kabar bahari xi

40
KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 20141 Kem u d i Tokoh Konsultasi Hukum Jelajah September - Oktober 2014 BAKORKAMLA dan BAKAMLA Tarnyoto: Menolak PLTU Batang Menyelamatkan Generasi Mendatang Perdagangan Tuna dalam Perspektif Kebijakan Internasional Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan Ego-Sektoral dan Cita-Cita Poros Maritim Dunia Ego-Sektoral dan Cita-Cita Poros Maritim Dunia Ego-Sektoral dan Cita-Cita Poros Maritim Dunia

Upload: kiara-indonesia

Post on 21-Jul-2016

236 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

TRANSCRIPT

Page 1: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 20141

Kemudi

Tokoh Konsultasi Hukum Jelajah

September - Oktober 2014

BAKORKAMLA dan BAKAMLATarnyoto:Menolak PLTU Batang

Menyelamatkan Generasi Mendatang

Perdagangan Tuna dalam Perspektif

Kebijakan Internasional

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan

Ego-Sektoral dan Cita-Cita Poros Maritim Dunia

Ego-Sektoral dan Cita-Cita Poros Maritim Dunia

Ego-Sektoral dan Cita-Cita Poros Maritim Dunia

Page 2: Kabar Bahari XI

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang KelautanEgo-Sektoral dan Cita-Cita Poros Maritim Dunia

September - Oktober 2014

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

DEWAN REDAKSIPemimpin Redaksi: Abdul HalimRedaktur Pelaksana: Selamet DaroyniSidang Redaksi: Susan Herawati, Ahmad Marthin Hadiwinata, Rifki Furqan, Susi Oktapiana, Irma Yanti, AntoDesain Grafis: Dodo

Alamat RedaksiJl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah, Jakarta 12750Telp./Faks: +62 21 799 3528Email: [email protected]: www.kiara.or.id

Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan

Darinah:Perempuan Perkasa dari Rembang

Perdagangan Tuna dalam Perspektif Kebijakan Internasional

Jerinx Superman is Dead (SID):Peduli Cabut Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014!

BAKORKAMLA dan BAKAMLA

4

10

18

21

26

28

DAF TAR ISI

Kebijakan

Kemudi

Setara

Jelajah

Nama dan Peristiwa

Konsultasi Hukum

Tarnyoto:Menolak PLTU Batang Menyelamatkan Generasi Mendatang

Perlindungan Jiwa dan Kesehatan Nelayan

Urap Daun Mangrove

33

36

38

Tokoh

Kesehatan

Dapur

Page 3: Kabar Bahari XI

Berdaulat dan Jaya di LautCatatanREDAKSI

Penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Dalam rangka itulah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan lahir. Di dalamnya, Bakamla (Badan Keamanan Laut) menjadi mandat kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk segera dibentuk, menggantikan Bakorkamla (Badan Koordinasi Keamanan Laut).

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005 tentang Bakorkamla mengartikan kegiatan keamanan laut sebagai segala upaya dan tindakan terencana yang diselenggarakan secara rutin dan fungsional oleh masing-masing instansi sesuai lingkup tugas pokok dan fungsinya dalam rangka penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum, serta keselamatan pelayaran dan pengamanan terhadap aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia.

Pusat Data dan Informasi KIARA (September 2014) memetakan empat persoalan utama di laut Indonesia: pertama, penangkapan ikan ilegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan; kedua, pembajakan di laut (sea piracy); ketiga, perampokan bersenjata terhadap kapal laut/perahu nelayan dan pemakaian alat tangkap merusak trawl; dan keempat, pencemaran laut.

Untuk persoalan pertama, sudah sejak tahun 2001, jumlah kapal pencuri ikan mencapai 6.215 kasus. Sementara kapasitas Negara untuk mengawasi, melakukan patroli dan menegakkan hukum di laut belum maksimal. Angkatan Laut memiliki kapal patroli sebanyak 70 unit, tetapi yang bisa beroperasi hanya 10 dan hanya sanggup berpatroli 30 persen dalam sehari. Tak jauh berbeda, dari 490 kapal patroli yang dimiliki Kepolisiaan Republik Indonesia, yang beroperasi separuhnya dan sanggup dalam dua jam sehari, serta hanya 10 hari dalam satu bulannya. Begitu pula armada Kementerian Kelautan dan Perikanan: dari 24 kapal pengawas, hanya 10 yang bisa beroperasi. Kemampuan Negara yang minim juga menyulitkan penjagaan dan pemanfaatan jalur pelayaran dan perdagangan maritim dunia untuk kepentingan nasional, di antaranya di Selat Malaka. Padahal, selat ini dilalui sedikitnya 200 kapal dagang antar-negara di dunia dalam sehari. Data Pemerintah Amerika Serikut di tahun 2011 menyebut bahwa minyak yang diangkut melewati Selat Malaka mencapai 13,6 juta ton atau terbesar kedua setelah Selat Hormuz (15,5 juta ton) yang terletak di antara Iran dan Uni Emirat Arab.

Sudah saatnya Presiden Jokowi memastikan bahwa Indonesia berdaulat dan jaya di laut. Koordinasi dan kemampuan Negara harus ditingkatkan agar sanggup memerangi setiap ancaman yang datang dari luar dan dalam negeri.***

Page 4: Kabar Bahari XI

Kemudi

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan RUU Kelautan menjadi UU Kelautan pada tanggal 30

September 2014. Intensi pengesahan RUU Kelautan tepat jika arahnya ingin mengatasi pengelolaan sumber daya laut yang selama ini sektoral.

Dalam naskah RUU Kelautan tertanggal 15 Agustus 2014, pembangunan bidang kelautan difokuskan pada 7 (tujuh) sektor utama, yaitu (i) perhubungan laut, (ii) industri maritim, (iii) perikanan, (iv) pariwisata bahari, (v) energi dan sumber daya mineral, (vi) bangunan kelautan, dan (vii) jasa kelautan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan

Ego-Sektoral dan Cita-Cita Poros Maritim Dunia

Page 5: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 20145 Egosektoral di bidang kelautan adalah persoalan kronis yang harus dipastikan teratasi dengan lahirnya UU Kelautan. Namun disayangkan masih terdapat pasal karet yang melonggarkan praktek pencemaran laut dengan menyebut prinsip pencemar membayar (polluter pays) dan kehati-hatian di dalam Pasal 40 ayat (3). Semestinya RUU Kelautan ini memperkuat upaya melestarikan laut yang tidak diatur di UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mendefinisikan prinsip pencemar membayar (polluter pays) sebagai “pencemar harus menanggung biaya langkah-langkah untuk mengurangi polusi sesuai

dengan tingkat kerusakan yang dilakukan, baik kepada masyarakat atau melebihi dari tingkat yang dapat diterima (standard yang diatur oleh UU PPLH)”. Dengan perkataan lain, RUU Kelautan tidak menjawab persoalan pencemaran laut yang selama ini menjadi ancaman serius bagi laut dan masyarakat pesisir di Indonesia (lihat tabel 1).

Berdasarkan tabel di atas, ditunjukkan bahwa ada pembolehan membuang limbah ke media lingkungan, termasuk laut, dengan seizin pemerintah, tanpa partisipasi masyarakat. Hal ini akan berimplikasi negatif terhadap upaya pelestarian lingkungan dan penyejahteraan masyarakat pelaku perikanan skala kecil.

Tabel 1. Klausul mengenai Pencemaran Laut UU PPLH dan RUU Kelautan

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH

RUU Kelautan

Pasal 20 ayat (3)

Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:a. memenuhi baku mutu lingkungan

hidup; danb. mendapat izin dari Menteri,

gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 40

(1) Pencemaran laut meliputi:a. pencemaran yang berasal dari

daratan; danb. pencemaran yang berasal dari

kegiatan di laut.

(2) Pencemaran laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terjadi:

a. di perairan yurisdiksi Indonesia;b. dari luar perairan yurisdiksi

Indonesia; atauc. dari dalam perairan yurisdiksi

Indonesia keluar perairan yurisdiksi Indonesia.

Pasal 60

Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 20145

Page 6: Kabar Bahari XI

6KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

Poros maritimPengesahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan menjadi tonggak sejarah upaya pengelolaan laut secara terpadu dan perwujudan cita-cita poros maritim dunia, termasuk di dalamnya pengelolaan dan pemanfaatan alur kepulauan Indonesia yang menjadi jalur perdagangan dunia.

Asia Tenggara memiliki jalur pelayaran penting bagi perdagangan dunia, di antaranya Selat Malaka dan Singapura, Sunda, dan Lombok. Dari keempat titik tersebut, Selat Malaka merupakan jalur tersibuk dan memiliki nilai signifikan bagi negara pantai (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dan negara pengguna.

Selat terpendek yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan India dengan Teluk Persia, serta menjadi pintu masuk antara pelabuhan-pelabuhan Eropa via Terusan Suez dan Laut Merah dengan daratan Asia Timur ini menjadi arena pertarungan kepentingan politik dan komersial berbagai negara.

Sifat strategis Selat Malaka sebagai jalur komunikasi laut utama ini telah menyebabkan banyak negara ingin mengontrolnya, termasuk Amerika Serikat, China, Jepang dan India. Tak hanya itu, Negara-negara dengan kekuatan laut di kawasan juga bersaing untuk mendominasi jalur maritim di Asia ini.

