jurnal ekonomi dan bisnis issn : 1693-0908 vol. 23, no. 1
TRANSCRIPT
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
1
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
MEKANISME TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS ATAS COST RECOVERY
BERDASARKAN PRODUCTION SHARING CONTRACT MINYAK DAN GAS BUMI
DARI KONTRAKTOR KKS KE PEMERINTAH MELALUI SKK MIGAS
Nining Kastella
Universitas Islam Indonesia
Hendi Yogi Prabowo
Universitas Islam Indonesia
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekanisme transparansi dan akuntabilitas atas cost
recovery berdasarkan Production Sharing Contract (PSC) Migas yang dilakukan oleh
Kontraktor KKS dan negara Indonesia dalam hal ini adalah SKK Migas yang dijadikan
perwakilan. Mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang dimaksud berupa prosedur
transparansi secara internal maupun eksternal beserta pengawasan dan pengendalian yang
diterapkan oleh SKK Migas kepada kontraktor KKS terkait dengan cost recovery. Fokus
penelitian untuk mengetahui kegiatan transparansi dan akuntabilitas yang terjadi pada
kegiatan ekstraktif usaha hulu Migas di Indonesia dengan kontrak kerja sama berdasarkan
bagi hasil Migas menggunakan cost recovery. Metode penelitian adalah kualitatif. Data yang
dikumpulkan melalui dokumentasi dan wawancara mendalam dan diolah menggunakan
bantuan software NVivo 11 Plus. Berdasarkan wawancara dan dokumen tersebut ditemukan
transparansi dan akuntabilitas melalui Whistle Blowing System, System Application and
Product, Sistem Manajemen Resiko, Monitoring Mitigasi Resiko, Pembuatan Pedoman Tata
Kerja, Extractive Industries Transparency Initiative, Sistem Informasi Aset Migas,
Interkoneksi Sistem Stakeholder, Sistem Monitoring Kontrak Production Sharing Contract,
dan Sistem Operasi Terpadu.
Kata Kunci: Cost Recovery, Transparansi, Akuntabilitas, Pengawasan dan Pengendalian
Abstract
This research aims to determine the mechanism of transparency and accountability for cost
recovery based on Production Sharing Contract (PSC) Migas conducted by KKS contractor
and Indonesia Country in this case is SKK Migas Representative. The mechanism of
transparency and accountability in the form of transparency procedures internally and
externally along with supervision and control applied by SKK Migas to KKS contractors
related to cost recovery. Research focus to know the activities of transparency and
accountability that occur in the activities of the extractive business upstream oil and gas in
Indonesia with a cooperation contract based on the results of oil and gas use cost recovery.
The method of research is qualitative. Data is collected through documentation and in-depth
interviews and processed using NVivo 11 Plus software help. Based on the interview and the
document is found transparency and accountability through Whistle Blowing System, System
Application and Product, risk management system, risk mitigation Monitoring,
manufacturing of governance guidelines, Extractive Industries Transparency Initiative, oil
and gas asset information system, Stakeholder interconnection system, Production Sharing
contract Monitoring system, and integrated operating system.
Keywords: Cost Recovery, Transparency, Accountability, Supervision And Control
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
2
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
PENDAHULUAN
Dasar hukum pengelolaan sumber daya alam oleh negara Indonesia dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia yang tercantum
dalam pasal 33 UU Dasar tahun 1945. Minyak dan gas bumi (Migas) merupakan jenis energi
fossil dan salah satu jenis sumber daya alam berada di negara Indonesia. Sampai saat ini hasil
pengolahan minyak dan gas bumi masih menjadi salah satu akselerator roda perekonomian
nasional. Selain dimanfaatkan langsung sebagai energi dan bahan baku industri domestik,
hasil migas berperan menopang pembangunan daerah, mendorong investasi, serta melahirkan
efek berantai berupa terciptanya lapangan kerja. Mengingat peran pentingnya bagi
penerimaan negara, maka sumber daya migas harus dikelola secara transparan dan akuntabel
(KKBP EITI, 2014).
Secara umum kegiatan industri minyak dan gas bumi itu sendiri meliputi lima tahapan
yaitu kegiatan pencaharian, pengembangan, produksi, transportasi, dan pemasaran. Dalam
pelaksanaan kegiatan industri Migas dibagi atas dua sektor, yaitu kegiatan sektor hulu dan
kegiatan sektor hilir. Kegiatan sektor hulu dikelola dan diawasi oleh Satuan Kerja Khusus
pelaksanaan kegiatan minyak dan gas bumi disingkat (SKK Migas), sedangkan kegiatan hilir
dikelola dan diawasi oleh Badan Pengelola Hilir (BPH) yang pada dasarnya kedua lembaga
tersebut dibentuk untuk mewakili Pemerintah dalam mengelola industri minyak dan gas bumi
di negara Indonesia. Dalam mengelola kegiatan usaha hulu migas, Indonesia menerapkan
sistem bagi hasil, hal ini diatur dalam UU No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi
dalam bentuk kontrak kerja sama atau Production Sharing Contract (PSC) yaitu kontrak
bagi hasil yang berarti, produksi dibagi berdasarkan presentase kesepakatan kedua bela pihak
melalui kontrak kerja sama (KKS). Pihak yang dimaksud adalah pemerintah selaku penyedia
wilayah dan kontraktor sebagai perusahaan yang melakukan eksplorasi pengembangan dan
penyedia peralatan.
Ada beberapa mekanisme yang berlaku dalam kontrak kerja sama hulu Migas yaitu
kegiatan produksi dilakukan hanya setelah dinilai komersial oleh pemerintah, untuk
mendapatkan persetujuan pemerintah, kontraktor harus menunjukkan rencana kerja dan
anggaran yang dibutuhkan. Kepemilikan sumber daya migas berada di tangan pemerintah
hingga titik penyerahan. Seluruh hasil migas adalah milik pemerintah sampai titik penjualan,
barulah kontraktor memiliki hak dari sebagian hasil produksi sesuai besaran yang telah
diatur dalam kontrak kerja sama, serta manajemen operasi berada ditangan Satuan Kinerja
Khusus (SKK Migas). Penerapan kebijakan Cost recovery juga dapat mencegah adanya
dorongan perusahaan migas untuk mengakuisisi wilayah produksi migas menjadi hak milik
diatas nya, oleh karena itu biaya talangan untuk produksi migas telah diganti melalui Cost
recovery. Secara garis besar, ada 3 jenis biaya operasi atas cost recovery antara lain, yang
pertama adalah biaya non-kapital tahun berjalan, yang kedua adalah penyusutan biaya kapital
tahun berjalan dan yang ke tiga adalah biaya operasi tahun-tahun sebelumnya yang belum
memperoleh penggantian.
