jawaban pemerintah atas terhadap rancangan … · tantangan perekonomian global yang masih berat...
TRANSCRIPT
JAWABAN PEMERINTAH
ATAS
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR RI
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2020
BESERTA NOTA KEUANGANNYA
Rapat Paripurna DPR RI, 27 Agustus 2019
REPUBLIK INDONESIA
1
A. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN DOMESTIK, SERTA ASUMSI DASAR
EKONOMI MAKRO
Pemerintah memberikan apresiasi terhadap pandangan Fraksi-fraksi DPR RI terkait
tantangan perekonomian global yang masih berat dan memberikan pengaruh pada
perekonomian domestik. Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2020
menunjukkan akan adanya perbaikan dibanding 2019 (dari 3,2 persen ke 3,5 persen),
namun ketidakpastian dan risiko yang dihadapi perekonomian domestik masih tinggi.
Tekanan utamanya bersumber dari perkembangan ekonomi negara-negara maju yang
diprediksi akan berlanjut mengalami perlambatan. Sementara negara-negara
berkembang akan menjadi penopang pertumbuhan global, terutama India dan
ASEAN, meskipun di Tiongkok masih melanjutkan moderasi pertumbuhan.
Beberapa ketidakpastian dan risiko yang perlu diperhatikan ialah terkait dengan tensi
perang dagang yang terus berlanjut antar perekonomian besar. Hal tersebut dapat
memberi tekanan tambahan pada pertumbuhan perdagangan dan permintaan global
yang saat ini sudah lemah. Dampak dari tekanan ini harus diantisipasi oleh
perekonomian nasional antara lain pada sisi ekspor dan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya, permintaan yang masih lemah juga akan membuat harga-harga
komoditas cenderung rendah dan tidak terlalu menguntungkan bagi Indonesia,
mengingat peranannya yang masih signifikan pada ekonomi domestik.
Sementara itu, kebijakan ekspansif yang akan diambil oleh negara-negara maju
berpotensi memberi dukungan pada arus modal ke negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Hal tersebut memberi dukungan pada kestabilan mata uang dan
mendorong kinerja pasar keuangan. Meskipun demikian, kepercayaan investor perlu
untuk terus dijaga terutama di tengah ketidakpastian global yang tinggi.
Sehubungan dengan pandangan dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya
mengenai peran strategis kebijakan fiskal kiranya dapat dijelaskan bahwa kebijakan
Pemerintah yang terintegrasi dan sinergi program terus ditingkatkan agar lebih efisien
dan tepat sasaran. Peningkatan efisiensi akan mendukung kemampuan fiskal dalam
menjaga keberlangsungan program bantuan sosial. Di sisi yang lain, perbaikan
ketepatan sasaran diharapkan mampu membantu menurunkan angka kemiskinan
serta mengurangi kesenjangan pendapatan secara signifikan. Kebijakan Pemerintah
melalui belanja negara yang berkualitas juga didorong agar mempunyai multiplier
effect pada berbagai bidang, seperti bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang
perlindungan sosial, bidang infrastruktur dan bidang prioritas lainnya.
Dalam RAPBN tahun 2020, sebagai wujud nyata kehadiran negara di tengah-tengah
masyarakat, penguatan perlindungan sosial dilakukan melalui (1) skema
perlindungan sosial yang komprehensif berdasarkan siklus kehidupan, (2) sinergi
2
antarprogram, dan (3) memastikan ketepatan sasaran yang didukung basis data
terpadu. Penguatan tersebut diharapkan dapat berdampak positif, antara lain
peningkatan daya beli masyarakat, serta produktivitas dan kualitas SDM yang pada
akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dukungan Pemerintah
dinyatakan untuk program perlindungan sosial dan bantuan untuk masyarakat
miskin/daerah tertinggal. Dukungan Pemerintah tersebut diberikan melalui berbagai
program, yaitu: (1) program keluarga harapan (PKH), (2) bantuan pendidikan melalui
kartu indonesia pintar, (3) bantuan beasiswa untuk mahasiswa melalui bidikmisi,
(4) bantuan sosial pangan melalui kartu sembako bagi kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah/ keluarga miskin, (5) bantuan iuran bagi rakyat miskin untuk
jaminan kesehatan (PBI JKN), (6) subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR), (7) dana desa antara lain untuk mendukung
pengentasan kemiskinan dan memajukan perekonomian desa, dan (8) program
pembiayaan ultra mikro.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya evaluasi Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 untuk memastikan bahwa
RPJMN tahun 2020-2024 telah berada pada arah yang tepat dan sesuai dengan
sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Tahun 2019 ini merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMN tahun 2015-2019.
Pada periode tersebut, sasaran pembangunan diantaranya tingkat kemiskinan, tingkat
ketimpangan, tingkat pengangguran terbuka dan kualitas sumber daya manusia telah
menunjukkan perbaikan. Pada tahun 2015-2018, perekonomian nasional mampu
dijaga tumbuh positif mencapai rata-rata 5,04 persen, yang diikuti oleh penurunan
tingkat kemiskinan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan rasio gini, serta
kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tingkat kemiskinan terus menurun
hingga mencapai single digit yakni menjadi 9,41 persen per Maret 2019, yang
merupakan level terendah sejak era kemerdekaan Republik Indonesia. Keberhasilan
ini menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang tercipta semakin berkualitas dan
inklusif, serta berhasilnya pelaksanaan program-program perlindungan sosial
Pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Tahun 2020 akan menjadi tahun pertama pelaksanaan RPJMN tahun 2020-2024,
sekaligus merupakan momentum awal bagi bangsa Indonesia yang akan memulai
tahapan pembangunan dalam mewujudkan visi jangka panjang Indonesia untuk
menjadi negara yang berdaulat, maju, adil dan makmur. Pada tahap pertama menuju
visi jangka panjang Indonesia, prioritas pembangunan akan diarahkan untuk
memperkuat pondasi daya saing sebagai pijakan bagi pelaksanaan pembangunan
pada tahap selanjutnya yaitu periode transisi dalam memperkokoh daya saing,
3
sebelum menuju fase negara maju pada periode tahun 2036-2045. Oleh karena itu,
dukungan kebijakan fiskal perlu dirancang secara tepat agar upaya peningkatan daya
saing dapat berjalan efektif.
Melalui APBN tahun 2020, Pemerintah akan mengarahkan kebijakan fiskal untuk
mendukung akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya
manusia. Berbagai kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan akan dilakukan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar siap berkompetisi dan
beradaptasi dengan kemajuan industri dan teknologi. Di sisi lain, Pemerintah akan
melanjutkan pembangunan infrastruktur yang semakin merata, mengalokasikan
sumber daya ekonomi dengan lebih efisien dan efektif, serta mendorong birokrasi
yang efektif, melayani, dan bebas korupsi.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa
Pemerintah perlu berupaya maksimal untuk mencapai tingkat pengangguran yang
ditargetkan. Untuk mencapai tingkat pengangguran yang ditargetkan tersebut, dari
sisi supply side, Pemerintah telah menjadikan peningkatan kualitas SDM sebagai
prioritas pembangunan, terutama angkatan kerja menjadi prioritas pembangunan
sejak tahun 2019 yang salah satunya melalui pelatihan vokasi. Berbagai pelatihan
sudah dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga, baik melalui Lembaga Pendidikan
dan Keterampilan (LPK) Pemerintah maupun bekerjasama dengan pihak swasta.
Selain itu, Pemerintah juga mendorong penguatan BLK untuk memberi pelatihan
kerja tanpa syarat umur dan latar belakang pendidikan, serta meningkatkan kerja
sama pemagangan dengan perusahaan/industri. Anggaran pendidikan tahun 2019
untuk penguatan pendidikan vokasi direncanakan sebesar Rp3,6 triliun yang
dialokasikan melalui Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian,
serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Ristekdikti.
Selanjutnya, di tahun 2020, pendidikan vokasi diarahkan agar memberikan daya
ungkit yang signifikan terhadap penurunan tingkat pengangguran. Pada tahun 2020
Pemerintah akan mencanangkan program baru yang disebut program Kartu Pra
Kerja. Kartu Pra Kerja pada hakikatnya disiapkan untuk menghilangkan gap antara
kompetensi SDM dan kebutuhan dunia kerja. Selain itu, kebijakan pemberian Kartu
Pra Kerja juga akan diarahkan untuk mendorong peningkatan keterampilan yang
dibutuhkan saat ini dan masa mendatang terutama dalam menghadapi era revolusi
industri 4.0 dan teknologi digital. Melalui program Kartu Pra Kerja diharapkan
kompetensi, baik para pencari kerja baru, pencari kerja yang alih profesi, atau korban
PHK dapat mengisi kebutuhan dunia kerja, sehingga masalah pengangguran di
Indonesia dapat diatasi.
4
Sebagai tahap awal, Kartu Pra Kerja akan diberikan kepada dua juta peserta baru.
Penyaluran Kartu Pra Kerja akan diberikan dalam dua bentuk, yaitu digital dan
reguler. Sebanyak 1,5 juta kartu akan diberikan dalan bentuk digital atau disebut Kartu
Pra Kerja akses Digital. Target utama dari akses ini adalah kelompok usia muda atau
angkatan kerja baru yang jumlahnya mencapai 2,24 juta jiwa. Melalui mekanisme ini,
penerima manfaat dapat memilih jenis, tempat, dan waktu pelatihan melalui platform
dengan pelatihan yang dilaksanakan secara online maupun tatap muka.
Selebihnya sebanyak 500 ribu kartu diberikan dalam bentuk Kartu Pra Kerja akses
Reguler. Akses ini merupakan lanjutan dan perluasan kegiatan yang sudah berjalan,
yaitu pemberian pelatihan dan sertifikasi kompetensi kerja kepada pencari kerja
melalui LPK Pemerintah termasuk BLK, LPK Swasta, dan Training Center Industri,
dimana pelatihan dilakukan melalui tatap muka.
Selain melalui program Kartu Pra Kerja, Pemerintah juga memiliki instrumen fiskal
dalam mendukung pelatihan vokasi dengan mendorong perusahaan melakukan
upskilling. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mendorong dunia usaha dan dunia
industri dalam penyiapan SDM berkualitas, melalui pengurangan penghasilan bruto
paling tinggi 200 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik
kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran yang strategis.
Namun demikian, berbagai dukungan dari supply side tersebut akan memberikan
dampak yang maksimal terhadap pengurangan pengangguran apabila disertai dengan
penyelarasan di sisi permintaan terhadap tenaga kerja (demand side). Untuk itu, dari
sisi demand side, Pemerintah juga perlu melakukan perluasan lapangan kerja
produktif, melalui penciptaan kondisi dan suasana yang memberi ruang gerak inisiatif
yang sebesar-besarnya kepada para pelaku ekonomi, dan juga mendorong
perkembangan usaha-usaha kecil, usaha-usaha di sektor informal dan tradisional.
Dengan berbagai kebijakan tersebut, target penurunan tingkat pengangguran dalam
beberapa tahun ke depan diharapkan dapat tercapai.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai
pengawasan terhadap program Kartu Pra Kerja, kiranya dapat dijelaskan bahwa
Program Kartu Pra Kerja merupakan program lintas sektor. Pemerintah Daerah akan
terlibat aktif, baik dalam penyediaan data pengangguran di daerah maupun
pemanfaatan Balai Latihan Kerja Daerah, mengingat target yang cukup besar dan
jumlah kapasitas BLK Pusat yang terbatas. Pelaksanaan Program Kartu Pra Kerja juga
dapat melibatkan lembaga pelatihan swasta yang memenuhi syarat.
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Pemerintah sependapat bahwa pembangunan merupakan tanggung
jawab bersama serta perlunya sinergi dari semua lembaga negara dan daerah untuk
5
seirama dalam melaksanakan pembangunan, sehingga Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah memiliki visi dan misi yang sama. Hal ini telah dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun
dengan melakukan koordinasi dan harmonisasi dengan Pemerintah Daerah, baik
provinsi maupun kabupaten/kota.
Pemerintah bersama Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah bersinergi
dalam mengembangkan perekonomian Indonesia yang telah menunjukan perbaikan
kinerja selama beberapa tahun terakhir, meskipun sebagai bagian dari perekonomian
global, Indonesia tidak terlepas dari dampak dinamika perekonomian global. Krisis
ekonomi Asia tahun 1997-1998, krisis keuangan global (Global Financial Crisis/GFC)
tahun 2008-2009, taper tantrum tahun 2013 serta perlambatan ekonomi global
tahun 2017-2018 telah memberikan warna bagi perkembangan ekonomi Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, perekonomian Indonesia mampu bertahan menghadapi
dan tantangan perekonomian, baik yang bersumber dari dalam maupun faktor
eksternal dengan ekonomi yang lebih maju dan kuat. Dengan potensi sumber daya
yang dimiliki saat ini dan di masa mendatang, Indonesia bertekad hendak menjadi
negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur, serta menjadi salah satu kekuatan
ekonomi besar di dunia sesuai dengan Visi Indonesia tahun 2045, tepat pada saat 100
tahun Indonesia merdeka. Tekad besar tersebut dijabarkan secara rinci dalam
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) tahun
2020. Tahun 2020 akan menjadi titik tumpu kebulatan tekad untuk mencapai visi 100
tahun Indonesia merdeka.
Menanggapi pandangan dari, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat
Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai NasDem,
dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai Asumsi Pertumbuhan Ekonomi,
dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut.
Asumsi tersebut telah mempertimbangkan faktor risiko dan prospek ekonomi ke
depan, baik itu dari sisi global maupun domestik. Pemerintah berusaha secermat
mungkin memperhitungkan seluruh potensi, kapasitas, dan tantangan perekonomian
yang akan dihadapi ke depan. Berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang
mungkin terjadi di semester II 2019 dan sepanjang tahun 2020, serta langkah
kebijakan Pemerintah yang sudah, sedang, dan akan dilakukan juga diarahkan untuk
mencapai tingkat pertumbuhan sesuai dengan asumsi tersebut, dengan
mempertimbangkan potensi, kapasitas serta tantangan perekonomian. Berdasarkan
kondisi terkini tersebut dan prospek perekonomian ke depan, asumsi pertumbuhan
5,3 persen pada RAPBN 2020 dinilai masih dalam rentang ukuran yang moderat dan
6
realistis dapat diupayakan, namun tetap menunjukkan optimisme perekonomian
nasional dalam melanjutkan momentum peningkatan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Sampai dengan semester I tahun 2019, kinerja pertumbuhan ekonomi nasional masih
relatif baik meskipun menghadapi tekanan perekonomian global. Selama semester I
tahun 2019, perekonomian Indonesia tetap tumbuh positif sebesar 5,1 persen disaat
banyak negara mengalami perlambatan. Masih solidnya pertumbuhan ekonomi
Indonesia ditopang oleh aktivitas perekonomian domestik yang cukup kuat. Konsumsi
rumah tangga dan aktivitas lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT)
tetap tumbuh di atas 5 persen seiring dengan tingkat inflasi yang terjaga. Aktivitas
LNPRT juga meningkat bersamaan dengan serangkaian kegiatan kampanye
menjelang Pemilu. Namun demikian, Pemilu juga memberikan dampak terhadap
kinerja pertumbuhan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang
hanya mencapai sebesar 5,0 persen seiring dengan sikap wait and see investor. Selain
itu, moderasi kinerja pertumbuhan PMTB ini tercemin dari masih tingginya
incremental capital output ratio (ICOR) Indonesia saat ini. Namun demikian,
pembangunan infrastruktur yang saat ini giat dilaksanakan dalam beberapa tahun
terakhir diharapkan akan berdampak pada penurunan ICOR dalam jangka menengah
dan panjang melalui peningkatan konektivitas dan penurunan biaya logistik. Selain
itu, pembangunan infrastruktur yang juga telah dirasakan manfaatnya oleh bangsa
Indonesia, seperti salah satunya ditunjukkan oleh peningkatan tingkat daya saing
Indonesia dalam IMD World Competitiveness Ranking yang naik ke peringkat 32
dunia pada tahun 2019 dari sebelumnya di peringkat 43 tahun 2018. Peningkatan
daya saing ini juga disebabkan oleh peningkatan efisiensi di sektor pemerintahan dan
kemudahan berusaha.
Dari sisi perdagangan internasional, perlambatan pertumbuhan di negara mitra
dagang utama Indonesia memberikan tekanan pada kinerja pertumbuhan ekspor dan
impor pada semester I tahun 2019. Perlambatan ekspor kumulatif disebabkan
rendahnya permintaan global yang dipicu antara lain perang tarif antara Amerika
Serikat (AS) dan Tiongkok, serta moderasi perekonomian di Tiongkok. Guna menjaga
tingkat defisit neraca perdagangan, kinerja impor diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan domestik, terutama bahan baku dan barang modal, yang nantinya juga
merupakan bahan masukan untuk produk ekspor. Peningkatan ekspor jasa juga terus
dilakukan, salah satunya melalui promosi sektor pariwisata, yang disertai dengan
peningkatan infrastruktur pendukung.
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya dan Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera terkait pertumbuhan perekonomian yang stagnan di
angka 5 persen dapat disampaikan bahwa stagnannya pertumbuhan ekonomi di
7
kisaran 5 persen antara lain disebabkan oleh pertumbuhan potensial yang cenderung
menurun. Berdasarkan beberapa perhitungan, pertumbuhan potensial Indonesia saat
ini berada pada kisaran 5,3 persen. Kecenderungan penurunan pertumbuhan
potensial Indonesia antara lain disebabkan oleh proses transformasi ekonomi yang
belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu, Pemerintah
sependapat untuk mendorong sektor industri manufaktur menjadi motor penggerak
pertumbuhan ekonomi menggantikan dominasi peran sektor komoditas. Di samping
itu, Pemerintah akan terus melanjutkan upaya reformasi struktural melalui
peningkatan kapasitas produksi untuk mendorong peningkatan pertumbuhan
potensial perekonomian domestik, baik dalam jangka pendek maupun jangka
menengah dan panjang.
Pada tahun 2020, perbaikan pertumbuhan ekonomi diperkirakan berlanjut meskipun
dalam tingkat yang moderat dengan dorongan dari dua motor pertumbuhan utama
yaitu konsumsi dan investasi. Dari sisi eksternal, risiko yang berasal dari sektor
keuangan dapat berpengaruh pada likuiditas global dan tingkat investasi, serta
kebijakan proteksionisme, sehingga dapat mengganggu perdagangan internasional.
Kinerja pembangunan ekonomi pada lima tahun terakhir, pencapaian dan rencana
pembangunan infrastruktur, serta arah kebijakan fiskal diharapkan memberikan
pondasi yang kuat dalam menjaga perbaikan pertumbuhan ekonomi. Di sisi dalam
negeri, kinerja perekonomian Indonesia yang terus meningkat akan semakin
mendekati tingkat pertumbuhan potensialnya. Kondisi ini memerlukan upaya
reformasi struktural agar mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke depan
melalui peningkatan kapasitas produksi. Dengan reformasi struktural, pertumbuhan
ekonomi diharapkan mampu menjadi lebih berkualitas, sehingga dapat menyerap
tenaga kerja dan mengurangi tingkat kemiskinan. Untuk mencapai hal tersebut,
terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi seperti kemudahan berinvestasi,
penyediaan infrastruktur, penguasaan teknologi, efisiensi produksi, dan skill tenaga
kerja.
Kinerja investasi pada tahun 2020 tetap memiliki peranan penting dalam
pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan investasi akan didukung oleh
kebijakan fiskal, kuasi fiskal, dan non-fiskal, terutama di sisi moneter. Namun
demikian, pertumbuhan investasi tersebut juga dihadapkan pada sejumlah risiko,
seperti ketersediaan lahan dan hambatan izin pembangunan, kualitas tenaga kerja,
kondisi infrastruktur, dan perbedaan persepsi terkait dengan perpajakan antara
Pemerintah dan investor. Pemerintah sudah dan akan terus berupaya mengatasi
risiko-risiko tersebut dengan melakukan terobosan-terobosan kebijakan yang tepat,
terutama melalui perbaikan iklim investasi dengan melakukan perbaikan dan
penyederhanaan regulasi untuk mempermudah melakukan usaha, promosi investasi,
8
pendalaman sektor keuangan, dan peningkatan partisipasi swasta. Pada tahun 2020
kebijakan diarahkan untuk meningkatkan pendalaman sektor keuangan, antara lain
melalui peningkatan partisipasi investor dan emiten domestik, pemanfaatan teknologi
digital untuk pemasaran produk, pengembangan produk pembiayaan jangka panjang
berbasis retail, perluasan jangkauan, dan pengembangan infrastruktur pasar yang
diharapkan tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa saja. Sementara itu, untuk
sektor perbankan diharapkan perluasan jangkauan melalui pemanfatan teknologi
digital dan branchless banking, serta mendorong jumlah dana yang dihimpun oleh
perbankan. Peran swasta juga diharapkan terus meningkat, didukung oleh pemberian
insentif fiskal maupun non-fiskal oleh Pemerintah.
Kebutuhan investasi akan dipenuhi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
BUMN, perusahaan publik, penanaman modal asing (PMA), dan swasta/masyarakat.
Pemerintah menargetkan sumber investasi dari capex BUMN mampu tumbuh dengan
didukung oleh APBN, terutama melalui pembiayaan investasi. Pemerintah masih akan
tetap mengandalkan peran BUMN sebagai agen pembangunan dan akan
menambahkan modalnya ke beberapa BUMN melalui penyertaan modal negara
(PMN), terutama untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur sektor energi dan
konektivitas antar wilayah. Selain itu, Pemerintah juga akan memberikan PMN untuk
mendukung pembiayaan kredit kepemilikan rumah maupun pengembangan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mendukung penyerapan tenaga kerja.
Menjawab pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait penurunan
investasi pada sektor sekunder dapat disampaikan bahwa berdasarkan data yang
dicatat oleh BKPM, realisasi investasi pada sektor sekunder, baik PMDN maupun
PMA pernah mengalami penurunan maupun kenaikan yang signifikan setiap
tahunnya selama periode tahun 2014 hingga Juni 2019. Meskipun data realisasi
investasi PMDN pada sektor sekunder menunjukan penurunan pada tahun 2018
hingga Juni 2019, namun demikian tren positif tetap terlihat pada nominal total nilai
realisasi investasi PMDN dan PMA pada sektor sekunder yang mengalami
peningkatan. Pada tahun 2014 nilai realisasi investasi PMA dan PMDN pada sektor
sekunder mencapai Rp 199,1 T, nilai ini naik menjadi Rp 222,3 T pada tahun 2018 dan
pada semester I tahun 2019 telah mencapai Rp 104,6 T.
Perlambatan realisasi investasi PMDN pada sektor sekunder tidak dapat terelakkan
mengingat nilai realisasi investasi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor pemicu
perlambatan khususnya pada tahun 2018, antara lain meliputi fluktuasi nilai tukar
USD yang dipicu oleh kenaikan suku bunga AS dan penguatan USD di pasar global,
terjadinya negatif neraca perdagangan Periode Januari-September 2018, perang
dagang Amerika Serikat antara Tiongkok dan negara lainnya, menyebabkan investor
bersifat “wait and see” dan menunda realisasi investasi yang sudah direncanakan.
9
Kondisi ini bukan hanya dirasakan oleh Indonesia saja, namun hampir seluruh negara
di dunia juga mengalami kondisi perlambatan. Sinyal lain yang terlihat dari bank-
bank sentral di dunia yang memberi sinyal penurunan suku bunga.
Pada sisi lain, perlambatan tersebut dikompensasikan dengan pertumbuhan sektor
jasa yang meningkat pesat, dimana sektor yang menjadi pendorong diantaranya
adalah Jalan Tol dan Pembangkit Listrik. Hal ini tentu menjadi pendukung untuk
timbulnya industri di masa depan, dimana negara ASEAN menjadi rebutan sebagai
tempat fasilitas produksi untuk pasar ekspor ke Amerika sebagai peluang atas
terjadinya perang dagang Amerika-China. Pemerintah terus aktif melakukan upaya-
upaya untuk mengatasi penurunan nilai realisasi investasi pada sektor sekunder,
sekaligus mendorong pertumbuhannya, antara lain dengan menawarkan insentif
fiskal pada sektor industri, baik melalui tax allowance, tax holiday maupun insentif
baru berupa super deduction tax yang diharapkan dapat meningkatkan investasi di
sektor padat karya, sehingga penyerapan tenaga kerja dapat lebih tinggi lagi apabila
fasilitas ini mulai dimanfaatkan oleh investor.
Sementara itu, nilai investasi pariwisata di Indonesia mengalami peningkatan sejak
tahun 2017. Berdasarkan catatan PMA sepanjang periode Januari – Desember 2018,
setidaknya Indonesia mendapat investasi pariwisata untuk hotel berbintang senilai
USD525,18 juta. Lokasi persebaran investasi pariwisata tersebar sebanyak 20 persen
di Kepulauan Riau, 30 persen di ibu kota Jakarta, dan yang terbesar (40 persen) di
Pulau Bali. Jumlah investasi pariwisata ini diprediksi akan terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Tercatat di
tahun 2013 ada sekitar 8,8 juta wisatawan mancanegara, sementara di penghujung
tahun 2018 jumlahnya meningkat hampir 50 persen menembus angka 15,8 juta orang
yang didominasi dengan negara-negara di kawasan Asia. Selain itu, di sektor
pariwisata, Pemerintah akan melakukan percepatan pengembangan destinasi wisata
prioritas nasional melalui penguatan akses, atraksi, dan amenitas dengan didukung
penguatan promosi dan penguatan pelaku usaha.
Hal ini juga sejalan dengan apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah untuk
menghadapi perang dagang (trade war) serta kebijakan countercyclical yang akan
dilakukan Pemerintah. Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh Pemerintah cukup
prudent atau berhati-hati. Hal itu tercermin dengan instrumen stimulus yang
diberikan, yakni dengan mempertimbangkan kesesuaian kebijakan yang akan
diberikan dengan apa yang dibutuhkan oleh investor. Insentif perpajakan bukanlah
satu-satunya instrumen yang dimiliki oleh Pemerintah. Perbaikan iklim investasi juga
penting untuk didukung melalui peningkatan kemudahan berinvestasi antara lain
melalui kemudahan perizinan, fasilitasi, perlindungan, dan promosi investasi yang
efektif. Untuk menyederhanakan sistem perizinan investasi, Pemerintah telah
10
meluncurkan sistem Online Single Submission (OSS). Selain itu, tentunya
ketersediaan infrastruktur yang memadai juga diharapkan akan mendorong investasi,
selain peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan partisipasi, dan
penciptaan lapangan kerja dengan produktivitas tinggi, serta peningkatan penguasaan
teknologi, dan efisiensi produksi.
Dalam mendukung kinerja pertumbuhan investasi, dari sisi konsumsi, konsumsi
Rumah Tangga dan LNPRT pada tahun 2020 diperkirakan mengalami sedikit
moderasi pertumbuhan. Hal ini lebih disebabkan oleh penyesuaian kinerja
pertumbuhan konsumsi LNPRT yang diperkirakan masih pada tingkat moderat. Dari
sisi konsumsi rumah tangga, Pemerintah akan terus berupaya mempertahankan dan
meningkatkan daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Untuk
itu, Pemerintah menyiapkan program perlindungan sosial yang komprehensif dan
selaras dengan profil demografi. Penguatan kualitas desentralisasi fiskal dengan
mendorong pusat pertumbuhan di daerah juga dilakukan yang tidak hanya untuk
meningkatkan daya saing, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas layanan publik
dan mengurangi kemiskinan serta kesenjangan. Selain itu, Pemerintah tetap
berkomitmen untuk terus menjaga stabilitas inflasi, terutama harga kebutuhan pokok.
Konsumsi Pemerintah diperkirakan tumbuh lebih rendah dari perkiraan tahun 2019.
Hal ini mengingat arah kebijakan konsumsi Pemerintah tetap untuk meningkatkan
value for money agar lebih efektif, efisien, dan produktif, namun tetap dapat
menstimulasi perekonomian dan kesejahteraan.
Dari sisi perdagangan internasional, pada tahun 2020 ekspor dan impor diperkirakan
membaik. Pada tahun 2020, ketidakpastian ekonomi global, seperti perang dagang
antara AS dan Tiongkok, fluktuasi harga komoditas, dan isu lingkungan terhadap
komoditas utama ekspor Indonesia, yaitu CPO juga akan menjadi risiko yang perlu
diperhitungkan. Untuk mengantisipasi risiko dan meningkatkan pertumbuhan
ekspor, terobosan kebijakan dilakukan melalui peningkatan kinerja sektor industri
manufaktur dilakukan untuk mendukung daya saing produk yang dihasilkan.
Perluasan negara tujuan yang merupakan pasar potensial ekspor terus diupayakan
melalui kerja sama perdagangan bilateral dan multilateral. Selain itu, penguatan
peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Exim Bank
dalam melaksanakan mandat sebagai lembaga keuangan yang melakukan
Pembiayaan Ekspor Nasional. Promosi destinasi wisata yang disertai dengan
peningkatan sarana prasarana pendukung juga tetap menjadi program Pemerintah
dalam mendukung pertumbuhan ekspor. Pengendalian impor pengembangan Energi
Baru dan Terbarukan (EBT) juga akan dilakukan untuk mengurangi ketergantungan
pada komoditas migas yang dapat berpengaruh pada tingginya impor. Secara umum
impor juga diarahkan pada pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan prioritas
11
nasional, terutama untuk bahan baku dan barang modal dengan tetap memperhatikan
kondisi neraca perdagangan.
Kinerja sektoral Triwulan II 2019 memang ditandai dengan perlambatan sektor-
sektor utama, seperti industri pengolahan, perdagangan, serta transportasi dan
pergudangan. Sektor industri pengolahan masih bergerak relatif lambat dengan
tumbuh sebesar 3,54 persen, melemah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
3,86 persen. Beberapa sektor yang mendorong pelemahan tersebut adalah adanya
penurunan produksi dari industri kulit dan alas kaki, industri barang logam, industri
mesin dan perlengkapan, serta industri alat angkutan. Sementara industri makanan
dan minuman, sebagai kontributor terbesar, masih tumbuh sebesar 8 persen. Kondisi
tersebut secara umum menyebabkan kinerja penjualan emiten sektor manufaktur di
bursa efek masih tumbuh positif 5,85 persen. Dari sisi penerimaan perpajakan
sepanjang semester I 2019, sumbangan penerimaan sektor industri pengolahan
terkontraksi -2,6 persen.
Kinerja sektor industri pengolahan diharapkan dapat tumbuh lebih baik sepanjang
tahun 2019 melalui upaya kebijakan, seperti pemberian insentif penurunan harga gas
industri dan/atau restitusi pajak, kemudahan berinvestasi, perbaikan pasar dan
produktivitas tenaga kerja, ekspansi industri logam, peningkatan hilirisasi industri
dan aktivitas industri di luar Jawa, peningkatan produksi terkait baja dan besi,
fasilitasi perdagangan untuk ekspor manufaktur dan impor bahan baku serta bahan
modal, peningkatan investasi, serta implementasi induk BUMN yang semakin efisien
dan kompetitif. Penguatan pada sektor industri pengolahan ini diharapkan dapat
mendorong kinerja nilai tambah industri domestik dan juga memiliki dampak pada
diversifikasi produk ekspor yang bernilai tambah tinggi. Pemerintah akan lebih serius
mendorong industrialisasi dengan upaya-upaya tersebut, sehingga akan menciptakan
banyak lapangan kerja baru. Hal tersebut akan bisa menjadi sumber penghasilan
masyarakat yang pada gilirannya menjadi pendorong konsumsi rumah tangga dan
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Terkait pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan agar Pemerintah untuk
fokus memperbaiki kinerja sektor berbasis padat karya (pertanian, pertambangan,
dan industri pengolahan), menahan deindustrialisasi dini, dan memprioritaskan
kembali program-program hilirisasi industri, Pemerintah mulai tahun 2020 akan
melaksanakan beberapa kebijakan reindustrialisasi yang difokuskan pada perkuatan
tiga pilar pembangunan industri, yaitu: (1) perbaikan dari sisi produksi yang
dilaksanakan dengan menyediakan akses energi yang kompetitif, peningkatan
investasi dan harmonisasi kebijakan perdagangan terkait impor bahan baku dan
penolong, peningkatan kualitas SDM, serta pengurangan biaya-biaya usaha;
12
(2) perbaikan pengelolaan sumber daya alam melalui pembangunan rantai
pasok/nilai antara hulu hilir khusus yang dikaitkan dengan kebutuhan industri akan
barang modal yang didukung regulasi yang kondusif; dan (3) optimalisasi pasar, baik
dengan meningkatkan daya saing industri yang sudah berorientasi ekspor,
meningkatkan jumlah dan kapasitas industri calon eksportir, pemenuhan pasar dalam
negeri terutama untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta untuk memenuhi
kebutuhan produk yang dipasok untuk sektor pariwisata, ekonomi kreatif/digital, dan
pola makan halal dan sehat yang sedang tumbuh pesat. Peningkatan investasi di
sektor industri pengolahan akan difokuskan pada investasi yang berorientasi pada
hilirisasi sumber daya alam dan ekspor. Pelaksanaannya difasilitasi melalui
pengembangan kawasan industri baru, terutama di luar Jawa, pembangunan smelter
hasil pertambangan, serta penguatan kerja sama bilateral dan multilateral. Investasi
di sektor industri yang bergiat di hilirisasi sumber daya akan diarahkan untuk
menghasilkan bahan baku dan barang modal untuk industri dalam rangka
mengurangi ketergantungan impor. Strategi peningkatan investasi tersebut akan
dipadukan dengan perbaikan kualitas SDM melalui perluasan dan peningkatan
kualitas diklat vokasi industri.
Sekaligus menjawab pandangan dari Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera terkait upaya Pemerintah untuk lebih serius
mendorong industrialisasi, serta kebijakan transformasi industrialisasi dapat
dijelaskan bahwa pada tahun 2020, proses industrialisasi juga akan memanfaatkan
momentum penerapan industri 4.0 di lima subsektor prioritas, yaitu makanan-
minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik dan kimia, termasuk farmasi.
Hasilnya diharapkan dapat membalikkan tren penurunan kinerja industri, untuk
kembali ke tren peningkatan, serta mengurangi defisit transaksi berjalan. Kelima
sektor ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebesar 70 persen dari total PDB
manufaktur, 65 persen ekspor manufaktur dan 60 persen pekerja industri.
Implementasi Making Indonesia 4.0 tersebut akan dilakukan melalui 10 agenda
prioritas nasional sebagai berikut: 1) Perbaikan alur aliran material untuk menjamin
keberlangsungan produksi; 2) Mendesain ulang zona industri untuk pemerataan
pembangunan dan mengoptimalkan potensi geografis; 3) Akomodasi standar-standar
keberlanjutan (sustainability development) bagi pembangunan industri;
4) Pemberdayaan dan peningkatan produktivitas IKM; 5) membangun infrastruktur
digital nasional; 6) Menarik investasi asing yang dapat membawa teknologi baru;
7) Peningkatan kualitas SDM, antara lain melalui pendidikan, pelatihan, dan
perbaikan sarana prasarana; 8) Pembentukan ekosistem inovasi yang dapat
menumbuhkan kegiatan litbang & desain; 9) Menerapkan insentif bagi investasi
13
teknologi; dan 10) Melakukan harmonisasi aturan dan kebijakan agar ramah terhadap
pembangunan industri.
Pemerintah menghargai kepada seluruh fraksi yang memberikan pandangannya
terhadap besaran asumsi nilai tukar tahun 2020 dan juga perhatiannya pada masalah
neraca transaksi berjalan yang berdampak besar pada stabilitas nilai tukar. Masukan
yang konstruktif disampaikan khususnya oleh Fraksi Partai Golongan Karya,
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi
Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai
NasDem, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat. Terkait dengan asumsi nilai
tukar tahun 2020 yang diusulkan Pemerintah berada pada kisaran Rp14.400 per dolar
AS, dapat kami sampaikan gambaran/landasan dalam penetapan kisaran asumsi
tersebut sebagai berikut.
Sebagaimana dipahami bersama bahwa pergerakan nilai tukar Rupiah dipengaruhi
oleh faktor-faktor eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, masih tingginya
ketidakpastian pemulihan ekonomi global serta eskalasi perang dagang antara AS dan
Tiongkok akan mempengaruhi dinamika perdagangan dan keseimbangan pasar
keuangan global. Pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2020 diperkirakan masih
relatif lemah dan masih diwarnai risiko berlanjutnya perang dagang AS-Tiongkok.
Faktor-faktor tersebut menimbulkan gejolak pada keseimbangan dan meningkatnya
ketidakpastian ekonomi global, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas dan
keseimbangan pasar keuangan dan nilai tukar manca negara.
Dinamika kebijakan suku bunga di negara maju juga menjadi faktor penting yang
mempengaruhi nilai tukar Rupiah. Dalam beberapa tahun terakhir kita melihat
bagaimana dampak dari normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat terhadap
volatilitas arus modal di pasar global yang berdampak pada keseimbangan nilai tukar
di banyak negara, termasuk Indonesia. Normalisasi kebijakan AS yang tercermin pada
kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) telah mendorong investor di pasar global
mengalihkan dananya masuk ke pasar AS untuk memperoleh imbal keuntungan
investasi yang lebih tinggi. Kondisi tersebut telah mendorong pelemahan nilai mata
uang banyak negara terhadap dolar AS.
Di tahun 2019, kondisi ekonomi AS yang masih kurang kondusif dengan kemungkinan
terjadinya perlambatan ekonomi yang semakin besar telah menyebabkan pembalikan
persepsi pelaku pasar atas normalisasi ke arah pelonggaran kebijakan moneter.
Kondisi ekonomi AS yang diperkirakan kurang kondusif di tahun 2020 meningkatkan
potensi penurunan suku bunga FFR yang berimplikasi mengalirnya arus modal ke luar
AS dan menyebabkan depresiasi nilai tukar dolar AS. Pada saat yang sama, muncul
14
potensi kenaikan suku bunga di beberapa negara maju lainnya, seperti di kawasan
Eropa dan Jepang. Mulai pulihnya ekonomi di negara-negara tersebut memperbesar
peluang bank sentral di negara negara tersebut untuk mulai mengetatkan arah
kebijakan moneternya, yang pada periode sebelumnya telah dilonggarkan sebagai
perangkat stimulus ekonomi. Fenomena tersebut dapat mendorong arus modal dunia
untuk beralih ke negara negara maju sebagai safe haven, yang pada gilirannya akan
menyebabkan depresiasi mata uang di banyak negara berkembang. Di tahun 2020
kami berpandangan bahwa arah kebijakan moneter yang berbeda di antara negara-
negara maju tersebut akan memberikan sedikit tekanan pada nilai tukar Rupiah
terhadap dolar AS.
Stabilitas nilai tukar juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi domestik yang masih
menghadapi tantangan. Lemahnya permintaan dan ekonomi global serta kurangnya
daya saing ekonomi dan produk domestik telah menyebabkan timbulnya tekanan
terhadap neraca perdagangan dan memperbesar defisit neraca Transaksi Berjalan
yang terus berlanjut hingga kuartal 2 tahun 2019. Lemahnya permintaan global tidak
hanya menyebabkan turunnya permintaan atas produk-produk ekspor Indonesia,
tetapi juga pada penurunan harga komoditas ekspor unggulan Indonesia. Di sisi lain,
perekonomian domestik yang tengah giat-giatnya melakukan akselerasi
pembangunan infrastruktur telah menyebabkan tingginya kebutuhan impor barang-
barang modal dan kebutuhan pembangunan infrastruktur lainnya. Ke depan,
perekonomian Indonesia masih menghadapi tantangan belum pulihnya pertumbuhan
ekonomi global dan eskalasi perang dagang AS-Tiongkok yang berpotensi mengurangi
intensitas perdagangan dunia. Hal-hal ini tentu dapat menghambat perbaikan kinerja
neraca perdagangan dan neraca Transaksi Berjalan Indonesia yang juga berimplikasi
pada pelemahan nilai tukar rupiah.
