jurnal edisi 2

60
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): i-ii i DAFTAR ISI DAFTAR ISI............................................................................................................................. i PENGANTAR ......................................................................................................................... ii Penggunaan Zeolit Sebagai Media Saring Dalam Menurunkan Kandungan Deterjen Air Limbah Pencucian Linen ................................................................................................. 49 Hubungan Usia Pernikahan Dengan Terjadinya Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Perempuan Di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2013 ............................................................................................................... 62 Kajian Mengenai Faktor Risiko Lingkungan Kualitas Bakteriologis Air Minum Pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat .................................................................................. 69 Gambaran Pengetahuan Primipara Tentang Tumbuh Kembang Bayi Berdasarkan Karakteristik Ibu Di Desa Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi....................... 79 Hubungan Reaksi Hospitalisasi Dengan Kuantitas Tidur Anak Usia Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Tahun 2013 ................................................ 84 Hubungan Figur Attachment Dengan Identitas Diri Pada Remaja di Panti Asuhan Children Village SOS Kinderdorf Lembang.......................................................................... 92

Upload: bayou-fore-you

Post on 27-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): i-ii

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i

PENGANTAR ......................................................................................................................... ii

Penggunaan Zeolit Sebagai Media Saring Dalam Menurunkan Kandungan Deterjen Air Limbah Pencucian Linen ................................................................................................. 49

Hubungan Usia Pernikahan Dengan Terjadinya Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Perempuan Di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2013 ............................................................................................................... 62

Kajian Mengenai Faktor Risiko Lingkungan Kualitas Bakteriologis Air Minum Pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat .................................................................................. 69

Gambaran Pengetahuan Primipara Tentang Tumbuh Kembang Bayi Berdasarkan Karakteristik Ibu Di Desa Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi ....................... 79

Hubungan Reaksi Hospitalisasi Dengan Kuantitas Tidur Anak Usia Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Tahun 2013 ................................................ 84

Hubungan Figur Attachment Dengan Identitas Diri Pada Remaja di Panti Asuhan Children Village SOS Kinderdorf Lembang.......................................................................... 92

Page 2: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): i-ii

ii

PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas terbitnya edisi perdana Jurnal Kesehatan

Priangan. Akademi Kebidanan Cianjur berkomitmen untuk terus menjaga dan

mengembangkan khasanah keilmuan khususnya ilmu kesehatan dan lebih spesifik lagi ilmu

kebidanan. Jurnal Kesehatan Priangan ini adalah sebagai sebuah wahana bagi para insan

akademisi untuk mempublikasikan hasil temuan yang dapat bermanfaat bagi para praktisi

kesehatan, pemegang kebijakan dan peneliti lainnya.

Pada edisi kedua ini Jurnal Kesehatan Priangan menampilkan enam artikel penelitian yang

mencakup bidang keilmuan kebidanan, keperawatan, dan kesehatan lingkungan. Kami

ucapkan terima kasih kepada para penulis manuskrip yang telah mengirimkan artikel

penelitian kepada meja redaksi.

Semoga edisi kedua ini menjadi langkah pertama yang baik untuk langkah kedepan dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan. Kepada Yayasan Priangan Cianjur, Direktur Akademi

Kebidanan Cianjur, Ketua LPPM Akademi Kebidanan Cianjur, kami ucapkan terima kasih

atas segala dukungan yang telah diberikan.

Redaksi Jurnal Kesehatan Priangan

Page 3: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

49

PENGGUNAAN ZEOLIT SEBAGAI MEDIA SARING DALAM MENURUNKAN KANDUNGAN DETERJEN AIR LIMBAH PENCUCIAN LINEN

Syarief Maulana1, Maskun Sudiono2, Tati Ruhmawati2

1Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran 2Politeknik Kesehatan Bandung

ABSTRAK

Proses pencucian Linen menghasilkan air limbah yang mengandung deterjen cukup tinggi. Air limbah ini kalau dibuang langsung dalam jumlah melampaui nilai ambang batas tanpa pengolahan terlebih dahulu ke badan air akan mengakibatkan dampak negatif pencemaran. Salah satu upaya pengolahan terhadap air limbah pencucian linen yang mengandung deterjen dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantara nya dengan proses absorbsi menggunakan media saring zeolit. Penelitian ini ingin mengetahui kemampuan media saring zeolit sebagai adsorben dalam menurunkan deterjen air limbah pencucian linen dari RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin). Percobaan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara saringan diisi dengan media saring zeolit sehingga diperoleh ketebalan 10 cm, 20 cm, 30 cm dan 0 cm sebagai kontrol air limbah yang dialirkan ke saringan percobaan. Adapun debit air limbah yang keluar dari pipa underdrain saringan untuk setiap ketebalan media saring zeolit dan kontrol adalah 1,475 liter/ menit. Pengamatan dilakukan setiap 0,5 jam, 1 jam dan 1,5 jam dengan 6 kali pengulangan. Setiap pengulangan dalam pengamatan tersebut dilakukan pengambilan sampel air limbah masing-masing 300 ml dari air baku, kontrol, dan air setelah melalui media saring dengan ketebalan 10 cm, 20 cm, 30 cm untuk diperiksa kandungan deterjen nya di laboratorium. Hasil pengamatan dianalisa dengan uji statistik dan dapat disimpulkan bahwa media saring zeolit mempunyai kemampuan untuk menurunkan kandungan deterjen pada air limbah pencucian linen. Hasil analisa ternyata ada pengaruh dan korelasi antara ketebalan lapisan media saring zeolit dengan penurunan kandungan deterjen pada air limbah pencucian linen. Rata-rata persentase penurunan kandungan deterjen setelah melewati ketebalan media saring 10 cm dengan pengamatan 0,5 jam adalah sebesar 17,81 %, pengamatan 1 jam 21,35 %, pengamatan 1,5 jam 26,48 %, pada ketebalan media saring 20 cm dengan pengamatan 0,5 jam sebesar 30,54 %, pengamatan 1jam 32,92%, pengamatan 1,5 jam 35,79%, sedangkan pada ketebalan 30 cm dengan pengamatan 0,5 jam sebesar 44,25 %, pengamatan 1 jam 48.43 % dan 1,5 jam sebesar 51,93 %. Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Polinomial Orthogonal, maka didapat ketebalan media saring zeolit yang efektif adalah 62,2 cm yaitu ketebalan minimal yang dapat menurunkan kandungan deterjen dalam air limbah pencucian linen ≥ 90%, sedangkan ketebalan maksimal yang dapat menurunkan kandungan deterjen 100% adalah ketebalan sebesar 69,8 Cm. Kata Kunci : Limbah Cair Deterjen dan Media saring Zeolit

Page 4: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

50

A. Pendahuluan

Pada dewasa ini penggunaan deterjen di masyarakat telah meluas, sehingga air limbah domestik maupun industri sering mengandung deterjen. Air limbah dengan kandungan deterjen melampaui nilai ambang batas, dan masuk ke perairan atau badan air akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Efek pencemaran deterjen ke perairan atau badan air akan berakibat terganggunya sistem ekologis seperti : munculnya busa yang stabil pada permukaan badan air karena sifat non biogradable dari deterjen. Disamping itu akan muncul proses penyuburan air, karena kehadiran nutrient mineral terutama fosfat dan nitrat, sehingga muncul pertumbuhan alga yang berlebih pada badan air atau terjadi proses Eutrofikasi. Terjadinya proses eutrofikasi atau blooming ini dapat menghalangi masuknya oksigen dari udara ke badan air yang menyebabkan menurunnya kandungan oksigen dalam badan air. Hal ini yang menyebabkan kandungan oksigen terlarut dalam air berkurang (DO rendah), sehingga kehidupan dalam badan air terganggu seperti ikan maupun mikroorganisme yang berfungsi dalam proses dekomposisi bahan organik maupun tumbuhan yang mati dan diikuti oleh meningkatnya kadar BOD. Selanjutnya akan memudahkan terjadinya proses pendangkalan badan air karena pengendapan lumpur, kotoran maupun tumbuhan alga yang mati. Oleh karena itu akan terjadi penurunan kualitas fisik badan air karena akan muncul bau, warna, kekeruhan dan rasa pada badan air, sedangkan penurunan kualitas kimia badan air karena terjadinya pengurangan kadar oksigen terlarut dalam air dan meningkatnya kadar BOD air. Banyak metode dalam upaya menurunkan kandungan deterjen dalam air limbah, salah satu diantaranya adalah melalui proses adsorbsi menggunakan media saring zeolit sebagai adsorben. Zeolit adalah hasil produk gunung berapi, sedangkan

Indonesia merupakan suatu daerah vulkanis yang mempunyai potensi besar menyimpan endapan batuan zeolit ini. Media saring zeolit mempunyai kemampuan sebagai penyerap, penyaring, adsorbsi dan penukar ion. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air hasil penyaringan antara lain: jenis media saring, diameter, ketebalan, umur saringan dan kualitas air sebelum disaring.

B. Tujuan Penelitian

1. Ingin mengetahui pengaruh dan korelasi penurunan kandungan deterjen air limbah pencucian linen setelah melewati media saring zeolit pada ketebalan 10 cm, 20 cm dan 30 cm dengan waktu pengamatan 0,5 jam, 1 jam dan 1,5 jam.

2. Ingin mengetahui ketebalan media saring zeolit yang efektif yang mampu menurun kan ≥ 90 % kandungan deterjen air limbah pencucian linen.

C. Manfaat Penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian bisa menjadi inspirasi dalam upaya menurunkan kandungan deterjen air limbah pencucian linen dengan menggunakan media saring zeolit sebelum di buang ke lingkungan

D. Metodologi Penelitian

1. Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan limbah pencucian linen RSHS, sedangkan air baku yang akan digunakan untuk percobaan penelitian sebanyak 750 liter yang diambil dari limbah pencucian RSHS. Hasil perhitungan dan pengukuran kecepatan pengaliran air limbah yang keluar dari underdrain saringan sebesar 1,475 Liter/menit dengan pengamatan selama 0,5, 1, dan 1,5 jam. Berdasarkan hasil

Page 5: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

51

perhitungan tersebut, maka ditetapkan jumlah air baku yang akan di tampung dalam kontainer dan digunakan untuk percobaan penelitian minimal sebanyak 4 x 1,5 Liter/ menit x 90 menit = 540 liter, dalam pelaksanaannya diisi 750 liter untuk menjaga tekanan air limbah tetap mengalir selama percobaan. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah setiap pengamatan diambil 1 sampel sebanyak 300 ml dari air baku, air kontrol, dan air limbah setelah melewati berbagai ketebalan media saring zeolit yaitu : 10 cm, 20 cm dan 30 cm. Rancangan sampel dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan jumlah sampel berdasarkan banyaknya perlakuan dan pengulangan. Perlakuan dalam penelitian ini sebanyak 3 perlakuan yaitu variasi ketebalan media saring zeolit 10 cm, 20 cm dan 30 cm. Banyaknya pengulangan dapat dihitung berdasarkan rumus (Kwanchai A. Gomez dan Arturo A.Gomez) sebagai berikut :

��� � 1� � 15 3�� � 1� � 15 3� � 3 � 15 3� � 18 � � 6

2. Kerangka Fikir

3. Hipotesis

Terdapat perbedaan yang bermakna antara ketebalan media saring zeolit yang berbeda terhadap penurunan kandungan deterjen air limbah pencucian linen. 4. Definisi Operasional

1. Air baku adalah air limbah pencucian linen yang diambil dari limbah pencucian linen RSHS Bandung yang digunakan untuk percobaan.

2. Saringan percobaan adalah suatu saringan yang terbuat PVC berukuran 6 inchi yang berisi zeolit sebagai media saring.

3. Saringan kontrol adalah saringan seperti pada point 2 diatas, namun tidak diberi media saring zeolit.

4. Zeolit adalah sejenis batuan yang mempunyai sifat penyerap, penyaring molekul, adsorbs dan penukar ion.

5. Ketebalan lapisan zeolit adalah ketinggian zeolit dalam saringan diatas underdrain, yang diukur dalam satuan sentimeter (cm).

6. Underdrain adalah pipa pengeluaran air setelah melewati variasi media saring zeolit.

7. Ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif adalah lapisan media saring zeolit yang dapat menurunkan kandungan deterjen > 90 %.

8. Umur saringan adalah lamanya media saring zeolit dipergunakan untuk menyaring air limbah yg diukur dalam satuan jam.

9. Kecepatan penyaringan standar adalah jumlah air limbah deterjen yang keluar dari saringan melalui pipa underdrain sesuai dengan ketentuan saringan pasir cepat yaitu 5 m3 /m 2/

jam.

MEDIA SARING

JENIS DIAMETER KETEBALAN

KANDUNGAN DE TERJEN

UMUR SARI NGAN

KECEPATAN PENYARINGAN

PROSES PENYARINGAN

KUALITAS AIR STL DISARING

Page 6: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

52

10. Variabel bebas adalah variable yang besarannya bebas ditentukan oleh peneliti, pada penelitian ini yaitu ketebalan media saring zeolit 10 cm, 20 cm dan 30 cm.

11. Variabel terikat adalah variable yang nilainya dipengaruhi oleh perubahan besaran variable bebas dalam penelitian ini adalah kandungan deterjen air limbah pencucian linen.

12. Kandungan deterjen adalah jumlah deterjen dalam air limbah yang diukur di laboratorium dalam satuan mg/lt.

13. Persentase penurunan deterjen adalah kandungan deterjen dalam air baku dikurangi kandungan deterjen dalam air limbah setelah disaring dibagi kandungan deterjen air baku kali 100%.

5. Prosedur Kerja

a. Pembuatan Saringan Sederhana

Saringan dibuat dari pipa PVC diameter 6 inci, dilengkapi dengan empat underdrain yang satu sama lain berjarak 10 cm dan satu overflow pada ketinggian 84 cm dari dasar saringan. b. Pengadaan Media Saring

Zeolit sebagai media saring dibeli dari toko bahan kimia, kemudian diayak dengan ayakan mes nomor 5 dan 6. Zeolit yang digunakan sebagai media saring adalah zeolit yang lolos pada pengayakan mes nomor 5 dan tertahan pada mes nomor 6. Zeolit yang digunakan sebagai media saring dalam penelitian ini adalah tidak diaktifkan terlebih dahulu dengan pertimbangan ingin mengetahui kemampuan zeolit secara alami dan apabila penggunaan zeolit diaktifkan terlebih dahulu, maka kemungkinan akan menyulitkan masyarakat.

c. Menghitung Kecepatan Penyaringan

Kecepatan penyaringan 1,475 Liter/ menit diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut : diketahui diameter saringan 6 inci (15 cm), luas penampang saringan ¼ Л d2 = ¼ . 3,14.0,15 m2 = 0,0177 m2 . Standar kecepatan saringan pasir cepat adalah : 5 m3/m2/ jam, jadi kecepatan penyaringan pada saringan percobaan adalah = 0,0177 m2 x 5 m3/m2/ jam = 0,0885 m3/ jam atau = 1,475 Lt / menit.

E. Hasil

Hasil pengamatan atau pengukuran terhadap kandungan deterjen dari air baku limbah pencucian linen, saringan kontrol dan setelah melewati saringan percobaan dengan ketebalan 10 cm, 20 cm dan 30 cm dengan enam kali pengulangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 7: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

53

Tabel 1 Kandungan Deterjen Limbah Pencucian Linen pada Air Baku, Saringan

Kontrol dan Setelah Melewati Lapisan Media Saring Zeolit

Percobaan

ke

Lamanya Saringan

Beroperasi

Kandungan Detrjen Sebelum dan Setelah Melewati Saringan Percobaan Berdasarkan Lama Saringan Beroperasi (mg/Lt) Air Baku Saringan

Kontrol Ketebalan media saring zeolit 10 Cm 20 Cm 30 Cm

1. 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata

0,1579 - 0,1552 0,1572 0,1395 0,1507

- 0,1395 0,1256 0,1169 0,1273

- 0,1149 0,1141 0,1079 0,1123

- 0,0866 0,0843 0,0701 0,0803

2. 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata

3,4589 - 3,3649 3,3364 3,3326 3,3446

- 3,1338 3,1001 2,8020 3,0119

- 2,6399 2,5632 2,6057 2,6029

- 2,1241 2,0649 2,0072 2,0654

3. 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata

0,4025 - 0,3925 0,4018 0,3927 0,3956

- 0,3331 0,3256 0,3189 0,3258

- 0,2929 0,2699 0,2620 0,2749

- 0,2237 0.2179 0,1984 0,2133

4. 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata

0,6889 - 0,6871 0,6739 0,6721 0,6777

- 0,5584 0,5314 0,4714 0,5204

- 0,3870 0,3723 0,3575 0,3723

- 0,3544 0,2822 0,2666 0,3011

5. 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata

0,6706 - 0,6701 0,6698 0,6686 0,6695

- 0,5370 0,5150 0,4743 0,5087

- 0,4880 0,4702 0,4657 0,4746

- 0,4666 0,4085 0,3938 0,4229

6. 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata

0,7087 - 0,7081 0,7060 0,7058 0,7066

- 0,4981 0,4810 0,4797 0,4862

- 0,4670 0,4598 0,3908 0,4392

- 0,2949 0,2846 0,2784 0,2859

Berdasarkan Tabel 1 diatas dapat dihitung persentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen yang dapat dilihat pada Tabel 2

Page 8: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

54

Tabel 2 Persentase Penurunan Kandungan Deterjen Limbah Pencucian Linen Pada Air

Baku, Saringan Kontrol dan Setelah Melewati Lapisan Media Saring Zeolit

Lamanya Saringan

Beroperasi

Persentase Penurunan Kandungan Deterjen (%) Setelah Melewati Lapisan Media Saring Zeolit

Saringan Kontrol

Saringan percobaan dengan ketebalan Media saring zeolit

10 Cm 20 Cm 30 Cm

0,5 Jam

1,71 2,72 2,48 0,26 0,07 0,08

11,65 9,40 17,25 18,94 19,93 29,72

27,23 23,68 27,23 43,82 27,23 34,10

45,15 38,59 44,42 48,55 30,42 58,39

Jumlah 7,32 106,89 183,29 265,52 Rata-rata 1,22 17,81 30,54 44,25

1 Jam

0,44 3,54 0,17 2,18 0,12 0,38

20,46 10,37 19,10 22,86 23,20 32,13

27,74 25,89 32,94 45,96 29,88 35,12

46,61 40,30 45,86 59,04 38,93 59,84

Jumlah 6,83 128,11 197,53 290,58 Rata - rata 1,14 21,35 32,92 48,43

1,5 Jam

1,65 3,65 2,43 2,44 0,30 0,41

25,96 18,99 20,77 31,57 29,27 32,31

31,66 24,66 34,90 48,10 30,55 44,86

55,60 41,97 50,70 61,30 41,28 60,72

Jumlah 10,88 158,87 214,73 311,57 Rata - rata 1,81 26,48 35,79 51,93

Rata-rata persentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen, setelah melewati lapisan media saring pada Tabel 2 diatas pada pengamatan lamanya saringan beroperasi selama 0,5 jam ternyata pada ketebalan media saring zeolit 10 cm sebesar 17,81 %, pengamatan dengan lama operasi saringan 1 jam ternyata sebesar 21,35 % dan pada pengamatan dengan lama operasi saringan 1,5 jam sebesar 26,48 %.

