membangun pemahaman yang sama, terutama untuk
menanamkan pentingnya pengendalian infasi di daerah. Kegiatan ini dapat
dilakukan dalam bentuk capacity building dan rapat koordinasi monitoring
dan evaluasi program secara berkala; (ii) sinkronisasi program kerja dan
anggaran TPID kabupaten/kota; (iii) rekomendasi dan program TPID menjadi
salah satu indikator kinerja utama pemerintah daerah.
3. Memitigasi gangguan distribusi dan konektivitas, antara lain dengan: (i)
Kerjasama khususnya dengan pihak Kepolisian terutama untuk antisipasi
tindakan spekulasi dan penimbunan, (ii) mengusulkan alokasi anggaran
untuk pembuatan sistem informasi neraca pangan yang terintegrasi dari
tingkat desa hingga provinsi (data produksi dan data pasar), dan (iii)
mendorong konektivitas dan kualitas infrastruktur jalan terutama dari sentra
produksi.
4. Terus melakukan serangkaian kegiatan untuk menjangkar ekspektasi
masyarakat agar bijak dalam berbelanja dan update terhadap harga terkini
melalui berbagai media massa serta mendorong pemanfaatan Pusat
Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS).
3. REKOMENDASI
Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan
pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut:
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
112
1. Jangka pendek
a. Membangun persepsi positif terhadap iklim investasi melalui publikasi
perkembangan kemajuan-kemajuan Riau melalui media komunikasi
yang lebih luas. Selain itu perlu upaya meningkatkan ease of doing
business melalui deregulasi dan debirokratisasi perizinan investasi,
disertai dengan peningkatan informasi terkait kebijakan-kebijakan di
daerah yang memberikan insentif khusus bagi para investor di Provinsi
Riau.
b. Peningkatan realisasi belanja modal yang dimonitor dan dievaluasi secara
intensif. Selain itu, demi terlaksananya realisasi anggaran sesuai
peruntukan, perlu dikembangkan mekanisme punishment bagi
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak dapat merealisasikan
anggaran sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
c. Penetapan lokasi trase tol Pekanbaru Bangkinang perbatasan Sumbar
sebagai bagian dari tol Pekanbaru Bukittinggi Padang yang menurut
perkembangan terkini konstruksinya akan dimulai dari sisi Riau, dari yang
semula direncanakan dari sisi Sumatera Barat.
d. Mendorong kerjasama dengan masyarakat/asosiasi usaha di bidang
pariwisata untuk mengembangkan berbagai kegiatan/event pariwisata
berbasis alam/perkebunan yang tidak terlalu membutuhkan usaha yang
begitu besar (low hanging fruit), seperti wisata petik durian asli
Bangkinang/Bengkalis, wisata persawahan di Bungaraya, wisata edukasi
perkebunan sawit, karet, dsb. Kegiatan tersebut dikembangkan sejalan
dengan berbagai event pariwisata/budaya berskala nasional dan
internasional yang telah ada saat ini seperti Bakar Tongkang, Pacu Jalur,
dsb. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu dipublikasikan melalui berbagai
media pemasaran yang massive dan terpusat, termasuk di media sosial.
2. Jangka Menengah Panjang
a. Percepatan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan
jembatan, kelistrikan, pelabuhan, serta pengembangan kawasan industri
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
113
yang sinergis dan terarah dengan pengembangan sektor prioritas di
provinsi Riau. Selain itu, dukungan terhadap Proyek Strategis Nasional
(PSN) yang akan dibangun di Riau juga diperlukan, seperti penetapan
lokasi (Penlok) dan dukungan pembebasan lahan trase jalan tol Padang
Bukittinggi Pekanbaru, Dumai Rantau Prapat, dan rel kereta api
Rantau Prapat Duri Pekanbaru. Dalam hal pengembangan kawasan
industri seperti di Dumai dan Tanjung Buton, dapat disediakan berbagai
paket insentif agar dapat menarik investor, seperti perizinan
pembangunan pabrik yang paralel dengan proses perizinan, diskon PBB
dan BPHTB, dan berbagai insentif lainnya.
b. Perlunya penyusunan roadmap pengembangan kemaritiman di Provinsi
Riau mengingat potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar.
