(k3 lh)risk assessment

53
[K3_LH] Risk Assessment Suryanto, Slamet Pak Sunarno, Mempelajari risk assessment tidak sesederhana hanya dengan membaca standar karena risk assessment bersifat sangat complicated apalagi yang menyangkut kuantitatif. Kalaupun ada masih bersifat company-based. Shell, sebagai salah satu contoh, perusahaan yang mempunyai Risk Assessment procedure yang bagus. Shell selain membuat prosedur Risk Assessment yang menurut saya bagus, juga membuat beberapa software untuk Consequence Assessment. Namum dalam prakteknya, Shell justru banyak memanfaatkan jasa Lloyd's Register untuk melakukan Risk Assessment maupun Safety Case. Sampai sekarang belum ada standard risk assessment tetapi requirement mengenai risk assessment sudah mulai ada di regulasi Indonesia, Surat Edaran Menaker No. 140.MEN/PPK- KK/II/ 2004 untuk industri kimia yang mempunyai potensi bahaya besar dan PP mengenai HSE Management untuk industri MIGAS (sekarang masih berupa draft dan mungkin diisu tahun 2004) Masalahnya bagaimana menentukan bahwa suatu industri mempunyai potensi bahaya besar, bagaimana mengkuantifikasinya dan bagaimana menerapkan risk reduction measures untuk prevention, control dan mitigation (P/C/M)- nya? Apakah manajemen risiko anda ALARP (as low as reasonably practicable)? Teknik CBA (cost-benefit analysis) akan membantu anda dalam membuat keputusan apakah dengan cost yang harus di-spent efektif dengan risiko yang dapat direduksi. Kami mempunyai program kursus yang akan memperkenalkan sekaligus mempraktekkan teknik risk assessment dari yang kualitatif sampai dengan kuantitatif. Pelatihan dapat diarange in-house, bahkan dengan Case Study Workshop dengan object dari case study berupa Fasilitas produksi/proses yang ada di perusahaan.

Upload: rqthienk

Post on 25-Jun-2015

511 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: (K3 LH)Risk Assessment

[K3_LH] Risk Assessment

Suryanto, Slamet

Pak Sunarno,Mempelajari risk assessment tidak sesederhana hanya dengan membaca standar karena risk assessment bersifat sangat complicated apalagi yang menyangkut kuantitatif. Kalaupun ada masih bersifat company-based. Shell, sebagai salah satu contoh, perusahaan yang mempunyai Risk Assessment procedure yang bagus. Shell selain membuat prosedur Risk Assessment yang menurut saya bagus, juga membuat beberapa software untuk Consequence Assessment. Namum dalam prakteknya, Shell justru banyak memanfaatkan jasa Lloyd's Register untuk melakukan Risk Assessment maupun Safety Case. Sampai sekarang belum ada standard risk assessment tetapi requirement mengenai risk assessment sudah mulai ada di regulasi Indonesia, Surat Edaran Menaker No. 140.MEN/PPK-KK/II/ 2004 untuk industri kimia yang mempunyai potensi bahaya besar dan PP mengenai HSE Management untuk industri MIGAS (sekarang masih berupa draft dan mungkin diisu tahun 2004)Masalahnya bagaimana menentukan bahwa suatu industri mempunyai potensi bahaya besar, bagaimana mengkuantifikasinya dan bagaimana menerapkan risk reduction measures untuk prevention, control dan mitigation (P/C/M)-nya? Apakah manajemen risiko anda ALARP (as low as reasonably practicable)? Teknik CBA (cost-benefit analysis) akan membantu anda dalam membuat keputusan apakah dengan cost yang harus di-spent efektif dengan risiko yang dapat direduksi. Kami mempunyai program kursus yang akan memperkenalkan sekaligus mempraktekkan teknik risk assessment dari yang kualitatif sampai dengan kuantitatif.Pelatihan dapat diarange in-house, bahkan dengan Case Study Workshop dengan object dari case study berupa Fasilitas produksi/proses yang ada di perusahaan.Perusahaan kami juga menyediakan jasa studi Risk Assessment baik untuk industri kimia, petrokimia maupun migas.> Tertarik? Kami akan mengirimkan training course flyers untuk penjelasan

lebih detil via japri jika anda minta.

Ria Rosalin Rochaeli Halo Mas Selamet,setuju dengan Risk Assessmentnya, dan terimakasih informasinya mengenai SE Menaker soal Risk assessment, (punya soft copynya engga, mau dong saya) salut buat Depnaker, sementara Migas masih sibuk workshop dan rapat kanan-kiri membahas PP nya , Depnaker malah sudah mengeluarkan SE Menterinya, walaupun sekedar Surat Edaran tapi paling tidak sudah ada kebijakan terlulis dari regulator mengenai kewajiban ini (acung jempol buat Bu Zul, plus pak Saut dan Pak Pungki tentunya..)

kalau boleh menambahkan, supaya Hasil Risk dan ALARP assessment kita tidak di buang kelaut sama teman-teman kita di lapangan sana (walaupun di pajang mentereng di meja manajer-manajer kita)

Page 2: (K3 LH)Risk Assessment

yang harus lebih ditekankan adalah adalah bagai mana penerapan Risk reduction measuresnya ( baik untuk Prevention, detection. control, mitigation dan EER nya), yaitu pedoman bagi kita mengenai " what to do" , "Who to do ", "when and how often", "how to do" and "at what out come"

So buat temen-temen yang mau menerapkan Risk assessment atau jualan risk assessment jangan lupa menyediakan waktu dan effort yang memadai untuk merencanakan penerapan risk reduction measurenya, jangan terlalu berkutat di penentuan nilai resikonya aja, atau juga di ALARP demonstrationnya, itu khan Cuma kira-kira diatas kertas.

Suryanto, Slamet

Mas Yudi,

Terlampir disampaikan Surat Edaran Menaker Nomor:SE.140/MEN/PPK-KK/II/2004 tentang Pemenuhan Kewajiban Syarat-Syarat K3 di Industri Kimia dengan Potensi Bahaya Besar.

Sayang sekali surat edaran tersebut secara tegas menyatakan untuk industri kimia. Menurut saya, Depnaker selaku otoritas tertinggi untuk K3 di tanah air seharusnya tidak membatasi diri pada segmentasi jenis industri tertentu.

Menambahkan komentar anda, bahkan informasi terakhir yang didapat draft PP-HSE untuk migas sudah kabur ketentuan adanya risk assessment, khususnya untuk Major Accident Event (MAE) dan lebih mengedepankan "hardware inspection" yang secara praktek selama ini telah dijalankan, jadi secara umum draft terakhir dari PP tersebut hampir tidak ada kemajuan dibandingkan dengan peraturan yang sudah ada (dari Depnaker & MIGAS) plus praktek yang sudah berjalan.

Secara umum, mengomentari kelembagaan K3 di tanah air, saya mengimpikan adanya institusi seperti halnya HSE (Health Safety Executive) di UK yang mempunyai kompetensi teknis yang tinggi selaku regulator dan juga auditor.

Saya setuju dengan masukan anda bahwa RRM (risk reduction measures) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan penting dalam studi Risk Assessment. Namun demikian, mohon dipahami bahwa terkadang suatu studi hanya mencakup Risk Analysis dimana RRM tidak termasuk dalam cakupan Risk Analysis. Mudah-mudahan tidak terjebak dengan beberapa istilah, Risk Analysis, Risk Assessment maupun Risk Management dimana masing-masing tersebut mempunyai batasan dan cakupan. Terlampir pula diagram masing-masing batasan. Penerapan RRM terkait atau tercakup dalam Risk Management.

Menambahkan komentar paragraph anda terakhir ada sedikit ingatan saya ketika membaca buku "Against the God" karya Peter L. Berstein (2002) bahwa terdapat dua kutub dalam menentukan keputusan dalam mengelola risiko. Yang pertama adalah kutub yang secara tegas dalam pengambilan keputusan (ke depan) diperlukan data dan pengalaman masa lampau sedangkan kutub satunya berpendapat bahwa pengambilan keputusan didasarkan pada subyektifitas intuitive. Keduanya sampai sekarang tidak pernah bertemu. Dalam paragraph lain di bukunya dinyatakan bahwa batas jelas antara dunia modern dengan dunia tradisional adalah Manajemen Risiko.

Pertanyaan selanjutnya adalah cenderung berdiri dimanakah kita diantara dua kutub tersebut? Jika anda condong pada kutub pertama, maka pengambilan keputusan anda setidaknya akan

Page 3: (K3 LH)Risk Assessment

menggunakan dasar-dasar Manajemen Risiko dan jika sebaliknya maka intuisi yang menjadi driver.

Arief Rahman T

Pak Slamet Suryanto,

Saya tertarik bertanya mengenai dua kutub :1. Kutub yang secara tegas dalam pengambilan keputusan (ke depan) diperlukan data dan pengalaman masa lampau pengambilan keputusan2. Kutub yang secara tegas dalam pengambilan keputusan (ke depan) didasarkan pada subyektifitas intuitive

Agak aneh saja kenapa bisa ada kutub yang purely intuitive dan ngotot tidak mau ketemu sama yang jelas-jelas based on previous experience and data (menurut tulisan anda).

Mohon penjelasannya kalau-kalau saya salah persepsi.

Suryanto, Slamet

Pak Arief,

Manajemen risiko dalam sejarahnya tidak lepas dari perjudian yang mendasarkan diri pada nasib. Bahkan salah satu peletak dasar ilmu manajemen risiko dan reliabilitas adalah bangsawan Perancis yang hobi judi. Dasar-dasar ilmu risiko berkembang pesat pada abad 17 dan 18 ketika jaman Renaissance dan berkembang lambat sampai dengan abad 20. Itulah mengapa garis pembatas antara dunia modern dan tradisional adalah pada manajemen risiko, karena dunia tradisional masih mendasarkan diri pada nasib sedangkan dunia modern pada pengelolaan risiko yang secara tersirat berupa against the god (tidak semata-mata berdasarkan nasib) tetapi lebih kepada probable atau plausible.

Pertanyaan anda masih relevan sampai sekarang. Kutub yang kedua sama sekali tidak bisa menerima asumsi bahwa suatu kejadian ke depan merupakan pengulangan dari peristiwa masa lampau sedangkan kutub yang pertama meyakini bahwa peristiwa ke depan merupakan sebagian pengulangan peristiwa masa lampau. Mengapa garis pemisah ini sangat penting? Karena inilah yang menjadi dasar Manajemen Risiko. Dari mana Diagram Distribusi Normal yang bentuknya seperti lonceng berasal? Diagram ini berasal dari pertanyaan mengapa keruntuhan selalu didahului dengan kejayaan.

Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar Manajemen Risiko diterapkan? Umumnya perusahaan di Indonesia melakukan shortcut dengan menerapkan teknik Transfer dalam mengelola risiko, khususnya risiko proyek dan umumnya tanpa adanya koordinasi antara Fungsi Keungan dengan Fungsi yang mengelola risiko (misal HSE) . Padahal masih terdapat banyak teknik yang bisa diterapkan diantaranya:

1. Prevention;2. Control;3. Mitigation;

Page 4: (K3 LH)Risk Assessment

4. Avoidance;5. Transfer (by contract and by insurance)6. Retention.

Bambang S. Santoso

Mas Slamet,

Saya juga tertarik dengan beda kutub-kutub pemikiran ini:

Akhirnya saya percaya bahwa kedua kutub ini mempengaruhi pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin perusahaan/organisasi. Bedanya, adalah pengaruh dari kutub yang pertama dapat dituliskan secara lengkap dalam narasi justification, tetapi yang kedua sebahagiaanya tidak dapat dituliskandan hanya merupakan bahagian dari dasar keyakinan pemimpin ybs, yang tidak dapat didiskusikan.

Contoh:Sebuah perusahaan konsultan resiko di USA menawarkan suatu program mahal yang untuk mempelajari/mengakses resiko terjadinya ledakan akibat serangan teroris. Perusahaan-perusahaan yang berminat dapat ambil bagian dalam pembiayaan studi tsb. dengan imbalan full disclosure/access terhadap hasil yg diperoleh.

