jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelf4c405adcc6c... · web...

16
1 KAJIAN JENIS DAN EKOLOGI KUPU-KUPU DI TAMAN WISATA ALAM GUNUNG BAUNG KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN PASURUAN Imti Yazil Wafa, Sofia Ery Rahayu, dan Masjhudi Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] ABSTRAK: Tujuan penelitian ini mengetahui jenis dan ekologi kupu-kupu di TWA Gunung Baung. Penangkapan kupu-kupu menggunakan jaring serangga di sepanjang jalur menuju air terjun yang dimulai dari pintu gerbang TWA Gunung Baung dengan metode walking transect. Hasil penelitian didapatkan 35 jenis kupu-kupu yang status perlindungannya tidak dilindungi. Tingkat keanekaragaman jenis tergolong tinggi dengan nilai indeks sebesar 3,15. Nilai kelimpahan relatif jenis dan dominasi yang paling tinggi dimiliki oleh Pareronia valeria sebesar 14,14 % dan 0,02. Faktor abiotik di TWA Gunung Baung masih dalam rentangan yang sesuai bagi kupu- kupu. Preferensi kupu-kupu terhadap tumbuhan ditemukan tiga kategori yaitu kategori Hostplant (2 tumbuhan), Foodplant (2 tumbuhan) dan tumbuhan tempat hinggap (6 tumbuhan). Kata kunci: jenis kupu-kupu, Taman Wisata Alam Gunung Baung Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk keanekaragaman kupu-kupu. Menurut Peggie (2008), Indonesia memiliki keragaman kupu-kupu yang berlimpah. Dari perkiraan 17.500 jenis kupu-kupu di dunia, sekitar 1.600 jenis di antaranya tersebar di Indonesia. Kekayaan jumlah jenis ini hanya tertandingi oleh negara-negara tropis di Amerika Selatan, seperti Peru dan Brasil yang mempunyai sekitar 3.000 jenis. Selain itu, Indonesia memiliki tingkat endemisitas kupu-kupu yang tinggi, dari total jenis kupu-kupu yang tersebar di seluruh Indonesia lebih dari 35% endemis Indonesia. Kupu-kupu merupakan anggota dari ordo Lepidoptera, yaitu serangga yang sayapnya memiliki semacam sisik. Sisik-sisik tersebut akan menghasilkan pola warna yang indah berupa pita, noda, dan lingkaran (Braby, 2004). Pola warna yang indah tersebut membuat beberapa kupu- kupu dari Papilionidae diburu dan diperdagangkan untuk

Upload: dangtuyen

Post on 25-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

KAJIAN JENIS DAN EKOLOGI KUPU-KUPU DI TAMAN WISATA ALAM GUNUNG BAUNG

KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN PASURUAN

Imti Yazil Wafa, Sofia Ery Rahayu, dan MasjhudiUniversitas Negeri Malang

E-mail: [email protected]

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini mengetahui jenis dan ekologi kupu-kupu di TWA Gunung Baung. Penangkapan kupu-kupu menggunakan jaring serangga di sepanjang jalur menuju air terjun yang dimulai dari pintu gerbang TWA Gunung Baung dengan metode walking transect. Hasil penelitian didapatkan 35 jenis kupu-kupu yang status perlindungannya tidak dilindungi. Tingkat keanekaragaman jenis tergolong tinggi dengan nilai indeks sebesar 3,15. Nilai kelimpahan relatif jenis dan dominasi yang paling tinggi dimiliki oleh Pareronia valeria sebesar 14,14 % dan 0,02. Faktor abiotik di TWA Gunung Baung masih dalam rentangan yang sesuai bagi kupu-kupu. Preferensi kupu-kupu terhadap tumbuhan ditemukan tiga kategori yaitu kategori Hostplant (2 tumbuhan), Foodplant (2 tumbuhan) dan tumbuhan tempat hinggap (6 tumbuhan).

