jurnal ptk dbe 3_anw-revisi

100

Upload: lecong

Post on 09-Dec-2016

260 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi
Page 2: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

JURNAL PTK DBE3Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Decentralized Basic Education 3

Jurnal ini hanya terbit satu kali; isinya memuat hasil kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yangdilakukan oleh para guru dalam Program Decentralized Basic Education (DBE3) yang didanai olehUnited States Agency for International Development (USAID) di Indonesia.

Jurnal ini dimaksudkan sebagai sarana inovasi dan praktik peningkatan mutu pembelajaran di kelas,yang dapat berguna bagi berbagai kalangan: praktisi, pengambil kebijakan, pemerintah, dankalangan profesional lain yang bergerak di bidang pendidikan di Indonesia. Isi dari artikel yangterdapat dalam Jurnal ini menjadi tanggung jawab penulis dan Program Decentralized Basic Educa-tion 3 dan tidak mencerminkan pandangan dari USAID maupun Pemerintah Amerika Serikat.

Ketua PenyuntingAbdur Rahman Asa’ri

Lorna PowerSupriyono Koes Handayanto

Ujang Sukandi

Penyunting PelaksanaArifin Rahman

Catherina Murni WahyantiFuraidah

Hadi SuwonoMohammad Najid

DesainAnwar Holil

DistribusiDBE3

Alamat RedaksiIndonesia Stock Exchange, Building Tower 1, Suite 306A

Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53Jakarta 12190

Email: [email protected]

Page 3: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

DAFTAR ISI

PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT MODELMATEMATIKA DARI SOAL CERITA ………………………………………………………………………… 1Eneng Erliani, Eli Rohmatullaeli, dan Nanang

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER(NHT) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PENGUASAANKONSEP MATEMATIKA ………………………………………………………………………………………… 7Mustafa, Yusnani, dan Baharuddin

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KETERAMPILAN SISWA DALAM PEMECAHANMASALAH PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN MODELSTUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) ................................................... 15Endang Sulistiyah, Noer, dan Guntur Sumilih

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA ILMIAHPADA MATA PELAJARAN IPA .................................................................................... 25Endang Wahyuningsih, Hantoro, dan Sifak Indana

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODELKOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) ....................... 33Nurfaidah, Rahmawati, dan Nurhayati

PENINGKATAN KELANCARAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUIINFORMATION GAP ACTIVITIES ………………………………………………………………………….... 41Arif Mustopa, Mudayat, dan Ismukoco

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUKMENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA …………………………………………………………….. 49Rosmawati, Purnama Dewi, dan Yulhefi

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN SISWA MENGKONSTRUKSI KONSEP IPSMELALUI PEMBELAJARAN INQUIRI ……………………………………………………………………… 57Tirto Adi, Marsiti, dan Oksiana Jatiningsih

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN MEDIA GAMBAR ........... 69Sulasdi, Risyani, dan Rahayu Pristiwati

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS LAPORAN MELALUI MODELPEMBELAJARAN AMATI PETAKAN INFORMASIKAN KEMBANGKAN (APIK) ............... 75Sutarno, Suyanto, dan Titik Indarti

PENINGKATAN KOMPETENSI MENGUBAH HASIL WAWANCARA MENJADIKARANGAN NARATIF MELALUI CURAH GAGASAN DENGAN POLAKOOPERATIF DUA-DUA-EMPAT ................................................................................. 85Santoso Budi Sulistiyo, Abdul Rasyid, dan Nensilianti

Page 4: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Refleksi dari Penelitian Tindakan Kelas

Dalam Penelitian Tindakan Kelas, guru melakukan penelitian dalam kelasnya sendiri den-gan tujuan lebih mengenal cara mengajar mereka dan bagaimana cara memperbaikinya.Pada saat melakukan Penelitian Tindakan Kelas, guru mengidentifikasi dan memecahkanpermasalahan dalam kelas dengan melakukan perubahan dan mengevaluasi perubahantersebut, melalui sebuah siklus proses aksi, refleksi, revisi, refleksi dan revisi lebih lanjut,sampai guru tersebut merasa puas akan perubahan yang telah dilakukannya. Dengan katalain, Penelitian Tindakan Kelas sama dengan ‘belajar melalui berbuat’.

Walaupun fokus dari penelitian tindakan kelas adalah para siswa dan untuk meningkatkanpembelajaran siswa, penelitian ini adalah sebuah alat yang sangat baik untuk membantupengembangan profesional guru. Hal ini karena penelitian tindakan kelas memberikesempatan kepada guru untuk secara kritis merefleksikan cara mengajar mereka sertapengaruhnya terhadap pembelajaran siswa, melalui sebuah cara yang terstruktur.

Karena Penelitian Tindakan Kelas menggunakan cara reflektif sebagai metodepeningkatan mutu pembelajaran, Kementerian Pendidikan Nasional di Indonesiamemasukkannya sebagai salah satu syarat kunci dalam upaya peningkatan kualitas guru.Dewasa ini, untuk mendapatkan Sertifikasi Pendidik Profesional, para guru di Indonesiaharus ‘Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan profesionalisme mereka.’

Untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia tersebut, United States Agency forInternational Development (USAID) mendanai proyek Decentralized Basic Education 3(DBE3) untuk merancang dan menerapkan program yang dapat membantu para gurumelakukan Penelitian Tindakan Kelas.

Program Penelitian Tindakan Kelas DBE3 melatih dan memfasilitasi 25 guru dari sekolah-sekolah mitra DBE3 untuk melakukan penelitian di kelas mereka dan untuk menyebarkanhasilnya kepada guru lain. Setiap guru dibantu oleh rekan kerja dari sekolah yang samadan dosen dari perguruan tinggi atau widyaiswara dari LPMP.

Dalam PTK ini, setiap guru diminta untuk berfokus pada satu permasalahan yang merekahadapi di kelasnya dan menemukan pemecahan bagi permasalahan tersebut denganmenerapkan proses sistematis sebagai berikut:

Langkah 1: Merefleksikan pembelajaran dan mengidentifikasi satu permasalahan yangmemiliki pengaruh besar terhadap situasi kelas. Melakukan kajian pustakasingkat untuk mendapatkan informasi dasar mengenai permasalahan tersebutdan bagaimana pemecahannya.

Langkah 2: Merumuskan pemecahan bagi permasalahan dan mengembangkan rencanatindakan. Menentukan metode pengumpulan data saat menguji tindakan dikelas, terutama berkaitan dengan belajar siswa.

Langkah 3: Menerapkan pemecahan masalah di dalam kelas dan mengumpulkan data.Langkah 4: Menganalisis data dan menemukan kecenderungan peningkatan belajar siswa.Langkah 5: Merefleksikan hasil dan menentukan langkah tindak lanjut berdasarkan hasil

tersebut.

EDITORIAL

Page 5: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Jika strategi (tindakan pemecahan masalah) baru tersebut berhasil meningkatkan belajarsiswa, para guru akan menggunakan lagi strategi tersebut dalam konteks pembelajaranyang sama. Jika strategi tersebut tidak meningkatkan belajar siswa, para guru dimintauntuk mengulang langkah 2, 3 dan 4 dengan menggunakan strategi/tindakan yangberbeda.

Langkah 6: Menyebarkan hasil penelitian dengan cara menulis laporan penelitian,menulis artikel/jurnal ilmiah untuk diterbitkan, dan mempresentasikan hasilpenelitian kepada rekan guru di sekolah atau MGMP.

DBE3 mengadakan lokakarya rutin enam bulanan dan kunjungan lapangan untukmembantu para guru melakukan penelitian mereka. Namun demikian, dalam setiapkesempatan, DBE3 memberdayakan guru dan memastikan bahwa mereka bertanggungjawab penuh dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penelitianmereka. Para guru menentukan sendiri permasalahan yang akan diteliti,mengembangkan, melaksanakan, dan melaporkan penelitian mereka. Guru sendiri lahyang memutuskan apa yang akan dan tidak akan diubah, apa yang perlu dipelajari daripengalaman, sekalipun kegagalan, serta untuk senantiasa mengajukan pertanyaan danmenjawabnya secara sistematis.

Program Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan kegiatan yang cukup menantang.Sebagian besar peserta belum pernah melakukan penelitian jenis apapun. Beberapa yangsudah pernah melakukan penelitian belum pernah melakukan Penelitian Tindakan. Halserupa juga dialami oleh fasilitator dari DBE3. Maka, yang menjadi tantangan terbesarbagi peserta dan fasilitator adalah memahami bahwa penelitian tindakan kelas tidaksama dengan penelitian yang biasanya dilakukan di Indonesia.

Penelitian Tindakan Kelas bukanlah tentang seorang peneliti yang meneliti sebuah topikdan menggali semua informasi yang dibutuhkan untuk memberikan jawaban “benar”serta menghasilkan pengetahuan teoretis. Melainkan proses mengubah seseorangmenjadi peneliti, menilai situasi dan permasalahan nyata, serta melihat bagaimanatindakan mereka berpengaruh terhadap hasilnya. Tidak ada klaim tentang objektivitas danrelevansi hasil bagi pihak lain tidaklah penting. Praktik adalah ’jantung’ dari PenelitianTindakan Kelas, bukan teori.

Sangatlah penting untuk selalu mengingatkan tentang karakteristik mendasar dariPenelitian Tindakan Kelas ini selama program berlangsung karena sering kali peserta danfasilitator kembali pada apa yang sudah mereka ketahui dan terlalu berfokus pada teoridaripada praktik. Hal ini menyebabkan beberapa peserta menilai program ini terlaluakademis sehingga seperti ‘menyelesaikan penelitian tingkat pasca-sarjana’.

Karena Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu hal yang masih baru, beberapa fasilitatorDBE3 sering kali hanya lebih maju selangkah daripada peserta dan memiliki pemahamanyang berbeda tentang pendekatan penelitian tindakan ini. Beberapa kali para gurukebingungan karena ‘menerima petunjuk yang berganti-ganti’ dari para fasilitator. Paraguru berpendapat bahwa sebaiknya fasilitator terlebih dahulu ‘menyamakan pendapatdan pendekatan untuk menghindari kebingungan.’ Sebuah saran yang masuk akal danakhirnya diikuti oleh para fasilitator.

Page 6: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Problema lain yang dihadapi dalam program ini adalah memastikan bahwa hasil akhirnya(laporan penelitian) dapat bermanfaat untuk proses sertifikasi guru. Ini berarti proyekharus seimbang dalam mengikuti regulasi dari Kemdiknas tentang Penelitian TindakanKelas, yang cenderung terlalu akademis dan berbelit-belit, dan pada saat yang samamemastikan agar proses penelitian tindakan kelas ini sederhana dan mudah dilakukan.Penyesuaian pun harus dilakukan.

Sifat siklis dari penelitian tindakan ini dirasakan guru terlalu rumit dan memakan waktuyang lama. Terkadang guru merasa frustrasi dan terbebani oleh proses ini. Tanpaterkecuali, pada titik tertentu semua guru merasa kesulitan dan membutuhkan panduandan dorongan untuk melanjutkan penelitian mereka.

Walaupun terdapat beberapa kelemahan, hasil dari program ini terbukti sangatbermakna. Di akhir program, 96% tim berhasil menyelesaikan laporan mereka. Semuanyamerasa sangat puas karena telah berhasil mengembangkan ‘pengetahuan yang baiktentang Penelitian Tindakan Kelas’ dari ’orang yang sangat berkualitas’ dan mendapathasil akhir yang ‘sangat berguna untuk sertifikasi dan kenaikan jabatan’.

Bagi banyak peserta, proses yang mereka lalui saat menyelesaikan penelitian tindakan inisama pentingnya dengan, atau lebih penting dari, hasil yang mereka dapatkan. Banyakguru berpendapat bahwa proses penelitian tindakan kelas ini membuat mereka lebih se-ring berpikir tentang apa yang mereka lakukan di kelas dan membantu mereka‘menyadari pentingnya meningkatkan kualitas praktik mengajar mereka.’ Para guru men-gatakan bahwa penelitian ini telah ‘menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih baik’,membuat guru menjadi ‘kreatif dalam mencari cara untuk meningkatkan prestasi siswa’,membantu guru untuk ‘berpikir tentang cara menyelesaikan permasalahan di dalamkelas’, memberi mereka ‘kesempatan untuk mencoba hal-hal baru di dalam kelas’, danyang terpenting ‘bisa lebih merefleks apakah cara mengajar mereka baik atau tidak’.

Menurut peserta, program Penelitian Tindakan Kelas DBE3 juga berpengaruh terhadap‘pengembangan kerja sama antara guru dan dosen dari LPMP dan Universitas’. Guru‘dapat belajar dan menambah pengetahuan teoretis dan kemampuan meneliti dari paradosen dan para dosen dapat belajar tentang realita mengajar di sekolah’, dan merekamerasa hal ini dapat membantu mereka dalam melatih guru baru. Sejumlah guru jugamengatakan bahwa program ini telah membantu meningkatkan kerja sama dengan rekankerja mereka di sekolah.

Salah satu hasil penting dan tidak terduga adalah apresiasi peserta yang melihat Peneli-tian Tindakan Kelas sebagai sebuah alat berharga untuk melatih para guru. Kebanyakanpeserta berpendapat bahwa DBE3 harus mendiseminasi program Penelitian TindakanKelas di provinsi, kabupaten, dan sekolah-sekolah lain di Indonesia karena penelitian ini‘sangat berhubungan dengan pekerjaan guru sehari-hari, dibandingkan dengan penelitianilmiah lain’.

Maka, dengan adanya guru dan dosen yang berpengalaman dan dapat membantu mela-kukan Penelitian Tindakan Kelas, DBE3 berharap untuk melakukan program serupa yangsederhana dan lebih baik di tahun 2011 mendatang.

Page 7: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Walaupun hasil Penelitian Tindakan Kelas tidak dimaksudkan untuk dapat diberlakukandalam situasi dan kondisi lain, berbagi hasil dari ide-ide yang inovatif dan menantang da-pat menginspirasi guru-guru lain, memancing diskusi, dan memberi ruang untuk diskusitentang pembelajaran. Oleh karena itu, DBE3 menyajikan jurnal ini, tidak hanya untukmenginsiprasi guru lain untuk menguji strategi mengajar yang ada di dalam jurnal, tetapijuga mendorong guru untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas sendiri.

Artikel-artikel yang terdapat dalam jurnal ini merupakan contoh yang mewakili PenelitianTindakan Kelas yang dilakukan dalam program DBE3. Penelitian ini dilakukan dalam limamata pelajaran, yaitu Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Masing-masing membahas tentang berbagai permasalahan yang berhubungan dengan mana-jemen kelas, strategi pembelajaran, pengembangan dan penggunaan bahan ajar. Artikel-artikel tersebut juga menggambarkan berbagai metode pengumpulan data seperti tes,survei, dialog, diskusi kelompok terfokus maupun diskusi kelas. Satu hal yang sama dariartikel-artikel yang ada adalah bahwa semuanya menggambarkan hasil kerja keras paraguru peserta yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.

Semua materi program Penelitian Tindakan Kelas DBE3 dan salinan lengkap dari laporanpenelitian tersebut tersedia secara cuma-cuma di: www.dbe3elearning.net atauwww.inovasipendidikan.net.

Page 8: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi
Page 9: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANMEMBUAT MODEL MATEMATIKA DARI SOAL CERITA

Eneng Erliani, Eli Rohmatullaeli, dan Nanang *)

Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas ini dimaksudkan untuk menemukan modelpembelajaran soal cerita yang mampu meningkatkan kemampuan siswa membuat modelmatematika dari soal cerita tersebut. Penelitian dilakukan di SMPN 4 Tarogong KidulGarut dengan subyek 40 orang siswa kelas VII D. Hasil analisis terhadap data yangdikumpulkan melalui observasi, wawancara, jurnal refleksi siswa, dan tes menunjukkanbahwa di dalam membelajarkan soal cerita: (1) siswa perlu dibantu dan didorong untukmenerjemahkan soal cerita ke dalam bahasa mereka sendiri, (2) di dalam lembar kerjasiswa, hendaknya disediakan contoh masalah sekaligus terjemahannya dalam bahasasiswa, (3) sebelum bekerja di dalam kelompok, para siswa hendaknya diminta untukbekerja secara individual terlebih dahulu.

Kata Kunci: Bahasa siswa, belajar matematika, model matematika, soal cerita, terjemah.

PendahuluanKemampuan memecahkan masa-

lah yang berbentuk soal cerita merupakankompetensi penting yang harus dimilikisiswa. Kemampuan tersebut berkontribusidalam kemampuan pemecahan masalahhidup sehari hari (Haji, 1994; Bernawi,2010), meningkatkan kemampuan berpikirdeduktif, dan memperkuat pemahamanmatematika siswa (Haji, 1994).

Sayangnya, kemampuan parasiswa di SMP Negeri 4 Tarogong Kidul,Garut, dalam memecahkan masalah dalambentuk soal cerita masih memprihatinkan.Dari tahun ke tahun, kurang lebihsebanyak 85% siswa mengalami kesulitanmemecahkan masalah soal cerita. Seper-tinya siswa kurang mampu mengubahmasalah yang dituliskan dalam bentukcerita tersebut menjadi model mate-matika. Ini terbukti dari kenyataan bahwarata-rata hampir sekitar 70% siswamampu menyelesaikan masalah yangmodel matematikanya sudah jelas.

Secara umum, kemampuanmemecahkan soal cerita merupakan bagi-an dari kemampuan memecahkan masa-lah matematika. Polya (Biryukov, 2003:2),Soedjadi (1994), dan Haji (1994), menge-mukakan empat langkah pokok pemeca-han masalah matematika, yaitu: (1) mema-hami masalah, (2) merumuskan rencanapenyelesaian, (3) menjalankan rencanatersebut, dan (4) melihat kembali penye-lesaiannya. Sehubungan dengan itu, untukmembantu siswa memiliki kemam-puanpemecahan masalah, pembelajaran mate-matika hendaknya membantu siswamenguasai langkah-langkah pemecahanmasalah tersebut. Terkait dengan perma-salahan yang peneliti uraikan di atas,pembelajaran harus lebih banyak diarah-kan untuk membantu siswa memahamimasalah.

Dalam konteks soal cerita, pembe-lajaran untuk memahami masalah adalahpembelajaran yang dimaksudkan untukmembantu siswa mengubah cerita

*) Eneng Erliani adalah guru di SMPN 4 Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat. Eli Rohmatullaeli adalah gurudi SMPN 4 Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat. Nanang adalah dosen di Sekolah Tinggi Keguruan dan IlmuPendidikan, Garut, Jawa Barat.

Page 10: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Dalam konteks soal cerita,pembelajaran untuk memahami masalahadalah pembelajaran yang dimaksudkanuntuk membantu siswa mengubah ceritatersebut menjadi model matematika.Selama ini, praktik pembelajarannyadilakukan peneliti dengan metode tanyajawab. Peneliti menuliskan soal cerita itudi papan, dan langsung menugaskan siswasecara klasikal mengubah soal cerita itu(langsung dari yang tertulisnya dalambahasa Indonesia) menjadi “Apa yangdiketahui? Apa yang ditanyakan?, dan Apamodel matematikanya”. Sepertinya prak-tik ini kurang cocok untuk siswa. Terbukti,banyak siswa yang mengemukakanpertanyaan: “Bu, eta bahasa Sundananaon? (Bu ini bahasa sundanya apa?)”ketika peneliti meminta siswa menuliskan“Apa yang diketahui? Apa yang ditanya-kan? dan Apa model Matematika?” darisuatu soal cerita. Peneliti curiga bahwakegagalan ini banyak ditimbulkan olehpenguasaan bahasa siswa.

Di Kabupaten Garut, serta dikabupaten-kabupaten lain di wilayahPropinsi Jawa Barat, para siswa sangatdianjurkan untuk mempelajari bahasaSunda. Bahkan, ada hari-hari tertentudimana semua siswa, guru, dan seluruhwarga sekolah diwajibkan berbahasaSunda. Sedikit banyak, bahasa Sundatampaknya telah mempengaruhi sistemklasifikasi bahasa yang digunakan siswa.Ketika soal yang diberikan tidak dalambahasa Sunda, siswa mengalami kesulitanmemahaminya. Ini sesuai denganpendapat Shapir–Worp (Widhiarso, 2005)menyatakan bahwa pikiran manusiaditentukan oleh sistem klasifikasi daribahasa yang digunakannya.

Peneliti tertarik untuk memper-timbangkan penggunaan bahasa Sundadalam pembelajaran pemecahan masalahsoal cerita. Hal ini diperkuat olehpernyataan Muhlasin (Meirina: 2009),“pendekatan bahasa ibu dalam pembe-lajaran sangat efektif dalam mempercepat

pamahaman”. Karena itu, rumusan masa-lah penelitian ini adalah sebagai berikut:“Pembelajaran pemahaman soal ceritayang bagaimanakah yang mampumembantu siswa membuat model mate-matika dengan baik?” Dengan rumusanini, peneliti berharap bisa memperolehbentuk pembelajaran pemahaman soalcerita yang mampu membantu siswamembuat model matematikanya.

MetodePenelitian ini dilaksanakan di kelas

VII D SMP 4 Tarogong Kidul Garut.Mayoritas siswa SMP ini (75%) berasaldari keluarga pra sejahtera. Setiap kelasrata–rata dihuni oleh 43 siswa. Semuasiswa diterima tanpa seleksi. Umumnya,mereka berasal dari daerah pegunungandengan jarak rata–rata 6 km dari sekolah.Perjalanan ke sekolah biasanya merekatempuh dengan berjalan kaki.

Di dalam penelitian ini, penelitimenggunakan model Penelitian TindakanKelas (PTK). Penelitian berlangsung dalam2 siklus, dan pada setiap siklus dilakukandua kali pertemuan. Setiap siklus terdiridari langkah-langkah berikut: (1) peren-canaan, (2) pelaksanaan tindak pembela-jaran, (3) pengamatan terhadap tindakpembelajaran dan dampaknya, serta (4)refleksi terhadap tindak pembelajaranyang telah dilakukan.

Pada Siklus I, langkah-langkahpembelajaran yang dilakukan penelitiadalah sebagai berikut: (1) Guru membericontoh soal cerita, (2) guru bersama siswamenterjemahkan contoh soal ke dalambahasa sendiri (bahasa Sunda), (3) gurubersama siswa membuat model mate-matika, (4) siswa diberi Lembar Kerja (LK)berbentuk soal cerita, (5) bersamakelompoknya, siswa membuat modelmatematika, (6) perwakilan salah satukelompok mempresentasikan hasil kerja-nya di depan kelas dan ditanggapi olehkelompok lain, (7) hasil karya siswadipajang di kelas sebagai sumber belajar.

2

Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Cerita

Page 11: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

oleh kelompok lain, (7) hasil karya siswadipajang di kelas sebagai sumber belajar.

Langkah-langkah pada siklus IIsecara garis besar sama dengan langkah-langkah pada siklus I. Hal yang membe-dakan hanya pada langkah 4 dimana jika didalam LK pada siklus I tidak diberikancontoh soal dan jawaban; maka padasiklus II diberikan contoh soal danjawaban. Di samping itu, LK pada siklus Itidak menuntut siswa untuk menuliskanterjemah dari soal cerita ke dalam bahasaSunda, sedangkan pada siklus II siswadituntut untuk menuliskannya.

Di dalam penelitian ini, indikatorkeberhasilan tindakan yang dijadikanpedoman adalah kemampuan siswamembuat model matematika dari soalcerita. Tindak pembelajaran dianggaptelah berhasil apabila “sedikitnya 60%siswa mampu membuat dengan benarminimal 60% model matematika dari soal-soal cerita yang diberikan pada setiappertemuan”. Jika tidak demikian, tindakpembelajaran dianggap gagal, dan perludiperbaiki serta dicobakan pada siklusberikutnya.

Sehubungan dengan indikatorkeberhasilan tersebut, data yang dikum-pulkan di dalam penelitian ini adalah datatentang kemampuan siswa dalam mem-buat model matematika dari soal cerita.

Data ini dikumpulkan dengan cara mem-berikan tes yang memerintahkan siswamengubah soal cerita menjadi modelmatematika.

Mengingat penelitian inidimaksudkan untuk mendeskripsikan tin-dak pembelajaran yang mampu mening-katkan kemampuan mengubah soal ceritamenjadi model matematika, maka disamping data kemampuan membuatmodel matematika, data lain yang jugadikumpulkan adalah: (1) data tentangtindak pembelajaran guru, dan (2) datarespons siswa terhadap pembelajaran.Data tentang tindak pembelajaran gurudikumpulkan melalui observasi olehanggota peneliti, dan data respons siswadiperoleh dari tulisan refleksi siswa, sertahasil wawancara peneliti dengan siswa.Semua data ini dipertimbangkan untukkegiatan analisis dan refleksi, dan menen-tukan perubahan tindak pembelajaranyang diperlukan.

Hasil dan PembahasanBerikut disajikan data dari setiap

siklus dan pembahasannya.Siklus I

Data tentang hasil tes padapertemuan satu dan dua dapat disajikanpada tabel 1 berikut:

Pertemuan

Ke

Banyak-nya Soal

Banyaknya siswayang menjawabBenar sedikitnya

60% dari soalyang diberikan

Persentasebanyaknya siswayang menjawabBenar sedikitnya

60% dari soal yangdiberikan

KriteriaIndikator

KeberhasilanSimpulan

1 3 12 29%

60% siswamampumembuatdengan benarminimal 60%modelmatematikadari soal-soalcerita yangdiberikan

Belumberhasil

2 8 9 22%Belum

berhasil

Tabel 1. Data Hasil Tes pada Siklus Satu

3

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Page 12: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PertemuanKe

BanyakSoal

Banyaknya siswayang menjawabBenar sedikitnya

60% dari soalyang diberikan

Persentasebanyaknya siswayang menjawabBenar sedikitnya

60% dari soal yangdiberikan

Kriteria IndikatorKeberhasilan

Simpulan

1 3 27 66% 60% siswamampu membuatdengan benarminimal 60%modelmatematika darisoal-soal ceritayang diberikan

Berhasil

2 5 28 68,29 % Berhasil

Tabel 2. Data Hasil Tes pada Siklus Dua

Berdasarkan tabel 1 tampakbahwa pada umumnya siswa belummampu membuat model matematika. Iniberarti tindak pembelajaran pada siklus Iperlu dibenahi.

Tim peneliti selanjutnya menga-dakan pertemuan untuk melakukananalisis dan refleksi. Di dalam pertemuanini teridentifikasi bahwa selama siklus Itersebut: (1) guru tidak memberi instruksikepada siswa untuk menuliskan terjemahsoal cerita ke dalam bahasa siswa sendiri,(2) bimbingan yang diberikan guru kurang

optimal, (3) guru berbicara terlalu cepat,(4) LK tidak diberi contoh atau informasi,dan (5) keterbacaan soal tidak jelas.

Berdasarkan hasil analisis siklus I,diputuskan bahwa pada siklus II penelitimelakukan perbaikan-perbaikan antaralain: (1) siswa dituntut untuk menuliskanterjemahan soal cerita di dalam LK, (2)guru menterjemahkan kalimat per kalimatdan menunggu siswa selesai menuliskan-nya, (3) LK diberi informasi/contohterbimbing, (4) guru membimbing dengancara mengunjungi semua kelompok danmemberikan pertanyaan arahan. Disamping itu, (5) jika pada siklus I siswamembuat model matematika secaraberkelompok, pada siklus II diperbaiki jadisiswa membuat model matematikanya

secara bertahap, yakni secara individualterlebih dahulu, kemudian hasilnya didis-kusikan dengan kelompoknya, (6) kalausebelumnya hasil kerja dipresentasikan didepan kelas, maka pada perte-muan inidilakukan karya berkunjung ke kelompoklain dan saling komentar.

Siklus 2Data tentang hasil tes pada

pertemuan satu dan dua dapat disajikanpada tabel 2 berikut:

Berdasarkan data di atas, tampak

bahwa hasil tes - 1 siklus II, sebenarnyasudah diperoleh 66% siswa yang mampumembuat model matematika sedikitnya60% dari jumlah soal cerita yang diberikan.Hal ini menunjukkan bahwa indikatorkeberhasilan penelitian sudah tercapai.Akan tetapi, peneliti tidak tergesa-gesamengambil kesimpulan.

Peneliti ingin mengetahui apakahhasil ini cukup konsisten. Sehubungandengan itu, peneliti melanjutkan perte-muan kedua. Ternyata, indikator kebe-rhasilan juga tetap tercapai. Karena itu,peneliti memutuskan bahwa tindakpembelajaran telah berhasil denganbaik, dan siklus berikutnya tidakdiperlukan lagi.

Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Cerita

4

Page 13: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Penelitian ini menunjukkan bahwapemberian kesempatan kepada siswauntuk menerjemahkan soal cerita kedalam bahasa Sunda membantu merekamemiliki kemampuan membuat modelmatematika dari soal cerita dengan baik.Hal ini sejalan dengan pendapat Worp-Shapir (Widhiarso, 2005), Bernardo(2005), dan Muhlasin (dalam Meirina,2009) tentang peran penguasaan bahasa.Soal cerita yang sudah disajikan denganbahasa yang sudah dikuasai secara lebihbaik, ternyata lebih mudah diubahmenjadi model matematikanya.

Hal penting lain yang diperolehdari penelitian ini adalah “dituliskannya didalam LK berisi beberapa informasi dancontoh soal lengkap dengan jawabannyaternyata membantu meningkatkankemampuan siswa membuat model mate-matika.” Hal ini sejalan dengan pendapatSupriyanto (2006) yang menyatakanbahwa LK yang dilengkapi dengan infor-masi atau contoh soal yang dilengkapijawaban, dapat meningkatkan kemam-puan pemahaman siswa sebesar 30%.”

Terkait dengan meminta siswauntuk terlebih dahulu menuliskan modelmatematika secara individual, menuruthemat peneliti ini akan memberikankesempatan kepada siswa untuk mencobamemahami soal cerita tersebut. Perco-baan ini bisa berhasil tetapi juga bisagagal. Akan tetapi, percobaan itu sendiritelah memberikan kesempatan kepadasiswa untuk mengolah struktur kognitifyang dimilikinya. Skema di dalam strukturkognitifnya mungkin akan menjadi lebihkaya dan lebih terhubungkan. Denganbegitu, siswa siap untuk berdiskusi denganteman kelompoknya, dan memperolehpemahaman yang lebih baik.

Namun demikian, kalau diperha-tikan, kenaikan persentase siswa yangmenjawab benar minimal 60% dari soalyang diberikan sebenarnya tidak terlalutinggi. Salah satu faktornya mungkinadalah jumlah soal tes di pertemuan 2

lebih banyak sedangkan waktu tes sama.Di samping itu, tampak-nya ada faktor lainyang perlu diperhatikan. Lester & Kehle(2003) menyatakan bahwa seorangpemecah masalah yang baik, dalam rangkamengubah representasi yang satu kerepresentasi yang lain, senantiasa meng-koordinasikan pengalaman dan penge-tahuan yang sudah dimiliki, representasiyang sudah dikenal, pola-pola penyim-pulan, dan intuisi mereka. Tampaknyapola-pola penyim-pulan dan penggunaanintuisi siswa masih perlu ditingkatkan. Inisejalan dengan temuan Romadhina(2007), yang menyatakan bahwakemampuan bernalar dan kemampuanberkomunikasi siswa berkontribusi padakemampuan pemecahan masalah siswa.

Simpulan dan SaranPada dasarnya, syntax pembela-

jaran dalam rangka pembelajaran untukmembantu siswa mampu membuat modelmatematika dari soal cerita adalah sebagaiberikut: (1) Guru memberi contoh soalcerita, (2) guru bersama siswa menterje-mahkan contoh soal ke dalam bahasasendiri (bahasa Sunda), (3) guru bersamasiswa membuat model matematika, (4)siswa diberi Lembar Kerja (LK) berbentuksoal cerita, (5) bersama kelompoknya,siswa membuat model matematika, (6)perwakilan salah satu kelompok mempre-sentasikan hasil kerjanya di depan kelasdan ditanggapi oleh kelompok lain, (7)hasil karya siswa dipajang di kelas sebagaisumber belajar. Berdasarkan hasil analisisdan pembahasan, agar pembelajaran iniberhasil dengan baik, maka pada tahap(4), di dalam LK juga harus tersedia contohsoal cerita dan contoh terjemahannya.Selanjutnya, sebelum siswa berkelompokmembuat model matematika, secaraindividual, mereka harus membuat modelmatematika, dan model inilah yangdidiskusikan di dalam kelompok.

Sehubungan dengan hasil simpu-lan di atas, kepada kepada para guru yang

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

5

Page 14: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

didiskusikan di dalam kelompok.Sehubungan dengan hasil

simpulan di atas, kepada kepada para guruyang para siswanya mengalami kesulitandalam membuat model matematika darisoal cerita, peneliti menyarankan agarmencobakan model pembelajaran yangtelah peneliti lakukan.

Agar diperoleh hasil yang lebihmapan, mengingat di dalam penelitian ini,

KD yang dicakup hanyalah pemecahanmasalah yang berkaitan dengan bilanganbulat dan pecahan; persamaan linear satuvariabel; himpunan juga konsep segiempat dan segitiga, peneliti menyarankanagar rekan peneliti lain berkenan menelitipenerapan pembelajaran ini untuk KDyang lain.

6

Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Cerita

Daftar Rujukan

Bernardo, A. (2005) The Journal of Psychology Interdisciplinary and Applied. Volume 139number 5/ September 2005 page : 413-425

Bernawi, P.I. (2010). Proses dan Strategi Riset. Makalah. Bandung: Kopertis IV.

Biryukov, P. (2003). Metacognitive Aspects of Solving Combinatorics Problems. Berr-Sheva: Kaye College of Education.

Haji, M. (1994). Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita di Kelas VISD Negeri Percobaan Surabaya. Tesis, PPS IKIP Malang.

Lester, F. K., & Kehle, P. E. (2003). From problem solving to modeling: the evolution ofthinking about research on complex mathematical activity. In: R. Lesh, & H. Doer(Eds.), Beyond constructivism. Models and modeling perspectives on mathematicsproblem solving, learning, and teaching (pp. 501–517). Mahwah, NJ: Lawrence Erl-baum Associates, Publishers.

Meirina, Z (2009). Peran Bahasa Ibu dalam Memberantas Buta Aksara. http://www.borneotribune. com/Pandora. html

Romadhina, D. (2007). Pengaruh Kemam-puan Penalaran dan Kemampuan KomunikasiMatematik terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok BahasanBangun Ruang Sisi Lengkung Siswa Kelas IX SMP Negeri 29 Semarang MelaluiModel Pembelajaran Pemecahan Masalah. Skripsi, FMIPA, Universitas NegeriSemarang

Supriyanto. (2006). Kerucut Pemahaman. http://supriyanto.fisika.ui.ac.id/kerucut pema-hamanbag3.html [on line] 14 Juli 2010. Tersedia.

Widhiarso, W. (2005). Pengaruh Bahasa terhadap Pikiran. Yogyakarta: Fakultas PsikologiUGM.

Page 15: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODELNUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN

KEAKTIFAN DAN PENGUASAAN KONSEP MATEMATIKA

Mustafa, Yusnani, dan Baharuddin*)

Abstrak: Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan model pembelajaran NHT(Number Head Together) yang mampu meningkatkan keaktifan dan pemahaman konsepmatematika siswa. Menggunakan Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif, penelitianmenunjukkan bahwa Model NHT yang mampu meningkatkan keaktifan dan pemahamankonsep matematika siswa memiliki beberapa sifat sebagai berikut: (1) pertama kali, modelNHT harus dijelaskan secara jelas terlebih dahulu kepada siswa, lisan maupun tertulis, (2)pengelompokan siswa hendaknya dibuat dinamis, (3) pemberian bimbingan kepada siswahendaknya terdistribusi merata, (4) penyaji setiap kelompok hendaknya ditentukan secaraacak dengan menggunakan amplop tertutup.

Kata Kunci: Pemahaman Konsep, Pembelajaran Kooperatif, NHT, Keaktifan Siswa.

*) Mustafa adalah seorang guru di MTs Negeri Takalala, Soppeng, Sulawesi Selatan. Yusnani adalah Guru SMPMuhammadyah Lajoa, Soppeng, Sulawesi Selatan. Baharuddin adalah Widyaiswara Lembaga PenjaminanMutu Pendidikan, Sulawesi Selatan.

PendahuluanDalam era pembelajaran konstruk-

tivistik keterlibatan secara aktif dalampembelajaran merupakan kunci utamabelajar. Keaktifan dalam belajar seringmenjadi prediktor yang baik bagi hasilbelajar (Suparno, 1997). Sayangnya,selama beberapa tahun peneliti mengajardi kelas VIII B MTsN Takalala, keaktifansiswa dalam pembelajaran matematikamasih memprihatinkan (rata-rata 30%tidak mengerjakan tugas, 10% beranimenjawab, 5% berkontribusi dalampenyimpulan) dan maksimal hanya 60%siswa yang memenuhi kriteria ketuntasanminimal (KKM).

Jika dua penyakit ini tidak segeradiatasi, hasil belajar siswa akan terusrendah, siswa kesulitan dalam mepelajarimateri lain (dalam matematika maupunmata pelajaran lainnya), serta bisamenyebabkan tidak lulus Ujian Nasional.Mereka juga akan menakuti, membenci,dan menghindari pelajaran Matematika

(Suherman dkk, 1999). Oleh karena itu,peneliti memandang perlu untukmenemukan pembelajaran yang dapatmeningkatkan keaktifan dan pemahamankonsep matematika.

Dari berbagai macam mode bela-jar, menjelaskan pemahamannya kepadaorang lain merupakan model belajar yangsangat tinggi membantu pemahamansiswa (Ari Samadi, tanpa tahun). Olehkarena itu, akhir-akhir ini, modelpembelajaran kooperatif merupakansalah satu model pembelajaran yangpaling banyak disarankan. Di samping itu,pembelajaran kooperatif, secaraserem pa k ter nyat a m em bant uterkembangkannya tiga dari empatmacam kecakapan hidup, yaitu kecakapanpersonal, kecakapan sosial, dankecakapan akademis.

Salah satu bentuk model pembela-jaran kooperatif adalah Numbered HeadTogether (NHT). Dibandingkan denganmodel pembelajaran kooperatif lainnya,

Page 16: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

8

NHT memiliki beberapa keistimewaan.Ditinjau dari sisi proses, penerapan NHTlebih mudah dilakukan dibandingkandengan model koperatif tipe lainnya.Menurut Kagan (dalam Maesuri, 2002),Numbered head together (NHT) hanyamemuat empat tahap pembelajaran,yaitu: (1) penomoran, (2) pengajuanpertanyaan, (3) berpikir bersama, (4)menjawab (Ibrahim, 2000; Maesuri,2002).

Ditinjau dari sisi perolehanbelajar, NHT tidak kalah potensinyad i b a n d i n g k a n d e n g a n m o d e lpembelajaran kooperatif lainnya.Numbered head together (NHT)membantu penguasaan konsepmatematika, meningkatkan kemampuankerja sama, dan kemampuan berfikirkritis (Nur, 2000). Bagi siswa yang hasilbelajarnya rendah, menurut Lundgren(dalam Ibrahim, 2000), NHT mampumeningkatkan kepercayaan diri siswa,memperbaiki tingkat kehadirannyadalam proses belajar mengajar, lebihmudah menerima orang lain,mengurangi perilaku yang mengganggu,m e n g u r a n g i k o n f l i k a n t a rpribadi, meningkatkan budi pekerti,kepekaan sosial dan toleransi,memperoleh pemahaman yang lebihmendalam, serta hasil belajar lebih baik.

