jurnal vol 11_ no. 03 2006

90

Upload: etty-rauf

Post on 21-Jan-2016

97 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ebook

TRANSCRIPT

i

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal Litbang Kesejahteraan Sosial sebagai media ekspose hasil-hasil penelitian bidangkesejahteraan sosial, dalam terbitan kali ini merupakan edisi ketiga pada tahun 2006. Pada edisikali ini menyajikan hasil-hasil penelitian tentang organisasi sosial, pranata sosial, permasalahansosial Tenaga Kerja Wanita (TKW), perlindungan anak, permasalahan ODHA, dan PemberdayaanFakir Miskin

Dalam perkembangannya, salah satu proses pembangunan kesejahteraan sosial perludukungan dari berbagai pihak. Dalam hal ini Mohamad Syawie menyatakan bahwa pentingnyajaringan pranata sosial komunitas lokal dalam proses pembangunan kesejahteraan sosial. Hasilkajian mengungkapakan, pertama komunitas memandang pentingnya keberadaan jaringan antarpranata sebagai wadah untuk mempersatukan kemampuan dalam menangani persoalan yangmuncul di wilayahnya, khususnya para pedagang berskala kecil. Kedua, pedagang berskalakecil menunjukkan kemandiriannya, hal ini dilihat dari kemampuannya untuk survive yangdiperlihatkan dari modal usaha dan pendapatan yang relatif kecil, juga menunjukkankemampuannya untuk dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan tetap bertahan dalam waktuyang relatif cukup lama. Hal ini juga didukung oleh Suyanto, yang membahas tentang profilPranata Sosial pada Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Timur Tengah Utara Propinsi NTT.

Alit Kurniasari, juga membahas tentang pentingnya partisipasi organisasi lokal dalampembangunan kesejahteraan sosial. Organisasi lokal di kelurahan Rijali dan Waihaong kotaAmbon provinsi Maluku dapat berfungsi sebagai self help organization, yang selanjutnya dapatdidayagunakan dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Organisasi lokal yang ada di keduakelurahan dapat berkolaborasi untuk mengatasi permasalahan sosial yang mendesak perluditangani. Dengan segala kendala dan potensi yang dimiliki seperti kehidupan beragama sertabudaya pelagandong yang masih tersisa diharapkan mampu mempererat kolaborasi organisasiatau kelompok, dengan membentuk Forum atau kelompok kerja.

Sutaat membahas tentang permasalahan sosial Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari waktu kewaktu terus mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini juga disebabkankarena potensi sumber daya TKW relatif rendah baik dari segi pendidikan maupun pengetahuandan kesiapannya bekerja di luar negeri. Hal ini antara lain juga terkait dengan masih minimnyapembekalan kepada TKW sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Di samping itu juga adanyapraktek-praktek pengiriman tenaga kerja secara ilegal yang lebih mengutamakan pada keuntunganekonomi semata. Pada sisi lain negara tujuan kurang memberikan perlindungan terhadap tenagakerja asing (termasuk TKW). Sementara itu KBRI banyak dibebani dengan berbagai tugaspenyelesaian kasus tenaga kerja bermasalah yang jumlahnya cukup besar. Sehingga sangatpenting memberikan upaya pelayanan sosial TKW di negara-negara tujuan yang lebih profesional,dengan cara melibatkan para Pekerja Sosial profesional dalam penyelesaian masalah TKW dinegara tujuan.Sedangkan Suradi mengangkat issue tentang perlindungan anak dewasa ini semakinmemprihatinkan berbagai pihak, sejalan dengan meningkatknya kasus tindak kekerasan, eksploitasidan perdagangan anak di Nusa Tenggara Barat.

i i

Persoalan HIV/AIDS semakin hari terus merebak, dan jumlahnya juga terus meningkat bakfenomena gunung es. Kissumi Diyanayati menemukan bahwa permasalahan yang dihadapi ODHAdapat dikategorikan dalam permasalahan fisik, pskis, dan sosial ekonomi. Secara fisik, penyandangvirus HIV tidak jauh berbeda dengan orang sehat pada umumnya. Jika kondisi stamina menurunmereka baru merasakan penderitaan seperti demam dan lemas. Dalam kondisi seperti ini,penyandang dengan mudah terinfeksi berbagai penyakit yang menjadikannya sebagaipenyandang AIDS.

Pendataan fakir miskin dan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) lainnyamenjadi ujung tombak dalam pelaksanaan program pemberdayaan Fakir Miskin. HaryatiRoebyantho mencoba memaparkan tentang metode pendataan Fakir Miskin melalui teknikPemeringkatan Keluarga menurut kondisi sosial ekonomi. Pendekatan yang digunakan bertujuanuntuk mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi seseorang/keluarga secara relatif dalam suatumasyarakat. Teknik yang digunakan adalah metode partisipatori dengan tujuan menemukansiapa orang termiskin di suatu masyarakat dengan pengetahuan mereka sendiri. Selain itu metodeini diharapkan dapat digunakan sebagai metode alternatif dalam menentukan sasaran programdan sasaran lokasi pelaksanaan program pemerintah di bidang kesejahteraan sosial.

REDAKSI

1

PERLINDUNGAN ANAK DI NUSA TENGGARA BARAT

Suradi

ABSTRAK

Isu tentang perlindungan anak semakin memprihatinkan, sejalan dengan meningkatnya kasus tindakkekerasan, eksploitasi dan perdagangan anak. Khusus di NTB isu itu dikaitkan dengan jenis PenyandangMasalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) anak seperti, anak telantar, anak jalanan, balita telantar dan balitastatus gizi buruk yang saat ini jumlahnya cukup tingggi. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sertamasyarakat telah berupaya menangani permasalahan tersebut. Namun demikian, dari hasil penelitianmenunjukkan upaya tadi belum optimal disebabkan belum sinerginya segenap sumber daya yang ada padaberbagai sektor.

I . PENDAHULUAN

Anak merupakan aset dan generasipenerus bagi keluarga, masyarakat maupunsuatu bangsa. Bagaimana kondisi anak padasaat ini, sangat menentukan kondisi keluarga,masyarakat dan bangsa di masa depan.Dengan demikian, apabila anak hidup serbaberkecukupan, baik secara fisik-organis maupunpsiko-sosialnya, maka SDM di masa depandapat dipastikan cukup berkualitas. Manusiayang berkualitas, antara lain memiliki kriteria :cerdas, kreatif, mandiri, berakhlak mulia dansetia kawan. Hanya dengan SDM yangdemikian itu suatu bangsa akan mampubersaing dengan bangsa lain dalam erakehidupan global.

Anak akan tumbuh dan berkembangmenjadi SDM yang berkualitas, apabilaberbagai kebutuhannya dapat dipenuhi denganwajar, baik kebutuhan fisik, emosional maupunsosial. Singgih D. Gunarso (1992) membagijenis kebutuhan dasar anak menjadi dua, yaitukebutuhan fisiologis-organis dan kebutuhanpsikis dan sosial. Kebutuhan fisiologis-organisadalah kebutuhan pokok, karena terkaitlangsung dengan pertumbuhan fisik dankelangsungan hidup anak. Termasuk ke dalamjenis kebutuhan ini adalah makan, pakaian,tempat tinggal dan kesehatan. Apabilakebutuhan ini tidak dapat dipenuhi, maka akanmenyebabkan terjadinya gangguan padakondisi fisik dan kesehatan anak. Menurut S.C.Utami Munandar (1995), perkembangankecerdasan, kreativitas dan kemandirianberkaitan erat dan saling menguatkan, yang

akan menentukan kualitas manusia pem-bangunan di masa depan. Dengan demikian,dampak dari tidak terpenuhinya kebutuhanfisiologis-organis anak ditandai denganburuknya kualitas SDM masa depan, baiksecara fisik maupun tingkat kecerdasannya.Kemudian psikis dan sosial adalah jeniskebutuhan yang berkaitan dengan per-kembangan emosional dan kepribadian anak.Termasuk ke dalam kebutuhan psikis dan sosialadalah kebutuhan kasih sayang, rasa aman,perlindungan, jauh dari perasaan takut,kecemasan, kebebasan menyatakan diri,mengadakan hubungan dengan sesamateman, pergaulan dan harga diri.

Terkait dengan konsep kebutuhan anaktersebut, Child Welfare League of America, Stan-dards for Child Protective Services, New York(Soetarso, 1997), mengemukakan bahwapertumbuhan dan kesejahteraan fisik, emosionaldan intelektual anak akan mengalamihambatan apabila ia: (a) kekurangan gizi dantanpa perumahan yang layak, (b) tanpabimbingan dan asuhan, (c) sakit dan tanpaperawatan medis yang tepat, (d) diperlakukansalah secara fisik, (e) diperlakukan salah dandieksploitasi secara seksual, (f) tidakmemperoleh pengalaman normal yangmenumbuhkan perasaan dicintai, diinginkan,aman dan bermanfaat, (g) terganggu secaraemosional karena pertengkaran keluarga yangterus menerus, perceraian dan mempunyaiorangtua yang menderita gangguan ataupenyakit jiwa, dan (h) dieksploitasi, bekerjaberlebihan, terpengaruh oleh kondisi yang tidaksehat dan demoralisasi.

2

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 1-17

Berkaitan dengan upaya mewujudkantumbuh kembang anak secara wajar, KonvensiHak Anak tahun 1989 menegaskan, bahwasetiap negara perlu memiliki komitmen tinggidalam upaya perlindungan anak. Dalamkonvensi tersebut dijelaskan, termasuk ke dalamhak anak adalah hak akan kelangsungan hidup,perlindungan, pertumbuhan dan perkem-bangan serta berpartisipasi. Unsur-unsur hakanak tersebut perlu dipahami sebagai satukesatuan yang utuh, karena dalam implemen-tasinya saling terkait. Artinya, di dalamkelangsungan hidup, juga mencakupperlindungan, pengembangan dan partisipasidan begitu seterusnya. Dalam pembahasanterdahulu, dikemukakan ada dua kategorikebutuhan anak, yaitu fisiologis – organis danpsikis – sosial. Apabila dua kategori kebutuhantersebut dijabarkan lebih lanjut, maka akandiperoleh sejumlah hak anak yang memerlukanpemenuhan agar mereka dapat tumbuh danberkembang secara optimal. Hak anak inisecara rinci dapat ditemukan di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentangKesejahteraan Anak, yaitu (1) hak ataskesejahteraan, perawatan, asuhan danbimbingan berdasarkan kasih sayang, baikdalam keluarganya maupun di dalam asuhankhusus untuk tumbuh dan berkembang denganwajar, (2) hak atas pelayanan untukmengembangkan kemampuan dan kehidupansosialnya, sesuai dengan kebudayaan dankepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna, (3) hak ataspemeliharaan dan perlindungan, baik selamadalam kandungan maupun sesudah dilahirkan,dan (4) hak atas perlindungan terhadaplingkungan hidup yang dapat membahayakanatau menghambat pertumbuhan danperkembangannya dengan wajar.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, upayaperlindungan anak dapat dipahami sebagaiserangkaian kegiatan yang dilaksanakan untukmemenuhi sejumlah hak anak, agar terjaminkelangsungan hidupnya, terlindungi dariberbagai kondisi yang tidak menguntungkan,berkembangnya potensi diri anak danberkembangnya partisipasi dalam pengambilankeputusan menyangkut pribadi mereka. Atasdasar itu, maka upaya perlindungan anakdilaksanakan dengan berorientasi padasejumlah unsur tersebut, agar upaya yangdilakukan sesuai dengan yang diharapkan.

Upaya perlindungan anak dewasa ini perluterus ditingkatkan, seiring terjadinya perkem-bangan masyarakat dengan segala dampak-nya yang tidak menguntungkan bagi kehidupankeluarga dan anak. Meskipun belum ada datapasti tentang permasalahan anak Indonesia,namun media massa dan beberapa penelitiantelah mempublikasikan kasus per kasuspermasalahan yang dihadapi oleh anak, baikdi dalam maupun di luar lingkungan keluarga.Kasus tindak kekerasan terhadap anak,eksploitasi ekonomi maupun seksual terhadapanak, dan perdagangan anak adalah kasusyang dewasa ini seringkali terjadi (Societa,2006). Kondisi ini sangat mengancamkelangsungan hidup dan tumbuh kembanganak secara wajar sebagai generasi penerusdan sumber daya manusia di masa depan.Bahkan para pengamat kesejahteraan anakmengkhawatirkan kondisi ini sebagai ancamanterjadinya lose generation.

Sehubungan dengan permasalahantersebut, penelitian ini dilakukan dalam upayamengetahui permasalahan dan upayaperlindungan anak, khususnya di NusaTenggara Barat. Penelitian ini bersifat kasus,sehingga penentuan lokasi bersifat purposivedengan pertimbangan bahwa, di provinsi initerdapat berbagai isu tentang perlindungananak. Hasil penelitian ini diharapkanmemberikan kontribusi secara teoritis maupunpraktis terkait dengan upaya perlindungan anakdi Indonesia.

I I . METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif, men-deskripsi permasalahan anak dan upayaperlindungan yang dilakukan pada merekaoleh instansi pemerintah maupun masyarakatdi Nusa Tenggara Barat.

Informan dalam penelitian ini adalahpetugas instansi pemerintah yang menyeleng-garakan program pelayanan sosial anak diprovinsi maupun kabupaten kota, pengelolapanti sosial dan petugas pada LembagaPerlindungan Anak (LPA) provinsi maupunkabupaten/kota serta Badan Pusat Statistik.Informan tersebut ditentukan secara purposivedengan mempertimbangkan ketersediaan datadan informasi tentang permasalahan danprogram-program perlindungan anak di NusaTenggara Barat.

3

Perlindungan Anak di Nusa Tenggara Barat (Suradi)

Teknik pengumpulan data yang digunakanadalah (a) studi dokumentasi terhadapdokumen tertulis, hasil-hasil penelitian yangtelah dilakukan, perundang-undangan danliteratur lainnya yang mendukung tujuanpenelitian, (b) wawancara mendalam yangdilakukan untuk memperoleh informasi yangobyektif dan mendalam tentang permasalahandan program perlindungan anak.

Data yang telah dikumpulkan, kemudiandiolah berdasarkan kategori data yang telahditentukan. Kemudian dianalisis dengan teknikanalisa kualitatif, yaitu menguraikan esensi dansubstansi yang tertuang dalam konsep-konsep,sebagai hasil penelitian, yaitu (1) identifikasipermasalahan anak, (2) identifikasi program-program perlindungan anak yang diseleng-garakan oleh pemerintah maupun masyarakat,dan (3) faktor-faktor yang mendukung konsep-konsep temuan lapangan.

I I I. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Geografi danDemografi

Nusa Tenggara Barat terdiri dari PulauLombok dan Pulau Sumbawa, dengan luaswilayah 20.153,15 km2. Batas wilayah sebelahutara dengan Laut Jawa dan Laut Flores;sebelah selatan dengan Samudera Indonesia;sebelah barat dengan Selat Lombok/ProvinsiBali; dan sebelah timur dengan Selat Sape/Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua kotadan tujuh kabupaten, yaitu Kabupaten LombokBarat, Lombok Tengah, Lombok Timur,Sumbawa, Dompu, Bima Sumbawa Barat, KotaMataram dan Kota Bima. Berdasarkan datahasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)Biro Pusat Statistik (2005), penduduk NusaTenggara Barat pada tahun 2005 berjumlah4.143.292, dengan rincian 1.099.820 laki-lakidan 2.143.472.

Dari hasil SUSENAS itu pula diketahuipersentase penduduk umur 0 – 14 tahun sebesar32.52 persen, dan penduduk umur 15 – 64tahun sebesar 68,47 persen dan penduduk umurdi atas 65 tahun sebesar 4.37 persen.Kelompok terakhir ini dikategorikan kelompok

lanjut usia. Berdasarkan data tersebut, makastruktur penduduk Provinsi NTB sebagian besartermasuk pada usia produktif. Persoalan padadata tersebut adalah adanya kategori umur 15– 19 tahun yang di dalamnya termasuk umuranak. Sehubungan dengan itu, populasi anaksecara pasti tidak dapat ditemukan pada hasilSUSENAS tersebut.

Lapangan usaha penduduk NusaTenggara Barat bervariasi. Menurut BPS ProvinsiNusa Tenggara Barat (2005) penduduk 15tahun ke atas memiliki jenis usaha pertanian,pertambangan dan galian, industri, listrik, gasdan air; konstruksi, perdagangan, angkutan dankomunikasi; keuangan dan jasa. Dari berbagaijenis usaha tersebut, jenis usaha yangpersentasenya menonjol yaitu usaha pertaniansebesar 48,11 persen.

Tingkat pendidikan sebagian besar(76,71 %) penduduk Nusa Tenggara Barat relatifrendah, dimana mereka tidak pernah sekolahdan hanya menamatkan SD. Kemudianbedasarkan Indikator Kesejahteraan AnakProvinsi Nusa Tenggara Barat (2003), diperolehinformasi, bahwa tingkat partisipasi sekolahpenduduk usia 7 – 18 tahun dikelompokkanmenjadi tiga, yaitu kelompok usia 7-12 tahun(setingkat SD) sebesar 94,68 persen, kelompokusia 13-15 tahun (setingkat SLTP) sebesar 72,33persen dan kelompok usia 16-18 tahun(setingkat SLTA) sebesar 42,96 persen.

B. Gambaran Umum Populasi anak

Data anak pada Nusa Tenggara BaratDalam Angka (BPS Prov, NTB, 2005), tidakdapat diketahui secara pasti, karena adakategori kelompok anak (17 tahun) yangdisajikan pada kelompok umur 15-19 tahun.Data anak umur 0-18 tahun berjumlah1.800.380 anak atau 43,45 persen daripopulasi penduduk. Dari jumlah tersebutsebanyak 911.949 anak atau 50,65 persenadalah laki-laki dan sebanyak 888.381 anakatau 49,35 persen adalah perempuan.

Kemudian populasi anak umur 7-18 tahunmenurut tingkat pendidikan, sebanyak 573.875orang berpendidikan Sekolah Dasar, 282.317orang berpendidikan SLTP dan 261.643 orangberpendidikan SLTA. Data populasi anakmenurut tingkat pendidikan dapat dilihat padadiagram 1.

4

Dari jumlah populasi tersebut, sebanyak50 persen anak tinggal di perdesaan denganrincian 49,66 persen laki-laki dan 50,34 persenperempuan. Kemudian 50 persen anak tinggaldi perkotaan dengan rincian 51,21 persen laki-laki dan 48,79 persen perempuan.

Hubungan antara anak dengan KepalaRumah Tangga dicermati dari posisi anakterhadap Kepala Rumah tangga, yaitu anak(kandung, tiri, angkat), lainnya (cucu, famili)dan sebagai Kepala Rumah Tangga. MenurutProfil Anak Nusa Tenggara Barat (BPS, 2004)sebanyak 88,83 persen anak memilikihubungan dengan Kepala Rumahtanggasebagai anak, baik anak kandung, tiri maupunanak angkat, sebagaimana tampak padadiagram 2. Data tersebut menggambarkan,bahwa sebagian besar anak-anak di NusaTenggara Barat memperoleh pengasuhan dariorang-orang dewasa terdekat dalam sebuahkeluarga. Meskipun angkanya tidak signifikan,terdapat anak-anak yang menjadi KepalaRumah Tangga. Mereka tentu saja menghadapiberbagai masalah yang berkaitan denganproses pertumbuhan dan perkembangannya,karena terbebani oleh tugas dalam keluargayang selayaknya dikerjakan orang dewasa.

Kemudian menurut kegiatannya, terdapatberbagai jenis aktivitas yang dilakukan anak,yaitu sekolah, bekerja, menganggur, mengurusrumah tangga dan lainnya. Data jenis kegiatananak dapat dilipat pada tabel 1.

Tabel 1

PERSENTASE ANAK 7-18 MENURUTKEGIATAN

573,975

282,317 261,643

- 200,000 400,000 600,000 SD

SLTA

DIAGRAM 1:TINGKAT PENDIDIKAN ANAK

7-18 TAHUN

DIAGRAM 2 :HUBUNGAN ANAK DGN KEPALA RUMAH

TANGGA

88.83

10.63 0.34 ANAKLAINNYAKRT

NO JENIS KEGIATAN PERSENTASE

1 SEKOLAH 61.76

2 BEKERJA 21.11

3 MENGANGGUR 10.18

4 MENGURUS RT 2.64

5 LAINNYA 4.30

Sumber : BPS, Profil Anak Prov. NTB, 2004.

Sebagian besar atau 61,76 persen anakdi Nusa Tenggara Barat melakukan kegiatansekolah. Kemudian sebesar 21,11 persen anak-anak sudah tidak sekolah lagi dan merekamemiliki kegiatan bekerja atau menjadi pekerjaanak. Mereka tentu mengalami berbagaimasalah, baik secara pribadi yaitu yang terkaitdengan proses tumbuh kembang; maupunberbagai resiko yang dihadapi di tempat kerja.Selain itu, mereka juga merupakan kelompokyang potensial menghadapi tindak kekerasanataupun dieksploitasi secara ekonomi olehorang dewasa.

Sebagimana disajikan dalam data padatabel 1 di atas, di Nusa Tenggara Barat terdapatanak umur 7-18 tahun yang bekerja sebanyak21,11 persen atau berkisar 380.000 orang.Anak yang bekerja tersebut tersebar di seluruhkabupaten/kota di Provinsi Nusa TenggaraBarat.

Dari sembilan kabupaten/kota tersebut,Lombok Barat dan Kota Mataram merupakandaerah yang memiliki data signifikan untuk anakyang berusaha dan sebagai buruh/karyawan.Hal ini berhubungan dengan status kedua kotatersebut, yaitu sebagai kota pariwisata yangbanyak menawarkan lapangan pekerjaan bagianak-anak. Berbagai jenis usaha anak-anaktersebut seperti membuat kerajinan tangan danmenjajakannya di daerah-daerah wisata,menjadi pemulung, dan kusir cidomo. Berbagai

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 1-17

5

jenis usaha anak-anak tersebut pada umumnyadilakukan jauh dari pantauan orang tuanya.Oleh karena itu, mereka potensial mengalamieksploitasi secara ekonomi, seksual maupuntindak kekerasan dari orang dewasa.

C. Anak Yang MemerlukanPerlindungan

1. Korban Eksploitasi

Hasil studi LPA Provinsi NusaTenggara Barat (2003) menemukan anakyang mengalami eksploitasi berjumlah373 orang. Anak perempuan berjumlah225 orang dan anak laki-laki berjumlah148 anak. Kemudian menurut umur, padakategori umur 5-12 tahun berjumlah 93anak; umur 13-15 tahun berjumlah 133anak dan umur 15-18 tahun berjumlah147 anak. Berdasarkan kelompok umurini, maka kelompok remaja (13-18 tahun)lebih banyak menjadi korban eksploitasidibandingkan dengan kelompok anak-anak. Sebagaimana dikemukakansebelumnya, bahwa jumlah anak yangbekerja dan sebagai buruh/karyawansebagian besar terdapat di KabupatenLombok Barat dan Kota Mataram,dimana kedua kota ini sebagai daerahpariwisata.

Terdapat lima lokasi wisata yangmenurut temuan LPA Provinsi NusaTenggara Barat sebagai lokasi terjadinyaeksploitasi anak, yaitu Bayu Molek terjadi115 kasus, Otak Kokok 14 kasus, Sade56 kasus, Gili 118 kasus dan Senggigi 70kasus. Berdasarkan data tersebut adakorelasi antara tingkat keramaian dantersedianya fasilitas wisata dengan jumlahkasus eksploitasi. Semakin ramai lokasiwisata, semakin tinggi jumlah kasuseksploitasi. Hal ini menunjukkan lemahnyakontrol sosial masyarakat, dan terjadinyapenguatan orientasi kehidupan ekonomismasyarakat. Akibat dari orientasi ekonomimasyarakat yang kuat ini, maka anak-anak ditarik ke dalam dunia usaha, tanpamempertimbangkan hak-hak mereka. Halini juga menunjukkan lemahnya sistempengawasan dan perlindungan sosial

oleh pemerintah daerah terhadapanak-anak, khususnya mereka yangmenjalankan usaha di lokasi wisata.Korban eksploitasi menurut lokasi dan jeniskelamin ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

KORBAN EKSPLOITASI MENURUT LOKASI

DAN JENIS KELAMIN

JENIS KELAMIN

LAKI-LAKI PEREMPUAN

NO

LOKASI

F % F %

JMLH

1 BAYU MOLEK 100 86,96 15 13,64 115

2 OTAK KOKOK 2 14,29 12 85,71 14

3 SADE 33 58,93 23 41,07 56

4 GILI 58 49,15 60 51,85 118

5 SENGGIGI 32 45,71 38 54,29 70

JUMLAH 225 60,32 148 39,68 373

Sumber : LPA Provinsi NTB, 2003.

DIAGRAM 3 :

INISIATOR TERJADINYA EKSPLOITASI

60%

20%

12%

5%3%

SENDIRI BAPAK

IBU FAMILI

ORANG LAIN

Di lima lokasi eksploitasi tersebutditemukan 17 jenis tindakan yangdikategorikan sebagai eksploitasi ekonomidan eksploitasi seksual. Pada kasuseksploitasi ekonomi, pengrajin sebanyak115 kasus, pedagang souvenir 59 kasus,pedagang asongan 39 kasus, pelayan ho-tel 35 kasus dan nelayan 29 kasus.Kemudian pada kasus eksploitasi seksual,anak yang dilacurkan dengan 16 kasus ,dijual dan disodomi masing-masingdengan 3 kasus.

Terjadinya kasus eksploitasi tersebutdipicu oleh inisiator. Berdasarkan hasilstudi LPA Provinsi Nusa Tenggara Barat,sebagai inisiator terjadinya eksploitasiterhadap anak adalah diri anak sendiri,bapak, ibu, famili dan orang lain. Datainisiator tersebut dapat dilihat padadiagram 3.

Perlindungan Anak di Nusa Tenggara Barat (Suradi)

6

Inisiatif dari diri anak sendirisebanyak 155 kasus (60 %), Bapak 32kasus (12 %), Ibu 53 kasus (20 %), famili7 kasus (3 %) dan orang lain 12 kasus (5%). Dalam kasus eksploitasi ini, selainberasal dari diri sendiri, orang terdekat,yaitu bapak, ibu dan famili juga menjadiinisitator yang cukup besar yaitu 35 persen.Data ini menggambarkan bahwa fungsiekonomi keluarga tidak dapat dilak-sanakan dengan baik, terutama oleh ayahsebagai pencari nafkah utama. Hasil studiLPA Provinsi Nusa Tenggara Barat (2003)berhasil menghimpun informasi, bahwafaktor ekonomi ini tidak hanya menjadipenyebab terjadinya eksploitasi ekonomiterhadap anak-anak, akan tetapi jugasebagai faktor penyebab terjadinyaeksploitasi seksual. Selain itu, terjadinyaeksploitasi seksual terhadap anakdisebabkan adanya penipuan yangdilakukan oleh oknum. Seperti yang terjadipada kasus penipuan terhadap anakperempuan dari Pulau Jawa, dimanadijanjikan bekerja sebagai penjaga wartel,pelayan toko dan restoran dengangaji besar di Pulau Lombok. Padakenyataannya mereka dipekerjakan diPulau Lombok di tempat-tempat hiburandan dilacurkan.

2. Korban Tindak Kekerasan

Hasil LPA Provinsi Nusa TenggaraBarat (2003) menemukan kasus tindakkekerasan terhadap anak dengan korbansebanyak 125 orang. Berdasarkan jeniskelamin, korban tindak kekerasanterhadap anak laki-laki berjumlah 79 or-ang (63,20 %) dan anak perempuanberjumlah 46 orang (36,80 %).

Kemudian menurut umur, padakelompok umur 7-12 tahun maupun padakelompok umur 13-18 tahun jumlahkorban sama banyak, yaitu masing-masing 61 orang atau 48,8 persen.Sedangkan pada kelompok umur 0-6tahun sebanyak 3 orang atau 2,4 persen.

Berdasarkan status pendidikan,sebagian besar termasuk kategori rendah,yaitu mulai dari tidak pernah sekolahsampai dengan putus sekolah (dropout)pada tingkat SLTA. Data tentang statuspendidikan korban tindak kekerasandapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

STATUS PENDIDIKAN KORBAN KEKERASAN

STATUS PENDIDIKAN

TDK PERNAH

SEKOLAH

DO

SD SD

DO

SMP SMP

DO

SMA SMA

8

(6,40%)

3

(2,40%)

22

(17,60%)

22

(17,60%)

15

(12%)

38

(30,40%)

17

(13,60%)

Sumber : LPA Provinsi NTB, 2003.

Berbagai bentuk tindak kekerasanterhadap anak ditemukan di Provinsi NusaTenggara Barat, mulai dari kekerasan fisik,psikis hingga menghilangkan nyawa. LPAProvinsi Nusa Tenggara Barat berhasilmengidentifikasi 11 jenis tindak kekerasanterhadap anak, yaitu penipuan, ancaman,pemukulan, pencabulan perkosaan,pembunuhan, pembuangan, penjualan,penelantaran, deskriminasi dan eksploitasi.Dari berbagai jenis tindak kekerasantersebut, kasus yang cukup mencolok yaituancaman (34 kasus), pemukulan (66kasus), eksploitasi (36 kasus), penipuan (14kasus) dan perkosaan (12 kasus).

Selain data hasil studi LPA Provinsi(2003), LPA juga menghimpun data dariberbagai media massa lokal, antara lainLombok Post. Ada tiga jenis bentuk tindakkekerasan yang berhasil dihimpun olehmedia massa lokal, yaitu kekerasan fisik,seksual dan fisik bersama-samadengan seksual. Tindak kekerasan fisikyaitu penganiayaan, pembunuhan,pembuangan bayi dan pembunuhandisertai dengan pembuangan. Tindakkekerasan seksual, yaitu pemerkosaan,

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 1-17

7

pencabulan dan sodomi. Sedangkantindak kekerasan fisik bersamaan denganseksual, yaitu pemerkosaan yang diikutidengan pembunuhan.

Meskipun secara kuantitas jumlahkasus tahun 2004 meningkat dibanding-kan dengan tahun 2003, yaitu dari 36kasus menjadi 59 kasus, namun terdapatkasus kekerasan yang mengalamipenurunan, yaitu pembuangan bayi,pembunuhan dan pembuangan, sertapencabulan. Kasus penganiayaan danpembunuhan yang terjadi pada tahun2003, tidak terjadi lagi pada tahun 2004.Sebaliknya muncul kasus baru yang padatahun 2003 tidak ada, tetapi muncul padatahun 2004 yaitu, sodomi dan pemer-kosaan yang diikuti dengan pembunuhan.

Tindak kekerasan menimbulkanpenderitaan bagi para korbannya.Penderitaan yang dirasakan oleh korban,selain secara fisik, psikis dan sosial, bahkanmenghilangkan nyawa. Pen-deritaan fisikseperti luka ringan/memar/lecet, lukaberat dan cacat. Sedangkan penderitaanpsikis dan sosial seperti strees, malu dankehilangan kesempatan untuk bermainserta sekolah. Berdasarkan jenispenderitaan ini dapat diketahui lamanyakorban menderita akibat tindak kekerasan.Penderitaan fisik, tentu tidak memerlukanwaktu yang lama untuk pemulihannya,kecuali luka berat atau cacat permanen.Sedangkan penderitaan psikis dan sosial,proses penyembuhannya biasanyamemerlukan waktu lama, terlebih padakorban yang terenggut kehormatannya.Data tentang jenis penderitaan korbantindak kekerasan dapat dilihat padatabel 4.

Pelaku tindak kekerasan terhadapanak, bukanlah orang yang secara sosialjauh dari anak. Pelakunya adalah orangdewasa yang kenal akrab dengan anak,dan bahkan tinggal dalam satu rumah.Kenyataan ini menunjukkan kondisikontradiksi, dimana semestinya anakmemperoleh perlakuan baik di dalamlingkungan rumah tangga, justru yangterjadi malah sebaliknya. Mereka menjadikorban tindak kekerasan yang me-nimbulkan penderitaan fisik, psikis dansosial. Berdasarkan studi LPA Provinsi NusaTenggara Barat (2003), terdapat 12kelompok yang menjadi pelaku tindakkekerasan terhadap anak, yaitu ayah danibu kandung, ayah dan ibu tiri, saudaralain (kakek, paman, bibi, kerabat), guru(sekolah, mengaji), tetangga, atasan danorang tidak dikenal.

Data tentang hubungan pelakutindak kekerasan dengan korban dapatdilihat pada tabel 5. Pada tabel tersebut,hubungan pelaku dengan korban yangfrekuensinya menyolok yaitu dilakukanoleh ibu dan ayah kandung, masing-masing 34 kasus, guru sekolah 26 kasus

Tabel 4

JENIS-JENIS PENDERITAAN KORBAN

TINDAK KEKERASAN

NO JENIS PENDERITAAN F %

1 Strees 46 23,47

2 Merasa dipermainkan 39 19,90

3 Luka ringan/memar/lecet 35 17,86

4 Luka berat 5 2,55

5 Cacat permanen 1 0,51

6 Terbunuh 1 0,51

7 Terenggut kehormatannya 7 3,57

8 Kehilangan waktu bermain 24 12,24

9 Kehilangan waktu sekolah 31 15,82

10 Penderitaan lainnya 7 3,57

Ket : Jawaban lebih dari 1

Perlindungan Anak di Nusa Tenggara Barat (Suradi)

8

dan orang tidak dikenal 19 kasus. Pelakumulai nomor 1 sampai dengan nomor 10adalah orang-orang yang masih punyahubungan kekerabatan dan ikatanemosional. Situasi ini menunjukkan,bahwa lingkungan keluarga merupakanlingkungan sosial yang potensialmelakukan tindak kekerasan terhadapanak.

Tabel 5

HUBUNGAN PELAKU DENGAN KORBAN

TINDAK KEKERASAN

(dua) kasus dilakukan oleh orang lokalyang kasusnya telah ditangani oleh pihakberwajib. Pada tahun 2006 terjadi kasussodomi terhadap seorang anak yangdilakukan oleh empat orang Australia.Saat ini korban memperoleh advokasisosial dari LPA provinsi maupun LPAKabupaten Lombok Barat. Selain itu LPAjuga memberikan pendampingan kepadakorban dalam proses peradilan diPengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat.

4. Wabah Incest

Tim penelitian Lembaga Perlin-dungan Anak Provinsi pada tahun 2003mencatat, terdapat 23 kasus dari 35 kasuskekerasan seksual terhadap anak,dilakukan oleh orang-orang yang masihmemiliki hubungan darah dengan korban.Pada tahun 2006 terjadi kasuspemerkosaan, yaitu antara anak denganayah kandung. Pada saat ini korbansedang hamil 6 bulan dan dititipkan olehLPA di Panti Sosial Tresna WerdhaMataram. Secara intensif ia memperolehpelayanan pendampingan dari tenagaLPA provinsi maupun LPA KabupatenLombok Barat.

5. Anak Berkonflik dengan Hukum

Selain sebagai korban dari eks-ploitasi, tindak kekerasan, phaedophiliadan incest, pada kenyataannya anak-anakjuga dapat sebagai pelaku. Bahkanterjadinya beberapa kasus tindak kriminalpelakunya adalah anak-anak. Data yangdihimpun oleh LPA Nusa Tenggara Baratdari Bapas Mataram menyebutkan ada11 jenis kasus yang dilakukan anak-anak,sehingga mereka disebut sebagai anakyang berkonflik dengan hukum. Beberapajenis kasus tersebut dapat dilihat padatabel 6. Data pada tabel tersebutmenunjukkan jenis kasus hukum yangfrekuensinya sangat menyolok adalahpencurian dengan 25 kasus dan menyusulnarkotika dengan 8 kasus. Kasus-kasustersebut ditangani penegak hukum dalamhal ini Kepolisian Daerah (Polda NTB) danKepolisian Resort (Polres kabupaten/ kotalokasi kejadian).

NO HUBUNGAN DG PELAKU F %

1 Ayah kandung 34 22,52

2 Ibu kandung 34 22,52

3 Ayah tiri 4 2,65

4 Ibu tiri 2 1,32

5 Kakek 4 2,65

6 Saudara/Misan 2 1,32

7 Paman/bibi/kerabat lain 8 5,30

8 Guru sekolah 26 17,22

9 Guru mengaji 9 5,96

10 Tetangga 4 2,65

11 Atasan/pengawas tempat bekerja 5 3,31

12 Orang lain tidak dikenal 19 12,58

Sumber : LPA Provinsi NTB, 2003.

Keluarga yang mestinya menjaditempat pertama dan utama bagi anakuntuk memperoleh pemenuhan kebutuhansosial dasar, hak-hak dan perlindungan,sebaliknya menjadi tempat penyiksaandan penjara bagi anak-anak. Ayah danibu kandung yang berfungsi memberikanperlindungan terhadap anak-anaknya,justru sebaliknya. Mereka bagaikan “mon-ster” yang menakutkan dan mengancamkehidupan anak-anaknya. Demikian pulaayah dan ibu tiri, kakek, paman, bibi dankerabat, dimana keberadaanya dapatmendukung anak untuk memperolehkebutuhan, hak dan perlindungan, justrusebaliknya menjadi ancaman terhadapkelangsungan pertumbuhan dan per-kembangan anak tersebut.

3. Phaedophilia

Tim Peneliti Lembaga PerlindunganAnak Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun2003 menemukan 7 kasus phaedophiliayang dilakukan oleh orang asing, dan 2

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 1-17

9

Polda dan Polres di wilayah NusaTenggara Barat mencatat secara kumulatifterjadinya peningkatan jumlah kasus anakyang berkonflik dengan hukum pada tahun2003 dibandingkan tahun 2004. Kasusyang mengalami peningkatan adalahpenganiayaan, pemerkosaan,pembunuhan dan penculikan. Sedangkankasus yang mengalami penurunan adalahaborsi, pencabulan, incest, melarikananak, dan pencemaran nama baik.

6. Anak dengan Status Gizi Buruk

Permasalahan yang terkait denganpemenuhan kebutuhan sosial dasar anakadalah status gizi balita. Dinas KesehatanProvinsi Nusa Tenggara Barat (2005)menyajikan data mengenai status gizibalita, yang dikategorikan ke dalam GiziBuruk, Gizi Kurang, Gizi Baik dan GiziLebih. Data mengenai status gizi balita diNusa Tenggara Barat ini secara umumdapat dilihat pada diagram 4.

Dalam upaya mengetahui status gizibalita, balita (0-59 bulan) yang menjadisampel pendataan sebanyak 498.095anak. Balita yang memiliki status gizi burukberjumlah 6,58 persen, gizi kurang 2,62persen, gizi normal 68,56 persen dan gizilebih 2,24 persen. Artinya, balita yangmenghadapi masalah status gizi tidak nor-mal berjumlah 31,44 persen. Persoalanstatus gizi balita sangat berkaitan denganproses pertumbuhan dan perkembangananak selanjutnya, baik terkait denganaspek fisik, mental dan kecerdasan.Kondisi ini perlu penanganan secarakomprehensif, yang tujuan jangkapendeknya agar anak-anak segeratercukupi asupan/kebutuhan gizinya.Tujuan jangka menengah supaya anaktumbuh kembang secara normal sesuaidengan fase-fase kehidupannya.Sedangkan tujuan jangka panjangmerupakan sebuah upaya untukmenyelamatkan generasi muda sebagaisumber daya pembangunan di masadepan.

7. Anak Penyandang Masalah KesejahteraanSosial

Berdasarkan data pada Profil AnakNusa Tenggara Barat ( 2004), anak umur0-18 tahun di provinsi Nusa TenggaraBarat berjumlah 1.800.380 orang.Sebagian dari jumlah tersebut hidupnyatidak beruntung, sehingga merekatermasuk kelompok Penyandang MasalahKesejahteraan Sosial (PMKS). Tidaktercukupi kebutuhan sosial dasar danhak-haknya sebagaimana anak-anakumumnya.

Tabel 6

JENIS KASUS ANAK YANG BERKONFLIK

DENGAN HUKUM

NO JENIS KASUS JUMLAH

1 Pencurian 25

2 Penganiayaan 2

3 Pemerkosaan/kesusilaan 3

4 Kecelakaan lalu lintas 3

5 Penggelapan 3

6 UU Darurat 3

7 Pembunuhan -

8 Pengeroyokan 3

9 Pengedaran uang palsu 2

10 Pemalsuan mata uang 1

11 Narkotika 8

JUMLAH 55

Sumber : LPA Provinsi NTB, 2003.

DIAGRAM 4 :

STATUS GIZI BALITA

22.626.582.24

68.56

GIZI BURUK GIZI KURANG

GIZI NORMAL GIZI LEBIH

Perlindungan Anak di Nusa Tenggara Barat (Suradi)

10

Dinas Sosial dan PemberdayaanPerempuan Provinsi Nusa Tenggara Barat(2005) mencacat jumlah anak-anak yangtermasuk ke dalam PMKS sebanyak277.147 anak (minus KabupatenSumbawa Barat), yang terdiri dari balitatelantar 27.903 anak, anak telantar231.160 anak, anak korban tindakkekerasan 195 anak, anak nakal 8.473anak, anak jalanan 8.041 anak dan anakcacat 277 anak. Dari data tersebut PMKSrumpun ketelantaran (neglected children)yang terdiri dari balita telantar, anaktelantar, dan anak jalanan jumlahnyasangat dominan yaitu sebesar 267.104anak. Data PMKS anak tampak padatabel 7.

Tabel 7

PMKS MENURUT KABUPATEN/KOTAKhusus PMKS anak yang termasuk

rumpun ketelantaran, pada umumnyaberasal dari rumah tangga miskin.Kemiskinan menyebabkan rumah tanggatersebut tidak mampu memenuhikebutuhan sosial dasar, hak danperlindungan kepada anak-anak mereka.Bahkan di antara mereka mendoronganak-anaknya menjalankan kegiatanekonomi di jalanan atau yang kemudiandikenal dengan anak jalanan (streetchildren).

8. Partisipasi Sekolah Anak

Dinas Pendidikan, Pemuda danOlahraga (2005) mencatat, bahwa darisiswa SD yang berjumlah 5.485 anak,angka putus sekolah sebesar 1.00 persen,siswa SLTP berjumlah 3.901 anak, angkaputus sekolah sebesar 2.73 persen, siswaSMA berjumlah 3.190 anak angka putussekolah sebesar 4.61 persen dan siswaSMK 1.401 anak, angka putus sekolahsebesar 7.87 persen. Semakin tinggitingkat pendidikan, semakin tinggi pulaangka putus sekolah penduduk. Angkatersebut memperkuat data sebelumnya,bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan,angka melanjutkan semakin rendah danangka putus sekolah semakin tinggi.

NO KABUPATEN/KOTA JUMLAH

1 LOMBOK BARAT 103,267

2 LOMBOK TENGAH 51,830

3 LOMBOK TIMUR 89,401

4 SUMBAWA 1,503

5 DOMPU 10,728

6 BIMA 12,166

7 KOTA MATARAM 3,893

8 KOTA BIMA 4,359

9 SUMBAWA BARAT 0

JUMLAH 277,147

Sumber : Dinas Sosial dan PP Provinsi NTB, 2005.

