jaringan ulama jambi pada akhir abad 19 dan awal...
TRANSCRIPT
JARINGAN ULAMA JAMBI PADA AKHIR ABAD 19 DAN AWAL
ABAD 20, STUDI JARINGAN ULAMA DI PECINAN, JAMBI
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh :
Ubaidillah
NIM : 11140220000105
PRODI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVESITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
LEMBARAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ubaidillah
NIM : 11140220000105
Jurusan : Sejarah dan Peradaban Islam
Fakultas : Adab dan Humaniora
Judul Skripsi : Jaringan Ulama Jambi Pada Akhir Abad
19 dan Awal Abad 20, Studi Jaringan
Ulama di Pecinan, Jambi.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan
hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu di
Universitas Islan Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber
yang saya gunakan dalam menulis skripsi ini sudah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan penulisan yangberlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan
hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya
orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat
yang timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 08 Juli 2019
Ubaidillah
JARINGAN ULAMA JAMBI PADA AKHIR ABAD 19 DAN
AWAL ABAD 20, STUDI JARINGAN ULAMA DI
PECINAN, JAMBI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Ubaidillah
NIM: 11140220000105
Pembimbing
Prof. Dr. Jajat Burhanuddin, MA.
NIP: 196701191994031001
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019 M
ABSTRAK
Pada akhir abad 19 seorang ulama Jambi berhasil masuk
ke dalam jaringan ulama internasional. Ulama tersebut adalah
Syekh „Abd al-Majid Jambi. Dia berhasil menjalin hubungan
dengan Sayid Ahmad Zaini Dahlan, seorang ulama Syafi‟i yang
sangat keras menentang paham wahabi, sebagai seorang murid.
Dia juga berguru kepada Sayid Bakri Syatha, pengarang kitab
I‟anat At-Thalibin. Murid Syekh „Abd al-Majid Jambi, „Abd Ash-
Shomad, Ibrahim, Utsman, Ahmad dan Kemas Muhammad Saleh
kemudian juga berhasil masuk ke dalam jaringan ulama.
Sebagai pisau analisa, digunakanlah teori J. O. Voll yang
mengatakan bahwa ada tiga tipe imigran yang datang ke
Haramayn. Tipe pertama adalah little immigrant. Little immigrant
adalah imigran yang datang ke Haramayn untuk ziarah, entah itu
haji atau umrah. Kemudian mereka menetap di Haramayn karena
berharap berkah dari kedua kota tersebut atau kehabisan ongkos
kembali. Mereka jarang dikenal dan dicatat dalam sejarah. Tipe
kedua adalah grand immigrant. Yaitu mereka yang sudah
memiliki ilmu agama, kemudian datang ke Haramayn untuk
memperdalam ilmu agama. Mereka berhasil menjadi sentral
jaringan ulama. Tipe terakhir adalah pelajar pengembara. Mereka
datang ke Haramayn untuk menuntut ilmu. Kemudian setelah
dirasa cukup mereka kembali ke kampung halaman masing-
masing untuk mengajarkan agama Islam. Merekalah yang
menyambung jaringan ulama internasional ke kawasan lokal
seperti Nusantara.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji syukur semoga selalu
tercurahkan kepada Allah Subhanahu wa ta‟ala yang telah
memberikan nikmat yang paling utama, yaitu nikmat iman dan
Islam. Tak lupa pula salawat serta salam selalu kita kirimkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya yang
telah berjuang menegakkan keadilan dan kemanusiaan di atas
bumi.
Dalam rangka memenuhi dan menyelesaikan syarats studi
strata satu (SI) di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
maka penulis telah menulis karya ilmiah berbentuk skripsi
dengan judul ”Jaringan Ulama Jambi Pada Akhir Abad 19
dan Awal Abad 20, Studi Jaringan Ulama di Pecinan,
Jambi”.
Sejarah Jambi merupakan salah satu daerah yang paling
sedikit diteliti oleh, baik sejarawan lokal maupun internasional.
Berbanding terbalik dengan dua daerah tetangganya, Sumatera
Barat dan Sumatera Selatan. Hal ini dikarenakan sedikit sekali
sumber yang dapat kita temukan. Kekurangan ini, meskipun
akhirnya menyulitkan penelitian ini, membuat penulis, selaku
Putra Daerah tertantang untuk meneliti apapun terkait sejarah
Jambi.
Dari sekian banyak sejarah Jambi, sejarah ulama adalah
salah satu sejarah yang paling realistis untuk diteliti. Meskipun
hanya sedikit kajian yang mendalam tentang sejarah ulama,
begitupula sejarah Islam di Jambi, masih banyak warisan seperti
ii
naskah, madrasah dan tradisi lisan yang dapat ditemukan dengan
mudah. Penemuan sumber tersebut merupakan sebuah
kenikmatan tiada tara bagi penulis. Penulis selalu terkejut, bangga
dan membuat jantung berdetak lebih kencang laiknya muda-mudi
yang sedang jatuh cinta.
Selama menulis skripsi ini penulis mendapat begitu
banyak bantuan dan dorongan dari orang-orang terdekat. Oleh
karena itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih sebagai
bentuk apresiasi atas bantuan yang penulis terima selama
menyusun skripsi ini. Baik bantuan moril maupun materil.
1. Ayahanda Husin, Ibunda Nafsiah dan kedua adik tercinta
Muhammad Khoiri (Ncik) dan Nisa Ussarifah (Nining)
yang tidak pernah mengeluh kepada anaknya dan tidak
pernah lupa mendoakan anaknya untuk sukses di dunia
dan akhirat.
2. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, M.A, selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 2019-
2023.
3. Saiful Umam, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Awalia Rahmah, M.A, selaku Ketua jurusan Sejarah
dan Peradaban Islam (SPI), dan ibu Hikmah Irfaniah, M.
Hum selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
5. Dosen pembimbing akademik Bapak Dr. Saidun Derani,
M.A, selaku pembimbing akademik yang telah
mengarahkan penulis dari semester satu hingga kini.
6. Dosen pembimbing skripsi Bapak Prof. Dr. Jajat
Burhanuddin, M.A, yang telah memberikan masukan yang
membantu penulis dalam menulis skripsi ini.
7. Kepada seluruh civitas akademika fakultas Adab dan
Humaniora, khususnya dosen-dosen SPI yang telah
mengajarkan penulis selama kuliah di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Kepada teman-teman SPI 2014, khususnya Yongers :
Rika, Vida, Novi, Ziah, Rina, Ika, Adam, Tarjo, Dika,
Opang, Fahri, Ari dan Raden yang telah memberikan
semangat, waktu dan dukungannya selama penulis kuliah
dan berproses di organisasi. Saat-saat bersama kalian
merupakan waktu yang tidak akan dilupakan.
9. Keluarga besar Lingkar Kajian Ilmu Sosial dan Sejarah
(LKISSAH) Irvan Hidayat, Rian Wahyudin, Tarjo, Dika,
Fahri, Muklis, Isna, Arif, Ami dan lainnya yang tidak
penulis sebutkan satu persatu. Kalian sudah setia menjadi
teman diskusi sejak penulis masuk ke kampus tercinta ini.
10. Keluarga besar Lembaga Seni Mahasiswa Islam (LSMI)
Abong, Bang Agus, bang Ivang, Alm. Bang Slash, Mas
Ni‟am, Mahesa, Vida dan Ami dan adik-adik baru yang
sedang bersemangat berorganisasi. Meskipun penulis
tidak begitu kompeten dalam bidang seni, tetapi berada di
antara kalian membuat masalah sejenak terlupakan.
iv
11. Kepada teman kelas SPI C dan angkatan SPI 2014 yang
mau menjadi teman penulis sejak pertama kali penulis
menginjakkan kaki di kampus UIN.
12. Dan, secara khusus kembali penulis ucapkan kepada
teman-teman yang sangat dekat dengan penulsi seperti
Tati Sumiyati, Tarjo, Irvan Hidayat dan Bos Alif yang
hampir setiap hari bertemu. Bersama-sama kita
menjalankan usaha Sahurable dan kegiatan-kegiatan
lainnya.
` Demikian ucapan terima kasih penulis. Penulis sangat
sadar masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini, baik
dari segi kandungan maupun tulisan. Oleh karena itu, penulis
sangat membutuhkan masukan dan kritik dari pembaca sekalian.
Pada akhirnya tidak ada yang mencapai kesempurnaan selain
Allah SWT. Semoga dengan segala kekurangan dan
kelebihannya, skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
sekalian.
Ciputat, 19 April 2019
Penulis
v
Daftar Isi
ABSTRAK ......................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................... i
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................. vii
DAFTAR ISTILAH ..................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN ............................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................... 5
C. Batasan Masalah................................................................. 6
D. Rumusan Masalah .............................................................. 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 8
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................... 11
A. Landasan Teori ................................................................. 11
B. Kajian Pustaka .................................................................. 13
C. Metode.............................................................................. 17
1. Pendekatan .................................................................... 17
2. Sumber Data ................................................................. 17
3. Analisis Data ................................................................ 19
4. Tahapan Penyajian Data ............................................... 20
D. Kerangka Berpikir ............................................................ 20
BAB III SEJARAH PERKEMBANAN ISLAM DI JAMBI ...... 23
A. Masuk dan berkembangnya Islam di Jambi ..................... 23
B. Perkembangan Islam di Jambi Setelah Orang Kayo Itam 30
vi
C. Kesultanan Jambi Pada Abad 19 ...................................... 34
D. Kampung Pecinan Sebagai Pusat Kajian Islam ................ 38
BAB IV JARINGAN ULAMA JAMBI PADA ABAD 19 ......... 51
A. Jaringan Ulama Nusantara pada akhir abad 19 ................ 51
B. Syekh „Abd al-Majid al-Jambi ......................................... 54
1. Riwayat hidup Syekh „Abd al-Majid al-Jambi ............. 56
2. Jaringan Ulama Guru „Abd al-Majid Jambi.................. 64
BAB V JARINGAN ULAMA HOOFD PENGHULU „ABD
ASH-SHOMAD .......................................................................... 77
A. Sejarah singkat Hoof Penghulu „Abd Ash-Shomad ......... 78
B. Jaringan Ulama Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad ...... 82
BAB VI GERAKAN HOOFD PENGHULU „ABD ASH-
SHOMAD .................................................................................... 93
1. Perukunan Tsamaratul Insan ............................................ 94
2. Madrasah-Madrasah di Pecinan........................................ 97
3. Pemikiran Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad ............. 100
BAB VII KESIMPULAN .......................................................... 105
Daftar Pustaka ........................................................................... 107
LAMPIRAN .............................................................................. 113
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Huruf Arab Nama Huruf
latin
Keterangan
ء
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
س
س
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
Hamzah
Ba
Ta
Tsa
Jim
Ha
Kha
Dal
Dzal
Ra
Zai
Sin
Syim
Shod
Dhad
Tha
Zha
„ain
Ghain
Fa
Qaf
`
B
T
Ts
J
H
Kh
D
Dz
R
Z
S
Sy
Sh
Dh
Th
Zh
„
Gh
F
Q
Apostrop
-
-
(t) dan (s)
-
-
(k) dan (h)
-
(d) dan (z)
-
-
-
(s) dan (y)
(s) dan (h)
(d) dan (h)
(t) dan (h)
(z) dan (h)
Koma terbalik (di atas)
(g) dan (h)
-
-
viii
ك
ل
م
ن
و
ھ
ي
Kaf
Lam
Mim
Nun
Waw
Ha
ya
K
L
M
N
W
H
y
-
-
-
-
-
-
-
2. vokal panjang
uu = فو ii = فی aa = فا
3. vokal pendek
u = ٶ I = إ a = أ
4. diflong
ay = اي aw = او
5. pembauran
asy = الش al = ال
ys aw = و الش wa al = وال
6. setiap kata ditulis terpisah
Misal = la hawla wa la quwwata illa billah
7. Tasydid ditulis ranggkat seperti Allah
8. huruf capital untuk awal kalimat, nama, kata ganti Tuhan.
9. Ta marbuthah ditulis (h) untuk pertengahan kalimat dan (t)
untuk akhir kalimat
ix
DAFTAR ISTILAH
„Alim : seorang ahli agama Islam.
Aparteid : kebijakan pemisahan wilayah berdasarkan
etnis atau kelas sosial.
Bilal : jabatan pengurus masjid di bawah Ketib.
Datuk : gelar bangsawan Melayu
Guru : panggilan ahli agama di
Jambi, setara kiyai di Jawa.
Gurutta : panggilan ahli agama di Sulewesi.
Habaib : kata jamak dari Habib.
Habib : keturunan Nabi Muhammad SAW.
Haramayn : dua kota suci Islam, Mekah dan Madinah.
Hoofd Penghulu : jabatan kepala penghulu bentukan
Belanda untuk satu residen.
Iliran : kawasan hilir sungai Batang Hari.
Jawi : sebutan Arab untuk Nusantara.
Kemas : gelar bangsawan rendah di Jambi.
Ketib : jabatan pengurus masjid di bawah imam.
Kiblat : arah menghadap ketika sholat. arah
menuju bangunan Ka‟bah di Mekah.
Madrasah : lembaga pendidikan Islam.
Madzhab : aliran syari‟at dalam Islam.
Marga : klan atau sebuah daerah berskala
kecamatan yang dipimpin seorang Pasirah.
x
Mudik : sama dengan hulu.
Mufti : penentu hukum dalam Islam.
Nusantara : sebutan untuk kawasan melayu sebelum
abad 20.
Rajam : hukuman untuk pezina.
Residen ` : sebutan provinsi pada masa Belanda.
Sanad : rentetan hubungan guru dan murid.
Rentetan periwayat hadis.
Sayid : sama dengan habib.
Sekoja : singkatan Seberang Kota Jambi.
Sebutan lain untuk kawasan Pecinan.
Sultan : raja dalam Islam.
Sunnah : pebuatan yang dianjurkan Nabi tetapi
tidak wajib.
Syara’ : hukum dalam al-Quran dan Hadis.
Syekh : sebutan untuk ahli agama.
Tashih : pengesahan.
Tengku : gelar bangsawan Melayu.
Tuan Guru : guru besar.
Ulama : jamak „alim.
Uluan : kawasan hulu sungai Batang Hari.
xi
DAFTAR SINGKATAN
KH Kiyai Haji
SI Serikat Islam
HBA Hasan Basri Agus
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Islam Jambi merupakan satu dari sedikit kajian
sejarah Jambi yang mendapat perhatian dari sejarawan. Walaupun
demikian belum ada upaya yang cukup serius membahas ulama
Jambi selain beberapa karya yang ditulis oleh sejarawan Jambi.
Di antaranya Ali Muzakir dalam disertasinya Pemikiran Islam di
Jambi; Memperkuat Kajian Naskah di Indonesia Melalui
Naskah-Naskah Lokal di UIN Syarig Hidayatullah. Sebagian
lainnya membahas lembaga pendidikan Islam yang ada di Jambi.
Dari semua kajian tersebut belum ada yang membahas jaringan
ulama Jambi.