Persaingan ini dipicu oleh kepentingan ekonomi pelbagai negara yang terus membesar dari tahun ke tahun. Jepang,

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH

RUU Kelautan

Pasal 61

(1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(3) Proses penyelesaian sengketa dan penerapan sanksi pencemaran laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan prinsip pencemar membayar dan prinsip kehati-hatian.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses penyelesaian dan sanksi terhadap pencemaran laut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (September 2014), diolah dari Naskah RUU Kelautan tertanggal 15 Agustus 2014 dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH

Page 7: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 20147 misalnya, hampir 80 persen pasokan minyaknya diimpor dari Timur Tengah melalui Selat Malaka. Ditambah lagi karakter geografisnya sebagai negara kepulauan, miskin alokasi sumber daya, dan jauhnya jarak dengan pemasok energi, bahan baku dan makanan menjadikan Jepang menaruh perhatian terhadap pentingnya keamanan pelayaran di selat ini.

Tak jauh berbeda, India juga memberikan perhatian ekstra terhadap keamanan jalur pelayaran ini dari ancaman pembajakan dan terorisme. Hal ini didorong oleh karena lebih dari 50 persen produk-produk perdagangannya diangkut melintasi Selat Malaka.

China, kekuatan besar baru di kawasan Asia Timur, juga sangat tergantung pada Selat Malaka untuk perdagangan dan transportasi energinya. Signifikansi kepentingan strategis China terus meningkat setiap tahunnya. Saat ini, sekitar 60 persen minyak mentah yang diimpor China berasal dari Timur Tengah, dan angka ini diprediksi meningkat menjadi 75 persen di tahun 2015. Minyak dari Teluk Persia dan Afrika dikirim ke China melalui Selat Malaka, Lombok atau Makassar.

Cleary dan Chuan (2000: 133-4) menyebutkan bahwa: (1) sekitar 200 kapal per hari dan 150 tanker tiap menitnya melewati perairan Selat Malaka; (2) sekitar 72 persen kapal tanker melewati jalur ini dan hanya 28 persen lainnya melalui Selat Makasar dan Selat Lombok; dan (3) Perputaran uang di selat ini berkisar antara US$84 miliar hingga US$250

miliar per tahunnya. Dilihat dari jumlah kapal, dalam hitungan tahun terdapat lebih dari 60.000 kapal yang berlayar melintasi Selat Malaka dengan membawa aneka macam kargo, dari minyak mentah hingga produk jadi yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Angka ini hampir 3 kali lipat dari jumlah kapal yang berlayar melalui Terusan Panama dan lebih dari 2 kali lipat dari Terusan Suez.

Kepentingan ekonomi pelbagai negara di Selat Malaka memicu terjadinya peningkatan kekuatan militer. Seperti dicatat IHS Jane's Defence (2013), jumlah anggaran pertahanan global diperkirakan akan mencapai 1,65 triliun dollar AS pada tahun 2021. Pada tahun 2012, Amerika Serikat menyumbang 656,21 miliar dollar AS; China 126,29 milliar dollar AS, Jepang 65,67 dollar AS, dan India 44,55 dollar AS.

ParadoksBagaimana dengan Indonesia? Dalam kenyataannya, laut dipandang bukan sebagai yang “utama”, sehingga ada ungkapan “negara kelautan tetapi orientasinya daratan”. Ini pula yang menjadi faktor kecilnya perhatian terhadap matra laut bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Padahal persoalan besar sebuah negeri dengan pantai terpanjang kedua di dunia bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bagaimana memelihara kedaulatan laut dan memanfaatkan potensinya seoptimal mungkin bagi kesejahteraan rakyat. Potensi masalah pun muncul di sana. Banyak masalah terjadi di laut:

Page 8: Kabar Bahari XI

8KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

pencurian ikan oleh nelayan asing yang belakangan difasilitasi melalui kebijakan Negara, penyelundupan, pembajakan, dan pencemaran, menunjukkan betapa masih rendahnya orientasi terhadap laut.

Berbeda dengan negara-negara tetangga, Indonesia justru tidak bergantung pada perdagangan dan tidak memiliki perhatian ekstra terhadap keselamatan maritim. Indonesia lebih fokus kepada persoalan dalam negeri, seperti pembangunan ekonomi, reformasi politik, integritas wilayah, dan Islam militan (Dela Pena, 2009: 4).

Meskipun Indonesia memiliki perjalanan sejarah ketangguhan pelayaran yang panjang, berbagai persoalan mendasar justru masih dihadapi, di antaranya (1) penguasaan teknologi baru yang memungkinkan pemerintah mengawasi laut lemah; (2) pendapatan negara lebih banyak bersumber dari aktivitas ekspor sumber daya alam sehingga mendorong maraknya kompetisi internal untuk memperoleh pendapatan sebesar-besarnya. Dalam pada itu pengembangan teknologi kelautan jalan di tempat dan tidak mendapatkan alokasi anggaran semestinya; dan (3) kesulitan mengoordinasikan instansi-instansi pemerintah yang bertanggung jawab kepada persoalan kelautan (Cribb dan Ford, 2009: 13-15).

Dalam pemanfaatan laut sebagai penghubung masyarakat kepulauan, Indonesia juga dipandang belum efisien dalam mengembangkan kapal

penumpang dan kargo antarpulau. Selain itu, proses peningkatan kapasitasnya juga sangat lemah. Bahkan pada tahun 1981, kapal penumpang Tampomas II tenggelam dan sebanyak 580 jiwa meninggal dunia.

Indonesia juga tertinggal dalam mengelola fasilitas pelabuhannya. Di mata masyarakat internasional, pelabuhan-pelabuhan Indonesia dikenal karena lambat, kurang fasilitas, dan manajemennya yang buruk. Data United Nations Conference on Trade and Development (2010) menunjukkan bahwa dari 20 pelabuhan terminal kontainer terbaik di dunia pada 2009, lima di antaranya adalah Singapura, Shanghai, Hong Kong, Shenzhen, dan Busan. Perbedaan antara Singapura dan Shanghai menjadi lebih pendek pada tahun 2009, yakni 864.400 TEUs (ten-foot equivalent units), dari 1,9 juta TEUs di tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun, negara-negara di kawasan terus mengembangkan kapasitas ekonomi kelautannya. Ironisnya, Indonesia belum melakukan banyak pembenahan untuk memaksimalkan geostrateginya.

Momentum 2014Indonesia—khususnya, Pulau Sumatera—dan Semenanjung Malaysia di seberang Selat Malaka membentuk jantung maritim Asia. Selat Malaka adalah Fulda Gap dunia multipolar abad ke-21, tempat di mana seluruh jalur pelayaran antara Laut Merah dan Laut Jepang bertemu di jantung rute pelayaran perdagangan dunia; tempat

Page 9: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 20149

di mana wilayah pengaruh angkatan laut China dan India bertemu; tempat di mana Samudera India terhubung dengan Pasifik Barat. Volume lalu lintas energi kapal tanker akan tumbuh di Selat Malaka setidaknya 50 persen pada tahun 2020, menunjukkan pentingnya selat tersebut (Kaplan, 2011: 261).

Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam mengelola Selat Malaka: pertama, dengan memisahkan daratan Indonesia ke dalam bentuk

pulau-pulau, laut menciptakan tantangan di bidang komunikasi, koordinasi, dan bahkan menyangkut identitas; dan kedua, laut yang ditaburi oleh pulau-pulau di atasnya. Dalam konteks ini, laut merepresentasikan kepentingan strategis suatu Negara. Ditambah lagi, laut tersebut ditetapkan sebagai jalur komunikasi laut internasional. Pemilu 2014 adalah momentum pembenahan dan kembali ke jati diri: Negara Kelautan. Tunggu apalagi Presiden Jokowi!*** (AH)

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 20149

Page 10: Kabar Bahari XI

SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN

dan KEHUTANAN[Bagian 2/3]

A. Bentuk Penyuluhan

Penyuluhan dalam undang-undang ini didefinisikan sebagai proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka

mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.1 Untuk mencapai tujuan sebagaimana diinginkan dari UU Sistem Penyuluhan, maka penyuluh wajib untuk membuat ‘Programa Penyuluhan’ untuk memberikan arah, pedoman dan alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan penyuluhan.2 Programa penyuluhan adalah rencana tertulis yang disusun secara sistematis untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat pengendali pencapaian tujuan penyuluhan.3

1 Pasal 1 angka 2 UU Sistem Penyuluhan.

2 Pasal 23 ayat (1) UU Sistem Penyuluhan.

3 Pasal 1 angka 23 UU Sistem Penyuluhan.

Kebijakan

Page 11: Kabar Bahari XI

Program penyuluhan dibuat bertingkat dari tiap tingkatan pemerintahan baik dari pusat hingga paling kecil. Seperti program penyuluhan desa/kelurahan atau unit kerja lapangan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Penyusunan program penyuluhan dilakukan dengan memperhatikan keterpaduan dan kesinergian program penyuluhan pada setiap tingkatan. Program penyuluhan di setiap tingkatan tersebut disahkan oleh setiap lembaga yang dibentuk berdasarkan tingkatan pemerintahan seperti Kepala Balai Penyuluhan, Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten/Kota, Ketua Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi, atau Kepala Badan Penyuluhan sesuai dengan tingkat administrasi pemerintahan.4

Salah satu bagian dari program penyuluhan adalah materi penyulihan yang akan disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum, dan kelestarian lingkungan.5 Materi penyuluhan berisi unsur pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan.6 Setiap teknologi tertentu yang akan disampaikan sebagai materi penyuluhan harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah,

4 Pasal 23 UU Sistem Penyuluhan.

5 Pasal 1 angka 22 UU Sistem Penyuluhan.

6 Pasal 27 ayat (2) UU Sistem Penyuluhan.

kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional.7

Dalam penyuluhan terdapat peluang untuk melakukan kerjasama penyuluhan antarkelembagaan penyuluhan, baik secara vertikal, horisontal, maupun lintas sektoral.8 Untuk Kerja sama penyuluhan di tingkat kelembagaan penyuluhan nasional, regional, dan/atau internasional dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari menteri.9 Yang penting untuk dicatat bahwa penyuluh swasta dan penyuluh swadaya dalam melaksanakan penyuluhan kepada pelaku utama dan pelaku usaha dapat berkoordinasi dengan penyuluh PNS.