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
3
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Teori Agensi
Di dalam teori agensi dinyatakan bahwa ada suatu perbedaan kepentingan antara
prinsipal dan agen. Dan cara untuk mengurangi konflik keagenan salah satunya dengan
menerapkan hubungan kontrak kerja sama antara kedua belah pihak. Teori agensi yang
dipopulerkan oleh Jensen dan Meklin (1976) mengungkapkan bahwa teori agensi biasanya
berbentuk kontraktual, dan kontraktual dalam teori agensi merupakan konsep sentral dari
teori agensi awal karena membedakan teori agensi dari ekonomi klasik dan nonklasik. Di
mana kekuatan pasar berperan sebagai mekanisme penerbitan pemilik atau wirausaha. Tujuan
utama dari kontrak adalah a) mengatur tugas agen, b) mempercepat pencapaian tujuan
melalui kompensasi pada agen (Maslon dan Slack, 2003 :11). Sehingga, kontrak dalam
hubungan agensi dapat dipahami sebagai suatu alat yang memungkinkan adanya bentuk kerja
sama dan dengan pengawasan yang berbeda antara prinsipal dan agen (Ely, 2014:52).
Minyak dan Gas Bumi
Pengertian minyak bumi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi Pasal 1 angka 1 Menyebutkan bahwa: Minyak Bumi adalah hasil
proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer
berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang
diperoleh dari proses penambangan tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan hidrokarbon
lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan
usaha Minyak dan Gas Bumi. Sedangkan Pengertian Gas Bumi berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 1 angka 2 Menyebutkan bahwa
Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atsmofer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan
Gas Bumi.
Pelaku Usaha Migas
Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan, membentuk Badan Pelaksana
(Badan Pelaksana adalah suatu Badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian kegiatan
Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi. Pengertian Badan usaha sendiri, berdasarkan
UU Nomor 22 tahun 2001 pasal 1 angka 17 tentang Badan Usaha (BU) menyebutkan bahwa :
“Badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis
usaha bersifat tetap, terus menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan per undang-
undang yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).”
Sedangkan pengertian Badan Usaha Tetap berdasarkan UU Nomor 22 tahun 2001 pasal 1
angka 18 tentang BUT menyebutkan bahwa :
“Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Republik Indonesia.”
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
4
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
Kegiatan usaha hulu maupun hilir dapat dilaksanakan oleh beberapa badan usaha hal ini
tercantum dalam UU Nomor 22 tahun 2001 pasal 9 antara lain, yaitu a). Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), b). Badan Usaha Milik Daerah, (BUMD) c). Koperasi Kecil, Usaha Kecil
dan, d) Badan Usaha Swasta (BUS). Berdasarkan PP No 27 tahun 2017 menerangkan tentang
kontraktor sebagai pelaku usaha adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan
untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak
Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi.
Satuan Kinerja Khusus Migas
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas) adalah Institusi yang dibentuk oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan
usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini
dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara
dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Pengertian Wilayah Kerja Migas
Peraturan Menteri (PerMen) ESDM No. 05 tahun 2012 membahas mengenai tata cara
penetapan dan penawaran wilayah kerja migas dan non-konvensional di Indonesia.
Pengertian wilaya kerja migas menurut (PerMen) ESDM No. 05 tahun 2012 pasal 1 angka 5
Menyebutkan bahwa :
“Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Kerja Migas
adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk
pelaksanaaan eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan Gas Bumi.”
Pengelolaan wilayah kerja migas dilakukan oleh pihak lain, secara subtansi hanya
memberikan kewenangan untuk mengerjakan saja dan bukan untuk memiliki sumber daya
alam. Secara operasionalnya hal ini dipertegas dalam perjanjian kontrak kerja sama
(Production Sharing Contract) yang saat ini berlaku di Indonesia. Dalam kontrak tersebut
disebutkan bahwa hak atas dasar sumber daya alam migas tetap ada pada negara sampai
dengan titik terima barang, Sebelum sampai pada titik tersebut dan sebelum transaksi terjadi,
maka migas masih menjadi hak dan milik pemerintah.
Kontrak Kerja Sama
Modifikasi proses negosiasi pribadi adalah model kontrak yang menguraikan
persyaratan dasar dari suatu perjanjian dan dengan demikian berfungsi sebagai semacam
penawaran pertama. Pemerintah memutuskan apakah sumber daya dapat dimiliki secara
pribadi atau apakah itu milik negara. Jika sumberdaya alam yaitu minyak dan gas bumi
adalah milik negara, maka pengembangannya dapat dilakukan oleh perusahaan negara atau
dapat dikontrakan oleh perusahaan swasta. Sebagian besar negara memberikan hak
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
5
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
pengembangan kepada perusahaan swasta melalui proses negosiasi atau penawaran
(Bindermann, 1999:7).
Production Sharing Contract
Tujuan dari PSC sendiri adalah menarik investasi untuk menanamkan modalnya dengan
cara membagi hasil migas yang telah diproduksi. Cara ini digunakan pemerintah agar sumber
daya alam dapat dikelolah dengan baik, dan tanpa harus mengeluarkan biaya besar.
Penerapan PSC sendiri dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari produski migas yang
nantinya dibagi berdasarkan persenan yang sudah ditentukan dalam kontrak kerja. Saat ini,
sebagian besar blok migas yang beroperasi di Indonesia masih menggunakan sistem kontrak
bagi hasil. Hasil produksi akan dibagi secara in-kind (pembagian dalam bentuk barang) antara
Pemerintah Indonesia, dan kontraktor sesuai dengan split yang ditetapkan dalam kontraknya.
Sejak tahap eksplorasi sampai produksi, kontraktor akan menanggung semua biaya termasuk
risiko jika tidak ditemukan cadangan migas ditahap eksplorasi (dry hole) (KKBP EITI,
2015:67).
Bagi Produksi Migas
Penggunaan istilah bagi produksi atau bagi hasil migas digunakan untuk menggiring
kesebuah pemahaman bahwa secara konseptual yang dibagi antara para pihak yang
menandatangani kontrak adalah produksi migas. Akan tetapi harus ditambahkan, bahwa
pembagian tersebut tidak terjadi pada titik produksi. Melainkan pembagiannya dilakukan
pada titik penyerahan yaitu ketika migas yang diproduksi tersebut serahterima dari penjual
kepada pembeli. (Pudyantoro, 2012:171).
Pada umumnya bagi hasil atau bagi produksi antara pemerintah dan kontraktor setelah
pajak adalah 85:15 untuk minyak bumi dan 70:30 untuk gas bumi (laporan kontekstual EITI,
2015:64). Dalam perhitungan pembagian produski minyak dan gas bumi biasanya dihitung
berdasarkan kesepakatan bersama antara kedua bela pihak. Kesepakatan tersebut terlampir
pada lampiran “C” yaitu dalam model PSC Bilingual (ketentuan-ketentuan dalam kontrak
bagi hasil) antara badan pelaksana dan kontraktor. Perhitungan secara detail diatur dalam
perjanjian masing-masing. Secara umum, mekanisme pembagian tersebut dapat ilustrasikan
pada gambar dibawah ini, dengan mekanisme bagi hasil migas berdasarkan kontrak kerja
sama.
Pengaturan fiskal umum dari PSC dapat diuraikan dan disajikan pada gambar di bawah
ini tentang mekanisme pembagian hasil yang nantinya dilakukan antara pemerintah dan
kontraktor.
