jeam_vol x april 2011

96
JURNAL EKONOMI AKUNTANSI DAN MANAJEMEN ISSN : 1412 – 5366 Volume X No. 1 April 2011 Aset Bersejarah dalam Pelaporan Keuangan Entitas Pemerintah Aisa Tri Agustini Hendrawan S P Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keputusan Konsumen Menabung di Bank Syariah Nurul Qomariah Sebuah Kajian pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Wahyu Agus W Terjadikah Underpricing Harga Penawaran Umum Perdana Saham? Whedy Prasetyo Pengaruh Corporate Governance dan Pengungkapan Sukarela pada Likuiditas Saham: Studi Empiris di BEI Retno Yuni N S Analisis Pengaruh Biaya Bunga, Biaya Keagenan, Risiko Bisnis,Ukuran Perusahaan, terhadap Kebijakan Utang dan Kemampulabaan Perusahaan Jasa di BEI Yulinartati JEAM Vol. X No. 1 Hal. 1-92 Jember April 2011 ISSN: 1412 – 5366 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBER

Upload: afrizal69

Post on 11-Feb-2015

108 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jeam_vol x April 2011

JURNAL EKONOMIAKUNTANSI DAN MANAJEMEN

ISSN : 1412 – 5366 Volume X No. 1 April 2011

Aset Bersejarah dalam Pelaporan Keuangan EntitasPemerintah

Aisa Tri AgustiniHendrawan S P

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keputusan KonsumenMenabung di Bank Syariah

Nurul Qomariah

Sebuah Kajian pada Undang-Undang Informasi dan TransaksiElektronik (UU ITE)

Wahyu Agus W

Terjadikah Underpricing Harga Penawaran UmumPerdana Saham?

Whedy Prasetyo

Pengaruh Corporate Governance dan PengungkapanSukarela pada Likuiditas Saham: Studi Empiris di BEI

Retno Yuni N S

Analisis Pengaruh Biaya Bunga, Biaya Keagenan, RisikoBisnis,Ukuran Perusahaan, terhadap Kebijakan Utang dan

Kemampulabaan Perusahaan Jasa di BEI

Yulinartati

JEAM Vol. X No. 1 Hal. 1-92 JemberApril 2011

ISSN:1412 – 5366

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBER

Page 2: Jeam_vol x April 2011

JURNAL EKONOMIAKUNTANSI DAN MANAJEMEN

ISSN : 1412 – 5366

Ketua Dewan Penyunting:Tatang Ary Gumanti

Wakil Ketua Dewan Penyunting:Siswoyo Hari Santosa

Penyunting Ahli:Adhitya Wardhomo

Hadi ParamuAlwan Sri Kustono

Penyunting Pelaksana:Herman Cahyo DhiartoRegina Niken Wilantari

N. Ari SubagioSri Wahyu Lely HRochman Effendi

Alfi Arif

Penyunting Tamu:Ekon Ganis Sukoharsono (STIE Malang Kececwara)

Sudjono Abiparja (Universitas Airlangga)

Pelaksana Administrasi:Biben Iswahyudi

Iswahjudhi

Jurnal Ekonomi, Akuntansi dan Manajemen (JEAM) diterbitkan oleh Fakultas EkonomiUniversitas Jember, sebagai media transformasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Terbit 3 (tiga)kali dalam setahun, setiap bulan April, Agustus dan Desember. Penyunting menerima tulisan yangbelum pernah dimuat di media lain, dengan mengacu pada pedoman penulisan yang ada. Alamatpenyunting : Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegalboto Tlp.(0331) 337990, 322852, Fax (0331) 332150 Jember 68121.Email : jeam_fe @Plasa.com

Page 3: Jeam_vol x April 2011

JURNAL EKONOMIAKUNTANSI DAN MANAJEMEN

ISSN : 1412 – 5366 Volume X No. 1 April 2011

Daftar Isi

Aisa Tri AgustiniHendrawan S P

Aset Bersejarah dalam Pelaporan Keuangan EntitasPemerintah

Halaman 1 – 29

Nurul Qomariah Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keputusan KonsumenMenabung di Bank Syariah

Halaman 30 - 42

Wahyu Agus W Sebuah Kajian pada Undang-Undang Informasi dan TransaksiElektronik (UU ITE)

Halaman 43 – 48

Whedy Prasetyo Terjadikah Underpricing Harga Penawaran UmumPerdana Saham?

Halaman 48 - 60

Retno Yuni N S Pengaruh Corporate Governance dan PengungkapanSukarela pada Likuiditas Saham: Studi Empiris di BEI

Halaman 61 - 74

Yulinartati Analisis Pengaruh Biaya Bunga, Biaya Keagenan, RisikoBisnis,Ukuran Perusahaan, terhadap Kebijakan Utang dan

Kemampulabaan Perusahaan Jasa di BEI

Halaman 74 - 92

Page 4: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 1

ASET BERSEJARAH DALAM PELAPORAN KEUANGANENTITAS PEMERINTAH

Aisa Tri Agustini1

Hendrawan Santosa Putra2

Abstrak:

Masalah-masalah akuntansi banyak dihadapi entitaspelaporan dalam kaitannya dengan aset bersejarah, baik dari sisipengakuan, pengukuran, penilaian, maupun penyajian. Artikel inimencoba menjelaskan masalah-masalah yang berkaitan denganakuntansi aset bersejarah pada entitas pemerintahan denganpendekatan studi literatur. Dari hasil studi literatur dapatdisimpulkan bahwa entitas pemerintah seharusnya memperlakukansama antara non-operational heritage assets dengan operationalhertitage aset, yaitu diakui sebagai aset tetap dalam laporankeuangan. Namun, jenis non operational heritage assets yang dapatdiakui dalam neraca adalah jenis aset tanah dan bangunanbersejarah yang diperoleh pada periode berjalan. Aset bersejarahyang memiliki kos yang dapat diukur secara andal dapat disajikandalam neraca. Kos yang andal dapat diperoleh dengan mendeteksidari mana aset bersejarah itu diperoleh. Aset bersejarah harusdapat dinilai dengan metoda yang tepat sehingga menghasilkaninformasi yang andal mengenai kos pada aset bersejarah yangdisajikan dalam laporan keuangan. Adanya pengakuan asetbersejarah akan mendorong pengelolaan aset bersejarah yang baikoleh entitas pengendali.

Kata kunci: Aset bersejarah, pengakuan, pengukuran, penilaian, penyajian

1. Latar BelakangAset tetap negara merupakan salah satu sektor yang paling strategis dalam

pengelolaan keuangan negara. Pada umumnya nilai aset tetap negara paling besardibandingkan akun lain pada Laporan Keuangan. Selain itu, keberadaannya sangatmempengaruhi kelancaran roda penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.Oleh karena itu, manajemen aset negara tidak bisa dipandang sebelah mata.Termasuk di dalamnya adalah aset bersejarah yang memiliki nilai historis yang patutdijaga kelestariannya. Aset bersejarah tidak akan terlepas dengan tata kehidupan danawal mula keberadaan masa kini yang diawali kisah-kisah sejarah di masa lampau,kemudian meninggalkan bukti sejarah yang bernilai.

Proses pengakuan aset dalam neraca merupakan suatu permasalahan yangperlu diteliti lagi kebenarannya. Tidak semua aset pemerintah diakui dan dinilaidalam neraca. Pada kenyataannya ketika sebuah entitas membuat laporan keuangan,aset selalu dimunculkan dalam neraca. Namun tidak halnya dalam pengakuan aset

1 Alumni Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember2 Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Page 5: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 2

bersejarah yang termasuk juga dalam kekayaan negara. Lazimnya, suatu aset tetapdikategorikan sebagai aset bersejarah jika mempunyai bukti tertulis sebagai barangatau bangunan bersejarah. Aset bersejarah memberikan manfaat bagi pemerintahmisalnya ketika aset bersejarah tersebut digunakan untuk perkantoran pemerintahseperti Gedung Sate Bandung yang dimanfaatkan sebagai kantor gubernur danpemerintahan, Candi Borobudur yang digunakan sebagai objek wisata yang dapatmendatangkan pendapatan sendiri bagi pemerintah, dan juga museum untukmenyimpan barang barang bersejarah.

Perbedaan penggunaan aset bersejarah tersebut, membuat perlakuan ataspencatatan nilai asetnya juga berbeda. Jika digunakan sebagai perkantoran, maka asetbersejarah tersebut bisa di taksir harga perolehannya dan ditulis pada neraca. Jikaaset bersejarah berupa objek wisata, barang-barang bersejarah lainnya sulit untukmenaksir harga perolehannya. Secara umum tidak semua aset bersejarah mampudinilai. Beberapa hanya mampu mengartikannya dari segi evaluasi keuangan denganmenggunakan pendekatan konvensional. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalahaset bersejarah seperti apa yang dapat diakui dan dinilai dan apa manfaat yangdiperoleh atas pengakuan tersebut. Banyak tantangan yang harus dihadapi dalampengakuan aset bersejarah yaitu apakah itu dinilai dari nilai historis (historical cost)atau pengorbanan yang dilakukan untuk memperolehnya.

Aset bersejarah terdiri dari beberapa jenis baik yang mudah dipindahkanmaupun yang berupa bangunan, yang dimiliki umum, yayasan atau milik pribadi.Dari aset tersebut juga banyak yang diperdagangkan, bahkan sering kali dilakukanoleh orang-orang yang memiliki kepentingan sosial dan budaya. Hal tersebutdilakukan untuk melindungi aset bersejarah itu sendiri yang dapat menjagakelestarian budaya, pendidikan dan kesejahteraan bangsa. Oleh karena itu,merupakan suatu hal yang penting bagi aset bersejarah untuk diakui dan dikeloladengan selayaknya. Kata kuncinya adalah ”layak” yang seharusnya dapat diterapkandengan baik dari segi pengakuan dan pengelolaannya. Karena dengan adanya asetbersejarah yang dilindungi dan dilestarikan pemerintah akan berdampak pula padapenerimaan pendapatan negara dari objek atau aset bersejarah tersebut, sehinggadengan adanya pendapatan yang diperoleh dan aset tersebut tidak diperoleh dengancara pembelian atau pemerintah tidak mengeluarkan kos tersendiri untukmemperolehnya.

Permasalahan yang muncul adalah bagaimana perlakuan aset bersejarahtersebut dalam pelaporan keuangan pada entitas pemerintahan. Dapatkah akuntansisebagai teknologi dapat memperlakukan aset bersejarah dengan lebih baik atau lebihtepat. Studi literatur dalam artikel ini akan menjelaskan dan mendeskripsikanperkembangan mengenai konsep aset bersejarah jika ditinjau dari perspektifpengakuan, pengukuran, penilaian, dan penyajian.

2. Karakteristik dan Pengertian Aset Bersejarah2.1. Karakteristik

Di Indonesia, yang termasuk karakteristik aset bersejarah menurut StandarAkuntansi Pemerintahan (PP 24 tahun 2005, para. 64-65) adalah sebagai berikut:a. Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara

penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;b. Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat

pelepasannya untuk dijual;

Page 6: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 3

c. Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktuberjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;

d. Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapatmencapai ratusan tahun.

Namun jika kita bandingkan definisi aset bersejarah dengan definisi asetpada umumnya, maka bisa kita sebutkan bahwa aset bersejarah memilki karakteristikyang hampir sama dengan aset tetap pada umumnya. Adapun kesamaan antara asetbersejarah dan aset tetap adalah sebagai berikut:1. Berwujud2. Berharga atau bernilai3. Keduanya memiliki manfaat ekonomik atau potensi jasa4. Timbul atas kejadian masa lalu5. Dikuasai atau dikendalikan entitas

Dari beberapa persamaan karakteristik aset bersejarah, dapat disimpulkanbahwa terdapat beberapa karakteristik aset tetap yang tidak bisa kita temukan dalamkarakteristik aset bersejarah. Karena aset bersejarah memiliki lingkup yang cukupluas, maka sebelum kita menentukan harga kita harus mengetahui penggunaan asetbersejarah itu sendiri. Pada aset tetap terdapat kos yang melekat pada objek tersebutsehingga mudah menentukan berapa jumlah rupiah yang terkandung dalam aset tetaptersebut. Penggunaan beberapa metoda bisa kita gunakan untuk menilai beraparupiah nilai aset tetap tersebut. Namun tidak halnya pada aset bersejarah, kos yangdilekati sangat sulit untuk ditelusuri. Hal inilah yang memerlukan perlakuan khususterhadap aset bersejarah. Penggunaan aset bersejarah dan waktu pemerolehan asetbersejarah akan mempengaruhi perlakuan pengakuan aset dalam laporan keuangan.Karena kos tersebut akan berpengaruh juga terhadap atribut yang akan ditampilkandalam laporan keuangan.

2.2. PengertianBerdasarkan karakteristik aset bersejarah yang telah dijelaskan di atas, dapat

dikatakan bahwa aset bersejarah merupakan aset yang berkaitan dengan segalasesuatu yang terjadi pada masa lampau yang dianggap bernilai bagi masyarakat danpemerintah. Aset bersejarah ini ditimbulkan oleh suatu peristiwa yang terjadi padakehidupan bangsa dan negara yang menyangkut jejak orang yang dianggap pentingdan kejadian yang mempengaruhi kehidupan negara serta membawa pengaruh besarpada masa kehidupan selanjutnya. Karena alasan inilah, pemerintah senantiasamempertahankan keberadaannya dan melestarikan untuk generasi berikutnya.

Praktik perlakuan yang diberikan pada aset bersejarah besar kemungkinantidak akan sama, akan tetapi mereka memiliki tujuan yang sama yaitu untukmelestarikan peninggalan nenek moyang. Berikut ini beberapa definisi asetbersejarah:a. Menurut Webster’s New Twentieth Century Dictionari (1983), kata heritage

diartikan sebagai:“ something handed down from one’s ancestors or the past, as a characteristic, aculture, tradition, etc…”

b. ASB’s Statement of Principles mendefinisikan aset sebagai:“ rights or other access to future economic benefits controlled by entity as aresult of past transactions or events “

Page 7: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 4

c. Rowles (1992) mendefiniskan bahwa aset bersejarah menunjukkan aset fisikyang dimaksudkan masyarakat untuk dilestarikan dalam waktu yang tidakterbatas karena hubungannya dengan budaya, sejarah, dan lingkungan.

d. Oxford Advanced Learner’s Dictionary Edisi 7 (2005) mengartikan sebagai“the history, traditions and qualities that a country or society has had for manyyears and that are considered an important part of its character”

e. Menurut Requirements and Guidance for the Preparation of Financial Statements(2003), APS No. 3: Valuation of Non-Current Assets (2004), dan APS No.5Heritage assets atau Culturel assets yang diterbitkan di Australia, mendefinisikanaset bersejarah sebagai aset yang memiliki atribut budaya, sejarah, geografi,pengetahuan dan atau lingkungan yang unik dan pemerintah bermaksud untukmelindungi dengan waktu yang tidak terbatas. Contoh dari aset bersejarahmencakup koleksi seni, museum, perpustakaan, bangunan bersejarah, monumen,tanah tertentu yang memiliki nilai intrinsik teritorial.

f. Pemerintah Swedia belum menemukan definisi yang jelas mengenai asetbersejarah. Karena mereka beranggapan apakah penting membedakan perlakuanantara aset bersejarah dengan aset tetap pada umumnya. Maka dari itu,pemerintah Swedia tidak membedakan aset bersejarah dengan aset lainnya.Heritage Assets in Accrual Accounting Perspective yang diterbitkan oleh SwedishNational Accounting Authoruty (Ekonomistyrningverket-ESV) (2003) di Swediamenyebutkan aset bersejarah atau heritage assets mencakup beberapa jenis yaitukoleksi seni, kastil, reruntuhan (ruins), monumen, benda-benda purbakala, tamannasional, lukisan, bangunan, mebel, peralatan, bahkan ada yang berupa aset tidakberwujud. Aset bersejarah tersebut dilindungi untuk mempertahankan warisanbudaya, sejarah, dan lingkungan.

g. Berdasarkan data dari Resource Accounting yang diterbitkan HM Treasury(2003/2004) di Inggris, aset bersejarah merupakan aset yang dimaksudkan untukdilestarikan sebagai kepercayaan generasi masa depan karena hubungan denganbudaya, lingkungan, atau sejarahnya.

h. Amerika Serikat melalui US Financial Statement (2003) dan StateAdministrative and Accounting Manual-State of Washington (2001)menjelaskan aset bersejarah merupakan aset yang dimiliki pemerintah dandikuasai untuk kepentingan sejarah, budaya, pendidikan, atauartistik/karakteristik arsitektur lainnya yang signifikan. Contoh aset tersebutdi Amerika Serikat yaitu Mount Rushmore National Memorial, YosemiteNational Park, benda-benda museum yang dipajang di SmithsonianInstitution, Declaration of Independency the US Constitution dan Bill dansebagainya.

i. Menurut Valuation Guidance for Cultural and Heritage Assets, AccountingPolicies-Statement of Reporting Entity of Chrischurch City Council (2003) danFinancial Statement of the Government of New Zaeland for the Year Ended 30June 2004 menjelaskan bahwa aset bersejarah merupakan aset-aset yang dimilikiselama umur fisiknya dikarenakan keunikan budaya, sejarah, geografi, ilmupengetahuan, dan atau lingkungannya. Aset tersebut berfungsi sebagaipenyediaan pelayanan masyarakat yaitu sebagai fungsi pendidikan, penelitian,dan pelestarian budaya.

j. Di Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun2005 telah mengatur perlakuan aset bersejarah di Indonesia dalam Standar

Page 8: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 5

Akuntansi Pemerintah (SAP). Dalam standar tersebut menyebutkan bahwapemerintah tidak mengharuskan untuk menyajikan aset bersejarah atau heritageassets di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atasLaporan Keuangan. Dikatakan sebagai aset bersejarah karena aset tersebutmenyediakan kepentingan publik dari aspek budaya, lingkungan dan sejarahnya.Misalnya bangunan bersejarah, monumen, situs-situs purbakala seperti candi dankarya seni (work of art).

Berdasarkan beberapa definisi aset bersejarah di atas, maka aset bersejarahdapat didefinisakn sebagai berikut:

”barang publik yang berharga dan membawa atribut-atribut unik yangberkaitan dengan budaya, sejarah, pendidikan/pengetahuan, lingkungan yangdilestarikan dan dipertahankan keberadaannya dalam waktu yang tidak terbatas”

Hal tersebut bisa kita lihat bahwa terdapat hubungan aset bersejarah tersebutdengan kehidupan di masa lampau. Mereka menganggap bahwa aset bersejarahmemang seharusnya menjadi bagian dari aset pemerintah yang bernilai yangdigunakan untuk pelayanan publik atau untuk kepentingan masyarakat selama haltersebut tidak merugikan. Aset bersejarah ini tidak dimanfaatkan untuk menghasilkanpendapatan ataupun keuntungan. Aset bersejarah memiliki peranan penting dalampengembangan budaya bangsa. Sehingga pelestarian aset bersejarah perlu dilakukan.

3. Jenis-Jenis Aset BersejarahPenggunaan aset bersejarah akan berpengaruh pada pengukuran dan penilaian

aset bersejarah itu sendiri. Meskipun suatu item dalam aset bersejarah memenuhikriteria pengakuan aset tetap, tidak berarti bahwa semua aset bersejarah harus diakuidalam laporan keuangan. Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangakan dalampengakuan aset bersejarah. Untuk mempermudah pengakuan aset bersejarah terdiridari dua jenis yaitu:

a. Operatinal Heritage Assets atau Aset Bersejarah untuk KegiatanOperasional

Aset bersejarah ini merupakan jenis aset yang memiliki fungsi ganda yaituselain sebagai bukti peninggalan sejarah, aset ini juga memiliki fungsi sebagaitempat kegiatan operasi pemerintah sehari-hari. Misalnya digunakan sebagaiperkantoran. Jenis aset bersejarah ini perlu dikapitalisasi dan dicatat dalam neracasebagai aset tetap. Seperti yang telah diatur dalam PSAP No. 07 paragraf 70.

b. Non-operational Heritage AssetsAset jenis merupakan aset yang murni digunakan karena nilai estetika dan

nilai sejarah yang dimiliki. Berbeda halnya dengan aset bersejarah yangdigunakan untuk kegiatan operasional, aset ini tidak memiliki nilai ganda. DiAmerika, jenis aset ini disebut heritage assets, sedangkan untuk aset yangdigunakan utnuk kegiatan operatonal disebut multi-use heritage assets. Jenis nonoperational heritage assets dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :1. Tanah dan Bangunan Bersejarah (Cultural Heritage Assets)2. Karya Seni (Collection Type Heritage Assets)3. Situs-situs Purbakala atau Landscape (Natural Heritage Assets)

Di Indonesia jenis aset ini tidak perlu diakui dalam neraca akan tetapi cukupdilaporkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

Page 9: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 6

Pengakuan aset bersejarah yang termasuk dalam non operational heritageassets, penulis berpendapat bahwa pemerintah Indonesia seharusnya memperlakukansama antara non-operational heritage assets dengan operational hertitage aset. Yaitudiakui sebagai aset tetap dalam laporan keuangan. Namun, jenis non operationalheritage assets yang dapat diakui dalam neraca adalah jenis aset tanah dan bangunanbersejarah yang diperoleh pada periode berjalan. Hal ini sejalan dengan pengakuanaset bersejarah bahwa dapat diakui sebagai aset tetap dalam neraca jika memiliki kosyang andal. Untuk menentukan kos yang andal maka diperlukan bukti yangmenunjukkan berapakah kos yang dilekatkan pada suatu item tersebut. Selama inialasan yang digunakan untuk tidak mengakui non operational heritage assets adalahsangat sulit untuk memperoleh nilai yang andal, hal ini dikarenakan :a. Tidak ada data atau catatan atau bukti yang menunjukkan harga perolehan

sehingga entitas pemerintah sulit untuk menentukan kos yang dilekatkan padaobjek atau aset bersejarah yang berumur tua. Keandalan untuk menentukan kostersebut adalah dengan mengetahui ketepatan dalam mengestimasi harga ataunilai yang dimiliki aset bersejarah tersebut.

b. Jika kita sulit untuk menentukan keandalan nilai pada objek tersebut maka asetbersejarah juga tidak bisa dicatat dalam neraca.

c. Adanya pertimbangan biaya dan manfaat untuk memperoleh estimasi nilai wajaraset bersejarah yang diperoleh pada periode sebelumnya. Bukan hal yang mudahuntuk menentukan kos yang dilekatkan pada suatu objek. Apalagi jika dikaitkandengan nilai sejarah yang dimiliki. Butuh waktu yang lama dan biaya yangtinggi. Nilai sejarah yang dikapitalisasi juga kurang berguna dan kurang dapatdiperbandingkan dengan entitas lainnya karena ketidakmampuan mengukur asetbersejarah yang memiliki atribut yang unik untuk diperbandingkan dengan kosyang andal.

4. Pengakuan Aset BersejarahDefinisi yang dimiliki oleh masing-masing negara di dunia, akan berpengaruh

terhadap proses pengakuan aset bersejarah. Namun, untuk diakui sebagai aset tetapharuslah berwujud dan memiliki kriteria sebagai berikut (PSAP no. 7 para. 16):

a. Memiliki masa manfaat 12 bulanb. Biaya perolehan dapat diukur secara andalc. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitasd. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

Praktik pengakuan aset bersejarah dalam laporan keuangan memiliki polapemikiran yang berbeda-beda di setiap negara. Berikut ini merupakan praktikpengakuan aset bersejarah yang dilakukan oleh beberapa negara di dunia.a. Australia

Pengakuan aset bersejarah dicatat sebagai aset dalam laporan keuanganentitas. Aset diakui jika hanya manfaat ekonomis dari aset kemungkinan besar(probable) akan diperoleh di masa yang akan datang dan aset memiliki hargaperolehan (cost) atau nilai lain yang diukur secara andal. Kebanyakan asetbersejarah di Australia memenuhi kriteria pengakuan. Jika terdapat aset yangtidak memenuhi kriteria pengakuan aset maka diperlakukan sebagai asetkontijensi. Aset kontinjensi adalah aset potensial yang timbul dari peristiwa masalalu, dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya suatu

Page 10: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 7

peristiwa atau lebih pada masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalamkendali entitas.

b. SwediaPengakuan aset bersejarah di Swedia berkaitan dengan potensi jasa dari

aset bersejarah, meskipun tidak jarang aset bersejarah juga sering menghasilkanmanfaat ekonomi, yang mungkin berupa tarif masuk (tiket masuk) dansebagainya. Oleh karena itu, pemerintah Swedia memandang aset bersejarahmerupakan alat bagi pemerintah untuk mencapai tujuannya dengan melindungidan memelihara aset bersejarah yang bernilai. Dengan demikian, aset bersejarahsangat sesuai dengan definisi aset dan sebagai konsekuensinya harusdipertanggungjawabkan sebagai aset.

c. InggrisAset bersejarah erat kaitannya dengan pemeliharaan sejarah. Dimana

pemeliharaan tersebut terbagi menjadi non-operational heritage assets danoperational heritage assets. Keduanya diakui sebagai aset dalam laporankeuangan seperti dengan aset lainnya. Namun, karakteristik yang dimiliki nonoperational heritage assets tidak praktis atau tidak tepat, maka kategori ini tidakperlu dikapitalisasi, antara lain:

- Koleksi Museum, Galeri, dan arsip lainnya yang per 31 Maret 2000termasuk arsip nasional

- Situs-situs purbakala, tanah pekuburan, reruntuhan, monumen dan patung.Bangunan dan tanah tetap dikapitalisasi meskipun manfaat dari

informasi nilai akan datang berkurang jika manajer aset telah menerimainformasi yang memadai mengenai kondisi aset dan rancangan pemeliharaanuntuk memenuhi peran pengelolaannya (stewardship), dan manajer aset tidakdapat melepas aset.

d. New ZaelandAset bersejarah atau cultural assets merupakan aset yang digunakan

secara terus-menerus dalam penyediaan jasa masyarakat. Menurut PPE(Property, Plan and Equipment) aset tetap adalah:

“are held by an entity for use in the production or supply of goods andservices, for rental to others or for administrative purposes, and mayinclude items held for the maintenance or repair of such assets and havebeen acquired or constructed with the intention of being used on acontinuing basis”

Oleh karena itu aset bersejarah atau cultural assets yang memenuhi definisidiatas dapat diukur secara andal diakui dalam laporan keuangan entitas.

e. Amerika SerikatAset bersejarah yang hanya memiliki nilai sejarah tidak diakui dalam

laporan keuangan. Sedangkan untuk aset bersejarah yang berfungsi gandayaitu selain sebagai aset yang memiliki nilai sejarah namun juga untukoperasi sehari-sehari (multi–use heritage assets) dikapitalisasi sebagaiProperty, Plan, and Equipment (PP&E) dalam laporan keuanganpemerintah. Misalnya Gedung Putih (White House). Untuk aset bersejarah

Page 11: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 8

seperti koleksi seni, koleksi perpustakaan, koleksi museum yang bersejarahyang dianggap nilainya tidak akan menurun dari tahun ketahun maka tidakdisyaratkan untuk dikapitalisasi dengan kondisi seperti:- Koleksi dimiliki untuk memajukan pelayanan publik, misalnya kemajuan

pendidikan bukan untuk memperoleh keuntungan- Koleksi harus dilindungi dan dilestarikan- Koleksi merupakan subjek kebijakan pemiliknya (agen), dalam hal ini

agen harus memberikan gambaran koleksi dan alasan koleksi tidakdikapitalisasi.

Aset bersejarah yang tidak diakui dalam laporan keuangan dilaporkan secaraterpisah dalam Stewardship Assets sebagai suplemen laporan keuangan.

f. IndonesiaStandar Akuntansi Pemerintah pada para. 66-67 menjelaskan aset

bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tidakterbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah mungkin mempunyai banyak asetbersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehanberagam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan.Aset ini jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuannya untukmenghasilkan aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial danhukum bila memanfaatkannya untuk tujuan tersebut.

Dalam SAP para 68-69 menyatakan aset bersejarah harus disajikandalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlahunit monumen, dalam Catatan atas Laporan Keuangan dengan tanpa nilai.Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harusdibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biayatersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan asetbersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.Aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintahselain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untukruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya. Sedangkan untuk aset bersejarahlainnya, potensi manfaatnya terbatas pada karakteristik sejarahnya, sebagaicontoh monumen dan reruntuhan (ruins) tidak diakui sebagai aset tetap.

Pengakuan aset bersejarah berbeda-beda di masing-masing negara. Standaryang dijadikan pedoman dalam praktik pengakuan aset bersejarah juga disesuaikandengan standar yang dimiliki oleh masing-masing negara. Hal ini juga berpengaruhpada pengunaan istilah aset bersejarah yang berbeda di masing-masing negara.Misalnya saja untuk menunjukkan aset tetap digunakan istilah Property, Plant andEquipment (PPE), Fixed Assets, Non-Current Assets, Capital Assets, dan sebagainya.Pada dasarnya, hampir semua negara menyepakati bahwa untuk aset bersejarah yangmemiliki nilai atau kos yang dapat diukur secara andal harus tetap diakui sebagai asettetap. Bagaimana pengakuan aset bersejarah tersebut jika dilihat dari jenis asetbersejarah. Untuk pengakuan aset bersejarah dalam laporan keuangan di beberapanegara akan di gambarkan dalam tabel berikut ini:

Page 12: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 9

Tabel 1.Pengakuan Aset Bersejarah di Beberapa Negara

NegaraJenis Aset

BersejarahPengakuan

Perlakuanyang Berlaku

saat ini

Pertukaranmoneter

Pertukaran

Nonmoneter

Australia Operational Diakui jika cost yangdiukur dapat diandalkan(dapat ditentukan secaraandal)

Fair Value Cost Fair Value

Non Operational Fair Value Cost Fair Value

(Tanah&Bangunan) Fair Value Cost Fair Value

Koleksi Fair Value Cost Fair Value

Situs Fair Value Cost Fair Value

Swedia Operational Diakui Cost Cost Fair Value

Non Operational Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku

(Tanah&Bangunan)

Koleksi Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku

Situs Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku

Inggris Operational Diakui Lower of DRC Cost Current Value

Non Operational Diakui Lower of DRCor

DRC

Cost Current Value

(Tanah&Bangunan)

Koleksi Diakui atas perolehansetelah 31 Maret 2000

Tidak berlaku Cost Current Value

Situs Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku

Amerika Operational Diakui Cost Cost Fair Value

Non Operational Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak Berlaku Tidak berlaku

(Tanah&Bangunan)

Koleksi Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku

Situs Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku

New

Zaeland

Operational Diakui Fair Value Cost Fair Value

Non Operational Diakui Fair Value Cost Fair Value

(Tanah&Bangunan)

Koleksi Diakui Fair Value Cost Fair Value

Page 13: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 10

Situs Diakui Fair Value Cost Fair Value

Indonesia Operational Diakui Fair Value Cost Fair Value

Non Operational Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak Berlaku Tidak berlaku

(Tanah&Bangunan)

Koleksi Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku

Situs Tidak Diakui Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku

Tabel di atas menjelaskan bahwa untuk operational heritage assets atau asetbersejarah untuk kegiatan operasional harus diakui sebagai aset dalam laporankeuangan pemerintah. Karena dari operational heritage assets juga bisa kita lihatbahwa pemerintah jelas akan memperoleh potensi jasa atau manfaat ekonomi.Potensi jasa tersebut dilihat dari nilai sejarah yang terkandung dalam aset bersejarahtersebut sehingga membuat masyarakat terkenang akan kisah atau peristiwa yangterjadi (berfungsi untuk pelayanan publik) dan manfaat ekonomik juga diperoleh darikegiatan operasi pemerintah sehari-hari. Dengan demikian, potensi manfaat tersebutakan diperoleh setelah periode akuntansi berjalan sehingga aset bersejarah memilikiperlakuan yang sama dengan aset tetap pada umumnya. Hal tersebut sejalan denganpernyataan yang ada dalam PSAP No. 7- paragraph 70 yang menyatakan:

“Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepadapemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarahdigunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akanditerapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya.”

Sedangkan untuk non operational heritage assets atau aset bersejarah yangbukan digunakan untuk kegiatan operasi pemerintah tidak semua negaramemperlakukan aset tersebut sama dengan aset tetap pada umumnya. Untuk nonoperational heritage assets terbagi menjadi tiga jenis yaitu:a. Tanah dan Bangunan Bersejarahb. Koleksi Benda Bersejarahc. Situs-situs bersejarah

Dari tabel di atas untuk Australia, Inggris, dan New Zaeland mensyaratkanaset jenis tanah dan bangunan bersejarah diakui sebagai aset tetap dalam laporankeuangan. Baik untuk aset bersejarah periode yang sudah dimiliki maupun yangdiperoleh pada periode berjalan. Sedangkan Amerika, dan Indonesia sendiri tidakmengharuskan pengakuan tersebut dalam neraca. Untuk Swedia sendiri hanyamengakui aset jenis ini sebagai aset tetap jika aset bersejarah tersebut diperoleh padaperiode berjalan yaitu dimulai dari Januari 2003.