B. Kelembagaan PenyuluhanYang dimaksud Kelembagaan penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan.10 Dari UU Sistem Penyuluhan terdapat beberapa lembaga yang dimandatkan untuk dibentuk seperti:

1. Kelembagaan Pelaku Utama/ petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat kawasan hutan.11

Kelembagaan petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat

7 Pasal 28 ayat (1) UU Sistem Penyuluhan.

8 Pasal 30 ayat (1)

9 Pasal 30 ayat (2)

10 Pasal 1 angka 25

11 Pasal 1 angka 17

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201411

Page 12: Kabar Bahari XI

12KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

di dalam dan di sekitar kawasan hutan adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk pelaku utama.

Beranggotakan petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, serta masyarakat di dalam dan di sekitar hutan yang dibentuk oleh pelaku utama, baik formal maupun nonformal.

Kelembagaan Pelaku Utama berfungsi sebagai wadah proses pembelajaran, wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran, serta unit jasa penunjang. Kelembagaan Pelaku Utama dapat berbentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi, atau korporasi. Kelembagaan difasilitasi dan diberdayakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah agar tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang kuat dan mandiri sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan para anggotanya

2. Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.12

Selanjutnya disebut Komisi Penyuluhan adalah kelembagaan independen yang dibentuk pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang terdiri atas para pakar dan/atau praktisi yang mempunyai keahlian dan kepedulian dalam bidang penyuluhan atau pembangunan perdesaan.

12 Pasal 1 angka 26

Komisi Penyuluhan Nasional bertugas untuk membantu dan memberi masukan sebagai bahan penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan. Komisi Penyuluhan Nasional diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.

Komisi Penyuluhan Provinsi bertugas memberikan masukan kepada gubernur sebagai bahan penyusunan dan penetapan kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi.

3. Kelembagaan Penyuluhan13 Kelembagaan Penyuluhan

adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan terdiri atas kelembagaan penyuluhan pemerintah, kelembagaan penyuluhan swasta dan kelembagaan penyuluhan swadaya.14

1. Kelembagaan penyuluhan pemerintah terdiri dari:

• kelembagaan penyuluhan pemerintah diatur dengan lebih lanjut dalam peraturan presiden.

• Pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan (Badan Penyuluhan);

• Badan penyuluhan pada tingkat pusat bertugas: a. menyusun kebijakan nasional, program penyuluhan nasional, standardisasi dan

13 Pasal 1 angka 25

14 Pasal 8

Page 13: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201413 akreditasi tenaga penyuluh, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; b. menyelenggarakan pengembangan penyuluhan, pangkalan data, pelayanan, dan jaringan informasi penyuluhan; c. melaksanakan penyuluhan, koordinasi, penyeliaan, pemantauan dan evaluasi, serta alokasi dan distribusi sumber daya penyuluhan; d. melaksanakan kerja sama penyuluhan nasional, regional, dan internasional; dan e. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.

• Badan penyuluhan pada tingkat pusat bertanggung jawab kepada menteri. Pembentukan Badan penyuluhan pada tingkat pusat diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.

• Pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan;

• Badan Koordinasi Penyuluhan bertugas: a. melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor, optimalisasi partisipasi, advokasi masyarakat dengan melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusi terkait, perguruan tinggi, dan sasaran penyuluhan; b. menyusun kebijakan dan program penyuluhan provinsi yang sejalan dengan kebijakan dan program penyuluhan nasional; c. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum

masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan memberikan umpan balik kepada pemerintah daerah; dan d. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.

• Badan Koordinasi Penyuluhan pada tingkat provinsi diketuai oleh gubernur. Untuk menunjang kegiatan Badan Koordinasi Penyuluhan pada tingkat provinsi dibentuk sekretariat, yang dipimpin oleh seorang pejabat setingkat eselon IIa, yang pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan gubernur.

• Pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan;

• Badan pelaksana penyuluhan bertugas: a. menyusun kebijakan dan program penyuluhan kabupaten/kota yang sejalan dengan kebijakan dan program penyuluhan provinsi dan nasional; b. melaksanakan penyuluhan dan mengembangkan mekanisme, tata kerja, dan metode penyuluhan; c. melaksanakan pengumpulan, pengolahan, pengemasan, dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; d. melaksanakan pembinaan pengembangan kerja sama, kemitraan, pengelolaan kelembagaan, ketenagaan,

Page 14: Kabar Bahari XI

14KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; e. menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan f. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan.

• Badan pelaksana penyuluhan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota, yang pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota.

• Pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan

• Balai Penyuluhan tingkat kecamatan mempunyai tugas: a. menyusun program penyuluhan pada tingkat kecamatan sejalan dengan program penyuluhan kabupaten/kota; b. melaksanakan penyuluhan berdasarkan program penyuluhan; c. menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan, dan pasar; d. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha; e. memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya, dan penyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; dan

f. melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha.

• Balai Penyuluhan berfungsi sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha. Balai Penyuluhan bertanggung jawab kepada badan pelaksana penyuluhan kabupaten/kota yang pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota.

• Pada tingkat desa/kelurahan kelembagaan penyuluhan berbentuk pos penyuluhan desa/kelurahan yang bersifat nonstruktural.

• Pos penyuluhan desa/kelurahan merupakan unit kerja nonstruktural yang dibentuk dan dikelola secara partisipatif oleh pelaku utama.

• Fungsi pos penyuluhan desa/kelurahan sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha untuk : a. menyusun program penyuluhan; b. melaksanakan penyuluhan di desa/kelurahan; c. menginventarisasi permasalahan dan upaya pemecahannya; d. melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha; e. menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan,

Page 15: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201415 serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha; f. melaksanakan kegiatan rembug, pertemuan teknis, temu lapang, dan metode penyuluhan lain bagi pelaku utama dan pelaku usaha; g. memfasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan, serta pelatihan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan h. memfasilitasi forum penyuluhan perdesaan.

• Kelembagaan penyuluhan swasta dapat dibentuk oleh pelaku usaha dengan memperhatikan kepentingan pelaku utama serta pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan setempat.

Kelembagaan penyuluhan swadaya dapat dibentuk atas dasar kesepakatan antara pelaku utama dan pelaku usaha

Kelembagaan penyuluhan swasta dan/atau swadaya mempunyai tugas yang sama yaitu: a. menyusun perencanaan penyuluhan yang terintegrasi dengan program penyuluhan; b. melaksanakan pertemuan dengan penyuluh dan pelaku utama sesuai dengan kebutuhan; c. membentuk forum, jaringan, dan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha; d. melaksanakan kegiatan rembug, pertemuan teknis, lokakarya lapangan, serta temu lapang pelaku utama dan pelaku usaha; e. menjalin kemitraan usaha dengan berbagai pihak dengan

dasar saling menguntungkan; f. menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha; g. menyampaikan informasi dan teknologi usaha kepada sesama pelaku utama dan pelaku usaha; h. mengelola lembaga pendidikan dan pelatihan pertanian, perikanan, dan kehutanan serta perdesaan swadaya bagi pelaku utama dan pelaku usaha; i. melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha; j. melaksanakan kajian mandiri untuk pemecahan masalah dan pengembangan model usaha, pemberian umpan balik, dan kajian teknologi; dan k. melakukan pemantauan pelaksanaan penyuluhan yang difasilitasi oleh pelaku utama dan pelaku usaha.

Page 16: Kabar Bahari XI

16KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

Tabel Kelembagaan Pelaksana Penyuluhan

Nama dan Tingkatan

PemerintahTugas dan Fungsi Tanggung Jawab Struktur Dasar Pengaturan

Badan Penyuluhan tingkat pusat

Badan penyuluhan pada tingkat pusat bertugas: a. menyusun kebijakan nasional, program penyuluhan nasional, standardisasi dan akreditasi tenaga penyuluh, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; b. menyelenggarakan pengembangan penyuluhan, pangkalan data, pelayanan, dan jaringan informasi penyuluhan; c. melaksanakan penyuluhan, koordinasi, penyeliaan, pemantauan dan evaluasi, serta alokasi dan distribusi sumber daya penyuluhan; d. melaksanakan kerja sama penyuluhan nasional, regional, dan internasional; dan e. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.