Kata kunci: jenis kupu-kupu, Taman Wisata Alam Gunung Baung

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk keanekaragaman kupu-kupu. Menurut Peggie (2008), Indonesia memiliki keragaman kupu-kupu yang berlimpah. Dari perkiraan 17.500 jenis kupu-kupu di dunia, sekitar 1.600 jenis di antaranya tersebar di Indonesia. Kekayaan jumlah jenis ini hanya tertandingi oleh negara-negara tropis di Amerika Selatan, seperti Peru dan Brasil yang mempunyai sekitar 3.000 jenis. Selain itu, Indonesia memiliki tingkat endemisitas kupu-kupu yang tinggi, dari total jenis kupu-kupu yang tersebar di seluruh Indonesia lebih dari 35% endemis Indonesia.

Kupu-kupu merupakan anggota dari ordo Lepidoptera, yaitu serangga yang sayapnya memiliki semacam sisik. Sisik-sisik tersebut akan menghasilkan pola warna yang indah berupa pita, noda, dan lingkaran (Braby, 2004). Pola warna yang indah tersebut membuat beberapa kupu-kupu dari Papilionidae diburu dan diperdagangkan untuk dijadikan koleksi sehingga populasinya perlu dilindungi (Coote, 2000). Kupu-kupu mempunyai peran ekologis yaitu sebagai polinator sehingga berperan penting dalam memelihara lingkungan (Dendang, 2009). Beberapa jenis tumbuhan sering dikunjungi dan dipolinasi oleh kupu-kupu dan ngengat. Proboscis Lepidoptera yang dapat memanjang merupakan alat yang sempurna untuk mencari nektar. Beberapa spesies bunga mempunyai struktur yang terevolusi sehingga hanya kupu-kupu dan ngengat yang bisa mencapai nektarnya (Orr & Kitching, 2010). Selain itu kupu-kupu merupakan serangga yang dapat dijadikan sebagai indikator perubahan lingkungan (Ghazoul, 2002). Menurut Swaay dkk. (2012), kupu-kupu memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan iklim dan telah dijadikan sebagai hewan model untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kehidupan liar. Oleh karena itu, kupu-kupu merupakan salah satu jenis yang baik untuk memonitor perubahan biodiversitas atau lingkungan.

Kerusakan habitat akan mempengaruhi keanekaragaman suatu populasi hewan termasuk serangga. Di beberapa belahan dunia, beberapa jenis serangga mulai menurun keanekaragaman atau populasinya akibat aktivitas manusia. Pada

2

akhir-akhir ini lebih dari separuh serangga yang punah adalah Lepidoptera (New, 2009).

Kupu-kupu di Indonesia khususnya di pulau Jawa juga mengalami ancaman dari kerusakan hutan. Menurut Tabadepu dkk. (2008), keanekaragaman jenis kupu-kupu di pulau Jawa lebih rendah dibandingkan dengan beberapa daerah atau pulau di Indonesia lainnya. Salah satu faktor penyebab keanekaragaman yang rendah ini adalah rusaknya habitat mengingat pulau Jawa adalah pulau yang paling padat dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya yang ada di Indonesia.