Rata-rata persentase penurunan kandungan deterjen setelah melewati lapisan media saring zeolit ketebalan 20 cm, pada pengamatan dengan lama operasi saringan selama 0,5 jam sebesar 30,54 %, pengamatan dengan lama operasi saringan 1 jam sebesar 32,92 % dan pengamatan dengan lama operasi saringan1,5 jam sebesar 35,79 %. Adapun rata-rata persentase penurunan kandungan deterjen setelah melewati lapisan media saring

Page 9: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

55

zeolit ketebalan 30 cm, pada pengamatan dengan lama operasi saringan selama 0,5 jam sebesar 44,25 %, pengamatan dengan lama operasi saringan 1 jam sebesar 48,43 % dan pengamatan dengan lama operasi saringan 1,5 jam sebesar 51,93 %.

F. Pembahasan

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari ketebalan lapisan media saring zeolit terhadap penurunan kandungan deterjen pada air limbah pencucian linen, maka dilakukan uji statistic dengan Analisis Varian dua factor sebagai berikut:

Tabel 3

Persentase Penurunan Kandungan Deterjen Limbah Pencucian Linen Setelah Melewati Ketebalan Lapisan Media Saring Zeolit

Lamanya Saringan

Beroperasi

Persentase Penurunan Kandungan Deterjen ( % ) Setelah Melewati Ketebalan Lapisan Media Saring

Zeolit

Jumlah

10 Cm 20 Cm 30 Cm

0,5 jam

11,65 9,40 17,25 18,94 19,93 29,72

27,23 23,68 27,23 43,82 27,23 34,10

45,15 38,59 44,42 48,55 30,42 58,39

Jumlah 106,89 183,29 265,52 555,7

1 Jam

20,46 10,37 19,10 22,86 23,20 32,13

27,74 25,89 32,94 45,96 29,88 35,12

46,61 40,30 45,86 59,04 38,93 59,84

Jumlah 128,11 197,53 290,58 616,22

1,5 Jam

25,96 18,99 20,77 31,57 29,27 32,31

31,66 24,66 34,90 48,10 30,55 44,86

55,60 41,97 50,70 61,30 41,28 60,72

Jumlah 158,87 214,73 311,57 685,17 T o t a l 393,87 595,55 867,67 1857,09

Hasil perhitungan Analisis Varian dua Faktor dimasukkan pada Tabel 4 yaitu tabel Anava 2 faktor sebagai berikut :

Page 10: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

56

Tabel. 4 Daftar Anava 2 faktor

No. Sumber Varians dk Jk Rjk F. Hitung F. Tabel 1. Rata-rata 1 63866,36 2. Perlakuan 2 6281,67 3140,83 49,80 3,205 3. Umur Saringan 2 466,28 233,14 3,70 3,205 4. Interaksi 4 21,2 5,3 0,08 5. Kekeliruan 45 2838,2 63,07 Jumlah 54 73473,71 Berdasarkan Tabel. 4 dapat dilihat bahwa F hitung (49,80 ) lebih besar dari F tabel (3,205 ) dengan taraf signifikan ά = 0,05, berarti ada pengaruh dari ketebalan lapisan media saring zeolit terhadap penurunan kandungan deterjen dalam air limbah

pencucian linen. Untuk mengetahui apakah ada korelasi antara ketebalan lapisan media saring zeolit dengan prosestase penurunan kandungan deter jen pada air limbah hasil penyaringan dapat dilihat dari hasil uji korelasi pada Tabel 5 sebagai berikut:

Tabel. 5

Hubungan Antara Berbagai Ketebalan Lapisan Media Saring Zeolit dengan Persentase Penurunan Kandungan Deterjen Air Limbah Pencucian Linen

No. Ketebalan

Zeolit ( xi )

Kandungan Deterjen

( yi )

xiyi xi 2 yi 2

1. 10 11,65 116,5 100 135,7225 2. 10 9,40 94,0 100 88,36 3. 10 17,25 172,25 100 297,5625 4. 10 18,94 189,4 100 358,7236 5. 10 19,93 199,3 100 397,2049 6. 10 29,72 297,2 100 883,2784 7. 10 20,46 204,6 100 418,2025 8. 10 10,37 103,7 100 107,5369 9. 10 19,10 191,0 100 364,81 10. 10 22,86 228,6 100 522,5796 11. 10 23,20 232,0 100 538,24 12. 10 32,13 321,3 100 1032,3369 13. 10 25,96 259,6 100 673,9216 14. 10 18,99 189,9 100 360,6201 15. 10 20,77 207,7 100 431,3929 16. 10 31,57 315,7 100 996,6649 17. 10 29,27 292,7 100 856,7329 18. 10 32,31 323,1 100 1043,9361 19. 20 27,23 544,6 400 741,4729 20. 20 23,68 473,6 400 560,7424 21. 20 27,23 544,6 400 741,4729

Page 11: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

57

22. 20 43,82 876,4 400 1920,1924 23. 20 27,23 544,6 400 741,4729 24. 20 34,10 682 400 1162,81 25. 20 27,74 544,8 400 769,5076 26. 20 25,89 517,8 400 670,2921 27. 20 32,94 658,8 400 1085,0436 28. 20 45,96 919,2 400 2112,3216 29. 20 29,88 597,6 400 892,8144 30. 20 35,12 702,4 400 1233,4144 31. 20 31,66 633,2 400 1002,3556 32. 20 24,66 493,3 400 608,1156 33. 20 34,90 698 400 1218,01 34. 20 48,10 962 400 2313,61 35. 20 30,55 611 400 933,3025 36. 20 44,86 897,2 400 2012,4196 37. 30 45,15 1354,5 900 2038,5225 38. 30 38,59 1157,7 900 1489,1881 39. 30 44,42 1332,6 900 1973,1364 40. 30 48,55 1456,5 900 2357,1025 41. 30 30,42 912,6 900 925,3764 42. 30 58,39 1751,7 900 3409,3921 43. 30 46,61 1398,3 900 2172,4921 44. 30 40,30 1209 900 1624,09 45 30 45,86 1375,8 900 2103,1396 46. 30 59,04 1771,2 900 3485,7216 47. 30 38,93 1167,9 900 1515,5449 48. 30 59,84 1795,2 900 3580,8256 49. 30 55,60 1668 900 3091,36 50. 30 41,97 1259,1 900 1761,4809 51. 30 50,70 1521 900 2570,49 52. 30 61,30 1819 900 3757,69 53. 30 41,28 1238,4 900 1704,0384 54. 30 60,72 1821,6 900 3686,9184 ∑ 1080 1857,09 41879,8 25200 70773,7063

� �54 � 41879.8� � �1080 � 1857.09�

�54�25200� � �1080�� � �54�707773.7063� � �1857.09�2

255852

440.91 � 610.73

0.95 Berdasarkan hasil perhitungan diatas ternyata r hitung 0,95, sedangkan r tabel dengan N= 54 dengan taraf kepercayaan 0,05 diperoleh angka sebesar 0,2686, dengan demikian r hitung lebih besar dari r tabel yang berarti ada korelasi antara ketebalan

lapisan media saring zeolit dengan persentase penurunan kandungan deterjen dalam air limbah pencucian linen setelah disaring untuk mengetahui ketebalan lapisan media saring zeolit dilakukan Analisa Regresi Polinomial orthogonal langkah sebagai berikut :

Page 12: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

58

Tabel. 6 Koefisien Polinomial dengan K = 3 untuk Perlakuan

K

Polinom Taraf Variabel

∑ξ i2

λ

10 cm 20 cm 30 cm Skala

1 2 3 3 Linear -1 0 1 2 1

Kuadratik 1 -2 1 6 3 yij 393,87 595,55 867,67

1. Jumlah kuadrat linear = ��������.������� � . ������!�.!��"#

��!��

�$��.��#

�! 6235.73

2. Jumlah kuadrat kuadratik = �������.�������� � . ������!�.!��"#

��!�!

���.$$�#

���= 45.94

Hasil perhitungan diatas dimasukkan kedalam tabel Anova Model Polinomial Orthogonal sebagai berikut :

Tabel. 7

Anova Model Polinomial dengan K = 3

No. Sumber Varians dk Jk Rjk F Hitung F tabel 1. Rata- rata 1 63866,36 2. Perlakuan 2 6281,67 3140,83 49,80 3,205 3. Linear 1 6235,73 6235 98,87 4,055 4. Kuadratik 1 45,95 45,94 0,73 4,055 5. Umur Saringan 2 466,28 233,14 3,696 3,205 6. Interaksi 4 21,2 5,3 7. Kekeliruan 45 2838,2 63,07 Jumlah 54 73473,71

Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa F hitung linear lebih besar dari F tabel , sedangkan F hitung Kuadratik lebih kecil dari F tabel, maka Analisa selanjutnya

dihitung sampai perhitungan linear sebagai berikut :

%� ∑ ∑ '()

*

1857.09

3 � 3 � 6 34.39

%� ��1 � 393.87� + �0 � 595.55� + �1 � 867.67�

3 � 6 � 2

473.8

36 13.16

Page 13: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

59

Untuk persamaan terakhir , maka perlu dicari harga ξo dan ξ 1 dengan persamaan sebagai berikut :

ξ� 1 ξ� λ � U 1 � U

U X � X0

d

2 � 2010

Bila 23 20 dan d = 10 maka persamaan menjadi :

ξ� 1 �2 � 20

10

2 � 2010

Dengan demikian persamaan garisnya adalah :

4 %�ξ� + A�ξ� �34.39��1� + �13.16�X � 20

10 34.39 +

13.16X10

� 26.32

34.39 + 1.3162 � 26.32 4 1.316 2 + 8.07 Dari persamaan garis ini dicari Ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif, yaitu apabila besarnya prosentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen yang diharapkan adalah sebesar 90 %, maka ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif adalah :

4 1.316 2 + 8.07 90 1.3162 + 8.07 81.93 1.3162 2 62.2

Jadi ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif adalah 62,2 cm, yaitu ketebalan minimal yang dapat menurunkan kandungan deterjen sebesar 90 %, sedangkan ketebalan maksimal lapisan media saring zeolit yang dapat menurunkan kandungan deterjen air limbah pencucian linen sebesar 100 % adalah 69,8 cm. Jadi ketebalan lapisan media saring yang efektif adalah berkisar antara 62,2 cm sampai dengan 69,8 cm.

G. Simpulan

1) Hasil analisa varians dua faktor dari data Tabel 3 terlihat ada variasi kelompok data prosentase penurunan kandungan deterjen dari masing-masing ketebalan lapisan media saring zeolit, yang berbeda bermakna pada derajat kepercayaan dengan α = 5 % yang berarti bahwa ada pengaruh ketebalan lapisan media saring zeolit terhadap penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen setelah disaring.

2) Hasil uji Korelasi antara kelompok data persentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen setelah melewati media saring zeolit, dengan ketebalan lapisan media saring zeolit 10 cm, 20 cm dan 30 cm, menunjukkan r hitung lebih besar dari r tabel (tabel 5) yang berarti ada korelasi antara ketebalan lapisan media zeolit dengan penurunan

Page 14: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

60

kandungan deterjen limbah pencucian linen setelah disaring.

3) Bentuk korelasi antara prosentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen dengan ketebalan lapisan media saring zeolit, dari hasil uji Polinomial Orthogonal yang menghasilkan persamaan linear Y = 1,136 x +8,07, dimana Y adalah prosentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen, sedangkan X adalah ketebalan lapisan media saring zeolit. Hasil perhitungan dari persamaan tersebut dapat diketahui ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif yaitu yang mampu menurunkan kandungan deterjen ≥ 90 % adalah ketebalan lapisan media saring zeolit berkisar antara 62,2 cm sampai dengan 69,8 cm.

4) Kelemahan dalam penelitian ini adalah kandungan deterjen limbah pencucian linen pada air baku yang dipergunakan pada setiap percobaan tidak dapat disamakan (Tabel. 1) serta keadaan cuaca yang tidak dapat dikendalikan.

H. Saran

1) Hasil penelitian ini sebagai bahan informasi dalam salah satu upaya untuk mengendalikan atau mengurangi terjadinya pencemaran air permukaan maupun air tanah oleh limbah deterjen dengan cara sebelum dilakukan pembuangan limbah ke perairan atau lingkungan terlebih dahulu dilakukan pengolahan dengan proses penyaringan menggunakan media saring zeolit dengan ketebalan 62,2

cm dengan kecepatan aliran saringan cepat (antara 5-7 m3/m 2/ jam).

2) Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan berbagai diameter media saring zeolit untuk menurunkan berbagai kandungan deterjen maupun pencemar lain dari berbagai jenis limbah.

I. Referensi

Huissman,L . Rapid Filtration .part 1. Self University of Technology. Dept of Civil Engineering ,Dividion of Sanitary Engineering,1974

Kerrod,Robin.Rock and Mineral, Grise wood and Dempsey Ltd, London.1997

KRT Tjokrokusumo. Pengantar Konsep Teknologi Bersih, Khusus Pengelolaan dan Pengolahan Air. Yogyakarta : STTL YLH.1995.

Notoatmodjo, Soekijo. Metodologi Penelitian Kesehatan PT R. Meka Septa ; Jakarta, 1993

Pangestu, Djarwanto. Statistik Induktif. BPFE ; Yogyakarta,1993

Prof.Dr.SoekidjoNotoatmodjo. Ilmu Kesehatan masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta 2003

Sujana. Desain dan Analisis Ekspremen. Tarsito. Bandung,1991

Sutopo, F.X.R. Etal.Pengkajian karakteristik zeolit Cikalong Tasik Malaya dan Pemanfaatannya dalam Pengolahan Air. PPTM ; Bandung . 1991

Suyartono.Etal. Penerapan Model Pengolahan dan Pemanfaatan Zeolit Bayah untuk Gas dan Cairan.PPTM : Bandung,1986

Sugiharto. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta : 1987

Sri Nuryani,Endang, Hartanto,Handi dkk. Bagaimana terjadinya gunung berapi. Dharma Karya Cipta : Bandung 1993.

Page 15: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

61

Tony Parulian Sinaga dan Asral Sahri Siregar. Pengantar Hidrobiologi. Purwokerto : Universitas Jendral Sudirman , Fakultas Biologi ,1991

Willey, John. Water Treatment Handbook , 5 th Edition New York : A Halsted Press Book John Willey and Sons,1979

Widanarko,Sulistyoweni.Pedoman Umum Pengawasan Limbah Industri. Jakarta : 1988

Page 16: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

62

HUBUNGAN USIA PERNIKAHAN DENGAN TERJADINYA PERILAKU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA PEREMPUAN DI DESA

SUKAMANDI JAYA KECAMATAN CIASEM KABUPATEN SUBANG TAHUN 2013

Achmad Setya Roswendi1 1STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi

ABSTRAK

Pernikahan dini dapat menimbulkan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan yang menikah di usia muda < 19 tahun. Dalam aspek psikologis pernikahan dini dapat meningkatkan status ego dan emosi labil remaja sehingga memicu terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga dan menimbulkan kendala dalam lingkungan keluarga barunya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia pernikahan dengan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2013. Rancangan penelitian yang digunakan adalah metoda analitik observasional, penelitian dilaksanakan pada bulan juli 2013 terhadap 70 responden dengan teknik sample menggunakan total sampling dan instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan dua tahapan yaitu analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan bivariat untuk melihat hubungan (Chi Square) hasil penelitian yang dilakukan terhadap 70 responden didapatkan hasil usia pernikahan yang tidak melakukan pernikahan dini (>19 tahun) sebagian responden (52%). Untuk yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga sebagian responden (60%). Nilai p value 0,005 < α (0,05) sehingga dapat di simpulkan bahwa ada hubungan antara usia pernikahan dan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diharapkan keluarga di desa tersebut dapat menyelesaikan segala bentuk permasalahan secara adaptif dan mengarahkan keluarganya agar tidak terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Kata Kunci : Pernikahan Dini, KDRT A. Pendahuluan

Menurut 50 surveI kependudukan di seluruh dunia, 10-50% perempuan melaporkan pernah terjadi kekerasan atau disakiti secara fisik oleh pasangannya. Kekerasan fisik hampir selalu diikuti oleh penyalahgunaan secara psikologis, dan sekitar sepertiga sampai lebih dari setengah diikuti oleh penyalahgunaan seksual. Sebagai contoh diantara 613 orang terdapat perlakuan kekerasan di Jepang, 57% mengalami kekerasan fisik, psikis dan seksual. Hanya 8% yang mengalami penyalahgunaan fisik saja. (Depkes RI, 2007).