Oleh karena itu, peneliti telahmencoba menerapkan model NHT ini didalam kelas. Akan tetapi, dari beberapakali menerapkan pembelajaran modelNHT, peneliti masih belum merasa puas.Keaktifan dan hasil belajar matematikasiswa masih rendah.

Mengingat potensi baik yangdimiliki oleh NHT, peneliti tertarik untukmencari tahu model pembelajaran NHTyang bagaimanakah yang mampum e n i n g ka t ka n ke akt i f a n d a npenguasaan konsep matematika siswa.Pene l i t i ingin mencar i caramelaksanakan pembelajaran NHT yangmampu meningkatkan keaktifan dan

penguasaan konsep matematika siswa.Peneliti berharap agar temuanpenelitian ini memberikan inspirasikepada guru matematika lainnya,terutama guru-guru di MadrasahTsanawiyah, untuk memperbaiki praktikpembelajarannya, serta memotivasiuntuk melaksanakan PTK lainnya.Dengan begitu, peneliti berharapkualitas pembelajaran di MTs bisaberkembang lebih baik, minimalseimbang dengan kualitas pembelajarandi SMP. Bagi siswa, peneliti berharappembelajaran matematika bisa berjalanlebih baik mengembangkan potensimereka dari waktu ke waktu.

Metode

Penelitian ini menggunakanPenelitian Tindakan Kelas dan berlang-sung selama dua siklus. Penelitianberlangsung di Kelas VIII B MTs NegeriTakalala Kabupaten Soppeng padaSemester Genap tahun pelajaran2009/2010. Pelaksanaan Tindakandimulai pada bulan Januari s.d Mei2010. Jumlah siswa yang terlibat didalam penelitian ini sebanyak 25 orangyang terdiri dari 14 orang laki-laki dan11 orang perempuan dimana siswa dikelas ini heterogen dilihat darikemampuan, latar belakang sosial,ekonomi dan budaya.

Peneliti menetapkan beberapakriteria sebagai indikator keberhasilanpenerapan pembelajaran NHT. Untukaspek keaktifan, faktor yangdiperhatikan adalah keaktifan siswadalam: (1) mengerjakan tugas yangdiberikan, (2) mengajukan pertanyaanpada guru, (3) menjawab pertanyaanguru, (4) bertanya pada teman dalampresentasi hasil, (5) menjawab danberpendapat dalam presentasi hasil, (6)m e m b e r i m a s u k a n d a l a mmenyimpulkan materi. Penelitiandikatakan meningkatkan keaktifan

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untukMeningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

Page 17: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

9

manakala rata-rata dari semua aspekkeaktifan mencapai minimal 75%.

Untuk aspek penguasaan konsepmatematika, peneliti menetapkankriterianya berdasarkan hasil belajarmatematika yang diukur 2 kali dalamsetiap siklus, yaitu pada setiap 2 kalipertemuan. Pembelajaran dikatakanmampu meningkatkan penguasaankonsep matematika siswa manakalasedikitnya 75% siswa memperoleh nilaiminimal 75.

Sehubungan dengan indikatorkeberhasilan di atas, data yangdikumpulkan dalam penelitian ini (1)tingkat keaktifan siswa, dan (2)penguasaan konsep matematika siswa.Tingkat keaktifan siswa diukur dengancara, pengamatan terhadap langkah-langkah pembelajaran dan suasanakelas pada saat pembelajaranberlangsung, Penguasaan konsepmatematika siswa diukur dengan caramemberikan post tes. Data tentangkeaktifan siswa dikumpulkan olehpengamat sedangkan data tentangpenguasaan konsep matematikadikumpulkan oleh peneliti. Mengingatini adalah PTK, maka di dalam penelitianini juga dikumpulkan data-data tentangpraktik/tindakan guru. Dalam hal ini,tersedia catatan lapangan.

Data-data yang diperoleh inidiperiksa akurasinya dengan cara salingberbagi data sesama peneliti.Selanjutnya, data tersebut diolah dandianalisis dengan cara membandingkandata tersebut dengan kriteria padaindikator keberhasilan. Manakala keduajenis data yang dikumpulkan tersebutlebih baik daripada kriteria-kriteria yangditetapkan, maka pembelajaran modelNHT tersebut dikatakan sudah berhasilm e n i n g ka t ka n ke akt i f a n d a npenguasaan konsep matematika siswa.Manakala sedikitnya satu dari keduajenis data yang ada lebih rendah kalaudibandingkan dengan kriteria yangditetapkan, pembelajaran model NHTtersebut masih belum berhasilm e n i n g ka t ka n ke akt i f a n d a npenguasaan konsep matematika siswadan pembelajaran NHT perlu diperbaikipada siklus berikutnya.

Hasil dan Pembahasan

Siklus I.

Pada siklus I ini, peneliti melak-sanakan pertemuan persiapan dan me-nyepakati perubahan model pem-belajaran NHT sebagai berikut (1)penjelasan tentang NHT, (2) pe-nomoran, (3) mengerjakan LKS,(4) pre-sentasi, (5) memberi penghargaan.Pertemuan berlangsung. di MTsN

No Indikator keberhasilan Rata-rataRata-rata

(%)

1 Keaktifan mengacungkan tangan mengajukan pertanyaankepada guru

11 44

2 Keaktifan mengacungkan tangan menjawab pertanyaankepada guru

10.25 41

3 Keaktifan bertanya jawab dalam kelompok menyelesaikan lks 21 84

4 Keaktifan mengacungkan tangan mengajukan pertanyaankepada teman pada saat presentasi

14.75 59

5 Keaktifan mengacungkan tangan menjawab atau berpendapatpada presentasi

9 36

6 Keaktifan memberi pendapat dalam menyimpulkan materi 7.5 30

Total Nilai 49

Tabel 1. Analisis Keaktifan Siswa

Page 18: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

10

Takalala selama 1 hari. Pada saatpersiapan ini pula, peneliti mengem-b a n g k a n s e m u a p e r a n g k a tpembelajaran (RPP, LKS) dan perangkatpenelitian yang diperlukan (PanduanPengamatan Keaktifan, Tes PenguasaanKonsep Matematika).

Pada pertemuan pertama sampaikeempat para peneliti menjalankansemua rencana yang telah disiapkan.Peneliti utama bertindak sebagai guru,sedangkan dua teman yang lain bertindaksebagai pengamat dan pengumpul data.

Pada tabel 1 menunjukkan rata-rata keaktifan siswa mengacungkantangan dan mengajukan pertanyaankepada guru adalah 44%, rata-rata keak-tifan siswa mengacungkan tangan men-jawab pertanyaan kepada guru adalah41%, rata-rata keaktifan siswa bertanyajawab dalam kelompok menyelesaikanLKS adalah 84%, rata-rata keaktifansiswa mengacungkan tangan mengaju-kan pertanyaan kepada teman pada saatpresentasi adalah 59%, rata-rata keakti-fan siswa mengacungkan tangan men-jawab atau berpendapat pada presen-tasi adalah 36%, dan keaktifan siswamemberi pendapat dalam menyimpul-kan materi adalah 30%, sehingga rata-rata dari dari semua indikator adalah49%. Ini menunjukkan bahwa tingkatkeaktifan siswa masih di bawah kriteriaindikator keberhasilan yang menuntut75%.

Data penguasaan konsep sebagaiberikut:

Pada tabel 2 di atasm e n u n j u k k a n b a h w a t i n d a kpembelajaran yang telah dilakukanbelum berhasi l meningkatkan

penguasaan konsep matematika siswa.

Setelah mengamati lebih cermatcatatan lapangan dan mengaitkanlangkah-langkah yang dilakukan gurudengan tingkat keaktifan danpenguasaan konsep siswa, disimpulkanbahwa tindakan pembentukankelompok yang tidak pernah berubahanggotanya tampaknya perlu diubahmenjadi anggota kelompok harus selaluberubah, satu kelompok mendapatkansatu LKS harus diubah pembagian lkskepada setiap siswa, pembimbinganhanya dilakukan pada kelompok yangbertanya harus diubah pembimbingandilakukan pada semua kelompok,instruksi pengerjaan LKS kurang jelasharus diubah instruksi LKS harus jelas,dan tidak semua perwakilan kelompokbisa terpanggil nomornya pada saatpresentasi harus diubah pada saatpresentasi ada yang mewakili setiapkelompok.

Siklus II

Pelaksanaan pembelajaran siklusII dilaksanakan pada bulan Maretsampai dengan Mei 2010 Kegiatanpembelajaran pada siklus II terdiri dariempat kali pertemuan, sertab e r p e d o m a n p a d a r e n c a n apembelajaran yang telah disusunpeneliti. Sub pokok bahasan yangdiajarkan adalah tentang Lingkaran

Pada awal pembelajaran gurumenginformasikan mengenai materiyang akan dipelajari dan kegiatan

pembelajaran yang akan dilaksanakanserta melakukan apresepsi dan motivasi.Kemudian melaksanakan pembelajaran

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untukMeningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

Pertemuan ke Jumlah Siswa Yang Kriteria Keberhasilan Simpulan

1 9 siswa (36%)18 siswa (75%)

Belum Berhasil

2 15 siswa (60%) Belum Berhasil

Tabel 2. Hasil Ulangan Harian Kelas VIII MTs Negeri Takalala

Page 19: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

11

sesuai langkah-langkah pembelajaranNumbered Head Together (NHT).

Pada tabel 3 menunjukkan rata-rata keaktifan siswa mengacungkan tan-gan dan mengajukan pertanyaan kepadaguru adalah 94%, rata-rata keaktifansiswa mengacungkan tangan menjawabpertanyaan kepada guru adalah 75%,rata-rata keaktifan siswa bertanya jawabdengan guru dalam kelompok menyele-saikan LKS adalah 72%, rata-rata keakti-fan siswa mengacungkan tangan untukmengajukan pertanyaan kepada temanpada saat presentasi adalah 71%, rata-rata keaktifan siswa mengacungkan tan-gan menjawab atau berpendapat padapresentasi adalah 76%, dan keaktifansiswa memberi pendapat dalam menyim-pulkan materi adalah 72%, sehingga rata-rata dari semua indikator keberhasilanadalah 76,6%. Ini menunjukkan bahwatindak pembelajaran telah berhasilmeningkatkan keaktifan siswa.

Data penguasaan konsep sebagaiberikut:

Pada tabel 4 menunjukkan bahwatindak pembelajaran yang telah dilakukan

belum berhasil meningkatkan penguasaankonsep matematika siswa.

T a m p a k b a h w a t i n d a kp e m b e l a j a r a n t e l a h b e r h a s i lmeningkatkan penguasaan konsepsiswa. Dengan demikian, tindak pembe-lajaran model NHT yang telahdimodifikasi ini mampu meningkatkankeaktifan siswa serta penguasaankonsep matematikanya. Karena itu,tindak pembelajaran dipandang sudahmemadai, dan tidak perlu dikem-bangkan lanjut pada siklus berikutnya.

Berdasarkan data-data padapenelitian, tampak bahwa tingkatkeaktifan siswa dan pemahaman konsepmatematika siswa meningkat tajam. Inisejalan dengan temuan Jhonson &Jhonson (dalam Nurhadi, 2003) yangmenyatakan bahwa pembelajarankooperatif, termasuk NHT, memilikibebera pa keu ng gul an, ya i t u :(a) Memudahkan penyesuaian sosial;

Pertemuan ke Jumlah Siswa yang Menjawab Benar Kriteria Keberhasilan Simpulan

1 18 siswa (75%)18 siswa (75%)

Berhasil

2 20 siswa (83,33%) Berhasil

Tabel 3. Keaktifan siswa

Tabel 4. Hasil Ulangan Kelas VIII, MTs Negeri Takalala

No Indikator Keberhasilan Rata-rataRata-rata

(%)

1 Keaktifan mengacungkan tangan mengajukan pertanyaankepada guru

23,5 94

2 Keaktifan mengacungkan tangan menjawab pertanyaankepada guru

18,75 75

3 Keaktifan bertanya jawab dalam kelompok menyelesaikan LKS 18 72

4 Keaktifan mengacungkan tangan mengajukan pertanyaankepada teman pada saat presentasi

17,75 71

5 Keaktifan mengacungkan tangan menjawab atau berpendapatpada presentasi

19 76

6 Keaktifan memberi pendapat dalam menyimpulkan materi 18 72

Total Nilai 76,6

Page 20: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

12

(b) meningkatkan keterampilanmetakogitif, kemampuan memandangmasalah dan situasi dari berbagaiperspek-tif motivasi belajar instrinsik,(c) mengembangkan sikap positifterhadap belajar dan pengalamanbelajar, (d) meningkatkan keterampilanhi du p ber go to n g -ro yo ng, (e )meningkatkan ke-mampuan berpikirdivergen, (f) meng-ubah pandanganklise dan stereotip menjadi pandanganyang dinamis dan realistis, (g)meningkatkan rasa har-ga diri danpenerimaan diri, dan (h) me-ngembangkan hubungan positif antarasiswa dengan guru dan personelsekolah.

Peningkatan keaktifan dan pema-haman konsep ini diperoleh setelahpembelajaran Number Head Togetherdiberi perbaikan sebagai berikut:

Penjelasan tentang langkah-langkah NHT dan Tujuan Pembelajaran.Di dalam penelitian ini, penjelasantentang langkah-langkah NHT dantujuan pembelajaran dilakukan denganmenuliskan di karton dan di tempelkandi papan tulis serta menyampaikantujuan pembelajaran. Hal ini membantusiswa untuk merujuk tindakan yangharus dilakukan dan tujuan yangdiharapkan. Pembelajaran berjalandengan efisien dan efektif. Ini sesuaidengan pendapat Ibrahim (2000).

Penentuan Anggota Kelompok.Di dalam penelitian ini, anggotakelompok dibuat berbeda pada setiappertemuannya. Anggota kelompok yangb e rb ed a in i t er nya ta te la hmengakibatkan siswa yang semula bisamenguasai anggota lainnya terpaksaharus menyesuaikan diri lagi, dan tidaksombong. Anggota kelompok tidak adayang bersifat superior dan inferior.Mereka memiliki derajat yang sama, danakibatnya mereka harus saling memberi,saling menerima, saling membantu.Keaktifan belajar menjadi meningkat,

dan hasil belajar bisa lebih baik. Inisesuai dengan pendapat Nurhadi ( 2003)dan Ani (2004).

Lembar Kerja Siswa (LKS). Didalam penelitian ini, LKS dilengkapidengan petunjuk kerja dan imformasiserta ada tugas yang memancing siswauntuk berbuat. Petunjuk kerja daninformasi yang jelas ini telah membuatsiswa mengetahui secara pasti apa yangharus dilakukan. Ini membuat merekaterlibat aktif dalam kerja kelompok.

Bimbingan dan Motivasi. Penelitimemberikan bimbingan kepada semuakelompok dan mengarahkan agar salingkerja sama dengan cara memberimotivasi kepada seluruh siswa bahwa“kalian mempunyai hak yang samadalam pembelajaran ini”. Dengan caraini, mereka mampu menjalin hubungandengan baik dengan teman-temannyadan gurunya, dan saling bekerja samadan saling membantu dalam kelompokmasing-masing. Ini sesuai denganpendapat Lestari (2006).

Penentuan Presenter Kelompok.Di dalam penelitian ini, guru memberi-tahukan bahwa presenter dari setiapkelompok ditentukan dengan caramemanggil nomor yang tersedia didalam amplop tertutup. Karena inidiberitahukan sejak dari awal, setiapsiswa tidak bisa mengandalkan dirikepada teman yang pandai di dalamkelompok. Mereka harus berusahamengerti hasil kerja kelompok danmenyiapkan diri untuk menjadi presen-ter. Ini membuat siswa berpartisipasiaktif dalam kerja kelompok dan me-nyatukan pendapat di dalam kelompok(Ibrahim, 2000; Lie, 2002; Widdiharto,2004)

Simpulan dan Saran

Hal-hal penting yang perludiperhatikan agar Pembelajaran modelNHT bisa meningkatkan keaktifan dan

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untukMeningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

Page 21: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

13

penguasaan konsep matematika siswaadalah (1) pada tahap penjelasantentang NHT, guru tidak sekedarmenjelaskan secara lisan saja, tetapijuga menuliskan di kertas karton danhasilnya dipajangkan di tembok, (2)pada tahap pembentukan kelompok,anggota kelompok pada setiappembelajaran dibuat berubah-ubah, (3)pada saat diskusi kelompok, ketuakelompok ditentukan oleh guru dengancara menunjuk mereka yang dianggapc ep at m e re spo n s p e nj e l as anguru,kemudian membagikan LKS kepadasetiap anggota kelompok, danbimbingan diberikan kepada semuakelompok, tanpa terkecuali, (4) padasaat presentasi, penentuan penyajinyadilakukan dengan mengambil nomordari amplop yang berisikan nomoranggota kelompok, dan amplop tersebutdibuka sesaat ketika sesi presentasiakan dimulai, (5) sementara pada saatpemberian penghargaan, bentukpenghargaannya berupa tepuk tangandan pujian

Sesuai dengan hasil penelitian diatas, para guru yang menggunakanpembelajaran NHT untuk meningkatkankeaktifan dan penguasaan konsep

matematika siswa, disarankan agarmelakukan hal-hal berikut (1) padatahap penjelasan tentang NHT, gurutidak sekedar menjelaskan secara lisansaja, tetapi juga menuliskan di kertaskarton dan hasilnya dipajangkan ditembok, (2 pembentukan kelompok,anggota berubah-ubah, (3) ketuakelompok ditentukan oleh guru dengancara menunjuk mereka yang dianggapc ep at m e re spo n s p e nj e l as anguru,kemudian membagikan LKS kepadasetiap anggota kelompok, danbimbingan diberikan kepada semuakelompok, tanpa terkecuali, (4)penentuan penyajinya dilakukan denganmengambil nomor dari amplop yangberisikan nomor anggota kelompok (5)pemberian penghargaan, bentukpenghargaannya berupa tepuk tangandan pujian.

Selanjutnya, penelitian inidilaksanakan pada KD di kelas VIIIMungkin saja model ini tidak cocokuntuk KD yang lain atau kelas yang lain.Karena itu, peneliti menyarankan agarpeneliti lainnya berkenan untuk menelitimodel NHT yang telah peneliti lakukanini ke KD yang lain dan/atau di kelasyang lain.

Daftar Rujukan

Ani,T. C. (2004). Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press.

Ari Samadi, T.M.A. (tanpa tahun). Pembelajaran Aktif (Active Learning). Depdiknas danADB: Engineering Education Development Project, ADB Loan No. 1432-INO.Diunduh dari izaskia.files.wordpress.com/2010/03/makalah-active-learning.doctanggal 24 nopember 2010 .

Ibrahim, M. dkk, (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas NegeriSurabaya.

Lestari, L. P. (2006). Keefektifan Pembelajaran Dengan Penggunaan Alat PeragaDan Lembar Kerja Siswa (LKS) Terhadap Hasil Belajar Matematika Dalam PokokBahasan Bangun Segi Empat Pada Siswa Kelas VII Semester 2 SMP MuhamadiyahMargoaari Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2005/2006. Skripsi S1 PendidikanMatematika: UNNES.

Page 22: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

14

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untukMeningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

Lie, A. (2002). Cooperative Learning: mempraktikkan Cooperative Learn ing di dalamRuang-Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Maesuri, S. (2003). Makalah: Suatu Alternatif Model Pelatihan Lan- jutan untuk MateriPenilaian Autentik. Jakarta: Direktorat PPD-KA.

Nurhadi dkk. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.Surabaya: Universitas Negeri Malang.

Nur, M, dkk. (2000). Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan Pendekatan Kontruktivisdalam Pembelajaran. Surabaya: UNS.

Suherman, E. dkk. (1999). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:UPI.

Suparno, P. (1997). Filsafat Kons- truktivitas dalam Pendidikan.Yogjakarta: Kanisius.

Widdiharto, R. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPGMatematika Yogyakarta.

Page 23: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KETERAMPILAN SISWADALAM PEMECAHAN MASALAH PADA PEMBELAJARANMATEMATIKA DENGAN PENERAPAN MODEL STUDENT

TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

Endang Sulistiyah, Noer Imamah, dan Guntur Sumilih*)

Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan pelaksanaanmodel pembelajaran STAD yang mampu meningkatkan partisipasi siswa dalam kerjakelompok dan sekaligus keterampilan pemecahan masalah matematikanya. Subyekpenelitian terdiri dari 40 orang siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Purwosari KabupatenPasuruan. Data dikumpulkan melalui pengamatan, tes, catatan lapangan, dan catatankhusus dari siswa-siswa yang berkebutuhan khusus. Hasil analisis menunjukkan bahwapenggunaan pendekatan deduktif dan induktif yang tidak dibatasi penggunaan media,terutama pada tahap penyajian kelas model STAD, mampu meningkatkan keaktifanpartisipasi dan keterampilan pemecahan masalah matematika siswa.

Kata kunci: Keterampilan pemecahan masalah, partisipasi siswa, pembelajaran koopera-tif, STAD

*) Endang Sulistiyah dan Noer Imamah adalah seorang guru di SMP Negeri 1 Purwosari, Jawa Timur. GunturSumilih adalah Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Jawa Timur.

PendahuluanData yang diperoleh dari hasil

observasi tiga tahun terakhir, sekitar 30%sampai 40% siswa kelas VII, SMP Negeri 1Purwosari, Pasuruan belum mencapaiKriteria Ketuntasan Minimal matapelajaran Matematika. Sekor merekamasih di bawah 65. Hal ini mendorongpeneliti untuk mencari bentuk pembe-lajaran lain yang mampu meningkatkanketuntasan belajar siswa.

Berdasarkan kajian penelititerhadap penelitian tentang pengaruhpenggunaan pembelajaran kooperatifpada umumnya, dan model STAD padakhususnya, (Purwanti, 2003; Sa’adah,2003; Nurhadi dkk, 2004), danpengalaman peneliti mengikuti pelatihan-pelatihan (LPMP, DBE3, serta pelatihanlainnya), pada tahun pelajaran 2009/2010,peneliti mencobaterapkan pembelajaranmodel STAD di kelas VII G. Akan tetapi,pelaksanaan model STAD ini ternyata

masih jauh dari kata sempurna.Peneliti menemukan kenyataan

bahwa rata-rata hanya terdapat 2 (dua)siswa di setiap kelompok yang aktifmengerjakan tugas kelompok. Pembagiantugas juga tidak merata. Siswa terlihatbelum saling mempercayai jawabantemannya. Di samping itu, 6 dari 8kelompok yang ada, ditemukan adanya 1siswa yang mendominasi pengerjaan tugaskelompok, dan 31,3% siswa tidak tuntasbelajarnya. Ini bertentangan dengantemuan sebelumnya (Purwanti, 2003;Sa’adah, 2003).

Mengingat keaktifan dan hasilbelajar matematika merupakan tuntutanyang penting untuk belajar pada jenjangberikutnya atau untuk berjuang dalamkehidupan sehari-hari, fenomena negatifini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.Siswa harus diupayakan agar selalu aktifterlibat di dalam pembelajaran, danmemperoleh hasil belajar yang baik.

Page 24: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

16

Mengingat pula banyaknya aspek positifdari pembelajaran kooperatif, termasukSTAD, peneliti menduga adanya langkah-langkah pembelajaran yang kurangsempurna yang telah peneliti lakukan.

Menurut Slavin (dalam Maisaroh,2004) pembelajaran STAD terdiri dari limalangkah pokok, yaitu: (1) Penyajian Kelas,(2) Belajar dalam Kelompok, (3) Tes/Kuis,(4) Skor Peningkatan Anggota Kelompok,dan (5) Penghargaan Kelompok. Ketidakaktifan siswa dan kurang tingginya hasilbelajar siswa, tentu disebabkan olehketidaksempurnaan dalam menjalankan

langkah-langkah pokok tersebut.Selama ini, lima langkah pokok

pembelajaran STAD tersebut penelitilakukan dengan cara berikut. Penyajiankelas dilakukan dengan berceramahsecara klasikal tanpa variasi. MenurutBudiardjo (1994) praktik semacam ini tidakefektif karena penggunaan ceramahsecara terus menerus tanpa divariasikandengan teknik yang lain dapatmenurunkan konsentrasi siswa untukingatan jangka panjang. Cara yang lebihbaik adalah dengan penyajian fenomenasecara klasikal” yang tidak dibatasi kepadamenjelaskan secara deduktif saja, tetapijuga secara induktif. Ini sejalan dengantemuan Muhammad (2005/2006) yangmenyatakan bahwa pengembangan modelpembelajarna induktif-deduktif dapatmeningkatkan hasil belajar siswa.

Dalam rangka belajar kelompok, adabeberapa hal yang perlu dipertimbangkan.Pertama, pembentukan kelompok. Kedua,jenis tugas yang harus dikerjakan dalamkelompok. Ketiga, penilaian hasil belajarkelompok. Selama ini peneliti melaku-kannya dengan cara membagi kelompoksecara acak menurut nomor absenTampaknya hal ini juga perlu diperbaiki.Pengelompokan secara acak yang selamaini telah peneliti lakukan ternyata tidakselalu menghasilkan kelompok yangheterogen yang merupa-kan prasyaratdihasilkannya kerja kelompok yang ideal

(Maisaroh, 2004).Terkait dengan jenis tugas, selama

ini, jenis tugas yang diberikan untukdikerjakan dalam kelompok adalah tugasyang terfokus pada prosedur dan keakura-tan. Tugas matematika yang terintegrasiyang menuntut kemampuan berfikirtingkat tinggi sangat jarang diberikan.Akibatnya, ketika siswa dihadapkan padatugas yang sulit dan membutuhkankemampuan berfikir tingkat tinggi ataujawabannya tidak langsung diperoleh,siswa cenderung malas mengerjakannya,mereka sering menegosiasikan tugastersebut dengan gurunya dan memintakemudahan (Jarnawi, 2005).

Penilaian terhadap hasil belajarkelompok bisa dua macam. Pertama,penilaian terhadap masing-masingindividu (dengan kata lain: belajarkelompok hanya sekedar menjadi alatuntuk pemahaman masing-masing indivi-du, sehingga setiap anggota mungkin sajamemiliki nilai berbeda). Kedua, penilaianterhadap kelompok (satu kelompokmempunyai nilai yang sama). Selama ini,penilaian terhadap hasil belajar kelompokyang dilakukan peneliti adalah penilaianindividu semata. Praktik sedemikian ba-nyak mengakibatkan individu tidak aktifdalam kelompok. Keberhasilan ataukegagalan kelompok sama sekali tidakmempunyai pengaruh terhadap keber-hasilan individu. Mereka lebih fokus kepa-da kepentingan diri sendiri. Akibatnya,anak yang pintar enggan berbagi idenyadengan teman sekelompoknya, dan anakyang kurang, merasa malu untuk bertanya.Konsolidasi pengetahuan antar siswa tidakterjadi (Ari Samadi, tanpa tahun).

Dalam tahap pemberian kuis,peneliti melakukannya dengan memberi-kan kuis secara klasikal dan memberikankesempatan menjawab hanya pada salahsatu siswa yang angkat tangan dengancepat. Berdasarkan pendapat Prayitno(1989), langkah ini juga memiliki kele-mahan, yaitu: tidak semua siswa yang

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Division

Page 25: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

17

angkat tangan mendapat kesempatanmempertunjukkan kemampu-annya.

Dalam tahap penghitungan skorpeningkatan anggota kelompok, penelitimelakukan dengan langkah membuatperingkat banyaknya aspek keaktifan yangdikuasai dan hasil tes pemecahan masalahserta penghargaan yang diperoleh.Langkah ini memiliki kelemahan yaitu sis-wa yang berada pada peringkat bawahtidak termotivasi.

Dalam tahap penghargaan kelom-pok, peneliti melakukan dengan mem-berikan penghargaan pada saat pembe-lajaran berlangsung dan pada akhirpembelajaran, dengan pemberian stikerdan mengumumkan hasil peringkat 3terbesar, secara terbuka di depan kelas.Cara ini memiliki beberapa kekuatan,yaitu, kelompok termotivasi untukberkompetisi, berusaha memperbaiki hasilprestasi yang telah dicapai sebelumnyadan mengatasi prestasi orang lain.Berdasarkan pendapat Prayitno (1989),langkah ini juga memiliki kelemahan,yaitu: kelompok yang tidak termasuk pe-ringkat tiga terbaik menjadi kurangpercaya diri.

MetodePenelitian ini menggunakan Peneli-

tian Tindakan Kelas (PTK). Data-data yangdikumpulkan mencakup: (1) keaktifansiswa, (2) keterampilan memecahkanmasalah matematika. Data tentangkeaktifan siswa mencakup 6 aspek yaitu1) mendengarkan pendapat teman, 2)membagi kepemimpinan, 3) membuatkeputusan bersama, 4) menyelesaikanbeda pendapat, 5) memberikan informasi,dan 6) bertanya. Sedangkan data tentangketerampilan memecahkan masalahmencakup empat tahap pemecahanmasalah, yaitu 1) memahami masalah(menentukan model matematika dari soalpemecahan masalah), 2) menyusun ren-cana pemecahan, 3) melaksanakan renca-na pemecahan, 4) meninjau kembali

(Polya, 1957). Data tentang keaktifansiswa diperoleh dengan menggunakaninstrumen Lembar Observasi KeaktifanSiswa sedang data keterampilan memecahkan masalah diperoleh dengan tes.

Di samping siswa kelas VII padaumumnya, penelitian ini juga memberikanperhatian khusus kepada siswa yang aspekkeaktifannya sangat rendah. Ini dilakukankarena peneliti ingin mengaktifkan semuasiswa.

Indikator keberhasilan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah: 1) Tiappertemuan dalam satu siklus, minimal 30dari 40 (75%) siswa di kelas menunjukkan4 dari 6 aspek keaktifan. 2) Pada akhirsiklus minimal 20 siswa dari 40 (50%)siswa di kelas memperoleh nilai tespemecahan masalah minimal 70. 3). Padaakhir siklus siswa yang memerlukanperhatian khusus dapat mencapai 3 dari 6aspek keaktifan.

Untuk menentukan suatu tindakansudah berhasil atau perlu diperbaiki padasiklus berikutnya, peneliti membandingkan data yang diperoleh dengan indikatorkeberhasilan. Manakala hasilnya melebihiindikator keberhasilan maka tindakandianggap berhasil dan tidak perludilanjutkan ke siklus berikutnya. Akantetapi jika hasilnya kurang dari indikatorkeberhasilan maka perlu dilanjutkan kesiklus berikutnya.

Sedangkan sumber data dalampenelitian ini adalah siswa kelas VII GSMPN 1 Purwosari tahun Pelajaran 2009-2010, berjumlah 40 orang. Penelitiandilakukan selama tiga bulan.

Hasil dan PembahasanSiklus I

Peneliti memulai pembelajarandengan memberikan penjelasan kepadaseluruh siswa. Penyajian dilakukan dengancara memberikan soal cerita yangberkaitan dengan persamaan danpertidaksamaan linear satu variabel danmembimbing siswa dengan tanya jawab:

Page 26: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

18

bagaimana membuat kalimat matematika-nya dengan benar.

Selanjutnya, siswa bekerja dalamkelompok. Kepada mereka diberikan LKSyang bervariasi yakni dengan model:identifikasi kartu, ‘make a match’, dandengan model permainan mencari hartakarun. Soal-soal yang disajikan dalam LKSjuga dibuat menarik, warna warni, dandilengkapi dengan gambar–gambar yangsering ditemui siswa dalam kehidupansehari-hari dan kontekstual. LKS jugamemuat soal-soal pemecahan masalahyang diharapkan mampu melatih siswauntuk menghadapi tes perorangan agarmendapat nilai yang optimal. Selamamereka mengerjakan LKS, penelitimendampingi siswa dalam diskusikelompok dan mengatur jalannyapresentasi/karya kunjung/kunjung karyaserta menyimpulkan dan menguatkanhasil diskusi.

Peneliti memberikan kuis padapertemuan ke 5, yakni pada tanggal 14November 2009, dan pada pertemuan ke11, yakni pada tanggal 28 Desember 2009.Sedangkan pada akhir siklus guru mem-berikan tes akhir siklus yakni soal-soal tespemecahan masalah Guru memberikanpenghargaan berupa ‘sticker’ di setiappertemuan, dan pada saat kuis diberikan.Penghargaan kelompok dikalkulasi padaakhir siklus. Tiga kelompok yangmemperoleh nilai tertinggi diumumkanguru di depan kelas. Kelompok yangdiumumkan terlihat sangat senang danbersemangat, sedangkan kelompok yangtidak termasuk dalam tiga kelompokdengan nilai tertinggi terpacu denganadanya pengumuman ini.

Berdasarkan tindakan yang sudahdilakukan diperoleh informasi sebagaiberikut:

Tabel 1. Hasil Penelitian Tindakan Kelas pada siklus 1

No Jenis Data Hasil Tindakan Indikator Simpulan

1 Keaktifan Belajar Siswa 38 orang menguasai≥ 4 aspek

30 0rang atau 75% Tercapai

2 Hasil Tes PemecahanMasalah

15 orang mendapatnilai ≥ 70

20 0rang atau 50% BelumTercapai

3 Kemajuan Siswa Khusus 2 orang belummemenuhi indikator

Pada akhir siklusmenguasai 3 dari 6aspek

Belumtercapai

Dari tabel tampak bahwa keaktifanbelajar telah tercapai, sedangkan hasil tespemecahan masalah dan kemajuan darisiswa khusus masih belum berhasilmencapai indikator keberhasilan. Iniberarti perlu dilanjutkan ke siklusberikutnya.

Berdasarkan hasil refleksi terhadaphasil pengamatan tentang tindakpembelajaran yang dilakukan guru, danreaksi siswa, peneliti memutuskan untukmengubah tindakan 1 menjadi: 1)

Penyampaian informasi langkah-langkahsoal pemecahan masalah sesuaiurutannya, 2) Untuk mengatasi tidakmeratanya pendampingan kelompok, guruharus mengatur waktu pendampingankelompok, baik kelompok yang duduk dibagian belakang, tengah, atau pun depansecara merata, 3) Penyampaian jawabankuis secara tertulis, sehingga siswamemiliki kesempatan yang sama untukmenjawab kuis, 4) Mengurangi jumlah soalproblem solving yang harus didiskusikan

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Division

Page 27: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

19

siswa, dan 5) Menurunkan tingkatkesulitan tugas dalam LKS.

Peneliti memulai pembelajarandengan memberikan penjelasan kepadaseluruh siswa. Penyajian ini dilakukandengan cara melakukan apersepsi danmotivasi pada awal pelajaran, dilanjutkanpenyajian kelas, yaitu denganmengingatkan siswa tentang persen,diskon, dan membimbing siswa dengantanya jawab bagaimana menghitungpersen, diskon, bunga bank, serta cicilanper bulan secara benar, dengan waktuyang lebih lama daripada siklus 1. Gurumengkomunikasikan/menanyakan kembaliapakah siswa telah memahami apa yangdisajikan guru.

Selanjutnya, peneliti meminta siswabekerja dalam kelompok. Penelitimengajak siswa bermain peran sebagaipembeli dan penjual sepeda motor padasebuah dealer sepeda motor. Untukmenjadi penjual, tentunya siswa harusbisa mengkalkulasi diskon yang diberikanoleh dealer tempat mereka bekerja,sehingga dapat mempengaruhi pembelidan sepeda motornya laku. Setelahkelompok melakukan peran pembeli danpenjual secara bergantian, penelitimemberikan LKS yang telah direncanakandalam RPP.

Agar dalam kelompok tercipta suatukerja kooperatif yang diharapkan, yaitukeaktifan dan keterampilan pemecahanmasalah, peneliti memberikan LKS yang

menarik (Dengan gambar-gambar yangsering ditemui dalam kehidupan sehari-hari siswa yaitu model brosur sepeda mo-tor serta permasalahan terkait pembeliansepeda motor), serta melatih siswa den-gan soal-soal pemecahan masalah yangdiharapkan mampu melatih siswa untukmenghadapi tes perorangan agar menda-pat nilai yang optimal. Di dalam belajarkelompok ini peneliti mendampingi siswadalam diskusi kelompok secara optimaldengan mendampingi seluruh kelompoksecara merata (termasuk siswa-siswakhusus) dan mengatur jalannya presen-tasi/karya kunjung/ kunjung karya sertamenyimpulkan dan menguatkan hasildiskusi.

Peneliti memberikan tes/kuis indi-vidual pada akhir siklus soal-soal kuis dantes disesuaikan dengan tujuan penelitianyaitu soal-soal pemecahan masalah jawa-ban hasil tes ditulis dalam lembaran. Jikasetelah tes/kuis ditemui siswa-siswa tidakmencapai indikator keberhasilan makatugas kelompok harus membantu anggotakelompoknya untuk mengajari kembalianggotanya sehingga anggota kelompo-knya pada tes ulangan mampu mencapaiindikator yang diharapkan.

Penghargaan kelompok diberikandan diumumkan peneliti secara terbuka didepan kelas setelah berakhir satu siklusdengan mengkalkulasi skor kelompok, tigakelompok yang mendapat nilai tertinggi

mendapat penghargaan.

Tabel 2. Hasil Penelitian Tindakan Kelas pada siklus 2

No Jenis data Hasil Tindakan Indikator Simpulan

1 Keaktifan BelajarSiswa

37 orang menguasai ≥ 4aspek

30 0rang atau 75% Tercapai

2 Hasil TesPemecahanMasalah

29 orang mendapat nilai ≥70

20 0rang atau 50% Tercapai

3 Kemajuan SiswaKhusus

3 orang belum memenuhiindikator

Pada akhir siklusmenguasai 3 dari 6 aspek

Belumtercapai

Page 28: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

20

Dari tabel tampak bahwa keaktifanbelajar dan tes pemecahan masalah telahmencapai indikator keberhasilan tetapi iniberarti tindakan pembelajaran sudahoptimal. Namun denikian ada beberapasiswa memerlukan perhatian khususterkait dengan keaktifan belajarkelompoknya. Masih ada 3 orang yangbelum mencapai indikator yang telahditetapkan.Karena itu siklus berikutnyamasih diperlukan.

Pada siklus I dan II, tindakpembelajaran terhadap 3 orang yangbelum mencapai indikator yang telahditetapkan ini adalah pendampingankelompok secara merata danmemperhatikan siswa-siswa khusus.Menurut Indrawati (2009), tindak ini tidaksesuai untuk siswa yang memerlukanperhatian khusus ini. Karena itu, padasiklus berikutnya, peneliti memutuskanuntuk melakukan perubahan tindakanyaitu pendekatan individual kepada siswayang memerlukan perhatian khusus.

Siklus IIIPeneliti memulai pembelajaran

dengan memberikan penjelasan kepadaseluruh siswa. Penyajian ini dilakukandengan cara melakukan apersepsi danmotivasi pada awal pelajaran danmelaksanakan penyajian kelas, yaitudengan membimbing siswa dengan tanyajawab memahami pengertian himpunan.

Selanjutnya, peneliti meminta siswabekerja dalam kelompok. Kepada merekadiberikan LKS yang telah direncanakandalam RP. Agar dalam kelompok terciptasuatu kerja kooperatif yang diharapkan,yaitu keaktifan dan katerampilanpemecahan masalah, peneliti memberikanLKS yang menarik (Dengan gambar-gambar yang sering ditemui dalamkehidupan sehari-hari siswa), sertamelatih siswa dengan sosl-soalpemecahan masalah yang diharapkanmampu melatih siswa untuk menghadapites perorangan agar mendapat nilai yang

maksimal. Di dalam belajar kelompok inipeneliti mendampingi siswa dalam diskusikelompok secara optimal denganmendampingi seluruh kelompok secaramerata (juga terhadap siswa-siswa khusus)dan mengatur jalannya presentasi/karyakunjung/kunjung karya serta menyim-pulkan dan menguatkan hasil diskusi.

