jurnal praktikum teknologi sediaan steril ranitidin

18
JURNAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL KELOMPOK : 2 SHIFT : A SOAL : I. Latar Belakang II. Preformulasi Zat Aktif Struktur Nama kimia Rumus molekul Berat molekul Pemerian bubuk kristal putih atau kuning pucat (EP, hal : 2357, 2005) Kelarutan bebas larut dalam air dan metanol, sedikit larut dalam etanol, sangat sedikit larut dalam metilen klorida. (EP, hal : 2357, 2005) Titik leleh 70 o C ph 6,7-7,3 Inkompatibilit as Ini menunjukkan polimorfisme. Stabilitas Panas Hidrolisis/ oksid asi Cahaya Dekomposisi 130 o C Sensitive terhadap lembab Sensitive terhadap cahaya Kesimpulan : Bentuk zat aktif yang digunakan : asam Bentuk sediaan : injeksi Cara sterilisasi sediaan : sterilisasi membran Kemasan : dalam wadah (vial) tertutup rapat dan terlindung dari cahaya III. Perhitungan Tonisitas/Osmolaritas dan Dapar a. Tonisitas Metode : kesetaraan Perhitungan : INJEKSI Ranitidin Ranitidine Hcl 25 mg/ml R/ Ranitidin Hcl (dilebihkan 10%) 27,50 mg Na 2 HPO 4 anhidrat 0,98 mg KH 2 PO 4 1,5 mg Aqua proinjection ad 1 ml Ranitidin HCl = 27,50 mg/ml = 2,75g/100ml = 2,75%

Upload: lowis-yanmaniar

Post on 27-Sep-2015

2.483 views

Category:

Documents


476 download

DESCRIPTION

KK

TRANSCRIPT

JURNAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

KELOMPOK : 2 SHIFT : AINJEKSI Ranitidin

SOAL :

I. Latar BelakangII. Preformulasi Zat AktifStruktur

Nama kimia

Rumus molekul

Berat molekul

Pemerianbubuk kristal putih atau kuning pucat (EP, hal : 2357, 2005)

Kelarutanbebas larut dalam air dan metanol, sedikit larut dalam etanol, sangatsedikit larut dalam metilen klorida. (EP, hal : 2357, 2005)

Titik leleh70oC

ph6,7-7,3

InkompatibilitasIni menunjukkan polimorfisme.

Stabilitas Panas Hidrolisis/oksidasi Cahaya Dekomposisi 130oCSensitive terhadap lembabSensitive terhadap cahaya

Kesimpulan :

Bentuk zat aktif yang digunakan : asam

Bentuk sediaan : injeksi

Cara sterilisasi sediaan : sterilisasi membran

Kemasan : dalam wadah (vial) tertutup rapat dan terlindung dari cahaya

III. Perhitungan Tonisitas/Osmolaritas dan Dapara. TonisitasMetode : kesetaraanPerhitungan :Ranitidine Hcl 25 mg/mlR/ Ranitidin Hcl (dilebihkan 10%) 27,50 mgNa2HPO4 anhidrat0,98 mgKH2PO4 1,5 mgAqua proinjection ad 1 mlRanitidin HCl = 27,50 mg/ml = 2,75g/100ml = 2,75%E 3% = 0,16(FI Ed.IV hal.1255)

b. OsmolaritasPerhitungan :

Kesimpulan :Sediaan bersifat hipo-iso-hipertonis : ____________________Perhatian yang harus dicantumkan dalam informasi obat :________________________________________________________________________

c. DaparJenis dapar/kombinasi

Target pH

Kapasitas dapar

Perhitungan :

IV. Pendekatan FormulaNoBahanJumlah (%)Fungsi / alasan penambahan bahan

1Ranitidin Hcl25 mg/mlZat aktif

2Na2HPO40,98%Pendapar

3KH2PO41,5%Pendapar

4NaClPengisotonis

4Aqua proinjeksi Add 10mlPelarut

Di buat 2 vial (10 ml/vial)V. Preformulasi eksipient4.1. NaClStruktur kimiaNa Cl (Rowe, 2009)

Rumus molekulNaCl (Rowe, 2009)

Nama kimiaNatirum klorida

SinonimAlberger; chlorure de sodium; common salt; hopper salt; natrii chloridum; natural halite; rock salt; saline; salt; sea salt; table salt (Rowe, 2009)