Jenis aset bersejarah yang tergolong koleksi benda bersejarah ini adalahmisalnya koleksi museum, koleksi galeri biasanya memiliki nilai seni yang tingi,arsip nasional dan sebagainya. Aset jenis ini hanya New Zaeland dan Australia yangmengharuskan pengakuan di dalam neraca. Sedangkan Inggris mulai mengubahperlakuan atas jenis aset bersejarah ini mulai 31 Maret 2000. Inggris mulai mengakuiaset bersejarah jenis koleksi benda bersejarah sebagai aset tetap dalam neraca sejaktahun tersebut.

Swedia mengakui koleksi benda bersejarah hanya jika aset bersejarah tersebutdiperoleh pada periode berjalan. Sedangkan Amerika dan Indonesia tetap tidak

Page 14: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 11

memperlakukan aset bersejarah tersebut sebagai aset tetap. Untuk situs-situspurbakala seperti candi Borobudur, monumen dan lain sebagainya hanya Australiadan New Zaeland yang mengakui aset bersejarah ini dalam neraca.

5. Pengukuran Aset BersejarahKriteria suatu benda dapat dikatakan pengakuan aset salah satunya adalah

keterukuran (measureability) manfaat ekonomik yang akan datang. Pengukuranmerupakan penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek asetpada saat terjadinya atau pada saat awal aset bersejarah diperoleh. Pengukuran kospada aset bersejarah tersebut akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisisobjek tersebut atau kos yang dilekatkan pada setiap objek aset. Praktik pengukuranaset bersejarah memiliki persepsi yang berbeda. Persepsi ini akan berpengaruh jugaterhadap proses penyajiannya dalam laporan keuangan. Adapun praktik pengukuranaset bersejarah di beberapa negara adalah sebagai berikut:a. Australia

Aset bersejarah mempunyai dua nilai yaitu yang berkaitan dengan pasar danestika, sosial atau lingkungan. Namun nilai estetika ini sulit sekali diukur nilainyasehingga informasinya ditampilkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.Ketentuan-ketentuan pengukuran aset bersejarah di Australia adalah sebagai berikut:o Jika kos suatu aset dapat di tentukan

Aset bersejarah harus diukur dengan menggunakan kerangka nilai wajar.Kerangka yang sama diterapkan untuk aset fisik lainnya. Item yang unik biasanyatidak dapat dilakukan pengukuran. Potensi jasa yang dimiliki untuk kepentinganbudaya dapat dibandingkan dengan item lain jika item tersebut memiliki tingkatpotensi jasa atau kepentingan budaya yang sama. Misalnya, aset pakaian dariperiode tertentu mungkin dapat diganti dengan pakaian pada periode yang sama.Namun jika pakaian tersebut dilihat atau dinilai dari orang yang memakai makaitem penggantinya harus berkaitan dengan orang yang sama. Tujuannya adalahuntuk memperoleh penilaian pada biaya yang reasonable yang akurat secaramaterial. Untuk mencapai tujuan ini, harus ditempuh tahap-tahap atau teknikrandom sampling untuk menilai koleksi lainnya. Yaitu dengan melibatkansejumlah tahap, seperti sampel dan ekstrapolasi untuk menentukan nilai koleksi.Metoda ini sangat mempertimbangkan lokasi, cara penyimpanan aset, ataudimaksukkan dalam nilai aset basis baru revaluasi dan di buat penyusutannyaselama sisa manfaatnya.

o Jika kos suatu aset bersejarah tidak dapat ditentukanDalam hal ini pemerintah Australia dapat memperkerjakan pengukur

(appraiser) dari luar. Appraiser merupakan pihak yang memiliki keahlian untukmemperkirakan dengan tepat kos yang terdapat pada suatu objek. PemerintahAustralia memerlukan jasa penilai karena di dalam pemerintahannya sendiri jikatidak terdapat penilai yang ahli di bidang tersebut dan tidak terdapat objektivitaspenilai internal.

o Untuk Aset bersejarah yang tidak memiliki biaya atau nilai lain yang dapatditentukan secara andal maka akan dilaporkan dalam Catatan atas LaporanKeuangan dan dialokasikan masing-masing $1000.

Metoda pengukuran aset bersejarah adalah dengan menggunakan nilai wajar.Australia mencatat nilai aset bersejarah di dalam neraca baik untuk operationalheritage asset maupun non operational heritage assets. Metoda nilai wajar yang

Page 15: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 12

digunakan tidak berbeda jauh dengan apa yang telah diterapkan New Zaeland.Prosedur yang digunakan adalah:o Apabila terdapat pasar aktif dan likuid, maka nilai wajarnya adalah dengan

menggunakan harga pasaro Apabila tidak terdapat pasar aktif dan likuid tetapi ada bukti pasar untuk aset

serupa maka estimasi nilai wajarnya menggunakan bukti pasar (market evidence)o Apabila tidak terdapat pasar atau harga beli dan harga jual pasar berbeda secara

material nilai wajar ditentukan dengan referensi harga beli pasar dari aset tersebuto Apabila harga pasar tidak ada atau tidak dapat diperoleh dari aktivitas pasar, nilai

wajarnya ditentukan oleh apakah potensi jasa aset tersebut tergantung atau tidakpada perolehan arus kas masuk bersih. Apabila potensi jasa tidak tergantungpada perolehan arus kas masuk bersih, maka nilai wajarnya ditentukan denganmenggunakan written down current cost (jika aset akan diganti bila aset entitashilang) atau market selling price (jika aset tidak akan mengganti bila aset entitashilang).

Penilaian non operational heritage assets di Australia menggunakankerangka yang sama dengan operational heritage assets.

b. SwediaPemerintah Swedia mengimplemtasikan akuntansi akrual dan penggunaan

biaya historis untuk mengukur kos aset bersejarah. Misalnya dalam penggunaan uanguntuk pembelian aset bersejarah maka seharusnya dilaporkan sebagai perubahan asetbukan sebagai biaya dalam laporan keuangan kinerja (laporan operasi). Bagi Swedia,alokasi biaya merupakan hal yang sangat krusial. Namun, Swedia lebihmemfokuskan pada laporan kinerja keuangan. Swedia menganggap bahwa biayahistoris merupakan cara terbaik untuk mencerminkan kelangkaan dalam satuan uang.

c. InggrisOperational heritage assets dinilai sama dengan pengukuran aset tetap

berwujud lainnya. Aset tetap harus dinilai pada saat yang lebih rendah antara biayapenggantian dan nilai guna. Sedangkan non operatinal assets yang harusdikapitalisasi harus dinilai dengan basis berikut:o Jika ada pasar aset sejenis, aset dinilai pada masa yang lebih rendaho Jika tidak ada pasar aset sejenis, aset dinilai dengan depreciated replacement cost

(biaya penggantian ) kecuali jika bangunan atau aset bersejarah tersebut tidakakan dibangun kembali secara fisik maka nilainya nol.

d. Amerika SerikatBasis pengukuran terhadap aset bersejarah yang digunakan Amerika Serikat

adalah harga perolehan. Jadi untuk mengakui aset bersejarah dapat dilakukan jikapemerintah mengetahui secara pasti dengan adanya bukti yang ditemukan di awalproses pengakuan berapa harga perolehan yang terdapat pada aset bersejarah disana.Namun, jika informasi mengenai penntuan nilai aset yang diperoleh pada periodesebelumnya tidak dapat diperoleh, maka Amerika Serikat tidak mengakui asetbersejarah tersebut dalam neraca.

Standar yang berlaku di negara ini adalah hanya menyebutkan bahwa asetbersejarah yang termasuk multi-use heritage assets dapat diakui sebagai aset tetapdan tetap diakui sebagai aset di dalam neraca. Apabila jenis aset bersejarah yang

Page 16: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 13

tergolong heritage assets (non multi-use heritage assets) maka pemerintah tidakmemberikan suatu bentuk akuntabilitas mengenai kos yang terkandung. Masyarakattelah mempercayakan kepada pemerintah untuk menjaga dan melestarikan asetbersejarah yang dimiliki sehingga dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Apabila dalam pemerolehan awal aset bersejarah diperoleh dari donasimaka tidak perlu diakui dalam laporan keuangan. Namun jika nilai wajarnyadiketahui dan material maka perlu dicatat dalam Catatan atas Laporan Keuangandalam tahun yang bersangkutan. Jika tidak diketahui maka informasi lainnyadapat dicantumkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

e. New ZealandAset bersejarah atau cultural assets pada saat pertama kali diakui adalah

diukur dengan basis yang sama dengan aset tidak lancar fisik lainnya. Yaitu dicatatpada harga perolehan. New Zealand mengakui aset bersejarah sebagai aset tetapmereka, dan mereka dapat memperkirakan kos yang dilekatkan pada jenis asetbersejarah berdasarkan teknik-teknik yang mereka berlakukan di negaranya. Di NewZealand mereka menggunakan metoda nilai wajar untuk menilai aset bersejarah.Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut:o Jika terdapat pasar aktif untuk aset yang sama atau aset yang serupa ada, maka

nilai wajar akan ditentukan dengan referensi harga pasar (market price)o Jika pasar aktif tidak ada, nilai wajar ditentukan dengan menggunakan bukti yang

didasarkan pasar (market based evidence)o Jika nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal dengan menggunakan bukti-

bukti yang didasarkan pasar, maka estimasi nilai wajar ditentukan denganmenggunakan biaya penggantian yang didepresiasikan (depreciated replacementcost).

Pada dasarnya terdapat beberapa keuntungan dari penggunaan nilai wajar(fair value). Suatu aset dan liabilitas yang dimiliki, dinilai berdasarkan seberapabernilainya (worth) pos-pos dari elemen tersebut pada saat pelaporan. Seberapabernilai ini artinya, entitas menampilkan nilai sesungguhnya dari entitas pada saatpelaporan, bukan nilai masa lalunya pada saat pelaporan.

f. IndonesiaPengukuran aset bersejarah apabila memiliki karakteristik yang sama dengan

aset dapat diperlakukan sama dengan aset tetap. Yaitu dengan menggunakan metodatertentu untuk menentukan kos yang dilekatkan pada suatu objek. Misalnya denganmenggunakan historical cost atau pun nilai wajar pada saat pengukuran diawalpengakuan aset bersejarah. Dalam SAP para. 24 menyatakan barang berwujud yangmemenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagaiaset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Bila aset tetapdiperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saataset tersebut diperoleh. Apabila harga perolehan sudah tidak tepat untuk mengetahuikos yang andal maka nilai wajar dapat digunakan untuk mengestimasi berapa kosyang dilekatkan pada pada suatu item.

Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau donasi.Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh pengembang(developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah daerah untukmembangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan kaki. Suatu aset juga

Page 17: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 14

mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian wewenang yang dimilikipemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada,pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yangkemudian akan digunakan sebagai tempat operasi pemerintahan. Untuk kedua hal diatas aset tetap yang diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat asettetap tersebut diperoleh (para.26)

Berdasarkan beberapa teknik pengukuran yan dilakukan di masing-masingnegara, penulis menyimpulkan bahwa jika aset bersejarah memiliki kos yang dapatdiukur secara andal maka aset bersejarah dapat diakui dalam neraca. Kos yang andalini dapat diperoleh dengan mendeteksi dari mana aset bersejarah itu diperoleh.Penentuan kos tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metoda historical cost,nilai wajar, atau pun lelang jika tidak terdapat pasar aktif yang dapat digunakanuntuk mengukur kos aset bersejarah. Apabila tidak ada metoda yang tepat untukmengukur kos tersebut, maka pemerintah tidak bisa menampilkan aset bersejarahdalam laporan keuangan dengan menyertakan jumlah rupiah yang dapat mewakilinilai aset bersejarah.

6. Penilaian Aset BersejarahPenilaian aset bersejarah merupakan suatu proses untuk menunjukkan jumlah

rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saatpenyajian. Setelah melalui proses pengukuran untuk pengakuan awal, suatu objekdapat saja mengalami perubahan nilai. Perubahan tersebut bisa menyebabkanbertambahnya kos yang dilekatkan pada suatu objek, atau membuat kos yangdilekatkan pada suatu objek semakin rendah. Hal tersebut dapat disebabkan olehadanya penyusutan terhadap suatu objek, kerusakan pada objek akibat bencanasehingga membutuhkan renovasi, atau dapat pula disebabkan oleh adanya perbaikanrutin objek akibat termakan usia.

Tujuan dari penilaian aset adalah untuk merepresentasi atribut pos-pos asetyang berpaut dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis penilaianyang sesuai. Singkatnya, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan pelaporankeuangan. Berikut penulis sertakan teknik peneilaian yang dilakukan oleh beberapanegara di dunia.a. Australia

Pada tahap penilaian, aset bersejarah dicatat nilainya berdasarkan besarnyabiaya yang dikeluarkan selama masa penggunaan atau keberadaan aset bersejarah.Misalnya akibat adanya penyusutan aset bersejarah maka perlu dilakukan penilaianatas aset bersejarah. Karena dapat saja nilai atau kos yang dilekatkan pada objekakan berubah. Australia menerapkan metoda depresiasi untuk aset bersejarah yangmemiliki masa manfaat yang terbatas. Sedangkan untuk aset bersejarah yang tidakterbatas masa manfaatnya maka tidak perlu adanya depresiasi karena nilaipenyusutan pada aset bersejarah akan semakin tidak material.

Metoda depresiasi yang dipilih harus mencerminkan pola terbaik daripenggunaan aset atau kerugian potensi jasa dan diterapkan secara konsisten dari satuperiode akuntansi ke periode akuntansi berikutnya. Mengkapitalisasi pengeluaranaset bersejarah dan diakui dalam laporan keuangan sebagai non-cultural asset jikajumlah yang dikeluarkan tersebut material dan dapat kita telusuri apakah adapengaruh dengan potensi jasa aset tersebut. Dimana peningkatan potensi jasa tersebutdapat diukur dengan mengindikasikan peningkatan masa manfaat atau perolehan

Page 18: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 15

pendapatan yang meningkat. Contoh dari pengeluaran tersebut yang dapatdikapitalisasi adalah pengeluran modal.

Pengeluaran modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangkapembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikanmanfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaranuntuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masamanfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Sehingga perlakuan yangdilakukan adalah dengan mengkapitalisasi jumlah pengeluaran dalam laporankeuangan yaitu dengan menambahkan pada nilai buku aset atau dimasukkan dalamnilai aset basis baru revaluasi dan didepresiasikan sesuai dengan sisa masamanfaatnya.

Biaya yang dikeluarkan selain penegeluaran modal adalah pengeluaranpemeliharaan. Pengeluaran pemeliharaan adalah pengeluaran yang dikeluarkan dantidak menambah dan memperpanjang masa manfaat dan atau kemungkinan besartidak memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas,mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja tetap dikategorikan sebagai belanjaatau biaya pemeliharaan dalam laporan keuangan. Biaya yang dikeluarkan untukpemeliharaan diperlakukan sebagai beban periode berjalan Baik pengeleuaran modalmaupun pengeluaran pemeliharaan keduanya akan mempengaruhi proses penilaianterhadap aset bersejarah.

b. SwediaPemerintah Swedia tidak mengkapitalisasi aset bersejarah yang sudah

dimiliki dan mengkapitalisasi aset bersejarah tambahan. Ada beberapa basispenilaian yang digunakan untuk aset yaitu biaya historis, nilai pasar atau nilaipenggantian selama aset bersejarah tersebut dimiliki. Alasan pemerintah Swediatidak mengkapitalisasi aset bersejarah yang sudah dimiliki adalah karena untuk asetbersejarah sangat sulit untuk menentukan nilai aset yang umumnya sudah tua dansesuai dengan kerangka konseptual, hanya aset yang dapat diukur saja yang secaraandal dapat diakui. Pemerintah Swedia menggunakan biaya historis sebagai basispenilain aset bersejarah.

c. InggrisInggris adalah negara yang kaya akan seni dan aset bersejarahnya. Namun,

hal tersebut tidak membuat negara ini acuh terhadap penguasaan dan pengawasanaset bersejarah tersebut. Inggris menggunakan metoda yang berbeda dari negara-negara lain. Yaitu dengan menggunakan mana yang lebih rendah antara biayapenggantian dengan jumlah yang dapat diperoleh kembali (Lower of ReplacementCost and Recoverable Amount).

Biaya penggantian yaitu dilihat dari nilai penggunaannya (existing use value).Tidak semua aset memilki biaya penggantian yang mudah untuk diukur. Untuk asetbersejarah yang tidak memiliki pasar terbuka, biaya penggantiannya adalahReplacement Cost. Akan tetapi jika dimungkinkan aset bersejarah tersebut memilikipasar terbuka maka nilainya ditentukan dengan menggunakan nilai pasar terbuka.Untuk jumlah yang dapat diperoleh kembali didefinisikan sebagaimana yang lebihtinggi antara nilai yang dapat direalisasikan bersih (net realizable value) dengan nilaiguna (value in use). Nilai guna yang dimaksud paling tidak sama dengan biaya untukmengganti potensi jasa aset. Penentuan nilai non –operational heritage assets untuk

Page 19: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 16

jenis tanah dan bangunan bersejarah maupun koleksi benda bersejarah yaitu denganmengunakan lower of depreciated cost and net realizable value. Jika aset tidak akanatau tidak dapat dibangun kembali secara fisik, maka nilainya sama dengan nol.

d. Amerika SerikatPenilaian aset bersejarah di Amerika meliputi biaya-biaya yang

digunakan pemerintah untuk tetap melestarikan aset bersejarah ataupengorbanan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendapatkannya. Misalnyabiaya perolehan, rekonstruksi, dan biaya perbaikan multi-use heritage asset.Biaya-biaya tersebut dikapitalisasi sebagai general property, plant, andequipment (PP&E) dan didepresiasikan selama masa manfaat aset. Sedangkanselain biaya-biaya tersebut diperlakukan sebagai beban operasi umum periodeberjalan dalam lampiran keuangan pemerintah.

e. New ZealandEntitas pelaporan di New Zealand boleh menilai kembali aset bersejarah.

Penilaian kembali (revaluasi) diperbolehkan asalkan entitas menggunakan nilaiwajar. Adapun prosedur yang harus dilakukan untuk menilai kembali aset bersejarahantara lain :o Jika terdapat pasar aktif untuk aset yang sama maka harga pasarnya menjadi nilai

wajarnya.o Jika tidak terdapat pasar aktif, maka nilai wajar tersebut harus ditentukan dengan

menggunakan bukti yang didasarkan pada pasar lainnya (misalnya lelang).o Namun jika kedua hal tersebut tidak ada, maka digunakan Depreciated

Replacement Cost (DRC). Tujuan untuk apa item tersebut dimiliki akanmenentukan bentuk penggantian dan penilaian yang tepat. Penggunaan dari asetbersejarah juga akan menetukan perlu tidaknya dilakukan suatu pengukuran danpenilaian.

Bangunan dan tanah dicatat berdasarkan nilai wajarnya setelah dikurangiakumulasi penyusutan sejak sejak 30 Juni 2004. Perlakuan tersebut juga berlakuuntuk aset-aset fisik yang sulit diperoleh nilai pasarnya. Penerapan depresiasi inidipraktikan di kota Christchurch untuk jenis bangunan bersejarah didepresiasikanantara 1%-4% dari penilaian sedangkan untuk asset bersejarah lainnya seperti koleksibuku, dan karya seni didepresiasikan sebesar 0,1% dari penilaian.

f. IndonesiaMetoda penilaian aset bersejarah di Indonesia saat ini adalah dengan

menggunakan historical cost atau nilai wajar. SAP No. 24 menyatakan barangberwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dandikelompokkan aset tetap pada awalnya harus diukur dengan biaya perolehan. Jikatidak, kita dapat menggunakan nilai wajar untuk menilai kos aset bersejarah tersebut.Teknik penilaian di Indonesia saat ini dterapkan untuk jenis operational heritageassets. Sedangkan untuk jenis non operational heritage assets tidak bisa diukur kosyang andal. Hal ini disebabkan oleh masih belum ditemukannya metoda yang tepatuntuk menilai non operational heritage assets dan juga biaya yang besar serta waktuyang lama.

Page 20: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 17

Dalam tahap penilaian aset bersejarah, pemerintah Indonesia melakukanproses ini dengan melihat adanya penyusutan dalam aset bersejarah. Aset bersejarahyang termasuk aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik asettersebut. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metoda yangsistematis sesuai dengan masa manfaat. Metoda penyusutan yang digunakan harusdapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa (service potential)yang akan mengalir ke pemerintah.

Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau secara periodikdan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, penyusutan periodesekarang dan yang akan datang harus dilakukan penyesuaian. Metoda penyusutanyang dapat dipergunakan antara lain:(a) Metoda garis lurus (straight line method); atau(b) Metoda saldo menurun ganda (double declining balance method)(c) Metoda unit produksi (unit of production method).(para54-57)

Metoda depresiasi seperti yang sudah dijelaskan di atas memang tidak semuadiberlakukan untuk semua jenis aset bersejarah. Sulitnya untuk menentukanbesarnya depresiasi membuat penilai harus teliti dalam mengestimasi aset bersejarah.Jika tidak diperoleh estimasi yang terbaik maka informasi keuangan mengenai asettersebut tidak dapat ditampilkan. Sehingga informasi lain yang relevan harusdilaporkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Misalnya informasi mengenaialasan ketidakmampuan memperoleh nilai yang andal, kuantitas, sifat dan fungsi asetserta signifikasi penggunaanya. Jika terdapat informasi mengenai biaya pemeliharaanjuga dapat dimasukkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

7. Metoda Penilaian Aset BersejarahPenjelasan di atas menimbulkan rasa keingintahuan penulis akan pengakuan

aset bersejarah terhadap metoda penilaian yang dilakukan oleh beberapa negara yangmengakui aset bersejarah sebagai aset tetap dan diakui dalam Laporan Keuangan.Metoda yang diterapkan di negara-negara seperti Australia dan New Zaeland dapatdipertimbangkan untuk penerapan metoda pengukuran aset bersejarah. Padaprinsipnya, untuk ke lima negara pada tabel 1 di atas mengakui operational heritageassets dalam laporan keuangan. Penilaian operational heritage assets yang diperolehpada periode sebelumnya umumnya menggunakan kerangka nilai wajar. Nilai wajarmerupakan konsep pengukuran yang memerlukan teknik pengukuran khusus dalamimplementasinya. Teknik yang digunakan adalah tergambar sebagai berikut:

Page 21: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 18

7.1. Penilaian Aset Bersejarah yang Diperoleh Pada Periode BerjalanAset bersejarah yang diperoleh pada periode berjalan maksudnya adalah

peninggalan yang dibuat atau ditemukan pada periode berjalan karena adanya suatuperistiwa yang melatar belakanginya. Pemerintah dapat membuat batasan tahundimana aset bersejarah jika dibuat setelah batasan tahun tersebut maka bisa diakuisebagai aset tetap dalam laporan keuangan. Pengakuan aset bersejarah dalam periodeberjalan akan memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai perubahansumber daya entitas pemerintah kepada penyedia sumber daya atau pemakai laporankeuangan lainnya. Dengan demikian, akan mempermudah dalam menganalisalaporan keuangan, kinerja operasi dan pengelolaan aset bersejarah oleh entitaspemerintah dengan baik. Dan untuk menilai aset bersejarah yang diperoleh padaperiode berjalan lebih dapat diandalkan.

Aset bersejarah yang diperoleh pada periode berjalan dinilai denganmenggunakan atribut yang tepat sesuai dengan bagaimana cara perolehannya, apakahdengan membangun aset bersejarah tersebut akibat suatu peristiwa bersejarah, ataudiperoleh dengan pertukaran moneter atau bahkan melalui pertukaran non moneter.

Page 22: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 19

Biaya yang paling signifikan berkaitan dengan pengakuan perolehan periode berjalanadalah biaya pengukuran atribut yang dapat diverifikasi. Pengakuan terhadappembelian aset bersejarah maksudnya dapat diukur dan atribut seharusnya dapatdiperoleh dengan biaya paling sedikit. Jika perolehannya dari sumbangan padaperiode berjalan memerlukan estimasi nilai wajar dari aset tersebut. Estimasi nilaiwajar yang andal dapat diperoleh dari informasi yang digunakan untuk tujuan pajak,asuransi, atau penyelenggaraan catatan internal dengan sedikit tambahan biaya bagiorganisasi, jika ada (Glazer dan Jeanicke, 1991).

Tambahan biaya yang terjadi dalam memperoleh ukuran yang andal untukperolehan aset bersejarah pada periode berjalan dapat dijustifikasi dengan manfaatsubstansial yang diperoleh dari informasi tersebut. Dengan informasi yang lebihlengkap mengenai perubahan sumber daya organisasi, penyedia sumber daya danpemakai lainnya dapat menganalisa posisi keuangan, kinerja operasi dan pengelolaanaset bersejarah yang lebih baik. Misalnya jika perolehan periode berjalan diakuisebagai pendapatan atau keuntungan, pemakai memiliki informasi mengenai jumlahnilai uang dari kontribusi kas yang digunakan untuk membeli atau memperoleh asetbersejarah. Informasi tersebut dapat membantu pemakai laporan keuangan dalammembuat keputusan alokasi sumber daya yang lebih efektif dan efisien. Sehinggalaporan keuangan lebih dapat dibandingkan antar entitas pelaporan.a) Aset bersejarah yang diperoleh melalui Pertukaran Moneter

Apabila aset bersejarah diperoleh melalui transaksi yang wajar (arm’slength transaction) yang melibatkan aset atau kewajiban moneter, maka hargaperolehan atau cost yang melekat pada aset bersejarah tersebut merupakan atributyang paling relevan. Hal ini karena harga perolehan merupakan ukuran objektifdari aset bersejarah saat perolehan sehingga harga perolehan merupakan atributyang logis untuk diukur ketika entitas pemerintah mengaki aset bersejarah dalamlaporan keuangannya.

b) Aset bersejarah yang diperoleh melalui Pertukaran Non MoneterApabila sebaliknya aset bersejarah dperoleh melalui kegiatan non

moneter seperti diperoleh melalui sumbangan, donasi, sitaan, rampasan, temuandan sebagainya entiotas pastinya tidak memiliki bukti yang menunjukkanberpaka harga perolehan aset bersejarah tersebut sehingga harus menggunakanatribut pengukuran selain harga perolehan. Di beberapa negara berdasarkanpenjelasan di atas atrbut pengukuran yang digunakan dalam kasusu seperti iniadalah melalui nilai wajar. Dengan demikian nilai wajar merupakan atribut yangdigunakan dalam kasus ini.

Penulis menggambarkan model pengakuan aset bersejarah untuk dapatdilaporkan dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut:

Page 23: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 20

Gambar 2 Model Pengakuan Aset Bersejarah dengan Metode Nilai Wajar

7.2. Pemeliharaan Aset BersejarahAset bersejarah sesuai dengan tujuan pemerintah untuk melestarikan budaya

lama atau peninggalan sejarah agar generasi masa mendatang tetap mengetahuibagaimana kisah sejarah ini terjadi maka perlu dilakukan pemeliharaan terhadap asetbersejarah. Pemeliharaan pada umumnya akan mengelauarkan biaya pemeliharaandan renovasi yang cukup besar untuk mempertahankan aset bersejarah agar tetapdalam kondisi yang baik. Biaya pemeliharaan dikeluarkan secara rutin untukmerawat aset bersejarah agar tetap digunakan sebagaimana fungsinya. Sedangkanpengeluaran biaya renovasi akan meningkatkan kapasitas jasanya atau menambahmasa manfaatnya. Oleh karena itu, pengeluaran biaya pemeliharaan harusdibebankan pada periode berjalan dan pengeluaran biaya renovasi harusdikapitalisasi sebagai aktiva tetap.

Biaya pemeliharaan yang dikeluarkan untuk aset bersejarah yang diakuidalam laporan keuangan dibebankan pada periode berjalan, tetapi harus tetapdikapitalisasi apabila jumlah dari biaya tersebut melebihi jumlah pengeluaran modal.Jumlah tersebut tergantung pada kebijakan akuntansi masing-masing entitas. DiIndonesia mensyaratkan bahwa pengeluaran biaya renovasi aset bersejarah harus

Page 24: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 21

dikapitalisasi sebagai aktiva tetap. SAP juga mensyaratkan bahwa masing-masingentitas pelaporan harus menetapkan kebijakan akuntansi berupa kriteria dan atausuatu batasan jumlah biaya tertentu untuk menetapkan kapitalisasi biaya. Hal inidilakukan karena setiap entias pelaporan akan memiliki jumlah dan penggunaan asettetap yang berbeda tergantung pada kondisi keuangan dan operasionalnya (PSAP No.7 para 50-52)

7.3. Penyusutan Aset BersejarahPenyusutan aset bersejarah adalah alokasi biaya perolahan aset selama masa

manfaatnya. Mengingat aset bersejarah dilindungi oleh pemerintah dalam waktuyang tidak terbatas, nilainya meningkat terus meskipun kondisi fisiknya menurun,umur ekonomisnya sulit ditentukan, sehingga cenderung memiliki umur manfaatyang tidak terbatas pula. Dalam praktek di beberapa negara kecuali Swediamensyaratkan adanya penyusutan terhadap aset bersejarah dengan syarat masamanfaatnya terbatas dan nilainya material. Swedia tidak menyusutkan aset bersejarahdengan pertimbangan aset tersebut biasanya memiliki umur ekonomis yang tidakterbatas. Sedangkan di Indonesia sendiri tetap mensyaratkan adanya penyusutan padajenis operational heritage asset dan disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlahunit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas LaporanKeuangan dengan tanpa nilai (SAP No. 7:PP No. 71 Tahun 2010).

Penyusutan dalam entitas pemerintahan merupakan proses pendanaan aset,dengan beban yang dibuat sesuai dengan penyusutan yang telah ditentukan denganpertimbangan jumlah yang diperlukan untuk mendanai penggantian aset, bukansebagai ukuran potensi jasa yang dikonsumsi. Jika penyusutan merupakan prosespendanaan aset, pengakuan penyusutan hanya relevan jika aset tersebut diganti(Rowles,1992 hal.55).

Perkembangan ilmu akuntansi saat ini mulai mengembangkan alternatifakuntansi penyusutan untuk mengukur biaya konsumsi jasa aset yaitu akuntansipembaharuan (renewal accounting) dan pemeliharaan tertunda (defferedmaintenance). Renewal Accounting disajikan dalam neraca dengan jumlah yangtetap dan perbaikan atau pemeliharaan yang berkaitan dengan aset tersebutdibebankan sebagai expense. Sedangkan untuk deffered maintenance memerlukanpencatatan di setiap periode pelaporan. Estimasi jumlah pengeluaran yang diperlukanuntuk memperbaiki kerusakan yang terjadi dalam aset. Kedua sistem tersebutberbeda dengan sistem penyusutan dimana beban ditentukan oleh referensi estimasipotensi jasa yang dikonsumsi (Rusdiyanto:2005).

Menurut penulis, seharusnya untuk semua jenis aset bersejarah yang dapatdiukur baik yang berfungsi sebagai operational heritage asset dan non operationalheritage asset (misalnya tanah dan bangunan bersejarah) seharusnya dilakukanpenyusutan. Meskipun pemerintah bermaksud untuk mempertahankannya dalamwaktu yang tidak terbatas suatu bangunan tentunya memiliki daya tahan fisik yangterbatas. Informasi mengenai besarnya penyusutan dapat membantu pemerintahdalam memutuskan waktu perbaikan (renovasi), sehingga bangunan tersebut tetapdalam kondisi yang baik. Berbeda halnya pada jenis aset yang termasuk situspurbakala dan koleksi seni umumnya memiliki masa manfaat yang sangat lama dannilai sisanya tinggi. Dengan demikian, nilai depresiasinya tidak material sehinggatidak perlu dilakukan penyusutan. Penyusutan aset bersejarah perlu dilakukan apabilamasa manfaatnya terbatas dan nilainya material. Apabila tidak material, maka nilai

Page 25: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 22

aset bersejarah akan terus disajikan sebesar nilai perolehan awal dalam neraca entitaspelaporan pemerintah.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dan praktek perlakuan negara-negara lainterhadap aset bersejarah maka penulis menyimpulkan aset bersejarah yang dapatdinilai dengan metoda yang tepat sehingga menghasilkan informasi yang andalmengenai kos pada aset bersejarah yang disajikan dalam laporan keuangan. Bagipemerintah Indonesia memang seharusnya untuk jenis aset bersejarah untuk kegiatanoperasional pemerintah diakui dan dicatat dalam Laporan Keuangan. KSAPmenetapkan suatu kebijakan akuntansi atau pedoman dalam menetapkan proseduruntuk menentukan nilai wajar operational heritage assets tersebut sehingga entitaspelaporan pemerintah Indonesia menggunakan atribut yang sama dalam penilaianaset bersejarah. Sehingga laporan keuangan antar entitas dapat diperbandingkan.