Badan penyuluhan pada tingkat pusat bertanggung jawab kepada menteri. Pembentukan Badan penyuluhan pada tingkat pusat diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.

Pembentukan wadah koordinasi penyuluhan nasional nonstruktural yang diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.

Badan Koordinasi Penyuluhan tingkat provinsi

Badan Koordinasi Penyuluhan bertugas: a. melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor, optimalisasi partisipasi, advokasi masyarakat dengan melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusi terkait, perguruan tinggi, dan sasaran penyuluhan; b. menyusun kebijakan dan program penyuluhan provinsi yang sejalan dengan kebijakan dan program penyuluhan nasional; c. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan memberikan umpan balik kepada pemerintah daerah; dan d. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.

Badan Koordinasi Penyuluhan pada tingkat provinsi diketuai oleh gubernur.

Untuk menunjang kegiatan Badan Koordinasi Penyuluhan pada tingkat provinsi dibentuk sekretariat, yang dipimpin oleh seorang pejabat setingkat eselon Iia

Pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan gubernur

Badan Pelaksana Penyuluhan tingkat kabupaten/kota

Badan pelaksana penyuluhan bertugas: a. menyusun kebijakan dan program penyuluhan kabupaten/kota yang sejalan dengan kebijakan dan program penyuluhan provinsi dan nasional; b. melaksanakan penyuluhan dan mengembangkan mekanisme, tata kerja, dan metode penyuluhan; c. melaksanakan pengumpulan, pengolahan, pengemasan, dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; d. melaksanakan pembinaan pengembangan kerja sama, kemitraan, pengelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; e. menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan f. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan.

Badan pelaksana penyuluhan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II

Pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota.

Page 17: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201417 Tabel Kelembagaan Pelaksana Penyuluhan

Nama dan Tingkatan

PemerintahTugas dan Fungsi Tanggung Jawab Struktur Dasar Pengaturan

Badan Penyuluhan tingkat pusat

Badan penyuluhan pada tingkat pusat bertugas: a. menyusun kebijakan nasional, program penyuluhan nasional, standardisasi dan akreditasi tenaga penyuluh, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; b. menyelenggarakan pengembangan penyuluhan, pangkalan data, pelayanan, dan jaringan informasi penyuluhan; c. melaksanakan penyuluhan, koordinasi, penyeliaan, pemantauan dan evaluasi, serta alokasi dan distribusi sumber daya penyuluhan; d. melaksanakan kerja sama penyuluhan nasional, regional, dan internasional; dan e. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.

Badan penyuluhan pada tingkat pusat bertanggung jawab kepada menteri. Pembentukan Badan penyuluhan pada tingkat pusat diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.

Pembentukan wadah koordinasi penyuluhan nasional nonstruktural yang diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.

Badan Koordinasi Penyuluhan tingkat provinsi

Badan Koordinasi Penyuluhan bertugas: a. melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor, optimalisasi partisipasi, advokasi masyarakat dengan melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusi terkait, perguruan tinggi, dan sasaran penyuluhan; b. menyusun kebijakan dan program penyuluhan provinsi yang sejalan dengan kebijakan dan program penyuluhan nasional; c. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan memberikan umpan balik kepada pemerintah daerah; dan d. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.

Badan Koordinasi Penyuluhan pada tingkat provinsi diketuai oleh gubernur.

Untuk menunjang kegiatan Badan Koordinasi Penyuluhan pada tingkat provinsi dibentuk sekretariat, yang dipimpin oleh seorang pejabat setingkat eselon Iia

Pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan gubernur

Badan Pelaksana Penyuluhan tingkat kabupaten/kota

Badan pelaksana penyuluhan bertugas: a. menyusun kebijakan dan program penyuluhan kabupaten/kota yang sejalan dengan kebijakan dan program penyuluhan provinsi dan nasional; b. melaksanakan penyuluhan dan mengembangkan mekanisme, tata kerja, dan metode penyuluhan; c. melaksanakan pengumpulan, pengolahan, pengemasan, dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; d. melaksanakan pembinaan pengembangan kerja sama, kemitraan, pengelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; e. menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan f. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan.

Badan pelaksana penyuluhan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II

Pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota.

Page 18: Kabar Bahari XI

Apa yang bisa kita bayangkan tentang rasa lapar? Di benak

kita tentu melintas perasaan tidak nyaman di bagian perut dan tidak jarang disertai dengan perasaan melilit yang tidak tertahankan. Lapar adalah ketakutan bagian semua manusia.

Setara

DARINAH

PEREMPUAN PERKASA dari REMBANG

Seorang pemenang nobel sastra dari Norwegia di tahun 1920, Knut Hamsun, menceritakan rasa lapar dalam bukunya yang berjudul Lapar (Sult). Dalam novel itu Knut Hamsun bercerita tentang pengalaman kelaparan teramat sangat, di mana ia harus memamah serpihan kayu untuk mengganjal perutnya dari rasa lapar. Hingga Knut pun harus menggadaikan selimutnya hanya

untuk mendapatkan pinjaman uang dari seorang mahasiswa filsafat. Dalam kelaparannya Knut Hamsun pun pernah merampas kue yang dirampasnya dari seorang nenek tua. Ya, kelaparan adalah simbol dan bentuk paling menakutkan dari kemiskinan itu sendiri.

1 dari 7 orang di dunia harus tidur dalam keadaan perut kelaparan.

Page 19: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201419 Ironisnya 80% dari mereka adalah nelayan, petani atau pun para produsen pangan skala kecil. Setali tiga uang, kemiskinan di 10.444 desa pesisir membuat nelayan tradisional Indonesia acap kali harus tidur dalam keadaan lapar.

Seorang perempuan dari Desa Karanggeneng, Rembang, sedari kecil berjuang untuk melawan rasa laparnya. Namanya Darinah, anak nelayan dari Ratman dan Rumini yang sedari kecil menjadi tulang punggung keluarga. Darinah anak ke-4 dari 7 bersaudara, ketiga kakaknya telah meninggal dunia. Maka tidak heran beban keluarga menjadi tanggung jawab Darinah di usia yang cukup belia. Darinah bukan sekadar berjuang untuk bertahan hidup. Hingga hari ini, Darinah menjadi potret perempuan nelayan yang berjuang melawan rasa lapar.

Menunda kebahagiaanDarinah duduk bersama 10 orang perempuan lainnya. Tubuhnya dibalut pakaian panjang berwarna hijau dan celana panjang berwarna cokelat yang dikenakannya terlihat kotor di bagian paha. Sepatu boots berbahan karet yang dikenakannya pun tidak luput dari kotoran lumpur yang menempel di sisi kiri dan kanannya. Sesekali Darinah tampak merapikan topi yang dikenakannya. Sarung tangan putih yang digunakannya pun sesekali melorot hingga batas pergelangan tangannya.

Rembang baru saja diguyur hujan, keadaan TPI di siang itu terlihat becek. Hujan rintik yang masih turun tidak mengurangi geliat TPI. Sekumpulan perempuan sedang duduk sembari menunggu kapal-kapal sandar di dermaga.

Darinah adalah seorang perempuan berperawakan tinggi besar dan berkulit sawo matang. Fisiknya yang terlihat kekar dan kejujurannya membuat dia pernah dipercaya membantu juragan pemilik kapal dalam mengelola hasil tangkapan nelayan.

Darinah seperti kebanyakan perempuan yang tinggal di pesisir lainnya. Kemiskinan membuat ia harus menjadi tulang-punggung keluarga. Sejak ditinggal ibunya di usia 12 tahun, Darinah semakin giat membantu adik-adiknya untuk bersekolah. Darinah mulai membantu mengasinkan ikan atau membantu berjualan ikan ke pasar. Darinah menikah dengan Moch. Solikin di usia 37 tahun. Darinah memilih mengalah dan terlambat menikah.

“Saya Cuma mau lihat adik-adik saya dulu menikah, punya keluarga, punya kehidupan. Setelah itu saya baru mau menikah,” ujar Darinah sembari tersenyum.

Kini, ia dikaruniai seorang putri jelita yang baru berusia 2 tahun. Kehidupan baginya sudah terasa lengkap.

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201419

Page 20: Kabar Bahari XI

20KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

Bongkar Muat KapalAda fenomena baru yang terjadi di Rembang dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Perempuan menjadi bagian dari aktivitas bongkar muatan kapal. Rupanya kesulitan perekonomian keluarga nelayan mendorong perempuan untuk bekerja sebagai buruh bongkar muat kapal.

Darinah dan perempuan lainnya memulai pekerjaan bongkar muat kapal dari jam 11.00-14.00 WIB. Tugas perempuan termasuk Darinah adalah menarik ikan di dalam keranjang keluar dari kapal, lalu mereka akan membersihkan ikan-ikan tersebut.

“Untuk yang manggul-manggul memang laki-laki, tapi kadang kami juga membantu,” ujar Darinah sembari menyiram keranjang ikan dengan air.