Berat molekul58,44

PemerianHahlur bentuk kubus, tidak berwarna atau serhuk hahlur putih; rasa asin (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

KelarutanMudah larut dalam air; sedikit lehih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

pH 6,7 7,3 (Rowe, 2009)

pKa-

Titik leleh-

InkompatibilitasDengan besi, perak, timbale, dan garam merkuri,serta metil paraben dan agen pengoksidasi (Rowe, 2009)

Stabilitas Panas Hidrolisis/oksidasi Cahaya--Harus terlindungi dari cahaya matahari (Rowe,2009)

KegunaanPengencer tablet dan kapsul; agen tonisitas (Rowe, 2009)

PenyimpananDalam wadah tertutup rapat sejuk, dan kering (Rowe, 2009)

4.2. Natrium Fosfat (Na2HPO4) (Rowe, R. C., 2009:656)Struktur kimia

Rumus molekul

Nama kimia

Berat molekul

PemerianSerbuk, Putih atau hampir putih, Tidak berbau

KelarutanSangat mudah larut dalam air, lebih larut dalam air mendidih; praktis tidak larut dalam etanol (95%)

pH 12-14 (British pharmacopoeia, 2009).

pKa-

Titik leleh318 C (British pharmacopoeia, 2009).

InkompatibilitasInkompatibel dengan alkaloid, antipirin, kloral hidrat, asetat, pirogallol, resorsinol, dan kalsium glukonat, serta ciprofloxacin

Stabilitas Panas Hidrolisis/oksidasi CahayaStabil terhadap tempat yang sejuk dan kering

Kegunaan

PenyimpananDalam wadah yang sejuk dan kering

4.3. Natrium Fosfat (NaH2PO4) (Rowe, R. C., 2009:659)Pemerian:Serbuk

Rasa:Tidak berasa

Warna:Tidak berwarna atau putih

Bau:Tidak berbau

Ukuran partikel:119,98

Kelarutan:Larut dalam 1 bagian air, sangat sedikit larut dalam etanol (95%)

pH larutan:4,1-4,5 dalam 5% b/v larutan

pKa:2,15

Berat jenis: 1,915 g/cm3

Stabilitas:Sediaan larutan stabil dan dapat disterilisasi dengan autoklaf

Inkompatibilitas:Inkompatibel dengan alkali dan karbonat

Penyimpanan:Dalam wadah yang sejuk dan kering

4.4. Aqua proinjeksi

Struktur kimiaH-O-H (FI.IV, 1995).

Rumus molekulH2O (FI.IV, 1995).

PemerianCairan, jernih, tidak berwarna, tidak berbau (FI.IV, 1995).

KelarutanLarut dalam pelarut polar (FI.IV, 1995).

pH 12-14 (British pharmacopoeia, 2009).

pKa-

InkompatibilitasDapat bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis dan suhu tinggi. Dapat bereaksi dengan logam alkali, garam anhidrat dan berbagai bahan organik dan kalsium karbida (Rowe,dkk, 2009).

Stabilitas Panas Hidrolisis/oksidasi CahayaStabil di lingkungan es, cair dan uap dilindungi oleh ion dan kontaminasi organik yang dapat menyebabkan konduktivitas dan jumlah karbon organik meningkat (Rowe,dkk, 2009).

Kegunaan

PenyimpananWadah tertutup rapat (Rowe,dkk, 2009).

VI. Persiapan Alat/Wadah/Bahan a. AlatNoNama alatJumlahCara sterilisasi (lengkap)

1Batang pengaduk2Oven, 170C, 2 jam

2Corong 1Oven, 170C, 2 jam

3Erlenmeyer 1Autoclave, 121C, 15 menit

4Gelas beaker3Autoclave, 121C, 15 menit

5Gelas ukur1Autoclave, 121C, 15 menit

6Kaca arloji4Oven, 170C, 2 jam

7Karet pipet tetes3Autoclave, 121C, 15 menit

8Pipet tetes3Oven, 170C, 2 jam

b. WadahNoNama alatJumlahCara sterilisasi (lengkap)

1

2Karet vial2Air mendidih selama 30 menit

3Vial 2Oven, 170C, 2 jam

c. Bahan (hanya untuk cara aseptic)NoNama bahanJumlahCara sterilisasi (lengkap)