Pemerintah memandang perlu untuk terus memperkuat daya saing produk ekspor,
dengan mengurangi semaksimal mungkin ekspor barang mentah dan menggantinya
dengan produk ekspor yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Komoditas ekspor
yang masih bertumpu pada produk sumber daya alam dan produk manufaktur yang
berbasis sumber daya alam dengan teknologi rendah belum dapat diandalkan untuk
memperbaiki kinerja neraca perdagangan Indonesia. Pemerintah akan terus berupaya
memperkuat kondisi dan struktur ekonomi untuk menghasilkan produk dengan daya
saing tinggi dalam mendukung kinerja ekspor.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah telah memulai berbagai upaya untuk
memperbaiki daya saing perekonomian melalui penguatan dan revitalisasi sektor riil
dan industri, pembangunan infrastruktur, restrukturisasi ekonomi, deregulasi, dan
paket-paket kebijakan ekonomi untuk menciptakan efisiensi yang lebih baik di sektor
riil.
15
Restrukturisasi ekonomi dan penguatan industri pengolahan diharapkan dapat
mendorong peningkatan diversifikasi, nilai tambah dan daya saing produk ekspor
non-komoditas. Selain ekspor barang, peningkatan ekspor juga akan diarahkan pada
ekspor jasa, utamanya jasa perjalanan, melalui pengembangan sektor pariwisata.
Terkait dengan pariwisata, Pemerintah terus mempercepat penyiapan empat destinasi
pariwisata “Bali Baru”, yakni kawasan Candi Borobudur, Labuan Bajo, Danau Toba,
dan Mandalika. Destinasi wisata baru ini akan akan didukung dengan strategi 3A,
yakni penyediaan atraksi, serta dukungan ketersediaan amenitas dan aksesibilitas.
Pembangunan infrastruktur diarahkan memperbaiki aksesibilitas destinasi wisata,
selain fungsi utamanya untuk memberikan landasan yang kuat bagi aktivitas
perekonomian. Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur juga diarahkan untuk
memperbaiki sistem logistik dalam negeri yang diharapkan dapat menjaga inflasi
pada tingkat yang cukup rendah dan terkendali, mengingat tingkat inflasi menjadi
faktor penting bagi stabilitas nilai tukar.
Langkah-langkah tersebut diyakini dapat memperkuat struktur perekonomian dan
industri dalam negeri. Perbaikan yang terjadi pada gilirannya akan meningkatkan
daya saing produk-produk domestik, terutama untuk produk ekspor manufaktur yang
bernilai tambah tinggi. Implikasi penguatan daya saing tidak hanya terbatas pada
perbaikan kinerja ekspor, tetapi juga mendorong produk-produk domestik untuk
dapat lebih bersaing dengan produk impor dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Perbaikan kinerja ekspor dan penguatan produk domestik akan mampu
mengembalikan surplus neraca perdagangan dan mengurangi tekanan defisit
Transaksi Berjalan yang terjadi. Dengan semakin membaiknya kinerja neraca
perdagangan dan neraca Transaksi Berjalan serta Transaksi Modal dan Finansial
maka perolehan valas bagi perekonomian akan meningkat dan posisi cadangan devisa
menjadi semakin kuat. Pada gilirannya akumulasi valas dan cadangan devisa tersebut
mampu mendukung terjaganya stabilitas nilai tukar.
Strategi lain untuk memperkuat dan menjaga stabilitas nilai tukar juga ditempuh
melalui penguatan dan pendalaman pasar keuangan dalam negeri. Pemerintah
bersama dengan Bank Indonesia, serta Otoritas Jasa Keuangan akan terus
memfokuskan upaya upaya pendalaman pasar keuangan, baik melalui peningkatan
kapasitas sektor keuangan, pengembangan instrumen keuangan, maupun koordinasi
kebijakan untuk memperkuat sektor keuangan. Pendalaman pasar keuangan
dimaksudkan tidak hanya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan sektor riil,
tetapi juga untuk lebih menjamin stabilitas ekonomi dalam negeri. Pengayaan
instrumen-instrumen investasi dan pasar keuangan akan menciptakan peluang-
peluang investasi baru yang diharapkan mampu menarik modal modal baru baik dari
dalam dan luar negeri. Penguatan peran modal domestik akan mampu mengurangi
16
gejolak dan tekanan pada pasar dan nilai tukar yang muncul akibat adanya capital
reversal dari modal asing. Pengayaan instrumen investasi juga akan menjadi daya
tarik bagi arus modal untuk tetap menaruh dananya di dalam negeri karena
beragamnya opsi intrumen investasi yang tersedia. Kondisi tersebut tentu akan
mampu memperkuat stabilitas pasar keuangan yang akan berdampak positif juga
pada stabilitas nilai tukar. Lebih jauh lagi, pendalaman pasar keuangan akan mampu
meningkatkan ketersediaan dana yang dibutuhkan bagi upaya peningkatan investasi
dan aktivitas sektor riil bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Strategi
kebijakan ini menjadi bagian dari langkah-langkah yang akan ditempuh untuk
menjaga nilai tukar Rupiah ke depan.
Dalam konteks kerjasama internasional, Pemerintah juga terus mempersiapkan
strategi kerja sama multilateral dan bilateral yang dapat membantu stabilisasi nilai
tukar. Format-format kerja sama seperti Chiang Mai Initiative Multileralization
(CMIM), perjanjian bilateral currency swap arrangement merupakan opsi-opsi
strategi lain yang dapat dimanfaatkan sebagai buffer penguatan cadangan devisa bila
diperlukan.
Namun perlu kita sadari bersama bahwa pada saat ini posisi nilai tukar rupiah yang
terlalu kuat juga dapat memukul kinerja ekspor nasional dan berakibat buruk bagi
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Nilai tukar rupiah yang terlalu kuat dapat
melumpuhkan daya saing produk kita dan menyebabkan penurunan ekspor serta
peningkatan impor produk yang menjadi lebih murah. Untuk itu, pemerintah bersama
Bank Indonesia, akan terus mengelola nilai tukar rupiah secara berhati-hati untuk
tetap menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi ke depan.
Dengan memperhatikan faktor-faktor dan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, Pemerintah mengajukan asumsi nilai tukar pada angka Rp14.400 per dolar AS
sebagai acuan dalam penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN tahun 2020.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat
Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai NasDem,
dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat terkait asumsi inflasi, Pemerintah
sependapat pentingnya menjaga laju inflasi pada tingkat yang rendah dan stabil untuk
mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta menjaga daya
beli masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam 4 tahun terakhir, laju inflasi berhasil diturunkan dan terjaga pada level yang
relatif stabil dan rendah, yaitu pada kisaran 3 persen. Realisasi inflasi ini jauh lebih
rendah dibandingkan rata-rata laju inflasi periode 2004 – 2014, yaitu di kisaran 7,5
17
persen. Rendahnya laju inflasi ini turut mendukung terjaganya daya beli masyarakat
yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terjaga pada kisaran
5 persen selama 4 tahun terakhir. Selain itu, terkendalinya laju inflasi juga turut
berkontribusi terhadap penurunan tingkat kemiskinan yang telah berhasil ditekan
hingga menyentuh level di bawah 10 persen pada tahun 2018 dan terus menurun
mencapai 9,41 persen pada Maret 2019. Untuk itu, Pemerintah selalu berupaya keras
untuk menjaga laju inflasi dalam tren menurun sesuai dengan sasaran inflasi yang
telah ditetapkan dan akan terus dicapai hingga tahun-tahun mendatang.
Upaya pengendalian laju inflasi pada tingkat yang rendah dan stabil diwujudkan oleh
Pemerintah melalui program-program yang bertujuan mewujudkan stabilitas harga.
Strategi ini berfokus pada upaya menciptakan keterjangkauan harga, menjamin
ketersediaan pasokan, memastikan kelancaran distribusi, dan melakukan komunikasi
efektif dalam rangka menjaga ekspektasi inflasi masyarakat (Strategi 4K). Selain itu,
Pemerintah tetap mencermati risiko-risiko yang berpotensi muncul, baik dari
eksternal maupun domestik agar dapat diantisipasi melalui kebijakan-kebijakan
pengendalian inflasi yang tepat, terutama terkait risiko gejolak harga pangan.
Dalam menciptakan keterjangkauan harga, Pemerintah akan terus berkomitmen
untuk melakukan strategi kebijakan dalam menjaga stabilitas harga. Pemerintah
sependapat dengan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat bahwa stabilitas
harga pangan terus menjadi fokus utama dalam pengendalian inflasi. Untuk itu,
Pemerintah melaksanakan program-program pengendalian harga pangan, seperti
Program Ketersediaan Pasokan dan Stabilitas Harga (KPSH) yang dilaksanakan setiap
bulan untuk menjaga stabilitas harga beras dan komoditas lainnya. Pemerintah juga
menempuh kebijakan operasi pasar dan pasar murah, terutama di masa Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) untuk mengantisipasi terjadinya gejolak harga. Selain
itu, untuk menjaga tingkat harga yang wajar di tingkat produsen dan konsumen,
Pemerintah memberlakukan harga acuan dan harga eceran tertinggi pada beberapa
komoditas pangan strategis dengan mempertimbangkan tingkat kesejahteraan
produsen (petani/peternak) dan kemampuan/daya beli konsumen. Sementara itu,
untuk memberikan perlindungan sosial, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan
rendah serta mengelola permintaan masyarakat secara umum, Pemerintah tetap
mengalokasikan anggaran subsidi energi dan nonenergi, bantuan sosial, serta jaminan
perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non
Tunai (BPNT), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan program perlindungan sosial
lainnya.
Dalam mengelola risiko administered price, Pemerintah juga akan menempuh
kebijakan yang tepat dan fleksibel dengan tetap memperhatikan kondisi umum
18
perekonomian global dan domestik, daya beli masyarakat, serta sasaran inflasi pada
tahun berjalan. Kebijakan tersebut ditempuh untuk melindungi daya beli masyarakat,
terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk itu, sejalan dengan pandangan
Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera,
Pemerintah akan tetap mengalokasikan dan memperbaiki mekanisme anggaran
subsidi energi (solar, tarif listrik, dan LPG 3kg) agar lebih tepat sasaran serta bantuan
sosial untuk menjaga daya beli dan menciptakan keterjangkauan harga untuk
masyarakat miskin.
Strategi pengendalian inflasi juga ditempuh melalui program-program yang bertujuan
untuk menjamin ketersediaan pasokan. Pemerintah akan berupaya keras untuk
menguatkan sisi penawaran dengan meningkatkan kapasitas produksi nasional
melalui subsidi pupuk dan kredit usaha di sektor pertanian, bantuan sosial benih dan
alat mesin pertanian (alsintan), implementasi asuransi usaha tani padi, serta
pembangunan infrastruktur pertanian, berupa waduk, embung, dan irigasi. Hal ini
sejalan dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk memperkuat
upaya swasembada pangan. Selain itu, strategi menjamin ketersediaan pasokan akan
dilakukan melalui perbaikan manajemen tanam, tata niaga pangan, serta pengelolaan
pascapanen untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan antarwaktu.
Alokasi dan skema anggaran untuk cadangan pangan juga terus diperkuat baik di
tingkat pusat dan daerah sehingga dapat secara optimal mengatasi kurangnya
pasokan. Ketersediaan pasokan yang tercermin dari terpenuhinya kebutuhan pangan
antarwaktu diharapkan dapat mendukung terwujudnya stabilitas harga dan
ketahanan pangan nasional.
Namun demikian, Pemerintah menyadari masih perlunya upaya menjamin
ketersediaan pasokan melalui kebijakan impor secara terukur pada periode tertentu
untuk memenuhi permintaan domestik. Kebijakan impor tersebut menjadi upaya
jangka pendek yang tepat untuk mengantisipasi atau meredam gejolak harga. Sejalan
dengan apa yang disampaikan oleh Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera, Pemerintah akan terus berupaya untuk mengevaluasi
kebijakan impor pangan terbatas dengan terus mendorong upaya peningkatan
produktivitas pertanian nasional guna tercapainya swasembada pangan. Sasaran
swasembada tentunya merupakan komoditas pangan yang dibutuhkan oleh
masyarakat luas seperti padi, jagung, kedelai, bawang merah, gula, daging sapi, dan
aneka cabai. Untuk itu, Pemerintah telah menyusun rencana strategis Indonesia
menjadi lumbung pangan dunia di tahun 2045 dengan tetap menjamin kesejahteraan
petani sebagai ujung tombak suksesnya swasembada atau kedaulatan pangan.
Sejalan dengan pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi
Partai NasDem, program pembangunan dan perbaikan infrastruktur akan tetap
19
menjadi fokus Pemerintah untuk mendukung terwujudnya kelancaran distribusi
barang hingga ke seluruh wilayah Indonesia. Hal ini diharapkan dapat mendukung
penurunan biaya logistik sehingga struktur biaya menjadi lebih efisien. Selain itu,
Pemerintah juga sependapat dengan Fraksi Partai NasDem bahwa pemantauan
dan pengawasan distribusi juga harus tetap dilaksanakan dengan melibatkan penegak
hukum sehingga dapat mewujudkan terbentuknya harga yang wajar serta
mengantisipasi terjadinya permainan harga dan penimbunan barang, utamanya pada
masa HBKN. Kebijakan-kebijakan tersebut juga diharapkan dapat membantu
mengatasi kendala distribusi yang selama ini menjadi kunci permasalahan dalam
pembentukan harga di perdesaan, sebagaimana disampaikan oleh Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera. Sebagai upaya lain, Pemerintah akan mendorong
pengembangan kerja sama antardaerah untuk mengatasi terjadinya gejolak harga
serta membantu kelancaran arus barang dari daerah produsen ke konsumen. Selain
itu, kelancaran distribusi juga diupayakan melalui pembangunan pasar induk dalam
rangka meningkatkan efisiensi peredaran arus barang, terutama komoditas pangan
strategis.
Sementara itu, menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
tentang keterkaitan penurunan suku bunga dan inflasi, dapat kami jelaskan bahwa
dalam hal ini pergerakan tingkat suku bunga kredit tidak hanya ditentukan oleh faktor
inflasi, namun juga diharapkan dapat mengikuti pergerakan suku bunga acuan.
Berdasarkan rilis Bank Indonesia, suku bunga acuan juga ditetapkan melalui
pertimbangan-pertimbangan indikator moneter lainnya, yaitu menjaga tingkat
pertumbuhan ekonomi domestik dan stabilitas perekonomian Indonesia. Akan tetapi
berdasarkan data statistik yang ada, sejak tahun 2018 suku bunga kredit saat ini cukup
stabil dengan kecenderungan menurun dan tidak mengikuti kenaikan suku bunga
acuan yang telah terjadi.
Upaya penting lainnya yang dilakukan oleh Pemerintah dalam kebijakan
pengendalian inflasi adalah menjaga ekspektasi masyarakat melalui bauran kebijakan
fiskal, moneter, dan riil yang tepat. Program-program komunikasi yang efektif akan
terus diperkuat dalam menjaga ekspektasi inflasi masyarakat yang ditempuh melalui
pembangunan sistem informasi harga pangan strategis dalam rangka menciptakan
informasi harga yang lebih kredibel, koordinasi kebijakan pusat dan daerah serta
antardaerah, dan perbaikan kualitas data statistik dalam menciptakan data inflasi
yang semakin akurat. Selain itu, sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan
Bank Indonesia akan terus diperkuat untuk mencapai sasaran inflasi pada level yang
rendah dan stabil sesuai koridor Inflation Targeting Framework. Sinergi antara
Pemerintah dan Bank Indonesia telah didukung dengan pembentukan Tim
20
Pengendalian Inflasi Nasional dan strategi-strategi yang telah dituangkan dalam Peta
Jalan Pengendalian Inflasi Nasional dan Daerah.
Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Golongan Karya,
Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai
NasDem bahwa asumsi suku bunga SPN 3 bulan di tahun 2020 perlu dijaga pada
tingkat optimal. Namun demikian, tingkat bunga SPN 3 bulan sangat dipengaruhi oleh
kondisi pasar global yang saat ini masih penuh ketidakpastian. Ketidakpastian yang
tinggi akan dapat mendorong tingginya suku bunga di pasar keuangan global secara
umum. Namun demikian, harapan pemulihan ekonomi global yang kembali
memburuk akibat eskalasi perang dagang AS-Tiongkok, membuka kemungkinan
turunnya tingkat suku bunga global, terutama di Amerika Serikat.
Meskipun Interest rate differential antara negara emerging dengan negara maju
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi untuk menarik likuiditas asing,
Pemerintah juga menyadari bahwa suku bunga yang menarik bukan satu-satunya
faktor pertimbangan para investor. Faktor stabilitas dan prospek pertumbuhan
ekonomi, kesehatan sektor keuangan, dan kebijakan fiskal dan APBN yang sehat juga
memegang peranan cukup penting bagi keputusan investasi. Oleh karena itu,
Pemerintah akan terus mengelola APBN secara sehat dan kredibel dengan tingkat
defisit yang terukur namun tetap mampu memberikan stimulus yang cukup bagi
pertumbuhan yang lebih berkualitas. Strategi yang ditempuh diharapkan akan
mampu membawa kepercayaan dan minat investor yang pada gilirannya mampu
membawa suku bunga domestik untuk dapat dikendalikan di tingkat yang rendah,
termasuk suku bunga surat berharga negara dan SPN 3 Bulan. Pemerintah dan Bank
Indonesia juga terus-menerus berupaya untuk menjaga likuiditas perekonomian, baik
melalui instrumen fiskal maupun moneter. Penurunan suku bunga acuan Bank
Indonesia, penurunan Giro Wajib Minimum, pelonggaran makro-prudensial dan
percepatan penyaluran belanja negara merupakan beberapa strategi yang dilakukan
otoritas moneter dan fiskal untuk menjaga likuiditas perekonomian.
Dalam jangka menengah-panjang, Pemerintah bersama sama dengan Bank Indonesia
serta Otoritas Jasa Keuangan, akan terus memfokuskan upaya upaya pendalaman
pasar keuangan, baik melalui peningkatan kapasitas sektor keuangan, pengembangan
instrumen keuangan, maupun koordinasi kebijakan untuk memperkuat sektor
keuangan. Pendalaman pasar keuangan dimaksudkan tidak hanya untuk
memperbaiki likuiditas perekonomian tapi juga untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi dan sektor riil serta menjamin stabilitas ekonomi dalam negeri yang dalam
jangka panjang diharapkan dapat menurunkan tingkat suku bunga dalam negeri.
21
Dengan memperhatikan faktor-faktor dan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, Pemerintah mengajukan asumsi suku bunga SPN 3 bulan pada angka 5,4 persen
sebagai acuan dalam penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN tahun 2020.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi
Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai NasDem mengenai Harga Minyak
Mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) yang diasumsikan sebesar
USD65 per barel, Pemerintah sependapat bahwa pergerakan harga minyak mentah
domestik dan dunia sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global dan faktor
geopolitik, terutama antarnegara produsen minyak. Pemerintah juga sependapat
bahwa pergerakan harga minyak mentah akan turut berpengaruh pada harga energi
domestik, subsidi energi, serta penerimaan negara, khususnya Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP) sektor migas. Oleh karena itu, Pemerintah berusaha untuk
memperkirakan ICP serealistis mungkin dengan tetap memperhatikan pergerakan
harga minyak mentah global, khususnya jenis Brent yang menjadi harga acuan dalam
formula perhitungan ICP.
Dengan mempertimbangkan perkembangan harga minyak mentah dunia serta faktor
risiko yang berpotensi muncul, Pemerintah memandang bahwa asumsi ICP sebesar
USD65 per barel cukup realistis. Meskipun begitu, Pemerintah akan selalu memantau
perkembangan harga minyak mentah dunia dan tetap mewaspadai faktor-faktor risiko
yang dapat berdampak pergerakan harga minyak mentah dunia yang juga akan turut
mempengaruhi perkembangan ICP. Dalam menetapkan asumsi ICP sebesar USD65
per barel, Pemerintah telah mempertimbangkan faktor-faktor, baik faktor
fundamental, maupun nonfundamental yang berpotensi mempengaruhi pergerakan
harga di tahun 2020.
Pada tahun 2019, harga minyak mentah dimulai pada titik yang lebih rendah
dibandingkan tahun 2018. Fluktuasi harga minyak mentah di tahun 2019, antara lain
dipengaruhi oleh pemberian sanksi oleh Amerika Serikat (AS) terhadap perusahaan
kilang minyak terbesar di Venezuela, gangguan geopolitik antara AS dengan Iran,
keberlanjutan perang dagang antara AS dengan Tiongkok, dan proyeksi pertumbuhan
ekonomi global tahun 2019 yang terus dikoreksi menurun. Keberlanjutan perang
dagang serta penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 diperkirakan
juga akan berpengaruh pada penurunan permintaan minyak mentah. Meskipun
demikian, perkiraan pertumbuhan ekonomi global 2020 yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan 2019 diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan permintaan
minyak. Selain itu, negara-negara OPEC+ (negara-negara OPEC dan Rusia) telah
berkomitmen untuk tetap melanjutkan kebijakan pemangkasan produksi minyak
22
mentah hingga Maret 2020 di tengah peningkatan produksi minyak di beberapa
negara non-OPEC. Hal-hal tersebut diperkirakan mendorong harga minyak global
berada pada kisaran USD 60 – 75 per barel sepanjang tahun 2020.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat
Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai NasDem
mengenai Asumsi Lifting Minyak dan Gas Bumi, dapat kami sampaikan penjelasan
sebagai sebagai berikut.
Berkenaan dengan asumsi lifting minyak yang diajukan pemerintah sebesar 734 ribu
barel per hari (bph) dan asumsi lifting gas bumi sebesar 1.191 ribu barel setara minyak
per hari (bsmph), asumsi tersebut telah mempertimbangkan berbagai faktor, seperti
kapasitas produksi dan rencana produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di
tahun 2020, tingkat penurunan alamiah, serta potensi tambahan produksi dari sumur
yang mulai on stream. Pemerintah memahami perhatian para Anggota Dewan bahwa
lifting migas, terutama minyak mentah, berada dalam tren yang menurun. Hal ini
terutama disebabkan oleh kondisi sebagian sumur migas penopang utama telah
beroperasi lebih dari 25 tahun dan telah melewati masa puncak produksi. Hal ini
mengakibatkan tren penurunan lifting migas menjadi sulit dihindari dalam jangka
pendek.
Meski demikian, Pemerintah terus berupaya melakukan optimalisasi lifting migas
melalui berbagai upaya, antara lain dengan terus berkoordinasi bersama KKKS untuk
senantiasa menjalankan kegiatan usaha utama baik pengeboran, perawatan sumur
maupun kerja ulang. Lebih lanjut, penyelesaian proses perpanjangan/pengalihan blok
terminasi dan monitoring terhadap pelaksanaan proyek on-stream juga terus
dilakukan agar dapat berjalan tepat waktu sesuai rencana. Di sisi lain, optimalisasi
penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk meningkatkan cadangan
minyak yang dapat dipulihkan sehingga diharapkan dapat menahan tingkat
penurunan produksi alamiah lapangan-lapangan migas yang sudah tua.
Dalam jangka menengah dan panjang, Pemerintah sependapat bahwa peningkatan
investasi menjadi kunci untuk mendorong kegiatan eksplorasi berkelanjutan dan
penemuan sumber-sumber migas baru yang pada akhirnya dapat mendukung
pencapaian target dan peningkatan lifting migas yang berkelanjutan di masa yang
akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah senantiasa berupaya
melakukan perbaikan tata kelola di sektor hulu migas guna menciptakan iklim
investasi yang kondusif melalui peningkatan kerjasama dengan seluruh pemangku
kepentingan termasuk melalui penyederhanaan proses perijinan, serta peningkatan
koordinasi di antara instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah terkait
23
implementasi peraturan dan perizinan untuk investor baru, terutama pada wilayah
yang berpotensi menjadi area lapangan migas dengan cadangan besar (giant fields).
Khusus terkait dengan lifting gas, di samping strategi peningkatan lifting melalui
program kerja utama, perbaikan dari sisi distribusi juga menjadi salah satu prioritas
untuk mendukung peningkatan produksi serta optimalisasi hasil produksi untuk
kebutuhan domestik. Terkait dengan hal tersebut, saat ini berbagai proyek
pembangunan infrastruktur dan sarana pendukungnya seperti revitalisasi terminal
regasifikasi, pipanisasi, jaringan gas kota, serta stasiun pengisian bahan bakar gas
terus dilakukan guna memperbaiki distribusi gas baik untuk kebutuhan industri,
transportasi, maupun rumah tangga. Hal ini diharapkan mampu memperluas akses
pemanfaatan gas kepada masyarakat dan mendukung penyediaan gas dengan harga
yang kompetitif, khususnya untuk meningkatkan daya saing aktivitas industri dalam
negeri.
Di samping mempertahankan produksi migas, untuk mendukung kedaulatan energi,
pemerintah sependapat bahwa penggunaan sumber energi alternatif merupakan
keniscayaan yang harus diupayakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap
konsumsi energi berbasis fosil dan menekan impor bahan bakar fosil yang menjadi
sumber defisit neraca perdagangan. Untuk itu, pemerintah juga menaruh perhatian
besar untuk mendorong peran energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi
primer nasional. Namun, pemerintah menyadari bahwa upaya tersebut tidak mudah
untuk diwujudkan serta harus mendapat dukungan dari seluruh pemangku
kepentingan, termasuk dukungan dari para Anggota Dewan.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi
Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi Partai Hati
Nurani Rakyat mengenai perkembangan kinerja neraca Transaksi Berjalan dan
neraca perdagangan yang menghadapi tekanan baik yang dipicu oleh ketegangan
antara Tiongkok – AS atau yang lebih dikenal sebaga trade war, dan penurunan harga
komoditas di pasar global. Faktor internal juga memberikan pengaruh terhadap
kinerja perdagangan internasional yaitu struktur ekonomi domestik yang lebih
didominasi oleh sektor manufaktur berbasis komoditas. Pemerintah sangat
mengapresiasi dan berterima kasih terhadap pandangan dari para anggota Dewan
yang terhormat, sangat besar perhatian yang diberikan atas kinerja ekspor impor
Indonesia dan Transaksi Berjalan.
Untuk mendukung pertumbuhan ekspor, Pemerintah akan terus meningkatkan
pangsa pasar melalui kerjasama perdagangan bilateral untuk memperluas negara
24
tujuan ekspor, seperti Afrika, Eropa Timur, Timur Tengah, dan Asia Tengah. Negara-
negara di kawasan tersebut merupakan pasar potensial yang belum tereksplorasi
dengan baik bagi produk-produk ekspor Indonesia. Pemerintah juga akan tetap
memberikan insentif untuk fasilitasi perdagangan guna meningkatkan daya saing
produk manufaktur dalam negeri di pasar global.
Kebijakan perdagangan juga akan difokuskan pada penyempurnaan fasilitas di
kawasan-kawasan khusus, penurunan biaya produksi melalui perbaikan sistem
logistik. Selain itu juga akan ditempuh penguatan kapasitas industri dalam negeri
termasuk industri substitusi impor melalui pemberian dukungan insentif fiskal yang
efektif.
Kebijakan impor akan diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan domestik sesuai
dengan prioritas nasional, khususnya bahan baku dan barang modal untuk ekspor.
Kebijakan ini juga akan disertai dengan penyederhanaan penerbitan perizinan
perdagangan dan peningkatan output produksi serta kelancaran distribusi barang-
barang domestik. Untuk mengurangi impor migas, Pemerintah akan terus
mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT) dan mempercepat pemberlakuan
program B30.
Di samping hal-hal tersebut di atas, pendampingan kepada pelaku ekspor juga akan
diberikan dalam rangka peningkatan daya saing dan menghilangkan kendala dalam
ekspor, termasuk melalui promosi dan proses negosiasi. Pemerintah juga terus
mendukung proses hilirisasi serta terbangunnya rantai industri hulu dan hilir dalam
rangka menjaga pasokan bahan baku dan mengurangi impor.
Penguatan neraca transaksi berjalan tidak hanya ditempuh melalui perbaikan neraca
perdagangan barang saja, tetapi juga melalui penguatan neraca perdagangan jasa.
Perdagangan jasa Indonesia masih bertumpu pada jasa perjalanan (travel/pariwisata)
dan terbebani oleh jasa transportasi barang (freight) dan asuransi. Untuk lebih
meningkatkan ekspor jasa nasional, Pemerintah telah menetapkan 10 Destinasi
Pariwisata Bali Baru untuk menarik wisatawan mancanegara, sekaligus mendorong
kinerja perekonomian daerah wisata. Dari sepuluh destinasi tersebut kemudian
pemerintah telah memfokuskan pembentukan destinasi utama di Mandalika,
Borobudur, Danau Toba, dan Labuan Bajo. Pengembangan daerah wisata ini akan
didukung dengan strategi penyediaan atraksi, serta dukungan ketersediaan amenitas
dan aksesibilitas. Selain itu juga akan ditempuh pengembangan wisata berbasis religi,
edukasi dan kesehatan. Dalam rangka mendorong daya saing ekspor jasa, Pemerintah
telah merelaksasi pengenaan tarif PPN hingga menjadi 0 persen.
Dalam rangka penguatan neraca transaksi berjalan ini pula perlu dilakukan langkah-
langkah untuk mengurangi mengalirnya arus pendapatan primer ke luar negeri. Arus
25
pendapatan primer ini merupakan hasil-hasil pendapatan atas investasi langsung
(PMA) dan investasi portofolio serta lainnya yang dimiliki orang asing. Selama ini,
defisit terus terjadi pada komponen pendapatan primer. Pemerintah akan
mempertimbangkan insentif-insentif khusus untuk mendorong minat asing untuk
kembali menanamkan pendapatan maupun profit (reinvestasi) yang dimilikinya di
perekonomian Indonesia. Diharapkan langkah tersebut akan turut mengurangi
tekanan pada neraca transaksi berjalan.
Kemudian di sisi moneter, dalam mendukung perbaikan defisit transaksi berjalan
Pemerintah juga mendorong peningkatan penggunaan uang lokal dalam kerjasama
Bilateral Swap Agreement (BSA), Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA)
ataupun Local Currency Settlement (LCS). Saat ini yang telah berjalan dan
mendapatkan hasil yang cukup baik adalah kerjasama dengan Thailand, Malaysia,
Philipina, China dan ada peluang perluasan program tersebut dengan negara India
yang masih dalam tahap negosiasi.
Transformasi industrialisasi, iklim investasi dan ekspor juga telah diupayakan oleh
pemerintah melalui koordinasi dengan KL terkait untuk melihat sektor-sektor apa
saja yang akan menjadi fokus ekspor Indonesia sebagai strategi mengurangi defisit
Transaksi Berjalan, beberapa industri yang menjadi pertimbangan utama adalah
sektor manufaktur dan kelapa sawit. Koordinasi juga diperkuat dengan pembentukan
Kantor Bersama Ekspor dan Penugasan Khusus Ekspor oleh LPEI bersama K/L
terkait, pengoptimalan Klinik Ekspor yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai. Selain itu, melalui LPEI sebagai kepanjangan tangan pemerintah juga akan
terus berperan dalam ekosistem ekspor terutama melalui pembiayaan Ekspor
Nasional, penciptaan pangsa pasar ekspor baru dan mendorong program
pemberdayaan desa devisa di Indonesia.
B. PENDAPATAN NEGARA
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Golongan Karya terkait langkah-langkah
yang akan ditempuh oleh pemerintah agar masyarakat dapat memahami bahwa
postur pendapatan negara disusun secara cermat dan rasional, dapat kami sampaikan
sebagai berikut.
Dalam menyusun target penerimaan perpajakan, Pemerintah mempertimbangkan
kondisi perekonomian dengan tetap menjaga iklim investasi dan daya saing. Kondisi
perekonomian global dan domestik masih memberikan tantangan yang akan
mempengaruhi basis perpajakan. Selain itu, volume perdagangan dunia dan fluktuasi
harga komoditas terutama harga minyak masih menjadi faktor eksternal yang sulit
dikendalikan oleh pemerintah. Pemerintah juga masih terus melanjutkan reformasi
26
perpajakan baik dari sisi kebijakan maupun administrasi sehingga mampu
mendukung peningkatan penerimaan perpajakan. Reformasi perpajakan tersebut
didesain sejalan dengan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak
menimbulkan distorsi atau kontra produktif.
Di dalam RAPBN tahun 2020 target pendapatan negara mencapai Rp2.221,5 triliun
atau naik 9,4% dari outlook tahun 2019. Untuk mobilisasi pendapatan negara yang
realistis dengan tetap menjaga iklim investasi, Pemerintah akan terus menggali
sumber pendapatan negara dengan lebih optimal dengan tetap bersikap realistis dan
berkeadilan, selaras dengan upaya untuk menjaga iklim investasi, konservasi
lingkungan, serta perbaikan kualitas pelayanan publik. Sebagai sumber pendanaan
pembangunan, mobilisasi pendapatan negara juga merupakan strategi yang
mencerminkan kemandirian bangsa dalam mendanai pembangunan dengan
mengutamakan sumber-sumber penerimaan di dalam negeri. Selain itu, instrumen
perpajakan juga ditujukan untuk mendorong investasi dan daya saing dunia usaha
melalui berbagai insentif perpajakan.
Selain pemberian insentif pajak, Pemerintah juga terus melakukan perbaikan
administrasi perpajakan, meningkatkan kepatuhan perpajakan, dan meyelaraskan
peraturan dengan kesepakatan internasional dengan menerapkan AEoI, EoI on
request dan country by country reporting serta Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) dan Multilateral Instrument (MLI). Di sisi lain, Pemerintah
memperkuat pengawasan melalui joint audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pemeriksaan di bidang perpajakan.
Dari sisi Kepabeanan dan Cukai, upaya optimalisasi penerimaan perpajakan dari
Kepabeanan dan Cukai dilakukan antara lain melalui ekstensifikasi Barang Kena
Cukai (BKC) baru.
Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diarahkan untuk mendorong
penerimaan dari sisi nonmigas mengingat fluktuasi perkembangan harga komoditas
yang tinggi dan lifting migas yang cenderung menurun. Dalam lima tahun terakhir,
kontribusi PNBP Nonmigas terhadap total PNBP terus meningkat, rata-rata sebesar
72,1 persen. Untuk mencapai target PNBP dalam RAPBN Tahun 2020, Pemerintah
akan melakukan berbagai upaya antara lain melalui penyempurnaan regulasi turunan
UU Nomor 9 tahun 2018, penguatan tata kelola dan peningkatan kualitas layanan
Kementerian/Lembaga kepada masyarakat. Selain itu, juga akan didukung melalui
peningkatan penerimaan dari pengelolaan Barang Milik Negara, peningkatan efisiensi
kinerja BUMN, dan peningkatan kinerja BLU.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa terkait target
pendapatan negara yang masih sangat moderat seperti tahun sebelumnya, padahal di
27
tengah gencarnya Pemerintah melakukan kebijakan fiskal ekspansif maka pendapatan
negara harus bisa dipacu secara optimal agar tidak selalu tergantung pada pembiayaan
yang bersumber dari pinjaman maupun utang, dapat kami sampaikan beberapa hal
sebagai berikut.
Pada tahun 2020, Pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif yang terarah
dan terukur untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah pelemahan
global. Di dalam RAPBN Tahun 2020 tingkat defisit dalam rasio terhadap Produk
Domestik Bruto dijaga rendah untuk menjaga keamanan dan keberlangsungan fiskal.
Pemerintah menyusun RAPBN secara hati-hati, realistis dan akuntabel sehingga
risiko ketidakpastian pendapatan negara dapat diminimalisir. Berbagai langkah
kebijakan fiskal dilakukan oleh pemerintah dalam upaya agar pendapatan negara
dapat dipacu secara optimal dan tidak selalu bergantung pada pembiayaan yang
bersumber dari pinjaman maupun utang. Kebijakan pemerintah tersebut antara lain
yakni target penerimaan perpajakan memperhatikan kondisi perekonomian global
dan domestik serta upaya reformasi perpajakan yang dilakukan baik dari sisi
kebijakan maupun administrasi. Reformasi perpajakan dilakukan untuk memperkuat
lembaga penerimaan perpajakan baik dari segi organisasi, database dan teknologi
informasi, penyederhanaan proses bisnis, dan perbaikan kualitas sumber daya
manusia. Kebijakan dan regulasi perpajakan dijaga sesuai kebutuhan untuk tetap
mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan keadilan serta menjaga level
playing field.
Di sisi lain, Pemerintah terus berupaya meningkatkan kontribusi PNBP dalam APBN
terutama PNBP sektor nonmigas yang meliputi aspek penyempurnaan regulasi,
penguatan tata kelola dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan
umum PNBP yang akan ditempuh Pemerintah untuk mencapai target PNBP tahun
2020, antara lain: (i) Penyempurnaan tata kelola PNBP setelah ditetapkannya UU
Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP; (ii) Pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang
optimal, efektif, dan efisien; (iii) Optimalisasi penerimaan dari pengelolaan BMN; (iv)
Peningkatan efisiensi kinerja BUMN; (v) Peningkatan kualitas layanan dan
penyesuaian tarif PNBP Pelayanan; dan (vi) Peningkatan kinerja pelayanan BLU yang
lebih profesional.
Pemerintah mengapresiasi dukungan dan masukan bagi Pemerintah terkait dengan
kinerja penerimaan perpajakan dan target penerimaan perpajakan 2020, serta upaya-
upaya pencapaiannya dari Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat
Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera, dan Fraksi Partai Nasdem. Menanggapi hal itu, Pemerintah
sependapat bahwa penerimaan perpajakan dalam APBN merupakan instrumen yang
28
sangat krusial mengingat porsinya yang ditargetkan mencapai 83,8 persen dari total
penerimaan negara di tahun 2020.
Sejalan dengan pendapat tersebut, dapat disampaikan bahwa Pemerintah senantiasa
berusaha untuk menyusun APBN secara lebih prudent, realistis dan akuntabel
sehingga risiko shortfall perpajakan dapat diminimalisir yang pada akhirnya akan
membuat APBN menjadi lebih aman. Dalam menyusun target penerimaan
perpajakan, Pemerintah selalu mempertimbangkan kondisi perekonomian dengan
tetap menjaga iklim investasi dan daya saing. Kondisi perekonomian global dan
domestik masih memberikan tantangan yang akan mempengaruhi basis perpajakan.
Selain itu, volume perdagangan dunia dan fluktuasi harga komoditas terutama harga
minyak masih menjadi faktor eksternal yang sulit dikendalikan oleh pemerintah.
Pemerintah juga masih terus melanjutkan reformasi perpajakan baik dari sisi
kebijakan maupun administrasi sehingga mampu mendukung peningkatan
penerimaan perpajakan. Reformasi perpajakan tersebut didesain sejalan dengan
upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak menimbulkan distorsi atau
kontra produktif.