Bila perusahaan yang ditawari program tsb. tidak meresponse, sudah berarti mengambil keputusan untuk tidak ikutan. Seperti diketahui, menghitung probabilitas dan dampak terjadinya serangan teroris bukanlah hal yang mudah.

Pendekatan dari kedua kutub sama-sama diperlukan dalam mengambil keputusan. Namun yang berdasarkan intuisi sulit dituliskan. Meskipun ternyata dominan. Tanpa dasar tertulis, keputusan sudah di ambil: untuk tidak meresponse tawaran konsultan tertentu, karena mungkin intuisi mengatakan "probabilitas kejadian itu - kecil, buat apa bayar konsultan mahal-mahal ".

Suryanto, Slamet

Mas Bambang,Manajemen risiko tidak seharusnya hanya diletakkan pada probabilitas tetapi juga konsekuensi. Jika probabilitasnya kecil tetapi konsekuensinya besar, dan konsekuensi kecil tapi probabilitasnya besar, mana yang menurut anda mempunyai risiko lebih besar?

Contoh gampangnya mana yang risikonya lebih besar naik pesawat atau naik bus jika anda bepergian ke Surabaya dari Jakarta? Data statistic menyebutkan bahwa fatality akibat land-traffic accident sangat besar dibanding fatality akibat kecelakaan pesawat. Jika tersedia tiket bus dan pesawat mana yang anda pilih berdasarkan analisa risiko anda?

Penerimaan terhadap risiko hendaknya didasarkan pada suatu penilaian sehingga teknik Retention yang dipilih untuk mengelola risiko atau kombinasi dengan teknik lain. Teknik Retention dipilih jika

Page 5: (K3 LH)Risk Assessment

risiko dinilai acceptable dan jika dibiarkan tetap ada maka cost yang timbul akibat kerugian masih dapat ditanggung oleh organisasi tersebut.

Muhammad Nashar

Pak Suryanto dan Pak Bambang

Ingin ikutan sedikit mengenai manajemen resiko, Resiko dalam artian management for decision atau keputusan manajemen akan dilihat dari apakah resiko itu dapat di hitung atau calculated risk or uncalculated risk. Hal ini cukup penting agar keputusan atau konsenkuensi bila keputusanya yang di ambil adalah saya (if) maka resiko yang paling besar atau yang paling akan muncul akan segera dapat diketahui.

BerisiK bangeT

Saya percaya, Dalam konteks (HSE) ini Berstein tidak hendak membenturkan intuitive based decision dengan experience and data based decision...dan menurut saya intuitive based decision tidak harus dijadikan kutub tersendiri dalam mewujudkan safer process operation. Ia tak lebih hanya pelengkap bagi satu satunya kutub yakni Data dan Experience. Tantangan terbesar dalam penerapan process safetydi Industri adalah kurangnya pengetahuan tentang process safety itu sendiri yang menurut saya sangat mustahil diperoleh dengan dasar dasar intuisi belaka....Intuisi dibutuhkan jika data data dan pengalaman yang mumpuni telah dimiliki.Agak musykil kiranya seorang engineer mengandalkan kutub intuisi untuk merancang sistem safety instrumented misalnya: Engineer paranormal: "Oh kira kira sistem kita butuh SDV segede 32"!", Engineer bandel : "bukaannya seberapa cepat Pak?" ... Engineer paranormal:"Ohh... menurut intuisi saya sih 500 ms!" (busyet dah, mana mungkin SDV segede gajah bukaanya hanya setengah detik??)Engineer bandel: "Bapak mau cari sampai ke ujung dunia, bukaan secepat itu untuk SDV segede itu ngga akan ada pak!" Atau ngga dalam diskusi lain.... Engineer paranormal: "Menurut intuisi saya kita harus melakukan penambahan sistem proteksi vessel kita ini"Engineer bandel: "Lho, bukannya vessel kita sudah dilengkapi dengan BDV menuju flare (dengan sistem SIS redundant pula) dan dilengkapi juga dengan PSV (max relief at 110% MAWP), deluge sistem dan dikes yang mampu menampung kebocoran liquid untuk worst case?"Engineer paranormal: "Pokoknya menurut intuisi saya itu masih kurang, karena tekanan operasi kita 1500 psig"

Page 6: (K3 LH)Risk Assessment

ENgineer bandel : "Bukannya semua sistem kita disesuaikan dengan MAWP?" "Artinya di atas 2000 psig bahkan?" Engineer paranormal: "pokoke nambah proteksi deh yah!"Engineer bandel: "gimana kalau kita lakukan LOPA terhadap kemungkinan failure di vessel kita?"Engineer Paranormal: "Apaan sih itu LOPA?" Jadi, saya kurang sepakat jika ada dua kutub yang dikotomis dalam melakukan pengambilan keputusan untuk menentukan risk...Yang saya kira lebih sahih hanyalah satu yakni pengambilan keputusan atas dasar data dan experience, intuisi hanyalah dibutuhkan kjika dan hanya jika si pengambil keputusan (untuk menentukan risk) telah memiliki data dan experience yang cukup... CCPS-AIChE, HSE, EPSC, ISO, semua menyarankan pentingnya data data dan experience dalam pengambilan keputusan penentuan risk.. karena sesungguhkan ilmu process safety dan HSE adalah ilmu pasti. Tentang paparan Pak Bambang tentang pengambilan keputusan untuk menghadapi Resiko serangan teroris, semua ada tuntunannya (data dan experience) yang dirangkum dalam ilmu yang bernama Security and Vulnerability analysis (aktif dikembangkan oleh CCPS AIChE sejak 2001 (9/11 attacks), dengan "Guidelines for Analysing and Managing Security and Vulnerability of Fixed Chemical Sites, 2002 (kebetulan saya punya bukunya), sementara API bekerja sama dengan NPRA menerbitkan guideline serupa, MKOPSC (Mary Kay O COnnor Process Safety Center) juga giat mengadakan Seminar tentang Security dan Vulnarability Plant ini sejak tahun 2002, bahkan software SVA banyak dijual terutama oleh Primatech dan Dyadem (kebetulan saya juga telah mencobanya).Dengan guidelines, software dan experience maka ilmu SVA ini menjadi lebih mudah buat dipelajari (tidak lantas menjadi mudah, tetapi menjadi lebih mudah, note) Kesimpulannya, pengambilan keputusan Risk hanyalah didasarkan atas Kutub tunggal....Data, Experience dan Intuisi sebagai satu kesatuan(Intuisi hanya sebagai penunjang dan tidak bisa diletakkan tersendiri sebagai dasar pengambilan keputusan).... Jika Mas Slamet membaca Berstein, Against the God, maka saya gandrung membaca Against Interpretation (oleh Susan Sonntag, penerbit Picador, NY) rgrds, DAM NB:Terus terang saya pribadi kurang setuju jika Depnaker mulai mengatur atur Industri Petrokimia degan Surat Edaran Menaker Nomor:SE.140/MEN/PPK-KK/II/2004 tentang Pemenuhan Kewajiban Syarat-Syarat K3di Industri Kimia dengan Potensi Bahaya Besar. Syarat syarat K3 untuk Petrokimia yang dikeluarkan oleh depnaker ini tidak banyak merangkum persoalan Process Safety yang merupakan dasar bagi industri proses semacam Petrokimia...kejadian kejadian macam Petrowidada menurut tidak bisa diselesaikan dengan standar standar dan prosedur OHS (Occupational Health and Safety) semata, melaikan harus purely based on process safety... barulah prosedur diterapkan untuk melengkapinya...

Page 7: (K3 LH)Risk Assessment

Turut campurnya pemerintah sebaelum pemerintah memiliki dasar ilmu yang kuat di bidang process safety menurut saya tidak akan besar kemanfaatnya...Sekali lagi Prosedur OHS aja tidak cukup... (mungkin kalau untuk perhotelan sudah sesuai).. tapi untuk petrokimia pendekatannya adalah process safety management...

Setidaknya pelajaran dari amerika di mana OSHA (depnakernya USA) menghadapi kecaman kecaman bertubi dari CSB, CMA dan AIChE agar merevisi CFRnya bias kita petik agar Depnaker tidak terjebak pada persoalan yang sama ..

Haris W. ranuamihardjo

Dear Pembaca Milist yang Setia:

Ini seru banget......... Argumentasi falsafah2 sangat berbobot yang telah didiskusikan. Hebat.... Bravo......

Cuma, saya kok mau tanya? Apa sih definisi dari Risk Assessment, menurut APIkah, CCPS-IEChekah, menurut HSE Executive kah, menurut OSHAkah, menurut ISO?????????

Perasaan saya kok mengatakan diskusi akan meluas kalau kita tak mengenali terlebih dahulu definisi Risk Assessment, lalu dilihat bersama-sama mana yang pakai intuisi, mana yang berdasarkan sejarah dan data, mana yang menggabungkan dua-duanya. Mana yang lebih banyakan, mana dikitan, dll,dll.......

Karena menurut hemat saya, hemat lho, engga boros....... Selama definisi yang dibicarakan beda, ya engga pernah ketemu khan??????

Mohon pencerahannya

Arief Rahman T

Mas Haris,

Saran yang bagus. Saya yakin anda sudah tahu definisi-definisi dari ISO, API, AICHe, CCPS, HSE Executive dsb-dsb (Karena anda kerja di DNV). Kenapa tidak anda share langsung saja pengertian-pengertian tersebut daripada anda mengajukan teka-teki seperti ini ?? Dengan demikian kita bisa lebih focus(seperti saran anda).

Saya tunggu paparan definisi-definisinya untuk pencerahan bersama.

Suryanto, Slamet

Page 8: (K3 LH)Risk Assessment

Dear all,

Tanpa mengurangi rasa hormat untuk pendefinisian atau pemahaman lain dalam aplikasi risk assessment oleh anggota milist, berikut adalah beberapa definisi yang mungkin berguna dalam penyamaan persepsi supaya diskusinya tidak melebar untuk dari topic di atas.

Salam,Slamet Suryanto

1. Risk: a measure of economic loss or human injury or environmental damage in terms of both the incident likelihood and the magnitude of the loss or injury.

2. Risk Analysis: the development of a quantitative estimate of risk based on engineering evaluation and mathematical techniques for combining estimates of incident consequences and frequencies.

3. Risk Assessment: the process by which the results of a risk analysis are used to make decisions, either through relative ranking of risk reduction strategies or through comparison with risk targets.

4. Risk estimation: combining the estimated consequences and likelihood of all incident outcomes from all selected incidents to provide a measure of risk.

5. Risk Management: the systematic application of management policies, procedures, and practices to the task of analysing, assessing and controlling risk in order to protect employees, the general public, and the environment as well as company assets while avoiding business interruption.

6. Risk quantification: the estimation of a given risk by statistical and/or analytical modelling process.

7. QRA: the acronym for Quantified Risk Assessment. It is the process of hazard identification followed by numerical evaluation of incidents consequences and frequencies, and their combination into an overall measure of risk when applied to the chemical process industry.

BerisiK bangeT

Sayang yah,

Mas Slamet tidak menyinggung sama sekali contoh konkret penentuan risk berdasarkan pendekatan intuisi murni (tanpa basis data dan experience)...Bisa minta tolong diterangkan Mas Slamet??

Suryanto, Slamet

Mas DAM,

Page 9: (K3 LH)Risk Assessment

Dalam email sebelumnya, yang disinggung adalah pengambilan keputusan bukan penentuan risk. Kalau contoh ini banyak sekali dan bahkan seringkali di sekitar kita. Coba tengok ke belakang berapa kali pengambilan keputusan yang strategis di lingkungan kita tanpa adanya risk assessment. Pertanyaan sebaliknya juga adalah berapa kali kita melakukan risk assessment sebelum mengambil keputusan apakah risiko dapat diterima atau tidak.

