jenis pakan dan pola pemanfaatan tajuk … · menggunakan empat model arsitektur pohon yaitu model...
TRANSCRIPT
JENIS PAKAN DAN POLA PEMANFAATAN TAJUK BERDASARKAN AKTIVITAS MAKAN
OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
PROVINSI JAWA BARAT
HADI SURONO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
JENIS PAKAN DAN POLA PEMANFAATAN TAJUK BERDASARKAN AKTIVITAS MAKAN
OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
PROVINSI JAWA BARAT
HADI SURONO
SKRIPSI sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN HADI SURONO. Jenis Pakan dan Pola Pemanfaatan Tajuk berdasarkan Aktivitas Makan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh ABDUL HARIS MUSTARI dan DONES RINALDI.
Owa jawa (Hylobates moloch) merupakan primata endemik Pulau Jawa. Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah salah satu habitat yang sesuai serta merupakan jumlah populasi tertinggi owa di Jawa . Salah satu pemanfaatan habitat oleh owa jawa adalah untuk mencari makan di tajuk pohon. Tajuk merupakan salah satu dari bagian tempat berlindung bagi owa jawa yang dapat digunakan untuk beraktiviatas seperti makan dan perlindungan dari serangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pakan dan pola pemanfaatan tajuk berdasarkan aktivitas makan.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai Agustus 2011 di Stasiun Penelitian Cikaniki Desa Citalahab dan sekitarnya. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah binokuler, range finder, kamera, stopwatch, pita, kompas, tallysheet, tali tambang, peta kerja, dan alat tulis. Penelitian ini di fokuskan pada dua kelompok owa jawa yang terdiri dari 4 dan 3 individu. Data yang dikumpulkan yaitu jenis pohon dan titik koordinat pohon yang digunakan saat melakukan aktivitas, lama aktivitas makan pada suatu pohon, dan bagian ruang yang digunakan oleh satwa di tajuk pohon. Pengambilan data dilakukan dengan metode focal animal sampling dengan pencatatan continous recording dan scan sampling. Pengamatan dilakukan mulai dari pukul 06.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB atau pada saat owa jawa memulai beraktivitas sampai owa jawa berada pada pohon tidur.
Owa jawa mengkonsumsi 47 jenis pakan yang mencakup 46 jenis tumbuhan dan satu jenis serangga. Bagian pakan yang dikonsumsi owa jawa adalah buah, daun, dan bunga dengan persentase 77,8%, 21,02%, 1,18%. Owa jawa juga makan serangga sebesar 0,002% dari total konsumsi. Penggunaan tajuk pohon berdasarkan aktivitas makan dapat digolongkan menjadi dua yaitu pohon sebagai sumber pakan dan pohon sebagai tempat makan. Pada saat aktivitas makan di pohon sumber pakan, owa jawa lebih sering terlihat di ujung tajuk yaitu bagian CII. Pemilihan ruang di ujung tajuk sering dijumpai pada pohon ki dage (Bruinsmia styracoides) dengan posisi menggantung. Sedangkan pada pohon yang dijadikan tempat makan owa jawa sering berada pada ruang tajuk bagian tengah bawah (AIII) yang sering terlihat pada pohon rasamala (Altingia excelsa) dengan posisi tubuh menggantung. Owa jawa dalam melakukan aktivitas makan menggunakan empat model arsitektur pohon yaitu model arsitektur attims, massart, rauh, dan scarrone. Model aristektur pohon attims lebih sering digunakan oleh owa jawa saat makan.
SUMMARY HADI SURONO. Type of Feed and Utilization Patterns of Canopy based on Feeding Activity Javan Gibbons (Hylobates moloch Audebert, 1798) at Gunung Halimun Salak National Park Province of West Java. Under Supervision of ABDUL HARIS MUSTARI and DONES RINALDI.
Javan gibbon (Hylobates moloch) is one of Javan endemic primates. Gunung Halimun Salak National Park is one of its suitable habitat that supports significant number of population of the gibbon in Java. One of the habitat usage by Javan Gibbon is for foraging at tree canopies. Canopy is part of cover area for Javan gibbon which can be used to do some activity such as feeding and hiding from intruders. This study aimed to reveal food plants and and canopy usage pattern of Javan gibbon based on feeding activity. This study was conducted from June to August 2011 at Cikaniki Research Station, Citalahab village and the surrounding habitats. The equipments used in this study included binocular, range finder, camera, stop watch, ribbon, compass, tally sheet, rope, work map, and stationary. This study was focussed on two groups of Javan gibbon consisting 4 and 3 individuals respectively. The data collected were plant species and their coordinates of the trees that used by the Javan gibbon for their feeding activities, duration of feeding activities at the trees, and different spaces used of the animal at the trees’ canopy. The data collected using focal animal sampling with continous recording and scan sampling methods. The observations were carried out from 06.00 am to 05.00 pm or when Javan gibbon started doing their activities until they went to the sleeping trees. Javan gibbon consumed 47 kind of feeds covering 46 species of plants and one species of insect. Parts of the plants eaten by the Javan gibbon were fruits, leaves, and flowers representing 77,8% , 21,02% , 1,18% respectively. The Javan gibbon was also observed eating insects which was 0,002% of the total consumption. The usage of the tree canopy based on feeding activity can be catagorized into two types, trees as food sources and trees as place to eat. For feeding activity at trees used as food source, the Javan gibbon preferred the edges of canopies, that was CII canopy part. The canopy space selection at the edge of the canopy, aften found at ki dage tree (Bruinsmia styracoides) that used for hanging. Whereas trees that used as a place to eat, Javan gibbon were mainly found at the lower middle of canopy (AIII) which were mostly observed at rasamala trees (Altingia excelsa) which were also used for hanging. Javan gibbon used four models of tree architecture including attims, massart, rauh, and scarrone. Of the four models, attims was the most used by Javan gibbon when doing their feeding activities.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Jenis Pakan dan
Pola Pemanfaatan Tajuk berdasarkan Aktivitas Makan Owa Jawa
(Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak Provinsi Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupaun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2012
Hadi Surono
NIM. E34070088
Judul Skripsi : Jenis Pakan dan Pola Pemanfaatan Tajuk berdasarkan Aktivitas
Makan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat.
Nama : Hadi Surono
NIM : E34070088
Menyetujui,
Pembimbing I,
Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F. NIP. 19651015 199103 1 003
Pembimbing II,
Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F. NIP. 19610518 198803 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan dengan baik skripsi ini. Skripsi ini
merupakan tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperolah gelar
Sarjana Kehutanan dari Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini
disusun berdasarkan hasil penelitian selama kurang lebih 2 bulan bertempat di di
Stasiun Penelitian Cikaniki Desa Citalahab dan sekitarnya Taman Nasional
Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pakan dan pola
pemanfaatan tajuk berdasarkan aktivitas makan owa jawa (Hylobates moloch)
yang merupakan primata endemik di Pulau Jawa. Taman Nasional Gunung
Halimun Salak adalah salah satu habitat aslinya. Hasil dari penelitian ini
diharapkan berguna sebagai data dan masukan bagi pihak pengelola Taman
Nasional Gunung Halimun Salak dalam merencanakan pengelolaan owa jawa
selanjutnya.
Pada kesempatan ini tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terutama
kepada Dr. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F dan Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F yang telah
memberi bimbingan, masukan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.
Bogor, Februari 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rimbo Bujang, Provinsi Jambi pada
tanggal 3 Juni 1989. Penulis merupakan anak pertama dari
pasangan Bapak Ngasiru dan Ibu Suyati. Pendidikan
formal penulis dimulai di SDN 120/VIII Suka Maju (1995
– 2001), kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 3 Tebo
(2001 – 2004), dan SMAN 2 Tebo (2004 – 2007). Setelah
lulus SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri
melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Provinsi Jambi yaitu pada mayor
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif di berbagai organisasi
diantaranya aktif sebagai sekretaris Divisi Pers dan Media LDK DKM Al-
Hurriyah IPB, anggota International Forestry Student’s Assosiasion (IFSA) LC-
IPB, anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(HIMAKOVA), dan ketua Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM)-“Tarsius”. Adapun
kegiatan lapang yang pernah diikuti adalah Eksplorasi Fauna dan Flora Indonesia
(RAFFLESIA) di Cagar Alam Rawa Danau dan Gunung Tukung Gede Timur Jawa
Barat (2009) dan Cagar Alam Burangrang Jawa Barat (2010), Studi Konservasi
Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Manupeu Tanadaru Nusa Tenggara Timur
(2009) dan Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah (2010), dan Eksplorasi
dan Inventarisasi Keanekaragaman Jenis Mamalia di Hutan Pendidikan Gunung
Walat, Jawa Barat (2010 dan 2012). Selain itu penulis juga menjadi anggota
Himpunan Mahasiswa Jambi (HIMAJA) di Bogor.
Kegiatan akademik lapangan yang pernah diikuti antara lain praktikum Ekologi
Satwaliar di Pulau Rambut, Praktikum Ekologi Hutan di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango (TNGP) Sukabumi, Praktikum Inventarisasi dan Pemantauan
Satwa Liar di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB), Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di TWA dan CA Pananjung Pangandaran –
Suaka Margasatwa Gunung Sawal (2009), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat (2010), serta Praktek
Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (2011).
Penulis berpengalaman sebagai asisten praktikum mata kuliah Ekologi Satwaliar
(2010 – 2011) dan asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi dan Pemantauan
Satwa Liar (2010 – 2011) termasuk menjadi asisten pada praktikum lapang di Pulau
Rambut, Kebun Binatang Ragunan, Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol
(PPKAB), dan TWA & CA Pangandaran. Untuk menyelesaikan tugas sebagai syarat
meraih gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul
“Jenis Pakan dan Pola Pemanfaatan Tajuk berdasarkan Aktivitas Makan Owa
Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak Provinsi Jawa Barat” dibimbing oleh Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.ScF dan
Ir. Dones Rinaldi, M.ScF.
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penghargaan
dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini dan penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua atas semua kasih sayang, perhatian dan doa yang tulus untuk
penulis, adik-adikku tercinta atas dukungannya, serta keluarga besar penulis
atas semua doa untuk penulis.
2. Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.ScF dan Ir. Dones Rinaldi, M.ScF sebagai
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian, kesabaran,
motivasi, dan bimbingan yang sangat berarti dalam penyusunan dan penulisan
skripsi ini.
3. Soojung Ham dan Sanha Kim yang telah memberikan kesempatan dan
bantuan selama penelitian.
4. Seluruh staf KPAP Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
5. Pihak Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang telah mengizinkan
penulis untuk melaksanakan penelitian serta memberikan informasi yang sangat
membantu dalam penyusunan skripsi.
6. Aris Kurniawan, Muhammad Nur, Sahri Rudini, dan Diena Nurul Fatimah
serta keluarga besar Pak Jaya yang telah membantu selama pengambilan data
di lapangan.
7. Tutia Rahmi, Diena Nurul Fatimah, Dede Aulia Rahman, S.Hut, MS, Sarlita
Pasaribu, Ulfah Zul Farisa, Fadhilah Iqra Mansyur, Cahya Wiratama, Irvan
Nurmansyah, Connie Lidya Sibarani, Aronika Kaban, Akrom Mubarok, Reza
Pradipta, Sugeng Wahyudi, Branindityo Nugroho, Irham Fauzi, dan Fitrotul
Aini yang telah membantu dan memberikan saran serta masukan saat
penulisan skripsi.
8. Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) “Tarsius” yang telah memberikan
pelajaran dan pengalaman.
9. Keluarga besar KSHE 44 KOAK, Himakova, dan DKSHE atas perjuangan
dan kebersamaan serta dukungan moral dalam penyusunan skripsi.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................ 2 1.3 Manfaat ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa ............................................................... 3
2.1.1 Taksonomi ......................................................................... 3 2.1.2 Morfologi ........................................................................... 3
2.1.3 Habitat ............................................................................... 4 2.1.4 Pakan ................................................................................. 5
2.2 Populasi dan Distribusi Owa Jawa .............................................. 6 2.3 Aktivitas Harian Owa Jawa ......................................................... 7
2.4 Pola Penggunaan Ruang ............................................................. 8
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 9 3.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 9
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ..................................................... 9 3.4 Metode Pengambilan Data .......................................................... 11
3.5 Analisis Data .............................................................................. 11
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI
4.1 Sejarah Kawasan ........................................................................ 12
4.2 Kondisi Fisik Kawasan ............................................................... 12
4.2.1 Letak kawasan ................................................................... 12
4.2.2 Topografi dan tanah ........................................................... 13
4.2.3 Iklim .................................................................................. 14
4.2.4 Hidrologi ........................................................................... 14
4.3 Kondisi Biotik ............................................................................ 14
4.3.1 Flora .................................................................................. 14
4.3.2 Fauna ................................................................................. 15
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Kelompok Owa Jawa ............................................... 16 5.2 Komposisi Jenis Pakan Owa Jawa............................................... 17
5.3 Aktivitas Makan Owa Jawa ........................................................ 22 5.4 Panggunaan Habitat berdasarkan Aktivitas Makan ...................... 24
5.5 Penggunaan Tajuk Pohon saat Makan ......................................... 28
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 56
6.2 Saran .......................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 57 LAMPIRAN ................................................................................................ 59
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Struktur umur owa jawa yang diamati ...................................................... 17 2. Komposisi jenis pakan owa jawa .............................................................. 21
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Peta penyebaran owa jawa ..................................................................... 6
2. Pembagian ruang tajuk pohon ................................................................ 10
3. Model arsitektur pohon. Ket: a) Attims; b) Aubreville; c) Koribia; d) Massart; e) Prevost; f) Rauh; g) Scarrone; h) Troll; dan i) Roux............. 10
4. Wilayah jelajah owa jawa yang diamati ................................................. 16
5. Buah ki dage (Bruinsmia styracoides) .................................................... 19
6. Owa jawa sedang memakan daun lolo (Scindapsus marantaefolium) ...... 20
7. Jenis tumbuhan pakan owa jawa. Ket: (a) Cangkorek (Dinochloa scandens); (b) Ki sereh (Cinnamomum porrectum). ................................ 20
8. Sebaran temporal berdasarkan bagian jenis pakan yang dimakan owa jawa ....................................................................................................... 23
9. Persentase penggunaan strata tajuk oleh owa jawa.................................. 24
10. Penggunaan strata tajuk berdasarkan aktivitas makan ............................. 25
11. Penggunaan strata tajuk berdasarkan aktivitas makan pada pohon sumber pakan dan pohon tempat makan ................................................. 26
12. Laju pergerakan owa jawa dalam mencari makan ................................... 27 13. Sketsa persebaran pohon aktivitas makan owa jawa ............................... 28
14. Kebersamaan owa jawa saat makan dalam satu tajuk pohon ................... 29
15. Persentase variasi makan owa jawa secara sendirian saat aktivitas makan pada satu tajuk pohon.................................................................. 29
16. Persentase variasi makan owa jawa secara berduaan saat aktivitas makan pada satu tajuk pohon.................................................................. 30
17. Persentase variasi makan owa jawa secara bertiga saat aktivitas makan pada satu tajuk pohon ............................................................................. 31
18. Posisi tubuh owa jawa saat makan. Ket: (a) Duduk; (b) Menggantung. ... 32
19. Persentase pemanfaatan pohon pakan dan tempat makan pada anak betina ..................................................................................................... 33
20. Preferensi ruang tajuk anak betina saat makan. Ket: (a) Pohon sumber pakan; (b) Pohon tempat makan ............................................................. 34
21. Persentase kesukaan anak betina pada ruang tajuk pohon ....................... 35
22. Persentase lama makan anak betina pada tajuk menurut model arsitektur pohon ..................................................................................................... 36
23. Persentase pemanfaatan pohon pakan dan pohon tempat makan pada anak jantan ............................................................................................. 37
24. Preferensi ruang tajuk anak jantan saat makan. Ket: (a) Pohon tempat makan; (b) Pohon sumber pakan ............................................................ 39
25. Persentase kesukaan anak jantan pada ruang tajuk pohon ....................... 40
26. Persentase lama makan anak betina pada tajuk menurut model arsitektur pohon ..................................................................................................... 40
27. Persentase pemanfaatan pohon pakan dan pohon tempat makan remaja betina. .................................................................................................... 41
28. Preferensi ruang tajuk remaja betina saat makan. Ket: (a) Pohon tempat makan; (b) Pohon sumber pakan. ........................................................... 43
29. Persentase kesukaan remaja betina pada ruang tajuk pohon. ................... 43 30. Persentase lama makan remaja betina pada tajuk menurut model
arsitektur pohon ..................................................................................... 44 31. Persentase pemanfaatan pohon pakan sumber pakan dan pohon tempat
makan dewasa jantan ............................................................................. 45 32. Preferensi pemilihan ruang tajuk dewasa jantan saat makan. Ket: (a)
Pohon tempat makan; (b) Pohon sumber pakan. ..................................... 46 33. Persentase kesukaan dewasa jantan pada ruang tajuk pohon pada saat
aktivitas makan ...................................................................................... 47 34. Persentase lama makan dewasa jantan pada tajuk menurut model
arsitektur pohon. .................................................................................... 48 35. Persentase pemanfaatan pohon pakan dan tempat makan pada dewasa
betina. .................................................................................................... 49 36. Preferensi ruang tajuk dewasa betina saat makan. Ket: (a) Pohon tempat
makan; (b) Pohon sumber pakan. ........................................................... 50 37. Persentase kesukaan dewasa betina pada ruang tajuk pohon saat
aktivitas makan ...................................................................................... 51 38. Persentase lama makan anak betina pada tajuk pohon menurut arsitektur
pohon ..................................................................................................... 52 39. Persentase jenis pohon yang digunakan oleh owa jawa sebagai pohon
sumber pakan sekaligus pohon tempat makan ........................................ 53 40. Preferensi ruang tajuk owa jawa saat makan. Ket: (a) Pohon tempat
makan; (b) Pohon sumber pakan. ........................................................... 54 41. Persentase owa jawa dalam menggunakan tajuk pohon pada saat makan 54
42. Persentase lama makan owa jawa pada tajuk pohon menurut arsitektur pohon ..................................................................................................... 55
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Jenis pohon sebagai pohon sumber pakan owa jawa ................................. 60
2. Jenis pohon sebagai tempat makan owa jawa ............................................ 61
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Owa jawa (Hylobates moloch) merupakan primata endemik di Pulau Jawa
yang hidupnya bergantung pada adanya hutan yang masih utuh. Owa jawa
merupakan salah satu spesies arboreal, yakni tinggal di kanopi hutan bagian atas
serta tidur dan beristirahat di bagian mahkota pohon yang tertinggi diantara pohon
lain di sekitarnya yang paling banyak menerima sinar matahari. Untuk itu habitat
owa jawa memerlukan kondisi hutan yang masih baik dan stabil.
