jurnal analisis balanced scorecard …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3528/1...1...

27
1 ANALISIS BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT UKUR KINERJA PADA PT SEPATU ASIA Agus Darmawanto Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Gunadarma ABSTRAK Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mohamad Mahsun, 2009: 25). Menurut Robertson dalam buku Mohamad Mahsun (2009: 25), pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Saat ini untuk mengukur kinerja suatu organisasi berdasarkan laporan finansial saja sangat tidak memadai lagi. Menurut Kaplan dan Cooper dalam buku Dermawan Wibisono (2006: 3-4), menyatakan bahwa aspek-aspek kekurangan sistem pengukuran kinerja konvensional yaitu kurang relevan, sistem ukurannya cenderung melaporkan kinerja masa lalu, berorientasi jangka pendek, kurang fleksibel, tidak memicu proses perbaikan, dan sering rancu pada aspek biaya. Balanced Scorecard adalah salah satu alat analisis pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1990. Menurut Atkinson, et al dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 8), Balanced Scorecard adalah pengukuran dan sistem manajemen peni laian kinerja dengan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja perusahaan berdasarkan analisis Balanced Scorecard . Objek penelitiannya adalah PT Sepatu Asia. Data yang digunakan adalah neraca dan laporan laba rugi periode 2007-2009 dan hasil pengisian kuesioner. Alat analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif yang dikenal dengan analisa rasio untuk mengukur perspektif keuangan dan analisis statistik deskriptif dengan menggunakan skala Likert untuk mengukur perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Berdasarkan hasil seluruh perhitungan, menunjukan kinerja PT Sepatu Asia baik. Kata Kunci: Balanced Scorecard, PT Sepatu Asia ABSTRACT Performance is a picture of the level of achievement of the implementation of an activity / program / policy in realizing the goals, objectives, mission and vision of the organization as stated in the strategic planning of an organization (Mahsun Mohamad, 2009: 25). According to Robertson in the Mahsun Mohamad book (2009: 25), performance measurement is a process of assessing progress towards goals and targets that had been predetermined.

Upload: trinhhanh

Post on 07-Sep-2018

268 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

ANALISIS BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT UKUR

KINERJA PADA PT SEPATU ASIA

Agus Darmawanto

Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi – Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatukegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasiyang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mohamad Mahsun, 2009: 25).Menurut Robertson dalam buku Mohamad Mahsun (2009: 25), pengukuran kinerja adalahsuatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukansebelumnya.

Saat ini untuk mengukur kinerja suatu organisasi berdasarkan laporan finansial sajasangat tidak memadai lagi. Menurut Kaplan dan Cooper dalam buku Dermawan Wibisono(2006: 3-4), menyatakan bahwa aspek-aspek kekurangan sistem pengukuran kinerjakonvensional yaitu kurang relevan, sistem ukurannya cenderung melaporkan kinerja masalalu, berorientasi jangka pendek, kurang fleksibel, tidak memicu proses perbaikan, dan seringrancu pada aspek biaya.

Balanced Scorecard adalah salah satu alat analisis pengukuran kinerja yangdikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1990. MenurutAtkinson, et al dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 8), Balanced Scorecard adalahpengukuran dan sistem manajemen peni laian kinerja dengan empat perspektif yaitu keuangan,pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja perusahaan berdasarkan analisisBalanced Scorecard. Objek penelitiannya adalah PT Sepatu Asia. Data yang digunakanadalah neraca dan laporan laba rugi periode 2007-2009 dan hasil pengisian kuesioner. Alatanalisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif yang dikenal dengan analisa rasio untukmengukur perspektif keuangan dan analisis statistik deskriptif dengan menggunakan skalaLikert untuk mengukur perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran danpertumbuhan. Berdasarkan hasil seluruh perhitungan, menunjukan kinerja PT Sepatu Asiabaik.

Kata Kunci: Balanced Scorecard, PT Sepatu Asia

ABSTRACT

Performance is a picture of the level of achievement of the implementation of anactivity / program / policy in realizing the goals, objectives, mission and vision of theorganization as stated in the strategic planning of an organization (Mahsun Mohamad, 2009:25). According to Robertson in the Mahsun Mohamad book (2009: 25), performancemeasurement is a process of assessing progress towards goals and targets that had beenpredetermined.

2

At present to measure the performance of an organization based on financial statementsalone is not sufficient anymore. According to Kaplan and Cooper in the book WibisonoBenefactor (2006: 3-4), states that aspects of the lack of conventional performancemeasurement system that is less relevant, the system size tends to report on the pastperformance, short-term oriented, less flexible, do not trigger the repair process, and oftenambiguous on the aspect of cost.

The Balanced Scorecard is one performance measurement analysis tool developed byRobert S. Kaplan and David P. Norton in 1990. According to Atkinson, et al in the book SonyYuwono, et al (2007: 8), The Balanced Scorecard is a measurement of performance appraisaland management system with four perspectives: financial, customer, internal businessprocesses, and learning and growth.

This study aims to measure the performance of the company based on analysis of theBalanced Scorecard. The object of research is PT Sepatu Asia. The data used are the balancesheet and statement of income for the period 2007-2009 and the results of questionnaire. Theanalysis method is known as quantitative analysis with ratio analysis to measure the financialperspective and descriptive statistical analysis using a Likert scale to measure customerperspective, internal business processes, learning and growth. Based on the results of allcalculations, show the good performance of PT Sepatu Asia.

Keywords: Balanced Scorecard, PT Sepatu Asia

PENDAHULUAN

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi

yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mohamad Mahsun, 2009: 25).

Menurut Robertson dalam buku Mohamad Mahsun (2009: 25), pengukuran kinerja

(performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap

tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi

penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa

(seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh

pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan

efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.

Selama ini yang dipahami oleh orang awam untuk mengukur kinerja suatu perusahaan

dilihat dari laporan finansial perusahaan tersebut. Pada praktiknya hanya dengan mengukur

kinerja berdasarkan laporan finansial saja sangat tidak memadai lagi karena dalam perusahaan

itu sendiri terdapat berbagai perspektif yang penting. Perspektif tersebut akan saling

berinteraksi agar semua visi dan misi perusahaan dapat tercapai. Interaksi yang dilakukan

senantiasa memerlukan upaya dan pengorbanan dari semua perspektif.

Menurut Kaplan dan Cooper dalam buku Dermawan Wibisono (2006: 3-4), menyatakan

bahwa aspek-aspek kekurangan sistem pengukuran kinerja konvensional yaitu kurang relevan,

3

sistem ukurannya cenderung melaporkan kinerja masa lalu, berorientasi jangka pendek,

kurang fleksibel, tidak memicu proses perbaikan, dan sering rancu pada aspek biaya.

Dengan demikian, dibutuhkan suatu sistem pengukuran kinerja yang baru sebagai

pelengkap dari sistem pengukuran kinerja konvensional yang hanya berdasarkan pada laporan

finansial semata, karena untuk menganalisis kinerja perusahaan yang hanya berdasarkan rasio

finansial saja tidak lagi mencukupi pada era globalisasi ekonomi saat ini.

