java geology

Upload: fachry-afif-fauzan

Post on 13-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tell uss about geological settings of java island, geolistrik, and geological enggineering

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional2.1.1 Geomorfologi dan Fisiografi RegionalBerdasarkan pembagian fisiografi seperti pada Gambar 2.1, Van Bemmelen (1949) telah membagi daerah Jawa menjadi 7 jalur fisiografis dari Utara-Selatan sebagai berikut :1. Gunung Api Kuarter (Quaternary volcanoes).2. Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa (Alluvial plains of Northern Java).3. Antiklinorium RembangMadura (RembangMadura anticlinorium).4. Antiklinorium BogorSerayu UtaraKendeng (Bogor, North Serayu and Kendeng anticlinorium).5. Pematang dan Dome pada Pusat Depresi (Domes and ridges in the Central depression zone).6. Depresi Jawa dan Zona Randublatung (Central depression zone of Java and Randublatung zone).7. Pegunungan Serayu Selatan (Southerns mountains).

Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949)

2.1.2 Stratigrafi RegionalBerdasarkan Peta Geologi lembar Magelang dan Semarang yang disusun oleh Thanden dkk. (1996), seperti pada gambar 2.2, tatanan stratigrafi daerah Semarang dan sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi beberapa formasi.

Keterangan : : Lokasi penelitianGambar 2.2 Geologi regional Semarang (Thanden dkk., 1996).Kelompok batuan gunungapi berada di daerah Semarang bagian selatan dari tua ke muda, yaitu :a. Formasi Jongkong (Qpj)Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 50 cm, subangular angular, masa dasar tufaan, posositas sedang. Aliran lava berwarna abu-abu tua, setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga).

b. Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk)Batuannya berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus, komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.c. Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg)Batuannya berupa lava andesit, berwarna abu-abu kehitaman, holokristalin, komposisi terdiri dari felspar, hornblende dan augit. Setempat memperlihatkan struktur kekar berlembar (sheeting joint).Kelompok batuan sedimen yang dijumpai di daerah Semarang dan sekitarnya dari tua ke muda meliputi beberapa formasi yaitu :a. Formasi Kerek (Tmk)Formasi ini terdiri dari perselingan batupasir napal, batupasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik, dan batulempung. Batulempung berwarna abu-abu tua, mengandung gamping, sebagian bersisipan dengan batulanau, sedangkan batupasir mengandung fosil moluska dan koloni koral. Formasi ini berumur Miosen Akhir dan tersingkap di Banyumanik, sebelah timur Ungaran, lembah Kalikreo, Kalikripik, dan Kaligarang.b. Formasi Kalibeng (Tmpk)Formasi ini terletak tidak selaras diatas Formasi Kerek dengan litologi yang terdiri dari napal pejal dibagian atas dan setempat mengandung karbon, napal sisipan batupasir tufan, dan batugamping. Berdasarkan kandungan fosil foraminifera bentonik diketahui bahwa formasi ini diendapkan dalam lingkungan laut dalam. Formasi ini berumur MiosenPliosen dan tersingkap di sekitar Kalikreo, Kalikripik, dan Kaligarang serta di sekitar wilayah Tembalang, Meteseh, Rowosari, lembah Kalipengkol, dan lembah Kalibade.c. Formasi Kaligetas (Qpkg)Formasi ini terdiri dari breksi vulkanik antara lain lava, tufan, dan batulempung yang umumnya telah mengalami pelapukan cukup intensif dan membentuk tanah penutup yang berwarna coklat kemerahan. Formasi ini tersingkap di Tembalang, Banyumanik, Grobogan, Wonorejo, dan Pringsari.d. Formasi Damar (Qtd)Formasi ini berumur Pliosen AkhirAwal dan terletak tidak selaras diatas Formasi Kalibeng yang terdiri dari batupasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik, dan tuf. Batupasir terdiri dari mineral feldspar, mineral mafik, sebagian tufan, dan secara setempat mengandung gampingan. Breksi mempunyai fragmen yang berupa batuan vulkanik dan singkapan ini dijumpai di Kedungmundu, Karanganyar, dan NgadirejoKelompok batuan terobosan (intrusi) dijumpai pada bagian Semarang selatan berupa batuan andesit (Tma). Andesit hornblenda augit tersingkap di G.Turun, G.Kendalisodo, G.Siwakul, G.Kalong, G.Mabang, G.Gugon, G.Puntang dan G.Pertapan.Endapan permukaan berupa aluvium (Qa) merupakan dataran pantai, sungai dan danau. Dataran pantai umumnya terdiri dari lempung dan pasir mencapai ketebalan 50 meter atau lebih. Endapan pasir umunya membentuk endapan delta sebagai lapisan pembawa air dengan tebal 80 meter lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 sampai 3 meter. Bongkah tersusun dari andesit, batugamping dan sedikit batupasir.

