jurnal geologi kelautan

Upload: mul-verymuchon

Post on 05-Jul-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    1/50

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    2/50

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    3/50

    PENANGGUNGJAWAB

    Kepala Pusa t Penelit ian da n Pengemba nga n Geologi Kelaut an

    PEM IM PIN REDA KSI

    Lukma n Arifin

    TIM PENY UNTING

    Mimin Ka rmini

    Dida Kusnida

    Lili Sa rmili

    Hananto Kurnio

    Hardi Prasetyo

    Hariadi Permana

    PENY UNTING PELAKSANA

    Noo r C.D Arya nt o

    Sutisna

    Asep Makmur

    ALAM AT REDA KSI

    Pusat Penel it ian da n Pengemba nga n Geologi Kelauta n

    Ja lan Dr. Junjuna n 236, Ban dun g -40174, Ind on esia

    Tele po n : + 62-22-6032020, 6032201, Ext 268, Fa x : + 62-22- 6017887

    E-ma il : [email protected] o.id

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    4/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

      i

     

    Dari Redaksi :

    KATA PENGANTAR 

    Puji dan syukur, kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenanNya jualah, JurnalGeologi Kelautan pada edisi pertama di tahun 2007 ini dapat hadir dihadapan kita semua seperti biasanya.

    Topik-topik yang dimuat dalam penerbitan ini sangat bervariasi – merupakan hasil penelitian oleh Puslitbang Geologi Kelautan. Topik-topik tersebut terangkum dalam 5 (lima) tulisan yang merupakan kontribusi surveigeologi kelautan sebagai data awal guna menunjang aspek-aspek seperti keteknikan, kemineralan, pengembangan

     wilayah dan pendangkalan. Mudah-mudahan berbagai tulisan tersebut, dapat menambah wawasan danbermanfaat untuk kita semua khususnya para pembaca.

     Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak semoga kerjasama yang telah terjalin denganbaik selama ini dapat terus ditingkatkan. Tantangan ke depan semakin berat, walaupun demikian mudah-mudahan kita dapat meningkatkan status jurnal tercinta ini.

    Kami yakin dengan dukungan dari kita bersama, tujuan mulia tersebut dapat tercapai.

    Redaksi 

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    5/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    ii

    DAFTAR ISI

    KEDALAMAN BATUAN KERAS PERAIRAN SELAT LAUT SEBAGAI DATA AWAL UNTUK RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN PULAU LAUT - KALIMANTANNoor C.D Aryanto Y. Noviadi dan Syaefudin ........................................................................................1-9

    KETERDAPATAN HALOYSIT DAN IKUTANNYA DI PERAIRAN UTARA JAWA TIMUR Udaya Kamiludin dan Noor C.D Aryanto..........................................................................................10-14

    KETIDAKSTABILAN PANTAI SEBAGAI KENDALA PENGEMBANGAN DAERAHPERUNTUKAN DI PERAIRAN LASEM JAWA TENGAHD. Ilahude & E. Usman......................................................................................................................15-23

    STRUKTUR DIAPIR BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT DI KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN SAMPANG-PAMEKASAN, JAWA TIMUR Prijantono Astjario dan Lukman Arifin.............................................................................................24-35

    PROSES SEDIMENTASI SUNGAI KALIJAGA, DAN SUNGAI SUKALILA PERAIRANCIREBOND. Setiady dan A. Faturachman ........................................................................................................36-42

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    6/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    1

    KEDALAMAN BATUAN KERAS PERAIRAN SELAT LAUT SEBAGAI DATA AWAL UNTUK

    RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN PULAU LAUT - KALIMANTAN

    Oleh:

    Noor C.D Aryanto 1), Y. Noviadi 1) dan Syaefudin2)

    1) Puslitbang Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No.236, Bandung2) Badan Pengkajian Penerapan Teknologi, Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam, Jl. MH Thamrin, Jakarta

    SARI

     Kotabaru merupakan ibukota Kabupaten Pulaulaut, Kalimantan Selatan. Guna mempercepat proses

     pembangunan, diupayakan untuk membangun jembatan yang menghubungkan daratan Pulau Laut 

    dengan daratan Kalimantan.

     Berdasarkan data seismik hasil survei pendahuluan diperoleh dua lokasi usulan untuk tapak fondasi

    kaitannya dengan kedalaman batuan kerasnya yang dikenali dari perbedaan reflektor yang demikianekstrim, baik dari bentuk ataupun warna terhadap reflektor di atasnya. Lokasi-1 memiliki kedalaman

    batuan keras berkisar antara 4 hingga 20 meter dan 12 hingga 22 meter di bawah dasar laut. Di lokasi

    ini juga dikenali adanya struktur yang diperkirakan berupa sesar pada kedalaman 14 meter bawah

    dasar laut. Lokasi-2 di sayap barat dan timur P. Suwangi, memiliki kisaran kedalaman batuan keras

    antara 2 hingga 18 meter bawah dasar laut dengan kecenderungan makin dalam ke arah tengah

     perairan Selat Laut.

    Kata kunci : batuan keras, seismik, Selat Laut dan Pulau Laut, Kalimantan Selatan.

    ABSTRACT

     Kotabaru is the capital of the Pulaulaut regency, South Kalimantan. The construction of the bridge

    that will connect Pulaulaut and Kalimantan is aimed to accelerate the development of the areas.

     Based on the preliminary seismic data, two propose locations for bridge foundation relates to the

    depth of hard rock that can be recognized by the extremely differences of acoustic impedance. Location-1

    has a hard rock’s depth between 4 to 20 meters and 12 to 22 meters beneath sea floor. In this location, it 

    is also recognized a fault structure at 14 meters depth. Location-2 in the west and east wings of Suwangi

     Island has the acoustic basement depth between 2 to 18 meters from the sea floor and it is deeper toward 

    the centre of Selat Laut waters.

    Keywords : hard rock, seismic, Laut Strait and Laut Isle, South Kalimantan.

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Selat Laut memisahkan Pulau Laut dengan

    daratan P. Kalimantan, sehingga peranan perairan

    selat ini memegang peranan penting dalam

    kehidupan perekonomian dan pemerintahan

    Kabupaten Pulaulaut. Seiring dengan berjalannya

    dinamika masyarakat yang terus berkembang, ada

    keinginan dari pemerintah daerah setempat

    membangun jembatan yang langsung

    menghubungkan daratan P. Laut dengan

    Kalimantan sehingga dapat mempercepat proses

     pertumbuhan yang sudah ada.

    Maksud dan Tujuan

    Tulisan ini merupakan bagian dari studi

     pendahuluan hasil kerjasama kegiatan survei

    antara Badan Pengkajian Penerapan Teknologi -

    Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam

    (Tisda), Puslitbang Geologi Kelautan dan

    Pemerintah Daerah Kabupaten Kota Baru dengan

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    7/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     2

    maksud memperoleh data dan informasi dasar 

    yang diharapkan dapat memberikan gambaran

    awal dalam rencana pembuatan jembatan Selat

    Laut, yang menghubungkan Pulau Laut dengan

    daratan Kalimantan. Data dan informasi dasar 

    yang dimaksud meliputi keberadaan kedalaman batuan keras dan struktur geologi bawah

     permukaan di perairan Selat Laut berdasarkan

    metode seismik. Sedangkan tujuan dari studi ini

    adalah untuk memperoleh jalur atau arah jembatan

    yang baik ( site selection), efisien dan efektif 

    dengan mempertimbangkan data dan informasi di

    atas.

    Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian masuk dalam perairan Selat

    Laut yang secara geografis terletak di antara

    115°58’00” dan 116°17’00” BT serta antara

    3°12’15” dan 3°30’00” LS atau secara

    administratif masuk dalam Kabupaten Kotabaru propinsi Kalimantan Selatan (Gambar 1). Luas

    Kabupaten Kotabaru lebih kurang 9.422,73 km2,

    terletak di sebelah tenggara Ibu Kota Propinsi

    Kalimantan Selatan, merupakan kabupaten yang

    terluas dibandingkan kabupaten-kabupaten lain di

    Propinsi Kalimantan Selatan (Syaefudin, drr.,

    2004).

    Gambar 1. Peta batimetri dan lintasan seismik terpilih daerah penelitian

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    8/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    3

    STRUKTUR DAN TEKTONIK 

    Struktur geologi yang terdapat di Kotabaru

    adalah lipatan dan sesar. Sumbu lipatan umumnya

     berarah baratdaya - timurlaut dan utara - selatan,

    dan sejajar dengan arah sesar normal, sedangkan

    sesar mendatar umunya berarah baratlaut -

    tenggara dan baratdaya - timurlaut. 

    Menurut Turkandi, drr. (1995), kegiatan

    tektonik di daerah ini diduga berlangsung sejak  jaman Jura, yang mengakibatkan bercampurnya

     batuan ultramafik (Mub), batuan bancuh (Mb),

    sekis garnet amfibolit (Mm) dan batupasir 

    terkersikan (Mr). Genang laut dan kegiatan

    gunung api yang terjadi pada jaman Kapur Akhir 

     bagian bawah yang menghasilkan Formasi Pitap

    (Ksp), Formasi Manunggul (Km), Formasi

    Haruyan (Kvh) dan Formasi Paau (Kvp). Pada

    Kapur Akhir bagian Atas terjadi kegiatan magma

    yang menghasilkan terobosan diorit (Kdi). Diorit

    ini menerobos batuan atas Formasi Pitap dan batuan – batuan yang lebih tua. Pengangkatan dan

     pendataran terjadi pada Paleosen Awal – Eosen

    yang diikuti oleh pengendapan Formasi Tanjung

    (Tet) bagian bawah, sedangkan bagian atas

    formasi ini terbentuk saat genang laut. Gerakan

    tektonik terakhir terjadi pada Miosen Akhir yang

    mengangkat batuan tua ke atas dan membentuk 

    Tinggian Meratus dan melipatkan batuan sedimen

    Tersier disertai dengan sesar normal. Selanjutnya

    terjadi proses erosi dan pendataran kembali dan

    diikuti oleh pengendapan Formasi Dahor padaKala Pliosen sampai Plistosen pada lingkungan

     paralik. Paparan karbonat Formasi Berai terbentuk 

    dalam kondisi genang laut pada awal Oligosen – 

    Miosen bersamaan dengan pengendapan Formasi

    Warukin pada lingkungan darat. Kegiatan tektonik 

    terjadi lagi pada Miosen Akhir yang

    mengakibatkan hampir seluruh batuan

    Mesozoikum membentuk Tinggian Meratus yang

    memisahkan antara Cekungan Barito dengan

    Cekungan Pasir. Pada akhir Miosen Akhir, batuan

     –batuan Pra-Tersier dan Tersier terlipat kuat dantersesarkan. Pada Plio-Plistosen berlangsung lagi

     pendaratan dan pengendapan Formasi Dahor pada

    Pliosen dan kemudian diikuti pengendapan

    alluvium.

    Stratigrafi daerah penyelidikan terdiri dari

     batuan Pra-Tersier, terdiri dari batuan ultramafik 

     berumur Jura, batupasir dan radiolaria dan

    endapan flysh, Batuan gunungapi bawah laut,

     basal amigdaloidal, breksi gunungapi, tuff kaca

    anggota Formasi Payau berumur Kapur Akhir dan

     batuan Tersier berupa endapan klastik.

