jurnal skrining breast cancer.docx
DESCRIPTION
Jurnal Skrining Breast Cancer.docxTRANSCRIPT
JURNAL RADIOLOGI
SKRINING KANKER PAYUDARA DENGAN PENCITRAAN:
REKOMENDASI DARI THE SOCIETY OF BREAST IMAGING DAN
ACR DALAM PENGGUNAAN MAMOGRAFI, MRI PAYUDARA, USG
PAYUDARA, DAN TEKNOLOGI LAINNYA UNTUK MENDETEKSI
KANKER PAYUDARA YANG SECARA KLINIS TERSEMBUNYI
Pembimbing:
dr. Markus Budi Rahardjo, Sp.Rad
Disusun oleh:
Rulli Eka Prananda (121.022.1060)
Annisa Sekar Setowati (121.022.1051)
Leonard Robert Immanuel P (121.022,1064)
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAKARTASMF ILMU RADIOLOGI RSUD PROF DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
Jurnal Radiologi dengan judul :
Skrining Kanker Payudara Dengan Pencitraan: Rekomendasi Dari The
Society Of Breast Imaging Dan Acr Dalam Penggunaan Mamografi, Mri
Payudara, Usg Payudara, Dan Teknologi Lainnya Untuk Mendeteksi
Kanker Payudara Yang Secara Klinis Tersembunyi
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSUD Prof.dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun oleh:
Rulli Eka Prananda (121.022.1060)
Annisa Sekar Setowati (121.022.1051)
Leonard Robert Immanuel P (121.022,1064)
Pembimbing :
dr. Markus Budi Rahardjo, Sp.Rad
SMF RADIOLOGI
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME, atas rahmat dan ridho-Nya penulis
dapat menyelesaikan jurnal Radiologi dengan judul “Breast Cancer Screening
With Imaging: Recommendations From The Society Of Breast Imaging And
The Acr On The Use Of Mammography, Breast Mri, Breast Ultrasound, And
Other Technologies For The Detection Of Clinically Occult Breast Cancer”.
Jurnal ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan keaniteraan
klinik di sub bagian Ilmu Radiologi.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua
staf pendidik dan semua pihak yang terkait didalamnya, maka jurnal ini tidak
dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
rasa terimakasih kepada dr. Markus Budi Rahardjo, Sp.Rad.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu penulis mengimbau para pembaca dapat memberikan
saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan jurnal ini. Penulis
berharap jurnal ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Purwokerto, April 2013
Penulis
3
SKRINING KANKER PAYUDARA DENGAN PENCITRAAN:
REKOMENDASI DARI THE SOCIETY OF BREAST IMAGING DAN
ACR DALAM PENGGUNAAN MAMOGRAFI, MRI PAYUDARA, USG
PAYUDARA, DAN TEKNOLOGI LAINNYA UNTUK MENDETEKSI
KANKER PAYUDARA YANG SECARA KLINIS TERSEMBUNYI
Skrining kanker payudara dengan mamografi telah terbukti mengurangi angka
kematian akibat kanker payudara, dan mamografi adalah andalan untuk
skrining penyakit dengan klinis yang tersembunyi. Namun, Mamografi telah
diketahui secara umum memiliki berbagai batasan, dan baru-baru ini, alat
imaging lain termasuk USD dan MRI telah digunakan sebagai alat skrining
tambahan, terutama untuk wanita yang mungkin pada peningkatan risiko untuk
terjadinya kanker payudara. The Society of Breast Imaging and the Breast
Imaging Commision of the ACR mengeluarkan rekomendasi untuk
menggunakan lebih dari satu alat imaging dalam memberikan petunjuk kepada
pasien dan dokter pada penggunaan pencitraan untuk skrining kanker
payudara. Sedapat mungkin, rekomendasi berdasarkan dari bukti yang
tersedia. Namunpada saat kurangnya bukti-bukti evidence yang tersedia,
rekomendasi tersebut berdasarkan konsensus pendapat dari anggota-anggota
dan Komite Pelaksana The Society of Breast Imaging and the Breast Imaging
Commision of the ACR
Kata kunci: skrining, kanker payudara, rekomendasi, mamografi, USG
payudara, MRI payudara
J Am Coll Radiol 2010;7:18-27. Copyright © 2010 American College of
Radiology
Pendahuluan
Penurunan yang signifikan pada angka kematian kanker payudara, yang
berjumlah hampir 30% sejak tahun 1990 adalah sebuah pencapaian besar
dalam dunia medis oleh karena sebagian besar telah melakukan deteksi dini
kanker payudara melalui pemeriksaan mammographic. Namun demikian,
upaya besar terus dilakukan untuk melanjutkan keberhasilan ini dengan
mengembangkan tambahan metode dalam skrining kanker payudara lebih dini.
4
hasilnya, rekomendasi untuk skrining kanker payudara dengan teknologi
imaging telah menjadi semakin kompleks dan banyak. Beberapa organisasi
terutama American Cancer Society (ACS) [1], memiliki pedoman bagaimana
skrining mamografi seharusnya digunakan. Selain itu, ACS telah mengeluarkan
pedoman, juga berdasarkan didominasi bukti-bukti evidence yang ada, untuk
penggunaan magnetic resonance imaging (MRI) dalam skrining kanker
payudara [2]. Namun, terdapat kesenjangan dalam pedoman ini yang tidak
diragukan lagi karena kurangnya data mengenai banyak aspek dari penggunaan
alat skrining yang tersedia yang secara optimal. Untuk mengatasi kesenjangan
tersebut, the Society of Breast Imaging (SBI) dan ACR telah melakukan dan
menganalisis berbagai percobaan dalam membuat skrining algoritma secara
tepat, kemudian anggota SBI dan ACD (orang-orang yang memiliki banyak
keahlian dalam teknologi tersebut), mengeluarkan pedoman dan rekomendasi
untuk skrining kanker payudara. Terdapat data ilmiah yang telah diterbitkan
dan sudah di-review sebelumnya. Namun apabila data yang tersedia kurang,
rekomendasi didasarkan pada pendapat anggota ahli konsensus SBI dan the
Breast Imaging Commision of the ACR. Pedoman dan rekomendasi ini
dimaksudkan untuk menyarankan pemanfaatan imaging yang tepat dengan
keperluan untuk skrining kanker payudara. Hal tersebut tidak dimaksudkan
untuk menggantikan standar penilaian klinis dan standar perawatan yang telah
berlaku. Perlu diketahui bahwa mamografi adalah satu-satunya metode
imaging yang telah terbukti untuk mengurangi angka mortalitas kanker
payudara.
SBI dan ACR juga mengingatkan wanita dan dokter apabila disuatu
populasi yang dikhawatirkan terdapat risik kanker payudara yang jauh lebih
tinggi di atas bahwa populasi umum, diharapkan untuk berkonsultasi dengan
para ahli di bidang genetika kanker payudara dan manajemen bagi yang
mempunyai resiko tinggi terkena kanker payudara yang tepat.
