jurnal hydrology.pdf

8

Click here to load reader

Upload: bqdianz

Post on 14-Aug-2015

198 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hydrology

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal hydrology.pdf

Analisis kepekaan metode pendugaan evapotranspirasi potensial 91Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-98 (2004)ISSN 1410-9379

Analisis Kepekaan BeberapaMetode Pendugaan Evapotranspirasi Potensial terhadap

Perubahan IklimUsman

Laboratorium Daerah Penangkapan Ikan, Faperika, Universitas Riau, Pekanbaru 28293

Diterima 21-10-2003 Disetujui 26-02-2004

ABSTRACTThe technique of sensitivity analysis was used to estimate the sensitivity of potential evapotranpiration (ETp) toclimate change using seven alternative ETp estimation methods. The methods which differ in structure and datarequirement were: Thornthwaite, Blaney-Criddle, Samani-Hargreaves, Jensen-Haise, Priestley-Taylor, Penman,and Penman-Monteith. The Analysis performed using climate data from four sites in West Java. The result indicatesthat the methods differ in some cases significantly, in their sensitivities to temperature. Based on their responsto temperature increase, Thornthwaite, Blaney-Cridle and Jensen-Haise methods, are relative more sensitivethan the others, followed by Samani-Hargreaves, while Priestley-Taylor, Penman, and Penman-Monteith theirsensitivity are relative small and almost the same. The degree of agreement among methods is affected, to lesserextend by location and by the season.

Keywords: climate, location, potensial evapotranspiration, season, sensitivity

PENDAHULUANTelah menjadi kesepakatan ilmiah bahwa

berlanjutnya penambahan gas-gas pengabsorbsi(penyerap) bahang ke dalam atmosfir bumimenyebabkan perubahan iklim global, yang diartikansebagai efek rumah kaca (Blantaran de Rozari et al,1990). Perubahan yang terjadi pada suhu akan diikutioleh perubahan pada elemen iklim lainnya,diantaranya curah hujan, keawanan, kelembaban,dan kecepatan angin. Perubahan demikian dapatmempunyai implikasi yang cukup berarti pada proseshidrologi secara umum, dan khususnya padaketersediaan air bagi pertanian.

Radiasi gelombang panjang yangdipancarkan bumi ke angkasa telah mengalamireduksi secara berarti sebagai hasil penyerapanbahang oleh gas-gas rumah kaca, khususnya uapair, karbon dioksida, metan dan nitrogen dioksida.Secara alami pengaruh langsung efek rumah kacaadalah meningkatnya suhu rata-rata udara dekatpermukaan bumi, terutama lapisan troposfer sekitar330C, yaitu dari sekitar -180C menjadi +150C(Bengston 1994) sehingga menciptakan kondisi yangnyaman bagi kehidupan. Meskipun demikian, sesuatuyang baik kalau tersedia terlalu berlimpah akanmenimbulkan kondisi sebaliknya (Bach 1989),demikian yang terjadi pada gas-gas rumah kaca,terutama CO2 dan CH4. Umat manusia melalui

berbagai aktivitasnya di permukaan bumi telah danakan terus membebaskan gas rumah kaca ke dalamatmosfir, akibatnya akan memperbesar efek rumahkaca.

Evapotranspirasi merupakan gabungan duaistilah yang menggambarkan proses fisika transfer airke dalam atmosfir, yakni evaporasi air dari permukaantanah, dan transpirasi melalui tumbuhan.Evapotranspirasi merupakan komponen pentingdalam keseimbangan hidrologi. Di lingkunganterestrial, evapotranspirasi merupakan komponentunggal terbesar siklus air. Oleh karena itu,pengetahuan tentangnya penting dalam menejemensumberdaya air, pendugaan hasil tanaman, dan dalammempelajari hubungan antara perubahanpenggunaan lahan dan iklim (Wallace 1995).

Evapotranspirasi potensial (ETp)sebagaimana telah dikemukakan oleh Penman (dalamChang 1974), merupakan laju evapotranspirasi daritanaman pendek yang menutupi tanah secarasempurna, tinggi yang seragam, dan berada dalamkeadaan cukup air. Definisi ini di sampingdimaksudkan untuk memaksimumkan lajuevapotranspirasi sehingga didapatkan nilaipotensialnya, juga mempunyai implikasi bahwa ETphanya ditentukan oleh faktor iklim. Konsep inimempunyai pengaruh yang luas terhadapperencanaan irigasi (Handoko 1991), dan

Page 2: Jurnal hydrology.pdf

92 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-98 (2004) Usman.

memungkinkan berkembangnya berbagai metodapendugaan ETp, dengan mendasarkan perhitunganpada salah satu variablel atau kombinasi beberapavariabel iklim.