Dalam sistem pengendalian manajemen dikenal alat analisis yang bertujuan untuk

menunjang proses manajemen yang disebut dengan Balanced Scorecard yang dikembangkan

oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1990 (Thomas Sumarsan, 2010: 219).

Menurut Atkinson, et al dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 8), Balanced Scorecard

adalah “A measurement and management system that views a business unit’s performance

from four perspectives:financial, customer, internal business process, and learning and

growth”.

LANDASAN TEORI

Dengan munculnya berbagai paradigma baru, di mana bisnis harus digerakkan oleh

customer-focused, suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif harus memiliki syarat-syarat

sebagai berikut (Sony Yuwono, et al, 2007: 29).

1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai

dengan perspektif pelanggan.

2. Evaluasi atas berbagai aktivitas dengan menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang

customer-validated.

3. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehingga

menghasilkan penilaian yang komprehensif.

4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali

masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan.

Menurut Lynch dan Cross dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 29), manfaat sistem

pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut.

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan, sehingga akan membawa perusahaan

lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlihat

4

dalam upaya memberikan kepuasan kepada pelanggan.

2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai

pelanggan dan pemasok internal.

3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan

terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).

4. Membantu suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit,

sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward”

atas perilaku yang diharapkan tersebut.

Sejarah Balanced Scorecard

Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang pertama kali

dikemukakan oleh David P. Norton sebagai CEO Nolan Norton dan Robert S. Kaplan sebagai

konsultan akademis dalam sebuah proyek penelitian yang berlangsung dalam satu tahun yang

melibatkan berbagai perusahaan. Setiap wakil dari perusahaan-perusahaan tersebut

mengadakan pertemuan tiap dua bulan sekali pada tahun 1990 dalam upaya mengembangkan

suatu model pengukuran kinerja perusahaan yang baru.

Penelitian ini dimotivasi oleh suatu keyakinan bahwa berbagai pendekatan pengukuran

kinerja perusahaan yang ada saat ini terutama yang didasarkan pada ukuran kinerja keuangan

tidak membantu perusahaan untuk menciptakan nilai ekonomis masa depan.

Perkembangan Balanced Scorecard

Menurut Mulyadi (2009: 4-8), pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard

ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an,

eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai akibatnya fokus

perhatian hanya dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat

kecenderungan untuk mengabaikan kinerja nonkeuangan, seperti kepuasan customers,

produktivitas, dan cost effectivitness process yang digunakan untuk menghasilkan produk dan

jasa, keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi

kepuasan customers.

Hal ini disebabkan ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan

dari sistem akuntansi berjangka pendek, maka pengukuran kinerja yang berfokus ke keuangan

mengakibatkan eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerjajangka pendek.

Pada tahun 1990 Nolan Norton Insitute, bagian riset kantor akuntan publik KMPG di

USA yang dipimpin oleh David P. Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja

5

dalam Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu

ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja

eksekutiftidak lagi memadai.

Definisi dan Konsep Balanced Scorecard

Menurut Atkinson, et al dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 8), Balanced Scorecard

adalah “A measurement and management system that views a business unit’s performance

from four perspectives:financial, customer, internal business process, and learning and

growth”, yang berarti pengukuran dan sistem manajemen penilaian kinerja dengan empat

perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan

pertumbuhan.

Menurut Mulyadi (2001: 3), Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu

a. Balanced (berimbang) : menunjukan bahwa kinerja eksekutif diukur secara berimbang

dari dua aspek: keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern

dan ekstern.

b. Scorecard (kartu skor) : kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja

seseorang dan juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan

personel dimasa depan.

Menurut Hansen dan Mowen dalam buku Amin Widjaja Tunggal (2009: 2), Balanced

Scorecard adalah “A responsibility accounting system objectives and measures for fou r

different perspective: the financial perspective, the customer perspective, the process

perspective, and the learning and growth (infrastructure) perspective”.

Konsep Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja yang memberikan

kerangka komprehensif untuk menjabarkan visi ke dalam sasaran-sasaran strategik. Sasaran

strategik yang komprehensif itu dapat dirumuskan ke dalam Balanced Scorecard, karena

Balanced Scorecard menggunakan empat perspektif yang satu sama lain saling berhubungan

dan tidak dapat dipisahkan yang merupakan indikator pengukur kinerja yang saling

melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab-akibat (Mulyadi, 2001: 7).

Balanced Scorecard Sebagai Sistem Manajemen Strategis

Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran keuangan dan nonkeuangan

harus menjadi bagian dari sistem informasi untuk seluruh karyawan pada semua tingkat

organisasi berdasarkan visi dan strategi dari suatu unit usaha. Visi dan strategi itu

diterjemahkan ke dalam empat perspektif yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk

6

tujuan yang ingin dicapai organisasi, ukuran dari tujuan, target yang diharapkan pada masa

yang akan datang, serta program-program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan

strategis.

Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat

ukuran yang menyeluruh, memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen

strategis (Kaplan dan Norton, 2000: 9). Jika visi dan strategi dinyatakan dalam bentuk tujuan

strategis, ukuran-ukuran dan target yang jelas, kemudian dikomunikasikan kepada setiap

anggota organisasi, sehingga diharapkan setiap anggota organisasi dapat mengerti dan

melaksanakannya agar visi dan strategi organisasi tercapai. Hubungan Balanced Scorecard

dengan visi dan strategi perusahaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi dan Misi Perusahaan

Sumber : Darsono Prawironegoro dan Ari Purwanti, Akuntansi Manajemen, hlm 324

Gambar 2.2 Hubungan Balanced Scorecard dengan Pemikiran Strategis

Pelanggan(Kepuasan & Loyalitas)

Pembelajaran &Pertumbuhan

(Produktivitas & LoyalitasSDM)

Finansial(Beberapa ReturnPemegang Saham)

Visi, Misi, Goals,Objektives

Proses Bisnis Internal(Bisnis yang

Menguntungkan)

Evaluasi Kinerja, UmpanBalik Untuk Perbaikan

Menejermahkan Visi, Misi,Tujuan, Sasaran

Organ isasi

Membuat Kebijakan,Budget, Program Kerja,

Standar, danMelaksanakan

Balanced ScorecardMengkomunikasikan Visi,Misi, Tujuan, dan Sasaran

ke Semua Pekerja

7

Sumber : Darsono Prawironegoro dan Ari Purwanti, Akuntansi Manajemen, hlm 324

Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran operasional. Perusahaan yang

inovatifmenggunakan scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis untuk mengelola

strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk

menghasilkan berbagai proses manajemen penting, diantaranya:

1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi;

2. Mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis;

3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis;

4. Meningkatkan pembelajaran strategis.

Pada umumnya, sistem manajemen tradisional berfokus pada anggaran (budgets),

sehingga pelaksanaan strategi perusahaan sangat tergantung pada anggaran yang tersedia.