Sedangkan untuk pengakuan non operational heritage assets menurutpendapat penulis sebaiknya untuk jenis aset bersejarah tanah dan bangunanbersejarah yang diperoleh pada periode berjalan harus dinilai untuk kemudian diakuidalam neraca dengan tujuan pelaporan keuangan entitas pelaporan pemerintah.Karena pada dasarnya apabila aset bersejarah yang bernilai sering menjadi perhatianpublik sehingga jika tidak dikelola dengan baik publik akan menilai entitaspemerintahan memiliki kinerja yang buruk.

8. Penyajian Aset Bersejarah dalam Laporan Keuangan PemerintahTahap akhir dari beberapa proses pengakuan aset bersejarah adalah untuk

melaporkan aset bersejarah dalam laporan keuangan pemerintah. Pemerintahmembuat laporan keuangan pemerintah sebagai bentuk pertanggungjawaban ataspengelolaan aset publik. Aset bersejarah merupakan salah satu aset yang dimilikioleh publik sehingga membutuhkan perhatian dari pemerintah agar tetap dalamkeadaan yang baik.

Pemerintah membuat laporan keuangan untuk memberikan informasi kepadapublik, salah satunya adalah informasi akuntansi yang berupa laporan keuangan.Informasi keuangan berfungsi memberikan dasar pertimbangan untuk pengambilankeputusan dan merupakan alat untuk melaksanakan akuntabilitas pemerintah secaraefektif. Dalam proses penyajian aset bersejarah, diharapkan aset bersejarah dapatdisajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Pertimbangan-pertimbangan yangmenjadi alasan ada/tidaknya aset bersejarah dalam laporan keuangan pemerintahharus memiliki alasan yang pasti. Sehingga tidak timbul permasalahan publik.

Praktik penyajian aset bersejarah merupakan akhir dari pengakuan asetbersejarah. Dalam penjelasan sebelumnya, beberapa negara memiliki persepsi yangberbeda mengenai aset bersejarah. Hal ini akan berdampak pula pada penyajian asetbersejarah dalam laporan keuangan pemerintah. Seperti proses penyajian laporankeuangan di negara-negara berikut ini:a. Australia

Pengklasifikasian aset di Australia didasarkan pada likuiditas yaitu currentassets dan non-current assets. Aset bersejarah dimasukkan dalam Laporan Keuangandengan klasifikasi non current assets dengan kategori Property, Plant, danEquipment dalam seksi Heritage and Community Assets dan diungkapkan secaraterpisah dalam catatan property, plan, dan equipment. Apabila entitas di Australiatersebut tidak mengakui aset bersejarah sebagai aset maka catatan atas laporankeungan harus mencakup deskripsi item tersebut, alasan tidak mengakui item, jumlah

Page 26: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 23

yang dikeluarkan untuk memperoleh item tersebut, dan jumlah dari pelepasan itemselama tahun yang bersangkutan.

b. SwediaLaporan konsolidasi pemerintah pusat, aset bersejarah tidak diungkapkan

secara terpisah, tetapi dicatat sebagai Buildings, Land and other real estate. Karenapemerintah Swedia tidak membedakan suatu aset bersejarah dengan aset tetaplainnya. Di negara ini, aset bersejarah dikapitalisasi sebagai aset tetap sejak Januari2003. Sedangkan sebelum Januari 2003 tidak dikapitalisasi.

c. InggrisAset bersejarah yang dikapitalisasi baik operational aset bersejarah maupun

non-operational aset bersejarah, disajikan dalam tangible fixed assets sesuai dengankategorinya masing-masing. Apakah itu dicatat sebagai bangunan, tanah,infrastruktur, alat transportasi, dan lain sebagainya.

Pengungkapan atas kedua jenis aset tersebut harus dianalisis secara rinci,artinya baik non-operational assets maupun operational assets yang dikapitalisasiharus dimasukkan dalam judul asset yang sesuai. Untuk non operational asset yangtidak dikapitalisasi, maka pengungkapannya harus dimasukkan dalam Catatan atasLaporan Keungan sehingga rincian tersebut dapat memuat umur dan skala aset sertabagaimana aset tersebut diperoleh dan penggunaanya.

d. Amerika SerikatPemerintah Amerika Serikat melaporan aset bersejarah dalam

Stewardship Assets sebagai informasi tambahan. Namun multi-use heritageassets dilaporkan sebagai General PP&E (general property, plant, andequipment) dalam neraca. Di Amerika informasi yang paling relevan adalahinformasi non keuangan. Publik mempercayakan aset bersejarah ini kepadaPemerintah untuk menguasainya dan bertanggung jawab atas pemeliharannya.

Pemerintah Amerika mengklasifikasikan aset bersejarah dalamStewardship Assets Reporting menjadi tiga kategori yaitu:o Collection type Heritage Assets

Collection type heritage assets meliputi objek-objek yang dikoleksidan dipelihara di museum-museum atau perpustakaan.

o Natural Heritage AssetsNatural Heritage Assets meliputi pemandangan alami yang memiliki

keindahan dan bias dijadikan objek wisata. Misalnya area hutan nasional,pemandangan yang indah, danau yang indah, sungai-sungai, naturallandmark, grassland, dan sebagainya.

o Cultural Heritage AssetsCultural Heritage Assets meliputi tempat-tempat bersejarah, tugu

peringatan, monument, bangunan bersejarah nasional, dan tempat-tempatpurbakala.

e. New ZealandAset bersejarah diklasifikasi PPE dalam neraca sesuai dengan kategori, tidak

disajikan dengan judul cultural and heritage assets. Contohnya untuk bangunan

Page 27: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 24

bersejarah dicatat sebagi akun buildings, sedangkan koleksi aset bersejarah lainnyadicatat sebagai other assets.

f. IndonesiaStandar Akuntansi Pemerintah (SAP) para. 64 tidak mengharuskan

pemerintah menyajikan aset bersejarah dalam neraca, tetapi cukup dilaporkan dalamCatatan atas Laporan Keuangan. Adapun aset bersejarah yang diakui dalam neracaadalah aset yang memiliki fungsi atau digunakan sebagai perkantoran. Selain darinilai sejarah yang dimiliki, item ini juga digunakan sebagai operasional pemerintah.Oleh karena itu perlu adanya pengakuan aset bersejarah dalam neraca. Untuk asetbersejarah yang tidak dgunakan sebagai operasional pemerintah maka di dalamCatatan atas Laporan Keuangan harus memuat informasi-informasi yang terkaitdengan objek tersebut.

Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unitkoleksi yang dimiliki atau jumlah unit monument tanpa menggunakan nilai (para.68).Untuk biaya yang tekait dengan pemeliharaan atau rekonstruksi harus dibebankansebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasukseluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalamkondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.

Penulis berpendapat bahwa, proses penyajian aset bersejarah dalam laporankeuangan pemerintah merupakan final action dari tahap pengakuan, pengukuran, danpenilaian aset bersejarah. Apabila aset bersejarah ”lolos” dalam tahap-tahap tersebutmaka aset bersejarah harus disajikan dalam laporan keuangan. Misalnya asetbersejarah yang diperoleh pada periode berjalan dan memiliki keterbandingan danketerukuran dengan benda lain sehingga kos yang terkandung dalam aset bersejarahtersebut dapat merepresentatifkan kos yang melekat pada objek tersebut. Asetbersejarah yang dapat diakui sebagai aset tetap dalam neraca adalah MonumenLegian yang dibuat untuk mengenang kejadian pengeboman 2 Oktober 2002, selainitu pembuatan aset bersejarah lainnya yang memiliki kos yang andal untuk diakui.Adanya pengakuan aset bersejarah akan mendorong pengelolaan aset bersejarah yangbaik oleh entitas pengendali. Apabila aset tersebut tidak diakui dalam laporankeuangan entitas pemerintah, publik tidak akan mengetahui perkembanganpengelolaan aset bersejarah yang berada dalam pengelolaan dan pengendalianpemerintah.

8.1. Standar Pelaporan Aset BersejarahBerikut ini diuraikan standar akuntansi pelaporan aset bersejarah dari

beberapa badan penyusun standar.a. International Public Sector Accounting Standard ( IPSAS)/International

Accounting Standard Board (IASB)Pelaporan aset bersejarah diatur dalam IPSAS 17 tentang ”Property,

Plant, and Equipment (PPE)” paragraf 7-10. Standar tersebut tidakmengharuskan entitas untuk mengakui aset bersejarah yang memenuhi definisidan kriteria pengakuan dari PPE. Jika entitas mengakui aset bersejarah, entitasharus menerapkan ketentuan pengungkapan dan ketentuan pengukuran.

Aset disebut sebagai aset bersejarah karena signifikansi budaya,lingkungan atau sejarah. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa aset sejarahtersebut mencakup bengunan bersejarah, monumen, situs purbakala, daerah

Page 28: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 25

konservasi dan cagar alam serta karya seni. Ada beberapa karakteristik tertentudari aset bersejarah yaitu :o Nilai budaya, lingkungan, pendidikan dan sejarahnya tidak mungkin

tercermin penuh dalam nilai uang yang didasarkan pada harga pasaro Ketentuan hukum dan undang-undang yang melarang atau membatasi

pelepasan dengan cara penjualano Tidak mudah diganti nilainya dan terus meningkat sepanjang waktu

meskipun kondisi fisiknya menuruno Sulit mengestimasi masa manfaatnya yang beberapa kasus dapat mencapai

ratusan tahun.Aset bersejarah dimiliki oleh suatu entitas (pemerintah) biasanya

diperoleh dengan cara pembelian, donasi, warisan, dan sitaan. Dan aset-asetbersejarah memang tidak dikeluarkan untuk menghasilkan arus kas masukdan terdapat kendala hukum atau sosial jika menggunakan untuk tujuantersebut. Beberapa aset bersejarah mempunyai potensi jasa selain nilaisejarah yang terkandung di dalamnya, misalnya bangunan bersejarah yangdigunakan untuk perkantoran. Jika seperti itu bisa diakui atau diperlakukansama seperti aset pada umumnya. Sedangkan untuk aset bersejarah yangpotensi jasanya terbatas pada karakteristik sejarahnya, misalnya monumendan reruntuhan, maka harus dicantumkan informasi yang berkaitan dengan asettersebut.

b. Statement of Federal Financial Accounting Standard (SFFAS)–FederalAccounting Standard Advisory Boards (FASB)

Aset bersejarah diatur dalam SFFAS No. 16 tentang Measurement andReporting for Multi-use Heritage Assets yang merupakan amandemen dari SFFASNo. 6 dan 8 tentang Accounting for Property, Plant, and Equipment (PPE) danSupplementary Stewardship Reporting. Aset bersejarah merupakan jenis PPE yangdigunakan untuk kepentingan sejarah atau alam, kepentingan budaya, pendidikandan keindahan, serta dapat pula digunakan untuk kepentingnya karakteristikarsitektur bangunan. Aset bersejarah pada umumnya diharapkan untuk dilindungidalam waktu yang tidak terbatas. Dalam beberapa kasus aset bersejarah digunakanuntuk tujuan atau fungsi sejarah dan operasi pemerintahan umum. Dalam mencapaitujuan tersebut aset bersejarah dianggap sebagai multi-use heritage asset jikakegunaan utamanya adalah operasi pemerintahan umum. Biaya perolehan,perbaikan, atau rekonstruksi aset-aset tersebut harus dikapitalisasi seperti aset tetaplainnya dan disusutkan. Dimana biaya-biaya tersebut diakui pada statement of netcost untuk periode terjadinya biaya.

Pelaporan informasi-informasi yang relevan mengenai aset bersejarah yangharus memuat hal-hal berikut ini:

o Deskripsi setiap kategori utama aset bersejaraho Jumlah unit fisik yang ditambahkan dan dikeluarkan dari catatan aset bersejaraho Deskripsi metoda perolehan dan penarikan aset bersejaraho Kondisi aset kecuali kalau aset tersebut telah dilaporkan dalama Catatan Laporan

Keuangano Referensi ke catatan laporan keuangan jika deffered maintenance dilaporkan untuk

aset.

Page 29: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 26

9. SimpulanAset bersejarah merupakan aset yang dikuasai oleh negara dan harus

dilestarikan untuk generasi mendatang. Berdasarkan karakteristik aset bersejarah,penulis menyimpulkan bahwa aset bersejarah merupakan barang publik yang berhargadan membawa atribut-atribut unik yang berkaitan dengan budaya, sejarah, pendidikan,pengetahuan, dan lingkungan yang dilestarikan dan dipertahankan keberadaannyadalam waktu yang tidak terbatas.

Jika ditinjau dari definisi, karakteristik, dan ciri-ciri dari aset bersejarah secaragaris besar memiliki kesamaan dengan aset tetap. Karena aset bersejarah memilikipotensi jasa dan manfaat ekonomis masa depan. Pemerintah mengupayakan untukmelestarikan aset bersejarah tersebut dengan cara memelihara, merawat, danmempertahankan nilainya untuk kepentingan pelayanan publik. Tujuan utamapemeliharaan ini bukan untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan sendiri bagipemerintah, namun untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa sejarah juga tidakboleh terlupakan dan aset bersejarah merupakan bukti bahwa telah terjadi suatukejadian penting yang mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara.

Pada tahap pengakuan aset bersejarah dapat disimpulkan bahwa pemerintahIndonesia seharusnya memperlakukan sama antara non-operational heritage assetsdengan operational hertitage aset. Yaitu diakui sebagai aset tetap dalam laporankeuangan. Namun, jenis non operational heritage assets yang dapat diakui dalamneraca adalah jenis aset tanah dan bangunan bersejarah yang diperoleh pada periodeberjalan.

Hal ini sejalan dengan pengakuan aset bersejarah bahwa dapat diakui sebagaiaset tetap dalam neraca jika memiliki kos yang andal sehingga. Untuk menentukan kosyang andal maka diperlukan bukti yang menunjukkan berapakah kos yang melekatisuatu item tersebut. Karena pada dasarnya apabila aset bersejarah yang bernilai seringmenjadi perhatian publik sehingga jika tidak dikelola dengan baik publik akan menilaientitas pemerintahan memiliki kinerja yang buruk.

Beberapa praktik akuntansi di beberapa negara mencoba menemukan apakahakuntansi dapat memperlakukan aset bersejarah dengan lebih baik. Penggunaan asetbersejarah dan waktu pemerolehan aset bersejarah akan mempengaruhi perlakuanpengakuan aset dalam laporan keuangan. Saat ini hanya Australia dan New Zaelandsaja yang mengakui aset bersejarah sebagai aset tetap dalam laporan keuangan.Sedangkan di Amerika hanya mengakui operational heritage asset sebagai aset tetapdalam laporan keuangan. Sedangkan Swedia sendiri yang mengakui aset bersejarahyang diperoleh dalam periode berjalan.

Tahap setelah proses pengakuan adalah proses pengukuran. Dalam proses inikos yang dilekatkan pada objek atau suatu item harus dapat ditelusuri sehinggamenghasilkan informasi yang andal. Terdapat beberapa teknik pengukuran asetbersejarah diantaranya adalah dengan menggunakan metoda historical cost, nilaiwajar, atau pun lelang jika tidak terdapat pasar aktif yang dapat digunakan untukmengukur kos aset bersejarah. Apabila tidak ada metoda yang tepat untuk mengukurkos tersebut, maka pemerintah tidak bisa menampilkan aset bersejarah dalam laporankeuangan dengan menyertakan jumlah rupiah yang dapat mewakili nilai asetbersejarah. Aset bersejarah yang memiliki kos yang dapat diukur secara andal makaaset bersejarah dapat diakui dalam neraca. Kos yang andal ini dapat diperoleh denganmendeteksi dari mana aset bersejarah itu diperoleh. Penentuan kos tersebut dapatdilakukan.

Page 30: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 27

Penilaian adalah tahap setelah proses pengukuran dilakukan. Aset bersejarahharus dapat dinilai dengan metoda yang tepat sehingga menghasilkan informasi yangandal mengenai kos pada aset bersejarah yang disajikan dalam laporan keuangan. Bagipemerintah Indonesia memang seharusnya untuk jenis aset bersejarah untuk kegiatanoperasional pemerintah diakui dan dicatat dalam Laporan Keuangan. Sedangkan untukpengakuan non operational heritage assets, untuk jenis aset bersejarah tanah danbangunan bersejarah yang diperoleh pada periode berjalan harus dinilai untukkemudian diakui dalam neraca dengan tujuan pelaporan keuangan entitas pelaporanpemerintah. Karena pada dasarnya apabila aset bersejarah yang bernilai seringmenjadi perhatian publik sehingga jika tidak dikelola dengan baik publik akan menilaientitas pemerintahan memiliki kinerja yang buruk.

Penyajian aset bersejarah dalam laporan keuangan pemerintah merupakan finalaction dari tahap pengakuan, pengukuran, dan penilaian aset bersejarah. Apabila asetbersejarah ”lolos” dalam tahap-tahap tersebut maka aset bersejarah harus disajikandalam laporan keuangan. Penulis berpendapat bahwa, proses penyajian aset bersejarahdalam laporan keuangan pemerintah merupakan final action dari tahap pengakuan,pengukuran, dan penilaian aset bersejarah. Apabila aset bersejarah ”lolos” dalamtahap-tahap tersebut maka aset bersejarah harus disajikan dalam laporan keuangan.Misalnya aset bersejarah yang diperoleh pada periode berjalan dan memilikiketerbandingan dan keterukuran dengan benda lain sehingga kos yang terkandungdalam aset bersejarah tersebut dapat merepresentatifkan kos yang melekat pada objektersebut. Adanya pengakuan aset bersejarah akan mendorong pengelolaan asetbersejarah yang baik oleh entitas pengendali. Apabila aset tersebut tidak diakui dalamlaporan keuangan entitas pemerintah, publik tidak akan mengetahui perkembanganpengelolaan aset bersejarah yang berada dalam pengelolaan dan pengendalianpemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Accounting Policy Team-New Zaeland Treasury.2002. Valuation Guidance forCultural and Heritage Assets.

Australian Government. Department of Finance and Administration.2003.Requirement and Guidance for the Preparation of Finance Statements.Australia

Australian Government, Department of treasury (2003), Accounting Policy Manual2002-2003, Australia.

Barton, Allan D.2000. Accounting for Public Heritage facilities-assets or liabilities ofthe Government, Auditing and Accountability Journal. Bradford.

Chief Operating Officer and DVC. 2007. Heritage Assets: Valuation andStocktaking Policy. The University of Sydney: Sydney

Federal Accounting Standard Advisory Board.1999. Measurement and Reporting forMulti-Use Heritage Assets. Statement of Federal Financial AccountingStandards (SFFAS) No.16. Washington, DC:FASB

Page 31: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 28

Glazers, Alan S. dan Michael Henry R. Jaenicke. 1998. Government and Not-For_Profit Accounting: Concepts and Practices, John Willey & Sons, Ine: NewYork.

International Federation of Accountants.2000. Government Financial ReportingAccounting Issues and Practices” Public Sector Study 11. New York: PublikSector Comitte.

International Federation of Accountants.2003a. Handbook of International PublicSector Accounting Standards 2003 Edition. Januari. New York:IFAC

International Federation of Accountants. 2006. Accounting for Heritage AssetsUnder the Accrual Basis of Accounting. New York.

International Public Sector Accounting Standards Boards. 2006. Accounting forHeritage Assets Under the Accrual Basis of Accounting. InternationalFederation of Accountants.

Kingston University/RICS. (2007) Valuing our Heritage: a discussion document

Kingston University/RICS. (2007) A Draft Summary Report on the Valuation ofHeritage Assets.

New Zealend.Government. Department of Treasury (2004). Financial Statement ofthe Government of New Zealand for the Year Ended 30 June 2004,www.treasury.govt.nz, Wellingtone

Niswonger & Fees. (1977). Accounting Principles. Cincinnati, Ohio: South WesternPublishing Co.

Oxford Advanced Learner’s Dictionary.2005.7 Edition. England: Oxford University

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2005. Standar Akuntansi Pemerintah No.24 Tahun 2005. Jakarta

Pallot, June.1990. “The Nature of Public Assets: A Response to Mautz”, AccountingHorizon.

Pallot, June (1992), “Elements of Theoritical Framework for Public SectorAccounting” Accounting Auditing and Accountability Journal, Vol. 5,Bradford.

RICS and Kingston University. 2009. Valuing Heritage Assets. London: 2009

Rusdiyanto.2005.Evaluasi Arah Kebijakan Akuntansi Bagi Heritage Assets dalamAkuntansi Pemerintah RI. Disertasi. Universitas Indonesia.Jakarta

Rowles, Tom (1991).Financial Reporing of Infrastructure and Heritage Assets byPublic Sector Entities”. AARF Discussion Paper No. 17, Melborne.

Rowles, Tom (1992), “ Infrastucture and Heritage Assets Acounting”, AustralianAccountant.

Slavin, Albert dan Reynold, Isaac N. (1975). Basic Accounting. Third Edition.Rinehart and Winston, Inc.

South Australia Goverment, Department of Treasury and Finance.2004. AccoutingPolicy Statement. Valuation of Non-Current Asset, Reissued. South Australia

Page 32: Jeam_vol x April 2011

Agustini dan Putra, Aset Bersejarah dalam… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 29

Swedish National Accounting Authority (ekonomistyningsvervet).2003.HeritageAssets in Accrual Accounting Perspective. February,. Stockholm:ESV

Thacker, Ronald J. (1979). Accounting Principles. Englewood Cliffs, NJ: PrenticeHall Internasional.

United Kingdom Government. HM Trasury.2003.Resource Accounting Manual2003/2004. United KIngdom

Webter’s New Dictionary.1983.

Page 33: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 30

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMENMENABUNG DI BANK SYARIAH

(Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jember)

Nurul Qomariah1

Abstract

This research is done to know the influence of variable ofmarketing mix service to the decision making of consumer to savetheir money in Bank in Jember. The independent variable in thisresearch are the marketing mix that include: product (X1), price(X2), place (X3), promotion (X4)). The dependent variable in thisresearch is the decision making of consumer.

Research methode was with regresion analysis. Thepopulation was all the consumer that save their money in BSMJember . The amount of sample was 50 respondent. Research wasdone by conducted direct observation to the the consumer that savetheir money in BSM Jember tough questioner. The technique ofintake of sample used purposive random sampling. Based on theanalysis result, it is obtained that the variable of marketing mix thathave direct influence to the decision making of consumer Theregresion coeficient of each variables was product (0,192), price(0,235) place (0,528) and promotion (0,242).

Key Words :Marketing, product, price, place, promotion, purposiverandom sampling.

1. PENDAHULUAN

Perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia usahake persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan konsumen. Berbagaipendekatan dilakukan untuk mendapatkan simpati masyarakat baik melaluipeningkatan sarana dan prasarana berfasilitas teknologi tinggi maupun denganpengembangan sumber daya manusia. Persaingan untuk memberikan yang terbaikkepada konsumen telah menempatkan konsumen sebagai pengambil keputusan.Semakin banyaknya perusahaan sejenis yang beroperasi dengan berbagai produk/jasayang ditawarkan, membuat masyarakat dapat menentukan pilihan sesuai dengankebutuhannya.

Perilaku konsumen merupakan suatu tindakan nyata konsumen yangdipengaruhi oleh faktor-faktor kejiwaan dan faktor luar lainnya yang mengarahkanmereka untuk memilih dan mempergunakan barang/jasa yang diinginkannya.Perilaku konsumen suatu produk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lainkeyakinan konsumen terhadap produk yang bersangkutan, keyakinan terhadapreferen serta pengalaman masa lalu konsumen.

1 Dosen Jurusan Manajemen FE Unmuh Jember

Page 34: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 31

Minat beli dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa faktor, antaralain faktor psikis yang merupakan faktor pendorong yang berasal dari dalam dirikonsumen yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan sikap, selain itufaktor sosial yang merupakan proses dimana perilaku seseorang dipengaruhi olehkeluarga, status sosial, dan kelompok acuan, kemudian pemberdayaan bauranpemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi dan juga distribusi.

Perilaku konsumen pasca pembelian sangat penting bagi perusahaan. Perilakukonsumen dapat mempengaruhi ucapan-ucapan mereka kepada pihak lain tentangproduk perusahaan. Bagi semua perusahaan, baik yang menjual produk maupun jasa,perilaku konsumen pasca pembelian, akan menentukan minat konsumen untukmembeli lagi produk/jasa perusahaan tersebut. Ada kemungkinan konsumen tidakakan membeli produk/jasa perusahaan lagi setelah merasakan ketidaksesuaiankualitas produk/jasa yang didapatkan dengan keinginan atau apa yang digambarkansebelumnya.

Bank Syariah Mandiri Cabang Jember merupakan salah satu perusahaan yangmenyediakan jasa di bidang keuangan yang berprinsip syariah/bagi hasil terusberupaya mempertahankan konsumen yang sudah ada dan akan berusahamemperoleh konsumen yang baru. Hal ini dikarenakan Bank Syariah MandiriCabang Jember merupakan salah satu perusahaan yang sudah cukup lama bergerakdalam bidang usaha yang ditekuninya, yaitu jasa perbankkan syariah dengan prinsipbagi hasil, sementara itu ada beberapa perusahaan lain yang bergerak di bidangyang sama.

Saat ini animo masyarakat terhadap bank syariah semakin meningkat, hal initerlihat dari jumlah nasabah bank syariah yang makin lama makin bertambah.Sebagai salah satu bank yang berprinsip syariah di Kabupaten Jember di sampingBank BNI 1946 dan Bank Muamalat Indonesia serta BPR Syariah Asri, bankSyariah Mandiri juga memerlukan peran pemasaran untuk pertumbuhan danperkembangannya. Pemasaran bertujuan mengetahui dan memenuhi kebutuhan,keinginan serta kepuasan konsumen. Konsumen adalah faktor penting dalamkegiatan pemasaran karena konsumen merupakan tujuan akhir dari pemasarantersebut, mulai dari proses pemilihan hingga setelah pegambilan keputusan. Hal yangperlu diperhatikan salah satunya adalah faktor marketing mix. Yang meliputi produk(product),harga price, saluran distribusi (place) dan promasi (promotion).

Permasalahannya adalah apakah variabel marketing mix yang terdiri dari :produk, harga, lokasi dan promosi secara individu maupun bersama-samaberpengaruh terhadap keputusan konsumen menabung di Bank Syariah MandiriCabang Jember dan apakah faktor harga merupakan faktor yang mempunyaipengaruh dominan terhadap keputusan konsumen menabung di Bank SyariahMandiri Cabang Jember. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktorproduk (X1), harga (X2), saluran distribusi (X3) dan promosi (X4) secara simultan danparsial terhadap keputusan konsumen dalam menabung di Bank Syariah MandiriCabang Jember dan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh terhadapkeputusan konsumen dalam menabung di Bank Syariah Mandiri Cabang Jember.

Page 35: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 32

2. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

2.1 Pemasaran Jasa

Kotler (1998:9) mendifinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial yangdidalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan daninginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkanproduk yang bernilai dengan pihak lain. Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkanbahwa pemasaran merupakan kegiatan usaha secara keseluruhan yang meliputiproduk, harga, pendistribusian dan mempromosikan baik barang dan jasa yang dapatmemenuhi keinginan dan kebutuhan individu maupun kelompok yang dapatmemuaskan. Pemasaran jasa menurut Kotler ( 1998 : 84 ) adalah suatu proses sosialdan manajerial dimana setiap tindakan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihakkepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkankepemilikan apapun.

Dari definisi tersebut diatas maka dapat ditarik dalam suatu kesimpulanbahwa mengenai kegiatan yang ditawarkan tidak berupa sesuatu yang tidak dapatdipegang atau dipindahkan. Oleh karena itu peran yang harus dikembangkan adalahharus menggambarkan pada ciri-ciri suatu jasa maka jenis kegiatan pamasaran jasaharus dapat mendekatkan konsumen atau pelanggan yang ada, mengkaji peluang-peluang pasar, menetapkan posisi jasa pada segmen pasar dan pasar sasaran atasdasar kebutuhan jasa tersebut. Untuk mengantisipasi persaingan maka yang harusdilakukan adalah peningkatan mutu pelayanan. Karakteristik jasa menurut Kotler(1998:85) adalah :a. Tidak berwujud ( Intangibility )

Yaitu jasa mempunyai sifat tidak berwujud karena tidak bisa dilihat, diraba,didengar, atau dicium sebelum ada transaksi.

b. Tidak dapat dipisah-pisahkan ( Inseparability )Suatu bentuk jasa tidak dapat dipisahkan dari bentuknya, apakah sumber itumerupakan manuasia atau mesin.

c. Berubah-ubah ( Variability )Bidang jasa sesungguhnya sangat mudah berubah-ubah karena jasa initergantung pada siapa yang menyiapkan, kapan dan dimana disajikan.

d. Tidak dapat disimpan ( Perishability )Hal ini tidak menjadi masalah bila permintaannya tetap karena mudah untukmenyiapkan untuk permintaan tersebut.

2.2 Marketing MixBauran pemasaran atau marketing mix adalah istilah yang dipakai untuk

menjelaskan kombinasi empat besar pembentuk inti sistem pemasaran organisasi.Keempat unsur tersebut adalah penawaran produk, struktur harga, kegiatan promosidan sistem distribusi. (P Kotler & G Amstrong, 2001 : 600)a. Produk

Produk merupakan bagian dari marketing mix yang digunakan oleh produsenuntuk mencapai tujuan melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan konsumen.Berkaitan dengan produk perusahaan harus mampu menentukan produsen sesuaidengan pasar sasarannya dimana terdapat penggolongan barang yaitu variabel

Page 36: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 33

kepuasan segera dan kesejahteraan konsumen jangka panjang serta barangberdasarkan tujuan pemakai termasuk didalamnya barang konsumsi dan barangindustri.b. Harga

Kebijaksanaan harga merupakan keputusan penting bagi produsen untukmenetapkan posisi produknya di pasar dan untuk memperoleh keuntungan yangdiharapkan. Berikut definisi harga. Yaitu jumlah uang (ditambah beberapa produkkalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi danproduk dan pelayanannya (Basu Swastha, 2001 : 241 ).c. Promosi

Promosi merupakan salah satu variabel marketing mix yang sangat pentingpengaruhnya untuk dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan hasilproduksinya. Dengan promosi perusahaan yang sudah berjalan dengan baik dalamartian sudah berhasil menguasai pasaran, maka dengan promosi mengharapkanomzet penjualan dapat dipertahankan.d. Saluran Distribusi

Saluran distribusi adalah suatu sarana untuk membawa produsen dan konsumensasaran ke suatu tempat dan waktu dengan tujuan untuk memudahkan suatupertukaran. Penggunaan saluran distribusi yang seksama dapat membuat program-program lebih efisien dengan membagi biaya, mencapai skala ekonomi denganmembuatnya lebih efektif dengan sumber yang sangat sedikit, jumlah staff sedikitdan fasilitas terbatas.

2.3 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah kegiatan-keegiatan individu yang secara langsungterlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang-barang dan jasa-jasa termasukdidalamnya pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatantersebut. (Basu Swastha, Hani Handoko, 2002: 3).

Dari definisi di atas terdapat dua elemen penting dari arti perilaku konsumenyaitu proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik yang semua ini melibatkanindividu dalam menilai, mendapatkan, dan mempergunakan barang dan jasaekonomis.

StimulasiPemasaran

Stimulasilainnya

Karakteristikpembeli

Proses keputusanpembelian

Keputusan pembeli

Kualitasproduk

Harga

Distribusi

Promosi

Ekonomi

Tehnologi

Politik

Budaya

Budaya

Sosial

Pribadi

Psikologis

Pengenalanmasalah

Pencarianinformasi

Keputusan pembeli

Perilaku pembeli

Pilihan kualitasproduk

Pilihan merek

Pilihan pemasok

Penentuan saat

Sumber : Kotler (2001:222)

Page 37: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 34

2.4 Prose Keputusan Pembelian

Proses pembelian dimulai jauh sebelum adanya tindakan pembelian danberlanjut lama sesudahnya. Dalam proses ini seorang pembeli akan melewati limatahap dalam secara keseluruhan pada setiap pembelian. Tahapan tersebut adalah :Pengenalan Kebutuhan

Proses membeli dimulai dengan pengenalan kebutuhan, dimana pembelimengenali akan adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaanantara keadaan yang nyata dengan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan dapat dipicuoleh bermacam rangsangan, baik internal maupun eksternal. Pada tahap ini pemasarharus meneliti konsumen untuk mengetahui kebutuhan atau masalah apa yangmuncul, apa yang menarik mereka, dan bagaimana hal menarik itu membawakonsumen pada produk tertentu. (P. Kotler, G. Amstrong, 2001 : 162).

Pencarian InformasiKonsumen yang sudah tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi

mungkin juga tidak. Pada tahap ini konsumen mungkin hanya mengalamipeningkatan perhatian. Akan tetapi jika dorongan yang dimiliki besar konsumen akanmelakukan pencarian informasi yang lebih aktif. Sebuah perusahaan harusmerancang bauran pemasarannya untuk membuat calon pembeli menyadari danmengetahui mereknya. Perusahaan harus cermat mengenali sumber informasikonsumen dan arti penting dari setiap sumber.

Evaluasi AlternatifSetelah pencarian informasi tahap selanjutnya adalah evaluasi alternatif. Yaitu

menggunakan informasi yang telah didapat untuk mengevaluasi merek alternatifdalam perangkat pilihan. Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yangakan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik.Dalam beberapa keadaan konsumen menggunakan perhitungan yang cermat,sementara di lain waktu konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidaksama sekali.

