jurnal hewan coba
TRANSCRIPT
KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA :
DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA
LILIAN DEVANITA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ABSTRAK
LILIAN DEVANITA. Kajian Patologi Hati Kelinci Hiperlipidemia: Dengan dan Tanpa Pemberian Antihiperlipidemia. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan lesio hiperlipidemia pada hati kelinci dengan dan tanpa pemberian antihiperlipidemia. Penelitian menggunakan 9 ekor kelinci berjenis kelamin jantan yang dibagi menjadi 3 perlakuan, yaitu kelompok kontrol negatif (-) tanpa perlakuan hiperlipidemia, kontrol positif (+) diberi kolesterol murni 0,2 g/ekor dan kelompok perlakuan diberi terapi antihiperlipidemia (Simvastatin® 0,625 mg/ekor). Kondisi hiperlipidemia diperoleh setelah hewan coba diberi kolesterol murni 0,2 g/ekor setiap hari selama 4 minggu. Setelah 13 minggu perlakuan dilakukan pengamatan perubahan histopatologis organ hati kelinci terhadap adanya degenerasi dan kematian sel. Gambaran histopatologi yang diperoleh, disampaikan secara deskriptif dan dilakukan penghitungan persentase sel hati sekitar vena porta dan vena sentralis yang mengalami degenerasi dan kematian sel. Hasil perhitungan yang diperoleh dianalisis menggunakan uji ANOVA, dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan pemberian antihiperlipidemia Simvastatin® pada keadaan hiperlipidemia dapat mengurangi kejadian degenerasi lemak dan hidropis hepatosit, namun meningkatkan kematian sel hati. Kata kunci: Hiperlipidemia, histopatologi hati, Simvastatin®.
ABSTRACT
LILIAN DEVANITA. Pathological Study of Liver from Hyperlipidemic Rabbit: With and Without Antihyperlipidemic Drug Administration. Under supervisor of DEWI RATIH AGUNGPRIYONO. The aim of this research was to observe and compare hyperlipidemic lesion of the liver with and without antihyperlipidemic drug administration. Nine male rabbit were used in this research and they devided into 3 groups: negative control (-) group without hyperlipidemic treatment, positive control (+) was given pure cholesterol by dosed 0,2 g/rabbit and treatment group was receive antihyperlipidemic therapy (Simvastatin® 0,625 mg/rabbit). Hyperlipidemia state was obtained after given 0,2 g/rabbit pure cholesterol for 4 weeks. After 13 weeks of treatment, the rabbits were sacrified, necropsied and the liver were sampled. The study was done by examining histopathology change of liver degeneration and cell death. The percentage of hepatic lesions were analyzed by ANOVA test and continued with Duncan test. The result of this research showed that antihyperlipidemic drug (Simvastatin®) is able to decreased level degeneration of hepatocytes, but in another side were increased the cell death of hepatocytes. Keyword: Hyperlipidemic, liver histopathology, Simvastatin®.
KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA :
DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA
LILIAN DEVANITA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Kajian Patologi Hati Kelinci Hiperlipidemia: Dengan dan
Tanpa Pemberian Antihiperlipidemia.
Nama : Lilian Devanita
NRP : B04104190
Fakultas : Kedokteran Hewan
Disetujui,
Pembimbing
Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD
Diketahui,
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan – IPB
Dr. Nastiti Kusumorini
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 September 1986 di Payakumbuh,
Sumatera Barat. Penulis adalah anak pertama dari 3 saudara, dari pasangan Zulfa
dan Periwati.
Pendidikan formal dimulai dari pendidikan dasar yang diselesaikan pada
tahun 1998 di SDN 01 Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten 50
Kota. Kemudian pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun
2001 di SLTPN 1 Payakumbuh. Pendidikan menengah umum diselesaikan pada
tahun 2004 di SMUN 2 Payakumbuh.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada
Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi
(SPMB) pada tahun 2004. Selama perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus
dalam Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia (2005-2006), anggota Himpunan
Minat dan Profesi Ornithologi dan Unggas (2005-2006) dan asisten praktikum
mata kuliah Mikrobiologi Medis I (2006-2007).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi tentang Kajian Patologi Hati Kelinci Hiperlipidemia: Dengan dan Tanpa
Pemberian Antihiperlipidemia.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
Keluarga tercinta (ayahanda Zulfa, ibunda Periwati, adinda Mirna Oktavani dan
Yora Mardani) atas doa, perhatian, kasih sayang, semangat serta dukungan yang
telah diberikan. drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D selaku dosen pembimbing
utama atas segala bimbingan, kesabaran dan saran serta segala kemudahan yang
diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. Dr. drh. Eva Harlina
M.Si, selaku dosen penguji. Dr. drh. Bambang Purwantara M.Sc selaku dosen
pembimbing akademik. Ir. Nurjanah M.Si yang selalu mendampingi dan
membantu penulis dalam menghadapi hambatan penelitian dan penulisan. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman sepenelitian Zulfikar atas
kerjasama, bantuan, semangat dan saran dalam penelitian serta penulisan skripsi.
Seluruh staf dan teknisi di Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang
membantu penulis selama penelitian. Sahabat-sahabat penulis (Muthoharoh, Tia
Amalia N, Widhi Vinandhita dan Ita Krissanti) yang setia menemani di saat suka
dan duka. Teman-teman Wisma Agung 1 dan 3 atas motivasi dan kebersamaan
selama 2 tahun.
Bogor, September 2008
Lilian Devanita
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ….....………………………………………… i DAFTAR TABEL …………………………….…….......................... iv DAFTAR GAMBAR ….…………………………………………….. v DAFTAR LAMPIRAN …………………………….…...................... vi PENDAHULUAN …………………………………………………... 1
Latar Belakang ……………….……………..…............................... 1 Tujuan Penelitian ……………………..……………………………. 2 Hipotesa Penelitian ………………………………………………… 3 Manfaat Penelitian …………………………………………………. 3
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….. 4 Trigliserida, Kolesterol dan Lipoprotein ........................................... 4
Metabolisme dan Sintesis Lipid dan Kolesterol …………………… 5 Hiperlipidemia ................................................................................... 7 Hati ………………………………………………………………… 9
Anatomi Hati ............................................................................. 9 Histologi dan Fisiologi Hati ...................................................... 10 Fungsi Hati ................................................................................ 11 Perubahan Regresif Hati …………………………………........ 11
Degenerasi Hidropis ……………….………......................... 12 Degenerasi Lemak ………………………………................. 13
Kematian Sel …………………………………………......... 14 Steatosis ...……….……………............................................. 15 Sirosis ……...…………….………………………………… 16 Kelinci Sebagai Hewan Coba ...……….……...……………………. 17 Preparat Antihiperlipidemia ............................................................. 19 Golongan Resin Pengikat Asam empedu .................................. 19
Golongan Asam Nikonat ........................................................... 19 Golongan Asam Fibrat .……………………………………….. 20
Golongan Statin ......................................................................... 20 Simvastatin ..…………………….......................................... 22
Golongan Lain ....……….………………………..................... 23 BAHAN DAN METODE ……………………………….................... 24
Tempat dan Waktu Penelitian ………….………….......................... 24 Alat dan Bahan ……...………………………………..………........ 24 Metode Penelitian ..……................................................................... Persiapan Hewan Coba .……………………………………….
24 24
Perlakuan Hewan Coba ……………………………………….. 25
Pembuatan Preparat Histopatologi …………………………… 26 Pemeriksaan Preparat Histopatologi ………………………….. 26 Analisis Data ………………………………………………….. 27 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………… 28 Gambaran Anatomi Patologi Organ Hati Kelinci .............................. 28 Data Kimia Darah Kelinci ................................................................. 29 Gambaran Histopatologi Organ Hati kelinci ..................................... 32 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 42 Kesimpulan ........................................................................................ 42 Saran .................................................................................................. 42 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 43 LAMPIRAN ......................................................................................... 46
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis produk, kombinasi dan asal statin ......................................... 22 2 Rata-rata kadar kolesterol total darah kelinci selama 12 minggu
pengamatan ......................................................................................
30 3 Rata-rata kadar trigliserida darah kelinci selama 12 minggu
pengamatan ……………..………………………………………….
30 4 Rata-rata kadar LDL-kolesterol darah kelinci selama 12 minggu
pengamatan ……………………………………...............................
30 5 Rata-rata kadar HDL-kolesterol darah kelinci selama 12 minggu
pengamatan .......................................................................................
31 6 Persentase lesio histopatologi hepatosit kelinci terhadap
perlakuan............................................................................................
34 7 Rata-rata kadar SGOT dan SGPT darah kelinci pada minggu ke-
12........................................................................................................
38 8 Persentase lesio hepatosit kelinci pada daerah vena sentralis dan
vena porta ........................................................................................
40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Metabolisme lipid dan lipoprotein ................................................... 7 2 Anatomi hati ...................................................................................... 9 3 Degenerasi hidropis hati ….………….……………………………. 13 4 Degenerasi lemak sel hati ...........………………............................... 14 5 Kelinci New Zealand putih ...............................................................
17 6 Bagan perlakuan kontrol positif dan antihiperlipidemia ...................
26 7 Gambaran patologi anatomi hati kelinci pada kelompok kontrol
negatif ...............................................................................................
28 8 Gambaran patologi anatomi hati kelinci pada kelompok kontrol
positif ................................................................................................
29 9 Gambaran patologi anatomi hati kelinci pada kelompok perlakuan
antihiperlipidemia ..............................................................................
29 10 Gambaran histopatologi jaringan hati kelompok kontrol negatif ......
32 11 Gambaran histopatologi jaringan hati kelompok kontrol positif ......
33 12 Gambaran histopatologi jaringan hati kelompok perlakuan
antihiperlipidemia .............................................................................
33 13 Diagram persentase lesio histopatologi hepatosit kelinci terhadap
perlakuan ...........................................................................................
34 14 Diagram persentase lesio hepatosit hati kelinci daerah vena sentralis
dan vena porta ..................................................................................
40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Analisa data hasil perhitungan persentase lesio hepatosit kelinci
.……………………………………………….....................................
47 2 Analisa data hasil perhitungan persentase lesio hepatosit kelinci
sekitar vena porta dan vena sentralis ….............................................
51 3 Data keragaman lesio hepatosit hati kelinci kelompok kontrol
positif di 10 lapang pandang vena sentralis dan vena porta ……….
56
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lipid atau lemak merupakan suatu zat yang kaya akan energi dan
berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak
yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan
hasil produksi organ hati yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai
cadangan energi. Fungsi lemak adalah sebagai sumber energi, pelindung organ
tubuh, pembentuk sel, sumber asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut
lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas
dan memelihara suhu tubuh. Menurut ilmu gizi, lemak dapat diklasifikasikan
menjadi: lipid sederhana, lipid majemuk dan lipid turunan (Poedjiadi 1994; Mayes
2003 dan Nutracare 2008). Lipid sederhana merupakan lemak netral
(monogliserida, digliserida, trigliserida) dan ester asam lemak dengan alkohol
berberat molekul tinggi. Lipid majemuk terdiri dari fosfolipid dan lipoprotein,
sedangkan lipid turunan terdiri dari asam lemak dan sterol (kolesterol, ergosterol
dan lain-lain). Secara klinis, lemak yang penting adalah kolesterol, trigliserida
(lemak netral), fosfolipid dan asam lemak (Nutracare 2008)
Lemak yang melebihi batas normal dalam tubuh dapat menimbulkan
masalah klinis bagi manusia maupun hewan. Kelebihan lemak tersebut disebut
hiperlipidemia yang merupakan keadaan meningkatnya kadar lipid darah yang
ditandai dengan peningkatan kadar trigliserida, kolesterol LDL (low density
lipoprotein) dan kolesterol total di dalam darah. Kondisi hiperlipidemia
merupakan salah satu faktor yang dapat memicu penebalan dinding pembuluh
darah sehingga mengakibatkan penyempitan dan pengerasan pembuluh darah
arteri yang disebut atherosklerosis (Spector 1993). Penyempitan arteri
menyebabkan terhambatnya aliran darah dalam arteri. Jika hambatan ini terjadi
dalam arteri yang menuju jantung akan menyebabkan penyakit jantung koroner,
jika hambatan terjadi pada pembuluh darah yang menuju ke hati dapat
menyebabkan kerusakan pada tingkat sel hati berupa degenerasi lemak dan
kematian sel (Clarkson et al. 1974; Gupta et al. 1976; Remaley et al. 1995 dan
Wanless et al. 1996). Jika berat lipid di hati sudah melebihi 5% maka dapat
menyebabkan perlemakan (steatosis hati) yang mengakibatkan hati tidak dapat
mengatur metabolisme lemak dan sintesis kolesterol (Lu 1995 dan Nutracare
2008). Akibat fatal lainnya adalah jika hambatan pembuluh darah terjadi pada
pembuluh darah yang menuju ke otak sehingga dapat menyebabkan stroke.
Hati merupakan tempat mensintesis kolesterol, metabolisme lemak,
detoksifikasi racun, sintesis asam empedu dan sebagainya. Tubuh memproduksi
kolesterol di dalam hati secara alamiah lebih banyak dibandingkan suplai
makanan yang kaya kolesterol. Diperkirakan 2/3 dari seluruh kolesterol yang ada
di dalam tubuh diproduksi di hati (Linder 1992 dan Mayes 2003). Oleh karena itu,
hiperlipidemia tidak hanya disebabkan oleh makanan yang kaya lipid semata,
tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor internal individu. Hati dapat mentoleransi
kelebihan kolesterol dalam tubuh dengan mengurangi sintesa kolesterol yang
dihasilkannya, namun jika kelebihan tersebut tidak dapat ditanggulangi lagi akan
menyebabkan degenerasi lemak bahkan nekrosa hepatosit hati .