Pemerintah menyadari bahwa penerimaan perpajakan dalam kurun waktu 2014-2017
mengalami penurunan pertumbuhan terutama akibat melemahnya harga komoditas
khususnya minyak dan batubara. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2014-
2018), pertumbuhan penerimaan perpajakan mengalami perlambatan dengan
pertumbuhan rata-rata 7,3 persen, sementara pada periode sebelumnya (2010-2014)
pertumbuhan perpajakan mencapai rata-rata 12,2 persen. Harga minyak dalam kurun
waktu 2014-2018 mencapai titik tertinggi di tahun 2018 sebesar US$67/barel.
Walaupun kinerja perpajakan tidak terlepas dari fluktuasi harga komoditas,
Pemerintah secara berkelanjutan telah melakukan penguatan basis perpajakan
terutama yang tidak terkait dengan komoditas sumber daya alam. Jika dilihat secara
lebih seksama maka pertumbuhan Pajak Non Migas masih cukup baik walaupun
belum optimal dalam memenuhi target dalam APBN. Tercatat pertumbuhan pajak
nonamigas dalam kurun waktu 2014-2018 mencapai sebesar 8,6 persen dengan
pertumbuhan PPh non migas rata-rata sebesar 10,6 persen dan PPN sebesar 7,0
persen. Di tahun 2018 penerimaan perpajakan mengalami peningkatan dipengaruhi
oleh kenaikan harga komoditas dunia, kondisi ekonomi domestik, dan dampak dari
kebijakan tax amnesty di tahun 2016-2017. Peningkatan ini diharapkan menjadi titik
balik meningkatnya penerimaan perpajakan di tahun-tahun mendatang.
Di tahun 2020 dalam NK dan RAPBN yang telah disampaikan, Pemerintah
mentargetkan penerimaan perpajakan akan tumbuh sebesar 13,3 persen atau sebesar
Rp1.861,8 triliun. Besaran tax ratio diperkirakan 11,5 persen. Target penerimaan
perpajakan dan tax ratio tersebut telah mempertimbangkan data historis realisasi
29
perpajakan selama beberapa tahun terakhir, kebijakan pemerintah yang akan
dilakukan dalam optimalisasi penerimaan perpajakan, kelanjutan reformasi
perpajakan, dan kondisi terkini dari perekonomian baik global maupun domestik.
Untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan, Pemerintah akan terus berupaya
untuk meningkatkan kepatuhan dan kesadaran seluruh masyarakat untuk secara
sukarela melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar. Guna
mendukung hal tersebut, Pemerintah akan terus berupaya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan perpajakan, penyuluhan, dan pengawasan perpajakan yang
didukung oleh perbaikan sistem informasi perpajakan yang up to date serta perbaikan
administrasi perpajakan. Wajib Pajak diberikan kemudahan pemenuhan kewajiban
perpajakan baik dari sisi administrasi (misalnya perluasan layanan perpajakan dan
peningkatan layanan pajak berbasis digital) dan sisi regulasi (salah satunya melalui
penyederhanaan aturan dan ketentuan perpajakan).
Selain itu, Pemerintah berusaha meningkatkan joint program yang dilaksanakan
DJA-DJP-DJBC dan DJP-DJPK-Pemda guna meningkatkan kepatuhan pelaksanaan
perpajakan program Pemerintah. Selanjutnya, program implementasi keterbukaan
informasi untuk tujuan perpajakan diwujudkan dalam bentuk peraturan perpajakan
untuk akses informasi keuangan guna meningkatkan upaya pengalian potensi dan
kepatuhan perpajakan. Implentasi keterbukaan informasi juga diselaraskan dengan
peraturan dan kesepakatan internasional berupa implementasi AEoI, EoI on request
dan CbC Reporting, P3B, serta MLI untuk meminimalkan terjadinya double taxation,
double non-taxation, dan terjadinya BEPS. Sementara ekstensifikasi barang kena
cukai baru salah satunya melalui cukai kantong plastik.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan perpajakan tetap disesuaikan
dengan kapasitas perekonomian dan tetap memberikan insentif fiskal yang tepat bagi
peningkatan daya saing, investasi, dan ekspor. Dalam rangka menjaga iklim investasi
dan mendorong ekspor maka insentif tetap diberikan yaitu berupa mini tax holiday
dan insentif investment allowance. Insentif PPh terhadap UMKM juga diberikan
sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk mendorong usaha kecil dan menengah.
Selain itu, untuk mendukung upaya penguatan daya saing SDM maka akan diberikan
fasilitas super deduction untuk kegiatan litbang dan vokasi.
Kebijakan perpajakan dalam mendorong perekonomian juga memiliki konsekuensi
terhadap pemungutan pajak. Dalam rangka meningkatkan daya saing dan investasi,
pemerintah memberikan berbagai fasilitas insentif terhadap sektor-sektor tertentu
dan aktifitas tertentu dalam perekonomian. Hal ini menyebabkan adanya potensi
penerimaan perpajakan yang tidak dapat dipungut secara optimal oleh Pemerintah.
Mulai tahun 2018, Pemerintah telah menyusun Laporan Belanja Perpajakan (tax
30
expenditure report) sebagai transparansi fiskal, yang dapat dijadikan ukuran dari
porsi perpajakan yang tidak dipungut dalam rangka memberikan stimulus atau
insentif fiskal untuk memacu perekonomian dan memperbaiki kesenjangan.
Terkait dengan pernyataan dan masukan dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia
Raya, Fraksi Partai Demokrat. Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tentang
perlunya meningkatkan tax ratio yang cenderung stabil, walaupun secara nominal
penerimaan pajak terus meningkat setiap tahunnya, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pemerintah terus melakukan upaya peningkatan tax ratio melalui upaya peningkatan
kepatuhan wajib pajak yang diharapkan agar meningkatkan penerimaan pajak.
Strategi optimalisasi penerimaan pajak yang difokuskan pada kepatuhan wajib pajak
merupakan strategi multidimensi yang meliputi aktivitas penyuluhan dan kehumasan,
perbaikan pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum
Upaya pencapaian tax ratio sebesar 11,5 persen dalam RAPBN 2020 dilakukan melalui
penurunan tax gap, baik dari sisi administrasi maupun regulasi. Dalam
pelaksanaannya, optimalisasi penerimaan pajak tetap memperhatikan ekosistem
dunia usaha untuk menjaga daya saing dan investasi. Untuk mendukung tercapainya
tax ratio yang optimal, dibutuhkan basis kepatuhan pajak yang sifatnya voluntary
compliance (kepatuhan pajak sukarela) sehingga dapat menghasilkan penerimaan
pajak yang berkelanjutan (sustainable tax revenue). Di samping peningkatan
compliance, pemerintah juga tetap melaksanakan upaya peningkatan kepatuhan
wajib pajak berupa enforced compliance melalui rangkaian aktivitas pengawasan yang
terus disempurnakan dan penegakan hukum yang berkeadilan. Pelaksanaan enforced
compliance tersebut dilakukan dengan berlandaskan data valid dan penggunakan
teknologi informasi serta tata kelola) yang memadai. Kombinasi peningkatan
voluntary dan enforced compliance dalam jangka panjang diharapkan akan
menciptakan sustainable compliance yang pada akhirnya akan meningkatkan tax
ratio ke titik optimum.
Pemerintah sangat mendukung pendapat Fraksi Partai Nasdem terkait upaya
meningkatkkan penggunaan akses informasi data keuangan untuk memaksimalkan
potensi perpajakan. Hal ini telah diwujudkan diantaranya dalam bentuk aturan
perpajakan terkait keterbukaan akses informasi keuangan untuk kepentingan
perpajakan melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang
Penertapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017
tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, serta peraturan
pelaksanaannya berupa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73 tahun 2017 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang
31
Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan
Perpajakan. Berdasarkan aturan tersebut diharapkan dapat meningkatkan informasi
dan basis data perpajakan sebagai dasar upaya penggalian potensi perpajakan ke
depannya. Upaya Pemerintah untuk melakukan optimalisasi penerimaan perpajakan
tersebut membutuhkan dukungan dan bantuan dari berbagai pemangku kepentingan,
khususnya dari Anggota Dewan yang terhormat sehingga tujuan untuk memenuhi
target penerimaan perpajakan dapat terlaksana.
Untuk memperkuat basis penerimaan perpajakan dan memperkuat peran pajak
dalam mendukung perekonomian maka saat ini telah dilakukan penyusunan
amandemen terhadap UU PPh dan PPN yang akan menyempurnakan kebijakan PPh
dan PPN baik dari sisi kebijakan maupun administrasi. Sejalan dengan itu,
Pemerintah juga secara simultan telah melakukan amandemen dan menerbitkan
beberapa peraturan perpajakan yang dapat mendukung optimalisasi perpajakan di
Indonesia. Sementara itu untuk mendukung adanya peningkatan kepatuhan
perpajakan maka Pemerintah telah melakukan penguatan administrasi perpajakan
baik dari sisi data, teknologi informasi, prosedur, dan proses bisnis. Proses perbaikan
tersebut tentu saja tidak dapat dilakukan serta merta dan langsung membuahkan
hasil. Reformasi perpajakan yang dilakukan Pemerintah merupakan upaya
berkelanjutan dengan tetap mempertimbangkan kondisi dunia usaha, iklim investasi,
dan situasi perekonomian global terkini. Pemerintah mengharapkan dukungan
sepenuhnya dari para anggota Dewan sehingga proses reformasi perpajakan bisa
berjalan dengan hasil yang optimal.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat bahwa perlu
dilakukannya evaluasi terhadap berbagai insentif perpajakan, dapat disampaikan
bahwa pemerintah selalu berusaha untuk dapat memberikan insentif secara adil,
selektif, dan terukur dengan memperhatikan daya saing usaha nasional. Kebijakan tax
expenditure ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap industri padat karya,
penciptaan lapangan kerja, penyelenggaraan kegiatan vokasi dan litbang, serta
bertujuan menumbuhkan investasi domestik.
Di tahun 2018, besarnya insentif perpajakan yang diberikan Pemerintah mencapai
Rp221,1 triliun atau sekitar 1,5 persen dari PDB. Dari jumlah tersebut sekitar 74
persennya yaitu Rp163,6 triliun dinikmati oleh kalangan UMKM dan rumah tangga.
Bentuk insentif tersebut antara lain berupa pengurangan tarif pajak, pembebasan
tarif, dan tidak dipungut pajaknya. Insentif perpajakan diwujudkan dalam berbagai
bentuk mencakup pemberian tax holiday, tax allowance, fasilitas dan kemudahan.
Perubahan aturan tax holiday yang dilakukan Pemerintah pada tahun 2018 lalu juga
32
disambut baik oleh pelaku usaha, dari jumlah Wajib Pajak yang memanfaatkan
maupun nilai investasi yang direncanakan. Pemerintah juga telah memberikan
insentif perpajakan kepada berbagai sektor usaha termasuk UMKM dan masyarakat
berpendapatan menengah kebawah berupa penurunan tarif pajak menjadi 0,5 persen
di tahun 2018 (PP 23/2018).
Sebagai bentuk komitmen pelaksanaan transparansi terkait kebijakan insentif
perpajakan yang telah diberikan, Pemerintah sejak tahun 2018 telah menerbitkan
Laporan Belanja Perpajakan (tax expenditure report) dan akan diterbitkan secara
berkala setiap tahun. Pemerintah ke depan akan selalu melakukan monitoring dan
evaluasi atas efektifitas dan dampak kebijakan yang timbul dari pemberian insentif ini
pada perekonomian nasional maupun dampaknya terhadap masyarakat terutama
pelaku usaha.
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Amanat nasional dan Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera terkait wacana pengurangan tarif PPh Badan yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah, perlu disampaikan bahwa Pemerintah saat ini sedang
melakukan kajian terkait dengan usulan penyesuaian besaran tarif PPh Badan dan
dampak kebijakan tersebut baik terhadap penerimaan pajak maupun terhadap
perekonomian secara umum. Upaya tersebut tidak lain sebagai langkah Pemerintah
dalam merespon perkembangan perekonomian dan tren perpajakan di dunia. Selain
itu, penyesuaian besaran tarif PPh Badan juga dimaksudkan untuk dapat menarik
investasi dalam jangka menengah panjang, mengingat saat ini Indonesia sangat
membutuhkan tumbuhnya investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional. Dalam jangka panjang, diharapkan akan terjadi peningkatan penerimaan
perpajakan melalui tumbuhnya investasi dan ekonomi yang berkembang seiring
dengan perkembangan sektor usaha di Indonesia. Perubahan tarif PPh Badan akan
diajukan oleh Pemerintah kepada DPR dalam revisi Undang-Undang Pajak
Penghasilan, oleh karena itu Pemerintah sangat mengapresiasi dukungan penuh
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Hati Nurani
Rakyat serta Anggota Dewan sekalian atas kebijakan penyesuaian tarif PPh Badan
yang akan ditempuh oleh Pemerintah.
Pemerintah mengapresiasi setinggi-tingginya atas dukungan penuh Fraksi Partai
Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Amanat nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, atas upaya
Pemerintah dalam melanjutkan reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan yang
digaungkan pada tahun 2017 merupakan kelanjutan dari upaya reformasi perpajakan
sejak tahun 1984. Pemerintah secara komprehensif telah menerbitkan perubahan atas
UU KUP, UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), UU Kepabeanan dan UU Cukai. Revisi ini merupakan
33
upaya Pemerintah untuk mengakomodasi perkembangan ekonomi yang sedang
terjadi. Pada tahun 2019, upaya untuk memperbaiki peraturan perpajakan dilakukan
dengan mengajukan revisi UU perpajakan. Saat ini RUU KUP dan RUU Bea Materai
telah masuk dalam agenda Prolegnas. Sementara itu, RUU PPh dan RUU PPN masih
dalam proses penyusunan yang nantinya akan diajukan untuk masuk Prolegnas.
Pemerintah mengharapkan dukungan sepenuhnya dari para anggota Dewan untuk
dapat membahas dan menuntaskan amandemen UU perpajakan sehingga proses
reformasi perpajakan bisa berjalan dengan hasil yang optimal.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai
Amanat Nasional, tentang optimalisasi implementasi Automatic Exchange of
Information (AEoI) melalui pemanfaatan pertukaran data guna menambah basis
pajak maupun penggalian potensi perpajakan. Implementasi AEoI ditujukan untuk
meminimalkan pajak berganda (double taxation), tidak dikenakannya pajak di negara
atau yurisdiksi manapun (double non-taxation), penggerusan basis pajak dan
pengalihan laba (base erosion and profit shifting/BEPS) seiring dengan
berkembangnya transaksi perusahaan afiliasi dan administrasi perpajakan
perusahaan multinasional.
Indonesia berkomitmen melaksanakan AEoI mulai tahun 2018 untuk data Common
Reporting Standard (CRS) Tahun Pajak 2017. Indonesia juga sudah memenuhi 4
persyaratan utama untuk implementasi AEoI, yaitu (1) dukungan peraturan
perundang-undangan dalam negeri (UU No. 9 Tahun 2017 dan PMK No.
19/PMK.03/2018) (2) dukungan perjanjian internasional (3) sistem transmisi data
untuk pertukaran ke lebih dari 54 negara dan (4) Indonesia telah lulus confidentiality
and data safeguards initial assessment pada tahun 2017 yang dilakukan oleh
OECD/Global Forum on Transparency and EOI for Tax Purposes. Mulai tahun 2020
dan setiap tahun setelahnya, akan dilaksanakan penilaian implementasi AEoI
terhadap semua negara yang berkomitmen oleh OECD/Global Forum on
Transparency and EOI for Tax Purposes. Tujuannya untuk memastikan bahwa
implementasi AEoI berjalan dengan efektif dan sesuai dengan standar internasional,
baik dari segi legal dan persyaratan teknis lainnya.
Diharapkan dengan impelemntasi AEoI ini Pemerintah memiliki data yang cukup,
memadai dan akurat sebagai bahan untuk menilai kebenaran SPT yang disampaikan
Wajib Pajak sehingga akan mendorong kepatuhan Wajib Pajak yang pada akhirnya
akan meningkatkan penerimaan pajak.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
tentang perlunya pemerintah melakukan penggalian potensi terhadap sektor-sektor
yang masih belum optimal dibanding potensi yang ada. Sektor-sektor tersebut
34
utamanya adalah sektor-sektor yang pertumbuhannya masih di bawah pertumbuhan
PDB nya. Selain penggalian potensi pajak sektoral, penggalian potensi pajak tahun
2020 difokuskan pada pemanfaatan data keuangan dan optimalisasi implementasi
AEoI. Pemerintah juga menyepakati upaya untuk mengawasi pengenaan pajak di era
digital (e-commerce) guna menciptakan level playing field yang sama serta
mendukung ekonomi antara pelaku usaha konvensional dan pelaku usaha digital.
Sementara itu, terkait program tax amnesty (TA) yang menjadi pandangan Fraksi
Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Pemerintah
sependapat bahwa kebijakan pelaksanaan TA merupakan salah satu tonggak dalam
reformasi perpajakan. Kebijakan ini akan menentukan arah kebijakan reformasi
selanjutnya. Pasca pelaksanaan TA diharapkan akan terjadi perbaikan basis data
pajak. Dengan semakin luasnya basis data pajak yang didapat dari adanya program
TA, akan digunakan untuk melakukan evaluasi tingkat kewajaran pembayaran pajak
oleh masyarakat. Penggunaan basis data juga meliputi aspek data WP yang tidak
mengikuti TA sebagai dasar penetapan kebijakan lanjutan pasca TA. Hal ini ditujukan
untuk meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakan masyarakat. Tentang adanya
efek crowding out, hal tersebut dinilai Pemerintah hanya akan terjadi untuk
sementara waktu setelah berakhirnya program TA. Data Wajib Pajak yang belum
bersedia mengikuti program TA akan digunakan oleh Pemerintah untuk merumuskan
kebijakan pajak berikutnya guna lebih meningkatkan kepatuhan pajak ke depannya.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa rasio
kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan
program pengampunan pajak. Secara nominal kepatuhan formal Wajib Pajak selalu
meningkat setiap tahunnya diiringi dengan pertumbuhan jumlah Wajib Pajak baru.
Peningkatan kepatuhan tersebut berarti pula membaiknya penegakan dua pilar dari
empat pilar utama kepatuhan yaitu kepatuhan pendaftaran, pelaporan, pembayaran
dan kebenaran isi laporan. Selanjutnya Pemerintah tetap perlu memastikan bahwa
tujuan akhir yaitu peningkatan kepatuhan material juga dapat terjaga dalam jangka
panjang.
Dapat juga kami sampaikan bahwa jumlah wajib pajak terdaftar sebagai bagian
integral dari sistem administrasi perpajakan terus meningkat dari tahun ke tahun
hingga mencapai 42 juta wajib pajak di tahun 2019. Dari 42 juta Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) yang tercatat dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak,
sebanyak 38,7 juta diantaranya adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan 3,3 juta sisanya
merupakan Wajib Pajak Badan. Peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar merupakan
indikator positif perbaikan cakupan sistem perpajakan dan perluasan basis pengenaan
pajak yang erat kaitannya dengan penerimaan pajak.
35
Selain cakupan atau coverage wajib pajak, salah satu tolak ukur penilaian tingkat
kepatuhan adalah rasio pelaporan pajak atau yang digunakan adalah jumlah Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) tiap tahunnya
dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang memiliki kewajiban untuk
menyampaikan SPT Tahunan PPh.
Rasio kepatuhan penyampaian SPT di Indonesia menunjukkan perkembangan yang
positif sejak tahun 2015. Kondisi ini tidak lepas dari kesuksesan program
Pengampunan Pajak atau yang lebih dikenal dengan Tax Amnesty pada Juli 2016
hingga Maret 2017. Sebelum program tax amnesty, rasio kepatuhan masih berada
pada level 60 persen pada tahun 2015 dan 2016; masing-masing sebesar 60,4 persen
dan 60,8 persen. Pada tahun 2017, terjadi lonjakan rasio kepatuhan yang signifikan
hingga mencapai 72,6 persen dan berlanjut di tahun 2018 dengan rasio kepatuhan
sebesar 71,1 persen. Pada 7 bulan pertama tahun 2019, rasio kepatuhan masih
menunjukkan tren yang positif dengan realisasi rasio sebesar 67,4 persen sehingga
sampai dengan akhir tahun fiskal 2019 pencapaian rasio kepatuhan diharapkan dapat
terjaga pada level 70 persen bahkan lebih baik lagi.
Perbaikan rasio kepatuhan merupakan kombinasi peningkatan kepatuhan sukarela
Wajib Pajak, perubahan perilaku kepatuhan pasca tax amnesty, dan penambahan
cakupan Wajib Pajak dalam sistem administrasi perpajakan. Tingkat kepatuhan pajak
yang semakin kuat, baik dari sisi jumlah Wajib Pajak Terdaftar maupun rasio
kepatuhan, merupakan fondasi dalam upaya pemerintah menciptakan sumber
penerimaan yang berkelanjutan (sustainable tax revenue) berdasarkan kepatuhan
pajak sukarela (voluntary tax compliance). Pemerintah juga menyampaikan apresiasi
atas dukungan penuh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dalam upaya
peningkatan kepatuhan wajib pajak maupun perbaikan dan penyempurnaan sistem
teknologi dan informasi perpajakan.
Pemerintah sangat mengapresiasi dukungan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
atas ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) untuk mendorong kepabeanan dan cukai
mengingat hal tersebut sudah diupayakan oleh Pemerintah sejak beberapa tahun
sebelumnya. Pemerintah sejak tahun 2016 dalam arah kebijakan perpajakannya telah
menegaskan untuk melakukan ekstensifikasi BKC baru. Hal tersebut lebih
dikarenakan kewajiban Pemerintah untuk memberikan perlindungan atas kesehatan
masyarakat serta terjaganya kelestarian lingkungan hidup. Pemerintah selama ini
telah mengenakan cukai atas konsumsi rokok, etil alkohol dan minuman mengandung
etil alkohol. Saat ini Pemerintah mengupayakan untuk mengenakan cukai pada
kantong plastik guna mengurangi dampak ekternalitas negatif pemakaian kantong
plastik yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup dan ekosistem, serta
kesehatan masyarakat secara umum. Ke depannya, dukungan dari Anggota Dewan
36
sekalian sangat diharapkan oleh Pemerintah untuk dapat segera menerapkan aturan
terkait cukai kantong plastik tersebut, melalui pembahasan bersama antara Anggota
Dewan dengan Pemerintah dalam menerapkan Peraturan Pemerintah sebagai dasar
hukum pemungutan cukai atas kantong plastik.
Sebagai bentuk komitmen perlindungan Pemerintah bagi kesehatan masyarakat
khususnya generasi penerus bangsa, Pemerintah meningkatkan tarif cukai hasil
tembakau (CHT) guna mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat. Upaya ini
tentu dilakukan dengan berbagi pertimbangan dan diskusi dampak atas kebijakan
yang ditempuh Pemerintah. Faktor tenaga kerja dalam industri rokok dan faktor
kesejahteraan petani tembakau menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah dalam
pengambilan kebijakan penyesuaian tarif CHT. Selain itu, Pemerintah juga terus
menggalakkan program penertiban cukai rokok ilegal. Melalui program tersebut,
diharapkan industri rokok yang dirugikan oleh aktivitas ilegal penjualan rokok tanpa
cukai dapat tetap terjaga keberlangsungannya. Keseimbangan antara aspek kesehatan
serta perkembangan industri dan penyerapan tenaga kerja sangat diperhatikan oleh
Pemerintah berkaitan dengan kebijakan penyesuaian tarif rokok.
Sehubungan dengan pernyataan dan masukan terkait fokus perbaikan kinerja sektor
berbasis padat karya khususnya sektor perkebunan yang mendapat tekanan karena
kebijakan bea impor yang tinggi dari negara-negara di Eropa, kami sependapat
dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa sektor padat karya seperti
pertanian, pertambangan dan industri pengolahan merupakan penopang utama
penyerapan tenaga kerja sehingga perlu didukung penuh oleh Pemerintah.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai juga melaksanakan
fungsi industrial assistance sehingga dapat tercipta kondisi industri nasional yang
kondusif dan berdaya saing.
Pada tahun 2020, beberapa kebijakan dalam mewujudkan kondisi tersebut
diantaranya melalui perbaikan dwelling time, fasilitas penyederhanaan regulasi lalu
lintas barang, pengembangan fasilitas Pusat Logistik Berikat (PLB), Tempat
Penimbunan Berikat (TPB), dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri
Kecil dan Menengah (KITE IKM) serta pemberian insentif penerapan sistem fasilitasi
tepat sasaran melalui fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP).
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Partai
Demokrat terkait turunnya target PNBP dalam RAPBN tahun 2020 dapat kami
sampaikan beberapa hal sebagai berikut.
Pendapatan Negara khususnya yang bersumber dari PNBP pada tahun 2020
ditargetkan sebesar Rp359.280,1 miliar yang berarti tumbuh negatif 7,0 persen
dibandingkan outlook tahun 2019. Target tersebut dihitung dengan
37
mempertimbangkan berbagai variabel ekonomi makro antara lain berupa indikator
harga minyak mentah Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat, dan lifting minyak bumi serta gas bumi, dan proyeksinya pada tahun 2020,
serta memperhatikan karakteristik masing-masing jenis PNBP dan kebijakan di
bidang PNBP yang akan ditempuh Kementerian/Lembaga. Penurunan target PNBP
tahun 2020 terutama dipengaruhi oleh tren menurunnya harga minyak (ICP) dan
lifting minyak bumi. Adapun faktor lain penurunan target PNBP dalam RAPBN tahun
2020 salah satunya berasal dari turunnya target Pendapatan dari Kekayaan Negara
(PKND). Target PKND tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 39,8 persen
dibandingkan outlook 2019. Dalam outlook 2019, PKND meliputi unsur laba bagian
Pemerintah dan surplus lembaga (BI, OJK, dan LPS). Lembaga-lembaga tersebut
melakukan tugas tertentu yang bersifat non profit, sehingga tidak pernah ditargetkan
menjadi sumber PNBP. Pada Mei 2019, terdapat setoran sisa surplus BI sebesar
Rp30,09 triliun, sebagai konsekuensi dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 62
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dalam kaitannya dengan tugas dan
fungsi Bank Indonesia menjaga stabilitas moneter dan pengendalian inflasi.
Penerimaan dari sisa surplus Bank Indonesia sifatnya insidentil dan penerimaannya
tidak dapat ditargetkan, yang tidak terjadi pada tahun sebelumnya. Penurunan target
2020 disebabkan karena potensi PKND hanya dihitung dari bagian laba BUMN.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrat bahwa perlu membuat terobosan
dalam peningkatan PNBP selain dari sektor SDA dapat dijelaskan sebagai berikut.
Optimalisasi sektor SDA mempunyai beberapa keterbatasan yang disebabkan oleh
(1) ketergantungan dengan faktor eksternal yang sulit dikendalikan Pemerintah, yaitu
harga minyak mentah Indonesia, harga mineral batubara, dan nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar Amerika; (2) lifting minyak dan gas yang cenderung menurun secara
alamiah; serta (3) harus memperhatikan kelestarian lingkungan.
Seperti yang telah diketahui bersama, PNBP terdiri dari empat kelompok yaitu
penerimaan SDA, Kekayaan Negara Dipisahkan (Dividen Bagian Pemerintah), PNBP
Lainnya, dan Pendapatan BLU. Dari keempat komponen tersebut, penerimaan SDA
masih memberikan kontribusi terbesar. PNBP SDA terutama SDA migas, merupakan
jenis PNBP yang sangat dipengaruhi oleh asumsi indikator ekonomi, terutama harga
minyak dan lifting migas. Perubahan pada kedua indikator tersebut akan berdampak
langsung terutama pada penerimaan PNBP SDA migas. Di dalam target PNBP tahun
2020, penerimaan SDA diperkirakan meningkat relatif kecil dibandingkan outlook
tahun 2019. Adapun terkait target pendapatan kekayaan negara dipisahkan tahun
2020 yang lebih rendah 39,8 persen dibandingkan outlook APBN 2019, dapat kami
sampaikan bahwa Pemerintah menerapkan kebijakan pay out ratio yang tepat untuk
38
mendukung penguatan permodalan BUMN sehingga target pendapatan dari kekayaan
negara yang dipisahkan pada tahun 2019 menjadi sebesar Rp79.681,2 miliar atau
lebih tinggi 76,8 persen dari tahun 2018. Peningkatan setoran dividen ini antara lain
disebabkan oleh masih membaiknya kinerja BUMN dan penerimaan dari sisa surplus
BI pada beberapa BUMN.
Selain itu, Pemerintah juga sepakat dengan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
bahwa untuk mengantisipasi penurunan PNBP tahun 2020 agar segera mempercepat
penyelesaian peraturan turunan UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP. Disahkannya
undang-undang tersebut akan memberikan dampak positif terhadap optimalisasi dan
perbaikan tata kelola PNBP melalui peningkatan kepatuhan pengelola PNBP dan
wajib bayar PNBP, penajaman obyek PNBP sebagai dasar penggalian potensi PNBP,
dan penguatan fungsi budgetary dan regulatory PNBP sebagai alat kebijakan
Pemerintah dalam menstimulus perekonomian dan mendorong kesejahteraan
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, implementasi UU No. 9 Tahun 2018
tentang PNBP akan diperkuat dengan regulasi pelaksanaan dalam bentuk peraturan
pemerintah dan peraturan menteri. Pemerintah terus berupaya menyelesaikan 4
(empat) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai peraturan pelaksanaan UU
dimaksud. Keempat RPP dimaksud meliputi Pengelolaan PNBP, Tata Cara Penetapan
Tarif atas Jenis PNBP, Tata Cara Pemeriksaan PNBP, dan Tata Cara Pengajuan dan
Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian PNBP. Pada tahun 2020,
peraturan pemerintah pelaksanaan Undang-Undang PNBP diharapkan dapat
diimplementasikan sesuai amanah dalam pasal 72 UU No. 9 Tahun 2018 tentang
PNBP.
Terkait upaya peningkatan PNBP dari pelayanan publik dan sumbangsih BUMN,
secara historis keduanya mempunyai kecenderungan meningkat setiap tahun. Upaya
optimalisasi PNBP dari pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh kebijakan tarif.
Pemerintah harus senantiasa mempertimbangkan dampak pengenaan terhadap
masyarakat, dunia usaha, dan sosial budaya; biaya penyelenggaraan layanan; aspek
keadilan; dan kebijakan pemerintah seperti kebijakan terkait hubungan atau
perjanjian internasional.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrat mengenai peningkatan
sumbangsih BUMN dalam menyumbang PNBP dan perlunya pemerintah
mengupayakan peningkatan efisiensi BUMN dengan mempertimbangkan cashflow
dan kemampuan keuangan BUMN, kiranya dapat jelaskan bahwa dalam penetapan
target PNBP yang berasal dari setoran dividen bagian Pemerintah atas laba BUMN
telah dilakukan secara cermat, dengan mempertimbangkan kemampuan pendanaan
perusahaan, terutama tingkat solvabilitas dan kemampuan BUMN dalam mendanai
investasi yang menguntungkan dalam rangka menjaga keberlangsungan usaha.
39
Selanjutnya dalam rangka efiesensi BUMN, beberapa langkah strategis telah
dilakukan Pemerintah antara lain melalui kebijakan holding BUMN, membangun
sinergi BUMN dengan tujuan value creation dan meningkatkan kemandirian BUMN
melalui peningkatan kapasitas BUMN, meningkatkan leverage dan efisiensi
operasional BUMN.
Adapun, selain dari bagian Pemerintah atas laba BUMN, sumbangsih BUMN terhadap
penerimaan negara juga melalui penyetoran pajak. Laba bagian Pemerintah atas laba
BUMN menjadi bagian PNBP sektor Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan
(PKND). Secara umum, prinsip yang digunakan Pemerintah dalam mengelola PKND
adalah dengan mempertimbangkan kebutuhan investasi dan kondisi keuangan badan
usaha, operasional lembaga, dan kebijakan Pemerintah. Selama periode 2015-2019,
kinerja BUMN terus mengalami perkembangan yang positif, baik dari sisi aktiva,
ekuitas, pendapatan maupun laba usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara
umum, BUMN mampu mengatasi tekanan kondisi perekonomian global. Sebagai
dampak dari perkembangan positif kinerja BUMN, kontribusi BUMN terhadap APBN
dalam periode 2015-2019, khususnya dari pembayaran dividen terus mengalami
peningkatan. Dalam periode tersebut, kontribusi BUMN dari pembayaran dividen
terhadap PNBP meningkat rata-rata sebesar 14,9 persen per tahun. Sehubungan
dengan hal tersebut, kebijakan teknis Pendapatan KND tahun 2020 yang ditempuh
Pemerintah untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah dengan peningkatan
efisiensi dan efektivitas kinerja BUMN guna menghasilkan laba bersih yang lebih
besar. Kebijakan ini ditempuh antara lain dengan meningkatkan profitabilitas dan
likuiditas perusahaan terutama dengan mempertimbangkan kemampuan pendanaan,
menjaga persepsi investor, dan mempertimbangkan regulasi serta covenant yang
mengikat BUMN.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai NasDem terkait target PNBP tahun 2020
sebesar Rp359,3 triliun atau turun dibanding dengan dengan PNBP pada APBN tahun
2019 yang besarnya Rp378,3 triliun, dapat kami sampaikan sebagai berikut.
Hal ini dilatarbelakangi kinerja PNBP tahun 2018 yang mencapai Rp409,3 triliun,
melebihi target APBN 2018 dan tumbuh cukup tinggi dibanding tahun 2017 yang
mencapai Rp311,2 triliun. Namun demikian, perlu kami sampaikan perbedaan kondisi
tahun 2018 dibandingkan perkiraan pada tahun 2020. Pada tahun 2020, kondisi
fundamental yang mempengaruhi PNBP utamanya PNBP SDA diperkirakan tidak
setinggi tahun 2018. Beberapa faktor fundamental tersebut antara lain, pertama, ICP
tahun 2018 mencapai angka tertinggi rata-rata setahun US$67,5/bbl (naik
US$17,6/bbl dibandingkan tahun 2017). Peningkatan setinggi ini diperkirakan tidak
akan terjadi tahun 2020, mengingat outlook di tahun 2019 hanya US$63/bbl (hampir
40
sama dengan realisasi rata-rata dalam semester I-2019). Bahkan harga komoditas ke
depan diperkirakan cenderung menurun ditengah kondisi ekonomi dan politik global
yang kurang kondusif. Perkiraan ICP yang terlalu tinggi dengan tujuan untuk
meningkatkan pendapatan negara memiliki risiko fiskal apabila tidak tercapai. Untuk
itu, perkiraan ICP pada tahun 2020 sebesar US$65 dinilai cukup realistis dan berhati-
hati. Kedua, faktor fundamental lainnya adalah produksi migas terutama minyak
bumi yang cenderung menurun. Meskipun PNBP tahun 2017 dan 2018 meningkat,
produksi minyak bumi justru mengalami penurunan. Peningkatan PNBP pada periode
tersebut salah satunya dipicu oleh peningkatan harga ICP dan sedikit peningkatan
pada gas bumi. Oleh karena itu, perkiraan produksi migas tahun 2020 yang menjadi
asumsi PNBP 2020 cukup rasional dalam jangka pendek dengan memperhatikan
kondisi terkini dan upaya yang dilakukan dalam satu tahun tersebut. Ketiga, nilai
tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika tahun 2020 diperkirakan sedikit mengalami
depresiasi dibandingkan tahun sebelumnya (Rp14.247 tahun 2018 menjadi Rp14.250
pada outlook 2019). Penetapan kurs nilai tukar yang terlalu rendah (terdepresiasi)
memang dapat meningkatkan PNBP, namun ini harus dilakukan secara lebih berhati-
hati.
Selain faktor fundamental, capaian PNBP juga dapat dipengaruhi input penerimaan
yang tidak bersifat sustain yang terjadi setiap tahun, seperti penerimaan surplus BI,
signature bonus, dan sebagainya. Adanya penerimaan sejenis ini akan mempengaruhi
peningkatan PNBP yang sangat signifikan. Oleh karena itu, penerimaan seperti ini
perlu dipertimbangkan untuk tidak selalu diperhitungkan/direncanakan. Akibatnya,
peningkatan target PNBP 2020 perlu benar-benar berasal dari jenis PNBP yang
sumbernya bersifat fundamen dan terus berkelanjutan terjadi setiap tahun. Oleh
sebab itu, target RAPBN 2020 sebesar Rp359,3 triliun tersebut dinilai cukup realistis
dan hati-hati. Meskipun demikian, dorongan upaya peningkatan target PNBP ini
menjadi perhatian agar dalam implementasinya dapat menghasilkan PNBP yang lebih
tinggi.
Oleh karena itu, Pemerintah terus berupaya meningkatkan kontribusi PNBP dalam
APBN terutama dengan memberikan perhatian khusus penguatan fundamental PNBP
sektor nonmigas, meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu penyempurnaan regulasi, penguatan
tata kelola dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan umum PNBP
yang akan ditempuh Pemerintah untuk mencapai target PNBP tahun 2020, antara
lain: (i) Penyempurnaan tata kelola PNBP setelah ditetapkannya UU Nomor 9 Tahun
2018 tentang PNBP; (ii) Pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang optimal, efektif, dan
efisien; (iii) Optimalisasi penerimaan dari pengelolaan BMN; (iv) Peningkatan
efisiensi kinerja BUMN; (v) Peningkatan kualitas layanan dan penyesuaian tarif PNBP
Pelayanan; dan (vi) Peningkatan kinerja pelayanan BLU yang lebih profesional.
41
Adapun beberapa Kementerian/Lembaga yang diharapkan dapat berkontribusi besar
dalam pencapaian target PNBP Lainnya tahun 2020 antara lain Kementerian
Komunikasi dan Informatika Rp17.536,2 miliar, Kepolisian Negara RI Rp10.392,4
miliar, Kementerian Perhubungan Rp7.286,4 miliar, Kementerian Hukum dan HAM
Rp3.525,5 miliar, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp2.338,3
miliar, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Rp2.364,5 miliar.
Sementara itu, menanggapi Fraksi Partai Amanat Nasional terkait dengan
pelayanan BLU Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan BLU
kepada masyarakat, dapat kami sampaikan, bahwa Badan Layanan Umum (BLU)
merupakan instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dalam upaya mengoptimalkan pendapatan
BLU, Pemerintah tetap mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan
peningkatan pelayanan. Sebagaimana diketahui, sampai dengan 31 Desember 2018,
terdapat 217 satuan kerja pemerintah yang tersebar pada 20 Kementerian/Lembaga
yang telah ditetapkan menjadi BLU. Ditinjau dari jenis layanannya, sebagian besar
BLU dimaksud bergerak di bidang penyediaan barang dan jasa, terutama bidang
pendidikan dan kesehatan, yaitu lebih dari 50 persen dari total BLU.
Dalam periode 2015-2019, pendapatan BLU terus mengalami peningkatan, dengan
pertumbuhan rata-rata sebesar 9,4 persen per tahun. Dalam APBN tahun 2019
pendapatan BLU ditargetkan sebesar Rp47.884,5 miliar atau lebih rendah 13,1 persen
bila dibandingkan tahun 2018. Pendapatan BLU dalam RAPBN tahun 2020
ditargetkan mencapai sebesar Rp56.691,6 miliar atau meningkat 11,9 persen dari
outlook dalam APBN tahun 2019. Kenaikan tersebut terutama disebabkan
peningkatan kapasitas dan kualitas layanan BLU, penyesuaian tarif BLU, dan
bertambahnya jumlah satker BLU.