Keputusan MembeliPada umumnya keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang

paling disukai. Akan tetapi akan ada dua faktor yang akan muncul yaitu niat dankeputusan. Faktor pertama dapat dipengaruhi orang lain. Sedangkan faktor keduaadalah faktor situasi yang tidak diharapkan. Konsumen mungkin membentuk niatuntuk membeli berdasarkan faktor-faktor seperti pendapat yang diharapkan. Akantetapi peristiwa yang tidak diharapkan dapat mengubah niat pembelian.(P. Kotler, G.Amstrong, 2001 : 165).

Tingkah Laku Pasca PembelianTugas pemasar tidak berakhir ketika produk sudah dibeli. Setelah membeli,

konsumen akan terlibat pada tingkah laku pasca pembelian. Jawabanya ada padahubungan antara harapan kosumen dan prestasi yang diterima dari produk. Bilaproduk memenuhi harapan konsumen akan puas, begitu juga sebaliknya.

Page 38: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 35

2.5 Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian ini dan kerangka teoritis dapatdiajukan hipoteis sebagai berikut :

a. Diduga faktor produk (X1), harga (X2), saluran distribusi (X3) dan promosi(X4) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap keputusan konsumen dalammenabung di Bank Syariah Mandiri Jemberb. Diduga faktor harga berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumendalam menabung di Bank Syariah Mandiri Jember

3. Metode Penelitian3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitiansurvei karena pada umumnya yang merupakan unit analisis pada suatu penelitiansurvei adalah individu. Dalam penelitian survei, informasi yang dibutuhkandikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner. Salah satu keuntunganutama penelitan survei adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasiyang besar sehingga peneliti perlu menentukan sampel penelitian denganmenggunakan teknik penentuan sampel yang tersedia.

3.2 Identifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu variabel bebas(independen) yang terdiri dari produk (X1), harga (X2) , tempat (X3), promosi(X4), dan variabel terikat (dependen) yaitu keputusan konsumen (Y). MenurutIndriantoro dan Supomo (2002) variabel bebas (independen) adalah tipe variabelyang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain, dan variabel terikat(dependen) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel bebas(independen).

3.3 Definisi Operasional Variabel

Variabel diartikan sebagai sesuatu yang akan dijadikan obyek pengamatanpenelitian, atau faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akanditeliti. Perumusan definisi operasional variabel sebagai berikut :a. Produk adalah sesuatu yang akan ditawarkan oleh Bank Syariah Mandiri

Jember.kepada nasabah atau masyarakat, yang ditawarkan tersebut adalahberupa jasa dari bank , dengan indikator : macam produk yang ditawarkan,manfaat produk.

b. Harga adalah biaya yang harus dipenuhi atau dibayar oleh nasabah pada BankSyariah Mandiri Jember. Biaya tersebut digunakan demi kelancaranoperasional bank, dengan indikator : harga atas dasar bagi hasil, harga yangditetapkan bersaing.

c. Lokasi adalah tempat dimana bank tersebut beroperasi, dengan indikator :aksesibilitas lokasi bank terhadap sarana transportasi, tempat strategi

d. Promosi adalah kegiatan memperkenalkan Bank Syariah Mandiri Jemberkepada masyarakat, dengan indiator: referensi dari nasabah, hadiah langsungberupa cinderamata, stiker di outlet-outlet bank syariah.

Page 39: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 36

e. Keputusan konsumen dalam menabung (Y) yaitu tanggapan konsumendalam menabung di Bank Syariah Mandiri Jember, dengan indikator :tanggapan konsumen tentang produk bank, tanggapan konsumen tentang hargayang ditetapkan bank, tanggapan konsumen tentang lokasi bank, tanggapankonsumen tentang promosi yang dilakukan bank.

3.4 Metode Analisis Data3.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda

Menurut Supranto (1991 : 204) analisis regresi lenear berganda digunakanuntuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y),dimana rumus yang digunakan :

Y= a+b1X1+b2X2+b3X3+ b4X4+e

3.4.2 Koefisien Determinasi Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya proporsi atau sumbanganvariabel-variabel bebas (independent) yaitu produk, harga, saluran distribusi danpromosi secara bersama-sama terhadap variabel terikat (dependent) yaitu keputusankonsumen menabung di bank.

R2 = b1∑X1Y1 + b2∑X2Y2 + b3∑X3Y3

∑Y2

3.4.3 Uji F

Digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi antara variabel bebas (X)terhadap variabel terikat (y) secara simultan (bersama-sama) (J. Supranto, 2001:260)

Fhitung = R2/k

1-R2/(n-k-1)

3.4.4 Uji t

Digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat signifikan antara variabel bebas (X)terhadap variabel (Y) secara parsial (individual) dengan rumus (J. Supranto,2001:247)

t hitung = bi/sbi

3.5 Uji Asumsi Klasik3.5.1 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas terjadi jika ada hubungan linear yang sempurna atau pastidiantar beberapa atau semua variabel yang dijelaskan dari model regresi. Cara untukmendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan melihat korelasi antar variabelbebas, jika melebihi 0,50 diduga terjadi multikolinearitas (Gujarati, 1999:339).

3.5.2 Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah suatu gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasidiantara faktor pengganggu (Algifari. 1997). Untuk melihat gejala autokorelasidalam penelitian ini digunakan uji Durbin Watson Statistic.

Page 40: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 37

3.5.3 Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah variabelpengganggu mempunyai variabel yang sama atau tidak. Apabila diperoleh uraianyang sama maka variabel pengganggu homoskedastisitas (penyebaran yang sama)dapat terpenuhi. Untuk menguji atau menganalisa ada tidaknya heteroskedastisitasdapat dijelaskan dengan menggunakan scatter plot.

3.5.4 Uji Normalitas

Adalah model regresi varibel bebas, keduanya mempunyai distribusi normalatau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi datanya normal atau mendekatinormal. Cara untuk mendeteksinya yaitu dengan melihat penyebaran data padasumber diagonal pada grafik normal P. plot of regression standardized sebagai dasarpengambilan keputusannya. Jika menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonalmaka model regresi tersebut layak dipakai untuk memprediksi variabel bebas dansebaliknya.

3.6 Hasil dan Pengujian Hipotesis3.6.1 Analisis Regresi linear Berganda

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas yaituproduk,harga, saluran distribusi dan promosi terhadap variabel terikat yaitukeputusan konsumen menabung di Bank Syariah Mandiri Jember, digunakanAnalisis Regresi Linear Berganda.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan diperoleh data persamaan RegresiLinear Berganda sebagai berikut :Tabel 1 : Rekapitulasi hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Coefficientsa

-2,593 3,116 -,832 ,410,192 ,099 ,294 1,944 ,058 ,564 1,773,235 ,184 ,259 1,276 ,208 ,314 3,185,508 ,217 ,353 2,338 ,024 ,564 1,773,242 ,110 ,465 2,210 ,032 ,291 3,435

(Constant)x1x2x3x4

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Tolerance VIFCollinearity Statistics

Dependent Variable: y

a.

Y = -2,593 + 0,192X1 + 0,235X2 + 0,508X3 + 0,242X4

Dari persamaan tersebut diatas dapat diketahui pengaruh variabel produk, harga,saluran distribusi dan promosi terhadap variabel terikat yaitu keputusan konsumenmenabung di Bank Syariah Mandiri Jember. Nilai koefisien yang positif (+) akanmenunjukkan bahwa variabel Y akan berubah dengan perubahan berbanding lurusdengan variabel bebasnya. Begitu juga sebaliknya. Konstanta sebesar -2,593 dapatdiartikan sebagai besarnya keputusan konsumen menabung di Bank Syariah MandiriJember apabila tidak dipengaruhi oleh variabel produk, harga, saluran distribusi danpromosi

Page 41: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 38

3.6.2 Analisis Koefisien Determinasi Berganda (R2)

Berdasarkan perhitungan pada lampiran SPSS maka dapat diketahui bahwabesarnya nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,420 (42 %). Besarnya nilaitersebut menunjukkan besarnya proporsi (prosentase) sumbangan yang dapatdijelaskan oleh variabel – variabel produk, harga, saluran distribusi dan promosisecara bersama-sama terhadap variabel keputusan konsumen menabung di Bank.

3.6.3 Pengujian Serempak (Uji F)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh variabel bebasX1, X2 dan X3 terhadap variabel terikat (Y) secara simultan atau bersama-sama.Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS maka diperolehnilai F hitung adalah sebesar 8,132 sedangkan nilai F tabel adalah sebesar 2,8216.Karena F hitung lebih besar dari nilai F tabel (8,132 > 2,8216), maka H0 ditolak danmenerima Ha yang menyatakan ada pengaruh serentak variabel bebas (produk, harga,saluran distribusi dan promosi) terhadap variabel terikat (keputusan konsumenmenabung di Bank).

3.6.4 Uji Secara Parsial (Uji t)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara t hitung dengan ttabel. Diketahui nilai t tabel adalah sebesar 2,0154. Besarnya t hitung untuk variabelproduk (X1) adalah sebesar 1,944. Nilai tersebut lebih kecil dari t tabel (1,944<2,0154). Oleh karena t hitung lebih kecil dari t tabel, maka disimpulkan bahwasecara individu variabel produk (X1) berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadapvariabel terikat keputusan konsumen menabung di Bank (Y).Berdasarkan padaperhitungan diketahui bahwa besarnya t hitung untuk variabel harga (X2) adalahsebesar (1,276). Nilai tersebut lebih kecil dari nilai t tabel 1,276< 2,0154), olehkarena itu t hitung lebih kecil dari t tabel maka disimpulkan bahwa secara individuvariabel harga (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat keputusankonsumen menabung di Bank .Berdasarkan pada perhitungan diketahui bahwabesarnya t hitung untuk variabel Tempat (X3) adalah sebesar (2,338). Nilai tersebutlebih besar dari nilai t tabel 2,338> 2,0154), oleh karena itu t hitung lebih besar darit tabel maka disimpulkan bahwa secara individu variabel tempat (X3) berpengaruhsignifikan terhadap variabel terikat keputusan konsumen menabung di Bank(Y).Hipotesis kedua yang diajukan yaitu di duga bahwa harga merupakan faktoryang dominan pengaruhnya terhadap keputusan konsumen menabung di BankSyariah Mandiri Jember ditolak.

3.6.5 Uji Asumsi Klasik

Digunakan untuk memperoleh persamaan regresi linear berganda yang tepatdan memenuhi standar dimana pendugaan bagi parameter koefisien regresi harusmemenuhi asumsi syarat BLUE (best linear unbiased estimate) yaitu memenuhiasumsi uji Multikoleniaritas, uji Autokorelasi, Uji Heteroskedastisitas, dan UjiNormalitas

Uji Multikoleniaritas

Berdasarkan hasil pengujian VIF pada lampiran menunjukkan bahwa modelregresi berganda yang ada bebas dari multikoleniaritas dengan indikator VIF untuk

Page 42: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 39

masing-masing variabel berada disekitar angka 1 dan toleransi mendekati 1, untukvariabel X1(produk) nilai VIF=1,773, untuk variabel X2(harga) nilai VIF=3,185,untuk variabel tempat(X3) nilai VIF = 1,773 dan untuk varibel X4(promosi) nilaiVIF=3,435

Uji Autokorelasi

Berdasarkan perhitungan uji DW diketahui sebesar 2,830. Sesuai dengankriteria yang telah tertulis pada bab sebelumnya , maka diambil kesimpulan bahwadalam model regresi tersebut tidak ada autokorelasi.

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dapat diketahui dari grafik scaterplot dengan melihat adatidaknya pola tertentu dari grafik scaterplot. Berdasarkan scaterplot menunjukkanbahwa sebaran data dibawah dan diatas terpencar di sekitar titik nol. Serta tidaktampak adanya pola yang jelas pada sebaran data tersebut. Jadi dapat disimpulkanpersamaan regresi linear berganda yang ada bebas dari heteroskedastisitas.

Uji Normalitas

Berdasarkan grafik P-Plot menggambarkan bahwa sebaran data tersebar disekitargaris diagonal (tidak terpencar). Hal ini menunjukkan bahwa nilai residualterdistribusikan secara normal. Jadi persyaratan normalitas terpenuhi.

N o r m a l P - P P lo t o f R e g r e s s io n S t a n d a r d iz e d R e s id u a l

D e p e n d e n t V a r ia b le : P r o d u k t iv i t a s ( Y )

O b s e r v e d C u m P r o b

1 . 0 0. 7 5. 5 0. 2 50 . 0 0

Ex

pe

ct e

d C

um

Pr o

b

1 . 0 0

. 7 5

. 5 0

. 2 5

0 . 0 0

4. Pembahasan4.1 Pengaruh Variabel Produk terhadap Keputusan Konsumen Menabung Di

Bank Syariah

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa variabel produk berpengaruhtidak significant terhadap keputusan konsumen dalam menabung di bank syariah,dengan demikian hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa variabel produkberpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam menabung di bank syariah ditolak.Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bambang (2003),Wahyudi (2005) yang menemukan bahwa variabel produk berpengaruh terhadapkeputusan konsumen.

Secara teoritis bahwa produk yang berkualitas yang sudah dikenal olehmasyarakat akan mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan. Hasilpenelitian ini tidak berhasil mendukung teori tentang marketing mix perusahaan,yang menyatakan bahwa variabel produk dapat mempengaruhi konsumen dalammengambil keputusan .

Page 43: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 40

4.2 Pengaruh Variabel Harga terhadap Keputusan Konsumen Menabung DiBank Syariah

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa variabel harga berpengaruhtidak significant terhadap keputusan konsumen dalam menabung di bank syariah,dengan demikian hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa variabel produkberpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam menabung di bank syariah ditolak.Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bambang (2003),Wahyudi (2005) yang menemukan bahwa variabel harga berpengaruh terhadapkeputusan konsumen.

Variabel harga disini adalah bagi hasil dan biaya lainnya yang harusdikeluarkan oleh nasabah dalam bertransaksi dengan pihak bank. Hasil analisismenunjukkan bahwa tinggi rendahnya harga/biaya yang dikenakan oleh pihak banktidak berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam menabung di bank syariah.

4.3 Pengaruh Variabel Tempat terhadap Keputusan Konsumen Menabung DiBank Syariah

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa variabel tempat berpengaruhsignificant terhadap keputusan konsumen dalam menabung di bank syariah, dengandemikian hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa variabel tempat berpengaruhterhadap keputusan konsumen dalam menabung di bank syariah diterima. Penelitianini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Bambang (2003), Wahyudi (2005)yang menemukan bahwa variabel tempat berpengaruh terhadap keputusankonsumen.

Tempat/lokasi bank yang strategis akan memudahkan dan mempercepatkonsumen dalam bertransaksi di bank. Oleh karena itu nasabah akan mencari bankyang lokasinya mudah dijangkau dengan fasilitas apapun. Hasil analisismenunjukkan bahwa lokasi bank yang strategis akan memudahkan nasabah dalammelakukan transaksi di bank.

4.4 Pengaruh Variabel Promosi terhadap Keputusan Konsumen Menabung DiBank Syariah

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa variabel promosi berpengaruhsignificant terhadap keputusan konsumen dalam menabung di bank syariah, dengandemikian hipotesis keempat (H4) yang menyatakan bahwa variabel tempatberpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam menabung di bank syariahditerima. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Bambang (2003),Wahyudi (2005) yang menemukan bahwa variabel promosi berpengaruh terhadapkeputusan konsumen.

Promosi yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan agar produk perusahaandikenal oleh masyarakat sehingga masyarakat tertarik dan akhirnya melakukankeputusan pembelian. Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin perusahaanmelakukan promosi dengan gencar semakin banyak masyarakat yang mengenalproduk bank dan akhirnya memutuskan untuk melakukan keputusan pembelian.

Page 44: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 41

5. Kesimpulan dan Saran5.1 Kesimpulan

1. Produk (X1), harga (X2), tempat (X3) dan promosi (X4) berpengaruh signifikanterhadap keputusan konsumen menabung di Bank Syariah Mandiri Jember . Halini terbukti dengan uji F, hasil dari uji F menunjukkan bahwa F hitung > F tabel( 8,132 > 2,8216) yang berarti secara bersama-sama variabel produk (X1), harga(X2), tempat (X3) dan promosi (X4) berpengaruh terhadap keputusan konsumenmenabung di Bank Syariah Mandiri Jember.

2. Berdasarkan perhitungan analisis koefisien determinasi berganda diperoleh nilaiR2 sebesar 0,42, yang berarti proporsi sumbangan dari variabel produk (X1),harga (X2), tempat (X3) dan promosi (X4) sebesar 42 % terhadap variabel terikatyaitu keputusan konsumen menabung di Bank Syariah Mandiri Jember dansisanya sebesar 58 % dipengaruhi oleh faktor diluar model penelitian ini.

5.2 Saran

1. Sebaiknya perusahaan tetap mempertahankan kebijakan tentang tempat danpromosi yang telah dilakukan selama ini, sebab dari hasil pembahasan dankesimpulan diketahui bahwa tempat dan promosi mempunyai pengaruh yangsignificant.

2. Dari hasil pembahasan dan kesimpulan diketahui pengaruh produk dan hargaterhadap konsumen menabung di Bank Syariah Mandiri Jember tidak significandibandingkan tempat dan promosi yang pengaruhnya significan. Oleh karena ituperusahaan perlu mengevaluasi kebijakan yang menyangkut strategi produk danstrategi harga.

Daftar Pustaka

Anwar Sanusi, 2003, Metode Penelitian Praktis, Buntara Media, Anggota IKAPI,Malang.

Ahyari, Agus, Drs 1999, Manajemen Produksi Perencanaan Sistem Produksi, BPFE, Yogyakarata.

Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT.Rineka Cipta. Jakarta.

Arifin, Bustanul, Dr. 2004. Formasi Strategi Makro-Mikro Ekonomi Indonesia. PTGhalia Indonesia. Jakarta.

Bambang P, Drs. Faktor-faktor yang mempengaruhi mahasiswa kuliah di UniversitasTrunojoyo, Thesis (2003),Universitas Jember.

Barthos, Basir, Drs. 1998. MSDM Suatu Pendekatan Makro. PT. Bumi AKsara.Jakarta.

Chengiz, Ekrem dan Erdogan, Y.H., 2007., The Effect of Marketing Mix On PositiveWorth Mouth Communication: Evidence From Accounting Offices in Turkey,Innovative Marketing, Volume 3, Issue 4.

Dajan, Anto. 1991. Pengantar Metoda Statistik. Jilid I. LP3ES. Jakarta.

Page 45: Jeam_vol x April 2011

Qomariah, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan … ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 42

Engel, James.F. Blacwell, dan Paul Wirastawan, 1994, Perilaku Konsumen, AlihBahasa Budioyanto, Jilid I, Bina Rupoa Aksara, Jakarta.

F Tjiptono, 1994, Manajemen Jasa , Edisi Pertama, Andi Yogyakarta.

Fawzeea Sembiring, B.K., 2008., Analisis Pengaruh Bauran pemasaran TerhadapKualitas Jasa, Kepuasan Pelanggan Eksternal dan Keunggulan bersaingPerguruan Tinggi Swasta di Kota Medan, Disertasi PDIM PascasarjanaUniversitas Brawijaya, Malang.

Ghozali, Imam, 2001., “ Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS ” ,Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Jaarsveld, C., dan Heerden, C.H., 2007., The Relatonship between SelectedMarketing Mix Elements and Overall Customer Satisfaction in South AfricanBanks, University of Pretoria, South Africa.

Kotler, Philip, Amstrong, Gary, 1997, Dasar-dasar Pemasaran, Alih Bahasa:Alexander Sindoro, Prenhallindo, Jakarta.

Kotler, Philip, Hoon Ang, Meng Leong dan Tiong Tan, 2000. “ ManajemenPemasaran (Perspektif Asia) ”, Fandy Tjiptono (Penerjemah), Penerbit AndiYogyakarta.

Koentjaraningrat, 1990, Metode Penelitian Bisnis, PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

Loudon, DI. Dan Della Bitta, 1993, Customer Behaviour, Concepts and Application,Mc. GrawHill Book Company.

Malhotra, Narest, K, 1996, Marketing Research, Applied and Orientation, PrenticeHall International, USA.

Rajh, Edo, 2005., The Effect of marketing Mix Elements on Band Equity, EconomicTrend and Economid Policy, No. 109, pp.30-59.

Singarumbun, Masri dan Sofyan, Efendi. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES.Jakarta.

Supranto, J. 1993. Statistik teori dan aplikasi. PT. Gelora Aksara Pratama Jakarta.

Yarnest, 2004, Panduan Aplikasi Statistik, Dioma, Malang.

Yazid, 1999, Pemasaran Jasa : Konsep dan Implementasi, Edisi Pertama,Ekonesia FE UII, Yogyakarta.

Page 46: Jeam_vol x April 2011

Winarno,Sebuah Kajian pada… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 43

SEBUAH KAJIAN PADA UNDANG-UNDANG INFORMASI DANTRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE)

Wahyu Agus Winarno1

Abstract

Information technology gets essential role in trade andnational economic growth to render social welfare. It in harmonywith aim both of base and intent UU ITE which is “developingcommerce and national economics in order to increase peoplewelfare” But, in UU ITE that stills a lot of thing that need especiallybeen added TI's exploit suitability in transactions electronics.

There is a few things most overlooks that actually more haveis focused deep UU ITE, for example spamming problem, well foremail spamming and also personal data sell problem by banking,insurance, virus, worm computer (still implicit at Section 33)specifically for development and its broadcast, and type phising astypo pirates that makes not enjoy electronic commerce process.

Keyword: UU ITE, e-commerce, information technology

1. Pendahuluan

Semakin berkembangnya penggunaan internet dan teknologi informasisebagai media untuk bertransaksi dan berkomunikasi elektronik, maka akan semakinmenjadikan tia akan lebih mudah dan cepat. Di sisi lain, juga memunculkan dampakyang besar terhadap meningkatnya kejahatan di dunia cyber. Keamanan Informasidan Transaksi Elektronik (ITE) dan Kejahatan ITE selalu beradu dalam berbagaipersoalan terkait dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sesuai denganpenjelasan pada UU ITE, Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasitelah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkanhubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahansosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat.Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikankontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia,sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Sesuai dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia,kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus. Tia meliputispam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi, open proxy (memanfaatkankelemahan jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI)menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan kartukredit mencapai Rp 30 milyar per tahun (Ahmadjayadi, 2008). Undang-UndangInformasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disahkan DPR pada 25 Maretmenjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat

1 Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Page 47: Jeam_vol x April 2011

Winarno,Sebuah Kajian pada… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 44

peranti hukum di bidang cyberspace law. UU ini dimaksudkan untuk menjawabpermasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait denganpenyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnyadalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yangdilaksanakan melalui sistem elektronik. Esensi UU ITE melingkupi seluruh transaksiberbasis elektronik seperti komputer serta jaringan dan memiliki kekuatan hukum.

UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan bisamengatur segala urusan dunia internet (cyber), termasuk didalamnya memberihukuman terhadap pelaku cybercrime (Wahono, 2008). Undang-Undang Nomor 11Tahun 2008 tentang UU ITE tidak semata-mata ditujukan kepada subjek hukumtertentu, tetapi ditujukan terhadap setiap orang sebagai penegasan frasa “setiap orangyang dengan sengaja melakukan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemarannama baik”. Pemerintah menganggap UU ITE merupakan bentuk perlindunganumum (general prevention) yang diberikan oleh negara kepada setiap orang(Peranginangin, 2009).

Upaya pemerintah untuk menjamin keamanan transaksi elektronik melaluiUU ITE ini patut diapresiasi. Tetapi dalam praktiknya, banyak sekali protes maupunkecaman-kecaman dari beberapa komunitas pengguna internet. Jika dibaca sepintastanpa menelaah lebih dalam, UU ITE ini terkesan hanya sebagai juru selamat bagikeamanan transaksi elektronik atau pornografi di internet, seperti yang selama inibanyak diberitakan media. “UU ini telah jauh “melenceng” dari misi awalnya yanghendak melindungi perdagangan dan transaksi elektronik (Suriyani, 2008).

Pada bahasan ini, penulis mencoba untuk mengelaborasi dan melakukan reviukritis dari berbagai segi yang terkait dengan UU ITE tersebut.

2. Pembahasan

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terdiri dari 13 babdan 54 pasal, terdiri dari beberapa bagian yang dirangkum sebagai berikut:

• Informasi dokumen, dan tanda tangan elektronik tanda tangan elektronikmemiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional(tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines(pengakuan tanda tangan digital lintas batas).

• Penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik UU ITEberlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yangberada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibathukum di Indonesia.

• Transaksi elektronik Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapatdilakukan dalam lingkup publik ataupun privat dan para pihak memilikikewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi TransaksiElektronik internasional yang dibuatnya serta Pengirim atau Penerima dapatmelakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakanolehnya, atau melalui Agen Elektronik.

• Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual dan perlindunganhak pribadi.

• Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):o Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)

Page 48: Jeam_vol x April 2011

Winarno,Sebuah Kajian pada… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 45

o Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian danPermusuhan)

o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)

o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)

o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)

o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)

o Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS))

o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising))

• Penyelesaian sengketa Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadappihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakanTeknologi Informasi yang menimbulkan kerugian atau secara perwakilanterhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/ataumenggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat,sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

• Peran Pemerintah dan Peran Masyarakat Pemerintah melindungikepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaanInformasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertibanumum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

• Penyidikan dilakukan berdasarkan ketentuan dalam KUHAP danketentuan dalam UU ITE dan dilakukan dengan memperhatikan perlindunganterhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, ataukeutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

• Ketentuan Pidana.

Ulasan tersebut diatas merupakan ringkasan dari pembahasan yang ada pada UUITE. Ada beberapa hal yang dapat penulis kritisi terkait dengan UU ITE ini, yaitu:

Pasal Krusial Reviu Kritis

Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2.a

Ayat 1: Setiap Orang yang terlibat dalam TandaTangan Elektronik berkewajiban memberikanpengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yangdigunakannya.

Ayat 2: Pengamanan Tanda Tangan Elektroniksebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lainyang tidak berhak.

Pada pasal 12 (1) disebutkan bahwa ada kewajibanuntuk memberikan pengamanan, dan terkaitdengan pasal 2.a pengamanan sekurang-kurangnyameliputi sistem tidak dapat diakses oleh orang lainyang tidak berhak. Ada ketidakjelasan mengenaibatasan kewajiban terhadap pengamanan tandatangan elektronik. Kalau diinterpretasikan, maka“kewajiban tidak terbatas” berlaku untuk orangyang terlibat dalam tanda tangan elektroniktersebut, supaya system tidak dapat diakses oranglain yang tidak berhak. Permasalahan akan munculjika pengamanan dapat dibobol pihak lain, tentupihak yang dirugikan atas tanda tangan elektroniktersebut akan menuntut pihak pemilik tandatangan.

Pasal 15 ayat 1 dan 3

Ayat 1: setiap penyelenggara sistem elektronik harusmenyelenggarakan sistem elektronik secara “andaldan aman” serta bertanggungjawab terhadapberoperasinya sistem elektronik sebagaimana

Kata “andal dan aman” dalam pejelasan diartikansebagai:

“Andal” artinya Sistem Elektronik memilikikemampuan yang sesuai dengan kebutuhanpenggunaannya. “Kata sesuai dengan

Page 49: Jeam_vol x April 2011

Winarno,Sebuah Kajian pada… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 46

mestinya.

Ayat 3: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinyakeadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihakpengguna Sistem Elektronik

kebutuhan penggunanya” masih banyakmenimbulkan interpretasi yang berbeda bagisetiap pembaca UU ITE ini. Seharusnya dijelaskanlebih rinci mengenai spesifikasi yang dapatmemenuhi kebutuhan pengguna, sehingga tidakmenimbulkan multi interpretasi.

“Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungisecara fisik dan nonfisik. “Kata penjelasterlindungi secara fisik dan nonfisik” juga harusdijelaskan lebih detail mengenai apa yangdimaksud terlindungi secara fisik dan nonfisik.

Ayat 2 menyatakan bahwa “Penyelenggara SistemElektronik bertanggung jawab terhadapPenyelenggaraan Sistem Elektroniknya” hal initidak berlaku jika dapat dibuktikan terjadi keadaanmemaksa, kesalahan dan/atau kelalian pihakpengguna elektronik. Maksud dari “keadaanmemaksa, kesalahan dan/atau kelalian pihakpengguna elektronik” perlu diberikan tambahanpenjelasan dalam penjelasan atas UU ITE.Sedangkan pada penjelasan UU ITE pasal 15 ayat3 sendiri sudah ditulis “sudah jelas”. Padahal kata-kata tersebut belum ada batasan yang jelas antarakeadaan memaksa, kesalahan dan/atau kelalianpihak pengguna elektronik.

Pasal 23 ayat 2 dan 3

Ayat 2: Pemilikan dan penggunaan Nama Domainsebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusdidasarkan pada iktikad baik, tidak melanggarprinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidakmelanggar hak Orang lain.

Ayat 3: Setiap penyelenggara negara, Orang, BadanUsaha, atau masyarakat yang dirugikan karenapenggunaan Nama Domain secara tanpa hak olehOrang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalanNama Domain dimaksud.

Disebutkan bahwa didasarkan pada itikad baik,tidak melangar prinsip persaingan usaha secarasehat dan tidak melanggar hak orang lain, haltersebut masih sebatas pada penggunaan namadomain untuk tujuan busines atau persainganusaha dan perlu diatur juga bagaimana untukmenunjukkan bahwa pemiliknya tersebut memangbenar-benar berdasar pada itikad baik. Karenapada pasal ini tidak secara eksplisit mengaturterkait dengan pemilikan nama domain yang“dengan sengaja” bertujuan untuk itikad yangtidak baik, seperti yang terjadi pada kasus klikBCA tahun 2001, yaitu pemilikan domain yangmirip dengan situs milik BCA yang dimilikiSteven Haryanto yang menyesatkan parapengguna situs www.klikbca.com. Meskipun padapasal 3, dalam penjelasan disebutkan bahwa Yangdimaksud dengan “penggunaan Nama Domainsecara tanpa hak” adalah pendaftaran danpenggunaan Nama Domain yang semata-mataditujukan untuk menghalangi atau menghambatOrang lain untuk menggunakan nama yangintuitif dengan keberadaan nama dirinya ataunama produknya, atau untuk mendomplengreputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama,atau untuk menyesatkan konsumen. Tapibagaimana kita bisa meyakinkan kalau pemilikandomain itu ketika proses pendaftaran hanyaditujukan untuk menghambat atau mendomplengreputasi orang atau menyesatkan konsumen? Perluada tambahan ayat yang menyatakan bahwa

Page 50: Jeam_vol x April 2011

Winarno,Sebuah Kajian pada… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 47

dengan adanya pendaftaran nama domain yangserupa tidak menjadikan pengguna tersesat dalampemakaian domain yang lain.

Pasal 27 ayat 1 dan 3

Ayat 1: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hakmendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat diaksesnya Informasi Elektronikdan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatanyang melanggar kesusilaan.

Ayat 3: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hakmendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat diaksesnya Informasi Elektronikdan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatanpenghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 27 ayat 1 dan 3 UU ITE terminologimelanggar muatan kesusilaan perlu ada penjelasankhusus apa itu yang disebut pelanggarankesusilaan, karena mengingat apa yang menjadidefinisi porno itu sendiri masih abu-abu. Pada ayat3: ”memiliki muatan penghinaan dan/ataupencemaran nama baik” merupakan terminologiyang sangat luas. Tia adalah klausa yang sangatsubyektif dan multitafsir. Penghinaan danpencemaran dalam UU ITE ini juga akanmenabrak seluruh konsep dan doktrin hukumpidana dalam KUHP yang telah dijadikan acuansaat ini. Karena dalam KUHP penghinaan dijelaskan dengan bermacam-macam kategori danancaman yang berbeda, ITE mencampur adukkanseluruh doktrin itu dan memberikan ancaman yangjauh lebih berat tanpa kategori yakni penjara 6tahun dan denda 1 miliar rupiah. Selain itu pasaltersebut tidak memberikan pembenaran terhadaphal-hal yang berkaitan dengan pembelaankepentingan umum.

Perlu dicatat bahwa sebagian pasal karet(pencemaran, penyebaran kebencian, penghinaan,dsb) di KUHP sudah dianulir oleh MahkamahKonstitusi.

Pasal 28 ayat (2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hakmenyebarkan informasi yang ditujukan untukmenimbulkan rasa kebencian atau permusuhanindividu dan/atau kelompok masyarakat tertentuberdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan(SARA).

Padahal kadang kala blog itu adalah tempatpemiliknya untuk bercerita tentang kehidupansehari-harinya. Mungkin cerita itu mengandungcerita-cerita yang tidak enak untuk dibaca bagiagama/suku/kelompok/orang tertentu. Beratiseharusnya dibuat spesifikasi penggunaan fasilitasinternet dan web yang diperbolehkan untukdiakses setiap orang atau web untuk pribadi.Sehingga dengan hal ini tidak membatasikebebasan orang untuk berekspresi danmelekatkan cerita pribadi dalam suatu situs.jikahal ini tidaksegera ditindak lanjuti, maka ancamanbagi para blogger, forum komunitas untuk siap-siap masuk penjara 6 tahun dan atau denda 1miliar.

Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak ataumelawan hukum melakukan tindakan apa pun yangberakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/ataumengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidakbekerja sebagaimana mestinya.

Pasal ini sebenarnya mengatur secara globalterkait dengan tindakan yang dapat menjadikansistem tidak dapat bekerja. Namun baru secaraimplisit pasal ini mengatur tentang Virus danworm komputer, perlu dijelaskan lebih jauh lagiterkait terutama untuk pengembangan danpenyebarannya.

Page 51: Jeam_vol x April 2011

Winarno,Sebuah Kajian pada… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 48

3. Simpulan

UU ITE merupakan undang-undang yang dibuat untuk menindak lanjutipenggunaan internet dan teknologi informasi sebagai sarana bertransaksi danberkomunikasi secara elektronik. Dalam undang-undang tersebut masih banyak halyang perlu ditambahkan terutama kesesuaian dengan paragaraf menimbang huruf “e”yaitu bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangandan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraanmasyarakat dan tujuan kedua dari asas dan tujuan UU ITE yaitu “mengembangkanperdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraanrakyat”. Terkait hal tersebut, hanya sedikit pasal yang mengatur demi terciptanyakelancaran perdagangan secara elektronik, seperti aturan-aturan yang harus dipatuhibagi pelaku perdagangan elektronik. Isi dari UU ITE yang paling krusial adalahjustru menekankan pada perbuatan-perbuatan yang tidak bersinggungan langsungdengan perdagangan elektronik, seperti pasal 27 ayat 1 dan 3, pasal 28 ayat 2, danpasal 29 yang cenderung menekankan masalah sosial seperti asusila, perjudian,penghinaan, pemerasan, berita bohong dan menyesatkan, berita kebencian danpermusuhan, ancaman kekerasan dan menakut-nakuti.masalah tersebut jauh daritujuan pasal 4 ayat 2 yang telah disebutkan diatas.

Ada beberapa hal yang terlewatkan yang sebenarnya harus lebih difokuskandalam UU ITE, antara lain masalah Spamming, baik untuk email spamming maupunmasalah penjualan data pribadi oleh perbankan, asuransi, Virus, worm komputer(masih implisit di Pasal 33) terutama untuk pengembangan dan penyebarannya, danjenis-jenis phising seperti typo pirates yang membuat tidak nyaman prosesperdagangan elektronik. Masalah-masalah tersebut adalah juga krusial yangseharusnya secara eksplisit diatur dalam UU ITE, karena menyangkut juga demiterciptanya kelancaran transaksi elektronik khususnya perdagangan elektronik.

Daftar Pustaka

Ahmadjayadi. 2008. “UU ITE Mengancam Para Pengguna Internet,”http://www.rumahtulisan.com/06/12/2008/pikiran/uu-ite-mengancam-para-pengguna-internet.html.

Wahono, Romi Satria. 2008. “Analisa UU ITE,”http://romisatriawahono.net/2008/04/24/analisa-uu-ite/.

Peranginangin, Kasiman. 2009. “Menyoal Ketidakpastian Hukum Dalam UUITE,” http://kasiman.wordpress.com/2009/02/13/menyoal-ketidakpastian-hukum-dalam-uu-ite/.

Suriyani, Luh De. 2008. “UU ITE Mengekang Kebebasan Informasi danBerekspresi,” http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2008/05/11/uu-ite-mengekang-kebebasan-informasi-dan-berekspresi.html.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Th 2008 Tentang Informasi DanTransaksi Elektronik.

Page 52: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 49

TERJADIKAH UNDERPRICING HARGA PENAWARAN UMUMPERDANA SAHAM?

(Studi atas Harga Penawaran Umum Perdana Saham PT Krakatau Steel)

Whedy Prasetyo1

Abstract

Initial Public Offering PT. Krakatau Steel (KARS) stock prices atgovernment decision for Initial Public Offering determine to priceunder boundary Rp. 850,00 per stock string indication informationconfer underpricing, at matter with three indication. This paper isexplane at underpricing phenomenon Initial Public Offering, andInitial Public Offering process to PT. Krakatau Steel, with support forresearch Rock (1986) and, Ritter and Welch (2002).The process writing objective paper is idea suggest at pricesdetermine per stock principal be based on study at PT. Krakatau SteelInitial Public Offering prices should didn’t based for numbercalculate, however moment for intangible advantage calculate.Finally this paper to answer the question what the Initial PublicOffering underpricing stock prices can be happened?

Keywords: Initial Public Offering (IPO), and underpricing.

1. Latar Belakang

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pemegang sahamPT. Krakatau Steel (KARS) bersama penjamin pelaksana emisi memutuskanpenawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) dilaksanakantanggal 2 sampai 4 November 2010, adapun pencatatan dan perdagangan perdana diBursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 10 November 2010.

Diawali oleh pertanyaan: “Mengapa perusahaan-perusahaan melakukanpenjualan saham kepada publik pertama kalinya (Initial Public Offering (IPO))?”

Penawaran Umum Perdana (IPO) saham merupakan penawaran pertamasaham perseroan kepada publik. Menurut Penulis bahwa fenomena IPO hampirselalu merupakan kesempatan bagi investor dan kapitalis ventura yang ada untukmeraih keuntungan besar, karena untuk pertama kali saham mereka akanmendapatkan nilai pasar yang mencerminkan harapan untuk pertumbuhan masadepan perusahaan. Atau dengan pengertian yang sama yaitu upaya perusahaan-perusahaan untuk memperoleh dana segar baik untuk kepentingan modal kerjaperusahaan maupun untuk membuka pasar publik dimana para pendiri dan pemegangsaham lainnya dapat mengkonversikan kepemilikan mereka ke dalam bentuk uangtunai di masa depan (Ritter dan Welch, 2002). Kondisi yang menimbulkan dampakbahwa pelaksanaan penawaran umum perdana harga saham suatu perusahaan sangatdiminati masyarakat, hal ini menurut Penulis disebabkan pada masa penawaran awal(book building) permintaan akan saham meningkat. Respon yang selalu berhubungan

1 Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Page 53: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 50

dengan jumlah permintaan yang lebih banyak daripada jumlah saham yang tersedia,sehingga akan meningkatnya selalu harga saham pada penawaran perdananya.

Kondisi yang harus diperhatikan di dalam perjanjian pertanggungan ataupenjaminan (underwriting agreement) baik oleh Kementerian BUMN sebagaipemegang otorisasi kebijakan publik atas perseroan PT. Krakatau Steel (KARS)dengan perusahaan sekuritas yang menjadi penjamin atau penanggung pelaksanaemisi (underwriter) penawaran umum perdana saham PT. Krakatau Steel, yaituBahana Sekuritas, Mandiri Sekuritas, dan Danareksa Sekuritas di dalam penentuanharga saham perdana PT. Krakatau Steel (KS) tersebut. Kegiatan underwriting ataupenjamin pelaksana emisi efek, yaitu suatu bentuk kegiatan usaha untuk memberijaminan atau menanggung penjualan efek yang diterbitkan emiten. Maksud dantujuan penjaminan emisi saham yaitu menjamin terserapnya penjualan efek yangditerbitkan perusahaan pada saat menawarkan perdana sahamnya waktu go public.

Kebijakan penentuan harga saham perdana merupakan perjanjian antarapihak penjamin emisi dengan emiten yang pada prinsipnya merupakan perjanjianuntuk pembelian saham pada pasar perdana. Dengan demikian kebijakan yangmelibatkan antara Kementerian BUMN dan penjamin atau penanggung pelaksanaemisi (underwriter) yang bertanggung jawab atas penentuan harga saham perdanaPT. Krakatau Steel (KS). Kebijakan penentuan harga saham perdana PT. KS telahditentukan sebesar Rp. 850,00 dengan alokasi saham perdana yaitu 3,155 miliarsaham atau 20 persen (%) saham PT. KS yang akan dilepas ke publik, sebanyak 65persen (%) dialokasikan kepada investor domestik dan sisanya kepada investor asing.Dari jumlah 65 persen (%) tersebut, sebanyak 80 persen (%) ditujukan kepadainvestor institusi dan 20 persen (%) kepada investor ritel atau perorangan, dengantotal perolehan dana IPO bagi PT. KS sebesar Rp. 2,681 triliun.

Penentuan harga saham perdana sebesar Rp. 850,00 telah ditetapkan,walaupun respon dari pengamat ekonomi dan pasar modal serta pelaku pasar sahamdalam negeri menyatakan, bahwa harga saham perdana PT. KS sebesar Rp.850,00terlalu murah atau mendekati batas bawah harga indikatif yang ditetapkan, antara Rp.800,00 dan Rp. 1.150,00 per saham, sehingga harga ideal saham perdana PT. KSseharusnya minimal Rp. 1.000,00 per saham. Namun atas informasi tersebut, baikKementerian BUMN dan penjamin pelaksana emisi penawaran umum perdanasaham PT. Krakatau Steel (KARS), yaitu Bahana Sekuritas, Mandiri Sekuritas, danDanareksa Sekuritas tetap memutuskan penentuan harga saham perdana PT.Krakatau Steel (KARS) tetap ditentukan sebesar Rp. 850,00 (Kompas, 2 November2010).

Penetapan harga Rp. 850,00 per saham PT. Krakatau Steel (KARS) tersebuttelah didasarkan pada tiga tahapan, yaitu; Tahapan Pertama, proses pre-marketing. Dalam tahap ini, investor memberikan

kisaran harga berdasarkan informasi yang disampaikan PT. Krakatau Steel(KARS). Dari informasi awal ini, investor memberi kisaran harga saham KARSantara Rp. 700,00 sampai Rp.1.100,00 per saham. Kemudian, penjamin emisi danmanajemen KS sepakat mengeser kisaran harga menjadi Rp. 800,00 sampai Rp.1.150,00 per saham, dengan tujuan perolehan KARS bisa lebih besar.

Tahapan Kedua, public expose. PT. Krakatau Steel (KARS) mengumumkankisaran harga saham tersebut dengan melakukan perbandingan harga ke luarnegeri dan dalam negeri pada 80 investor.

Page 54: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 51

Tahapan Ketiga, bookbuilding. Investor memberikan tanggapan pernyataanberminat membeli dengan memberikan harga penawaran. PT. Krakatau Steel(KARS) menganalisis dan memilih investor yang ingin berinvestasi dalam jangkapanjang, antara tiga sampai lima tahun (firsttier investor).

Ketiga tahapan tersebut, memberikan hasil penetapan harga Rp. 1.000,00 persaham, permintaan yang masuk satu kali target. Pada harga Rp. 950,00, permintaanyang masuk naik menjadi 1,06 kali. Selanjutnya pada penawaran harga Rp. 900,00permintaan naik menjadi 1,38 kali. Sementara pada harga Rp.850,00, permintaanmelonjak menjadi 1,8 kali. Penjamin emisi sepakat memilih harga Rp. 850,00 karenapermintaan yang masuk mendekati standar wajar IPO, yaitu dua kali pemesanan.Proses terakhir, PT. Krakatau Steel menganalisis dan membandingkan hargapenetapan tersebut dengan perusahaan yang hampir mirip, yaitu Pohang Iron andSteel Corporation (Posco) dari Korea Selatan dan Tata Steel dari India. Dengan hargaRp.850,00 per lembar saham, Price Earning Ratio (PER) tahun 2011 PT. KrakatauSteel (KARS) adalah 9,9 kali, sehingga penetapan harga tersebut pada Initial PublicOffering (IPO) atau penawaran saham perdana sudah premium (Arief,dkk: Kontan,Edisi 8-14 November 2010).

Penentuan harga perdana saham mendasarkan pada stock options (opsisaham), yaitu hak untuk menentukan (membeli dan atau menjual) suatu saham padatingkat harga tertentu dalam suatu periode waktu yang telah ditentukan. Opsimenjadi sarana investasi yang diminati, karena menawarkan kesempatan untukmencegah risiko posisi dalam surat berharga lain, untuk berspekulasi dalam sahamdengan nilai investasi yang relatif kecil, serta mengkapitalisasikan perubahan nilaipasar dari kontrak opsi tersebut. Suatu kontrak yang memberikan hak kepadapembeli untuk membeli sejumlah tertentu saham suatu perusahaan dari penjual opsipada harga pembelian tertentu selama periode waktu tertentu. Nilai dari opsi callpada waktu jatuh tempo adalah:

Payoff = Sr – X ; apabila Sr > X0 ; apabila Sr < X

Dimana, Sr: nilai saham pada waktu jatuh tempo, dan X: harga eksekusi. Formula inimenekankan pada opsi karena penerimaan (payoff) tidak bisa bernilai negatif.Artinya, opsi dieksekusi hanya apabila Sr > X. Apabila Sr < X, eksekusi tidak akanterjadi dan opsi jatuh tempo dengan nilai nol. Kerugian bagi pemilik opsi dalampersoalan ini menyamai harga perdana yang dibayar atas hak tersebut denganmembeli pada harga eksekusi. Dengan demikian, keuntungan bagi pemilik opsimerupakan nilai opsi pada waktu jatuh tempo dikurangi harga pembelian perdanasaham.

2. Fenomena Penawaran Umum Perdana Saham (IPO): Underpricing

Penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering (IPO)) merupakanpenjualan pertama saham umum sebuah perusahaan kepada investor umum, dan ataukegiatan penawaran efek yang dilakukan emiten untuk menjual efek kepadamasyarakat (publik) melalui pasar modal.

Aktivitas IPO merupakan aktivitas penawaran perdana saham kepadamasyarakat dengan mengikuti proses sesuai Undang-Undang Pasar Modal.Masyarakat bisa membeli saham perusahaan tersebut melalui perusahaan sekuritasyang mempunyai periode penawaran. Perusahaan yang ingin melakukan penawaransaham kepada publik meminta persetujuan kepada pemegang saham yang ada

Page 55: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 52

melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk penentuan hargapelaksanaan proses IPO perusahaan tersebut.

Penentuan harga IPO ditentukan oleh perusahaan sekuritas dan perusahaanyang ingin IPO, yaitu dilakukan dengan book-building. Harga IPO biasanya dimintadengan harga yang tinggi oleh perusahaan yang ingin go public dan perusahaansekuritas selalu meminta dengan harga yang lebih rendah dengan berbagai alasan,baik hasil book building maupun yang lain. Alasan utama diminta harga rendahkarena perusahaan sekuritas tidak menginginkan investornya mengalami kerugianketika berinvestasi pada saham tersebut pada saat munculnya IPO perusahaan lain,maka investor tersebut ikut berpartisipasi untuk membeli saham.

Perlukah investor melakukan investasi pada saham yang sedang IPO.Beberapa pihak investor yang mempercayai bahwa setiap ada IPO atas penjualanhari pertama saham tersebut ditransaksikan akan selalu mengalami keuntunganminimum 5 % (persen) dan jangka waktu atas investasi tersebut tidak lebih dari duaminggu. Artinya, investor tersebut telah memperoleh tingkat pengembalian yangcukup tinggi apabila disetahunkan mencapai 250 % (persen). Berdasarkan penelitianempiris yang dilakukan Rock (1986) bahwa semua saham yang ditawarkan pada saatIPO mempunyai harga yang rendah sehingga investor akan mengalami keuntunganketika diperdagangkan pada hari pertama. Lebih lanjut menurut Francis (1991: 68),menyatakan bahwa investor akan selalu memberikan respon yang positif atasaktivitas penawaran umum perdana saham (IPO) sebagai upaya untuk mendapatkankeuntungan dari investasi saham pada primary market.

Aktivitas IPO mempunyai perbedaan jika dibandingkan dengan pembukaanperdagangan saham biasa yang telah diperdagangkan baik di primary maupunsecondary market. Perbedaannya adalah: 1) IPO hanya memiliki offer price (hargapenawaran) untuk dijadikan benchmark dan tidak ada catatan perdagangan historisdimana hal ini menimbulkan information gap yang cukup signifikan antaraperusahaan penerbit dengan calon investor, 2) pihak lead underwriter, yangmembawa perusahaan untuk go public, mempunyai tanggung jawab atau perananpenting sebagai market maker di pasar modal, 3) perdagangan IPO dapat dimulaisewaktu-waktu selama jam kerja di bursa saham sesuai dengan kehendak dari leadunderwriter.

Underwriter yang menjamin penawaran perdana akan menanggung risikountuk menjual saham tersebut, sehingga emisi (underwriter) cenderung untukmenjualnya dengan harga yang murah (undervalued) supaya mengurangi risiko tidaklaku terjual. Investor yang dapat kesempatan untuk membeli sekuritas yangundervalued ini akan menikmati abnormal return. Akan tetapi jika pasar modalsifatnya adalah efisien, abnormal return yang ada hanya terjadi dengan waktu yangcepat dan tidak berkepanjangan. Ini berarti bahwa investor yang membeli beberapasaat setelah pengumuman IPO sudah tidak akan memperoleh abnormal return lagi,karena harga sekuritas sudah mencapai keseimbangannya yang baru (Sindelar danRitter (1988) dalam Hartono, 2003: 420-421).

Periode harga penawaran saham lamanya sekitar 3 (tiga) hari untukmendapatkan pembeli atas saham tersebut. Pada saat ini akan diketahui siapasebenarnya pembeli saham tersebut. Jika harga saham tersebut dianggap murah danberkualitas, saham tersebut menjadi hot issue sehingga permintaan meningkat.Investor yang melihat fenomena ini, akan melipatgandakan pesanannya dansebaliknya yang tidak memahaminya akan terpengaruh untuk ikut membeli saham

Page 56: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 53

tersebut. Namun, apabila saham tersebut biasa saja, pembelinya hanya akanmemahami tidak mendapatkan prioritas untuk mendapatkan saham-saham yang hotissue, seperti saham IPO PT. Krakatau Steel (KS) dengan kode KARS.

Menurut hasil penelitian Ritter dan Welch (2002) bahwa tuntutan hakperusahaan atas harga saham yang lebih tinggi harganya pada saat Initial PublicOffering (IPO) akan berbanding terbalik dengan keinginan underwriter yangbertujuan untuk menarik minat para investor atau setidaknya untuk membuat pasarbergairah kembali-leave money on the table.

Saham perusahaan yang pertama kali ditawarkan ke publik lewat bursa tidakada jaminan untuk mendapatkan dividen yang cukup, kecuali suatu harapan adanya“capital gain”. Capital gain ini dapat berupa dalam dua bentuk, yaitu “kenaikanharga saham” atau “kenaikan nilai saham”. Apabila dividen rendah menyebabkanharga saham turun, maka pemegang saham minoritas dirugikan dan sementara itupemegang saham mayoritas yang menguasai manajemen menahan diri untuk tidakmenjual sahamnya karena mengetahui nilai saham yang sebenarnya. Dengan katalain, bila informasi ekonomis tidak tersedia cukup di bursa saham maka pemegangsaham mayoritas mengetahui nilai saham dan harga saham.

Lebih lanjut Rock (1986) beragumentasi bahwa underpricing di perusahaanIPO diperlukan untuk mengkompensasikan investor yang tidak memiliki informasi(uninformed investor) dengan pihak yang memiliki informasi yang lebih banyak.Adanya kelebihan informasi yang dimiliki menyebabkan informed investorcenderung menginginkan harga yang underpriced untuk mendapatkan initial returndi pasar sekunder. Di lain pihak, uninformed investor karena tidak mempunyaiinformasi yang cukup akan berusaha memperoleh saham tanpa melakukan banyakpilihan. Untuk itu agar uninformed investor tetap berpartisipasi dalam pasar makaharga saham harus cukup underpriced. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa,secara rata-rata initial return adalah lebih besar dibandingkan premium risiko“wajar” yang diharapkan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa perusahaan penerbitdan penjamin emisi secara sengaja meng-underprice harga IPO mereka.

Ibbotson (1975) dan Ritter (1984), memberikan bukti yang menyakinkanbahwa IPO, secara rata-rata terjadi underpricing. Ritter (1984), melaporkan bahwadari jumlah sekitar 5000 perusahaan yang go-public selama 1960-1982 di AS, nilairata-rata IPO-nya diperdagangkan pada harga 18,8 % (persen) lebih tinggi dari hargapenawaran perdananya. McGuinnes (1992) meneliti fenomena underpricing terhadap80 IPO periode 1980-1990 di Hongkong. Hasil penelitiannya menunjukkan adanyareturn positif yang signifikan pada hari pertama perdagangan saham di pasarsekunder dan mulai menghilang sesudah hari pertama. Analisis terhadap returnpositif tersebut juga menunjukkan adanya tingkat underpricing sebesar 18 %(persen). Ritter (1991), meneliti kinerja saham untuk jangka pendek dan jangkapanjang terhadap 1256 sampel IPO periode 1975-1984 di AS. Hasil penelitiannyamencatat kinerja saham perdana dalam jangka pendek sebesar 14,32% (persen) danjangka panjang sebesar 29,13% (persen). Hanafi (1997) mengemukakan adanyaunderpricing sebesar 15 % (persen) pada saat saham pertama kali diperdagangkanpada hampir semua emisi saham perdana selama tahun 1989-1994 di Bursa EfekJakarta (dalam Ali dan Hartono (2003)).

Berdasarkan kajian tersebut, dukungan teoritis yang menjelaskan argumentasitimbulnya underpricing pada saat IPO, adalah:

Page 57: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 54

1. Teori Assymetric Information. Teori ini menjelaskan bahwa kondisi underpricingmerupakan refleksi dari kondisi ketidakmerataan informasi antara pihak-pihakyang melakukan transaksi, sehingga memungkinkan terjadinya abnormal gain.Dari sisi penjual, pihak penjamin (underwriters) merasa takut terhadap potensitimbulnya kondisi negative cascade, sehingga mereka cenderung untukmenurunkan harga penawaran saham IPO di bawah harga pasar. Di lain pihak,para investor juga memberikan sinyal daya beli yang lebih rendah dari yangsesungguhnya dengan tujuan agar dapat membeli saham tersebut dengan hargayang lebih murah.

2. Teori Agency Conflict. Teori ini menjelaskan bahwa kondisi underpricing lebihdisebabkan oleh strategi dari pihak penjamin untuk secara sengaja memberikaninsentif (leave money on the table) kepada para investor tertentu (terutama parainvestor skala besar) sebagai tanda niat baik sekaligus untuk membina hubunganjangka panjang. Tidak menutup kemungkinan bahwa untuk jangka pendekmelalui sesi transaksi yang bagus dengan volume yang tinggi akan juga bisamemberikan “pendapatan sampingan” bagi pihak penjamin melalui bentukkomisi transaksi jual beli saham. Hal ini tentu merupakan kerugian bagi pihakperusahaan yang melakukan IPO karena tidak mendapatkan keuntungan yangseharusnya sebagai akibat strategi pihak penjamin tersebut.

Penyebab terjadinya underpricing pada saat IPO, menjelaskan bahwapenentu kekuatan harga saham terletak pada informasi yang diperoleh pihakpenjamin saat mereka melakukan perbandingan harga (atau disebut book buildingstrategy) kepada calon pembeli skala besar (blockholders). Jika dari hasil melakukanperbandingan harga (road show) tersebut terdapat indikasi kuat akan terjadipermintaan lebih besar dari penawaran (oversubscribe) saham, maka diduga bahwateori Agency Conflict akan memegang peranan yang lebih besar di dalammenjelaskan perilaku pasar pada saat tersebut.

Fenomena IPO pada saat kondisi IPO’s underpricing, didukung Lowry danSchwert (2002) dalam penelitian mereka mengenai IPO dan fenomena underpricingdi dalam jurnal penelitian mereka “IPO Market Cycles: Bubbles or SequentialLearning?” melakukan studi statistik deskriptif terhadap IPO initial return yangdikalkulasi dari selisih IPO’s offer price dengan closing price on the first day oftrading. Dengan menggunakan data sampel dari tahun 1985 sampai dengan 1997diperoleh mean rata-rata dari initial returns sebesar 13,9 % (persen) dengan meanrata-rata perusahaan yang melakukan IPO sebesar 29,4 % (persen) perusahaan perbulan selama periode sampel penelitian tersebut. Fenomena underpricing adalahsangat merugikan bagi emiten, sehingga perusahaan yang memiliki risiko rendahberusaha untuk menunjukkan karakteristik risiko rendah mereka kepada pasar,sehingga dengan adanya underpricing akan merugikan bagi perusahaan penerbitsaham IPO, dan perusahaan yang memiliki karakteristik risiko yang rendah akanberusaha untuk menunjukkannya pada pasar (Sharpe, Alexander dan Bailey,1995:77).

3. IPO PT. Krakatau Steel (KARS)

Harga perdana saham PT. Krakatau Steel (berkode KARS) senilai Rp.850,00per lembar saham di hari pertama perdagangannya di Bursa Efek Indonesia (tanggal10 Nopember 2010) dengan yang bertindak sebagai penjamin emisi yaitu BahanaSekuritas, Mandiri Sekuritas, dan Danareksa Sekuritas, sedangkan Credit Suisse dan

Page 58: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 55

Deutsche Bank bertindak selaku agen penjualan internasional menunjukkan 16.593pemesan saham dengan jumlah pesanan 4,874 miliar lembar dibandingkan denganpenjatahan total saham 3.155 miliar saham (setara 20 persen total saham), sehinggamenunjukkan jumlah yang melebihi saham yang ditawarkan dengan kenaikan hargasahamnya yang mencapai 49,41 % (persen) dalam sehari.

Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) perdaganganperdana KRAS, investor asing tercatat melakukan penjualan bersih sebanyak 316,12juta saham senilai Rp. 378,6 miliar dengan harga jual rata-rata Rp.1.198,00 perlembar saham. Sementara tiga perusahaan sekuritas yang menjadi penjamin emisiIPO KRAS, yaitu Bahana Sekuritas, Mandiri Sekuritas, dan Danareksa Sekuritasmasih mencatatkan penjualan bersih. Bahana Sekuritas tercatat melakukan penjualanbersih saham KRAS 74 juta saham senilai Rp. 101,2 miliar. Mandiri Sekuritassebanyak 10,25 juta saham senilai Rp. 13,9 miliar dan Danareksa Sekuritas sebanyak3,26 juta saham senilai Rp. 4 miliar.

Selanjutnya tercatat juga atas minat masyarakat terhadap kepemilikan sahamKRAS yang cukup tinggi, yaitu ditunjukkan terangkatnya (terkoreksi) harga sahamKRAS dari Rp. 850,00 menjadi Rp. 1.270,00 sampai Rp. 1.340,00 atau naik 5,5 %(persen), juga ditunjukkan dari nilai perdagangan saham KRAS yang mencapai Rp.2,52 triliun (yang mampu menempatkan KRAS sebagai saham yang paling banyakdiperjualbelikan di BEI) (Kompas, 12 Nopember 2010).

Fenomena yang memberikan informasi bahwa keputusan pemerintahmenetapkan harga perdana (Initial Public Offering (IPO)) pada batas bawahpenawaran senilai Rp.850,00 per lembar saham memberikan petunjuk terlalu rendah(underpricing), terbukti pada hari pertama tersebut terjadi kenaikan harga sahammendekati 50 persen (49,41 %), bahkan pada hari kedua masih terjadi kenaikan lagihingga Rp. 1.340,00 per lembar sahamnya pada harga penutupan. Namun denganmendasarkan pada kondisi riil tersebut Kementerian Badan Usaha Milik Negara(BUMN) menyatakan bahwa penetapan harga saham sesuai prosedur.

Penetapan harga suatu saham mencerminkan nilai perusahaan. Nilai selembarsaham adalah sama dengan nilai sekarang dari seluruh pendapatan perusahaan yangdiperkirakan akan diberikan. Pendapatan yang diberikan oleh saham adalah dividenyang akan dibayarkan hingga waktu yang tidak terbatas (Arifin, 2007: 148).Perusahaan yang berkembang berarti sahamnya bernilai tinggi dan sebaliknya. Nilaiperusahaan tercermin pada nilai kekayaan bersih yang dimilikinya. Kekayaan bersih(net worth) yaitu selisih antara total aktiva dengan total utang atau pinjaman.Kekayaan bersih di dalam laporan neraca terlihat dalam kelompok “permodalan”,dalam kelompok permodalan terinci; yaitu modal disetor, laba sebelum bunga danpajak, agio saham, selisih penilaian kembali aktiva tetap, dan selisih nilai gantipersediaan.

Kekayaan bersih ekonomisNilai perlembar saham =

Lembar saham yang beredar

Nominal saham adalah jumlah yang tertera di atas lembaran saham. Jikasaham terbagi dalam beberapa kelompok nominal, maka nilai per lembar saham diatas dicari equivalennya. Nilai nominal saham bersifat statis, sedangkan nilai sahambersifat dinamis, tergantung perubahan nilai kekayaan bersih pada suatu saat.

Page 59: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 56

Kekayaan bersih dinilai secara ekonomis dan bukan berdasar harga historis. Olehkarena itu, semua aktiva perusahaan harus diberi nilai baru yang berlaku pada saatmenghitung nilai kekayaan bersih. Selisih antara nilai baru dan harga beli (historis),yaitu dijelaskan dalam perkiraan “selisih penilaian kembali aktiva tetap” dan “selisihnilai ganti persediaan” dalam kelompok permodalan.

Jika informasi mengenai nilai saham yang dihitung menurut rumus di atasdapat diperoleh setiap saat, maka harga saham di pasar tidak akan jauh berbedadengan nilai saham. Harga saham yaitu harga yang terbentuk di pasar jual belisaham. Kebanyakan harga saham berbeda dengan nilai saham, makin sedikitinformasi yang bisa diperoleh untuk menghitung nilai saham, makin jauh perbedaantersebut. Terlalu sedikitnya informasi yang mengalir ke bursa saham cenderungharga saham dipengaruhi oleh tekanan psikologis penjual atau pembeli (tindakanirasional). Tindakan irasional ini mengakibatkan satu pihak untung besar dan pihaklain rugi besar, hal demikian bisa terjadi di bursa saham dan tidak salah menuruthukum. Untuk mencegah hal tersebut di atas sebaiknya perusahaan yang go publicmemberi informasi yang cukup setiap saat sepanjang informasi itu berpengaruhterhadap harga saham, dan secara periodik bulanan atau triwulan menerbitkaninformasi rutin.

Untuk menghitung harga atas penerbitan saham dapat menggunakan analisis;(1) analisis fundamental dan (2) analisis teknik. Analisis fundamental yaitu analisisyang didasarkan pada informasi-informasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang gopublic ataupun oleh administratur bursa saham dengan menggunakan beberapateknik pendekatan. Tiga teknik pendekatan yang umum dikenal dalam analisisfundamental yaitu; (a) pendekatan deviden, (b) pendekatan laba, dan (c) pendekatankekayaaan bersih. Analisis teknik yaitu analisis yang didasarkan pada informasi ataukejadian-kejadian yang timbul di luar lingkungan perusahaan tetapi berdampakterhadap kegiatan perusahaan. Misalnya; (a) kebijakan pemerintah tentangderegulasi, devaluasi, perubahan politik, (b) masuknya pesaing baru, (c) bencanaalam, dan lain-lain.

Penerbitan saham perdana di bursa efek (IPO) sangat ditentukan padapenetapan harga. Menurut Penulis bahwa analisis penetapan harga perdana sahamKARS terlalu rendah, hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya dua indikasi, adalah:1. Indikasi yang pertama, yaitu kenyataan bahwa pemesanan saham perdana

mengalami kelebihan permintaan (oversubscribe) sampai sembilan kali lipat.2. Indikasi yang kedua, yaitu penetapan harga sebesar Rp. 850,00 per lembar

menurut Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertujuan untukmemberikan keuntungan modal (capital gain) kepada investor.

Permasalah penetapan harga merupakan masalah utama IPO atas saham PT.Krakatau Steel (KARS) yang dijual kepada publik dengan harga Rp. 850,00 perlembar berdasarkan metode akuntansi seperti di atas. Untuk sebuah perusahaanBadan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi market leader di dalam negeri,seharusnya nilai perusahaan berada jauh di atas nilai bukunya. Posisi strategis PT.Krakatau Steel dalam pasar baja nasional sudah menjadi kenyataan, sehingga nilaipasarnya tidak hanya bisa dihitung secara akuntansi saja. Aset strategis yang jarangdimiliki oleh perusahaan baja lainnya di seluruh dunia, yaitu kepemilikan pelabuhanyang cukup dalam dengan arus laut yang sangat kondusif untuk dilakukannyaaktivitas bongkar muat, dan pangsa pasar domestik yang mendekati 65 % (persen),sehingga dalam jangka panjang posisi strategis seperti ini menjadi sangat sulit untuk

Page 60: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 57

dikalahkan, dan bahkan kemungkinkan dapat menjadi modal dasar bagipengembangan pasar ekspor (Sugema, 10 Nopember 2010).