Suatu daerah dengan evaporative demandyang tinggi yang tidak diimbangi dengan curah hujanyang mencukupi dan merata akan sangat terganggukondisi keseimbangan neraca airnya, dan akanmenimbulkan masalah, terutama aktivitas yangmembutuhkan air, antara lain kegiatan pertanian.Melalui neraca bahang, evapotranspirasimempengaruhi iklim.

Untuk menduga besarnya ETp tersedia banyakmetoda, yang dalam proses perhitungannyamemanfaatkan data iklim yang pada umumnyatersedia di stasiun klimatologi, di antaranya sepertitercantum pada Tabel 1. Informasi yang dibutuhkansebagai masukan model dalam perhitungan meliputi

Untuk memperoleh kejelasan tentang pengaruhperubahan iklim terhadap evapotranspirasi potensial,ETp ketika kondisi air tanah tidak terbatas, khususnyadi daerah tropis, telah dilakukan analisis kepekaanETp terhadap perubahan iklim menggunakan tujuhalternatif metoda perhitungan ETp (Tabel 1). Data iklimdikumpulkan dari beberapa stasiun klimatologi yangada di Jawa Barat.

Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahuikepekaan ETp terhadap perubahan iklim melaluianalisis menggunakan tujuh alternatif metodapendugaan ETp, dan 2) untuk mengetahui keragamanhasil pendugaan pengaruh perubahan iklim pada ETpmenggunakan beberapa metode perhitungan ETpyang berbeda struktur perhitungan dan data yangdibutuhkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapatbermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalampemilihan metode pendugaan ETp untuk berbagaitujuan antara lain 1) studi pengaruh perubahan iklimpada komponen siklus air, misalnya pada run off danaliran debit sungai; 2) studi kebutuhan air untuk irigasidan pada studi-studi lain yang berhubungan denganperubahan iklim terhadap permintaan akan air untukberbagai kebutuhan lainnya.

Tabel 1. Beberapa metoda pendugaan ETp dan masukan datayang dibutuhkan dalam perhitungan.

Tabel 2. Nama dan posisi stasiun klimatologi yang data iklimnya digunakan dalam analisis.

Nama Stasiun Posisi Tempat Altitude (m)

Suhu (0C)

RH (%)

Radiasi Surya (mj/m2)

Kecepatan Angin (km/hari)

Ciledug 6.14 LS, 106.45 BT 26 26.9 80.9 18.88 59.32 Cimanggu 6.37 LS, 112.44 BT 240 26.6 79.5 13.97 83.82 Citeko 6.42 LS, 106.56 BT 920 20.8 86.4 14.23 79.37 Margahayu 6.50 LS, 107.01 BT 1250 20.5 84.7 16.39 9.66

suhu, radiasi surya, kelembaban udara, dankecepatan angin. Data tersebut diduga akanmengalami perubahan sebagai respon terhadapperubahan iklim, terutama perubahan suhu yangdiakibatkan oleh peningkatan konsentrasi gas carbondioksida, dan gas-gas lain yang secara radiatif aktif,atau lazim disebut gas rumah kaca di atmosfir bumi.

BAHAN DAN METODEData yang digunakan dalam analisis diperoleh

dari 5 stasiun klimatologi yang ada di Provinsi JawaBarat, yaitu stasiun dimana dilakukan pengukuransemua parameter yang diperlukan dalam perhitunganETp. Nama dan posisi stasiun klimatologi yangdatanya digunakan dalam analisis ini disajikan padaTabel 2.

Bahan yang digunakan dalam analisis iniadalah data sekunder berupa data suhu udaramaksium dan minimum harian, radiasi surya,kelembapan nisbi, dan kecepatan angin tahun 1995(Tabel 2). Sedangkan peralatan yang digunakanantara lain; kalkulator, pensil, dan personal computer(PC) untuk pengolahan data.

T: suhu, Rs: radiasi surya, e: kelembapan, u: kecepatan angin a: dibutuhkan suhu maksium dan minimum harian, b: dapat digunakan masukan data harian.

Metoda T Rs e u Panj

Hari Par. Tan.

Resolusi Masukan

Data Thornthwaite x x Bulanan Blaney-Cridle x x Bulanan Samani-Hargreaves

x x Hariana

Jensen-Haise x x Harian Priestley-Taylor

x x Hariana

Penman x x x x Hariana,b

Penman-Monteith

x x x x x Hariana,b

Page 3: Jurnal hydrology.pdf

Analisis kepekaan metode pendugaan evapotranspirasi potensial 93

Sesuai dengan tujuan utama studi, yaitu untukmemeriksa kepekaan ETp terhadap perubahan iklim,maka langkah pertama ialah menentukan nilai dasarETp (tanpa perubahan iklim), menggunakan metodeThornthwaite, Blaney-Criddle, Samani-Hargreaves,Jensen-Haise, Priestley-Taylor, Penman, andPenman-Monteith (Tabel 1). Sementara itu, di dalampenilaian kepekaan ETp terhadap variabel Iklim hanyapengaruh suhu yang diperiksa, sedangkan variablelainnya dianggap tidak mengalami perubahan.Setelah diperoleh nilai dasar ETp bulanan untuk setiaplokasi menurut masing-masing metode, kemudiandilanjutkan dengan analisis kepekaan tiap metodeterhadap perubahan yang terjadi pada suhu, yaitudengan cara mengvariasikan variabel suhu yangmenjadi masukan dalam perhitungan. Besarnyaperubahan suhu yang digunakan dalam analisisadalah 0oC sampai dengan 3oC, dengan intervalperubahan (kenaikan) 0,50C.