Meskipun kupu-kupu merupakan salah satu serangga yang sering dipelajari dan beberapa dekade ini pengetahuan tentang kupu-kupu cukup berkembang, tetapi pengetahuan tentang ekologi dan taksonomi kupu-kupu harus dikembangkan lebih jauh lagi untuk konservasi yang lebih tepat (Braby, 2004). Keanekaragaman jenis, kelimpahan jenis, dan dominansi serta preferensi kupu-kupu terhadap tumbuhan di suatu habitat bisa dijadikan data ekologi kupu-kupu untuk usaha konservasi di habitat tersebut. Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung terletak di Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan. Taman Wisata Alam Gunung Baung merupakan tempat wisata yang menyimpan keanekaragaman hayati yang masih alami dan bersebelahan dengan Kebun Raya Purwodadi yang merupakan habitat buatan. Iklim kawasan TWA Gunung Baung memiliki iklim tipe D (iklim sedang yang jenis vegetasinya adalah hutan musim). Hasil observasi awal di TWA Gunung Baung dijumpai berbagai macam jenis kupu-kupu yang berterbangan di daerah terbuka serta jalan menuju air terjun. Hal ini didukung juga penelitian yang dilakukan oleh Rasidi, (2007) di Kebun Raya Purwodadi telah ditemukan 22 jenis kupu-kupu yang dikelompokkan menjadi 5 famili, sedangkan data jenis kupu-kupu yang ada di TWA Gunung Baung masih belum ada penelitian tentang hal tersebut, oleh karena itu berdasarkan paparan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang jenis dan ekologi kupu-kupu di Taman Wisata Alam Gunung Baung. METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2013 sedangkan pengambilan sampel kupu-kupu dilakukan pada bulan Maret 2013 di TWA Gunung Baung. Penangkapan kupu-kupu menggunakan jaring serangga di sepanjang jalur menuju air terjun yang dimulai dari pintu gerbang TWA Gunung Baung dengan metode walking transect. Spesimen Kupu-kupu selanjutnya diidentifikasi dengan buku Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanic Garden (Peggie & Amir, 2006) dan Kupu-kupu Gunung Ciremai dan Sekitarnya (Peggie & Noerdjito, 2011) . Pengukuran faktor abiotik yaitu intensitas cahaya, temperatur suhu, dan kelembaban udara serta pengamatan preferensi kupu-kupu terhadap tumbuhan juga dilakukan pada saat penangkapan kupu-kupu.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif untuk mengkaji jenis kupu-kupu yang ada di TWA Gunung Baung. Indeks keanekaragaman dihitung dengan menggunakan rumus dari Indeks keanekaragaman Shanon – WienerH’ = -ΣPi ln PiKeterangan: Pi = n/N

3

H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wienern : Jumlah masing-masing jenisN : Jumlah total jenis dalam sampel (Odum, 1971)Kriteria penilaian berdasarkan keanekaragaman jenis adalah:H’<1 :Keanekaragaman rendah1<H’<3 :Keanekaragaman sedangH’>3 :Keanekaragaman tinggi.Untuk menghitung kelimpahan relatif menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan: KRi : Kelimpahan relatif jenis ke-iKi : Kelimpahan jenis ke-iK : total kelimpahan semua jenis (Kurniawan, 2012)Dominasi dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Dominasi yakni :

Keterangan:D : Dominasini : Jumlah individu dari jenis ke-i N : Jumlah keseluruan dari individu (Fachrul, 2006 dalam Katili, 2011)

HASIL

Kajian Jenis dan Status Perlindungan Kupu-kupuDidapatkan 99 ekor kupu-kupu yang dikelompokkan menjadi 35

spesimen, kemudian diidentifikasi berdasarkan buku panduan identifikasi. Hasil identifikasi diperoleh 35 jenis yang semuanya status perlindungannya tidak dilindungi. Foto setiap jenis kupu-kupu disajikan berikut ini.

4

5

6

Keanekaragaman jenis, Kelimpahan relatif, Dominansi Kupu-kupu dan Faktor Abiotik di TWA Gunung Baung

Nilai indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu di TWA Gunung Baung sebesar 3,15. Sedangkan Kelimpahan relatif dan dominasi kupu-kupu yang ditemukan di TWA Gunung Baung disajikan pada Tabel 1. Faktor Abiotik di TWA Gunung Baung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1 Kelimpahan Relatif dan Dominasi Kupu-kupu di TWA Gunung

Baung No. Nama jenis Jumlah

total Kelimpahan

Relatif(%)

Dominasi

123456789 10111213141516171819202122 2324252627282930 3132333435

Tirumala hamataEuploea sylvesterEuploea mulciberEuploea eunicePareronia valeriaDophla evelineCelaenorrhinus putraProsotas gracillisRapala varunaTagiades ultraJamides philatusPapilio memnonP. polytes Appias lyncidaTanaecia palgunaEuthalia moninaJunonia erigoneJ. iphitaElymnias hypermnestraCastalius rosimonBadamia exclamationBibasis senaLeptosia ninaNeptis hylasEurema blandaEurema andersoniiEurema simulatrixAppias paulinaMycalesis horsfieldiPolyura hebeCupha erymanthisGraphium dosonModuza procisIdeopsis juventaMiletus symethus

5622141112411112135142110181146211111

5.056,062,022,0214,141,011,011,012,024,041,011,011,011,012,021,013,035,051,014,042,021,0110,101,018,081,011,014,046,062,021,011,011,011,011,01

0,000,000,000,000,02 0,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,010,000,010,000,000,000,000,000,000,000,000,000,00

∑ total 99 100

Berdasarkan Tabel 1. kelimpahan relatif tertinggi dimiliki oleh Pareronia

valeria dengan nilai indeks 14,14% sehingga jenis yang mendominasi adalah Pareronia valeria dengan nilai indeks 0,02.