Posisi strategis ini didukung juga dengan peristiwa, bahwa sebelum IPO PT.Krakatau Steel telah menjalin kerja sama (joint venture) dengan perusahaan besi danbaja dari Korea Selatan yaitu Pohang Iron and Steel Corporation (Posco) untukmembangun pabrik baja dengan kapasitas sebesar 3 juta ton per tahun. Kerja samadibuat lewat Memorandum of Agreement (MOA) bulan Desember 2009, yaitu Poscoakan memberikan manajemen, teknologi, permesinan, dan modal kerja, sedang PT.Krakatau Steel memberikan aset berupa tanah dan perolehan dana.

Kerja sama ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan harga jual dalamsaham PT. Krakatau Steel sesungguhnya. Nilai investasi yang terlibat di dalamnyaadalah sebesar 2,8 miliar dollar Amerika Serikat dengan kapasitas sekitar 2,5 jutaton, maka biaya penggantian (replacement cost) PT. Krakatau Steel adalah sekitar2,4 miliar dollar AS. Kalau saham yang dijual kepada publik atau masyarakat yaitusebesar 20 % (persen), maka penerimaan uang yang seharusnya masuk ke negarasebesar Rp. 480 juta dollar AS atau sekitar Rp. 4,2 triliun. Sementara itu, penawaransaham perdana hanya menghasilkan Rp. 2,681 triliun saja.

Dana sebesar Rp. 2.681 triliun atas hasil penawaran saham perdana tersebut,rencananya akan digunakan untuk: 35,8 % (persen), yaitu sebesar Rp. 900 miliar sampai 1,3 triliun digunakan untuk

investasi memodernisasi pabrik dan meningkatkan kapasitas produksi bajalembaran menjadi 3,5 juta ton, 25 % (persen), yaitu sebesar Rp. 631 sampai 907 miliar digunakan untuk

membiayai pematangan lahan seluas 288 ha yang akan digunakan untukmembangun pabrik baja terpadu KS dan Posco, 24,2 % (persen), yaitu sebesar Rp. 610 sampai 880 miliar digunakan untuk

membeli bahan baku “iron ore pellet, scrab, billet slab” dan bahan baku lainnya, 15 % (persen) yaitu sebesar Rp. 378 sampai 544 miliar digunakan untuk penyertaan

pada anak usaha PT. Krakatau Bandar Samudera (KBS) dan PT. Krakatau DayaListrik (KDL).

Penggunaan metode akuntansi, akan ditunjukkan terjadinya kerugian negara.Apabila penentuan harga saham ditentukan atas rasio harga terhadap laba bersih persaham (Price-Earning Ratio/PER) yang digunakan, yaitu perbandingan harga suatusaham dengan pendapatan atau laba per saham. Menurut Arifin (2007: 152) PriceEarning Ratio (PER) merupakan cerminan rupiah yang berani dibayar investor untuksetiap rupiah laba. Dengan pendekatan PER, harga saham suatu perusahaandiestimasi dengan mengkalikan laba per lembar saham dengan rata-rata PER.

Lebih lanjut Arifin (2007: 152) menjelaskan bahwa pendekatan PER cukupbermanfaat untuk pedoman penetapan harga perdana sebuah saham yang akanditerbitkan oleh suatu perusahaan. Hasil penilaian pendekatan yang juga dapatdijadikan sebagai proksi nilai pasar saham perusahaan yang akan menawarkansahamnya. Pendekatan PER ini sudah mempertimbangkan ekspektasi laba di masayang akan datang perusahaan. PER bisa menggunakan laba atau keuntungan yangdilaporkan dari tahun terakhir (disebut trailing P/E), atau menggunakan perkiraanlaba tahun mendatang dari seorang analis (disebut forward P/E). Rasio hargaterhadap laba, disebut juga dengan Price-Earnings Multiple, yaitu memberikangambaran kepada investor jumlah yang harus dibayar para investor untuk kekuatanlaba suatu perusahaan, dan karena itu pertumbuhan laba yang diharapkan investor.

Page 61: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 58

Saham dengan P/E tinggi, yaitu dengan multiple di atas 20, umumnya yaituperusahaan-perusahaan baru yang go public tumbuh dengan cepat. Sahamperusahaan seperti ini lebih berisiko untuk diperdagangkan daripada saham yangmemiliki P/E rendah, karena lebih mudah untuk menyimpang dari perkiraanpertumbuhan yang tinggi dari pada perkiraan pertumbuhan rendah. Saham ber P/Erendah cenderung berada pada industri yang matang atau dominan (dewasa) atauindustri dengan pertumbuhan rendah, dalam kelompok saham yang tidak disukai,atau dalam perusahaan mapan, dan memiliki saham unggulan dengan catatanstabilitas laba dan deviden berkala yang panjang. Saham dengan P/E rendah padaumumnya mempunyai hasil penyerahan yang lebih tinggi daripada saham denganP/E tinggi, yang seringkali tidak membayarkan deviden sama sekali.

Penentuan atas rasio harga terhadap laba bersih per saham pada penentuanharga perdana saham PT. Krakatau Steel (KARS), yaitu menghasilkan keputusanpenetapan harga sebesar Rp. 850,00 per saham kurang lebih sama dengan rasio hargaterhadap laba bersih per saham sepuluh kali. Ini membuktikan bahwa rasio hargaterhadap laba bersih per saham yang relatif rendah di antara perusahaan-perusahaansejenis di seluruh dunia, misal; Nippon Steel memiliki rasio harga terhadap lababersih per saham 12,1 kali atau sangat dekat dengan PT. Krakatau Steel. Akan tetapi,perusahaan tersebut memiliki struktur biaya yang relatif tinggi karena jauh darisumber energi dan sumber bahan baku. Perusahaan sejenis di Australia dan Chinamemiliki rasio harga terhadap laba bersih per saham antara 24 sampai dengan 30.Apabila menggunakan penentuan rasio harga terhadap laba bersih per saham 15,maka penetapan harga saham PT Krakatau Steel seharusnya Rp. 1.300,00 per saham.

Penetapan harga sebesar Rp. 1.300,00 per saham juga didasarkan padaanalisis atas keberadaan PT. Krakatau Steel yang dikategorikan sebagai aset strategisnasional sebagai pasar baja nasional yang dalam jangka panjang sangat sulitdigantikan untuk menjadi modal dasar bagi pengembangan pasar ekspor. Selanjutnyakeunggulan yang tidak kentara (intangible) yaitu budaya organisasi, jaringanpemasaran, keunggulan sumber daya manusia meskipun adanya perubahanparadigma dalam melakukan privatisasi BUMN yang biasanya lahir dari kebijakannegara. PT. Krakatau Steel yang pendiriannya pada masa Orde Lama dan diposisikansebagai industri hulu yang disiapkan untuk mendukung proses industrialisasi,sehingga dengan kondisi yang dimilikinya PT. Krakatau Steel menjadi pemaindominan di dalam negeri dan sekaligus memiliki kinerja keuangan yang relatif lebihbaik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan baja (sejenis) di seluruh dunia.

Akhirnya dengan mendasarkan dan belajar pada kondisi PT. Krakatau Steelinilah, ide Penulis dalam paper ini hendaknya pada saat penjualan aset strategisnasional lewat Penawaran Umum Perdana saham atau Initial Public Offering (IPO)tidak hanya didasarkan pada perhitungan angka saja, namun saatnya juga untukmemperhitungkan keunggulan yang tidak kentara (intangible) dalam penentuanharga perdana saham, sehingga dengan mendasarkan pada kedua perhitungan inilebih sebagai upaya untuk memaksimumkan perolehan negara.

4. Simpulan

Permasalahan penetapan harga merupakan masalah utama IPO atas sahamPT. Krakatau Steel (KARS) sebagai aset strategis nasional yang didukung dengankeunggulan ketara dan tidak ketara serta telah menjalin kerja sama dengan PohangIron and Steel Corporation (Posco) yang dijual kepada publik dengan harga

Page 62: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 59

Rp.850,00 per lembar di hari pertama perdagangannya di Bursa Efek Indonesia(tanggal 10 Nopember 2010). Analisis atas penetapan harga Rp.850,00 tersebutterlalu rendah, hal ini ditunjukkan dengan adanya tiga indikasi adalah:1. Indikasi yang pertama, yaitu kenyataan bahwa pemesanan saham perdana

mengalami kelebihan permintaan (oversubscribe) sampai sembilan kali lipat.2. Indikasi yang kedua, yaitu penetapan harga sebesar Rp. 850,00 per lembar

menurut Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertujuan untukmemberikan keuntungan modal (capital gain) kepada investor.

3. Indikasi yang ketiga, yaitu terangkatnya (terkoreksi) harga saham KRAS dari Rp.850,00 menjadi Rp. 1.270,00 sampai Rp. 1.340,00 atau naik 5,5 % (persen).

Mendasarkan pada fakta tersebut, penetapan atas harga perdana saham PT.Krakatau Steel (KARS) yang mendasarkan rasio harga terhadap laba bersih persaham seharusnya sebesar Rp. 1.300,00 per saham. Penetapan nilai yang dihasilkandengan menggunakan perhitungan perbandingan atas rasio harga terhadap laba bersihper saham 15. Penetapan yang didasarkan pula atas dukungan keunggulan kentaradan tidak kentara yang dimiliki PT. Krakatau Steel sebagai aset strategis nasional.Akhirnya dengan tulisan paper ini diharapkan pada saat penjualan aset strategisnasional lewat Penawaran Umum Perdana saham atau Initial Public Offering (IPO)tidak hanya didasarkan pada perhitungan angka saja, namun saatnya juga untukmemperhitungkan keunggulan yang tidak kentara (intangible) dalam penentuanharga perdana saham, dengan mendasarkan pada kedua perhitungan ini lebih sebagaiupaya memaksimumkan perolehan negara.

Daftar Pustaka

Anonim. 2010. IPO Krakatau Steel Tetap Jalan: Investor Besar Tolak Harga SahamDinaikkan. Harian Kompas. 2 November.

Anonim. 2010. Asing Balik Beli Saham: Nilai Perdagangan Saham Krakatau SteelRp. 2,52 Triliun. Harian Kompas. 12 November.

Ali, Syaiful dan Hartono, Jogiyanto. 2003. Pengaruh Pemilihan Metode Akuntansiterhadap Tingkat Underpricing Saham Perdana. Jurnal Riset AkuntansiIndonesia. Vol. 6 No.1. 41-53.

Arief, A. dkk. 2010. Penjualan Saham Raja Baja Menjelma jadi Rumor Panas.Kontan Mingguan Bisnis dan Investasi. No. 7-XV. Edisi 8 – 14 November, hal.36-37.

Arifin, Zaenal. 2007. Teori Keuangan dan Pasar Modal. Edisi Pertama. CetakanKedua. Penerbit EKONISIA. Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta

Francis, Jack C. 1991. Investments: Analysis and Management 5th edition. McGraw-Hill International Editions. New York.

Hartono, Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketiga.Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Lowry, Michelle dan Schwert, G. William. 2002. IPO Market Cycles: Bubbles orSequential Learning?. The Journal of Finance. Vol. LXVII No. 3.

Ritter, Jay R dan Welch, Ivo. 2002. A Review of IPO Activity, Pricing, andAllocations. The Journal of Finance. Vol. LVII No. 4.

Page 63: Jeam_vol x April 2011

Prasetyo, Terjadikah UnderPricing… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 60

Rock, K. 1986. Why New Issues Are Underpriced. Journal of Financial Economics.(January/February). 187-212.

Sharpe, William F, Alexander, Gordon J and Bailey, Jeffery V. 1995. Investments.Fifth Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Sugema, Imam. 2010. Polemik IPO PT Krakatau Steel. Kompas 10 Nopember

Page 64: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 61

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPANSUKARELA PADA LIKUIDITAS SAHAM: STUDI EMPIRIS DI BEI

Retno Yuni Nur Susilowati1

Abstract

This research aims to get empirical evidences that there isinfluence of both corporate governance practices and voluntarydisclosure on the firms’ stock liquidity. Samples used in thisresearch are nonfinancial companies listed in the Indonesia StockExchange (IDX) that participated in the CGPI (corporategovernance perception index) surveys in the periods 2003-2008performed by IICG (the Indonesian Institute for CorporateGovernance). The hypotheses are tested by using multiple regressionanalysis.

The results indicate that corporate governance and voluntarydisclosure have positive effects on stock liquidity. It means the betterthe corporate governance and voluntary disclosure practices, thehigher the stock liquidity is. This matter generates conclusion thatinvestors notice corporate governance and voluntary disclosurepractices conducted by companies.

Keywords: corporate governance, voluntary disclosure,stock liquidity

I. LATAR BELAKANG

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketikaprinsipal/pemilik perusahaan memekerjakan agen/manager untuk memberikan suatujasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agentersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Manager, sebagai agen yang berperan sebagaipengelola perusahaan, lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospekperusahaan dibandingkan dengan pemilik. Oleh karena itu, ia berkewajibanmemberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Namun, informasiyang disampaikan oleh manager kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisiperusahaan yang sebenarnya. Kondisi ini, yang merupakan suatu masalah keagenan,dikenal sebagai asimetri informasi (information asymmetry).

Asimetri informasi sebagai suatu masalah keagenan, menciptakan kebutuhanakan corporate governance untuk memonitor manager dan melindungi investor darimasalah keagenan (Jensen dan Meckling, 1976; Fama dan Jensen, 1983). Corporategovernance merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa managemen bertindakyang terbaik untuk kepentingan stakeholders.

Penelitian ini bertujuan untuk memeroleh bukti empiris apakah corporategovernance dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) berpengaruh positifpada likuiditas saham. Penelitian ini dilandasi oleh penelitian yang dilakukan olehGoh et al. (2008), yang menunjukkan secara empiris adanya pengaruh corporate

1 Penulis adalah staf pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

Page 65: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 62

governance pada likuditas saham dengan melalui variabel adverse selection2,pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) dan ulasan analis (analyst following).

Likuiditas saham merupakan suatu kondisi ketika investor mudahmemperjualbelikan dan menetapkan harga bagi sekuritasnya. Pada kondisi likuiditassaham tinggi, kos ekuitas (cost of equity capital) menjadi lebih rendah (Amihud danMendelson 1986; Acharya dan Pedersen, 2005).

Investor sangat memerhatikan likuiditas saham perusahaan-perusahaan, selainaspek return dan risiko saham. Saham yang likuid memiliki kemungkinan yang lebihbaik untuk meraih gain dibandingkan saham yang likuiditasnya rendah. Tia jugalebih mencerminkan faktor fundamental perusahaan. Selain itu, perubahan ataufluktuasi harga lebih stabil, tidak melonjak-lonjak dan likuiditasnya bersifat kontinus(Handa dan Schwartz, 1996)..

Keefektifan pengelolaan sumber daya perusahaan oleh managemen dapatdiketahui dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba.Dengan kata lain, reaksi pasar merupakan sinyal terhadap keefektifan praktikcorporate governance. Khomsiyah (2005) menyatakan bahwa likuiditas sahammerupakan mekanisme pengawasan eksternal oleh investor pada kinerja perusahaan.

Penelitian yang menguji hubungan antara corporate governance internal danlikuiditas telah dilakukan oleh Chung et al. (2009). Hasilnya menunjukkan bahwacorporate governance yang semakin baik akan mempersempit spreads,mempertinggi indeks likuiditas pasar, dan memperkecil kemungkinan terjadinyaperdagangan berbasis informasi orang dalam (inside information).

Beberapa peneliti lain, dengan menggunakan data U.S., juga menelitihubungan corporate governance dan likuiditas, meskipun dengan pengesetan yangberbeda. Hal ini misalnya dilakukan oleh Becht (1999), Brockman dan Chung(2003), Attig et al. (2004), LaFond et al. (2007), dan Chen et al. (2007). Penelitian-penelitian tersebut memberi bukti empiris bahwa corporate governanceberhubungan dengan likuiditas. Artinya, apabila perusahaan menerapkan praktikgovernansi yang baik maka likuiditas sahamnya akan meningkat.

Sedangkan dugaan bahwa semakin banyak pengungkapan sukarela akanmeningkatkan likuiditas ditunjukkan oleh Hong dan Huang (2005) yang menyajikansebuah model, yang di dalamnya manager melakukan aktivitas menarik investoruntuk meningkatkan likuiditas saham perusahaan dengan biaya tinggi. Frost et al.(2006) menguji hubungan antara pengungkapan pasar modal dan perkembanganpasar di antara 50 bursa efek internasional. Mereka menemukan bahwa kuatnyasistem pengungkapan (aturan pengungkapan, pemonitoran, dan undang-undang)secara positif berhubungan dengan perkembangan pasar, yang merupakan ukurankomposit yang mencakup dua ukuran likuiditas. Hasil ini menyarankan bahwapengungkapan yang lebih besar akan menyebabkan pasar makin aktif karena investorbersedia aktif di dalamnya.

Dengan mereplikasi model penelitian yang dilakukan oleh Goh et al. (2008)maka penelitian ini bermaksud untuk menguji adanya pengaruh corporategovernance dan pengungkapan sukarela pada likuiditas saham. Penelitian ini pentinguntuk dilakukan karena apabila hipotesisnya terdukung maka hasilnya memberikan

2 Adverse selection merupakan kemungkinan terjadinya perdagangan oleh pedagang berinformasi (informed traders), yaitu pedagang yangmemeroleh informasi privat selain informasi publikasian. Adverse selection terjadi ketika penjual/pembeli memiliki asimetri informasi sehinggajustru lebih mungkin memilih hasil atau produk yang ‘buruk’ (Goh et al., 2008).

Page 66: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 63

implikasi bahwa penerapan praktik-praktik corporate governance dan pengungkapansukarela akan dapat memengaruhi tingkat likuiditas saham.

II. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Corporate governance

Corporate governance didefinisi sebagai seperangkat aturan dan prinsip-prinsip, yaitu keadilan (fairness), transparansi (transparency),akuntabilitas/per-tanggungjelasan (accountability), danpertanggungjawaban (responsibility), yang mengatur hubungan antarapemegang saham, managemen perusahaan (direksi dan komisaris), pihakkreditor, pemerintah, karyawan serta stakeholders lainnya yang berkaitandengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Tujuannya adalah untukmenciptakan nilai tambah bagi seluruh stakeholders dalam perusahaan.Adanya nilai tambah bagi stakeholders ini akan menarik investor untukmenanamkan modalnya di perusahaan yang bersangkutan (Daniri, 2004).

Pengertian corporate governance menurut Surat Keputusan MenteriNegara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No.23/M-PM/BUMN/2002 tentang pengembangan praktik corporate governanceyang baik (good corporate governance) dalam perusahaan perseroan(persero) adalah prinsip korporasi yang sehat, yang perlu diterapkan dalampengelolaan perusahaan, yang dilaksanakan semata-mata demi menjagakepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuanperusahaan. Berdasarkan definisi di atas maka dapat dikatakan bahwacorporate governance merupakan upaya yang dilakukan oleh semua pihakyang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanyasecara baik sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.

Ada empat prinsip dasar corporate governance yang baik, yaitu:1) Keadilan (fairness), meliputi: (a) perlindungan bagi seluruh hak

pemegang saham; dan (b) perlakuan yang sama bagi para pemegangsaham.

2) Transparansi (transparency), meliputi: (a) pengungkapan informasiyang bersifat penting; (b) informasi harus disiapkan, diaudit dandiungkapkan sejalan dengan pembukuan yang berkualitas; serta (c)penyebaran informasi harus bersifat adil, tepat waktu dan efisien.

3) Akuntabilitas/pertanggungjelasan (accountability), meliputipengertian bahwa: (a) anggota dewan direksi harus bertindakmewakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham; (b)penilaian yang bersifat independen terlepas dari managemen; serta(c) adanya akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepatwaktu.

4) Pertanggungjawaban (responsibility), meliputi: (a) menjamindihormatinya segala hak pemegang kepentingan; (b) para pihak yangberkepentingan harus mempunyai kesempatan untuk mendapatkanganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka; (c)dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaanpihak yang berkepentingan; serta (d) Jika diperlukan, para pihak

Page 67: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 64

yang berkepentingan harus mempunyai akses terhadap informasiyang relevan.

Dan prinsip tambahan, yaitu:5) Independensi untuk auditor eksternal.

B. Pengungkapan Sukarela

Tidak terdapat definisi berterima umum maupun landasan teoretis untukpengungkapan sukarela. (Adina dan Ion, 2008) menyatakan bahwapengungkapan sukarela merupakan penawaran informasi tambahan dalamkaitan dengan regulasi nasional yang berbeda maupun referensiinternasional akan pelaporan bisnis. Pengungkapan tersebut tidakdiwajibkan dalam aturan, namun menjadi sukarela melalui publikasi. Tiamerupakan informasi yang tergantung pada pilihan perusahaan, di luartekanan pasar modal, analis keuangan, perusahaan konsultan maupunfaktor-faktor kultural. Tujuan umum pelaporan keuangan adalahmenyediakan informasi keuangan yang bermanfaat untuk membantupengambilan keputusan bagi pihak-pihak pengguna laporan.

Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan emitendikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatorydisclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).Pengungkapan wajib adalah informasi yang harus diungkapkan oleh emitenyang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu negara. Di Indonesia,pengungkapan wajib dalam laporan tahunan diatur berdasarkan KeputusanKetua Bapepam No. Kep-134/BL/2006 (Peraturan X.K.6). Sedangkanpengungkapan sukarela merupakan pengungkapan informasi melebihipersyaratan minimum dari peraturan pasar modal yang berlaku. Perusahaanmemiliki keleluasaan dalam melakukan pengungkapan sukarela dalamlaporan tahunan sehingga menimbulkan adanya keragaman atau variasi luaspengungkapan sukarela antar perusahaan.

C. Likuiditas Saham

Likuiditas merupakan merupakan sebuah keadaan yang di dalamnyainvestor mudah melakukan jual beli dan bahkan mudah menentukan hargasekuritas (Goh et al., 2008). Likuiditas saham merujuk pada aktivitasperdagangan saham di bursa efek. Acharya dan Pedersen (2005)menyatakan bahwa kos ekuitas akan lebih kecil pada kondisi pasar yangsemakin likuid. Likuiditas maksimal ketika pedagang dapat bertransaksitanpa ada penundaan waktu maupun ketidakpastian harga.

D. Saluran yang menghubungkan corporate governance dan likuiditas

Penelitian yang menguji hubungan antara corporate governanceinternal dan likuiditas telah dilakukan oleh Chung et al. (2009). Hasilnyamenunjukkan bahwa corporate governance yang semakin baik akanmempersempit spreads, mempertinggi indeks likuiditas pasar, danmemperkecil kemungkinan terjadinya perdagangan berbasis informasidalam (inside information). Chung et al. (2009) menyatakan bahwa

Page 68: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 65

corporate governance memengaruhi likuiditas pasar saham karenagovernansi yang efektif akan meningkatkan transparansi keuangan danoperasional, yang akan mengurangi asimetri informasi antara investor dalam(pemegang saham mayoritas) dan investor luar (spekulan/liquidityproviders).

Beberapa peneliti lain, dengan menggunakan data U.S., juga menelitihubungan corporate governance dan likuiditas, meskipun denganpengesetan yang berbeda. Attig et al. (2004), dengan menggunakan databursa efek Kanada, memberi bukti empiris bahwa saham dengan pemisahanyang besar antara hak kendali (control right) dan hak pemilikan (ownershipright), memiliki komponen asimetri informasi bid-ask spread yang makinlebar. Chen et al. (2007) menguji pengaruh pengungkapan dan mekanismecorporate governance pada likuiditas ekuitas dan memberi bukti bahwaperusahaan yang kurang transparan dan sedikit melakukan praktikpengungkapan akan mengalami asimetri informasi. Penelitian-penelitiantersebut memberi bukti empiris bahwa corporate governance berhubungandengan likuiditas. Artinya, apabila perusahaan menerapkan praktikgovernansi yang baik maka likuiditas sahamnya akan meningkat.

Berdasarkan bukti-bukti empiris tersebut maka penelitian inimengajukan hipotesis bahwa semakin bagus praktik corporate governanceakan meningkatkan likuiditas saham. Hipotesis tersebut dinyatakan sebagaiberikut:

H1a: Corporate governance berpengaruh positif pada likuiditas saham.

E. Saluran yang menghubungkan pengungkapan sukarela dan likuiditas

Dugaan bahwa semakin banyak pengungkapan sukarela akan meningkatkanlikuiditas ditunjukkan oleh Hong dan Huang (2005) yang menyajikansebuah model, yang di dalamnya manager melakukan aktivitas menarikinvestor untuk meningkatkan likuiditas saham perusahaan dengan biayatinggi. Frost et al. (2006) menguji hubungan antara pengungkapan pasarmodal dan perkembangan pasar di antara 50 bursa efek internasional.Mereka menemukan bahwa kuatnya sistem pengungkapan (aturanpengungkapan, pemonitoran, dan undang-undang) secara positifberhubungan dengan perkembangan pasar, yang merupakan ukurankomposit yang mencakup dua ukuran likuiditas. Hasil ini menyarankanbahwa pengungkapan yang lebih besar akan menyebabkan pasar makin aktifkarena investor bersedia aktif di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian inimenduga makin besar pengungkapan sukarela, makin tinggi likuiditassaham.

H2a: Pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap likuiditas saham.

Sedangkan untuk model penelitian digambarkan sebagai berikut:

Page 69: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 66

III. METODA PENELITIAN

A. Data dan sampelPenelitian ini menggunakan basis data keuangan yang tersedia di OSIRIS,laporan keuangan perusahaan, dan informasi keuangan lain yang tersedia diICMD untuk variabel likuiditas saham dan pengungkapan sukarela.Sedangkan data skor CGPI diperoleh dari IICG (Indonesian Institute forCorporate Governance). Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI dan sahamnya aktifdiperdagangkan dari perioda tahun 2003-2008. Sampel tidakmengkhususkan pada sektor tertentu, misalnya pemanufakturan, karenapenelitian ini tidak bermaksud menginvestigasi fungsi tertentu. Metodapenyampelan yang digunakan adalah metoda penyampelan bersasaran(purposive sampling).

B. Variabel dan pengukuran

Corporate governance:Penelitian ini menggunakan Corporate Governance Perception Index(CGPI), hasil pemeringkatan penerapan corporate governance yangdilaporkan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG).Alasan penggunaan indeks ini disebabkan oleh keterbatasan data tentangpenelitian penerapan corporate governance pada perusahaan-perusahaan diIndonesia. Indeks tersebut merupakan salah satu indeks publikasian darihasil penelitian pada perusahaan-perusahaan di Indonesia denganmenggunakan instrumen yang telah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan peraturan yang berlaku di Indonesia (Khomsiyah, 2005).

Komponen indeks tersebut adalah prinsip-prinsip corporategovernance yang telah dikembangkan oleh OECD, yaitu keadilan,akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi. Prinsip tersebut telahdijabarkan sesuai dalam 7 bagian: komitmen, dewan komisaris, dewandireksi, komite fungsional, hak pemegang saham, responsibilitas, dantransparansi. Indeks ini menggunakan skala interval 0 – 100.

Pengungkapan Sukarela:

Variabel dependen yang diuji dalam model penelitian ini adalah indekspengungkapan sukarela (DSCORE). Indeks pengungkapan sukarela adalahsuatu skor yang diberikan pada suatu laporan tahunan sebagai ukuranterhadap luas pengungkapan sukarela perusahaan. Ada dua tahapan terkaitdengan indeks pengungkapan sukarela:

PengungkapanSukarela

CorporateGovernance

LikuiditasSaham

H1

H2

Page 70: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 67

1. Mengembangkan daftar item pengungkapan sukarela.

Item pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan dikembangkanberdasarkan penelitian Meek dkk. (1995), Choi dan Mueller (1992)dalam Wulansari (2009). Selanjutnya, penelitian ini membandingkanantara daftar item pengungkapan sukarela dengan daftar item informasipengungkapan wajib dalam laporan tahunan yang dikeluarkan melaluiKeputusan Ketua Bapepam No. Kep-134/BL/2006 (Peraturan X.K.6).Setelah mengeluarkan semua item informasi pengungkapan wajib daridaftar item pengungkapan sukarela maka diperoleh daftar itempengungkapan sukarela yang digunakan dalam penelitian ini. Denganprosedur tersebut diperoleh 23 item informasi yang dapat diungkapkansecara sukarela oleh managemen dalam laporan tahunan. Item-iteminformasi sukarela tersebut adalah sebagai berikut:

1) Informasi mengenai proyeksi jumlah penjualan tahunberikutnya, dapat secara kualitatif atau kuantitatif (a dan b).

2) Informasi mengenai proyeksi jumlah laba tahun berikutnya,dapat secara kualitatif atau kuantitatif (a dan b).

3) Informasi mengenai proyeksi jumlah aliran kas tahunberikutnya, dapat secara kualitatif atau kuantitatif (a dan b).

4) Informasi mengenai pesanan-pesanan dari pembeli yang belumdipenuhi dan kontrak-kontrak penjualan yang akan direalisasi dimasa yang akan datang (a dan b).

5) Informasi mengenai analisis pesaing, dapat secara kualitatif ataukuantitatif (b).

6) Statemen perusahaan atau uraian mengenai pemberiankesempatan kerja yang sama; tanpa memandang suku, agamadan ras (b).

7) Uraian mengenai kondisi kesehatan dan keselamatan dalamlingkungan kerja (b).

8) Uraian mengenai masalah-masalah yang dihadapi perusahaandalam recruitment tenaga kerja dan kebijakan-kebijakan yangditempuh untuk mengatasi masalah tersebut (b).

9) Informasi mengenai level fisik output atau pemakaian kapasitasyang dicapai oleh perusahaan pada masa sekarang (a).

10) Uraian mengenai dampak operasi perusahaan terhadaplingkungan hidup dan kebijakan-kebijakan yang ditempuh untukmemelihara lingkungan (a dan b).

11) Informasi mengenai managemen senior, yang meliputi nama,pengalaman dan tanggung jawabnya (b).

12) Uraian mengenai kebijakan-kebijakan yang ditempuh untukmenjamin kesinambungan managemen (a).

13) Uraian mengenai pembagian tanggung jawab fungsional diantara dewan komisaris dan direksi (a).

Page 71: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 68

14) Ringkasan statistik keuangan yang meliputi rasio-rasiorentabilitas, likuiditas dan solvabilitas untuk 6 tahun atau lebih(a).

15) Laporan yang memuat elemen-elemen rugi-laba yangdiperbandingkan untuk 3 tahun atau lebih (a).

16) Laporan yang memuat elemen-elemen neraca yangdiperbandingkan untuk 3 tahun atau lebih (a).

17) Informasi yang memerinci jumlah yang dibelanjakan untukkaryawan; yang dapat meliputi gaji dan upah, tunjangan danpemotongan (a).

18) Informasi mengenai nilai tambah; dapat secara kualitatif ataukuantitatif (b).

19) Informasi mengenai biaya yang dipisahkan ke dalam komponenbiaya tetap dan variabel (a).

20) Uraian mengenai dampak inflasi terhadap aktiva perusahaanpada masa sekarang dan atau di masa yang akan datang (b).

21) Informasi mengenai tingkat imbal hasil (return) yang diharapkanterhadap sebuah proyek yang akan dilaksanakan olehperusahaan (a).

22) Informasi mengenai litigasi oleh pihak lain terhadap perusahaandi masa yang akan datang (c).

23) Informasi mengenai pihak-pihak yang mencoba memperolehpemilikan substansial terhadap saham perusahaan (c).

Keterangan:a. Susanto (1992) dalam Wulansari (2008)b. Meek, Robert dan Gray (1995) dalam Wulansari

(2008)c. Choi dan Mueller (1992) dalam Wulansari (2008)

2. Mengukur luas pengungkapan sukarela terhadap laporan tahunan.Daftar item yang dikembangkan tersebut kemudian digunakan untukmengukur tingkat luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunanperusahaan sampel. Indeks pengungkapan untuk setiap perusahaansampel diperoleh dengan cara sebagai berikut:

a. Pendekatan untuk penentuan skor pengungkapan pada dasarnyabersifat dikotomi: sebuah item diberi skor satu (1) jikadiungkapkan dan nol (0) jika tidak diungkapkan. Prosedurdikotomi diterapkan untuk item-item yang dipertimbangkanrelevan dengan perusahaan tertentu berdasarkan pertimbangansetelah membaca seluruh isi laporan tahunan (Suripto, 1999dalam Wulansari, 2008).

b. Menggunakan model pengungkapan yang tidak diberi bobotsehingga memperlakukan semua item pengungkapan secarasama.

Page 72: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 69

c. Luas pengungkapan secara relatif setiap perusahaan diukurdengan indeks, yaitu rasio total skor yang diberikan kepadasebuah perusahaan dengan skor yang diharapkan dapat diperolehperusahaan tersebut.

Dengan demikian semakin banyak item informasi dalam daftar yangdimuat dalam laporan tahunan maka semakin besar indeks luaspengungkapan sukarela perusahaan yang bersangkutan dan sebaliknya.