Untuk mengobati kondisi hiperlipidemia telah banyak dikembangkan dan
dipasarkan jenis obat-obatan penurun lipid plasma darah (antihiperlipidemia).
Salah satu preparat ini adalah golongan statin. Statin memilki efek menurunkan
LDL kolesterol terbesar dibandingkan obat penurun kolesterol lainnya sehingga
golongan ini dijadikan obat utama untuk mengatasi hiperkolesterolemia (Daniel
2006). Menurut hasil sebuah penelitian dalam Jurnal Circulation edisi 30 Juli
2007, penggunaan obat golongan statin pada pasien hiperkolesterolemia ringan
aman, tidak menyebabkan resiko kanker setelah dua tahun dan dapat memperbaiki
harapan hidup. Selain itu, dengan mempertimbangkan kepatuhan, efek samping
dan efektivitasnya, golongan statin adalah obat pilihan untuk pasien dengan
hiperlipidemia karena merupakan bentuk paling kuat dari monoterapi dan hemat
biaya bagi pasien dengan penyakit arteri koroner atau berbagai faktor-faktor
resiko dan pencegahan bagi pasien dengan resiko tinggi primer (Hapsari 2007).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan lesio hiperlipidemia
pada hati dengan dan tanpa pemberian antihiperlipidemia.
Hipotesa Penelitian
HO : Antihiperlipidemia menurunkan kejadian degenerasi dan kematian sel
pada hewan penderita hiperlipidemia.
HI : Antihiperlipidemia tidak menurunkan kejadian degenerasi dan kematian
sel pada hewan penderita hiperlipidemia.
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran kerusakan
hati akibat hiperlipidemia dan setelah diberi antihiperlipidemia.
TINJAUAN PUSTAKA
Trigliserida, Kolesterol dan Lipoprotein
Sebagian besar lemak dan minyak di alam terdiri atas 98-99% trigliserida.
Trigliserida adalah suatu ester gliserol yang terbentuk dari 3 asam lemak dan
gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan gliserol maka
dinamakan monogliserida. Fungsi utama trigliserida adalah sebagai zat energi
tubuh. Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida. Apabila sel
membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel lemak akan memecah trigliserida
menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. Sel-
sel yang membutuhkan komponen-komponen tersebut kemudian membakar dan
menghasilkan energi, karbondioksida (CO2) dan air (H2O) (Nutracare 2008).
Kolesterol merupakan suatu bahan berlemak yang pembentukannya secara
alamiah di dalam tubuh manusia maupun hewan. Komponen ini terdapat di dalam
jaringan dan lipoprotein plasma, bisa dalam bentuk kolesterol bebas atau
gabungan dengan asam lemak rantai panjang sebagai ester kolesteril. Selain itu,
lipid amfipatik ini memainkan peranan struktural membran serta lapisan luar
lipoprotein dan merupakan komponen utama sel otak dan syaraf. Lemak dan
kolesterol tidak larut dalam cairan darah. Agar keduanya dapat dikirim ke seluruh
tubuh, perlu dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut lipoprotein.
Kolesterol secara khas adalah produk metabolisme hewan dan karenanya terdapat
di makanan yang berasal dari hewan seperti kuning telur, kulit, jeroan, daging,
hati dan otak (Dalimartha 2002; Bangun 2003; Mayes 2003). Kolesterol memiliki
beberapa manfaat bagi tubuh, namun jika jumlahnya melebihi batas akan
menyebabkan beberapa kelainan atau penyakit. Manfaat kolesterol adalah sebagai
prekursor semua senyawa steroid, seperti kortikosteroid, hormon seks
(progesteron, testosteron, estradiol), adrenal, membentuk dinding sel, asam
empedu dan vitamin D.
Tubuh mengatur kadar lipoprotein melalui beberapa cara yaitu dengan
mengurangi pembentukan lipoprotein, mengurangi jumlah lipoprotein yang masuk
ke dalam darah dan meningkatkan atau menurunkan kecepatan pembuangan
lipoprotein dari dalam darah. Ada lima jenis lipoprotein utama yakni kilomikron,
VLDL-kolesterol, IDL-kolesterol, LDL-kolesterol dan HDL-kolesterol.
Kilomikron tersusun dari trigliserida dan beberapa kolesterol, IDL-kolesterol
(intermediate density lipoprotein)-kolesterol dibuat dari VLDL-kolesterol dan
akan membawa kolesterol melalui darah, VLDL-kolesterol (very low density
lipoprotein)-kolesterol membawa kolesterol dari hati dan membawa sebagian
besar trigliserida dalam darah. Pada proses selanjutnya, sebagian VLDL berubah
menjadi LDL. LDL-kolesterol (low density lipoprotein)-kolesterol membawa
paling banyak kolesterol di dalam darah dan sering dinamakan kolesterol “jahat”
karena kadar LDL yang tinggi menyebabkan pengendapan kolesterol di dalam
arteri. HDL-kolesterol (high density lipoprotein)-kolesterol mengangkut kolesterol
lebih sedikit dibandingkan dengan jenis lainnya. HDL-kolesterol sering disebut
kolesterol “baik” karena dapat mengirim kelebihan kolesterol “jahat” di pembuluh
arteri, kemudian dibawa kembali ke hati untuk diproses dan dibuang (Marinetti
1990; Dalimartha 2002; Bangun 2003).
Metabolisme dan Sintesis Lipid dan Kolesterol
Lipid di dalam tubuh diperoleh melalui dua cara yaitu melalui jalur
eksogen (lipid dari asupan makanan) dan melalui jalur endogen (lipid berasal dari
sintesis kolesterol oleh hati). Jalur eksogen dimulai dari trigliserida atau asam
lemak dan kolesterol yang berasal dari makanan masuk ke dalam saluran
pencernaan. Selanjutnya trigliserida dan kolesterol dalam usus dikemas dalam
bentuk partikel besar lipoprotein yang disebut kilomikron. Kilomikron akan
membawa trigliserida dan kolesterol ke dalam aliran darah. Kemudian trigliserida
dalam kilomikron mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase sehingga
terbentuk asam lemak bebas dan sisa-sisa kilomikron. Asam lemak bebas akan
menembus jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali
sebagai cadangan energi. Sisa-sisa kilomikron akan dimetabolisme dalam hati
sehingga menghasilkan kolesterol bebas (Gambar 1).
Kolesterol atau trigliserida yang dihasilkan oleh hati akan diangkut ke
jaringan adiposa melalui jalur endogen. Lipoprotein yang berperan dalam jalur ini
adalah VLDL yang selanjutnya terhidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi
IDL. Sebagian IDL masuk ke hati dan separuh lainnya diubah menjadi LDL.
Partikel LDL yang banyak mengandung kolesteril ester akan diserap oleh sel-sel
jaringan selain hati melalui reseptor LDL yang terdapat di permukaan sel.
Sebagian besar kolesterol dalam partikel LDL akan dikonversi menjadi HDL oleh
enzim lesitin kolesterol asil transferase (LCAT) untuk diangkut ke hati dan
disirkulasikan kembali. LCAT menyebabkan teresterifikasinya kolesterol bebas
pada partikel LDL dan memberikan efek kebalikan pada transpor kolesterol
dengan melibatkan lipid transfer protein (LTP) (Fusegawa et al.1993). Kolesterol
yang berlebihan diekskresi dari hati ke dalam empedu sebagai kolesterol atau
garam empedu. Garam empedu akan disekresikan ke dalam usus, berfungsi
sebagai detergen dan membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian
kolesterol lainnya dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme
menjadi asam empedu. Pada akhirnya, kilomikron yang tersisa (lemaknya telah
diambil) dibuang dari aliran darah oleh hati (Gambar 1).
Sepertiga dari seluruh kolesterol dalam tubuh diserap dari makanan
melalui sistem pencernaan, namun sebagian besar kolesterol disintesis dalam
tubuh, terutama di hati dan usus selain di dalam sel-sel permukaan dan jaringan
(Mayes 2003). Kolesterol diproduksi di hati lewat sintesis kolesterol pada sitosol
dan disempurnakan pada retikulum endoplasma. Seluruh kolesterol disintesis dari
asetil-KoA yang membentuk mevalonat melewati reaksi penting yang membatasi
laju lintasan tersebut dan dikatalisis oleh enzim HMG-KoA (3-hidroksi-3-
metilglutaril koenzim A) reduktase. Unit isoprenoid lima-karbon terbentuk dari
mevalonat. Enam unit isoprenoid mengadakan kondensasi untuk membentuk
skualen. Skualen mengalami kondensasi untuk membentuk senyawa induk steroid
ianosterol yang setelah mengalami kehilangan tiga gugus metilnya membentuk
kolesterol.
Menurut American Heart Association, faktor resiko yang mempengaruhi
kolesterol darah dapat dibagi menjadi 3 golongan besar sebagai berikut: (1) faktor
resiko utama yaitu faktor yang diyakini secara langsung meningkatkan resiko
timbulnya penyakit jantung koroner, seperti kadar kolesterol darah yang
abnormal, tekanan darah tinggi dan merokok (Linder 1992), (2) faktor tidak
langsung yaitu faktor yang dapat diasosiasikan dengan timbulnya penyakit jantung
koroner yang terjadi secara tidak langsung, misalnya diabetes mellitus, obesitas,
tidak aktif (kurang exercise) dan stres, (3) faktor resiko alami yakni faktor karena
keturunan, jenis kelamin dan usia (Grundy 1991 dan Bangun 2003). Kecepatan
pembentukan kolesterol dipengaruhi oleh konsentrasi kolesterol yang telah ada di
dalam tubuh. Apabila di dalam tubuh kadar kolesterol dalam jumlah yang telah
cukup, maka kolesterol akan menghambat sendiri reaksi pembentukannya
(hambatan umpan balik). Sebaliknya apabila jumlah kolesterol sedikit karena
berpuasa, kecepatan pembentukan kolesterol meningkat (Poedjiadi 1994).
Gambar 1. Metabolisme lipid dan lipoprotein.
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh peningkatan kadar
lipid atau lemak darah meliputi peningkatan salah satu atau lebih dari kadar
normal kolesterol, kolesteril ester, fosfolipid atau trigliserida. Berdasarkan
jenisnya, hiperlipidemia dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Hiperlipidemia primer yang
kebanyakan disebabkan oleh kelainan genetik. Biasanya kelainan ini ditemukan
pada waktu pemeriksaan laboratorium secara tidak sengaja. Pada umumnya tidak
menunjukkan adanya gejala klinis, kecuali pada keadaan yang agak berat tampak
adanya xantoma (penumpukan lemak di bawah jaringan kulit); 2) Hiperlipidemia
sekunder. Pada jenis ini, peningkatan kadar lipid darah disebabkan oleh suatu
penyakit tertentu, misalnya obesitas, diabetes mellitus, gangguan tiroid, penyakit
hati dan penyakit ginjal. Hiperlipidemia sekunder bersifat reversible (berulang).
Selain itu penyebab hiperlipidemia lainnya dapat pula akibat pemberian obat-
obatan yang menyebabkan gangguan metabolisme lemak, seperti beta-blocker,
kortikosteroid, diuretik thiazid (pada keadaan tertentu) dan kontrasepsi oral
(Estrogen, Gestagen) (Nutracare 2008).
Hiperlipidemia pada hewan coba dapat dibuat dengan menambahkan
lemak dan kolesterol dalam pakan atherogeniknya (Clarkson et al. 1974;
Amstrong & Heistad 1990). Hiperlipidemia diketahui dengan mengukur kadar
lemak dan kolesterol dalam plasma darah yang akan berkorelasi positif dengan
resiko terbentuknya atherosklerosis. Pemeriksaan kadar kolesterol kelinci
penderita hiperlipidemia dapat diketahui dengan mengukur kadar total plasma
cholesterol (TPC) , trigliserida, LDL dan HDL. Kadar kolesterol normal darah
kelinci berkisar antara 40-80 mg/dl untuk TPC, 10-40 mg/dl untuk LDL dan 60-
110 mg/dl untuk trigliserida (Momuat 2001). Kadar normal kolesterol total
manusia berkisar antara 120-200 mg/dl, LDL 60-160 mg/dl, HDL berkisar antara
35-65 mg/dl dan kadar trigliseridanya berkisar antara 10-160 mg/dl (Linder 1992;
Dalimartha 2002 dan Nutracare 2008).
Peningkatan jumlah kolesterol yang dibawa oleh LDL (kolesterol jahat)
menyebabkan meningkatnya resiko hiperlipidemia. Berlainan dengan kolesterol
yang dibawa oleh HDL (kolesterol baik) yang bersifat menguntungkan dan
menyebabkan menurunnya resiko hiperlipidemia. Berbeda halnya dengan kadar
trigliserida yang tinggi masih belum jelas meningkatkan resiko terjadinya
penyakit jantung atau stroke. Kadar trigliserida yang sangat tinggi bisa
menyebabkan pembesaran hati, limpa dan gejala-gejala dari pankreatitis
(Nutracare 2008). Berdasarkan hubungannya dengan penyakit jantung koroner
maka hiperlipidemia dapat diklasifikasikan menjadi hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia dan hiperlipidemia campuran. Hiperkolesterolemia ditandai
dengan kadar kolesterol yang meningkat dalam darah. Hipertrigliseridemia
ditandai dengan kadar trigliserida yang meningkat dalam darah dan hiperlipidemia
campuran dicirikan dengan kadar kolesterol dan trigliserida meningkat dalam
darah.
Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol total
bersifat sementara dan tidak berat terutama peningkatan akibat dari makanan
berlemak. Pembuangan lemak dari darah memiliki kecepatan yang berbeda-beda
pada setiap individu. Perbedaan kecepatan bersifat genetik dan secara luas
berhubungan dengan perbedaan kecepatan masuk dan keluarnya lipoprotein dari
aliran darah.
