jurnal pondasi - sonny

11
1 PONDASI PRACETAK BAMBU KOMPOSIT Benedictus Sonny Yoedono, Sri Murni Dewi, Agoes Soehardjono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang Jl. MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia E-mail : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku deformasi pondasi telapak pracetak bambu komposit dengan titik berat pada pelat dan balok rib pondasi yaitu lendutan akibat beban yang diberikan dan pola keretakan yang terjadi. Benda uji dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) variasi tipe pondasi pracetak bambu komposit yang dibedakan berdasarkan letak kolom (tengah, pinggir, dan sudut), dimana setiap tipe terdiri dari 3 (pengulangan) benda uji. Sehingga jumlah benda uji adalah 9 (sembilan) buah. Ukuran pelat pondasi yaitu 45 cm x 80 cm x 5 cm. Tulangan utama yang dipakai baik untuk pelat, balok rib dan kolom menggunakan bambu petung dimensi 1 cm x 1 cm. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban pada kolom pondasi hingga kondisi elastis (tidak sampai runtuh). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Beban rerata P (retak awal maksimum) yang mampu ditahan oleh pondasi pracetak bambu komposit adalah 3332 kg untuk pondasi tipe T-1, 3132 kg untuk tipe T-2, dan 936 kg untuk tipe T-3. Lendutan (Δ) rerata maksimum sampai tahap retak awal adalah 3,49 mm pada pondasi tipe T-1, 5,58 mm pada pondasi tipe T-2, dan 15,47 mm pada pondasi tipe T-3. Nilai beban (P retak awal) yang mampu ditahan oleh variasi pondasi tipe T-1 memiliki perbedaan yang cukup besar, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang kurang seragam, sedangkan untuk variasi pondasi tipe T-2 dan T-3 tidak jauh berbeda, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang cukup seragam. Perbandingan nilai beban P retak awal dan lendutan antara hasil pengujian laboratorium dan analisis teoritis menunjukkan perbedaan yang cukup besar. (2) Pada semua tipe pondasi pracetak bambu komposit (tipe T-1, T-2, dan T-3) memiliki pola retak yang sama, yaitu keretakan dimulai pada beton tarik (retak lentur) , namun pada pondasi tipe T-1 dan T-2 seiring bertambahnya beban, retak lentur yang terjadi menjadi semakin banyak dan menjalar menuju beton pada daerah tekan (retak geser). Kata kunci: bambu Petung, beton pracetak, pondasi telapak I. PENDAHULUAN Dalam pembangunan rumah tinggal, terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi beberapa di antaranya yaitu : (1) harga bahan bangunan yang relatif mahal dan selalu mengalami kenaikan dari waktu ke waktu, diperlukan adanya alternatif bahan yang murah, mudah didapatkan, namun memiliki kekuatan yang tinggi; (2) tingginya tingkat polusi sebagai akibat dari produksi, limbah, dan pemakaian bahan bangunan, perlu adanya alternatif bahan bangunan yang sangat minimal menimbulkan polusi; (3) proses pelaksanaan pembangungan yang relatif lama, Permasalahan harga bangunan yang relatif mahal dan tingginya tingkat polusi pemakaian bahan bangunan dapat diatasi salah satunya dengan penggunaan bahan alam yaitu bambu. Bambu adalah bahan alam (tumbuhan) yang memiliki keunggulan sifat yang hampir menyerupai baja tulangan dalam menyumbangkan kekuatan tarik pada beton bertulang. Alasan pemakaian bambu sebagai alternatif tulangan pada beton antara lain adalah : murah, mudah mendapatkannya, tidak menimbulkan polusi dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Sedangkan, untuk mengatasi proses pelaksanaan pembangunan yang relatif lama, dipergunakan teknologi beton pracetak. Beton pracetak adalah beton yang dicetak di dalam suatu acuan, dibuat di pabrik, dan tidak dipasang pada bangunan sampai bagian ini mengeras sepenuhnya (Murdock, L.J, Brook, 1979). Teknologi beton pracetak semakin

Upload: benedictus-sonny

Post on 24-Jul-2015

236 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Pondasi - Sonny

1

 

PONDASI PRACETAK BAMBU KOMPOSIT

Benedictus Sonny Yoedono, Sri Murni Dewi, Agoes Soehardjono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang

Jl. MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku deformasi pondasi telapak pracetak bambu

komposit dengan titik berat pada pelat dan balok rib pondasi yaitu lendutan akibat beban yang diberikan dan pola keretakan yang terjadi. Benda uji dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) variasi tipe pondasi pracetak bambu komposit yang dibedakan berdasarkan letak kolom (tengah, pinggir, dan sudut), dimana setiap tipe terdiri dari 3 (pengulangan) benda uji. Sehingga jumlah benda uji adalah 9 (sembilan) buah. Ukuran pelat pondasi yaitu 45 cm x 80 cm x 5 cm. Tulangan utama yang dipakai baik untuk pelat, balok rib dan kolom menggunakan bambu petung dimensi 1 cm x 1 cm. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban pada kolom pondasi hingga kondisi elastis (tidak sampai runtuh). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Beban rerata P (retak awal maksimum) yang mampu ditahan oleh pondasi pracetak bambu komposit adalah 3332 kg untuk pondasi tipe T-1, 3132 kg untuk tipe T-2, dan 936 kg untuk tipe T-3. Lendutan (Δ) rerata maksimum sampai tahap retak awal adalah 3,49 mm pada pondasi tipe T-1, 5,58 mm pada pondasi tipe T-2, dan 15,47 mm pada pondasi tipe T-3. Nilai beban (P retak awal) yang mampu ditahan oleh variasi pondasi tipe T-1 memiliki perbedaan yang cukup besar, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang kurang seragam, sedangkan untuk variasi pondasi tipe T-2 dan T-3 tidak jauh berbeda, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang cukup seragam. Perbandingan nilai beban P retak awal dan lendutan antara hasil pengujian laboratorium dan analisis teoritis menunjukkan perbedaan yang cukup besar. (2) Pada semua tipe pondasi pracetak bambu komposit (tipe T-1, T-2, dan T-3) memiliki pola retak yang sama, yaitu keretakan dimulai pada beton tarik (retak lentur) , namun pada pondasi tipe T-1 dan T-2 seiring bertambahnya beban, retak lentur yang terjadi menjadi semakin banyak dan menjalar menuju beton pada daerah tekan (retak geser). Kata kunci: bambu Petung, beton pracetak, pondasi telapak I. PENDAHULUAN

Dalam pembangunan rumah tinggal, terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi beberapa di antaranya yaitu : (1) harga bahan bangunan yang relatif mahal dan selalu mengalami kenaikan dari waktu ke waktu, diperlukan adanya alternatif bahan yang murah, mudah didapatkan, namun memiliki kekuatan yang tinggi; (2) tingginya tingkat polusi sebagai akibat dari produksi, limbah, dan pemakaian bahan bangunan, perlu adanya alternatif bahan bangunan yang sangat minimal menimbulkan polusi; (3) proses pelaksanaan pembangungan yang relatif lama,

Permasalahan harga bangunan yang relatif mahal dan tingginya tingkat polusi pemakaian bahan bangunan dapat

diatasi salah satunya dengan penggunaan bahan alam yaitu bambu. Bambu adalah bahan alam (tumbuhan) yang memiliki keunggulan sifat yang hampir menyerupai baja tulangan dalam menyumbangkan kekuatan tarik pada beton bertulang. Alasan pemakaian bambu sebagai alternatif tulangan pada beton antara lain adalah : murah, mudah mendapatkannya, tidak menimbulkan polusi dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Sedangkan, untuk mengatasi proses pelaksanaan pembangunan yang relatif lama, dipergunakan teknologi beton pracetak. Beton pracetak adalah beton yang dicetak di dalam suatu acuan, dibuat di pabrik, dan tidak dipasang pada bangunan sampai bagian ini mengeras sepenuhnya (Murdock, L.J, Brook, 1979). Teknologi beton pracetak semakin

Page 2: Jurnal Pondasi - Sonny

2

 

banyak digunakan karena beberapa kelebihannya yaitu : relatif lebih ringan, percepatan waktu pelaksanaan pekerjaan, tidak tergantung cuaca, penggunaan tenaga kerja di lapangan yang relatif sedikit, kontrol kualitas lebih terjamin karena dibuat di pabrik, lebih tahan korosi dan kerusakan lainnya, tanpa menggunakan perancah, bekesting dapat dipergunakan berulang-ulang, dan lebih ekonomis karena banyak langkah-langkah yang dapat dikurangi pelaksanaannya.

Pondasi adalah termasuk struktur bagian bawah (substructure) dari suatu bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah. Fungsi pondasi tersebut adalah untuk dengan aman meneruskan reaksi terpusat dari kolom dan atau dinding ataupun beban-beban lateral dari dinding penahan tanah, ke tanah, tanpa terjadinya penurunan-tak-sama (differential settlement) pada sistem strukturnya, juga tanpa terjadinya keruntuhan pada tanah (Nawy 2008). Sehingga pada penelitian ini diambil topik mengenai pondasi telapak pracetak bambu komposit, dengan variasi letak kolom pondasi yang berbeda (tengah, tepi, dan sudut). Penelitian ini ditujukan untuk bangunan rumah tinggal sederhana. Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah: 1) Ingin mengetahui hubungan antara

beban yang diberikan dan lendutan yang terjadi pada pondasi telapak pracetak bambu komposit