Perubahan suhu sampai sebesar 30Cdigunakan didasarkan pada hasil perhitungan yangtelah dilakukan oleh Blantaran de Rozari et al, (1990)untuk Indonesia menggunakan model sirkulasi umum(GCMs) yang dikembangkan di Goddard Institut forSpace Studies (GISS). Di Indonesia, pemanasan yangtelah diperhitungkan di bawah iklim 2xCO2 didugamenyebabkan kenaikan suhu rata-rata tahunanberkisar antara 1,0 sampai 1,4%. Ini berarti jika suhumaksimum absolut sekarang adalah 37,70C, makapada iklim GISS, suhu tersebut adalah 1,010 (273 +37,7)0K = 314,10K, atau 1,014 (311,0)0K. Jadi suhuabsolut pada keadaan ERK akan diperkuat menjadi3,70C lebih tinggi bila perubahannya 1%, atau 4,40Clebih tinggi bila perubahannya 1,4%.

Perubahan besarnya ETp di bawah kondisiiklim yang berubah dinyatakan dalam persentase daribesar ETp pada keadaan iklim standard (tanpaperubahan iklim). Persentase perubahan dihitungmenggunakan persamaan[(ETp2-ETp1)/(ETp1)] x 100%

dengan ETp1 = Evapotranspirasi potensial hasilperhitungan menggunakan input data iklim sebelumdibebani perubahan dan ETp2 = Evapotranspirasipotensial hasil perhitungan menggunakan input dataiklim setelah dibebani perubahan.

Penilaian kepekaan motode pendugaanevapotranspirasi potensial terhadap perubahan iklim,yakni tanggapan ETp terhadap kenaikan suhudilakukan melalui analisis regresi. Persamaan regresiditurunkan dengan menempatkan nilai persentaseperubahan ETp sebagai variabel terikat (Y),sedangkan variabel iklim (suhu) sebagai variabelbebas, prediktor (X).

HASIL DAN PEMBAHASANNilai dasar ETp. Nilai dasar ETp tahunan

hasil pendugaan untuk masing-masing stasiundisajikan pada Gambar 1. Sedangkan rata-ratatahunannya (mm/hari) disajikan pada Tabel 3.

��������������

����������������������������

�����������������

������������������������

�������������������

���������������������

��������������������

��������������������������������

�������������������

����������������������������

����� ��������������

����������������������������

����� ��������������

����������������������������

�����������������

������������������������

�������������������

����������������������������

�����������������

������������������������

�����������������

������������������

���� ������������

������������������������

�������������������

������������������������

���������� ��

����������

������������������������

����� ������������

������������������������

���������������

��������������������

�������������

����������������

����� ��������

����������������

�����

������������

������������������

���� ������������

������������������������

����� ������������

��������������������

����������

������������

������������������������

���������������

��������������������

�����

�����

��������

����������������

����� ��������

����������������

�����

������������

������������������

���� ������������

������������������������

����� ������������

������������������������

����� ������������

������������������������

���������������

��������������������

����� ����������

��������������������

�����

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

Ciledug Cim anggu Citeko M argahayu

Total ETp tahunan (m m H2O )

����Thorn

����B-C

����S-H

����P-T

������J-H

���� Pen

������P-M

������PKA

Gambar 1. ETp tahunan yang diduga di stasiun Ciledug, Cimanggu, Citeko, dan Margahayu menggunakan metoda Thornthwaite, Blaney-Cridle, Samani-Hargreaves, Priestley-Taylor, Jensen-Haise, Penman, dan Penman-Monteith, serta ETp Panci Kelas A.

Stasiun Metode PKA Thorn B-C S-H P-T J-H Pen P-M

Ciledug 3,64 4.60 3.88 4.34 5.27 4.79 4.76 4.34 Cimanggu 3,10 4.47 3.91 4.16 4.21 4.24 4.03 3.68 Citeko* - 2.60 2.51 3.58 3.90 3.48 3.74 3.34 Margahayu 3,38 2.55 2.46 3.81 4.12 3.58 3.58 3.30

Tabel 3. Rata-rata nilai dasar tahunan (mm/hari) ETp di beberapa stasiun klimatologi yang dihitung menggunakan tujuh metodependugaan.