Tabel 8

PMKS MENURUT JENIS KELAMIN

JENIS KELAMIN NO

JENIS

PMKS LAKI-LAKI PERMP JML

1 BT 20,885 7,018 27,903

2 AT 116,203 114,957 231,160

3 AKK 44 151 195

4 AN 5,163 3,310 8,473

5 ANJAL 5,528 3,611 9,139

6. PACA - - 277

JUMLAH 147,823 129,047 277,147

Sumber : Dinas Sosial dan PP , NTB, 2005.

Data sebagaimana menunjukkanjumlah PMKS anak di Nusa TenggaraBarat, yaitu sebesar 15.38 persen daripopulasi anak. PMKS paling menyolokterdapat di Kabupaten Lombok Barat,Kabupaten Lombok Tengah dan LombokTimur.

Dilihat dari kategori jenis kelamin,PMKS anak laki-laki lebih besardibandingkan dengan PMKS anakperempuan, sebagaimana terlihat padatabel 8.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 1-17

11

Angka Partisipasi Murni (APM) danAngka Partisipasi Kasar (APK) merupakanindikator yang juga menunjukkankemajuan bidang pendidikan pendudukProvinsi Nusa Tenggara Barat. AngkaPartisipasi Murni (APM) adalah jumlahsiswa usia tertentu dibandingkan denganjumlah penduduk usia tertentu padajenjang pendidikan tertentu. Sebagaicontoh rumus untuk menentukan APM SDadalah :

Siswa SD usia 7-12 tahun X 100 %Penduduk usia 7-12 tahun

Rumus tersebut berlaku juga untukmenentukan APM SLTP maupun APM SLTA.Sedangkan Angka Partisipasi Murni (APK)adalah jumlah seluruh anak yang sekolahdibandingkan dengan jumlah pendudukusia tertentu. Sebagai contoh rumus untukmenentukan APM SD adalah :

APK SD = Seluruh siswa SD x 100% Penduduk usia 7-12 tahun

Kemudian diiketahui, bahwa anakusia 7-12 tahun (SD) berjumlah 573.975anak, usia 13-15 tahun (SLTP) berjumlah282.317 anak dan usia 16-18 tahun(SLTA) berjumlah 261.643 anak.Berdasarkan data penduduk padausia sekolah dan jumlah siswa, makaAPK dan APM untuk masing-masingtingkat pendidikan dapat dilihat padadiagram 5.

Data pada diagram 5 tersebutmenunjukkan, bahwa semakin tinggitingkat pendidikan, APK maupun APMsemakin menurun yang berarti angkapartisipasi sekolah semakin rendah.Rendahnya angka partisipasi sekolahpada tingkat pendidikan SLTA tersebutdiduga terkait dengan ketidakmampuanorang tua membiayai pendidikananaknya. Hal ini berkaitan denganmata pencaharian penduduk, dimanaprosentase terbesar di sektor pertanian,dan cukup tingginya rumah tangga miskin,yaitu 327.565 KK (1.637.825 jiwa) atau39.53 persen (Dinkesos dan Pember-dayaan Perempuan Provinsi NTB, 2005).

Berbagai permasalahan anak yangterjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barattersebut sudah kompleks, baik dilihat darikondisi yang melatarbelakangi maupundampaknya bagi korban dan masyarakatpada umumnya. Nusa Tenggara Barat disatu sisi sebagai daerah wisata yangsangat terbuka terhadap masuknya gayahidup kekotaan, dan di sisi lain masihtingginya keluarga miskin, merupakankondisi yang potensial mendorongterjadinya berbagai permasalahan anak.Kondisi ini dapat menjadi dasar dalammenentukan bentuk-bentuk pelayanandalam upaya perlindungan anak.

D. Upaya Perlindungan Anak

1. Pelayanan Sosial Anak dalam Panti Sosial

Panti milik masyarakat yangmengasuh anak telantar tersebar didelapan dari sembilan kabupaten/kota diseluruh Nusa Tenggara Barat. Daridelapan kabupaten/kota, jumlah pantiasuhan adalah 200 unit yang mengasuh10.191 anak atau 36,52 persen daripopulasi anak telantar di seluruh ProvinsiNusa Tenggara Barat yang berjumlah27.095 anak. Selain panti masyarakatyang mengasuh anak telantar, di NusaTenggara Barat juga terdapat 3 panti cacatmilik masyarakat yang mengasuh 95 anak.

107,4

96,65

83,04

66,08

48,61

38,84

0

50

100

150

SD SLTP SLTA

DIAGRAM 5 : APK DAN APM SD, SLTP DAN SLTA

APK APM

Perlindungan Anak di Nusa Tenggara Barat (Suradi)

12

Sedangkan panti milik pemerintahdaerah yang mengasuh anak ada tigajenis panti, yaitu panti asuhan bagi anaktelantar, panti anak yang mengalamihambatan dalam sekolahnya dan pantibagi anak putus sekolah.

Kemudian panti milik pemerintahpusat yang mengasuh anak adalah PantiSosial Marsudi Putra Paramita Mataram.Panti ini mengasuh anak nakal sebanyak100 anak yang seluruhnya laki-laki.

Dari ketiga kategori panti sosial yaitumiliki masyarakat, pemerintah daerah danpemerintah pusat, anak yang diasuhseluruhnya berjumlah 10.646 anak atau38.45 persen. Dengan demikian masihterdapat 17.041 anak atau 61.55 persenanak penyandang masalah kesejahteraansosial di Nusa Tenggara Barat tidakterjangkau pelayanan panti sosial.Sebagian dari mereka itu ditangani olehLPA dan pemerintah melalui sistem nonpanti.

2. Program Bantuan Sosial bagi Anak

Sebagai wujud tanggung jawabnegara terhadap anak, pemerintah cqDepartemen Sosial memberikan bantuankepada panti melalui Dinas Sosial danPemberdayaan Perempuan Provinsi NusaTenggara Barat bagi anak penyandangmasalah sosial, baik panti sosial milikmasyarakat maupun pemerintah daerah.Melalui bantuan ini diharapkan pantisosial mampu bertahan dan mening-katkan jangkauan serta kualitaspelayanannya, sebagai bagian dari upayaperlindungan anak.

a. Bantuan Subsidi Panti/BBM

Subsisi Panti di Nusa Tenggara Baratmenjangkau 203 panti asuhan dan pantianak cacat. Namun demikian subsiditersebut pada praktiknya hanyamenjangkau sebagian dari jumlah klienpanti sosial. Dari jumlah panti 203 unitdengan jumlah klien 10.286 anak, yangmemperoleh subsidi sebanyak 6.712 anakatau 65.25 persen dengan alokasi subsididihitung per anak sebesar Rp. 2.250 x 30hari x 12 bulan. Artinya, sebanyak 34,66persen anak kebutuhan makanannya

ditanggung oleh pihak panti sosial sendiri.Berdasarkan hasil monitoring yangdilakukan oleh petugas pelaksana subsidipanti, pada praktiknya subsidi yangditerima oleh panti dimanfaatkan olehseluruh anak panti dalam upayameningkatkan kualitas makanan danpemberian makanan tambahan.

Untuk mengetahui pemanfaatansubsidi panti tersebut, pihak panti setiapbulan membuat laporan secara tertulisyang disampaikan kepada petugaspelaksana subsidi panti pada SeksiPelayanan Anak. Berdasarkan laporantertulis, seluruh panti penerima subsidi telahmenerima dan memanfaatkan subsidisesuai dengan pedoman yang telahditentukan. Namun disinyalir ada indikasipenyalahgunaan pemanfaatan subsidipanti tersebut.

b. Bantuan Usaha Ekonomis Produktif

Terbatasnya daya panti sosialmenyebabkan tidak semua anak telantarmemperoleh pelayanan melalui sistempanti sosial. Menyadari keterbatasantersebut, pemerintah cq Departemen Sosialmelalui Dinas Sosial dan PemberdayaanPerempuan Provinsi Nusa Tenggara Baratmenyalurkan bantuan bagi anak telantarmelalui sistem non panti. Melalui bantuanini anak telantar putus sekolah diarahkanagar mampu mengelola usaha ekonomiproduktif.

Bantuan yang disalurkan dalamsatuan paket usaha seluruhnya berjumlah214 paket yang menjangkau 1.200 anaktelantar. Adapun bentuk paket yangdikelola oleh anak berupa dagangsembako, peternakan dan perbengkelan.Perkembangan dari bantuan berupapaket UEP ini tidak diperoleh, disebabkanmasih terbatasnya sistem administrasi.

3. Bantuan Pendidikan bagi Anak

Bantuan pendidikan anak merupa-kan program yang diselenggarakan olehpemerintah cq Departemen PendidikanNasional yang didekonsentrasikan melaluiDinas Pendidikan Pemuda dan OlahragaProvinsi Nusa Tengagra Barat. Program inidilaksanakan dengan tujuan agar anak

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 1-17

13

pada usia sekolah (7-18 tahun), terutamadari keluarga tidak mampu dapatbersekolah. Bentuk-bentuk program yangdilaksanakan adalah :

a. BOS ( Bantuan Operasional Sekolah)

Program ini sasarannya adalahsiswa SD/MI sederajat termasuk SLBsetingkat SD dan SLTP (sederajat). Padatahun 2006, jumlah siswa SD (sederajat)yang memperoleh BOS sebanyak606.171 anak dengan jumlah danasebesar Rp. 141.829.550.000.Sedangkan jumlah siswa SLTP (sederajat)yang memperoleh BOS sebanyak224.492 anak dengan jumlah danasebesar Rp. 74.326.400.000. Dana BOStersebut turun ke sekolah-sekolah melaluirekening sekolah, dan bukan rekeningpribadi kepala sekolah.

Apabila dana BOS tidak mencukupiRAPBS (Rencana Anggaran danPendapatan Belanja Sekolah), makasekolah dapat memungut dana dariKomite Sekolah berdasarkan rapat antarasekolah, Komite Sekolah beserta orang tuamurid.

Pemantauan dilakukan setiap enambulan, untuk mengetahui ketepatan waktupencairan dana, dan penggunaannya.Sampai saat ini (sejak 2004) belumditemukan kasus penyalahgunaan danaBOS tersebut.

b. Bantuan Khusus Murid (BKM)

BKM diberikan kepada siswa SLTAyang dilaporkan oleh sekolah yangbersangkutan sebagai siswa tidak mampu.Pada tahun 2006 siswa yang memperolehdana BKM sebanyak 22.640 anakdengan total dana sebesarRp. 17.659.200.000 yang bersumber daridana APBN.

c. Retrival

Bantuan yang diberikan kepadasiswa yang putus sekolah, agar merekamau sekolah kembali. Pada tahun 2006,siswa SLTP yang menerima program retrivalsebanyak 1.500 anak dengan jumlahbantuan Rp. 500.000 per anak, dan

mereka bebas biaya sekolah sampai lulusSLTP.

d. Transisi

Program ini diberikan bagi anak/siswa SD yang akan melanjutkan ke SLTP,dan berdasarkan keterangan sekolahmereka tidak mampu. Pada tahun 2006,siswa yang menerima program transisisebanyak 1.500 anak dengan jumlahbantuan sebesar Rp. 500.000 per anak.

e. Beasiswa

Program bantuan ini diberikankepada siswa SD dan SLTP yang menurutsekolah dinilai berprestasi. Beasiswa untuksiswa SD langsung dikelola oleh Pusat(Diknas) yang disalurkan kepada 1.600anak. Besarnya beasiswa Rp. 25.000 peranak per bulan. Kemudian beasiswa untuksiswa SLTP dikelola daerah (Dekon) yangdisalurkan kepada 500 anak denganbesar beasiswa Rp. 50.000 per anak perbulan selama 1 tahun.

Dari lima program yang diseleng-garakan oleh Dinas Pendidikan, Pemudadan Olahraga Provinsi Nusa TenggaraBarat, telah terjangkau sebanyak 858.403anak atau 76.81 persen dari total anakusia sekolah SD – SLTA yang berjumlah1.117.935 anak. Angka ini menunjukkanbahwa peran pemerintah daerah yangdidukung oleh Pusat masih cukup besar.Meskipun demikian program initampaknya belum cukup efektif, apabiladikaitkan dengan angka melanjutkan danpartisipasi sekolah yang cenderung terusmenurun secara signifikan, serta angkaputus sekolah yang cukup tinggi padasiswa SLTP dan siswa SLTA.

4. Bantuan Kesehatan dan Gizi bagi Anak

Dalam upaya mewujudkan masya-rakat sehat, terutama dalam hal inipemeliharaan kesehatan anak-anakbalita, pemerintah cq DepartemenKesehatan yang didekonsentrasikanmelalui Dinas Kesehatan Provinsi NusaTenggara Barat menyelenggarakanberbagai program yang dibagi ke dalamtahapan kegiatan, yaitu :

Perlindungan Anak di Nusa Tenggara Barat (Suradi)

14

a. Langkah Cepat Tanggap (LCT)1). Pekan penimbangan. Kegiatan ini

dilakukan di Posyandu untukmengetahui status gizi balitasekaligus mengidentifikasi kasusgizi buruk yang tidak dilaporkan.

2). Pendistribusian Makanan Pen-damping Air Susu Ibu (MP-ASI).

3). Penanganan kasus. Kasus giziburuk yang dijumpai ditanganisesuai dengan kondisinyayaitu diupayakan memberikanmakanan tambahan untukpemulihan selama 90 hari danmemberikan pengobatan sesuaidengan indikasinya.

b. Jangka Menengah dan Panjang(JMP)

Untuk jangka menengah dan jangkapanjang dilaksanakan melalui pe-ningkatan kegiatan : Revitalisasi Posyandu,Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi(SKPG) dan Pemantapan Sistem Ke-waspadaan Dini Kejadian Luar Biasa(SKD-KLB) Gizi buruk, serta revitalisasiPuskesmas.

c. Audit Kasus Gizi Buruk (AKGB)

Setiap kasus gizi buruk yangditemukan, diupayakan untuk diikutidengan pelaksanaan Audit oleh PetugasGizi Puskesmas meliputi hal-hal sebagaiberikut (1) Faktor non kesehatan yangmeliputi pendidikan dan pekerjaan orangtua, (2) jumlah anak/anak ke berapa, (3)tanda-tanda klinis, (4) riwayat penyakityang pernah diderita, (5) keadaan klinisgizi buruk yang ditemukan, (6) tandaXerophalmia, (7) faktor gizi yang meliputifaktor yang mempengaruhi terjadinya giziburuk dan pemahaman terhadapmakanan gizi dan manfaatnya.

5. Advokasi dan Pendampingan Sosial

Program ini diselenggarakan olehlembaga perlindungan anak, lembagaswadaya masyarakat dan lembagapelayanan sosial lainnya yang dikelolamasyarakat. Anak-anak korban tindakkekerasan, dieksploitasi baik secaraekonomi maupun seksual dan anak-anak

yang diperdagangkan memperolehbantuan advokasi dan pendampingansosial. Lembaga perlindungan anakdan lembaga swadaya masyarakatmembantu anak ketika dalam prosesperadilan, dan memberikan bimbingankonseling bagi anak yang mengalamistress akibat tindak kekerasan. Kemudianlembaga pelayanan sosial memberikanpenampungan sementara bagi anak yangmengalami masalah dengan keluarga-nya. Namun demikian, lembaga per-lindungan masih belum proaktif terhadapisu-isu perlindungan anak. Hal ini dapatdiamati dari masih terbatasnya jaringankerja yang dibangun oleh lembagaperlindungan anak dengan instansi ataulembaga yang menyelenggarakanprogram kesejahteraan dan perlindungananak.

Berbagai program, baik yangdiselenggarakan oleh instansi pemerintah,lembaga perlindungan anak danlembaga pelayanan sosial anak dapatdipahami sebagai upaya untuk me-wujudkan kesejahteraan dan perlindungananak di Nusa Tenggara Barat. Namundemikian masih diperlukan upaya lebihoptimal melalui pengembangan jaringankerja dari berbagai pihak, baik pe-merintah maupun masyarakat. Melaluijaringan kerja yang baik, maka upayaperlindungan anak dapat dimulai daritahap pencegahan terjadinya tindakkekerasan, eksploitasi dan perdagangananak. Berkaitan dengan itu diperlukankomitmen dari pemerintah dalam bentuklegislasi sebagai landasan operasionalbagi siapapun yang menyelenggarakanprogram perlindungan anak.

IV. ANALISIS

Analisis tentang perlindungan anak dalampenelitian ini mendasarkan pada pengertianperlindungan anak, yang di dalamnyamencakup aspek pemenuhan hak anak,kelangsungan hidup, terlindungi dari kondisiyang tidak menguntungkan, dan berkem-bangnya potensi anak. Sebagaimana diuraikanterdahulu, bahwa instansi pemerintah danmasyarakat di Nusa Tenggara Barat telah

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 1-17

15

menyelenggarakan program sosial dalamupaya perlindungan anak. Panti sosial, baikyang diselenggarakan oleh pemerintah maupunmasyarakat, memberikan pemenuhan hak dankebutuhan sosial dasar anak yang tujuannyauntuk kelangsungan hidup dan tumbuhkembang mereka, sehingga anak-anak tersebutdapat hidup secara wajar. Hidup secara wajarini ditandai dengan cerdas, kreatif, mandiri,setia kawan dan berakhlak mulia.

Berdasarkan data pada Dinas Sosial danPemberdayaan Perempuan Provinsi NusaTenggara Barat, pada tahun 2005 PMKS anakberjumlah 277.147 orang. Mereka terdiri daribalita telantar, anak telantar, penyandangcacat, anak jalanan dan korban tindakkekerasan. Dari jumlah tersebut, anak yangmemperoleh pelayanan melalui panti berjumlah10.191 orang atau 3,68 persen dari populasipenyandang masalah kesejahteraan sosialanak. Berdasarkan data tersebut, kapasitaspanti masih relatif kecil dibandingkan denganjumlah PMKS anak. Meskipun demikian upayatersebut perlu memperoleh apresiasi, karenapanti telah memberikan kontribusi yang nyatadalam upaya perlindungan anak.

Selain dilakukan melalui sistem panti, DinasSosial dan Pemberdayaan Perempuan ProvinsiNusa Tenggara Barat menyelenggarakanprogram perlindungan anak melalui sistem nonpanti. Program ini ditujukan untuk mengem-bangkan potensi diri anak, terutama diarahkanpada penguatan ekonomi mereka melaluipengelolaan usaha ekonomis produktif (UEP).Pada program ini diluncurkan 214 paket yangmenjangkau 1.200 anak telantar atau 0,52persen dari jumlah anak telantar yang berjumlah231.160 orang. Berdasarkan data tersebut,pada tahun 2005 sebanyak 11.391 anaksudah memperoleh pelayanan atau programperlindungan.

Dinas Pendidikan, Pemuda dan OlahragaProvinsi Nusa Tenggara Barat mengembangkanprogram perlindungan anak, terutamaberkaitan dengan kelangsungan pendidikananak sebagai upaya pemenuhan hak dankebutuhan sosial dasar. Program yangdikembangkan, yaitu Bantuan OperasionalSekolah (BOS), Bantuan Khusus Murid (BKM),Retrival, Transisi dan Beasiswa. Program bagianak-anak dari keluarga tidak mampu tersebuttelah menjangkau sebanyak 858.403 anak.

Berdasarkan data tersebut, program pendidikantelah memberikan kontribusi yang nyata dalamupaya memenuhi hak dan pelayanan sosialdasar anak. Melalui program bantuanpendidikan ini, berarti Dinas Pendidikan,Pemuda dan Olahraga telah melakukan upayaperlindungan anak.

Status gizi balita dan anak merupakankondisi yang terkait dengan upaya per-lindungan anak. Pada tahun 2005, anakdengan status gizi normal berjumlah 31,44persen dari populasi anak yang berjumlah498.095 orang. Berdasarkan data tersebut,berarti anak dengan status gizi tidak normalberjumlah 68,56 persen. Data ini meng-gambarkan, bahwa balita dan anak-anak diNTB yang mengalami gangguan tumbuhkembangnya sangat signifikan, dan kondisi inimenggambarkan permasalahan yang seriuspada kualitas sumber daya manusia di masadepan. Untuk mengatasi masalah ini, DinasKesehatan telah mengembangkan sejumlahprogram Posyandu, Makanan Pendamping AirSusu Ibu, memberikan makanan tambahan danpengobatan sesuai dengan indikasinya,Pemantapan Sistem Kewaspadaan DiniKejadian Luar Biasa (SKD-KLB) Gizi buruk, sertarevitalisasi Puskesmas dan Audit Kasus GiziBuruk (AKGB). Program yang dikembangkanoleh Dinas Kesehatan dalam mengatasi statusgizi buruk pada balita dan anak tersebutmerupakan salah satu upaya perlindungananak, karena maslah status gizi berkaitandengan hak kelangsungan hidup danpemenuhan kebutuhan sosial dasar anak.

Selain instansi pemerintah, masyarakatmelalui Lembaga Perlindungan Anak (LPA) telahmenyelenggarakan program dalam upayaperlindungan anak. LPA tersebut aktifmelakukan studi tentang permasalahan anak,pendampingan dan advokasi terhadap anakkorban tindak kekerasan dan eksploitasi yangdilakukan bersama-sama dengan lembagapenegak hukum setempat.

Berdasarkan hasil penelitian ini, upayaperlindungan anak di Nusa Tenggara Barattelah dilakukan oleh instansi pemerintahmaupun masyarakat melalui LembagaPerlindungan Anak (LPA) dan organisasi sosial(panti-panti sosial). Upaya yang dilakukanmelalui program-program sosial tersebut telahmenjangkau aspek-aspek yang terdapat

Perlindungan Anak di Nusa Tenggara Barat (Suradi)

16

di dalam konsep perlindungan anak, yaitu terkaitdengan pemenuhan hak, kelangsungan hidupdan tumbuh kembang anak. Meskipunprorgam-prorgam tersebut masih menjangkausebagian kecil dari populasi, namun upaya initelah memberikan kontribusi dan menjadirintisan yang akan berkelanjutan dalam upayaperlindungan anak di Provinsi Nusa TenggaBarat.

Mencermati program yang dilaksanakanoleh instansi pemerintah, panti milik masyarakatdan Lembaga Perlindungan Anak (LPA), makaupaya perlindungan anak di Nusa TenggaraBarat diwujudkan dalam pemenuhankebutuhan dasar (kelangsungan hidup),kebutuhan psikososial melalui bimbingan sosialdan psikis, perbaikan ekonomi, pendidikan for-mal maupun non formal, perbaikan gizi,pendampingan dan advokasi sosial. Akantetapi upaya tersebut masih dilakukan secarasektoral, belum ada sinergi dari penyelenggaraprogram tersebut, sehingga tingkatketerjangkuan program relatif terbatas.

V. PENUTUP

Berbagai permasalahan dihadapi olehanak-anak di Nusa Tenggara Barat menye-babkan mereka memerlukan perlindungankhusus, yaitu korban eksploitasi, korban tindakkekerasan, phaedophilia, Incest, berkonflikdengan hukum, status gizi buruk, PenyandangMasalah Kesejahteraan Sosial (balita dan anaktelantar, anak jalanan dan anak cacat) danrendahnya partisipasi sekolah. Permasalahantersebut menggambarkan, bahwa sejumlahanak di Provinsi Nusa Tenggara Baratmenghadapi ancaman untuk pertumbuhan danperkembangnya sebagai sumberdaya manusiapembangunan.

Dalam upaya mengatasi permasalahantersebut, instansi pemerintah, masyarakat melaluiPanti Sosial dan Lembaga Perlindungan Anakmenyelenggarakan program-prorgam yanglangsung ditujukan kepada anak, yaitupelayanan sosial dalam Panti Sosial, programbantuan sosial bagi anak yang disalurkandalam bentuk bantuan permakanan bagi anakdalam panti dan bantuan usaha ekonomisproduktif (UEP) bagi anak-anak di luar panti,bantuan pendidikan bagi anak tidak mampumelalui program BOS ( Bantuan OperasionalSekolah), Bantuan Khusus Murid (BKM), retrival,transisi dan beasiswa, bantuan kesehatan untukmengatasi masalah gizi gizi anak dan advokasiserta pendampingan sosial. Upaya per-lindungan anak melalui berbagai programpemerintah dan organisasi sosial kemasya-rakatan tersebut telah mengurangi per-masalahan yang dihadapi anak. Namundemikian, upaya tersebut belum menjangkausebagian besar permasalahan anak. Artinya,masih banyak anak-anak di Provinsi NusaTenggara Barat yang memerlukan per-lindungan.

Berdasarkan hasil penelitian, diajukan sa-ran-saran untuk peningkatan kesejahteraan danperlindungan anak. Saran ini ditujukan kepadapemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, yaitu terbentuknya Kelompok KerjaPerlindungan Anak (POKJA-PA) pada tingkatpropinsi maupun kabupaten/kota. POKJA inianggotanya terdiri dari unsur pemerintahmaupun masyarakat yang ditetapkan melaluiKeputusan Gubernur maupun Bupati/walikota.Adapun tugas dari POKJA ini adalah advokasi,riset, penguatan organisasi dan kediklatan yangkesemuanya berkaitan dengan upayakesejahteraan dan perlindungan anak di ProvinsiNusa Tenggara Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Kekerasan Terhadap Anak, Societa Tahun 4, edisi 35, 2006.

————————, Perlindungan Anak Agak Terancam, Societa Tahun 4, edisi 35, 2006.

Arikunto, Suharsimi, 1987. Prosedur Penelitian, Jakarta : Bina Aksara.

Biro Pusat Statistik, 2005. Nusa Tenggara Barat dalam Angka, BPS Propinsi Nusa Tanggara Barat.

————————, 2005. “Lombok Barat dalam Angka”, BPS Kabupaten Lombok Barat.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 1-17

17

————————, 2005. Lombok Timur dalam Angka, BPS Kabupaten Lombok Timur.

————————, 2005. Kota Mataram dalam Angka, BPS Kota Mataram.

————————, 2005. Lombok Tengah dalam Angka, BPS Lombok Tengah Barat.

————————, Indikator KesejahteraanAnak Provinsi Nusa Tenggara Barat, BPS Provinsi NusaTenggara Barat, 2004.

————————, 2003. Laporan Sosial Indonesia Tahun 2003 : Status Gizi Balita dan Ibu HamilProvinsi Nusa Tenggara Barat”, BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat.

————————, 2005. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Biro Pusat Statistik.

Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan, 2005. Data Penyandang MasalahKesejahteraan Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dinas Kesejahteraan Sosial dan PemberdayaanPerempuan Provinsi Nusa Tenggara Barat.

————————, 2004. Data Organisasi Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Dinas Kesehatan, 2005. Balita Gizi Buruk dan Program Penangannya, Dinas Kesehatan Provinsi NusaTenggara Barat.

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, 2005. Data Pendidikan Penduduk Provinsi Nusa TenggaraBarat, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Nusa Tenggara Barat.

————————, 2005. Program Bantuan Pendidikan bagi KeluargaTidak Mampu, Dinas Pendidikan,Pemuda dan Olahraga Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Kartono, Kartini, 1990. Psikologi Perkembangan, Jakarta : CV. Rajawali.

Konvensi Hak Anak tahun 1999.

Munandar, SC Utami, 1995. Meningkatan Kecerdasan, Kreativitas dan Kemandirian Anak, Informasitentang Anak Nomor 23 Tahun 1995, Jakarta.

Lembaga Perlindungan Anak, 2003. Hasil Penelitian tentang Perlindungan Anak” LPA Provinsi NusaTenggara Barat.

————————, 2005. Data Kasus yang Dibantu Penanganannya oleh LPA NTB Tahun 2002 –2005”, LPA Provinsi Nusa Tenggara Barat.

————————, 2004. Laporan Kegiatan, LPA Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Singgih D. Gunarso, 1992. Psikologi Perkembangan, Jakarta : PT. BPK Gumung Mulia.

Soehartono, Irawan, 1997. Peranan Profesi Pekerja Sosial dalam Perlindungan Anak, Majalah PenyuluhSosial, Edisi Khusus Hari Anak Nasional, Ditjen Bina Kesejahteraan Sosial, Dep. Sosial, Jakarta.

Soetarso, 1997, Soetarso. Perlindungan Anak Ditinjau dari Aspek Kesejahteraan Sosial, Jurnal LitbangKesos, Nomor 40, Badan Litbang Kesejahteraan Sosial, Dep. Sosial, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

BIODATA PENULIS :

Suradi, Ajun Peneliti Madya Bidang Kebijakan Sosial di Pusat Penelitian dan PengembanganKesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Departemen SosialRI.

Perlindungan Anak di Nusa Tenggara Barat (Suradi)

18

DINAMIKA JARINGAN PRANATA SOSIAL

DALAM KETAHANAN SOSIAL PADA KELOMPOK

PEDAGANG BERSKALA KECIL(Kasus Di Kelurahan Pahandut, Kecamatan Pahandut Palangka Raya)

Mochamad Syawie

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang pentingnya jaringan pranata sosial komunitaslokal, sebuah kajian mengenai kelompok pedagang berskala kecil di Kelurahan Pahandut. Dalam kajian inidigunakan pendekatan kualitatif dengan memanfaatkan metode pengumpulan data observasi, indepth in-terview, dan focus group discussions (FGD).

Hasil kajian menunjukkan: pertama komunitas memandang pentingnya keberadaan jaringan antarpranata sebagai wadah untuk mempersatukan kemampuan dalam menangani persoalan yang muncul diwilayahnya, khususnya para pedagang berskala kecil. Kedua, pedagang berskala kecil menunjukkankemandiriannya, hal ini dilihat dari kemampuannya untuk survive yang diperlihatkan dari modal usahadan pendapatan yang relatif kecil, juga menunjukkan kemampuannya untuk dapat menciptakan lapanganpekerjaan dan tetap bertahan dalam waktu yang relatif cukup lama. Pengalaman ini menunjukkan indikasikuat bahwa keluarga kurang mampu/keluarga miskin tidak memerlukan belas kasihan. Mereka memerlukanakses untuk dapat memanfaatkan kesempatan yang tersedia.

I . PENDAHULUAN

Ekonom Banglades, Dr MuhammadYunus, dinilai berhasil mengembangkan statussosial ekonomi kelompok miskin, mulai daribawah. Dr Yunus dengan ‘Grameen Bank’nya(bank desa) memilih sasaran penerimapinjaman dalam skala kecil kelompokmasyarakat paling rentan, yakni perempuanmiskin. Ia mengamati, perempuan miskinadalah penduduk paling marginal dan rentanterhadap kekerasan. Mereka tidak hanya miskinsecara ekonomi, tetapi juga miskin bila ditinjaudari pemenuhan kebutuhan dasarnya, sepertistatus kesehatan dan tingkat pendidikannyayang rendah, serta ketrampilannya yang minimsehingga secara ekonomis tidak bisa melakukanpekerjaan produktif (dalam ukuran ekonomi)(Saparinah Sadli,2006).

Dalam kondisi serba kekurangan, merekatetap hamil dan melahirkan, merawat danmemenuhi kebutuhan fisik dan emosionalanggota keluarganya. Karena kondisi fisik dansosial ekonominya, perempuan miskin tidakmudah berpindah tempat tinggal. Sebaliknya,mereka lebih bertanggung jawab dalammembelanjakan uangnya untuk keperluankeluarga.

Asumsi ekonomi yang mendasari pilihanDr Yunus adalah perempuan dianggap sebagaipeminjam low risk dalam mengembalikanpinjaman bila dibandingkan dengan laki-laki.

Sejalan dengan pandangan Dr Yunus,karya CK Prahalad, The Fortune at the Bottomof the Pyramid , cukup penting dalammenunjukkan keterlibatan golongan miskindalam kegiatan yang profitable di tengahperekonomian pasar. Argumentasi utamanyaadalah golongan miskin menjadi pasarmenguntungkan untuk produk dan jasaperusahaan besar sekalipun. Golongan miskinjuga dapat melakukan bisnis produktif untukmeningkatkan kesejahteraannya sendiri (dalamUmar Juoro, 2006).

Untuk melibatkan golongan miskin dalambisnis yang menguntungkan, diperlukanpenyesuaian khusus dengan karakteristikekonomi golongan miskin itu sendiri. Untukmengembangkan kegiatan ekonomi dan bisnisgolongan miskin, dibutuhkan kelembagaanyang mendukung dengan menekankanpentingnya kepastian, terutama yang terkaitdengan kontrak, serta menempatkanmasyarakat bukan pemerintah sebagai pusatgood governance.

19

Pembangunan fisik yang dilakukan olehpemerintah merupakan sesuatu yang pentingdan bahkan sesuatu yang mendesak dilakukan.Dengan adanya prasarana dan sarana fisik,maka permaslahan yang dihadapi masyarakatcenderung dapat diatasi. Akan tetapipembangunan fisik yang dilakukan sebaiknyadiimbangi dengan pembangunan non-fisik,seperti pembangunan lingkungan sosial yangkondusif. Untuk menciptakan kondisi sosial yangkondusif maka partisipasi masyarakatmerupakan sesuatu yang penting dan harusada (Ali Wafa, 2003).

Sebuah kajian yang sangat berpengaruhpada akhir tahun 1970-an, mendefinisikanpartisipasi sebagai upaya terorganisasi untukmeningkatkan pengawasan terhadap sumberdaya dan lembaga pengatur dalam keadaansosial tertentu, oleh pelbagai kelompok dangerakan yang sampai sekarang dikesamping-kan dari fungsi pengawasan semacam itu (Stiefeldan Wolfe, 1994, dalam Wafa, 2003). Dalamhal ini, partisipasi ditempatkan di luar negara,di luar lembaga-lembaga yang ada.

Peran yang dapat dilakukan olehmasyarakat adalah dengan mempeloporiberdirinya kelompok sosial yang menggerakkanpembangunan di wilayahnya, sehinggabeberapa permasalahan yang ada dapatdiatasi sendiri tanpa menggantungkan ulurantangan dari pihak lain.

Prahalad juga menunjukkan studi kasusyang beragam di negara berkembang terkaitkeberhasilan melibatkan golongan miskin kedalam kegiatan bisnis yang menguntungkan.

Mengentaskan perempuan dari ke-miskinan melalui partisipasi dalam kegiataneknomi produktif berarti mengangkatkesejahteraan sosial ekonomi perempuan dankeluarga miskin.

Menurut Vandana Siva (2005), rakyatmiskin tidak mati karena minimnya pendapatandi bawah satu atau dua dollar AS per hari, tetapimereka sekarat karena tidak memiliki aksesterhadap sumber daya. Seseorang menjadimiskin karena tidak mendapat hak-haknyasehingga tidak mampu memenuhi kebutuhanhidup yang paling mendasar (basic need).Mereka tidak memiliki akses terhadap sumberdaya utama kehidupan , seperti air dan tanahyang dikuasai mega korporasi (dalam Cahyono,2006).

Dari berbagai pandangan-pandanganatau pemikiran-pemikiran tersebut di atas,kiranya menjadi menarik untuk sebuah kajiantentang peran kelompok pedagang berskalakecil dalam mempertahankan keberlanjutanusahanya di tengah kesulitan akses untukmendapatkan akses sumber daya melaluijaringan dari beberapa unsur pranata lokalyang ada di wilayahnya.

Dalam kajian ini digunakan pendekatankualitatif dengan memanfaatkan metodepengumpulan data observasi, indepth interview,dan focus group discussion (FGD). Respondendalam kajian ini sebanyak 30 orang, yangmeliputi dari berbagai unsur perwakilan pranataatau kelompok-kelompok sosial lokal dan tokohmasyarakat lokal.

Adapun lokasi kajian adalah KelurahanPahandut, Kecamatan Pahandut, Kota PalangkaRaya, Kalimantan Tengah.

Kelurahan Pahandut dijadikan lokasi kajianatas dasar pertimbangan bahwa sebagianbesar penduduknya bermata percahariansebagai pedagang cukup besar, dari jumlahtersebut sebagian sebagai pedagang berskalakecil. Berdasarkan pertimbangan ini dan padapenjajagan awal ada kecenderungan terdapatdata yang dibutuhkan dalam kajian ini.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahuibagaimana kelompok pedagang berskala kecildapat bertahan, dan jaringan sosial apa yangdilakukan agar memiliki daya tahan.

I I . DASAR PEMIKIRAN

Berdasarkan kajian tentang pengem-bangan jaringan pranata sosial dalamketahanan sosial masyarakat (2004) yang telahdilakukan oleh Pusat Pengembangan KetahananSosial Masyarakat di empat lokasi (NusaTenggara Barat, Kalimantan Barat, BangkaBelitung dan Jawa Barat) menunjukkan bahwajaringan kepranataan atau kelembagaan yangdimaksud sebenarnya sudah ada danberkembang dalam kehidupan komunitas lokalwalaupun belum maksimal. Secara umum bolehdikatakan jaringan tersebut sifatnya cenderungbelum permanen dan masih sementara.

Heyzer (1986) dalam penelitiannya di AsiaTenggara menemukan bahwa pekerja wanitakebanyakan menetap di sekitar tempat mereka

Dinamika Jaringan Pranata Sosial dalam Ketahanan Sosial (Mochamad Syawie)

20

bekerja dengan membentuk suatu komunitastersendiri serta membentuk suatu jaringan sosialyang unik, baik dengan kerabatnya maupundengan tetangganya, sebagai salah satu usahauntuk mempertahankan kelangsungan hidupnya(Heyzer, 1986, dalam Sutinah, 1992).

Jaringan sosial menurut Heyzer dalamberbagai penelitian di negara-negara AsiaTenggara menunjukkan adanya tiga pola, yaitu:

1. Jaringan sosial yang didasarkan padasistem kekerabatan dan kekeluargaan.Jaringan semacam ini dibentuk secarasengaja oleh wanita dalam usaha untukmengatasi masalah kemiskinan danmempertahankan hidupnya

2. Kelompok-kelompok sosial baru yangdibentuk guna saling memenuhi kebutuhandiantara mereka. Kelompok sosial ini bisabermacam-macam bentuknya, sepertikelompok ketetanggaan, kelompok orangyang tinggal bersama, kelompok orangdengan nilai-nilai baru yang muncul di kotaatau kelompok-kelompok yang terjadikarena persamaan agama, dan lain-lain.

3. Kelompok-kelompok sosial dengan polahubungan yang vertikal, yang kebanyakandengan orang-orang yang kondisikeuangannya lebih mantap (mapan ataustabil). Bentuk hubungan sosial semacamini merupakan hubungan patron klien.

Ketahanan sosial masyarakat adalahkemampuan komunitas-komunitas ataulembaga-lembaga dalam mengembangkankeberfungsian sosial secara dinamis dari modalsosial yang dimilikinya, dalam memberikanperlindungan bagi kelompok rentan,memberikan dukungan bagi kelompok kurangmampu, mengembangkan partisipasi politikanggota, mengelola konflik, dan melestarikansumber daya alam (Nuryana, 2005).

Masih menurut pandangan Nuryana,bahwa karena perbedaan kemampuan danpenjangkauan, menyebabkan manusiaberkelompok-kelompok membentuk sistemsosial. Sebuah sistem sosial (social system)adalah suatu keseluruhan yang teroganisasi,terbentuk dari komponen-komponen yang

berinteraksi dengan suatu cara yang berbedadari interaksi mereka dengan entitas-entitaslainnya sehingga mampu bertahan meneroboslorong waktu.

Secara sederhana, sistem sosialmerupakan struktur-struktur dari orang-orangyang memiliki inter-reliance. Karena manusiasaling tergantung satu sama lain, merekakemudian membentuk jejaring kerja (networks)untuk menjalin social relations, lalu kesamaandan kebedaan mendorong terbentuknyanorma-norma dan nilai-nilai agar hubungantersebut teratur dan tertib, kemudian direkat olehsocial bond yang disebut trust untuk menjaminkonsistensi dalam struktur sosial yang lebih luas.Itu sebabnya maka terbentuk komunitas-komunitas dan lembaga-lembaga dalammasyarakat.

Menurut Fukuyama (2002), modal sosialadalah serangkaian nilai atau norma-normainformal yang dimiliki bersama diantara paraanggota suatu kelompok yang memungkinkanterjadinya kerjasama diantara mereka.

Dengan demikian, jika mengikutipemikiran Fukuyama dan Nuryana tersebut, adakecenderungan aktivitas untuk menemukenalinilai-nilai dan norma-norma komunitas,membangun jaringan antar pranata atas dasarsaling percaya, penting dilakukan untukkepentingan penguatan kapital sosial. Pranatasosial diharapkan lebih responsif dan mampumengantisipasi berbagai permasalahan sosial.Secara khusus pranata sosial dengan kekuatankapital sosialnya, akan mendorong ber-kembangnya respon komunitas lokal terhadapmasalah-masalah yang muncul dari per-kembangan perubahan sosial yang semakinkompleks. Pada gilirannya kapital sosial dapatdiandalkan untuk membentuk atau memperkuatketahanan sosial suatu masyarakat.

Selain kapital sosial, jenis kapital lainnyayang akan mendukung pencapaian ketahanansosial adalah kapital budaya dan ekonomi.Sistem ekonomi yang tangguh akanmenciptakan kemakmuran bagi masya-rakatnya. Ekonomi cenderung mengakarkandirinya dalam kehidupan sosial. Adalah sebuahkemustahilan memahami ekonomi terpisah daripersoalan masyarakat dan nilai-nilai budaya.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 18-25

21

I I I. HASIL KAJIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil kajian ini dirumuskan ke dalamtema-tema sebagai berikut:

A. Gambaran Umum

Kelurahan Pahandut merupakan unitorganisasi pemerintah yang berada di bawahKecamatan Pahandut Kota Palangka RayaProvinsi Kalimantan Tengah.

Kelurahan Pahandut berasal dari sebuahdukuh yang didiami oleh Pak Handut sekeluargadan selanjutnya nama Pahandut itu lebih dikenaldengan nama dukuh Pahandut. Sejaktahun1884 sesuai dengan perkembanganzaman, selanjutnya dukuh Pahandut punsemakin berkembang menjadi kampung.

Nama dukuh Pahandut semakin dikenalsetelah adanya peresmian provinsi ke 17 yaituProvinsi Kalimantan Tengah yang diresmikanpada tanggal 17 Juli 1957 sesuai denganKepmendagri No. 502 tanggal 22 September1980 dan No. 140.135 pada tanggal 14Pebruari 1980 tentang penetapan desa menjadikelurahan, surat keputusan Walikota MadyaKepala daerah Tingkat II Palangka Raya No.335/Pemerintah/III-A/1981, maka desaPahandut berubah menjadi KelurahanPahandut.

Bila kita lihat perkembangan kotaPalangka Raya, maka Kelurahan Pahandutmerupakan embrio Kota Palangka Raya yangjuga merupakan ibu kota Provinsi KalimantanTengah.

Kelurahan Pahandut mempunyai luaswilayah 950 ha (SK Walikota No. 31 Tahun2004 tanggal 27 Pebruari 2004) terdiri daribeberapa kondisi alam, antara lain sebagian

berawa-rawa, hutan-hutan kecil serta semakbelukar dan perkampungan.

