kadar asam lemak tak jenuh susu kambing pe...
TRANSCRIPT
KADAR ASAM LEMAK TAK JENUH SUSU KAMBING PE
DIBERI PAKAN TEPUNG LUMPUR SAWIT
DAN AMPAS TEH
MUHAMAD ARIFIN
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Asam Lemak Tak
Jenuh Susu Kambing PE Diberi Pakan Tepung Lumpur Sawit dan Ampas Teh
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Muhamad Arifin
NIM D14090121
ABSTRAK
MUHAMAD ARIFIN. Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Susu Kambing PE Diberi
Pakan Tepung Lumpur Sawit dan Ampas Teh. Dibimbing oleh AFTON
ATABANY dan ANITA S TJAKRADIDJAJA.
Kandungan asam lemak tak jenuh susu kambing berperan sebagai komponen
bioaktif untuk kesehatan. Kandungan asam lemak tersebut masih rendah sehingga
diperlukan upaya peningkatan kadar asam lemak tersebut. Tujuan penelitian
menguji pengaruh tepung lumpur sawit (TLS) dan ampas teh (AT) terhadap
produksi, komposisi, dan kandungan asam lemak tak jenuh susu kambing PE.
Perlakuan rasio pakan yaitu R0 0:1 (AT 0% dan TLS 25%); R1 0.5:1 (AT 8.33%
dan TLS 16.67%), R2 0.75:1 (AT 10.72% dan TLS 14.28%), dan R3 1:1 (AT
12.25% dan TLS 12.25%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
perlakuan pakan tidak mempengaruhi konsumsi bahan segar, konsumsi bahan
kering, dan komposisi susu. Namun, berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap
konsumsi zat makanan dan kadar asam lemak tak jenuh (asam oleat, linoleat, dan
linolenat). Kadar asam oleat dan linoleat tertinggi diperoleh dari perlakuan R1
masing-masing 37.73% dan 7.53 %. Kadar asam linolenat tertinggi diperoleh dari
pemberian lumpur sawit R3 yaitu sebesar 2.79%. Hasil penelitian mengindikasikan
bahwa penggunaan pakan tepung lumpur sawit dan ampas teh melindungi kadar
asam lemak tak jenuh susu kambing PE. Pakan kombinasi AT 8.33% dan TLS
16.67% memberikan total asam lemak tak jenuh terbaik.
Kata kunci: ampas teh, asam lemak tak jenuh, kesehatan, susu kambing, tepung
lumpur sawit
ABSTRACT
MUHAMAD ARIFIN. Unsaturated Fatty Acid Content of Goat Milk Given of
Combination Palm Oil Sludge Meal and Tea Waste. Supervised by AFTON
ATABANY and ANITA S TJAKRADIDJAJA
Unsaturated fatty acids content of goat milk was a good bioactive component
for human health. It has been still low; thus it should be increased. The objective
of this experiment was to verify the influence of a combination palm oil sludge meal
(POSM) and tea waste (TW) on production, composition, and unsaturated fatty acid
content of goat milk. The treatment was a combination ratio of feed consisting of
R0 0:1 (TW 0% and POSM 25%); R1 0.5:1 (TW 8.33% and POSM 16.67%), R2
0.75:1 (TW 10.72% and POSM 14.28%), and R3 1:1 (TW 12.25% and POSM
12.25%). Results showed that the implementation of feed was not significant on
consumption and nutrient intake, and milk composition (dry matter, density, fat,
and solid non fat); however the effect of treatment was significant (P<0.05) on
unsaturated fatty acid. The highest levels of oleic and linoleic acids were achieved
by R1 treatment, respectively 37.73% and 7.53%, while the highest levels of
linolenic acid was obtained by R3 treatment 2.79%. The results indicated that the
use of a combination of POSM and TW can increase levels of unsaturated fatty
acids of goat milk. TW 8.33% and POSM 16.67% showed the best treatment for
protected unsaturated fatty acid total.
Key words: goat milk, health, palm oil sludge, tea waste, unsaturated fatty acid
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
KADAR ASAM LEMAK TAK JENUH SUSU KAMBING PE
DIBERI PAKAN TEPUNG LUMPUR SAWIT
DAN AMPAS TEH
MUHAMAD ARIFIN
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Susu Kambing PE Diberi Pakan
Tepung Lumpur Sawit dan Ampas Teh
Nama : Muhamad Arifin
NIM : D14090121
Disetujui oleh
Dr Ir Afton Atabany, MSi
Pembimbing I
Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilakukan sejak bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 menggunakan sumber dana
hibah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Judul penelitian yaitu:
Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Susu Kambing Diberi Pakan Tepung Lumpur Sawit
dan Ampas Teh.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Afton Atabany, MSi dan Ir Anita
S Tjakradidjaja, MRurSc selaku pembimbing. Terima Kasih kepada Bapak Dr Ir
Salundik, M.Si dan Bapak Ir K. Budi Satoto, MS selaku dewan penguji, serta
almarhumah Dr Ir Rarah RAM, DEA yang telah banyak memberi saran.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak H. Dwi Susanto dan Mas Wandi dari
Peternakan Prima Fit, Edgina Burton, Aulia Irhamni, Siti Syafaah, Tekad Urip, dan
teman-teman yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu, serta seluruh keluarga (Rina S, Adi
M, M. Azhar RM), atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Muhamad Arifin
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Ruang Lingkup Penelitian 1
METODE 2 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Bahan 2 Alat 3 Prosedur 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan 5
Konsumsi Pakan 5 Konsumsi Zat Makanan 6 Produksi Susu 7 Komposisi Susu 7 Asam Lemak Tak Jenuh 9
SIMPULAN DAN SARAN 11 DAFTAR PUSTAKA 12 LAMPIRAN 14
DAFTAR TABEL
1 Kandungan zat makanan bahan pakan 2
2 Perlakuan pakan yang diterapkan 4
3 Kandungan zat makanan ransum perlakuan 5
4 Konsumsi bahan segar dan bahan kering ransum perlakuan 6
5 Konsumsi zat makanan pakan perlakuan 6
6 Rataan produksi susu 7
7 Komposisi susu 8
8 Kadar asam lemak tak jenuh susu 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu kambing telah dipercaya dan dikenal memiliki manfaat terapeutik,
diantaranya sebagai anti arterosklerosis dan anti hiperkolesterolemia karena
kandungan asam lemak tak jenuhnya berperan sebagai komponen bioaktif.