7

Tabel 2. Rerata Faktor Abiotik di TWA Gunung Baung

No Lokasi Faktor abiotik

Intensitas cahaya (lux)

Temperatur suhu (0C)

Kelembaban udara (%)

1 Sektor 1 402,5 32 59,52 Sektor 2 429,5 32,2 583 Sektor 3 372 32 61,5

Preferensi Kupu-kupu terhadap Tumbuhan di TWA Gunung Baung

Preferensi kupu-kupu terhadap tumbuhan dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu sebagai foodplant, hostplant, dan sebagai tempat hinggap. Tumbuhan yang termasuk menjadi kategori foodplant adalah Stachytarpheta indica dan Wedelia trilobata, hostplant adalah Adodinia merilli dan Hiptage benghalensis, sedangkan Ruellia tuberosa, Ficus variegata, Graptophyllum pictum, Duranta erecta, Solanum verbascifolium, Urena lobata, Senna sp, dan Hibiscus tilliaceus sebagai tumbuhan tempat hinggap.

PEMBAHASAN

Kajian Jenis dan Status Perlindungan Kupu-Kupu Pada penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret dengan tiga kali

pengamatan telah ditemukan 35 jenis kupu-kupu yang ada di TWA Gunung Baung. Keragaman kupu-kupu tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan keragaman kupu-kupu di Kebun Raya Purwodadi yaitu sebanyak 22 jenis (Rasidi, 2007) meskipun tempat atau lokasi tersebut bersebelahan. Perbedaan keragaman tersebut mungkin disebabkan keragaman vegetasi yang tinggi dibandingkan dengan vegetasi yang ada di Kebun Raya Purwodadi meskipun pada pengamatan tidak banyak ditemukan vegetasi yang dijadikan sebagai tumbuhan inang (hostplant) atau foodplant pada lokasi transek. Menurut Peggie & Amir (2006), bahwa tidak menutup kemungkinan kupu-kupu dapat dijumpai pada lokasi yang jauh dari tumbuhan inangnya mengingat jangkauan terbangnya yang relatif luas. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah usaha pengamatan atau sampling (Tabadepu, 2008). Pada penelitian ini pengamatan dilakukan dengan tiga ulangan sehingga kesempatan mendapat jenis lebih banyak. Dari 35 jenis yang ditemukan dapat digolongkan kedalam 5 famili yaitu Papilionidae (3 jenis), Nymphalidae (16 jenis), Pieridae (7 jenis), Lycanidae (5 jenis), dan Hesperiidae (4 jenis).

Dari 35 jenis kupu-kupu yang teridentifikasi, status perlindungannya masih belum terevaluasi artinya masih belum ada undang-undang perlindungannya. Menurut Peggie (2011) kupu-kupu yang dilindungi di Indonesia adalah semua jenis kupu-kupu dari Genus Ornithoptera, Trogonoptera, Troides dan satu jenis dari Nymphlidae yaitu Cethosia myrina. Jumlah total jenis kupu-kupu di Indonesia yang dilindungi ada 19 jenis kupu-kupu.