Kekerasan dalam rumah tangga sangat bervariasi dan dapat berupa penyerangan fisik, seperti pemukulan, menampar, menendang, menempeleng, menyepak, menggigit atau mencoba menggantung, membakar atau menyiramkan cairan asam kewajah, memukul dan memperkosa dengan bagian tubuh atau benda tajam, mengunakan senjata mematikan untuk menusuk atau menembak istri/pasanganya. Kekerasan dapat pula berbentuk penyalahgunaan psikis lainnya seperti meremehkan, melecehkan, menekan dan menghina, termasuk mengendalikan perilaku melalui isolasi perempuan terhadap keluarga dan teman-temannya, mengawasi dan membatasi ruang lingkup kehidupannya (Nukman,2009).

Page 17: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

63

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup keluarga (Depkes RI, 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan secara domestik yaitu kekerasan rumah tangga terhadap istri. Seperti halnya faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat beragam. Faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi kekerasan meliputi usia, pendidikan, ekonomi, kekuasaan suami, perselingkuhan, kebiasaan suami (Djanah, 2006). Data UNICEF pada tahun 2007 menunjukkan bahwa wanita yang berusia 25 sampai 29 tahun yang menikah dibawah usia 18 tahun di Indonesia mencapai 34 %, dan Indonesia termasuk dalam lima besar Negara-negara yang persentase pernikahan dini tertinggi di dunia. Berdasarkan usia pernikahan dan level pendidikan, data statistik di Indonesia menunjukkan pada tahun 2008 terdapat 20 % wanita yang menikah di usia sekitar 15-19 tahun dan 18 % wanita yang menikah dengan laki-laki dibawah usia 20 tahun (Suprayanto, 2010). Penelitian Choe, Thapa, dan Achmad (dalam Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal, 1999), yang ditinjau dari segi demografis menunjukkan bahwa pernikahan sebelum usia 18 tahun pada umumnya terjadi pada wanita di Indonesia terutama di kawasan pedesaan. Hal ini dikarenakan tingkat ekonomi serta

pendidikan yang rendah di daerah pedesaan di Indonesia serta faktor akses informasi yang tidak memadai. Angka statistik pernikahan dini secara nasional sendiri menunjukkan bahwa sekitar 25% terjadi di Indonesia. Bahkan beberapa daerah melebihi angka tersebut seperti di Jawa Timur (39,43 %), Kalimantan (35,48%), Jambi (30,63%), Jawa Barat (36%) dan Jawa Tengah (27,84 %). Parameter lain untuk mengetahui jumlah praktek pernikahan dini adalah melalui angka kematian ibu dan bayi. Angka kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi di suatu wilayah dapat mengindikasikan rendahnya indeks pembangunan manusia di daerah tersebut yang disebabkan oleh praktik pernikahan dini yang masih umum terjadi. Hal ini sesuai dengan data statistik yang dikeluarkan oleh Indikator Sosial Wanita Indonesia melalui Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005 menunjukkan 21,75% anak perempuan di perkotaan menikah pada usia dibawah 16 tahun dan 47,79% terjadi di daerah pedesaan (Ilyas, 2008). Data Biro Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa ternyata praktik pernikahan dini masih umum terjadi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan melalui data statistik angka kelahiran menurut usia wanita berdasarkan periode waktu, yaitu pada tahun 2009 dengan periode waktu dari tahun 2001-2009 menunjukkan untuk daerah perkotaan di Indonesia terdapat 29% wanita muda yang melahirkan di usia 15-19 tahun, di daerah pedesaan sendiri menunjukkan persentase yang sangat tinggi yaitu 58% wanita yang melahirkan di usia 15-19 tahun. Wilayah provinsi Jawa Barat khususnya di daerah Subang yang akan menjadi lokasi penelitian menunjukkan bahwa angka kelahiran menurut usia wanita terdapat sebanyak 33% yang melahirkan bayinya ketika berusia 15-19 tahun (BPS, 2009). Pernikahan dini di Jawa Barat hingga kini masih tergolong tinggi di dunia. Jumlah

Page 18: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

64

pasangan usia perkawinan (PUP) di bawah usia 19 tahun mencapai 50% dari total pasangan usia subur (PUS) di jawa barat, yakni sekitar 9 juta pasangan. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief menyatakan, angka pernikahan dini tertinggi terdapat di daerah pantai utara (pantura) seperti Cirebon, Indramayu, Brebes, Subang, Karawang dan kabupaten/kota lainnya. Untuk Kabupaten Indramayu disinyalir menjadi daerah tertinggi dalam kasus pernikahan dini di Indonesia (Pikiran Rakyat Online, 2012). Pernikahan dini (early marriage) memiliki dampak yang sama pada remaja putri maupun remaja pria. Dampak-dampak tersebut meliputi dampak fisik, intelektual, dan emosional. Remaja putri yang menikah akan mengalami hambatan dalam pendidikan mereka, kebebasan pribadi mereka, dan akan mengalami gangguan

emosional jika mereka tidak siap menghadapi dunia pernikahan dengan bertambahnya tanggung jawab. Remaja putri yang menikah di usia muda dituntut dapat menyesuaikan diri dengan keadaan pernikahan, bertambahnya tanggung jawab untuk menghidupi keluarga, terancam putus sekolah dan terancam menjadi pengangguran. Perempuan yang menikah di usia muda biasanya mengalami stress berhubungan dengan peran baru mereka sebagai Istri maupun Ibu dan emosional nya pun masih tidak stabil apabila dalam menghadapi masalah bisa timbul dengan kekerasan (Koliman, 2008). Hasil studi pendahuluan yang juga telah dilakukan oleh peneliti di Dinas Kesehatan Kabupaten Subang mengenai situasi Desa yang memiliki persentase tinggi kejadian kasus Kekerasan dalam rumah tangga adalah di Puskesmas Ciasem.

Tabel 1

Tabel Situasi Desa Yang Memiliki Persentase Tinggi Kejadian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tahun 2012

No Nama Desa Jumlah Penduduk Jumlah Temuan Kasus KDRT

1 Ciasem Girang 1475 15 2 Sukamandi Jaya 3660 25 3 Ciasem Tengah 1126 10 4 Ciasem Baru 1424 10 5 Pinangsari 885 8 6 Sukahaji 644 11

Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Subang Tahun 2012

Berdasarkan data di atas menjelaskan bahwa Desa Sukamandi Jaya memiliki kasus KDRT terbanyak yaitu sebanyak 25 kasus, dan berdasarkan data dari studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, setelah dilakukan wawancara di Desa Sukamandi Jaya pada tanggal 27 Maret 2013 di dapatkan sebesar 70 keluarga yang menikah di usia pernikahan rata-rata berumur 17 tahun.

Peran perawat juga sangat penting sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat bisa membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya untuk mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada klien dan keluarga klien dengan menggunakan energi dan waktu yang minimal (Ali, 2001).

Page 19: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

65

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui tentang Hubungan Antara Usia Pernikahan Dengan Terjadinya Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Perempuan Di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang tahun 2013. Kekerasan yang dialami oleh istri mengakibatkan tekanan-tekanan psikologis, dimana seorang istri juga mempunyai hak untuk hidup layak dalam keluarga. Suami harus bisa membentuk keharmonisan maupun kenyamanan dalam keluarga. Kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga akan memberikan dampak yang buruk bagi keluarga itu sendiri, bahkan di mata masyarakat umum.

B. Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara usia pernikahan dengan perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kecamtan Ciasem Kabupaten Subang. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia pernikahan.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang. Kategori untuk pernikahan dini yaitu responden yang melakukan pernikahan sebelum usia 19 tahun, dengan skala ukur kategori (ordinal). Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan muda yang sudah menikah pada tahun 2013 di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang tercatat 70 pasangan muda. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, jumlah sampel yang didapatkan adalah sebanyak 70 pasangan muda. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Uji validitas dan realibilitas untuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan pernikahan usia dini dengan uji Korelasi Pearson Product Moment. Analisa univariat yang dilakukan adalah distribusi dan persentase, Analisa bivariat yang dilakukan uji beda dengan metode pearson chi square ( x2 ) antara variabel bebas dengan variabel terikat batas kemaknaan yang dipakai adalah nilai alpha 0,05 (5%) dan tingkat kepercayaan 95%.

C. Hasil dan Pembahasan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Usia Pernikahan

di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2013.

Usia

Pernikahan Frekuensi

(n) Persentase

(%) Dini<19 tahun

Tidak Dini>19 tahun 33 37

47,1 52,9

Jumlah 70 100,0

Sumber : Data hasil penelitian tahun 2013

Berdasarkan tabel 2 menunjukan sebagian melakukan usia pernikahan tidak dini > 21 tahun yaitu sebanyak 37 responden (52%).

Dan sebagian kecil melakukan usia pernikahan dini < 21 tahun sebanyak 33 responden (47%).

Page 20: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

66

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Kejadian KDRT di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem

Kabupaten Subang Tahun 2013

KDRT Frekuensi (n)

Persentase (%)

KDRT Tidak KDRT

42 28

60,0 40,0

Total 70 100,0 Sumber : Data hasil penelitian tahun 2013

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa hasil penelitian mengenai KDRT di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang Tahun 2013, menunjukkan dari 70

responden ternyata sebagian besar pada responden yang mengalami KDRT yaitu sebanyak 42 responden (60%).

Tabel 4

Distribusi Hubungan Usia Pernikahan Dengan Terjadinya Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Perempuan Di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem

Kabupaten Subang Tahun 2013

Usia pernikahan

KDRT Total

p- Value Ya Tidak

N % N % N % Dini < 19 tahun

26 78,8% 7 21,2% 33 100% 0,005

Tidak Dini > 19 tahun

16 43,2% 21 56,8% 37 100%

Jumlah 42 60% 28 40% 70 100% Sumber : Data hasil penelitian tahun 2013 Berdasarkan tabel 4 diatas menjelaskan bahwa dari 33 responden yang melakukan pernikahan dini (< 19 tahun) sebagian 26 responden (78,8%) mengalami KDRT dan dari 37 responden yang tidak melakukan pernikahan dini (>19 tahun) sebagian kecil sebanyak 16 responden (43,2%) tidak mengalami kdrt . Berdasarkan uji statistik

didapatkan nilai p value = 0,005 (dengan ∂ = 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia pernikahan dengan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang Tahun 2013.

Hasil penelitian pada tabel 4.3 mengenai hubungan usia pernikahan dengan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga p-value = 0,005 (dengan ɑ = 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara usia pernikahan dengan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang Tahun 2013.

Page 21: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

67

Menurut Djanah (2006), hal yang menjadi faktor-faktor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga sebagai berikut: kekuasaan suami, masalah ekonomi, kebiasaan suami, usia, pendidikan, perselingkuhan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Djanah (2006), adanya responden yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dikarenakan usia pernikahan dini <19 tahun. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan adalah usia. Menurut Effendy (2009), untuk menghindari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, di perlukan cara-cara penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga, antara lain : Perlunya keimanan yang kuat dan akhlak yang baik dan berpegang teguh pada agamanya, harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagai antar anggota, seorang istri harus mampu mengkordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga,serta pemecahan solusi rumah tangga yang tepat pada masyarakat remaja pasca menikah dini sehingga masyarakat mampu melakukan antisipasi yang lebih adaptif. Hal ini dapat dipahami bahwa pernikahan di usia dini itu masa dimana usia awal perkawinan biasanya suami istri sedang dalam masa saling mencari kesesuaian dan beradaptasi satu dengan yang lain, sehingga perselisihan paham dan pertengkaran kecil sangat mungkin terjadi. Bahkan di masa awal perkawinan biasanya sifat asli suami istri akan muncul, sehingga banyak kekerasan psikis terjadi, seperti tindakan atau ucapan yang merendahkan atau menghina diperlakukan yang dapat membuat stres atau hilangnya percaya diri.

Sebenarnya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Desa Sukamandi Jaya ini sering terjadi, namun tidak banyak korban yang kebanyakan adalah perempuan yang menikah di usia dini. Korban sering merasa takut, karena apabila mereka melaporkan peristiwa tersebut biasanya pelaku akan marah dan berpotensi untuk melakukan kekerasan lagi. Korban dianggap sebagai mahluk lemah yang tidak mampu untuk melakukan apapun serta tidak mempunyai hak untuk menyuarakan apa yang ada dalam pikirannya, korban pun sering disalahkan atas setiap kejadian buruk yang terjadi di rumah tangganya dan korban merasa pasrah apabila mendapat perlakukan yang kasar dari pelaku dan menganggap bahwa itu adalah hal yg wajar dilakukan oleh suaminya, karena memang iya yang menyebabkan semua itu terjadi. Sementara laki-laki dianggap sebaliknya, yakni sebagai mahluk yang kuat dapat melakukan apapun dan sebagainya.

D. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data serta pembahasan mengenai hubungan usia pernikahan dengan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang, maka dapat disimpulkan bahwa : Sebagian besar responden pada usia pernikahan >21 tahun sebanyak (52%), Sebagian besar responden yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga sebanyak (60%), Terdapat hubungan antara usia pernikahan dengan terjadinya perilaku kekerasaan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang Tahun 2013 dengan p-value = 0,005 (� = 0,05)

E. Referensi

Adhim, F. (2008) Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta : PT. Lingkar Pena.

Page 22: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

68

Ahmad, K. (2009) Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama.

Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan (Buku Pertama). Bandung : PT. Reflika Aditama.

Djanah, F. (2006) Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta : PT. Lkis PelangiAksara.

Fadliyana, E. (2007) Pernikahan dini dan permasalahannya. Indonesian Journal of pediatri social, vol 11.

Format referensi elektronik direkomendasi oleh Depkes, 2007 tersedia www.depkes.go.id, 18 Maret 2011.

Format referensi elektronik direkomendasi oleh Ilyas, 2008, tersedia http://kompas.com, 18 Maret 2013.

Format referensi elektronik direkomendasi oleh Minang Forum Info, 2010, http://www.minangforum.info/sekilas-perkawinan.html

Hidayat, A. (2007) Metode Penelitain Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

Ihsan. (2008) Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia. Surabaya : BP-4Jatim.

Kuzari, A. (2004). Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nukman, E. (2009) Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.

Nursalam. (2008) Kosep dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Pustaka, Y. (2006) UU Ri No/2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Yogyakarta, hal 8.

Singgih, G. (2007) Psikologi Keluarga. Jakarta : Gunung Mulia.

Sudarto. (2004) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Page 23: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

69

KAJIAN MENGENAI FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM PADA DAMIU

DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

Budiman1

1STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi

ABSTRAK

Minuman merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhan nya menjadi hak asasi setiap masyarakat. Minuman dapat menjadi media bagi unsur pengganggu kesehatan manusia baik unsur yang secara alamiah sudah menjadi bagian dari pangan maupun unsur yang masuk ke dalam pangan dengan cara pencemaran seperti pada DAMIU. Hasil pemeriksanaan tingkat pencemaran bakteriololgis pada Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU). Di Wilayah Kabupaten Bandung Barat diperoleh Tahun 2012 ada 33,3% DAMIU yang tercemar coliform dari 75tempat DAMIU yang diperiksa. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian mengenai faktor risiko lingkungan kualitas bakteriologi air minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan studi potong lintang. Populasi dalam penelitian mencakup seluruh DAMIU yang berada di Wilayah Kabupaten Bandung Barat. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer yaitu melakukan pengukuran kualitas bakteriologi air minum. Analisis data yang digunakan proporsi dan analisis uji kai kuadrat.Hasil peneliian diperoleh Sebagian besar kualitas air minum tidak memenuhi syarat secara bakteriologis sebanyak 37 (61.7%). Tidak terdapat pengaruhyang signifikan antara penampungan/ tandon air baku (p-value=1.000), unit pengolah air (p-value=0.586), unit pencucian galon (p-value=0.284), unit pengisian galon (p-value=1.000), pakaian kerja penjamah (p-value=1.000), cuci tangan penjamah (p-value=0.936), kuku jari penjamah (p-value=0.839), dan sarana tempat sampah terhadap kualitas bakteriologis air minum pada depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kabupaten Bandung Barat (p.value = 1.000). Disarankan bagi UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Bandung Barat saat pengambilan sampel air minum di DAMIU sebaiknya sampel berasal dari galon yang sudah berisikan air produksi, sehingga dapat menggambarkan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan. Kata Kunci: Faktor Risiko Lingkungan, Studi Potong Lintang, Kualitas Bakteriologis Air

Minum, DAMIU A. Pendahuluan

Minuman merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhan nya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional (UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Minumandapat menjadi media bagi unsur pengganggu kesehatan manusia baik unsur yang secara alamiah sudah menjadi bagian dari pangan maupun unsur yang masuk ke

dalam pangan dengan cara pencemaran. Sumber utama minuman adalah air. Air merupakan unsur lingkungan yang penting selain untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia juga dapat menjadi media (vehicle) penularan penyakit, sehingga air harus dikelola secara hygiene.Hygiene Sanitasi adalah upaya kesehatan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pencemaran terhadap air minum dan

Page 24: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

70

sarana yang digunakan untuk proses pengolahan, penyimpanan dan pembagian air minum (Depkes RI, 1996). Faktor pencemaranair bisa meliputi: 1) pencemaran fisik seperti benda mati baik halus maupun kasar, 2) pencemaran kimia seperti bahan organik dan non organik yang lewat dalam air minum pada waktu pengolahan, penyimpanan dan pembagian air minum, 3) pencemaran biologis dapat berupa jasad renik pathologis seperti bakteri, virus, kapang dan jamur yang dapat menimbulkan penyakit dan keracunan. Maka kebutuhan penduduk akan air harus terhindar dari faktor pencemaran. Kebutuhan penduduk akan air minum dapat dipenuhi melalui air yang dilayani oleh sistem perpipaan (PAM), air minum dalam kemasan, dan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU).Masyarakat mengkonsumsi air minum siap pakai angkanya cukup besar, sehingga DAMIU berdiri dimana-mana. DAMIU cukup potensial sebagai sarana penularan penyakit serta gangguan kesehatan lainnya. Faktor risiko lingkungan pencemaran DAMIU diantaranya lokasi di Depot Air Minum harus terbebas dari pencemaran yang berasal dari debu di sekitar Depot, daerah tempat pembuangan kotoran/sampah, tempat penumpukan barang bekas, tempat bersembunyi/berkembang biak serangga, binatang kecil, pengerat, dan lain-lain, tempat yang kurang baik sistem saluran pembuangan air dan tempat tempat lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran. Ruang proses produksi menyediakan tempat yang cukup untuk penempatanperalatan proses produksi. Area produksi harus dapat dicapai untuk inspeksi danpembersihan di setiap waktu. Konstruksi lantai, dinding dan plafon area produksi harus baik dan selalu bersih.