Berdasarkan metode yang digunakan ternyatametode Priestley-Taylor menghasilkan nilai rata-rataETp tahunan tertinggi, sedangkan nilai terendahdidapatkan pada perhitungan menggunakan metodeBlaney-Criddle, terjadi di hampir semua stasiun,kecuali di stasiun Cimanggu. Keadaan demikiandiduga disebabkan karena di stasiun Cimanggu suhuharian tinggi, namun radiasi surya yang diterimanya

-: Tidak ada data, PKA: Panci Kelas A, Thorn: Thornthwaite, B-C: Blaney-Cridle, S-H: Samani-Hargreaves, P-T: Priesley-Taylor, J-H: Jensen-Haise, Pen: Penman, P-M: Penman-Monteith.

Page 4: Jurnal hydrology.pdf

94 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-98 (2004) Usman.

relatif kecil. Di stasiun Cimanggu nilai rata-ratatahunan ETp tertinggi didapatkan dari metodeThornthwaite dan terendah dari metode Penman-Monteith. Sedangkan berdasarkan stasiundiperolehnya data, rata-rata ETp tahunan tertinggiditemukan di stasiun Ciledug dan terendah di stasiunMargahayu, demikian pula bila dilihat dari total ETptahunan yang didapatkan.

Bila hasil perhitungan yang diperoleh dikaitkandengan ketinggian tempat, diperoleh kenyataan,bahwa nilai ETp cenderung menurun denganketinggian tempat, terutama ETp hasil pendugaanmetode yang hanya mendasarkan perhitungan padadata suhu. Kenyataan ini berkaitan dengan adanyapenurunan suhu dengan bertambahnya ketinggiantempat dari permukaan laut (lapse).

Di stasiun Citeko dan Margahayu, metodeThornthwaite menghasilkan ETp tahunan yang relatiflebih tinggi dibanding metode Blaney-Criddle, diikutioleh Metode Penman-Monteith, Jensen-Haise,Samani-Hargreaves, dan metode Penman. Di stasiunCiledug, ETp tahunan terendah kedua didapatkan darimetode Samani-Hargreaves dan Penmam-Monteith,sementara di Cimanggu didapatkan dari metodeBlaney-Criddle. Bila di stasiun Cimanggu ETpThornthwaite adalah yang tertinggi, di Ciledug beradadi urutan ke empat setalah ETp Penman. Untukstasiun Ciledug, dan Cimanggu, nilai tertinggi keduaditempati ETp Jensen-Haise, sedangkan di stasiunCiteko dan Margahayu berturut-turut ditempati olehETp Penman dan ETp Samani-Hargreaves.Perbedaan tersebut terjadi berkaitan dengan adanyakeragaman nilai variabel iklim antar stasiun.

Kepekaan ETp terhadap perubahan suhu.Suhu merupakan satu-satunya parameter fisikalingkungan yang dipastikan akan mengalamiperubahan sebagai akibat terjadinya perubahan iklimkarena kenaikan konsentrasi gas-gas rumah kaca.Suhu udara dan suhu permukaan yang berevaporasimempunyai pengaruh nyata pada evapotranspirasi.Secara umum semakin tinggi suhu, seperti suhu udaramaupun suhu permukaan, laju penguapan akansemakin besar. Karena besarnya ketergantunganevaporasi potensial terhadap suhu, karena suhumerupakan pengintegrasi beberapa variablelingkungan, suhu digunakan sebagai masukan utamasejumlah model untuk pendugaan evapotranspirasi.

Suhu mempengaruhi evapotranspirasi melaluiempat cara (Rosenberg et al, 1983) yaitu 1) jumlahuap air yang dapat dikandung udara (atmosfer)meningkat secara eksponensial dengan naiknya suhuudara. Dengan begitu, peningkatan suhumenyebabkan naiknya tekanan uap permukaan yangberevaporasi, mengakibatkan bertambahnya defisittekanan uap antara permukaan dengan udara sekitar.Keadaan demikian bertahan sepanjang suplai airmencukupi untuk tercapainya kejenuhan udara dekatpermukaan evaporasi. Karena udara dapatmenampung dan membawa uap air lebih banyakdengan naiknya suhu maka menyebabkan semakinbesar defisit tekanan uap antara udara denganpermukaan, dan permintaan evaporasi udarabertambah (meningkat) dengan bertambah panasnyaudara. 2) Udara yang panas dan kering dapatmensuplai energi ke permukaan. Laju penguapanbergantung pada jumlah energi bahang yangdipindahkan, karena itu semakin panas udarasemakin besar gradient suhu dan semakin tinggi lajupenguapan. Di sisi lain, bila permukaan evaporasiyang lebih panas, akan lebih sedikit bahang terasa(sensible) yang diekstrak dari udara dan penguapanakan menurun. 3) Pengaruh lainnya suhu udaraterhadap penguapan muncul dari kenyataan bahwaakan dibutuhkan lebih sedikit energi untukmenguapkan air yang lebih hangat. Jadi untukmasukan energi yang sama akan lebih banyak uapair yang dapat diuapkan pada air yang lebih hangat.4) Suhu juga dapat mempengaruhi penguapan melaluipengaruhnya pada celah (lubang) stomata daun.

