jurnal agama islam

14
JURNAL AGAMA ISLAM PENYAKIT HATI Disusun Oleh: Dwi Prasetyo Wirawan 21060111130052 Teknik Elektro Universitas Diponegoro 2011

Upload: dwi-prasetyo

Post on 21-Jul-2015

370 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JURNAL AGAMA ISLAM PENYAKIT HATI

Disusun Oleh: Dwi Prasetyo Wirawan 21060111130052

Teknik Elektro Universitas Diponegoro 2011

Kata Pengantar

Assalamualaikum wr.wb Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang mana karena rahmat serta hidayahNya lah saya dapat menyusun jurnal Pendidikan Agama Islam ini dengan tema Penyakit Hati. Jurnal ini tersusun dari bahasan-bahasan yang memberikan gambaran secara jelas tentang tema yang telah diberikan. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabiyullah Muhammad SAW. Beliaulah yang telah berjasa dalam meletakkan kalimat tauhid di bumi Allah ini, serta menegakkan pondasi-pondasi Islam yang telah menjadikan kita sebagai umat yang beradab. Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Suparno selaku dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah berperan besar dalam penyusunan jurnal ini. Dalam penyusunan jurnal ini mungkin terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena memang tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu saran dan kritikan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk perbaikan ke depannya. Semoga dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Terima kasih, Wassalamualaikum wr. wb

Semarang, 18 Desember 2011

Penyusun

Daftar Isi Cover .................................................................................................. 1 Kata Pengantar ................................................................................... 2 Daftar Isi ............................................................................................ 3 Latar Belakang .................................................................................. 4 Macam-Macam Penyakit Hati ........................................................... 4 1. Dengki dan Dendam ................................................................... 4 2. Riya .............................................................................................. 7 3. Buruk Sangka ............................................................................... 8 Kesimpulan dan Saran ....................................................................... 14 Manfaat .............................................................................................. 14

A. Latar Belakang

Manusia sebagai mahluk yang memiliki keterbatasan pasti tidak luput dari penyakit hati. Penyakit hati yang dimaksud adalah penyakit yang berhubungan dengan rohani manusia yang langsung terhubung kepada Allah S.W.T dan masyarakat. Dalam hal ini penyakit hati banyak sekali jenisnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa satu individu akan memiliki lebih dari satu jenis penyakit hati. Penyakit hati yang biasanya terdapat dalam diri manusia dan sangat sulit untuk dihindari adalah dengki, iri hati, riya, kikir, bakil d.s.b. Pada jurnal ini akan dibahas mengenai tiga penyakit hati, diantaranya adalah dengki dan dendam, riya, dan . B. Macam-Macam Penyakit Hati

1. Dengki dan Dendam

Dalam Al-Quran Allah berfirman yang artinya: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang di karuniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi seorang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah yang maha mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa: 32). Dendam dalam bahasa Arab di sebut hiqid, ialah "Mengandung permusuhan didalam batin dan menanti-nanti waktu yang terbaik untuk melepaskan dendamnya, menunggu kesempatan yang tepat untuk membalas sakit hati dengan mencelakakan orang yang di dendami". Berbahagialah orang yang berlapang dada, berjiwa besar dan pema 'af. Tidak ada sesuatu yang menyenangkan dan menyegarkan pandangan mata seseorang, kecuali hidup dengan hati yang bersih dan jiwa yang sehat, bebas dari rasa kebingungan dan bebas dari rasa dendam yang senantiasa menggoda manusia. Seseorang yang hatinya bersih dan jiwanya sehat, ialah mereka