5
REKOMENDASI SOCIETY OF BREAST IMAGING AND AMERICAN
COLLEGE OF RADIOLOGY DALAM SKRINING KANKER
PAYUDARA
A. BERDASARKAN TEKNIK IMAGING/PENCITRAAN
1. Mamografi
- Wanita dengan resiko kanker payudara rendah
o Skrining awal dimulai dari umur 40
- Wanita pada resiko kanker payudara yang tinggi
o Wanita dengan mutasi pada BRCA1 atau BRCA2 atau
wanita yang belum pernah diperiksa tetapi mempunyai
anggota keluarga (ibu, saudara atau anak) yang diketahui
terdapat mutasi pada BRCA
Pemeriksaan dilakukan rutin setiap tahun dimulai dari
umur 30 ( jangan dilakukan sebelum umur 25)
o Wanita dengan resiko kanker payudara 20% berdasarkan
riwayat keluarga (ibu dan ayah)
Pemeriksaan dilakukan rutin setiap tahun dimulai dari
umur 30 ( jangan dilakukan sebelum umur 25), atau 10
tahun lebih awal dari usia anggota keluarga yang
terdiagnosis kanker payudara
o Wanita dengn ibu atau saudara perempuan dengan kanker
payudara pre-menopaus
Pemeriksaan dilakukan rutin setiap tahun dimulai dari
umur 30 ( jangan dilakukan sebelum umur 25), atau 10
tahun lebih awal dari usia anggota keluarga yang
terdiagnosis kanker payudara
o Wanita dengan riwayat pengobatan radiasi (biasanya untuk
Hodgkin’s Disease) antara usia 10-30
Pemeriksaan dilakukan rutin setiap tahun dimulai sejak
8 tahun setelah menerima pengobatan radiasi (jangan
dilakukan sebelum umur 25)
o Wanita yang telah terdiagnosis dari biopsi terdapat noplasia
lobuler (karsinoma lobular incitu dan hiperplasi lobuler
6
atipik),hiperplasi duktus atipik, karsinoma insitu duktus,
kanker payudara invasif atau kanker ovarium
Rutin setiap tahun sejak terdiagnosis
a. Skrining mamografi berdasarkan usia
Usia ideal untuk dilakukan pemeriksaan
mamografi rutin tahunan
o Usia 40
Wanita dengan resiko rendah
o Dibawah 40 tahun
Carrier mutasi BRCA1 atau BRCA2:
dimulai pada usia 30, jangan dilakukan
sebelum umur 25
Wanita dengan ibu atau saudara
perempuan dengan kanker payudara pre-
menopaus: Pemeriksaan dilakukan rutin
setiap tahun dimulai dari umur 30
( jangan dilakukan sebelum umur 25),
atau 10 tahun lebih awal dari usia
anggota keluarga yang terdiagnosis
kanker payudara
Wanita dengan resiko kanker payudara
20% berdasarkan riwayat keluarga (ibu
dan ayah): Pemeriksaan dilakukan rutin
setiap tahun dimulai dari umur 30
( jangan dilakukan sebelum umur 25),
atau 10 tahun lebih awal dari usia
anggota keluarga yang terdiagnosis
kanker payudara
Wanita dengan riwayat pengobatan
radiasi (biasanya untuk Hodgkin’s
Disease) antara usia 10-30: Pemeriksaan
dilakukan rutin setiap tahun dimulai
sejak 8 tahun setelah menerima
7
pengobatan radiasi (jangan dilakukan
sebelum umur 25)
Wanita yang telah terdiagnosis dari
biopsi terdapat neoplasia lobuler
(karsinoma lobular incitu dan hiperplasi
lobuler atipik),hiperplasi duktus atipik,
karsinoma insitu duktus, kanker
payudara invasif atau kanker ovarium:
Rutin setiap tahun sejak terdiagnosis
b. Usia dimana pemeriksaan mamografi rutin tahunan
sebaiknya dihentikan
i. Ketika diperkirakan angka harapan hidupnya
<5 sampai dengan 7 tahun berdasarkan umur
faktor komorbid lainnya
ii. Ketika hasil abnormal dari skrining tidak
berlaku karena faktor usia atau kondisi
comorbid lainnya
2. USG ( tambahan untuk mamografi)
a. Dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada wanita dengan
resiko tinggi yang dengan dilakukannya skrining dengan
MRI dapat membantu tapi dengan alasan tertentu tidak bisa
melakukan MRI
b. Dapat dipertimbangkan pada wanita dengan jaringan
payudara yang ebih padat sebagai adjuvan untuk mamografi
3. MRI
a. Terbukti sebagai carrier mutasi BRCA
i. Setiap tahun dimulai dari umur 30 tahun
b. Belum terbukti sebagai carrier mutasi BRCA namun
mempunyai riwayat keluarga yang telah terbukti sebagai
carrier mutasi BRCA
i. Setiap tahun dimulai dari umur 30 tahun
c. Wanita dengan resiko kanker payudara 20% berdasarkan
riwayat keluarga
i. Setiap tahun dimulai dari umur 30 tahun
8
d. Wanita dengan riwayat radiasi pada bagian dada (biasanya
untuk pengobatan hodgkin’s disease)
i. Setiap tahun dimulai sejak 8 tahun dimulainya terapi
radiasi
e. Wanita yang belum lama terdiagnosis kanker payudara dan
payudara yang kontra lateralnya normal oleh alat imaging
konvensional dan pemeriksaan fisik
i. Dilakukan skrining dengan MRI satu kali pada
payudara yang lainnya pada saat terdiagnosis
f. Dapat dipertimbangkan untuk wanita dengan resiko 15-20%
terkena kanker payudara berdasarkan riwayat personal
kanker payudara atau kanker ovarium atau terbukti secara
biopsi mempunyai neoplasia lobuler atau ADH
B. BERDASARKAN FAKTOR RESIKO
a. Resiko rata-rata
i. Mamogram rutin setiap tahun dimulai umur 40 tahun
b. Resiko tinggi
a) Carier mutasi BRCA1 atau BRCA2, Belum terbukti
sebagai carrier mutasi BRCA namun mempunyai
riwayat keluarga yang telah terbukti sebagai carrier
mutasi BRCA
b) Mammogram dan MRI rutin setiap tahun dimulai dari
usia 30 tapi tidak boleh dilakukan sebelum 25 tahun
c) Wanita dengan resiko kanker payudara 20% berdasarkan
riwayat keluarga
d) Mammogram dan MRI rutin setiap tahun dimulai dari
usia 30 tapi tidak boleh dilakukan sebelum 25 tahun,
atau 10 tahun lebih awal dari usia anggota keluarga yang
terdiagnosis kanker payudara
e) Riwayat radiasi dada pada usia antara 10-30 tahun
f) Mammogram dan MRI rutin setiap tahun dimulai sejak 8
tahuns etelah menerima terapi radiasi; mamografi tidak
dianjurkan dilakukan sebelum usia 25 tahun
9
g) Riwayat personal terkena kanker payudara neoplasia
lobuler (Karsinoma invasif/DCIS) atau kanker ovarium
atau terbukti secara biopsi mempunyai neoplasia lobuler
atau ADH
h) Mammografi rutin dimulai sejak terdiagnosis; MRI dan
USG rutin setiap tahun; apabila MRI telah dilakukan
untuk menunjang mamografi, maka USG tidak perlu
dilakukan
i) Wanita dengan payudara yang padat: Selain mamografi
juga dilakukan USG untuk deteksi kanker
PEMBAHASAN
REKOMENDASI DILAKUKANNYA MAMOGRAFI
Skrining rutin tahunan dimulai pada usia 40 tahun
Bukti untuk mendukung rekomendasi skrining mamografi secara
reguler berasal dari hasil beberapa Randomized Controlled Trial (RCTs)
dilakukan di Eropa dan Amerika Utara [3-10] pada total hampir 500.000
perempuan. Pada pencobaan ini bervariasi dalam usia dan frekuensi
pemeriksaan yang dilakukan oleh responden, tetapi secara statistik
menunjukkan penurunan yang signifikan pada angka mortalitas kanker
payudara pada populasi percobaan. Secara keseluruhan berdasarkan hasil meta
analisis, terdapat penurunan angka mortalitas sebanyak 26% [11]. Studi terbaru
efek dari skrining mamografi yang rutin dilakukan telah menunjukkan manfaat
yang lebih besar [12,13]. Duffy et al [13] melaporkan penurunan 39% dalam
angka mortalitas kanker payudara dengan membandingkan periode sebelum
diperkenalkannya skrining berdasarkan populasi dengan periode sesudahnya.