Sistem manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian (control

reporting), sedangkan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard yang berfokus pada

proses-proses manajemen strategis, sehingga strategi perusahaan diterjemahkan menjadi

tindakan-tindakan yang terarah dan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard

digunakan sebagai alat strategis (strategis reporting) (Vincent Gaspersz, 2005: 9-1 1).

Perbedaan kedua bentuk pelaporan ini ditunjukan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1

Perbedaan Pelaporan Pengendalian dan Pelaporan Strategis

NoPelaporan Pengendalian

(Manajemen Tradisional)Pelaporan Strategis

(Manajemen Balanced Scorecard)1 Pengendalian melalui anggaran Umpan-balik dan pembelajaran2 Berfokus pada fungsi-fungsi dalam

organisasiBerfokus pada tim fungsional silang(cross-functional teams)

3 Mengabaikan pengukuran kinerjaatau pengukuran kinerja dilakukansecara terpisah

Pengukuran kinerja terintegrasiyang dilakukan berdasarkanhubungan sebab-akibat

4 Informasi fungsional tunggal (hanyauntuk keperluan satu fungsi dalamorganisasi)

Informasi fungsional silang dandisebarkan ke seluruh fungsi dalamorganisasi

Sumber : Vincent Gaspersz, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi: Balanced Scorecard

dengan Six Sigma, untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintahan, hlm 11

Perspektif Balanced Scorecard

Balanced Scorecard memungkinkan perusahaan untuk mencatat hasil kerja kinerja

keuangan sekaligus membantu kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan dan

8

mendapatkan aktiva tak berwujud yang dibutuhkan untuk pertumbuhan masa depan.

Menyajikan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk sistem ukuran

kinerja strategik yang mencakup empat perspektif sebagai berikut (Kaplan dan Norton, 2000:

52).

1. Perspektif Keuangan

Perspektif ini tetap digunakan dalam Balanced Scorecard karena ukuran finansial sangat

penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil.

Ukuran finansial ini memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, dan

pelaksanaannya memberikan konstribusi atau tidak bagi peningkatan laba perusahaan.

Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda yaitu menentukan kinerja

finansial yang diharapkan dari strategi dan menjadi sasaran akhir dari tujuan dan ukuran

perspektif lainnya. Balanced Scorecard membaginya menjadi tiga tahap, yaitu (Sony

Yuwono, et al, 2007: 31)

1. Growth (Pertumbuhan)

Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan, di mana perusahaan memiliki produk atau

jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Dalam tahap

pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan

tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang

cocok dalam tahap ini adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam

segmen pasar yang telah ditargetkan.

2. Sustain (Bertahan)

Tahapan kedua, di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan

mengisyratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba

mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika mungkin.

Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas

investasi yang dilakukan.

3. Harvest (Kedewasaan)

Tahapan ketiga, di mana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil investasi pada

tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun

pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan

fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolok ukur

adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.

9

2. Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecard mengidentifikasi bagaimana kondisi

pelanggan dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan

kompetitor. Segmen yang dipilih mencerminkan keberadaan pelanggan sebagai sumber

pendapatan. Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama, yaitu

(Sony Yuwono, et al, 2007: 33)

1. Market Share (Pangsa Pasar)

Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar

yang ada, yang meliputi antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume

unit penjualan.

2. Customer Retention (Pertumbuhan/Mempertahankan Pelanggan)

Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan

konsumen. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase

pertumbuhan bisnis dengan jumlah pelanggan yang saat ini dimiliki perusahaan.

3. Customer Acquisition (Menarik/Perolehan Pelanggan Baru)

Mengukur di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan

bisnis baru. Pengukuran dapat dilakukan melalui persentase jumlah penambahan

pelanggan baru dan perbandingan total penjualan baru dengan jumlah pelanggan baru

yang ada.

4. Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan)

Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam

value proposition. Pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti

survei melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal interview.

5. Customer Profitabilitas (Keuntungan Pelanggan)

Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang

khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan

dan memberikan hasil finansial yang baik. Balanced Scorecard membaginya dalam tiga

model dari proses bisnis utama, yaitu (Sony Yuwono, et al, 2007: 37-39)

1. Proses Inovasi

Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari

pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi

10

dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian R dan D, sehingga setiap keputusan

pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat

dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas R dan D ini merupakan

aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka

panjang.

2. Proses Operasi

Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk atau jasa.

Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan

produk dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja terkait

dalam proses operasi dikelompokan pada: waktu, kualitas, dan biaya.

3. Layanan Purna Jual

Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk atau

jasa dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahap ini, misalnya: penanganan garansi dan

perbaikan; penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan; serta pemrosesan

pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan

purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur yang

bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk

siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan

pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, dan Muchammad Ichsan (2007: 39-43),

mengemukakan bahwa proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor

sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah

pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan

organisasi. Dalam organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Dalam

berbagai kasus, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan fondasi keberhasilan

bagi knowledge-worker organization dengan tetap memperhatikan faktor sistem dan

organisasi.

Hasil dari pengukuran ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan

kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini

dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Itulah mengapa,

perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong perusahaan

menjadi sebuah organisasi pembelajar (learning organization).

11

Menurut Kaplan dan Norton “learning” lebih sekedar “training” karena pembelajaran

meliputi pula proses “mentoring dan tutoring”, seperti kemudahan dalam komunikasi

disegenap pegawai yang memungkinkan mereka untuk siap membantu jika dibutuhkan. Tolak

ukur dalam perspektif ini, yaitu

1. Capabilities Empolyee (Kemampuan Pekerja)

Tantangan bagi perusahaan adalah agar para pegawai dapat menyumbangkan segenap

kemampuannya untuk organisasi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja

karyawan, serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Perusahaan yang ingin mencapai

tingkat kepuasan yang tertinggi perlu dilayani oleh pekerja yang terpuaskan perusahaan.

Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan, perusahaan perlu melakukan survei secara

teratur. Beberapa unsur kepuasan karyawan yaitu keterlibatan dalam pengambilan

keputusan, pengakuan/penghargaan (reward and recognition) karena telah melakukan

pekerjaan dengan baik, akses memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan

kreativitas dan inisiatif, serta dukungan dari atasan. Produktivitas pekerja dapat diukur

dengan total penjualan bersih dibagi dengan jumlah pekerja atau laba bersih setelah pajak

dibagi denganjumlah pekerja (Thomas Sumarsan, 2010: 232).

2. Capabilities Information System (Kemampuan Sistem Informasi)

Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian

tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan

kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen

dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-

baiknya.

3. Motivation, Empowerment, and Aligment (Motivasi, Pemberdayaan, dan Keselarasan)

Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap

upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma

manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai

untuk melakukan trial and error, sehingga turbelensi lingkungan sama-sama dicoba-

kenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis, tetapi juga oleh segenap pegawai di

dalam organisasi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Oleh karena itu, upaya

tersebut perlu dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi

wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Tentunya itu semua harus

dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus sejalan dengan tujuan

organisasi.

