jurnal

19
Oleh : Ana Fauziah Fitri Ajei 2009730124 Pembimbing : dr. Ali Sakti, Sp.PD, M. Kes Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam RS. BLUD Sekarwangi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta Periode 02 Juni 2014 – 10 Agustus 2014

Upload: anafauziahfitri

Post on 19-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL

Oleh :Ana Fauziah Fitri Ajei 2009730124

Pembimbing : dr. Ali Sakti, Sp.PD, M. Kes

Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit DalamRS. BLUD SekarwangiFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah JakartaPeriode 02 Juni 2014 – 10 Agustus 2014

Page 2: JURNAL

April 21, 2023

STASE INTENA - BLUD SEKARWANGI

2

Pendahuluan

Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyebab penting penyakit dan kematian pada anak dan remaja di Asia Tengah-Selatan dan Asia Tenggara. Hal ini terkait dengan sanitasi yang buruk dan makanan serta minuman yang tidak terjamin kebersihannya.

Masalah utama penanggulangan demam tifoid adalah resistensi S. Typhi dan S. Paratyphi terhadap antimikroba lini pertama seperti fluoroquinolone.

Penelitian ini bertujuan untuk membahas epidemiologi global, pendekatan mengenai pencegahan dan pengendalian, resistensi antimikroba, perawatan pasien dan genomik organisme penyebab.

Page 3: JURNAL

Tahun 2000 perkiraan kasus demam tifoid mencapai 21,7 juta dan kematian mencapai 217.000, sedangkan kasus demam paratifoid

diperkirakan mencapai 5.4 juta di seluruh dunia.

• Demam tifoid bermanifestasi sebgai demam akut dengan diagnosis yang di konfirmasi dengan laboratorium

• Kultur darah merupakan metode yang kurang sensitif dari pada kultur sumsum tulang namun lebih mudah untuk diterapkan.

• Namun demam enterik paling sering terjadi pada daerah dengan income per kapita menengah hingga rendah sehingga kultur darah sering tidak tersedia, tidak terjangkau dan tidak diterapkan secara konsisten.

• Digunakan population-based prospecyive study dengan standardizer surveillance methonds untuk mengestimasi insiden demam tifoid di China, India, Indonesia, Pakistan dan Vietnam dan mendapatkan informasi mengenai pemberian vaksin typhoid.

Page 4: JURNAL

April 21, 2023

STASE INTENA - BLUD SEKARWANGI

4

Pencegahan dan Strategi Penanggulangan

Pencegahan demam tifoid akan terfokus pada peningkatan sanitasi, menjamin keamanan makanan dan persediaan air, identifikasi dan pengobatan carrier kronik S. Typhi serta penggunaan vaksin tifoid untuk mengurangi kerentanan host terhadap infeksi

Identifikasi S.typhi carrier dilakukan dengan kultur serial spesimen tinja.

Saat ini tersedia dua jenis vaksin, yaitu: Ty21a, vaksin oral yang mengandung S. Typhi strain Ty21a yang dilemahkan

Parenteral Vi Vaccine yang berasal dari S. Typhi Vi antigen

Page 5: JURNAL

Ap

ril 21

, 20

23

STA

SE IN

TEN

A - B

LUD

SEK

AR

WA

NG

I

5

Page 6: JURNAL

April 21, 2023

STASE INTENA - BLUD SEKARWANGI

6Resistensi Antimikroba dan Manajemen Pasien

Pengobatan yang tepat waktu dan antimikroba yang tepat merupakan hal penting untuk menekan angka kematian akibat demam enterik

Resistensi terhadap agen antimikroba lini pertama seperti ampisilin, kloramfenikol, dan trimetoprim-sulfametoksazol menunjukkan bahwa MDR telah meluas, studi menunjukkan variasi geografis yang cukup besar di India, Pakistan, dan Vietnam. Namun tingkat MDR lebih tinggi di Cina dan Indonesia

Page 7: JURNAL

April 21, 2023

STASE INTENA - BLUD SEKARWANGI

7

Manajemen Antimikroba

Sefalosporin generasi ketiga :

Ceftriaxone, biaya dan rute administrasi kurang cocok untuk pasien beberapa negara berpenghasilan rendah

Cefixime menunjukkan kegagalan pengobatan

Azithromycin (Dewasa : 1 x 500 mg selama 7 hari , anak : 20 mg / kg / hari sampai dengan maksimum 1000 mg / hari selama 7 hari untuk anak-anak) berguna untuk manajemen demam tifoid tanpa komplikasi.

Page 8: JURNAL

April 21, 2023

STASE INTENA - BLUD SEKARWANGI

8

Kesimpulan

Insiden demam tifoid terkait dengan buruknya sanitasi serta makanan serta air yang tidak terjamin kebersihannya pada negara-negara berkembang.

Masalah utama tidak berhasilnya penanggulangan demam tifoid adalah MDR S. Typhi dan S. Paratyphi terhadap antimikroba lini pertama.

Penggunaan Azythromicyn saat ini disarankan antimikroba untuk menanggulangi demam tifoid tanpa komplikasi.

Page 9: JURNAL

Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit DalamRS. BLUD SekarwangiFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah JakartaPeriode 02 Juni 2014 – 10 Agustus 2014

Page 10: JURNAL

April 21, 2023

STASE INTENA - BLUD SEKARWANGI

10

Definisi MDR-TF

Demam tifoid yang resisten terhadap tiga lini pertama obat yang direkomendasikan untuk menanggulanginya – seperti chloramphenicol, ampicillin, dan co-trimoxazole.

Sejak tahun 1948 Chloramphenicol merupakan pilihan pertama untuk mengatasi demam tifoid, hingga resistensinya dilaporkan pertama kali pada tahun 1972 di Mexico dan India, disusul dengan laporan resistensi terhadap ampicillin. Resistensi co-trimoxazole dilaporkan tahun 1975.

Page 11: JURNAL
Page 12: JURNAL
Page 13: JURNAL
Page 14: JURNAL
Page 15: JURNAL
Page 16: JURNAL
Page 17: JURNAL

April 21, 2023

STASE INTENA - BLUD SEKARWANGI

17

Terapi Antibiotik

Per oral Ofloxacin atau Ciprofloxacin

(15 mg/kg/day), 2 x 1

Cefixime (15-20 mg/kg/day)

Cefpodoxime (10 mg/kg/day)

Parenteral Ceftriaxone (50-75 mg/kg/day) 1-2 x 1

Cefotaxime (40-80 mg/kg/day) 2-3 x 1

Cefoperazone (500-100 mg/kg/day) 2 x 1

Azythromycin (8-10 mg/kg/day)

Page 18: JURNAL

April 21, 2023

STASE INTENA - BLUD SEKARWANGI

18

Kesimpulan

Peningkatan MDR menjadi kendala utama penanggulangan demam tifoid. Oleh karena itu diperlukan antibiotik pengganti yang efektif sehingga dapat menekan angka kematian. Permasalahan yang muncul adalah keterbatasan distribusi obat dan harga antibiotik yang tidak terjangkau di beberapa negara berkembang.

Pencegahan penting untuk dilakukan untuk menekan angka kejadian, meliputi peningkatan sanitasi lingkungan, tersedianya air minum yang bersih, promosi kesehatan mengenai makanan sehat dan bersih, serta edukasi kepada masyarakat.

Page 19: JURNAL

Terima Kasih...