kadar metallothionein (mt) pada insang tiram …repository.ub.ac.id/12503/1/widya rahayu.pdf ·...

86
i KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM Crassostrea cucullata SKRIPSI Oleh : WIDYA RAHAYU NIM. 145080101111062 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

Upload: ngotu

Post on 18-Mar-2019

252 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

i

KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM Crassostrea cucullata

SKRIPSI

Oleh :

WIDYA RAHAYU NIM. 145080101111062

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2018

Page 2: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

ii

KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM Crassostrea cucullata

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh :

WIDYA RAHAYU NIM. 145080101111062

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2018

Page 3: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

iii

Page 4: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

iv

LEMBAR IDENTITAS TIM PENGUJI

Judul : KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM Crassostrea cucullata

Nama : Widya Rahayu

NIM : 145080101111062

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

PENGUJI PEMBIMBING

Pembimbing : Dr. Asus Maizar S. H., S.Pi, MP

PENGUJI BUKAN PEMBIMBING

Dosen Penguji 1 : Dr. Ir. Umi Zakiyah, M. Si

Dosen Penguji 2 : Nanik Retno Buwono, S.Pi, MP

Tanggal Ujian :

Page 5: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

v

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam laporan skripsi yang saya tulis

ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka.

Apabila kemuadian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan ini hasil

penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Malang, 21 Mei 2018

Penulis

Page 6: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga

penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan lancar. Sholawat beserta salam

semoga tetap terlimpah tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

yang telah menunjukkan jalan kebenaran menuju kemuliaan dan suasana penuh

dengan ilmu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini tidak lepas

dari bantuan berbagai pihak dan hanya ungkapan terima kasih yang tulus penulis

ucapkan kepada:

1. Orang tua penulis Bapak Nurhafidin dan Mamak Hidar yang telah

mendampingi, mendukung serta memberikan banyak sekali dorongan

positif untuk penulis. Terimakasih atas segala doa tulus dan segala

pengorbanan yang telah dilakukan hingga detik ini untuk penulis.

2. Bapak Dr. Asus maizar S.H., S. Pi, MP atas kesediaan waktu, tenaga dan

pemikirannya untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis

hingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Gembil yang selalu ada dimanapun kapanpun saat dibutuhkkan.

4. Mbak Gres yang ngeloni aku setiap malam hahaha.

5. Devi, Nana dan Reza sebagai partner terbaik dan paling tulus saat

bersama-sama dalam 4 tahun ini.

6. Keluarga B9 Mbak Gres, Mbak Ayu, Mas Gatot, Nanda dan Ilham yang

memberikan semangat dan keceriaan selama mengerjakan laporan

meskipun disambi main Mobile Legends sampai lupa laporan -_-

7. Terimakasih Tim Pak Asus Hokya Hokye Thanks gais.

Malang, 21 Mei 2018

Penulis

Page 7: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

vii

RINGKASAN

WIDYA RAHAYU. Kadar Metallothionein (MT) Pada Insang Tiram Crassostrea Cucullata (di bawah bimbingan Dr. Asus Maizar S.H., S. Pi, MP)

Daerah pesisir terdapat adanya aktivitas manusia, dari aktivitas para nelayan, aktivitas pelelangan hasil tangkapan nelayan (TPI), aktivitas adanya wisata mangrove, wisata pantai dan aktivitas-aktivitas lainnya. Adanya aktivitas manusia yang dilakukan di sekitar pesisir menyebabkan adanya polutan atau pencemaran di perairan, pencemaran atau polutan yang ditimbulkan lebih dominan pencemaran yang mengandung logam berat. Logam berat dihasilkan dari adanya aktivitas nelayan yang menggunakan bahan bakar perahu seperti bensin, solar atau sejenisnya serta adanya kebocoran kapal tangki yang berceceran di perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar logam berat Pb, Cd dan Hg pada insang Tiram Crassostrea cucullata dan kadar MT pada insang Tiram Crassostrea cucullata serta menganalisis hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap kadar MT pada insang Tiram Crassostrea cucullata.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Penentuan sampel pada penelitian ini terdiri atas 3 stasiun yang berbeda. Pengambilan sampel tiram dilakukan di 3 lokasi, yaitu sub stasiun 1 berlokasi di dermaga, sub stasiun 2 berlokasi di TPI dan sub stasiun 3 berlokasi di daerah mangrove dan wisata pantai yang berdekatan dengan pemukiman penduduk dan aktifitas lainnya, dengan pengulangan pengambilan sampel sebanyak 3 tiram pada tiap stasiun pengamatan. Tiram yang telah dikumpulkan dari lokasi penelitian lalu di beri aerasi dalam wadah dan selanjutnya dibedah untuk diambil jaringan insang, dianalisis kadar logam berat Pb, Cd dan Hg pada insang tiram menggunakan metode AAS serta untuk mengetahui kadar metallothionein pada insang tiram menggunakan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosurbent Assay) dilakukan di Lab. FAAL Fakultas Kedokteran dan dilakukan pengamatan kualitas air yang terdiri dari suhu, pH, DO dan salinitas.

Hasil rata-rata kadar logam berat Pb, Cd dan Hg pada insang tiram Crassostrea cucullata pada stasiun 1 kadar logam berat Pb berkisar 0.0389-0.0850 ppm, Cd berkisar 0.0161-0.0575 ppm dan Hg berkisar 0.0389-0.0864 ppm. Pada stasiun 2 kadar logam berat Pb berkisar 0.0358-0.0814 ppm, Cd berkisar 0.0167-0.0420 ppm dan Hg berkisar 0.0203-0.0404 ppm. Pada stasiun 3 kadar logam berat Pb berkisar 0.0983-0.1245 ppm, Cd berkisar 0.0231-0.0317 dan Hg berkisar 0.0327-0.0871 ppm. Hasil rata-rata kadar metallothionein pada isang tiram Crassostrea cucullata pada stasiun 1 berkisar 0.43-0.69 ng/ml, pada stasiun 2 berkisar 0.51-0.76 ng/ml dan pada stasiun 33 berhisar 0.60-0.80 ng/ml. Hasil hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap kadar metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata Timur pada stasiun 1 koefisien korelasi (r) Pb sebesar 0.732, Cd sebesar 0.839 dan Hg sebesar 0.815. Pada stasiun 2 koefisien korelasi (r) Pb sebesar 0.747, Cd sebesar 0.798 dan Hg sebesar 0.865. Pada stasiun 3 koefisien korelasi (r) Pb sebesar 0.766, Cd sebesar 0.793 dan Hg sebesar 0.555. Hasil pengukuran kualitas air yang dilakukan didapatkan hasil suhu pada stasiun 1 berkisar 28,2oC-27,8oC, stasiun 2 berkisar 28,9oC-29,5oC dan stasiun 3 berkisar 28,9oC-29,3oC. Pengukuran pH pada stasiun 1 berkisar 7.8-8.3, stasiun 2 berkisar 8.2-8.3 dan stasiun 3 berkisar 8.3-8.4. Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun 2 berkisar 32-33 ppt dan stasiun 3 berkisar 83-34 ppt. Pengukuran DO pada

Page 8: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

viii

stasiun 1 berkisar 6.0-7.9 ppm, stasiun 2 berkisar 6.1-7.9 ppm dan stasiun 3 berkisar 6.3-7.5 ppm.

Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa insang tiram memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat. Hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap kadar metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata memiliki tingkat korelasi tergolong kuat, hal ini dibuktikan dengan koefisien korelasi (r) >0,5. Berdasarkan pengukuran kualitas air dari beberapa sampel yang diambil tidak menunjukkan adanya hasil yang melebihi ambang batas baku mutu dalam setiap parameternya.

Page 9: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

ix

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas kelimpahan

rahmat dan hidayahnya-Mu penulis dapat menyajikan Laporan Skripsi yang

berjudul “KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM

Crassostrea cucullata”. Tujuan dibuatnya Laporan Skripsi ini adalah sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.

Penulis menyadari bahwa Laporan Proposal Skripsi ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua

pihak yang bersifat membangun agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak

yang membutuhkan.

Malang, 21 Mei 2018

Penulis

Page 10: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

x

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ...................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii

LEMBAR IDENTITAS TIM PENGUJI ........................................................... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi

RINGKASAN ................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi

1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 4

1.4 Kegunaan Penelitian .......................................................................... 5 1.5 Waktu dan Tempat ............................................................................. 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6 2.1 Tiram .................................................................................................. 6 2.1.1 Biologi Tiram ............................................................................ 6 2.1.2 Klasifikasi Crassostrea cucullata ............................................ . 7 2.1.3 Morfologi Tiram......................................................................... 8 2.1.4 Anatomi Tiram ......................................................................... 9 2.1.5 Habitat dan Kebiasaan Makan ................................................. 10 2.2 Logam Berat ...................................................................................... 11 2.2.1 Timbal (Pb) ............................................................................... 12 2.2.2 Kasdmium (Cd)......................................................................... 13 2.2.3 Merkuri (Hg) ............................................................................. 14 2.2.4 Mekanisme Penyerapan Logam oleh Tiram .............................. 15 2.3 Metallothionein (MT) .......................................................................... 16 2.4 Mekanisme Pengikat Logam Berat oleh Metallothionein (MT) ........... 17 2.5 Pengamatan Metallothionein (MT) dengan Metode Enzyme- Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ........................................... 19

Page 11: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

xi

2.6 Parameter Kualitas Air ....................................................................... 20 2.6.1 Suhu ......................................................................................... 20 2.6.2 pH ............................................................................................ 20 2.6.3 Salinitas .................................................................................... 21 2.6.4 Oksigen Terlarut ....................................................................... 22 3. MATERI DAN METODE PENELITIAN ..................................................... 24 3.1 Materi Penelitian ................................................................................ 24 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 24 3.3 Metode Penelitian............................................................................... 24 3.4 Prosedur Penelitian ............................................................................ 26 3.4.1 Penentuan Stasiun Penelitian .................................................. 26 3.4.2 Pengambilan Sampel Tiram Crassostrea cucullata ................... 27 3.5 Prosedur Pengujian Sampel ............................................................... 28 3.5.1 Prosedur Pengukuran Kadar Logam Berat pada Tiram Crassostrea cucullata ............................................................... 28 3.5.2 Prosedur Pengukuran Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassotrea Cucullata ...................................................... 29 3.6 Analisis Data ...................................................................................... 31 3.7 Analisis Kualitas Air Pendukung ......................................................... 32 3.7.1 Suhu ......................................................................................... 32 3.7.2 pH ............................................................................................ 33 2.7.3 Salinitas .................................................................................... 33 2.7.4 Oksigen Terlarut ....................................................................... 33 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 35 4.1 Kondisi Umum Stasiun 1 .................................................................... 35 4.1.1 Sub Stasiun 1 Lokasi Dermaga ................................................ 35 4.1.2 Sub Stasiun 2 Lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ................ 36 4.1.3 Sub Stasiun 3 Lokasi Mangrove ............................................... 37 4.2 Kondisi umum Stasiun 2 ..................................................................... 37 4.2.1 Sub Stasiun 1 Lokasi Dermaga ................................................ 38 4.2.2 Sub Stasiun 2 Lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ................ 39 4.2.3 Sub Stasiun 3 Lokasi Wisata .................................................... 39 4.3 Kondisi umum Stasiun 3 ..................................................................... 40 4.3.1 Sub Stasiun 1 Lokasi Dermaga ................................................ 40 4.3.2 Sub Stasiun 2 Lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ................ 41 4.3.3 Sub Stasiun 3 Lokasi Wisata .................................................... 42

4.4 Analisis Logam Berat pada Perairan................................................... 43 4.5 Analisis Logam Berat pada Insang Tiram Crassostrea cucullata ........ 44 4.6 Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata ....... 48 4.7 Hubungan Kadar Logam Berat terhadap Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata ........................................... 52 4.7.1 Hubungan Kadar Logam Berat terhadap Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata di Stasiun 1 ............. 52 4.7.2 Hubungan Kadar Logam Berat terhadap Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata di Stasiun 2 ............. 54 4.7.3 Hubungan Kadar Logam Berat terhadap Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata di Stasiun 3 ............. 55 4.8 Parameter Kualitas Air ....................................................................... 57 4.8.1 Suhu ......................................................................................... 57 4.8.2 pH ............................................................................................ 58 2.8.3 Salinitas .................................................................................... 59

Page 12: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

xii

2.8.4 Oksigen Terlarut ....................................................................... 60 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 61 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 61 5.2 saran .............................................................................................. 61 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 63

LAMPIRAN ................................................................................................... 71

Page 13: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Perumusan Masalah ........................................................................ 4

2. Crassostrea cucullata.............................................................................. 7

3. Morfologi Bivalvia .................................................................................... 9

4. Anatomi Bivalvia .................................................................................... 10

5. Mekanisme Pengikatan Logam Berat dan MT ......................................... 19

6. Bagian Insang Tiram Crassostrea cucullata ............................................ 27

7. Sub Stasiun Dermaga ............................................................................. 36

8. Sub Stasiun TPI ...................................................................................... 36

9. Sub Stasiun Mangrove ............................................................................ 37

10. Sub Stasiun Dermaga ............................................................................. 38

11. Sub Stasiun TPI ...................................................................................... 39

12. Sub Stasiun Wisata ................................................................................. 40

13. Sub Stasiun Dermaga ............................................................................. 41

14. Sub Stasiun TPI ...................................................................................... 42

15. Sub Stasiun Wisata ................................................................................. 42

16. Grafik Rata-rata Logam Berat pada Perairan .......................................... 43

17. Grafik Rata-rata Kadar Logam Berat pada Insang Tiram Crassostrea

cucullta ................................................................................................... 45

18. Grafik Rata-rata Kadar Metallothionein pada Insang Tiram

Crassostrea cucullata.............................................................................. 48

19. Grafik Hubungan Kadar Logam Berat Pb, Cd dan Hg terhadap

Kadar Metallothionein pada Insang Crassostrea cucullata di Stasiun 1 ... 53

20. Grafik Hubungan Kadar Logam Berat Pb, Cd dan Hg terhadap

Kadar Metallothionein pada Insang Crassostrea cucullata di Stasiun 2 ... 54

Page 14: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

xiv

21. Grafik Hubungan Kadar Logam Berat Pb, Cd dan Hg terhadap

Kadar Metallothionein pada Insang Crassostrea cucullata di Stasiun 3 ... 56

Page 15: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kisaran Kadar Metallothionein ................................................................ 51

2. Tabel Hasil Pengukuran Kualitas Air ....................................................... 57

Page 16: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 71

2. Peta Lokasi Penelitian............................................................................. 72

3. Data Hasil Kadar Logam Berat pada Perairan ........................................ 74

4. Data Hasil Kadar Logam Berat pada Insang Tiram Crassostrea

cucullata ................................................................................................. 75

5. Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata ............ 77

6. Data Hasil Metallothionein (MT) – Logam Berat (LB) .............................. 79

7. Output Regresi Korelasi .......................................................................... 80

8. Dokumentasi ........................................................................................... 83

Page 17: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara Kepulauan terbesar di dunia.

Negara dengan garis pantai terpanjang, yaitu 99.093 km dan terdiri dari 17.508

pulau-pulau kecil. Wilayah geografis Indonesia terletak diantara Benua Asia dan

Australia, serta Samudra Hindia dan Pasifik. Kondisi ini menjadikan Indonesia

sebagai Negara dengan keanekaragaman kondisi ekosistem pesisir dan laut

(Sprintall et al., 2003).

Daerah pesisir terdapat adanya aktivitas-aktivitas manusia yaitu aktivitas

para nelayan, aktivitas pelelangan hasil tangkapan nelayan (TPI), aktivitas

adanya wisata mangrove, wisata pantai dan aktivitas-aktivitas lainnya. Adanya

aktivitas manusia yang dilakukan di sekitar pesisir menyebabkan adanya polutan

atau pencemaran di perairan. Pencemaran yang ditimbulkan lebih dominan ke

pencemaran yang mengandung logam berat. Logam berat dihasilkan dari

adanya aktivitas nelayan yang menggunakan bahan bakar perahu seperti bensin,

solar atau sejenisnya serta adanya kebocoran kapal tangki yang berceceran di

perairan.