Salah satu habitat yang sesuai untuk kehidupan owa jawa adalah Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). TNGHS merupakan kawasan hutan
hujan tropis basah pegunungan yang luas dan masih tersisa di Pulau Jawa dengan
bentang alam yang unik dan tegakan hutan yang masih relatif baik. Keberadaan
hutan yang masih relatif baik dapat menjadi benteng terhadap kehidupan flora dan
fauna termasuk owa jawa.
Demi menjamin kelangsungan owa jawa di habitat aslinya, diperlukan
komponen habitat yang baik, salah satunya adalah tempat berlindung (cover).
Cover dibutuhkan untuk perlindungan dari terik matahari, hujan, serta digunakan
untuk perlindungan terhadap serangan dari satwa lain. Tajuk merupakan salah
satu dari bagian dari tempat berlindug bagi owa jawa yang dapat digunakan untuk
beraktiviatas seperti makan dan perlindungan dari serangan.
Aktivitas makan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
kehidupan owa jawa. Menurut Ario (2011) aktivitas harian owa jawa melakukan
makan sebesar 39,4 - 40,3%, bergerak 35,5 - 38,1%, istirahat 16,2 - 18,3%, dan
beraktivitas sosial sebesar 3,3 - 8,8%. Dari prilaku harian tersebut owa jawa lebih
banyak melakukan aktivitas makan. Menurut Sawitri et al. (1998), owa jawa
memakan 47 jenis tumbuhan yang termasuk kedalam 24 famili. Dalam aktivitas
makan owa jawa hampir seluruhnya dilakukan pada tajuk pohon.
Selain mengetahui jenis-jenis pakan yang dimakan pada tajuk pohon
diperlukan pula pengetahuan tentang pola pemanfaatan tajuk oleh owa jawa.
Pengetahuan mengenai pemanfaatan tajuk oleh owa jawa serta faktor-faktor lain
yang mempengaruhinya sangat penting untuk dipelajari karena dapat dijadikan
2
sebagai dasar pengelolaan dalam kegiatan pengelolaan dan pelestarian owa jawa.
Dengan mengetahui hal tersebut, diharapkan pengelolaan di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak lebih mementingkan kajian ekosistem dan habitat owa
jawa dan spesis penting lainnya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui jenis pakan pada owa jawa.
2. Pola pemanfaatan tajuk yang digunakan oleh owa jawa berdasarkan aktivitas
makan.
1.3 Manfaat
Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan
populasi dan habitat owa jawa serta ekosistemnya di kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa
2.1.1 Taksonomi
Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan
beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985) adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Cordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Super Famili : Homonoide
Famili : Hylobatidae
Genus : Hylobates
Spesies : Hylobates moloch Audebert, 1798
Menurut Supriatna dan Wahyono (2000) spesies tersebut dibagi atas dua sub
spesies yaitu Hylobates moloch moloch yang terdapat di Jawa Barat seperti
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, Taman Nasional Ujung Kulon, Cagar Alam Gunung Simpang, dan
Leuweung Sancang. Sedangkan Hylobates moloch pangolasoni hanya ditemukan
di daerah Jawa Tengah dan sekitar Gunung Selamet dan Pegunungan Dieng.
2.1.2 Morfologi
Owa jawa memiliki tubuh yang ditutupi rambut bewarna kecoklatan sampai
keperakan atau kelabu. Bagian atas kepalanya bewarna hitam, bagian muka
seluruhnya juga bewarna hitam dengan alis bewarna abu-abu yang menyerupai
warna keseluruhan tubuh, serta beberapa individu memiliki dagu bewarna gelap.
Warna rambut jantan dan betina berbeda, terutama dalam tingkatan umur.
Umumnya anak yang baru lahir bewarna lebih cerah. Antara jantan dan betina
memiliki rambut yang berbeda. Panjang tubuh berkisar antara 750 - 800 mm.
Berat tubuh jantan antara 4 - 8 kg sedangkan betina antara 5 - 7 kg (Supriyatna &
Wahyono 2000).
4
Berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, Kappeler (1981)
membagi owa jawa ke dalam empat kelas umur, yaitu:
a. Bayi (infant) adalah individu mulai lahir sampai berumur dua tahun dengan
ukuran badan sangat kecil dan kadang-kadang atau selalu digendong oleh
induknya.
b. Anak (juvenile) adalah individu yang berumur dua sampai empat tahun, badan
kecil, dan tidak terpelihara sepenuhnya oleh induknya.
c. Muda (subadult) adalah individu yang berumur kira-kira empat sampai enam
tahun, ukuran badannya sedang, hidup bersama pasangan individu dewasa dan
kurang atau jarang menunjukkan aktivitas teritorial.
d. Dewasa (adult) adalah individu yang berumur lebih dari enam tahun, hidup
soliter atau berpasangan atau menunjukkan teritorinya.
Ciri khas yang lain adalah lengannya sangat panjang dan lentur, lebih
panjang dari kakinya hampir dua kali dari pangan tubuh, dengan jari pendek dan
panjang dari telapak tangan. Sendi pada ibu jari dan pergelangan tangannya
adalah kontraksi sangat tinggi. Owa jawa memiliki tubuh yang langsing karena
beradaptasi terhadap pergerakkannya dan membantu dalam berayun. Suara owa
jawa dapat didengar manusia hingga jarak 500 sampai 1500 meter (Kappeler
1984).
2.1.3 Habitat
Menurut Leighton (1986) Hylobates moloch adalah spesies arboreal, tinggal
di kanopi hutan bagian atas, serta tidur dan istirahat di bagian pohon dan tajuk
tertinggi (emergent trees). Emergent merupakan bagian dari mahkota pohon yang
tertinggi diantara pohon di sekitarnya, lapisan ini paling banyak menerima sinar
matahari (Nijman 2001).
Owa jawa berada pada kawasan hutan hujan tropis mulai dataran rendah,
pesisir, hingga pegunungan dengan tinggi 1400 - 1600 mdpl. Owa jawa jarang
ditemukan pada ketinggian lebih dari 1500 mdpl karena sumber pakan yang
dibutuhkan jarang sekali ditemukan pada ketinggian tersebut, selain itu temperatur
yang lebih rendah dan banyak lumut yang menutupi pohon-pohon juga
menyulitkan pergerakan berayun pada owa jawa (Kappeler 1984). Owa jawa
menyukai hutan pegunungan primer dengan permukaan tajuknya rapat dan
5
tersedianya pohon-pohon untuk makan, istirahat, bermain dan tidur (Sawitri et al.
1998). Ada kemungkinan owa jawa hanya terdapat sampai ketinggian 1400 - 1600
mdpl karena lebih dari ketinggian tersebut terjadi perubahan tipe vegetasi yang
tidak mendukung sebagai tipe habitat owa jawa, antara lain:
a. Hutan-hutan di atas ketinggian tersebut memilki kelimpahan dan
keanekaragaman jenis pohon sumber pakan owa jawa yang terbatas.
b. Struktur pohon dan tumbuhnya lumut pada batang pohon yang sangat
menyulitkan untuk gerakan secara berakhiasi.
c. Suhu yang rendah di malam hari.
Menurut Kappeler (1984), owa jawa merupakan penghuni kawasan hutan
yang terspesialisasi dan memilki persyaratan sebagai berikut:
a. Owa jawa merupakan satwa arboreal, sehingga membutuhkan hutan dengan
kanopi yang rapat.
b. Owa jawa menyandarkan sebagian besar hidupnya pada pergerakannya melalui
brankhiasi atau bergelantungan sehingga untuk memperoleh pergerakan yang
leluasa bentuk percabangan dari kanopi haruslah tidak terlalu rapat dan relatif
banyak dengan bentuk percabangan horizontal.
c. Makanan owa jawa terdiri atas buah dan daun-daunan dan terpenuhi
kebutuhannya sepanjang tahun dan wilayah jelajah (home range), sehingga
untuk memastikan persediaan makanan sepanjang tahun kawasan hutan bukan
merupakan hutan semusim atau hutan periode pengguguran daun dan hutan
harus memiliki keragaman jenis tumbuhan yang tinggi.
2.1.4 Pakan
Makanan merupakan sumber energi untuk pertumbuhan, reproduksi dan
penunjang kebutuhan pokok lainnya. Menurut Kappeler (1984), pakan owa jawa
berupa buah, daun, kuncup bunga, serangga dan madu. Beberapa penelitian, owa
jawa menkonsumsi kurang lebih 125 jenis tumbuhan dari 43 famili. Komposisi
pakan terdiri dari buah 61% dan daun 38% serta sisanya berbagai jenis makanan
seperti bunga dan berbagai serangga (Supriatna & Wahyono 2000). Karena
persentase perbandingan pakannya lebih banyak buah dibandingkan daun, maka
owa jawa digolongkan ke dalam primata frugivora (Leighton 1986). Iskandar
(2007) menyatakan bahwa sumber pakan owa jawa adalah vegetasi tingkat pohon.
6
Hasil identifikasi pohon pakan yang paling dominan dimanfaatkan owa jawa di
Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah darangdan (Ficus sinuata),
pasang batarua (Quercus gemiliflorus), rasamala (Altingia excelsa), dan saninten
(Castanopsis javanica).
2.2 Populasi dan Distribusi Owa Jawa
Distribusi owa jawa meliputi kawasan hutan di Jawa Barat dan sebagian
Jawa Tengah. Owa Jawa menempati hutan hujan tropis dataran rendah sampai
perbukitan hingga ketinggian 1500 mdpl. Penyebaran owa jawa di Jawa Barat
meliputi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung
Halimun Salak, Taman Nasional Ujung Kulon, Cagar Alam Gunung Simpang,
Cagar Alam Burangrang, dan Cagar Alam Leuweung Sancang. Sedangkan di
daerah Jawa Tengah terdapat di sekitar kawasan Gunung Slamet dan Pegunungan
Dieng.
Sumber: Nijman (2001)
Gambar 1 Peta penyebaran owa jawa.
Deforestasi yang berlebihan di Pulau Jawa menyebabkan habitat dan populsi
owa jawa terus menerus mengalami penurunan. Menurut Supriatna (2006), owa
jawa telah kehilangan lebih dari 96% habitat aslinya. Habitat yang tersisa saat ini
merupakan hutan yang berukuran relatif kecil dan terfragmentasi satu sama lain.
Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), awalnya owa jawa terdapat di sebagian
hutan-hutan di Jawa Barat dan menempati habitat seluas 43.472 km2, tetapi saat
ini keberadaannya semakin mendesak dan hanya tinggal di daerah yang dilindungi
yang luasnya sekitar 600 km2 yaitu Taman Nasional Ujung Kulon, Taman
7
Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
Cagar Alam Gunung Simpang, Cagar Alam Burangrang, Cagar Alam Leuweung
Sancang, dan Kawasan Wisata Cisolok. Owa jawa di Jawa Tengah masih dapat
dijumpai di sekitar Gunung Slamet sampai Pegunungan Dieng. Hal ini
diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk Pulau Jawa yang sangat pesat sehingga
kawasan hutan hujan tropik menyusut drastis. Selain itu, ancaman perburuan
untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan merupakan ancaman serius bagi
keberadaan owa jawa di alam. Menurut Nijman (2006), populasi owa jawa yang
masih tersisa di Hutan Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah berkisar 4000
hingga 4500 individu.
2.3 Aktivitas Harian Owa Jawa
Aktivitas harian merupakan reaksi fisiologis satwa terhadap lingkungan dan
sekitarnya. Untuk melakukan aktivitas harian, umumnya owa jawa menggunakan
strata vertikal hutan pada lapisan tengah dan atas (Nijman 2001). Menurut Chivers
(1980), aktivitas harian meliputi mencari makan, melakukan perjalan dan
perpindahan, istirahat, bersuara, dan mencari kutu serta bermain.
Owa jawa merupakan satwa diurnal dan arboreal. Owa jawa umumnya aktif
pada pagi hari yaitu pukul 05.30 - 06.50 WIB dan aktif kembali pada sore hari
pada pukul 16.00 - 17.00 WIB sebelum akhirnya mencapai pohon tidur. Dalam
melakukan aktivitasnya owa jawa biasanya berada pada lapisan kanopi paling atas
(Nijman 2001).
Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), owa jawa hidup di pohon
(arboreal) dan jarang turun ke tanah. Pergerakan dari pohon yang satu ke pohon
yang lainnya dengan bergelayutan (brakhiasi). Daerah jelajah berkisar antara 16
sampai 17 ha dan jelajah hariannya mencapai 1500 meter. Owa jawa aktif dari
pagi hingga sore hari (diurnal), siang harinya digunakan untuk beristirahat dengan
saling mencari kotoran rambut di kepala (grooming) antara jantan dan betina
pasangannya, atau antara induk betina dan anaknya, sedangkan malam harinya
tidur pada percabangan pohon. Perilaku sosial merupakan semua kegiatan yang
melibatkan individu lain seperti grooming (berkutu-kutuan), bersuara, bermain,
dan bereproduksi. Grooming (mencari kutu) dan bermain merupakan hal sangat
penting dalam aktivitas sosial, tetapi tidak sebanyak frekuensi bersuara (Burton
8
1995). Betina berperan penting dalam pertanan teritorial dengan aktivitas bersuara
(great call) yang dilakukan setiap pagi hari. Bersuara merupakan salah satu tanda
pemberitahuan, menyatakan kehadiran mereka pada kelompok tetangga. Hal ini
sebagai petunjuk konfrontasi dalam batas kebersaan, kadang-kadang untuk
menunjukkan sifat menyerang (Napier & Napier 1985). Nyanyian owa jawa
terdiri dari tiga fase: bagian pembukaan, yakni owa jawa memulai latihan
melemaskan badan; nyanyian berikutnya duet antara jantan dan betina, dan suara
dari betina yang lambat laun menjadi tinggi (great call). Pada Hylobates moloh
jantan jarang bersuara. Owa jawa betina berkuasa dalam perbatasan teritori
dengan menggunakan great calls, biasanya satu sampai tiga jam setelah fajar.
Ketika betina mulai bersuara kelompok tetangga yang lain ikut serta dalam
bersuara tersebut. Betina yang belum dewasa juga ikut serta dalam bersuara.
Hylobates moloh juga bersuara keras, teriakan lebih keras pada saat kehadiran
pengacau seperti manusia atau macan tutul (Burton 1995).