Pemerintah akan berupaya mencapai target pendapatan BLU tahun 2020 melalui
berbagai kebijakan teknis, antara lain dengan: (i) mendorong peningkatan kinerja
pendapatan BLU dan investasi kas BLU melalui Peraturan Menteri Keuangan No.
82/PMK.05/2018 tentang Pengelolaan Kas dan Investasi BLU, yang mendorong BLU
untuk mengelola kas yang dimiliki berupa investasi jangka pendek pada instrumen
investasi dengan risiko rendah sehingga hasil pengelolaannya dapat menambah
pendapatan bagi BLU, (ii) memperkuat tata kelola untuk mengawal peningkatan
kinerja BLU melalui penerapan tata kelola BLU yang lebih baik/Good BLU
Governance (GBG), dan (iii) memordenisasi pengelolaan BLU melalui pemanfaatan
IT untuk meningkatkan kinerja layanan BLU.
42
Terkait dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar Pemerintah
terus melakukan pembenahan dan optimalisasi PNBP Sumber Daya Alam, dapat kami
sampaikan bahwa dalam rangka optimalisasi PNBP khususnya PNBP SDA,
pemerintah melakukan beberapa upaya antara lain:
(i) Perbaikan di sisi regulasi
Perbaikan regulasi terkait pengelolaan PNBP SDA antara lain regulasi terkait
pemungutan PNBP minerba, yaitu pemungutan PNBP dilakukan sebelum
pengapalan, review harga patokan secara periodik, review atas tarif PNBP,
termasuk review atas biaya-biaya yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang
PNBP.
(ii) Perbaikan di sisi administrasi
Perbaikan administrasi dengan sistem berbasis teknologi informasi (IT) terkait
pengelolaan PNBP antara lain melalui pengintegrasian sistem pemungutan PNBP
Kementerian/Lembaga (seperti ePNBP Minerba, SIPEPI Perikanan, dan SI PNBP
Kehutanan) dengan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) di Kementerian
Keuangan.
(iii) Peningkatan pengawasan
Sesuai amanat dalam Pasal 46 UU 9 Tahun 2018 tentang PNBP, akan dilakukan
penguatan fungsi pengawasan oleh Menteri Keuangan. Saat ini sedang disusun
RPP turunan UU PNBP yang mengatur hal tersebut secara lebih rinci.
Seiring dengan hal tersebut, saat ini juga telah dilakukan penguatan sinergi di internal
Kementerian Keuangan (DJA-DJP-DJBC) dalam rangka pengawasan PNBP,
diantaranya melalui kegiatan joint analisis dan joint proses bisnis, serta sinergi
dengan kementerian terkait (seperti Kementerian ESDM dan Kementerian
Perhubungan).
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai optimalisasi
BUMN, dapat kami sampaikan bahwa pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan
terdiri atas pendapatan dari bagian pemerintah atas laba BUMN dan pendapatan dari
kekayaan negara dipisahkan lainnya. Pendapatan dari bagian pemerintah atas laba
BUMN merupakan kontributor terbesar dalam akun pendapatan dari kekayaan
negara dipisahkan tersebut, sedangkan pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan
lainnya antara lain dapat berasal dari sisa surplus Bank Indonesia (BI), pendapatan
dari surplus Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pendapatan dari surplus Lembaga
Penjaminan Simpanan (LPS).
43
Dalam periode 2015-2019, kontribusi BUMN terhadap APBN, khususnya dari
pembayaran dividen BUMN terus mengalami peningkatan. Dalam periode tersebut,
kontribusi BUMN dari pembayaran dividen terhadap PNBP meningkat rata-rata
sebesar 14,9 persen per tahun. Sejalan dengan hal tersebut, target pendapatan bagian
laba BUMN juga meningkat dari Rp36.956,5 miliar (2015) menjadi Rp45.589,3 miliar
(2019). Pemerintah tetap menerapkan kebijakan pay out ratio yang tepat untuk
mendukung penguatan permodalan BUMN sehingga proyeksi pendapatan dari
kekayaan negara dipisahkan pada tahun 2019 diperkirakan mencapai Rp79.681,2
miliar atau lebih tinggi 74,8 persen dari target APBN tahun 2019. Peningkatan setoran
PNBP dari pengelolaan kekayaan negara dipisahkan antara lain disebabkan masih
baiknya kinerja BUMN dan adanya penerimaan dari sisa surplus BI.
Dalam RAPBN tahun 2020, pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan ditargetkan
sebesar Rp48.000,0 miliar atau lebih rendah 39,8 persen dibandingkan outlook APBN
tahun 2019. Kondisi tersebut disebabkan dalam outlook APBN tahun 2019 terdapat
penerimaan dari sisa surplus BI sebesar Rp30.091,9 miliar, sedangkan pada tahun
2020 jenis penerimaan sisa surplus BI tidak ditargetkan dalam RAPBN tahun 2020.
Dari target 2020 tersebut, pendapatan dari bagian pemerintah atas laba BUMN
perbankan direncanakan sebesar Rp20.760,4 miliar dan pendapatan dari bagian
pemerintah atas laba BUMN nonperbankan direncanakan sebesar Rp27.239,6 miliar.
Sementara itu, dalam penentuan target bagian pemerintah atas laba BUMN,
Pemerintah melakukan dengan mempertimbangkan manfaat optimal bagi negara.
Dari sisi BUMN, penentuan besaran target tersebut telah memperhatikan
profitabilitas BUMN, terutama untuk beberapa BUMN yang termasuk dalam
kelompok BUMN kontributor dividen terbesar. Selain itu, penentuan target bagian
pemerintah atas laba BUMN tersebut juga dilakukan dengan tetap memperhatikan
kemampuan pendanaan perusahaan terutama tingkat solvabilitas dan kemampuan
BUMN dalam mendanai investasi yang menguntungkan dalam rangka menjaga
keberlangsungan usaha, agar tidak akan menurunkan nilai pasar BUMN yang
terdaftar di bursa saham serta tidak melanggar regulasi atau perjanjian (covenant)
yang mengikat BUMN.
Dengan demikian, Pemerintah terus mensinergikan dua aspek kepentingan guna
menyeimbangkan antara kebutuhan sumber dana APBN dengan rencana kerja dan
kesinambungan (sustainability) usaha BUMN. Sebagai katalisator pembangunan,
BUMN perlu didorong berperan aktif dalam mewujudkan program prioritas
pemerintah dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan
ketimpangan ekonomi nasional, melalui keterlibatannya dalam pembangunan di
bidang infrastruktur, konektivitas, energi, pangan, dan inklusi keuangan.
44
Pemerintah sepakat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk
melakukan optimalisasi dividen (laba bagian Pemerintah) dan pengelolaan aset
Pemerintah di daerah. Dalam melakukan optimalisasi dividen, terdapat beberapa hal
yang mempengaruhi capaian target dividen, antara lain: (i) Hasil kesepakatan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang memutuskan dalam tahun berjalan
perusahaan akan melakukan investasi sehingga ada laba ditahan atau keuntungan
dibagikan kepada pemilik saham; (ii) Kebijakan holding terhadap BUMN yang
bergerak di sektor yang sama, pada awal berlakunya konsolidasi (holding) BUMN
belum bisa menyampaikan dividen yang sama besar dengan sebelum dikonsolidasi;
serta (iii) Penugasan Pemerintah, BUMN yang mendapat penugasan menahan laba
untuk digunakan kembali sebagai modal melakukan usaha.
Untuk itu, kebijakan yang diambil untuk menetapkan dividen bagian Pemerintah
tetap memperhatikan kemampuan BUMN dalam mendanai investasi yang
menguntungkan untuk menjaga keberlangsungan usaha, dengan
mempertimbangkan: (i) Profitabilitas dan likuiditas perusahaan, terutama
mempertimbangkan tingkat laba dan kemampuan pendanaan; (ii) Menjaga persepsi
investor yang dapat berpotensi menurunkan nilai pasar BUMN yang terdaftar di bursa
saham; (iii) Regulasi dan covenant yang mengikat BUMN; dan (iv) BUMN sebagai
agen pembangunan, dimana penetapan dividen lebih selektif untuk menyeimbangkan
antara kebutuhan APBN dengan pelaksanaan program dan kesinambungan usaha
BUMN.
Adapun untuk optimalisasi pengelolaan BMN, pengelolaannya terbagi menjadi dua
objek utama yaitu pengelolaan BMN yang berada pada Pengguna Barang
(Kementerian/Lembaga) dan pengelolaan BMN yang berada pada Pengelola Barang.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN dalam rangka peningkatan PNBP,
Pemerintah akan menempuh kebijakan antara lain: (i) meningkatkan pemanfaatan
BMN (sewa, Kerjasama Pemanfaatan/KSP, Bangun Serah Guna/Bangun Guna Serah,
dan Kerjasama Penyediaan Infrastruktur/KSPI) melalui simplifikasi mekanisme
pemanfaatan BMN dengan mereduksi hambatan-hambatan yang saat ini masih
terjadi; serta (ii) memetakan dan menginventarisasi BMN pada K/L dengan lebih
mengintensifkan proses pengawasan dan pengendalian BMN.
C. BELANJA NEGARA
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi
Partai Gerakan Indonesia Raya terkait pemanfaatan belanja negara secara
optimal, termasuk peningkatan alokasi belanja barang yang bersifat produktif untuk
meningkatkan kualitas dan efektivitas belanja Negara. Pemerintah menyadari bahwa
45
belanja memerlukan dukungan fiskal yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah
senantiasa mengupayakan perluasan ruang fiskal, baik melalui upaya peningkatan
pendapatan maupun dengan mengefisiensikan belanja-belanja yang bersifat kurang
produktif, yang diikuti upaya untuk tetap selalu memfokuskan pada anggaran belanja
program prioritas nasional. Untuk itu, Pemerintah menggunakan perhitungan value
for money (VFM) dalam membelanjakan anggaran. Perhitungan VFM tersebut
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan
yang diberikan tepat sasaran; meningkatkan mutu pelayanan publik; dan
menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya
penghematan dalam penggunaan input.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya bahwa
Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan alokasi belanja barang yang bersifat
produktif agar APBN dapat terserap secara efisien dan berdampak kepada
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, Pemerintah tetap akan melanjutkan
pembatasan belanja barang yang kurang produktif seperti perjalanan dinas, rapat-
rapat, dan sejenisnya.
Terkait penyerapan belanja, Pemerintah terus berupaya untuk melakukan perbaikan
sistem dan perencanaan anggaran agar dokumen dan persyaratan yang diperlukan
dalam pencairan DIPA dapat direncanakan jauh sebelum anggaran tersebut
diberlakukan. Dari sisi regulasi, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN, yang diantaranya
mengatur bahwa proses pelelangan pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan
sebelum tahun anggaran dimulai, setelah RKA-K/L disetujui oleh DPR. Dengan
demikian, K/L sudah dapat melakukan perikatan kontrak dan pencairan dana DIPA
dari sejak awal tahun anggaran. Dari sisi implementasi, diperlukan komitmen
bersama dari seluruh pemangku kepentingan termasuk aparat pemeriksa internal dan
eksternal, serta sosialisasi masif agar dicapai kesamaan persepsi oleh semua pihak
sehingga Pejabat Pengadaan Barang/Jasa dapat menjalankan tugasnya dengan
prinsip good governance.
Dari sisi waktu penarikan anggaran, Pemerintah telah menerbitkan peraturan
mengenai Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan
Kas untuk penyempurnaan aturan, sistem dan prosedur yang terkait dengan
penganggaran dan pelaksanaan APBN sehingga penyerapan anggaran lebih
terstruktur dan terjadwal serta tidak menumpuk di kuartal III s/d IV. Untuk itu,
pelaksanaan anggaran pada Kementerian/Lembaga diharapkan dapat lebih baik dan
terarah dalam menyusun perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan APBN, serta
meningkatkan sinkronisasi proses pengadaan barang/jasa dengan pelaksanaan
kegiatan dengan pencairan dananya.
46
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar Pemerintah
melakukan penajaman atas belanja negara dan meningkatkan alokasi belanja yang
bersentuhan langsung kepada rakyat kecil dapat disampaikan penjelasan sebagai
berikut.
Pemerintah senantiasa berupaya melindungi masyarakat, khususnya kelompok
masyarakat berpendapatan menengah ke bawah, dari risiko sosial dan ekonomi.
Pemerintah berupaya agar perlindungan sosial mampu menjangkau setiap warga
negara Indonesia pada setiap fase kehidupan, sejak dalam fase embrio sampai dengan
kematian. Lebih lanjut, integrasi dan sinergi antar program terus ditingkatkan baik
efisiensi maupun ketepatan sasarannya. Peningkatan efisiensi akan mendukung
kemampuan fiskal dalam menjaga keberlangsungan program bantuan sosial.
Sementara itu perbaikan ketepatan sasaran diharapkan mampu membantu
menurunkan angka kemiskinan serta mengurangi kesenjangan pendapatan secara
signifikan. Salah satu bentuk peningkatan kualitas perlindungan sosial dalam RAPBN
tahun 2020 adalah melalui Kartu Sembako.
Dalam tahun 2020, penguatan program perlindungan sosial yang komprehensif bagi
seluruh masyarakat menjadi salah satu fokus belanja sebagai upaya mendukung
peningkatan kualitas SDM. Hal ini sejalan dengan salah satu prioritas nasional
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2020 yaitu pembangunan manusia dan
pengentasan kemiskinan, dengan program prioritas perlindungan sosial dan tata
kelola kependudukan. Penguatan perlindungan sosial tersebut dilakukan melalui: (1)
skema perlindungan sosial yang komprehensif berdasarkan siklus kehidupan, (2)
sinergi antarprogram, (3) memastikan ketepatan sasaran yang didukung basis data
terpadu. Penguatan tersebut diharapkan dapat berdampak positif berupa peningkatan
daya beli masyarakat, produktivitas, dan kualitas SDM yang pada akhirnya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program perlindungan sosial menyasar 40
persen penduduk dengan status ekonomi terendah. Untuk memastikan ketepatan
sasaran, Pemerintah menggunakan sistem yang dapat digunakan untuk perencanaan
program dan mengidentifikasi nama dan alamat calon penerima bantuan sosial, baik
rumah tangga, keluarga maupun individu berdasarkan pada kriteria-kriteria sosial-
ekonomi yang kemudian disebut Basis Data Terpadu.
Berbagai upaya penguatan program perlindungan sosial menunjukkan hasil yang
cukup baik yang tercermin dari membaiknya indikator kesejahteraan. Tingkat
kemiskinan menunjukan tren yang menurun dalam 5 tahun terakhir dari 11,2 persen
pada 2015 dan mencapai single digit 9,4 persen pada 2019. Rasio Gini sebagai
indikator ketimpangan menunjukkan penurunan dari 0,408 pada 2015 menjadi 0,382
pada 2019. Capaian tersebut tidak lepas dari dukungan pemerintah untuk program
perlindungan sosial dan bantuan untuk masyarakat miskin/daerah tertinggal.
47
Dukungan tersebut diberikan melalui berbagai program, yaitu: (1) Program Keluarga
Harapan (PKH), (2) bantuan pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar, (3) bantuan
beasiswa untuk mahasiswa melalui bidikmisi, (4) bantuan sosial pangan, (5) bantuan
iuran bagi rakyat miskin untuk jaminan kesehatan (PBI JKN), (6) subsidi (di luar
subsidi pajak), (7) dana desa, dan (8) program pembiayaan ultra mikro.
Dalam kurun waktu 2015-2019, alokasi anggaran perlindungan sosial sebagaimana
program-program tersebut di atas tumbuh rata-rata 10,5 persen, yaitu dari
Rp247.560,6 miliar pada tahun 2015 menjadi Rp369.092,61 miliar pada tahun 2019.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat terkait
pentingnya peran Pemerintah dalam menjaga kestabilan ekonomi. Dalam menjaga
kestabilan di tengah gejolak global, Pemerintah akan mengoptimalkan peran dari
semua instrument kebijakan yang ada, baik moneter, fiskal, tenaga kerja, riil, sektor
keuangan, maupun perdagangan internasional. Sinergi kebijakan-kebijakan tersebut
akan terus dilakukan dan ditingkatkan untuk mendukung stabilitas perekonomian
dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Melalui RAPBN 2020, Pemerintah berusaha mewujudkan stabilitas ekonomi melalui
fokus pembangunan pada sumber daya manusia dan infrastruktur. Sumber daya
manusia merupakan faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas diharapkan memberi peran
penting dalam mendorong pembangunan. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur
juga memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan kapasitas dan
produktivitas perekonomian, melancarkan distribusi barang dan jasa, mitigasi
urbanisasi yang tinggi serta perannya dalam menurunkan tingkat kemiskinan.
Dengan sumber daya manusia yang sehat dan infrastruktur yang baik, tingkat
produktivitas diharapkan dapat meningkat dan akan memperbaiki kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
Pemerintah mengapresiasi pandangan Fraksi Partai NasDem terhadap atas
kinerja pembangunan lima tahun terakhir. Capaian tersebut juga tidak lepas dari
peran DPR. Kinerja pembangunan ekonomi pada lima tahun terakhir disertai dengan
pencapaian dan rencana pembangunan infrastruktur ke depan diharapkan mampu
memberikan pondasi yang kuat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Sehingga
peran Pemerintah melalui kualitas belanja negara yang baik dapat bermanfaat
sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.
Pemerintah setuju dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar
belanja negara memberikan stimulus pada perekonomian terutama kontribusi positif
yang signifikan terhadap masalah defisit transaksi berjalan. Untuk itu, Pemerintah
melalui belanja negara berupaya melakukan penguatan perekonomian domestik
48
untuk mengurangi tekanan defisit neraca transaksi berjalan. Beberapa usaha yang
dilakukan Pemerintah diantaranya mendorong produktivitas, pendalaman pasar
keuangan domestik, reformasi institusional, serta melakukan transformasi ekonomi
untuk penguatan stabilitas perekonomian domestik.
Pemerintah juga berupaya untuk mendorong peningkatan investasi dan ekspor.
Beberapa langkah yang dilakukan Pemerintah adalah deregulasi kebijakan,
penyediaan insentif fiskal, mendorong transformasi industrialisasi melalui kebijakan
Making Indonesia 4.0, hingga penguatan pembiayaan ekspor.
Pemerintah memberikan apresiasi atas pandangan dari Fraksi Partai Gerakan
Indonesia Raya, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera yang terus mendorong Pemerintah untuk mengalokasikan anggaran
infrastruktur yang efektif dan efisien serta memiliki dampak yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi serta pengurangan kemiskinan, ketimpangan, dan
pengangguran. Sejalan dengan itu, Pemerintah telah melakukan perubahan struktur
belanja secara besar-besaran, yaitu pengalihan dari belanja yang bersifat konsumtif ke
belanja yang bersifat produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Dalam kurun tahun 2015-2019, pemerintah meletakkan pembangunan infrastruktur
yang mengedepankan pemerataan wilayah sebagai prioritas utama dalam
pembangunan nasional. Pada tahun 2015, anggaran infrastruktur naik sebesar 62,7
persen dari tahun 2014 dan selanjutnya meningkat rata-rata 11,3 persen per tahun
sampai dengan tahun 2019. Sementara itu anggaran pendidikan selalu dijaga agar
tetap memenuhi 20 persen dari APBN dan anggaran kesehatan 5 persen terhadap
APBN.
Beberapa capaian pembangunan bidang infastruktur dari tahun 2015-2019 adalah (1)
bidang Transportasi meliputi jalur kereta api ganda dan reaktivasi sepanjang 743,67
km, LRT Palembang, MRT Jakarta, 15 Bandara baru, dan penyelesaian pembangunan
pelabuhan non komersial di 130 pelabuhan; (2) bidang Konektivitas meliputi jalan
sepanjang 3.793 kilometer, jalan tol sepanjang 1.460,8 kilometer, dan jembatan
sepanjang 58,3 kilometer; dan (3) bidang Komunikasi yang meliputi pembangunan
Palapa Ring dengan jangkauan telah mencapai 457 dari total 514 kota.
Atas berbagai upaya perbaikan tersebut, kualitas infrastruktur Indonesia termasuk
listrik dan air dalam Global Competitiveness Index naik dari peringkat 81 dunia pada
tahun 2015 ke peringkat 71 dunia pada tahun 2018.
Pembangunan infrastruktur akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi serta
terbukanya akses transportasi dan konektivitas antar wilayah, sehingga
memungkinkan masyarakat menikmati berbagai program pembangunan dengan
lebih baik. Karena itu, untuk pertama kalinya sejak tahun 1999, persentase
49
kemiskinan Indonesia pada bulan Maret tahun 2019 mencapai titik terendah yaitu
9,41 persen. Sementara itu, tingkat ketimpangan (gini ratio) juga mengalami
penurunan yang cukup signifikan dari 0,408 pada Maret 2015 menjadi 0.382 pada
Maret 2019. Demikian halnya dengan tingkat pengangguran mengalami penurunan
dari 5,8 persen dari tahun 2015 menjadi 5,01 persen pada Februari 2019.
Pencapaian tersebut juga tidak lepas dari keseriusan pemerintah dalam meningkatkan
alokasi dan kualitas anggaran perlindungan sosial melalui program-program
pengentasan kemiskinan seperti PKH, KIP/Bidik Misi, Jaminan Kesehatan untuk
penduduk miskin (PBI), transformasi Rastra ke Bantuan Pangan Non Tunai, dan
program pembiayaan UMKM. Ini juga sekaligus menjawab pandangan Fraksi Partai
Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya yang mengacu
pada kajian Bappenas bahwa peningkatan alokasi belanja Kementerian/Lembaga
tidak berefek maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi, dapat kami sampaikan
bahwa sebagai negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, maka siklus
perekonomian global yang sangat dinamis beberapa tahun terakhir juga berdampak
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagai contoh ancaman trade war
antara Amerika Serikat dan Tiongkok di sepanjang tahun 2018 yang menurunkan
volume transaksi perdagangan global secara signifikan juga memiliki dampak
terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, meskipun memiliki multiplier effect
yang luas dan panjang, pembangunan infrastruktur memerlukan waktu yang tidak
singkat, sehingga efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak dapat dinikmati saat
itu juga. Meskipun demikian, kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih
baik dibandingkan dengan negara-negara peer Indonesia. Pertumbuhan tersebut
terutama didukung oleh konsumsi rumah tangga yang dalam empat tahun terakhir
memberikan kontribusi sebesar rata-rata 56 persen dengan pertumbuhan yang terjaga
sebesar rata-rata 5 persen.
Menanggapi pandangan Anggota Dewan mengenai isu kesejahteraan dan
ketenagakerjaan, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut.
Kami sangat mengapresiasi pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa,
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan mengenai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
berkeadilan, yang disertai oleh penciptaan lapangan pekerjaan, pengentasan
kemiskinan dan penurunan kesenjangan. Untuk itu pertumbuhan ekonomi akan terus
didorong agar dapat menggerakkan sektor riil sehingga lebih banyak menyerap tenaga
kerja, dan pada gilirannya dapat mempercepat pengurangan kemiskinan dan
50
kesenjangan. Selain itu, Pemerintah akan terus mendorong kebijakan fiskal 2020
untuk lebih diperkuat dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan mengurangi
kesenjangan.
Pemerintah menyadari bahwa tahun 2020 merupakan tahun yang penting bagi
bangsa Indonesia, khususnya bagi Pemerintahan yang baru. Tahun 2020 merupakan
awal pelaksanaan untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) di periode selanjutnya. Pemerintah telah menyusun kebijakan ekonomi dan
pembangunan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020 dengan seksama guna
menghasilkan program-program yang lebih efektif dan efisien untuk mendorong
perbaikan kesejahteraan masyarakat. Adapun tema RKP 2020 yaitu
“Pembangunan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Tema ini
merupakan langkah awal di estafet tema pembangunan di RPJMN 2020-2024 yang
dititikberatkan pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengentasan
kemiskinan. Secara lengkap berikut prioritas nasional RKP 2020: (i) pembangunan
manusia dan pengentasan kemiskinan, (ii) infrastruktur dan pemerataan wilayah,
(iii) nilai tambah sektor riil, industrialisasi dan kesempatan kerja, (iv) ketahanan
pangan, air, energi, dan lingkungan hidup, dan (v) stabilitas pertahanan dan
keamanan.
Penurunan angka kemiskinan mengindikasikan bahwa pembangunan telah
mendorong perbaikan kesejahteraaan masyarakat. Pemerintah menyadari, meskipun
berhasil menyentuh angka single digit sebesar 9,41 persen per Maret 2019, penurunan
angka kemiskinan selama empat tahun terakhir masih lambat. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat golongan penduduk miskin dengan level
kemiskinan yang lebih dalam sehingga membutuhkan porsi intervensi Pemerintah
yang lebih besar. Analisis kemiskinan dinamis menunjukkan jumlah penduduk yang
secara persisten berada di bawah garis kemiskinan masih relatif besar yaitu sekitar
4-5 persen. Kelompok ini tinggal tersebar di berbagai wilayah di Indonesia sehingga
penanganannya menjadi tantangan tersendiri. Pemerintah terus berupaya
memperbaiki dan menyempurnakan strategi penanggulangan kemiskinan dari tahun
ke tahun. Untuk itu, Pemerintah membutuhkan dukungan politik dan penganggaran
yang lebih kuat baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemerintah juga akan terus
mendorong peningkatan dan pemerataan akses hidup layak, lapangan kerja,
permodalan, dan kepemilikan aset melalui program-program bantuan, perlindungan,
dan pemberdayaan masyarakat.
Terkait kesenjangan pendapatan, terjadi tren penurunan rasio gini sejak tahun 2015.
Distribusi konsumsi penduduk mengalami perbaikan. Tercatat bahwa pada tahun
2015 penduduk 20 persen terkaya menguasai 47,1 persen total konsumsi, kemudian
turun menjadi 45,6 persen di tahun 2018. Sebaliknya, penduduk 40 persen terbawah
51
mengalami peningkatan porsi konsumsi total. Hal ini mendorong rasio gini menurun
dari 0,408 di Maret 2015 menjadi 0,382 di Maret 2019, atau turun 0,026 poin dalam
empat tahun terakhir. Kesenjangan antarwilayah masih terjadi dimana tingkat
kemiskinan tertinggi disertai sumbangsih kue ekonomi terendah masih berada di
Kawasan Timur Indonesia dan daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Tingkat
kemiskinan tertinggi pada tahun 2018 terdapat di wilayah Papua dan Maluku yakni
mencapai 20,94 persen meskipun dalam hal jumlah, penduduk miskin di Pulau Jawa
masih mendominasi. Di samping itu, struktur perekonomian antarwilayah juga masih
mengalami kesenjangan, dimana perekonomian nasional masih terpusat di Jawa
(59,03 persen terhadap PDB) dan Sumatera (21,36 persen terhadap PDB). Oleh
karena itu, dalam rangka mensejahterakan kehidupan bangsa, pemerintah telah
meletakkan paradigma pembangunan Indonesia Sentris, sebagai upaya agar hasil
pembangunan tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, tetapi merata di seluruh
Tanah Air. Ke depan perlu terus mendorong momentum akselerasi kinerja ekonomi
wilayah di luar Jawa dan Sumatera dengan tetap menjaga pertumbuhan Pulau Jawa
dan Sumatera. Dengan demikian, hasil-hasil pembangunan antarwilayah dapat lebih
merata dalam rangka mengurangi kesenjangan antarwilayah.
Dari sisi ketenagakerjaan, jumlah tenaga kerja dan usia produktif terus meningkat
seiring dengan bonus demografi yang masih berlangsung hingga tahun 2030-an. Oleh
karena itu, kebutuhan ketersediaan lapangan kerja baru juga terus meningkat dan
tantangan untuk meningkatkan produktivitas menjadi vital dalam rangka mencapai
visi Indonesia ke depan. Setelah melewati berbagai krisis dan tantangan, Indonesia
terbukti mampu bertahan dan terus tumbuh menjadi negara dengan ekonomi yang
lebih maju dan kuat. Untuk itu 100 tahun setelah kemerdekaan, Indonesia bertekad
hendak menjadi negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur, serta dapat menjadi
salah satu kekuatan ekonomi besar di dunia sesuai dengan Visi Indonesia 2045.
Namun demikian, untuk mewujudkan visi tersebut, masih terdapat banyak tantangan
baik dalam jangka pendek maupun panjang. Tantangan-tantangan tersebut di
antaranya adalah kesenjangan output, ketidakpastian global, demografi menuju aging
population, middle income trap, dan transformasi ekonomi. Dengan modal sosial,
ekonomi, dan SDM unggul, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi negara maju.
Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang besar dengan usia muda, kelas
menengah yang tumbuh, dan demokrasi yang semakin dewasa. Dalam menuju 2045,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pembangunan sistem yang berkeadilan
merupakan prioritas utama.
Pemerintah telah menuangkan upaya strategis untuk penciptaan lapangan kerja yang
berkualitas. Upaya-upaya tersebut antara lain dengan mendorong sektor bernilai
tambah tinggi, meningkatkan keahlian tenaga kerja yang sesuai kebutuhan pasar
52
kerja, memperluas program pemerintah dan memanfaatkan Dana Desa untuk
pembangunan infrastruktur padat karya, dan meningkatkan investasi di sektor
formal. Untuk meningkatkan daya saing dan kualitas tenaga kerja serta dalam rangka
mengantisipasi tantangan ekonomi yang semakin kompleks diantaranya Revolusi
Industri 4.0, Pemerintah terus menyiapkan program-program yang antisipatif dengan
berbagai perubahan yang ada. Pemerintah terus berupaya untuk membangun
generasi yang bertalenta, beradaptasi dengan perkembangan teknologi, menjunjung
tinggi integritas, serta pembangunan SDM yang lebih merata dan menyeluruh. Dari
sisi APBN, pemerintah tetap menjaga alokasi anggaran sebesar 20 persen dari belanja
negara. Dengan anggaran Pendidikan yang terus meningkat, tidak boleh ada anak
Indonesia yang tertinggal. Kualitas belanja Pendidikan akan difokuskan untuk
meningkatkan skill dan pengetahuan dalam upaya mempersiapkan tenaga kerja kita
menghadapi era industri 4.0 – membantu anak-anak Indonesia terutama yang tidak
mampu untuk mendapat kesempatan sekolah dan pelatihan kerja – melalui Kartu
Indonesia Pintar dan Kartu Pra Kerja.
Data BPS menunjukkan bahwa TPT dalam empat tahun terakhir terus menunjukkan
tren yang menurun. Namun, selama empat tahun terakhir ini, lulusan SMK masih
menempati tingkat pengangguran tertinggi, kemudian diikuti oleh tenaga kerja
lulusan Diploma. Hal ini disebabkan karena tingkat keahlian dan keterampilan
lulusan SMK dan Diploma masih kurang memadai dan belum dapat memenuhi
kualifikasi serta kesesuaian dengan kebutuhan dunia usaha atau dunia industri
(adanya skill gap). Untuk itu, Pemerintah terus mendorong percepatan peningkatan
keahlian tenaga kerja melalui penguatan kuantitas dan kualitas pendidikan vokasi,
dimana hal ini telah tertuang dalam arah kebijakan belanja negara tahun 2020.
Pemerintah pada tahun 2020 akan memberikan beasiswa untuk melanjutkan
Pendidikan tinggi kepada 400 ribu mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak
mampu namun memiliki prestasi akademik melalui KIP Kuliah. Pemberian beasiswa
KIP Kuliah diutamakan pada Pendidikan vokasi atau politeknik serta Pendidikan
sarjana pada program studi sains dan teknologi agar setelah lulus mereka dapat
langsung bekerja. Pendidikan vokasi diperkuat khususnya melalui sinkronisasi
kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha atau dunia industri, supaya
tercipta link and match antara pendidikan dan pasar tenaga kerja. Penguatan
pendidikan vokasi dilaksanakan melalui beberapa program, yaitu: (i) penerapan
kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), (ii) pelaksanaan
revitalisasi pendidikan tinggi vokasi, melalui pilot project dual system dan teaching
factory, pemanfaatan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), dan sertifikasi kompetensi
dosen dan mahasiswa, (iii) pengembangan prodi Multi Entry Multi Output (MEMO),
dan (iv) tetap mengadakan prodi profesi guru produktif. Untuk meningkatkan
53
keterampilan masyarakat yang belum bekerja, Pemerintah pada tahun 2020
menginisiasi program kartu pra-kerja melalui pelatihan vokasi serta penguatan skill
sehingga sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Pemerintah selalu berusaha meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial
dalam menurunkan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan pendapatan. Selain
terus menjaga tingkat inflasi dan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat,
Pemerintah tetap menjalankan bantuan sosial, yang merupakan salah satu bantalan
ekonomi guna menjaga daya beli masyarakat khususnya masyarakat miskin dan
rentan. Program-program jaminan sosial dan perlindungan sosial seperti Program
Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Indonesia
Pintar (PIP), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan terus diperbaiki dan
ditingkatkan, serta keberlanjutannya diarahkan supaya lebih efektif (lebih tepat
sasaran). Dengan berbagai bantuan sosial yang disiapkan, Pemerintah berupaya
untuk mengurangi beban dan memperbaiki standar hidup penduduk miskin. PKH
merupakan salah satu program perlindungan sosial yang paling efektif dalam
menurunkan kemiskinan dan ketimpangan. Beberapa studi juga menunjukkan
keefektifan PKH dalam menurunkan kesenjangan pendapatan dan kemiskinan, serta
peningkatan capaian pendidikan dan kesehatan. Selain memperluas cakupan
kepesertaan PKH, di tahun 2019 Pemerintah telah meningkatkan sekitar dua kali nilai
manfaat yang diberikan. Kebijakan ini akan terus dipertahankan di tahun 2020. Selain
itu, di tahun 2020 Pemerintah akan melaksanakan perluasan bantuan sosial melalui
Kartu Sembako, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, dan Kartu Pra-Kerja. Berbagai
program tersebut merupakan wujud nyata keberpihakan Pemerintah kepada
masyarakat miskin.
Untuk pengurangan kemiskinan di perdesaan pemerintah melakukan beberapa hal
antara lain melalui optimalisasi pemanfaatan Dana Desa. Pemanfaatan dana desa
diarahkan untuk pemerataan infrastruktur dasar dan mendorong tumbuhnya
produktivitas ekonomi di perdesaan, serta peningkatan pendapatan antara lain
melalui program-program padat karya (cash for works). Pemanfaatan Dana Desa
yang dikelola langsung oleh masyarakat diharapkan dapat memecahkan berbagai
persoalan kemiskinan, termasuk didalamnya penciptaan kesempatan kerja dan
peningkatan kapasitas masyarakat, terutama kelompok miskin dan rentan
Selain itu, program-program afirmasi untuk menyejahterakan petani yang tergambar
dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP), yang sebagian besar tinggal di perdesaan dan
hidup dari sektor pertanian juga terus dilakukan. Pertama, mendorong diversifikasi
usaha untuk meningkatkan pendapatan petani, yang tidak hanya difokuskan untuk
produksi pangan namun juga pengembangan komoditas pertanian lainnya yang
memiliki nilai jual lebih tinggi. Kedua, meningkatkan bimbingan teknis serta
54
memperluas akses pasar dan permodalan untuk mendukung pengolahan hasil
pertanian agar dapat meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian yang
dihasilkan petani. Ketiga, memperluas infrastruktur perdesaan, misalnya dengan
membangun atau memperbaiki irigasi tersier, jalan desa, jembatan, termasuk tempat
penyimpanan/storage, lantai jemur, dan lain-lain. Keempat, reforma agraria untuk
meningkatkan kepemilikan lahan terutama bagi petani miskin.
Sesuai dengan tema pembangunan 2020, Pemerintah sepakat bahwa kebijakan
ekonomi diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,
berkeadilan dan berkedaulatan, dimana pembangunan ekonomi diarahkan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pendapatan, pengurangan
kemiskinan, pengurangan kesenjangan, dan peningkatan kesempatan kerja
sebagaimana diuraikan di atas. Pemerintah terus berupaya semaksimal mungkin
untuk melaksanakan amanat tersebut. Pada tahun anggaran 2020 Pemerintah akan
mempertahankan kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan potensial
Indonesia melalui transformasi struktural untuk peningkatan kesejahteraan.
Beberapa langkah yang akah dilakukan antara lain revitalisasi industri pengolahan,
modernisasi pertanian, hilirisasi pertambangan, dan transformasi sektor jasa.
Sedangkan dari sisi memastikan inklusivitas dan keberlanjutan pembangunan
ekonomi, beberapa kebijakan akan dilakukan diantaranya mendorong pemerataan
antarwilayah dan tingkat pendapatan, mendorong penurunan tingkat kemiskinan,
mempertahankan keseimbangan lingkungan, dan memperluas akses dan kesempatan
kerja.
Untuk meningkatkan IPM, salah satunya dengan menyiapkan SDM yang berkualitas
dimulai dari akarnya (1000 Hari Pertama Kehidupan) yang dimulai sejak janin dalam
kandungan sampai anak usia 2 tahun. Program pencegahan stunting salah satu cara
dalam rangka menyiapkan SDM yang berkualitas dengan menyiapkan tenaga kerja,
tidak hanya untuk revolusi industri 4.0 tapi juga mendapatkan tenaga kerja yang
sehat, produktif, cerdas maka investasinya harus dimulai sejak usia dini. Tim
percepatan pencegahan stunting telah dibentuk di kab/kota sampai tingkat provinsi,
demikian juga dengan program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) yang
berfokus pada upaya promotif dan preventif. Komitmen percepatan pencegahan
stunting dan GERMAS sudah mulai dilaksanakan dari tingkat pusat sampai tingkat
daerah.
Target pembangunan tahun 2020 telah diusulkan oleh Pemerintah, dimana TPT turun
menjadi 4,8–5,1 persen, Tingkat Kemiskinan turun menjadi 8,5–9,0 persen, Rasio
Gini di kisaran 0,375–0,380, dan IPM pada 72,51, dapat kami sampaikan bahwa
penetapan Sasaran Pembangunan tersebut dilakukan dengan telah
mempertimbangkan berbagai hal, antara lain pertumbuhan ekonomi, inflasi,
55
pertumbuhan di sektor ketenagakerjaan, serta keberhasilan program-program
kemiskinan yang telah dilakukan pada periode sebelumnya. Strategi penanggulangan
kemiskinan dalam RKP 2020 ditetapkan lebih komprehensif, yang mencakup sasaran
yang diperluas dan perbaikan mekanisme penyaluran misalnya melalui satu kartu
untuk berbagai program bantuan sosial. Untuk itu, Pemerintah terus berupaya
menjaga konsistensi dalam mengarahkan kebijakan ekonomi untuk mewujudkan
Sasaran Pembangunan tersebut. Upaya pembangunan ekonomi akan terus diarahkan
supaya mampu mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesempatan kerja,
mengurangi kesenjangan, dan mendorong kualitas sumber daya manusia Indonesia
yang semakin baik lagi.
Sehubungan dengan pernyataan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa
anggaran Infrastruktur tahun 2020 mengalami penurunan dari tahun 2019, dapat
kami sampaikan bahwa meskipun prioritas pembangunan tahun 2020-2024 adalah
pembangunan Sumber Daya Manusia, namun pemerintah juga masih melanjutkan
pembangunan Infrastruktur sebagai prioritas. Hal ini dapat dilihat dari anggaran
infrastruktur yang naik sebesar 4,9 persen dari Rp399,7 triliun di tahun 2019 menjadi
Rp419,2 triliun di tahun 2020.