Logam berat diketahui dapat terikat di dalam tubuh organisme dalam

jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz, 1992 ; Palar,

1994). Menurut Nurhayati (2013), kondisi perairan yang terkontaminasi oleh

berbagai macam logam akan menyebabkan kematian pada biota-biota yang

hidup di perairan, khususnya perairan yang sudah tercemar limbah yang

mengandung zat racun. Biota-biota yang hidup di perairan tercemar dalam waktu

yang lama, selain mengalami keracunan, juga akan mengalami kematian. Hal ini

terjadi karena biota yang hidup di perairan didalam tubuhnya akan

Page 18: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

2

terkontaminasi zat pencemar yang mengandung logam berat dari hasil makanan

yang diambil dari sekitar lingkungan tempat mereka hidup.

Tiram merupakan salah satu sumberdaya laut yang dapat dijumpai di

indonesia. Tiram tumbuh menempel pada substrat keras di pantai. Berbagai

macam spesies dari tiram telah banyak ditemui hampir semua pantai yang ada di

indonesia. Selama ini tiram dikumpulkan dari alam dan dimanfaatkan untuk

konsumsi atau lauk pauk. Menurut Wulandari et al. (2012), tiram termasuk

spesies makrofauna benthik, merupakan salah satu bioindikator terbaik untuk

mengetahui tingkat kontaminasi logam berat di suatu daerah. Tiram merupakan

biota yang potensial terkontaminasi logam berat, karena sifatnya yang filter

feeder yang mengakumulasi bahan-bahan yang tersaring didalam insangnya dan

sessile (menetap) atau mampu menyerap logam berat, sehingga biota ini sering

digunakan sebagai hewan uji dalam pemantauan tingkat akumulasi logam berat

pada organisme laut.

Metallothionein dapat digunakan sebagai biomarker pencemaran karena

kepekaan dan keakuratannya. Hal ini didasarkan pada suatu fenomena alam di

mana logam-logam dapat tersekap di dalam jaringan tubuh organisme yang

dimungkinkan karena adanya protein tersebut. Metallothionein (MT) merupakan

protein pengikat logam (metal-binding protein) yang berperan dalam proses

pengikatan ataupun penyekapan logam di dalam jaringan setiap mahkluk hidup

(Bebianno et al., 2003). Metallothionein merupakan biomarker yang bersifat

universal. Metallothionein tidak hanya dapat digunakan sebagai biomarker pada

penelitian skala laboratorium, tetapi juga dapat digunakan di perairan bebas

sepert laut, danau, teluk maupun sungai. Disamping itu dapat digunakan untuk

deteksi logam berat yang terakumulasi pada organ tubuh ikan maupun yang

terpapar diperairan (Dewi et al., 2014).

Page 19: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

3

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan suatu teknik

biokimia untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu

sampel. Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan

spesifitas untuk antigen tertentu. ELISA terdiri atas tiga macam yaitu Direct

ELISA, Indirect ELISA dan Sandwich ELISA (Baker, et al. 2007). Diperlukan

adanya penelitian dengan menggunakan teknik ini, untuk menguji kadar MT

yang terakumulasi pada tiram Crassostrea cucullata guna memperkirakan

kondisi perairan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan di sekitar, dapat diketahui bahwa di sekitar

daerah tersebut terdapat berbagai aktivitas manusia seperti perikanan,

pemukiman dan kegiatan lainnya di sekitarnya yang dapat menyebabkan

penurunan kualitas air dan mempengaruhi kandungan logam berat Pb, Cd dan

Hg yang ada di perairan tersebut. Salah satu contoh hasil dari kegiatan nelayan

seperti pembersihan kapal akan menghasilkan limbah logam berat Pb. Hal

tersebut dapat mempengaruhi kandungan metallothionein pada tubuh organisme

sebagai protein untuk mengikat logam. Adapun bagan alur perumusan masalah

pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 20: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

4

Gambar 1. Alur Perumusan Masalah

Dimana:

a. Aktivitas manusia sekitar pesisir yang membuang limbahnya di pesisir

salah satunya logam berat meliputi aktivitas pelabuhan (bongkar muat

kapal dan perbaikan kapal), kegiatan rumah tangga yang menghasilkan

limbah domestik dapat menyebabkan adanya pencemaran di perairan.

b. Pencemaran dipengaruhi oleh kandungan logam berat seperti Pb, Cd dan

Hg akan mempengaruhi kandungan metallothionein pada tubuh organisme

sebagai protein pengikat logam berat.

c. Dengan menganalisis ekspresi MT yang terdapat pada insang tiram

Crassostrea cucullata sebagai biomarker pencemaran logam berat Pb, Cd

dan Hg, diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam upaya

pengelolaan wilayah.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian skripsi adalah:

1. Menganalisis kadar logam berat Pb, Cd dan Hg pada insang tiram

Crassostrea cucullata.

2. Menganalisis kadar metallothionein pada insang tiram Crassostrea

cucullata.

3. Menganalisis hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap kadar

metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata

Terdapatnya

pencemaran

lingkungan

pesisir

(pelabuhan,

domestik dan

pemukiman)

a b

Adanya

logam berat

di perairan

(Pb, Cd dan

Hg)

Mengakibatkan

biota laut

terkontaminasi

(Tiram

Crassostrea

cucullata

Pengikatan

MT pada

logam berat

di insang

tiram

Crassostrea

cucullata

c

Page 21: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

5

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi pada ilmuan

dan sumber informasi dalam mengambil keputusan kebijakan pengelolaan

pesisir berdasarkan evaluasi biomarker MT pada insang tiram Crassostrea

cuculata serta dapat mengendalikan aktivitas penduduk dan juga bahan rujukan

bagi ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang biomarker lingkungan dengan

mengetahui kadar logam berat pada insang tiram Crassostrea cucullata.

1.5 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 – Maret 2018.

Pembuatan analisis kadar metallothionein dengan prosedur ELISA di

Laboratoriun Fisiologi dan Ilmu FAAL Fakultas Kedokteran dan analisis kadar

logam berat Pb, Cd dan Hg dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas

MIPA Universitas Brawijaya Malang.

Page 22: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

6

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tiram

2.1.1 Biologi Tiram

Tiram Crassostrea sp. termasuk golongan binatang lunak (Mollusca) dan

bercangkang dua (Bivalvia). Bentuk cangkangnya tidak beraturan. Cangkang

atas lebih kecil dibandingkan dengan cangkang bawah, dan bagian atas

cangkang ditandai dengan umbo yang kecil. Crassostrea sp. hidup di daerah

muara yang menempel pada akar-akar bakau, tiang-tiang dermaga, dan

berbagai objek batu-batu karang mati di dasar perairan (Sugianti et al., 2014).

Secara umum Crassostrea sp. termasuk pada binatang yang filter feeder atau

bahkan non selektif filter feeder (makan dengan cara menyaring dan tanpa pilih-

pilih) (Pechenik, 2005).

Menurut Kastoro (1988), jika dilihat dari jenis makanannya maka kerang

dikelompokan menjadi kerang pemakan suspensi (suspention feeder) contohnya

kerang hijau, kerang mutiara, serimping, tiram serta kimah dan kerang pemakan

endapan (deposite feeder) contohnya kerang tahu (Metntrix mereitrix) serta

simping. Dengan cara makan seperti ini maka kerang atau tiram sangat peka

terhadap polutan yang ada di perairan, sehingga menempatkan kerang sebagai

indikator biologis untuk pencemaran perairan. Kerang atau tiram ini juga

digunakan oleh para petambak untuk pengelolaan kualitas air, khususnya untuk

mengurangi partikel tersuspensi atau endapan organik di dalam petakan

tambaknya (Afiati, 2007).

Page 23: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

7

2.1.2 Klasifikasi Crassostrea cucullata

Berikut ini adalah klasifikasi dari tiram Crassostrea cucullata menurut

WoRMS (2017).

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Bivalvia

Subclass : Pteriomorphia

Order : Ostreida

Superfamily : Ostreoidea

Family : Ostreidae

Subfamily : Crassostreinae

Genus : Crassostrea

Species : Crassostrea cucullata (Born, 1778)

Gambar 2. Crassostrea cucullata (a) Cangkang Tiram Bagian Dalam (b) Daging Tiram (c) Cangkang Tiran Bagian Luar (Herni, 2011)

a

c

b

Page 24: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

8

2.1.3 Morfologi Tiram

Secara morfologi tiram merupakan hewan yang termasuk dalam filum

Moluska dari kelas Bivalvia. Kelas ini termasuk kerang-kerangan, tiram, remis

dan sebangsanya yang mempunyai dua buah cangkang yang setangkup dengan

variasi pada bentuk maupun ukurannya (Umarti, 1990). Bivalvia memiliki bentuk

simetris bilateral, mempunyai cangkang setangkup dan sebuah mantel yang

berupa dua daun telinga atau cuping. Tiram, kerang dan sebangsanya

mempunyai dua cangkang di kedua sisi tubuh. Bentuk cangkangnya digunakan

untuk identifikasi. Sebagian besar Bivalva hidup di laut, hanya sedikit yang hidup

di darat. Sebagian besar mempunyai kelamin terpisah dan menyebar telur dan

sperma ke air untuk pembuahan (Romimohtarto dan Juwana, 2009).

Pada umumnya permukaan luar cangkang bivalvia relatif halus, namun

beberapa jenis mempunyai relief atau ukiran berupa garis-garis konsentrik atau

garis pertumbuhan cangkang dapat dilihat dari besar kecilnya jarak garis

pertumbuhan tersebut. Relief lainnya dapat bergelombang, rusuk meruji (radial

ribs), ataupun kombinasi dari keduanya (Prasad, 1980). Menurut Prawirohartono

(2003), secara umum cangkang tiram tersusun atas zat kapur dan terdii dari tiga

lapisan yaitu :

- Lapisan periostrakum merupakan lapisan terluar dan tipis, tersusun dari zat

kitin berfungsi sebagai pelindung.

- Lapisan prismatik merupakan lapisan tengah yang tebal, tersusun dari

kristal-kristal kapur yang berbentuk prisma

- Lapisan nakreas merupakan lapisan terdalam disebut juga lapisan mutiarra,

tersusun dari lapisan kalsit (karbonat) yang tipis.

Page 25: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

9

Gambar 3. Morfologi Bivalvia (Hickman, 1996)

2.1.4 Fisiologi Tiram

Organ respirasi Bivalvia adalah insang (branchia atau stenidia) yang

menggelantung dalam rongga mantel yang terletak disetiap sisi kaki. Setiap

insang tersusun dari dua lamella dibagian dorsal yang saling berhubungan

dengan bantuan penghubung inter lamela yang membagi insang bagian dalam

menjadi bulu air yang terletak vertikal, sedangkan dibagian dorsal buluh air dari

setiap insang berhubungan dengan kamar suprabrankhial yang menuju ke

posterior dan bermuara pada sifon dorsal (Kastawi, 2005). Sistem sirkulasi

Bivalvia terdiri dari jantung yang terletak dibagian bawah usus dalam rongga

pericardium (selaput pembungkus jantung) dan terbagi menjadi dua bagian

aurikel (ventral) dan sebuah ventrikel (dorsal). Dua pembuluh darah mengikuti

sumbu insang, pembuluh aferensia membawa darah yang datang dari ginjal dan

pembuluh aferensia membawanya ke serambi atas jantung. Kedua pembuluh

darah itu dihubungkan dengan jaringan pembuluh darah kapiler yang mengikuti

benang-benang tempat darah diberi oksigen (Romimohtarto & Juwana, 2007).

Sistem saraf Bivalvia terdiri dari tiga ganglion, yaitu ganglion selebral yang

terletak disisi esophagus, ganglion pedal dibagian kaki dan ganglion visceral

pada bawah otot aduktor posterior dan koordinasi dari setiap ganglion dengan

menggunakan saraf penghubung (Kastawi, 2005). Pada mantel terdapat urat-

Page 26: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

10

urat yang bias merespon terhadap sentuhan halus atau rangsangan kimia. Alat

penglihatan Bivalvia dengan menggunakan sel-sel berpigmen yang terletak

dalam suatu lekukan berbentuk cangkir dengan lensa tembus pandang yang

terletak pada sisi kanan dan kiri benang insang. Sel-sel tersebut dapat

mendeteksi perubahan cahaya (Romimohtarto dan Juwana, 2009).

Bivalvia merupakan biota laut yang bersifat diosius yaitu setiap kelamin

memiliki sepasang gonad yang terletak dibagian atas usus dan berlanjut menuju

saluran pendek yang bermuara dekat lubang saluran ginjal (Romimohtarto dan

Juwana, 2009). Zigot melekat pada pembuluh air dari insang yang disebut

dengan kamar eram (marsupial). Setiap zigot akan mengalami pembelahan yang

tidak sama dan menjadi larva glokidium dengan dua cangkang yang

mengandung otot aduktor dan sebuah benang panjang (bisus) (Kastawi, 2005).

Gambar 4. Anatomi Bivalvia (Hickman, 1996)

2.1.5 Habitat dan Kebiasaan Makan

Tiram hidup dengan melekatkan diri pada subtrat yang keras tidak dengan

bissusnya tetapi salah satu cangkangnya. Tiram dari kelas Bivalvia mempunyai

cara hidup yang beragam ada yang membenamkan diri, menempel pada

substrat dengan benang bisus (byssus) atau zat perekat lain, bahkan ada yang

berenang aktif (Yasin, 1987). Menurut Romimohtarto & Juwana (2001), ditinjau

dari cara hidupnya, jenis–jenis kerang mempunyai habitat yang berlainan

Page 27: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

11

walaupun mereka termasuk dalam satu suku dan hidup dalam satu ekosistem.

Habitat kerang pada umumnya hidup membenamkan dirinya dalam pasir atau

pasir berlumpur, bahkan pada karang-karang batu, bersembunyi dibalik batu,

kayu dan akar tanaman laut, ada yang menempel pada benda-benda keras

seperti batu dan tonggak kayu.

Menurut kebiasaan hidupnya, bivalva digolongkan ke dalam kelompok

makrobentos dengan cara pengambilan makanan melalui penyaringan zat-zat

tersuspensi yang ada dalam perairan atau filter feeder (Heddy, 1994). Makanan

dari Bivalvia sendiri berupa organisme atau zat-zat terlarut yang berada dalam

air. Makanan diperoleh melalui tabung sifon dengan cara memasukkan air

kedalam sifon dan menyaring zat-zat terlarut. Air dikeluarkan kembali melalui

saluran lainnya. Makin dalam kerang membenamkan diri makin panjang tabung

sifonnya (Nontji, 1993).

Proses pemilihan makanan pada Bivalvia dengan menggunakan sensor

syaraf untuk mendeteksi makanan yang bisa dimakan dan makanan yang tidak

(Hughes, 1986). Bahkan pada jenis kekerangan dengan jenis makanan tertentu,

kerang lebih memilih makan beberapa jenis pakan yang hanya disukai karena

nilai nutrisinya atau karena mudah ditangkap (pada Bivalvia) atau mudah

dipotong (pada Gastropoda). Dengan begitu, kekerangan hanya makan

beberapa untuk menjaga kestabilan nutrisi dalam tubuhnya (Setyono, 2006).

2.2 Logam Berat

Logam berat adalah unsur logam dengan berat jenis lebih besar. Logam ini

memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau dapat ditempa, mempunyai daya

hantar panas dan listrik yang tinggi dan bersifat kimiawi, yaitu sebagai dasar

pembentukan reaksi dengan asam. Selain itu, logam berat adalah unsur yang

mempunyai densitas lebih besar dari 5 gr/cm3, mempunyai nomor atom lebih

Page 28: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

12

besar dari 21 dan terdapat di bagian tengah daftar periodik (Connel dan Miller,

1995). Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari yang paling

toksik adalah Hg,Cd, Zn, Pb, Cr, Ni, dan Cu. Sementara itu, tingkat toksisitas

terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn,

dan Zn (Supriyanto, 2007).

Logam berat dibagi menjadi dua jenis yaitu logam berat esensial dan logam

berat non esensial. Logam berat esensial adalah logam yang sangat dibutuhkan

oleh organisme dalam jumlah tertentu namun bila dalam jumlah berlebihan

logam tersebut dapat menimbulkan efek toksik, contohnya yaitu Zn, Cu, Fe, Co,

Mn dan lain-lain. Logam non esensial adalah logam yang keberadaannya dalam

tubuh masih belum diketahui manfaatnya bahkan bersifat toksik, contohnya yaitu

Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain (Widowati et al., 2008). Unsur Logam berat seperti

Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb, dan Zn biasanya erat kaitannya dengan masalah

pencemaran dan toksisitas. Logam berat secara alami ditemukan pada batu-

batuan alami, sehingga logam berat secara normal merupakan unsur dari tanah,

sedimen, air dan organisme hidup. Pencemaran terjadi bila konsentrasinya telah

melebihi batas normal (Alloway dan Ayres, 1993).