2.1.3 Struktur Geologi RegionalDaerah penelitian yang termasuk dalam Zona Kendeng seperti pada gambar 2.2 (Van Bemmelen,1949) dianggap mewakili Pola Jawa yang paling khas pada daerah Jawa Timur. Pola ini bearah BaratTimur yang umumnya diwakili oleh sesarsesar naik yang beranjak ke utara atau timur laut. Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utaraselatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blokblok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi.Deformasi PlioPlistosen dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geoantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blokblok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesarsesar geser berarah relatif utaraselatan.Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak. Secara umum strukturstruktur yang ada di Zona Kendeng berupa :1. LipatanLipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat timur.2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi. 3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut-barat daya dan tenggara-barat laut. 4. Struktur KubahStruktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini, dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.

: Lokasi penelitianKeterangan =

Gambar 2.2 Geologi regional Semarang (Thanden dkk., 1996) dan modifikasi struktur geologi (Thanden dkk., 1996; dalam Poedjoprajitno dkk., 2008).

2.2 GerakantanahGerakantanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran, bergerak kearah bawah dan keluar lereng. Gerakan tanah juga merupakan sebuah konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. (Vernes, 1978 dalam Adha, 2012) 2.2.1Penyebab gerakantanahPenyebab gerakan tanah secara umum berhubungan dengan ketidakstabilan pada sebuah lereng. Dalam sebuah kejadian gerakantanah dimungkinkan terdapatnya beberapa penyebab gerakan tanah tetapi biasanya hanya ditemukan satu pemicu gerakantanah. Oleh karenanya memahami perbedaan penyebab dan pemicu suatu gerakantanah sangatlah penting. Penyebab gerakantanah adalah kondisi yang menyebabkan sebuah lereng mudah mengalami gerakantanah yang mempengaruhi lereng tersebut menjadi tidak stabil meliputi faktor geologi, faktor kondisi alam, dan faktor manusia. Sedangkan pemicu gerakan tanah adalah sebuah kejadian tersendiri yang akhirnya menginisiasi sebuah lereng untuk bergerak.Berikut beberapa faktor penyebab suatu gerakantanah. Pengurangan kekuatan / resistensi batuanPengurangan kekuatan batuan dapat terjadi disebabkan pelapukan, keberadaan struktur geologi baik berupa sesar maupun kekar. Kondisi-kondisi geologi tersebut menjadikan batuan yang terkena dampaknya menjadi rapuh dan dapat menjadi bidang lemah dari suatu tubuh batuan. Perbedaan permeabilitasPerbedaan permeabilitas yang kontras diantara dua batuan yang saling berhubungan dapat menyebabkan suatu gerakantanah ketika batuan non permeabel berada dibawah batuan permeabel yang tidak stabil. Batuan non permeabel dapat menjadi bidang gelincir batuan permeabel ketika batuan tersebut sudah dalam kondisi jenuh terhadap air. Material batuan yang lemah dan sensitifMaterial yang lemah dan sensitif mengalami hancuran akan menjadi bidang lemah dari suatu lereng ataupun tubuh batuan.

2.3Jenis-jenis GerakantanahGerakan massa tanah (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang besar disepanjang bidang longsor kritisnya. Menurut Cruden dan Varnes dalam Hardiyatmo (2006) karakteristik gerakan massa pembentuklereng dapat dibagi menjadi lima macam :1. Jatuhan (falls)2. Robohan (topples)3. Longsoran (slides)4. Sebaran (spreads)5. Aliran (flows)

Jatuhan (falls)Jatuhan merupakan jenis gerakan tanah lempung yang terjadi bila air hujan mengisi retakan di puncak sebuah lereng yang terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan yang dalam umumnya runtuh miring ke belakang, sedangkan untuk retakan yang dangkal rutuhanya ke depan. Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan dan umumnya terjadi karena pelapukan, perubahan tempetatur, tekanan air atau penggalian bagian bawah lereng. Jatuhan terjadi di sepanjang kekar, bidang dasar atau zona patahan lokal. Sampai saat ini tidak ada metoda yang cocok untuk menganalisis stabilitas lereng dengan tipe jatuhan. Menurut Zakaria, Jatuhan adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui udara,termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan bongkah batu dan bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain. Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu,bahan rombakan maupun tanah.