Hati Anatomi hati
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh. Secara makroskopis, pada
keadaan sehat dan segar hati berwarna merah hingga kecoklatan, memiliki kapsula
licin dan posisinya berada di depan abdomen (Carlton & Mc Gavin 1995). Hati
memiliki selubung peritonium dan menerima darah dari vena porta dan dari arteri
hepatika. Darah keluar dari hati melalui vena hepatika yang masuk ke dalam vena
cava caudalis. Hati bergantung pada diafragma dengan perantara beberapa
ligamentum yaitu ligamentum coronarium hepatis, ligamentum triangulare
dextrum et sinistrum dan ligamentum falciforme hepatis, sedangkan ligamentum
hepatorenale menghubungkan hati dengan ginjal kanan dan sekum (Frandson
1992). Kelenjar tersebut memiliki dua lobus utama kanan dan kiri. Lobus kanan
dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis kanan yang
tidak terlihat dari superfisial. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral
oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar seperti terlihat pada
Gambar 2. Di bawah peritonium terdapat jaringan penyambung padat yang
dinamakan kapsula Glisson yang meliputi seluruh permukaan organ. Kapsula ini
melanjutkan diri pada hillus atau porta hepatis di permukaan inferior dan masuk
ke dalam hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika
dan saluran empedu (Wilson & Lester 1992).
Gambar 2. Anatomi hati
(Sumber: http://images.google.co.id).
Histologi dan Fisiologi Hati
Hati memiliki dua tipe sel yang menyempurnakannya yaitu hepatosit dan
sel Kupffer. Sel hati (hepatosit) berbentuk polihedral yang berinti bulat, terletak di
tengah dengan jumlah nukleolus satu atau lebih dengan kromatin yang menyebar.
Sitoplasma pada hepatosit agak berbutir, tetapi dapat tergantung pada perubahan
nutrisi serta fungsi selularnya. Sel Kupffer berfungsi sebagai magrofag jaringan
yang mampu memfagositosis bakteri serta benda asing lain di dalam darah sinus
hepatikus serta merontokkan jaringan termasuk sel darah merah yang aus atau
rusak di dalam hati (Dellmann 1992; Frandson 1992; Ganong 2002 dan
Samuelson 2007). Sel Kupffer berasal dari monosit yang merupakan bagian
terbesar dari sistem magrofag (retikulo endotelial) yang aktif dan melekat pada
endotel sinusoid. Hepatosit dan sinusoid dipisahkan oleh ruangan yang disebut
dengan ruang Disse (Carlton & Mc Gavin 1995; Samuelson 2007). Parenkim
merupakan sebutan konstruksi anatomi lobulus hati yang sering dikenal dengan
sebutan lobulus klasik. Profil sayatan melintang lobulus hati secara kasar
bentuknya heksagonal dengan sinusoid yang memancar radier dari vena sentralis
ke arah perifer.
Pemberian darah hati berkaitan langsung dengan multifungsinya. Vena
porta (dari usus) dan arteri hepatika langsung membentuk cabang-cabang menuju
lobus hati. Pembuluh darah ini dikenal dengan sebutan arteria atau vena
interlobaris. Vena interlobularis bercabang membentuk vena pembagi menuju
venula selanjutnya menuju sinusoid dan berakhir pada vena sentralis (Dellmann
1992). Berbeda dengan aliran empedu yang berjalan dalam arah sebaliknya. Hati
memilki keistimewaan sirkulasi yang membedakannya dengan sirkulasi alat tubuh
lainnya. Darah yang mengalir di dalam hati adalah 2/3 darah vena dan 1/3 darah
dari arteri. Bagian kiri hati menerima darah portal dari kolon dan limpa,
sedangkan kanan hati mendapat darah dari usus halus (Frandson 1992 dan Hayes
2004). Hati mendapat pemberian darah ganda. Vena porta membawa darah penuh
makanan yang diserap dari usus dan organ tertentu, sedangkan arteria hepatika
memberi darah pada sel-sel hati dengan darah bersih yang membawa oksigen.
Cabang-cabang dari kedua pembuluh darah tersebut mengikuti jaringan ikat
interlobularis di daerah portal. Jalinan pembuluh darah ini menjamin sel-sel hati
tidak jauh dari daerah yang banyak pembuluh darah. Darah dari cabang arteria
hepatika dan vena porta selanjutnya bercampur dalam sinusoid (Samuelson 2007).
Fungsi Hati
Hati memiliki beberapa fungsi baik terlibat dalam fungsi eksokrin
maupun fungsi endokrin. Fungsi eksokrin berupa sintesis dan sekresi empedu dan
kolesterol. Fungsi endokrin berupa sintesis dan sekresi glukosa, albumin,
fibrinogen, faktor pembeku darah V, VII, VIII, IX, X, alpha globulin, beta
globulin, lipoprotein dan protrombin ke dalam darah. Hati juga berperan dalam
metabolisme protein, karbohidrat, lemak, hemoglobin, obat-obatan dan steroid.
Fungsi hati lainnya yang sangat penting untuk glikogenolisis dan glikogenesis;
fungsi konjugasi toksik dan hormon steroid; esterifikasi asam lemak bebas
menjadi trigliserida; tempat penyimpanan glikogen, lemak, Fe dan vitamin;
detoksifikasi racun dan hidrogen peroksida; hematopoeisis pada saat embrio dan
fagositosis benda asing (Carlton & Mc Gavin 1995; Hayes 2004 dan Samuelson
2007).
Perubahan Regresif Hati
Hati merupakan organ yang berperan penting dalam detoksifikasi racun
dan hidrogen peroksida. Hal ini menyebabkan hati berpotensi mengalami
kerusakan. Sebagian besar bahan toksik memasuki tubuh melalui sistem
gastrointestinal dilanjutkan ke peredaran darah dan dibawa menuju sel-sel hati.
Secara perlahan keterpaparan toksik dalam jangka waktu tertentu menyebabkan
kerusakan pada sel hati. Beberapa jenis kerusakan hati yang terjadi antara lain
degenerasi sel berupa degenerasi hidropis dan degenerasi lemak, kematian sel
secara apoptosis maupun nekrosis, perlemakan hati (steatosis), sirosis dan
sebagainya. Walaupun demikian, hati memiliki daya regenerasi sel yang sangat
besar. Pada hati normal diketahui bahwa lobektomi sebanyak 70% mengakibatkan
proliferasi sel-sel hati yang sangat giat, sehingga dalam 2-3 minggu bagian hati
yang hilang dapat diganti kembali.
1. Degenerasi Hidropis
Degenerasi hidropis sering disebut dengan degenerasi vakuoler.
Degenerasi ini merupakan indikasi intoksikasi hati yang agak ringan. Sering
diartikan sebagai kehilangan struktur normal sel sebelum kematian sel dan
terkadang merupakan indikasi gangguan metabolisme yang meluas. Degenerasi
vakuoler disebabkan karena iritasi substansi kimia organik atau inorganik yang
dibawa dari usus ke hati melalui vena porta. Perubahan ini biasa terjadi saat
pertama kali hepatosit mengalami kerusakan yang disebabkan toksin seperti CCl4
dan karbon disulfida. Secara makroskopis, hati yang mengalami degenerasi
hidropis akan terlihat meluas, batasan hati terlihat tumpul, konsistensi lunak,
warna hati abu-abu pucat kecoklatan dan jika diinsisi permukaan irisan terlihat
menonjol. Secara mikroskopis sel hati akan terlihat mengalami perluasan, terjadi
pembengkakan dan kepucatan sitoplasma, kadang terbentuk vakuolisasi beraspek
keruh, plasma bergranul serta inti sel kurang jelas (Gambar 3). Kerusakan biasa
terlihat di zona sentral lobus, kadang-kadang terjadi di daerah periportal. Setelah
melewati perubahan ini, sel dapat membaik normal atau dapat pula mengalami
kerusakan lebih lanjut membentuk degenerasi lemak hingga nekrosis (Cheville
1994; Carlton & Mc Gavin 1995).
Degenerasi hidropis terjadi karena membran plasma sel mengalami
kerusakan. Kerusakan ini menyebabkan impermeabilitas pompa sodium-potasium
yang berguna dalam mengatur konsentrasi ion di dalam dan di luar sel. Dampak
kerusakan tersebut menyebabkan peningkatan volume sodium (Na+), kalsium
(Ca2+), plasma protein, air dan menyebabkan berkurangnya potasium (K+) dan
enzim di dalam sitoplasma sel tersebut. Pada kondisi ini, cairan disekitar sel akan
mudah merembes masuk ke dalam sel dan menyebabkan kebengkakan sel. Cairan
tersebut terutama terakumulasi di dalam matriks sitosolik atau retikulum
endoplasma. Kelebihan cairan di dalam sitoplasma menekan daerah sinusoid,
akibatnya sinusoid menyempit (Cheville 1999).
Gambar 3. Degenerasi hidropis hati
(Sumber: http://images.google.co.id).
2. Degenerasi Lemak
Degenerasi lemak sering disebut dengan lipidosis. Etiologi lipidosis pada
hati biasanya sama dengan etiologi degenerasi hidropis. Degenerasi lemak
membutuhkan iritan yang hebat untuk mengganggu metabolisme lemak sel.
Beberapa jaringan akan membentuk lipid pada sitoplasma sel saat mengalami
gangguan, tetapi beberapa jaringan yang lain akan memproduksi lipid lebih sedikit
(Cheville 1999). Akumulasi lemak dalam sel hati biasanya terjadi bila terlalu
banyak asupan asam lemak bebas ke dalam sel hati, peningkatan pembentukan
lipid di dalam sel hati akibat toksin yang merusak jalur metabolisme lemak,
hipoksia kronis yang menghambat kerja enzim pada metabolisme lemak dan
kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan peningkatan mobilisasi lemak dari
jaringan adiposa seperti pada saat kelaparan dan diabetes mellitus. Toksin
penyebab kerusakan hati adalah toksin bakteri, keracunan organik (kloroform,
karbon tetra klorida, glukosida dan glukoid tanaman).
Secara makroskopis hati yang mengalami degenerasi lemak akan terlihat
membengkak, kekuningan, dipalpasi terasa lunak dan bidang sayatan licin. Secara
mikroskopis sel hati akan terlihat membesar berisi vakuola-vakuola lemak pada
sitoplasma (Gambar 4). Biasanya degenerasi lemak diikuti dengan degenerasi
hidropis dan kematian sel dengan inti piknosis atau karyolisis (Carlton & Mc
Gavin 1995; Cheville 1999 dan Hayes 2004). Lemak ataupun kolesterol ditranspor
ke hati melewati sistem gastrointestinalis dan jaringan adiposa dalam bentuk
kilomikron dan asam lemak bebas (trigliserida). Pada saat terjadi degenerasi
lemak, trigliserida tidak mengalami perubahan menjadi lipoprotein akibat enzim
yang digunakan dalam metabolisme lemak dihambat oleh toksin. Asam lemak
akhirnya digunakan untuk memproduksi energi di dalam mitokondria. Akibatnya
hepatosit akan melakukan jalur metabolisme lipid yang tidak normal, sehingga
substrat molekul lemak seperti kolesterol, fosfolipid atau asam lemak akan
terakumulasi di intraseluler.
Gambar 4. Degenerasi lemak sel hati
(Sumber: http://images.google.co.id).
3. Kematian Sel (Nekrosis dan Apoptosis)
Beberapa ahli patologi mengelompokkan dua mekanisme dalam proses
terjadinya kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis (Cheville 1999). Nekrosis
hati merupakan kematian sel hati yang terjadi bersamaan dengan pecahnya
membran plasma, dapat bersifat fokal (sentral, pertengahan, perifer) atau masif
(Lu 1995). Perubahan ini merupakan tahapan perubahan lanjut dari degenerasi
lemak yang tidak bisa dijangkau proses degeneratif. Jika hati kalah menghadapi
agen penyebab penyakit, maka hati mengalami degenerasi. Jika keparahan sel
bertambah, maka dilanjutkan dengan nekrosis dan fibrosis pada tahap akhir
(Carlton & Mc Gavin 1995 dan Wanless et al. 1996). Nekrosis di zona hepatosit
akan menyebabkan dilatasi lobulus hati dan kongesti pada sinusoid. Kerusakan sel
ini melibatkan sekelompok besar sel dan disekitar sel tersebut sering ditemukan
sel radang. Berbeda dengan apoptosis, yang merupakan bentuk kematian sel
terprogram atau sering dikenal dengan tindakan bunuh diri sel. Kematian sel pada
apoptosis biasanya terjadi pada satu atau sekelompok sel. Apoptosis tidak
melibatkan sel radang, tetapi badan apoptosis akan difagosit oleh magrofag.
Nekrosis pada sel hati disebabkan karena sel kekurangan oksigen atau
makanan (iskhemia); pengaruh mekanis (seperti panas, dingin, tegangan listrik);
kekuatan mekanis seperti trauma; pengaruh substansi kimia organik dan
anorganik (seperti mineral, asam, alkalis dan phenol); endotoksin bakterial seperti
hasil infeksi Mycobacterium tuberculosis serta sel yang tidak bisa beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Kematian sel hati juga dipengaruhi oleh kondisi
tubuh seperti anemia, gagal jantung dan obstruksi vena porta. Hati yang
mengalami nekrosis akan terlihat berukuran normal, permukaannya tumpul,
berwarna kekuningan atau abu-abu kecoklatan, namun setelah perubahan ini
terhenti, lama-lama hati akan lunak. Sitoplasma dari sel yang mengalami nekrosis
terlihat lebih asidofilik (merah). Perubahan dari sitoplasma sel menyebabkan satu
dari tiga perubahan yang jelas terjadi pada nukleus, diantaranya: (1) nukleus bisa
kehilangan afinitas dan warnanya memucat hingga membentuk sebuah cincin dan
akhirnya nukleus menghilang. Biasanya indikasi kematian nukleus yang seperti
ini disebut karyolisis; (2) nukleus menyusut dan terjadi penambahan warna
hematoksilin nukleus sel hati (inti berwarna biru) karena ada kondensasi kromatin
yang disebut dengan piknosis; (3) nukleus berfragmen pada batas infark atau dasar
ulkus sehingga inti piknosis pecah menjadi bagian yang kecil. Perubahan ini
sering disebut karyoreksis (Cheville 1994 dan 1999).
