jurnal reading isi

13
JURNAL READING PERAN PENTING VIRUS SALURAN PERNAFASAN PADA OTITIS MEDIA AKUT Terho Heikkinen1 dan Tasnee Chonmaitree2 Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Rumah Sakit Turku University, Finlandia1, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak Bagian Penyakit Infeksi, Fakultas Kedokteran Universitas Texas, Galveston, Texas2. PENDAHULUAN Otitis media adalah masalah kesehatan utama pada anak-anak di dunia. Disamping menjadi beban tersendiri bagi pasien dan keluarga, otitis media juga menjadi beban ekonomi pada masyarakat, sehubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk kunjungan ke dokter, pengobatan, tindakan bedah, juga sebagai alasan untuk absent dari kantor, sekolah, atau tempat-tempat pelayanan lain. Otitis media akut adalah alasan tersering penggunaan terapi antibiotic pada anak di Amerika Serikat dan kebanyakan negara berkembang lainnya. Berdasarkan studi terakhir, kasus Otitis Media Akut (OMA) terhitung sebanyak 33% dari seluruh jumlah kunjungan ke dokter dan sekitar 40% dari seluruh penggunaan antibiotic pada balita adalah pasien OMA. Insiden puncak OMA yang terjadi pada anak adalah pada umur 6 sampai 24 bulan. Pada usia 2 tahun, 70% anak-anak minimal pernah mengalami satu kali episode OMA, dan sekitar20% anak pernah menderita empat atau lebih kejadian OMA. 1

Upload: masyithah-nurul-aini

Post on 29-Jun-2015

318 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: JurNal ReAding Isi

JURNAL READING

PERAN PENTING VIRUS SALURAN PERNAFASAN

PADA OTITIS MEDIA AKUT

Terho Heikkinen1 dan Tasnee Chonmaitree2

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Rumah Sakit Turku University, Finlandia1, dan

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Bagian Penyakit Infeksi, Fakultas Kedokteran

Universitas Texas, Galveston, Texas2.

PENDAHULUAN

Otitis media adalah masalah kesehatan utama pada anak-anak di dunia.

Disamping menjadi beban tersendiri bagi pasien dan keluarga, otitis media juga

menjadi beban ekonomi pada masyarakat, sehubungan dengan biaya yang harus

dikeluarkan untuk kunjungan ke dokter, pengobatan, tindakan bedah, juga sebagai

alasan untuk absent dari kantor, sekolah, atau tempat-tempat pelayanan lain. Otitis

media akut adalah alasan tersering penggunaan terapi antibiotic pada anak di Amerika

Serikat dan kebanyakan negara berkembang lainnya. Berdasarkan studi terakhir, kasus

Otitis Media Akut (OMA) terhitung sebanyak 33% dari seluruh jumlah kunjungan ke

dokter dan sekitar 40% dari seluruh penggunaan antibiotic pada balita adalah pasien

OMA. Insiden puncak OMA yang terjadi pada anak adalah pada umur 6 sampai 24

bulan. Pada usia 2 tahun, 70% anak-anak minimal pernah mengalami satu kali episode

OMA, dan sekitar20% anak pernah menderita empat atau lebih kejadian OMA.

Otitis Media Akut (OMA) termasuk dalam penyakit karena infeksi bakteri

dengan terapi antibiotic. Namun begitu, bakteri pathogen tidak dapat diisolasi dari

middle-ear fluid (MEF) atau cairan telinga tengahpada sekitar 30% kasus OMA.

STUDI EPIDEMIOLOGI

Hubungan antara Virus Saluran Pernafasan dengan OMA

Berdasarkan pengalaman klinis sehari-hari, telah jelas adanya indikasi bahwa

OMA berhubungan dekat dengan kejadian infeksi saluran pernafasan atas. Sebuah

studi pada 363 anak yang baru saja didiagnosis OMA, gejala-gejala infeksi saluran

pernafasan atas terdapat pada 94% pasien dalam satu waktu diagnosis.

1

Page 2: JurNal ReAding Isi

Studi klinis lanjutan telah berhasil membuktikan hubungan yang erat antara

OMA dan data laboratorium infeksi saluran pernafasan akibat virus. Dalam follow up

studi selama 14 tahun pada anak di tempat penitipan anak, infeksi virus yang

disebabkan oleh respiratory synctitial virus (RSV), influenza virus, dan adenovirus,

cenderung mempunyai resiko terhadap OMA lebih tinggi daripada infeksi di

nasofaring yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae atau Haemophilus

influenzae .