Berkaitan dengan pengaruh suhu padaevapotranspirasi, Monteith dan Unsworth (dalamLockwood 1994) menerangkan bahwa penguapanakan meningkat atau menurun dengan suhutergantung pada nilai awalnya, apakah lebih besaratau lebih kecil dari radiasi bersih, yaitu pada apakahpermukaan lebih panas atau lebih dingin dari udara.

Persentase perubahan ETp sebagai responperubahan suhu yang diduga menggunakan tujuhmetode perhitungan yang berbeda (Tabel 4), secaraumum menunjukkan bahwa metode Thornthwaitememberikan respon yang terbesar, diikuti oleh ETpyang diduga menggunakan metode Blaney-Cridle,Jensen-Haise, Samani-Hargreaves, Penman-Monteith, dan metode Penman. Sedangkan respon

Page 5: Jurnal hydrology.pdf

Analisis kepekaan metode pendugaan evapotranspirasi potensial 95

terkecil ditunjukkan oleh ETp yang didugamenggunakan metode Priesley-Taylor.

pendugaan dengan metode Thornthwaite, sedangkandengan metode Priesley-Taylor hanya menghasilkankenaikan ETp sebesar 3,82%. Di stasiun Cimanggu,metode Thornthwaite dan Blaney-Cridle adalah yangpaling peka terhadap perubahan suhu, diikuti olehmetode Jensen-Haise, Samani-Hargreaves, Penman,dan Penman-Monteith. Pada metode Thornthwaite,kenaikan suhu sebesar 30C menyebabkan kenaikanETp sebesar 54,14%, sedangkan dengan metodePriesley-Taylor hanya terjadi kenaikan sebesar 3,85%.Keadaan yang sama dengan di stasiun Cimanggu didapat di stasiun Citeko (Gambar 2c), perbedaannyaterjadi pada besar perubahan ETp; dengan kenaikan

Gambar 2a. Persentase perubahan ETp di stasiun Ciledug sebagai tanggapan kenaikan suhu, diduga menggunakan tujuh metode perhitungan yang berbeda.

05

1015202530

0,5 1 1,5 2 2,5 3Kenaikan suhu (oC)

% k

enai

kan

ETp

Kepekaan relatif metode pendugaan ETptersebut terhadap perubahan suhu bervariasi menuruttempat dan sangat dipengaruhi nilai awal variablesebelum dibebani perubahan. Di stasiun Ciledug(Gambar 2a) dengan kenaikan suhu sebesar 30Cterjadi kenaikan ETp sebesar 56,04% pada hasil

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6Kenaikan suhu (oC)

% k

enai

kan

ETp

Gambar 2b. Persentase perubahan ETp di stasiun Cimanggu sebagai tanggapan kenaikan suhu, diduga menggunakan tujuh metode perhitungan yang berbeda.

0102030405060

0,5 1 1,5 2 2,5 3

Kenaikan suhu (oC)

% k

enai

kan

ETp

Gambar 2c. Persentase perubahan ETp di stasiun Citeko sebagai tanggapan kenaikan suhu, diduga menggunakan tujuh metode perhitungan yang berbeda.

suhu sebesar 30C telah menyebabkan kenaikan ETpThornthwaite sebesar 27,50%, sangkan pada metodePriesley-Taylor hanya terjadi kenaikan sebesar 4,81%.Untuk stasiun Margahayu (Gambar 2d), sebagaimanadi tiga stasiun lainnya, ETp Thornthwaite adalah yangmemberikan respon terbesar, namun di sini responterkecil ditunjukkan oleh ETp Penman-Monteith.Keadaan demikian mirip dengan yang ditemui distasiun Citeko (Gambar 2c). Di stasiun Margahayu,kenaikan suhu sebesar 30C menyebabkan kenaikanETp Thornthwaite sebesar 26,66%, sedangkan padaETp Penman-Monteith hanya sebesar 4,86%.

Tabel 4. Rerata porsentase kenaikan ETp sebagai respon adanya kenaikan suhu di stasiun 1) Ciledug, 2) Cimanggu, 3) Citeko, dan 4) Margahayu yang dihitung menggunakan tujuh metode yang berbeda.