4. Steatosis
Perlemakan hati sering disebut dengan steatosis. Berbeda dengan
degenerasi lemak, steatosis merupakan infiltrasi sel lemak (liposit) ekstra seluler.
Hati dikatakan mengalami perlemakan jika hati mengandung berat lipid lebih dari
5% (Lu 1995 dan Nutracare 2008). Hal ini disebabkan karena hati tidak mampu
membakar lemak atau karena adanya toksin yang menyebabkan penurunan fungsi
lipolitik hati. Kelainan hati ini sering ditemukan pada hewan yang mengalami
obesitas. Steatosis menimbulkan lesio yang bersifat akut maupun kronis. Lesio
yang bersifat akut dapat disebabkan oleh etionin, fosfor atau tetrasiklin yang dapat
menimbulkan banyak butiran lemak kecil dalam suatu sel, sedangkan etanol dan
metotreksat dapat menimbulkan lesio akut maupun kronis. Penimbunan lipid hati
dapat terjadi melewati beberapa mekanisme yaitu penghambatan sintesis protein
dari lipoprotein, penekanan konjugasi trigliserida dengan lipoprotein, hilangnya
kalium dari hepatosit sehingga mengganggu transfer VLDL melalui membran sel,
rusaknya oksidasi lipid oleh mitokondria dan penghambatan sintesis fosfolipid
(Lu 1995).
5. Sirosis
Sirosis adalah pengerasan pada hati yang terjadi karena kehilangan
parenkim hati disusul pembentukan jaringan parut secara luas disamping
regenerasi dan hiperplasia sehingga struktur hati berubah. Sirosis hati dicirikan
dengan permukaan nodular, granular, irregular, konsistensi keras, fibrosis difus
dan biasanya sulit diinsisi. Sirosis dapat disebabkan oleh berbagai hal, akan tetapi
dapat juga kausanya tidak diketahui. Pada umumnya bahan-bahan toksik dan
parasit dapat menyebabkan sirosis hati. Beberapa karsinogen kimia dan pemberian
karbon teteraklorida jangka panjang dapat menyebabkan sirosis, sedangkan pada
manusia terutama disebabkan konsumsi kronis minuman beralkohol (Lu 1995).
Menurut Spector (1993) dan Lu (1995), sirosis berasal dari nekrosis sel tunggal
karena kurangnya mekanisme perbaikan serta tidak cukupnya aliran darah dalam
hati yang dapat menjadi faktor pendukung. Perubahan lanjutan menyebabkan
aktivitas fibloplastik dan pembentukan jaringan parut. Secara mikroskopis terlihat
infiltrasi sel lemak menyebabkan sel-sel hati membengkak dan sinusoid
menyempit mengakibatkan gangguan sirkulasi intralobuler. Hal ini menyebabkan
sel hati di pertengahan lobulus kekurangan zat gizi dan akhirnya sel hati
menghilang melalui degenerasi atau nekrosis.
Perubahan yang dapat ditemukaan pada organ hati jika kolesterol melebihi
ambang batas normal di dalam tubuh adalah berupa fibrosis dan nekrosis pada
kerusakan yang lebih parah, degenerasi lemak yang dicirikan dengan vakuola
lemak pada sitoplasma hepatosit, serta degenerasi hidropis yang dapat ditemukan
pada tahap kerusakan hepatosit yang lebih ringan (Wanless et al. 1996).
Kerusakan yang paling umum dan sering ditemukan adalah degenerasi lemak
yang disebabkan oleh akumulasi lemak dalam sel hati akibat suplai makanan yang
banyak mengandung kolesterol atau lipid, namun kerusakan ini juga bisa
disebabkan karena toksin tertentu yang merusak jalur metabolisme lemak.
Kelinci Sebagai Hewan Coba
Gambar 5. Kelinci New Zealand putih
(Sumber: http://images.google.co.id).
Kelinci New Zealand putih diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia,
filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Lagomorpha, famili Leporidae, genus
Oryctolagus dan species Oryctolagus cuniculus (Wikipedia 1998). Pada awalnya
kelinci ini merupakan kelinci asal Eropa yang ikut terdistribusikan selama masa
pelayaran orang Eropa menuju Australia dan New Zealand. Pada akhirnya kelinci
ini lebih terkenal dengan nama kelinci New Zealand. Kelinci ini terdiri dari
kelinci New Zealand putih, New Zealand merah dan New Zealand hitam. Kelinci
New Zealand putih lebih banyak diternakkan karena berbulu mulus, padat dan
tebal dengan ciri khas mata berwarna merah (Hustamin 2006) (Gambar 5).
Kelinci merupakan hewan model pertama yang digunakan dalam studi
atherosklerosis dan hiperkolesterolemia. Pada tahun 1933, Zeek mampu
menyeleksi jenis kelinci untuk menghadirkan ataupun meniadakan lesio arteri
pada kelinci. Hasilnya, ada kecenderungan peneliti untuk menjadikan kelinci New
zealand putih atau Dutch belted sebagai sumber daya yang paling tepat (Clarkson
et al.1974).
Berbagai jenis hewan dapat digunakan sebagai hewan coba, namun ada
beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi agar hewan tersebut dapat
dipakai sebagai model hewan percobaan, antara lain mudah diperoleh dan biaya
pemeliharaan yang relatif murah, penanganannya mudah dan mempunyai ukuran
yang tepat untuk mengikuti semua penyimpangan percobaan yang dapat
diantisipasi serta mempunyai karakteristik genetik yang diketahui dengan jelas
(Jokinen et al. 1985). Kelinci dan tikus merupakan contoh hewan coba yang biasa
digunakan dalam penelitian lipid, caranya dengan menginduksi status
hiperlipidemia kedua macam hewan tersebut. Tikus bersifat lebih resisten
dibandingkan kelinci. Kelinci dapat diinduksi menjadi hiperkolesterolemia hanya
dengan memberi pakan tinggi kolesterol, sedangkan induksi hiperkolesterolemia
pada tikus dilakukan dengan pemberian pakan tinggi kolesterol dan
propylthiouracil (PTU). Diet berlebih pada tikus tidak dapat meningkatkan
konsentrasi kolesterol serum secara mencolok karena kebanyakan kolesterol yang
baru diserap segera dikonversi menjadi asam empedu (Grundy 1991).
Metabolisme lipoprotein tikus berbeda dari kelinci dan manusia sehingga
asam kolat harus ditambahkan ke dalam diet agar terbentuk lesio atherosklerosis.
Laporan ini didukung oleh Amstrong dan Heistad (1990) yang menyatakan bahwa
tikus bukan merupakan hewan model yang ideal untuk studi atherosklerosis.
Kelinci adalah hewan yang sangat populer untuk model penelitian atherosklerosis.
Selain itu kelinci dipilih sebagai model percobaan dalam studi hiperkolesterolemia
karena kadar kolesterol kelinci sangat mudah ditingkatkan sehingga waktu untuk
mencapai tingkat kolesterol yang tinggi cukup cepat (Jokinen et al. 1985 dan
Mortensen et al. 1994). Jenis kelamin juga perlu dipertimbangkan dalam
penggunaan hewan coba. Penggunaan kelinci jantan dimaksudkan untuk
menghindari pengaruh hormonal (hormon estrogen) terhadap aktifitas reseptor-
LDL yang akan berpengaruh terhadap konsentrasi kolesterol darah (Grundy
1991). Selain itu, kelinci betina memiliki konsentrasi kolesterol serum lebih tinggi
dibandingkan jantan serta respon hiperkolesterolemia yang dihasilkan lebih
bervariasi (Clarkson et al.1974).
Beberapa penelitian tentang atherosklerosis telah dilakukan antara lain
oleh Daley et al. (1994), Momuat et al. (2001) dan Andriani et al. (2004).
Penelitian yang dilakukan Daley et al. (1994) memperlihatkan bahwa pemberian
diet kolesterol yang rendah pada kelinci (0,125% - 0,5%) dalam waktu enam
bulan dapat menyebabkan tingkat perkembangan luka yang sama seperti pada
manusia. Contoh lainnya adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Momuat et
al. (2001) yang menggunakan kelinci lokal jantan sebagai hewan model dalam
studi atherosklerosis. Dari hasil penelitiannya dinyatakan bahwa kelinci kelompok
hiperkolesterolemia ringan (pemberian pakan 0,1% kolesterol) yang diberi minyak
sawit memiliki kadar kolesterol aorta lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok hiperkolesterolemia berat (pemberian pakan mengandung 0,5%
kolesterol).
Preparat Antihiperlipidemia
Hanya dengan diet yang tepat dan olah raga yang optimal, sebagian besar
kadar lipid darah penderita hiperlipidemia sudah dapat terkontrol, namun bila diet
dan olahraga tidak bisa menekan kadar lemak darah yang tinggi, sebagai tindakan
terakhir digunakan obat penurun lemak darah (Dalimartha 2002). Obat penurun
lemak darah umumnya efektif, tetapi sebelum digunakan perlu memperhatikan
hal-hal khusus terlebih dahulu seperti kemampuan meningkatkan kolesterol HDL,
menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol LDL. Perlu pula memperhatikan
efek samping obat, kesesuaian khasiat dengan harga obat dan pertimbangan klinis.
Jika kadar lemak darah tetap tinggi setelah obat diberikan, tentunya memerlukan
obat yang lebih kuat atau bahkan diperlukan kombinasi obat. Selama pengobatan
dengan obat antihiperlipidemia atau hipolipidemik, diet dan olahraga harus tetap
dijalankan. Obat antihiperlipidemia sampai saat ini terdiri dari beberapa golongan
sebagai berikut :
1. Golongan Resin Pengikat Asam Empedu (Sequestrans)
Golongan obat ini bekerja dengan cara mengikat asam empedu sehingga
asam tersebut tetap berada di dalam usus dan proses resirkulasi ke hati (siklus
enterohepatik) tidak terjadi. Akibatnya akan terjadi peningkatan penggunaan
kolesterol di hati sebagai bahan baku getah empedu sehingga cadangan kolesterol
di hati menurun. Keadaan ini akan menyebabkan cadangan kolesterol yang berada
di dalam darah dipergunakan, sehingga kadar kolesterol di dalam darah akan
menurun. Golongan obat ini berkhasiat untuk menurunkan kadar kolesterol total
dan kolesterol LDL serta meningkatkan kadar kolesterol HDL, namun pada pasien
yang kadar trigliseridanya lebih dari 250 mg/dl, obat ini malah menaikkan kadar
trigliserida dan menurunkan kadar kolesterol HDL (Dalimartha 2002). Obat ini
tergolong kuat dengan efek samping ringan berupa gangguan pencernaan seperti
nyeri ulu hati, kembung, mual, muntah, diare, bersendawa, konstipasi dan
memperburuk penyakit wasir (hemoroid). Contoh obat golongan ini adalah
kolestiramin dan kolestipol.
2. Golongan Asam Nikotinat (Niasin)
Asam nikotinat atau niasin merupakan bagian dari vitamin B kompleks
yang banyak terdapat pada biji-bijian dan kacang-kacangan. Niasin berkhasiat
untuk semua kelainan fraksi lemak. Golongan ini mempengaruhi aktivitas enzim
lipoprotein lipase sehingga terjadi penurunan produksi VLDL di hati. Akibatnya,
kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida menurun. Niasin juga dapat
meningkatkan kolesterol HDL (Mayes 2003). Efek samping golongan obat ini
jarang menyebabkan gangguan pencernaan, tetapi bisa menimbulkan vasodilatasi
pembuluh darah kulit (kulit menjadi merah, gatal dan terasa panas), sakit kepala,
gangguan fungsi hati, meningkatnya kadar asam urat darah, timbul resistensi
insulin dan naiknya kadar gula darah. Adanya efek samping tersebut menyebakan
obat ini tidak bisa diberikan pada penderita diabetes mellitus, hepatitis, ulkus
lambung, aritmia dan penderita reumatik gout. Contoh obat golongan ini adalah
asam nikotinat dan acipimox (Dalimartha 2002).
3. Golongan Asam Fibrat
Efek golongan asam fibrat adalah meningkatkan aktivitas lipoprotein
lipase sehingga menghambat produksi VLDL di hati dan meningkatkan aktivitas
reseptor LDL. Obat golongan ini terutama menurunkan trigliserida yang tinggi di
dalam darah, meningkatkan kolesterol HDL serta mempunyai efek yang baik
terhadap penurunan kolesterol total dan kolesterol LDL. Efek samping yang
paling sering muncul adalah gangguan saluran pencernaan berupa mual, diare,
kembung, nyeri perut, meningkatnya enzim-enzim transaminase (SGOT, SGPT),
nyeri otot, kegatalan dan ruam pada kulit. Efek samping yang jarang antara lain
turunnya libido, impoten, alopesia, depresi, gangguan penglihatan, ikterus
kolestatik, meningkatnya pembentukan batu empedu, neuritis perifer dan
paresthesia. Kontra indikasi obat ini adalah pada penderita gangguan fungsi hati
dan ginjal berat serta penderita penyakit kantung empedu, karena asam fibrat
dapat memperberat penyakit tersebut. Contoh obat yang termasuk golongan ini
adalah bezafibrat, fenofibrat, gemfibrozil, simfibrat, siprofibrat dan klofibrat
(Dalimartha 2002).