2.4 Pola Penggunaan Ruang
Pemanfaatan tajuk merupakan salah satu aspek penggunaan ruang yang
menggambarkan interaksi antara satwa dengan habitatnya. Dengan demikian
mobilitas, luas, dan komposisi daerah jelajah merupakan parameter yang lebih
banyak digunakan sebagai indikator dari strategi penggunaan ruang oleh satwa
liar. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Santosa dalam Putri (2009)
menunjukan bahwa satwa liar tidak menyebar dan mengeksploitasi ruang secara
acak, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor lain dalam diri
satwa liar itu sendiri (umur, jenis kelamin, dan morfologi) dan faktor luar atau
yang lebih dikenal dengan sebutan faktor ekologi (ketersediaan makanan, kondisi
fisik biotik, dan iklim dari habitatnya. Menurut Nijman (2001), owa jawa
menggunakan kanopi pohon yang cukup tinggi pada habitatnya yang belum
terganggu, sedangkan pada habitat yang terganggu owa jawa menggunakan
kanopi pohon sedang.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Cikaniki Desa Citalahab dan
sekitarnya, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa
Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2011 (musim
kemarau) meliputi kegiatan pengenalan lapang, pengamatan, dan pengambilan
data di lapang.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah binokuler, range finder,
kamera, stopwatch, pita, kompas, tallysheet, tali tambang, peta kerja, dan alat
tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah dua kelompok owa jawa
(Hylobates moloch).
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung
di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka mengenai
kondisi umum lokasi penelitian dan wawancara dengan berbagai pihak yang
terkait.
Data primer yang diambil berupa:
1. Jenis pohon yang digunakan saat melakukan aktivitas makan. Jenis pohon
meliputi pohon yang digunakan sebagai sumber pakan dan pohon yang
dijadikan sebagai tempat makan beserta jenis pakan yang dimakan.
2. Titik koordinat pohon yang digunakan saat makan.
3. Lama suatu ruang yang ditempati saat mulai melakukan aktivitas makan
sampai berpindah tempat ke ruang yang berbeda.
4. Posisi individu dalam ruang tajuk pohon terbagi atas horizontal dan vertikal.
Ruang tajuk pohon tersebut masing-masing dibagi menjadi tiga kategori.
Secara horizontal ruang tajuk pohon dibagi dalam tiga ruang, yakni A, B, dan
C, sedangkan secara vertikal dibedakan atas I, II, dan III. Dengan demikian
10
ruang tajuk pohon yang digunakan terbagi ke dalam sembilan kategori (Putri
2009). Pembagian tajuk pohon dapat dilihat sebagai berikut (Gambar 2).
Gambar 2 Pembagian ruang tajuk pohon.
5. Ruang tajuk pohon yang digunakan pada saat aktivitas makan, dibedakan
berdasarkan model aristektur pohon. Menurut Sutisna et al. (1998), terdapat
sekurang-kurangnya sembilan arsitektur pohon hutan di Indonesia yaitu model
Attims, Aubreville, Koribia, Massart, Prevost, Rauh, Scarrone, Troll, dan Roux
(Gambar 3).
Gambar 3 Model arsitektur pohon. Ket: a) Attims; b) Aubreville; c) Koribia; d)
Massart; e) Prevost; f) Rauh; g) Scarrone; h) Troll; dan i) Roux.
11
6. Struktur kelompok owa jawa meliputi struktur umur dan jenis kelamin pada
beberapa ruang tajuk pohon saat melakukan aktivitas makan.
3.4 Metode Pengambilan Data
Pengambilan data primer dilakukan dengan metode focal animal sampling
yaitu mencatat objek satwa yang menjadi fokus pengamatan dengan cara memilih
salah satu individu atau sekelompok dalam jangka waktu tertentu. Pencatatan data
dilakukan dengan dua cara, yakni continous recording dan scan sampling.
Continous recording digunakan untuk pencatatan hanya satu individu saja,
sedangkan scan sampling digunakan pencatatan pada aktivitas makan secara
berkelompok dengan pencatatan interval waktu selama lima menit. Pengamatan
dilakukan setiap hari berdasarkan waktu aktif owa jawa. Pengamatan dan
pengambilan data di lapangan dimulai saat owa jawa mulai melakukan
aktivitasnya yaitu mulai pukul 06.00 WIB - 17.00 WIB atau pada saat owa jawa
memulai beraktivitas sampai owa jawa tidur pada pohon tidur.
Pengamatan dilakukan pada dua kelompok owa jawa dengan cara berselang.
Pengamatan dilakukan dengan cara menjaga jarak dengan owa jawa yang diikuti
untuk menghindari gangguan aktivitas hariannya. Jarak pengamat dengan individu
owa jawa tergantung pada posisi owa jawa di atas tajuk dan kondisi topografi.
3.5 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan dua cara yang meliputi analisis deskriptif
serta analisis grafik dan tabel. Analisis deskriptif merupakan penguraian dan
penjelasan mengenai parameter-parameter yang diukur dan diamati. Sedangkan
analisis grafik dan tabel digunakan untuk menjelaskan hubungan antara parameter
yang diukur dan diamati dengan metode grafik dan tabel serta interpretasinya.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI
4.1 Sejarah Kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pertama kali ditetapkan
menjadi salah satu taman nasional di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Pebruari 1992 dengan luas
40.000 ha di bawah pengelolaan sementara Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGP) dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH).
Selanjutnya pada Tanggal 23 Maret 1997 pengelolaan kawasan TNGH resmi
dipisah dari TNGP, dikelola langsung oleh Unit Pelaksana Teknis Balai TNGH,
Dirjen PHKA, Departeman Kehutanan.
Atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitarnya terutama kawasan
hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut yang terus terdesak akibat
berbagai kepentingan masyarakat dan pembangunan, serta adanya desakan dan
harapan berbagai pihak untuk melakukan penyelamatan kawasan konservasi
Halimun Salak yang lebih luas maka ditetapkanlah SK Menteri Kehutanan
No.175/Kpts-II/2003, yang merupakan perubahan fungsi kawasan eks Perum
Perhutani atau eks Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas disekitar TNGH
menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun
Salak (TNGHS). Berdasarkan SK tersebut penunjukan luas kawasan TNGHS
adalah 113.357 ha dan terletak di Provinsi Jawa Barat dan Banten yang meliputi
kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. TNGHS merupakan salah satu taman
nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa.
4.4 Kondisi Fisik Kawasan
4.2.1 Letak kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak secara geografis terletak diantara
106° 13' - 106° 46' BT dan 06° 32' - 06° 55' LS. Secara administratif terletak
diantara tiga wilayah kabupaten daerah tingkat II, yaitu kabupaten Lebak, Bogor
dan Sukabumi, provinsi Jawa Barat. Kantor balai TNGHS terletak di kecamatan
Kabandungan, Sukabumi. Batas-batas wilayah TNGHS berdasarkan administrasi
pemerintah adalah :
13
1. Sebelah utara, dibatasi oleh kecamatan Nanggung, kecamatan Jasinga
kabupaten daerah tingkat II Bogor dan kecamatan Cipanas kabupaten daerah
tingkat II Lebak.
2. Sebelah barat, dibatasi oleh kecamatan Leuwiliang kabupaten daerah tingkat II
Bogor dan kecamatan Kabandungan kabupaten tingkat II Sukabumi.
3. Sebelah selatan, dibatasi oleh kecamatan Cikidang dan kecamatan Cisolok
kabupaten daerah tingkat II Sukabumi dan kecamatan Bayah kabupaten daerah
tingkat II Lebak.
4. Sebelah timur, dibatasi oleh kecamatan Cibeber kabupaten daerah tingkat II
Lebak.
4.2.2 Topografi dan tanah
Kawasan TNGHS memiliki ketinggian tempat berkisar antara 500 - 2000
mdpl. Topografi di kawasan ini pada umumnya bergelombang, berbukit dan
bergunung-gunung. Kemiringan lahan berkisar antara 25% - 44%. Beberapa
gunung yang terdapat di kawasan ini antara lain Gunung Salak 1 (2211 mdpl),
Gunung Salak 2 (2180 mdpl), Gunung Sanggabuana (1920 mdpl), Gunung
Halimun Utara (1929 mdpl), Gunung Halimun Selatan (1758 mdpl), Gunung
Kendeng (1680 mdpl), Gunung Botol (1850 mdpl), dan Gunung Pangkulahan
(1150 mdpl).
Secara geologis kawasan Gunung Halimun terbentuk oleh pegunungan tua
yang terbentuk akibat adanya gerakan tektonik yang mendorong ke atas.
Sedangkan untuk kawasan pada bagian Gunung Salak merupakan gunung berapi
strato tipe A, dimana tercatat terakhir Gunung Salak meletus tahun 1938,
memiliki kawah yang masih aktif dan lebih dikenal dengan nama Kawah Ratu.
Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat skala 1:250.000 dari
Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1966, jenis tanah di kawasan TNGHS
terdiri atas asosiasi adosol coklat dan regosol coklat, asosiasi latosol coklat
kekuningan, asosiasi latosol coklat kemerahan dengan latosol coklat, asosiasi
latosol merah, latosol coklat kemerahan dan literit air tanah, komplek latosol
kemerahan dan litosol, asosiasi latosol coklat, dan regosol kelabu.
14
4.2.3 Iklim
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, iklim di daerah TNGHS
dan sekitarnya tergolong tipe iklim B dengan nilai Q sebesar 24,7%, yaitu tipe
iklim tanpa musim kering dan tergolong ke dalam hutan hujan tropika yang selalu
hijau. Adapun curah hujan rata-rata 4000 - 6000 mm/tahun, musim hujan terjadi
pada bulan Oktober – April dan musim kemarau berlangsung pada bulan Mei –
September dengan curah hujan sekitar 200 mm/bulan. Jumlah hari hujan setiap
tahunnya rata-rata 203 hari. Suhu rata-rata harian 20 °C – 30 °C dan kondisi angin
dipengaruhi oleh angin muson yang berubah arah menurut musim. Di sepanjang
musim kemarau angin bertiup dari arah timur laut dengan kecepatan rendah.
Kelembaban udara rata-rata sebesar 80%.
4.2.4 Hidrologi
Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan wilayah tangkapan air
yang sangat penting bagi wilayah sekitar kawasan. Dari kawasan TNGHS
mengalir beberapa sungai yang berair sepanjang tahun. Di sebelah utara mengalir
tiga sungai besar, yaitu sungai Ciberang, Ciujung, dan Cidurian yang mengalir ke
arah Jakarta, Serang dan berakhir di Laut Jawa. Di sebelah selatan mengalir
sungai Cisukawayana, Cimaja, dan Cibareno yang bermuara di pantai Pelabuhan
Ratu serta sungai Citarik di sebelah timur.
4.3 Kondisi Biotik
4.3.1 Flora
Terdapat lebih dari 1000 jenis tumbuhan terdapat di kawasan TNGHS.
Berdasarkan ketinggiannya di atas permukaan laut (dpl), ekosistem hutan
pegunungan TNGHS dapat diklasifikasikan dalam tiga zona, yaitu zona Colline,
pada ketinggian 500 - 1000 mdpl yang didominasi oleh jenis-jenis rasamala
(Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), saninten (Castanopsis
acuminatissima), dan pasang (Quercus sundaicus); Zona Sub Montana berada
pada ketinggian 1000 - 1500 mdpl, didominasi oleh jenis-jenis ganitri
(Elaeocarpus ganitrus), ki leho (Saurauia pendula), dan kimerak (Weinmania
blumei). Pada zona Montana yang berada pada ketinggian 1500 - 2211 mdpl,
didominasi oleh jenis-jenis jamuju (Dacriocarpus imbricatus), ki putri
15
(Podocarpus nerifolia), dan ki bima (Podocarpus imbricatus). Selain itu juga
tercatat 258 jenis anggrek, 12 jenis bambu, 13 jenis rotan, jenis-jenis tanaman
pangan, hias dan tanaman obat seperti Kantung Semar (Nepenthes sp.) dan
palahlar (Dipterocarpus hasseltii) yang merupakan jenis tumbuhan unik dan
langka yang terdapat di TNGHS. Khusus di sekitar puncak Gunung Salak juga
terdapat jenis-jenis tumbuhan kawah dan hutan lumut.
4.3.2 Fauna
Kawasan TNGHS memiliki berbagai tipe ekosistem yang merupakan habitat
dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi. Mamalia primata yang terdapat di
dalamnya antara lain adalah owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis
comata), lutung (Trachypithecus auratus), dan monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis). Satwa ungulata yang ada antara lain kijang (Muntiacus muntjak),
kancil (Tragulus javanicus) dan babi hutan (Sus scrofa), sedangkan untuk satwa
karnivora yang ada antara lain macan tutul (Panthera pardus) dan kucing hutan
(Felis bengalensis).
Taman Nasional Gunung Halimun Salak juga merupakan surga bagi
berbagai jenis serangga yang unik dan indah seperti kupu-kupu, kumbang, dan
burung. Saat ini di TNGHS juga tercatat 244 jenis burung di kawasan ini dan 32
di antaranya adalah endemik pulau Jawa, seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi),
ciung-mungkal Jawa (Cochoa azurea), celepuk jawa (Otus angelinae), luntur
gunung (Harpactes reinwardtii), dan rangkong badak (Bucheros rhinoceros) yang
merupakan jenis langka dan terancam punah.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifkasi Kelompok Owa Jawa
Kawasan Cikaniki terdapat beberapa kelompok owa jawa. Kelompok owa
jawa tersebut terdiri dari kelompok A, kelompok B, kelompok C, kelompok D,
dan kelompok O. Kelompok C memiliki wilayah jelajah yang berbatasan secara
langsung dengan kelompok A. Kelompok D memiliki wilayah jelajah berbatasan
langsung dengan wilayah jelajah kelompok A dan kelompok B serta kelompok O.
Kelompok O berbatasan langsung dengan kelompok B dan kelompok D (Gambar
4).
Sumber: Soojung Ham
Gambar 4 Wilayah jelajah owa jawa yang diamati.
Kelompok owa jawa yang diamati sebagai objek pengamatan adalah
kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok tersebut sebagai objek
pengamatan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, owa jawa mudah
dijumpai pada lokasi tersebut. Kedua, kondisi topografi yang memungkinkan
pengamat untuk mengamati aktivitas kedua kelompok tersebut.
Ukuran kelompok A lebih besar dibandingkan dengan ukuran kelompok B.
Kelompok A terdiri dari 5 individu yaitu bayi, anak betina, remaja betina, dewasa
jantan, dan dewasa betina. Namun, dalam pengambilan data hanya dilakukan pada
4 individu yaitu anak betina, remaja betina, dewasa jantan, dan dewasa betina.
Kelompok B terdiri dari 4 individu yaitu bayi, anak jantan, dewasa jantan dan
17
dewasa betina. Namun, dalam pengambilan data hanya dilakukan pada 3 individu
yaitu anak jantan, dewasa betina, dan dewasa jantan. Bayi dari kedua kelompok
tersebut tidak diamati karena ukuran masih kecil dan selalu digendong oleh
induknya sehingga tidak dapat dilakukan pengambilan data.
Kelompok A lebih toleran terhadap kehadiran pengamat dibandingkan
dengan kelompok B, sehingga pengambilan data pada kelompok A lebih mudah
dibandingkan kelompok B. Hal ini dikarenakan kelompok A sering berada di
sekitar jalur intrepretasi (loop trail) yaitu mulai dari kantor Cikaniki sampai Desa
Citalahap Central (HM 6 sampai HM 17). Lokasi ini biasanya digunakan oleh
pengunjung TNGHS sehingga kelompok A lebih terbiasa dengan manusia.
Sedangkan untuk wilayah kelompok B berada pada jalur yang lebih jarang
dilewati oleh manusia, yaitu berada pada jalur HM 17 sampai HM 33 sehingga
kelompok B lebih sensitif terhadap kehadiran manusia.
Individu owa jawa dari setiap kelompok diberi nama untuk memudahkan
pencatatan di lapangan. Nama individu owa jawa disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Struktur umur owa jawa yang diamati No. Kelompok Nama Struktur Kelompok 1 A Aris
Ayu Asri Amran Amoure
Dewasa jantan Dewasa betina Remaja betina Anak betina Bayi
2 B Kumis Kety Kumkum Kimkim
Dewasa jantan Dewasa betina Anak jantan Bayi
5.2 Komposisi Jenis Pakan Owa Jawa
Owa jawa memakan sebanyak 46 jenis tumbuhan dan satu jenis serangga
(Tabel 2). Hal ini tidak berbeda jauh yang dikemukakan Sawitri et al. (1998), di
Taman Nasional Gunung Halimun Salak owa jawa memakan 47 jenis tumbuhan
yang termasuk kedalam 24 famili. Akan tetapi, di Taman Nasional Ujung Kulon
owa jawa lebih banyak memakan 125 jenis tumbuhan dari 43 famili (Asquith et
al. 1995). Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango owa jawa memakan sebanyak 83 jenis tumbuhan (Ario
2011). Dengan demikian owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
18
relatif lebih sedikit menkonsumsi jenis tumbuhan pakan jika dibandingkan dengan
owa jawa di Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Pakan tersebut didominasi oleh jenis ki dage (Bruinsmia styracoides),
liana, ficus (Ficus sp.), ki laban (Mussaenda frondosa), ficus besar (Ficus
punctata), hamirung (Callicarpa pentandra), ficus orange (Ficus sinuata), lolo
(Scindapsus marantaefolium), ki sereh (Cinnamomum porrectum), dan ficus ki
sigung (Ficus recurva).