Peneliti memberikan tes/kuis indi-vidual pada akhir siklus. Soal-soal kuis dantes disesuaikan dengan tujuan penelitianyaitu soal-soal pemecahan masalah, jawa-ban hasil tes ditulis dalam lembaran, jikasetelah tes/kuis ditemui siswa-siswa tidakmencapai indikator keberhasilan makatugas kelompok harus membanntu ang-gota kelompoknya untuk mengajari kem-bali anggotanya sehingga anngota kelom-poknya pada tes ulangan mampu menca-pai indikator yang diharapkan, karena skorindividu menentukan skor kelompok.

Penghargaan kelompok diberikandan diumumkan peneliti secara terbukasetelah berakhir satu siklus dengan meng-kalkulasi skor kelompok, tiga kelompokyang mendapat nilai tertinggi mendapatpenghargaan

Bila hal tersebut di atas,dibandingkan dengan pelaksanaan STADyang biasa, dalam kegiatan kelompok ini,peneliti telah mendampingi siswa secaraoptimal, sehingga keaktifan siswa danketerampilan pemecahan masalahnyameningkat. Tampak bahwa indikatorkeberhasilan telah tercapai semua, siswa-siswa khusus telah menguasai 3 aspek dari

6 aspek keaktifan.Dari tabel 3 tampak bahwa

keaktifan belajar dan tes pemecahanmasalah serta siswa-siswa khusus telahmencapai indikator keberhasilan. Iniberarti tindakan pembelajaran sudahoptimal. Sehingga indicator yang di-inginkan dalam penelitian telah memenuhikeinginan dari peneliti. Lebih lanjut akandiperlihatkan pada tabel 3 berikut:

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Division

Page 29: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

21

Lebih lanjut akan dipaparkan pulasajian hasil penelitian dalam tabel dangrafik persentase hasil pengamatan obser-

vasi keaktifan siswa, serta dalam bentuktabel dan grafik persentase hasil tes pe-mecahan masalah sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Penelitian Tindakan Kelas pada siklus 3

No Jenis data Hasil Tindakan Indikator Simpulan

1 Keaktifan BelajarSiswa

39 orang menguasai ≥ 4aspek

30 0rang atau 75% Tercapai

2 Hasil Tes PemecahanMasalah

34 orang mendapat nilai≥ 70

20 0rang atau 50% Tercapai

3 Kemajuan SiswaKhusus

3 orang memenuhiindikator

Pada akhir siklusmenguasai 3 dari 6 aspek

Tercapai

Tabel 4. Persentase hasil pengamatan observasi keaktifan siswa

No Jumlah Aspek KeaktifanSiklus 1 Siklus 2 Siklus 3

Jml % Jml % Jml %

1 ≥ 4 aspek 37.5 93.75 37 92.5 39.5 98.75

2 < 4 aspek 2.5 6.25 3 7.5 0.5 1.25

Dari tabel dan grafik di atas,tampak bahwa persentase siswa yangmemperlihatkan 4 atau lebih aspekkeaktifan adalah sangat tinggi, dan stabil.Tinggi dan stabilnya keaktifan inimenunjukkan bahwa model pembelajaranSTAD ini memang mampu meningkatkan

keaktifan belajar siswa.

Pada grafik di atas, dari siklus kesiklus, juga tampak nyata peningkatanketerampilan pemecahan masalah siswa.Bahkan, peningkatan dari siklus pertamasampai ke siklus ketiga terlihat sangatsignifikan.

Menurut hemat peneliti, kombinasipenyajian kelas dengan deduktif dan

Gambar 1. Persentase hasil tes pemecahan masalah

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

= 70

< 70

Page 30: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

22

induktif, tanpa membatasi penggunaanmedia atau jenis kegiatan, tetapi gurujuga menyajikan dengan bantuan alatperaga, media elektronik (LCD, Film, dll)merupakan salah satu faktor pendukungkeaktifan belajar siswa. Hal sejalandengan penelitian Muhammad(2005/2006), dan pendapat Fadilah(2008). Di samping itu, kegiatan simulasibermain uang dan Make a Match jugamemberikan kontribusi terhadapkeaktifan belajar siswa. Ini sejalan denganpendapat Nikmah (2004) yang menelititentang penggunaan alat peraga uangdalam pembelajaran matematika, sertaIndahwati (2009) yang meneliti tentangpenerapan metode Make a Match.

Ditambah dengan heterogenitasanggota kelompok, belajar dalamkelompok terlihat lebih bergairah.Heterogenitas ini telah mendorongtejadinya aktifitas saling membelajarkan,dan saling mengendalikan. Mereka belajardemi kelompok, bukan demi individumereka. Akibatnya, tumbuh komitmenbersama untuk saling mempersiapkananggota-anggotanya agar hasil kelompokjuga baik. Ini sejalan dengan pendapatMaisaroh (2004) dan hasil penelitianKustiati (2008).

Diberikannya kebebasan untukmenggunakan bahasa apapun dalammemecahkan masalah, dalam berbagiinformasi/pengalaman, pembelajarantampak berjalan alami. Siswa tidakmerasa terlalu terkekang oleh tembokkelas yang selalu menuntut penggunaanbahasa formal. Mereka merasa diberikeleluasaan untuk mengeluarkan potensimereka seoptimal mungkin dengan caramereka sendiri. Akibatnya, mereka asyikdan aktif dalam belajarnya dan berhasilmemahami konsep dengan baik. Ini jugasejalan dengan hasil penelitian Kustiati(2008) dan pendapat Maisaroh (2004)serta Ratna Estri (2010).

Tugas yang menarik, serta kegiatanbermain peran menjadikan anakmemahami dengan baik masalah yangdiberikan. Keterlibatan secara aktif dalambermain peran, memungkinkan siswamemperoleh wawasan dan keterampilanyang lebih baik yang memungkinkanmereka memecahkan masalah lebih baikpula (Rodhiyah, 2006).

Simpulan dan SaranPembelajaran kooperatif STAD yang

mampu meningkatkan keaktifan danketerampilan pemecahan masalah adalahpembelajaran model STAD yang memilikiciri sebagai berikut: (1) penyajian kelasdilakukan secara kombinasi antarapendekatan deduktif atau induktif, (2)penggunaan media tidak dibatasi; gurujuga menyajikan dengan bantuan alatperaga, media elektronik (LCD, Film, dll);(3) Keanggotaan kelompok dibuatheterogen, (4) pemberian tugas individuatau kelompok dibuat yang menarik, (5)siswa diberi keleluasaan untuk meng-gunakan bahasa apapun yang merekainginkan, (6) siswa diajak untuk bermainperan dalam memecahkan masalah, (7)siswa didorong untuk berbagi informasi/pengalaman yang telah dilalui, dan (8)siswa didorong menyajikan tugasnyadalam bentuk laporan penyelesaian tugas.

Para guru yang telah terbiasamenggunakan model STAD dan belumberhasil mengaktifkan atau mencapaitujuan belajar, modifikasi yang penelititemukan di dalam penelitian ini layakdicobakan. Namun demikian, mengingatmateri penelitian ini terbatas pada materiPLSV dan PtLSV, Aritmetika Sosial, danHimpunan, penulis menyarankan agarpeneliti lainnya berkenan untukmenerapkan model ini untuk materi yanglainnya

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Division

Page 31: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

23

Daftar Rujukan

Ari Samadi, T.M.A. (tanpa tahun). Pembelajaran Aktif (Active Learning). Depdiknas danADB: Engineering Education Develop-ment Project, ADB Loan No. 1432-INO.Diunduh dari izaskia.files. wordpress.com/2010/03/makalah-active-learning.doc,diunduh tanggal 24 nopember 2010

Budiarjo. (1994). Metode ceramah, www.scribd.com/doc/396481/Me-tode ceramah,diunduh tanggal 24 November 2010.

Fadilah. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Induktif dalamPengolahan Informasi, Search Engine Optimization by Star Nine. Distributedby Word-press Themes.

Indahwati, N. 2009. Penerapan Pembe-lajaran Metode Make a-Match untukMeningkatkan Akti- vitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IX IPS pada Mata PelajaranAkutansi Pokok Bahasan Jurnal Umum di SMA Kertanegara Malang,Skripsi, F. EUniversitas Negeri Malang.

Indrawati, S.W. (2009). PAKEM, Bandung: PPPPTK IPA.

Jarnawi, A.D. (tanpa tahun). Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika.Dalam file.upi.edu/ai.php?...%20JARNAWI%20AFGA- NI%20DAHLAN/, diunduh 23Okto- ber 2010.

Kustiati, D. (2008). Model Pembelajaran Berbasis Kooperatif Dengan Men-dayagunakanAlat Peraga Guna Peningkatan Hasil Belajar Geo-metri (PTK Pembelajaran mate-matika Kelas V SD Negeri 4 Tambirejo). Skripsi thesis, Univer-sitasMuhammadiyah Surakarta.

Maisaroh. (2004). Penerapan Pembelajar-an Kooperatif Model STAD untuk MeningkatkanAktivitas dan Pres-tasi Belajar Keanekaragaman Hayati Kelas 1B Semester 1 SMATPI Porong Sidoarjo Tahun Pelajar-an 2004/2005, Skipsi tidak diterbit-kan, MalangFMIPA Universitas Negeri Malang.

Muhammad. (2005). Pengembangan Mo-del Pembelajaran Induktif-Deduk-tif dapatMeningkatkan Hasil Bel-ajar Siswa dan Efektivitas Pembel-ajaran, (online) http://digilib.upi. edu/pasca /available /etd-090516-101932/, di unduh 23 Oktober2010.

Nikmah, M 2004. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penggunaan Alat PeragaUang dalam Pokok Bahasan Uang Siswa Kelas 2 MI Ma’arif Blotongan TahunPelajaran 2004/2005, Skripsi: FMIPA: Universitas Negeri Semarang

Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kon-tekstual dan Penerapanya dalam KBK, Malang:Universitas Negeri Malang.

Purwanti, W.C (2003). Keefektifan Peng- gunaan Pembelajaran Kooperatif Model STADdalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas II SMUN 1

Page 32: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

24

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Division

Lawang Tahun Ajaran 2003/2004,Skripsi tidak diterbitkan, Malang: FMIPAUniversitas Negeri Malang.

Polya, G. (1957). How To Solve It, a new aspect of mathematical method. New Jersey:Princeton University Press.

Prayitno, E. (1989). Motivasi dalam Bel-ajar. Jakarta: Depdikbud Dikti PLTPK.

Ratna Estri, R. (2010). Peningkatan Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika me-lalui Metode Learning Start With a Question Skripsi: FKIP Universitas Muham-madiyah Surakarta.

Rodhiyah. (2006). Meningkatkan Kemam-puan Menyelesaikan Operasi Per-kalian danPembagian dengan Me-tode Permainan pada Siswa Kelas IV SDN Purwoyoso 03Semarang Tahun Ajaran 2006/2007 Diploma II PGKSD FIP Universitas NegeriSurabaya.

Sa’adah, A. (2003). Efektivitas Pembelajar-an Kooperatif Model STAD ter-hadap Prestasidan aktivitas Bel-ajar Siswa Kelas I SMUN 8 Malang. Skripsi tidak diterbitkan.Malang FMIPA

Page 33: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PendahuluanPembelajaran IPA yang diharapkan

dari Standar Isi diarahkan untuk inkuiri.Inkuiri memerlukan kegiatanpenyelidikan, baik melalui observasimaupun eksperimen, yang merupakanbagian dari kinerja ilmiah. Inkuirimelibatkan keterampilan proses yangdilandasi sikap ilmiah sehingga kegiatan inidapat membantu peserta didik untukmemperoleh pemahaman yang lebihmendalam tentang alam sekitar. Di tingkatSMP/MTs inkuiri memberi pengalamanbelajar kepada siswa untuk merancangdan membuat suatu karya melaluipenerapan konsep IPA dan kompetensikinerja ilmiah secara bijaksana(Permendiknas No 22 Tahun 2006).

Pembelajaran berdasarkan inkuiriadalah suatu strategi yang berpusat padasiswa di mana kelompok-kelompok siswadihadapkan pada suatu persoalan ataumencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur danstruktur kelompok yang digariskan secarajelas (Hamalik, 1991). Inkuiri merupakan

suatu cara mengajar murid-muridbagaimana belajar dengan menggunakanketerampilan, proses, sikap, danpengetahuan berpikir rasional (Bruce &Bruce, 1992).

Menurut Semiawan dkk. (1992)keterampilan proses adalah kemampuanatau keterampilan yang berproses dalamkinerja ilmiah. Kemampuan ini akandimiliki oleh para siswa jika terusdirangsang untuk ditampilkan dalamperilakunya. Para guru dapatmenumbuhkan potensi dan kemampuan-kemampuan tersebut sesuai dengan tarafperkembangan diri siswa. Kinerja ilmiahakan tumbuh pada diri siswa jika para gurumemiliki kemampuan tersebut dan dapatmenumbuhkannya pada siswa melaluiproses pembelajaran tertentu.

Kinerja ilmiah memilki beberapaketerampilan dasar. Keterampilan-keterampilan dasar itu adalahketerampilan (1) Mengobservasi ataumengamati, termasuk di dalamnyamenghitung, mengukur, mengklasifikasi,mencari hubungan ruang dan waktu; (2)

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUKMENINGKATKAN KINERJA ILMIAH PADA MATA PELAJARAN

ILMU PENGETAHUAN ALAM

Endang Wahyuningsih, Hantoro dan Sifak Indana*)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan kinerja ilmiah melaluipenerapan pembelajaran inkuiri pada siswa SMP. Subyek penelitian adalah 39 siswa kelasVIII E SMPN 2 Baureno Bojonegoro. Setiap tahap penelitian tindakan kelas ini dilakukansecara partisipasif kolaboratif antara dosen dan guru. Hasil penelitian menunjukkanadanya peningkatan kinerja ilmiah dari siklus pertama ke siklus kedua. Berdasarkan datahasil penelitian pada siklus pertama dan siklus kedua, semua indikator kinerja ilmiahmengalami peningkatan keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan.

Kata kunci: Kinerja Ilmiah, inkuiri, siswa SMP.

*) Endang Wahyuningsih dan Hantoro adalah guru di SMPN 2 Baureno Bojonegoro, Jawa Timur. Sifak Indanaadalah dosen di Universitas Negeri Surabaya.

Page 34: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Membuat hipotesis; (3) Merencanakanpenelitian/eksperimen; (4) Mengendalikanvariabel; (5) Menginterpretasikan ataumenafsirkan data; (6) Menyusun simpulansementara (inferensi); (7) Meramalkan(memprediksi); (8) Menerap-kan; dan (9)Mengkomunikasikan.

Salah satu permasalahan utamayang dihadapi oleh siswa di SMPN 2Baureno Kabupaten Bojonegoro adalahrendahnya kinerja ilmiah pada pelajaranIPA. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajarsiswa tentang keterampilan dasar kinerjailmiah. Hasil pengamatan menunjukkanbahwa sebanyak 90 % siswa belummampu merumuskan pertanyaan denganbenar. Lima puluh persen siswa belumbisa menggunakan alat dan bahan secaratepat. Empat puluh persen siswa belumbisa melaksanakan pengamatan terhadapgejala dan mencatat hasilnya. Hanya duapuluh lima persen siswa mampu membuatkesimpulan serta berani mengkomunikasi-kan hasil pengamatannya.

Berdasarkan permasalahan terse-but, peneliti melakukan diskusi tentangproses pembelajaran IPA yang selama inidilakukan di kelas VIII E SMPN 2 BaurenoBojonegoro. Hasil diskusi menunjukkanbahwa siswa belum mampu melakukanaktivitas kinerja ilmiah baik pengamatanmaupun percobaan. Selain itu,ketidakmampuan tersebut disebabkanpula oleh guru yang kurang mampumembimbing siswa dalam proses kinerjailmiah. Guru hanya meminta siswamembuka buku paket dan selanjutnyamereka diminta untuk mengerjakan tugasyang ada di dalam buku tersebut tanpabimbingan yang memadai. Selama siswamengerjakan tugas, guru mengerjakan hallain, seperti mengoreksi pekerjaan rumahsiswa. Beberapa saat kemudian gurumenanyakan hasil penyelesaian tugaskepada salah satu kelompok siswa.

Berdasarkan hasil diskusi tentangpermasalahan di kelas VIII E SMPN 2 Bau-reno Bojonegoro, diperoleh kesimpulan

bahwa baik siswa maupun guru memangmengalami kesulitan dalam melakukankinerja ilmiah. Untuk memecahkan ke-sulitan guru dan siswa tersebut, salah satualternatif terbaiknya adalah menerapkanpembelajaran inkuiri. Pemilihan inididasarkan atas kesesuaiannya dengankarakter pembelajaran IPA, yaitu kinerjailmiah harus terintegrasi dalam setiappemahaman konsep.

Pembelajaran inkuiri setidak-tidak-nya memerlukan dua hal penting.Pertama, perangkat pembelajaran yangtersusun secara sistematis dapatdigunakan untuk menemukan konsep IPA.Kedua, panduan guru yang tepat dalammenggunakan baik lembar kegiatanmaupun penilaian akan mengaktifkansiswa dalam proses kinerja ilmiah.

Ibrahim, dkk. (2004) menjelaskanbahwa metode ilmiah atau kinerja ilmiahadalah suatu cara dalam memperolehpengetahuan. Cara tersebut merupakansuatu rangkaian prosedur tertentu yangharus diikuti untuk mendapatkan jawabantertentu dari pertanyaan tertentu pula.Prosedur tersebut memiliki langkah-langkah: (1) Kesadaran dan perumusanmasalah; (2) Pengamatan dan peng-umpulan data; (3) Penyusunan dan kla-sifikasi data; (4) Perumusan hipotesis; (5)Deduksi dan hipotesis; (6) Tes danpengujian kebenaran (verifikasi) darihipotesis.

Menurut Nur (2002), aktivitasinkuiri menjadikan siswa terlibat aktifdalam penyelidikan ilmiah. Aktivitas inimembuat mereka menggunakan berbagaimacam keterampilan proses, bukan hanyasatu metode ilmiah tunggal. Keterampilan-keterampilan proses tersebut adalahpengamatan, pengklasifikasian, pengin-ferensian, peramalan, pengkomunikasian,pengukuran, penggunaan bilangan, pe-rumusan hipotesis, pendefinisian secaraoperasional dan perumusan model.

Kesulitan siswa dalam melakukankinerja ilmiah lebih banyak disebabkan

Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah pada Mata PelajaranIlmu Pengetahuan Alam

26

Page 35: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

oleh ketidaktepatan guru dalam me-netapkan strategi pembelajaran. Guruhanya berorentasi pada hasil belajar sajadan kurang memberikan bimbingan dalamkinerja ilmiah kepada siswa sehingga gurulebih memilih untuk menerapkan strategipembelajaran yang berfokus padapenyampaian materi. Oleh karena itu,peneliti berusaha mengembangkan pene-rapan strategi pembelajaran inkuiri untukmenumbuhkan kinerja ilmiah siswa.Penerapan pembelajaran inkuiri inidiharapkan dapat meningkatkan kinerjailmiah siswa pada mata pelajaran IPA.

Dalam pembelajaran inkuiri pemi-lihan materi pembelajaran seharusnyaberpijak pada pemahaman bahwa materipembelajaran tersebut menyediakanaktivitas-aktivitas yang berpusat padasiswa (Collete dan Chiappetta, 1994).Materi pembelajaran yang menyediakanaktivitas berpusat pada siswa ini dapatdikemas dalam bentuk Lembar Kerja Siswa(LKS). LKS dalam pembelajaran inkuirimenyediakan aktivitas-aktivitas inkuiriyang menantang dalam kelompok. Pem-belajaran inkuiri dengan menggunakanLKS akan mengarahkan siswa untukmenerima tugas dengan jelas. Dengandemikian, mereka dapat segera melak-sanakan tugas dan menentukan perannyadalam kelompok.

Pembelajaran inkuiri dengan meng-gunakan LKS menyajikan terlebih dahulusuatu fenomena yang bersifat konkrit,sederhana, dan berkaitan dengan konsepyang akan dipelajari. Berdasarkan penga-matannya, selanjutnya siswa diajak untukmengkonstruksi pengetahuan yangdidapatnya tersebut. Langkah yang dilaku-kan oleh siswa dalam pembelajaran inkuiridengan menggunakan LKS meliputi: me-lakukan, mengamati, dan menganalisis.Dalam pembelajaran ini guru membantusiswa untuk merumuskan langkah-langkahyang harus dilakukan. Selanjutnya, siswadiminta untuk mengamati fenomena hasilkegiatannya dan guru memberi per-

tanyaan-pertanyaan analisis yang mem-bantu siswa mengkaitkan fenomena yangdiamati dengan konsep yang akan diba-ngun siswa dalam benaknya.

Pembelajaran inkuiri ini dirancanguntuk mengembangkan kinerja ilmiahsiswa. Dalam penelitian ini kinerja ilmiahdibatasi untuk hal-hal berikut: (1)perumusan pertanyaan, (2) penyusunanlangkah-langkah kegiatan untuk me-lakukan pengamatan, (3) pencatatan hasilkegiatan pengamatan, dan (4) penyim-pulan.

MetodePenelitian ini dilaksanakan dengan

rancangan penelitian tindakan kelas yangprosedur pelaksanaannya mengikutiprinsip dasar penelitian tindakan yangumum. Prosedur tersebut merupakansuatu siklus atau daur, yang meliputi tahap-tahap: perencanaan, pelaksanaan tin-dakan, observasi, dan refleksi. Penelitianini dilaksanakan sebanyak dua siklus.Siklus pertama dilaksanakan dalam duakali kegiatan pembelajaran dan sikluskedua empat kali kegiatan pembelajaran.Sesuai dengan prinsip dasar penelitiantindakan, setiap siklus penelitian selaludilakukan secara partisipatif kolaboratifantara dosen dan guru.

Berdasarkan teori inkuiri di atas,maka sintaks dari pembelajaran inkuiriyang digunakan dalam penelitian iniadalah sebagai berikut. Pertama, gurumemberi pertanyaan atau memberipermasalahan kepada siswa. Kedua, gurumembimbing semua kelompok dalammenyusun langkah-langkah kegiatan yangakan dilakukan. Ketiga, guru membimbingsiswa dalam melakukan kegiatan sesuaidengan langkah-langkah kegiatan yangsudah disusun. Keempat, guru mem-bimbing semua kelompok dalam menu-liskan data hasil kegiatan. Kelima, gurumembimbing semua kelompok dalammembuat kesimpulan hasil kegiatan.Keenam, guru memandu siswa untuk

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

27

Page 36: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

mempersentasikan hasil kegiatan di kelasdan mengumpulkan hasil dari semuakelompok.

Pengumpulan data dilakukan padasetiap siklus dimulai dari awal sampaiakhir tindakan siklus I sampai II.Pengumpulan data dilakukan denganmenggunakan metode (1) Lembarobservasi kinerja ilmiah siswa, (2) Lembarpenilaian atau rubrik penilaian belajarsiswa tentang keterampilan kinerja ilmiah,(3) Angket siswa dan (4) Dokumentasi,untuk mendukung penelitian.Dokumentasi yang dimaksud adalah fotokegiatan, RPP, dan hasil belajar kognitifsiswa. Sumber data dalam penelitian iniadalah siswa SMPN 2 Baureno Bojonegorokelas VIII E tahun ajaran 2010/2011,berjumlah 39 siswa yang terdiri dari 19 laki-laki dan 20 perempuan. Penelitian inidilakukan selama 8 bulan mulaiSeptember 2009 sampai April 2010. Datapenelitian yang terkumpul dianalisisdengan teknik analisis data kualitatifmodel alir yang dikemukakan oleh Milerdan Huberman (1992:18) meliputi tigatahap kegiatan yaitu: (1) mereduksi data,(2) penyajian data, (3) penarikankesimpulan dan verifikasi. Untuk mengujidan menjamin keabsahan data penelitiandigunakan teknik triangulasi. Kegiatantriangulasi dilakukan dengan cara: (1)peninjauan kembali catatan lapangan, dan(2) bertukar pikiran dengan ahli, teman,dan praktisi.

Hasil dan PembahasanPenelitian tentang penerapan

pembelajaran inkuiri ini dirancang untukmeningkatkan kinerja ilmiah siswa padamata pelajaran IPA di kelas VIII E SMPN 2Baureno Bojonegoro. Hasil penelitianmenunjukkan adanya peningkatan kinerjailmiah dari siklus pertama ke siklus ke dua.Di akhir siklus kedua semua indikatorkeberhasilan telah dapat dicapai. Rincianhasil penelitian setiap siklus dipaparkansebagai berikut.

Siklus IFaktor kebiasaan menjadi hambatan

pertama dalam pelaksanaan kegiatan de-ngan model inquiri, baik itu di guru atau disiswanya. Oleh sebab itu, guru melakukanpendampingan dalam pelaksanaan modeldan juga siswa sama-sama belajar danmembiasakan untuk melakukan kegiatanpembelajaran ini.

Pada kegiatan pembelajaran per-tama, guru belum berhasil mengajak siswauntuk melakukan kinerja ilmiah. Padahalsebelum kegiatan pembelajaranberlangsung guru telah merencanakankegiatan kelas agar siswa menunjukkankinerja ilmiahnya. Guru sudah memper-siapkan RPP, Lembar Kerja Siswa (LKS)dan juga instrumen-instrumen yangdibutuhkan untuk kegiatan pembelajaran.LKS yang digunakan diambil dari bukupaket dan siswa tinggal mengerjakansesuai instruksi yang terdapat di LKS.Dengan menggunakan LKS tersebut, siswamasih belum mampu menunjukkan kinerjailmiah yang berupa: perumusanpertanyaan, penyusunan langkahkegiatan, dan kesimpulan. Hal inidisebabkan guru kurang bisa mengarahkandan membimbing siswa untuk mengerj-akan tugas-tugas di LKS. Sedangkansebagian besar siswa belum bisamemahami tugas dan bahkan ada siswatidak membaca petunjuk mengerjakantugas di LKS.

Mencermati hasil kegiatan pembel-ajaran pertama, guru melakukan tindakanperbaikan pada kegiatan pembelajarankedua. Tindakan pertama adalah gurumembacakan petunjuk pada LKS. Tindakankedua adalah guru memberi contohbagaimana kegiatan harus dilakukan olehsiswa. Ternyata kedua tindakan tersebutmampu mengem-bangkan kinerja ilmiahsiswa yang menga-rah pada indikator yangdiharapkan.

Perolehan nilai kinerja ilmiah siswamengalami peningkatan meskipun belumsignifikan. Jumlah siswa yang mampu

Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah pada Mata PelajaranIlmu Pengetahuan Alam

28

Page 37: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

merumuskan pertanyaan mengalami pe-ningkatan sebesar 49% dari kegiatanpembelajaran pertama ke kegiatanpembelajaran kedua. Kegiatan pembelaja-ran pertama menunjukkan bahwa hanya 8siswa (20,5%) yang mencapai nilai 75untuk kemampuan merumuskan perta-nyaan. Sedangkan pada kegiatanpembelajaran kedua 27 siswa (69%)mampu mencapai nilai 75.

Jumlah siswa yang mampumenyusun langkah kegiatan juga menga-lami peningkatan sebesar 41%. Kegiatanpembelajaran pertama menunjukkanbahwa 4 siswa (10%) yang mencapai nilai75. Sedangkan pada kegiatan pembel-ajaran kedua 20 siswa (51,2%) mampumencapai nilai 75.

Jumlah siswa yang mampumenuliskan data hasil kegiatan meningkatsecara signifikan. Kegiatan pembelajaranpertama menunjukkan bahwa tidak adasiswa (0%) yang mampu mencapai nilai diatas indikator ketercapaian (KKM) sebesar65. Sedangkan pada kegiatan pembela-jaran kedua sejumlah 35 siswa (89,7%)mampu mencapai nilai 75 untuk penulisandata. Bahkan 4 siswa (10,3%) di antaranyamampu mencapai nilai 100.

Jumlah siswa yang mampumembuat kesimpulan juga meningkatsebesar 74,3%. Kegiatan pembelajaranpertama menunjukkan bahwa tidak adasiswa (0%) yang mampu mendapat nilaisesuai dengan indikator ketercapaian.Sedangkan pada pertemuan keduasebanyak 29 siswa (74,3%) mampumendapat nilai 75 untuk pembuatankesimpulan. Bahkan 10 siswa (25,7%) diantaranya mendapat nilai 100.

Tindakan pada siklus 1 telah mampumeningkatkan keempat indikator kinerjailmiah. Walaupun demikian, indikatorkeberhasilan penelitian masih belumtercapai. Oleh sebab itu, penelitimemutuskan untuk melanjutkan peneliti-an dengan melakukan perbaikan tindakanpada siklus II.

Siklus IIPada siklus ini perbaikan tindakan

dilakukan untuk lebih meningkatkankinerja ilmiah. Karena LKS yang digunakanpada siklus sebelumnya adalah LKS daribuku paket dan masih kurang menantangmaka pada siklus II ini LKS dibuat lebihmenantang siswa untuk berfikir danberaktivitas. Guru memberikan sedikitpenjelasan tentang materi pelajaran yangakan dipelajari dan mengarahkan siswaagar mampu merumuskan pertanyaan danmenyusun langkah kegiatan sendiri dalamLKS. Selanjutnya, siswa melakukankegiatan dan membuat kesimpulan. Padatahap ini, guru memberi kesempatansiswa agar bisa melakukan kegiatan secaramandiri.

Setelah pelaksanaan kegiatanpembelajaran yang pertama, ternyata nilaikinerja ilmiah siswa mengalamipenurunan. Hal ini disebabkan siswamasih kesulitan mengerjakan LKS tersebut.Untuk membantu siswa mengerjakan LKSini, guru akan memberi bimbinganberkelanjutan pada kegiatan pembelajar-an kedua.

Setelah guru memberi bimbingankepada siswa pada kegiatan pembelajarankedua dan ketiga kinerja ilmiah siswameningkat. Walaupun demikian hanyasatu komponen kinerja ilmiah, yaknikemampuan menulis data dapat dikuasaioleh siswa. Oleh karena itu pada kegiatanpembelajaran keempat guru melaksana-kan sintaks-sintaks pembelajaran inkuirisehingga guru mudah membimbing danmenilai kinerja ilmiah siswa. Akibatnya,komponen kinerja ilmiah lainnya, seperti:membuat pertanyaan, menyusun langkahkegiatan pengamatan, dan menyimpulkan,mengalami peningkatan.

Pada pembelajaran siklus 2 ini siswatampak lebih siap untuk mengikuti pem-belajaran dengan metode inkuiri. Hal inidapat dilihat dari hasil kinerja ilmiah siswayang mengalami peningkatan untukmasing-masing indikator. Pada kegiatan

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

29

Page 38: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

kedua jumlah siswa yang mampumencapai nilai 75 untuk kemampuanmerumuskan pertanyaan sebanyak 20siswa (51,2%). Pada kegiatan keempatsebanyak 39 siswa (100%) mendapat nilaidi atas indikator keberhasilan untukkemampuan merumuskan pertanyaan. Iniberarti bahwa semua siswa sudah mampumembuat rumusan pertanyaan denganbaik, meski kemampuan tersebut tidakmencapai nilai sempurna.

Jumlah siswa yang mampumenyusun langkah kegiatan jugamengalami peningkatan. Pada kegiatankedua 18 siswa (46,15%) mampumenyusun langkah kegiatan dengan baik.Meskipun hasil ini masih belum sesuaidengan indikator keberhasilan, hasil inisudah cukup baik. Pada kegiatan ketigajumlah siswa yang mampu menyusunlangkah kegiatan menunjukkan penurun-an, dari 18 menjadi 14 siswa (36%). Hal initerjadi karena pada kegiatan pembela-jaran tersebut guru mencoba mengurangikadar bimbingan dan mendorong siswauntuk bisa bekerja secara mandiri. Padakegiatan keempat guru kembalimemberikan bimbingan yang intensif.Dengan perlakuan semacam ini, padakegiatan keempat jumlah siswa yangmampu menyusun langkah kegiatandengan baik sebanyak 30 siswa (76,9%).Ini berarti bahwa sebagian besar siswasudah bisa menyusun langkah kegiatandengan baik.

Pembelajaran inkuiri juga telahmampu meningkatkan kemampuan dalammenuliskan data hasil kegiatan. Sejakkegiata pertama sampai kegiatan keempatjumlah siswa yang mampu menuliskandata hasil kegiatan sebanyak 39 siswa(100%). Ini berarti bahwa seluruh siswatelah mampu mendapat nilai 75 atau lebihuntuk menuliskan data hasil kegiatan. Halini menunjukkan bahwa kemampuansiswa untuk menuliskan data hasilkegiatan sudah baik.

Kemampuan siswa untuk membuat

kesimpulan juga meningkat secarasignifikan setelah mereka belajar melaluiinkuiri. Pada kegiatan ketiga jumlah siswayang mampu membuat kesimpulandengan baik sebanyak 18 siswa (46%).Jumlah ini menurun dibandingkan denganjumlah siswa yang mampu membuatkesimpulan pada siklus 1. Dengan mening-katkan intensitas pembimbingan, padakegiatan keempat jumlah siswa yangmampu membuat kesimpulan dengan baiksebanyak 33 siswa (84,6%).

Berdasarkan uraian di atas, keempatindikator keberhasilan telah dapat dicapaimelalui pembelajaran inkuiri di akhir siklusII. Hal ini menunjukkan bahwa penerapanpembelajaran inkuiri dengan pola sepertidikemukakan di atas telah mampumeningkatkan kinerja ilmiah siswa.

Hasil pada siklus I menunjukkan bah-wa penerapan pembelajaran inkuiri padasiswa kelas VIII E belum mampumeningkatkan kinerja ilmiah siswa secaraoptimal. Hal ini dikarenakan siswa belumterbiasa belajar dengan metode inkuiri.Siswa masih sering canggung dan sulitmemahami apa yang harus merekalakukan. Mereka masih belum cekatandalam melakukan pengamatan danpengumpulan data. Walaupun merekatelah belajar kinerja ilmiah melaluipembelajaran inkuiri, pencapaian kinerjailmiah mereka masih belum optimal.

Pada siklus II perbaikan beberapatindakan membuat kinerja ilmiah siswameningkat dan mencapai indikator keber-hasilan. Perbaikan praktik sintaks pem-belajaran memudahkan guru dalammembimbing siswa untuk bekerja secarailmiah. Pengembangan LKS yang lebihmenantang akan meningkatkan rasa ingintahu siswa. Pembimbingan yang lebihintensif pada saat siswa bekerja maupunsaat siswa menyusun laporan menjadikanpeningkatan semangan siswa bekerjasecara ilmiah.

Perbaikan tersebut membuat siswamenjadi aktif bekerja di dalam kegiatan

Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah pada Mata PelajaranIlmu Pengetahuan Alam

30

Page 39: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

pembelajaran. Aktivitas siswa menjadikanmereka berusaha untuk melakukan kinerjailmiah. Hal ini membuat kinerja ilmiahsiswa meningkat.

Pengembangan LKS yang lebihmenantang memicu rasa ingin tahu siswa.Peningkatan rasa ingin tahu inimenjadikan siswa banyak bertanya danaktif bekerja untuk mengasah kinerjailmiah mereka.

Pembimbingan guru dilakukandengan cara mengarahkan pemikiransiswa dengan memberikan fakta-faktayang berkaitan dengan materi, sehinggasiswa mampu merumuskan pertanyaansendiri. Setelah siswa mampumerumuskan pertanyaan, guru menggiringsiswa dengan mengajukan pertanyaanmembimbing agar siswa mampumenyusun langkah kegiatan yang harusdilakukan untuk menjawab pertanyaannyatersebut. Selanjutnya guru membimbingsiswa agar mereka menuliskan data hasilkegiatan. Akhirnya guru membimbingsiswa agar mereka menarik kesimpulandari data hasil kegiatan tersebut. Hal inibersesuaian dengan pendapat Semiawandkk (1992) bahwa menciptakan kinerjailmiah itu harus dirangsang untukditampilkan dalam perilakunya.

Pembelajaran inkuiri memilikilangkah-langkah yang sejalan dengan

pengembangan kinerja ilmiah siswa.Pembelajaran inkuiri melatih danmemperkuat kinerja ilmiah siswa. Olehsebab itu, pembelajaran inkuiri ini mampumeningkatkan kinerja ilmiah siswa.

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil analisis data dan

pembahasan, dirumuskan beberapakesimpulan berikut. Pertama, pemberiancontoh kegiatan (modeling) dalampenerapan pembelajaran inkuiri dapatmeningkatkan kinerja ilmiah siswa. Kedua,LKS yang lebih menantang siswa untukberfikir dan beraktivitas dalam penerapanpembelajaran inkuiri, dapat meningkatkanketrampilan kinerja ilmiah siswa. Ketiga,pembimbingan guru yang lebih intensifdalam penerapan pembelajaran inkuiri,dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswalebih optimal.

Agar pembelajaran IPA sesuaidengan hakikatnya maka disankan untukmenerapkan pembelajaran inkuiri dalamsebagian besar pembelajaran IPA. Untukmeningkatkan kinerja ilmiah siswa,disarankan untuk menggunakan LKS yangmenantang dan pembimbingan yangintensif dalam penerapan pembelajaraninkuiri.

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

31

Daftar Rujukan

Bruce, W.C. dan J.K. Bruce. (1992). Teach-ing with Inquiry. Maryland: Alpha PublishingCompany, Inc.

Collete, A. T. dan Chiappetta, E. L. (1994). Science Instruction in the Middle and SecondarySchools. New York: MacMillan Pub.Co.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Seko-lah Menengah Pertama(SMP)/MadrasahTsanawiyah (MTs). Jakarta: DepartemenPendidikan Nasional.

Hamalik, O. (1991). Strategi Belajar Meng-ajar. Bandung: CV Sinar Baru.

Page 40: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

32

Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah pada Mata PelajaranIlmu Pengetahuan Alam

Ibrahim. Muslimin., dkk. (2004). Materi Pe-latihan Terintegrasi: Sains. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar danMenengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Nur, Mohamad. (2001). Asesmen dalam Pendidikan Sains. Makalah dalam Overseasfellowship program Contextual Learning Material Development ProyekPeningkatan Mutu SLTP Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama .

Direktorat jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional incollaboration with University of Washington College of Education, State Universityof Surabaya.

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh TjetjepRohendi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Semiawan dkk.(1992). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Page 41: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PendahuluanHasil observasi pendahuluan diketa-

hui bahwa enam belas (51%) dari 31 siswabelum mencapai standar KKM sebesar 65.Hasil tersebut menimbulkan rasa prihatinpenelti dengan hasil belajar siswa kelasVIII.1 SMPN 4 Palopo dalam mata pela-jaran IPA selama ini. Dengan menerimabanyak konsep IPA dalam pembelajaran,siswa masih memperoleh hasil belajaryang rendah.