Kenaikan suhu (0C) Sta- siun

Me- tode 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

1 Thorn 6,82 14,47 23,06 32,76 43,67 56,04 B-C 3,24 6,53 9,87 13,26 16,71 20,21 S-H 1,12 2,24 3,36 4,48 5,60 6,72 P-T 0,66 1,31 1,95 2,58 3,21 3,82 J-H 1,66 3,33 4,99 6,66 8,32 9,99 Pen 0,67 1,32 1,97 2,61 3,24 3,86 P-M 0,72 1,43 2,13 2,82 3,50 4,17 2 Thorn 6,62 14,02 22,34 31,69 42,23 54,14 B-C 3,28 6,61 10,00 13,43 16,92 20,46 S-H 1,28 2,57 3,85 5,13 6,41 7,70 P-T 0,66 1,32 1,96 2,60 3,23 3,85 J-H 1,68 3,37 5,05 6,73 8,42 10,10 Pen 0,70 1,39 2,07 2,74 3,40 4,05 P-M 0,78 1,55 2,31 3,06 3,80 4,52 3 Thorn 3,58 7,50 11,81 16,54 21,75 27,50

B-C 4,06 8,20 12,42 16,71 21,09 25,54 S-H 1,30 2,59 3,89 5,18 6,48 7,77 P-T 0,82 1,74 2,44 3,24 4,03 4,81 J-H 2,08 4,17 6,25 8,34 10,42 12,51 Pen 0,88 1,76 2,62 3,47 4,32 5,15 P-M 0,98 1,95 2,91 3,86 4,80 5,73

4 Thorn 3,47 7,26 11,42 15,99 21,01 26,55 B-C 4,11 8,20 12,42 16,71 21,09 25,54 S-H 1,28 2,61 3,92 5,22 6,53 7,83 P-T 0,83 1,74 2,44 3,24 4,03 4,81 J-H 2,11 4,22 6,33 8,44 10,55 12,66 Pen 0,88 1,76 2,62 3,47 4,30 5,13 P-M 0,84 1,67 2,48 3,29 4,08 4,86

Page 6: Jurnal hydrology.pdf

96 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-98 (2004) Usman.

Berdasarkan hasil analisis sebagaimanaditampilkan pada Tabel 5 dan Gambar 2a, 2b, 2c dan2d, dapat dilihat metode Thornthwaite dan Blaney-Cridle adalah yang relatif paling peka terhadapperubahan suhu, diikuti oleh metode Jensen-Haisedan Samani-Hargreaves, sedangkan tiga metodelainnya (metode Priesley-Taylor, Penman, dan metodePenman-Monteith) menunjukkan kepekaan yangrelatif hampir sama.

yang cenderung tidak linier. Kedua metodememberikan laju kenaikan ETp yang relatif lebih besardibanding metode lainnya. Hasil analisis jugamengungkapkan bahwa metode Blaney-Cridlememberikan respon yang lebih besar di stasiun yanglebih dingin, misalnya di stasiun Citeko danMargahayu (Gambar 2d). Relatif lebih pekanya keduametode terhadap kenaikan suhu dibanding denganmetode lainnya dapat dimengerti karena keduanyamenempatkan suhu sebagai variable utama penentubesarnya ETp. Pada metode Thornthwaite, suhu

0

5

10

15

20

25

30

0,5 1 1,5 2 2,5 3Kenaikan suhu (0C)

% k

enai

kan

ETp

Gambar 2d. Persentase perubahan ETp di stasiun Margahayu sebagai tanggapan kenaikan suhu, didugamenggunakan tujuh metode perhitungan yang berbeda.

Stasiun Metode Pendugaan

Intersep (a)

Kemiringan (b)

Ciledug ETp Thorn

ETp B-C ETp S-H

ETp P-T

ETp J-H ETp Pen ETp P-M

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

17,38 6,68 2,24 1,28 3,33 1,30 1,40

Cimanggu ETp Thorn

ETp B-C ETp S-H

ETp P-T

ETp J-H ETp Pen ETp P-M

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

16,80 6,76 2,57 1,29 3,37 1,36 1,52

Citeko ETp Thorn

ETp B-C ETp S-H

ETp P-T

ETp J-H ETp Pen ETp P-M

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

8,86 8,42 2,59 1,62 4,17 1,73 1,92

Margahayu ETp Thorn

ETp B-C ETp S-H

ETp P-T

ETp J-H ETp Pen ETp P-M

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

8,40 8,42 2,61 1,62 4,22 1,72 1,63

Tabel 5. Koefisien regresi dan hubungan antara kenaikan suhudengan persentase kenaikan ETp yang dihitungmenggunakan tujuh metode pendugaan yangberbeda.