Bagian tumbuhan yang biasa dimakan oleh owa jawa adalah buah, daun,
dan bunga (Kappeler 1984). Hasil penelitian menunjukkan bahwa owa jawa lebih
banyak memakan buah yaitu sebesar 77,8%, daun 21%, dan bunga 1,18%.
Namun, selain memakan jenis tumbuhan owa jawa juga memakan serangga
dengan persentase 0,002%. Karbohidrat dalam buah memegang peranan penting
di dalam tubuh satwa, karena jika energi terpenuhi untuk target produksi tertentu
maka kebutuhan protein, mineral, dan vitamin dengan sendirinya akan tercukupi
dan suplai asam animo mungkin membatasi produksi (Reksohadiprodjo 1988).
Selain kandungan karbohidrat yang tinggi, satwa lebih suka makan buah karena
buah mengandung kadar air yang tinggi sehingga buah tersebut lebih mudah
dicerna. Pada umumnya satwa lebih suka memakan dari bagian tumbuhan yang
mudah dicerna daripada makan jenis pakan yang bernutrisi (Morrison 1959).
Owa jawa lebih sering memakan buah berasal dari jenis ki dage, liana, ki
laban, hamirung, ki mokla, kecapi, Ficus sp., F.punctata, F.sinuata, F.recurva,
dan F.variegata. Persentase masing-masing jenis tumbuhan tersebut dari total
persentase keseluruhan komposisi jenis pakan adalah ki dage sebesar 17,820%,
liana sebesar 11,900%, ki laban sebesar 8,952%, hamirung sebesar 4,732%, ki
mokla sebesar 1,480%, kecapi sebesar 1,324%. Ficus sp. sebesar 8,958%,
F.punctata sebesar 8,035%, F.sinuata sebesar 4,834%, F.recurva sebesar 2,510%,
dan F.variegata sebesar 1,895%. Sebelas jenis tumbuhan dominan tersebut, enam
diantaranya merupakan habitus pohon pakan yaitu ki dage, ki laban, hamirung,
F.variegata, ki mokla, dan kecapi. Owa jawa lebih banyak memakan jenis pohon
ki dage karena ketersediaan jenis ini cukup banyak di wilayah jelajahnya jika
dibandingkan dengan jenis pohon pakan yang lain. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pohon ki dage ditemukan sebanyak 27 pohon, ki laban sebanyak 12 pohon,
19
hamirung terdapat 12 pohon, F.variegata terdapat 4 pohon, kimokla sebanyak 17
pohon, dan kecapi sebanyak satu pohon (Gambar 5).
Foto: Hadi
Gambar 5 Buah ki dage (Bruinsmia styracoides).
Owa jawa selain mengkonsumsi buah juga memakan jenis tumbuhan bagian
daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa owa jawa mengkonsumsi daun
sebanyak 21%. Persentase ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan Ario (2011),
bahwa owa jawa di Pusat Rehabilitasi Blok Hutan Patiwel Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango memakan jenis tumbuhan bagian daun sebanyak 20,4%.
Daun yang dikonsumsi owa jawa tersebut hampir keseluruhan merupakan daun
muda. Jenis tumbuhan dominan yang banyak dikonsumsi bagian daunnya adalah
lolo (Scindapsus marantaefolium), Ficus sp., liana, hamerang (Ficus padana), ki
sereh (Cinnamomum porrectum), dan ki haji (Dysoxylum parasiticum). Persentase
masing-masing jenis tumbuhan tersebut dari total keseluruhan komposisi jenis
pakan adalah lolo sebesar 4,624%, Ficus sp., sebesar 2,264%, liana sebesar
2,464%, hamerang sebesar 2,155, ki sereh sebesar 2,15%, dan ki haji sebesar
2,036%.
Owa jawa lebih banyak makan daun dari jenis lolo (S.marantaefolium). Hal
ini dikarenakan lolo mudah dijumpai pada pohon ukuran tinggi. Lolo merupakan
salah satu jenis tumbuhan yang hidupnya menempel atau merambat pada batang
pohon yang berukuran tinggi, sehingga owa jawa lebih banyak makan lolo saat
berpindah dari pohon yang satu ke pohon yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh
kebiasaan owa jawa melakukan aktivitas makan merupakan selingan saat bergerak
atau bermain (Fleagle 1988 dalam Mahardika 2008) (Gambar 6). Lolo biasanya
menempel atau merambat pada pohon berukuran tinggi seperti huru (Litsea sp.),
jaha (Sloanea sp.), ki sereh (Cinnamomum porrectum), ki hiur (Castanopsis
20
javanica), ki mokla (Knema cinerea), ki tenjo (Vatica javanica), ki terong
(Schoutenia kunstleri), kopo (Eugenia densiflora), pasang (Quercus sp.), rasamala
(Altingia excelsa), renyung (Aporosa arborea), burunungul (Bridelia glauca), dan
puspa (Schima wallichi).
Foto: Soojung Ham
Gambar 6 Owa jawa sedang memakan daun lolo (Scindapsus marantaefolium).
Selain memakan buah dan daun, owa jawa juga memakan jenis tumbuhan
bagian bunga, yaitu sebesar 1,181% (Gambar 7). Persentase ini tidak jauh
berbeda dengan pernyataan Ario (2011), bahwa owa jawa di Pusat Rehabilitasi
Blok Hutan Patiwel Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memakan jenis
tumbuhan bagian bunga sebanyak 1,2%. Bagian bunga yang dimakan berasal dari
jenis cangkorek (Dinochloa scandens), ki sereh (Cinnamomum porrectum), puspa
(Schima wallichi), dan liana. Persentase masing-masing jenis tumbuhan tersebut
dari total keseluruhan komposisi pakan adalah cangkorek sebesar 0,679%, ki
sereh sebesar 0,231%, puspa sebesar 0,15%, dan liana sebesar 0,121%.
Foto: Hadi Foto: Hadi (a) (b)
Gambar 7 Jenis tumbuhan pakan owa jawa. Ket: (a) Cangkorek (Dinochloa scandens); (b) Ki sereh (Cinnamomum porrectum).
21
Tabel 2 Komposisi jenis pakan owa jawa
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Famili B (%) D (%) Bu (%) L (%) ∑ (%)
1. Kidage Bruinsmia styracoides
Styracaceae 17,820 - - - 17,820
2. Liana - 11,900 2,464 0,121 - 14,4803. Ficus Ficus sp. Moraceae 8,958 2,624 - - 11,5804. Ki laban Mussaenda
frondosa Rubiaceae 8,952 0,107 - - 9,058
5. Ficus Besar Ficus punctata Moraceae 8,035 - - - 8,0356. Hamirung Callicarpa
pentandra Verbenaceae 4,732 0,487 - - 5,219
7. Ficus Orange
Ficus sinuata Moraceae 4,834 - - - 4,834
8. Lolo Scindapsus marantaefolium
Araceae - 4,624 - - 4,624
9. Ki sereh Cinnamomum porrectum
Lauraceae 0,475 2,150 0,231 - 2,856
10. Ficus Kisigung
Ficus recurva Moraceae 2,510 - - - 2,510
11. Hamerang Ficus padana Moraceae 0,227 2,155 - - 2,38112. Ki haji Dysoxylum
parasiticum Meliaceae 0,165 2,036 - - 2,201
13. Ficus Pohon Ficus variegata Moraceae 1,895 0,155 - - 2,04914. Ki mokla Knema cinerea Myristicaceae 1,480 - - - 1,48015. Kecapi Sandorium
koetjapi Meliaceae 1,324 0,009 - - 1,333
16. Cangkorek Dinochloa scandens
Poaceae - 0,563 0,679 - 1,242
17. Ki hujan Engelhardia serrata
Juglandaceae 1,065 - - - 1,065
18. Kopi dengkung
Nyssa javanica Cornaceae 0,962 - - - 0,962
19. Pakis Keras - Polypodiaceae - 0,534 - - 0,53420. Burunungul Bridelia glauca Euphorbiaceae 0,267 0,255 - - 0,52221. Bambu Bambusa sp. Poaceae - 0,506 - - 0,50622. Epifit - - 0,473 - - 0,47323. Ki sampang Melicope
accedens Rutaceae - 0,430 - - 0,430
24. Asam Kandis
Garcinia dioica Clusiaceae 0,169 0,223 - - 0,393
25. Kiterong Schoutenia kunstleri
Tiliaceae - 0,389 - - 0,389
26. Daha/bayur Pterospermum javanicum
Sterculiaceae 0,359 - - - 0,359
27. Ficus Bulu Ficus annulata Moraceae 0,320 - - - 0,32028. Ki hiur Castanopsis
javanica Fagaceae 0,312 - - - 0,312
29. Ipis Kulit Decaspermum fruticosum
Melastomataceae 0,260 0,039 - - 0,300
30. Rasamala Altingia excelsa Hamamelidaceae - 0,292 - - 0,29231. Rotan Daemonorops
melannoch Arecaceae 0,272 - - - 0,272
22
Tabel 2 (Lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Famili B (%) D (%) Bu (%) L (%) ∑ (%)
32. Kuray Trema amboinensi
Ulmaceae - 0,253 - - 0,253
33. Ganitri Elaeocarpus ganitrus
Elaeocarpaceae 0,173 - - - 0,173
34. Bingbim Pinanga kuhlii Arecaceae 0,155 - - - 0,15535. Puspa Schima wallichi Theaceae - - 0,150 - 0,15036. Ki ronyok Castanopsis
acuminatissima Fagaceae - 0,129 - - 0,129
37. Huru Sintok Litsea sintoc Lauraceae 0,073 - - - 0,07338. Saray Caryota sp. Arecaceae 0,053 - - - 0,05339. Amis Kulit - - 0,039 - - 0,03940. Polyathia Polyalthia sp. Annonaceae 0,033 - - - 0,03341. Tereup Artocarpus
elasticus Moraceae - 0,026 - - 0,026
42. Suren Toona sureni Moraceae - 0,025 - - 0,02543. Beunying Ficus hispada Moraceae 0,023 - - - 0,02344. Dawolong Acalypha
wilkesiana Euphorbiaceae - 0,023 - - 0,023
45. Pasang Quercus sp. Fagaceae - 0,006 - - 0,00646. Semut Hymenoptera - - - 0,002 0,00247. Kokosan
Monyet Antidesma tetrandrum
Euphorbiaceae - 0,001 - - 0,001
Total 77,800 21,020 1,181 0,002 100Keterangan: B= Buah, D= Daun, Bu= Bunga, dan L=Lain-lain
Selain memakan jenis tumbuhan, owa jawa juga memakan serangga. Jenis
serangga yang dimakan oleh owa jawa adalah jenis semut yang berasal dari ordo
Hymenoptera dengan persentase yang sangat kecil yaitu 0,002% dari total
keseluruan komposisi pakan owa jawa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
Kappeler (1984) serta Supriatna dan Wahyono (2000) bahwa owa jawa selain
memakan bagian buah, daun dan bunga dari jenis tumbuhan, owa jawa juga
memakan serangga. Serangga merupakan salah satu sumber protein yang berguna
untuk kebutuhan aktivitas owa jawa (Ario & Masnur 2011). Owa jawa biasanya
memakan serangga pada pohon yang banyak terdapat sarang semut, selain itu
terkadang owa jawa memakan serangga yang sedang menggigit tubuhnya (Tabel
2).
5.3 Aktivitas Makan Owa Jawa
Total aktivitas makan owa jawa selama penelitian sebesar 24,1% dari total
aktivitas hariannya. Aktivitas tertinggi terjadi pada pagi hari yaitu antara pukul
23
11.00-14.00 sebesar 30,3%. Aktivitas makan terendah terjadi pada pukul kurang
dari 09.00 yaitu sebesar 17,8%, kemudian kembali meningkat pada pukul 09.00-
11.00 yaitu sebesar 26,1%, serta menurun kembali pada pukul lebih dari 14.00
yaitu sebesar 25,8%.
Owa jawa lebih banyak memakan buah dari seluruh sembaran temporal
aktivitas makannya. Pada pukul kurang dari 09.00 owa jawa memakan jenis pakan
bagian buah sebesar 79,70% dan daun 20,30%. Pada pukul 09.00 - 11.00 owa
jawa memakan jenis pakan bagian buah sebesar 68,68%, daun 31,31%, dan
serangga 0,01%. Pada pukul lebih dari 11.00 - 14.00 memakan jenis pakan bagian
buah sebesar 75,70%, daun 21,30%, dan bunga 3,10%. Sedangkan pada pukul
lebih dari 14.00 owa jawa memakan jenis buah sebesar 73,80%, daun 23,70%,
dan bunga 2,50% (Gambar 8).
Gambar 8 Sebaran temporal berdasarkan bagian jenis pakan yang dimakan owa
jawa.
Owa jawa bergerak aktif mencari makanan mulai dari pagi (setelah keluar
dari pohon tidur) sampai menjelang tidur. Perilaku owa jawa dalam mencari
makanan sangat bervariasi. Owa jawa mempunyai jalur tententu dalam mencari
makan. Owa jawa tidak selalu menempuh rute perjalanan yang sama pada satu
hari dengan hari lainnya, akan tetapi beberapa hari kemudian owa jawa akan
mengulangi rute yang ada.
Cara owa jawa memakan makanan yang tersedia di alam cukup bervariasi.
Beberapa cara yang dilakukan owa jawa saat makan antara lain duduk di cabang
pohon lalu tangannya mengambil makanannya satu persatu lalu memakannya,
satu tangan digunakan untuk menggantung dan tangan yang satu mengambil
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
<09.00 09.00-11.00 11.00-14.00 >14.00
79,70%68,68%
75,70% 73,80%
20,30%31,31%
21,30% 23,70%
3,10% 2,50%0,01%
Buah Daun Bunga Serangga
24
makanan, kedua tangannya digunakan untuk menarik pohon yang ada
makanannya kemudian mulutnya mengambil makanan, satu tangan dan satu kaki
digunakan untuk berpegangan, kaki yang satu lagi digunakan untuk menarik
cabang yang ada makanan kemudian mulutnya mengambil makanan (Fithriyani
2011). Selain itu perilaku makan sering kali merupakan selingan dari perilaku
bermain atau bergerak (Fleagle 1988 dalam Mahardika 2008).
5.4 Penggunaan Habitat berdasarkan Aktivitas Makan
Dalam kesehariannya, owa jawa mulai beraktivitas sejak matahari terbit
sampai matahari terbenam. Aktivitas owa jawa yang teramati selama penelitian
adalah makan, bergerak, istirahat, bermain, minum, dan beraktivitas sosial (Ario
2011). Owa jawa mencari makan berupa buah-buahan sebagai makanan utama
yaitu sebesar 77,8% dan sisanya dedaunan dari berbagai jenis pohon termasuk
daun liana yang banyak dijumpai merambat pada batang pohon, misalnya adalah
lolo (Scindapsus marantaefolium) yang sering dijumpai merambat pada pohon
rasamala (Altingia excelsa). Selain itu, dijumpai pula owa jawa makan bunga dan
serangga.
Owa jawa adalah satwa diurnal yang melakukan aktivitas hidupnya di atas
pohon (arboreal). Owa jawa lebih banyak menggunakan tajuk pohon dengan
ketinggian antara 10 m sampai 25 m (strata B). Menurut Kappeler (1981) tinggi
tajuk dalam wilayah jelajah owa jawa adalah sekitar 30 m (strata A). Owa jawa
jarang sekali menggunakan strata tajuk bagian C (5 m sampai 10 m), kecuali bila
owa jawa tersebut berada di tempat terbuka (Gambar 9).
Gambar 9 Persentase penggunaan strata tajuk oleh owa jawa.