Proses pembelajaran di kelas VIII.1SMPN 4 Palopo selama ini lebih menuntutsiswa untuk menerima informasi sehinggasebagian besar siswa menjadi pasif.Peneliti lebih dominan dalam pembela-jaran, dan peran siswa hanya sebagaipendengar saja. Peneliti merasa sebagaisatu-satunya sumber informasi sehinggacenderung tidak memberi kesempatankepada siswa untuk berpendapat. Hal inisejalan dengan pendapat Lie (2002) dalamWena (2009:188-189) bahwa pembela-

jaran dengan metode ceramah inimengharapkan siswa duduk, diam, dengar,catat dan hafal.

Proses pembelajaran tersebut jugamemicu rendahnya aktivitas siswa dalampembelajaran. Siswa yang mau bertanyaatau menjawab pertanyaan hanya 1-5orang saja. Selebihnya, mereka hanya ber-bisik-bisik, menyalin catatan guru, ataumendengarkan dengan ekspresi jenuh.Oleh sebab itu, proses pembelajaranseperti ini dapat berdampak pula padarendahnya hasil belajar siswa.

Belajar haruslah berbuat untukmemperoleh pengalaman tertentu sesuaidengan tujuan yang diharapkan. MenurutSanjaya (2008), belajar seharusnyabukanlah sekedar menghafal sejumlahfakta atau informasi. Oleh karena itu, agarsiswa belajar maka siswa harus didoronguntuk melakukan aktivitas. Ini sejalandengan pendapat Sardiman (2010) bahwatanpa aktivitas siswa, proses belajar tidak

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUIPENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM

ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

Nurfaidah, Rahmawati, dan Nurhayati *)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswakelas VIII.1 SMPN 4 Palopo melalui penerapan model kooperatif tipe STAD. Subjekpenelitian ini adalah siswa kelas VIII.1 yang berjumlah 31 orang. Pembelajaranmenggunakan model kooperatif tipe STAD. Teknik pengumpulan data yang digunakanadalah tes, observasi dan catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwaaktivitas dan hasil belajar siswa meningkat melalui penerapan model kooperatif tipeSTAD. Hal ini ditunjukkan oleh semakin meningkatnya jumlah anak yang bertanya,

menjawab pertanyaan dan menanggapi jawaban teman.

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif tipe STAD, aktivitas pembelajaran, outcomes pembe-lajaran.

*) Nurfaidah dan Rahmawati adalah Guru di SMPN 4 Palopo, Sulawesi Selatan. Nurhayati adalah Dosen

Universitas Negeri Makassar.

Page 42: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

mungkin berlangsung dengan baik.Peneliti mencoba mengatasi masa-

lah ini dengan melakukan pembelajarankelompok. Pembelajaran kelompokdimaksudkan agar siswa tidak merasabosan dan hanya menjadi pendengar saja.Namun, peneliti mencermati bahwapenerapan pembelajaran kelompok masihmengalami banyak kendala.

Beberapa kendala teramati dalampenerapan pembelajaran kelompok.Pertama, siswa masih mengalami kesulitanbekerja sama dalam kelompok dan hanyasekitar 30-50% siswa yang terlibat dalampenyelesaian tugas. Kedua, siswa tertentusaja terlibat secara aktif dalampembelajaran. Ketiga, kadang-kadangtugas tidak terselesaikan tepat padawaktunya. Keempat, aktivitas siswa dalambertanya kepada guru, menjawabpertanyaan dan menanggapi jawabansiswa lain masih rendah, secara rata-ratahanya 5 (16 %) saja dari 31 orang dalamtiap pertemuan.

Kendala-kendala tersebut bisa jadidisebabkan oleh beberapa hal. Petama,jumlah anggota kelompok masih terlalubanyak. Kedua, interaksi antar siswa masihbelum optimal. Ketiga, penataan ruangkelas belum mendukung terjadinyainteraksi optimal dalam bekerja kelompok.

Kendala-kendala di atas harussegera diatasi dengan memilih modelpembelajaran yang tepat agar aktivitassiswa meningkat dan hasil belajarnyadiharapkan meningkat pula. Modelpembelajaran yang dipilih harus dapatlebih mengaktifkan siswa, terutamamemperbaiki proses interaksi di antaramereka.

Pembelajaran yang dipilih untukmengatasi hal tersebut adalahpembelajaran kooperatif tipe STAD.Pembelajaran ini diawali denganpenyampaian tujuan pembelajaran,penyampaian materi, kegiatan kelompok,kuis dan penghargaan kelompok (Trianto,2009). Model ini menghendaki siswa

dibagi dalam kelompok-kelompok kecildengan jumlah anggota tiap kelompok 4 -5orang siswa secara heterogen, baik darisegi kemampuan, jenis kelamin, budayadan sebagainya (Wena, 2009).

Pembelajaran kooperatif tipe STADmemungkinkan interaksi siswa yang lebihbaik. Pola interaksi multi arah dapatberkembang karena dalam pembelajaranini siswa dituntut untuk berdiskusi dalamkelompoknya sendiri sebelum diskusikelas. Interaksi siswa dengan guru jugadapat dikembangkan lebih intensif. Saatsiswa bekerja dalam kelompok guru dapatberinteraksi dengan banyak siswa dalamkelompok masing-masing.

Dalam pembelajaran ini kelompoksiswa bekerja sebagai sebuah tim yangmemiliki tujuan sama. Dengan demikian,kelompok siswa bekerja sama dalam timmereka untuk memastikan bahwa seluruhanggota tim telah mencapai tujaun, yaknimenguasai pelajaran tersebut (Trianto,2009).

Pembelajaran kooperatif tipe STADdiharapkan mampu mengatasi kelemahanpembelajaran kelompok yang selama inidigunakan. Dalam pembelajaran ini,jumlah anggota dalam kelompokdiupayakan kecil dan posisi duduk merekasaat bekerja diupayakan saling berhadap-hadapan sehingga interaksi siswa di dalamkelompok menjadi lebih intensif. Dengandemikian, penerapan model pembelajaranini memungkinkan munculnya aktivitaspositif siswa dalam proses pembelajaran.Aktivitas siswa yang makin meningkatdapat meningkatkan kualitas prose belajarsiswa.

Peningkatan kualitas proses belajarsiswa akan berdampak positif terhadaphasil belajar siswa. Setiap anggotakelompok dituntut untuk berkontribusidalam pencapaian nilai akhir kelompok.Dengan demikian, setiap siswa dilatihuntuk terus mengasah kemampuannyaagar mencapai tujuan kelompok. Jadi,kemampuan akademik siswa dalam

34

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe StudentTeam Achievement Division (STAD)

Page 43: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

pembelajaran ini juga akan terusberkembang. Apabila hal ini terjadi terus-menerus dalam kurun waktu yangmemadai maka tidak mustahil hasil belajarsiswa akan meningkat pula.

Selain itu, model ini juga melatihsiswa untuk mengembangkan keterampi-lan sosialnya. Model ini mendorong me-reka untuk menghargai pendapat oranglain dan melatih mereka untukmengeluarkan ide atau pendapat. Modelpembelajaran ini juga dapat meningkatkanrasa persaudaraan di antara siswa.

Berdasarkan uraian di atas, penelitimeyakini bahwa penerapan modelpembelajaran kooperatif tipe STAD inidapat mengatasi rendahnya aktivitas siswadalam proses pembelajaran. Aktivitassiswa yang meningkat dalam prosespembelajaran diharapkan berdampakpada peningkatan hasil belajar mereka.

Untuk memberikan arah penelitianyang jelas dan operasional berdasarkanlatar belakang, masalah penelitian iniadalah mencoba mendeskripsikan tentangpenerapan model kooperatif tipe STADuntuk meningkatkan aktivitas dan hasilbelajar IPA siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 4Palopo tahun pelajaran 2009/2010.

MetodePenelitian ini termasuk dalam

penelitian tindakan kelas yang meliputibeberapa tahapan, yaitu: perencanaan,tindakan, pengamatan, dan refleksi sertaterbagi dalam dua siklus selama 6 bulan.

Pelaksanaan pembelajaran dalampenelitian ini menggunakan modelkooperatif tipe STAD dengan tahapansebagai berikut. Pertama, gurumenyampaikan tujuan dan memotivasisiswa melalui pertanyaan-pertanyaan yangberhubungan dengan kehidupan sehari-hari anak. Kedua, guru menyajikan danmenyampaikan informasi tentang kegiatandan pokok-pokok materi. Ketiga, gurumengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar. Keempat, guru

membimbing kelompok untuk bekerja dandan mengarahkan siswa untuk menuliskanhasil diskusi ke dalam Lembar Kerja (LK)kelompok. Kelima, guru mengevaluasisiswa dengan cara mengarahkan kepadasetiap kelompok untuk menempelkanhasil diskusinya pada dinding kelas.Selanjutnya, guru menunjuk salah satukelompok untuk mempresentasikanhasilnya dan kelompok lain menanggapi.Guru, kemudian, mengarahkan siswauntuk membuat kesimpulan sebelummemberikan latihan untuk pengembanganmateri dan memberikan kuis. Terakhir,guru memberikan penghargaan atas hasilkerja kelompok siswa yang terbaik (Wena,2009).

Data dikumpulkan melalui tigacara, yakni: (1) tes, (2) lembar observasi,dan (3) catatan lapangan. Tes hasil belajarberupa pemberian ulangan hariansebanyak dua kali dalam satu siklus untukmengetahui pemahaman siswa terhadapmateri pembelajaran. Lembar observasidigunakan untuk mengamati aktivitassiswa secara individu dan kelompok.Pengamatan difokuskan pada aktivitassiswa selama mengikuti prosespembelajaran. Pengamatan juga dilakukanuntuk mengetahui keterlaksanaan prosespembelajaran dimaksudkan untuk menge-tahui adanya kesesuaian antaraperencanaan tindakan dan pelaksanaantindakan. Hasil observasi ini dilengkapidengan catatan lapangan dari observerselama proses penelitian berlangsung.

Data penelitian dianalisis secarakuantitatif dan kualitatif. Analisiskuantitatif menggunakan tabel frekuensidan persentase ketuntasan belajar dengankriteria: (a) skor 0 – 64 dikategorikan tidaktuntas, dan (b) skor 65 – 100 dikategorikantuntas.

Hasil dan PembahasanDalam penelitian ini pembelajaran

IPA yang menggunakan model kooperatiftipe STAD, dilaksanakan dalam 2 siklus.

35

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Page 44: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Gambaran hasil penelitian ini diuraikanseperti berikut ini.

Siklus IPada pelaksanaan awal guru

menyampaikan tujuan pembelajarandengan menggunakan proyektor LCD.Dengan cara ini, hanya sebagian siswamencatatnya dan sebagian siswa yanglainnya hanya menonton apa yangditampilkan. Pada pertemuan-pertemuanselanjutnya guru menuliskan tujuanpembelajaran di papan tulis.

Proses pembelajaran selanjutnyaadalah guru memberi motivasi pada siswa.Peneliti memotivasi siswa denganmengajukan pertanyaan. Tetapi banyaksiswa menjawab pertanyaan tersebutsecara serentak. Dengan memberipengarahan pada pertemuan selanjutnya,siswa sudah mengacungkan tangansebelum ditunjuk untuk menjawab.Tahap selanjutnya, guru menyajikan danmenyampaikan informasi dengan caramenjelaskan kegiatan yang akandilakukan. Pada saat guru menyajikanmateri, banyak siswa terlihat bingunguntuk memahami apa yang disampaikan.Penyajian materi ini dilakukan secara rincisehingga membutuhkan waktu yangsangat lama. Pada pertemuanselanjutnya, penyajian materi dilakukandengan menyampaikan pokok-pokoknyasaja.

Pembagian kelompok dalam prosespembelajaran ini mengikuti modelkooperatif umumnya. Siswa dibagi kedalam 10 kelompok heterogen yang terdiriatas 3 – 4 orang. Tiap kelompok diaturberdasarkan nilai hasil ulangan harianmereka sebelumnya. Selanjutnya, gurumengarahkan siswa memilih ketuakelompok dan memberikan penjelasanbagaimana cara membentuk kelompokyang efektif dan cara bekerja sama.

Guru membagikan LK pada tiapkelompok, menjelaskan, dan membimbingcara pengerjakan LK yang telah dibagikan.

Namun, banyak siswa terlihat hanyabermain dan belum mau bekerja samadengan temannya. Akibatnya, merekamembutuhkan waktu yang lama untukmenyelesaikan LK. Proses pembimbingandilakukan oleh guru sampai hasil diskusimereka dipajang di dinding kelas.Selanjutnya, guru menunjuk salah satukelompok siswa untuk mempresentasikanhasil diskusinya dan kelompok lainmenanggapinya.

Pada awal pembelajaran, penarikankesimpulan tidak terlaksana karena waktupembelajaran sudah berakhir. Tetapisetelah proses penyajian materidiperbaiki, pada pertemuan selanjutnyapengambilan kesimpulan sudah dapatterlaksana.

Bagian akhir proses pembelajaranini adalah memberikan kuis untukmengetahui sejauh mana siswamemahami materi yang sudah dipelajari.Kegiatan ini dijadikan dasar oleh guruuntuk memberi penghargaan berupabintang kepada kelompok yang hasilkerjanya secara rata-rata bagus.

Selama 10 kali pertemuan, secararata-rata persentase aktivitas individumasih rendah. Persentase jumlah siswayang mengajukan pertanyaan kepada guru32,50%, menjawab pertanyaan 38,70%dan menanggapi pertanyaan siswa lain19,35%. Aktivitas secara kelompok secararata-rata juga masih rendah. Persentasejumlah kelompok yang: (a) mendengarkaninformasi guru sebanyak 29%, (b)membaca materi dan LK yang dibagikansebanyak 32,25%, (c) terlibat aktif dalamdiskusi kelas sebanyak 22,58%, (d)menyelesaikan tugas tepat pada waktunya25,80%, dan (e) membuat kesimpulansebanyak 22,28%.

Tes hasil belajar yang diberikanpada siswa di siklus 1 ini sebanyak 2 kalidalam bentuk ulangan harian. Kempdalam Trianto (2009) menyatakan bahwates hasil belajar merupakan alat evaluasiuntuk mengukur seberapa jauh

36

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe StudentTeam Achievement Division (STAD)

Page 45: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

ketercapaian tujuan pembelajaran yangtelah di rumuskan. Pada tes pertamapersentase siswa yang tuntas sebanyak48,39% dan pada tes kedua persentasesiswa yang tuntas sebanyak 83,87%.

Pelaksanaan pembelajaran koope-ratif tipe STAD pada siklus 1 belumlahmemperlihatkan hasil yang maksimal. Initerlihat dari aktivitas siswa secara individu,aktivitas secara kelompok, dan hasilbelajar yang masih di bawah targetkeberhasilan penelitian. Aktivitas individuyang berupa: mengajukan pertanyaan,menjawab pertanyaan, dan menge-mukakan pendapat masih rendah. Secararata-rata aktivitas individu ini hanyasebesar 30,18%. Mereka masih seganbertanya langsung kepada guru, dan lebihbaik bertanya kepada temannya ataukelompok lain. Kemampuan siswamenjawab pertanyaan juga masih kurang.Ini disebabkan siswa merasa malu jikajawabannya salah atau menjadi bahantertawaan temannya. Begitu juga halnyadengan kemampuan menanggapi jawabandari siswa lain juga masih kurang. Merekakurang mampu untuk berbicara ataumerasa bahwa jawaban temannya sudahsama dengan jawabannya sendiri sehinggaia tidak perlu berkomentar.

Siklus IIDua kelemahan pada siklus I telah

diidentifikasi. Pertama, pada siklus Ianggota kelompok tidak pernah diubahsehingga timbul kejenuhan di antaraanggotanya. Kedua, waktu untukmenyelesaikan tugas terbatas karenabanyak waktu yang digunakan untukmenjelaskan materi.

Kedua kelemahan ini diperbaikipada siklus II. Anggota kelompok siswadiubah setiap pertemuan dan penyajianmateri dipersingkat menjadi hanya 10menit dan disertai beberapa contoh soal.Langkah selanjutnya pada dasarnya samadengan pembelajaran pada siklus I.

Setelah 6 kali pertemuan, secara

rata-rata persentase aktivitas siswa secaraindividu maupun secara kelompokmengalami peningkatan. Adapunpersentase aktivitas secara individusebagai berikut. Pertama, kemampuansiswa mengajukan pertanyaan adalah50,6%, Kedua, kemampuan siswamenjawab pertanyaan adalah 57,1%.Ketiga, kemampuan siswa menanggapijawaban siswa lain adalah 53,9%.Sedangkan aktivitas siswa secarakelompok seperti: (1) mendengarkaninformasi guru, (2) membaca materi LKyang dibagikan, (3) terlibat aktif dalamdiskusi kelas, (4) menyelesaikan tugastepat pada waktunya, dan (5) membuatkesimpulan, semuanya sudah mencapai100%.

Tes hasil belajar juga dilakukansebanyak 2 kali. Pada tes 1 jumlah siswayang tuntas adalah 90,32% dan pada tes 2jumlah siswa yang tuntas adalah 93,55%.

Perubahan tindakan yang dilakukanpada siklus II telah memperlihatkan hasilyang memuaskan, baik ditinjau dari aktivi-tas maupun hasil belajar siswa. Perubahantindakan yang dimaksud adalah peruba-han dalam pengelompokan, proses penya-jian informasi, dan proses pembimbingan.

Kejenuhan siswa terhadap temankelompoknya ternyata dapat diatasidengan cara mempertukarkan kembalianggota masing-masing kelompok setiappertemuan. Penempelan nama-namaanggota kelompok di dinding kelassebelum pembelajaran dimulai, membuatmereka merasa lebih nyaman dan cepat

dalam membentuk kelompok.Hal lain yang diperbaiki adalah

mempersingkat penyajian materi danmengintensifkan proses pembimbingan.Pengintensifan proses pembimbingandilakukan dengan cara guru dan siswatertentu menjadi pembimbing dalamkelompok sehingga semua siswa terlayani.Anggota dapat bertanya secara langsungkepada teman kelompoknya yangdianggap lebih mampu. Hal ini mudah

37

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Page 46: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

terjadi karena posisi duduk mereka yanglebih memungkinkan terjadinya interaksiyang lebih baik di antara mereka. Dengandemikian, pembimbingan siswa lebihintensif karena guru bukan satu-satunyapembimbing dalam kelas. Ini sejalandengan pendapat Pratt (2003) yangmenyatakan bahwa dalam pengalamannyamengajar selama 30 tahun di kelas, iamenemukan bahwa pembelajarankooperatif adalah cara terbaik untukmenjadikannya sebagai seorang fasilitatoryang sukses di kelas.

Perubahan-perubahan tindakanyang telah dilakukan ini berdampak padameningkatnya aktivitas siswa dan hasilbelajar. Aktivitas siswa baik secara individumaupun kelompok telah meningkat. Selainitu, hasil belajar mereka juga meningkat.Peningkatan ini terlihat pada persentasesiswa yang tuntas belajar meningkat danindikator keberhasilan penelitian ini telah

tercapai.

Meningkatnya Aktivitas Belajar SiswaAktivitas siswa secara individu

mengalami peningkatan secara rata-ratadari 30,18 % menjadi 53,9 %. Peningkatanini disebabkan siswa sudah beranimengemukakan pendapat. Keberaniansiswa berbicara ditunjukkan dengankemauan siswa untuk menjawabpertanyaan. Mereka tidak malu-malumengemukakan jawaban meskipunjawaban mereka kadang belum/kurangtepat. Selain itu, mereka juga tidak takutlagi mengemukakan pendapat.

Aktivitas siswa secara kelompokjuga meningkat dari 82,0 % menjadi 98,2%. Ini berarti peneliti sudah mampumengaktifkan kerja kelompok melaluipembelajaran kooperatif tipe STAD ini.Aktivitas kelompok siswa sepertimendengarkan informasi guru, membacaLK dan materi yang dibagikan, terlibat aktifdalam diskusi kelas, menyelesaikan tugastepat pada waktunya, dan membuatkesimpulan sudah sesuai dengan harapan

guru. Hanya saja, kemampuan siswauntuk menarik kesimpulan dengan baikmasih perlu ditingkatkan. Tetapikemampuan ini masih dapat terusditingkatkan melalui pembiasaan-pembiasan di kelas.

Meningkatnya Hasil Belajar SiswaHasil belajar siswa setelah tindakan

diberikan juga meningkat. Peningkatanhasil belajar siswa ini sudah melampauitarget indikator keberhasilan.

Berdasarkan hasil analisis data diatas, peningkatan hasil belajar siswaterjadi karena pemberian variasi padapembelajaran kooperatif tipe STAD yangberupa pergantian anggota kelompoksetiap pertemuan dan peningkatanintensitas dan kualitas bimbingan.Pergantian anggota kelompok setiappertemuan dapat mengurangi kejenuhandalam bekerja kelompok. Sedangkanpeningkatan intensitas dan kualitaspembimbingan dapat meningkatkankualitas belajar siswa. Variasi ini ternyatadapat memperbaiki kualitas prosespembelajaran siswa kelas VIII.1 SMPNegeri 4

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian danpembahasan yang telah diuraikan makadapat ditarik kesimpulan bahwapenerapan model pembelajarankooperatif tipe STAD telah meningkatkanaktivitas dan hasil belajar IPA siswa kelasVIII.1 SMP Negeri 4 Palopo. Pembelajarankooperatif tipe STAD ini dilakukan denganmengganti anggota kelompok setiappertemuan dan mengintensifkan pembim-bingan melalui pemberdayaan anggotakelompok yang berkemampuan untuk ikutmembimbing.

Penerapan pembelajaran kooperatiftipa STAD telah meningkatkan aktivitassiswa baik secara individu maupunkelompok. Peningkatan aktivitas ini

38

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe StudentTeam Achievement Division (STAD)

Page 47: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

berdampak pada peningkatan penguasaanmateri, sehingga penerapan modelpembelajaran kooperatif tipe STAD cukupefektif untuk meningkatkan aktivitas danhasil belajar siswa di kelas.

Dalam upaya meningkatkanaktivitas dan hasil belajar IPA siswamelalui penelitian ini disarankan agar paraguru khususnya guru bidang studi IPA

dapat menerapkan model pembelajarankooperatif tipe STAD.

Dalam menerapkan pembelajarankooperatif tipe STAD hendaknya gurumengganti anggota kelompok pada setiappertemuan dan memberdayakan siswayang mampu untuk ikut memberikanbimbingan pada siswa lain dalamkelompoknya.

39

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Daftar Rujukan

Pratt, Sandra. (2003). Cooperative Learning Strategies. The Science Teacher, 70 (4),25._______:_____

Sanjaya, Wina. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada MediaGroup.

Sardiman. (2010). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: KencanaPrenada Media Group.

Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Suatu TinjauanKonseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 48: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

40

Page 49: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PendahuluanDalam pengajaran bahasa Inggris di

sekolah menengah pertama, empatketrampilan berbahasa, yaitu mendengar,berbicara, membaca, dan menulismerupakan target yang harus dikuasaioleh siswa hingga pada tataran fungsional.Dari empat ketrampilan berbahasatersebut, ketrampilan berbahasa lisan,mendengar dan berbicara, mendapatkanprioritas ketrampilan yang harus segeramungkin dikuasai. Ini tampak padapenataan standar kompetensi dan dankompetensi dasar pada Standar Isi SMPyang menempatkan ketrampilanberbahasa lisanpada prioritas pertamayang harus segera dikuasai. Pada semester1 kelas VII, ketrampilan berbahasa lisanmenjadi prioritas.

Hal ini menunjukkan betapapentingnya siswa segera menguasaiketrampilan berbahasa lisan, dalam hal initerutama berbicara sesegera mungkinsehingga guru dan siswa segera bisaberkomunikasi di kelas denganmenggunakan bahasa Inggris. Dengan

demikian bahasa Inggris lekas bisadigunakan sebagai alat komunikasi danmedium pengajaran di kelas dan disekolah sehari-hari.

Pentingnya ketrampilan berbicaradalam belajar bahasa asing seperti yangditunjukkan oleh Standar Isi jugadigarisbawahi oleh Louma. MenurutLouma (2004: 1) ”speaking skills are animportant part of curriculum in languageteaching”.Sejalan dengan itu, Richards(1990: 67) menyatakan bahwa ”Themastery of speaking skill in English is apriority for many second or foreignlanguage learners”.

Memahami pentingnya penguasaanketrampilan berbicara tersebut, penelitiyang merupakan guru bahasa InggrisSMPN 2 Tanjunganom Nganjuk merasatidak puas dengan pencapaianketrampilan berbicara para siswanya.Pengamatan peneliti pada salah satu kelasyang peneliti ajar yaitu kelas VII-5menunjukkan bahwa siswa belum mampuberbicara banyak dan lancar. Hal itunampak dari perilaku siswa di dalam kelas

PENINGKATAN KELANCARAN BERBICARA BAHASA INGGRISMELALUI INFORMATION GAP ACTIVITIES

Arif Mustopa, Mudayat, dan Ismukoco*)

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kelancaran berbicara bahasaInggris siswa kelas VII SMP. Subjek penelitian adalah 36 siswa kelas VII-5 SMPN 2 Tanjun-ganom, Nganjuk. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan Information Gap Activi-ties. Data dikumpulkan dengan menggunakan tes kinerja, kuesioner, pengamatan, danjurnal pembelajaran siswa selama dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Infor-mation Gap Activities yang dilakukan melalui tahapan giving iput, grouping,understanding the task, dan performing the task dapat meningkatkan kelancaranberbicara bahasa Inggris siswa.

Kata kunci: Information Gap Activities, kemampuan berbicara.

*) Arif Mustopa dan Mudayat adalah guru SMPN 2 Tanjunganom Nganjuk Jawa Timur, Ismukoco adalahWidyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Timur.

Page 50: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

saat pembelajaran berbicara bahasaInggris. Pertama, jika guru bertanya dansiswa diminta menjawab secara lisan,siswa cenderung pasif, diam, ataukalaupun merespon hanya sedikit sajaekspresi yang dikeluarkan padahal siswapaham dengan maksud pertanyaan.Kedua, dalam kerja kelompok, ketikaberdiskusi siswa hampir total meng-gunakan bahasa Indonesia. Ketiga, dalamkegiatan berdialog berpasangan banyaksiswa tidak mampu berbicara lancarseperti nampak dari banyaknya danlamanya jeda dalam proses berinteraksi.Dalam jeda, siswa biasanya menengok keteman-temannya untuk bertanya istilahbahasa Inggris dari kata-kata yang akanmereka ucapkan atau bertanya pada guru.Keempat, kemampuan bicara yang sudahdikuasai siswa cenderung yang bersifathapalan atau mekanis.

Hasil pengamatan peneliti tersebutdidukung oleh hasil tes berbicara yangmenunjukkan hanya 20% dari 36 siswaberhasil mencapai kriteria ketuntasanminimal 75, sedangkan 80% yang lainbelum berhasil. Kondisi tersebut jugasesuai dengan hasil angket yang diberikanpada siswa. Angket tersebut menanyakanpendapat para siswa berkenaan denganpembelajaran berbicara. Dari 36 siswa,89,6% siswa menyatakan pembelajaranberbicara bahasa Inggris sulit dan hanya10,4 % siswa menyatakan mudah. Selainitu, siswa juga menyatakan mereka tidaklancar berbicara bahasa Inggris disebab-kan oleh kurangnya kosa kata dan tidakmampu mengucapkan kata-kata bahasaInggris dengan benar, dan kurang percayadiri. Komentar mereka sesuai denganpengamatan peneliti.

Dari refleksi peneliti tentangcaranya mengajar dan diskusi dengankolega, peneliti menemukan bahwa adacara mengajar yang perlu diperbaiki.Dalam mengajar berbicara penelitibiasanya melatih anak dengan tekniktubian (drill). Teks-teks interaksional

ditubikan kemudian siswa diberi dialoguntuk dibaca dan dihapalkan. Kemudiansecara random beberapa pasang siswadiminta untuk maju ke depan kelas. Ketikaditinjau, teknik ini memang cenderungmembosankan. Keterlibatan siswa secarasukarela minim. Kegiatan komunikasi yangdilakukan siswa tidak natural karena siswamengucapkan sesuai dengan naskah(dialog) yang tertulis. Selain itukesempatan maju untuk tampil juga hanyabisa dinikmati segelintir siswa. Siswa yangmaju sering malu-malu karena takut salahdi depan orang banyak.

Gambaran permasalah di atassesuai dengan permasalahan dalambelajar bahasa asing yang dikemukakanoleh Ur (1996). Permasalahan tersebutadalah adalah (1) siswa tidak terbiasaberbicara bahasa Inggris ; (2) tidak adayang dikatakan (nothing to say); (3)partisipasi siswa rendah yaitu siswa yangberbicara dalam bahasa Inggris hanyasiswa itu-itu saja dan yang lain sedikit,bahkan tidak sama sekali (low or unevenparticipation); dan (4) penggunaanbahasa ibu yang mendominasi sebagianbesar waktu belajar berbicara bahasaInggris (mother-tongue used).

Pembelajaran ketrampilan berbicarayang berhasil menurut Ur (1966) ditujukkan oleh hal-hal berikut: (1) siswaberbicara banyak dengan lancar, (2)partisipasi siswa dalam diskusi tinggi dandiskusi tidak didominasi oleh beberapasiswa saja, (3) motivasi siswa tinggi yaitusetiap siswa memiliki keinginan untukberbicara sebab mereka mempunyaisesuatu yang baru untuk disampaikan, dan(4) tingkatan kesulitan yang diajarkansesuai dengan tingkatan belajar siswa.

Peneliti berkeinginan untukmembuat pembelajaran berbicara sepertiyang dideskripsikan di atas supayakemampuan siswa berbicara meningkat.Untuk mengatasi masalah-masalah yangtelah disebutkan di atas, Ur (1996)mengusulkan beberapa alternatif langkah

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

42

Page 51: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

pemecahan. Langkah-langkah alternatiftersebut adalah, 1) menggunakan kerjakelompok, (2) mendasarkan kegiatan padabahasa yang mudah sesuai tingkatannya,(3) memilih topik dan tugas yang bisamerangsang siswa untuk lebih termotivasidengan tujuan yang jelas dan mudahdicapai, (4) instruksi yang diberikankepada siswa harus memberi penegasanbahwa semua siswa mempunyai perandalam diskusi dan pembelajaran, (5) danmengupayakan siswa tetap berbicarabahasa Inggris sebisa mungkin dandiberitahukan jangan takut membuatkesalahan dalam belajar terutama salahpenggunaan kosa kata.

Berdasarkan uraian Ur (1996) diatas, untuk meningkatkan kemampuanberbicara siswa, peneliti menggunakanIGA atau information gap activities yangcocok untuk pembelajaran materi teks-teks transaksional dan interpersonal padakelas VII semeter 1. IGA pada dasarnyaadalah kegiatan belajar kooperatif(berpasangan atau berkelompok) untukmenyelesaikan suatu tugas ataumemecahkan masalah dengan jalanmencari informasi yang dibutuhkan( Richards , 2004; Jones dan Williams,2002). Dalam IGA seorang siswa atausebuah kelompok mendapatkan, masing-masing informasi yang berbeda. Keduabelah pihak harus bernegosiasi danmenemukan informasi yang dimiliki pihaklain supaya bisa menyelesaikan tugas ataumemecahkan masalah. Richard (2004)mengatakan, dalam IGA siswaberkosentrasi mencari informasi melaluiinteraksi dengan siswa lain tanpa harustakut dengan kesalahan dalam kaidahbahasanya.

Apakah manfaat IGA? Neu dan Ree-ser (dalam Raptou, http://letsgetengaged.wikispaces.com/) mengatakan bahwaIGA memberi kesempatan kepada setiapsiswa berbicara bahasa Inggris dan siswasecara alami akan memproduksi lebihbanyak ujaran. Disamping itu, IGA dapat

dikembangkan untuk memperbaikimasalah kosakata, pengucapan, dankelancaran berbahasa Inggris siswa.Penelitian Nurhasanah (2008) menun-jukkan bahwa IGA dapat meningkatkankemampuan berbicara siswa yangdiajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, makapeneliti menetapkan IGA sebagaitindakan untuk mengatasi masalahpengajaran berbicara di kelas penulis.Dengan demikian masalah dalampenelitian ini dirumuskan sebagai berikut:Bagaimanakah penerapan IGA dapatmeningkatkan kemampuanberbicara siswakelas VII-5 SMPN 2 Tanjunganom,Nganjuk. Dengan penelitian tindakan yangmerupakan rencana sistimatis untukmemecahkan masalah pembelajaranketrampilan berbicara ini diharapkansiswa dapat meningkatkankemampuannya berbicara bahasa Inggris.

MetodePenelitian ini menggunakan rancang

-an penelitian tindakan kelas yangbertujuan untuk meningkatkan kelan-caran berbicara siswa. Kemampuanberbicara siswa terdiri atas kemampuanmenyampaikan ide, kelancaran, danakurasi. Akurasi meliputi akurasi dalampengucapan, kosa kata, dan gramatika.Karena siswa kelas VII merupakan pemuladalam belajar bahasa Inggris maka akurasigramatika untuk sementara ini tidakdijadikan fokus karena pada tahapanpemula atau beginners komunikasisebaiknya diarahkan pada makna danbukan bentuk.

Penelitian ini dilakukan dalam duasiklus. Setiap siklus terdiri atasperencanaan, pelaksanaan , observasi, danrefleksi.

Data dikumpulkan dengan meng-gunakan teknik (1) tes kinerja, (2)kuisioner, dan (3) pengamatan. Tes kinerjauntuk mengukur capaian kemampuanberbicara siswa, kuesioner untuk

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

43

Page 52: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

mengetahui respon siswa terhadapkegiatan penerapan information gap,sedangkan pengamatan untuk mengamatiproses pelaksanaan tiap tahap penerapanIGA di kelas.

Sumber data dalam penelitian iniadalah siswa kelas VII-5 SMPN 2Tanjunganom tahun pelajaran 2009/2010,berjumlah 36 orang, yang terdiri dari 18orang putri dan 18 orang putra. Kriteriakeberhasilan tindakan adalah jika 70%siswa kelas VII-5 mencapai kelancaranberbicara bahasa Inggris denganketuntasan minimal yaitu 75. Selain itu,IGA dianggap berhasil jika semua atau100% siswa kelas VII-5 merespon positifproses pembelajaran berbicara bahasaInggris.

Data penelitian yang terkumpulterdiri atas data kualitatif dan kuantitatif.Data kualitatif pada penelitian ini dianalisisdengan langkah-langkah (1) mengidenti-fikasi informasi, (2) mereduksi danmengklasifikasi data, (3) mendeskripsikandata dan (4) menginterpretasi data. Datahasil tes kelancaran berbicara bahasaInggris dan hasil kuesioner dianalisisdengan cara ditabulasi, divisualisasikan,dideskripsikan dan diinterpretasi berda-sarkan kriteria keberhasilan tindakan.

Penelitian ini menerapkan IGA(Information Gap Activities ) denganbentuk belajar kelompok berpasangan.IGA diterapkan dengan langkah-langkahpokok sebagai berikut: giving input,grouping, understanding the task danperforming the task, dan menggunakanLembar Kerja Siswa. Pada tahap Givinginput, guru membimbing siswamempelajari makna kosa kata baru terkaittema dan melatih mengucapkannyadengan benar. Selain kosa kata baru yanglangsung terkait dengan tema, guru jugamelatih siswa menggunakan ungkapankomunikatif yang akan digunakan dalaminteraksi atau kegiatan komunikasi terkaitdengan tema dengan ucapan yang benar.Ungkapan komunikatif itu misalnya: Is it

right? It’s not right; It’s your turn; Now, it’smy turn; We are done; I don’t understand.Could you say it again? I’m Sorry, I don’tunderstand. Could you say it again,please? Pardon! How many kilos of .......(noun) do you have?

Langkah grouping terdiri atas duatahap. Tahap pertama, karena kegiatanakan dikerjakan secara berpasangan yaituA dan B, guru meminta siswa untukmembentuk pasangan-pasangan (pairs)dan menentukan siapa yang menjadi Adan siapa yang menjadi B. Pada tahapkedua, guru membagi kelas menjadi 4kelompok besar: kelompok A putri, Aputra, B putri, dan B putra.

Kemudian pada tahap Understand-ing the Task: guru mendistribusikan lem-bar kerja yang akan dipakai dalamkegiatan information gap pada kelompokbesar siswa A dan siswa B. Lembar kerja Adan B berisi informasi yang berbeda, ataudengan kata lain ada information gap( kesenjangan informasi) antara lembarkerja A dan B. Guru membimbing tiapkelompok untuk memahami isi LembarKerja tersebut dan memberi bantuan jikakelompok tidak mampu memecahkanmasalah. Dalam diskusi ini siswa bekerjasama membuat instruksi dari kesenjanganinformasi yang ada jawaban pada LembarKerja dengan menggunakan kosakata dikegiatan giving input. Untuk kegiatanterakhir yaitu Performing the Task, siswa Abertemu pasangan siswa B dan salingbertanya dan menjawab untuk melengkapitugas yang ada di Lembar Kerja merekadengan menggunakan kosa kata danekspresi komunikatif yang telah dipelajaridalam tahap-tahap sebelumnya. Gurumemantau siswa yang sedang melengkapiLembar Kerja dan meminta siswamematuhi aturan main. Akhirnya, siswasaling menunjukkan Lembar Kerja yangtelah dilengkapi untuk mengetahuikebenaran informasi yang mereka terimadan berikan pada pasangannya.

Lembar kerja disesuaikan dengan

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

44

Page 53: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

materi yang diberikan. Pada siklus 1lembar kerja materi yang diajarkanadalah Introduction, imperative, andshopping list. Pada siklus 2 materi yangdiajarkan adalah suka tidak suka, deskripsihewan, dan deskripsi orang. Informationgap diwujudkan dalam pasangan-pasangan lembar kerja berbeda dengantema yang sama. Pada tema shopping listmisalnya, siswa A dan B menerimainformasi berbeda tentang benda-bendayang akan dibeli dan dijual.

Hasil dan PembahasanSebagai langkah awal dalam mer-

encanakan tindakan penelitian, hasil dataawal (preliminary reflection) yang telahdilakukan sebelum penelitian tindakandisusun merupakan acuan penting dalampenelitian ini. Dibandingkan dengan hasilsetelah perbaikan pengajaran dilakukansesuai dengan rencana.

Siklus IHasil tes kelancaran berbicara

menunjukkan nilai rata-rata dan persen-tase jumlah anak yang memperoleh nilailebih baik atau sama dengan 75 pada teskelancaran berbicara bahasa Inggris padates ke-1, ke-2, dan ke-3 cenderung men-ingkat. Nilai rata-rata pada tes ke-1 adalah52, pada tes ke-2 adalah 65 dan pada teske-3 adalah 72. Siswa yang mendapat nilaisama dengan atau lebih dari 75 pada teske-1 sebanyak 2 anak (5,5%), pada tes ke-2 sebanyak 8 anak (22,2%), dan pada tes-ke-3 sebanyak 18 anak (50 %). Deskripsiitu menunjukkan bahwa nilai hasil tes, rata-rata hasil tes, dan persentase jumlah anakyang memperoleh nilai lebih besar atausama dengan 75 pada tes kelancaranberbicara bahasa Inggris pada tes ke-1, ke-2, dan ke-3 cenderung meningkat.Beberapa kecenderungan ini biladikaitkan dengan indikator keberhasilanpenelitian yang menyebutkan bahwa 70% siswa mampu berbicara dalam bahasaInggris dengan lancar dan memperoleh

nilai kelancaran berbicara minimal 75,maka kecenderungan tersebut masih dibawah indikator keberhasilan.Ketidakberhasilan terutama berkaitandengan penggunaan kosakata. Beberapasiswa masih sering berpindah ke bahasaIndonesia.