Sedangkan struktur tanahnya padaumumnya lebih banyak mengandung pasir,dengan demikian keadaan itu kurangmenguntungkan bila dipergunakan sebagailahan pertanian.

Seperti daerah-daerah lainnya diKalimantan Tengah suhu berkisar antara30 – 40 derajat C, dengan iklim tropis, hutankecil dan berawa-rawa, keadaan udaratermasuk lembab dan tanah terdiri dari daratandan rawa.

Penduduk Kelurahan Pahandut saat ini ber-jumlah 20.769 jiwa dengan jumlah KepalaKeluarga sebanyak : 5.451 KK yang tersebardi 26 Rukun Warga (RW) dan 88 RukunTetangga (RT), dengan perincian sebagaiberikut :

- Laki-laki : 10.368 jiwa

- Perempuan: 10.401 jiwa

Pertambahan penduduk Pahandutdiantaranya adalah dari kelahiran, per-tambahan permukiman baru, pendatang dananak-anak sekolah dari luar daerah.

Penduduk di Kelurahan Pahandut cukupbervariasi dalam pekerjaan/mata pencaharian,diantaranya sebagai pedagang berjumlah1.438 orang, sebagai Pegawai Negeri Sipil(PNS) ada 650 orang. Bergerak di bidangswasta berjumlah 5.193 orang, sebagai buruh534 orang, bekerja sebagai tukang ada 587orang, sebagai petani 210 dan sebagainelayan ada 131 orang (Monografi, 2003).Selain itu, ada juga penduduk yang bekerjasebagai pengrajin berjumlah 217 orang dandi bidang jasa ada 320 orang.

Umur dalam tahun Jenis Kelamin 0 - 5 6 – 17 18 - 25 26 - 46 47 - 59 60 ke atas

Laki-laki 1286 2514 1469 2734 1936 429

Perempuan 1320 2550 1452 2705 1996 378

Jumlah 2606 5064 2921 5439 3932 807 Sumber : Monografi Kelurahan Pahandut (2003).

Jumlah PendudukMenurut Umur dan Jenis Kelamin

Dinamika Jaringan Pranata Sosial dalam Ketahanan Sosial (Mochamad Syawie)

22

Berdasarkan tabel penduduk menurutumur di atas menunjukkan bahwa jumlahpenduduk terbesar berkisar antara usia 26-46berjumlah 5439 jiwa. Pada usia ini bolehdikatakan tergolong usia yang cukup produktifatau usia kerja. Dengan jumlah penduduk padakategori produktif ini merupakan potensi bagiKelurahan Pahandut.

Apabila dikaitkan dengan jumlahpenduduk berdasarkan tingkat pendidikan diKelurahan Pahandut, terlihat bahwa sebagianbesar warga Pahandut berpendidikan tingkatSLTA/Sederajat sebesar 3650 jiwa. TingkatPerguruan Tinggi berjumlah 560, hal inimenunjukkan gambaran adanya potensi yangmendukung untuk berusaha meningkatkankesejahteraan komunitas di wilayah Pahandut.Ada kecenderungan secara konseptual semakintinggi tingkat pendidikan atau kualitaspendidikan semakin tinggi pula tingkatproduktifitas. Semakin tinggi tingkat produktifitasada kecenderungan semakin tinggi pula tingkatpertumbuhan (ekonomi) suatu komunitas.Dengan baiknya tingkat pertumbuhan ekonomiada indikasi bahwa tingkat kesejahteraan suatukomunitas juga akan lebih baik.

B. Faktor Jaringan dan ForumPahandut

Forum Pahandut merupakan wadah atauforum yang muncul atas prakarsa beberapaanggota kelompok yang juga menjadiresponden dalam kajian ini, yang dimaksudkanuntuk membentuk dan memperkuat jaringanantar anggota forum/kelompok dan di-harapkan menjalin jaringan dengan pihak-pihakyang mendukung kegiatan forum.

Selanjutnya kelompok “Forum Pahandut”ini merencanakan beberapa rencana kegiatan

yang dianggap cukup penting dan perlumemperoleh perhatian bersama. Berdasarkanhasil diskusi dan dialog, forum sepakatmenyusun rencana kegiatan, yaitu : pertama,membantu meningkatkan modal usaha bagikeluarga kurang mampu; kedua mengadakanpelayanan kepada anak-anak putus sekolah;ketiga, pelayanan kepada lanjut usia dan anakbalita; dan Keempat, penanganan kenakalanremaja .

Mencermati rencana kegiatan yangdiprakarsai oleh anggota forum, cenderungada beberapa sasaran yang ingin dicapai,antara lain meningkatkan usaha kelompok kecilyang diusahakan oleh anggota forum, memberipelayan kepada lansia dan anak balita yangada di wilayah Pahandut agar lebih sehat dansejahtera. Selain itu, bagaimana mengatasikenakalan remaja sebagai akibat daribanyaknya penganggur di wilayah peng-kajian.

Dalam proses pelaksanaan kegiatan yangdiprogramkan “Forum Pahandut” memperolehrangsangan dana/stimulan untuk biayaoperasional kegiatan forum tersebut. Dana itusebesar Rp. 10.000.000,- yang diberikandalam dua tahap. Tahap pertama sebesarRp. 5.000.000,- diberikan pada waktu anggotakelompok membentuk forum yang digunakandalam rangka pelaksanaan kegiatan danjuga untuk membangun jaringan sebagai-mana diharapkan oleh forum. SedangkanRp. 5.000.000,- sisanya diberikan pada tahapkedua setelah proses program kegiatan forumberjalan selang beberapa bulan. Adapun danastimulan tersebut diberikan oleh PusatPengembangan Ketahanan Sosial MasyarakatBadiklit Depsos dalam rangka terwujudnyajaringan pranata sosial yang ada di wilayahkajian, selain untuk biaya operasional kegiatanyang sudah diprogramkan oleh forum.

Dalam proses pelaksanaannya, kegiatanjaringan sosial lebih banyak terjadi padalingkungan intern anggota, khususnya parapedagang kecil yang menjadi anggota forum.Adapun dengan pihak lain jaringan (kerja sama)terjadi antara forum dengan Puskesmassetempat dalam program perbaikan gizi balitadan lanjut usia, dalam bantuan per makanan.

Yang menarik dari temuan lapanganbeberapa rencana kegiatan yang diprogram-kan, ada indikasi kuat yang relatif dapatbertahan adalah kelompok usaha/pedagang

No Pendidikan Jumlah (jiwa) 1 Belum sekolah 1.465 2 TK 487 3 SD/Sederajat 2.358 4 SLTP/Sederajat 1.759 5 SLTA/Sederajat 3.650 6 Akademi/D III 320 7 Sarjana 540 8 Lain-lain 10.199

Sumber : Monografi Kelurahan Pahandut (2003).

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 18-25

23

berskala kecil. Yang dimaksud kelompok usaha/pedagang berskala kecil adalah parapedagang yang berusaha di bidang warungminum, sembako, jualan kue, es dan jualanlontong. Dengan modal usaha di bawahRp. 500.000,-. Dan dikerjakan sendiri olehanggota kelompok dengan melibatkananggota keluarga.

Dengan demikian, nampaklah bahwakemunculan pedagang berskala kecil atau biasadisebut sektor informal yang berawal dariketidakberdayaan sektor formal menyediakanpekerjaan untuk mereka, namun dengan inisiatifsendiri bekerja apa adanya dengan sikap coba-coba dan tanpa melalui banyak prosedurmereka dapat menciptakan lapangan kerjasecara mandiri.

Berdasarkan penelitiannya di Lima,Hernando de Soto (1991), telah berhasilmenunjukkan bahwa sektor informal ternyatajustru memiliki kekuatan wirausaha yang tinggi,mampu membangun lembaga demokrasi dantatanan ekonomi pasar yang tidak diskriminatif.

Demikian pula halnya dengan forumPahandut boleh dikatakan merupakanmanifestasi dari kemunculan suatu pranata dilokasi kajian. Disebut pranata karena memilikinilai-nilai atau norma-norma yang disepakatibersama, khususnya bagi kelompok anggotapedagang berkala kecil. Pranata sosial di sinimerupakan sistem nilai dan norma yangberwujud organisasi, dan juga bisadimaksudkan sebagai pranata sosial yangbetul-betul muncul dari masyarakat (localwisdom).

Selain itu, pranata tersebut cenderungmelihat juga aspek kehidupan yang menyangkutbidang ekonomi dan sosial budaya.Sebagaimana terlihat dari pokok kajian/judulkajian lebih menekankan pada kelompok-kelompok pedagang berskala kecil, sehinggaboleh dikatakan lebih menjurus ke aspekpranata ekonomi.

Kenyataan yang rupanya kurangdiperhitungkan ahli ekonomi ialah rendahnyamobilitas tenaga kerja antar sektor dankekenyalan daya serap sektoral, khususnyasektor tradisional dan informal dalam menyerapluberan tenaga kerja. Semua tambahan tenagakerja dan bahkan luberan tenaga kerja hampirselalu dapat ditampung di sektor tradisionaldan sektor informal.

Kemudian anggota kelompok forum ataupranata bekerjasama dengan Posyandusetempat melaksanakan kegiatan denganmembantu Posyandu Balita dan Ibu hamil sertalansia dalam meningkatkan gizi dalam bentukbantuan permakanan, yang beralamat di Jl.Muryani, Gg.Hijrah. Adapun bantuan tahapawal yang diberikan kepada Posyandu Balitadan ibu hamil dan Posyandu lansia masing-masing sebesar Rp. 100.000,-

Adapun rencana kegiatan yang belumterealisir adalah dalam penanganan kenakalanremaja dan masalah pengangguran yang adadi wilayah lokasi kajian.

Sehubungan dengan hal ini, forummengagendakan untuk mengadakan pelatihanketrampilan bagi remaja yamg masihmenganggur dengan bekerja sama denganDinas terkait, seperti Dinas Sosial Kota danDinas Tenaga Kerja.

C. Keberadaan Kelompok PedagangBerskala Kecil

Menurut Hernando de Soto (1991),semakin banyak orang turut serta dalamkegiatan ekonomi dan meraih peluang, makasemakin besar potensi pembangunan. Salahsatu strategi yang memungkinkan dapatmemberikan banyak peluang kesempatan kerjayaitu sektor tradisional yang padat karya dansektor informal (pedagang berskala kecil).

Demikian juga halnya yang terjadi di lokasipengkajian, setelah proses pelaksanan kegiatanyang diprogramkan oleh kelompok forumPahandut, ternyata kelompok pedagangberskala kecil yang cukup berjalan adalah parapedagang warung minum yang dilakukan olehIbu Heni; penjual sembako oleh Ibu Aminah danSimai yang berjualan kue, serta Darman yangberdagang lontong. Ada juga Samiati dan Saniyang berjualan es, dan Ibu Rosita yangberdagang sembako. Bagi yang berjualansembako menggunakan kios-kios kecil,sedangkan yang berjualan kue menggunakanmeja di lingkungan tempat tinggal. Besarnyapinjaman modal usaha mereka rata-rataRp. 250.000,- sampai Rp. 400.000,.

Kegunaan pinjaman modal usaha tersebutdigunakan untuk modal usaha menambahbarang dagangan yang hendak dijual. Apabilasudah lunas, maka dapat meminjam kembali.

Dinamika Jaringan Pranata Sosial dalam Ketahanan Sosial (Mochamad Syawie)

24

Sistem pinjaman ada yang mingguan danbulanan, untuk cicilan pengembalian dalamselang waktu tiga bulanan.

Dari informasi mereka, dengan adanyapinjaman modal usaha tersebut cukupmembantu, walaupun hasilnya belum bisaterlihat dalam waktu yang singkat. Namunmereka minimal dapat bertahan untukberjualan, sehingga ada kegiatan bagikeluarga tersebut.

Selain kegiatan tersebut, anggotakelompok diusahakan bisa mengadakanpertemuan kelompok untuk membahaspermasalahan yang dihadapi, disampingsebagai wadah silaturahmi antar anggotaforum.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan dari kajian tentangkelompok pedagang berskala kecil dankaitannya dengan keberadaan jaringanpranata, terungkap bahwa pada dasarnyakomunitas di lokasi kajian memandangpentingnya (urgensi) keberadaan jaringan antarpranata sosial sebagai sarana/wadah untukmempersatukan kemampuan dalam menanganipersoalan yang muncul di wilayahnya,khususnya para pedagang berskala kecil,walaupun jaringan tersebut masih bersifat in-ternal dan sederhana.

Pedagang berskala kecil relatifmenunjukkan kemandiriannya, hal ini dapatdilihat dari kemampuan survive yangdiperlihatkan dari modal usaha danpendapatan yang relatif kecil, namunmenunjukkan kemampuannya untuk dapatmenciptakan lapangan pekerjaan dan tetapbertahan dalam waktu yang relatif cukup lama.Selain itu, adanya usaha bagaimana mengatasipersaingan sesama pedagang sertapengembangan usaha, yang kesemuanyadilakukan sendiri oleh sebagian besarpedagang berskala kecil dalam kelompokforum di lokasi kajian.

Penglaman ini menunjukkan indikasi kuatbahwa keluarga kurang mampu (golonganmiskin) tidak memerlukan belas kasihan. Merekamemerlukan akses untuk dapat memanfaatkankesempatan yang tersedia.

B. Saran

Dari hasil kesimpulan ini, saran yangdiajukan adalah sebaiknya perlu ditanamkankepada aparat tentang pentingnya keber-samaan dalam membangun ekonomi lokaluntuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Dengan sejahteranya masyarakat adakecenderungan akan muncul dengan sendirinyaketahanan sosial masyarakat.

Sehubungan dengan ini, diperlukan modelekonomi yang dapat menyediakan akses yangdiperlukan kelompok pedagang berskala kecilagar dapat bangkit.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, H. Imam. Mengentaskan Kemiskinan, dalam Kompas, 8 Juli 2006.

Fukuyama, Francis. 2002. Trust, Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Yogyakarta: Qalam.

Juoro, Umar. Kemiskinan, Usaha, dan Program Pemerintah. dalam Kompas. 2 November 2006.

Nuryana, Mu’man. Ketahanan Sosial Masyarakat Konsep, Definisi dan Pengertian, dalam Jurnal SistemInformasi Komunitas Adat Terpencil, Edisi II. 2005.

Sadli, Saparinah. Ekonomi, Perempuan, dan Nobel, dalam Kompas. 30 Oktober 2006.

Soto, Hernando De. 1991. Masih Ada Jalan Lain. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 18-25

25

Sutinah. 1992. Industri dan Wanita, Studi Tentang Strategi Kelangsungan Hidup Buruh Wanita DiKotamadya Surabaya. Tesis S2, Program Pasca Sarjana, UGM. Yogyakarta.

Wafa, Ali. 2003. Urgensi Keberadaan Social Capital dalam Kelompok-kelompok Sosial: Kajian MengenaiSocial Capital Pada Kelompok Tani ‘Mardi Utomo’ dan Kelompok PKK di Desa Bakalan, KecamatanJumapolo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dalam Masyarakat, Jurnal Sosiologi. No. 12.Jakarta: Labsosio FISIP-UI.

BIODATA PENULIS :

Mochamad Syawie, Alumnus Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Program Studi Sosiologi.Peneliti pada Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat dan Dosen Luar Biasa FakultasEkonomi Universitas Trisakti Jakarta.

Dinamika Jaringan Pranata Sosial dalam Ketahanan Sosial (Mochamad Syawie)

26

PROFIL PRANATA SOSIAL DI DAERAH

KOMUNITAS ADAT TERPENCIL(Studi Kehidupan Sosial Budaya di Provinsi Nusa Tenggara Timur)

Suyanto

ABSTRAK

Pranata sosial adalah kumpulan nilai dan norma yang mengatur kehidupan manusia. Kebudayaanyang didalamnya terdapat nilai, norma dan perasaan juga merupakan pola bagi tindakan dan tingkah lakumanusia yang diperoleh melalui proses belajar dalam kehidupan sosialnya. Dalam kehidupan yang nyata,kebudayaan digunakan secara selektif oleh para pendukungnya, tergantung pada situasi dan kondisi, sertaarena sosial tempat para pendukung kebudayaan tersebut melakukan kegiatannya. Pengetahuan yangkompleks bagi kegiatan tertentu tersebut dikenal sebagai pranata-pranata kebudayaan atau cultural institu-tions.

Pendekatan yang digunakan dalam studi sosial budaya adalah pendekatan kebudayaan yang dalamilmu antropologi digolongkan sebagai pendekatan Ethnoscience atau cognitive anthropology. Dalampendekatan semacam ini warga masyarakat terasing yang menjadi sasaran studi sosial budaya akan dilihatsebagai individu-individu yang aktif memahami, memanipulasi atau memanfaatkan berbagai sumber dayayang ada di lingkungan hidup sosialnya dengan cara menggunakan dan berpedoman pada kebudayaanyang dimilikinya, agar supaya mereka tetap dapat mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraanhidupnya (Achadiyat, 1994). Dengan demikian pranata sosial memiliki status dan peran, peran disiniberujud aturan yang berlalu untuk mengatur tingkah laku manusia dalam bertindak, dimana dalam setiaptindakan selalu dilakukan berdasarkan pertimbangan norma dan nilai yang hidup. Pranata sosial bersifatnon formal karena tidak memiliki struktur aturan yang tidak tertulis, terbentuk karena kesepakatan kebutuhansuatu komunitas dan diakui keberadaannya dan dipertahankan pada komunitas tertentu.

Dari hasil kajian diketahui bahwa pengaruh kepala adat (Raja Biboki) di Kampung Tamkesi sangatkuat. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya kesetiaan rakyatnya terhadap berbagai pranata yang masihberlaku di masyarakat pedalaman terutama di kampung adat Tamkesi wilayah desa Tautpah, pranatatersebut antara lain; Pranata keagamaan atau kepercayaan, pranata pendidikan, pranata ekonomi, pranatasosial dan pranata keturunan. Namun karena Raja Biboki memiliki wawasan yang luas dan menginginkanadanya perubahan kehidupan bagi rakyatnya, dengan cara mereka menyerahkan sebagian wilayahnyauntuk dijadikan sebagai sarana program pemberdayaan yang dimulai melalui program pemukiman diKampung Tautpah. Tujuan Raja Biboki tersebut adalah dengan berhasilnya program pemberdayaan yangdilakukan Pemerintah diharapkan budaya masyarakat pedalaman yang masih bermukim di hutan-hutanpedalaman wilayah desa Tautpah dan desa Tokbesi bisa merobah sebagian adat kebiasaan yang ada kearahkehidupan yang lebih baik. Secara rinci terdeskripsi dalam hasil penelitian ini.

I . PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pranata sosial adalah kelembagaanmasyarakat yang diprediksikan semakin banyakjumlah dan ragamnya sesuai dengan kebutuhankomunitas lokal yang mem-bentuknya. Dibentukatas prakarsa warga masyarakat setempat atauetnis tertentu, misalnya didasarkan atas agama,sosial maupun ekonomi. Sebenarnya pranatasosial juga ada yang telah terdaftar di instansi

pemerintah namun terbatas di instansipemerintah setempat. Pranata inilah yangdiperkirakan cukup banyak jumlahnya dimasyarakat dan keberadaannya dibutuhkanmasyarakat atau komunitas lokal. Pranata padakomunitas adat tertentu selanjutnya disebutdengan kearifan lokal.

Kemudian dilihat dari geografis dimanakomunitas tersebut berdomisili berada dapatdibedakan berdasarkan daerah perkotaan,pinggiran kota, perdesaan, pegunungan, pesisir

27

pantai, pertanian (perkebunan) dan komunitasadat terpencil (masyarakat terasing).Keberadaan pranata sosial secara geografistentunya memiliki perbedaan, sesuai dengankebutuhan, lokasi masyarakat atau komunitaslokalnya. Seiring dengan perkembanganpembangunan dan perubahan sosial ekonomidan politik yang tengah terjadi di Indonesia,tidak tertutup kemungkinan berpengaruh pulapada keberadaan pranata sosial tersebut.Adanya desentralisasi atau yang dikenaldengan otonomi daerah, banyak program-pro-gram pembangunan yang telah menyentuhsendi kehidupan dan penghidupan masyarakatdi era reformasi dan globalisasi. Sentuhan pro-gram pembangunan tersebut tentunya secaralangsung maupun tidak langsung berpengaruhterhadap keberadaan dan eksistensikelembagan atau pranata sosial di masyarakat,termasuk kearifan lokal yang selama ini secaraturun temurun dipatuhi dan dijadikan pedomanhidup bagi warga masyarakat tertentu dipedalaman. Perubahan pola dan gaya hidupkearah modernisasi merupakan salah satucontoh yang tidak dapat dihindari kehadirannyaditengah-tengah masyarakat.

Pusat Pengembangan Ketahanan SosialMasyarakat Departemen Sosial yang memilikitugas pokok dan fungsi mengembangkanketahanan sosial masyarakat sebagai salah satuelemen untuk memperkokoh ketahanannasional, pranata sosial merupakan salah satuwadah untuk mencapai tujuan tersebut.Ketahanan sosial masyarakatpun dapatdiwujudkan ditengah semakin menyusutnyakeberadaan pekerja sosial masyarakat.

Sesuai dengan Indikator Ketahanan SosialMasyarakat yaitu perlindungan sosial terhadapkelompok rentan, miskin dan penyandangmasalah sosial, partisipasi sosial masyarakatdalam organisasi sosial, pengendalianterhadap konflik sosial dan kearifan lokal dalammemelihara sumber daya alam dan sosial, pro-gram pengembangan ketahanan sosialmasyarakat difokuskan. Pranata sosial dalamhal ini cukup berperan penting untukmensukseskan program ketahanan sosialmasyarakat tersebut.

Untuk lebih memudahkan dan meng-efektifkan program tersebut, sebaiknyamengetahui keberadaan pranata sosial yangada di masyarakat, terutama pada komunitas

lokal. Data dan informasi mengenaikeberadaan pranata sosial ternyata belumtersedia secara memuaskan. Oleh karena itu,Pusat Pengembangan Ketahanan SosialMasyarakat, Departemen Sosial pada tahun2006 melakukan kajian untuk mengidentifikasipranata sosial pada komunitas lokal di daerahterpencil.

Sentuhan program pembangunanberpengaruh pada keberadaan dan eksistensipranata sosial. Diperkirakan cukup besarpengaruh program pembangunan tersebutterhadap penghidupan warga masyarakatlokal. Daerah perdesaan yang masih me-megang tradisi paguyuban atau kebersamaan,sudah bergeser kearah individualistik yangdicirikan daerah perkotan. Termasuk pula padakomunitas adat terpencil, tradisi dan adatistiadatnya sebagian telah bergeser kearahkekotaan karena perubahan sosial, ekonomidan politik. Saat ini cukup sulit menemuilumbung padi yang dijadikan ketahananpangan warga masyarakat lokal. Pertaniansawah yang menggunakan pupuk kimiadengan alasan mendongkrak hasil panen,mengakibatkan matinya ikan, belut danpemangsa hama. Padahal lumbung padi danatau pertanian padi sawah dengan pupukkandang, merupakan kearifan lokal yangdiciptakan para pendahulu untuk menjagaketahanan pangan dan ketersediaan ikan sawahdan segala isinya untuk kebutuhan konsumsi laukpauk.

Memperhatikan uraian di atas, kiranyaperlu diketahui keberadaan pranata sosial dimasyarakat pada komunitas lokal, agar dapatdiketahui data dan informasinya untukkepentingan pusat pengembangan ketahananmasyarakat, khususnya untuk unit terkait dalammerealisasikan programnya, mulai darimengidentifikasi keberadaan pranata sosialpada komunitas lokal di daerah komunitas adatterpencil.

B. Kerangka Konsep

Menurut Direktorat PemberdayaanKomunitas Adat Terpencil (Dirt.PKAT, 2003)Pemetaan Sosial merupakan suatu kegiatanawal untuk menemukenali komunitas adatterpencil dan permasalahannya pada beberapalokasi di wilayah desa maupun kecamatan.

Profil Pranata Sosial di Daerah Kmunitas Adat Terpencil (Suyanto)

28

Keberadaan pranata sosial sampai saatini masih eksis dalam kehidupan masyarakat.Pranata sosial menurut Paulus Wirotomo (2004)mengutip definisi Selo Soemarjan adalahsebagai kumpulan nilai dan norma yangmengatur suatu bidang kehidupan manusia.Pranata sosial yang merupakan kumpulan nilaidan norma yang mengatur kehidupan manusiajuga merupakan kebudayaan. Karenakebudayaan didalamnya juga terdapat nilai,norma dan perasaan juga merupakan pola bagitindakan dan tingkah laku manusia yangdiperoleh melalui proses belajar dalamkehidupan sosialnya. Dalam kehidupan yangnyata kebudayaan digunakan secara selektifoleh para pendukungnya, tergantung padasituasi dan kondisi, serta arena sosial tempatpara pendukung kebudayaan tersebutmelakukan kegiatannya.

Sebagai suatu sistem pengetahuan, poladan corak suatu kebudayaan ditentukan olehkeadaan lingkungan dan kebutuhan dasar daripara pendukungnya. Setiap masyarakat dengansendirinya akan memiliki kebudayaan sesuaidengan keadaan lingkungan hidup tempatmereka bermukim dan bertempat tinggal.Sebagai suatu kebudayaan dengan semuapranatanya dapat saja berubah-ubah bahkanselalu berubah secara dinamis, karena tidakada kebudayaaan yang sifatnya statis dantertutup. Perubahan kebudayan dapat terjadikarena adanya faktor dari dalam kebudayaanitu sendiri dalam arti para pendukungnyamerasa bahwa beberapa pranata harusdirubah dan disesuaikan dengan perkem-bangan obyektif yang terdapat di dalamkehidupan sosialnya. Perubahan kebudayaandapat pula terjadi dari luar kebudayaan itu, yaitukarena adanya faktor pengaruh kebudayaanlain yang secara lambat atau cepat mem-pengaruhi kebudayaan tersebut.

Kebudayaan dalam pendekatan ethno-science atau cognitive anthropology diartikansebagai pola bagi tindakan dan tingkah lakumanusia. Dengan demikian, pengertiankebudayaan adalah seperangkat pengetahuanmanusia yang berisikan sistem nilai-nilai, resep-resep, blue-print, dan norma-norma sertaaturan-aturan yang terdapat di dalam kepalamanusia sebagai pengetahuan kebudayaan,yang diperoleh melalui proses belajar dalamkehidupan sosialnya, dan digunakan serta

dijadikan pedoman tindakan tingkah lakunya,dalam upaya untuk memenuhi kebutuhanhidupnya, serta digunakan untuk memahami,memanipulasi dan memanfaatkan sumberdaya yang ada di lingkungan hidupnya. Dalamkehidupan komunitas, kebudayaan digunakansecara selektif oleh para pendukungnya,tergantung pada situasi dan kondisi, serta arenasosial tempat para pendukung kebudayaantersebut melakukan kegiatannya. Kebudayaansebagai suatu sistem pengetahuan manusiadapat digolongkan dalam kontekspengetahuan yang khusus, yang dikaitkandengan kegiatan-kegiatan tertentu dalamkehidupan manusia pendukung suatukebudayaan tertentu. Pengetahuan yangkompleks bagi kegiatan tertentu tersebutdikenal sebagai pranata-pranata kebudayaanatau cultural institutions. Besar kecilnya sertakompleksitas pranata yang dimiliki dandikembangkan oleh suatu masyarakat,tergantung dari kompleksitas masyarakat itusendiri.

Secara operasional dalam kehidupan dankegiatan sosial yang nyata, pranata-pranatayang berlaku dan diterapkan tidaklah berdirisendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yangsaling terkait menjadi suatu sistem yang utuh.Dengan demikian walaupun pranatakebudayaan tertentu merupakan suatu kegiatan,tindakan dan perilaku tertentu dari seseorangatau sekelompok warga masyarakat, namunsebenarnya dasar kegiatan, tindakan danperilaku sosial tersebut, dipengaruhi danditentukan oleh pranata-pranata kebudayanlain yang relevan dengan dasar pranatautamanya. Dengan kata lain, setiap pranatasebagai sub sistem kebudayaan, mempunyaifungsi bagi pranata-pranata lainnya dalamkebudayaan tersebut.

Pranata sosial suatu konsep memangmasih diperdebatkan oleh para pakar ilmusosial. Untuk menyiasati perbedaan pandanganmengenai pranata sosial, Soetarso (2002)menyikapi bahwa terlepas apakah pranatasosial, association atau institution atau socialorganization atau istilah lainnya. Untuk keperluansosialisasi program pengembangan ketahanansosial masyarakat, kita tidak perlu terlibat dalamdiskusi akademis tentang pengertian pranatasosial, yang dibutuhkan adalah bentuk-bentukpranata sosial yang dapat kita perankan dalam

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 26-39

29

pengembangan ketahanan sosial masyarakatdi daerah, hal ini disebabkan antara lain karenakemampuan maupun jangkauan pelayanannyasangat dibutuhkan masyarakat. Dengandemikian pranata sosial adalah sistem nilai dannorma yang tersentral pada keorganisasiansebagai wadah bagi warga masyarakatmenjalankan peran, fungsi. Hal lainnyakewajibannya masyarakat sebagai ekspresipelaksanaan nilai dan norma tersebut (RusminTumanggor, 2006). Dengan demikian, pranatasosial dapat berupa instansi pemerintah (DinasSosial di daerah, Polri, TNI, instansi lainnya yangmemberikan pelayanan kepada masyarakat),organisasi sosial tertentu, lembaga swadayamasyarakat, organisasi pendidikan, organisasiprofesi/disiplin tertentu, perusahaan, pabrik,industri dan lain-lain.

Menurut Bambang Rudito, kearifan lokalmerupakan: (1) proses pengetahuan manusiadalam kedudukannya di lingkungan tertentu dantertuang dalam pola hidup dan cara berfikir;(2) Keseluruhan kehidupan termasuk yang su-pra natural dan natural yang menjadi inti dariusaha menjaga keberlanjutan lingkungan hidupbersifat unik serta spesifik; (3) Sering ditanggapihanya dipunyai oleh masyarakat komunitastertentu di daerah pedalaman.

Kearifan lokal adalah kematanganmasyarakat ditingkat komunitas lokal yangtercermin dalam sikap, perilaku dan carapandang masyarakat yang kondusif di dalammengembangkan potensi dan sumber lokal(material maupun non material) yang dapatdijadikan sebagai kekuatan di dalammewujudkan perubahan kearah yang lebih baikatau positif (Pusbangtansosmas, Balatbangsos,Departemen Sosial RI Tahun 2004). Lingkupkearifan lokal meliputi dimensi-dimensipengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilanlokal, sumber daya lokal, mekanismepengambilan keputusan lokal, solidaritas lokal,solidaritas kelompok (Jim Ife: 2002).

Pada komunitas adat terpencil, kearifanlokal diperkirakan lebih menonjol ke-beradaannya dibandingkan dengan pranatasosial. Hal ini mungkin karena masih dianutnyapaham, nilai/norma, budaya lokal yangmerupakan warisan nenek moyang mereka dansampai saat ini masih dipegang teguh oleh adatserta adanya pengaruh atau peran ketua adatdalam dimensi kehidupan mereka.

Bila disepakati mengenai pranata sosialseperti yang diungkap di atas, menurut SirojudinAbbas (dalam James Midgley 2005) bahwausaha-usaha untuk memadukan pembangunanekonomi dengan peningkatan kesejahteraanmasyarakat secara luas sesungguhnya sudahdimulai dilakukan pada awal tahun 1970-anbersamaan dengan kemunculan organisasi-organisasi non pemerintah (ornop) atau yangdikenal dengan Lembaga Swadaya masya-rakat (LSM). Kalangan LSM, dalam beberapasegi mengisi salah satu aspek pembangunanyang kurang memperoleh perhatianpemerintah, yakni pembangunan ekonomiyang berorientasi pada pemerataan dan dalamskala mikro untuk masyarakat pedesaan dankelompok-kelompok masyarakat miskin lainnya.

Namun tidaklah demikian denganpembangunan di wilayah pedalaman yangdikenal dengan sebutan Komunitas AdatTerpencil (masyarakat terasing). Sebenarnyapenanganan permasalahan komunitas adatterpencil sudah dimulai sejak tahun 1973 melaluiPilot Project yang pelaksanaannya dilakukan dibeberapa propinsi. Kemudian dilanjutkanpenanganannya secara instensif melaluiprogram-program tahunan dengan caramelalui sistem dekonsentrasi. Pada tahun 2003melalui dana dekonsentrasi DirektoratPemberdayaan Komunitas Adat Terpencil(PKAT) telah melakukan Pemetaan Sosial di 27Propinsi. Berdasarkan dari hasil pemetaan sosialtersebut telah terhimpun jumlah populasiKomunitas Adat Terpencil (KAT) yaitu sebanyak205.029 KK belum diberdayakan dan 11.101KK yang sedang diberdayakan. Dari 205.029KK tersebut menurut data yang telah adasebanyak 51.712 KK yang berada di 27 Provinsitelah diberdayakan namun hasilnya belumdiperoleh data yang memadai.

Kalangan Ornop/LSM mendefinisikanpembangunan sosial sebagai pendekatan yangholistik, tidak hanya memperhatikan aspekpendapatan ekonomi dan produktivitas kerjamelainkan dilihat dari pembangunan manusiasecara keseluruhan mencapai aspekpendidikan, kesehatan dan penguatan interaksisosial (Corten, 1988). Berbeda dengan strategimodernisasi dan program pembangunanekonomi yang diusung pemerintah, kalanganLSM mengutamakan kesejahteraan masyarakatperdesaan; kalangan miskin perkotan dan

Profil Pranata Sosial di Daerah Kmunitas Adat Terpencil (Suyanto)

30

masyarakat terpencil melalui penyediaanlayanan kesehatan, pendidikan dan aktifitasekonomi mikro. Gagasan-gagasan pengem-bangan keswadayaan (self-reliance) danpemberdayaan (empowerment) masyarakat,dibingkai di dalam kerangka pembangunansosial.

Korten (1982) mengatakan bahwapembangunan mampu mengembangkankeswadayaan masyarakat apabila pem-bangunan itu berorientasi pada kebutuhanmasyarakat (people centered development).Pembangunan yang berpusat pada masyarakatdapat direalisasikan apabila memanfaatkanorganisasi lokal yang ada di masyarakat.

Dalam perspektif pekerjaan sosial, nilaisosial budaya dan organisasi lokal merupakanpotensi dan sumber kesejahteraan sosial ataumodal sosial (social capital) dalam rangkapembangunan masyarakat.

C. Metodologi

Kajian ini bersifat deskriptif, yaitumenggambarkan identitas, sumber daya danprogram kerja Komunitas Adat Terpencil.

Penentuan lokasi ditetapkan secarapurposive, yakni ditetapkan oleh pemerintahdaerah yang mengetahui wilayah atau daerahyang dianggap memiliki pranata sosial dipedalaman (komunitas adat terpencil). Untukitu penetapan lokasi ditetapkan satu KabupatenTTU yang diambil satu Kecamatan, yakniKecamatan Biboki Selatan Desa Tautpah–Kampung Tamkesi.

Penetapan responden dalam kajianditetapkan secara purposive, yaitu terhadapPejabat instansi Dinas Sosial dan Instansi terkaityang mengetahui tentang keadaan dan kondisipranata sosial yang ada di lokasi KomunitasAdat Terpencil.

Tehnik pengumpulan data menggunakanwawancara dengan menggunakan pedomanwawancara yang telah dipersiapkan.Disamping itu untuk melengkapi data daninformasi diadakan Focus Group Discussion(FGD). Dengan FGD diharapkan dapatdiperoleh data sekunder dan informasi yangsangat diperlukan. Analisa data dilakukandengan cara analisa kualitatif.

I I . HASIL KAJIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Kajian

Komunitas Adat Terpencil (KAT) diKampung Tamkesi merupakan KAT yangmemiliki Tipologi KAT Pegunungan. Karenakomunitas tersebut bermukim di KampungTamkesi dan terletak di bawah dua buah gunungkembar, yaitu Gunung Oepuah dan GunungTapengah yang merupakan pusat PemerintahanKerajaan Biboki pada masa lalu. Jarak dari KATKampung Tamkesi ke pusat desa Tautpahkurang lebih 3 km dengan melewati jalansetapak yang hanya bisa ditempuh denganjalan kaki dengan lama perjalanan antara satujam sampai dua jam. Bila menggunakankendaraan bermotor harus melalui jalanmelingkar dan medan yang sulit, hanya bisadilakukan apabila kondisi jalan tidak becek/musim kemarau.

B. Gambaran Umum Komunitas AdatTerpencil di Lokasi Kajian

KAT di Kampung Tamkesi adalahmerupakan komunitas kecil pada sebagianbesar wilayah desa Tautpah dan sebagian kecilwilayah Desa Tokbesi. Kelompok kecilmasyarakat itu bertempat tinggal pada daerahpegunungan atau daerah pedalaman padamasa lalu dikenal sebagai wilayah KerajaanBiboki. Dimana sekarang masuk wilayahadministrasi Kabupaten TTU yang terbagimenjadi tiga kecamatan yakni, KecamatanBiboki Selatan, Kecamatan Biboki Utara danKecamatan Biboki Anleu (BPS, TTU DalamAngka, 2005).

Tamkesi oleh pemerintah daerah,ditetapkan menjadi desa adat. Tamkesi sendirisecara administrasi bagian dari Desa Tautpah,masuk dalam wilayah Dusun III Usboko, danmerupakan kampung kecil di puncak gunungdengan jumlah Kepala Keluarga 18 KK.Kampung Tamkesi merupakan kampungtradisional/adat, dihuni oleh sekelompokmasyarakat kecil dari berbagai suku, hanyaoleh karena rasa tanggung jawab, mereka akankelestarian adat istiadat suku bangsa Usboko,Amfotis di Kerajaan Biboki.

Desa Tautpah dan Desa Tokbesi sudahcukup terbuka di dalam pergaulan denganmasyarakat luar, karena dibukanya jalur

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 26-39

31

transportasi jalan yang menjangkau desa ini baikdari wilayah Kabupaten TTU maupun dariKabupaten Belu pada tahun 1983. Jalur jalanyang menghubungi Desa Tautpah dari wilayahKabupaten Belu sudah beraspal kasar namunsudah rusak. Sedangkan dari arah KabupatenTTU 9 km menjelang Desa Tokbesi dan 13 kmmenjelang Desa Tautpah masih dalam bentuktanah, jika hujan tidak bisa dilewati kendaraan,karena medannya yang sulit dan licin.

Desa Tautpah dan Tokbesi sendiri beradadalam kawasan hutan produksi terbatas.Wilayah kawasan dominan berbukit, dengansalah satu puncaknya adalah KampungTamkesi. Puncak dengan dua bukit batu yangmenjulang tinggi yang salah satunya adalahtempat upacara adat. Vegetasi yang dominandalam kawasan ini adalah padang rumput,yang sudah sejak tahun 1950-an dijadikanpadang penggembalaan, dengan ternakunggulan sapi bali.

Kawasan cagar budaya Kampung Tamkesiberada dalam wilayah RT2 Usboko. RT2 sendirimemiliki 47 KK; sedangkan dikawasanKampung Tamkesi memiliki 18 KK. Merekatinggal di rumah-rumah adat yang berbentukbulat yang atapnya terbuat dari rumput ilalangdan berjuntai ke tanah. Rumah-rumah adat itudibangun pada lereng bukit, dengan terlebihdahulu tanahnya diratakan, agar tebing tidaklongsor maka disusun batu-batu kecil dan besarpada dinding tebing.

Dinding tebing yang tersusun daribebatuan yang rapi, dibuat sudah ratusan tahunyang lalu. Pemukiman Tamkesi dikelilingibenteng lapis tiga. Pembuatan benteng untukmempertahankan keser/raja mereka darijangkauan musuh (Belanda dan Jepang). Dilokasi ini terdapat banyak tempat yang masihkeramat, digunakan untuk upacara adat danreligi. Menurut mereka tempat yang palingkeramat adalah rumah raja dan yang bolehmasuk ke rumah raja hanyalah raja sendiri, yanglainnya amat tabu untuk diizinkan masuk kerumah raja. Di dalam rumah keser ada “TateotNa Uisneno” orang yang menjaga rumah keserdan rumah tersebut hanya sebagai tempatUisneno saja. Menurut kepercayaan merekakeser adalah Tuhan yang menjelma menjadimanusia.

Selain rumah keser ada juga rumah sukudimana pada setiap rumah suku (rumah adat/

rumah besar) terdapat Bahane, yaitu altar kecilyang berfungsi untuk menaruh sesajen. Altar initerbuat dari pohon kayu yang dipipih denganukuran tinggi 1,5 M. Pada bagian atasnyaditaruh kayu pipihan berukuran 25 x 30 cm dandi atas kayu pipihan tersebut dibuatkan sebuahrumah kecil yang berfungsi untuk menaruhsesajen.

C. Sejarah Perkembangan KomunitasAdat Terpencil

Pada masa lalu, upacara adat masihsangat intensif dan selalu saja diikuti denganadanya persembahan berupa seorang wanitacantik. Pada perkembangan selanjutnya,persembahan ini kemudian menjadi sumberkonflik yang berujung pada munculnya pihakke tiga, yaitu bertahtanya raja dari Malaka.

Suku Usboko, Amfotis yang berdiam diKampung Tamkesi berupa komunitas kecil disebagian besar wilayah hutan produksi terbatasdesa Tautpah dan wilayah hutan produksiterbatas yang berada di wilayah Desa Tokbesi.Kelompok kecil masyarakat itu bertempat tinggaldi daerah pegunungan atau daerah/wilayahpedalaman, pada masa lalu daerah tersebutdikenal sebagai wilayah Kerajaan Biboki.

Menurut sejarahnya, sebelum Indonesiamerdeka atau pada masa Hindia Belanda,Wilayah Kabupaten TTU, secara administrasiterbagi tiga kekuasaan kerajaan, yakniKerajaan Miomafo, Insana dan Biboki. Dari tigakerajaan tersebut yang masih bertahan sampaisekarang hanyalah kerajaan Biboki dengan ibukota kerajaan di Kampung Tamkesi. LokasiKampung Tamkesi adalah pusat kerajaanBiboki yang keberadaannya sampai sekarangmasih lestari.

Sebelum Kampung Tamkesi sebagai pusatKerajaan (Sonaf) Biboki, Sonaf Biboki berpusatdi Desa Oepuah (daerah Wini) yang bernama“Kolan Ha Siun Ha”. Menurut penuturan AmafBelsikone (juru bicara Sonaf Tamkesi), sudahenam orang raja yang menempati SonafTamkesi. Dua raja yang terakhir sudah tidakmenempati Sonaf Tamkesi. Hal ini terjadisetelah kemerdekaan Indonesia dan sistemPemerintahan Swapraja diganti dengan sistempemerintahan yang baru.

