jdih - keputusan menteri perhubungan republik ...mengingat : 1. undang-undang nomor 17 tahun 2008...

21
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 775 THN 2018 TENTANG PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Menteri Perhubungan wajib menetapkan alur-pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya di pelabuhan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal sesuai dengan Kepentingannya di Pelabuhan Batam pada Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

Upload: others

Post on 27-Jul-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR KP 775 THN 2018

TENTANG

PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE,

TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL

SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN BATAM

PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah

Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Menteri

Perhubungan wajib menetapkan alur-pelayaran, sistem

rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh kapal

sesuai dengan kepentingannya di pelabuhan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan

Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan

Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas,

dan Daerah Labuh Kapal sesuai dengan

Kepentingannya di Pelabuhan Batam pada Terminal

Batu Ampar dan Terminal Sekupang;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4849);

Page 2: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

2

2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang

Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun

2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015

Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5731);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang

Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5093);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang

Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22

Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan

di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5208);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang

Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);

6. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang

Pengesahan Peraturan Internasional tentang

Pencegahan Tubrukan di Laut Collision Regulation Tahun 1972;

7. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang

Pengesahan International Convention for The Safety of Life at Sea, 1974;

Page 3: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

3

8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang

Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

9. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang

Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);

10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun

2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik

Navigasi;

11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun

2009 tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam;

12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun

2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

Pelabuhan Batam sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 47 Tahun

2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam;

13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun

2011 tentang Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;

14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun

2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran;

15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun

2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 629)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor PM 135 Tahun 2015 tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

1401);

16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun

2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 311)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Page 4: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

4

Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan

Pelabuhan Laut (Berita Negara Republik Indonesia

Tahun 2016 Nomor 1867);

17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57 Tahun

2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

390);

18. Peraturan Menteri Perhubugan Nomor PM 189 Tahun

2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2015 Nomor 1844) sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 117 Tahun

2017 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor

1891);

19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun

2016 tentang Alur-Pelayaran di Laut dan Bangunan

dan/atau Instalasi di Perairan (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2016 Nomor 1573);

20. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor

173/AL.401/PHB-84 tentang Pemberlakuan The IALA

Maritime Bouyage System for Region-A dalam Tatanan

Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Indonesia;

Memperhatikan : Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor

HK. 103/1/13/DJPL-18 tanggal 6 April 2018 perihal

Penjelasan terkait Rancangan Keputusan Menteri

Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem

Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal

sesuai dengan Kepentingannya di Pelabuhan Batam pada

Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang;

Page 5: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

5

Menetapkan

MEMUTUSKAN:

: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG

PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA

CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL

SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN

BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL

SEKUPANG.

PERTAMA : Menetapkan alur-pelayaran masuk Pelabuhan Batam pada

Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang serta Sarana

Bantu Navigasi-Pelayaran dibatasi oleh titik koordinat

geografis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan

Menteri ini.

KEDUA : Menetapkan sistem rute alur-pelayaran masuk Pelabuhan

Batam pada Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan

Menteri ini.

KETIGA : Menetapkan tata cara berlalu lintas di alur-pelayaran

masuk Pelabuhan Batam pada Terminal Batu Ampar dan

Terminal Sekupang sebagaimana tercantum dalam

Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Keputusan Menteri ini.

KEEMPAT : Daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya di

Pelabuhan Batam pada Terminal Batu Ampar dan Terminal

Sekupang sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan

Menteri ini.

KELIMA : Alur-pelayaran masuk Pelabuhan Batam pada Terminal

Batu Ampar dan Terminal Sekupang, Sarana Bantu

Navigasi-Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Diktum

PERTAMA serta daerah labuh kapal sesuai dengan

Page 6: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

6

KEENAM

KETUJUH

kepentingannya sebagaimana dimaksud dalam Diktum

PERTAMA dan Diktum KEEMPAT, wajib dimuat dalam Peta

Laut Indonesia Nomor 44 dan 348 edisi terbaru dan Buku

Petunjuk Pelayaran sebagaimana tercantum dalam Peta

Tematik dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

: Pengawasan terhadap penyelenggaraan alur-pelayaran

masuk Pelabuhan Batam pada Terminal Batu Ampar dan

Terminal Sekupang sebagai berikut:

a. pengawasan pengoperasian Sarana Bantu Navigasi-

Pelayaran, pengukuran kedalaman alur-pelayaran dan

timbulnya hambatan pelayaran serta monitoring

sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh

kapal sesuai kepentingannya dilaksanakan oleh Distrik

Navigasi Kelas I Tanjungpinang dan melaporkan

kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut; dan

b. pengawasan keamanan dan keselamatan pelayaran,

daerah labuh kapal sesuai kepentingannya serta

pemeliharaan alur-pelayaran dilaksanakan oleh Kantor

Pelabuhan Batam sesuai tugas pokok dan fungsinya

secara berkala atau sewaktu-waktu apabila

diperlukan, serta melaporkan kepada Direktur

Jenderal Perhubungan Laut.

: Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu

Lintas, dan Daerah Labuh Kapal sesuai dengan

Kepentingannya di Pelabuhan Batam pada Terminal Batu

Ampar dan Terminal Sekupang dapat dievaluasi dan dikaji

ulang 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun atau sesuai

kebutuhan untuk mengetahui kesesuaian terhadap kondisi

alur-pelayaran.