Sasaran utama dari anggaran infrastruktur tahun 2020 tersebut adalah di bidang
konektivitas dialokasikan antara lain untuk (1) pembangunan jalan 837 km; (2)
pembangunan jalur kereta api (jalur siap operasi dan jalur tahap awal/badan jalan)
sepanjang 238,8 km’sp, dan (3) penyelesaian 3 bandara baru. Di bidang perumahan,
diarahkan antara lain untuk pembangunan rusun sebanyak 5.224 unit dan
pembangunan rumah khusus sebanyak 2.000 unit. Selain sasaran pembangunan
infrastruktur tersebut, terdapat pula kegiatan pembangunan infrastruktur yang
menjadi prioritas baru di tahun 2020, antara lain KSPN Super Prioritas (termasuk GP
Mandalika), dan persiapan pelaksanaan PON tahun 2020.
Sementara itu, Menjawab pernyataan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
mengenai alokasi anggaran belanja modal untuk pembangunan infrastruktur
pertanian. Dapat disampaikan bahwa Pemerintah tetap concern untuk mengawal
pembangunan sektor pertanian. Dalam tahun 2020, Kementerian Pertanian akan
mengalokasikan dana untuk pembangunan infrastruktur pertanian terutama
pembangunan irigasi, antara lain :
1. Rehabilitasi Irigasi Tersier sebanyak 100.000 ha dengan alokasi sebesar Rp160
miliar.
2. Irigasi Perpompaan sebanyak 1.000 unit dengan alokasi sebesar Rp125,77 miliar.
3. Pembangunan Embung Pertanian sebanyak 400 unit dengan alokasi sebesar Rp
48 miliar.
56
4. Irigasi Perpipaan sebanyak 138 unit dengan alokasi sebesar Rp13,8 miliar.
Selain itu, salah satu program pengembangan pedesaan yang juga mendukung sektor
pertanian. Dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
melalui Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI). P3-TGAI
adalah program penyediaan air bagi kawasan pertanian melalui perbaikan,
rehabilitasi, dan peningkatan jaringan irigasi kecil (luas kurang dari 150 hektar)
dan/atau irigasi desa, atau irigasi tersier, dengan berbasis pemberdayaan masyarakat
petani secara partisipatif di wilayah pedesaan, yang dilaksanakan oleh Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A) atau Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A)
atau Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A).
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar pemerintah
menitik beratkan alokasi anggaran pada belanja modal dibanding belanja pegawai,
belanja utang, dan bunga utang, dapat dijelaskan bahwa pemerintah berupaya untuk
mendorong peningkatan alokasi dan kualitas belanja modal agar lebih produktif dan
memberikan efek pengganda yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Sejak tahun 2015 alokasi belanja modal mengalami
penurunan, antara lain disebabkan oleh adanya Reklasifikasi Anggaran yaitu
perpindahan beberapa akun belanja modal menjadi belanja barang, seperti belanja
pemeliharaan, belanja dekonsentrasi/tugas pembantuan, dan belanja barang yang
diserahkan kepada masyarakat/Pemda. Meskipun demikian, agar belanja modal yang
dialokasikan dapat menghasilkan dampak ekonomi yang lebih tajam, maka
pemerintah juga menerapkan kebijakan untuk membatasi belanja modal tertentu,
seperti gedung dan kantor, pengadaan kendaraan dinas, termasuk peralatan
perkantoran.
Selanjutnya, di tahun 2020, pemerintah kembali berkomitmen untuk meningkatkan
alokasi anggaran belanja modal dengan cukup signifikan, yaitu direncanakan sebesar
Rp228.327,5 miliar, atau meningkat 20,6 persen jika dibandingkan dengan pagunya
dalam APBN 2019. Anggaran tersebut akan diarahkan untuk: (i) mendorong
penguatan belanja modal untuk menambah aset dan ekuitas serta berkontribusi pada
pertumbuhan ekonomi melalui investasi; (ii) refocusing belanja modal untuk
peningkatan kapasitas produksi dan daya saing antara lain untuk membangun jalan,
irigasi, dan jaringan; (iii) pembatasan pengadaan kendaraan bermotor dan
pembangunan gedung baru; (iv) mengarahkan belanja modal untuk pembangunan
infrasruktur pendukung transformasi industrialisasi dan antisipasi urbanisasi antara
lain energi, pangan, air, konektivitas dan sanitasi, pengelolaan sampah dan
transportasi masal; dan (v) untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, perlu
dikembangkan skema pembiayaan kreatif (KPBU) secara lebih masif.
57
Adapun langkah Pemerintah dalam melakukan penguatan belanja modal dilakukan
dengan: i) fokus kepada meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing al. energi,
pangan, air, penguatan konektivitas, dan transportasi massal; ii) Pembatasan
pengadaan kendaraan bermotor dan pembangunan gedung baru; dan iii) Mendorong
agar K/L proaktif mengembangkan skema pembiayaan kreatif dengan
memberdayakan peran swasta, BUMN/BUMD dan BLU.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang meminta
agar pembangunan infrastruktur harus diikuti oleh optimalisasi angkutan massal
dapat kami jelaskan sebagai berikut. Salah satu arah kebijakan pembangunan
infrastruktur tahun 2020 yaitu mendorong pembangunan infrastruktur di perkotaan
untuk antisipasi urbanisasi (antara lain transportasi massal perkotaan, air bersih dan
sanitasi, dan perumahan yang layak huni). Untuk melaksanakan kebijakan tersebut,
Kementerian Perhubungan berusaha mewujudkannya melalui penciptaan
konektivitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi disparitas wilayah
dan mempercepat pemerataan pembangunan wilayah. Oleh karenanya, dalam
mewujudkan konektivitas tersebut, terdapat kegiatan baru diantaranya pembangunan
jalur KA menuju bandara –pelabuhan –kawasan strategis nasional, pengadaan dan
pemasangan AFL (Airfield Lighting System) di Bandara dengan kapasitas untuk jenis
pesawat sejenis ATR-72, dan PSO Angkutan Umum di Jabodetabek.
Pada tahun 2020, Pemerintah juga akan membiayai pembangunan proyek
Construction Of Jakarta Mass Rapid Transit Project (Construction Jakarta Mass
Rapid Transit). Proyek ini bertujuan untuk mengatasi masalah akut transportasi di
Jakarta, mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi Jakarta dengan sistem
transportasi yang efisien sehingga memperbaiki lingkungan perkotaan dengan
mengurangi dampak negatif dari polusi kendaraan bermotor, serta membangun
sistem transportasi kereta api yang modern.
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menilai
pemerintah tidak serius mengurusi sektor ekonomi digital, dapat disampaikan bahwa
salah satu upaya pemerintah dalam rangka mendukung ekosistem ekonomi digital
adalah pada tahun 2020 pemerintah mencanangkan program baru yang dinamakan
Kartu Pra Kerja Digital. Program Kartu Pra Kerja bertujuan untuk meningkatkan
kualitas dan produktivitas para pencari kerja baru (khususnya anak muda), maupun
yang sedang bekerja (alih profesi/korban PHK) yang akan diberikan kepada 2 juta
peserta. Tiga perempat atau sekitar 1,5 juta peserta tersebut akan diberikan dalam
bentuk Kartu Pra Kerja Digital.
Konsep dari Kartu Pra Kerja Digital adalah memanfaatkan teknologi digital dalam
mempertemukan peserta pelatihan dengan balai pelatihan (tempat kursus), dimana
58
penerima manfaat (peserta) dapat memilih jenis, tempat, dan waktu pelatihan melalui
platform digital secara online maupun tatap muka. Selain bertujuan untuk
meningkatkan kualitas SDM khususnya angkatan kerja yang mencari pekerjaan atau
alih profesi, program ini diharapakan dapat menciptakan pasar baru bagi ekosistem
digital serta menarik start up/unicorn Indonesia untuk terlibat dalam pembangunan
SDM Indonesia.
Selain itu Pemerintah melalui Kemkominfo dalam menumbuhkan ekosistem startup
di Indonesia adalah dengan berperan sebagai fasilitator, daripada sebagai regulator.
Hal ini dilakukan agar rasa gotong royong dan rasa memiliki tumbuh dari stakeholder
yang memiliki peran strategis, sehingga mendorong lebih banyaknya inovasi dan
solusi.
Untuk memfasilitasi startup yang sudah mulai mapan, pemerintah melalui
Kemkominfo menyelenggarakan program Nexticorn (Next Indonesian Unicorn)
untuk membantu startup lokal bertemu dengan Venture Capital (pemodal) asing
maupun nasional, hal ini dilakukan untuk memberikan peluang bagi startup-startup
untuk bisa mendapatkan modal.
Guna mendorong agar investor lokal berani berinvestasi ke dalam bisnis startup,
maka dibutuhkan upaya untuk membangun awareness terkait perkembangan startup
agar lebih banyak pihak strategis dapat ikut memfasilitasi startup lokal.
Dengan semangat menjadikan Indonesia sebagai The Digital Energy of Asia, Gerakan
Nasional 1000 Startup Digital diinisiasi sebagai manifestasi semangat gotong royong
di era digital. Dalam inisiatif ini, seluruh unsur masyarakat mulai dari pelaku startup,
kreator, komunitas, akademisi, media, dan pemerintah, bergerak bersama
mengembangkan ekosistem dan mendorong terciptanya generasi baru yang mumpuni
di bidang teknologi digital.
Dalam perjalanannya sejak 2016, telah ada lebih dari 40.000 pendaftar yang disaring
menjadi 8000 peserta terpilih untuk mengikuti rangkaian program yang terdiri atas 6
tahapan (Ignition, Networking, Workshop, Hacksprint, Bootcamp, dan Incubation)
dan menghasilkan 584 startup. Dalam menjalankan inisiatif ini, ada lebih dari 400
mentor praktisi dan juga 150 partner yang memberikan mentoring dan juga jejaring.
Selain itu, ada beberapa program lain yang mendukung inisiatif pembinaan startup
ini, seperti Nextdev oleh Telkomsel, Startup Weekend oleh Techstars dan Google for
Startups. Saat ini, sudah mulai muncul inisiatif dari perusahaan swasta dan juga
startup unicorn untuk turun tangan dalam membina hadirnya startup baru, seperti
Go-Jek melalui Go-Ventures dan Djarum melalui GDP Ventures.
59
Lalu, untuk memantik munculnya lebih banyak startup yang memberikan solusi bagi
permasalahan di daerah Non Komersial (seperti startup bidang pertanian,
peternakan, dan perikanan) sesuai dengan amanat Perpres 74 tahun 2018 tentang
Peta Jalan E-Commerce, Kemkominfo mengusahakan pembiayaan melalui USO (USO
Fund) yang menyasar startup lokal khususnya yang di daerah Non Komersial (Masih
dalam proses pembahasan, target Oktober selesai).
Sehubungan dengan permintaan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan agar
Pemerintah mempercepat realisasi infrastruktur khususnya untuk penunjang logistik
dan industrialisasi, kiranya dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut.
Pemerintah memahami bahwa infrastruktur memegang peran strategis dalam
mempercepat pergerakan ekonomi. Berkaitan dengan itu, perhatian yang besar dari
Pemerintah dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur ini tercermin dari
realisasi anggaran infrastruktur pada tahun 2015 yang telah mencapai Rp256,1 triliun
atau 65,6 persen lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2014.
Bahkan perhatian tersebut berlanjut pada tahun-tahun berikutnya, dimana pada
tahun 2018 relisasinya mencapai Rp394,0 triliun dan pada tahun 2019 diperkirakan
mencapai Rp399,7 triliun. Peningkatan realisasi anggaran infrastruktur, termasuk
untuk penunjang logistik dan industrialisasi, pada periode tersebut tidak terlepas dari
upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah melalui upaya memperbaiki siklus
pencairan anggaran dan perbaikan penyerapan anggaran yang menjadi lebih cepat,
yaitu melalui percepatan persiapan kegiatan/proyek, antara lain berupa: (1) proses
lelang/tender yang dilakukan secara lebih dini (bulan November); (2) proses
penyelesaian DIPA yang dipercepat (bulan Desember); dan (3) pencairan anggaran
yang dipercepat (sudah dapat dilaksanakan pada awal Januari tahun anggaran
berjalan). Di samping itu, monitoring dan evaluasi berkala atas penyerapan belanja
infrastruktur, termasuk untuk penunjang logistik dan industrialisasi, akan terus
ditingkatkan dengan menggunakan berbagai instrumen yang ada, agar permasalahan
atau hambatan dapat segera disesuaikan. Selanjutnya, langkah-langkah lainnya yang
ditempuh di bidang infrastruktur, termasuk untuk penunjang logistik dan
industrialisasi, agar realisasi anggarannya dapat dipercepat adalah melalui
penyederhanaan proses perizinan dan investasi namun tetap menjaga kualitas output
yang dihasilkan. Dapat diinformasikan pula bahwa pada RAPBN tahun 2020
anggaran infrastruktur lebih ditingkatkan lagi sehingga direncanakan mencapai
Rp419,2 triliun. Peningkatan anggaran infrastruktur sejalan dengan upaya
Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih adil dan
berkelanjutan dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi perekonomian, serta
mengurangi kesenjangan antarwilayah. Untuk itu, pembangunan infrastruktur selain
diarahkan untuk mendorong akselerasi pembangunan infrastruktur pendukung
60
transformasi industrialisasi dan untuk merespon revolusi Industri 4.0, juga diarahkan
untuk mendorong pembangunan infrastruktur di perkotaan untuk antisipasi
urbanisasi (antara lain transportasi massal perkotaan, air bersih dan sanitasi, dan
perumahan yang layak huni).
Selanjutnya, terkait dengan kelanjutan pembiayaan program-program infrastruktur
yang didanai dari PMN sejumlah BMN dan rencana keterlibatan pihak swasta,
kiranya dapat dijelaskan bahwa keterlibatan peran swasta dan BUMN dalam
mendukung pembangunan infrastruktur terus didorong, antara lain melalui KPBU-
AP. Beberapa proyek yang telah disetujui untuk dibiayai melalui skema KPBU-AP
antara lain: Pembangunan jalan non tol Sumatera Selatan Rp0,9 triliun, Jalan non tol
Riau Rp1,1 triliun, Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Sumatera dan
Jawa Rp0,3 triliun, Proving Ground Blaai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi
Kendaraan Bermotor Rp1,6 triliun, Pembangunan Jalur Kereta Api Makasar-
Parepare Rp1,0 triliun, Pengembangan dan Pengoperasian Pelabuhan Anggrek
Provinsi Gorontalo Rp0,3 triliun, serta pengembangan dan pengoperasian pelabuhan
Bau-Bau Provinsi Sulteng Rp0,2 triliun.
Sementara itu, agar proyek infrastruktur PSN dapat memberikan dampak bagi
penyerapan tenaga kerja lokal, Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas dan
keahlian tenaga kerja, antara lain melalui berbagai pelatihan dan integrasi pasar kerja.
Kerjasama kebijakan di bidang pendidikan, ketenagakerjaan, dan dunia usaha juga
semakin ditingkatkan untuk menyelaraskan keahlian dan kebutuhan di pasar tenaga
kerja. Selain itu, agar proyek infrastruktur PSN dapat memberikan dampak bagi
penyerapan tenaga kerja lokal pada tahun 2020 ini Pemerintah juga menyediakan
Kartu Pra Kerja. Melalui program Kartu Pra Kerja diharapkan kompetensi para
pencari kerja lokal dapat mengisi kebutuhan dunia kerja, sehingga masalah
pengangguran di Indonesia dapat diatasi.
Usulan dana abadi pesantren oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa,
merupakan usulan yang didasarkan dengan melihat strategi pembiayaan investasi
pemerintah untuk pengembangan SDM Indonesia seperti dana abadi penelitian, dana
abadi kebudayaan dan dana abadi perguruan tinggi. Hal ini memang sangat logis,
mengingat bahwa pembangunan SDM tidak hanya pada pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi namun juga pada pengembangan akhlak dan mental yang
kuat dalam menghadapi dan mengantisipasi persaingan global dan pemikiran
radikalisme. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
bahwa pembentukan dana abadi tersebut memang sejalan dengan semangat tema
kebijakan fiskal yaitu pembangunan kualitas sumber daya manusia, namun juga perlu
memperhatikan bahwa pembentukan dana abadi tersebut ini hendaknya di dukung
dengan kajian ilmiah dan regulasi yang komprehensif serta memperhatikan
61
kemampuan keuangan negara. Hal ini mengingat dengan kondisi APBN yang defisit
pengalokasian dana abadi akan menimbulkan biaya atas utang yang diterbitkan.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya bahwa kualitas
pendidikan di Indonesia yang masih berada dibawah negara lain di kawasan,
pemerintah telah menyadari hal tersebut. Maka dari itu Pemerintah dalam RAPBN
tahun 2020 memfokuskan anggaran pendidikan untuk diarahkan pada perluasan
akses dan peningkatan kualitas pendidikan. Kebijakan yang ditempuh untuk pada
tahun 2020 untuk mencapai tujuan tersebut antara lain: mendukung inisiatif
perluasan akses pendidikan; melanjutkan percepatan dan peningkatan kualitas
sarpras pendidikan; dan meningkatkan kualitas dan keterampilan SDM melalui
pendidikan vokasi.
Sesuai dengan tema RKP tahun 2020, yaitu “Peningkatan Sumber Daya Manusia
untuk Pertumbuhan Berkualitas”, Pemerintah menitikberatkan kebijakan pada
perluasan akses pendidikan dari usia dini sampai dengan jenjang lebih tinggi dan
meningkatkan keterampilan SDM sesuai kebutuhan industri. Di samping itu,
mempercepat penyediaan infrastruktur publik dengan memberikan bantuan kepada
pemerintah daerah yang tetap bersinergi dengan Pemerintah Pusat dalam
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk meningkatkan akses
pendidikan yang berkualitas dan merata termasuk pemenuhan SPM untuk
pendidikan anak usia dini serta penguatan pendidikan vokasi dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam negeri yang mampu bersaing di
tengah persaingan global, produktif, berjiwa inovasi, serta menguasai teknologi.
Terkait dengan upaya perbaikan penilaian internasional melalui PISA, sebagai salah
satu indikator kualitas pendidikan, Kemdikbud memulai pemetaan pendidikan
melalui program AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia) sejak tahun 2016.
Program ini diujikan pada siswa kelas 3, 4 (sekolah dasar), 8 (sekolah menengah
pertama) dan 11 (sekolah menengah atas) dengan tipe soal yang sama dengan PISA
yakni mengukur kemampuan literasi, sains dan matematika. Dengan demikian, pihak
sekolah dan guru memiliki kesempatan untuk memperbaiki kemampuan siswa dan
pada akhirnya diharapkan penilaian PISA Indonesia dapat meningkat.
Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera untuk mempercepat perbaikan IPM di daerah-daerah tertinggal.
Untuk bidang pendidikan, upaya pemerintah dilakukan terutama pada inisiatif
perluasan akses pendidikan dan peningkatan skill SDM dengan melanjutkan bantuan
pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan penajaman jumlah sasaran
peserta didik penerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), memberikan KIP
Kuliah yang merupakan kelanjutan dari KIP SMA/sederajat, serta memanfaatkan
62
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Pendidikan, seperti rumah belajar, tv dan
radio edukasi. Sementara itu, untuk menjawab tantangan di era industri 4.0, dan
mengatasi rendahnya produktivitas pekerja, Pemerintah meluncurkan Kartu Pra
Kerja untuk peningkatan skill dalam rangka mengakselerasi penyerapan tenaga kerja
muda melalui penguatan skilling dan reskilling sebanyak 2 juta penerima manfaat.
Di samping kebijakan-kebijakan tersebut untuk mendukung peningkatan kualitas dan
capaian anggaran pendidikan, pengalokasian anggaran Pendidikan dalam jangka
menengah diarahkan pada: (1) meningkatkan akses serta kualitas sarana dan
prasarana pendidikan, (2) memperkuat pendidikan vokasi dan sinkronisasi
kurikulum SMK (link and match), (3) sinergi antarprogram yang dapat meningkatkan
akses (BOS, PKH, PIP, KIP Kuliah, dan DPPN) untuk mencapai sustainable
education, (4) memperkuat kelembagaan dan tata kelola lembaga pengelola dana
abadi investasi pemerintah di bidang pendidikan, (5) mengaitkan komitmen dan
kinerja pemenuhan mandatory spending bidang pendidikan oleh daerah dengan
kriteria dalam pengalokasian DAU/DAK, dan (6) peningkatan program budaya literasi
masyarakat.
Kami sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menyatakan
bahwa agar Pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan para guru, terutama
kepastian tunjangan profesi guru PNS dan Bukan PNS. Terkait dengan hal tersebut,
dapat kami sampaikan bahwa sesuai dengan amanat UU 14/2005 tentang Guru dan
Dosen, Pemerintah menjamin keterlaksanaan pembayaran tunjangan profesi bagi
guru yang telah memiliki sertifikat pendidik, baik guru PNS (dialokasikan pada DAK
Non Fisik), maupun guru Bukan PNS (dialokasikan pada K/L). Sejak adanya PP
19/2017, tunjangan profesi telah diamanatkan agar dikaitkan dengan kinerja guru,
yang regulasi turunannya masih dalam proses. Hal ini bertujuan agar alokasi
tunjangan tersebut sejalan dengan peningkatan mutu pembelajaran yang dilakukan
oleh pendidik.
Selain itu, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas guru dan tenaga
kependidikan pada semua jenjang pendidikan melalui: (1) Pengembangan
Keprofesian Bekelanjutan (PKB), (2) Penilaian Kinerja Guru, (3) Bantuan
Peningkatan Karir Melalui Kelompok Kerja Guru dan Tendik, (4) Peningkatan
Kualifikasi Akademik, (5) Sertifikasi Guru serta (6) Peningkatan kesejahteraan guru
dan tendik melalui berbagai jenis tunjangan, diantaranya Tunjangan Profesi Guru,
Insentif Guru Non PNS dan Tunjangan Khusus.
Selanjutnya, dalam rangka peningkatan infrastruktur dan proses pendidikan
termasuk peningkatan pemerataan akses, kualitas, relevansi dan daya saing,
pemerintah melalui Kemdikbud telah melakukan langkah-langkah antara lain
63
pembangunan sekolah baru, ruang kelas baru, rehab ruang kelas, pembangunan
laboratorium/perpustakaan, bantuan peralatan pendidikan sehingga diharapkan
mampu memberikan akses pendidikan yang lebih luas dan mampu menjadi sarana
untuk mendukung peningkatan kualitas SDM dan daya saing bangsa.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
agar pagu Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dialokasikan secara
memadai sehingga biaya perguruan tinggi tidak mengalami kenaikan. BOPTN
merupakan bantuan biaya dari Pemerintah yang diberikan pada Perguruan Tinggi
Negeri untuk membiayai kekurangan biaya operasional sebagai akibat adanya batasan
pada sumbangan pendidikan di perguruan tinggi negeri. Anggaran BOPTN digunakan
untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi yang meliputi anggaran penelitian dan non
penelitian. Anggaran BOPTN dari tahun ke tahun telah diupayakan untuk dilakukan
penambahan alokasi agar proses penyelenggaraan pendidikan tinggi semakin
meningkat mutunya, tanpa menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang menjadi
tanggungan mahasiswa/masyarakat. Anggaran BOPTN meningkat dari Rp4,45 triliun
pada tahun 2016 menjadi Rp5,14 triliun pada tahun 2019.
Demikian pula, terkait dengan perlunya dukungan pengawasan terhadap bantuan
bagi mahasiswa miskin melalui KIP Kuliah. Pemerintah terus berupaya untuk
memperbaiki mekanisme penyaluran seluruh bentuk bantuan sosial kepada
masyarakat dan basis data penerimanya sehingga dapat meningkatkan ketepatan
sasaran program. Mahasiswa penerima bantuan KIP Kuliah diutamakan merupakan
mahasiswa berprestasi yang sebelumnya menerima bantuan KIP di jenjang
pendidikan menengah dan/atau termasuk dalam 40 persen pendapatan terbawah
berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial.
Dengan demikian exclusion dan/atau inclusion error dapat diminimalkkan.
Terkait dengan pandangan agar kegiatan penyaluran KIP Kuliah tidak menyedot dana
lebih besar dari dana yang dialokasikan untuk bantuan bidikmisi, dapat disampaikan
bahwa KIP Kuliah merupakan perluasan cakupan program bantuan bidikmisi dalam
rangka memberikan kesempatan bagi siswa berprestasi dari keluarga miskin ke
jenjang yang lebih tinggi sehingga dibutuhkan dukungan pendanaan untuk
melaksanakan program tersebut. Pemerintah berpandangan bahwa anggaran yang
dikeluarkan tersebut, bukanlah merupakan biaya, melainkan suatu bentuk investasi
tak berwujud (intangible investment) melalui sumber daya manusia.
Terkait dengan usulan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan untuk memperhatikan alokasi anggaran pendidikan
khusus untuk madrasah dan pesantren, dapat disampaikan bahwa anggaran
pendidikan pada tahun 2020 akan diarahkan untuk pembangunan SDM yang inovatif
64
dan berdaya saing. Peningkatan kualitas tersebut salah satunya dengan cara
meningkatkan perhatian pemerintah terhadap peningkatan pemerataan akses,
kualitas, relevansi dan daya saing pada pondok pesantren. Saat ini pemerintah telah
melakukan upaya-upaya tersebut antara lain peningkatan angka partisipasi
pendidikan Islam, penurunan angka putus sekolah serta peningkatan kualitas layanan
pendidikan dan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana dalam menunjang
proses belajar mengajar pondok pesantren.
Dalam APBN TA 2020, melalui anggaran Kementerian Agama, pemerintah telah
mengalokasikan anggaran untuk pondok pesantren sebesar Rp533,3 miliar yang akan
dipergunakan untuk antara lain untuk dan BOS pesantren, PIP pesantren, tunjangan
guru/ustadz, sarpras pesantren, dan beasiswa santri. Anggaran tersebut masih
merupakan bagian dari anggaran pendidikan yang sebesar 20 persen.
Pemerintah mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Kebangitan Bangsa, dan
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat terkait dengan komitmen Pemerintah dalam
rangka pemenuhan 20 persen anggaran pendidikan sebagaimana amanat konstitusi,
dimana dalam RAPBN tahun 2020 alokasi anggaran pendidikan direncanakan
mencapai Rp505,8 triliun (20,0 persen terhadap belanja negara). Pemenuhan 20
persen anggaran pendidikan tersebut diarahkan untuk perluasan akses pendidikan,
peningkatan skill SDM, dan keberlanjutan pendanaan pendidikan.
Atas pandangan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat Pemerintah menyampaikan
apresiasi atas dukungan terkait pembangunan pendidikan dini dan pendidikan dasar,
terutama untuk meningktkan kemampuan literasi, matematika, dan sains sehingga
menjadi pijakan bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan anak di jenjang
yang lebih tinggi.
Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas merupakan salah satu
modal utama dalam mewujudkan tercapainya pertumbuhan ekonomi nasional yang
optimal serta berkelanjutan. Untuk itu, Pemerintah berkomitmen untuk terus
melakukan penguatan investasi pembangunan SDM. Pembangunan SDM bahkan
harus dimulai sejak sedini mungkin, melalui integrasi berbagai program seperti
pencegahan stunting, pos pelayanan terpadu, dan pendidikan anak usia dini (PAUD).
Hal ini penting untuk menyiapkan SDM pre-school yang sehat dan berkualitas.
Investasi pembangunan SDM yang dilakukan pada anak usia dini (0-3 tahun) akan
menghasilkan return on investment (ROI) yang lebih tinggi dibandingkan investasi
yang menargetkan pada anak di usia lebih dewasa atau tua.
65
Pada usia dini pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melaksanakan program Pendidikan Usia Dini dari 3 – 6 tahun dengan kegiatan seperti
pemberian Alat Peraga Edukatif (APE),
Selain itu, Pemerintah juga berkomitmen untuk terus meningkatkan akses pendidikan
yang berkualitas dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia antara lain dengan
Program Wajib Belajar 12 tahun, BOP Kesetaraan dan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS), dan penguatan BOS afirmasi bagi sekolah-sekolah yang berada di desa
tertinggal dan sangat tertinggal.
Pemerintah juga memberikan bantuan bagi siswa tidak mampu untuk membiayai
keperluan pendukung pendidikannya, meliputi buku dan alat tulis, pakaian seragam
dan perlengkapan sekolah, biaya transportasi, serta keperluan lain yang berkaitan
dengan pembelajaran. Batuan tersebut diberikan dalam Program Indonesia Pintar
berbentuk Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Untuk mendukung perluasan akses pendidikan bagi siswa berprestasi dari keluarga
miskin ke jenjang yang lebih tinggi, Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk KIP
Kuliah. Jumlah sasaran penerima KIP Kuliah pada RAPBN 2020 ditargetkan
sebanyak 818 ribu mahasiswa yang terdiri dari penerimaan mahasiswa baru sebanyak
420 ribu mahasiswa dan mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi on going sebanyak
398 ribu mahasiswa. Alokasi anggaran KIP Kuliah dalam RAPBN 2020 sebesar Rp7,5
triliun melalui Kemenristekdikti dan Kemenag.
Pemerintah senantiasa melakukan perbaikan pengelolaan guru untuk meningkatkan
kualitas guru. Upaya yang dilakukan dalam mendorong peningkatan kompetensi guru
antara lain adalah dengan pemberian Tunjangan Profesi Guru (TPG), tunjangan
khusus guru di daerah khusus, dan Tambahan Penghasilan (Tamsil) guru PNS Daerah.
Dengan adanya peningkatan kesejahteraan, maka para guru diharapkan dapat
meningkatkan profesionalisme dan etos kerja mereka. Pemberian pengajaran kepada
siswa di sekolah tidak terlepas dari kemampuan guru dalam menyampaikan bahan
ajar kepada anak didiknya.
Selain hal tersebut, pemberian bantuan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan.
Selanjutnya untuk memperluas akses pendidikan dasar dan menengah, Pemerintah
setiap tahun mengalokasikan anggaran untuk fasilitas pendidikan berupa
pembangunan sekolah baru, renovasi sekolah, revitalisasi SMK dan sarana
pendidikan lainnya. Fasilitas pendidikan tersebut dialokasikan melalui Kemendikbud,
Kemenag, dan Kemen PUPERA. Secara bertahap, Pemerintah akan terus
mengupayakan pembangunan sarana prasarana pendidikan tersebut. Untuk tahun
anggaran 2020, Pemerintah melalui Kemendikbud mengalokasikan sebesar Rp5,089
triliun untuk pembangunan 68 sekolah baru, renovasi 429 sekolah (SD, SMP, SMA),
66
dan revitalisasi 557 SMK sehingga diharapkan mampu berdikari secara ekonomi dan
berkepribadian Pancasila.
Selanjutnya Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk senantiasa
menjaga dan mengawasi pelaksanaan anggaran untuk pendidikan. Diharapkan
dengan adanya pengawasan tersebut, pemanfaatan anggaran pendidikan dapat
dilakukan secara optimal sehingga mampu mewujudkan SDM Indonesia yang
berkualitas.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai
anggaran kesehatan dapat kami sampaikan pandangan sebagai berikut.
Pemerintah tetap berkomitmen untuk terus mengalokasikan anggaran kesehatan
sebesar 5 persen dari belanja negara. Kebijakan alokasi ini juga diikuti dengan
peningkatan konsolidasi program dan anggaran di antara kementerian/lembaga yang
melaksanakan anggaran kesehatan, dan koordinasi antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah dengan meningkatkan kualitas penganggaran dengan berbasis
data yang akurat dan kinerja pelaksanaan.
Pada tahun 2020 Pemerintah akan memperkuat program prioritas di bidang
kesehatan dengan memperkuat layanan dan akses kesehatan di faskes tingkat pertama
diikuti ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas. Penguatan program promotif
dan preventif juga dikakukan melalui pemenuhan gizi dan imunisasi balita, serta
edukasi publik tentang pentingnya pola hidup sehat untuk menekan angka penyakit
tidak menular. Reformasi pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional akan terus
dilanjutkan, termasuk dengan penyediaan pendanaan untuk masyarakat miskin
dengan target sebanyak 96,8 juta jiwa
Kemudian, menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait
prevalensi stunting di Indonesia, dapat kami jelaskan bahwa Pemerintah telah
melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat,
khususnya pada 1000 Hari Pertama Kehidupan yang merupakan momen sangat
penting bagi setiap individu. Penguatan penanganan stunting diwujudkan melalui
perluasan konvergensi program percepatan penurunan stunting pada 260 kab/kota
yang dilakukan bersama oleh berbagai pemangku kepentingan, baik melalui
intervensi spesifik di bidang kesehatan, maupun intervensi sensitif seperti pendidikan
anak usia dini, sanitasi, air bersih, bantuan pangan nontunai, dan program keluarga
harapan. Upaya ini diharapkan dapat mewujudkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia yang unggul dan mampu bersaing di tengah-tengah tantangan dan
kompetisi global.
67
Sebagai salah satu ukuran pembangunan SDM bidang kesehatan, data dari Badan
Pusat Statistik (BPS 2019) menunjukkan bahwa IPM Indonesia meningkat dari 66,53
pada tahun 2010 menjadi 71,39 pada tahun 2018. Selama periode tersebut, IPM
Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 0,88 persen per tahun dan meningkat dari level
“sedang” menjadi “tinggi” mulai tahun 2016. Terkait dengan indikator kesehatan,
dapat kami sampaikan bahwa menurut BPS (2019) komponen Umur Harapan Hidup
saat lahir yang merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat terus
mengalami peningkatan, dari 69,81 tahun pada tahun 2010 menjadi 71,20 tahun pada
tahun 2018. Dengan kata lain, bayi yang lahir di Indonesia rata-rata tiap tahun
memiliki harapan untuk dapat hidup 0,25 persen lebih lama dibandingkan mereka
yang lahir tahun sebelumnya. Pencapaian ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk
meningkatkan IPM melalui perbaikan kualitas kesehatan, pendidikan, dan
pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Pemerintah mengapresiasi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk
dilakukan perbaikan pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan mendorong
agar Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) harus berjalan secara sehat dan
berkelanjutan. Hal tersebut juga merupakan perhatian utama pemerintah sejak
berjalannya program JKN. Sebagaimana diketahui, tantangan utama yang dihadapi
oleh pelaksanaan JKN adalah terkait kondisi likuiditas DJS Kesehatan yang
mengalami defisit sejak tahun 2014. Hal tersebut terutama disebabkan oleh
ketidakcukupan iuran untuk membiayai program karena fenomena insurance effect
dan adverse selection, selain tantangan kolektibilitas iuran dari peserta sektor
informal dan pengendalian biaya layanan kesehatan. Atas kondisi tersebut, untuk
menjaga kesehatan keuangan DJS Kesehatan, Pemerintah melakukan intervensi sejak
tahun 2015 hingga terakhir tahun 2018.
Pemerintah sepenuhnya menyadari bahwa intervensi merupakan kebijakan jangka
pendek untuk mendukung pelaksanaan program JKN. Untuk itu, dalam rangka
memitigasi kondisi keuangan DJS Kesehatan tersebut, Pemerintah melakukan
beberapa upaya yaitu: (1) perbaikan sistem dan manajemen JKN yang mencakup
perbaikan sistem kepesertaan, manajemen iuran, sistem pelayanan, strategic
purchasing, sinergitas antar penyelenggara jaminan sosial, implementasi urun biaya
dan pengendalian biaya operasional, dan (2) penguatan peranan pemda yang
mencakup dukungan peningkatan kepesertaan JKN (terutama segmen PPU BU dan
PBPU), pembiayaan JKN (melalui pajak rokok) dan penguatan promotive, preventif
dan supply side.
Pada tahun 2020, untuk mendukung keberlangsungan program JKN secara jangka
panjang, Pemerintah akan melakukan penyesuaian iuran JKN secara menyeluruh
agar iuran yang dikumpulkan dapat mencukupi dan membiayai layanan kesehatan
68
yang diberikan oleh fasilitas kesehatan, sebagaimana diapresiasi Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera.
Pemerintah juga sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa
perbaikan kualitas layanan serta pola pendekatan preventif dan edukatif harus terus
didorong dalam rangka mendukung program JKN.
Upaya perbaikan sistem pelaksanaan JKN terus dilaksanakan oleh Pemerintah secara
reguler termasuk peningkatan kepesertaan maupun peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan Salah satunya simplifikasi administrasi pelayanan dengan pemanfaatan
teknologi informasi dalam bentuk sistem rujukan online untuk mengurangi antrian
pelayanan, integrasi rekam medis antar pelayanan kesehatan serta pengembangan
berbagai inovasi sistem rujukan berbasis kondisi geografis seperti sistem rujukan
gugus pulau. Seluruh inovasi tersebut untuk memperbaiki kualitas pelayanan
kesehatan.
Selain itu, upaya promotif dan preventif juga dilaksanakan dengan kebijakan
penguatan pelayanan kesehatan dasar yang difokuskan pada peningkatan upaya
kesehatan masyarakat melalui revitalisasi pelaksanaan Posyandu terutama dalam
pelayanan bagi ibu hamil dan balita serta lansia. Pemerintah juga telah menargetkan
sasaran dalam rancangan RPJMN 2020-2024 yaitu seluruh Puskesmas di Indonesia
memiliki dokter umum dan seluruh RS memiliki dokter spesialis sesuai dengan tipe
rumah sakitnya, serta upaya pemerataan juga diwujudkan melalui kegiatan pelayanan
jarak jauh (telemedicine), pengembangan Flying Healthcare untuk memastikan
seluruh wilayah Indonesia dapat dijangkau pelayanan kesehatan.
Selanjutnya, dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
Program JKN oleh BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan telah meminta
dilaksanakannya Audit oleh BPKP secara menyeluruh atas kinerja JKN pada tahun
2018 baik dari sisi Kepesertaan dan penerimaan iuran, manajemen klaim, dan
strategic purchasing. Temuan BPKP ini akan menjadi bahan evaluasi program JKN
oleh Pemerintah dan meminta BPJS Kesehatan sebagai pengelola program JKN dapat
memperbaiki tata kelola JKN sesuai dengan rekomendasi BPKP atas temuan tersebut.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat yang
menyoroti percepatan penurunan kemiskinan, kesenjangan, dan pengangguran
terbuka dapat dijelaskan sebagai berikut. Tingkat kemiskinan terus menurun hingga
mencapai single digit, yang sudah diwujudkan sejak tahun 2018 (9,41 persen per
Maret 2019). Keberhasilan pencapaian tersebut, tentunya dapat diwujudkan melalui
serangkaian kebijakan perlindungan sosial yang terintegrasi dan dilakukan secara
69
konsisten dalam beberapa tahun berjalan, melalui penajaman dan perluasan sasaran
kenaikan indeks manfaat pada rumah tangga sasaran.
Selanjutnya, pada tahun 2020, pemerintah menargetkan persentase kemiskinan
menurun hingga 8,5 persen – 9,0 persen dan rasio gini pada kisaran 0,375-0,380.