    METODE

    Sistem Penentuan Posisi

    Penentuan posisi dan lintasan survey dari

    seluruh kegiatan lapangan yang dipasang di kapal

    menggunakan Global Positioning System (GPS)

    type Garmin 235 dan GPS Map 210 yang telah

    diintegrasikan dengan  Personal Computer (PC)

    atau laptop sehingga dapat langsung diakses dan

    diproses di lapangan sedangkan untuk kegiatan di

    darat dan pantainya menggunakan Garmin III

     plus. Alat ini bekerja dengan dukungan minimal 8

    (delapan) satelit, dimana setelah diaktifkan dan

    diprogram akan terlihat posisi titik-titik koordinat

    secara geografis dalam bentuk lintang dan bujur 

    dengan bidang proyeksi Universal Transver 

    Mercator (UTM) yang dapat disimpan dan

    langsung dibaca pada layar monitor, dimana

    ketepatan posisi (satelite status) yang dicerminkan

    dengan  Estimated Position Error (EPE)  dan

     Position Dilution of Precision (PDOP)

    diupayakan tidak lebih dari 2 (dalam skala 1

    hingga 10, makin rendah angkanya makin bagus

    akurasinya).

    Pengambilan data  fixed point   kedalaman

    dasar laut dilakukan dengan rentang waktu setiap

    1 (satu) menit, begitu pula untuk data lintasan

    seismik. Sebelum melaksanakan pengambilan

    data, target posisi kapal disesuaikan dengan

    rencana lintasan yang telah diplot kedalam

     perangkat GPS, sehingga semua gerak kapal,

    termasuk arah haluan (heading),  posisi kapal

    (pos),  arah terhadap target berikutnya (azimuth)

    maupun jaraknya (destination) dapat dipantau dan

    diikuti melalui monitor.

    Pemeruman

    Pemeruman (sounding) dimaksudkan untuk 

    mengukur kedalaman dasar laut daerah penelitian

     berikut morfologi dasar lautnya. Kegiatan inimenggunakan alat perum gema (echosounder)

    200/ 50 KHz merk Odom Hydrotrack yang

     bekerja dengan prinsip pengiriman pulsa energi

    gelombang suara melalui transmitting transducer 

    secara vertikal ke dasar laut. Kemudian

    gelombang suara yang dikirim ke permukaan

    dasar laut dipantulkan kembali dan diterima oleh

    receiver tranducer . Sinyal-sinyal tersebut

    diperkuat dan direkam pada recorder dalam

     bentuk analog maupun digital.

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    9/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    4

    Posisi transducer echosounder   berada 0,5

    meter dari permukaan air di sebelah kiri kapal dan

     berjarak lebih-kurang 3 meter dari antena GPS. 

    Kalibrasi peralatan pemeruman (sounding)

     berupa bar checking, dilakukan setiap hari pada

    saat sebelum dan sesudah survey. Prosedur ini

    dilakukan terutama untuk mengetahui kecepatan

    rambat suara dalam air yang dapat dipengaruhi

    oleh variasi harian dari salinitas atau temperatur air laut.

    Cara kalibrasi dilakukan dengan cara

    menggantungkan sebuah pelat/bar di bawah

    transduser echosounder   sementara echosounder 

    dihidupkan. Dengan menurunkan kedalaman pelat

    untuk interval-interval kedalaman yang telah

    diketahui, kalibrasi echosounder dapat dilakukan

    dengan mengubah kecepatan putaran perekaman

    yang mencerminkan kecepatan suara dalam air.

    Seismik 

    Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui

    kedalaman batuan keras berikut struktur geologi

     bawah permukaan.

    Metode ini menggunakan sistem perangkat

    seismik pantul dangkal beresolusi tinggi

    (uniboom) dengan sumber energi 300 Joule,

    lintasan kurang lebih bersamaan dengan lintasan

     pemeruman. Metoda ini merupakan metoda yang

    dinamis dan menerus dengan memanfaatkan hasil

     pantulan gelombang akustik oleh bidang pantul

    akibat adanya perbedaan impedansi akustik pada

     bidang batas antara lapisan sedimen yang satu

    dengan yang lainnya. Gelombang atau signal yang

    dipantulkan oleh permukaan dasar laut akan

    ditangkap oleh hydrophone  yang diletakkan di

     belakang buritan kapal dan dikirim melalui kabel

    hydrophone sepanjang 4-6 meter untuk direkam

    oleh  graphic recorder   .  Filter dibuka antara 800

    hingga 6000 Hz. Perekaman menggunakan

    kecepatan  firing   1 detik dan kecepatan  sweep  ¼

    detik kemudian direkam menggunakan  graphic

    recorder EPC-3200.

    Alat yang digunakan untuk kegiatan ini

     berupa seismik pantul dangkal. Perangkat yang

    dibutuhkan guna menunjang kegiatan ini adalah:

    (1) Sumber Energi tipe EG & G 234; (2)

    Graphic recorder EPC 3200; (3) Boomer plate 30J

    tipe AA 200; (4) Hydrophone 10 elemen merk 

    Benthos; (5) Band pass filter merk Kronhite 3700;

    dan (6) TVG Amplifier tipe TSS/307.

    HASIL DAN ANALISIS

    Selama kegiatan lapangan telah dihasilkan

    total lintasan pemeruman sepanjang kurang-lebih

    183.1 kilometer. Pada lokasi sekitar Tg. Ayun

    diperoleh gambaran kedalaman dasar laut berkisar 

    antara 0,4 hingga 10 meter, bahkan di bagian

    tengah agak ke selatan dari lokasi ini atau tepatnya

     berada di muka muara S. Sambaluah diidentifikasi

    adanya gosong pasir yang cukup dapatmenggangu arus lalulintas kapal karena

    kedalamannya sangat dangkal sekali yaitu berkisar 

    antara 20-30 cm. Sedangkan di lokasi sekitar 

    Pulau Suwangi diketahui kedalaman dasar laut

     berkisar antara 1,5 hingga 15 meter, dimana

    kedalaman terdangkal dijumpai di sekitar sisi

    timur P. Suwangi, sedangkan terdalam terdapat di

    alur jalur masuk ke Pelabuhan Batulicin.

    Secara umum kondisi topografi dasar 

     perairan Selat Laut berdasarkan interpretasi

    rekaman pemeruman menunjukkan bahwa daerah penyelidikan mempunyai kedalaman yang relatif 

    sama. Kedalaman terdangkal (2 meter) terdapat

    dibagian utara dan tengah, sedangkan kedalaman

    terdalam (20 meter) di bagian selatan daerah

     penyelidikan (Gambar 1).

    Pengamatan pada peta batimetri tersebut

    memperlihatkan 2 (dua) pola kontur, yaitu

    memanjang mengikuti garis pantai daratan

    Kalimantan dengan kerapatan renggang. Hal ini

    mencerminkan morfologi dasar laut relatif datar 

    dengan kemiringan ± 3°. Pola kontur menutup(closure)  terdapat hampir diseluruh daerah

     penyelidikan. Sedangkan dibagian selatan terlihat

    adanya closure dengan nilai kedalaman rendah ke

    arah tengah tutupan, hal ini mencerminkan bentuk 

     punggungan dasar laut. Kemungkinan adanya

    suatu deformasi geologi yang terjadi sehingga

    memunculkan batuan yang lebih tua. Closure-

    closure  yang setempat-setempat menunjukkan

    adanya terumbu karang yang menyebar di bagian

    utara dan tengah daerah penyelidikan.

    Untuk memudahkan dalam pembahasan,daerah penelitian dibagi menjadi 3 zona lokasi,

    yaitu: utara, selatan dan tengah (di luar utara dan

    selatan). Berdasarkan hasil interpretasi terhadap

     beberapa lintasan seismik terpilih di 3 zona lokasi

    tersebut (Gambar 1) dengan mengasumsikan

    kecepatan rambat gelombang sebesar 1600 m/

    detik dan juga perbedaan acoustic impedance

    yang disebabkan oleh adanya perbedaan

    kekerasan batuan, maka diketahui kedalaman

     batuan keras adalah sebagai berikut:

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    10/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    5

    Gambar 2. Rekaman seismik L-39 & L-40 berikut interpretasinya

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    11/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    6

     Lokasi utara, yang diapit Tg. Ayun di timur 

    dan muara S. Trusan memiliki kedalaman selat

    hingga 14 meter dengan jarak horisontal antara ke-

    2 sisinya (antara pantai Tg. Ayun di sisi selatan ke

     pantai Trusan di sisi utara) sejauh 3 kilometer.

    Membentuk dua pola kontur berupa tutupan

    (closure)  besar yang memanjang searah dengan

     bentuk selat masing-masing memiliki kedalaman

    maksimal 14 meter dan ke arah selatan masih padalokasi yang sama dijumpai closure  yang lain

    dengan kedalaman hingga 12 meter. Kedalaman

     batuan keras yang diwakili oleh L-39 dan L-40

     berkisar antara 12 hingga 22 meter bawah dasar 

    laut dengan kontrol struktur jauh di bawah dasar 

    akustiknya, namun demikian ke arah timur laut -

    menuju L-40 strukturnya mendangkal ke arah

     permukaan batuan kerasnya dengan pelamparan

    lapisan yang diduga sebagai lapisan batubara

    hanya dijumpai secara setempat-setempat.

    (Gambar 2). Batuan keras yang dicirikan dengan pola reflektor yang chaotic  dan opaque  serta

     bentuk yang tak beraturan (irregular)  ini diduga

     berumur Kapur, dimana konfigurasi internal

     pemantul ini sedikit banyak dipengaruhi oleh

    aktivitas tektonik berupa kompresi dan ekstensi

    yang terjadi selama Tersier (Kusnida, drr., 2004)

     Lokasi tengah dan sekitar perairan

     Kotabaru, diwakili oleh daerah sekitar P.

    Tampakan. Memiliki kedalaman selat maksimal

    12 meter - dijumpai di sisi timur P. Tampakan,

    dengan bentuk lembah yang memanjang (Gambar 1). Kisaran kedalaman batuan keras

    memperlihatkan di bagian paling utara (perairan

    dekat Kotabaru) memiliki kisaran kedalaman

     batuan keras hingga 24 meter bawah dasar laut.

    Sedangkan untuk daerah di antara lokasi utara dan

    selatan kedalaman batuan kerasnya relatif lebih

    dangkal, yaitu berkisar antara 6 hingga 10 meter 

     bawah dasar laut dengan kontrol struktur terdapat

     pada kedalaman 10 meteran dengan pelamparan

    yang diduga lapisan batubara (coal seam)

    sepanjang 2700 meter dari arah baratlaut ketenggara (sepanjang lintasan 16) walaupun dengan

    ketebalan yang hanya berkisar 1 hingga 2 meteran.

    (Gambar 3).

     Lokasi selatan, di sayap barat dan timur P.

    Suwangi. Memiliki kedalaman selat berkisar 

    antara 12 meter (di sisi timur P. Suwangi) hingga

    14 meter (di sisi barat P. Suwangi) khususnya

    yang menuju pelabuhan Batulicin - pola konturnya

    membentuk alur memanjang menuju muara S.

    Batulicin dengan pola tertutup memanjang. 

    Kisaran kedalaman batuan keras terdapat

    antara 10 hingga 22 meter bawah dasar laut -

    diwakili oleh L-24 (Gambar 1). Kecenderungan

     batuan kerasnya makin dangkal ke arah tengah

    lintasan tapatnya berjarak ± 2000 m dari awal

    lintasan dengan pelamparan lapisan yang diduga

     berupa lapisan batubara (coal seam)  sepanjang

    lintasan atau sepanjang 4750m dengan ketebalan

     berkisar antara 1 - 1.5 meter (Gambar 4).Struktur geologi bawah permukaan yang

    mengkontrol batuan keras ini cukup rapat (hampir 

    di setiap jarak 250 meter dengan kisaran

    kedalaman sekitar 18 hingga 10 meter bawah

    dasar laut, kecuali pada bagian tengah lintasan

    kedalaman struktur bawah permukaannya di

     jumpai pada kedalaman yang cukup dangkal

    (sekitar 10 meter bawah dasar laut) kemudian

    makin dalam ke arah tenggara (ke arah daratan

    P.Laut) dengan kisaran hingga 18 meter bawah

    dasar laut (diwakili oleh L-24), (Gambar 4).Secara umum ke tiga lokasi di atas

     berdasarkan konfigurasi pola reflektornya dapat

    dibagi dalam 2 (dua) pola yang disebut dalam

    Sekuen A dan B (Mitchum, 1977).