2) Ingin mengetahui pola retak yang terjadi akibat beban yang diberikan pada pondasi telapak pracetak bambu komposit

II. HUBUNGAN BEBAN,

DEFLEKSI, dan RETAK BETON Hubungan beban – defleksi pelat

yang diperkuat balok rib pada pondasi pracetak bambu komposit diasumsikan sama dengan beton bertulang biasa,

sehingga dapat diidealisasikan menjadi bentuk trilinier seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Beban – Defleksi Pada Beton

Tahap Praretak : Daerah I Segmen praretak dari kurva beban-defleksi pada dasarnya berupa garis lurus yang memerlihatkan perilaku elastis penuh. Tegangan tarik maksimum pada balok dalam daerah ini lebih kecil daripada kekuatan tariknya akibat lentur, atau bisa dikatakan lebih kecil dari modulus of rupture (fr) beton (gambar 1). Kekakuan lentur EI dapat diestimasi menggunakan Modulus Young (Ec) beton dan momen inersia penampang beton bertulang tak retak. Perilaku beban-defleksi bergantung pada hubungan tegangan-regangan beton. Besarnya Ec dapat diestimasi dengan menggunakan rumus empiris :

24700 ' cE f c N mm= .............. (1) Tahap Paska retak : Daerah II Merupakan daerah paska retak (setelah retak) terkontrol yang masih dapat diterima. Pada daerah ini, hampir semua balok terletak pada kondisi beban layan. Pada balok bertumpuan sederhana, retak semakin lebar pada daerah lapangan, sedangkan pada tumpuan hanya terjadi retak minor yang tidak lebar. Tahap Paska serviceability : Daerah III Pada daerah ini tegangan pada tulangan tarik sudah mencapai leleh. Balok terus mengalami defleksi tanpa penambahan beban, dan retaknya semakin terbuka.

Defleksi , Δ

Beban

III II I 

(Sumber : Nawy.1998)

Page 3: Jurnal Pondasi - Sonny

Askmd I

kptr

3

IB p1

Asekemde

II

kopeteri1

2

3.

IVB

pe1.

Akekeh

moen

II

onenelase

1.

2.

.

VBa

en.

khkuhomn

I.

nnahet

V. ah

Bn

hiunanmg

BTK

nstght HNbtMbpmtsJpd

MhaBeBs3

irnn

mega

BTKtr

ggh

ilHNbatuMbapemtistJapeda

Manali

Beil

30

rnndncenan

BATUKerugadlm

HaNu

amul

Moamen

mentraneran

MEn

ahitietlin0

nydecun n t

AULekukandibmasugmlaormnemngrunsrbn

E

haiaton

yaerur

mte

MLkuksntb

misigr

mbanri

mbngmggukssba

n

ET

ananonnd

M

a r ramer

MLAuasiti buahl robungisbu

ggmpgiktseanb

T

n n n deM

anmarj

MBAati b

ukhp

ohugascu

gapui tuennba

O

i

erMP

ay

n aka

BUAN

tak

bakth mpeho

u ancou danunm

ur n

ndaj

OD

n

r P

akya

ksad

UNGankajtikmeno

n o dantnym

((

dinja

D

yni dra

kaant

sidin

U Gn

khjak

many db(apti y

me(g(2n

a

DO

ym

dea

a.

anngtoimn

SGA

hua aauy(

dabe1pb

yaenga20ng

s

O

yamenta

n g

otmny

SEA

usd

anupe1apet9abaai ndam00gase

OL

anmenga-

t

amuya

EAN

bsudin puli9pato99at ajk

dem0aneb

L

ngeliga-r

te

l uma r

EBNbausi duid

99at

on99djakeek

mb0

n ba

O

g ipanra

erjd

mru

BAN Bamsnd

daundi93t n 9)dia ekkab

0)

ag

OG

pun ataC

rjada

pm

up

ABmnydaaln eik3)

b) migtukuatamp

g

G

ut

a Ca

adappyp

AGBAmb

yaalalaem

ka)

dbem

guuluati

armpa

G

GI

ti

am

dipaa

yaptu

GAJbua am

amm

anm

dermeunlaati kr 2me

eai

G

I

di: krem

i atdanur

GAJ

u

mm mpn mig

rtuennaantake2)eln

Gam

P

dig

kuen

mp

kt

dangre

AIJA

sm

piS

meguunyaknganek).langtu

m

PE

gu

uanpu

ke

a g e

I A

sebbir

Suenunlaykagan k. akggul

mb

E

u

atcur

erm

.