2.2.1 Timbal (Pb)

Timbal atau timah hitam atau Plumbum (Pb) adalah salah satu bahan

pencemar utama saat ini di lingkungan. Timbal (Pb) merupakan logam lunak

berwarna abu-abu kebiruan mengilat serta mudah dimurnikan sehingga banyak

digunakan pada berbagai aktivitas manusia misalnya pertambangan, industri,

dan rumah tangga. Pada pertambangan timbal berbentuk senyawa sulfide (PbS).

(Widowati et al., 2008). Logam Pb bersifat toksik pada hewan dan manusia

karena dapat terakumulasi pada tulang, serta dapat menyebabkan keracunan

akut dan kronis. Keracunan akut biasanya ditandai dengan rasa terbakar pada

Page 29: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

13

mulut, adanya rangsangan pada sistem gastrointestinal yang disertai dengan

diare. Gejala kronis umumnya ditandai dengan mual, anemia, sakit di sekitar

mulut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001).

Timbal dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan

secara melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Timbal

masuk ke badan perairan sebagai dampak dari aktivitas kehidupan manusia

lewat berbagai macam bentuk, diantaranya air buangan (limbah) dari industri

yang berkaitan dengan Pb, air buangan dari pertambangan bijih timah hitam dan

buangan sisa industri baterai. Buangan tersebut jatuh pada jalur-jalur perairan

seperti anak sungai dan selanjutnya menuju lautan (Palar, 1994). Timbal

digunakan sebagai bahan aditif pada bahan bakar kendaraan, khususnya bensin

dimana bahan ini dapat memperbaiki mutu bakar. Bahan ini sebagai anti

knocking (anti letup), pencegah korosi, anti oksidan, anti pengembunan dan zat

pewarna (Naria, 2005).

2.2.2 Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) termasuk dalam kelompok logam golongan transition

metal pada Tabel periodik unsur kimia. Kadmium tergolong dalam logam berat

dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap sulfohidril dan kelarutannya akan

meningkat dalam lemak. Kadmium akan mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh

padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik di

perairan alami yang bersifat basa (Sanusi, 2005). Keracunan kadmium dapat

bersifat akut dan kronis. Organ tubuh yang menjadi sasaran keracunan kadmium

adalah ginjal dan hati. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan dari

menghisap debu dan asap, terutama kadmium oksida (CdO) yang dapat

menyebabkan emfisima atau gangguan paru-paru yang jelas terlihat (Darmono,

1995).

Page 30: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

14

Logam Cd atau kadmium mempunyai penyebaran yang sangat luas di

alam. Sumber cadmium dapat berasal dari pabrik peleburan besi, baja, produksi

semen, pembakaran sampah dan penggunaan logam yang berhubungan dengan

hasil produksinya (pabrik baterai, aki, pigmen warna, pestisida, gelas dan

keramik (Darmono, 1995). Sumber Cd dalam laut terutama berasal dari alam

yaitu letusan gunung, debu yang terbawa angin, lahan pertanian yang

menggunakan pupuk yang mengandung kadmium dan aliran sungai yang

berasal dari lahan tersebut. Sumber lainnya merupakan hasil bangunan manusia

berasal dari pertambangan, ekstraksi dan pengolahan Zn (Laws, 1993).

2.2.3 Merkuri (Hg)

Merkuri (Hg) atau air raksa adalah logam yang ada secara alami,

merupakan satu-satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair (Agustina,

2010). Merkuri merupakan salah satu jens logam berat yang sangat berbahaya.

Bahaya merkuri khususnya Hg metil (MeHg) telah dikenal luas. Melalui proses

akumulasi secara biologi (bioakumulasi), proses perpindahan secara biologi

(biotransfer) dan pembesaran secara biologi (biomagnifikasi) yang terjadi secara

alamiah, organisme laut mengakumulasi MeHg dalam konsentrasi yang relatif

tinggi (Yasuda, 2000).

Merkuri dalam perairan dapat berasal dari buangan limbah industri listrik,

elektronik, baterai, pabrik bahan peledak, fotografi, pelapisan cermin, industri

bahan pengawet, pestisida, industry kimia, petrokimia, limbah kegiatan

laboratorium dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan tenaga fosil

(Suryadiputra, 1995). Jenis logam berat air raksa (Hg) tidak termasuk yang

dibutuhkan dalam proses metabolisme, peranannya belum diketahui dengan

jelas pada makhluk hidup. Mereka merupakan bahan pencemar yang berbahaya

akibat dari pembuangan sampah-sampah ke sungai secara berlebihan. Hal ini

Page 31: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

15

dapat terjadi melalui tiga cara. Pertama, akibat dari pembuangan sisa industri

yang tidak terkontrol. Kedua, berasal dari lumpur minyak yang kadang-kadang

juga mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Ketiga, berasal

dari pembakaran minyak (hidrokarbon) dan batubara di daratan, Mereka

melepaskan logam berat ke dalam atmosfer dimana kemudian bercampur

dengan air hujan dan jatuh ke dalam air (Hutabarat dan Evans, 1987).

2.2.4 Mekanisme Penyerapan Logam Berat oleh Tiram

Menurut Darmono (2001), kemampuan organisme air dalam menyerap

(absorpsi) dan mengakumulasi logam berat masuk kedalam jaringan tubuh

melalui beberapa cara yaitu melalui saluran pernapasan (insang), saluran

pencernaan dan difusi permukaan kulit. Penyerapan logam melalui pernafasan

biasanya cukup besar, baik pada organisme air yang masuk melalui insang

mapun hewan darat yang masuk melalui debu di udara ke saluran pernafasan.

Penyerapan melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen saja tetapi

jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar

walaupun penyerapannya relatif kecil. Proses dalam tubuh hewan, logam di

serap oleh darah berkaitan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan

ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam organ

detoktifikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Jaringan-jaringan tersebut biasanya

logam juga berkaitan dengan berbagai jenis protein enzim maupun protein lain

yang disebut metaloenzim (Connel dan Miller, 2006).

Proses penyaringan pada bivalvia masuk melalui sifon inkurel dan tersaring

di insang. Penyusun utama lapisan membran insang adalah epitel pipih selapis

dan berhubungan langsung dengan sestem pembuluh dan diduga logam berat

yang masuk bersamaan dengan partikel makanan mengalami difusi melalui

membran insang dan terbawa aliran darah (Barnes, 1968). Insang bivalvia

Page 32: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

16

termasuk P. viridis mempunyai mucus atau lendir yang penyusun utamanya

adalah glikoprotein, sehingga diduga logam berat tersebut terikat oleh

metallothionein karena penyusun utamanya adalah sistein yaitu protein yang

tergolong dalam gugus sulfidril (-SH) yang mampu mengikat logam. Oleh karena

sifat mucus insang yang mengalami regenerasi, maka logam berat yang telah

terikat pada mucus insang turut terlepas dari tubuhnya (Overnell dan Sparla,

1990).

2.3 Metallothionein (MT)

Metallothionein (MT) merupakan peptide dengan berat molekul yang

rendah dengan konten sistein tinggi. Proses dalam avertebrate air, MT berperan

penting dalam detoktifikasi logam dan sering disebut sebaga biomarker yang

berguna untuk logam berat beracun (Desouky, 2012). Tiram diakui memiliki

kapasitas konsentrasi penyerapan logam berat yang terdapat pada lingkungan

perairan. Logam berat yang dihasilkan berkaitan dengan keberadaan

detoktifikasi yang efektif yang melibatkan mekanisme perangkap untuk logam

berat yang masuk dengan ligan spesifik dalam sitosol. Metallothionein

merupakan protein dengan molekul rendah, sistein protein yang tinggi berperan

untuk mengikat logam (Couillard et al., 1993).

Metallothionein merupakan protein yang sangat akurat sebagai indikator

pencemaran di suatu perairan. Hal ini didasarkan pada suatu fenomena alam di

mana logam-logam dapat terserap di dalam jaringan tubuh organisme yang

dimungkinkan karena adanya protein tersebut. Dengan demikian, metallothionein

merupakan protein pengikat logam (metal-binding protein) yang berfungsi dan

berperan dalam proses pengikatan/penyekapan logam di dalam jaringan setiap

mahluk hidup (Lasut, 2002). Sifat utama dari MT adalah mengandung 26-33%

asam amino cysteine (Cys) serta tidak mempunyai asam amino aromatik atau

Page 33: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

17

histidin. MT merupakan protein (polipeptida) yang mempunyai massa molekul

yang kecil (4-8 kDa). MT adalah protein yang terkonservasi, yang ditemukan

tidak hanya pada berbagai tingkat jaringan/organ (misalnya hati, ginjal, insang,

testis, usus, otot, plasma, eritrosit, sel-sel epitelial dan urine) tetapi ditemukan

juga pada sitoplasma dan nukleus yang ada pada tiram (Anwar, 2008).

Metallothionein merupakan protein pengikat logam (metal-binding protein)

yang memiliki fungsi dalam proses pengikatan logam di dalam jaringan setiap

mahkluk hidup. Biomarker merupakan akhir dari uji ekotoksikologi yang

menunjukkan efek pada organisme hidup. Salah satu kunci fungsi dari biomarker

adalah sebagai tanda peringatan dini, dari suatu pengaruh senyawa toksik

secara biologi dan biomarker dipercaya sebagai respon pada sub organisme

(molekuler, biokimia dan phisiologi) reaksi awal sebelum respon terjadi pada

tingkatan organisasi (spektrum) biologi yang lebih tinggi (Hanson, 2008).

Metallothionein berfungsi sebagai biomarker pencemaran logam berat, sehingga

dapat digunakan sebagai alat untuk monitoring lingkungan perairan yang

tercemar logam berat seperti Cd, Pb dan Hg (Dewi et al., 2014).

2.4 Mekanisme Pengikatan Logam Berat oleh Metallothionein

Metallothionein merupakan protein yang sangat peka dan akurat sebagai

indikator pencemaran. Hal ini didasarkan pada suatu fenomena alam di mana

logam-logam dapat terjerap di dalam jaringan tubuh organisme yang terdapat

adanya protein tersebut. Dengan demikian, metallothionein merupakan protein

pengikat logam (metal-binding protein) yang berfungsi dan berperan dalam

proses pengikatan/penyekapan logam didalam jaringan setiap makhluk hidup

(Lasut, 2002). Keberadaan metallothionein setidaknya memiliki dua fungsi

utama, yaitu membersihkan materi radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh

dan detoksifikasi logam untuk mencapai keadaan homeostasis. Adapun salah

Page 34: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

18

satu fungsi metallothionein adalah sebagai detoksifikasi logam untuk mencapai

keadaan homeostatis, sehingga adanya metallothionein menyebabkan

organisme menjadi resisten terhadap adanya logam berat dan menyebabkan

toksisitas dari logam berat berkurang (Carpene et al., 2007).

Larva tiram dapat digunakan untuk mengevaluasi metallothionein sebagai

biomarker paparan logam karena konsentrasi logam berat dan MT sangat

berkaitan. Larva tiram yang berukuran lebih kecil dibandingkan induknya atau

tiram dewasa lainnya memiliki respon yang cepat dalam waktu 24 jam terhadap

paparan logam berat, sedangkan induksi MT terjadi secara maksimal pada tiram

yang matang gonad (Damiens et al., 2006). Faktor usia, ukuran, jenis kelamin,

kematangan gonad, perbedaan spesies, perubahan musim, suhu, salinitas,

reproduksi, ukuran dan/atau umur dapat mempengaruhi konsentrasi dan

produksi MT yang nantinya juga berpengaruh terhadap penyerapan daan

akumulasi logam berat dalam tubuh tiram sebagai respon terhadap pemaparan

logam berat (Dabrio et al., 2002).

MT memiliki sekelompok protein intraseluler, terdapat 4 kelompok MT (MTI,

MTII, MTIII, dan MTIV) telah dikenal sampai sekarang menurut Expert Protein

Analysis System (ExPASy) Proteomics Server. Berat molekul 6,0-6,9 kDa,

jumlah asam amino sekitas 61 dan PI sekitar 8,3 hanya MT3 yang berbeda

karena mengandung 68 asam amino dan PI sekitar 4,8. MT terlibat dalam proses

patofisiologi seperti homeostasis ion logam dan detoksifikasi. Pada proses

detoksifikasi pentingnya MT yaitu dimana protein dapat berperan sebagai

penanda biologi pencemaran logam berat dari lingkungan. Perbandingan antara

logam berat dan MT bisa sangat berguna tidak hanya dari aspektoksikologi tetapi

juga dari aspek biokimia (Kriskova et al., 2007).

Page 35: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

19

Gambar 5. Mekanisme Pengikat Logam Berat oleh MT (Kriskova et al., 2007)

Gambar 5 menjelaskan mekanisme penyerapan logam berat dimana

metallothionein dalam tubuh tiram memiliki dua domain yang dapat mengikat

logam berat yaitu domain α dan domain β yang berasal dari cluster sistein.

Logam berat dengan kelompok sistein sufhidril membentuk ikatan kovalen, N

terminal merupakan bagian dari protein yang ditandai sebagai domain dan

memiliki empat tempat untuk mengikat ion divalen. Dalam hal ini domain β

berfungsi mengikat tiga ion divalen logam berat, MT mampu mengikat dua belas

ion logam pada ion univalen (Adam, 2006).

2.5 Pengamatan Metallothionein (MT) dengan Metode Enzyme-Linked

Immunosorbent Assay (ELISA)

Metode ELISA diyakini sebagai metode yang mudah dilakukan serta cukup

sensitif terhadap bahan pencemar khususnya logam berat (Rachmawati et al.,

2004). Metode ELISA adalah tes serologis yang umumnya dilakukan dalam

berbagai bentuk pada tipe antigen dan reagen yang digunakan pada saat

melakukan tes. Teknik tes ELISA hanya dapat mendeteksi antibody spesifik

genus dan tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi serogrup atau serovar.

Prinsip teknik ELISA secara umum adalah antibodi yang terdapat dalam serum

dimasukkan ke dalam anti gen yang sudah difiksasi pada penyangga padat (plat

mikrotiler), yang kemudian dilakukan inkubasi selama waktu tertentu dan dicuci

Page 36: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

20

untung menghilangkan antibody yang berlebihan. Selanjutnya ditambahkan

antibody anti-spesies yang dikonjugasi dengan enzim (Setiawan, 2007).

Metode ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) dirancang untuk

mendeteksi dan mengukur peptida, protein, antibodi dan hormon (Boster

Biological Technology, 2011). Cara kerja metode ELISA yaitu dengan

menggunakan aktivitas enzim untuk mendeteksi pengikatan antigen (Ag) dan

antibodi (Ab). Enzim akan mengubah sampel menjadi produk berwarna yang

nantinya akan mengindikasi keberadaan Ag maupun Ab (Bull, 1976).

2.6 Parameter Kualitas Air

2.6.1 Suhu

Suhu perairan merupakan faktor penting dalam pengaruh suatu organisme.

Perubahan suhu dapat mempengaruhi kehidupan komunitas keberadaan jenis

dan muara sungai cenderung bervariasi (Rangan, 1996). Hal tersebut diperkuat

oleh pendapat Riniatsih (2009) yang menyatakan bahwa, suhu mempengaruhi

aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakkan, oleh karena itu suhu di

perairan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan organisme di

dalamnya. Secara ekologis perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi

dan kelimpahan bivalvia dan gastropoda.

Peranan suhu terhadap akumulasi logam di jaringan sangat besar karena

meningkatnya suhu dapat meningkatkan laju metabolisme pada kerang,

sehingga bioakumulasi pada kerang lebih besar. Hal ini sejalan dengan pendapat

Amriyani et al. (2011) menyatakan bahwa, apabila suhu perairan meningkat

cenderung akan meningkatkan akumulasi dan toksisitas logam berat, hal ini

terjadi karena metabolisme organisme air juga ikut meningkat. Kondisi ini

didukung oleh jenis sedimen yang terdapat pada titik pengambilan kerang yaitu

tipe sedimen lempung berlumpur, dimana sedimen dengan kandungan lumpur

Page 37: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

21

(debu) yang tinggi akan meningkatkan akumulasi logam. Kondisi sedimen

dengan fraksi lumpur akan berpengaruh terhadap konsentrasi logam (Hamzah,

2010).