Diperkirakan bahwa tiga perempat dari penurunan ini oleh karena skrining
mammografis.
Terdapat beberapa kontroversi mengenai usia ideal untuk dimulainya
skrining rutin menggunakan mamografi [14]. Pada awalnya dianjurkan untuk
dimulai pada usia menopause, namun hal ini ditentang karena efektivitas
skrining berubah pada usia 50, dan beberapa ahli menyarankan untuk tidak
melakukan skrining sebelum usia ini [15,16]. Bukti yang tersedia tidak
10
mendukung pendapat tersebut. Argumen menunjukkan bahwa skrining pada
usia 50 memiliki relevansi biologis atau relevansi skrining tidak lebih dari
sebuah ketidak sesuaian analisi data semata[17,18]. Hasil RCT tidak memenuhi
kekuatan statistik untuk dilakukannya analisis subgrup, tapi hasil analisis pada
kelompok wanita usia 40-49 tahun sebagai subgrupnya menyebabkan miss-
interpretasi bahwa skrining tidak ada manfaatnya bagi kelompok usia tersebu
yang pada kenyataannya data menunjukkan bahwa mereka mendapatkan
manfaat dari dilakukannya skrining sama seperti halnya kelompok wanita
berusia 50 tahun [19-23].
Baru-baru ini the United States Preventive Services Task Force
(USPSTF), agen pemerintah independen yang terdiri dari 16 dokter dan
spesialis mengumumkan untuk merevisi rekomendasi untuk dilakukannya
skrining [24,25]. Mereka sebelumnya telah merekomendasikan skrining rutin
setiap satu sampai dua tahun dimulai pada usia 40, dan sekarang mereka
merekomendasikan pemeriksaan rutin tahunan untuk wanita berusia 40-49 dan
dua tahunan untuk wanita berusia 50-74. Mereka membuat tidak ada
rekomendasi untuk wanita berusia 74.
Dalam penelitan meta-analisis RCT mereka, terdapat penurunan 50%
angka kematian yang secara signifikan pada wanita berusia 40-49 yang
melakukan skrining tetapi menyatakan bahwa terdapat efek samping yang
terkait dengan skrining, termasuk kecemasan atas hasil positif palsu, perlu
untuk pengujian tambahan atau biopsi, dan kemungkinan overdiagnosis dan
overtreatment lebih besar daripada manfaat yang didapat. Mereka juga
menggunakan model matematis untuk memprediksi penurunan angka
mortalitas yang dicapai dengan berbagai strategi skrining dan ditentukan
melalui model ini bahwa skrining tiap dua tahun menurunkan 81% angka
kematian dan mulai usia 40 akan menurunkan angka kematian tambahan hanya
sebanyak 3% saja[26]. Mereka juga menyatakan bahwa skrining pada usia 50
akan mengorbankan 33 tahun kehidupan per 1000 wanita. Meskipun analisis
ini, mereka menyimpulkan bahwa skrining per dua tahunan yang dimulai pada
usia 50 akan mencapai manfaat yang paling disertai dengan skrining tahunan
yang dimulai pada usia 40 dengan hasil yang lebih aman.
Dalam rekomendasi mereka di tahun 2009, USPSTF menyarankan
bahwa wanita berusia 40-49 tahun mungkin ingin mempertimbangkan risiko
11
pribadi untuk terjadinyan kanker payudara sebelum memutuskan untuk
berpartisipasi dalam skrining [24]. Ini juga telah disarankan oleh American
College of Physicians [27]. Rekomendasi ini tidak hanya mengabaikan fakta
bahwa skrining usia 50 tidak ada manfaatnya, tetapi tidak ada bukti langsung
bahwa skrining dengan mamografi akan mengurangi angka mortalitas
sebagaimana skrining pada populasi umum. Tak satu pun dari RCTs skrining
mamografi membagi kategori perempuan berdasarkan tingkat resiko terkena
kanker payudara. Meskipun identifikasi faktor yang meningkatkan risiko
perempuan untuk terkena kanker payudara, kebanyakan wanita yang menderita
kanker payudara tidak menunjukkan resiko lain kecuali bahwa mereka
memang seorang wanita dan umur terkena kanker. Diperkirakan bahwa sekitar
70% sampai 80% dari kanker payudara terjadi pada wanita dengan tidak ada
faktor risiko yang dapat diidentifikasi [28,29]. jika hanya berisiko tinggi wanita
yang yang beresiko tinggi yangdi skrining, mayoritas kanker payudara akan
tidak terdeteksi, karena kebanyakan kanker payudara terjadi pada populasi
yang tidak memiliki resiko.
Rekomendasi USPSTF bertemu dengan pemahaman yang sudah meluas
di antara komunitas skrining payudara. ACR dan SBI ACS dan organisasi
lainnya sangat mengkritik rekomendasi USPSTF, tidak setuju dengan
kesimpulan yang dicapai dengan analisis data yang ada mereka dan dengan
metode yang dirumuskan oleh mereka. Di tengah-tengah perdebatan tersebut,
ACR dan SBI tegas berdiri di belakang rekomendasi mereka bahwa skrining
mamografi harus dilakukan setiap tahun dimulai pada usia 40 untuk perempuan
dengan resiko rata-rata.
SKRINING DENGAN MAMOGRAFI DIGITAL
Beberapa penelitian membandingkan kinerja mamografi digital dan
teknik film-screen untuk skrining telah menemukan sensitivitas yang tepat
untuk deteksi kanker payudara [30-34]. The Digital Mammographic Imaging
Screening Trial, studi multicenter terhadap >49.000 wanita di 33 pusat di
seluruh Amerika Serikat dan Kanada, menemukan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara mamografi digital dan film layar [32]. Namun,
mammography digital secara signifikan lebih baik daripada mammography
12
analog di perempuan premenopausal dan perimenopausal, dan mereka dengan
payudara yang padat [32,34]. Untuk para perempuan ini, mammography digital
lebih dianjurkan. Namun, hasil penelitian RCT menunjukkan penurunan angka
kematian dari skrining mammography adalah berdasarkan film-screen
mammography, dan ACR dan SBI merasa bahwa perempuan harus
melanjutkan skrining secara rutin , bahkan jika tidak ada teknologi
mammography digital di dalam sekitar mereka.
SKRINING MENGGUNAKAN MAMMOGRAFI PADA WANITA USIA
DIBAWAH 40
Randomized Controlled Trial belum dilakukan untuk menguji dampak
dari skrining mammographic terhadap penurunan angka mortalitas pada
perempuan beresiko tinggi dari segala usia, termasuk mereka yang berusia < 40
namun, jika tingkat risiko untuk terkena kanker payudara pada wanita beresiko
tinggi berusia < 40tahun sama atau lebih besar daripada tingkat risiko
perempuan 40 tahun, hal ini wajar untuk menawarkan skrining bagi perempuan
yang lebih muda. Karena tidak terdapat data mengenai usia ideal untuk
memulai skrining menggunakan mammografi pada wanita yang beresiko tinggi
terkena kanker payudara, rekomendasinya didasarkan pada opini konsensus
anggota ACR Breast Imaging Commision dan SBI. Hasil penelitian tentang
resiko yang berkaitan dengan berbagai kondisi akan dijelaskan selanjutnya.