Upah yang diterima oleh perempuan pun tidak sama dengan yang diterima oleh laki-laki. Upah perempuan yang melakukan bongkar muat kapal sekitar Rp. 40.000 sampai Rp. 50.000, sedangkan untuk laki-laki sekitar Rp50.000-Rp60.000. Hal ini pun bergantung kepada juragan kapal dan hasil tangkapannya.

“Yang penting kami mendapatkan nasi sebungkus setiap bongkar muat,” tutur Darinah.

Sebelumnya perempuan tidak ikut dalam aktivitas bongkar muat kapal. Mereka cenderung

malu dan sungkan bergabung dengan nelayan laki-laki. Namun, beban hidup yang semakin berat membuat para perempuan tersebut turun tangan mengais rezeki lewat bongkar muat kapal. Hasil yang didapat pun cukup lumayan.

Harapan DarinahDi tengah kehidupannya yang tidak pernah jauh dari gambaran kemiskinan, Darinah selalu menyimpan harapan demi harapan. Seperti kebanyakan orang, bermimpi adalah hal yang membuat Darinah terus berjuang setiap hari.

“Mimpi orang seperti saya sederhana, setidaknya kami jauh dari rasa lapar. Apalagi usia saya yang sudah tua, sedangkan anak saya masih berumur 2 tahun. Saya ndak mau anak saya pernah merasakan apa yang saya rasakan. Dia harus sekolah tinggi,” ujar Darinah sambil menatap kapal-kapal yang baru saja sandar di dermaga.

Bagi Darinah, pemerintah harus menghapuskan kemiskinan dari kampung-kampung nelayan. Bukan lagi sekadar wacana yang digelontorkan ketika rapat teknis kepemerintahan, namun aksi konkrit dalam memastikan kesejahteraan bagi seluruh nelayan tradisional Indonesia.*** (SH)

Page 21: Kabar Bahari XI

Potensi Perikanan Tuna di Indonesia

Keberadaan sumber daya tuna di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi dari perairan terutama faktor salinitas dan

suhu. Kondisi dari dua faktor utama tersebut dipengaruhi oleh sistem angin muson, perubahan iklim dan aliran air yang masuk ke perairan laut lepas. Sehingga, fluktuasi dan dinamika salinitas dan suhu akan mempengaruhi penyebaran tuna, cakalang dan tongkol di suatu wilayah penangkapan ikan. Oleh karena itu, tidak semua perairan Indonesia memiliki potensi perikanan tuna.

Perdagangan Tuna dalam Perspektif Kebijakan Internasional

Jelajah

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 mengamanatkan bahwa, “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sumber daya

tuna, cakalang dan tongkol merupakan kekayaan alam yang terkandung di dalam laut sehingga sudah seharusnya sumber daya tersebut dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Page 22: Kabar Bahari XI

22KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

Indonesia memegang peranan penting dalam perikanan tuna, baik di level regional maupun internasional. Pada tahun 2011, produksi tuna, cakalang dan tongkol di dunia diperkirakan sebesar 6,8 juta ton yang pada tahun 2012, setahun kemudian, meningkat menjadi lebih dari 7 juta ton. Data lain dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meyebutkan bahwa rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol Indonesia dalam rentang waktu 2005-2012 sebesar 1.034.177 ton, terdiri dari tuna dan cakalang rata-rata sebanyak 480.760 ton/tahun serta tongkol sebanyak 552.452 ton/tahun (lihat Tabel 1).

Secara nasional, komposisi produksi tuna didominasi oleh cakalang (64,83%), madidihang (25,40%), tuna mata besar/Big Eye (7,35%) dan tuna sirip biru selatan/Shoutern Bluefin Tuna (0,20%). Sedangkan dari segi produktivitas, Indonesia memasok lebih dari 16% pasokan tuna di dunia, atau sekitar 20% dari total produksi perikanan tangkap nasional. Mengingat besarnya potensi perikanan tuna tersebut, sudah seharusnya pengelolaan perikanan tuna yang termasuk dalam kategori ikan yang beruaya jauh atau highly migratory fish stocks yang bermigrasi antar ZEE beberapa negara tetangga Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan perikanan tuna tidak lepas dari kerjasama regional maupun internasional.

Terkait dengan kerjasama di tingkat regional dan internasional, melalui amanat Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009

tentang Perikanan menyebutkan, pemerintah direkomendasikan untuk ikut dan berperan secara aktif dalam keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional maupun internasional dalam rangka kerjasama pengelolaan perikanan tuna pada khususnya. Selanjutnya, Indonesia juga telah menerbitkan UU No. 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the Convention and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (United Nation Implementing Agreement – UNIA 1995). Pengesahan UNIA 1995 merupakan komitmen Indonesia untuk bekerjasama dengan berbagai negara di dunia dalam rangka pengelolaan tuna secara berkelanjutan.

Meskipun UNCLOS 1982 telah mengatur pengelolaan perikanan di laut lepas, pengaturan tersebut dihadapkan pada tidak adanya kerangka kelembagaan yang efektif yang memiliki wewenang dalam menerapkan langkah-langkah pengelolaan. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut dibentuklah Regional Fisheries Management Organizations atau RFMOs yang sesuai dengan FAO Compliance Agreement 1993. Adapun tujuan dari RFMOs ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar praktek penangkapan ikan di laut lepas dan menerapkan tindakan-tindakan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan tersebut.

Page 23: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201423

Pembentukan RFMOs mulai berkembang sejak tahun 1960an dengan didasari sifat ikan yang selalu bergerak dan melintasi batas wilayah antar negara (transboundary), di mana kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan di suatu negara dapat menyebabkan kerusakan/kepunahan di negara lain. Umumnya keanggotaan RFMOs tidak selalu terkait dengan pertimbangan geografis negara yang bersangkutan, tetapi lebih kepada wilayah tempat suatu negara melakukan aktivitas penangkapan ikan.

Saat ini Indonesia telah berperan aktif menjadi anggota penuh pada Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2007, Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) berdasarkan Peraturan Presiden No. 109 tahun 2007, serta Western and Central Pacific Fisheries

Commission (WCPFC) berdasarkan Peraturan Presiden No. 61 tahun 2013. Sementara itu, Indonesia juga berstatus anggota pada Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC) yang mengelola tuna dan spesies seperti tuna di Samudera Pasifik bagian timur.

Tantangan dalam Perdagangan Tuna dan Indikasi IUU FishingSumber daya perikanan tuna, cakalang dan tongkol yang luar biasa tersebut, sayangnya terindikasi terkait dalam praktek IUU Fishing atau perikanan ilegal yang mencakup pencurian ikan, pendaratan ikan yang tidak dilaporkan maupun pelanggaran peraturan penangkapan ikan tuna yang telah ditentukan. Secara umum, praktek IUU Fishing yang terkait perikanan tuna tersebut didorong oleh rantai perdagangan global komoditas

Tabel 1. Estimasi Produksi Tuna, Cakalang dan Tongkol 2005-2012

No Tahun

Jumlah Produksi (ton)

JumlahTuna Albakora

Tuna Mata Besar

Cakalang

Tuna Sirip Biru

Selatan

Madidihang Tongkol

1 2005 9.285 24.024 221.871 1.831 122.999 492.577 872.5872 2006 7.950 26.859 267.828 747 81.407 466.754 851.5453 2007 9.367 31.696 295.370 1.079 101.961 571.345 1.010.8184 2008 9.194 32.422 303.299 891 87.183 611.366 1.044.3555 2009 14.570 38.884 349.791 641 118.446 569.100 1.091.4336 2010 13.030 35.541 342.103 636 121.772 554.379 1.067.4607 2011 11.483 41.094 353.629 842 152.692 566.032 1.125.7218 2012 11.028 56.016 359.385 910 190.322 588.060 1.201.721

Rata-rata10.738 35.317 311.659 947 122.098 552.451 1.033.211480.760 552.451 1.033.211

Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2014

Page 24: Kabar Bahari XI

24KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

penting ini. Dalam sebuah jurnal berjudul “estimates of illegal and unreported fish in seafood imports to the USA” disebutkan bahwa pada tahun 2011 terdapat sekitar 20-32% dari konsumsi seafood yang masuk ke industri pengolahan di USA terindikasi ilegal, atau dengan kata lain pada tahun 2011 tercatat ada sekitar 3.889 ton – 6.805 ton ikan tuna yang diekspor secara ilegal ke USA dari Indonesia.

Dari sudut pandang perdagangan ikan secara global, beberapa negara yang mendominasi perdagangan tuna antara lain China, Jepang dari kawasan Asia Pasifik dan Vietnam, Thailand, Philipina dan Indonesia dari wilayah Asia Tenggara. Isu keamanan pangan global turut berkontribusi pada penangkapan yang berlebihan dan tak ramah lingkungan. Sebagai gambaran, FAO (2008) mengungkapkan bahwa

total produksi perikanan dunia meningkat secara cepat dari 100 juta ton pada akhir dasawarsa 1980an menjadi 130 juta ton pada 1990an dan sekarang mencapai lebih dari 140 juta ton.

Pola produksi perikanan yang dilakukan secara masif untuk memenuhi permintaan pasar mengakibatkan berbagai masalah, yang utamanya terkait dengan praktek IUU Fishing. Khususnya dalam perikanan tuna, cakalang dan tongkol, beberapa isu krusial terkait dengan sumberdaya ikan ini antara lain disebutkan dalam Tabel 2.