2.6.2 pH

pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen dari larutan. Perairan dengan

nilai pH=7 adalah netral, pH<7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam,

sedangkan pH>7 dikatakan perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Setyawati

(1986), menegaskan bahwa pH 6,95- 8,35 merupakan kisaran yang masih layak

bagi kehidupan organisme bivalvia. Pada kondisi tertentu pH ini akan berubah-

ubah sesuai dengan sifat zat-zat yang terdapat dalam perairan yang

bersangkutan, seperti adanya penambahan volume air akibat adanya hujan dan

meningkatnya suhu perairan tersebut.

Sedimen dapat mengakumulasi logam berat dalam padatan yang ada di

perairan. Sedimen adalah lapisan bawah yang melapisi sungai, danau, teluk,

muara dan lautan. Pada umumnya logam-logam berat yang terdekomposisi pada

sedimen tidak terlalu berbahaya bagi makhluk hidup perairan, perubahan pH

akan berpengaruh terhadap kondisi akuatik yang bersifat dinamis, yang akan

menyebabkan logam-logam yang terendapkan dalam sedimen terionisasi ke

perairan. Hal inilah yang merupakan bahan pencemar dan akan memberikan

sifat toksik terhadap organisme hidup bila jumlah tersebut ada dalam berlebih

atau melewati ambang batas (Siaka, 2008). Suatu perairan yang memenuhi

syarat untuk kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5–7,5. pH air diperairan akan

berubah apabila terdapat bahan asing masuk kedalamnya seperti air limbah dan

buangan industri yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik.

Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH

antara 7–8,5. (Warlina, 2004)

Page 38: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

22

2.6.3 Salinitas

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air yang

dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Salinitas di perairan laut

dapat mempengaruhi konsentrasi logam berat yang mencemari lingkungan laut

(Hutagalung, 1991). Menurut Mukhtasor (2007), penurunan salinitas pada

perairan dapat menyebabkan tingkat akumulasi logam berat pada organisme

menjadi semakin besar.

Air laut mempunyai kekeruhan yang cukup tinggi dipengaruhi oleh

masukan massa air sungai yang terjadi didaerah tersebut. Kekeruhan itu juga

disebabkan oleh adanya percampuran air tawar dan air laut, yang menyebabkan

bertambahnya nilai salinitas, sehingga kekuatan ionik semakin bertambah

(Chester, 1990). Bertambahnya kekuatan ionik menyebabkan gaya tarik menarik

antar partikel menjadi lebih kuat dan mengakibatkan terkumpulnya suatu materi

yang sering disebut dengan floc (gumpalan). Apabila resultante gaya tarik

menarik besar maka ukuran floc ini akan semakin besar. Selain itu, partikel-

partikel yang ada di estuari mempunyai kemampuan mengadsorpsi logam berat,

sehingga kadar logam terlarut di kolom air menjadi berkurang, kemudian logam

ini diendapkan dalam sedimen. Estuari bertindak sebagai filter bahan-bahan

kimia, termasuk logam berat yang terbawa oleh aliran sungai. Filter ini bekerja

terutama melalui perubahan dari fase terlarut menjadi fase partikel (Maslukah,

2006).

2.6.4 Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter kualitas air yang sangat

vital bagi kehidupan organisme perairan. Konsentrasi oksigen terlarut cenderung

berubah-ubah sesuai dengan keadaan atmosfir. Penurunan kadar oksigen

terlarut mempunyai dampak nyata terhadap makhluk hidup air (Edward dan

Page 39: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

23

Pulumahuny, 2003). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan

pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan

oksigen terlarut dengan jumlah yang banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi

antar organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan

mempengaruhi system respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar

oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi,

organisme akuatik tidak akan tumbuh dengan baik (Effendi, 2003).

Oksigen terlarut adalah kadar ukuran relatif oksigen yang terlarut

dalam suatu media tertentu contohnya perairan. Oksigen dibutuhkan semua

makhluk hidup untuk pernapasan, pertumbuhan dan metabolisme (Elfinurfajri,

2009). Oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organik

dalam air. Tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air

tidak dapat hidup karena oksigen dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi

fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak

efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk

proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air

tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data

temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25°C

dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 2004).

Page 40: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

24

3. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

Materi penelitian ini adalah kadar logam berat Pb, Cd dan Hg pada insang

Crassostrea cucullata serta kadar Metallothionein (MT) pada insang Crassostrea

cucullata. Selain itu dilakukan pengukuran kualitas air antara lain suhu, pH,

salinitas dan oksigen terlarut pada media tempat hidup Crassstrea cucullata.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada berbagai

prosedur diantaranya: pengukuran kuaitas air suhu, pH, salinitas dan oksigen

terlarut, pembedahan dan pengambilan jaringan insang Crassostrea cucullata,

kadar logam berat Pb, Cd dan Hg serta pengujian kadar Metallothionein pada

Crassostrea cucullata. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Lampiran 1.

3.3 Metode Penelitian

Metode pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

metode deskriptif. Menurut Surakhmad (1998), metode deskriptif adalah sebuah

metode yang menggambarkan keadaan atau kejadian disuatu daerah tertentu.

Pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas pada pengumpulan dan

penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan pembahasan tentang data tersebut,

sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum, sistematis,

aktual dan valid mengenai fakta dan sifat-sifat populasi daerah tersebut.

Data dalam penelitian89ol kegiatan lapang ini pengambilan data yang

dikumpulkan meliputi:

Page 41: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

25

a. Data Primer

Menurut Wandansari (2013), data primer adalah data yang diperoleh

langsung dari sumber pertama yaitu individu atau perseorangan yang

membutuhkan pengelolaan lebih lanjut seperti hasil wawancara atau hasil

pengisian kuesioner. Data primer yang digunakan penulis berupa tanya jawab

langsung dengan pihak-pihat terkait. Dalam metode pengumpulan data primer,

peneliti harus melakukan sendiri observasi untuk mengumpulkan data di

lapangan (Nasution, 2009).

Data primer yang diambil dalam penelitian ini meliputi parameter utama

kualitas perairan yang diukur meliputi suhu, pH, salinitas dan oksigen terlarut,

kadar metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata, kadar logam

berat Pb, Cd dan Hg.

b. Data Sekunder

Menurut Wandansari (2013) dan Aedi (2010), data sekunder merupakan

data yang dikumpulkan diolah dan disajikan oleh pihak lain, yang biasanya dalam

publikasi atau jurnal. Disini peneliti hanya bertindak sebagai pihak/ tangan kedua.

Dalam penelitian, data sekunder diperoleh dengan menggunakan metode

documenter dan jurnal yaitu buku-buku ilmiah, pendapat-pendapat pakar, fatwa-

fatwa ulama‟ dan literatur yang sesuai dengan tema dalam penelitian.

Adapun teknik pengambilan data sekunder dalam penelitian skripsi ini

didapatkan dari jurnal, buku, situs web serta kepustakaan yang dapat menunjang

seperti data suhu, pH, salinitas dan oksigen terlarut.

Page 42: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

26

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Penentuan Stasiun Penelitian

Penentuan sampel pada penelitian ini didasarkan atas 3 stasiun yang

berbeda. Perbedaan stasiun tersebut dianggap dapat mempengaruhi kadar

bahan pencemar khususnya logam berat sehingga penyerapan logam berat Pb,

Cd, dan Hg oleh tiram juga berbeda. Pengambilan sampel tiram dilakukan di tiga

lokasi, yaitu sub stasiun 1 bertempat di dermaga, sub stasiun 2 terletak di TPI

dan sub stasiun 3 terletak di daerah mangrove dan wisata pantai yang

berdekatan dengan pemukiman penduduk dan aktivitas lainnya. Sub stasiun 1

(Dermaga) merupakan bagian pelabuhan yang digunakan sebagai berlabuhnya

kapal-kapal nelayan. Sub stasiun 2 (TPI) merupakan bagian pelabuhan yang

digunakan sebagai tempat berlabuhnya kapal, tempat pelelangan ikan (TPI),

SPDN (Stasiun Pengisian Disel Nelayan) dan dekat dengan warung-warung

makan untuk nelayan. Sedangkan sub stasiun 3 merupakan daerah mangrove

dan wisata pantai.

Pemilihan lokasi-lokasi tersebut didasarkan pada dugaan jenis cemaran

yang berasal dari sumber buangan limbah yang berbeda. Misalnya pada sub

stasiun 1, diduga cemaran berasal dari limbah oli buangan mesin kapal, atau

limbah perbaikan kapal. Sedangkan sub stasiun 2, diduga cemaran berasal dari

TPI atau SPDN. Untuk sub stasiun 3, diduga cemaran berasal limbah domestik

masyarakat yang memanfaatkan pantai sekitar sebagai tempat pembuangan.

Dari tiga stasiun tersebut, masing-masing stasiun ditentukan tiga titik dan

masing-masing titik diambil tiga sampel tiram. Parameter pendukung yang diukur

antara lain yaitu suhu, pH, salinitas dan oksigen terlarut.

Page 43: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

27

3.4.2 Pengambilan Sampel Tiram Crassostrea cucullata

Tiram jenis Crassostrea cucullata hidup menempel di batuan, dinding

dermaga dan akar mangrove sehingga dalam mengambil organisme tersebut

dibutuhkan palu dan tatah. Sampel yang telah diambil kemudian diseleksi baik

dari keutuhan bentuk cangkang dan disortir berdasarkan jenis spesiesnya.

Sampel tersebut kemudian dimasukkan kedalam jerigen yang telah diisi dengan

air, kemudian diberi aerasi dengan menggunakan aerator baterai dan

dimasukkan ke dalam coolbox. Sampel tiram Crassostrea cucullata diambil dari

tiga stasiun yang berbeda yaitu pada daerah pelabuhan, tempat pelelangan ikan

dan sekitar mangrove dimana setiap stasiun dilakukan pengulangan sebanyak

tiga kali pada titik yang berbeda. Sampel air diambil secara langsung dan

ditempatkan pada botol air mineral 600 ml untuk selanjutnya dilakukan analisis di

laboratorium.

Gambar 6. (a) Bagian Insang Tiram Crassostra cucullata (Gofas, 2012)

(b) Bagian Insang Tiram Crassostrea cucullata (Dokumentasi Pribadi, 2018)

a b

Page 44: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

28

3.5 Prosedur Pengujian Sampel

3.5.1 Prosedur Pengukuran Kadar Logam Berat pada Tiram Crassostrea cucullata

Pengukuran kadar logam berat Pb, Cd dan Hg pada insang tiram

Crassostrea cucullata dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption

Spectrophotometry) yang dilakukan di laboratorium Kimia Analitik, Fakultas MIPA

Universitas Brawijaya, Malang:

- Mengambil tiram sebanyak ±2-3 buah tiram untuk di ambil organ

insangnya.

- Menimbang sampel organ insang sebanyak 2 gram kemudian memasukkan

kedalam beaker glass.

- Menambahkan HNO3 pekat sebanyak 30 ml dan didiamkan 1 malam untuk

permulaan dekomposisi.

- Memanaskan sampel selama 2 jam dan dijaga agar tidak sampai meluap.

- Menambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 ml kedalam beaker glass dan

dipanaskan selama 2 jam.

- Menambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 ml dan dipanaskan selama 3 jam

atau sampai diperoleh larutan jernih kekuning-kuningan (pemanasan

dianjurkan sampai sisa HNO3 menguap kemudian didinginkan).

- Memindahkan larutan kedalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan pelarut

akuades sampai tanda batas.

- Mengukur sampel menggunakan AAS dengan memakai lampu katoda yang

sesuai dengan logam yang akan diuji dan dicatat absorbansinya.

Page 45: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

29

3.5.2 Prosedur Pengukuran Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata

Tahapan yang dilakukan untuk menentukan kadar Metallothionein secara

kuantitatif adalah sebagai berikut :

1. Tahap Pengambilan Sampel

- Mengambil tiram sebanyak ±1-2 buah tiram untuk di ambil organ

insangnya.

- Menimbang sampel organ insang tiram Crassostrea cucullata sebanyak

masing-masing 0,1 gram dan mencuci dengan PBS sebanyak tiga kali.

- Memasukkan sampel ke dalam kantong plastik dengan diberi es batu

(maksimum 4 jam untuk proses homogenasi).

- Bila sampel akan dihomogenasikan lebih dari 4 jam maka sampel harus

segera dibekukan pada suhu -20 oC.

2. Tahap Homogenasi

- Menggerus jaringan dalam mortal yang sudah didinginkan dan

ditambahkan 3 ml buffer homogenisasi (0,5 M sukrosa, 20 mM Tris-HCL

buffer, pH 8,6, mengandung 0,01 % ß-mercaptoethanol) dalam plastik atau

tabung kaca.

- Menghomogenisasikan jaringan dengan menggunakan homogenizer

jaringan.

- Menambahkan kedalam homogenate dengan Aliquot (larutan induk)

sebanyak 3 ml. Sebagai kontrol, jumlah yang diketahui dari standar

metallothionein untuk dikalibrasi hasil sampel yang diperoleh. Aliquot dapat

disimpan pada suhu -20 oC.

3. Tahap Ekstraksi

- Mensentrifugasi homogenate di 30.000 x g selama 20 menit untuk

mendapatkan supernatant yang mengandung Metallothionein.

Page 46: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

30

- Menambahkan 1,05 ml etanol absolute dingin (-20 oC) dan 80 ml kloroform

per 1 ml supernatan yang dihasilkan.

- Mensentrifugasi sampel dingin (pada 0–4 oC) pada 6000 x g selama 10

menit.

- Menambahkan 3 ml etanol dingin pada supernatant yang dihasilkan dan

disimpan pada suhu -20 oC selama 1 jam.

4. Tahap Pemurnian dan Kuantifikasi Metallothionein

- Mensentrifugasi supernatant pada 6000 x g selama 10 menit.

- Pellet yang dihasilkan, dicuci dengan etanol: kloroform: buffer

homogenisasi (87 : 1 : 12).

- Mensentrifugasi lagi pada 6000 x g selama 10 menit.

- Mengeringkan di bawah aliran gas nitrogen untuk menyelesaikan

penguapan

- Resuspended pellet kering dalam 300 ml dari 5 mM Tris-HCL, 1 mM EDTA,

pH 7.

- Mensuspensikan fraksi metallothionein menjadi 4,2 ml dengan kosentrasi

0,43 mM dengan penambahan 5,5 dithiobis (asam nitrobenzoic) dalam

buffer fosfat 0,2 M, pH 8.

- Mendiamkan selama 30 menit pada suhu kamar untuk mengurangi

konsentrasi sulfhidril.

5. Tahap Estimasi dengan Metode ELISA

- Pembuatan denah plate ELISA dan coating buffer. Denah dibuat

berdasarkan kode sampel.

- Coating antigen dengan kadar antigen yang digunakan adalah (1 : 20)

diencerkan dengan coating buffer dan diinkubasi dengan suhu 4 oC

semalam.

Page 47: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

31

- Keesokan harinya mencuci plate menggunakan larutan PBS Tween 0,2

% sebanyak 100 µl dan diulang tiga kali.

- Menambahkan 100 µl antibodi primer anti MT (1 : 400) dalam assay

buffer.

- Menginkubasi plate Elisa pada suhu ruang selama 1 jam sambil dishaker

dengan shaker Elisa plate.

- Mencuci dengan PBS Tween 0,2 % sebanyak 100 µl dan diulang tiga kali.

- Menambahkan 100 µl larutan SAHRP (1 : 1000) dalam assay buffer lalu

inkubasi pada suhu ruang selama 1 jam sambil dishaker.

- Mencuci dengan PBS Tween 0,2 % sebanyak 200 µl dan diulang tiga kali.

- Menambahkan 100 µl masing-masing lubang substrat sure blue TMB

microwell lalu inkubasi 20–30 menit pada ruang gelap. Jika terjadi reaksi

antara antigen dengan antibodi maka akan berubah menjadi biru.

- Menambahkan 100 µl HCL 1 N sebagai stop reaksi. Pada tahap ini

larutan warna biru berubah menjadi kuning.

- Membaca dengan ELISA reader dengan panjang gelombang 450 nm.

- Hasil absorbansi dikonversi dengan kurva standart dan diketahui nilai

Metallothionein.