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
6
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
Gambar 1. PSC Model Cost Recovery
Cost Recovery
Syeirazi, (2017:92) mendefinisikan tentang cost recovery adalah semacam modal
produksi yang ditalangi kontraktor dalam skema kontrak bagi hasil. Setelah migas
diproduksi, pemerintah mengganti biaya operasi produksi yang dikeluarkan kontraktor
dengan cara menghitung seluruh biaya operasi yang telah diotorisasi, kemudian diganti
dengan memotong (gross production) senilai biaya yang dikeluarkan tersebut. Sedangkan
pada Laporan EITI kontekstual, (2016:29) mengungkapkan bahwa cost recovery (CR)
sendiri, merupakan mekanisme pengembalian biaya operasi oleh kontraktor kepadah
pemerintah.
Dilansir dari PricewaterhouseCoopers 2017, mengungkapkan bahwa pengeluaran yang
umumnya diizinkan untuk pemulihan biaya meliputi:
1. Biaya operasi tahun berjalan dari ladang minyak dengan persetujuan Plan of
Developmen (POD) atau rencana pengembangan, biaya pengeboran tidak
berwujud pada sumur eksplorasi dan pengembangan, dan biaya inventaris ketika
berada di Indonesia. Kontraktor juga dapat memulihkan overhead kantor pusat
(biasanya dibatasi maksimal 2% dari biaya tahun berjalan) asalkan metodologi
biaya diterapkan secara konsisten, diungkapkan dalam laporan triwulanan dan
disetujui oleh SKK Migas
2. Depresiasi biaya modal dihitung pada awal tahun selama aset tersebut digunakan
(meskipun untuk PSC baru-baru ini hanya depresiasi bulanan yang diizinkan pada
tahun awal). Metode penyusutan yang ditentukan adalah metode saldo menurun
atau metode saldo menurun ganda, dan didasarkan pada jumlah aset individual
dikalikan dengan faktor-faktor depresiasi sebagaimana dinyatakan dalam PSC.
Secara umum faktor tersebut tergantung pada masa manfaat aset, seperti 50%
untuk truk dan peralatan konstruksi; dan 25% untuk fasilitas produksi dan
peralatan pengeboran dan produksi. Hak atas barang modal diberikan kepada
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
7
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
Pemerintah saat mendarat di Indonesia tetapi kontraktor dapat mengklaim
penyusutan; dan
Biaya penyusutan dan operasi yang tidak dapat ditarik kembali dari tahun-tahun
sebelumnya. Jika tidak ada produksi yang cukup untuk menutup biaya ini dapat dilakukan ke
tahun berikutnya tanpa batas waktu.
Akuntansi Production Sharing Contract
Akuntansi Production Sharing Contract (PSC) adalah akuntansi yang mengacu pada
ketentuan yang termuat dalam kontrak kerja Sama lampiran “C” Lampiran ini mengatur hal-
hal yang sifatnya umum, antara lain terkait masalah sistem akuntansi, pemberlakuan setiap
transaksi, metode pembebanannya dan mekanisme bagi hasil. Selain itu juga mengacu pada
ketentuan yang tertuang dalam manual yang disebut financial budgeting and reporting
procedure manual of production sharing contract atau prosedur manual penganggaran dan
pelaporan keuangan kontrak bagi hasil (Rudyantoro, 2012).
Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi dalam kegiatan industri hulu migas merupakan isu hangat yang banyak
dibicarakan oleh kalangan masyarakat, terutama para stakeholder atau para pelaku yang
berkepentingan. oleh karena itu transparansi telah menjadi kebutuhan bagi mereka yang
melakukan usaha dibagian tata kelola di industri ekstraktif Adiputra dkk. (2014)
mendefinisikan, Transparansi adalah masalah utama dalam pemerintahan yang demokratis.
Tata pemerintahan yang demokratis membutuhkan pertanggungjawaban kepada publik untuk
meningkatkan transparansi dalam mengungkapkan lebih banyak informasi tentang anggaran
dan keuangan. Peningkatan transparansi sangat dibutuhkan dalam konteks fungsi
pengawasan, mencegah tindakan korupsi dan penyalahgunaan sumber daya publik yang akan
mengakibatkan gangguan. transparansi adalah salah satu elemen kunci dalam tata kelola yang
baik dalam bentuk jaminan akses dan kebebasan bagi semua orang untuk mendapatkan
informasi tentang tata kelola, termasuk manajemen keuangan publik sedangkan akuntabilitas
Mardiasmo, (2002:27) mendefinisikan bahwa (accountability) merupakan konsep yang lebih
luas dari stewardship. Stewardship mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara
ekonomis dan efisien tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan. Sedangkan accountability
mengacu pada pertanggungjawaban oleh seorang steward kepada pemberi tanggung jawab.
Kebijakan Akuntansi Migas
Pedoman Tata Kerja (PTK) tentang Biaya Kebijakan Akuntansi KKS untuk kegiatan
usaha hulu migas mengklasifikasikan mengenai semua biaya operasi yang dikeluarkan oleh
kontraktor KKS yaitu adanya perlakuan biaya operasi, penyajian biaya-biaya di dalam
WP&B, AFE, FQR, dan FMR dan Pengakuan, Pengukuran, dan penyajian terhadap jenis
biaya operasi yang memerlukan perlakuan akuntansi khusus karena sifat biayanya, serta
pertimbangan terhada peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Biaya operasi yang terjadi dalam kegiatan usaha hulu migas pada periode terjadinya
yaitu dapat dibebankan dan dikembalikan (cost recovery), ditangguhkan pembebanan dan
pengembaliannya (unrecovered cost), atau tidak dapat dibebankan dan dikembalikan (non-
cost recovery). Tujuan dari kebijakan akuntansi pada PTK 059 tentang biaya-biaya operasi
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
8
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
mengenai aturan dalam pengukuran, pengakuan atau pembebanan dan penyajian yang
dilakukan pada kegiatan operasi hulu minyak dan gas bumi. Berdasarkan kriteria pelaporan
dalam WP&B, AFE, FQR, dan FMR ruang lingkup/pembagian biaya operasi yang diatur
dalam kebijakan akuntansi adalah biaya eksplorasi, biaya eksploitasi dan biaya administrasi.
Metode dan objek penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Kualitatif dipilih karena topik penelitian
berkaitan dengan Transparansi dan Akuntabilitas atas cost recovery yang dilakukan dalam
ektraktif usaha hulu migas antara kontraktor KKS dan SKK Migas. Permasalahan yang
terjadi terkait cost recovery dalam penelitian ini memiliki beberapa prosedur transparan dan
akuntabel serta memiliki estetika yang tinggi dan secara inheren lebih menarik sehingga perlu
orientasi makna yang mendalam yang apabila menggunakan kuantitatif fenomenanya tidak
dapat dijelaskan dengan tepat (Silvermen, 3013:50). Objek penelitian di Jakarta Selatan
khusus ibu kota Jakarta Lokasi penelitian ini dilakukan di kantor Satuan Kerja Khusus
Pelaksanaan kegiatan usaha hulu Minyak dan gas bumi (SKK Migas) yang letaknya di
Wisma Mulia jalan Gatot Subroto.