Jaringan ulama Jambi mulai terlihat pada abad ke-19,
ditandai dengan terdapat nama Syekh Muhammad Zayn Asy-
Syafi‟i al-Asy‟ari An-Naqsyabandi al-Jambi yang wafat 1815.
Namanya diinisiasikan kepada mazhab Syafi‟i dan Asy‟ari serta
tarekat Naqsyabandiah. Hanya saja catatan tentang Syekh
Muhammad Zayn al-Jambi tidak lebih dari sebuah kitab Qurrat
al-„ayn yang ditulisnya.1
1 Ali Muzakir, Pemikiran Islam di Jambi; Memperkuat Kajian
Naskah-naskah di Indonesia melalui Naskah-naskah lokal, (Jambi, Sulthan
Taha Press 2012), 165.
2
Syekh Muhammad Zayn al-Jambi memberikan kesan
bahwa sejarah ulama Jambi sangat terbatas. Bahkan tidak dapat
diketahui siapa Syekh Muhammad Zayn al Jambi selain sebuah
karya yang ditinggalkannya.
Barulah pada paruh kedua abad 19 bermunculan nama-
nama ulama Jambi yang dapat ditelusuri jejaknya. Walaupun
masih terdapat banyak kendala, pada masa ini cukup memberikan
penulis sumber untuk memberikan gambaran tentang ulama
Jambi pada masa itu.
Kemunculan ulama Jambi berasal dari kampung Pecinan.
Pecinan adalah kawasan pendatang Cina yang populer pada masa
politik aparteid.
Pada tahun 1708, Pecinan kedatangan seorang ulama dari
Hadramaut. Ulama itu bernama Habib Husin bin Ahmad
Baragbah (w. 1743). Tidak banyak catatan tentang dirinya.
Namun, namanya bergulir dari mulut ke mulut menjadi tradisi
lisan penduduk Pecinan. Diceritakan dia adalah seorang ulama
yang berpengaruh besar terhadap kemajuan Islam di Jambi.2
Habib Husin menikah dengan putri Datuk Sin Tai, seorang
saudagar kaya yang diangkat kesultanan menjadi Ngebi3 di
Pecinan. Datuk Sin Tai kemudian turut membantu upaya dakwah
Habib Husin. Keberadaan mereka berdua sangat diingat oleh
masyarakat sebagai tokoh yang telah menancapkan tradisi
keislaman di Pecinan.
2 Junaidi T. Noor, Sekilas Tentang Sejarah dan
Peradaban/kebudayaan Islam di Provinsi Jambi, Makalah seminar Sejarah
Islam di Jambi tahun 2010, 17. 3 Setingk at lurah.
3
Pada akhir abad ke-18 Kampung Pecinan didatangi orang
Arab keturunan Nabi Muhamad keluarga al- Jufri dari
Hadramaut.4 Sebagaimana di Palembang
5, para Habaib ini sangat
berpengaruh di kesultanan maupun di mata Masyarakat. Karena
mereka dianggap sebagai orang yang memiliki keilmuan tentang
Islam lebih otoritatif ketimbang ulama biasa yang bukan
keturunan Nabi Muhammad. Salah satu keluarga al-Jufri
memiliki pengaruh yang sangat kuat baik di mata Belanda
maupun di Kesultanan Jambi adalah Sayd Idrus al-Jufri.6
Adapun ulama yang disebutkan hidup pada akhir abad 19
adalah Syekh „Abd al-Madjid al-Jambi (w. 1896). Dia belajar
kepada Bapak Jaringan Ulama di Jambi, Ketib Mas‟ud (w.
1306/1889) yang masih dalam lingkaran keluarganya. Sangat
sulit untuk mengetahui apa saja yang dipelajarinya dari Ketib
Mas‟ud. Bahkan hanya untuk mengetahui biografinya. Namun,
tentu saja Ketib Mas‟ud adalah seorang guru yang berkompeten
untuk perkembangan ilmu Syekh „Abd al- Madjid, sehingga
mendapat gelar tersebut.7
Pada akhirnya Syekh „Abd al-Majid al-Jambi telah
berhasil mengembangkan pendidikan Islam di Jambi. Setelah
kembali dari Mekah dia mengajar di Langgar Putih. Langgar
Putih menjadi lembaga pra-modern sebelum para murid Syekh
4 Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara
Kolonial, (Jakarta,KITLV, 2008), h. 165. 5
6 Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara
Kolonial. h. 167. 7 Ali Muzakir, Pemikiran Islam di Jambi; Memperkuat Kajian
Naskah-naskah di Indonesia melalui Naskah-naskah lokal, (Jambi, Sulthan
Taha Press 2012), 75.
4
„Abd al-Majid al-Jambi membawa pembaharuan metode
pendidikan dari Mekah.
Di antara murid Syekh „Abd al-Majid al-Jambi adalah
Guru Ibrahim bin Syekh „Abd al-Madjid (w. 1926), Guru
Muhammad Soleh, Guru Ahmad bin „Abd Asy-Syakur (w. 1923),
Kemas Soleh Muhammad Yasin (w. 1925), Guru Utsman bin „Ali
dan .8 Hoof Penghulu „Abd Ash-Shomad Ibrahim Arif (w. 1942)
pada 1908.
Masuknya para murid Syekh „Abd al-Majid al-Jambi ke
dalam jaringan ulama memberikan perubahan yang signifikan
terhadap perkembangan pendidikan Islam di Jambi. mereka
mendirikan lembaga pendidikan yang modern yaitu madrasah.
Selain mendirikan madrasah, mereka juga mendirikan
organisasi kemasyarkatan pada 1913 Tsamarat al-Insan dan
diresmikan Belanda pada 1915. Untuk mendirikan organisasi ini,
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad mendapat bantuan dari
Sayid„Ali bin „Abd Ar-Rahman Alwi al-Musawa, seorang habib
asal Palembang.9 Sayid „Ali bin „Abd Ar-Rahman al-Musawa
juga menjadi perancang bangunan ketika madrasah Nur al-Iman
dan Sa‟adat Ad-Darain dibangun pada 1915.
Selain menjadi organisasi kemasyarakatan yang
konsentrasi pada bidang kematian dan musibah, Tsamarat al-
Insan juga merupakan wadah perkumpulan ulama di Pecinan.
8 Hasan Basri Agus, Ulama Pejuang Pejuang Ulama Negeri, 42.
9 Ali Muzakir, Pemikiran Islam di Jambi, Memperkuat Kajian
Naskah-naskah di Indonesia melalui Naskah-naskah lokal di Jambi, h. 76.
5
Keberadaan sekolah-sekolah ini menjadi periode baru
dalam sejarah pendidikan Islam di Jambi. Para ulama Jambi
memanfaatkan jaringannya, untuk mendatangkan beberapa ulama
dari berbagai daerah khususnya Haramayn seperti Syekh Ustman
dari Sarawak pada 1919, Syekh Said Yamani mufti mazhab
Syafi‟i di Mekah pada tahun pada 1924, bahkan mereka juga
mendatangkan Syekh. Muhammad Ali Maliki (w. pada 1925,
mufti mazhab Maliki di Mekah. Nama lainya adalah, Syekh Saleh
Yamani, Syekh Hasan Yamani pada 1930, Sayyid Muhammad al
Hadi, Mahmud al Bukhari antara 1913 dan 15., Sayid Abdullah
Dahlan mufti Mazhab Syafi‟i pada tahun 1923, yang semuanya
dari Mekah. Selain mereka, ada pula Syekh „Arif Asy Syami dari
Syam, dan Syekh Tengku Muhammad Zuhdi bin Tengku „Abd Ar
Rahman al-Fatani.10
Dengan kedatangan ulama dari berbagai wiilayah dari
dunia Islam, berduyun duyun pula para pelajar Islam dari
berbagai wilayah seperti Palembang.Sehingga simpul simpul
jaringan keulamaan di Nusantara semakin padu sekaligus, juga
luas.
B. Identifikasi Masalah
Baik abad 19 dan 20 adalah abad yang gemilang bagi
ulama–ulama Nusantara di Mekah. Pada masa ini, ulama-ulama
Nusantara tidak lagi hanya menjadi ulama yang memiliki halaqah
kecil, melainkan sudah menjadi ulama besar yang memiliki murid
10
Masykuri dan Sutrisno, Ed., Sejarah Pendidikan Daerah Jambi, (
Jambi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Jambi, 1981),h. 45-
46.
6
yang banyak dan halaqah yang besar. Bahkan, beberapa di
antaranya menjadi imam Masjid al Haram dan mufti mazhab
Syafi‟I seperti Syekh Nawawi Banten (w. 1896) dan Syekh
Ahmad Khatib Minangkabawi (w. 1915). Pada saat inilah Syekh
Abd al Madjid Jambi dan muridnya Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shomad dan kawan-kawannya datang ke Haramayn dan ikut serta
berperan dalam jaringan ulama internasional, khususnya
perluasannya di daerah Jambi.
Dari keterangan di atas, maka penulis merasa perlu untuk
mengkaji bagaimana jaringan ulama Jambi pada abad akhir abad
19 dan awal 20. Masalah ini mencakup siapa berguru kepada
siapa dan siapa berteman dengan siapa. Dari pertanyaan tersebut,
penulis berharap dapat menemukan jaringan ulama Nusantara di
Mekah dengan ulama di Jambi yang kemudian terhubung ke
daerah pelosok di Jambi.
C. Batasan Masalah
Telah dijelaskan di atas pada abad 19 dan 20, banyak
ulama Nusantara yang menjadi ulama besar di Timur Tengah.
Selain itu, banyak pula para pelajar di Nusantara yang belajar ke
Timur Tengah khususnya Mekah. Selain itu Syekh Abdul Madjid
adalah salah satu ulama Nusantara asal Jambi yang belajar ke
Mekah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis membatasi
ruang lingkup penelitian ini hanya menjadi beberapa tempat dan
waktu saja. Agar penelitian ini tetap fokus terhadap masalah yang
akan diteliti.
7
Besarnya minat pelajar Nusantara terhadap Timur Tengah
tidak dapat dipungkiri lagi. Namun, di sini penulis hanya meneliti
jaringan ulama Jambi di Mekah. Selain Mekah, penulis juga
fokus kepada para pelajar yang datang dari Jambi, khususnya lagi
pelajar dari Jambi yang berada di Pecinan saja, di mana kampung
ini menjadi media penyambung jaringan ulama internasional ke
ruang lingkup yang lebih kecil lagi di Nusantara, khususnya
daerah di Jambi.
Sedangkan batasan waktu, penulis fokus pada abad paruh
akhir abad 19 dan awal abad 20. Pada masa ini tradisi keilmuan
di Jambi mulai berkembang ke arah yang sangat positif dari masa
sebelumnya. Abad 19 menjadi abad pembuka masuknya jaringan
ulama ke arah yang lebih luas lagi. Sedangkan abad 20 menjadi
momen masuknya ide pembaharuan serta tantangan yang juga
baru.
D. Rumusan Masalah
Untuk membuat penelitian ini terstruktur dan tetap pada
jalurnya, maka harus dibuat rumusan masalah. Adapun masalah
utama yang menjadi pertanyaan besar penelitian ini adalah :
Bagaimana jaringan ulama Jambi pada akhir abad 19 dan awal
20.. Dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana jaringan ulama Syekh „Abd al-Majid Jambi
pada akhir abad 19? .
2. Bagaimana jaringan ulama Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shomad pada abad 20?
8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai pemenuhan
tugas akhir sebagai mahasiswa. Selain itu, di antaranya penelitian
ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui jaringan ulama Syekh „Abd al-Majid
Jambi pada akhir abad 19.
2. Untuk mengetahui bagaimana jaringan ulama Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad pada awal abad 20.
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat
sebagai berikut: pertama, agar dapat memberikan wawasan
kepada mahasiswa maupun masyarakat tentang jaringan ulama
yang tersebar di Jambi pada abad 19 dan 20. Kedua, sebagai
acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya terkait jaringan
ulama Jambi pada abad 19 dan 20. Ketiga, tentu saja sebagai
upaya untuk menghormati perjuangan ulama dalam usahanya
mencerdaskan anak negeri, khususnya Jambi. Dan kelima,
menambah literatur sejarah Jambi yang masih sangat minim
dibanding daerah tetangganya seperti Riau, Sumatera Selatan dan
Sumatera Barat.
F. Sistematika Penulisan
Untuk menjaga fokus penelitian ini, diperlukan suatu
sistematika penulisan agar tidak terjadi kerancuan dalam
penulisan dan penguraiannya. Karenanya, penulis membaginya
menjadi ke dalam enam bab. Berikut sistematika penulisan
penelitian ini:
9
Bab pertama, pendahuluan. Dalam bab ini akan
menguraikan latar belakang, permasalahan yang akan menjadi
pokok pembahasan, tujuan dan manfaat penelitian dan diakhiri
dengan sistematika penulisan supaya penelitian ini tidak bias dan
rancu.
Bab kedua, akan menguraikan landasan teori, kajian
pustaka, metodologi dan kerangka berpikir.
Bab ketiga, akan membahas sejarah Islam di Jambi dari
awal masuk hingga abad ke 20. Dalam bab ini akan diceritakan
penyebaran Islam hingga perkembangan para ulama Jambi
hingga abad ke 20.
Bab keempat, penulis akan mendeskripsikan peran Mekah
sebagai jantung umat Islam sedunia. Sehingga banyak umat Islam
dari pelosok dunia belajar agama ke sana. Kemudian, penulis
juga akan membahas ulama-ulama Nusantara yang populer di
Mekah pada abad ke 19 dan 20 dan masuknya ulama Jambi abad
20 ke dalam jaringan ulama Nusantara dan internasional di
Mekah. pada bab ini penulis fokus membahas jaringan Syekh
Abd al-majid Jambi.
Bab kelima, penulis akan membahas tentang jaringan yang
dibangun oleh Hoofd Penghulu „Abd As-Shomad dan
pemikirannya..
Bab keenam, penulis membahas gerakan yang dilakukan
oleh „Abd Ash-Shomad dan kawan-kawannya setelah kembali
dari Mekah.
Bab ketujuh, adalah kesimpulan.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Untuk memudahkah sebuah penelitian, maka dibutuhkan
sebuah teori sebagai pisau analisis masalah. Dalam diskursus
jaringan ulama, penulis tidak dapat lepas dari Azyumardi Azra
sebagai akademisi yang paling otoritatif terhadap masalah ini.
Azra mengumpulkan sumber yang begitu luas dan penyajian apik
sehingga tersaji karya yang begitu komprehensif membicarakan
cikal bakal terbentuknya jaringan ulama Timur Tengah dan
Nusantara.
Dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Azra menyatakan
bahwa kedatangan umat Islam ke Mekah tidak hanya sebatas naik
haji saja. Dia menggunakan pendapat Voll11
yang membagikan
imigran di Haramayn12
menjadi tiga tpe.