1Ranitidin27,5Sterilisasi akhir dg filter membran

2NaCl189 mgautoclave, 121C, 15 menit

3Na2HPO4Sterilisasi Sinar gamma

4KH2PO4

4Aqua proinjeksi Add 21mlAutoclave, 121C, 15 menit

VII. Penimbangan BahanJumlah sediaan yang dibuat : 2 vial

NoNama bahanJumlah yang ditimbang

1Ranitidin27,5 mg

2Na2HPO40,89 mg

3KH2PO41,5 mg

4NaCl

5Aqua proinjeksiAd 21 ml

VIII. Prosedur PembuatanRUANGPROSEDUR

Disiapkan alat, wadah dan bahan yang diperlukan

Grey Area(Ruang Sterilisasi)Disterilkan sesuai prosedur :Dicuci alat, wadah dan bahan , dikeringkan dan dibungkus dengan kertas perkamen 2 lapisSebelum disterilkan, dikalibrasi gelas beker 100ml menjadi 50mlDisterilkan alat, wadah dan bahan dengan metode : Panas basah (autoclave, 121C, 15 menit) : gelas beker, kaca arloji, pipet tets, gelas ukur, batang pengaduk, erlenmeyer dan vial Kimia (etanol 70%, 24 jam) : karet pipet tetes, karet tutup vial Panas kering (oven, 170C, 1 jam) : batang pengaduk, NaCL, NaOH

Dibuat aqua proinjeksi : disterilkan 100ml aquades dengan autoclave, 121C, 15 menit

Setelah disterilkan, semua alat dan wadah dimasukkan ke dalam white area, transfer box

Ruang PenimbanganDitimbang bahan-bahan menggunakan kaca arlojiDi-addkan aqua proinjeksi dengan gelas ukur sampai 1ml

White Area(Ruang Pencampuran)Disiapkan aqua proinjeksiDilarutkan Ranitidin HCl ke dalam gelas beker dengan aqua proinjeksi secukupnya, diaduk hingga homogen dengan batang pengadukDilarutkan masing-masing bahan eksipien dalam gelas beker dengan aqua proinjeksi secukupnya, diaduk hingga homogen dengan batang pengadukDimasukkan satu-persatu larutan eksipien ke dalam larutan zat aktif, diaduk hingga homogen dengan batang pengadukDihomogenkan campuran larutan, kemudian larutan ditambahkan aqua proinjeksi sampai mencapai 80% dari total volume sediaanDilakukan pengecekan pH menggunakan pH indikator universalBila pH belum mencapai nilai yang diharapkan, maka ditambahkan NaOH hingga pH larutan mencapai 6, lalu digenapkan dengan aqua proinjeksiDisaring larutan sediaan menggunakan membran filter (0,45m) dan ditampung dengan erlenmeyerDiisi setiap vial dengan sediaan sebanyak 10,5ml, ditutup vial aluminium foilDibawa vial ke ruang penutupan melalui transfer box

White Area(Ruang Penutupan Grade C)Ditutup vial yang sudah terisi dengan tutup karet vial, lalu diseal dengan aluminium foil

Grey Area(Ruang Sterilisasi)Disimpan sediaan didalam gelas kimia yang telah dilapisi kapasBotol yang sudah disterilisasi dibawa ke ruang evaluasi untuk dilakukan evaluasi pada sediaan

Grey Area(Ruang Evaluasi)Dilakukan evaluasi sediaanDiberi etiket dan brosurDikemas dalam wadah sekunder

IX. Evaluasi SediaanNoJenis evaluasiPrinsip evaluasiJumlah sampelHasil pengamatanSyarat

1Penetapan pHMenggunakan air bebas karbondioksida P. Elektroda, larutan baku, larutan uji1Ph= 4Nilai pH dalam darah normal 7,35 7,45 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

2Penetapan volume injeksi dalam wadahMenggunakan spuit yang bisa menampung isi 3 buah ampul dan dipindahkan ke dalam sediaan semula 1Vol = 10 mlVolume injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

3Bahan partikulat dalam injeksiBebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995Bebas partikulatTidak ada boleh bahan partikulat pada sediaan injeksi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995

4Uji kebocoranBertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

Volume pada sediaan injeksi harus sesuai dengan jumlah volume pada etiket yang tertera (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