Tanggapan yang cenderung tidak linierdiperlihatkan oleh metode Thornthwaite, dimana lajuperubahan (kenaikan) ETp semakin besar dengansemakin besar kenaikan suhu; hal tersebut terjadi distasiun yang relatif panas, seperti di stasiun CimangguBogor dan Ciledug (Gambar 2b dan 2a). Selain ituETp Blaney-Cridle juga memperlihatkan tanggapan

berpengaruh secara kubik (berpangkat tiga) terhadapETp, sehingga perubahan yang kecil pada suhu udaramengakibatkan peningkatan yang cukup berarti padaETp (Chang 1975; Kisdarto 1979). Pada metodeBlaney-Cridle, suhu dipakai dalam menghitung nilaikoefisien iklim dan faktor konsumsi air bulanan. Keduametode menggunakan suhu rata-rata bulanansebagai masukan. Jika diperhatikan lebih jauh, keduametode, terutama Thornthwaite memberikan nilaipeningkatan ETp yang kurang realistis terhadapkenaikan suhu, terutama untuk stasiun dengan suhurata-rata bulanan yang tinggi, misalnya stasiunCimanggu, dengan dibebani kenaikan suhu 30C terjadipeningkatan ETp sebesar 54,14% pada metodeThornthwaite, dan 20,46% pada metode Blaney-Cridle.

Respon terbesar ketiga setelah metode Blaney-Cridle ditunjukkan oleh metode Jensen-Haise. Besarresponnya juga bervariasi menurut waktu dan tempat(stasiun). Sebagaimana metode Blaney-Cridle,responnya cenderung lebih besar pada stasiun yanglebih dingin, misalnya di stasiun Margahayu (Gambar2d) dengan rata-rata suhu tahunan sebesar 20,50C,peningkatan suhu sebesar 30C menyebabkanpertambahan ETp tahunan sebesar 12,66%,dibanding dengan yang terjadi di stasiun ciledug yanglebih panas, sebesar 9,99%.

Metode Samani-Hargreaves, dibanding dengantiga metode terdahulu, responnya cenderung tidak

Page 7: Jurnal hydrology.pdf

Analisis kepekaan metode pendugaan evapotranspirasi potensial 97

berubah di empat stasiun yang dianalisis. Besarrespon berkisar antara 6,71-7,83% untuk kenaikansuhu sebesar 30C. Respon terkecil didapatkan distasiun Ciledug dan terbesar di stasiun Margahayu.

Tiga metode lainnya (Priesley-Taylor, Penman,dan Penman-Monteith) memperlihatkan respon yangidentik terhadap kenaikan suhu di semua stasiun.Ketiga metode secara esensial responnya linier ataskisaran perubahan suhu yang diperiksa. MetodePenman-Monteith cenderung mempunyai nilaikemiringan (slope) yang lebih besar, sebaliknyametode Priesley-Taylor yang terkecil.

Dari hasil analisis, diperoleh kenyataan bahwabisa didapatkan gambaran yang beragam mengenaipengaruh peningkatan suhu pada ETp, bergantungpada metode yang dipilih dalam analisis. Selain itu,hasil analisis juga tergantung pada lokasi (stasiun),ini berkaitan dengan nilai variabel sebelum dibebaniperubahan. Ketujuh metode yang dipakai, tidaksatupun yang memperlihatkan bentuk kepekaan yangkhas berkaitan dengan data yang diperlukan sebagaimasukan dalam perhitungan. Metode Thornthwaitedan Blaney-Cridle, keduanya berdasarkan suhu, sertametode Jensen-Haise, yang menggunakan suhu danradiasi surya, ketiganya relatif peka terhadap kenaikansuhu. Di sisi lain, metode Samani-Hargreaves, jugaberdasarkan suhu, menunjukkan respon yang hampirsama dengan metode kombinasi.

Didasarkan pada hasil analisis kelayakanmenggunakan ETp Panci Kelas A sebagai patokan,dari tujuh metode pendugaan ETp yang digunakan,untuk stasiun Ciledug dan Cimanggu, metode Jensen-Haise merupakan metode yang paling mendekatikeadaan sebenarnya, maka apabila metode tersebutdipakai sebagai patokan, maka didapatkan kenyataanbahwa, metode Priesley-Taylor, Penman, danPenman-Monteith, berdasarkan kepekaannyaterhadap kenaikan suhu, ketiganya memberikan nilaidugaan yang relatif kecil; sebaliknya metodeThornthwaite dan Blaney-Cridle menunjukkan responyang sangat besar. Hanya metode Samani-Hargreaves yang memperlihatkan respon yang relatifsama dengan metode Jensen-Haise.

Metode Thornthwaite dan Blaney-Cridle,berdasarkan responnya terhadap perubahan suhu,dibanding dengan metode lainnya barangkali dapatdianggap sebagai pencilan. Di stasiun yang lebih

hangat, kedua metode terutama sekali Thornthwaitemenunjukkan respon yang sangat besar terhadapperubahan suhu dibanding metode lainnya, kenyataanini membawa pada suatu kesimpulan bahwa nilaiperubahan yang dihasilkan menjadi kurang realistis.