Tipe pertama disebut sebagai little immigrants; yakni
orang-orang yang datang dan bermukim di Haramayn dan dengan
diam-diam terserap dalam kehidupan sosial keagamaan
setempat.13
Mereka adalah orang-orang yang mungkin
menunaikan haji tetapi tidak mempunyai cukup biaya untuk
11
J. O Voll pada artikelnya yang berjudul Scholary Interrelation
between South Asia and the Middle East in the 18th
Century, dalam P.
Gaeffke D.A. Utz (peny), The Countries of South Asia: Boundaries,Extension,
and Interrelations, Philadelphia. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama
Timur Tengah dan Nusantara XVII & XVIII, h. 74. 12
Istilah untuk menyebut dua kota suci umat Islam, Mekah dan
Madinah. 13
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara
XVII & XVIII, h. 74.
pulang atau memang ingin menetap di Haramayn. Mereka
menjalani hidup layaknya masyarakat biasa dan tidak berperan
dalam jaringan ulama.
Tipe kedua adalah grand immigrants. Mereka adalah para
imigran unggulan. Berbeda dengan kategori yang pertama,
kategori ini merupakan orang yang telah mempunyai dasar Islam
yang kuat yang diperoleh dari tempat asalnya. Ketika tiba di
Haramayn, mereka langsung dapat bergabung dengan diskursus
keislaman yang lebih luas dan kosmopolitan. Berkat kealiman
dan kesalehan mereka, grand immigrants mampu menarik
penuntut ilmu dari berbagai penjuru Dunia Muslim. Merekalah
yang berperan aktif dalam inti jaringan ulama internasional.14
Adapun ulama Indonesia yang mencapai posisi ini Syekh
Nawawi Banten dan Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi.
Tipe terakhir adalah para ulama dan murid yang
mengembara untuk menuntut ilmu di Mekah. Mereka belajar
kepada sejumlah ulama yang mengajar di Haramayn. Setalah
merasa cukup dan menerima ijazah dari gurunya mereka pulang
ke kampung halaman membawa ilmu, gagasan dan metode yang
dipelajarinya dari Haramayn. Sebagian besar ulama Nusantara
masuk ke dalam tipe ini. Adapun ulama Jambi yang masuk ke
dalam tipe ini adalah Syekh „Abd al-Majid Jambi, Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad, Guru Ibrahim bin „Abd al-Majid,
Guru Ahmad bin „Abd Asy-Syakur, Guru Utsman bin „Ali,
Kemas Muhammad Saleh Merekalah yang membawa jaringan
14
Azyumardi Azra, h. 75.
ulama internasional sampai ke pelosok dunia, dalam hal ini
Nusantara khususnya Jambi.15
B. Kajian Pustaka
Tidak banyak akademisi yang menulis tentang Jambi, baik
itu dari luar maupun dalam negeri, bahkan oleh peneliti dari
Jambi sendiri. Sulitnya sumber terkait membuat para peneliti kian
enggan untuk meneliti sejarah Jambi. Susanto Zuhdi dalam
pengantarnya pada buku “Mencari Jejak Sangkala”16
mengatakan bahwa buku Elsbeth Locher-Scholten yang berjudul
“Sumatraans sultanaat en koloniale staat: de relatie Djambi-
Batavia (1830-1907)”merupakan salah satu buku yang mendalam
menulis tentang Jambi. Bahkan menurut penulis, mungkin salah
satu yang paling baik sejauh ini.
Kelangkaan literasi tersebut cukup beralasan, karena
sulitnya sumber yang berhubungan dengan Jambi. Hal ini pun
juga diakui oleh Scholten sendiri dalam bukunya. Oleh karena itu
tulisan tentang ulama pun cukup sulit untuk ditemukan.
Pertama, tentu saja penulis tidak dapat terhindar dari
Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara Pada Abad XVII
dan XVIII karya Azyumardi Azra jika membahas jaringan ulama
Nusantara. Karya Azra dalam bidang ini merupakan literatur
paling otoritatif. Azra, memaparkan bagaimana asal mula
Nusantara masuk ke dalam jaringan internasional serta
membantah anggapan dunia bahwa Islam Asia Tenggara adalah,
15
Azyumardi Azra, h. 75-76. 16
Junaidi T. Noor, Mencari Jejak Sangkala, h. vii.
yang disebut, Islam Periperi yaitu Islam Pinggiran. Dia
menyebutkan banyak nama ulama besar yang mengajar di
Haramayn serta jaringannya dengan ulama Nusantara pada abad
XVII hingga XVIII.
Dalam buku tersebut, Azra menjelaskan bagaimana
transmisi paham neosufisme dari diskursus keilmuan Timur
Tengah ke Nusantara. Nama-nama seperti Ahmad Qusyasyi (w.
1661), Ibrahim al-Kurani (w. 1690) dan jaringannya di Nusantara
seperti Nur Ad-Din Ar Raniri (w. 1658), Abdul al-Rauf As
Singkili (w. 1693) dan lain lain menjadi ulama yang berperan
penting dalam jaringan. Namun, Azra tidak membahas jaringan
ulama di Jambi, bahkan Jawa. Hal ini dapat dimaklumi karena
belum ditemukan Jaringan ulama Jambi pada abad 17 dan 18.
Dalam pada itu, penelitin ini akan mengisi kekosongan atau lebih
tepatnya melanjutkan “jaringan ulama” Azra yang akan fokus
pada daerah Jambi pada akhir abad 19 dan awal 20.
Selain kajian terdahulu tentang jaringan ulama, perlu juga
kiranya melihat kajian tentang ulama Jambi. Seperti telah
disebutkan di atas, kajian tentang Jambi sangat minim ditemukan.
Literatur tentang Jambi dapat ditemui sedikit demi sedikit dari
kajian-kajian yang lebih luas. Dalam perburuan singkat penulis
terhadap kajian tersebut, penulis hanya menemukan setidaknya
beberapa tulisan yang membahas sejarah ulama di Jambi.
Kedua adalah “Pejuang Ulama, Ulama Pejuang karya
Hasan Basri Agus (HBA).17
Buku ini merupakan salah satu usaha
untuk menelusuri jejak sejarah Jambi, khususnya tentang ulama;
yang sedari awal memang sedikit. HBA bukanlah seorang
sejarawan yang mengerti metodologi penulisan sejarah. Sehingga
sangat wajar jika ditemukan banyak kesalahan yang tidak perlu
seperti salah dalam menentukan abad.
Namun di dalam buku tersebut cukup banyak memberikan
informasi kepada penulis tentang ulama-ulama yang
menyebarkan Islam mazhab Syafi‟i di Jambi. Untuk alasan yang
penulis belum mengerti, HBA mulai menjelaskan sejarah Imam
Syafi‟i dan perkembangannya. Kemudian dia menjelaskan
tentang sejarah Islam masuk Jambi hingga berkembang ke dalam
wacana intelektual pada abad 20, tepatnya setelah masuknya
Jambi ke dalam jaringan ulama internasional.
Kajian ketiga adalah “Pemikiran Islam di Jambi:
Memperkuat Kajian Islam di Indonesia Melalui Naskah-Naskah
Lokal” karya Ali Muzakir.18
Buku ini jelas lebih baik dari
sebelumnya. Di dalam karya ini dia memfokuskan kajiannya
terhadap filologi di Jambi. Dia mendeskripsikan wacana
intelektual di Jambi pada abad 19 melalui manuskrip-manuskrip
yang ditemukan atau ditulis oleh ulama Jambi pada abad tersebut.
17
Lihat Hasan Basri Agus, Ulama Pejuang, Pejuang Ulama Negeri
Melayu Jambi, (Jambi, Pusat Kajian Pengembangan Sejarah dan Budaya
Jambi, 2012). 18
Lihat Ali Muzakir, Pemikiran Islam di Jambi: Memperkuat Kajian
Islam di Indonesia Melalui Naskah-Naskah Lokal di Jambi, (Jambi, Sulthan
Thaha Press, 2012).
Selain itu, dia juga menjelaskan sedikit tentang ulama-ulama
Jambi yang menjadi fokus pada kajian ini.
Keempat sebuah disertasi karya Fauzi Mo Bafadhal yang
berjudul Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi : Studi
Terhadap Madrasah Nurul Iman. Dalam disertasinya, Bafadhal
menulis keadaan sosial di Jambi sebelum didirikan madrasah Nur
al-Iman. Kemudian dia menjelaskan profil Madrasah Nur al-Iman
termasuk para guru-guru yang mengajar. Di sini dia memberikan
penulis informasi berhaga yang tidak penulis dapatkan dari buku
lain atau wawancara kepada para guru di Pecinan. Hanya saja,
meskipun Bafadhal menulis banyak ulama Mekah yang menjadi
guru ulama di Jambi, dia tidak fokus pada jaringannya. Bafadhal
fokus membahas madrasah sebagai lembaga yang berkontribusi
terhadap sosial pendidikan di Jambi.19
Dari empat kajian di atas, tidak ada satupun yang
membahas jaringan ulama Jambi. Mereka fokus menulis ulama di
Jambi tanpa menjelaskan siapa guru ulama Jambi selama belajar
di Mekah. Padahal, dengan mengetahui wacana pemikiran guru
ulama Jambi dapat memudahkan penulis dalam mengetahui
wacana Islam yang berkembang di jambi. Oleh karenanya,
penelitian ini diharapkan dapat mengisi kekosongan dari
penelitian sebelumnya.
19
Fauzi Mo Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi,
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, (Disertasi UIN Syarih Hidayatullah
Jakarta, 2018)
C. Metode
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-intelektual.
Di mana penulis akan membahas gagasan ulama serta transmisi
gagasan dari Timur Tengah ke Jambi. Selain itu penulis mencoba
menggunakan politik, seperti pengaruh politik Belanda terhadap
kemajuan Islam di Jambi.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah
penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan
proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan
peninggalan masa lampau (historis).20
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mencapai penulisan sejarah oleh karena itu, upaya
merekonstruksi masa lampau dari objek yang diteliti itu ditempuh
melalui metode sejarah dan menggunakan deskripsi analisis, yaitu
mencoba memaparkan jaringan serta gagasan ulama Jambi pada
akhir abad 19 dan awal abad 20.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian sejarah dapat dibedakan menjadi
sumber-sumber penelitian berupa data primer dan data sekunder.
Dalam penelitian sejarah, perlu dilakukan metode heuristik atau
teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber.21
Maka dalam
hal ini, penulis mengumpulkan data-data sebagai bahan penulisan
dan melakukan penelitian kepustakaan (library research) dengan
merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema
20
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: UI Press, 1983), h.
32. 21
Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 54.
dalam skripsi ini seperti: buku-buku, dan wawancara kepada
sejumlah tokoh ulama di Jambi. Penulis mengunjungi beberapa
tempat seperti Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Adab dan Humaniora,
Perpustakaan Daerah Jambi, dan tentu saja madrasah di Pecinan
yang menjadi saksi jaringan ulama Jambi.
Di samping menggunakan sumber dari buku kontemporer,
penulis banyak menggunakan wawancara. Di dalam penelitian
sejarah, wawancara disebut sejarah lisan, yaitu sejarah yang
dituturkan oleh saksi atau pelaku peristiwa. Sumber ini dianggap
primer karena behubungan langsung dengan peristiwa. Akan
tetapi, penulis tidak menemukan seorang pun yang masuk ke
dalam kriteria sebagai sumber sejarah lisan. Wawancara yang
penulis lakukan hanya kepada orang-orang yang sekiranya
mengetahui cerita-cerita terdahulu yang sulit diketahui
kebenarannya. Sumber yang seperti ini disebut tradisi lisan.
Umumnya tradisi lisan dianggap tidak layak dijadikan
sumber sejarah. Tradisi lisan banyak mengandung unsur mistisme
yang sulit dibenarkan. Namun, belakangan muncul upaya untuk
mengesahkan tradisi lisan sebagai sejarah. Gagasan ini ditulis
oleh Jan Vansina dalam bukunya Oral Tradition as History.
Vansina menganggap baik tradisi lisan maupun sumber tertulis
sama-sama merupakan pesan dari masa lalu. Keduanya berdiri
sejajar tanpa ada kesan pemain pengganti seperti dalam
pertunjukan teater : jika pemain utama (sumber sejarah) tidak
dapat muncul di panggung maka diajukan pemain pengganti
(tradisi lisan). Bahkan jika tidak ditemukan sumber tertulis maka
tradisi lisan yang menanggung beban rekonstruksi sejarah.22
Untuk memperkuat sumber tradisi lisan hal pertama yang
harus dilakukan adalah harus menyediakan penafsiran, rekaman
tradisi sebagai bahan evaluasi.23
Meskipun sulit dilakukan,
penulis tetap mempertimbangkan tradisi lisan sebagai sumber
sejarah. Karena selain kekurangan sumber tertulis, tradisi lisan di
Pecinan sarat dengan unsur sejarah. Cerita tentang ulama Jambi
pada abad 19 dan 20 selalu diceritakan para guru yang mengajar
di madrasah secara turun temurun. Lagi pula jarak antara para
ulama Jambi dengan guru yang mengajar di Pecinan hanya
terpaut satu sampai dua generasi saja. Meskipun cerita yang
disampaikan telah mengalami reduksi makna, penulis masih
dapat memilah kebenaran informasi yang disampaikan melalui
penafsiran dan rekam tradisi di Pecinan.
3. Analisis Data
Semua data yang telah diperoleh, untuk selanjutnya
dilakukan kritik sumber terkait dengan keaslian sumber
(otentisitas) terhadap semua sumber-sumber yang telah terkumpul
baik berupa buku-buku, manuskrip dan lain-lain. Maka penulis
melakukan kritik dan uji terhadapnya untuk mengindentifikasi
keabsahannya tentang keaslian sumber yang dilakukan melalui
kritik ekstern, dan keabsahan tentang kesahihan (kredibilitas)
narasumber yang ditelusuri melalui kritik intern.
22
Jan Vansina, tradisi Lisan Sebagai Sejarah, (Yogyakarta, Ombak,
2014), h. 310. 23
Jan Vansina, h. 310.
Data-data yang sudah didapatkan, kemudian dilakukan
interpretasi atau penafsiran sejarah, yaitu mencoba menguraikan
sebab dan akibat suatu kejadian. Karena itu, data-data yang sudah
terkumpul dilakukan metode kritik sumber, biasanya masih
berbeda-beda dalam isinya. Oleh sebab itu, dalam teknik
interpretasi ini, diharapkan penulis mampu menemukan fakta-
fakta yang mendekatkan dengan peristiwa yang sesungguhnya.
Jadi penulis memaparkan data-data yang sudah diperoleh,
diseleksi, dan dianalisis itu dalam bentuk deskripsi sehingga
menghasilkan paragraf dengan menggunakan bahasa baku dan
bahasa penulis sendiri.
4. Tahapan Penyajian Data
Tahap terakhir dalam penelitian sejarah adalah
historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau laporan
hasil penelitian sejarah yang telah di lakukan. Adapun teknik
penulisan dalam penulisan skripsi ini berpedoman pada buku
pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Adab
dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2017.
D. Kerangka Berpikir
Sejarah jaringan ulama Jambi adalah sejarah antara
hubungan ulama Jambi dan guru serta kenalannya di Mekah.