Upaya menurunkan kemiskinan dan kesenjangan tersebut tidak mudah tetapi dapat
dilakukan melalui penguatan beberapa program perlindungan sosial yang berdampak
pada peningkatan daya beli dan peningkatan konsumsi masyarakat miskin, dan
rentan miskin seperti Program Bantuan Sosial Pangan, PKH dan Subsidi. Pada tahun
2020, Pemerintah akan melakukan penguatan program bantuan pangan melalui
transformasi menjadi Kartu Sembako yang dilaksanakan dengan meningkatkan
indeks besaran bantuan dari Rp110.000/KPM/Bulan menjadi Rp150.000/KPM/
Bulan dan menambah jenis komoditas bahan pangan dengan kandungan gizi lainnya
di samping beras dan telur sehingga 15,6 juta keluarga penerima Kartu Sembako dapat
terpenuhi kebutuhan pokoknya dan kebutuhan akan gizi. Kebijakan ini sejalan dengan
pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tentang pentingnya ketersediaan
beras yang stabil untuk mengatasi kemiskinan.
Selain itu, pada tahun 2020 Pemerintah akan tetap konsisten melaksanakan
Program Keluarga Harapan (PKH) dengan menyalurkan bantuan bersyarat
kepada 10 juta KPM dengan peyempurnaan melalui perbaikan dukungan basis data
terpadu, kemudahan akses layanan keuangan digital, dan peningkatan kapasitas dan
kualitas pendamping PKH.
Menanggapi permintaan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terkait
kenaikan manfaat PKH, dapat disampaikan bahwa kenaikan indeks manfaat PKH
pada tahun 2019 tidak hanya berupa kenaikan bantuan tetap menjadi Rp550.000,-
/KPM/Bulan, namun terdapat kenaikan juga pada komponen pendidikan dan
kesehatan sebesar 100 persen dibanding tahun 2018. Selanjutnya pada tahun 2020,
Pemerintah akan menaikkan indeks pada komponen ibu hamil dan balita, dari semula
Rp2.400.000,- menjadi Rp3.000.000,- per KPM sehingga rata-rata KPM
memperoleh indeks bantuan Rp2.900.000/KPM/Tahun. Selain itu, kebijakan
tersebut perlu mempertimbangkan ketersediaan data keluarga penerima manfaat
yang memenuhi persyaratan sebagai keluarga PKH hal ini agar dapat meminimalisir
terjadinya inclusion error, serta perlu memperhatikan keseimbangan antara peserta
PKH dan jumlah pendamping PKH agar perluasan tersebut betul-betul efektif dan
dapat melakukan graduasi kepada lebih banyak keluarga miskin, di samping itu, perlu
juga mempertimbangkan kapasistas program komplementer bagi keluarga yang telah
digraduasi pada PKH melalui program pemberdayaan seperti KUBE/UEP dan
Program Peningkatan Kapasistas Keluarga (P2K2).
70
Sementara itu, dalam rangka menurunkan tingkat pengangguran terbuka
sebagaimana pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Pemerintah
melakukan terobosan dengan meluncurkan Kartu Pra Kerja. Kartu Prakerja hadir
sebagai solusi atas sulitnya mendapatkan pekerjaan bagi angkatan kerja, dan solusi
atas ketidaksesuaian kompetensi yang didapat dari lembaga dengan kebutuhan dunia
kerja. Kerja juga akan diarahkan untuk mendorong peningkatan keterampilan yang
dibutuhkan saat ini dan masa mendatang terutama dalam menghadapi era revolusi
industri 4.0 dan teknologi digital. Melalui program Kartu Pra Kerja diharapkan
kompetensi, baik para pencari kerja baru, pencari kerja yang alih profesi, atau korban
PHK dapat mengisi kebutuhan dunia kerja, sehingga masalah pengangguran di
Indonesia dapat diatasi.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat
Nasional, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menyoroti penggunaan
basis data untuk peningkatan ketepatan sasaran, dapat disampaikan bahwa dalam
perencanaan dan penganggaran program-program perlindungan sosial dan
kemiskinan seperti bansos dan subsisdi, Pemerintah telah menggunakan data terpadu
sebagai dasar penetapan sasaran program-program tersebut. Sesuai dengan amanah
UU no.13 tahun 2011, Kementerian Sosial mengelola Data Terpadu Program
Penanganan Fakir Miskin (DT-PPFM) yang merupakan sistem data elektronik yang
memuat informasi sosial, ekonomi dan demografi dari sekitar 40% rumah tangga
dengan status kesejahteraan terendah yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial.
Selanjutnya untuk meningkatkan ketepatan sasaran, dikembangkan aplikasi Sistem
Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) yang memfasilitasi
Pemerintah Daerah untuk melakukan updating data.
Selain itu, untuk memastikan bantuan kepada masyarakat dilakukan secara efisien
dan dapat diterima tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat
administrasi dalam rangka akuntabilitas, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai.
Transformasi Subsidi Rastra menjadi Bantuan Pangan Non Tunai merupakan upaya
untuk menyalurkan bantuan pangan agar lebih tepat sasaran dan memberikan
keleluasaan bagi penerima manfaat dalam memilih jenis, kualitas, harga dan tempat
membeli bahan pangan. Dengan demikian bantuan sosial kedepan dapat
dilaksanakan dengan mengupayakan pengintegrasian seluruh bantuan sosial ke
dalam satu kartu dan penyaluran bantuan dilakukan secara non tunai dengan
melibatkan dukungan jaringan dan teknologi digital dari perbankan.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan bahwa untuk tetap fokus dalam menjaga kedaulatan NKRI. Pemerintah
terus berupaya untuk mewujudkan hal tersebut melalui alokasi anggaran pada Fungsi
71
Pertahanan serta Fungsi Ketertiban dan Keamanan yang terus meningkat. Alokasi
Fungsi Pertahanan dalam RAPBN tahun 2020 meningkat sebesar 19% dibandingkan
dengan APBN tahun 2019. Alokasi anggaran fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan
melalui beberapa K/L, antara lain Kementerian Pertahanan, yang mempunyai tusi
untuk pelaksanaan kebijakan dalam memperhitungkan potensi pertahanan yang
meliputi kesadaran bela negara, komponen cadangan, komponen pendukung,
pembinaan teknologi dan industri pertahanan serta pembinaan veteran dan
pelaksanaan pembinaan sumber daya manusia, materiil, fasilitas dan jasa serta
kesehatan pertahanan militer.
Selanjutnya Alokasi anggaran pada Fungsi Ketertiban dan Keamanan dalam RAPBN
tahun 2020 meningkat sebesar 2% dibandingkan dengan APBN tahun 2019. Alokasi
anggaran pada fungsi Ketertiban dan Keamanan dilaksanakan melalui beberapa K/L
antara lain POLRI, BNPT, dan Kemenko Polhukhankam. POLRI dalam hal ini
mempunyai fungsi untuk pemeliharaan ketertiban dan keamanan masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Selain itu, pada tahun 2019 Polri telah membentuk unit khusus dalam melakukan
kegiatan kontra radikal.
Pelaksanaan program deradikalisasi di Indonesia melalui Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) secara khusus merupakan upaya mengajak
sebagian kelompok radikal, khususnya para narapidana teroris, mantan teroris,
keluarga dan jaringannya agar kembali ke pilihan moral-etis berdasarkan prinsip
ajaran agama yang toleran (tasamuh), moderat (tawasuth), plural (ta’addud), egaliter
(tawazun), berkeadilan (ta’adul), sehingga menjadi masyarakat yang berkemajuan
dan berkeadaban. Misi lain program ini adalah agar para sasaran di atas kembali
membaur menjadi warga negara Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila, UUD
1945 dalam wilayah NKRI dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity).
Tujuan khusus pelaksanaan program deradikalisasi adalah untuk memutus mata
rantai lingkaran ideologi radikal-terorisme, sehingga para sasaran program tidak
kembali bergabung kembali dengan jejaring lama yang bisa memprovokasi mereka
untuk mengulangi aksi-aksi terorisme di masa depan. Karena itu, pelaksanaan
program deradikalisasi meniscayakan sinergi secara menyeluruh antar kementerian,
lembaga dan elemen masyarakat terkait berdasarkan kerangka kerja spesifik
(specific), terukur (measurable), terjangkau (attainable), rasional (rational) dan
terjadwal (time bound) sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada para
stakeholder pemerintah dan masyarakat.
Di bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, alokasi anggaran tahun 2020 akan
diarahkan untuk penyelesaian de’bottlenecking implementasi kebijakan bidang
politik, hukum, dan keamanan, mendorong gelar kekuatan TNI yang akan
72
berimplikasi meratanya kekuatan pertahanan di seluruh wilayah Indonesia dan juga
diiringi penguatan wilayah perbatasan dengan dibangunnya Pos Lintas Batas Negara
pada berbagai wilayah perbatasan di Indonesia. Sedangkan dalam menjaga keutuhan
NKRI dari dalam, Kemenko Polhukam berupaya mendorong peran Badan
Pengamalan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam melaksanakan implementasi Pancasila
dan Wawasan Kebangsaan dalam pelaksanaan bernegara dan memberikan informasi
terkait pentingnya setiap elemen bangsa dalam menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
bahwa Pemerintah untuk tetap fokus membangun dan menjaga Fungsi Pertahanan
secara berkelanjutan. Pemerintah terus berupaya mewujudkan pertahanan negara
melalui perkembangan anggaran Fungsi Pertahanan yang terus meningkat. Alokasi
Fungsi Pertahanan pada RAPBN tahun 2020 meningkat sebesar 19% dibandingkan
dengan APBN tahun 2019.
Pada tahun 2020, anggaran fungsi pertahanan akan digunakan untuk mendukung
pencapaian berbagai target prioritas nasional di bidang pertahanan dan
mengakomodasi kelanjutan pembangunan postur pertahanan militer dalam rangka
memenuhi secara bertahap Minimum Essential Force (MEF) TNI yang dilakukan
melalui pelaksanaan berbagai program seperti (i) program Dukungan Kesiapan Matra
darat/laut/udara; (ii) Program Modernisasi Alutsista dan NonAlutsista/Sarana dan
Prasarana Matra Darat; (iii) Program Modernisasi Alutsista dan NonAlutsista Serta
Pengembangan Fasilitas dan Sarana Prasarana Matra Laut/Udara; dan (iv) Program
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Pertahanan.
Pemerintah mengapresiasi pandangan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi
Partai Keadilan dan Sejahtera mengenai perlunya akses penduduk yang lebih
merata terhadap ketersediaan pangan. Untuk itu, Pemerintah selalu memastikan agar
terkait pangan ini tidak hanya ada, namun juga mencukupi dan terjangkau bagi
seluruh masyarakat. Berbagai langkah dilakukan oleh Pemerintah untuk ketahanan
pangan ini dalam rangka: (1) mencapai swasembada padi, jagung, kedelai, cabai dan
bawang merah serta peningkatan produksi gula dan daging, (2) meningkatkan
diversifikasi pangan, (3) meningkatkan komoditas bernilai tambah dan berdaya saing
dalam memenuhi pasar ekspor dan substitusi impor, serta (4) menyediakan bahan
baku bioindustri dan bioenergi. Kebijakan yang diambil dalam rangka mencapai
tujuan tersebut dilakukan melalui a.l. pembangunan infrastruktur yang mendukung
pertanian meliputi pembangunan bendungan hingga irigasinya dan menambah luas
lahan, mempertahankan subsidi pupuk kepada petani, bantuan premi bagi asuransi
usaha tani padi, kebijakan perlindungan lahan pertanian dari ancaman alih fungsi
73
(Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) dan reforma agraria untuk keberpihakan
kepada masyarakat berpenghasilan rendah terutama petani. Selain itu, Pemerintah
juga melakukan perbaikan mekanisme bantuan sosial pangan dalam bentuk bantuan
pangan nontunai (BPNT) untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima manfaat
serta meningkatkan variasi dan kualitas pangannya. Selanjutnya, Pemerintah
sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Golongan Karya mengenai
prioritas nasional ke-4 khususnya ketahanan pangan, agar juga memperhitungkan
optimalisasi anggaran untuk ketahanan bencana. Kemudian Pemerintah juga telah
memiliki prosedur dalam hal terjadi bencana alam untuk memastikan bahwa setiap
warga yang terdampak mendapatkan bantuan yang semestinya. Pemerintah
mendorong ketahanan pangan antara lain melalui pembangunan infrastruktur seperti
bendungan, embung, dan saluran irigasi, serta penyediaan dukungan subsidi pupuk
yang semakin tepat sasaran, yang bertujuan untuk mendorong produktivitas
pertanian.
Menanggapai pertanyaan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, terkait dengan
perkembangan belanja barang dari 2013-2019, dapat Pemerintah sampaikan bahwa
belanja barang mengalami rata-rata peningkatan per tahun sebesar 12%. Peningkatan
belanja barang tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain pada tahun 2015
terdapat kebijakan reklasifikasi pada jenis belanja, yaitu perpindahan dari beberapa
akun belanja bantuan sosial dan belanja modal menjadi belanja barang yang
diserahkan kepada Pemda/Masyarakat. Selanjutnya terdapat beberapa kegiatan
strategis seperti Asian Games, Asian Paragames, rapat tahunan IMF-WB, dan Pemilu
tahun 2019. Alokasi anggaran kegiatan strategis tersebut menyumbang secara
signifikan kenaikan belanja barang, terutama pada belanja perjalanan dinas.
Dapat disampaikan pula bahwa terdapat penurunan belanja perjalanan dinas dalam
RAPBN tahun 2020 dibandingkan APBN tahun 2019 sebesar Rp3,3 triliun. Belanja
Perjalanan Dinas dan Paket Meeting didominasi oleh K/L yang memiliki tusi
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Belanja perjalanan dinas dan paket
meeting, dalam batas tertentu, diperlukan untuk pelatihan guru,
pengawasan/pemeriksaan, monitoring, sosialisasi & edukasi masyarakat penerima
bantuan sosial. Di sisi lain K/L yang memiliki tusi pembangunan infrastruktur seperti
Kementerian ESDM mempunyai tren belanja perjalanan dinas yang menurun.
Selain itu, terdapat pula belanja barang yang mempunyai karakteristik belanja modal
dengan menggunakan akun belanja barang yang akan diserahkan kepada
masyarakat/Pemda. Alokasi tersebut digunakan antara lain untuk Pembangunan
Infrastruktur Permukiman Berbasis Masyarakat, SPAM berbasis masyarakat, alat dan
mesin pertanian pra panen,Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan
74
Dasar dan Menengah, danPengembangan BLK KomunitasBelanja tersebut memiliki
multiplier effect yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada sisi lain, untuk mendorong efisiensi dan efektivitas belanja, Pemerintah juga
menerapkan perhitungan Value for Money (VfM) dalam pelaksanaan anggaran.
Mekanisme VfM tersebut bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan publik,
dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran, peningkatan mutu pelayanan, dan
menurunkan biaya pelayanan publik. Dengan berkurangnya inefisiensi dalam
pelaksanaan anggaran diharapkan dapat terjadi penghematan dalam penggunaan
input/anggaran.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
agar Pemerintah terus mengupayakan penguatan SDM untuk meningkatkan
produktifitas, inovasi dan daya saing, serta mengejar pemerataan pembangunan.
Selain itu, perlu Pemerintah sampaikan bahwa di dalam belanja Non K/L terdapat
program Pengelolaan Transaksi Khusus, yang mana di dalamnya terdapat alokasi
Dana Dukungan Kelayakan, dan Dana Fasilitasi Penyiapan Proyek dengan Skema
KPBU. Dukungan fasilitas dan dukungan kelayakan tersebut dalam rangka percepatan
pembangunan infrastruktur dengan mengedepankan pemerataan.
Pada RAPBN tahun 2020, alokasi Dana Dukungan Kelayakan ditujukan untuk Proyek
SPAM Kota Bandar Lampung. Proyek SPAM tersebut bertujuan untuk penyediaan air
bersih bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau sehingga ke depan dapat
diharapkan dapat turut berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui kesehatan masyarakat. Selain itu, alokasi Dana Fasilitasi Penyiapan Proyek
dengan Skema KPBU pada RAPBN tahun 2020 ditujukan untuk beberapa proyek,
antara lain proyek pembangunan/ pengembangan rumah sakit daerah, pembangunan
sistem transportasi massal, dan beberapa proyek SPAM di kota lain.
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya agar Pemerintah
mengoptimalkan alokasi anggaran untuk bencana dapat disampaikan sebagai berikut.
Untuk mengantisipasi bencana alam, dalam APBN (termasuk RAPBN 2020) telah
dialokasikan anggaran penanggulangan bencana baik yang sifatnya mitigasi, tanggap
darurat, maupun rehab rekon pasca bencana pada masing-masing K/L terkait antara
lain; BNPB, Kemensos, KemenPUPR, BMKG dan lainnya sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Selain itu, pemerintah juga telah mengantisipasi terjadinya bencana
melalui cadangan anggaran penanggulangan bencana yang dapat dimanfaatkan untuk
dana siap pakai (darurat kebencanaan) maupun rehab rekon pasca bencana.
Dapat diinformasikan bahwa, saat ini Pemerintah sedang mempersiapkan regulasi
dana penanggulangan bencana (pooling fund). Sumber pendanaan pooling fund
tersebut direncanakan dapat berasal dari kontribusi Pemerintah Pusat, Pemerintah
75
Daerah, swasta, dan penerimaan lainnya yang sah. Dengan keberadaan Pooling Fund
diharapkan penanganan kebencanaan dapat dilakukan lebih baik.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan bahwa pesta demokrasi tidak seharusnya menjadi pemicu
kerenggangan persatuan. Untuk itu, Pemerintah telah melakukan berbagai persiapan
pelaksanaan Pemilu, termasuk mitigasi dan antisipasi.
Dari sisi mitigasi dan antisipasi adanya potensi kerawanan pada saat pelaksanaan
Pemilu, Pemerintah telah membagi penugasan terkait hal tersebut kepada beberapa
Kementerian/Lembaga terkait, seperti : (i) untuk persiapan, penyelenggaraan dan
pasca Pemilu dilaksanakan oleh KPU, (ii) pengawasan pelaksanaannya dan dalam hal
terdapat pelanggaran yang mengarah pada pidana Pemilu, dilaksanakan dan diputus
oleh Bawaslu melalui lembaga adhoc Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu),
(iii) untuk pengamanan penyelenggarakan dan pasca Pemilu oleh TNI dan Kepolisian
RI, (iv) operasi intelijen oleh BIN, (v) pendidikan dan pengamanan linmas oleh
Kementerian Dalam Negeri, keterbukaan informasi oleh Kementerian Komunikasi
dan Informatika, LPP TVRI dan LPP RRI, (vi) sengketa selisih suara Pemilu oleh
Mahkamah Konstitusi, dan (vii) untuk mengawasi kinerja KPU dan Bawaslu serta
memutus perkara adanya pelanggaran kode etik oleh penyelenggara Pemilu,
dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dimana untuk
mendukung kegiatan operasional dari seluruh K/L tersebut bersumber dari APBN.
Dengan pertimbangan bahwa permasalahan yang sempat mengemuka adalah terkait
dengan kepercayaan publik, sikap toleransi, dan penonjolan identitas yang banyak
dipicu dari menyebarnya informasi yang kurang bertanggung jawab melalui media
sosial, maka Pemerintah akan berupaya mengoptimalkan peran dari BIN,
Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
yang berfokus kepada penguatan aksi partisipatoris dan penyerapan aspirasi
masyarakat guna lebih memperkokoh persatuan bangsa dan lebih meningkatkan
pemahaman terhadap idelogi Pancasila.
Di samping itu, Pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh pelaksanaan
Pemilu tahun 2019, baik dari sisi regulasi, maupun terkait pelaksanaan teknis, mulai
dari proses perencanaan sampai dengan finalisasi perhitungan sehingga pelaksanaan
Pemilu agar dapat berjalan aman dan damai, dan tidak menimbulkan konflik di
masyarakat.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat
Nasional, dan Fraksi Partai NasDem agar pemerintah dapat meningkatkan
akuntabilitas kinerja instansi dan reformasi birokrasi, bersama ini dapat kami
sampaikan bahwa kebijakan belanja pegawai tahun 2020, yang merupakan bagian
76
dari fungsi pelayanan umum, terutama diarahkan untuk mendukung pelaksanaan dan
penguatan reformasi birokrasi dalam menciptakan birokrasi yang efisien, melayani,
dan bebas korupsi dengan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang
mampu mengimbangi perkembangan kebutuhan masyarakat.
Akuntabilitas kinerja instansi dan reformasi birokrasi antara lain terlihat dari
meningkatnya kinerja Pemerintah Pusat dari sisi capaian opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun
anggaran 2016-2018. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari kinerja Kementerian/
Lembaga dan Bendahara Umum Negara (BUN) yang tercermin dari 81 Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan BUN (LKBUN)
mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), atau 94% LK memperoleh
opini WTP di tahun 2018.
Di samping itu, peringkat Indonesia dalam E-Government Development Index
(EDGI) yang dipublikasikan PBB meningkat dari peringkat 116 di tahun 2016 menjadi
peringkat 107 di tahun 2018 atau naik 9 peringkat. Sedangkan Government
Effectiveness Index naik 19 peringkat dari peringkat 103 di tahun 2015 menjadi 84 di
tahun 2017. Hal ini tidak terlepas dari penguatan pelayanan dan reformasi birokrasi
yang telah berjalan di seluruh Kementerian/Lembaga.
Pemerintah terus berupaya melaksanakan program reformasi kelembagaan untuk
menghadirkan birokrasi yang mengedepankan pelayanan terbaik, kemudahan dan
efisiensi, transparansi, serta cepat dan tanggap dalam merespon kebutuhan
masyarakat. Berbagai langkah telah dilakukan oleh Pemerintah, antara lain melalui
(1) penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik seperti e-procurement, Satu
Data dan Satu Peta, (2) mendorong profesionalisme ASN melalui rekrutmen berbasis
komputer, seleksi terbuka jabatan pimpinan tinggi, serta (3) peningkatan kualitas
layanan publik, kemudahan, dan efisiensi melalui Mal Pelayanan Publik yang
memadukan pelayanan dari pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam satu gedung
di antaranya adalah Pajak, Bea Cukai, Kumham (imigrasi dan AHU),
Kemenakertrans, Perhubungan, POLRI, Kejaksaan, PLN dan PDAM.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
bahwa kebijakan subsidi perlu menunjukkan affirmative policy untuk pengentasan
kemiskinan dan pengurangan kesenjangan dengan tetap memerhatikan kondisi
masyarakat miskin dan tetap menjaga stabilitas harga barang dan jasa di dalam
negeri.
Pemerintah mengapresiasi pandangan dan perhatian Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menyambut baik
pengalokasian subsidi energi dalam RAPBN tahun 2020 yang mencapai Rp137,5
77
triliun. Pemerintah juga sependapat bahwa kebijakan subsidi energi perlu diperbaiki
dan direvitalisasi agar tepat sasaran dan benar-benar menyentuh kebutuhan
masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat miskin. Hal ini sejalan dengan
kebijakan subsidi tahun 2020 yang diarahkan untuk peningkatan efektivitas dan
efisiensi program pengelolaan subsidi yang dilakukan melalui upaya perbaikan
ketepatan sasaran penerima. Beberapa upaya Pemerintah dalam memperbaiki
ketepatan sasaran antara lain melalui penguatan basis data penerima subsidi dengan
menggunakan sumber data yang lebih valid. Sebagai contoh adalah penggunaan Data
Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin (DTPPFM) yang dikelola oleh
Kementerian Sosial, sebagai dasar pemberian subsidi listrik khususnya kepada
golongan rumah tangga dengan daya 450 VA dan 900 VA. Untuk meningkatkan
akurasi data, Pemerintah juga secara berkala dua kali setahun (setiap enam bulanan)
melakukan pemutakhiran (updating) terhadap basis data DTPPFM.
Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Amanat Nasional,
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
mengenai pentingnya memperbaiki kualitas data agar lebih tepat sasaran dan
menyatukan seluruh basis data terkait dengan belanja program bantuan sosial dan
subsidi dapat kami sampaikan tanggapan sebagai berikut.
Perbaikan efektivitas dan ketepatan sasaran penerima subsidi baik energi dan non
energi dilakukan Pemerintah melalui verifikasi data penerima manfaat dan
memperbaiki proses penetapan data penerima subsidi, yang kemudian diselaraskan
dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Selanjutnya, Pemerintah juga
memandang perlu untuk terus meningkatkan sinergi program-program kemiskinan,
bantuan sosial, subsidi, dan program sektoral lainnya melalui penyatuan basis data
penerima manfaat. Pemerintah telah menyiapkan satu sumber data (unified data)
yang bersumber dari 40 persen golongan masyarakat dengan pendapatan terendah,
yaitu basis DTPPFM yang dikelola oleh Kementerian Sosial. Melalui DTPPFM
tersebut, Pemerintah dapat melihat dan menganalisis sampai dengan 40 persen
masyarakat termiskin di Indonesia, lengkap dengan nama, alamat, dan karakteristik
rumah tangga. Di sisi lain, penggunaan teknologi yang lebih maju dan terintegrasi
(kartu atau smartcard), terus diupayakan untuk dapat memperbaiki akurasi, efisiensi,
dan efektivitas pemberian subsidi.
Dengan menggunakan basis data tersebut diharapkan program pengelolaan subsidi
dan program-program perlindungan sosial lainnya, seperti Program Keluarga
Harapan, Program Indonesia Pintar, dan Penerima Bantuan Iuran JKN dapat lebih
efektif, lebih tepat sasaran, dan terintegrasi, sehingga masyarakat penerima akan
mendapatkan manfaat yang lebih optimal. Dengan demikian, program-program
78
tersebut lebih efektif dalam memberikan perlindungan sosial, pengentasan
kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional dan
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perlunya kewaspadaan dalam
membuat kebijakan subsidi yang tepat agar harga bahan bakar, khususnya BBM dapat
terjangkau dan terkendali. Kebijakan subsidi BBM sangat dipengaruhi oleh faktor
eksternal, yaitu harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah, Oleh karena itu,
Pemerintah akan senantiasa memantau pergerakan harga minyak dunia dan
membuat kebijakan yang tepat agar keamanan dan ketersediaan energi bagi
masyarakat terjamin tanpa harus menyebabkan beban yang terlalu besar bagi APBN.
Kebijakan pemberian subsidi tetap per liter pada BBM solar merupakan salah satu
upaya Pemerintah untuk mencapai tujuan ini. Dengan adanya subsidi tetap ini, harga
BBM solar di masyarakat menjadi relatif terjangkau dan naik turunnya harga minyak
dunia tidak akan terlalu berpengaruh terhadap besaran anggaran subsidi dalam
APBN.
Di sisi lain, penetapan harga BBM harus dilaksanakan dengan hati-hati mengingat
besarnya kebutuhan masyarakat terhadap BBM. Oleh karena itu, dalam setiap
penentuan harga BBM, Pemerintah selalu memperhatikan perkembangan sosial dan
politik yang terjadi di tengah masyarakat. Selain itu, Pemerintah juga memperhatikan
kemampuan APBN dalam menyediakan anggaran subsidi BBM agar tidak menjadi
beban bagi APBN. Dengan mempertimbangkan kedua faktor ini, Pemerintah dapat
menyediakan BBM dengan harga terjangkau bagi masyarakat tanpa harus
mengorbankan kredibilitas APBN dan belanja produktif.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait subsidi listrik,
LPG 3 kg, dan BBM, dapat disampaikan sebagai berikut.
Searah dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Pemerintah terus
mendorong langkah-langkah efisiensi bagi Pertamina dan PLN serta selalu
mempertimbangkan pengambilan kebijakan yang berkenaan dengan harga energi
secara sangat berhati-hati. Sebagaimana dimaklumi bersama, harga LPG tabung 3 kg
bersubsidi belum disesuaikan sejak tahun 2008, harga listrik golongan nonsubsidi
belum disesuaikan dengan kondisi keekonomiannya sejak tahun 2017, serta harga
premium dan solar juga belum disesuaikan sejak tahun 2016. Sementara itu,
ketepatan sasaran pemberian subsidi energi masih belum optimal karena sebagian
besar subsidi energi justru dinikmati oleh masyarakat kaya. Namun demikian,
penyesuaian harga energi hanya akan dilakukan Pemerintah dalam kerangka
peningkatan efektivitas dan efisiensi anggaran subsidi energi dengan tetap
79
mempertimbangkan secara mendalam akan dampaknya kepada daya beli masyarakat
terutama kelompok masyarakat miskin dan rentan.
Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjamin ketersediaan dan kemudahan akses
masyarakat terhadap LPG tabung 3 kg serta memastikan bahwa golongan rumah
tangga tidak mampu dengan daya listrik 450 VA dan 900 VA akan tetap mendapatkan
subsidi listrik dalam tahun 2020. Hal ini sejalan dengan kebijakan subsidi energi
2020, diantaranya: (1) melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk solar dan subsidi
selisih harga untuk minyak tanah dan LPG tabung 3 kg; (2) meningkatkan peranan
pemda dalam pengendalian dan pengawasan konsumsi BBM dan LPG tabung 3 kg
bersubsidi; (3) susbidi listrik diberikan secara tepat sasaran bagi seluruh pelanggan
rumah tangga daya 450 VA dan rumah tangga miskin dan rentan dengan daya 900 VA
dengan mengacu pada DTPPFM.
Terkait dengan ketersediaan BBM bersubsidi dan BBM jenis premium, Pemerintah
bersama Pertamina selalu berupaya untuk menjaga pasokan penyaluran BBM agar
tidak terjadi kelangkaan BBM. Penetapan kuota BBM Bersubsidi dan BBM Jenis
Premium didasarkan pada realisasi konsumsi tahun-tahun sebelumnya dan proyeksi
pertumbuhan yang akan terjadi. Tren penggunaan BBM Jenis Premium dari tahun ke
tahun mengalami penurunan karena masyarakat pengguna Premium beralih ke bahan
bakar yang lebih berkualitas seperti Pertalite dan Pertamax yang mampu menjaga
performa kendaraan lebih optimal. Sejalan dengan latar belakang diproduksinya
Pertalite, salah satunya adalah memberikan opsi bagi masyarakat untuk mendapatkan
BBM yang lebih berkualitas namun tetap terjangkau.
Berkaitan dengan kuota BBM Bersubsidi dan BBM Jenis Premium tersebut,
Pemerintah melalui Pertamina sebagai operator berusaha memastikan bahwa kuota
yang telah ditetapkan dapat disalurkan secara tepat kepada masyarakat dan pengguna
lainnya serta tidak melebihi kuota sebagai upaya untuk menjaga risiko yang muncul
akibat bertambahnya belanja subsidi BBM.
Berkenaan dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi
Partai NasDem terkait pentingnya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan belanja
negara dan kekhawatiran terhadap pengurangan belanja subsidi pada tahun 2020,
dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah sependapat dengan
pandangan anggota dewan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
pengelolaan belanja negara termasuk halnya dalam pengelolaan belanja subsidi.
Program pengelolaan subsidi dalam APBN bukan hanya dimaksudkan untuk
meringankan beban masyarakat dalam memperoleh kebutuhan dasarnya tetapi juga
ditujukan untuk menjaga kesinambungan kemampuan produsen dalam
menghasilkan produk dan jasa, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar
80
masyarakat, dengan harga terjangkau. Sebagaimana dimaklumi bersama, kebijakan
subsidi yang saat ini berjalan masih menghadapi berbagai tantangan yang
mempengaruhi efektivitas belanja subsidi diukur dari beban fiskal maupun
dampaknya ke masyarakat, diantaranya terkait ketepatan sasaran serta pergerakan
faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perhitungan subsidi (seperti kurs dan
ICP). Di samping itu, beberapa harga komoditas bersubsidi seperti LPG 3 kg belum
mengalami penyesuaian harga sejak tahun 2008, komoditas BBM sejak pertengahan
tahun 2016, listrik golongan nonsubsidi sejak tahun 2017, dan pupuk sejak tahun
2012.
Dalam RAPBN tahun 2020, belanja subsidi direncanakan sebesar Rp199,7 triliun yang
meliputi subsidi energi Rp137,5 triliun, dan subsidi nonenergi Rp62,3 triliun. Besaran
belanja subsidi tersebut dihitung dengan asumsi kurs Rp14.400 per US dolar dan ICP
USD 65/barel. Pagu anggaran belanja subsidi energi diperkirakan lebih rendah dari
outlook APBN 2019 terutamanya karena mempertimbangkan penurunan subsidi
tetap solar dari Rp2.000,00 per liter menjadi Rp1.000,00. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi beban fiskal Pemerintah seiring dengan pergerakan kurs dan ICP.
Sementara itu, belanja subsidi nonenergi dalam RAPBN tahun 2020 juga diperkirakan
lebih rendah dari outlook APBN tahun 2019.
Selanjutnya, pada tahun 2020 Pemerintah akan lebih mengoptimalkan kebijakan
subsidi dalam menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan daya saing dan kualitas
pelayanan publik, mendukung ketahanan pangan dan energi, serta menjaga
kesinambungan kinerja BUMN penyedia barang bersubsidi. Untuk itu, kebijakan
umum subsidi tahun 2020 diarahkan untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi
program pengelolaan subsidi yang dilakukan melalui upaya perbaikan ketepatan
sasaran dan penyesuaian harga jual komoditas bersubsidi. Beberapa kebijakan yang
akan dilakukan antara lain: (1) mengubah paradigma dari subsidi berbasis komoditas
menjadi subsidi langsung kepada masyarakat; (2) meningkatkan akurasi data target
penerima subsidi secara masif; (3) memanfaatkan teknologi dalam penyaluran
subsidi; dan (4) meningkatkan sinergi pusat dan daerah dalam pengendalian dan
pengawasan subsidi.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait perlunya
memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan dan pertumbuhan dalam
memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk sumber pembangkit tenaga
listrik dengan memanfaatkan skema feed-in-tariff, dapat kami sampaikan tanggapan
sebagai berikut.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
mengenai perlunya memberikan perhatian khusus terhadap pemanfaatan energi baru
81
dan terbarukan (EBT) untuk sumber pembangkit tenaga listrik. Dalam rangka
mendukung peningkatan target bauran EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025 dan
31 persen pada tahun 2050, Pemerintah berkomitmen kuat untuk memberikan
dukungan bagi peningkatan pemanfaatan EBT di sektor ketenagalistrikan. Dukungan
pemerintah dimaksud tidak hanya dilakukan melalui alokasi anggaran di
Kementerian/Lembaga melainkan juga melalui instrumen pendanaan APBN lainnya
seperti pemberian insentif perpajakan dan dana alokasi khusus (periode sampai
dengan 2018). Beberapa insentif perpajakan yang disiapkan antara lain berupa
fasilitas PPh (tax allowance, tax holiday), fasilitas impor (pembebasan bea masuk,
PPN impor dan PPh 22 impor), maupun fasilitas pajak ditanggung pemerintah (DTP)
dan Pajak Bumi dan Bangunan khususnya untuk sektor panas bumi.
Di sisi lain, Pemerintah juga menyadari bahwa kapasitas fiskal dalam APBN masih
sangat terbatas untuk mendanai kebutuhan anggaran untuk pengembangan sumber
energi baru dan terbarukan. Untuk itu, Pemerintah akan berupaya untuk
meningkatkan peran swasta melalui skema-skema yang ada dalam APBN, seperti
skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Selain itu, Pemerintah juga
memfasilitasi dan mendorong penerapan skema blended finance yang
mempertemukan pengembang proyek-proyek pembangunan pembangkit EBT
dengan sumber-sumber pendanaan dari lembaga keuangan domestik dan
internasional. Dengan insentif dan dukungan tersebut diharapkan investasi di sektor
energi terbarukan dapat lebih berkembang sehingga upaya pencapaian target bauran
energi nasional dapat lebih dioptimalkan.
Sementara itu, terkait dengan skema feed in tariff dapat disampaikan bahwa skema
dimaksud merupakan salah satu alternatif kebijakan yang dapat ditempuh dalam
mengembangkan EBT. Skema feed in tariff memang banyak digunakan dalam
pengembangan EBT di negara-negara maju dengan teknologi pembangkit EBT cukup
mumpuni dan skala ekonomi sumber pembangkit EBT sudah mapan. Namun
demikian penerapan skema ini di Indonesia perlu dipertimbangkan secara matang
mengingat kemampuan industri dalam negeri pembangkit EBT yang masih belum
memadai, skala ekonomi pembangkit EBT nasional yang belum mapan, kapasitas
pengembang EBT yang tebatas, serta kemampuan keuangan negara yang masih
terbatas. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, Pemerintah berpandangan
instrumen tersebut belum menjadi prioritas untuk digunakan dalam mengembangkan
EBT. Dukungan Pemerintah terhadap EBT masih akan dikonsentrasikan pada
pemberian fasilitas perpajakan maupun bantuan akses permodalan serta transparansi
proses perijinan yang ditujukan untuk sedapat mungkin mengurangi risiko-risiko
bisnis yang dihadapi oleh pengembang EBT.
82
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait optimalisasi
program sejuta rumah, saat ini Pemerintah terus melakukan perbaikan sejak
diluncurkan pertama kali pada tahun 2015. Program Satu Juta Rumah merupakan
program Pemerintah dalam rangka menyediakan rumah bagi seluruh lapisan
masyarakat. 60-70 % program Satu Juta Rumah di tujukan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) adapun sisanya bagi non-MBR. Penyediaan program
Satu Juta Rumah bagi MBR melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta
(pengembang), dan masyarakat. Sedangkan program Satu Juta Rumah selain untuk
non-MBR pemenuhannya hanya melibatkan masyarakat dan dunia usaha (swasta).
Kegiatan-kegiatan program satu juta rumah bagi MBR meliputi:
1. Pembangunan Rusunawa, peningkatan kualitas dan pembangunan rumah yang
dilakukan secara swadaya yang mendapat fasilitas bantuan stimulan perumahan
swadaya (BSPS), pembangunan rumah khusus, dengan kategori penerima antara
lain buruh/pekerja, PNS, dan TNI/POLRI
2. Pembangunan RUSUNAMI dan Rumah Tapak, yang mendapat bantuan
pembiayaan/subsidi (KPR FLPP, SSB & SBUM).
Terkait dengan adanya isu banyak rumah yang belum ditempati, hal tersebut
disebabkan antara lain: (1) penghuni sedang mendapatkan penugasan di kota lain,
seperti prajurit TNI/Polri, PNS yang bekerja di daerah pemekaran baru; (2) rumah
yang baru dibeli sedang proses penyesuaian (proses renovasi); dan (3) proses pindah
rumah (kontrakan rumah sebelumnya belum habis)
Terkait rumah bersubsidi yang tidak ditempati, tidak selamanya melanggar aturan
selama pemilik rumah tersebut menempati walaupun hanya 1 hari (UU 1 tahun 2011
tentang perumahan dan kawasan permukiman dan Permen PUPR nomor 21 tahun
2016 tentang kemudahan dan/atau bantuan perolehan rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah).
Dalam rangka memenuhi standar kelayakan lingkungan, pemerintah juga
memberikan bantuan stimulan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) untuk
meningkatkan kualitas infrastruktur perumahan. Sementara itu, dalam meningkatkan
kualitas hidup penghuni rumah bersubsidi, Pemerintah mensyaratkan adanya ruang
untuk bersosialisasi (ruang terbuka hijau, tempat bermain, dan sarana ibadah).
