jasa-jasa pahlawan2
TRANSCRIPT
TUGASKLIPING
PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
NAMA DAN JASA PAHLAWAN PERANG KEMERDEKAAN
ADITYA RAMADHANA5 D
SEKOLAH DASAR BINA INSANIBOGOR
PROF. MUHAMMAD YAMIN, SH
Prof. Muhammad Yamin,
SH lahir di Sawahlunto,
Sumatera Barat tanggal 24
Agustus 1903 adalah seorang
pahlawan nasional Indonesia.
Beliau merupakan salah satu
perintis puisi modern di
Indonesia, serta juga 'pencipta
mitos' yang utama kepada
Presiden Sukarno.
Semasa pendudukan Jepang
antara tahun 1942 dan 1945,
Yamin bertugas pada Pusat
Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang
disokong oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, beliau
mencadangkan bahwa sebuah Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK) diasaskan serta juga bahwa negara yang
baru mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor
Portugis, serta juga kesemua wilayah Hindia Belanda. Pada masa
presiden Soekarno, Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang
penting dalam pemerintahannya.
Yamin meninggal dunia di Jakarta tanggal 17 Oktober 1962 dan
dikebumikan di Talawi, sebuah kota kecamatan yang terletak 20
kilometer dari ibu kota Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat.
MOHAMMAD HUSNI
THAMRIN
Mohammad Husni Thamrin
(lahir di Sawah Besar, Jakarta,
16 Februari 1894 – meninggal di Jakarta, 11 Januari 1941 pada
umur 46 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia.
Ia dikenal sebagai salah tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem
Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Dewan Rakyat di
Hindia Belanda (Volksraad), mewakili kelompok Inlanders. Sejak
1935 ia menjadi anggota Volksraad melalui Parindra. Beliau juga
salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Indonesia,
karena beliau menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada
tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepakbola khusus untuk
rakyat Hindia Belanda (Indonesia) pribumi yang pertama kali di
daerah Petojo, Batavia (Jakarta).
WAGE RUDOLF SUPRATMAN
Wage Rudolf Supratman
(lahir di Jatinegara, Batavia, 9
Maret 1903 – meninggal di
Surabaya, Jawa Timur, 17
Agustus 1938 pada umur 35
tahun) adalah pengarang lagu
kebangsaan Indonesia,
"Indonesia Raya" dan
pahlawan nasional Indonesia.
Pada bulan Oktober 1928 di
Jakarta dilangsungkan
Kongres Pemuda II. Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda.
Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928,
Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara
instrumental di depan peserta umum (secara intrumental dengan
biola atas saran Soegondo berkaitan dengan kondisi dan situasi
pada waktu itu, lihat Sugondo Djojopuspito). Pada saat itulah
untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di
depan umum. Semua yang hadir terpukau mendengarnya.
Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional.
Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu
Indonesia Raya selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan
perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.
Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu
kebangsaan, lambang persatuan bangsa.
RADEN MAS SOEWARDI SOERJANINGRAT
Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat (EYD: Suwardi
Suryaningrat, sejak 1922
menjadi Ki Hadjar
Dewantara, EYD: Ki Hajar
Dewantara, beberapa
menuliskan bunyi bahasa
Jawanya dengan Ki Hajar
Dewantoro; lahir di
Yogyakarta, 2 Mei
1889 – meninggal di
Yogyakarta, 26 April 1959;
selanjutnya disingkat sebagai
"Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan
Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum
pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah
pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa
memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun
orang-orang Belanda.
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi
para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan
Hindia).
DANUDIRJA SETIABUDI
Dr. Ernest François Eugène
Douwes Dekker (dikenal
dengan nama Douwes
Dekker atau Danudirja
Setiabudi; lahir di Pasuruan,
Hindia-Belanda, 8 Oktober
1879) adalah seorang pejuang
kemerdekaan dan pahlawan
nasional Indonesia.
Ia adalah salah seorang
peletak dasar nasionalisme
Indonesia di awal abad ke-20,
penulis yang kritis terhadap
kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-Belanda, wartawan,
aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama
untuk Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu
dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan kemerdekaan
Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi
Suryaningrat.
Bersama-sama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat mendirikan partai berhaluan nasionalis inklusif
bernama Indische Partij ("Partai Hindia").
Atas dorongan Suwardi Suryaningrat yang saat itu sudah
mendirikan Perguruan Taman Siswa, ia kemudian ikut dalam
dunia pendidikan, dengan mendirikan sekolah "Ksatrian Instituut"
(KI) di Bandung.