Kandungan asam lemak tak jenuh susu lebih rendah dibandingkan asam lemak
jenuhnya, sehingga perlu adanya upaya peningkatan. Salah satu caranya dengan
memperbaiki asupan nutrisi pakan melalui pemberian pakan kaya asam lemak tak
jenuh. Pakan tambahan yang potensial untuk dimanfaatkan adalah tepung lumpur
sawit (solid ex decanter). Lumpur sawit merupakan hasil samping industri
pengolahan tandan buah segar sawit menjadi minyak sawit. Setiap tandan buah
segar sawit yang diolah, menghasilkan minyak sawit 20%-22%, lumpur sawit 2%
BK, serat mesokrap 13%, inti sawit 5%, cangkang 7%, dan tandan kosong 23%
(Umar 2008).
Tepung lumpur sawit memiliki protein dan lemak yang tinggi serta memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh tinggi yang terdiri atas oleat 39.10% dan linoleat
8.18% (Mirwandhono 2003). Pemberian pakan yang tinggi asam lemak tak jenuh
sering kali tidak efisien pada ternak ruminansia karena sistem pencernaan
ruminansia di rumen akan mendegradasi asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak
jenuh. Perlu adanya perlindungan terhadap asam lemak tak jenuh pakan dari
degradasi mikroba rumen. Salah satu cara untuk melindungi asam lemak tak jenuh
yaitu dengan menggunakan tanin. Mirwandhono (2003) menyatakan bahwa
penggunaan ekstak tanin sebagai agensia pelindungan sebanyak 4% dari bahan
kering lumpur sawit dapat melindungi asam lemak tak jenuh dari pencernaan
fermentatif rumen.
Tanin merupakan senyawa polifenol yang banyak terkandung pada ampas teh
yaitu sebesar 6.3% (Kondo et al. 2007). Ampas teh merupakan limbah dari industri
minuman teh yang berpotensi sebagai bahan pakan karena memiliki nutrien yang
memadai dengan kandungan protein kasar 17.3% dan BETN 34.7%. Penggunaan
ampas teh perlu diperhatikan karena tanin merupakan senyawa anti nutrisi yang jika
dikonsumsi berlebih dapat berbahaya bagi ternak. Rasio penggunaan tepung
lumpur sawit dan ampas teh perlu diketahui supaya tanin dapat melindungi asam
lemak tak jenuh secara optimal dan tidak mengganggu kesehatan ternak.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan menguji pengaruh tepung lumpur sawit dan ampas teh
terhadap produksi, komposisi, dan kandungan asam lemak tak jenuh susu kambing
PE.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan kambing perah PE. Komposisi susu yang diuji
adalah berat jenis, bahan kering, kadar lemak, bahan kering tanpa lemak, dan asam
lemak tak jenuh susu kambing PE.
2
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari hingga bulan April 2012.
Pemeliharaan kambing PE dilakukan di Peternakan Kambing Perah Prima Fit, Desa
Cibuntu, Ciampea, Bogor. Analisis proksimat pakan dilakukan di Laboratorium
Pusat Antar Universitas, IPB. Uji komposisi susu dilakukan di Laboratorium Perah,
Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB. Analisis kandungan asam lemak
susu dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian,
Cimanggu, Bogor.
Bahan
Ternak dan Kandang
Ternak yang digunakan adalah kambing PE laktasi ke-2. Kambing yang
digunakan berjumlah 12 ekor, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok A (bobot
badan 35–37 kg); kelompok B (bobot badan 37–39 kg); dan kelompok C (bobot
badan (39–41 kg). Kambing dipelihara di kandang panggung bersekat yang dibuat
dari kayu. Atap kandang menggunakan genteng dan tempat pakan berbentuk
palungan yang dibuat dari kayu.
Pakan
Pakan yang digunakan adalah rumput lapang, ampas tempe, dan pakan
kombinasi yang terdiri atas tepung lumpur sawit dan ampas teh (Camellia sinensis).
Komposisi zat makanan pakan perlakuan ditunjukkan pada Tabel 1. Tepung
lumpur sawit diperoleh dari PT Kertajaya, Malingping, Banten. Lumpur sawit
diperoleh dari proses pemerasan buah sawit untuk menghasilkan minyak sawit
kasar atau crude palm oil (CPO). Lumpur sawit yang diperoleh merupakan hasil
dari sistem decanter sehingga menghasilkan lumpur sawit yang agak padat. Ampas
teh yang digunakan berasal dari PT. Coca-cola Amatil, Bekasi. Konsumsi bahan
kering pakan diberikan sebanyak 4% dari bobot badan kambing (Ensminger 2002).
Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari. Air minum diberikan ad libitum.
Tabel 1 Kandungan zat makanan bahan pakan.
Bahan pakan BK1 PK2 LK3 SK4 Abu BeTN5 TDN6
(%)
Rumput lapanga 28.71 8.01 1.33 20.70 3.18 66.78 69.54
Ampas tempeb 26.02 16.74 0.33 53.08 3.40 26.45 63.99
Lumpur sawitc 93.10 13.30 18.85 29.76 12.00 26.09 35.06
Ampas tehd 89.52 17.30 1.20 40.30 6.50 34.70 65.56
1BK= Bahan kering, 2PK= protein kasar, 3LK= Lemak kasar, 4SK= Serat kasar 5BeTN= Bahan
ekstrak tanpa nitrogen (100-PK-LK-SK-Abu) 6TDN= Total Digestible Nutrient (% TDN = 1.6899
+ (1.3844 x %PK) + (0.7526 x %BeTN) – (0.8279 x %LK) + (0,3673 x %SK) (Wardeh 1981). aNur’adhadinia (2011) bAnggrayni (2012) cMirwandhono (2003) dNofitasari et al. (2010)
3
Susu Kambing
Susu kambing yang digunakan sebagai sampel untuk dianalisis berasal dari
hasil pemerahan pagi hari. Susu kambing dibawa dari peternakan ke laboratorium
dengan menggunakan cool box.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya perlengkapan kandang
dan timbangan. Alat untuk menguji komposisi susu terdiri atas milkotester model
Master Pro Serial 10211 dan kromatografi gas Merk Shimadzu Seri GC 9 AM.
Prosedur
Pakan tambahan lumpur sawit dan ampas teh dikeringkan di dalam rumah
kaca selama 4 hari, kemudian digiling. Pemberian pakan perlakuan dicampurkan
dengan ampas tempe. Kambing PE ditimbang bobot badannya untuk mengetahui
jumlah pakan yang diberikan. Adaptasi terhadap perubahan pakan dilakukan
selama 2 minggu sebelum diberikan perlakuan.