Beberapa faktor seperti usia muda, tempat penitipan anak, jenis kelamin laki-

laki, jumlah saudara, perokok pasif, dan masa menyusui yang singkat telah

diidentifikasi sebagai faktor resiko penting terhadap kejadian OMA. Faktor resiko di

atas telah dibuktikan dari beberapa studi dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya

infeksi saluran pernafasan atas, yang merupakan faktor resiko OMA.

Tingkat perkembangan Otitis Media Akut (OMA) selama infeksi saluran

pernafasan sangat tergantung dari umur anak dan tipe virus yang potensial

menyebabkan infeksi. Frekuensi OMA pada anak dengan infeksi saluran pernafasan

pada umumnya berkisar antara 10 sampai 50%, dengan kasus tertinggi adalah kasus

yang berkaitan dengan infeksi Respiratory Synctitial Virus (RSV). Perkiraan kasar

berkaitan dengan berbagai kejadian infeksi virus, OMA diperkirakan terjadi pada 20%

anak dengan infeksi saluran pernafasan.

Perkembangan Temporal pada OMA selama Infeksi Virus Saluran Pernafasan

Walaupun banyak kasus OMA pada anak didiagnosis bersamaan dengan

infeksi saluran pernafasan atas, perkembangan OMA ke tahap lanjut terjadi dalam

beberapa waktu setelah onset infeksi virus. Pengetahuan tentang waktu interval ini

penting, karena mencerminkan ”the window of opportunity” yaitu saat tepat untuk

dilakukannya intervensi pencegahan perkembangan OMA pada anak yang telah

memperlihatkan gejala infeksi virus.

Kandungan Virus pada Spesimen Nasofaring dari Anak dengan OMA

Berangkat dari hubungan jelas antara kasus OMA dan data laboratorium

berkaitan dengan infeksi virus saluran pernafasan, dapat diperkirakan bahwa terdapat

virus yang seharusnya ditemukan pada anak-anak yang menderita OMA. Namun

begitu, tingkat deteksi virus saluran pernafasan biasanya hanya berkisar antara 30

2

Page 3: JurNal ReAding Isi

sampai 50%. Virus saluran pernafasan yang sering ditemukan selama ini antara lain

RSV; virus influensa A dan B; virus parainfluensa tipe 1,2, dan 3; dan adenovirus.

Namun dengan penggunaan mesin PCR (Polymerase Chain Reaction) saat ini,

dapat dideteksi virus yang dianggap lemah namun berperan sangat penting dalam

kejadian kasus OMA, yaitu rhinovirus. Studi lain membuktikan adanya presentasi

virus dengan menggunakan deteksi antigen untuk mendeteksi virus RSV; virus

influensa A dan B; virus parainfluensa tipe 1, 2, dan 3; dan adenovirus serta

rhinovirus, enterovirus, dan cornavirus dengan menggunakan PCR. Hasilnya, infeksi

virus pada spesimen nasofaring dapat didokumentsikan sebesar 90% dari seluruh anak

penderita OMA.

PERAN VIRUS DALAM PATOGENESIS OMA

Disfungsi Tuba Eustachius

Infeksi virus saluran pernafasan atas mengakibatkan adanya kongesti mukosa

nasal dan nasofaring. Kongesti pada daerah dalam dan sekitar nasofaringeal orifisium

dari tuba eustachius mengakibatkan disfungsi tuba eustachius, dimana hal tersebut

adalah faktor pencetus terpenting dalam kejadian OMA. Disfungsi tuba eustachius

dapat menyebabkan: 1). ketidakseimbangan tekanan antara ruang telinga tengah

dengan ruang nasofaring, 2). Penurunan kemampuan drainase dari telinga tengah ke

ruang nasofaring, 3). Hilangnya kemampuan proteksi telinga tengah dari sekresi

nasofaring. Walaupun pada tahap normal, fungsi otot pembuka dari tuba eustachii

belum berfungsi normal pada anak, namun fungsi ini akan meningkat sesuai

perkembangan usia.

Studi pada binatang. Studi tentang OMA pada binatang menggunakan spesies

kera yang disebut Chinchillas. Chinchillas sangat sesuai digunakan sebagai model

percobaan karena telinga telinga tengahnya mudah dijangkau; sehingga infeksi telinga

tengah dapat diakibatkan dari inokulasi mikroba intranasal; infeksinya hanya sebatas

(terlokalisir) pada telinga tengah saja; dan tidak seperti kebanyakan binatang lainnya,

chinchillas tidak mudah atau tidak rentan terkena infeksi telinga tengah. Pada sebuah

studi awal, chinchillas diinokulasikan dengan secara intranasal dengan virus influensa

A, S. Pneumoniae, atau kedua bakteri tersebut. Selanjutnya, otitis media didapatkan

pada 4% binatang yang diinokulasi dengan virus influensa saja, dan pada 21%

3

Page 4: JurNal ReAding Isi

binatang yang diinokulasi dengan pneumococci saja; tetapi otitis media didapatkan

pada 67% chinchillas yang diinokulasi dengan virus influensa dan S. Pneumoniae.