    Sekuen A, memperlihatkan pola internal

    reflektor paralel sampai subparalel. Hal ini

    mencerminkan bahwa material penyusunnya

     berbutir halus hingga sedang dengan tingkat

    energi yang rendah sampai sedang. Proses

    sedimentasi yang terjadi di bagian utara relatif 

    stabil didukung dengan morfologi yang landaidengan lapisan sedimen relatif datar.

    Sekuen B, bisa dikatakan memperlihatkan

     pola reflektor yang terkadang transparan hingga

    menerus secara beraturan (disebut sebagai sekuen

    B1) diinterpretasikan sebagai bagian dari Formasi

    Berai yang secara stratigrafi regional disusun atas

    sedimen berbutir halus dan pola reflektor yang

    umumnya paralel hingga subparalel yang diduga

    material penyusunnya berbutir sedang (disebut

    sebagai sekuen B2) yang diindikasikan sebagai

     pelamparan batubara (coal seam), dan merupakan bagian dari Formasi Warukin Miosen Tengah

    hingga Miosen Akhir (Kusnida, 2004)

    SIMPULAN DAN DISKUSI

    Secara umum kondisi topografi dasar 

     perairan Selat Laut berdasarkan interpretasi

    rekaman pemeruman menunjukkan bahwa daerah

     penyelidikan mempunyai kedalaman yang relatif 

    sama. Kedalaman terdangkal (2 meter) terdapat

    dibagian utara dan tengah, sedangkan kedalaman

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    12/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    7

    Gambar 3. Rekaman seismik L16 berikut interpretasinya

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    13/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    8

    Gambar 4. Rekaman seismik L24 berikut interpretasinya

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    14/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    9

    terdalam (20 meter) dibagian selatan daerah

     penyelidikan dengan 2 (dua) pola kontur, yaitu

    memanjang mengikuti garis pantai daratan

    Kalimantan dengan kerapatan renggang, dan pola

    kontur menutup ( closure) yang setempat-setempat

    membentuk pola memanjang menyerupai alur 

    kedalaman khususnya yang mengarah ke

     pelabuhan Batulicin di Kalimantan dan pelabuhan

    Kotabaru di pulau Laut, sedangkan untuk daerah perairan di sekitar muara S. Sambaluah (bagian

    tengah selat - di sisi timur P. Tampakan,

     berdasarkan hasil pemeruman diketahui adanya

    gosong pasir yang cukup dapat menggangu arus

    lalulintas kapal karena kedalamannya sangat

    dangkal sekali hanya berkisar 20-30 cm;

    Berdasarkan hasil penafsiran rekaman

    seismik di daerah sekitar Tg. Ayun,

    memperlihatkan kisaran kedalaman batuan keras

    antara 12 meter hingga 22 meter di bawah dasar 

    laut dengan kontrol struktur jauh di bawah alasakustiknya, namun demikian ke arah timur laut -

    struktur geologi bawah permukaannya

    mendangkal ke arah permukaan batuan kerasnya

    dengan pelamparan lapisan yang diduga sebagai

    lapisan batubara hanya dijumpai secara setempat-

    setempat.dengan ketebalan diduga tidak lebih dari

    2 meter;

    Untuk lokasi sekitar P. Suwangi berdasarkan

    hasil pemeruman diketahui kedalaman dasar laut

     berkisar antara 1,5 hingga 15 meter, dimana

    kedalaman terdangkal dijumpai di sekitar sisitimur P. Suwangi sedangkan terdalam terdapat di

    alur jalur masuk ke Pelabuhan Batulicin;

    Masih di lokasi yang sama, berdasarkan hasil

    seismik diketahui kisaran kedalaman batuan keras

    antara 10 hingga 22 meter bawah dasar laut

    dengan kecenderungan makin dangkal ke arah

    tengah lintasan dengan pelamparan lapisan yang

    diduga berupa lapisan batubara (coal seam)

    sepanjang 4750m dengan ketebalan berkisar 

    antara 1 - 1.5 meter dengan kedalaman struktur 

    yang mengkontrol batuan keras ini cukup rapatdengan kisaran kedalaman sekitar 18 hingga 10

    meter bawah dasar laut, kecuali pada bagian

    tengah lintasan kedalaman struktur bawah

     permukaannya di jumpai pada kedalaman yang

    cukup dangkal (sekitar 10 meter bawah dasar laut)

    kemudian makin dalam ke arah tenggara (ke arah

    daratan P.Laut) dengan kisaran hingga 18 meter 

     bawah dasar laut;

    Sedangkan untuk lokasi di sekitar Kotabaru

    memperlihatkan kisaran kedalaman batuan keras

    yang dalam hingga 24 meter bawah dasar laut;

    Untuk melengkapi data kedalaman batuan

    keras diusulkan dilakukan pemboran sebagaikegiatan tindaklanjut.

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Puji syukur ke hadiratNya, penulis panjatkan

    dengan segala kerendahan hati dengan

    terselesaikannya paper ini. Dalam kesempatan

    yang berbahagia ini, penulis mengucapkan

    terimakasih kepada: Ir. Subaktian Lubis, MSc

    selaku Kepala Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Geologi Kelautan atas dorongan

    dan dukungannya; serta anggota tim PuslitbangGeologi Kelautan dan BPP Teknologi dalam

     pengambilan data selama di lapangan juga tak 

    lupa teman-teman di Bapppeda Kabupaten

    Kotabaru.

    DAFTAR PUSTAKA

    Kusnida, D. and A. Faturachman, 2004; Marine

    acoustic Interpretations of the Selat Laut,

    South Kalimantan, Indonesia;  Bulletin of 

     Marine Geology, Vol. 19, No.1.

    Mitchum, R., 1977; Seismic Processing - Short

    course, AAPG Bangkok .

    Syaefudin, Amirdan, Noor C.D Aryanto, Y.

     Noviadi, B. Rachmat, 2004; Studi

    Pendahuluan Rencana Pembuatan Jembatan

    Lintas Selat Pulau Laut Kabupaten

    Kotabaru, Unpub. Report; Deputy Bidang 

     Pengembangan Sumber Daya Alam BPP 

    Teknologi., Jakarta.

    Turkandi, T., Sukarna, D., dan Bawono, S.S.,

    1995; Peta Geologi Lembar Tepianbalai,

    Kalimantan skala 1:100.000,  Puslitbang 

    Geologi, Bandung 

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    15/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    10

    KETERDAPATAN HALOYSIT DAN IKUTANNYA DI PERAIRAN UTARA JAWA TIMUR 

    Oleh :

    Udaya Kamiludin1) dan Noor C.D Aryanto1)

    1) Puslitbang Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No.236, Bandung.

    S A R I

     Perairan Utara Jawa Timur adalah perairan berenergi rendah yang berkaitan erat dengan

    akumulasi sedimen berbutir halus. Berdasarkan hasil pengolahan data granulometri menunjukkan

     sebagian besar percontohan sedimen diklasifikasikan kedalam lanau. Hasil Analisis “X-ray

    diffraction”, lanau yang secara megaskopis sebagai lempung mengandung mineral lempung jenis

     Haloysit; ikutannya yaitu kuarsa alfa, kalsit, feldspar, halit dan hematit. Hasil analisis mineral 

    menunjukan haloysit ini mempunyai persentase antara 38,57-55,79 % dengan penyusunnya terlihat 

    dari hasil analisis kimia unsur utama berupa aluminium dalam Al 2O3 dan silikon dalam SiO2. Keterdapatan haloysit terbentuk secara mekanik dari pelapukan mineral aluminosilikat, seperti feldspar 

     yang bersumber dari batuan volkanik di bagian barat dan bahan gunungapi di sebelah selatan daerah

     penelitian.

    Kata kunci : Lanau, haloysit, feldspar, perairan Utara Jawa Timur

    ABSTRACT

     North East Java waters is a low energy waters in relation to fine grain sediment accumulation.

     Based on the processing results of granulometry data show the majority sample of sediment classified 

    into silt. Results of X-ray diffraction analysis, silt megascopically described as clay which is consisted of clay mineral of halloysite type; its associations are quartz alpha, calcite, feldspar, halite and hematite.

     Mineral analyses results show the halloysite has percentage between 38,57 - 55,79 % with composition

    confirmed from major element chemical analysis which show aluminum content in Al 2O3 and silicon in

    SiO2. The occurrence of halloysite formed through mechanical processes from surface weathering of 

    aluminosilicate minerals, as feldspars which source from volcanic rock in the west part and from

    volcanic materials in the south side of the investigation area.

    Keywords : silt, halloysite, feldspar, Northeast Java waters.

    PENDAHULUAN

    Daerah penelitian merupakan bagian dariLaut Jawa yang sebagian besar masuk ke dalam

    wilayah perairan Jawa Timur. Ditinjau dari segi

     pengembangan dan pembangunan, daerah

     penelitian masih memiliki keterbatasan data

     beraspek geologi, khususnya potensi Sumberdaya

    mineral kelautan.

    Haloysit (Halloysite) digunakan di banyak 

    industri, sebagai pengisi (filler) kertas dan karet,

    kesehatan, kosmetik, semen dan keramik. Haloysit

    mempunyai formula sama dengan kaolinit

    (kaolinite) dan merupakan salah satu mineral

    lempung yang termasuk ke dalam kelompok kaolinit. Kaolinit sendiri adalah merupakan

    lempung putih halus, dimana taksiran produk di

    Indonesia sebesar 283,3 . 103 ton/tahun, kemudian

    ekspor ke berbagai negara tujuan di Asia

    sebesar 183,3 . 103  dan impor sebesar 95,6

    . 103 ton/tahun.

    Geologi daerah penelitian termasuk ke dalam

    cekungan Utara Jawa Timur yang secara fisiografi

    merupakan bagian dari Zona Antiklinorium

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    16/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    11

    Rembang-Madura, dan Zona Kendeng yang kaya

    akan bahan gunungapi. Berdasarkan peta geologi

    lembar Jatiroto (Situmorang, 1992), Tuban

    (Hartono, 1997) dan Surabaya-Sapulu

    (Supandjono, 1992); batuannya terdiri dari

     batugamping, batugamping dolomitan dan

    dolomit (Formasi Paciran dan Formasi Madura),

     batulempung dengan selingan batulanau (Formasi

    Kujung), batupasir kuarsa (Anggota NgrayongFormasi Tuban), lava andesit (Andesit Lasem),

    Breksi Gunungapi dan Aluvium Pantai-Sungai

     berukuran kerikil hingga lempung.

    Endapan permukaan dasar laut umumnya

     berupa sedimen bertekstur halus. Dari

    keseragaman tekstur sedimen ini dicoba untuk 

    diketahui sampai sejauh mana keberadaan

    kandungan mineral lempung dan ikutannya.

    Maksud penyelidikan adalah mengumpulkan

    dan menginventarisasi keterdapatan mineral

    lempung dan ikutannya, untuk memberikaninformasi potensi sumberdaya mineral, meliputi:

     jenis, besaran dan bentukannya.

    METODE PENELITIAN

    Operasional lapangan, menggunakan Kapal

    GEOMARIN milik Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) yang

    dilengkapi dengan perangkat penentuan posisi

    Global Positioning System  (GPS) dan penuntun

    arah (kompas), untuk pengambilan contoh yang

    telah direncanakan.Pengambilan contoh sedimen dasar laut,

     pemercontohan sedimen dilakukan dengan

    menggunakan penginti gaya berat (gravity corer).

    Analisis sedimen, contoh penginti gaya berat

    dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama

    disimpan sebagai arsip dan bagian kedua untuk 

     berbagai analisis. Setelah pemerian megaskopis,

    kemudian contoh dipreparasi untuk analisis

    granulometri,  X-ray difraction  ( XRD), mineral

    dan kimia.