Dinding ruang pengisian harus dibuat dari bahan yang licin, berwarna terang dan tidak menyerap sehingga mudah dibersihkan. Pembersihan dilakukan secara rutin dan dijadwalkan. Dinding dan plafon harus rapat tanpa ada keretakan. Tempat pengisian harus didisain hanya untuk maksud pengisian produk jadi dan harus menggunakan pintu yang dapat menutup rapat. Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tahan lama dan kedap air. Lantai harus dibuat dengan kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan air limbah. Dinding harus dibuat kedap air sekurang-kurangnya satu meter dari lantai. Bagian dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang serta dapat mudah dibersihkan. Demikian juga dengan langit- langit harus terbuat dari bahan yang bewarna terang Faktor risiko lingkungan sosial diantaranya dari orang atau penjamah yang berhubungan dengan produksi harus dalam keadaan sehat,bebas dari luka, penyakit kulit tidak mengidap penyakit menular seperti tifus, kolera dan tuberkulosa atau hal lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap air minum. Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan.Karyawan bagian produksi (pengisian) diharuskan menggunakan pakaian kerja, tutup kepala dan sepatu yang sesuai. Karyawan harus mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan terutama pada saat penanganan wadah dan pengisian. Karyawan tidak diperbolehkan makan, merokok, meludah atau melakukan tindakan lain selama melakukan pekerjaan yang dapat menyebabkan pencemaran terhadap air minum. Studi awal hasil pemeriksanaan tingkat pencemaran bakteriololgis pada DAMIU di Wilayah Kabupaten Bandung Barat diperoleh tahun 2009 ada 56 % DAMIUyang tercemar coliform dari 80 tempat DAMIU yang diperiksa. Tahun 2010 ada 47,8% DAMIU yang tercemar coliformdari 155tempat DAMIU yang

Page 25: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

71

diperiksa. Tahun 2011 ada 52% DAMIU yang tercemar coliform dari 100tempat DAMIU yang diperiksa. Tahun 2012 ada 33,3% DAMIU yang tercemar coliform dari 75tempat DAMIU yang diperiksa (Dinkes Bandung Barat, 2011). Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian mengenai faktor risiko lingkungan kualitas bakteriologi air minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah studicross sectional atau potong lintang. Menurut Budiman (2011) studi potong lintang adalah suatu studi penelitian dengan cara variabel independen dan dependen diukur secara bersamaan dalam satu waktu. Populasiadalahkeseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Aripin, 2010). Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh DAMIU yang terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2013 yaitu sebanyak 60 DAMIU.

Teknik pengumpulan data menggunakan sumber data Primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Sumber data Sekunder diperoleh dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, meliputi data dan pedoman pengelolaan DAMIUserta hasil pemeriksaan bakteriologis air minum DAMIU di Laboratorium PDAM Kota Bandung. Analisis data yang digunakan melalui proporsi dana analisis hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, maka uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Chi square (x2) dengan tingkat kepercayaan 95%, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas air minum pada DAMIU.

C. Hasil Penelitian

Tabel 1 Distribusi Bakteriologis Air Minum pada Penyedia DAMIU

di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 Kandungan Bakteriologis (E.Coli) Jumlah %

Tidak memenuhi Syarat (TMS) Memenuhi Syarat (MS)

23 37

38.3 61.6

Total 60 100

Page 26: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

72

Tabel 2 Distribusi Faktor Risiko Lingkungan Bakteriologis Air Minum

pada Penyedia DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Faktor Risiko Lingkungan Jumlah %

1. Unit Pengolah Air • Tidak Sesuai Standar • Sesuai Standar

14 46

23.3 76.7

2. Unit Pencucian Galon

• Tidak Sesuai Standar • Sesuai Standar

3. Unit Pengisian Galon • Tidak Sesuai Standar • Sesuai Standar

4. Pakaian Kerja Penjamah • Tidak Memenuhi Syarat • Memenuhi Syarat

5. Kebiasan Mencuci Tangan • Tidak Memenuhi Syarat • Memenuhi Syarat

6. Kuku Jari Penjamah • Tidak Memenuhi Syarat • Memenuhi Syarat

7. Sarana Tempat Sampah • Tidak Memenuhi Syarat • Memenuhi Syarat

9 51 5 55

52 8

33 27

29 31

22 38

15 85

8,3 91,7

86,7 13,3

55,0 45,0

48,3 51,7

36,7 63,3

Total 60 100

Tabel 3 Pengaruh Penampungan/Tandon Air Baku Dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum

Pada DAMIU Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Tandon Air Baku

Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis Total P.value Tidak Memenuhi

Syarat Memenuhi Syarat

n % n % n %

Tidak Sesuai Standar (TSS) Sesuai Standar (SS)

5

18

38.5

38.3

8

29

61.5

61.7

13

47

100

100

1.000

Jumlah 23 38.3 37 61.7 60 100

Page 27: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

73

Tabel 4 Pengaruh Unit Pengolah Air terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum

pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013.

Unit Pengolah Air

Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis

Total P.value

Tidak Memenuhi

Syarat

Memenuhi Syarat

N % N % N % Tidak Sesuai Standar (TSS) Sesuai Standar (SS)

4

19

28.6

41.3

10

27

71.4

58.7

14

46

100

100

0.586

Jumlah 23 38.3 37 61.7 60 100

Tabel 5 Pengaruh Unit Pencucian Galon terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum

pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Unit Pencucian Galon

Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis

Total P.value Tidak

Memenuhi Syarat

Memenuhi Syarat

N % n % n % Tidak Sesuai Standar 5 55.6 4 44.4 9 100 0.284

Sesuai Standar 18 35.3 33 64.7 51 100 Jumlah 23 38.3 37 61.7 60 100

Tabel 6

Pengaruh Antara Unit Pengisian Galon terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Unit Pengisian Galon

Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis

Total P.value Tidak

Memenuhi Syarat

Memenuhi Syarat

N % N % N % Tidak Sesuai Standar Sesuai Standar

2 21

40.0 38.2

3 34

60.0 61.8

5 55

100 100

1.000

Jumlah 23 38.3 37 61.7 60 100

Page 28: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

74

Tabel 7 Pengaruh Antara Pakaian Kerja Penjamah terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum

pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Pakaian Kerja Penjamah

Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis

Total P.value

Tidak Memenuhi

Syarat

Memenuhi Syarat

N % N % N % Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat

20 3

38.5

37.5

32 5

61.5

62.5

52 8

100

100

1.000

Jumlah 23 38.3 37 61.7 60 100

Tabel 8 Pengaruh Antara Cuci Tangan Penjamah terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum

pada DAMIU Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Cuci Tangan Penjamah

Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis

Total P.value

Tidak Memenuhi

Syarat

Memenuhi Syarat

n % N % N % Tidak Memenuhi Syarat

Memenuhi Syarat

12

11

36.4

40.7

21

16

63.6

59.3

33

27

100

100

0.936

Jumlah 23 38.3 37 61.7 60 100

Tabel 9 Pengaruh Antara Kuku Jari Penjamah terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum

pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Kuku Jari Penjamah

Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis

Total P.value

Tidak Memenuhi

Syarat

Memenuhi Syarat

n % N % N % Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat

12

11

41.4

35.5

17

20

58.6

64.5

29

31

100

100

0.839

Jumlah 23 38.3 37 61.7 60 100

Page 29: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

75

Tabel 10 Pengaruh Antara Sarana Tempat Sampah terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum

pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Sarana Tempat Sampah

Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis

Total P.value

Tidak Memenuhi

Syarat

Memenuhi Syarat

n % N % N %

Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat

8

15

36.4

39.5

14

23

63.6

60.5

22

38

100

100

1.00

Jumlah 23 38.3 37 61.7 60 100

D. Pembahasan

Penampungan/ tandon air baku tidak sesuai standar namun hasil laboratorium memenuhi syarat, hal ini disebabkan tandon ada yang tidak terlindung dari sinar matahari, jamahan serangga dan tikus, tidak menjadi tempat perindukan nyamuk, waktu penyimpanan lebih dari 1 bulan, dan air jarang dikuras, Ada pula petugas DAMIU yang tidak rutin melakukan pengecekan terhadap kebersihan air baku, karena air bersih yang di dalam tandon yang jarang dibersihkan akan terlihat lumut, debu dan kotoran-kotoran yang lain. Dan apabila tidak segera dibersihkan akan mencemari air produk (Dirjen P2PL Depkes RI, 2010). Unit pengolah air sesuai standar namun hasil pemeriksaan laboratorium memenuhi syarat, hal ini disebabkan karena ada beberapa DAMIU dimana tabung filter tidak terbuat dari bahan yang aman bagi kesehatan, dan tidak dilakukan pengecekan cartridge filter secara berkala dan tabung ultra violet tidak dibersihkan secara berkala selama 6 bilan sekali. Pada unit pengolah air diperlukan keterampilan karyawan DAMIU. Diantaranya tabung filter harus selalu dilakukan pengecekan, selain itu rutin melakukan pengecekan cartridge filter secara berkala dan tabung

ultra violet dibersihkan secara berkala (Anwar, 1989). Unit pencucian galon sesuai standar namun hasil pemeriksaan laboratorium memenuhi syarat, hal ini disebabkan karena banyaknya DAMIU yang pada saat proses pencucian galon tidak menggunakan air bersih panas suhu 600 - 850 C, sehingga kotoran-kotoran yang melekat pada bagian luar maupun bagian dalam galon masih tetap menempel, dan hal itu akan mencemari air produk.Selain itu ada pula DAMIU yang tidak melakukan sanitasi dengan air ozon setelah galon dicuci, maka bakteri yang melekat pada galon masih tetap hidup dan mencemari air produk, karena air ozon berfungsi sebagai bahan desinfektan. Ada juga beberapa DAMIU yang tidak melakukan pembilasan dengan air produk setelah galon didesinfeksi, sehingga sisa-sisa lumut atau kotoran yang tertinggal masih melekat pada galon(Dirjen P2PL Depkes RI, 2010). Tempat pengisian galon yang tidak tertutup rapat, debu-debu yang beterbangan dapat menjadi material yang mencemari aip produksi. Dan pada beberapa DAMIU masih banyak ditemukan keran pengisian airnya yang

Page 30: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

76

sudah kotor dan berlumut karena tidak dibersihkan secara berkala, sehingga berpotensi mencemari air produk.Pada unit pengisian galon kualitas air minum sangat dipengaruhi aoleh kebiasaan, kondisi, dan keterampilan petugas DAMIU. Diantaranya pada proses pengisian galon, hal yang dapat mencemari air hasil produksi yaitu karena kelalaian petugas DAMIU, yaitu selama pengisian air kedalam galon perlu tempat pengisian jangan dibiarkan terbuka karena udara dapat menjadi sumber kontaminasi bakteri. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh tetapi merupakan pembawa bahan partikulat debu dan tetesan cairan yang kesemuanya mungkin dimuati oleh mikroba (Azwar, 1990).

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Tenaga pengolah atau penjamah makanan adalah semua orang yang melakukan kegiatan pengolahan makanan, dengan tidak melihat besarnya pekerjaan (Depkes RI, 2006).Pekerja harus mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan dan kesehatan diri. Pencucian tangan meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan yang sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada makanan(Depkes RI, 2006). Masih banyak pekerja DAMIU tidak memakai pakaian kerja, masih banyak pekerja DAMIU yang tidak memenuhi syarat, hal ni mungkin disebabkan karena sebagian besar pemilik DAMIU tidak mengetahui tentang kesehatan perseorangan, mengingat semua pekerja yang ada di wilayah Kabupaten Bandung Barat belum pernah mengikuti Kursus Operator Depot Air Minum. Kesehatan karyawan sangat

mempengaruhi terhadap kualitas air minum yang dihasilkan karena karyawan atau penjamah kontak langsung dalam pengelolaan DAMIU (DepKes RI, 2006).

Mencuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencuci tangan dapat menghilangkan sebagian besar mikroorganisme yang ada dikulit.Mencuci tangan adalah dapat menghilangkan sejumlah besar virus dan bakteri yang menjadi penyebab berbagai penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti diare dan saluran nafas seperti influenza.Hampir semua orang mengerti pentingnya mencuci tangan pakai sabun, namun masih banyak yang tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan pada saat yang penting. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun, jangan meletakkan sabun di tempat yang kotor, dan bilas kembali sabun setelah digunakan untuk menghindari kontaminasi (karena saat mencuci tangan, sabun jadi kotor).Gosok sela-sela jari, bersihkan kuku, telapak tangan sampai pergelangan dengan cermat (Depkes 1998).

Hampir semua pekerja DAMIU tidak mencuci tangan saat bekerja, hal ini disebabkan selain tidak adanya fasilitas untuk cuci tangan juga kurangnya perhatian dari pemilik DAMIU. Masih banyak karyawan yang tidak melakukan cuci tangan sebelum menangani konsumen. Ada juga karyawan yang menangani konsumen sambil merokok Karyawan atau personal yang langsung menangani pengolahan minuman dapat mencemari air tersebut, baik berupa cemaran fisik, kimia maupun bakteriologis. Oleh karena itu kebersihan karyawan, pengetahuan dan sikap merupakan salah satu hal yang penting yang harus diperhatikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah memupuk kebiasaan karyawan yang baik dan melatih karyawan untuk meninggalkan kebiasaan

Page 31: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

77

karyawan yang buruk. Dengan cara menjaga kebersihan perseorangan seperti mencuci tangan sebelum menangani konsumen (Depkes RI, 2006).

Pekerja harus mandi tiap hari.Penggunaan make-up dan deodoran yang berlebihan harus dihindari.Kuku pekerja harus bersih, dipotong pendek dan sebaiknya tidak dicat.Perhiasan dan aksesoris lainnya sebaiknya dilepas.Celemek yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak boleh dijadikan lap tangan.Pekerja harus memakai sepatu yang memadai dan dalam keadaan bersih.Rambut pekerja harus dicuci secara periodik.Pekerja yang berambut panjang harus mengikat rambutnya dan disarankan menggunakan topi atau jala rambut (hairnet).Pekerja yang memiliki kumis dan jenggot selalu menjaga kebersihan dan kerapiannya.Akan lebih baik jika kumis atau jenggot tersebut dicukur bersih (DepKes RI, 2006).

Kebiasaan pribadi para pekerja dan konsumen dalam mengelola bahan pangan dapat merupakan sumber yang penting dari pencemaran.Beberapa peristiwa dari keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Staphylococcus Aureus telah diakibatkan oleh higiene yang buruk dari pengelola bahan pangan tersebut.Apabila memungkinkan pengelola bahan pangan harus memakai sarung tangan plastik yang telah steril.Meskipun kuku jari bukan merupakan faktor utama penyebab tercemarnya air minum, namun apabila kuku jari panjang da kotor akan menyebabkan tercemarnya air minum. Luka-luka dan iritasi lainnya pada kulit adalah tempat yang baik bagi sejumlah besar Staphylococcus aureus, oleh karenanya harus ditutup.Batuk atau bersin sekitar bahan pangan sebaiknya dihindarkan dan tangan harus dihindarkan dari muka dan hidung.Pekerja yang menderita diare tidak diperkenankan bekerja dengan bahan makanan (Depkes RI, 2006).Berdasarakan hasil pengamatan masih banyak karyawan yang berkuku

panjang, tetapi hal ini tidak berhubungan karena kuku jari karyawan tidak bersentuhan langsung dalam penutupan galon.

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah adalah suatu bidang kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan terhadap sumber sampah, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai, baik dari segi kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan berbagai pertimbangan lingkungan lainnya dengan memperhatikan sikap masyarakat.

Berdasarkan hasil observasi ternyata masih banyak sarana tempat sampah yang tidak memenuhi syarat, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan sikap karyawan tentang penanganan sampah. Sampah hasil dari kegiatan DAMIU dan sampah rumah tangga tidak dipisahkan. Sehingga banyak lalat yang menghinggapi tempat sampah tersebut karena tidak adanya penutup tempat sampah. Tetapi walaupun jarak antara tempat sampah dengan unit pengisian air sangat dekat, hal ini tidak kontak langsung dengan DAMIU sehingga tempat sampah tempat sampah tidak berhubungan dengan kualitas air minum.

