kaji etik fix ryan

19
EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ETANOL LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP AKTIVITAS ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) DALAM PLASMA Rattus norvegicus JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL RYAN ARIFIN I 11110011 KAJI ETIK

Upload: ryan-arifin-suryanto

Post on 30-Sep-2015

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kaji etik

TRANSCRIPT

EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ETANOL LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP AKTIVITAS ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) DALAM PLASMA Rattus norvegicus JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

RYAN ARIFINI 11110011

KAJI ETIK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TANJUNGPURAPONTIANAK 2014EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ETANOL LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP AKTIVITAS ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) DALAM PLASMA Rattus norvegicus JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

A. LATAR BELAKANG Penyakit hepar di Indonesia umumnya masih tergolong tinggi. Data Depkes (2010), di Indonesia penyakit hepar menempati urutan ketiga setelah penyakit infeksi dan paru.1 Salah satu penyebabnya adalah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik. Penyakit hepar yang disebabkan karena penggunaan obat-obatan disebut Drug Induced Hepatitis (DIH). Menurut Data Perhimpunan Peneliti Hepar Indonesia (PPHI) pada tahun 2013, sekitar 20-40% penyakit hepar fulminan disebabkan oleh obat-obatan. Data PPHI menyatakan pula 50% penderita hepatitis akut terjadi akibat dari reaksi obat terhadap hepar.2 DIH dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan seperti aspirin, artemisin, rifampisin, parasetamol, dan obat-obat lain yang di metabolisme di hepar dengan pemakaian jangka panjang atau dengan dosis yang berlebihan.3 Obat-obat ini akan dimetabolisme dalam hepar menjadi suatu metabolit aktif. Bila antioksidan endogen lebih rendah dibandingkan metabolit aktif obat, maka metabolit aktif obat dapat menjadi radikal bebas yang merusak sel.3 Sebuah survei dari Acute Liver Failure Study Group (ALFSG) yang dilakukan pada pasien rawat inap di 17 rumah sakit Amerika Serikat menunjukan bahwa obat yang diresepkan (termasuk parasetamol) menyebabkan >50% kasus DIH.3 Menurut data Riskesdas (2010), terdapat sekitar 2000 kasus DIH terjadi tiap tahun dan 39% diantaranya disebabkan oleh parasetamol.4 Parasetamol merupakan salah satu jenis xenobiotik yang dimetabolisme di hepar dan memiliki efek analgetik-antipiretik yang lazim digunakan. Bila parasetamol diberikan dalam dosis toksik (10-15 gram), maka dapat menyebabkan kondisi hepatoksisitas dan nekrosis sel yang irreversibel.3 Parasetamol dosis toksik menghasilkan metabolit aktif yang bersifat radikal bebas dan menimbulkan peningkatan rasio glutation disulfide (GSSG) terhadap glutation (GSH).3 Peningkatan rasio GSSG terhadap GSH akan berlanjut menjadi deplesi glutation saat sitokrom P450 mengubah parasetamol dosis toksik menjadi metabolit aktifnya secara terus-menerus. Deplesi glutation akan menyebabkan metabolit aktif parasetamol tidak dapat dikonjugasi membentuk konjugat merkapturat. Akibatnya metabolit aktif dapat berikatan dengan makromolekul sel hepar salah satunya membran sel.3 Rusaknya membran sel akan menyebabkan kebocoran protein dan molekul intraseluler menuju ke darah.3 Salah satu protein intraseluler yang dapat keluar menuju darah adalah enzim transaminase dan jenis transaminase yang banyak serta spesifik terdapat di sel hepar adalah alanin aminotransferase (ALT). Bila terjadi kerusakan pada hepar maka ALT banyak dilepaskan ke darah sehingga terjadi peningkatan aktivitas ALT di dalam darah. Melalui mekanisme tersebut saat ini ALT menjadi salah satu enzim yang menjadi indikator kerusakan hepar.5 Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh paparan radikal bebas akibat metabolisme xenobiotik obat-obatan salah satunya parasetamol, maka perlu dilakukan eksplorasi bahan alam untuk mencari sumber-sumber obat hepatoprotektor yang bersifat ekonomis, mudah didapat, efek samping minimal, dan memiliki efek terapetik sebaik obat pilihan hepatoprotektor masa kini. Salah satu fitofarmaka yang diketahui memiliki efek hepatoprotektor adalah lidah buaya (Aloe vera) dan bahan alam yang telah banyak serta telah diketahui secara luas efek hepatoprotektornya adalah curcuma. Menurut Simon et al (2010), Aloe vera memiliki efek hepatoprotektor. Senyawa antioksidan (flavonoid) yang terdapat pada Aloe vera dapat menurunkan radikal bebas dan menghambat induksi mediator inflamasi yang berpotensi menyebabkan kerusakan/jejas sel hepatosit. Selain itu, lidah buaya (Aloe vera) dipilih karena mudah tumbuh, mudah didapat, perawatan tidak rumit, dan merupakan produk khas dan unggulan provinsi Kalimantan Barat.6 Saat ini belum ditemukan adanya dosis efektif dan dosis minimum sehingga penelitian ini dilakukan untuk menentukan dosis efektif dan dosis minimum ekstrak Aloe vera sebagai hepatoprotektor pada Rattus norvegicus galur Wistar yang diinduksi parasetamol.