Page 7: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

7

KEDELAPAN : Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum

KETUJUH diinformasikan melalui penerbitan Maklumat

Pelayaran (MAPEL) dan disiarkan melalui Berita Pelaut

Indonesia (Notice to Marine).

KESEMBILAN : Direktur Jenderal Perhubungan Laut melaksanakan

pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

Keputusan Menteri ini.

KESEPULUH : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal

ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Mei 2018

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:1. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman;2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;3. Menteri Kelautan dan Perikanan;4. Menteri Badan Usaha Milik Negara;5. Kepala Staf TNI Angkatan Laut;6. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;7. Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut;8. Gubernur Provinsi Kepulauan Riau;9. Walikota Batam;10. Ketua BP. Batam;11. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur Jenderal

Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan;12. Kepala Distrik Navigasi Kelas I Tanjungpinang;13. Kepala Kantor Pelabuhan Batam.

Salinan sesuai dengan aslinya

IRO HUKUM,

■ WAHJU ADJI H.. SH. DESS Utama Muda (IV/c)

' NfPTf9651022 199203 1 001

Page 8: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

8

LAMPIRAN IKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KP 775 TAHUN 2018 TANGGAL : 4 MEI 2018 TENTANGPENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE,TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

SERTA SARANA BANTU NAVIGASI-PELAYARAN

1. Koordinat Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Batam pada Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang:

Koordinat Alur-Pelayaran Terminal Batu Ampar Alur BaratNo Koordinat Batas Kanan No Koordinat Batas Kiri1 A 01° 11' 09.23" LU / 103° 53' 24.28" BT 1 B 01° 11' 16.93" LU / 103° 54' 31.02" BT2 A 01° 10' 06.64" LU / 103° 54’ 28.15" BT 2 B 01° 10' 18.00" LU / 103° 55' 27.00" BT3 A 01° 09' 54.51" LU / 103° 55' 27.01" BT 3 B 01° 10’ 18.07" LU / 103° 58’ 32.06" BT6 A 01° 09' 54.61" LU / 103° 59' 48.27" BT 4 C 01° 10' 00.00" LU / 103° 59’ 25.08” BT

6 B 01° 10' 00.00" LU / 103° 59’ 48.26" BT

Koordinat Alur-Pelayaran Terminal Batu Ampar Alur TimurNo Koordinat Batas Kanan No Koordinat Batas Kiri5 B 01° 12’ 30.54" LU / 103° 59’ 45.00" BT 5 A 01° 12' 35.99" LU / 104° 00' 00.01" BT4 B 01° 11' 38.99" LU / 103° 59' 45.02" BT 4 A 01° 11' 36.00" LU / 104° 00' 00.03" BT3 B 01° 10' 18.07" LU / 103° 58’ 32.06" BT10 C 01° 09' 54.60" LU / 103° 59' 25.09" BT 4 C 01° 10' 00.00" LU / 103° 59' 25.08" BT6 A 01° 09' 54.60" LU / 103° 59' 48.27" BT 6 B 01° 10’ 00.00" LU / 103° 59’ 48.27" BT

Koordinat Alur-Pelayaran Terminal Sekupang Alur BaratNo Koordinat Batas Kanan No Koordinat Batas KiriIA 01° 11’ 09.23" LU / 103° 53' 24.28" BT IB 01° 11' 16.93" LU / 103° 54' 31.02" BT2A 01° 10' 06.64" LU / 103° 54' 28.15" BT 2B 01° 10' 18.00" LU / 103° 55' 27.00" BT

2C 01° 10’ 02.19" LU / 103° 54' 49.72" BT7A 01° 09' 03.21" LU / 103° 54' 25.41" BT 7B 01° 08' 43.33" LU / 103° 54' 37.71" BT8A 01° 08' 39.39" LU / 103° 54' 28.66" BT 8B 01° 08' 07.00" LU / 103° 55' 07.88" BT9A 01° 08' 03.75" LU / 103° 55' 03.82" BT 9B 01° 07’ 29.76" LU / 103° 55' 26.86" BT10A 01° 07' 27.40" LU / 103° 55' 22.24" BT

Page 9: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

9

Koordinat Alur-Pelayaran Terminal Sekupang Alur TimurNo Koordinat Batas Kanan No Koordinat Batas Kiri5B 01° 12’ 30.54" LU / 103° 59' 45.00" BT 5A 01° 12' 35.99" LU / 104° 00' 00.01" BT4B 01° 11' 38.99" LU / 103° 59' 45.02" BT 4A 01° 11' 36.00" LU / 104° 00' 00.03" BT3B 01° 10' 18.07" LU / 103° 58' 32.06" BT 4C 01° 10' 00.00" LU / 103° 59' 25.09" BT2B 01° 10' 18.00" LU / 103° 55' 27.00" BT 10C 01° 09’ 54.60" LU / 103° 59' 25.09" BT1C 01° 10’ 50.44" LU / 103° 54' 56.18" BT 3A 01° 09’ 54.51" LU / 103° 55' 27.01" BT2A 01° 10' 06.64" LU / 103° 54' 28.15" BT 2C 01° 10' 02.19" LU / 103° 54' 49.72" BT7 A 01° 09' 03.21" LU / 103° 54’ 25.41" BT 7B 01° 08' 43.33" LU / 103° 54' 37.71" BT8A 01° 08' 39.39" LU / 103° 54' 28.66" BT 8B 01° 08’ 07.00" LU / 103° 55' 07.88" BT9A 01° 08' 03.75" LU / 103° 55' 03.82" BT 9B 01° 07' 29.76" LU / 103° 55' 26.86" BT10A 01° 07' 27.40" LU / 103° 55' 22.24" BT