    Analisis granulometri dilakukan untuk sedimen berukuran kerikil-pasir seberat 100 gram

    dengan pengayakan kering. Bagi fraksi lumpur 

    yang tersisa di “pan”  seberat 20 gram diambil

    untuk pipetisasi. Interval kelas, untuk ayakan 0,5

     phi dan pipet sebesar 1phi.

    Analisis  X-ray diffraction, selain untuk 

    mengetahui mineral kristalin, dilakukan untuk 

    mengidentifikasi jenis mineral lempung secara

    kualitatif dari sedimen di daerah penelitian.

    Analisis mineral, untuk mengetahui ragam

    mineral secara kuantitatif. Sedangkan analisis

    kimia unsur-unsur utama (major elements) untuk 

     pembentuk mineralnya.

    Nomenklatur Sedimen,  berdasarkan

    diagram segitiga proporsi kerikil terhadap lumpur 

    dan pasir; dan proporsi pasir terhadap lanau dan

    lempung (Folk , 1980) melalui pendekatan

    statistika “moment”  (Friedman, 1978).Secara garis besar terdapat tiga fakta penting

    mengenai batasan lempung; pertama berdasarkan

    ukuran, mencakup sesuatu yang lebih halus

    daripada 4 µ apakah itu mineral lempung, kuarsa

    (quartz), kalsit (calcite), pirit (pyrite) atau unsur 

    lain; ini disebut sebagai lempung bila dikerjakan

    oleh analisis besar butir; kedua berdasarkan

    komposisi, disebut sebagai “hydrous aluminum

     silicates” seperti kaolin (kaolinite,) monmorilonit

    (monmorillonite) dan golongan ilit (illite); terakhir 

     berdasarkan petrografi, yang meliputi penamaanumum lempung, baik sebagai mineral lempung,

    termasuk serisit (sericite) dan muskovit

    (muscovite) berbutir halus, biotit (biotite) dan

    klorit (chlorite) jika lebih halus dari 20 µ.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Nomenklatur Sedimen

    Secara visual, sedimen di perairan daerah

     penelitian umumnya dibentuk oleh fraksi

    lempung. Pengolahan data dari hasil analisis

    granulometri sebanyak 12 percontohan sedimen

     pada kedalaman inti 0 - 20 Cm berdasarkan

    nomenklatur sedimen dan parameter statistika

    “moment”  umumnya menunjukkan lanau,

    sebagian lanau pasiran dan pasir lumpuran sedikit

    kerikilan (Tabel 1).

    Tabel 1 Nomenklatur sedimen (Folk,1980)

    dan statistika moment

    Lanau,  dijumpai pada sebagian besar 

     percontoh dengan persentase lanau antara 93 - 95

    %. Menempati lepas pantai di kedalaman laut

     berkisar antara 30 m dan 53 m. Satuan ini secara

    megaskopis ditafsirkan sebagai lempung yang

    mempunyai sifat fisik: abu-abu kehijauan, lunak 

    dan plastis. Pada bagian bawah contoh inti

    dijumpai

    kantong pasir yang berisi kumpulan cangkang

    moluska jenis gastropoda dan pelecipoda, keadaan

    cangkang utuh hingga pecah, berukuran pasir 

    sampai kerikil. Keberadaan cangkang hasil

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    17/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    12

     preparasi granulometri menunjukan persentase <

    1%.

    Lanau pasiran,  ditemukan pada sebagian

     percontoh, menempati lepas pantai di kedalamanlaut < 45 m. Persentase pasir, lanau dan

    lempung, masing-masing 11,6 - 26,6 %, 72,9 -

    84,7 % dan 0,5 - 3,9 %.

    Lanau pasiran ini secara megaskopis

    dideskripsi sebagai lumpur yang mempunyai

    sifat fisik: berwarna sama dengan lanau yaitu abu-

    abu kehijauan; lunak, mengersik dan agak plastis.

    Dalam contoh inti sedimennya, sebagian terdapat

    kantong pasir yang berisi kumpulan cangkang

    moluska, keadaan cangkang utuh hingga pecah,

     berukuran pasir sampai kerikil. Pemisahancangkang hasil preparasi granulometri

    menunjukan persentase antara 2 - 10 %.

    Pasir lumpuran sedikit kerikilan,

    ditemukan pada satu lokasi, menempati

    kedalaman laut >30 m. Persentase kerikil, pasir,

    lanau dan lempung, masing-masing 4 %, 59,5 %,

    35,8 % dan 0,7 %.

    Satuan ini secara megaskopis dideskripsi

    sebagai pasir lumpuran yang mempunyai sifat

    fisik abu-abu kecoklatan, ukuran butir sangat

    halus-sangat kasar, bentuk butir membundar-

    menyudut tanggung, pemilahan sangat buruk,

    mengandung kuarsa, pecahan cangkang dan

    sedikit mineral hitam. Secara berangsur, pada bagian bawah intinya berkembang kantong pasir 

    yang berisi kumpulan cangkang moluska

     berwarna putih kecoklatan, utuh hingga pecah,

     berukuran pasir hingga kerikil. Kandungan

    cangkang hasil preparasi menunjukan persentase <

    5%.

    Mineral Lempung dan Ikutannya

    Secara kualitatif, berdasarkan hasil analisis X-

    ray difraction  yang dilakukan pada 9 percontoh

    memperlihatkan bentuk grafis sama yang

    menunjukan mineral lempung jenis haloysit

    [Al2Si2O5(OH)4]. Mineral kristalinnya, yaitu

    kuarsa alfa (SiO2), kalsit (CaCO3), feldspar, halit

    (NaCl), dan hematit (Fe2O3), seperti diwakili oleh

    salah satu hasil identifikasi grafis X-ray difraction

    (Gambar 1).

    Secara kuantitatif, kesembilan percontohan

    tersebut di atas berdasarkan hasil analisis mineral

    menunjukkan haloysit dengan persentase antara

    38,57 - 55,79 %. Mineral ikutannya, antara lain:

    Tabel 1 Nomenklatur sedimen (Folk,1980) dan statistika momen 

    LOKASI STATISTIKA MOMENT PERSENTASE KLASIFIKASI

    CONTOH X (Phi) Sorting Skewness

    Kurtosis Kerikil Pasir Lanau Lempung

    Folk (1980)

    JTM 06-01 4.8 1.2 0.7 3 0 26.6 72.9 0.5 Lanau pasiran

    JTM 06-02 5.2 1.2 0.8 3.4 0 11.6 84.7 3.6 Lanau pasiran

    JTM 06-03 5.6 1.2 0.9 2.9 0 0.6 93 6.5 Lanau

    JTM 06-04 5.6 1.2 0.8 2.7 0 0.1 93.8 6 Lanau

    JTM 06-05 5.4 1.1 1.1 3.9 0 1.5 93.4 5.1 Lanau

    JTM 06-06 5.7 1.3 0.6 2.2 0 0.5 93.6 5.9 Lanau

    JTM 06-07 5.3 1.1 0.8 3.9 0 4.1 93.2 2.7 Lanau

    JTM 06-08 3 2.2 -0.1 2.5 4 59.5 35.8 0.7 Pasir lumpuran

    sedikit kerikilan

    JTM 06-09 5.1 1.4 0.6 3.1 0 18.6 77.5 3.9 Lanau pasiran

    JTM 06-10 5.5 1.2 1 3.1 0 0.9 93.1 6 Lanau

    JTM 06-11 5.6 1.2 0.9 2.9 0 0.1 94.4 5.5 Lanau

    JTM 06-12 5.5 1.2 1.1 3.2 0 0.1 95 4.9 Lanau

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    18/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    13

    Gambar 1. Grafis hasil X-ray difraction percontoh JTM 06-05

    Gambar 2 Peta persentase halloysite

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    19/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    14

    kuarsa alfa 9,82 - 5,48 %, kalsit 11,30 - 23,74 %,

    feldspar   7,18 - 18,21 %, halit 3,63 - 8,14 % dan

    hematit  2,88 - 4,13 % (Tabel 2).

    Haloysit  dihasilkan oleh ubahan hidrotermal

    (hydrothermal alteration) atau lapukan mineral

    yang mengandung aluminosilikat (aluminosilicate

    minerals), seperti feldspar yang terdapat dalam

     batuan volkanik di daerah penelitian

    Persentase  Haloysit tampak semakin

    mengecil ke arah timur di daerah penelitian

    (Gambar 2). Mengecilnya persentase Haloysit

    selaras dengan menghilangnya bahan gunungapi

    di bagian timur daerah penelitian. Keterdapatan

    haloysit   bersumber dari batuan volkanik di

     bagian barat dan bahan gunungapi di sebelah

    selatan daerah penelitian. Haloysit diperkirakan

    merupakan hasil lapukan feldspar. Ikutannya,

    hematit  merupakan mineral berat yang termasuk 

    ke dalam salah satu kelompok mineral opak,

    dimana di bawah kondisi tropik dapat terbentuk 

    dari hasil oksidasi berupa ubahan mineral yang

    mengandung besi atau residu setelah karbonat dan

     batuan silikat (laterit) terlarut.

    Kesembilan percontohan tersebut di atas

    yang dianalisis kimia unsur-unsur utama

    memperlihatkan adanya kandungan SiO2  dengan

     persentase antara 38,34 - 48,01%, Al2O3  11,44 -

    16,75%, Fe2O3 3,32 - 4,64%, TiO2  0,17 - 0,37%,

    CaO 6,71 - 13,63%, MgO 1,10 - 3,89 % Na2O

    2,42 - 3,95%, K 2O 1,37 - 1,68% dan Cl 2,52 -

    5.21%. Hasil analisis memperlihatkan

    kandungan sedimen kaya akan unsur utama SiO2,

    Al2O3 dan CaO (Tabel 3).

    Menonjolnya ketiga unsur utama tersebut di

    atas berkaitan dengan penyusun batuan daratnya,

    dimana dijumpai adanya batupasir kuarsa dan

     batugamping dolomitan. Kemudian di bagian

     barat dan di sebelah selatannya, masing-masing

    disusun oleh batuan volkanik dan bahan

    gunungapi.

    Unsur utama penyusun Haloysit ditunjukkanoleh kandungan aluminium (Al) dalam Al2O3(aluminum oxside) dan silikon (Si) dalam SiO2(silicon oxside/silicate) yang dominan. Sedangkan

    kuarsa alfa oleh SiO2; kalsit oleh CaO; feldspar 

    oleh Al2O3, SiO2, Na2O dan CaO; halit oleh Na2O

    dan Cl-; hematit oleh Fe2O3. Alpha quartz

    disebut sebagai low quartz. Rutil tidak 

    teridentifikasi, namun tampak ditemukan

     penunjang pembentuk unsur utamanya berupa

    titanium (Ti) dalam TiO2 (titanium oxside).

    SIMPULAN

    Sebagian besar contoh sedimen

    diklasifikasikan ke dalam tekstur lanau.

    Lanau yang secara megaskopis dideskripsi

    sebagai lempung, mengandung mineral lempung

     jenis Haloysit; kristalinnya berupa kuarsa alfa,

    kalsit, feldspar, halit dan hematit.

    Haloysit mempunyai persentase antara 38,57

    - 55,79 %, dengan unsur utama penyusunnya

    Tabel 2 Hasil analisis mineral 

     N O M O R C O N T O H

    MINERAL JTM06-01

    JTM06-02

    JTM06-03

    JTM06-04

    JTM 06-05

    JTM06-06

    JTM06-07

    JTM06-09

    JTM06-11

    P e r s e n t a s e (%)

    Halloysite 48,69 55.79 43.17 47.09 43.07 52.8 40.45 38.57 42.10

    Alpha Quartz 18.03 9.82 25.48 18.92 17.88 10.13 21.21 19.98 20.21

    Calcite 17.67 19.48 12.31 14.23 21.29 17.08 21.77 23.74 11.30

    Feldspar 7.98 7.18 10.22 9.61 9.05 7.92 8.52 8.8 18.21

    Halite 4.75 3.63 5.41 6.02 5.04 8.14 3.94 5.15 4.93

    Hematite 2.88 4.10 3.41 4.13 3.67 3.93 4.11 3.76 3.25

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    20/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    15

     berupa aluminium dalam Al2O3 dan silikon

    dalam SiO2.