3.6 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi kolerasi

dengan model regresi linier sederhana pada software SPSS versi 16.0. Analisis

regresi merupakan alat analisa yang mampu menjelaskan pola hubungan antara

dua variabel atau lebih yang terdiri atas variabel independen (X) dan variabel

dependen (Y), sedangkan koefisien korelasi menunjukkan arah hubungan antara

variabel X dan Y (Sungkawa, 2013). Menurut Sujianto (2009), menyatakan

bahwa regresi sederhana seringkali digunakan untuk mengatasi permasalahan

Page 48: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

32

analisis regresi yang melibatkan hubungan dari variable terikat dengan variabel

bebas. Model regresi ini digunakan untuk mengetahui hubungan kadar

metallothionein (MT) yang merupakan variabel terikat (Y) pada lambung

Crassostrea cucullata terhadap kadar logam berat Pb, Cd dan Hg yang

merupakan variabel bebas (X).

3.7 Analisis Kualitas Air Pendukung

Parameter analisis kualitas air pendukung dalam penelitian ini antara lain

suhu, pH salinitas dan oksigen terlarut. Tujuan analisis kualitas air mendukung,

menunjang serta untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan tempat hidup

Crassostrea cucullata.

3.7.1 Suhu

Pengukuran suhu diukur dengan menggunakan DO meter. Menurut Pusat

Pendidikan Kelautan dan Perikanan (2009), prosedur pengukuran kadar oksigen

terlarut dengan menggunakan DO meter sebagai berikut:

- Menyiapkan DO meter dan pastikan dalam kondisi baik.

- Melepaskan sensor dari badan alat.

- Mengkalibrasi dengan cara sesuai yang tercantum dalam buku manual alat.

- Mencelupkan sensor dalam perairan sesuai dengan kedalaman yang

diinginkan.

- Menekan tombol „ON‟ pada alat hingga muncul angka pada layar monitor.

- Mendiamkan beberapa saat hingga angka pada layar monitor dalam

kondisi stabil.

- Angka yang tertera di layar monitor merupakan hasil pengukuran suhu

pada perairan tersebut.

- Mencatat hasilnya dalam lembar kerja.

Page 49: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

33

3.7.2 pH

Pengukuran pH di lakukan dengan menggunakan pH meter. Berdasarkan

Standar Nasional Indonesia (SNI) No.06-6989.11-2004, adapun prosedur

pengukuran pH adalah sebagai berikut :

- Melakukan kalibrasi pH meter dengan menggunakan aquades.

- Memasukkan pH meter kedalam air sampel.

- Mencatat dan dicatat hasilnya setelah setelah angka yang tertera pada pH

meter stabil.

3.7.3 Salinitas

Pengukuran salinitas pada penelitian ini diukur dengan menggunakan

salinometer. Menurut Prambudiarto (2014), prosedur pengukuran salinitas di

adalah sebagai berikut:

- Mengkalibrasi sensor yang ada pada salinometer dengan aquades.

- Mengeringkan sensor dengan tissue.

- Menekan tombol start pada salinometer.

- Mencatat hasil yang tertera.

3.7.4 Oksigen Terlarut

Pengukuran oksigen terlarut diukur dengan menggunakan DO meter.

Menurut Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan (2009), prosedur pengukuran

kadar oksigen terlarut dengan menggunakan DO meter sebagai berikut:

- Menyiapkan DO meter dan pastikan dalam kondisi baik.

- Melepaskan sensor dari badan alat.

- Mengkalibrasi dengan cara sesuai yang tercantum dalam buku manual alat.

- Mencelupkan sensor dalam perairan sesuai dengan kedalaman yang

diinginkan.

Page 50: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

34

- Menekan tombol „ON‟ pada alat hingga muncul angka pada layar monitor.

- Mendiamkan beberapa saat hingga angka pada layar monitor dalam

kondisi stabil.

- Angka yang tertera di layar monitor merupakan hasil pengukuran DO pada

perairan tersebut.

- Mencatat hasilnya dalam lembar kerja.

Page 51: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

35

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Stasiun 1

Adapun banagunan-bangunan yang dimiliki oleh PPP Pondokdadap yaitu

Kantor Badan Pengelola Pelabuhan, gedung pertemuan, mess dan

perbengkelan. Fasilitas yang dipersiapkan oleh PPP Pondokpapan cukup

lengkap antara lain: dermaga, Tempat Pelelangan Ikan, pabrik es, sarana air

bersih dan fasilitas penjualan solar khusus nelayan (SPDN). Desa tambakrejo

berdasarkan keadaan topografinya berada pada ketinggian 15 meter dari

permukaan laut. Desa Tambakrejo memiliki luas 2.735.850 km2. Luas tersebut

meliputi daratan dan perbukitan ataupun pegunungan. Peta lokasi penelitian

dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.1.1 Sub Stasiun 1 Lokasi Dermaga

Pengambilan sampel pada sub stasiun 1 yaitu berlokasi di dermaga,

dimana tempat tersebut tidak jauh dari tempat penjualan ikan (pasar ikan) dan

jasa untuk wisata menuju pulau Sempu. Sampel yang ditemukan menempel di

dinding beton tempat bersandarnya kapal nelayan. Pemilihan stasiun ini

dikarenakan dermaga merupakan lokasi atau tempat bersandarnya kapal

sehingga terdapat aktivitas-aktivitas seperti halnya mencuci kapal, pengisian

bahan bakar dan lain-lain, sehingga lokasi ini diduga sebagai lokasi yang

mengalami pencemaran yang mampu mengakibatkan terdapatnya logam berat.

Logam berat merupakan material yang sangat berbahaya tidak hanya bagi

manusia namun juga untuk organisme perairan. Kondisi perairan disekitar

dermaga ditemukan dalam keadaan terselimuti lapisan minyak tipis yang diduga

berasal dari sisa-sisa bahan bakar dan oli kapal yang tumpah kedalam perairan.

Gambar sub stasiun 1 lokasi dermaga dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 52: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

36

Gambar 7. Sub Stasiun Lokasi Dermaga (Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.1.2 Sub Stasiun 2 Lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Pengambilan sampel pada sub stasiun 2 yaitu berlokasi di Tempat

Pelelangan Ikan (TPI). Sampel yang ditemukan menempel di batuan besar

Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Pemilihan stasiun ini dikarena TPI merupakan

lokasi yang berpotensi tercemar khususnya logam berat dan lokasi sekitar TPI

masih mendapatkan pengaruh dari kegiatan manusia meliputi kegiatan

perkapalan dan beberapa kegiatan manusia yang menghasilkan limbah akibat

kegiatan pengisian bahan bakar. Kondisi perairan disekitar TPI ditemukan dalam

keadaan tidak jernih dan banyak sampah di bawah tiang-tiang penyangga TPI.

Gambar sub stasiun 2 lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8. Sub Stasiun Lokasi TPI (Dokumentasi Pribadi, 2018)

Page 53: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

37

4.1.3 Sub Stasiun 3 Lokasi Mangrove

Pengambilan sampel pada sub stasiun 3 yaitu berlokasi di Clungup

Mangrove Conservation, yaitu sebuah kawasan yang menjadi lokasi

perlindungan dan rehabilitasi hutan bakau. Sampel yang ditemukan menempel di

di akar dan batang pohon mangrove. Pengambilan sampel dilakukan pada saat

pantai dalam keadaan surut sehingga lebih memudahkan dalam pengambilan

sampel tiram. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari

gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove juga memiliki fungsi

penting bagi biota perairan yaitu sebagai tempat mencari makan, berpijah dan

sebagai tempat perlindungan beberapa organisme air salah satunya adalah

tiram. Gambar sub stasiun 3 lokasi mangrove dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Sub stasiun Lokasi Mangrove (Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.2 Kondisi Umum Stasiun 2

Adapun fasilitas-fasilitas lengkap yang dimiliki yaitu berupa toilet,

penginapan, kios makanan minuman serta cindera mata. Fasilitas lain yang

disediakan pengelola pantai adalah panggung hiburan dan pendopo, dimana

panggung hiburan ini digunakan untuk menampilkan hiburan bagi wisatawan

yang diadakan pada moment tertentu. Kabupaten ini berkembang cukup baik

dengan komoditi ikan tuna, tongkol dan cakalang, serta sentra perikanan tangkap

merupakan salah satu destinasi wisata bahari. Destinasi wisata bahari lain yaitu:

Page 54: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

38

Pantai Sidem, Brumbun, Sine, Molang, Klatak, Gerangan, Sanggar, Ngalur,

Coro, Lumbung, Dlodo, Pathok, Gebang, dan Kedung Tumpang. Peta lokasi

umum dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2.1 Sub Stasiun 1 Lokasi Dermaga

Pengambilan sampel pada sub stasiun 1 yaitu berlokasi di dermaga.

Sampel yang ditemukan menempel di batuan besar dan tiang-tiang beton tempat

bersandanya kapal nelayan. Pemilihan stasiun ini dikarenakan dermaga

merupakan lokasi atau tempat bersandarnya kapal sehingga terdapat aktivitas-

aktivitas seperti halnya mencuci kapal, pengisian bahan bakar dan aktivitas

nelayan lainnya sehingga lokasi ini diduga sebagai lokasi yang mengalami

pencemaran. Kondisi perairan disekitar dermaga ditemukan dalam keadaan

banyak sampah disela batu dan tiang. Gambar sub stasiun 1 lokasi dermaga

dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Sub Stasiun Lokasi Dermaga (Dokumentasi Pribadi, 2018)

Page 55: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

39

4.2.2 Sub Stasiun 2 Lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Pengambilan sampel pada sub stasiun 2 yaitu berlokasi di Tempat

Pelelangan Ikan (TPI) yang tidak jauh dari pantai. Sampel yang ditemukan

menempel di dinding tangga dan tiang-tiang penyangga Tempat Pelelangan Ikan

(TPI). Pemilihan stasiun ini dikarena TPI merupakan lokasi yang berpotensi

pencemaran limbah ikan yang berasal dari tempat pelelangan ikan dan sisa-sisa

bahan yang tidak digunakan serta beberapa kegiatan manusia yang

menghasilkan limbah. Kondisi perairan disekitar TPI ditemukan dalam keadaan

tidak jernih dan banyak sampah di bawah tiang-tiang penyangga TPI. Gambar

sub stasiun 2 lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dapat dilihat pada Gambar

11.

Gambar 11. Sub Stasiun Lokasi TPI (Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.2.3 Sub Stasiun 3 Lokasi Wisata

Pengambilan sampel pada sub stasiun 3 yaitu berlokasi ditempat wisata.

Sampel yang ditemukan menempel di batu-batu karang pinggir pantai. Mayoritas

masyarakat di sekitar pantai merupakan masyarakat nelayan, namun sebagian

masyarakat ada yang turut terlibat dalam penyediaan kebutuhan wisatawan dan

menjadi karyawan di wisata pantai. Kondisi wisata pantai yang berbatasan

langsung dengan TPI, selain sebagai daya tarik juga menyebabkan kondisi

pantai menjadi kotor dan berbau. Terlebih saat ini banyak masyarakat sekitar

Page 56: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

40

pantai yang dengan bebas berjualan sebagai pedagang kaki lima membuat

kondisi pantai menjadi kurang tertata rapi dan terlihat kumuh. Gambar sub

stasiun 3 lokasi wisata pantai dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Sub Stasiun Lokasi Wisata (Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.3 Kondisi Umum Stasiun 3

Adapun sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan dan usaha

perikanan. Sarana dan prasarana tersebut meliputi sarana dan prasaran pokok

seperti dermaga, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi dan pemecah

gelombang/breakwater. Fasilitas fungsional yaitu dua buah Tempat Pelelangan

Ikan (TPI) yang terdapat di tiap dermaga, instalasi PDAM, instalasi bahan bakar,

instalasi listrik, bengkel, pagar keliling, tempat pengolahan hasil perikanan,

pabrik es dan dua buah cold storage. Adapun fasilitas administrasi berupa kantor

antara lain: kantor syahbandar, kantor Satker PSDKP, kantor Satker Pol-Air,

kantor TPI dan kantor Perum PPS. Fasilitas kesejahteraan yang tersedia hanya

kios/warung sedangkan MCK, poliklinik dan mushola belum tersedia. Peta lokasi

umum dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.3.1 Sub Stasiun 1 Wilayah Dermaga

Pengambilan sampel pada sub stasiun 1 yaitu berlokasi di dermaga.

Sampel yang ditemukan menempel di menempel di dinding tangga beton tempat

bersandanya kapal nelayan. Pengambilan sampel tiram dilakukan sekitar pukul

Page 57: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

41

05.30 WIB yaitu, pada saat pantai dalam keadaan surut sehingga lebih mudah

dalam proses pengambilan. Pengambilan sampel tiram dilakukan dengan

menggunakan palu dan tatah yang dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak

bagian dari tiram itu sendiri. Pemilihan stasiun ini dikarenakan dermaga

merupakan lokasi atau tempat bersandarnya kapal sehingga terdapat aktivitas-

aktivitas seperti halnya mencuci kapal, pengisian bahan bakar dan aktivitas

nelayan lainnya sehingga lokasi ini diduga sebagai lokasi yang mengalami

pencemaran. Kondisi perairan disekitar dermaga ditemukan dalam keadaan

terselimuti lapisan minyak tipis yang diduga berasal dari sisa-sisa bahan bakar

dan oli kapal yang tumpah kedalam perairan. Gambar sub stasiun 1 lokasi

dermaga dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Sub Stasiun Lokasi Dermaga (Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.3.2 Sub Stasiun 2 Wilayah Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Pengambilan sampel pada sub stasiun 2 yaitu berlokasi di Tempat

Pelelangan Ikan (TPI). Sampel yang ditemukan menempel di batuan besar dan

tiang-tiang beton Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Pemilihan stasiun ini dikarena

TPI merupakan lokasi yang berpotensi tercemar khususnya logam berat dan

lokasi sekitar TPI masih mendapatkan pengaruh dari kegiatan manusia meliputi

kegiatan perkapalan dan bersandarnya kapal nelayan di TPI saat bongkar muat

ikan. Kondisi perairan disekitar TPI ditemukan dalam keadaan tidak jernih serta

Page 58: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

42

pencemaran udara di sekitar pelabuhan terutama saat panen ikan yaitu bau ikan

mentah yang kurang sedap. Gambar sub stasiun 2 lokasi Tempat Pelelangan

Ikan (TPI) dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Sub Stasiun Lokasi TPI (Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.3.3 Sub Stasiun 3 Wilayah Wisata

Pengambilan sampel pada sub stasiun 3 yaitu berlokasi ditempat wisata

pantai. Sampel yang ditemukan menempel di batu-batu besar pemecah ombak.

Banyak masyarakat sekitar pantai yang memanfaatkan wisata ini dengan

membuka kios dan berjualan di pinggir pantai serta mengakibatkan kondisi

pantai menjadi kotor, terlihat kumuh, kurang tertata rapi dan mengurangi

keindahan pemandangan. Gambar sub stasiun 3 lokasi wisata pantai dapat

dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Sub Stasiun Lokasi Wisata (Dokumentasi Pribadi, 2018)

Page 59: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

43

4.4 Analisis Logam Berat pada Perairan

Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Lingkungan Kimia Dasar

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya,

Malang. Adapun logam berat yang dianalisis adalah logam berat Timbal (Pb),

Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg) dimana sampel logam berat yang diambil

disetiap stasiun pengamatan memiliki konsentrasi yang berbeda-beda. Data

tabel kadar logam berat pada perairan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pengamatan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg rata-rata pada perairan di stasiun

1, 2 dan 3 dapat dilihat melalui grafik pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik Rata-rata Kadar Logam Berat pada Perairan

Berdasarkan data hasil grafik diatas dapat diketahui bahwa kadar logam

berat yang diambil pada stasiun 1 diperoleh kadar Pb di air sebesar 0,0855 ppm,

kadar Cd di air sebesar 0,0023 ppm dan kadar Hg di air sebesar 0,0039. pada

stasiun 2 diperoleh kadar Pb di air sebesar 0,0056 ppm, kadar Cd di air sebesar

0,0022 ppm dan kadar Hg di air sebesar 0,0038. pada stasiun 3 diperoleh kadar

Pb di air sebesar 0,0081 ppm, kadar Cd di air sebesar 0,0057 ppm dan kadar Hg

di air sebesar 0,0039. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kadar Pb, Cd dan

Hg di air pada stasiun 3 lebih besar dari pada stasiun 1 dan stasiun 2.

STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3

PB 0.0055 0.0056 0.0081

CD 0.0023 0.0022 0.0057

HG 0.0039 0.0038 0.0039

00.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.009

0.01

Lo

ga

m B

era

t (p

pm

)

Page 60: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

44

Tingginya kadar Pb, Cd dan Hg pada perairan di stasiun 3 disebabkan

karena pada lokasi ini banyak terdapat aktivitas kapal motor nelayan yang

melintas maupun yang sedang bersandar untuk pengisian bahan bakar dan

pergantian oli, sehingga dapat menghasilkan limbah logam berat berbahaya

yang dapat terakumulasi pada tiram serta merupakan lokasi pembuangan limbah

domestik warga setempat. Jadi dapat disimpulkan bahwa banyaknya aktivitas

kapal motor nelayan ini mengakibatkan tingginya kadar logam di stasiun 3.

Menurut KEPMENLH (2004), bahwa standar baku mutu air laut untuk perairan

pelabuhan terhadap logam berat Pb sebesar 0,05 mg/l, Cd 0,01 mg/l dan Hg

0,003 mg/l. Hasil ini menunjukkan bahwa perairan Pb, Cd dan Hg masih dalam

batas normal.

4.5 Analisis Logam Berat pada Insang Tiram Crassostrea cucullata Tiram merupakan biota yang potensial terkontaminasi logam berat, karena

sifatnya yang filter feeder atau menyerap makanan termasuk makanan yang

mengandung logam berat. Organisme yang hidup sedentary atau menetap, tidak

bias menghindar dari kontaminan dan mempunyai toleransi tinggi. Terhadap

konsentrasi logam tertentu sehingga dapat mengakumulasi logam lebih besar

dari hewan lainnya (Darmono, 1995). Data tabel kadar logam berat pada insang

tiram dapat dilihat pada Lampiran 4. Pengamatan kadar logam berat Pb, Cd dan

Hg rata-rata pada insang tiram Crassostrea cucullata di stasiun 1, 2 dan 3 dapat

dilihat melalui grafik pada Gambar 17.

Page 61: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

45

Keterangan : SS = sub stasiun

Gambar 17. Grafik Rata-rata Kadar Logam Berat pada Insang Tiram Crassostrea cucullata

Berdasarkan data hasil grafik diatas dapat diketahui bahwa insang tiram

Crassostrea cucullata yang diambil pada stasiun 1 mengakumulasi logam berat

tertinggi di sub stasiun 1 yaitu Pb sebesar 0,0850 ppm, pada sub stasiun 2 kadar

logam berat yang tertinggi yaitu Hg sebesar 0,0868, sedangkan pada sub stasiun

3 kadar logam berat tertinggi yaitu Pb dan Hg sebesar 0,0389. Pada stasiun 2

mengakumulasi logam berat tertinggi di sub stasiun 1, 2 dan 3 yaitu Pb sebesar

0,0814 ppm, 0,0550 ppm dan 0,0358 ppm. Pada stasiun 3 mengakumulasi

logam berat tertinggi di sub stasiun 1, 2 dan 3 yaitu Pb sebesar 0,1245 ppm,

0,1243 ppm dan 0,0983 ppm. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kadar Pb,

Cd dan Hg yang terakumulasi dalan insang tiram pada stasiun 3 lebih besar dari

pada stasiun 1 dan stasiun 2.

Tingginya kadar Pb, Cd dan Hg yang terakumulasi dalam insang tiram di

stasiun 3 disebabkan karena pada lokasi ini banyak terdapat aktivitas kapal

motor nelayan yang melintas maupun yang sedang bersandar untuk pengisian

bahan bakar dan pergantian oli, sehingga dapat menghasilkan limbah logam

SS 1 SS 2 SS 3 SS 1 SS 2 SS 3 SS 1 SS 2 SS 3

STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3

PB 0.0850 0.0696 0.0389 0.0814 0.0550 0.0358 0.1245 0.1243 0.0983

CD 0.0575 0.0573 0.0161 0.0420 0.0298 0.0167 0.0317 0.0309 0.0231

HG 0.0824 0.0868 0.0389 0.0285 0.0404 0.0203 0.0871 0.0818 0.0327

0.0000

0.0200

0.0400

0.0600

0.0800

0.1000

0.1200

0.1400

0.1600

Lo

gam

Be

rat

(pp

m)

Page 62: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

46

berat berbahaya yang dapat terakumulasi pada tiram serta merupakan lokasi

pembuangan limbah domestik warga setempat. Jadi dapat disimpulkan bahwa

banyaknya aktivitas kapal motor nelayan ini mengakibatkan tingginya kadar

logam di stasiun 3. Menurut Dirjen Pengawasan POM No. 03725/B/SK/VII/89,

batas maksimum cemaran logam berat dalam bahan pangan pada Pb sebesar 2

mg/l, Cd 1 mg/l dan Hg 0,5 mg/l, yang terkandung dalam tiram masih di bawah

ambang batas yang telah ditetapkan oleh Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/89.

Bila dilihat dari hasil grafik diatas, insang tiram lebih banyak menyerap

timbal (Pb) dari pada kadmium (Cd) maupun merkuri (Hg). Pada stasiun 3,

insang tiram relatif lebih banyak menyerap logam berat jika dibandingkan dengan

stasiun 1 dan stasiun 2. Menurut Arfiati et al. (2012), kandungan Pb dalam tiram

lebih tinggi dibandingkan dengan dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa Pb yang

terdapat dalam air terakumulasi dalam tubuh tiram. Biota air yang hidup di dalam

perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulassi logam berat tersebut

dalam jaringan tubuhnya. Menurut Febriyanto et al. (2011), semakin tinggi

kandungan logam berat dalam perairan akan menyababkan semakin tinggi pula

kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh tiram tersebut. Menurut

Hutagalung dan Razak (1982), kadar logam berat Pb dan Cd dalam organisme

lebih tinggi dari pada dalam air laut, hal ini membuktikan bahwa unsur Pb dan Cd

telah terakumulasi oleh biota yang diamati.

Tingginya akumulasi logam berat dalam kerang berhubungan erat dengan

sifat hidupnya sebagai biota yang mengambil makanan dengan cara menyaring

air (filter feeder). Hutagalung (1991) menambahkan bahwa, kandungan logam

berat tersebut akan terakumulasi di dalam dagingnya. Organisme air sangat

dipengaruhi oleh keberadaan logam berat di dalam air, terutama pada

konsentrasi yang melebihi batas normal. Organisme air mengambil logam berat

dari badan air atau sedimen dan memekatkannya ke dalam tubuh hingga 100-

Page 63: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

47

1000 kali lebih besar dari lingkungan. Akumulasi melalui proses ini disebut

bioakumulasi. Kemampuan organisme air dalam menyerap (absorpsi) dan

mengakumulasi logam berat dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui saluran

pernapasan (insang), saluran pencernaan dan difusi permukaan kulit (Darmono,

2001).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diurutkan berdasarkan kadar logam

tiram yang di ambil lebih banyak mengakumulasi logam berat Pb, Hg dan Cd.

Hasil penelitian Mugilaksani (2013) juga menunjukkan hasil yang serupa bahwa,

tiram Crassostrea cucullata yang diamati lebih banyak mengakumulasi logam

berat Pb (1,07 ppm), Hg (0,08 ppm) dan Cd (0,57 ppm). Hal tersebut

menunjukkan bahwa tingkat bioakumulasi tiram terhadap logam berat Pb cukup

tinggi. Menurut Wulandari (2010), faktor akumulasi logam berat pada biota laut

relative berbeda, yang disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat biologis seperti

umur dan fisiologisnya serta bias disebabkan oleh sifat fisik dan kimia ataupun

aktivitas manusia yang terdapat disekitar lokasi penelitian. Logam berat Pb

masuk kedalam tiram melalui aktivitas pernafasan maupun makanan yang

selanjutnya terakumulasi pada lambung, otot dan bagian tubuh lainnya. Sesuai

dengan karakteristik kerang sebagai biota filter feeder dan hidupnya bersifat

sessil (menetap dalam waktu lama), maka logam berat Pb, Cd dan Hg dapat

terakumulasi pada tubuh tiram.

Menurut SNI (2009), batas maksimal cemaran logam berat dalam bahan

pangan, untuk Pb sebesar 1,5 mg/l, Cd 1,0 mg/l dan Hg 1,0 mg/l. Apriadi (2005)

dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, kerang jenis Perna viridis

mengakumulasi Pb antara 12.13-13.65 mg/l sementara Hg antara 0.0035-0.0078

mg/l .

Page 64: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

48

4.6 Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata

Pengambilan sampel tiram dilakukan di tiga titik tiap sub stasiun

pengamatan. Kadar metallothionein diukur menggunakan metode ELISA

(Enzyme-Linked Immunosorbent Assay). Pada hasil penelitian yang dilakukan

dapat diketahui bahwa tiram yang ada di perairan tersebut mengandung kadar

metallothionein yang berbeda pada setiap titik (ulangan), dimana pada tiram

Crassostrea cucullata terdapat kadar metallothionein. Pengaruh kadar

metallothionein dari tiram tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat pencemaran

yang berbeda pada habitatnya. Nilai rata-rata kadar metallothionein pada insang

tiram dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 18. Grafik Rata-rata Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata

Berdasarkan data hasil grafik diatas dapat diketahui bahwa rata-rata kadar

metallothionein pada insang tiram Crasostrea cucullata di stasiun 1 yaitu, sub

stasiun 1 sebesar 0,63 ng/ml, pada sub stasiun 2 sebesar 0,69 ng/ml dan pada

sub stasiun 3 sebesar 0,43 ng/ml. Rata-rata kadar metallothionein di stasiun 2

yaitu, sub stasiun 1 sebesar 0,71 ng/ml, sub stasiun 2 sebesar 0,76 ng/ml dan

sub stasiun 3 sebesar 0,51 ng/ml. Rata-rata kadar metallothionein di stasiun 3

STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3

SUB STASIUN 1 0.63 0.71 0.80

SUB STASIUN 2 0.69 0.76 0.79

SUB STASIUN 3 0.43 0.51 0.60

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0.90

Me

tall

oth

ion

ein

(n

g/m

l)

Page 65: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

49

yaitu, sub stasiun 1 sebesar 0,80 ng/ml, sub stasiun 2 sebesar 0,79 ng/ml dan

sub stasiun 3 sebesar 0,60 ng/ml.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa insang tiram Crassostera cucullata

pada stasiun 3 memiliki kadar methallothionein lebih tinggi dibandingkan dengan

stasiun 1 dan stasiun 2. Tingginya kadar methallothionein pada insang tiram di

stasiun 3 pada kawasan ini mengandung logam berat yang tertinggi bila

dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya, sehingga logam berat yang

teraakumulsi dalam insang tiram kadar logam tersebut mempengaruhi tingginya

kadar methallothionein pada insang tiram. Hal ini sesuai dengan pendapat

Roesijadi (1964) yang menyatakan bahwa, methallothionein merupakan protein

dengan berat molekul rendah yang kehadirannya dipengaruhi oleh induksi logam

dan berperan dalam metabolisme serta detokfikasi logam.

Menurut Santosa (2003), methallothionein merupakan sistem utama yang

dimiliki oleh tubuh organisme dalam mendetokfikasi logam berat seperti Pb, Cd,

Hg dan logam berat lainnya yang terakumulasi dalam tubuh. Ringwood et al.

(2004) menyatakan bahwa, terdapat hubungan positif antara methallothionein

dengan polutan logam berat. Kontaminan logam berat dapat mengakibatkan

kerusakan sistematik suatu organisme dan mengakibatkan meningkatnya

produksi methallothionein. Dengan kata lain, biomarker methallothionein akan

muncul pada perairan yang terkontaminasi logam berat seperti Pb,Cd dan Hg.

Insani dan Carpene (2014) mengungkapkan bahwa, besarnya ukuran tiram (usia

tua) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kadar

methallothionein pada tiram.

Menurut Rumahtalu et al. (2012), protein methallothionein (MT) yang

berperan sebagai protein pengikat logam berat dapat digunakan sebagai

indikator pencemaran, karena keberadaan methallothionein pada tiram berfungsi

sebagai pengikat logam berat yang terakumulasi dalam tubuh. Keberadaan

Page 66: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

50

logam berat yang berasal dari aktivitas manusia dapat masuk dan terakumulasi

dalam tiram serta meningkatkan kadar methallothionein dalam tubuh

(Mifbakhuddin et al., 2010). Menurut Suryono (2006), bivalvia mempunyai

kemampuan untuk mendetokfikasi logam berat dengan mensintesis

methallothionein. Sepanjang akumulasi logam berat tersebut bersesuaian

dengan sintesis methallothionein maka kerang dapat terus bertahan hidup.

Ketika akumulasi logam berat dalam tubuh kerang meningkat sintesis

methallothionein mungkin akan mencapai tingkat maksimum.

Menurut Klassen et al. (1999), terikatnya perannya dalam non-essensial

metal homeostasis, terdapat hubungan yang kuat antara level MT dengan

Cadmium (Cd) mauppun logam berat lain yang masuk ke dalam tubuh

organisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Amiard et al. (2006) yang

mengatakan bahwa, tinggi rendahnya kadar MT khususnya pada biota laut

utamanya dipengaruhi oleh logam berat baik yang berasal dari alam maupun dari

kontaminasi limbah kegiatan manusia yang masuk ke dalam perairan dan

selanjutnya ke tubuh biota tersebut. Dalam kondisi biologi yang baik, fisiologi

tiram akan mampu mensintesis methallothionein sesuai dengan banyaknya

logam berat yang masuk ke dalam tubuhnya sehingga logam berat tersebut

menjadi immobile dan tidak menjadi racun.

Page 67: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

51

Tabel 1. Kisaran Kadar Metallothionein (MT)

No. Judul Penelitian Hasil

1. Expression, Purification Of Metallothionein Genes From Freshwater Crab (Sinopotamon yangtsekiense) and Development Of An Antimetallothionein ELISA

Jian Yang, Hui Sun, Hao Zhang , Hui Zhou (2017)

MT berkisar 3.90-500 ng/ml

2. Metal bioaccumulation and metallothionein concentrations in larvae of Crassostrea gigas

Gautier Damiens, Catherine Mouneyrac, Franc¸oise Quiniou, Edouard His, Mauricette Gnassia-Barelli, Miche`le Rome´o (2006)

MT berkisar 0.87-4.60 ng/ml

3. A Comparative Study on The Metallothionein Content of Six Marine Benthic Organisms

Cotou, E., V. Roussis, T. Rapti and C. Vagias. (1998)

175.869 µg/g (Mytilus galloprovincialis), 264.041 µg/g (Chlamys varia), 198.207 µg/g (Cerastoderma edule), 172.401 µg/g (Venus verrucosa), 240.484 µg/g (Mactra corralina) dan 101.670 µg/g (Phallusia mamammilata)

Page 68: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

52

4.7 Hubungan Kadar Logam Berat Terhadap Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata

Hubungan kadar logam berat terhadap kanndungan metallothionein pada

insang tiram Crassostrea cucullata dihitung dengan menggunakan aplikasi SPSS

16.0 hingga didapatkan hasil koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (r)

untuk mengetahui hubungan kedua variabel yaitu hubungan antara kadar logam

berat terhadap kadar metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata.

Hubungan fungsional antara dua atau lebih variable dapat diketahui

menggunakan analisis regresi. Dalam analisis regresi dikenal 2 jenis peubah,

yaitu pebuah yang bersifat bebas (independen) yang dinotasikan sebagai X,

serta peubah yang bersifat tidak bebas (dependen) yang dinotasikan sebagai Y

(Sungkawa, 2013).

4.7.1 Hubungan Kadar Logam Berat Terhadap Kadar Metallothionein pada

Insang Tiram Crassostrea cucullata di Stasiun 1

Model analisis regresi ini digunakan untuk mengetahui kadar logam berat

Pb, Cd dan Hg yang merupakan variable bebas (X) terhadap kadar

metallothionein yang merupakan variable terkait (Y) pada insang tiram

Crassostrea cucullata. Hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap

kadar metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata di stasiun 1 dapat

dilihat pada Gambar 19.