2. Koordinat Precaution Area:

Precaution Area 11C 01° 10' 50.44" LU / 103° 54’ 56.18" BT2A 01° 10’ 06.64" LU / 103° 54' 28.15" BT3A 01° 09' 54.51" LU / 103° 55' 27.01" BT2B 01° 10' 18.00" LU / 103° 55' 27.00" BT

Precaution Area 27A 01° 09’ 03.21" LU / 103° 54' 25.41" BT7C 01° 09' 13.49" LU / 103° 54’ 25.85" BT6C 01° 09' 14.84" LU / 103° 54' 42.53" BT8C 01° 09’ 00.59" LU / 103° 54' 40.34" BT

Precaution Area 33B 01° 10’ 18.07" LU / 103° 58' 32.06" BT9C 01° 09' 54.58" LU / 103° 58' 32.09" BT10C 01° 09' 54.60" LU / 103° 59' 25.09" BT4C 01° 10' 00.00" LU / 103° 59' 25.09" BT11C 01° 10' 39.09" LU / 103° 58’ 51.01" BT

3. Koordinat Alur-Pelayaran Menuju Area Percobaan Berlayar (Sea Tria!} dan Labuh Jangkar:

Koordinat Alur-Pelayaran Menuju Area Percobaan Berlayar (Sea Trial) dan Labuh JangkarNo KOORDINAT BATAS KANAN No KOORDINAT BATAS KIRI8C 01° 09' 00.59" LU / 103° 54' 40.34" BT 6C 01° 09' 14.84" LU / 103° 54' 42.53" BT2 01° 09' 11.90" LU / 103° 55' 35.76" BT 1 01° 09' 48.69" LU / 103° 55' 35.76" BT

4. Posisi Naik Turun Petugas Pandu (Pilot Boarding Ground) pada titik koordinat:a. Alur Barat (B) 01° 10' 42.70" LU / 103° 54' 22.25" BT; danb. Alur Timur (T) 01° 10' 25.59" LU / 103° 59' 05.17" BT.

Page 10: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

10

5. Kondisi kedalaman alur-pelayaran masuk Pelabuhan Batam pada Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang yang ditetapkan adalah 7.2 Meter LWS dengan panjang 7.930 Km untuk alur barat menuju Terminal Sekupang dan 11.343 Km menuju Terminal Batu Ampar sedangkan untuk alur timur yang menuju Terminal Batu Ampar mempunyai panjang 5.244 Km dan untuk ke Terminal Sekupang 17.433 Km, dan lebar alur tersempit 160 Meter di sekitar pelabuhan.

6. Posisi Koordinat Rencana Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran di Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang:

No. Nama dan Jenis SBNP DSI Posisi1 Pelampung Suar MPMT 1 Sekupang - 01° 11' 09.30" LU / 103° 54' 03.54" BT2 Pelampung Suar Hijau Barat No. 1 - 01° 10' 08.25" LU / 103° 54' 20.28" BT3 Pelampung Suar Merah Barat No. 2 - 01° 10' 18.00" LU / 103° 55' 27.00" BT4 Rambu Suar Hijau P. Mariam - 01° 09' 01.16" LU / 103° 54' 22.94" BT5 Rambu Suar Merah No. 4 - 01° 08' 49.72" LU / 103° 54' 42.43" BT6 Pelampung Suar Hijau Barat No. 5 - 01° 08' 04.37" LU / 103° 54’ 58.42" BT7 Rambu Suar Merah No. 6 - 01° 08' 05.48" LU / 103° 55' 11.60" BT8 Rambu Suar Hijau No. 7 - 01° 07' 38.87" LU / 103° 55’ 13.43" BT9 Rambu Suar Merah No. 8 - 01° 07' 45.06" LU / 103° 55' 23.39” BT10 Pelsu Kuning Moratelindo - 01° 09' 48.89" LU / 103° 54' 52.12" BT11 Pelsu Kuning - 01° 09' 16.04" LU / 103° 55’ 41.56" BT12 Pelampung Suar Hijau Timur No. 1 - 01° 11' 38.99" LU / 103° 59’ 45.02" BT13 Pelampung Suar Merah Timur No. 2 - 01° 10’ 05.37" LU / 103° 59' 27.04" BT14 Pelampung Suar Hijau Timur No. 3 - 01° 09’ 54.59" LU / 103° 58' 47.90” BT15 Pelampung Suar Hijau Timur No. 5 - 01° 09' 52.85" LU / 103° 59' 42.31" BT16 Pelampung Suar MPMT 2 Batu Ampar - 01° 11' 55.00" LU / 104° 00’ 00.00" BT

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Salinan sesuai dengan aslinya

H., SH, DESSUtama Muda (IV/c)