Hubungan antara guru dan murid ini merupakan proses transmisi
ilmu serta ide yang berkembang di Mekah. Kemudian ilmu
tersebut di disampaikan ke Jambi sebagai lanjutan dari proses
transmisi. Sederhannya penelitian ini memiliki konsep berpikir
sebagai berikut:
Jaringan Ulama Jambi
Sumber (primer)
Bagaimana Jaringan Ulama Jambi pada pergantian
abad 19 dan 20?
Masalah
Manuskrip : Peraturan Perukunan Tramaratul Insan,
Perpustakaan Madrasah Nur al-Iman.
Naskah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiya koleksi
Guru Daud.
al-Jambi, „Abd al-Majid bin „Abd al-Ghaffar, Bahjat
al-Hidayah .
Dll.
Literature review
Fauzi Mo Bafadhal : Sejarah Sosial Pendidikan Islam
di Jambi (2008).
Ali Muzakir : Pemikiran Islam di Jambi: Memperkuat
Kajian Islam di Indonesia Melalui Naskah-Naskah
Lokal di Jambi (2012).
Metodologi
Metode Historis
Pendekatan Sosio-intelektual
Teori J.O. Voll : Imigrant Haramayn
Temuan Syekh ‘Abd al-Majid
merupakan perintis
jaringan ulama Jambi.
HP ‘Abd Ash-Shomad,
dkk, melanjutkan
jaringan yang telah
dirintis Syekh ‘Abd al-
Majid. HP „Abd Ash-Shomad mengajak
gurunya di Mekah untuk mengajar di
Pecinan.
HP ‘Abd Ash-Shomad, dkk, mendirikan organisasi dan madrasah sebagai
media pengembangan Islam di Pecinan.
23
BAB III
SEJARAH PERKEMBANAN ISLAM DI JAMBI
A. Masuk dan berkembangnya Islam di Jambi Sejarah Jambi, seperti yang sudah diakui oleh banyak
sejarawan, sangat sulit untuk ditelusuri. Tentu saja kendala
utamanya adalah minimnya sumber yang mencatat tentang Jambi.
Bahkan, Belanda yang dikenal sebagai kolonial yang rapih dalam
pendataan tidak memiliki catatan yang cukup banyak mengenai
Jambi.
Catatan-catatan tradisional kerajaan hampir ludes terbakar
semuanya ketika istana Kesultanan Jambi, Tanah Pilih diserang
Belanda pada 25 September 1858. Nahasnya data-data yang
dikumpulkan Belanda juga mengalami hal yang sama ketika
Jepang berhasil mengambil alih kekuasaan di Indonesia.
Beruntung Umar Ngebi Sutho Dilago Priyayi Rajo menulis
Undang-undang Piagam Pecacahan Jambi dan Kisah Negeri
Jambi (1897) yang sekarang menjadi harta paling berharga untuk
menelusuri sejarah Jambi.
Jambi terletak di pesisir timur bagian tengah pulau
Sumatera. Bagian utaranya berbatasan langsung dengan
Kepulauan Riau, sebelah timur terdapat pulau Berhala, sebelah
selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan dan sebelah barat
berbatasan dengan provinsi Sumatera Barat dan Bengkulu. Dalam
seloko24
adat Jambi, batas wilayah jambi ditulis secara lebih
terperinci:
24
Petatah petitih
“Bermulo dari Durian ditakuk Rajo, lepas kesialang belantak
besi - melayang ke Tanjung Samalidu - Menepat ke Beringin
nan sebatang - Beringin gedang nan sekah dahan - Mendaki
bukit kelirik nan basibak - lalu meniti pematang panjang -
menepat ke singkil tujuh belarik - ke sipasau - pisau hilang -
mendaki bukit alun babi - menepat ke bukit Cindaku - lalu ke
ulu parit sembilan - menuju ke sungai Retih sungai Enggang -
merenah tanjung Labuh - terjun ke laut nan mendidih -
menempuh ombak nan bedebur - merapat ke pulau nan tigo -
sebelah laut Pulau Berhalo - naik ke Setakak Air Hitam -
menuju bukit Siguntang - mendaki bukit tuo - lepas sungai
Bayung Lincir - Laju ke Hulu Singkut - menepat Kulim
Sebatang - dikurung begandeng Bukit Tigo - mudi ke Serintik
hujan Paneh - Meniti Bukit Barisan - tutun ke Renag Sungai
Buntal - menuju sungai Air Dikit - menepat ke hulu sungai
Ketaun - mendaki bukit Sitinjau Laut - sayup sayup laut lepas
- menuju gunung berapi - disitu tetegak Gunung Kerinci -
menepat ke Muaro Danau Bento - menempuh Bukit Kaco -
meniti pematang Lesung Teras - menuju Batu Angit dan Batu
Kangkung, teratak Tanjung Pisang, Siangkak Siangkang - hilir
pulo ke Durian ditakuk Rajo. Dari situ bebalik bejalan
ketempat semulo bajalan meniti batas, menepati janji lamo.”25
Batas adat ini sekarang menjadi batas Provinsi Jambi.
Kawasan ini pernah menjadi pusat pendidikan biksu Budha pada
abad ke-7 Masehi. Seperti dilaporkan I-tsing, terdapat 1.000
biksu yang belajar agama di sini.
Kedatangan Islam di Jambi tidak terlalu berbeda dengan
sejarah kedatangan Islam di Nusantara, khususnya daerah
Sumatera lainnya. Jika kedatangan para pedagang Islam ke
kawasan ini menjadi acuan, maka Jambi termasuk salah satu yang
pertama menerima Islam di Nusantara.
25
https://melangun.wordpress.com/2001/03/15/pucuk-jambi-sembilan-
lurah/. diakses pada 1 November 2018 pukul 14.45 WIB.
25
Surat dari raja Sriwijaya kepada Khalifah Muawiyah dan
Umar bin „Abd al „Aziz dicurigai berasal dari Jambi
(Sriwijaya).26
Bahkan pada masa Umar bin „Abd al „Aziz,
kerajaan Sriwijaya meminta dikirimkan seorang guru yang dapat
mengajarkan Islam kepadanya. Namun sangat disayangkan, raja
Sri Indravarman yang berkuasa saat itu meninggal dunia akibat
revolusi yang didalangi angkatan laut Cina pada 730 M. Dan, dua
tahun setelahnya dinasti Umayah jatuh membuat terputusnya
komunikasi antar kerajaan dan berujung terhentinya dakwa secara
diplomatis ke kerajaan Sriwijaya hingga empat ratus tahun
kemudian.27
Lebih jelas lagi, Sulaiman pada abad ke-10 yang menulis
tentang kerajaan Zabaj yang kaya. Azra juga mencatat bahwa
pada abad demikian Sriwijaya28
menggunakan jasa pada
pedagang Arab untuk menjadi utusan ke Cina.29
Memang sulit untuk memastikan Sriwijaya berada di Jambi
atau di Palembang atau tempat lainnya. Bahkan, Junaidi T. Noor
berpendapat bahwa kerajaan yang mengirim surat ke Khalifah di
26
Sebenarnya terlalu berani jika mengatakan bahwa raja yang mengirim
surat tersebut berasal dari Jambi. Seperti diketahui hingga saat ini letak
kerajaan Sriwijaya masih menjadi perdebatan para ahli. Namun tidak salah jika
mencurigai surat yang terima Khalifah Islam di Damaskus berasal dari Jambi.
Hal inilah yang dipercaya oleh Sirajuddin Abbas dalam bukunya Sejarah dan
Keagungan Mazhab Imam Syafi‟i. 27
Aulia Tasman, Menelusuri Jejak Kerajaan Melayu Jambi dan
Perkembangannya (Jakarta, Gaung Persada Press Group, 2016), h. 60. 28
Aulia Tasman cukup berani menyebut nama-nama yang selama ini
diidentifikasi sebagai Palembang berada di Jambi. Dia menyebutkan bahwa
Tupo adalah Thu-po, Tchu-po, Ch-po berada di Muaro Tebo, Zabaq, Djaba,
Djawa, Jawa adalah Muaro Sabak, Fo-ts‟i, San-Fo-ts‟i, Fo-che, Che-li-fo-che
adalah Muaro Tembesi. Lihat, Aulia Tasman, h. 3. 29
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII-XVIII, h. 26.
Damaskus adalah kerajaan Barus, mengingat kedua daerah
sebelumnya tidak memiliki komoditas kamper yang menjadi
komoditas utama Barus. Akan tetapi berbeda halnya jika
menyebut Zabaj. Zabaj adalah nama daerah di Jambi yang hingga
sekarang masih ada yaitu, Muaro Sabak.
Mengetahui Zabaj adalah Muaro Sabak dapat ditandai
bahwa Jambi sudah masuk ke dalam dunia perlayaran orang
Islam Arab setidaknya sejak abad 10. Meskipun sulit untuk
mengtahui apakah sudah terdapat penduduk asli yang masuk
Islam, setidaknya mereka sudah mengenal Islam sejak lama.
Kedatangan Islam di Jambi yang sudah populer diketahui
adalah informasi yang didapat dari naskah Undang-undang
Piagam Pencacahan Jambi dan Kisah Negeri Jambi.
Undang-undang Piagam Pencacahan Jambi misalnya
mencatat sejarah Jambi menjadi tiga bahagian. Pertama adalah
“zaman dahulu kala” di mana Jambi dipimpin oleh Dewa
Sekarabah dan mentrinya mata empat. Kemudian pada periode
selanjutnya Jambi dipimpin oleh Tun Telanai.30
Bagian ke tiga
adalah masa Putri Selaro Pinang Masak. Putri Selaro Pinang
Masak adalah seorang Putri dari Pagaruyung. Dia diutus ke Jambi
karena kawasan ini tidak memiliki seorang pemimpin setelah Tun
Telanai berkuasa.31
30
Ada banyak perdebatan mengenai siapa sebenarnya Tun Telanai.
Junaidi T, Noor menulis dua artikel mengenai siapa sebenarnya Tun Telanai.
Lihat Junaidi T. Noor, Menjcari Jejak Sangkala, h. 65-68. 31
Ali Muzakir, Pemikiran Islan di Jambi, Memperkuat kajian Naskah
Islam di Indonesia melalui Naskah-Naskah Lokal Jambi, h.32.
27
Putri Selaro Pinang Masak diperkirakan berkuasa pada
1460-80. Pada masa pemerintahannya, datang seorang asal Turki
bernama Ahmad Barus atau Ahmad Salim II. Ahmad Barus
berhasil mengislamkan Putri Selaro Pinang Masak dan
menghancurkan berhala yang ada di pulau Berhala. Oleh
karenanya dia dipanggil Datuk Paduko Berhalo. Di pulau ini pula
dia kemudian dimakamkan.
Datuk Paduko Berhalo kemudian menikah dengan Putri
Selaro Pinang Masak. Dari pernikahan tersebut lahir empat orang
anak. Tiga di antaranya laki-laki dan satu orang perempuan. Anak
pertama adalah Orang Kayo Pinggai, kedua Orang Kayo
Pedataran, Ketiga Orang Kayo Hitam dan Si Bungsu, Orang
Kayo Gemuk.32
Islam di Jambi mengalami kemajuan pada masa
pemerintahan Orang Kayo Hitam (1500-1515). Islam memang
sudah melekat dengan kerajaan Jambi sejak Datuk Paduko
Berhalo menikahi Putri Selaro Pinang Masak, namun berlakunya
syari‟at Islam terjadi pada masa Orang Kayo Hitam. Hal ini
dijelaskan dalam naskah Ini Sajarah Kerajaan Jambi sebagai
berikut:
“peri menyatakan awal Islam ini Jambi pada zaman Orang
Kayo Hitam bin Datuk Paduka Berhala yang meng-islam-
kannya. Kepada Hijrat Nabi yang 700 tahun Alif bilangan
Khamsiah, dan kepada sehari bulan Muharram, hari Kamis,
pada waktu zuhu masa itulah awal Islam ini Jambi mengucap
dua kalimat syahadat, sembahyang lima waktu, puasa sebulan
32
Junaidi T. Noor, Menjcari Jejak Sangkala, h. 193.
Ramadhan, dan zakat fitrah, baharulah berukun Islam yang
lima.33
”
Sebelum Orang Kayo Hitam menjadi raja di Jambi, penduduk
Jambi menggunakan hukum Adat Jumhur sebagai aturan. Adat
Jumhur berbunyi “adat bersendi alur, alur bersendi patut, patut
bersendi kebenaran”.34
Penerapan hukum adat banyak dilakukan
oleh penduduk pedalaman (mudik) hingga Minangkabau. Hukum
adat juga disebut “undang”. Sedangkan penduduk pesisir (ilir)
cenderung mengikuti ajaran Islam yang disebut “teliti”.
Orang Kayo Hitam melihat banyak ketidaksesuaian antara
Adat Jumhur dengan ajaran Islam. Hal serupa juga dilihat
anaknya yang belajar Islam di Jawa, Pangeran hilang Di Air
bergelar Mangku Agamo.
Melihat keadaan di atas,Orang Kayo Hitam berinisiatif
untuk mengumpulkan para datuk, tuo tengganai, alim-ulama,
cerdik-pandai dan para raja melayu tetangga Kerajaan Jambi.
perkumpulan ini bertujuan untuk membahas pertentangan antara
adat dan ajaran Islam. Sebagian besar raja yang diundang tidak
hadir. Beberada di antaranya hanya mengirim utusuan. Satu-
satunya raja yang menghadiri undangan tersebut adalah Raja
Pagaruyung, Sultan Bakilap Alam. Rapat yang mungkin
merupakan rapat besar adat pertama tersebut diadakan di Bukit
Siguntang (Sumai) Tebo. Pertemuan ini kemudian dikenal dalam
seloko adat yang berbunyi “ Undang talanjuo ilir, taliti telangsung
33
Ali Muzakir, Pemikiran Islan di Jambi, Memperkuat kajian Naskah
Islam di Indonesia melalui Naskah-Naskah Lokal Jambi, h. 33-34. 34
Muchtar Agus Chotib, Hukum Adat Kerajaan Islam Melayu Jambi di
Luak XVI, (Jambi, Tanpa Penerbit, 2010), h. 168.
29
mudik. Bertemu di Sungai Dani, bejumpo di ujung lentik tanah
Tanjung Samalidu”.35
Pada pertemuan tersebut lahir ketetapan baru yang berbunyi
:
1. Jambi adalah kerajaan Islam Melayu Jambi
2. Adat dipadu dengan syara‟
3. Hukum dasar kerajaan Islam adat nan empat.
4. Hukum adat sembilan pucuk.
5. Berbahasa melayu, tulisan Arab Melayu Jambi.
6. Dasar negara pucuk adat rumput teliti.36
Kemudian Orang Kayo Hitam menyuruh para alim menyalin al
Quran untuk disebarkan ke seluruh Jambi.