Jenis dan Sumber Data serta Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data
yang diperoleh dari lapangan dengan menggunakan semua metode pengumpulan data original
berupa hasil wawancara yang dilakukan dengan tatap muka secara langsung. Data wawancara
terdiri dari kata-kata orang yang diwawancarai setelah melalui proses transkip serta
wawancara dilakukan terhadap staf senior akuntansi, Spesialis Akuntansi PSC, Staf Bagian
Pelaporan FQR dan satf umum akuntasi. Sedangkan data sekunder yaitu data yang telah
dikumpulkan oleh lembaga pengumpulan data dan di publikasikan kepada masyarakat
pengguna data. Data yang dikumpulkan berupa data seperti pedoman tata kerja (PTK) hulu
Migas, data statistik wilayah kerja migas, data penerimaan migas dari gabungan kontraktor
dan data sumber daya cadangan migas.
Teknik pengumpulan data adalah dokumentasi dan wawancara bertatap muka dengan
narasumber dan direkam menggunakan voice recorder dan menggunakan catatan kecil.
Pengujian Keabsahan dan Analisis Data
Pengujian keabsahan data dilakukan dengan 3 cara yaitu ketekunan pengamatan,
triangulasi, dan pengecekan anggota, sehingga hasil penelitian dapat dikonfirmasi kembali.
model interaktif (Miles et al., 1992), yang tata kelola datanya dilakukan dengan aplikasi
NVivo 11 Plus. Program komputer NVivo dalam penelitian ini merupakan alat bantu untuk
manajemen data penelitian dan merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan.
Prosedur analisis dengan NVivo dijelaskan oleh Bandur (2016:165) adalah mula-mula
dilakukan manajemen data dengan mengkategorikan masing-masing data dalam NVivo.
Kemudian dilakukan analisis eksploratif dengan teknik skimming untuk mengidentifikasi ide-
ide utama dan fakta yang muncul serta menentukan ketercukupan data. Ide utama yang
berhasil di-scanning dan dideskriptifkan, dibuatkan sistem node. Semua nodes yang sudah
tersedia diisikan dengan data transkrip wawancara yang sudah dikoding.
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
9
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
Hasil koding kemudian dilakukan proses integrasi dan disintegrasi. Nodes yang sama
disatukan, dan nodes yang kurang relevan dikeluarkan. Selanjutnya dibangun konsep dan
teori dengan berpedoman pada konstruksi tema-tema utama yang disajikan dalam bentuk peta
analisis berbasis koding. Terakhir dilakukan analisis induktif dan penarikan kesimpulan
melalui narasi.
Kerangka Konseptual
Penelitian ini menggunakan rancangan melalui beberapa tahapan antara lain dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2. Kerangka Konseptual.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Ada beberapa prosedur transparansi dan akuntabilitas yang digunakan oleh SKK Migas
diantaranya terkait dengan cost recovery secara umum yaitu transparansi dan akuntabilitas
secara Internal dalam SKK Migas dan Ekternal dikalangan Kontraktor dan Pemerintah
Indonesia, serta pengendalian dan pengawasan SKK Migas yang secara umum terkait dengan
cost recovery.
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
10
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
Prosedur Transparansi dan Akuntabilitas Di SKK Migas
SKK Migas dalam menegakan tata kelola yang baik mengedepankan prinsip-prinsip
akuntabilitas, transparansi, independensi dan fairness, SKK Migas telah melakukan berbagai
upaya dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pada tata kelola SKK Migas. upaya-
upaya tersebut berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas Internal atas cost recovery
Migas yang ada di Indonesia, transparansi dan akuntabilitas terkait antara lain sebagai
berikut:
1. Whistle Blowing System (WBS)
Sejak agustus 2013 SKK Migas membuka Saluran Pelaporan Pelanggaran atau Whistle
Blowing System (WBS) dengan nama KAWAL SKK Migas. Saluran ini bisa digunakan baik
oleh pelapor internal maupun eksternal, untuk melaporkan dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh Pimpinan dan/atau Pekerja SKK Migas. Seluruh laporan akan diverifikasi
oleh KAWAL SKK Migas untuk memastikan kebenaran laporan tersebut. Whistle Blowing
System merupakan sistem informasi berupa saluran yang tujuannya digunakan untuk
melaporkan dugaan pelanggaran yang terjadi pada pekerja di internal SKK Migas. Seluruh
informasi berupa laporan yang nantinya akan diverifikasi dan dikawal oleh SKK Migas akan
dipastikan kebenarannnya terhadap laporan yang dilaporkan.
Tujuan diadakannya WBS sebagai upaya untuk meningkatkan good governance dan
reputasi organisasi. Kriteria dugaan pelanggaran yang dimaksud berupa laporan tindakan
pelanggaran seperti korupsi, kecurangan, dugaan pelecehan, dugaan pembocoran informasi
rahasia, dugaan terjadinya konflik kepentingan, dugaan pelanggaran pedoman etika, dugaan
pelanggaran pedoman pengendalian Gratifikasi (PPG), dugaan benturan kepentingan dan
semacamnya. Saluran WBS ini diharapakan dapat digunakan dengan sebaik mungkin oleh
pihak-pihak yang terkait mulai dari pihak internal SKK Migas maupun pihak eksternal dari
SKK Migas. Seperti pada contoh pelanggaran selama tahun 2018, ada 12 laporan WBS yang
masuk dan telah ditindak lanjuti. Kedepannya, sosialisasi WBS SKK Migas akan terus
dilakukan di kalangan internal maupun eksternal SKK Migas agar masyarakat lebih
mengetahui dan memanfaatkan saluran pengaduan ini untuk ikut mengawal praktik bisnis
yang bersih di SKK Migas (Laporan Tahunan SKK Migas, 2018). Seluruh laporan yang
masuk ke Kawal SKK Migas, telah ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan yang
diberlakukan.
2. System Application and Product (SAP)
SKK Migas dalam melakukan pengelolaan dan manajemen aset, keuangan, serta
Sumber Daya Manusia (SDM) menggunakan sistem yang terintegrasi pada proses bisnis
internal seperti menerapkan Enterprise Resources Planning (ERP) dengan
mengimplementasikan System Application and Product (SAP) merupakan salah satu software
dari ERP dengan tujuan adanya penyampaian informasi internal dari SKK Migas sendiri.
Penggunaan ini merupakan bentuk yang asli untuk melakukan pembenahan yang terjadi pada
administrasi serta dapat meningkatkan transparansi pengelolaan internal dari SKK Migas.
Dalam rangka mendukung proses transformasi organisasi SKK Migas, serta sesuai
dengan amanah dari Rencana Strategis (Renstra) SKK Migas menuju World Class
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
11
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
Organization, perlu diimplementasikan Sistem Informasi Internal (SII) yang mampu
mendukung proses bisnis dan operasi internal di SKK Migas secara terintegrasi yang berkelas
dunia. Guna mendukung Renstra SKK Migas dimaksud maka diperlukan sistem Teknologi
Informasi berupa software Enterprise Resources Planning (ERP) sebagai perangkat
terintegrasi Manajemen SKK Migas dalam merencanakan dan mengelola berbagai aktivitas
sehari-hari secara terintegrasi untuk mendukung fungsi pengawasan dan pengendalian
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Melalui proses pelelangan maka terpilihlah software ERP - System Application and
Product in Data Processing (SAP) yang telah banyak digunakan di 500 Fortune Company
dan berbagai kantor pemerintahan atau pelayanan publik di dunia. SKK Migas merupakan
lembaga Pemerintah pertama di Indonesia yang mengimplementasikan ERP-SAP. Manfaat
yang diharapkan dari program ini adalah
1) Meningkatkan effisiensi, efektivitas, dan percepatan proses bisnis internal SKK Migas.