Meskipun raja sudah tidak menempatiSonaf Tamkesi namun sistem pemerintahan

Profil Pranata Sosial di Daerah Kmunitas Adat Terpencil (Suyanto)

32

Keraton Tamkesi masih berlangsung sampaisekarang. Di dalam sistem pemerintah SonafTamkesi, Raja dalam melaksanakanpemerintahannya dibantu oleh “Maen LeunAtoin Leun” yang bertugas sebagai pembanturaja. Sedangkan dalam proses pengambilankeputusan, Raja dibantu oleh dua Amaf yaituAmaf Belsikone yang menjaga wilayah PintuSonaf Bagian Timur dan bertempat tinggal diDesa Tokbesi serta Amaf Paisanaunu yangmenjaga Pintu wilayah Sonaf Bagian Barat.Setiap perkara yang ada di Sonaf Tamkesidiputuskan oleh dua orang Amaf ini dan rajahanya mengukuhkan keputusan yang sudahdibuat.

Penghormatan kepada raja olehmasyarakat yang mendiami daerah kekuasaanRaja Biboki masih berlangsung sampai saat ini.Pengaruh pimpinan puncak (Raja Biboki) masihsangat kuat. Pimpinan puncak wilayahpunsudah memiliki wawasan yang luas, danmenginginkan adanya perubahan diwilayahnya. Pada bulan Nopember setiaptahunnya masyarakat menghantarkan upetikepada raja berupa jagung dan padi. Menurutkepercayaan masyarakat, hujan turun setelahproses penyerahan upeti kepada rajaberlangsung. Penyerahan upeti diatur olehkepala suku bersama dua amaf yang ada diSonaf Tamkesi. Pada setiap bulan Nopember,sisa upeti dari tahun lalu diturunkan dari lopoakan diganti dengan upeti yang baru. Sisa upetidibagikan kepada masyarakat yang bertempattinggal disekitar Sonaf Tamkesi.

Kampung Tamkesi, oleh pemerintahdaerah dikembangkan menjadi desa adat.Tamkesi secara administrasi adalah bagian daridesa Tautpah yang masuk wilayah dusun IIIUsboko dan merupakan kampung kecil yangletaknya di puncak gunung yang dihuni 18 KK.

D. Pranata Ekonomi dan Sistem MataPencaharian

Masyarakat Kawasan Tamkesi berprofesisebagai petani polifalen, artinya petani yangmengusahakan lebih dari satu jenis kegiatanpertanian. Mereka sebagai petani tanamanpangan, tanaman keras atau tanaman tahunandan peternak. Sistem perekonomian umumnyamasih sub sistem, mereka bekerja hanya untukmencukupi kebutuhan sehari-hari.

Untuk mengetahui mata pencaharian dansistem perekonomian yang ada di lokasi ke duadusun tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Ladang Berpindah

Masyarakat di Kabupaten TTU,berladang secara berpindah merupakanmata pencaharian pokok penduduk yangbiasanya dilakukan sekali dalam setahun.Tahapan pengolahan lahan untukberladang adalah sebagai berikut:pemilihan lokasi lahan; menebas;menebang; membakar; menanam;merumput; memanen jagung danmenyimpan hasil panen.

2. Perkebunan

Perkebunan yang ada di lokasikajian adalah kemiri dan mente yangdimulai pada tahun 1983. Namun keduatanaman ini kurang diminati petani lokal,karena mente rendah produktifitasnya,sementara kemiri adalah tanaman yangdianggap tabu. Padahal kemiri tumbuhsubur di wilayah kajian dengan produksiyang tinggi di atas 15 kg perpohon.Namun karena tanaman kemiri dianggaptabu maka warga KAT terlambatmenanam kemiri di kebun mereka, kalauada yang menanam hanya ada 1–2pohon yang sudah berbuah untuk satuKepala Keluarga.

3. Peternakan

Orang Kampung Tamkesi tidak asingdengan ayam kampung, babi, kambingdan sapi. Karena jenis binatang ini terlihatbanyak berkeliaran di desa-desa yangmenuju daerah pemukiman kampungTamkesi. Jenis ternak tersebut merupakanjenis ternak yang umum dipelihara olehorang di lokasi kajian.

4. Perdagangan

Penduduk dusun ini mempunyaikecenderungan untuk tidak bergerak(mobilitas) ke pusat perdagangan, faktorutamanya adalah biaya yang mahal.Perdagangan yang bisa mereka lakukanadalah menjual hasil pertanian danpeternakan ke pasar tradisional yang ada

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 26-39

33

di Desa Tautpah setiap hari Jum’at danIbu kota Kecamatan Setiap Hari Minggu.

Kemiri dan mente yang di jual belumdikupas. Karena penduduk belum memilikiketrampilan untuk memecah kemiri danmengupas Mente. Kemiri berpolang(masih ada kulit lengkap) dijual denganharga Rp.250,-/kg. Padahal di Naukaeyang masuk wilayah Kabupaten TTU kemiridijual dengan harga Rp.1.500,-/kg, Ubijalar dijual dengan harga Rp.10.000,- -Rp.15.000,- per karung, dan jagung dijualdengan harga Rp.500,- per kg. Jagungdijual hanya untuk memenuhi kebutuhanyang sangat mendesak.

E. Pranata Politik, KelembagaanSosial dan Kepemimpinan

1. Struktur dan personil kelembagaan adat

Di Wilayah Kefamenanu KabupatenTTU dahulu terdapat tiga orangbersaudara, yaitu: Mafotaek, yangcucunya adalah Suku Miamafo denganRaja Uskono; Sinataek yang cucunyaadalah Suku Insana dengan Rajanya Taolindan Boki Taek yang anak cucunya adalahSuku Biboki. Pada masa Hindia Belanda,Wilayah Kabupaten TTU, secaratradisional terbagi atas tiga kerajaan, yakniKerajan Miomafo, Insana dan KerajaanBiboki. Kerajaan Biboki terdiri dari tigasuku besar, yakni Amaf Usboko; Usbokomembawahi dua suku besar lainnya yakni,Suku (Amaf) Bersikone dan Suku (Amaf)Paisanaunu, kedua suku tersebutmembawahi kelompok-kelompok kecilyang bermukim dan memencar di wilayahBiboki, dimana kelompok kecil tersebutjuga dipimpin oleh kepala suku. Usbokoadalah keser atau raja di kerajaan Bibokiberasal dari suku Usboko. Usboko tinggaldi rumah adat Tamkesi yang merupakanpemukiman desa adat. Amaf diakuikeberadaannya karena kemampuannyamemimpin kelompok kecil suku (klonin)baru. Kemampuan itu ditentukanoleh keberhasilan Amaf baru sebagaipemimpin petani, peternak, menyelesaikanmasalah sengketa atau perkara di dalam

kelompoknya, bijaksana, adil dan jujur.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat padaStruktur Pemerintahan Adat di KampungAdat Tamkesi sebagai berikut:

Keser/Usboko/Raja

Amaf Paisanaunu

Amaf

Amaf

Amaf

Amaf Bersikone

Amaf

Amaf

Amaf

Uskenaf/Jubir raja

Gambar tersebut merupakan struktur Pemerintahan

Kerajan Biboki pada saat masih dijajah oleh Hindia

Belanda, sampai dengan tahun 1942.

Untuk masuk ke Desa Adat Tamkesi,orang-orang Biboki dapat melalui tigapintu, yaitu Eno Oebnah yang terletak disebelah timur dan dihuni oleh suku (Amaf)Paisanaunu. Sedangkan pintu masukwilayah selatan ditempati Suku (Amaf)Bersikone melalui pintu Eno Am Unah.Sedangkan pintu Eno Naikah (pintugerbang kerajaan) adalah ditempatikhusus untuk keturunan Usboko/raja.

Raja dalam pemahaman masya-rakat Biboki menempati posisi yang amatsakral. Dalam memimpin dan memerintahrakyat dikuasakan kepada para Amaf(ketua kelompok). Para Amaf ber-tanggung jawab kepada rakyatnya ataukelompoknya. Menurut masyarakat Bibokiraja yang sakral adalah sumberkesejahteraan, ketentraman dankedamaian. Raja adalah kekuatanpengendali alam karena raja dianggapbisa mengendalikan hujan, penyakit,kesuburan tanah, populasi hewan dannasib hidup rakyat. KAT Tamkesi masih taatkepada pimpinannya (raja) sehinggaharapan dari Raja Biboki agar terjadinyaperubahan di wilayah ini pasti akan diikutidengan baik oleh warganya.

Profil Pranata Sosial di Daerah Kmunitas Adat Terpencil (Suyanto)

34

Menurut masyarakat raja yang sakral,tabu untuk dilihat oleh rakyat di sembarangtempat. Ia hanya boleh menampakkan dirikepada rakyat, pada waktu dan di tempattertentu saja. Selain itu raja hanya ada didalam rumah dan dijaga dengan sangatketat oleh para Maob atau jabatanpanglima perang kerajaan Biboki.

Dewasa ini sudah banyak berubah,ditandai dengan adanya kebiasaan rajamemilih tinggal di daerah persawahanuntuk mengerjakan sawah dan meng-gembalakan sapi. Pada masa yang laluraja/keser sangat tabu menyentuh tanah(bekerja). Raja hanya tahu makan yangdiberikan rakyatnya melalui upeti dan jugamendapatkan sumbangan tenagasebagai abdi raja yang setia.

Raja hanya bisa berkomunikasidengan Amaf, itupun hanya satu kalidalam satu tahun dan yang menyangkuthal-hal yang sangat penting dan hanyadapat dilakukan dalam tempat-tempatyang tertentu. Selain itu komunikasi antaraAmaf dengan raja diatur oleh Uskenaf (jurubicara raja). Tugas Uskenaf adalahmenyampaikan pesan atau titah rajakepada Amaf untuk selanjutnyadisampaikan kepada rakyat (klonin) ataupengikut dari masing-masing Amaf.

Raja Biboki yang masih hidupbernama Nesi Iba yang tinggal diluarKampung Adat Tamkesi, mengikuti lahansawah yang dimilikinya. Untuk menjagarumah adat yang ada di KampungTamkesi dipercayakan kepada IgnatiusTaek Usboko.

2. Struktur dan personil kelembagaan formal.

Pada zaman pendudukan Jepang,Biboki mulai mengikuti struktur pe-merintahan yang ditetapkan Jepang. Padawaktu pemerintahan Jepang, KerajaanBiboki di pimpin oleh 5 orang Vetor, yaituVetor Oetasi, Ustetu, Bulifani, dan Herneno(Mamnen) dan Taito. Setelah Indonesiamerdeka pimpinan yang ada di Desa AdatTambesi mengikuti struktur pemerintahanyang ada dan masuk wilayah Usboko IIIDesa Tautpah yang merupakan wilayahpengkajian dan memiliki strukturpemerintahan yang terdiri dari KepalaDesa, Sekretaris Desa, Kepala UrusanPembangunan, Kepala Urusan Umum,Kepala Urusan Pemerintahan, KepalaUrusan Kesejahteraan Masyarakat,Kepala Urusan Keuangan dan Ketua RT/RW. Struktur Pemerintahan di KerajaanBiboki pada waktu Pendudukan Jepangadalah terdiri dari Keser atau Usboko atauraja. Menurut sejarahnya setelahIndonesia merdeka wilayah kerajaanBiboki merupkan cikal bakalnya wilayahyang sekarang merupakan wilayahkecamatan. Sedangkan dibawah kerajaanBiboki ada Vetor. Wilayah yang dipegangseorang vetor setelah Indonesia merdekamenjadi wilayah desa yang sekarangdipegang oleh seorang kepala desa/kelurahan. Selanjutnya dibawah vetor adatemukung yang sekarang merupakanwilayah Rukun warga dan dibawahtemukung ada nakaf yang merupakanwilayah rukun tetangga, untuk lebihjelasnya dapat digambarkan sebagaiberikut:

Struktur Pemerintahan di Kerajaan Biboki pada waktu Pendudukan Jepang

Keser/Usboko/Raja

Vetor Vetor Vetor Vetor Vetor Vetor

Temukung2 Temukung2 Temukung2 Temukung2 Temukung2 Temukung2

Nakaf2 Nakaf2 Nakaf2 Nakaf2 Nakaf2 Nakaf2

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 26-39

35

Gambar tersebut menunjukkanperubahan struktur pemerintahan KerajaanBiboki pada waktu penjajahan Jepang diIndonesia. Dimana pada waktu tersebutKerajaan Biboki adalah cikal bakalnyakecamatan-kecamatan, sedangkanVetor adalah cikal bakalnya desa dantemukung adalah merupakan cikalbakalnya Rukun Warga dan nakaf adalahcikal bakalnya Rukun Tetangga.

Secara administrasi dalam melak-sanakan tugasnya sehari-hari, kepaladesa dibantu oleh sekretaris desa,sedangkan untuk tugas lainnya yangberhubungan dengan masyarakat,pembangunan, keamanan dan ketertibandiserahkan kepada para kepala urusan.Sebagaimana tercantum dalam peraturanMenteri Dalam Negeri No.5 tahun 1974,disebutkan bahwa Kepala Desamenjalankan hak, wewenang dankewajiban sebagai pimpinan peme-rintahan desa yaitu menyelenggarakanrumah tangganya sendiri dan merupakanpenyelenggaraan dan penanggungjawab utama di bidang pemerintahan,pembangunan dan kemasyarakatandalam rangka penyelenggaraan urusanpemerintahan desa, urusan umumtermasuk pembinaan ketentraman danketertiban sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku danmenumbuh kembangkan jiwa gotongroyong masyarakat sebagai sendi utamapelaksanaan pemerintahan desa.

Di desa ini kepala merupakanjabatan terhormat, tanpa ada imbalanmateriil, tidak ada hak dimana pendudukmenyisihkan waktu untuk mengerjakanpekerjaan kepala desa dan suka rela ikutturun tangan membantu meringankantugas-tugas kepala desa, bahkanmembantu urusan rumahtangga terutamadalam mengerjakan kegiatan sehari-hari.

Kepala desa tidak memperolehpenghasilan yang dapat menunjanghidupnya dari jabatan yang disan-dangnya. Karena sampai saat ini hono-rarium para perangkat desa adalahsebagai berikut:

a. Kepala Desa/Pambekal: Rp.350.000,-

b. Sekretaris Desa: Rp.300.000,-

c. Kaur: Rp.250.000,-

F. Pranata Agama, Religi danKepercayaan

Di Desa Tautpah juga termasuk KampungDesa Adat Tamkesi penduduknya 100 persenberagama Katholik, dan telah dibangun tempatIbadah yakni dua Kapel semuanya atas usahaswadaya masyarakat. Pelaksanaan ibadahumat Katholik dilaksanakan setiap hari Minggudi Kapel-kapel yang telah ada. Selain itu jugadilakukan melalui kegiatan membaca doa-doayang dilaksanakan kegiatan di rumah-rumahpenduduk sekali setiap minggu.

Selain menjalankan ibadah sesuai ajaranagama, Suku Usboko, Amfotis di Tamkesi masihmengembangkan religi asli dari warisan nenekmoyang mereka yang diselenggarakan setiapsetahun sekali pada bulan Oktober atauNopember yang dinamakan upacaraTatamamaus. Pada kesempatan upacaraTatamamaus semua anggota suku dibawahpimpinan kepala sukunya (Amaf) datang keKampung Tamkesi membawa upeti, berupahasil pertanian (padi, jagung dan umbi-umbian)dan hasil ternak untuk dipersembahkan kepadaraja. Upacara didahului doa, menurut sistemkepercayaan orang Tamkesi, yang dipimpinoleh penjaga rumah adat.

Selain upacara adat seperti tersebut di atasorang suku di lokasi kajian juga masihmempercayai adanya roh halus yang mendiamibatu dan pohon besar dan menjaga laut. Halini terlihat dengan adanya kegiatan yangdilakukan oleh Komunitas Adat Terpencil diTamkesi, yakni berupa upacara unik yangdilakukan di dalam Sonaf Tamkesi yaitupersembahan kepada Tuhan Yang Kuasa yangdilakukan pada bulan September atau Oktobersetiap tahunnya. Persembahan ini berupapersembahan satu ekor kambing jantan dansatu ekor ayam jantan berbulu cerah bisaberwarna merah maupun berwarna putih yangdi antar oleh seorang petugas khusus yang

Profil Pranata Sosial di Daerah Kmunitas Adat Terpencil (Suyanto)

36

bernama “Ustetu”. Ustetu membawa kambingdan ayam ke atas puncak Gunung Tapenpahyang cukup tinggi dengan cara dipikul.

Upacara Tatamamaus ini ditandai denganmembawa persembahan yang berupa seekorkambing merah yang dibawa oleh lelaki dariSuku Ustetu. Setelah mendapatkan restu dariraja/keser dengan meletakkan tangan diataskepala, lelaki yang membawa persembahantersebut memanjati bukit batu dengan tebingyang amat curam dengan kemiringan di atas90 derajat. Selanjutnya dilakukan oleh orang /para pembawa persembahan dengan jumlahkelipatan 7 dimana jumlah anggota pembawapersembahan bisa hanya 7 orang lelaki, 14orang lelaki atau 21 orang lelaki. Parapembawa persembahan dengan jumlahkelipatan 7 orang lelaki tersebut membawahewan yang dibawa adalah seekor ayamjantan. Setelah mendapatkan restu dan doadari keser/raja para pembawa persembahanyang terdiri dari kelipatan 7 orang lelakitersebut membawa ayam jantan ke puncak bukityang kemudian ayam jantan tersebutditambatkan di puncak bukit dan dibiarkansampai mati sendiri. Suku yang membawapersembahan ke puncak bukit batu itu jugaadalah Suku Ustetu. Karena secara adat yangmembawa persembahan ke puncak bukit batuitu harus Suku Ustetu, tidak boleh digantikan darisuku lain.

Di puncak bukit batu keramat itu kambingdisembelih di atas altar batu dengan permukaanyang datar. Kambing kemudian dipotong-potong dan dimasak atau dibakar kemudiandimakan secara beramai-ramai, dan tabumembawa kembali daging dari puncak bukitbatu.

Di puncak bukit tersedia air atau adasumber air yang diberi nama “Tapempah” danbiasa digunakan untuk memasak dagingkambing. Di tempat ini tersedia pula sumberair, kayu bakar, periuk tanah, piring batu dansendok. Di bukit ini kambing disembelih di atasmebah, dikuliti, dipotong-potong, direbus lalusetelah masak dimakan bersama-sama sampaihabis. Daging kambing tidak boleh dibawakembali ke pemukiman. Ayam berwarna cerah(merah dan putih)yang dibawa ketika itudiikatkan pada sebatang kayu dan dibiarkansampai mati sendiri.

G. Pranata Kesehatan dan Pengobatan

Untuk meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat di lokasi Komunitas Adat Terpencilini sudah ada Puskesmas Pembantu sebagaitempat berobat bagi masyarakat yangbermukim di Kawasan Tamkesi. PuskesmasPembantu tersebut dilayani oleh seorangperawat dan seorang bidan. PuskesmasPembantu tersebut letaknya di Desa Sufadengan jarak tempuh sekitar 6 km dari kawasanTamkesi

H. Pranata Pendidikan, Pengetahuandan Teknologi

1. Pranata Pendidikan.

Untuk menunjang kegiatan di bidangpendidikan, di Desa Tautpah telah dibangun1 buah Sekolah Dasar Katholik (SDK). Mu-rid sekolah ini pada tahun 2005 sebanyak182 orang, tenaga guru 6orang. Anak-anak yang tamat dari SDK inikebanyakan tidak melanjutkan ke SMPkarena jauh dari desa dan keadaanekonomi orang tua mereka yang tidakmampu membiayai anak-anaknya hinggake jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Proses pembinaan untuk mentaatikeharusan berbuat atau tidak berbuatmenuntut keharusan tata nilai atau normayang lazim dianut dalam masyarakat.Dalam menerapkan disiplin pengendaliansosial dan sopan santun dalam bergaulkhususnya kepada orang yang lebih tua,orang tua mengajarkan anaknya sejumlahkata yang seharusnya diucapkan pada or-ang yang lebih tua sebagai rasa hormat.Selain itu juga dalam bertingkah lakudiajarkan hal-hal yang seharusnyadilakukan, diharapkan orang yang sedangberbincang atau duduk-duduk harusberjalan menundukkan badan atau lebihbaik berjalan dibelakangnya. Bila ketentuanini tidak ditaati oleh si anak, maka secaralangsung akan ditegur dan diberi nasehattentang apa yang seharusnya dilakukananak.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 26-39

37

2. Sistem Tehnologi (Tempat Perlindungan,Alat Transportasi, Senjata, Alat-alatProduksi).

Masyarakat yang menempatiKawasan Tamkesi masih jauh dari sentuhanteknologi, unsur modern yang masuk diwilayah Kawasan Tamkesi hanya berupaperlengkapan dapur, pakaian serta sabunmandi dan sabun cuci. Sedangkanperlengkapan dan peralatan modern sepertibahan bangunan (seng, paku, semen, besibeton) tidak diper-bolehkan masuk kedalam lingkungan Kawasan Desa AdatTamkesi.

Dalam bidang pertanian, mereka jugamasih sangat sederhana, jauh daripenggunaan alat dan sistem pertanian mod-ern, seperti memakai traktor, pupuk kimia,pestisida dan adanya benih unggul. Petanidi lokasi kajian pada umumnya hanyamenggunakan parang dan linggis. Bibittanaman yang dapat disediakan hanyalahbibit tanaman yang berasal dari sisa panentahun lalu yang sengaja disisakan/disimpansebagai benih. Dalam pemeliharaantanaman, para petani hanya membersihkantanam-tanaman pengganggu (gulma) dantidak pernah memberikan pupuk ataupestisida kalau tanaman terserang hamaatau penyakit.

I. Pranata Keturunan dan SistemKekerabatan

Dalam urusan perkawinan prinsipkekerabatan di lokasi kajian adalah patriarkat,artinya dimana pihak laki-laki memberikan belis(pembelian atau mas kawin) berupa ternak,lempengan perak, dan uang tunai kepadapihak perempuan dan perempuan akan masukdalam marga laki-laki (suaminya) dan pindahke rumah keluarga laki-laki. Sedangkan untukpenyelenggaraan pesta perkawinan akanditanggung bersama sesuai dengankesepakatan antara kedua keluarga besar.

Pada dasarnya masyarakat di lokasi kajiansudah bersikap kurang/tidak terbuka ter-utama dalam hal memilih jodoh, artinyamasyarakatnya masih terpaku dalam per-kawinan endogamy saja, salah satu warga/sanak keluarga yang memilih jodoh di luar dari

sukunya/penduduk di luar dusun dianggapsuatu hal pelanggaran adat. Akan tetapiperkawinan yang berasal dari kalangan merekasendiri merupakan perkawinan yang diidealkan.

J. Pranata Hubungan Sosial danJaringan Kerja

Hubungan dengan masyarakat sekitardusun sangat baik, intensitas hubungan denganmasyarakat yang paling sering adalah denganmasyarakat Desa Tautpah. Kontak denganpemerintah dan intensitas kehadiran orang luarbiasanya terjadi karena urusan ekonomi atauurusan jual beli hasil pertanian dan pemenuhankebutuhan pokok. Untuk pemenuhan kebutuhansandang dan keseluruhan bahan pangandiperoleh dari luar dusun, selain belanjalangsung di pasar yang ada di desa tersebut,dengan cara menjual hasil ladang, ternak dankebun, hasil dari penjualan tersebutdimanfaatkan untuk membeli bahan kebutuhanpokok.

Dengan demikian dari hasil kajian di lokasidapat dikatakan belum tampak adanyajaringan kerja antar kelompok/perkumpulansosial yang ada, kecuali kelompok-kelompokyang terbentuk karena adanya kebutuhan yangsama yang sebagian telah membentuk jaringankerja, namun jaringan kerja itu masih terbatasdengan kelompok sejenis dan bersifatkekeluargaan. Dari hasil kajian jaringan kerjaterbentuk karena adanya kelompok ataulembaga lain atau merupakan kegiatanperdagangan dan profesi pekerjaan.Sedangkan jaringan kerja bentukan pemerintahberupa jaringan sejenis vertikal (berjenjang)seperti kelompok RT/RW dan Komunitas AdatTerpencil di Kawasan Tamkesi. Sedangkan yanghorizontal yang ada kelompok upacara adatdan kelompok Rukun Tetangga.

Sebagian kegiatan bertumpu padasumber-sumber lokal maka keberadaankelompok-kelompok bentukan masyarakat lebihdiwarnai dengan dukungan lokal dankebanyakan sumber-sumber yang digalipunlebih banyak pada intern anggota mereka ataudonatur yang merasa terikat oleh kewajibanmoral. Dukungan dari pemerintah terhadapperkumpulan sosial masih sangat terbatasbahkan dapat dikatakan belum ada.

Profil Pranata Sosial di Daerah Kmunitas Adat Terpencil (Suyanto)

38

I I I. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengaruh kepala adat sekarang adalahNesi Iba Usboko (Raja Biboki) sangat kuatdalam Komunitas Adat Terpencil KampungTamkesi, Desa Tautpah, Kecamatan BibokiSelatan, Kabupaten Timor Tengah Utara,Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal tersebutditunjukkan dengan adanya kesetiaan rakyatnyadalam menjalankan pranata-pranata yangmasih berlaku di masyarakat pedalaman, yaitupranata keagamaan (religi), pranatapendidikan, pranata ekonomi, pranata sosialdan lainnya. Namun karena Raja Biboki jugamemiliki wawasan yang luas dan menginginkanadanya perubahan bagi rakyatnya, sebagianwilayah mereka diserahkan kepadapengembang untuk dijadikan programpemberdayaan yang dimulai melalui programpemukiman di Kampung Tautpah dandiharapkan dapat berhasil. Dengan berhasilnyaprogram pemberdayaan tersebut kelak akandiikuti masyarakat lainnya yang masihbermukim di pedalaman yang masuk wilayahDesa Tautpah dan Desa Tokbesi.

B. Rekomendasi

Rencana pengembangan KawasanTamkesi oleh pemerintah daerah KabupatenTTU adalah menjadikan kawasan Tamkesisebagai desa adat (cagar budaya) denganpusat pemerintahan desa adalah di SonafTamkesi. Rencana ini menurut informasi dariCamat Biboki Selatan realisasinya hanyamenunggu turunnya Perda tentang pembentukandesa adat tersebut. Dengan demikian perludiapresiasi secara hati-hati.

Sedangkan menurut skenario Dinas SosialKabupaten TTU KAT Tamkesi diusulkan untukdiberdayakan sebanyak 265 KK (termasuk 18KK yang ada dalam kawasan Tamkesi). Kepalakeluarga sebanyak 265 teresebut tersebar dikampung dan dusun di Desa Tautpah danTokbesi. Untuk itu diharapkan program tersebutdapat segera terlaksana baik melalui programpemukiman/relokasi KAT, pemberdayaan KUBEdan melalui pembinaan pertanian. SekalipunDesa Tokbesi dan Desa Tautpah penduduknyasudah bermukim secara terkonsentrasi disepanjang jalan raya, namun masih banyakditemukan komunitas yang bermukim secaraterpencar pada beberapa tempat yang sulitdijangkau dan sulit pula untuk bercocok tanamdan beternak. Warga dari dusun yang beradadi kedua desa tersebut memberikan respon yangsangat positif untuk dimukimkan di lokasi baruyang merupakan binaan Departemen Sosial.Disini memerlukan penelitian kelayakan agarsesuai sasaran.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Syarwani dan Meuthia Gani Rochman. 1992. Pembangunan Swadaya Nasional, Jakarta,LP3ES.

Anonim. 1997. Peranan Program Kesejahteraan Sosial Dalam Penanggulangan Kemiskinan MelaluiKUBE, Jakarta, Dit. Bin Bansos.

…………………… 1998. Menteri Sosial RI Pada Sidang Kabinet terbatas Memantapkan ProgramMenghapus Kemiskinan, Jakarta.

…………………… 2003. Pola Penanggulangan Kesejahteraan Sosial Menteri Sosial RI, Jakarta.

Dorojatun Kuntjoro-Yakti. 1996. Kemiskinan di Indonesia. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Florus, Paulus, et.al. 1994. Kebudayan Dayak Aktualisasi dan Transpormasi, Jakarta. LP3S-IDRD denganPT.Grasindo.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 26-39

39

Larso, Wursito. 1995. Pemerataan Pembangunan Antara Harapan dan Kenyataan, Solo. Bergetar.

Sutopo HB. 1993. Konsep Pembangunan Swadaya Masyarakat Dalam Pembangunan Pedesaan DitinjauDari Sudut Sosiologi Pembangunan Antara Peluang dan Tantangan, Solo. Bergetar.

Twikromo, Argo. 1993. Pembangunan Masyarakat dan Pembangunan Kepemimpinan Kelompok. Solo.Bergetar.

Prastiwi, Etty. 1993. Wanita Dalam Peranannya Sebagai Kader Pembangunan dan Ibu Rumah Tangga.Solo. Bergetar.

Maryanto, 1996. Peran Masyarakat Dalam Mewujudkan Ekonomi Rakyat Lewat Jaringan. Solo. Bergetar.

Muhammd, Rusdin. 1993. Kelembagaan Desa Sebagai Wadah Partisipasi Masyarakat. Solo. Bergetar.

Wardani, Nila. 1993. Sebuah Bentuk Dampingan Bagi Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga. Solo.Bergetar.

Midgley, James, 2005. Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan Dalam Kesejahteraan Sosial,Jakarta. Diperta Islam Departemen Agama.

Nurdin dan Suradi, 2004. Penelitian Peranan Organisasi Lokal Dalam Pengembangan Masyarakat,Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol.9, No.01, Pusbang UKS,Balatbang, Departemen Sosial.

Korten, David.C, 1982. Pembangunan Berpusat Pada Rakyat. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Wirotomo, Paulus, 2004. Makalah Kontruksi Jaring Pranata Sosial Untuk Penguatan Ketahanan Sosial(Kerangka Konseptual), Jakarta.

BIODATA PENULIS :

Suyanto, Alumnus Universitas Muhammadiyah Jakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikProgram Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Tahun 1989. Kini Ajun Peneliti Madya pada PusatPengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat, Badan Pendidikan dan Penelitian KesejahteraanSosial, Departemen Sosial RI.

Profil Pranata Sosial di Daerah Kmunitas Adat Terpencil (Suyanto)

40

PARTISIPASI ORGANISASI SOSIAL LOKAL

DALAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL(Studi di Kelurahan Rijali dan Waihaong Kota Ambon)

Alit Kurniasari

ABSTRAK

Organisasi lokal di Kelurahan Rijali dan Waihaong Kota Ambon provinsi Maluku dapat berfungsisebagai self help organization, yang selanjutnya didayagunakan dalam pembangunan kesejahteraan sosial.Organisasi lokal yang ada di kedua kelurahan berkolaborasi untuk mengatasi permasalahan sosial yangmendesak ditangani. Dengan segala kendala dan potensi yang dimiliki seperti kehidupan beragama sertabudaya pelagandong yang masih tersisa mampu mempererat kolaborasi organisasi atau kelompok, denganmembentuk Forum atau Kelompok Kerja. Perbedaan latar belakang agama (Islam & Kristen) memotivasikedua kelurahan untuk bangkit dari keterpurukan pasca kerusuhan. Prinsip kolaborasi seperti kesetaraandan tranparansi dalam forum tetap dijalankan. Pengelolaan masalah keluarga pra sejahtera, denganmenggunakan pendekatan partisipatif mulai dari pendataan, assesment sampai pada perencanaan pro-gram, pelaksanaan pemberdayaan, dilakukan melalui Forum bentukan masyarakat. Sambil terusberkoordinasi baik secara vertikal maupun horizontal. Pemerintah dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator,pengendali dan evaluator terhadap pelaksanaan program. Agar program kerja mencapai hasil optimalmaka pendekatan bottom up dengan memfasiltasi aspirasi dari akar rumput, menciptakan kepercayaan(trust) diantara keduanya perlu diciptakan. Pendampingan secara profesional perlu dilakukan terutamaselama proses pelaksanaan program pemberdayaan berlangsung.

I . PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan kesejahteraan sosial yangdilaksanakan oleh Departemen Sosial padadasarnya merupakan pelaksanaan amanatUUD 1945 yang diarahkan untuk mewujudkanmasyarakat sejahtera. UU No 6 tahun 1974,diantaranya menyatakan bahwa masyarakatberkesempatan seluas-luasnya untukmengadakan usaha kesejahteraan sosial (UKS)dengan tetap mengindahkan garis-gariskebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan.Semangat masyarakat untuk menyelenggarakanUKS sosial perlu mendapat dukungan. Dalamhal ini masyarakat tidak dapat melakukannyasecara perorangan namun perlu mengorganisirke dalam suatu kelompok atau melaluiorganisasi sosial. Data Pusdatin (2005)menunjukkan bahwa terdapat 17.620 buahOrganisasi Sosial yang bergerak dalam bidangUKS dan terdaftar di Departemen Sosial.Organisasi sosial dimaksud telah berbadanhukum dan melaksanakan usaha kesejahteraansosial. Namun ditengah masyarakat perkotaan

maupun pedesaan, tidak sedikit ditemukankelompok masyarakat yang melakukan kegiatanpada bidang pelayanan sosial. Sepertikelompok-kelompok yang didasari oleh agamamaupun kekerabatan, dikelola untukmemecahkan masalah-masalah sosial melaluikegiatan sosial. Kegiatan kelompok bisa berupamengatasi kematian warga, gotong royongmembantu anak yatim, mengintensifkanpengajian dan membantu anggotanyamengatasi masalah keluarga pra sejahtera atauanak-anak terlantar.

Semangat berkelompok dan nilai sosialbudaya yang mengikat kelompok, me-munculkan kepedulian dan jiwa salingmenolong terhadap masyarakat yang kurangberuntung. Kemampuan dan kemauan sebagaikekuatan yang dimiliki oleh masing-masingkelompok perlu diberi kesempatan lebih luaslagi dalam penanganan masalah yang adadisekitarnya. Jika kelompok tersebut dikonstruksiberlandaskan faktor budaya dari lingkunganseperti kepercayaan serta berdasarkan aspeksosial berupa peran yang mempengaruhiperilaku dalam rangka pemenuhan kebutuhan,

41

maka kelompok atau paguyuban pada tingkatkomunitas akan memberi pengaruh padakehidupan masyarakat setempat.(Tony, 2003).Kelompok dimaksud selanjutnya dapat disebutsebagai organisasi lokal, yang merupakanaktualisasi dari kelembagaan sosial. Jikakekuatan kelompok dapat berkolaborasi dandiarahkan untuk penyelenggaraan programUKS di wilayah sekitar, maka kegiatan kelompokmenjadi lebih optimal, sekaligus penangananmasalah menjadi lebih efektif. Kondisi inimenjadi modal sosial dan selanjutnya dapatberperan sebagai wujud partisipasi masyarakatdalam pembangunan kesejahteraan sosial.

B. Permasalahan

Keberadaan organisasi sosial lokal yangbanyak berkembang di wilayah setempat, padakenyataannya langsung dapat dimanfaatkanbagi masyarakat yang membutuhkan. Misalnyakelompok-kelompok agama, secara langsungmampu memberikan pemenuhan kebutuhanspiritual bagi anggota masyarakat sekitarnya,sambil tetap memberikan penyantunanterhadap anak dan keluarga pra sejahtera.Kelompok dimaksud telah berfungsi sebagaiwadah bagi anggota masyarakat untukmemenuhi kebutuhan anggotanya. Namunpermasalahannya kelompok-kelompok tersebutmasih bekerja secara sendiri-sendiri dengansasaran yang sama menyebabkan kurang op-timal dan tidak efektifnya kelompok dalammenangani masalah. Seandainya organisasilokal mampu berkolaborasi dalam melak-sanakan pelayanan UKS, maka masyarakatdapat memperoleh pelayanan secarakomprehensif dengan hasil yang optimal.Dalam upaya menciptakan kolaborasi makalangkah awal perlu mengetahui “bagaimanakegiatan dan bentuk pelayanan apa yangdilakukan oleh masing-masing organisasi lokal?, selain itu perlu diketahui faktor-faktor apayang mempengaruhi pelaksanaan kegiatanorganisasi lokal ? Selanjutnya perlu diketahuicara yang dapat dilakukan organisasi lokaluntuk meningkatkan partisipasinya dalampenanganan masalah ?”

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untukmenggambarkan partisipasi organisasi sosiallokal dalam penanganan masalah sosial di

wilayah sekitar. Secara rinci tujuan dimaksudadalah :

1. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yangdilakukan oleh organisasi lokal.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yangmempengaruhi organisasi sosial lokaldalam kegiatan pelayanan.

3. Mengetahui upaya organisasi sosial lokalberpartisipasi pada penanganan masalahsosial di sekitarnya.

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan akan bermanfaatbagi:

1. Pemerintah daerah Provinsi Malukumaupun bagi Kota Ambon, sebagaibahan perumusan kebijakan tentangpemberdayaan organisasi sosial lokal.

2. Organisasi sosial, sebagai bahanpenyadaran atas permasalahan sosialdan potensi yang dimiliki untuk berperanpada pembangunan kesejahteraan sosial.

E. Metodologi

Penelitian ini bersifat deskriptif denganpendekatan data kualitatif dilengkapi datakuantitatif. Lokasi penelitian di lakukan di ProvinsiMaluku, dengan lokus di tingkat kelurahan.Dipilihnya Provinsi Maluku khususnya KotaAmbon, kelurahan Waihaong dan Rijali, karenakedua lokasi tersebut mewakili wilayahberpenduduk mayoritas muslim dan kristen.Dipilihnya lokasi di Kota Ambon sebagai upayamendukung terbitnya Inpres RI No. 6 tahun2003, tentang Percepatan PemulihanPembangunan di Provinsi Maluku dan ProvinsiMaluku Utara pasca konflik. Khususnya padabidang politik dan keamanan denganmelakukan program sosialisasi dan peningkatankesadaran budaya hukum dan wawasankebangsaan. Kegiatan dilakukan melaluirevitalisasi dan pemberdayaan organisasi sosialkepemudaan desa dan organisasi sosiallainnya.

Unit kasus adalah organisasi sosial lokaldengan kriteria yaitu a) merupakanperkumpulan masyarakat, b) bentuk informal/formal, c) melakukan kegiatan UKS. Sumber

Partisipasi Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Alit Kurniasari)

42

informasi diperoleh dari Pengurus Organisasi,aparat pemerintahan Kota/Kabupaten/Kelurahan serta Tokoh Masyarakat.

Tehnik pengumpulan data melaluiwawancara mendalam, diskusi kelompokterfokus, observasi, dan penelusuran dokumen.Tehnik analisa data dilakukan dengan tehnikanalisa kualitatif, disandingkan dengan teoriyang ada kemudian dibandingkan dandideskripsikan. Data kuantitatif dihubungkandengan data kualitatif yang ditelusuri.

I I . KERANGKA KONSEP

A. Organisasi Sosial Lokal

Organisasi sosial adalah perkumpulansosial yang dibentuk oleh masyarakat baikberbadan hukum maupun yang tidak berbadanhukum yang berfungsi sebagai saranapartisipasi masyarakat dalam melaksanakanUKS. (Kep Mensos RI no 40 tahun 1980).Dalam pedoman Klasifikasi Orsos/LSMmenyebutkan bahwa Organisasi sosial adalahlembaga yang didirikan oleh masyarakatsecara swadaya yang bergerak dalampemberian pelayanan kepada masyarakatbidang UKS serta telah tercatat di instansisosial dalam wilayah kerjanya.

Menurut Korten, Karamoy dan Dias dalamEdi (1997), organisasi sosial lokal sering disebutkelompok kemasyarakatan (community group)oleh Bank Dunia; atau disebut organisasipedesaan (rural organization ) dan oleh FAO;organisasi rakyat (people’s organization) olehUNDP disebutkan organisasi kemasyarakatan(community organization). Sedangkan UNDPmendefenisikan organisasi rakyat sebagai“democratic organization that represents of theirmembers and are accountable to them. They areformed by people who know each other, or whoshare a common experience, and their contin-ued existence does not depen upon outside ini-tiative or funding”.

FAO membedakan organisasi sosial lokaldalam dua tipe, yaitu: 1) semi govermental or-ganization (organisasi semi pemerintah) ; dan2) self-help organization (organisasi swadayamasyarakat). Karakteristik self help organizationyang dimaksud yaitu; a) dibentuk dan ataudidukung oleh masyarakat sendiri, bukan olehpihak luar atau pemerintah dengan pendekatan

bawah-atas (bottom-top approach); b)keorganisasiannya lebih bersifat informal ataupaguyuban; c) tujuan-tujuannya bersifatfleksibel; d) ketua dan anggotanya lebih banyakkelompok lapisan bawah yang didasari olehhubungan interpersonal; e) aktivitasnya berkaitandengan kegiatan dan kebutuhan sehari-haripara anggotanya.

Sebagaimana diketahui bahwa tumbuhkembangnya organisasi sosial dapatmengalami berbagai kendala baik yangberasal dari dalam (internal) maupun dari luar(external). Kendala Internal dapat disebutsebagai hambatan, rintangan bahkanancaman yang datangnya dari tubuhorganisasi sosial itu sendiri, berupa:

1. Hambatan Struktural ;

a) Hakekat organisasi sosial yang nonprofit, tidak meraih simpatik dandukungan masyarakat.

b) Organisasi sosial yang tumbuh darilingkungan orang-orang yangpeduli, umumnya kekurangan dana,daya dan kemampuan politisi.

c) Organisasi sosial berfungsi sebagaitempat mencari nafkah bukantempat pengabdian dan pengor-banan bagi pengurusnya.

d) Ketidaktersediaan sumber tetap untukmendukung operasional organisasisosial.

2. Hambatan Operasional ;

a) Kurangnya pengenalan terhadapberbagai peraturan organisasi sosial,seperti UU maupun peraturanperUU tentang organisasi sosial.

b) Kualitas pemimpin yang kurangmendukung.

c) Pembagian kerja yang kurangmemadai diantara pelaksana.

d) Kurangnya tenaga pelaksana baikdalam jumlah maupun kualitasnya.

e) Kurangannya dana dan peralatanyang memadai.

f) Kurangnya hubungan dan komu-nikasi yang efektif, baik ke dalammaupun keluar.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 40-54

43

g) Kelemahan administratif baik secaraumum maupun teknis, berupapencatatan, pelaporan yang dapatdigunakan untuk publikasi dankehumasan.

h) Kurangnya pembinaan lanjut danevaluasi terhadap perkembanganorganisasi sosial.

3. Hambatan fungsional

a) Sulitnya pengurus menterjemahkangagasan dan cita-cita idealnyadalam suatu konsepsi operasionalyang praktis.

b) Sulitnya pengurus memeliharakesinambungan antara kepentinganorganisasi dengan kepentingan paraindividu pengurus dan anggotanya.

c) Lemahnya kemampuan membinasikap profesional dari anggota yangmasih amatir.

d) Ketiadaan tenaga manajemen,tenaga pelaksana profesional dantenaga administratif yang dapatdiandalkan.