Wanita yang telah mengalami konservasi payudara memiliki tingkat
kekambuhan pada payudara yang sudah mendapatkan perawatan 0,5% sampai
1% per tahun [35]. Risiko untuk semua wanita dengan riwayat pribadi kanker
payudara (di semua usia) untuk terkena kedua kanker adalah 5% sampai 10%
dalam dekade pertama setelah diagnosis [36]. Untuk setiap perempuan dengan
riwayat kanker payudara, pemeriksaan mammografi harus dilakukan setiap
tahun setelah diagnosis kanker payudara, dengan tidak ada batasan usia pasien.
Wanita dengan riwayat pribadi mengidap kanker ovarium mempunyai
3sampai 4 kali peningkatan resiko untuk terjadinya kanker payudara [37], dan
menurut pendapat SBI dan ACR bahwa skrining dengan mammografi
seharusnya dilakukan setiap tahun setelah mereka terdiagnosis kanker ovarium.
13
Wanita dengan riwayat radiasi pada mediastinum mempunyai resiko
yang meningkat untuk terkena kanker payudara oleh karena radiasi yang secara
langsung ke bagian dada mereka. Kelompok plaing besar terkena adalahwanita
dengan penyakit Hodgkin dengan terpai radiasi. Telah diketahui bahwa resiko
relatif untuk terjadinya kanker payudara pada wanita adalah tinggi,
diperkirakan antara 4 sampai 75 kali. Dalam suatu penelitian, 35% perempuan
dengan radiasi mediastinum dengan Hodgkin’s disease menyebabkan kanker
payudara pada usia 40 [40]. Kanker payudara telah terdiagnosis 10 tahun
setelah Hodgkin’s disease telah disembuhkan. Oleh karena itu,skrining
mammographic dianjurkan dimulai sejak 8-10 tahun setelah pengobatan tetapi
tidak boleh dilakukan sebelum usia 25 [43,44].
histopatologi yang beresiko tinggi ditemukan pada saat biopsi payudara
merupakan perubahan premalignant dan menyebabkan peningkatan risiko
untuk terjadinya kanker payudara, termasuk lobular neoplasia dan ADH.
Diindikasikan untuk skrining mamografi setelah terdiagnosis penyakit
keganasan tersebut.
Karsinoma lobular insitu ditemukan pada sekitar 1% dari biopsi
payudara. Hal ini terkait dengan 6% dari kanker payudara. Sembilan puluh
persen perempuan yang didiagnosis dengan karsinoma lobular in situ adalah
wanita dengan usia premenopause. Risiko untuk kanker payudara diperkirakan
0,5% sampai 1.0% per tahun [45], dan kanker payudara dapat terjadi pada
kedua payudara. Mamografi rutin tahunan dan pengawasan klinis telah
mengurangi angka kematian pada tingkat yang sebanding dengan yang dicapai
dengan mastektomi bilateral. Wanita seharusnya melakukan skrining dengan
mamografi setiap tahun setelah didiagnosis karsinoma lobular in situ.
Hiperplasia duktus atipikal adalah lesi prekursor terjadinya DCIS. Hal tersebut
Memiliki risiko relatif sebesar 7.0 terjadinya kanker payudara bagi perempuan
berusia 20 sampai 30 tahun; untuk wanita dengan riwayat keluarga positif,
risiko meningkat untuk 9.7 [46]. Rata-rata watu untuk berkembangnya menjadi
kanker adalah 8,2 tahun. Wanita wanita tersebut seharusnya melakukan
skrining setiap tahun setelah diagnosis penyakit diatas ditegakkan.
Beberapa gen dan banyak mutasi bertanggung jawab untuk kanker
payudara herediter. Hal yang paling banyak terjadi adalah mutasi-mutasi pada
gen BRCA. Mutasi BRCA1 menyumbang 19% risiko untuk kanker payudara
14
pada usia 40, dengan risiko seumur hidup diperkirakan setinggi 85%. Mutasi-
mutasi kepada BRCA2 menyumbangkan resiko yang serupa, meskipun kanker
tampaknya berkembang di waktu-waktu laten pada perempuan. Kedua gen juga
meningkatkan risiko kanker ovarium, dan risiko ini juga harus sedini mungkin
ditanggapi oleh perempuan. Perempuan dengan mutasi pada gen tersebut
memiliki risiko untuk terjadinya kanker payudara berkembang dibandingkan
dengan rata-rata 40-tahun-wanita tua di usia muda [47]. Menurut para ahli
konsensus, skrining wanita ini tidak harus dimulai sebelum usia 25, karena
kanker payudara jarang terjadi pada usia tersebut. Jaringan payudara pada
wanita sangat muda adalah padat dan sulit untuk dilakukan skrining, dan
jaringan payudara pada wanita muda sangat peka terhadap radiasi. Usia
optimal untuk memulai skrining pada perempuan berisiko tinggi belum
ditetapkan. Kebanyakan, program skrining menggunakan Mamografi dan MRI
di luar pemerintahan Amerika Serikat adalah untuk usia 25 atau 30, kadang-
kadang dengan penambahan USG.
Gen PTEN, terkait dengan sindrom Cowden, gen p53 dari sindrom Li-
Fraumeni, dan sindrom Muir-Torres (MSH2 dan MLH1 gen) adalah jarang dan
tampaknya meningkatkan risiko kanker payudara [48]. Risiko juga meningkat
di sindrom Peutz-Jeghers (STK11 gen), meskipun secara pasti, risiko tidak
dapat dihitung. Karena kelangkaan sindrom dan kekurangan pengalaman klinis
dengan skrining mamografis pada kelompok wanita tersebut, rekomendasi
untuk skrining dini tidak dapat dilakukan pada saat ini.
Pada Usia Berapakah Skrining Kanker Payudara dapat Dihentikan?
Tidak ada satu pun penelitian yang menyertakan kelompok usia
>74tahun. Konskuensinya, tidak terdapat data yang menunjukan adanya
penurunan angka mortalitasuntuk wanita > 74 tahun.t Namun, tidak ada alasan
yang menyatakan bahwa skrining mammographic akan menjadi kurang efektif
dilakukan pada wanita yang lebih tua. Telah terbukti bahwa sensitivitas dan
nilai prediktif positif mamografi dalam mendiagnosis payudara Kanker
meningkat dengan bertambahnya usia [19,49,50]. Studi retrospektif pada
>690,000 wanita yang berusia antara 66-79 tahun, insidensi metastatis kanker
payudara menurun sampai 43% pada wanita yang melakukan skrining.
15
Meskipun angka kematian yang sebenarnya dari kanker payudara tidak dapat
diketahui dari penelitian ini, kanker payudara yang bermetastatis sepertinya
berpengaruh terhadap angka mortalitas dan efektifitas skrining pada kelompok
usia tua
Sudah menjadi konsensus umum bahwa keuntungan dari deteksi
diniseharusnya diakukan untuk menghindari resiko terjadinya hasil positif
palsu, kualitas hidup, dan harapan hidup pasien. dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa butuh 5-7 tahun untukmembuktikan bahwa skrining dini
dapat menurunkan angka mortalitas. Wanita sehat berusia 70-74 tahun
mempunyai harapan hidup lebih panjang 13,4 tahun [53]. Angka harapan
hiduppada wanita dengan usia 75-79 tahun diperkirakan sekitar 10 tahun, dan 8
tahun bagi wanita berusia 80-84 tahun, 6,6 tahun bagi wanita berusia>85 tahun.