B. RUMUSAN MASALAHB.1 Apakah terdapat efek hepatoprotektor ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera) terhadap Rattus norvegicus galur Wistar yang diinduksi parasetamol ?B.2Berapakah dosis efektif ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera) yang dapat menurunkan aktivitas ALT pada plasma Rattus norvegicus galur Wistar yang diinduksi parasetamol ?B.3Bagaimana efektivitas ekstrak lidah buaya (Aloe vera) sebagai hepatoprotektor dibandingkan dengan kurkuma ?

C. TUJUAN UMUM Mengetahui efek hepatoprotektor ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera) terhadap aktivitas ALT pada plasma Rattus norvegicus galur Wistar yang diinduksi parasetamol

D. TUJUAN KHUSUSD.1Menentukan dosis efektif ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera) pada Rattus norvegicus galur Wistar yang diinduksi parasetamolD.2 Menilai efek hepatoprotektor ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera) dilihat dari aktivitas ALT pada plasma Rattus norvegicus galur Wistar yang diinduksi parasetamol D.3 Menganalisis efektivitas hepatoprotektor lidah buaya (Aloe vera) dibandingkan dengan kurkumin pada Rattus norvegicus galur Wistar yang diinduksi parasetamol

E. MANFAAT PENELITIANE.1Bagi peneliti dapat digunakan sebagai sebagai salah satu informasi mengenai efek hepatoprotektor ekstrak lidah buaya sehingga dapat memperkaya pengetahuan di bidang farmakologi klinik dan berbagai disiplin ilmu lainnya.E.2Bagi masyarakat dapat digunakan sebagai informasi mengenai tanaman yang berpotensi sebagai hepatoprotektor.E.3 Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan pembudidayaan lidah buaya dan pelaksanaan sosialisasi tentang manfaat daun lidah buaya dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan secara luas dan merata.E.4 Bagi pelayanan kesehatan untuk jangka panjang diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan eksplorasi tanaman untuk pengobatan masyarakat dan dapat digunakan sebagai herbal medicine.E.5Meningkatkan pengetahuan tentang alternatif terapi fitofarmaka menggunakan lidah buaya (Aloe vera) bagi klinisi, dokter, apoteker, perawat dan tenaga kesehatan lainnya dalam tatalaksana pasien penyakit heparE.6 Bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sebagai informasi yang dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang efek hepatoprotektor ekstrak daun lidah buaya terhadap aktivitas ALT tikus wistar jantan yang diinduksi dengan parasetamol.