12

Keempat perspektif dalam Balanced Scorecard memberi keseimbangan antara tujuan

jangka pendek dengan tujuan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dengan faktor

pendorong tercapainya hasil tersebut, dan antara ukuran objektif yang keras dengan ukuran

subjektif yang lebih lunak. Sementara keberagaman ukuran pada Balanced Scorecard yang

dibuat dengan benar mengandung kesatuan tujuan, karena semua ukuran diarahkan kepada

pencapaian strategi yang terpadu.

Keunggulan Balanced Scorecard

Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah

pada kemampuan Balanced Scorecard dalam menghasilkan rencana strategik yang memiliki

karakteristik sebagai berikut (Mulyadi, 2009: 15-19).

1. Komprehensif

Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik,

dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif

lain: pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan

perspektif rencana strategik ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat

berikut ini:

a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan berkesinambungan, karena

dalam perencanaan, perhatian, dan usaha personel difokuskan ke perspektif

nonkeungan – perspektif yang di dalamnya terletak pemacu sesungguhnya kinerja

keuangan.

b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks, karena

Balanced Scorecard menghasilkan rencana yang mencakup perspektif luas

(keuangan, customer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan), sehingga

rencana yang dihasilkan mampu dengan kompleks merespon perubahan lingkungan.

2. Koheren

Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab-akibat

(causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam

perencanaan strategik. Setiap sasaran yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan

harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung

maupun tidak langsung.

3. Seimbang

Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik

penting untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berkesinambungan. Dengan

13

demikian, nilai keempat perspektif tersebut dalam Balanced Scorecard adalah seimbang,

di mana perspektif yang satu tidak melebihi perspektif yang lainnya.

4. Terukur

Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran

strategik pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan

pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur. Namun, dalam pendekatan

Balanced Scorecard ketiga perspektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar

dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan untuk mengukur kinerja perusahaan. Dengan

demikian, keterukuran sasaran strategik pada ketiga perspektif tersebut menjanjikan

perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan dapat

berlipatganda dan berkesinambungan.

Manfaat Balanced Scorecard

Balanced Scorecard mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut (Kaplan dan Norton,

2000: 17).

1. Mengklarifikasikan dan menghasilkan konsensus mengenai strategi.

2. Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan.

3. Menyelaraskan tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan.

4. Mengaitkan berbagai tujuan strategis dengan sasaran jangka panjang dan anggaran

tahunan.

5. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategi.

6. Melaksanakan peninjauan ulang strategi secara periodik dan sistematis.

7. Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki

strategi.

Keuntungan Penggunaan Balanced Scorecard

Dalam penggunaan sistem pengukuran kinerja pada model Balanced Scorecard yang

dipakai banyak perusahaan, dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu (Moeheriono,

2009: 128-129)

1. Menjelaskan dan Menerjemahkan Visi dan Strategi Organisasi

Proses perancangan manajemen kinerja dengan Balanced Scorecard diawali dengan

penerjemahan strategi organisasi ke dalam sasaran strategik organisasi yang lebih

operasional dan mudah dipahami.

2. Mengkomunikasikan dan Menghubungkan Sasaran

14

Strategik dengan indikator kinerja dikembangkan untuk mengukur pencapaian sasaran

strategik organisasi. Hal ini akan menjadi alat komunikasi bagi organisasi dengan cara

memberikan indikasi bagaimana kinerja dalam mencapai sasaran strategik tersebut.

Kinerja yang tinggi diperlukan pada sasaran apabila organisasi menginginkan tercapai

dan terealisasinya misi organisasi.

3. Merencanakan, Menyiapkan Target, dan Menyesuaikan Inisiatif Strategik

Tahap awal dari proses manajemen adalah tahapan perencanaan dan penyiapan target

kinerja terhadap setiap inisiatif strategik. Pada tahap ini, organisasi mengkuantifikasikan

dari hasil yang ingin dicapai, mengidentifikasikan mekanisme dan sumber daya untuk

mencapai hasil dari inisiatif strategik yang direncanakan akan dilaksanakan. Indikator

kinerja yang tepat dipersiapkan untuk setiap inisiatif strategik.

4. Meningkatkan Umpan Balik Untuk Pengambilan Keputusan Strategik

Sistem pengukuran kinerja akan lebih bermanfaat apabila dipakai sebagai umpan balik

sumber informasi yang berharga guna pengambilan keputusan strategik yang lebih baik

pada masa mendatang. Balanced Scorecard menyediakan fungsi umpan balik karena

model penilaian kinerja dirancang dengan mengaitkan indikator kinerja dengan strategi

organisasi. Sistem pengukuran kinerja model Balanced Scorecard bermanfaat bagi

organisasi sebagai alat penerjemahan strategi dan sebagai alat evaluasi, sehingga

menyediakan informasi umpan balik bagi pengambilan keputusan yang lebih baik.

Faktor-Faktor Kegagalan Balanced Scorecard

Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan implementasi Balanced Scorecard adalah

(Thomas Sumarsan, 2010: 240)

1. Tidak didefinisikan secara benar dalam Balanced Scorecard, khususnya perspektif

nonkeuangan yang merupakan indikator utama yang memberikan kepuasan bagi

stakeholder dimasa yang akan datang.

2. Definisi pengukuran matriks terhadap perspektif nonkeuangan sangat minim, sehingga

menyebabkan pengukurannya sulit dilakukan. Pada umumnya matriks finansial lebih

mudah didefinisikan karena berhubungan dengan angka, sedangkan untuk nonfinansial

tidak ada standar yang baku.

3. Adanya “negosiasi” dalam penentuan sasaran perbaikan dan tidak berdasarkan pada

kebutuhan para pihak yang berkepentingan dan kemampuan proses perbaikan. Istilah

negosiasi ini dalam praktiknya diistilahkan dengan “penghijauan” angka, artinya agar

kelihatan kinerja yang bagus maka sasaran diturunkan.

15

4. Tidak adanya sistem yang terintegrasi dari tingkat manajemen puncak kepada bawahan,

sehingga tidak diketahui perbaikan kegiatan yang sebenarnya terjadi.

5. Tidak adanya metode dan sistem perbaikan yang baku dalam penerapan Balanced

Scorecard.

6. Kurang mampu membuat hubungan kuantitatif antara perspektif keuangan dengan

perspektif nonkeuangan.

METODE PENELITIAN

Perusahaan yang dijadikan objek penelitian adalah PT Sepatu Asia yang kantor pusatnya

terletak di Jalan Pengukiran Raya No. 25B, Jakarta Barat. PT Sepatu Asia merupakan

perusahaan keluarga berskala kecil yang memproduksi sepatu, sandal, dan selop dengan

merek “ASIA”.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa wawancara

langsung dengan bagian personalia PT Sepatu Asia, hasil observasi, hasil kuesioner; dan data

sekunder berupa neraca dan laporan laba rugi PT Sepatu Asia periode 2007-2009. Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Wawancara : menggunakan wawancara tak berstruktur, di mana peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap

untuk pengumpulan datanya.