Tetapi, perempuan dari usia tersebut yang memiliki masalah kesehatan
mungkin memiliki angka harapan hidup yang lebih pendek. Oleh karena itu,
batas umur atas yang universal untuk dilakukannya skrining mamografi tidak
dapat ditentukan. Dalam memutuskan siapa saja yang harus melakukan
skrining, tampaknya masuk akal untuk memperhitungkan harapan hidup wanita
berdasarkan umur, kondisi komorbiditas, serta preferensi pribadi mengenai
manfaat potensial untuk mendiagnosa kanker payudara yang tersembunyi
versus kerugian dari uji tambahan skrining mamografi.
Mengingat bahwa morbiditas dan mortalitas meningkat seiring usia,
ACR dan SBI menunjukkan bahwa skrining dengan mamografi harus terus
dilanjutkan selama seorang wanita memiliki harapan hidup dari 5-7 tahun
berdasarkan usia dan kesehatan status, bersedia untuk menjalani pengujian
tambahan termasuk biopsi, jika ditunjukkan oleh temuan pada mamografi, dan
dirawat untuk kanker payudara jika didiagnosis pasti
SKRINING RESIKO TINGGI.
Penilaian Resiko
Ada berbagai alat penilaian risiko yang tersedia untuk menghitung
risiko terjadinya kanker payudarapada wanita, termasuk Gail, Claus,
BRCAPRO, Breast and Ovarian Analysis of Disease Incidence and Carrier
Estimation Algorithm (BODAICEA), dan model Tyrer-Cuzick [54-58]. Setiap
model ini didasarkan pada set data dan faktor risiko yang berbeda. Model
16
pertama yang digunakan adalah model Gail, yang mencakup ras, usia
menarche, usia saat kelahiran hidup pertama, jumlah biopsi payudara
sebelumnya dan jumlah kerabat yang didiagnosis dengan kanker payudara [54].
Ini adalah model yang tersedia di National Cancer Institute’s online dan salah
satu yang digunakan dalam sistem pelaporan mamografi otomatis. Model Gail
adalah satu-satunya model-model penilaian risiko yang telah diakui bagi
perempuan Amerika Afrika serta serta wanita kulit putih. Namun, model ini
tidak mempertimbangkan usia pada diagnosis kerabat tingkat pertama,
traumatik atau kerabat tingkat dua dan tidak dianjurkan oleh ACS untuk
digunakan dalam menilai apakah seorang wanita harus menerima tambahan
screening dengan MRI.
Claus model didasarkan pada jumlah Keluarga dengan kanker
payudara, kerabat yang memiliki kanker payudara, dan usia pada diagnosis
kerabat ini [55], termasuk juga riwayat keluarga dari ayah tetapi hanya berisi
informasi hanya dari wanita kulit putih.
Model BRCAPRO menentukan probabilitas apakah seorang wanita
membawa mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 [56]. Model ini didasarkan pada
apakah wanita memiliki sejarah pribadi kanker payudara atau sejarah payudara
atau kanker ovarium nya kerabat tingkat pertama dan tingkat dua. Itu juga
mempertimbangkan faktor keturunan yahudi Ashkenazi.
Model BOADICEA juga digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan wanita membawa mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 sama halnya
dengan resiko terjadinya kanker ovarium atau payudara[57].
Model Tyrer-Cuzick memperhatikan riwayat keluarga dan reproduksi
termasuk keturunan Yahudi Ashkenazi, dan faktor lain seperti rf tinggi dan
berat [58]. Tak satu pun dari model memasukkan kepadatan payudara sebagai
faktor. Hasil dari penilaian risiko dapat bervariasi, tergantung pada model
digunakan. Karena kompleksitas ini, wanita yang berpotensimempunyai risiko
tinggi untuk kanker payudara diberikan penilaian yang dilakukan oleh
profesional kesehatan terlatih. Namun, bagi beberapa perempuan, ahli
Radiologi mereka mungkin menjadi penyedia layanan kesehatan yang paling
mewaspadai kemungkinan bahwa mereka mempunyai faktor resiko yang
meningkat untuk kanker payudara. Informasi ini disampaikan kepada pasien
sehingga risiko yang dinilai sesuai penilaian, konseling, skrining, dan pilihan
17
pencegahan dapat ditentukan. Ahli Radiologi dianjurkan untuk memiliki
pemahaman dasar tentang penilaian risiko untuk memahami ketika permintaan
untuk pemeriksaan skrining yang mungkin atau mungkin tidak sesuai. Review
yang sangat bagus dari skrining berisiko tinggi wanita baru saja diterbitkan
oleh Berg [59] dan menyediakan landasan dan gagasan yang rasional untuk
masalah ini.
Skrining Payudara Menggunakan MRI
Bagi para perempuan dengan resiko tinggi untuk terjadinya kanker
payudara, dibutuhkan teknologi yang lebih baru. Baru-baru ini ACS
mengeluarkan pernyataan rekomendasi untuk skrining dengan menggunakan
MRI bagi wanita yang beresiko tinggi. ACR dan SBI mendukung rekomendasi
yang dikeluarkan ACS tersebut. Beberapa percobaan prospektif skrining MRI
dengan resiko terdapat riwayat keluarga yang mempunyai kanker payudara
telah diketahui terdapat peningkatan deteksi kanker payudara dibanding dengan
skrining menggunakan mammografi [60-65]. Semua studi tersebut
menunjukkan sensitivitas lebih tinggi untuk skrining payudara dengan
menggunakan MRI dibandingkan dengan mamografi dan USG payudara dalam
kelompok wanita beresiko tinggi, sehingga ACR SBI menyarankan skrining
MRI dilakukan setiap tahun selain mamografi tahunan untuk wanita dengan
>20% resiko seumur hidup terkena kanker payudara.
Sebagai tambahan bagi para pengidap mutasi BCA1 atau BRCA2,
riwayat keluarga yang mempunyai predisposisi genetik untuk kanker payudara
termasuk >2 kerabat dengan kanker payudara, riwayat keluarga dengan kanker
payudara premenopaus, penderita kanker payudara dan ovarium, keluarga yang
mempunyai lebih dari 1 jenis kanker, dan laki-laki yang mempunyai kanker
payudara. Sampai saat ini masih jadi sebuah pertanyaan bahwa wanita yang
memiliki resiko 15% sampai 20% kanker payudara, seperti orang-orang dari
hasil biopsi dikethui menderita lobular neoplasia, ADH atau kanker payudara
sebelumnya, harus melakukan skrining dengan MRI. Dalam pedoman terbaru,
ACS tidak merekomendasikan untuk dilakukan atau tidak dilakukannya
skrining pada perempuan dalam kelompok ini [2]. Sehingga biasanya bagi
18
fasilitas imaging independen pada saat memutuskan untuk tidak dilakukan atau
dilakukan skrining adalah setelah berkonsultasi dengan dokter.
ACR dan SBI menyetujui pedoman ACS bahwa skrining menggunakan
MRI kurang sesuai bagi perempuan resiko <15% menderita kanker payudara.
Hal ini penting untuk menekankan bahwa MRI payudara tidak
dimaksudkan untuk menggantikan mamografi. Ada kasus, terutama DCIS,
yang dapat dideteksi dengan mamografi tetapi tidak dengan MRI. Dalam
melakukan skrining MRI dan mamografi, mereka dapat dilakukan secara
bersamaan atau bergantian selama 6 bulan. Keuntungan dari metode tersebut
adalah pasien melakukan variasi jenis skrining setiap 6 bulan. Keuntungan dari
skrining yang dilakukan bersaman adalah bahwa dapat dicari korelasi antara
dua hasil pemeriksaan, terutama jika ada kelainan pada salah satu dari studi.
Waktu pemeriksaan skrining, apakah mereka harus dilakukan bersamaan atau
bergantian,akan ditentukan oleh fasilitas penyedia layanan skrining.