Peningkatan permintaan produk tuna juga membuka peluang masuknya investor dalam rangkaian alur perdagangan tuna. Globalisasi investasi tersebut merupakan bagian dari globalisasi produksi. Dalam dunia perikanan tangkap, globalisasi

Tabel 2. Isu lingkungan dan pengelolaan sumberdaya perikanan tuna di Indonesia

Isu Lingkungan Isu Pengelolaan

Konservasi wilayah migrasi tuna IUU Fishing

Akurasi data biologis hasil tangkapan Akurasi data kapal, alat tangkap

Akurasi data statistik hasil tangkapan Optimalisasi penindakan pelanggaran

Akurasi alat penangkapan Port State Measure atau pelaksanaan tindakan antar pelabuhan di negara

Rumpon ilegal Alat tangkap tidak ramah lingkungan

Bycatch atau trash fish, hasil tangkapan sampingan

Kuota tangkapan

Penangkapan berlebih baby tuna dengan alat tangkap purse seine

Pembinaan pelaku usaha dan asosiasi penangkap ikan

Page 25: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201425 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Penutupan kawasan pemijahan atau spawning ground tuna yang utama yaitu di wilayah selatan Bali (Samudera Hindia) dan utara Sulawesi (Samudera Pasifik). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tuna yang bersifat highly migratory fish atau ikan yang beruaya jauh, arus migrasi tuna harus dilindungi, terutama daerah bertelur dan pemijahan tuna tersebut.

Pelarangan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan dapat menganggu keberlanjutan stok tuna yaitu trawl dan purse seine. Alat tangkap purse seine merupakan salah satu alat tangkap utama dalam usaha perikanan tuna selain long line, pole and line, dan hand line. Namun, purse seine selama ini terindikasi kuat mengeksploitasi perikanan tuna secara berlebihan lewat penangkapan baby tuna.

Dari ketika kebijakan tersebut, pelarangan praktek transhipment telah dilakukan sementara dua kebijakan lain yaitu perlindungan daerah pemijahan dan pelaranganga alat tangkap purse seine masih berupa wacana. Semoga wacana tersebut secepatnya menjadi nyata demi kelestarian perikanan tuna Indonesia.*** (RF)

investasi diwujudkan dengan adanya izin pengoperasian kapal ikan asing dalam memanfaatkan sumber daya ikan di wilayah berdaulat suatu negara pantai berdasarkan pada ketentuan di UNCLOS yang mengatur tentang pemanfaatan di wilayah ZEE.

Kebijakan Pengelolaan Tuna di IndonesiaPada 19-21 November 2014 lalu, terkait dengan penerapan pengelolaan perikanan tuna secara berkelanjutan, Dirjen Perikanan Tangkap KKP telah menyelenggarakan Bali Tuna Conference yang memiliki tujuan utama untuk mempromosikan rencana aksi nasional pengelolaan perikanan tuna, cakalang dan tongkol kepada berbagai pihak baik dari RFMOs, akademisi, birokrat, maupun perwakilan asosiasi pengusaha.

Dalam pemaparannya, Menteri Kelautan dan Perikanan (Susi Pudjiastuti) menyampaikan tiga kebijakan utama yang akan segera dilaksanakan terkait dengan pengelolaan perikanan tuna, cakalang dan tongkol, yaitu: pelarangan praktek transhipment yang berkaitan dengan salah satu motif pencurian tuna. Transhipment diindikasikan dengan transfer hasil tangkapan di tengah laut yang kemudian hasil tangkapan tersebut dibawa dan diolah di luar Indonesia. Kebijakan ini tertuang dan memiliki dasar hukum melalui penerbitan PerMen KP No. 57 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.30/MEN/2012

Page 26: Kabar Bahari XI

Seorang lelaki berdiri sembari memegang gitar, tubuhnya penuh tato dan terlihat agak ‘sangar’. Orang memanggilnya Jerinx, ia terlahir

di Kuta pada tanggal 10 Februari 1977 dengan nama lengkap I Gede Ari Astina.

Nama dan Peristiwa

Jerinx Superman is Dead (SID):

Jerinx tergabung dalam grup musik asal Bali, Superman Is Dead sebagai drummer. Di balik penampilannya yang terlihat ‘sangar’, ia terus menyuarakan gerakan Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Terlahir di tanah Bali, Jerinx secara blak-blakan menolak rencana pengurugan atau reklamasi pantai yang

akan dilakukan oleh PT. Tirta Wahana Bali International (TWBI) di kawasan seluas 700 hektare.

Bagi Jerinx, Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan

Page 27: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201427

(Sarbagita) yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita yang memasukkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan.

“Ironi sebenarnya, di akhir jabatannya, SBY malah mengeluarkan Peraturan Presiden yang jelas-jelas mengakomodasi kepentingan investor. Bisa dibayangkan bagaimana nasib Teluk Benoa kalau diurug?” ujar Jerinx.

Sikap tegas Jerinx diambil berdasarkan kepeduliannya agar masyarakat tetap berdaulat terhadap tanah dan airnya. Bukan menjadi budak di bangsa sendiri oleh investor yang notabene hanya mengutamakan keuntungan pribadi semata.

Bagi Jerinx, identitas Bali sebagai Pulau Seribu Pura dan Pulau Seribu Dewa harus terbebas dari perang kepentingan investor. Jerinx mengkhawatirkan budaya dan

tradisi yang telah ada dari generasi ke generasi akan tergusur jika Teluk Benoa diurug, “Jangan sampai uang menjadi Tuhan di tanah Bali ini,” ujar Jerinx.

Jerinx menyimpan harapan besar, bukan hanya terhadap Tanah Air kelahirannya, tetapi kepada seluruh wilayah di Indonesia yang terancam oleh proyek-proyek pengurugan atau reklamasi pantai. Ia berharap reklamasi pantai dihentikan dan hak nelayan tradisional dikembalikan.

Melalui Kabinet Kerjanya, Jerink berharap Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 segera dicabut. “Jika Presiden Jokowi berani mendorong poros maritim sebagai agenda kerjanya, maka sudah seharusnya peraturan presiden tersebut dicabut dan membangun kemaritiman Indonesia yang lebih arif, serta mampu memastikan kesejahteraan nelayan tradisional Indonesia,” ujar Jerinx.*** (SH)

Cabut Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014!

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201427

Page 28: Kabar Bahari XI

Redaksi KABAR BAHARI membuka forum diskusi dan tanya jawab tentang hukum kelautan dan perikanan. Pertanyaan atau topik diskusi dapat disampaikan ke alamat Redaksi KABAR BAHARI, Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 3528, atau email : [email protected]

Pendahuluan

Sebelum melakukan perbandingan antara BAKORKAMLA dengan BAKAMLA, perlu penulis jelaskan berbagai

peraturan yang memiliki aspek pengaturan yang terkait dengan kelautan yang berlaku di Indonesia.

Disclaimer:Seluruh informasi dan data yang disediakan dalam Rubrik Konsultasi Hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk

tujuan pendidikan dan advokasi. Dengan demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum.

Disarankan untuk mengecek kembali dasar hukum dan daftar sumber bacaan yang digunakan dalam rubrik ini untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.

Konsultasi HukumKonsultasi dipandu oleh:

Ahmad Marthin Hadiwinata, SH(Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan)

Dalam penegakan hukum di wilayah laut terdapat banyak aspek selain perikanan yang akan terjadi di laut maupun berkaitan dengan sumber daya kelautan. Beberapa aspek lain tersebut: imigrasi, perdagangan manusia (trafficking), penyelendupan narkoba, bea dan cukai, pertahanan dan keamanan wilayah perbatasan, transportasi laut, lingkungan hidup, sumber daya laut non hayati (non-living resource), seperti energi, mineral,

minyak dan gas bumi serta aspek lain yang menyangkut infrastruktur sehingga banyak sektor yang mempunyai kewenangan penegakan hukum di kelautan.