E. Kesimpulan

1. Sebagian besar kualitas air minum tidak memenuhi syarat secara bakteriologis sebanyak 37 (61.7%).

2. Gambaran faktor risiko pencemaran unit penampungan/ tandon air baku tidak sesuai standar sebanyak 13 (21.7%), dari unit pengolah air tidak sesuai standar sebanyak 14 (23.3%), dari unit pencucian galon tidak sesuai standar sebanyak 9 (15.0%), unit

Page 32: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

78

pengisian galon tidak sesuai standar sebanyak 5 (8.3%), dari pakaian kerja penjamah tidak memenuhi syarat sebanyak 52 (86.7%), dari perilaku cuci tangan penjamah tidak memenuhi syarat sebanyak 33 (55.0%), dari kuku jari penjamah tidak memenuhi syarat sebanyak 29 (48.3%), dari srana tempat sampah tidak memenuhi syarat sebanyak 22 (36.7%).

3. Tidak terdapat pengaruhyang signifikan antara penampungan/ tandon air baku, unit pengolah air, unit pencucian galon, unit pengisian galon, pakaian kerja penjamah, cuci tangan penjamah, kuku jari penjamah, dan sarana tempat sampah terhadap kualitas bakteriologis air minum pada depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kabupaten Bandung Barat.

F. Saran

1. Pada saat pengambilan sampel air minum di DAMIU sebaiknya sampel berasal dari galon yang sudah berisikan air produksi, sehingga dapat menggambarkan kualitas air minum yang memenuhi syarat.

2. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat melakukan pengecekan laboratorium enam bulan sekali, dengan tujuan untuk mengontrol kualitas air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat.

3. Melakukan koordinasi yang baik dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, khususnya seksi P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) sehingga untuk DAMIU yang kualitas air minumnya tidak memenuhi syarat dapat diberikan pengarahan dan penyuluhan mengenai cara pengelolaan DAMIU yang sesuai standar.

G. Referensi

Arifin, (2010), Tentang Jamban Sehat. Jakarta

Azwar, (1990),Pengertian Hygiene dan Sanitasi. Jakarta

Anwar, dkk (1989),Faktor Lingkungan Yang Dapat Mempengaruhi Makanan. Jakarta

Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan. PT.Refika Aditama. Bandung

Dirjen P2 dan PL, 2010.Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum, Depkes RI, Jakarta

Depkes RI, 1996, Pedoman Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum, Depkes RI, Jakarta

Depkes RI, 2006, Tentang Hygiene Sanitasi, Depkes RI, Jakarta

Depkes RI, 2006, Tentang Faktor Risiko Pencemaran Depot Air Minum Isi Ulang, Depkes RI, Jakarta

Depkes RI, 1998, Penyakit Yang Dapat Ditularkan Melalui Air, Depkes RI, Jakarta

Page 33: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

79

GAMBARAN PENGETAHUAN PRIMIPARA TENTANG TUMBUH KEMBANG BAYI BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU DI DESA CIBEBER

KECAMATAN CIMAHI SELATAN KOTA CIMAHI

Sri Yuniarti1 1STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi

ABSTRAK

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya, salah satunya melalui upaya merangsang tumbuh kembang sedini mungkin sejak bayi dalam kandungan hingga usia 0–12 bulan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang bayi adalah pengetahuan ibu yang mana sangat ditentukan oleh beberapa karakteristik ibu diantaranya pendidikan dan pekerjaan. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu primipara terhadap tumbuh kembang bayi usia 0–12 bulan berdasarkan karakteristik ibu di desa Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Metode penelitian yaitu deskriptif dengan pendekatan crosssectional, jumlah sampel 40 orang yang diambil secara total sampling. Data penelitian berupa data primer dengan instrument penelitian kuesioner dan dianalisis secara univariat. Sebagian besar ibu berpengetahuan rendah yaitu 24 orang (60%), 28 orang berpendidikan dasar dan sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu 20 orang (71,4%), 28 orang bekerja dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang sebesar 16 orang (57,1%). Disarankan agar peran bidan sebagai tenaga kesehatan perlu ditingkatkan dengan kegiatan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) melalui penyuluhan dengan media yang menarik, serta bahasa yang mudah dipahami agar ibu-ibu mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga akan mudah dalam menerima informasi mengenai tumbuh kembang bayi khususnya yang berpendidikan dasar. Kata kunci :Pengetahuan, Pendidikan, Pekerjaan, Tumbuh Kembang Bayi, A. Pendahuluan

Seribu hari pertama kehidupan merupakan saat terpenting dalam hidup seseorang, sejak saat konsepsi, perkembangan janin di dalam kandungan hingga usia dua tahun yang dapat menentukan kesehatan dan kecerdasan seseorang di masadatang. Periode ini merupakan periode emas dimana tumbuh kembang berlangsung sangat cepat. Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar. Pertumbuhan dan perkembangan pada bayi usia 0-12 bulan terjadi proses adaptasi sehingga semua

sistem organ tubuh, peningkatan aktivitas pergerakan tubuh bayi, dan proses tumbuh kembang terus berlangsung atau dapat berlangsung secara terus-menerus, khususnya dalam peningkatan susunan saraf (Hidayat,2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang bayi diantaranya faktor lingkungan yaitu faktor di sekitar anak berada yang merupakan rangsangan dan dapat mempengaruhi perkembangan seperti status gizi anak, sosial ekonomi, pola asuh anak, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan orang tua terhadap perkembangan anak dan sebagainya. Ibu primipara cenderung memiliki pengalaman yang minim sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan dalam pemantauan tumbuh kembang. Dimana pengetahuan adalah

Page 34: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

80

hasil tahu atau pengenalan akan sesuatu, atau apa yang akan dipelajari (Budiman,2011). Pengetahuan orang tua terutama ibu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain faktor pekerjaan dan pendidikan. Ibu yang bekerja tentu tidak dapat melihat perkembangan baik fisik maupun psikis dari anak, sehingga hubungan secara emosional antara ibu dengan anaknya kurang dekat. Hasil penelitian Maryani (2009) mengatakan bahwa Ibu yang tidak bekerja lebih banyak memiliki waktu luang untuk mengasuh anak, dan datang ke tempat pelayanan kesehatan, sehingga banyak mendapat informasi. Pendapat lain dari Sirojudin (2010) mengatakan bahwa faktor keluarga yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yaitu pekerjaan/pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder serta mempunyai kemampuan untuk memperoleh informasi. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka seseorang akan dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi (Maryani, 2009). Wanita yang berpendidikan akan lebih terbuka terhadap ide-ide dan perubahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka sadari sepenuhnya (Anonim, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Sukanagara, dapat diambil simpulan bahwa 12 ibu dari 18 ibu primipara yang memiliki bayi menyatakan anaknya tidak melewati fase-fase tertentu dan berat badan sukar untuk naik, namun mereka menganggap hal tersebut adalah hal yang normal, sedangkan 6 ibu mengatakan anaknya melewati setiap fase-fase namun ibu tidak memantau secara langsung dan ibu mempercayakan kepada pengasuh.

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Gambaran Pengetahuan Primipara Terhadap Tumbuh Kembang Bayi Berdasarkan Karakteristik Ibu Di Desa Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan primipara tentang tumbuh kembang bayi berdasarkan karakteristik ibu di Desa Cibeber Kecamatan Cimahi selatan Kota Cimahi.

B. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan mengetahui gambaran pengetahuan primipara tentang tumbuh kembang bayi berdasarkan karakteristik ibu di Desa Cibeber Kecamatan Cimahi selatan Kota Cimahi dengan rancangan cross sectional, kemudian dilakukan analisis data secara univariat. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil di Desa Cibeber berjumlah 40 orang, teknik pengambilan sampel secara total sampling.

Page 35: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

81

C. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu

di Desa Sukanagara Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung Bulan Juli 2013

Pengetahuan Jumlah (n) Persentase (%) Kurang Cukup Baik

24 10 6

60 25 15

Total 40 100

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan

sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 24 orang (60 %).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Berdasarkan Pendidikan di Desa Sukanagara

Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung Bulan Juli 2013

Pendidikan Pengetahuan

Total Kurang Cukup Baik N % N % N % n %

Dasar Menengah

20 4

71,4 33,3

5 5

17,8 41,7

3 3

10,8 25

28 12

100 100

Jumlah 24 60 10 25 6 15 40 100 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa 28 orang ibu berpendidikan dasar dan sebagian besar memiliki pengetahuan kurang yaitu 20 orang (71,4%). Terdapat

12 orang ibu berpendidikan menengah dan hampir setengahnya (41,7%) berpengetahuan cukup.

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Berdasarkan Pekerjaan di Desa Sukanagara Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung Bulan Juli 2013

Pekerjaan Pengetahuan

Total Kurang Cukup Baik

n % n % n % n % Bekerja Tidak Bekerja

16 8

57,1 66,6

8 2

28,616,7

4 2

14,3 16,7

28 12

100 100

Jumlah 24 60 10 25 6 15 40 100 Berdasarkantabel di atas, terlihat bahwa ibu yang bekerja sebanyak 28 orang dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang yaitu 16 orang (57,1%). Ibu yang tidak bekerja sebanyak 12 orang dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang yaitu 8 orang (66,6%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 24 orang (60%). Menurut Maryani (2009) pengetahuan dapat dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan pekerjaan. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau

Page 36: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

82

orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. Primipara adalah ibu yang baru pertama kali melahirkan anak sehingga belum memiliki pengalaman sehingga berdampak pada pengetahuan yang kurang terhadap tumbuh kembang anak. Berdasarkan penelitian Fa’izzah (2012), 55,6% ibu yang mempunyai pengetahuan kurang, tidak aktif melakukan pemantauan tumbuh kembang pada anaknya, karena dianggap tidak penting.Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti sudah sesuai dengan teori diatas bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan orang tua maka akan semakin aktif untuk melakukan pemantauan tumbuh kembang anaknya. Dari 28 orang ibu berpendidikan dasar dan sebagian besar memiliki pengetahuan kurang yaitu 20 orang (71,4%). Terdapat 12 orang ibu berpendidikan menengah dan hampir setengahnya (41,7%) berpengetahuan cukup. Dapat disimpulkan bahwa ibu yang berpendidikan menengah tingkat pengetahuannya lebih baik dari pada ibu yang berpendidikan dasar. Menurut Maryani (2009), pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Berdasarkan penelitian Pasaribu (2010), diperoleh bahwa 35% ibu yang berpendidikan rendah mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap pemantauan tumbuh kembang anak sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak seringkali diabaikan, hal ini disebabkan karena ketidaktahuan ibu tentang pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak dan sulitnya mendapatkan informasi mengenai tumbuh kembang anak baik dari media maupun petugas kesehatan. Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan teori diatas bahwa pendidikan mempengaruhi pengetahuan dimana pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang, pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang

disampaikan. Sedangkan yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan luas dan lebih mudah untuk mencerna informasi dibandingkan tingkat pendidikan lebih rendah. Ibu yang bekerja sebanyak 28 orang dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang yaitu 16 orang (57,1%), sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak 12 orang dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang yaitu 8 orang (66,6%). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja dan tidak bekerja sama-sama memiliki pengetahuan yang kurang. Keadaan ini dipengaruhi oleh pendidikan ibu yang sebagian besar berpendidikan dasar, sehingga mempengaruhi pola pikir serta pola pengasuhan nya. Jika dilihat tabel 3 menunjukkan bahwa ibu yang bekerja dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 14,3 %, sedangkan ibu yang tidak bekerja dengan pengetahuan baik sebanyak 16,7%. Jika dibandingkan maka pengetahuan ibu yang tidak bekerja lebih baik dari ibu yang bekerja. Menurut Hakim (2011), pada ibu yang tidak bekerja akan tercipta suatu pola pengasuhan yang baik, dimana pada ibu yang tidak bekerja akan mempunyai banyak waktu untuk mengasuh anaknya meliputi perhatian, kasih sayang, dan waktu untuk menyediakan semua kebutuhan anaknya. Sedangkan menurut penelitian Pasaribu (2010), diperoleh bahwa sebanyak 42,5% ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga berpengetahuan kurang karena disebabkan oleh pendidikan ibu yang rendah kondisi lingkungan dan sulitnya mendapatkan informasi.

D. Simpulan

Sebagian besar ibu berpengetahuan rendah yaitu 24 orang (60%), 28 orang berpendidikan dasar dan sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu 20 orang (71,4%), 28 orang bekerja dan sebagian

Page 37: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

83

besar memiliki pengetahuan yang kurang sebesar 16 orang (57,1%).

E. Saran

Peran bidan sebagai tenaga kesehatan perlu ditingkatkan dengan kegiatan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) melalui penyuluhan dengan media yang menarik, serta bahasa yang mudah dipahami agar ibu-ibu mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga akan mudah dalam menerima informasi mengenai tumbuh kembang bayi khususnya yang berpendidikan dasar.

F. Referensi

Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta, hal. 150.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta, hal. 66-282.

Anonim. 2009. Pengaruh Wanita Karier Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. www. Wordpress.com. Diakses 21 Juli 2013.

Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan . Refika aditama. Bandung, hal. 4-70.

Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar . Jakarta.

Fa’izzah, N. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Anak di RT 26 RW 06 Kedungrejo Sidoarjo.

Hakim. 2011. Tumbang anak Usia Toddler pada ibu bekerja dan tidak bekerja.

Hidayat. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak . Salemba Medika. Jakarta, hal. 17-41.

-----------., 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan anak untuk pendidikan bidan. Salemba Medika. Jakarta, hal. 35-50.

-----------., 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta, hal. 53-188.

Irawati, S. 2013. Ada Apa Dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan Sang Anak. www. TanyaDok.com, diakses tanggal 18 Juli 2013.

Kementrian laman bahasa. 2013 http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/ lamanbahasa/petunjuk_praktis/586, diakses tanggal 12 Juni 2013.

Maryani, Sri. 2009. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pemantauan Tumbuh Kembang Balita Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Anggadita Karawang Periode Agustus 2009. KTI STIKES Jenderal A. Yani, Cimahi.

Nursalam dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Salemba Medika. Jakarta, 31-45.

Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta, hal. 10.

Pasaribu. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu tentang Tumbuh Kembang anak 0-1 tahun di klinik Lena Barus Binjai tahun 2010.

Sanjaya1. 2002.http://www.sarjanaku.com. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Diakses tanggal 5 Juni 2013.

-------------., 2003.http://www.sarjanaku.com. UU RI No. 20 Tahun 2003. Diakses tanggal 5 Juni 2013.

Sirojuddin, A. 2013. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua terhadap Prestasi Periode 2010. Tesis Universitas Trunojoyo, Madura.

Soetjiningsih. 2008. Tumbuh Kembang Anak. Kedokteran EGC. Jakarta, hal. 132-133

Page 38: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

84

HUBUNGAN REAKSI HOSPITALISASI DENGAN KUANTITAS TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH DI RUANG GABRIEL RUMAH SAKIT CAHYA

KAWALUYAN TAHUN 2013

Siti Dewi Rahmayanti1, Windayanti1 1STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi

ABSTRAK Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stress pada semua tingkat usia. Pada anak usia prasekolah sering merasa terkekang selama dirawat di rumah sakit. Hal ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri akibat hospitalisasi. Pada pasien anak yang dirawat di RS Cahya Kawaluyan di dapatkan anak tidak kooperatif dengan menunjukan perilaku menangis dan berontak saat di dekati oleh perawat sehingga mempengaruhi kuantitas tidur anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan reaksi hospitalisasi dengan kuantitas tidur anak usia prasekolah di ruang Gabriel RS. Cahya Kawaluyan. Metode yang digunakan cross sectional. Teknik sampel yang digunakan adalah consecutive sampling, sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini berjumlah 44 responden. Instrument yang digunakan lembar observasi yang sebelumnya telah di lakukan uji interrater reliability dengan perawat lain. Hasil analisa univariat menunjukkan responden yang mengalami reaksi hospitalisasi protes, yaitu sebanyak 34 responden (77,3%) dan responden yang mengalami reaksi hospitalisasi putus asa, yaitu 10 responden (22,7%). Sedangakan untuk kuantitas tidur anak yang mengalami tidur terganggu sebanyak 23 responden (52,3%) dan anak yang tidur normal sebanyak 21 responden (47,7%). Analisa bivariat juga menunjukan ada hubungan antara reaksi hospitalisasi dengan kuantitas tidur dengan p value = 0,031 < α = 0,05. Rekomendasi bagi perawat dapat meminimalkan stressor yang di hadapi anak dengan cara di adakannya kegiatan bermain bersama, tunjukan rasa empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkan. Dan untuk rumah sakit di adakannya program terapi bermain sehingga anak tidak merasa stress dan takut ketika di rawat. Kata kunci : Hospitalisasi, Kuantitas Tidur. A. Pendahuluan

Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun keluarga yang mendampinginya selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan anaknya, pengobatan, peraturan dan keadaan di rumah sakit, serta biaya perawatan. Secara psikologis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampinginya selama perawatan. Anak

akan semakin stres dan hal ini berpengaruh terhadap proses penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Pasien anak yang teraupetik dan sikap perawat yang penuh perhatian akan mempercepat proses penyembuhan (Nursalam, 2005). Sakit dan di rawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari hari, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam

Page 39: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

85

mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wong, 2009). Pada keadaan sakit dan dirawat di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sering kali terjadi dua hal yang yang berlawanan, disuatu sisi individu yang sakit mengalami peningkatan kebutuhan tidur. Sementara di sisi lain pola tidur seseorang yang masuk dan di rawat di rumah sakit dapat dengan mudah berubah atau mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat kecemasan yang kondisi sakitnya atau rutinitas rumah sakit (Potter & Perry, 2005). Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan fisiologis. Tidur sebagai salah satu kebutuhan dasar, juga hal yang universal (Kozier.2003), umumnya semua individu membutuhan tidur dan tidak pernah ada individu yang selama masa hidupnya tidak tidur. Hal ini mengindikasikan bahwa tidur memiliki peranan penting bagi manusia. Menurut Berger dan William (di kutip dari buku Kozier, 2000), mengatakan bahwa tidur memiliki peranan esensial bagi kesehatan fisiologis maupun psikologis individu dan menjadi dasar bagi seseorang. Tidur yang baik dan bermanfaat tergantung dari kualitas tidur seseorang. Kualitas tidur adalah keseluruhan waktu tidur individu, diantara keduanya mempertahankan kualitas tidur lebih baik dari pada sekedar mencapai jumlah atau banyaknya jam tidur. Kualitas tidur yang baik ditandai antara lain dengan tidur yang tenang, merasa sangat segar saat bangun tidur di pagi hari dan individu merasa penuh semangat untuk melakukan aktivitas hidup lainnya (Craven & Hirnle, 2003).