Untuk wanita dengan kanker payudara baru terdiagnosis, ada bukti
bahwa satu kali skrining payudara kontralateral dengan MRI pada saat
diagnosis akan mendeteksi keganasan lain yang tersembunyi pada sekitar 3%
hingga 9% dari wanita-wanita tersebut [66-68].
Penambahan MRI payudara pada algoritma skrining untuk perempuan
dengan risiko terbesar untuk terkena kanker payudara menambah biaya yang
cukup besar. Hasil penelitian menyarankan bahwa bagi mereka dengan risiko
tinggi, pembawa mutasi BRCA1, menambahkan pemerikasaan dengan MRI
selain dilakukannya mamografi meningkatkan biaya skrining > $50.000 per
kanker [69]. Biayanya meningkat jauh karena manfaatnya mengurangi risiko
untuk terjadinya kanker. Diperkirakan pada wanita dengan penurunan risiko
setelah menjalani MRI, kemungkinan adalah hasil positif palsu biopsi dan
parameter lainnya. Hal tersebut menjadi alasan untuk membatasi skrining MRI
untuk para wanita dengan resiko tinggi terkena kanker payudara.
Skrining dengan USG
Beberapa makalah dari institusi skrining payudara melaporkan bahwa
USG payudara pada wanita dengan payudara yang padatdan mammogram
negatif dan pemeriksaan klinis meningkatkan deteksi kanker 2,8 untuk 4,6
19
kanker per 1.000 perempuan [70-74]. Baru-baru ini dilakukan penelitian
tentang skrining USG payudara multi-institutional disponsori yang oleh
ACRIN, termasuk wanita yang tidak hanya punya berpayudara padat tapi juga
yang mempunyai resiko terkena kanker payudara [75]. Penelitian ini
melaporkan hasil yang serupa dengan penelitian single-institutiyang diketahui
deteksi kankernya berada pada tingkat 4.2 per 1.000 perempuan yang
diskrining. Dalam semua dari penyelidikan tersebut, kanker payudara
terdeteksi oleh usg dikethaui hanyalah kanker invasif yang ringan, dengan
proporsi kakus node-negatif yang tinggi.
Pada peluncuran pertama hasil penelitian ACRIN, perhatian lebih lebih
banyak ditujukan pada wanita berpayudara padat. Kepadatan payudara telah
ditunjukkan oleh beberapa penelitian sebagai faktor risiko independen untuk
munculnya kanker payudara, dengan risiko relatif untuk wanita dengan
payudara paling padat adalah 2 hingga 6 kali dibandingkan wanita dengan
payudara yang kurang padat [76-78]. Ada beberapa kontroversi atas metologi
penelitian tersebut, memunculkan pertanyaan mengenai hubungan antara
kepadatan dan risiko [79]. Namun, sebelumnya telah diketahui bahwa
sensitivitas mamografi lebih rendah pada wanita dengan payudara yang padat,
dan terlepas dari apakah wanita dengan payudara padat berada pada tingkat
resiko yang tinggi atau tidak, telah menunjukkan bahwa penggunaan USG
tambahan menghasilkan deteksi kanker yang tersembunyi.
Ada beberapa tantangan yang terkait dengan pengadopsian secara luas
dari pemeriksaan USG. Semua penelitian dengan menggunakan USG telah
melaporkan tingkat positif palsu tinggi. Dalam penelitian ACRIN, di mana ahli
Radiologi berpengalaman yang mengkhususkan diri dalam skrining yang
mengikuti protokol standar, tingkat biopsi positif adalah 8,8%, atau 6,7% jika
aspirasi kista dimasukkan ke dalam kasus biopsi. Pemeriksaan USG dilakukan
oleh ahli Radiologi, dengan waktu pemeriksaan antara 10 sampai 20 menit.
Beberapa studi yang membandingkan penggunan mamografi, breast
ultrasound, dan MRI payudara untuk skrining dilaporkan memiliki sensitivitas
yang tinggi pada penggunan MRI untuk deteksi kanker pada wanita berisiko
tinggi [61,63,80]. Melakukan skrining tambahan dengan USG tidak
memberikan manfaat lain dibandingkan skrining mamografi dan MRI. Namun,
pemeriksaan USG mungkin memiliki peran sebagai alat skrining tambahan
20
untuk perempuan yang berisiko tinggi yang memiliki kontraindikasi MRI atau
bagi mereka dengan tingkat risiko yang tidak mencapai tingkat yang
direkomendasikan untuk skrining MRI oleh ACS.
Secara Jelas hal diatas menjadi kekurangan dari ahli Radiologi yang
melakukan imaging payudara pada semua wanita dengan payudara padat
yanghanya sebagai satu-satunya faktor risiko untuk menjalani pemeriksaan
USG tambahan. Isu yang berkaitan dengan reproduktibilitas, hasil positif palsu
yang tinggi, nilai prediktif positif yang rendah untuk rekomendasi biopso,
ketergantungan terhadap operator, ketidakmampuan untuk mencitrakan DCIS
secara umumnya, dan kurangnya terhdapat penemuan lesi yang solid dan
kompleks pada biopsi telah mengakibatkan kegagalan penerimaan luas dari
USG payudara [81]. Karena sensitivitas yang tinggi ditunjukkan bagi wanita
yang beresiko tinggi, kekurangan yang berkaitan dengan USG dan kendala dari
sejumlah ahli Radiologi yang melakukan pencitraan payudara, menjadikan
banyak fasilitas dan institusi memilih untuk tidak menawarkan pemeriksaan
USG. ACR dan SBI sendiri mempertimbangkan hal tersebut sebagai pilihan
didalam standar perawatan yang berlaku.
Skrining dengan teknologi imaging lainnya
Tidak terdapat hasil penelitian dalam skala besar yang dipublikasikan
yang mendukung penggunaaan secara rutin teknologi imaging lainnya, seperti
termografi, sestimibi, PET, transluminasi, electrical impedannce scanning, atau
pencitraan optikal untuk skrining kanker payudara. Dari berbagai teknologi
diatas, baru thermografi yang sedang diteliti secara luas. Awalnya teknologi ini
diteliti oleh the Breast Cancer Detection Demonstration Project tapi kemudian
di stop setelah diketahui hanya menunjukkan sensitivitas yang rendah (43%)
pada deteksi kanker payudara. ACR dan SBI tidak menggunakan thermografi
atau teknologi lainnya sebagai modalitas untuk skrining kanker payudara.
21
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami berterima kasih atas partisipasi Dr Robert Smith dari ACS dan
anggota SBI dalam merumuskan rekomendasi diatas. Kami juga mengucapkan
terima kasih atas bantuan Pamela Wilcox dari ACR dan Michele Wittling dari
SBI, tanpa bantuannya dokumen ini tidak akan mungkin selesai.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Smith RA, Saslow D, Sawyer KA, et al. American Cancer Society
guidelines for breast cancer screening: update 2003. CA Cancer J Clin
2003; 53:141-69.
2. Saslow D, Boetes C, Burke W, et al. American Cancer Society guidelines
for breast screening with MRI as an adjunct to mammography. CA Cancer
J Clin 2007;57:75-89.
3. Verbeek ALM, Hendricks JHCL, Holland R, Mravunac M, Sturmans F.
Screening and breast cancer mortality, age specific effects in Nijmegen
project, 1975-82. Lancet 1985;l:865-6.
4. Shapiro S, Venet W, Strax P, Venet L. Periodic screening for breast
cancer: the Health Insurance Plan Project and its sequelae, 1963-1986.
Baltimore, Md: Johns Hopkins University Press; 1988.
5. Nystrom L, Rutqvist LE, Wall S, et al. Breast cancer screening with
mammography: overview of Swedish randomized trials. Lancet 1993;
341:973-8.