Sementara itu kendala external, terjadi daridua sisi karena timbulnya tantangan-tantanganbaru berupa masalah-masalah kesejahteraansosial yang berkembang dan adanyapenyalahgunaan Organisasi dan Usahakesejahteraan sosial, misalnya sebagai tempatmencari nafkah.

B. Pembangunan Kesejahteraan Sosial

Pembangunan Kesejahteraan Sosialbagian yang tidak terpisahkan daripembangunan nasional. Diselenggarakansebagai bagian dari upaya mewujudkanintegrasi sosial melalui peningkatan ketahanansosial dalam tata kehidupan dan penghidupanbangsa di dalam wadah Negara KesatuanRepublik Indonesia. (Poldas PembangunanKesejahteraan Sosial, Kep.Mensos RI Nomor25/HUK/2003; Balatbangsos, Jakarta, 2003).Bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupandan penghidupan yang memungkinkan bagisetiap warga negara untuk mengadakan usahadan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya,baik perorangan, keluarga, kelompok dan

komunitas masyarakat dengan menjunjungtinggi hak azasi manusia serta nilai sosialbudaya setempat.

Ruang lingkup Pembangunan Kesejah-teraan Sosial mencakup upaya: 1) Menumbuhkembangkan kesadaran, kepedulian, dantanggung jawab sosial masyarakat, termasukdunia usaha; 2) Penggalian dan peningkatanpotensi dan sumber kehidupan penyandangmasalah kesejahteraan sosial; dan 3)Pelembagaan sistem kesejahteraan sosialnasional. Dalam hal ini pembangunankesejahteraan sosial pada kebijakan polaoperasional Depsos, diantaranya adalah:Pemberdayaan Organisasi Sosial/LembagaSwadaya Masyarakat.

Fungsi pembangunan KesejahteraanSosial dilaksanakan melalui Usaha Kesejah-teraan Sosial; yang mencakup pada kegiatan:

1. Pencegahan, mencakup kegiatan men-cegah timbul, meluas, serta kambuhnyapermasalahan Kesejahteraan Sosialdalam kehidupan perorangan, keluarga,kelompok, dan komunitas masyarakat.

2. Rehabilitasi, merupakan proses refung-sionalisasi dan pemantapan tarafKesejahteraan Sosial untuk memungkinkanpara Penyandang Masalah KesejahteraanSosial (PMKS) mampu melaksanakankembali fungsi sosialnya dalam tatakehidupan dan penghidupan ber-masyarakat dan bernegara.

3. Pengembangan, merupakan upayapemeliharaan dan peningkatan tarafKesejahteraan Sosial para PMKS melaluipenggalian dan pendayagunaan potensidirinya.

4. Penunjang, merupakan fungsi pendorongdan pendukung yang turut menentukankeberhasilan pembangunan nasional.

Berdasarkan kutipan di atas, dapatdipahami bahwa hakekat pembangunankesejahteraan sosial yang dimaksud merupakanupaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosialperorangan, keluarga, kelompok dankomunitas masyarakat yang memiliki harkat danmartabat, dimana setiap orang mampu

Partisipasi Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Alit Kurniasari)

44

mengambil peran dan menjalankan fungsinyadalam kehidupan. Keempat fungsi pem-bangunan kesejahteraan sosial dimaksudmencakup upaya pemberdayaan danperlindungan sosial melalui peningkatankemampuan, kesadaran dan tanggung jawabsosial untuk berperan aktif dalam tatapenghidupan dan kehidupan bermasyarakatdan bernegara.

Midgley dalam Adi (2002) menyebutkanbatasan kesejahteraan sosial sebagai suatukondisi sosial dan bukan sekedar kegiatan amalataupun bantuan sosial yang diberikan olehpemerintah. Sebagai suatu kondisi kesejah-teraan sosial dapat dilihat dari 3 (tiga) unsurutamanya, yaitu (a) sampai dimana tingkatan(derajat) permasalahan sosial yang ada dimasyarakat dapat dikelola, (b) seberapabanyak kebutuhan masyarakat dapat dipenuhidan (c) seberapa besar kesempatan untukmeningkatkan taraf hidup dapat diperluas padaberbagai lapisan masyarakat.

Pembangunan Kesejahteraan Sosialsecara luas, pada hakekatnya adalah sebagaiupaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosialbaik pada perorangan, keluarga, kelompokdan komunitas masyarakat agar memiliki harkatdan martabat, di mana setiap orang mampumengambil peran dan menjalankan fungsinyadalam kehidupan. Paradigma kesejahteraan ituadalah : (1) paradigma residual; (2) paradigmainstitusional dan (3) paradigma developmen-tal. Dari paradigma tersebut Elliot, menekankanbahwa pembangunan sosial (developmental)pada intinya bersifat proaktif, menghindari ’vic-tim blamming’ dengan melakukan perencanaanpreventif guna mengembangkan danmemberdayakan berbagai potensi yang adadi masyarakat serta melakukan strategi intervensi(perubahan sosial terencana) yang bersifat multisistem atau multi level yaitu pada tingkat mikro,mezo, makro. Seperti juga Gray (1997) dalamAdi ((2002) menggambarkan tentang levelpembangunan (level of development) sosialmenjadi empat level. Keempat level tersebutadalah :

Pembangunan pada tingkat mikro (indi-vidual level) ini lebih bersifat rehabilitatif danremedial (penyembuhan) dimana fokuspenanganan pada individu atau keluarga yangbermasalah. Fungsi ini diperlukan, terutamauntuk mereka yang perlu mendapatkan bantuan

dengan segera.Usaha kesejahteraan sosialyang dilakukan masyarakat bisa berasal dariorganisasi non pemerintah yang memfokuskanpada intervensi terhadap individu dan keluargaataupun kelompok kecil yang berada dilingkungan tersebut. Tetapi juga bisa berasaldari individu-individu di masyarakat tersebutyang secara bersama-sama membentukorganisasi sosial guna menangani per-masalahan di tingkat mikro yang ada dimasyarakat.

Pembangunan pada tingkat Mezzo (com-munity level). Pembangunan dilakukan di levelorganisasi dan komunitas, dimana pelakuperubahan mencoba mengembangkan pro-gram yang bersifat preventif, proaktif dan kreatifbersama masyarakat melalui pengembanganmasyarakat (Community Development) denganpendekatan pelayanan masyarakat (Commu-nity Service Approach ) dan pendidikanmasyarakat (Community Education). Pem-bangunan pada tingkat ini dilakukan melaluiperubahan di tingkat organisasional.Pembangunan mengarah pada peran sebagaientrepreneur, yaitu peran pelaku perubahandalam menyediakan beberapa bentuk layananyang diharapkan dapat memenuhi kebutuhanmasyarakat. Pada masyarakat dunia industri,penyediaan layanan ini dikaitkan juga denganbiaya yang harus dibayar masyarakat.

Pembangunan di tingkat makro (nationallevel). Pada dasarnya pembangunan di levelnormatif, dimana agen perubahan berusahamelibatkan diri pada upaya perencanaan danpembuatan kebijakan sosial. Pembangunanlebih diarahkan pada bagaimana seorangpakar kesejahteraan sosial berusaha mem-pengaruhi proses pembuatan kebijakan danpengambilan keputusan di level yang lebihmakro dari komunitas lokal, sehingga warnaproses perencanaan dan pembuatan kebijakanyang dilahirkan tidak bersifat instruktif, sentralistikdan otoriter. Tetapi lebih mengarahkan padapembuatan kebijakan yang lebih mem-perhatikan unsur partisipasi publik, desentralisasidan demokratis.

Pembangunan di tingkat global (interna-tional level). Pendekatan ini menitikberatkanpada peran agen perubahan (Agent of Change)dalam mempengaruhi kebijakan di tingkatantar negara. Misalnya dalam agendapengembangan partisipasi masyarakat dan

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 40-54

45

pemerintahan yang baik dan bersih (good andclean governance) baik pelaku perubahan padaorganisasi pemerintah dan organisasi nonpemerintah keduanya berusaha aktif terlibatdalam beberapa pertemuan dan studiperbandingan antar negara. Masing-masingagen perubahan tidak hanya berusaha untukdapat mempengaruhi kebijakan di tingkatnasional tetapi juga mempengaruhi perubahandi tingkat internasional.

Berdasarkan ESCAP tujuan pemba-ngunan sosial pada dasarnya adalah untukmembangun dan mengembangkan taraf hidupmanusia, dengan pendekatan pembangunanyang berpusat pada manusia (people centereddevelopment). Pendekatan tersebut padadasarnya berupaya untuk meningkatkan tarafhidup masyarakat dengan memfokuskan padapemberdayaan dan pembangunan manusia.

C. Partisipasi Orsos dalamPembangunan Kesos

Organisasi sosial sebagai saranapartisipasi masyarakat dalam melaksanakanUKS, perlu memiliki kemampuan, kemauan dandiberi kesempatan untuk berperan serta dalampelayanan sosial. Pengertian patisipasi dalamhal ini sebagai keterlibatan diri atau masyarakat/komunitas tidak semata secara fisik namunsecara psikologis (emosional) yang mendorongkesadaran disertai tanggung jawab untukmencapai tujuan bersama dari kelompok.Partisipasi berperan sebagai alat (instumental)pada pelaksanaan program agar menjadiefisien. Dalam konteks sebab akibat dari logikaefisiensi menyebutkan bahwa partisipasimasyarakat berdampak positif terhadap suatuprogram dan sebaliknya program menjadipositif bila ada partisipasi masyarakat.Pendekatan partisipasi terhadap kegiatanproyek adalah untuk menjawab kebutuhan yangdinyatakan oleh masyarakat dan ataspermintaan masyarakat setempat. Partisipasiakan lebih efektif jika inisiatif datangnya darimasyarakat sendiri, sehingga dalam partisipasimasyarakat terkandung unsur kemampuanswadaya dari kelompok masyarakat yangdengan kesadaran dan inisiatif sendiri berupayauntuk memenuhi kebutuhan bersama yangsekaligus dapat memandirikan masyarakat(social sustainable).

Partisipasi organisasi sosial lokal dilakukanmelalui proses keterlibatan aktif setiap anggotamulai dari perencanaan program, peng-ambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan sertamelakukan evaluasi. Jika proses ini dapatberlangsung maka setiap anggota masyarakatdapat menikmati hasilnya atas suatu usahaperubahan yang terencana, sehingga tujuantercapai. Selanjutnya program akan berdampakpositif dan menjadi lebih efisien dan efektifsebaliknya masyarakat setempat menjadi lebihbertanggung jawab dan menumbuhkan rasamemiliki terhadap program pembangunanyang akan dilaksanakan.

Partisipasi masyarakat melalui kelompok,bisa berupa pikiran, tenaga/waktu dan saranamaterial lainnya ataupun kemauan berupaminat dan sikap. Untuk itu masyarakat perludiberi kesempatan agar dapat memotivasi untukberpartisipasi dalam program pembangunankesejahteraan sosial.

Konsep peran serta atau partisipasimasyarakat memiliki prinsip inisiatif darimasyarakat (komunitas), dikerjakan olehmasyarakat dan untuk kepentingan masyarakattidak dimanipulasi lagi oleh Pemerintah.Mengawali proses keterlibatan masyarakat,maka pendekatan berdasarkan padakebutuhan yang dirasakan (felt need) olehmasyarakat perlu dilakukan. Selanjutnyaberupaya mengembangkan keterlibatan wargasebanyak mungkin dalam upaya memecahkanmasalah kebutuhan yang mereka rasakan.Karakteristik taktik dan teknik perubahan yangdilakukan adalah melalui konsensus, komunikasiantar kelompok dan kelompok kepentingandalam masyarakat, serta diskusi kelompok.Apabila kebutuhan sudah dapat dirasakan olehmasyarakat, maka akan mendorongmasyarakat untuk memenuhi kebutuhan tersebutuntuk menggali dan mengaktualisasikankebutuhan riil (real need) karena telah menjadikekuatan internal dalam pembangunanmasyarakat.

Selain itu perlunya mengidentifikasipotensi, masalah dan kebutuhan pem-bangunan, meliputi : (a) kualitas dan kuantitaspotensi sosial, (b) Permasalahan sosial dalampembangunan masyarakat, (c) kondisi-kondisiyang menyebabkan terjadinya permasalahansosial, (d) tingkat kebutuhan dasar masyarakat.

Partisipasi Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Alit Kurniasari)

46

Setelah memahami potensi yang ada, makaselanjutnya dapat mengkondisikan masyarakatuntuk secara bersama-sama memahami: (a)berbagai permasalahan sosial yang menonjol,(b) menyusun urutan prioritas masalah yangharus segera ditangani, (c) memahami potensidan sumberdaya sosial yang dapat di-manfaatkan dalam program pembangunanmasyarakat. Selama proses berlangsungsebenarnya telah berkembang kesadaran danpersepsi masyarakat tentang sistematika dankerangka logis proses terjadinya (causality) antarmasalah yang ada serta menumbuhkan upayamengatasi permasalahan.

Dengan menciptakan jejaring kelem-bagaan kolaboratif maka kegiatan organisasilokal menjadi lebih efektif, yaitu denganmengembangkan kelembagaan-kelembagaantersebut. Sistem jejaring kolaboratif yangterbentuk pada prinsipnya harus mampumenjalin hubungan berdasarkan prinsipkesetaraan diantara organisasi yang ada,dengan tetap mempertimbangkan mekanismesistem lokal yang berlaku. Dalam pengem-bangan jejaring antar lembaga secarakolaboratif, memiliki prinsip-prinsip (a)berdasarkan aktifitas di tingkat komunitas, (b)informal, (c) kesetaraan, (d) mengutamakankeikutsertakan semua pihak, (e) komitmen, (f)sinergi, (g) mengembangkan relasi horizontaldan vertikal, (h) sarana mengembangkankesadaran kritis. Dengan prinsip-prinsip tersebutjejaring akan mampu mengkombinasikanfungsi-fungsi yang diperlukan bagi penyelesaianmasalah komunitas melalui pertukaraninformasi, pengalaman dan pengetahuan sertapenyediaan sumber daya yang berasal daritingkat komunitas, maupun tingkat diatasnya.Oleh karena itu, dalam upaya peningkatanmutu kehidupan komunitas, diperlukankesediaan atau kerelaan pihak-pihak lain untukmelibatkan diri sesuai dengan fungsinyamasing-masing. Forum yang diadakanmerupakan forum kemitraan, bukan milik satustakeholder semata. Tidak ada sub ordinasiartinya forum ini forum kesetaraan. Untukkelancaran forum diperlukan sekretariat yangberfungsi menggambarkan potensi, aktivitas,realitas dan permasalahan, termasuk deskripsikebutuhan dan keinginan masyarakat setempat.

Dengan demikian partisipasi masyarakatmerupakan alat efektif untuk memobilisasasisumber-sumber setempat dalam melaksanakan

suatu program. Berbagai hambatan perludipertimbangkan bila saja partisipasimasyarakat dalam melaksanakan programberkurang, seperti (1) terjadinya penolakan in-ternal dikalangan anggota masyarakat, (2)hambatan-hambatan structural, berupa statussosial, jenis kelamin dan umur. Sebagai suatumetode, maka faktor pendukung dalampartisipasi masyarakat seperti motivasi tetapdiperlukan dan fungsi pemerintah adalah untukmemobilisasi sumber-sumbernya.

I I I. KERANGKA MODEL TEORITIS

Pembangunan Kesejahteraan Sosialsecara luas, pada hakekatnya adalah sebagaiupaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosialbaik pada perorangan, keluarga, kelompokdan komunitas masyarakat agar memiliki harkatdan martabat, dimana setiap orang mampumengambil peran dan menjalankan fungsinyadalam kehidupan. Pembangunan kesejahteraansosial dapat dilakukan melalui level institusionalatau level Mezo, yaitu melalui organisasi sosial(lokal).

Sebagai pelaku perubahan, kemampuan,kemauan yang dimiliki organisasi lokal perludiberi kesempatan lebih berperan serta dalampelayanan sosial. Agar hasilnya efektif makamasing-masing organisasi lokal (lokal) perluberkolaborasi. Dengan memperhatikanhubungan berdasarkan prinsip kesetaraandiantara organisasi yang ada, sambil tetapmempertimbangkan mekanisme pada sistemlokal yang berlaku. Dalam hal ini pentingdilakukan pendekatan partisipatif. Tehnik yangdigunakan dari pendekatan ini berawal padakebutuhan yang (felt need) oleh masyarakat.Upaya ini dilakukan dengan melibatkan wargasebanyak mungkin dalam upaya memecahkanmasalah kebutuhan yang riil. Apabilakebutuhan, masalah dan potensi masyarakattelah teridentifikasi, selanjutnya perlu diketahuikondisi yang menyebabkan terjadinyapermasalahan sosial. Taktik dan tehnik yangdilakukan melalui konsensus, komunikasi antarkelompok dan kelompok kepentingan dalammasyarakat, serta diskusi kelompok.

Kondisi ini akan menjadi kekuataninternal, karena organisasi lokal dengankemampuan, kemauan yang dimiliki telah diberikesempatan untuk terlibat dalam salah satuunsur pembangunan kesejahteraan sosial yaitu

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 40-54

47

mampu mengelola permasalahan sosial yangdihadapi masyarakat sekitarnya. Manfaat yangdiperoleh tidak semata secara fisik namunsecara psikis dan sosial akan mendorongkesadaran disertai tanggung jawab untukmencapai tujuan bersama. Jika diskemakanterlihat sebagai berikut:

maka Kelurahan Waihaong penduduknya lebihbanyak yang memiliki pekerjaan tetap.Mayoritas penduduknya beragama Islam yaitusebanyak 6.038 jiwa.

Kehidupan kemasyarakatan di Ambon,dilatarbelakangi oleh budaya pelagandong;(pela artinya persatuan atau persahabatan antarwarga dari dua desa atau negeri dan gandongartinya sekandung). Kehidupan masyarakatsebelum kerusuhan saling menghormati danmengasihi, tolong menolong (baku masuk).Walau berbeda agama dan suku mereka salingmembantu (masohi) baik berupa dana, tenagadalam pembuatan rumah ibadah maupunsaling berkunjung dalam perayaan hari besar.Demikian juga halnya kumpul-kumpul(panasbela) mampu merekatkan antar desayang tergantung pada keputusan desa.Walaupun diakui oleh beberapa informanbahwa budaya tersebut, sudah mulai lunturterlebih setelah terjadinya kerusuhan, sepertitimbulnya rasa curiga diantara warga berlainanagama.

Kehidupan serta permasalahan pendudukyang cukup dinamis, serta lokasinya sangatdekat dengan pusat awal terjadinya kerusuhanyaitu Batu Merah. Organisasi keagamaandiwakili oleh kelompok Pengajian, MajelisTaklim, Kelompok Muhabet, Angkatan Muda.Sedangkan organisasi berbadan hukum diwakilioleh Yayasan Micromap. Kelompok masya-rakat diwakili oleh PKK dan kelompok arisan.Kelompok pemuda diwakili oleh kelompokkarang taruna.

A. Kegiatan organisasidapat diidentifikasi sebagaiberikut:

1. Yayasan Micromap

Sebagai organisasi berbadanhukum, sejak tahun 2002 memilikikegiatan mengembangkan dan member-dayakan sumber daya manusia denganspesifikasi pada IPTEK. Namun jugamemiliki program usaha kesejah-teraansosial, yaitu pembinaan anak jalanan,melalui rumah singgah “Sinar Harapan”.Selain itu memberdayakan keluarganelayan miskin di pesisir kota Ambon sertadi Pulau Anyu-Anyu, memberikan kartubebas biaya berobat dan bantuan usahaekonomis produktif bagi keluarga miskin.

Pembangunan kesejahteraan sosial padatingkat mezzo, dapat dilakukan melaluiorganisasi sosial lokal. Dalam hal ini, organisasisosial lokal perlu berkolaborasi serta dilakukandengan pendekatan partisipatif dalammengelola permasalahan yang dihadapimasyarakat. Semua ini menjadi kekuatan inter-nal masyarakat, untuk melaksanakan kegiatanpelayanan sosial sehingga hasilnya menjadioptimal, efisien dan efektif.

IV. HASIL PENELITIAN

Kecamatan Sirimau Kelurahan Rijali danWaihaong berada di kota Ambon. KelurahanRijali berpenduduk 3.332 jiwa terdiri dari 1.556laki-laki dan 1.777 perempuan. Berdasarkandari segi usia penduduk cukup meratajumlahnya, walaupun yang paling banyakberusia antara 15- 30 tahun (1.519 jiwa) disusuloleh penduduk berusia dibawah 0-14 tahun(921 jiwa). Latar belakang pendidikanmayoritas adalah SLTA, dengan latar belakangpekerjaan dalam sektor informal pada bidangjasa, dagang dan tukang ojek. Mayoritaspenduduknya beragama Kristen Protestan yaitusebanyak 2.564 jiwa. Kelurahan Waihaongberpenduduk 6.235 jiwa terdiri dari 3.087 laki-laki dan 3.148 perempuan. Tingkat pendidikancukup merata dari tingkat SD, SLTP, dan SLTA,dengan mata pencaharian mayoritas adalahswasta, sebagai pedagang (163 jiwa) disusulsebagai nelayan (120 jiwa) dan PNS (107 jiwa).Jika dibandingkan dengan Kelurahan Rijali,

Pendekatan

Partisipasi

PembangunanKesejahteraan

Sosial

PembangunanTingkat Mezo

OrganisasiSosial(Lokal)

KolaborasiOrganisasi

Lokal

PengelolaanPermasalahan

Sosial

- Kendala- Pendukung (Kemampuan- kemampuan)

Partisipasi Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Alit Kurniasari)

48

Faktor pendukung organisasi ini yaituadanya akses dengan instansi pemerintahseperti Depsos, Depkes serta UniversitasPattimura dan dengan LSM asing. Selainitu memiliki SDM yang memadai terutamadari pelatihan bagi pengurus dalamketerampilan l ife skill, pemetaan,pengelolaan keuangan, perencanaan pro-gram secara bottom up serta kemampuanpendampingan (advocad) di lapangan.Kemampuan pendampingan sepertimemperkuat nilai-nilai keagamaan danmerubah pola pikir pemuda dalammemandang agama dengan konsepkerukunan, kemampuan memotivasipemuda untuk memanfaatkan bantuandengan tidak mengharapkan bantuansemata serta kemampuan mengalihkansuasana traumatic dari masyarakat.Sumber dana diperoleh dari pemerintah,project pemetaan, akademisi, wargamasyarakat dan LSM asing seperti CARDIdan World Vision.

2. Majelis Ta’lim Al Gufhron

Organisasi Majelis Taklim ini dibentukpada tahun 2004 atas keinginan parakaum ibu Kelurahan Waihaong. Aktifdalam kegiatan keagamaan yangbertujuan untuk meningkatkan penge-tahuan masyarakat khususnya kaum ibu,anak-anak dan para muallaf. Tujuanperkumpulan ini diharapkan olehpendirinya, dapat menarik masyarakat Is-lam untuk lebih mengetahui danmemahami agama yang dianutnyamelalui berbagai kegiatan yang ada.

Kegiatan sosial yang dilakukan,seperti menyantuni anak yatim, kaumdhuafa, lansia, menyelenggarakankhitanan massal bagi anak kurang mampudan santunan kematian bagi keluargaanggota Majelis Ta’lim.

Sumber dana diperoleh darianggota pengajian dan donatur tetap.Keberhasilan organisasi dalam melak-sanakan kegiatan tidak terlepas daridukungan berbagai pihak seperti unsurmasyarakat, aparat kelurahan, organisasilain, seperti Bhayangkari selain daripimpinan dan partisipasi peserta

pengajian yang hampir diikuti oleh kaumperempuan di kelurahan Waihaong.

Kendala yang dihadapi organisasiuntuk mewujudkan kegiatan yaituterbatasnya sumber dana, kemampuanekonomi masyarakat, khususnya untukmenyantuni fakir miskin dan wargamasyarakat yang menjadi korbankerusuhan. Dana yang tersedia tidaksebanding dengan korban kerusuhanberagama Islam dan permasalahan sosiallainnya, yang diketahui oleh Majelis Ta’lim.

3. Kelompok Muhabet Pengasihan

Kelompok ini terbentuk sejak tahun1953, berawal dari kumpulan rutinberibadah diantara warga di wilayahRijali. Bertujuan untuk melayani wargamasyarakat yang mengalami musibahkematian. Misinya adalah untukmeringankan dan membantu orang yangsedang mengalami musibah kematian.Jumlah anggota saat ini 158 orang.Kegiatan yang dilakukan tidak terbataspada pemberian santunan kematianmaupun menolong bagi warga yangterkena musibah, namun juga melakukandukungan moril bagi keluarga yangmengalami korban kerusuhan. Per-hatiannya terhadap keluarga kurangmampu, khususnya pada anggotaMuhabeth cukup besar. Diketahui bahwamasih terdapat 10% dari jumlah anggotaMuhabeth adalah keluarga prasejahtera.

Perannya pada saat terjadikerusuhan, perkumpulan ini mampumelindungi warga masyarakat yangmenjadi sasaran perusuh, tanpamemandang perbedaan agama. Merekaberpandangan bahwa korban kerusuhanmemerlukan dukungan lebih dibanding-kan keluarga yang mengalami musibahkematian atau sakit.

Faktor pendukung kelompok iniadalah ikatan kekerabatan Pelagandongyang masih mewarnai serta faktor agamayang cukup kuat. Dukungan moral yangdiberikan oleh kelompok ini mampumenenangkan warga masyarakat yangsedang dilanda musibah kerusuhan.Jangkauan kegiatan yang dilakukan

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 40-54

49

kelompok ini tidak terbatas bagi wilayahRijali namun mampu menjangkaumasyarakat atau keluarga yang beradadiluar wilayah kelurahan. Jumlahanggota semakin meningkat seiringdengan banyaknya masyarakat yangmembutuhkan.

Sumber dana selama ini meng-gantungkan pada iuran wajib anggota,sehingga faktor dana menjadi kendaladalam penanganan masalah yangdihadapi masyarakat sekitarnya. Jumlahdana tersedia tidak sesuai dengan jumlahkorban kerusuhan maupun wargamasyarakat sekitar yang menjadi perhatiankelompok.

4. Kelompok Angkatan Muda

Kelompok ini sebagai ranting ke 14dari kelompok Angkatan Muda Gereja,memiliki tujuan untuk memberdayakanpemuda-pemudi yang ada di lingkunganRijali. Anggotanya berusia antara 17-45tahun, berjumlah sampai 56 orang.Kegiatan kelompok tidak hanyamenyelenggarakan kebaktian namun jugamengikutsertakan anggota dalamberbagai pelatihan ketrampilan. Pelatihanyang pernah diikuti seperti (1) kepe-mimpinan pemuda Gereja (PKPG); (2)keterampilan membuat kue; (3) membukamodal usaha ; (4) keterampilan tariksuara/menyanyi dan tari-tarian.

Walaupun dana menjadi kendaladalam penyelenggaraan kegiatan, akantetapi kelompok mampu menyeleng-garakan kegiatan dengan swadaya,berusaha mandiri dalam penyeleng-garaan kegiatan. Potensi yang dimiliki yaitumampu menampung pemuda sekitarnyadalam organisasi keagamaan, maupunpemberian kegiatan kete-rampilan.Mampu bekerja sama dalam berbagaipenyelenggaraan kegiatan untukmeningkatkan kemampuan anggota.

5. Kelompok Arisan/PKK

Kelompok ini terdiri dari ibu-ibusekitar Kelurahan Rijali dengan berbagaisuku bangsa dan agama. Sebelumterjadinya kerusuhan, kelompok ini mampu

menggalang berbagai kegiatan ibu-ibu diwilayahnya, meliputi pe-ngelolaan danabergulir, membantu kegiatan Posyandu,PIN maupun kegiatan tingkat kelurahanlainnya. Disamping itu aktif melakukankegiatan sosial, seperti mengunjungi wargayang mengalami kesulitan atau musibah,maupun membantu ekonomi rumahtangga anggotanya. Sejak terjadikerusuhan kegiatan ini tidak dapatberlangsung lagi, mengingat beberapawarga masih dalam pengungsian. Potensiyang dimiliki dari kelompok ini adalahkepedulian pada warga yang mengalamimasalah serta hubungan sosial atas dasarketetanggaan yang dijalin olehanggotanya masih tetap berlangsung,meskipun berada ditempat pengungsian.Kondisi pasca kerusuhan belummemungkinkan warga muslimyang mengungsi menempati kembalirumahnya.

B. Faktor Pendukung dan PenghambatKegiatan Organisasi Lokal

Beberapa faktor yang mendukung danmenghambat kegiatan organisasi lokal :

1. Faktor pendukung;

a) adanya figur kepemimpinankharismatik dari setiap kelompok,sebagai tokoh masyarakat maupunkeagamaan. Sekaligus dapatmengikat anggotanya dalamkegiatan kemasyarakatan.

b) kepedulian seluruh organisasi lokalterhadap berbagai permasalahansosial sekitarnya, seperti terhadapanak-anak terlantar, pemudapengangguran, wanita dan keluargayang kurang beruntung, lansia.Dengan berusaha semaksimalmungkin sesuai dengan kemampuanyang dimiliki untuk memberidukungan moril maupun materil.

c) Ikatan kekerabatan, hubunganketetanggaan dan ikatan agamayang mewarnai organisasi lokalmampu mengikat perilaku wargamasyarakat untuk terlibat dalamkegiatan organisasi lokal.

Partisipasi Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Alit Kurniasari)

50

d) Adanya organisasi berbadan hukumyang memiliki jaringan luas dansumber daya manusia yang cukupmemadai bagi proses pen-dampingan.

2. Faktor penghambat dari organisasi;

a) terbatasnya dana dan sarana,dimana target sasaran penangananlebih besar daripada dana yangtersedia.

b) Sikap mental yang dimiliki wargamasyarakat, khususnya “orangAmbon” yang cenderung malas,masa bodoh, hidup konsumtif.

Faktor penghambat secara strukturalyaitu :

a) Terbatasnya data keluarga prasejahtera.

b) Lemahnya pengawasan atau moni-toring terhadap pemberian bantuanbagi keluarga yang membutuhkan.

c) Kurangnya tenaga pendampingansehingga sulit memantau peng-gunaan bantuan dan pembinaanbagi keluarga pra sejahtera.

d) Kondisi alam dan geografis, denganpenyebaran penduduk yang ber-mukim di pelosok yang sulitterjangkau pembinaan.

e) Belum adanya pembinaan khusus-nya bagi organisasi sosial lokal.

C. Upaya Organisasi Sosial LokalBerpartisipasi TerhadapPenanganan Masalah

Keterlibatan organisasi lokal, dalampenanganan masalah, perlu ditelusuri terlebihdahulu dari pemahamannya terhadapproblematika sosial yang ada. Permasalahanapa yang paling dirasakan oleh wargamasyarakat yang diwakili oleh organisasi lokal.Melalui diskusi kelompok antar organisasi lokal,diketahui bahwa permasalahan sosial yangbanyak dihadapi oleh masyarakat yaitu ;masalah keluarga pra sejahtera, masalahpengungsi dan banyaknya pemuda yangmenganggur, masalah pengungsi korbankerusuhan. Adapun kebutuhan yang palingdirasakan (felt need) berkaitan dengan

permasalahan yang akrab oleh hampir seluruhkelompok yaitu penanganan pada keluarga prasejahtera. Masalah ini menjadi hal yang perluditangani, mengingat dampaknya akan turuntemurun pada anak-anaknya. Sedangkanmasalah korban kerusuhan dipahami sebagaimasalah yang perlu penanganan secaramenyeluruh dan berada di tingkat pemerintah.Sehingga masalah keluarga pra sejahteramenjadi prioritas utama karena dirasakan danberada dekat dengan kehidupan mereka.

Dari hasil diskusi kelompok, diperolehgambaran bahwa penyebab timbulnya masalahtersebut bersumber dari sikap mental warganyaselain terbatasnya pendidikan serta keterampilanyang dimiliki oleh pemuda. Namun penyebabpaling utama adalah faktor sikap mental,seperti hidup malas, gaya hidup konsumtif dariwarga masyarakat. Sedangkan faktorpendidikan tidak menjadi penyebab utama,karena kenyataannya pendidikan tinggi tidakmenjamin sikap mentalnya. Demikian jugahalnya dengan kondisi kerusuhan bukanmenjadi penyebab keluarga pra sejahtera, bisasaja tidak sejahtera sejak sebelum kerusuhan.Diyakini oleh tokoh masyarakat seandainyaanggota masyarakat memiliki kemauan untukbekerja, tidak konsumtif dalam kehidupansehari-hari, maka keluarga tersebut tidaksemakin hidup pra sejahtera.

Peran organisasi lokal selama ini masihbersifat sektoral dalam penanganan masalah,sehingga dinilai kurang efektif. Berbagaikendala ditangani sendiri-sendiri tanpa adanyasaling mendukung, sehingga hasilnya menjadikurang optimal. Oleh karena itu, perubahansistem pembinaan bagi penanganan keluargapra sejahtera perlu segera dilakukan.

Melalui diskusi kelompok antar organisasisosial lokal, memberikan saran untuk mem-bentuk koordinator diantara organisasi sosial.Artinya membentuk sistem koordinasi diantaraorganisasi sosial maupun organisasi lokal.Sistem koordinasi yang dimaksudkan yaitu:melakukan koordinasi di tingkat instansi,kelembagaan dan di tingkat kelurahan. Artinya,bentuk koordinasi tersebut merupakan wujudkolaborasi organisasi sosial lokal. Dalam halini, koordinator di tingkat kelurahan, harusberasal dari masyarakat, bukan bentukkanpemerintah. Dalam hal ini, masyarakatlah yangdiberi kesempatan untuk mengelola danmenentukan kepengurusannya, sehingga perlu

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 40-54

51

dibedakan dengan LKMD. Hal tersebutdiungkapkan bahwa LKMD adalah bentukkanpemerintah, yang dinilai tidak mewakilikebutuhan masyarakat. Perubahan sistempembinaan yang dimaksud, pada dasarnyabertujuan untuk merubah pola pikir sekaligussikap mental penyandang masalah. Langkah-langkah yang disarankan kelompok yaitu :

1. Membentuk kelompok kerja; pemberiannama kelompok kerja tergantung padakebutuhan masyarakat, misalnya: ke-lompok kerja ekonomi, karena masalahpeningkatan ekonomi yang menjadikebutuhan masyarakat.

2. Melakukan pendataan keluarga prasejahtera; adapun petugas pendataanbisa dilakukan oleh anggota Karangtaruna, PKK maupun PSM.

3. Melakukan assessment, untuk menggalikeinginan dan kebutuhan masyarakat,sehingga dapat memberi sumbanganbagi perencanaan program apa yangsebenarnya dibutuhkan warga masya-rakat, sehingga perencanaan berlangsungsecara bottom up.

4. Melakukan pemberdayaan padakelompok kerja melalui bimbinganpelatihan dan pemberian stimulan,termasuk memberikan pendampinganbagi penyandang masalah.

5. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaanprogram, baik dengan tingkat vertikalmaupun horizontal.

6. Monitoring dan evaluasi terhadappelaksanaan kerja

Dalam pelaksanaannya perlu mem-perhatikan beberapa faktor meliputi ;

1. Perlu adanya trust atau saling percaya.Kepercayaan akan timbul jikapelaksananya adalah orang-orang yangmemiliki perasaan senasib dan adanyaikatan emosional diantara warganya. Halini hanya bisa berlangsung bila pelaksanaadalah warga masyarakat pilihan yangsudah diketahui kredibilitasnya dan telahdipercaya. Seandainya tidak ada lagikepercayaan maka pekerjaan yang akandilakukan menjadi sia-sia.

2. Pelaksana kelompok kerja terdiri dari:Lurah sebagai koordinator, anggotanyaRW-RT, tokoh pemuda, tokoh masyarakat,tokoh agama, kelompok masyarakat,kelompok agama, tokoh adat, tokohperempuan. Dalam hal ini aparatpemerintah hanya berfungsi sebagaifasilitator dalam pelaksanaan program.

3. Pendampingan dapat dilakukan oleh LSMyang memiliki keahlian untuk itu terutamaselama proses assesment maupun selamapelaksanaan melalui konseling.

4. Selalu melakukan koordinasi baik lintassektoral antar organisasi dan aparatpemerintah setempat maupun secaravertikal dengan instansi pemerintah yangberwenang seperti Dinsos, ataupundengan sumber-sumber lain yang dimilikimasing-masing organisasi lokal.

V. ANALISIS TEMUAN

PENELITIAN

Dalam konteks pembangunan kesejah-teraan sosial, organisasi sosial lokal yang eksisdi kedua wilayah tersebut dapat disebut sebagaiself help organization. Bentuk organisasi atasdasar kekeluargaan, suku, agama, maupunbudaya yang eksis di kelurahan Rijali danWaihaong telah berupaya memenuhi kebutuhandan menangani masalah yang dihadapi, sepertimenghadapi musibah kematian, maupunkerusuhan yang secara tidak langsungberdampak pada kehidupan masyarakat.Sejalan dengan meningkatnya permasalahanyang dihadapi baik pada anak-anak terlantarsebagai korban kerusuhan, maupun keluargayang kurang beruntung, menuntut untukmelakukan kegiatan sosial selain kegiatanutama.

Kegiatan bernuansa agama sepertikelompok Majelis Ta’lim Al Gufhron danAngkatan Muda, serta kelompok ataskekerabatan yaitu Muhabeth dan hubunganketetanggaan yang dijalin melalui kegiatanarisan maupun kelompok lainnya, telah mampumenggerakkan kelompok untuk peduli terhadapberbagai permasalahan yang ada di sekitarnya.Artinya kegiatan yang ditampilkan organisasisosial lokal mampu memberikan pemenuhan

Partisipasi Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Alit Kurniasari)

52

kebutuhan spiritual maupun sosial walau hanyasedikit yang menyentuh pada kebutuhanekonomi. Terpenting dalam hal ini kelompoktesebut mampu melibatkan berbagai unsurdalam masyarakat, seperti kalangan pemuda,perempuan, agamawan dan budaya setempat.Kondisi ini menunjukkan bukan hanya kegiatanbersifat amal semata namun juga adanyatanggung jawab sosial masyarakat terhadappermasalahan yang dihadapi. Hubungansilaturahmi diantara anggota atas dasarhubungan kekerabatan, budaya pelagandong,kehidupan beragama menjadi potensi yangmempersatukan anggota masyarakat dalamsuatu kegiatan.

Ditinjau dari segi fungsi, kegiatan yangdilakukan masih terbatas pada fungsipencegahan (Preventif) terhadap masalah yangdihadapi masyarakat setempat. Walaupunpenanganan masalah yang dilakukan masihbersifat sementara seperti membantu keluargakurang mampu, anak terlantar dan keluargayang terkena musibah seperti sakit, meninggal.Kenyataannya upaya yang dilakukan olehmasing-masing organisasi sosial lokal mampumeringankan masalah, yang dihadapi anggotamasyarakat, agar tidak semakin terpuruk.Memahami potensi yang dimiliki organisasisosial lokal, serta kebutuhan dasar darimasyarakat, maka selanjutnya dapat diberikesempatan untuk menangani permasalahanyang dihadapi.

Berbagai kendala organisasi sosial lokalseperti terbatasnya dana dan sarana dalampelaksanaan kegiatan, dapat dihadapiseandainya kegiatan dilakukan secarakolaborasi. Dengan memanfaatkan potensiyang dimiliki masing-masing organisasi sosiallokal, seperti adanya figur kharismatik darimasing-masing organisasi serta kekuatan inter-nal lainnya. Seperti kekuatan yang telahterbangun melalui kepeduliannya ketika adaanggota masyarakat yang terkena musibah,mengalami keterlantaran. Selain itu me-manfaatkan jaringan kerja yang telah terbangundari organisasi berbadan hukum yang ada diwilayah tersebut.

Tanggung jawab sosial dan kemampuanswadaya dari kelompok selanjutnya dibangunmenuju perubahan yang dilakukan melaluikonsensus, diskusi kelompok. Dalam diskusikelompok terungkap bahwa permasalahan

yang perlu segera ditangani adalah masalahkeluarga pra sejahtera. Dari diskusi itu pulamuncul pentingnya berkolaborasi diantaraorganisasi lokal yang ada, dengan tetapmemperhatikan mekanisme yang telahberlangsung. Semua organisasi sosial lokalmerencanakan langkah-langkah yang perluditempuh dalam penanganan masalah.Langkah yang dimaksud seperti melaluipembentukkan forum. Forum dimaksud berupakelompok kerja yang disesuaikan denganpermasalahan yang akan ditangani. Langkah-langkah yang dilakukan mulai dari tahappendataan, assessment, terhadap kebutuhanmasyarakat yang melibatkan seluruh anggotaorganisasi lokal. Hal ini dimaksudkan sebagaibentuk pendekatan partisipatif dimana masing-masing organisasi lokal diberi kesempatan untukberperan sesuai dengan kemauan dankemampuan yang dimiliki. Agar semuaaspirasi dan kemauan masyarakat termasukpenyandang masalah itu sendiri dapatterakomodasikan. Dalam proses selanjutnyaperlu dilakukan pelatihan keterampilan sebagaimodal dasar keluar dari masalahnya sertamemberikan bantuan stimulan. Untuk hal iniForum atau Kelompok Kerja tidak dapatmelaksanakan sendiri namun perlu adanyaketerlibatan tenaga profesional dari pemerintahmaupun swasta atau dunia usaha untukmemonitor dan mendampingi keberlang-sungannya. Peran pemerintah dalam hal iniberfungsi sebagai fasilitator, controler maupuntehnikal assisten.

Catatan dari analisis tersebut yaitu inisiatifyang muncul dari hasil diskusi kelompok,sebagai aspirasi yang muncul dari lapisanbawah, perlu diakomodasi kedalam pe-rencanaan program penanganan fakirt miskindiwilayahnya. Terpenting adalah dalampelaksanaannya perlu melibatkan unsurpemerintah maupun sektor swasta lainnyaseperti perguruan tinggi atau dunia usaha.

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

Partisipasi organisasi lokal dalampembangunan kesejahteraan sosial, dapatberperan melalui pengelolaan masalah sosialyang ada di sekitarnya. Permasalahan yangdihadapi di Kelurahan Waihaong dan Rijali

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 40-54

53

adalah keluarga pra sejahtera. Bagaimanaorganisasi sosial lokal di kedua wilayah tersebutmengelola permasalahan, dapat diberikesempatan untuk terlibat lebih banyak lagi.Dalam hal ini organisasi lokal perluberkolaborasi. Kelompok keagamaan sepertiMajelis Taqlim, Muhabeth, kelompok pemudamelalui Karang Taruna, Angkatan Muda, sertaYayasan Micromap dapat merencanakan pro-gram penanganan masalah secara bersama-sama. Kedudukan dari masing-masingkelompok perlu setara, dengan memegangteguh kejujuran dan transparansi serta berfungsisesuai dengan kemampuan dan potensi yangdimiliki. Bentuk kolaborasi yang disarankanadalah berupa kelompok kerja atau forum,yang benar-benar bentukkan masyarakat bukanbentukkan pemerintah. Dalam hal inipemerintah berfungsi sebagai fasilitator atauberfungsi sebagai tehnikal asistensi.