Perhitungan Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan dihitung selama 2 minggu. Konsumsi pakan ternak/hari
diperoleh dari selisih pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan yang
dihitung saat pemberian pakan pagi hari. Konsumsi zat makanan diukur dengan
cara menghitung konsumsi BK pakan dikalikan kadar nutrien pakan.
Pengamatan Produksi Susu
Pemerahan dilakukan 2 kali sehari yaitu pukul 07.00 dan 15.00. Pengambilan
data produksi susu dilakukan selama 2 minggu.
Analisis Komposisi Susu
Pengujian komposisi susu kambing yaitu berat jenis, bahan kering, kadar
lemak, dan bahan kering tanpa lemak dianalisis dengan menggunakan alat
milkotester model Master PRO serial 10211. Identifikasi asam lemak menggunakan
alat kromatografi gas. Sebelum di identifikasi, bahan dimetilasi terlebih dahulu.
Sebanyak 100 µl sampel susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 100 µl metilen klorida dan 1 ml NaOH 0.5 N dalam metanol. Setelah
diberi gas nitrogen dan ditutup, tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air
dengan suhu 90 oC selama 10 menit. Tabung reaksi didinginkan dan ditambahkan
1 ml BF3 14% dalam metanol. Setelah itu, dipanaskan kembali dengan suhu dan
waktu yang sama. Tabung reaksi didinginkan dalam suhu ruang dan ditambahkan
1 ml aquadest dan 200-500 µl heksana dan dihomogenkan menggunakan vortex
selama 1 menit untuk mengekstrak metil ester asam lemak kemudian disentrifugasi.
Lapisan atas siap untuk dianalisis kromatografi gas (Park dan Goins 1994).
Suhu operasi : 120–200 oC
Suhu detector : 230 oC
Nama kolom : CP-SIL 88
Panjang kolom : 50 meter (kapiler)
Jenis detektor : Flame Ionisation Detector (FID)
4
Rancangan
Model
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) 4 perlakuan dengan 3 kelompok. Pembagian kelompok berdasarkan bobot
badan ternak, kelompok A (bobot badan 35–37 kg), kelompok B (bobot badan 37–
39 kg), dan kelompok C (bobot badan (39–41 kg). Model matematika rancangan
penelitian menurut Gasperz (1989):
Yij = μ + αi + βj + εij Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i blok ke-j
μ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh perbedaan taraf perlakuan ke-i
βj = Pengaruh perbedaan blok ke-j
εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan blok ke-j
Perlakuan
Perlakuan pakan yang diberikan adalah tepung lumpur sawit dan ampas teh.
Tabel 1 menunjukkan persentase penggunaan bahan pakan dan rasio pakan
kombinasi.
Tabel 2 Perlakuan pakan yang diterapkan
Perlakuan
Penggunaan bahan pakan (%) Rasio tepung
ampas teh :
lumpur sawit Rumput
lapang
Ampas
tempe
Ampas
teh
Tepung
lumpur sawit
R0 30.00 45.00 0.00 25.00 0 : 1
R1 30.00 45.00 8.33 16.67 0.5 : 1
R2 30.00 45.00 10.72 14.28 0.75 : 1
R3 30.00 45.00 12.25 12.25 1 : 1
Analisis Data
Data diolah dengan analisis ragam, Analysis of variance (ANOVA),
menggunakan program statistik Minitab 16. Jika pada analisis ragam didapatkan
hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey dengan selang
kepercayaan 95% dan 99% (Steel dan Torrie 1995).
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan
Penggunaan pakan perlakuan R0 memiliki kandungan lemak kasar tertinggi
dan kandungan serat kasarnya paling rendah dibanding perlakuan yang lain (Tabel
3). Kandungan lemak kasar tepung lumpur sawit yang tinggi, 18.85%
(Mirwandhono 2003) dibandingkan dengan kandungan lemak kasar ampas teh
hanya 1.2% (Nofitasari et al. 2010), berkontribusi terhadap tingginya kandungan
lemak kasar perlakuan R0. Tingginya persentase penggunaan tepung lumpur sawit
dapat meningkatkan kandungan lemak kasar pada ransum tersebut (Tabel 3).
Tepung lumpur sawit masih memiliki kandungan lemak yang tinggi karena masih
mengandung minyak hasil pengendapaan minyak sawit kasar.
Ampas teh memiliki serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tepung lumpur sawit, masing-masing 40.3% dan 13.3% (Nofitasari et al. 2010;
Mirwandhono 2003), sehingga semakin tinggi penggunaan ampas teh, maka
kandungan serat kasarnya semakin meningkat (Tabel 3). Kandungan bahan kering
cenderung meningkat seiring meningkatnya rasio penambahan ampas teh.
Kandungan abu ransum perlakuan relatif stabil, namun cenderung menurun seiring
meningkatnya rasio penggantian tepung lumpur sawit dengan ampas teh.
Tingginya kandungan abu pada R0 menunjukkan bahwa kandungan mineral yang
tinggi dalam ransum tersebut. Kandungan protein kasar relatif stabil kecuali pada
R2 sedikit lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein kasar ampas teh
dan tepung lumpur sawit tidak jauh berbeda (Tabel 1), masing-masing sebesar
17.3% dan 13.3% (Nofitasari et al. 2010; Mirwandhono 2003).
Tabel 3 Kandungan zat makanan ransum perlakuan
1BK= Bahan kering, 2PK= protein kasar, 3LK= Lemak kasar, 4SK= Serat kasar 5BeTN= Bahan
ekstrak tanpa nitrogen (100-PK-LK-SK-Abu) 6TDN= Total Digestible Nutrient (% TDN = 1.6899
+ (1.3844 x %PK) + (0.7526 x %BeTN) – (0.8279 x %LK) + (0,3673 x %SK) (Wardeh 1981) 7Tanin
hasil perhitungan (% tanin dalam ampas teh x % penggunaan tanin)
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi performa
produksi ternak. Tabel 4 menunjukkan bahwa konsumsi bahan segar dan bahan
kering ransum pelakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa penggunaan pakan tepung lumpur sawit dan ampas teh pada
berbagai rasio tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Kambing memiliki toleransi
yang tinggi terhadap rasa pahit yang disebabkan oleh tanin pada ampas teh
Perlakuan BK1 Abu PK2 LK3 SK4 BeTN5 TDN6 Tanin7
(%BK)
R0 29.54 7.15 22.88 1.60 13.13 55.23 78.44 0.00
R1 27.54 5.39 21.75 1.48 18.12 53.26 77.32 0.52
R2 34.53 6.16 25.72 1.21 19.75 47.16 79.04 0.68
R3 33.10 5.03 22.75 0.74 20.36 51.11 78.51 0.77
6
(Devendra dan Burns 1994). Tingkat konsumsi bahan kering penelitian sekitar 4%
bobot badan telah memenuhi rekomendasi Ensminger (2002). Konsumsi tersebut
sudah mencukupi rekomendasi NRC (1981) yaitu 886-895 g bahan kering.