Page 69: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

53

Gambar 19. Grafik Hubungan kadar Logam Berat Pb, Cd dan Hg terhadap Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassotrea cucullata di Stasiun 1

Berdasarkan data hasil regresi linier sederhana dapat diketahui bahwa

kadar logam berat Pb, Cd Hg terhadap kadar metallothionein memiliki nilai

koefisien determinasi (R2) sebesar 0,705, dengan koefisien korelasi (r) sebesar

0,840 dan hubungan fungsional sebesar 70,5 % dan di pengaruhi oleh faktor lain

sebesar 29,5 %. Berdasarkan data diatas maka dapat dikatakan bahwa secara

statistik tingkat hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap kadar

metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata tergolong kuat. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sarwono (2006), bahwa tingkat kolerasi tergolong

sangat kuat dalam interval nilai >0,75-0,99. Hasil regresi MT memperlihatkan

persamaan garis linier yang terus meningkat dengan semakin tingginya kadar

logam berat pada insang. Peningkatan kosentrasi dari logam-logam esensial dan

non-esensial di dalam tanah, dapat memacu munculnya metallothionein (Daman,

2010).

y = 2.0266xx + 0.2248 R² = 0.705 r = 0.840

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0.90

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1

MT

(n

g/m

l)

Logam Berat (ppm)

Stasiun 1

Y

Linear (Y)

Page 70: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

54

4.7.2 Hubungan Kadar Logam Berat Terhadap Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassostrea cucullata di Stasiun 2

Model analisis regresi ini digunakan untuk mengetahui kadar logam berat

Pb, Cd dan Hg yang merupakan variable bebas (X) terhadap kadar

metallothionein yang merupakan variable terkait (Y) pada insang tiram

Crassostrea cucullata. Hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap

kadar metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata di stasiun 2 dapat

dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Grafik Hubungan Kadar Logam Berat Pb, Cd dan Hg terhadap Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassotrea cucullata di Stasiun 2

Berdasarkan data hasil regresi linier sederhana dapat diketahui bahwa

kadar logam berat Pb terhadap kadar metallothionein memiliki nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,770, dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,877 dan

hubungan fungsional sebesar 77,0 % dan di pengaruhi oleh faktor lain sebesar

23,0 %. Berdasarkan data diatas maka dapat dikatakan bahwa secara statistik

tingkat hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap kadar

metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata tergolong kuat. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sarwono (2006), bahwa tingkat kolerasi tergolong kuat

y = 2.6398x + 0.351 R² = 0.770 r = 0.877

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0.0000 0.0100 0.0200 0.0300 0.0400 0.0500 0.0600 0.0700

MT

(n

g/m

l)

Logam Berat (ppm)

Stasiun 2

Y

Linear (Y)

Page 71: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

55

apabila “r” berkisar >0,50-0,799. Menurut Walpole (1995), bila hasil analisis

regresi menunjukkan nilai koefisien kolerasi (r) pada interval 0,80-1,00,maka

tingkat hubungan antara variable tergolong sangat kuat. Hasil regresi

memperlihatkan persamaan garis linier yang terus meningkat dengan semakin

besarnya konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Hg pada insang tiram. Hal ini

menyatakan bahwa besar kandungan logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap

kadar MT pada insang tiram Crassotrea cucullata menunjukkan bahwa

peningkatan kadar logam berat disertai dengan peningkatan MT pada tiram,

karena logam berat seperti Pb, Cd dan Hg memiliki afinitas yang tinggi terhadap

unsur S (sulfur) menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam

enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tidak aktif (Sarjono, 2009).

4.7.3 Hubungan Kadar Logam Berat terhadap Kadar Metallothionein pada

Insang Tiram Crassostrea cucullata di Stasiun 3

Model analisis regresi ini digunakan untuk mengetahui kadar logam berat

Pb, Cd dan Hg yang merupakan variable bebas (X) terhadap kadar

metallothionein yang merupakan variable terkait (Y) pada insang tiram

Crassostrea cucullata. Hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap

kadar metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata di stasiun 3 dapat

dilihat pada Gambar 21.

Page 72: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

56

Gambar 21. Grafik Hubungan Kadar Logam Berat Pb, Cd dan Hg terhadap Kadar Metallothionein pada Insang Tiram Crassotrea cucullata di Stasiun 3

Berdasarkan data hasil regresi linier sederhana dapat diketahui bahwa

kadar logam berat Pb terhadap kadar metallothionein memiliki nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,636, dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,798 dan

hubungan fungsional sebesar 63,6 % dan di pengaruhi oleh faktor lain sebesar

36,4 %. Berdasarkan data diatas maka dapat dikatakan bahwa secara statistik

tingkat hubungan kadar logam berat Pb, Cd dan Hg terhadap kadar

metallothionein pada insang tiram Crassostrea cucullata tergolong kuat. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sarwono (2006) dan Walpole (1995), bahwa tingkat

kolerasi tergolong kuat apabila “r” berkisar >0,50-0,799. Herista (2012) dalam

penelitiannya menunjukkan behwa, hasil analisis regresi antara kadar logam

berat dengan kadar MT menghasilkan korelasi yang kuat dan bersifat positif.

Dimana tingginya kadar logam berat akan berpengaruh terhadap peningkatan

kadar MT pada tiram Crassostrea cucullata.

y = 0.2728x + 0.0114 R² = 0.636 r = 0.798

0.0000

0.0200

0.0400

0.0600

0.0800

0.1000

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

MT

(n

g/m

l)

Logam Berat (ppm)

Stasiun 3

Y

Linear (Y)

Page 73: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

57

4.8 Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini adalah parameter

fisika meliputi suhu. Pengukuran parameter kimia meliputi pH, Oksigen terlarut

dan salinitas. Adapun hasil pengukuran kualitas air yang ada di perairan dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tabel Hasil pengukuran Kualitas Air

Parameter Kualitas

Air

Sub Stasiun

Stasiun Penelitian Standart Baku Mutu I II III

Suhu (oC)

1 28,8 29,5 29,9 28-30 (KEPMEN LH No. 51 Th. 2004)

2 28,3 29,2 29,0

3 28,2 28,9 29,3

pH

1 8,3 8,2 8,4 7-8,5 (KEPMEN LH No. 51 Th. 2004)

2 8,3 8,3 8,4

3 7,8 8,3 8,3

Salinitas (ppt)

1 34 32 34 30-34 (KEPMEN LH No. 51 Th. 2004)

2 33 30 34

3 34 33 34

DO (ppm)

1 6,0 6,4 7,5 >5 (KEPMEN LH No. 51 Th. 2004)

2 7,9 6,1 6,3

3 7,3 7,9 6,3

4.8.1 Suhu

Hasil pengukuran suhu pada penelitian ini didapatkan kisaran suhu pada

stasiun 1 sebesar 28,2oC-27,8oC, pada stasiun 2 sebesar 28,9oC-29,5oC dan

pada stasiun 3 sebesar 28,9oC-29,3oC. Berdasarkan data hasil pengukuran suhu

dapat diketahui bahwa suhu pada stasiun 1 mempunyai nilai yang rendah

dibandingkan suhu di stasiun lainnya. Hal ini dikarenakan pengukuran suhu pada

stasiun 1 dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 05.30-07.00 WIB. Suhu

perairan di lokasi penelitian tidak menunjukkan fluktuasi yang besar hal ini

dikarenakan kondisi cuaca pada saat penelitian berlangsung relatif cerah.

Suhu yang layak untuk pertumbuhan tiram berkisaran antara 27oC-31oC

(Nybakken, 1992). Menurut Simanjuntak (2009), penurunan suhu drastis terjadi

pada malam hari dan akan berpengaruh terhadap penurunan suhu pada saat

Page 74: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

58

pagi hari. Sedangkan pada siang hari terjadi kenaikan suhu yang drastis.

Kejadian ini disebabkan karena kondisi lingkungan yang mempengaruhi keadaan

air dan aktivitas organisme yang hidup pada lingkungan air tersebut.

Suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram didalam

air, seperti aktivitas filtrasi dan metabolism (Winarto, 2004). Suhu

mempengaruhi secara lansung aktivitas organisme seperti pertumbuhan dan

metebolisme bahkan menyebabkan kematian terhadap organisme. Sedangkan

pengaruh tidak langsung meningkatkan daya akumulasi berbagai zat kimia dan

menurunkan kadar oksigen dalam air. Apabila perairan tercemar oleh logam

berat, maka sifat toksisitas dari logam berat terhadap biota air akan semakin

meningkat seiring meningkatnya suhu (Dance, 1977 ; Effendi, 2003).

4.8.2 pH

Hasil pengukuran pH pada penelitian ini didapatkan kisaran pH relatif sama

pada seluruh stasiun sebesar 7,8-8,4. Berdasarkan data hasil pengukuran pH

dapat diketahui bahwa pH pada masing-masing stasiun tersebut tidak terlalu

signifikan dan masih tergolong memiliki nilai yang baik untuk kehidupan

organisme perairan. Pada prinsipnya, habitat tiram di perairan adalah dengan pH

lebih tinggi dari 6.75 (Taufik et al., 2017).

Nilai pH yang didapatkan pada masing-masing stasiun penelitian berbeda.

Hal ini disebabkan adanya perbedaan aktivitas yang mengakibatkan perubahan

organik pada setiap stasiun (Barus, 1996). Setyawati (1986), menegaskan

bahwa pH 6,95- 8,35 merupakan kisaran yang masih layak bagi kehidupan

organisme Bivalvia. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena

mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan air. Selain itu ikan

dan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH antara 7-8.5,

Page 75: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

59

dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai

atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka.

Derajat keasaman (pH) mempengaruhi konsentrasi logam. Kenaikan pH

pada badan perairan biasanya akan diikuti dengan semakin kecilnya kelarutan

dari senyawa-senyawa logam. Perubahan dari tingkat stabil dari kelarutan

tersebut biasanya terlihat dalam bentuk pergeseran persenyawaan. Umumnya

pH yang semakin tinggi, kestabilan akan bergeser dari karbonat ke hidroksida

(Palar, 1994). Penurunan pH perairan menyebabkan toksisitas logam berat

semakin besar (Sarjono, 2009).

4.8.3 Salinitas

Hasil pengukuran salinitas pada penelitian ini didapatkan kisaran pH relatif

sama pada seluruh stasiun sebesar 33-34 ppt. Berdasarkan data hasil

pengukuran salinitas dapat diketahui bahwa salinitas pada masing-masing

stasiun tersebut merupakan kisaran yang optimal bagi pertumbuhan tiram.

Variasi salinitas pada perairan dapat disebabkan oleh adanya pengaruh air hujan

atau pemasukan air tawar yang berasal dari muara dan penguapan (Nybakken,

1992).

Salinitas yang optimal bagi kelangsungan hidup bivalvia berkisar antara 27-

340/00 Bivalvia dapat mentolerir salinitas 5-100/00 (Dody, 1996). Salinitas di

perairan laut dapat mempengaruhi konsentrasi logam berat yang mencemari

lingkungan laut (Hutagalung, 1991). Menurut Mukhtasor (2007), penurunan

salinitas pada perairan dapat menyebabkan tingkat akumulasi logam berat pada

organisme menjadi semakin besar.

Bivalvia akan memberikan respon terhadap perubahan salinitas dengan

cara menutup cangkangnya dan menyesuaikan konsentrasi ion, asam amino dan

molekul lainnya untuk menjaga kestabilan volume sel. Pada awalnya laju filtrasi

Page 76: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

60

dan respirasi akan mengalami penurunan tetapi berangsur-angsur pulih bila

keseimbangan osmotik tercapai. Waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan

kondisi tersebut tergantung dari perubahan awal salinitas perairan (Gosling,

2003). Apabila penurunan salinitas secara mendadak dari batas kemapuan

organisme untuk menyesuaikan diri, maka organisme yang bersangkutan tidak

mampu beraktivitas dan akhirnya akan mati (Mamesah, 1997).

4.8.4 Oksigen Terlarut

Hasil pengukuran DO pada penelitian ini didapatkan kisaran DO pada

seluruh stasiun sebesar 6,0-7,9 ppm. Berdasarkan data hasil pengukuran DO

dapat diketahui bahwa kadar DO pada masing-masing stasiun tidak memiliki

perbedaan terlampau jauh dan merupakan kisaran yang optimal bagi

pertumbuhan tiram. Kisaran DO di atas menunjukkan bahwa perairan seluruh

stasiun tergolong aman untuk kehidupan biota laut. Sesuai dengan standart baku

mutu dari Keputusan Menteri Lingkunga Hidup No. 51 (2004) yang menyatakan

bahwa kadar oksigen pada perairan adalah >5 mg/L.

Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter kualitas air yang sangat

vital bagi kehidupan organisme perairan. Konsentrasi oksigen terlarut cenderung

berubah-ubah sesuai dengan keadaan atmosfir. Penurunan kadar oksigen

terlarut mempunyai dampak nyata terhadap makhluk hidup air (Edward dan

Pulumahuny, 2003). Menurut Ardi (2002), Indikator pencemaran berdasarkan

kadar oksigen terlarut diklasifikasikan sebagai berikut : tidak tercemar (≥6,5

mg/L), tercemar sedang (4,5-6,5 mg/L) dan tercemar berat (<2,0 mg/L).

Page 77: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

61

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah yang telah dilakukan di ketiga stasiun, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil analisis kadar logam berat Pb, Cd dan Hg pada tiram Crassostrea

cucullata di dapatkan hasil yang masih dalam bawah kategori aman yang

telah ditetapkan oleh Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/89.

2. Hasil analisis kadar metallothionein pada insang tiram Crassostrea

cucullata didapatkan hasil tertinggi pada stasiun 3 dari pada stasiun 1 dan

stasiun 2. Rata-rata kadar metallothionein pada stasiun 1 sebesar 0,58

ng/ml, pasa stasiun 2 sebesar 0,66 ng/ml dan pada stasiun 3 sebesar 0,73

ng/ml.

3. Hasil analisis menunjukkan bahwa logam berat mempengaruhi MT pada

insang Tiram Crassostrea cuculata di stasiun 1 sebesar 70,6 %, di stasiun

2 sebesar 77,0% dan di stasiun 3 sebesar 63,6 %. Hubungan kadar logam

berat Pb, Cd dan Hg terhadap kadar metallothionein pada insang tiram

Crassostrea cucullata memiliki tingkat korelasi tergolong kuat, hal ini

dibuktikan dengan koefisien korelasi (r) >0,6.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian peningkatan kadar metallothionein pada organ

insang tiram Crasosstrea cucllata memiliki korelasi yang kuat terhadap kadar

logam berat di perairan. Hasil analisis logam berat pada tubuh tiram

menunjukkan kadar yang masih aman bagi kelangsungan hidup tiram, tetapi

nilainya telah mendekati ambang batas yang ditentukan. Pemerintah perlu

melakukan berbagai tindakan pengelolaan dan kegiatan yang dapat menjaga

Page 78: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

62

kestabilan lingkungan disertai petunjuk untuk langkah-langkah konkrit yang harus

dilakukan jikalau suatu saat kadar logam berat meningkat melebihi standar

baku.

Page 79: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

63

DAFTAR PUSTAKA

Adam V., S. Krizkova, O. Zitka, L. Trnkova, J. Petrlova, M. Beklova, R. Kizek.

2007. Determination of apo-Metallothionein Using Adsorptive Transfer Stripping Technique in Connection with Differential Pulse Voltammetry. Electroanalysis. 2(3) 339 – 347. Aedi,N. 2010. Pengolahan Dan Analisis Data Hasil Penelitian. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Afiati, N. 2005. Karakteristik Pertumbuhan Alometri Cangkang Kerang (Bivalvia :

Arcidae). Jurnal Saintek Perikanan 1, (2): 45-52. Agustina, T. 2010. Kontaminasi Logam Berat pada Makanan dan Dampaknya

pada Kesehatan. Jurnal Teknubuga. 2 (2). Alloway, B.J., and Ayres, D.C. 1993. Chemical Principles of Environmental

Pollution. Chapman and Hall. London. Amiard, J. C., C. Amiard-Triquest, S. Barka, J. Pellerin and P. S. Rainbow. 2006.

Metallothionein in Aquatic Invertebrates: Their Role in Metal Detoxification and Their Use as Biomarker. Review of Aquatic Toxicology. 76: 160-202.

Amriyani, H. Boedi dan H. Agus. 2011. Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb)

dan Seng (Zn) pada Kerang Darah (Anadara granosa L.) dan Kerang bakalu (Polymesoda bengalensis L.) di Perairan Teluk Kendari. Jurnal Ilmu Lingkungan Volume 9, No. 2 Halaman: 45-50.