Ernest Douwes Dekker wafat dini hari tanggal 28 Agustus 1950
(tertulis di batu nisannya; 29 Agustus 1950 versi van der Veur,
2006) dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung.
KYAI HAJI AHMAD DAHLAN
Kyai Haji Ahmad Dahlan
lahir di Yogyakarta tanggal 1
Agustus 1868 adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia.
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan
adalah Muhammad Darwis.
Pemerintah Republik Indonesia
menetapkannya sebagai
Pahlawan Nasional dengan
karena hal-hal berikut:
1. KH. Ahmad Dahlan telah
mempelopori kebangkitan
ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa
terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya,
memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya,
yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi
masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
3. Mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat
diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan
jiwa ajaran Islam;
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita
(Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia
untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat
dengan kaum pria.
KH. Ahmad Dahlan meninggal di Yogyakarta tanggal 23 Februari
1923 dan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
KYAI HAJI SAMANHUDI
Samanhudi atau sering
disebut Kiai Haji Samanhudi
(Lahir di Laweyan, Surakarta,
Jawa Tengah, 1868) adalah
pendiri Sarekat Dagang
Islamiyah, sebuah organisasi
massa di Indonesia yang
awalnya merupakan wadah
bagi para pengusaha batik di
Surakarta. Nama kecilnya ialah
Sudarno Nadi.
Dalam dunia perdagangan,
Samanhudi merasakan
perbedaan perlakuan oleh penguasa Hindia Belanda antara
pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan
pedagang Tionghoa pada tahun 1911. Oleh sebab itu Samanhudi
merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri
untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia
mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-
citanya.
Ia meninggal di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 28 Desember
1956 dan dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo. Sesudah
itu, Serikat Islam dipimpin oleh Oemar Said Tjokroaminoto.
SUTAN SYAHRIR
Sutan Syahrir (ejaan
lama:Soetan Sjahrir) (lahir di
Padang Panjang, Sumatera
Barat, 5 Maret 1909) adalah
seorang politikus dan perdana
menteri pertama Indonesia
dari 14 November 1945 hingga
20 Juni 1947. Syahrir
mendirikan Partai Sosialis
Indonesia pada tahun 1948.
Selain menceburkan diri dalam
sosialisme, Syahrir juga aktif
dalam Perhimpunan Indonesia
(PI) yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta. Keduanya
rajin menulis di Daulat Rakjat, majalah milik Pendidikan Nasional
Indonesia, dan memisikan pendidikan rakyat harus menjadi
tugas utama pemimpin politik.
Syahrir segera bergabung dalam organisasi Partai Nasional
Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932 diketuainya. Syahrir
terjun dalam pergerakan buruh, memuat banyak tulisannya
tentang perburuhan dalam Daulat Rakyat juga kerap berbicara
perihal pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Mei 1933,
Syahrir didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.
Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan PNI Baru sebagai
organisasi pencetak kader-kader pergerakan yang siap bergerak
ke arah tujuan revolusionernya.
Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir menyiapkan gerakan
bawah tanah untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang yang
didukung para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta untuk
memproklamasikan kemerdekaan pada 15 Agustus karena
Jepang sudah menyerah, Syahrir siap dengan massa gerakan
bawah tanah untuk melancarkan aksi perebutan kekuasaan
sebagai simbol dukungan rakyat. Soekarno dan Hatta yang
belum mengetahui berita menyerahnya Jepang, tidak merespon
secara positif. Mereka menunggu keterangan dari pihak Jepang
yang ada di Indonesia, dan proklamasi itu mesti sesuai prosedur
lewat keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
yang dibentuk oleh Jepang. Sesuai rencana PPKI, kemerdekaan
akan diproklamasikan pada 24 September 1945.
Sikap Soekarno dan Hatta tersebut mengecewakan para
pemuda, sebab sikap itu berisiko kemerdekaan RI dinilai sebagai
hadiah Jepang dan RI adalah bikinan Jepang. Guna mendesak
lebih keras, para pemuda pun menculik Soekarno dan Hatta pada
16 Agustus. Akhirnya, Soekarno dan Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI pada 17 Agustus.
Ia meninggal di Zürich, Swiss, 9 April 1966 dalam pengasingan
sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP Kalibata,
Jakarta.