Sampai dengan saat ini, masih belum terdapat industri pakan ikan
sehingga biaya pengembangan perikanan di Riau menjadi lebih mahal.
c. Mengoptimalkan pengembangan potensi wisata Riau, baik wisata
budaya, religi, dan sejarah maupun wisata berbasis alam dan
perkebunan, antara lain melalui percepatan perbaikan infrastruktur,
peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi akomodasi agar lebih
memadai, promosi dan buku panduan, serta penguatan Sumber Daya
Manusia di sektor Pariwisata dan Jasa Pendukung.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih rendah dari proyeksi semula
dan disertai ketidakpastian yang tinggi di pasar keuangan global. Di satu
sisi, ekonomi AS diperkirakan makin kuat didukung permintaan domestik yang
kemudian menyebabkan ekspektasi inflasi AS tetap tinggi dan diperkirakan akan
direspons the Fed dengan tetap menaikkan suku bunga kebijakannya. Namun di sisi
lain, pertumbuhan ekonomi negara-negara Eropa dan negara- negara emerging
markets, termasuk Tiongkok diperkirakan lebih rendah dari perkiraan, yang pada
gilirannya menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi secara global. Penurunan
proyeksi ekonomi dunia juga dipengaruhi ketegangan hubungan dagang antara
AS dan negara lain yang kemudian menurunkan volume perdagangan dunia.
Harga komoditas ekspor Indonesia diperkirakan tumbuh lebih lambat, di tengah
harga minyak dunia yang terus meningkat. Sementara itu, ketidakpastian di pasar
keuangan global yang masih tinggi juga mendorong investor global menempatkan
dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS. Berbagai
perkembangan tersebut mengakibatkan dolar AS menguat dan pelemahan banyak
mata uang negara berkembang terus berlanjut sampai dengan pertengahan
Oktober 2018.
Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan tetap kuat didukung oleh solidnya
kinerja konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah. Kinerja konsumsi
masih kuat didukung oleh dampak lanjutan kebijakan fiskal serta tingkat
pengangguran yang terus menurun. Kinerja konsumsi yang masih kuat terindikasi
dari Conference Board Consumer Index dan pertumbuhan permintaan barang
manufaktur yang menunjukkan kinerja positif. Sementara itu, akselerasi kinerja
investasi diperkirakan berlanjut pada triwulan III 2018 sejalan dengan investasi
nonresidensial yang diperkirakan tetap kuat dan indikator permintaan manufaktur
yang terjaga pada level yang tinggi. Pemotongan rasio pajak korporasi diperkirakan
akan mendukung akselerasi investasi dan mulai berdampak signifikan pada triwulan
III 2018. Sementara itu, masih kuatnya pengeluaran pemerintah tercermin dari
defisit anggaran AS yang meningkat sejalan dengan implementasi reformasi pajak
dan ekspansi belanja fiskal. Selain itu, perbaikan ekonomi AS tercermin pada
Boks
Perkembangan Ekonomi Global
kinerja produksi yang terindikasi dari PMI Manufaktur yang meningkat, kapasitas
utilisasi yang naik, dan ISM All Economy yang tetap terjaga pada level yang tinggi.
Inflasi AS tetap tinggi sejalan dengan ekonominya yang terus menguat. Inflasi
AS didukung oleh inflasi perumahan dan kesehatan yang cukup kuat, sementara
inflasi energi relatif menurun. Sementara itu, berdasarkan Concensus Forecast
April - September 2018, ekspektasi inflasi tetap tinggi dengan rata-rata sebesar
2,5% (yoy).
Grafik B7.1
Pertumbuhan Ekonomi AS
Grafik B7.2
Perkembangan Inflasi AS
Perekonomian Eropa diperkirakan tertahan sejalan dengan melambatnya
aktivitas konsumsi dan investasi, serta melemahnya dukungan ekspor neto.
Pertumbuhan ekonomi Eropa diperkirakan tertahan oleh melambatnya aktivitas
konsumsi yang terindikasi dari menurunnya tingkat keyakinan konsumen dan pelaku
usaha. Penurunan tersebut didorong oleh ekspektasi perlambatan ekonomi,
ketidakpastian politik di kawasan Euro, dan risiko perang dagang (trade war).
Sementara itu, perlambatan kinerja investasi diperkirakan terus berlanjut, tercermin
pada PMI Manufaktur yang menurun. Di sisi eksternal, dukungan ekspor neto
terhadap pertumbuhan ekonomi diperkirakan semakin kecil seiring dengan kinerja
ekspor yang terus menurun di tengah impor yang terus meningkat.
Tekanan inflasi Eropa masih tinggi. Inflasi IHK Eropa meningkat pada September
2018 seiring dengan tingginya harga energi, terutama minyak. Sementara itu,
inflasi inti masih tertahan pada level yang rendah dipengaruhi oleh menurunnya
inflasi barang- barang industri non-energi dan inflasi jasa.