Contoh kongkritnya, seringkali kita dengar suatu statement bahwa kita tidak perlu memasang safety function untuk suatu fasilitas proses karena fasilitas tersebut tidak pernah mengalami failure pada peralatan atau sistem sebelumnya dan diputuskan untuk tidak melengkapi dengan safety function, misal fire wall untuk menahan ledakan supaya tidak terjadi eskalasi. Dan karena cenderung menghemat biaya untuk tidak memasang atau mengurangi fire wall rated maka subyektivitas ini akan dijadikan dasar untuk tidak memasang atau mengurangi spec yang sesungguhnya.

Sebaliknya, jika melalui risk assessment maka akan terlihat tingkat risikonya dan biaya yang harus disediakan serta keuntungan melalui risiko yang dapat direduksi. Hubungan keuntungan berupa risk reduction dan cost akan memberikan input yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dengan takaran yang terukur.

BerisiK bangeT

Mas Slamet yang baik,

Saya tak hendak memperlebar permasalahan dengan meributkan berbagai pengambilan keputusan yang tidak didasarkan atas penilaian resiko. Biar saja presiden atau menteri atau setan gundul (seperti kata Cak Nur) mengambil keputusannya sendiri tanpa penilaian resiko yang matang, akurat dan lengkap. Tinjauan kita kali ini adalah dalam industri (proses), mohon jangan diperlebar permasalahannya.

Ada kerancuan dalam dua email Mas Slamet, sebagaimana saya penggal dari email email Mas Slamet tersebut:Email pertama 4 Mei 2004 9.52 WIB:

"Menambahkan komentar paragraph anda terakhir ada sedikit ingatan saya ketika membaca buku "Against the God" karya Peter L. Berstein (2002) bahwa terdapat dua kutub dalam menentukan keputusan dalam mengelola risiko."

Email kedua 4 Mei 2004 16:53 WIB:

"Dalam email sebelumnya, yang disinggung adalah pengambilan keputusan bukan penentuan risk"

Yang jelas saya tidak bersepakat jika pengambilan keputusan untuk menentukan risk itu dapat didasarkan pada intuisi semata. Intuisi adalah hal yang sangat subjektif sebagaimana di jelaskan oleh Michelle L Brown tentang pembuatan HAZOP yang hanya mengandalkan intuisi, dalam seminar Loss Prevention yang diadakan AIChE tahun 2001: "There's nothing here that helps the plant and everything that create potential liabilities if any of the "many bad things happen"."

Page 10: (K3 LH)Risk Assessment

Jadi Mbak Michelle dari Knack Associates ini menekankan bahwa pengambilan keputusan penilaian resiko dalam HAZOP yang melulu berdasar pada intuisi akan menciptakan potential liabilities.

Dalam contoh konkret (pengambilan keputusan atas dasar intuitif semata) yang diperikan oleh Mas Slamet, rasanya saya kurang sreg juga karena disitu juga terdapat unsur "pengalaman" sebagaimana terurai berikut:

"karena fasilitas tersebut tidak pernah mengalami failure pada peralatan atau sistem sebelumnya"

Jadi tetap saja saya mempercayai satu satunya dasar pengambilan keputusan untuk menilai resiko adalah DATA dan EXPERIENCES (baik pengalaman sendiri atau kasus lain).

Itu saja tambahan dari saya

Suryanto, Slamet

Mas DAM,

Membaca email anda di bawah rasanya kok nggak ada pertentangan atau perbedaan, dengan kata lain terjadi sinergi. Contoh yang pernah disebutkan, tidak untuk memberikan contoh yang tidak dalam kategori Major Accident Hazard (ref. UK-HSE) dimana tidak perlu dilakukan semacam QRA atau risk assessment, misal seorang pekerja ditegur tidak memakai safety helmet dan mengatakan "dari dulu kepala saya ngggak apa-apa meskipun nggak pakai safety helmet." Bukankah dalam kasus ini si pekerja juga mempunyai pengalaman (mungkin sejak masuk kerja dan bertahun-tahun) dan tidak pernah mengalami incident yang melibatkan kepalanya dan memutuskan mengambil risiko untuk tidak melindungi kepalanya dari physical hazards dan dalam prakteknya mungkin diamini oleh supervisornya.

Bambang S. Santoso

Mas Mas yang baik,

Dari posting Mas Mas terakhir, saya semakin percaya bahwa baik experience/data maupun intuisi diperlukan dalam pengambilan keputusan seseorang, termasuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan resiko.

Saya sepakat dengan Mas DAM bahwa untuk mewujudkan (fasilitas) yang baru untuk mengurangi resio, diperlukan pengambilan keputusan yang semakin detail dan ini mengharuskan adanya data/experience/knowledge dan tidak mungkin mengandalkan intuisi saja.

Hanya pada kasus keputusan untuk tidak menambah fasilitas atau tidak melakukan studi/analysis, seseorang dapat melakukannya tanpa justification tertulis. Just ignore it. Experience mungkin disebut secara lisan dan tidak ditulis. Saya kira sah-sah saja: apalagi bila pengambil keputusan tsb. sebentar lagi akan pensiun atau melihat bahwa hukum tidak akan merugikannya bila terjadi apa-apa kelak.

Page 11: (K3 LH)Risk Assessment

Kalau boleh melebarkan tinjauan sedikit dengan suatu contoh: Bukankah tidak ada orang yang pernah mengalami siksa api neraka. Tetapi banyak orang yang menjalankan ibadah agama untuk mengurangi resiko terbakar api neraka. Itulah mungkin contoh ekstrim keputusan keputusan yang sedikit sekali didasarkan kepada statistik/pengalaman.Pengalaman-pengalaman yang sedikit yang dijadikan acuan barangkali adalah pengalaman / kecelakaan kecil yang dipercaya sebagai akibat tidak dilaksanakannya ibadah-ibadah keagamaan tertentu.

Disini saya hanya ingin menggambarkan bahwa intuisi dan belief system juga menjadi dasar dari pengambilan keputusan, meskipun experience masih sedikit sekali datanya.

Termasuk dalam belief system adalah siapa yang menyampaikan informasi / data. Bila institusi mashur internasional yang menyampaikan angka probability tertentu, biasanya langsung dipercaya tanpa melihat lagi representativeness dari data yang ada. Tetapi bila bangsa dewek yang menyampaikanya, belum tentu seorang pemimpin Indonesia percaya. Kembali intuisi menjadi penting.

Kalau hanya mengandalkan sumber informasi/data Jepang/Sekutu mengenai perbandingan persenjataan dan tidak mengandalkan intuisi, mungkin proklamasi tidak akan dilakukan pada tgl. 17 Agustus '45.

Dalam mengakses probabilitas dan resiko terjadinya serangan teroris, mungkin belief system dan intuisi juga menjadi penting. Bagaimana mengcounter data bila konsultan USA mengatakan bahwa probabilitas dan consequence nya tinggi, meskipun fasilitas berada di luar USA (misalnya di Indonesia) ? Syukur-syukur kalau konsultan Indonesia sudah punya data yang lebih bisa dipercaya, sehingga uang konsultasi tidak perlu mengalir ke USA.

Kalau data untuk mengcounter tidak ada, tidak bisa disalahkan bila pemimpin mencari ilham/inspirasi dari guru spiritual nya. Biasanya biayanya jauh lebih murah.

Semoga obrolan ini dapat menjadi trigger untuk memacu dunia konsultan resiko Indonesia.

(Pak Taufik Achmad - apa kabar ? / ada coment ?)

BerisiK bangeT

Wah kalau bedebat masalah intuisi ngga akan ada habisnya...apalagi kalau dikaitkan dengan api neraka... La haula wala quwwata illa billah... Bagaimana kalau kita sudahi saja... jadi buat Mas Slamet dan Mas Bambang dipersilahkan memakai intuisi dalam pengambilan keputusan untuk menilai resiko... saya sendiri tentu saja meyakini data data dan experience yang saya miliki.Lakum dienukum waliadiin... untukmu keyakinanmu... untukku keyakinanku...

Erwin Guci

Saya cuma ingin nimbrung sedikit, alangkah baik nya bapak bapak yg mempunyai argumentasi dapat meng-upload.........data yg pernah atau pun yg akan di kerjakan.ato kalo mungkin segumpal buku berbentuk softcopy...agar anggota milis migas semua nya bisa mengerti apaan sich yg di

Page 12: (K3 LH)Risk Assessment

perdebatkan.dan pada akhir nya..teman teman lain juga dapat.menempatkan diri pada posisi nya sebelum nimbrung ato ikutan di permasalahan yg ada....sebab kayak nya teman teman lain pada bingung ( mungkin lho )....ini hal bersifat matematis ato........sesuatu yg di create untuk pembenaran / penilaian sesuatu.....

Haris W. ranuamihardjo

Dear Pembaca Milist MIGAS yang tercinta:

Weleh.....weleh...... cuma soal risk assessment dan intuisi saja kok jadi lakum dinukum waliyadin, opotumon........

Menjawab pertanyaan Mas Arief Rahman Singgar Mulia, saya sedikit mengorbankan waktu tidur semalam untuk sedikit riset kecil2an di buku2 yang numpuk di gudang.Ditambah bersin2, didapatlah beberapa jawaban yang mungkin kita bisa share bersama.

Definisi "Risk Assessment" ada dalam issue2 safety, tetapi harus diakui belum lama usianya. Semua buku2 klasik HSE Management, mohon maaf saya tak menggunakan buku Proses Safety - tak punya dan belum kuat belinya, mengunakan istilah "Hazard Assessment/Analysis" dulunya.......

Istilah Risk assessment sendiri berkembang belum lama, misalnya di:DNV: . Risk Assessment - the process by which results are considered against judgement, standards and criteria, to show that measures are in place and adequate. API 580: Overall process of risk analysis & risk evaluation.Worksafe Victoria (Safety MAP Standard): The overall process of estimating the magnitude of risk and deciding whether the risk is tolerable. EU-OSHA (European Agency for Safety & Health at Work2001 - Accident Prevention in Practice): A careful examination of what could cause harm to people, so that you can decide whether you have taken enough precautions or ned to do more to prevent harm.UK-E&P Forum (HSE Terms): 1) A careful consideration by competent people of the hazards associated with a task. The potential effect of each hazard, how severe it might be and the likelihoodof it occuring, should be considered to determine the efforts required to make the worksite as safe as reasonably practicable. 2) The whole process of risk analysis and the evaluation of results of the risk analysis against technological and/or economic, social and political criteria. UK-HSE Executive (5 Steps to Risk Assessment): Nothing more than a careful examination of what, in your work, could cause harm to people so that you can weigh up whether you have taken enough precautions or should do more to prevent harm. UN-ILO (Gudelines on Occ. Safety & Health Magmt System): The process of evaluating the risk to safety & health arising from hazards at work.

Nah definisi sdh ada beberapa, sekarang kita lihat proses evaluasinya.......DNV: result are considered against judgement, standards & criteria.API 580: process used to compare the estimated risk against given risk criteria to determine thesignificance of risk. Work safe Victoria: Risk identified hazards are assessed having regard to the likelihood and consequence of injury, illness, incident occuring, based on evaluation of available information, record of incidents, illness and diseases, the potential of emergency situations. EU-OSHA: Reference made to relevant national legislation. UK-E&P Forum: Point 2nya jelas against apa criterianya.

Page 13: (K3 LH)Risk Assessment

UK-HSE: Step 3 - comparison to law, accepted standards.UN-ILO: identify current applicable laws and regulations, national guidelines, tailored guidelines, voluntary programs & other requirements to which organisaion subscribes.

Wuh................ Jadi bila membaca apa yang dimaui oleh organisasi besar di atas, terlihat sekali bahwaevaluation kebanyakan against standards atau criteria yang ada. BILA masih juga mau subjective, yang digunakan bukan "intuition" (Menurut Dictionary Longman 1989: Intuition - the power of understanding or knowing without reasoning or learned skill.