    Penyusun sedimen didominasi oleh unsur 

    utama SiO2, Al2O3 dan CaO yang merupakan

    salah satu pembentuk Haloysit , kuarsa alfa dan

    kalsit.

    Haloysit terbentuk secara mekanik dari hasil

     pelapukan mineral aluminium silikat, seperti

    feldspar.

    DAFTAR PUSTAKA

    Folk, R.L., 1980, Petrology of Sedimentary Rocks.

    Hemphill Publishing company, Austin

    Texas.

    Friedman, G.M., dan Sanders, J.E., 1978,

     Principles of Sedimentology. John Wiley

    and Sons, USA.

    Hartono dan Suharsono., 1997, Peta Geologi

    Lembar Tuban, Jawa, Pusat Penelitian dan

     pengembangan Geologi.

    Situmorang, R.L., Smith, R., dan Van Vessem,

    E.J., 1992, Peta Geologi Lembar Jatirogo,Jawa,  Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Geologi.

    Supandjono, J.B., Hasan, K., Panggabean, H., dan

    Sukardi, 1992, Peta Geologi Lembar 

    Surabaya dan Sapulu, Jawa,  Pusat 

     Penelitian dan Pengembangan Geologi.

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    21/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    16

    KETIDAKSTABILAN PANTAI SEBAGAI KENDALA PENGEMBANGAN DAERAH

    PERUNTUKAN DI PERAIRAN LASEM JAWA TENGAH

    Oleh :

    D. Ilahude1) dan E. Usman 1)

    1) Puslitbang Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No.236, Bandung

    SARI

     Lokasi daerah studi  secara geografis terletak di pesisir utara Pulau Jawa dan termasuk pantai

    terbuka terhadap pengaruh energi gelombang dari arah barat laut dan timur laut. Proses abrasi di

     sepanjang garis pantai Lasem khususnya di bagian timur laut relatif besar. Pasokan sedimen dari pesisir 

     pantai bagian timur laut Lasem tersebut cenderung diendapkan di bagian tengah dan barat daya daerah

     penelitian.

    Kata Kunci : abrasi, pasokan sedimen

    ABSTRACT

    The study area is geographically located on the northern coast of Jawa, which is an open beach

    influenced by wave action from the northwest and northeast direction. The abrasion process occurre

    relatively at the northeastern coastline of the the Lasem area. Sediment supply from the northeastern of 

     Lasem tend to be deposited in the central and the southwestern part of the study area.

    Key words : abrasion, sediment supplay

    PENDAHULUAN

    Daerah yang diteliti secara geografis

    terletak di pantai bagian utara Pulau Jawa

    (pantura), yang dibatasi oleh koordinat 111o23’ -

    111o31’ BT dan 6o26’ - 6o34’LS. Pesisir pantai

    utara daerah ini dari tahun ke tahun mengalami

    abrasi terutama di bagian timur Kabupaten

    Rembang yaitu daerah Lasem bagian timur 

    (Usman, 2004). Aktifitas energi gelombang

    tersebut ditandai dengan adanya indikasi abrasi pada beberapa lokasi di bagian timur laut Lasem,

    dan akumulasi sedimen di muara sungai.

    Diperkirakan fenomena alam tersebut berlangsung

    secara musiman (Foto 1). Ketidakstabilan garis

     pantai akibat adanya abrasi gelombang musiman

    tidak dapat dihindari terutama pada musim barat,

    menyebabkan garis pantai di bagian timur 

    Kecamatan Lasem ini mengalami kemunduran

     pada beberapa lokasi, terutama lahan pertanian

    dan tumbuhan mangrove di kawasan tersebut.

    Sebagian tumbuhan mangrove yang masih tersisa

    di bagian timur Lasem ini cukup menahan laju

    abrasi pantai di kawasan tersebut. Secara visual

     proses abrasi dan akrasi di pesisir perairan Lasem

    dan sekitarnya masih berjalan secara alami, akan

    tetapi jika pada suatu ketika di daerah Lasem

     bagian timur terjadi pembukaan lahan tambak 

    ataupun pengembangan daerah peruntukan, maka

    laju abrasi pantai tersebut diperkirakan akan

    meluas terutama ke arah bagian timur. Sementara

    itu di pihak lain laju abrasi tersebut akanmelahirkan material (sedimen) yang

    mengambang, sehingga bersamaan dengan itu,

     pada musim barat dan timur adanya arus

    menyusur pantai yang cenderung memasok 

    sedimen tersebut ke beberapa lokasi yang

    menimbulkan sedimentasi (akrasi) di sepanjang

     pantai. Gejala sedimentasi ini dapat mengimbangi

    laju abrasi yang telah terjadi di bagian timur laut

    Lasem yang diperkirakan berlangsung pada

    musim barat.

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    22/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    17

    Proses sedimentasi di kawasan tersebut

    ditunjukkan oleh endapan sedimen (gosong pasir)

    dengan bentuk melingkar dekat garis pantai

    dengan luas mencapai 246,5 ha (Usman drr,

    2004).Gejala abrasi garis pantai di beberapa lokasi

    di bagian timur laut Lasem

    tersebut, merupakan indikasi

     bahwa telah terjadi refraksi

     penjalaran gelombang (wave

    orbital refraction) menuju pantai

    yang memicu arus sejajar pantai

    (longshore current ) yang bergerak 

    memasok sedimen cenderung ke

    arah barat daya. Pasokan sedimen

    secara periodik (musiman) ini berdampak terhadap

     pendangkalan di pesisir pantai

    Lasem dan sekitarnya. Terjadinya

     pengendapan sedimen di muara

    sungai maka diperkirakan paling

    tidak, ada dua sumber pemasokan

    material di pesisir perairan Lasem

    ke arah barat daya yaitu yang

     pertama adalah yang berasal dari

    abrasi pantai di bagian timur laut

    dan kedua adalah sedimen dari

    daratan terutama yang dipasok 

    oleh sungai pada musim hujan.

    Untuk mengkaji proses

    abrasi dan sedimentasi di daerah

    tersebut, diperlukan data dan

    informasi mengenai aspek 

    geologi dan oseanografi di

     perairan tersebut, terutama datalitologi pantai dan data

     parameter oseanografi. Oleh

    karena daerah penelitian tidak 

    termasuk dalam zona perairan

    samudera maka tujuan dari

     penelitian hidro-oseanografi

    yang dilakukan di daerah pesisir 

     pantai perairan Lasem ini,

    diarahkan hanya untuk mengkaji

    dua aspek yaitu yang pemicu

     proses abrasi dan laju pasokansedimen (Q) serta arah

     pengendapannya yang berkaitan

    dengan pengembangan daerah

     peruntukan di daerah Lasem dan

    sekitarnya.

    Tatanan Geologi

    Menurut Kadar dan Sudijono (1993), daerah

    Rembang dan sekitarnya merupakan dataran

    aluvium yang tersusun oleh endapan sungai dan

     pantai yang terdiri atas kerakal, kerikil, pasir,

    lanau dan lempung, sedangkan pada dataran

    Gambar 1. Lokasi daerah penelitian

    Foto 1. Sedimentasi di muara sungai di lokasi B2 (pada gbr. 4) di bagian tengah 

    daerah telitian.

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    23/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    18

    rendahnya tersusun oleh batuan sedimen napal,

     batupasir, batulempung, batulempung gampingan

    dan serpih yang menempati daerah bagian utara,

     barat dan timur.

    Secara visual pesisir pantai daerah Lasem dan

    sekitarnya mempunyai bentang alam yang

     berhadapan dengan Laut Jawa dengan berbagai

    tipe pantai. Tipe pantai dataran berlumpur terdapat

    di bagian barat daerah penelitian, sedangkan tipe pantai dataran berpasir dan berbakau serta pantai

     bertebing berbatuan, terdapat di daerah bagian

    timur Lasem (Usman drr, 2004).

    Jika dilihat dari dinamika proses pantai dan

    klasifikasi zona pantai (coastal zone) maka

    horizon pantai daerah penelitian termasuk dalam

    katagori zona pantai terbuka (open beach)

    (Sulaiman drr, 1993).

    Metode Penelitian

    Sebagai dasar untuk memperoleh nilai

     parameter oseanografi dan pergerakan sedimen di

    sepanjang pantai (longshore drift ), dilakukan

    analisis kualitatif terhadap data angin di atas 10

    knot yang diacu dari data angin Stasiun

    Meteorologi Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur 

    selama lima tahun. Nilai parameter tersebut

    ditentukan dengan menggunakan kurva prediksi

    gelombang perairan dalam (deep water wave

     forecasting curve) (Bretschneider, 1954), guna

    mendapatkan tinggi dan periode gelombang di

    daerah penelitian. Untuk mendapatkan besaran

    energi fluks gelombang sepanjang pantai,

    digunakan formulasi Ijima dan  Tang (1967).

    Dengan menggunakan perangkat lunak energi

    fluks, hasil analisis ini kemudian disajikan dalam

     peta pergerakan sedimen sepanjang pantai.

    Selanjutnya untuk mengetahui nilai laju pasokan

    sedimen tererosi (Q) persatuan waktu, dilakukan

     pendekatan dengan menggunakan persamaan

    linier empiris  yang diformulasikan oleh Komar 

    dan Inman dalam Bijker (1988). Nilai yang

    diperoleh tersebut merupakan pasokan rata-rata

    sedimen terangkut sepanjang pantai (longshore

    transport rate) akibat abrasi gelombang dalam

    satuan meter kubik pertahun.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Klimatologi dan Laju Sedimentasi

    Dari data klimatologi, perairan ini sangat

    dipengaruhi oleh dinamika iklim global terutama

     pengaruh angin musim sepanjang tahun (Stasiun

    Meteorologi Tanjung Perak Surabaya, 1981-

    1985).

    Hasil analisis data angin permukaan di atas

    10 knot yang bersumber dari jaringan Stasiun

    Meteorologi Tanjung Perak Surabaya (Tabel 1),

    menunjukkan bahwa daerah pantai utara Jawa

     bagian timur, dipengaruhi oleh angin musim

    (monsoon) secara periodik baik dari barat laut

    maupun dari tenggara yang digambarkan dalam

    diagram windrose  (Gambar 2). Persentase arah

    angin permukaan dari arah lainnya relatif kecil.

     Arah Prosentase %

    Utara 3.01

     Timur Laut 17.73

     Timur 8.63

     Tenggara 32.55

    Selatan 0.98

    Barat Daya 6.29

    Barat 2.20

    Barat Laut 28.57

    Tabel 1. Analisis prosentase arah angin permukaan di atas 

    10 knot selama 5 tahun.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    N

    NE

    E

    SE

    S

    SW

    W

    NW

    Ket. : 20 - Persentase arah dan kecepatan angin dalam knot

    Gambar 2. Diagram windrose hasil analisis dari data

    Stasiun Meteorologi Tanjung Perak Surabaya

    (1982-1985).

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    24/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    19

    Frekuensi angin ini cukup membangkitkan

    komponen parameter oseanografi secara

    signifikan antara lain tinggi gelombang dan arus

    sepanjang pantai (longshore current ) di perairan

    Lasem dan sekitarnya.Secara visual arus sejajar pantai timbul

    setelah energi gelombang mengalami refraksi

    karena adanya perubahan kedalaman di lepas

     pantai Lasem (Gambar 3). Umumnya energi

    gelombang dan pergerakan sedimen tersebut

    terjadi pada saat air menuju pasang hingga pasang

    maksimum setelah melewati zona gelombang

     pecah dan bergerak osilasi mengikuti arus sejajar 

     pantai dan sebagian bergerak ke arah lepas pantai.