Terdapat berbagai undang-undang selain Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan memiliki aspek pengaturan terkait dengan masalah kelautan. Terdapat sedikitnya

BAKORKAMLAdanBAKAMLA (Bagian 1/2)

Page 29: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201429 tujuh belas Undang-Undang yang memiliki keterkaitan dengan aspek wilayah dan materi kelautan, yaitu:

1. UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;

2. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

3. UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan;

4. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia;

5. UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan;

6. UU No. 2 TAHUN 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

7. UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;

8. UU No. 34 tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia;

9. UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;

10. UU No. 27 Tahun 2007 Jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

11. UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran;

12. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;

13. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

14. UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;

15. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

16. UU No. 29 Tahun 2014 tentang Pencarian Dan Pertolongan; dan

17. UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Maka tidak heran dalam Perpres No. 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut, keanggotaan Bakorkamla terdiri dari 13 Kementerian dan Lembaga Negara. 13 Kementerian dan Lembaga tersebut terdiri dari: Menkopolhukam, Menteri Luar Negeri, Menteri dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Jaksa Agung Republik Indonesia, Penglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Intelejen Negara, Kepala Staf TNI Angkatan Laut.1

Sejak 17 Oktober 2014, pemerintah telah mengesahkan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. ruang lingkup undang-undang ini meliputi pengaturan penyelenggaraan Kelautan Indonesia secara terpadu dan berkelanjutan. Penyelenggaraan Kelautan Indonesia dijelaskan meliputi: a. wilayah Laut; b. Pembangunan Kelautan; c. Pengelolaan Kelautan;

1 Pasal 5 Perpres No. 81 Tahun 2005;

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201429

Page 30: Kabar Bahari XI

30KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

d. pengembangan Kelautan; e. pengelolaan ruang Laut dan pelindungan lingkungan Laut; f. pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di Laut; dan g. tata kelola dan kelembagaan.2 Secara khusus pada bagian mengenai pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di Laut memandatkan dibentuknya Badan Keamanan Laut (BAKAMLA). BAKAMLA kemudian akan menggantikan Bakorkamla yang selama ini telah ada dan berjalan dalam menjalankan mandat koordinasi dalam penegakan hukum berdasarkan UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

2 Pasal 4 ayat (2) UU Kelautan.

Tulisan ini akan mencoba memperbandingkan antara BAKORKAMLA dengan BAKAMLA terkait dengan aspek-aspek yang meliputi Dasar Hukum, Peraturan Pembentukan, Sifat kelembagaan, Pertanggungjawaban, Bentuk Kelembagaan, Tugas Pokok, Fungsi Pokok, Kewenangan dan Tata Laksana Organisasi.

Pembahasan Untuk lebih memudahkan pembaca dalam perbandingan antara Bakorkamla dengan BAKAMLA, penulis akan menyajikan perbandingan tersebut dalam Tabel. Sebagai berikut:

Perbandingan BAKORKAMLA BAKAMLADasar Hukum Pasal 23 ayat (3)1 dan

Pasal 24 ayat (3)2 UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

Pasal 67 UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan3

Peraturan Pembentukan

Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut

Peraturan Presiden No. 178 Tahun 2014 tentang Badam Keamanan Laut

Sifat kelembagaan Lebih mengarah kepada sifat Multi Agency Multi Task dengan Tugas dan kewenangan penegakan hukum di laut berada di masing-masing instansi sesuai dasar hukumnya.

Bakorkamla bersifat koordinatif yang mengkoordinasi 13 kementerian dan lembaga (Pasal 1 angka 2 dan angka 3)

Tidak diketahui sifat dari BAKAMLA, namun ada harapan untuk membentuk Single Agency Multi Task. Tugas dan kewenangan penegakan hukum sampai ke fungsi search and rescue dan pertahanan dan keamanan terbatas di laut berada pada satu institusi saja. Namun tidak terdapat pasal yang tegas dalam UU Kelautan yang menyebutkan sifat dari lembaga.

Page 31: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201431 Perbandingan BAKORKAMLA BAKAMLA

Sifat dari BAKAMLA ini dapat dilihat dari Pasal 63 ayat (2) yang berbunyi: Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terintegrasi dan terpadu dalam satu kesatuan komando dan kendali.

Pertanggungjawaban Berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden4

Bertanggungjawab langsung kepada Presiden melalui menteri yang mengoordinasikan.5

Menteri yang dimaksud dalam UU Kelautan:

14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kelautan. (Pasal 1 angka 14)

BAKAMLA berada di bawah koordinasi dari Menkopolhukam. Terkait Menko Maritim, Menkopolhukam berkoordinasi dalam aspek pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut. Tanggung jawab Bakamla kepada Presiden melalui Menkopolhukuam (Pasal 1 Perpres 178/2014)

Page 32: Kabar Bahari XI

32KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

Perbandingan BAKORKAMLA BAKAMLABentuk Kelembagaan Lembaga Non Struktural Lembaga Pemerintah

Nonkementerian6

Tugas Pokok Tugas mengkoordinasikan: 1. penyusunan kebijakan keamanan laut secara terpadu, dan

2. pelaksanaan kegiatan operasi keamanan laut secara terpadu (Pasal 3)

Tugas Bakamla Penegakan hukum khususnya melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia.7 pengaturan tersebut sejalan dengan tugas BAKAMLA yang dijelaskan dalam Pasal 2 Perpres No. 178 Tahun 2014 bahwa “BAKAMLA mempunyai tugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan Wilayah yurisdiksi Indonesia”

(Footnotes)

1 Pasal 23 ayat (3) UU Perairan Indonesia yang berbunyi: ”Apabila diperlukan untuk meningkatkan pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan perairan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibentuk suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”

2 Pasal 24 ayat (3) UU Perairan Indonesia yang berbunyi: “Apabila diperlukan, untuk pelaksanaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat dibentuk suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”

3 Pasal 67 UU Kelautan berbunyi sebagai berikut: “Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi, tata kerja, dan personal Badan Keamanan Laut diatur dengan Peraturan Presiden.”

4 Pasal 2 Perpres Bakorkamla;5 Pasal 60 UU Kelautan yang berbunyi: “Badan Keamanan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3)

merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui menteri yang mengoordinasikannya.”;

6 Pasal 60 UU Kelautan;7 Pasal 59 ayat (3) UU Kelautan yang berbunyi: “Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah

yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dibentuk Badan Keamanan Laut.”;

Page 33: Kabar Bahari XI

Tokoh

Tiga tahun silam, Nyoto, sapaan karib Tarnyoto, mengenang rasa guyub (solidaritas antar-warga) Batang yang renyah sebelum diganggu

proyek PLTU. Ia katakan, “Tidak ada sekat, satu dengan yang lain saling menopang untuk kehidupan bersama yang lebih baik. Bahkan tiap tahun semua orang bergotong-royong melaksanakan sedekah laut. Pesta nelayan ini menjadi wahana silaturahmi seluruh warga, baik nelayan, petani, pemuda-pemudi desa, dan perempuan nelayan.

Menolak PLTU Batang Menyelamatkan Generasi

Masa Mendatang

Tahun 2014 merupakan tahun ketiga penyelenggaraan sedekah laut yang terasa hampa. Rasa gotong-royong dan keriangan menyambut pesta laut tidak lagi semarak. Perbedaan sikap dan perilaku menyikapi rencana proyek PLTU menjadi penyebab utamanya. Akibatnya, animo warga untuk bergabung menurun. Mendapati situasi inilah, Nyoto yang berprofesi sebagai nelayan tradisional mengambil

inisiatif untuk menyatukan warga kembali.

“Saya tidak bisa membayangkan suramnya masa depan Desa Roban Barat, Roban Timur, Karanggeneng, Wonokerso dan Ponowareng sejak terdengarnya rencana proyek PLTU. Keguyuban warga perlahan dikikis rasa saling curiga dan saling lempar tanggung jawab. Oleh karena itu,

Tarnyoto

Page 34: Kabar Bahari XI

34KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014

kami berinisiatif menyelenggarakan pesta laut sebagai wujud syukur atas anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini merupakan ritual budaya yang menyatukan laut dan darat untuk saling menghormati, saling mengisi dan melengkapi sehingga ketenteraman terus dijaga”, ujar Nyoto sembari menunjukkan gurat rasa optimis di wajahnya.

Jumlah nelayan di Kabupaten Batang mencapai 10.961 jiwa. Perairan Batang yang kaya sumber daya ikan menjadi daya tarik bagi nelayan asal Demak, Pati, Jepara, Kendal, Semarang, Tawang, dan bahkan dari Wonoboyo, Surabaya, Gresik, Pemalang, Cirebon dan Indramayu. Pada musim paceklik (Agustus-Desember), para nelayan tradisional bisa membawa pulang pendapatan kotor berkisar Rp500.000-Rp700.000. Sementara dalam kondisi normal, seperti bulan Februari, nelayan bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp2.000.000-Rp3.000.000 sekali melaut.

Perempuan nelayan pun memainkan peran yang tak kalah menarik, sesaat setelah para nelayan menyandarkan perahunya, para perempuan nelayan (istri nelayan) mengambil alih tugas selanjutnya: memilah dan mengolah serta menjualnya ke pelelangan ikan terdekat. Meskipun tidak pernah dihitung secara matematis, peran perempuan nelayan ini sangat mempengaruhi penghasilan keluarga nelayan. Perempuan nelayan inilah yang mengelola keuangan keluarga sekaligus membuat rancangan pembiayaan rencana pesta laut setiap tahunnya.

Terancam punahKegelisahan Nyoto terus menghantui. “Kami khawatir budaya ini akan punah. Semua warga menyadari bahwa akar persoalannya adalah rencana proyek PLTU. PLTU yang masih dalam rencana saja sudah menimbulkan masalah, perpecahan dan bahkan konflik, bagaimana bila PLTU Batang beroperasi? Pertanyaan ini muncul hampir di seluruh keluarga yang berada di Desa Ponowareng, Karanggeneng, Wonokerso, Ujungnegoro, Sengon (Roban Timur) dan Kedung Segog (Roban Barat).

Nyoto merupakan warga pribumi yang lahir dan besar di kampung Roban Timur. Di saat usianya menginjak 40-an dan telah dikaruniai 4 orang putra-putri dari seorang istri yang bernama Sriatun, ia merasakan kegelisahaan yang luar biasa atas masa depan kampung dan generasi muda di masa mendatang. Cerita rekan-rekannya sesama nelayan yang berasal dari kawasan pesisir terkena proyek PLTU berbahan dasar batubara cukup mengganggu pikirannya. Para nelayan asal Indramayu, Rembang, Jepara, Surabaya dan Situbondo melakukan migrasi ke laut Batang karena adanya PLTU berbahan dasar batubara di kampung mereka. Selain penghasilan menurun drastis, keluarga mereka pun terkena penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan gatal-gatal akibat pencemaran air bersih, udara dan air laut.