26%
69%
5%
Strata AStrata BStrata C
25
Owa jawa menggunakan strata tajuk bagian A, strata B, dan strata C dalam
aktivitas makan. Kappeler (1981) menyatakan bahwa owa jawa menggunakan
tajuk hanya pada strata A, B, dan C. Owa jawa lebih banyak menggunakan
aktivitas makannya pada strata B yaitu sebesar 72,1%, strata A sebesar 24%,
strata C sebesar 3,7% (Gambar 10). Owa jawa terkadang makan jenis tumbuhan di
luar lapisan strata tersebut, yaitu saray (Caryota mitis) sebesar 0,053% dan
bingbim (Pinanga coronata) sebesar 0,155%. Tinggi tumbuhan jenis saray dan
bingbim yang sering dimakan owa jawa berkisar 2 – 5 meter.
Gambar 10 Penggunaan strata tajuk berdasarkan aktivitas makan.
Pohon yang digunakan untuk aktivitas makan dapat digolongkan menjadi
dua macam yaitu pohon sumber pakan dan pohon tempat makan. Pohon sumber
pakan merupakan jenis pohon yang dimanfaatkan beberapa bagiannya sebagai
pakan seperti buah, daun, dan bunga. Sedangkan pohon tempat makan merupakan
jenis pohon yang digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas makan. Pada
pohon tempat makan terdapat tumbuhan pakan owa jawa seperti lolo (Scindapsus
marantaefolium), ficus, liana, dan epifit.
Pada pemanfaatan pohon sumber pakan dan pohon tempat makan di setiap
strata tajuk mempunyai persentase yang berbeda. Pada strata tajuk A sebanyak
19,2% digunakan sebagai tempat makan dan 4,8% digunakan sebagai pohon
sumber pakan. Strata tajuk B sebanyak 33,8% digunakan sebagai pohon sumber
pakan dan 38,3% digunakan sebagai tempat makan. Sedangkan strata tajuk C
seluruhnya digunakan sebagai pohon sumber pakan yaitu sebesar 3,7% (Gambar
11).
24%
72,1%
3,7%
Strata A
Strata B
Strata C
26
Gambar 11 Penggunaan strata tajuk berdasarkan aktivitas makan pada pohon
sumber pakan dan pohon tempat makan.
Ketika mencari makan, owa jawa biasanya melakukan pergerakan dan
perpindahan dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Owa jawa berpindah dari
pohon yang satu ke pohon lain untuk mencari pakan dipengaruhi oleh luas
wilayah jelajah yang luas serta kebiasaan owa jawa yang cenderung mengontrol
wilayah jelajahnya. Kegiatan mengontrol wilayah jelajahnya dapat terlihat pada
saat aktivitas makan. Hal ini terlihat saat owa jawa makan di pohon ki dage
(Bruinsmia styracoides). Owa jawa hanya memakan buah matang dalam jumlah
yang cukup, kemudian meninggalkan pohon tersebut dan makan pada pohon ki
dage lainnya.
Owa jawa bergerak dari tajuk pohon pakan yang satu ke tajuk pohon
pakan lainnya dapat menempuh jarak rata-rata 7,24 m/menit. Dari rata-rata
pergerakan tersebut, remaja dan dewasa lebih lambat dibandingkan dengan anak
owa jawa. Laju pergerakan remaja dan dewasa hanya mencapai 5-6 m/menit
sedangkan anak owa jawa dapat mencapai lebih dari 9 m/menit. Hal ini
dikarenakan anak owa jawa lebih jarang melakukan aktivitas makan dibandingkan
owa jawa dewasa yaitu hanya mencapai 19,8 % dari total aktivitas hariannya.
Selain itu, anak owa jawa lebih cepat berpindah dari pohon pakan yang satu ke
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Strata A Strata B Strata C
4,8%
33,8%
3,7%
19,2%
38,3%
0%
Pohon Sumber Pakan Pohon Tempat Makan
27
pohon pakan lainnya karena ukuran tubuhnya lebih kecil sehingga pergerakannya
lebih cepat dan mudah (Gambar 12).
Gambar 12 Laju pergerakan owa jawa dalam mencari makan.
Owa jawa menggunakan 283 pohon dalam aktivitas makan. Dari 283 pohon
tersebut, 130 pohon diantaranya merupakan pohon sumber pakan bagi owa jawa,
sedangkan 153 pohon merupakan pohon tempat makan. Dari 130 pohon sumber
pakan tersebut didominasi oleh tumbuhan jenis ki dage yaitu sebanyak 27, ki
mokla sebanyak 17, hamirung sebanyak 12, dan 74 lainnya merupakan pohon
pakan lainnya. Sedangkan 153 pohon yang dijadikan sebagai tempat makan
merupakan kumpulan dari jenis-jenis pohon yang dililiti atau dirambati jenis
tumbuhan yang dijadikan sebagai tumbuhan pakan owa jawa. Dari 153 pohon
tersebut 54 diantaranya merupakan jenis liana yang dijadikan sebagai sumber
pakan owa jawa yang melilit atau menempel pada beberapa batang pohon, 28
diantaranya merupakan jenis lolo, 24 merupakan jenis Ficus sp., dan 47 sisanya
merupakan beberapa jenis tumbuhan pakan yang menempel pada beberpa jenis
pohon (Gambar 13).
5,635,05
5,97
9,74 9,82
7,24
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Dewasa Jantan
Dewasa Betina
Remaja Betina
Anak Betina
Anak Jantan
Rata-rata
Jarak (m/menit)
Dewasa Jantan
Dewasa Betina
Remaja Betina
Anak Betina
Anak Jantan
Rata-rata
28
Gambar 13 Sketsa persebaran pohon pakan owa jawa.
5.5 Pengunaan Tajuk Pohon saat Makan
Tajuk pohon memegang peranan penting dalam kehidupan owa jawa,
karena hampir dalam sepanjang hidupnya owa jawa hidup di tajuk pohon. Owa
jawa menggunakan tajuk pohon salah satunya adalah untuk aktivitas makan.
Dalam pemanfaatan tajuk pohon, owa jawa mempunyai variasi tersendiri saat
makan.
Dari hasil pengamatan pada salah satu kelompok owa jawa yang terdiri dari
empat individu, variasi makan owa jawa pada satu tajuk pohon adalah sendirian,
berdua, bertiga, dan berempat. Dari variasi tersebut owa jawa cenderung makan
secara sendirian yaitu sebesar 34,4%, makan secara berduaan sebesar 31,2%,
makan bertiga sebesar 30,7%, dan makan secara berkelompok atau berempat yaitu
sebesar 3,7% (Gambar 14). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun owa jawa
hidup berkelompok, akan tetapi dalam penggunaan tajuk pohon saat aktivitas
makan tidak selalu bersamaan (secara berkelompok).
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
0 500 1000 1500 2000
Gar
is tr
anse
k Y
(met
er)
Garis transek X (meter)
Series1 Pohon pakan
29
Gambar 14 Kebersamaan owa jawa saat makan dalam satu tajuk pohon.
Owa jawa lebih sering terlihat makan sendiri dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Salah satu faktor yang sering ditemui di lapangan adalah ketika
berpindah dari pohon yang satu ke pohon yang lain dan menemukan sumber
pakan, owa jawa tersebut langsung memakannya tanpa menunggu individu owa
jawa yang lainnya. Selain itu, faktor yang lain adalah pada tajuk pohon tidak
menyediakan sumber pakan yang banyak. Owa jawa makan sendirian biasanya
ditemui pada pohon yang digunakan sebagai tempat makan yaitu ditemui pada
pohon yang terdapat jenis tumbuhan lolo, liana, dan epifit. Struktur umur owa
jawa yang sering dijumpai sendirian adalah dewasa betina dan remaja betina
(Gambar 15). Hal ini disebabkan oleh dewasa betina lebih sering makan serta
cenderung menunjukkan wilayah teritorinya (Kappeler 1984) dan sedangkan
remaja betina sedang terjadi proses penyapihan dari kelompoknya.
Gambar 15 Persentase variasi makan owa jawa secara sendirian saat aktivitas
makan pada satu tajuk pohon.
0,05,0
10,015,020,025,030,035,040,0
Sendirian Berdua Bertiga Berempat
Pers
enta
se
Variasi makan owa jawa
05
10152025303540
Dewasa jantan Dewasa betina Remaja betina Anak betina
Pers
enta
se
Struktur umur owa jawa
30
Owa jawa makan berdua pada satu tajuk pohon memiliki pasangan yang
bervariasi. Owa jawa yang lebih sering berada pada satu tajuk pohon saat aktivitas
makan dilakukan oleh dewasa betina dan anak betina. Hal ini disebabkan anak
owa jawa yang umumnya sering bersama induknya dan belum memiliki wilayah
jelajah tersendiri (Kappeler 1984). Sedangkan owa jawa yang jarang berdua dalam
satu tajuk pohon saat aktivitas makan adalah dewasa jantan dan remaja betina
(Gambar 16). Hal ini disebabkan dewasa jantan lebih jarang makan dan sering
banyak menjaga wilayah teritorinya (Kappeler 1984) dan remaja betina sedang
terjadi proses penyapihan secara alami sehingga lebih jarang makan bersama.
Gambar 16 Persentase variasi makan owa jawa secara berduaan saat aktivitas
makan pada satu tajuk pohon.
Owa jawa makan bertiga dalam satu tajuk lebih sering dilakukan oleh anak
betina, dewasa jantan, dan dewasa betina (Gambar 17). Hal ini disebabkan oleh
remaja betina jarang makan bersama karena dalam proses penyapihan secara
alami. Remaja betina ketika ingin ikut makan bersama dalam satu tajuk pohon
sering kali diusir oleh dewasa betina (induk) sehingga remaja betina lebih banyak
menunggu di pohon lain di sekitar pohon pakan.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Dewasa jantan dan
dewasa betina
Dewasa jantan dan anak betina
Dewasa jantan dan
remaja betina
Dewasa betina dan anak betina
Dewasa betina dan
remaja betina
Remaja betina dan anak betina
Pers
enta
se
Struktur umur owa jawa
31
Gambar 17 Persentase variasi makan owa jawa secara bertiga saat aktivitas
makan pada satu tajuk pohon.
Owa jawa jarang terlihat makan secara berkelompok dalam satu tajuk pohon
yaitu hanya sebesar 3,7% dari total waktu makannya. Salah satu penyebabnya
adalah salah satu individu owa jawa sedang dalam proses penyapihan yaitu remaja
betina, sehingga jarang sekali terlihat secara bersamaan. Selain itu, terkadang
salah satu anggota dari kelompok tersebut yaitu dewasa jantan sedang mengawasi
dari serangan musuh pada saat individu owa jawa yang lain sedang makan.
Setiap individu owa jawa menyukai ruang tajuk pohon yang berbeda serta
posisi tubuh yang berbeda saat melakukan aktivitas makan. Posisi tubuh owa jawa
pada saat makan dibedakan menjadi dua yaitu duduk dan menggantung. Ketika
duduk bagian pantatnya diletakkan pada cabang kemudian kedua atau salah satu
tangannya mengambil makanan lalu memakannya. Sedangkan pada saat
menggantung salah satu tangannya digunakan untuk berpegangan dan bagiaan
tubuhnya tanpa sandarkan, kemudian salah satu tangannya digunakan untuk
mengambil makanan kadang juga dibantu oleh kedua atau salah satu kakinya
(Fithriyani 2011) (Gambar 18).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Dewasa jantan, dewasa
betina, dan remaja betina
Dewasa jantan, dewasa
betina, dan anak remaja
Dewasa betina, anak
betina, dan remaja betina
Dewasa jantan, anak
betina, dan remaja betina
Pers
enta
se
Struktur umur owa jawa
32
Foto: Soojung Ham Foto: Soojung Ham
(a) (b) Gambar 18 Posisi tubuh owa jawa saat makan. Ket: (a) Duduk; (b) Menggantung.
Anak Betina
Individu anak betina yang teramati menggunakan 17 jenis pohon pada saat
aktivitas makan, baik dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan maupun
dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan (Gambar 19). Dari 17 jenis tersebut
jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan lebih besar yaitu
sebesar 64,5% jika dibandingkan dengan pohon yang dimanfaatkan sebagai pohon
tempat makan yaitu sebesar 35,5%.
Pohon dominan yang dimanfaatkan oleh anak betina owa jawa sebagai
pohon sumber pakan adalah pohon hamirung, ki dage, dan ki sereh. Persentase
dari masing-masing pohon tersebut dari total pemanfaatan tajuk berdasarkan
aktivitas makan anak betina adalah hamirung sebesar 21%, ki dage 19%, dan ki
sereh sebesar 9.3%. Jenis-jenis pohon tersebut mendominasi pohon yang
dimanfaatkan sebagai sumber pakan dikarenakan pohon tersebut merupakan
pohon penyedia buah. Hal ini karena owa jawa merupakan satwa pemakan buah
atau frugivora (Kappeler 1984).
Pohon dominan yang dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan adalah ki
hiur, rasamala, dan ki hujan. Persentase masing-masing pohon tersebut dari total
pemanfaatan tajuk berdasarkan aktivitas makan oleh anak betina adalah ki hiur
sebesar 13,9%, rasamala sebesar 7,9%, dan ki hujan sebesar 5,9%. Ketiga jenis
pohon ini dirambati atau dililiti jenis tumbuhan yang merupakan salah satu pakan
preferensi bagi anak betina owa jawa. Jenis tumbuhan yang biasa menempel pada
jenis-jenis pohon tersebut adalah Ficus sp., lolo, dan liana. Selain itu strata tajuk
33
dari ketiga pohon tersebut cukup tinggi, sehingga owa jawa lebih sering berada
pada pohon tersebut.
Dari 17 jenis pohon yang dimanfaatkan oleh anak betina saat makan,
terdapat tiga jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan sekaligus
sebagai tempat makan yaitu kimokla, kihiur, dan kilaban. Namun, dari ketiga jenis
pohon tersebut pada saat dijadikan sebagai pohon tempat makan, jarang sekali
terlihat sekaligus makan dari bagian pohonnya. Dari ketiga pohon tersebut, pohon
ki mokla dan pohon ki laban lebih sering dijadikan pohon sebagai sumber pakan,
karena pohon tersebut merupakan pohon penyedia buah. Hal ini dikarenakan buah
merupakan pakan kesukaan owa jawa pada umumnya. Sedangakn pohon ki hiur
lebih banyak dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan. Bagian yang
dimanfaatkan pada pohon ini adalah daun. Selain itu, pohon ki hiur lebih banyak
terdapat jenis tumbuhan pakan preferensi owa jawa anak betina yang merambat
pada pohon tersebut. Jenis tumbuhan pakan yang sering ditemui merambat pada
pohon ki hiur adalah liana dan epifit.
Gambar 19 Persentase pemanfaatan pohon pakan dan tempat makan pada anak
betina.
0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0
HamerangKiserehKidage
RenyungPasangPuspa
BurunungulFicus Pohon
KilabanBayurBihbir
KihujanKimokla
KihiurHamirung
Huru TalesRasamala
Persentase
Jeni
s Poh
on
Tempat Makan
Pohon Pakan
34
Individu anak betina lebih sering menempati ruang tajuk bagian CII baik
secara horizontal dan vertikal, yaitu sebesar 21,1% dari total pemanfaatan ruang
tajuk pada pohon sumber pakan. Pada bagian ruang tajuk ini anak betina lebih
sering terlihat pada pohon sumber pakan penghasil buah, yaitu pohon ki dage. Hal
ini disebabkan oleh pakan yang tersedia pada pohon sumber pakan terdapat di
ujung-ujung tajuk, sehingga anak betina lebih sering terlihat pada ruang tajuk
tersebut.
Pada tajuk pohon yang hanya digunakan sebagai pohon tempat makan, owa
jawa lebih sering terlihat pada ruang tajuk AIII. Persentase pemilihan ruang tajuk
tersebut dari total pemilihan raung tajuk adalah 20,3%. Pemilihan ruang tajuk
bagian AIII ini disebabkan oleh jenis tumbuhan pakan yang sering dikonsumsi
oleh anak betina lebih banyak merambat atau melilit pada batang utama, tetapi
jenis tumbuhan pakan ini hanya sampai pada bagian tajuk pohon bagian bawah.
Jenis tumbuhan yang sering melilit atau menempel adalah lolo, pakis keras, liana
dan epifit. Sedang jenis pohon yang sering dirambati adalah rasamala (Gambar
20).
(a) (b)
Gambar 20 Preferensi ruang tajuk anak betina saat makan. Ket: (a) Pohon sumber pakan; (b) Pohon tempat makan.