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan mengenai perlunya keseriusan Pemerintah dalam
merealisasikan program ketahanan dan kedaulatan pangan secara memadai dan
untuk meningkatkan daya beli petani, dapat kami sampaikan bahwa Pemerintah
sependapat dengan pandangan tersebut. Dalam tahun 2020, Pemerintah telah
83
menyiapkan berbagai program dukungan terhadap petani/kelompok tani guna
meningkatkan produktivitas sektor pertanian, antara lain melalui (i) penyaluran
subsidi pupuk dengan volume sekitar 7,9 juta ton yang bertujuan untuk menjamin
ketersediaan pupuk yang bermutu dengan harga yang terjangkau; (ii) program
bantuan langsung benih unggul (BLBU) yang menyediakan benih berkualitas dan
menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang bersertifikat; dan (iii) sarana
produksi (saprodi) pertanian. Selain itu, Pemerintah juga menyediakan fasilitas
subsidi bunga KUR dan imbal jasa penjaminan KUR yang ditujukan untuk
meningkatkan akses permodalan bagi UMKM, yang terutama difokuskan pada sektor-
sektor produktif seperti sektor pertanian, perikanan, perdagangan dan jasa, dan
industri pengolahan. Kebijakan reforma agraria juga terus dilakukan untuk
memperkuat pemilikan tanah untuk seluruh rakyat Indonesia, terutama masyarakat
yang tidak mepunyai tanah sehingga terwujud keadilan dalam penguasaan tanah,
kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, wilayah, dan sumber daya alam.
Selain itu Pemerintah sampai saat ini juga tetap memberikan bantuan premi asuransi
pertanian kepada petani. Asuransi pertanian yang diberikan meliputi Asuransi Usaha
Tani Padi (AUTP) dan Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS) yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan petani/peternak dari ancaman risiko gagal
panen/peternakan, membantu petani menyediakan modal usaha, dan meningkatkan
pendapatan serta keberhasilan petani dalam usaha tani. Bantuan premi asuransi
nelayan juga tetap diberikan kepada nelayan yang bertujuan untuk menyediakan
prasaranan dan sarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha, memberikan
kepastian usaha yang berkelanjutan, melindungi dari risiko bencana alam, perubahan
iklim, serta pencemaran, dan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta
bantuan hukum.
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tentang
dukungan Pemerintah untuk meningkatkan kualitas penelitian seiring dengan
disahkannya UU SINAS IPTEK, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut.
Intervensi Pemerintah untuk mendukung pengembangan riset terus dioptimalkan,
antara lain melalui alokasi anggaran untuk program/kegiatan terkait riset melalui
K/L, pemanfaatan dana abadi pendidikan untuk riset dan pengalokasian dana abadi
penelitian. Hasil kelolaan dana abadi pendidikan sebagian dimanfaatkan untuk
pendanaan riset. Sampai dengan semester I tahun 2019, telah didanai 156 proposal
riset.
Di samping itu, Pemerintah juga mengalokasikan dana abadi penelitian mulai tahun
2019. Sasaran yang ingin dicapai dengan adanya dana abadi penelitian ini adalah
(1) meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM terkait riset yang mampu berkompetisi
secara global; (2) meningkatkan relevansi dan produktivitas riset serta peran
84
pemangku kepentingan dalam kegiatan riset; serta (3) meningkatkan kontribusi riset
terhadap pertumbuhan.
Selanjutnya, Pemerintah juga meningkatkan koordinasi kegiatan riset dan
pengembangan antar K/L. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengoptimalkan
pemanfaatan anggaran litbang melalui perencanaan riset-riset strategis dengan skema
flagship (konsorsium) yang dituangkan ke dalam Prioritas Riset Nasional 2020-2024.
Melalui skema tersebut, diharapkan seluruh sumber daya iptek dapat diintegrasikan
dan difokuskan untuk mencapai hasil riset/inovasi yang lebih konkret dan signifikan.
Dengan demikian, penetapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem
Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diharapkan menjadi landasan dalam
perumusan kebijakan pembangunan agar mampu memperkuat daya dukung ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka mencapai tujuan negara, serta
meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa.
Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Demokrat, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera, dan Fraksi Partai NasDem bahwa peningkatan alokasi transfer ke
daerah dan dana desa harus bisa meningkatkan pelayanan dasar publik, menurunkan
tingkat ketimpangan, mengentaskan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah.
Alokasi TKDD merupakan salah satu komponen belanja negara yang mempunyai
peranan sangat penting sebagai instrumen kebijakan fiskal dalam memperkuat
implementasi desentralisasi fiskal. TKDD berperan strategis dalam mempercepat
pembangunan daerah dengan tujuan utama meningkatkan kualitas layanan publik
(public service delivery) dan kesejahteraan masyarakat (social welfare) serta
mengurangi kesenjangan fiskal antardaerah. Dalam periode 2015-2019, Transfer ke
daerah dan dana desa (TKDD) cenderung selalu meningkat setiap tahunnya dengan
rata-rata pertumbuhan mencapai 6,9 persen per tahun. Pada tahun 2020, Pemerintah
akan mengalokasikan anggaran TKDD sebesar Rp858,8 triliun. Jumlah tersebut
sudah meningkat 5,4 persen dari perkiraan realisasi di tahun 2019, atau meningkat
37,8 persen dari realisasinya di tahun 2015 yang sebesar Rp623,1 triliun. Hal ini
menunjukkan komitmen pemerintah dalam mempercepat pembangunan di daerah.
Pemerintah menyadari alokasi TKDD yang semakin meningkat dapat menjadi
instrumen stimulus yang memberikan dampak multiplier besar bukan hanya
terhadap pembangunan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota namun dampaknya
dapat menjangkau hingga pelosok pedesaan. Peningkatan TKDD dalam beberapa
tahun terakhir tersebut mampu memperbaiki kinerja pelayanan dasar publik di
85
daerah. Perbaikan tersebut tercermin dari membaiknya beberapa indikator terhadap
akses layanan dasar yang disediakan oleh daerah. Di samping itu, tingkat kesenjangan
walaupun masih relatif tinggi namun telah menunjukkan adanya perbaikan. Pada
tahun 2015, rasio gini mencapai 0,408 turun menjadi 0,384 pada tahun 2018, serta
Indeks Williamson sebagai indikator kesenjangan fiskal antardaerah pada tahun 2015
sebesar 0,726 turun menjadi 0,597 pada tahun 2018.
Dengan memperhatikan beberapa capaian indikator kesenjangan dan kesejahteraan
daerah yang semakin menunjukkan perbaikan, dapat menjadi sinyal kuat bahwa
perbaikan pembangunan daerah menuju arah yang positif dan perlu lebih didorong
untuk mewujudkan penguatan kualitas desentralisasi fiskal ke depan. Sejalan dengan
kondisi tersebut, Pemerintah mempunyai strategi dalam mendorong pembangunan
dan pemerataan antar wilayah, antara lain melalui: (1) meningkatkan daya saing
wilayah melalui re-industrialisasi khususnya yang berbasis potensi wilayah,
menemukan dan mengembangkan sumber-sumber pertumbuhan baru,
meningkatkan sumber daya manusia dan tingkat kreativitas masyarakat,
meningkatkan kualitas dan ketersediaan atau akses terhadap pelayanan dasar;
(2) mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi Jawa dan luar Jawa, meningkatkan
keterpaduan antar-provinsi dalam satu pulau dan antar-pulau di bidang ekonomi,
sosial-budaya dan sarana dan prasarana; (3) membangun serta mengembangkan desa
dan kawasan perdesaan, kawasan transmigrasi, kawasan perbatasan, dan daerah
tertinggal yang difokuskan pada pemenuhan pelayanan dasar, peningkatan
aksesibilitas, dan pengembangan ekonomi yang mendukung pusat pertumbuhan
wilayah; serta (4) meningkatkan tata kelola dan kapasitas pemerintah daerah dan
pemerintah desa (kelembagaan, keuangan dan SDM Aparatur) untuk meningkatkan
kemudahan perizinan dan agar tercapainya pemenuhan standar pelayanan minimum.
Secara umum kebijakan TKDD terus diarahkan untuk mendukung perbaikan kualitas
layanan dasar publik di daerah, akselerasi daya saing, dan mendorong belanja
produktif yang dapat meningkatkan aset daerah, dengan fokus kebijakan sebagai
berikut: (1) mempercepat penyediaan infrastruktur publik dan penguatan kualitas
SDM, terutama melalui bidang pendidikan, kesehatan, air minum, perlindungan
sosial, dan konektivitas antarwilayah; (2) meningkatkan daya saing melalui inovasi,
kemudahan berusaha, tata kelola pemerintahan, dan kebijakan insentif yang
mendukung iklim investasi; dan (3) meningkatkan produktivitas terutama
berorientasi ekspor melalui pengembangan potensi ekonomi daerah.
Seiring dengan perkembangan dan tantangan pelaksanaan desentralisasi fiskal serta
upaya penguatan kualitas desentralisasi fiskal, maka pokokpokok kebijakan Transfer
ke Daerah dan Dana Desa tahun 2020 diarahkan pada:
86
1. Memperkuat pengelolaan Dana Transfer Umum (DTU) dalam mendanai
kewenangan desentralisasi, antara lain melalui: (i) peningkatan kualitas
pengelolaan DBH yang transparan dan berkeadilan; (ii) penyempurnaan formula
DAU dalam rangka mendorong pembangunan dan meningkatkan sarana dan
prasarana serta kualitas pelayanan publik di daerah; dan (iii) mendorong
pengalokasian DTU (tidak termasuk DAU Tambahan) sekurang-kurangnya 25
persen untuk belanja infrastruktur.
2. Mengarahkan pengelolaan Dana Transfer Khusus (DTK) dalam mendukung
implementasi kebijakan desentralisasi dan menjaga ketercapaian output, antara
lain melalui: (i) penguatan fokus pemanfaatan DTK untuk meningkatkan kualitas
SDM dan daya saing daerah melalui pendidikan, kesehatan (termasuk penanganan
stunting), infrastruktur daerah, pelayanan publik, dan kepariwisataan;
(ii) refocusing bidang, subbidang, dan menu kegiatan DAK Fisik; (iii) melanjutkan
kebijakan pengalokasian dan penyaluran DAK Fisik dan DAK Nonfisik berdasarkan
kinerja pelaksanaan dan capaian output; (iv) peningkatan akurasi data sasaran dan
biaya satuan DAK Nonfisik untuk meningkatkan kualitas pengalokasian; dan
(v) penguatan kebijakan afirmasi untuk mengejar ketertinggalan kuantitas dan
kualitas layanan publik di daerah dengan kriteria tertentu.
3. Meningkatkan dan memperkuat pengelolaan Dana Insentif Daerah (DID), Dana
Otonomi Khusus (Otsus), Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) dalam rangka
Otsus, serta Dana Keistimewaan D.I.Yogyakarta, antara lain melalui: (i) DID
diarahkan untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan yang menjadi bagian
dari kebijakan prioritas nasional, kemandirian fiskal, kualitas belanja daerah,
inovasi pelayanan publik, kualitas pelayanan publik, peningkatan kesejahteraan,
serta pemenuhan mandatory spending dan kepatuhan daerah dalam penyampaian
pelaporan; dan (ii) peningkatan akuntabilitas, transparansi, efisiensi dan
efektivitas pengelolaan Dana Otsus, DTI, dan Dana Keistimewaan D.I.Yogyakarta.
4. Memperkuat pengelolaan Dana Desa, melalui: (i) penyempurnaan formulasi
alokasi Dana Desa agar lebih adil, merata, dan mendorong percepatan pengentasan
kemiskinan dan ketimpangan; serta (ii) mengarahkan penggunaan Dana Desa
untuk meningkatkan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa,
dan mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa.
5. Mendorong peningkatan peran TKDD dalam mewujudkan pusat pertumbuhan
ekonomi daerah, memperkuat kualitas SDM, dan mendorong daya saing di daerah.
Mengenai pandangan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa agar penekanan
penggunaan TKDD untuk meningkatkan kualitas SDM di daerah khususnya untuk
meningkatkan keterampilan dan kewirausahaan, dapat disampaikan bahwa
87
Pemerintah berkomitmen penuh untuk meningkatkan kualitas SDM dan daya saing
menuju Indonesia yang maju. Hal tersebut tercermin dalam fokus kebijakan TKD
antara lain untuk penguatan kualitas SDM terutama melalui bidang pendidikan.
Pemerintah senantiasa mendorong pemerintah daerah untuk pemenuhan mandatory
spending 20% untuk anggaran pendidikan. Kebijakan DAK Fisik difokuskan untuk
mempercepat penyediaan infrastruktur publik dengan memberikan bantuan kepada
pemerintah daerah yang tetap bersinergi dengan Pemerintah Pusat dalam
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk meningkatkan akses
pendidikan yang berkualitas dan merata termasuk pemenuhan SPM untuk
pendidikan anak usia dini serta penguatan pendidikan vokasi dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam negeri yang mampu bersaing di
tengah persaingan global, produktif, berjiwa inovasi, serta menguasai teknologi.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait
pengelolaan TKDD dapat kami jelaskan sebagai berikut. Dalam rangka penguatan
kualitas desentralisasi fiskal, aspek pengawasan dan pengelolaan TKDD yang baik dan
berkelanjutan menjadi faktor yang sangat krusial dalam mentransformasikan peran
TKDD dalam pencapaian tujuan desentralisasi fiskal terutama dalam hal perbaikan
kuantitas dan kualitas pelayanan publik, mengurangi ketimpangan antardaerah,
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejalan yang
hal tersebut, Pemerintah melakukan beberapa upaya perbaikan terhadap pengawasan
TKDD, antara lain: (1) melakukan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan
TKDD secara jelas, berjenjang, dan kontinyu; (2) terus melakukan koordinasi dan
konsolidasi secara intensif antar stakeholder terkait baik secara horizontal maupun
vertikal; (3) menjalankan prinsip good governance pada setiap level pemerintahan
dalam rangka pengelolaan anggaran APBN maupun APBD secara lebih kuat,
akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki kualitas pengelolaan TKDD sebagai
komitmen dalam rangka penguatan kualitas desentralisasi fiskal terutama dalam
peningkatan akses dan kualitas layanan dasar publik, mengurangi ketimpangan
antardaerah, mengurangi kemiskinan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa upaya yang telah dilakukan Pemerintah antara lain dari aspek perencanaan
melalui harmonisasi regulasi, kebijakan, dan penganggaran agar efektivitas dan
akuntabilitas dapat terjaga dengan baik. Aspek implementasi kebijakan dengan
memperkuat koordinasi pusat dan daerah serta mendorong efektivitas DAK dan Dana
Desa berdasarkan kinerja pelaksanaan serta sinkronisasi dan sinergi dengan program
K/L. Selanjutnya, Pemerintah juga memperkuat aspek pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan TKDD secara terstruktur dan berkesinambungan agar dapat
88
meminimalkan praktek moral hazard di daerah seperti penyimpangan dan
penyelewengan penggunaan anggaran TKDD di daerah.
Di samping itu, penguatan pengelolaan TKDD juga perlu dilakukan oleh Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam melaksanakan pembangunan di daerah.
Untuk meningkatkan kualitas belanja di daerah serta menyelaraskan
program/kegiatan belanja daerah sesuai dengan kebutuhan riil pembangunan daerah,
Pemerintah Daerah memanfaatkan Musrenbangda sebagai media komunikasi. Di sisi
lain, sebagai upaya untuk mendukung kegiatan prioritas nasional, maka Pemerintah
Daerah diarahkan untuk mendukung penguatan kualitas SDM lokal, peningkatan
daya saing daerah, mendorong pusat pertumbuhan ekonomi di daerah, serta
pelaksanaan pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pendanaan pembangunan di
daerah.
Selanjutnya, terkait pandangan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai
penggunaan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang belum optimal dalam
mendorong perekonomian daerah yang tercermin dari kapasitas fiskal daerah yang
masih rendah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah senantiasa mendorong
penggunaan TKDD yang bertujuan untuk memberikan dampak pada kesejahteraan
dan perbaikan kualitas hidup daerah. Kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk
mencapai tujuan tersebut antara lain: (1) penguatan kebijakan afirmasi kepada daerah
tertinggal, terluar, dan terpencil untuk mengejar ketertinggalan layanan publik;
(2) penguatan integrated program based transfer yang terintegrasi antar berbagai
transfer dan belanja K/L, utamanya untuk pengentasan stunting, program Indonesia
bersih dan sehat, serta peningkatan ekonomi kreatif; (3) penguatan kebijakan transfer
yang mendukung penyelesaian permasalahan urban sector, antara lain pengelolaan
sampah, transportasi perkotaan, sanitasi, dan air minum; (4) kebijakan transfer yang
mendukung penyiapan SDM siap kerja, melalui pendidikan vokasi yang terkoneksi
dengan kebutuhan lapangan kerja; (5) kebijakan Dana Desa yang mendorong
terciptanya ketahanan ekonomi masyarakat Desa melalui dukungan infrastruktur dan
pengembangan potensi ekonomi di Desa; serta (6) Dana Insentif Daerah yang
mendorong peningkatan kinerja Pemda yang terkoneksi dengan pencapaian dan
tujuan prioritas nasional serta mendukung peningkatan tata kelola APBD dan
kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, pemerintah berkomitmen untuk mendorong peningkatan efektivitas
penggunaan alokasi TKDD oleh pemerintah daerah melalui kewajiban alokasi belanja
yang telah diatur oleh undang-undang (mandatory spending). Salah satu kebijakan
mandatory spending adalah penggunaan sekurang-kurangnya 25 persen dari Dana
Transfer Umum (DTU) untuk belanja infrastruktur daerah yang langsung terkait
dengan percepatan pembangunan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi dalam
89
rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi
kesenjangan penyediaan layanan publik antardaerah. Sesuai dengan ketentuan PMK
50/PMK.07/2017 yang terakhir telah diubah dengan PMK 225/PMK.07/2017 tentang
Perubahan Kedua atas PMK 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke
Daerah dan Dana Desa, telah diatur bahwa Pemerintah dapat menjatuhkan sanksi
terhadap daerah-daerah yang tidak memenuhi kewajiban alokasi mandatory
spending untuk infrastruktur. Sanksi yang dimaksud berupa penundaan dan/atau
pemotongan dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH).
Di samping pemberian sanksi bagi daerah-daerah yang tidak memenuhi ketentuan 25
persen dari DTU untuk infrastruktur, Pemerintah melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan belanja daerah serta menerapkan kebijakan punishment lain untuk
mendorong percepatan realisasi APBD. Kebijakan punishment yang telah
dilaksanakan antara lain:
1. Sesuai ketentuan PP No.56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dan
PMK No.04/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan
Daerah, Pemda yang terlambat menyampaikan Perda APBD dapat dikenakan
sanksi berupa penundaan penyaluran DAU;
2. Sesuai ketentuan PMK No. 18/PMK.07/2017 tentang Konversi Penyaluran DBH
dan/atau DAU dalam Bentuk Nontunai, Pemerintah dapat melakukan konversi
penyaluran DAU dan/atau DBH ke dalam SBN bagi daerah yang mempunyai posisi
kas tidak wajar. Dengan demikian yang dilakukan pemerintah bukan memotong,
namun mengkonversi penyaluran DBH dan/atau DAU ke dalam nontunai. Sesuai
ketentuan PMK tersebut, kebijakan konversi penyaluran DBH dan/atau DAU
dilakukan untuk penyaluran triwulan I dan II, dengan tujuan agar Pemda dapat
segera memulai melaksanakan kegiatan/proyek fisik dari sejak awal tahun, yaitu
pada periode triwulan I dan II. Sementara pada triwulan III dan IV, seperti pola
pelaksanaan APBD tahun-tahun sebelumnya, realisasi anggaran relatif meningkat
sehingga posisi dana simpanan Pemda di perbankan juga cenderung turun;
3. Berdasarkan PMK No.93/PMK.07/2016 tentang Konversi Penyaluran DBH
dan/atau DAU sebagaimana telah di revisi dengan PMK No.18/PMK.07/2017,
antara lain telah diatur bahwa daerah wajib menyampaikan: (i) laporan posisi kas
bulanan, (ii) perkiraan belanja operasi, belanja modal, transfer bagi hasil
pendapatan dan transfer bantuan keuangan untuk 12 bulan, (iii) ringkasan realisasi
APBD bulanan. Apabila kepala daerah tidak menyampaikan data dimaksud,
Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran DBH atau DAU yang
dikenakan paling tinggi 50% dari nilai DBH atau DAU sesuai tahap penyalurannya.
90
Penundaan penyaluran DBH atau DAU tersebut antara lain ditetapkan dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah;
4. Sesuai ketentuan PMK No. 50/PMK.07/2017 sebagaimana telah direvisi dengan
PMK No. 112/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana
Desa, penyaluran Transfer ke Daerah, terutama DAK dan Dana Desa dilaksanakan
berdasarkan kinerja penyerapan dana dan capaian output kegiatan dari daerah.
Apabila DAK dan Dana Desa yang telah disalurkan dalam periode sebelumnya tidak
diserap secara optimal sesuai dengan besaran yang ditentukan dan rencana output
yang ditargetkan belum dicapai, maka penyaluran DAK dan Dana Desa periode
berikutnya tidak akan dilakukan;
Dalam rangka mendorong dan memperbaiki pengelolaan kinerja Pemda, Pemerintah
berkomitmen untuk memberikan insentif (reward) kepada daerah atas kinerja dari
Pemda. Insentif yang dimaksud adalah pemberian Dana Insentif Daerah (DID) yang
dialokasikan sejak tahun 2010. Dalam RAPBN 2020, DID dialokasikan Rp15,0 triliiun
atau naik Rp5,0 triliun dari APBN 2019 sebesar Rp10,0 triliun. Peningkatan alokasi
tersebut diharapkan akan semakin menstimulasi peningkatan kinerja pemerintah
daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan,
pelayanan dasar publik, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui
kemiskinan yang semakin menurun dan semakin meningkatnya IPM. Agar DID
dimaksud dapat dialokasikan tepat sasaran, yaitu diberikan kepada daerah-daerah
yang benar-benar menunjukkan kinerja riil, maka dalam alokasi DID juga dilakukan
penajaman kriteria pengalokasian DID agar lebih mencerminkan prestasi dan kinerja
daerah sesuai dengan inovasi, kreativitas, keunggulan spesifik dan pencapaian
output/outcome.
Sementara itu, untuk mengurangi ketergantungan daerah terhadap TKDD,
Pemerintah terus berkomitmen untuk membantu dan mendorong Pemda antara lain
melalui: (1) penguatan kemandirian keuangan daerah melalui optimalisasi PAD;
(2) mencari potensi sumber-sumber baru Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
(3) memperbaiki administrasi perpajakan di daerah; (4) menciptakan kegiatan-
kegiatan perekonomian yang kreatif, inovatif, serta bernilai ekonomi tinggi yang
diharapkan dapat mendorong kegiatan perekonomian daerah tanpa harus bergantung
pada pendanaan dari Pusat. Di sisi lain, Pemda harus terus berkomitmen untuk
memperbaiki peningkatan kualitas belanja daerah antara lain melalui penganggaran
berbasis capaian kinerja, perencanaan yang pasti dalam jangka menengah, dan sistem
pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang akuntabel. Dengan adanya
perbaikan kualitas belanja daerah tersebut serta komitmen Pemda dalam mendorong
kemandirian keuangan daerah maka diharapkan dapat memperbaiki kualitas
91
pelayanan publik, kesejahteraan masyarakat, maupun pembangunan ekonomi
daerah.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa
Pemerintah harus memperhatikan secara detail terkait perencanaan dan penggunaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Implementasi dari penggunaan TKDD tersebut
dijabarkan dalam APBD masing-masing daerah. oleh karena itu Pemerintah melalui
Kementerian Dalam Negeri telah mengatur pengalokasian anggaran belanja dalam
APBD tahun 2020 yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33
Tahun 2019 tentang Pedoman Penyususnan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2020. Adapun Kebijakan pengalokasian anggaran belanja
daerah TA 2020 dimaksud, antara lain:
1. Belanja daerah harus diprioritaskan untuk mendanai urusan pemerintahan wajib
terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan Standar Pelayanan Minimal
(SPM);
2. Belanja daerah harus mendukung target capaian prioritas pembangunan nasional
Tahun 2020 sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintah
daerah;
3. Penggunaan APBD harus lebih fokus terhadap kegiatan yang berorientasi produktif
dan memiliki manfaat untuk meningkatkan kaulitas sumber daya manusia,
pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi daerah;
4. Belanja daerah untuk urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan
pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman pada analisis
standar belanja dan standar harga satuan regional;
5. Pemerintah Daerah dalam pengadaan barang/jasa mengutamakan penggunaan
produksi dalam negeri guna memberikan kontribusi dalam peningkatan
penggunaan produk dalam negeri;
6. Pemerintah Daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam
konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan,
yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan
memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran.
Untuk mendorong pelaksanaan kebijakan pengalokasian anggaran belanja daerah
tersebut, Pemerintah akan melaksanakan kegiatan pembinaan dan fasilitasi dana
perimbangan dan pinjaman daerah pada tahun 2020 antara lain berupa asistensi,
pendampingan, sosialisasi, bimbingan teknis pengelolaan Dana Transfer, serta
supervisi, monitoring dan evaluasi pemanfaatan Dana Transfer pemerintah ke daerah
yang ditampung dalam Rencana Kerja Tahun 2020.
92
Menanggapai pernyataan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait dengan
alokasi dana Transfer ke Daerah perlu difokuskan untuk belanja modal, bukan sekedar
pos belanja pegawai, dan belanja barang dapat kami sampaikan penjelasan sebagai
berikut.
Pemerintah saat ini telah menerapkan berbagai kebijakan yang dapat mendukung
optimalisasi penggunaan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa agar menghasilkan
output dan outcome yang bermanfaat optimal bagi peningkatan kuantitas dan kualitas
layanan publik. Kebijakan tersebut antara lain melalui:
1. Penguatan implementasi penggunaan 25 persen Dana Transfer Umum (tidak
termasuk DAU Tambahan) untuk belanja infrastruktur publik, disertai pengetatan
kepatuhan berupa pengenaan sanksi atas ketidakpatuhan penyampaian laporan
dan pemenuhan alokasi minimal DTU untuk infrastruktur tersebut.
2. Pengelolaan DAK Fisik akan terus dilakukan secara transparan dan menjaga agar
pelaksanaan di daerah dilakukan secara lebih efektif. Untuk itu, pada tahun 2020
diterapkan konvergensi pendanaan antara DAK Fisik, DAK Nonfisik dan Dana Desa
untuk kegiatan penanganan stunting, serta program Indonesia bersih dan sehat (air
minum, sanitasi, dan kesehatan) meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan
melalui penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Selain itu,
mekanisme penyaluran DAK Fisik akan lebih memperhatikan kinerja pelaksanaan
kegiatan di daerah, guna memastikan output kegiatan sasaran DAK Fisik dapat
dicapai sesuai dengan target yang telah direncanakan.
3. Kebijakan pengelolaan DAK Nonfisik diarahkan pemanfaatan untuk peningkatan
kualitas SDM dan mendorong daya saing daerah terutama pada bidang pendidikan
dan kesehatan melalui pengalokasian berbasis output, melanjutkan kebijakan
pengalokasian dan penyaluran berdasarkan kinerja pelaksanaan dan capaian
output, menyempurnakan unit cost dan data sasaran yang mencerminkan
kebutuhan riil daerah, dan memperkuat kebijakan afirmasi untuk mengejar
ketertinggalan kuantitas dan kualitas layanan publik
4. Kebijakan pengelolaan DID diarahkan untuk: (i) memperkuat peran insentif untuk
memperbaiki pengelolaan TKDD; (ii) mendukung kebijakan dan prioritas nasional;
(iii) penyederhanaan dan refocusing kategori/indikator yang lebih mencerminkan
kinerja pemerintah daerah; (iv) mendorong inovasi pemerintah daerah dalam
pelayanan kepada masyarakat; (v) mendorong peningkatan investasi dan kegiatan
ekspor; (f) mendorong peningkatan kemandirian daerah melalui optimalisasi
peningkatan Pendapatan asli daerah (PAD) dan pembiayaan kreatif (creative
financing); (vi) mendorong peningkatan kualitas perencanaan APBD dan belanja
93
daerah; dan (vii) mendorong peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan,
terutama untuk mendukung pengurangan sampah plastik.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai NasDem terkait pengalokasian
anggaran Transfer ke Daerah dan Dana (TKDD) agar penyaluran dan pengalokasian
TKDD dapat memenuhi unsur keadilan bagi semua daerah dengan perhitungan
alokasi afirmasi dan alokasi formula yang andal, dapat kami sampaikan bahwa kami
sependapat dengan pandangan Fraksi Partai NasDem. TKDD berperan penting
dalam mempercepat pembangunan daerah dengan tujuan utama meningkatkan
kualitas layanan publik (public service delivery) dan kesejahteraan masyarakat (social
welfare) serta mengurangi kesenjangan fiskal antardaerah. Selain prinsip
pemerataan, Pemerintah juga berkomitmen mengedepankan asas keadilan bagi
semua daerah dalam pengalokasian TKDD. Beberapa kriteria daerah yang
dipertimbangkan dalam pengalokasian TKDD dalam formulasinya antara lain jumlah
penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, kondisi geografis daerah (Indeks
Kesulitan Geografis/IKG, Indeks Kemahalan Konstruksi/IKK), serta kapasitas fiskal
dan kebutuhan fiskal daerah. Sedangkan alokasi afirmasi diperhitungkan untuk
daerah sangat tertinggal, daerah tertinggal, daerah perbatasan, serta daerah
kepulauan yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan peningkatan
layanan dasar di daerah tersebut.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait banyaknya
dana pemerintah daerah yang mengendap di perbankan, dapat disampaikan
tanggapan sebagai berikut. Dana simpanan Pemda di bank merupakan pendapatan
APBD yang belum dapat digunakan untuk mendanai rencana belanja daerah. Hal
tersebut antara lain disebabkan karena sebagian kegiatan fisik/proyek belum
dilaksanakan, atau kegiatannya sudah dilaksanakan namun belum selesai, sehingga
belum dapat dilunasi pembayarannya. Dengan demikian tidak berarti semua
simpanan dana Pemda tersebut merupakan dana yang menganggur (dana idle).
Sepanjang jumlah dana simpanan tersebut masih sesuai dengan kebutuhan belanja
operasi dan belanja modal untuk 3 bulan ke depan, maka hal tersebut masih tergolong
wajar. Namun apabila jumlahnya sudah melampaui dari kebutuhan belanja
operasional dan belanja modal 3 bulan ke depan, maka hal tersebut harus diwaspadai
karena berpotensi terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan/proyek fisik yang
mungkin diperlukan untuk penyediaan infrastruktur pelayanan publik.
Sesuai tren perkembangan jumlah simpanan pemda di perbankan pada empat tahun
terakhir (2015 s.d 2019), posisi simpanan pemda di perbankan pada Triwulan I dan II
cenderung mengalami tren kenaikan. Diduga pola ini karena pada Triwulan I dan II,
pemda baru dapat merealisasikan belanja operasional sementara penyerapan belanja
modal belum optimal (misalnya proses pemilihan penyedia (pelelangan) masih
94
berjalan, pembebasan lahan yang belum tuntas, dsb) dan trennya mulai menurun
pada bulan Juli, hal ini kemungkinan karena sudah mulai dibayarkannya tagihan
kepada rekanan pengadaan barang/jasa.
Namun demikian, data simpanan pemda di perbankan menunjukkan telah terjadi
penurunan posisi simpanan pemda di perbankan pada triwulan I tahun 2015 s.d 2019,
dimana posisi simpanan pemda di perbankan pada triwulan I tahun 2015 sebesar
Rp227,7 triliun, turun menjadi Rp200,0 triliun pada tahun 2019. Demikian pula
halnya dengan triwulan II, posisi simpanan pemda pada triwulan II tahun 2015
sebesar Rp273,1 triliun, turun menjadi Rp231,7 triliun pada triwulan II tahun 2019.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi percepatan pelaksanaan kegiatan
dan penyerapan anggaran di daerah.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mendorong daerah
melakukan percepatan penyerapan anggaran dan agar pemda bisa lebih optimal
dalam mengendalikan posisi kas yang wajar, termasuk dana pemda yg disimpan di
perbankan adalah:
(a) Sesuai ketentuan Peratuan Pemerintah No.56/2005 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.04/PMK.07/2011
tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah, Pemda yang
terlambat menyampaikan Perda APBD dapat dikenakan sanksi berupa
penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU).
(b) Sesuai ketentuan Undang-Undang No. 12 tahun 2018 ttg APBN 2019 dan PMK
No. 18/PMK.07/2017 tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH)
dan/atau DAU dalam Bentuk Nontunai, Pemerintah dapat melakukan konversi
penyaluran DAU dan/atau DBH ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) bagi
daerah yg mempunyai posisi kas tidak wajar.
(c) Berdasarkan PMK No.93/PMK.07/2016 tentang Konversi Penyaluran DBH
dan/atau DAU sebagaimana telah di revisi dengan PMK No.18/PMK.07/2017,
antara lain telah diatur bahwa daerah wajib menyampaikan: (1) laporan posisi kas
bulanan; (2) perkiraan belanja operasi, belanja modal, transfer bagi hasil
pendapatan dan transfer bantuan keuangan untuk 12 bulan; dan (3) ringkasan
realisasi APBD bulanan. Apabila kepala daerah tidak menyampaikan data
dimaksud, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran DBH atau
DAU yang dikenakan paling tinggi 50% dari nilai DBH atau DAU sesuai tahap
penyalurannya. Penundaan penyaluran DBH atau DAU tersebut antara lain
ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
(d) Sesuai ketentuan PMK No. 50/PMK.07/2017 sebagaimana telah direvisi dengan
PMK No. 112/PMK.07/2017, PMK No. 225/PMK.07/2017, dan PMK No.
95
121/PMK.07/2018 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa,
penyaluran Transfer ke Daerah, terutama DAK dan Dana Desa dilaksanakan
berdasarkan kinerja penyerapan dana dan capaian output kegiatan dari daerah.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar
daerah mengoptimalkan potensi daerahnya masing-masing. Sehubungan dengan itu,
Pemerintah telah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk
mengembangkan potensinya melalui penguatan kemampuan perpajakan di daerah
(local taxing power) yang diatur dalam UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Selanjutnya, dapat disampaikan bahwa porsi belanja pegawai di daerah terhadap DAU
masih cukup besar, yaitu dengan rata-rata sebesar 34% (TA 2018). Dalam rangka
mengoptimalkan penggunaan DAU tersebut, pemerintah telah melakukan upaya
antara lain dengan mengarahkan pengalokasian sekurang-kurangnya 25 persen dari
DTU (tidak termasuk DAU Tambahan) untuk membiayai belanja infrastruktur,
disertai pengetatan kepatuhan berupa pengenaan sanksi atas ketidakpatuhan
penyampaian laporan dan pemenuhan alokasi minimal DTU untuk infrastruktur
tersebut dalam rangka mempercepat penyediaan infrastruktur di daerah sehingga
terjadi pemerataan fasilitas sarana dan prasarana pelayanan publik, konektivitas
antardaerah, peningkatan kesempatan kerja, dan mengurangi kemiskinan yang
berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah sehingga mendukung upaya
peningkatan pengelolaan potensi daerah.
Selain itu, agar pengelolaan APBD lebih optimal, daerah diwajibkan untuk
mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari total APBD dan
anggaran kesehatan sekurang-kurangnya 10%, serta alokasi dana desa paling sedikit
sebesar 10% dari dana perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus.
Kewajiban tersebut disertai dengan pengenaan sanksi atas ketidakpatuhan
pelaksanaannya. Diharapkan hal tersebut dapat meningkatkan kualitas sumber daya
manusia di daerah yang mendukung upaya optimalisasi pengelolaan potensi daerah.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional agar pemerintah
konsisten mengalokasikan anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) lebih
besar dari belanja K/L, dan meningkatkan alokasi DAK pada tahun mendatang serta
meningkatkan kapasitas daerah dalam melakukan manajemen kas dapat disampaikan
penjelasan sebagai berikut.
Alokasi TKDD sebagian besar didasarkan pada formula, seperti DAU, DBH, dan Dana
Otonomi Khusus. DBH sangat dipengaruhi oleh target pendapatan negara yang
dibagihasilkan, sedangkan DAU dipengaruhi oleh pendapatan dalan negeri netto.
Oleh karena berbasis formula, maka besaran anggaran TKDD terutama DAU dan DBH
96
sangat dipengaruhi oleh target pendapatan yang dicapai. Kebijakan belanja
pemerintah diarahkan untuk peningkatan kualitas belanja (“spending better”) bukan
“spending more”, yang artinya belanja dilakukan secara efisien namun dengan output
atau dampak terhadap ekonomi yang optimal (value for money).
Dalam pengalokasian DAK Fisik, Pemerintah telah mengambil kebijakan yang sejalan
dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional untuk terus meningkatkan
alokasi DAK Fisik. DAK Fisik merupakan salah satu instrumen penting dalam
mendanai infrastruktur dan sarana/prasarana pelayanan publik dan penunjang
kegiatan ekonomi yang menjadi kewenangan daerah dengan memperhatikan prinsip
money follow program. Pemerintah akan secara konsisten menggunakan DAK Fisik,
baik sebagai salah satu instrumen untuk mengarahkan belanja daerah agar lebih fokus
pada upaya peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik melalui belanja
infrastruktur yang produktif, maupun sebagai salah satu instrumen untuk
mengarahkan belanja daerah agar selaras dengan pencapaian prioritas nasional.
Untuk itu alokasi DAK Fisik dalam RAPBN tahun 2020 direncanakan sebesar
Rp72.249,8 miliar atau mengalami peningkatan sebesar Rp6.389,4 miliar (9,7 persen)
jika dibandingkan dengan outlook APBN 2019 sebesar Rp65.860,4 miliar.
Dalam rangka meningkatkan kapasitas manajemen kas di daerah dan memperkuat
penyaluran DAK Fisik berdasarkan kinerja penyerapan anggaran dan capaian output,
maka penyaluran DAK Fisik mulai tahun 2018 diubah menjadi tiga tahap, dengan
memberikan batas waktu penyaluran pada masing-masing tahapan. Perubahan dari
penyaluran secara triwulanan menjadi tiga tahap dimaksudkan agar pemerintah
daerah mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan proses kontrak/lelang di awal
dan menyelesaikan progress fisik pelaksanaan DAK Fisik secara lebih baik. Selain itu,
Persyaratan penyaluran DAK Fisik mengalami beberapa penambahan yaitu pada
tahun 2017 rekapitulasi daftar kontrak, tahun 2018 rencana kegiatan, dan tahun 2019
adanya reviu atas laporan realisasi penyerapan dan dan capaian output dari
Inspektorat Daerah atau lembaga pemerintah yang berwenang melaksanakan
pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Melalui penambahan syarat ini diharapkan proses pelaksanaan
kegiatan DAK Fisik dapat lebih terarah dan sesuai dengan hasil yang direncanakan
pada proses pengalokasian. Selain itu, diharapkan agar capaian output yang
disampaikan oleh daerah lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Menanggapi pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai
pengalokasian dan pemanfaatan Dana Desa untuk memperkuat pembangunan desa,
mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan serta bermanfaat nyata pada
masyarakat desa kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut. Dana Desa telah membawa
97
perubahan yang cukup siginifikan terutama dalam hal peningkatan jumlah
infrastruktur publik di desa untuk menunjang aktivitas perekonomian dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam tahun 2015-2019, alokasi dana desa
meningkat dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 35,4 persen pertahunnya dari
sebesar Rp20,8 triliun pada tahun 2015, meningkat menjadi Rp69,8 triliun pada
outlook APBN tahun 2019. Pelaksanaan Dana Desa tahun 2015-2018 telah
menghasilkan output antara lain jalan desa sepanjang lebih dari 191.600 km,
jembatan sepanjang 1.140.378 m, sambungan air bersih sebanyak 959.596 unit, dan
embung desa sebanyak 4.175 unit. Sinergi antara program yang didanai Dana Desa
dengan berbagai program pemerintah lainnya telah menurunkan ketimpangan di
pedesaan yang ditunjukkan dengan menurunnya rasio gini pedesaan dari 0,34 di
tahun 2014 menjadi 0,32 di tahun 2019 dan menurunkan tingkat kemiskinan di
pedesaan dari 13,76 persen tahun 2014 menjadi 12,85 persen tahun 2019.