Mengenai respon siswa terhadapIGA, hasil kuesioner menunjukkan 89 %siswa merasa senang dengan kegiatanIGA. Sedangkan idealnya adalah 100 %siswa merasa senang denganpembelajaran ini. Data kuesioner itumenunjukkan respon sangat positif danrespon positif pada adalah 89 % yangberarti tinggi. Akan tetapi kecenderunganitu bila dikaitkan indikator keberhasilantindakan yang menyebutkan 100 % siswamerespon positif terhadap pembelajarandengan IGA, maka kecenderungan inimasih di bawah indikator dan siklus 1masih perlu tindak lanjut ke siklus 2.

Siklus IIBerdasarkan hasil refleksi siklus I,

maka perlu adanya tindakan lebih lanjutpada siklus 2. Pelaksanaan tindakan padasiklus ini dilaksanakan selama 6pertemuan yaitu dengan rincian 4pertemuan untuk tindakan perbaikan dan2 pertemuan untuk mengadakan tesberbicara Bahasa Inggris. Setiappertemuan mempunyai langkah tindakansesuai dengan tindakan pada siklus I, danyang berbeda adalah pada 2 sub tindakandi atas yaitu giving input (pelatihan kosakata) dan pemberian model sebelum siswaperfoming the task.

Hasil pengamatan menunjukkanbahwa pada tahap giving input, siswamenghabiskan banyak waktu mencarimakna kata lewat kamus, bahkanbeberapa tidak melakukan. Penelitimemperbaiki tahap ini denganmemberikan makna kata melalui contohpenggunaan kalimat atau dalam bahasaIndonesia dan menunjukkan contohpenggunaan kosa kata, serta

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

45

Page 54: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

mendemonstrasikan penggunaan ungkap-an-ungkapan komunikatif yang diajarkan.

Dalam performing the task,modeling dari guru dikuatkan karena datapengamatan menunjukkan siswacenderung mengambil jalan pintas denganmenunjukkan lembar kerja yang berbedapada lawan mainnya sehingga substansiinformation gap menjadi hilang karenamereka masing bingung caramelaksanakan kegiatan dengan benar.Selain itu monitoring guru lebihdifokuskan pada kelompok yangbermasalah.

Hasil tes kelancaran berbicara yangdiadakan 2 kali menunjukkan nilaiterendah pada tes 1 adalah 20 sebanyak 3anak , tertinggi nilai 95 sebanyak 1 anakdan rata-rata tes 1 adalah 68.2. Pada teske 2 nilai terendah adalah 64 sebanyak 3anak, nilai tertinggi 94 sebanyak 4 anakdan rata-rata test 2 adalah 77.5. Selainitu, pada kegiatan tabel menunjukkansiswa yang memperoleh nilai lebih baikatau sama dengan 75 pada tes 1 sebanyak20 anak dari 36 anak atau 55.6 %, danpada tes 2 sebanyak 28 anak atau 77.8 %.Deskripsi di atas menunjukkan bahwa nilaites kelancaran berbicara bahasa Inggrisdari ke 1 dan ke 2 meningkat. Selain iturata-rata nilai tes menunjukkanpeningkatan dari tes 1dan 2. Sedangkanpersentase jumlah anak yang memperolehnilai lebih baik atau sama dengan 75 jugamengalami peningkatan. Beberapakecenderungan ini ini bila dikaitkandengan indikator keberhasilan penelitianini yang menyebutkan bahwa 70% siswamampu berbicara dalam bahasa Inggrisdengan lancar dan memperoleh nilaikelancaran (fluency) berbicara minimal 75,telah melebihi indikator keberhasilan.Hasil kuesioner menunjukkan responsangat positif: semua siswa atau 100% dari36 siswa memberikan respon positifterhadap IGA. Hal ini berarti semua siswamerasa senang terhadap pembelajaranberbicara bahasa Inggris yang

menggunakan IGA.Hasil penerapan Information Gap

Activities menunjukkan bahwa penerapankegiatan tersebut dapat meningkatkankemampuan berbicara siswa. IGA di kelaspeneliti diterapkan melalui empat langkah,yaitu: giving input, grouping, unders-tanding the task, performing the task.Pada giving input, siswa mendapat bekalkosa kata dan ungkapan komunikatif yangakan digunakan pada langkah berikutnya.Pada tahap grouping yang diikutiunderstanding the task siswa bekerjasama memahami tugas yang akandikerjakan pada tahap berikutnya danmenyiapkan langkah yang harus diambil.Tahap ini memperkuat kosa kata yangtelah dipelajari pada tahap sebelumnyasehingga pada tahap performing the tasksiswa bisa relatif lancar melakukaninteraksi memberi dan menerimainformasi.

Signifikansi peran kosakata inidigarisbawahi oleh Rivers (1981) yangmengatakan bahwa kosakata adalahmateri yang membangun bahasa sehinggatanpa kosakata tak ada pesan yang bisadikirim atau diterima. Penelitian Karimi(tahun penerbitan tidak disebutkan)menunjukkan bahwa information gapactivities meningkatkan penguasaankosakata. Dengan memiliki kosakatakontekstual sesuai tema, siswa bisa salingberinteraksi dalam kegiatan komunikasiyang diciptakan oleh information gap.Kegiatan negosiasi yang menjadi ciri IGAseperti yang dinyatakan Richards (2001)bisa berjalan. Hall (1992) mengatakanbahwa IGA (atau split informationactivities) memberikan kesempatan untukberbicara yang bisa meningkatkanpengetahuan tentang bahasa dan kontent.Dengan demikian terdapat lingkaranpositif yang saling menunjang antarapengembangan kosa kata dengankemampuan berbicara yang terjadi karenapenerapan IGA.

Selain itu kerja berpasangan men-

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

46

Page 55: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

ciptakan banyak kesempatan berlatihmenggunakan bahasa target dibandingdengan cara konvensional dimana hanyasiswa yang terpilih yang maju ke depankelas untuk berunjuk kerja. Ini senadadengan Kathryn (1990) yang mengatakanbahwa IGA memberi kesempatan danmengurangi dominasi guru berbicara,kesempatan untuk berinteraksi antarsiswa bernegosiasi,dan menjadikan bahasasasaran dapat dipahami.

Untuk membuat retensi kosakataterjadi, tahap giving input harus dilakukandengan baik karena tahap ini diperlukanbagi keberhasilan tahap-tahap berikutnya.Selain itu untuk memperjelas perilakuyang diharapkan dilakukan siswa dalamtahap performing the task, ternyatapenjelasan guru perlu dilengkapi denganmodeling / demonstrasi. Selain itu ketikasiswa telah aktif berkegiatan dalam tahapperforming the task, guru harus aktifmemonitor untuk memastikan siswamelakukan sesuai dengan prosedursupaya tujuan instruksional bisatercapai.Dengan demikian supaya IGAefektif, tiap tahap kegiatan harusdilaksanakan dengan baik.

Supaya berhasil pembelajaranmembutuhkan respon positif dari siswa.Pembelajaran akan efektif jika siswabelajar dengan perasaan tidak tertekandan menyenangkan. Dalam IGA, siswamelakukan kegiatan berpasangan denganteman dan menikmati kegiatan tersebutkarena cenderung seperti bermain.Misalnya, dengan dua gambar yang sedikitberbeda siswa diminta membandingkanuntuk menemukan perbedaan dari keduagambar itu tanpa saling melihat. Dengandemikian fokus perhatian siswa padabagaimana tugas atau permainan bisadiselesaikan, atau pada makna, bukanpada bentuk bahasa. Fokus padapenyelesaian tugas dan bukan padabentuk membuat siswa tidak takut salah.Selain itu dengan tingkat kesulitan telahdikurangi melalui langkah kedua, yaitu

grouping. LKS masing-masing sudahdipahami dalam langkah kedua IGA, dankosakata yang dibutuhkan sudahdilatihkan.

Simpulan dan SaranBerdasarkan pembahasan sebelum-

nya dapat dirumuskan beberapa simpulansebagai berikut. Pertama, pembelajarandengan menggunakan Information GapActivities dapat meningkatkan kelancaranberbicara siswa. Namun untuk menjadikegiatan belajar yang efektif, penerapanIGA dilakukan melalui tahap giving input,grouping, understanding the task, danperforming the task. Setiap tahapanperludilakukan dengan benar karenaberpengaruh terhadap kelancaran tahapberikutnya. Tahap awal bersifatmemberikan bekal bagi tahap berikutnyaSelain itu IGA yang dilakukan denganbenar dapat meningkatkan minat siswadalam pembelajaran berbicara bahasaInggris. Peningkatan minat ini terlihat darirespon positif siswa terhadappembelajaran berbicara bahasa Inggris.

Para guru bahasa Inggris disarankanagar mencoba mengimplementasikanpembelajaran berbicara bahasa Inggrisdengan menggunakan IGA, sehinggapembelajaran menjadi lebih efektif danmenyenangkan. Dalam penerapannyaguru sebaiknya memperhatikanpengembangan kosa kata dan ungkapankomunikatif yang dibutuhkan dalamkegiatan komunikasi berbasis informationgap dan mengeksplorasi cara-cara yangefektif untuk mengembangkan kosakatasiswa. Selain itu guru harus senantiasaaktif memonitor proses siswamelaksanakan kegiatan supaya bisadipastikan siswa melakukan kegiatandengan prosedur yang benar.

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

47

Page 56: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

48

Daftar Rujukan

Gass,S.M. and Varoniss, E. M. (1994). Input, interaction, and Second Language Production.Studies in Secand Language Acquisition. No. 16. 283._____:_______

All, S (1992). Using Split Information Tasks to Learn Mathematics Vocabulary.Guidelines:24(2), 72-77. Karimi, F. ----. The Effect of Using Information-Gap Tasks on Iranian EFLLexical Development. http://eslarticle.com/pub/articles/english-language-learning-ell/

Kathryn A. H. (1990). Pair Activities in Beginning Adult ESL Classes. America: Portland StateUniversity.

Louma, S. (2004). Assesing Speaking. New York: Cambridge University Press.

Nurhasanah, S. (2008). Improving Speaking Skill Using Information Gap to the Second YearStudents In SMAN 1 Tangen Sragen. Skripsi, Hasil Penelitian Tindakan Ke-las.Universitas Muhammadiyah Sura-karta

Raptou, http://letsgetengaged. wikispaces.com/ (accessed, Jakarta, 15 Agustus 2009)

Richard, J. C. (1990). Conversationally speaking: Approaches to the teaching ofConversation. New York: Cambridge University Press.

Richard, J. C, and Rodgers T S. (2001). Approaches and Methods in Language Teaching,Second Edition. Melbourne: Cambridge University Press.

Rivers, Wilga M. (1981). Teaching Foreign Language Skills: The University of ChicagoPress.

Richard, Jack C, (2004). Curriculum Development in language teaching, New York:Melbourne: Cambridge University Press.

Saraswat, M.Dr. (2001). Speak English Fluently. New Delhi: Upkar Prakashan

Ur, Penny. (1996). A course in Language Teaching Practice and Theory. Melbourne:Cambridge University Press.

Page 57: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PendahuluanIPS merupakan mata pelajaran yang

dapat mengantarkan peserta didik men-jawab masalah-masalah mendasar tentangindividu, masyarakat, pranata sosial, prob-lem sosial, perubahan sosial, dan ke-hidupan masyarakat berbangsa, dariwaktu ke waktu. IPS mengkaji seperangkatperistiwa, fakta, konsep, dan generalisasiyang berkaitan dengan isu sosial yangmemiliki ruang lingkup yang meliputiaspek-aspek; 1) manusia, tempat, dan ling-kungan; 2) sistem sosial dan budaya; 3)waktu, keberlanjutan, dan perubahan; 4)perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Adabeberapa faktor yang diduga mempunyaikorelasi positif terhadap peningkatan hasilbelajar IPS, yaitu kurikulum, media, gurudan proses belajar mengajar.

Pembelajaran merupakan faktoryang penting untuk menumbuhkan ke-mampuan siswa dalam menjawab perma-salahan sosial yang dihadapi dalam ke-hidupan. Pembelajaran memberi kesem-patan siswa untuk belajar berinteraksidengan guru, siswa lain, dan lingkungan

sosial dalam memecahkan permasalahansosial. Pembelajaran IPS akan bermaknajika siswa belajar keterampilan sosial,yaitu mengidentifikasi permasalahansosial yang ada di lingkungannya,mengklasifikasi, mengorganisasi, menga-nalisis, dan merumuskan simpulan. Pem-belajaran yang dapat meningkatkan ket-erampilan sosial siswa akan terjadi jikaguru dapat menghadirkan sumber-sumberbelajar nyata ke kelas. Pembelajaran den-gan menggunakan metode ceramah tidaksesuai untuk digunakan dalam pembela-jaran IPS karena metode ceramah tidakmelatih keterampilan sosial.

Hasil belajar di SMP Negeri 1 Ang-kola Barat menunjukkan bahwa denganKriteria Ketuntasan Minimal 70 hanya 65%siswa yang tuntas. Dalam pembelajaranguru hanya menggunakan satu sumberbelajar yaitu buku teks IPS SMP. Kemam-puan siswa menjawab pertanyaan sangatrendah, jika guru bertanya kurang dari10% siswa yang memberikan responsmenjawab pertanyaan guru. Siswa tidak

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJARUNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA

Rosmawati, Purnama Dewi, dan Yulhefi*)

Abstrak: Berlatar belakang rendahnya minat belajar siswa pada matapelajaran IPS danjuga anggapan sebagian besar siswa di Indonesia bahwa IPS sebagai pelajaran yangmembosankan. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan tersebut danuntuk meningkatkan minat dan motivasi siswa di Sumatera Utara untuk belajar IPS, de-ngan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Data dikumpulkan melalui ku-esioner, observasi dan catatan lapangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwaminat siswa untuk belajar IPS dapat ditingkatkan dengan menggunakan sumber dayayang tersedia di sekitar mereka.

Kata Kunci: IPS, lingkungan, sumber belajar, motivasi siswa.

*) Rosmawati dan Purnama Dewi adalah guru di SMP Negeri 1 Angkola Barat, Sumatera Utara. Yulhefi adalahWidyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Utara.

Page 58: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

aktif dalam proses diskusi dan minatbelajarnya rendah.

Pembelajaran IPS yang dilaksanakandi SMP Negeri Angkola Barat dilakukanmenggunakan metode ceramah dan penu-gasan. Namun, penugasan yang diberikankepada siswa hanya menjawab pertan-yaan-pertanyaan berpikir tingkat rendahdan kurang memberikan kesempatankepada siswa untuk berinteraksi dengansumber belajar riil di lingkungannya. Siswakurang diberi kesempatan untuk melaku-kan observasi terhadap sumber belajardan mengkaji sumber belajar untuk me-nemukan konsep-konsep IPS.

Guru sebagai pengelola pembela-jaran di kelas perlu memperhatikan apayang menjadi kebutuhan siswa, agar siswaantusias serta termotivasi menuangkansemua ide yang terkait dengan materipelajaran IPS. Dengan demikian kegiatanpembelajaran akan menumbuhkankreatifitas yang pada akhirnya dapat me-ningkatkan hasil belajar siswa. Pembela-jaran dengan metode ceramah perlu di-ganti dengan metode pembelajaran yangmemanfaatkan lingkungan riil yang ada dilingkungan siswa sebagai sumber belajar.Sumber belajar riil di lingkungan siswa,misalnya taman sekolah, koperasi sekolah,kantin sekolah, masyarakat di sekitar seko-lah. Menurut Hanafi (dalam Karwono,2007) sumber belajar dapat meningkatkanproduktifitas pendidikan, yaitu denganjalan (1) mempercepat laju belajar danmembantu guru untuk menggunakanwaktu secara lebih baik, (2) mengurangibeban guru dalam menyajikan informasi,sehingga dapat lebih banyak membina danmengembangkan minat peserta didik.

Belajar adalah suatu aktivitas yangdilakukan secara sadar untuk men-dapatkan sejumlah kesan dari bahan yangtelah dipelajari, (Djamarah, Syaiful, danBahri, 1994). Agoes Soejanto (1991),mengemukakan bahwa belajar adalahsuatu proses perkembangan, artinya olehkarena secara kodrat jiwa raga anak

mengalami perkembangan, sedangperkembangan itu sendiri memerlukansesuatu. Sesuatu itu terdapat dalam dirianak dan alam sekitarnya, makaperkembangan itu ialah oleh dan untuklingkungannya. Dari beberapa pengertiandi atas, maka dapat diambil kesimpulaanbahwa belajar adalah suatu usaha ke arahperubahan tingkah laku dari yang belumpernah diketahui hingga diketahuiberdasarkan pengalaman-pengalamanyang diperolehnya.

Sumber belajar adalah segala hal diluar diri anak didik yang memungkin-kannya untuk belajar yang dapat berupapesan, orang, bahan, alat teknik danlingkungan. AECT (Association For Educa-tion Communication Technology) 1977menyatakan “sumber belajar untukteknologi pendidikan meliputi semuasumber (data, orang, barang) yang dapatdigunakan oleh peserta didik baik secaratepisah maupun dalam bentuk gabungan,biasanya dalam situasi informal, untukmemberikan fasilitas belajar”. Sumberbelajar akan dapat digunakan bila sumberbelajar itu tersedia sebelum prosespembelajaran berlangsung. Semakinbanyak sumber belajar yang digunakansemakin banyak pula keterlibatan inderasiswa dalam penerimaan pesan tersebutdan akan semakin banyak kesan danpengalaman yang di serap oleh siswa.Secara teoritis pemanfaatan lingkungansebagai sumber belajar mempunyaiberbagai arti penting diantaranyalingkungan mudah di jangkau, biaya relatifmurah, objek permasalahan dalamlingkungan beraneka ragam dan menarikserta tidak pernah habis. Sehubungandengan pemanfaatan lingkungan sebagaisumber belajar ini, Nasution (1985:125)menyatakan bahwa pemanfaatanlingkungan sebagai sumber belajar dapatdilakukan dengan dua cara yaitu dengancara membawa sumber-sumber darimasyarakat ke dalam kelas dan dengan

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

50

Page 59: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

cara membawa siswa ke sumber belajaryang terdapat di lingkungan.

Minat ialah suatu pemusatanperhatian yang tidak disengaja yangterlahir dengan penuh kemauannya danyang tergantung dari bakat lingkungan(Soejanto, Agus: 2009). Dalam belajardiperlukan suatu pemusatan perhatianagar apa yang dipelajari dapat dipahami,sehingga siswa dapat melakukan sesuatuyang sebelumnya tidak dapat dilakukan,terjadilah perubahan. Perubahan kelakuanini meliputi seluruh pribadi siswa, baikkognitif, psikomotor maupun afektif.Untuk meningkatkan minat, maka prosespembelajaran dapat dilakukan dalambentuk kegiatan siswa bekerja danmengalami apa yang ada di lingkungansecara kelompok maupun individu.

Dalam proses pembelajaran denganmemanfaatkan lingkungan sebagaisumber belajar, diharapkan siswa kelas VIISMP Negeri 1 Angkola Barat TapanuliSelatan lebih berminat mempelajari IPS.

MetodePenelitian yang dilakukan ini

merupakan penelitian tindakan kelas.Peneliti menelaah proses dan hasiltindakan pembelajaran yang dilakukansecara sistematis dan terencana. Penelitijuga terlibat langsung dalam penelitianmulai awal hingga akhir. Peneliti bertindaksebagai instrumen utama, karena penelitisendiri yang merencanakan, merancang,melaksanakan, mengumpulkan data danmenganalisis data, menyimpulkan, sertamelaporkan hasilnya. Dalam penelitian inidigunakan pendekatan kualitatif. Melaluipendekatan kualitatif ini, semua fakta baiklisan maupun tulisan dari sumber yangdiamati dan dokumen karya siswa maupunhasil belajar lainnya, dideskripsikan apaadanya yang kemudian dikaji untukmenemukan makna dari temuan yangdiperoleh.

Subjek penelitian yang digunakanadalah siswa kelas VIIA dengan jumlah

siswa 40 orang yang merupakan kelasunggulan di kelas VII, dimana sewaktupenerimaan siswa baru semua siswa NEMtertinggi berada di kelas tersebut. Darikemampuan akademik subyek penelitianini tergolong relatif homogen, subyekpenelitian ini komposisinya antara putradan putri hampir sebanding, jumlahkeseluruhan adalah 40 siswa, terdiri dari21 putra dan 19 putri.

Proses pembelajaran dengan me-manfaatkan sumber belajar di lingkungansiswa memiliki tahapan sebagai berikut.1) Guru memberikan motivasi dengan

menampilkan sumber belajar rielkepada siswa dan memberikan aper-sepsi berupa pertanyaan untuk mer-angsang siswa mempelajari sumberbelajar

2) Siswa bekerja secara kelompok mem-pelajarai fenomena sosial, permasala-han sosial, dan pemecahannya dariberbagai sumber belajar di lingku-ngannya

3) Siswa menyusun laporan tentangfenomena sosial, permasalahan sosial,dan pemecahannya dalam bentuk ha-sil karya

4) Siswa mempresentasikan hasil kar-yanya di kelas untuk mendapatkanmasukan dan tanggapan dari siswalain

5) Guru meminta siswa untuk mengem-bangkan konsep yang telah dipelajariuntuk diterapkan dalam kehidupansehari-hari.

Data yang dikumpulkan dalampenelitian adalah minat siswa dalam pem-belajaran IPS, keterlaksanaan pembelajar-an IPS yang dicatat dengan lembarobservasi, dan data refleksi siswa untukmendukung data utama yang diperolehdari catatan refleksi siswa di setiap akhirpembelajaran. Data minat belajar dikum-pulkan menggunakan angket yangdiberikan siswa pada akhir pembelajaran.Siswa memberikan pilihan skor (1-5) padasetiap butir pertanyaan berdasarkan

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

51

Page 60: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

interpretasi terhadap butir pertanyaantersebut. Skor 1 menunjukkan minat yangpaling rendah, sebalaiknya skor 5menun-jukkan minat yang paling tinggi.Skor seluruh butir pertanyaan kemudiandijumlahkan dan dipersentase.

Data keterlaksanaan pembelajarandicatat oleh pengamat melalui observasikelas. Perubahan tingkah laku minatbelajar siswa selama proses pembelajaransedang berlangsung juga dicatat, sepertipartisipasi peserta didik dalampembelajaran, pengembangan keteram-pilan peserta didik dalam menggaliinformasi dari berbagai sumber, mengolahinformasi/data, memecahkan masalah/melakukan penelitian, berkomunikasilisan/tertulis (diskusi/presentasi), meng-ajukan ide/pertanyaan kreatif/berbobot,menghubungkan materi pembelajarandengan kehidupan sehari-hari/lingkungan,mengambil keputusan/menarik simpulan,dan antusiasme siswa dalam belajar.

Hasil dan PembahasanDalam penelitian meningkatkan

minat belajar IPS dengan pemanfaatanlingkungan sebagai sumber belajar siswakelas tujuh SMPN 1 Angkola Baratdilaksanakan dalam dua siklus, yaitu siklusI (materi pokok bahasan /tema kegiatanekonomi masyarakat), siklus II (materipokok/tema Tapanuli Selatan menujuUKM). Setiap siklus melalui tiga tahapanumum, yaitu tahap awal/pendahuluan,tahap inti berupa penyiapan instrumenpengamatan dan pembuatan panduanwawancara dengan bantuan guru,pelaksanaan observasi dan wawancara,analisis data dan pelaporan/presentasi,dan tahap akhir umpan balik dan revisi.

Pembelajaran IPS untuk meningkat-kan minat belajar dengan pemanfaatanlingkungan sebagai sumber belajar ini me-latih siswa menggunakan keterampilanmencari informasi antara lain terdiri dari:1) kemampuan menentukan sumberinformasi; 2) kemampuan menentukan

fokus informasi; 3) kemampuan menggaliinformasi; 4) kemampuan menyeleksiinformasi; 5) kemampuan mengorganisasiinformasi; 6) kemampuan menyajikan/mengkomunikasikan/ mempresentasikanlaporannya. Jenis aktivitas siswa untukmengukur minat siswa selain angketadalah kemampuan menyusun instrumenwawancara dan pengamatan, kerjasamasiswa dalam kelompok, yang merupakanbagian dari keterampilan mencari

informasi.

Siklus IProses pembelajaran dilaksanakan

dalam 3 kali pertemuan, pertemuan 1tanggal 28 Desember 2009, pertemuankedua tanggal 29 Desember 2009 danpertemuan ketiga tanggal 30 Desember2009. Siklus pertama dengan temakegiatan ekonomi masyarakat, siswadibagi menjadi enam kelompok denganmasing-masing kelompok beranggotakan 5-6 orang menuju ke lingkungan alamsekolah seperti kebun salak, kebun karetdan sawah pada pertemuan 1, pertemuan2 siswa dibawa ke lingkungan ekonomiseperti kantin sekolah, penjual bakso dantoko serba ada selanjutnya pertemuan 3siswa mewawancarai lingkunganpekerjaan seperti supir angkot, guru dantukang bangunan. Setiap anggotakelompok diberikan wacana dan lembarkerja yang telah disediakan oleh guruuntuk digunakan dalam menggaliinformasi dari nara sumber yang adadilingkungan sekolah kemudiandidiskusikan di kelompoknya dan hasilnyadipresentasikan. Untuk sampai kelingkungan dibutuhkan waktu 5 menit dandi lingkungan siswa langsung bisa bertemudengan sumber belajar yang sudahdikomunikasikan sebelumnya. Siswa sudahmembuat pertanyaan tetapi guru belummemeriksa apakah pertanyaan sudahsesuai dengan tujuan pembelajaran yangdiharapkan, sehingga ketika sumberbelajar diwawancarai oleh siswa untuk

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

52

Page 61: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

menggali informasi tidak terarah dalammemberikan pertanyaan. Selanjutnyaketika presentasi hasil penggalianinformasi dimana guru tidakmengorganisasi kelas dengan baik,

sehingga tidak bisa semua kelompokmemaparkan hasil penggalian informasidari sumber belajar dan tidak semuakelompok dapat memberikan masukandan pertanyaan disebabkan guru belum

Gambar 1. Hasil Analisis Angket Minat Siklus 1

Hasil Analisis Angket Minat

67.5075.00

82.50

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Pre

se

nta

si

Ke

terc

ap

ain

Siklus 1

Pada pertemuan pertama diperolehskor minat belajar siswa kelas VII SMPNegeri 1 Angkola Barat denganmenggunakan lingkungan sebagai sumber

belajar dimana angket yang mencapai 70adalah sebanyak 67,50 %, padapertemuan kedua terjadi peningkatansebesar 7,50 %, sedangkan padapertemuan ketiga terjadi lagi peningkatansebesar 7,50 %. Dari hasil pengolahan dataangket minat siswa menunjukkanpeningkatan secara terus menerus dalamtiga kali pertemuan namun belummencapai indikator keberhasilan dimana

minat belajar siswa yang mencapai skor 70 belum mencapai 85%, oleh sebab itupeneliti merasa masih perlu melakukantindakan pada siklus 2.

Perbaikan tindakan dilakukandengan mendatangkan lingkungan sebagaisumber belajar ke dalam kelas sehinggadiharapkan pengorganisasian kelas dapatdilaksanakan dengan maksimal di dalamrencana pembelajaran siklus 2.

Siklus IIPada siklus 2 pembelajaran

dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan,pertemuan 1 tanggal 23 Maret 2010,pertemuan kedua tanggal 24 Maret 2010dan pertemuan ketiga tanggal 25 Maret2010. Siklus kedua dengan tema TapanuliSelatan menuju UKM, pemanfaatanlingkungan sebagai sumber belajar dimanasumber belajar yang ada di lingkunganseperti pengelola home industri buahsalak menjadi makanan ringan, penguruskoperasi kredit dan polisi yang biasaberada di sekitar sekolah di datangkan kedalam kelas. Kemudian siswa dibagimenjadi enam kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan5-6 orang. Setiap anggota kelom-pok diberikan wacana dan lembar kerjayang telah disediakan oleh guru untukdigunakan dalam menggali informasi darinara sumber yang yang didatangkan kedalam kelas kemudian didiskusikan dikelompoknya dan hasilnya dipresen-tasikan. Sebelum narasumber masuk

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

53

Page 62: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

kedalam kelas guru terlebih dahulumenugaskan setiap kelompok untukmembuat pertanyaan sesuai denganwacana dan lembar kerja yang ada padakelompok mereka, kemudian gurumemeriksa pertanyaan yang ditulis setiapkelompok agar pertanyaan yangdigunakan untuk menggali informasi darinarasumber sudah sesuai dengan tujuanpembelajaran. Setiap kelompok diberibatasan waktu untuk menggali informasidari narasumber, begitu juga presentasidari hasil diskusi dan ketika kelompok lainmemberikan masukan atau pertanyaan.Sehingga pengorganisasian waktu dapatberjalan dengan maksimal dan prosespembelajaran berjalan sesuai denganrencana pembelajaran. Pembagian waktuuntuk penggalian informasi oleh siswa darinarasumber ternyata masih belummaksimal dari aspek pengamatanpengembangan keterampilan pesertadidik dalam menggali informasi dariberbagai sumber dimana siswa merasawaktu yang dibatasi belum mencukupiuntuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya. Begitu juga dengannarasumber menyampaikan kepada

peneliti bahwa waktu yang disediakan baginarasumber terlalu singkat, narasumbermengharapkan kedatangan merekasebagai nara sumber hendaknyakwantitasnya ditambah.

Dari hasil refleksi siswa hampir 85%siswa menanggapi dengan menuliskanbahwa mereka merasa pembelajaransangat menarik dan menyenangkan.Pengamatan yang dilakukan observermenunjukkan peningkatan hasil yang baikdimana aspek yang diamati meliputiantara lain peserta didik berpartisipasisecara aktif dalam pembelajaran,pengembangan keterampilan pesertadidik dalam menggali informasi dariberbagai sumber, mengolah informasi/data, memecahkan masalah/melakukanpenelitian berkomunikasi lisan/tertulis(diskusi/presentasi), mengajukan ide/pertanyaan kreatif/ berbobot,menghubungkan materi pembelajarandengan kehidupan sehari-hari/lingkungandan mengambil keputusan/menarikkesimpulan selanjutnya aspek dimanapeserta didik tampak ceria dan antusias

dalam belajar .

Gambar 1. Hasil Analisis Angket Minat Siklus 1

Hasil Analisis Angket Minat

82.05

84.62

89.74

78.00

80.00

82.00

84.00

86.00

88.00

90.00

92.00

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Pre

senta

se

Kete

rcapaia

n

Siklus 2

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

54

Page 63: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Pada siklus 2 pertemuan pertamadiperoleh scor minat belajar siswa kelasVIIA SMP Negeri 1 Angkola Barat denganmenggunakan lingkungan sebagai sumberbelajar dimana angket yang mencapai ³70adalah sebanyak 82,05 %, padapertemuan kedua terjadi peningkatansebesar 84,62 %, sedangkan padapertemuan ketiga terjadi lagi peningkatansebesar 89,74 %. Dari hasil pengolahandata angket minat siswa siklus 2menunjukkan peningkatan yang signifikansebesar 14,74% dibandingkan dengansiklus 1.

Hasil angket siklus II menunjukkanpeningkatan yang signifikan dari siklus I,pengamatan oleh observer melalui aspek-aspek yang diamati menunjukkan hasilyang baik walaupun masih ada aspek yangmemerlukan perbaikan seperti aspekpenggalian informasi, selanjutnya hasilrefleksi siswa juga menunjukkan hasil yangbaik dimana siswa menuliskan sepertipembelajaran menarik, menyenangkan,mendatangkan narasumber lain, dansebagainya. Sehingga peneliti merasasiklus III tidak dilanjutkan lagi.

Dalam belajar diperlukan suatupemusatan perhatian agar apa yangdipelajari dapat dipahami, sehingga siswadapat melakukan sesuatu yangsebelumnya tidak dapat dilakukan,terjadilah perubahan. Perubahan kelakuanini meliputi seluruh pribadi siswa, baikkognitif, psikomotor maupun afektif.Untuk meningkatkan minat, maka prosespembelajaran dapat dilakukan dalambentuk kegiatan siswa bekerja danmengalami apa yang ada di lingkungansecara kelompok.

Semakin banyak sumber belajaryang digunakan semakin banyak pulaketerlibatan indera siswa dalampenerimaan pesan tersebut dan akansemakin banyak kesan dan pengalamanyang di serap oleh siswa. Nasution(1985:125) menyatakan bahwapemanfaatan lingkungan sebagai sumber

belajar dapat dilakukan dengan dua carayaitu dengan cara membawa sumber-sumber dari masyarakat ke ataulingkungan ke dalam kelas dan dengancara membawa siswa ke lingkungan.Minat ialah suatu pemusatan perhatianyang tidak disengaja yang terlahir denganpenuh kemauannya dan yang tergantungdari bakat lingkungan (Soejanto, Agus:2009). Dalam belajar diperlukan suatupemusatan perhatian agar apa yangdipelajari dapat dipahami, sehingga siswadapat melakukan sesuatu yangsebelumnya tidak dapat dilakukan,terjadilah perubahan. Perubahan kelakuanini meliputi seluruh pribadi siswa, baikkognitif, psikomotor maupun afektif.Untuk meningkatkan minat, maka prosespembelajaran dapat dilakukan dalambentuk kegiatan siswa bekerja danmengalami apa yang ada di lingkungansecara kelompok maupun individu.

Berdasarkan gambar 1 dan 2 diatasterlihat dengan jelas bahwa minat siswadalam pembelajaran mengalamipeningkatan yang signifikan. Minat siswadalam menggali informasi dari sumberbelajar dengan memanfaatkan lingkunganpada siklus pertama hanya mencapai 75%,pada siklus kedua meningkat menjadi89%, yang berarti mengalami kenaikansebesar 14,74%.

Bila dibandingkan dengan indikatorkeberhasilan yang telah ditetapkan, yaknidiharapkan dapat meningkat minatbelajar siswa terhadap mata pelajaran IPSdengan memanfaatkan lingkungan sebagaisumber belajar, dimana 85 % siswamemperoleh score minat belajar IPSminimal 70. Dari siklus pertama ke sikluskedua, maka angka prosentase kenaikanpada minat siswa tersebut tergolongsangat signifikan.

Akhirnya dapat ditarik kesimpulansementara sebagai jawaban terhadappermasalahan-permasalahan yang telahdikemukakan di awal penelitian dan ataudi bagian awal tulisan ini, bahwa

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

55

Page 64: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

pemanfaatan lingkungan sebagai sumberbelajar terbukti, setidaknya dalampenelitian ini, dapat meningkatkan minatbelajar siswa. Dengan demikian tindakanpada siklus 2 sudah mencapai indikatorkeberhasilan maka penelitian ini tidakmemerlukan siklus 3.

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil penelitian

sebagaimana terurai pada bagian hasil danpembahasan, kiranya untuk menandaiakhir dari penulisan laporan ini dapatditarik beberapa kesimpulan pentingsebagai jawaban atas masalah-masalahpenelitian yang telah dikemukakan di awalpenelitian/tulisan, sebagai berikut:pemanfaatan lingkungan sebagai sumberbelajar terbukti bisa meningkatkan minatbelajar siswa kelas VIIA SMP Negeri 1Sitinjak Tahun Pelajaran 2009/2010 padapemahaman konsep mata pelajaran IPS.Peningkatannya sangat signifikan, dari75% pada siklus pertama menjadi 89, 74%pada siklus kedua, yang berarti minatbelajar siswa mengalami kenaikan sebesar14,74%.

Mengupayakan sedapat mungkinmemanfaatkan lingkungan sebagaisumber belajar untuk membangkitkanminat belajar siswa, serta untukmemberikan pengalaman belajar yang

berharga bagi siswa, dengan caramenghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan hidup nyata yang terjadi disekeliling siswa, dan dengan memberikantantangan kepada siswa untuk turut sertaambil bagian dalam upaya pemecahanmasalah-masalah hidup tersebut, yangbukan tidak mungkin menyangkut masalahhidup siswa sendiri. Sehingga denganbegitu, siswa akan merasakan keber-maknaan dari apa yang sedang dipelajari,dan belajar benar-benar dirasakan sebagaisesuatu yang menyenangkan (Learning isfun), tidak sebaliknya sebagai sesuatuyang menjemukan dan memuakkan.Pemanfaatan lingkungan sebagai sumberbelajar sepertinya sangat cocok bagibidang studi IPS lainnya, karena materi-materi pokok pembelajarannya kebanyak-an berupa pemahaman konsep. Kepalasekolah sebagai manajer dan TopLeader di suatu lembaga sekolah, denganjiwa kepemimpinannya hendaknya bisamendorong, merangsang, dan mencip-takan suasana yang kondusif, paling tidakmau berupaya untuk memfasilitasi paraguru bawahanya yang berinisiatif untukmengembangkan kreativitas dan profe-sionalismenya sebagai guru. Sehinggadengan begitu, pembelajaran di sekolahbisa dilaksanakan dengan memanfaatkanlingkungan sebagai sumber belajar.

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

56

Daftar Rujukan

AECT. (1977). Selecting Media for Learning. Washington DC: Assocation for EducationCommunication and Technology.

Depdiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPS SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas

Karwono. (2010). Seni Tentang Pemanfaatan Sumber Belajar, tanggal 13 November 2007di Metro.

Soejanto, Agus. (1991). Bimbingan Belajar Ke Arah Yang Sukses. Jakarta: Rineke Cipta.

Djamarah, Syaifull, Bahri. (1994). Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: UsahaNasional.

Page 65: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN SISWA MENGKONSTRUKSIKONSEP IPS MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRI

Tirto Adi, Marsiti, dan Oksiana Jatiningsih*)

Abstrak: Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk meningkatkan kemam-puan siswa dalam mengkonstruksi konsep dalam pembelajaran IPS. Subyek dari penelitianini adalah 39 siswa di kelas 9F aSMPN1Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Peneliti berusahameningkatkan kemampuan siswa dengan strategi pembelajaran inkuiri, sehingga siswaterlibat secara langsung dalam pembelajaran dan dapat mencari jawaban seacra mandiri.Data dikumpulkan melalui observasi, tes, portofolio dan kuesioner. Hasil menunjukkanbahwa pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bertanya un-tuk mengumpulkan, mengklasifikasi, mengeliminasi dan menggunakan data untuk menje-laskan suatu konsep.

Kata kunci: IPS, konstruksi konsep, pembelajaran inkuiri.

*) Tirto Adi dan Marsiti adalah Guru IPS SMPN 1 Tarik, Sidoarjo, Jawa Timur. Oksiana Jatiningsih adalahDosen Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya.

PendahuluanSebagian besar siswa mempersepsi

mata pelajaran IPS (Ilmu PengetahuanSosial) sebagai mata pelajaran hafalan.Rutinitas aktivitas belajar dilakukan denganmembaca buku dan menghafalkan konsep-konsep dan fakta yang ada. Sebagian besarsumber belajar adalah buku teks. Dalamkonteks pembelajaran seperti ini, siswacenderung pasif, informasi telah tersediadan diinformasikan guru. Karena itu prosespembelajaran menjadi kurang bermakna,dan tidak mengembangkan kemampuansiswa untuk mengkonstruksi sendiri konsep-konsep IPS.