yang apabila melihat sesuatu nikmat yang diperoleh orang lain, ia merasa senang dan merasakan karunia itu ada pula pada dirinya. Dan apabila ia melihat musibah yang menimpa seseorang hamba Allah, ia merasakan sedihnya dan mengharapkan kepada Allah untuk meringankan penderitaan dan mengampuni dosanya. Demikianlah seorang muslim, hendaknya selalu hidup dengan hati yang bersih dan jiwa yang sehat, rela terhadap ketentuan Allah dan terhadap kehidupan. Jiwanya bebas dari perasaan dengki dan dendam. Karena perasaan dengki dan dendam itu merupakan penyakit hati, yang dapat merembeskan iman keluar dari hati, sebagaimana merembesnya zat cair dari wadah yang bocor. Islam sangat memperhatikan kebersihan hati karena hati yang penuh dengan noda-noda kotoran itu, dapat merusak amal sholeh, bahkan menghancurkannya. Sedang hati yang bersih, jernih dan bersinar itu dapat menyuburkan amal dan dorongan semangat untuk meningkatkan amal ibadah, dan Allah memberkahi dan memberikan segala kebaikan kepada orang yang hatinya bersih. Oleh karena itu, jamaah muslimin yang sebenarnya, hendaknya jamaah yang terdiri dari orang-orang yang bersih jiwanya dan sehat hatinya, yang terdiri di atas saling cinta mencintai, saling kasih mengasihi, sayang menyayangi, yang merata, di atas pergaulan yang baik dan kerjasama yang saling menguntungkan timbal balik, di dalamnya tidak ada seorang yang untung sendiri, bahkan golongan yang semacam ini, sebagaimana di gambarkan dalam Al-Qur'an yang artinya: "Yang orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa 'Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau biarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang beriman, Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau maha penyantun lagi maha penyayang". (Al-Hasyr: 10). Apabila rasa permusuhan telah tumbuh dengan suburnya, sampai berakar, dapat mengakibatkan hilangnya rasa kasih sayang dan hilangnya kasih sayang dapat mengakibatkan rusaknya perdamaian. Dan jika sudah sampai demikian, maka dapat menghilangkan keseimbangan yang pada mulanya

menjurus kearah perbuatan dosa-dosa kecil, dan akhirnya dapat mengarah kepada dosa-dosa besar yang mengakibatkan turunnya kutukan Allah. Perasaan iri hati karena orang lain memperoleh nikmat kadangkala dapat menimbulkan khayalan yang bukan-bukan sampai membuat-buat kedustaan. Islam membenci perbuatan demikian dan memperingatkan jangan sampai terjerumus kedalamnya. Mencegah adanya ketegangan dan permusuhan, menurut Islam merupakan ibadah yang besar, sebagaimana sabda Nabi saw yang artinya: "Maukah aku beritahukan kepadamu perkara yang lebih utama dari puasa, shalat dan shadaqoh?, Jawab sahabat: "Tentu mau". Sabda Nabi saw: "yaitu mendamaikan di antara kamu, karena rusaknya perdamaian di antara kamu adalah menjadi pencukur yakni perusak agama". (HR. Abu Daud dan Turmudzi). Syaitan kadangkala tidak mampu menggoda orang-orang pandai untuk menyembah berhala, tetapi syaitan sering juga mampu menggoda dan menyesatkan manusia, melalui celah-celah pergaulan dengan cara merusak perdamaian diantara mereka itu sendiri, sehingga dengan hawa nafsunya yang tidak terkendalikan, mereka tersesat dan tidak mengetahui hak-hak Tuhannya, bagaikan menyembah berhala. Di sinilah syaitan mulai menyalakan api permusuhan di hati manusia dan jika api permusuhan itu telah menyala, ia senang melihat api itu membakar manusia dari zaman ke zaman, sehingga turut terbakarnya hubungan dan segi-segi keutamaan manusia. Kita harus mengetahui bahwa manusia itu berbeda-beda tabiat dan wataknya, berbeda-beda kecerdasan akal dan daya tangkapnya. Karena itu dalam pergaulan dan pertemuan di lapangan kehidupan, kadangkala mereka membuat kesempatan yang mengakibatkan perselisihan dan permusuhan. Maka Islam telah memberikan cara penanggulangan mensyari'atkan penepatan akhlak yang baik, yang membuat hati mereka luluh dan sarat berpegang kepada kasih sayang. Dan Islam melarang memutuskan hubungan dan berbantah-bantahan. Memang kita sering merasakan seolah-olah kejelekan itu dilemparkan kepada kita, sehingga kita sering tidak mampu mengendalikan perasaan dan kejengkelan kita, yang apabila fikiran kita sempit, maka timbullah niat untuk memutuskan hubungan dengan si pemeluknya. Tetapi Allah tidak rela perbuatan yang