Tabel 4 Konsumsi bahan segar dan bahan kering ransum perlakuan
Bahan pakan Konsumsi (g/hari)
R0 R1 R2 R3
rumput lapang
segar 1 560.45
± 104.93
1 587.86
± 83.93
1 546.43
± 83.57
1 574.76
± 87.10
BK 448.01
± 30.12
455.87
± 24.10
443.98
± 23.99
452.11
± 25.01
ampas tempe +
tepung lumpur
sawit + ampas
teh
segar 2 984.76
± 202.84
3 042.86
± 160.00
2 963.81
± 160.36
3 009.76
± 166.53
BK 1 491.70
± 101.38
1 507.77
± 79.28
1 464.98
± 79.26
1 475.86
± 81.66
Total konsumsi
Segar 4 545.21
± 307.77
4 630.71
± 243.93
4 510.24
± 243.93
4 584.52
± 253.63
BK 1 939.70
± 131.50
1 963.64
± 103.38
1 908.96
± 103.26
1 927.98
± 106.67
%BB 5.17 ± 0.02 5.16 ± 0.01 5.16 ± 0.02 5.15 ± 0.06
Konsumsi Zat Makanan
Konsumsi zat makanan ternak dipengaruhi oleh pakan dan kondisi fisiologis
ternak. Pemberian pakan perlakuan menunjukkan hasil yang sangat nyata (P<0.01)
mempengaruhi konsumsi protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan abu (Tabel 5).
Tabel 5 Konsumsi zat makanan pakan perlakuan
Zat
makanan
Konsumsi zat makanan (g/ekor)
R0 R1 R2 R3
BK1 1 939.70 ± 131.50 1 963.64 ± 103.38 1 908.96 ± 103.26 1 927.98 ± 106.67
PK2 443.89 ± 30.09C 427.10 ± 22.48B 490.92 ± 26.55A 438.60 ± 24.27BC
LK3 30.99 ± 2.10A 29.00 ± 1.53B 23.07 ± 1.25C 14.36 ± 0.79 D
SK4 254.78 ± 17.27D 355.79 ± 18.73C 377.04 ± 20.39B 392.59 ± 21.72A
Abu 138.69 ± 9.40A 105.84 ± 5.57C 117.59 ± 6.36B 96.98 ± 5.37D
TDN5 1 521.53 ± 103.15 1 540.30± 81.09 1 497.41 ± 81.00 1 512.33 ± 83.67
Keterangan : Huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0.01). 1BK= Bahan kering, 2PK= protein kasar, 3LK= Lemak kasar, 4SK= Serat kasar, 5TDN=
Total digestible Nutrient
Konsumsi lemak kasar dan abu semakin menurun seiring berkurangnya
penggunaan tepung lumpur sawit dalam ransum perlakuan. Penurunan konsumsi
nutrien tersebut dipengaruhi oleh kandungan lemak kasar dan abu ransum
7
perlakuan yang cenderung menurun (Tabel 3). Konsumsi protein kasar dan serat
kasar semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penggantian tepung lumpur
sawit dengan ampas teh. Peningkatan konsumsi zat makanan tersebut disebabkan
oleh kandungan protein kasar dan serat kasar pada ransum perlakuan relatif
meningkat (Tabel 3).
Konsumsi protein kasar masing-masing perlakuan telah memenuhi kebutuhan
protein kasar yang disarankan NRC (1981) yaitu 157–165 g untuk kambing yang
sedang laktasi. Konsumsi TDN telah mencukupi dan melebihi rekomendasi NRC
(1981) untuk kambing dengan bobot 40 kg yaitu sebesar 1 055.53 g. Meskipun
tidak ada perbedaan yang nyata pada konsumsi bahan kering, konsumsi zat
makanan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata akibat perbedaan kandungan
nutrisi pada ransum perlakuan. Berdasarkan konsumsi zat makanan, perlakuan R1
menunjukkan konsumsi yang baik karena konsumsi protein kasar dan lemak
kasarnya relatif cukup tinggi.
Produksi Susu
Pemberian ransum perlakuan menunjukkan hasil yang tidak nyata terhadap
produksi susu, produksi susu yang dihasilkan relatif stabil. Tingkat produksi susu
ini dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan bahan segar yang tidak berbeda
nyata (Tabel 4). Meskipun secara analisis statistik tidak berbeda nyata, terindikasi
adanya hubungan positif antara produksi susu dengan konsumsi bahan kering. Hal
ini ditunjukkan dari produksi susu yang meningkat seiring meningkatnya konsumsi
bahan kering. Kondisi tersebut sesuai dengan Pinem (2007) yang melaporkan
adanya hubungan positif antara jumlah produksi susu dengan konsumsi bahan
kering.
Produksi susu juga dapat dipengaruhi oleh konsumsi zat makanan lainnya
(protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan abu). Semakin banyak konsumsi bahan
kering ransum, dapat meningkatkan jumlah prekursor zat makanan yang diedarkan
oleh darah ke kelenjar susu tempat terjadinya sintesis susu. Nilai rataan produksi
susu kambing PE penelitian lebih tinggi daripada yang dilaporkan Senjaya (2012)
yaitu 1 218.33 ml dan Pinem (2007) yaitu 790.35 ml. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan konsumsi bahan kering pakan.
Tabel 6 Rataan produksi susu
Perlakuan Produksi susu (ml/ekor)
R0 1 295.46 ± 121.95
R1 1 362.50 ± 229.47
R2 1 434.24 ± 196.86
R3 1 433.58 ± 171.38
Komposisi Susu
Komposisi susu dapat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Komposisi
Pemberian pakan tepung lumpur sawit dengan ampas teh tidak berpengaruh nyata
terhadap komposisi susu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.