P

seebbeberiurnynan

yeanant

ku

kugula

ba

N

un

t ara

rumbs

P

ebbaeters,rjyanangelinntaua

ukunan

ar

NE

na

anan

unmebee

PE

bagtorb, oatakgid

n sn dariata

kanang

2

E

ak

tnan

ntenetg

EN

agaonbaa

oktaka. disedaikan

anaga

2.

EL

ka

tea

tungto

ge

N

again agankuakan

ikebank n

n anan

D

LI

an

kf

uhgaoner

NG

gai b

gantauskan

kibany

n b

pnn

Di

IT

n

kaf’d

haakn a

G

ai t

beaiarsuan

i bag

n yaba

pen n

ia

T

anc

di

ank

GG

tueri raumn

bag

anaj

en

d

ag

TI

n

g

n kib

dd

G

ulrtma mb

se

aha

ngja

nb

di

gra(

IA

sgu

tbadadi

GA

blatuml

mobeb

hi

g a

nebaid

am(SAN

d

beb

un

teataeik

AN

baanulaao ab

hw

eliamda

mSuN

da

beb

na

ektkerki

N

ahnga

acain

daha

wa

itmal

m TumN

al

etbeak

kakaraiu

NT

haganan dahwag

a

tiambla

Temb

la

toeska

ananahut

T

anan

ngam

:anwaga

anbuam

egbe

am

onsaan

n n h ti

I

n n g, m n a

ai

n u

m

gaer

m

n ar n

anr :ng: MgaMan

Mon-or

Rris

4

Resc

2

4

5

6

egco

2

3

4.

.

6.

gano.

2.

.

n19

g99dm5BtTs

bmpadPmkptuuKPbdtututebHmdsdsb

an99dem56BtuTuse

bampaaddePamkepeul

unKhPebaditululel

beHamdire

di a

be

n 9)en

m3

60a

uluen

alem

addaenate

eselula

nthenaltulalalaebasenreb

anet

B) ngb0

aman

ulang

om

daalngthla

simuantuoneoulananahbesinek

ba

ngo

Ba

gbe

:mbnangk

okmua agahuakm

uangukosel

oklangngh eril

nykoagn

gaon

am

aeto: 9b

ngngka

k ub

ahanurku

mpangk rolitk, angg

ra

yimo

ganeatn t

mb

ano9u

gagan

ab

h n rrupunganstowti

nganan

ap

mm

aiegt ta

bu

n n0

u angan

ska

bakug ntrwiakginn

pap

mpmei ga

an

u

n (03

n.anng

bk

alo

baahkaula

n ruw ankoi

n bn b

da ppuenp

art

np

d

(k3

P

n g

bekaok7al

hmananu

uk

n ol

bb

dikeun

peratepa

da

pkg

P

etank

78lomn n unb

ktG

lo

baaja

koenulkndena erba

an

peg

Pe

b

ton, k 8%oka

ntbatuGd

omb

amajaaponnek

dang

bt

n B

er)

etu

ba

on

b%k an

btualur

Gadimbama

plinselan

asggd

batu

B

rbP

u

aj

ny

be%

dn

bauklor savila

m, ambs

ikstitn

sikgadiataul

aj

baPC

un

ja

. yet

dedp

ahk okse

vaakd

mbusekatrutia

n kanimasa

ja

anC

ng

a

yato

endp

hw

k edamkud

mbu ecasuan

kan

ms

an

a

ndC:P

g

aitonji

ngane

wd

dmu

dabud

casi

ukn

annti

ma

ng

diP

Ø

Htun ikgann

wadibe

mi ukanu daarikksn

n i

an

ga

inPa

Ø

Hu

bkaan

n nea igberh

kan

aprakasi

b

tnad

an

ngas

d

Ø

Ha

ba n K

elib

gueth(

ans

paa anbK

ba

tua dan

gasir

di

asm

e

tKit

bauntoa(2n sla

atmn baKahu

ul

anb

anr:

m

4

simrt

tuKutiaamnonan20

abadt me

anKhhwunanm

n bi

n :K

me

4

ilnmotud

ulusanman,na0pb

damem

nghawntnm

a

K

en

nyomuldiasun

mbak, a 0

pab almem

gar

watungma

pas

e

n

ymlaib

anumn buka

04adb

laen

mudurea ukgaatpa

bri

si

m

yameanbangm

u an

k

4)dabeahnuadiune

k antepe

d

bik

i

mm

a ennganga

ma

mn kh

a eth nga

na

n,eriendi

erki

m

n g ndana

m

hu

to

ggsk

an

ia

ngig

rail

m

bdn

dme

su

. e

on

gak

n.(bdte

algggu

at=

s

cl

binb(2deemsesu

eln b

anka

d

(2bdierl guun

t =

se

u

cule

bangba2enmebu

Hley

bantanda

20baiprl

unna

5

eb

u

ukenamgkaj0n

mibausn

Hemyahtik

n al

00ampalebnak

53

ba

un

kuntmbka

00giliagn

Hamanhwkdla

05mbakebbanak

p36

ag

ntu

utub

kaa. 03gaikgany

asme

nw

kadaam

5bkabiajaaka

pe6

ga

u

3

upurbuan

3)ankiaiya

ilenngwaananm

),buaiihjaanan

er :

ai

uk

3

p r u n

) n i i a

l n g a n n

m

, u i h a n n

r :

i

k

Page 4: Jurnal Pondasi - Sonny

S

idps1

2

3

pbutb

Sp

indapese1.