SOELAIMAN EFFENDI KOESOEMAH ATMADJA
Soelaiman Effendi
Koesoemah Atmadja (lahir
di Purwakarta Jawa Barat, 8
September
1898 – meninggal di Jakarta,
11 Agustus 1952 pada umur
53 tahun) adalah salah satu
pahlawan Indonesia.
Pada masa jabatannya ia
memindahkan kedudukan
MA ke Jakarta dari
sebelumnya di Yogyakarta
RADEN HADJI OEMAR SAID TJOKOAMINOTO
Raden Hadji Oemar Said
Tjokroaminoto (lahir di
Ponorogo, Jawa Timur, 6
Agustus 1882 – ) adalah
seorang pemimpin organisasi
Sarekat Islam (SI) di
Indonesia.
Sebagai salah satu pelopor
pergerakan nasional, ia
mempunyai beberapa murid
yang selanjutnya memberikan
warna bagi sejarah
pergerakan Indonesia, yaitu Musso yang sosialis/komunis,
Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamis. Pada
bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi
Sarekat Islam.
Salah satu kata mutiara darinya yang masyhur adalah Setinggi-
tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini
menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya
yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang
kemerdekaan.
Ia meninggal di Yogyakarta pada tanggal 17 Desember 1934 dan
dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit
sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.
JENDRAL GATOT SOEBROTO
Jenderal Gatot Soebroto
(lahir di Banyumas, Jawa
Tengah, 10 Oktober 1907)
adalah tokoh perjuangan
militer Indonesia dalam
merebut kemerdekaan dan
juga pahlawan nasional
Indonesia.
Pada tahun 1923 memasuki
sekolah militer KNIL di
Magelang. Setelah Jepang
menduduki Indonesia, serta
merta Gatot Subroto pun
mengikuti pendidikan PETA di Bogor. Setelah kemerdekaan,
Gatot Subroto memilih masuk Tentara Keamanan Rakyat TKR
dan kariernya berlanjut hingga dipercaya menjadi Panglima
Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer
Daerah Surakarta dan sekitarnya.
Setelah ikut berjuang dalam Perang Kemerdekaan, pada tahun
1949 Gatot Subroto diangkat menjadi Panglima Tentara &
Teritorium (T&T) IV I Diponegoro.
Pada tahun 1953, beliau sempat mengundurkan diri dari dinas
militer, namun tiga tahun kemudian diaktifkan kembali sekaligus
diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).
Beliau adalah penggagas pembentukan Akademi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) pada tahun 1965.
Meninggal di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1962 dan
dimakamkan di Ungaran, kabupaten Semarang.
RADEN AJENG KARTINI
Raden Adjeng Kartini (lahir
di Jepara, Jawa Tengah, 21
April 1879 – meninggal di
Rembang, Jawa Tengah, 17
September 1904 pada umur
25 tahun) atau sebenarnya
lebih tepat disebut Raden
Ayu Kartini adalah seorang
tokoh suku Jawa dan Pahlawan
Nasional Indonesia. Kartini
dikenal sebagai pelopor
kebangkitan perempuan
pribumi.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita
oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di
Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah
lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini".
Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang
tokoh Politik Etis.
Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon yang menjabat sebagai
Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda
mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah
dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa, yang
diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari
Kegelapan Menuju Cahaya". Pada tahun 1922, Balai Pustaka
menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang
diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah
Pikiran, yang merupakan terjemahan oleh Empat Saudara.
Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang
versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru.
Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik
Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang
menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional
sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk
diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian
dikenal sebagai Hari Kartini.
JENDRAL SOEDIRMAN
Jenderal Besar TNI Anumerta
Soedirman (Ejaan Soewandi:
Sudirman) (lahir di Bodas
Karangjati, Purbalingga, Jawa
Tengah, 24 Januari 1916
adalah seorang pahlawan
nasional Indonesia yang
berjuang pada masa Revolusi
Nasional Indonesia. Dalam
sejarah ia dicatat sebagai
Panglima dan Jenderal RI yang
pertama dan termuda.
Ketika jaman pendudukan
Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor di
bawah pelatihan tentara Jepang. Setelah menyelesaikan
pendidikan di PETA, ia menjadi Komandan Batalyon di Kroya,
Jawa Tengah. Kemudian ia menjadi Panglima Divisi V/Banyumas
sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima
Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TKR).
Pada masa pendudukan Jepang ini, Soedirman pernah menjadi
anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Karesidenan Banyumas. Dalam saat ini ia
mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya
kelaparan.
Peran pada Pasca kemerdekaan Indonesia
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, terbentuk Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, dan ia diangkat menjadi
Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan
melalui Konferensi TKR tanggal 12 November 1945, Soedirman
terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang
RI.