Metode ceramah dalam pembela-jaran IPS tidak memberi peluang siswa un-tuk terlibat aktif dalam proses pembela-jaran. Bentuk keterlibatan dalam pembela-jaran biasanya menjawab pertanyaan ting-kat rendah atau mengerjakan LKS (LembarKerja Siswa) yang kurang menantang.Kondisi ini tidak sesuai dengan hakekatpembelajaran IPS yang bertujuan: siswamengenal konsep-konsep yang berkaitandengan kehidupan masyarakat danlingkungannya, memiliki kemampuan dasar

untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingintahu, kemampuan ber-inkuiri, memecahkanmasalah, dan keterampilan dalamkehidupan sosial. Berdasarkan refleksi awal,fenomena ini disebabkan oleh: guru hanyamenuntut siswa menghafal beberapa fakta,konsep, prosedur, dan prinsip; prosespembelajaran berpusat pada guru (teachercentered), sumber belajar berpusat padabuku teks, dan siswa kurang terlibat aktifdalam pembelajaran.

Alternatif yang dipilih adalah men-gubah strategi pembelajaran dari ceramahmenjadi strategi inkuiri. Pembelajaraninkuiri melibatkan siswa dalam aktivitaspenelitian dan penemuan dengan prosesuntuk mendapatkan informasi berdasarkanmasalah dan penyelesaiannya dalam aktivi-tas pengajaran dan pembelajaran (Carin danSund, 1971). Strategi pembelajaran inkuiriadalah rangkaian kegiatan pembelajaranyang menekankan pada proses berpikir kri-tis dan analitis untuk mencari dan menemu-kan sendiri jawaban dari masalah yangditanyakan (Wina, 2008). Melalui kegiatanini siswa akan terlibat secara mental danintelektual dalam pemrosesan informasi

Page 66: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

agar diperoleh pemahaman yang ber-makna. Pembelajaran inkuiri berfokuspada aktivitas siswa mempelajari pengeta-huan secara dinamis, kooperatif, danproses yang terakumulasi. Dengan pembe-lajaran inkuiri, siswa terus-menerus,berkelanjutan mengumpulkan informasidan memanfaatkannya untuk menjawabsuatu masalah dalam rangka mengon-struksi konsep. Pengalaman melihat dunianyata di masyarakat akan membantusiswa untuk mengembangkan kemampuanberpikir secara sistematis, logis, kritisdalam rangka memahami konsep.Kegiatan siswa dalam mengkonstruksikonsep mencakup aktivitas merumuskan”hipotesis” pengertian konsep, mengaju-kan pertanyaan, mengumpulkan data,menglasifikasikan data, mengeliminasidata, mengaitkan data untuk mendefinisi-kan konsep. Pada tahapan anak mengon-struksi pengetahuannya, guru dapat mem-berikan bantuan sesuai dengan kebutuhananak (scaffolding).

Pembelajaran inkuiri berkaitan de-ngan pengembangan kapasitas siswa un-tuk melakukan inkuiri dan merefleksi-kannya pada hakikat kehidupan sosial,khususnya terkait dengan kehidupannyasendiri dan arah perubahan masyarakat-nya (Joice dan Weil, 1980). Dalam pembe-lajaran inkuiri siswa aktif menciptakanstruktur-struktur kognitif dalam interak-sinya dengan lingkungan. Belajar lebihdiarahkan pada experiment learning yaitumerupakan adaptasi kemanusiaan ber-dasarkan pengalaman konkret siswa padaberbagai konteks kehidupan, yang ke-mudian dikontemplasikan dan dijadikanide dalam pengembangan konsep baru.

Carin dan Sund (1971) mendefinisi-kan inkuiri sebagai pembelajaran yangmelibatkan aktivitas penelitian dan pene-muan yang berkaitan dengan proses untukmendapatkan informasi berdasarkan ma-salah dan penyelesaiannya dalam aktivitaspengajaran dan pembelajaran. Prosespembelajaran inkuiri dilakukan melalui

tahap merumuskan masalah, mengem-bangkan hipotesis, menguji jawaban ten-tatif, menarik simpulan, dan menerapkansimpulan. Pada tahap merumuskan ma-salah, kemampuan yang dituntut: (a) kesa-daran terhadap masalah; (b) melihatpentingnya masalah; dan (c) merumuskanmasalah. Kemampuan yang dituntut padatahap mengembangkan hipotesis: (a)menguji dan menggolongkan data yangdapat diperoleh; (b) melihat dan merumus-kan hubungan yang ada secara logis; dan(c) merumuskan hipotesis. Pada tahapmenguji jawaban tentatif, kemampuanyang dituntut: (a) merakit peristiwa, terdiriatas: mengidentifikasi peristiwa yang dibu-tuhkan, mengumpulkan data, dan menge-valuasi data; (b) menyusun data, terdiriatas: mentranslasikan data, menginterpre-tasikan data dan mengklasifikasikan data;(c) analisis data, terdiri atas: melihathubungan, mencatat persamaan dan per-bedaan, dan mengidentifikasikan trend,sekuensi, dan keteraturan. Pada tahapmenarik kesimpulan, kemampuan yangdituntut: (a) mencari pola dan maknahubungan; dan (b) merumuskan kesimpu-lan. Pada tahap akhir, ketika menerapkankesimpulan dan generalisasi, siswa ditun-tut untuk mampu berpikir logis-empiris.

Strategi pembelajaran IPS yang me-nekankan pada pengembangan kemam-puan berpikir adalah strategi inkuiri sosial.Strategi ini mengembangkan kemampuansiswa untuk menemukan dan merefleksi-kan sifat-sifat kehidupan sosial, terutamauntuk melatih siswa agar hidup mandiridalam masyarakatnya (Joyce dalam Wina,2008). Ada tiga karakteristik inkuiri sosial,yaitu: (1) aspek (masalah) sosial dalamkelas yang dapat mendorong terciptanyadiskusi kelas merupakan hal yang secarakhusus penting. (2) rumusan hipotesis se-bagai fokus inkuiri. (3) penggunaan faktasebagai bukti atau untuk pengujian hipote-sis (Joyce dan Weil, 1980). Pengalamannyata atau fakta membantu siswa mema-hami konsep yang dipelajarinya secara

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

58

Page 67: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

nyata, mendalam, bermakna, dan menum-buhkan pengetahuan yang tidak mudahdilupakan (long term memory).

Indikator keberhasilan penelitianyang pertama adalah, kemampuan siswamengkonstruksi konsep dengan tanpamenghafal naskah berdasarkan buku teksdan tanpa bantuan guru. Analisis terhadapkemampuan ini dilakukan secara kualitatif,dengan mencermati beberapa indikatorperilaku memahami konsep yaknikemampuan: (1) mengumpulkan informasiyang relevan untuk memahami konsepsesuai dengan KD yang dipelajari, (2)mengklasifikasikan informasi yangdiperolehnya, (3) mengeliminasi informasiyang tidak penting, (4) menyimpulkan.Indikator perilaku siswa dalammengonstruksi konsep adalah : (1)merumuskan “hipotesis” konsep; (2)menyusun pertanyaan untuk mengumpul-kan data; (3) mengklasifikasikan data(menata fakta); (4) mengeliminasiinformasi yang tidak relevan/tidakpenting; (5) menunjukkan keterkaitan datauntuk mendeskripsikan suatu konsep(menyimpulkan pola).

Indikator keberhasilan kedua adalahterlaksananya inkuiri yang diharapkansiswa dapat menguatkan konsep yang te-lah dipelajari. Proses inkuiri dilakukan me-lalui tahap: merumuskan masalah,mengembangkan hipotesis, menguji jawa-ban tentatif (mengumpulkan data dananalisis), dan menarik simpulan. Padatahap merumuskan masalah, kemampuanyang dituntut siswa dapat: (a) mengidenti-fikasi masalah; (b) memilih masalah yangpaling penting untuk dikaji; (c) meru-muskan masalah. Kemampuan pada tahapmengembangkan hipotesis siswa dapat:(a) menguji dan menggolongkan data yangdiperoleh; (b) melihat dan merumuskanhubungan secara logis; dan (c) meru-muskan hipotesis. Tahap menguji jawabantentatif, kemampuan yang dituntut siswadapat: (a) merakit peristiwa, terdiri atas:mengidentifikasi peristiwa yang dibu-

tuhkan, mengumpulkan data, menge-valuasi data; (b) menyusun data, terdiriatas: mentranslasikan data, menglasifikasi-kan data, menginterpretasikan data; (c)menganalisis data, terdiri atas: melihathubungan, mencatat persamaan dan per-bedaan, dan mengidentifikasikan ke-cenderungan, sekuensi, dan keteraturan.Pada tahap menarik kesimpulan, kemam-puan yang dituntut, siswa dapat: (a) men-cari pola dan makna hubungan; dan (b)merumuskan kesimpulan.

MetodePenelitian dilakukan di SMP Negeri

1 Tarik Sidoarjo. Subjek penelitian adalahsiswa kelas IX F dengan jumlah siswa (39siswa), terdiri atas 18 siswa laki-laki dan 21siswa perempuan. Peneliti secara bertimberpartisipasi langsung dalam penelitianmulai dari awal hingga akhir. Peneliti ber-tindak sebagai instrumen utama denganberkolaborasi dengan dosen Unesa.

Data yang dikumpulkan dalamkegiatan penelitian ini mencakup datasituasi sosial pembelajaran yang menca-kup aktivitas guru dan siswa, respon siswaterhadap aktivitas belajar yang dijalani,dan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswadijabarkan lebih lanjut terkait dengan ke-mampuan siswa dalam mengonstruksikonsep, kemampuan ber-inkuiri, dan skorhasil belajar (penguasaan konsep) siswa.Kegiatan pengumpulan data dilakukanselama proses pembelajaran berdasarkanhasil kerja siswa. Data aktivitas guru dansiswa diperoleh dengan observasi yangdilakukan oleh pengamat. Respon siswaterhadap pembelajaran dikumpulkanmenggunakan jurnal belajar dan angket.Data hasil belajar siswa yang berupa ke-mampuan mengonstruksi konsep dan ke-mampuan ber-inkuiri diperoleh melaluiportofolio. Hasil belajar penguasaan kon-sep siswa diperoleh melalui tes pada akhirsetiap siklus penelitian.

Penelitian ini dilakukan sebanyakdua siklus dengan menggunakan strategi

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

59

Page 68: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

pembelajaran inkuiri. Tiap siklus dilaksana-kan dalam empat kali pertemuan (@pertemuan: 2 X 40 menit). Langkah-langkah pembelajaran inkuiri pada siklus 1adalah: 1) guru mengemukakan tujuanpembelajaran, 2) siswa berkelompok (6-7siswa) dan mengamati gambar, 3) siswamenjawab pertanyaan penuntun dariguru, 4) siswa mengerjakan LK (LembarKerja), 5) siswa mengajukan hipotesis“pengertian konsep”, 6) siswa merencana-kan dan melakukan penelitian sederhanadi lingkungan sekitar, 7) siswa menyusundan mempresentasikan laporan, 8) siswaberdiskusi, 9) siswa menyusun portofolio,10) siswa mengerjakan ulangan harian diakhir siklus. Setelah selesai pelaksanaanpembelajaran siklus 1, dilakukan refleksidilanjutkan kegiatan pembelajaran siklus2. Langkah-langkah pembelajaran inkuiripada siklus 2 adalah: 1) guru mengemu-kakan tujuan pembelajaran, 2) siswaberkelompok (4-5 siswa) mengamati gam-bar, 3) siswa mengajukan dan menjawabpertanyaan, 4) siswa mengerjakan LK, 5)siswa mengajukan hipotesis “pengertiankonsep”, 6) siswa merencanakan dan me-lakukan penelitian sederhana, 7) siswamenyusun dan mempresentasikan lapo-ran, 8) siswa berdiskusi, 9) siswa mem-buka buku untuk konfirmasi, 10) siswamenyusun portofolio, 10) siswa mengerja-kan ulangan harian di akhir siklus.

Data penelitian yang terkumpuldianalisis menggunakan teknik analisisdata kualitatif model alir (flow model)Miles dan Huberman (1992: 18) yang meli-puti tiga tahap kegiatan: (1) mereduksidata, (2) penyajian data, dan (3) penarikansimpulan dan verifikasi. Dalam praksisnya,data situasi pembelajaran dan aktivitassiswa dianalisis secara deskriptif-kualitatif.Data kemampuan siswa mengonstruksikonsep, kemampuan ber-inkuiri, hasil be-lajar (penguasaan konsep), dan responsiswa terhadap pembelajaran inkuiridianalisis secara deskriptif-kuantitatif se-derhana menggunakan teknik persentase

dan dipertajam dengan uraian secarakualitatif.

Siswa dinyatakan berhasil (tuntas)dalam pembelajaran jika mereka menda-patkan skor minimum 70 pada masing-masing kemampuan mengonstruksi kon-sep, kemampuan ber-inkuiri, dan kemam-puan penguasaan konsep. Dalam kontekskelas, proses pembelajaran dinyatakanberhasil jika 65% siswa telah memperolehskor 70.

Hasil dan PembahasanSiklus I

Secara umum dapat dikemukakanbahwa siswa memberikan respon yangpositif terhadap kegiatan pembelajaraninquiri yang diikuti. Sebesar 97% siswamerasa bahwa pembelajaran lebihmenarik, menyenangkan, dan tidak mem-bosankan, namun 2% siswa mengemu-kakan hal yang sebaliknya. Berdasarkanpengamatan guru diketahui bahwa 2%siswa yang terkategorikan sebagai siswayang “kurang pandai” di kelas. Dalamproses pembelajaran, mereka cenderungkurang terlibat secara aktif, maka prosespembelajaran berikutnya siswa ini akanmendapatkan perhatian lebih baik dariguru. Siswa merasa senang belajarmengembangkan kemampuan berpikirnyaberdasarkan pengetahuan dan pengala-mannya melalui pembelajaran inkuiri.

Dua aktivitas utama yang dilakukansiswa dalam kegiatan pembelajaranadalah mengonstruksi konsep dan melaku-kan kegiatan inkuiri. Kegiatan mengon-struksi konsep pada tahap awal untuk me-letakkan landasan pemahaman siswa ten-tang konsep sosial yang akan dipelajarilebih lanjut melalui kegiatan inkuiri.Kegiatan siswa dalam mengonstruksi kon-sep mencakup aktivitas merumuskan“hipotesis” pengertian konsep, mengaju-kan pertanyaan, mengajukan pertanyaanuntuk mengumpulkan data, mengklasifika-sikan data, mengeliminasi data, mengait-kan data untuk mendefinisikan konsep.

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

60

Page 69: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Pada kegiatan pembelajaran siklus I,sebagian besar kemampuan siswa padasemua aspek aktivitas mengonstruksi kon-sep hasilnya kurang baik. Hal paling lemahpada siswa dalam mengonstruksi konsepadalah kemampuan mengaitkan data un-tuk mendefinisikan konsep. Sebanyak 71%siswa, kurang baik dalam mengaitkan datauntuk mendefinisikan konsep. Hal ini kon-sisten dengan data yang ada bahwa siswamasih tampak “berkeinginan” membukabuku dan tidak memperhatikan data yangmereka kumpulkan.

Lebih dari 50% siswa kurang baikdalam merumuskan hipotesis pengertiankonsep dan mengajukan pertanyaan untukmengumpulkan data, dan hampir 50%siswa kurang baik dalam menglasifikasikandan mengeliminasi data. Sebagian kecilsiswa (36%) dapat merumuskan“hipotesis” pengertian konsep berdasar-kan pengalaman dan pengetahuannyadengan baik, namun tidak konsisten den-gan itu, kemampuan siswa untuk mengait-kan data dalam mendefiniskan konsepdengan baik hanya dimiliki oleh 13%. Ren-dahnya kemampuan ini menunjukkansiswa masih belum terbiasa memanfaat-kan informasi dalam alur berpikir logisdalam mengonstruksi konsep. Mengkon-struksi sendiri suatu konsep berdasarkanpengetahuan dan pengalaman belajarnyamemerlukan perubahan pola pikir,“keberanian”, dan pembiasaan. Semakinterbiasa seseorang melakukannya, akansemakin mudah untuk berpikir dan mela-kukan aktivitas tersebut.

Berdasarkan data yang diperolehdari tes akhir siklus pembelajarandiperoleh skor kemampuan siswa dalammengonstruksi konsep. Rata-rata skoryang diperoleh siswa dalam mengon-struksi konsep adalah 69.87. Angka inihampir mendekati kriteria ketuntasanyang ditentukan yaitu 70, namun rentangskor yang dicapai oleh siswa dalam ke-mampuan ini sangat besar (range = 50).Skor tertinggi yang dapat dicapai siswa

adalah 92, sedangkan skor terendah yangdicapai siswa adalah 42. Terdapat 13%siswa yang mencapai skor tertinggi ini.Sementara itu, sekitar 2,56% siswa beradapada skor terendah. Ada 17 siswa(43.59%) yang tuntas dan sebanyak56.41% siswa belum tuntas. Data ini rele-van dengan data kemampuan siswamengkonstruksi konsep, umumnya masihberada pada kategori kurang baik. Aktivi-tas siswa yang menjadi cermatan dalampenelitian adalah kegiatan inkuiri. yangmencakup perumusan masalah, peru-musan hipotesis, pengumpulan data,menganalisis data, dan menyimpulkan.

Berdasar data yang diperolehbahwa semua komponen kegiatan inkuiridapat dilakukan oleh sebagian besarsiswa, kecuali kegiatan merumuskan hi-potesis. Lebih dari 50% siswa telah mampumerumuskan masalah dan mengumpulkandata, menganalisis, bahkan lebih dari 70%siswa telah dapat menyimpulkan, namunhanya 26% siswa yang dapat merumuskanhipotesis. Artinya, sedikit siswa dapat me-manfaatkan pengalaman, pengetahuan,penjelasan/informasi, kebijakan, solusidalam suatu fenomena untuk“memprediksi” atau “menduga” jawabanatas suatu problem yang dirumuskannya.

Berdasarkan data inkuiri diketahuibahwa rata-rata kelas dalam kegiatan iniadalah 75.72. Sebanyak delapan siswa(20,5%) memiliki nilai 79. Skor tertinggiyang dicapai siswa adalah 85 yang dicapaioleh 3.56% siswa dan skor yang terendah70 yang dicapai oleh 15.38% siswa. De-ngan kriteria ketuntasan individual yangditentukan yaitu 70, berarti seluruh siswatelah tuntas dalam kegiatan inkuiri padapembelajaran ini. Ketuntasan ini konsistendengan kemampuan inkuiri yang dimilikioleh sebagian besar siswa, kecuali kemam-puan merumuskan hipotesis yang barudimiliki oleh sepuluh siswa (26%).

Berdasarkan kriteria bahwa ketun-tasan kelas dicapai jika 65% siswa mem-peroleh skor 70, maka dapat dikemukakan

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

61

Page 70: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

bahwa kelas belum tuntas belajar padakemampuan mengkonstruksi konsep yangmasih dicapai oleh 56,41% siswa.

Siklus IISemua siswa mengatakan bahwa

pembelajaran yang diterapkan menye-nangkan. Sebesar 97,44% siswa merasabahwa belajar IPS menjadi lebih mudahdan menarik. Secara umum siswa menik-mati pembelajaran yang terjadi. Penga-kuan siswa berdasarkan jurnal refleksi,diantaranya siswa dapat mempelajari IPSmeskipun tidak membuka buku, belajarIPS dapat dilakukan dengan menggunakansumber belajar masyarakat dan pengala-man serta pengetahuannya sendiri. Pem-belajaran membuat siswa menjadi lebihmudah memahami konsep, lebih mema-hami masalah dan cara penyelesaian ma-salah di masyarakat.

Siswa gembira melihat definisi suatukonsep yang dirumuskannya sendiri yangternyata hampir sama dengan definisiyang tertulis di buku. Berdasarkan hasilobservasi yang dilakukan terhadap aktivi-tas belajar siswa saat mencocokkan kon-sep yang dirumuskannya dengan buku,siswa lebih memiliki rasa kepercayaan diridalam mengkonstruksi konsep.

Aktivitas siswa mengkonstruksi kon-sep dan kegiatan inkuiri mengalamiperkembangan. Berdasarkan portofoliodan hasil tes pada siklus II, kemampuansiswa pada semua aspek aktivitas mengon-struksi konsep berada pada level baik. Se-besar 62%, siswa sudah baik merumuskanhipotesis, pengertian konsep dan menga-jukan pertanyaan untuk mengumpulkandata; sebesar 85% siswa telah mampudalam menglasifikasikan dan mengelimi-nasi data, dan masih 41% siswa kurangbaik dalam mengaitkan data untukmendefinisikan konsep, tetapi sudah 46%diantara siswa telah dapat mengaitkandata dalam mendefinisikan konsep. Sebe-sar 62% siswa dapat merumuskan“hipotesis” pengertian konsep berdasar-

kan pengalaman dan pengetahuannya,sedang kemampuan siswa untuk mengait-kan data untuk mendefiniskan konsep di-miliki oleh 46% siswa. Ini mengindikasikanbahwa siswa telah memiliki kemampuandalam menghubungkan data dengan de-finisi suatu konsep. Sementara itu, 40%siswa belum memiliki kemampuanmenglasifikasikan dan mengeliminasi data.Kondisi ini sangat dimungkinkan terjadikarena siswa belum terbiasa merumuskansendiri pemahamannya terhadap suatukonsep, karena siswa telah begitu lamaterbiasa belajar untuk menghafalkan ma-teri.

Rata-rata skor yang diperoleh siswadalam mengkonstruksi konsep adalah77,67. Angka ini telah mencapai kriteriaketuntasan yang ditentukan, dan rentangskor yang dicapai oleh siswa dalam ke-mampuan ini sangat bervariasi. Skortertinggi yang dicapai siswa adalah 97.Terdapat sekitar 4,12% siswa yang menca-pai skor tertinggi. Sementara itu, sekitar2,56% siswa berada pada skor terendahyaitu 50. Rerata skor yang diperoleh siswadalam mengkonstruksi konsep adalah77,67. Berdasarkan portofolio pekerjaansiswa dapat diungkapkan bahwa merekatelah berani menggunakan istilahnyasendiri untuk menggambarkan suatukeadaan, tidak seperti yang tertulis dibuku. Range antara skor tertinggi dan ter-endah yang dicapai siswa semakin keciljika dibandingkan dengan hasil tersebutpada siklus I. Skor tertinggi yang dicapaisiswa pada siklus 2 adalah 97 dan skor ter-endah adalah 50. Modus skor siswa dalammengonstruksi konsep adalah 80. Kriteriaketuntasan yang ditentukan adalah 70.Dengan kriteria ini, dapat dikemukakanbahwa jumlah siswa tidak tuntas adalah 9(23.08%) dan yang tuntas 30 siswa(76,92%).

Siswa diharapkan dapat menkgon-struksi konsep melalui kegiatan inkuiri.Kegiatan ini terdiri atas berbagai aktivitasyang mencakup perumusan masalah, pe-

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

62

Page 71: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

rumusan hipotesis, pengumpulan data,menganalisis data, dan menyimpulkansebagaimana yang dilakukan pada siklus I.Hal yang berbeda yang dilakukan padasiklus ini adalah topik inkuiri yang dilaku-kan siswa. Pada siklus I setiap kelompokmemiliki topiknya sendiri, pada siklus 2ada dua topik yang dikaji dan masing-masing topik dikaji oleh 4 kelompok.Meskipun topik yang dipilih sama, namunsetiap kelompok memiliki keleluasaan un-tuk memilih objek penelitiannya masing-masing. Melalui temuan yang diperoleh,siswa dapat membandingkan temuanpenelitiannya dengan temuan kelompoklain.

Kegiatan belajar dari teman ataukelompok lain pada siklus 2 semakin tam-pak. Temuan penelitian yang beragampada topik yang sama mengundang keter-tarikan siswa. Dari kunjung karya setelahsiswa memajangkan laporan peneli-tiannya, siswa lebih mendapatkan datayang beragam dan mendalam tentangtopik penelitiannya. Proses tukar penda-pat dan diskusi menjadi semakin ber-makna dan mendalam. Temuan ini relevandengan semakin kuatnya keyakinan siswabahwa mereka dapat belajar IPS tanpamelalui membaca dan menghafal bukuteks, sebagaimana yang dikemukakansiswa dalam jurnal belajarnya.

Berdasarkan temuan data yang ada,diketahui bahwa sebagian besar (> 50%)siswa memiliki kemampuan inkuiri yangbaik. Kemampuan paling rendah (51%)yang dimiliki siswa dalam kegiatan inkuiriadalah merumuskan hipotesis. Kemam-puan merumuskan hipotesis dengan baikdilakukan oleh 51% siswa. Sementara itukemampuan inkuiri dalam kategori baikpaling banyak dilakukan siswa adalahmenyimpulkan (72%). Pengembangan ke-mampuan inkuiri ini terkait dengan ke-mampuan berpikir logis, sistematis, dananalisis-sintesis.

Rata-rata skor yang diperoleh siswaadalah 78,23. Kriteria ketuntasan siswa

dalam mengkonstruksi konsep adalah skor70. Sesuai dengan kriteria tersebut, 100%siswa dinyatakan tuntas. Skor tertinggiyang dicapai siswa adalah 90 dan skorminimal 70. Batas-batas skor tertinggi danterendah ini lebih tinggi daripada skor-skor yang dicapai sebelumnya, sehinggadapat dikemukakan bahwa kemampuansiswa dalam kegiatan inkuiri meningkat.

Situasi sosial pembelajaran padamulanya siswa memiliki kebiasaan dankeinginan untuk membuka buku teks san-gat tinggi, tetapi setelah pembelajaranpertama, kedua berlangsung siswa tidaklagi tergantung pada buku teks. Siswaakhirnya berpendapat bahwa belajar IPSternyata tidak selalu menggunakan sum-ber buku teks. Hasil ini diharapkan dapatmenumbuhkan kebiasaan dan kesadaranbaru siswa bahwa belajar IPS tidak dilaku-kan dengan cara menghafal konsep-konsep. Dengan menggunakan pengeta-huan dan pengalamannya serta sumber-sumber kontekstual, siswa dapat mengon-struksi konsep IPS sendiri. Pengkonstruk-sian konsep ini sesuai dengan hakikatpembelajaran IPS yang seharusnya dilaku-kan secara kontekstual.

Belajar inkuiri adalah belajar yangberbasis pada aktivitas aktif siswa melaluikegiatan penelitian. Melalui strategi inkuirisosial, siswa belajar IPS dengan meng-gunakan masyarakat sebagai sumber bela-jar. Hal ini dapat mengembangkan ke-mampuan siswa dalam menemukan danmerefleksikan sifat-sifat kehidupan sosialpada lingkungan kehidupannya. Dengancara ini, kata Joyce & Weil (1980), diharap-kan siswa dapat mengenal masyarakatnyadan belajar lebih bermakna karena apayang dipelajarinya akan bermanfaat bagidirinya dan membangun kemampuannyauntuk hidup mandiri dalam masyarakat-nya. Berikut, adalah data tentang perkem-bangan respon siswa terhadap kegiatanpembelajaran inkuiri dari siklus I ke siklusII.

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

63

Page 72: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Pembelajaran inkuiri adalah pembe-lajaran yang menyenangkan dan tidakmembosankan. Pernyataan ini, berdasartabel 1 di atas, ditunjukkan bahwa responpositif ini semakin meningkat (dari 97,43% menjadi 100%) pada siklus 2. Pengakuansiswa bahwa belajar IPS lebih mudah me-mahami konsep-konsep IPS melalui pem-belajaran inkuiri, ini menjadi catatanpenting bagi guru bahwa melalui pengala-man belajar yang riil dapat menguatkanperolehan belajar siswa.

Pembelajaran IPS yang menyenang-kan, menarik, dan tidak membosankandiharapkan dapat menumbuhkan motivasisiswa untuk mempelajari IPS. Seiring den-gan perubahan pandangan ini diharapkanbahwa siswa akan dapat mengubah pan-dangannya bahwa belajar IPS tidakmenghafal semata-mata konsep dalambuku. Belajar IPS adalah belajar secarakritis tentang permasalahan-perma-salahan sosial di sekitar sehingga seseo-rang dapat menyesuaikan diri dan mem-berikan kontribusi bermakna dalam pen-yelesaian problem-problem masyarakat-nya.

Demikian pula dengan aktivitasguru, pada pertemuan-pertemuan di awal

pembelajaran, guru memberikan bantuankepada siswa melalui strategi bertanyauntuk melatih siswa memunculkan konsep-konsep. Pada pertemuan berikutnya,pemberian bantuan atau dukungan gurusecara berangsur-angsur berkurang(scaffolding), sehingga aktivitas siswa lebihtampak (Santrock, 2008:392). Kondisi inimenunjukkan bahwa belajar merupakanproses pembiasaan. Kebiasaan siswa yangdiajar dengan ceramah cenderung kurangmengembangkan kemampuan berpikir,dengan pilihan strategi inkuiri dalampembelajaran IPS akan membentukkebiasaan siswa belajar. Masyarakat danpengalaman siswa merupakan sumberpembelajaran IPS.

Secara umum kemampuan siswadalam kegiatan mengonstruksi konsep daninkuiri meningkat. Persentase siswa padakategori baik meningkat di semua aspekkegiatan. Seiring dengan itu, perolehanskor hasil belajar siswa pun juga mening-kat. Perubahan signifikan terjadi (lihat ta-bel 2) pada peningkatan kemampuansiswa dalam merumuskan hipotesis,yaitu dari 36% pada siklus1 menjadi 62%pada siklus II.

Tabel 1: Perbandingan Respon Siswa terhadap Kegiatan PembelajaranPada Siklus 1 dan 2 (dalam %)

No DeskripsiYa Tidak Mungkin

1 2 1 2 1 2

1 Belajar menjadi lebih mudah 94.87 97,44 0 0 5.13 2,56

2 Lebih memahami konsep 82.05 92,31 10.25 5,13 7.69 2,56

3 Belajar lebih menarik 97.43 97,44 2.56 2,56 0 0

4 Belajar tidak membosankan 97.43 100 2.56 0 0 0

5 Belajar menjadi menyenangkan 97.43 100 2.56 0 0 0

6 Memahami masalah dimasyarakat

92.30 94,87 2.56 2,56 7.69 2,56

7 Memahami cara menyelesaikanmasalah

87.17 92,31 7.69 5,13 5.13 2,56

8 Materi lebih mudah diingat 84.72 94,87 5.13 2,56 10.25 2,56

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

64

Page 73: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Tabel 2. Perbandingan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konseppada siklus 1 dan 2 (dalam%)

Kemampuan lain yang meningkattajam dalam kegiatan mengkonstruksikonsep adalah kemampuan mengaitkandata untuk mendefinisikan konsep. Hal inimenunjukkan bahwa terjadi peningkatankemampuan siswa secara signifikan dalammemanfaatkan data sebagai dasar berpikirdan mengambil kesimpulan dan memban-gun konsep. Namun dua kemampuan lainyang masih perlu dikembangkan adalah

kemampuan mengklasifikasi danmengeliminasi data. Hal ini sangat terkaiterat dengan kemampuan siswa berpikirlogis, sistematis, divergen, konvergen, dansebagainya yang tampaknya perlu dikem-bangkan dan dibiasakan. Secara lebih jelasperkembangan kemampuan siswa dalammengonstruksi konsep terdapat dalamdiagram berikut:

No DeskripsiBaik Kurang baik Tidak baik

1 2 1 2 1 2

1 Merumuskan hipotesis konsep 36 62 54 33 10 5

2 Mengajukan pertanyaan untukmengumpulkan data

33 56 57 36 10 8

3 Mengklasifikasikan data 23 44 49 39 28 17

4 Mengeliminasi data 23 41 49 36 28 23

5 Mengaitkan data untuk mendefinisi-kan konsep

13 46 71 41 15 13

Gambar 1. Diagram Perkembangan Kemampuan Siswa dalam Mengkonstruksi Konsep

Kemampuan siswa dalam kegiataninkuiri; aktivitas perumusan masalah, pe-rumusan hipotesis, pengumpulan data,menganalisis data, dan menyimpulkan

melalui studi kasus terjadi perubahan ber-arti. Dari aspek-aspek kegiatan inkuiri, ke-mampuan siswa menonjol ada dalam tata-ran penarikan simpulan dan kemampuan

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

65

Page 74: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

paling rendah adalah merumuskan hipote-sis. Peningkatan kemampuan siswa secarasignifikan terjadi pada aspek merumuskanhipotesis. Hal ini menunjukkan siswa bela-jar secara bermakna dalam memanfaatkanpengetahuan dan pengalamannya untukmengajukan dugaan dalam menyelesaikanproblem atau merumuskan konsep. Ke-mampuan merumuskan hipotesis mening-

kat tajam ini, seiring dengan peningkatankemampuan siswa dalam mengambil sim-pulan pada kegiatan inkuiri dan mengait-kan data untuk mendefinisikan konsepdalam kegiatan mengonstruksi konsep.Berikut adalah data perbandingan kemam-puan ber-inkuiri siswa (tabel 3) yang ter-jadi pada siklus 1 dan siklus 2.

Tabel 3. Perbandingan Kemampuan Inkuiri Siswa pada Siklus 1 dan 2 (dalam %)

No DeskripsiBaik Kurang baik Tidak baik

1 2 1 2 1 2

1 Merumuskan masalah 51 64 39 25 10 11

2 Merumuskan hipotesis 26 51 69 46 5 3

3 Mengumpulkan data 56 69 44 30 0 0

4 Menganalisis data 56 74 44 25 0 0

5 Menyimpulkan 72 82 28 17 0 0

Rata-rata skor yang diperoleh siswadalam kegiatan mengonstruksi konsep daninkuiri meningkat pada siklus 2. Berdasar-kan pada tabel 3, skor rata-rata yang dica-pai siswa dalam mengonstruksi konsepmeningkat dari 69,87 menjadi 77.67 padasiklus 2. Skor rata-rata kemampuan inkuirimeningkat dari 75,72 menjadi 78.23 padasiklus 2. Peningkatan skor hasil belajar initerjadi karena kemampuan siswa dalamaktivitas mengonstruksi konsep dan inkuirimeningkat. Jumlah siswa yang tuntas

dalam aktivitas mengonstruksi konsep danmelakukan inkuiri pun meningkat. Sejaksiklus 1 siswa telah 100% mencapai stan-dar ketuntasan yang ditetapkan. Semen-tara itu pada kemampuan mengonstruksikonsep, terjadi peningkatan persentaseketuntasan siswa dari 43.58% menjadu76.90%.

Selanjutnya, perkembangan ke-mampuan siswa dalam melakukankegiatan inkuiri dapat diamati dalam dia-gram berikut:

Gambar 2. Kemampuan Siswa dalam Melakukan Kegiatan Inkuiri

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

66

Page 75: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Dari dua aktifitas utama siswa yangdiamati selama penelitian, terpapar data

menarik antara perkembangan kemampuan

siswa dalam hal mengonstruksi konsep dankegiatan ber-inkuiri, sebagaimana ditunjukkanpada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa (Siklus 1 dan 2)

No DeskripsiSiklus 1 Siklus 2

Tuntas Tidak Tuntas Tidak

1 Mengonstruksi konsep 17(43.58%)

22(56.42%)

30(76.90%)

9(23,10%)

2 Melakukan Inkuiri 39(100%)

0 39(100%)

0

Berdasar tabel 4, ada temuanmenarik yaitu kemampuan ber-inkuiri,sejak siklus 1 dicapai dengan tuntas olehseluruh siswa, sementara tidak demikianpada kemampuan mengonstruksi konsep.Hal ini menunjukkan bahwa kemampuanmengonstruksi konsep lebih sulit daripadamelakukan inkuiri. Mengonstruksi konsepadalah aktivitas berpikir yang lebih banyakditentukan oleh kemampuan berpikir lo-gis, sistematis, konvergen, divergen,kausalitas. Kemampuan berpikir inipenting untuk mengabstraksi suatu kon-sep. Kemampuan mengonstruksi konsepdapat dikembangkan melalui pengalamandalam konteks dari setiap perkataan dantindakan orang lain (Ratumanan,2004:106). Karena itu kecakapan ini perluterus dikembangkan dan dibiasakan.

Simpulan dan SaranBerdasarkan paparan data, analisis,

dan pembahasan dapat disimpulkansebagai berikut. Situasi kelas yangdibangun dalam kegiatan pembelajaraninkuiri menunjukkan kondisi yangkondusif. Siswa merespon pembelajaraninkuiri adalah pembelajaran menarik,menyenangkan, dan tidak membosankan.Kondisi ini membuat siswa menikmatibelajar IPS yang selama ini terkesanmembosankan dan penuh hafalan tanpamengembangkan kemampuan berpikirsiswa. Belajar dari pengetahuan danpengalaman pribadi dan masyarakat

menimbulkan paradigma baru siswatentang cara belajar IPS dan tidak selalumenghafal konsep dan informasi di buku.

Kemampuan siswa dalam mengkon-struksi konsep dan melakukan kegiataninkuiri meningkat. Sejak siklus 1 siswatelah menuntaskan kemampuan belajarinkuiri. Kemampuan mengkonstruksikonsep baru tercapai pada siklus 2. Hal inimenunjukkan kemampuan berpikir logis,sistematis, divergen, konvergen, kausaldan sebagainya dibutuhkan dalampengembangan kemampuan mengkons-truksi konsep. Sementara itu belajarkontekstual terbukti lebih mudahdilakukan siswa, meskipun kemampuansiswa untuk menggunakan fakta-fakta dantemuan di lapangan dalam rangkamenguatkan dan membangun konsepmasih perlu ditingkatkan.

Setelah melalui penelitian tindakankelas (classroom action research)pembelajaran inkuiri dapat mengem-bangkan kemampuan siswa mengkon-struksi konsep IPS, maka disarankan guru-guru IPS menggunakan strategi pem-belajaran untuk melatih siswa dalamberpikir logis sistematis dalam meng-onstruksi konsep. Kemampuanmengkonstruksi dapat merubah pola pikirseseorang. Pembiasaan berpikir logissistematis yang kontekstual membantusiswa terbiasa mengembangkan kemam-puan berpikirnya sehingga belajar IPS akanmenjadi lebih bermakna.

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

67

Page 76: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

68

Daftar Rujukan

Carin, A.A. & Sund, R.B. (1971). Developing Question Techniques: A Self-Concept Approach.Columbus, OH: Charles E. Merrill.

Eggen, Paul D., dan Donald P. Kauchak, (1996). Strategies for Teachers: Teaching Contentand Thinking Skills. Tokyo: Allyn and Bacon.

Hassan N, Mh, dkk. (1997). Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Joyce, Bruce, dan Marsha Weil, (1980). Models of Teaching. Edisi kedua. London: PrenticeHall International.

Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif (Terjemahan oleh TjetjepRohendi Rohidi). Jakarta: Univeritas Indonesia Press.

Mulyasa. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi.Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Nur, Muhamad & Prima Retno Wulandari. (2000). Pengajaran Berpusat Kepada Siswa &Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Studi Matematika danIPA Sekolah, Unesa.

Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/. Diakses 12 Agustus 2009.

Ratumanan, Tanwey Gerson, (2004). Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa Univer-sity Press.

Sanjaya, Wina, (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Ja-karta: Kencana.

Santrock, John W., (2004). Educaytional Psychology. Diterjemahkan oleh Tri Wibowo B.S.Jakarta: Kencana.

Sudrajat, Akhmad. (2008) Strategi Pembelajaran. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008 /01/12/model-pem belajaran-2/. Diakses 12 Agustus 2009.

Sumiati dan Asra. (2007). Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: PenerbitKanisius.

