jurnal bahasa indonesia

28
PRINSIP KESANTUNAN DALAM TUTURAN SISWA KELAS XI TEKNIK KOMPUTER JARINGAN SMKN TAKERAN KABUPATEN MAGETAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (KAJIAN PRAGMATIK) Rumini Agung Pramono Dwi Rohman Soleh Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Madiun Abstrak Secara umum penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperoleh gambaran kesantunan berbahasadalam interaksi antar siswa SMK Negeri Takeran, Kabupaten Magetan. Secara rinci rumusan tujuanpenelitian ini adalah mendeskripsikan dan mengkaji: !" #entuk pemakaian kesantunan tuturan dal interaksi antarsiswa kelas$% Teknik Komputer &aringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan' (" Strategi kesantunan tuturan antar siswa kelas $% T Komputer &aringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan' dan )" *elanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan yang digunakan dalam interaksi antar si kelas $% Teknik Komputer &aringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan. +okus dalam penelitian ini adalah mengkaji pragmatik tuturan siswa kelas $% TK& ( SMK Negeri Takeran, Kabupaten Magetan berdasarkan prinsip kesantunan dalam tuturan. Adapun yang dimaksud tuturan dalam penelitian ini bentuk bentuk percakapan atau komunikasi lisan yang dilakukan siswa dengan temannya atau siswa dengan guru pembimbingnya. Analisis dilakukan terhada pelanggaran prinsip prinsip kesantunan dalam tuturan siswa, baik yang ber representati-, direkti-, ekspresi-, komisi-, dan deklarati- yang merupaka pelanggaran pelanggaran terhadap maksim kuantitas, maksim kualitas, mak rele ansi, maksim pelaksanaan, maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim kesederhanaan, maksim penghargaan, maksim kemurahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian. *enelitian ini dilaksanakan selama / bulan, mulai bulan 0ktob sampai dengan &anuari (1!) di SMKN Takeran,Kabupaten Magetan. #erdasarkan permasalahanpenelitian yang telah ditetapkan, rancangan penelitian yang dipergunakan adalah rancangan penelitian kualitati- metode deskripti- untuk memberikan gambaran yang secermat mungkin mengena indi idu, keadaan bahasa, gejala atau kelompok tertentu. 2alam penelitian dipergunakan sampel sebanyak 3/ siswa. *engambilan data dari sampel dibat pada tuturan tuturan yang disampaikan siswa terhadap teman dan siswa terhadap guru yang terjadi di lingkungan sekolah selama waktu penelitian, antara bulan &anuarihingga Maret tahun pelajaran (1!(4(1!). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas !" obser asi, (" wa dan )" studi dokumentasi. 2ata penelitian ini dianalisis menggunakan Mod Alir sebagaimana yang disampaikan oleh Miles dan 5uberman. 1

Upload: zooro9478

Post on 05-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PENUNJANG TESIS PENELITIAN

TRANSCRIPT

PRINSIP KESANTUNAN DALAM TUTURAN SISWA KELAS XI TEKNIK KOMPUTER JARINGAN SMKN TAKERAN KABUPATEN MAGETAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (KAJIAN PRAGMATIK)

PAGE 27

PRINSIP KESANTUNAN DALAM TUTURAN SISWA KELAS XI TEKNIK KOMPUTER JARINGAN SMKN TAKERAN KABUPATEN MAGETAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (KAJIAN PRAGMATIK)

Rumini

Agung PramonoDwi Rohman SolehProgram Pascasarjana

Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaIKIP PGRI Madiun

Abstrak

Secara umum penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperoleh gambaran kesantunan berbahasa dalam interaksi antar siswa SMK Negeri Takeran, Kabupaten Magetan. Secara rinci rumusan tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan mengkaji: (1) Bentuk pemakaian kesantunan tuturan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan; (2) Strategi kesantunan tuturan antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan; dan (3) Pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan yang digunakan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan. Fokus dalam penelitian ini adalah mengkaji pragmatik tuturan siswa kelas XI TKJ 1 dan 2 SMK Negeri Takeran, Kabupaten Magetan berdasarkan prinsip kesantunan dalam tuturan. Adapun yang dimaksud tuturan dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk percakapan atau komunikasi lisan yang dilakukan siswa dengan temannya atau siswa dengan guru pembimbingnya. Analisis dilakukan terhadap pelanggaran prinsip-prinsip kesantunan dalam tuturan siswa, baik yang bersifat representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang merupakan bentuk pelanggaran-pelanggaran terhadap maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim pelaksanaan, maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim kesederhanaan, maksim penghargaan, maksim kemurahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian.

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan Januari 2013 di SMKN Takeran, Kabupaten Magetan. Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan, rancangan penelitian yang dipergunakan adalah rancangan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif untuk memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan bahasa, gejala atau kelompok tertentu. Dalam penelitian ini dipergunakan sampel sebanyak 84 siswa. Pengambilan data dari sampel dibatasi pada tuturan-tuturan yang disampaikan siswa terhadap teman dan siswa terhadap guru yang terjadi di lingkungan sekolah selama waktu penelitian, yaitu antara bulan Januari hingga Maret tahun pelajaran 2012/2013. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) studi dokumentasi. Data penelitian ini dianalisis menggunakan Model Alir sebagaimana yang disampaikan oleh Miles dan Huberman.

Hasil temuan penelitian yang berkaitan dnegan fokus dan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut: (1) Dari segi wujud prinsip kesantunan tuturan saran, permintaan dan perintah siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan menunjukkan telah menerapkan prinsip kesantunan, prinsip penghindaran kata tabu, prinsip penggunaan eufemisme, dan prinsip penggunaan pilihan kata honorifik. Dari segi strategi penggunaan prinsip kesantunan tuturan siswa dalam tuturan saran, permintaan dan perintah meliputi: (1) strategi tidak santun dilakukan dalam kegiatan bertutur kepada teman akrab (antarsiswa, antar guru, antar karyawan sekolah), (2) strategi agak santun dilakukan dalam kegiatan bertutur pada teman belum akrab (guru kepada guru, siswa kepada siswa, karyawan sekolah kepada karyawan sekolah), (3) strategi santun dilakukan dalam kegiatan bertutur kepada: teman yang belum dikenal (siswa baru kepada siswa, siswa baru kepada guru, siswa baru kepada karyawan sekolah, maupun sebaliknya), (4) strategi paling santun dilakukan dalam kegiatan bertutur terhadap orang yang berstatus sosial lebih tinggi (siswa kepada guru, siswa kepada karyawan sekolah). Dari segi pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan baik tuturan saran, permintaan maupun perintah hampir tidak ditemukan pelanggaran. Walaupun ada, sedikit pelanggaran maksim prinsip kesantunan dalam tuturan, karena SMKN Takeran, Kabupaten Magetan menerapkan prinsip kesantunan dalam kegiatan bertutur sehingga menjadi kebiasaan dalam pertuturan di lingkungan sekolah atau siswa. Kondisi demikian perlu menjadi pengetahuan dan menjadi contoh bagi kalangan siswa di sekolah-sekolah umum.