2) Meningkatkan keakuratan pencatatan dan transparansi pengelolaan proses bisnis
internal sehingga mendukung pelaksanaan prinsip good governance di SKK Migas.
3) Meningkatkan kolaborasi antara fungsi penunjang proses bisnis internal SKK Migas.
4) Membantu manajemen SKK Migas melihat situasi internal organisasi secara lebih
menyeluruh dan real time dalam rangka pengambilan keputusan.
3. Sistem Manajemen Resiko
SKK Migas dalam menerapkan sistem manajemen resiko berpatokan pada konsep ISO
31000 yang ditetapkan dalam pedoman manajemen resiko SKK Migas dengan nomor EDR-
0028/SKKF0000/2015/SO. SKK Migas mengimplementasikan Enterprise Risk Management
("ERM") selama 2 tahun. Fokus implementasi pada 2 tahun pertama adalah membangun
awareness sebagai landasan untuk menciptakan komitmen dari fungsi- fungsi untuk
melaksanakan ERM sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Pada tahun 2017,
untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko di SKK Migas, PI menerapkan model
Three Lines of Defense di SKK Migas. Dengan menerapkan model ini, diharapkan akan
meningkatkan pemahaman dari fungsi terhadap pengelolaan risiko, memperkuat
pengendalian internal di setiap proses bisnis, memperkuat fungsi pengawasan internal dan
unit manajemen risiko. Penerapan manajemen resiko di SKK Migas dapat dilihat pada
gambar 4.4 tentang tahapan-tahapan penerapan sistem manajemen resiko sebagai berikut :
Gambar 3. Penerapan Manajemen Resiko di SKK Migas
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
12
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
Penerapan manajemen resiko yang dilakukan oleh SKK Migas melalui beberapat
tahapan yang diawali dengan mengidentifikasi resiko yang terjadi di SKK Migas,
menganalisis resiko yang terajdi, mengevaluasi resiko yang telah dilakukan, memitigasi
resiko dengan menyusun rencana-rencana yang telah dibuat. Kemudian memonitoring
pelaksanaannya setiap kuartal oleh pengawasan internal selaku unit menajemen resiko, dan
dari hasil monitoring tersebut kemudian dilaporkan kepada pihak manjemen SKK Migas.
4. Monitoring Mitigasi Risiko
Rencana mitigasi disusun oleh Risk Owner untuk mengendalikan atau menurunkan
dampak dan/atau likelihood dari risiko yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan
nilai risiko dari risiko high menjadi medium atau low atau risiko medium menjadi low.
Rencana-rencana mitigasi tersebut kemudian dimonitor pelaksanaannya setiap tiga bulan
sekali oleh Pengawasan Internal di SKK Migas selaku Unit Manajemen Risiko dan kemudian
hasil monitoring mitigasi risiko tersebut akan dilaporkan kepada Manajemen atau fungsi
terkait yang menangani kegiatan tersebut.
Untuk melihat status monitoring mitigasi Resiko, peneliti mengambil salah satu contoh
status rencana mitigasi risiko yang terjadi di SKK Migas pada tahun 2017 lalu. Berikut ini
merupakan gambaran tentang monitoring mitigasi risiko di SKK Migas sebagai berikut:
Gambar 4. Monitoring Mitigasi Resiko di SKK Migas
Berdasarkan gambar 4, menjelaskan bahwa status rencana mitigasi risiko tersebut
disampaikan oleh masing-masing bidang kepada PI pada monitoring semester 1 tahun 2017.
Hasil monitoring semester 1 tahun 2017, 64% rencana mitigasi telah diselesaikan oleh fungsi-
fungsi terkait. Jika dilihat per-bidangnya, maka rata-rata per-bidang menyisakan 30 rencana
mitigasi yang masih dalam proses pelaksanaan, dan di Bidang Dukungan Bisnis terdapat 13
rencana mitigasi yang belum terlaksanakan.
Prosedur Transparansi dan Akuntabilitas Eksternal SKK Migas Atas Cost Recovery
Terdapat beberapa sasaran SKK Migas dalam menerapkan tata kelola terbaik dengan
mengedepankan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, independensi dan fairness, yakni
Keterbukaan informasi bagi para pelaku kepentingan dan bagi masyarakat atas pemanfaat
sumber daya alam minyak dan gas bumi. Untuk memastikan pencapaian berbagai sasaran
tersebut, secara berkesinambungan SKK Migas telah menjalankan berbagai program
Semester Tahun 2017 Proses Selesai Belum selesai
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
13
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
peningkatan kualitas penerapan praktik. Sasaran tersebust berkaitan dengan transparansi dan
akuntabilitas Eksternal atas cost recovery Migas yang ada di Indonesia, transparansi dan
akuntabilitas terkait antara lain sebagai berikut :
1. Pedoman Tata Kerja (PTK)
Proses bisnis yang dilakukan oleh SKK Migas mengarah pada tuntunan pembuatan
Pedoman Tata Kerja (PTK) dan Standart Operating Prosedure (SOP) internal maupun
eksternal beserta organisasi di SKK Migas. Tuntunan tersebut dibuat agar selaras dengan
peraturan serta per-undang-undangan yang berlaku di Indonesia dan tidak mengesampingkan
kualitas layanan kepada para stakeholder untuk mencapai reformasi birokrasi yang efektif,
efisien dan transparan. Hingga saat ini SKK Migas telah membuat dan menerbitkan berbagai
macam Pedoman Tata Kerja (PTK) dengan tujuan untuk menyelaraskan beberapa proses
bisnis utama pada usaha hulu migas dengan kontraktor KKS antara lain terkait proses AFE,
WP&B, kebijakan akuntansi dan lain-lain.
PTK-PTK tersebut diharapkan dapat memperjelas hubungan kerja antara SKK Migas
dan Kontraktor KKS, antara lain : Mengenai pelaksanaan pengadaan barang dan jasa KKKS,
Persetujuan Plan Of Development (POD), Pelaksanaan pengadaan asuransi dan deklarasi
asuransi, Persyaratan teknis pesawat udara, awak pesawat udara, sarana penunjang udara,
Penangguhan pembebanan biaya operasi, Financial budget dan reporting manual of PSC dan
chart of account; lifting minyak mentah dan/atau kondensat, Serta penunjukan penjual dan
penjualan minyak mentah dan/atau kondensat bagian Negara. PTK-PTK ini dimaksud untuk
memperjelas hubungan kerja sama antara SKK Migas dan Kontraktor KKS. Pembuatan PTK
diharapkan sebagai bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh SKK Migas dalam
mengelolah serta menjalin kerja sama yang baik bagi negara maupun pihak luar.
2. Extractive Industries Transparency Initiative (EITI)
Etika dan Integritas yang dilakukan oleh SKK Migas mengarah pada keikut sertaan
SKK Migas dan menjadi anggota dalam berpartisipasi bersama Kontraktor KKS untuk turut
serta menggunakan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Compliant Country.