Pada tahun 1530 kerajaan Jambi kembali mengadakan
Rapat Adat. Pertemuan kali ini diadakah di Bukit Sitinjau Lauik,
Kerinci. Pada pertemuan ini ditetapkan :
1. Titian keras tango batu (al-Quran).
2. Cermin gedang dak kabur (al-Quran).
3. Lantak dalam dak goyah (Hadis).
4. Kato mufakat (musyawarah).
5. Dak lapuk dek hujan, dak lekang dek paneh (hukum
yang abadi).37
Pada pertemuan ini kalimat “pucuk adat rumpun teliti” berubah
menjadi “pucuk undang-undang” serta muncul kalimat yang
terkenal “adat bersendi syara‟, syara‟ bersendi kitabullah.38
35
Muchtar Agus Chotib, h. 169. 36
Muchtar Agus Chotib, h. 172. 37
Muchtar Agus Chotib, h. 174-77. 38
Muchtar Agus Chotib, h. 173.
Meskipun adat tetap mendominasi hingga akhir
kesultanan, terutama di kawasan hulu, Orang Kayo Hitam telah
berhasil menanam pondasi masyarakat yang kuat di Jambi.
Hukum yang diterapkan tidaklah seperti hukum Islam yang
berlaku pada umumnya. Sebagai contoh, hukum adat untuk
kejahatan zina yang diterapkan di Marga Jujuhan.39
Pelaku zina
tidak diberikan hukuman rajam sebagaimana seharusnya dalam
Islam. Pelaku zina cukup membayar denda dan diusir dari
kampung.40
Hanya saja, meskipun yang bertugas dalam
penerapan hukum adalah ketua adat, mereka cenderung
mengikuti ucapan para alim jika ditemukan adat yang berselisih
dengan ajaran Islam.
B. Perkembangan Islam di Jambi Setelah Orang Kayo
Hitam
Telah diketahui bahwa masa pemerintahan Orang Kayo
Hitam pada 1500 adalah awal mula Islam menjadi identitas
kerajaan Jambi.41
Selain berperan dalam mengislamkan penduduk
Jambi pada awal adab ke-16 dia juga yang memindahkan42
pusat
39
Sekarang sebuah kecamatan berada di wilayah administrasi kabupaten
Muaro Bungo. 40
Di dalam adat, zina diungkapkan dalam bentuk seloko : mencacak
telur, menikam bumi, memetik bunga setangkai dan mandi di pancuran
gading. 41
Meskipun agama Islam sudah melekat dengan kerajaan Jambi pada
masa Orang kayo Hitam, kerajaan Jambi baru secara resmi menjadi kesultana
pada 1615, tepatnya ketika Sultan „Abd al-Kahar naik tahta. 42
Menurut cerita rakyat Jambi, setelah menikah dengan Putri Mayang
Mangurai, mertuanya, Temenggung Merah Mato dari Tembesi memberikan
sepasang angsa. Dia memerintahkan Orang Kayo Hitam dan Putri Mayang
Mangurai untuk menghanyutkan angsa tersebut di sungai Batang Hari. Di
mana angsa itu naik ke daratan dan tinggal di situlah mereka harus tinggal.
Setelah dihanyutkan, kedua angsa tersebut akhirnya naik ke daratan dan
31
kerajaan Jambi dari Tanjung Jabung ke pedalaman sungai Batang
Hari, yaitu Tanah Pilih Pesako, Kota Jambi saat ini.43
Orang Kayo Hitam memiliki pengetahuan agama Islam
yang cukup mendalam dari sumber yang paling utama.
Gagasannya untuk mengkolaborasi antara adat dan Islam adalah
salah satu bukti keluasan ilmu yang dimilikinya. Bersama
anaknya, Pangeran Rantau Kapas, dia merumuskan Pucuk
Undang Nan Delapan dan Pucuk Undang nan Dua Puluh44
agar
berdasarkan al-Quran dan hadis.45
Namun sangat disayangkan, penulsi tidak dapat mengetahui
siapa tokoh selain Orang Kayo Hitam dan anaknya Pangeran
Rantau Kapas.
Setelah Orang Kayo Hitam mangkat dari tahtanya pada
1515, dia digantikan anaknya Pangeran Rantau Kapas (1515-
40).46
Pangeran Rantau Kapas memiliki perhatian khusus
tinggal di tempat tersebut. Termpat tersebut kemudian disebut Tanah Pilh
Pesako yang sekarang menjadi ibu kota provinsi Jambi. Sedangkan tempat
kedua angsa tersebut naik dari sungai didirikan istana Tanah Pilih.. 43
Adrianus Chatib, Subhan dkk, Kesultanan Jambi Dalam Konteks
Sejarah Nusantara, h. 56. 44
Undang-undang Nan Delapan adalah hukum pidana bagi rakyat yang
Jambi yang melakukan kejahatan. Terdapat delapan pasal yang menjelaskan
kejahatan-kejatahan umat manusia. Selain Undang-undang Nan Delapan ada
pula undang-undang Nan Dua Belas, berisi sama dengan Undang-undang Nan
Delapan. Namuan Undang-undang Nan Dua Belas disertai dengan hukuman
yang akan diterima oleh pelaku. 45
Aliyas, “Meninjau Kembali Sejarah Masuk Islam di Jambi”, Media
Akademika, vol. 28, No. 3, 2013, h.310. 46
Orang Kayo Hitam memiliki dua orang istri, Putri Mayang Mangurai
dan seorang putri dari Jawa. Dari istrinya yang kedua dia memperoleh anak
bernama Pangeran Hilang di Air. Orang kayo Hitam mengutus Pangeran
Hilang di Air ke Jawa untuk belajar agama Islam. Kembali dari Jawa,
Pangeran Hilang di Air mendapat gelar Pangeran Mangku ugamo. Selain
Orang kayo Hitam, Pangeran Hilang di Air merupakan salah seorang yang
paling berperan dalam merumuskan dasar hukum adat yang dubuat pada Rapat
terhadap hukum adat di Jambi. Setelah berhasil merumuskan
dasar hukum adat bersama ayahnya pada 1502, dia kembali
mengadakan Rapat Adat pada tahun 1530.47
Kerajaan Jambi berubah menjadi Kesultanan seratus tahun
setelah Orang Kayo Hitam meninggal dunia. Raja yang berperan
atas perubahan tersebut adalah Pangeran Kedak bergelar Sultan
„Abd al Qahhar (1615-1648).48
Abad 17 merupakan masa puncak Kesultanan Jambi. Pada
masa ini pelabuhan Jambi hanya kalah dari pelabuhan Kesultanan
Aceh alias menjadi yang kedua di Sumatera. Komoditas utama
saat itu tentu saja lada. Kapal VOC mulai mendatangi Jambi.
Kapal tersebut bernama Het Waven van Amsterdam yang
dipimpin oleh Abraham Sterk. Sultan „Abd al-Qahhar memberi
izin VOC untuk membangun kantor dagangnya (loji) di Muaro
Kumpeh pada 1616.49
Pada tahun 1666 pecah perang antara Jambi dan Johor.
Keduanya sama-sama memperbutkan pengaruh atas perdagangan
di Selat Malaka. Peperangan ini tidaklah muncul secara tiba-tiba.
Keduanya saling bersaing secara ketat satu sama lain. Bahkan
telah terjadi usaha untuk berdamai dengan mengawinkan pewaris
tahta Kesultanan Johor dengan seorang Putri Kesultanan Jambi.
Namun perkawinan ini justeru gagal dan malah mempertajam
sentiment antara keduanya. Berdasarkan konflik tersebut
Adat 1502. Setelah Orang kayo Hitam mangkat, Pangeran Hilang di Air
diangkat menjadi raja Jambi bergelar Pangeran Rantau kapas. 47
Muchtar Agus Chotib, h. 179. 48
Adrianus Chatib, Subhan dkk, Kesultanan Jambi Dalam Konteks
Sejarah Nusantara, h.49. 49
Adrianus Chatib, Subhan dkk, h. 50.
33
akhirnya pecahlah perang pertama antara Jambi-Johor tahun
1666.50
Setelah perang 1666, serangan terus berlajut secara
sporadis. Pada 1673 Jambi berhasil memasuki ibu kota Johor.
Jambi memperoleh harta rampasan yang banyak dari kemenangan
tersebut. Namun, mereka harus mengembalikannya pada 1679
karena Johor berhasil mengalahkan Jambi pada tahun terebut.51
Pencapaian Jambi pada abad ini menggambarkan bahwa
Kesultanan Jambi merupakan salah satu kerajaan lokal yang patut
diperhitungkan. Bahkan setelah kekalahannya terhadap Johor,
Jambi dan Johor beralih bekerja sama menyerang Palembang
dengan alasan yang hampir sama.52
Namun, sangat sulit untuk menemukan informasi terkait
kemajuan sosio-intelektual pada masa ini. Seharusnya dengan
pengaruhnya yang cukup diperhitungkan di Selat Malaka dapat
menarik para pendakwah agama Islam untuk mengajarkan agama
Islam di sini. Sekelumit informasi dapat diketahui dari catatan
Belanda pada tahun 1640-an bahwa perhatian rakyat dan para
bangsawan Jambi dalam memperlajari dan mentaati syariat Islam
meningkat. Pangeran Jambi pada 1649 meminta Belanda untuk
mengirimnya buku bersih dan tidak berjudul dari Batavia untuk
dituliskan undang-undang dan khotbah.53
Kemudian pada tahun
50
Adrianus Chatib, Subhan dkk, h. 67. 51
Adrianus Chatib, Subhan dkk, h. 67. 52
Adrianus Chatib, Subhan dkk, h. 68. 53
Barbara Watson Andaya, Hidup Bersaudara Sumatera Tenggara pada
XVII dan XVIII, (Yogyakarta, Ombak, 20160, h. 120.
1687 seorang Ulama dari Surat, India datang ke Jambi untuk
menyiarkan ajaran Islam.54
C. Kesultanan Jambi Pada Abad 19
Pada awal abad 19 Jambi mengalami nasib yang hampir
serupa dengan kebanyakan kesultanan lainnya di Sumatera. Pada
paruh pertama, Belanda sedang disibukkan perang melawan
kelompok Paderi dan Kesultanan Palembang. Pada saat yang
sama, Belanda secara „tidak sengaja‟ mulai melirik Jambi.
Pada awal abad 19, Jambi dipimpin oleh Sultan Mohildin
yang sibuk dengan urusan intern. Selain skandal istrinya yang
memperbudak dan membunuh gadis-gadis, dia juga tidak mampu
melawan lawan politiknya dari keluaga istana lainnya.55
Pada
masa ini juga keluarga al-Jufri mulai memiliki pengaruh di
Istana.56
Di antara tahun 1817 dan 1819 terjadi beberapa
pertempuran kecil yang berujung dengan kekalahan Sultan
Mohildin. Akan tetapi, konflik tersebut juga menyebabkan lawan
politiknya terbunuh.
Pada tahun 1821, Fakhruddin, anak Sultan Mohildin dan
nanti menjadi ayah Sultan Taha secara sepihak mengangkat
dirinya menjadi sultan Jambi. Pengangkatan ini spontan
mengakibatkan istana semakin kisruh. Karena pengangkatan
54
Muzakir, Pemikiran Islan di Jambi, Memperkuat kajian Naskah Islam
di Indonesia melalui Naskah-Naskah Lokal Jambi, h.37. 55
Adrianus Chatib, Subhan dkk, Kesultanan Jambi Dalam Konteks
Sejarah Nusantara, h. 81. 56
Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial,
h. 166.
35
Fakhruddin tidak sesuai dengan janji ayahnya untuk mengangkat
Raden Tabun57
. Akibatnya Sultan Fakhruddin tidak diangkat
secara adat dan tidak tinggal di istana. Dia tinggal di uluan dan
memerintah Jambi dari sana. Hal tidak terlalu dipermasalahkan
karena bagi rakyat Jambi sultan memimpin rakyat bukan
wilayah.58
Mungkin dari sini lah basis kekuatan Sultan Taha
mulai terbentuk.
Kondisi Kesultanan Jambi tidak hanya kacau dalam politik.
Ekonomi kesultanan tidak pernah mencapai masa jaya sejak abad
17. Usaha perdagangan uang sempat maju pada abad 17 perlahan
mulai turun hingga menjadi sangat lemah pada abad 19. Mutu
produk yang jelek adalah salah satu alasannya.59
Kesultanan
cukup senang ketika Belanda menjanjikan segelintir dana untuk
sultan dalam perjanjiannya. Kemiskinan ini mulai dilihat Belanda
menjanjikan uang sebesar 4.400 gulden kepada Fakhruddin (yang
ketika itu belum menjadi sultan) pada 1821 supaya besedia
membantu Belanda melawan Sultan Badaruddin dari
Palembang.60
Hanya saja ia segera menyadari resiko berurusan dengan
Belanda. Ketika Belanda mengintervensinya dalam mengurusi
perompak, Sultan Fakhruddin semakin gelisah. Ditambah lagi
57
Raden Tambun adalah sepupu Sultan Mohildin, ayah Sultan Fahruddin.
Sultan Mahmud, sultan sebelum Sultan Mohildin pernah meminta bantuan
kepada ayahnya, Raden Rangga dan menjanjikan tahta kepada anaknya, Raden
Tabun. 58
Adrianus Chatib, Subhan dkk, Kesultanan Jambi Dalam Konteks
Sejarah Nusantara, h. 91. 59
Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial,
h. 47. 60
Adrianus Chatib, Subhan dkk, Kesultanan Jambi Dalam Konteks
Sejarah Nusantara, h.91.
Belanda tidak pernah menggubris permintaan bertemu Sultan
Fakhruddin pada 1832 dan 1833. Merasa kesal atas sikap
Belanda, Sultan Fakhruddin membawa pasukannya ke Batu
Rawas untuk mengancam Belanda. Tidak ada hasil yang positif
dari upaya ini. Belanda segera dapat mengantisipasi strategi
sultan dengan memecah belah antara Sultan Fakhruddin dengan
Raden Tabun.61
Ketika Sultan Fakhruddin mangkat pada 1841, sejatinya
Belanda belum mengikat kesultanan Jambi secara utuh. Sultan
„Abdurrahman Nazaruddin yang menggantikan Sultan
Fakhruddin masih dipilih secara adat resmi. Sedangkan kepada
Belanda, sultan hanya cukup melapor ke Batavia.62
Namun,
ketika Sultan Taha yang menggantikan Sultan „Abdurrahman
pada 1856 dan menolak perjanjian baru dari Belanda, Belanda
mengambil alih kesultanan Jambi pada tahun 1858.
Sultan Taha menjadi sultan setelah berumur 25 tahun.
Meskipun Sultan Taha lebih perpengetahuan dari sultan-sultan
sebelumnya. Akan tetapi usianya masih muda dan penuh dengan
ambisi yang membara. Ketika Belanda menyodorkan isi
perjanjian baru yang lebih menyudutkan kekuasaan sultan. Sultan
Taha tanpa pandang bulu menolak mentah-mentah setiap isi dari
perjanjian tersebut. 63
Merasa upaya untuk mengendalikan Jambi melalui
diplomasi menemui jalan buntu Belanda mengirim kapal
61
Adrianus Chatib, Subhan dkk, h. 94-99. 62
Adrianus Chatib, Subhan dkk, h. 102. 63
Adrianus Chatib, Subhan dkk, h. 105.