Penentuan program kegiatan dapatdirencanakan terlebih dahulu melaluimusyawarah bersama, dimulai dari pendataandan assesment terhadap berbagai kebutuhanyang dirasakan keluarga pra sejahtera. Jikamemahami penyebab keluarga pra sejahterayang dikemukakan pada diskusi kelompok yaitufaktor mental atau sikap malas dan hidupkonsumtif dari warga masyarakat, namun halini masih dilihat dari sudut pandang orang luar,sehingga perlunya memahami dari sudutpandang penyandang masalah itu sendiri. Olehkarenanya assesment terhadap terhadapkeluarga pra sejahtera menjadi pentingdilakukan. Sebagai pertimbangan untukmemberdayakan penyandang masalah.Dalam rencana pelatihan keterampilan danpemberian stimulan tentunya perlu melibatkanpemerintah sebagai penyandang dana. Peranlembaga non pemerintah seperti LSM asing,dunia usaha atau perguruan tinggi berfungsisebagai pendamping atau partner dalampelaksanaannya. Fungsi pemerintah selainsebagai fasilitator, juga sebagai berperansebagai pengendali dan evaluator bagikeberlangsungan pelaksanaan program.

B. Rekomendasi

Untuk melengkapi proses dimaksud, perlumempertimbangkan beberapa rekomendasiberikut ini :

a. Seiring dengan menjamurnya organisasisosial dengan munculnya berbagaipermasalahan sosial sebagai dampakdari kerusuhan, maka perlu dilakukanseleksi terhadap organisasi sosial yangmenangani masalah keluarga prasejahtera, anak terlantar maupunpengungsi. Khususnya organisasi sosialyang menangani keluarga pra sejahteraperlu diseleksi lebih mendalam agarbantuan dan stimulan menjadi tepatsasaran.

b. Perlunya sistem pengendalian dan moni-toring agar pelayanan yang diberikantepat sasaran atau penerima pelayananbenar-benar memperoleh pelayananyang disesuaikan dengan kebutuhannya.Dalam hal ini dilakukan pembinaanterhadap organisasi sosial lokal yangmenangani permasalahan kesejahteraansosial serta memberdayakan organisasisosial lokal sesuai dengan kemampuanyang dimilikinya. Sistem pendampinganmenjadi penting, mengingat forum ataukelompok kerja yang dibentuk tidak dapatberjalan sendiri, sehingga fungsi kontroldapat berjalan.

c. Perlunya proses pembangunan yangberpusat pada manusia yang dilakukandengan pendekatan partisipatif, dalamhal ini Organisasi sosial lokal sebagaiwadah partisipasi masyarakat perludioptimalkan peranannya, dimulaidengan memfasilitasi gagasan atau ide-ide yang muncul dari aras bawah.

d. Mengingat pelaksananya di tingkat grassroot, maka perlu menciptakan trust daripenyandang dana dengan pelaksanaprogram, demikian sebaliknya.

Partisipasi Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Alit Kurniasari)

54

e. Mengingat adanya Wahana Kesejah-teraan Sosial Berbasis Masyarakat(WKSBM) dalam konteks kebijaksanaanpembangunan kesejahteraan sosial di In-donesia. Perlu dirumuskan alat, wadah,sarana maupun media yang efektifdigunakan masyarakat untuk melak-sanakan UKS secara berkelanjutan.Sebagai jaringan kerja kelembagaansosial komunitas lokal baik yang tumbuh

melalui proses alamiah dan tradisionalmaupun lembaga yang sengaja dibentukuntuk mensinergikan pelaksanaan tugas dibidang usaha kesejahteraan sosial sepertikelompok arisan, kelompok usahabersama, lumbung desa dan nilai budayalokal. Maka spirit yang terkandung dalampembentukkan WKSBM tetap menge-depankan pendekatan partisipatoris.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto, 2002. Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta;LPEUI.

Anonim, 2004. Monografi Kelurahan Sirimau. Ambon.

............., 1995. “Adat Pela Gandong. Ambon Dapat Tantangan” Suara Merdeka, 25 Januari.

.............., 2004. Pedoman Kasifikasi Orsos/LSM. Jakarta; Direktorat PPKSMK

Chamsyah, Bachtiar; 2002. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta;Balatbangsos.

Departemen Pendidikan Nasional RI, 2000. Lembaga Budaya Pela dan Gandong di Maluku. Jakarta;Ditjen Kebudayaan.

Departemen Sosial RI, 2003. Panduan Umum Penyelenggara Organisasi Sosial/Lembaga SwadayaMasyarakat. Jakarta; Direktorat PPKSMK.

Horton, Paul B dan Chester L Hunt, 1987. Sosiologi (Terjemahan : Aminuddin Ram dan Tita Sobari).Jakarta; Erlangga.

Nazir, M, 1988. Matode Research. Jakarta; Ghalia.

Suharto, Edi, 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung; LSP STKS.

Sumarjo dan Saharudin, 2003. Modul Metode-Metode Partisipatif dalam Pembangunan Masyarakat.Bogor; Fakultas Pertanian IPB.

Tonny, Fredian & Bambang S. Utomo, 2003. Modul Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial.Bogor; Fakultas Pertanian IPB.

BIODATA PENULIS :

Alit Kurniasari, alumni strata satu dari UNPAD Bandung Fakultas Psikologi Perkembangan, danMagister IPB Program Studi Pengembangan Masyarakat. Saat ini menjabat sebagai Ajun PenelitiMadya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan danPenelitian Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 40-54

55

PERMASALAHAN SOSIAL TENAGA KERJA WANITA DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP PELAYANAN SOSIAL(Studi Kasus di Daerah Asal, Daerah Transit, dan Daerah Tujuan TKW)

Sutaat

ABSTRAK

Studi ini dilakukan guna mengidentifikasi potensi, masalah, dan kebutuhan pelayanan sosial bagiTenaga Kerja Wanita (TKW). Hal ini dimaksudkan sebagai input bagi perumusan kebijakan dan programpenanganan masalah sosial TKW secara profesional.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa potensi sumber daya TKW relatif rendah baik dari segipengetahuan maupun kesiapan untuk bekerja di luar negeri. Hal ini terkait dengan masih minimnya persiapanpada TKW sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Di samping itu juga adanya praktek-praktek pengirimantenaga kerja secara ilegal yang lebih mengutamakan pada keuntungan ekonomi semata, negara tujuankurang memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja asing (TKW). Pada akhirnya KBRI banyakdihadapkan pada berbagai masalah yang terkait dengan penyelesaian kasus tenaga kerja bermasalah, baikyang menyangkut legalitas sebagai TKW, tindak kekerasan maupun masalah-masalah lainnya.

Penelitian ini merekomendasikan perlunya pelayanan sosial TKW mulai dari pemberangkatan sampaidi negara-negara tujuan, dengan cara melibatkan para Pekerja Sosial profesional dalam penyelesaian masalahTKW.

I . PENDAHULUAN

Menurut informasi di berbagai mediamasa, saat ini Indonesia masih banyakmengirim tenaga kerja ke beberapa negara,baik di Asia, Eropa dan Amerika. PengirimanTKW ke Luar Negeri menjadi salah satu alternatifuntuk mengatasi masalah pengangguran,karena adanya keterbatasan lapangan kerjadi Indonesia. Disamping itu bagi pemerintah,pengiriman TKI/TKW mendatangkan devisa.Sampai bulan September 2004 sumbangandevisa tenaga kerja Indonesia mencapai US$170,87 juta. Sebagian besar dari devisatersebut berasal dari TKW, khususnya dari sektorinformal (Media Indonesia, 2005). Di satu sisipemerintah memberikan julukan kepadaTenaga Kerja Indonesia sebagai “PahlawanDevisa”; pada sisi lain pengiriman tenaga kerjake luar negeri khususnya TKW mempunyaiakibat sampingan yang menyangkut masalahkesejahteraan – tindak kekerasan, pelecehanseksual dan sebagainya sebagaimana banyakdiekspose di berbagai media cetak maupunelektronik.

Data resmi yang dihimpun olehDepnakertrans Indonesia (Ditjen, PPTKLN,2004) jumlah kedatangan TKI bermasalah daritahun 2002-2004 di kawasan Asia-Pasifikseluruhnya mencapai 14.372 orang. Darisejumlah TKI tersebut yang terbanyak beradadi Singapura (5.793 orang). Sementara itudata penempatan TKI formal dan informal untukMalaysia mencapai 20.007 orang (16.050orang di antaranya TKW), dan Singapuramencapai 3.966 orang (seluruhnya TKW).Sebagian besar TKW tersebut dan bahkan untukSingapura seluruhnya bekerja pada sektor in-formal (sektor domestik). Salah satu kasus TKWyang sudah pulang ke daerah asal, tercatatbekerja sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK)pada tahun 2004 sebanyak 1.954 orang. TKI/TKW yang dipulangkan dari Serawak melaluiGate Entikong tahun 2003 sebanyak 12.726orang (dideportasi 2.817 orang, pulangbermasalah 3.551 orang, dan pulang normal6.358 orang) (Nuryana, 2004).

Realitas seperti diuraikan di atas,menunjukkan TKW banyak dihadapkanpada berbagai masalah yang merugikan/

56

membahayakan dirinya. Identifikasi pihak-pihakterkait, pengiriman TKW ke luar negeri kurangmemperhatikan kebutuhan kesejahteraan sosialTKI/TKW. Berdasarkan fenomena tersebutdiatas maka Pusat Penelitian PermasalahanKesejahteraan Sosial mengadakan kajian yanglebih mendalam melalui penelitian tentangpermasalah TKW di enam lokasi dalam negeri(yakni Sumatera Utara, Kalimantan Barat, JawaTimur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, danBatam), dan dua lokasi luar negeri (Malaysiadan Singapura). Selanjutnya dari hasil analisistemuan penelitian ini dikemukakan implikasinyaterhadap program penanganan masalah sosialTKW, baik di dalam negeri maupun di negaratujuan.

Pertanyaan penelitian ini dirumuskanseperti berikut: Permasalahan sosial apa sajayang dihadapi TKW Indonesia? Bagaimanapelayanan sosial terhadap TKW sejakpemberangkatan sampai di negara tujuan?

Berpijak pada rumusan masalah penelitianini, maka tujuan penelitian dapat dirumuskansebagai berikut: (1) Teridentifikasinyapermasalahan sosial yang dialami TenagaKerja Wanita (TKW) sejak keberangkatansampai di negara tujuan; (2) Teridentifikasinyapelayanan sosial yang dibutuhkan TKW ditempat penampungan sementara (di tempatpemberangkatan dan atau transit serta dinegara tujuan/shelter KBRI).

Metode yang digunakan penelitian iniadalah deskriptif, yaitu menyajikan gambaranpermasalahan sosial dan pelayanan sosialterhadap TKW. Sedangkan pendekatanpenelitian ini adalah kualitatif, yaitu data yangdikumpulkan umumya berbentuk kata-kata,gambar dan bukan angka-angka, kalaupunada angka-angka sifatnya hanya sebagaipenunjang. Teknik yang digunakan interview,studi dokumentasi, observasi, dan diskusi (fo-cus group discussion). Informan penelitian initerdiri dari TKW (di penampungan PJTKI, diShelter KBRI Kuala Lumpur dan Singapura),Pengurus PJTKI, Instansi tenaga Kerja, InstansiSosial, Atase Tenaga Kerja, Bidang KonsulerKBRI Kuala Lumpur dan Singapura, Agency,dan Orsos/LSM.

I I . TINJAUAN PUSTAKA

Fenomena pengerahan tenaga kerjaIndonesia ke luar negeri yang diatur Pemerintahsebenarnya telah dimulai sejak jaman kolonialBelanda, yaitu pengiriman tenaga kerja Indo-nesia ke daerah koloni seperti ke Suriname, diAmerika Latin. Pengiriman tenaga kerja Indo-nesia waktu itu merupakan kebijakan PemerintahKolonial Belanda dalam rangka pengem-bangan daerah koloni untuk kepentinganeksistensi jajahan di negara koloni. Sementaraitu, migrasi penduduk Indonesia ke luar negeri,atau pengerahan tenaga kerja Indonesia ke luarnegeri saat ini tidak hanya kepentingan negarapengguna, tetapi juga kepentingan tenaga kerjaIndonesia sendiri sebagai upaya meningkatkanpenghasilan.

Pengerahan tenaga kerja Indonesia(termasuk Tenaga Kerja Wanita/TKW) ke luarnegeri mengalami booming pada tahun 1990-an dan terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan,pengiriman tenaga kerja menunjukkankecenderungan adanya dominasi tenaga kerjawanita dengan jumlah lebih besardibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki.Kondisi yang demikian antara lain dipengaruhioleh terjadinya krisis ekonomi di dalam negeri,dan makin sempitnya lapangan pekerjaan yangtersedia. Meningkatnya arus tenaga kerjawanita Indonesia ke luar negeri jugadipengaruhi oleh meningkatnya partisipasiwanita dalam pasar kerja, dan semakinmeningkatnya kebutuhan hidup.

Sementara itu di beberapa negaraterutama negara berkembang yang sedangmengalami tingkat pertumbuhan ekonomi tinggiseperti Malaysia dan Singapura, pada sektorformal dan informal tertentu memerlukan tenagakerja dari negara lain dalam jumlah yang cukupbanyak. Mobilitas pekerja migran Indonesia initerus berkembang sejalan denganperkembangan ekonomi dunia yang semakinterbuka dan saling membutuhkan. Dengan katalain, kemajuan ekonomi di suatu negaramembutuhkan dukungan tenaga kerja bukansaja dari dalam negeri tetapi dari luar negeri.Keberadaan pekerja migran di suatu negara

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 55-66

57

merupakan jawaban atas perkembangansaling-ketergantungan ekonomi tersebut. Makintinggi intensitas hubungan yang terjalin antar-negara dalam berbagai kehidupan, makintinggi ketergantungan antar-negara, dan padagilirannya makin meningkatkan arus migrasidalam berbagai bentuk (Kritz dan Zlotnik, 1992;Lohrmann, 1989).

Tekanan kebutuhan lapangan kerja sertakeinginan untuk meningkatkan perekonomiankeluarga dan melepaskan diri dari jeratankemiskinan, kadang-kadang membuat segalapertimbangan rasional dikesampingkan olehpara calon tenaga kerja Indonesia. Rendahnyapendidikan dan rendahnya keterampilan yangdimiliki calon tenaga kerja Indonesia,menjadikan mereka kurang memiliki kekuatantawar terhadap pengguna tenaga kerja. Didalam teori ekonomi sering terjadi seperti itu:bila pasokan tenaga kerja berlebih, maka upahakan rendah, dan kalau sudah terjadikesepakatan, maka sering terjadi pihak majikanmemanfaatkan kesempatan untuk meng-eksploitasi pekerja migran. Oleh karena itumuncul berbagai permasalahan sosial sekitarpekerja migran Indonesia di luar negeri,terutama di kalangan tenaga kerja wanita yangberada di sektor informal. Hal lain yang jugamenimbulkan permasalahan adalah makinbanyaknya pengiriman tenaga kerja secarailegal, dan terjadinya berbagai kasustrafficking.

Terkait dengan permasalahan tersebut,berbagai upaya telah dilakukan oleh PemerintahIndonesia untuk melindungi pekerja migran In-donesia di Malaysia. Untuk ini kesepakatansebenarnya telah dibuat oleh Pemerintah Indo-nesia dengan Pemerintah Malaysia, antara laindalam kesempatan pertemuan antara PresidenSusilo Bambang Yudhoyono dengan PerdanaMenteri Abdullah Ahmad Badawi dalamtanggal 14 Februari 2005 di Kuala Lumpur,Malaysia. Kedua pemimpin itu menyepakatiakan menekan jumlah tenaga kerja ilegal diIndonesia hingga mencapai nol persen.Bahkan, Pemerintah Malaysia telah me-nyediakan sistem matriks yang merekam semuapendatang asing melalui sidik jari. Menurutmereka, sistem tersebut diyakini tidak akan lagimemberi ruang dan peluang bagi pendatangharam (tanpa izin) di negara itu. Meskipundemikian, kenyataan menunjukkan bahwapermasalahan tidak hanya terjadi pada tenaga

kerja ilegal tetapi juga mereka yang tergolonglegal.

Menurut Soejono pelayanan adalahusaha pemberian bantuan atau pertolongankepada orang lain, baik materi maupun nonmateri agar orang itu dapat mengatasimasalahnya sendiri. Pelayanan kesejahteraansosial (social welfare services) merupakan suatuprogram ataupun kegiatan yang dirancanguntuk menjawab permasalahan yang muncul,kebutuhan masyarakat, ataupun meningkatkantaraf hidup masyarakat. Pelayanankesejahteraan sosial itu sendiri dapat ditujukanpada individu, keluarga, kelompok-kelompokdalam komunitas, ataupun komunitas secarakeseluruhan (baik komunitas lokal, regional,nasional, maupun internasional) (dalam mediainformasi, 2005).

Pelayanan kesejahteraan sosial dalamkonsep pekerjaan sosial selalu terkait denganpraktek pekerjaan sosial, yaitu berbagaikegiatan yang melibatkan pekerja-pekerja sosialyang bekerja secara profesional. Hal ini sesuaidengan tujuan dari praktek pekerjaan sosial yaitumencegah dan menyembuhkan kerusakanhubungan di antara perorangan dengankeluarganya atau persekutuan lainnya. Praktekpekerjaan sosial membantu orang-orang untukmengidentifikasi dan memecahkan masalahdalam hubungan-hubungan antar mereka ataupaling tidak untuk meminimalkan akibat-akibatkerusakan hubungan tersebut (Skidmore Rex,A,1994). Khan melihat pelayanan sosial sebagaigeneral social services, dimana program-programnya ditujukan untuk membantu,melindungi, dan memulihkan kehidupankeluarga, membantu individu guna mengatasimasalah yang diakibatkan oleh prosesperkembangan, dan mengembangkankemampuan orang untuk memahami,menjangkau, serta menggunakan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia (Khan, Alfred,1973).

Pelayanan sosial TKW dalam kontekspenelitian ini adalah program-program sosialyang dirancang oleh pemerintah maupunmasyarakat, yang ditujukan untuk membantu,melindungi, dan memulihkan kehidupan TKW.Pelayanan ini dimaksudkan guna mengatasimasalah-masalah yang diakibatkan oleh faktorinternal dan external, serta mengembangkankemampuan TKW untuk memahami,

Pemasalahan Sosial TKW dan Implikasinya terhadap Pelayanan Sosial (Sutaat)

58

menjangkau, dan menggunakan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia. Bentuk-bentuklayanan sosial antara lain berupa pendidikanpublik, peningkatan SDM, keamanan,kesehatan, tempat tinggal, bantuan advokasi,konsultasi psikologis, dan berbagai layanansosial lainnya (Midgley, 1995).

I I I. HASIL PENELITIAN

Setidaknya terdapat empat komponenutama terkait dengan permasalahan tenagakerja wanita (TKW), yaitu: Perusahaan PengerahJasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), Agency dinegara tujuan, pengguna tenaga kerja(majikan/perusahaan), dan TKW sendiri. PJTKIsebagai lembaga pengirim TKW ke luar negerimempunyai peran yang cukup besar terhadapkesiapan mental maupun performa TKW dalampekerjaan di luar negeri. Ketidaksiapan mentaldan performa TKW yang rendah dapatmemunculkan berbagai masalah dalampekerjaan, karena TKW akan berada padaposisi saing dan tawar yang rendah. Dengandemikian mereka hanya dapat memasukilapangan pekerjaan pada level bawah,misalnya pembantu rumah tangga (sektor in-formal), dan buruh. Pada posisi seperti ini TKWrawan terhadap perlakuan semena-mena daripara majikan, terutama bila tidak adaperlindungan hukum yang memadai.

Agency di negara tujuan sebagai partnerPJTKI merupakan pintu terakhir bagi TKWsebelum berhubungan dengan majikan. Olehkarena itu peran Agency dalam penyaluranTKW cukup besar. Agency bisa memilih majikanmana yang cocok dan dapat memberikanjaminan pekerjaan, penghasilan, dankehidupan yang cukup baik bagi TKW.

Sebagai badan usaha, secara alamiahsetiap Agency berorientasi pada keuntunganekonomi. Dengan demikian TKW bisadipandang sebagai obyek yang dapatmenghasilkan uang. Konsekuensinya adalahadanya kecenderungan Agency kurangmemperhatikan kepentingan TKW yangdisalurkannya. Pada gilirannya TKW sendiriakan berada pada lapangan pekerjaan yangbelum tentu menjamin keamanan dankesejahteraan hidupnya. TKW dapat lebihterjamin bila ada perjanjian kesepakatan kerjayang jelas dan saling menguntungkan antaraTKW, Agency dan majikan.

Pengguna tenaga kerja wanita ataumajikan semestinya mempunyai kewajibanmemenuhi kebutuhan pekerja, sesuai denganhak-haknya sebagai manusia dan sebagaipekerja untuk memperoleh imbalan yangmemadai. Pada umumnya secara logispengguna tenaga kerja (majikan) cenderunglebih mementingkan terselesaikannya pekerjaandengan baik, daripada mementingkan kondisikesejahteraan pekerja itu sendiri. Dengandemikian kedudukan pekerja seperti TKW dalamkehidupan majikan adalah sebagai alat yangdapat digunakan sesuai dengan kehendaknya.Besar kecilnya perhatian majikan terhadapkesejahteraan pekerja, akan tergantung padaseberapa besar majikan menunjung tinggi nilaikemanusiaan, dan bagaimana ia menilaipekerja itu cukup baik dan menguntungkanbaginya.

Berdasarkan hasil penelitian di beberapadaerah penelitian dalam negeri (SumateraUtara, Batam, Kalimantan Barat, Jawa Timur,Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara), termasuknegara tujuan (Malaysia dan Singapura), dapatdiidentifikasi beberapa permasalahan sosialTKW, yakni:

• Permasalahan sosial psikologis yangmuncul di tempat penampungan (didaerah asal maupun transit) antara lainkebosanan/kejenuhan TKW terutama bilamereka tidak segera disalurkan padalapangan kerja yang diharapkan.

• Banyak TKW yang mengalami tekananmental dan fisik, karena beberapa hal,antara lain: 1) TKW mengalami hambatandalam beradaptasi dengan lingkungansosial budaya yang jauh berbeda dengandaerah asal; 2) perlakuan sebagianmajikan yang kurang manusiawi, tindakkekerasan, dan pelecehan seks/perkosaan. Sehingga banyak di antaraTKW yang lari dari majikan sebelum selesaikontraknya. Hal ini menyebabkan TKWharus kehilangan dokumen yangdibutuhkan, dan akibatnya merekamenghadapi masalah dengan kepolisiandan imigrasi negara setempat, terutamamenyangkut legalitasnya untuk tinggal danbekerja di luar negeri.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 55-66

59

• Kurangnya perlindungan TKW dari tindakkekerasan majikan dan legalitasnya TKWdi luar negeri. Masalah legalitas TKWtinggal dan bekerja di luar negeri initerutama di sebabkan oleh perilakuperorangan atau kelompok orang yangmengirim TKW melalui jalur ilegal.

• Kurangnya kesempatan untuk ber-sosialisasi dan dan kurang memperolehberbagai informasi yang dibutuhkan,sebagai akibat keterbatasan ruang gerakdan kurangnya perhatian para majikanmenjadikan TKW tertutup dari dunia luar.Sementara itu hingga kini baik di Malay-sia maupun Singapura belum ada harilibur bagi TKW. Ada kecenderungan paramajikan over proteksi terhadap TKW,dengan alasan khawatir TKW akanmeninggalkan pekerjaan sebelum kontrakselesai.

• TKW yang ada di penampungan (shelterKBRI) banyak yang mengalami berbagaimasalah sosial psikologis. Masalah sosialpsikologis ini terutama sering dialami olehTKW korban tindak kekerasan danpelecehan seksual atau perkosaan.Beberapa TKW korban perkosaanmenunjukkan gejala depresi mental.Sementara itu hingga kini belum adapelayanan kesejahteraan sosial khususyang terkait dengan penanganan masalahsosial psikologis.

Permasalahan sosial tersebut dipengaruhioleh kondisi intern TKW maupun ekstern (di luarTKW). Hasil identifikasi di berbagai lokasipenelitian menunjukkan bahwa sumber dayaTKW pada umumnya dapat dikatakan relatifrendah. Hal ini terlihat dari status pendidikanmereka yang rata-rata antara SD SLTP,mayoritas berasal dari perdesaan, dan usiamuda/belasan tahun (faktor internal TKW).Faktor internal ini terutama rendahnyapendidikan, menjadikan mereka kurangmampu bersaing dan kurang mampu membelahak-haknya, sehingga memunculkan berbagaipermasalahan. Hal lain yang berpengaruhadalah kekurangmampuan mereka memahamiberbagai informasi terkait dengan pekerjaan diluar negeri dan berbagai konsekuensinya. Olehkarena itu mereka mudah terlibat dalam

jaringan pengirim tenaga kerja yang kurangbertanggungjawab, seperti misalnya ulah paracalo yang banyak beroperasi sampai ke desa-desa. Mereka sering lebih mempropagandakanhal-hal yang menggiurkan seputar pekerjaandi luar negeri, daripada konsekuensi negatifyang mungkin terjadi.

Faktor eksternal yang juga ikut mendorongtimbulnya permasalahan adalah:

a. Di daerah asal (Jawa Timur, SulawesiTenggara, dan Sulawesi Utara):

• Kurangnya informasi tentangprosedur pemberangkatan TKW keluar negeri. Hal ini menyebabkanTKW mudah dipermainkan olehpihak-pihak yang tidak bertang-gungjawab, baik peroranganmaupun kelompok-kelompok ataulembaga yang melakukan pengi-riman TKW ke luar negeri.

• Kurang ketatnya pengawasan dalampenerapan peraturan pengirimantenaga kerja Indonesia ke luarnegeri, memberi peluang terhadappara pelaku pengirim TKI/TKW untukmelakukan penyimpangan yangmenguntungkan bagi dirinya,daripada untuk kepentingan TKW.

• Masih minimnya pembekalan(keterampilan teknis, danpengetahuan) yang diberikan olehPJTKI kepada calon TKW. Hal inimenjadikan TKW kurang mempunyaikesiapan mental maupun kete-rampilan yang memadai, sehinggaperforma TKW di negara tujuancenderung rendah.

• Iming-iming keuntungan bekerjadi luar negeri tanpa melihatkonsekuensi-konsekuensi lainnya,mendorong masyarakat untukberlomba-lomba mencari lowongansebagai pekerja di luar negeri tanpamemperhatikan konsekuensinegatifnya.

• Sering terjadi waktu tinggal dalampenampungan PJTKI cukup lama,karena lambatnya untuk mem-peroleh “clling visa”.

Pemasalahan Sosial TKW dan Implikasinya terhadap Pelayanan Sosial (Sutaat)

60

b. Didaerah transit (Sumatera Utara,Batam, dan Kalimantan Barat):

• Secara geografis di daerahperbatasan/transit banyak jalantembus yang memudahkan TKWuntuk masuk ke negara lain tanpamelalui jalur resmi (terutama jalur keMalaysia). Hal ini memudahkan bagipara pengirim tenaga kerja untukmelakukan pengiriman TKW secarailegal.

• Longgarnya sistem administrasikependudukan di daerah transit,sehingga memudahkan penyamaranidentitas calon TKW. Untuk jangkapendek hal ini tampaknya mem-berikan keuntungan bagi TKW,karena mudahnya masuk ke negaratujuan. Tetapi untuk jangka panjangbila TKW dihadapkan pada kasus-kasus yang merugikan dirinya, akanmenyulitkan bagi perorangan ataulembaga untuk memberikanbantuan. Hal ini terutama terjadi bilaTKW dihadapkan pada penye-lesaian kasus yang memerlukankontak dengan keluarganya di tanahair (daerah asal).

c. Di negara tujuan (Malaysia danSingapura)

Hasil wawancara dan diskusi denganberbagai informan di situs KBRI KualaLumpur dan Singapura diperoleh informasiberbagai permasalahan TKW di negaratujuan, yakni:

• Penyalahgunaan visa kunjungan olehTKW untuk bekerja di luar negeri. Halini akan menyulitkan bagi pihak KBRIuntuk memberikan pembinaan, danperlindungan terhadap WNI di luarnegeri.

• Tidak adanya keharusan di negaratujuan (Malaysia dan Singapura)untuk membuat perjanjian (kontrakkerja) secara resmi antara majikandan TKW (khususnya TKW sektor in-formal atau pembantu rumahtangga). Hal ini menjadikan kurangjelasnya hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terkait dalam

hubungan kerja. Bagi TKW terutamasulit dalam menuntut hak-haknya,baik hak gaji maupun hak-haklainnya sebagai pekerja. Kondisidemikian juga memberikan peluangbagi terjadinya pemutusanhubungan kerja yang sepihak tanpakonsekuensi hukum.

• Upaya perlindungan dan pem-binaan agency kepada TKW masihsangat minim. Agency masih lebihbanyak berorientasi pada ke-pentingan ekonomi, dan cenderungkurang memenuhi perjanjian kerjadengan PJTKI dan TKW. Dalamkondisi yang demikian berarti TKWkehilangan hak untuk memperolehlayanan dan perlindungan secaramemadai. Dampak dari kondisi iniadalah sulitnya pihak KBRI dalammemberikan perlindungan kepadaTKW, terutama bagi mereka yangmenghadapi kasus dan perludipulangkan ke tanah air. Terhadapbeberapa kasus yang terjadi, paraagency cenderung banyakmenyalahkan pihak pengirim (PJTKIdan Instansi terkait di Indonesia).Mereka beranggapan bahwamasalah pemalsuan identitas danketidaksiapan TKW merupakanurusan PJTKI dan pemerintahIndonesia.

• Dokumen TKW selama bekerja diluar negeri dipegang oleh majikan/perusahaan, dengan alasan sebagaijaminan. Dengan demikian TKWkurang mempunyai kebebasan untukbergerak. Apalagi bila TKW keluarsebelum masa kontrak berakhir (lariatau pindah majikan/perusahaan),mereka bisa kehilangan dokumenyang dibutuhkan. Hal ini mem-posisikan TKW pada kondisi rawanterhadap tindakan kepolisian atauimigrasi negara setempat. Merekadapat dituduh sebagai pendatanggelap, dengan kosekuensi dide-portasi atau menjalani hukumanpenjara sesuai dengan hukum yangberlaku di negara yang ber-sangkutan.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 55-66

61

• Lambatnya penyelesaian masalah,dan sulitnya untuk mendapatkan”Checkout Memo” bagi TKW (ijinkeluar dari imigrasi di negara tujuan).Sehingga TKW harus tinggal dipenampungan (shelter) KBRI dalamwaktu cukup lama. Sementara itusarana dan prasarana sertakapasitas tampung shelter sangatterbatas. Hal ini memunculkanpermasalahan tersendiri bagi TKWselama di penampungan, antaralain stress, kebosanan, sulit tidur dansebagainya.

• TKW yang berada di Shelter KBRIterutama mereka yang merupakankorban tindak kekerasan ataupelecehan seksual/perkosaanbanyak mengalami masalah sosialpsikologis, antara lain depresimental.

IV. IMPLIKASI PERMASALAHAN TKW

TERHADAP PELAYANAN SOSIAL

Pelayanan terhadap tenaga kerja wanitaselama ini melibatkan berbagai instansi,perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia(PJTKI), beberapa Agency (di negara tujuan),dan ORSOS/LSM. Pelayanan oleh instansiantara lain terkait dengan masalah administrasi,dokumen, perlindungan dan penyelesaianmasalah yang dihadapi TKW. Pelayanan olehPJTKI dan agency berkaitan denganpenampungan, pelatihan, dan pengirimanTKW ke majikan dan negara tujuan. Sedangkanpelayanan oleh ORSOS/LSM terutama ditujukankepada para TKW/TKI yang bermasalah, baikberupa perlindungan maupun penyelesaianmasalah dengan berbagai pihak terkait.

A. Pelayanan yang ada saat ini

1. Pelayanan TKW di daerah asal

Pada saat persiapan pemberang-katan TKW, berbagai pihak (terutamaInstansi Naker dan PJTKI) mempunyaikewajiban pemberian pelayanan sesuaidengan tugas dan fungsinya masing-masing. Rekruitmen calon TKW di daerahasal biasanya dilakukan oleh para Spon-sor. Sponsor ini adalah orang yang

ditunjuk dan ditugaskan oleh PJTKI untukmenjaring calon TKW di beberapadaerah.

Sebagai perusahaan pengirimtenaga kerja ke luar negeri, PJTKI diberbagai daerah memberikan layananyang bervariasi, yakni: 1) Terdapat PJTKIyang memberikan layanan penampungansementara sebelum pengiriman calonTKW; 2) PJTKI yang memberikan layananpenampungan, dan pembinaan pelatihansampai calon TKW dianggap siap, dancalon pengguna siap menerima mereka;3) PJTKI hanya menyiapkan kelengkapanadministrasi dan mengirim calon TKW kePJKTI pusat atau mengirim ke luar negeri,tanpa memberikan layananpenampungan maupun layanan lainnya.Sementara itu pembinaan pelatihanketerampilan dilakukan oleh PJTKI yangberstatus pusat. Lama calon TKW dipenampungan bervariasi tergantung cepattidaknya pengguna tenaga kerjamemberikan “calling visa”. Sering terjadiTKW harus tinggal lama di penampungankarena belum memperoleh calling visa.

Sarana penampungan yangdisediakan oleh PJTKI ada dua bentuk,yakni bentuk rumah/cottage dan bentukasrama/barak. Setiap rumah terdiri daribeberapa kamar yang masing-masingkamar dihuni sekitar 5 orang calon TKW.Sebuah asrama atau barak rata-ratadihuni sekitar 40 s/d 70 orang.Penyediaan makan selama dalampenampungan dilakukan melalui cara: 1)penyediaan makan seluruhnya disiapkanoleh PJTKI; dan 2) bahan baku disiapkanoleh PJTKI tetapi pengolahan danpenyiapan makan dilakukan oleh calonpekerja (TKW) sendiri, dengan alasansekaligus untuk praktek memasak.Pelayanan kesehatan bagi yang sakitringan disediakan obat-obatan. Bagiyang mengalami sakit yang cukup seriusakan dirujuk pada rumah sakit yang telahditunjuk PJTKI.

Pembinaan pelatihan yang diberikanselama di penampungan disesuaikandengan kebutuhan pangguna tenagakerja. Untuk TKW yang akan mengisilapangan kerja pembantu rumah tangga

Pemasalahan Sosial TKW dan Implikasinya terhadap Pelayanan Sosial (Sutaat)

62

diberikan pelatihan kerumah-tanggaan,antara lain penggunaan alat-alatelektronik, perawatan bayi, danperawatan lanjut usia. Bagi TKW yangakan mengisi lapangan kerja diperusahaan diberikan pelatihan dasarsesuai dengan kebutuhan perusahan.Lapangan kerja yang diisi oleh TKWumumnya pada level terbawah yangkurang membutuhkan skill tinggi, olehkarena itu persyaratan pendidikan tidakterlalu ketat.

Pada akhir pembinaan, yakni saatsebelum TKW diberangkatkan ke luarnegeri, diadakan kegiatan PembekalanAkhir Pemberangkatan (PAP) yangdilaksanakan PJTKI dalam kerjasamadengan (Balai Pelayanan PenempatanTenaga Kerja Indonesia (BP2TKI).Kegiatan ini secara formal dilaksanakandalam 2 (dua) hari kegiatan. Pembekalanantara lain meliputi pengetahuan tentangbahaya perdagangan perempuan dananak, bahaya perdagangan napza dantindak kriminal lainnya, pengetahuantentang sosial-budaya, adat istiadat dankondisi negara tujuan, serta pengetahuantentang peraturan perundangan di negaratujuan. Terkait dengan tempat kerja, TKWjuga diberikan pembekalan tentangperjanjian penempatan TKW danperjanjian kerja.

Pembiayaan mulai dari rekruitmensampai dengan penempatan, ditanggungoleh PJTKI. Dalam hal ini TKWberkewajiban membayar semua biayasetelah mereka bekerja, yakni dengan carapemotongan gaji (biasanya selama 3 – 4bulan, dengan besar potongan bervariasisesuai dengan kesepakatan).

Instansi terkait yang selama inibanyak terlibat dalam pelayanan TKWadalah Dinas Nakertrans. DinasNakertrans memberikan pelayanan yangterkait dengan pembinaan danpengawasan kepada PJTKI dalammemberikan layanan kepada TKW, danpemberian pembekalan akhir (PAP)sebelum TKW diberangkatkan. Tugas

layanan ini terutama menjadi kewajibanBP2TKI di masing-masing daerah. Dalamhal TKW bermasalah, Nakertransbekerjasama dengan PJTKI membantupenyelesaiannya, terutama yang terkaitdengan sengketa dengan majikan, baikmasalah gaji maupun hak kewajibanlainnya.

2. Pelayanan di daerah transit

Pada daerah transit, prosespengiriman TKW ke negara tujuan adadua bentuk, yakni bentuk pertama PJTKImenerima calon TKW dari Sponsor,menampung dan memberikan pelatihan/pembinaan, dan setelah siap kemudiancalon TKW dikirim ke negara tujuan;bentuk kedua PJTKI menerima TKW dariSponsor, dan segera dikirim keperusahaan atau agency negara tujuan.

Biaya TKW sampai ke PJTKIbiasanya ditanggung oleh Sponsor, danakan diganti oleh PJTKI sesuai denganjumlah TKW yang diserahkan. Untuk kasusdi Kalimantan Barat, PJTKI memberikanganti biaya sebesar 800 ribu rupiah untuktiap TKW yang dibawa oleh Sponsor.Selanjutnya PJTKI akan memotong semuabiaya yang telah dikeluarkan dari gaji yangakan diterima TKW. Besarnya potonganmaupun waktu pemotongan bervariasisesuai dengan kesepakatan PJTKI denganTKW yang bersangkutan.

Lalulintas TKW di daerah transit initidak hanya lalulintas masuk ke negaratujuan, tetapi juga masuknya kembali TKW(pemulangan ke tanah air). Masuknyakembali TKW ini ada yang karena habiskontrak, maupun karena terjadi berbagaimasalah misalnya lari dari majikan,dipulangkan majikan atau masalahlainnya. Dalam kasus ini Instansi Nakertransmaupun PJTKI memberikan layananpemulangan dan penyelesaian masalahTKW dengan majikan. Sebelum TKWdipulangkan ke daerah asal, dibeberapadaerah misalnya kasus Batam, adasemacam penampungan sementara bagieks TKW bermasalah yang dikelola olehDinas Sosial Batam. Terkait denganpenampungan ini, kendala yang selama

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 55-66

63

ini dialami adalah terbatasnya sarana danprasarana maupun terbatasnya anggaranyang tersedia.

3. Pelayanan TKW di negara tujuan

1) Pelayanan oleh KBRI

Hasil wawancara dan diskusi denganbeberapa petugas di KBRI di Kuala Lumpurdan Singapura (bidang Konsuler dan AtaseKetenagakerjaan) menunjukkan bahwaperhatian KBRI terhadap permasalahanTKW cukup besar. Banyak TKW yangberhasil dipulangkan dan banyak kasusTKW yang dapat diselesaikan, antaraterkait dengan perselisihan TKW denganmajikan, tindak kekerasan oleh majikan,pelecehan seksual/perkosaan, dan korbantrafiking (pekerja seks komersial).

Pelayanan yang selama ini telahdiberikan KBRI terhadap TKW bermasalahmeliputi:

a) Perlindungan dan penyelesaianmasalah.

KBRI memberikan perlindungankepada TKW dalam penyelesaianmasalah yang timbul baik denganmajikan/perusahaan atau dengan Agency.Bidang Konsuler berfungsi sebagai tempatmengadu dan tempat meminta bantuanpenyelesaian masalah. Langkah penye-lesaian masalah yang ditempuh adalahmelalui pendekatan musyawarah dankekeluargaan dengan majikan, Agency,dan TKW. Sedangkan dalam kasus tertentupenyelesaian melalui pengadilan. Untukkasus-kasus berat dan serius, KBRImenyediakan pengacara yang kompeten.Dalam hal ini Bidang Konsuler melakukankoordinasi dengan aparat hukumsetempat dalam upaya bantuan hukum.

b) Penampungan sementara.

Dalam rangka memberikan pe-layanan sosial dan perlindungan hukumterhadap TKW bermasalah, KBRImenyediakan penampungan (shelter) diwilayah akreditasi KBRI. TKW yang beradadi penampungan adalah mereka yang

menunggu penyelesaian kasus baikdengan Kepolisian, Pengadilan, ataupundengan Majikan. Pada saat dilakukanstudi ini (2005), di KBRI Singapuraterdapat 57-an orang TKW bermasalahyang sedang menunggu penyelesaianmasalah mereka. Sementara itu di KBRIKuala Lumpur terdapat 205 orang TKWbermasalah yang berada di penam-pungan (data bulan Oktober 2005).

Sering terjadi penyelesaian kasusTKW memerlukan waktu yang lama, danhal ini menjadi masalah tersendiri bagipihak KBRI. Jumlah TKW sering melebihidaya tampung shelter. Sementara inidukungan anggaran masih belummemadai bila dibandingkan denganjumlah TKW yang ditampung. Olehkarena itu bila dilihat pada pemenuhankebutuhan tempat tinggal, maupunkebutuhan lainnya sebagian besar kurangterpenuhi secara memadai. Pada kasus-kasus tertentu yang membutuhkan biaya,para staf KBRI kadang-kadang terpaksamenghimpun dana dengan cara iuran dariuang pribadi.

c) Peningkatan kesejahteraan TKW.

Dalam upaya meningkatkankesejahteraan TKW, sejak November 2004KBRI Singapura telah melakukanpendekatan dengan asosiasi Agency diSingapura. Hasilnya adalah sejak 1Januari 2005 gaji minimum TKW informalnaik dari $Sin 230/bulan menjadi $Sin280/bulan. KBRI juga telah menyam-paikan kepada PJTKI di Indonesia agarmenetapkan gaji/upah minimum TKWdisesuaikan dengan kesepakatan KBRIdengan asosiasi Agency di Singapuratersebut.

Permasalahan yang masih dihadapiKBRI selama ini, terutama dalam halpemulangan TKW di Malaysia adalahsulitnya untuk mendapatkan ”CheckoutMemo” bagi TKW (ijin keluar dari ImigrasiMalaysia). Sementara ini ”checkoutmemo” biasanya lebih mudah diperolehbagi TKW yang berstatus pekerja seks(terutama korban trafficking) daripadaTKW yang berstatus pembantu rumahtangga.