Studi pada manusia. Sekitar 90% abnormalitas timpanometrik diobservasi

selama minggu pertama penyakit. Studi follow-up timpanometri pada anak selama

musim dingin, tekanan negatif tinggi selama infeksi saluran pernafasan atas dapat

menimbulkan efusi telinga tengah.

Mekanisme dari infeksi virus mana yang menyebabkan disfungsi tuba eustachii

masih belum dipahami dengan jelas. Namun sejumlah studi baik in vivo ataupun in

vitro telah menggambarkan bahwa virus saluran pernafasan telah terbukti mampu

mendorong terbentuknya beberapa mediator inflamasi di nasofaring. Peningkatan

mediator-mediator kimia seperti kinin, histamin, leukotrien, interleukin (IL-1, IL-6,

IL-8), tumor nekrosis faktor, dan RANTES telah ditemukan dalam sekresi nasal dari

pasien dengan infeksi saluran pernafasan, dan konsentrasi dalam sekresi nasal dari

berbagai mediator ini berhubungan dengan tingkat keparahan gejala. Pada

experimental studi dengan relawan orang dewasa, pada akhirnya telah mendapatkan

data bahwa setelah paparan intranasal, beberapa mediator tadi mendorong terjadinya

disfungsi tuba eustachii. Namun mekanisme inflamasi yang diakibatkan dari infeksi

virus tadi sangatlah kompleks dan saling berhubungan satu sama lain bergantung pada

interval waktu tertentu.

VIRUS-VIRUS DALAM TELINGA TENGAH

Pajanan virus dalam Middle Ear Fluid (MEF) selama berlangsungnya OMA

Sejak tahu 1980an sejumlah virus telah dideteksi pada anak dengan OMA

sekitar 20% dari seluruh kasus yang dideteksi dengan teknik antigen detection. Virus

yanhg paling banyak ditemukan pada cairan telinga tengah dalam studi ini adalah

RSV, virus influensa, adenovirus, dan virus parainfluensa. Begitu juga, virus yang

sama telah diidentifikasi dalam ruang nasofaring dari anak dengan OMA. Bahkan,

beberapa virus lain seperti cytomegalovirus dan herpes simplex juga telah berhasil

diisolasi di dalam cairan telinga tengah dari anak penderita OMA.

Sebuah data penguat dari studi pada sebanyak 456 anak penderita OMA telah

menguatkan bukti bahwa terdapat peran aktif beberapa virus dalam patogenesis OMA.

Pada anak dengan OMA karena infeksi RSV berdasarkan penemuan laboratorium,

virus yang sama dapat ditemukan dalam cairan telinga tengah sebanyak 74% dari

4

Page 5: JurNal ReAding Isi

seluruh kasus yang ada. Persentase tersebut lebih tinggi daripada data lain yang

menyebutkan sebanyak 52% dideteksi adanya virus parainfluensa dan 42% dideteksi

adanya virus influensa pada anak dengan OMA.

Sekitar duapertiga kasus dimana virus telah terdeteksi dari cairan telinga

tengah dengan cara kultur atau deteksi antigen, ternyata dideteksi juga adanya bakteri.

Hal ini berarti terdapat adanya indikasi infeksi campuran antara bakteri dan virus.

Secara keseluruhan, kombinasi infeksi bakteri-virus telah diperhitungkan sekitar 15%

dari seluruh kasus OMA. Data tersebut kurang proporsional atau kurang dapat

mewakili dari angka kejadian infeksi campuran yang sebenarnya, karena terlihat

bahwa masih adanya virus yang tidak terdeteksi dari proporsi data tersebut.

Walaupun hubungan yang jelas antara virus tertentu dan bakteri telah

dijelaskan dalam hubungannya dengan kejadian OMA, data kasar telah tersedia dalam

menggambarkan adanya potensi hubungan antara tpe virus dan bakteri yang terdapat

dalam cairan telinga tengah. Sebuah studi pada anak penderita OMA telah

menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara virus influensa dan S. pneumoniae.