19651022 199203 1 001

HUKUM,

Page 11: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

11

LAMPIRAN IIKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KP 775 TAHUN 2018 TANGGAL : 4 Mei 2018 TENTANGPENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE,TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

SISTEM RUTE ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

Sistem rute yang ditetapkan di alur-pelayaran masuk Pelabuhan Batam pada Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang, yaitu Rute Dua Arah (Two Ways Route) dengan perincian sebagai berikut:

1. Sistem Rute Dua Arah (Two Ways Route) di sepanjang alur-pelayaran masuk Pelabuhan Batam mulai dari sisi barat masuk ke alur perlintasan masuk Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang dekat Pulau Sambu, ditentukan berdasarkan ukuran kapal:

LOA (m) < 40 40 sd 70 70 sd 100 100 sd 199< 40 ~T~ ~T~

40 sd 70 ~T~70 sd 100 ~T~100 sd 199 ~T~ ~ r X

2. Pada bagian alur-pelayaran di wilayah sebelah timur Pulau Sambu dengan haluan ke arah tenggara ketentuan kapal yang boleh berpapasan sebagai berikut:

LOA (m) < 40 40 sd 70 70 sd 100 100 sd 199< 40 V

40 sd 70 ~T~70 sd 100 V ~T~100 sd 199 ~̂ r 1

3. Pada bagian alur perlintasan barat-timur Pulau Batam di antara lokasi area labuh jangkar/kapal sisi utara Teluk Jodoh, ketentuan kapal yang boleh berpapasan sebagai berikut:

LOA (m) < 40 40 sd 70 70 sd 100 100 sd 199< 40

40 sd 7070 sd 100 ~T~ ~T~100 sd 199 ~T~ T ~ 1

Catatan:V = boleh berpapasan atau menyusul di Rute Dua Arah (Two Ways Route). X = tidak boleh menyusul apabila kapal di depan sudah sesuai dengan

kecepatan yang direkomendasikan.

Page 12: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

12

4. Tidak ada pembatasan LOA kapal pada Rute Dua Arah (Two Ways Route) bagian alur perlintasan timur barat.

5. Perubahan rute perlintasan bagi kapal yang karena waktu tempuh dan biaya operasionalnya terbatas dapat meminta exception kepada Distrik Navigasi Kelas I Tanjungpinang.

6. Terminal khusus yang berada dekat Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang harus melakukan koordinasi dengan Distrik Navigasi Kelas I Tanjungpinang untuk menyusun Standar Operasional dan Prosedur (SOP) penggunaan alur-pelayaran.

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Salinan sesuai dengan aslinya

''C^TB^^hhina Utama Muda (IV/c) NIP. 19651022 199203 1 001

Page 13: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

13

LAMPIRAN IIIKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 775 TAHUN 2018 TANGGAL 4 MEI 2018 TENTANGPENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE,TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

TATA CARA BERLALU LINTAS DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

Dalam meningkatkan efisiensi dan mengurangi angka kecelakaan kapal, makaperlu diatur tata cara berlalu lintas di alur-pelayaran Pelabuhan Batam padaTerminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang sebagai berikut:1. Pemanduan

a. kapal dengan ukuran tonnage kotor GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih yang berlayar di perairan wajib pandu, wajib menggunakan pelayanan jasa pemanduan kapal;

b. mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi baik dan normal untuk olah gerak kapal;

c. mengibarkan bendera “G“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih merah pada malam hari apabila kapal sedang menunggu petugas pandu;

d. mengibarkan bendera “H“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih merah pada malam hari apabila petugas pandu di atas kapal; dan

e. mengibarkan bendera “Q“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih merah pada malam hari bagi kapal yang baru tiba dari luar negeri, petugas pandu hanya diperbolehkan naik ke kapal untuk membawa kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari penyakit menular oleh petugas karantina kesehatan (free practique) dan bendera kuning telah diturunkan.

2. Komunikasia. pemilik/operator kapal atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana

kedatangan kapalnya kepada Kantor Pelabuhan Batam dengan mengirimkan pre-arrival information melalui VTS Batam dengan tembusan kepada perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu paling lama 48 (empat puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan;

b. komunikasi sebelum kapal masuk dan/atau keluar wajib melapor kepada VTS Batam dengan radio VHF pada channel 16;

c. komunikasi antara petugas pandu/kapal/kapal pandu dapatmenggunakan Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa Inggris dengan radio VHF pada channel 12; dan

d. komunikasi dengan kapal sebelum petugas pandu naik di atas kapal dilakukan Nakhoda dengan memberikan keterangan kepada petugas pandu antara lain kondisi, sifat, cara, data, karakteristik, dan lain-lain yang berkaitan dengan kemampuan olah gerak kapal;

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara komunikasi dengan VTS di alur-pelayaran Pelabuhan Batam diatur dalam Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Batam VTS.