2.

3.

pebauktuba

p

niarenep.

.

.

elamkuulal

pe

arinpe

lamualo

esJ

adi ger3((3((3((M

atmburaanok

G

sifJud3

gurt3 (T(g3 (T(g3 (T(gMt buan

ngk

G

fium

da3

ulti

(Tga

(Tga

(Tga

Mab

u n

gar

Ga

G

ikm

ala

ant(t-1am(t-2am(t-3amasbe

dn anrib

am

G

kamlah(n

tetig1)mtig2)mtig3)msietdtun b

mb

am

aslah (tingerlg)

mbg)

mbg)

mbintoaul1

b d

ba

m

siah

9ig

gali

gad

bga

bga

dbngonlala10d

ar

mb

i Bh 9 gaaniha) dea

a) da

a) deag-n aman0

de

r 3

ba

BB(

a)n ha

benar

bdear

ben

ar-mt

mng n

3a

ar

BeB(s)

atbngr 3b

enr 4bn

r 5mte

m gac

ng

a.

4

enBese

st pug3u

ng4u

ng5

maebdan

cmga

T

4a

ndenemv

sepauaaa

uagaa

uagaa

asbadun

man

Ta

a.

dndmvaebadahana,3ahana dahana dsinalua

n , n

am

T

ada

mbarbadh n 3h n dh n dnl a 1ptu

mp

Ta

a ua biriaanappbp

dapp

dang

5a peu

pa

am

ujU

ilaasny T

popob dpop

anpopoang b5 arcel

ula

ak

mp

jiUansiyaTonosdonpon onosn b

racmlaan

k

pa

i Ujn)i ak

Tandsidandos4ndsi5

bec

ahm atn

A

ak

i ) l

kabdsi

andsi4bdis5benm

h x

t ng

Ata

k A

db

lek bedai n dasi

b)dasi b)ndm

(xd

ga

as

A

dbuet

3el

ask6

asi )

ask

) da

(xx dian

s P

Ata

dauata3 l i

ko6)i k

i k

a d

x 1

ipn

P

as

alaah

ak

1t

ol)

tk

tko

udibd

peb

on

s P

amh

k (

.:telo

teko

teol

ujb

dac

erba

nd

Po

mh y

(t: elom

elolo

elo

i beancmrkam

da

on

m yktig

apm

apo

apom

tern m kum

as

nd

pyakog

pm

pm

pm

tei y

uamb

si

da

peanola

pad

pam

pa

ert

y)datbu

T

as

enngo

a

akdi

ak

akd

rdtu)

dat u

Tip

si

ng om

)

k t

k d

k di

diuld

and1

pe

T

nete

m )

tte

tdi

ts

irladen de1

e

Tip

elier

ipen

ipi

ipsu

i anenja

enc

1

pe

itrddk

peng

pet

peu

dngngarngcm

e 2

tiadidaka

e ga

e te

e d

dagagaragam

2

aniranal

ah

2ep

3du

arananakan

m x

n ri n li

1 h

2 pi

3 ut

ri n n k n x

m

1m

se

T

mm

en

Ta

cm

n

ab

K

G

cmm.

ng

be

KTTTTTTTTT

Ga

G

m . H

gk el

KOTTTTTTTTT

am

G

Huka

l

O-

T-T-T-T-T-T-T-T-

mb

am

uban

1

OD111222333

ba

m

d

bng

.

DABC

2A2B2CA

3B3C

ar

mb

da

bug

S

DEA B C A B C A B C

r 3

ba

an

und

Sp

E

3b

ar

n

ngdi

pe

b.