6. Roberts MM, Alexander FE, Anderson TJ, et al: Edinburgh trial of
screening for breast cancer: mortality at seven years. Lancet 1990;335:
241-6.
7. Miller AB, Baines CJ, To T, et al. Canadian national breast screening
study: 1: breast cancer detection and death rates among women aged 40 to
49 years. CMAJ 1992;147:1459-76.
8. Miller AB, Baines CJ, To T, et al. Canadian national breast screening
study: 2: breast cancer detection and death rates among women aged 50 to
59 years. CMAJ 1992;147:1477-88.
9. Moss SM, Summerley ME, Thomas BT, Ellman R, Chamberlain JOP. A
case-control evaluation of the effect of breast cancer screening in the
United Kingdom trial of early detection of breast cancer. J Epidemiol
Commun Health 1992;46:362-4.
10. Otto SJ, Fracheboud J, Looman CWN, et al; National Evaluation Team
for Breast Cancer Screening. Initiation of population-based
mammography screening in Dutch municipalities and effect on breast-
cancer mortality: a systematic review. Lancet 2003;361:411-7.
23
11. Kerlikowske K, Grady D, Rubin SM, et al. Efficacy of screening
mammography. A metaanalysis. JAMA 1995;273:149-54.
12. Tabar L, Vitak B, Tony HH, Yen MF, Duffy SW, Smith RA. Beyond
randomized controlled trials: organized mammographic screening
substantially reduces breast carcinoma mortality. Cancer 2001;91:1724-
31.
13. Duffy SW, Tabar L, Chen H, et al. The impact of organized
mammography service screening on breast carcinoma mortality in seven
Swedish counties. Cancer 2002;95:458-69.
14. Fletcher SW. Breast cancer screening among women in their forties: an
overview of the issues. J Natl Cancer Inst Monogr 1997;22:5-9.
15. Shapiro S. Screening: assessment of current studies. Cancer 1994;74: 231-
8.
16. Sox H. Screening mammography in women younger than 50 years of age.
Ann Inter Med 1995;122:550-2.
17. Kopans DB. Informed decision making: age of 50 is arbitrary and has no
demonstrated influence on breast cancer screening in women. AJR Am J
Roentgenol 2005;185:177-82.
18. Kopans DB, Moore RH, McCarthy KA, et al. Biasing the interpretation of
mammography screening data by age grouping: nothing changes abruptly
at age 50. Breast J 1998;4:139-45.
19. Kerlikowske K, Grady D, Barclay J, Sickles EA, Eaton A, Ernster V.
Positive predictive value of screening mammography by age and family
history of breast cancer. JAMA 1993;270:2444-2450.
20. Evans AJ, Kutt E, Record C, Waller M, Moss S. Radiological findings of
screen-detected cancers in a multi-centre randomized, controlled trial of
mammographic screening in women from age 40 to 48 years. Clin Radiol
2006;61:784-8.
21. de Koning HJ, Boer R, Warmerdam PG, Beemsterboer PMM, van der
Maas PJ. Quantitative interpretation of age-specific mortality reductions
from the Swedish breast cancer-screening trials. J Natl Cancer Inst 1995;
87:1217-23.
24
22. Hendrick RE, Smith RA, Rutledge JH, Smart CR. Benefit of screening
mammography in women ages 40-49: a new meta-analysis of randomized
controlled trials. Monogr Natl Cancer Inst 1997;22:87-92.
23. Moss SM, Cuckle H, Evans A, Johns L, Waller M, Bobrow L. Effect of
mammographic screening from age 40 years on breast cancer mortality at
10 years’ follow-up: a randomised controlled trial. Lancet 2006;368:2053-
60.
24. U.S. Preventive Services Task Force. Screening for breast cancer: U.S.
Preventive Services Task Force recommendation statement. Ann Intern
Med 2009;151:716-26.
25. Nelson HD, Tyne K, Naik A, Bougatsos C, Chan BK, Humphrey L.
Screening for breast cancer: An update for the U.S. Preventive Services
Task Force. Ann Inter Med 2009;151:727-37.
26. Mandelblatt JS, Cronin KA, Bailey D, et al. Effects of mammography
screening under different screening schedules: Model estimates of
potential benefits and harms. Ann Intern Med 2009;151:738-47.
27. Qaseem A, Snow V, Sherif K, Aronson M, Weiss KB, Owens DK, for the
Clinical Efficacy Assessment Subcommittee of the American College of
Physicians. Screening mammography for women 40 to 49 years of age: a
clinical practice guideline from the American College of Physicians. Ann
Intern Med 2007;146;511-5.
28. Burstein HJ, Harris JR, Morrow M. Malignant tumors of the breast. In:
Devita VT, Lawrence TS, Rosenberg SA, eds. Cancer: principles and
practice of oncology. 8th ed. Philadelphia: Lippincott, Williams &
Wilkins; 2008:1606-54.
29. Seidman H, Stellman SD, Mushinski MH. A different perspective on
breast cancer risk factors: some implications of nonattributable risk. CA
Cancer J Clin 1982;32:301-13.
30. Lewin JM, D’orsi CJ, Hendrick RE, et al. Clinical comparison of full-field
digital mammography and screen-film mammography for detection of
breast cancer. AJR Am J Roentgenol 2002;179:671-7.
31. Skaane P, Skjennald A, Young K, et al. Follow up and final results of the
Oslo I study comparing screen-film mammography and full-field digital
mammography with soft copy reading. Acta Radiol 2005;46:679.
25
32. Pisano ED, Gatsonis C, Hendrick E, et al. Diagnostic performance of
digital versus film mammography for breast cancer screening. N Engl J
Med 2005;353:1773-83.
33. Skaane P, Hofvind S, Skjennald A. Randomized trial of screen-film
versus full- field digital mammography with soft-copy reading in
population based screening program: follow-up and final results of Oslo II
study. Radiology 2007;244:708-17.
34. Pisano ED, Hendrick RE, Yaffe MJ, et al. Diagnostic accuracy of digital
versus film mammography: exploratory analysis of selected population
subgroups in DMIST. Radiology 2008;246:376-83.
35. Dershaw DD. Breast imaging and the conservative treatment of breast
cancer. Radiol Clin N Am 2002;40:501-16.
36. Fowble B, Hanlon A, Freeman G, et al. Second cancers after conservative
surgery and radiation for stages I-II breast cancer: identifying a subset of
women at increased risk. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2001;51:679-90.
37. Travis LB, Curtis RE, Boice JD, et al. Second malignant neoplasms
among long-term survivors of ovarian cancer. Cancer Res 1996;56:1564-
90.
38. Yahalom J, Petrek JA, Bidinger P, et al. Breast cancer in patients
irradiated for Hodgkin’s disease: a clinical and pathological analysis of 45
events in 37 patients. J Clin Oncol 1992;10:1674-81.
39. Hancock SL, Tucker MA, Hoppe RT. Breast cancer after treatment of
Hodgkin’s disease. J Natl Cancer Inst 1993;85:25-31.
40. Bhatia S, Robison LL, Oberlin O, et al. Breast cancer and other second
neoplasms after childhood Hodgkin’s disease. N Engl J Med 1996;334:
745-51.
41. Wolden SL, Hancock SL, Carlson RW, Goffinet DR, Jeffrey SS, Hoppe
RT. Management of breast cancer after Hodgkin’s disease. J Clin Oncol
2000;18:765-72.
42. Travis LB, Hill DA, Dores GM, et al. Breast cancer following
radiotherapy and chemotherapy among young women with Hodgkin
disease. JAMA 2003;290:465-75.