3. Proses Kapal Masuk Dalam Kondisi Normala. kecepatan kapal di ambang luar menuju alur-pelayaran masuk pelabuhan

pada Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang disarankan

Page 14: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

14

maneuvering speecL, sampai kapal pandu dapat merapat di kapal untuk menaikkan petugas pandu;

b. setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil guna untuk menghindari tubrukan dan dapat dihentikan dalam suatu jarak yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada;

c. setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, apabila keadaan mengizinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam waktu yang cukup dan memperhatikan persyaratan kepelautan yang baik;

d. apabila kondisi dermaga sedang penuh atau Nakhoda memutuskan untuk berlabuh terlebih dahulu, maka kapal dapat berlabuh di daerah labuh kapal yang sudah disediakan;

e. apabila proses administrasi kelengkapan dokumen selesai dan telah tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, maka petugas pandu akan menginformasikan ke kapal bahwa petugas pandu akan naik dan memandu kapal hingga tambat di dermaga;

f. kapal disarankan berlayar mengikuti ketentuan koridor alur-pelayaran dan arah haluan yang ditetapkan pada Lampiran I Keputusan Menteri ini serta Peta Alur-Pelayaran Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang atau mengikuti zona lalu lintas tepi (in-shore traffic zona) sesuai dengan ukuran dan kepentingannya untuk menghindar dan mendahulukan kapal draft dalam; dan

g. setiap melintasi garis atau wilayah wajib lapor atau setelah kapal berlabuh atau sandar, maka kapal wajib melapor kepada VTS Batam.

4. Proses Kapal Keluara. Nakhoda dan petugas pandu melaporkan kepada Syahbandar dan/atau

Stasiun VTS Batam mengenai draft kapal dan jam kapal mulai dipandu keluar;

b. meminta informasi ke Stasiun VTS Batam mengenai pergerakan kapal yang keluar/masuk alur-pelayaran masuk Pelabuhan Batam Pada Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang;

c. arahkan haluan kapal menuju bagian tengah alur dan berlayar menuju ambang luar; dan

d. sampai di Posisi Naik Turun Petugas Pandu (Pilot Boarding Ground), maka petugas pandu turun dan dijemput oleh kapal pandu.

5. Tindakan Menghindari Tubrukana. Pengaturan tindakan untuk menghindari tubrukan meliputi:

1) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, apabila keadaan mengizinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam waktu yang cukup dan memperhatikan persyaratan kepelautan yang baik;

2) setiap perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk menghindari tubrukan, apabila keadaan mengizinkan harus cukup besar sehingga menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang mengamati dengan penglihatan atau dengan radar, serangkaian perubahan kecil dari haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari;

3) apabila ada ruang gerak yang cukup, maka perubahan haluan merupakan tindakan yang paling berhasil untuk menghindari situasi saling mendekati terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa perubahan tersebut dilakukan dalam waktu yang cukup dini dan tidak mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekati terlalu rapat;

4) tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal lain harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan pelewatan dengan jarak yang aman, hasil guna tindakan itu harus dikaji dengan

Page 15: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

15

seksama sampai kapal yang lain itu pada akhirnya terlewati dan bebas sama sekali; dan

5) apabila diperlukan untuk menghindari tubrukan atau memberikan waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, maka kapal harus mengurangi kecepatannya atau menghilangkan kecepatannya sama sekali dengan menghentikan atau menjalankan mundur sarana penggeraknya.

b. Pengaturan penyusulan meliputi:1) setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus menghindari

kapal lain yang sedang disusul tersebut;2) kapal harus dianggap menyusul apabila sedang mendekati kapal lain

dari arah yang lebih besar dari 22,5 (dua puluh dua koma lima) derajat di belakang arah melintang, sehingga terhadap kapal yang sedang disusul itu pada malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan buritan, tetapi tidak satupun dari penerangan- penerangan lambungnya;

3) apabila kapal dalam keadaan ragu apakah ia sedang menyusul kapal lain atau tidak, maka kapal tersebut harus beranggapan bahwa sedang menyusul kapal lain; dan

4) setiap perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi kemudian tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang memotong dalam pengertian aturan ini atau membebaskannya dari kewajiban untuk menghindari kapal yang sedang disusul itu sampai kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali.

c. Pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalam situasi berhadap-hadapan meliputi:1) apabila 2 (dua) kapal bertenaga sedang bertemu dengan

haluan-haluan berlawanan atau hampir berlawanan sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka masing-masing kapal harus mengubah haluannya ke kanan sehingga masing-masing kapal akan berpapasan di lambung kirinya;

2) keadaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus dianggap ada apabila kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan pada malam hari kapal itu dapat melihat penerangan tiang kapal lain tersebut terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua penerangan lambung serta pada siang hari kapal itu mengamati gatra (aspek) yang sesuai mengenai kapal lain tersebut; dan

3) apabila kapal dalam keadaan ragu atas keadaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), maka kapal harus beranggapan bahwa keadaan tersebut ada dan bertindak sesuai dengan angka 1) dan angka 2).

d. Dalam pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalam situasi memotong, apabila 2 (dua) kapal bertenaga sedang berlayar dengan haluan saling memotong sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka kapal yang mendekati kapal lain di sisi kanannya harus menghindar, dan apabila keadaan mengizinkan harus menghindarkan dirinya memotong di depan kapal lain itu. Dalam pengaturan tata cara tindakan kapal menghindari, maka setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain sedapat mungkin melakukan tindakan secara dini dan tegas untuk tetap bebas sama sekali. Dalam pengaturan tanggung jawab antarkapal meliputi:

1) kapal bermesin yang sedang berlayar harus menghindari:a) kapal yang tidak terkendalikan;b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas;

Page 16: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

16

c) kapal yang sedang menangkap ikan; dan/ataud) kapal layar.