Kata Kunci : prinsip kesantunan, tuturan, kajian pragmatik

AbstractIn general, this study has the objective to obtain politeness description in interaction between students of SMK Negeri Takeran, Magetan. Detailed formulation of the purpose of this study is to describe and assess: (1) the use of politeness forms of utterances in the interaction between eleventh student of SMK Engineering Computer Networking Takeran, Magetan, (2) speech politeness strategies among students of eleventh student Computer Network Engineering of SMKN Takeran, Magetan, and (3) Violation of the principle of the maxim of politeness utterances are used in the interaction between eleventh student of SMK Engineering Computer Networking Takeran, Magetan. The focus of this research is to examine the pragmatics of speech in eleventh student of TKJ 1 and TKJ 2 of SMK Negeri Takeran, Magetan based on the principles of civility in speech. As for the meaning of utterances in this study are the kinds of conversations or oral communications made by his students or students with a mentor teacher. Analysis carried out on violations of the principles of politeness in the speech of students, whether they are representative, directive, expressive, commissive, and that is a form of declarative violations of the maxim of quantity, maxim of quality, maxim of relevance, implementation maxims, maxims of wisdom, generosity maxim, simplicity maxims, maxims appreciation, generosity maxims, maxims suitability, and sympathies maxims.The research was carried out for 4 months, from October 2012 to January 2013 at SMK Takeran, Magetan. Based on pre-defined research problem, research design used was a qualitative research design with a descriptive method to illustrate that as carefully as possible about the individual, the state language, or a particular group of symptoms. In the present study used a sample of 84 students. Retrieval of data from the sample is limited to speech-speech that was delivered to the students and friends of students to teachers in the school environment that occurred during the study period, ie between January and March of the school year 2012/2013. Data collection techniques in this study consisted of (1) observation, (2) interviews, and (3) study the documentation. The data were analyzed using Flow Model as presented by Miles and Huberman.

Research findings related circuitry and research focus are as follows: (1) In terms of politeness principle form of speech suggestions, requests and commands class XI student of Computer Engineering Takeran SMKN Network, has implemented Magetan show politeness principle, the principle of avoidance of taboo words, the principle of the use of euphemisms, and the principle of the use of honorifics choice. In terms of strategies students use the principles of politeness in the speech utterances suggestions, requests and commands include: (1) the strategy is not polite to speak of activities performed in the intimate friend (between students, between teachers, between school employees), (2) somewhat mannered strategy is conducted in the told the friend not familiar (teacher to teacher, student to student, school employee to a school employee), (3) strategies politely told the activities carried out in: an unknown friend (new students to students, students new to the teachers, students new to the school employees, and vice versa), (4) the strategy is conducted in the most polite people who speak against the higher social status (student to teacher, student to school employees). In terms of violations of the principle of politeness maxims speech class XI student of Computer Engineering Network SMKN Takeran, Magetan good speech suggestions, requests or commands found almost no offense. While there, a little offense maxims of politeness principle in the speech, because SMKN Takeran, Magetan apply the principles of civility in activities so that it becomes a habit to speak of substitutions in the school or students. These conditions need to be knowledge and be an example to the students in public schools.

Keywords: politeness principle, speech, pragmatics studiesA.PENDAHULUANBahasa merupakan cermin kerpibadian seseorang. Ketika seseorang sedang berkomunikasi dengan bahasanya mampu menggali potensi bahasanya dan mampu menggunakannya secara baik, benar, dan santun merupakan cermin dari sifat dan kepribadian pemakainya. Penggunaan bahasa yang sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya yang berbudi. Sebaliknya, melalui penggunaan bahasa yang sarkasme, menghujat, memaki, memfitnah, mendiskreditkan, memprovokasi, mengejek, atau melecehkan, akan mencitrakan pribadi yang tak berbudi.

Lingkungan masyarakat perlu diupayakan untuk bertutur kata santun. Hal ini sangat penting dilakukan karena masyarakat yang sekarang ini tengah bergerak ke arah yang semakin maju dan modern. Demikian pula dampaknya pada nilai-nilai budaya temasuk tata cara dan kesantunan berbahasa di kalangan generasi muda termasuk pelajar. Kondisi pendidikan Indonesia menunjukan bahwa sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan mendidik dan mengembangkan etika berbahasa santun agar siswa dapat berkomunikasi lebih baik. Pranowo (2009:4) mengemukakan bahwa di dalam suatu struktur bahasa (yang terlihat melalui ragam dan tata bahasa) terdapat struktur kesantunan. Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi dari bahasa verbal tulis, seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai rasa, panjang pendeknya struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa, dan sebagainya. Pertentangan akan terjadi jika pembicara tidak menerapkan strategi kesantunan dengan tepat. Itulah yang membuat pembicara melanggar aturan-aturan kesantunan, dan mungkin itu yang disebut dengan sesuatu yang tidak santun. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengguna bahasa harus memilih strategi yang tepat.

Penulis tertarik untuk mengkaji pragmatik tuturan siswa SMK Negeri Takeran, Kabupaten Magetan terkait dengan prinsip kesantunan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari, baik antar siswa itu sendiri maupun siswa terhadap guru dan karyawan sekolah. Penelitian ini dianggap penting karena dapat mendeskripsikan tindak tutur siswa SMK Negeri Takeran, Kabupaten Magetan dalam penerapan yang sesuai dengan prinsip kesantunan ataupun yang melanggar maksim-maksim kesantunan. Penulis berpendapat bahwa penelitian terhadap prinsip kesantunan dalam tuturan siswa SMA/SMK merupakan hal yang penting dan sangat bermanfaat bila dikaji secara mendalam.

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana bentuk-bentuk pemakaian prinsip kesantunan tuturan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan? (2) Bagaimana strategi dalam penggunaan prinsip kesantunan tuturan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan?, (3) Bagaimanakah bentuk-bentuk pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan yang digunakan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan? Secara rinci rumusan tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan mengkaji: (1) Bentuk pemakaian kesantunan tuturan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, (2) Strategi kesantunan tuturan antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, dan (3) Pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan yang digunakan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan.

B.KAJIAN PUSTAKA1.Prinsip-Prinsip KesantunanPrinsip kesantunan (politenesse principles) itu berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral di dalam bertindak tutur. Alasan dicetuskannya prinsip kesantunan adalah bahwa di dalam tuturan penutur tidak cukup hanya dengan mematuhi prinsip kerja sama. Prinsip kesantunan diperlukan untuk melengkapi prinsip kerja sama dan mengatasi kesulitan yang timbul akibat penerapan prinsip kerja sama (Rustono, 2002:61).