Peran dalam revolusi nasional Indonesia
TKR terlibat dalam banyak pertempuran dengan tentara sekutu.
Perang besar pertama yang dipimpin Soedirman adalah perang
Palagan Ambarawa melawan pasukan Inggris dan NICA Belanda
yang berlangsung dari bulan November sampai 16 Desember
1945. Setelah kemenangan Soedirman dalam Palagan
Ambarawa, pada tanggal 18 Desember 1945 dia dilantik sebagai
Jenderal oleh Presiden Soekarno. Soedirman memperoleh
pangkat Jenderal tersebut tidak melalui sistem Akademi Militer
atau pendidikan tinggi lainnya, tapi karena prestasinya.
Peran dalam Agresi Militer II Belanda
Soedirman memimpin pasukannya untuk membela Yogyakarta
dari serangan Belanda II tanggal 19 Desember 1948 tersebut.
Setelah Belanda menyerahkan kepulauan nusantara sebagai
Republik Indonesia Serikat dalam Konferensi Meja Bundar tahun
1949 di Den Haag, Jenderal Soedirman kembali ke Jakarta
bersama Presiden Soekarno, dan Wakil Presiden Mohammad
Hatta.
Pada tangal 29 Januari 1950, Jenderal Soedirman meninggal
dunia di Magelang, Jawa Tengah karena sakit tuberkulosis parah
yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai
Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Pada tahun 1997 dia
mendapat gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan
bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh beberapa jenderal
di RI sampai sekarang.
DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
Dr. Cipto Mangunkusumo
atau Tjipto
Mangoenkoesoemo
(Pecangakan, Ambarawa,
Semarang, 1886 – Jakarta, 8
Maret 1943) adalah seorang
tokoh pergerakan
kemerdekaan Indonesia.
Bersama dengan Ernest
Douwes Dekker dan Ki Hajar
Dewantara ia dikenal sebagai
"Tiga Serangkai" yang banyak
menyebarluaskan ide
pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan
penjajahan Hindia Belanda. Ia adalah tokoh dalam Indische Partij,
suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide
pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh
Belanda. Pada tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan
oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas
politiknya, dan baru kembali 1917.
Berbeda dengan kedua rekannya dalam "Tiga Serangkai" yang
kemudian mengambil jalur pendidikan, Cipto tetap berjalan di
jalur politik dengan menjadi anggota Volksraad. Karena sikap
radikalnya, pada tahun 1927 ia dibuang oleh pemerintah
penjajahan ke Banda. Ia wafat pada tahun 1943 dan
dimakamkan di TMP Ambarawa.
TUANKU IMAM BONJOL
Tuanku Imam Bonjol (lahir
di Bonjol, Pasaman, Sumatera
Barat, Indonesia 1772 - wafat
dalam pengasingan dan
dimakamkan di Lotak,
Pineleng, Minahasa, 6
November 1864), adalah salah
seorang ulama, pemimpin dan
pejuang yang berperang
melawan Belanda dalam
peperangan yang dikenal
dengan nama Perang Padri di
tahun 1803-1838.[1] Tuanku
Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6
November 1973.[2]
Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad
Shahab, yang lahir di Bonjol pada tahun 1772. Sebagai ulama
dan pemimpin masyarakat setempat, ia memperoleh beberapa
gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku
nan Renceh dari Kamang sebagai salah seorang pemimpin dari
Harimau nan Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam
(pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebih dikenal
dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.
PANGERAN DIPONEGORO
Diponegoro adalah putra
sulung Hamengkubuwana III,
seorang raja Mataram di
Yogyakarta. Lahir pada
tanggal 11 November 1785 di
Yogyakarta bernama kecil
Raden Mas Ontowiryo.
Perang Diponegoro berawal
ketika pihak Belanda
memasang patok di tanah
milik Diponegoro di desa
Tegalrejo. Saat itu, beliau
memang sudah muak dengan
kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat
dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka,
mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran
Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo,
dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa
Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa
perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi
kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan
Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan
dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja,
ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.
Pangeran Dipenogoro wafat pada tanggal 8 Januari 1855 dan
dimakamkan di kampung Jawa Makassar, Sulawesi Selatan.
K.H. ZAINAL MUSTOFA
K.H. Zainal Mustafa (lahir di
Bageur, Cimerah, Singaparna,
Tasikmalaya, 1899 – meinggal
di Jakarta, 28 Maret 1944)
adalah salah satu pahlawan
nasional Indonesia. Ia
dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan
Tasikmalaya.