2. Observasi: menggunakan obseravasi partisipasi moderat, di mana peneliti dalam

mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak

semuanya.

3. Kuesioner: membuat kuesioner dengan tipe pertanyaan tertutup dan bentuk

pertanyaannya berupa kalimat positif.

4. Sampel : bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

a. Alasan menggunakan sampel : biaya lebih rendah, hasil yang lebih akurat,

pengumpulan data yang lebih cepat, dan ketersediaan elemen populasi.

b. Syarat sampel yang baik: akurasi dan presisi.

c. Teknik sampling: menggunakan simple random sampling yang merupakan teknik

pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi (Sugiyono, 2009: 118).

d. Menentukan ukuran sampel : PT Sepatu Asia di kantor pusatnya memiliki jumlah

pelanggan sebanyak 80 pelanggan dan jumlah karyawan sebanyak 100 orang.

16

λ2. N. P. Qs= d2(N–1) + λ2 .P.Q

Keterangan: λ2 dengan dk = 1, tarafkesalahan bisa 1%, 5%, dan 10%

P = Q = 0,5 d = 0,05 N = populasi s =jumlah sampel

Sampel Pelanggan

0,052. 80. 0,5. 0,5

s = 0,052 (80– 1) + 0,052. 0,5. 0,5

s = 65 responden Sampel Karyawan

0,052. 100. 0,5. 0,5

s = 0,052 (100– 1) + 0,052. 0,5. 0,5

s = 78 responden

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif yang

digunakan untuk mengukur kinerja perspektif keuangan dengan menggunakan analisa rasio

(rasio likuiditas, leverage, aktivitas, profitabilitas) dan analisis statistik deskriptif yang

digunakan untuk mengukur kinerja perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran

dan pertumbuhan dengan menggunakan kuesioner.

Instrumen yang digunakan dalam pembuatan kuesioner, peneliti mengadopsinya dari

http://bahankuliah.wordpress.com dan menggunakan hasil penelitian beberapa orang yang

sudah dipublikasikan sehingga validitas dan reliabilitas instrumen penelitiannya sudah teruji

dan layak digunakan dalam penelitian ini guna memperoleh data yang valid dan reliabel.

Berikut adalah tolok ukur yang digunakan untuk masing-masing perspektif nonkeuangan dan

faktor-faktor yang mempengaruhi tolok ukur (variabel penelitian), diantaranya:

1. Perspektifpelanggan : kepuasan pelanggan sebagai tolok ukurnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan : keandalan, ketanggapan,

keyakinan, empati, dan berwujud.

2. Perspektifproses bisnis internal : layanan purna jual sebagai tolok ukurnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi layanan purna jual : garansi, pengiriman, penggantian,

proses penjualan kredit, dan proses pembayaran.

3. Perspektifpembelajaran dan pertumbuhan : kepuasan pekerja sebagai tolok ukurnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pekerja : pekerjaan itu sendiri, gaji,

kesempatan promosi, pengawasan, rekan kerja, dan kondisi kerja.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert untuk skala pengukuran

kuesionernya. Alasan peneliti menggunakan skala Likert karena mudah dan cepat

membuatnya dibandingkan dengan skala pengukuran sikap lainnya. Rensis Likert telah

17

mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat pada tahun 1932 yang

sekarang terkenal dengan nama skala Likert (Moh. Nazir, 2009: 338).

Prosedur dalam membuat skala Likert yaitu (Sugiyono, 2009: 132)

a. Tentukan topik penelitian yang relevan dengan masalah yang akan diteliti;

b. Tentukan dimensi yang menyusun sikap tersebut. Dimensi merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi sikap;

c. Menyusun pertanyaan atau item yang merupakan alat pengukur dimensi. Pertanyaan ini

harus terdiri dari pertanyaan positif (pertanyaan yang mendukung topik) atau pertanyaan

negatif (pertanyaan yang melawan topik);

d. Setiap item diberikan skor respon yang bersifat tertutup. Banyaknya pilihan respon

biasanya 3, 5, 7, 9, dan 11. Dalam praktiknya yang biasa digunakan adalah 5 respon

karena respon yang terlalu sedikit akan menyebabkan hasilnya terlalu kasar, tetapi jika

terlalu banyak respon sulit untuk membedakannya. Kelima respon tersebut adalah sangat

tidak puas, tidak puas, cukup puas, puas, dan sangat puas;

e. Setiap pilihan respon yang dipilih responden diberikan skor sesuai dengan kriterianya,

yaitu sangat tidak puas = 1, tidak puas =2, cukup puas =3, puas =4, dan sangat puas = 5;

f. Total skor tiap pertanyaan, yaitu hasil penjumlahan dari masing-masing jumlah respon

yang dipilih responden untuk setiap pertanyaan dikalikan dengan skor yang diberikan

pada masing-masing respon tersebut;

g. Jumlah total skor, yaitu hasil penjumlahan dari total skor;

h. Skor rata-rata, yaitu jumlah total skor dibagi dengan jumlah pertanyaan;

i. Interval rentang skala dalam grafik skala Likert, yaitu skor yang diberikan pada masing-

masing respon dikalikan dengan jumlah sampel penelitian.

PEMBAHASAN

1. Perspektif Keuangan

Berdasarkan hasil perhitungan analisa rasio keuangan perusahaan untuk mengukur

kinerja perspektif keuangan perusahaan, diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 4.27

Perbandingan Rasio Perusahaan dengan Rasio Industri Sepatu di Indonesia

No Rasio2007 2008 2009

RasioPrsh

RasioIndustri

RasioPrsh

RasioIndustri

RasioPrsh

RasioIndustri

1 Rasio Likuiditas

a. Current Ratio 164% 153% 152% 155% 160% 156%

18

b. Cash Ratio 18% 21% 16% 18% 17% 20%

c. Quick Ratio 87% 77% 80% 74% 88% 85%d. Working Capital to Total Assets Ratio 23% 26% 21% 23% 22% 24%

2 Rasio Leveragea. Total Debt to Equity Ratio 105% 100% 107% 98% 104% 94%b.Total Debt to Total Capital Assets

Ratio 45% 58% 49% 65% 44% 61%c. Long Term Debt to Equity Ratio 22% 20% 20% 17% 22% 19%d. Tangible Assets Debt Coverage 685% 185% 648% 148% 692% 192%

3 Rasio Aktivitasa. Total Assets Turnover 0,8x 3,8x 0,8x 3,6x 0,8x 4,4xb. Receivable Turnover 9 x 8 x 9,8 x 8,8 x 8,9 x 7,5 xc. Average Collection Periode 40 hari 35 hari 37 hari 40 hari 41 hari 38 harid. Inventory Turnover 2,4 x 3,3 x 2,9 x 3,8 x 3,1 x 4,5 xe. Average Day’s Inventory 147 hari 53 hari 122 hari 65 hari 116 hari 55 harif. Working Capital Turnover 3,2 x 3,8 x 4,2 x 3,2 x 3,5 x 3,5 x