Leech (dalam Pranowo, 2009:36) mengatakan bahwa suatu tuturan dikatakan santun bila dapat meminimkan pengungkapan pendapat yang tidak santun. Grice merumuskan kembali anggapan tersebut menjadi pilihlah ungkapan yang tidak meremehkan status mitra tutur. Artinya, dalam bertutur, demi kesantunan perlu memilih ungkapan yang paling kecil kemungkinannya menyebabkan mitra tutur kehilangan muka.

Poedjosoedarmo (dalam Pranowo, 2009:37) mengemukakan bahwa santun tidaknya pemakaian bahasa dapat diukur melalui 7 (tujuh) prinsip sebagai berikut: (1) kemampuan mengendalikan emosi agar tidak lepas kontrol dalam berbicara, (2) kemampuan memperlihatkan sikap bersahabat kepada mitra tutur, (3) gunakan kode bahasa yang mudah dipahami oleh mitra tutur, (4) kemampuan memilih topik yang disukai oleh mitra tutur dan cocok dengan situasi, (5) mengemukakan tujuan pembicaraan dengan jelas, (6) penutur memilih bentuk kalimat yang baik, dan (7) memperhatikan norma tutur lain, seperti gerakan tubuh (gestur).2.Kaidah-Kaidah Prinsip KesantunanPrinsip kesantunan Leech (dalam Rustono, 2002: 70) secara lengkap mengemukakan prinsip kesantunan yang meliputi enam bidal beserta subbidalnya, sebagai berikut.

a.Bidal ketimbangrasaan (tact maxim)

1)Meminimalkan biaya kepada pihak lain

2)Memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain

b.Bidal kemurahhatian (generosity maxim)

1)Meminimalkan keuntungan kepada diri sendiri

2)Memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain

c.Bidal keperkenanan (appobation maxim)

1)Minimalkan penjelekan kepada pihak lain

2)Maksimalkan pujian kepada pihak lain

d.Bidal kerendahhatian (modesty maxim)

1)Minimalkan pujian kepada diri sendiri

2)Maksimalkan penjelekan kepada diri sendiri

e.Bidal kesetujuan (agreement maxim)

1)Minimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain

2)Maksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain

f.Bidal kesimpatian (symphaty maxim)

1)Minimalkan antipati antara diri sendiri dan pihak lain

2)Maksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain

Menurut Gunawan (dalam Rustono, 2002:71) prinsip kesantunan Leech itu didasarkan pada nosi-nosi: (1) biaya (cost) dan keuntungan (benefit), (2) celaan atau penjelekan (dispraise) dan pujian (praise), (3) kesetujuan (agreement), serta (4) kesimpatian dan keantipatian (sympathy/antipathy). Adapun lebih lengkapnya dijelaskan di bawah ini.a. Bidal Ketimbangrasaan (Tact Maxim)

Bidal ketimbangrasaan di dalam prinsip kesantunan memberikan petunjuk bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya. Leech (dalam Rustono, 2002:71) mengatakan bahwa bidal ketimbangrasaan ini lazim diungkapkan dengan tuturan impositif dan tuturan komisif. Berikut ini adalah contoh tuturan yang mengungkapkan tingkat kesopanan yang berbeda-beda.

(1) Datang ke pertemuan ilmiah itu!

(2) Datanglah ke pertemuan ilmiah itu!

(3) Silahkan datang ke pertemuan ilmiah itu!

(4) Sudilah kiranya datang ke pertemuan ilmiah itu!

(5) Jika tidak keberatan, sudilah datang ke pertemuan ilmiah itu!

Tingkat kesantunan terentang dari nomor yang rendah ke yang tinggi pada contoh tuturan (1) dan (5) tersebut. Tuturan yang bernomor kecil mengungkapkan tingkat kesantunan yang lebih rendah dibandingkan dengan tuturan dengan nomor yang lebih besar. Semakin besar nomor tuturan pada contoh itu semakin tinggi tingkat kesantunannya, demikian sebaliknya. Hal itu demikian karena karena tuturan dengan nomor besar, nomor (5) misalnya, membutuhkan biaya yang besar bagi diri sendiri ditandai dengan besarnya jumlah kata yang diekspresikan dan hal itu berarti memaksimalkan kerugian kepada diri sendiri dan meminimalkan biaya kepada pihak lain sebagai mitra tutur dengan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pihak lain sebagai mitra tuturnya. Tuturan (6) dan (7) berikut ini berbeda di dalam hal pematuhan prinsip kesantunan Leech.

(6)A: Mari saya masukkan surat Anda ke kotak pos.

B: Jangan, tidak usah!

(7)A: Mari saya masukkan surat Anda ke kotak pos.

B: Ni, itu baru namanya teman.

Di dalam tingkat kesantunan tuturan (6) B berbeda dari tuturan (7) B. Hal itu demikian karena tuturan (6) B meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan kepada mitra tutur. Sementara itu, tuturan (7) B sebaliknya, yaitu memaksimalkan keuntungan pada diri sendiri dan memaksimalkan kerugian kepada mitra tutur. Fenomena yang ada di dalam tuturan (6) B dan (7) B lazim dinamakan paradoks pragmatik, yaitu suatu paradoks yang mengacu pada sikap bertentangan kedua pemeran serat di dalam percakapan (Leech, 1993:111). Di antara dua tuturan itu, tuturan (6) B mematuhi paradoks pragmatik, sebaliknya tuturan (7) B melanggarnya.

b. Bidal Kemurahhatian (Generosity Maxim)Pepatah yang dikemukakan di dalam bidal kemurahhatian adalah bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya sementara itu diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan yang sekecil-kecilnya. Leech (dalam Rustono, 2002:72) mengatakan bahwa tuturan yang biasanya mengungkapkan bidal kemurahhatian ini adalah tuturan ekspresif dan tuturan asertif. Tuturan berikut ini merupakan contoh tuturan yang berkenaan dengan bidal kemurahhatian ini.

(8) A: Pukulanmu sangat keras.

B: Saya kira biasa saja, Pak.

(9) A: Pukulanmu sangat keras.

B: Siapa dulu?

Tuturan (8) B mematuhi bidal kemurahhatian, sedangkan tuturan (9) B melanggarnya. Hal itu demikian karena tuturan (8) B itu memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain dan meminimalkan keuntungan kepada diri sendiri. Sementara itu, tuturan (9) B sebaliknya; memaksimalkan keuntungan kepada diri sendiri dan meminimalkan keuntungan kepada pihak lain. Tuturan (9) B juga melanggar paradoks pragmatik, sedangkan tuturan tuturan (8) B mematuhinya. Dengan demikian, atas dasar prinsip kesantunan tuturan (8) B lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan (9) B.c. Bidal Keperkenanan (Approbation Maxim)Bidal keperkenanan adalah petunjuk untuk meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain. Leech (dalam Rustono, 2002:73) berpendapat bahwa sebagaimana halnya dengan tuturan kemurahhatian, tuturan yang lazim digunakan selaras dengan bidal keperkenanan ini adalah tuturan ekspresif dan asertif.Tuturan (10) B berikut ini mematuhi bidal keperkenanan, sebaliknya tuturan (11) B melanggarnya.