Pada umumnya anak betina pernah menempati seluruh bagian ruang tajuk
pohon saat aktivitas makan. Akan tetapi, terdapat ruang tajuk tertentu yang
menjadi preferensi saat melakukan aktivitas makan. Hal ini dapat disebabkan oleh
35
adanya ketersediaan pakan dalam ruang tersebut. Selain itu, dapat disebabkan oleh
banyaknya individu dalam satu tajuk pohon. Hal ini dapat menyebabkan mobilitas
owa jawa dalam tajuk pohon berkurang sehingga owa jawa cenderung menempati
bagian ruang tajuk yang disukai secara terus menerus.
Ketersediaan pakan pada ruang tajuk dapat mempengaruhi posisi tubuh saat
makan. Posisi tubuh anak betina saat makan lebih banyak menggantung daripada
duduk. Posisi tubuh saat menggantung sebesar 69,2% sedangkan posisi tubuh saat
duduk sebesar 30,8%. Posisi tubuh anak betina menggantung lebih dominan
disebabkan oleh pakan yang tersedia biasanya pada ranting-ranting yang
berukuran kecil serta kondisi yang lentur, sehingga lebih memungkinkan dalam
kondisi menggantung saat makan. Posisi tubuh menggantung lebih sering terlihat
pada ruang tajuk bagian AI, AII, AIII, BI, CII, dan CIII (Gambar 21).
Gambar 21 Persentase kesukaan anak betina pada ruang tajuk pohon.
Anak betina owa jawa menggunakan empat model arsitektur pohon saat
aktivitas makan. Model arsitektur pohon tersebut adalah model attims, massart,
rauh, dan scarrone. Dari empat model arsitektur tersebut lama aktivitas makan
anak betina paling banyak dijumpai pada model arsitektur attims yaitu sebesar
49,9% sedangkan pada model arsitektur rauh sebesar 34,3%, scarrone sebesar
8,3%, dan massart sebesar 3,6% (Gambar 22).
Model arsitektur attims mendominasi dari arsitektur lainnya dikarenakan
pada model arsitektur pohon ini terdapat pohon sumber pakan yang menjadi
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
Pers
enta
se
Ruang tajuk pohon
Duduk
Menggantung
Total
36
preferensi bagi anak betina yaitu pohon ki dage. Selain itu, jumlah pohon pada
model attims lebih banyak dibandingkan dengan model arsitektur lainnya yaitu
sebanyak dua belas jenis. Jenis-jenis pohon tersebur yaitu hamerang, ki sereh, ki
dage, renyung, pasang, puspa, burunungul, ficus pohon, ki laban, bayur, bihbir,
dan ki hujan.
Gambar 22 Persentase lama makan anak betina pada tajuk menurut model
arsitektur pohon.
Anak Jantan
Anak jantan owa jawa menggunakan 23 jenis pohon yang digunakan dalam
aktivitas makan (Gambar 23). Dari 23 jenis pohon tersebut, pohon yang
dimanfaatkan sebagai sumber pakan lebih besar jika dibandingkan dengan pohon
yang hanya dijadikan sebagai pohon tempat makan yaitu 52,1% dan 47,9%.
Pohon dominan yang dijadikan sebagai pohon sumber pakan adalah ki
laban, F.punctata, dan ki dage. Persentase masing-masing pohon tersebut dari
total aktivitas makan pada tajuk pohon adalah ki laban sebesar 23,7%, F.punctata
sebesar 6,1%, dan ki dage sebesar 4,4%. Jenis-jenis pohon tersebut mendominasi
dari total keseluruhan pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan
dikarenakan pohon tersebut merupakan pohon penyedia buah. Hal ini dikarenakan
buah merupakan pakan preferensi bagi owa jawa pada umumnya (Kappeler 1984).
Selain itu, pada pohon tersebut cukup banyak menyediakan jumlah pakan (sedang
berbuah) sehingga anak jantan lebih suka berlama-lama dalam pohon tersebut.
Pohon yang dijadikan sebagai pohon tempat makan didominasi oleh ki haji,
rasamala, dan pasang, dengan persentase berturut-turut 15,6%, 13,8%, dan 12,4%.
Ketiga pohon ini mendominasi sebagai tempat makan karena pada pohon tersebut
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
Attims Massart Rauh Scarrone
Pers
enta
se
Model arsitektur
37
banyak terdapat Ficus spp. yang merupakan penyedia buah bagi owa jawa. Pada
pohon ki haji jenis ficus yang sering dimakan oleh anak jantan adalah ficus orange
(Ficus sinuata). Ficus ini merupakan jenis pakan yang disukai anak jantan owa
jawa. Hal ini dikarenakan pada pohon ki haji tersebut ficus yang ada buahnya
cukup banyak dan siap untuk dikonsumsi. Sedangkan pada rasamala jenis ficus
yang sering dimakan adalah Ficus punctata dan pada pohon puspa jenis pakan
yang sering dimakan adalah jenis lolo, liana, dan epifit.
Gambar 23 Persentase pemanfaatan pohon pakan dan pohon tempat makan pada
anak jantan.
Pohon yang dijadikan sebagai sumber pakan dan sekaligus menjadi tempat
makan yaitu puspa, ki haji, rasamala, dan pasang. Pohon puspa lebih banyak
0,0 10,0 20,0 30,0
SurenBurunungul
Kopi dengkungHamerang
ki dageKokosan Monyet
PuspaPasangKi haji
Ipis KulitFicus Pohon
Ki labanKi terong
KawoyangDawolong
PoliatiaKi moklaSaninten
HamerungSanintenKi hiur
RasamalaBambu
Persentase
Jeni
s poh
on
Tempat Makan
Pohon Pakan
38
dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan, sedangkan pohon ki haji, rasamala,
dan pasang lebih banyak dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan. Hal ini
dikarenakan pada pohon puspa anak jantan lebih banyak memakan bunga.
Sedangkan pada jenis ki haji, rasamala dan puspa lebih banyak dijadikan sebagai
tempat makan karena terdapat jenis tumbuhan yang menempel atau merambat
pada jenis pohon tersebut merupakan salah satu pakan preferensi bagi anak jantan,
salah satunya adalah Ficus sinuata.
Individu anak jantan lebih sering menempati ruang tajuk bagian AII baik secara
horizontal dan vertikal, yaitu sebesar 24,6% dari total pemanfaatan ruang tajuk
pada pohon tempat makan. Hal ini disebabkan pakan yang tersedia di pohon itu
berasal dari jenis tumbuhan pakan yang cenderung menempel pada batang. Jenis
tumbuhan pakan yang sering dimanfaatkan pada ruang tajuk ini adalah F.sinuata
serta bagian tumbuhan yang dimanfaatkan adalah buah, sedangkan pohon yang
dijadikan sebagai pohon tempat makan adalah ki haji (Dysoxylum parasiticum).
Ruang tajuk yang sering dimanfaatkan oleh anak jantan pada pohon sumber
pakan adalah CII yaitu sebesar 19,3% dari total pemanfaatan ruang tajuk. Pada
bagian ruang tajuk ini anak jantan lebih sering terlihat pada pohon sumber pakan
penghasil buah, yaitu pohon ki laban. Hal ini disebabkan oleh pakan yang tersedia
pada pohon sumber pakan terdapat di ujung-ujung tajuk, sehingga anak jantan
lebih sering terlihat pada ruang tajuk tersebut. Selain itu dapat disebabkan pula
preferensi pakan anak jantan adalah pohon ki laban (Gambar 24).
(a) (b)
Gambar 24 Preferensi ruang tajuk anak jantan saat makan. Ket: (a) Pohon tempat makan; (b) Pohon sumber pakan.
39
Anak jantan owa jawa pada umumnya menempati semua ruang tajuk dalam
aktivitas makan. Akan tetapi, terdapat ruang tajuk tertentu yang menjadi
preferensi saat melakukan aktivitas makan. Hal ini dapat disebabkan adanya
ketersediaan pakan dalam ruang tersebut. Ruang tajuk yang paling disukai anak
jantan adalah ruang tajuk bagian AII, sedangkan ruang tajuk yang jarang
dimanfaatkan saat makan adalah ruang tajuk bagian CI (Gambar 25). Ruang tajuk
bagian CI lebih jarang dimanfaatkan karena pada ruang tajuk ini ketersediaan
pakan lebih sedikit.
Anak jantan owa jawa lebih sering terlihat menggantung daripada duduk.
Perbandingan persentase posisi menggantung dan posisi tubuh duduk yaitu
persentase 58,4% dan 41,6%. Posisi tubuh saat menggantung lebih sering terlihat
pada ruang tajuk AII, AIII, BIII, CII, dan CIII. Hal ini dikarenakan pada ruang
tajuk ini banyak terdapat buah yang dikonsumsi serta kondisi cabang relatif lentur.
Menurut Grand (1972) pada saat makan di ujung tajuk ukuran cabang yang relatif
kecil Hylobatidae lebih banyak terlihat menggantung.
Gambar 25 Persentase kesukaan anak jantan pada ruang tajuk pohon.
Individu anak jantan owa memanfaatkan empat model arsitektur pohon saat
makan. Model arsitektur pohon tersebut meliputi attims, massart, rauh, dan
scarrone. Persentase masing-masing arsitektur pohon yang digunakan tersebut
adalah attims sebesar 79%, massart sebesar 1,4%, rauh sebesar 4,6%, dan
scarrone sebesar 14,9% (Gambar 26).
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
Pers
enta
se
Ruang tajuk pohon
Duduk
Menggantung
Total
40
Model arsitektur attims lebih banyak digunakan oleh anak jantan saat
aktivitas makan. Hal ini dikarenakan pada model arsitektur attims terdapat jenis
pohon preferensi pakan owa jawa yaitu ki dage. Selain itu, jumlah jenis pohon
yang tergolong dalam arsitektur attims lebih banyak dibandingkan dengan model
arsiterktur pohon lainnya. Jenis pohon yang digunakan untuk aktivitas makan
tersebut adalah suren, burunungul, kopi dengkung, hamerang, ki dage, kokosan
monyet, puspa, pasang, ki haji, ipis kulit, ki laban, ki terong, dan kawoyang.
Gambar 26 Persentase lama makan anak jantan pada tajuk menurut model
arsitektur pohon.
Remaja Betina
Remaja betina owa jawa menggunakan 29 jenis pohon sebagai sumber
pakan maupun sumber pakan (Gambar 27). Dari dua puluh sembilan jenis pohon
tersebut, 15 jenis pohon dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan, sedangkan 14
jenis pohon dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan. Dalam pemanfaatan
ruang tajuk, remaja betina lebih sering menggunakan pohon sebagai sumber
pakan jika dibandingkan dengan penggunaan pohon sebagai pohon tempat makan.
Hal ini ditunjukkan dengan persentase penggunaan pohon sebagai sumber pakan
sebesar 50,8% dan pohon yang dijadikan sebagai pohon tempat makan sebesar
49,2%.
Pohon dominan yang dimanfaatkan oleh remaja betina sebagai pohon
sumber pakan adalah ki dage, ki sereh, dan hamerang. Persentase masing-masing
dari pohon tersebut yaitu ki dage sebesar 26,13%, ki sereh sebesar 6,07%, dan
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
Attims Massart Rauh Scarrone
Pers
enta
se
Model arsitektur
41
hamerang sebesar 5,13%. Pohon ki dage menjadi pohon sumber pakan lebih
dominan dari pohon yang lainnya, karena merupakan pohon penghasil buah yang
merupakan pohon pakan preferensi bagi remaja betina.
Gambar 27 Persentase pemanfaatan pohon pakan dan pohon tempat makan remaja
betina.
Pohon dominan yang dimanfaatkan oleh remaja betina sebagai pohon tempat
makan adalah rasamala, ki mokla, dan ki haji. Persentase masing-masing dari
pohon tersebut adalah rasamala sebesar 22,3%, ki mokla 6,1%, dan ki haji 4,4%.
Ketiga pohon tersebut mendominasi sebagai tempat makan karena selain ukuran
pohon yang tinggi juga merupakan pohon yang paling banyak terdapat jenis
0 5 10 15 20 25 30
Beunying
Tereup
Ki tenjoKi haji
Jirak
Asam Kandis
GanitriIpis Kulit
Kuray
KilabanHamirung
Ki terong
Hamerang
Ki serehKi dage
Acer laurinum
Burunungul
Ki bayawakKi haruman
Ki hiur
Ki hujanKi mokla
Ki sampang
Kopo
PasangPongrang
Rasamala
RenyungSuren
Persentase
Jeni
s Poh
on
Tempat Makan
Pohon Pakan
42
tumbuhan pakan owa jawa. Jenis tumbuhan pakan yang paling sering terdapat
pada pohon rasamala adalah lolo, ficus besar, pakis keras, liana, dan epifit.
Dari 29 jenis pohon yang dimanfaatkan oleh remaja betina saat makan,
terdapat lima jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan
sekaligus pohon tempat makan. Jenis-jenis pohon tersebut adalah ki haji, tereup,
ki terong, ki sereh, dan ki dage. Pohon tereup dan pohon ki haji lebih sering
dijadikan sebagai pohon tempat makan daripada dijadikan sebagai pohon sumber
pakan. Hal ini dikarenakan remaja betina owa jawa lebih banyak makan jenis
tumbuhan pakan yang menempel atau merambat pada kedua pohon tersebut. Jenis
tumbuhan pakan yang sering merambat pada kedua pohon tersebut adalah jenis
liana. Sedangkan pohon ki dage, ki sereh, dan ki terong merupakan pohon yang
lebih sering dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan daripada dimanfaatkan
sebagai tempat makan. Hal ini dikarenakan dari ketiga pohon tersebut jarang
dirambati atau dililiti oleh jenis tumbuhan pakan owa jawa.
Individu remaja betina lebih sering menempati ruang tajuk pohon bagian
AIII jika dilihat secara horizontal maupun vertikal pada pohon yang digunakan
sebagai tempat makan. Individu remaja betina menempati bagian ruang tajuk
pohon bagian AIII sebesar 20,6% dari total penggunaan seluruh ruang tajuk pada
saat aktivitas makan. Pemilihan ruang tajuk pohon ini lebih sering terlihat pada
pohon rasamala. Hal ini disebabkan oleh kondisi tajuk pohon yang tinggi dan
lebar serta banyak terdapat jenis tumbuhan pakan yang berada pada pohon
tersebut. Jenis tumbuhan pakan biasanya merambat pada batang utama, sehingga
remaja betina owa jawa lebih sering terlihat pada ruang tajuk tersebut. Selain itu,
terdapat jenis tumbuhan pakan yang merupakan preferensi bagi remaja betina owa
jawa yaitu ficus besar (Ficus punctata).
Remaja betina lebih sering menempati ruang tajuk bagian CIII jika dilihat
dari horizontal maupun vertikal yaitu sebesar 14,7% dari total seluruh
pemanfaatan ruang tajuk pada pohon sumber pakan. Pemilihan ruang tajuk pohon
CIII lebih sering terlihat pada pohon ki dage. Hal ini disebabkan karena ki dage
merupakan pohon sumber pakan penyedia buah yang merupakan preferensi pakan
bagi owa jawa. Selain itu dapat disebabkan oleh posisi buah pada ruang tajuk
pohon lebih banyak di ujung tajuk pohon (Gambar 28).
43
(a) (b) Gambar 28 Preferensi ruang tajuk remaja betina saat makan. Ket: (a) Pohon
tempat makan; (b) Pohon sumber pakan.
Individu remaja betina secara keseluruhan menempati seluruh bagian ruang
tajuk pohon pada saat melakukan aktivitas makan. Namun dari seluruh bagian
ruang tajuk yang ada, terdapat bagian ruang tajuk tertentu yang menjadi preferensi
remaja betina pada saat makan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan pakan
pada ruang tajuk tersebut.
Ketersediaan pakan pada bagian ruang tajuk pohon dapat mempengaruhi
posisi tubuh remaja betina owa jawa saat melakukan aktivitas makan. Posisi
tubuh betina owa jawa lebih sering terlihat menggantung daripada duduk dengan
persentase masing-masing 58,8% dan 41,2%. Remaja betina owa jawa lebih
sering terlihat menggantung pada ruang tajuk bagian AIII, BII, BIII, dan CIII. Hal
ini disebabkan oleh kebiasaan owa jawa yang cenderung menggantung dan
kondisi cabang yang relatif lentur sehingga tidak memungkinkan untuk duduk.
Sedangkan posisi duduk remaja betina cenderung menempati ruang tajuk pohon
bagian AI, AII, BI, CI, dan CII. Pada bagian ruang tajuk ini ranting atau cabang
pohon lebih kuat sehingga memungkinkan untuk posisi duduk (Gambar 29).
Gambar 29 Persentase kesukaan remaja betina pada ruang tajuk pohon.