demikian. Memutuskan hubungan sesama muslim dilarang, sebagaimana sabda nabi saw yang artinya: "Janganlah kamu putus hubungan, belakang membelakangi, benci membenci, hasut menghasut. Hendaknya kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara satu sama yang lain (yang muslim) dan tidaklah halal bagi (setiap) muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari". (HR. Bukhori dan Muslim). Dalam hadits ini dinyatakan batas tiga hari, karena pada waktu tiga hari kemarahan sudah bisa reda, setelah itu wajib bagi seorang muslim, untuk menyambung kembali hubungan tali persaudaraannya dengan saudara-saudaranya sesama muslim, dan

membiasakan perilaku yang utama ini. Karena putusnya tali persaudaraan ini tak ubahnya seperti awan hitam atau mendung apabila telah di hembus angin, maka hilanglah mendungnya dan cuacapun menjadi bersih dan terang kembali. Ringkasnya, hendaknya orang-orang yang mempunyai penyakit hati, seperti rasa dendam, iri hati, dan dengki selalu ingat bahwa kekuasaan Allah mengatasi segala kekuasaan. Dan hendaklah ia ingat, bahwa harta benda dan kedudukan yang bersifat duniawi itu selamanya tidak kekal. Paling jauh dan lama, sepanjang hidupnya saja, bahkan mungkin sebelum itu. Dalam Al-Quran Allah berfirman yang artinya: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang di karuniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi seorang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah yang maha mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa: 32). Oleh Abbas Shofwan Matla'il Fajr

2. Riya Riya adalah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia agar mereka memuji pelakunya, seperti memperindah sholat, menceritakan tentang amal-amal yang pernah dilakukannya dengan maksud agar orang yang mendengarnya memujinya.

Perbuatan riya adalah perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan perbuatan tersebut termasuk salah satu perbuatan syirik (syirik kecil) yang dapat menghapus semua amal kebaikan yang disertai riya tersebut. Allah I berfirman: Dan apabila mereka hendak sholat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan sholat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali hanya sedikit sekali (Q.S. An-Nisa : 142). Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan dari Abu Said secara marfu, bahwa Rasulullah r bersabda Maukah aku beritahukan kalian tentang sesuatu yang menurutku lebih aku khawatirkan bagi kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal. Para Sahabat menjawab: Ya, wahai Rasulullah, Beliau bersabda, syirik tersembunyi (Riya), yaitu ketika sesorang berdiri melakukan sholat, dia perindah sholatnya itu karena ada orang lain yang melihatnya (H.R. Ahmad). Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam shahihnya dari Mahmud bin Labid. Ia berkata bahwa Rasulullah r keluar lalu bersabda wahai orangorang! Jauhilah olehmu syirik tersembunyi Para sahabat berkata Wahai Rasulullah! Apa syirik tersembunyi itu? Beliau bersabda Syirik tersembunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melalukan sholat, dia perindah sholatnya itu karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya, itulah syirik tersebunyi.

3. Buruk Sangka

Buruk sangka kepada orang lain atau yang dalam bahasa Arabnya disebut su`u zhan mungkin biasa atau bahkan sering hinggap di hati kita.

Berbagai prasangka terlintas di pikiran kita, si A begini, si B begitu, si C demikian, si D demikian dan demikian. Yang parahnya, terkadang persangkaan kita tiada berdasar dan tidak beralasan. Memang semata-mata sifat kita suka curiga dan penuh sangka kepada orang lain, lalu kita membiarkan zhan tersebut bersemayam di dalam hati. Bahkan kita membicarakan serta menyampaikannya kepada orang lain. Padahal su`u zhan kepada sesama kaum muslimin tanpa ada alasan/bukti merupakan perkara yang terlarang. Demikian jelas ayatnya dalam Al-Qur`anil Karim, Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa. (Al-Hujurat: 12) Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka. Karena memang prasangka yang dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut) tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia mendapatkan qarinah yang kuat maka timbullah zhannya, apakah zhan yang baik ataupun yang tidak baik. Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk menuruti qarinah yang ada. Yang seperti ini tidak apa-apa. Yang terlarang adalah berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah zhan yang diperingatkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan dinyatakan oleh beliau sebagai pembicaraan yang paling dusta. (Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/191) Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, Allah Subhanahu wa Taala berfirman melarang hamba-hamba-Nya dari banyak persangkaan, yaitu menuduh dan menganggap khianat kepada keluarga, kerabat dan orang lain tidak pada tempatnya. Karena sebagian dari persangkaan itu adalah dosa yang murni, maka jauhilah kebanyakan dari persangkaan

tersebut dalam rangka kehati-hatian. Kami meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab radhiyallahu anhu beliau berkata, Janganlah sekali-kali engkau berprasangka kecuali kebaikan terhadap satu kata yang keluar dari saudaramu yang mukmin, jika memang engkau dapati kemungkinan kebaikan pada kata tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/291) Abu Hurairah radhiyallahu anhu pernah menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi:

-

-

Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini. Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian. (HR. Al-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482)

Zhan yang disebutkan dalam hadits di atas dan juga di dalam ayat, kata ulama kita, adalah tuhmah (tuduhan). Zhan yang diperingatkan dan dilarang adalah tuhmah tanpa ada sebabnya. Seperti seseorang yang dituduh berbuat fahisyah (zina) atau dituduh minum khamr padahal tidak tampak darinya tanda-tanda yang mengharuskan dilemparkannya tuduhan tersebut kepada dirinya. Dengan demikian, bila tidak ada tanda-tanda yang benar dan sebab yang zahir (tampak), maka haram berzhan yang jelek. Terlebih lagi kepada orang yang keadaannya tertutup dan yang tampak darinya hanyalah kebaikan/keshalihan. Beda halnya dengan seseorang yang terkenal di kalangan manusia sebagai orang yang tidak baik, suka terang-terangan berbuat maksiat, atau melakukan hal-hal yang mendatangkan kecurigaan seperti keluar masuk ke tempat penjualan khamr, berteman dengan para wanita penghibur yang fajir, suka melihat perkara yang haram dan sebagainya. Orang yang keadaannya seperti ini tidaklah terlarang untuk berburuk sangka kepadanya. (Al-Jami li Ahkamil Qur`an 16/217, Ruhul Maani 13/219) Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menyebutkan dari mayoritas ulama dengan menukilkan dari Al-Mahdawi, bahwa zhan yang buruk terhadap orang yang zahirnya baik tidak dibolehkan. Sebaliknya, tidak berdosa berzhan yang jelek kepada orang yang zahirnya jelek. (Al Jami li Ahkamil Qur`an, 16/218) Karenanya, Ibnu Hubairah Al-Wazir Al-Hanbali berkata, Demi Allah, tidak halal berbaik sangka kepada orang yang menolak kebenaran, tidak pula kepada orang yang menyelisihi syariat. (Al-Adabus Syariyyah, 1/70) Darihadits:

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata menjelaskan ucapan Al-Khaththabi tentang zhan yang dilarang dalam hadits ini, Zhan yang diharamkan adalah zhan yang terus menetap pada diri seseorang, terus mendiami hatinya, bukan zhan yang sekadar terbetik di hati lalu hilang

tanpa bersemayam di dalam hati. Karena zhan yang terakhir ini di luar kemampuan seseorang. Sebagaimana yang telah lewat dalam hadits bahwa Allah Subhanahu wa Taala memaafkan umat ini dari apa yang terlintas di hatinya selama ia tidak mengucapkannya atau ia bersengaja1. (Al-Minhaj, 16/335) Sufyan rahimahullahu berkata, Zhan yang mendatangkan dosa adalah bila seseorang berzhan dan ia membicarakannya. Bila ia diam/menyimpannya dan tidak membicarakannya maka ia tidak berdosa. Dimungkinkan pula, kata Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu, bahwa zhan yang dilarang adalah zhan yang murni /tidak beralasan, tidak dibangun di atas asas dan tidak didukung dengan bukti. (Ikmalul Mulim bi Fawa`id Muslim, 8/28) Kepada seorang muslim yang secara zahir baik agamanya serta menjaga kehormatannya, tidaklah pantas kita berzhan buruk. Bila sampai pada kita berita yang miring tentangnya maka tidak ada yang sepantasnya kita lakukan kecuali tetap berbaik sangka kepadanya. Karena itu, tatkala terjadi peristiwa Ifk di masa Nubuwwah, di mana orang-orang munafik menyebarkan fitnah berupa berita dusta bahwa istri Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang mulia, shalihah, dan thahirah (suci dari perbuatan nista) Aisyah radhiyallahu anha berzina, waliyadzubillah, dengan sahabat yang mulia Shafwan ibnu Muaththal radhiyallahu anhu, Allah Subhanahu wa Taala mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap berprasangka baik dan tidak ikut-ikutan dengan munafikin menyebarkan kedustaan tersebut. Dalam Tanzil-Nya, Dia Subhanahu wa Taala berfirman:

Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong tersebut, orang-orang mukmin dan mukminah tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri dan mengapa mereka tidak berkata, Ini adalah sebuah berita bohong yang nyata. (An-Nur: 12)

Dalam Al-Qur`anul Karim, Allah Subhanahu wa Taala mencela orang-orang Badui yang takut berperang ketika mereka diajak untuk keluar bersama pasukan mujahidin yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Orang-orang Badui ini dihinggapi dengan zhan yang jelek.

.

Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan, Harta dan keluarga kami telah menyibukkan kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami. Mereka mengucapkan dengan lidah mereka apa yang tidak ada di dalam hati mereka. Katakanlah, Maka siapakah gerangan yang dapat menghalangi-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudaratan bagi kalian atau jika Dia menghendaki manfaat bagi kalian. Bahkan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. Tetapi kalian menyangka bahwa Rasul dan orang-orang yang beriman sekali-kali tidak akan kembali kepada keluarga mereka selamalamanya dan setan telah menjadikan kalian memandang baik dalam hati kalian persangkaan tersebut. Dan kalian telah menyangka dengan sangkaan yang buruk, kalian pun menjadi kaum yang binasa. (Al-Fath: 11-12) Wallahu alam bish-shawab.

C. Kesimpulan dan Saran

Dari judul ini dapat disimpulkan bahwa kita sebagai umat muslim harus bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil agar kita sebagai umat muslim tidak terjerumus dalam lubang kemaksiatan dan menghindarkan kita dari siksa maupun azab berat dari allah swt. Saran dari judul ini adalah bahwa kita harus melakukan hal yang terbaik untuk diri sendiri,orang lain,masyarakat luas agar kita terjaga kesuciannya dan terhiindar dari perbuatan tercela . D. Manfaat

1. Mengingatkan kepada kita sebagai Insan Allah yang sesungguhnya agar kita selalu melakukan hal-hal yang terbaik yang dihalalkan oleh agama . 2. Membimbing kita kepada jalan yang benar supaya tidak terjerumus ke lubang kemaksiatan 3. Menyarankan kita agar menghilangkan 3 sifat di atas karena 3 sifat di atas merupakan perbuatan tercela dan perbuatan setan.