Ini jelas berbeda dengan "judgment", makanya di pengadilan "beliau" disebut "The Honorary JUDGE" alias "yang terhormat Bapak Hakim", bukan "yang terhormat Paranormal atau Mbah Dukun". Pinjam istilahnya pak Dharmawan, sorry Pak...... Karena beliau akanmen"judge" terdakwa dengan menggunakan pengalaman, pengertian, dll, dll, dll, yang mendalam tentang masalah hukum tsb. "Judgment - the ability to make decision that are based on careful consideration of facts, principles, etc"......

So mau judgment atau intuition...... lakum dinukum waliyadin..........

Arief Rahman T

Saya tertarik dengan paparan mas Dana Ardian dari Exxon mobil. Kalau kita balik ke definisi asal ini maka paparan Pak Slamet jadi susah untuk mengatakan bahwa intuisi is part of risk assessment. Kecuali kalau pengertiannya mau dikembang-kembangkan atau dimodifikasi.Contoh di bawah ini lebih pas untuk dikatakan sebagai "Qualitatif based risk assessment" ketimbang "intuitive based" risk assessment. Qualitatif risk assessment bukan berarti based on pure intuitive semata lho ..... Hazop, misalnya harus dilakukan oelh team yang beranggotakan orang yang mengertipersis mengenai processnya, ada nara sumber yang independent, ada kualifikasi experience-nya. Kalau fresh graduate langsung jadi ketua team hazop bisa celaka tuh.

Kesimpulan risk assessment terhadap satu kasus bisa saja berbeda-beda tergantung pada kemampuan anggota team risk assessment-nya. Bisa saja hasilnya kemudian jadi totally wrong (misalnya tidak memasang fire wall seperti contoh dari Pak Slamet). Jadi tidak bisa dikatakan bahwa kalau melakukan risk assessment lalu jadi bener. Itu juga belum tentu !!Tergantung yang risk assessment-nya bener apa tidak.

Sama saja dengan misalnya ada orang yang ikut training di tempat Pak Slamet, tidak lalu menjadi pinter di bidang safety kan ?? Tergantung seberapa baik dia menerima materi dan juga seberapa baik yang ngajar. Methodology is just a tool. The man behind the gun yang menentukan hasilnya.

Saya menangkap beberapa pemaksaan pengertian hanya karena Pak Slamet ingin menunjukkan bahwa intuisi is a valid methodology dalam risk assessment.

NB : Buku "aginst the god" yang dikemukakan memang khusus membahas safety ??

Suryanto, Slamet

Page 14: (K3 LH)Risk Assessment

Mas Arief,

Mohon dibaca ulang email-email terdahulu, bahwa dalam dunia yang sudah modern pun "penentuan keputusan (decision making)" sekali lagi, bukan "Risk Assessment" terdapat dua pendapat dan dipraktekkan oleh para pengambil keputusan meskipun menyangkut keputusan yang strategis, yaitu berdasarkan Penerapan Manajemen Risiko dan berdasarkan intuisi. Peter Bernstein menyimpulkan demikian karena dalam prakteknya, memang masih terdapat dua pendapat tsb yang masih sangat berseberangan. Dan Risk Assessment merupakan bagian dari keseluruhan Manajemen Risiko. Secara keseluruhan buku tersebut ingin menyatakan bahwa batas antara dunia tradisional dan modern adalah adanya manajemen risiko (dengan melibatkan risk assessment) dan tidak mendasarkan keputusan berdasarkan nasib semata. Ini juga untuk menggarisbawahi mengapa Pak Haris-DNV cukup risau dengan pemahaman2 yang muncul sehingga perlu adanya definisi supaya tidak melebar.

Meskipun dari beberapa email ada menyatakan secara implisit bahwa jaman sekarang kok masih ada yang mendasarkan pada nasib, tetapi dalam prakteknya apakah risk assessment sudah menjadi budaya dalam pengambilan keputusan di lingkungannya?Apakah rekan-rekan yang pernah terlibat dalam suatu proyek dengan risiko besar selalu menyaksikan adanya risk assessment sebelum menggunakan metode risk transfer dengan asuransi? Apakah ada risk assessment yang sebenarnya sebelum suatu fasilitas diikutkan program asuransi? Dalam prakteknya kebanyakan risk assessment justru dilakukan oleh Insurer yang pendekatannya selalu worst case dan dalam prakteknya Fungsi Keuangan berjalan sendiri tanpa melibatkan Fungsi Safety atau Fungsi lain yang mengelola risiko. Lalu apakah kita tidak mempunyai kesempatan untuk mengurangi tingkat risiko dari worst case level ke tingkat yang lebih rendah sehingga nilai preminya bisa berkurang? Disinilah peran risk assessment sebagai tool untuk memberikan posisi tawar kepada pihak tertanggung.

Hanya sedikit perusahaan yang sudah melibatkan Fungsi Safety dalam mengelola risiko keterkaitannya dengan program asuransi sebelum nilai premi ditetapkan. Yang umum terjadi adalah mengelola risiko berdasarkan rekomendasi Insurer karena pihak Insurer menginginkan peluang terjadinya insiden semakin kecil selama masa pertanggungan, tetapi nilai premi sudah ditetapkan.

Memang hasil suatu risk assessment bisa tidak sama meskipun sudah menggunakan data dan pengalaman. Dalam praktek QRA dewasa ini terdapat 3 methode yang digunakan dalam penentuan probabilitas kejadian yaitu statistic, extrapolation dan expert judgement. Expert judgement masih diperlukan karena kadang-kadang belum ada data yang cukup representative. Seperti dikatakan Pak Haris, ilmu manajemen risiko masih relative baru dan terus berkembang bahkan akhir-akhir ini sangat pesat.

Semua perusahaan kelas dunia menyadari bahwa tentu masih terdapat risiko dalam memuaskan customer oleh karena itu mereka menerapkan Quality Assurance dalam sistemnya. Dalam kasus pelatihan, system dapat berupa instuktur, bahan, komunikasi dan penerima pelatihan. Lloyd's Register dalam menerapkan Q/A menerapkan assessment dalam system yang dapat dikontrolnya, diantaranya penjejangan kualifikasi engineer mapun instuktur, pembekalan selaku instruktur, perbaikan materi pelatihan supaya up-to-date, penggunaan software yang proper, dsb. Tetapi kadang-kadang tidak mungkin Lloyd's Register mengajari penggunaan kalkulator kepada peserta pelatihan untuk menghitung frekuensi atau peluang kejadian dalam risk assessment.

Page 15: (K3 LH)Risk Assessment

Untuk Mas DAM, biarkan saja diskusi ini masih berkembang karena masih banyak yang tertarik. Kita belum mendengar kalangan anggota AMRI yang penerapannya condong ke keuangan, siapa tahu mereka mempunyai perspektif yang berbeda.

A Y E N D E

Sebaiknya kita batasi masalah risk assesment ini dalam area safety risk saja ketimbang semakin melebar ke tema financial risk. Ini menghindarkan adanya pendekatan yang berbeda dalam memandang risk bagi kalangan safety engineer dengan kalangan ekonom. Jangan lupa, dalam qualitatif risk assesment kita dihadapkan pada sikap mengambil keputusan untuk menilai level resiko ( risk level ) suatu sistem secara tepat. Sebagai contoh ; ambilah suatu unit PLTN ( fusi ), kita tahu bahwa saat ini belum ada satu pun reaktor nuklir dikembangkan ( secara skala komersial ) berdasarkan pola reaksi fusi. Seorang safety engineer tidak akan merekomendasikan bahwa ada suatu similaritas resiko ( risk similarity ) pada unit fusi pada skala pilot plant dan komersial berdasarkan experienced dan knowledge mereka. Pengambilan keputusan untuk menilai risk level dalam qualitatif risk assesment pun masih membawa pola experienced based and knowledge...... Jadi saya masih sependapat dengan pemikiran bahwa dalam mengambil suatu keputusan ( decision making ) di bidang safety/risk engineering jangan pernah membawa pola intuitif term dalam mengambil suatu keputusan menilai suatu resiko....... intuitif based = ~ Risk = Pi x Ci = ~ x ~ = blarrr........ Rasanya saya mulai menemukan pencerahan dari tulisan Pak Arief lho......

dana.ardian

Smoga gak makin memperkeruh suasana,Saya kira muara permasalahannya ada di definisi intuisi itu sendiri, dari Longman : the power of understanding or knowing without reasoning or learned skill dan dari Webster : the power or faculty of attaining to direct knowledge or cognition without evident rational thought and inference.Dari kedua definisi tsb terlihat jelas bahwa intuisi identik dgn gerak hati/ilham/inspirasi tanpa proses "logical reasoning yang berbasiskan knowledge/skill". So what? Data dan experience boleh saja dijadikan satu kutub tapi kutub yang lain haruslah "knowledge based logical reasoning/approach" bukan intuisi. Risk Assessment yang baik idealnya memakai kedua kutub tsb.Proses pengambilan keputusan berdasarkan intuisi semata , menurut saya lho, cuma ada di praktek perdukunan atau paranormal atau perjudian, broker saham sekalipun gak bakal setuju kalau dikatakan mereka cuma mengandalkan intuisi, " Intuition? Only 10%,the rest is calculated risk".Sptnya semua sektor baik riil maupun non-riil menggunakan azas risk assessment dalam mengambil keputusan,sebutin aja satu contoh aplikasi pengambilan keputusan yang tidak berbasiskan pada risk assessment,you name it! Ada gak? Mungkin harus direnungkan bahwa tak

Page 16: (K3 LH)Risk Assessment

selamanya proses risk assessment itu melibatkan team khusus yang terdiri dari puluhan orang dari beragam disiplin dan menggunakan standard2 tertentu,karena secara prinsip,proses risk assessment dan management dapat dilakukan oleh hanya satu orang yang biasanya dilakukan terhadap resiko yang rendah sehingga proses risk assessmentnya bersifat nonformal.

Suryanto, Slamet

Pak Ayende,Mohon dibaca sekali lagi email di bawah dan email2 terdahulu.Mohon maaf kalau email Bapak menambah kebingungan umat milist migas Indonesia.

1. Sekali lagi, Risk Assessment merupakan tool yang dicreate manusia untuk membantu dalam memberikan masukan guna memutuskan sesuatu. Tentu saja Risk Assessment bukan satu-satunya alat yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Masih terdapat factor lain yang perlu menjadi pertimbangan, misal: human factor, company resources, company criteria, dsb. Sekali lagi jangan dikacaukan dengan Decision Making. Manajemen Risiko dengan Risk Assessment di dalamnya, memberikan batas pengambilan keputusan antara pengambilan keputusan tradisional dengan pengambilan keputusan modern.

2. Contoh yang diberikan di bawah dengan Qualitative Risk Assessment justru cenderung intuitif memberikan penilaian atas probabilitas atau konsekuensi atau kombinasi keduanya. Contoh, seberapa baik atau lengkap data di tangan oleh team sebagai dasar memberikan penilaian atas P atauC? Umumnya hanya (secara mayoritas) berupa justifikasi dan kawatirnya hanya "intuitive."

3. Saya kawatirnya, Risk Assessment dipahami secara sempit, misal JSA atau HAZOP dipoles sedikit dengan menambah kolom P; C dan R tanpa data pendukung sudah dikatakan sebagai Risk Assessment (silakan dibuka kembali definisi yang telah disebutkan). Jarang sekali data base digunakan sebagai referensi untuk memberikan penilaian P atau C.

Arief Rahman T

Pak Slamet,

Yang bingung memahami tulisan anda sudah lebih dari tiga orang lho ...................Perlu dicheck lagi jangan-jangan email anda memang nggak jelas. Tapi saya tidak ingin membahas hal tersebut.

Yang saya ingin membahas kalimat yang juga membingungkan ini :

"HAZOP dipoles sedikit dengan menambah kolom P; C dan R tanpa data pendukung sudah dikatakan sebagai Risk Assessment ........... Jarang sekali data base digunakan sebagai referensi untuk memberikan penilaian P atau C."