Likuiditas saham:

Penelitian ini menggunakan ukuran frekuensi perdagangan saham (tradingfrequency) dengan beberapa alasan. Pertama, kriteria yang selama inidigunakan untuk menetapkan 45 saham terlikuid (LQ45) setiap enam bulanadalah volume dan frekuensi transaksi. Artinya, semakin besar volume danfrekuensi transaksi maka semakin tinggi likuiditas. Di samping itu,penelitian yang dilakukan oleh Febrian dan Herwany (2008), yang mengujiketiga ukuran likuiditas (bid-ask spread, frekuensi perdagangan dan rasio-rasio likuiditas) dengan menggunakan model GARCH, menyediakan buktiempiris bahwa frekuensi perdagangan dengan data bulanan merupakanukuran yang paling tepat untuk mengukur likuiditas saham di BEI. Hal inikonsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Fleming (2003) dan Huanget al. (2002), yang menyediakan bukti empiris bahwa frekuensi perdaganganmemiliki tingkat signifikansi paling tinggi dibandingkan kedua variabelyang lain.

C. Pengujian hipotesis

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah corporate governance danpengungkapan sukarela memengaruhi likuiditas. Analisis yang digunakanuntuk menguji pengaruh tersebut adalah dengan uji regresi berganda(multiple regression) atau biasa dinyatakan dalam ordinary least square(OLS). Cohen dan Cohen (1983) menyatakan bahwa untuk mengujikecukupan (adequacy) model regresi maka residual (residuals) dari nilairegresi estimasian harus diuji. Oleh karena itu, sebelum menguji hipotesisdilakukan pengujian untuk memastikan bahwa asumsi mendasar pada modelregresi terpenuhi. Tes dilakukan terhadap normalitas residual, homogenitasvariansi residual, dan ketepatan model linear. Untuk memastikanterpenuhinya asumsi mendasar pada model regresi maka keberadaanmultikolinearitas diuji dengan uji toleransi (tolerance test) dan uji VIF(variance inflation factor) untuk masing-masing model regresi.

IV. Analisis dan Pembahasan

Sampel penelitian adalah perusahaan nonkeuangan peserta survei CGPI, yangterdaftar di BEI, yang datanya tersedia untuk menghitung variabel-variabel yangdiuji dalam penelitian ini. Perioda penelitian adalah tahun 2003 sampai dengan 2008.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 50 perusahaan nonkeuanganyang terdaftar dalam CGPI (corporate governance perception index). Alasan hanyamenggunakan sektor nonkeuangan adalah karena perbedaan sifat industri antara

Page 73: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 70

sektor keuangan dan nonkeuangan. Alasan lain adalah ketatnya regulasi yang berlakupada sektor keuangan yang mungkin berpengaruh terhadap hasil pengujian.

a. Statistik Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian hipotesis maka statistik deskriptif masing-masing variabel yang diuji dalam penelitian ini akan dianalisis terlebihdahulu. Statistik deskriptif variabel yang menjadi fokus penelitian inidigambarkan pada Tabel I.

Tabel I. Statistik Deskriptif

Variabel N Minimum Maksimum Mean Deviasi Standar

GPDSCORE

LS

505050

56,380,1739130431

87,40,5217391302099,5

76,559428570,334492754295,0421818

6,6459952310,093462091374,6778079

Tabel I memerlihatkan nilai mean dari variabel corporate governance(CG) sebesar 76,56, sedangkan nilai tertinggi GP adalah 87,4 dan nilaiterendahnya adalah sebesar 56,38, dengan deviasi standar sebesar 6,65. Daridata tersebut terlihat bahwa rata-rata perusahaan yang menjadi sampelpenelitian telah memiliki praktik corporate governance yang baik,meskipun terdapat variansi nilai praktik corporate governance yang cukupbesar.

Nilai mean variabel pengungkapan sukarela (DSCORE) sampelobservasian adalah 0,334492754. Nilai tertinggi DSCORE adalah0,521739130 sedangkan nilai terendah adalah 0,173913043 dengan deviasistandar sebesar 0,093462091. Data tersebut menunjukkan bahwa secarastatistis perusahaan sudah melakukan pengungkapan sukarela, meskipunkoefisien pengungkapan sukarela tidak besar. Deviasi standar yangmendekati nol menunjukkan bahwa variabilitas data terhadap mean tidakbesar.

Nilai mean likuiditas saham (LS) sampel observasian adalah 295,04.Nilai tertinggi LS adalah 2099,5 sedangkan nilai terendah adalah 1 dengandeviasi standar sebesar 374,678. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwaterjadi variansi yang sangat besar atas nilai likuiditas saham perusahaan-perusahaan publik di Indonesia yang menjadi sampel pada penelitian ini.Data tersebut menunjukkan bahwa ada saham perusahaan sampel yangsahamnya tidak secara aktif diperdagangkan di lantai bursa, dan ada pulaperusahaan sampel yang sahamnya sangat aktif diperdagangkan. Hal initerlihat aneh ketika dibandingkan dengan nilai praktik corporategovernance sampel yang rata-rata menunjukkan nilai yang baik.

b. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menggunakanteknik analisis regresi berganda (multiple regression). Teknik estimasi

Page 74: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 71

variabel dependen yang melandasi analisis regresi disebut ordinary leastsquares (OLS). Menurut Gujarati (2003), terdapat sepuluh asumsi utamayang mendasari model regresi linier klasik dengan menggunakan modelOLS. Dari sepuluh asumsi tersebut, terdapat tiga asumsi yang penting untukdiperhatikan pada penelitian ini, yaitu normalitas, heteroskedastisitas, danmultikolinearitas.

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresiterjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatanyang lain. Uji heteroskedastisitas White menunjukkan nilai p sebesar0,459711, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat masalahheteroskedastisitas.

Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atautidaknya suatu distribusi data. Pengujian normalitas pada penelitian inimenggunakan uji normalitas chi-square. Hasil uji normalitas menunjukkanbahwa distribusi data pada kedua pengujian regresi adalah normal. Hal iniditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,00000 baik pada pengujian pertamamaupun kedua.

Salah satu asumsi model regresi linear adalah bahwa tidak terdapatmasalah multikolinearitas antara variabel independen yang masuk dalammodel penelitian. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknyamasalah multikolinearitas adalah dengan melihat nilai VIF (varianceinflation factors), bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai toleransi (tolerancevalue) di atas 0,10 maka tidak terdapat gejala multikolinearitas yangberbahaya dan begitu pula sebaliknya. Dari hasil pengujian, diperoleh hasilbahwa nilai VIF sebesar 1,139. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapatmasalah multikolinearitas pada variabel corporate governance danpengungkapan sukarela.

c. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi.Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikansi statistismasing-masing variabel independen. Apabila signifikansi statistis (p-value)yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 maka H0 dapat ditolak (α=5%).

Hasil pengujian menghasilkan nilai p, yang secara statistis signifikanpada α=1%, sebesar 0,0005 untuk variabel corporate governance dan<0,0001 untuk variabel pengungkapan sukarela (Tabel II). Artinya, baikcorporate governance maupun pengungkapan sukarela memengaruhilikuiditas saham.

Koefisien variabel corporate governance bernilai positif, artinyacorporate governance secara empiris berpengaruh positif pada likuiditassaham. Nilai koefisien pengungkapan sukarela bernilai positif, yangmenunjukkan bahwa pengungkapan sukarela secara empiris berpengaruhterhadap likuiditas saham. Artinya, makin besar pengungkapan sukarela,makin tinggi likuiditas. Penjelasan yang mungkin dari hasil ini adalahbahwa investor mencermati informasi-informasi yang diungkapkan secarasukarela dalam laporan tahunan perusahaan sehingga peningkatanpengungkapan sukarela direspon dengan meningkatkan likuiditas saham.

Page 75: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 72

Tabel II. Hasil pengujian regresi

Coefficient Std. Error t-ratio p-value

ConstCGPIDSCORE

-1821,2428,0657917,868

438,7025,96202175,117

-4,15144,70745,2415

0,00023***0,00005***<0,00001***

***signifikan pada α=1%Tabel II juga menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas.

Data menunjukkan bahwa nilai VIF adalah sebesar 1,139 (nilai VIF<10,0)sehingga disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas. Pengujian ini jugamenunjukkan bahwa data berdistribusi normal, yang ditunjukkan dengan nilai ppada pengujian chi-square sebesar 0,00000.

V. Simpulan, Keterbatasan dan Implikasi Penelitian

a. SimpulanPenelitian ini bertujuan untuk memeroleh bukti empiris apakah corporategovernance dan pengungkapan sukarela berpengaruh positif pada likuiditassaham. Penelitian ini bermaksud mereplikasi penelitian yang dilakukanoleh Goh et al. (2008) dengan menyediakan bukti empiris hubungan antaracorporate governance, pengungkapan sukarela, dan likuiditas saham.

Sampel penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan nonkeuanganpeserta survei CGPI tahun 2003-2008. Pengujian dilakukan denganmenggunakan analisis regresi berganda (multiple regression).

Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut: pertama,terdapat bukti empiris bahwa corporate governance secara statistisberpengaruh positif pada likuiditas saham. Bukti empiris ini mendukungpenelitian Chung et al. (2009), yang menyatakan bahwa corporategovernance memengaruhi likuiditas saham.

Hasil kedua menunjukkan bahwa pengungkapan sukarela secarastatistis berpengaruh positif terhadap likuiditas saham. Hal ini menunjukkanbahwa investor merespon pengungkapan sukarela yang ditunjukkan denganpeningkayan likuiditas saham. Hasil ini juga mendukung penelitian olehGoh et al. (2008), yang menyatakan bahwa pengungkapan sukarelaberpengaruh secara positif terhadap likuiditas saham.

b. Keterbatasan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu: pertama, periodapengamatan yang tidak menggunakan keseluruhan perioda survei CGPI,yaitu tahun 2001-2008. Keterbatasan ini diakibatkan oleh adanyaketerbatasan data, baik data skor peserta CGPI publikasian maupun datalaporan keuangan yang disediakan oleh Osiris dan PDBE. Tia mungkinakan memengaruhi generalisasi hasil penelitian.

Kedua, terbatasnya peserta survei CGPI-IICG, yang rata-rata per tahunhanya sekitar 27 perusahaan untuk survei 2003-2008. Secara rata-rata,peserta survei CGPI adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki praktikcorporate governance yang baik dengan skor minimal 56,38 (skor cukup

Page 76: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 73

terpercaya). Sampel yang digunakan dapat menimbulkan bias bertahan(survivorship bias). Sayangnya, penelitian ini tidak dapat mengontrolkemungkinan terjadinya bias tersebut.

c. Implikasi dan Saran Penelitian

Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan periodapengamatan secara keseluruhan. Di samping itu penelitian selanjutnya jugadisarankan untuk menginvestigasi variabel lain yang mungkin memengaruhilikuiditas saham. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menguji variabel-variabel yang berpengaruh terhadap likuiditas saham pada perusahaan-perusahaan keuangan untuk menginvestigasi adanya perbedaan pada keduajenis industri. Selain itu, sebaiknya penelitian selanjutnya membedakanantara sampel berdasarkan skor CGPI yang diperoleh untuk menghilangkanbias bertahan (survivorship bias).

REFERENSI

Acharya, V., dan L. H. Pedersen. 2005. Asset Pricing with Liquidity Risk. Journal ofFinancial Economics 77: 375-410.

Adina, P. dan P. Ion. 2008. Aspects Regarding Corporate Mandatory and VoluntaryDisclosure. Working Paper. Diunduh dari http://steconomice.uoradea.ro.

Amihud, Y., and H. Mendelson. 1986. Asset Pricing and the Bid-Ask Spread. Journalof Financial Economics 17: 223-249.

Attig, N., W.M. Fong, Y. Gadhoum dan L.H.P. Lang. 2004. Effects of LargeShareholding on Information Asymmetry and Stock Liquidity. Working Paper.SSRN.

Brockman, P., dan D. Y. Chung. 2008. Investor Protection, Adverse Selection, andthe Probability of Informed Trading. Review of Quantitative Finance andAccounting 30: 111-131.

Chen, K.Y., R.J. Elder, dan Y.M. Hsieh. 2007. Corporate Governance and EarningsManagement: The Implications of Corporate Governance Best-PracticePrinciples for Taiwanese Listed Companies. Working Paper. SSRN.

Chung, K.H., J. Elder, dan J-C. Kim. 2009. Corporate Governance and Liquidity.Journal of Financial and Quantitative Analysis (forthcoming).

Cohen, J., & Cohen, P. (1983). Applied Multiple Regression/Correlation Analysis forthe Behavioral Sciences (2nd Ed.). Hillsdale, NJ: Lawrence ErlbaumAssociates.

Daniri, M.A. 2004. Good Corporate Governance: Pengertian dan Konsep Dasar.Makalah (takterpublikasi).

Fama, E. F., dan M. C. Jensen. 1983. Agency Problems and Residuals Claims.Journal of Law and Economics 26: 327-349.

Febrian, E. dan A. Herwany. 2008. Liquidity Measurement Based on Bid-AskSpread, Trading Frequency, and Liquidity Ratio: The Use of GARCH Modelon Jakarta Stock Exchange (JSX). Working Paper. SSRN.

Page 77: Jeam_vol x April 2011

Susilowati, Pengaruh Corporate Governance… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 74

Fleming, M.J. 2003. Measuring Treasury Market Liquidity. Economic PolicyReview. Federal Reserve Bank of New York.

Frost, C.A., E. A. Gordon, and A. F. Hayes. 2006. Stock Exchange Disclosure andMarket Development: An Analysis of 50 International Exchanges. Journal ofAccounting Research 44: 437-483.

Goh, B.W, J. Ng, dan K.O. Yong. 2008. Corporate Governance and Liquidity: AnExploration of Voluntary Disclosure, Analyst Coverage and Adverse Selectionas Mediating Mechanism. Working Paper. SSRN.

Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics, 4th ed., Boston, McGraw-Hill

Handa, P. dan R.A. Schwartz. 1996. Limit Order Trading. Journal of Finance 51 (5).

Hong, H., and M. Huang. 2005. Talking Up Liquidity: Insider Trading and InvestorRelations. Journal of Financial Economics 14: 1-31.

Huang, R.D., J. Cai dan Xiaozu Wang. 2002. Information Based Trading in theTreasury Note Interdealer Broker Market. Journal of Financial Intermediation11 (3): 269-96.

Jensen, M., dan W. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior,Agency Costs, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3:305-360.

Khomsiyah. 2005. Hubungan Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi:Pengujian secara Simultan. Disertasi. Universitas Gadjah Mada.

LaFond, R., M. H. Lang, dan H. Ashbaugh-Skaife. 2007. Earnings Smoothing,Governance and Liquidity: International Evidence. Working Paper. MIT.SSRN.

Leuz, C., dan R. Verrecchia. 2000. The Economic Consequences of IncreasedDisclosure. Journal of Accounting Research 38: 91-124.

Meek, Gary K., Clare B. Roberts, Sidney J. Gray. 1995. Factors InfluencingVoluntary Annual Report Disclosure by U.S., U.K. and Continental EuropeanMultinational Corporations. Journal of International Business Studies 26(3):555-572.

Surat Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 Tanggal 1Agustus 2002. Diunduh dari http://www.iicg.org.

Surat Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-134/BL/2006 (Peraturan X.K.6) tentangPenyampaian Laporan Keuangan. Diunduh dari http://www.bapepam.go.id.

Wulansari, F. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas PengungkapanSukarela dalam Laporan Tahunan. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.

Page 78: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 75

ANALISIS PENGARUH BIAYA BUNGA, BIAYA KEAGENAN, RISIKOBISNIS,UKURAN PERUSAHAAN, TERHADAP KEBIJAKAN UTANG DANKEMAMPULABAAN PERUSAHAAN JASA DI BURSA EFEK INDONESIA

Yulinartati1

Abstract

Purpose of this research is to test influence cost of interest,agency cost, business risk, company size to debt directly and indirectof service firm in Indonesian Stock Exchange and test influence ofcapital sructure influential to profitability of service firm inIndonesian Stock Exchange.

This research is including explanatory research explainingthe relation of causal between independent variables to variabledependen. Population applied in this research is service firm whichlisted in Indonesian Stock Exchange (BEI) time line 2006 up to2008. Data analytical method applied by data normality test andSEM.

Result of this research indicates that cost of interest, agencycost, businnes risk and company size influential signifikan to policyof service firm debt in Indonesian Stock Exchange. Cost of interest,agency cost, business risk, company size influential signifikandirectly and indirect to profitability of service firm in IndonesianStock Exchange. Policy of debt influential signifikan to profitabilityof service firm in Indonesian Stock Exchange.

Conclusion from this research is influence cost of interest,agency cost, business risk, company size to policy of debt eitherdirectly and also indirect is signifikan at service firm in IndonesianStock Exchange.

Key Word : cost of interest, agency cost, business risk,company size, debt directly and profitability

1. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya perusahaan membutuhkan dana, pemenuhan dana tersebut dapatberasal dari sumber intern maupun sumber ekstern. Namun umumnya perusahaancenderung menggunakan modal sendiri sebagai modal permanen daripada modalasing yang hanya digunakan sebagai pelengkap apabila dana yang diperlukan kurangmencukupi. Oleh karena itu, para manajer keuangan dengan tetap memperhatikancost of capital perlu menentukan struktur pendanaan dalam upaya menetapkanapakah kebutuhan dana perusahaan dipenuhi dengan modal sendiri atau dipenuhi

1 Dosen Jurusan Manajemen FE Unmuh Jember

Page 79: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 76

dengan modal asing. Menurut Weston dan Copeland (1997:19), struktur pendanaanatau struktur keuangan adalah cara perusahaan dalam membiayai aktivanya.

Utang merupakan salah sumber pembiayaan utama bagi perusahaan, untukmendukung ekspansi dan jika sumber pendanaan internal sudah tidak dapat dioptimalkan. Walaupun demikian, utang juga menimbulkan permasalahan jika tidakdikelola dengan baik, misalnya dapat mengakibatkan kebangkrutan usaha. Padaperusahaan terbuka, atau perusahaan yang saham-sahamnya telah dimiliki olehmasyarakat. Operasionalisasi perusahaan akan mempengaruhi tingkatkemampulabaan (profitabilitas) atau kinerja keuangan.

Struktur pendanaan merupakan salah satu keputusan penting dari manajerpendanaan dalam meningkatkan profitabilitas bagi kemakmuran pemilik perusahaan.Dimana kemakmuran para pemegang saham diperlihatkan dalam wujud semakintingginya harga saham yang merupakan pencerminan dari keputusan investasi,pendanaan dan kebijakan deviden. Oleh karena itu, kemakmuran para pemegangsaham dapat dijadikan sebagai dasar analisis dan tindakan rasional dalam prosespembuatan keputusan sehingga dapat meningkatkan kemakmuran pemilik.Perusahaan dapat menunjukkan kemampuan modal yang digunakan dalam mendanaiaktivitasnya untuk menghasilkan laba bersih sebagai hasil akhir dari aktivitasperusahaan.1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dirumuskan permasalahan penelitian sebagaiberikut.1. Apakah biaya bunga, biaya keagenan, risiko bisnis, ukuran perusahaan

berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan jasa di Bursa EfekIndonesia?

2. Apakah biaya bunga, biaya keagenan, risiko bisnis, ukuran perusahaanberpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap kemampulabaanperusahaan jasa di Bursa Efek Indonesia?

3. Apakah kebijakan utang berpengaruh terhadap kemampulabaan perusahaanjasa di Bursa Efek Indonesia?

2. KAJIAN TEORITIS2.1. Struktur Pendanaan

Struktur pendanaan adalah masalah sumber dan penggunaan dana. Dana dapatdipenuhi dari sumber intern ataupun sumber ekstern perusahaan. Dana tersebutdialokasikan untuk membelanjai aktiva-aktiva perusahaan. Menurut Martin(1999:385) dalam Ghozali dan Idrus (2001), struktur keuangan atau disebut jugastruktur pendanaan merupakan kombinasi segenap pos yang masuk ke dalam sisikanan neraca pendanaan perusahaan (sisi passiva) yang terdiri dari utang jangkapanjang, utang jangka pendek dan modal pemegang saham. Menurut Weston danCopeland (1996:3) mengartikan struktur pendanaan adalah cara bagaimanaperusahaan membiayai aktivanya. Sedangkan Weston dan Brigham (1991:174)struktur pendanaan diartikan sebagai cara aktiva-aktiva perusahaandibelanjai/dibiayai yang merupakan bagian kanan neraca yang merupakan rasioantara total utang dengan modal sendiri. Dengan demikian, struktur pendanaanmerupakan pencerminan cara suatu perusahaan untuk membiayai aktivanya darikomposisi sumber modal yang terdiri dari utang jangka panjang, utang jangkapendek, dan modal pemegang saham.

Page 80: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 77

2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur PendanaanMenurut Weston dan Copeland (1996:20) ada beberapa variabel yang

mempengaruhi struktur pendanaan perusahaan yaitu :1. Tingkat Pertumbuhan Penjualan2. Stabilitas Arus Kas3. Karakteristik Industri4. Struktur aktiva5. Sikap manajemen6. Sikap pemberi pinjaman

2.3. RisikoMenurut Atmaja (1999:225), risiko merupakan variabilitas dari keuntungan

atau pendapatan yang diharapkan terjadi. Keputusan pendanaan investasi difokuskanpada pembagian arus pendapatan yang disebabkan oleh (1) keterbukaan perusahaanterhadap risiko bisnis, dan (2) keputusan perusahaan yang menimbulkan risikofinansial.

Ada tiga jenis risiko yang harus dipertimbangkan oleh investor dalammelakukan investasi di pasar modal yaitu:1. Risiko Sistematis

Risiko sistematis menurut Sharp dalam (Fabossi, 1999:96) merupakan tingkatminimum risiko yang dapat diperoleh bagi suatu portfolio melalui diversifikasisejumlah aktiva yang dipilih secara acak. Risiko Sistematis merupakan risikoyang berasal dari kondisi ekonomi dan pasar secara umum yang tidak dapatdidiversifikasi. Risiko Sistematis disebut juga risiko pasar. atau risiko yangtidak dapat dibagi.

2. Risiko Tidak SistematisRisiko ini disebut juga sebagai risiko dapat didiversifikasi, risiko unik, risikoresidual atau risiko khusus perusahaan. Risiko ini merupakan risiko yang unikbagi perusahaan seperti pemogokan kerja, tuntutan hukum atau bencana alam.

3. Risiko BisnisRisiko bisnis merupakan gabungan antara risiko sistematis dan risiko yangtidak sistematis. Risiko bisnis juga dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastiandalam proyeksi perusahaan atas tingkat pengembalian di masa yang akandatang. Risiko bisnis ini berpengaruh pada insolvency, rate of return yangdiharapkan dan struktur modal. Risiko bisnis yang semakin besar akanmeningkatkan kemungkinan bangkrut suatu perusahaan sehingga dengankemungkinan bangkrut yang semakin besar mengakibatkan rate of return yangdiisyaratkan oleh investor ekuitas semakin besar pula.2.4. Biaya ModalKonsep cost of capital (biaya penggunaan modal atau biaya modal) merupakan

konsep yang sangat penting dalam pembelanjaan perusahaan. Konsep inidimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya yang secara riil harusditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber. MenurutSartono (1998:217), “Biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan atau harus dibayar untuk dapat mendapatkan modal, baik yang berasal dari utang, saham preferen,saham biasa maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan”. Dengandemikian konsep cost of capital tersebut dimaksudkan untuk dapat menentukanbesarnya biaya riil dari penggunaan modal dari masing-masing sumber dana, untuk

Page 81: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 78

kemudian menentukan biaya modal rata-rata (average cost of capital) darikeseluruhan dana yang digunakan di dalam perusahaan.

2.5. Masalah Keagenan (Agency Problem)Perusahaan merupakan pusat perjanjian antara berbagai pihak, yaitu pemegang

saham, manajer, pemasok dan pihak-pihak lainnya termasuk karyawan dan pekerja.Mendahukan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan orang lain (selfinterested behavior) merupakan suatu sifat dasar yang dimiliki manusia. Sifat inilahyang memicu timbulnya masalah keagenan (agency problem).

2.6. Ukuran Perusahaan (Company size)Ukuran Perusahaan (Company size) merupakan ukuran perusahaan dalam

menghadapi ketidakpastian. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besarkemungkinan perusahaan untuk menggunakan pendanaan jangka panjang.Perusahaan besar diprediksi relatif stabil dan lebih mampu menghasilkan labadibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan kecil pada umumnya mempunyaiefisiensi yang lebih rendah dan mempunyai laverage financial yang tinggi. Semakinbesar perusahaan berarti semakin efisien dan semakin rendah laverage financialnyasehingga risiko perusahaan semakin kecil. Menurut Husnan (1996:337), ukuranperusahaan dapat diukur menggunakan total asset, sales dan equity.

3. METODE PENELITIAN3.1. Hipotesis

Berdasarkan pokok permasalahan dan penelitian-penelitian terdahulu makadalam penelitian ini dapat diuraikan beberapa hipotesis, yaitu:H1 : Biaya bunga berpengaruh terhadap kebijakan utang pada Perusahaan Jasa.H2 : Biaya keagenan berpengaruh terhadap kebijakan utang pada Perusahaan JasaH3 : Risiko bisnis berpengaruh terhadap kebijakan utang pada Perusahaan Jasa.H4 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan utang pada Perusahaan

Jasa.H5 : Biaya bunga berpengaruh terhadap kemampulabaan pada Perusahaan Jasa.H6 : Biaya keagenan berpengaruh terhadap kemampulabaan pada Perusahaan Jasa.H7 : Risiko bisnis berpengaruh terhadap kemampulabaan pada Perusahaan Jasa.H8 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kemampulabaan pada Perusahaan

Jasa.H9: Kebijakan utang berpengaruh terhadap kemampulabaan pada Perusahaan Jasa.

3.2. Definisi Operasional Variabel dan Skala PengukuranBerdasarkan pokok permasalahan dan tujuan penelitian, maka definisi

operasional variabel dalam penelitian ini adalah:1. Variabel Eksogen (independen)

Dalam penelitian ini variabel eksogen adalah:1) Biaya Bunga (BIUT)

Biaya bunga menunjukkan berapa biaya yang harus ditanggung olehperusahaan karena perusahaan menggunakan dana yang berasal daripinjaman. Biaya bunga ditentukan berdasarkan bunga yang dibayarkan olehperusahaan, dinyatakan dalam jutaan rupiah dan diukur tiap tahun selamaperiode 2006 sampai dengan 2008 (Sawir, 2004 : 26).

2) Biaya keagenan (TATO)

Page 82: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 79

Biaya keagenan merupakan biaya yang digunakan untuk meminimalisirterjadinya agency problem yang merupakan konflik kepentingan antarapihak manajemen dengan pemegang saham/obligasi. Penelitian inimengacu pada penelitian Ang, et. Al (1996), Singh dan Davidson (2003)serta Florackis dan Ozkan (2004). Dalam hal ini variabel agency costmerupakan variabel laten yang diukur berdasarkan asset utilization yangdiproksi dengan asset turn over: Total Assets Turn Over (TATO)digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva oleh manajer(Faisal, 2004). Variabel ini mengukur biaya keagenan berdasarkan tingkatperputaran aktiva (assets turn over) dan sebagai proksi dari assetutilization. Semakin tinggi ratio ini berarti semakin produktif aktivatersebut digunakan untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham. TATOyang rendah menurut Florackis dan Ozkan (2004) mengindikasikankeputusan investasi yang buruk, upaya yang tidak optimal, sertapengeluaran konsumsi yang tinggi untuk kepentingan pribadi manajer,serta pengeluaran lain yang kurang produktif. TATO rendah menunjukkanbiaya keagenan yang tinggi antara manajer dan pemegang saham.

AssetsTotal

salesTotalTATO =

TATO dinyatakan dalam persentase (%) dan dihitung tiap tahun selamaperiode 2006 sampai dengan 2008.

3) Risiko bisnis (RISK)Risiko bisnis didefinisikan sebagai ketidak pastian dalam proyeksiperusahaan atas tingkat pengambilan (laba) atau ekuitasnya dimasamendatang. Risiko bisnis dihitung berdasarkan dengan standar deviasi dariperubahan net operating income:Risiko Bisnis = Standar deviasi dari {NOI t-3, NOI t-2,NOI t-1, NOI t}

4) Ukuran perusahaan (SIZE)Ukuran perusahaan ditentukan berdasarkan nilai buku dari total asetperusahaan, dinyatakan dalam jutaan rupiah dan diukur tiap tahun selamaperiode 2006 sampai dengan 2008 (Sawir, 2004 : 33).

2. Variabel endogenVariabel endogen terdiri dari variabel intervening berupa kebijakan strukutrmodal dan variabel endogen (dependen) terdiri dari kemampulabaan.1) Variabel intervening

Variabel intervening yaitu variabel kebijakan utang merupakan bentukdari penggunaan utang yang dilakukan perusahaan dan menunjukkanseberapa besar kebutuhan dana yang ada didalam perusahaan dibelanjaidengan utang. Variabel ini diproxikan dengan rasio debt to total asset.Rasio debt to total asset (DAR) menunjukkan perbandingan nilai bukutotal hutang terhadap total aktiva perusahaan, dari data neraca perusahaanpada akhir tahun tertentu. Variabel ini digunakan untuk mengukurprosentase besarnya dana utang dari keseluruhan aktiva perusahaan(Sutrisno, 2001:247).Variabel dependenVariabel dependen adalah kemampulabaan yang menunjukkankemampuan perusahaan untuk menciptakan laba baik per unit assetmaupun penjualan. Semakin besar rasio ini maka semakin besar laba

Page 83: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 80

B IU T

T AT O

R IS K

S IZE

D AR N P M

ZE TA 1

ZE TA 2

yang diperoleh perusahaan. Variabel ini diproxikan dengan variabel NetProfit Margin adalah rasio laba bersih setelah pajak dibandingkan denganvolume penjualan.

3.4. Metode Analisis Data2.4.1. Model Persamaan Structural

Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis model persamaanstructural (structural equation model). Model ini dipilih karena penulis inginmenganalisis pengaruh biaya bunga, biaya keagenan, risiko bisnis, ukuranperusahaan terhadap kemampulabaan perusahaan jasa di Bursa EfekIndonesia secara langsung maupun secara tidak langsung melalui kebijakanutang.

Persamaan struktural dari model diagram jalur pada kerangka pikirkonseptual dinyatakan sebagai berikut:HUT = β1 BIUT + β2 TATO + β3 RISK + β4 SIZE + z1 ............................(1)KMPL = β1 BIUT + β2 TATO + β3 RISK + β4 SIZE + β5 HUT + z2 .........(2)Keterangan :Variabel endogen/dependenHUT = Kebijakan utangKMPLK = KemampulabaanVariabel eksogen/independentBIUT = Biaya bungaTATO = Biaya keagenanRISK = Risiko bisnisSIZE = Ukuran perusahaan

Gambar 3.1. Model Analisis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan jasa yanglisted di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2006 sampai dengan 2008. Metodeyang digunakan untuk menentukan sampel yaitu Purposive Sampling.

Page 84: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 81

Tabel 1. Jumlah Perusahaan Jasa yang Listed di Bursa Efek Indonesia

No Sub SektorPopulasi Sampel

Σ Perusahaan % Σ Perusahaan %

1 Advertising, Printing dan Media 8 16% 8 21%

2 Restaurant, Hotel dan Tourims 21 42% 15 39%

3 Investment Company 4 8% 4 11%

4 Computer Service 10 20% 8 21%

5 Others 7 14% 3 8%

Jumlah 50 100% 38 100%

Sumber : Indonesian Capital Market Directory Tahun 2009, diolah

4.1.1. Statistik Deskriptif Variabel- Variabel Penelitian

Tabel 2 Deskriptif Statistik Variabel Penelitian Tahun 2006-2008(dalam satuan persen dan jutaan rupiah) N = 114

Variabel Penelitian

Keterangan

Rata-Rata Minimum Maksimum

Kemampulabaan (NPM dalam %) 9,37 81 619,46

Kebijakan utang (DAR dalam %) 89,76 2 834

Biaya bunga 36.730, 38 0 672.124

(dalam jutaan rupiah)

Biaya Keagenan (TATO dalam %) 108,69 -702,21 1.538

Risiko bisnis (dalam jutaan rupiah) 43.541,65 37,47 432.041,63

Firm Size (Ln) 12,62 6,87 17,05

4.1.2. Analisis DataSetelah dilakukan analisis deskriptif maka langkah selanjutnya adalah

pengembangan model empiris dengan melakukan tahap pengolahan data yangmeliputi uji normalitas data dan hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan denganterlebih dahulu merumuskan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha) untukmenguji pengaruh biaya bunga, biaya keagenan, risiko bisnis dan ukuran perusahaanterhadap kemampulabaan pada perusahaan jasa yang listed di BEI periode 2006sampai dengan 2008 Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji normalitasdata dan analisis SEM.

4.1.2.1. Uji NormalitasUji normalitas dapat disimpulkan memiliki distribusi normal jika nilai absolute

Critical Ratio Skewness lebih besar dari 2. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahuibahwa nilai C.R pada tiap variabel memiliki nilai lebih dari 2. Sehingga dengandemikian dapat dinyatakan bahwa data tiap variabel dalam penelitian ini memilikidistribusi normal.