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
Pers
enta
se
Ruang tajuk pohon
Duduk
Menggantung
Total
44
Remaja betina memanfaatkan empat model arsitektur pohon saat melakukan
aktivitas makan. Model arsitektur pohon yang digunakan adalah attims, massart,
rauh, dan scarrone. Persentase penggunaan setiap arsitektur yaitu attims sebesar
64,9%, scarrone 22,4%, rauh 5,4%, dan massart 7,3% (Gambar 30).
Model arsitektur attims mendominasi dari model arsitektur pohon lainnya.
Hal ini dikarenakan pada model arsitektur pohon attims terdapat pohon sumber
pakan yang menjadi preferensi bagi remaja betina yaitu ki dage. Selain itu, model
arsitektur attims mencakup tiga belas jenis pohon yang digunakan untuk aktivitas
makan remaja betina. Jenis-jenis pohon model arsitektur attims yang digunakan
dalam aktivitas makan remaja betina adalah ki dage, beunying, ki tenjo, ki haji,
ganitri, kuray, hamerang, ki sereh, huru kapas, burunungul, pasang, renyung,
suren, jirak, ipis kulit, ki laban, ki terong, ki haruman, ki hujan, kopo, dan
pongrang.
Gambar 30 Persentase lama makan remaja betina pada tajuk menurut model
arsitektur pohon.
Dewasa Jantan
Individu dewasa jantan menggunakan 24 jenis pohon dalam aktivitas
makan, baik sebagai pohon sumber pakan maupun sebagai tempat makan
(Gambar 31). Dewasa jantan lebih banyak menggunakan pohon sebagai pohon
tempat makan yaitu sebesar 45,3% dari pada sebagai pohon sumber pakan yaitu
sebesar 54,7%.
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
Attims Massart Rauh Scarrone
Pers
enta
se
Model arsitektur
45
Pohon dominan yang dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan adalah
pohon rasamala, pasang, dan ki haji. Persentase dari masing-masing pohon
tersebut berdasarkan aktivitas makan adalah rasamala sebesar 23,3%, pasang
sebesar 15,3%, dan ki haji sebesar 14%. Ketiga pohon tersebut lebih sering
digunakan karena terdapat beberapa jenis tumbuhan pakan owa jawa seperti ficus
besar, lolo, liana, ficus orange (Ficus sinuata), dan epifit.
Pohon dominan yang dimanfaatkan oleh remaja jantan sebagai pohon
sumber pakan adalah pohon ki dage, ki laban, dan ki sereh. Persentase masing-
masing pohon tersebut dari total pemanfaatan tajuk berdasarkan aktivitas makan
adalah ki dage sebesar 16,85%, ki laban sebesar 9,65%, dan ki sereh sebesar
5,05%. Hal ini disebabkan keberadaan dari ketiga jenis pohon tersebut cukup
banyak di wilayah jelajahnya dibandingkan dengan pohon sumber pakan yang
lain.
Gambar 31 Persentase pemanfaatan pohon sumber pakan dan pohon tempat
makan dewasa jantan.
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
SurenIpis KulitKi mokla
KurayBurunungulKi sampang
Kopi DengkungHamirung
Ki hajiKi serehKi labanKi dage
BihbirHuruJaha
JengkotKi bayawak
Ki hiurKi ronyok
Kokosan MonyetPasangPuspa
RasamalaSaninten
Persentase
Jeni
s Poh
on
Tempat makanPohon pakan
46
Dari 24 jenis pohon yang dimanfaatkan oleh dewasa jantan saat makan,
terdapat tiga jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan sekaligus
sebagai tempat makan. Jenis-jenis pohon tersebut adalah ki haji, burunungul, dan
ki mokla. Ketiga pohon tersebut lebih sering dimanfaatkan sebagai pohon tempat
makan jika dibandingkan dengan pohon sebagai sumber pakan. Hal ini
disebabkan oleh ketersedian pakan pada pohon tersebut lebih sedikit jika
dibandingkan dengan jenis tumbuhan pakan yang berada pohon tersebut.
Individu dewasa jantan owa jawa lebih sering menggunakan ruang tajuk
bagian AIII jika dilihat secara horizontal maupun vertikal yaitu sebesar 20,8%
pada pohon tempat makan. Individu dewasa jantan lebih sering berada pada ruang
tajuk bagian AIII disebabkan oleh jenis tumbuhan pakan yang sering dikonsumsi
oleh dewasa jantan lebih banyak merambat atau melilit pada batang utama. Pada
ruang tajuk ini sering ditemui pada pohon rasamala, sedangkan jenis tumbuhan
pakan yang sering dimakan oleh dewasa jantan adalah ficus besar, lolo, dan pakis
keras (Gambar 32).
(a) (b)
Gambar 32 Preferensi pemilihan ruang tajuk dewasa jantan saat makan. Ket: (a) Pohon tempat makan; (b) Pohon sumber pakan.
Pada pemanfaatan pohon sebagai sumber pakan, individu dewasa jantan
lebih sering terlihat pada ruang tajuk bagian CIII jika dilihat secara horizontal dan
vertikal. Persentase pemilihan ruang tajuk CIII ini adalah 18,6% dari total seluruh
pemilihan ruang tajuk. Seringnya dewasa jantan pada ruang tajuk bagian CIII ini
disebabkan oleh pakan yang tersedia pada pohon sumber pakan terdapat di ujung-
ujung tajuk, sehingga dewasa jantan lebih sering terlihat pada ruang tajuk
47
tersebut. Pada ruang tajuk bagian ini owa jawa sering terlihat pada pohon ki dage
dan ki laban.
Dewasa jantan pada umumnya menempati seluruh ruang tajuk pohon dalam
aktivitas makannya. Namun, terdapat beberapa ruang tajuk tertentu yang menjadi
preferensi dalam aktivitas makan. Seringnya dewasa jantan menempati bagian
ruang tajuk disebabkan oleh ketersediaan pakan yang ada dalam ruang tersebut.
Selain itu, seringnya dewasa jantan pada ruang tajuk tertentu disebabkan oleh
banyaknya individu owa jawa dalam satu tajuk pohon. Apabila terdapat lebih dari
satu individu owa jawa dalam satu tajuk pohon, owa jawa cenderung jarang
berpindah dari ruang tajuk yang satu ke ruang tajuk yang lainnya. Hal ini dapat
diduga adanya pembagian ruang dalam satu tajuk pohon saat aktivitas makan.
Ketersediaan pakan dalam ruang tajuk pohon dapat mempengaruhi posisi
tubuh dewasa jantan pada saat makan. Posisi tubuh dewasa jantan lebih sering
terlihat menggantung daripada duduk saat makan yaitu dengan persentase 68%
dan 32%. Dewasa jantan lebih sering terlihat menggantung pada ruang tajuk
bagian AII, AIII, BIII, CI, CII, dan CIII (Gambar 33).
Gambar 33 Persentase kesukaan dewasa jantan pada ruang tajuk pohon pada saat
aktivitas makan.
Dewasa jantan owa jawa memanfaatkan empat model arsitektur pohon saat
makan yaitu attims, massart, rauh, dan scarrone. Individu dewasa jantan lebih
banyak melakukan aktivitas makan pada model arsitektur attims yaitu sebesar
67% sedangkan scarrone sebesar 22,3%, rauh sebesar 7,3%, dan massart sebesar
3,4% (Gambar 34).
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
Pers
enta
se
Ruang tajuk pohon
Duduk
Menggantung
Total
48
Model arsitektur attims mendominasi dari model arsitektur pohon lainnya.
Hal ini disebabkan pada model arsitektur attims terdapat jenis preferensi pohon
sumber pakan bagi dewasa jantan yaitu pohon ki dage. Selain itu, model arsitektur
attims mencakup empat belas jenis pohon yang digunakan untuk aktivitas makan
remaja betina. Model arsitektur attims memiliki jumlah jenis pohon lebih banyak
dibandingkan dengan model aritektur pohon lainnya, baik dimanfaatkan sebagai
pohon sumber pakan maupun hanya dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan.
Jenis-jenis pohon model arsitektur attims yang digunakan dalam aktivitas makan
dewasa jantan adalah ki dage, suren, kuray, burunungul, kopi dengkung, ki haji, ki
sereh, huru, jaha, jengkot, ki ronyok, kokosan monyet, pasang, puspa, ipis kulit, ki
laban, dan bihbir.
Gambar 34 Persentase lama makan dewasa jantan pada tajuk menurut model
arsitektur pohon.
Dewasa Betina
Dewasa betina menggunakan delapan belas jenis pohon dalam aktivias
makan, baik yang dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan maupun sebagai
pohon tempat makan (Gambar 35). Dari delapan belas jenis pohon tersebut,
terdapat delapan jenis pohon sumber pakan, tujuh jenis pohon tempat makan, serta
terdapat tiga jenis pohon yang digunakan sebagai pohon sumber pakan sekaligus
pohon tempat makan. Namun, dari seluruh pohon yang digunakan dewasa betina
dalam aktivitas makan, penggunaan pohon sebagai sumber pakan lebih banyak
dibandingkan dengan penggunaan sebagai tempat makan yaitu sebesar 55,8% dan
44,2%.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
Attims Massart Rauh Scarrone
Pers
enta
se
Model arsitektur
49
Pohon dominan yang dimanfaatkan dewasa betina sebagai pohon sumber
pakan adalah ki dage, hamirung, dan kecapi yaitu dengan persentase masing-
masing sebesar 20,9%, 10,2%, dan 6,6%. Ketiga jenis pohon tersebut merupakan
pohon yang dikonsumsi oleh owa jawa bagian buahnya, sehingga owa jawa lebih
banyak makan pada pohon tersebut.
Gambar 35 Persentase pemanfaatan pohon pakan dan tempat makan pada dewasa
betina.
Pohon dominan yang dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan oleh
dewasa betina adalah ki hiur, ki hujan, dan rasamala. Persentase masing-masing
pohon tersebut adalah ki hiur sebesar 14,4%, ki hujan 10,5%, dan rasamala 8,2%.
Ketiga jenis pohon tersebut mendominasi dari seluruh pohon yang digunakan
0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0
Pasang
Amis Kulit
Huru
Bayur
Ki mokla
Hamerang
Ficus Pohon
Ki laban
Kecapi
Hamirung
Ki dage
Burunungul
Ki hiur
Ki hujan
Ki sampang
Ki tenjo
Puspa
Rasamala
Persentase
Jeni
s Poh
on
Tempat Makan
Pohon Pakan
50
sebagai tempat makan karena pada pohon ini banyak terdapat jenis tumbuhan
pakan yang merupakan pakan preferensi bagi owa jawa dewasa betina. Jenis
tumbuhan pakan tersebut adalah lolo, ficus besar, Ficus sp., liana, dan epifit.
Dari delapan belas jenis pohon yang digunakan oleh dewasa betina saat
makan terdapat tiga jenis pohon yang dijadikan sebagai pohon sumber pakan
sekaligus pohon tempat makan. Jenis pohon tersebut adalah bayur, pasang, dan ki
dage. Pohon ki dage dan bayur lebih banyak dimanfaatkan sebagai pohon sumber
pakan. Hal ini disebabkan oleh sumber pakan yang tersedia pohon ini lebih
banyak dibandingkankan dengan jenis tumbuhan pakan yang ada pada pohon
tersebut. Sedangkan pohon pasang lebih sering dimanfaatkan sebagai tempat
makan karena pada pohon pasang lebih banyak terdapat jenis tumbuhan pakan,
seperti jenis liana, Ficus sp., dan ficus bulu.
Individu dewasa lebih sering menggunakan ruang tajuk bagian BII jika
dilihat secara horizontal dan vertikal pada pohon tempat makan. Persentase
penggunaan ruang tajuk ini adalah sebesar 20,7% dari total penggunaan ruang
tajuk pohon dalam aktivitas makan. Dewasa betina lebih sering terlihat pada ruang
tajuk BII disebabkan jenis tumbuhan pakan yang tersedia pada pohon tempat
makan. Jenis tumbuhan pakan yang sering berada pada pohon tempat makan ini
biasanya mempunyai ranting-ranting yang lebar sehingga menyebar hampir
separuh dari tajuk pohon. Jenis-jenis tumbuhan pakan yang biasa menempel pada
pohon pakan adalah ficus orange, sedangkan jenis pohon tempat makan biasanya
adalah ki haji dan ki mokla (Gambar 36).
(a) (b) Gambar 36 Preferensi ruang tajuk dewasa betina saat makan. Ket: (a) Pohon
tempat makan; (b) Pohon sumber pakan.
51
Individu dewasa betina lebih sering menggunakan ruang tajuk bagian CII
pada pohon sumber pakan dengan persentase 15,4% dari total seluruh penggunaan
ruang tajuk pohon. Hal ini disebabkan oleh keberadaan pakan terletak di ujung
tajuk, sehingga owa jawa dewasa betina cenderung berada pada ruang tajuk
tersebut. Dewasa betina banyak menggunakan ruang tajuk BII pada pohon ki dage
dan hamirung.
Individu dewasa betina umumnya menggunakan seluruh ruang tajuk pohon
pada saat aktivitas makan. Namun, terdapat beberapa ruang tajuk tertentu yang
menjadi kesukaannya, karena banyaknya sumber pakan yang ada pada ruang tajuk
tersebut.
Ketersediaan pakan pada ruang tajuk pohon dapat mempengaruhi posisi
tubuh saat makan. Posisi tubuh dewasa betina saat makan lebih sering terlihat
menggantung daripada duduk, yaitu dengan persentase masing-masing adalah
61,5% dan 38,5%. Dewasa betina lebih sering terlihat menggantung pada ruang
tajuk pohon bagian AI, AIII, BIII, CI, CII, dan CIII (Gambar 37).
Gambar 37 Persentase kesukaan dewasa betina pada ruang tajuk pohon saat
aktivitas makan.
Individu dewasa betina menggunakan empat model arsitektur pohon dalam
aktivitas makan, yaitu attims, massart, rauh, dan scarrone. Berdasarkan lama
aktivitas makan individu dewasa betina paling banyak dijumpai pada model
arsitektur attims yaitu sebesar 61,1% sedangkan yang lainnya adalah rauh sebesar
24,6%, scarrone sebesar 11,4%, dan massart sebesar 2,9% (Gambar 38).
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
Pers
enta
se
Ruang tajuk pohon
Duduk
Menggantung
Total
52
Model arsitektur attims lebih dominan dari model arsitektur pohon lainnya,
karena terdapat jenis pohon preferensi sumber pakan bagi dewasa betina yaitu
pohon ki dage. Selain itu, model arsitektur attims mencakup delapan jenis pohon
yang digunakan untuk aktivitas makan dewasa betina, lima diantaranya
merupakan pohon sumber pakan. Model arsitektur attims memiliki jumlah jenis
pohon lebih banyak dibandingkan dengan model aritektur pohon lainnya, baik
dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan maupun sebagai tempat makan. Jenis-
jenis pohon model arsitektur attims yang digunakan dalam aktivitas makan
dewasa betina adalah ki dage, pasang, amis kulit, huru, hamerang, burunungul, ki
tenjo, puspa, bayur, ki laban, kecapi, dan ki hujan.
Gambar 38 Persentase lama makan dewasa betina pada tajuk pohon menurut arsitektur pohon.
Owa Jawa Secara Keseluruhan
Owa jawa menggunakan pohon sebanyak 48 jenis pohon, baik yang
digunakan sebagai pohon sumber pakan maupun sebagai tempat makan. Jenis
pohon yang sering dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan adalah ki dage dan
ki laban. Kedua jenis ini menyediakan sumber pakan berupa buah serta jumlah
pohon di dalam wilayah jelajahnya cukup banyak yaitu terdapat sebanyak 39
pohon. Sedangkan pohon yang sering digunakan sebagai tempat pakan adalah
rasamala. Hal ini terjadi karena pada pohon rasamala banyak terdapat jenis-jenis
tumbuhan pakan owa jawa, seperti lolo, ficus besar, liana, epifit, dan pakis keras.
Dari 48 jenis pohon yang digunakan oleh owa jawa dalam aktivitas makan,
terdapat 19 jenis pohon yang digunakan sebagai pohon sumber pakan sekaligus
sebagai pohon tempat makan (Gambar 39). Namun, penggunaan pohon sebagai
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
Attims Massart Rauh Scarrone
Pers
enta
se
Model arsitektur
53
tempat makan lebih besar jika dibandingkan dengan pohon sebagai sumber pakan
yaitu dengan persentase sebesar 60,44% dan 39,56%. Keadaan ini disebabkan
oleh banyaknya jenis tumbuhan pakan yang terdapat pada pohon-pohon tersebut.
Gambar 39 Persentase jenis pohon yang digunakan oleh owa jawa sebagai pohon
sumber pakan sekaligus pohon tempat makan.