8

Keanekaragaman jenis, kelimpahan relatif, dominansi dan Faktor abiotik

Berdasarkan hasil penelitian nilai indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu di TWA Gunung Baung sebesar 3,15. Indeks keanekaragaman tersebut tergolong tinggi, hal ini menunjukkan faktor biotik serta abiotik di TWA Gunung Baung masih bagus dan tidak ada tekanan ekologis bagi kupu-kupu. Sedangkan kelimpahan relatif kupu-kupu yang tertangkap diantara 1,01% sampai dengan 14, 14 % dan yang tertinggi dimiliki oleh Pareronia valeria (14,14%) sehingga jenis kupu-kupu yang mendominasi pada TWA Gunung Baung juga Pareronia valeria dengan nilai dominansi 0,02. Faktor yang menyebabkan keadaan tersebut adalah adanya tanaman yang sering dikunjungi oleh Pareronia valeria. Pada saat pengamatan Pareronia valeria sering berterbangan di jalur pengamatan dan juga sering terlihat menghinggapi bunga untuk mencari nektar. Selain faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan suatu jenis kupu-kupu, faktor tanaman inang dan tanaman pakan juga dapat mempengaruhi keberadaan suatu jenis kupu-kupu. Menurut Corbet & Pendlebury (1956), Pareronia valeria merupakan jenis kupu-kupu yang mudah ditemukan di tepian hutan sampai pada ketinggian 3000 kaki. Tipe terbangnya secara swift atau terbang dengan cepat, tetapi sering berhenti untuk mencari nektar di bunga. Kebiasaan untuk mencari nektar yang sering terlihat pada saat pengamatan ini juga memudahkan jenis ini mudah untuk ditangkap sehingga jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan jenis lainnya.

Menurut Jumar (2000) bahwa perkembangan Arthropoda di alam dipengaruhi oleh adanya faktor lingkungan yang merupakan faktor luar dan dapat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya suatu populasi Arthropoda. Kupu-kupu tergolong kelas insekta yang merupakan bagian dari filum Anthropoda sehingga populasi kupu-kupu juga terpengaruh oleh faktor abiotik atau faktor lingkungan.

Berdasarkan hasil analisis dari ketiga sektor transek, didapatkan data rentang suhu antara 29-36 0C dengan rata-rata temperatur yang hampir sama yaitu sekitar 32-32,5 0C pada setiap sektor. Kupu-kupu termasuk ke dalam hewan poikiloterm yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan sehingga aktivitas kupu-kupu ditentukan oleh suhu lingkungan (Romoser, 1973 dalam Kurniawan, 2012).

Kelembaban juga merupakan faktor fisik yang mempengaruhi keberadaan kupu-kupu. Rentang nilai kelembaban keseluruhan pada saat pengamatan berada pada 40% - 80% dengan rentang rata-rata pada setiap sektornya 58% sampai 61,5%. Menurut Braby (2004), kupu-kupu tidak dapat hidup pada kelembaban yang sangat tinggi. Rentang nilai kelembaban pada TWA Gunung Baung pada saat pengamatan belum termasuk tinggi, hal ini disebabkan nilai tertinggi kelembaban belum mencapai nilai di atas 90%. Menurut Orr & Kitching (2010), kupu-kupu sulit ditemui pada daerah yang memiliki nilai kelembaban diatas 90%.

Pada saat pengamatan kupu-kupu lebih banyak ditemukan di daerah terbuka dibandingkan di tempat yang teduh. Intensitas cahaya paling tinggi pada daerah terbuka di ketiga sektor bisa mencapai 599 lux, sedangkan terendah pada daerah teduh adalah 47 lux. Intensitas cahaya menentukan kemampuan melihat pada kupu-kupu. Organ penglihatan kupu-kupu bekerja berdasarkan intensitas cahaya yang masuk ke dalam mata faset dan diterima oleh reseptor berupa gelap dan terang dalam intensitas yang berbeda (Borror, 1992). Menurut Pollard &

9

Yates (1993), cahaya matahari juga dapat mempengaruhi kemampuan terbang kupu-kupu serta kecepatan perkembangan larva kupu-kupu.

Kupu-kupu akan lebih aktif pada cuaca yang hangat, kebanyakan kupu-kupu aktif pada suhu 16-42 0C dan untuk bisa terbang suhu tubuh kupu-kupu harus sekitar 28-30 0C; oleh karena itu sering terlihat kupu-kupu berada di tempat yang terbuka untuk memperoleh sinar matahari guna meningkatkan suhu tubuhnya (Davies & Butler, 2008). Dengan kondisi faktor abiotik yang seperti dijelaskan di atas maka kondisi faktor abiotik di Taman Wisata Alam Gunung Baung masih sangat sesuai dengan kondisi lingkungan yang dibutuhkan oleh kupu-kupu.