(10) A: Mari Pak, seadanya!

B: Terlalu banyak, sampai-sampai saya susah memilihnya.

(11) A: Mari Pak seadanya!

B: Ya, segini saja nanti kan habis semua.

Tuturan (10) B mematuhi bidal keperkenanan karena penutur meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian terhadap pihak lain itu. Sementara itu, tuturan (11) B melanggar bidal ini karena meminimalkan penjelekan kepada diri sendiri dan memaksimalkan pujian kepada diri sendiri. Dengan penjelasan itu, tingkat kesantunan tuturan (10) B lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan (11) B.

d. Bidal Kerendahhatian (Modesty Maxim)Dalam bidal kerendahhatian ini hendaknya penutur meminimalkan pujian kepada diri sendiri dan memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri merupakan isi bidal kerendahhatian. Bidal ini dimaksudkan sebagai upaya rendah hati bukan rendah diri agar penutur tidak terkesan sombong.Leech (dalam Rustono, 2002:74) berpendapat bahwa tuturan yang lazim digunakan untuk mengungkapkan bidal ini juga tuturan ekspresif dan tuturan asertif. Tuturan (12), (13), dan (14) merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kerendahhatian ini.

(12) Saya ini anak kemarin, Pak.

(13) Maaf, saya ini orang kampung.

(14) Sulit bagi saya untuk dapat meniru kehebatan Bapak.Hal itu demikian karena tuturan-tuturan itu memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri dan meminimalkan pujian kepada diri sendiri. Karena sesuai dengan bidal kerendahhatian ini, tuturan (12), (13), dan (14) merupakan tuturan yang santun.

Di pihak lain, tuturan (15), (16), dan (17) merupakan tuturan yang melanggar prinsip kesantunan bidal kerendahhatian.(15) Saya ini sudah makan garam.

(16) Saya bisa lebih dari kehebatan Bapak.

(17) Hanya saya yang bisa seperti itu.Tuturan (15), (16), dan (17) melanggar prinsip kesantunan karena tidak sejalan dengan bidal kerendahhatian. Tuturan-tuturan itu memaksimalkan pujian kepada diri sendiri. Oleh karena itu, tuturan-tuturan itu merupakan tuturan yang tidak santun.

e. Bidal Kesetujuan (Agreement Maxim)Bidal kesetujuan adalah bidal di dalam prinsip kesantunan yang memberikan petunjuk untuk meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain.Contoh:

(18) A: Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?

B: Boleh(19) A: Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?

B: Saya setuju sekali.Tuturan 18 (B) dan (19) B merupakan tuturan yang meminimalkan ketidaksetujuan dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri sebagai penutur dengan pihak lain sebagai mitra tutur. Dibandingkan dengan tuturan 18 (B), tuturan 19 (B) lebih memaksimalkan kesetujuan. Karena itu derajat kesantunannya lebih tinggi tuturan 19 (B) dari pada tuturan 18 (B).

Karena tidak meminimalkan ketidaksetujuan dan tidak memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri sebagai penutur dan pihak lain sebagai mitra tutur, tuturan 20 (B) dan 21(B) berikut ini tidaklah merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan.

(20) A: Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?

B: Saya tidak setuju.

(21) A: Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?

B: Jangan, sama sekali saya tidak setuju.Kedua tuturan B itu justru memaksimalkan ketidaksetujuan dan meminimalkan kesetujuan antara diri sendiri dengan pihak lain. Jika dibandingkan dengan tuturan 20 (B), tingkat pelanggaran terhadap prinsip kesantunan tuturan 21 (B) lebih tinggi.f. Bidal Kesimpatian (Sympathy Maxim)

Bidal ini menyarankan kepada penutur hendaknya meminimalkan antipati antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain merupakan petunjuk bidal kesimpatian. Jika penutur menghasilkan tuturan yang meminimalkan antipati dan memaksimalkan simpati antara dirinya sendiri dengan pihak lain sebagai mitra tuturnya, penutur tersebut mematuhi prinsip kesantunan bidal kesimpatian. Jika sebaliknya, penutur itu melanggar prinsip kesantunan.Leech (dalam Rustono, 2002:76) berpendapat bahwa jenis tuturan yang lazim mengungkapkan kesimpatian adalah tuturan asertif. Berikut ini merupakan tuturan yang sejalan dengan bidal kesimpatian.

(22) Saya ikut berduka cita atas meninggalnya Ibunda.

(23) Saya benar-benar ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Ibunda tercinta.Dikatakan sejalan karena karena tuturan (22) dan (23) tersebut meminimalkan antipati dan memaksimalkan antipati antara penutur dan mitra tuturnya. Dengan demikian, tuturan (22) dan (23) tersebut merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kesimpatian. Derajat pematuhan terhadap bidal kesimpatian oleh tuturan (23) lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diperankan oleh tuturan (22).

Sebaliknya, tuturan 24 (B) dan 25 (B) berikut ini merupakan tuturan yang melanggar prinsip kesantunan bidal kesimpatian.

(24) A: Pak, Ibu saya meninggalB: Semua orang akan meninggal(25) A: Pak, Ibu saya meninggalB: TumbenTuturan 24 (B) dan 25 (B) melanggar bidal kesimpatian karena tidak meminimalkan antipati dan tidak memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain, bahkan justru sebaliknya. Dengan demikian, kedua tuturan itu merupakan tuturan yang tidak atau kurang sopan, karena antipati yang berlebihan pada tuturan 25 (B) jika dibandingkan dengan tuturan 24 (B), derajat pelanggaran bidal kesimpatian tuturan 25 (B) lebih tinggi dari pada tuturan 24 (B).

Tidak semua teori atau prinsip kesantunan diterapkan di dalam penelitian pragmatik. Prinsip kesantunan Leech dipilih untuk digunakan dalam pembahasan masalah kesantunan dalam penelitian ini karena prinsip kesantunan yang berisi bidal-bidal dan dijabarkan ke dalam sub-subbidal itu mudah diterapkan untuk mengidentifikasikan kesantunan atau kekurangsantunan suatu tuturan. Pelanggaran bidal prinsip kesantunan Leech menjadi indikator kekurangsantunan suatu tuturan. Sebaliknya, pematuhan bidal-bidal itu merupakan indikator kesantunan suatu tuturan.