4. Golongan Statin
Statin atau inhibitor HMG-KoA reduktase adalah kelompok obat penurun
lipid yang digunakan untuk menurunkan level kolesterol dengan menghambat
kerja enzim HMG-KoA reduktase. Gangguan pada aktivitas enzim ini akan
menyebabkan penurunan jumlah asam mevalonat yang merupakan prekursor
kolesterol (Dalimartha 2002). Hambatan enzim HMG-KoA di hati akan
menstimulasi LDL reseptor sehingga meningkatkan pembersihan LDL dari aliran
darah dan menurunkan level kolesterol darah. Penurunan level kolesterol darah ini
terlihat setelah seminggu pemakaian dan efek maksimal terlihat setelah empat
sampai enam minggu penggunaan. Walaupun demikian, obat-obat golongan statin
sintetik harganya mahal (Lam et al. 2004). Menurut Fusegawa et al. (1993), obat
penghambat HMG-KoA reduktase ini merupakan obat penurun lipid yang paling
baru, luas penggunaannya dan efektif terhadap non-familial dan familial
hiperkolesterolemia. Dengan mempertimbangkan kepatuhan, efek samping dan
efektivitasnya, statin adalah obat pilihan untuk pasien hiperkolesterolemia atau
hiperlipidemia karena merupakan bentuk paling kuat dari monoterapi dan hemat
biaya bagi pasien dengan penyakit arteri koroner atau berbagai faktor-faktor
resiko dan pencegahan bagi pasien dengan resiko tinggi primer.
Dibandingkan obat penurun kolesterol lainnya, statin memiliki efek
penurun LDL kolesterol terbesar sehingga statin dijadikan obat utama untuk
mengatasi hiperkolesterolemia (Daniel 2006). Efisiensi penyerapan statin dalam
tubuh adalah 30% dan efisiensi ini akan meningkat jika diberikan bersama
makanan. Sesudah penyerapan, statin akan ditransport ke hati melalui sirkulasi
portal. Hati adalah bagian prinsip dari aksi statin. Statin dimetabolisme di dalam
hati dalam kaitannya dengan asam beta hidroksi yang merupakan inhibitor HMG-
KoA reduktase. Efek samping yang ditimbulkan obat golongan statin berupa nyeri
otot, nyeri dada, sakit kepala, nausea, vomitus, diare dan rasa lelah. Pasien dengan
penyakit hati, wanita hamil dan menyusui dilarang menggunakan obat ini.
Kombinasi obat golongan ini dengan derivat asam fibrat dan asam nikotinat perlu
pemantauan yang ketat (Dalimartha 2002). Contoh obat yang termasuk golongan
ini dan beberapa kombinasi pemakaiannya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kombinasi, jenis produk dan asal statin.
Statin Jenis Produk Asal Atorvastatin Lipitor, Torvast Sintetik Cerivastatin Lipobay, Baycol. Sintetik Fluvastatin Lescol, Lescol XL Sintetik Lovastatin Mevacor, Altocor Hasil fermentasi
Mevastatin - Komponen alamiah yang ditemukan pada ragi beras merah
Pitavastatin Livalo, Pitava Sintetik
Pravastatin Pravachol, Selektine, Lipostat
Hasil fermentasi
Rosuvastatin Crestor Sintetik
Simvastatin Zocor, Lipex Hasil sintetik dari produk fermentasi
Simvastatin kombinasi ezetimibe Vytorin Kombinasi
Lovastatin kombinasi niacin extended-release Advicor Kombinasi
Atorvastatin kombinasi amlodipine besylate Caduet Terapi kombinasi kolesterol dan
tekanan darah Sumber: Wikipedia 2008
Simvastatin
Simvastatin merupakan nama generik obat, sedangkan nama dagangnya
adalah Zocor. Simvastatin adalah obat penurun kolesterol yang bekerja dengan
menghambat produksi kolesterol di hati, di usus, menurunkan kolesterol darah
secara keseluruhan dan menurunkan kadar LDL-kolesterol darah. Indikasi
penggunaan simvastatin adalah untuk penderita hiperkolesterolemia primer,
pasien yang tidak cukup memberikan respon terhadap diet, mengurangi kejadian
klinis, memperlambat progresif atherosklerosis koroner pada pasien penyakit
jantung koroner dan penderita kadar kolesterol 5,5 mmol/l atau lebih. Kontra
indikasi sediaan ini adalah untuk wanita hamil, menyusui, pasien dengan penyakit
hati aktif atau peningkatan serum transaminase yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Dosis tunggal awal adalah 10 mg/hari. Dalam interval kurang dari
empat minggu dosis dapat menyesuaikan dalam kisaran lazim 10-40 mg/hari.
Penderita penyakit jantung koroner awal 20 mg/hari. Efek samping simvastatin
adalah pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, dispepsia, mual, ruam kulit, nyeri
abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan, hepatitis dan anemia (Hapsari 2007).
5. Golongan lain
Obat probukol bekerja menurunkan kolesterol total dan kolesterol LDL
dengan cara meningkatkan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Obat
antilipidemik ini bekerja lewat proses antioksidan untuk mencegah oksidasi LDL-
kolesterol sehingga kadar LDL-kolesterol menurun di dalam darah. Walaupun
demikian, obat ini juga menurunkan HDL-kolesterol sehingga obat ini hanya
dijadikan sebagai obat pilihan kedua. Efek samping yang paling sering timbul
adalah gangguan pencernaan, diare, flatus, mual, vomitus, kolik dan kebengkakan
angioneurotik. Wanita hamil dan penderita infark jantung dianjurkan tidak
menggunakan obat ini (Dalimartha 2002). Preparat lain adalah sitosterol yang
dapat menurunkan kolesterol darah yaitu beberapa senyawa sterol yang secara
kimia mirip kolesterol dan berasal dari sayuran dan buah-buahan. Sitosterol
diabsorbsi buruk di dalam usus sehingga akan memperkecil absorbsi kolesterol
dan esterifikasinya dalam sel epitel saluran cerna (Mutschler 1991).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik,
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
pada Januari sampai Desember 2007.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah 9 buah kandang
individu ukuran 50x50x45 cm3 yang dilengkapi tempat makan dan minum serta
wadah kotoran kelinci, timbangan, spoit 3 ml tanpa jarum, sendok, gelas, kertas
label, alat-alat nekropsi, cawan petri, inkubator, blok (cetakan), mikrotom (mode
820 Reg 17664), alat dehidrasi (Sakura, automatic tissue processor), alat
embedding (Sakura, tissue embedding console), staining jar, gelas objek, gelas
penutup dan mikroskop cahaya.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari: 9 ekor kelinci putih
New Zealand jantan umur empat bulan dengan bobot badan ±2,5 kilogram,
kolesterol murni sigma®, preparat antihiperkolesterolemia Simvastatin®, pakan
pelet kelinci Rb 12, Aqua®, alas koran, Sulfamix®, Albendazole® serta bahan-
bahan kimia lainnya yang digunakan untuk membuat preparat histopatologi hati
kelinci yaitu formalin, parafin, alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut, xylol,
zat warna HE (Hematoksilin Eosin), perekat Permount®.
Metode Penelitian
Persiapan Hewan coba
Setelah diperiksa kesehatannya secara fisik, masing-masing kelinci
dimasukkan ke dalam kandang dan diberi label. Hari pertama kelinci dipuasakan
agar tidak stres dan diberikan cairan glukosa 5% secukupnya. Keesokan harinya
kelinci diberi pakan ±100 gram/hari dalam dua kali pemberian (pagi dan sore hari)
dan minum ad libitum. Sebelum perlakuan, kelinci diadaptasikan pada kondisi
kandang selama dua minggu.
Selama masa adaptasi, seluruh kelinci diberi pakan, minum, obat
anticoccidiosis (Sulfamix®) dan antihelminthik (Albendazole®) sesuai dosis
kemasan. Waktu pemberian kedua obat bergantian dengan pola pemberian 3-2-3
yaitu tiga hari pemberian obat anticoccidiosis berturut-turut, dilanjutkan dua hari
pemberian antihelminthik dan tiga hari berikutnya diberikan anticoccidiosis
kembali. Pakan kelinci diberikan ±100 gram/hari dan sisa pakan ditimbang. Air
minum diberikan ad libitum dan alas kandang berupa baki berisi kotoran kelinci
dibersihkan setiap harinya.
Perlakuan Hewan Coba
Setelah masa adaptasi, didapatkan rata-rata konsumsi pakan kelinci 100
gram/hari dan pemberian pakan diganti menjadi sekali sehari. Kelinci dibagi
menjadi 3 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 ekor kelinci yang dipilih
secara acak. Pada masing-masing kelompok ditambahkan lagi 1 ekor untuk
dijadikan cadangan. Ketentuan perlakuan adalah: (1) kelompok kontrol negatif
diberi pakan Rb 12 sebanyak 100 gram/hari dan air minum ad libitum serta
dicekok aquades (perlakuan berlangsung selama 13 minggu); (2) kelompok
kontrol positif diberi pakan Rb 12 sebanyak 100 gram/hari, air minum ad libitum
dan dicekok kolesterol Sigma® 0,2 gram/ekor (perlakuan selama 13 minggu); (3)
kelompok perlakuan antihiperlipidemia diberi pakan 100 gram/hari, air minum ad
libitum dan pencekokan kolesterol Sigma® 0,2 gram/ekor. Setelah 1 bulan
perlakuan, dilakukan pencekokan antihiperlipidemia Simvastatin® dengan dosis
0,625 mg/ekor hingga akhir penelitian.
Untuk memantau kadar lipid darah, setiap 4 minggu sekali diambil sampel
darah dan diperiksa kadar kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida darah
(Gambar 6). Pada hari terakhir penelitian, kelinci dimatikan secara exanguinasi.
Setelah hewan mati, dilakukan nekropsi untuk mengambil organ hati dan
dilakukan pengamatan perubahan patologi anatomi hati. Hati kelinci disimpan
dalam pot plastik yang sudah terisi buffer netral formalin (BNF)10% dan
dibiarkan selama 24 jam sebelum dibuat preparat histopatologi.
Pencekokan kolesterol (kelompok kontrol positif dan perlakuan antihiperlipidemia) Minggu
ke-
Adaptasi Pemberian antihiperlipidemia
Keterangan: garis tebal mengindikasikan waktu pengambilan darah kelinci. Gambar 6. Bagan perlakuan kontrol positif dan antihiperlipidemia.
Pembuatan Preparat Histopatologi
Setelah organ hati terfiksasi, hati diiris kurang lebih 3 mm, didehidrasi
dengan menggunakan larutan alkohol konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90% dan
95%) selama 8 jam, dilanjutkan dengan alkohol absolut I, II dan III masing-
masing selama 2 jam. Selanjutnya organ hati dijernihkan menggunakan xylol I
dan II masing-masing 2 jam. Tahap selanjutnya organ hati diinfiltrasi dengan
parafin. Semua proses diatas dilakukan secara otomatis dengan mesin tissue
processor dan tissue embedding console. Setelah jaringan mengeras, blok jaringan
dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 mikron dan dilekatkan
pada gelas objek.
Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) dilakukan untuk melihat morfologi
jaringan hati. Pewarnaan diawali dengan deparafinasi dan dehidrasi. Selanjutnya
sediaan diwarnai dengan Hematoksilin selama 1 menit dan pewarna Eosin selama
2 menit. Setelah diwarnai, sediaan dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditetesi
dengan perekat Permount® dan kemudian ditutup dengan gelas penutup. Setelah
itu, preparat siap untuk diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.
Pemeriksaan Preparat Histopatologi
Pengamatan mikroskopik preparat histopatologi hati kelinci dilakukan
menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dilanjutkan dengan
400x. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah sel yang mengalami
degenerasi hidropis, degenerasi lemak, yang mengalami kematian dan sel hati
normal disekitar dua puluh lapang pandang vena yaitu sepuluh buah vena sentralis
dan sepuluh vena porta. Luas lapang pandang adalah 176µm2 (lensa objektif 40x).
-2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Analisis Data
Data diperoleh dengan menghitung persentase sel normal, sel yang
mengalami degenerasi maupun yang mengalami kematian. Data kadar lipid darah
(kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida), SGOT, SGPT dan persentase lesio
hepatosit dianalisis menggunakan uji ANOVA dan apabila hasilnya nyata
dilanjutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Patologi Anatomi Organ Hati Kelinci
Hasil pengamatan patologi anatomi hati kelompok kontrol negatif,
kelompok kontrol positif dan kelompok antihiperlipidemia menunjukkan adanya
perbedaan. Hati kelompok kontrol negatif menunjukkan kondisi yang normal
seperti warna merah coklat, ukuran normal dengan tepi tajam, permukaan rata dan
konsistensi lembut (Carlton & Mc Gavin 1995) sebagaimana yang terlihat pada
Gambar 7. Hati kelompok kontrol positif secara makroskopis terlihat
membengkak, kekuningan, dipalpasi terasa lunak dan bidang sayatan licin, namun
sebagian lainnya menunjukkan warna yang belang dan terlihat membengkak
(Gambar 8). Pada hati kelompok perlakuan antihiperlipidemia terlihat sedikit
membengkak, berwarna coklat muda, belang dan kepucatan. Sebagian hati
kelompok perlakuan lainnya memperlihatkan warna coklat kepucatan, kapsula
pembungkus yang mengeriput, serta konsistensi yang lunak (Gambar 9). Untuk
dapat mengamati perubahan dan kondisi hati lebih lanjut maka dilakukan
pengamatan dengan melihat kondisi hati secara mikroskopis.