Yang dimaksud HAZOP "dipoles sedikit" maksudnya apa ?? Hazop, sebagai salah satu qualitative risk assessment dengan sendirinya mempunyai persyaratan-persayaratan salah misalnya anggota teamnya harus include orang yang tahu process yang akan di Hazop dengan baik dsb-dsb. Hazop sendiri adalah valid methodology. Jadi kok pakai dipoles-poles sagala ????

Page 17: (K3 LH)Risk Assessment

Juga anda mensyaratkan bahwa HAZOP harus mendasarkan pada "database". Apa "data base" maksudnya harus ada angka-angka (numbers) ??

Mohon penjelasannya biar sebagai ummat milist migas saya tidak tambah bingung.

Achmad Suryanto

Jika ingin mengetahui lebih banyak berkenaan dengan Resiko Management silahkan bergabung dengan Assosiasi Management Resiko Indonesia yang ketuanya Bpk. Djoko Slamet dari BP MIGAS.

Suryanto, Slamet

Pak Arief,

HAZOP telah mengalami beberapa perkembangan akhir-akhir ini, termasuk dalam aplikasi dan metodenya. Dalam kerangka manajemen risiko atau risk assessment (khususnya fasilitas proses), HAZOP merupakan metode untuk mengidentifikasi bahaya (HAZID) dan bukan metode risk assessment. Sedangkan HAZID baru merupakan salah satu tahapan dalam risk assessment atau risk management. HAZID sendiri lebih dari 13 macam yang umum digunakan oleh kalangan safety. Bahkan di Eropa, dikenal teknik HAZID yang ditujukan untuk mengidentifikasi major accident hazards atau major accident events yang recommended untuk HAZID dalam QRA.

(Note: jangan bingung antara istilah HAZID dengan Teknik HAZID)

(Kepada Mas Budhi: mohon diagram Risk Management diupload ke milist ini agar miliser lebih mudah memahami definisi yang pernah disampaikan. Kebingungan ini karena definisi dan batasannya kurang dipahami sehingga ketika digunakan ya.....nggak nyambung.)

HAZOP yang sekarang telah mencoba memasukkan factor risk. Namun dalam prakteknya penentuan harga F (frekuensi) dan C (konsekuensi) seringkali berdasarkan judgement semata, kurang atau bahkan tidak memperhatikan data yang ada. Sebagai contoh, apakah team mereview data failure frequency untuk process facilities, misal mengacu kepada OREDA, WOAD, PARLOC (ini yang sudah dikenal luas) atau data lain misal company data base. Yang seringkali terjadi adalah langsung men-judge berdasarkan (risk) criteria, yang seharusnya berdasarkan data base dulu.

Tentu saja data base merujuk pada informasi angka. Ketika criteria untuk F (frekuensi) dikembangkan dengan beberapa tingkatan, bukankan sudah disepakati untuk menjadi rujukan untuk menempatkan hazard pada level frekuensi mana ? Jika judgement frekuensi berdasarkan semata-mata feeling tanpa pernah mereview data base, bagaimana mempertanggungjawabkan penentuan risiko-nya yang merupakan kombinasi frekuensi dan konsekuensi.

Kepada Mas Iwan Jatmika-BP Indonesia, saya ucapkan terima kasih untuk ulasannya yang menawan dan cukup berarti untuk menambah wawasan miliser. Saya sepenuhnya sepaham dengan yang telah disampaikan.

Page 18: (K3 LH)Risk Assessment

Terus terang miliser ini sangat dinamis dibandingkan dengan milist lain dan saya cukup senang jika ada pendapat lain untuk bertukar pendapat.

BerisiK bangeT

Mas Slamet Suryanto, 1. Saya TERAMAT SANGAT TIDAK SETUJU dengan anda jika dikatakan HAZOP BUKAN METODE RISK ASSESSMENT!!!!Workshop API (American Petroleum Institute) baru baru ini (April 2004) yang diselenggarakan di Houston TX, menyarankan integrasi HAZOP dengan sistem process safety manajemen suatu plant/facility, berbagai rekomendasi dan tanggal penyelesaiannya musti menjadi reminder pihak pihak terkait (maintenance, operation, HSE, Procurement). Bagaimana bisa anda menyatakan HAZOP bukan Risk Assessment??? sekarang saya minta tolong anda memberikan pengertian RIsk Assessment berdasarkan pengertian anda sendiri...atau setidaknya sumber sumber anda.jangan jangan pengertian anda yang salah.... Saya kira anda musti menyimak lebih banyak info dari dunia luar (di luar sumber tetap anda) sebelum menyatakan sesuatu!! 2. Saya kira tidak hanya ada 13 macam teknik HAZID yang sudah dicreate di Eropa (dan dunia), karena sumber anda dari dari Eropa... Maka saya ambilkan juga sumber dari Eropa juga sebagai tandingannya, yakni J Tissier, G Duserre, O Salvi, dan D Gaston dari Ecole des Mines D'Ales, Prancis dalam satu artikelnya (J Loss Prev, 15, 2002) menyebutkan setidaknya ada 62 metode Risk Analysis (HAZID) dan salah satunya adalah classic HAZOP!! 3. Semenjak diformulasikan menjadi bentuk seperti yang ada sekarang ini oleh Elliott dan OWEns, tahun 1968 (Dimuat di majalah Chemical Engineering tahun 1968 halaman 377-383) ,tidak banyak bentuk HAZOP yang berubah, Memang beberapa mencoba memasukkan isu isu baru seperti Process Control oleh RA Freeman tahun 2001 (dipresentasikan pada MKOPSC 2001 Symposium), dan Siting oleh William Helmer pada March 1998 (dimuat di CEP ed March 1998), juga Paul Baybutt dari Primatech yang mencoba memasukkan unsur Security tahun 2003 kemarin (dimuat di Process Safety Progress, Dec 2003) namun bentuk dasarnya masih tetap, jadi essensinya metodologi HAZOP tidak lagi dikembangkan!! metodologinya tetap sama, Guide Word, Deviation, Cause, Safeguard, Risk Ranking, Recommendation dst. tidak ada perubahan sejak Elliot/Owens menciptakannya!!!saya minta tolong di upload disini bentuk metodologi HAZOP yang berkembang menurut anda!! Kami menunggunya lho Mas Slamet 4. Saya kira tidak bijak menganggap dengan tidak memasukkan angka angka lantas anda menganggap HAZOP didasarkan semata semata feeling!!!!HAZOP tidak mengenal angka angka kuantitatif yang detail sebagaimana anda nyatakan merujuk OREDA DNV, WOAD, PARLOC, karena HAZOP hanyalah metode yang digolongkan sebgai metode Qualitative and Deterministic (Tissier et. al. 2002, Khan dan Abbasi, 2000) bahkan Nolan dalam bukunya "Application of HAZOP and What if Safety Reviews to the Petroleum, Petrochemical and Chemical Industry", 1998; Trevor Kletz, "HAZOP and HAZAN", 1998; CCPS melalui "Guidelines for Hazard Evaluation Procedure", 2nd ed, 1998 tidak sekalipun menyarankan penggunaan Failure Rate Data untuk Likelihood dalam penentuan Risk Ranking. Saya kira

Page 19: (K3 LH)Risk Assessment

penggunaan Failure Rate akan menyebabkan HAZOP menjadi "overheating" dan tidak efektif karena dibebani fungsi lebih dari semestinya. Terus apa bedanya dengan Quantitative Assessment Terakhir, Saya kira mas Slamet tidak perlu panjang lebar lagi menjelaskan pengertian Risk Assessment sepanjang Mas Slamet hanya merujuk pada satu organisasi tertentu dan kurang melihat sumber sumber literatur mutakhir.Saya hanya tidak sepakat dengan isi email mas Slamet bukan pada Mas Slametnya,

Suryanto, Slamet

Mas DAM,

Inilah bedanya priyayi Suroboyo dengan Solo.Saya kawatirnya Mas DAM kelupaan membaca buku-buku yang menjadi andalan selama ini tersebut secara urut, bab demi bab.

1. Kalau membaca keterangan di bawah, terdapat persepsi bahwa HAZARD dengan RISK sama atau similar; serta Risk Analysis dan Risk Assessment disamakan; atau Hazard Evaluation dan Risk Assessment, ini pemahaman yang keliru sangat krusial. Dalam buku-buku CCPS "Hazard EvaluationProcedure", HAZOP merupakan metode untuk mengevaluasi/mengidentifikasi HAZARD.

Saya tidak perlu mengemukakan buku-buku yang dibaca atau disarankan dibaca, jika pemahaman itu yang dipersepsikan tidak akan pernah nyambung.

2. Dalam buku CCPS "Guidelines for CPQRA" dalam BAB I terdapat beberapa pengertian mengenai Risk Analysis, Risk Assessment, Risk Management, HAZEV (HAZID, ref. Eropa) dan sebagainya yang kesemuanya menjelaskan apa yang ditanyakan di bawah. Buku-buku lain baik itu US atau Eropa kurang lebih sama bergantung istilah apa yang digunakan. Saya kawatirnya Mas DAM yang mungkin telah membaca puluhan kali beberapa buku tersebut, tetapi lupa membaca BAB I-nya.

Kalau sudah baca apa yang dimaksud, coba dipahami dengan seksama dan tidak grusa-grusu, apakah HAZOP merupakan metode Risk Assessment?

3. Ketika beberapa definisi dilempar pada awal diskusi tidak ada yang membantah atau membuat alternative, kecuali Pak Haris dengan berbagai sumber yang kalau dipahami kurang lebih sama.

4. Yang jelas HAZOP ketika dilempar oleh ICI tahun 60-an berbeda dengan sekarang atau mengalami perkembangan dan itu tidak serta merta. Sekarang sudah mulai menghitung risk (personil, asset, lingkungan, dana) dan diaplikasikan pada berbagai fasilitas, misal instrument, listrik, human factor design, dsb. Tentu kita tidak menutup mata bahwa itu merupakan perkembangan HAZOP.

5. Tidak haram koq menjudge frekuensi, tetapi jika ada referensi kenapa tidak ditengok? Memang angkanya tidak perlu ditampilkan untuk suatu yang kualitatif, tetapi data akan memberikan masukan dimana frequency level yang credible dari pada "menurut saya................"

Page 20: (K3 LH)Risk Assessment

BerisiK bangeT

Garonk cited:saya bukan priyayi, saya adalah brandals....twink twinkMas Slamet mengatakan:

Inilah bedanya priyayi Suroboyo dengan Solo.Saya kawatirnya Mas DAM kelupaan membaca buku-buku yang menjadi andalan selama ini tersebut secara urut, bab demi bab.twink twink

Garonk cited:

Saya tidak mengandalkan buku-buku saya, karenanya saya tidak mau berkutat pada defisi definisi saja sebagaiamana Bapak jauh jauh hari saya menyatakan "makanlah keyakinanmu!, biar aku makan keyakinanku sendiri!" twink twink Mas Slamet menulis:

1. Kalau membaca keterangan di bawah, terdapat persepsi bahwa HAZARD dengan RISK sama atau similar; serta Risk Analysis dan Risk Assessment disamakan; atau Hazard Evaluation dan Risk Assessment, ini pemahaman yang keliru sangat krusial. Dalam buku-buku CCPS "Hazard EvaluationProcedure", HAZOP merupakan metode untuk mengevaluasi/mengidentifikasi HAZARD.