8
Tabel 7 Komposisi susu
Komposisi susu Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Berat jenis (g/cm3) 1.030 ± 0.004 1.028 ± 0.004 1.030 ± 0.001 1.029 ± 0.002
Bahan kering (%) 18.111 ± 3.658 18.719 ± 0.798 18.022 ± 0.502 18.033 ± 3.372
Lemak (%) 7.733 ± 2.389 8.527 ± 1.070 7.730 ± 0.360 7.870 ± 2.794
BKTL (%) 10.223 ± 1.528 10.383 ± 0.853 10.129 ± 0.453 10.172 ± 0.639
Protein (%) 5.363 ± 0.713 5.297 ± 0.454 5.277 ± 0.108 5.200 ± 0.327
Laktosa (%) 3.390 ± 0.378 3.227 ± 0.473 3.313 ± 0.060 3.233 ± 0.188
Efisiensi produksi
lemak susu (%)a 43.467 ± 11.437C 76.335 ± 8.236B 82.772 ± 3.399AB 101.562 ± 4.927A
Keterangan : Huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0.01). aEfisiensi produksi lemak susu = bobot lemak susu/konsumsi lemak kasar x 100
Berat jenis
Berat jenis susu kambing menunjukkan hasil tidak nyata akibat pemberian
pakan perlakuan. Berat jenis susu yang diperoleh berkisar 1.028-1.030 g/cm3.
Tidak adanya hasil yang nyata tersebut dipengaruhi kadar lemak dan BKTL susu
yang relatif stabil (Tabel 7). Komposisi susu juga mempengaruhi berat jenis susu
itu sendiri yang terdiri atas protein, lemak, laktosa, dan mineral (Fitriyanto et al.
2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ampas teh pada rasio
yang tinggi tidak mempengaruhi berat jenis susu penelitian.
Berat jenis susu yang diperoleh sama dengan Atabany (2001) yaitu 1.0292
g/cm3 dan Senjaya (2012) yaitu 1.028 g/cm3, namun lebih tinggi dibandingkan
Pinem (2007) yaitu 1.0278 g/cm3. Perbedaan berat jenis susu dapat dipengaruhi
oleh pakan yang diberikan (Atabany 2001).
Bahan Kering Susu
Pemberian pakan perlakuan menunjukkan hasil tidak nyata terhadap bahan
kering susu sehingga tidak mempengaruhi bahan kering susu. Bahan kering susu
yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh produksi susu (Tabel 6). Semakin tinggi
produksi susu maka bahan keringnya cenderung semakin menurun. Devendra dan
Burn (1994) melaporkan bahwa dalam satu bangsa kambing, kandungan bahan
kering cenderung berbanding terbalik dengan produksi susu.
Tinggi rendahnya bahan kering susu dapat dipengaruhi oleh lemak, protein,
laktosa, vitamin, dan mineral yang terkandung dalam susu. Bahan kering susu
kambing PE yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan
Atabany (2001) yaitu 16.38% dan Senjaya (2012) yaitu 14.36%–14.84%. Menurut
Thai Agriculture Standard (2008), susu kambing penelitian ini termasuk ke dalam
kategori premium dengan bahan kering susu lebih besar dari 13%.
Kadar Lemak
Pemberian pakan perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar lemak
susu. Konsumsi zat makanan lemak kasar yang nyata belum mampu mempengaruhi
kadar lemak susu. Konsumsi serat kasar juga belum mampu mempengaruhi kadar
lemak susu yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan tingkat kecernaan serat kasar
dan lemak kasar di dalam rumen dan pemanfaatan zat makanan dari pakan. Energi
9
dari pakan digunakan terlebih dahulu untuk pemenuhan kebutuhan hidup pokok,
dan apabila energi yang dihasilkan dari pakan melebihi kebutuhan hidup pokok
maka ternak tersebut akan menggunakan kelebihannya untuk pertumbuhan dan
produksi (Setyawan et al. 2008). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pakan
tepung lumpur sawit dan ampas teh pada berbagai rasio belum mampu
mempengaruhi kadar lemak susu.
Kadar lemak susu yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan yang
dilaporkan Atabany (2001) yaitu sebesar 6.68%, dan Senjaya (2012) yaitu sebesar
5.93-6.17%. Menurut Thai Agriculture Standard (2008), susu kambing penelitian
ini termasuk ke dalam kategori premium dengan kadar lemak lebih besar dari 4%.
Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)
Pakan tepung lumpur sawit dan ampas teh menunjukkan hasil tidak nyata
terhadap kandungan BKTL. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan
perlakuan pada berbagai rasio tidak mempengaruhi kandungan BKTL. Kandungan
BKTL tidak nyata disebabkan oleh tingkat konsumsi BK ransum sama meskipun
konsumsi nutirennya berbeda nyata (Tabel 5). Kadar BKTL dipengaruhi juga oleh
kandungan protein, laktosa, dan abu dalam susu. Bahan kering tanpa lemak hasil
penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan Pinem (2007) yaitu
sebesar 9.32%.
Asam Lemak Tak Jenuh
Tabel 8 menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari pemberian pakan
perlakuan terhadap kandungan asam lemak tak jenuh. Kandungan asam lemak tak
jenuh dapat dipengaruhi oleh perbedaan konsumsi zat makanan lemak (Tabel 5).
Asam lemak tak jenuh pakan dapat mempengaruhi hasil sintesis susu karena asam
lemak ini merupakan asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis dalam tubuh
ternak.
Tabel 7 Kadar asam lemak tak jenuh susu
Asam Lemak Perlakuan
R0 R1 R2 R3
(%b/b)
Oleat (C18:1) 21.14 ± 0.60B 34.73 ± 2.66A 16.00 ± 4.02B 19.29 ± 4.54B
Linoleat (C18:2) 4.94 ± 1.77ab 7.53 ± 1.56a 4.59 ± 0.98ab 2.64 ± 1.44b
Linolenat (C18:3) 1.31 ± 0.42B 0.81 ± 0.14B 0.66 ± 0.240B 2.79 ± 0.80A
Keterangan : Huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (P<0.01), Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0.05)
Pemberian pakan perlakuan menunjukkan peningkatan kadar asam oleat yang
nyata pada R1 dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan R2 dan R3
terjadi penurunan kadar oleat yang lebih rendah meskipun mengandung tanin yang
lebih tinggi (Tabel 3). Kadar oleat R1 lebih tinggi dibandingkan dengan R0
menunjukkan bahwa kandungan tanin dalam ampas teh mampu melindungi oleat
dari degradasi mikroba rumen sehingga oleat yang tersintesis dalam susu lebih
tinggi. Penurunan kadar oleat pada R2 dan R3 disebabkan oleh menurunnya
10
konsumsi zat makanan lemak akibat persentase penggunaan tepung lumpur sawit
yang lebih rendah. Tepung lumpur sawit dapat mempengaruhi kadar oleat susu
karena kandungan oleatnya cukup tinggi yaitu 39.10% (Mirwandhono 2003).
