jurnal

Upload: yudhiansyah-ramadhan

Post on 10-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JRS Vol. 6 No. 1 (Feb 2010)

VOLUME... NO. ..., 2012

Desain Shelter Jaring Tsunami Sebagai Tempat Evakusai VertikalDi Persimpangan Jalan Kota Padang

Yudhiansyah R, Fauzan, Abdul Hakam, Febrin Anas Ismail

DESAIN SHELTER JARING TSUNAMI SEBAGAI TEMPAT EVAKUASI VERTIKAL DI PERSIMPANGAN KOTA PADANGSTUDI KASUS: PERSIMPANGAN JALAN SUDIRMAN

Fauzan1, Abdul Hakam2, Febrin Anas Ismail3, Yudhiansyah Ramadhan4

ABSTRAK

Sumatera Barat merupakan daerah rawan gempa karena secara geografis terletak di zona subduksi dan zona transformasi yang akan sering menimbulkan gempa bumi. Letak pusat gempa bumi yang berada di dasar laut menjadi awal penyebab terjadinya tsunami. Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 11 April 2012 dengan pusat gempa berada 500 km dari kota Banda Aceh dengan kedalaman 22,9 km dan Padang merupakan salah satu daerah yang terancam terkena bencana tsunami. Kejadian tersebut membuat masyarakat panik dan mengungsi ke daerah yang lebih tinggi. Sistem jalur evakuasi horizontal yang berupa rambu-rambu untuk menuju ke daerah yang tinggi sudah dilakukan oleh masyarakat namun sebaliknya menjadi hambatan dalam melakukan evakuasi karena menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat yang membuat kemacetan di jalan terutama di persimpangan jalan. Shelter pun dibangun pemerintah dalam upaya evakuasi vertikal namun masih sedikit.

Munculnya wacana pembangunan shelter jaring tsunami dari pemerintah sebagai upaya penyelamatan masyarakat yang terdapat di persimpangan jalan . Jenis strukturnya terdiri dari kabel yang mana struktur kabel mampu menahan gaya tarik yang tinggi sehingga tidak diperlukan sistem penopang vertikal untuk elemen horizontalnya. Keuntungan struktur kabel terletak pada fleksibilitas pemakaian dan pra-pabrikasi pembuatannya, sehingga siap untuk dipasang di tempat konstruksi dan dapat dikerjakan dalam waktu yang singkat. Analisa pembebanan berupa beban mati, beban hidup, beban gempa dinamis dan beban tsunami. Kekuatan bangunan harus sesuai dengan kapasitas dari penampang struktur. Berdasarkan Analisa perhitungan kapasitas penampang struktur diperoleh bahwa kekuatan penampang mampu menahan beban yang diterima yaitu beban gempa dan tsunami.

Kata Kunci : Jalur Evakuasi, Shelter Jaring Tsunami, Beban Tsunami, Kapasitas Penampang.

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan kawasan dengan intensitas kegempaan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena Indonesia dilalui oleh lempeng-lempeng tektonik dengan jalur aktif yaitu jalur Circum Pasific dan jalur Hindia - Himalaya. Khusus untuk daerah Sumatera Barat, letak geografisnya terletak di zona subdaksi dan zona transformasi yang akan sering menimbulkan gempa bumi (Sunaryati, 2009). Oleh karena itu, dalam hal perencanaan bangunan harus dipertimbangkan beban gempa sehingga bangunan mampu menahan beban gempa yang terjadi. Pada perencanaan bangunan, parameter gempa bumi adalah parameter yang sangat berpengaruh langsung, yaitu menimbulkan percepatan tanah yang akan bekerja pada massa bangunan. Percepatan yang ditimbulkan akibat gempa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekuatan gempa bumi (magnitude), kedalaman gempa, jarak pusat gempa ke bangunan, jenis tanah sebagai media perambatan gelombang gempa ke bangunan yang dituju (Teruma, 2010).

Gempa bumi juga dapat menyebabkan bencana tsunami jika letak pusat gempa berada di dasar laut. Gempa bumi yang terjadi pada tangga 11 april 2012 merupakan rentetan gempa bumi lepas pantai barat Sumatera dengan kekuatan 8,6 SR. Gempa ini terjadi pada kedalaman 22,9 km dengan pusat gempa berada 500 km dari kota Banda Aceh.

Penelitian mengenai Evaluasi Existing Building dan Pembuatan Peta Evakuasi Vertikal Terhadap Tsunami di Kota Padang (Fauzan, 2010) bahwa dari hasil penyelidikan lapangan secara visual bangunan yang dinyatakan layak sebagai sarana evakusi vertikal sesuai pada Tabel 1. Dengan kata lain bangunan-bangunan tersebut dapat dijadikan alternatif untuk evakuasi vertikal (shelter).

Tabel 1. Data Bangunan Pengamatan Visual.

Pada kenyataannya gempa bumi pada tanggal 11 April yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami membuat masyarakat kota Padang menjadi panik dan berlari mengungsi ke daerah yang lebih tinggi. Pada saat evakuasi, ternyata di setiap persimpangan jalan mengalami kemacetan karena masyarakat melakukan evakuasi menggunakan kendaraan roda dua dan empat. Hambatan itu membuat pemerintah berupaya untuk membangun shelter yang terletak di persimpangan jalan sehingga daya aksesbilitasnya lebih mudah.

Shelter yang terletak di persimpangan jalan terdiri dari struktur kabel dan struktur baja sebagai penopang beban yang disebut dengan Shelter Jaring Tsunami. Dalam perencanaan shelter jaring tsunami hal yang perlu diperhatikan adalah beban-beban yang bekerja yaitu beban gempa dan tsunami. Beban gempa diambil berdasarkan Peta Hazard 2010 dan beban tsunami perhitungan berdasarkan FEMA.

Struktur kabel digunakan untuk menciptakan bangunan dengan ruangan dalam yang luas, dengan kesan ringan, anggun, dan transparan (Harianto, 2006). Keuntungan struktur kabel terletak pada fleksibilitas pemakaian dan pra-pabrikasi pembuatannya, sehingga siap untuk dipasang di tempat konstruksi dan dapat dikerjakan dalam waktu yang singkat.

Struktur baja mampu menopang daya tarik maupun daya dorong serta mampu menopang bobot bangunan lebih lama, dan harganya lebih murah dan mudah dalam pemasangan. Keunggulan material baja yang lain adalah daktilitasnya yang tinggi. Tarikan atau tegangan tinggi cenderung tidak membuat material baja langsung hancur atau putus. Sifat ini membuat struktur baja mampu mencegah terjadinya bangunan roboh secara tiba-tiba, sehingga baja sangat menguntungkan jika ditinjau dari aspek keamanan. Bangunan baja cenderung stabil kembali setelah terjadi goncangan tiba-tiba, seperti misalnya setelah terjadi peristiwa gempa bumi.

Prosedur perencanaan terdiri dari dua bagian desain fungsional dan desain kerangka struktural. Desain fungsional memastikan bahwa hasil yang diinginkan tercapai seperti wilayah kerja yang memadai dan kelonggaran, ventilasi dan pendingin udara, sarana transportasi yang memadai, pencahayaan yang memadai dan estetika. Desain kerangka struktural adalah pemilihan susunan dan ukuran elemen struktural sehingga beban layanan dapat dilakukan dengan aman, dan perpindahan berada dalam batas yang dapat diterima (Salmon, 1996).

Untuk struktur kolom menggunakan kolom komposit, kolom komposit terdiri dari 2 jenis yaitu kolom komposit terbungkus dan kolom komposit diisi. Kolom komposit diisi adalah bahan yang paling efisien untuk bagian penampang kolom. Cangkang baja dapat berupa pipa atau tabung atau bagian berongga dibuat dari pelat. memberikan bentuk dari dalam inti beton mahal dan meningkatkan kekuatan dan kekakuan kolom (Viest dkk, 1997).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merencanakan struktur shelter jaring tsunami yang digunakan sebagai salah satu tempat evakuasi vertikal yang memiliki aksesbilitas tinggi. Manfaat yang diharapkan adalah sebagai rekomendasi/bahan pertimbangan pemerintah dalam perencanaan shelter jaring tsunami di persimpangan jalan agar dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan baik sebagai tempat evakuasi maupun sebagai jembatan penyeberangan.

2. Prototipe dan Pemodelan Struktur

2.1 Preliminary Design

Preliminary design didapatkan berdasarkan perhitungan analisa pembebanan sesuai dengan gambar perspektif (prototipe) shelter jaring tsunami (Gambar 1).

Gambar 1. Perspektif Shelter Jaring Tsunami

2.1.1 Kabel Utama

Untuk menentukan dimensi penampang kabel utama berdasarkan rumus (Hendri, 2005).

dengan:Asc= luas penampang kabel W +P= beban vertikal pada kabel= sudut kabel terhadap horizontal= berat jenis kabel = 7850 kg/mfu= tegangan putus kabeld = jarak mendatar dari kolom ke angker kabel pada gelagar

Dalam menentukan dimensi penampang kabel, beban harus dihitung sebagai berikut:a. Beban matiBeban wire mesh (5x5 cm) wire mesh= 1,6 mmW wire mesh= 15,45 gr/mmL= 32 meter (panjang bangunan)W mati wire mesh= 0,5 W kabel LW mati wire mesh= 247,2 kg W mati balok pengaku= 72,4 kg/m (tabel profil baja)= 1158,4 kgPada gambar 4.3 terlihat sketsa pembebanan pada wire mesh. Pada Gambar 2 (a) merupakan penampang dari wire mesh dan Gambar 2 (b) merupakan penggambaran beban mati.

(a) (b)Gambar 2. Sketsa pembebanan pada wire mesh

b. Beban hidupBeban hidup = 500 kg/m2 (PPI untuk Gedung 1983)Untuk beban hidup dapat dihitung berdasarkan Gambar 3. Pada Gambar 3 (a) merupakan gambar sampel jaring wire mesh. Dalam 1 m2 jaring wire mesh beban hidup yang dipikul sebesar 500 kg/m2. Jika ditinjau pada arah sumbu-x maka akan terlihat seperti Gambar 3 (b). Beban merupakan beban terpusat yang terdapat disetiap titik joint wire mesh sehingga pendistribusian beban pada titik A dan C sebesar 125 kg terlihat pada Gambar 3 (c).

(a) (b) (c)

Gambar 3. Pendistribusian beban hidup pada wire mesh

Untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran-getaran dan pengaruh-pengaruh dinamis lainnya tegangan-tegangan harus dikalikan dengan koefisien kejut (SNI 03-1725-1989).K = 1 + 20/(50+L) dengan:K = koefisien kejutL = panjang bentang = 1 meterMaka koefisien kejut adalah K = 1,4. Jadi, dalam 1 meter (bentang A-C) beban yang diterima oleh joint kabel sebesar 175 kg. Sehingga, jika bentang kabel 32 meter beban total dari beban hidup di sepanjang kabel adalah 5600 kgW hidup total = 5600 kgKombinasi pembebanan U = 1,2 D + 1,6 L(SNI 03-1729-2002)U = (1,2x1405,6) + (1,6x5600) = 10646,72 kg Maka, untuk nilai P karena jarak antar kabel 3 meter sedangkan 10646,72 kg merupakan beban terpusat dalam 1 meter. Jadi besar beban P adalah 31940,16 kg. Untuk beban W adalah beban merata pada balok utama di setiap titik kabel utama.Profil Balok IWF 350x350x12x19Berat profil = 137 kg/m (Tabel profil Baja). Dengan melakukan perhitungan didapatkan dimensi penampang kabel dan berapa jumlah kabel yang digunakan sesuai pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Dimensi Penampang Kabel UtamaKabelW+P(kg)()d(m)Asc(mm)(mm)n(buah)

s132351,16518274,3715,22

s232351,164211318,715,22

s332351,163514371,7515,22

s432351,163216402,3815,22

2.1.2 Profil Baja

Pada perencanaan struktur baja sesuai dengan SNI 03-1729-2002. Konsep perencanaan gaya dalam ultimate (Mu) kuat lentur rencana (Mn). Dimensi yang diperoleh berdasarkan perhitungan preliminary design dapat dilihat pada Tabel 3 yaitu:

Tabel 3. Dimensi Penampang Profil BajaJenis StrukturDimensiBerat ProfilLuas Penampang

Balok PengakuIWF 350x350x12x19173,9 kg137 kg/m

Balok UtamaIWF 350x350x12x19173,9 kg137 kg/m

Balok TanggaIWF 300x300x10x15119,8 kg94 kg/m

Balok Tangga BraceIWF 300x300x10x15119,8 kg94 kg/m

Kolom BajaIWF 200x200x8x1263,53 kg49,9 kg/m

2.1.3 Kolom Komposit

Butir 12.16 (7) SNI-03-2847-2002: Suatu komponen komposit dengan suatu inti baja struktural yang dibungkus oleh beton bertulang spiral harus memenuhi ketentuan berikut: Kuat tekan beton yang disyaratkan fc tidak boleh kurang dari 17,5 MPa Kuat leleh rencana inti baja struktural harus diambil sama dengan kuat leleh minimum yang disyaratkan untuk mutu baja struktural yang dipakai tetapi tidak boleh lebih dari 350 MPa Batang tulangan longitudinal yang terletak di dalam daerah lilitan spiral tidak boleh kurang dari 0,01 ataupun lebih dari 0,08 kali luas netto penampang beton Tulangan spiral (s) tidak boleh kurang dari nilai yang diberikan oleh persamaan:

Dengan fy adalah kuat leleh tulangan spiral, tapi tidak boleh diambil lebih dari 400 MPa. Berdasarakan perhitungan didapatkan dimensi kolom komposit diameter 80 cm dengan profil K-500x200x10x16 dengan jumlah tulangan longitudinal 820 dengan tulangan spiral 10.

2.2 Analisa Pembebanan

2.2.1 Beban Mati

Beban mati yang bekerja pada struktur bangunan merupakan berat sendiri dari elemen struktur dan berat elemen non struktur yang ada. Penentuan berat sendiri pada bangunan berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPI 1983) sesuai pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Beban mati dari komponen bangunanJenis MaterialBeratSatuan

Beton bertulang2400Kg/m

Kabel1,424Kg/m

Baja7850Kg/m

Wire mesh15,45gr/mm

Sumber: PPI 1983

2.2.2 Beban Hidup

Beban hidup pada prinsipnya berdasarkan fungsi dari suatu bangunan yang besar beban hidup diambil sebesar 500 kg/m sesuai PPI untuk gedung 1983. Beban hidup yang dibebankan terhadap pelat lantai yang terdiri dari jaring-jaring kabel.2.2.3 Beban Gempa

Beban gempa direncanakan sesuai SNI 03-1726-2002 tentang Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung. Peta Zonasi gempa 2010 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Zonasi Gempa Indonesia.Pada beban gempa dianalisa menggunakan beban gempa dinamis berdasarkan respons spektrum. Respon spektrum yang digunakan diperoleh dari software yang dikembangkan oleh I Wayan Sengara, Andri Mulia, Masyhur Irsyam, M. Arsrurifak. Kelompok Keahlian Geoteknik-Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan dan Pusat Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung Januari 2011. Dari peta zonasi gempa dan faktor keutamaan gedung diperoleh hasil berupa spektra zonasi gempa (Gambar 5).

Gambar 5. Spektra Zonasi Gempa dengan I = 1,4 kondisi tanah sedang.

2.2.4 Beban Tsunami

Untuk perhitungan beban tsunami berdasarkan FEMA P646/June 2008 adalah sebagai berikut: a. Beban hidrostatik

dengan:Fh= Beban hidrostatiks= massa jenis air laut (1200 kg/m)g= percepatan gravitasi (9,81 m/s)B= lebar bangunan (m)hmax= ketinggian maksimum air (m)R*= kenaikan maksimum air akibat tsunami R= rencana kenaikan air = 1,3 R*zw= ketinggian bangunan dari tepi lautFh= 340733,477 N

b. Beban hidrodinamik

dengan:Fd= Beban hidrodinamikCd= koefisien pindahan = 2,0B= lebar bangunan h= kedalaman aliranu= kecepatan aliran terhadap bangunanz= ketinggian bangunan dari tepi lauthu= momentum fluks per satuan massaFd= 1594,582 kN

c. Debris Impact/Gaya Tumbukan (Fi)Fi = Cm.umax.kmdengan:Fi= Beban akibat tumbukanCm= koefisien penambahan massau max= kecepatan aliran terhadap bangunan maksimumk= kekakuan efektifm= massaFi= 125,516 kN

2.3 Pemodelan Struktur

Pemodelan yang digunakan menggunakan software ETABS V.9.7.1 yang terlihat pada Gambar 6. Setelah dilakukan pemodelan struktur kemudian direkap gaya-gaya dalam yang bekerja sesuai dengan beban luar dengan tujuan untuk menghitung kapasitas dari penampang struktur.

Gambar 6. Pemodelan Shelter Jaring Tsunami 3D

3. Hasil Perhitungan Struktur dan Pembahasan

3.1 Analisa Gaya Dalam

Setelah dilakukan pemodelan adapun hasil perhitungan berupa gaya-gaya dalam sesuai pada Tabel 5 dan Tabel 6 rekap gaya dalam terhadap kolom. Tabel 5. Rekap Gaya Dalam Kolom (K1)KeteranganAksial (kg)Geser (kg)Momen (kgm)

Maksimum7660,2817179,5651596,59

Minimum-58622,29-17096,90-51598,05

Tabel 6. Rekap Gaya Dalam Kolom (K2)KeteranganAksial (kg)Geser (kg)Momen (kgm)

Maksimum4283,512699,3824294,41

Minimum-16490,89-2710,98-24398,84

Pada Tabel 7 rekap gaya dalam terhadap kolom baja.Tabel 7. Rekap Gaya Dalam Kolom BajaKeteranganAksial (kg)Geser (kg)Momen (kgm)

Maksimum60932,672223,916175,65

Minimum-66851,12-2218,24-6199,57

Pada Tabel 8 rekap gaya dalam terhadap kabel utama.Tabel 8. Rekap Gaya Dalam Kabel UtamaKeteranganAksial (kg)Geser (kg)Momen (kgm)

Maksimum4470,0063,81292,865

Minimum-7387,35-63,810

Pada Tabel 9 dan Tabel 10 rekap gaya dalam terhadap balok baja dan pengaku.Tabel 9. Rekap Gaya Dalam Balok BajaKeteranganAksial (kg)Geser (kg)Momen (kgm)

Maksimum14036,3510582,2020245,83

Minimum-34648,13-10542,29-15465,17

Tabel 10. Rekap Gaya Dalam Balok PengakuKeteranganAksial (kg)Geser (kg)Momen (kgm)

Maksimum32307,9314707,3041600,37

Minimum-77157,21-12907,68-56060,43

Pada Tabel 11 rekap gaya dalam terhadap balok tangga yang miring (brace).Tabel 11. Rekap Gaya Dalam Balok Tangga (Brace)KeteranganAksial (kg)Geser (kg)Momen (kgm)

Maksimum166000,219321,688084,26

Minimum-176488,08-4675,71-55745,06

Pada Tabel 12 rekap gaya dalam terhadap balok tangga.Tabel 12. Rekap Gaya Dalam Balok TanggaKeteranganAksial (kg)Geser (kg)Momen (kgm)

Maksimum127433,4327691,6823245,94

Minimum-138435,58-24254,54-22919,88

3.2 Hasil Perhitungan Kapasitas Penampang

Perhitungan kapasitas penampang berdasarkan SNI 03-1729-2002 untuk struktur baja dan SNI 03-2847-2002 dan berdasarkan buku Brahmabtyo, Desain Konstruksi Baja MK-144020, Universitas Airlangga untuk struktur kolom komposit. Hasil perhitungan kapasitas penampang dapat dilihat pada tabel dibawah. Untuk kapasitas balok utama dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Kapasitas Penampang Struktur Balok UtamaCekTekuk LokalTekuk Lateral

SayapBadan

Penampang/BentangkompakkompakPanjang

Mn59102,859102,823588,704

Mu20245,83220245,83220245,832

keteranganOkOkOk

Untuk kapasitas balok pengaku dapat dilihat pada Tabel 14.Tabel 14. Kapasitas Penampang Struktur Balok PengakuCekTekuk LokalTekuk Lateral

SayapBadan

Penampang/BentangkompakkompakMenengah

Mn (kgm)59102,859102,857044,77

Mu (kgm)56060,43156060,43156060,431

keteranganOkOkOk

Untuk kapasitas balok tangga (brace) dan balok tangga dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16.Tabel 15. Kapasitas Penampang Struktur Balok Tangga (Bracer)CekTekuk LokalTekuk Lateral

SayapBadan

Penampang/BentangkompakkompakMenengah

Mn34947,71434947,71425311,532

Mu19889,70419889,70419889,704

keteranganOkOkOk

Tabel 16. Kapasitas Penampang Struktur Balok TanggaCekTekuk LokalTekuk Lateral

SayapBadan

Penampang/BentangkompakkompakMenengah

Mn34947,71434947,71425311,532

Mu22919,88822919,88822919,888

keteranganOkOkOk

Untuk kapasitas kolom baja pada tangga dapat dilihat pada Tabel 17.Tabel 17. Kapasitas Penampang Struktur Kolom BajaCekKelangsingan Elemen Struktur

Nn (kN)858,716

Nu (kN)655,58

keteranganOk

Untuk kapasitas kolom komposit dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Kapasitas Penampang Struktur Kolom KompositJenis KolomK1K2

Nn (kN)391,561391,561

Nu (kN)312,446161,72

keteranganOkOk

3.3 Analisa Lendutan Pada Wire Mesh

Lendutan yang terjadi pada jaring-jaring (wire mesh) dapat dilihat pada Tabel 19 dibawah ini,

Tabel 19. Perpindahan Struktur Kabel TransversalKeteranganArah-x (m)Arah-y (m)Arah-z (m)

Maksimum0,01310,03720,0069

Minimum-0,0132-0,0055-0,0236

Ket: (+) displacement positif (-) displacement negatifLendutan maksimum yang terjadi arah vertikal adalah 2,3 cm sedangkan syarat lendutan izin adalah L/200 (SNI 02-1784-2002) dimana, L adalah panjang bentang. Untuk lendutan izin dapat dihitung dengan, izin = L/200 = 32 meter/200 = 0,16 m = 16 cmSedangakan lendutan berdasarkan analisa struktur 2,3 cm. Jadi, Lendutan bangunan memenuhi lendutan izin.

3.4 Diagram Interaksi Kolom Komposit

Kapasitas penampang kolom komposit untuk menahan kombinasi gaya aksial dan momen lentur dapat digambarkan dalam suatu bentuk kurva interaksi antara kedua gaya tersebut, disebut diagram interaksi P-M Kolom. Setiap titik dalam kurva tersebut menunjukkan kombinasi kekuatan gaya nominal Pn (Pn) dan momen nominal Mn (Mn) yang sesuai dengan lokasi sumbu netralnya. Perhitungan untuk membuat diagram interaksi adalah (Zaidir, 2010):a. Kapasitas maksimum (Po) dari kolomPo = 0,85 fc(Ag-Ast)+Ast.fyPo = 19070,04 kN b. Kekuatan nominal maksimum penampang kolomPn (max) = 0,80 PoPn (max) = 15256,03 kNc. Kuat Tekan Rencana Kolom: Pn Pn (max) = 0,80 Po = 9916,41 kNd. Kapasitas penampang pada kondisi seimbangPnb = 0,85fcab.b + As.fs As.fyPnb= 6553,4 kNMnb = 2956265 kNme. Kapasitas Penampang pada kondisi Momen MurniMn = 1805,76 kNmDiagram interaksi kolom komposit untuk jenis K1 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram Interaksi Kolom (K1)

Sedangkan untuk diagram interaksi kolom komposit untuk jenis K2 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram Interaksi Kolom (K2)3.5 Analisis Kinerja Kapasitas Terhadap Beban

Setelah didapatkan dimensi penampang struktur dengan preliminary design, maka akan didapatkan gaya dalam penampang. Penulis menganalisis kinerja kekuatan penampang terhadap beban yang diterima dengan membandingkan nilai Mn, Mu untuk balok dan Nn, Nu untuk kolom. Perbandingan kinerja penampang terhadap beban yang diterima dianalisa untuk mengetahui efisiensi dari penampang dalam menanggung beban yang diterima yberupa gaya dalam. Perbandingan kinerja penampang struktur terhadap beban dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Perbandingan Kinerja penampang struktur terhadap bebanJenis StrukturMn (kgm)Mu (kgm)% rasio

Balok Utama23588,70420245,832116,51

Balok Pengaku57044,7756060,431101,75

Balok Tangga25311,53219889,704127,26

Balok Tangga25311,53222919,888110,43

Kolom Baja858,716655,58130,99

Kolom KompositNn (kN)Nu (kN)% rasio

K1391,561312,446125,3

K2391,561161,72242,1

Pada tabel diatas dapat dianalisis bahwa dimensi penampang sudah memenuhi kriteria dari kinerja beban yang diberikan. Jika persentase perbandingan diatas 100% artinya penampang tersebut aman.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan:a. Kurang baiknya sistem jalur evakuasi membuat shelter jaring tsunami merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan sebagai sistem jalur evakuasi vertikal. Selain lahan yang mudah aksesbilitasnya pun mudah, shelter ini juga dapat berfungsi sebagai jembatan penyeberangan bagi pengguna pejalan kaki.b. Dimensi penampang struktur shelter jaring tsunami dapat dilihat pada Tabel 21.Tabel 21. Dimensi Penampang StrukturJenis StrukturDimensi

Wire Mesh 3,3 mm spasi 5x5 cm

Kabel Utama2 15,2 mm

Balok Baja UtamaIWF 350x350x12x19

Balok PengakuIWF 350x350x12x19

Balok Tangga (brace)IWF 300x300x10x15

Balok TanggaIWF 300x300x10x15

Kolom BajaIWF 200x200x8x12

Kolom Komposit( = 80 cm)Profil K 500x200x 10x16Tul. Long. 820Tulangan spiral 10

c. Berdasarkan perhitungan kapasitas penampang struktur bahwa penampang struktur mampu menahan beban yang diberikan, untuk kapasitas kolom komposit dapat dilihat dengan diagram interaksi P-M kolom.d. Analisis kinerja penampang struktur terhadap beban yang diterima antara 101% - 242% yang artinya dimensi dari penampang memenuhi kriteria perencanaan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Brahmabtyo, Desain Konstruksi Baja MK-144020, Universitas Airlangga.Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah Badan Penelitian Dan Pengembangan, 2003, Metode, Spesifikasi Dan Tata Cara Bagian 12 Jembatan, Jakarta.Fauzan, 2010, Evaluasi Existing Building Dan Pembuatan Peta Evakuasi Vertikal Terhadap Tsunami Di Kota Padang. FEMA P464, 2008, Guidelines for Design of Structures for Vertikal Evacuation from Tsunami.Hendri, 2005, Desain Jembatan Cable Stayed Malangsari-Banyuwangi Dengan Two Vertical Planes System (Gimsing, 1983), ITS.Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Indonesia, 1983.Peta Hazard 2010.Salmon, G. Charles, et. all., 1996, Steel Structures Design And Behaviour Fourth Edition Emphasizing Load And Resistance Factor Design, New York.Sengara. I Wayan, Andri Mulia, Masyhur Irsyam, M. Arsrurifak, 2011, Kelompok Keahlian Geoteknik-Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan dan Pusat Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung (Peta Hazard 2010), Bandung. SNI 03-2874-2002, 2002, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung, Jakarta.SNI 03-1729-2002, 2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, Jakarta.Sunaryati, Jati., Penggunaan Base Isolated System Untuk Bangunan Tahan Gempa, Lustrum V Fakultas Teknik Unand, 2010.Teruma, D. R.,dkk. Analisa Response Bangunan ICT Universitas Syiah Kuala Yang Memakai Slider Isolator Akibat Gaya Gempa,2010.Viest, M. Ivan et. all., 1997, Composite Construction Design For Buildings, New York.Zaidir, 2010, Mata kuliah Beton II, Universitas Andalas.

112 | JURNAL REKAYASA SIPIL

VOLUME ... NO. .., 2012 | 13