Kondisi ini membuat penasaran Nyoto. Bersama dengan rekan-rekannya sesama nelayan dan petani,

Page 35: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201435 ia mencari informasi lebih mendalam tentang dampak PLTU berbahan dasar batubara bagi lingkungan hidup pesisir dan laut. Dari sinilah Nyoto bertemu dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli dengan nasib mereka, seperti LBH Semarang, YLBHI, KIARA dan Greenpeace. Dari dialog inilah, banyak informasi tentang dampak pembangunan PLTU. Para pendamping tidak saja memberikan informasi, tetapi juga bersedia mendampingi untuk menolak keberadaan PLTU Batang.

Dalam temuannya, ia mengetahui bahwa proses pembuatan dokumen Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tidak transparan, tidak aspiratif dan diduga kuat dibuat tanpa melalui kajian yang memadai. Lahan yang akan dibangun merupakan kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro – Roban.

Keyakinan untuk menolak PLTU Batang semakin menggebu, Nyoto bersama-sama dengan tokoh-tokoh desa nelayan dan petani rutin melakukan pertemuan dan dialog, baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, dan bahkan pejabat di pusat. Lebih dari 20 kali sejak ada pengumuman rencana pembangunan PLTU Batang, warga melakukan aksi di berbagai tempat, seperti di kantor desa, kantor Bupati, DPRD Batang, Gubernur Jawa Tengah, DPRD Jawa Tengah dan bahkan ke Kantor Menko Perekonomian, serta Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, tapi sayang hasilnya belum sesuai harapan.

Menurut Nyoto, “Aksi-aksi penolakan tersebut sangat jelas tujuannya, kami menolak PLTU Batang karena tidak mau bernasib sama seperti rekan-rekan kami di berbagai penjuru tanah air yang pesisirnya dijadikan proyek PLTU berbahan dasar batubara”, tandasnya.

Aktivitas penolakan tersebut ternyata direspons negatif oleh pemerintah dan pihak pihak pelaksanan pembanguann tapak proyek PT. Bimasena Power Indonesia (PT. BPI). Intimidasi, teror dan kriminalisasi seolah menjadi cara untuk membungkam aspirasi warga. Sedikitnya 4 kali warga bentrok dan terjadi kriminalisasi terhadap 6 orang warga oleh aparat hukum dan harus mendekam di penjara dengan tuduhan yang tidak masuk akal.

Sebagai salah satu tokoh nelayan tradisional penolak PLTU Batang, Nyoto sangat berharap kepada pemerintah agar bisa bertindak lebih arif dan bijaksana. Dengan membatalkan PLTU Batang, berarti pemerintah menjaga dan melestarikan tradisi keguyuban warga, baik nelayan maupun petani dalam membangun kegiatan perekonomian melalui perikanan dan pertanian di Batang.

Hentikan intimidasi, teror dan tindakan diskriminatif terhadap warga yang menjaga kedaulatan lapangan pekerjaan dan tradisi mereka yang sudah diwariskan secara turun-menurun. Tradisi sedekah laut merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan sampai kapanpun.*** (SD)

Page 36: Kabar Bahari XI

Perlindungan Jiwa dan Kesehatan Nelayan

Perlindungan Jiwa dan Kesehatan Nelayan

Kesehatan

Program asuransi merupakan jaminan sosial bagi nelayan memiliki alasan yang kontekstual

untuk diikuti oleh nelayan. Pertama, kegiatan melaut adalah kegiatan yang bernilai tinggi sehingga nelayan tidak bisa memprediksi jumlah pendapatan yang bisa dibawa pulang. Kedua, investasi di sektor perikanan memerlukan biaya yang besar sehingga diperlukan biaya yang besar pula, misalnya untuk operasional dan pemeliharaan alat tangkap. Ketiga, kegiatan melaut sangat berisiko terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan badan. Keempat, kawasan pesisir umumnya rawan penyakit dan kualitas sumber daya manusianya rendah jika dilihat dari rata-rata tingkat pendidikan di masyarakatnya. Dengan memperhatikan keempat hal tersebut maka nelayan membutuhkan tak hanya satu asuransi jiwa saja.

Page 37: Kabar Bahari XI

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201437 Sesuai dengan pola kehidupan masyarakat nelayan, jenis perlindungan yang cocok selain jiwa, yaitu asuransi kematian, kecelakaan kerja, kesehatan, dan pendidikan anak-anak. Dari keempat jenis asuransi tersebut, yang paling penting adalah asuransi kesehatan bagi nelayan. Faktanya, kebanyakan nelayan belum sadar akan pentingnya asuransi, apalagi pemerintah belum memfasilitasi nelayan untuk memiliki asuransi. Asuransi diperlukan sebagai rasa aman dan jaminan bagi keluarga yang ditinggalkan selama melaut.

Jaminan Sosial Bagi NelayanAsuransi kesehatan adalah sebuah produk asuransi yang memberikan jaminan

keamanan finansial kepada pihak pemegang asuransi manakala yang bersangkutan mengalami gangguan kesehatan karena sakit atau

kecelakaan. Artinya, manfaat bagi pemegang polis asuransi tersebut adalah bahwa biaya yang terkait dengan kesehatan, seperti biaya

rumah sakit, biaya dokter, biaya obat, dan bahkan biaya operasi akan ditanggung perusahaan asuransi dan disesuaikan

dengan isi perjanjian yang tertera di dalam polis asuransi, suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat

konsensual (adanya kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak

yang mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinamakan

“polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang

merupakan bukti tertulis.

Salah satunya adalah program BPJS (Badan Pengelola Jaminan Sosial) yang resmi diluncurkan pada awal tahun 2014, kini telah banyak diikuti oleh setiap kalangan masyarakat. Kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya asuransi bagi nelayan

menyebabkan masih belum banyak nelayan yang memiliki jaminan

sosial: jiwa dan kesehatan. Dengan adanya program BPJS

ini, ke depannya nelayan dapat menyisihkan penghasilannya untuk

membayar premi asuransi tersebut.*** (SO)

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201437

Page 38: Kabar Bahari XI

Bahan utama:Urap mangrove bisa dipilih dari ketiga daun yang tumbuh di pesisir seperti:

1. Daun Api-Api (Mangrove jenis Avicennia)

2. Daun Alur (Suaeda maritima)

3. Daun Warakas (Paku laut, Acrostichum aureum dari Labuan Bakti, Teupah Selatan, Simeulue)

Bumbu urap:1. Kacang tanah

2. Terasi

3. Cabai merah

4. Cabai rawit

5. Kencur

6. Daun jeruk purut

7. Garam

Dapur

Pernahkah anda membuat urap dari daun mangrove? Hah, Urap dari mangrove? Eits, urap yang satu ini tidak kalah lezat dan asli

dari pesisir. Nah, berikut ini adalah resep membuat urap mangrove dari Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Kabupaten Indramayu dan Jaka Kencana:

Urap Daun Mangrove

Page 39: Kabar Bahari XI

Catatan:

Daun Alur merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di pinggir pantai, bentuknya seperti jarum berwarna hijau dan rasanya sedikit asin. Daun alur memiliki nama latin Saudea Maritima dan biasa tumbuh di atas tanah yang lebih lunak, seperti di daerah tambak kering yang tidak terpakai lagi.

Daun Warakas merupakan tumbuhan jenis paku-pakuan berukuran besar yang tumbuh di bawah naungan hutan bakau. Warakas juga dikenal dengan nama lain seperti paku larat, papah, piai (Mal.: piai raya), paku hata diuk (Sd.),warakas, krakas, kakakeok (Jw.), rewayang (Hal.) dan lain-lain. Nama-namanya dalam bahasa Inggris di antaranya golden leather fern, swamp fern, dan mangrove fern. (IRM)

8. Gula

9. Bawang merah

10. Bawang putih

11. Kelapa muda

Cara membuat:1. Masak air hingga mendidih

2. Masukkan salah satu bahan (Warakas, Alur, atau Api-Api) ke dalam air mendidih hingga daunnya matang

3. Jika bahan sudah matang, angkat dan rendam di dalam air dingin selama 2 menit

4. Kemudian saring daun yang sudah direndam

5. Peras daun yang sudah direndam hingga kadar airnya berkurang, simpan di piring

6. Untuk menunggu air dari daun mangrove berkurang, kita bisa mengolah bumbunya, yaitu dengan menggoreng terlebih dulu kacang tanah hingga matang lalu ulek semua bumbu hingga halus

7. Langkah terakhir adalah campurkan semua bumbu yang sudah halus dengan kelapa, lalu aduk rata dengan daun mangrove

8. Panganan ini tentu sangat mudah dibuat dan kaya gizi lho, tunggu apalagi! Yuk kita coba buat di rumah.

KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 201439

Page 40: Kabar Bahari XI

40KABAR BAHARI XI 1 September - Oktober 2014