4 Rasio Profitabilitasa. Gross Profit Margin 31% 32% 29% 29% 31% 30%b. Operating Income Ratio 19% 24% 17% 19% 19% 22%c. Operating Ratio 81% 38% 83% 43% 81% 40%d. Net Profit Margin 19% 23% 16% 19% 20% 25%e. Rate of Return on Total Assets 19% 26% 18% 23% 20% 22%f. Rate of Return on Investment 15% 20% 14% 18% 16% 19%

g. Rate of Return for The Owners 34% 31% 30% 29% 37% 34%

Sumber : Hasil Perhitungan PerspektifKeuangan, Bab IV, hlm 60 -80 (Rasio Perusahaan) dan Igb

Rai Utama, Analisis Rata-Rata Rasio Industri Sepatu di Indonesia Periode 2007-2009,

http://bahankuliah.wordpress.com (Rasio Industri)

Peneliti menggunakan rata-rata rasio industri sepatu di Indonesia periode 2007-2009

yang sejenis dengan perusahaan yang dijadikan objek penelitian ini, sebagai perbandingan

untuk menganalisis dan mengetahui kinerja perspektif keuangan perusahaan. Berikut

analisisnya, yaitu

a. Rasio Likuiditas

Pada tahun 2007-2009 hanya cash ratio dan working capital to total assets ratio

perusahaan saja yang berada di bawah rata-rata rasio industri. Hal ini disebabkan jumlah

kas, efek, dan modal kerja perusahaan dinilai masih terlalu kecil dibandingkan industri

sepatu lainnya yang sejenis dengan perusahaan.

b. Rasio Leverage

Pada tahun 2007-2009 hanya total debt to equity ratio perusahaan saja yang berada di

bawah rata-rata rasio industri. Hal ini disebabkan jumlah utang lebih besar daripada

modal sendiri perusahaan dibandingkan industri sepatu lainnya yang sejenis dengan

perusahaan. Semakin kecil rasio ini, semakin baik (Sofyan Syafri Harahap, 2010: 303).

19

c. Rasio Aktivitas

Pada tahun 2007 hanya receivable turnover perusahaan saja yang berada di atas rata-rata

rasio industri. Hal ini disebabkan total assets turnover dan average day’s inventory

perusahaan jauh berada di bawah rata-rata rasio industri, sehingga mempengaruhi rasio-

rasio aktivitas perusahaan lainnya. Tahun 2008 total assets turnover, inventory turnover,

dan average day’s inventory perusahaan berada di bawah rata-rata rasio industri. Hal ini

disebabkan total assets turnover dan average day’s inventory perusahaan masih jauh

berada di bawah rata-rata rasio industri. Tahun 2009 hanya receivable turnover

perusahaan saja yang berada di atas rata-rata rasio industri. Hal ini disebabkan tidak

adanya perubahan yang signifikan dalam rasio aktivitas perusahaan.

d. Rasio Profitabilitas

Pada tahun 2007-2009 rate of return for the owners perusahaan berada di atas rata-rata

rasio industri, sedangkan tahun 2009 gross profit margin perusahaan berada di atas rata-

rata rasio industri. Hal ini disebabkan operating ratio perusahaan jauh berada di bawah

rata-rata rasio industri, sehingga mempengaruhi rasio-rasio profitabilitas perusahaan

lainnya.

Dengan demikian, secara umum kinerja perusahaan dalam perspektif keuangan dinilai

cukup baik. Karena rasio aktivitas dan profitabilitas perusahaan dinilai kurang baik yang

disebabkan banyaknya rasio-rasio aktivitas dan profitabilitas perusahaan yang masih berada di

bawah rata-rata rasio industri, sedangkan rasio likuiditas dan leverage perusahaan dinilai baik.

2. Perspektif Pelanggan

Penyebaran kuesioner dilakukan di counter PT Sepatu Asia yang terletak di ITC Mangga

Dua Lantai I Blok A No. 55 Depan Toko Terminal 7, Jakarta Utara dengan jumlah sampel

yang dijadikan responden sebanyak 65 orang pelanggan PT Sepatu Asia. Berikut adalah hasil

rekapitulasi kuesioner kepuasan pelanggan PT Sepatu Asia.

Tabel 4.22

Data Responden Pelanggan PT Sepatu Asia

No Keterangan Responden Frekuensi Persentase1 Pekerjaan: Karyawan 19 29%

Pedagang 26 40%Lain-lain 20 31%

Jumlah 65 100%

2 Tujuan Pembelian : Dijual Kembali 26 40%

20

Konsumsi 22 34%Lain-lain 17 26%Jumlah 65 100%

Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pelanggan PT Sepatu Asia,

Lampiran 6, hlm 103

Berdasarkan data responden kuesioner kepuasan pelanggan PT Sepatu Asia di atas,

menunjukan bahwa sebagian besar responden pelanggan PT Sepatu Asia dalam penelitian ini

rata-rata 40% memiliki pekerjaan sebagai pedagang dan rata-rata 40% tujuan pembelian

produk PT Sepatu Asia oleh pelanggan adalah untuk dijual kembali.

Tabel 4.23

Hasil Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pelanggan PT Sepatu Asia

No PertanyaanTotalSkor

1 Karyawan selalu siap setiap saat diperlukan pelanggan 2112 Ketepatan waktu pelayanan terhadap pelanggan 2313 Tidak adanya pembedaan terhadap pelanggan yang satu dengan

yang lainnya 2014 Ketanggapan karyawan atas keluhan pelanggan 2095 Ketanggapan karyawan atas masalah pelanggan 2156 Kecepatan dalam melayani pelanggan 1907 Keramahan karyawan dalam melayani pelanggan 2138 Kesopanan karyawan dalam melayani pelanggan 1959 Karyawan memberikan pelayanan secara tuntas kepada pelanggan 27410 Karyawan memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada

pelanggan 28411 Karyawan memberikan penjelasan dengan baik atas produk yang

ditawarkan 25112 Sikap karyawan dalam melayani pelanggan 19713 Perhatian karyawan dalam melayani pelanggan 23814 Perusahaan berlaku adil pada setiap pelanggan 25415 Karyawan berpenampilan baik dalam memberikan pelayanan secara

individu kepada pelanggan 23416 Perusahaan menyediakan tempat pelayanan yang nyaman bagi

pelanggan 24017 Perusahaan menyediakan tempat pelayanan yang memadai bagi

pelanggan 25018 Perusahaan menggunakan peralatan yang baik 21819 Perusahaan menggunakan perlengkapan yang baik 23020 Perusahaan memberikan prosedur pelayanan yang sama bagi setiap

pelanggan dalam menampilkan fasilitas fisik, peralatan, personel,media komunikasi 265