Pemasalahan Sosial TKW dan Implikasinya terhadap Pelayanan Sosial (Sutaat)

64

2) Pelayanan oleh Agency

Pelayanan yang diberikan Agency diKuala Lumpur, khususnya dalam penyiapanTKW sebelum disalurkan, berupapenampungan sementara. Selama dalampenampungan sementara, para TKW diberipelatihan tambahan sesuai dengankebutuhan calon majikan, misalnya dalamhal penggunaan alat-alat elektronik. Latihanini dilakukan secara sangat praktis dansingkat, karena lama calon TKW dipenampungan agency berarti memperbesarbeban biaya yang ditanggung agency.Mereka umumnya berpendapat makin cepatdisalurkan akan makin baik. Bagi calonTKW yang akan dipekerjakan di ”Kilang”(perusahaan), biasanya calon TKW harussudah dipersiapkan oleh PJTKI di Indonesiasesuai dengan lapangan pekerjaan yangakan diisi.

Upaya perlindungan dan pembinaanoleh Agency di Kuala Lumpur kepada TKWdapat dikatakan masih sangat minim.Selama ini setiap TKW diberikan nomorkontak yang sewaktu-waktu dapatdihubungi, terutama bila TKW merasa perlumengadukan permasalahnya. Namundemikian beberapa kasus yang terjadi paraTKW sering menghilang dari majikan tanpasepengetahuan Agency, kecuali ada laporandari majikan. Kondisi yang demikianmenurut pengalaman beberapa TKW yangdiwawancarai, ternyata oleh majikandibatasi ruang geraknya, apalagi denganditahannya dokumen, menjadikan merekatidak dapat pergi/keluar tanpa majikan.Dengan demikian para TKW kurangmempunyai kesem-patan untukmengadakan kontak dengan pihak Agency.

B. Program Pelayanan Sosial yangDibutuhkan

Memperhatikan berbagai permasalahanTKW dan pelayanan yang ada, maka diajukanbeberapa pemikiran tentang programpelayanan sosial yang dibutuhkan TKW sepertiberikut:

1. Perlunya pemberian pengetahuan secaramemadai kepada para calon TKWsebelum diberangkatkan. Dalam hal iniDepartemen Sosial bersama lembagaterkait dapat memberikan pembekalantentang bagaimana cara menghadapidan menyikapi masalah, bagaimanamengelola masalah, dan bagaimanaberadaptasi dengan lingkungan baru, danlain sebagainya yang terkait dengankesiapan bekerja di luar negeri.

2. Bidang Konsuler di KBRI yang selama inilebih banyak melaksanakan perlindungandalam koridor fungsi dan tugaskekonsuleran, perlu mendapatkandukungan bidang kesejahteraan sosial.Hal ini terkait dengan perlunya fungsi-fungsi kesejahteraan sosial terhadap TKWdi shelter/penampungan, antara lainpelayanan konseling, mediator,pendampingan, bantuan sosial (khususnyatempat dan kebutuhan makan), dan fungsipekerjaan sosial lainnya. Untuk inipelaksanaannya dapat dikoordinasikandengan pihak Departemen Luar Negeri,Departemen Tenaga Kerja, dan KBRI diluar negeri dalam bentuk joint programe.

3. Mengingat bahwa kapasitas petugas KBRImasih banyak berfokus pada masalahkekonsuleran, maka bila mungkin adasemacam program kerjasama antaraPusdiklat Departemen Sosial denganPusdiklat Departemen Luar Negeri dalamhal pembekalan kepada para calon Dip-lomat, khususnya pembekalan materitentang kesejahteraan sosial dan ataupekerjaan sosial.

4. Upaya jangka panjang yang perludilakukan, adalah dengan memperbaikisistem yang ada terkait dengan pengirimanTKI/TKW ke luar negeri. Untuk ini perludirumuskan kebijakan-kebijakan yangmendorong terciptanya kepengelolaantenaga kerja yang baik, dengan tetapmenjunjung tinggi asas keadilan dankebenaran. Integritas moral dankeprofesionalan aparat pelaksana dilapangan perlu ditingkatkan melalui

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 55-66

65

peningkatan kesejahteraan, dukungansarana dan prasarana hukum,pendidikan, serta pengawasan yangefektif. Dalam hubungannya dengannegara pengguna TKI/TKW diperlukansuatu kesepakatan (agreement), agarkeberadaan TKI/TKW di negara tujuanmendapatkan perlindungan yangmemadai.

5. Upaya pencegahan di daerah asal bisadilakukan melalui program perluasanlapangan kerja dan perbaikan ekonomimasyarakat. Program ini dapat dilakukandengan memberi keterampilan produktifdan bantuan dana stimulan melaluikoordinasi instansi-instansi terkait, untukmenjamin bahwa program yang dilak-sanakan berjalan sesuai rencana dansemangat pembangunan daerah.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan kajian terhadap berbagaiinformasi tentang permasalahan TKW, dapatdisimpulkan bahwa:

1. Munculnya permasalahan TKW di negaratujuan disebabkan oleh berbagai faktor,baik yang berasal dari TKW sendiri(antara lain kurang siap bekerja di luarnegeri, dan skill yang rendah), maupunyang berasal dari luar TKW (antara lainSponsor, PJTKI, Agency dan majikan yangkurang memperhatikan kepentingan TKW;dan jaminan hukum yang kurangmemadai). Tidak dilakukannya sosialisasioleh instansi berwewenang kepadamasyarakat di daerah asal TKW, telahmenimbulkan kekurangpahaman TKW

tentang berbagai hal yang terkait dengankeuntungan dan resiko bekerja di luarnegeri.

2. Permasalahan TKW di negara tujuanberkaitan dengan peran PJTKI dan Instansiterkait yang belum mempersiapkan TKWsecara matang dan memadai sesuaidengan tuntutan pengguna TKW di negaratujuan. Sementara itu pihak agency danpemerintah di negara tujuan tampaknyakurang peduli dengan kesejahteraanpekerja asing, terutama pekerja di sektorinformal. Misalnya di Malaysia per-undangan tenaga kerja masih terbataspada pekerja formal, dan belummenjangkau pada pekerja informal. Olehkarena itu pekerja informal tidak mendapatperlindungan secara memadai.

3. Upaya yang perlu dilakukan pemerintahIndonesia khususnya Departemen Sosialadalah dengan mengembangkanberbagai program bagi penanggulanganmasalah sosial TKW:

a) Di negara tujuan, perlunya programperlindungan dan pelayanankesejahteraan sosial bagi TKWbermasalah. Dalam hal inikoordinasi dan kerjasama denganinstansi terkait, serta dengan pihakDepartemen Luar Negeri (KBRI dinegara-negara tujuan TKI/TKW).

b) Sejalan dengan upaya tersebutdiperlukan pula programpemberdayaan masyarakat kurangmampu di daerah asal TKI/TKW.

Pemasalahan Sosial TKW dan Implikasinya terhadap Pelayanan Sosial (Sutaat)

66

DAFTAR PUSTAKA

Kahn, Alfred. 1973. Social Policy and Social Services, Random House, New York.

Kritz, Mary M and Hania Zlotnik, 1992, Global Interactions, Migration System, Processes and Policiesdalam International Migration System, A Global Approach, Edited by Mary M. Kritz et al, OxfordClerandom Press.

Lohrman, Reinhard, 1989, An Emerging Issues in Developing Countries, dalam Reginald Appleyard(ed), The Impact of International Migration on Developing Countries, OCDE, Paris, 129-140.

Midgley, James. 1995. Social Development, The Developmental Perspective in Social Welfare. Publica-tion Ltd. London, SAGE.

Nuryana, Mu’man dkk, 2000, Faktor-Faktor Terkait dengan Perdagangan Orang di Idonesia, Jakarta,Puslit PKS Balatbang Sosial.

Sutaat, Dkk. 2000. Pelayanan Kesejahteraan Sosial Tenaga Kerja di Sektor Industri. Puslit PKS,Balatbangsos, Jakarta, Depsos R.I.

BIODATA PENULIS :

Sutaat, alumni STKS Bandung tahun 1984. Saat ini sebagai Peneliti Madya pada Pusat Penelitiandan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan SosialDepartemen Sosial RI.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 55-66

67

PERMASALAHAN PENYANDANG HIV/AIDS

Kissumi Diyanayati

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan bekerja sama dengan Yayasan Abdi Asih, Surabaya. Sumber data 2 orangODHA, 3 orang pengurus yayasan dan 2 orang relawan pendamping. Pengumpulan data menggunakanteknik FGD, dan telaah dokumen. Data yang terkumpul di analisis secara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menemukan bahwa permasalahan yang dihadapi ODHA dapat dikategorikan dalampermasalahan fisik, psikis, dan sosial ekonomi. Secara fisik, penyandang mudah terinfeksi berbagai penyakit.Permasalahan psikis, seperti tertekan, stress, dan tidak punya semangat hidup lebih disebabkan karenagonjangan jiwa atas vonis bahwa dirinya mengidap virus HIV/AIDS. Sementara permasalahan sosial yangdihadapi ODHA lebih karena adanya stigma negatif yang selama ini berkembang di masyarakat yangmenyebabkan ODHA dikucilkan, bahkan diasingkan oleh masyarakat dan keluarganya. Akses pendidikandan pekerjaan menjadi sangat terbatas bahkan dalam banyak kasus tertutup sama sekali.

Pelayanan sosial yang dibutuhkan ODHA meliputi semua bentuk pelayanan sosial. Merekamembutuhkan pelayanan akses yang mencakup pelayanan informasi, rujukan, advokasi dan partisipasi.Juga dibutuhkan pelayanan yang bertujuan pertolongan dan rehabilitasi yang dikenal sebagai pelayananterapi baik fisik, psikis maupun sosial. Untuk menunjang kehidupan ODHA, mereka juga memerlukanpelayanan yang bertujuan pengembangan seperti pemberikan bimbingan keterampilan.

I . LATAR BELAKANG

Menurut UNAIDS (Program BimbinganPBB untuk HIV/AIDS) pada akhir 2005 terdapat40,3 juta orang dengan HIV/AIDS di seluruhdunia. Sebanyak 17,5 juta (43%) diantaranyaperempuan dan 2,3 juta (13%) anak-anakberusia kurang dari 15 tahun. Di Indonesia,HIV/AIDS ditemukan pertama kali pada tahun1987 di Bali. Hingga akhir Juni 2006, tercatat10.859 kasus HIV/AIDS terbagi dalam 4.527HIV dan 6.332 kasus AIDS. Dari jumlah tersebut73% diantaranya laki-laki. Sejak tahun 2000Indonesia termasuk negara dengan tingkatepidemi terkonsentrasi, yakin terdapat wilayahyang merupakan kantong-kantong denganprevalansi HIV lebih dari 5%. Wilayah tersebutterdiri atas 7 propinsi, yakin DKI jakarta, JawaBarat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, Riau,dan Bali (Kedaulatan Rakyat, 2-8-2006).

Cepatnya penyebaran HIV/AIDS di Indo-nesia karena kurangnya pendidikan seks,ketimpangan jender, dan maraknya kasusnarkotika serta obat-obat terlarang (KR,3 Mei2004). Sementara Sabrawi menengaraibeberapa kondisi yang mempermudahpenyebaran HIV/AIDS di Indonesia antara lain:

1. Industri seks komersial yang meluas

2. Prevelensi penyakit kelamin yang tinggi

3. Proses urbanisasi yang berlangsung cepat

4. Migran penduduk yang tinggi

5. Hubungan seksual premarital danekstramarital

6. Sarana kesehatan yang tidak selalumelakukan prosedur yang steril denganjarum dan peralatan lain yang invantif

7. Tes darah transfusi yang belum memenuhipersyaratan di beberapa daerah (SlametSabrawi, 1999:66-67).

Penyandang HIV/AIDS (ODHA) selainmerasakan penderitaan secara fisik karenaserangan berbagai penyakit akibat lemahnyadan atau rusaknya sistem kekebalan tubuh jugamenderita secara psikis dan sosial. Penderitaansecara psikis lebih dikarenakan merasakanpenderitaan yang tak kunjung usai dangoncangan keimanan akibat rasa bersalah danberdosa. Sedangkan penderitaan sosial antaralain karena adanya prasangka buruk danstigma, sikap tidak peduli, penolakan bahkan

68

pengucilan dari masyarakat, perlakuandiskriminatif baik di sektor pendidikan, kesehatanmaupun ekonomi dalam arti kesempatanmemperoleh penghasilan.

Pandangan, sikap dan perlakuandiskriminatif yang dialami ODHA merupakanpermasalah sosial yang memerlukanpenyelesaian. Penelitian ini bermaksuduntuk memperoleh gambaran tentangpermasalahan-permasalahan yang dialamiODHA, sekaligus menggali bentuk-bentukpelayanan yang mereka butuhkan.

I I . TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan yang ingin dicapai dalampenelitian ini adalah diketahuinyapermasalahan yang dihadapi oleh ODHAsekaligus pelayanan kesejahteraan sosial yangmereka harapkan. Dari hasil penelitian ini akanditarik manfaat, yakni sebagai masukkan bagiDepartemen Sosial maupun instansi terkaitdalam merumuskan kebijakan maupunpenyediaan pelayanan bagi ODHA.

I I I. KAJIAN PUSTAKA

ODHA selain merasakan penderitaan fisikjuga mengalami penderitaan psikis, dan sosialekonomi. Permasalahan dan bentuk-bentukpelayanan sosial akan diuraikan sebagaiberikut.

A. Masalah Fisik

Seseorang menderita AIDS diawali olehmelemahnya sistem kekebalan tubuh karenaserangan virus HIV. Hingga saat ini belum adaobat yang dapat menghancurkan virus tersebutdan memulihkan kembali sistem kekebalantubuhnya. Akibat dari melemahnya dan ataurusaknya sistem kekebalan tubuh menjadikanrentan terhadap berbagai penyakit. Beberapapermasalahan fisik yang dialami ODHA antaralain.

a. Timbul berbagai penyakit seperti diare,kanker, infeksi saluran pernafasan danperadangan, misalnya paru-paru, telinga,hidung dan tenggorokan.

b. Terjadi penurunan berat badan secaraberlebihan.

c. Penampilannya berubah secara drastis.

d. Kondisi badan lesu/lemah (Susanto,2004:2).

Serangan berbagai penyakit dalam tubuhmembuat ODHA merasakan penderitaan beratdan berkepanjangan. Gejala awal penyakitAIDS mirip dengan penyakit biasa sepertidemam, batuk berkepanjangan dan flu.Bedanya, pada penderita AIDS gejala tersebutlebih parah dan berlangsung dalam waktu yanglama. Beban penderitaan secara fisik yang takkunjung selesai ini memicu ODHA mengalamipermasalahan pada aspek psikis, dan sosialekonomi.

B. Masalah Psikis

Deraan berbagai penyakit yang silihberganti, berlangsung lama, dan terutamaadanya vonis terjangkit virus HIV mengakibatkangonjangan mental psikologis ODHA. Merekamenjadi down, tidak stabil, gelisah, ketakutan,putus asa, dan merasa bersalah atau berdosa.Perasaan bersalah dan berdosa lebih dirasakanoleh ODHA yang penderitaannya didapat dariaktivitas menyimpang seperti seks bebas,homoseksual dan IDU (injection Drug User).

Beberapa dampak negatif HIV/AIDSterhadap kejiwaan penyandangnyadikemukakan oleh Susanto sebagai berikut.

a. Kecewa secara berlebihan bahkanmengalami stres.

b. Perasaan gelisah memikirkan perjalananpenyakit yang diderita.

c. Merasa tidak bertenaga dan kehilangankontrol.

d. Kebingungan sehingga tidak mengerti apayang harus diperbuat.

e. Mengalami perubahan kepribadian,kehilangan ingatan, depresi sertakecemasan dan ketakutan (2004:3). Vonisbahwa penyakit AIDS sangat berbahayadan menakutkan bahkan penyandangnyadipastikan akan segera meninggal tentuakan memperparah beban mentalpsikologis penyandang HIV/AIDS.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 67-73

69

C. Masalah sosial dan ekonomi

HIV/AIDS juga berdampak secara sosialdan ekonomi, yakni penyandangnyamengalami masalah yang cukup berat dalambersosialisasi baik di lingkungan tempat tinggal,sekolah ataupun pekerjaan. Permasalahansosial yang dialami dan dirasakan ODHAterutama dalam menghadapi sikap ataupunperlakuan sebagian besar masyarakat termasukkeluarganya yang sampai saat ini masihcenderung diskriminatif seperti tak acuh, curiga,stigma/cap yang negatif, manghindar bahkanmengucilkan. Bagi penyandang yangdisebabkan oleh pergaulan yang salah sepertiseks bebas dan pemakaian IDU, lebih merasatertekan karena rasa sesal berkepanjangan ataskesalahan dan dosa yang diperbuatnya.Sedangkan bagi yang terkena karenakesalahan pihak lain, misal tertularpasangannya dan atau transfusi darah, kadangmenyisakan dendam kenapa dia harusmenerima resiko tersebut.

Berbagai sikap atau pelakuan diskriminatifmasyarakat yang selama ini sering dialamiODHA mengakibatkan terganggunya aktivitassehari-hari terutama dalam upaya merekamemenuhi kebutuhan hidupnya. HIV/AIDSselain menyebabkan permasalahan bagipenyandangnya juga berdampak padamasyarakat, sebagaimana dikemukakan olehSusanto ”dampak negatif HIV/AIDS disampingpenyandangnya menjadi sangat tergantungpada orang lain dan penyingkiran (isolasi diri)sebagi akibat ketakutan ataupun kecurigaanorang lain, juga berdampak pada masyarakatluas yaitu terjadi prasangka buruk, sikap/perlakuan diskriminasi dan keresahanmasyarakat.

Secara ekonomi, permasalahan yangdirasakan oleh ODHA disamping biaya hidupsehari-hari juga perlu mencukupi kebutuhanbiaya perawatan dan pengobatan sepanjangsisa hidupnya. Sementara dalam memper-tahankan dan atau memperoleh pekerjaan,mereka mengalami kesulitan sebagai akibatdari sikap dan perlakuan diskriminatifmasyarakat selama ini. ”Mereka yang telahketahuan mengidap virus HIV atau yang jelastelah menjadi penderita AIDS dikucilkan darikeluarga, dipecat dari pekerjaannya dandijauhi oleh kawan-kawan mereka” (GdeMuninjaya, 1999:56).

Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkanbahwa masalah sosial ekonomi yang dialamipenyandang HIV/AIDS terkait denganpemenuhan kebutuhan sehari-hari dan tuntutanbiaya perawatan ataupun pengobatan medisyang relatif mahal dan perlu dilakukan secaraterus-menerus. Sementara di sisi lain, pe-nyandang mengalami kesulitan dalammemperolah sumber penghasilan (pekerjaan)akibat dari sikap dan perlakuan masyarakatyang masih diskriminatif.

D. Bentuk-bentuk pelayanan sosial

Pelayanan sosial merupakan kegiatanyang dilaksanakan secara langsung danterorganisasi yang terutama bertujuanmembantu individu atau kelompok danlingkungan sosial dalam upaya mencapai salingpenyesuaian. Dalam pengertian yang lebihluas, Romanyshyn menyatakan bahwa”pelayanan sosial bukan hanya sebagai usahamemulihkan, memelihara, dan meningkatkankemampuan berfungsi sosial individu-individudan keluarga-keluarga, melainkan jugasebagai usaha untuk menjamin bergungsinyakonektivitas-konektivitas seperti kelompok-kelompok sosial (small social group), organisasi-organisasi, serta masyarakat (Achlis, 1982:8).

Disamping menyediakan sumber-sumberyang dibutuhkan untuk membantu individu-individu memperbaiki kemampuan sosialnya,mempengaruhi dan mengubah tingkah laku,serta memecahkan permasalahan penyesuaiandiri, pelayanan sosial juga menghubungkansumber-sumber yang tersedia dengan orang-orang yang membutuhkan. Pelayanan sosialsecara langsung dapat mendukung, me-nyempurnakan, hukum, kesehatan dansebagainya.

Ditinjau dari segi tujuan pelaksanaannya,pelayanan sosial mempunyai bermacambentuk, yaitu :

1. Untuk tujuan membantu orang agar dapatmencapai/menggunakan pelayanan-pelayanan yang tersedia, dikenal bentukpelayanan sosial yang disebut pelayananakses (acces service), mencakuppelayanan informasi, rujukan (referral),advocasy, partisipasi.

Pemasalahan Penyandang HIV/AIDS (Kissumi Diyanayati)

70

2. Untuk tujuan pertolongan dan rehabilitasi,dikenal adanya pelayanan terapi,termasuk didalamnya perlindungan danperawatan seperti misalnya pelayananyang diberikan oleh badan-badan yangmenyediakan counseling, pelayanankesejahteraan anak, pelayanan pekerjaansosial medik dan sekolah, program-pro-gram koreksional, perawatan bagi orang-orang lanjut usia/jompo dan sebagainya.

3. Untuk tujuan pengembangan, dikenalpelayanan sosialisasi dan pengembanganseperti taman penitipan bayi/anak,keluarga berencana, pendidikan keluarga,pelayanan rekreasi bagi pemuda, pusatkegiatan masyarakat dan sebagainya.

Selain ketiga fungsi tersebut di atas,pelayanan sosial mempunyai fungsi tambahanyakni menciptakan partisipasi anggotamasyarakat untuk mengatasi masalah-masalahsosial. Tujuan dapat berupa terapi individu dansosial untuk mengatasi hambatan-hambatansosial dalam pembagian politis, yaitu untukmendistribusikan sumber-sumber dankekuasaan (Syarif Muhidin, 1992:43-44).Sedangkan metode yang dipergunakan untukmembentuk individu-individu dan keluarga-keluarga melalui penggunaan kombinasipelayanan-pelayanan sosial yang dikenalsebagai penyembuhan sosial (social tretment)atau bimbingan sosial perseorangan (socialcasework). Metode lainnya adalah group workatau group development untuk pengembanganorganisasi dan community development untukpembangunan masyarakat.

IV. METODE PENELITIAN

Populasi ODHA relatif tersembunyi dandata tentang mereka umumnya hanya diketahuioleh pihak Rumah Sakit, Dinas Kesehatan danLSM yang khusus menangani permasalahanHIV/AIDS. Menyadari keterbatasan tersebut,maka penelitian dilakukan bekerja samadengan Yayasan Abdi Asih, LSM yangmempunyai bidang garapan pemberdayaanODHA dan PSK.

Pengumpulan data dilakukan denganFocus Group Discussion (FGD) dengan 2 or-ang penyandang HIV, 3 orang pengurusyayasan dan 2 orang relawan pendamping.

Selain itu, juga dilakukan telaah dokumen untukmenunjang data-data yang diperolah dariFGD. Data yang terkumpul dianalisis secaradeskriptif kualitatif yang bermaksud untukmemahami fenomena yang diteliti yaitupermasalahan dan kebutuhan pelayanan sosialyang diperlukan oleh ODHA.

V. HASIL PENELITIAN

A. Permasalahan PenyandangHIV/AIDS

Dari FGD yang dilaksanakan sekitar 3 jamdi Yayasan Abdi Asih dapat disimpulkanbeberapa permasalahan yang dihadapi olehODHA dan pelayanan sosial yang merekabutuhkan.

Seperti yang diungkapkan oleh dua or-ang penyandang HIV, mereka sering didera rasalemas, tidak bertenaga dan demam jikastamina tubuh menurun. Namun apabilastamina mereka terjaga, secara fisikkeadaannya tidak berbeda dengan orang sehatpada umumnya. ”Kami gak merasakan sakit apa-apa, seperti ibu lihat tadi kami kesini naik sepedamotor sendiri dan terlihat bugarkan?” Merekadivonis positif HIV kurang lebih 8 bulan yanglalu. Virus tersebut masuk melalui IDU danmemang diakui bahwa mereka berduamerupakan pemakai narkoba. Setelahmendapat vonis HIV, dengan kesadaran sendiriberhenti sebagai pemakaian narkoba dan ru-tin melakukan pemeriksaan darah serta minumARV. Penampilannya memang tidak berbedadengan pemuda kebanyakkan, terlihat sehat,bersih dan smart. Ternyata keduanya pernahkuliah di fakultas ekonomi menejemen sebuahPTS di Surabaya. Bagi penyandang HIVmemang secara fisik belum begitu terlihatpenderitaannya, lain halnya dengan yangsudah AIDS. Mereka sudah tidak berdayamengurus diri mereka sendiri, berbagai penyakitmenggerogoti tubuhnya seperti paru-paru,saluran pernafasan, gagal ginjal, terganggunyafungsi hati dan lain sebagainya.

Tekanan masyarakat mulai dirasakansetelah sebuah media massa menulis tentangkasus mereka, seperti diungkapkan oleh salahsatu ODHA. Sehari setelah saya periksa rutin danambil obat ARV di RS. Dr. Sutomo, kasus sayamasuk menjadi berita di sebuah harian. Walaupun

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 67-73

71

identitas saya ditulis dengan inisial tetapi daerahtempat tinggal dan tempat kuliah ditulis lengkap.Ironisnya, saya tidak pernah merasa dimintai ijinuntuk ditulis di media. Hasil penelusuran yangsaya lakukan, si wartawan memperoleh datatentang diri saya melalui suster yang jaga padahari itu. Kelalaian suster yang memberikan datapasiennya dan ulah wartawan dalam menulistanpa konfirmasi ulang pada sumber databerakibat pada kehidupan sosial ODHA danseluruh anggota keluarganya. Merekadikucilkan oleh lingkungan, terpaksa menjualrumah dan pindah ke daerah lain. Dilingkungan kampus pun ODHA merasa tidaknyaman sehingga dengan terpaksa berhentikuliah. Karena masih bujang kebutuhan sehari-hari masih menjadi tanggungan orang tua. Halyang dirasa sangat memberatkan adalah biayaperiksa di laboratorium. Memang selama iniARV diberikan secara gratis tetapi pemeriksaanlaboratorium dan obat lain yang non askesharus dibayar.

Setelah tidak kuliah lagi, seorangmenyediakan diri sebagai relawan di YayasanAbdi Asih, dengan tugas memotivasi orang-or-ang yang baru dinyatakan penyandang HIVagar mau secara rutin periksa darah danmeminum ARV. Sumber data satunya bekerjasebagai sopir mobil sewaan/rental milik pribadi,tetapi juga selalu menyediakan waktu jika diajakmembicarakan masalah ODHA. Sangatmemprihatinkan saat keduanya mengemukakankeinginan untuk berpacaran dan menikah”seperti umumnya anak muda kami juga pinginpunya pacar dan kalau bisa sembuh pinginmenikah, tapi apa mungkin?”. Kegamanganmereka bisa dimengerti dan sangat manusiawi.Pihak yayasan memberikan pengertian bahwadalam setiap pergaulan mereka haruslah selalujujur tentang status mereka sebagai ODHA dansiap resiko atas kejujuran tersebut.

Sementara pengurus yayasan menengaraibeberapa permasalahan yang dialami ODHAantara lain.

1. Jika penyandang virus HIV rajin dan rutinperiksa darah dan minum ARV, staminatubuhnya bisa terjaga dan mampumenangkal brbagai virus/bakteri penyakit.Tetapi harus disadari bahwa sangatmanusiawi jika orang seringkali bosan jikaharus meminum obat tiap hari, sementara

dirinya merasa sehat dan baik-baik saja.Hal inilah menjadi kewajiban relawan danpetugas medis untuk menyadarkan sipasien.

2. Mahalnya biaya periksa laboratorium danobat-obat non Askes menjadi bebankeluarga dan atau yayasan sosial yangconcern pada permasalahan HIV/AIDS.Bagi penyandang HIV belum seberapabesar biaya yang mesti dikeluarkan. Tetapiyang telah masuk kategori AIDS danterkapar tidak berdaya, sangat banyakbiaya yang diperlukan, atara lain biayaopname, pemeriksaan laboratorium,obat-obatan non askes, darah, dan pam-pers. Pihak rumah sakit hanya memberikanfasilitas kamar dan obat-obatan Askes,sementara perawatan (makan dan mandi)dilakukan oleh keluarga atau relawan.

3. Stigma yang melekat sebagai penyakitkotor dan penyakit pendosa berakibatpada sikap penolakan, pengucilan, dandiskriminatif masyarakat. Sikap ini tidakberlaku hanya pada yang masih hidup,pada penderita yang sudah mening-galpun banyak kasus keluarga danwarga kampung tidak mau menerimajenazahnya untuk disemayamkan dandimakamkan di lingkungan tempattinggalnya. Sangat diperlukan adanyasosialisasi tentang HIV/AIDS secaramenyeluruh dan melibatkan semua unsurbaik instansi sosial, lembaga sosial, danmedia massa serta memanfaatkanmomen-momen seperti arisan, pengajianyang langsung bisa didengar dan dicernaoleh masyarakat.

B. Kebutuhan Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial merupakan kegiatanyang dilaksanakan secara langsung danterorganisasi terutama bertujuan untukmembantu individu atau kelompok danlingkungan sosial dalam upaya mencapai salingpenyesuaian. Pelayanan sosial bagi ODHAadalah upaya dalam memulihkan danmemelihara kesehatannya, meningkatkankemampuan fungsi sosialnya, mempengaruhidan mengubah tingkah lakunya, memecahkanpermasalahan penyesuaian diri baik atas

Pemasalahan Penyandang HIV/AIDS (Kissumi Diyanayati)

keadaan yang dialami maupun denganlingkungan sosialnya, dan menghubungkansumber-sumber palayanan yang tersediadengan mereka.

Di atas telah dikemukakan berbagaipermasalahan yang dirasakan oleh ODHA.Berikut akan dirangkum pelayanan sosial yangmereka butuhkan.

1. Pelayanan sosial langsung/direct.

Pelayanan sosial ini untuk mengatasipermasalahan fisik dan psikis yangdirasakan ODHA, yakni berupa :

� Pemeriksaan dan pengambilan obatdapat dilakukan di semua rumahsakit rujukan yang mempunyailayanan ARV dan dibebaskanbiayanya.

� Bimbingan mental kerohanian untukmenguatkan keimanan dan meng-hilangkan hambatan-hambatanpsikologis.

2. Pelayanan sosial tidak langsung/indirect.

Pelayanan ini lebih untuk menjawabpermasalahan sosial yang dialamiODHA, antara lain :

� Adanya political will pemerintah,dunia pendidikan dan duania usahaagar bisa menerima, tidakmengeluarkan dan atau memecatODHA dalam pendidikan maupunpekerjaan.

� Sosialisasi pada semua lapisanmasyarakat tentang HIV/AIDStermasuk cara-cara penularannyaagar masyarakat faham betul dantidak memberikan stigma negatif danmengucilkan ODHA.

� Kelompok ODHA dalam KUBEsesuai jenis kelamin dan kete-rampilan yang dimiliki. Harapannyaagar mereka bisa mempunyaipenghasilan dan membentukkoperasi untuk menunjang ke-butuhannya.

� Sehubungan sangat terbatasnyalapangan pekerjaan yang maumenerima penyandang HIV/AIDS

yang berakibat sulitnya merekamemenuhi kebutuhan hidupnya,diharapkan pelayanan medis berupaperiksa laboratorium, obat, danbiaya opname agar dibebaskan daripembayaran.

� Pihak Rumah Sakit, Dinas Kesehatanmaupun Instansi dan Lembaga-lembaga terkait agar bisa menjagakerahasiaan privacy atas statusmereka.

Dari harapan-harapan tersebut dapatdisimpulkan bahwa ODHA sangat mem-butuhkan semua bentuk pelayanan sosial.Pelayanan rehabilitasi medis, dibutuhkan untukpenyembuhan atau meminimalisir masuknyaberbagai virus dan bakteri dalam tubuh ODHA.Pelayanan rehabilitasi sosial, lebih untukmengembalikan rasa percaya diri mereka.Pelayanan akses, adalah kemudahan bagiODHA dalam mendapatkan pelayanan-pelayanan sosial yang ada, seperti pelayananmedis, pendidikan dan lapangan kerja.Sedangkan bentuk pelayanan sosialisasi berupaterbukanya kesempatan yang sama di semualingkup pergaulan termasuk lingkunganpendidikan dan pekerjaan. Sementarapelayanan sosial pengembangan berupakesempatan bagi ODHA untuk meng-aktualisasikan kemampuan, dan terbukanyapeluang untuk pengembangan kompetensi diri.

VI. PENUTUP

A . Kesimpulan

Permasalahan yang dihadapi ODHAdapat dikategorikan dalam permasalahan fisik,psikis, dan sosial. Permasalahan fisik sangatberkaitan dengan stamina tubuh dan kerajinanODHA melakukan pemeriksaan dan meminumARV. Bagi penyandang HIV apabila rajinmelakukan pemeriksaan dan meminum ARV,masih terbuka peluang tidak terjangkit AIDS.

Permasalahan psikis, berupa rasatertekan, depresi, dan putus asa lebihdikarenakan stigma yang ada bahwa HIV/AIDSmerupakan penyakit kotor dan pendosa.Perasaan menyesal dan berdosa lebihdirasakan pada ODHA dengan penyebabperilaku sosial yang menyimpang seperti seks

72

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 67-73

bebas dan IDU. Sedangkan permasalahansosial yang dihadapi ODHA adalah sikappenolakan, pengucilan dan diskriminatif darimasyarakat. Termasuk di dalamnya lingkungankesempatan untuk mengembangkan ke-mampuan dirinya melalui pendidikan formal,dan kehilangan kesempatan untuk mem-peroleh penghasilan untuk menopangpenghidupannya.

B. Rekomendasi

Rekomendasi yang diajukan berupa :

1. Sosialisasi tentang HIV/AIDS lebihdigiatkan melalui media massa baik cetakmaupun elektronik, dan melaluipenyuluhan langsung pada akar rumput/masyarakat umum dengan meman-faatkan pranata-pranata sosial besertakegiatan-kegiatan yang telah ada sepertipengajian, kebaktian, arisan dansebagainya. Tujuannya agar masyarakatsemakin faham tentang HIV/AIDSsehingga stigma yang melekat sebagaipenyakit kotor dan pendosa bisa luntur danterjadi perubahan sikap masyarakat yangpositif pada ODHA.

2. Penyuluhan dan bimbingan sosial padaODHA diberikan bekerja sama denganlembaga-lembaga sosial yang selama initelah menangani permasalahan HIV/AIDS.Tujuannya agar PBS yang diberikan sesuaidengan apa yang ODHA butuhkan.Bimbingan keterampilan kerja lebihditekankan pda keterampilan usahamandiri atau kelompok melalui KUBE.

3. Untuk menunjang akseptabilitas ODHAterutama dalam mobilitasnya, perlukiranya diterbitkan ID Card dengan statusidentitas dan medis yang tercatat secaraterpusat dan bisa on line di semua rumahsakit rujukan bagi penderita HIV/AIDS. Halini untuk memudahkan ODHA dalammelakukan pemeriksaan dan peng-ambilan ARV, tanpa pembatasan harusdisatu rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

A A Gde Muninjaya, 1999, AIDS di Indonesia, Masalah dan Kebijakan Penanggulangannya, Jakarta,EGC.

Achlis, 1982, Pekerjaan Sosial Sebagai Profesi dan Praktek Pertolongan, Bandung, STKS.

Alizar Isna dkk, 2005, Penanggulangan PMS dan HIV/AIDS pada Era Otonomi Daerah, Yogyakarta,PSKK UGM bekerjasa dengan Ford Foundation.

Slamet Riyadi Sabrawi, 1999, Sebelas Langkah Memahami AIDS, Yogyakarta, LP3Y dan PKBI DIY.

Susanto, 2004, Dampak HIV/AIDS Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat, Yogyakarta, UPN Veteran.

Syarif Muhidin, 1992, Penganar Kesejahteraan Sosial, Bandung, STKS.

Zubairi Djoerban, 1999, Membidik AIDS, Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA, Yogyakarta, Galang Press.

BIODATA PENULIS :

Kissumi Diyanayati, Alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Fakultas ilmu Sosial danPolitik, Jurusan Hubungan Internasional tahun 1983, kini sebagai Peneliti Muda pada B2P3KSYogyakarta.

73

Pemasalahan Penyandang HIV/AIDS (Kissumi Diyanayati)

74

UJICOBA

MODEL PEMERINGKATAN KELUARGA

DI DUSUN PLASA JENAR DESA KENTENG, KECAMATAN

PRUWANTORO, KABUPATEN WONOGIRI,

PROVINSI JAWA TENGAH

Haryati Roebyantho

ABSTRAK

Masih ditemukan kendala dalam program penanganan kemiskinan terutama pada tahapan sosialisasiprogram, mekanisme pelaksanaan, efektifitas, kemanfaatan dan dampak. Di sisi lain ditemukan penyebabketidakpuasan masyarakat karena pemilihan program tidak sesuai dengan kenyataan (belum terjaminnyaakurasi data). Hal tersebut disebabkan proses pendataan masih bersifat top down dengan metode pengumpulandata survey. Dikaitkan dengan paradigma yang berkembangan yaitu memprioritaskan pemberdayaanmasyarakat maka muncul asumsi bahwa apabila pemilihan sasaran program melibatkan partisipasimasyarakat maka manfaat dan keberhasilan program akan optimal. Oleh karena untuk melaksanakan seleksisasaran program yang tepat dan sesuai dengan keinginan dan pengetahuan masyarakat maka pada tahun2006 dilakukan ujicoba “Model Pemeringkatan Keluarga” di kabupaten Wonogiri.

Dasar pemikiran metode ini disarankan sebagai metode seleksi sasaran program adalah denganmelibatkan masyarakat akan menumbuhkan kemampuan dan aktualisasi masyarakat sehingga meningkatkankemampuan masyarakat untuk mengelola program. Penentuan lokasi secara purposive berdasarpertimbangan lokasi tersebut merupakan lokasi pelaksanaan KUBE-SKPA tahun 2007 dan merupakanlokasi prioritas Pembangunan Kesejahteraan Sosial tahun 2007. Oleh sebab itu berdasarkan kesepakatantim dengan instansi terkait maka ditentukan Dusun Plasa Jenar berdasarkan pertimbangan dusun tersebutmemiliki jumlah penduduk antara 150-200 Kepala Keluarga yang bermukim di tujuh (7) RT dan dua (2)RW.

Tujuan ujicoba model adalah untuk melihat sejauhmana model ini dipahami masyarakat dandilaksanakan sesuai dengan pentahapan, mendifinisikan konsep miskin sesuai pendapat dan pandanganlokal/masyarakat, menganalisis mekanisme pelaksanaan ujicoba Model. Indikator keberhasilan : masyarakatmemahami konsep ujicoba apabila masyarakat dapat membuat pemetaan keluarga berdasar kondisi sosialekonomi, menyusun konsep miskin, dan masyarakat mampu menyimpulkan apa manfaat kegiatan ujicobamodel

Pembahasan analisis ujicoba model menunjukkan bahwa: Secara garis besar dapat disimpulkan bahwaModel pemeringkatan ini aplikatif dalam arti Penjelasan dan pelatihan tim fasilitator mudah dipahamimasyarakat dengan dibuktikan Tim Pemeringkat (perwakilan masyarakat) mampu melaksanakan tahapanmodel Pemeringkatan sesuai dengan modul. Tim Pemringkat mampu membuat pemetaan keluargaberdasarkan kondisi sosial ekonomi,mampu menyusun konsep miskin berdasarkan pendapat mereka sendiri,menghitung nilai dan memperingkatkan keluarga berdasarkan hasil perhitungan nilai rata-rata.

I . LATAR BELAKANG

Upaya penanganan Kemiskinan di Indo-nesia telah banyak dilakukan baik olehpemerintah maupun swasta. Namun hasilpenelitian beberapa pakar menyebutkanbahwa penanggulangan kemiskinan meng-alami beberapa kendala antara lain : (1)Orientasi pembangunan menekankan pertum-

buhan ekonomi sehingga belum mampumeningkatkan kesejahteraan masyarakatberbagai lapisan; (2) Kebijakan terpusat danbersifat top down dengan metode trickle downeffect sehingga pembangunan dan pertum-buhan ekonomi berputar pada golonganekonomi tertentu; (3) Memposisikan masyarakatsebagai obyek sehingga tidak menyentuh

75

kemampuan masyarakat untuk mengem-bangkan potensi yang dimiliki; (4) Kemiskinanmempunyai karakter yang berbeda antarwilayah satu dengan lain sehingga asumsipermasalahan kemiskinan tidak bolehdianggap sama dan berlaku bagi semua.

Mengacu dari beberapa kendala di atas,maka perlu adanya suatu perombakan dalampenanggulangan kemiskinan. Salah satunyaadalah pemberlakuan otonomi dalampenanggulangan kemiskinan dengan acuanStrategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional(SPKN) sebagai penyelesaian masalah, yangdisesuaikan dengan karakter dan kondisiwilayah masyarakat tersebut. Juga menyikapituntutan globalisasi khususnya peningkatanpengelolaan Sumber Daya Alam dan SumberDaya Inisiatif.

Hasil evaluasi Subsidi Langsung Tunai(SLT) kerjasama antara Pusat Penelitian danPengembangan Sumber Daya Manusia(PPPSDM) LPPM-Universitas Sebelas MaretSurakarta dengan Kementerian KoordinatorBidang Kesejahteraan Rakyat R.I menemukansalah satu faktor penting dalam PenangananProgram Kemiskinan adalah masih ditemukan-nya kendala dalam mengimplementasikankebijakan Penanganan Kemiskinan terutamapada tahapan: Sosialisasi Program, MekanismePelaksanaan, Efektifitas, Kemanfaatan danDampak.

Isue yang berkembang di masyarakatsebagai dampak pelaksanaan programBantuan Langsung Tunai (BLT) dan SubsidiLangsung Tunai (SLT) adalah bentuk perilakukekerasan fisik terhadap pelaksanaan programkarena ketidakpuasan masyarakat, khususnyadalam penentuan dan pemilihan sasaran pro-gram (masyarakat miskin). Mencermatipenyebab ketidakpuasan masyarakat salahsatunya adalah kurang tepatnya sasaran pro-gram dan masih diragukannya akurasi datakelompok miskin yang akan diberdayakan.Selama ini proses pendataan yang dilakukanlebih bersifat top down dengan metodapengumpulan data secara survey. Sehinggaseringkali muncul berbagai persoalan yangmenyebabkan ketidak sesuaian antara datadengan kondisi riil di masyarakat. Hal tersebutmenimbulkan suatu asumsi bahwa upayamencapai keberhasilan penanganankemiskinan di Indonesia salah satunya adalah

menyediakan data yang akurat danmenentukan metode yang tepat dalampemilihan sasaran program.

Menurut Tuhana, dkk (2006) terdapatenam (6) pendekatan dalam programpenanganan kemiskinan yakni : (1) Keter-paduan; (2) Kegotong-royongan;(3) Keswa-dayaan; (4) Pemberdayaan ;(5) Desentralisasidan (6) Masyarakat sasaran. Adapunparadigma yang sedang berkembang adalahParadigma Pemberdayaan sehingga hampirsemua kebijakan dan Program PenangananKemiskinan menggunakan pendekatanpemberdayaan. Oleh karena itu terdapat asumsiKeberhasilan Program Penanganan Kemiskinanadalah dengan pemberdayaan masyarakatmiskin artinya masyarakat ikut terlibat langsungdari awal kegiatan sampai akhir secaraberkesinambungan (suiatanabilit) . Oleh karenaitu, maka pada tahun 2006 akan diujicobakan“Model Pemeringkatan Keluarga MenurutKondisi Sosial Ekonomi”.