Zaenal Mustofa adalah
pemimpin sebuah pesantren
di Tasikmalaya dan pejuang
Islam pertama dari Jawa Barat
yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan
Jepang. Nama kecilnya Hudaeni. Namanya menjadi Zaenal
Mustofa setelah ia menunaikan ibadah haji pada tahun 1927.
Melalui pesantren ini ia menyebarluaskan agama Islam, terutama
paham Syafi’i yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada
umumnya dan umat Islam Jawa Barat pada khususnya.
sebutan kiai pun menjadi melekat dengan namanya. KH. Zaenal
Mustofa terus tumbuh menjadi pemimpin dan anutan yang
karismatik, patriotik, dan berpandangan jauh ke depan. Tahun
1933, ia masuk Jamiyyah Nahdhatul Ulama (NU) dan diangkat
sebagai wakil ro’is Syuriah NU Cabang Tasikmalaya.
Pada tanggal 6 Nopember 1972, KH. Zaenal Mustofa diangkat
sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dengan Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.
HAJI AGUS SALIM
Haji Agus Salim (lahir
dengan nama Mashudul Haq
(berarti "pembela
kebenaran"); lahir di Koto
Gadang, Agam, Sumatera
Barat, Hindia Belanda, 8
Oktober 1884 – meninggal di
Jakarta, Indonesia, 4
November 1954 pada umur
70 tahun) adalah seorang
pejuang kemerdekaan
Indonesia.
Salim terjun ke dunia
jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur
II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan
Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam
bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi
Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan
Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian
Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en
Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan
dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai
pemimpin Sarekat Islam.
Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI),
dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.
Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI antara
lain:
anggota Volksraad (1921-1924)
anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan
Kabinet III 1947
pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan
negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947
Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949
WAHIDIN SUDIRO HUSODO
Wahidin Sudirohusodo, dr.
(lahir di Mlati, Sleman,
Yogyakarta, 7 Januari
1852 – meninggal di
Yogyakarta, 26 Mei 1917
pada umur 65 tahun) adalah
salah seorang pahlawan
nasional Indonesia. Namanya
selalu dikaitkan dengan Budi
Utomo karena walaupun ia
bukan pendiri organisasi
kebangkitan nasional itu,
dialah penggagas berdirinya
organisasi yang didirikan para pelajar School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen Jakarta itu.
Dokter lulusan STOVIA ini sangat senang bergaul dengan rakyat
biasa, sehingga tak heran bila ia mengetahui banyak penderitaan
rakyat. Ia juga sangat menyadari bagaimana terbelakang dan
tertindasnya rakyat akibat penjajahan Belanda. Menurutnya,
salah satu cara untuk membebaskan diri dari penjajahan, rakyat
harus cerdas. Untuk itu, rakyat harus diberi kesempatan
mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah. Sebagai dokter, ia
sering mengobati rakyat tanpa memungut bayaran.
Dua pokok yang menjadi perjuangannya ialah memperluas
pendidikan dan pengajaran dan memupuk kesadaran
kebangsaan.
Wahidin Sudirohusodo sering berkeliling kota-kota besar di Jawa
mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat sambil memberikan
gagasannya tentang "dana pelajar" untuk membantu pemuda-
pemuda cerdas yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya. Akan
tetapi, gagasan ini kurang mendapat tanggapan.
Gagasan itu juga dikemukakannya pada para pelajar STOVIA di
Jakarta tentang perlunya mendirikan organisasi yang bertujuan
memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa.
Gagasan ini ternyata disambut baik oleh para pelajar STOVIA
tersebut. Akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908, lahirlah Budi
Utomo.
SUTOMO / BUNG TOMO
Sutomo (lahir di Surabaya,
Jawa Timur, 3 Oktober
1920 – meninggal di Padang
Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober
1981 pada umur 61 tahun)
lebih dikenal dengan sapaan
akrab oleh rakyat sebagai
Bung Tomo, adalah pahlawan
yang terkenal karena
peranannya dalam
membangkitkan semangat
rakyat untuk melawan
kembalinya penjajah Belanda
melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10
November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari
Pahlawan.
CUT NYAK DIEN
Cut Nyak Dhien (ejaan lama:
Tjoet Nja' Dhien) lahir di
Lampadang, Kerajaan Aceh
pada tahun 1848, adalah
seorang Pahlawan Nasional
Indonesia dari Aceh yang
berjuang melawan Belanda
pada masa Perang Aceh di
pedalaman Meulaboh.