Penggunaan tanin dengan konsentrasi berlebih juga dapat mengakibatkan semua
asam lemak yang ada akan diendapkan oleh tanin, sehingga absorpsi asam lemak
tak jenuh yang masuk ke dalam usus halus menjadi kurang optimal.
Pemberian ampas teh bertujuan melindungi asam lemak tak jenuh dari lumpur
sawit terhadap proses biohidrogenasi di dalam rumen. Kandungan tanin
terkondensasi yang terdapat pada ampas teh dapat mengikat asam lemak pada atom
hidrogen dari gugus karboksilnya. Selain itu, tanin dapat mengikat protein bahan
sehingga terlindungi dari perombakan mikroba rumen dan secara tidak langsung
lemak ikut terlindungi (Mirwandhono 2003). Asam lemak dapat terlindungi dalam
sebuah matrix cross-linked dalam lingkungan netral (pH rumen) yang dapat
melindungi protein dan lemak dari serangan mikroba (Kim et al. 2009) dan
selanjutnya pada fase enzimatis (pasca rumen) dengan pH asam (2-3) ikatan ini
tidak stabil dan mudah pecah, sehingga bahan pakan dapat tercerna oleh ternak di
dalam abomasum dan intestinum (Suhartati 2005).
Perlindungan tanin terhadap asam lemak juga dapat dilakukan oleh peran
senyawa fenol pada tanin. Senyawa fenol memiliki aktivitas antimikroba karena
kemampuan fenol dalam mengubah permeabilitas sel yang menyebabkan
kebocoran zat makanan dalam sel, sehingga mampu membebaskan makromolekul
dari dalam sel dan merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara
menghambat kerja enzim intraseluler (Poeloengan et al. 2006).
Kadar linoleat menunjukkan perbedaan nyata antara perlakuan R1 dan R3.
Penurunan kadar linoleat pada R3 disebabkan oleh persentase penggunaan tepung
lumpur sawit yang lebih rendah sehingga mempengaruhi kadar linoleat pada susu.
Kadar linoleat tepung lumpur sawit yaitu 8.18% (Mirwandhono 2003). Kadar
linoleat yang tinggi pada R1 menunjukkan bahwa perlindungan optimal tanin
terhadap asam linoleat.
Kadar linolenat nyata lebih tinggi pada R3 dibandingkan dengan perlakuan
yang lain. Kadar linolenat yang tinggi dapat disebabkan oleh rendahnya degradasi
mikroba rumen terhadap linolenat karena konsentrasi tanin berlebih. Mekanisme
hidrogenasi mikroba rumen dalam menjenuhkan asam lemak tak jenuh dimulai
dengan menjenuhkan C 18:3 menjadi C18:2, kemudian C18:2 menjadi C18:1 atau
C18:1 menjadi C18:0 (Church 1979). Tanin dapat melindungi semua asam
linolenat yang mengakibatkan asam linolenat tidak dapat dihidrogenasi oleh
mikroba rumen sehingga banyak asam lemak yang terselamatkan dari degradasi
rumen. Setelah pasca rumen, linolenat dapat tercerna sehingga menyebabkan
linolenat dapat tersintesis lebih banyak dalam susu.
Tabel 7 menunjukkan bahwa meskipun perlakuan R1 memiliki kadar oleat
dan linoleatnya lebih tinggi, namun kadar linolenatnya tertinggi terdapat pada R3.
Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya bakteri yang toleran
terhadap tanin, sehingga memiliki kemampuan menghidrogenasi asam lemak
walaupun sudah terlindungi oleh tanin. Tinggi-rendahnya asam lemak tak jenuh
pada susu juga dapat disebabkan oleh telah tercukupinya kebutuhan dalam tubuh
ternak, sehingga asam lemak tak jenuh tersebut dapat tersintesis lebih banyak dalam
susu. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Setyawan et al. (2008), bahwa zat
makanan dari pakan digunakan terlebih dahulu untuk pemenuhan kebutuhan hidup
11
pokok, dan apabila melebihi kebutuhan hidup pokok, maka ternak tersebut akan
menggunakan kelebihannya untuk pertumbuhan dan produksi.
Kandungan asam lemak oleat, linoleat, dan linolenat penelitian ini lebih tinggi
jika dibandingkan dengan yang dilaporkan Anggrayni (2012) yang menyatakan
kandungan asam lemak oleat, linoleat, dan linolenat kambing PE berturut-turut
16.24%, 2.52%, dan 0.33%. Pemberian tepung lumpur sawit yang terlindungi
ampas teh yang mengandung tanin mampu meningkatkan kandungan asam lemak
tak jenuh. Asam lemak oleat, linoleat, dan linolenat merupakan asam lemak esensial
bagi ternak yang merupakan sumber bahan untuk sintesis prostaglandin dan
thromboxane yaitu seperti hormon yang mengatur fungsi sel dalam pembekuan
darah, tekanan darah dan respon imune (McDonald et al. 1992).
Asam lemak tak jenuh yang dapat tersintesis dalam susu dapat bermanfaat
bagi kesehatan manusia yang berfungsi sebagai anti-inflamasi, anti-clotting
sehingga penting bagi kelancaran aliran darah dan fungsi sendi (IOM 2005). Pakan
perlakuan R1 merupakan perlakuan terbaik yang melindugi total asam lemak tak
jenuh tertinggi. Perlakuan R1 menghasilkan rasio linoleat : linolenat sekitar 9:1.
Rasio tersebut telah memenuhi rekomendasi FAO/WHO (1994) yang
merekomendasikan untuk mengkonsumsi linoleat dan linolenat dengan rasio 5-1
hingga 10-1. Rekomendasi jumlah konsumsi untuk linoleat berkisar 7-14 g,
sedangkan linolenat 0.7-1.6 g (IOM 2005). Kadar asam lemak tak jenuh ini dapat
berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Lampiran 1).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penggunaan pakan ampas teh dan tepung lumpur sawit pada rasio 0:1 (AT
0% dan TLS 25%); R1 0.5:1 (AT 8.33% dan TLS 16.67%), R2 0.75:1 (AT 10.72%
dan TLS 14.28%), dan R3 1:1 (AT 12.25% dan TLS 12.25%) tidak mempengaruhi
konsumsi bahan segar, konsumsi bahan kering, produksi susu, dan komposisi susu.