5Uji kejernihan larutanDilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung.Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji kejernihan secara visual (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995Larutan jernihSetiap sediaan injeksi yang dibuat harus terlihat jernih (tidak ada zat atau bahan pengotor lain pada sediaan injeksi) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

6Uji keseragaman sediaanMenimbang 10 vial satu per satu dan ditetapkan sesuai monografi

7Uji efektivitas pengawet antimikroba

8Uji kandungan zat antimikrobazat yang tertera tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera pada etiket

8Uji sterilitasMenginokulasi langsung kedalam media pembenihan lalu diinkubasi pada suhu 2 sampai 250C

9Uji pirogentasUji dilakukan dalam ruang terpisah yang khusus dan dengan kondisi yang sama dengan ruang pemeliharaan

10Uji endokrin bakteriDilakukan menggunakan limunus amebocyte lysate (LAL)

Kesimpulan :Sediaan memenuhi syarat / tidak memenuhi syarat

X. PembahasanInjeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kuit atau melalui kulit atau selaput lendir. Solutio atau larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai pelarut digunakan air suing, kecuali dinyatakan lain. Untuk larutan steril yang diugnakan sebagai obat luar harus mmenuhi syarat yang tertera pada injectiones.Pada praktikum ini digunakan zat aktif ranitidine. Ranitidine adalah obat yang digunkan untuk mengobati tukak lambung, duodenum, tukak pasca operasi refluks esophagus, keadaan hipersekresi patologis. Ranitidine memiliki mekanisme kerja dengan mengaktifkan secara cepat histamine H2-antagonist. Diman dapat menghambat basal dan rangsangan sekresi asam lambung, mengurangi volume, kandungan asam dan pepsin dari sekresi. Ranitidine memiliki bioavaibilitas 90% sampai 100% pada pemakaian secara intramuscular (IM) dibandingkan intravena (IV).Ranitidin merupakan zat yang larut dalam air, sehingga pembuatanya akan lebih stabil dengan pelarut air. Pembawa air yang digunakan adalah a.p.i (aqua pro injeksi). Aqua pro injeksi di buat dengan didihkan aqua bides selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu didinginkan.Setelah itu ditambahkan karbon aktif 0,1% dari volume,dipanaskan 60-70oC selama 15 menit dinginkan kemudian di saring dan di sterilisasi wadah yang di gunakan adalah wadah vial kaca gelap tipe 1 di karenakan zat aktif rusak oleh cahaya dan pada wadah tipe 1 mempunyai derajat yang paling tinggi dimana disusun eksklusif dan resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim.Formulasi sediaan injeksi ,ranitidin sebagai zat aktif stabil dalam rentang ph yang sempit sehingga memerlukan penambahan dapar. langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pengecekan tonisitas larutan dalam formula, apakah akan menghasilkan larutan isotonis atau tidak isotonis. Zat tambahan Nacl 0.9% b/v ditambahkan sebagai pengisotonis. Laritan isotonis adalah larutan parenteral yang mempunyai tekanan osmosis sama dengan plasma darah serta memiliki titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh yaitu -0,52. Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotic lebih besar dari larutan Nacl 0,9% disebut larutan hipertonis. Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan keluar dari sel sehingga sel akan mengkerut tetapi keadaan ini bersifat reversible atau sementarakarena tidak adanya kerusakan pada sel. Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan , air dalam larutan injeksi diserap dan masuk kedalam sel itu dan keadaan ini bersifat tetap. pecahnya sel darah merah akan dibawa aliran darah dapat menyumbat pembuluh darah. Larutan yang hipotonis,tidak boleh dimasukkan ke dalam tubuh karena selain menyebabkan rasa sakit, juga dapat menimbulkan efek yang membahayakan mengatasinya, maka perlu penambahan zat pengisotonis,tujuannya adalah untuk mencegah rasa nyeri yang ditimbulkan karena perbedaan tekanan osmosis antara larutan dan jaringan..Prosedur kerja nya yang pertama mensterilkan semua alat yang di butuhkan menggunakan metode yang sesuai , sterilisasi uap (panas basah) dengan menggunakan autoclave, sterilisasi panas kering menggunakan oven. Sterilisasi uap air ini lebih efektif dibandingkan dengan sterilisasi panas kering. Bila ada uap air, bakteri akan dikoagulasi dan dirusak pada temperatur yang lebih rendah daripada tidak ada kelembaban. Sel bakteri dengan air besar umumnya lebih mudah dibunuh. Pada spora-spora yang kadar airnya relatif rendah maka akan sulit dihancurkan. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa proten esensial organisme tersebut. Adanya uap air yang panas dalam sel mikroba menimbulkan kerusakan pada temperatur yang lebih rendah. Sedangkan untuk sterilisasi panas kering, kematian mikroba diakibatkan karena adanya sel mikroba mengalami dehidrasi diikuti dengan pembakaran pelan-pelan atau proses oksidasi.Proses selanjutnya adalah menimbang Ranitidin dan Nacl . Di larutkan NaCl dengan aqua pro injeksi kemudian ranitidin di larutkan didalam larutan NaCL. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam vial kemudian di periksa Ph nya, kemudian ditambahakan larutan dapar dan hasil pemeriksaan menunjukkan sediaan sudah sesuai dengan rentang Ph nya . Apabila zat terlalu asam maka dapat di tambahkan NaOH dan apabila terlalu basa dapat di tambah HCL. Kemudian di tambah aqua pi ad tanda kalibrasi kemudian di saring dengan membrane filter .Uji pH ini bertujuan unttuk mengetahui sifat ke asam-basaan dari sediaan injeksi yang dibuat. Uji pH ini berkaitan dengan stabilitas obat dan keamanan dalam penggunaan. Hasil pemeriksaan pH larutan yang didapat yaitu 6. Ini berarti memenuhi untuk pH sediaan parenteral yaitu antara 5 sampai 6 karena pH tersebut isohidris dengan nilai pH darah dan cairan tubuh lainnya. Isohidris yaitu keadaan dimana pH larutan sama dengan pH darah ataupun cairan tubuh. Namun jika dalam uji ini belum memenuhi persyaratan pH maka perlu dilakukan penyesuaian pH agar memenuhi syarat. Jika terlalu asam, maka bisa ditambah larutan NaOH 0,1 N. Dan jika terlalu basa dapat ditambah larutan HCl 0,1 N. Tujuan dari pengaturan pH ini adalah untuk meningkatkan stabilitas obat. Selain itu juga untuk mencegah adanya rangsangan atau rasa sakit sewaktu disuntikkan. Karena jika terlalu tinggi dapat menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan jika terlalu rendah maka menyebabkan rasa sakit sewaktu disuntikkan.Uji partikel asing Tujuan dari uji partikel asing ini adalah agar mengetahui apakah ada partikel dalam larutan. Partikel asing tersebut merupakan partikel-partikel yang tidak larut yang dapat berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan, personal, maupun dari wadah. Partikel asing tersebut dapat menyebabkan pembentukan granuloma patologis dalam organ vital tubuh. Untuk mengetahui keberadaan partikel asing dilakukan dengan menerawang sediaan pada sumber cahaya. Dari hasil uji ini didapat bahwa tidak terdapat partikel asing dalam injeksi. Jika terdapat partikel asing bisa terjadi karena sewaktu penyaringan masing ada partikel yang lolos dari saringan.Uji kejernihan Tujuan dilakukan uji kejernihan ini adalah untuk mengetahui kejernihan dari larutan infus yang dibuat. Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, yang artinya sangat dipengaruhi oleh penilaian subjektif dari pengamat. Dari pemeriksaan yang dilakukan diperoleh bahwa larutan infus yang dibuat memenuhi syarat kejernihan.Pengujian keseragaman volume berkaitan dengan uji kebocoran. Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Dari pengujian ini didapatkan hasil yaitu terdapat penyusutan.

x. Kesimpulanformula yang di usulkan :Ranitidin 25 mg/mlNa2HPO40,98%KH2PO41,5%NaCL Aqua pi ad 10 ml

XI. Daftar PustakaBritish Pharmacopoeia. 2009. British Pharmacopoeia, Volume I & II. London: Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA)Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Inodonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Kawasaki, Jiro. 2006. The Japanese Pharmacopoeia. Jepang : The Minister of Health, Labour, and Welfare.Rowe, Raymond C., Paul J Shesky, and Marian E Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition. London : the Phamaceutical Press and Washington: the American Pharmacists Association.Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th. London : the Pharmaceutical Press.USP. 2007. United States Pharmacopoiea- National Formulary 30. United States : The Official Compendia of Standards.