Pada tanggal 6 November
1908, Cut Nyak Dhien
meninggal karena usianya
yang sudah tua dan
dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Makam "Ibu Perbu"
baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan
Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. "Ibu Perbu" diakui oleh
Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui
SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.
Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya,
tulisan bahasa Arab, Surah At-Taubah dan Al-Fajr, serta hikayat
cerita Aceh.
KH MAS MANSYUR
Kiai Haji Mas Mansoer (lahir
di Surabaya, 25 Juni
1896 – meninggal di Surabaja,
25 April 1946 pada umur 49
tahun) adalah seorang tokoh
Islam dan pahlawan nasional
Indonesia.
Langkah awal Mas Mansoer
sepulang dari belajar di luar
negeri ialah bergabung dalam
Sarekat Islam. Peristiwa yang
dia saksikan dan alami baik di
Makkah, yaitu terjadinya
pergolakan politik, maupun di Mesir, yaitu munculnya gerakan
nasionalisme dan pembaharuan merupakan modal baginya untuk
mengembangkan sayapnya dalam suatu organisasi. Pada saat
itu, SI dipimpin oleh Oemar Said Tjokroaminoto, dan terkenal
sebagai organisasi yang radikal dan revolusioner. Ia dipercaya
sebagai Penasehat Pengurus Besar SI.
Di samping itu, Mas Mansoer juga membentuk majelis diskusi
bersama Wahab Hasboellah yang diberi nama Taswir al-Afkar
(Cakrawala Pemikiran). Terbentuknya majelis ini diilhami oleh
Masyarakat Surabaya yang diselimuti kabut kekolotan.
Masyarakat sulit diajak maju, bahkan mereka sulit menerima
pemikiran baru yang berbeda dengan tradisi yang mereka
pegang. Taswir al-Afkar merupakan tempat berkumpulnya para
ulama Surabaya yang sebelumnya mereka mengadakan kegiatan
pengajian di rumah atau di surau masing-masing. Masalah-
masalah yang dibahas berkaitan dengan masalah-masalah yang
bersifat keagamaan murni sampai masalah politik perjuangan
melawan penjajah.
Ketika pecah perang kemerdekaan, Mas Mansoer belum sembuh
benar dari sakitnya. Namun ia tetap ikut berjuang memberikan
semangat kepada barisan pemuda untuk melawan kedatangan
tentara Belanda (NICA). Akhirnya ia ditangkap oleh tentara NICA
dan dipenjarakan di Kalisosok. Di tengah pecahnya perang
kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di
tahanan pada tanggal 25 April 1946. Jenazahnya dimakamkan di
Gipo Surabaya.
DR SUTOMO
Dr. Soetomo (lahir di
Ngepeh, Loceret, Nganjuk,
Jawa Timur, 30 Juli
1888 – meninggal di
Surabaya, Jawa Timur, 30 Mei
1938 pada umur 49 tahun)
adalah tokoh pendiri Budi
Utomo, organisasi pergerakan
yang pertama di Indonesia.
Pada tahun 1924, Soetomo
mendirikan Indonesian Study
Club (dalam bahasa Belanda
Indonesische Studie Club atau
Kelompok Studi Indonesia) di Surabaya, pada tahun 1930
mendirikan Partai Bangsa Indonesia dan pada tahun 1935
mendirikan Parindra (Partai Indonesia Raya).
DR R SUPOMO
Prof. Mr. Dr Soepomo (Ejaan
Soewandi: Supomo) lahir di
Sukoharjo, Jawa Tengah, 22
Januari 1903 adalah seorang
pahlawan nasional Indonesia.
Soepomo dikenal sebagai
arsitek Undang-undang Dasar
1945, bersama dengan
Muhammad Yamin dan
Sukarno.
Hampir tidak ada biografi
tentang Soepomo, kecuali satu
yang dikerjakan Soegito
(1977) berdasarkan proyek Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Marsilam Simanjuntak berpendapat bahwa
Soepomo adalah sumber dari munculnya fasisme di Indonesia.
Soepomo mengagumi sistem pemerintahan Jerman dan Jepang.
Negara "Orde Baru" ala Jenderal Soeharto adalah bentuk negara
yang paling dekat dengan ideal Soepomo.
Soepomo meninggal dalam usia muda akibat serangan jantung di
Jakarta pada tanggal 12 September 1958 dan dimakamkan di
Solo.