    Dari pengamatan di lapangan khususnya di

    lepas pantai bagian barat daya Lasem, terjadi pendangkalan yang ditandai dengan munculnya

    endapan sedimen (gosong pasir) pada saat air 

    surut. Di pihak lain, bagian timurlaut Lasem

    secara visual dijumpai adanya indikasi erosi

    (abrasi) pada lereng pantai yang ditandai dengan

    kemiringan pantai yang curam dengan sudut

    kemiringan lebih besar dari 45 derajat, sedangkan

    di bagian barat daya relatif landai karena adanya

    sedimentasi. Pasokan sedimen yang membentuk 

    gosong pasir tersebut menunjukkan bahwa paling

    tidak telah terjadi pasokan sedimen sebagai efek 

    dari proses abrasi pantai di bagian timur laut dan

     pasokan sedimen dari muara sungai yang dipasok 

    ke arah barat daya. Pendangkalan tersebut

    ditunjukkan dalam morfologi tepian dasar laut pantai Lasem pada sisi bagian barat daya dan

    tengah daerah penelitian (Gambar 4).

    Dari beberapa data di lapangan tersebut maka

    dilakukan pendekatan dengan menggunakan data

    statistik frekuensi angin guna menentukan nilai

     parameter gelombang yang berpengaruh terhadap

     pesisir pantai Lasem dan sekitarnya. Untuk 

    mengkaji adanya endapan sedimen yang

    terakumulasi di bagian barat daya Lasem tersebut

    maka dilakukan pengumpulan data parameter 

    oseanografi dan data angin selama lima tahunyang diambil dari Stasiun Meteorologi Tanjung

    Perak Surabaya. Data tersebut kemudian dianalisis

    dengan menggunakan kurva prediksi gelombang

     perairan dalam (deep water wave forecasting ).

    Berdasarkan pendekatan kurva prediksi

    gelombang perairan dalam, diperoleh tinggi

    gelombang di daerah penelitian berkisar antara 0.5

    hingga 2.5 meter dengan periode antara 1.5 hingga

    5.5 detik. Sudut datang gelombang pada titik 

     pendugaan di sepanjang garis pantai sebagai

    Sketsa arah gerak material

    Refraksi muka gelombang

    HWL

    LWL

    U

    L A S E M

    Keterangan :

    LWL : Low water level

    HWL : High water level

    Gambar 3. Arah gerak sedimen sepanjang pantai akibat refraksi gelombang di perairan Lasem dan sekitarnya

     yang berosilasi antara surut terendah (LWL) dan pasang tertinggi (HWL).

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    25/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     20

    faktor koreksi untuk mendapatkan besaran nilai

    energi fluks dan arah arus sejajar pantai yang

     bermuatan sedimen (longshore transport ). Nilai energi fluks gelombang dapat diperoleh

    dengan mensubstitusikan nilai tinggi dan periode

    gelombang signifikan di sepanjang pantai pada

     persamaan linier empiris yang formulasikan oleh

    Ijima dan Tang (1967).

    Hasil analisis ini menunjukkan bahwa arah

     pergerakan sedimen tersebut cenderung ke arah

     barat daya dengan daerah abrasi meliputi kawasan

     bagian timur laut daerah Lasem yang digambarkan

    dalam peta pergerakan sedimen pantai sepanjang

    tahun (Gambar 5).Kecepatan arus pasang surut (tidal current )

    yang terekam di daerah penelitian secara eksplisit

    relatif kecil yaitu rata-rata 0,1 meter/detik pada

    saat surut dan 0,05 meter/detik pada saat pasang.

    Dengan demikian pengaruhnya terhadap

     pergerakan sedimen jauh lebih kecil jika

    dibandingkan dengan kecepatan pasokan sedimen

    yang ditimbulkan oleh komponen arus sepanjang

     pantai.  Oleh karena kecepatan arus pasang surut

    tersebut relatif kecil maka prediksi tinggi

    gelombang perairan dalam, khususnya pada tiga

    lokasi (W1, W2 dan W3), diperlukan untuk 

    mengetahui seberapa besar pengaruh energi

    gelombang yang memicu proses erosi dan arus

    sepanjang pantai di daerah Lasem (Gambar 5).

    Dengan mengacu dari litologi pantai yang

    terdiri antara lain berupa sedimen pasir terutama

    di bagian timurlaut Lasem (Usman drr, 2004)

    maka volume pasokan sedimen rata-rata

    sepanjang pantai (longshore transport rate) dapatdiperoleh dari formulasi yang diaplikasikan oleh

    Komar dan Inman dalam Bijker (1988) sebagai

     berikut :

    Dimana

    Q :Volume pasokan material rata-rata sepanjang

     pantai (m3/tahun)

    ρs : Densitas sedimen (Kg/m3)

    g : Percepatan gravitasi (m/det2)

    Gambar 4. Morfologi tepian dasar laut pantai Lasem dan sekitarnya

      Il

     (ρs - ρ)g (1 – p)Q =

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    26/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     21

       G  a  m   b  a  r   5 .

       P  e   t  a  p  e  r  g  e  r  a   k  a  n  s  e   d   i  m  e  n  p  a  n   t  a   i  s  e  p  a  n   j  a  n  g   t  a   h  u  n   d   i  p  e

      r  a   i  r  a  n   L  a  s  e  m   d  a  n  s  e   k   i   t  a  r  n  y  a .

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    27/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     22

    ρ  : Densitas air (Kg/m3)

     p : Porositas sedimen

    Il : Laju pasokan material akibat energi fluks

    sepanjang pantai : K x Pl,

    Dimana :

    K : Konstanta Komar dan Inman,

    Pl : Energi fluks sepanjang pantai.

    Hubungan matematis di atas memperlihatkan

     bahwa nilai kumulatif I l merupakan fungsi linier 

    dari nilai Q. Oleh sebab itu besaran energi fluks

    yang diperoleh di perairan Lasem dan sekitarnya

    (Tabel 2), merupakan salah satu acuan untuk 

    mendapatkan nilai pasokan material rata-rata

     persatuan waktu. Pada musim timur dan barat,nilai Q ini akan meningkat terutama laju pasokan

    material sepanjang pantai ke arah bagian barat

    daya daerah penelitian.

    Dari peta pergerakan arus bermuatan sedimen

    (Gambar 5) dan prediksi pasokan sedimen rata-

    rata sepanjang pantai (Tabel 2), menunjukan

     bahwa dari barat daya ke timur laut nilai pasokan

    sedimen rata-rata pertahun (Q) adalah sebesar 

    1308.8, 2461.4, dan 2952 m3/tahun. Energi fluks

    gelombang terendah terdapat di bagian barat daya

    daerah penelitian yaitu pada zona W-1, sedangkantertinggi berada di bagian zona W-3. Besaran

    energi fluks sepanjang pantai (Pl ) dan nilai

     pasokan sedimen rata-rata (Q) pada tiga lokasi

    tersebut, bukan merupakan angka mutlak 

    sepanjang tahun. Oleh sebab itu perubahan nilai

    energi flux (Pl) pada musim barat dan musim timur 

    akan berpengaruh pada besaran pasokan sedimen

    rata-rata (Q) sepanjang tahun.

    PEMBAHASAN

    Periode iklim pada musim barat dan timur 

    sangat berpengaruh terhadap perubahan garis

     pantai di daerah penelitian yang ditandai dengan

    lereng pantai yang tererosi dan proses sedimentasiyang tampak di beberapa tempat. Adanya

    endapan sedimen di sekitar muara sungai

    merupakan indikasi adanya sebagian material

    yang dipasok dari darat terutama pada periode

    musim hujan yang telah terbukti dengan lahirnya

    gosong pasir di bagian barat daya daerah

     penelitian. Endapan sedimen yang terbentuk di

    muara sungai menunjukkan bahwa frekuensi

    curah hujan pertahun relatif besar yaitu sebesar 

    879 cm/tahun dengan rata-rata hari hujan 18 cm/

    tahun (Usman drr, 2004).Dengan melihat kondisi di lapangan serta

    hasil prediksi tinggi gelombang dan pasokan

    sedimen rata-rata sepanjang tahun, maka di pesisir 

     pantai Lasem dan sekitarnya terdapat titik-titik 

    yang berpotensi terjadi abrasi yang ditunjukkan

    oleh zona abrasi dan pasokan sedimen sepanjang

    tahun yang mengarah ke barat daya. Pasokan

    sedimen rata-rata per tahun tersebut sangat erat

    kaitannya dengan frekuensi abrasi di pantai bagian

    timur laut Lasem. Adanya pasokan sedimen

     bergerak ke arah barat daya maka tidak menutupkemungkinan akan mengakibatkan proses

    sedimentasi di pesisir pantai tersebut semakin

     berkembang.

    Hasil prediksi pasokan sedimen pada zona

    W-3 (Tabel 2), menunjukkan bahwa nilai Q di

    lokasi ini lebih besar dari pada di zona W-1 dan

    W-2 dengan jumlah nisbih pasokan sedimen

    cenderung bergerak ke arah barat daya, sesuai

    dengan pergerakan arus sepanjang pantai di

    daerah Lasem dan sekitarnya (Gambar 5).

     

    Tabel 2. Prediksi pasokan sedimen rata-rata pertahun di pantai perairan Lasem dan

     sekitarnya.

    No. Lokasi Energi Fluks(Pl )

    PasokanSedimen Rata-Rata Sepanjang

    Pantai (Q)

    (Newton-m/dt) (m3 /tahun)

    1 Barat daya (Zona W-1) 18.56 1308.8

    2 Tengah (Zona W-2) 34.9 2461.4

    3 Timur laut (Zona W-3) 41.86 2952

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    28/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     23

       G  a  m   b  a  r   6 .

       P  e   t  a   k  e   d  a   l  a  m  a  n   d  a  s  a  r   l  a  u   t   (   b  a   t   i  m  e   t  r   i   )  p  e  r  a   i  r  a  n

       L  a  s  e  m   d  a  n  s  e   k   i   t  a  r  n  y  a .

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    29/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     24

    Dengan demikian dari aspek parameter 

    oseanografi menggambarkan bahwa daerah bagian

     barat daya Lasem diperkirakan akan menjadi zona

    akumulasi sedimen sepanjang tahun.

    Perkembangan daerah sedimentasi tersebut

    terpantau pada peta batimetri yang renggang di

     bagian tengah hingga ke barat daya daerah

     penelitian, dengan kedalaman 1 sampai dengan 2

    meter jauh ke arah lepas pantai pada saat surut(Gambar 6). Di pihak lain di bagian timur laut

    menunjukkan pola kontur yang relatif rapat dan

    lebih dalam jika dibandingkan dengan perairan di

     bagian barat daya yaitu di atas 6 meter.

    Kedalaman laut bertambah ke arah utara dan timur 

    laut dengan pola garis kontur cenderung berarah

     barat daya-timur laut mengikuti progradasi

    lengkungan daratan Lasem dan sekitarnya. Hal ini

    menunjukkan bahwa proses pendangkalan yang

    disebabkan oleh pasokan arus yang bermuatan

    sedimen ke arah timur laut relatif kecil jikadibandingkan dengan ke arah barat daya.

    Dengan adanya endapan sedimen yang telah

    membentuk gosong pasir di lepas pantai bagian

     barat daya Lasem merupakan bukti bahwa

     pergerakan arus yang bermuatan sedimen di

     pesisir pantai Lasem dan sekitarnya telah

     berlangsung lama (Gambar 5). Terdapatnya titik-

    titik yang berpotensi abrasi di daerah bagian timur 

    laut Lasem maka perlu dipertimbangkan

     pembuatan sistem proteksi pantai yang berkaitan

    dengan daerah peruntukan di kawasan tersebutsehingga tidak menambah luasnya daerah erosi.