Kebutuhan setiap orang berbeda beda. Hal tersebut disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang turut mempengaruhinya. Adapun faktor yang mempengaruhi tidur individu antara lain usia, ligkungan, kelelahan, gaya hidup, stres psikologis, alkohol, diet, merokok, motivasi, dan keadaan sakit. Semakin bertambah umur maka waktu yang di gunakan untuk tidur semakin berkurang. Pada anak usia prasekolah kebutuhan tidur yang baik adalah sekitar 11 jam / hari (Kozier,2003). Usia prasekolah 3-6 tahun merupakan masa kritis dalam tahap perkembangan. Pada tahap ini anak telah mampu menggunakan simbol-simbol yang menggunakan kata-kata, mengingat masa lalu, sekarang dan yang akan terjadi, termasuk kemampuan anak dalam belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan seperti kemampuan adaptasi terhadap hospitalisasi, yang di pengaruhi oleh lama rawat di rumah sakit, dukungan fasilitas dari keluarga, pengalaman hospitalisasi sebelumya, rekreasi dan aktivitas bermain anak (Rudolph,2002). Menurut data yang di peroleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta (2009), menunjukan bahwa gangguan tidur pada pasien umumnya disebabkan oleh nyeri (34,5%), takut penyakit berulang (17,24%), cemas tidak kembali normal (10,34%), tindakan perawat (10,34%), demam (2%), dan lain-lain termasuk batuk, hujan, sulit ubah posisi, dan sulit buang air (25,58%). Sedangkan gangguan pada pasien dewasa menengah disebabkan oleh nyeri (32,8%), takut penyakit berulang (15,5%), tindakan perawat (3,5%), pusing (5,2%), demam (5,2%) dan lain-lain termasuk sesak nafas, berkeringat perut kembung, udara panas dingin, gastritis dan tidak nyaman (25,58%) (Rohman,2009). Diketahui dari hasil penelitian Ekowati di BRSD RAA Soewondo Pati (2008), dengan judul “Hubungan Hospitalisasi

Page 40: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

86

dengan Perubahan Pola Tidur Anak Usia Prasekolah yang Dirawat di Ruang Cempaka BRSD RAA Soewondo Pati Semarang” penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi dengan rancangan penelitian cross sectional. Dengan jumlah sample penelitian adalah 46 anak usia prasekolah (3-6 tahun) mengatakan ada hubungan antara hospitalisasi dengan perubahan pola tidur pada anak usia prasekolah yang di rawat di ruang Cempaka BRSD RAA Soewondo Pati Semarang. Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang adalah salah satu Rumah Sakit yang berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang berdiri pada tahun 2006. Setelah melakukan survey di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan ruang Gabriel (rawat inap anak) di dapat data bahwa setiap bulan permintaan pulang sebelum waktunya / pulang paksa saat rawat inap terus meningkat. Dan setelah melakukan observasi rata rata orang tua meminta pulang paksa dengan alasan anak rewel dan tidak tega melihat anak di berikan terapi perawatan. Dari hasil observasi pada tanggal 22 Maret 2013 sampai dengan 24 Maret 2013 terhadap 10 pasien anak usia prasekolah, di temukan 7 anak tidak kooperatif dengan menunjukkan perilaku menangis, berontak, keluar keringat dingin saat di dekati dan di lakukan tindakan seperti memberikan obat atau tindakan oleh perawat, dan 3 orang anak lainnya menunjukkan sikap kooperatif. Dari ke 7 pasien yang tidak kooperatif penulis dan numerator penelitian melakukan observasi pada pasien dan hasil yang di dapatkan menunjukkan anak pada malam hari sering terbangun dan pada siang hari tidak pernah tidur, setelah di jumlahkan yang seharusnya kebutuhan tidur anak usia prasekolah sekitar 11 jam/ hari namun ternyata hanya 7-8 jam/ hari. Bahkan ada anak yang mengalami gangguan tidur parasomnia (kejadian yang tidak di

kehendaki pada waktu tidur) seperti ketakutan/teriak-teriak saat tidur. Berdasarkan gambaran di atas dan pentingnya istirahat tidur yang adekuat bagi kesembuhan pasien maka peneliti tertarik meneliti tentang “Hubungan Reaksi Hospitalisasi dengan Kuantitas Tidur Anak Usia Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013”. Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya Hubungan Reaksi Hospitalisasi dengan Kuantitas Tidur Anak Usia Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013.

B. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Menurut Budiman (2011), cross sectional adalah suatu rancangan penelitian observasional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen dan dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu saat (bersamaan). Variable independen dalam penelitian ini reaksi hospitalisasi. Variabel dependen kuantitas tidur. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :

1. Anak dengan persetujuan orang tua atau keluarga bersedia menjadi responden.

2. Anak dengan usia >3-6 tahun. 3. Anak yang di teliti adalah pasien

baru masuk / hari perawatan pertama.

4. Anak baru pertama kali di rawat di rumah sakit.

5. Anak tidak dalam kondisi kritis atau menderita penyakit terminal.

6. Anak dengan tidak ada gangguan/ kelainan congenital, autis, hiperaktif, retradasi mental.

Page 41: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

87

7. Anak dengan tidak ada gangguan gastrointestinal.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling (berurutan), yaitu setiap kali ada calon responden yang memenuhi kriteria sampel dimasukan pada daftar calon responden untuk berproses selanjutnya. Peneliti mengambil 44 responden dalam waktu 1 bulan. Metode pengumpulan yang digunakan adalah daftar observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati tanda reaksi hospitalisasi dan kuantitas tidur yang di alami oleh anak sesuai dengan alat ukur peneliti selama di rumah sakit. Dalam pengumpulan data peneliti di bantu oleh numerator, yang sebelumnya sudah menyamakan persepsi. Lembar observasi yang di gunakan terdiri dari dua bagian. Bagian A terdiri dari kode responden, nama, jenis kelamin, usia anak,

tanggal masuk, diagnosa dan perawatan sebelumnya. B terdiri dari lembar observasi yang terkait dengan reaksi hospitalisasi dan perubahan kuantitas tidur yang dialami anak prasekolah. Adapun cara pengisian jawaban untuk reaksi hospitalisasi anak peneliti memilih jawaban / memberikan tanda (√) sesuai respon anak yang didapatkan dengan jawaban yang telah disediakan. Sedangkan untuk penilaian kuantitas tidur anak, peneliti memberikan lembar observasi kepada orang tua anak dimana orang tua hanya tinggal menuliskan jam anak mulai tertidur dan jam anak bangun tidur. Bila di tengah – tengah tidur ada fase terbangun maka tidak di hitung dan saat anak tidur kembali maka di tulis kembali jam anak tidur sampai dengan bangun.

C. Hasil Penelitian

1. Gambaran Reaksi Hospitalisasi Anak Prasekolah

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Reaksi Hospitalisasi Anak Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013.

Reaksi Hospitalisasi Jumlah Persentasi

Protes 34 77.3 Putus Asa 10 22.7

Total 44 100.0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 44 anak prasekolah di ruang Gabriel Rumah sakit Cahya Kawaluyan, didapatkan hampir seluruh dari responden (77.3%) sebanyak 34 anak mengalami reaksi protes terhadap hospitalisasi. Hal ini ditujukan pada instrumen penelitian bahwa responden mengalami gejala protes seperti anak berteriak mengusir perawat, anak langsung menangis saat melihat perawat, dan anak terlihat ketakutan.

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan di rawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).

Page 42: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

88

Pada umumnya reaksi hospitalisasi pada anak usia prasekolah di timbulkan oleh salah satu factor. Stressor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang di rawat di rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kurang nyaman, tingkat kebersihan kurang dan pencahayaan yang terlalu terang atau redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Hasil penelitian yang dilakukan Ekowati (2009), yang menyatakan bahwa sebagian anak (52.6%) mengalami protes terhadap hospitalisasi.. Hal ini juga didukung oleh teori Nursalam (2005), bahwa pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit, memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa dia tidak ingin di tinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain. Sikap protes yang ekspresikan oleh anak adalah suatu bentuk penolakan untuk menjalani pengobatan, karena pada usia anak prasekolah sering merasa terkekang selama dirawat di rumah sakit. Hal ini di sebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali di persepsikan sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, dan cemas atau takut. Anak yang sangat cemas dapat bereaksi agresif dengan marah dan berontak (Wong, 2008). Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang di

kenal nya, permainan, dan teman sepermainan nya (Supartini, 2004). Penyebab dari kecemasan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun keluarga yang mendampinginya selama perawatan. Hal ini sesuai dengan kriteria sampel yang peneliti lakukan, bahwa anak yang dijadikan sampel penelitian adalah anak yang pertama kali dirawat. Dengan adanya lingkungan yang baru/asing, anak dituntut untuk melakukan penyesuaian yang dapat mengakibatkan penekanan bagi anak. Hasil penelitian didapatkan sebagian kecil dari responden (22.7%) sebanyak 10 anak mengalami reaksi putus asa terhadap hospitalisasi. Hal ini ditujukan pada instrumen penelitian bahwa responden mengalami gejala seperti lemas, terlihat sedih, anak hanya ingin tidur ditemani ibunya, dan menggunakan dot atau botol. Hasil penelitian yang dilakukan Ekowati (2009), yang menyatakan bahwa sebagian anak (47.4%) mengalami putus asa terhadap hospitalisasi. Hal ini didukung oleh teori Nursalam (2005), bahwa tahap putus asa pada anak akan menampilkan perilaku tampak tenang, tidak aktif, menarik diri, menangis, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, sedih dan apatis. Putus asa yang dialami oleh anak di hari perawatan pertama yaitu diakibatkan ketidakberdayaan anak untuk melakukan perawatan karena kondisi yang sakit, ataupun dikarenakan oleh kurangnya support system yang di berikan oleh orang tua sehingga anak tertekan dan stress. Hal ini pun di dukung oleh teori yang di kemukakan oleh Supartini (2004) yang mengatakan bahwa sistem pendukung yang tersedia akan membantu anak beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dimana mereka dirawat. Anak akan

Page 43: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

89

mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang di deritanya. Anak biasanya akan minta dukungan kepada orang terdekat dengannya misalnya orang tuanya atau saudaranya. Oleh sebab itu perawat berperan untuk melakukan pendekatan pada anak untuk meningkatkan motivasi anak untuk sembuh, seperti komunikasi

yang terapeutik, dan menunjukkan kasih sayang, sehinga dengan cara tersebut diharapkan anak bisa kooperatif dalam menjalani perawatan dan bermain. 2. Gambaran Kuantitas Tidur Pada

Anak Prasekolah

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kuantitas Tidur Pada Anak Prasekolah

di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013.

Kuantitas Tidur Jumlah Persentase Terganggu 23 52.3

Normal 21 47.7 Total 44 100.0

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 44 anak, didapatkan sebagian besar responden (52.3%) sebanyak 23 anak mengalami gangguan tidur. Pada umumnya anak usia prasekolah mengalami gangguan tidur dikarenakan banyak factor. Factor – factor yang mempengaruhi tidur yaitu diantaranya penyakit fisik dikarenakan terjadinya perubahan – perubahan fisiologis pada tubuh anak tersebut yang mengakibatkan seseorang mempunyai kesulitan untuk tidur. Gangguan tidur pada anak usia prasekolah merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam kuantitas tidur yang menyebabkan tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di inginkan. Gangguan tidur pada anak jika tidak segera di tangani akan berdampak serius dan akan menjadi gangguan tidur yang kronis secara fisiologis, jika seorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk dipertahankan kesehatan tubuh dapat menurun. Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan semua orang. Demikian pula orang yang sedang sakit, mereka juga memerlukan kebutuhan istirahat dan tidur yang memadai. Gangguan kualitas dan kuantitas tidur yang berkepanjangan pada

anak akan menimbulkan dampak kurang konsentrasi, penurunan IQ, masalah emosional (sedih, marah, lelah, mual, dan khawatir sepanjang waktu), obesitas / penurunan berat badan, pengembangan ADHD dan diabetes. Secara teori kuantitas tidur adalah keseluruhan waktu tidur yang dimiliki individu. Jumlah waktu tidur yang di butuhkan setiap individu berbeda-beda sesuai dengan tahap perkembangannya, dari bayi sampai lansia (Kozier, 2004). Lumbantobing 2004, menyatakan bahwa jumlah total tidur dalam satu hari bergantung pada usia. Dalam kelompok usia didapatkan pula perbedaan yang besar antar individu mengenai kebutuhan tidur. Adapun pola tidur berdasarkan tingkat usia atau perkembangan anak menurut Asmadi (2008), yaitu bayi baru lahir (tidur antara 14-18 jam/hari), bayi 0-1 tahun (tidur 12-14jam/hari), toddler 2-3 tahun (tidur 10-12 jam/hari), dan prasekolah (11 jam/hari). Hal ini di dukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2011), yang mengatakan bahwa anak usia prasekolah dengan kuantitas tidur buruk sebanyak 23 responden (62.5 %) dari jumlah total 30 responden. Oleh sebab itu memiliki kualitas dan kuantitas tidur yang baik

Page 44: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

90

sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua anak, sehingga diperlukan adanya penanganan untuk mengatasi masalah tidur, yaitu meningkatkan kesadaran dengan mengurangi gangguan-gangguan tidur, seperti mengendalikan diet makanan, lingkungan tempat tidur, stres emosional,

melakukan terapi untuk memudahkan tidur (menyenandungkan lagu buat anak), dan menggunakan obat tidur jika diperlukan (Asmadi, 2008). 3. Hubungan Reaksi Hospitaliti dengan

Kuantitas Tidur Tabel 3

Tabel Reaksi Hospitalisasi Dengan Kuantitas Tidur Pada Anak Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013

Reaksi Hospitalisasi

Kuantitas Tidur Total

p-value Terganggu Normal

0.031 N % N % N %

Protes 21 61.8 13 38.2 34 100 Putus Asa 2 20.0 8 80.0 16 100 Total 23 52.3 21 47.7 44 100

D. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang “Hubungan Reaksi Hospitalisasi Dengan Kuantitas Tidur Pada Anak Prasekolah Di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013”, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hampir seluruh responden (77.3%)

yaitu 34 anak mengalami reaksi protes terhadap hospitalisasi.

2. Sebagian besar responden (52.3%) yaitu 23 anak mengalami gangguan tidur.

3. Hasil uji statistic yang di dasarkan taraf kemaknaan yang di tetapkan (p-value < 0.05.) di dapatkan nilai p-value = 0.031 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan antara reaksi hospitalisasi dengan kuantitas tidur pada anak prasekolah di ruang Gabriel Rumah Sakit Cahyakawaluyan.

E. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka saran yang dapat penulis berikan untuk kemudian dan dapat menjadi

bahan masukan dan bermanfaat sebagai berikut : 1. Perawat Perawat dapat meminimalkan stressor yang dihadapi anak dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak, hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif terhadap petugas kesehatan, buat jadwal kegiatan terapi bermain dan tunjukan rasa empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkan. Sehinga dengan cara tersebut diharapkan anak bisa mencukupi waktu tidur yang dibutuhkan. 2. Diklat RS Mengadakan pelatihan atau seminar sehari untuk para perawat ruang anak dalam memberikan pelayanan kepada pasien. 3. Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut.

F. Referensi

Alimul H., Aziz, (2008). Keperawatan Anak I. Salemba Medika : Jakarta

Page 45: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

91

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Selemba Medika : Jakarta.

Budiman Dr. 2011, Penelitian Kesehatan. PT Refika Aditama. Bandung http://indraagus.file.wordpress.com/2010/07/pola-tidur.jpg

Hockenbarry, m. j., & Wilson, D. (2009). Wong’s essential of pediatric nursing (8th edition). St. Louis: Mosby Elsevier.