Dalam spesimen cairan telinga tengah yang berisi bakteri dan virus, S. Pneumoniae

dapat dikultur lebih baik pada cairan telinga tengah yang mengandung virus influensa

daripada pada ciran telinga tengah yang mengandung RSV atau virus parainfluensa.

Efek Virus Terhadap Perjalanan Klinis OMA

Salah satu masalah utama tentang peran aktif virus dalam kasus otitis media

adalah pada penggunaan antibiotik spektrum luas sebagai terapi terhadap bakteri

penyebab, respon klinik terhadap terapi antibiotik tidak memuaskan. Biasanya ini

mengakibatkan adanya penggantian antibiotik dan bahkan penggunaan beberapa

golongan antibiotik dengan asumsi bahwa respon minimal dari bakteri adalah akibat

dari resistensi bakteri karena penggunaan antibiotik itu sendiri. Studi pada anak

dengan gejala persisten OMA telah menunjukkan, bahwa resistensi bakteri hanya

terjadi pada sekitar 20% kasus. Hal ini dapat dinalar, karena jika mukosa telinga

tengah terinfeksi oleh bakteri dan virus secara bersamaan, eradikasi bakteri dengan

antibiotik mungkin tidak cukup untuk menghentikan proses radang pada telinga

tengah, dan infeksi virus yang berkelanjutan kemungkinan dapat mengakibatkan

pemanjangan penyembuhan penyakit.

5

Page 6: JurNal ReAding Isi

Berdasarkan penemuan terbaru tentang beragamnya aktivitas virus yang

berbeda-beda dalan menginfeksi ruang telinga tengah, dapat di hipotesis kan bahwa

akibat dari jenis-jenis virus yang berbeda dalam perjalanan klinis OMA juga

bervariasi. Apakah hipotesis ini benar atau tidak memang belum diketahui, namun

sebuah studi telah menyatakan bahwa rhinovirus umumnya lebih dapat dihubungkan

dengan kegagalan bakteriologis di dalam telinga tengah daripada virus saluran

pernafasan lain.

Mekanisne Interaksi Bakteri-Virus

Terdapat beberapa hipotesis mengenai mekanisme induksi virus: 1). Adanya

produksi atau penghambatan mediator inflamasi dalam telinga tengah, 2). Tertundanya

pembersihan telinga tengah terhadap bakteri, 3). Penurunan penetrasi antibiotik dalam

telinga tengah.

Mediator Inflamasi. Gejala dan tanda klinis OMA lebih dikarenakan oleh

respon peradangan setempat dalam telinga tengah. Baik bakteri ataupun virus telah

diketahui dapat menstimulasi produksi dari sitokin dan mediator inflamasi lainnya

pada tempat yang terinfeksi. Sejumlah mediator inflamasi seperti interleukin, tumor

nekrosis faktor, histamin, leukotrien, dan prostaglandin telah didapatkan dalam cairan

telinga tengah anak penderita OMA. Studi terbaru yang menerangkan bahwa induksi-

virus meningkatkan produksi berbagai mediator inflamasi pada telinga tengah, adalah

penjelasan yang sangat dapat diterima berkaitan dengan adanya efek samping dari

infeksi virus pada tahap resolusi OMA.

Proses pembersihan bakteri yang lambat (delayed). Studi pada manusia dan

hewan experimen telah membuktikan mengenai terjadinya disfungsi tuba eustachii

akibat dari induksi virus. Penurunan fungsi drainase dari telinga tengah ke ruang

nasofaring pada OMA dapat dipikirkan sebagai perlambatan mekanik dari

pembersihan bakteri di dalam telinga tengah. Mekanisme potensial lain yang

menyebabkan perlambatan proses pembersihan bakteri adalah adanya disfungsi

leukosit polimorfonuklear yang telah dibuktikan terjadi selama infeksi virus influensa

A baik pada manusia atau pada chinchilla.

Penurunan penetrasi antibiotik. Telah dihipotesiskan bahwa infeksi virus

pada mukosa telinga tengah menyebabkan inflamasi lokal yang diintervensi dengan

penetrasi antibiotik ke dalam telinga tengah, ternyata hanya konsentrasi kecil dari

6

Page 7: JurNal ReAding Isi

antibiotik yang berhasil masuk ke cairan telinga tengah. Pada binatang experimen,

penurunan penetrasi antibiotik ke dalam telinga tengah telah dibuktikan pada binatang

yang terinfeksi hanya oleh virus dan pada binatang yang terinfeksi baik virus maupun

bakteri, dibandingkan dengan binatang yang hanya terinfeksi oleh bakteri. Pada

manusia, farmakokinetik amoxicillin telah dipelajari dengan menggunakan 30 anak

penderita OMA. Konsentrasi rata-rata amoxicillin yang tertinggi adalah pada anak

dengan infeksi bakteri, lebih rendah pada anak dengan infeksi bakteri dan virus, dan

paling rendah pada anak yang dengan infeksi virus saja. Namun, karena kecilnya

sampel dalam studi ini kurang dapat menggambarkan kesimpulan pasti dari studi ini,

sehingga penelitian lebih lanjut sangat diperlukan.