Saya tidak perlu mengemukakan buku-buku yang dibaca atau disarankan dibaca, jika pemahaman itu yang dipersepsikan tidak akan pernah nyambung.twink twinkgaronk cited:Sesungguhnya yang bikin mbulet pengertian itu bukan buku-buku... tetapi email anda sendiri yang mbulet...(gak keru-keruan malah) buktinya... mari kita runut...email anda pada 12 May, 17:28:Kalimat kedua, setelah menyapa Drs. Arief:"Dalam kerangkan manajemen resiko atau risk assessment (khususnya fasilitas proses), HAZOP merupakan metode untuk mengidentifikasi bahaya (HAZID)dan bukan metode risk assessment."bandingkan dengan kalimat berikutnya, masih dalam alinea yang sama email anda:"Sedangkan HAZID baru merupakan satu tahapan dalam risk assessment atau risk management."Secara tak langsung anda mengutarakan dua kalimat yang berurutan secara bertolak belakang dan saling gak nyambung.... mbulet kayak benang kusut... ngga perlu CCPS dan situs situs mutakhir untuk menyatakan kedua kalimat yang saya yakin ditulis anda sendiri dengan sadar adalah bener bener gak nyambung analoginya adalah 2 kalimat di atas adalah:saya warga surabaya, surabaya adalah bagian indonesia, tapi anda mengatakan saya bukanlah warga indonesia... mbulet khan?twink twinkMas Slamet menyebut:2. Dalam buku CCPS "Guidelines for CPQRA" dalam BAB I terdapat beberapa pengertian mengenai Risk Analysis, Risk Assessment, Risk Management, HAZEV (HAZID, ref. Eropa) dan sebagainya yang kesemuanya menjelaskan apa yang ditanyakan di bawah. Buku-buku lain baik itu

Page 21: (K3 LH)Risk Assessment

US atau Eropa kurang lebih sama bergantung istilah apa yang digunakan. Saya kawatirnya Mas DAM yang mungkin telah membaca puluhan kali beberapa buku tersebut, tetapi lupa membaca BAB I-nya.

Kalau sudah baca apa yang dimaksud, coba dipahami dengan seksama dan tidak grusa-grusu, apakah HAZOP merupakan metode Risk Assessment?twink twinkSaya tak hendak lebih jauh membahas CCPS dan beberapa buku yang anda sebut di atas (yang notabene mungkin tidak banyak anggota mailist yang punya), karena esensinya seperti terjawab di atas....email anda sendiri yang mbulet dan ngga nyambung bukan email saya kok..bahkan dengan grusa grusu pun terlalu mudah untuk membuktikan 2 kalimat dalam email anda terdahulu saling bertolak belakang sebagaimana analogi saya di atas...twink twinkMas Slamet berkata:

3. Ketika beberapa definisi dilempar pada awal diskusi tidak ada yang membantah atau membuat alternative, kecuali Pak Haris dengan berbagai sumber yang kalau dipahami kurang lebih sama.twink twinkGharonk cited:jangan membiaskan persoalan dengan melibatkan orang lain, mohon kiranya anda memahami email Mas Slamet sendiri.....Yang harus Mas Slamet bahas adalah email Mas Slamet sendiri, bukan saya, mas Arief, Mas Haris atau orang lain... Lha wonk kita lagi ngga ikutan AFI dimana diajarin saling memahami isi hati dan kepala sesama akademia... twink twink

Mas Slamet mengatakan:

4. Yang jelas HAZOP ketika dilempar oleh ICI tahun 60-an berbeda dengan sekarang atau mengalami perkembangan dan itu tidak serta merta. Sekarang sudah mulai menghitung risk (personil, asset, lingkungan, dana) dan diaplikasikan pada berbagai fasilitas, misal instrument, listrik, human factor design, dsb. Tentu kita tidak menutup mata bahwa itu merupakan perkembangan HAZOP. twink twinkgharonk cited:menghitung? menghitung bagaimana? secara kuantitatif? tentu saja tidak... sekali lagi metodologinya adalah deterministik bukan quantitatif...deterministik artinya penentuan sederhana dengan perkalian biasa bukan hitungan njelimet a la OREDA DNV, Failure Rate lha...MTBF lha, MTTF lha, PFD lha...sekali lagi email saya menekankan bahwa metodolog HAZOP tetap sama... tidak ada yang berkembang, anda malah mengatakan metodenya berkembang.. tolong di upload perkembangan metode yang anda maksud? apakah HAZOP sekarang tidak ada Guide Wordnya? tidak ada CAusenya? dst dst?tolong pitch control ups, diupload perkembangan metode termaksud.....twink twinkMas Slamet menulis 5. Tidak haram koq menjudge frekuensi, tetapi jika ada referensi kenapa tidak ditengok? Memang angkanya tidak perlu ditampilkan untuk suatu yang kualitatif, tetapi data akan memberikan masukan dimana frequency level yang credible dari pada "menurut saya................"Twink twink

Page 22: (K3 LH)Risk Assessment

Gharonk:yang saya tekankan sekali lagi adalah: HAZOP sekedar metode qualitatif- deterministic jadi tidak diperlukan secara detail menyitir atau bahkan memikirkan angka angka dari OREDA DNV. Tidak semua perusahaan beli OREDA DNV yang harganya 500 US Dollar itu Mas... apakah dengan mereka lantas ngga boleh melakukan HAZOP?? apakah yang boleh melakukan HAZOP itu Mas Slamet saja yang punya OREDA DNV??Penekanan saya itu disini Mas... jangan membebani HAZOP dengan angka angka njelimet macam data OREDA DNV...ntar "overheating" lari dari fokus sebenarnya bahwa HAZOP hanya memerikan berbagai bahaya yang teridentifikasi...Lebih detail? silahkan melakukan Quantitative Risk Asessment!Kesimpulannya: HAZOP tidak memerlukan definisi yang mbulet mbulet, angka yang njelimet dan kepala yang mumet mumet... HAZOP itu sederhana saja kok...twink twink

oki muraza

Bapak-bapak yang terhormat,

Sepertinya lebih bermanfaat membahas risk assessment dalam bahasa yang baku, bukan 'debat dalam detail' per kasus. Tentunya lebih penting memasyarakatkan topic-topik nya quantitative risk assessment (QRA) ataupun risk-based safety assessment seperti; Hazardidentification (FEDI, TDI, HIRA), Quantitative hazard assessment, Probabilistic fault tree analysis step, Quantitative hazard assessment, Probabilistic hazard assessment (PHA) dst di lingkungan Oil&Gas.Umumnya, materi risk assessment 'kan masih konsumsi ekslusif orang-orang safety ataupun HSE saja. Akan lebih baik, jika bapak-bapak yang berwenang, men-sosialisasi-kannya di milis ini.

Edyson Simorangkir

Saya setuju nian dgn Pak Darmawan / VICO Indonesia, agar pengertian dan penerapan Risk Assessment tidak "keluar" dan tidak " diperlebar " menuju keatas dan meninggalkan pengertian dasarnya. Saat ini hanya beberapa KPS/PSC yang menerapakan Risk Assessment sebelum memulai kegiatan, sedang dari fungsi Pemerintahan belum sama sekali, kecuali akhir2 ini kita mulai terdengar dari Perbankan yaitu Risk Management yg dominant mengenai finance.

Jadi saya setuju penerapan Risk Assessment sebagai identifikasi risk dan bagaimana pengendalian, penanggulangannya secara teknis dan manajemen, dari itu membutuhkan DATA dan PENGALAMAN. Tkasih

BerisiK bangeT

Hmmm,

Sudah sudah.... ana faham, ada yang tak sefaham dengan ana... sekali lagi, saya pribadi tak akan menggunakan intuisi yang tak berdasar... dalam kasus helm pun, operator bandel: "Lho saya 29 tahun gak pernah make helm saat kerja di ketinggian aja gak pernah celaka"engineer ndablek: " Belum kejadian aja!"... "kalo kejadian gue cuman bilang kapokmu kapan!"

Page 23: (K3 LH)Risk Assessment

menganggap 29 tahun gak make helm saat kerja di ketinggian adalah aman merupakan delusi dari si operator bandel tersebut, pengalaman yang dipakai tidak valid.... hanya berdasar pengalaman pribadi... jadi intuisi saja meski didasarkan pengalaman pribadi gak bisa dijadikan acuan....Intuisi harus ditunjang oleh pengalaman (biasanya sudah berupa data) menyeluruh di berbagai area di dunia... Saya kira Mas Slamet yang akrab dengan HSE (Health Safety and Excecutive) bisa membolak balik file file crr, oth, dll yang banyak membahas masalah human error... kalau Mas Slamet teliti, ada satu artikel mereka (laporan projek) yang menyinggung masalah intuisi ini, selamat Browsing Mas.....Saya sepakat dengan sobat Dana dari Exxonmobil... Tapi marilah kita sudahi saja persoalan intuisi.... sekali lagi, lakum dienikum waliadien... untuk ente keyakinan ente, untuk ana keyakinan ana.... maaf kalau ada kata kata yang kurang mengenakkan,

Untuk Mas Erwin Guci, jika mas Erwin tertarik dengan Risk Assessment dan lain lain... silahkan buka saja www.hse.gov.uk disana ada lebih dari 300 MB artikel artikel HSE.... saya tentu saja tidak akan mengupload buku dan semacamnya meski saya pribadi banyak memilikinya, 1. suatu hal yang melanggar copyright 2. Mengajari bangsa indonesia untuk tetap bodoh selamanya karena maunya di "feed-up" terus tidak berusaha mencari sendiri... Tidak tahu apa apa bukanlah alasan untuk tidak berusaha mencari tahu ....Saya hanya tidak sepakat saja dengan apa yang diutarakan oleh Mas Erwin....

Suryanto, Slamet

Dear All,

Mohon dipahami setiap definisi yang pernah saya sampaikan di milist ini pada tanggal 4 Mei 2004 pukul 16.06. Masing-masing definisi mempunyai cakupan dan batasan. Definisi yang disampaikan merupakan definisi yang secara umum dapat diterima dalam aplikasi Risk Assessment pada HSE (health safety and environment) dan untuk keuangan silakan teman-teman merujuk pada Asosiasi Manajemen Risiko Indonesia yang diketuai oleh Bp. Djoko Slamet (Ka. Dinas Manajemen Risiko - BP MIGAS).

Iwan, Jatmika (Jakarta)

Boleh kan ikutan komentar mengenai Risk Assessment ini?

Saya kebetulan sangat tertarik dengan persoalan ini dalam pekerjaan saya sebagai Project HSE. Kebetulan back ground saya engineering, sehingga saya sangat memahami dan bisa menerima penjelasan dari Mas darmawan dari Vico yang saya yakin mungkin punya back ground discipline process yang sangat kuat. Bagi saya, pola pikir seperti itu sangat membantu menjembatani bidang-bidang pekerjaan HSE yang memerlukan integrated approach (selain yang occupational tentunya), (apalagi kelihatannya risk base approach dan safety case menjadi pendekatan yang semakin trendy, sehingga pola pikir prescriptive akan semakin ditingalkan, kali???Selamat berjuang bagi rekan-rekan di team PP MIGAS.......).

Begitu juga penjelasan dari Mas Slamet, sangat bisa dimengerti, lha kenyataannya banyak business besar berjalan berdasar "intuisi". Karena yang dikatakan intuisi dalam diskusi ini sangat beragam latar belakangnya. Cuma sekarang kelihatannya kok belum ada penjelasan yang pas dengan apa yang dimaksud dengan intuisi dalam diskusi ini.

Page 24: (K3 LH)Risk Assessment

Kalau boleh saya beropini, sebenarnya kita tidak bisa mempertentangkan manajement resiko berdasar "risk assessment" dengan berdasarkan "intuisi" (ya karena belum jelas itu tadi).

Risk Assessment sendiri secara alamiah sudah dilakukan oleh semua orang dengan segala keterbatasaanya. Jaman sekarang, dimana ilmu pasti sedemikian majunya, sehingga semua fenomena alam dan tingkah laku bias dimodelkan secara quantitative dan disimulasikan lewat computasi yang canggih. Demikian juga dengan Risk Assessment. Kemudian, karena memodelkan secara quantitative ternyata belum cukup untuk merepresentasikan logika manusia yang sangat berwarna, maka Qulitative Approach kadang-kadang diintrodusir juga (selain karena alasan ketidak tersediaan data). Namun kita jangan lupa bahwa Intuisi itu sejatinya juga sekumpulan fakta-fakta yang dianalisa dan di cari kecenderungannya di dalam "maha komputer" yaitu otak manusia. Namun karena sangat individual, maka ada yang intuisinya kuat ada yang extreemnya ngawur, ya karena "komputernya" masing-masing orang sangat berbeda. Ilmu "primbon" bagi orang Jawa maupun Feng-Sui bagi masyarakat chinese, adalah sebuah pendekatan statistik yang tertata dan terwariskan dengan pendekatan kekuatan memori orang, nah kalau kita mensalah tafsirkan, maka akan menjadi seakan-akan itu kekuatan "intuisi" (?)