Jumlah Total Skor 4600Skor Rata-Rata 230

21

Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pelanggan PT Sepatu Asia, Lampiran 6,

hlm 103

Interval Rentang Skala Likert = Skor Respon x Jumlah Sampel

=STP=1x65= 65 P=4x65=260

TP =2x65=130 SP=5x65=325

CP =3x65= 195

Grafik 4.1 Rentang Skala Likert Kepuasan Pelanggan PT Sepatu Asia

Keterangan: STP : Sangat Tidak Puas P : Puas

TP : Tidak Puas SP : Sangat Puas

CP : Cukup Puas

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner kepuasan pelanggan PT Sepatu Asia di atas,

diperoleh skor rata-rata 230 yang menunjukan (grafik 4.1) pelanggan PT Sepatu Asia puas

terhadap keandalan (reliability), ketanggapan (responsivenes), keyakinan (assurance), empati

(emphaty), dan berwujud (tangible) yang diberikan PT Sepatu Asia. Dengan demikian, kinerja

perusahaan dalam perspektif pelanggan dinilai baik karena perusahaan telah mampu

memuaskan para pelanggannya.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Penyebaran kuesioner dilakukan di counter PT Sepatu Asia yang terletak di ITC Mangga

Dua Lantai I Blok A No. 55 Depan Toko Terminal 7, Jakarta Utara dengan jumlah sampel

yang dijadikan responden sebanyak 65 orang pelanggan PT Sepatu Asia. Berikut adalah hasil

rekapitulasi kuesioner layanan purna jual PT Sepatu Asia.

Tabel 4.24

Hasil Rekapitulasi Kuesioner Layanan Purna Jual PT Sepatu Asia

No PertanyaanTotalSkor

1 Perusahaan memberikan garansi untuk setiap produk yang dijualnya 193

TP SPSTP CP P

230

0 65 130 195 260 325

22

2 Perusahaan memberikan garansi berupa fasilitas perbaikan secaragratis 199

3 Ketepatan waktu dalam mengirimkan produk pesanan pelanggan 2184 Kecepatan dalam mengirimkan produk pesanan pelanggan 2185 Perusahaan memberikan penggantian produk terhadap produk cacat

yang sudah terlanjur dikirim 2016 Perusahaan memberikan penggantian produk karena adanya

kekeliruan dalam pemesanan produk 2137 Prosedur penjualan kredit yang mudah 2088 Persyaratan pembelian secara kredit yang mudah bagi pembeli yang

ingin membeli secara kredit 2129 Pemberian diskon bagi pelanggan yang membeli secara tunai dalam

jumlah banyak 17410 Prosedur pembayaran yang mudah bagi pembeli yang membeli

secara kredit 19511 Proses pembayaran dapat dilakukan secara tunai, menggunakan cek,

kartu kredit, maupunjasa perbankan lainnya 21212 Perusahaan memberikan souvenir bagi pelanggan yang melunasi

utangnya sebelum jatuh tempo 217Jumlah Total Skor 2460

Skor Rata-Rata 205

Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Layanan Purna Jual PT Sepatu Asia, Lampiran 7,

hlm 104

Interval Rentang Skala Likert = Skor Respon x Jumlah Sampel

=STP=1x65= 65 P=4x65=260

TP =2x65=130 SP=5x65=325

CP =3x65= 195

205

Grafik 4.2 Rentang Skala Likert Layanan Purna Jual PT Sepatu Asia

Keterangan: STP : Sangat Tidak Puas P : Puas

TP : Tidak Puas SP : Sangat Puas

CP : Cukup Puas

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner layanan purna jual PT Sepatu Asia di atas,

diperoleh skor rata-rata 205 yang menunjukan (grafik 4.2) pelanggan PT Sepatu Asia puas

STP TP CP P SP

0 65 130 195 260 325

23

terhadap garansi, pengiriman, penggantian, proses penjualan kredit, dan proses pembayaran

yang diberikan PT Sepatu Asia. Dengan demikian, kinerja perusahaan dalam perspektifproses

bisnis internal dinilai baik karena pelanggan puas terhadap layanan purna jual yang diberikan

perusahaan.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Penyebaran kuesioner dilakukan di kantor pusat PT Sepatu Asia yang terletak di Jalan

Pengukiran Raya No 25B, Jakarta Barat dengan jumlah sampel yang dijadikan responden

sebanyak 78 orang karyawan PT Sepatu Asia. Berikut adalah hasil rekapitulasi kuesioner

kepuasan pekerja PT Sepatu Asia.

Tabel 4.25

Data Responden Pekerja PT Sepatu AsiaNo Keterangan Responden Frekuensi Persentase1 Jabatan: Staf Karyawan 15 19%

Karyawan Biasa 40 51%Lain-lain 23 30%Jumlah 78 100%

2 Lama Bekerja: 1-3 tahun 21 27%3-5tahun 24 31%>5tahun 33 42%

Jumlah 78 100%

Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pekerja PT Sepatu

Asia, Lampiran 8, hlm 105

Berdasarkan data responden kuesioner kepuasan pekerja PT Sepatu Asia di atas,

menunjukan bahwa sebagian besar responden pekerja PT Sepatu Asia dalam penelitian ini

rata-rata 51% karyawan biasa yang tidak memiliki jabatan dan rata-rata 42% sudah bekerja

selama lebih dari 5 tahun pada PT Sepatu Asia.

Tabel 4.26

Hasil Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pekerja PT Sepatu Asia

No PertanyaanTotalSkor

1 Saya menyukai pekerjaan saya 3212 Pekerjaan saya memberikan kesempatan untuk saya belajar 2883 Pekerjaan saya memberikan peluang untuk menerima tanggung

jawab dari tempat saya bekerja 2924 Perusahaan menetapkan gaji yang sesuai dengan tingkat pendidikan

karyawan 3135 Perusahaan memberikan gaji para karyawan selalu tepat waktu 297

24

STP TP CP P

6 Perusahaan memberikan peluang naik jabatan bagi karyawan yangtelah lama bekerja di perusahaan 279

7 Perusahaan memberikan penghargaan bagi karyawan yangberprestasi 268

8 Perusahaan memberikan pengarahan kepada setiap karyawan 3029 Perusahaan memberikan perhatian kepada setiap karyawan 28510 Perusahaan memberikan motivasi kepada setiap karyawan 30911 Perusahaan memberikan sanksi bagi karyawan yang telah

melanggar tata tertib perusahaan 29912 Rekan kerja saya sangat bersahabat 31013 Rekan kerja saya bisa diajak bekerja sama 31414 Tingkat solidaritas yang tinggi di antara rekan kerj a saya 31615 Ruangkerjasayabersih 33716 Ruang kerja saya menarik 32417 Lingkungan kerja saya nyaman 33818 Lingkungan kerja saya tenang 338

Jumlah Total Skor 5530

Skor Rata-Rata 307

Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pekerja PT Sepatu Asia, Lampiran 8,

hlm 105

Interval Rentang Skala Likert = Skor Respon x Jumlah Sampel

=STP=1x78=78 P=4x78=312

TP =2x78=156 SP=5x78=390

CP =3x78=234

307

Grafik 4.3 Rentang Skala Likert Kepuasan Pekerja PT Sepatu Asia

Keterangan: STP : Sangat Tidak Puas P : Puas

TP : Tidak Puas SP : Sangat Puas

CP : Cukup Puas

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner kepuasan pekerja PT Sepatu Asia di atas,

diperoleh skor rata-rata 307 yang menunjukan (grafik 4.3) pekerja PT Sepatu Asia puas

terhadap pekerjaan itu sendiri (the work itself), gaji (pay), kesempatan promosi (promotion

opportunities), pengawasan (supervision), rekan kerja (co-worker), dan kondisi kerja

SP

0 78 156 234 312 390

25

(working condition) yang ada pada PT Sepatu Asia. Dengan demikian, kinerja perusahaan

dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dinilai baik karena perusahaan telah mampu

memuaskan para pekerjanya, sehingga diharapkan para pekerja tersebut dapat meningkatkan

kemampuannya dalam bekerja.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya,

maka dapat diambil kesimpulan untuk masing-masing perspektif sebagai berikut.