Anwar, Y. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Fragmen cDNA dari Gen Penyandi

Metallothionein dari Kedelai Kultivar Slamet. Skripsi. ITB. Bogor. Apriadi, D. 2005. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cr pada Air, Sedimen dan

Kerang Hijau (Perna viridis I.) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. IPB. Bogor.

Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan

Pesisir. Tesis PSIPB. Bogor

Arfiati, D., Wulandari, E dan Yuli, H. I. 2012. Kandungan Logam Berat Pb pada

Air Laut dan Tiram Crassostrea glomerata sebagai Bioindikator Kualitas

Perairan Prigi Trenggalek, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan. (1) 1.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam

Berat dalam Pangan. ICS 67.220.20. Badan Standarisasi Nasional

(BSN).

Baker GB, Dunn S, Lajtha A, Holt A. 2007. Handbook of neurochemistry and

molecular biology.

Barnes, R., 1982. Invertebrate Zoology. W.B Saunders Company. London.

Page 80: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

64

Born. 1778. Oistreidae-Oyster. Articel. Maditerranean Record. Soldhern Turky Barus, T.A. 1996. Metode Ekologi untuk Menilai Suatu Perairan Lotik, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. h. 4-9.

Bebianno, M.J., Cravo, A., Miguel, C., dan Morais, S., 2003. Metallothionein

Concentrations in A Population of Patella aspersa: Variation with Size. Sci. Total Environ., 301:151–161.

Boster Biological Technology. 2011. ELISA Handbook: Principle,

Troubleshooting, Sample Preparation and Assay Protocols.3942 Valley Ave., Suite B, Pleasanton, CA 94566.

Bull. 1976. The enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). World Health

Organ. Carpene E., Giulia A., and Gloria I. 2007. Metallothionein Function and structural

Characteristics. Jurnal of trace elements in medicine and biology 21 S1: 35-39.

Connell, D.W., Dan G.J. Miller. 2006. Kimia Dan Ekotoksikologi Pencemaran.

Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Couillard, Y, Peter G.C, Campbeil, Andre Tessler. 1993. Response of

Metallothionein Concentratuions in a Freswater Bivalve (Anodonta gradis)

Along an Evironmental Cadmium Gradien. American Society of Limnology

and Oceanography 38(2): 299-313.

Cotou, E., V. Roussis, T. Rapti and C. Vagias. 1998. A Comparative Study on

The Metallothionein Content of Six Marine Benthic Organisms. Rapp.Com Internasional. Mer Medit. (35): 246-247.

Dabrio, M., A.R Rodriguez., G. Bordin., M. J. Bebianno., M. De Ley., I.

Sestakova., M. Vasak and M. Nordberg. 2002. Recent Developments in Quantification Methods for Metallothionein. Journal of Inorganic Biochemistry. 88: 123-134.

Daman, D. 2010. Struktur dan Klasifikasi Metallothionein.

www.damandiri.or.id/file/nurhasyimadunairbab2.pdf.com.

Damiens, Gautier., C. Mauneyracb., F. Quiniouc., E. Hisc., M. Gnassia-Barellia

and M. Romeona. 2006. Metal Bioacumulation and Metallothionein Concentration in Larvae of Crassostrea gigas. J. Envpol. 140 (3): 492-499.

Dance, S.P. 1977. The Encyclopedia of Shells. Blanford Press. London. 288p.

Guilbert, A. 2007. State of The (Bivalvia: Archidae) Fishery In Las Perlas Archipelago, Panama. Submitted as Part Assessment for The Degree of Master of Science (Master Thesis). Centre for Marine Biodiversity and

Page 81: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

65

Biotechnology School of Life Sciences Heriot - Watt University Edinburgh. 72 p.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhlik Hidup. Penerbit UI Press.

Jakarta. _______. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan

Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009 Artikel: Target Kementrian Kelautan

Dan Perikanan 2014. 1 hlm. http://www.dkp.go.id/Departemen Kelautan dan PerikananRI. Htm. Diakses: 24 Desember 2017.

Dewi, N. K., Purwanto dan Henna R. S. 2014. Metallothionein in The Fish Liver

as Biomarker of Cadmium (Cd) Pollution in Kaligarang River Semarang. MANUSIA DAN LINGKUNGAN. 21 (3) : 304-309.

Desauky, M. A. M. 2012. Metallothionein is Up-Regulated in Molluscan

Responses to Cadmium, but Not Alumunium, Exposure. The jurnal of Basic and Applied Biology. (65): 139-143.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.

03725/B/SK/VII/89. Edward dan Pulumahuny. 2003. Kadar oksigen terlarut di Perairan Raha Pulau

Muna, Sulawesi Tenggara. Jurnal. Pusat Riset Oseanografi-LIPI : Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. pp 179-182. Elfinurfajri, F. 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton serta Keterkaitannya

Dengan Kualitas Perairan di Lingkungan Tambak Udang Intensif. Departemen MSP-FPIK. Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz S., 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 190 hal. Febriyanto, R., Aunurrohim dan I. T. Dwi. 2011. Akumulasi Timbal (Pb) pada

Juvenil Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) secara In Situ di Kali Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Gofas, Serge. 2012. Saccostrea cucullata. (Born, 1778). Word Register of Marine

Species. Retrieved 2012-05-24. Gosling, E. 2003. Bivalve Molluscs: Biology, Ecology and Culture. Fishing News

Books, UK. 443 pp. Hamzah, F. dan Y. Pancawati. 2010. Fitoremediasi Logam Berat dengan

Menggunakan Mangrove. Ilmu Kelautan. 18 (4): pp 203–212. Hanson, N., 2008. Does Fish Health Matter ? The Utility of Biomarkers in Fish for

Environmental Assessment. Ph.D. Thesis Department of Plant and Environmental Sciences University of Gothenburg.

Page 82: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

66

Heddy, S. 1994. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada)

h. 271. Herista, D. S. 2012. Analisis Kandungan Metallothionein pada Insang Tiram

(Crassostrea cucullata) dari Perairan yang Mengandung Logam Berat Pb, Cd dan Hg di Pelabuhan Pantai Mayangan Probolinggo, Jawa Timur. Universitas Brawijaya. Malang.

_____________. 2013. Analisis Kandungan Metallothionein pada Insang Tiram

(Crassostrea cucullata) dari Perairan yang Mengandung Logam Berat Pb, Cd dan Hg di Pelabuhan Pantai Mayangan Probolinggo, Jawa Timur. Universitas Brawijaya. Malang.

Hickman, P.C. 1996. Integrated Principles of Zoology. United States of America:

Third Edition America.

Hughes, R.N. 1986. A functional biology of marine gastropods. Croom Helm, London: 245 pp.

Hutabarat, S. Dan S. M. Evans. 1987. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI Press.

Hutagalung, H. P. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P30-LIPI. Jakarta. Pp 45-59.

Isani, G. dan Carpene, E. 2014. Metallothionein, Unconventional Proteins from Unconventional Animal: A Long Journey from Nematodes to Mammals. Biomolecules. Vol 4. Pp: 435-457.

Kastawi, Y. 2005. Zoologi Avertebrata, Malang: UM Press. h.188-189. Kastoro, Widarsih. 1988. Budidaya Jenis-Jenis kerang (Bivalvia). Laboratorium

Pengembangan Wilayah Pantai, Universitas Diponegoro, Semarang. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KEPMEN-LH) No.51.2004. Baku Mutu Air

Laut Untuk Biota Laut. Jakarta Klassen, C. D., J. Liu and S. Choudhuri. 1999. Metallothionein: an Intracellular

Protein to Protect Againstcadmium toxicity. Annu. Rev. Pharmacol. Toxicol. 39: 267-97.

Kriskova, S., O. Zitka, V Adam, M. Beklova, A. Horna, Z. Svobodova, B. Sures, L.

Trnkova, L. Zeman and R. Kizek. 2007. Possibilities of Electrochemical Techniques in Metallothionein and Lead Detection in Fish Tissuees. Jurnal Czech J. Anim. Sci. Volume 5 Hal: 143-148.

Lasut, Markus T. 2002. Metallothionein: Suatu Parameter Kunci yang Penting

dalam Penetapan Baku Mutu Air Laut (BMAL) Indonesia. Jurnal Ekoton Vol. 2, No. 1 Hal: 61-68.

Laws, E. A. 1993. Aquatic Pollution an Introductory Text.Third Edition. Canada

(US): J Wiley. 611 hlm.

Page 83: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

67

Mamesah, J.A.B. 1997. Stuktur Komunitas dan Sebaran Spasial Bivalvia

Hubungannya dengan Karekteristik Lingkungan. Tesis (Jakarta:Universitas Indonesia) h. 261.

Maslukah, L. 2006. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola

Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang. IPB. Bogor. Mifbakhuddin, R. Astuti dan A. Awaludin. 2010. Pengaruh Perendaman Larutan

Asam Cuka terhadap Kadar Logam Berat Kadmium pada Kerang Hijau. Jurnal Kesehatan. 3 (1): 14-20.

Mugilaksani, E. 2012. Analisis Kadar Metallothionein pada Lambung Tiram

Crassotrea cucullata dari Perairan yang Mengandung Logam Berat Pb, Cd dan Hg di Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan Probolinggo, Jawa Timur. Universitas Brawijaya. Malang.

Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Naria, Evi. 2005. Mewaspadai dampak Bahan Pencemar Timbal (Pb) di

Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal Komunikasi Penelitian Volume 17 (4).

Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung. Tarsito. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara (Jakarta: Djambatan) h. 32. Nurhayati, N. 2013. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Yrama Widya : Bandung. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu pendekatan ekologis. PT Gramedia,

Jakarta. (Diterjemahkan oleh M. Eidmann, et al.). 459 hal. Overnell, J and Sparia, A M. 1990. The Binding of Cadmium to Crab Cadmium

Metallothionein. Biochem. J. 269: 539-540. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Bhineka Cipta,

Jakarta. Pechenik, J. A., 2005. Biology of the Invertebrates. Mc. Grow Hill. New York. Prasad, S. N. Life of invertebrates. New Delhi: Vikas Publishing House PVT Ltd,

1980. Rachmawati,S., A,Lee., T,B,Murdiati., I.Kennedy. 2004. Pengembangan Enzyme

Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Teknik Untuk Analisis Aflatoksin B1 Pada Pakan Ternak. Prosiding Seminar Parasitologi dan Toksikologi Veteriner

Rangan, J.K. 1996. Struktur dan Tipologi Komunitas Gastropoda pada Zona

Hutan Mangrove Perairan Pulau Kulu, Kabupaten. Minahasa Sulawesi Utara. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 94 hlm.

Page 84: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

68

Ringwood, H., J. Hoguet, C. Keppler and M. Gielazyn. 2004. Linkagen Between Cellular Biomarker Responses and Reproductive Success in Oysters Crassostrea virginica. Marine Enviromental Res. 58: 912-922.

Riniatsih, I. dan K. E. Wibowo. 2009. Substrat Dasar dan Parameter Oseanografi

Sebagai Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 14 No. 1 Halaman: 50-59.

Roesejadi, D. 1994. Metallothionein Induction as a Measure of Response to

Metal Exposure in Aquatic Animal.Enviromental Health Perspect. No, 162. Pp: 91-96.

Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2009. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang

Biota Laut. Djambatan. Jakarta. 540 p. Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut, Proses Fisi Kimia dan Interaksinya dengan

Lingkungan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 188h.

Sarjono, A. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Cd, Pb, dan Hg Pada Air dan

Sedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setiawan, I. M. 2007. Pemeriksaan Enzim-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

untuk Diagnosis Leptospirosis. Jurnal Ebbers Papyrus. 13 (3) : 125-136. Setyawati, Y. 1986. Distribusi Jenis-Jenis Kerang (Bivalvia) di Pantai Muara

Sungai Ciseukeut, Desa Mekar Sari Kecamatan Cigeulis, Panembang Jawa Barat. Karya Ilmiah. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

SNI. (2004). Air dan Limbah-Bagian11: Cara Uji Derajat Keasaman (pH) Dengan

Menggunakan Alat pH Meter. SNI 06-6989.11-2004. ICS 13.060.50. Badan Standarisasi Nasional.

Sprintall, J., J.T., Potemra, S.L., Hautala, N.A., Bray danW.W., Pandoe. 2003.

'Temperature and Salinity Variability in the Exit Passages of the Indonesian Throughflow', Deep-Sea Research II 50, pp. 2183-2204.

Supriyanto C., Samin Zauinul dan Kamal. 2007. Analisa cemaran Logam Berat

Pb, Cu, dan Cd pada Ikan Air Tawar Dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional III. Yogyakarta.

Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik. Torsito

Press. Bandung. Suryadiputra, I. N. 1995 Pengolahan Air Limbah dengan Metode Biologi.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suryono, Chriana A. 2006. Bioakumulasi Logam Berat Melalui Sistem jaringan

Makanan dan Lingkungan pada Kerang Bulu Anadara inflata. Jurnal Ilmu Kelautan Vol. 11 No. 1 Hal: 19-22.

Page 85: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

69

Santosa, S. 2003. Peran Metallothionein pada Autisme. Fakultas Kedokteran.

Universitas Kristen Maranatha. JKM. 2 (2): 23-30. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Penerbit Graha

Ilmu. Yogyakarta. Setyono, D. E. 2006. Karakteristik Biologi dan Produk Kekerangan Laut. Jurnal

Osean. Volume XXXI, Nomor 1 Hal: 1-7.

Siaka, I. M. 2008. Korelasi Antara Kedalaman Sedimen di Pelabuhan Benoa dan

Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cu. Jurnal Kimia Vol 2, No. 2 Halaman: 61-70.

Simanjuntak, M. 2009. Hubungan faktor lingkungan kimia, fisika terhadap

distribusi plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Jurnal Perikanan. 11 (1):31-45.

Sugianti, B., Hidayat, E.H., Arta, A.P., Retnoningsih, S., Anggraeni, Y., dan Lafi,

L. 2014. Daftar Mollusca yang Berpotensi sebagai Spesies Asing Invasif di Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sungkawa, I. 2013. Penerapan Analisis Regresi dan Korelasi dalam Menentukan

Arah Hubungan antara Dua Faktor Kualitatif pada Tabel Kontingensi. Jurnal Matematika dan Statistik. 13 (1). Hlm 33-41.

Umarti, B.S. Taksonomi Vertebrata Cet. I; Jakarta: Universitas Indonesia press,

1990. Walope, R. W. 2002. Physical Science Fith Edition. McGraw-Hill Book Company.

Arizona. Warlina, L. 2004. Pencemaran air: Sumber, Dampak dan Penanggulangannya.

Makalah Pribadi. Institut Pertanian Bogor. Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam,Pencegahan

dan Penanggulangan Pencemaran. Andi Offset. Yogyakarta. WoRMS. 2016. Klasifikasi Crassostrea cucullata. Diakses tanggal 24 Desember

2017, pukul 13.11 WIB.

Wandansari, N. D. 2013. Perlakuan Akuntansi atas PHH Pasal 21 pada PT. Artha Prima Finance Kotamobagu. Emba. 1 (3) : 558-566.

Wulandari, E. 2010. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan

Karakteristik Haemocyte Tiram (Crassostrea cucullata) dan Perairan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggalek Jawa Timur.Universitas Brawijaya Malang.

Wulandari, E., E. Y. Herawati dan D. Arfiyati. 2012. Kandungan Logam Berat Pb

pada Air Laut dan Tiram Saccostrea glomerata sebagai Bioindikator

Page 86: KADAR METALLOTHIONEIN (MT) PADA INSANG TIRAM …repository.ub.ac.id/12503/1/Widya Rahayu.pdf · bensin, solar atau ... Pengukuran salinitas pada stasiun 1 berkisar 33-34 ppt, stasiun

70

Kualitas Perairan Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan 1(1) Hal:10-14.

Yang J, Sun H, Zhang H, Zhou H (2017) Expression, Purification of

Metallothionein Genes from Freshwater Crab (Sinopotamon yangtsekiense) and Development of an Anti-Metallothionein ELISA. PLoS ONE 12(3): e0174482. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0174482

Yasin, M. 1987. Sistematika Hewan Invertebrata dan Vertebrata (Surabaya:

Sinar Wijaya) h. 330. Yasuda, Y. 2000. Enviromental Change in Eurasia. Monsoon. 1 (1). Pp: 1-133.