Gambar 2.1. Jatuhan (falls)

Robohan (topples)Robohan adalah gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan yang relatif vertikal. Tipe gerakan ini hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan longsor adalah mengguling hingga roboh, yang berakibat batuan lepas dari permukaan lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan robohan, adalah seperti halnya kejadian jatuhan batuan, yaitu air yang mengisi retakan.

Gambar 2.2.Robohan (topples)

Longsoran (slides)Longsoran adalah gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah. Longsoran juga terbagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah longsor rotasi, longsor translasi, dan kelongsoran blok.

Gambar 2.3. Jenis-jenis longsoran (slides)

Sebaran (spreads) Sebaran merupakan kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa batuan dan terpecah-pecah ke dalam material lunak di bawahnya.

Gambar 2.4 Sebaran (spreads)

Aliran (flows)Aliran adalah gerakan dari material yang telah hancur ke bawah lereng dan mengalir seperti cairan kental. Alirannya sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit. Material yang terbawa oleh aliran biasanya terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk batu-batu besar), kayu, ranting,dan lain-lain. Adapun jenis-jenis dari aliran,adalah :1. Aliran tanah (earth flow)Adalah aliran yang terjadi pada tanah lempung dan lanau sehabis hujan lebat. 2. Aliran lumpur (mud flow) Adalah aliran yang biasanya terjadi pada kemiringan 5 sampai 15 derajat pada tanah lempung yang padat dan retak-retak di antara lapisan-lapisan pasir yang bertekanan air pori tinggi.3. Aliran debris (debris flow)Merupakan aliran yang biasa terjadi pada material berbutir kasar misalnya pada lereng yang kering dimana tidak ditumbuhi pepohonan.4. Aliran Longsoran (flow slide)Gerakan material pembentuk lereng akibat likuifasi pada lapisan pasor halus atau lanau yang tidak padat dan umumnya terjadi pada lereng bagian bawah.

Gambar 2.5 Jenis-jenis aliran (flows)

2.3 Geolistrik2.3.1 Pengertian GeolistrikGeolistrik adalah salah satu metoda geofisika yang didasarkan pada penerapan konsep kelistrikan pada masalah kebumian. Tujuannya adalah untuk memperkirakan sifat kelistrikan medium atau formasi batuan bawah-permukaan terutama kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat listrik (konduktivitas atau resistivitas). (Legget, 1962).Geolistrik dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah pada jarak tertentu. Semakin panjang elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik menembus lapisan batuan lebih dalam. Dengan adanya aliran arus listrik tersebut akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di dalam tanah diukur menggunakan multimeter yang terhubung melalui dua buah elektroda tegangan. M dan N yang jaraknya lebih pendek daripada elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah. Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2.Resistivitas ditentukan dari suatu tahanan jenis semu yang dihitung dari pengukuran perbedaan potensi antara elektroda yang ditempatkan di bawah permukaan. Pengukuran suatu beda potensial antara dua elektroda sebagai hasil dua elektroda lain pada titik C (gambar 2.5) yaitu tahanan jenis di bawah permukaan tanah di bawah elektroda. (Todd, 1959).

Gambar 2.5 Konfigurasi Elektroda pada metode geolistrik, (Todd,1959).Geolistrik lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya dangkal, jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih dari 1000 atau 1500 kaki. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang geologi teknik seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, juga digunakan dalam eksplorasi panas bumi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya hantar listrik pada batuan adalah :a. Kandungan mineral logam, dimana kandungan mineral logam dapat meningkatkan produktivitas batuan sehingga menurunkan resistivitas batuan.b. Kandungan mineral nonlogam akan meningkatkan resistivitas batuan.c. Kandungan air akan menurunkan nilai resistivitas batuan.d. Tekstur, porositas, permeabilitas dan arus. Batuan yang porous akan menyerap arus sehingga nilai resistivitasnya lebih tinggi. Temperatur yang tinggi akan menyebabkan batuan lebih konduktif. (Todd, 1959).

