judul buku: oleh: gpb suka arjawa - repositori.unud.ac.id fileindonesia memberikan sumbangan pikiran...

93

Upload: voduong

Post on 15-Aug-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber
Page 2: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber
Page 3: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

JUDUL BUKU:

MEMAKSIMALKAN SUMBER DAYA DESA UNTUK MEMAJUKAN

PEMBANGUNAN NASIONAL

OLEH: GPB SUKA ARJAWA

Page 4: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

KATA PENGANTAR

Buku sederhana ini dibuat untuk memberikan sumbangan pikiran terhadap pembangunan yang

ada di pedesaan. Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, memberikan pemikiran bahwa

sesungguhnya Indonesia mempunyai potensi lain dari pada yang lain dibandingkan dengan

negara-negara lain di dunia. Potensi itu tidak adalah sumber daya yang ada di desa. Apabila

undang-undang ini dijalankan dengan baik, maka Indonesia mempunyai ciri tersendiri dalam

kasanah internasional, yakni kesejahteraan yang bersumber dari desa. Karakteristik masyarakat

Indonesia adalah pedesaan yang berkehidupan agraris. Maka, jika mampu memaksimalkan ini,

Indonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan

sosial itu tidak saja bersumber atau berasal dari kota, tetapi juga dari desa.

Untuk itulah penulis mencoba menuangkan pemikiran atau menafsirkan apa yang ada di

dalam undang-undang tersebut. Buku ini sebagian besar merupakan penafsiran atau gagasan

penulis sendiri, yang dengan demikian, jelas memberikan kesempatan kepada pemikiran atau

gagasan lain untuk menambah atau mengkritisi apa yang ada di dalam buku ini. Tidak lepas

juga, pasti akan kekurangan atau kekeliruan dalam tulisan ini. Karena itu gagasan-gagasan

pembanding sangat diperlukan. Tentu akan sangat bermanfaat positif kalau kemudian muncul

buku-buku lain yang mengupas tentang potensi sumber daya pedesaan.

Sebagian isi yang dimuat dalam buku ini pada awalnya merupakan hasil penelitian

penulis yang kebetulan mengambil tempat di Kecamatan Kerambitan. Dari wilayah itulah,

kemudian dituangkan berbagai macam kelebihan-kelebihan yang ada di pedesaan yang apabila

diberdayakan secara maksimal, pasti akan mampu memberikan sumbangan positif kepada warga

desa. Tidak lepas juga diungkapkan disini bahwa munculnya pemikiran dan penelitian tentang

sumber daya desa ini, bukan semata-mata didorong oleh munculnya Undang_undang No. 6

Tahun 2014 itu, akan tetapi penulis memang meyakini bahwa sesungguhnya desa mempunyai

sumber daya yang mampu diberdayakan. Apabila mampu memberdayakan itu, hidup di desa

tentu akan mampu menyamai kehidupan di kota, bahkan lebih baik dibandingkan dengan kota.

Pemberdayaan yang berhasil akan dapat menekan arus urbanisasi.

Dalam konteks ini, penulis prihatin melihat bagaimana sumber daya manusia yang masih

muda-muda di desa, harus menghabiskan waktu, tenaga dan uang yang lumayan besar untuk

sengaja bekerja di kota (Denpasar atau Badung), dengan menempuh perjalanan satu jam bahkan

Page 5: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

lebih dari desa hanya untuk bekerja di kota. Bayangkan, dua atau tiga jam perjalanan bolak-balik

dari desa ke kota tersebut, apabila dimanfaatkan untuk memberdayakan sumberdaya desa, pasti

akan mampu memberikan penghasilan yang lebih besar, dengan fisik yang lebih sehat. Dengan

cara memberdayakan desa itulah maka sawah, tegalan atau kebun lainnya tidak terbengkalai

semata-mata tergiur oleh janji-janji pekerjaan di kota yang belum tentu mampu memberikan

kepuasan dalam hal penghasilan.

Tentu juga buku ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahun kepada

mahasiswa, terutama di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Fakultas Hukum, serta

masyarakat umumnya yang tertarik dengan masalah-masalah pedesaan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang ikut membantu

sampai terbitnya buku ini. Dan akhirnya penulis persembahkan buku ini kepada anggota

pasukan keluarga kami, istri I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari, anak-anak I Gusti Ayu Agung

Putri Indria Saraswati dan I Gusti Bagus Rama Raditya Mahardika.

Hormat

GPB Suka Arjawa

Page 6: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

BAB I

DESA DALAM KONTEKS PERUNDANG-UNDANGAN

Sekitar tiga bulan menjelang berakhirnya tahun 2014, masyarakat diramaikan dengan

diskusi tentang pilihan, apakah Bali akan memakai desa dinas atau desa pakraman (adat) sebagai

desa “resmi” di Bali sesuai dengan tuntutan Undang-Undang No. 6 tahun 2014, yang mengatur

tentang Desa. Fenomena ini hampir sama dengan awal tahun 2014 ketika diselenggarakan

berbagai pertemuan dan seminar tentang desa yang akan menjadi pilihan bagi Bali dalam

kerangka undang-undang tersebut. Diskusi masalah ini sempat diselenggarakan di Universitas

Udayana, diikuti oleh berbagai pihak termasuk komponen masyarakat. Di luar pertemuan yang

diselenggarakan di kampus, diskusi informal bisa dilihat dari berbagai perbincangan ringan di

pertemuan masyarakat, semisal saat ada upacara adat atau melayat ke tempat orang meninggal.

Bagaimanapun, desa dinas dan desa pakraman ini, harus mendapatkan perhatian dari

masyarakat agar kelak tidak mendapatkan gangguan. Keputusan memilih satu desa dapat

menimbulkan berbagai macam akibat. Gangguan secara fisik dapat saja terajdi, misalnya

berupa pembongkaran hak milik karena tanah itu, diklaim oleh krama. Di beberapa tempat di

Bali, tenah dan rumah yang ditempati warga bisa diambilalih oleh desa pakraman, jika memang

ketahuaan sejarah penempatan rumah dan pekarangaan tersebut. Disamping itu, gangguan

psikologis bisa berupa rasa menyesal telah melakukan pilihan yang salah dalam pengajuan desa

yang dimaksudkan sesuai dengan yang dituntut oleh undang-undang No. 6 tahun 2014 tersebut.

Dalam konteks seperti ini, ganggaun pesikologis tersebut dapat terjadi di dalam satu desa.

Desa, dalam pengertian Undang-undang No. 16 Tahun 2014 adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak

asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara

kesatuan Republik Indonesia.

Dari pengertian ini saja dapat dikatakan bahwa desa itu, benar-benar mandiri dan mampu

melaksanakan kemandiriannya itu di dalam wilayah kesatuan negara Republik Indonesia.

Sebagai wujud desa mandiri, maka hal pertama yang harus dilihat adalah bagaimana

mewujudkan kemandirian tersebut. Ini akan sangat terkait dengan sumber daya yang dimiliki

oleh desa tersebut. Di Bali, dalam konteks desa ini, baik desa pakaraman maupun desa dinas

Page 7: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

yang disebut juga dengan keperbekelan, sesungguhnya dapat dipilih menjadi desa sesuai dengan

amanah dari Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. Indonesia menurut data biro pusat statistik,

jumlah desa ada sebanyak 81.635 desa (Kompas 3 Juli, 2015, hal. 5)

Dalam pandangan Padjung (2015), nafas utama dari Undang-undang Desa ini adalah

rekognisi dan subsidiaritas. Asas tersebut mengandung arti bahwa pemerintah mengakui desa

sebagai kesatuan hukum masyarakat berdasarkan prakarsa masyarakat atas dasar asal-usulnya

dan atau hak tradisionilnya. Sebagai kesatuan masyarakat hukum, desa tidak menjadi bawahan

dari kota atau kabupaten tetapi merupakan pemerintahan yang berbasis masyarakat (kombinasi

antara self governing community dan local self government) yang berhubungan langsung dengan

kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Sedangkan asas subsidiaritas mempunyai arti bahwa

negara menyerahkan kewenangan lokal berskala desa kepada desa bersangkutan. Artinya ada

sejumlah kewenangan desa yang tidak perlu melalui pelimpahan kewenangan dari pemerintah

kabupaten/kota.

Satu hal yang harus dilihat dari keberadaan undang-undang ini adalah bahwa pusat

otonomi daerah yang kini ada di kabupaten, seolah berpindah ke wilayah desa dengan adanya

dana dan kewenangan yang cukup besar di desa, baik untuk mengelola keuangan maupun

memberdayakan masyarakat dan sumber daya yang ada. Karena itulah kemudian sumberdaya

manusia yang diperlukan untuk menggerakkan kewenangan tersebut harus betul-betul

diperhatikan. Berlakunya undang-undang ini juga menjadi tanggung jawab bersama untuk

mencapai cita-cita bersama demi memberdayakan desa.

Keinginan untuk melakukan pemberdayaan sesungguhnya merupakan cita-cita lama.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah telah menyebut

tiga tingkat pemerintahan daerah, yaitu tingkat I (provinsi), tingkat II (kabupaten/kota) dan

tingkat III (desa). Akan tetapi penjelasan undang-undang ini mengatakan bahwa sesuai dengan

keadaan masyarakat, hanya dapat diadakah dua tingkat terlebih dahulu. Undang-undang No. 5

Tahun 1979 menyatakan titik berat otonomi daerah ada di pedesaan (Kompas, 2 Juli 2015: 5).

Namun kedua titik berat itu dipandang kurang berhasil.

Secara sosiologis, terbentuknya undang-undang, aturan atau apapun yang sifatnya

normatif bertujuan untuk menciptakan ketertiban di masyarakat atau mencita-citakan

kesejahteraan sosial. Hal ini dapat diwujudkan dengan menaati aturan dan ketentuan yang

tercantum di dalam undang-undang tersebut. Wujud perundangan jelas terdiri dari berbagai pasal

Page 8: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

yang menentukan tingkah gerak kita dalam berinteraksi secara sosial. Telah ada aturan-aturan

yang mengatur tentang tingkah gerak manusia, baik di lingkungannya sendiri maupun di

lingkungan wilayah lain.

Dengan demikian, ketika pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang desa ini,

tidak lain yang diinginkan adalah menciptakan ketertiban masyarakat khususnya dalam

menjalankan kehidupannya sebagai warga desa serta mengejar cita-cita kesejahteraan sosial itu.

Tentu juga desa yang dimaksudkan mampu berjalan secara manajerial sesuai dengan undang-

undang yang ada serta peraturan pemerintah yang menjadi aturan lanjutannya. Undang-undang

tentang desa ini sangat penting di Indonesia karena secara mayoritas, sebagian besar dari habitat

Indonesia itu desa, dan sebagian besar dari masyarakat Indonesia hidup di pedesaan.

Munculnya undang-undang ini boleh dikatakan terlambat, dalam hal mengadaptasi model

pembangunan.

Kalau dilihat dari semangat yang ada pada Undang Undang No. 6 Tahun 2014 ini, maka

ada beberapa hal yang dapat dikatakan menjadi tujuannya. Yang pertama adalah upaya

memperbarui dan memperbaiki perundang-undangan yang sudah ada sebelumnya. Undang-

undang ini secara jelas menginginkan masyarakat desa mampu memanfaatkan potensi sumber

daya yang ada. Ketentuan demikian, kurang mendapat penekanan pada produk perundangan

sebelunya, khususnya yang menekankan pada keberadaan desa. Kedua demi memberikan

kemandirian kepada masyarakat desa untuk mengelola aset yang dimiliki. Bantuan keuangan

yang diberikan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, serta berbagai kerjasama yang

dilakukan, bertujuan untuk mengelola aset yang dimiliki oleh masing-masing desa. Ketiga,

memperlihatkan demokratisasi yang lebih menukik kepada masyarakat Indonesia. Artinya ide-

ide yang berasal secara langsung dari rakyat, dapat disalurkan dan dapat dipakai untuk

meningkatkan kesejahteraan. Dan keempat adalah dalam kerangka menghadapi globalisasi,

khususnya tahun 2015, adalah masyarakat bebas ASEAN. Demokrasi yang dimaksudkan disini

adalah munculnya berbagai ide, kreasi dan pendapat dari masyarakat paling bawah demi

mencapai kesejahteraan mereka. Pemerintah yang ada di atasnya, mendukung pengelolaan itu.

Dan dengan cara itulah kemudian masyarakat Indonesia menghadapi persaingan global. Untuk

mencapai hal itu, pencerdasan, kreatifitas serta kemandirian mau tidak mau harus menjadi

landasan dari masyarakat desa setelah berlakunya undang-undang ini. Karena itulah kemudian

memerlukan banyak pentahapan untuk mencapai keberhasilan undang-undang ini.

Page 9: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Dalam Undang-Undang No 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, ada dua pengertian

yang menyangkut desa, yakni desa dan kelurahan. Yang dimaksudkan dengan desa adalah suatu

wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di

dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah,

langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 ayat a). Wilayah di bawah desa disebut dengan

dusun yang masih merupakan lingkungan pelaksanaan pemerintahan desa.

Sedangkan kelurahan merupakan wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk,

mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat, yang tidak berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Di bawah lurah yang merupakan lingkungan kerja

pelaksnaan kelurahan, disebut dengan lingkungan. Secara geografis, kelurahan tersebut berada

perkotaan atau berdekatan dengan kota.

Undang-Undang Republik Indonesia No 19 tahun 1965 tentang Desapraja sebagai Bentuk

peralihan untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik

Indonesia (Undang-undang tentang Desapraja), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

desapraja dalam undang-undang tersebut adalah kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-

batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya, dan

mempunyai harta benda sendiri.

Secara sosiologis, pengertian desa menurut Undang-Undang yang disebutkan diatas

masih longgar karena letak desa tersebut tidak harus jauh di pedalaman seperti di pegunungan

atau mempunyai jarak dengan kota. Pemahaman tradisionil masyarakat tentang desa selalu

mengacu kepada hal yang mempunyai jarak dengan kota, dimana kehidupan tradisional lekat

dengan kehidupan itu. Perbedaan antara desa dengan kota terletak pada sikap masyarakat

terhadap tradisionalitas tersebut. Biasanya yang membedakan adalah sikap dan tindakan rasional.

Atau dengan cara pandang lain, adalah sikap praktis dalam kehidupan, dimana sikap praktis ini

lebih diacu kepada proses waktu yang dihabiskan dalam menyelesaikan sesuatu. Di kota

misalnya, orang memasak memakai listrik atau kompor gas. Di desa memakai kayu api.

Memasak dengan kompor gas jauh lebih cepat dibandingkan dengan memakai kayu api. Di kota

angkutan digunakan dengan mobil, di desa masih dengan jalan kaki atau memakai kuda. Inilah

beberapa indikator apabila membandingkan kehidupan desa dengan kota di masa lalu. Dari

konteks lingkungan, desa lebih bersih udaranya dibanding kota yang polutif.

Page 10: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Desa menurut Undang-undang No 6 Tahun 2014 adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,

dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (pasal 1, huruf 1.).

Ada satu frasa penting dalam pengertian desa seperti yang tercantum dalam pengertian

itu, yakni hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan. Jika dilihat dari sejarahnya, kota pun merupakan desa sebelum kemudian

mendapatkan perkembangan baru dengan lebih banyaknya penduduk dan ragam profesi yang ada

di wilayah kota itu. Akan tetapi, hak-hak tradisionil yang mampu di pertahankan di daerah itu,

apapun bentuknya, memungkinkan tumbuh, berdiri dan hadirnya desa di wilayah kota. Tentu

dengan batasan wilayah yang dimiliki. Di Bali, sesungguhnya tidaklah terlalu sulit melihat

kehadiran desa demikian di dalam kota. Desa adat atau desa pakraman, hadir dan ada di

lingkungan kota karena desa pakraman ini mempunyai wilayah sendiri dan mengayomi praktik

tradisionil dari masyarakat yang beragama Hindu.

Dibandingkan dengan pengertian desa dalam undang-undang yang lain, pengertian desa

yang dimaksudkan pada Undang Undang No. 6 Tahun 2014 terlihat lebih komplit karena

mengandung frase tradisional seperti yang diungkapkan diatas. Frase ini penting, paling tidak

untuk menjembatani alam pikiran dan persepsi masyarakat, tentang pengertian desa yang ada

jarak dengan kota dan desa yang lebih mempunyai sifat tradisional tersendiri.

Dilihat dari sisi kemandiriannya, seluruh undang-undang yang disebutkan itu

menekankan bahwa desa merupakan wilayah dengan masyarakatnya yang boleh mengurus

rumah tangganya sendiri, yang tentu saja dalam koridor negara Republik Indonesia. Adanya

pengakuan terhadap desa yang membolehkan mengurus rumah tangganya sendiri ini berkaitan

dengan berbagai kondisi adat setempat atau lingkungan dan sejarah dari desa tersebut. Dalam

konteks Indonesia, kemandirian ini penting demi memberi kebebasan bagi komunitas yang ada

di wilayah desa itu untuk menyerap kebiasaan dan adat istiadat yang ada. Indonesia merupakan

negara yang Bhineka Tunggal Ika dengan berbagai ragam suku, agama dan kebiasaan yang ada

sehingga memengaruhi kehidupan sosial di wilayah tersebut. Desa juga mempunyai keragaman

lingkungan seperti misalnya lingkungan pegunungan, pantai, dataran rendah dan sebagainya.

Page 11: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Itulah yang menjadi alasan mengapa desa dipandang berhak mempunyai otonomi untuk

mengurus rumah tangganya sendiri.

Hanya saja dari tiga pengertian desa ditas, hanya undang-undang No 19 tahun 1965 yang

menekankan bahwa setiap desa mempunyai harta benda sendiri. Dua undang undang lainnya,

meski tidak menyebutkan tentang harta benda, lebih menyebutkan dengan sumber dana dari desa

tersebut. Setidaknya, dalam penjelasan undang-undang ini, dapat dikatakan bahwa pencatuman

harta benda tersebut terjadi karena beberapa alasan. Disebutkan bahwa pada jaman Orde Lama,

ada keinginan untuk membagi habis wilayah Indonesia menjadi daerah tingkat I, II, dan III,

maka desapraja ini hendak dijadikan wilayah peralihan untuk menjadi daerah tingkat III. Daerah

inilah yang dengan dasar pasal 18 UUD 1945, kelak akan dijadikan sebagai daerah tingkat III

yang sifatnya otonom juga. Karena sifatnya otonom itulah maka diperlukan adanya harta benda

tersebut. Daerah tingkat III yang dimaksudkan itu sesuai dengan asal-usulnya yang mempunyai

sifat tradisionil. Jadi harta benda ini dimaksudkan untuk membiayai keadmistrasian desapraja

yang mempunyai asal-usul berbeda dengan yang lainnya.

Selanjutnya, harta benda ini juga mempunyai arti untuk memutus hubungan dengan

model-model feodal di masa itu. Harta benda inilah yang menjadi salah satu penghasilan dari

desapraja, yang dapat digunakan untuk kepentingan desapraja, seperti membayar pamong dan

sebagainya. Di jaman feodal masih dijumpai adanya penggunaan tenaga kerja tanpa bayaran atau

tanah bengkok untuk membayar kepala desa.

Meskipun tidak dinyatakan secara jelas soal harta benda desa, tetapi dalam Undang-

Undang No. 5 Tahun 1979, harta benda itu secara tersurat dimuat pada bagian kedelapan,

tentang kekayaan desa, dimana yang dimaksudkan dengan itu adalah tanah-tanah kas desa atau

usaha yang dilakukan oleh desa tersebut. Seperti juga Undang_undang No 5 Tahun 1979, pada

Undang-Undang No 6 Tahun 2014, tidak dicantumkan secara jelas harta benda desa di dalam

definisi. Akan tetapi undang-undang ini mencantumkan secara lengkap apa yang dimaksud

dengan aset desa. Diantara yang dimaksudkan itu adalah pada bagian kedua, pasal 76 dan 77

mengupas tentang aset desa, dimana dua pasal ini terdiri dari 9 ayat, dengan pasal 76 ayat 2

terbagi lagi menjadi lima huruf yang menyatakan tentang aset desa. Aset itu diantaranya adalah

kekayaan desa yang diperoleh atas beban Anggaran Pendapat dan Belanja Negara, Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Kekayaan desa

yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis. Kekayaan desa yang diperoleh dari

Page 12: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundaang-

undangan. Hasil kerjasama desa, dan kekayaan desa yang berasal dari perolehan lainnya yang

sah. Pada ayat 4 disebutkan bahwa kekayaan milik desa yang berupa tanah disertifikatkan atas

nama pemerintah desa.

Demikian banyaknya aturan tentang aset desa ini disebabkan karena desa kelak

diharapkan menjadi sentra pembangunan negara, yang mampu bersaing dalam dunia global.

Dalam pertimbangan konsiderans Undang-undaang No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa desa

telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar

menjadi kuat, maju mandiri dan demokratis sehingga menjadi landasan yang kuat dalam

melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur dan

sejahtera. Pertimbangan ini bisa dikatakan sebagai salah satu alasan demikian rinci aset yang

disebutkan dalam perundangan ini. Dengan aset yang kuat, diharapkan pemberdayaan desa agar

maju, kuat dan mandiri, akan bisa terlaksana. Disamping itu, pasal 78 dari undang-undang ini

secara garis besar menentukan bahwa pembangunan desa mempunyai tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, penanggulangan kemiskinan sampai dengan

memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Ini menandakan bahwa

tujuan pembangunan itu akan bisa dicapai apabila dilakukan dengan memanfaatkan aset desa

yang komplit dan berdaya guna.

Satu hal yang menjadi kelebihan dari Undang-Undang No 6 tahun 2014 ini adalah

tentang pembangunan desa. Pada dua undang-undang sebelumnya yang mengatur tentang desa

atau desa praja, tidak ada hal yang secara khusus mengupas tentang pembangunan desa. Malah,

lebih banyak mengatur masalah teknis seperti soal pemilihan kepala desa. Undang-Undang No 6

Tahaun 2014 mengatur dengan rinci pembangunan desa tersebut. Ini jelas mempunyai

keterkaitan dengan konsiderans dari perundangan ini yang menekankan tujuan bahwa desa harus

menjadi kuat, mandiri dan demokratis. Lebih jauh lagi disebutkan bahwa pengaturan desa seperti

dengan pembuatan undang- undang ini mempunyai tujuan untuk menempatkan masyarakat desa

sebagai subyek pembangunan (pasal 4, huruf i). Tidak ada konsepsi seperti ini yang ditekankan

pada dua perundangan lainnya, baik Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

Desa dan Undang-Undang No 19 Tahun 1965 tentang Desapraja.

Dalam konteks pembangunan nasional Indonesia, tujuan menjadikan masyarakat desa

menjadi subyek pembangunan, merupakan pilihan yang tepat karena karakter geografis dan

Page 13: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

lokasi tempat tinggal rakyat Indonesia, lebih banyak di desa. Mereka hidup secara agraris

dengan menempatkan alam sebagai tumpuan utama kehidupan sosial, individu maupun

keluarga. Dengan karakter seperti ini, maka menempatkan masyarakat desa sebagai subyek

pembangunan merupakan pilihan yang tepat. Pertama, masyarakat akan mampu menyelami

berbagai bentuk pembangunannya karena pembangunan tersebut sesuai dengan model dari

lingkungan yang ada. Kedua, mereka tidak akan terkejut dengan model dan instrumen

pembangunan yang baru, misalnya instrumen yang lebih menekankan pada pembangunan yang

bercirikan kota, seperti menekankan pada penggunaan mesin. Ketiga, pembangunan bisa

dilakukan secara pelan-pelan dan akan menyeleksi kelompok masyarakat yang mampu

mengadaptasi perubahan sosial lebih cepat. Artinya kelompok masyarakat desa yang mampu

mengadaptasi perubahan sosial, dapat menyesuaikan model pembangunannya dengan apa yang

ada di kota.

Pada Undang-Undang No. 6 tahun 2014 ini, pembangunan desa tersebut boleh

dikatakan dilapis. Dalam arti tidak hanya ada kehendak untuk membangun desa itu sendiri

tetapi juga pembangunan kawasan perdesaan. Pembangunan desa, artinya pembangunan yang

dilakukan di dan oleh masyarakat desa tersebut. Sedangkan pembangunan kawasan perdesaan

adalah pembangunan pedesaan yang ada di lingkungan kabupaten atau kota. Disini, rencana atau

tanggung jawab itu lebih tertekan kepada kota atau kabupaten tempat desa-desa tersebut berada.

Daerah tingkat II inilah yang harus tanggap terhadap cita-cita, rancangan dan inspirasi terhadap

pembangunan desa di kawasan itu.

Sebagai kelengkapan teknis pembangunan desa, undang-undang ini telah

mencantumkannya secara lebih luas. Secara tradisional, seluruh pembangunan yang berlangsung

di desa tersebut harus didasarkan kepada kearifan lokal yang ada di desa tersebut (pasal 81 ayat

3). Pemilihan kearifan lokal sebagai basis pembimbing pembangunan itu sangat berguna karena

masing-masing desa di Indonesia mempunyai budaya yang sangat beragam. Seperti yang telah

menjadi pemahaman nasional, Indonesia ini merupakan negara yang berbhineka secara sosial

dan budaya, dimana masing-masing budaya itu mempunyai kearifan masing-masing sesuai

dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat. Karena itu, pembangunan yang menyesuaikan

dengan keraifan lokal ini amat berguna agar masyarakat tidak teralienasi, terasing dengan bentuk

pembangunan, rencana pembangunan, instrumen pembangunan sampai dengan hasil

pembangunan yang akan terjadi. Dengan demikian, tenaga yang dipakai akan mampu benar-

Page 14: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

benar terserap secara utuh karena menyesuaikan dengan iklim sosial masyarakat setempat. Pada

masyarakat yang masih tradisionil dengan basis kekuatan agraris, maka cara gotong royong

untuk melaksanakan pembangunan merupakan pilihan yang lebih tepat dan membantu.

Sebaliknya, desa yang ada di kota, tidak keliru apabila instrumen pembanguannya memakai

mesin.

Dengan cara memakai kearifan lokal demikian, penyerapan tenaga kerja juga akan lebih

maksimal dari desa tersebut. Tidak akan terjadi banyak pengangguran karena keterampilan yang

dipakai menyesuaikan dengan keadaan setempat.

Seperti halnya pada skala nasional, pembangunan desa inipun mempunyai perencanaan

juga. Dalam undang-undang ini disebutkan dengan perencanaan pembangunan jangka

menengah yang mempunyai rentang waktu 6 tahun (pasal 79 ayat 2 huruf a). Yang lebih penting

diperhatikan disini adalah bahwa perencanaan pembangunan itu sangat berguna untuk

memberikan skala prioritas terhadap pembangunan yang ada di desa, sesuai dengan karakter

lingkungan dan potensi yang ada di desa tersebut. Sebuah perencanaan pembangunan, apalagi

yang bersifat sosial pasti memerlukan perencanaan sosial. Dalam perencanaan sosial ini, yang

perlu dilibatkan adalah masyarakat dan segenap komponen yang ada di masyarakat tersebut.

Dalam undang-undang ini telah dicantumkan bahwa dalam membuat perencanaan tersebut,

diikutkan masyarakat desa (pasal 80). Secara sosial, disamping merupakan sebuah keharusan,

pelibatan masyarakat setempat itu mempunyai manfaat besar bagi kepentingan di desa tersebut.

Pelibatan masyarakat dalam perencanaan, secara langsung akan menggali potensi-potensi kritis

dan cerdas dari anggota masyarakat desa untuk membuka wawasannya. Perencanaan tentu

memerlukan permusyawaratan dari semua warga yang ada. Keterlibatan ini jelas akan membuat

hasil pembangunan itu merupakan hasil rumusan bersama, sehingga apapun hasilnya akan

menjadi tanggung jawab bersama. Dengan demikian, secara tidak langsung juga akan mampu

menumbuhkan spesialisasi di dalam anggota masyarakat itu. Artinya akan muncul tokoh atau

kelompok atau individu yang secara khusus memperhatikan persoalan air, ladang, sawah,

perekonomian dan sebagainya sehingga hal ini berpotensi mendorong tumbuhnya kecerdasan

warga. Kecerdasan akan menumbuhkan kemajuan desa.

Sebuah perencanaan sosial sudah seharusnya melibatkan berbagai ahli dan melibatkan

masyarakat setempat. Maka, dalam perencanaan sosial di desa ini, ahli-ahli yang ada di desa

akan muncul. Fenomena ini juga akan mendorong generasi muda desa untuk menempuh

Page 15: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

pendidikan sesuai dengan kondisi yang ada di desanya. Jadi mereka akan menjadi ahli sesuai

dengan keadaan lingkungan di desa.

Tanggung jawab desa terhadap pembangunannya juga akan terasa lebih komplit karena

ketentuan undang-undang ini menyebutkan bahwa apabila ada pembangunan “milik”

pemerintah kota yang berkosentrasi di desa bersangkutan, akan diberikan kepada desa tersebut.

Pasal 79 ayat 6 menyebutkan bahwa program pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang

berskala lokal desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanannya kepada desa. Secara

sosial maupun politis, hal ini telah menyiratkan bahwa desa merupakan sentral dari

pembangunan, sesuai dengan karakter yang ada di desa tersebut. Campur tangan pemerintah

kepada pembangunan desa dikhawatirkan akan membuat pola dan bentuk pembangunan akan

menyimpang karena tidak sesuai dengan karakter masyarakat desa. Memberikan pelaksanaan

pembangunan kepada desa mempunyai makna bahwa agar pembangunan ini lebih baik, maka

pilihan jenis pembangunan mesti diberikan kepada masyarakat setempat. Atau apabila memang

desa tersebut masih belum mampu melaksanakan pembangunannya secara mandiri yang

disebabkan oleh tenaga ahli, keterampilan ataupun infrastrutur yang kurang, maka pemerintah

daerah tetap tidak mau melaksanakan pembangunan itu secara mandiri tetapi tetap memberikan

kesempatan kepada masyarakat desa untuk melaksanakan, dengan koordinasi kepada pemerintah

daerah. Bentuk koordinasinya tentu saja ditentukan dengan kesepakatan antara kedua belah

pihak. Jadi, boleh dikatakan bahwa secara politis pemerintah daerah memberikan perhatian

lebih banyak kepada desa demi berbagai macam tujuan yang telah ditetapkan, misalnya

menekan angka kemiskian.

Proyek pengentasan kemiskinan misalnya, lebih sering jatuh kepada pemerintah daerah,

khususnya pemerintah daerah tingkat II. Di jaman Orde Baru, kemiskinan itu lebih banyak ada di

pedesaan. Akan tetapi, sekarang karena sistem ekonomi yang cenderung lebih liberal,

kemiskinan itu tidak hanya ada di desa, akan tetapi juga ada di perkotaan. Undang-Undang No. 6

Tahun 2016 ini tidak mengenal pembedaan secara khusus antara desa dengan kota. Artinya di

kota pun dinyatakan tetap ada desa. Karena itu apabila ada proyek pencegahan kemiskinan yang

dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat II, maka demi kelancaran dan ketepatsasaran dari

proyek tersebut, pelaksanaan dari hal ini akan lebih baik langsung diberikan kepada desa.

Sebagai sebuah kelengkapan pembangunan, di jaman reformasi diperlukan adanya

informasi. Undang-undang No 6 tahun 2014 memberikan jaminan soal ini. Penyediaaan

Page 16: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

informasi ini dilakukan oleh pemerintah kota atau pemerintah daerah kabupaten dalam bentuk

macam-macam. Misalnya pemerintah daerah itu harus mempersiapkan fasilitas perangkat keras

maupun lunak, jaringan sampai dengan sumber dayanya. Apabila dilihat dari sisi keterbukaan

dan tanggung jawab, penyediaan sarana ini merupakan upaya memberikan keterbukaan kepada

dua pihak. Pemerintah memberikan perangkat informasi itu guna memberikan aliran

pengetahuan kepada masyarakat di desa, sampai ke sektor yang paling kecil, terhadap berbagai

informasii pembangunan. Hal ini mempunyai beberapa manfaat. Yang pertama, memberikan

aliran pengetahuan kepada masyarakat tentang metode, keahlian, keterampilan sampai dengan

berbagai kebutuhan dalam pembangunan. Masyarakat akan dapat pengetahuan untuk

membangun selokan yang baik misalnya, melalui internet yang telah disediakan di desa.

Masyarakat pun akan dapat mendiskusikan tentang kebutuhan campuran semen untuk membuat

dinding bagunan. Jadi, informasi ini akan dapat langsung diakses oleh masyarakat yang paling

bawah. Kedua, memberikan informasi tentang ragam wujud pembangunan di desa. Aparat desa

dan juga masyarakat harus rajin membuka informasi melalui perangkat yang ada karena melalui

hal inilah pemerintah daerah akan menginformasikan berbagai berita, pengumuman dan

sebagainya tentang pembangunan di desa. Ini misalnya bisa dilihat dalam bentuk jenis

pembangunan apa yang mendapatkan pembiayaan dari pusat. Atau bagaimana alokasi

pembiayaan tersebut dan waktu yang ditetapkan untuk proyek pembangunan di desa. Juga

tentang petunjuk-petunjuk pelaksanaannya. Ketiga, akan memberikan keterbukaan. Baik anggota

masyarakat, pemerintah daerah, maupun aparat desa sama-sama mengetahui berbagai informasi

tentang pembangunan desa secara terbuka. Jumlah dana yang diperlukan, dana yang dihabiskan

sampai sarana dan jangka waktu pembangunan itu, semuanya dapat diakses secara terbuka baik

oleh masyarakat desa setempat maupun oleh pemerintah. Keempat, keterbukaan informasi ini

sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab. Bagi masyarakat tanggung jawabnya adalah

memantau jalannya proyek pembangunan, sekaligus memberikan kritik dan sumbangan pikiran

terhadap proyek pelaksanannnya itu, baik kepada pemerintah daerah maupun kepada aparat desa.

Dalam hal pelaksanaan negara yang bersih, cara seperti ini akan mampu menekan dan

menghindari korupsi karena keterbukaan itu telah dilakukan di berbagai bidang. Melalui

keterbukaan informasi ini juga pemerintah dapat mengontrol pembangunan di desa, apabila

misalnya pembangunan itu dibawah koordinasi pemerintah.

Page 17: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Salah satu kekhawatiran dari palaksanaan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 ini adalah

bahwa pada tahap awal-awal pelaksanannya, sangat rawan dengan tindakan-tindakan koruptif.

Gelontoran dana yang berjumlah sampai milyaran rupiah tersebut, memerlukan pembukuan yang

professional yang akan mencatat segala macam pengeluarannya. Padahal pada sisi lain, seperti

yang telah diketahui oleh masyarakat banyak, profesionalisme birokrasi pada tingkat desa itu

jauh dari sisi memadai. Desa yang dimaksud baik desa dinas maupun desa pakraman (di Bali).

Karena itu dikhawatirkan uang milyaran rupiah tersebut tidak akan dapat digunakan secara baik

dan bergunan apabila tidak dikelola secara prpfesional. Artinya ada kesempatan untuk

melakukan korupsi. Maka, cara keterbukaan melalui jaringan informasi di pedesaan ini,

dipandang mampu memberikan kontrol agar dana-dana itu tidak digunakan secara sewenang-

wenang. Artinya untuk memberikan tekanan agar korupsi tersebut tidak muncul, apalagi di

pedesaan.

Pembangunan desa tidak dapat hanya dilaksanakan oleh desa itu sendiri, tetapi juga bisa

dilakukana melalui apa yang disebut dengan Pembangunan Kawasan Perdesaan. Dalam undang-

undang ini, yang dimaksudkan dengan pembangunan kawasan perdesaan adalah pembangunan

yang merupakan perpaduan pembangunan antar desa dalam satu kabupaten atau kota (pasal 83).

Ketentuan ini menyertakan bahwa pembangunan desa tersebut dapat dilakukan oleh

pemerintah daerah, baik provinsi maupun daerah tingkat dua. Akan tetapi pembangunan itu

dilakukan dalam konteks yang berhubungan antara satu desa dengan desa lainnya. Hubungan

dan interaksi tersebut sangat penting untuk meningkatkan saling kerjasama antar desa di dalam

satu kabupaten. Pembangunan kawasan perdesaan ini mempunyai tujuan untuk mengintegrasikan

antara kebijakan pemerintah, tetapi tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar kearifan lokal

dan lingkungan yang ada di desa. Karena itulah kemudian, rancangan pembangunan kawasann

perdesaan ini dibuat bersama oleh pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah tingkat

II (kabupaten dan kota). Akan tetapi rencana pembangunan kemudian ditetapkan oleh

bupati/walikota sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (pasal 83 ayat 5).

Hal ini memperlihatkan bahwa tujuan pembangunan kawasan perdesaan yang dimaksud

itu agar sesuai dengan kebijakan pusat. Pemerintah propinsi merupakan perwakilan pemerintah

pusat di daerah. Tetapi bagaimanapun pihak yang paling tahu tentang desa dan masyarakat yang

ada di lingkungannya adalah pemerintah daerah tingkat II. Karena itulah rencana pembangunan

itu ditetapkan oleh pemerintah tingkat II melalui pembangunan jangka menengahnya.

Page 18: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Sedangkan pelaksanannya harus melibatkan masyarakat desa. Pembangunan kawasan perdesaan

ini, juga memperlihatkan bahwa pembangunan di kawasan tersebut harus mampu menyesuaikan

diri dengan kawasan daerah tingkat II yang ada di desa tersebut.

Keterkaitan hubungan antara pemerintah kota atau kabupaten, termasuk juga dengan

pemerintah pusat dan propinsi dalam hal pembangunan desa, masih sangat erat. Ini misalnya

terlihat bahwa pembangunan kawasan perdesaan yang dimaksudkan dalam undang-undang ini,

bertujuan paling tidak menyesuaikan dengan model pembangunan yang ada di kota atau

kabupaten. Bahwa penggunaan dan pemanfaatan wilayah desa dalam rangka penetapan kawasan

pembangunan, sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kota. Karena itu, meskipun pembangunan

kawasan pedesaan ini tetap melibatkan aparat dan masyarakat desa, tetap ketentuan lanjutan dari

perencanaan, pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan ini, tetap diatur dalam peraturan

daerah kabupatan/kota.

Ketentuan demikian, disamping bertujuan untuk memberikan bantuan terhadap arah

pembangunan desa, juga dimaksudkan mengontrol pembangunan desa agar menyesuaikan

dengan pola pembangunan di kabupaten/kota. Hal ini penting karena dalam konsep

pembangunan perdesaan itu, lebih menentukan pada pembangunan antar desa yang ada di

kabupaten tersebut. Karena merupakan pembangunan antar desa, dapat saja model dan bentuk

pembangunannya terintegrasi yang menyesuaikan dengan pola pembangunan yang dirancang

kota. Ketentuan pembangunan perdesaan ini mengandung makna tersembunyi. Artinya pembuat

undang-undang ini telah mengetahui bahwa kota-kota di Indonesia itu cepat berkembang, dimana

perkembangannya sering kali menjalar sampai ke desa-desa yang ada di sekitar kota. Agar tidak

memunculkan persoalan-persoalan sosial di kemudian hari, maka kota atau kabupaten mencoba

melihat konteks perkembangan yang ada di kota itu sesuai dengan kebutuhan dan ciri dari

daerah tingkat II yang ada. Sebuah kabupaten telah mempunyai perencanaan jangka menengah,

sehingga pelaksanaan pembangunan di desa haruslah sesuai dengan perencanaan tersebut.

Misalnya, pembangunan diarahkan ke wilayah barat, maka desa-desa yang ada di wilayah timur

mesti menyesuaikan diri dengan rencana tersebut. Sekarang, perluasan permukiman misalnya,

sering kali menggerus desa-desa yang ada di wilayah berdekatan dengan kota atau pusat

kabupaten sehingga justru mampu memunculkan persoalan-persoalan sosial.

Ibu kota kabupaten atau kota sering kali menjadi sasaran urbanisasi akibat pembangunan

yang tidak merata. Karena itu, dalam kaitan dengan pembangunan perdesaan yang menekankan

Page 19: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

saling kebersamaan pembangunan antar desa tersebut, sangat berguna untuk menentukan pilihan-

pilihan pembangunan yang sesuai dengan keunggulan maupun ciri dari kabupaten maupun kota

tersebut. Misalnya untuk mencegah munculnya urbanisasi, maka pemerintah kabupaten dapat

saja membangun industri kopra di desa-desa yang mempunyai sentral pohon kelapa. Pemerintah

kabupaten dapat membuat peraturan tentang perencanaan tersebut, demi menahan arus urbanisasi

yang kemungkinan terjadi. Di Tabanan Bali, misalnya, wilayah Selabih, Surabrata dan

sekitarnya sanat tepat dipakai sebagai sentra pengolahan kelapa.

Dalam jangka pendek, terutama di jaman sekarang (2014-2020), yang harus

diperhatikan fokus pembangunannya adalah pada desa-desa yang berdekatan dengan kota

kabupaten. Di Bali, desa-desa yang ada di wilayah Bali selatan haruslah mewaspadai

perkembangan perkembangan kota kabupaten ini. Dikhawatirkan desa-desa yang ada di pinggir

kota ini akan diserobot pembangunan sebagai imbas dari kesesakan arus urbanisasi yang

berlangsung di kota. Desa-desa yang ada di wilayah Badung misalnya, sudah sangat sesak oleh

penduduk, pembangunan perumahan, tempat hiburan dan sebagainya sebagai akibat dari

padatnya arus urbanisasi ke kabupaten Badung dan memadati Mangupura. Khusus di kota

Denpasar misalnya, haruslah diperhatikan bahwa semakin sesaknya penduduk di kota akan dapat

menggerus nilai-nilai budaya yang ada di desa-desa yang ada di kota, terutama yang berkaitan

dengan masalah adat dan kebiasaan masyarakat Hindu Bali.

Proses pembangunan perdesaan ini, yang bersesuaian dengan pola pembangunan di

kabupaten akan mempunyai akibat lebih kuat kalau dilakukan secara bersama-sama. Jadi

melakukan kerjasama atau melakukan integrasi pembangunan dengan beberapa desa, akan

mendapatkan hasil yang lebih baik. Ini disebabkan, kesepakatan antar desa itu dapat dipandang

sebagai bendungan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Yang paling tepat, kerjasama

itu harus dilakukan oleh desa-desa yang benar-benar berada di pinggir kota atau dengan fokus

pada desa-desa yang melingkari kota kabupaten.

Landasan Sosiologis Keterikatan Kota dengan Desa

Dalam sejarah perkotaan di Indonesia, pembentukan kota tidak dapat dipisahkan dengan

pembentukan desa terlebih dahulu. Dalam arti, pemukiman padat di kota diawali oleh

pemukiman yang mirip dengan pedesaan. Sudah menjadi jelas bagi masyarakat Indonesia bahwa

tempat tinggal itu harus berdekatan dengan air dan tanah pertanian. Filosofi ini mirip dengan

Page 20: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

cara-cara yang dilakukan oleh orang nomaden atau perkebunan berpindah. Air dan tanah

merupakan penopang kehidupan manusia. Karena itu, desa yang terbentuk pasti berdekatan

dengan sungai atau dengan sumber air. Di Bali, identitas ini terlihat cukup jelas karena hampir di

setiap desa selalu dijumpai sungai atau sumber air. Bahkan juga desa-desa di pegunungan

didirikan berdekatan dengan sumber air.

Dilihat dari konteks perkembangan demikian, dapat dikatakan bahwa di daerah perkotaan

setidaknya ditemukan adanya lebih dari satu sungai, atau sungai yang panjang dan besar. Hal ini

merupakan perkembangan dari keberadaan desa di masa sebelumnya. Kota, dengan demikian

dapat merupakan perkembangan jumlah penduduk dari desa yang berwilayah luas. Atau

merupakan gabungan dari beberapa desa yang berada di sekitar sungai, yang secara geografis

mempunyai wilayah berdekatan. Paling kurang penduduk desa tersebut saling meluber secara

geografis dan akhirnya menyatukan diri menjadi kota. Hal ini misalnya terlihat, dalam kasus di

Bali, di kota, baik di Denpasar, Tabanan, Klungkung dan kota-kota lainnya. Banyak terdapat

desa yang disebut dengan desa pakraman atau desa adat yang merupakan kesatuan masyarakat

tradisionil di Bali. Desa dinas pun terdapat di dalam kota.

Dengan logika perkebangan demikian, maka banyak ciri-ciri ataupun identitas desa

masih melekat pada perkembangan kota. Pola pemukiman misalnya, masih banyak dijumpai pola

pemukiman kampung yang ada di perkotaan. Di Bali, rumah penduduk di kota mempunyai

kesamaan dengan apa yang ada di desa. Pola pemukiman tradisional masyarakat Bali setidaknya

dibagi menjadi empat atau lima bagian. Rumah tidur utama, ada pada bagian barat menghadap ke

timur. Dapur ada di bagian selatan, rumah tempat menyimpan sarana upacara di bagian utara dan

di bagian tengah ada rumah untuk melaksanakan ritual upacara. Pada bagian timur laut,

merupakan lokasi tempat persembahyangan keluarga. Tempat untuk beternak ada di belakang

rumah utama. Model pemukiman seperti itu juga masih terlalu jamak dan dijumpai di kota-kota

di Bali. Demikian juga dengan pola tempat tinggal sosial.

Pola tempat tinggal sosial masyarakat Indonesia, dan juga di Bali sebarannya

mengelompok dan mengembang sesuai dengan jumlah anggota keluarga. Rumah inti yang

merupakan rumah tua, dikelilingi oleh rumah-rumah lain, merupakan pengembangan dari

keluarga inti, yang berdekatan satu sama lain. Artinya dalam satu lingkungan, dijumpai sanak

keluarga yang juga beranak pinak. Di Bali, pola tempat tinggal yang berakar keluarga ini

mengelilingi satu halaman yang luas. Akan tetapi, lama kelamaan halaman ini bertambah sempit

Page 21: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

sesuai dengan perkembangan jumlah anggota keluarga yang telah bertempat tinggal. Perumahan

yang ada dihiasi oleh pola-pola perumahan seperti itu. Di Bali, kesatuan kehidupan sosial paling

kecil diatas keluarga, disebut dengan banjar. Menurut sejarahnya, munculnya kata banjar

tersebut tidak lain disebabkan oleh adanya deretan rumah yang berjajar. Karena itu disebut

dengan banjar. Pola perumahan yang mengelompok sesuai dengan anggota keluarga juga

dijumpai di kota-kota lain di Indonesia. Khusus di Bali, model rumah yang berjajar seperti

berbanjar tersebut, juga dijumpai di kota.

Pola kehidupan sosial kota juga mempunyai korelasi dengan pola kehidupan sosial di

desa, bahkan di kota-kota besar sekalipun. Karena geografisnya luas, terdiri dari ladang dan

persawahan serta perumahan yang tidak demikian banyak, sebagian masyarakat di pedesaan

memelihara hewan dengan cara membiarkannya berkeliaran di ladang. Atau untuk menghindari

adanya pencurian, hewan-hewan besar seperti sapi atau kambing dibuatkan kandang tepat di

belakang rumahnya. Unggas juga dipelihara dengan cara membiarkannya bebas berkeliaran,

sehingga masuk ke pekarangan rumah bahkan ke kamar-kamar tempat masakan dan tempat

tidur. Pola pemeliharaan seperti itu, sampai saat ini masih dijumpai di kota. Di Surabaya

kambing masuk halaman kampus. Di Bali, sapi masih berkeliaran di jalan raya dan perumahan.

Di Jakarta, masih banyak masyarakat yang membuat kandang sapi di belakang rumahnya. Ini

menandakan bahwa latar belakang kota itu, berawal dari desa beserta dengan kehidupannya.

Atau masyarakat yang tinggal di kota itu sesungguhnya mempunyai latar pedesaan.

Dalam konteks demografis, tidak dapat dilepaskan bahwa pertumbuhan berbagai kota di

Indonesia disebabkan oleh derasnya arus urbanisasi. Berbagai perilaku yang dipaparkan di depan

tadi, juga tidak dapat dilepaskan oleh perilaku urbanisasi tersebut. Ketimpangan pembangunan

serta infrastruktur yang tidak mendukung, membuat pembangunan di desa sangat tidak imbang

apabila dikaitkan dengan kota. Jalan yang rusak membuat pola pengangkutan barang kebutuhan

masyarakat menjadi tersendat atau malah mahal. Demikian pula sebaliknya untuk pengangkutan

barang yang ada di desa. Hal inilah membuat kehidupan di desa lebih sulit dibanding dengan

kota. Jawaban untuk menghadapi persoalan ini adalah dengan cara berpindah dan bekerja di

kota. Pada sisi lain, masyarakat desa masih belum mengetahui bagaimana pola dan cara hidup di

kota. Tidak adanya pengetahuan tentang pola kehidupan ini membuat para urban tersebut

memakai model hidup di pedesaan menuju ke kota, tempatnya bekerja sekarang. Disamping

membuat kandang ayam di perumahan, contoh lain tentang pola hidup desa ini adalah pola

Page 22: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

mencuci. Mereka mencuci di belakang gubuk atau lapak tempat berdagang. Padahal lapak itu ada

di jalan di kota atau di trotoar. Akibatnya jalan dan trotoar menjadi kotor karena menjadi tempat

pencucian.

Dengan demikian, kehidupan sosial yang ada di kota tersebut hampir sama dengan apa

yang ada di desa. Dalam konteks sejarah membentukan kota, desa merupakan cikal bakalnya. Ini

dibuktikan dengan adanya beberapa desa yang “melekat” di dalam kota. Sedangkan pola

interaksi sosial yang ada di kota, mempunyai kesamaan dengan apa yang ada di desa karena kota

dipenuhi oleh kaum urban yang datang dari desa.

Bahkan, kalau dilihat dari kondisi sekarang, meskipun Indonesia sudah masuk kedalam

negara modern secara sosial, tetapi kehidupan-kehidupan model pedesaan tetap terlihat di kota.

Salah satu dari indikator modernnya kehidupan sosial masyarakat adalah penggunaan teknologi.

Kendaraan bermotor, baik yang berjenis mobil maupun kendaraan roda dua, kini sudah dimiliki

oleh sebagian besar masyarakat sampai ke desa. Akses terhadap informasi juga menjadi salah

satu ciri dari masyarakat modern. Dilihat dari sudut ini, penggunaan telepon seluler serta

kepemilikan televisi, memberikan indikasi bahwa sebagian besar masyarakat sudah masuk dalam

ranah modern. Cara mengolah lahan pertanian, sampai cara memasak sekarang sudah lebih

banyak menggunakan tenaga bukan manusia. Penggunaan traktor pertanian sampai dengan alat

pengulik sambal sudah memakai teknologi. Di pedesaan juga banyak dijumpai kompor gas yang

membuat masyarakat tidak lagi mencari kayu bakar untuk memasak di dapur. Sekali lagi, ini

merupakan indikator kemajuan. Di kota-kota hampir seluruhnya dijumpai hal seperti yang

diungkapkan diatas.

Akan tetapi kalau dilihat dari perilaku dan sikap terhadap lingkungan, tindakan sosial

yang dilakukan masyarakat antara desa dengan kota, tidak ada perbedaan yang signifikan.

Perilaku-perilaku desa masih banyak kelihatan di kota. Misalnya seorang pedagang masih

seenaknya membuang sampah di sekitar tempat berjualan atau mencuci piring di sekitar tempat

berjualan. Padahal lokasi berjualan itu di pinggir jalan. Apabila berjualan di desa, dengan lokasi

yang masih luas, tentu cara seperti itu masih dapat dipandang biasa meskipun tidak sopan, akan

tetapi masyarakat kota yang tempatnya sangat sempit, dan penduduknya banyak serta lahan

yang sudah terbagi-bagi, tidak pantas untuk melakukan perbuatan seperti itu. Demikian pula

apabila kita lihat dengan pola pemeliharaan hewan. Di desa, sapi misalnya dipelihara dengan

cara dilepaskan di ladang atau ayam dibiarkan lepas di ladang. Akan tetapi, di kota-kota sekarang

Page 23: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

masih sering terlihat sapi yang berjalan liar tanpa dikawal oleh pemiliknya. Atau ayam yang

tidak dikandangkan. Belum lagi dengan cara berbicara yang masih dengan volume keras seperti

di sawah atau di ladang.

Apa yang diungkapkan diatas, merupakan perilaku-perilaku desa yang masih tetap

melekat di kota-kota di Indonesia, yang pada akhirnya memberikan pemahaman bahwa antara

kota dengan desa di Indonesia masih cukup lekat secara sosiologis.

Kepentingan Keterkaitan antara Kota dengan Desa

Undang Undang No. 6 Tahun 2014, tentang Desa, menyatakan bahwa desa itu juga ada

di kota. Pasal 5 menyatakan bahwa desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota. Sedangkan

pada pasal 1 tentang Ketentuan Umum ada yang menyebutkan kawasan perdesaan, yaitu

kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam

dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Pasal 83 menyiratkan kalau kawasan

perdesaan ini ada di lingkungan wilayah kabupaten/kota. Dengan demikian, desa yang

dimaksudkan dalam undang-undang ini tidak semata-mata seperti yang ada dalam bayangan

orang dengan ciri-ciri seperti jauh dari perkotaan, ada di kawasan pegunungan, sepi dan

sebagainya, tetapi desa juga ada di kota atau perkotaan. Dimana wilayah-wilayah pertanian pun

sebenarnya juga ada di daerah perkotaan, sesuai dengan undang-undang ini.

Ada beberapa hal yang dapat dilihat tentang keterkaitan antara desa dengan kota, apabila

dihubungkan dengan persoalan sosiologis. Yang harus dilihat dari sisi struktural bahwa kota

dapat dikatakan mempunyai perkembangan sosial yang lebih dinamis dibandingkan dengan desa.

Perkembangan kedinamisan itu, tidak sekedar sebagai akibat dari sarana kota yang lebih

dibanding dengan desa, tetapi berdasarkan kelebihan tersebut tingkat kemampuan intelektual dan

rasionalitas masyarakat kota, pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang

ada di pedesaan. Sekolah dari tingkat rendah sampai dengan perguruan tinggi, lebih banyak di

kota. Berbagai jenis perkantoran, pasar dan pertokoan lebih banyak di kota. Ruang untuk

melakukan diskusi dan dialektika, juga lebih banyak di kota. Termasuk juga dengan arena

hiburan dan ruang untuk saling berinteraksi sosial. Itulah yang membuat dinamika kota lebih

banyak ada di daerah perkotaan.

Page 24: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Akan tetapi mengingat sejarah kota, seperti yang disebutkan diatas berasal dari dari desa,

maka di dalam kota pun masih dijumpai eksistensi desa dengan segala identitasnya, yang kalau

tidak diperhatikan secara cermat akan dapat menghapuskan identitas dan keberadaan masyarakat

desa. Pemikiran rasional yang dimiliki oleh masyarakat kota, akan mampu menghilangkan

identitas tersebut. Dengan menerapkan teknologi mesin pemotong rumput misalnya, gotong

royong untuk membersihkan lingkungan akan terhapus. Di Bali pemikiran ekonomis membuat

masyarakat lebih memilih membeli sarana upacara, dibanding dengan membuatnya secara

bersama-sama. Inilah beberapa contoh yang memungkinkan praktik gotong royong yang ada di

desa akan punah. Padahal gotong royong itu mempunyai nilai kebersamaan yang memungkinkan

saling memahami saling keperluan antar individu yang membuat persaudaraan tetap utuh, untuk

mencegah konflik dan kekerasan.

Kota sebagai lokus pemikiran dan rasionalitas, dengan tingkat komposisi pemikir lebih

banyak, bahkan dapat dikatakan sebagai pusat, mempunyai kedudukan struktur sosial lebih

tinggi dibanding dengan desa. Karena itu dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 ini,

sebagian ketentuan untuk mengatur desa tersebut, harus bersumber dari kota (kabupaten).

Belanja desa misalnya, seperti yang ditentukan dalam pasal 74, disesuaikan dengan prioritas

pemerintah kabupaten/kota, pemerintah daerah tingkat I dan pemerintah Indonesia. Laporan

penyelenggaraan dari kepala desa juga harus dilaporkan kepada walikota setiap tahun dan saat

mengakhiri jabatanya, kepala desa harus melapor kepada pemerintah kabupaten/kota. Bahkan

pemberhentian atau merahabilitasi nama baik kepala desa, dilakukan oleh walikota (bupati).

Pembuatan peraturan desa juga harus dikoordinasikan dengan walikota untuk mendapat evaluasi,

terutama tentang anggaran pendapatan, tata ruang serta organisasi pemerintahan desa.

Dengan ketentuan seperti itu, secara struktural desa masih berada dalam pengawasan dari

kota. Akan tetapi langkah dan proses pengawasan atau pengaturan atau pengendalian desa

tersebut mempunyai kepentingan yang positif.

Keterkaitan antara kota dengan desa pada konteks seperti yang disebutkan diatas itu

dalam hal asas pengaturannya bisa dikatakan sebagai asas pemberdayaan dan keberlanjutan.

Pada penjelasan Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tetang Desa ini disebutkan bahwa asas

pemberdayaan dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

masyarakat desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai esensi masalah

dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Sedangkan asas keberlanjutan dimaksudkan sebagai

Page 25: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam

merencanakan dan melaksanakan program pembangunan desa.

Dari titik itulah dapat dilihat bagaimana pentingnya hubungan antara desa dan kota

dalam hal perdesaan yang ada di kota. Dengan cara memberikan keterkaitan pendanaan desa

disesuaikan dengan prioritas keuangan dari kota misalnya, pembangunan yang ada di desa dapat

disesuaikan dan dikoordinasikan dengan pembangunan yang ada di kota. Misalkan dalam taraf

ijin pembangunan ruko modern, desa-desa yang ada di kota tidak harus seluruhnya ikut-ikutan

memberikan keleluasaan pembangunan ruko apabila salah satu desa yang berdekatan telah

didirikan toko dengan berbagai jenis barang yang dijual. Ruko tersebut terjangkau dari berbagai

desa yang ada di sekitarnya, dengan menggunakan sarana transportasi yang telah ada.

Pembangunan terminal juga akan melihat pada lokasi terminal yang sudah ada. Demikian juga

soal pembangunan pasar tradisionil.

Cara mengkoordinasikan pembangunan seperti itu akan mampu memberikan pentahapan

perkembangan perluasan kota secara teratur dan bertahap, dan memberikan pentahapan

penyesuaian diri kepada masyarakat untuk mengikuti pola-pola kehidupan masyarakat kota,

dengan rasionalitas yang dimilikinya. Dengan demikian, identitas kehidupan sosial masyarakat

desa akan dapat disesuaikan dan dikembangkan secara sistematis dan terarah. Adanya

kecenderungan kota yang tetap memberikan campur tangan terhadap perkembaangan desa (yang

ada di perkotaan), disebabkan oleh perkembangan globalisasi, perkembangan sosial terutama

arus urbanisasi, tidak dipahaminya makna perundang-undangan oleh masyarakat sampai dengan

munculnya egosentris pemikiran individual yang dianut oleh oknum-oknum pengembang. Di

Bali, terutama di kota-kota yang ada pada wilayah Bali bagian selatan, perkembangan kota ini

sangat tidak kondusif karena menghabiskan wilayah-wilayah perdesaan dan tidak sesuai dengan

tata ruang yang telah disediakan. Munculnya banyak perumahan, ruko, dan berbagai fasilitas

sosial, sangat tidak memberikan dukungan bagi pemeliharaan identitas-identitas masyarakat

pedesaan. Kota, bagaimanapun merupakan pengembangan dari masyarakat desa.

Memanfaatkan Keterkaitan Kota dengan Desa

Pola struktur yang lebih mengedepankan kota dibanding desa, memberikan keuntungan-

keuntungan disamping juga faktor negatif yang melekat kepadanya. Dalam konteks karakter

kependudukan, di Indonesia, penduduk di perkotaan lebih mempunyai tingkat pendidikan yang

Page 26: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

lebih tinggi dibanding dengan desa. Sekolah dasar sampai perguruan tinggi lebih banyak berdiri

di kota. Dalam perkembangan dunia global, perubahan sosial dan modernisasi selalu menjadi

langkah yang dinilai sebagai sebuah kemajuan. Dalam arti lebih memperingan hidup manusia

dan memberikan kenyamanan. Intinya masyarakat kota lebih rasional. Dengan demikian, dalam

kerangka memajukan desa yang ada di dalam lingkungan kota, desa yang menjadi subordinat

kota, mendapatkan posisi yang penting. Yang pertama, bahwa sesuai dengan pola pemikiran

global, modernisasi dan perubahan sosial yang ada, secara lambat laun desa yang ada akan

terpengaruhi oleh kehidupan kota. Atau dalam bahasa yang lebih kasar, tergerus oleh

perkembangan kota. Padahal gerusan dan perkembangan kota yang tidak terkendali justru akan

mampu merusak tatanan kehidupan desa. Masyarakat yang terbiasa dengan hidup sebagai

pedagang barang kelontong misalnya, tidak akan mampu secara cepat beradaptasi dengan

perdagangan jasa. Memerlukan pendidikan dan keterampilan lanjutan apabila seorang pedagang

minyak tanah menjadi pedagang jasa penukaran uang. Apalagi apabila asal muasal itu dari

seorang petani.

Maka, keunggulan pemikir-pemikir yang dimiliki oleh masyarakat kota, termasuk

pengalaman kontak sosialnya dengan lebih banyak komponen, akan mampu memberi

pengarahan untuk memilih prioritas pembangunan di desa yang berada di lingkungan perkotaan.

Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang desa ini juga menyebutkan bahwa anggaran belanja

yang akan digunakan oleh desa, menyesuaikan dengan prioritas dari kota. Ini artinya

penyesuaian-penyesuaian itu harus dilakukan. Dalam perkembangan kota mutakhir, perencanaan

perluasan kota tersebut sangat dipentingkan. Desa-desa yang ada di pinggir kota sering kali

menjadi sasaran untuk perluasan kota dalam bentuk pembangunan pemukiman dan pusat

perdagangan. Para perencana kota yang terdiri dari para pemikir-pemikir, akan mampu memilih

dan memilah wilayah mana dan desa mana yang akan dikembangkan untuk itu, dengan

melakukan berbagai pertimbangan, mulai dari aspek sosial-lingkungan, kebudayaan, ekonomi

sampai dengan pertimbangan politis. Desa yang mempunyai lahan luas dan kosong dengan

tingkat kesejahteraan masyarakatnya masih minim, boleh saja dikembangkan menjadi wilayah

pemukiman baru, dengan syarat yang ketat ada persetujuan dari warga. Tentu juga warganya

harus diberikan penjelasan dari berbagai aspek tentang akibat dari adanya perluasan pemukiman

tersebut.

Page 27: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Dalam kasus di Bali, mulai dari jaman Orde Baru sampai sekarang, kecenderungan untuk

mengabaikan pendapat masyarakat desa cukup kelihatan. Di jaman Orde Baru, perluasan kota

untuk membuat pemukiman sering memakai alasan demi kepentingan pemerintah, meskipun hal

itu lebih banyak digunakan untuk kepentingan pengembang. Inilah yang membuat perluasan kota

sering masuk sampai ke desa-desa sekitar kota. Di jaman reformasi, uang menjadi alat utama

(plus ancaman dari kelompok), yang diiming-imingi kepada rakyat pemilik lahan untuk menjual

tanahnya. Secara kebetulan biaya kehidupan sosial di Bali cukup tinggi dan biaya untuk upacara

agama juga tinggi sehingga memudahkan uang itu menjadi target penduduk untuk menjual

lahannya.

Dari sisi pemanfaatan dan pengenalan potensi sumber daya, keterkaitan pola subordinasi

antara kota dengan desa memungkinkan kerjasama antara dua pihak. Artinya komponen-

komponen masyarakat kota (seperti para ahli) melakukan identifikasi sekaligus sistematika

potensi sumber daya yang dimiliki oleh desa. Identifikasi inilah yang kemudian dapat

ditinjaklanjuti dalam bentuk kerjasama antara dua pihak untuk dikembangkan agar dapat

memajukan kota dan desa tersebut. Pembuatan batu bata misalnya, jelas bukan merupakan

kebutuhan orang desa saja, tetapi pembangunan yang ada di kota termasuk cara pemasarannya

dan modernisasi yang dilakukan, memerlukan keahlian orang kota juga. Peraturan yang dibuat

untuk mengembangkan desa, dimungkinkan diberikan evaluasi oleh walikota sehingga dalam

eveluasi tersebut dimungkinkan adanya ayat tambahan untuk membuat peraturan sehingga

menguntungkan kedua belah pihak. Atau para ahli dan perkantoran yang ada di kota membuat

kebun percobaan di desa tertentu.

Dari sini dapat dikatakan bahwa komposisi subordinat desa terhadap kota mempunyai

manfaat positif dalam kerangka menggradualkan perkembangan desa yang ada di dalam kota.

Perkembangan itu tidak dilarang akan tetapi ditahapkan sesuai dengan pemikiran-pemikiran yang

dimiliki oleh rasionalitas masyarakat kota. Budaya desa tidak selamanya kalah dengan budaya

kota. Dengan cara pandang seperti ini akan terdapat dialektika antara budaya dan cara berfikir

orang kota dengan orang desa, sehingga pada masa depan akan ada pilihan-pilihan bagi anggota

masyarakat demi menjalankan kehidupan sosialnya. Kehidupan seperti ini di Indonesia tetap

perlu dipertahankan sebagai pengimbang kemajuan rasionalitas pada masyarakat kota.

Memang, kelemahan dari sifat subordinat ini lebih mengekang kehidupan sosial yang ada

di pedesaan. Pengekangan ini membuat banyak ide-ide yang mungkin terhambat. Misalnya

Page 28: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

apabila ada desa yang menginginkan berdirinya kompleks industri demi pekerjaan yang

didapatkan oleh penduduknya. Akan tetapi, pengontrolan keinginan seperti itu justru sangat

diperlukan karena tidak semuanya kompleks industri dapat menguntungkan desa bersangkutan.

Jadi kota tetap harus memperhatikan perkembangan desa yang ada di perkotaan. Dengan

demikian, maksud undang-undang ini lebih mempunyai sifat ordinat bagi desa adalah demi

menjaga pembangunan antara dua pihak tersebut dapat melakukan pentahapan secara lebih baik,

memelihara budaya-budaya tradisionil dan mengembangkan budaya, terutama budaya positif

yang dapat digunakan untuk orang banyak. Sifat altruistis yang sekarang mulai didengung-

dengungkan, sebenarnya termaknai sebagai budaya perhatian, simpati dan empati kepada pihak

lain, yang bersumberr dari budaya pedesaan, yang berbasis pertanian. Tentu juga yang menjadi

kepentingan dalam undang-undang ini adalah mampu memberikan penyeimbangan antara

perkembangan kota dan desa di masa depan.

Page 29: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

BAB 2

MENGGALI POTENSI SUMBERDAYA DI PEDESAAN

Salah satu pemikiran yang muncul terhadap keberadaan Undang-Undang No 6 Tahun

2014 tentang Desa ini adalah keinginann untuk menggerakkan desa dengan potensi-potensi yang

dimilikinya. Karena desa jumlahnya puluhan ribu di Indonesia, maka dapat dikatakan tidak

semua desa mempunyai potensi sumber daya manusia yang sama antara satu desa dengan yang

lain. Bentangan geografis Indonesia yang jutaan kilometer luasnya, dengan sifat geografis yang

bermacam-macam tidak memungkinkan kesamaan itu. Di Pulau Jawa dan Bali misalnya, banyak

dijumpai daerah pegunungan. Beberapa dari gunung itu aktif meletus atau dalam sejarahnya

pernah meletus. Ini yang membuat kekayaan alam di dua pulau tersebut lebih bervariasi serta

tanahnya subur. Di Papua, geografisnya lain lagi karena kaya dengan bahan tambang. Demikian

juga dengan Pulau Sumatra, Kalimantan serta Sulawesi yang kaya dengan bahan pertambangan.

Apabila dilihat dari konteks budaya, Indonesia ini juga sangat kaya ragam. Catatan yang

pernah ada menyebutkan bahwa paling kurang Indonesia terdiri dari 250 suku bangsa. Masing-

masing suku ini mempunyai budaya, seni, kebiasaan, sejarah yang berbeda-beda yang dapat

ditampilkan sebagai sebuah kekayaan budaya yang dapat diolah. Misalnya ditampilkan sebagai

sebuah pesta kesenian yang dapat mengundang turis. Budaya merupakan salah satu aset desa

yang dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan pendapatan desa kelak. Di Bali, dengan

kekayaan budayanya mempunyai bentuk budaya dalam wujud kesenian tradisionil yang

demikian banyak ada di setiap desa. Tari Sanghyang dengan berbagai bentuknya itu, tidak hanya

dijumpai di satu tempat tetapi juga ada di berbagai tempat, dengan wujud yang berbeda.

Disamping itu atraksi budaya yang dapat ditafsirkan sebagai bentuk seni seperti Perang Tipat di

Kapal, Mekotek di Tabanan, atau Omed-Omedan di Sesetan, merupakan atraksi yang dapat

diklaim sebagai milik desa dan kemudian diberdayakan untuk kemanfaatan desa tersebut. Salah

satu resiko dari pemberdayaan desa ini adalah komersialisasi terhadap upacara-upacara ritual

yang sebelumnya dipandang sakral.

Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa sesungguhnya menginginkan adanya

pemberdayaan sumber daya desa ini agar ke depan desa mampu mandiri. Dalam penjelasan

undang-undang ini, disebutkan bahwa tujuan dibentuknya pengaturan desa melalui keluarnya

undang-undang, ada sembilan butir. Dari seluruh butir tersebut, setidaknya sebagian

Page 30: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

mempunyai kaitan dengan upaya memberdayakan sumber daya desa, aset desa untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat. Tujuan itu adalah mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi

masyarakat desa untuk mengembangkan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama;

meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan

kesejahteraan umum; memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan

pembangunan nasional; dan memperkuat masyarakat desa sebagai subyek pembangunan.

Dari tujuan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat desa, ada beberapa kalimat

kunci yang dapat dilihat yaitu, masyarakat desa harus dijadikan sebagai subyek pembangunan.

Disini harus dilihat bahwa pembangunan yang hendak dilakukan di desa, tidak boleh

menyimpang dari lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang ada di desa tersebut. Proyek

pembangunan yang akan dilaksanakan harus mengacu kepada lingkungan tersebut. Perencanaan

pembangunan dan pengembangannya harus dimulai dari apa yang ada di desa. Misalnya, apabila

di desa itu ada bendungan, maka proyek pembangunan dan pengembangan ke depan, haruslah

dimulai dari bendungan ini. Artinya pengembangan dapat dari pertanian, pengembangan

pariwisata air, budidaya perikanan, dan seterusnya. Apabila kebanyakan masyarakat di desa

tersebut dalam kehidupan sosialnya sebagai pedagang, maka haruslah dikembangkan upaya-

upaya pengembangan jiwa wirausaha, terutama bagi generasi penerusnya.

Kalimat kunci lain yang dapat dilihat dari tujuan tersebut adalah pengembangan potensi

dan aset desa demi kesejahteraan bersama. Dengan kalimat kunci seperti ini, maka yang

dipentingkan adalah mengenali potensi sumber daya manusia yang ada di desa untuk

mengembangkan potensi dan aset tersebut. Dalam kehidupan sosial sekarang, sesungguhnya

tantangan besar terletak disini karena orientasi pemuda desa, kebanyakan ke kota atau ke

wilayah-wilayah yang telah menyediakan lahan untuk langsung bekerja. Misalnya, pemuda desa

yang sudah mempunyai keterampilan, tamat diploma, tamat sarjana bahkan tamat doktor,

memilih bekerja di bank, di perhotelan dan sebagainya. Padahal, maksud dan tujuan dari undang-

undang ini adalah untuk menahan mereka-mereka itu keluar desa dan mengenali potensi yang

ada di desanya. Untuk hal ini, beberapa cara dapat dilakukan demi mengembangkan potensi desa

yang ada. Yang pertama, dalam bidang pendidikan tinggi, para dosen atau pengajar berupaya

mengenalkan pemahaman kepada mahasiswa tentang manfaat pembangunan desa, pengenalan

potensi sumber daya desa yang dimilikinya atau pemahaman tentang bagaimana perlunya

pembangunan desa demi memamtapkan pembangunan nasional. Kedua, dalam hal demikian,

Page 31: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

para pejabat desa, baik kepala desa maupun tokoh-tokoh desa harus pro aktif melihat potensi

generasi mudanya, dan kemudian memberikan pesan kepada lembaga pendidikan dimana

pemuda itu melanjutkan pendidikan, agar kelak pemuda tersebut bersedia kembali ke desa.

Ketiga, desa dapat mengeluarkan bantuan keuangan untuk ikut membiaya pemuda melanjutkan

sekolah. Dan keempat adalah, pemantauan dini kepada sumber daya manusia desa, tentang

keahlian-keahlian yang dimiliki. Selanjutnya memberikan biaya melanjutkan pendidikan sesuai

dengan keterampilan yang dimiliki. Dengan cara demikian, akan dapat diupayakan partisipasi

warga untuk memanfaatkan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama.

Peningkatan pelayanan publik juga merupakan kata kunci menarik. Tidak lain, ini

ditujukan kepada aparat-aparat desa yang bekerja di birokrasi desa. Disamping aparatur desa

yang bertugas harus ditingkatkan kualitasnya, penting juga diperhatikan kualitas instrumen-

instrumen yang dipakai untuk melayani masyarakat. Intinya adalah bagaimana aparat tersebut

sigap, kosentrasi dan dengan menggunakan prasarana yang modern, dapat memperingkas

pelayanannya kepada masyarakat, membuat rakyat merasa puas dan senang ketika berususan

dengan kantor kepala desa. Pembuatan kartu penduduk yang memerlukan waktu hanya satu hari,

tentu akan mempercepat proses lanjutan lainnya sehingga percepatan ini dapat mewujudkan

kesejahteraan umum. Pemakaian komputer dan internet, menjadi persyaratan pokok bagi

keberlangsungan dari keberhasilan desa di masa depan.

Pembangunan desa pada akhirnya merupakan upaya untuk menghilangkan kesenjangan

nasional. Untuk menghilangkan kesenjangan ini, tidak lain cara yang dipakai adalah gerakan-

gerakan pada bidang ekonomi. Kritik paling banyak yang ditujukan kepada Indonesia saat ini

adalah adanya kesenjangan dengan dimensi banyak. Artinya, dalam konteks negara secara utuh,

kemakmuran ekonomi antara Indonesia di bagian barat dengan baagian timur, sangat senjang.

Pembangunan banyak dilakukan di bagian barat, terutama di Pulau Jawa dan Bali. Jalan beraspal,

kendaraan serta pusat pengembangan intelektual, ada di wilayah Indonesia bagian barat.

Demikian juga halnya dengan proyek industri. Juga ada kesenjangan antara kota dengan desa.

Dalam proses pembangunan, kota seolah lebih dulu dikembangkan di dibanding dengan desa.

Akibatnya, banyak masyarakat desa mengalir ke kota dalam bentuk urbanisasi. Kesenjangan lain

antara kaya dengan miskin. Yang ditekankan dalam hal ini adalah lebar kesenjangan itu sangat

kentara. Contoh paling menyolok, justru dapat dilihat di Indonesia bagaian Barat, terutama di

Jakarta. Disamping hotel-hotel berbintang justru terlihat banyak sekali perumahan gubuk yang

Page 32: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

memperlihatkan kontrasnya hasil pembangunan. Tidak hanya di Jakarta, kota besar lain seperti

Surabaya, Denpasar juga memperlihatkan disparitas kekayaan tersebut. Banyak masih dijumpai

ada pengemis dan gubuk-gubuk liar di pinggir jalan, padahal di beberapa wilayah hotel bintang

lima bertebaran.

Karena itulah kemudian, untuk menghindari adanya kesenjangan seperti ini,

pembangunan dengan pusat pedesaan akan memberikan banyak manfaat bagi perkembangan

Indonesia. Satu hal paling utama yang dapat dilihat dari pembangunan di desa, adalah bahwa

proyek tersebut akan dapat menekan arus urbanisasi ke kota. Urbanisasi ini disebabkan oleh

tidak adanya kegiatan pembangunan atau kegiatan ekonomi di pedesaan sehingga kebutuhan

masyarakat tidak mampu dipenuhi dengan baik. Dengan kegiatan ekonomi yang reletif lebih

banyak di perkotaan, membuat urbanisasi itu meningkat. Menghentikan hal itu adalah dengan

menggerakkan perekonomian di pedesaan. Dengan cara seperti inilah kelak diharapkan tidak

akan terjadi kesenjangan pembangunan anatara desa dengan kota. Karena Undang-Undang No. 6

Tahun 2014 ini berlaku untuk seluruh Indonesia, maka yang menjadi sasaran adalah seluruh

pedesaan di Indonesia. Hilangnya kesenjangan inipun diharapkan untuk seluruh negara

Indonesia.

Maka, upaya-upaya untuk mencapai tujuan seperti yang disebutkan diatas, tidak lain

dengan cara memaksimalkan berbagai sumber daya yang ada di desa, dikembangkan dengan

karakter lingkungan dan identitas lingkungan di desa tersebut. Undang-Undang No. 6 Tahun

2014 menyebutkan bahwa desa sesungguhnyaa telah mempunyai aset yang dapat dikelola. Pasal

76 undang-undang ini menyebutkan bahwa aset desa itu dapat berupa tanah kas desa, tanah

ulayat, pasar desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik

desa, pemandian umum dan aset lainnya milik desa.

Terutama setelah reformasi, Bali menjadi salah satu daerah yang paling banyak

mendapat luberan pendatang. Hal ini awalnya disebabkan oleh kerusuhan yang terjadi setelah

jatuhnya rejim Orde Baru. Bali yang dipandang aman, menjadi daerah tujuan tempat tinggal bagi

mereka-mereka yang berduit di Jakarta. Pada akhir kekuasaan Orde Baru juga terlihat ada

kelompok minoritas Tionghoa yang merasa terganggu tinggal di Jakarta, memindahkan tempat

tinggalnya di Bali.

Dampak lain dari kerusuhan Mei 1998 itu, yakni setelah runtuhnya Orde Baru adalah

penurunan aktivitas perekonomian negara. Investor banyak yang lari dari Jakarta sehingga mulai

Page 33: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

banyak munculnya pengangguran di Jakarta khusunya dan di Jawa pada umumnya. Sebagai

daerah yang menjadi daerah tujuan pariwisata internasional dan terbaik di Indonesia, maka

perekonomian Bali relatif tidak terganggu, kecuali pada dua kali peledakan bom di Kuta. Hal ini

pula yang mendorong adanya aarus urbanaisasi semakin banyak ke Pulau Bali. Kaum urban dan

pendatang inilah yang kemudian datang ke desa-desa di Bali, termasuk juga desa pakraman.

Salah satu akibat psoitif dari adanya hal ini adalah semakin banyaknya usaha penginapan

(kos-kosan) yang ada di pedesaan. Usaha seperti ini memberikan pemasukan yang tidak sedikit

kepadamasyarakat yang membuka lahan itu. Di beberapa tempat, dibukanya upaya penginapan

atau kos-kosan di pedesaan ini mengubah secara mendasar mata pencaharian anggota masyarakat

dari sebelumnya menjadi petani kemudian menjadi pengusaha kos-kosan. Bagi mereka yang

mempunyai kemampuan kreatif dan memiliki usaha yang cukup banyak, usaha tersebut dapat

diperlebar juga dengan sampingan berupa usaha dagang, baik yang kecil maupun menengah.

Artinya ada masyarakat yang melebarkan usahanya dengan menyediakan usaha rantangan atau

jualan kebutuhan pangan yang dibutuhkan oleh mereka yang mengontrak kamar tersebut. Jika

bukan pemilik yang melakukan diversifikasi ini, masyarakat setempat juga dapat menggerakkan

perekonomian dengan membuka warung makanan. Jadi, mirip dengan upaya yang dilakukan

masyarakat kota.

Disamping upaya tersebut, di desa juga semakin banyak dijumpai usaha perbengkelan,

baik untuk kendaraan besar roda empat atau lebih maupun untuk roda dua. Relatif baik

tumbuhnya perekonomian Bali yang digerakkan oleh pariwisata, membuat dinamika gerakan

masyarakat semakin banyak, termasuk juga untuk mekukan aktivitas pariwisata yang jaraknya

cukup jauh dari desa di Tabanan ke Denpasar atau Badung. Dinamika ini pada akhirnya

membuat munculnya perpaduan antara kebutuhan gerak-cepat dengan kemampuan daya beli

masyarakat. Dipadu dengan relatif baiknya lalu lintas transportasi sampai ke desa-desa, maka

usaha perbengkelan itu dapat tumbuh sampai ke desa-desa. Dengan kemampuan daya beli

demikian, bukan hanya bengkel kendaraan roda dua yang ada, juga roda empat dengan bisnis

ikutannya, seperti karoseri dan pengelasan.

Karena listrik sudah mulai masuk desa-desa, maka alat-alat rumah tangga yang dapat

digerakkan dengan listrik juga banyak ada di desa. Sebagai penunjangnya, tidak hanya ada

usaha perbengkelan alat-alat listrik ini tumbuh di desa, akan tetapi juga toko-toko yang menjual

alat-alat listrik. Di daerah Kecamatan Kerambitan, terutama di bagian yang dibelah oleh alur

Page 34: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

jalan raya Denpasar-Gilimanuk, segala macam barang-barang yang dijual di kota, termasuk

juga jenis-jenis usaha yang ada di perkotaan, seperti misalnya di kota Denpasar, juga ada di

sepanjang jalan tersebut. Ini disebabkan karena berbagai kebutuhan pengguna jalan raya sangat

beragam. Bahkan kompleks industri juga mulai merambah wilayah ini. Kecenderungan sosial

awal abad ke-21 (tahun 2015), kepadatan kota telah meningkat dengan banyaknya kaum urban

yang datang. Fenomena ini menyebabkan wilayah-wilayah untuk membangun kompleks

perindustrian semakin susah dijumpai. Karena itu untuk membangun kompleks perindustrian

yang semakin dibutuhkan masyarakat, pindah ke pedesaan. Dan wilayah desa yang dipilih

adalah yang dekat dengan jalan poros Denpasar-Gilimanuk serta mempunyai jalan aspal yang

kondisinya baik. Inilah yang membuat industri seperti perakitan mobil, gudang mobil, industri

furniture berdiri di wilayah pedesaan. Misalnya di Desa Pangkungkarung, Banjar Selingsing

tempat lokasi furniture.

Suasana dan ciri masyarakat desa yang agraris tersebut sudah boleh dikatakan hilang

pada jalur-jalur seperti ini. Desa-desa yang ada di jalur ini hanya dicirikan oleh desa pakraman,

yaitu adanya tempat persembahyangan Khayangan Tiga, dimana masyarakatnya menggelar ritual

secara bersama-sama pada momen-momen tertentu. Ritual itu misalnya ngaben, atau

persembahyangan bersama (odalan). Model kehidupan masyarakat kota sehari-hari lebih banyak

kelihatan dengan penghargaan terhadap waktu. Jalan raya secara langsung dan tidak langsung

menjadi pendorong menjalarnya pola kehidupan kota menuju desa tersebut. Secara langsung

karena jalan rayalah yang menjadi alur utama lalu-lintas masyarakat sehingga pertokoan dan

usaha jual beli, muncul di tempat seperti ini. Hal itu muncul di jalan raya di Kecamatan

Kerambitan yang dibelah oleh jalur utama Jawa-Bali. Secara tidak langsung, penduduk yang

tinggal di wilayah ini mempunyai kesempatan untuk melakukan perjalanan ke kota secara lebih

cepat dibandingkan dengan penduduk yang ada di pedalaman. Akibatnya, segala modernisasi

dan perubahan sosial yang ada di kota dapat masuk ke desa tersebut secara lebih cepat pula.

Masyarakat akan mencontoh segala perkembangan yang ada di kota untuk di bawa ke wilayah

desa mereka.

Page 35: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

BAB 3

POTENSI SUMBER DAYA DESA:

BEBERAPA CONTOH DI KECAMATAN KERAMBITAN, TABANAN, BALI

Embung Telaga Tunjung

Embung, yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan bendungan yang ukuranya lebih

kecil, telah ada di Desa Telaga Tunjung. Ini berada di Keperbekelan Timpag. Dalam konteks

ekonomis, ia dapat digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan. Pada bidang

pertanian, bendungan ini sudah jelas mampu dimanfaatkan sebagai sumber air untuk mengairi

lahan pertanian yang ada di wilayah Timpag dan Kecamatan Kerambilan di bagian utara. Akan

tetapi, bendungan juga dapat dimanfaatkan untuk menarik pariwisata air, seperti wisata mancing

alami serta rekreasi. Bendungan yang luas ini sesungguhnya santat bagus dipakai untuk sarana

mancing. Beberapa dekade yang lalu, pemerintah Provinsi Bali pernah menaburkan bibit ikan di

Danau Batur yang kemudian dimanfaatkan masyarakat, bukan saja sebagai sarana pariwisata

tetapi juga sebagai tempat mata pencaharian. Hal yang sama seharusnya juga dapat dilakukan di

Embung Telaga Tunjung ini. Keuntungan yang dapat diraih adalah bahwa dengan lokasi yang

lebih kecil dibandingkan dengan Danau Batur, masyarakat lebih mudah untuk melakukan

aktivitas macing. Dalam arti secara teoritis, mendapatkan ikannya lebih mudah dibanding dengan

apa yang dilakukan di Danau Batur. Pemerintah Kabupaten Tabanan tidak melakukan hal itu

untuk memetik keuntungan dari keberadaan Embung Telaga Tunjung. Padahal, masyarakat

Tabanan, terutama di desa-desa, sangat rajin melakukan lomba mancing di berbegai desa, dengan

memakai kolam-kolam yang kecil dan dimiliki oleh perkumpulan. Atau juga dilaksanakan di

selokan-selokan kecil. Jadi, secara sosial, potensi untuk melakukan lomba sebagai sebuah

atraksi wisata di Emung Telaga Tunjung, sangat dimungkinkan dalam bentuk lomba mancing.

Kalaupun kemudian tidak ada perhatian terhadap hal itu oleh pemerintah Kabupaten

Tabanan, seharusnya hal ini dapat dilakukan oleh pemerintahan desa yang ada di wilayah

tersebut, atau oleh bendesa pakraman yang ada di wilayah itu. Dalam hal ini, bukan berarti

lomba yang sifatnya mendadak. Dengan luas mencapai 10 hektar tersebut terlalu luas dipakai

sebagai sebagai arena lomba mincing secara mendadak. Akan tetapi dalam dilakukan sebagai

arena mincing secara regular. Pengelola, yang dalam hal ini bisa oleh kebendesaan atau desa

pakraman, dapat menggelar acara mancing itu di setiap waktu dan di setiap saat. Hanya saja

Page 36: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

pengelola harus siap dan menjamin adanya ikan di dalam kolam besar tersebut, dengan cara

memasok ikan. Jadi, setiap hari anggota masyarakat dapat menggunakan tempat ini sebagai

arena mancing dan arena rekreasi. Sudah tentu yang kemudian menjadi pemasukan adalah

pungutan yang ditimpakan kepada mereka yang ingin memancing di lokasi tersebut.

Pengeloaan ini dapat dilakukan oleh pihak swasta, lembaga atau secara mandiri oleh desa

pakraman atau keperbekelan. Pengelolaan oleh pihak swasta akan memberikan kesempatan bagi

pengusaha untuk mengembangkan keterampilannya di bidang manajemen. Akan tetapi juga

mampu memberikan solusi terhadap desa pakraman atau desa dinas yang tidak mempunyai

keahlian di bidang itu untuk melakukan pengelolaan. Desa Pakraman atau desa dinas harus

terampil dalam membuat perjanjian dengan pihak yang akan diajak bekerja sama. Dalam hal ini,

pemerintah daerah tingkat II Tabanan seharusnya memberikan kesempatan kepada pihak desa

pakraman atau desa dinas untuk melakukan hal ini demi memaksimalkan kesempatan yang ada.

Pengelolaan yang dilakukan oleh lembaga atau korporasi atau kelompok orang juga dapat

dilakukan. Dengan pengelolaan oleh kelompok ini, keterampilan yang ada pada masing-masing

orang akan menyatu sehingga secara manajemen lebih baik. Kelemahannya adalah terletak pada

menyatukan keterampilan tersebut agar dapat menjadikan manajamen yang hebat. Masing-

masing pihak yang mempunyai keterampilan biasanya mengeluarkan egonya masing-masing

sehingga kelompok sukar bertahan lama.

Paling menguntungkan sesungguhnya dilakukan oleh desa pakraman atau desa dinas.

Manfaat paling besar akan mengaktifkan potensi-potensi terampil yang ada di desa pakraman

dan di desa dinas tersebut. Ini memberikan manfaat pada beberapa hal. Secara ekonomis,

pengelolaan yang dilakukan desa pakraman atau desa dinas, memberikan keuntungan material

kepada desa tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan desa bersangkutan, baik

desa pakraman atau desa dinas. Selanjutnya akan merangsang lahirnya tenaga-tenaga

professional di desa sehingga tidak harus pergi ke luar desa mencari pekerjaan. Desa mempunyai

otonomi dan pengetahuan untuk mengelola aset miliknya sendiri.

Dalam hal wisata air, Embung Telaga Tunjung tidak hanya dilakukan dengan

memanfaatkan embung tersebut sebagai sarana mancing. Rekreasi air seperti menghadirkan

perahu untuk rekreasi bagi anak-anak atau anak-anak muda juga dapat dilakukan sebagai

alternatif yang lain. Di masa lalu, masyarakat Bali, terutama di desa-desa sudah akrab dengan hal

seperti ini, apalagi di Kecamatan Kerambitan. Paling tidak ada dua tempat yang pernah populer

Page 37: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

pada dekade tujuhpuluhan sebagai tempat rekreasi jukung yang laris dimanfaatkan oleh anak-

anak, yaitu di Banjar Mandung dan Banjar Selingsing pada Empelan Gubug. Wisata mejukungan

pada Hari Raya Ngembak Geni atau Galungan dan Kuningan di masa lalu merupakan pilihan

lain di luar menonton bioskop yang ada di kota Tabanan. Saat ini untuk membuat jukung, banyak

pilihan yang dapat dilakukan, yaitu memakai jukung tradisionil yang terbuat dari kayu atau

membeli yang sudah modern, seperti yang terbuat dari plastik. Wisata seperti ini akan menarik

bagi anak-anak, remaja atau muda-mudi. Dengan luas yang lebih dari lima hektar dari embung

tersebut, sangat memungkinkan mengembangkan wisata rekreasi ini karena manufer yang

dilakukan jukung dapat dilakukan secara lebih luas. Dengan latar belakang tradisi yang sudah

ada sebelumnya pada rekreasi jukung, maka menggalakkan rekreasi ini di embung tersebut

secara manajemen cukup dengan membangkitkan nostalgia masa lalu. Anak-anak muda sekarang

mempunyai orang tua yang mengalami masa-masa rekreasi jukung tradisionil tersebut. Maka

cerita dan pengalaman masa lalu, akan dapat memantik rekreasi seperti ini sekarang.

Olahraga air yang mungkin digelar di Embung Telaga Tunjung adalah kayak termasuk

juga penggelaran lomba kayak. Kayak tidak hanya dapat dilakukan di laut seperti yang dilakukan

di daerah pariwisata Sanur tetapi juga dapat dilakukan di Embung Telaga Tunjung yang cukup

luas areal bagi olahraga ini. Lomba-lomba yang dilakukan setiap minggu dapat juga digelar oleh

pengelola, baik desa pakraman maupun desa dinas.

Sekeliling embung ini luas, dengan dikitari oleh pohon-pohon hijau yang masih sangat

subur. Embung ini berada masuk ke pedesaan sekitar 20 menit dari jalur utama Denpasar-

Gilimanuk dengan kondisi jalan aspal yang bagus. Dengan begitu tidak terlalu susah untuk

dijangkau. Dikelilingi oleh tebing alami yang tinggi di kiri-kanan embung, maka lokasi ini

potensial untuk membuat sarana pendukung rekreasi. Masyarakat dapat membuka warung

tradisionil sebagai lokasi penjualan makanan ringan. Bahkan juga dapat dimanfaatkan dengan

membuka lapangan futsal karena hawanya sejuk, bahkan di siang hari. Daerah pinggiran dari

Emung Telaga Tunjung juga dapat dibesihkan, dibentuk taman dengan diteduhi oleh pohon-

pohon rindang yang alami. Lingkungan ini juga dapat memberikan pemandangan yang jauh lebih

luas, lebih alami dan memikat dibandingkan dengan apa yang ditampilkan oleh hotel-hotel

berbintang, baik yang ada di daerah Nusa Dua, Jimbaran maupun tempat lain di Bali.

Posisi Geografis di Poros Jalan Raya Jawa-Bali

Page 38: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Kecamatan Kerambitan boleh dikatakan mempunyai lokasi yang menguntungkan apabila

dilihat dari alur jalan yang dimiliki. Sebagian dari desa-desa yang ada di Kecamatan ini dilalui

oleh jalan poros Bali-Jawa, yaitu jalan Denpasar-Gilimanuk. Kecamatan ini juga dihubungkan

oleh jalan aspal menuju Kota Tabanan. Pembangunan dan perencanaan sosial akan lebih mudah

dilakukan apabila mempunyai jalan raya yang lebih bagus. Pertama karena dengan transportasi

yang lebih baik, dapat diperkirakan alur angkutan kebutuhan masyarakat lebih terjamin

sampainya di tempat tujuan. Kedua, segala hasil barang dan jasa yang hidup di wilayah tersebut,

akan dijamin tercapai tujuannya dan waktu sampainya. Ketiga, lalu-lintas pergerakan masyarakat

dari satu wilayah ke wilayah lainnya relatif tidak mengalami hambatan sehingga kontak sosial

juga akan berlangsung dengan lebih baik. Keempat, dengan kontak sosial yang berlangsung lebih

baik, maka berbagai kebutuhan masyarakat akan dapat dipenuhi. Akan lebih baik lagi apabila

dengan kondisi sarana transportasi yang baik tersebut, masyarakat juga mampu melakukan

aktivitasnya secara lebih baik dengan dukungan alat komunikasi yang modern. Saat ini berbagai

pilihan alat komunikasi modern sudah tersedia di pasaran.

Di Kecamatan Kerambilan, Desa Pakraman Penyalin, Samsam I dan II, Lumajang,

Mandung, Sembung Meranggi, Sembung Gede, Meliling merupakan desa-desa yang dilalui dan

dibelah oleh Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk. Desa dinas yang dilalui oleh jalan tersebut adalah

Desa Dinas Samsam, Sembung Gede dan Timpag. Melihat kondisi demikian, seharusnya baik

desa pakraman maupun desa dinas yang ada berpotensi besar untuk meningkatkan kemakmuran

rakyatnya. Desa-desa lain di kecamatan Kerambitan telah dihubungkan oleh jalan yang telah

diaspal dengan baik.

Berbagai kreatifitas untuk memanfaatkan potensi sumber daya dapat dilakukan oleh

desa pakraman dan desa dinas untuk meningkatkan kapasitas pendapatannya. Secara ekonomi

pembukaan toko, warung dan berbagai jasa lainnya dibutuhkan oleh masyarakat, dan terutama

oleh mereka yang lewat di jalan raya. Lalu lintas Denpasar-Gilimanuk dipenuhi oleh berbagai

kendaraan, mulai dari sepeda motor yang paling kecil sampai dengan mobil yang mempunyai

roda lebih dari 20. Dalam konteks jalan seperti yang disebutkan diatas, kemanfaatannya oleh

berbagai jenis jasa sudah dilakukan oleh masyarakat.

Kelemahan-kelemahan yang terlihat adalah bahwa, jasa-jasa yang dibuat oleh

masyarakat desa pakraman dan desa dinas itu, masih terlihat monoton, ikut-ikutan dengan apa

yang dilakukan oleh anggota masyarakat lainnya. Sebagai contoh, saat ini sangat terkenal

Page 39: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

warung nasi be guling. Sebagai bentuk dari aktivitas jasa ini, sepanjang jalan Denpasar-

Gilimanuk di Kecamatan Kerambitan ada sekian banyak warung nasi be guling (babi gulung) di

pinggir-pinggir jalan. Sampai saat ini memang warung tersebut kelihatan masih laris. Akan

tetapi, mendirikan warung demikian berjejer di satu sisi jalan belum tentu memberikan

keuntungan maksimal di masa mendatang. Persaingan akan semakin ketat dan semakin banyak

yang membuat daya jual semakin sedikit dan akibatnya, keuntungan juga akan semakin kecil.

Pada akhirnya semangat untuk berusaha juga akan semakin menipis. Keseragaman ini masih

dapat dilihat pada obyek jualan pada warung-warung yang lain, entah mereka yang berjualan

kelontong atau berjualan minuman.

Kelemahan lain yang terlihat terutama di jalur poros Denpasar-Gilimanuk adalah kurang

pahamnya anggota masyarakat tentang manajemen warung. Bagi mereka yang mempunyai

warung atau tempat usaha yang lebih besar, sangat kurang memperhatikan lokasi parkir. Mereka

membangun warung dengan memanfaatkan lahan secara penuh sehingga lahan parkir menjadi

kurang. Di tengah kecenderungan masyarakat memakai kendaraan bermotor, tempat parkir

merupakan hal paling wajib dalam satu warung. Parkir yang luas merupakan daya tarik pertama

bagi setiap pelanggan dan pembeli. Akan tetapi, sebagian dari warung-warung yang ada di

sepanjang jalan itu, masih belum memperhatikan hal ini. Fenomena demikian merupakan ciri

khas dari warung tradisional Bali masa lalu. Ini bisa dipahami karena di masa lalu masyarakat

lebih banyak berjalan kaki untuk berbelanja

Boleh dikatakan sepanjang jalan Denpasar-Gilimanuk, sudah semua dimanfaatkan

dengan berbagai jasa yang ada. Berbagai jenis jasa yang kelihatan adalah warung, toko,

perbankan, bengkel, kontrakan, perkantoran, jasa foto copy, tukang cukur, salon, pencucian

kendaraan sampai dengan penginapan. Ini menandakan bahwa pemanfaatan tersebut sudah

optimal di masyarakat yang ada di pnggir jalan tersebut. Yang masih belum maksimal dilakukan

adalah sikap profesional mereka dalam melakukan pengelolaan. Kalau tadi disebutkan tentang

sarana parkir yang masih belum menunjang, hal lain yang tidak terlihat adalah soal ruangan dan

kebersihan. Terutama bagi warung-warung yang tradisional, ruangannya masih penuh dijejali

dengan berbagai barang yang dijual. Akibatnya meja yang seharusnya dapat dipakai untuk duduk

menikmati makanan, misalnya rujak, sesak dan tidak memberikan kenyamanan untuk

menikmati suguhan. Ini juga terjadi pada hal-hal lainnya, misalnya bengkel yang tidak

menyediakan kursi bagi pelanggan yang datang. Termasuk juga jasa foto copy yang tidak

Page 40: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

memberikan ruang untuk duduk bagi pelanggan. Etika profesional hanya kelihatan pada kantor-

kantor yang bergerak pada bidang jasa, misalnya perbankan yang memang menyediakan kursi

bagi pelanggan dan pengguna jasa. Bagaimanapun, pelanggan akan merasa lebih nyaman datang

apabila kebutuhan primer fisiknya dipenuhi. Kebutuhan primer fisik ini diantaranya adalah

tempat duduk tadi. Kekurangan professional tersebut semakin terlihat apabila dilihat warung atau

jasa yang dibuka di jalan arteri dan bertambah lagi apabila memasuki wilayah pelosok.

Kebersihan dan penataan tempat berjualan juga kurang terlihat. Terutama di daerah-

daerah yang ada di pedesaan debu yang melekat pada barang-barang jualan masih menempel.

Ini merupakan bagian dari kebiasaan masa lalu yang masih belum dapat diperbaiki sampai

sekarang. Dalam arti kebiasaan tersebut masih melekat. Padahal, kesadaran soal kebersihan

sudah semakin sering dimunculkan di media massa. Disamping debu yang melekat pada barang-

barang, ornamen dari warung juga kelihatan masih kurang bersih.

Sarjana dari Berbagai Disiplin Ilmu

Kecamatan Kerambitan dikenal mempunyai warga yang berpendidikan tinggi. Disamping

itu juga mempunyai semangat tinggi dalam berbagai bidang. Sebagai bagian dari Kabupaten

Tabanan, Kecamatan Kerambitan merupakan salah satu penghasil beras dan padi yang cukup

untuk memberikan kesejahteraan kepada keluarga. Di luar itu, yang patut juga dipertimbangkan

adalah semangat dan fanatisme terhadap daerah. Pada bidang olahraga sepakbola misalnya, di

masa lalu Kerambitan kerap menjadi juara se kabupaten Tabanan, mulai dari tingkat sekolah

dasar sampai kompetisi dewasa.

Di masa pendidikan bertambah maju, terutama dengan semakin terdidiknya mayarakat ke

perguruan tinggi, banyak sarjana juga berada di Kecamatan Kerambitan. Di desa Pakraman

Penyalin misalnya, jumlah sarjananya cukup signifikan. Akan tetapi, sarjana yang mampu

memanfaatkan alam desa pakraman untuk maju sangat sedikit. Yang paling cocok

dikembangkan di desa pakraman ini adalah sektor pertanian,, petkebunan dan persawahan.

Tetapi sarjana pertanian hanya satu dan kemudian telah merantau ke Pulau Jawa.

Sarjana merupakan produk perguruan tinggi yang secara formal diakui memiliki

kemampuan untuk menganalisa masalah tertentu. Kemampuan menganalisis ini merupakan

kelebihannya apabila dibandingkan dengan tamatan akademi atau diploma. Tamatan diploma

dibekali oleh keterampilan mengolah atau membentuk suatu produk. Sedangkan sarjana

Page 41: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

mempunyai kelebihan menganalisis. Obyek yang dianalisis itu bisa berupa produk, dimana

produk ini dihasilkan oleh sebuah keterampilan. Melalui analisislah kekurangan atau kelebihan

produk itu diketahui. Seorang yang mampu menghasilkan produk kue misalnya, akan dianalisis

oleh seorang sarjana ekonimi tentang pemasarannya, tentang bahan asalnya oleh sarjana kimia

atau potensi kebusukannya. Maka, seorang sarjana akan mampu membekali diri dan menambah

keterampilan, melalui kursus atau belajar secara mandiri untuk menghasilkan keterampilan.

Seorang sarjana ekonomi tidak akan salah apabila menambah wawasannya dengan terampil

membikin kue. Seorang sarjana teknik menambah keterampilannya dengan membikin produk

sepeda elektrik. Atau seorang sarjana pertanian tidak keliru juga apabila menggabungkan

keahliannya pada bidang manajemen.

Dalam hal ini, harus diakui bahwa sarjana yang banyak bertebaran di pedesaan dan

menjadi aset desa pakraman maupun desa dinas itu, kurang mampu menggerakkan dirinya untuk

menambah keterampilan produksi atau keterampilan lainnya sehingga keahlian yang dimiliki

tidak dapat digunakan secara maksimal. Akibatnya, mereka banyak menganggur atau datang

menjadi kaum urban di perkotaan dan banyak bekerja di sektor pariwisata di Denpasar atau

Badung. Waktu yang terbuang percuma untuk menempuh jarak yang lebih dari 70 kilometer

tersebut tidak dipikirkan secara matang sehingga terbuang percuma, disamping juga tidak baik

untuk kesehatan pribadi.

Suara-suara kritis tentang desa pakraman, yang kebanyakan bernuansa negatif, dapat

dikatakan sesungguhnya mempunyai hubungan dengan tidak dimanfaatkannya secara maksimal

potensi sarjana terhadap perkembangan dan pembaruan desa pakraman. Setidaknya secara

tekstual, desa pakraman itu mempunyai keterkaitan sangat kuat dengan sarjana hukum, terutama

dari kosentrasi hukum adat. Ini dikarenakan hukum adat itu merupakan pemikir dan otak dari

keberadaan desa pakraman tersebut. Sarjana hukum adat dididik untuk berfikir dan menganalisis

tentang sejarah adat, perkembangannya serta arah pembaruannya di masa depan. Ketika desa

pakraman berhadapan langsung dengan modernisasi, para sarjana yang mempunyai spesialisasi

hukum adat lah yang akan dapat mengembangkan dan memperbaiki hal seperti itu. Sekarang

jarang ada sarjana hukum adat yang memegang desa pakraman. Para sarjana ini tidak saja

mempunyai kemampuan untuk menganalisis sejarah dari hukum adat tersebut, tetapi juga secara

jelas mengkaji norma-norma yang sudah tidak sepatutnya dipertahankan serta memperbarui

kebiasaan yang ada berdasarkan perbandingan yang ada.

Page 42: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Sebagai seorang yang belajar hukum, mereka akan mengetahui bagaimana norma-norma

yang mestinya berlaku di masyarakat dan bagaimana pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

Sebagai pembelajar adat, para sarjana ini tidak hanya mengetahui perkembangan hukum dan

norma-noma adat yang ada di daerahnya sendiri. Akan tetapi juga dari daerah-daerah lain di

Indonesia. Sebagai negara yang mempunyai banyak suku bangsa, maka tersedia demikian

banyak kebiasaan adat yang berlaku di berbagai wilayah Indonesia. Banyaknya kebiasaan inilah

yang sesungguhnya dapat dipakai sebagai perbandingan untuk memperbaiki segala kebiasaan

yang berlaku di desa pakraman di Bali. Ini sangat penting dilakukan di tengah perkembangan

jaman dan modernisasi yang demikian ketat di Bali.

Sarjana lain yang juga mempunyai keterkaitan dengan perkembangan desa pakraman di

Bali adalah sosiologi. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dengan berbagai

aspek yang ada. Setiap aspek perkembangan masyarakat akan dipelajari dalam ilmu ini. Desa

pakraman tidak lain merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki perkembangan kompleks

di Bali. Secara sederhana, desa pakraman ini merupakan lembaga yang hampir mirip dengan

negara. Di samping mempunyai wilayah dengan penduduknya, juga mempunyai aturan hukum,

pemerintahan dengan berbagai strukturnya, kekuatan ekonomi sampai dengan memiliki penjaga

keamanan. Termasuk juga perbatasan. Dengan keberadaan seperti itu, segala aspek

perkembangan sosial terjadi di dalam desa pakraman. Secara mendasar, desa ini boleh dikatakan

sebagai komunitas yang mempunyai tugas menjalankan keagamaannya dan komunitas tersebut

berjalan berdasarkan pada keagamaan Hindu. Karena itulah, hubungan sosial, persaudaraan,

gotong-royong, subordinasi, kekuasaan, pengaruh, konflik dan sebagainya ada di dalam

lingkungan desa pakraman dengan segala aspek-aspeknya. Masing-masing desa pakraman di

Bali mempunyai banyak ragam gaya sesuai dengan budaya mereka di lingkungan tersebut.

Sosiologi mempelajari setiap aspek dari kehidupan sosial, termasuk perubahan sosial yang akan

terjadi beserta bagaimana cara mengantisipasinya. Karena itu, sarjana sosiologi sangat

diperlukan untuk mengembangkan desa pakraman.

Sarjana Antropologi juga sangat diperlukan. Antropologi merupakan ilmu yang mengalir

seperti air. Ilmu ini mempelajari kebudayaan dan kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok

masyarakat. Disebutkan juga apabila antropologi tersebut mempelajari suku bangsa. Akan

tetapi, apabila dilihat secara lebih dalam, misalnya dengan ciri khas dan kebiasaan yang berlaku

di desa bersangkutan, desa pakraman sesungguhnya merupakan kelompok masyarakat yang

Page 43: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

malah mirip dengan suku. Di Bali, desa pakraman tersebut mempunyai kebiasaan yang berbeda-

beda dalam penerapan ritual agama. Dan karena itu juga mempunyai kebiasaan yang berebeda

dalam menerapkan praktik kehidupan mereka. Sebanyak 1500 lebih ada desa pakraman di Bali,

yang tidak semuanya mempunyai praktik yang sama antara satu sama lain. Dengan kondisi

seperti itulah sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang pantas untuk dilibatkan dalam

proses pengembangan desa pakraman ini. Artinya baik para sarjana antropologi maupun desa

pakraman tidak saling menjaga jarak, melainkan saling meleburkan diri satu sama lain untuk

mengembangkan desa pakraman.

Sarjana Sastra Bali dan Jawa Kuno diperlukan untuk memberikan pemahaman-

pemahaman terhadap tafsir sastra yang dipakai sebagai dasar menjalankan ritual agama Hindu.

Agama Hindu di Bali dijalankan atas dasar sastra baik yang berasal dari bahasa sansekerta

maupun dari bahasa Jawa Kuno (Kawi). Dalam hal sastra yang telah diterjemahkan, seperti

misalnya Bhagavat Gita, yang dipandang sebagai Weda Kelima masyarakat memandang arti

dari bait-bait syair yang ada di dalam buku suci tersebut telah diketahui. Akan tetapi, pemaknaan

dari bait syair itu belum tentu diketahui secara matang. Ini disebabkan karena setiap bait syair itu

dapat ditafsirkan menjadi beragam makna. Untuk memahami pemaknaan yang lebih luas itulah

maka diperlukan adanya penafsir-penafsir terhadap ajaran Weda ini sehingga masyarakat dapat

menjalankan agama secara lebih luas dan bermakna. Secara lebih luas artinya mempunyai

pilihan yang lebih banyak, disesuaikan dengan konteks waktu, tempat dan keadaan. Sarjana

sastra Bali mempunyai kemampuan untuk melakukan penafsiran tersebut.

Disamping melakukan melakukan tafsiran atas pemaknaan tersebut, sarjana sastra Bali

tentu saja juga mampu melakukan penerjemahan terhadap sastra-sastra lain yang dipakai

landasan dalam menjalankan ritual agama di Bali.

Sarjana Agama Hindu sudah tentu juga diperlukan oleh desa pakraman. Seperti juga

halnya dengan sarjana sastra Bali Kuno atau Jawa Kuno, sarjana agama Hindu diperlukan untuk

menerjemahkan makna agama yang dapat disesuaikan dengan perkembangan jaman. Ritual

yang terlalu memberatkan masyarakat, yang menyita tenaga, waktu dan biaya, semestinya dapat

dikurangi agar masyarakat desa pakraman dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan

perekonomian yang demikian cepat di Bali. Sarjana agama Hindu ini diperlukan untuk

menerjemahkan pemaknaan upacara sehingga desa pakraman di Bali dapat melakukan upacara

yang sesuai dengan pemaknaan itu agar tidak bertentangan dengan sebagian besar anggota

Page 44: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

masyarakat. Sebuah pembaruan dari tradisi, misalnya menyederhakana upacara sampai 50

persen, berpotensi menimbulkan konflik. Karena itu, kerjasama antara sarjana agama Hindu

dengan sarjana sastra ini dalam menerjemahkan arti syair sastra dan menafsirkan pemaknaannya,

dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat dan kemudian tidak menimbulkan konflik sosial.

Dalam kerangka menyongsong perkembangan sosial di Bali, dengan aspek

perekonomiannya yang demikian berkembang, desa pakraman mau tidak mau harus

memanfaatkan sarjana manajemen (ekonomi), atau teknik industri. Kedua sarjana ini mempunyai

keahlian dalam mengelola organisasi (perusahan) untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan. Teknik industri merupakan sarjana yang mempunyai kemampuan untuk mengelola

perusahan dan memikirkan berbagai kiat perkembangannya. Pengelolaan desa pakraman sesuai

dengan perkembangan jaman yang diatur dibawah Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, tidak

lain menginginkan desa sebagai sebuah organisasi yang mampu mengelola dirinya sendiri

termasuk aset yang dimiliki. Dengan demikian, diperlukan kemampuan manajamen untuk

mengelola modal yang dimiliki tersebut.

Sebagai sebuah komunitas tradisional di Bali, desa pakraman mau tidak mau

mendasarkan diri pada lingkungan tradisional yang menjadi penopang hidup masyarakat. Bali,

sejak berabad-abad telah dikelola dengan dasar pertanian dan perkebunan. Pertanian, terutama

persawahan menjadi dasar dari perkembangan struktur sosial di Bali, termasuk juga desa

pakraman. Pada hakekatnya desa pakraman ini merupakan struktur sosial yang banyak mengatur

tentang kegiatan sosial yang berbasis pertanian. Upacara agama yang menjadi fungsi pokok dari

desa pakraman, sesungguhnya juga merupakan endapan dari budaya pertanian. Dengan alasan

tersebut maka desa pakraman sangat memerlukan sarjana pertanian untuk perkembangannya.

Sarjana dengan kualifikasi inilah yang akan dapat memberikan masukan-masukan kepada desa

pakraman, terutama dalam hal sejauh mana ritual yang bebasis pertanian itu dapat dipertahankan

bagi desa pakraman yang berada di lingkungan perkotaan. Sebaliknya bagi desa pakraman yang

masih ada di desa dan pegunungan, sarjana pertanian ini akan mampu memberikan saran, contoh

dan praktik mengembangkan model-model pertanian terbaru untuk memacu desa tersebut

berkembang, sesuai dengan perkembangan sosial paling modern.

Sarjana-sarjana dari ilmu yang lain lain akan sangat membantu perkembangan desa

pakraman, terutama apabila dikaitkan dengan berbagai perkembangan kemajuan sosial di Bali.

Dengan pesatnya pariwisata yang ada di Kuta, Sanur, Gianyar dan lain-lain, cara pengelolaan

Page 45: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

desa pakraman tentu akan sangat berbeda. Dengan otonomi yang dimilikinya serta gaya

manajemen yang berbeda-beda, desa pakraman akan dapat memanfaatkan sarjana dari berbagai

disiplin ilmu untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

Potensi Pariwisata Laut

Bagian selatan dari Kecamatan Kerambitan, yaitu di Kelating dan Pasut, berbatasan

langsung dengan Samudra Indonesia yang mempunyai ombak besar. Potensi ombak yang besar

ini sesungguhnya dapat dimanfaatkan sebagai obyek rekreasi surving, terutama kepada turis-turis

maancanegara yang datang ke Bali. Transportasi menuju daerah ini sudah lumayan bagus karena

jalan rayanya sudah mulus dan memakai aspal hotmik. Tidak saja terhubung langsung ke kota

Kabupaten Tabanan, tetapi juga terhubung langsung dengan pusat pariwisata di Tabanan, yaitu

Tanah Lot, dan dari sini, langsung terhubung ke Denpasar. Sebagai kawasan rekreasi, laut

Samudra Indonesia tidak hanya menawarkan ombak yang besar tetapi juga pantai yang indah

dan pemandangan sunset yang memesona. Sebagai tawaran pemandangan yang luas dan segar di

pantai, Pantai Pasut dan Kelating memberikan harapan. Demikian juga sunset nya. Karena itu

dua pantai di Kecamatan Kerambitan ini memberikan potensi besar sebagai daerah yang

menghasilkan pendapatan.

Pasir laut di wilayah ini memang tidak seperti Pantai Kuta atau pantai di kawasan Selatan

Kabupaten Badung yang semuanya putih. Pantai di Kelating dan Pasut berwarna hitam pekat.

Akan tetapi, bukan sekedar itu yang ditawarkan. Seperti yang diutarakan tadi, kedua pantai ini

menawarkan atraksi alami sunset yang bebas pandang di sore hari, sama dengan pemandangan

yang dijanjikan oleh Pantai Kuta, Tanah Lot, Ulu Watu maupun pantai lain yang ada di kawasan

Badung bagian selatan.

Di pantai Kelating telah dibuat telanjakan sebagai sarana masyarakat untuk berjalan-

jalan melihat matahari terbenam. Telanjakan tersebut sudah bagus. Pantai Kelating juga

menawarkan posisi pantai yang datar untuk berjualan sehingga para pedagang dapat

mempergunakan secara baik. Posisi pantai ini kondusif bagi pariwisata pantai dan laut.

Gelombang lautnya cukup tinggi untuk kegiatan surving. Pantainya mempunyai bagian datar

untuk menyaksikan segala atraksi ke laut atau melihat pemandangan lain karena dari pantai ini

juga kelihatan kawasan Uluwatu, yang ada di Badung bagian selatan. Tebing curam dari

Uluwatu jelas kelihatan dari tempat ini, termasuk juga pemandangan malam harinya ke arah

Page 46: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Kuta. Lokasi untuk mandi secara umum juga ada pada sisi barat dari pantai tersebut yang tidak

terlalu dalam dengan ombak yang tidak terlalu besar. Bagi mereka yang menyukai kegiatan

jalan-jalan, dapat melakukan perjalanan menuju pantai Yeh Gangga ke timur dengan berjalan

kaki atau ke pantai Pasut ke arah barat juga dengan jalan kaki.

Pantai pasut juga mempunyai potensi yang sama seperti yang ditawarkan oleh Pantai

Kelating. Malah pantai ini mempunyai pasir yang padat dan lebih lebar sehingga bagi anak-anak

yang menyukai olahraga pantai, seperti sepakbola, dan volley dalam melakukannya baik di pagi

hari maupun sore hari. Pasir yang lebih padat memungkinkan olahraga ini dilakukan di Pantai

Pasut. Malah, anak-anak muda yang suka trek-trekan, memakai arena pasir Pantai Pasut sebagai

arena balap kendaraan, sebuah olahraga yang mengandung resiko cukup berbahaya.

Pantai Kelating dan Pasut ini dapat mencontoh apa yang ada di Pantai Kedonganan,

yaitu membuka warung untuk makanan ikan, yang khusus untuk disajikan secara segar kepada

para pembeli, baik berupa pembeli lokal maupun pembeli asing (turis).

Kesenian dan Manajemen Kesenian Tradisionil

Kerambitan mempunyai salah satu unsur kesenian yang disebut dengan Tektekan.

Kesenian ini sudah berusia puluhan tahun, yang berasal dari tradisi masyarakat. Ia memakai

instrumen utama bambu yang dipukul. Pada awalnya, menjadi alat pengusir bala apabila

masyarakat terkena wabah penyakit. Masyarakat tradisionil Kerambitan, dan umumnya di Bali,

masih mempercayai bahwa penyakit itu disebabkan oleh gangguan-gangguan dari luar, dan

karena itu haruslah gangguan itu diusir dari lingkungan masyarakat. Cara mengusirnya adalah

melalui cara membisingkan lingkungan agar kekuatan-kekuatan tersebut keluar dari lingkungan.

Dengan logika seperti inilah masyarakat befikir bahwa penyakit yang menjangkiti sebagian besar

anggota masyarakat, akan dapat hilang.

Melihat fenomena bunyi tektek yang keluar dari suara bambu yang dipukul tersebut,

tokoh masyarakat Baturiti di Kerambitan, yaitu Anak Agung Silagunada kemudian mempunyai

ide bahwa keramaian tersebut dapat dikelola dan kemudian dibentuk sebagai sebuah instrumen

seni. Maka, berbagai jenis suara yang muncul dari berbagai jenis pukulan bambu itu kemudian

diubah menjadi seni dengan memasukkan unsur-unsur gong Bali. Unsur gong yang dimasukkan

itu adalah kendang sehingga melalui sebuah strategi seni, pada akhirnya mampu membentuk

untaian seni yang dapat dinikmati masyarakat banyak. Juga dimasukkan unsur-unsur dalam

Page 47: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

kesenian drama yang lain, mislanya kisah tentang Mahabharata yang demikian pupuler di Bali.

Disamping itu, unsur lain yang dimasukkan adalah atraksi ngurek yang juga santat populer di

Bali. Atraksi tersebut berupa perkelahian antara kekuatan jahat yang disimbolkan dengan rangda

dengan kekuatan positif yang disimbolkan dengan barong. Atraksi ini akan berisi penusukan,

tetapi melalui kekuatan gaib tidak dapat tertembus. Bagi para penonton, disamping suara dari

tektekan tersebut yang agak aneh, atraksi ngurek ini juga mendapat perhatian yang banyak.

Sumber Air

Salah satu aset yang dimiliki oleh desa adalah sumber air. Desa-desa yang ada di Bali

sesungguhnya sangat kaya dengan sumber air yang bersumber dari pegunungan. Bali bagian

tengah mempunyai pegunungan yang merupakan tempat penyimpanan air alami. Deretan

pegunungan ini membentang dari arah barat di Jembrana sampai ke timur di Karangansem, yang

secara simetris membelah Pulau Bali menjadi bagian utara dengan bagian selatan. Meskipun

dari sisi kontur tanah pegunungan itu kemungkinan merupakan hasil dari tumbukan lempeng

bumi di bawah, akan tetapi membawa manfaat besar bagi persediaan air di Bali. Yang menarik,

sumber air itu muncul tidak hanya langsung di lereng gunung seperti yang ada di wilayah

Jatiluwuh di Kabupaten Tabanan, atau di Kubu dan Tirtagangga di Karangsem, akan tetapi juga

muncul di daerah yang relatif jauh. Misalnya ada di Kebendesaan Samsam di Kecamatan

Kerambitan,Tabanan. Paling tidak empat dari lima banjar yang ada di Kebendesaan ini

mempunyai sumber air, yaitu Banjar Penyalin, Banjar Samsam, Kutuh Kelod, dan Kutuh Kaje.

Dalam ketentuan pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, salah satu aset desa yang

dapat dimanfaatkan adalah sumber air tersebut. Dengan ketentuan itu, maka sumber air ini dapat

dikelola oleh BUM Desa secara cermat untuk kesejahteraan bersama. Dalam hal kebutuhan air

bersih, Bali sesungguhnya sekarang sudah mulai sangat memerlukan air bersih. Kota Denpasar,

wilayah Badung bagian selatan memerlukan air dari wilayah-wilayah kabupaten lain untuk

menyediakan warganya dengan kebutuhan air. Industri pariwisata memerlukan debit air dalam

jumlah banyak di wilayah-wilayah yang disebutkan tadi. Demikian juga dengan perumahan

yang muncul di berbagai wilayah di Badung dan Denpasar. Karena itulah kemudian daerah

Tabanan menjadi alternatif untuk mencari ketersediaan air tersebut.

Dari sini apabila sumber air tersebut dikelola oleh BUM Desa, atau katakanlah oleh desa,

maka tidak ada individu atau pihak-pihak lain yang akan mampu membuat hal yang sifatnya

Page 48: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

semena-mena terhadap penggunaan air. Desa akan membuat aturan tersendiri melalui BUM

Desa tersebut tentang pemanfaatan air dengan melibatkan masyarakat dan pengawasan dari

masyarakat dan pihak luar yang ditunjuk.

Air juga digunakan dalam lingkungan ekonomi sebagai sebuah obyek bisnis. Dengan

semakin dikenalnya air mineral serta air kemasan, berbagai perusahan yang bergerak di bidang

air, mencoba mencari-cari lahan untuk mengelola air yang kemudian diolah menjadi industri.

Kegiatan seperti ini seharusnya dapat dipergunakan oleh desa untuk kesejahteraan warganya

dengan cara mengelola bersama atau lewat BUM Desa. Seperti yang dikatakan tadi, Desa

Samsam di Kecamatan Kerambitan, Tabanan mempunyai sumber air dengan debit air yang

relatif besar.

Sebagai satu perbandingan, di daerah Tembuku, Bangli air yang ada di desa tersebut

dijual dengan menggunakan truk, untuk mengairi berbagai tempat yang kekurangan air. Akan

tetapi di Kecamatan Kerambitan, Tabanan, air tidaklah kurang. Namun, air ini dapat

dimanfaatkan untuk cadangan masa depan apabila misalnya kekurangan air melanda Bali. Posisi

kecamatan ini sekitar 40 kilometer dari Gunung Batukaru sehingga memungkinkan sebagai

rembesan air sumber yang berasal dari gunung tersebut di bawah tanah.

Wilayah Luas

Satu hal yang tidak diperhitungkan oleh masyarakat ketika melihat keunggulan desa

dibandingkan dengan kota adalah keluasan ruangan yang dimiliki oleh desa. Sudah menjadi ciri

dari desa itu mempunyai ruang yang jauh lebih lapang dibandingkan dengan kota yang demikian

sesak. Akan tetapi, di jaman sekarang, terutama di kecamatan Kerambitan khususnya dan di Bali

pada umumnya, keluasan dan keleluasaan ruangan ini benar-benar mampu dipandang sebagai

modal dasar untuk melakukan aktivitas menguntungkan, apalagi dikaitkan dengan sumber daya

ekonomi. Ruang wilayah yang leluasa luas dan tidak sesak tersebut dapat diberdayakan sebagai

sumber ekonomi. Di kaitkan dengan potensi pariwisata yang ada, sesungguhnya tanah yang luas

dan lapang ini dapat digunakan sebagai area kuliner dengan berbagai atraksinya. Dari sisi

pariwisata, akan dapat ditampilkan berbagai macam makanan khas Bali, dengan mengambil

tempat yang luas sehingga para turis dapat menikmati kuliner dengan nyaman. Termasuk juga

dengan penampilan atraksi apapun karena di desa dapat menggunakan ruangan dengan leluasa.

Page 49: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Kabupaten Tabanan, khsusunya Kecamatan Kerambitan mempunyai makanan khas lawar

anyang barak. Jika hal ini diperkenalkan dengan prinsip pariwisata, bukan saja menikmati lawar

yang diadon dengan darah hewan segar itu, akan tetapi proses pembuatannya dapat disuguhkan

kepada turis. Dengan menggunakan lahan yang luas, tidak sempit seperti yang ada di kota-kota,

masyarakat dapat melakukan atraksi tersebut mulai sejak awal, misalnya mulai menangkap babi,

kemudian proses lanjutannya sampai dengan selesai. Melalui ruangan terbuka juga para turis itu

akan dapat mengikuti segala prosesinya, termasuk mungkin dengan mempersembahkan sesajen,

sampai kemudian pengolahan.

Disamping itu, demi menambah semaraknya suasana, sambil menunggu racikannya

selesai, para guide juga dapat memberikan semacam kuliah penjelasan dengan asal-usul dari

kuliner ini, kemudian menjelaskan maknanya serta penggunannya bagi masyarakat. Kuliner Bali

mempunyai keterkaitan dengan ritual-ritual yang ada. Semasih menikmati, kuliner, dengan

keleluasan ruangan, dapat saja kemudian dipentaskan gong sebagai sebuah hiburan bagi para

tamu. Dan seusai pementasan dapat menyaksikan pertunjukan “tektekan”. Kerambitan

mempunyai seni khusus “tektekan” yang terkenal awalnya di wilayah itu yang sampai

kemudian terkenal di seluruh wilayah Bali. Atraksi ini dapat dilakukan seusai hidangan kuliner.

Dengan demikian, sesungguhnya dapat dikatakan bahwa potensi desa yang tidak terlihat

ini akan dapat dimaksimalkan dan kemudian dioptimalkan. Di masa lalu, luas wilayah desa

mungkin tidak mempunyai arti apa-apa dibandingkan dengan apa yang ada di perkotaan. Kini

setelah aliran listrik tersebut sudah sampai ke desa, dengan jalan-jalan juga sudah diaspal sampai

ke desa, seharusnya keleluasaan tempat ini sangat dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa.

Gabungan antara listrik dengan jalan raya yang bagus ini sangat membantu optimalisasi

pembangunan desa. Dari sisi pendidikan, boleh dikatakan tingkat pendidikan paling rendah dari

masyarakat desa adalah tingkat sekolah menengah atas. Pendidikan ini telah mampu

memberikan cara-cara berfikir kritis dan mengembangkan keterampilan sehingga sangat berguna

bagi pemberdayaan desa. Sikap kritis diperlukan untuk mengembangkan wisata kuliner.

Luas tanah dan ruang yang masih lapang di desa tersebut, tidak hanya dapat digunakan

untuk hal yang bersangkutan dengan kuliner saja, akan tetpi juga untuk berbagai kepentingan.

Pada bidang seni misalnya dapat dipakai pameran. Memberikan pameran instalasi, atau pameran

khusus tentang keramik dan berbagai jenisnya, juga dapat dilakukan di pedesaan. Pameran yang

memerlukan ruangan besar tidak dapat dilakukan di kota, kecuali menyewa lahan yang sewanya

Page 50: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

mahal. Maka desa merupakan solusi untuk lahan ini mengingat sewa yang dilakukan tidak

terlalu mahal. Para seniman maupun budayawan, mestinya mampu memanfaatkan hal ini secara

lebih baik. Di Kecamatan Kerambitan misalnya, dengan infrastruktur jalan yang sudah bagus,

tidak memerlukan waktu banyak untuk datang ke kecamatan ini mengajak turis untuk

mengunjungi kawasan pameran. Hanya diperlukan waktu sekitar satu jam untuk mengangkut

puluhan turis dengan kendaraan bus. Disamping itu, wilayah ini telah biasa dilalui melalui turis

yang ingin mengunjungi Bali secara cross country.

Kuntungan lain yang secara ekonomi dapat ditawarkan oleh desa adalah keaslian

produksinya. Di negara yang berbasis pertanian atau daerah yang berbasis pertanian dan

perkebunan, desa menduduki tempat yang vital karena di tempat inilah pertanian dan

perkebungan itu tumbuh dan berkembang. Demikian juga halnya dengan desa yang ada di

daerah pegunungan. Dari sinilah hasil kebun dan pertanian itu berasal. Dengan demikian,

keaslian produk pertanian dan perkebunan tersebut dapat dijamin. Hal ini dapat menjadi

keunggulan desa sekaligus mampu melakukan pemberdayaan kepada segala sumber daya yang

dimiliki tersebut. Sebab, di jaman modern sekarang, segala produk ekonomi yang dijual di pasar

kota, keasliannya sudah sangat dipertanyakan. Merebaknya produk kemasan yang bercampur

dengan pengawet buatan, sekarang banyak mendapat sorotan masyarakat. Demikian juga

produk-produk makanan dan ikan yang disimpan di tempat pengawet, termasuk juga dengan

sayur yang sudah dinyatakan tidak segar lagi.

Bahkan soal keaslian ini tidak saja dapat diperlihatkan oleh sektor pertanian dan

perkebunan, akan tetapi juga oleh sektor peternakan dan kehewanan. Produk daging yang dijual

di pasaran di kota atau yang dijual sekarang, lebih banyak memakai produk yang sudah diolah

dengan sarana modern. Misalnya daging ayam merupakan produk modern karena makanan yang

dipakai untuk membesarkan ayam, berasal dari industri. Dari kualitas daging, dinilai kurang

bagus dibanding dengan produk asli desa. Demikian juga dengan cara masyarakat membesarkan

babi, sapi dan lainnya. Maka, dalam konteks ini, desa dapat melakukan hal yang sebaliknya,

yaitu tetap mempertahankan nilai ketradisionalan mereka. Memelihara ayam tidak dengan

konsentrat tetapi membiarkan hidup liar di ladang sehingga kualitas daging dan telornya jauh

lebih unggul di bidang rasa dengan ayam-ayam ras. Demikian juga beternak sapi sesuai dengan

apa yang dilakukan masyarakat di masa lalu, yakni memelihara sapi dengan pakan alami.

Page 51: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Desa, dapat memanfaatkan masalah orang kota ini dengan memproduksi barang-barangg

tersebut sesuai dengan keaslian dan kesegarannya. Dalam hal makanan ternak dan ayam, jelas

desa memberikan sumbangan besar karena kondisi alami desa dengan berbagai tumbuhan yang

ada. Tentu, desa yang ada di pantai, akan dapat menyumbangkan keasliannya dengan

menawarkan hasil ikan laut yang masih segar untuk dijual kepada masyarakat. Segala yang

menyangkut keaslian, seperti buah-buahan yang segar dapat langsung di petik dari desa,

terutama desa yang jauh dari perkotaan dan daerah pegunungan. Di wilayah Kintamani misalnya,

dengan kondisi wilayah yang luas serta hawanya yang sejuk, cara untuk menikmati minuman

kopi, langsung disuguhkan dengan cara menyeduh di tempat, sambil melihat-lihat kebun kopi

yang ada di tempat tersebut.

Nilai dan Suasana Tradisional

Dalam hubungan dengan perkembangan pariwisata di Bali, desa sesungguhnya masih

mampu memberikan sumbangan yang lain dengan memberdayakan potensi dan sumber daya

yang dimiliki. Tentu hal ini dapat dilakukan dengan adanya lalu lintas dan sarana lalu-lintas yang

baik menuju ke pedesaan. Sebagai sebuah komunitas yang berbasis pertanian, masyarakat Bali

masih menyimpan budaya, barang, sampai dengan ritual yang mentradisi. Kehidupan pertanian

di Bali, boleh dikatakan belum sepenuhnya beranjak ke arah modern. Masyarakat yang memakai

traktor untuk mengolah sawahnya, baru diperkenalkan pada dekade tujuhpuluhan. Akan tetapi

perkenalan tersebut masih belum tuntas sampai ke desa di pelosok. Masih ada masyarakat yang

menggunakan alat bajak, sawah, maupun menggunakan sapi untuk mengolah tanah. Demikian

juga, perkenalan dengan mesin penggiling padi. Meskipun diperkenalkan pada dekade

tujuhpuluhan, tetapi tetap ada anggota masyarakat yang masih menggunakan lesung, alu dan niru

untuk memisahkan kulit padi dan membersihkan beras. Sebagai sebuah atraksi, ini sangat

menarik bagi wisatawan. Mengolah tanah sawah dengan kerbau atau sapi, membersihkan beras

dengan alu, merupakan atraksi menarik. Namun, haruslah kemudian hal ini dikemas dalam

bentuk profesional. Mereka-mereka itu harus mendapatkan bayaran sampingan sebagai sebuah

atraksi karena ditonton, bahkan difoto dan direkam oleh turis. Karena itu, haruslah dikenakan

biaya untuk hal ini dari turis dan bayarannya itu diberikan kepada petani yang menjadi pelaku

langsung dari atraksi tersebut.

Page 52: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Kalaupun misalnya pengerjaan tersebut tidak dilakukan dengan cara tradisional, paling

tidak alat-alat untuk melakukan itu masih ada. Dan untuk itu, setiap desa tidak ada salahnya

membuka museum tradisi untuk memamerkan barang-barang yang dipakai untuk mengolah

sawah maupun untuk mengolah padi menjadi beras. Barang-barang tersebut terbuat dari barang-

barang pilihan pada masanya sehingga masih bertahan sampai sekarang. Pembuatan museum ini

sangat menarik untuk ditindaklanjuti karena desa mempunyai lahan yang luas untuk itu.

Cara memasak masyarakat Bali juga unik, demikian juga dengan alat memasak dan

tungku dapur yang digunakan. Setelah gas masuk sampai ke kampung-kampung, ada perubahan

sosial cukup pesat di masyarakat kampung dalam hal memasak, yaitu menggunakan kompor gas.

Sebelumnya, masyarakat juga banyak yang memakai kompor minyak tanah. Akan tetapi,

belakangan muncul kesadaran bahwa hasil masakan tradisional yang menggunakan kayu bakar

mempunyai cita rasa yang jauh lebih enak. Pada keluarga-keluarga tertentu juga, masih

menggunakan cara memasak tradisional dan menyajikannya dengan cara tradisional. Karena itu,

proses memasak yang ada pada masyarakat Bali ini, merupakan sebuah atraksi pengetahuan juga

bagi turis terutama yang sudah terlalu tersentuh dengan pola kehidupan masyarakat modern.

Mereka tentu akan mampu meningkatkan pengtahuannya terhadap masyarakat Bali dengan

melihat lesung, alu, nampan, sabit dan sebagainya sebagai alat-alat tradisionil sebagai penopang

kehidupan sosial.

Nilai tradisional yang paling sering dijual sebagai atraksi kepada turis, adalah atraksi

budaya yang dikaitkan dengan religiusitas. Masyarakat sembahyang di Pura, atau menghaturkan

sesaji di sawah, telah menjadi hal biasa untuk pariwisata di Bali. Namun kesadaran untuk

memungut biaya atas atraksi tersebut masih belum dilakukan. Masih terjadi pertetangan bagi

masyarakat, apakah seharusnya memungut biaya untuk upacara adat dan agama karena dinilai

sebagai merendahkan martabat ritual. Atraksi tersebut sudah menjadi turun temurun di Bali.

Bahwa sekarang ada turis yang menonton, itu merupakan konsekuensi dari konsepsi pariwisata

budaya yang dikembangkan di Bali. Akan tetapi, pada pihak lain, ada masyarakat yang

berpandangan bahwa turis yang melihat atraksi tersebut mendapatkan hiburan dan pengetahuan

sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup dan kualitas pengetahuan mereka. Peningkatan ini

haruslah dilakukan dengan transformasi untuk menghargai peningkatan pengetahuan dan

kualitas hidup yang didapatkan. Uang adalah bentuk dari transformasi itu, seperti juga ketika kita

Page 53: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

membeli makanan yang membuat kualitas hidup kita lebih baik, atau masuk ke sekolah yang

membayar jasa guru-guru yang mentransfer ilmu kepada murid-murid.

Dalam hal tradisionalitas dan keleluasaan ruangan ini, desa yang ada di kota tidak akan

mampu menyaingi desa yang ada di luar kota, apalagi yang di pedalaman dan pegunungan. Di

Bali, desa tidak hanya ada di pedalaman atau pegunungan tetapi juga di kota. Desa Pakraman

yang merupakan desa tradisional di Bali, ada juga di perkotaan. Sistem sosial di Bali, memang

tidak memandang adanya istilah kota, tetapi desa, yang kemudian terbagi-bagi menjadi banjar,

baik banjar pakraman maupun banjar dinas atau adminsitratif. Karena itulah di kota-kota yang

ada di Bali, dikenal juga keberadaan desa. Malah pola kehidupan sosial yang ada pada desa di

perkotaan sangat mirip dengan apa yang ada dipedesaan di pedalaman atau di luar kota.

Keterikatan kepada hinduisme dan desa pakraman tersebut, memungkinkan adanya kemiripan

pola-pola kehidupan sosial dan sistem sosial tersebut. Hanya saja dalam hal keleluasaan

ruangan, desa di kota tidak mampu menandingi desa yang ada di luar perkotaan. Ruang yang ada

di kota jauh lebih sesak karena adanya urbanisasi dan bangunan-bangunan untuk aktivitas

pendidikan, kebudayaan, pemerintahan serta perekonomian. Akan tetapi, keunggulan yang

dimiliki desa di perkotaan ada pada sektor sumber daya manusianya, yang jauh lebih terdidik dan

jauh lebih berpengalaman dengan hal-hal yang bersifat praktis. Dalam hal kepariwisataan dan

bisnis serta perekonomian, masyarakat di perkotaan jauh lebih berpengalaman.

Karena itu, ketimpangan ini sesungguhnya dapat dipakai sebagai saling-silang kebutuhan

antara masyarakat desa di luar perkotaan atau di pedalaman dengan masyarakat kota. Mereka

harus mampu saling bertukar pengalaman dan informasi termasuk keterampilan dan mampu

memberikan ruang kepada masyarakat desa kota untuk mengelola segala sumber daya yang ada

di pedesaan. Paling tidak masyarakat desa kota bersedia mentransfer pengetahuan dan

keterampilannya kepada masyarakat pedesaan yang letaknya jauh di luar kota.

Tetapi dalam hal mengolah nilai-nilai tradisionalis untuk kepentingan pariwisata, dan

dengan demikian mampu mengembangkan sumber daya yang ada, masyarakat desa di kota

masih mampu melakukannya. Karena masyarakat Bali berbasis pada kehinduan, tradisi tersebut

masih dapat dipakai untuk disajikan sebagai atraksi pariwisata. Dilihat dari hal itu, maka

ketradisionalan tidak hanya dapat dilihat dari perilaku masyarakat beserta dengan berbagai

artefak yang dimilikinya, tetapi juga produk-produk yang sifatnya tradisional. Kuliner tradisional

misalnya, apabila dibandingkan dengan kuliner nasional atau internasional, tidak kalah

Page 54: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

kualitasnya. Di desa, banyak kuliner tradisional yang dapat diolah mulai dari metode kulinernya

sampai dengan hasil masakannya untuk memberikan penghasilan kepada desa. Sebagai sebuah

hasil dari kreatifitas masyarakat, proses ini dapat dipertotonkan kepada turis. Atau apabila dilihat

dari nilai rasanya, dapat dijual tidak hanya di hotel tetapi juga untuk masyarakat desa sendiri.

Cara pengolahannya yang harus diperbaiki agar menjadi lebih bersih.

Suasana Pedesaan

Banyak yang kurang memperhatikan bahwa suasana desa, sesungguhnya dapat dipakai

sebagai sebuah alternatif menikmati kehidupan di Bali. Apabila dilihat suasana kota Denpasar,

Badung dan Gianyar (terutama di Ubud) sudah demikian padat lalu lintasnya, perumahan yang

sudah sesak, dengan sawah yang sudah hampir tidak ada sisa, maka kondisi ini hampir sama

dengan apa yang ada di Jakarta. Persaingan hidup, terutama bagi mereka yang bekerja di

perhotelan, nampaknya sudah mulai sumpek. Bekerja mulai dari pukul 08.00 pagi sampai dengan

pukul 17.00 sore atau kalipatannya di sore dan malam hari, membuat pemikiran tidak selalu bisa

segar. Karena itu diperlukan suasana yang segar agar kosentrasi kerja dapat berlangsung dengan

baik dan kompetitif. Pantai mungkin sudah ditawarkan oleh daerah-daerah Badung dan Gianyar

bagian selatan. Akan tetapi, tetap diperlukan suasana alternatif untuk melepaskan ketegangan

tersebut.

Suasana inilah yang mesti ditawarkan oleh desa. Dalam keadaan demikian, desa-desa

yang paling menguntungkan itu adalah yang berlokasi di pegunungan atau yang mempunyai

kedudukan tinggi diatas 500 meter diatas permukaan laut. Seharusnya, suasana pedesaan ini

tidak mesti dimanfaatkan oleh desa di pegunungan saja tetapi juga dapat di desa yang ada di

dataran rendah, asal mampu memelihara suasana desanya. Jadi, desa yang rimbun dengan

suasana asli dapat dipakai sebagai daya tarik untuk menarik masyarakat perkotaan untuk tinggal

di desa. Mungkin ini dipakai sebagai wisatawan domestik yang mencari suasana alternatif untuk

menyegarkan pikiran. Karena itu, penginapan temporer atau penyewaan tempat tinggal di desa,

menjadi salah satu cara untuk menambah penghasilan. Pada desa yang berada di pegunungan,

hal ini akan bertambah positif lagi karena mempunyai suasana yang sejuk. Dalam contoh yang

ada di Bali bagian tengah misalnya, suasana dari Desa Petang sampai dengan Kintamani,

mempunyai suasana sejuk sehingga iklim tersebut dapat diberdayakan untuk meningkatkan

kesejahteraan desa. Beberapa desa di Badung bagian utara, misalnya di Auman, telah

Page 55: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

menyediakan fasilitas trekking yang dapat tembus sampai di Bedugul Tabanan. Membuka lahan

warung makan juga tidak terlalu sulit dilakukan.

Dari skala jarak, Bali ini sesungguhnya relatif tidak terlalu melelahkan untuk dijelajah.

Satu putaran penuh Bali, memerlukan sekitar 12 sampai 13 jam untuk mengitari, dengan kondisi

jalan yang bagus, memakai kendaraan roda empat maupun kendaraan roda 2. Sedangkan jarak

dari Denpasar menuju Kintamani, sebagai obyek desa pegunungan, hanya memerlukan waktu

sekitar dua jam, dengan kondisi jalan yang bagus, beraspal hotmik. Dengan demikian,

menempuh perjalanan menuju desa-desa lain di Bali, relatif tidak terlalu sulit. Inilah tawaran

yang dapat dilakukan oleh desa, untuk meringankan beban kehidupan di kota. Masyarakat

Jakarta, setiap hari libur pasti akan menyerbu daerah puncak di Bandung, tidak lain tujuannya

adalah untuk menghilangkan rasa penat bekerja di tengah sesaknya Ibu Kota. Satu hal yang

sudah diperlihatkan oleh keunggulan desa saat ini adalah adanya wisatawan yang memakai mobil

savari,menembus desa-desa pedalaman yang ada di Bali. Seharusnya, ini dipungut biaya setiap

ada konvoi yang datang melewati desa. Demikian juga dengan gras track yang dilakukan oleh

anak-anak muda memakai sepeda motor modifikasi (trill). Banyak lahan yang hancur akibat

dilalui oleh sepeda motor modifikasi ini.

Page 56: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

BAB 4

KOMUNITAS TRADISIONAL: DESA PAKRAMAN

Desa pakraman adalah komunitas masyarakat Hindu di Bali yang menempati wilayah

tertentu, dipayungi oleh tempat persembahyangan yang disebut dengan Khayangan Tiga. Pada

Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2001, (yang diubah menjadi Peraturan Daerah No. 3 Tahun

2003), dijelaskan bahwa desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi

Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat

Hindu secara turun-temurun dalam ikatan khayangan tiga atau khayangan desa yang mempunyai

wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri

(pasal 1 angka 4).

Ada beberapa frase kunci yang dapat menjelaskan desa pakraman ini. Yang pertama

adalah “masyarakat hukum adat di Propinsi Bali”. Artinya bahwa desa pakraman ini, dalam

konteks keberadaannya pada kasanah wilayah Indonesia, hanya ada di Propinsi Bali, yang

bersumber pada kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakannya sehari-hari (adat). Desa yang ada di

luar propinsi Bali, tidaklah disebutkan dengan sebutan “desa pakraman”, meskipun desa tersebut

dilandaskan pembentukannya pada kebiasaan yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

Kedua, “mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat

umat Hindu secara turun-temurun.” Paling tidak frase ini menekankan kepada identitas religius

yang melandasi desa pakraman itu, yaitu agama Hindu, yang mana identitas ini diikuti oleh

kebiasaan-kebiasaan yangtelah dilakukan turun temurun. Masyarakat yang keberadaannya di

luar agama Hindu, tidaklah termasuk dalam kesatuan masyarakat hukum yang disebut dengan

desa pakraman tersebut. Dalam konteks sosiologis dapat dikatakan bahwa kebiasaan yang turun-

temurun itu telah tercermin di dalam pergaulan, kontak sosial, termasuk norma-norma setempat

yang muncul sebagai akibat pergaulan tersebut. Apabila di Bali terdapat kebiasaan yang berbeda-

beda, tetapi sepanjang hal itu merupakan roh dari agama Hindu Bali, maka hal itupun juga

merupakan bagian dari desa pakraman. Fakta inilah yang kemudian membuat masing-masing

desa pakraman itu mempunyai alur praktik sosial, budaya dan religius yang berbeda-beda di

Bali. Awaig-awig yang ada di satu desa pakraman, tidak dapat disamakan dengan awaig-awig di

desa pakraman yang lain. Hanya, pengikat dari konteks ini adalah kehinduan atau praktik ritual

agama Hindu di Bali.

Page 57: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Ketiga, “dalam ikatan Khayangan Tiga atau Khayangan Desa”. Frase ini menegaskan

bahwa Khayangan Tiga merupakan hal kemutlakan di dalam desa pakraman tersebut. Artinya

setiap desa pakraman harus mempunyai khayangan tiga atau khayangan desa tersebut. Di Bali,

yang disebut dengan khayangan tiga adalah tiga rangkaian kesatuan pura yang merupakan

simbolisasi kekuatan Tuhan, dimana masing-masing tempat sembahyang tersebut merupakan

manifestasi dari kekuatan Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa. Pada Khayangan Tiga, Pura Desa

merupakan manifestasi dari Dewa Brahma, Pura Puseh merupakan manifestasi dari Dewa Wisnu

dan Pura Dalem merupakan manifestasi dari Dewa Siwa. Ketiga tempat sembahyang ini mutlak

dimiliki oleh komunitas yang disebut dengan Desa Pakraman, bagaimanapun wujud fisik dari

pura tersebut dan bagaimanapun lokasinya jaraknya. Desa yang tidak mempunyai tiga pura

tersebut, tidak dapat dikatakan sebagai desa pakraman. Sebaliknya apabila satu komunitas sosial

mempunyai tiga tempat persembahyangan tersebut, dia layak mendapat sebutan sebagai Desa

Pakaraman.

Keempat, mempunyai wilayah tertentu. Dapat dikatakan bahwa masyarakat yang

tergabung dalam Desa pakraman ini harus mempunyai wilayah tertentu. Pada peraturan daerah

ini tidak disebutkan secara pasti seberapa jauh wilayah yang ditempati oleh masyarakat yang

tergabung di dalam desa pakraman tersebut. Juga tidak disebutkan berapa jumlah penduduknya

dan bagaimana perbatasannya. Yang paling utama adalah keterikatan mereka dengan tempat

persembahyangan bersama yang disebut dengan khayangan tiga tersebut. Dengan demikian, bisa

saja keanggotaan desa pakraman itu berasal dari tiga banjar dinas, atau bahkan satu banjar dinas,

bahkan satu banjar dinas dapat terdiri dari dua desa pakraman dengan komposisi tempat tinggal

penduduknya selang- seling atau berdampingan dengan penduduk rumah tangga yang menjadi

anggota desa pakraman lain. Tidak ada kewajiban desa pakraman tersebut mempunyai kuburan.

Karena itu dimungkinkan desa pakraman itu berdiri dengan tanpa kuburan asal masyarakat

tersebut mempunyai tiga tempat sembahnya tersebut, yaitu Khayangan Tiga. Di jaman sekarang,

tahun 2015 ini, dengan adanya jasa penitipan jenazah di rumah sakit, jasa untuk mengkremasi

jenazah, sangat mungkin desa pakraman ini berdiri hanya dengan mengikatkan diri pada pura

khayangan tiga, tanpa mempunyai kuburan.

Kelima, “mempunyai harta kekayaan sendiri”. Frase ini mencirikan tentang kesejarahan

dari desa pakraman itu di Bali. Desa pakraman ini merupakan komunitas gotong-royong, saling

tolong menolong, yang amat mungkin di masa lalu terkosentrasi pada pelaksanaan ritual

Page 58: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

keagamaan. Seperti yang sudah diketahui dan dirasakan masyarakat, ritual Hindu Bali, apalagi di

masa lalu, ritual tersebut cenderung kompleks. Kekompleksan ini membutuhkan waktu, tenaga

dan biaya yang besar untuk menyelenggarakannya. Untuk pelaksanaan kompleksitas tersebut,

maka secara ekonomi memerlukan biaya yang besar. Maka untuk menutupi pembiayaan ini,

secara sosial desa pakraman mempunyai kekayaan yang dapat dikelola secara bersama. Inilah

barangkali yang menjadi dasar pemikiran munculnya harta benda yang dimiliki desa pakraman.

Yang paling terkenal, kekayaan ini adalah tanah laba pura, yang dipertahankan sampai sekarang.

Angka 10 pada pasal 1 Peraturan daerah No. 3 Tahun 2001 (sebagaimana yang diubah menjadi

Perda No. 3 tahun 2003) menyebutkan bahwa tanah ayahan desa pakraman adalah tanah milik

desa pakraman yang berada baik di dalam maupun di luar desa pakraman. Ini juga menjadi

kekayaan yang dapat dikelola oleh desa parkaran secara mandiri. Tentu sekarang kekayaan

tersebut berkembang semakin meluas seperti Lembaga Perkreditan Rakyat dan sebagainya. Pura

Khayangan Tiga tentu juga menjadi hak milik dari desa pakraman.

Keenam “ berhak mengurus rumah tangganya sendiri”. Dari sini dapat dikatakan bahwa

komunitas ini mempunyai kewenangan otonomi. Konstitusi Indonesia melindungi hal ini karena

masing-masing kebiasaan yang berupa adat tersebut mempunyai perwujudan praktik yang

berbeda-beda. Demikiann juga halnya di Bali. Meskipun mempunyai landasan keagamaan yang

sama, akan tetapi penafsiran atas ritual yang telah menjadi kebiasaan itu berbeda-beda. Dalam

hal desa pakraman, kepentingan mengurus rumah tangga sendiri yang bersendi otonomi itu

penting, demi mencegah konflik penafsiran.

Banyak yang menyebutkan secara satir bahwa desa pakaraman itu mirip seperti negara di

dalam negara. Mungkin ini hanya ungkapan lelucon yang ditujukan kepada lembaga ini karena

mempunyai fungsi, kewenangan serta kelengkapan organisasi mirip dengan negara. Pasal 5

Peraturan daerah No 3 Tahun 2001 mengatur tentang tugas desa pakraman sebagai berikut:

a. Membuat awig-awig

b. Mengatur karma desa

c. Mengatur pengelolaan harta kekayaan desa

d. Bersama-sama pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama di

bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan,

e. Membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya Bali dalam rangka memperkaya,

melestarikan dan mengembangkan kebudayaann nasional pada umumnya dan

Page 59: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

kebudayaan daerah pada khususnya berdasarkan “paras paros, sagilik-saguluk

salunglung-sabayantaka” (musyawarah-mufakat).

f. Mengayomi krama desa.

Pasal 6 dari peraturan ini mengatur wewenang desa pakraman, yaitu:

a. Menyelesaikan sengketa adat dan agama dalam lingkungan wilayahnya dengan tetap

membina kerukunan dan toleransi antarkrama desa sesuai dengan awaig-awig dan adat

kebiasaan setempat.

b. Turut serta menentukan setiap keputusan dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di

wilayahnya, terutama yang berkaitan dengan tri hita karana,

c. Melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar desa pakraman.

Organisasi desa pakraman dalam menjalankan aktivitasnya mempunyai alat kelengkapan

yang disebut dengan prajuru. Dimana prajuru ini ditetapkan oleh masyarakat yang menjadi

anggota desa pakraman tersebut berdasarkan awig-awig yang dimilikinya (Pasal 7, Perda No. 3

Tahun 2001). Sedangkan pada bidang keamanan, dilengkapai dengan apa yang disebut pecalang

(pasal 17, Perda No. 3 Tahun 2001). Ketertiban dan keamanan di masyarakat dilaksanakan oleh

pecalang.

Dengan adanya fungsi, kewenangan dan kelengkapan seperti itu, ditambah dengan

kekayaan berupa barang bergerak maupun tidak bergerak, material maupun immaterial, serta

barang-barang yang memiliki makna magis dan religius, desa pakraman tersebut mirip dengan

negara di dalam negara. Apalagi kemudian lembaga ini mempunyai otoritas sendiri untuk

mengelolanya.

Desa pakraman merupakan sebutan untuk sistem kemasyarakatan asli dari masyarakat

Hindu di Bali. Akan tetapi, perhatian yang lebih menekankan kepada aspek hukum tentang

lembaga desa adat ini justru baru dimulai pada tahun 1986, ketika pemerintah daerah Bali

membuat Peraturan daerah No 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi dan Peranan Desa Adat

sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Propinsi daerah Tingkat I Bali. Ini boleh

dikatakan sebagai upaya pertama secara normative dalam mengatur, menegaskan eksistensi desa

adat di Bali, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Dalam peraturan daerah ini kata “adat”

masih dipakai untuk menyebutkan pakraman seperti yang dirtulis sekarang. Adat, dengan

demikian mencerminkan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Bali, sesuai dengan

leluhurnya, dan menurun secara berkesinambungan. Munculnya aturan normatif ini, dapat

Page 60: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

dipandang sebagai munculnya kesadaran baru dari kalangan elit dan intelektual Bali terhadap

perlindungan komunitas adat ini, baik secara hukum maupun dalam menghadapi perubahan

sosial. Aturan secara hukum perlu dibuat demi memberikan status yang jelas kedudukan, fungsi

dan eksistensi dari lembaga ini, baik bagi masyarakat Bali maupun masyarakat di luar Bali. Bagi

masyarakat Bali hal ini akan menambah keyakinannya dalam negara Indonesia karena

kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan turun-temurun telah

mempunyai payung hukum. Bagi kalangan di luar masyarakat Bali, akan mengetahui bagaimana

keberadaan desa tradisionil di Bali dan bagaimana posisinya di dalam hukum nasional. Akan

tetapi yang juga perlu dilihat adalah bahwa munculnya peraturan daerah ini amat mungkin

didorong oleh mulai terasakannya desakan-desakan kepada desa adat dari pengaruh-pengaruh

luar, terutama dari arus turisme yang demikian deras di Bali.

Peraturan daerah ini kemudian diubah menjadi Peraturan Daerah Propinsi Bali No 3

Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, sebagaimana kemudian yang telah direvisi melalui

Peraturan Daerah Provinsi Bali No 3 Tahun 2003. Dua hal penting yang mesti dicatat dalam

perkembangan ini, terutama dari tahun 1986 dengan tahun 2001 adalah adanya bab khusus

tentang Pemberdayaan Desa Pakraman, Majelis Desa Pakraman serta bab tentang Pecalang.

Ketiga ketentuan ini tidak ada dalam peraturan daerah sebelumnya. Munculnya bab tentang

Pemberdayaan Desa Pakraman mencerminkan telah mulai ada kesadaran bahwa desa pakraman

ini dapat dibuat mandiri, maju dan menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Bahkan dalam

ketentuan pasal 1 angka 19 sengaja dijelaskan tentang maksud dari kata pemberdayaan itu, yaitu

rangkaian upaya aktif agar kondisi dan keberadaan desa pakraman dapat lestari dan kokoh

sehingga berperan positif dalam pembangunan. Dengan kata lain, desa pakraman ini dapat ikut

terlibat dalam perubahan sosial, membangun dirinya sendiri sesuai dengan perkembangan jaman

dan tetap eksis. Tidak lain, ini disebabkan karena desa pakraman mempunyai sumber daya atau

kepemilikan seperti yang disebutkan pada bab V tentang Harta Kekayaan Desa Pakraman dan

bab VI tentang Pendapatan Desa Pakraman.

Bab tentang Majelis Desa Pakraman boleh dikatakan sebagai sebuah lembaga yang

bermanfaat untuk menyelesaikan segala perbedaan-perbedaan yang ada di berbagai desa

pakraman di Bali dan menyamakan persepsi diantara sekian banyaknya desa pakraman yang

mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda meskipun dilandasi oleh agama Hindu. Sedangkan

Bab tentang Pecalang, merupakan antisipasi dari adanya konflik yang mungkin muncul intra

Page 61: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

anggota desa pakraman tentang kesalahan penafsiran dari makna awaig-awig di tengah

perkembangan jaman serta antisipasi konflik yang mungkin terjadi di antara desa pakraman.

Konflik berpotensi muncul sebagai akibat perubahan sosial yang demikian deras di Bali dengan

industri pariwisatanya.

Hubungan antara Desa Dinas Dengan Desa Pakraman

Meskipun dua desa ini berada di dalam satu komunitas, dalam pelaksanaan praktik

sehari-hari kedua desa tersebut menjalankan fungsinya secara mandiri. Pada intinya, desa dinas

menjalankan fungsinya dalam rangka administratif kependudukan yang berhubungan dengan

kepemerintahan. Sedangkan desa pakraman, menjalankan fungsi yang berhubungan dengan adat

dan keagamaan seperti yang dilakukan oleh masyarakat Bali secara turun-temurun dan

berkelanjutan. Dari konteks tersebut, sesungguhnya tidak ada kaitan antara desa pakraman

dengan desa dinas karena masing-masing mempunyai peran tersendiri.

Namun demikian, kedua desa di Bali ini mempunyai hubungan yang unik yang kemudian

membentuk pola hubungan harmonis. Yang pertama adalah adanya satu banjar dinas yang

langsung menjadi satu desa pakraman. Ini merupakan hubungan menarik karena di lingkungan

banjar dinas itu juga berdiri Pura Khayangan Tiga sebagai tempat persembahyangan dari seluruh

masyarakat yang ada di banjar dinas itu. Dalam konteks sistem sosial tradisional di Bali, banjar

ini disebut dengan Desa Pakraman atau dulu disebut dengan desa adat karena mempunyai Pura

Khayangan Tiga tersendiri. Hubungan antara desa pakraman dengan banjar dinas boleh

dikatakan sejajar, tidak saling intervensi, dan saling bekerjasama. Dikatakan sejajar karena

masing-masing mempunyai legitimasi. Banjar dinas merupakan unsur paling rendah (dekat

dengan masyarakat) dalam sistem kepemerintahan Indonesia di Bali. Banjar inilah yang

mengurus administrasi kependudukan dalam kerangka hubungan penduduk dengan negara atau

pemerintah. Sedangkan desa pakraman merupakan desa tradisional di Bali sehingga dengan

keberadaan itu juga memiliki legitimasi sosial. Fungsi dari desa pakraman lebih banyak

mengatur soal hubungan sosial tradisional di Bali yang menyangkut kebudayaan dan ritual atau

berhubungan dengan sistem sosial ketradisionalan Bali. Dengan komposisi legistimasi seperti

itulah kemudian kedua sistem ini dapat hidup berdampingan tanpa harus mencampuri urusan

masing-masing lembaga. Keduanya mempunyai fungsi dan tugas masing-masing, dengan pokok

melayani masyarakat, akan tetapi dengan wujud yang berbeda. Akibat positif dari keberadaan

Page 62: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

dua lembaga ini sering terlihat. Di darah-daerah rawan di Bali, terutama di desa atau lingkungan

yang dekat dengan perkotaan, desa pakraman dengan banjar dinas dapat melakukan kerjasama

dalam memelihara ketertiban dan keamanan. Satuan pecalang yang dimiliki oleh Desa

Pakraman dapat bersinergi melaksanakan tugas untuk menertibkan desa yang dengan demikian,

juga menciptakan ketertiban di banjar dinas. Dalam praktiknya pecalang melaksanakan tugas

dengan melakukan sidak ke tempat-tempat yang dipandang rawan pelanggaran seperti kos-

kosan atau melakukan patroli ke wilayah lingkungan desa untuk memantau keamanan. Dalam

rapat yang dilakukan oleh desa pakraman misalnya, pimpinan (kelihan) banjar dinas dapat

memakai kesempatan memberikan pengumuman kepada warga tentang kebijakan-kebijakan

yang dilakukan pemerintah. Kerjasama antara kedua lembaga ini justru dapat memberikan saling

keberuntungan bagi warga.

Aparatur yang menjalankan desa dinas ada juga yang menjadi aparatur di desa pakraman

sehingga membuat segala perkembangan yang ada di kedua lingkungan lembaga tersebut, dapat

diketahui dan disikapi oleh aparatur yang sama. Atau sebaliknya aparatur yang secara struktural

mempunyai kedudukan tinggi di desa pakraman, mempunyai struktur juga di banjar dinas. Ini

membuat sikap saling hormat menghormati diantara kedua desa tersebut. Mau tidak mau, untuk

memelihara ketertiban lingkungan, baik desa pakraman maupun desa dinas (keperbekelan),

harus saling memberikan penilaian, bertukar informasi tentang segala potensi negatif yang ada di

desa untuk didiskusikan demi menciptakan ketertiban bersama.

Realitas adanya banjar dinas yang menjadi desa pakraman sesungguhnya merupakan

komposisi yang ideal karena kedua lembaga itu berada di dalam satu wilayah, satu lingkungan

dan dengan demikian juga aparaturnya dapat saling melengkapi. Harmonisasi dalam

menyelenggarakan pemerintahan relatif dapat dipelihara karena lingkungan perbatasan dari dua

lembaga komunal ini sama. Satu hal yang dapat menjadi pengganjal dari dua lembaga ini adalah

pada bidang keyakinan dari warganya. Karena desa pakraman merupakan lembaga yang menjadi

pengayom masyarakat Hindu (Bali), maka warga di banjar tersebut yang bukan pemeluk Hindu

bukan menjadi wadah dari desa pakraman. Perbedaan budaya karena kebanyakan masyarakat

non-Hindu berasal dari luar daerah Bali, dan juga perbedaan agama, akan menimbulkan

ketidakpahaman tentang pola ritual atau pelaksanaan agama yang digelar. Pada titik inilah

penting bagi banjar dinas dengan aparatnya menjadi penghubungan yang baik dan fungsional

untuk menjelaskan kebiasaan dan ritual dari masing-masing kepercayaan tersebut kepada

Page 63: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

berbagai pihak agar dapat saling dimengerti. Norma-norma, kebiasaan dan budaya dari masing-

masing pihak harus dijelaskan oleh aparatur banjar dinas agar mampu memunculkan saling

pengertian. Dengan dasar saling pengertian inilah kemudian akan mampu diciptakan harmonisasi

di lingkungan tersebut. Tentu saja juga sosialisasi yang dilakukan oleh aparatur banjar dinas itu

dilakukan secara bersama-sama oleh aparat (prajuru) desa pakraman. Cara ini akan menambah

kentalnya upaya harmonisasi tersebut.

Harus diakui bahwa ada perbedaan antara desa dinas (administratif) dengan desa

pakraman. Pada umumnya desa dinas itu terdiri dari beberapa banjar dinas yang kemudian

bersatu atau disatukan menjadi satu desa dinas, yang sekarang di Bali disebutkan dengan nama

keperbekelan. Misalnya Perbekel Samsam di Kecamatan Kerambitan, Tabanan, terdiri dari enam

banjar dinas, yaitu Banjar Penyalin, Banjar Kutuh Kelod, Kutuh Kaja, Samsam I, Samsam II dan

Banjar Dinas Lumajang. Akan tetapi di Keperbekelan Samsam terdapat Lima Desa Pakraman,

yaitu Samsam, Lumajang, Penyalin, Kutuh Kelod dan Kutuh Kaja. Dari sisi penyebutan anggota

masyarakat juga mempunyai perbedaan karena pada desa dinas (perbekel), disebut sebagai warga

dan desa pakraman, disebut dengan krama.

Dalam hal pengelompokan krama, desa pakraman mempunyai tingkatan-tingkatan

tertentu, sesuai dengan asal usul atau kepemilikan yang dikelola. Pembagian sebutan krama

(warga) pada desa pakraman ini setidaknya dikenal pada tiga kelompok, yaitu krama pengarep,

krama pangle, dan sekarang ada juga yang disebut dengan krama tamiu. Mereka yang disebut

dengan krama pengarep adalah orang yang terkena ayah-ayahan dan ikut bertanggung jawab

di dalam ritual yang dilakukan oleh desa. Di wilayah lain, misalnya di Karangasem, mereka yang

disebut dengan krama pengarep adalah pihak yang mendapatkan hak untuk mengolah tanah

milik desa pakraman (Stuart-Fox, 2010: 37). Sedangkan krama pangele adalah mereka yang

berasal dari desa pakraman bersangkutan, akan tetapi karena berdomisili di wilayah yang jauh,

dapat melakukan ganti terhadap kerja gotong royong yang dilakukan di desa pakraman tersebut.

Sedangkan krama tamiu merupakan warga lain yang berasal dari luar wilayah, berdomisili di

wilayah desa pakraman tersebut tetapi tidak bergabung dengan desa pakraman. Paling banyak

mereka yang disebut sebagai krama tamiu ini adalah mereka yang beragama di luar Hindu dan

berasal dari daerah lain. Dalam kasus di Bali, di awal millennium ke-21 ini cukup banyak

krama tamiu yang menduduki wilayah desa pakraman, terutama yang berdekatan dengan kota.

Page 64: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Dalam konteks demikian, desa administrative (keperbekelan), tidak mempunyai

pembedaan dalam penyebutan anggota masyarakat yang berdomisili di wilayahnya. Seluruh

warga yang menyatakan bertanggung jawab dan berdomisili di wilayah desa tersebut mempunyai

hak dan kewajiban yang sama, tidak mempunyai pembedaan sebutan. Semua warga wajib

membayar pajak apabila berada di wilayah keperbekelan itu dan juga berhak untuk mengelola

tanah miliknya atas dasar pajak yang diserahkan, dan sebaliknya juga berhak mendapatkan

kepengurusan administrasi seperti memiliki KTP, mengurus kartu keluarga dan sebagainya.

Hubungan kerjasama antara desa pakraman dengan desa dinas atau banjar dinas, justru

semakin kental akhir-akhir ini ketika krama tamiu semakin banyak yang datang di Bali. Krama

tamiu tersebut bertempat tinggal di banjar-banjar yang menjadi wilayah desa dinas sekaligus

juga menjadi wilayah desa atau banjar pakraman. Datangnya krama tamiu ini memberikan

penghasilan tambahan bagi krama desa dengan penyediakan rumah-rumah kontrakan atau

tempat kost. Akibat dari itu, jumlah penduduk satu desa menjadi bertambah banyak dan

dipandang perlu untuk melakukan kontrol lapangan demi menjaga ketertiban lingkungan. Untuk

melakukan kontrol inilah kemudian desa dinas (keperbekelan), memerlukan peran dari desa

pakraman dengan memanfaatkan petugas keamanan dari desa pakraman, yang disebut dengan

pecalang. Petugas keamanan desa pakraman yang berfungsi menjaga keamanan.

Ada dua varian kerjasama yang dilakukan. Varian yang pertama adalah pimpinan desa

dinas meminta bantuan kepada pimpinan desa pakraman (disebut dengan kelihan) untuk

mengaktifkan pecalang di wilayahnya masing-masing. Dalam kerangka ini, desa pakraman akan

bertindak sendirian untuk memantau situasi lingkungan yang ada di desa pakraman

bersangkutan. Dalam praktik, pecalang biasanya berkeliling wilayah desa untuk memantau

situasi dan melakukan razia terhadap warga yang tidak jelas identitasnya. Sedangkan varian

kedua, akan ada gabungan tindakan baik yang dilakukan oleh desa pakraman maupun desa dinas

(administratif) untuk melakukan pemantauan lingkungan. Desa pakraman akan turun ke

lapangan dengan dilengkapi pecalang beserta jajaran pimpinan dan kelengkapan organisasi,

sedangkan jajaran pimpinan desa dinas juga melakukan hal yang sama. Karena garis komando

dari desa dinas ada di dalam pemerintahan negara, maka dalam konteks kerjasama ini, petugas

kepolisianlah yang akan mendampingi desa dinas dalam melakukan pemeriksanaan. Karena

itulah akan terlihat kerjasama koordinatif antara desa pakaraman dan dinas, yang dalam praktik

secara teknis akan mempunyai beragam metode untuk mengaplikasikannya. Misalnya, setiap

Page 65: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

desa pakraman yang ada di desa dinas tersebut mendapat dampingan beberapa petugas kepolisian

saat melakukan sidak lingkungan.

Dalam kasus yang lain, bentuk kerjasama dan koordinasi antara desa dinas dengan desa

atau banjar pakraman itu sangat tergantung dari kebiasaan yang ada di wilayah bersangkutan. Di

Desa Pakaraman Eka Cita di Penyalin, Kecamatan Kerambitan, Tabanan misalnya, ketika desa

pakraman mendapatkan bantuan keuangan dari pemerintah propinsi, dalam jumlah tertentu juga

disumbangkan kepada banjar dinas, yang penggunannya untuk perbaikan sarana di wilayah

banjar tersebut. Membangun jalan menuju sungai atau permandian umum, mempunyai dua cara

pandang karena dapat memperbaiki infrastrutur di desa pakraman sekaligus juga di desa dinas.

Bantuan juga diberikan untuk memperbaiki kantor dari banjar dinas, atau untuk memperbaiki

bale banjar yang dipakai sebagai kantor dari banjar dinas.

Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal 18B menyebutkan pada angka 2). Negara

mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Ini menandakan bahwa kesatuan masyarakat adat tersebut, dengan berbagai kebiasannya

masih tetap mendapatkan pengakuan oleh negara di dalam negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adat pada awalnya merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu “Adah” yang artinya

kebiasaan, yakni perilaku masyarakat yang selalu terjadi (Samosir, 2013: 8). Desa pakraman

yang sekarang berlaku di Bali, pada awalnya disebut dengan desa adat yang memang mengacu

kepada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Kebiasaan ini lebih mengacu

kepada ritual agama yang telah dilakukan masyarakat Bali secara turun-temurun dan berabad-

abad. Akan tetapi setelah menemukan makna kata yang lebih sesuai dengan konteks Bali, maka

kata “adat” tersebut kemudian dihilangkan dan dipakailah kata pakraman sebagai pelengkap kata

“desa” untuk menyebutkan praktik kebiasaan masyarakat Bali, sesuai ritual Hindu yang

dilakukan dan berlangsung di desa, dan menjadi desa pakraman untuk mengganti sebutan desa

adat.

Kelemahan Desa Pakraman

Dalam perjalanan desa pakraman, sifat ketradisionalannya tidak dapat dilepaskan sama

sekali karena desa ini merupakan turunan dari desa Bali kuno yang mengadaptasi model-model

Page 66: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

pemerintahan di masa lalu. Dengan adaptasi seperti itu maka legitimasi dari keberadaan desa

pakraman, tidak lain adalah tradisi tersebut. Apabila dilihat ke belakang, tradisi Bali sangat lekat

dengan pola-pola ritual agama Hindu sesuai dengan penafsiran dari masyarakat setempat,

ditambah dengan penafsiran dari pendeta atau orang-orang yang berpengaruh pada saat itu. Desa

pakraman mempunyai dua kekuatan yang tertuju kepada sifat tradisinya itu, yaitu hal ritual yang

berhubungan dengan agama (Hindu) dan para tokoh yang menjadi pembenar dari ritual

tersebut. Berhadapan dengan agama, masyarakat tidak mampu lagi menolak karena agama pada

masyarakat Indonesia, apalagi di Bali, agama merupakan keyakinan faktual dan ketundukan

yang mutlak. Kemudian ketika ritual agama tersebut dibenarkan oleh tokoh masyarakat, apalagi

raja dan para pendeta yang ada, maka ritual tersebut, tidak dapat dihindarkan lagi. Bagaimanapun

kompleksitasnya, pasti akan dijalankan. Desa pakraman merupakan sikretisme dari hal ini,

mekipun kini harus berhadapan dengan modernisasi di Bali. Dasar dari lembaga ini adalah

keterikatan warga dengan tempat persembahyangan masyarakat Hindu Bali yang percaya dengan

tiga sakti dari Tuhan, yaitu Brahma, Wisnu dan Syiwa yang kemudian diimplementasikan ke

dalam Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem.

Kelemahan lain dari desa pakraman adalah keberadaannya yang terpisah antara satu

dengan yang lain di Bali. Sejarah kemandirian lembaga ini ada di masing-masing desa. Kontak

yang terjadi jarang, kecuali pada desa pakraman yang berdekatan. Dan masing-masing desa

mempunyai wilayah yang luas sehingga harus mengadaptasi berbagai pendapat di wilayah yang

luas tersebut.

Karena itulah kemudian munculnya lembaga yang mengayomi desa pakraman yang

berjenjang dari kecamatan sampai dengan propinsi, menjadi satu terobosan penting misalnya

untuk menghadapi kesenjangan dialog dan hubungan sosial antar desa pakraman tersebut di Bali.

Modernisasi memberikan dorongan yang sangat besar terhadap keberadaan desa pakraman ini.

Majelis desa pakraman yang berada pada tingkat kecamatan sampai di propinsi tersebut, akan

memberikan semacam informasi yang sangat berguna bagi perkembangan desa ini menghadapi

perubahan sosial. Kesamaan persepsi tentang perubahan sosial memberikan sumbangan penting

bagi keberadaan desa dan kemudian adanya persamaan-persmaan persepsi dengan bagaimana

pola ritual yang harus dilakukan oleh desa pakraman. Bentuk dari kemajuan itu sebagai akibat

adanya lembaga yang berjenjang ini adalah adanya kesepakatan untuk membuat awig-awig yang

secara umum mempunyai kesamaan. Pola ini paling tidak akan memberikan satu garis persepsi

Page 67: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

yang sama terhadap pembuatan kelengkapan struktur maupun fungsi desa pakraman. Sekarang

misalnya kita lihat bahwa setiap desa pakraman telah memiliki pecalang, telah mempunyai LPD

atau apabila tidak mampu secara mandiri, dapat melakukan gabungan untuk membuat Lembaga

Perkreditan Desa secara bersama-sama.

Undang Undang No. 6 Tahun 2014 menyebutkan tentang berdirinya Badan Usaha Milik

Desa (BUMDesa) yang dapat dikelola oleh desa untuk mensejahterakan rakyat serta mengelola

aset-aset yang dimiliki oleh desa bersangkutan. Meskipun tidak sama dengan apa yang

dilaksnakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, akan tetapi BUM

Desa ini merupakan ide untuk mengelola usaha aset yang dimiliki oleh desa.

Ketika kemudian pilihan dijatuhkan kepada desa pakraman sebagai desa “perwakilan”

dari Bali, maka seperti yang dikatakan oleh Dr. I Nyoman Subanda, bahwa dalam konteks

pengalaman keadministrasian, hal ini akan berdampak besar. Para pengurus desa pakraman tidak

mempunyai pengalaman dalam membuat administrasi seperti laporan keuangan tahunan dan

sebagainya yang harus dilakukan oleh aparat desa. Bukan tidak mungkin hal ini akan menjadi

pekerjaan berat. Disamping itu karena ada laporan tahunan kepada pemerintah, desa adat atau

desa pakraman akan tunduk oleh instruksi aturan-aturan pusat yang memungkinkan tergerusnya

aturan adat asli sendiri. Originalitas adat bisa tergerus. (Fajar Bali, 30 September 2014. Hal 1-

11).

Harus juga dilihat, desa pakraman mempunyai nama sebutan desa adat di masa lalu.

Sebutan untuk pimpinan desa adat adalah kelihan adat. Kata kelihan ini berakar dari bahasa

daerah Bali, yang artinya “kelih”. Kata itu merujuk kepada orang yang lebih tua atau sudah tua.

Dalam pemahaman tradisional, seorang yang sudah tua dipandang mempunyai pengalaman yang

lebih banyak, baik di bidang sosial maupun kepemimpinan, termasuk juga pengetahuan. Karena

itu orang yang tua dipandang cocok untuk menjadi pemimpin. Apalagi dalam desa pakraman

atau desa adat di Bali, ritual upacara adat dan agama yang dilakukan, memerlukan “legitimasi”

dari orang-orang yang lebih tua. Ritual tersebut mempunyai perlengkapan, alat, tata krama yang

memerlukan pengalaman dalam arti luas. Di tengah kemampuan mencatat dan menulis

masyarakat di masa lalu yang belum baik, maka hanya orang tua yang berpengalamanlah

dipandang layak memimpin desa adat.

Meskipun di jaman modern ini sebagian pimpinan desa pakraman dipimpin oleh mereka

yang masih muda, akan tetapi sebagian lain masih dipimpin oleh mereka yang tua.

Page 68: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Konsekuensinya, masih banyak orang tua yang tidak mampu membaca dan menulis yang

memimpin desa pakraman. Apalagi apabila dikaitkan dengan kemampuan manajemen. Padahal,

sesuai dengan Undang-undang No 6 tahun 2014, desa akan mendapatkan dana milyaran rupiah

untuk dikelola demi kesejahteraan rakyat. Mengelola uang yang banyaknya milyaran rupiah ini,

memerlukan keterampilan manajemen dari seorang pimpinan. Apabila desa pakraman kelak

menjadi desa terpilih di beberapa kabupaten di Bali, tantangannya terletak pada konteks ini.

Bahkan desa pakraman yang dipimpin oleh anak muda pun berpotensi tidak mempunyai

keterampilan manajemen. Pengelolaan keuangan yang jumlahnya sampai milyaran rupiah

tersebut, memerlukan keteramapilan di luar manajemen, seperti misalnya mengoperasikan

perangkat lunak komputer dan sejenisnya.

Dalam sejarahnya, pemilihan kepada desa pakraman atau kepala adat, selalu menjadi

momok bagi generasi baru. Ini disebabkan oleh dipandang ribetnya upacara agama yang

menjadi tanggung jawab desa pakraman, disamping juga mengelola keragaman masyarakat

dengan berbagai perangainya. Pada konteks seperti ini, kepala desa pakraman terpilih karena

terpaksa atau karena dipaksa. Dalam pandangan manajemen, ini merupakan kelemahan karena

tidak akan mungkin dapat dihasilkan pimpinan dan pekerja yang handal apabila dimunculkan

dari kondisi yang memaksa. Mengelola desa dengan tujuan-tujuan seperti yang terlihat dalam

Undang-undang No 6 Tahun 2014, cukup sulit untuk diwujudkan. Undang-undang ini

menginginkan tujuan idealis untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Salah satu caranya

adalah dengan memberikan bantuan keuangan, baik dari pusat maupun daerah. Bentuk

pertanggungjawaban dari ini adalah membuat perencanaan sosial agar uang itu mampu

dimanfaatkan dengan baik, serta sudah menjadi kewajiban administrasi untuk membuat laporan

ke berbagai instansi yang memberikan bantuan keuangan. Pimpinan yang merasa terpaksa untuk

menjadi kepala desa pasti akan kesulitan mengelola ini. Yang paling dikhawatirkan dari hal-hal

seperti ini adalah adanya penyimpangan-penyimpangan keuangan.

Dalam hubungan dengan penyimpangan ini, adanya bantuan keuangan kepada desa dari

pusat maupun daerah, juga potensial berbahaya apabila dikaitkan dengan kepemimpinan. Isu

paling utama dari Undang-Undnag Desa ini adalah bahwa desa akan mendapat bantuan uang

sampai lebih dari 1 milyar setiap tahun. Banyak pihak kemudian yang tiba-tiba tertarik menjadi

kepala desa. Kecurigaan yang muncul adalah bahwa meningkatnya animo tersebut disebabkan

oleh adanya jumlah yang yang banyak tersebut. Keinginan yang tiba-tiba ramai jika

Page 69: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

dibandingkan dengan sepi sebelumnya, pantas dicurigai. Bukan tidak mungkin orang-otrang

seperti itu adalah mereka yang mempunyai sifat avonturir, yakni mencoba mengintip uang

tersebut demi keuntungan-keuntungan pribadi.

Maka, desa dan pemerintah pada umumnya, harus mempunyai aturan tersendiri untuk

memilih kepala desa. Masyarakat juga harus ditingkatkan pengetahuannya.

Page 70: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

BAB 5

KERSAJAMA ANTAR SEKTOR

Undang-Undang No 6 Tahun 2014 ini jelas mempunyai tujuan memperbaiki kualitas

desa yang ada sekarang, dengan desa yang dimaksud baik desa dinas, desa adat atau desa dengan

sebutan lain di Indonesia. Artinya memaksimalkan peran desa dalam keberadaannya di Indonesia

maupun memperbaiki kedudukannya dilihat dari sejarah desa sebelumnya. Karena itulah,

disamping memperbaiki sistem pemerintahan desa, memperbaiki hubungan sosial dengan desa-

desa lainnya, pemerintah dari segala tingkatan memberikan bantuan kepada desa. Bantuan

tersebut baik berupa penasihatan maupun banatuan pada bidang keuangan. Disamping

memberikan bantuan pada bidang keuangan, dalam kerangka memaksimalkan peran desa,

melalui undang-undang ini pemerintah memberikan kesempatan kepada desa untuk

memaksimlakan segala sumber daya yang ada dan dimiliki oleh desa.

Upaya memaksimalkan peranan desa dalam kerangka memajukan Indonesia tersebut

boleh dikatakan sebagai upaya dasar bagi pembangunan negara karena desa merupakan basis

dasar dari negara Indonesia. Dengan memajukan desa maka secara simultan Indonesia maju

secara nasional sebab kemajuan itu akan merata, tidak hanya sepihak pada daerah-daerah

perkotaan atau desa yang berdekatan dengan kota. Kemajuan itupun sangat kuat mempunyai

dasar dalam berkompetisi dengan dunia internasional (globalisasi) karena keberhasilan

pembangunan di desa itu didasarkan pada potensi-potensi dan aset yang dimiliki oleh desa

bersangkutan. Potensi itulah yang diunggulkan untuk menopang kesejahteraan rakyat, sehingga

apabila kemakmuran rakyat berbasis kepada kemampuan dasar desa itu, maka potensi akan

semakin ditingkatkan kualitasnya oleh masyarakat di desa bersangkutan sehingga sumber daya

itu semakin hari kualitasnya semakin meningkat, semakin berkembang dan semakin menemukan

pembaruan. Misalnya, sebuah desa yang dikelilingi oleh sungai, maka sungai itu tidak hanya

dapat dimanfaatkan airnya untuk menyiram tanaman, akan tetapi juga dapat dipakai mengairi

persawahan, kemudian memelihara berbagai jenis ikan, wisata air untuk anak-anak, sumber air

bersih, sampai pada akhirnya pembangkit tenaga listrik untuk mengairi desa. Apabila desa itu

cocok sebagai penghasil kayu jati karena tanahnya berkapur, masyarakat di sekitar desa itu tidak

saja memperluas perkebunan jatinya tetapi juga mengembangkan berbagai jenis varian tanaman

jati, mendirikan usaha ukir-ukiran sampai mebel dan menghidupakan upaya ekspor furniture.

Page 71: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Memaksimalkan peranan desa dalam pembangunan nasional dan memperkuat ketahanan

negara, dapat dilakukan melalui kerjasama dengan desa lain. Secara sosiologis, ini sangat

berguna. Cara melakukan kerjasama ini akan memunculkan interaksi dengan masyarakat lain,

baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok. Bagi Indonesia cara kerjasama ini penting

karena dasar dari masyarakat Indonesia itu adalah gotong royong. Akan tetapi bukan sekedar

gotong royong itu yang menjadi maanfaat utama dari kerjasama ini. Budaya Indonesia dalam

khasanah sosiologisnya adalah kontak sosial. Di dalam kontak sosial ini akan ditemui berbagai

macam manfaat. Yang pertama tentang pertukaran informasi. Baik di kota, desa maupun

pegunungan, informasi itu sangat penting untuk saling memahami perkembangan sosial yang

ada. Di desa perkembangan sosial itu berguna untuk saling memberikan pengetahuan. Informasi

pada hakekatnya adalah pengetahuan yang sudah dikemas. Bagaimanapun bentuk dan wujud

pengetahuan itu, apabila disebarkan akan dapat berguna bagi masyarakat. Misalnya tentang

kepenyakitan. Berjangkitnya penyakit rabies di Bali perlu diinformasikan ke desa lain agar desa

yang lain bersiaga menghadapi wabah ini. Informasi tersebut tentu juga diikuti dengan cara-cara

pencegahan dan teknik pertolongan pertama. Demikian juga informasi tentang kejahatan serta

informasi lain.

Kedua, kerjasama ini akan memberi manfaat mengetahui karakter dan kebiasaan dari

desa lain. Pengetahuan tentang karkater desa lain dengan sendirinya juga akan mengetahui sifat

secara umum dari desa tetangga dengan melihat kebiasaan yang dilakukan. Hal ini akan mampu

mencegah munculnya konflik antar desa. Di desa-desa yang berdekatan, konflik sering muncul

disebabkan oleh ketidakpahaman dari kebiasaan dari desa tetangga. Kerjasama yang akan

dilakukan, bagaimanapun akan memberikan kesempatan untuk mengetahui karakter desa

tersebut. Desa yang terbiasa menggelar ritual pertanian, pasti mempunyai mayoritas warga

petani. Demikian juga desa yang pemudanya mempunyai kegiatan olahraga sore hari,

menandakan kekompakan pada generasi muda.

Ketiga, memberikan kesempatan saling bertukar pengalaman dan pengetahuan. Masing-

masing desa mempunyai potensi yang berbeda-beda dan masing-masing penduduk mempunyai

keterampilan yang juga berbeda-beda. Untuk memberikan manfaat yang lebih maksimal dari

potensi-potensi tersebut, maka kerjasama merupakan cara yang paling baik untuk

mengembangkannya. Desa yang mempunyai mayoritas penduduk sebagai petani, memerlukan

orang yang cakap untuk memasarkan hasil pertanian, atau memerlukan desa yang mempunyai

Page 72: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

alat untuk mengolah gabah. Kerjasama yang saling menguntungkan ini tentu saja juga

memberikan sumbangan penting bagi saling meningkatnya pemahaman antar individu.

Keempat, bermanfaat untuk saling mengenal secara individual. Mengenal individu

masing-masing desa penting karena jalinan keakraban sesungguhnya berada pada tataran

individu. Kerjasama antar desa memberikan kesempatan untuk pengenalan individu ini.

Keakraman yang terjalin antar individu antar desa, mempunyai pengaruh besar kepada stabilitas

antar desa sebab hal ini dapat menurun pada generasi yang baru. Persahabatan yang dijalin oleh

orang tua, dapat menjalar menurun kepada anak-anak dan dari anak-anak kepada cucu.

Demikian seterusnya.

Pada masyarakat Bali masa lalu, paling tidak dekade tujuhpuluhan dan sebelumnya,

contoh kerjasama positif dapat dilihat pada lomba laying-layang. Lomba ini memberikan

kesempatan adanya pertemuan komunitas penggemar layang-layang dari satu desa dengan desa

lainnya. Juga memberikan kesempatan memunculkan rasa solidaritas dan persaudaraan yang

tinggi. Desa yang menggelar lomba layang-layang akan mengundang desa sekitar untuk

berlomba, meminta bantuan kepanitiaan, bantuan makanan berupa kue sampai nasi dan

minuman. Cara-cara seperti ini juga akan dilakukan oleh desa-desa lain yang menggelar lomba

laying-layang di waktu lain, dan demikian terus bergiliran setiap tahun manakala sudah ada

masa untuk lomba laying-layang. Cara meminta bantuan dan pelibatan seperti ini, sangat ampuh

untuk membina persahabatan serta menekan konflik.

Dalam konteks demikian, Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang desa ini memberikan

peluang untuk melakukan kerjasama dengan desa lainnya dalam hal upaya meningkatkan

potensi desa. Pasal 83 dari undang-undang ini menyebutkan tentang kawasan perdesaan.

Kawasan yang dimaksud merupakan perpaduan pembangunan antar desa dalam satu

kabupaten/kota. Basis dari pasal ini mempunyai tujuan agar pembangunan itu terpadu dan

disesuaikan dengan perencanaan-perencanaan yang telah dilakukan oleh pemerintah.

Perencanaan tersebut dibuat dengan memperhatikan potensi yang ada di masing-masing desa

yang dipandang mampu melaksanakan perpaduan tersebut, dengan titik pusat pada bidang

pertanian. Untuk melaksanakan pembangunan yang terpadu ini, tidak lain harus dilakukan

dengan melakukan kerjasama antar desa dengan memanfaatkan aset-aset yang ada. Penggunaan

aset tersebut dapat saja dilakukan secara silang, dalam arti antara aset yang dimiliki oleh satu

desa akan dapat dimaksimalkan pemberdayaannya melalui tenaga terampil dari desa yang lain.

Page 73: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Dalam penafsiran dari undang-undang tersebut serta Peraturan pemerintah No 43 Tahun 2014

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang No 6 tahun 2014, pemerintahlah, baik pusat

maupun daerah yang menentukan kawasan perdesaan itu, yang kemudian disosialisasikan. Desa

kemudian menyambutnya dengan membuat kajian dan kemudian usulan untuk menetapkan

kawasan perdesaan tersebut.

Dengan demikian, melalui kerjasama antar desa dapat dilakukan maksimalisasi manfaat

dari pembangunan desa ini. Dalam konteks pembangunan kawasan perdesaan, konsep awalnya

yang meliputi wilayah-wilayah yang ditetapkan itu, berasal dari pemerintah. Desa tetap

mempunyai peran untuk menginventarisasi aset dan potensi-potensi yang ada untuk

dikembangkan. Dalam kerangka inventarisasi inilah kemudian dimungkinkan lagi melakukan

kontak sosial dengan desa-desa lainnya untuk mencapai saling pengertian. Inventarisasi aset dan

potensi pengembangan ini perlu mendapatkan kerjasama untuk saling memudahkan. Pemerintah

akan mudah melakukan penilaian, dan ketika kerjasama antar kawasan perdesaan itu terjadi,

akan mudah melakukan tindakan baik untuk memngembangkan usaha maupun mencari solusi

masalah yang muncul.

Cara lain untuk memaksimalkan peranan desa untuk kesejahteraan rakyat itu adalah

dengan mengoptimalkan potensi dan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh desa. Undang-

Undang No. 6 Tahun 2014 ini telah memberikan garis-garis besar upaya untuk memaksimalkan

potensi tersebut demi dapat mengejar kepentingan-kepentingan yang sifatnya ekonomis, dengan

tujuan utama demi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Secara struktural, pemerintah telah

digariskan dalam undang-undang untuk memberikan bantuan kepada desa demi melakukan

pembangunan itu. Pemerintah yang dimaksudkan ini, tidak hanya pada pemerintah kabupaten

saja, akan tetapi juga pemerintah propinsi dan pemerintah pusat. Pasal 72 Undang-Undang itu

menyebutkan bahwa dana yang akan didapatkan oleh desa dari pemerintah dapat berupa alokasi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah

Kabupaten/Kota, alokasi dana desa yang merupakan dana perimbangan yang diterima

kabupaten/kota, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan

belanja daerah Kabupaten/Kota.

Makna dari pernyataan dalam undang-undang ini adalah bahwa pemerintah tidak akan

membiarkan desa tersebut berjalan sendirian semata-mata hanya dengan mengolah asetnya

sendiri untuk mengembangkan diri, tetapi tetap memberikan dana rangsangan yang dapat

Page 74: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

dipadukan dengan kekayaan serta kemampuan yang dimiliki oleh desa. Jika memang desa

mempunyai modal yang besar dan potensi besar pula untuk mengembangkannya, tentu hal ini

tidak masalah. Namun apabila dana yang besar tersebut kemudian dipadukan dengan bantuan

yang diberikan oleh pemerintah, akan menjadi sinergi positif untuk menjalankan fungsi desa

sebagai basis utama mensejahterakan masyarakat Indonesia. Keterlibatan pemerintah dalam

memberikan bantuan ini boleh dipandang sebagai hasil pemikiran yang menyadari bahwa tidak

seluruhnya desa-desa di Indonesia yang jumlahnya ribuan tersebut, mampu mengembangkan diri

secara mandiri. Bahkan sebagian besar desa-desa yang ada di Indonesia masih memerlukan dana

sebagai penopang melaksanakan pembangunan. Hal ini juga merupakan kewajiban dari

pemerintah untuk menyebarkan hasil pendapat negara kepada masyarakat melalui bantuan

kepada desa.

Keterlibatan pemerintah dalam memberikan bantuan itu dapat juga dibaca bahwa

pembangunan di pedesaan itu harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan normatif yang ditentukan

pemerintah. Dalam arti, sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam koridor negara

Indonesia. Setiap perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah pasti menekankan hal ini,

termasuk juga dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. Koridor utama yang harus ditaati

adalah tidak bertentangan dengan Pancasila dan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Bantuan dari pemerintah tersebut juga dapat ditafsirkan sebagai adanya bentuk diksusi dua arah

antara pemerintah dengan desa dalam kerangka melakukan berbagai perencanaan-perencanaan

pembangunan di pedesaan. Ini misalnya terlihat jelas dalam hal pembentukan pembangunan

daerah perdesaan. Pembangunan ini berbasis pada pertanian antar desa yang ada di

kabupaten/kota. Perencanaan pembangunan ini mesti dkoordinasikan dengan pemerintah daerah

kabupaten/kota.

Upaya memaksimalkan pembangunan desa untuk kepentingan ekonomi demi

kesejahteraan rakyat, tidak hanya dilakukan melalui bantuan dari pemerintah tersebut. Ia juga

dapat dilakukan dengan memanfaatkan aset-aset desa yang sudah dimiliki. Karena itu aset desa

harus diketahui dan digali keberadaannya. Cara paling bagus untuk memaksimalkan

pembangunan desa dalam konteks ini adalah dengan memadukan dua hal tadi, yaitu antara

bantuan dari pemerintah dengan aset yang dimiliki oleh desa. Bagi yang tidak mempunyai aset

dan potensi atau bagi desa yang masih belum menggali potensi desanya, bantuan dari

pemerintah itu masti dipandang sebagai rangsangan atau modal awal untuk menggerakkan

Page 75: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

potensi dan aset yang ada, betapapun minimnya aset tersebut. Misalnya, bantuan itu dapat

digunakan sebagai upaya untuk membuat lokasi pengolahan air, yang mana akan dapat dipakai

untuk menjual air sumber kepada umum.

Oleh pemerintah, aset yang telah diakui oleh undang-undang sudah dinyatakan secara

jelas. Bahkan aset tersebut dapat diperluas lagi sepanjang itu dinyatakan sah. Aset itu

diantaranya adalah, seperti yang dinyatakan pada pasal 76, dapat berupa tanah kas desa, tanah

ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan

hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, permaindian umum dan aset lainnya milik

desa. Juga dikatakan, bahwa aset pemerintah, termasuk pemerintah daerah, yang berskala desa

dapat dihibahkan kepemilikannya kepada desa. Kekayaan milik desa yang telah diambilalih oleh

pemerintah kabupaten/kota, dapat diambilalih lagi oleh desa sepanjang tidak dipakai untuk

kepentingan umum.

Untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, segala aset yang disebutkan diatas, dapat diolah

dan dipakai untuk itu, dengan memadukan dana yang dimiliki desa dan bantuan pemerintah.

Sebutan yang diterakan pada undang-undang tentunya tidak dapat disamaratakan dengan

kepemilikan aset dari desa-desa yang ada di Indonesia. Karena itulah kemudian tetap ada

kemungkinan desa yang masih mempunyai kekayaan lain di luar yang ditentukan oleh undang-

undang. Aset ini dapat dimiliki apabila prosedurnya dilakukan dengan cara yang sah. Di Bali

misalnya, sangat jarang desa mempunyai tambatan perahu. Namun desa pakraman mempunyai

aset yang sering disebut dengan laba pura . Akhir-akhir ini desa pakraman juga mempunyai

pasar tradisional. Kecenderungan ini semakin banyak dilakukan oleh desa pakraman sebagai

akibat dari perubahan sosial yang ada. Bali pada dasawarsa kedua abad ke-21 ini terasa

mengalami urbanisasi yang besar dengan datangnya warga dari luar pulau. Di desa-desa di

Bali juga banyak dijumpai sumber air pegunungan. Akan tetapi sumber air ini banyak yang

terbuang atau dimiliki oleh perorangan karena ada di tanah yang dimiliki oleh perorangan.

Aset yang dimiliki desa, seperti yang disebutkan pada undang-undang itulah yang

seharusnya dikelola, dikembangkan secara terus-menerus dengan memakai modal yang ada,

untuk mensejahterakan masyarakat yang ada di pedesaan. Ini yang menjadi tujuan dari

pemerintah untuk membentuk Undang-Undang No 6 tahun 2014. Pesan yang dikembangkan

dari perundangan ini dapat berupa menggugah masyarakat dan aparat desa tentang potensi yang

dimilikinya untuk dikembangkan secara mandiri, dengan perlindungan dan sokongan pemerintah

Page 76: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

demi memperkuat ketahanan negara dan bangsa Indonesia. Sebagai wilayah organisasional yang

terletak pada struktur paling bawah, berhadapan langsung dengan rakyat, kesadaran kepemilikan

aset ini memang harus digugah. Sebelumnya tidak banyak desa yang sadar dengan berbagai

kekayaan yang dimiliki.

Yang selanjutnya adalah memaksimalkan sumber daya manusia. Intinya tentang potensi-

potensi yang dimiliki oleh sumber daya manusia itu guna mendukung maksimalisasi ekonomi

dan kerjasama dengan desa lain. Sumber daya manusia mempunyai karakter yang unik dan luar

biasa. Meskipun manusia tidak merasakan mempunyai keterampilan di dalam kehidupannya,

akan tetapi manakala ada seseorang yang menemukan keterampilan tersebut dan kemudian

mengasahnya, mereka akan menemukan kesenangan tersendiri untuk menekuni. Manusia juga

akan terbiasa dan menyesuaikan diri dengan keterampilan itu. Atau, keterampilan itu ditemukan

secara kebetulan dan merasa cocok, senang dan tidak terbebani dengan keterampilan tersebut.

Misalnya seseorang yang menemukan dirinya sebagai pedagang dan menemukan kenikmatan di

sana. Bukan tidak mungkin hal ini akan berlanjut terus dan semakin hari mengasahnya.

Demikian juga dengan keterampilan lain seperti menulis, melukis, membuat kue, memasak,

beternak dan sebagainya. Inilah keunikan dari manusia yang dapat mengerjakan apa saja,

menemukan apa saja di dalam perjalanan hidupnya dan kemudian menekuni profesi tersebut.

Dan apabila profesi dan kesenangan itu dikembangkan dengan kesediaan-kesediaan belajar,

maka hal ini akan menjadi luar biasa perkembangannya. Kepercayaan diri terhadap keterampilan

tersebut akan mampu membuat perkembangan luar biasa. Seseorang yang menemukan diri pada

keterampilan memperbaiki kendaraan (bengkel), akan dapat membuka cabang-cabang bengkel di

berbagai tempat dan akhirnya menyedot banyak lapangan pekerjaan.

Secara nasional, Indonesia sekarang dikatakan sebagai negara yang mempunyai bonus

demografi. Hal ini memberikan pemahaman bahwa diantara 250 juta penduduk Indonesia di

tahun 2015 ini, mayoritas dari penduduk itu mempunyai usia produktif, antara 17 sampai dengan

50 tahun. Keadaan demikian merupakan keuntungan bagi suatu negara untuk menggerakkan

segala potensi yang dimiliki negara itu, entah potensi alam seperti pertanian, pertambangan dan

sebagainya. Atau potensi ekonomi perdagangan baik yang berskala domestik, nasional, bahkan

internasional. Bonus demografi tersebut terasa juga di pedesaan. Di Bali misalnya, rapat-rapat

di pedesaan banyak yang dikendalikan oleh anak-anak muda usia di bawah 50 tahun yang

mendominasi pendapat dan usulan. Tenaga kerja di pedesaan juga banyak yang berumber dari

Page 77: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

anak-anak muda, bahkan di bawah 40 tahun. Lalu-lintas penglaju di pedesaan yang bekerja di

kota Denpasar dan Badung, membuktikan bahwa hanya usia-usia produktiflah yang mampu

melakukan aktivitas tersebut karena memerlukan tenaga ekstra untuk menempuh jarak antara 50

sampai 60 kilometer. Banyak warga pedesaan di Bali yang memilih cara menglaju untuk

bekerja pada rentang jarak antara 50 sampai 60 kilometer tersebut. Fenomena ini tidak hanya

terlihat pada siang hari tetapi juga malam hari, bahkan juga sampai dini hari.

Sekali lagi, hal itu membuktikan apabila memang bonus demografi ada di Indonesia,

termasuk juga pedesaan. Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa ini sesungguhnya

memberikan arahan memanfaatkan bonus demografi untuk memaksimalkan potensi sumber daya

manusia yang ada, memanfaatkan sumber daya yang ada di desa demi kemakmuran rakyat. Dari

sumber daya manusia itu sesungguhnya dapat digali berbagai macam potensi yang dapat

memanfaatkan aset dan sumber daya desa untuk kemakmuran rakyat. Undang-Undang ini,

termasuk peraturan pelaksanannya, sudah jelas tidak mencantumkan bagaimana aset sumber

daya manusia yang harus dimiliki oleh desa dalam rangka mengejar tujuan undang-undang

tersebut. Akan tetapi untuk mencapai kesejahteraan rakyat dengan strategi pemberdayaan, mau

tidak mau haruslah dilakukan oleh generasi aktif dan produktif.

Pasal 127 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2014 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa memuat tentang upaya

pemberdayaan masyarakat desa. Hal penting yang harus dilihat dalam upaya pemberdayaan ini

adalah bahwa upaya itu mendorong partisipasi masyarakat membuat perencanaan pembangunan

desa, mengembangkan program pembangunan agar berkelanjutan; menyusun perancanaan yang

berpihak kepada masyarakat miskin, tidak mampu, berkebutuhan khusus, dan sebagainya;

menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia masyarakat desa;

melakukan pendampingan dan seterusnya. Semua kondisi-kondisi tersebut hanya dapat

dilakukan oleh anggota masyarakat yang masih aktif dan produktif. Potensi-potensi inilah yang

kemudian harus digali oleh masyarakat desa demi mendapatkan kecocokan dalam

pembangunannya.

Pendampingan

Upaya untuk memajukan negara dengan berbasiskan pada desa, boleh dikatakan sebagai

upaya pelaksanaan yang baru, meski ide tersebut sudah lama. Keinginan untuk membentuk desa

Page 78: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

sebagai daerah tingkat III misalnya, boleh dikatakan sebagai keinginan untuk membangun desa

sejak jaman Orde Lama. Akan tetapi karena persoalan politik dan administrasi kenegaraan yang

belum tuntas, hal ini tidak sempat terlaksana. Harus jujur diakui bahwa perpaduan antara

keinginan yang tertunda dengan basis petani yang menjadi mayoritas penduduk desa di Indonesia

itu, mempunyai dampak kemana-mana. Pada tingkat kebijakan politik, pemerintah Orde Baru

sesungguhnya sudah mempunyai kebijakan yang bagus dalam garis-garis besar haluan negara,

dengan menetapkan proses pembangunan yang disebut Pelita. Mulai dari Pelita I sampai dengan

Pelita IV, kebijakan ini telah menetapkan pertanian sebagai basis pembangunan Indonesia.

Secara langsung dan tidak langsung, sesungguhnya langkah politis ini telah

memperhatikan desa sebagai pusat pembangunan karena basis pertanian itu ada di desa dan

rakyat Indonesia kebanyakan ada di pedesaan. Karena itu, langkah politis ini sudah benar. Pada

tingkatan akademis, pada pertengahan pemerintahan Orde Baru, perguruan tinggi juga telah

mencetak banyak sarjana pertanian. Bahkan dekade delapanpuluhan, sarjana pertanian menjadi

salah satu favorit bagi anak-anak sekolah lanjutan atas untuk kuliah di perguruan tinggi.

Pemerintah juga mulai mengembangkan fakultas dan program studi yang relatif baru, yaitu

Teknologi Pertanian. Akan tetapi perkembangan ini kemudian seolah berbenturan dengan

kenyataan yang ada karena pada saat itu kegiatan perekonomian yang berbasis industri sudah

mulai kelihatan di Indonesia, termasuk juga dengan barang-barang impornya. Jika dipakai kasus

Malari sebagai salah satu tolok ukur, maka boleh dikatakan bahwa impor barang-barang dari luar

negeri (Jepang) sudah mulai kelihatan pada awal dekade tujuhpuluhan.

Inilah yang kemudian kiranya berdampak pada kosentrasi pembangunan pertanian, yang

juga pada akhirnya pada pembangunan di pedesaan. Sarjana-sarjana pertanian yang dihasilkan

oleh perguruan tinggi, bahkan perguruan tinggi ternama, tidak dapat bekerja secara maksimal

pada garis linear sesuai dengan jurusannya di kampus, tetapi malah terserap pada dunia kerja

yang berorientasi ekonomi, seperti perbankan, media massa atau sektor industri. Pemikiran-

pemikiran mereka lebih banyak terserap kepada sektor industri dan bisnis. Dan secara pelan-

pelan juga, kebijakan nasional negara pada waktu itu kelihatan pada orientasi impor dan

dirgantara. Sektor pertanian dan pedesaan menjadi kurang terperhatikan.

Dari situlah kemudian dampak ini berkembang kemana-mana sampai dengan saat ini.

Industri menjadi lahan paling menonjol dalam kehidupan masyarakat dan pertanian semakin

tertinggalkan. Di Bali, dua dekade pertama abad ke-21 ini sangat kelihatan pengaruhnya.

Page 79: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Disamping lahan pertanian, perkebunan dan persawahan terkikis oleh perumahan, generasi muda

juga sudah mulai meninggalkan desa, beralih dari sektor pertanian menuju sektor jasa atau

industri. Sangat terlihat ladang menjadi semak dan sawah-sawah menjadi kering, sementara

generasi petani yang lebih tua, tidak mampu lagi bekerja di sawah. Desa relatif kosong

aktivitasnya karena kebanyakan generasi muda lari ke kota. Di perguruan tinggi, Fakultas

Pertanian tidak lagi menjadi favorit dan berpindah menuju Fakultas Ekonomi, Hukum dan

bahkan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Inilah yang menjadi persoalan untuk menerapkan pelaksanaan dari Undang-undang No. 6

Tahun 2014. Karena itu, ketika ada usulan tentang adanya pendampingan terhadap pelaksanaan

ini, menjadi ide yang positif untuk pengembangan mayarakat desa. Yang harus

dipertimbangkan adalah, bahwa pendampingan ini haruslah memakai pertimbangan model-

model perencanaan sosial. Perencanaan sosial merupakan suatu pertimbangan yang dilakukan

untuk mencapai tujuan-tujuan dari masyarakat. Pertimbangan yang dimaksudkan itu adalah

pergulatan pikiran yang berasal dari berbagai pihak, ditujukan untuk membangun masyarakat,

baik dalam bentuk kelompok maupun desa, dengan tujuan-tujuan tertentu. Tujuan itu ditetapkan

oleh masyarakat dengan sasaran yang sudah disepakati, juga dengan batasan waktu yang telah

ditetapkan. Karena itu merupakan perencanaan sosial, maka sasarannya tersebut haruslah

menguntungkan setiap komponen masyarakat yang ada. Pelibatan untuk menetapkan

perencanaan itu adalah seluruh anggota masyarakat.

Salah satu tugas pendamping desa itu adalah mendampingi dalam mengelola dana desa.

Dalam pandangan Padjung (Kompas, 6 Juli 2015, hal 7), tahun 2015 ini telah ada 13.000-an

fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), yang

sesungguhnya merupakan pendamping desa, yang kini telah melakukan pendampingan kepada

67.108 desa. Tahun 2015 ini pemerintah akan menambah 26.000 pendamping desa. Dengan

jumlah yang mencapai puluhan ribu tersebut, diharapkan desa akan mampu mengaktifkan

kegiatannya. Namun, jika dilihat jumlah desa di Indonesia sekarang yang mencapai lebih dari

80.000, maka jumlah pendamping ini masih kurang. Paling pantas kalau pendamping tersebut

lebih dari satu orang dalam satu desa sehingga mampu mengeluarkan pendapat lebih banyak dan

berdikusi dengan cara yang lebih luas.

Pada masyarakat pedesaan, termasuk juga dengan kondisi yang ada sekarang, masih

banyak anggota masyarakat masih belum menguasai pengetahuan yang komprehensif, yang

Page 80: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

mewakili untuk seluruh pencapaian tujuan tersebut. Perencanaan sosial, secara teoritis,

memerlukan banyak ahli untuk memberikan saran dan sumbangan pikiran untuk mengkaji

sasaran yang telah ditetapkan masyarakat tersebut. Pendampingan terhadap desa dalam kerangka

Undang-undang No. 6 Tahun 2014 ini haruslah melibatkan banyak ahli agar sasaran yang

ditetapkan desa bersangkutan bisa realistis dan tercapai dalam target waktu yang telah

ditetapkan.

Salah satu hal penting yang harus dijalankan oleh petugas pendamping desa ini adalah

kemampuannya untuk menyederhanakan pengertian berbagai peraturan tentang desa atau yang

mengenai desa agar masyarakat menjadi mengerti. Ada lebih dari satu peraturan yang mengenai

desa sehingga membuat masyarakat tidak memahami. Titik tolak kepentingan ini terdapat pada

upaya pemahaman sehingga masyarakat dapat terhindar dari berbagai penyalahgunaan

wewenang dan terutama dalam penyalahgunaan penggunaan keuangan desa. Besarnya dana

yang diberikan kepada desa (lebih dari 1 milyar), memungkinkan bagi munculnya berbagai

penyelewengan tersebut. Apabila dilihat dari pengalaman dan keterampilan aparat desa, apalagi

yang berasal dari desa tradisioni (seperti misalnya hukum adat), akan berpotensi menimbulkan

kesalahan administrasi keuangan sehingga dapat dipandang penyimpangan atau korupsi. Kajian-

kajian Komisi Pemberantasan Korupi (KPK) seperti yang diutarakan Padjung (2015), bahwa ada

14 persoalan pengelolaan dana desa yang berpotensi menjadi korupsi. Diantaranya adalah

berhubungan dengan pengawasan, pengaduan masyarakat, pertanggungjawaban, sumber daya

manusia, serta monitor dan evaluasi.

Pada tingkat pendidikan, sesungguhnya pada pertengahan pemerintahan Orde Baru,

pembangunan di Indonesia telah diisi dengan upaya-upaya peningkatan pendidikan seperti yang

telah terlihat, misalnya adanya pembangunan sekolah dasar yang disebut dengan Inpres. Sekolah

dasar yang mendasarkan pada instruksi presiden ini mempunyaai keterkaitan dengan upaya

pemerintah untuk menuntaskan pendidikan masyarakat enam tahun. Maksudnya seluruh

masyarakat Indonesia paling tidak harus tamat sekolah dasar (yang kelak dilanjutkan menjadi

pendidikan sembilan dan 12 tahun). Akibat lanjutan dari kebijakan sekolah dasar Inpres ini

adalah munculnya sekolah-sekolahh dasar yang ada di pedesaan. Dengan demikian, juga ikut

membantu pembangunan desa serta memberantas buta huruf.

Sutoro Eko (Kompas, 2 Juli 2015, Pendampingan Desa, hal 7), menyatakan bahwa

dalam upaya pendampingan desa ini, masyarakat diharapkan pada konteks pro politik. Yang

Page 81: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

dimaksudkan adalah bahwa pendampingan tersebut tidak dimaksudkan sebagai mesin politik

tetapi bahwa pendampingan tersebut harus mengandung jalan ideologis sesuai dengan Undang-

undang Desa, representasi politik, serta pemberdayaan dan edukasi politik. Dia selanjutnya

menyebutkan bahwa pendampingan tersebut mempunyai jalan ideologis yang memuliakan desa,

hendak mempromosikan desa sebagai masyarakat yang mempunyai pemerintahan yang maju

kuat, demokratis dan mandiri. Kedua disebutkan bahwa pendampingan tersebut mengandung

jalan repolitisi masyarakat. Artinya masyarakat mempunyai kesadaran sendiri dalam berpolitik,

kritis yang mengutamakan kedaulatan politik mereka. Eko menyebutkan, salah satu bentuk kritis

tersebut adalah rakyat secara berani menolak politik uang.

Ketiga, pendampingan tersebut tidak ditempuh dalam aras pembinaan tetapi

pemberdayaan. Dimaksudkan bahwa rakyat mampu memperkuat desanya secara ekonomi,

politik dan budaya. Pembinaan terlalu mengandung konotasi penerapan ekspansi atasan,

termasuk birokrasi pemerintah atasan kepada desa dan masyarakat. Yang keempat bahwa

pendampingan yang dilakukan tidak hanya menghasilkan alat dokumen semata tetapi harus

mempunyai sentuhan filosofis. Misalnya dalam setiap perencanaan yang dilakukan, ada

pembelajaran bagi masyarakat desa untuk membangun impian kolektif dan mandiri dalam

mengambil keputusan politik.

Dari empat hal yang dikemukakan diatas, harus diterjemahkan bahwa pendamping desa

harus mampu memberikan rasa percaya diri, kemampuan intelektual baik pada bidang politik,

budaya, ekonomi dan sosial untuk membangun desanya sesuai dengan karakter desa

bersangkutan. Dari sisi personil pendamping, ini tidak boleh dilakukan secara main-main karena

seorang pendamping, disamping mempunyai kemampuan yang luas, juga harus mempunyai

keterampilan mendorong aktivitas yang muncul di masyarakat. Ia adalah ahli yang mempuni

pada bidangnya sebagai pendamping. Tetapi juga harus mempunyai relasi sosial yang luas.

Relasi ini diperlukan untuk menjalin hubungan sekaligus menarik ahli lain memberikan dan

mentransfer pengetahuan dan keterampilannya kepada desa, agar masyarakat memiliki

kemampuan untuk memberdayakan desa.

Di tengah iklim politik yang sekarang banyak mempengaruhi orang-orang desa, maka

seharusnya pendamping ini juga mampu memberikan pemahaman tentang politik dan sosiologi.

Pemahaman politik ini penting karena sampai sekarang budaya politik masyarakat itu masih

sederhana, dipengaruhi oleh kebiasaan yang terjadi pada jaman Orde Baru. Kebiasaan-kebiasaan

Page 82: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

itu misalnya mudah terpengaruh oleh bujukan orang lain, masih mendukung politik kekerabatan

dalam praktik, sampai dengan mudah terkena suap menjelang pemilihan umum. Masyarakat

seperti ini harus disadarkan. Bahkan hal paling utama yang harus ditekankan oleh pendamping

justru harus memberikan kesadaran tentang politik tersebut. Dalam arti luas, kesadaran ini akan

mampu memberikan sumbangan kepada masyarakat desa untuk bersikap mandiri dalam

membuat keputusan dan melakukan bargaining dengan kekuatan pemerintah atau pada kelompok

politik. Tetapi kesadaran politik paling besar yang haarus ditanamkan adalah makna, tujuan dan

hakekat pembangunan desa serta apa yang tertera di dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014

ini. Pembangunan politik itu ilakukan dengan berbagai strategi, seperti memilih pendamping

yang berkomitmen membangun desa dan bersedia dalam jangka waktu yang lama tinggal

bersama masyarakat, melakukan diskusi serta memberikan berbagai keterangan berkaitan dengan

pembangunan desa.

Jalan paling penting untuk memuliakan desa, seperti yang dimaksudkan Sutoro Eko,

dapat ditafsirkan bahwa desa itu akan mendapat martabat yang lebih mulai apabila mampu

memanfaatkan segala sumber daya yang ada di desanya untuk kesejahteraan rakyat. Segenap

potensi desa yang ada, mulai dari kekayaan alam sampai dengan sumber daya manusianya

mampu mempunyai kesadaran dan kemudian mengembangkan sumberr daya itu untuk

kesejahteraan rakyat. Masyarakat menyadari kepentingan desa dan bersyukur atas adanya

berbagai sumber daya tersebut, yang dengan bantuan pemerintah mampu diolah. Kemampuan ini

kemudian dikembangkan kepada generasi berikut. Meskipun anggota masyarat di desa itu ada

berjauhan dan berkedudukan sebagai ahli, mereka tidak lepas dari desanya sendiri.

Budiman Sudjatmiko, Kompas 10 Juli 2015, menyebutkan bahwa dana desa tersebut,

secara umum mampu memberikan tiga jenis pertumbuhan, yaitu pertumbuhan alami,

pertumbuhan langsung dan pertumbuhan rentetan. Pertumbuhan alami dalam hal ini

dimaksudkan sebagai pertumbuhan yang terjadi secara mandiri tanpa adanya intervensi dari

bantuan dana desa yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sedangkan pertumbuhan langsung adalah

aktivitas ekonomi yang muncul sebagai akibat dari adanya bantuan dana desa dari pemerintah

tersebut. Sedangkan pertumbuhan rentetan adalah pertumbuhan yang memicu terjadinya efek

multiplier sebagai akibat bantuan pemerntah ini. Misalnya munculnya usaha baru sebagai akibat

timbuhnya sebuah usaha dan kemudian memunculkan usaha lainnya lagi.

Page 83: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Dalam konteks yang dikemukana oleh Sudjatmiko tersebut, pertumbuhan alami yang

ada di desa terletak pada upaya peningkatan kesejahteraan yang terjadi hanya karena potensi

desa yang ada. Pertumbuhan ini secara umum boleh dikatakan minim, dan karena itulah

kemudian muncul ide untuk membangun desa, yang salah satu cara untuk pembangunan itu

dilakukan dengan memberikan dana desa, sekitar 1,4 milyar rupiah (Sudjatmiko, 2015, Kompas

7 Juli). Pembangunan yang hanya mengandalkan potensi alami saat sekarang ini cukup sulit.

Karena kesulitan itulah kemudian memunculkan urbanisasi. Banyak faktor yang membuat

kesulitan itu, salah satunya adalah dana yang tidak dimiliki desa. Disamping itu juga adalah

kesadaran untuk membangun desa sudah dikalahkan oleh kenyataan bahwa hidup di kota akan

lebih mampu memberikan penghasilan yang lebih banyak. Disamping itu pekerjaan lebih banyak

terbuka di kota.

Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan langsung, seperti yang telah diungkapkan

diatas, merupakan ide dasar dari pembangunan desa serta diluncurkannya dana untuk

membangun desa. Diharapkan bantuan ini akan memberikan rangsangan pembangunan usaha di

desa. Pemberian bantuan ini seharusnya tidak saja memberikan rangsangan usaha saja tetapi

juga upaya rangsangan lain, pada bidang yang lain yang bukan sektor ekonomi. Inilah yang

kemudian dimaksudkan oleh Sudjatmiko sebagai efek rentetan dari bantuan dana desa tersebut.

Secara ekonomi jelas sebuah usaha akan memberikan rentetan lain. Misalnya seorang yang

membuka bengkel karoseri mobil, akan membuka usaha penjualan cat. Penjualan cat itu

berpotensi membuka jasa pengantaran dan seterusnya. Tentu ini akan mampu melibatkan banyak

orang. Akan tetapi dana desa ini seharusnya juga mampu mengaktifkan ide yang lain, misalnya

meningkatkan tingkat pendidikan. Bantuan dana tersebut harus dapat meningkatkan status

pendidikan pemuda, misalnya yang sebelumnya hanya tingkat sekolah menengah atas menuju

perguruan tinggi. Hal lain yang juga didorong oleh munculnya bantuan ini adalah kesadaran

tentang kesehatan, misalnya dengan memperbaiki kondisi kebersihan rumah, membuat kamar

mandi dan sejenisnya.

Di negara yang terdiri dari kesatuan masyarakat yang berbasis kesamaan nilai, maka

akan muncul kearifan-kearifan lokal yang dipakai sebagai patokan hidup masyarakat. Indonesia

yang terdiri dari ratusan suku bangsa, dan bahkan mungkin ribuan, pasti memiliki kearifan yang

jumlahnya sama atau melebihi kesatuan budaya yang ada. Kearifan lokal ini muncul

Page 84: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

berdasarkan atas cara pandang terbaik yang disepakati oleh masyarakat yang memilikii

kebudayaan tersebut. Ia mengendap berdasarkan sejarah perjalanan masyarakat itu, disarikan

berdasarkan berbagai pertimbangan yang ada dan kemudian menjadi persetujuan bersama.

Persetujuan ini bisa secara diam-diam maupun dengan kesepakatan dari anggota masyarakat.

Karena muncul berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, maka ia masuk wilayah

kognitif, yang artinya telah dipertimbangkan berdasarkan olah pikir dan olah otak manusia,

khususnya mereka yang memiliki kearifan tersebut. Jadi endapan ini sesungguhnya merupakan

intisari kepintaran dari budaya-budaya dalam hubungan dengan relasi sosial, kontak sosial

diantara penganut kebudayaan itu. Sebagai sebuah intisasi kepintaran, maka kearifan lokal

menjadi sumber daya yang mampu diberdayakan, sebuah sumber daya yang mampu

dimanfaatkan untuk kemajuan desa nanti.

Kearifan lokal, dalam konteks pengembangan sumber daya desa ini, bisa mempunyai

beberapa fungsi sekaligus. Yang pertama adalah sumber pengawas moral dan etika dalam

menjalankan tugas. Pemberdayaan desa seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 6

Tahun 2014 ini menjadi sangat menarik baik dalam pembahasan maupun oleh orang-orang yang

menginginkan keuntungan tertentu, karena menyediakan uang lebih dari 1 milyar rupiah untuk

memberdayakannya. Dari sisi ketertiban sosial, yang paling dikhawatirkan adalah adanya

penyimpangan penggunaan uang tersebut atas nama pemberdayaan desa. Dalam arti,

dikhawatirkan adanya banyak korupsi. Ini sesuatu yang harus diwaspadai dan nampaknya

rasional untuk dikemukakan saat ini. Boleh dikatakan, Indonesia saat ini sudah masuk ke dalam

kapitalis yang menawarkan banyak barang-barang mewah yang menjadi kebutuhan manusia,

seperti yang terlihat di televisi. Pada sisi lain, mencari pekerjaan saat ini sulit dan dengan

demikian, mencari penghasilan juga susah. Desa, sebagai bagian dari sistem keindonesiaan,

boleh ditakan jauh lebih miskin dibanding dengan masyarakat yang hidup di kota. Padahal,

kehidupan di kota tidak senyaman dengan kehidupan di pedesaan. Dengan konteks demikian,

maka adanya kesempatan menjadi pengurus desa dengan pengeloaan uang sampai milyaran

rupiah, sangat potensial memunculkan adanya korupsi atau penyimpangan.

Disini, kearifan lokal mampu menjadi patokan bertindak bagi para aparat desa untuk

menjalankan tugasnya, menjadikannya rambu-rambu yang dapat menghindarkan aparat dari

penyelewengan tugas. Di Bali, secara umum kearifan lokal itu biasanya bertumpun pada phala

karma, kearifan lokal berbasisi Hindu yang membuat penyimpangan itu dapat direm. Maknanya

Page 85: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

adalah bahwa segala perbuatan pasti ada hasilnya. Apabila kita berbuat baik, akan menghasilkan

produk positif dan sebaliknya apabila berbuat jahat, akan menghasilkan hasil yang negatif.

Kearifan ini sampai sekarang masih hidup dan dipercaya kehadirannya oleh masyarakat. Di

setiap desa pasti aka nada kearifan lokal yang mampu berfungsi untuk menjaga etika dan moral

dalam melakukan tindakan. Kearifan disini bersumber dari etika dan pergaulan sosial.

Kedua, kearifan lokal juga dapat diberdayakan sebagai sarana untuk menggerakkan

segala potensi desa. Misalnya di Bali ada konsepsi segalak saguluk salunglung sebayantaka.

Kearifan ini mempunyai akar pada kerjasama yang boleh disepadankan dengan berat sama

dipikul, ringan sama-sama dijinjing. Jadi boleh dikatakan kerjasama dalam bentuk yang lebih

erat tanpa membeda-bedakan golongan. Apabila hal ini mampu dijalankan, akan dihasilkan

produk yang berdaya untuk kepentingan sosial. Bahkan konsepsi tersebut mampu mengelola

konflik dan memecahkan masalah secara bersama-sama. Konflik harus dipecahkan bersama-

sama tanpa harus memberatkan pihak yang lain. Pekerjaan mengelola perbedaan secara bersama-

sama akan menghasilkan sesuatu yang sifatnya positif.

Kearifan lokal tersebut, dapat hidup melintasi kelompok, misalnya berlaku secara umum

di Bali oleh masyarakat Hindu, akan tetapi juga dapat hidup dan dipakai oleh satu kelompok

budaya tersendiri. Desa atau desa pakraman merupakan kelompok yang bisa jadi juga dilingkupi

oleh satu kesatuan budaya sehingga di dalamnya muncul satu kearifan tersendiri. Misalnya di

sebuah desa di Pupuan, ada kearifan yang menghargai segala bentuk kehidupan, sehingga apabila

ada salah satu mahluk hidup yang meninggal, pemiliknya tidak akan melakukan aktivitas apapun

pada satu satuan waktu. Sebelan misalnya, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bentuk

penafsiran sehingga di setiap desa atau banjar di Bali mempunyai cara tersendiri untuk

menerapkannnya. Ada wilayah yang menerapkan hanya tiga hari sebagai bentuk berkabung

untuk seluruh komunitas tetapi juga ada yang sampai 12 hari.

Selama ini, kearifan lokal yang ada di desa tersebut seolah berada dalam keadaan diam

sehingga lama-kelamaan akan tidak dikenal masyarakat, terutama generasi baru, yang pada

akhirnya dikhawatirkan akan mati tergerus oleh cara pandang modern. Menggunakan alat mesin

sebagai pengolah tanah di sawah jelas menguntungkan karena membuat pengerjaan lahan jauh

lebih cepat. Akan tetapi cara demikian menghilangkan kekerabatan antar desa. Karena itu

kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat secara gotong-royong, akan mampu membangkitkan

atau mempertahankan kearifan tersebut sehingga dapat terbukti manfaatnya. Generasi baru akan

Page 86: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

melihat bukti keampuan kearifan tersebut, khususnya dalam melaksanakan kerjasama antar desa.

Cara inilah yang akan mengawal pertumbuhan ekonomi dan segala penghasilan yang dapat

diraih oleh masing-masing desa untuk kepentingan bersama maupun secara sendiri-sendiri.

Kerjasama dengan desa lain

Potensi yang juga dapat dipakai untuk meningkatkan peemberdayaan desa adalah

kerjasama dengan desa yang lain. Salah satu inti dari kerjasama adalah saling memberikan

dukungan atas kelamahan dan kelebihan yang ada. Dengan cara seperti ini kekurangan yang

dimiliki oleh satu desa akan dapat tertutupi oleh kelebihan yang dimiliki oleh desa lain. Dalam

konteks desa, kerjasama ini sesungguhnya bukanlah hal yang aneh.

Secara umum, kearifan lokal yang ada di Indonesia dan menjadi jiwa dari negara adalah

gotong-royong. Inti dari gotong royong tersebut tidak lain kerjasama yang di dalamnya

menyiratkan adanya upaya untuk saling membantu antar berbagai pihak serta menambah

kekurangan dengan kelebihan yang dimiliki pihak lain dan sebaliknya memberikan kelebihan

kita untuk menambal kekurangan yang kita miliki. Sebuah keluarga kaya, tetap memerlukan

orang lain dalam upacara pemakaman jenazah di Bali misalnya. Itu tidak lain merupakan cara

menambal kekurangan diri dari kelebihan yang dimiliki orang atau kelompok lain.

Secara tradisional, di Bali kekerabatan tersebut berlangsung lintas perbatasan. Ini

disebabkan oleh adanya pola pernikahan, kaitan sejarah masa lalu tentang silsilah, atau karena

pergerakan masyarakat seperti transmigrasi lokal di masa lalu, membentuk tempat tinggal baru di

tempat lain. Akan tetapi, pada upacara ritual adat, para kerabat tersebut akan datang untuk

memberikan bantuan kepada salah satu anggota keluarga yang menggelar upacara. Ini sering

disebut dengan metulungan yang artinya, saling membantu. Dengan demikian, pekerjaan yang

dilakukan, akan terselesaikan dengan baik dan acara yang hendak dilaksanakan terlenggaran.

Satu aspek keuntungan yang telah terjalin disini adalah adanya perpaduan antara solidaritas,

keihklasan dan tanpa pamrih. Nilai-nilai tersebut, masih melekat pada kehidupan masyarakat

pedesaan hingga saat ini, dan menjadi sangat terlihat pada upacara agama, terutama kematian.

Di Bali, pada masa lalu, sekitar dekade tujuhpuluhan lomba layang-layang tradisionil sangat

memperlihatkan pola kerjasama seperti ini.

Nilai yang disebutkan diatas, menjadi modal dasar untuk melakukan kerjasama antar

desa, baik antar desa pakraman dengan desa dinas, desa pakraman dengan desa pakraman

Page 87: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

maupun antar desa dinas. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk melakukan kerjasama tersebut,

bahkan dengan desa yang lokasinya berjauhan dengan desa lainnya. Kerjasama yang paling

memungkinkan dan paling baik adalah antar desa yang ada berdekatan karena pengotrolan

terhadap berbagai aset yang dikerjasamakan tersebut lebih mudah dilakukan. Pengelolaan air

sungai, perusahan, koperasi dan sebagainya dapat lebih mudah dilakukan dengan desa-desa yang

bersebelahan. Meski konflik pengelolaan berpotensi muncul, akan tetapi kerjasama ini pun dapat

menimalkan konflik asal sebelumnya ditetapkan dengan kesepakatan-kesepakatan yang

dituangkan dalam peraturan bersama.

Tidak dapat dilepaskan bahwa desa-desa yang berdekatan, apalagi berbatasan,

mempunyai keunggulan lain dalam melakukan kerjasama, yaitu hubungan sosial antara

penduduknya. Banyak yang tidak menyadari bahwa hubungan kekerabatan di desa-desa seperti

ini telah dibina sejak masih kecil, masih anak-anak melalui jenjang pendidikan. Taman kanak-

kanak, atau sekolah dasar, bahkan sekolah menengah pertama dan atas, menjadi wilayah yang

sangat potensial untuk mengeratkan hubungan persahabatan antar warga di berbagai desa

tersebut. Hubungan ini mempunyai dasar yang kuat karena dilalui dengan permainan-permainan

masa kecil yang masih melekat sampai dewasa. Karena itulah kemudian pertemanan ini dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk mengekalkan dan menertibkan kerjasama yang ada

diantara desa tersebut. Dalam arti, kalaupun konflik dan ketidaksepakatan yang muncul sebagai

akibat kerjasama ini, tidak akan muncul sebagai konflik terbuka yang dapat merugikan berbagai

pihak.

Page 88: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

BAB V

KESIMPULAN

Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, mempunyai manfaat untuk

menumbuhkan kepercayaan diri desa dalam melaksanakan pembangunan. Kepercayaan diri ini

akan tumbuh bersamaan dengan keberhasilan desa tersebut melaksanakan pembangunan yang

bersumber dan dimulai dari desa itu. Apabila Indonesia berhasil melaksanakan pembangunan

dari maka secara nasional memberikan ciri tersendiri bagi Indonesia apabila dibandingkan

dengan negara-negara lain. Pada umumnya pembangunan itu dimulai dari kota karena kota

merupakan pusat dari intelektual, gagasan, modal sampai dengan politik. Karena itulah, apabila

berhasil melakukan pembangunan dari desa ini, merupakan sukses tersendiri dan menjadi yang

pertama di dunia. Undang-undang Desa yang diluncurkan pemerintah memberikan semangat

sepert itu. Semangat itu diwujudkan, baik dalam ketentuan kesiapan pemerintah memberikan

bantuan keuangan, pendampingan serta mendorong adanya kerjasama antara satu desa dengan

desa lainnya serta memberikan pendampingan untuk menggali potensi desa yang ada.

Masing-masing desa sebenarnya mempunyai sumber daya sendiri yang dapat digali

potensinya untuk dikembangkan. Sampai saat ini, masih jarang potensi desa yang dimiliki

tersebut digali dan dikembangkan untuk pengembangan desa itu sendiri. Masih banyak para

pencari kerja di desa lebih menyukai pergi ke kota untuk mencari pekerjaan, meskipun cara

demikian sering merugikan masyarakat itu sendiri. Tidak disadari bahwa jauhnya jarak ke kota

dari desa, tenaga yang dikeluarkan, sampai biaya yang diperlukan memberikan tekanan tersendiri

kepada masyarakat, yang mengurangi modalnya untuk membangun kesejahteraan.

Di Kecamatan Kerambitan, desa-desa yang ada di desa tersebut mempunyai potensi

besar untuk maju, tetapi sekarang masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Temuan di

lapangan memperlihatkan bahwa desa di wilayah kecamatan ini mempunyai sembilan sumber

daya yang dapat dikembangkan. Di Desa Timpag, ada bendungan yang dinamakan Embung

Telaga Tunjung. Sampai sekarang kondisi ini hanya dipakai untuk pengairan sawah saja. Padahal

sesungguhnya dapat dipakai lebih dari itu, misalnya untuk perikanan sampai dengan

kepariwisataan. Sebagian desa dari kecamatan ini terletak di jalur jalan raya Denpasar-

Gilimnuk. Jalur ini ramai sehingga dapat dimanfaatkan untuk potensi perdagangan. Kecamatan

Kerambitan terkenal dengan Seni Tektekan. Seni ini sekarang sudah mulai redup, dan kurang

Page 89: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

mendapat perhatian dari masyarakatnya. Kecamatan Kerambitan juga kaya dengan sumber air.

Kalau dimanfaatkan dapat digunakan untuk mengairi sawah, tegalan sampai dengan diolah

menjadi air kemasan. Desa-desa di wilayah ini cukup luas, dan relatif dekat dengan kota

sehingga berpotensi juga untuk dikembangkan perekonomian berbasis desa, yang pemasarannya

dilakukan di kota. Bagian selatan dari kecamatan ini berbatasan dengan Samudra Indonesia yang

dapat dipontensikan untuk olahraga laut. Seperti juga dengan wilayah lain, banyak sarjana yang

tinggal di pedesaan di Kerambitan. Nilai-nilai tradisional dan suasana tradisionil masih dijumpai

di desa-desa Kecamatan Kerambitan. Paling tidak hal ini dapat dikembangkan untuk potensi

kuliner yang asli desa. Tentu juga suasana pedesaan dapat dipergunakan untuk menambah

kemantapan pariwisata untuk nyamannya suasana.

Dengan demikian, apabila dimanafaatkan secara maksimal dan dicari secara kritis

potensi-potensi yang ada, masing-masing desa mempunyai sumber daya yang dapat

diberdayakan dengan baik. Desa akan menjadi pusat pembangunan. ****

Page 90: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Bryman, Alan, 2004, Social Research Methods, Great Britain, Oxford University Press

Catur Utama, Fransisca Romana, 2014, “Pemberdayaan dan Pemanfaatan Teknologi yangMencerdaskan Masyarakat, dalam Menuju Teknologi Transkomunitas, Supraja, Muhamad(ed.), 2014, UGM, Lingkar Studi Mikrososiologi.

Gibbons,Michael T., Noer Zaman, Ali (Pen.), 2002, Telaah Hermeneutis Wacana Sosial-PolitikKontmporer: Tafsir Politik, Yogyakarta: Qalam

Mellor, Philip, A., 2000, “Rationali Choice or Sacred Contagion? ‘Rationality Non-Rationalityand Religion” dalam Social Compas, 47 (2).

Pelly, Usman, Menanti, Asih, 1994, Teori-Teori Sosial Budaya, Jakarta, Direktorat JenderalPendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ritzer, George, Nurhadi (Pen.), 2011, Teori Sosiologi: Dari Teori Klasik sampai PerkembanganMutakhir Teori Sosial Postmodern, Bantul, Kreasi Wacana

Samosir, Djamanat, 2013, Hukum Adat Indonesia: Eksistensi dalam Dinamika PerkembanganHukum di Indonesia, Bandung, Nuansa Aulia

Stuart-Fox, David J., Putra Yadnya, I. B (terj), 2010, Pura Besakih: Pura, Agama, danMasyarakat Bali, Udayana University Press.

Windya, Wayan P., 2014, Hukum Adat Bali: Aneka Kasus dan Penylesaiannya, Denpasar,Udayana University Press

Tulisan di Jurnal Ilmiah

Sarman, Mukhtar, 1997, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: pelajaran dariProgram IDT, dalam Prisma, 1, Januari 1997

Suka Arjawa, GPB, 2014, “Pilihan Rasional di Balik Pembebasan Corby”, dalam Global danStrategis, Th. 8, No. 1, Januari-Juni 2014.

Hasil Penelitian

Page 91: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Dharma Laksana, I Gusti Ngurah, 2011, ““Eksistensi Gotong Royong dan Tolong Menolongdalam Kehidupan masyarakat Adat dalam Perkembangan Pariwisata di Desa pakramanPenyaringan Desa Sanur Kauh”, Penelitian, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Jayantiari, IGA Mas Rwa, et. All., 2011, “Otonomi Desa Adat dalam Kaitan dengan EksistensiTanah Adat di Desa Pakraman Kukuh Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan, Penelitian,Fakultas Hukum Universsitas Udayana.

Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, “Konflik Perbatasan Desa pakramandalam perspektif Ekonomis Tanah serta Penyelesaiannya”, Penelitian, Fakultas HukumUniversitas Udayana.

Perundang-Undangan dan Peraturan

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa

Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja

Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undng No 6Tahun 2014 tentang Desa

Undang –Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1965 tentang Desapraja sebagai BentukPeralihan untuk Mempercepat Terwujudnya daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah RepublikIndonesia.

Peraturan Daerah Propinsi daerah Tingkat I Bali, No. 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan Fungsidan Peranan Desa Adat sebagai Kesatuan masyarakat Hukum Adat dalam Propinsi DaerahTingkat I Bali.

Peraturan Daerah Proinsi Bali No 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman

Peraturan Daaerah Propinsi Bali No.3 Tahun 2003 Tentang Revisi atas Perda No 3 Tahun 2001tentang Desa Pakraman.

Koran

Setiawan, Bambang, 2014, “Kekuatan di Tengah Ikatan yang Melemah”, dalam Kompas, 28November 2014, hal 63.

Fajar Bali, 30 September 2014.

Page 92: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber

Padjung, Rusnadi, 2015, Khawatir Dana Desa Dikorupsi, dalam Kompas, 6 Juli 2015, hal. 7.

Kompas, 2 Juli 2015, hal 5 dan 6.

Kompas, 3 Juli 2015.

Kompas, 10 Juli 2015, hal 7.

KETERANGAN:

Nama penulis: I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa

Pekerjaan : Staf Pengajar Sosiologi FISIP, Universitas Udayana.

S1, Hubungan Internasional, Universitas Airlangga

S2. Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Airlangga

S3, Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Airlangga.

Tahun 2015 menjabat sebagai dekan FISIP Universitas Udayana.

Page 93: JUDUL BUKU: OLEH: GPB SUKA ARJAWA - repositori.unud.ac.id fileIndonesia memberikan sumbangan pikiran kepada dunia, bahwa kemajuan dan kesejahteraan sosial itu tidak saja bersumber