Grafik B7.3
Pertumbuhan Ekonomi Eropa
Grafik B7.4
Konsumsi dan Penjualan Ritel Eropa
Di Jepang, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat dipengaruhi
tertahannya konsumsi, investasi, dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi Jepang
diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan III 2018, setelah tumbuh meningkat
pada triwulan II 2018. Kegiatan konsumsi tertahan sebagaimana tercermin pada
tingkat keyakinan konsumen yang menurun, penjualan di department store dan
convenience store yang relatif tertahan, serta penjualan kendaraan bermotor yang
kembali tumbuh negatif. Sejalan dengan itu, kinerja investasi juga diperkirakan
tumbuh melambat pada triwulan III 2018 yang terindikasi dari permintaan peralatan
mesin, PMI Manufaktur, serta tingkat keyakinan bisnis yang menurun. Di samping
itu, dukungan ekspor neto diperkirakan melambat sejalan dengan masih tingginya
impor, terutama impor energi, di tengah tertahannya ekspor akibat moderasi
permintaan negara tujuan ekspor dan risiko eskalasi trade war.
Grafik B7.5
Pertumbuhan Ekonomi Jepang
Grafik B7.6
Perkembangan Inflasi Jepang
Inflasi IHK Jepang meningkat didorong kenaikan harga energi. Inflasi IHK
Jepang meningkat didorong oleh kenaikan harga energi. Sejalan dengan
meningkatnya inflasi IHK, inflasi inti juga tercatat meningkat.
Di Tiongkok, perlambatan ekonomi diperkirakan terus berlanjut, terutama
disebabkan oleh melambatnya kinerja investasi. Kinerja investasi (Fixed Asset
Investment-FAI) diperkirakan melambat pada triwulan III 2018, sejalan dengan
terus menurunnya investasi publik sebagai dampak kebijakan deleveraging yang
semakin ketat. Disamping itu, menurunnya investasi infrastruktur juga disebabkan
oleh terbatasnya sumber pembiayaan pemerintah lokal dan menipisnya pembiayaan
off balance sheet. Di sisi lain, neraca perdagangan Tiongkok pada September 2018
mencatat surplus sejalan dengan peningkatan kinerja ekspor akibat adanya aktivitas
frontloading shipping ekspor Tiongkok sebelum kebijakan tarif impor AS.
Sementara itu, kinerja konsumsi diperkirakan akan relatif stabil seiring dengan
membaiknya penjualan ritel serta adanya kebijakan stimulus Pemerintah berupa
penurunan tarif impor barang dan penurunan pajak penghasilan.
Inflasi Tiongkok meningkat pada Agustus 2018. Meningkatnya inflasi IHK
Tiongkok didorong oleh inflasi pangan (food) dan inflasi nonpangan (non-food)
terutama pada kelompok perumahan dan rekreasi. Hal itu dipengaruhi oleh
kenaikan harga energi dan meningkatnya permintaan pariwisata pada libur musim
panas.
Grafik B7.7
Investasi Publik Tiongkok
Grafik B7.8
Neraca Perdagangan Tiongkok
Di India, ekonomi diperkirakan tumbuh melambat dipengaruhi konsumsi dan
investasi. Konsumsi menurun terindikasi dari penjualan kendaraan yang tumbuh
negatif dan berlanjutnya penurunan tingkat keyakinan konsumen. Kondisi tersebut
terutama dipengaruhi oleh tingginya harga minyak serta kondisi keuangan yang
ketat. Kinerja investasi juga diperkirakan tumbuh melambat yang tercermin dari PMI
Manufaktur yang tumbuh negatif serta berlanjutnya tren perlambatan Industrial
Production (IP). Di sisi eksternal, defisit neraca perdagangan semakin melebar seiring
dengan akselerasi pertumbuhan impor, terutama akibat tingginya harga minyak dan
tertahannya kinerja ekspor akibat melemahnya permintaan. Inflasi di India tercatat
menurun sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Penurunan
inflasi terutama disumbang oleh menurunnya inflasi inti serta inflasi kelompok
makanan dan minuman. Inflasi inti menurun terutama bersumber dari kelompok
sandang, kesehatan, dan perumahan.
Grafik B7.9
Pertumbuhan Ekonomi India
Grafik B7.10
Tingkat Keyakinan Konsumen India
Ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dipengaruhi oleh
pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan semakin divergen,
kebijakan ekonomi AS, ketegangan hubungan dagang, dan harga minyak.
Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi didorong oleh pertumbuhan
ekonomi dunia yang melambat dan divergen sehingga mendorong perlambatan
pertumbuhan volume perdagangan dunia dan harga komoditas. Selain itu, pasar
keuangan menghadapi risiko terkait ketidakpastian AS yang terus meningkat,
diikuti oleh kondisi likuiditas AS yang lebih ketat, tingginya harga minyak, dan
ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok. Risiko - risiko tersebut memicu
beberapa bank sentral menaikkan suku bunga kebijakan.
Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi mendorong aliran modal
keluar dari emerging market (EM). Hal ini berdampak pada peningkatan
ketidakpastian dan risiko di EM yang diikuti dengan penyesuaian aliran modal,
termasuk Indonesia sehingga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya
peningkatan tekanan terhadap mata uang negara-negara EM.