Gambar 7. Gambaran patologi anatomi hati kelinci pada kelompok kontrol negatif, hati
berwarna gelap merata.
Gambar 8. Gambaran patologi anatomi hati kelinci pada kelompok kontrol positif, hati
terlihat pucat berbintik kuning.
Gambar 9. Gambaran patologi anatomi hati kelinci pada kelompok perlakuan
antihiperlipidemia, hati terlihat pucat. Data Kimia Darah Kelinci
Glickman & Sabesin (1988) dalam Ji YK et al. (2002), menyatakan bahwa
dalam merespon kelebihan kolesterol hati, proses tersebut dikaitkan dengan
sintesis, sekresi, perubahan bentuk dan pembersihan kolesterol dari sirkulasi.
Rata-rata kadar kolesterol total, trigliserida, LDL-kolesterol dan HDL-kolesterol
darah ditampilkan pada Tabel 2, 3, 4 dan 5 :
Tabel 2. Rata-rata kadar kolesterol total darah kelinci selama 12 minggu.
Kadar Kolesterol (mg/dl) Kelompok
Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-8 Minggu ke-12
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Antihiperlipidemia
53,17±23,11a
49,63±18,79a
77,50±23,64a
35,97± 9,58a
226,8±71,82b
65,03±28,31a
39,03± 14,83a
434,9±191,51b
90,27± 34,59a
38,27± 11,55a
634,2±107,11b
68,40± 52,80a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Sumber : Nurjanah 2008 Tabel 3. Rata-rata kadar trigliserida darah kelinci selama 12 minggu.
Kadar Trigliserida (mg/dl) Kelompok
Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-8 Minggu ke-12
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Antihiperlipidemia
52,57±20,19a
56,67±16,35a
43,03±17,04a
38,87± 9,53a
102,8± 2,51b
26,33±13,85a
39,73±8,89a
162,5±7,13b
28,20±8,02a
39,80±10,34a
223,6±25,15c
82,03±31,28b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Sumber : Nurjanah 2008
Tabel 4. Rata-rata kadar LDL-kolesterol darah kelinci selama 12 minggu.
Kadar LDL (mg/dl) Kelompok
Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-8 Minggu ke-12
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Antihiperlipidemia
41,23± 6,85a
52,93±30,28a
70,67±12,73a
15,27± 5,10a
147,7±51,21b
63,87±25,23a
17,33± 4,21a
293,7±102,7b
46,10±15,93a
40,37± 9,95a
342,9±174,4b
82,40± 8,43a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Sumber : Nurjanah 2008
Tabel 5. Rata-rata kadar HDL-kolesteol darah kelinci selama 12 minggu.
Kadar HDL (mg/dl) Kelompok
Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-8 Minggu ke-12
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Antihiperlipidemia
24,07± 8,13a
22,03± 7,51a
39,63±20,50a
49,43± 9,09a
52,23±16,80a
73,00±23,02a
55,40±15,48a
52,63±11,04a
84,67±56,92a
64,30±12,05b
28,10±17,73a
58,90± 5,86b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Sumber : Nurjanah 2008
Hiperlipidemia ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol, LDL,
kadang disertai peningkatan trigliserida serta diikuti penurunan kadar HDL. LDL
membawa paling banyak kolesterol di dalam darah dan sering dinamakan
kolesterol “jahat” karena kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan
mengendapnya kolesterol di dalam arteri. HDL mengangkut kolesterol lebih
sedikit dibandingkan dengan jenis lainnya. HDL-kolesterol sering disebut
kolesterol “baik” karena dapat membawa kelebihan kolesterol “jahat” di
pembuluh arteri dan kembali ke hati untuk diproses dan dibuang (Marinetti 1990;
Dalimartha 2002; Bangun 2003).
Rata-rata kadar kolesterol total, trigliserida dan LDL kelinci kelompok
antihiperlipidemia lebih rendah mulai minggu ke-4 hingga minggu ke-12
dibandingkan kelompok kontrol positif. Hasil perbandingan kedua data
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Hal ini menunjukkan antihiperlipidemia
Simvastatin® mampu menekan kadar kolesterol, trigliserida dan LDL pada aliran
darah. Statin mengurangi produksi kolesterol tubuh dengan cara menghambat
kerja enzim HMG-KoA (3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A) reduktase yang
berperan aktif dalam sintesis kolesterol di hati.
Rata-rata kadar HDL darah kelinci kelompok antihiperlipidemia
meningkat pada minggu ke-4 hingga minggu ke-12 dibandingkan kelompok
kontrol positif. Namun peningkatan kadar HDL berbeda nyata hanya pada minggu
ke-12 saja (p<0,05). HDL-kolesterol berperan mengirim kelebihan kolesterol jahat
atau LDL-kolesterol dari arteri kembali ke hati untuk diproses dan dibuang
(Marinetti 1990; Dalimartha 2002; Bangun 2003). Hasil rata-rata HDL ini
menunjukkan antihiperlipidemia mampu meningkatkan kadar HDL (kolesterol
baik) di dalam darah sehingga bisa menekan jumlah kolesterol, trigliserida dan
LDL-kolesterol yang berlebihan.
Gambaran Histopatologi Organ Hati Kelinci
Dari hasil pengamatan histopatologi ditemukan perubahan di parenkim
hati. Perubahan ini terjadi pada kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol
positif maupun kelompok antihiperlipidemia. Perbedaan antara tiga kelompok
ditunjukkan oleh derajat keparahan kerusakan hati. Pada parenkim hati seluruh
kelompok ditemukan hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis, degenerasi
lemak dan kematian sel. Gambaran histopatologi masing-masing perlakuan
disajikan pada Gambar 10, 11 dan 12 berikut.
Gambar 10. Gambaran histopatologi jaringan hati kelompok kontrol negatif. A. Hepatosit
normal, B. Kematian sel. Pewarnaan HE, Bar: 2 µm.
B
A
Gambar 11. Gambaran histopatologi jaringan hati kelompok kontrol positif. A. Hepatosit
normal, B.Kematian sel dengan inti piknosis, C. Degenerasi hidropis dan D. Degenerasi lemak. Pewarnaan HE, Bar: 2 µm.
Gambar 12. Gambaran histopatologi jaringan hati kelompok antihiperlipidemia. A. Hepatosit normal, B. Kematian sel dengan inti piknosis dan C. Degenerasi hidropis. Pewarnaan HE, Bar: 2 µm.
A
B
D
C
C
B
A
Perhitungan persentase hepatosit yang mengalami lesio degenerasi
hidropis, degenerasi lemak dan mengalami kematian pada tiap lapang pandang
ditampilkan pada Tabel 6 dan Gambar 13.
Tabel 6. Persentase lesio histopatologi hepatosit kelinci terhadap perlakuan.
Persentase Hepatosit (%) Kelompok
Normal Degenerasi
Hidropis
Degenerasi
Lemak Kematian Sel
Kontrol Negatif 91,96± 0,95b 2,81± 2,60a 0,03±0,06a 5,20±1,77a
Kontrol Positif 32,48±12,91a 49,3±28,83b 13,54±20,4a 4,65±0,88a
Antihiperlipidemia 80,32±12,46b 8,46±11,11a 2,24±1,47a 8,98±1,22b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kontrol Negatif Kontrol Positif Antihiperlipidemia
Kelompok
Pers
enta
se (%
)
Kematian SelDegenerasi lemakDegenerasi HidropisSel Normal
Gambar 13. Diagram persentase lesio histopatologi hepatosit kelinci terhadap perlakuan.
Persentase hepatosit normal pada antihiperlipidemia cenderung sama
dengan kelompok kontrol negatif atau tidak berbeda nyata (p>0,05). Persentase
hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis pada kelompok antihiperlipidemia
lebih sedikit dari kontrol positif dan berbeda nyata (p<0,05). Persentase hepatosit
yang mengalami degenerasi lemak pada kelompok antihiperlipidemia lebih sedikit
dibandingkan kelompok kontrol positif, namun tidak berbeda nyata (p>0,05).
Sementara persentase hepatosit yang mengalami kematian pada kelompok
antihiperlipidemia cenderung meningkat dibandingkan kontrol positif (p<0,05).
Tingginya persentase hepatosit normal pada kelompok antihiperlipidemia
menunjukkan antihiperlipidemia dapat menurunkan lesio degenerasi hidropis dan
degenerasi lemak. Persentase sel normal yang diperoleh pada kelompok
antihiperlipidemia cenderung sama dengan sel normal kelompok kontrol negatif,
namun di sisi lain persentase hepatosit yang mengalami kematian pada kelompok
antihiperlipidemia menunjukkan peningkatan dibandingkan kelompok kontrol
positif. Penurunan persentase hepatosit normal pada kelompok kontrol positif,
membuktikan bahwa pemberian kolesterol yang berlebihan dapat menyebabkan
kerentanan hepatosit mulai dari degenerasi hidropis, degenerasi lemak hingga
kematian sel.
Degenerasi hidropis merupakan perubahan yang bersifat sementara
(reversible) karena setelah melewati perubahan ini sel dapat membaik normal atau
dapat pula mengalami kerusakan lebih lanjut membentuk degenerasi lemak hingga
nekrosis (Cheville 1999). Sel hati terlihat mengalami perluasan, terjadi
pembengkakan dan kepucatan sitoplasma, kadang terbentuk vakuolisasi beraspek
keruh, plasma bergranul, serta inti sel kurang jelas. Kelebihan jumlah kolesterol di
dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya kerusakan membran plasma sel.
Kerusakan ini menyebabkan gangguan pompa sodium-potasium sehingga
berdampak pada peningkatan volume sodium (Na+), kalsium (Ca2+), plasma
protein dan air di dalam sel. Disamping itu terjadi pengurangan volume potasium
(K+) dan enzim di dalam sitoplasma sel tersebut. Keadaan ini menyebabkan cairan
disekitar sel akan merembes masuk ke dalam sel dan menyebabkan kebengkakan
sel sehingga sel mengalami degenerasi hidropis (Cheville 1999).
Perubahan hepatosit berupa degenerasi hidropis terjadi pada seluruh
kelompok perlakuan, termasuk kelompok kontrol negatif. Degenerasi dan
kematian sel pada kelompok kontrol negatif bisa terjadi secara fisiologis dan
dalam jumlah yang relatif sedikit. Kemungkinan lain disebabkan adanya
gangguan metabolisme yang tidak spesifik pada organ hati maupun organ lainnya.
Hal ini mungkin saja terjadi karena hewan yang digunakan bukanlah hewan
Specific Pathogen Free (SPF) sehingga ditemukan perubahan-perubahan tersebut
(Spector 1993).
Dilihat dari jumlah persentase hepatosit yang mengalami degenerasi
lemak, maka persentase sel yang paling banyak mengalami lesio ini adalah
kelompok kontrol positif. Persentase hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
pada semua perlakuan tidak memberikan hasil yang nyata (p>0,05). Kelompok
kontrol positif tidak menunjukkan lesio degenerasi lemak yang mencolok. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai persentase lesio hepatosit yang sangat bervariasi
sehingga nilai simpangan baku melebihi persentase rata-rata lesio. Faktor yang
paling mempengaruhi hal ini adalah daya tahan kelinci yang berbeda-beda dalam
menghadapi penyebab kerusakan sel. Variasi daya tahan individu yang berbeda-
beda terhadap pemberian kolesterol secara terus-menerus dan dalam jangka lama
menunjukkan lesio hepatosit yang berbeda pula pada setiap individu.
Lesio degenerasi lemak membutuhkan gangguan yang hebat pada
metabolisme lemak sel. Beberapa jaringan akan mengakumulasi lipid yang
banyak pada sitoplasma sel saat mengalami kerusakan, tetapi beberapa jaringan
yang lain akan memproduksi lipid lebih sedikit (Cheville 1999). Akumulasi lemak
dalam sel hati biasanya terjadi bila terlalu banyak asupan asam lemak bebas,
peningkatan pembentukan lipid di dalam sel hati akibat toksin yang merusak jalur
metabolisme lemak, hipoksia kronis yang menghambat kerja enzim pada
metabolisme lemak dan kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan peningkatan
mobilisasi lemak dari jaringan adiposa seperti pada saat kelaparan dan diabetes
mellitus. Degenerasi lemak secara mikroskopis akan memperlihatkan sel hati
membesar berisi vakuola-vakuola lemak pada sitoplasma. Biasanya degenerasi
lemak diikuti dengan degenerasi hidropis, inti piknosis dan karyolisis (Carlton &
Mc Gavin 1995; Cheville 1999).
Lemak biasanya ditranspor ke hati melewati gastrointestinalis dan jaringan
adiposa dalam bentuk kilomikron dan asam lemak bebas (trigliserida). Pada saat
terjadi degenerasi lemak, trigliserida tidak mengalami perubahan menjadi
lipoprotein akibat enzim yang digunakan dalam metabolisme lemak dihambat oleh
toksin. Asam lemak akhirnya digunakan untuk memproduksi energi di dalam
mitokondria. Akibatnya hepatosit akan melewati jalur metabolisme lipid yang
tidak normal, sehingga substrat molekul lemak seperti kolesterol, fosfolipid, atau
asam lemak akan terakumulasi intraseluler. Kondisi tersebut dikuatkan oleh
pernyataan Gupta et al. (1976), dalam Ji YK et al. (2002) dan Remaley et al.
(1995), yang menyatakan bahwa hiperkolesterolemia yang dihasilkan melalui
suplai diet dengan kadar kolesterol tinggi menyebabkan deposit lemak di hati dan
menyebabkan pengurangan populasi hepatosit. Hal ini disebabkan malfungsi
pembersihan hati yang terlihat pada mikrovaskular steatosis karena akumulasi
lipid intraseluler.