Notoatmodjo, Soekidjo Dr. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed. Revisi. Cet. 3. PT Rineka Cipta. Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo Dr. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed. Revisi. Cet. 1. PT Rineka Cipta. Jakarta

Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Ed.1. Salemba Medika. Jakarta

Nursalam Dr, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Salemba Medika. Jakarta

Potter, Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta

PrayitnoFKTrisakti.http:www.hsta.nlm.nih.gov/hq/sleepdisorders/screen/textbrowse

Priyo, Sutanto. 2007. Analisis Data Kesehatan. Universitas Indonesia. Depok

Rohmanpsikfkumj2009/01/12http//istirahatdantidur

Riyanto, Agus. 2010. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta

Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Tarwoto, Wartonah. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta

Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta

Tim LPPM. 2013. Pedoman Penulisan dan Petunjuk Karya Tulis Ilmiah, Laporan Tugas Akhir,dan Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani. Cimahi

Wong, Donna L. 2004. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2 , Ed. 6. EGC. Jakarta

Page 46: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

92

HUBUNGAN FIGUR ATTACHMENT DENGAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN CHILDREN VILLAGE SOS KINDERDORF LEMBANG

Elizabeth Ari1, Anastasia Pradina1

1STIKES Santo Boromeus Bandung

ABSTRAK

Tugas perkembangan remaja yang paling penting adalah pembentukan identitas diri. Masalah pembentukan identitas diri sering terjadi pada remaja di panti asuhan, karena dalam kehidupan sehari-harinya mereka mendapatkan pola asuh dari pengasuh panti asuhan bukan dari orang tua nya sehingga pengasuh panti diharapkan menjadi figur attachment bagi mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan figur attachment dengan identitas diri pada remaja di panti asuhan CV SOS Kinderdorf. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif, desain yang digunakan studi korelasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah responden 117 orang. Instrumen penelitian ini adalah lembar kuesioner. Pengolahan data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan figur attachment dengan identitas diri pada remaja dengan p value ≤ 0,05 . Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa semakin baik figur attachment maka akan semakin baik pula identitas diri yang dimiliki remaja. Disarankan kepada pihak panti agar lebih memperhatikan perkembangan identitas diri yang dilewati oleh para remaja. Kata kunci : Figur Attachment, Identitas Diri,Panti Asuhan A. Pendahuluan

Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun dan dalam masa transisi tersebut mencakup perkembangan biologis, kognitif dan sosio emosional.(Papalia dan Olds,2001). Jumlah remaja Indonesia yang berusia 10-20 tahun mencapai 65 juta orang atau 30% dari total penduduk Indonesia (Okanegara, 2007). Melihat jumlah remaja yang cukup besar, diperlukan perhatian khusus terkait dengan tumbuh kembang remaja dan berbagai masalah psikologinya. Masa ini merupakan masa krisis identitas pada seorang remaja. Menurut Wood (2009), identitas diri adalah hubungan antara persepsi diri seseorang dan bagaimana seseorang tersebut tampil di hadapan orang lain.

Selama masa ini remaja mulai merasakan suatu perasaan tentang identitas dirinya sendiri. Remaja akan berusaha melepaskan diri dari lingkungan dan ikatan dari orangtua. Apabila remaja memperoleh peran dalam masyarakat, maka ia akan mencapai sense of identity, menemukan identitas diri. Sebaliknya apabila remaja tidak dapat menyelesaikan krisis identitasnya dengan baik, maka remaja akan merasakan sense of role confusion or identity diffusion, yaitu perasaan tidak mampu memperoleh peran dan menemukan diri (Soetjiningsih, 2010). Penelitian terkait tentang status identitas diri remaja salah satunya dilakukan oleh Meilman dalam Wadsworthmedia menyatakan bahwa status identitas diri pada beberapa usia menunjukkan proporsi identity diffusion (identitas kabur) atau yang pasif usia remaja awal masih sangat besar. Pada remaja usia 12 tahun sekitar 68% masih pada status identity diffusion,

Page 47: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

93

usia 15 tahun sebanyak 63% sedangkan pada remaja usia 18 tahun sebanyak 50%. Pembentukan identitas diri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perkembangan, keluarga, pendidikan, lingkungan, budaya etnis, sosial, dan tidakan keperawatan. Faktor utama adalah keluarga sangat mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja. Dukungan orangtua sangat penting untuk pembentukan identitas diri (Santrock,2007.,Stuart & Laraia, 2008). Dengan kata lain orangtua adalah tokoh yang berpengaruh dalam proses pencarian identitas remaja. Hubungan orangtua-anak berpengaruh dalam perkembangan identitas diri. Pola asuh orangtua dapat mendorong proses kemandirian, hubungan dengan keluarga dan pembentukan identitas diri. Hal ini berhubungan dengan pola asuh pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Masalah pembentukan identitas diri sering terjadi pada remaja di panti asuhan, karena dalam kehidupan sehari-harinya mereka mendapatkan pola asuh dari pengasuh panti asuhan bukan dari orangtua. Pola asuh pengasuh menciptakan kelekatan antara remaja yang tinggal di panti asuhan dengan pengasuh sehingga menciptakan ikatan emosional antara remaja dan pengasuh. Remaja di panti asuhan akan cenderung menjadikan pengasuhnya sebagai significant others, menurut Burns (1979) significant others adalah orang-orang yang dianggap penting oleh individu karena dapat mereduksi atau meningkatkan perasaan tidak aman, mengurangi atau meningkatkan perasaan tidak berdaya, menurunkan atau meningkatkan perasaan berharga pada diri individu. Individu akan cenderung ingin selalu berdekatan dengan significant others, menjalin ikatan emosional yang dekat dan mencari dasar rasa aman ketika berada dengannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa significant others adalah

figur attachment bagi individu. Salah satu penelitian serupa yang dilakukan oleh Ihsanan Sabriani menunjukkan terdapat hubungan yang positif tentang figur attachment dengan self esteem pada remaja di panti asuhan Muhammadiyah yaitu sebanyak 52 orang remaja (59,77%) mempersepsi sangat positif figur attachment. Menurut Ihsana Borualogo (2005) figur attachment pada tiap remaja panti asuhan mungkin berbeda. Hal ini dapat terjadi karena remaja menghabiskan lebih banyak waktu di luar panti asuhan dan adanya variasi aktifitas pada tiap remaja panti asuhan. Selain itu perbandingan antara jumlah anak asuh dengan pengasuh yang tidak berimbang juga memberi kesempatan kepada remaja asuh untuk mencari figur attachment lain di luar panti asuhan. Salah satu panti asuhan yang ada di Bandung adalah Children Village (CV) SOS Kinderdorf, yang bertempat di Jalan Peneropongan Bintang Lembang, Bandung. Panti ini dihuni oleh 145 anak asuh. Ciri khas panti ini dengan panti asuhan lain panti ini mengandung empat prinsip yang diterapkan pada ruang lingkup anak asuhnya seperti : Ibu, bahwa setiap anak asuh memiliki orangtua asuh. Kakak Adik : Ikatan keluarga tumbuh secara alamiah. Rumah : Setiap keluarga menciptakan suasana rumah yang nyaman. Desa : Keluarga SOS merupakan bagian dari masyarakat. Dari 145 anak yang tinggal di panti asuhan Childern Village (CV) SOS Kinderdorf Lembang sebagian sudah mengetahui siapa orangtua kandung mereka, kecuali anak-anak yang masih balita, namun remaja ini lebih memilih untuk tinggal di panti bersama dengan orangtua asuh mereka. Dari permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut. Dengan tujuan penelitian untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan figur attachment dengan identitas diri remaja di panti asuhan Childern Village (CV) SOS Kinderdorf Lembang.

Page 48: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

94

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain penelitian studi korelasional dan pendekatan cross sectional yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu figur attachment dengan identitas diri pada remaja di panti asuhan Childern Village SOS Kinderdorf Lembang. Variabel penelitian ini meliputi variabel independen pada penelitian ini adalah figur attachment dan variabel dependennya adalah pembentukan identitas diri remaja di panti asuhan Childern Village SOS Kinderdorf Lembang Populasi penelitian ini adalah remaja berusia 12-20 tahun di panti asuhan Childern Village SOS Kinderdorf Lembang dimana populasinya berjumlah 145 orang dan sampel yang digunakan menggunakan Rumus Taro Yamane :

* 6

1 + 6�7��

* 145

1 + 145�0.05��

* 106.42

Keterangan n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Tingkat signifikansi 95% (α = 0,05) Untuk mengantisipasi responden yang drop out maka jumlah responden ditambah 10 % sehingga banyaknya responden menjadi 117 responden. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas remaja di panti asuhan Chidern Village SOS Kinderdorf Lembang.

Metode pengumpulan data dengan menggunakan angket dan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Pada hari pertama, peneliti meminta izin kepada pihak panti asuhan CV SOS Kinder Dorf untuk mengumpulkan remaja yang berusia 12- 20 tahun di dalam satu tempat.

2. Setelah diizinkan, peneliti masuk ke ruangan dan menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden untuk mengisi lembar persetujuan menjadi responden.

3. Responden yang bersedia menjadi responden kemudian mengisi kuisioner

4. Responden mengembalikan kuisioner dan peneliti memeriksa/ cross check kelengkapan dan isi kuesioner

5. Hal yang sama dilakukan di asrama putra dan putri.

Peneliti menggunakan skala Guttman untuk Figur Attachment dan Identitas Diri pada kuisioner sehingga responden hanya memberikan jawaban tegas yaitu “ya” atau “tidak”, diberikan skor 1 jika jawaban “ya” dan skor 0 jika jawaban “tidak” . Total pertanyaan pada kuisioner ini adalah sebanyak 80 pertanyaan. Sebelum instrumen disebarkan maka terlebih dahulu di adakan uji validitas dan uji realibilitas. Pengolahan data terdapat langkah-langkah yang ditempuh diantaranya : editing, coding dan entri data yaitu data dimasukan ke dalam master table atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana. Teknik analisa data dengan Analisis univariat yaitu analisis yang bertujuan untuk menggambarkan variabel yang diteliti, yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Uji bivariat menggunakan perangkat lunak komputer dengan rumus Chi-Square dengan taraf

Page 49: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

95

kepercayaan 95% (α=0,05). Dari hasil uji statistik tersebut,dapat diketahui tingkat kebermaknaan hubungan figur attachment dengan pembentukan identitas diri remaja

di panti asuhan Childern Village SOS Kinder Dorf Lembang.

C. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin di Panti Asuhan CV SOS

Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117)

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117)

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hobi di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf

Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117)

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Keagamaan di Panti Asuhan CV

SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117)

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Prestasi di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf

Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117)

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Perempuan 64 54,7 Laki-laki 53 45,2

Usia Jumlah Persentase (%) 12-15 tahun 45 38,4 15-20 tahun 72 61,5

Hobi Jumlah Persentase (%) Olahraga 54 46,1 Seni 42 35,8 Membaca 8 6,8 Bermain 13 11,1

Kegiatan Keagamaan Jumlah Persentase (%) Sekolah Minggu 32 27,3 OMK 68 58,1 Pengajian 13 11,1

Prestasi Jumlah Persentase (%) Akademik 68 58,1 Di luar sekolah 49 41,8

Page 50: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

96

2. Figur Attachment Pada Remaja

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Figur Attachment di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf

Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117)

3. Pembentukan Identitas diri Pada remaja

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Pembentukan Identitas Diri di Panti Asuhan CV SOS Kinder

Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117)

4. Hubungan Figur Attachment dengan Pembentukan Identitas Diri Pada Remaja

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Figur Attachment dengan Pembentukan Identitas Diri

di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013

Figur attachment

Identitas Diri Odd ratio

P Value

Tercapai Tidak Tercapai

Total

N % N % N % Baik 50 59,5 34 40,4 84 100

3,382 (1,430-7,999)

0,008 Tidak Baik 10 30,3 23 69,6 33 100

Total 60 51,2 57 48,7 117 100

Hasil analisis hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja diperoleh bahwa ada sebanyak 50 responden (59,5 %) yang mempresepsikan figur attachment nya dengan baik,identitas dirinya tercapai dan sebanyak 23 responden (69,6 %) mempersepsikan figur attachment nya dengan tidak baik identitas diri nya tidak tercapai. Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,008, lebih kecil dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang. Didapatkan pula odd ratio 3,382 yang berarti bahwa remaja yang mempersepsikan figur attachment nya dengan baik memiliki identitas diri 3 kali lebih baik dari pada remaja yang mempersepsikan figur attachment nya dengan tidak baik.

Figur attachment Jumlah Persentase (%) Positif 84 71,8 Negatif 33 28,2

Identitas Diri Jumlah Persentase (%) Tercapai 60 51,3

Tidak Tercapai 57 48,7

Page 51: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

97

D. Pembahasan

Pembahasan akan menjabarkan tentang intepretasi dan distribusi hasil penelitian secara univariat dan bivariat terhadap hubungan figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang 1. Figur Attachment di Panti Asuhan

CV SOS Kinder Dorf Lembang

Significant others adalah figur attachment bagi individu, dan remaja di panti asuhan akan cenderung menjadikan pengasuhnya sebagai significant others, menurut Burns (1979) significant others adalah orang-orang yang dianggap penting oleh individu karena dapat mereduksi atau meningkatkan perasaan tidak aman, mengurangi atau meningkatkan perasaan tidak berdaya, menurunkan atau meningkatkan perasaan berharga pada diri individu. Individu akan cenderung ingin selalu berdekatan dengan significant others, menjalin ikatan emosional yang dekat dan mencari dasar rasa aman ketika berada dengannya. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 117 responden ada sebanyak 84 responden (71,8 %) memiliki persepsi yang baik terhadap figur attachment mereka. Kegiatan yang mereka lakukan di panti ini merupakan kegiatan seperti di rumah pada umumnya , suasana yang diciptakan sengaja dibuat selayaknya dirumah mereka sendiri. Tidak ada jadwal atau peraturan khusus mengenai kegiatan sehari-hari yang mereka selama komunikasi tetap terjaga dengan baik. Fahlberg (1988) membahas masalah-masalah kelekatan untuk anak-anak dalam perawatan dan memberikan ringkasan singkat bahwa fungsi kelekatan untuk anak antara lain membantu anak untuk (1) Potensi intelektual tinggi, (2) Menyaring keluar perasaan yang dirasakan (3) Berpikir secara logis (4) Mengembangkan hati nurani (5) Menjadi mandiri (6)

Mengatasi stres dan frustrasi (7) Menangani rasa takut dan khawatir (8) Mengembangkan hubungan masa depan (9) Mengurangi kecemburuan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 117 responden ada sebanyak 68 responden (58,1%) memiliki prestasi disekolah. Dapat dilihat bahwa sebagian besar remaja memiliki prestasi yang baik disekolahnya, hal ini merupakan hasil didik ibu asuh yang diterapkan kepada mereka setelah mereka memiliki kedekatan yang baik. Hasil penelitian TenElshof & Furrow terhadap mahasiswa seminari dalam Hart, dkk (2010) menunjukkan bahwa attachment yang diperoleh anak dari pengasuh (ibu) menumbuhkan kedekatan kepada Tuhan di masa dewasa. Seluruh ramaja di panti ini pun mengikuti kegiatan keagamaan sesuai keyakinannya secara rutin. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan data sebanyak 68 responden (58,1%) mengikuti kegiatan keagamaan berdasarkan keyakinan mereka masing-masing. Hal ini terjadi karena kedekatan antara ibu dan anak asuh, dimana ibu asuh mengajarkan bagaimana cara berkomunikasi dengan Tuhan, membimbing remaja agar selalu dekat dengan Tuhan sehingga kedekatan antara remaja dan Tuhan pun terbentuk dan para remaja mengaplikasikannya dengan cara mengikuti kegiatan keagamaan. 2. Identitas Diri Panti Asuhan CV SOS

Kinder Dorf Lembang

Menurut Erikson (1999), tugas perkembangan utama remaja adalah pembentukan identitas dan menurut Archer (1999), bahwa remaja membentuk identitas mereka dengan memilih nilai, kepercayaan, dan tujuan hidup mereka. Santrock (2003) juga mengemukakan bahwa remaja akan mencoba berbagai peran dan alternatif dalam pencarian identitas mereka. Remaja yang berhasil mengeksplorasi berbagai alternatif tersebut

Page 52: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

98

akan mendapatkan identitas diri mereka yang baru dan dapat diterima. Remaja yang tidak berhasil melewati masa ini akan mengalami kebingungan identitas. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 117 responden ada sebanyak 60 responden (51,3 %) memiliki identitas diri yang baik. Identitas remaja pada panti ini baik, ini tidak lepas dari peran ibu asuh mereka dalam merawatnya. Ibu asuh mereka merawatnya dengan penuh perhatian sehingga terbina trust diantara mereka yang memberikan dampak positif bagi para remaja di panti ini seperti prestasi yang didapatkan oleh mereka baik di bidang pendidikan maupun di bidang seni dan olahraga. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 117 responden sebanyak 54 (46,1 %) remaja memiliki hobi dalam bidang olahraga dan sebanyak 35 (58,1 %) remaja mampu berprestasi dalam bidang olahraga tersebut. Identitas diri remaja di panti ini sudah baik, namun masih banyak remaja yang memiliki identitas diri tidak tercapai yaitu sebanyak 57 remaja (48,7%), pada awal proses pembentukan identitas diri remaja dihadapkan pada krisis kelompok versus persaingan diri. Pada tahap selanjutnya remaja akan berharap mendapatkan otonomi dari keluarga. Identitas diri yang tidak tercapai disebabkan karena tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar, hal ini karena anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosial. Menurut Sprinthall dan Collins (1995) usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap pembentukan identitas diri, dalam penelitian ini distribusi frekuensi untuk jenis kelamin adalah 64 (54,7%) remaja berjenis kelamin perempuan, dan 53 (45,2 %) remaja berjenis kelamin laki-laki. Penelitian Bahari (2010) menyatakan status identitas diri berdasarkan jenis

kelamin menunjukan adanya perbedaan yang bermakna, perempuan memiliki identitas diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Santrock (2007) remaja perempuan memiliki identitas diri yang tinggi dibandingkan laki-laki karena remaja perempuan cenderung mengalami maturitas aspek biologis dan psikologis lebih awal dibandingkan laki-laki. Distribusi frekuensi untuk jenis kelamin laki-laki ini cukup banyak sehingga ini pun berpengaruh pada identitas yang tidak tercapai. Distribusi frekuensi untuk usia dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 12-15 tahun ada sebanyak 45 (38,4 %) dan yang berusia 15-20 tahun ada sebanyak 72 (61,5) remaja. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Meilman (1979) pada remaja awal yaitu usia 12-15 tahun sebagian besar remaja akan mengalami status identitas diffussion dan forcelosure, artinya remaja berada pada status yang belum mengalami krisis maupun membuat komitmen apapun . Pada penelitian ini distribusi frekuensi remaja yang berusia 12-15 tahun masih banyak yaitu 45 (38,4 %) sehingga pada penelitian ini remaja yang memiliki identitas tidak tercapai masih cukup banyak.