Pemerintah terus melakukan upaya perbaikan guna meningkatkan efektivitas
pengalokasian, penyaluran, pengelolaan, hingga pertanggungjawaban Dana Desa.
Sebagai bentuk upaya pemerintah untuk terus meningkatkan efektivitas pengelolaan
Dana Desa, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017
tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Desa beserta perubahan-perubahannya.
Selain itu, pada tahun 2018, Pemerintah juga telah menetapkan peraturan tersendiri
mengenai pengelolaan Dana Desa yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor
193/PMK.07/2018 tentang Pengelolaan Dana Desa.
Pemerintah terus berupaya melakukan penyempurnaan formula distribusi Dana Desa
yang lebih fokus pada pengentasan kemiskinan dan ketimpangan dengan mengurangi
bobot alokasi dasar, meningkatkan bobot alokasi formula, serta memberikan alokasi
afirmasi kepada desa tertinggal dan sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin
tinggi. Mekanisme penyaluran Dana Desa juga disempurnakan yaitu dari 2 tahap
menjadi 3 tahap di tahun 2018 dengan tetap meningkatkan efektivitas dan
akuntabilitas penyaluran. Selain itu, penggunaan Dana Desa sejak tahun 2018
diarahkan menggunakan skema Padat Karya Tunai (PKT) untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Evaluasi terhadap implementasi
skema PKT tahun 2018 menunjukkan bahwa PKT berdampak positif terhadap
peningkatan kesempatan kerja masyarakat sementara tingkat berpartisipasi
masyarakat dalam PKT beragam. Pada beberapa desa tingkat partisipasi dan
antusiasme masyarakat sangat besar sementara di beberapa desa lainnya tingkat
partisipasi tidak terlalu tinggi. Selain daripada itu, dalam upaya mendukung
percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa bumi di daerah
terdampak, pada tahun 2018 pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan
nomor PMK Nomor 145/PMK.07/2018 tentang Penyaluran dan Penggunaan Transfer
98
ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2018 dan Tahun Anggaran 2019 untuk
Mendukung Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi.
Implementasi kebijakan Dana Desa tentunya tidak lepas dari berbagai tantangan dan
kendala di antaranya adalah peningkatan alokasi Dana Desa yang belum diiringi
dengan peningkatan kesiapan desa dalam mengelola Dana Desa sehingga kinerja
pelaksanaan Dana Desa masih belum optimal. Selain itu, penggunaan Dana Desa
hingga tahun 2018 masih didominasi untuk bidang pembangunan, sementara
penggunaan di bidang pemberdayaan masyarakat porsinya masih minim. Sinergi dan
koordinasi antara seluruh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, aparatur desa,
dan masyarakat terus ditingkatkan terutama dalam hal sinkronisasi regulasi termasuk
teknologi informasi yang digunakan dan sinergi dalam pendampingan, pengawasan,
serta akuntabilitas pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berbasis desa.
Selanjutnya, pemanfaatan Dana Desa tahun 2019 sesuai dengan Pasal 3 Permendes
Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019
disebutkan bahwa penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai
pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan Desa dan pemberdayaan
masyarakat Desa untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan prioritas yang
bersifat lintas bidang yang diharapkan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi masyarakat Desa.
Sejalan dengan hal tersebut, maka kebijakan umum Dana Desa tahun 2020 diarahkan
untuk: (i) menyempurnakan kebijakan pengalokasian dengan tetap memperhatikan
pemerataan dan keadilan; memberikan afimasi kepada desa tertinggal dan desa
sangat tertinggal serta kemiskinan; dan memperhatikan kinerja desa dalam
pengelolaan anggaran Dana Desa; (ii) meningkatkan porsi penggunaan Dana Desa
untuk pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa;
(iii) memperbaiki pengelolaan Dana Desa melalui pelatihan dan pembinaan aparat
desa, peningkatan kompetensi tenaga pendamping, dan penguatan sistem
pengawasan; (iv) meningkatkan kapasitas aparatur dan kelembagaan desa, serta
tenaga pendamping; (v) mengoptimalkan peran pemerintah provinsi/kabupaten/
kota dalam pengelolaan Dana Desa; dan (vi) meningkatkan akuntabilitas dan kinerja
pelaksanaan Dana Desa melalui penyaluran berdasarkan kinerja dan pemberian
insentif atas kinerja penyaluran.
Selanjutnya untuk mendukung pemberdayaan masyarakat dan pengembangan
potensi ekonomi desa, pemanfaatan Dana Desa dalam tahun 2020 akan diarahkan
pada peningkatan porsi penggunaan Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat.
Adapun kegiatan pemberdayaan tersebut diantaranya dengan kemitraan usaha
dengan pihak swasta, pelatihan ketrampilan desa, produk unggulan setiap desa, dan
99
pembiayaan untuk BUMDes dari Dana Desa. Dengan arah kebijkan tersebut
diharapkan akan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi di Desa yang dapat
memperluas kesempatan kerja, sehingga dapat mengurangi urbanisasi dan
menurunkan tingkat kemiskinan di desa.
Dalam pelaksanaan Dana Desa, kontribusinya terhadap kesenjangan, penurunan
kemiskinan, serta pengurangan pengangguran dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Menurunnya rasio gini perdesaan, dari 0,329 pada tahun 2015 menjadi 0,320 pada
tahun 2018;
2. Menurunnya jumlah penduduk miskin perdesaan, dari 17,89 juta jiwa (14,09%)
pada tahun 2015 menjadi 15,54 juta jiwa (12,24%) pada tahun 2018;
3. Menurunnya persentase penggangguran perdesaan, dari 4,93% pada tahun 2015
menjadi 4,04% pada tahun 2018.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
bahwa efektivitas dan tata kelola dana desa perlu untuk terus ditingkatkan, terutama
melalui sinergi pengawasan dan kualitas pendampingan, diantaranya yaitu:
1. Mengoptimalkan perencanaan partisipatif desa melalui pendampingan, pelatihan,
dan pembinaan kepada aparat pemerintah desa dan masyarakat desa dalam
perencanaan, penyaluran, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi kegiatan Dana
Desa.
2. Meningkatkan kesiapan dan kapasitas pemerintah desa dan kelembagaan desa
dalam menyelenggarakan pemerintahan desa dan mengelola Dana Desa, serta
tenaga pendamping dalam pemberdayaan masyarakat desa; dan
3. Mengoptimalkan peran Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
dalam pendampingan (supervisi), pemantauan, pelaporan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi pengelolaan Dana Desa.
Sementara itu dalam RAPBN 2020 juga telah dirumuskan kebijakan untuk
mendorong peningkatan fungsi ekonomi produktif desa, yaitu melalui kebijakan
peningkatan porsi pemanfaatan dana Desa untuk bidang pemberdayaan masyarakat.
D. PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN
RISIKO FISKAL
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai bunga
utang dapat disampaikan bahwa pembiayaan utang untuk membiayai defisit APBN
100
dan investasi Pemerintah memiliki konsekuensi di masa yang akan datang berupa
pembayaran cicilan pokok dan bunga. Selain itu, pembiayaan utang memiliki
sejumlah risiko, khususnya risiko nilai tukar jika pembiayaan utang diperoleh dalam
bentuk mata uang asing. Oleh karena itu, Pemerintah akan berupaya maksimal agar
pemanfaatan pembiayaan utang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan
prioritas yang dapat memberikan dampak positif bagi upaya penurunan kemiskinan,
penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan perekonomian nasional di masa yang
akan datang.
Pemerintah senantiasa meningkatkan efisiensi bunga utang. Namun demikian,
kebijakan ini tetap memperhatikan faktor risiko dari setiap instrumen dan komposisi
portofolio utang yang menjadi pilihan Pemerintah, agar pengelolaan utang tetap aman
dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi kesinambungan fiskal dalam jangka
panjang secara keseluruhan.
Kewajiban utang yang meliputi cicilan pokok dan bunga utang merupakan dampak
dari penarikan/penerbitan utang baru maupun utang yang dilakukan pada tahun-
tahun sebelumnya. Jumlah cicilan pokok dan bunga utang tersebut setiap tahunnya
mengalami fluktuasi, karena menyesuaikan dengan jadwal waktu pembayaran
masing-masing instrumen utang dan realisasi variabel ekonomi makro yang
memengaruhinya, seperti nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain dan tingkat suku
bunga referensi.
Di sisi lain, kenaikan Fed Fund Rate serta gejolak perekonomian dunia berdampak
besar terhadap kenaikan tingkat bunga (yield) SBN. Yield SBN dengan tenor 10 tahun
sempat mengalami kenaikan lebih dari 2 persen atau 200 bps dari titik terendah di
Januari 2018 sebesar 6,0 persen ke titik tertinggi di bulan Oktober 2018 sebesar 8,8
persen. Dalam menghadapi gejolak tersebut, Pemerintah telah mengambil langkah
antisipatif dengan mengalihkan sebagian penerbitan SBN menjadi pinjaman program.
Kondisi pasar SBN pada tahun 2020 diperkirakan membaik seiring dengan
perekonomian global yang mulai pulih ditopang oleh penurunan tingkat bunga acuan
di negara-negara maju dan berkembang. Dari dalam negeri, stabilitas politik yang
semakin membaik pascapemilu, apresiasi lembaga pemeringkat dengan perbaikan
sovereign credit rating akan menambah kepercayaan investor dan memberi sentimen
positif bagi pasar SBN. Namun demikian, Pemerintah tetap mewaspadai faktor risiko
keberlanjutan perang dagang, kondisi geopolitik dan dinamika ekonomi negara-
negara maju khususnya Amerika Serikat, Tiongkok, dan isu nuklir Iran. Sementara
itu, tantangan dari dalam negeri yang masih harus diwaspadai adalah risiko defisit
neraca transaksi berjalan yang dapat mempengaruhi persepsi investor dan berdampak
pada nilai tukar rupiah.
101
Dalam menjaga fluktuasi pembayaran bunga utang, Pemerintah juga tetap
memanfaatkan sumber pembiayaan murah yang tersedia (seperti pinjaman luar
negeri dalam kerangka kerja sama bilateral dan multilateral). Dari sisi tenor,
pengadaan utang dilakukan melalui kombinasi utang jangka pendek dan jangka
panjang sesuai dengan kapasitas dan daya serap pasar sehingga pembayaran bunga di
masa mendatang berada dalam level yang manageable. Pemerintah akan tetap
menjaga volume penerbitan SPN/S sebagai upaya untuk meningkatkan likuiditas
pasar uang sekaligus meningkatkan efisiensi biaya utang. Peningkatan likuiditas pasar
tersebut pada akhirnya diharapkan dapat mendorong penurunan tingkat suku bunga
secara keseluruhan.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi
Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai NasDem terkait defisit dan
pembiayaan utang, dapat disampaikan bahwa:
Kebijakan defisit dan pembiayaan utang sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan
fiskal. Pemerintah menempuh kebijakan fiskal ‘’ekspansif yang terarah dan terukur”
untuk menjaga momentum pertumbuhan dan menstimulasi perekonomian secara
efektif. Sebagai konsekuensinya, terjadi defisit anggaran yang dibiayai antara lain
melalui utang.
Pada tahun 2020, Pemerintah kembali menempuh kebijakan fiskal ekspansif. Hal ini
dilakukan untuk mengakselerasi daya saing dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia melalui kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan, agar siap
berkompetisi dan beradaptasi dengan kemajuan industri dan teknologi. Di sisi lain,
Pemerintah tetap melanjutkan pembangunan infrastruktur yang semakin merata,
mengalokasikan sumber daya ekonomi dengan lebih efisien dan efektif, serta
mendorong birokrasi yang efektif, melayani, dan bebas korupsi.
Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir, realisasi defisit anggaran cenderung
menurun dari 2,59 persen PDB tahun 2015 menjadi sebesar 1,82 persen PDB pada
tahun 2018. Secara umum defisit anggaran senantiasa terkendali dalam batas aman.
Defisit RAPBN tahun 2020 direncanakan sebesar 1,76 persen PDB, merupakan defisit
terendah dalam 5 tahun terakhir. Hal itu menggambarkan upaya Pemerintah agar
APBN semakin sehat dan adaptif terhadap risiko gejolak perekonomian global.
Realisasi defisit setiap tahun juga terus dijaga tanpa mengurangi pencapaian sasaran
dan target pembangunan nasional yang telah ditetapkan.
Sebagai bagian dari pembiayaan anggaran, pembiayaan utang selain berfungsi untuk
menutup defisit anggaran, juga digunakan untuk membiayai pengeluaran
102
pembiayaan, seperti pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, serta kewajiban
penjaminan. Meskipun pembiayaan utang dalam periode 2015-2017 sempat
mengalami kenaikan, sejak tahun anggaran 2018, pembiayaan utang cenderung
menurun. Hal tersebut menggambarkan bahwa APBN semakin sehat dan mandiri.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi
Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan yang menyatakan bahwa pengelolaan utang
negara harus dilaksanakan dengan cermat dan hati-hati. Hal tersebut sesuai dengan
arah kebijakan pembiayaan tahun 2020, dimana pembiayaan dilakukan untuk
mendorong efisiensi dan inovasi pembiayaan agar efektif dalam menopang program
prioritas dengan tetap memperhatikan risiko agar terjaga kesinambungannya. Bentuk
kehati-hatian Pemerintah tercermin dari kebijakan pembiayaan tahun 2020 untuk
mengendalikan rasio utang dalam batas aman pada kisaran 29,4-30,1 persen PDB.
Secara lebih luas, kehati-hatian dalam pengelolaan utang dan fiskal keseluruhan akan
terus dijaga karena Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan batasan
ketat dalam hal defisit (3 persen) dan rasio utang (60 persen) terhadap PDB
sebagaimana tertuang dalam undang-undang.
Komitmen-komitmen utang yang dibuat oleh Pemerintah dilakukan secara selektif,
produktif, efisien, dan bertanggung jawab. Utang luar negeri yang dibuat oleh
Pemerintah utamanya dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan produktif
dan memberikan nilai tambah Hal tersebut merupakan komitmen Pemerintah untuk
meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana utama yang menjadi kebutuhan
dasar masyarakat.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera terkait dengan tren peningkatan pembiayaan utang
dapat disampaikan sebagai berikut.
APBN diformulasikan sebagai instrumen untuk mengelola perekonomian dengan
fungsi alokasi, distribusi, dan stabilitasi. Dalam periode 2015-2017, terjadi penurunan
harga-harga komoditas dunia yang berimbas kepada perekonomian dalam negeri dan
menekan penerimaan negara baik dalam bentuk perpajakan maupun nonpajak.
Sementara itu, tujuan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur, serta
meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan prioritas mendesak dan
tidak dapat ditunda dalam rangka mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
antardaerah. Dalam periode ini APBN berperan sebagai stabilisator (counter cyclical).
Meskipun angka defisit APBN yang berarti penambahan utang negara secara nominal
rupiah membesar, namun defisit APBN tetap di bawah batas yang ditetapkan oleh
Undang-Undang Keuangan Negara. Dengan likuiditas global yang longgar, suku
103
bunga global yang masih sangat rendah, serta tingkat inflasi dalam negeri yang stabil
rendah, pembiayaan utang dapat dikelola dengan aman.
Penambahan dan pengurangan utang negara merupakan bagian dari keseluruhan
desain untuk menggunakan APBN sebagai instrumen kebijakan ekonomi makro dan
menjalankan fungsi APBN sesuai mandat Undang-Undang Keuangan Negara yaitu
sebagai alat stabilisasi, alokasi, dan distribusi untuk mengelola perekonomian untuk
mencapai pertumbuhan, pemerataan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
Indonesia secara menyeluruh. Pembahasan dan perdebatan baik secara politik
maupun substantif mengenai APBN, termasuk besaran defisit anggaran dan besaran
tambahan utang negara setiap tahun, selalu dilaksanakan secara detail, terbuka, dan
transparan dalam proses pembahasan APBN dengan DPR dan pada akhirnya disetujui
dan ditetapkan dalam bentuk Undang Undang APBN setiap tahunnya.
Pertanggungjawaban APBN termasuk besaran utang disampaikan oleh Pemerintah
juga dibahas oleh seluruh fraksi DPR secara terbuka dan ditetapkan dalam Undang-
Undang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Bendahara Umum Negara). Proses politik dan proses hukum
konstitusional tersebut sudah diatur dalam tata negara Republik Indonesia dan diatur
dalam peraturan perundangan-undangan yang terus dipatuhi oleh Pemerintah.
Pemerintah terus mengedepankan komitmen menjaga keuangan negara, APBN, dan
utang negara secara hati-hati (prudent) berdasarkan standar pengelolaan yang
diterapkan oleh semua negara secara konsisten. Dengan menggunakan standar
kehati-hatian yang tinggi dan terus menggunakan standar best practice yang dipakai
secara global, pengelolaan utang dan APBN Indonesia, kembali mendapat perbaikan
peringkat lembaga rating dunia.
Di samping itu, Pemerintah juga melakukan mitigasi terhadap risiko pembiayaan
dengan melakukan upaya diversifikasi instrumen pembiayaan, serta meningkatkan
variasi sumber pembiayaan terutama yang berasal dari sumber domestik. Dengan
demikian risiko pengelolaan utang dapat terus diminimalkan dan biaya utang dapat
terus ditekan.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait
kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN), serta pandangan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan mengenai alternatif pembiayaan dengan bunga rendah
dan fluktuasi kurs terkendali, dapat disampaikan bahwa pengelolaan fiskal yang
semakin prudent selalu dijaga Pemerintah secara konsisten dan terukur. Pemerintah
memanfaatkan berbagai sumber pembiayaan, dengan senantiasa mengupayakan
kombinasi yang efisien dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi.
104
Pemerintah juga menyadari pentingnya sumber pembiayaan yang berasal dari pasar
keuangan domestik. Oleh karena itu, kebijakan pembiayaan utang akan lebih
memprioritaskan utang dalam mata uang Rupiah yang bersumber dari pasar
domestik. Hal tersebut juga dilakukan untuk menjaga keseimbangan portofolio utang
agar risiko volatilitas nilai tukar terkendali dan tidak menjadi beban bagi
keberlangsungan fiskal. Selanjutnya, pencarian sumber pembiayaan dalam negeri
tetap memperhatikan kapasitas agar tetap mampu menjaga likuiditas sektor keuangan
yang berimbas pada stabilitas tingkat bunga. Sejak tahun 2015, indikator risiko nilai
tukar berupa rasio utang dalam valas terhadap total outstanding menunjukkan tren
menurun yaitu dari 44,5 persen (2015) menjadi 40,0 persen (Juni 2019).
Dalam jangka panjang, Pemerintah terus memaksimalkan partisipasi Warga Negara
Indonesia untuk berinvestasi di pasar SBN. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
basis investor domestik yang dapat menunjang stabilitas pasar serta mewujudkan
cita-cita kemandirian pembiayaan. Pemerintah terus berusaha untuk melakukan
berbagai inovasi dalam rangka mengembangkan produk dan strategi pemasaran
dalam upaya untuk dapat memaksimalkan potensi investor individu agar dapat
menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pengembangan yang akan dilaksanakan
Pemerintah diantaranya adalah dengan melibatkan lebih banyak mitra dalam
penjualan SBN ritel agar dapat menciptakan saluran distribusi seluas-luasnya. Selain
itu, Pemerintah juga melakukan penjajakan penggunaan big data analysis dalam
meningkatkan pemahaman atas dinamika pasar dan perilaku investor. Dari sisi upaya
perluasan jangkauan investor, Pemerintah juga mempertimbangkan kemungkinan
untuk menarik minat Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri untuk dapat
berinvestasi di SBN.
Selanjutnya, terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dapat kami
sampaikan bahwa untuk Pengelolaan SBN dilakukan berdasarkan international best
practices dengan senantiasa menjaga aspek kehati-hatian (prudent) di sisi risiko dan
mendorong efisiensi biaya utang. Pemanfaatan utang juga terus diupayakan agar
produktif sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, namun dengan risiko
yang terkendali dalam batas aman.
Penggunaan utang untuk anggaran produktif mutlak diperlukan. Hal itu juga
merupakan bentuk pelibatan peran serta generasi berikutnya yaitu dalam investasi
yang memberi manfaat jangka panjang (inter-generational equity) atau pemerataan
tanggung jawab antargenerasi dalam penyediaan aset yang akan dinikmati di masa
depan (sharing the burden).
Pemerintah terus mendorong peran instrumen utang untuk pembiayaan proyek
secara langsung (earmarked) atau dikenal dengan project financing. Saat ini,
105
instrumen utang earmarked terdiri atas pinjaman luar negeri kegiatan, pinjaman
dalam negeri, dan SBSN/Sukuk pembiayaan proyek. Pinjaman, terutama Pinjaman
Luar Negeri (PLN), merupakan instrumen utang yang telah banyak berperan dalam
membiayai proyek dan program nasional. Proyek yang dibiayai PLN sangat beragam,
mulai dari pembangunan dan rekonstruksi infrastruktur transportasi berupa jalan,
jembatan, rel kereta api, pelabuhan, pengembangan wilayah pedesaan dan perkotaan,
hingga infrastruktur listrik di beberapa wilayah.
Khusus untuk SBSN pembiayaan proyek, perkembangannya cukup progresif sejak
dimulai tahun 2013. Nilai dan cakupan wilayah proyek yang dibiayai SBSN
pembiayaan proyek terus meningkat. Secara nominal, nilai pembiayaan proyek naik
dari Rp800 miliar tahun 2013 menjadi Rp28,4 triliun tahun 2019. Pelaksana kegiatan
juga bertambah dari 1 Kementerian/Lembaga menjadi 7 Kementerian/Lembaga di
tahun 2019. Adapun cakupan proyek yang dibiayai antara lain infrastruktur
perhubungan (perkeretaapian, bandara, dan pelabuhan), infrastruktur dasar (jalan
dan jembatan, infrastruktur sumber daya air), asrama haji, balai nikah dan Kantor
Urusan Agama (KUA), serta sarana dan prasarana perguruan tinggi Islam.
Pada RAPBN tahun 2020, nilai penerbitan SBSN pembiayaan proyek adalah sebesar
Rp27,4 triliun, untuk membiayai proyek di Kementerian Perhubungan, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agama, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi, Badan Standardisasi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Ke depan, pembiayaan proyek melalui sukuk diharapkan semakin meningkat
tentunya dengan tetap memperhatikan kesiapan proyek, pencapaian sasaran-sasaran
prioritas pembangunan, serta kondisi pasar keuangan. Melalui penerbitan instrumen
sukuk ini, Pemerintah berharap pembiayaan proyek dapat meningkatkan country
ownership masyarakat atas program pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Pemerintah memberikan apresiasi kepada Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
atas dukungan terhadap inisiatif Pemerintah dalam mengalokasikan Dana
Pengembangan Pendidikan Nasional, dana abadi penelitian, dana abadi perguruan
tinggi, serta dana abadi kebudayaan. Sebagaimana tema RAPBN 2020, pengalokasian
Dana Pengembangan Pendidikan Nasional, dana abadi penelitian, dana abadi
perguruan tinggi, serta dana abadi kebudayaan bertujuan untuk mendukung
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Alokasi untuk Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) bertujuan untuk
mendukung penyiapan SDM berkualitas di berbagai bidang pembangunan melalui
program pemberian beasiswa serta pendanaan riset. Pemberian alokasi untuk dana
106
abadi penelitian bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM terkait
riset yang mampu berkompetensi secara global, meningkatkan relevansi dan
produktivitas riset serta peran pemangku kepentingan dalam kegiatan riset, serta
meningkatkan kontribusi riset terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut
sejalan dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang
Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sinas Iptek).
Alokasi untuk dana abadi perguruan tinggi bertujuan untuk pengembangan SDM
serta sarana dan prasarana dalam mewujudkan perguruan tinggi Indonesia menuju
world class university. Sementara itu, alokasi untuk dana abadi kebudayaan
bertujuan untuk menjamin keberlangsungan upaya kemajuan kebudayaan bagi
generasi berikutnya. Dukungan peningkatan kapasitas SDM kebudayaan dan lembaga
kebudayaan antara lain melalui: (1) dukungan keikutsertaan dalam pelatihan dan uji
kompetensi; (2) dukungan perjalanan negeri luar negeri dan dalam negeri; (3)
dukungan penyelenggaraan workshop, seminar dan konferensi; dan (4) dukungan
peningkatan kapasitas dan kesinambungan organisasi. Selain itu, pemanfaatan hasil
dana abadi kebudayaan juga akan digunakan untuk memfasilitasi program atau
kegiatan dalam kerangka pemajuan kebudayaan.
Pemerintah juga menghargai dan memperhatikan usulan dari Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa yang berupaya untuk memajukan pondok pesantren yang ada
di Indonesia. Terkait hal ini, Pemerintah melalui program Beasiswa Santri LPDP
tahun 2019 telah memberikan kesempatan bagi santri-santri pada pondok pesantren
di Indonesia untuk dapat menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu
jenjang magister atau jenjang doktoral, khususnya santri-santri yang aktif mengabdi
sebagai pendidik dan/atau tenaga kependidikan di pondok pesantren atau satuan-
satuan pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh pesantren. Dengan program
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM pada pondok pesantren yang
ada di Indonesia. Sampai dengan saat ini, LPDP telah memberikan secara khusus
Beasiswa Santri kepada 117 santri dengan rincian sebagai berikut:
Jenjang Dalam Negeri Luar Negeri Total
Doktoral (S-3) 24 6 30
Magister (S-2) 70 17 87
Total 94 23 117
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SiLPA) yang cukup besar dapat kami berikan tanggapan
sebagai berikut.
107
SiLPA timbul karena realisasi pembiayaan anggaran lebih tinggi dari defisit anggaran.
Pemerintah memahami jika SiLPA menunjukkan masih adanya pembiayaan anggaran
yang berlebihan. Kemampuan belanja K/L yang berada pada kisaran 94-97 persen
sedangkan pembiayaan sudah mencapai 99-100 persen mengakibatkan SiLPA dan
pada akhirnya meningkatkan SAL.
Untuk meningkatkan akurasi perencanaan kas, Pemerintah berupaya untuk
melakukan efisiensi SiLPA dengan mengembangkan scheduled payment date pada
pembayaran pengeluaran pemerintah sehingga informasi belanja dapat diketahui
lebih awal.
Namun, SiLPA juga masih diperlukan yang dapat digunakan sebagai cadangan untuk
mengantisipasi kebutuhan mendadak atas belanja atau terjadinya shortfall
penerimaan sebagai akibat ketidakpastian perekonomian. Dengan demikian, Saldo
Anggaran Lebih (SAL) yang berasal dari SiLPA dapat digunakan sebagai fiscal buffer
yang memadai dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan keuangan negara. Namun
demikian, dalam rangka cash management, Pemerintah akan terus meningkatkan
pengelolaan utang secara aktif melalui manajemen aset dan kewajiban/asset liabilities
management (ALM), sehingga SiLPA dapat dikurangi melalui perencanaan penarikan
utang menyesuaikan dengan pergerakan defisit anggaran.
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan kiranya dapat dijelaskan bahwa Pemerintah terus
berupaya mempercepat realisasi investasi publik di sektor infrastruktur dan energi
dalam menciptakan stimulus ekonomi melalui pembiayaan program-program
infrastruktur yang dikerjakan oleh BUMN-BUMN yang mendapatkan penugasan dari
Pemerintah dan meningkatkan peran serta Badan Usaha melalui mekanisme
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Alokasi investasi pemerintah selama tahun 2015-2019 untuk program pembangunan
infratruktur cenderung lebih besar dibandingkan dengan program lainnya. PMN yang
diberikan kepada BUMN utamanya digunakan untuk memperbaiki struktur
permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha perusahaan dalam rangka
melaksanakan pembangunan proyek infrastruktur. Penguatan kapasitas BUMN
diharapkan dapat mendorong percepatan pembangunan infrastruktur serta
memberikan multiplier effect pada peningkatan konektivitas, mobilitas dan
pertumbuhan ekonomi.
Perkembangan pembangunan proyek infrastruktur dan energi yang telah dikerjakan
oleh beberapa BUMN karya dan Badan Usaha Swasta sejak diberikan penugasan oleh
Pemerintah telah menunjukkan hasil progres penyelesaian yang secara bertahap terus
meningkat. Pembangunan jalan tol di Sumatera secara bertahap telah menyelesaikan
108
konstruksi beberapa ruas diantaranya ruas Medan-Binjai sepanjang 16,14 km (95,12
persen), ruas Palembang-Indralaya sepanjang 20,61km (100 persen), ruas Bakauheni-
Terbangi Besar sepanjang 118,74 km (99,1 persen), Pekanbaru-Dumai sepanjang 8,6
km (58,1 persen), serta ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung
sepanjang 185 km (97,9 persen). Dari keenam ruas tersebut, 4 bagian diantaranya
telah beroperasi yaitu seksi 2 dan 3 (Semayang-Binjai) sepanjang 4,28 km pada ruas
Medan-Binjai, seksi 1 (Palembang-Pamulutan) sepanjang 7 km pada ruas Palembang-
Indralaya, sub seksi 1 (Pelabuhan-Bakauheni) sepanjang 8,9 km pada ruas Bakauheni-
Terbangi Besar, dan sub seksi 5 (Lematang-Kotabaru) sepanjang 5,5 km pada ruas
Bakauheni-Terbangi Besar.
Kemudian, pembangunan sarana kereta api Light Rail Transit (LRT) Jabodebek tahap
I telah mencapai 64 persen (lintas Cawang-Cibubur 83,7 persen, lintas Cawang-Dukuh
Atas 53 persen, dan Cawang-Bekasi Timur 57 persen). Untuk sektor kelistrikan, dalam
program Fast Track 10.000 MW Tahap I, sebagai bagian dari program 35.000 MW,
telah beroperasi 28 PLTU dengan total sebesar 9.640 MW dan sisanya sebanyak 8
PLTU sebesar 287 MW masih dalam proses penyelesaian.
Pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan energi yang dilakukan oleh BUMN
tidak hanya didanai oleh PMN, namun juga didukung dengan upaya leveraging untuk
mendapatkan sumber pendanaan lain. Sebagai contoh, PT Hutama Karya
mendapatkan PMN tahun 2015 sebesar Rp3,6 triliun dan tahun 2016 sebesar Rp2,0
triliun untuk mendanai pembangunan proyek tol trans Sumatera dengan total nilai
sebesar Rp38,65 triliun. Sedangkan untuk pembangunan di sektor energi/kelistrikan,
pemberian PMN tahun 2016 sebesar Rp23,56 triliun kepada PT PLN digunakan untuk
membiayai pembangunan transmisi, gardu induk, dan pembangkit listrik di pulau
Jawa serta pulau-pulau terdepan dan terluar dengan total nilai proyek sebesar
Rp99,16 triliun.
Selain itu, BUMN karya dan Badan Usaha Swasta tetap melibatkan peran dari tenaga
kerja lokal dalam membangun proyek-proyek infrastruktur dan energi. Sebagai
gambaran, pembangunan PLTU Batang 2x1000 MW yang dibangun dengan peran
Badan Usaha Swasta dalam skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
(KPBU) juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian. Proyek PLTU
Batang telah berhasil menyerap tenaga kerja baik dari lokal daerah Batang maupun
luar daerah Batang, dimana sejak dimulai juni 2016 telah menyerap 303 tenaga kerja
dan meningkat bertahap hingga akhir juli 2019 mencapai 9.827 tenaga kerja (2.664
tenaga lokal dan 7.163 tenaga lokal di luar daerah Batang). Sementara itu untuk proyek
jalan tol trans Sumatera berdasarkan kajian berpotensi meningkatkan perekonomian
melalui pendapatan tenaga kerja sebesar Rp4.917 triliun dan berkontribusi terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama masa konsesi tahun 2018-2048
109
sebesar Rp19.574 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja sampai tahun 2040
sebanyak 2,3 juta orang.
Pemerintah mengapresiasi perhatian dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
terkait pemberian PMN kepada BUMN agar dapat memberikan manfaat untuk rakyat
Indonesia. Pemberian PMN kepada BUMN selama ini dilakukan dalam rangka
melaksanakan program penugasan dari Pemerintah, yaitu program prioritas antara
lain program peningkatan kedaulatan pangan, pembangunan infrastruktur,
konektivitas dan maritim, pembangunan industri pertahanan nasional, dan
mendukung kemandirian ekonomi nasional. Dengan penguatan modal BUMN melalui
penambahan PMN tersebut, diharapkan BUMN juga mempunyai kemampuan untuk
dapat melakukan leveraging pendanaan berkenaan dengan pelaksanaan program
prioritas Pemerintah tersebut sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi
masyarakat.
Pemerintah berupaya mempercepat realisasi rasio elektrifikasi nasional sebesar 100
persen pada tahun 2020 melalui dukungan kepada PT PLN (Persero) dalam hal
peningkatan kemampuan pendanaan oleh PT PLN (Persero) untuk mendanai
pembiayaan infrastruktur kelistrikan nasional. Alokasi PMN selama tahun 2015-2019
kepada PT PLN (Persero) ditujukan untuk mepercepat pembangunan
ketenagalistrikan. Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun 2015, PT PLN (Persero)
memulai proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik 35.000 MW sebagaimana
tertuang pada RUPTL tahun 2015-2024, dimana dengan peningkatan kapasitas
infrastruktur kelistrikan dimaksud, diharapkan pada tahun 2020, rasio elektrifikasi
dapat mencapai 100 persen sehingga mampu menjadi daya dorong pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.
Selain itu, dengan adanya keterlambatan pembangunan beberapa pembangkit skala
besar di Jawa menyebabkan reserve margin netto pada tahun 2015-2018 menjadi
rendah (<20 persen) sehingga menimbulkan risiko terjadinya pemadaman bergiliran.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar reserve margin tidak semakin rendah
adalah dengan mempercepat pembangunan pembangkit jenis PLTGU yang lahannya
sudah siap. Selanjutnya, alokasi PMN diberikan sebagai dukungan penyelesaian
pembangunan jaringan distribusi. Jaringan distribusi akan meningkatkan kualitas
distribusi listrik dan jangkauan dalam rangka meningkatkan pelayanan penyediaan
tenaga listrik kepada masyarakat di seluruh wilayah Indonesia dengan harapan dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat yang didalamnya termasuk pelaku UMKM.
Di tengah keterbatasan fiskal, Pemerintah juga harus tetap memperhatikan
kemampuan PT PLN (Persero) dalam mendanai pembiayaan infrastruktur kelistrikan.
Kondisi likuiditas PT PLN (Persero) dalam 5 tahun sejak tahun 2014 semakin
110
menurun, bahkan pada tahun 2018, current ratio PT PLN (Persero) turun 3,7 persen
dari akhir tahun 2017 sebesar 67,4 persen dan mencapai titik terendahnya selama 5
(lima) tahun, yaitu sebesar 63,8 persen pada akhir tahun 2018.
Sumber dana internal PT PLN (Persero) yang tersedia rata-rata sebesar Rp12,8 triliun
per tahun, sementara kebutuhan investasi rata-rata sebesar Rp65,5 triliun per tahun,
sehingga kekurangan pendanaan investasi rata-rata Rp52,7 triliun per tahun yang
dipenuhi dari pinjaman. Ketersediaan sumber pendanaan internal PT PLN (Persero)
dipengaruhi oleh model bisnisnya, dimana penetapan tarif, margin dan subsidi
ditentukan oleh Pemerintah. Hal tersebut mengakibatkan kemampuan pendanaan
internal PT PLN (Persero) semakin lemah, sehingga masih sangat dibutuhkan
dukungan Pemerintah melalui PMN untuk memastikan PT PLN (Persero) tetap
mampu meningkatkan kemampuan pendanaan bagi PT PLN (Persero) dalam
mendanai pembiayaan infrastruktur kelistrikan.
Adapun terkait Perumahan, dalam upaya mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat, Pemerintah telah memberikan dukungan terhadap akses pendanaan dan
pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan
tempat tinggal yang layak huni dan sehat, salah satunya dengan skema FLPP melalui
BLU PPDPP. Dalam periode 2015-2018, program FLPP telah membantu sebanyak
216.660 rumah tangga MBR untuk dapat memiliki rumah.
Dalam penyalurannya, rumah-rumah yang akan dibiayai melalui program FLPP juga
harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, antara lain ketersediaan listrik, air bersih,
dan sanitasi lingkungan. Dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa tempat tinggal
yang layak dan sehat tersebut, diharapkan rumah tangga yang berstatus MBR akan
dapat lebih meningkat kesejahteraannya sehingga keluarga sebagai unit terkecil
dalam struktur masyarakat akan mampu memberikan lingkungan yang nyaman dan
sehat bagi tumbuh kembang anak sebagai generasi masa depan. Guna meningkatkan
efisiensi dan efektivitas program FLPP, Pemerintah juga terus melakukan upaya
pengembangan program, perbaikan proporsi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
program agar tepat sasaran.
Pemerintah sependapat terhadap pandangan Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa kebijakan
pemindahan ibu kota perlu dikaji secara mendalam. Pertumbuhan urbanisasi yang
tidak terkendali dengan kepadatan penduduk sangat tinggi, tingkat kemacetan yang
tinggi, kerawanan terhadap banjir, serta pemerataan pembangunan dan keadilan
ekonomi guna mengurangi ketimpangan antardaerah merupakan faktor yang
melatarbelakangi perlunya pemindahan ibu kota dari Jakarta ke wilayah yang lebih
representatif ke pulau Kalimantan. Pemindahan ibu kota sejalan dengan
111
pembangunan yang terus mengarah Indonesia sentris yang dapat dinikmati oleh
seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok nusantara. Ibu kota dirancang bukan
hanya sebagai simbol identitas bangsa, tetapi juga representasi kemajuan bangsa.
Pemerintah menyadari bahwa pemindahan ibu kota membutuhkan anggaran yang
tidak sedikit. Oleh karena itu, Pemerintah mengkaji secara mendalam dan
komprehensif terhadap kebijakan pemindahan ibu kota tersebut dengan
memperhatikan prinsip kehati-hatian serta tidak lupa memperhitungkan ketahanan,
kapasitas, dan kesinambungan fiskal, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Pemerintah juga sedang menyusun langkah efisiensi dan efektivitas belanja
agar target program prioritas lain tetap tercapai. Di sisi lain, dampak pemindahan ibu
kota terhadap aspek sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, serta
lingkungan juga menjadi perhatian Pemerintah.
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa
pentingnya membangun rasa saling percaya dalam bangunan kebangsaan.
Pemerintah sependapat dengan hal tersebut. Rasa saling percaya itu harus terus
ditanamkan baik antara sesama masyarakat maupun antara Pemerintah dan
rakyatnya. Sebagai Negara yang majemuk, rasa saling percaya antara sesama anak
bangsa merupakan modal besar bagi tercapainya cita-cita bersama. Perbedaan yang
dimiliki setiap kompenen bangsa harus dipandang sebagai sumber kekuatan untuk
mewujudkan janji kemerdekaan yaitu mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.