    SIMPULAN

    Pengendapan sedimen kearah baratdaya

     berdampak positif terhadap pengembangan lahan

     pertumbuhan hutan mangrove  sebagai peredam

    alamiah dari aktifitas abrasi gelombang pada

    musim barat. Akan tetapi perkembangan

    sedimentasi tersebut berdampak negatif terhadap

     pengembangan untuk alur pelayaran. Pasokan

    sedimen rata-rata per tahun sangat erat kaitannyadengan frekuensi abrasi di pantai bagian timur laut

    Lasem, sehingga aktifitas abrasi menjadi kendala

    utama jika di pesisir pantai Lasem tersebut akan di

     buka menjadi kawasan tambak dengan

    mengorbankan sisa-sisa tumbuhan mangrove  di

    sekitarnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Bijker, E.W., 1988, An international journal for 

    coastal, harbour and offshore engineers,Coastal Engineering , Volume 12, No. 3

    Bretschneider, C. L.,1954, Generation of wind

    wave over a shallow bottom, US Army

    Corps of Engineering, Beach Tech. Memo.,

    no. 51.

    Data angin dan curah hujan, 1981-1985, Stasiun

    Meteorologi Tanjung Perak Surabaya,

     Badan Meteorologi dan Geofisika, Laporan

     bulanan, Tidak dipublikasikan.

    Ijima and Tang F.L.W., 1967, Numericalcalculation of wind wave at shallow water,

     Proc. 10th Conf. Coastal Eng . P.3-45.

    Kadar, D. dan Sudijono, 1993, Peta geologi

    Lembar Rembang, Jawa,  Pusat Penelitian

    dan Pengembangan Geologi, Bandung.

    Sulaiman, Dede, M., Syamsudin (1993), Coastal

    Area Management in Indonesia,  Proc. of 

    Seminar Nasional Peran Teknik Hidraulik 

    dan Hidrologi Dalam Pengembangan

    Sumberdaya Air , PAU-UGM, Yogyakarta pp.92-100.

    Usman, E., Ilahude, D., Novico, F., Mirayosi,

    Setyadi, D., Karmini, M., Tri Dewi, K.,

    Hartono, Permanawati, Y., 2004. Kajian

    aspek geologi dan geofisika pengembangan

     pelabuhan Lasem, Kabupaten Rembang,

    Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Geologi Kelautan, Laporan internal, Tidak 

    dipublikasikan.

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    30/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     25

    STRUKTUR DIAPIR BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT DI KAWASAN PESISIR

    SELATAN KABUPATEN SAMPANG-PAMEKASAN, JAWA TIMUR

    Oleh :

    Prijantono Astjario 1)  dan Lukman Arifin 1)

    1)  Puslitbang Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No.236, Bandung.

    SARI

     Penelitian seismik pantul dangkal saluran tunggal (seismic profiling) dilakukan di lepas pantai

     Kabupaten Sampang dan Pamekasan, pesisir selatan Madura dengan hasil rekaman sepanjang 300 km.

     Interpretasi data seismik dilakukan dengan cara memisahkan runtunan-runtunan yang diduga

    mempunyai karakter yang berbeda serta mencirikan urut-urutan pengendapan batuan sedimen.

    Ciri dari runtunan Kuarter ditandai dengan sedimen yang mempunyai runtunan yang tidak 

    terganggu oleh aktivitas struktur geologi seperti perlipatan maupun pensesaran. Runtunan Tersier dicirikan dengan adanya aktivitas struktur lipatan sangat ketat seperti antiklin, sinklin, dibarengi

    dengan sesar-sesar, serta intrusi-intrusi diapir.

     Data interpretasi seismik pantul dangkal saluran tunggal memberikan gambaran tentang struktur 

     geologi bawah dasar laut walaupun dengan penetrasi yang sangat terbatas (dangkal). Data tersebut 

     juga memberikan gambaran serta indikasi adanya jebakan-jebakan gas bumi dan diapir di kawasan

     pantai Kabupaten Pemekasan dan Sampang.

    Kata Kunci  : seismik, runtunan, diapir, Sampang dan Pamekasan

    ABSTRACT

    Single channel seismic profiling activity carried out in the southern coast of Pamekasan and 

    Sampang District, southern coast of Madura, has recorded data of more or less 300 kilometres. The

    interpretation of seismic profiling records have been done by separating the sequence of sediments which

    have chronologically different character and depositional environments.

    The characteristic of Quaternary sediment sequence is indicated by the sediment that did not 

    disturbed by geological structures, such as folding and faulting. The Tertiary sediment sequences in the

     south coast of Pamekasan area have been tightly folded which consist of anticline, sincline shale diapir 

    and faulting phenomena.

    The interpretation of seismic profiling data showed the indication of the geological structure under 

    the sea floor although by means of the shallow penetration energy. It still can be helpful to indicate

    diapire and gas closures in the southern coast of Sampang and Pamekasan areas.

    Key words : seismic, sequence, diapire, Sampang and Pamekasan

    PENDAHULUAN

    Pantai selatan Kabupaten Pamekasan hingga

    Kabupaten Sampang merupakan kawasan pantai

    yang landai dengan energi gelombang yang

    rendah membuat wilayah ini menjadi kawasan

     pantai yang relatif stabil terhadap erosi laut.

    Di kawasan pantai ini tersingkap

     batugamping terumbu dan endapan aluvium

     berumur Kuarter, sementara di bagian darat

    tersingkap Formasi Pamekasan khususnya di

    sungai-sungai yang mengalir melalui kota

    Pamekasan yang berumur Pliosen. Di bawah

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    31/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     26

    formasi tersebut adalah Formasi Madura berumur 

    Miosen Akhir – Pliosen (Mulhadiono drr, 1984).Kawasan pantai selatan Pulau Madura adalah

    kelanjutan dari Cekungan Jawa Timur – Madura,

    yang merupakan cekungan busur dalam (back arc

    basin). Batuan sedimen berumur Tersier 

    mengalami perlipatan yang ketat serta pensesaran

    yang dapat dijadikan sebagai indikasi adanya

     jebakan-jebakan gas bumi dan serpih lumpur di

     bawahnya. Dua pemboran eksplorasi telah

    dilakukan di kawasan selatan Madura yaitu

    sumur-bor MS-1 dan sumur-bor Konang, akan

    tetapi kedua sumur tersebut tidak menghasilkanhidrokarbon akan tetapi hanya semburan gas bumi

    yang kurang bernilai ekonomis.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 

    menginventarisasi sumber daya alam di kawasan

     pesisir. Dalam penelitian ini ditemukan indikasi

    struktur geologi bawah dasar laut. Struktur 

    geologi tersebut diduga sebagai jebakan-jebakan

    hidrokarbon serta gas bumi, akan tetapi dengan

    menggunakan perangkat seismik pantul dangkal

    saluran tunggal struktur ini hanya merupakan

     perlipatan sedimen yang mengandung lumpur dan

    gas bumi. Perlu adanya penelitian lebih lanjut danrinci di perairan Selat Madura, dengan

    menggunakan perangkat yang lebih baik dan

    modern yang akan menghasilkan penetrasi lebih

    dalam seperti perangkat seismik saluran banyak 

    (multi channel ) untuk dapat merekam secara jelas

    struktur geologi yang lebih luas dan dalam.

    Daerah penelitian meliputi sebagian kawasan

     pantai selatan bagian timur Kabupaten Sampang

    dan kawasan pantai selatan bagian barat

    Kabupaten Pamekasan, yang terletak pada

    koordinat 07° 00’ - 07° 35’ Lintang Selatan dan113° 00’ - 113° 30’ Bujur Timur atau terletak pada

    lembar peta 1608 – 5. Luas daerah penelitian

    mencakup kurang lebih 1500 km2 dengan garis

     pantai sepanjang kurang-lebih 90 km (Gambar 1).

    Tinjauan Geologi Umum

    Secara geologi kawasan pesisir Pamekasan,

    Madura, merupakan kumpulan struktur lipatan

    dari Mandala Rembang bagian timur (van

    Bemmelen, 1949), dicirikan oleh satuan

    Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian di kawasan pantai Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur.

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    32/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     27

     perbukitan lipatan bergelombang. Jajaran lipatan-

    lipatan batuan sedimen dengan arah sumbu barat-

    timur tersebut membentuk topografi dan struktur 

    geologi yang spesifik dari mandala ini. Secara

    morfologi dapat dibagi menjadi satuan-satuan

    morfologi punggungan sinklin, antiklin dan

    lembah homoklin.

    Formasi Kalibeng menurut penelitian

    terdahulu yang dilakukan oleh Pringgoprawiro(1980) disebut juga sebagai Formasi Paciran,

    terdiri dari batugamping pasiran bersisipan

     batugamping terumbu dan napal. Ketebalan

    Formasi Paciran adalah 100 – 250 m; berumur 

    Miosen Akhir hingga Pliosen; terendam dalam

    lingkungan litoral – sublitoral.

    Formasi Paciran ini ditutupi secara tidak 

    selaras oleh Formasi Pamekasan

    (Koesoemadinata, 1969) dengan setebal 250 m,

    yang tersusun dari batulempung, batupasir kuarsa

    dan konglomerat yang menempati morfologi perbukitan landai; berumur Pliosen; dengan

    lingkungan pengendapan litoral. Khususnya di

     pesisir pantai selatan Madura yang

    menyingkapkan Formasi Pamekasan yang ditutupi

    secara tidak selaras oleh batugamping koral

     berumur Kuarter dan pada dataran rendah ditutupi

    oleh endapan aluvium (Mulhadiono drr, 1984).

    Formasi Paciran tersebut terdiri atas

     batugamping terumbu dan batupasir, terbentuk 

    akibat dari penurunan Pulau Madura pada Miosen

    Akhir hingga Pliosen (Pringgoprawiro, 1983)yang mengakibatkan terjadinya genang laut

    sehingga membentuk lingkungan litoral – 

    sublitoral. Genang laut ini membentuk paparan

    laut dangkal yang sangat luas dan memungkinkan

    tumbuhnya terumbu karang. Pada Pliosen Akhir,

    Pulau Madura mengalami pengangkatan kembali

    hingga seluruh pulau tersebut berada dipermukaan

    laut.

    Formasi Pamekasan terdiri atas batulempung

     pasiran yang banyak mengandung cangkang

    moluska terendapkan pada kala Pliosen, saatPulau Madura mengalami penurunan kembali

    hingga di bawah permukaan laut dalam

    lingkungan litoral. Akibat proses penurunan

    tersebut Pulau Madura mengalami kemiringan ke

    arah bagian selatan (tilting ) pada kala Plistosen.

    Seluruh Pulau Madura mengalami

     pengangkatan kembali pada Holosen hingga saat

    ini, hal tersebut ditandai oleh luasnya endapan

    aluvial dan terumbu karang disepanjang pantai

    selatan dan utara, mengakibatkan munculnya P.

    Kambing .

    Secara regional perairan Selat Madura

    merupakan bentuk struktur graben, didominasi

    oleh batuan sedimen dari Mandala Kendeng yang

     banyak mengandung material volkanik dan

    terlipat ketat, dengan arah sumbu barat- timur,

     berpotensi menjadi jebakan-jebakan minyak dan

    gas bumi. Sesar-sesar naik juga dijumpai dimandala ini, rekahannya dimanfaatkan gas yang

     bertekanan tinggi untuk merembes hingga

    kepermukaan dasar laut. Tidak sedikit struktur 

    diapir ditemukan di perairan Selat Madura yang

     berada dekat permukaan dasar laut terisi oleh

    lumpur serpih cair dengan temperatur tinggi dan

     bertekanan tinggi, potensi membentuk struktur 

    lumpur volkanik (mud volcanic) seperti yang

    ditemukan di Blora dan daerah utara Mojokerto

    tepatnya di Sidoarjo.