Pakan tepung lumpur sawit dan ampas teh dapat mempengaruhi konsumsi zat
makanan yang dapat mempengaruhi kandungan asam lemak tak jenuh dalam susu.
Pakan dengan rasio tepung lumpur sawit dan ampas teh 0.5:1 (AT 8.33% dan TLS
16.67%) merupakan perlakuan terbaik yang dapat melindungi asam lemak tak
jenuh total rantai karbon 18 dari degradasi mikroba rumen.
Saran
Penelitian ini memerlukan pengujian lebih lanjut mengenai pengaruh dari
ampas teh dengan menggunakan persentase penggunaan tepung lumpur sawit yang
konstan. Kandungan tanin (fenol) dalam ampas teh juga dapat mempengaruhi
kadar antioksidan dalam susu kambing sehingga perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut.
12
DAFTAR PUSTAKA
Anggrayni YL. 2012. Produksi susu dan olahan susu kambing kaya omega–3 hasil
pemberian ransum yang mengandung CGKK [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Atabany A. 2001. Studi kasus produktivitas kambing PE dan kambing Saanen di
Peternakan kambing perah Barokah dan PT. Taurus Dairy Farm [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Church DC. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Oregon
(US): Oxford Pr.
Devendra C, Burns M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Harya Putra,
penerjemah; R Benni M, editor. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Goat
Production in the Tropics.
Fitriyanto, Triana YA, Sri U. 2013. Kajian viskositas dan berat jenis susu kambing
peranakan etawah (PE) pada awal, puncak, dan akhir laktasi. Jurnal Ilmiah
Peternakan. 1(1): 299-306
Ensminger ME. 2002. Sheep and Goat (Animal Agriculture Series). Ed ke-6.
Danvile (US): Interstate Publisher, Inc.
FAO/WHO. 1994. Guidelines on Formulated Suplementary Food for Older Infants
and Young Children. Roma (IT): FAO/WHO.
Gasperz V. 1989. Metode Perancangan. Bandung (ID): CV Amico.
[IOM] Institute of Medicine. 2005. Dietary Reference Intake for Energy,
Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids.
Washington DC (US): National Academies Pr.
Kim EJ, Sharon A. Huws, Michael RF, Lee, Nigel DS. 2009. Dietary
transformation of lipid in the rumen microbial ecosystem. Asian-Aust. J. Anim.
Sci. 22 (9):1341-1350.
Kondo M, Hidaka M, Kita K, H Yokota. 2007. Ensiled green tea and black tea
waste as protein supplement for goat. Seminar of the FAO-CIHEAM Sub-
Network on Sheep and Goat Nutrition; 2005 Sep 8-10; Zaragoza, Spain (ES):
CIHEAM-IAMZ. Hlm 165-169.
McDonald, Edwards RA, Greenhalgh JFD. 1992. Animal Nutrition. Ed ke-4. New
York (US): John Wiley & sons, Inc.
Mirwandhono RE. 2003. Berbagai usaha memintasrumenkan asam lemak tak jenuh
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nofitasari IR, Adiwinarti AR, Setyawan, A Purnomoadi. 2010. Pengaruh level
ampas teh dalam pakan terhadap komposisi tubuh sapi peranakan ongole.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner; 2010 Sep 12-13;
Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Perternakan.
[NRC] National Research Council. 1981. Nutrient Requirement of Goat.
Washington DC (US): The National Academy Pr.
Nur’adhadinia. 2011. Performa pertumbuhan domba lokal yang diberi pakan
dengan level ampas kurma berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Park PW, Goins RE. 1994. In situ preparation of fatty acid methyl ester for analysis
of fatty acid compotition in food. J. Food Sci. 59 (6): 1262-1266
13
Pinem RS. 2007. Pengaruh pemberian ransum komplit sampah sayuran pasar
terhadap produksi susu kambing peranakan etawah (PE) hasil pemerahan pagi
dan sore hari [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Poeloengan M, Chairil, Iyep K, Siti S, Susan MN. 2006. Aktivitas antimikroba dan
fitokimia dari beberapa tanaman obat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner; 2006 Sep 5-6; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang
Perternakan.
Senjaya A. 2012. Kadar asam lemak kaproat dan komposisi susu kambing
Peranakan Etawah yang diberi pakan tambahan serbuk akar som jawa (Talinum
paniculatum Gaertn) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setyawan ARK, Setyaningsih, Mahesti G, Rianto E, Sunarso, Purnomoadi A. 2008.
Selisih proporsi daging, lemak dan tulang domba ekor tipis yang diberi pakan
untuk hidup pokok dan produksi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner; 2008 Nov 11-12; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang
Perternakan.
Steel RG, Torrie JH. 1995. Principles and Procedures of Statistics: A Biometerial
Approach. Ed. Ke-2. New York (US): McGraw-Hill.
Suhartati FM. 2005. Proteksi daun lamtoro (Leucaena leucocephala) menggunakan
tanin, saponin, minyak dan pengaruhnya terhadap ruminal undegradable
dietary protein (RDUP) dan sintesis protein mikroba rumen. Jurnal Animal
Production. 7(1):52-58.
Thai Agricultural Standard. 2008. Raw Goat Milk. Bangkok (TH): National
Bureau of Agricultural Commodity and Food Standards Ministry of
Agriculture and Cooperatives.
Umar S. 2008. Potensi limbah kelapa sawit dan pengembangan peternakan sapi
berkelanjutan di kawasan perkebunan kelapa sawit. Jurnal wawasan. 13 (3).
Wardeh MF. 1981. Models for estimating energy and protein utilization for feeds
[disertasi]. Logan (US): Utah State University. In Kearl LC. 1982. Nutrient
Requirements of Ruminant in Developing Countries. International Feedstuffs
Institute. Logan (US): Utah State University.
14
LAMPIRAN
Lampiran 1 Asupan asam lemak tak jenuh susu penelitian terhadap kebutuhan
oleat, linoleat, dan linolenat manusia.