Persentase hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis dan degenerasi
lemak pada kelompok antihiperlipidemia lebih sedikit dibandingkan dengan
kontrol positif. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah agen penyebab kerusakan
sel, dalam hal ini kolesterol, asam lemak dan trigliserida. Seluruh kolesterol
disintesis di dalam tubuh dari asetil-KoA membentuk mevalonat melewati reaksi
penting yang membatasi laju lintasan tersebut dan dikatalisis oleh enzim HMG-
KoA (3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A) reduktase. Unit isoprenoid lima-
karbon terbentuk dari mevalonat, dan enam unit isoprenoid mengadakan
kondensasi untuk membentuk skualen. Skualen mengalami kondensasi untuk
membentuk senyawa induk steroid ianosterol yang setelah mengalami kehilangan
tiga gugus metilnya membentuk kolesterol (Mayes 2003). Mekanisme kerja
antihiperlipidemia golongan statin yang digunakan yaitu menurunkan level
kolesterol dengan menghambat kerja enzim HMG-KoA reduktase yang berperan
aktif dalam sintesis kolesterol di hati. Gangguan aktivitas enzim ini menyebabkan
penurunan jumlah asam mevalonat yaitu prekursor kolesterol. Hambatan enzim
HMG-KoA di hati akan menstimulasi LDL reseptor sehingga meningkatkan
pembersihan LDL dari aliran darah dan menurunkan level kolesterol darah
sehingga persentase kerusakan sel hati akibat lemak dan kolesterol juga ikut
berkurang.
Dua mekanisme dalam proses terjadinya kematian sel yaitu apoptosis dan
nekrosis. Nekrosis merupakan tahapan perubahan lanjut dari degenerasi lemak
yang tidak bisa dijangkau proses degeneratif. Jika hati kalah menghadapi agen
penyebab kerusakan, maka hati mengalami degenerasi, jika keparahan sel
bertambah, dilanjutkan dengan nekrosis dan fibrosis pada tahap akhir (Carlton &
Mc Gavin 1995 dan Wanless et al. 1996). Nekrosis melibatkan sekelompok besar
sel dan disekitar sel tersebut sering ditemukan sel radang. Hal inilah yang
membedakan nekrosa dan tindakan bunuh diri sel yang sering disebut apoptosis.
Nekrosis pada sel hati disebabkan sel kekurangan oksigen atau makanan
(iskhemia) serta sel yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Kematian sel hati juga dipengaruhi oleh kondisi tubuh seperti anemia, gagal
jantung dan obstruksi vena porta. Konsumsi lemak yang berlebihan menyebabkan
absorbsi lemak meningkat mengakibatkan tersumbatnya vena porta yang berperan
penting dalam mentranspor lemak dari usus ke hati (Hayes 2004). Sel yang
mengalami nekrosis ditandai dengan warna sitoplasma yang lebih asidofilik
(merah). Perubahan sitoplasma menyebabkan satu dari tiga perubahan yang jelas
terjadi pada nukleus sel hati, diantaranya: karyolisis (inti sel menghilang),
karyoreksis (inti sel hancur) dan piknosis (inti sel mengecil) (Cheville 1994 dan
Hayes 2004).
Hasil rata-rata kadar kolesterol total, trigliserida dan LDL darah kelinci
menunjukkan kesesuaian data dengan hasil persentase kerusakan hepatosit dan
menunjukkan keefektifan antihiperlipidemia sebagai terapi hiperlipidemia pada
hati kelinci. Persentase hepatosit yang mengalami kematian sel pada perlakuan
antihiperlipidemia lebih banyak dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini
kemungkinan disebabkan obat antihiperlipidemia Simvastatin® yang merupakan
senyawa kimia atau obat sintetik hasil produk fermentasi yang mempunyai efek
samping pada jaringan. Untuk mendukung hasil perhitungan persentase kematian
hepatosit, maka dilakukan pengukuran kadar SGOT (serum glutamic-oxaloacetic
transaminase) dan SGPT (serum glutamic-pyruvic transaminase) darah pada
minggu ke-12 (Tabel 7).
Tabel 7. Rata-rata kadar SGOT dan SGPT darah kelinci pada minggu ke-12.
Minggu ke-12 Kelompok
SGPT SGOT
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Antihiperlipidemia
42,00±15,6a
73,00±22,9b
93,33± 6,03b
38,33±9,29a
63,33±13,1b
92,67±4,93c
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Sumber : Nurjanah 2008
Uji kimia darah untuk mengetahui fungsi hati secara umum adalah AST
(aspartat transaminase) yang di Indonesia lebih sering disebut sebagai SGOT
(serum glutamic-oxaloacetic transaminase) dan ALT (alanine transaminase) yang
biasanya dikenal sebagai SGPT (serum glutamic-pyruvic transaminase).
Peningkatan kadar SGOT dan SGPT akan terjadi jika adanya pelepasan enzim
secara intraseluler ke dalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati. Nekrosis
merupakan manifestasi dari kerusakan atau radang hati secara akut misalnya
nekrosis hepatoseluler atau infark myokardium. Enzim SGPT lebih spesifik
terhadap kerusakan hati dibanding SGOT, sedangkan enzim SGOT tidak 100%
dihasilkan di hati, sebagian kecil juga diproduksi oleh sel otot, jantung, pankreas
dan ginjal (Gmikro 2006). Nilai SGPT yang dianggap normal adalah 0-55 u/l.
Pada kejadian sirosis terjadi peningkatan nilai SGPT 2-4 kali dari nilai normal.
Nilai normal SGOT berkisar dari 3-45 u/l. Peningkatan kadar enzim ini hingga 2
kali normal masih dikatakan belum bermakna.
Rata-rata SGPT dan SGOT minggu-12 pada kelompok antihiperlipidemia
terlihat lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol positif. Namun hasil
perhitungan statistik pada kedua perlakuan ini berbeda nyata hanya pada rata-rata
SGOT (p<0,05). Hal ini menunjukkan adanya efek toksik antihiperlipidemia
Simvastatin® sehingga menyebabkan nekrosis hepatosit sehingga diproduksinya
enzim tersebut secara berlebihan dan dilepaskan ke aliran darah. Kadar kedua
enzim ini melebihi dua kali kadar enzim SGPT dan SGOT kontrol negatif
sehingga dapat dikatakan mulai terjadi perubahan yang bermakna pada organ hati.
Kerusakan hepatosit yang agen penyebabnya berasal dari saluran
pencernaan umumnya dimulai dari vena porta yang kemudian meluas ke vena
sentralis (Lu 1995). Hal ini dikarenakan suplai darah yang membawa lemak atau
kolesterol ataupun toksin dari usus menuju ke hati melalui vena porta. Apabila
darah dari usus mengandung toksin atau lemak maka kerusakan awal akan
ditemukan pada hepatosit di sekitar vena porta. Zat toksin dan lemak tersebut akan
dimetabolisme oleh hati. Hasil metabolisme tersebut akan dibawa oleh aliran
darah melewati sinusoid menuju ke vena sentralis. Bila metabolit tersebut bersifat
merusak maka akan menyebabkan kerusakan pada hepatosit di sekitar vena
sentralis.
Untuk membandingkan derajat kerusakan hati di daerah vena porta dan
vena sentralis dari ketiga kelompok perlakuan, maka dilakukan perhitungan
persentase hepatosit yang mengalami lesio degenerasi hidropis, degenerasi lemak
dan kematian sel pada vena porta dan vena sentralis. Data hasil perhitungan
disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 14.
Tabel 8. Persentase lesio hepatosit kelinci di daerah vena sentralis dan vena porta.
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Kelompok Daerah
Vena
Normal Degenerasi
Hidropis
Degenerasi
Lemak
Kematian Sel
Kontrol Negatif Sentralis 90,62± 2,49d 3,93± 3,97a 0,07±0,12a 5,38±2,45a
Porta 93,22± 1,01d 1,74± 1,55a 0,00±0,00a 5,04±1,22a
Kontrol Positif Sentralis 13,51±15,29a 60,1±31,16c 21,8±37,1a 4,58±0,46a
Porta 49,77±19,87b 38,98±26,67bc 6,58±6,62a 4,67±1,55a
Sentralis 65,35±15,81bc 12,08±10,12ab 5,50±1,62a 17,07±12,4b Antihiperlipidemia
Porta 85,38±10,34cd 7,37±10,67ab 0,32±0,55a 6,93±0,19a
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
VenaSentralis
VenaPorta
VenaSentralis
VenaPorta
VenaSentralis
VenaPorta
Kontrol Negatif Kontrol Positif Antihiperlipidemia
Kelompok
Pers
enta
se (%
)Kematian selDegenerasi LemakDegenerasi hidropisSel Normal
Gambar 14. Diagram persentase lesio hepatosit hati kelinci di daerah vena sentralis dan
vena porta.
Hasil perbandingan persentase kerusakan hepatosit di sekitar vena porta
dan vena sentralis pada masing-masing kelompok kontrol positif dan kontrol
negatif tidak berbeda nyata (p>0,05), namun persentase sel normal vena sentralis
pada kelompok kontrol positif lebih sedikit dibandingkan vena porta dan berbeda
nyata (p<0,05). Lain halnya dengan kelompok antihiperlipidemia, perbandingan
persentase kematian sel hepatosit sekitar vena sentralis lebih besar dibandingkan
vena porta dan berbeda nyata (p<0,05).
Persentase hepatosit kelompok kontrol positif yang mengalami degenerasi
sekitar vena porta dan vena sentralis tidak berbeda nyata (p>0,05), namun lebih
banyak terjadi di sekitar vena sentralis dibandingkan di sekitar vena porta. Hasil
yang sedikit berbeda ditunjukkan oleh persentase sel normal dan sel yang
mengalami kematian. Pada kelompok kontrol positif terlihat persentase sel normal
dan sel yang mengalami kematian lebih besar di vena porta dibandingkan di vena
sentralis, tetapi hanya perbandingan sel normal vena porta dan vena sentralis yang
berbeda nyata (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa lemak, kolesterol atau toksin
yang berasal dari usus menuju hati menyebabkan kematian dan sedikit degenerasi
sel sebagai tahap awal kerusakan hepatosit sekitar vena porta, setelah itu zat-zat
tersebut akan mengalami metabolisme di hati. Hasil metabolisme tersebut akan
dibawa aliran darah melewati sinusoid menuju vena sentralis. Metabolit-metabolit
yang bersifat toksin akan menyebabkan kerusakan hepatosit sekitar vena sentralis
berupa kematian sel dan degenerasi sel pada umumnya.
Hasil perbandingan kerusakan hepatosit pada kelompok kontrol positif di
kedua vena ini memperlihatkan kemiripan hasil dengan perbandingan lesio
hepatosit kelompok antihiperlipidemia. Perbandingan persentase sel yang
mengalami degenerasi hidropis dan degenerasi lemak di sekitar vena porta dan
vena sentralis pada kelompok antihiperlipidemia menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata (p>0,05). Pada kelompok perlakuan terlihat bahwa degenerasi
hidropis dan degenerasi lemak lebih banyak ditemukan di daerah vena sentralis
dibandingkan di daerah vena porta. Hal ini diduga karena aktivitas
antihiperlipidemia Simvastatin® dari usus mampu mengurangi jumlah asam
lemak atau kolesterol yang beredar di pembuluh darah dari usus menuju hati
sehingga dapat memperbaiki lesio degenerasi hepatosit sekitar vena porta. Di
samping itu, degenerasi sel yang banyak terjadi pada vena sentralis menunjukkan
hasil metabolit antihiperlipidemia di hati mempunyai potensi sebagai toksikan.
Hal ini diperkuat dengan hasil perbandingan persentase sel yang mengalami
kematian di sekitar vena porta dan vena sentralis pada kelompok
antihiperlipidemia Simvastatin® menunjukkan hasil yang nyata (p<0,05).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penggunaan antihiperlipidemia Simvastatin® berhasil menurunkan kadar
lipid darah dan mengurangi lesio degenerasi hepatosit.
2. Antihiperlipidemia Simvastatin® memilki efek toksik yang menyebabkan
kadar SGOT, SGPT dan jumlah sel hati yang mengalami kematian
meningkat.
3. Sistem kekebalan individu pada setiap spesies bervariasi dan sangat
menentukan respon hewan tersebut terhadap bahan toksik dan penyakit.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan jumlah hewan coba yang
lebih banyak dan waktu penelitian yang lebih lama.
2. Perlu pula dilakukan penelitian yang serupa menggunakan kombinasi
Simvastatin® dengan sediaan hipolipidemik lain untuk melihat
pengaruhnya pada hepatosit hati.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani Y. 2004. Ekstrak daun Jati Belanda (Guazuma Ulmifolia L) mencegah hiperlipidemia dan perkembangan aterosklerosis eksperimen pada kelinci [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Armstrong ML, DD Heistad. 1990. Atherosclerosis: animal model of atherosclerosis. Elsevier Science Ireland 85: 15-23.
Bangun AP. 2003. Terapi Jus dan Ramuan Tradisional untuk Kolesterol. Ed ke-1. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Carlton WW dan Mc Gavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed ke-2. Mosby. St. Louis. hlm 81-109.
Cheville NF. 1994. Ultrastructural Pathology an Introduction to Interpretation. Ed ke-1. Lowa State University Press. USA.
Cheville NF. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-2. Lowa State University Press. USA.
Clarkson TB, D Noel, M Lehner, BC Bullock. 1974. Arteriosclerosis research applications. Di dalam The Biology of The Laboratory Rabbit. New York: Academic Press. hlm 155-164.