3.Kajian Pragmatik

Istilah pragmatik, sebenarnya, sudah dikenal sejak masa hidupnya seorang filsuf terkenal bernama Charles Morris. Dalam memunculkan istilah pragmatika, Morris mendasarkan pemikirannya pada gagasan filsuf-filsuf pendahulunya, seperti Charles Sanders Pierce dan John Locke yang banyak menggeluti ilmu tanda dan ilmu lambang semasa hidupnya. Ilmu tanda dan ilmu lambang yang mereka pelajari itu dinamakan semiotika (semiotics). Dengan mendasarkan pada gagasan Charles Sanders Pierce dan John Locke, Charles Morris (dalam Rahardi, 2009: 47) membagi ilmu tanda dan ilmu lambang itu ke dalam tiga cabang ilmu, yakni (1) sintaktika (syntactics) studi relasi formal tanda-tanda, (2) semantika (semantics) studi relasi tanda-tanda dengan objeknya, dan (3) pragmatika (pragmatics) studi relasi antara tanda-tanda dengan penafsirnya.Pragmatik menurut Leech (1993: 8) adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi tuturan (speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut. Dalam hal ini Leech menyebutnya dengan aspek-aspek situasi tutur, antara lain: pertama, yang menyapa (penyapa) dan yang disapa (pesapa); kedua, konteks sebuah tuturan; ketiga, tujuan sebuah tuturan; keempat, tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak tutur (speech act); dan kelima, tuturan sebagai hasil tindak verbal (Leech, 1993: 19-20). George Yule (2006) mengemukakan bahwa Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur, yang berarti pragmatik mempelajari tentang makna yang dimaksudkan penutur yang berbeda dengan makna kata atau makna kalimat. Batasan ini mengemukakan bahwa makna yang dimaksudkan oleh penutur merupakan tuturan yang telah dipengaruhi oleh berbagai situasi tuturan, hal ini berbeda dengan makna kata atau kalimat, karena makna kata atau kalimat merupakan makna yang sesuai dengan makna yang berdasarkan arti yang tertulis saja. Pengertian pragmatik dapat diintisarikan sebagai ilmu yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yang ditentukan oleh konteks dan situasi yang melatarbelakangi pemakaian bahasa dalam komunikasi yang merupakan dasar penentuan pemahaman maksud penggunaan tuturan oleh penutur dan mitra tutur.4.Tindak Tutur (Speech Act)

Teori tindak tutur dikemukakan oleh dua orang ahli filsafat bahasa yang bernama John Austin dan John Searle pada tahun 1960-an. Menurut teori tersebut, setiap kali pembicara mengucapkan suatu kalimat, Ia sedang berupaya mengerjakan sesuatu dengan kata-kata (dalam kalimat) itu. Menurut istilah Austin (1995: 94), By saying something we do something. Seorang hakim yang mengatakan dengan ini saya menghukum kamu dengan hukuman penjara selama lima tahun sedang melakukan tindakan menghukum terdakwa. Kata-kata yang diucapkan oleh hakim tersebut menandai dihukumnya terdakwa. Terdakwa tidak akan masuk penjara tanpa adanya kata-kata dari hakim. Menurut Searle (dalam Kunjana Rahardi, 2010: 35) dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur dapat pula berwujud pernyataan, pertanyaan dan perintah.C. METODE PENELITIANPendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan wujud praktik prinsip kesantunan, strategi prinsip kesantunan, dan pelanggaran maksim dalam tuturan para siswa. Kedua kegiatan tersebut dilakukan untuk mengetahui dan menafsirkan realita penggunaan bahasa terkait dengan prinsip kesantunan dalam tuturan, baik dalam kegiatan formal maupun kegiatan non formal. Meskipun produk prinsip kesantunan dalam tuturan lisan yang dianalisis bukan berarti kesantunan perbuatan tidak mendapat perhatian. Ketiga hal, yaitu wujud praktik prinsip kesantunan, strategi prinsip kesantunan, dan pelanggaran maksim dalam tuturan para siswa dianalisis dalam konteks prinsip kesantunan lisan. Subjek penelitian dapat menggambarkan pelanggaran-pelanggaran maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim pelaksanaan, maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim kesederhanaan, maksim penghargaan, maksim kemurahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, dan faktual (apa adanya) (Arikunto, 2006: 310). Metode deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan apa adanya hasil dari pengumpulan data yang telah dilakukan oleh penulis. Metode deskriptif dipilih oleh penulis karena metode ini dapat memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan bahasa, gejala atau kelompok tertentu.

Fokus Penelitian

Peneliti perlu menentukan fokus dari penelitian untuk membatasi hal-hal yang akan diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka fokus dalam penelitian ini adalah mengkaji pragmatik tuturan siswa kelas XI TKJ 1 dan 2 SMK Negeri Takeran, Kabupaten Magetan berdasarkan prinsip kesantunan dalam tuturan. Adapun yang dimaksud tuturan dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk percakapan atau komunikasi lisan yang dilakukan siswa dengan temannya atau siswa dengan guru pembimbingnya. Analisis dilakukan terhadap pelanggaran prinsip-prinsip kesantunan dalam tuturan siswa, baik yang bersifat representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang merupakan bentuk pelanggaran-pelanggaran terhadap maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim pelaksanaan, maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim kesederhanaan, maksim penghargaan, maksim kemurahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian.

Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan terhadap siswa kelas XI TKJ SMK N Takeran tahun pelajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa sebanyak 84 orang. Mengacu pada pendapat Arikunto (2006: 134), apabila subyek yang diteliti kurang dari 100, lebih baik diambil semua sebagai sampel, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 84 siswa. Dari jumlah siswa tersebut, dilakukan analisis pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kesantunan dalam tuturan. Adapun pengambilan data dari sampel dibatasi pada tuturan-tuturan yang disampaikan siswa terhadap teman dan siswa terhadap guru yang terjadi di lingkungan sekolah selama waktu penelitian, yaitu antara bulan Januari hingga Maret tahun pelajaran 2012/2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan lisan direktif siswa kelas XI TKJ SMK N Takeran, kabupaten Magetan, seperti saran, permintaan, dan perintah. Sumber datanya diambil dari percakapan siswa yang di dalamnya terkandung prinsip kesantunan dalam tuturan lisan beserta dengan wujud tanggapannya. Tanggapan tersebut dapat bersifat verbal maupun nonverbal.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) studi dokumentasi. Alat yang digunakan untuk pengumpulan data berupa pedoman wawancara dan tape recorder.

Teknik Analisis Data

Data penelitian ini dianalisis dari satu sumber data ke sumber data berikutnya secara terus-menerus sampai diperoleh simpulan yang memadai. Untuk itu, penelitian ini menggunakan Model Alir sebagaimana yang disampaikan oleh Miles dan Huberman (dalam Sastromiharjo, 2007: 25).

Bagan 1. Teknik dan Prosedur Analisis DataD.Analisis Data Pelanggaran Maksim Prinsip Kesantunan Tuturan dalam Interaksi Antar Siswa Kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten MagetanBeberapa pelanggaran penerapan maksim prinsip kesantunan tuturan (saran, permintaan, dan perintah) dalam interaksi antarsiswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan

Pelanggaran maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan tidak berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Dalam tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, pelanggaran maksim kebijaksanaan sering terjadi pada tuturan perintah. Pada tuturan saran dan permintaan tidak terdapat pelanggaran yang berarti.