4

t

gaiik

es

. T

4b

tu

ank

si

Ta

b.

ula

n ka

if

am

T

an

aat

fik

m

Ta

n

and

ka

T

T

T

mp

am

ng

ntde

a

T

T

T

T

pa

mp

ga

taen

si

TI

IP

IP

IP

k

pa

an

arng

i

IP

P

P

P

I

ak

n

r ga

B

P

E

E

E

Iso

k I

s

tuan

Be

PE

E

E

E

om

Is

se

uln

en

E

1

2

3

m

so

en

lan k

nd

2

3

met

om

ng

anka

d

tr

me

gk

ngaw

a

ri

et

k

gaw

a U

P

ri

a

anwa

U

T

Po

i P

an

nat

Uj

K

T

S

on

Po

ng

n bt b

i P

K

TE

SU

nd

on

g

bb

POKO

EN

T

U

da

nd

b

ae

OO

N

TE

UD

si

da

ba

amn

OSOL

NG

EP

D

i T

as

aj

mbnd

SILO

GA

P

DU

Ti

si

ja

bdr

ISO

A

PI

U

ip

T

a

ura

SOM

AH

T

pe

Tip

Ø

u at

I M

H

T

1

pe

Ø

d

M

H

1

e 2

Ø

da

2

4

4

an

4

4

n

Page 5: Jurnal Pondasi - Sonny

P

DVdPLa2mjpm

P

DVdePeLaw20mjikpam

e

DGVa

enenVw00

mekad

me

G

r

G arnn

VDwa

0enkader

Ga

rla

riag

neDal 0

naa a re

DG

am

ak

(ab

gaenDT

s0. amd

ep

G

mb

k

(Db

anntuT st

mdi

pr

G

1

ba

kuP

Dile

n ud

trH

mpib

re

Ga

ar

uaPaiae j

uadruHpibe

tes

am

r 7

anadal

uanid

ukHailkebit

se

mb

7aD

n dl

umn daktask

batiken

ba

a. D

Bda

GD

mj

astusi

kaank

nt

ar

TDia

Ba GD

mlajusa

ur il anni

k a

r

Taal

Bese

GaDifahumard

n i,

as

5a

amG

enetauifeh mrkded

p

ik

a.

mpGa

ndtiugfer

mlkaenda

peD–

ka

. T

paau

daiagred

laannar

erDG– an

Ta

akug

a apgeen

daahn

ngri

rilG

n

am

k ge

Up e) n

anh

pgai la

G

p

m

Ae P

Uti

tin

dp

an

akdt

p

mp

AtPo

Ujipd

ial

da

n p

kudatie

ak

D

tason

i pedaallean

adp

peu anitiri

k

DG

s nd

e anl etn

dapremd

nikil

A

G2

Pda

pn

akn a romde

n k la

At

(L

Poas

po

klh

ogmo

efL

ak

ta

LV

sii T

onLT

k lehagrodfoLV

ku

as

G

VD

isiT

nLVTry

etasradeorV

yu

P

Ga

DT

i TTip

ndVrayaasiamelrm

VDys

Po

am

T)

Tupe

daVDanankl

mlamDyastr

on

m

ume 1

asDnsngk

pm ban

maT

anru

nd

mb

m1

si Tsfg D

peban asT nguk

da

ba

D

mp

dT fob

Deman

si d

g kt

si

r

DG

pu

di

orb

DGmnts

di

tu

i T

6

G3

ua

ip(Lrm

beGmontutestip

ur

Ti

6.

3

an

paLmerb odu

ertrupa

dr

ip

Is

n d

asin

mabs

dS

seuasdy

pe

so

da

saneatbese

deSAeb

uksa

daya

3

om

an

aneatoederelaAb

ktuanapan

33

me

n

nga

ordartaan

APbuungpang

3

et

g r

r) a. a n P ut ur g at g

trii PPeennuul

G

lan

Ga

ts

t

ng

am

teseg

inse(Pte

ga

m

eret

ga

niedPer

an

D

mb

rdtt

am

i d),rj

n

DG

ba

detinm

da, a

G

P

G1

r

efng

mb

anl

ad

G

Po

1

7

fog

ba

angledi

am

n

7b

org ar

Vadgken.

m

d

. TD

rmur Vdakand

mb

as

TD

mup7

Vaalandu

ba

si

TaDia

map 7aarlan ut

ar

T

mal

as

a riah

vta

5

Ti

mpl G

si.bs

iah van

5b

ip

paGa

. besaab

van

b.

pe

akau

enambe

ari(

T

1

k Sug

Pnmel

pia(Δ

Ta

1

Sage

Pondmp

poabΔ)

am

ame P

odapab

obe),

mp

P

mPo

sia aibesiel,

pa

pon

isui ebisl s

ak

D

innd

siujdbasit

se

k I

G

ngda

i i

deas teer

Is

2

g Pas

dens

errta

so

(L

Posi

ddng

ika

om

LV

osT

diapgadkka

p

me

DT

sisTip

iapa

dakoatp

et

T)

sipe

al pan

alaolt o

ri

i Te 1

at n gamoa

ola

i P

Tu1

gd

gm

omada

Po

um

gda

m mda

on

DG

m

gadilam

m alre

nd

G3

mp

aulimp

laet

da

3

u

ugh

mbpe

ahta

as

an

gehabaenph ak

si

n

e at arnepo

bk

T

d

pr elonbey

Tip

da

p1

litndeby

pe

an

da

10tidaban

e 3

n

daad0 iaas

ban

3

5

anda

ansi

anng

5

n a

n i n g

Page 6: Jurnal Pondasi - Sonny

6

 