37
perangnya dari Muaro Kumpeh ke Kota Jambi. Istana takluk
hanya dalam waktu tiga jam saja. Sultan Taha beserta
pengikutnya melarikan diri ke hutan di belakang istana. ketika
Belanda memasuki istana, mereka hanya menemukan istana
kosong beserta mayat pasukan Jambi yang gugur. Peristiwa ini
terjadi pada 1858.64
Sultan Taha membangun kembali kekuatannya di uluan dan
bertahan sampai 1904. Pada satu sisi dia secara tegas menolak
menjadi bawahan Belanda. Namun, di sisi lain kadang dia
memperlihatkan kelunakan hatinya terhadap Belanda, seperti
ketika dia mengirim anaknya ke kota untuk diangkat menjadi
Pangeran Ratu (putra mahkota).65
Belanda mencoba mengurangi pengaruh Sultan Taha
dengan mengangkat sultan bayang beberapa kali.66
Namun upaya
ini selalu gagal karena pengangkatan tersebut tidak berdasarkan
adat yang sah dan pusaka yang menjadi simbol kesultanan masih
berada di tangan Sultan Taha. Sehingga di mata rakyat Jambi,
sultan Jambi tetaplah Sultan Taha, bahkan bagi sultan bayang
yang diangkat oleh Belanda sekalipun. Merasa dirinya diakui
oleh rakyat dan sultan bayang yang diangkat Belanda, Sultan
64
Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial,
h. 126. 65
Elsbeth Locher-Scholten, h. 194. 66
Untuk melegitimasi kekuasaannya di Jambi, Belanda mengangkat
sultan bayang dari keluarga kerajaan. Di antaranya 1. Sultan Ahmad
Nazaruddin bin Mahmud (1858-81), Sultan Muhammad Muhieddin bin „Abdul
Ar-Rahman (1881-85), dan Sultan Zainul „Abidin bin Muhammad (1885-
1900).
Taha bahkan tidak ragu untuk meminta kucuran dana yang
diberikan Belanda kepada Sultan Nazaruddin.67
Sikap menentang Belanda ini terus dipertahankan sampai
Belanda menyergapnya di hutan, di daerah Betung Bedarah, Tebo
pada 1904. Selama berjuang melawan Belanda dia beberapa kali
mengirim utusan baik kepada duta Kekhalifahan Turki di
Singapura maupun langsung ke Turki. Kabarnya, Syekh „Abd al-
Majid pernah menjadi salah satu utusan yang dikirim sultan.
Namun upaya ini lebih terlihat sia-sia daripada upaya apapun
yang pernah dia lakukan. Dia juga bekerja sama dengan Si
Singamangaraja yang ketika itu juga sedang berperang melawan
Belanda. Dia secara rahasia bertemu dengan Si Singamangaraja
di Sungai Limau pada 1902.
Di tengah gejolak politik di Kesultanan Jambi, tepat di
seberang istana dan kota, keilmuan Islam mulai bersinar secara
perlahan. Kelompok ini di kemudian hari akan menjadi cara baru
untuk melawan Belanda. Tempat tersebut dikenal dengan sebutan
Pecinan.
D. Kampung Pecinan Sebagai Pusat Kajian Islam
Kampung Pecinan berada tepat di seberang kota Jambi.
Kampung ini sering pula disebut dengan Sekoja, singakatan dari
Seberang Kota Jambi. Disebut Pecinan karena terdapat banyak
keturunan pedagang asal Cina yang bermukim di sini.
Diperkirakan mereka mulai menempati kawasan ini sejak abad
67
Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial,
h. 162.
39
ke- 17. Hal ini didukung dengan bukti arkeologis yaitu ditemukan
bejana dari porselen asal Dinasti Ming di Seberang Kota Jambi.68
Sejatinya para pedagang asal Cina sudah ramai
mengunjungi Jambi pada abad ke-16 (mungkin lebih awal). Pada
awal abad ke-17 di Kuamang (sekarang termasuk kabupaten
Muaro Bungo) dan Tembesi (sekarang termasuk kabupaten
Batang Hari) sudah terdapat pedagang Cina yang tinggal. Mereka
tinggal di daerah ini karena terdapat tanaman lada.69
Tidak diketahui berapa jumlah pedagang Cina yang tinggal
di Pecinan pada saat itu. Akan tetapi, dari nama tempatnya
penulis dapat berasumsi bahwa terdapat banyak orang Cina yang
tinggal di sini. Nama Pecinan tidaklah asing di dalam sejarah
Indonesia, khususnya Cina di Indonesia. Kampung Pecinan
adalah kampung para pedagang Cina yang tinggal di Nusantara.
Kampung Pecinan juga terdapat di Jakarta dan daerah Jawa
lainnya. Sejak pemerontakan Cina di Batavia pada 1740, VOC
memberlakan kebijakan sejenis apartheid yaitu upaya mengontrol
orang Cina dengan cara mewajibkan mereka tinggal di satu
tempat yang disebut Pecinan.70
68
Usman Abu Bakar, Pendidikan Islam di jambi Corak Madrasah dari
kebudayaan Masyarakat Seberang Kota”, (Jakarta, Disertasi UIN Syarif
Hidayatullah jakarta, 1992), h. 88. 69
Kwee Hui Kian, “The Expansion of Chinese Inter-insular and
Hindterland Trade in Southeast Asia, c. 1400-1850”, Brill, chapter 10, 2015, h.
151. 70
Onghokham, Migrasi Cina, Kapitalisme Cina dan Anti Cina,(Depok,
Komunitas Bambu, 2017), h. 139-140.
Meskipun pengaruh VOC di Jambi cukup kuat pada saat
itu71
tidak diketahui apakah kebijakan ini juga berlaku di Jambi
atau hanya di daerah kekuasaannya saja.
Sebelum adad 20, tidak ada perempuan Cina yang datang
Ke Nusantara. Oleh karenanya, para pedagang tersebut banyak
yang menikah dengan penduduk lokal. Keadaan seperti ini
akhirnya mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya antara Cina
dan Nusantara. Bahkan tidak sedikit di antaranya menjadi
muslim. Seperti yang ditulis Onghokham, mereka yang menjadi
muslim ini kemudian disebut Cina Peranakan karena sudah
bercampur dengan penduduk lokal. Saking banyaknya orang Cina
yang muslim, diperlukan dua orang pemimpin untuk orang Cina
di Batavia.72
Meskipun tulisan Onghokham tentang Cina lebih terpusat
di Jawa pola ini juga berlaku di Sumatera, khususnya Jambi.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, komunitas Cina sudah
menetap di beberapa tempat di Jambi seperti Koamang dan
Tembesi. Namun tempat tersebut tidak diidentifikasikan sebagai
kampung orang Cina. Kampung Cina justeru berada di seberang
pusat pemerintahan Kesultanan Jambi. Pada sekitar paruh
pertama abad ke-18 kampung ini dipimpin oleh seorang Cina
Muslim, Sin Tai yang diberi gelar datuk ngebi. Dia seorang
saudagar Cina kaya yang diangkat menjadi Ngebi, setara kepala
kampung atau lurah.73
Dengan diangkatnya seorang Cina Muslim
71
Syahrial De Saputra, Kesenian Masyarakat Melayu di Jambi, (Tanjung
Pinang, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,2008), h. 11. 72
Onghokham, Migrasi Cina, Kapitalisme Cina dan Anti Cina, h. 133. 73
Buku tangan Museum Gentala Arys, Jambi.
41
menjadi pemimpin, sangat mungkin terdapat banyak orang Cina
yang beragama Islam sebagaimana diungkapkan Onghokham di
atas.
Sin Tai, oleh masyarakat Pecinan dipanggil Datuk Sin Tai
adalah seorang Cina muslim yang datang ke Jambi pada 1676.
Dia memiliki kemampuan diplomasi sehingga mampu mendekati
sultan Jambi. Dia menjadi penghubung antara pedagang Cina
dengan Sultan dalam urusan dagang. Karena kepiawaiannya itu
dia menjadi seorang Cina Muslim yang kaya dan berpengaruh di
Jambi.74
Selain orang Cina, terdapat pula orang Arab yang mendiami
kawasan ini. Orang Arab diperkirakan mulai mendiami Pecinan
pada abad 18. Habib Husin bin Ahmad Baragbah yang datang ke
Jambi pada 1716 menjadi peristiwa yang sangat diingat
masyarakat Pecinan. Dalam beberapa catatan Habib Husin bin
Ahmad Baragbah justru datang ke Jambi jauh lebih awal. Dia
dikatakan datang ke Jambi pada 1615 dan meninggal pada
162575
, hampir satu abad lebih awal.76
74
Hasan Basri Agus, Ulama Pejuan - Pejuang Ulama Negeri Melayu
Jambi, h. 23. 75
Masalah perbedaan tahun ini Usman, dalam disertasinya mengatakan
bahwa Abdur Rahman, yang merupakan keturunan Habib Husin mempunyai
catatan mengatakan bahwa 1035 H (1615). Berbeda dengan M. A. Rahman
yang mengatakan bahwa Habib Husin datang pada tahun 1668. Lihat), h. 151.
Berdasarkan keterangan dari Sayyid Salim bin Abu Bakar al-Mudhor Junaidi
T. Noor menulis Habib Husin datang ke Jambi pada 1138 H/ 1708 M. Junaidi
T. Noor, Sekilas Tentang Sejarah dan Peradaban/Kebudayaan Islam di
Provinsi Jambi, (Makalah pada seminar melayu di Makassar), h. 6. Penulis
lebih cenderung kepada pendapat yang terakhir karena pada nisan Habib Husin
tercatat angka meninggal pada tahun 1173 H yang bertepatan dengan 1743 M.
Dari sumber yang cukup banyak, Agus menulis sedikit lebih banyak tentang
Habib Husin dibanding yang lainya. Dia menulis Habib Husin datang ke Jambi
Habib Husin memang bukan ulama yang pertama datang ke
Jambi. Seperti dijelaskan sebelumnya Jambi telah kedatangan
seorang ulama asal Surat pada 1687. Namun, sepertinya seorang
ulama asal Surat tersebut tidak mendapat ingatan yang mendalam
bagi masyarakat Jambi. Lain halnya dengan Habib Husin bin
Ahmad Baragbah yang mendapat tempat istimewa diingatan
masyarakat Pecinan. Namanya masih dikenal dan makamnya
masih diziarahi sampai sekarang.
Habib Husin lahir pada 1683 di kota Tarim. Pendidikan
Islam pertamanya didapat dari ayahnya yang mengajarinya al-
Quran dan ilmu-ilmu Islam. Kemudian dia berguru kepada „Abd
Allah bin Alwi al-Haddad (w. 1720), Habib Zain al-‟Abidin bin
Mustafa al-Idrus, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi (w. 1733),
Habib „Abd Allah bin Ahmad Bilfaqih, Syekh Muhammad bin
„Abd Allah Bajamal dan Syekh Ahmad bin „Abd Allah
Basyarahil. Dia berkelana ke pusat-pusat ilmu di Yaman seperti
kota Siwan, Sibam, Taris, Zilak, dan Sihir.77
Setalah melalui perjalanan menuntut ilmu dari kota satu ke
kota lain, Habib Husin mulai melakukan perjalanan dakwah ke
timur. Bersama saudaranya Habib Zein bin Ahmad Baragbah dia
sampai ke India pada 1710. Dari India kemudian dia berlayar ke
Malaka dan Johor. Di sinilah mereka mempelajari bahasa
pada tahun 1129 H/1716 M. Hasan Basri Agus, Ulama Pejuan - Pejuang
Ulama Negeri Melayu Jambi, h. 23. Mengingat pernikahaannya dengan putri
Datuk Sintay dan kematiannya pada 1743. Penulis lebih cenderung kepada
kedua pendapat yang terakhir. 76
http://e-
journal.iainjambi.ac.id/index.php/Innovatio/article/view/514/478, h. 7. 77
Hasan Basri Agus, Ulama Pejuang - Pejuang Ulama Negeri Melayu
Jambi, h. 30.
43
Melayu. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Palembang
dan diteruskan ke Jambi setelah beberapa tahun di Palembang,
tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mansyur
Joyo Ingologo 1706/1714.78
Sepertinya Habib Husin memiliki pengaruh yang cukup
besar di Istana Palembang. Dia dinikahkan dengan putri seorang
pembesar kerajaan dan dikaruniahi dua orang anak Ali dan „Abd
Allah.
Pada tahun 1716, dia akhirnya tiba di Pecinan Jambi. Ali
Muzakkir mengatakan kedatangan dia ke Jambi karena sudah
banyak ulama yang mumpuni mengajar Islam di Palembang. Jika
kedatangan Habib Husin memang dikarenakan kekosongan ahli
agama untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat Jambi, maka
Habib Husin berhasil menancapkan pengaruh yang begitu besar
kepada Islam di Jambi. Dia menjadi orang yang paling berperan
atas berkembangnya Islam di Pecinan yang nanti akan menjadi
salah satu tujuan menuntut ilmu Islam dari kawasan melayu
lainnya seperti Palembang dan daerah-daerah di Semenanjung
Malaya.
Sepertinya „menikah‟ menjadi salah satu cara Habib Husin
untuk menancapkan pengaruh pada suatu wilayah. Setelah
menikah dengan salah satu putri pembesar Kesultanan
Palembang, dia kembali menikah dengan Nyai Resik, putri Datuk
Sin Tai yang merupkan orang yang berpengaruh di Pecinan.79
Dari pernikahan ini dia memperoleh beberapa orang anak yang
78
Hasan Basri Agus, h. 31. 79
Hasan Basri Agus, h. 32. h. 56.
nanti akan menggantikan posisinya mengajar Islam di Pecinan.
Habib Husin meninggal dunia dan dimakamkan di kampung Arab
Melayu pada tahun 1743.80
Kedatangan orang Arab cukup besar terjadi pada akhir abad
ke-18 hingga awal abad ke-19. Mereka didominasi keluarga
habaib81
marga al-Jufri. Beberapa diantaranya mendapat
kepercayaan sultan bahkan menikah dengan keluarga sultan
seperti Sayid Hasan al-Jufri.82
Sayid Idrus al-Jufri, anak Sayid Hasan al-Jufri menjadi
orang Arab yang paling berpengaruh di Pecinan. Dia memiliki
sejumlah tanah perkebunan yang luas di kawasan Jambi. Jaringan
perdagangannya hingga ke luar negeri. Ketika Sultan Taha
mengutus orangnya ke Turki, jaringan al-jufri-lah yang banyak
membantu mereka selama di Turki. Berkat ayahnya, pengaruhnya
masuk ke dalam Istana Jambi. Dia mendapat gelar Pangeran Wiro
Kusumo dan menjadi orang kepercayaan Sultan Taha ketika
Sultan bersembunyi di pedalaman.83
Sayid Idrus al-Jufri mendirikan masjid di dekat rumahnya
pada 1880. Hingga pertengahan abad ke 20 masjid ini masih
menjadi pusat kegiatan masyarakat seperti pengambilan sumpah
dan belajar agama.