Udin S. Winataputra, dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat PenerbitanUniversitas Terbuka.

W. Gulo. (2005). Strategi Belajar Mengajar Jakarta: Grasindo.

Yamin, M. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press.

Page 77: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGANMEDIA GAMBAR

Sulasdi, Risyani dan Rahayu Pristiwati*)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi siswaSekolah Menengah Pertama. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIA SMPN 3Karanganyar berjumlah 32 siswa. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakanmedia gambar. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, rubrik penilaian,wawancara, jurnal, dan dokumentasi foto. Hasil penelitian menunjukkan bahwapenggunaan media gambar berseri, berwarna menarik, sederhana, mudah dipahami, danmemberikan gambaran objek sebaik-baiknya dalam pembelajaran mampu meningkatkankemampuan menulis narasi.

Kata kunci: Kemampuan menulis, narasi, media gambar.

*) Sulasdi dan Risyani adalah Guru SMPN 3 Karangnyar, Jawa Tengah. Rahayu Pristiwati adalah DosenFakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

PendahuluanMenulis merupakan suatu

keterampilan berbahasa terpadu yangditujukan untuk menghasilkan tulisan.Kemampuan menulis adalah kemampuanseseorang dalam mengungkapkan gagasandan perasaan kepada pihak lain melaluibahasa tulis. Kemampuan menulis sangatdiperlukan dalam semua bidangpekerjaan. Dalam pembelajaran bahasaIndonesia, sering ditemukan siswa yangtelah menguasai bahasa Indonesia secaratertulis, tidak dapat menghasilkan tulisankarena tidak tahu apa yang akan ditulisdan bagaimana cara menuliskannya. Siswamerasa sulit mengungkapkan ide dangagasannya secara tertulis. Hal ini dapatdisebabkan kurangnya produktivitas siswadalam menghasilkan karya tulis. Kenya-taan menunjukkan bahwa kemam-puanmenulis siswa masih sangat rendah.

Pembelajaran menulis merupakankemampuan paling sulit dikuasai siswadibandingkan dengan keterampilan ber-bahasa yang lain. Selain itu, pembelajaranketerampilan menulis belum menggem-

birakan. Salah satu fakta pendukungpernyataan tersebut adalah kondisi pem-belajaran keterampilan menulis di kelas VIIA SMP Negeri 3 Karanganyar. Berdasarpengamatan, ditemukan bahwa motivasidan kemampuan menulis narasi siswamasih rendah. Hal tersebut ditandaiadanya kejenuhan dan keluhan jika siswaditugasi mengarang. Selain itu, kemam-puan mengarang siswa masih kurang yangditandai dengan minimnya kemampuanmengarang dan karangan siswa. Haltersebut dibuktikan dengan hasil belajarmengarang siswa yang hanya mencapainilai rata-rata 60.

Kemampuan siswa dalam menulisnarasi dapat ditingkatkan denganmembenahi hal yang menjadi titik lemahsiswa dalam menulis. Salah satu langkahyang dapat ditempuh adalah denganmenggunakan media. Media adalahperantara atau pengantar pesan daripengirim kepada penerima pesan (Arief1996:6). Salah satu media pembelajaranmenulis ialah media gambar. Media inidipilih dengan pertimbangan bahwa media

Page 78: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

gambar merupakan media paling umumdigunakan, harganya terjangkau, mudahdiingat oleh siswa, guru dapat menun-jukkan benda-benda yang tidak mungkindibawa ke dalam kelas, dan relevandengan pencapaian kompetensi dasar dankarakteristik siswa. Selain itu, mediagambar juga dapat memudahkan gurudalam mengajar dan siswa dalammengingat apa yang dilihat, mengembang-kan kreativitas, dan daya imajinasi. Salahsatu fungsi utama media pembelajaranadalah sebagai alat bantu mengajar yangturut mempengaruhi iklim, kondisi danlingkungan belajar yang ditata dandiciptakan oleh guru (Azhar 2004:15).

Sebuah tulisan pada dasarnyamerupakan perwujudan hasil penalaran.Penalaran ini terkait dengan prosesmenuangkan gagasan pokok untukdikembangkan menjadi tulisan. Setiappenulis harus dapat menuangkan gagasansecara cermat ke dalam tulisan. Salah satucara yang dapat digunakan untukmemunculkan gagasan adalah denganmenggunakan media gambar. Mediagambar sebagai media pembelajarandapat meningkatkan kemampuan siswadalam menyusun cerita berdasarkanrangkaian gambar secara urut sehinggamenjadi karangan narasi yang utuh (Leviedan Lentz dalam Azhar 2004:16).

Azhar (2004:5) mengemukakanbahwa keuntungan penggunaan mediagambar siswa dapat meningkatkemampuan dalam menulis ceritaberdasarkan rangkaian gambar menjadikarangan narasi yang utuh, padu, dandapat meningkatkan kemampuan siswadalam menggunakan ejaan dan tanda bacasecaraa benar.

Berdasar atas fakta di atas, masalahpenelitian ini adalah bagaimanakahpembelajaran dengan menggunakanmedia gambar yang dapat meningkatkankemampuan menulis narasi siswa kelasVIIA SMP N 3 Karanganyar? Penelitian inidilakukan dengan tujuan untuk membantu

meningkatkan kemampuan menulisnarasi. Hasil penelitian ini diharapkanbermanfaat bagi guru Bahasa dan SastraIndonesia khususnya dalam menerapkanpembelajaran menulis narasi denganmenggunakan media gambar danmeningkatkan kualitas mata pelajaranbahasa Indonesia.

MetodePenelitian ini merupakan penelitian

tindakan kelas (classroom actionresearch). Subjek penelitian ini adalahsiswa kelas VIIA yang berjumlah 32 orang(16 perempuan dan 16 laki-laki). Kelas VIIAdikategorikan sebagai kelas yang tingkatkemampuan siswanya paling rendah diantara sembilan kelas VII di SMPN 3Karanganyar. Penelitian ini dilakukan daribulan September 2009 sampai denganApril 2010.

Penelitian ini dilaksanakan dalamdua siklus. Setiap siklus melalui tahapperencanaan (plan), tindakan danpengamatan (act and observe), danrefleksi (reflect). Tindakan yang dilakukanuntuk memecahkan masalah penelitianadalah penggunaan media gambar denganlangkah-langkah sebagai berikut.Pertama, guru menjelaskan tentang mediagambar yang akan digunakan. Kedua siswamengidentifikasi gambar berseri. Ketigasiswa menyusun potongan gambarberseri. Keempat siswa mendiskusikangambar berseri secara acak untukmembuat narasi. Kelima siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Keenammemajangkan seluruh hasil karya siswaberdasarkan kelompok Ketujuh menentu-kan karya terbaik siswa disertai pem-berian reward .

Ada dua indikator yang ditetapkansebagai acuan keberhasilan penelitian ini.Pertama indikator keberhasilan pengguna-an media gambar apabila semua siswasudah dapat terlibat secara aktif, terbukamengungkapkan pikiran, teratur, danbersemangat mengikuti tahapan pem-

Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Media Gambar

70

Page 79: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

belajaran dengan media gambar berseri.,Kedua apabila kemampuan menulis narasisiswa kelas VIIA SMP N 3 Karanganyarmencapai nilai rata-rata 75 atau lebih.

Sesuai data yang dikumpulkan.instrumen yang digunakan, yaitu: formatobservasi, rubrik penilaian, wawancara,jurnal, dan dokumentasi foto. Formatpengamatan yang digunakan sebagaiinstrumen pengumpulan data kualitatifada dua, yaitu format pengamatan gurudan format pengamatan siswa. Rubrikpenilaian tulisan siswa yang digunakansebagai instrumen pengumpulan datakuantitatif meliputi: (1) penentuan tema,(2) pengembangan narasi, (3) prinsip dasarnarasi, (4) pilihan kata, (5) keefektifankalimat, serta (6) ejaan dan tanda baca.Data yang telah terkumpul dianalisissecara kuantitatif (penilaian hasil) dankualitatif (penilaian proses).

Hasil dan PembahasanPenelitian ini dilaksanakan dalam

dua siklus. Pembelajaran pada siklus Iberlangsung dalam dua kali pertemuan.Sementara itu, dalam siklus II,pembelajaran berlangsung dalam dua kalipertemuan. Setiap pertemuan dengan tigakegiatan yaitu kegiatan awal/pembukaan,kegiatan inti/pendalaman materi, dankegiatan akhir/penutupan. Pada kegiataninti melakukan pembelajaran menulisnarasi dengan menggunakan mediagambar.

Dalam setiap pertemuan baik siklus Imaupun siklus II dengan memanfaatkanpenggunaan media gambar berseri, warnamenarik, sederhana, mudah dipahami,dan memberikan gambaran objek baikmakhluk hidup ataupun tempat. Paparantentang pembahasan hasil disajikanseperti berikut ini.

Siklus IData kualitatif berupa deskripsi ke-

giatan siswa dan guru selama dua kalipertemuan yang diperoleh dari hasil

catatan observasi dan diperkuat denganhasil dokumentasi foto pembelajaran.Berdasarkan hasil observasi pembelajaranyang dilakukan pada pelaksanaan tindakanpertama, guru membuka pembelajarandengan apersepsi dan membangkitkanmotivasi belajar siswa untuk mengikutipelajaran serta mengemukakan tujuandan tema pembelajaran. Selanjutnya, gurumemberi pemahaman awal kepada siswatentang cara membuat tulisan bentuknarasi.

Pembelajaran pemanfaatan peng-gunaan media gambar terdiri atas tujuhaktivitas siswa yang diamati meliputi (1)mendengarkan dan memperhatikan pen-jelasan guru dengan aktif, (2)mengidentifikasi gambar berseri yangdiberikan guru, (3) menyusun potongangambar menjadi urutan berdasarkankronologis kejadiannya, (4) mendiskusikanhasil identifikasi gambar dalam kelompok(5) mempresentasikan hasil diskusikelompok dan melakukan sumbang saranatas hasil diskusi kelompok lain, (6)memajang seluruh karya siswa dalambentuk kelompok, dan (7) menentukankarya terbaik siswa.

Pembelajaran siklus I dirasakanbelum optimal, baik dari proses maupunhasil. Dari proses, guru belum sepenuhnyamemberikan pemahaman kepada siswatentang pembelajaran menulis narasidengan menggunakan media gambar.Berdasarkan hasil analisis dan evaluasiterhadap tindakan yang dilakukan guruserta respon yang diberikan siswa,ditemukan perilaku yang dirasakan belumoptimal yang dapat menjadi penyebabkegagalan pembelajaran yaitu kata-katayang dipilih siswa tidak memenuhikecocokan dan ketepatan, terdapat be-berapa kata yang tidak lazim, dan kata-kata yang dipilih tidak memiliki daya tarik,kemampuan siswa dalam mengembang-kan kalimat efektif tidak menjadikankalimat sebagai sarana pengungkap danpenangkap pesan agar terjadi komunikasi

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

71

Page 80: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

secara efektif, dan hampir seluruh siswatidak siap untuk presentasi karenainstruksi yang tidak jelas dari guru.

Dari aspek hasil, rata-rata nilaimenulis narasi dengan media gambarmencapai 68,75. Pelaksanaan pertemuanpertama dan kedua siklus I belummencapai indikator keberhasilan yangditetapkan, yaitu mencapai nilai 75 ataulebih. Siswa yang kurang memahamimenulis narasi dengan media gambarmenunjukkan bahwa pada aspekpenentuan tema diperoleh rata-rata nilaisebesar 19,53 atau dalam kategori cukupbaik. Pada aspek pengembangan narasidiperoleh rata-rata nilai sebesar 17,19atau dalam kategori baik. Sementara itu,aspek prinsip dasar narasi diperoleh reratanilai sebesar 13,50 dalam kategori baik.Kategori baik juga diperoleh pada aspekpilihan kata yaitu rata-rata nilai 9,09.Sedangkan aspek keefektifan kalimatdiperoleh rata-rata nilai sebesar 6,13 ataukategori baik. Terakhir aspek ejaan dantanda baca dengan rerata nilai 3,31 dalamkategori kurang baik.

Berdasarkan kecenderungan datatersebut, disimpulkan hasil yang diperolehsiswa belum memenuhi standar, nilai yangdiperoleh belum sesuai dengan yangdiharapkan. Oleh karena hasil belajar bel-um mencapai indikator keberhasilan yangditetapkan yaitu 75 lebih, diputuskan un-tuk melanjutkan penelitian pada siklus II.

Aktivitas pemanfaatan mediagambar ini difokuskan pada lima aspekyaitu (1) menyusun potongan gambarmenjadi urutan berdasarkan kronologiskejadiannya, (2) mendiskusikan hasilidentifikasi gambar dalam kelompok (3)mempresentasikan hasil diskusi kelompokdan melakukan sumbang saran atas hasildiskusi kelompok lain, (4) memajangseluruh karya siswa dalam bentukkelompok, dan (5) menentukan karyaterbaik siswa.

Siklus IIPada pembelajaran siklus kedua ini

tampak sebagian besar siswa telah siapuntuk mengikuti pembelajaran. Denganmenerapkan pembelajaran menggunakanmedia gambar disertai prosespembelajaran yang variatif, siswa lebihantusias dan tampak lebih aktif. Hal inidisebabkan siswa sudah memilikipemahaman tentang media gambar dandapat menyusun potongan gambarmenjadi urutan berdasarkan kronologiskejadiannya dibandingkan pembelajaransebelumnya.

Berdasarkan hasil pengamatan daritujuh aktivitas, sudah mengalamipeningkatan daripada pembelajaransebelumnya. Baik aktivitas mendengarkandan memperhatikan penjelasan gurudengan aktif maupun mengidentifikasigambar berseri yang diberikan guru. Adalima aktivitas yang dirasakan belumoptimal yang dapat menjadi penyebabkegagalan pembelajaran. Aktivitastersebut meliputi (1) menyusun potongangambar menjadi urutan berdasarkankronologis kejadiannya , (2) mendiskusikanhasil identifikasi gambar dalam kelompok(3) mempresentasikan hasil diskusikelompok dan melakukan sumbang saranatas hasil diskusi kelompok lain, (4)memajang seluruh karya siswa dalambentuk kelompok, dan (5) menentukankarya terbaik siswa.

Berdasarkan hasil analisis danevaluasi terhadap tindakan yang dilakukanguru serta respon yang diberikan siswapada siklus II ini disimpulkan bahwakegiatan menulis narasi dengan mediagambar berlangsung secara optimal.Pembelajaran yang dilakukan dalam duakali pertemuan pada siklus II dirasakansudah optimal, baik dari segi prosesmaupun dari segi hasil.

Dari segi proses, siswa mampumenyesuaikan diri dengan kegiatanpembelajaran menulis narasi denganmedia gambar. Perhatian siswa lebih baik

Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Media Gambar

72

Page 81: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

dari sebelumnya. Mereka sangat seriusdalam menulis. Pembelajaran ini sangatmemudahkan siswa dalam menulis narasiyang dirasakan tidak membosankan. Halini dibuktikan dengan kesediaan dankesungguhan siswa dalam mengerjakantugas yang diberikan oleh guru. Dalampembelajaran, siswa tampak senang danbersemangat sehingga dengan sendirinyamereka aktif dan kreatif meningkatkanpotensi yang ada dalam dirinya. Tahap inipula dapat mengaktifkan danmengkreatifkan siswa yang masih kurangkreatif dalam menulis narasi.

Sementara itu, dari aspek hasilrerata nilai menulis narasi dengan mediagambar mencapai 75,78 dalampelaksanaan siklus II telah mencapaiindikator keberhasilan yang ditetapkanyaitu mencapai nilai 75 atau lebih.Kemampuan siswa pada tiap-tiap aspekpenilaian menulis narasi menunjukkanbahwa pada aspek penentuan temadiperoleh rata-rata nilai sebesar 21,09atau dalam kategori baik. Pada aspekpengembangan narasi diperoleh rata-ratanilai sebesar 18,75 atau dalam kategoribaik. Sementara itu, aspek prinsip dasarnarasi diperoleh rat-rata nilai sebesar14,84 dalam kategori baik. Kategori cukupbaik juga diperoleh pada aspek pilihankata yaitu rata-rata nilai 10,41. Sedangkanaspek keefektifan kalimat diperoleh rata-rata nilai sebesar 6,94 atau kategori cukupbaik. Terakhir aspek ejaan dan tanda bacadengan tara-rata nilai 3,75 dalam kategoribaik.

Oleh karena rata-rata kelas yangditentukan dari siklus II telah mencapaiindikator keberhasilan yang ditetapkan,yaitu 75 atau lebih, diputuskan untukmengakhiri penelitian pada siklus II ini.Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa penerapan media gambar dapatmeningkatkan kemampuan menulis narasisiswa kelas VIIA SMP Negeri 3 Karang-anyar.

PembahasanBerdasarkan hasil analisis dan

evaluasi terhadap tindakan dan hasilbelajar siswa, terlihat bahwa mediagambar dapat meningkatkan menulisnarasi siswa.baik pada siklus I maupunsiklus II.

Berdasarkan kecenderungan datayang diperoleh, dapat disimpulkan bahwaterdapat peningkatan kemampuan siswadalam menulis narasi setelah mengikutipembelajaran, baik pada siklus I maupunsiklus II. Pada siklus I, pembelajarandilaksanakan dalam dua pertemuan.Meskipun belum mencapai indikatorkeberhasilan yang ditetapkan, hasil belajarsiswa untuk menulis narasimemperlihatkan peningkatan daripertemuan pertama sampai denganpertemuan kedua. Pada siklus II,pembelajaran dilaksanakan dalam duapertemuan. Hasil belajar siswa untukmenulis narasi juga memperlihatkanpeningkatan dari pertemuan pertamasampai dengan pertemuan kedua. Padapertemuan kedua, indikator keberhasilandapat dicapai.

Ketidaktercapaian indikatorkeberhasilan pada siklus I dirasakan lebihbanyak disebabkan oleh penerapan mediagambar belum maksimal. Data siklus I dansiklus II memperlihatkan bahwa semakintinggi kemampuan siswa dalam membuatnarasi. Hal ini relevan dengan teori yangdirujuk dalam kajian tindakan bahwakompetensi siswa dalam menulis karangannaratif dapat ditingkatkan denganmembenahi segala hal yang menjadi titikkelemahan siswa dalam menulis. Sebuahtulisan pada dasarnya merupakanperwujudan hasil penalaran siswa. Azhar(2004:15) mengemukakan bahwakeuntungan penggunaan media gambarsiswa dapat meningkatkan kemam-puannya dalam menyusun cerita ber-dasarkan rangkaian gambar secara urutsehingga menjadi karangan narasi yangutuh, dapat meningkatkan kemampuan

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

73

Page 82: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

siswa dalam memadukan kalimat menjadikarangan narasi yang padu denganmenggunakan kata sambung yang tepat,dan dapat meningkatkan kemampuansiswa dalam menggunakan ejaan dantanda baca secara benar dalam karangan.

Berdasarkan hasil jurnal danwawancara, ternyata masih banyak siswayang kesulitan dalam menulis narasi.Tanggapan siswa terhadap media gambaryang digunakan sangat baik. Merekamerespon positif dan senang denganmedia gambar yang digunakan. Materiyang disajikan lebih menarik dan lebihmendalam. Berdasarkan hasil belajarpada siklus I, menjadikan dasar bagipeneliti untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam tindakan yang akandilakukan pada pembelajaran siklus II.Tindakan yang dilakukan peneliti yaitumelakukan perbaikan pada mediapembelajaran yang digunakan, perbaikancara belajar yaitu, kegiatan kelompokdiubah menjadi kegiatan individu, guruberkeliling dari satu siswa ke siswa lainuntuk melakukan bimbingan dan arahankepada siswa yang kelihatan agak bingungdalam menulis narasi.

Hasil observasi yang dilakukan padasaat siswa mengikuti kegiatanpembelajaran menulis narasi denganmedia gambar pada siklus IImemperlihatkan bahwa perubahantingkah laku siswa menjadi lebih baik. Halini dapat diketahui dari siswa yangsebelumnya tidak mengikuti pembelajarandengan baik, pada siklus II ini siswa mulaimengikuti dan melaksanakan kegiatanpembelajaran yang diterapkan penelitidengan baik, sehingga dapat diketahuibahwa siswa sudah mampu menyesuaikandiri dengan kegiatan pembelajaranmenulis narasi dengan media gambar.Perhatian siswa lebih baik darisebelumnya. Mereka sangat serius dalambelajar, hal ini sebagai bukti bahwa siswasenang belajar menulis narasi. Kenyataanini dibuktikan dari hasil tes siklus I dan

siklus II yang semakin meningkat dalammenulis narasi.

Hasil jurnal dan wawancara siklus IIjuga menunjukkan hasil yangmenyenangkan. Menurut mereka, pembe-lajaran dengan media gambar sangatmemudahkan siswa dalam pembelajaranmenulis narasi dan tidak membosankan.Hal ini dibuktikan dengan kesediaan dankesungguhan siswa dalam mengerjakantugas yang diberikan oleh guru.Penggunaan media gambar yangdigunakan oleh guru dalam pembelajaranmenulis narasi ternyata memberikanmanfaat dan perubahan positif bagi siswa.Siswa semakin serius dalam belajar,hasilnya pun semakin meningkat.

Berdasarkan rangkaian analisis datadan situasi pembelajaran, dapat dijelaskanbahwa terjadi kemajuan pada diri siswa.Kemajuan itu dialami siswa mengarahpada perilaku yang semakin baik. Siswasemakin semangat dan serius dalampembelajaran. Dengan demikian dapatdisimpulkan bahwa menulis narasi denganmedia gambar, dapat membantu siswadalam menuangkan ide dan gagasannyadalam menulis narasi.

Perubahan-perubahan yang dialamisiswa tersebut membuktikan bahwapenggunaan media gambar dapatmembantu siswa dalam menulis narasi.Siswa juga mendapat pengalaman barudalam menulis narasi dan pengalamantersebut menjadikan siswa lebihtermotivasi untuk menulis narasi denganbaik. Selanjutnya, berdasarkan analisishubungan antara instrumen pengumpulandata, diperoleh hasil berupakesinambungan antara data yang satudengan data yang lain baik tes maupunnontes. Hal ini menunjukkan bahwa hasilpenilaian ini dipaparkan berdasarkankondisi yang sebenarnya terjadi. Data tes,observasi, wawancara, jurnal, dandokumentasi foto merupakan rangkaianinstrumen pengumpulan data yang telahmenampakkan hubungan atau

Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Media Gambar

74

Page 83: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

kesinambungan yang tepat.Dari segi hasil menulis narasi

mengalami peningkatan. Hasil penilaianmenulis narasi siswa siklus I mencapai rata-rata 68,75 dari jumlah keseluruhan siswadalam satu kelas. Sementara itu, hasilpenilaian pada siklus II mencapai nilai rata-rata 75,78 dari jumlah keseluruhan siswadalam satu kelas.

Hasil penilaian menulis narasi padasiklus I ke siklus II mengalami peningkatan10,23%. Peningkatan ini tercermin padahasil belajar siswa yang dapatmenentukan tema dan amanat dengansangat baik, menyusun detail dalamurutan dan penggunaan dialog dalampenyajian yang menarik, komponen alur,penokohan, latar, titik pandang, danpemilihan detil peristiwa yang disusunsangat baik dan lengkap, menyusun ceritaberdasarkan rangkaian gambar secara urutsehingga menjadi karangan narasi yangutuh, dapat memadukan kalimat menjadikarangan narasi yang padu denganmenggunakan konjungsi yang tepat, dandapat menggunakan ejaan dan tanda bacasecara benar dalam karangan. Melaluimedia gambar dalam menulis narasi, siswalebih bersemangat dalam mengikutipembelajaran.

Simpulan dan SaranSejalan dengan masalah yang

dibahas, tujuan, dan cakupan penelitian inidan berdasarkan temuan penelitian inidan pembahasannya, dapatlah dikemuka-kan simpulan berikut ini.

Penggunaan media gambar berseri,berwarna menarik, sederhana, mudahdipahami, dan memberikan gambaran

objek baik makhluk hidup ataupun tempatsecara utuh dalam pembelajaran mampumeningkatkan menulis narasi. Pembela-jaran dengan penggunaan media gambartersebut terdiri atas tujuh aktivitas siswayang meliputi: (1) mendengarkan danmemperhatikan penjelasan guru denganaktif, (2) mengidentifikasi gambar berseriyang diberikan guru, (3) menyusunpotongan gambarmenjadi urutanberdasarkan kronologis kejadiannya, (4)mendiskusikan hasil identifikasi gambardalam kelompok (5) mempresentasikanhasil diskusi kelompok dan melakukansumbang saran atas hasil diskusi kelompoklain, (6) memajang seluruh karya siswadalam bentuk kelompok, dan (7)menentukan karya terbaik siswa.

Keterampilan menulis narasi siswakelas VIIA SMP Negeri 3 Karanganyarsetelah mengikuti pembelajaran menulisnarasi dengan media gambar mengalamipeningkatan. Peningkatan itu tampak dariperubahan nilai rata-rata siklus I ke siklusII. Pada siklus I diperoleh rata-rata 68,75,sedangkan siklus II dengan rata-rata 75,78.

Di dalam deskripsi penelitian initelah terungkap temuan tentangpeningkatan kemampuan menulis narasidengan media gambar siswa kelas VIIASMP Negeri Karanganyar. Meskipundemikian, penelitian ini tidak dapatmenyelesaikan semua persoalan yangberkaitan dengan menulis narasi yangbaik. Penelitian lanjutan hendaknyamenambah aspek menulis narasi yangbelum dikaji dalam penelitian ini dengankompetensi dasar yang berbeda danmelakukan pengujian di sekolah yang lebihluas.

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

75

Daftar Rujukan

Arief, S. Sadiman. (1996). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Peman-faatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Azhar, Arsyad. (2004). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 84: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

76

Page 85: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS LAPORANMELALUI MODEL PEMBELAJARAN AMATI PETAKAN

INFORMASIKAN KEMBANGKAN (APIK)

Sutarno, Suyanto, dan Titik Indarti *)

Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan menerapkan model pembelajaran APIKyang dapat meningkatkan kemampuan menulis laporan siswa kelas VIII sekolahmenengah pertama. Pendekatan penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas.Subjek penelitian 44 siswa kelas VIII C SMP Negeri 2 Semanding Tuban. Data diperolehdengan lembar kerja siswa, pengamatan, angket, dan catatan lapangan. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa proses dan hasil belajar siswa dalam menulis laporan dapatditingkatkan melalui model pembelajaran APIK.

Kata kunci: Menulis, laporan, model pembelajaran APIK.

*) Sutarno dan Suyanto adalah Guru di SMP Negeri 2 Semanding, Tuban, Jawa Timur. Titik Indarti adalahDosen Universitas Negeri Surabaya.

PendahuluanKemampuan menulis sangat

fungsional bagi pengembangan diri siswadalam bermasyarakat dan bernegara,terutama untuk keperluan melanjutkanstudi lanjut dan mencari pekerjaan. Haltersebut disebabkan kemampuan menulisdapat mendorong siswa menemukansuatu topik dan mengembangkan gagasanmenjadi suatu karangan yang diperlukandalam kehidupan mereka. Melaluikegiatan menulis diharapkan terbentukproses berpikir dan berkreasi yangberperan dalam mengolah gagasan sertamenjadi alat untuk menyampaikangagasan. Akhadiyah (1997) mengatakanmenulis merupakan suatu prosespenyampaian gagasan, pesan, sikap, danpendapat kepada pembaca denganlambang bahasa yang dapat dilihat dandisepakati bersama oleh penulis danpembaca.

Pembelajaran menulis di SMPNegeri 2 Semanding Tuban belummenggembirakan. Hal tersebutdisebabkan model pembelajaran yang

diterapkan masih tradisional dengantempat duduk klasikal dan menempatkanguru sebagai pusat proses belajarmengajar. Selain itu, kurang berhasilnyapembelajaran menulis juga disebabkanoleh beberapa hal berikut, (1) konsep yangdimiliki siswa sangat terbatas, (2) sarana,metode, dan strategi pembelajaran yangtidak efektif, dan (3) guru belummenggunakan sumber belajar dan mediapembelajaran yang bervariasi.

Pembelajaran yang didominasi gurudan strategi pembelajaran yang tidakbervariasi menyebabkan siswa kurangtertantang untuk menulis. Begitu punpembelajaran yang berorientasi padapenguasaan materi, juga membuat siswakurang tertantang karena siswa tidakleluasa menuangkan gagasan atau idekreatifnya. Pada akhirnya, kemampuansiswa dalam menulis tidak maksimal,sehingga tidak ada siswa yang memilikikemampuan bagus dalam menulis.Padahal keterampilan menulis merupakansalah satu keterampilan berbahasa yangpenting dan sangat besar manfaatnya

Page 86: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

dalam pengembangan diri seseorang.Pada dasarnya setiap orang

memiliki potensi menulis seperti jugapotensi terampil melakukan aktivitasberbahasa lainnya. Menulis merupakanketerampilan. Pemerolehannya memer-lukan latihan yang sistematis dan terus-menerus. Orang yang berbakat menulistanpa diasah tidak akan terampil menulis.Kemampuan menulis bukanlah kemam-puan yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi merupakan hasil belajarmengajar dan ketekunan berlatih(Akhadiyah, 1997:143). Jadi, kemampuanmenulis itu mengalami proses berkem-bang melalui latihan. Untuk keterampilanmenulis tidak cukup dengan memelajaritata bahasa dan pengetahuan tentangteori menulis, tetapi dibutuhkan pelatihanyang terus-menerus.

Kompetensi siswa dalam menulislaporan dapat ditingkatkan denganmembenahi hal yang menjadi titikkelemahan. Keberhasilan pembelajaranmenulis laporan juga ditentukan olehfaktor lingkungan dan iklim pembelajaran.Dalam melaksanakan pembelajaran faktorlingkungan dan iklim pembelajaranharuslah menarik dan menyenangkan sisipsikologis peserta didik. Saat ini adakecenderungan untuk kembali padapemikiran bahwa anak akan belajar lebihbaik jika diciptakan suasana belajaralamiah. Belajar akan lebih bermakna jikaanak mengalami hal yang dipelajarinya,bukan mengetahuinya. Pembelajaran yangberorientasi target penguasaan materiterbukti berhasil dalam kompetensimengingat jangka pendek, tetapi gagaldalam membekali anak memecahkanpersoalan dalam kehidupan jangkapanjang.

Berdasarkan kenyataan tersebut,sangat perlu diadakan penelitian tindakankelas dengan menerapkan modelpembelajaran APIK yang menyenangkan,kooperatif, interaktif, dan bermakna.Model pembelajaran APIK (eksplorasi,

petakan, informasikan, dan kembangkan)merupakan model pembelajaran yangdikembangkan dari model belajar petagagasan. Menurut Holil (2008) petagagasan adalah salah satu bagian daristrategi organisasi. Cara belajar yang alamisesuai dengan cara kerja otak yangproduknya berupa peta gagasan. Dengandemikian belajar akan efektif dengan caramembuat catatan kreatif sehingga setiapkonsep utama yang dipelajari semuanyateridentifikasi, kemudian dinarasikandengan bahasa yang efektif.

Strategi ini membantu siswameningkatkan kebermaknaan bahan-bahan organisasi, meningkatkankebermaknaan bahan-bahan baru. Petagagasan digunakan untuk menyatakanhubungan yang bermakna antara konsepdalam bentuk proposisi-proposisi.Proposisi merupakan dua atau lebihkonsep yang dihubungkan oleh kata-katadalam satu unit semantik (Novak dalamRatna, 1989:150). Hasil penelitian tentangpenggunaan peta konsep memberikandampak positif untuk meningkatkan hasilbelajar Biologi siswa kelas 2 SMP(Yusuf:2005), selanjutnya penggunaanpeta gagasan juga mampu memberikandampak positif pada hasil belajar padasistem sekresi siswa kelas 2 SMA danmampu mengurangi waktu tambahanyang diperlukan siswa dalammenuntaskan materi pelajaran (Khotimah:2006).

Untuk memberikan arah penelitianyang jelas berdasarkan solusi tersebut,dirumuskan masalah Bagaimanakah modelpembelajaran APIK yang dapatmeningkatkan kemampuan menulislaporan siswa kelas VIII C SMP Negeri 2Semanding Tuban?

Tujuan penelitian ini adalahmeningkatkan kemampuan menulislaporan siswa kelas VIII sekolah menengahpertama, dan menerapkan modelpembelajaran APIK yang dapatmeningkatkan kemampuan menulis

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati PetakanInformasikan Kembangkan (APIK)

78

Page 87: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

laporan siswa kelas VIII SMP. Manfaatpenelitian untuk perbaikan prosespembelajaran menulis. Bagi siswadiperolehnya kemampuan berpikir kritis,kreatif, dan inovatif serta mampumengembangkan dan meningkatkankemampuan menulis.

MetodePenelitian ini termasuk penelitian

tindakan kelas. Menurut Kemmis dan McTaggart (1996), salah satu penelitiantindakan adalah penelitian tindakan kelasyang biasanya dilakukan guru di kelas atausekolah tempat ia mengajar, denganpenekanan pada penyempurnaan ataupeningkatan proses dan praktis belajar.Peneliti juga terlibat langsung dalampenelitian mulai awal hingga akhir. Penelitibertindak sebagai instrumen utama,karena peneliti sendiri yangmerencanakan, merancang,melaksanakan,mengumpulkan data, menganalisis data,menyimpulkan, serta membuat laporan.Penelitian tindakan kelas ini dilakukansecara kolaboratif dengan seorang gurubahasa Indonesia lain, dan seorang dosen.Penelitian tindakan ini dilakukan sebanyakdua siklus, yang masing-masing siklusmeliputi empat tahap, yaitu perencanaan,pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Data dikumpulkan denganmenggunakan teknik (1) lembar kerjasiswa, (2) angket, (3) jurnal siswa, (4)pengamatan, (5) catatan lapangan. Sedangsumber data dalam penelitian ini adalahsiswa kelas VIII C SMP Negeri 2 SemandingTuban tahun pelajaran 2009/2010,berjumlah 44 siswa terdiri atas 24 siswaputra dan 20 siswa putri. Penelitiandilakukan selama 8 bulan mulaiSeptember 2009 sampai April 2010. Datapenelitian yang terkumpul dianalisisdengan teknik analisis data kualitatifmodel alir yang dikemukakan oleh Millesdan Huberman (1992:18) meliputi tigatahap kegiatan yaitu: (1) mereduksi data,(2) penyajian data, dan (3) penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Untuk mengujidan menjamin keabsahan data penelitiandigunakan teknik triangulasi. Kegiatantriangulasi dilakukan dengan cara: (1)peninjauan kembali catatan lapangan, dan(2) bertukar pikiran dengan ahli, teman,dan praktisi.

Prosedur dan teknik pengumpulandata dalam penelitian ini sebagai berikut.(1) Lembar kerja siswa digunakan untukmemeroleh data kemampuan siswa dalammenulis laporan dan dinilai berdasarkanrubrik penskoran. (2) Pengamatandigunakan untuk memeroleh data aktivitassiswa pada langkah-langkah pembelajaranAPIK. (3) Angket dipergunakan untukmengetahui respon siswa terhadappembelajaran APIK. (4) Lembarpengamatan dan catatan lapangandigunakan untuk mengetahui perilakusiswa dan guru selama prosespembelajaran APIK berlangsung .

Langkah-langkah pembelajaranmodel APIK sebagai berikut. Pertamapembentukan kelompok kecil danpemberian tugas yang berbeda; anggotanomor 1 mengeksplorasi pohon asamkeramat yang ada di belakang sekolah;anggota nomor 2 mengeksplorasi sesajiyang ada di bawah pohon asam keramat;anggota nomor 3 mewawancarai tokohmasyarakat untuk mencari informasitentang tradisi manganan; anggota nomor4 mencari artikel tentang manganan dariinternet. Kedua pendampingan terhadappemetaan hasil eksplorasinya secaraberkelompok dengan langkah berikut; (a)mengidentifikasi ide pokok atau prinsipyang melingkupi sejumlah konsep, (b)mengidentifikasi ide sekunder yangmenjadi ide utama, (c) menempatkan ideutama di tengah atau di puncak petatersebut, (d) mengelompokkan idesekunder di sekeliling ide utama yangsecara visual menunjukkan ide-idetersebut dengan ide utama. Ketigapendampingan siswa untuk mengon-firmasikan peta gagasan kepada teman

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

79

Page 88: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

satu kelompok dengan langkah berikut; (a)membimbing siswa untuk mempresen-tasikan peta gagasan yang dibuat, (b)membimbing kelompok lain untukmenanggapi presentasi kelompok lain.Keempat pendampingan terhadappengembangan peta gagasan denganlangkah berikut; (a) pembimbingan dalamkelompok kecil empat orang, (b)pengembangan peta gagasan menjadilaporan, (c) penyuntingan hasil tulisan, (d)penyempurnaan hasil penulisan laporanhasil penyuntingan.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian tindakan kelas denganmodel pembelajaran APIK ini laksanakandalam dua siklus dengan Indikatorkeberhasilan bila 85% dari jumlah siswamendapat nilai sesuai kriteria ketuntasanminimal yang ditetapkan yaitu 65.

Siklus IDari segi proses, guru belum

memberikan pemahaman kepada siswatentang pembelajaran menulis laporandengan model APIK.

Hasil analisis dan evaluasiterhadap tindakan yang dilakukan guruserta respon yang diberikan siswa,ditemukan perilaku yang dirasakan belumoptimal dan dapat menjadi penyebabkegagalan pembelajaran sebagai berikut.Pertama, guru memberikan pemahamanawal kepada siswa tentang penulisanlaporan dengan mengajukan pertanyaansederhana untuk menggali informasi yangdapat digunakan bahan laporan, tetapiditemukan sejumlah siswa yang masihkesulitan mencari bahan untuk menulislaporan. Kedua, guru membagi siswadalam empat kelompok besar dengantugas yang berbeda untuk melakukaneksplorasi untuk mencari bahan penulisanlaporan. Karena tiap kelompok lokasinyaberjauhan sehingga kalau ada siswa yangtidak melakukan eksplorasi guru sulit

memantau dan memfasilitasi. Ketiga,ketika menyusun peta gagasan banyakanggota kelompok yang diam. Hal inidisebabkan siswa belum paham tentangsistem kerja kelompok dan menganggaphanya ketua saja yang harus mengerjakantugas tersebut. Sebab lain guru juga belummemberikan model serta penjelasan rincitentang cara penyusunan peta gagasan.Keempat, ketika ada kelompok lainmempresentasikan hasil peta gagasannyamasih ada anggota dan kelompok lainyang tidak memperhatikan. Sehinggahanya ketua kelompok saja yang bertanyaketika diberikan kesempatan bertanya.Sebab lain guru belum memberikan tugasyang jelas untuk masing-masing anggotakelompok sehingga ada anggapan yangharus bekerja hanya ketua kelompok.Kelima, siswa merasa kesulitanmengembangkan peta gagasan menjadilaporan karena guru tidak memberikancontoh cara mengembangkannya.

Dari hasil observasi pelaksanaanpembelajaran pada tahap eksplorasi gurumembuka pelajaran dengan memberikanpertanyaan seputar kegiatan sehari-hariyang berhubungan dengan penulisanlaporan. Selanjutnya guru membagi siswamenjadi empat kelompok besar dengantugas yang berbeda untuk melakukaneksplorasi. Pada tahap eksplorasi gurusulit mengontrol aktivitas tiap kelompokkarena tempat yang berjauhan.