2. Pelanggaran Maksim Kedermawanan

Pelanggaran maksim kedermawanan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para penutur tidak dapat menghormati orang lain atau tidak dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Dalam tuturan siswa Kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, pelanggaran maksim kedermawanan kadang-kadang terjadi pada tuturan perintah, yaitu berupa perintah langsung yang melarang atau mencegah petutur untuk melakukan sesuatu. Pada tuturan saran dan permintaan tidak terdapat pelanggaran yang berarti.

3. Pelanggaran Maksim Penghargaan

Pelanggaran maksim penghargaan berarti penutur tidak berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Penutur mengejek, mencaci, atau merendahkan pihak yang lain atau petutur. Peserta tutur yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian, karena tindakan mengejek merupakan tindakan tidak menghargai orang lain. Karena merupakan perbuatan tidak baik, perbuatan itu harus dihindari dalam pergaulan sesungguhnya. Dalam tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, pelanggaran maksim penghargaan tidak peneliti temui. Semua tuturan para siswa yang berhasil dikumpulkan tidak ada yang menunjukkan pelanggaran maksim penghargaan tersebut.4. Pelanggaran Maksim KesederhanaanPelanggaran maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati berarti penutur tidak bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. Dalam tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, pelanggaran maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati tidak peneliti temui. Semua tuturan para siswa yang berhasil dikumpulkan tidak ada yang menunjukkan pelanggaran maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati tersebut.

5. Pelanggaran Maksim PermufakatanMaksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan (Wijana, 1996:59). Di dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tuturan dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dam mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun. Di dalam masyarakat tutur Jawa, orang tidak diperbolehkan memenggal atau bahkan membantah secara langsung apa yang dituturkan oleh pihak lain. Hal demikian tampak sangat jelas, terutama apabila umur, jabatan dan status sosial penutur berbeda dengan si mitra tutur. ruang kelas. Dalam tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, pelanggaran Maksim pemufakatan atau kecocokan tidak peneliti temui. Semua tuturan para siswa yang berhasil dikumpulkan tidak ada yang menunjukkan pelanggaran maksim pemufakatan atau kecocokan.

6. Pelanggaran Maksim KesimpatianPelanggaran maksim kesimpatian berarti penutur tidak dapat memaksimalkan sikap simpati terhadap petutur. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatian terhadap orang lain ini di dalam komunikasi kesehariannya. Orang yang bersikap antipati terhadap orang lain, apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat. Kesimpatian terhadap pihak lain sering ditunjukkan dengan senyuman, anggukan, gandengan tangan dan sebagainya. Dalam tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, pelanggaran maksim kesimpatian tidak peneliti temui. Semua tuturan (saran, permintaan, dan perintah) para siswa yang berhasil dikumpulkan tidak ada yang menunjukkan pelanggaran maksim kesimpatian.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan yang digunakan dalam interaksi antarsiswa hanya terdapat pada maksim kebijaksanaan, yaitu pada tuturan perintah. Sedangkan pada maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan, maksim kesimpatian tidak ditemukan pelanggaran. Dengan demikian, prinsip kesantunan tuturan dalam interaksi antarsiswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan sudah baik karena dari enam maksim yang ada hanya ditemukan satu pelanggaran, yaitu pada maksim kebijaksanaan saja. Tingkat Kesantunan Tuturan Siswa Kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten MagetanInteraksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan menghasilkan tuturan yang melibatkan antara penutur dengan petutur. Adapun yang dimaksud penutur dalam interaksi tersebut adalah siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, sedangkan petutur dapat meliputi siswa lain atau teman siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan, guru-guru serta karyawan sekolah di SMKN Takeran, Kabupaten Magetan. Berdasarkan hasil analisis terhadap rekaman tuturan yang dilakukan siswa, secara keseluruhan merupakan tuturan direktif. Hal ini disebabkan karena tuturan direktif merupakan tuturan yang produktif dilakukan dalam kegiatan sehari-hari dan berfungsi untuk membuat penutur melakukan sesuatu, seperti saran, permintaan, dan perintah. Sedangkan jenis tindak tutur yang lain selain jenis tuturan direktif, yaitu jenis tuturan representatif, ekspresif, dan komisif, deklaratif tidak ditemukan.Hasil analisis menunjukkan bahwa fungsi dari jenis tuturan direktif yang dilakukan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan meliputi fungsi-fungsi saran, permintaan, dan perintah. Kesantunan berbagai jenis tindak tutur yang ditemukan juga bervariasi, ada yang termasuk dalam kriteria santun, cukup canton, dan kurang santun. Berikut ini disampaikan beberapa jenis tuturan yang ditemukan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan serta tingkat kesantunan pada masing-masing tuturan. Adapun data yang digunakan adalah 30 (tiga puluh) data tuturan yang berhasil dikumpulkan dengan teknik rekam.

Tabel 1.Jenis Tuturan dan Tingkat Kesantunan Tuturan dalam Interaksi Siswa Kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten MagetanNo.Fungsi TuturanJumlah Tuturan Berdasarkan Tingkat KesantunanPersentase Tingkat Kesantunan

SantunCukup SantunKurang SantunSantunCukup SantunKurang Santun

1.Saran10--100%0%0%

2.Permintaan10--100%0%0%

3.Perintah44240%40%20%

Jumlah2442

Persentase80%13,33%6,67%

Sumber: hasil pengumpulan data dengan teknik rekam, diolahBerdasarkan Tabel 1. tentang rekapitulasi jumlah dan persentase tingkat kesantunan data tuturan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan tersebut dianalisis berdasarkan fungsi tuturan dan tingkat kesantunan tuturan.

1.Berdasarkan fungsi tuturan

Ditinjau dari fungsinya maka tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi, yaitu yang berfungsi sebagai saran, permintaan, dan perintah. Pada masing-masing jenis tuturan terdapat 10 data tuturan yang berhasil direkam. Adapun deskripsi tingkat kesantunan masing-masing jenis tuturan adalah sebagai berikut.

a. Tuturan yang berfungsi sebagai saran adalah santun. Dari 10 data yang terkumpul, semuanya atau 100% adalah santun.

b. Tuturan yang berfungsi sebagai permintaan juga dalam kategori santun. Dari 10 data yang terkumpul semuanya (100%) termasuk dalam kriteria santun.

c. Pada tuturan yang berfungsi sebagai perintah, diketahui bahwa yang tingkat kesantunan pada masing-masing kriteria bervariasi. Jenis tuturan dengan kriteria santun adalah sebanyak 4 tuturan (40%), kriteria cukup santun sebanyak 4 tuturan (40%), dan tuturan dengan kriteria kurang santun sebanyak 2 tuturan (20%).2.Berdasarkan tingkat kesantunan tuturan

Secara keseluruhan, yaitu dari 30 data tuturan yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis berdasarkan tingkat kesantunan masing-masing tuturan. Adapun hasil analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Tuturan dengan kategori santun adalah sebanyak 24 tuturan (80%).

b. Tuturan dengan kategori cukup santun adalah sebanyak 4 tuturan (13,33%).

c. Tuturan dengan kategori kurang santun adalah sebanyak 2 tuturan (6,67%).