Maka kalau boleh saya berpendapat, yang penting itu adalah pemahaman frame of work "Risk managemet" yang benar. Kalau quantitative data dan fakta cukup untuk dilakukan quantitative approach, adalah langkah awal yang terbaik. Namun kalau fakta dan data nggak cukup, pendekatan qualitative dengan melibatkan banyak pihak yang tahu dan berpengalaman dalam kegiatan tersebut sangat membantu. Dan ya itulah fakta yang kita bisa dekati untuk memanage resiko. Nah kecenderungannya memang, kita sepotong-sepotong mengimplementasikan tool ini. Ya itu tadi, melakukan hazard identifikasi, kemudian mengassess risk exposurenya, tapi bingung melakukan risk managementnya, termasuk control measurenya, syukur-syukur pengorganisasian action and residual risknya termanagemeni. Jadi kalau loop processnya tidak tuntas.....ya, we will be back to square one. Satu lagi yang menurut saya critical, yaitu "Term Of Reference" (TOR). Karena "Risk Management" adalah mempolakan resiko dengan assumsi-assumsi tertentu, maka supaya hasilnya dapat dikomunikasikan, perlu adanya TOR yang akan menjadi protokol dan sekaligus penyambung assumsi-assumsi yang dipakai. Kalau tidak.....dijamin ya itu tadi, dibuang ke sampah oleh orang lapangan (kata salah satu peserta diskusi), atau menjadi pajangan di laporan HSE (yang akibatnya orang HSE kehilangan kredibilitasnya).

Yang bebahaya itu adalah mengedepankan intuisi yang tidak dimanajemeni dengan pola "management resiko". Ini namanya gambling dalam arti negative. Sebab tidak semua gambler itu a real gambler. They are smart in reading the fenomena and the trend.

Terimakasih banyak kepada anda-anda yang telah mendiskusikan ini, sangat membantu!

Achmad Suryanto

Saya suka dengan kupasan serta alur pikir Pak Iwan berkenaan dengan masalah Risk Assessment yang dihubungkan dengan permasalahan Risk Management itu sendiri. Saya sangat tertarik sekali dengan perbincangan ini dan dari sini saya dapat mengukur bahwa animo rekan2 sangat besar sekali untuk mengetahui hal2 yang menyangkut masalah risk management ini sendiri ataupun risk assessment. Saya sudah cukup lama berkecimpung dibidang ini sehingga sekitar tahun 2000, kami beserta rekan2 dari PSC serta dari MIGAS membuat suatu asosiasi yang dinamakan Asosiasi Risk Management Indonesia. Keanggotaan daripada asosiasi ini terdiri pada

Page 25: (K3 LH)Risk Assessment

perusahaan asuransi, konsultan, professional, dan lain2. Asosiasi ini juga membawahi suatu komunitas yang bernama Komunitas Risk Management Indonesia, komunitas ini memiliki group of mailing list yang bernama Indonesian Risk Management Community (Group name: IndonesianRiskMgmtComm (http://groups.yahoo.com/group/IndonesianRiskMgmtComm) email address: [email protected]. Komunitas ini tidak hanya membahas risks management di area Financial akan tetapi juga diarea operational, politik, ekonomi, hukum, serta investasi. Komunitas ini dibuka untuk membahas dan mencari solusi untuk menanggulangi setiap risiko yang akan terjadi atau kemungkinan akan terjadi. Jadi siapapun yang berminat, buat rekan2 sekalian silahkan bergabung.

komang anom

Pak Suryanto, Saya sangat tertarik dengan bidang risk management dan saya ingin bergabung di mailing list tersebut. Tetapi ketika saya coba open yahoo groups tersebut, disebutkan no groups called IndonesianRiskMgmtComm. Minta konfirmasinya, pak.

Arief Rahman T

Pak Iwan,Ada beberapa hal yang saya ingin highlight :

1. "Cuma sekarang kelihatannya kok belum ada penjelasan yang pas dengan apa yang dimaksud dengan intuisi dalam diskusi ini."

<ART> Saya attachkan definisi yang dibeberkan oleh Mas Dana (Exxon Mobil) :"Saya kira muara permasalahannya ada di definisi intuisi itu sendiri, dari Longman : the power of understanding or knowing without reasoning or learned skill dan dari Webster : the power or faculty of attaining to direct knowledge or cognition without evident rational thought and inference. Dari kedua definisi tsb terlihat jelas bahwa intuisi identik dgn gerak hati/ilham/inspirasi tanpa proses "logical reasoning yang berbasiskan knowledge/skill". So what? Data dan experience boleh saja dijadikan satu kutub tapi kutub yang lain haruslah "knowledge based logical reasoning/approach" bukan intuisi. Risk Assessment yang baik idealnya memakai kedua kutub tsb. "Seperti inilah standard definisinya. Tapi, seperti yang saya khawatirkan, perbincangannya akan melebar ke mana-mana kalau pengertian intuisi yang dimaksud ternyata berbeda. Saya termasuk yang menganggap definisi intuisi seperti yang dipaparkan di atas. <Art>

2. Kalau quantitative data dan fakta cukup untuk dilakukan quantitative approach, adalah LANGKAH AWAL yang terbaik. Namun kalau fakta dan data nggak cukup, pendekatan qualitative dengan melibatkan banyak pihak yang tahu dan berpengalaman dalam kegiatan tersebut sangat membantu.

Saya hanya takut salah mengerti dengan yang dimaksud LANGKAH AWAL.Sebagai orang awam dalam bidang safety, saya berpendapat bahwa langkah awal yang seyogyanya dipakai adalah Qualitatif approach bukan Quantitative approach.Alasan yang bisa saya pikirkan sederhana saja, yaitu karena Quantitative Risk analysis memerlukan data, manpower capability, waktu yang luar biasa lama dsb-dsb.

Page 26: (K3 LH)Risk Assessment

Quantitative approach adalah pendekatan yang exhaustive dan menurut saya HANYA akan worthy dilakukan apabila hazard/risk yang akan di-approach cukup complex sehingga pendekatan qualitative saja "dianggap" tidak cukup.

Di sisi lain, Qualitatif approach akan cukup memadai kalau memang hazard/risk yang sedang di-identify/asses sudah bisa dipetakan dengan baik karena memang dari segi waktu sangat simple. Keluhan terbesar dengan risk assessment adalah karena makan waktu banyak. Jadi kalau misalnya langkah awalnya ujug-ujug sudah ke Quantitative apa tidak malah bikin risk adentification/assessment dijauhi orang ?

Dwi Priyanta

Ibu dan bapak yth.,

Hanya sekedar menginformasikan, barangkali ada yang menginginkan referensi resmi yang menjelelaskan perbedaan antara risk analysis, risk assessment, dan risk management berikut diagramnya, kebetulan saya punya referensi yang saya download dari ABS (American Bureau of Shipping) dengan judul :

GUIDANCE NOTES ON RISK ASSESSMENT APPLICATIONS FOR THE MARINE ANDOFFSHORE OIL AND GAS INDUSTRIES

Referensi tersebut dapat ibu bapak download langsung atau bila ibu / bapak menginginkan copynya bisa kirim e-mail ke saya lewat japri. (Besar file kl 1,4 MB).

Erwin Guci

Sangat Hebat.....perdebatan Risk Assessment ini, seperti saya ungkapkan sebelum nya, lebih baik para yang ahli dalam bidang risk ini, memaparkan dalam bentuk document yg bisa di pertanggung jawabkan..., jadi gak melulu argumrntasi yang berdasarkan pembenaran masing masing, biarlah anggota milis yg menyatakan anda baik atau salah, dan anggota milis bias menentukan, apakah argumentasi itu cuma sesuatu yg di create untuk pembenaran yang telah salah di ucapakan atau sesuatu yg benar tapi di tunjang data yg menunjang...tanpa harus malu..kan kita sama sama gak tau ..seperti saya ini.

Suryanto, Slamet

Mas Yudi,

Terlampir disampaikan Surat Edaran Menaker Nomor: SE.140/MEN/PPK-KK/II/2004 tentang Pemenuhan Kewajiban Syarat-Syarat K3 di Industri Kimia dengan Potensi Bahaya Besar.

Sayang sekali surat edaran tersebut secara tegas menyatakan untuk industri kimia. Menurut saya, Depnaker selaku otoritas tertinggi untuk K3 di tanah air seharusnya tidak membatasi diri pada segmentasi jenis industri tertentu.

Page 27: (K3 LH)Risk Assessment

Menambahkan komentar anda, bahkan informasi terakhir yang didapat draftPP-HSE untuk migas sudah kabur ketentuan adanya risk assessment, khususnya untuk Major Accident Event (MAE) dan lebih mengedepankan "hardware inspection" yang secara praktek selama ini telah dijalankan, jadi secara umum draft terakhir dari PP tersebut hampir tidak ada kemajuan dibandingkan dengan peraturan yang sudah ada (dari Depnaker & MIGAS) plus praktek yang sudah berjalan.

Secara umum, mengomentari kelembagaan K3 di tanah air, saya mengimpikan adanya institusi seperti halnya HSE (Health Safety Executive) di UK yang mempunyai kompetensi teknis yang tinggi selaku regulator dan juga auditor.

Saya setuju dengan masukan anda bahwa RRM (risk reduction measures) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan penting dalam studi Risk Assessment. Namun demikian, mohon dipahami bahwa terkadang suatu studi hanya mencakup Risk Analysis dimana RRM tidak termasuk dalam cakupan Risk Analysis. Mudah-mudahan tidak terjebak dengan beberapa istilah, Risk Analysis, Risk Assessment maupun Risk Management dimana masing-masing tersebut mempunyai batasan dan cakupan. Terlampir pula diagram masing-masing batasan. Penerapan RRM terkait atau tercakup dalam Risk Management.

Menambahkan komentar paragraph anda terakhir ada sedikit ingatan saya ketika membaca buku "Against the God" karya Peter L. Berstein (2002) bahwa terdapat dua kutub dalam menentukan keputusan dalam mengelola risiko. Yang pertama adalah kutub yang secara tegas dalam pengambilan keputusan (ke depan) diperlukan data dan pengalaman masa lampau sedangkan kutub satunya berpendapat bahwa pengambilan keputusan didasarkan pada subyektifitas intuitive. Keduanya sampai sekarang tidak pernah bertemu. Dalam paragraph lain di bukunya dinyatakan bahwa batas jelas antara dunia modern dengan dunia tradisional adalah Manajemen Risiko.

Pertanyaan selanjutnya adalah cenderung berdiri dimanakah kita diantara dua kutub tersebut? Jika anda condong pada kutub pertama, maka pengambilan keputusan anda setidaknya akan menggunakan dasar-dasar Manajemen Risiko dan jika sebaliknya maka intuisi yang menjadi driver.

Note: saya forwardkan juga ke milist migas Indonesia karena juga terkait dengan isu K3 di migas.

Suryanto, Slamet

Mas Budhi,Email ini perlu saya forwardkan karena memuat lampiran, barangkali ada yang menanyakan attachmentnya, untuk diposting secara lengkap di diskusi milist migas. Terima kasih.

Lihat Attachment : SE enaket Major Hazard Installation & Risk Management Systems

Haris W. ranuamihardjo [email protected]

Dear Pemerhati Milist MIGAS:

Karena nama saya disebut-sebut, jadi gatal juga akhirnya.