Daley SP, KF Klemp, JR Guyton, KA Rogers. 1994. Cholesterol-fed and casein fed rabbit models of atherosclerosis. Atherosclerosis Thrombosis 14: 105-114.
Dalimartha S. 2000. 36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Jakarta : Penebar Swadaya.
Daniel. 2006. Optimalisasi Manfaat Statin. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_News.asp?ID News=183 [8 Maret 2008].
Dellman HD. 1992. Buku Teks histologi veteriner 2. Ed ke-3. Jakarta: UI Press.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Fusegawa Y, H Tada, T Oguma, Y Shiina, EH Moriguchi, T Tanabe, H Tamachi, H Tomoda, Y Goto. 1993. Effect of Pravastatin on lipid transfer protein and lecithin cholesterol acyltransferase in heterozygous familial hypercholesterolemia. Tokai J Clin Med 18: 81-86.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Wijajakusumah D et al. penerjemah; Wijajakusumah D, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology.
Glickman RM, SM Sabesin. 1988. Lipoprotein metabolism, dalam: IM Arias et al. The liver: Biology and Pathobiology. New York: Raven Press. hlm 331-354.
Gmikro. 2006. SGOT-SGPT Sering Bikin Kecele. http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1152586564,32823 [29 juli 2008].
Grundy SM. 1991. Multifactorial of hypercholesterolemia: implication for prevention of coronary heart disease. Arterioscl Thromb 11: 1619-1635.
Gupta PP, HD Tandon, V Ramalingaswami.1976. Cirrhosis of the liver in rabbits induced by a high cholesterol diet-an experimental model. Indian J med Res 64: 1516-1526.
Hapsari V. 2007. Penggunaan Statin pada Terapi Hiperlipidemia. http://yosefw.wordpress.com/2007/12/20/penggunaan-statin-pada-terapi-hiperlipidemia/ [ 5 juli 2008].
Hayes MA. 2004. Pathophysiology of the liver. Di dalam: Charles RH-Henri M, editor. Veterinary Pathophysiology. Blackwell Publishing. hlm 371-397.
Hustamin R. 2006. Panduan Memelihara Kelinci Hias. Ed ke-1. Jakarta : AgroMedia Pustaka.
Ji YK, Moon KJ, Sang SL, Myung SC, Song HB, Goo TO, Yong BP. 2002. Rab7 gene is up-regulated by cholesterol-rich diet in the liver and artery. Biochem and Res Commun 293: 375-382.
Jokinen MP, TB Clarkson, RW Prichard. 1985. Recent advances in molecular pathology: animal model in atherosclerosis research. Exp Mol Pathol 42: 1-28.
Lam M dan M Sulindro. 2004. Cholesterol, Hypertension, and Stress. http:// www.a3r.org/briefs/cholesterol.cfm [22 Februari 2008].
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Ed ke-1. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press). Terjemahan dari Biochemistry and Metabolism.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Ed ke-2. Nugroho E, penerjemah. Jakarta : UI Press.
Marinetti GV. 1990. Disorders of Lipid Metabolism. New York : Plenum Press.
Mayes PA. 2003. Sintesis, pengangkutan dan ekskresi kolesterol. Di dalam Hartono A, penerjemah; Bani AP dan Tiara MN, editor. Biokimia Harper. Ed ke-25. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Harper’s biochemistry. hlm 270-281.
Momuat LI. 2001. Minyak sawit mempercepat regresi aterosklerosis aorta pada kelinci hiperkolesterolemia ringan, tetapi tidak pada yang hiperkolesterolemia berat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mortensen A, BF Hansen, JF Hansen. 1994. The rabbit in atherosclerosis research. Scand J Lab anim Sci 21: 55-64.
Mutschler E. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Ed ke-5. Widianto MB dan Ranti AS, penerjemah. Bandung : ITB. Bandung. Terjemahan dari Arzneimittelwirkungen, 5 vollig neubearbeitete und erweiterte auflage.
Nurjanah. 2008. Isolasi dan karakterisasi antioksidan lintah laut (Discodoris sp) dari perairan Pulau Buton sebagai pangan fungsional (dalam proses) [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nutracare. 2008. http://www. medicastore. com/nutracare/isi_choless.php?
isi_choless= kelainan_lipid [1 juli 2008].
Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Remaley AT, UK Schumacher, HR Amouzadeh, HB Brewer Jr, JM Hoeg. 1995. Identification of novel differentially expressed hepatic genes in cholesterol-fed rabbits by a non-targeted gene approach. J Lipid Res 36: 308-314.
Samuelson DA. 2007. Text Book of Veterinary Histology. Launders Elsevier.
Spector WG, TD Spector. 1993.Pengantar Patologi Umum. Ed ke-3 . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sulistiyani S. 2005. Efek imbuhan tepung dari nasi (Monascus Purpureus JMBa) terhadap kadar kolesterol dan histopatologi arteri tikus hiperkolesterol [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wanless IR, J Belgiorno, PM Huet. 1996. Hepatic sinusoidal fibrosis induced by cholesterol and stilbestrol in the rabbit: 1. morphology and inhibition of fibrogenesis by dipyridamole. Hepatology 24: 855-864.
Wikipedia. 2008. Statin. http://en.wikipedia.org/wiki/statin [28 januari 2008].
Wilson dan Lester. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed ke-4. Jakarta : EGC. hlm 426-427, 429-430.
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Analisa data hasil perhitungan persentase lesio hepatosit kelinci. Oneway
Descriptives
95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
K- 3 91.9583 .94751 .54705 89.6046 94.3121 90.92 92.77
K+ 3 32.4827 12.90614 7.45136 .4220 64.5433 17.77 41.91
AH 3 80.3147 12.46252 7.19524 49.3560 111.2733 65.93 87.76
Sel normal
Total 9 68.2519 28.73672 9.57891 46.1629 90.3409 17.77 92.77
K- 3 2.8100 2.56010 1.47807 -3.5496 9.1696 .00 5.01
K+ 3 49.3337 28.82740 16.64351 -22.2776 120.9449 19.63 77.20
AH 3 8.4550 11.10672 6.41247 -19.1356 36.0456 1.50 21.26
Degenerasi hidropis
Total 9 20.1996 26.90085 8.96695 -.4783 40.8774 .00 77.20
K- 3 .0347 .06004 .03467 -.1145 .1838 .00 .10
K+ 3 13.5353 20.44935 11.80644 -37.2637 64.3343 .36 37.09
AH 3 2.2433 1.46590 .84634 -1.3982 5.8848 .68 3.59
Degenerasi lemak
Total 9 5.2711 12.01724 4.00575 -3.9662 14.5084 .00 37.09
K- 3 5.1967 1.77056 1.02223 .7984 9.5950 3.97 7.23
K+ 3 4.6487 .87516 .50527 2.4746 6.8227 3.76 5.51
AH 3 8.9873 1.21575 .70192 5.9672 12.0074 7.67 10.07
Kematian sel
Total 9 6.2776 2.35189 .78396 4.4697 8.0854 3.76 10.07
51
Lampiran 2. Analisa data hasil perhitungan persentase lesio hepatosit kelinci sekitar vena porta dan vena sentralis. Oneway
Descriptives
95% Confidence Interval for Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
k- vs 3 90.6240 2.48658 1.43563 84.4470 96.8010 87.77 92.31
k-vp 3 93.2183 1.01425 .58558 90.6988 95.7379 92.05 93.90
k+vs 3 13.5117 15.29419 8.83011 -24.4812 51.5046 3.24 31.09
k+vp 3 49.7663 19.86848 11.47107 .4103 99.1224 28.35 67.60
AHvs 3 65.3517 17.04880 9.84313 23.0001 107.7032 53.12 84.83
AHvp 3 85.3790 10.33679 5.96795 59.7010 111.0570 73.60 92.96
Sel normal
Total 18 66.3085 30.95554 7.29629 50.9147 81.7023 3.24 93.90
k- vs 3 3.9287 3.97065 2.29245 -5.9350 13.7923 .00 7.94
k-vp 3 1.7387 1.55100 .89547 -2.1142 5.5916 .00 2.98
k+vs 3 60.0977 31.16050 17.99052 -17.3093 137.5046 27.03 88.91
k+vp 3 38.9910 26.67074 15.39836 -27.2628 105.2448 13.24 66.50
AHvs 3 12.0793 10.12339 5.84474 -13.0686 37.2272 2.89 22.93
AHvp 3 7.3720 10.66962 6.16011 -19.1328 33.8768 .16 19.63
Degenerasi hidropis
Total 18 20.7012 26.75828 6.30699 7.3946 34.0078 .00 88.91
52
95% Confidence Interval for Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
k- vs 3 .0717 .12413 .07167 -.2367 .3800 .00 .22
k-vp 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
k+vs 3 21.8123 37.13072 21.43743 -70.4255 114.0502 .00 64.68
k+vp 3 6.5750 6.62046 3.82232 -9.8711 23.0211 .00 13.24
AHvs 3 5.4983 1.61717 .93367 1.4811 9.5156 4.05 7.24
AHvp 3 .3200 .55426 .32000 -1.0568 1.6968 .00 .96
Degenerasi lemak
Total 18 5.7129 15.16865 3.57528 -1.8303 13.2561 .00 64.68
k- vs 3 5.3757 2.45213 1.41574 -.7158 11.4671 3.85 8.20
k-vp 3 5.0430 1.22078 .70482 2.0104 8.0756 3.86 6.30
k+vs 3 4.5780 .45547 .26297 3.4465 5.7095 4.14 5.04
k+vp 3 4.6677 1.55343 .89687 .8087 8.5266 2.93 5.92
AHvs 3 17.0703 12.40310 7.16094 -13.7407 47.8814 8.24 31.25
AHvp 3 6.9290 .18626 .10754 6.4663 7.3917 6.77 7.13
Kematian sel
Total 18 7.2773 6.34396 1.49529 4.1225 10.4321 2.93 31.25
56
Lampiran 3. Data keragaman lesio hepatosit hati kelinci kelompok kontrol positif di 10 lapang pandang vena sentralis dan vena porta.
Degenerasi hidropis Degenerasi hidropis Degenerasi hidropis
kontrol + (1) kontrol + (2) kontrol + (3) V.
sentralis V. porta V.
sentralis V. porta V.
sentralis V. porta 43 25 53 44 6 2 30 5 48 17 7 5 21 13 43 35 1 6 26 6 41 31 11 18 32 16 52 50 11 11 41 28 50 50 22 0 30 25 44 38 36 12 27 12 42 51 30 9 37 11 52 28 10 9 38 37 48 43 16 13
total=325 total=178 total=473 total=387 total=150 total=85
Degenerasi lemak Degenerasi lemak Degenerasi lemak kontrol + (1) kontrol + (2) kontrol + (3) V.
sentralis V. porta V.
sentralis V. porta V.
sentralis V. porta 0 1 1 0 52 3 0 2 3 0 41 0 0 1 0 0 49 4 0 0 0 0 39 24 0 4 0 0 33 11 0 4 0 0 31 4 0 0 0 0 14 2 0 7 0 0 20 2 0 9 0 0 40 0 0 3 0 0 40 35
total=0 total=31 total=4 total=0 total=359 total=85
Sel normal Sel normal Sel normal kontrol+ (1) kontrol+ (2) kontrol+ (3)
V. sentralis V. porta
V. sentralis V. porta
V. sentralis V. porta
11 17 2 14 0 71 28 34 3 49 6 62 14 30 6 18 6 52 21 38 4 24 1 13 16 34 0 9 1 22 11 18 4 2 0 56 18 28 3 12 0 55 23 25 4 3 0 49 10 22 3 22 4 44 5 9 4 12 0 10
total=157 total=255 total=33 total=165 total=18 total=434
57
Kematian sel Kematian sel Kematian sel kontrol+ (1) kontrol+ (2) kontrol+ (3)
V. sentralis V. porta
V. sentralis V. porta
V. sentralis V. porta
1 1 2 2 3 5 5 2 3 4 4 3 2 1 3 3 1 5 3 1 2 3 4 5 2 3 2 4 2 4 2 1 1 2 3 3 3 2 1 2 3 2 2 0 3 2 2 3 2 2 2 4 4 4 1 1 3 4 2 3
total=23 total=14 total=22 total=30 total=28 total=38
53
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Sel normal 3.537 5 12 .034
Degenerasi hidropis 2.615 5 12 .080
Degenerasi lemak 13.646 5 12 .000
Kematian sel 10.679 5 12 .000
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 14223.393 5 2844.679 16.517 .000
Within Groups 2066.783 12 172.232 Sel normal
Total 16290.176 17
Between Groups 8338.494 5 1667.699 5.220 .009
Within Groups 3833.601 12 319.467 Degenerasi hidropis
Total 12172.095 17
Between Groups 1060.575 5 212.115 .893 .516
Within Groups 2850.918 12 237.576 Degenerasi lemak
Total 3911.493 17
Between Groups 356.189 5 71.238 2.606 .081
Within Groups 327.991 12 27.333 Kematian sel
Total 684.180 17
48
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Sel normal 6.112 2 6 .036
Degenerasi hidropis 2.863 2 6 .134
Degenerasi lemak 14.199 2 6 .005
Kematian sel 1.397 2 6 .318
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5960.830 2 2980.415 27.701 .001
Within Groups 645.561 6 107.594 Sel normal
Total 6606.391 8
Between Groups 3867.383 2 1933.691 6.037 .037
Within Groups 1921.865 6 320.311 Degenerasi hidropis
Total 5789.248 8
Between Groups 314.655 2 157.328 1.123 .385
Within Groups 840.656 6 140.109 Degenerasi lemak
Total 1155.312 8
Between Groups 33.493 2 16.747 9.340 .014
Within Groups 10.758 6 1.793 Kematian sel
Total 44.251 8