Selanjutnya, hasil analisis persentase data tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan tersebut di atas dapat digambarkan ke dalam diagram sebagai berikut.

Gambar 1.Diagram Tingkat Kesantunan Siswa Kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan Berdasarkan Jenis Tuturan

Selain dari jenis tuturan, juga dapat dideskripsikan tingkat kesantunan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan sebagai berikut.

Gambar 2.Diagram Tingkat Kesantunan Siswa Kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten MagetanBerdasarkan uraian tentang kesantunan tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan tahun pelajaran 2012/2013, dapat dinyatakan bahwa dari jenis tuturan yang ada, tuturan yang berupa saran dan permintaan adalah santun, sedangkan tuturan yang berupa perintah adalah cukup santun, yang meliputi kriteria santun dan cukup santun hanya sebesar 40%, sedangkan sisanya kurang santun (20%). Secara keseluruhan, kesantunan tuturan dalam interaksi antar siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan tahun pelajaran 2012/2013 termasuk dalam kriteria santun.

Prinsip Kesantunan dalam Tuturan Siswa Kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan Tahun Pelajaran 2012/2013

Hasil analisis dan triangulasi data menyimpulkan bahwa pemakaian prinsip kesantunan tuturan dalam interaksi antarsiswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan dapat dinilai baik. Dalam interaksi menggunakan tuturan para siswa menunjukkan pemakaian prinsip (1) Maksim kebijaksanaan yaitu berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur; (2) prinsip kedermawanan atau maksim kemurahan hati, yaitu selalu berusaha menghormati orang lain dalam bertutur; (3) Maksim penghargaan yaitu selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain; (4) Maksim kesederhanaan atau Maksim kerendahan hati, yakni bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri; (5) Maksim permufakatan, yaitu saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur; dan (6) Maksim kesimpatian, yakni dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya.Berdasarkan simpulan hasil analisis dan triangulasi data wujud pemakaian prinsip kesantunan tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa para siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan telah menunjukkan pemakaian prinsip kesantunan dalam tuturan dengan baik dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Kondisi demikian tentu patut menjadi contoh bagi para siswa di sekolah-sekolah umum yang cenderung fenomenanya kurang memperhatikan prinsip pemakaian prinsip kesantunan. Dengan demikian, temuan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang akan memberikan konstribusi bagi pendidikan keterampilan berbahasa di sekolah yang memperhatikan prinsip-prinsip kesantunan. Sementara itu, strategi penggunaan prinsip kesantunan tuturan dalam interaksi antarsiswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan meliputi strategi tidak santun dan santun; dan dalam perspektif Leech strategi penggunaan prinsip kesantunan tuturan dalam interaksi antarsiswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan meliputi penerapan Maksim kebijakan, Maksim penerimaan, Maksim kemurahan, Maksim kerendahan hati, Maksim kecocokan, Maksim kesimpatian, menghindari kata-kata tabu, menggunakan kata-kata halus secara tepat, dan menggunakan ungkapan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain.Atas dasar hasil analisis data tersebut dapat dikemukakan bahwa strategi penggunaan prinsip kesantunan tuturan Maksim direktif dalam interaksi antarsiswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan adalah strategi santun dengan penerapan Maksim kebijakan, Maksim penerimaan, Maksim kemurahan, Maksim kerendahan hati, Maksim kecocokan, Maksim kesimpatian, menghindari kata-kata tabu, menggunakan kata-kata halus secara tepat, dan menggunakan ungkapan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain. Strategi tersebut digunakan oleh parasiswa bukan hanya kepada orang yang lebih tua yang dihormati seperti guru dan karyawan sekolah, melainkan juga kepada teman sebaya. Pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan yang digunakan dalam interaksi antarsiswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan jarang sekali ditemukan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pada umumnya para siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan telah menerapkan prinsip kesantunan dan hal itu sudah menjadi kebiasaan sekaligus menjadi ciri khas pertuturan di lingkungan pesantren atau pada kalangan siswa. Pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan yang digunakan dalam interaksi antarsiswa Kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan hampir tidak ditemukan. Kondisi demikian tentu menjadi pengetahuan baru yang perlu menjadi contoh bagi kalangan para siswa di sekolah-sekolah umum.E.PENUTUPKesimpulan

Berdasarkan temuan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan/pelaksanaan prinsip kesantunan tuturan direktif dalam interaksi antarsiswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan. Baik berupa saran, permintaan maupun perintah adalah sudah santun. Dari 30 (tiga puluh) buah tuturan yang berhasil diidentifikasi peneliti, yang termasuk dalam kategori santun adalah sebanyak 24 buah tuturan (80%), kategori cukup santun sebanyak 4 (empat) tuturan (13,33%), dan yang termasuk kategori kurang santun adalah sebanyak 2 (dua) tuturan (6,67%). Dengan demikian, persentase terbesar adalah tuturan dalam kategori santun. Kesantunan tuturan dalam interaksi antarsiswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan juga dapat diidentifikasi dari wujud pemakaian prinsip kesantunan, strategi dalam pemakaian prinsip kesantunan, dan pelanggaran-pelanggaran maksim.1. Dari segi wujud prinsip kesantunan tuturan saran, permintaan dan perintah siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan menunjukkan telah menerapkan

a. Prinsip Kesantunan yaitu (1) Maksim Kebijaksanaan, (2) Maksim Penerimaan (3) Maksim Kemurahan (4) Maksim Kerendahan Hati (5) maksim kecocokan, (6) maksim kesimpatian yang kesemuanya menyatakan keuntungan bagi petutur.b. Prinsip penghindaran kata tabu. Tuturan saran permintaan dan perintah siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan halus dan sopan dalam kegiatan bertutur sehari-hari tidak merujuk kepada kata kotor dan kasar. c. Prinsip penggunaan Eufemisme yaitu ungkapan penghalus. Tuturan saran, permintaan dan perintah siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan menerapkan kata-kata yang santun untuk menghindari kesan negatif.d. Prinsip penggunaan pilihan kata Honorifik yaitu ungkapan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain. Tuturan saran, permitaan dan printah siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan dalam berbahasa Jawa ternyata tidak menggunakan sapaan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain karena tanpa menggunakan sapaan hormat telah menunjukan kesantunan, justru apabila sapaan hormat itu digunakan tuturan akan terasa tidak santun.