2) kapal layar yang sedang berlayar harus menghindari:a) kapal yang tidak terkendalikan;b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; dan/atauc) kapal yang sedang menangkap ikan.

3) kapal yang sedang menangkap ikan sedapat mungkin harus menghindari:a) kapal yang tidak terkendalikan; dan/ataub) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas.

4) setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat dikendalikan atau kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas, apabila keadaan mengizinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman sebuah kapal yang terkendala oleh saratnya.

5) kapal yang terkendala oleh saratnya harus berlayar dengan kewaspadaan khusus dengan benar-benar memperhatikan keadannya yang khusus itu.

6. Larangana. kapal dilarang memasuki alur-pelayaran dengan Under Keel Cleareance

(UKQ kurang dari 10% (sepuluh persen) dari sarat (draft), kecuali atas izin Syahbandar;

b. kapal penangkap ikan dilarang menangkap ikan di alur-pelayaran;c. kapal dilarang masuk perairan wajib pandu tanpa mendapat jasa

pemanduan dari petugas pandu;d. petugas pandu dilarang meninggalkan kapal yang dipandu dalam kondisi

dan situasi:1) kapal kandas;2) kapal tubrukan;3) kerusakan mesin/kemudi; dan/atau4) keadaan lain yang mengganggu lalu lintas kapal.

7. Ketentuan Lebih LanjutKetentuan lebih lanjut mengenai tata cara berlalu lintas di alur-pelayaran masuk Pelabuhan Batam pada Terminal Batu Ampar dan Terminal Sekupang diatur dalam Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelabuhan Batam.

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADISalipan sesuai dengan aslinya

■ 1’'' " ^

j'{yg'§^i§bina Utama Muda (IV/c) NIP. 19651022 199203 1 001

Page 17: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

17

LAMPIRAN IVKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KP 775 TAHUN 2018 TANGGAL ? * Mei 2018 TENTANGPENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE,TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

Daerah labuh sesuai dengan kepentingannya pada posisi koordinat sebagai berikut:

1. Daerah C.I.Q.PArea CIQP

11 01° 10' 32.00" LU / 103° 55' 27.00" BT12 01° 10' 24.55" LU / 103° 55' 27.00" BT13 01° 10’ 24.55" LU / 103° 56' 24.00" BT14 01° 11' 00.00" LU / 103° 56' 24.00" BT

2. Daerah Labuh General CargoArea General Cargo

13 01° 10' 24.55" LU / 103° 56’ 24.00" BT14 01° 11' 00.00" LU / 103° 56' 24.00" BT15 01° 11' 39.00" LU / 103° 57' 39.00" BT16 01° 10’ 24.55" LU / 103° 57' 39.00" BT

3. Daerah Labuh Peti KemasArea Labuh Peti Kemas

15 01° 11' 39.00" LU / 103° 57’ 39.00" BT16 01° 10’ 24.55" LU / 103° 57' 39.00" BT17 01° 10' 24.55" LU / 103° 58' 32.00" BT18 01° 11’ 45.30" LU / 103° 58’ 32.00" BT

4. Daerah Labuh TankerArea Labuh Tanker

17 01° 10' 24.55" LU / 103° 58’ 32.00" BT18 01° 11' 45.30" LU / 103° 58' 32.00" BT19 01° 11' 53.00" LU / 103° 59' 39.00" BT20 01° 11' 39.00" LU / 103° 59’ 39.00" BT

5 . Daerah Area Percobaan Berlayar (Sea Trial)Area Percobaan Berlayar (Sea Trial)

1 01° 09’ 48.69" LU / 103° 55' 35.76" BT2 01° 09’ 11.90" LU / 103° 55' 35.76" BT3 01° 09’ 11.90" LU / 103° 56' 19.40" BT4 01° 09' 48.69" LU / 103° 56' 19.40" BT

Page 18: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

18

6 . Daerah Labuh Waiting AreaArea Labuh Waiting Area

3 01° 09’ 11.90" LU / 103° 56’ 19.40" BT4 01° 09' 48.69" LU / 103° 56' 19.40" BT5 01° 09’ 48.69" LU / 103° 57’ 03.00" BT6 01° 09’ 11.90" LU / 103° 57' 03.00" BT

7.

8 .

Daerah Labuh Alih Muat Kapal (Transhipment)Area Labuh Alih Muat Kapal (Transhipment)5 01° 09' 48.69" LU / 103° 57' 03.00" BT6 01° 09' 11.90" LU / 103° 57' 03.00" BT7 01° 09' 11.90" LU / 103° 57' 57.00" BT8 01° 09’ 48.69" LU / 103° 57’ 57.00" BT

Daerah Labuh MultipurposeArea Labuh Multipurpose

7 01° 09' 11.90" LU / 103° 57' 57.00" BT8 01° 09' 48.69" LU / 103° 57’ 57.00" BT9 01° 09’ 48.69" LU / 103° 58’ 48.00" BT10 01° 09' 11.90" LU / 103° 58’ 48.00" BT

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Page 19: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