Page 28: (K3 LH)Risk Assessment

Beberapa bulan atau setahun lalu, saya minta tolong Mas Budhi untuk posting beberapa attachments tentang risk assessment methods beserta kekurangan dan kelebihannya, baik dari sisi Quantitative maupun Qualitativenya, mana yang bicara Consequence only, mana yang bisa juga dapat Probabilitynya, mana yang simply determinastik, mana yang bisa evaluasi secararumit, dll, dll...... Di attachment tersebut ada HAZOP, Checklist, QRA, FMEA, FTA, ETA, Group Risk Assessment, dll, dll.....

Memang harus disadari bahwa belakangan ini terjadi perkembangan pesat pada risk assessment danmetoda2nya. Tetapi yang terjadi bukanlah suatu penemuan metoda baru, tetapi lebih pada modifikasi untuk mencoba mencari efek2 baru. Misalnya sekarang ada EB HAZOP, HAZOP ini, HAZOP itu...... Tetapi sama seperti Pak Dharmawan, HAZOP tu ya gitu2 aja. Kenapa ini terjadi?

Harus sama dimengerti bahwa teknik2 Risk assessment ini saling melengkapi. Kalau mau yang bisa mengenali bahaya dan menentukan tingkat resiko secara Qualitative, ya pakai What-if, Checklist, Brainstorm, HAZOP, dll, dll..... Mau yang canggih dan mahal, bias pakai teknik QRAnya DNV dengan basis Software PHAST (untuk offshore) dan SAFETI (untuk on-shore).

Mau teknik yang general risk assessment, pakai QRA, HAZOP, Brainstorm, dll, mau lebih specific ke detail unit/alat, pakai aja FMEA/FMECA, FTA, dll........

Apapun yang Anda lakukan dalam Risk Assessment, akan selalu ada Pengambilan keputusan (decision making) untuk bisa secara jernih mengatakan ini risk "high, moderate, atau low". Nah proses pengambilan keputusan ini sama kritisnya dengan proses pengenalan risknya sendiri. Pengenalan (identification) dan penentuan level (evaluation) sama2 penting. Namun dalam "konteks" oil & gas atau industri resiko tinggi lainnya, proses evaluasi yang lebih diterima oleh authority adalah, bila cuma pakai penalaran alias cara subjective, ya pakai "judgment" bukan "intuisi". Ini dibuktikan dengan berbagai definisi yang dikeluarkan oleh authority. Kalau mau lebih canggih melibatkan data base, ya ikuti DNV OREDA, Woad, dll

Kalau memang mau bikin decision di dunia industri yang lain, dan Anda adalah top manager yang tahu bahwa Anda bisa afford "loss", silakan pakai intuisi. Walaupun ini risk assessment di dunia oil & gas, tetaplah dia juga menggunakan kaidah2 manajemen umum. Tetapi harus diingat bahwa tidak semua kaidah umum berlaku, harus dilihat "konteks"nya. Lah selama kita disini, yang kita dengar dan patuhi ya mustinya institusi2 yang berhubungan dengan industri kita, MIGAS, BP-MIGAS, API, UK-HSE, EP Forum, OSHA, MSHA, CCPS, ANSI, ASME, dll, dll masih banyak lagi. Itulah sebab kenapa saya coba bawakan beberapa definisi dari institusi2 di mail terdahulu.

Dan judgment secara minimum adalah dengan mempertimbangkan resiko dibandingkan terhadap regulasi pemerintah, industri, dll, dll....... Sama sekali bukan intuisi, karena intuisi tak bisa dicompare dengan apapun, seperti kata pepatah lama, orang Indonesia ini pintar, "biar kepala sama hitam - pendapat bisa berbeda"

Edyson Simorangkir

Saya sangat setuju dgn ulasan p. Haris mengenai Risk Assessment, mungkinkah p.Budhi mengambil inisiatif untuk mempertemukan Bapak2 yg mempunyai teori dan praktisi pengalaman di penerapan Risk Assessment, agar kedepan kita2 ini punya satu pengertian walau dari beberapadisiplin ilmu. Tkasih

Page 29: (K3 LH)Risk Assessment

Swastioko, Budhi

Sudah dilakukan Pak Edyson, hal ini sebenarnya berkaitan dengan beberapa event HSE yang akan digelar oleh beberapa KMI Cabang. Hanya saja karena masih bersifat penjajakan maka belum secara resmi diumumkan di Milis Migas Indonesia. Tapi karena sudah ditodong di muka umum, maka saya berikan bocoran sedikit deh.

Bapak Haris W. Ranuamihardjo dari DNV sudah mengirimkan email resmi yang bersedia bekerja sama dengan semua KMI Cabang yang berminat untuk mengadakan seminar HSE. Meeting dengan KMI Cabang Banten akan diadakan pada tanggal 19 Mei 2004 di Cilegon.

Bapak Darmawan bin Garonk yang berisik banget tapi hatinya selembar daun beserta kawan-kawan malahan sudah bertemu dengan KMI Cabang Banten hari sabtu yang lalu di Resoran SKI Cilegon.

Demikian juga Bapak Slamet Suryanto dari Lloyd's Register Indonesia akan melakukan pertemuan secepatnya untuk membahas dukungan yang akan diberikan oleh beliau terhadap Seminar HSE ini.

Dukungan yang lain juga kita dapatkan dari Moderator HSE Milis Migas Indonesia dan Organisasi Profesi IAKKI, YBUL, dll. Beberapa KMI Cabang cuga sudah membentuk Kepanitiaan Seminar HSE, seperti : KMI Cabang Banten dengan Ketua Panitia Ibu Dista Sukenti dari PENI, KMI Cabang Kaltim dengan Ketua Panitia Bapak Ardian nengkoda - Unocal, dsb.

Tunggu tanggal mainnya. Jangan lupa untuk hadir pada setiap acara KMI.

BerisiK bangeT

Dear All,

Kalau Trevor Kletz selalu mengatakan:"What you don't have, can't leak!"Maka Drs. Arief selalu getol mengatakan:"WHAT YOU DON"T SAY CAN'T WRONG!"Lha wong kita manusia lhoo...Drs. Arief juga mengatakan :"Kurang lebih yang dikatakan oleh Haris DNV adalah menyimpulkan pembicaraan kita kali ini....HAZOP adalah (salah satu) metode dari HAZID, HAZID adalah salah satu tahap dari Risk Assessment, sehingga HAZOP adalah juga (bagian) Risk Assessment...."Diskusi ditutup Drs Arief,terima kasih atas "overheating"nya,dengan hormat,

Suryanto, Slamet

Page 30: (K3 LH)Risk Assessment

Mas DAM,

1. Sebenarnya tidak perlu dipahami sebagai benang kusut kalau kita memahami dimana letak, proporsi dan batasan-batasan suatu studi atau istilah. Karena suatu istilah dicreate supaya manusia bias berkomunikasi dengan lebih baik. Batasan tersebut penting karena " sesuatu yang menjadi bagian sesuatu yang lebih besar tidak bias dikatakan sama dengan sesuatu yang lebih besar". Pernyataan ini pun tidak perlu dipahami njlimet atau benang kusut karena asal logikanya jalan pasti maklum.

Begitupun dengan HAZID, Risk Analysis, Risk Assessment maupun Risk Management, jelas mempunyai batasan masing-masing. Tentu jika paham masing-masing batasannya maka tidak akan mengatakan keempatnya sama. HAZID merupakan langkah awal untuk ketiga istilah yang terakhir. Tentu tidak ada yang keliru jika dikatakan bahwa HAZID merupakan bagian dari Risk Analysis atau Risk Assessment atau Risk Management. Tidak njlimet kan? Dan saya masih konsisten dengan istilah-istilah ini dari awal karena didukung referensi-referensi yang saling mendukung, bukan referensi tunggal.

2. Saya jadi teringat diskusi yang telah lama berlalu mengenai deflagration. Karena anda tidak mengacu kepada batasan atau istilah yang disepakati dalam dunia engineering maka dikatakan explosion dan deflagration sama. Sehingga pemakaian deflagration menjadi membabi buta sama dengan explosion. Karena kalau kita bicara deflagration berarti kita membicarakan explosion dengan kondisi atau prosesnya tertentu.Mengapa demikian? Karena disamping deflagration, terdapat penomena lain untuk explosion yaitu detonation. Bukankah ini yang dengan semangat overheating menjadi acuan anda ketika itu? Kemudian pada akhirnya Lakum dinukum waliyadin (ref. baca din sebagai keyakinan bukan agama) atau pokoke ini keyakinanku. Kalau sudah demikian apa masih gentle untuk menyarankan bergaul dengan dunia luar. Dunia luar yang mana?

Inilah pentingnya istilah atau definisi untuk hal-hal yang berbau teknis jika kita tidak ingin diskusi milis ini menjadi panggung ludruk karena jumlah miliser ini lebih dari 2000. (Meskipun saya penggemar ludruk).

2. Quote di bawah:

Saya TERAMAT SANGAT TIDAK SETUJU dengan anda jika dikatakan HAZOP BUKAN METODE RISK ASSESSMENT!!!! Workshop API (American Petroleum Institute) baru baru ini (April 2004) yang diselenggarakan di Houston TX, menyarankan integrasi HAZOP dengan sistem process safety manajemen suatu plant/facility, berbagai rekomendasi dan tanggal penyelesaiannya musti menjadi reminder pihak pihak terkait (maintenance, operation, HSE, Procurement). Bagaimana bisa anda menyatakan HAZOP bukan Risk Assessment???

Informasi yang disampaikan di atas, meskipun dibungkus dengan API, Houston dan 2004 sama sekali tidak menggarisbawahi bahwa HAZOP adalah Risk Assessment. Apalagi dengan kalimat-kalimat berikutnya. Apakah HAZOP begitu diintegrasikan dengan PSM berarti Risk Assessment? Terus terang kalau saya baru belajar safety pun nggak akan pernah paham dengan statement di atas.

Page 31: (K3 LH)Risk Assessment

Ini sangat penting untuk menjadi pembelajaran kita semua sebelum membuat pernyataan yang bersifat "menyuruh atau menyarankan" tetapi masih dalam email yang sama bertolak belakang, bukan mbulet tetapi kosong karena informasinya nggak ada. Kalau mbulet mungkin masih bisa ditelaah, mungkin ada koma atau tanda baca yang hilang (di sisi pengirim) atau tidak memahami istilah (di sisi penerima) sehingga nggak nyambung. Lha kalau kosong ............?

(Miliser lebih pandai dalam menilai apakah diskusi ini perlu diteruskan atau tidak ...? Karena saya tidak mempunyai hak sama sekali untuk menyetop diskusi)

3. Mengapa saya perlu menyampaikan judul-judul buku untuk referensi? Karena saya ingin fair bahwa saya yakin Mas DAM mempunyai buku-buku tersebut karena beberapa kali dalam milis ini anda menyebutkannya. Saya ingin anda mau melihat kembali buku-buku yang menjadi andalan dan saya nggak mungkin menyarankan menengok buku-buku yang anda mungkin tidak mempunyainya.

4. Karena "pokoke" sudah dikeluarkan, saya nggak mau berdiskusi lagidengan topik yang sama.

Nanang Jamil

Rekan-rekan,

Biar bolanya ngglinding ke bawang, dan tidak ditendang-tendang hanya ditengah lapangan, saya rasa diskusi secara definisi sudah cukup.

Biar Coordinator KBK HSE tidak pusing merangkumnya, mari kita sambung diskusi ini dengan "technical know how" atau "Tip and Triks " melakukan Risk Assessment.

Saya akan awali dengan mengutip dari Health and Safety Executive yang telah mengeluarkan Booklet "5 Step to Risk Assessment".

STEP 1: Look for the hazardsSTEP 2: Decide who might be harmed and howSTEP 3: Evaluate the risks and decide whether the existing precautions are adequate or whether more should be doneSTEP 4: Record your findingsSTEP 5: Review your assessment and revise it if necessary

Bagaimana pak Slamet ada tip lain, pak Haris ada tip yang lebih baik, pakDarmawan ada tip yang lebih hebat ?