KESIMPULANHasil analisis menghasilkan kesimpulan yang

beragam tentang pengaruh perubahan iklim pada ETptergantung pada metode pendugaan ETp yangdigunakan. Baik data yang dibutuhkan dalamperhitungan maupun bentuk struktural persamaandapat mempengaruhi hasil; metode-metode dengankebutuhan input yang sama dapat menghasil nilai ETpdugaan yang sangat berbeda.

Hasil analisis juga menunjukkan, bahwakepekaan ETp terhadap perubahan iklim dapat sangatbervariasi menurut tempat dan waktu, terutama terjadipada metode yang memperlihatkan respons yangsangat besar dan tidak linier terhadap suhu, sepertimetode Thronthwaite dan Blaney-Criddle. Semuametode yang digunakan, kepekaannya terhadap suhudipengaruhi oleh nilai awal variabel sebelum dibebaniperubahan. Metode Thornthwaite, Blaney-Criddle,dan Jensen-Haise merupakan yang relatif paling pekaterhadap perubahan suhu, diikuti oleh metodeSamani-Hargereaves, sedangkan tiga metodelainnya, yaitu metode Priestley-Taylor, Panman, danPanman-Monteith kepekaannya terhadap perubahansuhu relatif sama.

UCAPAN TERIMA KASIHPenulis menyampaikan terima kasih kepada

Bapak Prof Dr M Bantaran de Rozari, Bapak Dr IrDaniel Murdiarso MS di Program Studi AgroklimatologiIPB, dan Bapak Dr. Safwan Hadi MSc di JurusanGeofisika dan Oseanografi ITB, Bandung yang telahmembimbing selama pengumpulan, pengolahan datahingga selesainya laporan. Semoga amal perbuatantersebut mendapatkan balasan berupa pahala dariAllah SWT.

DAFTAR PUSTAKABach, W. 1989. Growing consensus and challenge regarding a

green house climate. Di dalam Climate and Food Security.IRRI-AAAS.

Baldocchi, D. 1995. A comparative study of mass and energyexchange over a closed C3 (wheat) and an oppen C4 (corn)

Page 8: Jurnal hydrology.pdf

98 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-98 (2004) Usman.

canopy: The partitioning of available energy into latent andsensible heat exchange. Agric. For. Meteorol 67: 191-220

Bengtsson, L. 1994. Climate change; climate of the 21st century.Agric. For meteorol 73: 3-29

Bantaran de Rozari. M., Koesoebiono, Sinukaban, N.,Murdiyarso D. & Makarim K. 1990. Assessment of socioeconomic impacts of climate change in Indonesia. Di dalamThe Potential Socio-Economic Effects of Climate Changein South-East Asia. United Nation Environment Program(UNEP)

Bras, R.L. 1990. Hydrology: An Introduction to Hydrology Science.Singapore: Addision-Wesley.

Campblle, G.S. 1997. An Introduction to Environmental Biophysic.New York: Springer Verlag.

Chang, Jen-Hu. 1974. Climate and Agriculture; an ecologicalsurvey. Chicago: Aldine.

Dugas, W.A., Heur, M.J., Hunsaker D., Kimball, B.A., Lewin,K.F., Nagi, J. & Johnson, M. 1994. Sap flow mesurementsof transpiration from cotton grown under ambient andenriched CO2 concentrations. Agric. For. Meteorol 70: 231-245

Friend, A.D. & Cox P.M. 1995. Modelling the effect of atmosphericCO2 on vegetation-atmosphere interactions. Agric. For.Meteorol 73: 285-295

Handoko. 1991. Pendugaan hasil menggunakan indeks iklim. Didalam Kapita Selekta dalam Agroklimatologi. Jakarta:Dirjen-Dikti Depdikbud.

Hansker, D.J., Hendrey, G.R., Kimball, B. A., Lewin, K.F.,Mauney, J.R., dan Nagy, J. 1994. Cottonevapotranspiration under fiels condition with CO2enrichment and variable soil moisture regimes. Agric. For.Meteorol 70: 247-258

Jackson, I.J. 1997. Climate, Water and Agriculture in the Tropics.London: Longman.

Jones, H.G. 1986. Plant And Microclimate; A QuantitativeApproach to Environmental Plants Physiology. Cambridge:Cambridge University Press.

Kelliher, F.M., R. Leuining., M.R. Raupach. & Schulze, E.D. 1995.Maximun conductances for evaporation from globalvegetation type. Agric. For. Meteorol 73:1-16

Kimball, B.A., LaMorte, R.L., Seay, R.S., Pinter, P.J., Rokey, R.R.,Hunsaker, D.J., Dugas W.A., Heuer M.L., Mauney, J.R.,Hendrey, G.R., Lewin, K.F. & Nagy, J. 1994. Effect of free-air CO2 enrichment on energy balance andevapotraspiration of cotton. Agric. For. Meteorol 70: 259-278