80
Kisah tentang Habib Husen bin Ahmad Baragbah tidak mempunyai
kejelasan yang pasti. Penulis banyak menemukan perbedaan catatan tentang
kiprahnya di Nusantara. Dari kesekian kisah tentan dirinya,hanya tahun
kematiannyalah yang dapat dipastikan kebenarannya. Pada makamnya tertera
angka 1173 H yang bertepatan dengan 1760 M. Bandingkan dengan makalah
Junaidi T. Noor tahun 2010. 81
Gelar yang diberikan kepada keturunan Nabi Muhammad SAW. 82
Elsbeth Locher-Scholten, Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial,
h. 165. 83
Elsbeth Locher-Scholten, h. 165.
45
Tentu saja Sayid Idrus bukan satu-satunya Arab yang
tinggal di Pecinan. Orang Arab tinggal kampung Olak Kemang,
tempat Sayid Idrus al-Jufri berada dan kampung Arab Melayu.
Sedangkan orang Cina tinggal di Olak Kemang Hilir, Ulu
Gedong, Tengah dan Jelmu.84
Habib Husin bukan satu-satunya ulama di Jambi. Nama
lainnya muncul dalam penelitian Tim Penelitian IAIN Sultan
Taha Saifuddin Jambi. Mereka adalah H. Ishak bin H. Karim (w.
1700), Kemas H. Muhammad Zain bin Kemas H. „Abd Ar-Rauf
al-Jambi Asy-Syafi‟i al-Asy‟ari An-Naqsyabandi (w.1815).85
Pangeran Penghulu Noto Agomo Magatsari (w. 1852), Syekh
Muhammad Syafi‟i Bafadhal, Sayid Alwi al-Baithi, al-Qadhi
„Abd al-Ghani bin Haji „Abd al-Wahhab (w.1888).86
dan yang
menjadi pembahasan dalam skripsi ini, Syekh „Abd al-Madjid bin
Haji Muhammad Yusuf Keramat (w. 1893).87
Sebagian besar dari
mereka berada di Pecinan.
Perkembang Islam di Pecinan sangat terlihat pada abad 19.
Pada abad ini muncul nama-nama penduduk asli sebagai pendidik
84
Usman Abu Bakar, Pendidikan Islam di jambi Corak Madrasah dari
kebudayaan Masyarakat Seberang Kota, h. 56. 85
Kemas Muhammad Zain adalah salah satu ulama Jambi yang diketahui
memiliki karya tulis. Dia menulis sebuah kitab berjudul Qurrat al-„Ayn yang
diselesaikannya pada tahun 1815. 86
Al-Qadhi „Abd al-Ghani adalah ulama yang cukup diingat oleh
beberapa guru di Pecinan Sekarang. Dia adalah ulama yang sezaman dengan
Ketib Mas‟ud dan Abu Bakar. Dia juga merupakan guru Hoofd Penghulu „Abd
Ash-Shomad pada masa kecilnya. Kitab mukhtasar yang disalin Abu Bakar
dikatakan milik „Abd al-Ghani. Anaknya, „Abd al-Ghaffar juga merupakan
seorang guru. Yang paling menonjol dari keturunan „Abd al-Ghani adalah
cucunya, „Abd al-Majid bin „Abd al-Ghaffar yang menulis kitab tidak kurang
dari tiga belas. 87
Tim Peneliti IAIN STS Jambi, “Sejarah Perkembangan Islam di
Jambi,” (IAIN STS Jambi 1979), h. 15.
agama Islam. Bahkan beberapa di antaranya menghasilkan karya
dan mengajar di Mekah. Tidak berlebihan jika penulis menyebut
Pecinan sebagai pusat kajian Islam di Jambi pada masa itu.
Nama lainnya yang tidak terdaftar dalam hasil penelitian
adalah Ketib Mas‟ud (w. 1889). Tidak banyak yang dapat
diketahui tentang dirinya. Namun menurut Ali Muzakkir, Ketib
Mas‟ud merupakan salah seorang pelopor jaringan ulama
Jambi.88
Ketib Mas‟ud bernama Haji Muhammad Mas‟ud.
Kemungkinan gelar khatib diberikan oleh Sultan Jambi sebagai
khatib masyarakat Pecinan. Jabatan khatib juga berlaku di
Palembang. Di Palembang pegawai agama terdiri dari khatib dan
penghulu. Keduanya diangkat oleh Kesultanan atau Pemerintah
Hindia Belanda setelah kejatuhan kesultanan. Masing-masing
marga diangkat seorang khatib dan penguhulu sebagai pengurus
masalah keagamaan di tiap marga. Para khatib dan penghulu ini
diangkat oleh para khatib dan penghulu yang berada di sekitar
Masjid Agung Palembang. Pucuk tertinggi kepemipinan para
pegawai agama ini dipimpin oleh seorang yang diberi gelar
Penghulu Nata Agama.89
Di Jambi diketahui ada seorang yang
mempunyai jabatan Penghulu Nata Agama pada paruh pertama
abad ke-19 dengan gelar Pangeran Penghulu Noto Agomo
Magatsari (1852).
88
Muzakir, Pemikiran Islan di Jambi, Memperkuat kajian Naskah Islam
di Indonesia melalui Naskah-Naskah Lokal Jambi, h.75. 89
Jerome Peeters, Kaum Tuo – Kaum Mudo, Perubahan Religius di
Palembang 1822-1942, (Jakarta, INIS, 1997), h. 74.
47
Hingga sekarang jabatan khatib masih ditemukan dalam
hirarki „Pegawai Syarak‟ di Jambi. khatib berada di bawah
pimpinan seorang hakim dan imam dan di atas bilal. Model
jabatan yang seperti ini sudah berlaku sejak masa kesultanan.
Mereka merupakan salah satu instrument dalam pembembuatan
undang-undang adat bersama para tokoh adat tentu saja.90
Karena
dialek kata khatib disebut ketib oleh masyarakat Pecinan.
Selain Ketib Mas‟ud, nama lainnya yang memiliki peran
dalam keilmuan Islam di Pecinan adalah Abu Bakar al-Jambi. Dia
menyalin beberapa kitab karya ulama Palembang abad ke-18.
Penulis tidak dapat mengidentifikasi secara pasti siapa
sebenarnya Abu Bakar al-Jambi.
Abu Bakar al- Jambi menyalin beberapa kitab seperti
Mukhtasar karya Kemas Fakhr Ad-Din dari Palembang pada
1883, dan Tanbih al-Ghafilin pada tahun 1873. Di dalam salinan
yang ditulis Abu Bakar al-Jambi, ditulis bahwa dia
menyelesaikan kitab Tanbih al-Ghafilin milik „Abd al-Ghani
kemudian diturunkan kepada anaknya „Abd Ghaffar.91
Sepertinya
Abu Bakar al-Jambi adalah murid „Abd al-Ghani, seorang qadhi
yang namanya juga disebut dalam laporan Tim penelitian IAIN
STS Jambi.
Kegiatan menulis Abu Bakar al-Jambi dilakukan di dalam
masjid Kampung Tengah. Masjid dan surau, seperti di daerah
manapun di Nusantara adalah sarana pendidikan Islam yang
90
Hasan Basri dan Dimyati, “Guru H. Jaddawi di Jambi” (Jakarta,
Departement Agama RI, 1987), h. 47. 91
Muzakir, Pemikiran Islan di Jambi, Memperkuaat kajian Naskah Islam
di Indonesia melalui Naskah-Naskah Lokal Jambi, h. 58.
paling berperan sebelum metode pesantren dan madrasah dikenal
oleh masyarakat, terlebih khusus daerah Minangkabau, Jambi dan
Palembang.
H. Muhammad Yusuf92
mendirikan langgar untuk
melakukan aktivitas mengajar di yang biasa disebut Langgar
Putih. H. Muhammad Yusuf mempunyai anak bernama „Abd al-
Madjid yang kemudian menjadi salah satu ulama Jambi paling
berperan terhadap kemajuan Islam di Jambi pada paruh pertama
abad 20.
Berjarak tiga rumah dari Langgar Putih berdiri Langgar
Besak (baca: besar) tempat melaksanakan solat Jumat. Langgar
Besak juga salah satu langgar yang berumur tua di Pecinan. Tidak
diketahui secara pasti kapan Langgar Besak berdiri. Jika merujuk
pada catatan Abu Bakar al-Jambi yang mengatakan Masjid Baru
Kampung Tengah, kemungkinan yang dimaksud adalah Langgar
Besak. Karena jika dilihat dari ukuran Langgar Besak lebih cocok
disebut masjid ketimbang Langgar Putih yang lebih kecil. Tidak
ada kemungkinan lain karena tidak ada langgar lain yang
diketahui lebih tua dari kedua langgar ini baik di Kampung
Tengah maupun Pecinan sekalipun.
Ketika Syekh „Abd al-Madid berumur dua puluh, dia mulai
mengajar di langgar ayahnya. „Abdullah dan Burhanuddin (Tuk
Han) adalah murid-murid pertamanya. Kemudian menyusul
Ibrahim (anak „Abd al-Madjid al-Jambi), Kemas Muhammad
Soleh bin Kemas Muhammad Yasin, Utsman bin „Ali dan Ahmad
92
H. Muhammad Yusuf adalah seorang haji yang kaya.
49
bin „Abd Asy-Syakur.93
HBA mengatakan bahwa Sultan Taha
turut menuntut ilmu kepadanya.94
Namun penulis meragukan
pendapat ini mengingat pada saat itu Sultan Taha sedang
bersembunyi ke Tembesi dalam perlawanannya terhadap
Belanda.
Kiranya baik masjid di kampung Tengah maupun di Olak
Kemang menjadi tempat pendidikan Islam di Jambi. Di masjid
Kampung Tengah ada Abu Bakar al-Jambi, „Abd al-Ghani dan
anaknya „Abd al-Ghaffar yang menjadi guru. Sedangkan di
Langgar Putih ada Syekh „Abd al-Madjid Jambi yang kemudian
dilanjutkan oleh muridnya, Tuk Han.
Murid-murid yang belajar di masjid hanya terdiri dari
murid laki-laki saja. Sedangakan murid perempuan diajar di
rumah-rumah. Kondisi seperti ini tetap dipertahankan ketika
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad dan kawan-kawannya
mendirikan madrasah-madrasah di Pecinan.
93
Hasan Basri Agus, Ulama Pejuan - Pejuang Ulama Negeri Melayu
Jambi, h. 39. 94
Hasan Basri Agus, h. 38.
51
BAB IV
JARINGAN ULAMA JAMBI PADA ABAD 19
A. Jaringan Ulama Nusantara pada akhir abad 19
Jaringan ulama di dunia tidak terlepas dari peran
Haramayn yang menjadi kiblat, tidak hanya dalam perihal ibadah
juga diskursus ilmu pengetahuan Islam di dunia. Ilmu yang
didapat di Mekah dianggap lebih tinggi derajatnya daripada yang
didapat dari tempat lain. Anggapan ini muncul karena di sinilah
muncul ajaran Islam dan Mekah merupakan kiblat setiap muslim
mengerjakan solat.95
Sejak awal Islam, Haramayn sudah menjadi kota yang
homogen. Banyak umat Islam berdatangan dari seluruh penjuru
untuk berhaji hingga barang tinggal beberapa waktu untuk
mendalami ilmu agama. Biasanya para guru duduk di salah satu
pojok di masjid al-Haram kemudian murid-murid berdatangan
membuat lingkaran, halaqah. „Ibn Bathuthah (w.1368)
menyampaikan bahwa pengajian seperti ini banyak ditemukan di
sudut Masjid Nabawi dan „Ibn Jubayr (w. 1217) menyampaikan
hal serupa di Masjid al-Haram, Mekah.96
Jauh sebelum „Ibn
Bathuthah dan „Ibn Jubayr, halaqah sudah disebut dalam kisah
populer antara Hasan Bashri dan Wasil bin Atha yang „uzlah
(memisah) dari halaqah pengajiannya. Sedangkan madrasah,
meskipun sudah diperkenalkan pada sekitar abad ke-9 baru
95
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII & XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, h. 53. 96
Azyumardi Azra, h. 83.
didirikan di Mekah pada 1175 dan Madinah lebih terbelakang,
yaitu pada 1323.97
Umat Islam yang datang untuk belajar agama di sini
sangat banyak dan beragam. Voll kemudian mengklasifikasi
mereka ke dalam tiga tipe. Pertama disebut little immigrants.
Mereka adalah pendatang biasa yang tinggal di Haramayn karena
kekurangan ongkos pulang atau ingin mengambil berkah seperti
Said bin Yusuf al-Hindi yang menjadi pembentang tikar di
Masjid al-Haram. Mereka bukan ulama atau orang yang
berpengaruh sehingga sulit ditemukan catatan tentang mereka.
Yang kedua adalah grand immigrants. Adalah para
pendatang yang sudah memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk
menuntut ilmu di Haramayn. Mereka berhasil memuncaki tingkat
keilmuan sehingga banyak murid yang datang menuntut ilmu.
Karena ketenarannya sebagai orang saleh dan berilmu, mereka
menarik para pelajar dari daerah lain datang ke Haramayn untuk
berguru. Azra memberi contoh Ahmad al-Qusyasyi dan Ibrahim
al-Kurani sebagai grant immigrants pada abad ke-17. Nanti
penulis akan membahas grant immigrants asal nusantara pada
akhir abad ke-19 dan awal abad 20.
Dan ketiga adalah ulama dan murid pengembara yang
berkelana untuk menuntut ilmu. Mereka datang ke Mekah untuk
haji sekaligus menuntut ilmu. Biasanya setelah dirasa cukup
mereka kembali ke negeri masing-masing dan menyebarkan ilmu
dan gagasan yang mereka dapat selama di Haramayn. Tipe inilah
yang menyambung jaringan ulama internasional ke daerah-daerah
97
Azyumardi Azra, h. 62.
53
terpencil setelah kembali ke negeri masing-masing.98
Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad dan rekannya termasuk tipe ini.
Setelah Syekh Nur Ad-Din Ar-Raniri (w. 1658), Syekh
Yusuf al-Maqassari (w. 1699) dan „Abd Ar-Rauf As-Singkili (w.
1693) memulai jaringan ulama Nusantara pada abad ke-17, para
ulama Nusantara berhasil mempertahan jaringan tersebut hingga
abad ke-20, bahkan hingga sekarang. Bahkan pada abad ke-19
beberapa ulama Nusantara tidak lagi menjadi imigran tipe ketiga.
Mereka berhasil menjadi salah satu pucuk jaringan ulama
internasional dengan kata lain menjadi tipe kedua.
Menurut Azra, para pelajar yang datang ke Haramayn
memiliki tiga karakteristik.
1. Wacana utama intelektual keagamaan berdasarkan Al-
Qur`an dan as-Sunnah dengan doktrin yang lebih
skriptulistik. Wacana ini terfokus pada bagaimana
mendamaikan konflik antara syariah dan tasawuf. Wacana
ini dikenal dengan sebutan neosufisme.