19

LAMPIRAN VKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGANREPUBLIK INDONESIANOMOR : KP 775 TAHUN 2018TANGGAL : 4 Mei 2018TENTANGPENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE,TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

PETA TEMATIK ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN BATAM PADA TERMINAL BATU AMPAR DAN TERMINAL SEKUPANG

YttfcMr L ifts Bsoy

Page 20: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

20

ZONASI PERAIRAN PELABUHAN BATAM

r

s

BUS

Page 21: JDIH - KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK ...Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

21WILAYAH BARAT (TERMINAL SEKUPANG)

Kapal Meninggalkan/leavlng Precaution Crossing Area 1 TSS SeJal Singapura dengan haluan 140” ke arah pulau Sauibu;Adanya Area Labuh Jangkar sesuai KM 77 Tahun 2009 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Pulau Batam yang membatasi rancangan alur pelayaran untuk diruasa yang akan datang tidak dapat melintas di area labuh jangkar seperti yang selama ini dilakukan;Terjadi Trafflc Gabungan dari kapal yang akan masuk ataupun keluar dari Batu Ampar, Harbour Bay dan Sekupang;Diusulkan ada 2 Precaution Area (Crossing Three Directkm) yakni PA 1 dan PA 2;Diusulkan ATDA (Area To Be Avoided) untuk wilayah karang dan perairan dangkal.Precaution Area 1 sebagai pertemuan trafflc dari Selat Belakang Padang dan dari Sisi Utara yang akan menuju Sekupang;Precaution Area 2 sebagai pertemuan trafflc kapal dari Sekupang, Batu Ampar dan Harbour Bay keluar ke arah Barat Laut menuju Inshoro Trafflc Zone atau Crossing TSS Selat Singapura;Kecepatan alur perlintasan Barat masuk ke terminal Batu Ampar atau Sekupang Maks 24 Knot untuk ferry cepat dan Maks 15 Knot untuk kapal lain diatas 500 GT, Rencana MPMT 1;Haluan menuju Batu Ampar adalah 90" dongan kecepatan Mala 24 Knot (frc c ) untuk ferry 5 20OGT dan Maks 20 Knot untuk Kapal lain diatas 500 GT;

). Haluan keluar lepas dari terminal Batu Ampar dan Harbor Bay ke alur perlintasan adalah 270" dengan kecepatan Maks 15 Knot untuk ferry S 200GTdan Maks 20 Knot untuk Kapal lain diatas 500 GT;

L. Haluan menuju Sekupang dari Rambu Suar Hijau Pulau Mariam adalah 144" kecepatan Maks 20 Knot untuk semua tipe kapal;

2. Haluan dari Sekupang menuju Rambu Merah Karang Tenggara adalah 320 0 dengan keceapatan Maks 20 Knot untuk semua tipe kapal.

1. Kecepatan saat dl Rambu Suar Htjau DS1 856 dan Rambu Suar Merah DS1 857 dari arah laut bebas menuju terminal Sekupang disarankan Maks 10 Knot untuk ferry dengan bobot 3T200GT dan kecepatan Maks 6 Knot untuk Kapal lain dengan bobot diatas 500 GT. Arah haluan 164°:

i. Kecepatan menuju Rambu Suar Merah DSI 857 ke arah laut lepas (Utara) Maks. 10 Knot untuk ferry cepat dan Maks 6 Knot untuk Kapal Lain diatas 500 GT dengan haluan 354';

>. Kecepatan setelah mencapai Kamhu Suar Merah IJSI H.57 menuju laut bebas arah Barat laut Maks 24 Knot untuk ferry cepat < ZOOGTdan Maks IH Knot untuk Kapal lain diatas 500 GT dengan haluan 321 f

S, Kapal ringan dl bawah 500 GT yang akan menggunakan jalur Selat Belakang Padang dari termmal Sekupang arahkan haluan ke 312', dengan kecepatan Maks. 20 Knot sampai ramsu Pulau Marlam. setelah melewati ramsu Pulau Marlam free to 24 Knot

7. Kapal menuju areal sea trial mengambil haluan 45* setelah mencapai Rambu Suar Merah Karang Tenggara DSI B52;

3. Kapal menuju alur masuk Terminal Sekupang dari wilayah Sea Trial mengambil haluan 225”3. Semua kapal dengan kecepatan diatas 6 Knot dan berukuran lebih besar dari 500 GT wajib lapor ke

stasiun radio pantai dan VTS Batam.Kapal yang harus berurusan dengan C1QP masuk area labuh jangkar C1QP menggunakan alur lintas Baral- Timur dengan kecepatan manuver olah gerak yang aman.

1. Ku pul Perrv Cepat 5 200GT untuk menghemat waktu dtin jarak tempuh dapat melalui wilayah labuh jangkar setelah sebelumnya mendapatkan exceplion dari KS0P dan Dibiiav Kelas l Tanjuugpiriaug untuk masa waktu berlaku tertentu;

2. Special Craffc seperti 5POB, Tug Boat, Fl ash W afer Supply. Supply Boat, AHTS dan lain sebagainya harus melaporkan secara berkala rencana kerjanya kepada KSOP dan DISNAV Kelas T Tanjungpinang,

3. Kapal non A l S berukuran kecil secara bertahap dl wajibkan menggunakan AIS kelas B (B class A1S) melalui bantuan Pemerintah Kota/Provinsi

4. Penambahan Rambu Suar dan Fasilitas lainnya menyesuaikan dengan keputusan dari Direktorat Kenavigasian Kenienterian Perhubungan.