PENCEGAHAN OMA

1. Vaksin (Viral Vaccine)

Barangkali bukti terpercaya dari peran virus saluran pernafasan dalam kasus

OMA telah didapatkan dari intervensi langsung dan penelitian investigasi terhadap

efektifitas vaksin virus terhadap pencegahan OMA. Penelitian mengenai efektifitas

vaksin virus influensa intranasal yang baru dikembangkan, telah dicobakan pada 1.062

anak berusia sekitar 15-71 bulan. Efektifitas vaksin terhadap influensa adalah sebesar

93% dan insidensi demam karena OMA menurun sebanyak 30% pada anak yang

memperoleh vaksin.

Namun sayangnya, selama ini vaksin influensa adalah vaksin yang baru

tersedia untuk mengontrol infeksi virus saluran pernafasan. Hal tersebut menandakan

bahwa vaksin lain yang juga melawan infeksi virus pernafasan lain, seperti RSV, dapat

digunakan untuk pencegahan inveksi virus, dan mencegah terjadinya komplisasi

berupa OMA. Beberapa tipe vaksin melawan RSV dan virus parainfluensa akhir-akhir

ini telah dikembangkan dan beberapa darinya sudah berada di klinik.

2. Viral Immune Globuline

Studi epidemiologis telah menerangkan bahwa penggunaan tranplacentally

acquired neutralizing antibodies melindungi janin dari infeksi RSV, dan penggunaan

antibiotik secara pasif telah dianjurkan sebagai salah satu pencegahan OMA.

Plivizumab, adalah monoklonan antibodi rekombinan manusia yang langsung

melawan glikoprotein F dari RSV, telah menunjukkan dapat digunakan untuk

menurunkan tingkat kebutuhan opname pada bayi prematur. Namun begitu,

7

Page 8: JurNal ReAding Isi

palivizumab tidak mencegah infeksi RSV dan tidak dapat menunjukkan hasil untuk

menurunkan insiden OMA.

3. Agen Antiviral

Pada prinsipnya, agen antiviral dapat digunakan baik untuk pencegahan dan

terapi infeksi virus. Pencegahan yang sesuai terhadap penyakit karena virus dengan

mnggunakan obat anti virus dapat diharapkan untuk menurunkan respon inflamasi,

yang pada akhirnya dapat menurunkan kejadian komplikasi infeksi virus, termasuk

OMA. Saat ini, terapi sfesifik antivirus untuk virus saluran pernafasan yang tersedia

adalah hanya terapi untuk virus influensa. Sebuah studi telah mengevaluasi efektifitas

dari oseltamivir, suatu Influensa neuraminidase inhibitor, dalam pencegahan OMA

pada anak. Namun begitu, dengan tersedianya antivirus yang efektif melawan semua

virus utama, masih terdapat dua permasalahan dalam prakteknya. Pertama, manifestasi

klinis dari infeksi virus yang berbeda satu dengan yang lain biasanya susah dibedakan,

khususnya pada anak, dan penggunaan secara optimal agen antivirus membutuhkan

adanya identifikasi positif dari virus penyebab infeksi. Kedua, inisiasi terapi antiviral

seharusnya terjadi segera setelah onset gejala infeksi saluran pernafasan dan paling

lambat setelah 48 jam.

KESIMPULAN

Terdapat perkembangan bukti-bukti bahwa etiopatogenesis OMAadalah lebih

kompleks dari yang selama ini dipahami, termasuk adanya hubungan-hubungan sebab-

akibat yang saling terkait. Dimungkinkan juga bahwa banyak faktor-faktor esensial

terlibat dalam proses penyalit yang masih perlu diteliti.

Pada akhirnya, studi lebih lanjut mengenai respon dari host inflamasi dan

mekanisme interaksi virus dan bakteri diperlukan untuk menerangkan mekanisme

yang dapat digunakan sebagai target intervensi untuk meningkatkan terapi OMA atau

untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut.

8

Page 9: JurNal ReAding Isi

9