2. Dari segi strategi penggunaan prinsip kesantunan tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan dalam tuturan saran, permintaan dan perintah meliputi:

a. Strategi tidak santun dilakukan dalam kegiatan bertutur kepada teman akrab (antarsiswa, antar guru, antar karyawan sekolah).b. Strategi agak santun dilakukan dalam kegiatan bertutur pada teman belum akrab (guru kepada guru, siswa kepada siswa, karyawan sekolah kepada karyawan sekolah)c. Strategi santun dilakukan dalam kegiatan bertutur kepada: teman yang belum dikenal (siswa baru kepada siswa, siswa baru kepada guru, siswa baru kepada karyawan sekolah, maupun sebaliknya)d. Strategi paling santun dilakukan dalam kegiatan bertutur terhadap orang yang berstatus sosial lebih tinggi (siswa kepada guru, siswa kepada karyawan sekolah).

3. Dari segi pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan SMKN Takeran, Kabupaten Magetan baik tuturan saran, permintaan maupun perintah hampir tidak ditemukan pelanggaran. Walaupun ada, sedikit pelanggaran maksim prinsip kesantunan dalam tuturan, karena SMKN Takeran, Kabupaten Magetan menerapkan prinsip kesantunan dalam kegiatan bertutur sehingga menjadi kebiasaan dalam pertuturan di lingkungan sekolah atau siswa. Kondisi demikian perlu menjadi pengetahuan dan menjadi contoh bagi kalangan siswa di sekolah-sekolah umum.

Saran

Berdasarkan simpulan yang diuraikan di atas, dapat disampaikan beberapa saran kapada pihak-pihak sebagai berikut.

1.Siswa

Siswa sebaiknya menggunakan strategi santun dengan menerapkan maksim kebijakan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, maksim kesimpatian, menghindari kata-kata tabu, menggunakan kata-kata halus secara tepat, dan menggunakan ungkapan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain.2.Guru

Guru sebaiknya dapat membina lebih baik lagi pemakaian prinsip kesantunan tuturan dalam interaksi antarsiswa melalui keteladanan, pemeliharaan, pendidikan, dan pengembangan penerapan prinsip kesantunan yang ditandai dengan memaksimalkan kebijakan/kearifan, keuntungan, rasa salut atau rasa hormat, pujian, kecocokan, dan kesimpatian kepada orang lain dan meminimalkan hal-hal tersebut pada diri sendiri; penghindaran pemakaian kata tabu dan kata tidak pantas; penggunaan eufemisme atau ungkapan penghalus dan penggunaan pilihan kata honorifik atau ungkapan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain.3.Sekolah

Perlu adanya pemikiran untuk membina penerapan prinsip kesantunan dalam bertutur pada kalangan siswa sekolah-sekolah umum yang pada umumnya kurang sekali memperhatikan prinsip kesantunan tersebut. Kerjasama edukatif dilakukan dalam pembinaan akhlak bersikap, berbuat, dan bertutur antara sekolah kejuruan dan sekolah-sekolah umum yang satu level perlu dirintis sehingga peran sekolah umum dalam membangun karakter peserta didik berdaya dan berhasil guna.DAFTAR KEPUSTAKAAN

Asim Gunarwan. 2002. Dari Pragmatik ke Pengajaran Bahasa (Makalah Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah). Singaraja: IKIP Singaraja.

Austin, J.L. 1995 How to do Things with Word. Oxfort: Oxford Univercity Press.

Bambang Kaswanti Purwo. 2000. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka._______. 2004. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.

Brown, Gillian dan Yule, George. 2006. Analisis Wacana. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dipa Nugraha. Pragmatik dan Lingkupnya. http://dipanugraha.blog.com/-2011/04/11/pragmatik-dan-lingkupnya/. Diakses Oktober 2012.

Fatimah Djajasudarma. 2001. Metode Linguistik Ancangan Model Penelitian dan Kajian. Bandung: PT. Eresco.

Gorys Keraf. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende: Nusa Indah.

Halliday, M.A.K and Ruqaiya Hasan. 1994. Cohension In English. London: Longman.

Harimurti Kridalaksana. 2010. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.Hasan Alwi, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono. 2008. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka.

Henry Guntur Tarigan. 2006. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa

I. Dewa Putu Wijana. 2006. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.

I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi. 2010. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.Joko Nurkamto. 2000. Pragmatik. Surakarta: FKIP UNS.

Karsono. 2010. Sejarah Perkembangan Pragmatik. http://karsonojawul.blog.-uns.ac.id/2010/23/sejarah-perkembangan-pragmatik/Sejarah_Perkembang-an_Pragmatik. Diakses Oktober 2012.

Kunjana Rahardi. 2009. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Leech, Geoffrey. 1993. Principle of Pragmatik. Terjemahan M. D. D. Oka. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press.

Levinson, Stephent C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge Univercity Press.Mujiyono Wiryotinoyo. 2006. Analisis Pragmatik dalam Penelitian Penggunaan Bahasa. Bahasa dan Seni. Tahun 34. Nomor 2. Agustus.

Nur Mukminatien dan Andhina Wisnu Patriana. 2005. Respon Pujian dalam Bahasa Indonesia oleh Dwibahasawan Indonesia-Inggris. Jurnal Bahasa dan Seni.Tahun 33. Nomor 2, Agustus 2005.

Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Richard, Jack C,; Platt, John; dan Platt, Heidi. 1993. Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistics. England: Longman.

Rustono. 2002. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.

Sastromiharjo, A. 2007. Kreativitas Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam Berbahasa Indonesia. Disertasi tidak dipublikasikan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka CiptaVerhaar, J. W. M. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Yeni Mulyani Supriatin. 2007. Kesantunan Berbahasa dalam Mengungkapkan Perintah. Jurnal Linguistik Indonesia. Vol. 25. No. 1. Februari 2007. hal. 53-62.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Penerjemah: Rombe Mustajab. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yuniarti. 2010. Kompetensi Tindak Tutur Direktif Anak Usia Prasekolah (Kajian Pada Kelompok Bermain Anak Cerdas P2PNFI Regional II Semarang). Tesis. Semarang: Pragram Pascasarjana Universitas Diponegoro.1PAGE

_1431406975.xls

_1431407318.xls

_1386506568.vsdAntisipasiButir-butir yang dianalisis dari tuturan

REDUKSI DATAPemilahan terhadap data berlebih dan berkurang dari tuturan subjek penelitian

PENGUMPULAN DATACatatan lapanganMenyadap dan merekamWawancara awal dengan siswa dan guru tentang latar sosial dan budayanyaPendokumentasian kemampuan dalam penuturan

PENYAJIAN DATAPemajanan tuturan dalam matriks saran, permintaan, dan perintah

VERIFIKASISimpulan sementara hasil penelitian

TRIANGULASIPelacakan data mendalamWawancara mendalam dengan siswaBahasan sejawatPengkajian secara teoretis

Simpulan Akhir

KEGIATAN

ANALISIS