W IL A Y A H T IM U R (B A TU A M P A R )

1. In ternational Vessel/Kapal da r i Barat p era iran internasional (TSS Singapura) menuju pera iran Batam Indonesia harus m en ingga lkan dahulu d l P recau tion Crossing 2 atau 3 pada A rea TSS Selat Singapura dengan haluan ke Selatan 1BIT i

2. Kapal dari arah T im u r p era iran intersaional harus keluar dari TSS Selat Singapura m enuju Sem enanjung Batu Am par dengan kecepatan sesuai perin tah VTS Selat Singapura h ingga ke tn sh ore T ra fflc Zone dan m asuk alu r m asuk pelabuhan Batu A m par dan m asuk dalam jangkauan Radar VTS Batam;

3. Kapal dari arah T im u r Indonesia m enggunakan insh orc tra ffic zon e haluan 2 7 0 “ hingga sem enanjung Batu A m par dan m encapai rencana M PM T 2;

4. Kapal setelah m encapai ren cana M P M T 2 segera m engarahkan haluan ke 180 * ke arahTerminal Batu Ampar hingga ke SBNP Hijau 5, kecepatan Maks. 24 Knot hingga ke SBNP 3;

а. M endekati m p m t Batu Arnpar t»s i Kecepatan d ikurangi hingga h - a K not pers iapan ubah haluan ke 9 0 ” m enuju kolam Term inal Batu A m p ar dengan kecepatan 3 Knot

б. M endekati M P M T Batu A m p a r DSI 669 Kapal kecil d ibaw ah 500 GT yang ing in m enuju ke T erm in a l H arbor Bay kurangi kecapatan h ingga maks. 5 K not dengan haluan 216* sam pai Ram bu H ijau 3 & IA , kem udian lanjutkan h ingga ke SBNP H ijau 4 A , Kurangi kecepatan maks 3 K not sam pai SBNP H ijau 5 dan kurangi kecepatan lagi hingga 2.5 sd 3 k not saaat m endekati SBNP Hijau 7;

7. Kapal dari Inshore T ra ffic Zone yan g akan menuju term inal Sekupang atau ke A rea Labuh Jangkar Batu A m p ar dapat m ela lu i a lu r m asuk Term inal Batu A m par 180" kem udian ubah haluan ke ai*ah 270” m enuju area labuh jangkar y a n g sesuai untuk keperlun kapal;

8. Kapal Tan k er yang akan labuh jan gkar d i Batu A m par dari ru te T im u r dapat langsung k e area labuh jangkar tanker sete lah m endapatkan persetu juan dari KSOP dan O pera tor Term in a l BP. Batam, d im ana dalam m elakukan perja lanannya w a jib m ela po r ke B ATAM VTS:

9. Kapal yan g akan menuju area labuh jan gkar General Cargo, Container, T ra nsh ipm et dan Multl Pu rpose dapat m enggunakan a lu r lintasan T im u r-B arat dengan haluan 270“ kecepatan maks. 10 Knot.

10. F erry Internasional m enuju Singapura harus m elin tas ke arah 270" (saa t ini m elin tas di areal labuh jangkar 320" - 3 2 5 " ), bila m enggunakan a lu r perlin tasan m aks 24 Knot. Demikian seba liknya da r i Singapura m enuju H arbou r Bay,-

11. Kapal F erry dari H arbor Bay ke arah jo h o r M alaysia m enggunakan alur lintasan Selatan- U tara haluan 27" sete lah keluar dari term in al kem udaian 360" dengan kecepatan disesuaikan keadaan trafflc;

12. Kapal dari H arbor Bay/Batu Am par akan ke Sekupang atau keluar Pulau Batam m elalu i Perlin tasan Um um Barat m enggunakan lintasan T im u r ke B arat haluan 270°

13. Pergerakan Kapal dari a rea labuh ke term in al atau kelu ar p era iran Batu Am par dapat m enggunakan a lu r lintasan Timur-Barat/Barat. T im u r dengan haluan 27 0 * atau 90 “ d isesuaikan tujuan akhir kapal dengan kecepatan pada lintasan maks. 24 Knot;

14. Kolam Pu tar Term in a l Batu A m par b erada di tengah A lu r Masuk sebelah Barat M P M T Batu A m par;

15. P ilo t B oard lng Ground atas saran saat FGD diletakan d l U lta ra dekat sebelum Kolam Putar;16. Ship R eportin g dilakukan saat kapal akan m elew a ti M P M T 2 dari arah Utara m enuju Selatan;17. Kapal yan g m asih m enunggu p roses C1QP harus m elalu i lintasan 2 70 ” m enuju area C1QP;18. Kapal Khsusus (Special Craft; SPOB, TUG, SU PPLY BOAT, AHTS, Fresh W a te r Supply dsb harus

m ela po r ke KSOP dan D ISNAV Kelas i Tanjungpinang.

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

an sesuai dengan aslinya

HUKUM,

UU ADJI H.. SH. DESS bina Utama Muda (IV/c)

IP. 19651022 199203 1 001