Siklus I dilaksanakan selama tigapertemuan dengan tema penulisanlaporan tentang upacara manganan. Hasilanalisis data hasil menulis laporan padasiklus I adalah sebagai berikut: pertemuanpertama siswa yang memeroleh nilai ≥65sebanyak 22 dari 44 siswa atau 50%,pertemuan kedua siswa yang memerolehnilai ≥65 sebanyak 30 siswa dari 44 siswaatau 68%, dan pertemuan ketiga siswayang memeroleh nilai ≥65 sebanyak 34siswa dari 44 siswa atau 77%. Berdasarkananalisis data diketahui ada kecenderunganpeningkatan kemampuan menulis siswa

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati PetakanInformasikan Kembangkan (APIK)

80

Page 89: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

tetapi masih dibawah indikatorkeberhasilan penelitian yang ditetapkan.Meskipun ada kecenderunganpeningkatan hasil belajar dan responsiswa, tetapi kalau dikaitkan denganindikator keberhasilan penelitian yaitu85% dari jumlah siswa harus mendapatkannilai minimal 65. Penelitian ini dianggapbelum berhasil karena baru mencapai 77%siswa memeroleh nilai di atas KKM 65.Sehingga penelitian tindakan inidilanjutkan ke siklus II.

Siklus IIPembelajaran siklus II yang

merupakan tindak lanjut yang dirancanguntuk memperbaiki proses dan hasilpembelajaran pada siklus I. Bagian-bagianyang menyebabkan proses pembelajaranbelum optimal diupayakan untukdiperbaiki, sedangkan bagian yangdianggap tidak bermasalah tetapdipertahankan.

Berdasarkan hasil analisis danevaluasi terhadap tindakan yang dilakukanguru serta respon siswa, baik dalamtindakan pertama maupun yang kedua,disimpulkan bahwa pembelajaran menulislaporan dengan model APIK berlangsungsecara optimal. Hal ini disebabkan langkah-langkah model pembelajaran APIK dalammenulis laporan telah diterapkan denganbaik. Guru dengan maksimal membimbingsiswa secara bertahap pada tiap langkahAPIK sehingga siswa memberi responpositif. Jadi, pembelajaran model APIKyang dilakukan dua kali tindakan padasiklus II dirasakan sudah optimal, baik darisegi proses maupun segi hasil.

Siklus II siswa diberi kebebasanmenentukan tema penulisan laporan. Halini dilakukan agar setiap siswa secaraindividu menentukan tema laporannyasendiri sehingga hasil laporan berbeda tiapsiswa.

Setelah dilakukan tindakan dananalisis data siklus II pertemuan pertamadiperoleh hasil siswa yang mendapat nilai

≥65 sebanyak 38 siswa atau 87%meningkat dari hasil penilaian ketiga siklusI. Pada pertemuan kedua diperoleh hasilsiswa yang mendapat nilai ≥65 sebanyak40 siswa atau 90%. Dari hasil penilaianmenulis siklus II penilaian pertama danpenilaian kedua memperlihatkankecenderungan hasil belajar siswameningkat. Begitu juga dilihat dari hasilangket juga menunjukkan 44 siswa atau100% mengatakan bahwa pembelajaranAPIK dapat membantu meningkatkankemampuan menulis laporan.

Setelah semua langkah dilaksanakandengan baik pada siklus II akhirnyaindikator penelitian dapat tercapai. Nilairata-rata siswa menunjukkan adanyakenaikan begitu juga ketuntasan belajarsecara klasikal dalam pembelajaranmenulis dapat tercapai. Berdasarkan hasilsiklus II yang menunjukkan peningkatankemampuan menulis siswa sehinggaindikator keberhasilan penelitian telahtercapai bahkan melebihi sehingga timpeneliti memutuskan untuk menghentikanpenelitian. Dengan demikian, dapatdisimpulkan bahwa penerapanpembelajaran APIK dapat meningkatkankemampuan menulis laporan siswa kelasVIIIC SMP Negeri 2 Semanding.

Berdasarkan hasil analisis danevaluasi terhadap tindakan dan hasilbelajara siswa, terlihat bahwa penerapanpembelajaran APIK dapat meningkatkanke-mampuan siswa menulis laporan, baikpada siklus I maupun siklus II.

Dari segi hasil, persentase jumlahsiswa yang memunyai nilai menulislaporan mencapai nilai KKM 65 dalampelaksanaan tindakan 1, 2, dan 3, siklus Imasih jauh dari indikator keberhasilanyang ditetapkan. Namun, padapelaksanaan tindakan 1, dan 2 siklus IItelah melampaui indikator keberhasilanyang ditetapkan yaitu, 85%.

Berdasarkan kecenderungan datayang diperoleh, dapat disimpulkan bahwaterdapat peningkatan kemampuan siswa

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

81

Page 90: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

dalam menulis laporan setelah mengikutipembelajaran model APIK. Siklus Ipembelajaran dilaksanakan dalam tigatindakan (12 x pertemuan). Meskipunbelum mencapai indikator keberhasilan,hasil belajar siswa untuk membuatlaporan menunjukkan peningkatan daritindakan pertama sampai tindakan ketiga.

Siklus II dilaksanakan dalam duatindakan (8 x pertemuan). Hasil belajarsiswa untuk menulis laporanmemperlihatkan peningkatan daritindakan pertama sampai tindakan kedua.Pada tindakan pertama, indikatorkeberhasilan telah dapat dilampaui.

Ketidaktercapaian indikatorkeberhasilan pada siklus I lebih banyakdisebabkan oleh penerapan modelpembelajaran APIK belum maksimal.Ketercapaian indikator keberhasilandisebabkan model pembelajaran APIKyang memiliki tahapan-tahapan telahditerapkan dengan benar dan maksimal.

Data siklus I dan siklus IImemperlihatkan bahwa semakin rincisiswa menyusun peta gagasan semakinbaik hasil laporan. Hal ini relevan denganteori yang dirujuk dalam kajian tindakanbahwa peta gagasan mempermudahkonsep sulit dalam pembelajaran.Peningkatan kemampuan menulis siswa inidimungkinkan dari pengalaman-pengalaman siswa dalam melakukaneksplorasi bahan tulisan melaluiwawancara, browsing internet sehinggasiswa benar-benar menguasai bahan yangakan ditulisnya. Selain itu para siswa jugamerasakan bahwa pembelajaran menulislaporan melalui model APIK sangatmembantu mengatasi kesulitan menulislaporan yang dialami siswa selama ini.

Bagi siswa pembelajaran modelAPIK juga dapat melatih siswa untukberpikir kritis, yaitu ketika berdiskusi danmenyusun peta gagasan pada langkahpetakan dan langkah informasikan. Siswajuga kreatif dalam mengembangkangagasan atau ide dalam bentuk peta

gagasan.Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa

penerapan pembelajaran APIK dapatmeningkatkan kemampuan menulislaporan siswa. Dengan penerapanpembelajaran APIK diharapkan segalapermasalahan yang selama ini menjadihambatan peningkatan keterampilanmenulis, khususnya menulis laporan dapatdiatasi.

Setelah dilakukan tindakan dananalisis data siklus II pertemuan pertamadiperoleh hasil siswa yang mendapat nilai≥65 sebanyak 38 siswa atau 87%meningkat dari hasil penilaian ketiga siklusI. Pada pertemuan kedua diperoleh hasilsiswa yang mendapat nilai ≥65 sebanyak40 siswa atau 90%. Dari hasil penilaianmenulis siklus II penilaian pertama danpenilaian kedua memperlihatkankecenderungan hasil belajar siswameningkat. Begitu juga dilihat dari hasilangket juga menunjukkan 44 siswa atau100% mengatakan bahwa pembelajaranAPIK dapat membantu meningkatkankemampuan menulis laporan.

Setelah semua langkah dilaksanakandengan baik pada siklus II akhirnyaindikator penelitian dapat tercapai. Nilairata-rata siswa menunjukkan adanyakenaikan begitu juga ketuntasan belajarsecara klasikal dalam pembelajaranmenulis dapat tercapai. Berdasarkan hasilsiklus II yang menunjukkan peningkatankemampuan menulis siswa sehinggaindikator keberhasilan penelitian telahtercapai bahkan melebihi sehingga timpeneliti memutuskan untuk menghentikanpenelitian. Dengan demikian, dapatdisimpulkan bahwa penerapanpembelajaran APIK dapat meningkatkankemampuan menulis laporan siswa kelasVIIIC SMP Negeri 2 Semanding.

Berdasarkan hasil analisis danevaluasi terhadap tindakan dan hasilbelajara siswa, terlihat bahwa penerapanpembelajaran APIK dapat meningkatkanke-mampuan siswa menulis laporan, baik

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati PetakanInformasikan Kembangkan (APIK)

82

Page 91: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

pada siklus I maupun siklus II.Dari segi hasil, persentase jumlah

siswa yang memunyai nilai menulislaporan mencapai nilai KKM 65 dalampelaksanaan tindakan 1, 2, dan 3, siklus Imasih jauh dari indikator keberhasilanyang ditetapkan. Namun, padapelaksanaan tindakan 1, dan 2 siklus IItelah melampaui indikator keberhasilanyang ditetapkan yaitu, 85%.

Berdasarkan kecenderungan datayang diperoleh, dapat disimpulkan bahwaterdapat peningkatan kemampuan siswadalam menulis laporan setelah mengikutipembelajaran model APIK. Siklus Ipembelajaran dilaksanakan dalam tigatindakan (12 x pertemuan). Meskipunbelum mencapai indikator keberhasilan,hasil belajar siswa untuk membuatlaporan menunjukkan peningkatan daritindakan pertama sampai tindakan ketiga.

Siklus II dilaksanakan dalam duatindakan (8 x pertemuan). Hasil belajarsiswa untuk menulis laporanmemperlihatkan peningkatan daritindakan pertama sampai tindakan kedua.Pada tindakan pertama, indikatorkeberhasilan telah dapat dilampaui.

Ketidaktercapaian indikatorkeberhasilan pada siklus I lebih banyakdisebabkan oleh penerapan modelpembelajaran APIK belum maksimal.Ketercapaian indikator keberhasilandisebabkan model pembelajaran APIKyang memiliki tahapan-tahapan telahditerapkan dengan benar dan maksimal.

Data siklus I dan siklus IImemperlihatkan bahwa semakin rincisiswa menyusun peta gagasan semakinbaik hasil laporan. Hal ini relevan denganteori yang dirujuk dalam kajian tindakanbahwa peta gagasan mempermudahkonsep sulit dalam pembelajaran.Peningkatan kemampuan menulis siswa inidimungkinkan dari pengalaman-pengalaman siswa dalam melakukaneksplorasi bahan tulisan melaluiwawancara, browsing internet sehingga

siswa benar-benar menguasai bahan yangakan ditulisnya. Selain itu para siswa jugamerasakan bahwa pembelajaran menulislaporan melalui model APIK sangatmembantu mengatasi kesulitan menulislaporan yang dialami siswa selama ini.

Bagi siswa pembelajaran modelAPIK juga dapat melatih siswa untukberpikir kritis, yaitu ketika berdiskusi danmenyusun peta gagasan pada langkahpetakan dan langkah informasikan. Siswajuga kreatif dalam mengembangkangagasan atau ide dalam bentuk petagagasan.

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwapenerapan pembelajaran APIK dapatmeningkatkan kemampuan menulislaporan siswa. Dengan penerapanpembelajaran APIK diharapkan segalapermasalahan yang selama ini menjadihambatan peningkatan keterampilanmenulis, khususnya menulis laporan dapatdiatasi.

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil analisis dan

pembahasan dirumuskan beberapasimpulan sebagai berikut. (1)pembelajaran APIK dapat meningkatkankemampuan menulis laporan siswa kelasVIII C SMP Negeri 2 Semanding, hal inidilihat dari nilai siklus I sebanyak 77%siswa tuntas dan pada siklus II meningkatmenjadi 90% siswa tuntas dengan nilaisesuai KKM 65. (2) model pembelajaranAPIK yang dapat meningkatkankemampuan menulis laporan siswa kelasVIII C SMP Negeri 2 Semanding.

Pembelajaran APIK yang dapatmeningkatkan kemampuan menulislaporan dengan langkah-langkah: (a)Eksplorasi, dengan kegiatan siswamelakukan pengamatan, wawancara,browsing internet, dan mencari referensiyang sesuai untuk bahan penulisanlaporan, (b) Petakan, dengan kegiatansiswa memetakan hasil eksplorasi secaraindividu, (c) Informasikan, dengan

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

83

Page 92: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

kegiatan siswa mempresentasikan petagagasan mereka di kelompok kecil secaraindividu, (d) Kembangkan, dengankegiatan siswa mengembangkan petagagasan menjadi laporan yang baik danbenar.

Para guru bahasa Indonesiadisarankan agar melakukan identifikasiawal tentang kesulitan siswa dalambelajar. Hal ini diperlukan untuk meran-cang pembelajaran yang aktif, kreatif,inovatif, dan kontekstual sehingga lebih

menarik, dan menyenangkan serta memo-tivasi siswa untuk belajar. Denganpembelajaran model APIK siswamengalami sendiri proses menulis, sehing-ga kemampuan siswa lebih meningkat.Sementara itu para peneliti diharapkanlebih mengembangkan model-modelpembelajaran yang inovatif, kreatif, danmenyenangkan untuk meningkatkan hasilbelajar dan memotivasi siswa dalambelajar.

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati PetakanInformasikan Kembangkan (APIK)

84

Daftar Rujukan

Akhadiyah, Sabarti. (1997). Menulis I. Jakarta: Depdikbud

Holil, Anwar. (2008). Peta Konsep untuk Mempermudah Konsep Sulit dalam Pembelajaran.dalam http://anwarholil.blogspot. com/2008/04 (diunduh tanggal 28 Juni 2010).

Kemmis, S dan Mc. Taggart, R. (1998). The Action Research Planner. Third Edition. Victoria:Deakin University Press.

Khotimah, Husnul. (2006). Penggunaan Peta Gagasan dalam Tatanan Belajar Tuntasuntuk Mening-katkan Hasil Belajar pada Konsep Sistem Ekskresi Siswa kelas II SMALaboratorium Universitas Negeri Malang. Laporan PTK: Tidak diterbitkan.

Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemah-an oleh TjetjepRohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Ratna, Wilis Dahar. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Yusuf, Yustiani. (2005). Upaya Pening-katan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi melaluiPenggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP Negeri 2 Pekan Baru TahunAjaran 2004/2005. Laporan PTK: Tidak diterbitkan.

Page 93: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

PENINGKATAN KOMPETENSI MENGUBAH HASIL WAWANCARAMENJADI KARANGAN NARATIF MELALUI CURAH GAGASAN

DENGAN POLA KOOPERATIF DUA-DUA-EMPAT

Santoso Budi Sulistiyo, Abdul Rasyid, dan Nensilianti *)

Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan menemukan cara menerapkan curahgagasan dengan pola kooperatif dua-dua-empat yang dapat meningkatkan kompetensisiswa mengubah hasil wawancara menjadi karangan naratif. Subjek penelitian ini adalah32 siswa kelas VII5 SMP Negeri 5 Pinrang. Pengumpulan data menggunakan formatobservasi, rubrik penilaian, dan video rekaman. Proses dan hasil belajar siswa dianalisisdengan teknik kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses danhasil belajar siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan curah gagasan dengan polakooperatif dua-dua-empat yang ditata dalam sepuluh langkah.

Kata kunci: Hasil wawancara, karangan naratif, curah gagasan, kooperatif dua-dua-empat.

*) Santoso Budi Sulistiyo dan Abdul Rasyid adalah guru di SMP Negeri 5 Pinrang, Sulawesi Selatan. Nensiliantiadalah dosen Universitas Negeri Makassar.

PendahuluanKeterampilan menulis merupakan

kemampuan yang paling sulit dikuasaisiswa dibandingkan dengan keterampilanberbahasa lain. Kemampuan menulissangat penting dimiliki untuk menunjangtugas-tugas keseharian yang terkaitdengan kegiatan tulis-menulis.

Pembelajaran keterampilan menu-lis, baik proses maupun hasil, belummenggembirakan. Salah satu fakta yangmendukung pernyataan tersebut adalahkondisi pembelajaran keterampilanmenulis di kelas VII5 SMPN 5 Pinrang.Ditemukan dari observasi awal bahwamotivasi dan kemampuan menulis siswamasih sangat rendah. Siswa sering merasajenuh dan mengeluh jika ditugasimengarang. Selain itu, kemampuanmengarang siswa masih kurang yangditandai tidak ada siswa yang mempunyaikemampuan menonjol dalampembelajaran mengarang. Hal tersebutdibuktikan dengan hasil tes mengarang

siswa yang menunjukkan bahwa sekitar40% siswa mencapai target SKM 70,karangan siswa masih singkat (rata-rata ½halaman), ide atau gagasan siswa kurangberkembang, kosakata yang digunakansederhana dan terbatas, penggunaankalimat dan organisasi tulisan masihkurang terarah, bahan yang dimiliki siswauntuk dikembangkan jadi tulisan sangatterbatas; kemampuan siswa menafsirkanfakta sebagai bahan tulisan sangat rendah;kemampuan siswa menuangkan gagasanatau pikiran ke dalam bentuk paragrafyang mempunyai kesatuan yang logis danpadu masih rendah.

Masalah yang timbul dalam prosespembelajaran menulis serta kemampuansiswa dalam menulis/mengarang yang ma-sih rendah sebagaimana uraian tersebutdisebabkan oleh faktor strategi pembela-jaran yang diterapkan oleh guru. Sistempembelajaran tersebut cenderung didomi-nasi metode ceramah, sistem belajarklasikal yang mengarah pada komunikasi

Page 94: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

satu arah (guru siswa), serta kurangnyahubungan komunikatif antara guru dansiswa serta siswa dengan siswa lainnyasehingga proses interaksi menjadi vakumdan lebih berorientasi pada hapalanmateri pembelajaran. Guru kurangmemberi perhatian serius padakompetensi menulis termasuk menulisnaratif karena kompetensi guru dalammenulis juga kurang. Selain itu, sarana danstrategi pembelajaran menulis dirasakanguru belum efektif. Hal tersebutmengisyaratkan bahwa dibutuhkan pem-benahan dalam pembelajaran menulis.

Kompetensi siswa dalam menuliskarangan naratif dapat ditingkatkandengan membenahi hal yang menjadi titiklemah siswa dalam menulis. Keterampilanmenulis karangan bukanlah kemampuanyang diwarisi siswa secara turun-temurundan tidak datang dengan sendirinya.Keterampilan ini menuntut pelatihan yangcukup dan teratur serta pembelajaranyang terprogram.

Sebuah tulisan pada dasarnya meru-pakan perwujudan hasil penalaran siswa.Penalaran ini terutama terkait denganproses penafsiran fakta sebagai ide dasartulisan. Setiap penulis harus dapatmenuangkan pikiran atau gagasannyasecara cermat ke dalam tulisannya. Salahsatu cara yang dapat digunakan untukmemunculkan ide adalah dengan curahgagasan. Curah gagasan (brainstorming)digunakan untuk menuntun siswamengembangkan idenya berdasarkanfakta yang ada di sekitar siswa atauperistiwa yang pernah dialami siswa.Cullen (1998) mengemukakan bahwabrainstorming sangat bermanfaat bagisiswa dalam membantu mengembangkanpengetahuannya di dalam kelas padaproses pembelajaran.

Keuntungan pokok yang diperolehdari proses brainstorming ini adalahbahwa secara sadar atau tidak seorangpenulis telah memulai proses berpikir.Rangkaian proses berpikir seperti ini akan

membangkitkan energi intelektual yangdimiliki seseorang. Jika proses berpikir itudilakukan secara berkesinambungan, rang-kaian proses berpikir seperti itu akanmenghasilkan ide-ide yang lebih menarikdaripada ide-ide pada awalnya (Darmadi,1996: 44).

Keberhasilan pembelajaran menuliskarangan naratif juga ditentukan olehfaktor lingkungan dan iklim pembelajaran.Dalam melaksanakan pembelajaran faktorlingkungan dan iklim pembelajaran punharuslah menarik dan menyenangkan darisegi psikologis siswa. Oleh karena itu,untuk menciptakan suasana belajar yangkooperatif interaktif, menyenangkan, danbermakna, guru harus cermat memilih danmenerapkan strategi pembelajaran,seperti pembelajaran kooperatif pola Dua-Dua-Empat.

Pendekatan kooperatif merupa-kansalah satu model pembelajaran yangberorientasi pada masyarakat belajar(learning community) yang menganggapbahwa siswa lebih mudah menentukandan memahami konsep-konsep yang sulitjika mereka saling mendiskusikan masalahtesebut dengan temannya. Hal ini dapatmembantu para siswa meningkatkan sikappositif siswa terhadap pembelajaranketerampilan menulis, khususnya menuliskarangan naratif. Hasil pembelajaranmelalui pembelajaran kooperatifdiharapkan mampu memberikanpengalaman bermakna sehingga sukardilupakan oleh siswa. Melaluipembelajaran ini, siswa terlatih berpikirdan menghubungkan hal yang merekapelajari dengan situasi dunia nyatasehingga menjadi pembelajar yangotonom dan mandiri (Eggen dan Kauchak,1996: 277). Dengan penerapanpembelajaran kooperatif pola Dua-Dua-Empat diharapkan segala problematikayang selama ini menghambat peningkatankompetensi menulis siswa, khususnyamenulis karangan naratif dari hasilwawancara dapat diatasi.

86

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati PetakanInformasikan Kembangkan (APIK)

Page 95: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Berdasarkan uraian tersebut,penelitian ini dilakukan dengan tujuanuntuk membantu meningkatkankompetensi siswa mengubah hasilwawancara menjadi karangan naratifmelalui curah gagasan dengan polakooperatif dua-dua-empat. Hasilpenelitian ini diharapkan bermanfaat buatguru sebagai salah satu rujukan/jalankeluar untuk membantu siswameningkatkan kompetensi mengubahhasil wawancara menjadi karangan naratif.

MetodePenelitian ini merupakan penelitian

tindakan kelas (classroom actionresearch). Subjek penelitian ini adalahsiswa kelas VII5 yang berjumlah 32 orang(21 perempuan dan 11 laki-laki). Kelas VII5

ini dikategorikan sebagai kelas yangtingkat kemampuan siswanya palingrendah di antara lima kelas VII di SMPNegeri 5 Pinrang. Penelitian ini dilakukandari bulan September 2009 sampaidengan April 2010.

Penelitian ini dilaksanakan dalamdua siklus. Setiap siklus melalui tahapperencanaan (plan), tindakan danpengamatan (act and observe), sertarefleksi (reflect). Tindakan yang dilakukanuntuk memecahkan masalah penelitianadalah penerapan curah gagasan denganpola kooperatif dua-dua-empat yangmengikuti langkah-langkah sebagaiberikut. Tahap 1, pemberian pemahamanawal tentang cara berwawancara danmengubah hasil wawancara menjadibentuk monolog yang bersifat naratif.Tahap 2, menetapkan tema wawancaradan melakukan curah gagasan(brainstorming) untuk menyusunpertanyaan wawancara. Tahap 3,pembentukan pasangan satu-satu untukmelakukan wawancara denganmenggunakan panduan wawancara yangtelah disusun bersama (dua). Tahap 4,pertukaran pasangan dan peran untukmelakukan kegiatan wawancara (dua).

Tahap 5, pengelompokan siswa (setiapkelompok terdiri atas empat siswa yangberasal dari dua pasangan yang telahbekerja sama) (empat). Tahap 6, penulisankarangan naratif dengan mengembangkanteks hasil wawancara yang telahdibuatnya. Tahap 7, pertukaran karyauntuk dinilai atau dikoreksi, laludisempurnakan. Tahap 8, pemajangankarya siswa satu kelompok. Tahap 9,kunjungan, penilaian, dan pemilihan karyaterbaik. Tahap 10, pemberianpenghargaan terhadap karya terbaik.

Ada tiga indikator yang ditetapkansebagai acuan keberhasilan penelitian ini.Pertama, indikator keberhasilan siswamembuat catatan hasil wawancaraditetapkan berdasarkan ketentuan: 85%atau lebih siswa mencapai kriteriaketuntasan minimal (KKM) 70. Kedua,indikator keberhasilan siswa mengubahhasil wawancara menjadi karangan narasiditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaiberikut: 85% atau lebih siswa mencapaikriteria ketuntasan minimal (KKM) 70.Ketiga, indikator keberhasilan penerapanpola kooperatif dua-dua-empat adalah100% siswa terlibat secara aktif, terbukamengungkapkan pikiran, teratur, terarah,dan bersemangat mengikuti tahapanpembelajaran yang berpola kooperatif dua-dua-empat.

Sesuai data yang dikumpulkan.instrumen yang digunakan, yaitu: formatpengamatan, rubrik penilaian, videorekaman. Format pengamatan yangdigunakan sebagai instrumenpengumpulan data kualitatif ada dua,yaitu: format pengamatan kegiatan gurudan format pengamatan respon siswa.Rubrik penilaian yang digunakan sebagaiinstrumen pengumpulan data kuantitatifada dua jenis, yaitu: rubrik kemampuansiswa membuat catatan hasil wawancaradan rubrik kemampuan siswa mengubahhasil wawancara menjadi karangan naratif.Data yang telah terkumpul dianalisissecara kuantitatif (penilaian hasil) dan

87

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Page 96: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

kualitatif (penilaian proses).Penelitian ini berlangsung dalam

dua siklus. Pembelajaran pada siklus Iberlangsung dalam tiga seri tindakan.Setiap tindakan dilakukan dalam dua kalipertemuan. Jadi, jumlah pertemuan yangdilakukan selama siklus I adalah enam kalipertemuan. Dalam siklus II, pembelajaranberlangsung dalam dua seri tindakan.Setiap tindakan juga dilakukan dalam duakali pertemuan. Jadi, jumlah pertemuanyang dilakukan selama siklus I adalahempat kali pertemuan.

Dalam setiap tindakan, baik siklus Imaupun siklus II, pada pertemuanpertama anak dilatih keterampilanmelakukan wawancara dan membuatcatatan wawancara, sedangkan padapertemuan kedua anak dilatihketerampilan mengubah hasil wawancaramenjadi karangan naratif. Data yangdikumpulkan meliputi data kualitatif dandata kuantitatif.

Siklus IPembelajaran pada siklus I dirasa-

kan belum optimal, baik dari segi prosesmaupun dari segi hasil. Dari segi proses,guru belum mampu memberikan pemaha-man kepada siswa tentang tata cara pelak-sanaan pembelajaran mengubah hasilwawancara menjadi karangan naratif me-lalui penerapan curah gagasan denganpola kooperatif dua-dua-empat. Strategicurah gagasan dengan pola kooperatif dua-dua-empat belum diterapkan dengan baikkarena guru kurang maksimal menga-rahkan siswa pada hampir seluruh tahap(tahap 1 sampai dengan 10) sehinggasiswa kurang memberi respon.

Berdasarkan hasil analisis danevaluasi terhadap tindakan yang dilakukanguru serta respon yang diberikan siswa,ditemukan perilaku yang dirasakan belumoptimal dalam setiap tahap dan menjadipenyebab kegagalan pembelajaran sepertiberikut. Tahap pertama, guru memberipemahaman awal kepada siswa tentang

cara melakukan wawancara atau meng-ajukan pertanyaan sederhana untukmenggali hal-hal yang pernah dialamisiswa lain, lalu mengubah hasil tanyajawab (dialog) tersebut menjadi bentukmonolog yang bersifat naratif. Meskipuntelah diberi pemahaman, ditemukansejumlah siswa yang bingung mengem-bangkan pertanyaan wawancara danmengubahnya menjadi sebuah karangannaratif.

Tahap kedua, siswa di bawahbimbingan guru menetapkan tema materiwawancara, tetapi diberi kebebasan untukmengembangkan sendiri pertanyaan yangakan diajukan dalam wawancara. Olehkarena kemampuan siswa dalammengembangkan pertanyaan wawancaraberbeda dan masih terbatas sehinggabanyak waktu yang terbuang dan hasilkerja siswa tidak maksimal. Tahap ketigadan keempat, siswa berpasangan satu-satu untuk melakukan wawancara (satusebagai narasumber, sedangkan yang lainsebagai pewawancara). Siswa memilihpasangannya masing-masing. Akibatnya,keadaan cukup kacau dan menyita waktulama karena ada siswa yang tidak maumeninggalkan tempatnya dan ada yangtidak mendapat pasangan. Hal tesebutberakibat pula terhadap tahap kelima.Dalam tahap ini, “pola empat” tidakberlangsung secara maksimal karena adakelompok yang jumlah anggotanya enamorang yang seharusnya hanya empat.

Tahap ketujuh, karangan siswadipertukarkan untuk dinilai atau dikoreksioleh teman sekelompoknya, laludikembalikan kepada pemiliknya untukdisempurnakan. Yang terjadi adalahhampir seluruh siswa tidak mengoreksikarena mereka tidak mengetahui hal yangharus dikoreksi. Tahap kesembilan, setiapkelompok mengunjungi, menilai, danmemilih karya yang dianggap terbaik.Siswa rata-rata tidak menyelesaikanmembaca seluruh karangan teman yangdikunjunginya. Tahap kesepuluh, penen-

88

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati PetakanInformasikan Kembangkan (APIK)

Page 97: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

tuan karya terbaik siswa dilakukanberdasarkan masukan beberapa siswasaja.

Berdasarkan penilaian catatan hasilwawancara, terdapat 10 siswa (31%) yangmendapat nilai di bawah 70 (belumtuntas) dan 22 siswa (69%) yangmendapat nilai 70 atau lebih (tuntas).Selanjutnya, hasil penilaian karangannaratif siswa menunjukkan terdapat 12siswa (37%) yang mendapat nilai di bawah70 (belum tuntas) dan 20 siswa (63%)yang mendapat nilai 70 atau lebih(tuntas). Jadi, berdasarkan indikatorkeberhasilan yang ditetapkan, yaitu 85%atau lebih siswa mencapai kriteriaketuntasan minimal (KKM) 70, baru 69%siswa yang mendapat nilai 70 atau lebihuntuk catatan hasil wawancara dan baru63% siswa yang mendapat nilai 70 ataulebih untuk karangan narasi.

Dengan demikian, terdapat pening-katan kemampuan siswa dalam membuatcatatan hasil wawancara dan menuliskarangan naratif setelah mengikutipembelajaran pada siklus I. Peningkatankemampuan siswa dalam membuatcatatan hasil wawancara seiring dengankemampuan siswa menulis karangannaratif. Semakin tinggi kemampuan siswadalam membuat catatan hasil wawancarasemakin tinggi pula kemampuan siswamenulis karangan naratif.

Meskipun demikian, jumlah siswayang mencapai nilai KKM yang ditentukan-baik untuk catatan hasil wawancaramaupun karangan naratif- belummencapai indikator keberhasilan yangditetapkan, yaitu 85% atau lebih darijumlah seluruh siswa (32 orang) mencapainilai KKM 70. Oleh karena itu, diputuskanuntuk melanjutkan penelitian pada siklus IIdengan memperbaiki tindakan pada tahap1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, dan 10 yang belum tepat.

Siklus IIHasil analisis dan evaluasi terhadap

tindakan yang dilakukan guru serta respon

yang diberikan siswa pada siklus II inimenunjukkan bahwa kegiatanpembelajaran mengubah hasil wawancaramenjadi karangan naratif melaluipenerapan curah gagasan dengan polakooperatif dua-dua-empat berlangsungsecara optimal pada seluruh tahapannya.Strategi curah gagasan dengan polakooperatif dua-dua-empat telahditerapkan dengan baik karena gurudengan maksimal mengarahkan siswasecara bertahap sehingga siswa memberirespon yang positif. Jadi, pembelajaranyang dilakukan pada siklus II dirasakansudah optimal, baik dari segi prosesmaupun dari segi hasil.

Dari segi proses/tindakan, siswamampu membangkitkan semangat, minat,dan kreativitasnya dalam pembelajaran.Dalam pembelajaran, siswa tampakmerasa senang dan bersemangat sehinggamereka aktif dan kreatif meningkatkanpotensi yang ada dalam dirinya. Tahap inipula dapat mengaktifkan danmengkreatifkan siswa yang masih kurangkreatif dalam menulis naratif. Strategicurah gagasan dengan pola kooperatif dua-dua-empat sudah dapat diterapkan den-gan baik sehingga siswa memberi responpositif, kemampuan mereka mencurahkangagasan, menggali informasi dari temandalam wawancara, membuat catatan hasilwawancara, serta mengubah hasil wawan-cara menjadi karangan naratif juga men-galami peningkatan seperti yang diharap-kan.

Dari segi hasil belajar, data penilaiancatatan hasil wawancara siswamenggambarkan bahwa terdapat 3 siswa(9%) yang mendapat nilai di bawah 70(belum tuntas) dan 29 siswa (91%) yangmendapat nilai 70 atau lebih (tuntas).Hasil penilaian karangan naratif siswamenunjukkan bahwa terdapat 4 siswa(12%) yang mendapat nilai di bawah 70(belum tuntas) dan 28 siswa (88%) yangmendapat nilai 70 atau lebih (tuntas). Olehkarena lebih dari 85% siswa yang telah

89

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Page 98: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

mencapai kriteria ketuntasan minimal(KKM) 70 pada tindakan kedua siklus II ini,baik kemampuan membuat catatan hasilwawancara (91%) maupun kemampuanmengubah hasil wawancara menjadikarangan naratif (88%), hal itu berartiindikator keberhasilan yang ditetapkandalam penelitian ini telah tercapai.Dengan demikian, diputuskan untukmengakhiri penelitian pada tindakankedua siklus II ini.

Hasil dan PembahasanPembelajaran dilaksanakan dalam

siklus I belum mencapai indikator keber-hasilan yang ditetapkan. Ketidakter-capaian indikator keberhasilan pada siklusI ini dirasakan lebih banyak disebabkanoleh penerapan strategi curah gagasandengan pola kooperatif dua-dua-empatbelum maksimal dan belum tepat sasaran.Namun, setelah tahap-tahap tindakandisempurnakan dan dilaksanakan secaramaksimal pada siklus II, indikator keber-hasilan dapat dicapai.

Kecenderungan lain yang ditemukanadalah ada peningkatan kemampuansiswa dalam membuat catatan hasilwawancara seiring dengan kemampuansiswa menulis karangan naratif. Data siklusI dan siklus II memperlihatkan bahwasemakin tinggi kemampuan siswa dalammembuat catatan hasil wawancarasemakin tinggi pula kemampuan siswamenulis karangan naratif. Hal ini relevandengan teori Cullen (1998) dan (Darmadi,1996) yang dirujuk dalam kajian tindakanbahwa kompetensi siswa dalam menuliskarangan naratif dapat ditingkatkandengan membenahi segala hal yangmenjadi titik kelemahan siswa dalammenulis. Sebuah tulisan pada dasarnyamerupakan perwujudan hasil penalaransiswa. Penalaran ini terutama terkaitdengan proses penafsiran fakta sebagaiide dasar untuk dikembangkan menjaditulisan. Salah satu cara yang dapatdigunakan untuk memunculkan ide adalah

dengan curah gagasan. Curah gagasandigunakan untuk menuntun siswamengembangkan idenya berdasarkanfakta yang ada di sekitar siswa atauperistiwa yang pernah dialami siswa. Lebihjauh, penggalian ide itu dapat dilakukansiswa dengan kegiatan berwawancara.

Pembelajaran mengubah hasilwawancara menjadi karangan naratif yangmenerapkan curah gagasan dengan polakooperatif dua-dua-empat mampumembangkitkan semangat, minat, dankreativitas siswa dalam pembelajaran.Dalam pembelajaran, siswa tampakmerasa senang dan bersemangat sehinggadengan sendirinya mereka aktif dan kreatifmeningkatkan potensi yang ada dalamdirinya. Tahap ini pula dapat mengaktifkandan mengkreatifkan siswa yang masihkurang kreatif dalam menulis naratif.Siswa memberi respon positif,kemampuan siswa mencurahkan gagasan,menggali informasi dari teman dalamwawancara, membuat catatan hasilwawancara, serta mengubah hasilwawancara menjadi karangan naratif jugamengalami peningkatan seperti yangdiharapkan. Guru lebih percaya dirimengelola pembelajaran dan memperolehpengalaman baru dalam membelajarkansiswa menulis karangan naratif. Jadi,dengan penerapan pembelajarankooperatif pola Dua-Dua-Empatdiharapkan problematika yang selama inimenghambat peningkatan kompetensimenulis siswa, khususnya menuliskarangan naratif dari hasil wawancaradapat diatasi.

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil analisis dan

pembahasan dirumuskan kesimpulansebagai berikut. Pertama, terjadipeningkatan kompetensi mengubah hasilwawancara menjadi karangan naratifsiswa setelah mengikuti pembelajaranyang menerapkan curah gagasan denganpola kooperatif dua-dua-empat.

90

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati PetakanInformasikan Kembangkan (APIK)

Page 99: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi

Peningkatan itu ditandai olehmeningkatnya jumlah siswa yangmencapai nilai KKM 70 dari kondisi awalsebelum diberi tindakan pada siklus I(40%) ke kondisi setelah siklus IIdiputuskan berakhir (88%). Peningkatanjumlah siswa yang mencapai nilai KKM 70tersebut adalah 48%.

Kedua, penerapan curah gagasandengan pola kooperatif dua-dua-empatyang dapat meningkat kompetensimengubah hasil wawancara menjadikarangan naratif siswa adalah yangmengikuti langkah-langkah berikut. (1)Pemberian pemahaman awal kepadasiswa dengan memberi contohberwawancara dengan beberapa siswadan megubah hasil wawancara tersebutmenjadi bentuk naratif. (2) Pembim-bingan penetapan tema materi wawan-cara, penyusunan pertanyaan wawancaraberdasarkan hasil curah gagasan(brainstorming). (3) Pembentukan pasang-an satu-satu untuk berwawancara ber-

dasarkan panduan wawancara yang telahdisusun bersama (dua). (4) Pertukaranpasangan dan peran dalam berwawancara(dua). (5) Pengelompokan siswa (setiapkelompok terdiri atas empat siswa yangberasal dari dua pasangan yang telahbekerja sama) (empat). (6) Pengon-trolan, pembimbingan, dan pengarahanpembuatan karangan naratif berdasarkanhasil wawancara. (7) Penukaran danpengoreksian karya berdasarkan panduanyang diikuti penyempurnaan. (8) Pem-ajangan seluruh karya siswa dalam setiapkelompok. (9) Pengaturan dan pengontro-lan kunjung karya yang diikuti pemilihankarya terbaik. (10) Pembacaan karyaterbaik di depan kelas sebagai bentukpenghargaan.

Para guru bahasa Indonesiadisarankan berinisiatif dan mencobamenerapkan pembelajaran kooperatifpola Dua-Dua-Empat sebagai salah satualternatif strategi pembelajaran menulis

karangan naratif.

91

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Daftar Rujukan

Cullen, Brain. 1998. Brainstorming before Speaking Tasks. (Online) http://www.Itelsj.or.Id/tels/pdf), Diakses 15 September 2003.

Darmadi, Kaswan. 1996. Meningkatkan Kemampuan Menulis. Yogyakarta: Andi Yogya-karta.

Eggen, Paul D dan Kouchak, Donald P. 1996. Strategi For Teacher, Teaching Conten andThinking Skill. Boston: Allyn dan Bocon.

Page 100: Jurnal PTK DBE 3_Anw-revisi