26
43. Dershaw DD, Yahalom J, Petrek JA. Mammography of breast carcinoma
developing in women treated for Hodgkin’s disease. Radiology 1992;184:
421-3.
44. Henderson TO, Amsterdam A, Bhatia S, et al. Narrative review:
surveillance for breast cancer in women treated with chest radiation for a
childhood, adolescent or young adult cancer. In press.
45. Arpino G, Laucirica R, Elledge RM. Premalignant and in situ breast
disease: biology and clinical implications. Ann Intern Med 2005;143:446-
57.
46. Page DL, Dupont WE, Rogers LW, Rados MS. Atypical hyperplastic
lesions of the female breast: a long-term follow-up study. Cancer 1985;
55:2698-708.
47. Burke W, Daly M, Garber J, et al. Recommendations for follow-up care
of individuals with an inherited predisposition to cancer II. BRCA1 and
BRCA2. JAMA 1997;277:997-1003.
48. Garber JE, Offit K. Hereditary cancer predisposition syndromes. J Clin
Oncol 2005;23:276-92.
49. Kerlikowske K, Grady D, Barclay J, et al. Effect of age, breast density,
and family history on the sensitivity of first screening mammography.
JAMA 1996;276:33-8.
50. Kopans DB, Moore RH, McCarthy KA. Positive predictive value of breast
biopsy performed as a result of mammography: there is no abrupt change
at age 50 years. Radiology 1996;200:357-60.
51. Smith-Bindman R, Kerlikowske K, Gebretsadik T. Is screening
mammography effective in elderly women? Am J Med 2000;108:112-9.
52. Kerlikowske K, Salzmann P, Phillips KA, et al. Continuing screening
mammography in women aged 70 to 79 years—impact on life expectancy
and cost-effectiveness. JAMA 1999;282:2156-63.
53. Mandelblatt JS, Wheat ME, Monane M. Breast cancer screening for
elderly women with and without comorbid conditions—a decision
analysis model. Ann Intern Med 1992;116:722-30.
54. Gail MH, Brinton LA, Byar DP, et al. Projecting individualized
probabilities of developing breast cancer for white females who are being
examined annually. J Natl Cancer Inst 1989;81:1879-86.
27
55. Claus EB, Risch N, Thompson WD. Autosomal dominant inheritance of
early-onset breast cancer. Implications for risk prediction. Cancer 1994;
73:643-51.
56. Berry DA, Iversen ES Jr, Gudbjartsson DF, et al. BRCAPRO validation,
sensitivity of genetic testing of BRCA1/BRCA2, and prevalence of other
breast cancer susceptibility genes. J Clin Oncol 2002;20:2701-12.
57. Antoniou AC, Cunningham AP, Peto J, et al. The BOADICEA model of
genetic susceptibility to breast and ovarian cancers: updates and
extensions. Br J Cancer 2008;98:1457-66.
58. Tyrer J, Duffy SW, Cuzick J. A breast cancer prediction model
incorporating familial and personal risk factors. Stat Med 2004;23:1111-
30.
59. Berg WA. Tailored supplemental screening for breast cancer: what now
and what next? AJR Am J Roentgenol 2009;192:390-9 Kriege M,
Brekelmans CT, Boetes C, et al. Efficacy of MRI and mammography for
breast-cancer screening in women with familial or genetic predisposition.
N Engl J Med 2004;351:427-37.
60. Warner E, Plewes DB, Hill KA, et al. Surveillance for BRCA 1and BRCA
2 mutation carriers with magnetic resonance imaging, ultrasound
mammography, and clinical breast examination. JAMA 2004;292:1317-
25.
61. Leach MO, Boggis CR, Dixon AK, et al. Screening with magnetic
resonance imaging and mammography of aUKpopulation at high familial
risk of breast cancer: a prospective multicentre cohort study. Lancet
2005;365:1769-78.
62. Kuhl C, Schrading S, Leutner CC, et al. Mammography, breast
ultrasound, and magnetic resonance imaging for surveillance of women at
high familial risk for breast cancer. J Clin Oncol 2005;23:8469-76.
63. Lehman CD, Blume JD, Weatherall P, et al. Screening women at high risk
for breast cancer with mammography and magnetic resonance imaging.
Cancer 2005;103:1898-905.
64. Sardanelli F, Podo F, D’Agnolo G, et al. Multicenter comparative
multimodality survey of women at genetic-familial high risk for breast
28
cancer (HIBCRIT study): preliminary results. Radiology 2007;242:698-
715.
65. Lee SG, Orel SG, Woo IJ, et al.MRimaging screening of the contralateral
breast in patients with newly diagnosed breast cancer: preliminary results.
Radiology 2003;226:773-8.
66. Liberman L, Morris EA, Kim CM, et al. MR imaging findings in the
contralateral breast of women with recently diagnosed breast cancer. AJR
Am J Roentgenol 2003;180:333-41.
67. Lehman CD, Gatsonis C, Kuhl CK, et al. MRI evaluation of the
contralateral breast in women with recently diagnosed breast cancer. N
Engl J Med 2007;356:1295-303.
68. Griebsch I, Brown J, Boggis C, et al. Cost effectiveness of screening with
contrast enhanced magnetic resonance imaging vs X-ray mammography
of women at a high familial risk of breast cancer. Br J Cancer 2006;95:
801-10.
69. Gordon PB, Goldenberg SL. Malignant breast masses detected only by
ultrasound. A retrospective review. Cancer 1995;76:626-30.
70. Kaplan SS. Clinical utility of bilateral whole-breast US in the evaluation
of women with dense breast tissue. Radiology 2001;221:641-64.
71. Kolb TM, Lichy J, Newhouse JH. Comparison of the performance of
screening mammography, physical examination, and breast US and
evaluation of factors that influence them: an analysis of 27,825 patient
evaluations. Radiology 2002;225:165-75.
72. Buchberger W, Niehoff A, Obrist P, DeKoekkoek-Doll P, Dunser M.
Clinically and mammographically occult breast lesions: detection and
classification with high resolution sonography. Semin Ultrasound CT MR
2000;21:325-36.
73. Crystal P, Strano SD, Shcharynski S, Koretz MJ. Using sonography to
screen women with mammographically dense breasts. AJR Am J
Roentgenol 2003;181:177-82.
74. Berg WA, Blume JD, Cormack JB, et al. Combined screening with
ultrasound and mammography vs mammography alone in women at
elevated risk of breast cancer. JAMA 2008;299:2151-63.
29
75. Harvey JA, Bovbjerg VE. Quantitative assessment of mammographic
breast density: relationship with breast cancer risk. Radiology 2004;230:
29-41.
76. Boyd NF, Guo H, Martin LJ, et al. Mammographic density and the risk
and detection of breast cancer. N Engl J Med 2007;356:227-36.
77. McCormack VA, dos Santos Silva I. Breast density and parenchymal
patterns as markers of breast cancer risk: a meta-analysis. Cancer Epidem
Biomarkers Prev 2006;15:1159-69.
78. Kopans DB. Basic physics and doubts about the relationship between
mammographically determined tissue density and breast cancer risk.
Radiology 2008;246:348-53.
79. Lehman CD, Isaacs C, Schnall MD, et al. Cancer yield of mammography,
MR, and US in high-risk women: prospective multi-institution breast
cancer screening study. Radiology 2007;244:381-8.
80. Gordon PB. Ultrasound for breast cancer screening and staging. Radiol
Clin N Am 2002;40:431-41.
81. Beahrs OH, Shapiro S, Smart CR. Report of the working group to review
the National Cancer Institute-American Cancer Society Breast Cancer
Detection Demonstration Projects. J Natl Cancer Inst 1979; 62:641-709.
30