Grafik B7.11
Economic Policy Uncertainty (EPU) AS
Grafik B7.12
Perkembangan Indeks Dollar
Pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah dari perkiraan semula serta
masih tingginya ketidakpastian ekonomi dunia berdampak pada volume
perdagangan dunia dan harga komoditas global yang tumbuh lebih rendah
dari perkiraan. Volume perdagangan dunia berpotensi tumbuh lebih rendah dari
perkiraan pada tahun 2018, sejalan dengan tren perlambatan aktivitas perdagangan
negara maju terutama Eropa dan negara-negara emerging market lainnya. Selain itu,
menurunnya volume perdagangan dunia juga dipengaruhi oleh masih tingginya
risiko trade war. Sementara itu, harga komoditas diperkirakan tumbuh lebih rendah
terutama disebabkan oleh perlambatan harga batubara, tembaga, timah, nikel, dan
CPO.
Grafik B7.13
Perkembangan Aliran Modal Negara
Berkembang ke Negara Maju
Grafik B7.14
Ketidakpastian dan Risiko EM
Harga batu bara diprediksi tumbuh lebih rendah dari perkiraan sejalan dengan
menurunnya harga batubara Indonesia. Harga batu bara ekspor Indonesia yang
berkalori rendah diperkirakan tumbuh lebih rendah karena penurunan permintaan
Tiongkok sejalan dengan pengetatan syarat impor batu bara. Selain itu, pasokan
batu bara kalori rendah yang relatif tinggi di Tiongkok turut menekan harga batu
bara. Namun, harga batu bara internasional tercatat meningkat akibat naiknya
permintaan menjelang musim dingin.
Penurunan harga sebagian besar komoditas non-energi diperkirakan terus
berlanjut. Harga logam, seperti tembaga, timah, dan nikel diperkirakan menurun
terutama dipengaruhi oleh sentimen negatif perang dagang AS dan Tiongkok.
Selain sentimen negatif, penurunan harga tembaga juga disebabkan oleh
melambatnya permintaan Tiongkok akibat adanya ekspektasi perlambatan ekonomi
dan investasi Tiongkok serta implementasi tarif impor oleh AS. Sementara itu,
penurunan harga timah juga didukung oleh adanya ekspektasi kenaikan pasokan
pasca-implementasi kebijakan penerapan tax exemption di Rusia pada tambang
timah. Di samping itu, penurunan harga nikel didorong oleh peningkatan pasokan
nikel pig iron di Filipina dan Indonesia. CPO diperkirakan akan melanjutkan
penurunan harga dipengaruhi oleh terbatasnya permintaan dan meningkatnya
pasokan komoditas subtitusi (kedelai). Selain itu, adanya penghapusan bea ekspor
CPO Malaysia yang mulai berlaku pada September 2018 turut menekan harga CPO.
Harga minyak diperkirakan tetap tinggi sejalan dengan masih berlanjutnya
gangguan pasokan. Hal itu dipengaruhi oleh penurunan produksi minyak dari
Venezuela dan dampak dari sanksi AS kepada Iran yang lebih besar dari ekspektasi.
Selain itu, adanya permasalahan bottlenecks di AS, persediaan minyak dunia yang
terus menurun, serta spare capacity OPEC yang semakin rendah turut menjaga
harga minyak tetap tinggi. Sementara itu, permintaan minyak secara global
diperkirakan stabil meskipun terdapat risiko penurunan terutama dari negara-negara
emerging market. Risiko itu terutama bersumber dari depresiasi nilai tukar negara-
negara emerging market, pengetatan kredit, dan kenaikan harga minyak yang terus
berlanjut.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xvi
Aktiva Produktif
Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan
menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,
penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko
dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil
bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai
bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada
perorangan.
Kualitas Kredit
Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan
kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5
kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan
dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,
tabungan atau deposito.
DAFTAR ISTILAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xvii
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap
dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum
konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Inflasi Administered Price
Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan
bakar).
Inflasi Inti
Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran agregat and permintaan
agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan
ekspektasi masyarakat.
Inflasi Volatile Food
Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk
dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya
beras).
Kliring
Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta
kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada
penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xviii
dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit
kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara
nasional.
Kliring Kredit
Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung
oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa
menyampaikan fisik warkat (paperless).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima
(giro, tabungan dan deposito).
Net Interest Income (NII)
Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.
Non Core Deposit (NCD)
Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam
laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10%
deposito berjangka waktu 1-3 bulan.
Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)
Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin
timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP
ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar
PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar
adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),
sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari
total kredit macet (setelah dikurangi agunan).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xix
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total
kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin
rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)
Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika
(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat
bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring
kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.