Model Pemeringkatan Keluarga MenurutKondisi Sosial Ekonomi merupakan suatumetode atau teknik dalam menentukan sasaranprogam Penanganan Kemiskinan yangmelibatkan masyarakat dalam menentukankelompok/golongan warga miskin sesuaipersepsi dan pendapat masyarakat tersebutatau lebih tepatnya model ini digunakansebagai tahapan pelaksanaan seleksi calonkelompok binaan dan seleksi lokasipelaksanaan Kelompok Usaha Bersama(KUBE)-Fakir Miskin.

Model Pemeringkatan Keluarga MenurutKondisi Sosial Ekonomi mengadopsi dari Par-ticipatory Wealth Ranking (PWR). PWRmerupakan salah satu metode pendekatan yangdikembangkan oleh The Small Enterprise Foun-dation (SEF) dan Credit and Saving for the Hard– Core Poor (CASHPOR) untuk melakukanpemeringkatan keluarga menurut kondisi sosialekonominya. Metode ini digunakan bersifat par-ticipatory yakni suatu metode pendekatan yangmengakui hubungan sosial dan nilai realitaspengalaman, pikiran dan perasaanmasyarakat. Pokok pikiran penting yangterkandung dalam pendekatan ini adalah:(1) Adanya keterlibatan dari warga masyarakat;(2) Mengutamakan kebijakan lokal (local wis-dom) dalam menentukan sasaran program;(3) Adanya kesepakatan bersama dalam

Ujicoba Model Pemeringatan Keluarga di Dusun Plasa Jenar (Haryati Roebyantho)

76

mengadakan pemeringkatan keluarga menurutkondisi sosial ekonominya.

Dasar pemikiran mengajukan “ModelPemeringkatan Keluarga Menurut Kondisi SosialEkonomi” sebagai tahapan seleksi sasaran pro-gram dan seleksi lokasi mengacu dari tulisanMulyanto tentang alasan melibatkan partisipasimasyarakat antara lain : (1) Akan menumbuh-kan rasa harga diri dan kemampuan pribadiuntuk dapat turut serta dalam keputusan pentingyang menyangkut masyarakat; (2) Meningkat-kan tersedianya lingkungan yang kondusif bagiaktualisasi potensi dan pertumbuhan manusia;(3) Merupakan cara yang efektif membangunkemampuan masyarakat untuk pengelolaanprogram pembangunan guna memenuhikebutuhan khas daerah; (4) Sebagaipencerminan hak-hak demokratis. Individuhendaknya dilibatkan dalam pembangunan.

Pemilihan lokasi secara metodologismenggunakan cara purposive samplingberdasarkan wilayah yang dijadikan (1) LokasiKUBE dengan sistem Surat Kuasa PenggunaAnggaran (SKPA) tahun 2007, (2) Lokasi prioritasbagi Pembangunan Kesejahteraan SosialProvinsi Jawa Tengah, (3) Wilayah pemukimanyang memiliki jumlah penduduk antara 150 –200 Kepala Keluarga, (4) Desa miskin, (5)Belum pernah dilakukan pemeringkatankeluarga oleh LSM atau NGOS. Berdasarkanketentuan di atas maka atas dasar kesepakatantim fasilitator (Tim Peneliti Puslitbang Kesos,Badiklit, Departemen Sosial), tim pendampingDaerah (staf Bina Program Dinas KesejahteraanSosial Porvinsi Jawa Tengah dan KabupatenWonogiri), Staf Kecamatan, Petugas SosialKecamatan (PSK) Purwantoro, kepala–kepaladusun dari Kecamatan Purwantoro maka dipilihDesa Kenteng (KUBE-SKPA 2007) di dusunPlasa Jenar (hanya dilaksanakan di tujuh (7) RTatau dua (2) RW–01/05; 02/05; 03/05; 04/05; 01/06; 02/06/03/06 ).

Pelaksana Ujicoba “Model PemeringkatanKeluarga Menurut Kondisi Sosial Ekonomi” terdiridari Tiga (3 ) komponen yaitu : Tim Fasilitator(dua orang peneliti Puslitbang Kesos, Badiklit,Departemen Sosial); Tim Pendamping terdirisatu orang Staf Bina Program DinasKesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah, Staftata Usaha Dinas Kesejahteraan SosialKabupaten Wonogiri, Petugas SosialKecamatan Purwantoro); Tim Pemeringkat (10

orang perwakilan 7 RT 2 RW). Pelaksanaan“Model Pemeringkatan Keluarga MenurutKondisi Sosial Ekonomi” dibagi menjadi 4tahapan yakni : (1) Persiapan; (2) Pelaksanaan(3) Penghitungan Nilai (4) Workshop/diskusi.

Tujuan “Model Pemeringkatan KeluargaMenurut Kondisi Sosial Ekonomi” adalah: (1)Menganalisis sejauhmana metode ini dapatdipahami oleh Tim Pemeringkat/masyarakat;(2) Mendifinisikan konsep miskin berdasarkanpersepsi atau pandangan masyarakat setempat;(3) Menganalisis mekanisme pelaksanaanujicoba model. Manfaat yang diharapkanadalah metode dengan pendekatanpartisipatori sebagaimana uraian di atas dapatdijadikan sebagai metode dasar/tahapan awalpelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Miskinsesuai dengan kondisi masing-masing wilayah.

Indikator keberhasilan sebagai dasaranalisis adalah ujicoba “Model PemeringkatanKeluarga Menurut Kondisi SosialEkonomi”antara lain :

1. Pelaksana Daerah/Pendamping daerah(petugas Dinas Kesejahteraan SosialProvinsi, Dinas Kesejahteraan SosialKabupaten Wonogiri, Petugas SosialKecamatan Purwantoro), memahamimekanisme pelaksanaan ujicoba “ModelPemeringkatan Keluarga Menurut KondisiSosial Ekonomi” terutama memahamitugas dan fungsi sebagai pengarah danfasilitator, mengamati dan mengobservasijalannya tahapan ujicoba sesuai denganmodul serta mencatat permasalahansebagai bahan diskusi/workshop.

2. Tim Pemeringkat (perwakilan masyarakat)memahami penjelasan tentang modul/acuan “Model Pemeringkatan KeluargaMenurut Kondisi Sosial Ekonomi”

Dan melaksanakan tahapan sesuai urutansebagai berikut: membuat kartu dan nomor urutkeluarga; pemetaan keluarga, menyusunkonsep miskin, menyortir kartu serta memberikannilai; menghitung rata-rata dan menentukanpemeringkatan keluarga; memperingkatkankeluarga sesuai dengan konsep miskin yangsudah mereka susun, menyimpulkan manfaatpelaksanaan ujicoba bagi kepentinganmasyarakat dan instansi daerah.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 74-86

77

Mekanisme Pelaksanaan: pelaksanaanpembuatan kartu, pemetaan, penyusunankonsep miskin dilaksanakan oleh seluruh timpemeringkat (10 orang) secara bersama-sama.Kemudian ditentukan skor tertinggi 100 diberikanpada kelompok masyarakat yang paling kaya/berada/mampu dan skor 1 diberikan padakelompok termiskin/paling miskin. Dalammenentukan skor dan menghitung nilai(Pelaksanaan penyortiran kartu) tim pemeringkatdibagi 3 kelompok dan setiap keluarga dinilaioleh ketiga kelompok tadi sehingga obyektifitaspenilaian dapat dicapai.

Dampak pelaksanaan ujicoba konsep“Model Pemeringkatan Keluarga MenurutKondisi Sosial Ekonomi” dianalisis dari bahansekunder dan hasil workshop/diskusi antara TimFasilitator, Tim Pendamping Daerah, TimPemeringkat, Instansi Pemda terkait danLembaga Sosial Masyarakat yang menanganiProgram Kemiskinan.

I I . MODEL PEMERINGKATAN

KELUARGA MENURUT

KONDISI SOSIAL EKONOMI

Model Pemeringkatan Keluarga MenurutKondisi Sosial Ekonomi adalah suatu konsepmodel pendekatan yang bersifat partisipatoriuntuk mengidentifikasi kondisi sosial ekonomikeluarga menurut pendapat dan persepsimasyarakat yang bersangkutan. Program inidiharapkan menjadi replikasi yang nantinyadapat digunakan sebagai metode penentuansasaran program.

Untuk mengetahui sejauhmana modeltersebut dapat diaplikasikan maka pada tulisanini dibatasi pada pembahasan tentangpemahaman pelaksanaan dalam implementasimodul dan pelaksanaan model besertadampak dan kendala sebagai berikut :

A. Pelaksanaan Ujicoba ModelPemeringkatan Keluarga menurutKondisi Sosial Ekonomi

Pelaksana ujicoba model dibedakanmenjadi tiga komponen yakni :

1. Fasilitator

Petugas yang menyusun konsepmodel, menyusun modul (pedoman

pelaksanaan ujicoba), memonitoringPendamping daerah dan tim Pemeringkat,menganalisis dan memberikan reko-mendasi tentang pelaksanaan ujicoba(Peneliti Puslitbang Kesos, Badiklit Kesos,Departemen Sosial R.I.

2. Pendamping daerah

Petugas yang mendampingi Timfasilitator, memberikan pengarahankepada masyarakat untuk ikutberpartisipasi dalam pelaksanaanujicoba, menfasilitasi pelaksanaankoordinasi dan konsultasi antara timfasilitator dengan instansi terkait di tingkatProvinsi, Kabupaten, Kecamatan danDesa, menfasilitasi pelaksanaan work-shop/diskusi di tingkat kecamatan/kabupaten/provinsi.

3. Tim Pemeringkat

Perwakilan dari masyarakatberdasarkan kriteria : (1) penduduk yangtelah bertempat tinggal minimum 5 tahunberturut-turut; (2) mengenal kondisi seluruhdesa dan aktif dalam kegiatanmasyarakat; (3) keterwakilan dari semuawilayah, usia, status ekonomi , kelompokmasyarakat.

B. Model Pemeringkatan Keluargamenurut Kondisi Sosial Ekonomi

1. Tahap persiapan :

a. Pertemuan koordinasi dan konsultasidi tingkat provinsi untuk menyampai-kan tujuan penelitian; menentukanlokasi ujicoba; mengumpulkan datasekunder (desa miskin, programpenanganan kemiskinan, di tingkatprovinsi dan menentukan 1 orangtim pendamping daerah.

b. Pertemuan koordinasi dan konsultasidi tingkat kabupaten, untuk menen-tukan lokasi berdasar kebijakanpemerintah kabupaten danmenentukan 1 orang pendamping.Menyusun jadwal kegiatan dankonsultasi rencana adanya workshop.

c. Mengidentifikasi desa miskin danmenentukan wilayah yang ber-

Ujicoba Model Pemeringatan Keluarga di Dusun Plasa Jenar (Haryati Roebyantho)

78

penduduk sekitar 150-200 KepalaKeluarga.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Diskusi/pertemuan di tingkatkecamatan: untuk memperkenalkandiri (instansi peneliti bekerja);menyampaikan maksud dan tujuanujicoba model; memilih timpemeringkat sesuai kriteria, menyusunjadwal kegiatan.

b. Pertemuan dengan tim pemeringkatdan staf kelurahan/desa untuk mem-perkenalkan diri, menjelaskantentang tujuan diujicobakan modelpemeringkatan keluarga, dijelaskantahapan dan mekanisme pelak-sanaan pemeringkatan keluargaberdasarkan sosial ekonominya,persiapan alat tulis seperti: spidolberwarna kecil dan besar, kertasplano, selotip, pulpen, penghapus,stapler dan lain-lain.

c. Pembuatan kartu berisi nama kepalakeluarga, isteri, pekerjaan dannomor ( mengisi form 1).

d. Pemetaan berdasarkan tempatkepala keluarga yakni menggam-barkan kotak sebagai simbol rumahdari keluarga tersebut.

e. Penyusunan konsep miskin danmengisi form 2.

f. Mensortir kartu dan dikategorisasikan( mengisi form 3). Cara sortir, diskusidengan kelompok (3-4 orang) untukmenentukan kategorisasi kepalakeluarga dan memberikan alasandalam menempatkan kartu di dalamtumpukan (Form 3)

g. Melakukan cross chek apakahkategorisasi kartu sesuai konsepmiskin, perbedaan penilaian antarakelompok satu dengan lainnya,(mengisi form 4) . Pedoman konsis-tensi penghitungan: jika maksimumskor berbeda 25 maka unreliabledan di coba didiskusikan dan apaalasannya, dan jika skor yang unre-liable kurang dari 10% diabaikan

tetapi kalau lebih didiskusikan danditiadakan apabila skor masih belumberubah.

3. Menghitung hasil

a. Memasukkan skor (mengisi form 5).

Berdasarkan buku panduan PWR,untuk menentukan nilai dilihat terlebihdahulu berapa jumlah tumpukandihasilkan. Ditentukan bahwa nilai 100diberikan pada kelompok masyarakatyang sangat miskin. Dan nilai 1 diberikanpada kelompok kaya. Untuk menentukanskor dihitung dengan cara:

Tumpukan X = 100 : tumpukan X x jumlahtumpukan yang dihasilkan = nilai

Misal tumpukan ada 5 dengandemikian nilai :

Tumpukan 5 = 100 : 5 x 5 = 100

Tumpukan 4 = 100 : 5 x 4 = 80

Tumpukan 3 = 100 : 5 x 3 = 60

Tumpukan 2 = 100 : 5 x 2 = 40

Tumpukan 1 = 100 : 5 x 1 = 20

Dengan demikian tumpukan 5 nilainya100.

b. Menghitung rata-rata skor akhir.

Menghitung rata-rata skor adalahuntuk menetapkan peringkat keluarga.

Rumus yang digunakan untukmenghitung caranya :

Nilai skor terendah + nilai skor diatasnya

2

Cara menghitung :

Tumpukan ada 5 maka skorterendah 20 dan skor tertinggi 100. Untukmenghitung rata-rata skor akhir yaitu:

Peringkat 1 = 20 + 40 : 2 = 30

Peringkat 2 = 40 + 60 : 2 = 50

Peringkat 3 = 60 + 80 : 2 = 70

Peringkat 4 = 80 + 100 : 2 = 90

Peringkat 5 = 90 >

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 74-86

79

c. Menetapkan pemeringkatan keluarga

Dalam menetapkan peringkatkeluarga dihitung terlebih dahulu hasil rata-rata penilaian 3 kelompok Timpemeringkat. Dasar yang digunakanpemeringkatan keluarga ditentukansebagai berikut:

Peringkat I = keluarga yang mendapatnilai 20 - 30

Peringkat II = keluarga yang mendapatnilai 31 - 50

Peringkat III = keluarga yang mendapatnilai 51 - 70

Peringkat IV = keluarga yang mendapatnilai 71 - 90

Peringkat V = keluarga yang mendapatnilai 91 >

I I I. PELAKSANAAN UJICOBA

MODEL PEMERINGKATAN

KELUARGA MENURUT

KONDISI SOSIAL EKONOMI

Pelaksanaan ujicoba Model Pemering-katan Keluarga Menurut Kondisi SosialEkonominya di Provinsi Jawa Tengahdilaksanakan secara keseluruhan di Dusun PlasaJenar, Desa Kenteng, Kecamatan Purwantoro,Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.Pelaksanaan ujicoba dilakukan selama 10 hari(1 hari konsultasi di Provinsi, 1 hari konsultasi diKabupaten Wonogiri, Konsultasi di KecamatanPurwantoro, 1 hari persiapan pertemuan diKecamatan Purwantoro dan memilih desa , 1hari persiapan, 1 pembuatan kartu danpemetaan, 2 hari mengisi form 3, menyusunkonsep miskin penyortiran, 2 hari penghitungannilai dan pemeringkatan; 1 workshop/ diskusidi kecamatan.

A. Persiapan

Tim Fasilitator melaksanakan koordinasidan konsultasi dengan Kepala Dinas ProvinsiKesejahteraan Sosial yang diterima oleh KepalaBagian Bina Program untuk menyampaikanbeberapa hal :

1. Sesuai dengan kesepakatan pada saatpelaksanaan penjajagan lokasi (advance)

tahun 2006 maka Kabupaten Wonogirisesuai dengan kriteria (Lokasi PrioritasPembangunan Kesejahteraan Sosial diProvinsi Jawa Tengah , lokasi KUBE-SKPA2007 dan belum pernah ada programpenanganan kemiskinan oleh NGOSAsing) maka dijadikan lokasi ujicoba“Model Pemeringkatan Keluarga MenurutKondisi Sosial Ekonominya”.

2. Menyampaikan tujuan kegiatan ujicobadan menjelaskan konsep model yang akandi ujicobakan serta menyusun konsepmiskin sesuai dengan persepsi danpandangan masyarakat.

3. Berdasarkan pedoman buku manual PWRlokasi yang akan dijadikan lokasi adalahdesa miskin, berpenduduk sekitar l50-200Kepala Keluarga.

4. Bersama-sama dengan masyarakatmengidentifikasi seluruh keluarga sertamembuat pemetaan tempat tinggalmasyarakat, memperingkatkan keluargaberdasar kondisi sosial ekonomi.

Berdasarkan kriteria di atas maka di antara24 kecamatan di wilayah Kabupaten Wonogiridipilih satu yakni Kecamatan Purwantoro yangmerupakan lokasi prioritas PembangunanKesejahteraan Sosial untuk tahun 2007.Kecamatan Purwantoro terdiri dari 13 desa/kelurahan , meliputi 62 dusun/lingkungan, 101RW atau 355 RT.

Selanjutnya Tim fasilitator danpendamping daerah menuju ke kantorkecamatan Purwantoro yang diterima olehPetugas Sosial Kecamatan sebagai wakil BapakCamat. Disaat pertemuan dijelaskan tujuan darikedatangan tim antara lain:

a. Mengidentifikasi seluruh keluarga yangbermukim di satuan wilayah dusun danmenggolongkan ke dalam peringkatsesuai kondisi sosial ekonominya;

b. Mendiskripsikan konsep miskin sesuaipendapat dan pengetahuan masyarakat;

c. Mengidentifikasi permasalahan kesejah-teraan sosial.

Ujicoba Model Pemeringatan Keluarga di Dusun Plasa Jenar (Haryati Roebyantho)

80

Adapun manfaat kegiatan ini bagi dusunPlasa Jenar antara lain :

a. Warga masyarakat memiliki pengetahuantentang cara pendataan Kepala Keluargasesuai kenyataan yang ada

b. Warga secara bersama-sama mendifini-sikan konsep miskin

c. Melalui kegiatan ini kemungkinanditemukan permasalahan kesejahteransosial dan potensi kesejahteraan sosialyang belum tercatat oleh petugas BadanPusat Statistik Sosial.

Pendekatan yang digunakan bersifat par-ticipatory yakni melibatkan partisipasimasyarakat dalam pelaksanaan peme-ringkatan. Selanjutnya dibentuk tim pemeringkatyang terdiri dari tokoh masyarakat, dukuh,petugas BKKBN, guru dan masyarakat yangmewakili keluarga miskin, dan pengusaha homeindustri.

Pertemuan dilanjutkan untuk memilih dusunyang akan dijadikan lokasi. Staf desa Kentengmemberikan informasi bahwa Desa Kentengterdiri dari 4 dusun. Salah satunya adalahdusun Plasa Jenar memiliki penduduk sekitar205 Kepala Keluarga. Dusun Plasa Jenarmeliputi 7 RT atau 2 RW. Informasi lainnya yangdigunakan untuk lokasi SKPA adalah dusunKenteng. Namun jumlah penduduk sekitar 250-300 Kepala Keluarga. Hasil kesepakatanberdasarkan beberapa usulan akhirnyamenyetujui ditetapkan dusun Plasa Jenar akandijadikan lokasi. Dan menetapkan timpemeringkat yaitu: Kinto, Purwanto, Paryono,Sarsito, Jaimin, Ripjiati, Jokoastomo, Parmin,Siswoyo dan Winarni.

B. Pelaksanaan ujicoba model

Pelaksanaan ujicoba model diawalidengan pertemuan antara tim fasilitator,Tim Pendamping Daerah dan TimPemeringkat dilaksanakan pada hari ketiga. Dalam kesempatan itu fasilitatormengemukakan beberapa hal :

1. Menjelaskan bahwa Tim Fasilitatormerupakan Tim Peneliti dari PusatPenelitian dan PengembanganKesejahteraan Sosial, BadanPendidikan dan Penelitian Kesejah-teraan Sosial, Departemen Sosial

yang diberi tugas untuk melaksanansuatu kegiatan, dimana kegaitantersebut akan dilakukan secarabersama-sama oleh Tim Peme-ringkat yang telah ditunjuk.

2. Menjelaskan bahwa penentuandusun Plasa Jenar dipilih tidak adakaitannya dengan program BantuanDepartemen Sosial namun bersifatacak dengan memilih lokasi pro-gram Dinas Kesejahteraan SosialProvinsi Jawa Tengah.

3. Kegiatan ini merupakan kegiatanujicoba suatu metode untukmenentukan sasaran program sesuaidengan kenyataan yang ada dimasyarakat, sehingga kegiatan initidak berlanjut dengan pemberianbantuan tetapi memberikanpengetahuan kepada masyarakatuntuk melaksanakan pendataan danpemetaan.

d. Dilakukan cross chek maka Timpemeringkat terdiri dari: (1)penduduk yang telah bertempattinggal minimum 5 tahun berturut-turut; (2) mengenal kondisi seluruhdesa dan aktif dalam kegiatanmasyarakat; (3) keterwakilan darisemua wilayah, usia,status ekonomi,kelompok masyarakat.

e. Diberikan penjelasan tentangtahapan kegiatan dan sebelumnyaakan di susun terlebih dahulu jadwaldan menentukan tempat untukpelaksanaan kegiatan.

Belum selesai menjelaskankeseluruhan tahapan ada beberapaanggota tim pemeringkat mengusulkanbahwa tempat diadakan di rumah BapakKepala Dusun ( di sana disebut Pak Pala)dan karena bulan puasa maka jadwaldimulai jam 14.00 sampai 16.30 (di akhiridengan buka bersama) dan setelah sholatTaraweh dilanjutkan yakni jam 20.00 –23.00 WIB.

Pendamping daerah juga menyetujuihal tersebut. Menurut mereka untuk tidakmembuang waktu penjelasan tentangtahapan pelaksanaan model tidak perlu

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 74-86

81

namun kini dijelaskan saja satu persatuapa yang harus dikerjakan. Tim Fasilitatormencoba mengarahkan denganmenjelaskan bahwa semua TimPemeringkat dan Pendamping Daerahharus mengetahui secara keseluruhantahapan model yang akan diujicobakan.Pekerjaan ini membutuhkan ketekunan danketelitian serta mekanisme tahapan harusjelas.

Karena suara terbanyak menyetujuicara yang diusulkan maka tim fasilitatormenyetujui dengan menjelaskan pertamakali yang harus dilakukan adalahmembuat daftar nama Kepala Keluargasesuai dengan form 1. Setelah mengisiform 1 maka dibuat pemetaanberdasarkan form 1. Setelah disetujuimaka pimpinan rapat diprakarsai olehseorang warga yang berstatus guru,menjelaskan bahwa setiap RT membuatdaftar nama sesuai form 1. Sementara itubapak sekretaris desa membuat petadusun Plasa Jenar sesuai hasil tim KKN-UGM 2 bulan yang lalu.

Akhirnya salah seorang timpemeringkat berinisiatif bahwa setiap RTmembuat daftar nama keluarga. Setelahselesai masing-masing RT menyalin daftarnama yang di kertas ke kertas planodengan diberi kotak untuk satu kepalakeluarga. Fasilitator menjelaskanpemetaan adalah menggambarkan letaktempat tinggal warga di kertas plano.Setiap kotak untuk satu Kepala Keluarga.Namun apabila dalam satu rumah adadua atau lebih Kepala Keluarga makakotak harus dibagi dua atau tiga dandiberi nomor urut semua. Contoh BapakKepala Dusun memiliki anak yang sudahmenikah dan masih tinggal dalam saturumah maka gambar kotak dibagi 2 dandiberi nomor urut 1 dan 2, demikianseterusnya. Setelah mendapat penjelasantersebut, ternyata kelompok yang lain jugamengerjakan hal sama, sehinggadiputuskan untuk mengulang kembalipenyusunan nomor urut dan Daftar KepalaKeluarga.

Pada saat pemetaan terjadipermasalahan. Ketika pemetaan tiba di

dusun yang berada ditengah-tengah,nomor urut yang sudah dibikin berdasarRT tidak bisa diteruskan karena nomor urutdi daftar form 1 dengan ruang peta yangdisediakan tidak cukup dan nomor urutjadi berantakan. Padahal pemetaan telahdilaksanakan oleh 3 RT satu RW. Demikianpula saat dilakukan cross chek dalammenggambar tempat tinggal. Gambarpeta hanya untuk keluarga yang memilikiKartu Kepala Keluarga sedangkanmenurut peserta yang lain di rumahtersebut ada seorang janda (mertua) dariKepala keluarga.

Fasilitator lalu mengarahkan danmenjelaskan bahwa itu diberi tanda sendiridan memiliki Kartu Keluarga sendiri. Ketikadilakukan wawancara mendalam padawarga dan aparat desa, disebutkanbahwa biasanya bila ada KepalaKeluarga tambahan pada Kartu KepalaKeluarga yang lama, aparat belummengubah dan memberikan Kartu KepalaKeluarga baru, sehingga pada saatpemetaan pemetaan hampir selesaiseparuh, terdapat beberapa kepalakeluarga yang tidak terdaftar.

Oleh karena itu berdasarkankesepakatan pembuatan peta diulang lagidengan cara membuatan daftar namadan nomor urut Kepala Keluarga,selanjutnya mengambarkan letak tempattinggal Kepala Keluarga di atas kertasplano (sesuai arahan fasilitator) dengandimulai dari tempat kegiatan dilaksana-kan. Akhirnya pemetaan keluarga dimulaidari RT 01 RW 05. Satu orang (ketua RT)membuat kotak pada kertas plano,satulainnya membacakan nama KepalaKeluarga dan lainnya membuat kartu berisinama Kepala Keluarga dan nomor urut.Pada saat pemetaan selesai, beberapaanggota tim pemeringkat mengusulkanuntuk memberikan warna pada kotakseusai dengan tingkat peringkatankeluarga.

Selanjutnya disepakati untukmendiskusikan konsep “miskin” menurutpandangan dan persepsi warga dusunPlasa Jenar. Hasil diskusi tentang konsepmiskin menurut masyarakat adalah melihat

Ujicoba Model Pemeringatan Keluarga di Dusun Plasa Jenar (Haryati Roebyantho)

siapakah yang dimaksud dengan orangmiskin, bagaimana kondisi rumah mereka,bagaimana cara mereka memutuskanuntuk menjaga kesehatan keluarga,pekerjaan, pemilikan rumah dan biayasekolah anak. Menurut warga Plasa Jenaruntuk pengisian form 6 (kategori/klasifikasikeluarga berdasarkan konsep miskin) nilaiterendah (nilai 1) diberikan pada keluargayang paling miskin dan nilai tertinggi (nilai5) diberikan pada keluarga yangdianggap kaya. Hal ini bertentangandengan ketentuan pada modul PWR.Namun karena ini merupakankesepakatan dan kehendak masyarakatmaka kategori warga desa yang akandigunakan.

Berdasarkan kesepakatan dalamdiskusi tentang konsep “miskin”sebagaimana pengisian form 6 makadiketahui bahwa:

Tumpukan 1 : disebut sangat miskin,kriteria yang masuk adalah janda tidakpunya rumah atau punya rumah, tidakpunya pekerjaan dan masih punyaanak kecil.

Tumpukan 2 : disebut miskin, adalahwarga yang memiliki pekerjaan tidaktetap, ikut orang tua, mertua, memilikirumah tetapi tidak punya pekerjaandan masih punya anak kecil.

Tumpukan 3 : disebut cukup mampudengan ketentuan mereka adalahmasyarakat yang memiliki lahan, anaksudah berumah tangga atau janda ikutanak tetapi tidak punya pekerjaantetap, atau kelompok masyarakat yangmemiliki rumah tanpa mampumenyekolahkan anak.

Tumpukan 4 : disebut mampu, wargayang memiliki pekerjaan tetap/pengusaha tahu atau pematung,mempunyai motor, mobil, memilikilahan, bisa menyekolahkan anaksampai SMA serta janda pensiunanatau duda produktif.

Tumpukan 5 : disebut sangat mampuadalah warga yang memiliki rumah,memiliki tanah, mobil mempunyaipenghasilan tetap, bisa menye-

kolahkan anak sampai SLTA/PT, sta-tus pekerjaan sebagai PNS, memilikiusaha toko, tahu, patung, dan homeindustries.

Penyortiran/pemilahan kartu ber-dasarkan kriteria miskin menurut masyarakatdilaksanakan bersama-sama. TimPemeringkat (10 orang) berdasarkanketerwakilan tempat tinggal, status ekonomi,kegiatan dalam masyarakat dibagi menjadi3 kelompok kecil (Kelompok A = 4 orang;kelomok B = 4 orang dan kelompok C = 3orang).

Proses penyortiran kartu, satu orangmenulis dan mengisi form 3 (menulis nomorurut berdasarkan pemetaan, nama dantermasuk dalam tumpukan mana sertamenuliskan alasan penempatan keluargapada tumpukan tersebut), satu orangmengambil dua kartu untuk didiskusikanbersama dan menumpuk kartu berdasarkankriteria yang sama. Pelaksanaan penyortirankartu dilakukan tiga (3) kali artinya setiapkelmpok menyortir 343 warga dusun PlasaJenar. Alasan pemberian nilai padakeluarga sebanyak tiga (3) kalidiperuntukkan setiap keluarga mendapatkanpenilaian seobyektif mungkin.

C. Penghitungan nilai/score danmelakukan pemeringkatan

Proses perhitungan nilai dilaksanakan olehmasing-masing kelompok di tempat yangberbeda dan waktu yang berbeda denganmengisi form 5 (Form daftar nilai keluarga)dengan urutan nomor urut sesuai pemetaankeluarga, nama lengkap, nama pangilan, hasilpenilaian kelompok, jumlah penilaian dariketiga kelompok dan penghitungan nilai rata-rata.

Tahap awal perhitungan nilai dimulaidengan setiap kelompok mengisi form 5 yaknimengkategorikan keluarga berdasarkan kriteriakeluarga yang sudah disepakati warga dusunPlasa Jenar. Berdasarkan kesepakatan semuakelompok kategorisasi keluarga di dusun PlasaJenar dibedakan dalam lima (5) kelompok.Kelompok sangat miskin di nilai 1 dan kelompoksangat mampu di nilai 5.

82

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 74-86

Pada saat penyortiran kartu terdapatperbedaan sebutan. Setiap kelompok memilikisebutan berbeda, terutama untuk sebutan nilai3, nilai 4 dan nilai 5. Melihat kenyataan tersebutmaka dilakukan diskusi dan dicapaikesepakatan sebutan yang akan digunakansama untuk setiap kelompok yakni : Nilai 1sangat miskin; nilai 2 miskin; nilai 3 cukup; nilai4 mampu dan nilai 5 sangat mampu. Selain itudiketahui juga bahwa dalam menentukankategorisasi keluarga tidak sepenuhnyaberdasarkan konsep yang sudah disepakatisemula ( form 2). Hasil wawancara mendalamdiketahui bahwa dalam penentuan kriteriakeluarga masih dipengaruhi kepentingankelompok, dipengaruhi pemikiran bahwapenentuan kriteria ini akan digunakan untukmenentukan program pemerintah tahun 2007terutama penanganan kemiskinan.

Pelaksanaan tahap perhitungan dilakukandengan memasukkan score terlebih dahulu kekolom nilai 5. Skor ditentukan nilai terendah 1

miskin, nilai 60 untuk keluarga dengan kategoricukup , nilai 80 untuk kategori keluarga kayadan nilai 100 untuk kategori keluarga sangatkaya.

Selanjutnya setiap kelompok mengisikolom nilai pada form 7. Caranyamemindahkan nilai tumpukan ke skor.Perhitungan skor akhir dilakukan dengan caramembandingkan apakah ketiga kelompokyang melaksanakan penilaian sudah konsistenartinya tidak ada perbedaan penilaian lebihdari 25. Apabila dalam penilaian terdapat nilailebih dari 25 akan dicoba didiskusikan kembalidan apabila jumlah nilai yang berbeda lebihdari 10% maka penilaian keluarga tersebutdianggap tidak konsisten dan keluargadikeluarkan dari daftar. Hal tersebut dlakukanuntuk memastikan keakuratan data keluarga.

Hasil penentuan score di dusun Plasa Jenardigambarkan per dusun sebagaimana tabel 1berikut ini:

dan nilai tertinggi 100. Dalam menentukan skorberdasarkan kesepakatan mereka nilai palingrendah diberikan pada keluarga yang termasukkategori miskin dan nilai tertinggi diberikan padakeluarga kaya. Hasil perhitungan sesuaikategorisasi diketahui bahwa warga dusunPlasa Jenar dikelompokkan menjadi 5 sehinggadidapat rincian nilainya sebagai berikut:

Tumpukan 5 = 100 : 5 x 5 = 100

Tumpukan 4 = 100 : 5 x 4 = 80

Tumpukan 3 = 100 : 5 x 3 = 60

Tumpukan 2 = 100 : 5 x 2 = 40

Tumpukan 1 = 100 : 5 x 1 = 20

Dalam diskusi untuk menentukan skor padasetiap kategorisasi keluarga, diperoleh suaraterbanyak menyetujui bahwa untuk nilai 20diberikan pada keluarga yang masuk kategorisangat miskin, nilai 40 pada kategori keluarga

Score RT I/5 RT II/5 RT III/5 RT IV/5 RT I/6 RT II/6 RT III/6 Total

Sama 16 16 14 18 18 15 11 102

Beda satu 40 26 29 33 22 25 25 200

Beda dua 7 1 6 10 7 1 3 35

Jumlah 63 43 49 61 47 41 39 343

Sumber : Data primer 2006.

Tabel 1

Distribusi score berdasarkan lokasi

Dari tabel berikut dapat diketahui bahwaketiga kelompok tim pemeringkat menilai samaterhadap 102 Kepala keluarga atau 29,73% .sedang hasil penilaian kelompok beda satunilai ada 200 Kepala Keluarga atau 58,30%.Dengan demikian perbedaan penilaian duakelompok ada 11,07% atau terdapat duakelompok menilai beda terhadap 35 KepalaKeluarga. Sebagaimana terlihat tabel 1 di atas,penilaian terhadap Kepala Keluarga RT IV/5;RT I/5; RT I/6 dan RT III/5 berbeda oleh duakelompok dari tiga kelompok kecil yang dibentukmengisyaratkan bahwa dalam penilaianterhadap kepala keluarga masih dipengaruhioleh kepentingan kelompok. Ketika dilakukanwawancara mendalam dan dicermati hasilpenilaian yang berbeda tersebut menunjukkanbahwa perbedaan nilai dilakukan denganmenempatkan keluarga pada kategori lebihrendah dari yang seharusnya. Hal inidipengaruhi adanya pemikiran bahwa apabila

83

Ujicoba Model Pemeringatan Keluarga di Dusun Plasa Jenar (Haryati Roebyantho)

mereka berada di tingkat rendah maka merekaakan mendapatkan bantuan pemerintahdimasa mendatang. Padahal setelah diobservasi langsung ke lapangan terdapatbeberapa orang memiliki usaha tahu atautempe/patung.

Perhitungan rata-rata score akhir dalammenetapkan peringkat keluarga denganmenggunakan perhitungan :

Nilai skor terendah + Nilai skor diatasnya

2

Diketahui bahwa hasil kategorisasiterhadap warga dusun Plasa Jenar ada 5kategori dengan demikian hasil peringkatterhadapkeluarga nilainya adalah : Peringkat I= 30; Peringkat II = 50 Peringkat III = 70Peringkat IV = 90 ; Peringkat V = 91 atau lebih.Mengacu dari hasil pemeringkatan maka rata-rata score hasil perhitungan terhadap KeluargaDusun Plasa Jenar adalah :

Peringkat I = 10 - 30

Peringkat II = 31 - 50

Peringkat III = 51 - 70

Peringkat IV = 71 - 90

Peringkat V = 91 >

Dari hasil perhitungan rata-rata makadapat diketahui kondisi sosial ekonomi wargadusun Plasa Jenar sebagai berikut: Terdapat 70Kepala Keluarga atau 20,41% termasukperingkat I atau sangat miskin. Mereka terdiridari janda memiliki rumah atau numpang dirumah anak/menantu; serta tidak memilikipekerjaan tetap. 150 Kepala Keluarga atau43,73% termasuk peringkat II atau miskin.Mereka adalah warga yang tidak memilikipekerjaan tetap, tidak memiliki rumah/menumpang di tumah anak/mertua/orang tuadan memiliki anak kecil. Ada 89 KepalaKeluarga atau 0,25% termasuk peringkat Cukupyakni mereka yang memiliki lahan, anak-anaksudah berumah tangga, atau janda ikut anaktetapi tidak punya pekerjaan tetap, memilikirumah dan mampu menyekolahkan anak. 27Kepala Keluarga lainnya terdapat dalamperingkat IV yakni kategori Mampu. Merekamemiliki pekerjaan tetap sebagai pengusahapatung, pengusaha tahu, memiliki rumah, mo-tor, memiliki lahan, bisa menyekolahkan anaksampai SLTA serta janda pensiunan atau dudaproduktif. Kelompok masyarakat yang termasukdalam kategori V yakni dianggap sangatmampu (hanya ada di RW 5- 4 RT) yaknimereka yang memiliki rumah, memiliki tanah,memiliki mobil, mempunyai penghasilan tetap,bisa menyekolahkan anak sampai tingkat SLTA/PT, status Pegawai Negeri Sipil, memiliki usahatoko/tahu/patung/home industries.

Peringkat RT I/5 RT II/5 RT III/5 RT IV/5 RT I/6 RT II/6 RT III/6 Total

I 14 10 8 10 11 11 6 70

II 21 14 23 24 25 21 22 150

III 18 15 13 17 9 8 9 89

IV 9 3 4 7 1 1 2 27

V 1 1 1 3 1 0 0 7

Jumlah 63 43 49 61 47 41 39 343 Sumber : Data primer 2006.

Tabel 2

Hasil Pemeringkatan Keluarga berdasar score rata-rata

84

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 74-86

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan gambaranpelaksanaan ujicoba “Model PemeringkatanKeluarga Menurut Kondisi Sosial dan Ekonomi”di dusun Plasa Jenar, Desa Kenteng, KecamatanPruwantoro, Kabupaten Wonogiri, Provinsi JawaTengah secara garis besar dapat disimpulkan :

1. Model yang diujicobakan aplikatif dalamarti proses pelaksanaan dari tahappersiapan sampai penghitungan nilaidengan mudah dikerjakan oleh penduduksetempat dengan arahan fasilitator danpendamping daerah.

2. Tim Pemeringkat (perwakilan warga dusun)mampu memahami dan mengertipenjelasan dari fasilitator. Implementasitahapan model sudah mengikutsertakanpartisipasi perwakilan warga, sehinggasetiap ada kendala atau permasalahandalam pelaksanaan tahapan model selaludidiskusikan dan diambil keputusan yangberdasarkan kesepakatan bersama.

3. Metode dalam seleksi sasaran programdengan menggunakan “ModelPemeringkatan Keluarga Menurut KondisiSosial dan Ekonomi” dalam kenyataanmemperoleh data akurat tentang kondisimasyarakat dan jumlah nyata KepalaKeluarga. Hal ini dibuktikan bahwa padasaat persiapan yakni dalam penentuanlokasi, dikatakan oleh aparat desa bahwapenduduk dusun Plasa Jenar ada 205namun ketika di daftar denganmenggunakan “Model PemeringkatanKeluarga Menurut Kondisi Sosial danEkonomi” diketahui bahwa jumlah KepalaKeluarga di dusun Plasa Jenar ada 343.

4. Pada saat workshop di Kecamatan, Timpemeringkat (perwakilan warga)menyatakan bahwa kegiatan ini sangatbermanfaat bagi warga dusun Plasa Jenar.Karena dengan adanya pemetaankeluarga maka akan diketahui data yangbenar tentang kondisi sosial ekonomiwarga dan bila ada program bantuanpemerintah maka tidak akan salahsasaran karena kita mengetahui kondisisetiap warganya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas makadisarankan beberapa hal :

1. Dalam pelaksanaannya harus dipertegasdan diperjelas tugas dan peran antara TimFasilitator, Tim Pendamping dan TimPemeringkat. Hal ini penting karena untukmelaksanakan secara benar metodepartisipatif, yaitu melibatkan wargamasyarakat dan Tim Fasilitator dan TimPendamping tidak boleh ikut terlibatdalam diskusi.

2 Apabila Model ini akan dijadikanReplikasi maka harus diperhatikanbeberapa hal yakni:

a. Fokus arahan dalam menyusunkonsep harus dikaitkan dengan pro-gram yang akan dilaksanakan;

b. Dalam pemilihan tim pendampingdaerah harus benar-benar orangyang memiliki pemahaman danpengetahuan metode participatory;

c. Dalam pemilihan Tim pemeringkatharus betul-betul memperhatikankriteria yang sudah dikemukakan.

85

Ujicoba Model Pemeringatan Keluarga di Dusun Plasa Jenar (Haryati Roebyantho)

DAFTAR PUSTAKA

Alam azis, Nazru, Kemiskinan dan kegelisahan Sayogyo, Sosok, Harian Kompas, 23 Mei 2006.

Agusta.Ivannovich, Kelemahan metode Survey, Artikel, Harian Kompas,11maret 2006.

Anonim , 2005, Panduan Penyusunan Database Pragram Pemberdayaan Fakir Miskin (DP2FM), Jakarta,Departemen Sosial R.I.

Anonim, 2005, Modul Pelatihan Konsep dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta, DepartemenSosial.

Anonim, 2005 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional, Jakarta, TKP3KPK KementerianKoordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

David S Gibbon dkk., 1999, Cashpor self Operational Manual : Cost Effectiveness targeting, the SmallEnterprise Foundation, South Africa.

Hartiningsih, Maria, 2004, Solusi Birokrat Membiayai Pembangunan Manusia, Kompas, 9 September2005.

Mudiyono dkk, 2005, Dimensi Masalah Sosial dan Pemberdayaan Masyaraakt, APMD Press Yogyakarta.

Moelyarto Tjokrowinoto, 2002, Pembangunan Dilema dan Tantangan, Pustaka Pelajar ,Yogyakarta.

Wisnu Hidayat dkk., Kebijakan dan manajemen, Pembangunan Partisipatif, Penerbit YPAPI, Yogyakarta.

BIODATA PENULIS :

Haryati Roebyantho, Alumnus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial danIlmu Politik, Jurusan Sosiatri. Kini Ajun Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan PengembanganKesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Departemen SosialRI.

86

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol 11, No. 03, 2006 : 74-86