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Beban dan Lendutan

Pengujian dilakukan pada saat benda uji berumur 28 hari. Pembebanan dilakukan dengan memberikan beban terpusat P pada kolom pondasi. Tahapan pembebanan dilakukan setiap 1 (satu) strip pembacaan proving ring kapasitas 10 Ton (1 strip = 54 kg). Selama pengujian dilakukan pencatatan nilai beban, deformasi/ lendutan, serta

pengamatan terhadap pola retak yang terjadi. Gambar hubungan beban dan lendutan benda uji dapat dilihat pada gambar 12a sampai dengan 14c dan tabel 2 sampai dengan tabel 4.

Gambar 8a. Tampak Atas Posisi Tumpuan dan Dial Gauge Pondasi Tipe 2

Gambar 8b. Tampak Samping Posisi Tumpuan dan Dial Gauge Pondasi Tipe 2

Gambar 9a. Tampak Atas Posisi Tumpuan dan Dial Gauge Pondasi Tipe 3

Gambar 9b. Tampak Samping Posisi Tumpuan dan Dial Gauge Pondasi Tipe 3

Gambar 10. Setting up pondasi

DG2

DG1DG3

(LVDT)

P

DG1

DG2 (LVDT)

DG3

DG4DG5

DG1 (LVDT)

DG2

KLEM

KLEM

DG1 (LVDT) DG2

KLEM

P

Page 7: Jurnal Pondasi - Sonny

7

 

Gambar 12a. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-1A

Gambar 12b. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-1B

Gambar 13a. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-2A

Tabel 2. Rerata Hub. Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 1

Gambar 12c. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-1C

Gambar 13b. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-2B

Gambar 13c. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-2C

Tabel 3. Rerata Hub. Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 2

Page 8: Jurnal Pondasi - Sonny

8

 

Dari hasil pengujian pondasi tipe 1 dapat dilihat bahwa beban maksimum retak awal (initial crack ) pada pengujian di laboratorium adalah 4002 kg untuk Tipe T-1A, 3240 kg untuk Tipe T-1B, dan 2754 kg untuk Tipe T-1C. Sehingga rerata beban maksimum retak awal adalah 3332 kg. Hasil pembacaan nilai lendutan rerata Tipe T-1A, T-1B, dan T-1C, masing-masing adalah 2.95 mm untuk DG 1, 3.49 mm untuk DG2, dan 2.58 mm untuk DG3 Dari hasil pengujian pondasi tipe 2 dapat dilihat bahwa beban maksimum retak awal (initial crack ) pada pengujian di laboratorium adalah 3294 kg untuk Tipe T-2A, 3024 kg untuk Tipe T-2B, dan 3078 kg untuk Tipe T-2C. Sehingga rerata beban maksimum retak awal adalah 3132 kg. Hasil pembacaan nilai lendutan rerata Tipe 2A, 2B, dan 2C, adalah 5.58 mm pada DG1, 4.49 mm

pada DG 2, 3.41 mm pada DG3, 4.24 mm pada DG4, dan 1.63 mm pada DG5. Dari hasil pengujian pondasi tipe 3 dapat dilihat bahwa beban P maksimum retak awal (initial crack) pada pengujian di laboratorium adalah 864 kg untuk Tipe T-3A, dan 972 kg untuk Tipe T-3B dan T-3C. Sehingga rerata beban maksimum retak awal adalah 936 kg. Hasil pembacaan nilai lendutan rerata Tipe T-3A, T-3B, dan T-3C, pada DG 1 lendutan rerata laboratorium adalah 15.47 mm dan 1.46 mm pada DG2 Perbandingan Hasil Analisis Teoritis dan Hasil Pengujian Laboratorium

Analisis teoritis dilakukan sebagai kontrol terhadap hasil penelitian di laboratorium. Dalam penelitian ini analisis teoritis menggunakan program bantu SAP 2000 ver. 10.01

Gambar 14a. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-3A

Gambar 14b. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-3B

Gambar 14c. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-3C

Tabel 4. Rerata Hub. Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 3

Page 9: Jurnal Pondasi - Sonny

9

 

Dari tabel 5 sampai dengan tabel 7 dapat dilihat bahwa perbedaan yang cukup besar pada hasil lendutan teoritis dan uji laboratorium. Hal ini disebabkan antara lain : masih adanya beberapa perbedaan kondisi benda uji laboratorium dan analitis teoritis. Walaupun di dalam analitis secara teoritis parameter-parameter, asumsi, dan konsep yang digunakan telah diusahakan semirip mungkin dengan uji laboratorium, kesulitan di dalam analitis teoritis antara

lain kondisi kekakuan benda uji dan tumpuan. Selain itu pembuatan benda uji yang kurang baik, kemungkinan kesalahan dalam pembacaan, dan pelaksanaan pengujian yang kurang sempurna juga diperkirakan menjadi penyebab perbedaan tersebut. Pola Retak Pengamatan pola retak dilakukan secara visual, digambar dan dicatat pada tingkat pembebanan tertentu.