2.3.2 Prinsip Survei GeolistrikAda dua jenis penyelidikan tahanan jenis yaitu Horizontal Profilling (HP) dan Vertical Electrical Sounding (VES) atau penyelidikan kedalaman. Hasil profilling dan sounding sering dipengaruhi oleh kedua variasi yang vertikal dan pada jenis formasi listrik. 1. Horizontal Profilling (HP)Untuk mengetahui variasi horizontal / lateral batuan, stasiun berpindah secara lateral, jarak elektroda tetap.2. Vertical Electrical Sounding (VES)Untuk mengetahui variasi vetikal, stasiun tetap, jarak elektroda berubah.Prinsip survei geolistrik didasarkan pada karakteristik material kulit bumi yang memiliki sifat kelistrikan yang berbedabeda. Tahanan jenis yang diukur merupakan tahanan jenis semu material kulit bumi dan dipengaruhi material pengisi ronggarongga di dalamnya (Tabel 2.2).Resistivitas ditentukan dari suatu tahanan jenis semu yang dihitung dari pengukuran beda potensial antara elektroda yang ditancapkan ke dalam tanah dengan konfigurasi tertentu. Prinsip survei geolistrik didasarkan pada karakteristik material kulit bumi yang memiliki sifat kelistrikan yang berbeda-beda. Tahanan jenis yang diukur merupakan tahanan jenis semu material kulit bumi dan dipengaruhi material pengisi rongga-rongga di dalamnya. (Karanth, 1987).

Gambar 2.6 Rentang tahanan jenis endapan sedimen dan batuan, dengan asumsi keberadaan airtanah (after Amer. Soc. Civil Engrs dalam Todd, 2005)Keunggulan metoda geolistrik untuk mendeteksi perlapisan batuan sampai kedalaman sekitar 500 m:

ItemKeunggulan

Harga peralatanRelatif murah

Biaya survei Relatif murah

Waktu yang dibutuhkan Relatif sangat cepat, bisa mencapai 4 titik pengukuran atau lebih per hari

Beban pekerjaan Peralatan yang kecil dan ringan sehingga mudah untuk mobilisasi

Kebutuhan personalSekitar 5 orang, terutama untuk konfigurasi Schlumberger

Analisa data Secara global bisa langsung diprediksi saat di lapangan

ItemKeunggulan

Harga peralatanRelatif murah

Biaya survei Relatif murah

Waktu yang dibutuhkan Relatif sangat cepat, bisa mencapai 4 titik pengukuran atau lebih per hari

Beban pekerjaan Peralatan yang kecil dan ringan sehingga mudah untuk mobilisasi

Kebutuhan personalSekitar 5 orang, terutama untuk konfigurasi Schlumberger

Analisa data Secara global bisa langsung diprediksi saat di lapangan

Harga peralatanRelatif murah

2.3.3 Jenis Geolistrik Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda arus, dikenal beberapa jenis metode resistivitas tahanan jenis, antara lain :1. Konfigurasi SchlumbergerPada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.

Gambar 2.7 Konfigurasi Schlumberger (Firdaus, 2008)

Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik 'high impedance' dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya kurang dari 1.0 miliVolt.Parameter yang diukur yaitu jarak antara stasiun dengan elektroda-elektroda (AB/2 dan MN/2), arus (I), dan beda potensial (V). Parameter yang dihitung yaitu tahanan jenis (R) dan factor geometric (K). Faktor geometrik (K) dapat dicari dengan formula (Firdaus, 2008) :

2. Konfigurasi Wenner Konfigurasi Wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke-empat buah elektroda-nya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah. Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB. Bila jarak AB diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak AB.

Gambar 2.8. Konfigurasi Wenner (Praktikum Geofisika UGM, 2003)Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil.Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan faktor non homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.Parameter yang diukur: jarak elektroda (a) beda potensial (v) kuat arus (i)Parameter yang dihitung: faktor geometri (k) hambatan jenis (R) tahanan jenis semu (a)

Faktor geometri untuk metode Wenner:K = 2aa = K.R = 2aRa merupakan (semu) karena bumi tidak homogen (sebenarnya) tergantung pada: ketebalan lapisan harga lapisan di atasnya

3. Konfigurasi Dipole - DipoleKonfigurasi Dipole pada prinsipnya menggunakan 4 buah elektroda yaitu pasangan elektroda arus (AB) yang disebut 'Current Dipole' dan pasangan elektroda potensial (MN) yang disebut 'Potential Dipole'. Pada konfigurasi Dipole elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak simetri.

Gambar 2.9. Macam konfigurasi dipole (Praktikum Geofisika UGM, 2003)