Preferensi Kupu-Kupu terhadap TumbuhanDalam pengamatan hanya beberapa kupu-kupu yang teramati memiliki

preferensi tumbuhan. Hal ini didukung juga oleh lokasi transek yang tidak begitu banyak tanaman berbunga. Kupu-kupu yang memiliki preferensi tanaman adalah Pareronia valeria, Celaenorrhinus putra, Prosotas gracilis, Rapala varuna, Tagiades ultra, Jamides philatus, Elymnias hypermnestra, Castalius rosimon, Badamia exclamation, Bibasis sena, Neptis hylas, Eurema blanda, Mycalesis horsfieldi, dan Polyura hebe. Pareronia valeria dan Tagiades ultra teramati menghisap nektar pada Stachytarpheta indica dan Eurema blanda teramati menghisap nektar Wedelia trilobata pada lokasi pengamatan tercatat sebagai foodplant. Stachytarpheta indica merupakan jenis tumbuhan dari Vernebaceae. Stachytarpheta indica mempunyai bunga kecil berwarna ungu dan mahkotanya berbentuk tabung. Sedangkan Wedelia trilobata mempunyai mahkota berbentuk piringan. Menurut Gombert dkk. (2005), kupu-kupu cenderung mencari bunga yang memiliki cukup tempat untuk hinggap ketika mencari nektar, tumbuhan yang paling baik adalah jenis tumbuhan dari Asteraceae, selain itu kupu-kupu juga menyukai tumbuhan yang mempunyai mahkota berbentuk tabung karena mempunyai sumber nektar yang banyak.

Elymnias hypermnestra dan Bibasis sena pada saat pengamatan terlihat sedang mendekati tumbuhan. Elymnias hypermnestra terbang berputar-putar mendekati Adodinia merilli. Menurut Peggie & Amir (2006), tumbuhan inang Elymnias hypermnestra adalah tanaman dari Arecaceae. Sedangkan pada Bibasis sena terlihat hinggap pada Hiptage benghalensis. Bibasis sena memiliki tumbuhan inang Hiptage benghalensis (Butterflies circle, 2013).

Celaenorrhinus putra, Badamia exclamation, Prosotas gracilis, Rapala varuna, Jamides philatus, Castalius rosimon, Neptis hylas, Mycalesis horsfieldi, dan Polyura hebe tumbuhan yang dihinggapi bukan merupakan foodplant dan hostplant. Semua jenis kupu-kupu tersebut hanya hinggap di tumbuhan dan beberapa terlihat sedang berjemur sinar matahari. Menurut Davies & Butler (2008), kupu-kupu sering telihat berjemur di daerah terbuka untuk meningkatkan suhu tubuh mereka.SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut.1. Jenis kupu-kupu yang ditemukan di TWA Gunung berjumlah 35 jenis dan

semua jenis kupu-kupu yang ditemukan status perlindungannya tidak dilindungi.

10

2. Keanekaragaman jenis kupu-kupu di TWA Gunung Baung tergolong tinggi (nilai indeks = 3,15), jenis kupu-kupu yang memiliki kelimpahan relatif dan dominasi tertinggi adalah Pareronia valeria (kelimpahan = 14,14% dan dominansi = 0,02) serta faktor abiotik di TWA Gunung Baung masih dalam rentang nilai yang sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh kupu-kupu.

3. Tumbuhan Stachytarpheta indica dan Wedelia trilobata merupakan tumbuhan yang dijadikan sebagai foodplant sebagai sumber nektar. Adonidia merrillii merupakan hostplant dari Elymnias hypermnestra dan Hiptage benghalensis merupakan hostplant dari Bibasis sena, sedangkan Ruellia tuberosa, Ficus variegata, Graptophyllum pictum, Duranta erecta, Solanum verbascifolium, Urena lobata, Senna sp, dan Hibiscus tilliaceus sebagai tumbuhan tempat hinggap.

Untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal perlu dilakukan penelitian yang lebih lama selama beberapa bulan dengan berbagai metode koleksi kupu-kupu guna memperoleh jenis kupu-kupu yang sulit ditangkap menggunakan jaring serangga. Hasil jenis kupu-kupu mungkin akan berbeda jika dilakukan pada musim yang berbeda; oleh karena itu perlu juga dilakukan pengamatan di musim yang berbeda. Pengamatan preferensi kupu-kupu sebaiknya dilakukan pada waktu yang berbeda dengan pengambilan sampel kupu-kupu.

DAFTAR RUJUKANButterflies circle. 2013. Checklist, (Online),

(http://www.butterflycircle.com/checklist%20V2/CI/index.php/start-page/startpage/showbutterfly/233/), diakses 20 Mei 2013.

Braby, M.F. 2004. The Complete Field Guide to Butterflies of Australia. Collinwood: CSIRO Publishing.

Borror, D.J., Triplehorn, C.A. & Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga (Terjemahan oleh Partosoedjono, Soetiyono). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Coote, L.D. 2000. CITES Identification Guide Butterflies.Minister of Environment Canada.

Corbet, A.S. & Pendlebury, H.M.1956. The Butterflies of the Malay Peninsula (2nd Edition, revised by A. Steven Corbet, edited by N. D. Riley). London: Oliver & Boyd

Davies, H. & Butler, C.A. 2008. Do Butterflies Bite. London: Rutgers University Press.

Dendang, B. 2009. Keragaman Kupu-Kupu di Resort Selabintana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol. VI (1): 25-36.

Ghazoul, J. 2002. Impact of Logging on The Richness and Diversity of Forest Butterflies in a Tropical Dry Forest in Thailand. Biodiversity and Conservation, (11): 521–541.

Gombert, L.L., Hamilton, S.L., & Coe, M. 2005. Butterfly Gardening. Tenessee: University of Tenessee Extension.

Jumar. 2000, Entomologi Pertanian. Jakarta: PT. Rineke Cipta Katili, A. S. 2011. Struktur Komunitas Echinodermata pada Zona Intertidal di

Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8 (1).

11

Kurniawan, L. 2012. Diversitas Kupu-Kupu di Taman Veteran, Ruang Terbuka Hijau Jakarta, dan RTH Velodrom. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UB

New, T.R. 2009. Insect Spesies Conservation. New York: Cambridge University Press.

Orr, A. & Kitching, R. 2010. The Butterflies of Australia. Australia: Jacana Book. Odum, E.P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi (Terjemahan oleh  Tjahjono Samingan).

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Peggie, D. & Amir, M. 2006. Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanic

Garden. Cibinong: Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI.Peggie, D. 2008. Kupu-Kupu, Keunikan Tiada Tara, (Online),

(http://biologi.lipi.go.id/bio_indonesia/mTemplate.php?h=3&id_berita=32, diakses 28 November 2012.

Peggie, D. 2011. Precious and Protected Indonesian Butterflies. Jakarta: PT. Binamitra Megawarna

Peggie, D. & Noerdjito, W.A. 2011. Kupu-Kupu Gunung Ciremai dan Sekitarnya dalam Fauna Serangga Gunung Ciremai. Jakarta: LIPI Press.

Pollard, E. & Yates, T.J. 1993. Monitoring Butterflies for Ecology and Conservation. London: Chapman & Hall.

Rasidi, A. 2007. Keanekaragaman Kupu-Kupu di Kebun Raya Purwodadi Pasuruan Jawa Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UMM.

Swaay, V.C., Brereton, T., Kirkland, P. & Warren, M. 2012. Manual for Butterfly Monitoring. Wageningen: De Vlinderstichting/Dutch Butterfly Conservation, Butterfly Conservation UK & Butterfly Conservation Europe.

Tabadepu, H., Buchori, D. & Sahari, B. 2008. Butterfly Record from Salak Mountain, Indonesia. J. Entomol. Indon., Vol. 5 (1): 10-16.