Page 85: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 82

4.1.2.2. Uji MultikolinieritasHasil pengujian multikolinieritas memberikan nilai determinat of sample

covariance matrix sebesar 30,273. Nilai ini jauh dari angka nol sehingga dapatdisimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas dan singularitas padadata yang dianalisis.

4.1.2.3. Uji OutliersHasil uji outliers pada penelitian nampak pada Malahnobis distance atau

Mahalnobis d-squared. Untuk menghitung nilai Malahnobis distance berdasarkannilai Chi squares pada derajat bebas 24 (jumlah variabel indikator) pada tingkat p <0,05 (χ2

0,05) adalah sebesar 96,23 (berdasarkan Tabel distribusi χ2). Jadi data yangmemiliki jarak Malahnobis distance lebih besar dari 96,23 adalah multivariaateoutlier. Hasil uji outlier menunjukkan bahwa tidak ada satupun kasus yang memilikinilai Malahnobis distance lebih besar dari 96,23 maka dapat disimpulkan tidak adamultivariate outlier dalam data penelitian.

4.1.3. Analisis Structural Equation Modeling (SEM)Sebelum mengetahui hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini perlu

ditelaah terlebih dahulu kecukupan model atau goodness of fit dalam model analisisini.

1. Uji Kesesuaian Model (Goodnes of Fit Test)Pengujian model pada SEM bertujuan untuk melihat kesesuaian model.

Adapun hasil pengujian kesesuaian model dalam penelitian ini adalah sepertidisajikan pada Tabel 4.4 di bawah ini.Tabel 3 : Indeks Kesesuaian SEM

Kriteria Nilai Cut-Off Hasil Perhitungan Keterangan

Chi Square DiharapkankecilProb. > 0,05

33,043Prob.= 0,080

Baik

Significance Probability ≥ 0,05 0,080 BaikRMSEA ≤ 0,08 0,071 BaikGFI ≥ 0,90 0,930 BaikAGFI ≥ 0,90 0,935 BaikCMIN/DF ≤ 2 atau 3 1,377 BaikTLI ≥ 0,90 0,911 BaikCFI ≥ 0,90 0,974 Baik

Berdasarkan tabel 3 ini, diketahui bahwa dari delapan kriteria yang digunakanuntuk menilai layak/tidaknya suatu model dalam analisis ini ternyata seluruh kriteriaterpenuhi. Dengan demikian dapat dikatakan model dapat diterima, yang berarti adakesesuaian antara model dengan data.

2. Hasil Analisis Jalur

Page 86: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 83

Analisis jalur berkaitan dengan studi ketergantungan suatu variabel endogenpada satu variabel eksogen dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruhvariabel eksogen terhadap variabel endogen.3. Model Analisis Jalur

Setelah diketahui bahwa model dalam analisis ini telah fit maka analisisselanjutnya adalah mengetahui tingkat hubungan dan signifikansi atau kebermaknaanhubungan antar variabel yang ada dalam penelitian ini. Selengkapnya hasil analisishubungan antara variabel-varaibel tersebut dapat dilihat pada gambar 3 di bawahini.

Model Analisis Jalur (Path Analysis) yang digunakan dalam penelitian inidapat diuraikan dalam persamaan struktural berikut:

Z = -0,036BIUT – 0,300TATO + 0,005RISK – 0,027SIZE + ZETA1Y = -0,038 BIUT + 0,002TATO- 0,079 RISK + 0,038 SIZE + 0,038 DAR +

ZETA2

B I U T

T A T O

R I S K

S I Z E

D A R N P M

Z E T A 1

Z E T A 2

- 0 . 0 3 8

- 0 . 3 0 0

0 . 0 0 5

- 0 . 0 2 7

0 . 0 3 8

- 0 . 0 7 9

0 . 0 0 2

- 0 . 0 3 6

0 . 0 2 1

0 . 0 3 40 . 0 3 8

C h i s q u a r e = 3 3 . 0 4 3p = 0 . 0 8 0d f = 2 4C m i n / d f = 1 . 3 7 7G F I = 0 . 9 3 0A G F I = 0 . 9 3 5T L I = 0 . 9 1 1R M S E A = 0 . 0 7 1

Gambar 3 Hasil Analisis jalur

Setelah diketahui gambaran hubungan antara variabel-variabel penelitian inimaka selanjutnya akan dipaparkan hasil pengujian hipotesis. Dalam hal ini akandisajikan nilai koefisien jalur antar variabel berikut signifikansi hasil uji hipotesispada tabel 4. sebagai berikut:Tabel 4 : Hasil Analisis Jalur

Variabel Koefisien Jalur C.R KeteranganX1 → Z -0,036 -2,342 SignifikanX2 → Z -0,300 -3,210 SignifikanX3 → Z 0,005 2,113 SignifikanX4→ Z -0,027 -2,176 SignifikanZ → Y 0,038 2,993 SignifikanX1 → Y -0,038 -2,431 SignifikanX2 → Y 0,002 3,222 SignifikanX3 → Y -0,079 -3,000 SignifikanX4 → Y 0,038 2,934 Signifikan

Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa biaya bunga, biaya keagenan, risikobisnis dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Hasil

Page 87: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 84

ini dibuktikan dengan nilai CR lebih besar dari nilai kritis yang disyaratkan sebesar2. Pengaruh Antar Variabel Penelitiana) Pengaruh Langsung Antar Variabel Penelitian

Hubungan langsung terjadi antara variabel eksogen Biaya bunga,biayakeagenan, risiko bisnis dan ukuran perusahaan dengan variabel endogen interveningKebijakan utang dan variabel endogen Kemampulabaan. Tabel 5 menyajikan hasillangsung yang terjadi diantara variabel-variabel eksogen dan endogen.

Tabel 5 : Pengaruh Langsung Variabel Penelitian

Pengaruh LangsungVariabel Endogen

Kebijakan utang Kemampulabaan

VariabelEksogen

Biaya bunga -0,036 -0,038Biaya keagenan -0,300 0,002Risiko Bisnis 0,005 -0,079Ukuran perusahaan -0,027 0,038

b) Pengaruh Tidak Langsung Antar Variabel PenelitianHubungan tidak langsung terjadi antara variabel eksogen biaya bunga, biaya

keagenan, risiko bisnis dan ukuran perusahaan terhadap kemampulabaan. Tabel 4.7menyajikan hasil pengaruh tidak langsung yang terjadi diantara variabel-variabeleksogen dan endogen.Tabel 6 : Pengaruh Tidak Langsung Variabel Penelitian

Pengaruh Tidak LangsungVariabel Endogen

Kebijakan utang Kemampulabaan

VariabelEksogen

Biaya bunga 0,0000 -0,001Biaya keagenan 0,0000 -0,011Risiko Bisnis 0,0000 0,000Ukuran perusahaan 0,0000 -0,001

c) Pengaruh Total Antar Variabel PenelitianHubungan total terjadi antara variabel biaya bunga, biaya keagenan, risiko

bisnis dan ukuran perusahaan dengan variabel kemampulabaan secara langsung dantidak langsung melalui kebijakan utang.

Tabel 7 : Pengaruh Total Variabel Penelitian

Total PengaruhVariabel Endogen

Kebijakanutang

Kemampulabaan

VariabelEksogen

Biaya bunga -0,036 0,040Biaya keagenan -0,300 -0,009Risiko Bisnis 0,005 0,078Ukuran perusahaan -0,027 0,037

Kebijakan utang 0,000 0,038

Tabel 8. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis

Page 88: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 85

No Hipotesis Penelitian Keterangan1 Biaya bunga berpengaruh terhadap kebijakan

utang perusahaan jasaDiterima negatif dan signifikan

2 Biaya keagenan berpengaruh terhadapkebijakan utang perusahaan jasa

Diterima negatif dan signifikan

3 Risiko bisnis berpengaruh terhadap kebijakanutang perusahaan jasa

Diterima Positif dan signifikan

4 Ukuran perusahaan berpengaruh terhadapkebijakan utang perusahaan jasa

Diterima negatif dan signifikan

5 Biaya bunga berpengaruh terhadapkemampulabaan perusahaan jasa

Diterima positif dan signifikan

6 Biaya keagenan berpengaruh terhadapkemampulabaan perusahaan jasa

Diterima negatif dan signifikan

7 Risiko bisnis berpengaruh terhadapkemampulabaan perusahaan jasa

Diterima Positif dan signifikan

8 Ukuran perusahaan berpengaruh terhadapkemampulabaan perusahaan jasa

Diterima Positif dan signifikan

9 Kebijakan utang berpengaruh terhadapkemampulabaan perusahaan jasa

Diterima Positif dan signifikan

4.2. Pembahasan4.2.1. Pengaruh Variabel Biaya Bunga, Biaya Keagenan, Risiko Bisnis dan Ukuran

Perusahaan terhadap Kebijakan utang.

1. Pengaruh Variabel Biaya Bunga terhadap Kebijakan UtangBiaya bunga mempunyai koefisien jalur sebesar -0,036. Hal ini menunjukkan

bahwa setiap penurunan dari biaya bunga sebesar 0,036 akan meningkatkankebijakan utang yang diproxikan dengan DAR sebesar 0,036. Arah pengaruh negatifantara variabel biaya bunga terhadap variabel kebijakan utang menunjukkan bahwasemakin rendah biaya bunga maka kebijakan utang akan semakin tinggi. Arahhubungan ini sesuai dengan arah hubungan yang diharapkan pada hipotesis. Dengandemikian, arah hubungan dari hasil penelitian ini sejalan dengan teori static trade offyang memprediksikan bahwa laverage akan menurun sejalan dengan biaya bunga.Hasil penelitian menunjukkan pengaruh negatif tingkat bunga pinjaman terhadaputang menunjukkan bahwa kebijakan penggunaan utang dalam struktur modalberpengaruh terhadap tingkat bunga pinjaman. Penelitian ini tidak konsisten denganhasil penelitian Ismiyanti (2006) yang menyatakan bahwa biaya bunga tidakberpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan.

2. Pengaruh Variabel Biaya Keagenan terhadap Kebijakan UtangBiaya keagenan yang diproxikan dengan TATO memiliki koefisien jalur

sebesar -0,030. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan tingkat pertumbuhanbiaya keagenan sebesar 0,030 akan menurunkan kebijakan utang sebesar 0,030. Arahhubungan negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi biaya keagenan makakebijakan utang akan semakin rendah. Arah hubungan dari hasil penelitian ini tidaksearah dengan arah hubungan yang diharapkan pada hipotesis. Dengan demikianhasil pengujian pada penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya

Page 89: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 86

yang dilakukan oleh Prowse (1990), Mackie-Mason (1990), Smith dan Watts (1992)dan Jensen, et al (1992) akan tetapi konsisten dengan penelitian Ismiyanti (2006).

3. Pengaruh Variabel Risiko Bisnis terhadap Kebijakan UtangRisiko bisnis mempunyai koefisien jalur sebesar 0,005. Hal ini berarti bahwa

setiap kenaikan tingkat pertumbuhan risiko bisnis sebesar 0,005 akan meningkatkantingkat pertumbuhan utang (kebijakan utang) sebesar 0,005. Risiko bisnis memilikipengaruh terhadap kebijakan utang. Variabel risiko bisnis memiliki tanda yangpositif terhadap kebijakan utang. Implikasinya adalah semakin tinggi risiko bisnisperusahaan, perusahaan justru lebih meningkatkan penggunaan hutangnya. Hasilpengujian pada penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya yangdilakukan oleh Myers dan Majluf (1984) yang mengemukakan teori pecking orderdimana perusahaan memiliki pendanaan sesuai dengan urutan risiko, Prowse (1990),Homaifar, et al (1994) dan Bathala, et al (1994) yang mengindikasikan bahwaperusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi cenderung memiliki kebijakanutang yang rendah. Akan tetapi arah hasil penelitian ini sejalan dengan penelitianStrock dan Travios (1990) yang menyatakan bahwa risiko mempunyai arahhubungan positif terhadap utang, karena dengan risiko yang tinggi dan cenderungmenggunakan utang maka perusahaan akan menikmati transfer kemakmuran dandebtholder pada shareholder. Namun demikian, koefisien positif yang ini signifikanmengindikasikan bahwa risiko perusahaan tidak berhubungan dengan kebijakanutang perusahaan. Selain itu penelitian ini juga tidak searah dengan Ravid (2006)yang menyatakan risiko bisnis mempunyai pengaruh positif terhadap utang.

4. Pengaruh Variabel Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan UtangUkuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan utang

dan mempunyai koefisien jalur sebesar -0,027. Hal ini berarti bahwa ukuranperusahaan memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap kebijakan utang dansetiap kenaikan tingkat pertumbuhan ukuran perusahaan sebesar 0,027 akanmenurunkan pertumbuhan kebijakan utang sebesar 0,027. Arah hubungan negatifpada hasil penelitian ini tidak sejalan dengan arah hubungan yang diharapkan padahipotesis penelitian. Temuan ini berarti bahwa semakin besar perusahaan jasa di BEImempunyai kebijakan utang dengan proporsi utang yang akan lebih rendah.Kebijakan utang dengan proporsi pendanaan dari utang yang lebih rendah dapatmengakibatkan risiko keuangan perusahaan juga lebih rendah, sehingga perusahaanjasa di BEI mampu terhadap gejolak krisis financial global yang berdampak padafinancial distress. Hasil penelitian ini tidak mendukung dan konsisten terhadapPecking order Theory oleh Myers (1984). Hasil penelitian ini juga tidak konsistendengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ferri dan Jones (1979), Homaifar(1994), Thies dan Klock (1992), Titman dan Wessels (1988) yang mengemukakanbahwa perusahaan yang besar seharusnya menggunakan tingkat laverage yang tinggiserta penelitian Wahidahwati (2002) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaanberpengaruh signifikan dengan debt ratio perusahaan. Penelitian ini konsistendengan Ariyanto (2002) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyaipengaruh negatif terhadap keputusan utang perusahaan.

4.2.2.Pengaruh Variabel Biaya Bunga, Biaya Keagenan, Risiko Bisnis dan UkuranPerusahaan terhadap Kemampulabaan Perusahaan

Page 90: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 87

1. Pengaruh Variabel Biaya Bunga terhadap Kemampulabaan PerusahaanBiaya bunga, berpengaruh negatif signifikan terhadap kemampulabaan dan

mempunyai koefisien jalur sebesar -0,001. Hal ini menunjukkan bahwa setiappenurunan dari biaya bunga sebesar 0,001 akan meningkatkan kemampulabaan yangdiproxikan dengan Net Profit Margin sebesar 0,001. Arah pengaruh negatif antaravariabel biaya bunga terhadap variabel kemampulabaan menunjukkan bahwasemakin rendah biaya bunga menyebabkan kemampuan mendapatkan laba semakintanggi. Arah hubungan ini sesuai dengan arah hubungan yang diharapkan padahipotesis. Dengan demikian, arah hubungan dari hasil penelitian ini sejalan denganteori static trade off yang memprediksikan bahwa laverage akan menurun sejalandengan biaya bunga. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh negatif tingkat bungapinjaman terhadap kebijakan utang, yang menunjukkan bahwa kebijakan penggunaanutang dalam struktur modal berpengaruh terhadap tingkat bunga pinjaman. Penelitianini tidak konsisten dengan hasil penelitian Ismiyati (2006) yang menyatakan bahwabiaya bunga tidak berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan.

2. Pengaruh Variabel Biaya Keagenan terhadap Kemampulabaan PerusahaanBiaya keagenan yang diproxikan dengan TATO memiliki koefisien jalur

sebesar -0,011. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penurunan tingkat pertumbuhanbiaya keagenan sebesar 0,011 akan meningkatkan kemampuan perusahaan untukmendapatkan laba sebesar 0,011. Arah hubungan negatif menunjukkan bahwasemakin rendah biaya keagenan maka kemampuan perusahaan untuk mendapatkanlaba akan semakin tinggi. Arah hubungan dari hasil penelitian ini searah dengan arahhubungan yang diharapkan pada hipotesis penelitian. Dengan demikian hasilpengujian pada penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya yangdilakukan oleh Prowse (1990), Mackie-Mason (1990), Smith dan Watts (1992) danJensen, et al (1992) akan tetapi konsisten dengan penelitian Ismiyati (2006).

3. Pengaruh Variabel Risiko Bisnis terhadap Kemampulabaan PerusahaanRisiko bisnis mempunyai koefisien jalur yang positif. Hal ini berarti bahwa

risiko bisnis berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba.Dengan demikian setiap kenaikan tingkat pertumbuhan dari risiko bisnis akanmeningkatkan tingkat kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba.Implikasinya adalah dengan semakin tinggi risiko bisnis perusahaan, makaperusahaan justru akan semakin besar kemampuannya untuk mendapatkan laba, halini sesuai dengan konsep hight risk hight return. Hasil pengujian pada penelitian initidak konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Myers dan Majluf(1984) yang mengemukakan teori pecking order dimana perusahaan memilikipendanaan sesuai dengan urutan risiko, Prowse (1990), Homaifar, et al (1994) danBathala, et al (1994) yang mengindikasikan bahwa perusahaan yang memiliki risikobisnis yang tinggi cenderung memiliki kebijakan struktur modal yang rendah. Akantetapi arah hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Strock dan Travios (1990)yang menyatakan bahwa risiko mempunyai arah hubungan positif terhadap utang,karena dengan risiko yang tinggi dan cenderung menggunakan utang makaperusahaan akan menikmati transfer kemakmuran dan debtholder pada shareholder.Namun demikian, koefisien positif ini signifikan mengindikasikan bahwa risikoperusahaan berhubungan dengan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba.Selain itu penelitian ini juga searah dengan Ravid (2006) yang menyatakan risiko

Page 91: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 88

bisnis mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan perusahaan untukmendapatkan laba. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan obyek penelitian, waktupenelitian, dan pengukuran variabel penelitian yang digunakan.

4. Pengaruh Variabel Ukuran Perusahaan terhadap Kemampulabaan Perusahaan

Ukuran perusahaan mempunyai koefisien jalur dengan tingkat signifikansebesar -0,001 terhadap kemampulabaan. Hal ini berarti bahwa ukuran perusahaanberpengaruh negatif signifikan terhadap kemampuan perusahaan untuk mendapatkanlaba, ini berarti setiap kenaikan tingkat pertumbuhan ukuran perusahaan sebesar0,001 akan menurunkan tingkat kemampuan untuk mendapatkan laba sebesar 0,001.Arah hubungan negatif signifikan pada hasil penelitian ini konsisten dengan arahhubungan yang diharapkan pada hipotesis. Hasil penelitian ini juga tidak konsistendengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ferri dan Jones (1979), Homaifar(1994), Thies dan Klock (1992), Titman dan Wessels (1988) yang mengemukakanbahwa perusahaan yang besar seharusnya menggunakan tingkat laverage yang tinggiserta penelitian Wahidahwati (2002) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaanberpengaruh signifikan dengan debt ratio perusahaan. Penelitian ini konsistendengan Ariyanto (2002) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyaipengaruh negatif terhadap kebijakan struktur modal perusahaan.

4.2.3. Pengaruh Kebijakan Utang terhadap Kemampulabaan PerusahaanKebijakan utang berpengaruh positif signifikan terhadap kemampulabaan dan

mempunyai koefisien jalur sebesar 0,038. Hal ini menunjukkan bahwa setiapkenaikan kebijakan utang sebesar 0,038 akan meningkatkan kemampuan perusahaanuntuk mendapatkan laba sebesar 0,038. Implikasinya adalah semakin tinggikebijakan penggunaan utang yang dalam hal ini diproxikan dengan utang, makakemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba juga akan semakin tinggi. Akantetapi Modigliani dan Miller (1958) dalam Ismiyati dan Hanafi (2005) membantahhasil penelitian ini.

5. KESIMPULAN DAN SARAN5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 38 perusahaan jasa selamaperiode 2006 sampai dengan 2008 diperoleh kesimpulan sebagai berikut :1. Biaya bunga, biaya keagenan, risiko bisnis,dan ukuran perusahaan berpengaruh

signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan jasa di Bursa Efek Indonesia.Hasil penelitian ini kosisten dengan hasil penelitian penelitian Ismiyanti(2006), Strock dan Travios (1990) dan Ariyanto (2002) namun tidak konsistendengan hasil penelitian Prowse (1990), Mackie-Mason (1990), Smith danWatts (1992) dan Jensen, et al (1992) Ravid (2006) dan Ferri dan Jones (1979),Homaifar (1994), Thies dan Klock (1992), Titman dan Wessels (1988) yangmerupakan kajian empiris penelitian ini

2. Biaya bunga, biaya keagenan, risiko bisnis,dan ukuran perusahaan berpengaruhsignifikan secara langsung dan tidak langsung terhadap kemampulabaanperusahaan jasa di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini konsisten denganhasil penelitian Ismiyanti (2006) Strock dan Travios (1990) dan Ariyanto

Page 92: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 89

(2002) yang merupakan kajian empiris dari penelitian ini.3. Kebijakan utang berpengaruh signifikan terhadap kemampulabaan perusahaan

jasa di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitianWahidahwati (2002) yang menyatakan bahwa kebijakan utang berpengaruhterhadap profitabilitas perusahaan.

5.2. SaranBerdasarkan pada hasil pembahasan dan kesimpulan penelitian ini, maka

disarankan hal-hal sebagai berikut :1. Penelitian ini dilakukan pada populasi perusahaan jasa dengan kriteria-kriteria

tertentu sehingga hasil analisis data tidak dapat dipergunakan untukgeneralisasi seluruh perusahaan jasa di Indonesia. Untuk penelitian selanjutnyapeneliti dapat memperluas populasi untuk seluruh perusahaan di Indonesia danjuga menambah periode penelitian supaya diperoleh hasil penelitian yangakurat dalam jangka panjang.

2. Perusahaan jasa yang menjadi populasi tidak diklasifikasi kondisikeuangannya. Perusahaan jasa yang mengalami tekanan keuangan dan yangsehat tentu memiliki perbedaan motivasi dan kebijakan yang dipilih. Rivest(1999) menyatakan bahwa pengukuran kebijakan akuntansi perusahaan perlumemisahkan antara perusahaan yang sehat dan perusahaan yang ada dalamtekanan keuangan. Penelitian mendatang dapat mengklasifikasi keadaanperusahaan jasa untuk memastikan perbedaan kebijakan utangnya.

3. Pengukuran biaya keagenan menggunakan proxi Total Sales to Total Asset(TATO). Proxi TATO ini mungkin tidak secara penuh merefleksikan penetuanbiaya keagenan. Pengujian mendatang perlu untuk melakukan pembandinganformula ini dengan model pengukuran lain seperti pengukuran biaya untukdewan komisaris yang ditentukan jumlahnya berdasarkan jumlah dewankomisaris karena dewan komisaris bertugas dalam menjembatani kepentinganantara manjemen dan pemegang saham dan pengukuran biaya untukadministrasi dan umum karena dalam biaya keagenan timbul biaya konsumsirapat dalam menyamakan tujuan antara manajemen dan pemegang saham.

5.3. Keterbatasan PenelitianPeneliti Studi ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang merupakan bagian yangtidak dapat dipisahkan dari studi secara keseluruhan. Keterbatasan ini diharapkandapat dipergunakan sebagai bahan rujukan dan memiliki implikasi perbaikanpenelitian berikutnya. Beberapa keterbatasan studi ini adalah sebagai berikut.a. Variabel penelitian hanya menggunakan variabel yang mengukur kondisi

internal perusahaan sehingga faktor-faktor di luar perusahaan kurangdipertimbangkan dalam penelitian ini.

b. Populasi penelitian hanya terbatas pada satu sektor jasa saja sehingga tidak adaperbandingan dengan sektor lain.

Page 93: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 90

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana Spica, 2006. Analisis Kebijakan Dividen dan kebijakan LeverageTerhadap Prediksi Kepemilikan Manajerial Dengan tehnik AnalisisMultinomial Logit. Jurnal Akuntansi dan Bisnis. ISSN . 1412-0852.

Allayannis, George, Gregory W. Brown dan Leora F. Klapper. 2005. CapitalStructure and Financial Risk : Evidence From Foreign Debt Use In East Asia.The Journal og Finance. 58 (6).pp 2667-2709

Brigham, Eugene F., dan Joel F. Houston. 2000. Manajemen Keuangan. EdisiKedelapan, Jakarta Erlangga

Cristiawan, Yulius Yogi dan Tarigan, Josua. 2005. Kepemilikan Manajerial:Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai perusahaan. Jurnal Akuntasi danKeuangan. Puslit Petra. Surabaya.

Dwenger, Nadja dan Steiner, Viktor. Financial Leverage and Coorporate TaxationEvidence From German Corporate Tax return Data. Journal Real EstateFinance and Economic. Vol.3 No. 1

Emery, DR dan Finnerty, Joh.D.1997. Principles of Financial Management, PrenticeHall, New Jersey

Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Suwarno Zain. Jakarta:PT. Gelora Aksara Pratama

Husnan, Suad. 1996. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan JangkaPanjang). Buku I. Yogyakarta: BPFE – Yogyakarta

Ismiyanti, Fitri dan Hanafi. 2005. Kepemilikan Manajerial, KepemilikanInstitusional, Risiko, Kebijakan Utang dan Kebijakan Deviden : AnalisisPersamaan Simultan. Simposium Nasional Akuntansi Vi. Hal. 260 – 277

Istaitich, Abdul Aziz, 2003. Financial Leverage Interction with Firm’s StrategicBehavior:An Empirical Analysis. Journal Real Estate Finance and Economic.Vol.5 No. 2

Keown, Arthur J, David F Scott Jr. John D Martin. J William Petty. 1996. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Terjemahan Chaerul D. Djakman dan DwiSulustyorini (2000). Jilid 2. Jakarta: Salemba Empat

Martin, John.D. 1999. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 5.PT. Raja GrafiIndo Persada.Jakarta

Ghozali, Maskin, dan Idrus, M.S. 2001. Analisis Variabel-Variabel YangMempengaruhi Struktur Pendanaan dan Pengaruhnya Bersama Beban Bunga,Return On Asset Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri. Tesis Program PascaSarjana. Universitas Jember

Miguel, Alberto de, dan Julio Pindado. 2001. Departements of Capital Structure:New Evidence From Spanish Panel Data. Journal of Corporate Finance. 7(2001).pp 77 – 79

Page 94: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 91

Modigliani F, dan Miller MH.1958. The cost of Capital, Coorporate Finance andTheory of investmen, American Economic Review, Vol. XLVII, No.3, pp.261-297

Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE– Yogyakarta

Sabardi, Agus. 1994. Manajemen Keuangan dan Aplikasinya. Yogyakarta: BPFEYogyakarta

Santoso, Singgih. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT Gramedia.Jakarta

Sartono, Agus. 1998. Manajemen Keuangan. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE –Yogyakarta

Saunders, A. Strock E dan Travlos, N.G.1990. Ownership Structure Deregulationsand Bank Risk-Taking, The Journal of Finance, Vol. XVL, No.2, June, pp.643-654

Sawir, Agnes. 2004. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan KeuanganPerusahaan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Setyawan, Ignatius R. 2001. Simultanitas Keputusan Deviden Dan Struktur Modal:Suatu Tinjauan Teoritik. Usahawan No.01 Th XXX Januari 2001. Hal. 17 – 20

Sharpe, William F. 1995. Investasi. Terjemahan Henry Njooliangtik dan Agustiono.Jilid 1. Jakarta: Prenhalindo

Solimun. 2002. Metode Kuantitatif Untuk Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta

Sudjana, 1996, Teknik Analisis Regresi Dan Korelasi, Bagi Para Peneliti, Tarsito,Bandung.

Supranto, J. 1993. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi Kelima. Jilid II. Jakarta:Erlangga

Sutrisno, 2001. Manajemen Keuangan, Teori, Konsep dan Aplikasi. PenerbitEkonisia, Yogyakarta

Syamsuddin, Lukman. 1994. Manajemen Keuangan Perusahaan Konsep AplikasiDalam Perencanaan, Pengawasan Dan Pengembalian Keputusan. Edisi Baru.Cetakan Keempat. Penerbit Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tandellin, Eduardus.1997. Determinant of Systematic Risk: The Experience of SomeIndonesia Common Stock. Kelola.No. 16/IV.pp.101-115

Tjiptono, Darmadji, dan M.Fakhrudin,Hendy, 2001, Pasar Modal di Indonesia.Jakarta: Salemba Empat.

Utama, Chintia A. 2002. Tiga Bentuk “ Masalah Keagenan (Agency Problem)” danAlternatif Pemecahannya. Bagian 1. Usahawan No.01 Th XXXI Desember2002. Hal. 14 – 20

Van Hone, C. James dan Wachowicz, M John, 1998. Prinsip-prinsi manajemenKeuangan. Terjemahan Heru Sutojo (1998). Edisi kesembilan. Buku Dua.Jakarta: Salemba Empat

Page 95: Jeam_vol x April 2011

Yulinartati, Analisis pengaruh Biaya Bunga… ISSN: 1412-5366

JEAM Vol X No. 1/2011 92

Wahidahwati. 2002. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan KepemilikanInstitusional Pada Kebijakan Hutang Perusahaan : Sebuah Perspektif TheoryAgency. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.5 No.1. Januari 2002. Hal. 1 –16

Warsono. 1998. Penentuan Cost of Capital Manajemen dan UsahawanIndonesiaNo.01 Th XXX Januari 2001. Hal. 21 – 26

Weston, J.F. dan Copeland, T.e. 1996. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan.Cetakan Keempat. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

Weston, J. Fred dan T.E Copeland. 1997. Manajemen Keuangan. Terjemahan A.Jaka Warsana. Jakarta: Binarupa Aksara

Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigham. 1991. Manajemen Keuangan. TerjemahanAlfonsus Sirait. Jakarta: Erlangga.

Page 96: Jeam_vol x April 2011

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

1. Naskah ilmiah yang diterbitkan berupa hasil penelitian dan gagasan konseptual;2. Naskah ilmiah ditulis dalam bahasa Indonesia, atau dalam bahasa inggris;3. Secara garis besar, naskah tersusun dengan sistematika atas :

a. Judul harus singkat dan jelas sehingga menggambarkan isi tulisan serta dilengkapidengan nama penulis dan nama institusi tempat kerja penulis;

b. Abstrak maksimal 200 kata dalam bahasa Inggris untuk artikel dalam bahasaIndonesia dan bahasa Indonesia untuk artikel berbahasa inggris;

c. Kata-kata kunci (keywords) minimal 3 suku kata;d. Pendahuluan memuat latar belakang maslah termasuk pernyataan tujuan tulisan;e. Tinjauan pustaka yang berisi hasil penelitian sebelumnya, kerangka teori dan

hipotesis yang diajukan;f. Metode penelitian berisi langkah penelitian yang dilakukan sesuai dengan

permasalahan yang disampaikan kecuali untuk telaah pustaka tidak perlu;g. Hasil dan pembahasan : memuat analisis temuan dalam bentuk diskriptif kuantitatif

maupun kualitatif yang dapat disertai gambar, table, grafik disertai dengan uraiantentang interpretasi, generalisasi, dan implikasi dari hasil yang diperoleh, sertarelevansinya dengan hasil penelitian lain yang menjadi rujukan;

h. Simpulan dan rekomendasi atau penutup untuk tulisan berbentuk kajian pustaka;i. Daftar pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara

alfabetis dan kronologis;ContohMacKinlay, A. C., 1997. Event Studies in Economics and Finance, Journal of

Economic Literature, 35 (March): 13-39..Moleong, L.J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.Grullon, G., dan Michaely, R. 2002. Dividends, share repurchaes, and the

substitution hypothesis, Journal of Finance 57 (4): 1649-1684.4. Setiap pengiriman naskah hendaknya disertai riwayat hidup secara singkat ;5. Naskah dikirim dalam bentuk print out pada kertas ukuran A4 (kwarto), dengan spasi

rangkap (dua spasi), menggunakan pengolah kata minimal Microsoft Word versi 6.0dengan jumlah halaman maksimal 25 lembar, sebanyak 3 eksemplar dan dalam CD ataulewat email di. [email protected] atau [email protected]. Naskah diketikmengikuti kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar

6. Naskah harus dikirim paling lambat 2 (dua) bulan sebelum penerbitan ke alamat :

Tim PenyuntingJURNAL EKONOMI, AKUNTANSI DAN MANAJEMEN (JEAM)

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBERJl. Kalimantan 37 Kampus Tegalboto Tlp (0331) 337990, 322852Fax (0331) 332150 JEMBER 68121. E-mail : [email protected]

7. Naskah akan disunting, dengan kriteria penilaian meliputi: orsinalitas, memenuhikualitas keilmuan, kebenaran isi, kejelasan uraian, dan manfaat bagi masyarakatakademik;

8. Tim redaksi berhak mengirim kembali naskah ke penulis untuk direvisi sesuai dengansaran penilai atau menolak suatu naskah;

9. Naskah yang sudah dikirim dan diputuskan untuk tidak dimuat akan dikembalikankepada penulis dengan disertai alasan penolakan, jika disertai dengan perangko balasan.