Parasetamol Dosis ToksikF. KERANGKA TEORI

Metabolisme Parasetamol dalam hepar

Metabolisme xenobiotik

Konjugasi dengan glutathion (antioksidan endogen) N-asetil-p-benzoquinon imine (NAPQI)

Asam merkapturat

Rasio GSSG : GSH

Aloe vera Eksresi melalui ginjal

Radikal bebas meningkat

Stres oksidatif

Kerusakan membran sel hepar

Permeabilitas sel meningkat

kematian sel hepar

Kebocoran protein-protein dan molekul keluar sel

ALT Plasma

G. KERANGKA KONSEPTUAL

Ekstrak Aloe veraFlavanoidMenstimulasi GlutationAntioksidanMencegah Kerusakan Sel Hepar/NekrosisParasetamolN-asetil-p-benzo-quinon (NAPQI) (Radikal Bebas)Berikatan dengan makromolekul hepar

Kerusakan Sel Hepar

Kematian Sel Kematian Sel Dapat Dikurangi

ALT Plasma ALT Plasma

AktivitasALT Plasma Aktivitas ALT Plasma

Sampel yang diberikan perlakuan Parasetamol dan Ekstrak Aloe veraKeterangan :

Sampel yang diberikan perlakuan Parasetamol

H. METODE PENELITIANH.1.Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental rancang acak lengkap dengan desain pretest and posttest. Penelitian ini merupakan langkah awal dalam penelitian sebelum hasil penelitian diterapkan pada manusia (trial clinic). Peneliti memberikan perlakuan terhadap subyek yang berupa hewan coba di laboratorium.

H.2. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Mikroskopis, Laboratorium Teknologi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, dan Laboratorium lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura pada bulan Oktober 2013 Maret 2014.

H.3. Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar.

H.4.Besar Sampel Besar sampel tiap kelompok didapat dengan rumus Federer, dimana (t) adalah jumlah kelompok perlakuan dan (n) adalah jumlah ulangan untuk tiap perlakuan.7t(n-1) > 153(n-1) > 15(n-1) > 5n > 6 Hasil perhitungan dengan rumus Federer diperoleh hasil, bahwa dalam tiap kelompok harus mengandung sampel lebih dari 6 subyek, Untuk menghindari drop out pada sampel ditambahkan 20 % sehingga terdapat penambahan jumlah sebanyak satu sampel pada masing-masing kelompok.7 Tiga puluh ekor Rattus norvegicus galur wistar dibagi secara acak (randomisasi kelompok subjek) dalam lima kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri atas tujuh ekor Rattus norvegicus galur wistar.H.5. Pengambilan Sampel Sampel diambil dengan teknik simple random sampling, yaitu pengambilan sampel dengan cara mengambil anggota populasi yang kebetulan ada atau tersedia secara acak. Berikut kriteria inklusi dan ekslusi dari sampel yang digunakan :

a. Kriteria Inklusi1. Tikus putih jantan dewasa Rattus norvegicus (Strain Wistar)2. Umur 3 bulan3. Berat badan tikus 200 gram4. Kesehatan umum baikb. Kriteria Ekslusi1. Tikus tidak mau makan2. Tikus yang mati selama diberikan periode penelitian

I. JALANNYA PENELITIANI.1. Pembuatan Simplisia Daun Lidah Buaya (Aloe vera L.) Daun lidah buaya utuh (Aloe vera L.) yang masih segar dicuci dengan air mengalir, dibersihkan dari kulit kemudian dicuci lagi dengan air mengalir sampai terbebas dari getah/lateks yang keluar dari daun saat dilakukan pemotongan. Daging daun lidah buaya ditimbang dalam keadaan kering sesuai dengan berat yang dikehendaki, dipotong kecil-kecil kemudian diblender hingga halus seperti jus. Lidah buaya yang sudah diblender lalu dihitung volumenya di dalam gelas ukur dan disaring. Hasil saringan dimasukkan dalam gelas beker dan selanjutnya didinginkan dalam freezer hingga membeku. Setelah membeku lidah buaya dimasukkan ke dalam alat freeze dryer dengan suhu -500C untuk mendapatkan simplisia dalam bentuk serbuk.