    Gas alam banyak dijumpai di daerah penyelidikan terutama dalam batupasir yang

     berselingan dengan batugamping dari Formasi

    Tawun berumur Miosen Tengah (Pringgoprawiro,

    1980).  Pemboran-pemboran telah dilakukan oleh

    BPM dan Stanvac pada tahun 1936, diantaranya

    sumur bor Konang-1 mencapai kedalaman 1440 m

    menghasilkan semburan gas (Koesoemadinata,

    1969)..

    METODE PENELITIAN

    Dalam kegiatan penelitian wilayah pantaiguna menginventarisasi sumberdaya alam

    kawasan pesisir salah satu kegiatannya adalah

    melakukan kegiatan penelitian geofisika, antara

    lain melakukan rekaman pemeruman guna

    mengetahui morfologi dasar laut dan rekaman

    seismik guna mendapatkan data tentang perlapisan

    endapan sedimen berumur Kuarter serta struktur 

    geologi bawah permukaan di sekitar kawasan

     pesisir.

    Pemeruman ( sounding ) dilakukan selama

     pelaksanaan perekaman seismik pantul dangkalsaluran tunggal guna memantau kedalaman laut

    selama penyelidikan berlangsung. Dalam

     pemeruman ini digunakan peralatan  Echosounder 

     IMC model 8001  yang termasuk tipe dual 

     frequensi  dan dapat dioperasikan dengan

    menggunakan transduser keramik 200 kHz 

    dengan lebar beam 12 derajat.

    Penampang seismik pantul dangkal saluran

    tunggal ( seismic profiling ) penelitian ini dilakukan

    di lepas pantai Pamekasan dan sekitarnya

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    33/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     28

    sepanjang 300 km. Kegiatan seismik pantul

    dangkal saluran tunggal menggunakan  sparker 

    dengan energi 300 Joule sampai dengan 500 Joule

    dihasilkan dari spark-array  EG & G 267 A dengan

    tiga elektroda. Sistem perekaman dilakukan pada

    laju satuan ( sweep rate) tiap setengah detik dan

     picu ledak ditentukan tiap satu detik, dengan

    memakai bandpast filter   yang dipisahkan antara

    250 Hz sampai dengan 2500 Hz. Hidrophone yang

    digunakan adalah jenis multy elements streamer (MESH)   Benthos, sedangkan luaran direkam

    dengan alat perekam analog jenis EPC 3200 S .

    Dari hasil penyelidikan ini didapatkan data

    rekaman penampang seismik dangkal saluran

    tunggal, berupa penampang waktu (time section)

    yang merupakan data rekaman gelombang pantul

    dari bidang-bidang pantul akibat adanya

     perbedaan kepadatan (density contras) pada

    interface antara lapisan atas dan bawahnya

    Dengan menganalisis sifat-sifat serta wujud

     pantulan setiap lapisan dengan ditunjang oleh dataacuan geologi yang ada maka akan dapat

    dihasilkan penafsiran penampang geologi yang

    menggambarkan adanya urut-urutan tatanan

    stratigrafi, struktur geologi, jenis batuan dengan

    ketebalan maupun sebarannya.

    HASIL PENELITIAN

    Koreksi data batimetri yang diterapkan

    adalah elevasi pasang surut yang diperoleh dari

    hasil pengukuran selama penyelidikan

     berlangsung. Adapun koreksi geometri + 0,5

    meter ditambahkan pada seluruh raw  dari

    kedalaman laut sesuai dengan transduser   yang

    ditempatkan pada bagian kiri kapal.

    Peta batimetri daerah penyelidikan yang

    dihasilkan seperti pada Gambar 2. Kontur 

    kedalaman laut dengan interval 5 meter 

    memperlihatkan kedalaman laut dari 10 meter 

    sampai 50 meter. Morfologi dasar laut secara

    umum sangat landai dengan perubahan kedalaman5 meter sejauh 1 kilometer sampai 5 kilometer.

    Di bagian tengah daerah penyelidikan

    terdapat Pulau Kambing yang merupakan puncak 

    dari struktur diapir dan memiliki cekungan di

     bagian timurnya dengan kedalaman hingga 40

    meter sampai 50 meter yang saat ini terisi

    endapan sedimen Resen, diduga cekungan

    tersebut terbentuk karena adanya aktivitas lipatan

     pada Zaman Tersier dan berkaitan dengan

     pengangkatan Pulau Madura. Pola kontur 

    umumnya adalah timur barat memanjang hampir sejajar pantai, sedangkan di bagian paling timur 

     pola kontur berubah arah baratlaut-tenggara.

    Penampang seismik pantul dangkal saluran

    tunggal ( seismic profiling ) penelitian ini dilakukan

    di lepas pantai Pamekasan dan sekitarnya

    sepanjang 300 km (Gambar 3.). Berdasarkan pada

    konfigurasi reflektor dari hasil rekaman seismik 

     pantul dangkal saluran tunggal di perairan Selat

    Madura ternyata tidak mudah untuk dikorelasikan

    dengan struktur regional dan sebaran batuan yang

    Gambar 2. Kedalaman laut (bathymetry) di kawasan pantai selatan Kabupaten Pamekasan dan

     Kabupaten Sampang 

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    34/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

     29

       G  a  m   b  a  r   3 .

       P  e   t  a   l   i  n   t  a  s  a  n  r  e   k  a  m  a  n  s  e   i  s  m   i   k  p  a  n   t  u   l

       d  a  n  g   k  a   l  s  a   l  u  r  a  n   t  u  n  g  g  a   l   d   i   k  a  w  a  s  a  n  p  a  n   t  a   i  s  e   l  a   t  a  n   K  a   b  u  p  a   t  e  n   P  a  m  e   k  a  s  a  n

       d  a  n

       K  a   b  u  p  a   t  e  n   S  a  m  p  a  n  g .

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    35/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    30

       G  a  m   b  a  r   4 .

       R  e   k  a  m  a  n   S  e   i  s  m   i   k  s  a   l  u  r  a  n   t  u  n  g  g  a   l  p  a   d  a   l   i  n   t  a  s  a  n   4 ,  m  e  m  p  e  r   l   i   h  a   t   k  a  n   k  o  n   f   i  g  u  r  a  s   i  r  e   f   l  e   k   t  o  r   S  e   j  a   j  a  r  a   t  a  u  p  a  r  a   l  e   l .

  • 8/16/2019 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

    36/50

    JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 1, April 2007

    31

    tersingkap di P. Madura. Hal ini disebabkan

    karena penelitiannya tidak dilengkapi dengan data

     pemboran dalam di sekitar perairan Selat Madura

    yang dapat dijadikan pegangan untuk melakukan

    korelasi antara data rekaman seismik, data

     pemboran serta batuan sedimen yang tersingkap di

    darat.

    Interpretasi data seismik dilakukan dengan

    cara memisahkan runtunan-runtunan yang didugamempunyai karakter yang berbeda serta

    mencirikan urut-urutan pengendapan batuan

    sedimen dan dicoba untuk disebandingkan dengan

     batuan yang tersingkap di darat (Ringgis drr,

    1985). Hasilnya diharapkan dapat memberikan

    gambaran tentang keberadaan tatanan serta

    struktur geologi yang ada di bawah dasar laut

    kawasan pantai selatan Kabupaten Pamekasan dan

    Sampang.

    Bagian teratas dari perlapisan yang telah

    mengalami struktur perlipatan pada rekamanseismik ditafsirkan sebagai perlapisan batuan

    sedimen berumur Tersier, adalah rombakan

     batugamping terumbu maupun batugamping

    klastik. Batugamping tersebut tersingkap sangat

    luas di pantai selatan pulau Madura. Batuan

    sedimen ini disebut oleh Situmeang (1979)

    sebagai Formasi Madura yang memiliki kesamaan

    dengan Formasi Paciran.

    Pada kawasan pesisir ini juga, perlapisan

     batugamping tersebut berada di atas batulempung

    napalan, ditafsirkan sebagai perlapisan ke duadari perlapisan Tersier, yang telah mengalami

     perlipatan. Menurut Situmeang (1979), perlapisan

    napal yang berada di bawah batugamping dari

    Formasi Madura tersebut disebandingkan dengan

    Formasi Pasean. Di beberapa daerah di pulau

    Madura, khususnya di kawasan pesisir selatan,

     batugamping tersebut ditutupi secara tidak selaras

    oleh batulempung gampingan berwarna gelap,

     batulempung ini secara stratigrafi disebandingkan

    dengan perlapisan yang berada di atas perlapisan

     batugamping yang telah mengalami perlipatan.Dari interpretasi tersebut dapat dipisahkan

    runtunan seismik menjadi runtunan Kuarter dan

     pra-Kuarter (batuan Tersier). Adapun ciri dari

    runtunan Kuarter ditandai dengan sedimen yang

    mempunyai konfigurasi sejajar ( paralel reflector)

    sampai dengan konfigurasi bebas ( free reflector ).

    Runtunan ini tidak terganggu oleh aktivitas

    struktur geologi seperti perlipatan maupun

     pensesaran. Endapan sedimen Kuarter bagian atas

    memiliki pola reflektor paralel sedangkan pola

    reflektor bebas dijumpai pada endapan sedimen

    Kuarter di bagian bawahnya. Perlapisan Kuarter 

    merupakan endapan sedimen akibat naiknya muka

    laut, sulit untuk menarik perlapisan-perlapisan

    yang lebih rinci karena perlapisannya yang tipis

    (Gambar 4). Walaupun demikian, masih dapat

    terlihat di beberapa tempat secara samar-samar 

     bidang perlapisan yang tidak merata yang diduga

    sebagai akibat dari menurunnya muka laut.Pasokan material sedimen diduga berasal dari

    endapan aluvium sungai Blega dari Kabupaten

    Sampang serta sungai-sungai kecil yang bermuara

    di kawasan pesisir pantai selatan Kabupaten

    Pamekasan.

    Runtunan Tersier dicirikan dengan adanya

    aktivitas struktur terobosan seperti diapir yang

    dibarengi dengan sesar-sesar. Batuan sedimen

    Tersier memiliki pola konfigurasi divergent 

    reflector , konfigurasi  free reflector   dan chaotic

    serta pola konfigurasi yang gelap. Daerahkawasan pesisir selatan kabupaten Pamekasan

    dan Sampang diduga merupakan bagian cekungan

    dan lebih merupakan geosinklin, dengan ketebalan

    sedimen Tersier mungkin lebih dari 6000 meter 

    (Koesoemadinata, 1980).

    Pola konfigurasi gelap (opaque reflector )

    umumnya memberikan indikasi adanya batuan

    sedimen yang diduga mengandung gas.

    Gelombang seismik pantul dangkal saluran

    tunggal yang menjalar pada batuan sedimen

    tersebut tidak dapat menembus perlapisan yanglebih dalam ( shallow penetration) karena

    gelombang seismik yang dipancarkan akan

    terserap dan menyebabkan sinyal seismik menjadi

    lemah, sehingga runtunan Tersier yang terdapat di

     bawahnya tidak dapat terdeteksi dan terekam

    dengan baik.

    Batuan sedimen yang diduga mengandung

    gas ( gas charged sediments) memiliki sebaran

    sangat luas khususnya di bagian barat daerah

    telitian, sedangkan di bagian timurnya hanya

    merupakan bagian-bagian terpisah di beberapatempat ( sporadic).

    Berdasarkan contoh endapan sedimen

    dasar laut, umumnya gas terakumulasi pada

    endapan sedimen lepas (uncosolidated sediments),

    yang ditutupi oleh endapan sedimen yang

    memiliki butiran lebih halus sebagai lapisan

     penutup