Peubah R0 R1 R2 R3
Asumsi sajian per hari (400 ml)
Berat jenis (kg/m3) 1.030 1.028 1.030 1.029
Bobot susu (g) 412.000 411.200 412.000 411.600
Bahan kering (%) 18.110 18.720 18.020 18.030
Bobot bahan kering (g) 74.613 76.977 74.242 74.211
Persentase kadar lemak (%) 7.730 8.530 7.730 7.870
Bobot kadar lemak dari Bahan
kering susu (%) 5.768 6.566 5.739 5.840
Kadar oleat (%) 21.135 34.730 16.000 19.290
Asupan oleat (g) 1.219 2.280 0.918 1.127
Kadar linoleat (%) 4.940 7.527 4.588 2.639
Asupan linoleat (g) 0.285 0.494 0.263 0.154
Kadar linolenat (%) 1.313 0.807 0.662 2.789
Asupan linolenat (g) 0.076 0.053 0.038 0.163
Lampiran 2 Analisis ragam konsumsi BK rumput
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 237.6 79.2 4.13 0.066
Kelompok 2 5 262.7 2 631.3 137.10 0.000
Galat 6 115.2 19.2
Total 11 5 615.5
Lampiran 3 Analisis ragam konsumsi segar rumput
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 2 882 961 4.13 0.066
Kelompok 2 63 852 31 926 137.12 0.000
Galat 6 1 397 233
Total 11 68 131
Lampiran 4 Analisis ragam konsumsi BK campuran
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 3 143 1 048 4.44 0.057
Kelompok 2 57 614 28 807 122.17 0.000
Galat 6 1 415 236
Total 11
15
Lampiran 5 Analisis ragam konsumsi segar campuran
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 10 422 3 474 3.79 0.078
Kelompok 2 234 891 117 445 128.15 0.000
Galat 6 5 499 916
Total 11 250 812
Lampiran 6 Analisis ragam konsumsi BK total
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 4 710 1 570 4.03 0.069
Kelompok 2 97 702 48 851 125.50 0.000
Galat 6 2 335 389
Total 11 104 748
Lampiran 7 Analisis ragam konsumsi segar total
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 24 184 8 061 3.89 0.074
Kelompok 2 543 677 271 839 131.15 0.000
Galat 6 12 436 2 073
Total 11 580 298
Lampiran 8 Analisis ragam konsumsi protein kasar
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 7 099.5 2 366.5 109.00 0.000
Kelompok 2 5 279.9 2 640.0 121.60 0.000
Galat 6 130.3 21.7
Total 11 12 5089.7
Lampiran 9 Analisis ragam konsumsi lemak kasar
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 501.62 167.21 517.34 0.000
Kelompok 2 15.93 7.96 24.64 0.001
Galat 6 1.94 0.32
Total 11 519.48
16
Lampiran 10 Analisis ragam konsumsi serat kasar
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 34 643.4 11 547.8 1 067.03 0.000
Kelompok 2 3 008.8 1504.4 139.01 0.000
Galat 6 64.9 10.8
Total 11 37 717.1
Lampiran 11 Analisis ragam konsumsi abu
sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 2 929.18 976.39 235.88 0.000
Kelompok 2 352.55 176.28 42.58 0.000
Galat 6 24.84 4.14
Total 11 3 306.57
Lampiran 12 Analisis ragam konsumsi TDN
sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 2 898 966 4.03 0.069
Kelompok 2 60 116 30 058 125.50 0.000
Galat 6 1 437 240
Total 11 64 452
Lampiran 13 Analisis ragam produksi susu
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 39 774 13 258 0.46 0.718
Kelompok 2 99 660 49 830 1.74 0.253
Galat 6 171 643 28 607
Total 11 311 077
Lampiran 14 Analisis ragam berat jenis susu
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 0.0000049 0.0000016 0.15 0.928
Kelompok 2 0.0000005 0.0000002 0.02 0.978
Galat 6 0.0000668 0.0000111
Total 11 0.0000722
Lampiran 15 Analisis ragam bahan kering
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 1.011 0.337 0.05 0.986
Kelompok 2 6.584 3.292 0.44 0.662
Galat 6 44.751 7.459
Total 11 52.346
17
Lampiran 16 Analisis ragam lemak susu
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 1.300 0.433 0.10 0.955
Kelompok 2 4.357 2.179 0.52 0.620
Galat 6 25.210 4.202
Total 11 30.867
Lampiran 17 Analisis ragam bahan kering tanpa lemak
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 0.113 0.038 0.03 0.991
Kelompok 2 0.467 0.234 0.20 0.821
Galat 6 6.884 1.147
Total 11 7.464
Lampiran 18 Analisis ragam protein
Sumber keragaman db JK KT F P
Perlakuan 3 0.0407 0.0136 0.05 0.984
Kelompok 2 0.0453 0.0226 0.08 0.921
Galat 6 1.6209 0.2702
Total 11 1.7069
Lampiran 19 Analisis ragam laktosa
Sumber keragaman Db JK KT F P
Perlakuan 3 0.0533 0.0178 0.13 0.937
Kelompok 2 0.0098 0.0049 0.04 0.964
Galat 6 0.8004 0.1334
Total 11 0.8635
Lampiran 20 Analisis ragam oleat
SK DB JK KT F P
perlakuan 3 611.20 203.73 18.63 0.002
kelompok 2 22.69 11.35 1.04 0.410
Galat 6 65.60 10.93
Total 11 699.49
Lampiran 21 Analisis ragam linoleat
SK DB JK KT F P
Perlakuan 3 36.325 12.108 8.47 0.014
Kelompok 2 8.578 4.289 3.00 0.125
Galat 6 8.578 1.430
Total 11 53.481
18
Lampiran 22 Analisis ragam linolenat
SK DB JK KT F P
Perlakuan 3 8.4945 2.8315 22.81 0.001
Kelompok 2 1.0456 0.5227 4.21 0.072
Galat 6 0.7449 0.1242
Total 11 10.2849
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 25 Agustus 1989 sebagai anak ke-
2 dari pasangan Bapak Aning Budiman dan Yati Supriyawijaya. Pendidikan
menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 4 Bekasi dan
pendidikan menengah atas pada tahun 2007 di SMAN 3 Bekasi. Penulis diterima
sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.
Penulis aktif dalam kegiatan organisasi LDK Al-Hurriyyah periode
2009/2010 sebagai staf Departemen Hubungan Luar. Penulis juga aktif dalam
Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim (FAMM) Al-An’aam periode 2010/2012
sebagai Kepala Divisi Departemen Syiar. Penulis berkesempatan menjadi penerima
beasiswa dari Yayasan Tanoto Foundation pada tahun 2010 sampai 2013. Penulis
bekesempatan juga memperoleh penghargaan karya ilmiah sebagai 104 inovasi
Indonesia dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia.