journal reading depression in late life

24
Depresi pada Lanjut Usia Tinjauan dan Komentar Dan G. Blazer Abstrak Depresi merupakan salah satu penyebab tersering dari penderitaan emosional yang terjadi pada usia lanjut, dan secara signifikan menurunkan kualitas hidup pada dewasa lanjut. Dalam beberapa tahun terakhir, telah banyak literatur yang membahas kejadian depresi pada usia lanjut. Kesenjangan pada pemahaman mengenai akibat yang dapat terjadi pada depresi pada usia lanjut telah banyak dibahas. Berbagai temuan menarik muncul mengenai etiologi dari depresi pada usia lanjut. Jumlah studi yang mendokumentasikan data-data mengenai terapi meningkat secara dramatis. Dalam jurnal ini akan dibahas mengenai definisi kasus, telaah lebih lanjut mengenai studi epidemiologi dan komunitas terkini, akibat terjadinya depresi pada usia lanjut, termasuk di dalamnya studi morbiditas dan mortalitas. Bukti-bukti mengenai teori etiologi yang mendasari terjadinya depresi pada usia lanjut yang ditilik dari sudut pandang biopsikososial, dan terapi terkini yang diadministrasikan pada kelompok lanjut usia juga akan ditelaah lebih lanjut. Definisi Kasus 1

Upload: svitkona

Post on 07-Apr-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Depresi pada usia lanjut

TRANSCRIPT

Page 1: Journal Reading Depression in Late Life

Depresi pada Lanjut Usia

Tinjauan dan Komentar

Dan G. Blazer

Abstrak

Depresi merupakan salah satu penyebab tersering dari penderitaan emosional yang terjadi pada

usia lanjut, dan secara signifikan menurunkan kualitas hidup pada dewasa lanjut. Dalam

beberapa tahun terakhir, telah banyak literatur yang membahas kejadian depresi pada usia lanjut.

Kesenjangan pada pemahaman mengenai akibat yang dapat terjadi pada depresi pada usia lanjut

telah banyak dibahas. Berbagai temuan menarik muncul mengenai etiologi dari depresi pada usia

lanjut. Jumlah studi yang mendokumentasikan data-data mengenai terapi meningkat secara

dramatis. Dalam jurnal ini akan dibahas mengenai definisi kasus, telaah lebih lanjut mengenai

studi epidemiologi dan komunitas terkini, akibat terjadinya depresi pada usia lanjut, termasuk di

dalamnya studi morbiditas dan mortalitas. Bukti-bukti mengenai teori etiologi yang mendasari

terjadinya depresi pada usia lanjut yang ditilik dari sudut pandang biopsikososial, dan terapi

terkini yang diadministrasikan pada kelompok lanjut usia juga akan ditelaah lebih lanjut.

Definisi Kasus

Depresi merupakan salah satu penyebab tersering dari penderitaan emosional yang terjadi pada

usia lanjut, dan secara signifikan menurunkan kualitas hidup pada dewasa lanjut. Terdapat

kesenjangan pemahaman pada sebagian besar klinisi mengenai definisi dari depresi yang

signifikan secara klinis. Depresi major didiagnosis berdasarkan DSM IV apabila seseorang

mengalami satu atau dua gejala mayor (penurunan mood dan kehilangan minat) diikuti 4 atau

lebih gejala berikut selama 2 minggu (perasaan tidak berharga dan merasa bersalah,

ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan, kelelahan, agitasi psikomotor

atau retardasi, insomnia atau hipersomnia, penurunan atau peningkatan berat badan dan nafsu

makan, pemikiran akan kematian berulang kali dan ide bunuh diri). Depresi minor didiagnosis

berdasarkan Appendix dari DSM IV, apabila hanya satu criteria mayor yang terpenuhi diikuti

1

Page 2: Journal Reading Depression in Late Life

dengan 3 gejala tambahan. Kriteria lainnya adalah apabila gejala depresi memenuhi skor 16+

dari Center of Epidemiologic Depression Scale (CES-D), namun tidak memenuhi criteria untuk

depresi mayor.

Depresi pada usia lanjut sering disertai oleh penyakit komorbid baik itu fisik maupun psikiatri.

Sebagai contoh, depresi sangat sering terjadi pada pasien yang sedang dalam masa penyembuhan

dari infark miokard dan kondisi jantung lainnya, dan pada pasien-pasien yang menderita

diabetes, fraktur panggul, dan stroke. Pada penelitian yang melibatkan komunitas lanjut usia di

Meksiko dan Amerika, depresi diasosiasikan dengan diabetes, arthritis, inkontinensia urine,

inkontinensia alvi, penyakit ginjal, dan ulcer. Sedangkan depresi major secara umum terdapat

pada 20% dari penderita Alzheimer.

Epidemiologi Depresi pada Usia Lanjut

Gejala depresi pada usia lanjut lebih jarang terjadi pada usia pertengahan apabila dibandingkan

dengan usia lanjut, walaupun pada sebagian besar klinisi berpendapat bahwa data tersebut adalah

bias, yang merupakan akibat sekunder dari peningkatan mortalitas dari manusia usia lanjut yang

mengalami depresi dan kesulitan pada pencarian kasus. Pada studi akhir-akhir ini, penurunan

gejala depresi pada usia lanjut apabila dibandingkan dengan usia pertengahan, diasosiasikan

dengan penurunan kesulitan ekonomi dan penurunan hubungan interpersonal negatif yang terjadi

antara pasien usia lanjut dan lingkungannya. Peningkatan religiusitas juga dihubungkan dengan

penurunan frekuensi dari terjadinya sindrom depresi pada usia lanjut.

Data prevalensi dari gejala depresif yang signifikan terjadi pada komunitas usia lanjut

menunjukkan angka 8% hingga 16% dari keseluruhan populasi. Beberapa studi menunjukkan

bahwa prevalensi depresi terjadi lebih sering pada kebangsaan Meksiko dan Amerika, apabila

dibandingkan dengan Kaukasia non-hispanik dan kebangsaan Afrika Amerika. Pada salah satu

studi, 25% penduduk usia lanjut berkebangsaan Meksiko Amerika memiliki skor >16 pada tes

CES-D. Namun, penduduk berkebangsaan Afrika Amerika secara general memiliki gejala

depresif yang lebih rendah dan umumnya tidak diterapi dengan antidepresan.

Gejala depresi lebih sering terjadi pada manusia lanjut usia. Frekuensi yang tinggi tersebut

disebabkan oleh faktor penuaan, proporsi wanita yang lebih tinggi, disabilitas fisik yang tinggi,

kerusakan kognitif yang lebih berat, dan status sosioekonomi yang lebih rendah. Apabila faktor-

faktor tersebut dikontrol, maka tidak terdapat hubungan antara terjadinya gejala depresi dengan

2

Page 3: Journal Reading Depression in Late Life

umur. Insidensi 1 tahun dari gejala depresif yang signifikan menunjukkan bahwa gejala depresi

adalah tinggi pada kelompok umur yang tertinggi, yaitu pada usia >85 tahun.

Estimasi prevalensi kasus depresi major pada sample komunitas lanjut usia menunjukkan hasil

yang rendah, berkisar antara 1% hingga 4% secara keseluruhan, dengan prevalensi lebih tinggi

pada wanita namun tidak terdapat perbedaan ras maupun etnik. Pada studi yang dilakukan oleh

North Carolina Epidemiologic Catchment Area (ECA) yang menggunakan Diagnositic Interview

Schedule sebagai pedoman diagnostik, estimasi prevalensi depresi major adalah sebesar 0.8%,

2% untuk distimia, dan 4% untuk depresi minor.

Dampak dari Depresi pada Usia Lanjut

Perjalanan depresi pada usia lanjut

Studi berkelanjutan selama 6 tahun pada komunitas dewasa tua di Belanda menunjukkan

kronisitas terjadinya depresi pada lanjut usia. Di antara subjek yang menderita gejala depresi

secara signifikan tersebut, 23% akan mengalami kekambuhan, 44% mengalami gejala depresi

yang fluktuatif dan memburuk, dan 33% akan mengalami gejala depresi kronik yang berat. 35%

dari angka kejadian depresi mayor dan 52% kejadian distimik akan berlangsung kronis dan

berkepanjangan.

Depresi mayor pada orang yang lebih tua akan mengalami kekambuhan secara kronis seperti

yang disebutkan pada berbagai studi berkelanjutan. Pada studi yang dilakukan selama 6 tahun

pada orang lanjut usia yang mengalami depresi, 31% mengalami kesembuhan dan dapat

beraktivitas seperti biasa, 28% mengalami satu kali kekambuhan namun pada akhirnya mencapai

kesembuhan, 23% mengalami kesembuhan parsial, dan 17% tetap mengalami depresi

berkepanjangan sampai akhir studi. Pada penelitian yang lain, di antara kelompok-kelompok

pasien usia lanjut yang mengalami depresi (banyak di antaranya juga menderita penyakit medis

komorbid) setelah diikuti selama satu tahun, 35% mengalami luaran klinis yang baik, 48%

mengalami kekambuhan dan tetap mengalami gejala depresi sampai akhir studi, 3% mengalami

dementia, dan 14% di antaranya meninggal. Pada sebuah studi yang focus pada subjek yang

mengalami depresi pada usia lebih muda, dan berhasil bertahan hingga usia lanjut setelah diikuti

dalam studi selama 25 tahun, hanya 12% yang tetap sehat dan dapat beraktivitas seperti biasa.

Penemuan ini juga serupa dengan penelitian-penelitian yang dilakukan pada subjek yang

berumur dewasa tua dan pertengahan. Pasien usia lanjut yang mengalami depresi tanpa disertai

3

Page 4: Journal Reading Depression in Late Life

dengan kondisi medis komorbid atau dementia dan dirawat secara optimal dapat mencapai luaran

klinis yang baik, dengan lebih dari 80% akan sembuh dan tetap dapat beraktivitas sampai akhir

dari studi. Sebaliknya, pasien lanjut usia yang tidak memiliki dukungan keluarga dan sosial yang

baik, akan membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa sembuh.

Dampak pada Komorbid Medis, Kerusakan Fungsional dan Kerusakan Kognitif

Penyakit komorbid medis, kerusakan fungsional dan kognitif serta penyakit komorbid seperti

dementia, dapat menyebabkan terjadinya depresi. Depresi yang menyertai penyakit komorbid

medis juga mempengaruhi terjadinya perburukan dari luaran klinis yang diharapkan. Depresi

merupakan penyebab utama dari penurunan berat badan pada usia lanjut. Depresi sering

diasosiasikan dengan terjadinya penyakit medis kronis seperti penyakit kardiovaskular, dan dapat

mempersulit perjalanan penyakit tersebut. Pada suatu penelitian, pasien depresi yang berumur

lebih tua dengan disertai infark miokard, rentan untuk mengalami kematian pada 4 bulan

pertama. Depresi pada usia lanjut merupakan faktor risiko independen terjadinya gagal jantung

pada wanita usia lanjut namun tidak pada laki-laki lanjut usia. Pada studi lainnya, depresi

diasosiasikan dengan penurunan mineral tulang pada subjek yang berummur >65 tahun. Depresi

pada usia tua juga merupakan faktor risiko terjadinya penurunan kesehatan pada usia tua.

Hanya beberapa mekanisme spesifik yang diperkirakan mendasari hubungan-hubungan tersebut,

dan beberapa sudah menjadi teori dan dieksplorasi lebih lanjut. Terdapat peningkatan aktivasi

platelet pada pasien depresi lanjut usia, terutama pada pasien yang memiliki polimorfism regio

promotor terkait transporter serotonin 5-HTTLPR (kelompok ini memiliki faktor platelet 4 dan

level tromboglobulin yang lebih tinggi). Penemuan tersebut mengindikasikan bagaimana

sebagian pasien depresi pada usia lanjut berada pada risiko biologis yang lebih tinggi untuk

mengalami morbiditas dan mortalitas akibat penyakit jantung iskemik. Penurunan nafsu makan

dapat menyebabkan penurunan indeks masa tubuh, berhubungan dengan terjadinya depresi pada

usia lanjut dan gagal tumbuh. Pada suatu studi prospektif yang dilaksanakan selama 18 bulan,

pada komunitas lanjut usia (termasuk di dalamnya perawat untuk pasien-pasien dementia dan

kontrol), yang diketahui mengalami depresi ringan yang kronis, akan mengalami penurunan

respon sel T terhadap 2 mitogen. Sebagai tambahan, di antara semua subjek yang mengalami

depresi, pasien berusia lanjut diasosiasikan dengan respon blastogenik yang lebih buruk terhadap

mitogen. Stres atau tekanan yang dialami oleh perawat dapat memperburuk penurunan respon

4

Page 5: Journal Reading Depression in Late Life

blastogenik tersebut. Pasien usia lanjut dengan depresi memiliki level interleukin-6 yang lebih

tinggi, mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas inflamasi, yang dapat dihubungkan dengan

terjadinya peningkatan resorpsi tulang, yang kemudian dapat meningkatkan risiko terjadinya

patah tulang panggul.

Depresi secara jelas diasosiasikan dengan terjadinya perburukan fungsional dan mempengaruhi

status disabilitas sepanjang waktu. Pada suatu penelitian, depresi dapat meningkatkan risiko

untuk terjadinya disabilitas pada kehidupan sehari-hari, serta disabilitas mobilisasi setelah 6

tahun sebesar 67% dan 73%. Bahkan gejala depresi yang ringan dapat dihubungkan dengan

penurunan kapasitas fungsional. Disabilitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

depresi. Beberapa penjelasan mengenai hal tersebut telah diajukan. Disabilitas fisik dapat

menyebabkan berbagai peristiwa hidup yang negatif. Disabilitas fisik dapat menyebabkan

pembatasan dalam aktivitas sosial dan rekreasi, rasa terisolasi dan penurunan kualitas dukungan

sosial. Apabila disabilitas fisik dapat diatasi, maka depresi dapat disembuhkan. Namun terdapat

penjelasan lain bahwa depresi itu sendiri adalah sebuah keadaan kelumpuhan. Hal ini dapat

dijelaskan dengan kerusakan kognitif yang diakibatkan oleh depresi, menyebabkan seseorang

menjadi tidak bisa melakukan apa-apa secara mandiri. Apabila depresi menjadi komorbid dari

penyakit stroke, maka luaran klinis fungsional pasien terancam untuk terganggu.

Penurunan fungsional merupakan suatu kondisi tak terelakkan yang mengikuti suatu depresi.

Diagnosis depresi pada lanjut usia menyebabkan terjadinya penurunan peran fungsional pasien

namun tidak halnya dengan fungsional fisik pasien. Dukungan instrumental pada pasien lanjut

usia (bantuan dalam melaksanakan aktivitas kecil), merupakan faktor protektif terhadap

penurunan lebih lanjut disabilitas pasien dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.

Depresi berat dengan kerusakan kognitif merupakan suatu faktor risiko terjadinya penyakit

Alzheimer dalam 5 tahun. Gejala depresi dini pada subjek dengan kerusakan kognitif minimal,

dapat menunjukkan gejala-gejala penyakit Alzheimer maupun demensia vaskular. Depresi lebih

lanjut dapat mempersulit perjalanan penyakit Alzheimer dengan peningkatan disabilitas dan

agresi fisik sehingga akan meningkatkan beban dan depresi dari perawat. Namun, pada suatu

studi prospektif, gejala depresi pada pasien AD dapat sembuh dengan sendirinya tanpa terapi

obat-obatan tertentu apabila dibandingkan dengan demensia vaskular, dimana gejala depresi

bersifat resisten dan dapat mengalami remisi bahkan setelah diberikan regimen obat.

5

Page 6: Journal Reading Depression in Late Life

Mortalitas tidak terkait bunuh diri

Mortalitas tidak terkait bunuh diri merupakan luaran klinis signifikan yang terjadi akibat depresi

pada usia lanjut. Berdasarkan sebuah review dari 61 laporan yang ada, 72% menunjukkan

adanya korelasi positif antara depresi dan kematian pada orang-orang lanjut usia. Review lain

menunjukkan bahwa dari 23 studi mortalitas pada kejadian depresi, risiko mengalami kematian

pada pasien yang mengalami depresi adalah 1.75. Data representatif oleh ECA menunjukkan

bahwa terdapat risiko 4 kali lebih besar untuk mengalami kematian pada pasien usia lanjut yang

mengalami gangguan mood setelah diikuti selama 15 bulan.

Bunuh diri

Frekuensi terjadinya bunuh diri pada kelompok umur di atas 65 tahun di Amerika Serikat adalah

16.9/100000 setiap tahunnya. Frekuensi bunuh diri pada laki-laki berkulit putih meningkat

seiring usia, mencapai 62/100000 pada kelompok umur >65 tahun. Pasien lanjut usia yang

memutuskan bunuh diri cenderung berstatus janda, tinggal sendiri, dengan status sosial ekonomi

rendah, mengalami kualitas tidur yang buruk, kehilangan kepercayaan diri, dan mengalami

berbagai peristiwa hidup dengan tekanan yang besar, seperti permasalahan finansial dengan

konflik interpersonal. Metode bunuh diri yang paling sering digunakan adalah dengan

mengonsumsi obat dalam dosis tinggi. Apabila dibandingkan, peristiwa bunuh diri meningkat

seiring dengan usia, namun tindakan percobaan bunuh diri tidak mengalami peningkatan.

Diperkirakan terdapat 4 kali percobaan bunuh diri untuk satu kali peristiwa bunuh diri yang

berhasil pada pasien lanjut usia, apabila dibandingkan dengan 10 atau lebih tindakan percobaan

bunuh diri yang dilakukan untuk satu kali peristiwa bunuh diri yang berhasil pada pasien yang

berumur lebih muda. Ide bunuh diri adalah tinggi pada orang dewasa tua, berkisar 5% hingga

10% dari seluruh jumlah populasi dewasa tua.

Penggunaan fasilitas medis

Depresi pada lanjut usia menyebabkan peningkatan pelayanan rumah sakit dan kunjungan

poliklinik pada fasilitas medis. Sebagai contoh, gejala depresi diasosiasikan dengan peningkatan

sebesar 19% pada kunjungan poliklinik dan peningkatan biaya sebesar 30% pada pelayanan

poliklinik. Dengan mengonsumsi obat antidepresan, terjadi peningkatan biaya pelayanan

kesehatan sebesar 32%. Gejala depresi dan penggunaan antidepresan tidak secara signifikan

berhubungan dengan penggunaan pelayanan rawat inap dan biaya rawat inap.

6

Page 7: Journal Reading Depression in Late Life

Etiologi

Biologis

Diskusi apapun yang membahas mengenai etiologi biologis dari depresi dimulai dari adanya

penyakit medis yang menyertai. Selain diasosiasikan dengan penyakit dementia, kardiovaskular,

dan patah tulang panggul, di antara pasien dengan penyakit Parkinson, 21% di antaranya

memenuhi criteria untuk depresi mayor dan 20% memenuhi criteria untuk depresi minor.

Depresi telah lama diasosiasikan dengan nyeri pada pasien-pasien lanjut usia yang dirawat inap,

dan inkontinensia urine. Ketergantungan akan alcohol dan depresi mayor merupakan faktor

risiko berkembangnya penyakit komorbid lain dalam 1 tahun setelahnya.

Akhir-akhir ini muncul ketertarikan kuat untuk mencari kecenderungan genetic untuk terjadinya

gangguan mood selama siklus hidup manusia. Pada suatu penelitian yang dilakukan pada

komunitas kembar, genetic mempengaruhi sebesar 16% variasi pada skor total depresi

berdasarkan CES-D dan 19% dari keluhan psikosomatik. Sebaliknya, genetika berkontribusi

minimal pada variasi laporan gangguan mood depresi dan kesejahteraan psikologis. Walaupun

probabilitas untuk mengidentifikasi riwayat keluarga menderita gangguan mood pada pasien

lanjut usia dengan depresi adalah lebih rendah dibandingkan dengan usia pertengahan. Pada

suatu studi klinis, ditunjukkan bahwa risiko kerabat dekat untuk menderita depresi, pada salah

satu anggota keluarga lanjut usia yang telah mengalami depresi, adalah sebesar 8.3%,

dibandingkan dengan 20.1% risiko yang terjadi apabila kerabat dekat yang berusia lebih muda

yang menderita depresi.

Pada salah satu studi, disebutkan bahwa hiperintensitas pada deep white matter pada otak

diasosiasikan dengan terjadinya gejala depresi, terutama pada pasien dengan alel 4 pada gen

apolipoprotein. Penelitian lainnya memfokuskan pada gen yang dapat menyebabkan lesi vaskular

pada pembuluh darah otak. Dalam salah satu penelitian yang melibatkan pasien depresi pada usia

tua, ditemukan bahwa terdapat peningkatan mutasi C677T dari MTHFR (methylene

tetrahidrofolat reduktase) enzim. Mutasi ini dapat menyebabkan seseorang lebih rentan

mengalami depresi vaskular. CADASIL (cerebral autosomal dominan dengan infark arteriopathy

7

Page 8: Journal Reading Depression in Late Life

subkortikal dan leukoencephalopathy) adalah penyakit terkait gen 3. Depresi adalah salah satu

gejala awal dalam kondisi tersebut, menunjukkan bahwa polimorfisme genetik atau mutasi dapat

mempengaruhi orang dewasa tua untuk mengalami depresi vaskular.

Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa lesi vaskular pada beberapa regio otak

berkontribusi pada terjadinya depresi pada lanjut usia. MRI pasien-pasien yang mengalami

depresi menunjukkan adanya abnormalitas structural pada area-area kortikal-striatal-pallidal-

talamus-kortikal, termasuk di dalamnya lobus frontalis, kaudatus, dan putamen. Jalur

pensinyalan tersebut berfungsi dalam perkembangan strategi kinerja spontan yang dibutuhkan

untuk menjalankan kemampuan eksekutif.

Penelitian lain menemukan bahwa terdapat ukuran yang lebih kecil dari korteks orbital frontal

pada pasien dengan depresi, dan juga ditemukan volume hipokampus yang lebih kecil pada

orang-orang lanjut usia yang mengalami dementia dari waktu ke waktu. Lesi pada white matter

lobus frontalis pada pasien-pasien depresi usia tua diasosiasikan dengan peningkatan rasio

myoinositol-creatinin dan choline-creatinin. Perubahan tersebut dapat menyebabkan perubahan

biologis pada jaringan glial, sehingga mempengaruhi aktivitas sinaptik.

Aktivitas serotonin, terutama reseptor 5HT2A mengalami penurunan secara dramatis pada

beberapa regio otak pada umur pertengahan, dan terdapat penurunan yang lebih sedikit dari umur

pertengahan hingga usia tua. Reseptor tersebut pada subjek yang sehat akan mengalami

penurunan drastic dari umur dewasa muda hingga pertengahan (penurunan 70% dari umur 20

tahun hingga 60 tahun) dan penurunan tersebut tidak sedrastis saat muda. Kehilangan reseptor

terjadi pada berbagai regio di otak, di antaranya adalah anterior cingularis, korteks oksipital, dan

hipokampus. Hubungan antara penurunan serotonin dengan kejadian depresi dapat langsung

diteliti dengan menggunakan agen radioisotop atau situs perlekatan tritiated imipramine.

Terdapat penurunan yang signifikan pada jumlah platelet-situs TIB pada pasien depresi berusia

lanjut. Apabila dibandingkan dengan kontrol dan individu yang menderita penyakit Alzheimer.

Pada penelitian dengan menggunakan monyet (Macaca mulata), penurunan yang signifikan

terkait usia dari reseptor 5HT1A terdapat pada korteks frontal dan temporal saja. Pada

hipokampus, walaupun penurunan reseptor 5HT1A dinyatakan tidak signifikan apabila dikaitkan

dengan usia, namun derajat pelepasan agen apabila telah berikatan dengan reseptor agonis adalah

rendah pada monyet yang mengalami penuaan. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa

8

Page 9: Journal Reading Depression in Late Life

kerusakan reseptor 5HT1A dapat berhubungan dengan penurunan efikasi terapi antidepresan pada

pasien usia lanjut dengan depresi.

Perubahan endokrin juga diasosiasikan dengan kejadian depresi pada usia lanjut. Walaupun tes

menggunakan deksametason telah lama tidak digunakan untuk evaluasi diagnostik untuk depresi,

kortisol yang tidak tersupresi diasosiasikan dengan depresi pada usia lanjut apabila dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Depresi diasosiasikan dengan hipersekresi dari faktor pelepasan

kortikotropin yang berkontribusi dalam terjadinya gangguan dalam pola tidur dan pola makan,

penurunan libido dan perubahan psikomotor. Penuaan diasosiasikan dengan peningkatan respon

terhadap ACTH, kortisol dan DHEA-s dan CRF. Level DHEA yang rendah dikaitkan dengan

peningkatan risiko depresi dan peningkatan gejala depresi pada wanita tua. Level testosteron

total pada laki-laki adalah lebih rendah pada laki-laki lanjut usia dengan penyakit distimia

dibandingkan dengan laki-laki yang menderita depresi major dan laki-laki yang tidak menderita

depresi. Namun, efikasi penggunaan testosteron dalam mengobati depresi belum diterapkan.

Depresi juga diasosiasikan dengan hipotensi sistolik post prandial. Terapi hormon pada wanita

telah banyak diasosiasikan dengan perkembangan mood.

Psikologi

Penyimpangan perilaku, psikodinamika, dan kognitif semuanya dapat menjadi faktor penyebab

depresi pada usia lanjut. Perilaku ketidakberdayaan, yang digunakan untuk mendeskripsikan

peningkatan perilaku pasif yang disebabkan oleh adanya peristiwa tidak terduga, digunakan

untuk memaparkan gejala depresi yang terjadi selama siklus hidup manusia, dimana penyebab

dari gejala depresif itu sendiri adalah pemikiran bahwa memulai suatu aksi atau inisiatif pada

lingkungan yang secara berkelanjutan memberikan tekanan, adalah sia-sia. Hubungan antara

depresi dengan peristiwa hidup tidak menyenangkan dapat diinterpretasikan sebagai suatu respon

perilaku terhadap adanya stressor yang datang berkelanjutan. Depresi pada lanjut usia

diasosiasikan dengan adanya pelecehan emosional dan penelantaran semasa kecil, stressor pada

hubungan interpersonal dan masalah perilaku terhadap orang lain pada saat dewasa tua.

Berdasarkan suatu studi meta-analisis jumlah peristiwa hidup negatif yang dialami oleh pasien

berhubungan dengan kejadian depresi di masa tua. Hubungan yang didapat antara peristiwa

hidup yang berat dengan onset adalah diperlukan peristiwa atau stressor yang kuat untuk dapat

memicu episode pertama depresi. Untuk selanjutnya, maka stressor ringan pun dapat memicu

9

Page 10: Journal Reading Depression in Late Life

terjadinya kekambuhan. Dapat disimpulkan, bahwa sekali saja perilaku depresi mengikuti sebuah

stressor, maka faktor pencetus untuk dapat menyebabkan episode selanjuntya dapat hanya berupa

stressor ringan.

Sosial

Hubungan antara depresi pada usia lanjut dan lemahnya dukungan sosial telah diteliti sejak lama.

Pada suatu studi komunitas di Hongkong, lemahnya dukungan sosial dan depresi adalah

berhubungan (besar dan komposisi lingkungan sosial, frekuensi kontak sosial, kepuasan akan

dukungan sosial dan dukungan emosional). Pada penelitian yang dilakukan dengan subjek

perawat pasien dementia, prevalensi dari penyakit depresi mencapai 45% - 47% dan wanita

tersebut 2x lebih cenderung untuk menggunakan obat psikotropika. Kesepian atau kesendirian

dapat menjadi kunci penyebab terjadinya depresi di antara perawat atau pengasuh. Beberapa

gejala depresi, seperti kurangnya ketertarikan untuk berinteraksi sosial, kecenderungan untuk

hanya melibatkan diri-sendiri dalam mengerjakan sesuatu, membuktikan bahwa orang lanjut usia

yang kurang berinteraksi sosial lebih berisiko untuk mengalami depresi.

Spiritual

Praktik keagamaan telah diasosiasikan dengan penurunan gejala depresi pada suatu penelitian di

Eropa. Hal ini terutama terjadi ketika pada praktik keagamaan juga tertanam orientasi nilai-nilai

tradisional. Penelitian tersebut menemukan bahwa religious coping dikaitkan dengan penurunan

dalam beberapa jenis gejala depresi, termasuk di antaranya kehilangan minat, merasa tidak

berharga, menarik diri dari interaksi sosial, kehilangan harapan, dan gejala kognitif lainnya dari

depresi. Namun religious coping tidak berhubungan dengan penurunan dari gejala somatic.

Evaluasi Diagnostik

Penegakan diagnostik dari depresi pada usia lanjut dilakukan berdasarkan presentasi gejala dan

etiologi. Pada dasarnya, diagnosis ditegakkan dengan berbasis wawancara dengan pasien dan

didukung oleh pemeriksaan laboratorium. Tidak terdapat marker biologis atau tes yang spesifik

untuk penegakkan diagnosis, kecuali seperti pada kasus depresi vaskular, adanya hiperintensitas

pada white matter area subkorteks yang terlihat pada MRI penting untuk penegakkan diagnosis.

Skrining pada fasilitas pelayangan primer adalah sangat penting, menggunakan Geriatric

Depression Sclae dan CES-D. Frekuensi terjadinya depresi adalah tinggi pada pelayanan primer,

10

Page 11: Journal Reading Depression in Late Life

diikuti dengan kejadian dan ide untuk bunuh diri. Prevalensi percobaan bunuh diri di tingkat

pelayanan kesehatan primer adalah sebesar 1% dan sebesar 5% dari keseluruhan dewasa tua

melaporkan gejala-gejala depresi yang dimilikinya di pelayanan kesehatan primer.

Status kognitif dinilai menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination). Status nutrisi

merupakan faktor penting yang harus dinilai pada penderita lanjut usia, termasuk di antaranya

tinggi badan, berat badan, riwayat penurunan berat badan, tes laboratorium untuk

hipoalbuminemia, dan kolesterol, mengingat risiko terjadinya gagal tumbuh pada orang tua.

Status fungsional, fungsi sosial dan pekerjaan, medikasi, mobilitas dan keseimbangan,

pengukuran tekanan darah dua posisi, dan skrining kimia darah serta elektrokardiogram apabila

terdapat riwayat penyakit jantung dan terdapat penggunaan antidepresan.

Terapi

Medikasi menggunakan antidepresan menjadi basis dalam terapi depresi berat dan sedang pada

dewasa tua. Studi yang membandingkan mengenai efikasi dari TCA dan SSRI umumnya

menemukan efikasi yang setara di antara kedua obat, namun dengan efek samping yang lebih

minimal apabila menggunakan SSRI. Maka dari itu, SSRI merupakan terapi pilihan.

Antidepresan bahkan terbukti efektif pada subjek dengan hiperintensitas subkortikal (depresi

vaskular). Walaupun subjek dengan depresi dan penurunan volume frontotemporal pada MRI

lebih resisten terhadap antidepresan.

Antidepresan terbukti kurang efektif dalam menangani depresi yang kurang berat. Studi berskala

besar pada pelayanan primer menunjukkan bahwa paroxetine memiliki manfaat yang sedang

untuk menangani sindrom depresi dan memperbaiki fungsi kesehatan mental pada pasien lanjut

usia dengan distimia dan pasien lanjut usia dengan depresi minor.

Sebagian besar SSRI menunjukkan efektivitas yang baik pada pasien lanjut usia, termasuk di

dalamnya fluoxetine, sertraline, paroxetine, citalopram, dan fluvoxamine. Antidepresan generasi

terbaru diantaranya adalah venlafaxine, mirtazapine, nefazodone, dan bupropion. Pada consensus

terbaru mengenai praktek psikiatris geriatric, penggunaan SSRI dengan psikoterapi merupakan

terapi pilihan untuk depresi pada usia lanjut. Bupropion dan mirtazapine merupakan lini kedua.

Medikasi dan psikoterapi merupakan terapi yang direkomendasikan untuk penyakit distimia.

Sedangkan edukasi dan pengawasan merupakan rekomendasi terapi untuk depresi minor yang

terjadi dalam waktu kurang dari 2 minggu. Namun apabila gejala menetap, direkomendasikan

11

Page 12: Journal Reading Depression in Late Life

menggunakan medikasi dan psikoterapi. Antidepresan yang direkomendasikan untuk menangani

depresi mayor dan minor adalah citalopram (20-30 mg), sertralin (50-100 mg), paroxetin (20-30

mg), fluoxetin (20 mg). Nortriptilin (40-100 mg) merupakan agen trisiklik yang

direkomendasikan, dengan desipramine (50-100 mg) sebagai alternatif. Rekomendasi

berdasarkan consensus adalah penggunaan antidepresan secara berkelanjutan hingga 3-6 minggu

sebelum dilakukan penggantian obat atau medikasi. Apabila hanya terdapat sedikit perubahan

atau tidak terdapat respon terhadap terapi, maka regimen yang digunakan diganti dengan

venlafaxine (75-100 mg). Untuk penderita yang mengalami episode depresi yang pertama diikuti

dengan kesembuhan setelah menerima terapi antidepresan, direkomendasikan menjalani terapi

berkelanjutan selama 1 tahun. Untuk penderita yang mengalami 2 episode depresi, dibutuhkan

terapi berkelanjutan selama 2 tahun. Dan untuk 3 episode disarankan untuk menjalani terapi

antidepresan selama 3 tahun.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi efikasi dari obat antidepresan pada usia tua. Sebagai

contoh, terapi estrogen dan DHEA telah terbukti menyebabkan potensiasi dari sertraline.

Sitokrom dari enzim P450 yang bertugas untuk memetabolisme sebagian besar obat, dihambat

oleh antidepresan, seperti CYP3A, CYP2D6, DYP2C, CYP1A2, CYP2E1. Enzim CYP3A

berfungsi untuk memetabolisme 60% medikasi yang kita gunakan saat ini. Fluoxetin merupakan

inhibitor sedang dari enzim CYP3A4. Diperkirakan sebanyak 8-10% orang dewasa mengalami

defisiensi enzim CYP2dD6, dan paroxetine merupakan inhibitor dari enzim tersebut.

Pasien rawat inap berusia lanjut yang diterapi dengan menggunakan SSRI atau venlafarine

berada pada risiko untuk mengalami hiponatremia (39%) dan seharusnya mengecek level sodium

sebelum dan sesudah pengobatan. Hiponatremi tersebut terjadi akibat sekresi yang tidak sesuai

dari hormon antidiuretik. Efek samping lainnya mengenai pemakaian SSRI antra lain adanya

risiko jatuh, syndrome serotonin (gelisah, letargi, hipertonisitas, rabdomiolisis, gagal ginjal dan

kematian).

Subjek yang mengalami depresi dengan gejala psikotik berespon tidak terlalu baik terhadap

antidepresan, namun merespon baik terhadap ECT. Pada suatu penelitian yang menggunakan

ECT bilateral dan farmakoterapi untuk membandingkan efikasinya, kelompok umur >65 tahun

merespon lebih baik terhadap ECT apabila dibandingkan dengan kelompok umur yang lebih

muda. Gangguan memori merupakan efek samping utama dari ECT yang dapat mempengaruhi

12

Page 13: Journal Reading Depression in Late Life

kualitas hidup pasien. Prosedur terbaru dengan menggunakan repetitive transcranial magnetic

stimulation tidak memerlukan anesthesia dan induksi terjadinya kejang dapat dihindari.

Walaupun tidak diteliti khusus pada kelompok lanjut usia, namun pasien yang ditangani dengan

rTMS mendapat respon yang baik apabila dibandingkan dengan ECT.

Penelitian dari Alameda County Study menunjukkan hubungan antara olahraga, depresi, dan

status fungsional. Di antara subjek yang tidak mengalami depresi, subjek yang memiliki aktivitas

yang rendah berada pada risiko yang lebih besar untuk menderita depresi saat follow up. Pada

penelitian tersebut, olahraga aerobik dapat dipertimbangkan sebagai alternatif maupun

pendamping dari terapi antidepresan pada usia lanjut. Namun, manfaat dari olahraga tidak

terbatas pada olahraga aerobik saja. Olahraga angkat berat terlah terbukti untuk menurunkan

gejala depresi setelah 20 minggu program dijalankan. Terapi cahaya menunjukkan manfaat,

terutama apabila kekambuhan depresi mengikuti siklus musim. 30 menit berada di bawah sinar

matahari dapat memperbaiki gejala depresi pada penelitian tersebut.

Psikologi

Psikoterapi telah menjadi pusat perhatian sebagai modalitas terapi depresi dalam 20 tahun

terakhir ini. Hal ini diakibatkan adanya pengembangan modalitas terapi, seperti Cognitive

Behavioral Therapy (CBT) dan Interpersonal Therapy (IPT). Terapi ini dapat diajarkan dengan

jelas dan dengan mudah pada klinisi dan dapat dimonitoring keakuratannya dalam prosedur

terapi. Sebagian besar psikoterapi bersifat jangka pendek, hanya 12-20 sesi. Namun psikoterapi

saat ini masih jarang untuk dijadikan modalitas terapi pada kasus-kasus depresi pada lanjut usia.

Pada suatu penelitian, ditemukan bahwa hanya 27% dari general internist yang akan merujuk

pasien depresi pada lanjut usia untuk psikoterapi. Pada suatu penelitian yang dilakukan di

Quebec, akseptabilitas dari suatu terapi ditentukan dari beratnya gejala. CBT dan cognitive

bibliotherapy cenderung digunakan pada depresi dengan gejala yang kurang berat, sedangkan

antidepresan cenderung digunakan apabila gejala depresi yang ditunjukkan lebih berat.

CBT terfokus pada pemikiran yang dapat memicu depresi. Tujuan terapeutik yang ingin dicapai

adalah untuk mengajarkan pada pasien agar dapat mengubah pola pikir atau beradaptasi dengan

pola pikir tersebut. Dengan adanya perubahan pola pikir, seseorang akan mengubah perilaku

yang disfungsional, dan perilaku tersebut, selanjutnya akan mengendapkan pikiran-pikiran

depresi. Mekanisme sentral dalam perubahan pola pikir ini adalah dengan pengembangan

13

Page 14: Journal Reading Depression in Late Life

metakognisi, yaitu melangkah mundur dan menanggapi pikiran dan peristiwa negatif sebagai

sesuatu yang sementara dan fana, dan bukan sebagai aspek yang melekat dalam diri.

IPT merupakan modalitas terapi yang terfokus pada 4 komponen yang diduga menyebabkan atau

mempertahankan suatu kondisi depresi: kesedihan (kematian dari orang yang dicintai),

perselisihan antarpribadi (konflik dengan anak-anak atau orang dewasa), transisi peran (pensiun),

dan interpersonal defisit (kurangnya keterampilan dalam bersaing). IPT telah terbukti sebagai

terapi yang efektif untuk subjek lanjut usia yang mengalami depresi.

Biblioterapi menekankan metode keterampilan akuisisi dengan pendekatan melalui bacaan buku.

Sebagai contoh, subjek dapat membaca Feeling Good, buku yang membahas mengenai

bagaimana mengembangkan keterampilan kognitif untuk mengatasi depresi. Berdasarkan

penelitian acak, biblioterapi terbukti efektif dan bermanfaat untuk kelompok dewasa. Orang tua

dapat membaca dan memproses ide di dalam buku tersebut dengan cara mereka sendiri.

Kekhawatiran adanya stigmatisasi dapat dihindari, dan bagi orang tua yang mengalami

disabilitas sehingga tidak mampu untuk beraktivitas sehari-harinya, tidak perlu repot untuk

melakukan kunjungan ke dokter.

Kombinasi Medikasi dan Psikoterapi

Pada pasien geriatric dengan depresi major yang berulang, terapi pemeliharaan dengan

nortriptyline atau IPT lebih efektif daripada plasebo dalam mencegah rekurensi. Terapi

kombinasi dengan menggunakan kedua metode merupakan strategi optimal untuk mengejar

kesembuhan. Terapi kombinasi dengan menggunakan nortriptiline dan IPT juga efektif untuk

mempertahankan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial.

Apakah depresi pada usia lanjut dapat dicegah?

Sejauh ini literature psikiatri yang ada menunjukkan hampir tidak ada bukti empiris dari

pencegahan primer psikososial. Terdapat beberapa referensi yang terfokus pada kontrol tekanan

darah untuk mencegah penyakit serebrovaskular dan depresi vaskular. Sebaliknya, pada jurnal

ini lebih ditekankan pada pencegahan sekunder, dimana pengobatan awal dari depresi dengan

medikasi dan psikoterapi dapat menekan gejala depresi dan mencegah terjadinya konsekuensi

serius nantinya.

14