Tabel 5. Perbandingan Hasil Teoritis dan Laboratorium Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 1

Tabel 6. Perbandingan Hasil Teoritis dan Laboratorium Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 2

Tabel 7. Perbandingan Hasil Teoritis dan Laboratorium Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 3

Gambar 16. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 1A

Gambar 15. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 1B

Page 10: Jurnal Pondasi - Sonny

10

 

Dari gambar 15 sampai dengan 24 dapat dilihat bahwa pada semua pondasi

tipe T-1, T-2 dan T-3, pola retak yang terjadi didahului dengan retak lentur

Gambar 18. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 1C

Gambar 17. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 2A

Gambar 19a. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 2B

Gambar 19b. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 2B

Gambar 22. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 2C

Gambar 21. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 3A

Gambar 24. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 3B

Gambar 23. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 3C

Gambar 19. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 2B

Gambar 20. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 2B

Page 11: Jurnal Pondasi - Sonny

11

 

tepat di bawah kolom pondasi dimana beban P diberikan, namun untuk pondasi tipe T-2 dan T-3 setelah penambahan beban, retak semakin banyak dan menjalar menjadi retak pada daerah beton tekan (retak geser) Kesimpulan 1. Nilai beban (P retak awal) yang

mampu ditahan oleh variasi pondasi tipe T-1 memiliki perbedaan yang cukup besar, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang kurang seragam, sedangkan untuk variasi pondasi tipe T-2 dan T-3 memiliki nilai beban (P retak awal) yang tidak jauh berbeda, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang cukup seragam.Perbandingan nilai beban P retak awal dan lendutan antara hasil pengujian laboratorium dan analisis teoritis menggunakan SAP 2000 menunjukkan perbedaan yang signifikan

2. Pada semua tipe pondasi pracetak bambu komposit memiliki pola retak yang sama, yaitu keretakan terjadi dengan didahului retak pada beton tarik, seiring dengan bertambahnya beban, maka retak semakin banyak dan menjalar menuju daerah tekan (retak geser).

Saran 1. Perlu penelitian lanjutan mengenai

kapasitas dan perilaku pondasi pracetak bambu komposit sampai dengan beban runtuh

2. Perlu alternatif analisis teoritis tambahan, sebagai pembanding perhitungan analisis dengan SAP, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih meyakinkan.

3. Pada pengujian di laboratorium perlu memerhitungkan peralatan tambahan (dial gauge, LVDT, dsb) yang dapat

mengkoreksi pembacaan perilaku benda uji, sehingga hasil yang diperoleh semakin baik

4. Faktor-faktor yang memengaruhi hasil penelitian harus diperhatikan dengan baik, khususnya pada saat penelitian di laboratorium.

VI. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sri Murni Dewi, MS. dan Prof. Dr. Ir. Agoes Soehardjono, MD., MS. selaku Pembimbing Thesis dan semua pihak yang memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ervianto, W.,I. 2006. Eksplorasi Teknologi

dalam Proyek Konstruksi: Beton Pracetak dan Bekisting. Andi Offset. Yogyakarta.

Ghavami, Khosrow. 2005. Bamboo as Reinforcement in Structural Concrete Elements. Cement and Concrete Composites Vol 27: 637-649. http:www.elsevier.com.\

Khare, L. 2005. Performance Evaluation of Bamboo Reinforced Concrete Beams. The University of Texas. Arlington.

Malikha, S. 2009. Variasi Kekuatan Bambu Petung Tanpa Nodia dalam Arah Radial. Skripsi. Universitas Negeri Malang.

Nawy, E.,G., & Suryoatmono, B. (Penerjemah). 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. PT. Refika Aditama. Bandung.

Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002). Badan Standardisasi Nasional. Bandung.

Phaturahman, J.,F., & Kusuma, D.,A. 2003. Aplikasi Bambu Pilinan Sebagai Tulangan Balok Beton. Dimensi Teknik Sipil Volume 5 No. 1:39-44. http:puslit.petra.ac.id.

Dewobroto, Wiryanto, “Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP 2000” Edisi Baru. Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia. Jakarta. 2007