1. Perspektif Keuangan

Dalam perspektif keuangan, secara umum kinerja perusahaan dalam perspektif keuangan

dinilai cukup baik. Karena rasio aktivitas dan profitabilitas perusahaan dinilai kurang

baik yang disebabkan banyaknya rasio-rasio aktivitas dan profitabilitas perusahaan yang

masih berada di bawah rata-rata rasio industri, sedangkan rasio likuiditas dan leverage

perusahaan dinilai baik.

2. Perspektif Pelanggan

Dalam perspektif pelanggan, kinerja perusahaan dinilai baik. Karena berdasarkan hasil

rekapitulasi kuesioner kepuasan pelanggan PT Sepatu Asia diperoleh skor rata-rata 230,

di mana nilai skor rata-rata tersebut berada di antara interval 195-260 pada skala Likert

yang berarti perusahaan telah mampu memuaskan para pelanggannya.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif proses bisnis internal, kinerja perusahaan dinilai baik. Karena

berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner layanan purna jual PT Sepatu Asia diperoleh

skor rata-rata 205, di mana nilai skor rata-rata tersebut berada di antara interval 195-260

pada skala Likert yang berarti pelanggan puas terhadap layanan purna jual yang diberikan

perusahaan.

4. PerspektifPembelajaran dan Pertumbuhan

Dalam perspektifpembelajaran dan pertumbuhan, kinerja perusahaan dinilai baik. Karena

berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner kepuasan pekerja PT Sepatu Asia diperoleh skor

rata-rata 307, di mana nilai skor rata-rata tersebut berada di antara interval 234-312 pada

skala Likert yang berarti perusahaan telah mampu memuaskan para pekerjanya.

26

Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan secara keseluruhan bahwa

berdasarkan analisis Balanced Scorecard kinerja PT Sepatu Asia baik.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan agar PT Sepatu Asia menerapkan

konsep Total Performance Scorecard (TPS) di dalam perusahaan guna mempertahankan dan

meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Hubert K. Rampersad dalam bukunya yang telah

diterjemahkan (Edy Sukarno dan Vinsensius Djemadu, 2006: 9-10), mengemukakan Total

Performance Scorecard meliputi penggabungan dan pengembangan konsep Balanced

Scorecard, Total Quality Management, dan Competence Management.

DAFTAR PUSTAKA

Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler. 2006. Metode Riset Bisnis. Volume 2. Edisi 9.Penerjemah Budijanto dan Didik Djunaedi. Jakarta: PT Media Global Edukasi.

Darmawanto, Agus. 2010. “Analisis Balanced Scorecard Sebagai Alat Ukur Kinerja Pada PTSep atu Asia”. Skripsi. Universitas Gunadarma. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa . Edisi4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gaspersz, Vincent. 2005. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecarddengan Six Sigma, untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintahan . Edisi 3. Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama.

Harahap, Sofyan Syafri. 2010. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Edisi 1. Jakarta: PTRajagrafindo Persada.

Kaplan, Robert S. & David P. Norton. 2000. Balanced Scorecard:Menerapkan StrategiMenjadi Aksi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kasmir. 2010. Analisa Laporan Keuangan. Edisi 1. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Kuncoro, Mudrajad. 2006. Strategi:Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif ? .Yogyakarta: Penerbit Erlangga.

Luthans, Fred. 2010. “6 Faktor Penting yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan”.Dalam http://bahankuliah.wordpress.com.

Mahsun, Mohamad. 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE –Yogyakarta.

Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Surabaya: Ghalia Indonesia.

27

Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard:Alat Manajemen Kontemporer untuk PelipatgandaKinerja Keuangan Perusahaan. Edisi 2. Jakarta: PT Salemba Emban Patria.

Mulyadi. 2009. Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Personel Berbasis Balanced Scorecard .Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Munawir, S. 2010. Analisa Laporan Keuangan. Edisi 4. Yogyakarta: Liberty.

Nazir, Moh.. 2009. Metode Penelitian. Darussalam: Ghalia Indonesia.

Prawironegoro, Darsono dan Ari Purwanti. 2009. Akuntansi Manajemen. Edisi 3. Jakarta:Mitra Wacana Media.

Prihadi, Toto. 2009. Deteksi Cepat Kondisi Keuangan: 7 Analisis Rasio Keuangan . Jakarta:Penerbit PPM.

Rampersad, Hubert K. 2006. Total Performance Scorecard Konsep Manajemen Baru:Mencapai Kinerja dengan Integritas . Penerjemah Edy Sukarno dan VinsensiusDjemadu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Riyanto, Bambang. 2008. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Yogyakarta:BPFE – Yogyakarta.

Shaharudin, Mohd Rizaimy dkk.. 2009. “Faktor_Faktor yang Mempengaruhi KepuasanPelanggan Dalam After Sales Service-of Malaysia Elektronik”. Ilmu Sosial. Volume 5.No 6. Kedah: Universitas Teknologi MARA.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D).Bandung: Alfabeta.

Sumarsan, Thomas. 2010. Sistem Pengendalian Manajemen:Konsep, Applikasi, PengukuranKinerja. Medan: PT Indeks.

Utama, Igb Rai. 2010. “Analisis Rata-Rata Rasio Industri Sepatu di Indonesia Periode 2007-2009”. Dalam http://bahankuliah.wordpress. com.

Wibisono, Dermawan. 2006. Manajemen Kinerja: Konsep, Desain, dan Teknik MeningkatkanDaya Saing Perusahaan. Bandung: Penerbit Erlangga.

Widjaja Tunggal, Amin. 2009. Pokok-Pokok Balanced Scorecard. Jakarta: Harvarindo.

Yuliarmi, Ni Nyoman dan Putu Riyasa. 2007. “Analisis Faktor_Faktor yang MempengaruhiKepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar”. Buletin StudiEkonomi. Volume 12. No 1. Denpasar: Universitas Udayana.

Yuwono, Sony, Edy Sukarno, dan Muhammad Ichsan. 2007. Petunjuk Praktis PenyusunanBalanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi . Edisi 4. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.