Jenis pohon yang lebih sering digunakan sebagai tempat makan adalah
pohon rasamala. Pohon rasamala memiliki tajuk yang rapat serta tingginya
mencapai 40 - 60 m (Dephut 2002). Dengan tajuk yang rapat dan tinggi owa jawa
lebih sering berada pada pohon tersebut karena dapat berlindung dari gangguan
dan serangan musuh (Kappeler 1981). Selain itu, pada pohon yang tinggi sering
terdapat jenis-jenis tumbuhan merambat yang menyediakan buah, daun, dan
bunga bagi satwa (Setia 2009).
Owa jawa lebih sering menggunakan ruang tajuk bagian AIII jika dilihat
secara horizontal dan vertikal yaitu sebesar 17,4% dari total penggunaan ruang
tajuk pada pohon sumber pakan. Owa jawa sering memilih ruang tajuk bagian ini
disebabkan oleh jenis tumbuhan pakan yang sering dikonsumsi oleh owa jawa
lebih banyak merambat atau melilit pada batang utama, seperti ficus besar, lolo,
pakis keras, liana, dan epifit.
Ruang tajuk pohon sumber pakan yang sering digunakan oleh owa jawa
adalah ruang tajuk bagian CII jika dilihat secara horizontal dan vertikal.
Persentase penggunaan ruang tajuk bagian CII ini adalah sebesar 15,3% dari total
seluruh penggunaan ruang tajuk pohon. Hal ini disebabkan oleh keberadaan pakan
pada pohon pakan lebih banyak di ujung tajuk, sehingga owa jawa cenderung
0,00
10,00
20,00
30,00H
uru
Kok
osan
Mon
yet
Kis
ereh
Teur
eup
Ki d
age
Sure
n
Ki l
aban
Ki r
onyo
k
ki te
rong
Bayu
r
Ham
erun
g
Buru
nung
ul
Ki m
okla
ki h
ujan
Pasa
ng
Pusp
a
Ki h
iur
Ki h
aji
Rasa
mal
a
Pers
enta
se
Jenis pohon
Pohon pakan
Tempat makan
54
berada pada ruang tajuk tersebut. Pemilihan ruang tajuk CII lebih sering terdapat
pada pohon yang merupakan preferensi owa jawa penghasil buah seperti ki dage
dan ki laban (Gambar 40).
(a) (b) Gambar 40 Preferensi ruang tajuk owa jawa saat makan. Ket: (a) Pohon tempat
makan; (b) Pohon sumber pakan.
Owa jawa menempati beberapa ruang tajuk dalam aktivitas makan. Akan
tetapi, terdapat ruang tajuk tertentu yang menjadi preferensi saat melakukan
aktivitas makan. Hal ini disebabkan oleh adanya ketersediaan pakan dalam ruang
tersebut. Ruang tajuk yang paling sering owa jawa adalah AIII, BII, dan CII,
sedangkan ruang tajuk pohon yang jarang ditempati adalah CI dan BI (Gambar
41).
Gambar 41 Persentase owa jawa dalam menggunakan tajuk pohon pada saat
makan.
Owa jawa lebih sering terlihat menggantung daripada duduk dalam
penggunaan ruang tajuk pohon dengan persentase 62,7% dan 37,3%. Posisi tubuh
0,02,04,06,08,0
10,012,014,016,018,0
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
Pers
enta
se
Ruang tajuk pohon
Duduk
Menggantung
Total
55
saat menggantung lebih sering terlihat pada ruang tajuk AI, AII, AIII, BIII, CI,
CII, dan CIII. Hal ini dikarenakan pada ujung tajuk ini banyak terdapat buah yang
dikonsumsi serta kondisi cabang relatif lentur namun kuat untuk digunakan
menggantung (Setia 2009).
Owa jawa menggunakan empat model arsitektur pohon dalam aktivitas
makan yaitu attims, massart, rauh, dan scarrone. Pada saat makan owa jawa
paling banyak dijumpai pada model arsitektur attims yaitu sebesar 70,4%,
sedangkan yang lainnya adalah scarrone sebesar 17,3%, rauh sebesar 8,2%, dan
massart sebesar 4,1% (Gambar 42).
Model arsitektur attims mendominasi dari model arsitektur pohon lainnya,
karena pada model arsitektur ini terdapat jenis pohon sumber pakan yang disukai
owa jawa yaitu pohon ki dage. Selain itu, model arsitektur attims mencakup 31
jenis pohon yang digunakan untuk aktivitas makan owa jawa, sebelas diantaranya
merupakan pohon sumber pakan. Jenis-jenis pohon model arsitektur attims yang
digunakan dalam aktivitas makan owa jawa adalah ki dage, suren, beunying, amis
kulit, ki tenjo, ganitri, kuray, ki haji, hamerang, kopi dengkung, huru kapas,
burunungul, huru, jaha, jengkot, ki ronyok, kokosan monyet, pasang, puspa,
renyung, bayur, bihbir,ipis kulit, jirak, kawoyang, ki laban, ki terong, ki hujan,
dan ki laban.
Gambar 42 Persentase lama makan owa jawa pada tajuk pohon menurut arsitektur
pohon.
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
Attims Massart Rauh Scarrone
Pers
enta
se
Model arsitektur
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Owa jawa mengkonsumsi sebanyak 47 jenis pakan, yang terdiri dari 46 jenis
tumbuhan dan satu jenis serangga. Owa jawa lebih banyak mengkonsumsi
buah yaitu sebesar 77,8%, daun sebesar 21,02%, bunga sebesar 1,18%, dan
serangga sebesar 0,002%.
2. Penggunaan tajuk pohon oleh owa jawa berdasarkan aktivitas makan dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu pohon sebagai sumber pakan dan pohon
sebagai tempat makan. Aktivitas makan owa jawa pada pohon sumber pakan
lebih sering terlihat pada ruang tajuk pohon bagian CII. Pemilihan ruang tajuk
CII sering dijumpai pada pohon ki dage dengan posisi tubuh menggantung.
Sedangkan pada pohon yang hanya dijadikan tempat makan owa jawa sering
berada pada ruang tajuk bagian AIII yaitu pada pohon rasamala dengan posisi
tubuh menggantung. Owa jawa menggunakan empat model arsitektur pohon
dalam melakukan aktivitas makan yaitu model arsitektur attims, massart, rauh,
dan scarrone. Model aristektur pohon attims lebih sering digunakan oleh owa
jawa saat aktivitas makan.
6.2 Saran
Perlu adanya pengelolaan jenis tumbuhan pakan pada habitat owa jawa.
Selain itu perlu mengkaji lebih dalam tentang pola pemanfaatan tajuk bagi owa
jawa dari beberapa aktivitas prilaku harian owa jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Asquith NM, Martarinza, Sinaga RM. 1995. The Javan Gibbon I (Hylobates moloch): Status and Conservation Recommendation. Tropical Biodiversity 3: 1-14.
Ario A. 2011.Aktivitas Harian Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Rehabilitan di Blok Hutan Patiwel Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Di dalam Ario A, Supriatna J, Andayani N, editor. Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jakarta: Conservation International Indonesia. hlm. 13-29.
Ario A, Masnur IY. 2011. Perkembangan Perilaku Owa jawa Pada Masa Rehabilitasi Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center). Di dalam Ario A, Supriatna J, Andayani N, editor. Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jakarta: Conservation International Indonesia. hlm.208-216.
Burton F. 1995. The Multimedia Guide to the Nonhuman Primates. Ontario: Prentice Hall Canada Inc.
Chivers DJ. 1980. Malayan Forest Primates. New York: Ten Years Study in Tropical Tain Forest.
[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2002. Informasi Singkat Benih Altingia excelsa, Noronha. www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/ IFSP/Altingia%20_excelsa.pdf [10 Jan 2012].
Fithriyani U. 2011. Variasi Pola Pakan Antar Kelompok Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Di dalam Ario A, Supriatna J, Andayani N, editor. Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jakarta: Conservation International Indonesia. hlm. 115-125
Grand TI. 1972. A Mechanical Interpretation of Terminal Branch Feeding. Journal of Mammalogy 53(1): 198-201.
Iskandar E. 2007. Habitat dan Populasi Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1797) di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kappeler M. 1981. The Javan Silvery Gibbon (Hylobates lar moloch): Ecology and Behaviour [dissertation]. Basel: Zoological Institute of Basel University.
. 1984. The Gibbon in Java (The Lesser Apes. Evolutionary and Behavioural Biology). Edinburgh: Edinburgh University Press.
Leighton DN. 1986. Gibbon: Territoriality and Monogamy. Primate Societies. Chicago: The University of Chicago Press.
58
Mahardika Y. 2008. Pemilihan Pakan dan Aktivitas Makan Owa Jawa (Hyobates moloch) pada Siang Hari di Penangkaran Pusat Penyelamatan Satwa, Gadog-Ciawi [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Morrison FB. 1959. Feed an Feeding, Iowa: The Morrison Publishing Comany.
Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. Cambridge: The MIT Press Edition.
Nijman V . 2001. Effect of Behavioural Changes Due to Habitat Disturbance on Density Estimation of Rain Forest Vertebrates, as Illustrated by Gibbons (Primates: Hylobatidae). Waganingen: The Tropenbos Foundation.
. 2006. In-Situ dan Ex-Situ Status Javan Gibbon and the Role of Zoos in Conservation of the Species. Contributions of Zoology 75(3/4): 161-168.
Oktaviani R. 2009. Studi Prilaku Bersuara Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Reksohadiprodjo S. 1988. Pakan Ternak Gembala. Yogyakarta: BPFE.
Sawitri R, Abdullah SM, Bismark. 1998. Studi Populasi Owa Jawa (Hylobates moloch) dan Upaya Pelestarian di Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Barat. Bul. Pen. Hutan 612: 15-26.
Setia TM. 2009. Peran Liana dalam Kehidupan Orangutan. Vis Vitalis 2(1): 55-61
Supriatna J. 2006. Conservation Programs for the Endangered Javan Gibbon (Hylobates moloch). Primate Conservation 21: 155-162.
Sutisna U, Kalima T, Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Yayasan Prosea.
Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Jenis pohon sebagai pohon sumber pakan owa jawa
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Model Arsitektur
1. Amis Kulit - Attims 2. Polyathia Polyalthia sp. Annonaceae Massart 3. Asam Kandis Garcinia dioica Clusiaceae Massart 4. Kopi dengkung Nyssa javanica Cornaceae Attims 5. Ganitri Elaeocarpus ganitrus Elaeocarpaceae Attims 6. Burunungul Bridelia glauca Euphorbiaceae Attims 7. Dawolong Acalypha wilkesiana Euphorbiaceae Massart 8. Kokosan Monyet Antidesma tetrandrum Euphorbiaceae Attims 9. Ki hiur Castanopsis javanica Fagaceae Rauh 10. Ki ronyok Castanopsis
acuminatissima Fagaceae Attims
11. Pasang Quercus sp. Fagaceae Attims 12. Rasamala Altingia excelsa Hamamelidaceae Scarrone 13. Ki hujan Engelhardia serrata Juglandaceae Attims 14. Huru Sintok Litsea sintoc Lauraceae Attims 15. Ki sereh Cinnamomum
porrectum Lauraceae Attims
16. Ipis Kulit Decaspermum fruticosum
Melastomataceae Attims
17. Kecapi Sandorium koetjapi Meliaceae Attims 18. Ki haji Dysoxylum
parasiticum Meliaceae Attims
19. Beunying Ficus hispada Moraceae Attims 20. Ficus Pohon Ficus variegata Moraceae Attims 21. Hamerang Ficus padana Moraceae Attims 22. Hamirung Callicarpa pentandra Moraceae Rauh 23. Suren Toona sureni Moraceae Attims 24. Tereup Artocarpus elasticus Moraceae Rauh 25. Ki mokla Knema cinerea Myristicaceae Massart 26. Ki laban Mussaenda frondosa Rubiaceae Attims 27. Ki sampang Melicope accedens Rutaceae Scarrone 28. Bayur Pterospermum
javanicum Sterculiaceae Attims
29. Kidage Bruinsmia styracoides Styracaceae Attims 30. Puspa Schima wallichi Theaceae Attims 31. Kiterong Schoutenia kunstleri Tiliaceae Attims 32. Kuray Trema amboinensi Ulmaceae Attims
61
Lampiran 2 Jenis pohon sebagai tempat makan owa jawa
No. Jenis Pohon Nama Ilmiah Famili Model Arsitektur Jenis tumbuhan yang dimakan Nama Ilmiah
1. Huru kapas Acer laurinum Aceraceae Attims Liana - 2. Bihbir Ficus Ficus sp. Liana - Rotan Daemonorops melannoch 3. Burunungul Bridelia glauca Euphorbiaceae Attims Ficus Ficus sp. Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium 4. Bayur Pterospermum javanicum Sterculiaceae Attims Liana - 5. Hamirung Callicarpa pentandra Moraceae Rauh Epifit - 6. Huru Litsea sintoc Lauraceae Attims Lolo Scindapsus marantaefolium 7. Jaha Sloanea sp. Elaeocarpaceae Attims Lolo Scindapsus marantaefolium 8. Jengkot Prunus javanica Rosaceae Attims Ficus Ficus sp. 9. Kawoyang Prunus Javanoca Rosaceae Attims Liana - 10. Ki bayawak Guioa diplopetala Sapindaceae Rauh Ficus Kisigung Ficus recurva Liana - 11. Ki bonten Canarium hirsutum Burseraceae Attims Ficus Besar Ficus punctata 12. Ki dage Bruinsmia styracoides Styracaceae Attims Lolo Scindapsus marantaefolium 13. Ki haji Dysoxylum parasiticum Meliaceae Attims Ficus Ficus sp. Ficus Bulu Ficus annulata Ficus Kisigung Ficus recurva Ficus Orange Ficus sinuata Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium Pakis keras - 14. Kiharuman - - Attims Liana - 15. Ki hiur Castanopsis javanica Fagaceae Rauh Ficus Ficus sp. Ficus Besar Ficus punctata
62
Lampiran 2 (Lanjutan)
No. Jenis Pohon Nama Ilmiah Famili Model Arsitektur Jenis tumbuhan yang dimakan Nama Ilmiah
Ki hiur Castanopsis javanica Fagaceae Rauh Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium Pakis Keras - Rotan Daemonorops melannoch Liana - 16. Ki hujan Engelhardia serrata Juglandaceae Attims Ficus Ficus sp. Liana - 17. Ki laban Mussaenda frondosa Rubiaceae Attims Lolo Scindapsus marantaefolium Pakis Keras - 18. Ki mokla Knema cinerea Myristicaceae Ficus Ficus sp. Ficus Orange Ficus sinuata Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium Semut 19. Ki ronyok Castanopsis
acuminatissima Fagaceae Attims Liana -
20. Kisampang Melicope accedens Rutaceae Scarrone Ficus Ficus sp. Liana - 21. Ki sereh Cinnamomum porrectum Lauraceae Attims Lolo Scindapsus marantaefolium 22. Ki tenjo Vatica javanica Dipterocarpaceae Attims Lolo Scindapsus marantaefolium 23. Ki terong Schoutenia kunstleri Tiliaceae Attims Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium 24. Kokosan Monyet Antidesma tetrandrum Euphorbiaceae Attims Liana - 25. Kopo Eugenia densiflora Myrtaceae Attims Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium 26. Pasang Quercus sp. Fagaceae Attims Epifit - Ficus Ficus sp.
63
Lampiran 2 (Lanjutan)
No. Jenis Pohon Nama Ilmiah Famili Model Arsitektur Jenis tumbuhan yang dimakan Nama Ilmiah
Pasang Quercus sp. Fagaceae Attims Ficus Besar Ficus punctata Ficus Bulu Ficus annulata Ficus Kisigung Ficus recurva Ficus Orange Ficus sinuata Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium 27. Pongrang Attims Liana - 28. Puspa Schima wallichi Theaceae Attims ficus Ficus sp. Ficus Orange Ficus sinuata Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium 29. Rasamala Altingia excelsa Hamamelidaceae Scarrone Cangkorek Dinochloa scandens Epifit - Ficus Ficus sp. Ficus Besar Ficus punctata Ficus Kisigung Ficus recurva Ficus Orange Ficus sinuata Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium Pakis keras - 30. Renyung Aporosa arborea Euphorbiaceae Attims Liana - Lolo Scindapsus marantaefolium 31. Saninten Castanopsis argentea Fagaceae Rauh Ficus Ficus sp. Liana - 32. Suren Toona sureni Moraceae Attims Lolo Scindapsus marantaefolium 33. Tereup Artocarpus elasticus Moraceae Rauh Liana -