3. Hubungan Figur Attachment dengan

Pembentukan Identitas Diri Pada Remaja di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang

Secara statistik hubungan figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja didapatkan p value = 0,008 lebih kecil dibandingkan nilai α = 0,05 yang berarti ada hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja. Semakin baik figur attachment yang dimiliki oleh remaja semakin baik pula identitas dirinya. Sebaliknya semakin tidak baik figur attachment yang dimiliki oleh remaja semakin tidak tercapai pula identitas dirinya. Pengasuh yang tidak

Page 53: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

99

menyenangkan akan membuat anak tidak percaya dan mengembangkan kelekatan yang tidak aman (insecure attachment). Kelekatan yang tidak aman dapat membuat anak mengalami berbagai permasalahan yang disebut dengan gangguan kelekatan (attachment disorder). Sroufe (1995) mengatakan bahwa gangguan kelekatan terjadi karena anak gagal membentuk kelekatan yang aman dengan figur lekatnya. Hal ini akan membuat anak mengalami masalah dalam hubungan social. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengalami gangguan kelekatan memiliki orang tua yang juga mengalami masalah yang sama dimasa kecilnya. Hal ini menjadi sebuah lingkaran yang tidak akan terputus bila tidak dilakukan perubahan. Di panti asuhan SOS Childern Village SOS Kinder Dorf ini remaja cenderung menjadikan ibu asuh mereka sebagai figur attachment mereka, hal ini berdampak positif pada identitas diri yang mereka bangun. Kedekatan para remaja dan ibu asuh mereka membantu para remaja ini untuk mampu berpikir dan bersikap dengan baik, sehingga identitas diri yang terbentuk pada remaja di panti asuhan ini pun baik. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ihsana Sabriani (2004) mengenai Hubungan Antara Persepsi Tentang Figur Attachment dengan Self-Esteem Remaja Panti Asuhan Muhammadiyah, sebagian besar remaja mempersepsi sangat positif figur attachment mereka. Dapat dilihat bahwa remaja yang mempersepsi dalam kategori sangat positif figur attachment adalah mereka yang menilai bahwa tingkah laku figur attachment dalam memberikan keyakinan pada remaja bahwa remaja tersebut memiliki kemampuan, dan karena figur attachment mampu menerima kelebihan dan kekurangan diri remaja sesuai dengan harapan kebutuhan remaja, selain itu persepsi dalam kategori positif pada figur

attachment ini karena remaja menilai tingkah laku figur attachment dalam memberikan tanggapan positif dipersepsi sesuai dengan harapan dan kebutuhan remaja. Hasil penelitian yang dilakukan di panti asuhan SOS Childern Village SOS Kinder Dorf menunujukkan adanya hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor diantaranya figur attachment ini mampu menunjukkan kepeduliannya dengan menyediakan waktu untuk membicarakan evaluasi kesuksesan dan kegagalan remaja.

E. Simpulan

1. Terdapat sebagian besar remaja yaitu 84 responden (71,8 %) di panti asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang mempersepsi figur attachment mereka dalam kategori positif

2. Terdapat lebih dari setengahnya yaitu 60 responden(51,3 %)di panti asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembangidentitas dirinya sudah tercapai.

3. Hasil uji statistic didapatkan p value = 0,008, lebih kecil dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja di PantiAsuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang.

F. Saran

1. Bagi panti asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang

Pihak panti asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang, diharapkan dapat memberikan perhatian lebih dengan bekerjasama dengan psikologuntuklebih memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh

Page 54: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

100

remaja, mendengarkan pendapat dan keinginannya serta lebih menunjukan kepedulian dengan meluangkan waktu untuk membicarakan evaluasi kesuksesan dan kegagalan yang dialami remaja.Fase ini merupakan fase yang penting bagi remaja, dan salah satu faktor yang membantu pembentukkan identitas diri remaja ini adalah keberadaan figur attachment. 2. Bagi peneliti selanjutnya Disarankan untuk meneliti faktor- faktor lain yang mempengaruhi pembentukan identitas diri pada remaja di panti asuhan. Seperti faktor yang mempengaruhi kesiapan remaja dalam menghadapi masa depan.

G. Referensi

Arikunto, Sukartini. (2006). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta.

Chase, M.E. (2001). Identity Development And Body Image Dissatisfaction. University Wisconsin. http://www.uwstout.edu/lib/thesis/2001/chasem.pdf (diunduh tanggal 13 Maret 2013 pukul 19.00).

Dian, Alif. (2010). Hubungan Pola Attcment dengan Self Esteem Remaja pada Mahasiswa Psikologi Semester IV di Universitas Islam Negeri (UIN). Maulana Malik Ibrahim Malang. http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/06410070-alif-dian-cahyaning-tyas.ps. Diunduh tanggal 11 Maret 1013 pukul 09.00.

Erickson.(2010). Childhood and Society. Terjemahan. Jokjakarta : Pustaka Pelajar.

Ervika, Eva.(2005). Kelekatan (Attachment) Pada Anak. Dalam http://library.usus.ac.id/download/fk/psikologi-ekaervika.pdf.

Fatimah, Maria.(2005). Konsep Diri Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan dalam

http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psycology/2006/Artikel_10599139.pdf.

Fuji, Arthi.(2008).Usaha Pembinaan Dalam Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Pada Remaja Anak Asuh Dip Anti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah Serangan Jogjakarta. http://digilib.uin-suka.ac.id/2320. diunduh tanggal 10 Maret 2013

Mahoney.(2001). In Searchof Gifted Identity from Absctract Concept To Workable Counceling Construct. http://www.counselingthegifted.com/ diunduh tanggal 13 Maret 2013 pukul 21.00.

Nurjanah, Siti.(2011). Pengaruh Terapi Generalis Dan Latihan Ketrampilan Social Terhadap Pencapaian Identitas Diri Remaja Dipanti Asuhan Di Kabupaten Banyumas. http://lontar.ui.ac.id./file=digital/20282397sitinurjanah.pdf. diunduh tanggal 9 Maret 2013 pukul 09.30.

Nursalam.(2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Sabriani, Ihasana.(2004). Hubungan Antara Persepsi Tentang Figure Attachment Dengan Self Esteem Pada Remaja Di Panti Asuhan Muhamaddiyah. Diunduh tanggal 8 Maret 2013. http://repository.upi.wdu/operator/upioad/s_054587_bibliography.pdf.

Santrock,Jhon. W(2003). Adolesence (Perkembangan Remaja). Jakarta. Erlngga.

Soetjiningsih, dkk.(2010). Buku Ajar : Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahnnya. Edisi 3. Jakarta. Sagung Seto.

Valentini, Veronica dan M. Nisfianoor. (2006). Identity Achievement Dengan Intimacy Pada Remaja SMA. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Page 55: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

101

PEDOMAN PENULISAN MANUSKRIP JURNAL

Jurnal Kesehatan Priangan adalah terbitan berkala nasional terakreditasi yang memuat artikel ilmiah kesehatan masyarakat di bidang keperawatan, farmasi, kedokteran, kebidanan, epidemiologi, biostatistika, kependudukan, administrasi dan kebijakan kesehatan, kesehatan dan keselamatan kerja, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, gizi kesehatan masyarakat, dan kesehatan reproduksi. Jurnal Kesehatan Priangan menerbitkan artikel penelitian (research article), artikel telaah (review article), artikel konsep atau kebijakan, laporan kasus (case report), dan surat pembaca dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Semua artikel penelitian yang diterbitkan ditelaah oleh redaksi Jurnal. Redaksi hanya menerima manuskrip eksklusif untuk diterbitkan di Jurnal Kesehatan Priangan , belum pernah dipublikasikan, dan tidak sedang diajukan untuk diterbitkan di jurnal lain (dibuktikan dengan pernyataan penulis dalam surat pengantar). Hanya jurnal yang ditulis menurut Format Penulisan Jurnal yang diproses untuk ditelaah oleh redaksi secara anonim dan disunting editor. Redaksi hanya mengatur (typesetting) teks manuskrip (mulai dari huruf pertama teks sampai dengan huruf terakhir daftar pustaka) menjadi artikel versi tampilan jurnal. Data lainnya, seperti data publikasi , abstrak, dan kata-kata kunci diambil dari informasi yang diisikan penulis dari halaman judul dan abstrak manuskrip yang diserahkan secara manual. Kebenaran dan kemutakhiran data yang diisikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Cara Mengirimkan Manuskrip

Manuskrip dapat dikirimkan secara manual dan elektronik. Pengiriman manual dilakukan dengan mengunggah berkas elektronik (file) berisi data publikasi dan teks ke [email protected] disertai dengan surat pengantar, atau dengan mengirimkan dokumen yang terdiri surat pengantar, dua kopi manuskrip cetak dan satu CD berisi berkas manuskrip ke:

Pemimpin Redaksi

Jurnal Kesehatan Priangan

Akademi Kebidanan Cianjur

Jln. Pangeran Hidayatullah No. 105 Kabupaten Cianjur

Telp/fax: (0263) 271283, e-mail: [email protected]

Format Penulisan Manuskrip

Seluruh teks manuskrip (data publikasi dan teks, termasuk tabel dan rumus atau persamaan matematika) ditulis dalam format Microsoft Word. Persamaan atau rumus matematika dibuat dalam format Microsoft Equation. Gambar dan tabel dibuat dalam berkas terpisah dengan teks. Manuskrip diketik dengan ukuran kertas A4, batas kiri-kanan dan atas-bawah masing-masing 3,17 cm dan 2,54 cm, Times New Romans berukuran 12 (teks) dan 10 (abstrak, tabel, daftar pustaka), spasi ganda, rata kiri (left justified) untuk data publikasi dan rata kiri-kanan (justified) untuk teks dan abstrak. Gunakan pemenggalan suku kata

Page 56: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

102

(hyphenation) sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia atau Inggris untuk mengurangi river of white dalam teks. Seluruh teks manuskrip tidak boleh lebih dari 20 halaman.

Manuskrip dibuat dengan susunan berkas (file) sebagai berikut:

1. Halaman judul (title page) Terdiri dari : a. Judul Lengkap b. Nama Penulis, afiliasi dan alamat korespondensi

2. Abstrak (abstract) dan kata-kata kunci (keywords)

Abstrak dalam bahasa Indonesia, tidak lebih dari 150 kata. Abstrak mencakup permasalahan, metode, dan temuan serta kesimpulan.

3. Teks, terdiri dari: a. Pendahuluan (Introduction) b. Metode (Methods) c. Hasil (Discussion) d. Pembahasan (Discussion) e. Simpulan (Conclussion) f. Saran (Recommendation)

4. Pernyataan Terima Kasih (Acknowledgement)

Penulis dapat menuliskan ucapan terima kasih kepada individu, lembaga pemberi dana penelitian dan sebagainya.

5. Daftar Pustaka (Reference) Kepustakaan yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanya kepustakaan yang dikutip atau dijadikan rujukan dan ditulis dalam teks. Penulisan rujukan dalam badan karangan dilakukan sebagai berikut :

a. apabila terdiri dari satu orang penulis, ditulis sebagai berikut : McNeely (1995) atau (McNeely, 1995)

b. Apabila terdiri dari dua orang penulis, ditulis sebagai berikut : McNeely & McCurdy (1995) atau (McNeely & McCurdy, 1995)

c. Apabila terdiri dari tiga orang penulis atau lebih sebagai berikut : McNeely et al. (1995) atau (McNeely et al.,1995). Kata/istilah et al., hanya digunakan untuk referensi berbahasa asing, adapun referensi berbahasa Indonesia digunakan istilah dkk., misalnya Suparman, dkk.(1995).

Penulisan daftar pustaka dilakukan sebagai berikut :

a. Cara Penulisan Sumber dari Buku

Sumber informasi dari buku dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun penerbitan, Judul buku ditulis miring/italic, edisi (jika ada), tempat penerbit, dan penerbitan.

Page 57: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

103

Contoh: - Strahler, A.N. (1957). Physical Geography. New York : Willey - Nay, R., & Garratt, S. (2009). Nursing older people: Issues and innovations.

Sydney: Maclennan & Petty, Pty, Ltd. - Van Noordwijk, M., van Roodee, M., McCallie, E. L., & Lusiana, B. (1998).

Implication for models, experiments and the real world. New York : CAB International.

b. Cara Penulisan Sumber Bagian Bab dari Buku

Sumber informasi bagian bab atau chapter dari suatu buku, dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun, judul chapter, diikuti dengan nama penulis atau editor buku yakni singkatan nama awal dan tengah dan diikuti nama akhir, judul buku ditulis miring/italic, halaman dalam kurung, tempat penerbit dan penerbitan. Contoh: Bjork, R.A. (2008). Retrival inhibition as an adaptive mechanism in

human memory, dalam Roediger, H.L., & Craik, F.LM. (Eds), Varieties of memory & consciousness (hlm. 309-330). Hillsdale, NJ: Erlbaum.

c. Cara Penulisan Artikel dari Jurnal

Sumber informasi dari jurnal dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun, Judul artikel, judul jurnal ditulis miring/italic, volume penerbitan dan nomor penerbitan yang ditulis di dalam tanda kurung, nomor halaman yang dikutip.

Contoh: Fagard, R.H. (2003). Epidemiology of hypertension in elderly. American Journal of Geriatric Cardiology, 11(1), 23-28

d. Cara Penulisan Artikel dari Sumber Internet

Sumber informasi dari elektronik dituliskan dengan menuliskan penulis, tahun ditulis, judul tulisan, tempat lokasi penerbitan, nama jurnal, alamat website.

Contoh: Knox McCulloch, A., Meinzen-Dick, R., & Hazell, P. (1998). Property rights, collective action and technologies for natural resource management : A conceptual framwork. CAPRi working Paper No. 1. Washington DC, USA : International Food Policy Research Institute. http://www.capri.cgiar.org/pdf/capriwp01.pdf.

e. Cara Penulisan Artikel dari Jurnal

Sumber informasi yang dikutip dari jurnal, cara penulisan daftar pustaka diawali dengan nama akhir penulis, tahun, nama artikel, nama di mana monograf dipublikasikan ditulis miring/italic, volume, nomor (jika ada), dan halaman.

Page 58: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

104

Contoh: Tornich, T.P., Fagi, A.M., de Foresta, H., Michon, G., Murdiyarso, D., Stolle, F., & van Noordwijk, M. (1998). Indonesian’s fires : Somoke as a problem, smoke as symptom. Agroforesty Today, 10 (1), 4-7.

f. Cara Penulisan Sumber dari Lembaga

Urutan penulisan kepustakaan sebagai berikut: nama lembaga, tahun penerbitan, judul penerbitan, data publikasi (volume, edisi), tempat penerbitan, dan badan penerbitan.

Contoh : Ditjen Yankes Depkes RI, (2008), Klasisfikasi dan Regionalisasi Rumah Sakit, Edisi ke-2, Jakarta: PT. Yankes.

g. Cara Penulisan Sumber dari disertasi/tesis

Urutan kepustakaan sebagai berikut: nama penulis, tahun penulisan, judul buku (dicetak miring), kata ”Karya Tulis Ilmiah” (dicetak miring), tempat penerbitan, Universitas atau Institut.

Contoh : Santoso W., (2008), Pengaruh Imbalan Terhadap Semangat Kerja dan Penampilan Kerja Dokter Puskesmas di Kabupaten Situbondo dan Jember, Tesis, Surabaya, Universitas Airlangga.

6. Gambar (figure) Gambar (figure) dibuat dalam format jpeg dengan resolusi 300 dpi atau lebih tinggi. Pada teks diberi keterangan nomor gambar yang sesuai dengan gambar dalam teks.

7. Tabel (table)

Tabel dibuat dengan format dan typeface (jenis huruf) yang sama dengan teks

Semua halaman manuskrip diberi nomor dengan angka Arab, mulai dari halaman judul sebagai halaman 1, abstrak dan kata kunci sebagai halaman 2, dan seterusnya. Header dikosongkan dan footer hanya diisi nomor halaman.

Page 59: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

105

JUDUL MANUSKRIP JURNAL :

HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN GIZI BURUK DI DESA XXXX KABUPATEN XXXX TAHUN 2013

Oleh : Novi Widiastuti, SST.,M.Kes*

Ranti Lestari, SST**

*) Akademi Kebidanan Cianjur, Kabupaten Cianjur

e-mail : [email protected]

**) Akademi Kebidanan Cianjur, Kabupaten Cianjur

e-mail : [email protected]

Halaman Abstrak

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN GIZI BURUK DI DESA XXXX KABUPATEN XXXX TAHUN 2013

XXXXXXXX

Kata Kunci :

Page 60: jurnal edisi 2

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106

106

Halaman Text

A. Pendahuluan B. Metode Penelitian C. Hasil Penelitian

1. XXXXX a. XXXXXX

1) XXXXX 2) XXXXX

b. XXXXXX 2. XXXXX

D. Pembahasan 1. XXXXX 2. XXXXXX

E. Simpulan F. Saran

Halaman Tabel

Tabel 1 Tingkat Penghasilan Responden

No Kategori Jumlah Persen (%) 1 Tinggi 2 Menengah 3 Rendah TOTAL