Keikut serta itu dilakukan dengan tujuan mendukung negara Indonesia agar terciptanya azas
transparansi dan akuntabilitas yang baik terhadap penerimaan negara Indonesia dari sektor
industri Migas. Keikutsertaan yang dilakukan oleh SKK Migas disambut baik dan diberikan
apresiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (KKBP) Indonesia. Dengan
adanya EITI ini masyarakat atau publik dapat dengan mudah melihat angka produksi dan
pembayaran yang dilakukan indsustri ekstraktif kepada negara salah satunya adalah industri
hulu Migas. Transparansi dan akuntabilitas yang dilakukan dengan cara merekonsiliasi atau
membandingkan laporan dari informasi penerimaan negara dan informasi pembayaran yang
disetorkan oleh perusahaan industri ekstraktif (perusahaan Migas).
3. Sistem Informasi Aset Migas (SINAS)
SKK Migas dalam melakukan pengendalian dan pengelolaan aset menggunakan jasa
pengembangan SINAS tujuannya untuk memonitoring atau memantau pencatatan aset barang
milik negara yang berasal dari kontraktor KKS. Untuk itu SKK Migas mengembangkan
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
14
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
sebuah aplikasi yang dinamakan SINAS Migas yaitu Sistem Informasi Aset Minyak Dan Gas
Bumi.
Alasan pelaksanaan kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan pengembangan aplikasi
SINAS Migas yang dikelola oleh SKK Migas. Dengan Meningkatkan akurasi perhitungan
data pada biaya pembebanan Cost Recovery yang timbul dari unsur aset sebagai Barang Milik
Negara (BMN). Hal ini dapat memudahkan dalam memenuhi kebutuhan informasi dan
pelaporan aset BMN. Dengan adanya tujuan tersebut dapat meningkatkan kualitas
pengendalian dan pengawasan cost recovery yang timbul dari unsur aset BMN.
4. Interkoneksi Sistem Stakeholder
Dalam rangka meningkatkan akurasi, akuntabilitas, kehandalan, sinkronisasi dan
transparasi data atau informasi di sektor kegiatan usaha hulu migas dalam kerangka
pertukaran data dan informasi, SKK Migas menggunakan integrasi data kegiatan usaha hulu
migas yang terpadu dari instasi dan lembaga terkait dengan pemerintah atau stakeholder
lainnya. Pengaplikasian sistem interkoneksi yang dibuat dan digunakan oleh SKK Migas
bertujuan untuk melakukan interkoneksi sistem antara SKK Migas dan kementerian keuangan
dengan penggunaan prototype interkoneksi antara keduanya, hasil yang diperoleh adalah
sebuah peta kebutuhan data dan informasi dari kementerian Republik Indonesia. Prototype ini
dimaksud agar Kontraktor KKS dapat menarik data atau informasi dari portal SKK Migas.
Proses interkoneksi ini juga memudahkan kementerian keuangan RI dalam pengambilan
informasi atau laporan secara online langsung dari sistem SKK Migas dan diterima secara
cepat tanpa harus menunggu waktu yang lama.
Pada tahun 2014 SKK Migas telah melaksanakan studi dan prototype Interkoneksi
antara SKK Migas dengan Kementerian Keuangan. Hasil yang diperoleh tahap I ini adalah
daftar peta kebutuhan data dan informasi dari Kementerian Keuangan RI, prototype yang
dimaksud agar pemerintah dapat menarik data dari portal SKK Migas yang berbasis Service
Oriented Architecture (SOA) dengan penggunaan SOA tersebut pemerintah dapat
memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan dari SKK Migas. beberapa Penggunaan
tersebut berupa proses bisnis dan relasi laporan (report) sistem interkoneksi, usulan arsitektur
manajemen data sistem interkoneksi, spesifikasi fungsional sistem dan spesifikasi web service
sistem interkoneksi sehingga yang melatarbelakangi pelaksanaaan kegiatan ini adalah
Kementerian Keuangan RI yang membutuhkan laporan secara online langsung dari sistem
SKK Migas, sehingga proses laporan ini dapat diterima secara cepat.
5. Sistem Monitoring Kontrak Production Sharing Contract
Sistem monitoring kontrak PSC bertujuan untuk melakukan Pengelolaan data dan
dokumen Kontrak atas Production Sharing Contract termasuk rekaman jejak dan perubahan
atas pengelolaan data dan dokumen regulasi seperti rekam jejak dari mulai perumusan hingga
penetapan, amandemen, serta fungsi pencarian.
Pentingnya sistem tersebut dibuat untuk mengawasi dan memantau aktivitas-aktivitas
yang terjadi, seperti memantau jalannya pembagian hasil produksi migas yang dilakukan oleh
SKK Migas dan Kontraktor KKS untuk memastikan porsi yang dibagikan telah sesuai dengan
kontrak kerja sama yang disepakati.
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
15
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
Sistem Operasi Terpadu (SOT)
SKK Migas dalam menetapkan dan menerapkan standar kerja melakukan
penggunanaan Manajemen Sistem Informasi (MSI) di SKK Migas dan kontraktor KKS. MSI
yang digunakan untuk menetapkan dan menerapkan standar kinerja yaitu penggunaan Sistem
Operasi Terpadu (SOT) yang pada prinsipnya SOT ini merupakan kegiatan kolaborasi antara
SKK Migas dan Kontraktor KKS yang berfungsi untuk melakukan pengambilan data dan
informasi dari Kontraktor KKS.
SOT merupakan sistem yang digunakan dalam pengambilan data dari Kontraktor KKS.
SOT yang telah digunakan dan diimplementasikan oleh SKK Migas kepada Kontraktor KKS
mencangkup data-data serta informasi strategis yaitu sebagai berikut :
1) SOT untuk production monitoring dan lifting
Merupakan kegiatan kolaborasi antara divisi operasi produksi dan divisi MSI,
dengan dukungan dari kontraktor KKS terkait penarikan data produksi, stok, dan
lifting dari sistem pengelolaan data operasi produksi di kontraktor KKS ke SKK
Migas, dengan menggunakan standar pertukaran data ProdML dalam rangka
peningkatan monitoring kegiatan produksi, stok, dan lifting.
2) SOT untuk Drilling monitoring
Merupakan kegiatan kolaboratif antara divisi survei dan pemboran dengan divisi
MSI, dengan dukungan dari kontraktor KKS terkait peneraikan data rencana
realisasi kegiatan pemboran. Kerja ulang, dan perawatan menggunakan standar
pertukaran data, dalam rangka peningkatan monitoring kegiatan pemboran. Kerja
ulang, dan perawatan sumur Kontraktor KKS.
3) SOT untuk Financial Quarterly Report (FQR)
Merupakan kegiatan kolaboratif antara Divisi Akuntansi dan Divisi MSI, dengan
dukungan dari KKKS terkait penarikan data laporan keuangan kuartalan dari
sistem keuangan KKKS ke SKK Migas dengan menggunakan kombinasi akun,
komponen Chart of Account – COA (Cost Center, WBS, dll), dengan
menggunakan standar pertukaran data XBRL untuk menjaga akurasi dan validitas
data/informasi dari KKKS ke SKK Migas.
4) SOT untuk Authorization For Expenditure (AFE) manager atau terpadu sebagai
sebuah sistem terintegrasi untuk evaluasi dan persetujuan usulan AFE KKKS,
dalam rangka peningkatan kualitas dan transparansi data terkait pengajuan, revisi,
dan persetujuan AFE dan Close Out AFE KKKS, serta untuk peningkatan
efektivitas dan efisiensi proses pengambilan keputusan oleh Manajemen SKK
Migas.