I.2Pembuatan Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe vera L.) Proses maserasi dimulai dengan mencampurkan lidah buaya dengan pelarut etanol sampai terendam di dalam bejana yang terbuat dari gelas atau baja tahan karat. Bejana ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung cahaya sambil sesekali diaduk. Pelarut diganti setiap 1x24 jam. Hasil maserasi dikumpulkan dan disaring. Pemekatan dilakukan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak daun lidah buaya. Selanjutnya pengentalan dilakukan dalam waterbath pada suhu kurang lebih 60 C sehingga diperoleh ekstrak kental.30 Pada penelitian ini terdapat 3 kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak Aloe vera dengan dosis bertingkat, yaitu sebagai berikut :

Dosis 1= 2 500mg/200gBB= 1000 mg/ 200 gBBDosis 2= 2 1000mg/ 200 gBB= 2000 mg/ 200 gBBDosis 3= 2 2000mg/ 200 gBB= 4000 mg/ 200 gBB

I.3 Uji Efek Hepatoprotektor Percobaaan mulai dilakukan setelah dilakukan adaptasi/aklimatisasi selama 7 hari dan percobaan berlangsung selama 7 hari. Pengelompokan subjek:

K1 : sebagai kelompok kontrol negatif, terdiri dari 7 tikus putih yang diberikan diet standar selama 7 hari dan CMC 0,5% selama 7 hari.K2 : sebagai kelompok kontrol positif, terdiri dari 7 ekor tikus putih yang diberi diet standar dan kurkumin dosis 100 mg/200g BB selama 7 hari dan parasetamol dengan dosis 180 mg/200g BB tikus putih/ hari selama 7 hari. K3 : sebagai kelompok perlakuan I, terdiri dari 7 ekor tikus putih yang diberi diet standar dan ekstrak lidah buaya dosis I selama 7 hari dan parasetamol dosis 180 mg/200g BB tikus putih / hari setelah 1 jam pemberian ekstrak lidah buaya selama 7 hari.K4 : sebagai kelompok perlakuan II, terdiri dari 7 ekor tikus putih yang diberi diet standar dan ekstrak lidah buaya dosis II selama 7 hari dan parasetamol dosis 180 mg/200g BB tikus putih / hari setelah 1 jam pemberian ekstrak lidah buaya selama 7 hari.K5 : sebagai kelompok perlakuan III, terdiri dari 7 ekor tikus putih yang diberi diet standar dan ekstrak lidah buaya dosis III selama 7 hari dan parasetamol dosis 180 mg/200g BB tikus putih / hari setelah 1 jam pemberian ekstrak lidah buaya selama 7 hari.

I.4Pengukuran Aktivitas Enzim Menggunakan Reagen Fluitest Analyticon Pengukuran Aktivitas ALT dilakukan 3 kali, yaitu pada saat sebelum perlakuan, hari pertama dan hari kedelapan. Pengukuran ALT sebelum perlakuan dilakukan untuk memastikan fungsi hepar sampel tikus dalam keadaan normal sebelum diberikan perlakuan. Kemudian, pengukuran pada hari pertama dilakukan untuk mengetahui kemampuan proteksi ekstrak Aloe vera setelah diberikan induksi hepatotoksik parasetamol. Pengukuran hari kedelapan dilakukan untuk mengetahui kemampuan proteksi terhadap induksi hepatotoksik parasetamol saat ekstrak Aloe vera telah mencapai steady state concentration. Reagen yang digunakan untuk mengukur aktivitas enzim ALT pada kelompok perlakuan adalah reagen Fluitest Analyticon dan plasma yang telah ditambah reagen dibaca pada panjang gelombang 340 nm. Reagen ini memiliki prinsip mengoptimalkan konsentrasi substrat menggunakan Tris(hydroxymethyl)-aminomethan yang merupakan metode yang telah ditetapkan oleh International of Clinical Chemistry (IFCC).