5) SOT untuk Interkoneksi sistem SKK migas dengan kementerian keuangan, yaitu
Membangun pertukaran data antara SKK Migas dengan Kementerian Keuangan,
dalam hal ini Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengoptimalkan proses
pelaporan dari SKK Migas ke Kementerian Keuangan.
6) SOT untuk Asset lifecyle management, merupakan penggunaan yang berbasis
SOT Common Framework (CF) membangun prototype pelaporan data aset
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
16
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
KKKS Barang Milik Negara (BMN) system-to-system dari KKKS kepada SKK
Migas untuk meningkatkan kualitas dan transparansi data.
7) SOT untuk implementasi GIS pengelolaan sumber daya migas (Pilot) sebagai
suatu sistem untuk monitoring data bawah permukaan berbasis GIS dan
pengawasan, pengendalian SKK Migas khususnya hal eksplorasi eksploitasi,
pengawasan rencana komitmen, dan realisasi pengembangan lapangan migas
dalam terminologi PSC.
Kontraktor KKS yang telah memulai proses produksi diwajibkan menerapkan Sistem
Operasi Terpadu atau SOT. Jadwal implementasi SOT untuk data yang telah ditentukan
sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku dalam Pedoman Tata Kerja (PTK)
yang telah dibuat pada pedoman tata kerja dengan Nomor: PTK-054/SKKMA000/2018/SO
tentang Operasi Terpadu (SOT).
Pengendalian dan Pengawasan SKK Migas Atas Cost Recovery
SKK Migas dalam menghindari terjadinya masalah yang melibatkan Kontraktor KKS
pada industri usaha hulu migas, SKK Migas mengambil suatu tindakan antisipasi dalam
mengawasi serta mengendalikan biaya operasi (operating Cost) secara berlapis. SKK Migas
sendiri mempunyai beberapa pengawasan dan pengendalian secara bertahap antara lain
pertama pre –Control, tahapan kedua Current Control, dan tahapan ketiga post Control.
1. Tahapan Pre –Control
Pre –Control atau tahapan saat awal terjadinya pembiayaan merupakan tahapan
pengawasan dan pengendalian yang dilakukan terhadap evaluasi dan persetujuan dari rencana
jangka panjang kontraktor KKS (Plan Of Development/POD) berdasarkan hasil persetujuan
dan evaluasi dari setiap POD yang diajukan mulai dari POD I, POD selanjutnya, dan POP,
Penyusunan rencana kerja dan anggaran tahunan (Work Program And Budgeting/WP&B)
serta otorisasi pengeluaran biaya per-proyek yang dituangkan dalam kegiatan (Authorization
For Expenditure/AFE) yang juga mendapatkan persetujuan langsung dari SKK Migas.
tahapan Pre –Control yang membidanginya adalah Deputi perencanaan dari SKK Migas.
2. Tahapan current control
Current control atau tahapan saat pengeksekusian biaya dan pelaksanaan pekerjaan
merupakan tahapan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan SKK Migas meliputi
pemantauan proses pengadaan barang dan jasa, pemantauan penyelesaian pekerjaan,
pemantauan asset melalui prosedur placed into service (PIS), serta tindakan lanjut hasil
pemeriksaan BPK, BPKP, dan SKK Migas. tahapan current control yang membidanginya
adalah Deputi pengendalian Dukungan Bisnis (Dukbis) dan deputi Pengendalian Operasi
(PO) dari SKK Migas.
Pengawasan dan pengendalian terhadap pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan
menerapkan PTK yang menjadi pondasi bagi kontraktor KKS. SKK Migas memiliki aturan
tersendiri aturan tersebut telah baku dan menjadikan rujukan bagi SKK Migas dan para
Kontraktor KKS, rujukan tersebut adalah pedoman tata kerja dengan Nomor: PTK-
007/SKKMA0000/2017/S0 PTK ini didesain sebagai aturan bersama untuk menjamin
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
17
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
transparansi dan akuntabilitas dalam pemantauan proses pengadaan barang dan jasa di
industri usaha hulu Migas. semantara pada pengawasan pelaksanaan untuk proyek-proyek
besar dibuat unit khusus yang pekerjaanya melakukan monitoring dan pengawasan secara
intensif. Placed Into Service berdasarkan pengertian dari pedoman tata kerja dengan Nomor
PTK-33/SKKO0000/2015/S0 PIS adalah pemberian suatu pedoman atau acuan pelaksanaan
bagi kontraktor KKS dalam melaksanakan operasi migas sesuai dengan kesepakatan kontrak
kerja sama, dikhususkan untuk mengajukan permohonan persetujuan PIS terhadap fasilitas
proyek kapital yang disetujui melalui mekanisme AFE. Tahapan pada Current Control yang
membidanginya adalah Deputi dukungan bisnis dan pengendalian operasi dari SKK Migas.
3. Tahapan Post Control
Post Control atau tahapan dengan terjadinya pembiayaan merupakan tahapan
pengawasan dan pengendalian yang dilakukan SKK Migas terhadap Analisis dan evaluasi
perhitungan bagi hasil yang tertera dalam FQR, adanya pemeriksaan dalam rangka
persetujuan pengakiran (closed out AFE), dan pemeriksaan perhitungan bagian negara, serta
tindak lanjut hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan kepentingan negara dilakukan oleh
BPK, BPKP, dan SKK Migas dilakukan pada kontraktor KKS. Tahapan pada Pos Control
yang membidanginya adalah Deputi pengendalian keuangan dari SKK Migas. dalam
melakukan tanggungjawab terhadap tugasnya SKK Migas juga melakukan pemeriksaan yang
rutin terhadap penyelesaian closed out report AFE dikarenakan AFE memiliki peran penting
karena pemeriksaan ini menjadi final filter dalam melakukan proses pengawasan atas biaya-
biaya operasi secara keseluruhan, mulai dari pre control, current control hingga post control.
Pemeriksaan juga dilakukan oleh divisi pemeriksaaan terhadap biaya operasi yang telah
dilakasanakan kontraktor KKS, serta pemeriksaan tahunan dilakukan terhadap perhitungan
bagian negara terkait hasil produksi migas (Lifting) dan besaran cost recovery yang
dilaporkan dalam FQR.
Reformasi atau perubahan sistem struktural dan implementasi pengendalian yang
dijalankan oleh SKK Migas meliputi, pemberlakuan terhadap Sistem Operasi Terpadu (SOT)
yang dipantau (Monitoring) secara langsung dan berkelanjutan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi serta pelaksanaan dan pemberlakuan right to audit dalam pengadaan barang dan jasa
untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi atau mark-up dan praktisi bisnis koruptif.
Kesimpulan
Dari pembahasan ini peneliti menyampaikan kesimpulan yang berfokus pada
Mekanisme Transparansi Dan Akuntabilitas Atas Cost Recovery. secara umum peneliti
bagi dalam 3 (tiga) hal, yakni prosedur transparansi dan akuntabilitas secara internal
dalam SKK Migas, eskternal dikalangan kontraktor KKS dan Pemerintah Indonesia
serta pengendalian dan pengawasan SKK Migas yang secara umum terkait dengan cost
recovery.
Aspek Transparansi dan akuntabilitas secara internal dikalangan SKK Migas
menggunakan fitur-fitur tertentu berupa aplikasi atau software antara lain: Whistle
Blowing System (WBS) dengan nama KAWAL SKK Migas, System Application and
Product (SAP), Sistem Manajemen Resiko, dan Monitoring Mitigasi Resiko.
Penggunaan aplikasi atau software tersebut tujuannya untuk mengetahui seberapa besar
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
18
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh SKK Migas maupun pihak yang terkait serta
meningkatkan keakuratan transparansi, effisiensi, efektivitas, dan mempercepat proses
bisnis di internal SKK Migas. Untuk aspek-aspek transparansi dan akuntabilitas secara
eskternal dikalangan kontraktor KKS dan Pemerintah Indonesia menggunakan fitur-
fitur tertentu berupa aplikasi software, maupun dokumen tata kerja antara lain:
Pedoman Tata Kerja (PTK), Extractive Industries Transparency Initiative (EITI)
Compliant Country, Sistem Informasi Aset Migas (SINAS), Interkoneksi Sistem
Stakeholder, Sistem monitoring kontrak Production Sharing Contract (PSC), dan
Sistem Operasi Terpadu (SOT). Namun pada SOT banyak digunakan dalam proses
kolaborasi data-data serta informasi strategis antara SKK Migas dan kontraktor KKS
berupa production monitoring dan lifting, Drilling monitoring, Financial Quarterly
Report (FQR), Authorization For Expenditure (AFE), Interkoneksi sistem SKK migas
dengan kementerian keuangan, Asset lifecyle management, dan penggunaan
implementasi GIS pengelolaan sumber daya Migas.
Untuk Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh SKK Migas terhadap
kontraktor KKS antara lain pertama pre –Control atau tahapan awal terjadinya
pembiayaan berupa evaluasi dan persetujuan dari rencana jangka panjang kontraktor
KKS, penysunan rencana kerja dan anggaran tahunan, serta otorisasi pengeluaran biaya
per-proyek yang dituangkan dalam kegiatan. tahapan kedua Current Control atau
tahapan saat pengeksekusian biaya dan pelaksanaan meliputi pemantauan proses
pengadaan barang dan jasa, pemantauan penyelesaian pekerjaan, pemantauan asset
melalui prosedur placed into service (PIS), serta tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK,
BPKP, dan SKK Migas. dan tahapan ketiga post Control atau tahapan dengan
terjadinya pembiayaan yang dilakukan SKK Migas terhadap Analisis dan evaluasi
perhitungan bagi hasil yang tertera dalam FQR adanya pemeriksaan dalam rangka
persetujuan pengakiran (closed out AFE), dan pemeriksaan perhitungan bagian negara,
serta tindak lanjut hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan kepentingan negara
dilakukan oleh BPK, BPKP, dan SKK Migas dilakukan pada kontraktor KKS.
Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini, yakni pendekatan pengambilan obyek
penelitian belum sepenuhnya sempurna, mengingat keterbatasan waktu, jarak dan dana,
serta kesulitan akses peneliti terhadap beberapa obyek dalam penelitian. Oleh karena itu
tidak menjamin secara penuh bahwasannya penelitian ini mampu mewakili kondisi
tentang mekanimse transparansi dan akuntabilitas atas cost recovery berdasarkan
production sharing contract (PSC) dari kontraktor KKS kepada Pemerintah melalui
SKK Migas secara keseluruhan.
Saran
Saran-saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya, yakni :
1. Peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah dan memperdalam lagi transparansi dan
akuntabilitas atas cost recovery berdasarkan Production Sharing Contract Migas dari
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
19
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
kontraktor KKS ke Pemerintah melalui SKK Migas, sehingga menghasilkan hasil
penelitian yang lebih baik.
2. Penelitian selanjutnya dapat menambah ataupun mengganti elemene atau dimensi lain
yang belum dimasukan dalam penelitian ini dan berpengaruh secara keseluruhan terhadap
transparansi dan akuntabilitas atas cost recovery berdasarkan Production Sharing Contract
Migas dari kontraktor KKS ke Pemerintah melalui SKK Migas.
REFERENSI
Bandur, A. (2016). Penelitian Kualitatif: Metodologi, Desain, dan Teknik Analisis Data
dengan NVivo 11 plus (Edisi Pertama). Jakarta: MitraWacana Media.
Bindemann, K. (1999), Production-sharing Agreements: An Economic Analysis, World
Petroleum Market Report 25, Oxford Institute of Energy Studies, Oxford.
Ely. S., (2014). Prinsip dan Implementasi Dalam Penggalian Pendapatan. Good University.
Malang: Gunung Samudera.
Jensen, M.C. dan Meckling, W., H.(1976). Theory of the firm: Managerial Behavior, Agency
Costs and Ownership structure. Journal of Financial Economics 3, 305-360.
Mardiasmo. (2018). Akuntansi Sektor Publik. (Mardiasmo, Ed.) (Edisi Terbaru). Yogyakarta:
CV. Andi Offset.
PricewaterhouseCoopers. (2017). Oil and Gas in Indonesia Investment and Taxation Guide
Insertion – Indonesian Oil and Gas Concessions and Major Infrastructure Map..
Pudyantoro, A. R. (2012). Dampak Kebijakan Fiskal Dan Sektor HuluMigas Terhadap
Perekonomian Provinsi Riau, 1–314. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Republik Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tentang Laporan
kontekstual 2 EITI Indonesia. (2014), 1–144. Jakarta. .
Republik Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tentang Laporan
Rekonsiliasi 3 EITI Indonesia. (2016), 1–78. Jakarta.
Republik Indonesia. Peraturan Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2017
Tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi. (2017). Jakarta.
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 9 Tahun
2013 Tentang Pembentukan Satuan Kerja Khusus Untuk Kegiatan Hulu Minyak dan
Gas bumi. (2013). Jakarta.
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Alam Nomor 5 Tahun 2012
Tentang Tata Cara Penetapan dan Pengawasan Wilayah Kerja Migas dan Non-
konvensional di Indonesia. (2012). Jakarta
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi
(2001). Jakarta.
Silverman, D. (2013). Doing Qualitative Research (4th ed.). Washington DC: Sage
Publication, Inc.
SKK Migas. (2015). Kebijakan Akuntansi Kontrak Kerja Sama Untuk Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi. Pedoman Tata Kerja Nomor: PTK-059/SKKO0000/2015/S0.
Jakarta.
SKK Migas. (2017). Laporan Tahunan. Jakarta.
Syeirazi, K. M. (2017). Tata Kelola Migas Merah Putih (Cetakan Pertama). Jakarta: LP3ES,
Anggota Ikapai.
Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas atas Cost Recovery Berdasarkan Production Sharing Contract Minyak dan Gas Bumi dari Kontraktor ke Pemerintah Melalui SKK Migas
20
VOL. 23, No. 1 Tahun 2020 Jurnal Ekonomi dan Bisnis ISSN : 1693-0908
Lampiran:
Peta Mekanisme Transparan dan Akuntabel atas cost recovery berdasarkan Production Sharing
Contract Migas dari Kontraktor KKS ke Pemerintah melalui SKK Migas.