Pengukuran Aktivitas Enzim ALT sebelum perlakuanPengukuran Aktivitas Enzim ALT (Hari ke -1 dan Hari ke- 8)One Way AnovaPost hoc testKesimpulanAdaptasi selama 7 hariK1 = Kelompok Kontrol negatif n1 = 6K2 = Kelompok Kontrol positif n2 = 6K3 = Kelompok Uji Dosis 1n3 = 6K4 = Kelompok Uji Dosis 2n4 = 6K5=Kelompok Uji Dosis 3n5 = 6Pemberian makanan standar (7 hari) + CMC 0,5%Makanan standar + Kurkumin 100 mg/200 gBB +Parasetamol 1 jam kemudian (7 hari) Makanan standar +Ekstrak lidah buaya dosis 1+Parasetamol 1 jam kemudian (7 hari)Makanan standar +Ekstrak lidah buaya dosis 2+Parasetamol 1 jam kemudian (7 hari)Makanan standar +Ekstrak lidah buaya dosis 2+Parasetamol 1 jam kemudian (7 hari)PopulasiRandomisasi SubjekTikus putih jantan, Rattus norvegicus galur wistar, 3 bulanSampel (S)n = 30J. ALUR PENELITIAN

K. ANALISIS DATAData yang diperoleh kemudian diolah dengan progam komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) 18.0 for Windows dengan menggunakan uji parametrik Anova dan bila ada perbedaan rata- rata yang bermakna dilanjutkan Post hoc test menggunakan analisa LSD dengan taraf kepercayaan 95% atau tingkat kemaknaan () 0,05a. Uji statistik Anova, untuk mengetahui adanya perbedaan dalam seluruh kelompok populasi. Hasil yang diharapkan dalam uji ini adalah perbedaan yang bermakna atau terdapat perbedaan aktivitas ALT hepar tikus putih kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, dan kelompok perlakuan P1, P2, P3. b. Uji statistik Post hoc test menggunakan analisa LSD untuk mengetahui letak adanya perbedaan dalam populasi. Uji ini antara kelompok K(-), dengan P1, K(-) dengan P2, K(-) dengan P3, K(+) dengan P1, K(+) dengan P2, K(+) dengan P3, P1 dengan P2, P1 dengan P3, P2 dengan P3.

L. ETIKA PENELITIAN Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, harus diterapkan prinsip 3 R dalam protokol penelitian, yaitu: replacement, reduction, dan refinement.8,9 Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain Replacement terbagi menjadi dua bagian, yaitu: relatif (mengganti hewan percobaan dengan memakai organ/jaringan hewan, hewan dari ordo lebih rendah) dan absolut (mengganti hewan percobaan dengan kultur sel, jaringan, atau program komputer).10 Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah minimum biasa dihitung menggunakan rumus Federer.10 Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian.10 Kaji etik pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hewan coba diletakkan di dalam kandang yang nyaman dan diberi makanan standar berupa pelet dan pur taisho dan minuman ad libitum2. Setiap perlakuan invasif dilakukan dengan secepat mungkin dan diusahakan tidak menyakitkan tikus3. Menjaga kebersihan kandang dan higienitas tikus untuk mencegah penularan penyakit oleh tikus Penelitian ini akan dikaji etik oleh komite etika penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010; 2(2); 1-20. 2. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Hepatitis Imbas Obat (HIO) /Drug Induced Liver Injury (DILI). Jakarta : PPHI. 20133. Anne ML. Acetaminophen Hepatotoxicity. Clin Liver Dis. 2007; 11(3): 5255484. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Depkes RI; 20105. Sacher, Ronald A dan Person, RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Ed 11. Jakarta : EGC; 2004.6. Simon RP, Patel HV, Kiran K. Hepatoprotective Activity of Some Plants Extract Against Parasetamol Induced Hepatoxicity in Rats. J Herb Med Toxic. 2010; 4 (2); 101-1067. Federer, Walter T., Randomization and Sample Size in Experimentation. Washington D.C: Cornell University; 1966.8. World medical association declaration of helsinki : recommendation guiding physicians in biomedical research involving human subject; 1964 Jun; Helsinki, Finland. Amended by 59th WMA, General Assembly, Seoul; 2008.9. Ball M, Goldberg AM, Fentem JH, Broadhead CL, Burch RL, Festing MF, et al. The three rs: the way forward , the report and recommendation of ECVAM (The European Center for the Validation of Alternative Methods). Altern Lab Anim. 1995; 23(6): 836-66.10. Shaw R, Festing MFW, Peers I, Furlong L. The use of factorial designs to optimize animal experiments and reduce animal use. ILAR J. 2002;43:223-32.