2. Pelajar bebas mengikuti pemikiran dan aliran Islam yang
berbeda. Makanya tidak heran jika banyak ulama
Nusantara yang berguru Syekh Muhammad „Ali al-Maliki
yang notabene bermadzhab Malikiyah, termasuk ulama
Jambi.
3. Terdapat semangat jihad melawan kolonialisme yang
melanda hampir seluruh negara muslim hingga
98
Azyumardi Azra, h. 74-75.
pertengahan abad 20.99
Semangat ini tetap terlihat pada
sikap ulama Jambi, meskipun dilakukan secara diam-
diam. Ulama Jambi sepeti Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shomad dan kawan-kawannya mengikuti anjuran
gurunya, Syekh „Abd al-Majid Jambi melawan Belanda
melalui pendidikan.
B. Syekh ‘Abd al-Majid al-Jambi
Seperti dijelaskan sebelumnya, sangat sulit mengetahui
sejarah ulama Jambi. Berita yang didapat hanya potongan-
potonan ingatan masyarakat yang sudah sangat memudar.
Beberapa di antaranya memang menulis kitab seperti Abu Bakar
al-Jambi. Namun, anehnya tidak ada yang mengetahui Abu Bakar
bin Tajwal seperti yang tertulis pada naskah Mukhtasar.
Meskipun demikian, penulis cukup beruntung mengetahui nama
mereka. Ketib Mas‟ud misalkan, namanya disebutkan sebagai
pelopor jaringan ulama Jambi.
Ingatan masyarakat sangat terbatas. Mereka hanya
mengetahui bahwa pernah ada seorang ulama yang bernama “Si
Anu”. Namun, masyarakat tidak mengetahui tentang ulama Jambi
lebih lanjut. Hal ini sangat wajar mengingat rentang waktu yang
sudah sangat jauh. Masyarakat pun sebagian besar tidak bertemu
dengan ulama tersebut. Melainkan hanya mendapat keterangan
dari cerita guru atau orang tua mereka.
99
Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah”, (Jakarta,
Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta), h.
129.
55
Dalam Museum Siginjei, setidaknya terdapat tidak kurang
dari lima belas naskah yang diidentifikasi bersasal dari Pecinan.
Sebagian kecil di antaranya dikenal oleh penduduk Pecinan dan
selebihnya tidak dikenal sama sekali. Misalkan Abu Bakar bin
Tajwal al-Jambi yang menulis naskah Mukhtasar. Namanya sama
sekali tidak diketahui oleh guru-guru di Jambi. Setidaknya ada
tiga orang guru yang bernama Abu Bakar. Dua di antaranya
adalah Guru Abu Bakar bin Syafruddin yang menjadi mudir
madrasah Sa‟adatudarain pada 1924-45 dan Guru Abu Bakar bin
Azra‟i menjadi guru madrasah Nur al-Iman pada 1929. Jelas
mereka bukan Abu Bakar yang dimaksud. Satu lagi adalah Abu
Bakar dari Tanjung Johor. Menurut Guru Sirojuddin,100
Abu
Bakar Tanjung Johor juga merupakan seorang guru. Anaknya,
„Abd al-Kaffi adalah orang yang mendirikan masjid al-Kafi pada
1915 dan juga seorang haji. Memang ada kemungkinan bahwa
Abu Bakar al-Jambi yang dimaksud adalah Abu Bakar Tanjung
Johor. Tapi kemungkinan tersebut sangatlah kecil. Selain penulis
tidak dapat mengetahui nama orang tuanya, Abu Bakar bin
Tajwal menulis naskahnya di Masjid Baru, Kampung Tengah. Di
sisi lain, dalam naskah Dur An-Nafis tulisan Muhammad Hasyim
menulis sebuah nama Haji Halijinah binti Haji Kamaludin bin
Haji Tajwal „Arifin.101
Meskipun tidak ditemukan keterangan
mengenai Abu Bakar, akan tetapi nama Tajwal kembali
disebutkan sebagai orang tua Haji Kamaluddin. Tajwal („Arifin),
100
Guru Sirojuddin adalah cicit Guru Utsman bin Ali dan sekarang
menjabat sebagai mudir di al-Jauharen. 101
Muhammad Hasyim, Dur An-Nafis, (Museum Siginjei Jambi, No.
07.32, 1932).
seperti diketahui adalah nama orang tua Abu Bakar al-Jambi.
Pendapat ini sedikit lebih kuat daripada Abu Bakar yang
dimaksud berasal dari Tanjung Johor. Akan tetapi tetap saja Abu
Bakar al-Jambi, di luar dari kontribusinya dalam menyalin kitab
Mukhtasar dan Tanbih al-Ghafilin, namanya sama sekali telah
dilupakan oleh para guru di Pecinan. Yang mereka ingat justru
Abu Bakar yang lain. Ada pula yang
sangat diingat karena jasanya yang besar. Di antaranya, tidak ada
yang lebih diingat daripada Syekh „Abd al-Majid al-Jambi.
1. Riwayat hidup Syekh ‘Abd al-Majid al-Jambi
Syekh ‘Abd al-Majid al-Jambi lahir pada 1850 di
Kampung Tengah, Pecinan, Jambi. Ayahnya bernama
Muhammad Yusuf, seorang haji yang kaya di Pecinan. Agus
menulis Bahwa Ketib Mas‟ud adalah kakek Syekh „Abd al-
Majid. Namun pernyataan ini sepertinya keliru. Sebagian besar
guru di Pecinan, termasuk keturunannya percaya bahwa nama
kakek Syekh „Abd al-Majid adalah „Abid. Seorang guru
menuturkan kepada penulis bahwa hubungan Syekh „Abd al-
Majid Jambi dengan Ketib Mas‟ud hanya sebatas keluarga
saja.102
Ketib Mas‟ud sebenarnya adalah saudara Muhammad
Yusuf. Mungkin kekeliruan Agus bermula, karena memang Ketib
Mas‟ud mengangkat Syekh „Abd al-Majid Jambi sebagai anak
102
Wawancara, Guru Ramzi Sulaiman Olak Kemang pada 09 Januari
2019.
57
oleh Ketib Mas‟ud.103
Nasab Syekh „Abd al-Majid berakhir di
„Abid bin Bagindo Jantan. Kemungkinan Bagindo Jantan semasa
dengan Habib Husin dan Datuk Sin Tai.
Masa kecilnya dia belajar kepada ayahnya, Muhammad
Yusuf. Dia juga belajar kepada Ketib Mas‟ud dan „Abd al-Ghani.
Sangat wajar pula jika penulis berasumsi Syekh „Abd al-Majid
Jambi mengenal Abu Bakar al-Jambi. Karena masjid tempat Abu
Bakar al-Jambi terletak di Kampung Tengah.
Berada di lingkungan yang religius dan keluar terpandang
menjadikannya cepat mendapat pengaruh di Pecinan. Pada umur
20 dia sudah mengajar di Langgat Putih, Kampung Tengah. Di
antara muridnya yang adalah „Abd Allah, Burhan Ad-Din (Tuk
Han), dan entah bagaimana caranya Sultan Taha dikatakan
berguru kepadanya.
Tentu saja murid Syekh „Abd al-Majid tidak hanya
mereka yang disebutkan di atas. Hanya saja mereka bukan orang
yang memiliki pengaruh yang cukup besar sehingga terlupakan
oleh masyarakat.
Ayah Syekh „Abd al-Majid termasuk saudagar yang kaya.
Dia juga seorang haji. Dia membangun langgar yang nanti
menjadi tempat Syekh „Abd al-Majid mengajar agama. Merasa
belum cukup belajar di Pecinan Syekh „Abd al-Majid
melanjutkan pendidikannya` ke Haramayn. Tidak diketahui
kapan Syekh „Abd al-Majid berangkat haji. Namun jika melihat
103
Muhammad Fadhil, Pembaharuan Pendidikan Islam KH. Abdul
Qadir Di Madrasah As‟ad Seberang Kota Jambi, (Jakarta, Sekolah Pasca
Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 70.
pelajar Nusantara pada umumnya yang berangkat haji antara
umur belasan hingga tiga puluhan, maka kemungkinan dia
berangakat pada umur dua puluhan, yaitu antara tahun 1870-an.
Asusmsi ini juga berdasarkan keterangan keturunannya bahwa
Syekh „Abd al-Majid turut serta menulis kitab I‟anat Ath-
Thalibin yang terkenal itu, yang ditulis pada 1298 H/1881 M.104
Di Mekah dia berkawan dengan ulama asal Nusantara
lainnya. Di antaranya yang paling terkenal Syekh Ahmad Khatib
Minangkabawi.
Bersama Syekh Ahmad Khatib, Syekh „Abd al-Majid
beguru kepada Syekh Bakri Dimyati Syatha pengarang I‟anat
Ath-Thalibin. Selain Syekh Ahmad Khatib, belajar pula Syekh
Ali bin „Abd Allah al-Banjari cicit Syekh Arsyad al-Banjari dan
sejumlah ulama Nusantara lainnya. Mungkin pada saat inilah
Syekh „Abd al-Majid menjadi penulis kitab yang sangat populer
di kalangan santri Nusantara tersebut. Klaim serupa juga
dinyatakan oleh keturunan Syekh „Ali bin „Abd Allah al-Banjari
(w. 1951).105
Syekh „Abd al-Majid juga belajar kepada ulama Syatha
lainnya seperti Syekh Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha
al-Makki Asy-Syafi‟i (w. 1330 H/ 1912 M) dan Syekh „Utsman
bin Muhammad Syatha al-Makki Asy-Syafi‟i (w. 1295/ 1878 M).
Dia juga belajar kepada Syekh Ahmad bin Zayni Dahlan
104
Wawancara dengan „Abdul Qadir pada 5 Januari 2019. 105
hpps://steemkr.com/history/@boteva/syekh-ali-al-banjari-
authorized-of-this-bible-thalibin-syarah-fathul-muin-20179256t13331332z,
diakses pada 8 Januari 2019.
59
(w.1304/1886), Yahya al-Qalyubi, Syekh Muhammad Salih
Kurdi dan lain-lain.106
Selain keilmuannya, Syekh „Abd al-Majid juga dikenal
karena kedermawanannya. Dia merupakan keturunan yang cukup
kaya di Jambi. Ayahnya merupakan haji yang disegani. Beberapa
keluarganya yang lain juga merupakan orang yang menyandang
gelar haji. Kekayaannya tersebut kerap digunakan untuk
membantu ekonomi pelajar lain yang sedang kesusahan.
Sehingga tidak hanya sebagai guru, Syekh „Abd al-Majid juga
dihormati karena sering membantu.
Setelah beberapa waktu Syekh „Abd al-Majid
memperoleh izin mengajar di salah satu tempat di serambi Masjid
al-Haram. Muridnya terdiri dari pelajar asal Jambi dan
Minangkabau. Para pelajar Jambi tidak mungkin melewatkan
untuk belajar kepadanya. Oleh karenya dia dijuluki syaikh al-
masyaikh al-jambi107
- guru para guru Jambi.
Syekh „Abd al-Majid kembali ke Jambi setelah beberapa
tahun belajar di Mekah. Tidak diketahui secara pasti tahun berapa
dia kembali. Namun, agaknya dapat diperkiranakan pada akhir
tahun 1880-an. Karena dikatakan setelah kematian Ketib Mas‟ud
pada 1889, guru di Langgar Putih digantikan oleh Syekh „Abd al-
Majid. Pada masa inilah Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad,
Guru Ahmad bin „Abd Asy-Syakur, Guru Utsman bin Ali, Guru
106
Sanad fiqh Guru „Abdul Qadir bin Guru Ibrahim bin Guru „Abd al-
Majid Jambi. 107
Sanad fiqh Guru „Abd al-Qadir bin Guru Ibrahim.
Kemas Muhammad Soleh dan Sayid Alwi bin Syihab mulai
belajar kepadanya.
Ketika perseteruan antara Sultan Taha dengan Belanda
kian memuncak, Belanda mencurigai setiap perkumpulan, apalagi
dilakukan oleh seorang yang pernah haji. Seorang haji dicurigai
menambah sikap panatisme yang akan menumbuhkan sikap
perlawanan terhadap Belanda.108
Pengajian Syekh „Abd al-Majid
tidak terlepas dari kecurigaan Belanda.109
Oleh karenanya, Syekh
„Abd al-Majid memindahkan pengajiannya ke pinggir Danau
Teluk,110
kawasan yang sepi penduduk ketika itu. Nama
pengajian tersebut disebut Ma‟had „Ali.
Ada sebuah streotipe yang patut dikritisi namun tidak
dapat ditolak begitu saja. Umum ditulis di dalam karya terdahulu
seperti disertasi Fauzi Mo Bafadhal bahwasanya Syekh „Abd al-
Majid adalah penasehat, atau bahkan guru Sultan Taha.111
Sedangakan Sultan Taha sudah meninggalkan Istana Tanah Pilih
pada tahun 1858. Saat itu Syekh „Abd al-Majid baru berumur
lebih kurang delapan tahun. Tidak hanya itu, secara umum,
108
Kecurigaan ini merupakan salah satu alasan Belanda menertibkan
orang Nusantara yang hendak melaksanakan haji. M. Dien Majid, Berhaji di
Masa Kolonial, (Jakarta, CV Sejahtera, 2008), h.84. 109
Ali Muzakir, Pemikiran Islam di Jambi; Memperkuat Kajian
Islam di Nusantara Melalui Naskah-Naskah Lokal. h. 76. 110
Danau Teluk adalah sebuah danau yang berada di Pecinan, Jambi.
lokasi danau ini sedikit jauh dari pinggiran sungai Batang Hari yang ramai
penduduk. Sekarang Danau Teluk menjadi salah satu kecamatan di daerah
Pecinan. Sedangkan lokasi Guru „Abd al-Majid pernah mengajar menjadi
lokasi Pesantren Ma‟had „Ali As‟ad yang didirikan oleh cucunya, Guru „Abd
al-Qadir. 111
Fauzi Mo Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi.
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, h. 103. Hasan Basri Agus, Pejuang
Ulama, Ulama Pejuang Negeri Melayu Jambi, h. 39.
61
wilayah Kesultanan Jambi terdiri dari dua kawasan, ilir dan hulu.
Kawasan ilir dikuasai Belanda sehingga penduduknya sangat sulit
menyatakan sikap dukungan terbuka kepada sultan yang kabur ke
kawasan hulu.
Sedangkan kawasan hulu lebih bebas menyatakan
dukungannya karena jauh dari kekuasaan Belanda. Di sisi lain
kawasan hulu memang sudah menjadi tempat persembunyian
Sultan Taha sejak kekalahannya pada 1858.
Agus mengatakan bahwa Sultan Taha mengutus Syekh
„Abd al-Majid ke Turki untuk mengirim surat permintaan bantuan
atas perjuangan yang sedang dilakukannya.112
Namun, agaknya
berita ini kurang tepat. Selain fakta kawasan hulu dan ilir di atas,
dalam surat-surat Sultan Taha kepada orang kepercayaannya baik
di Singapura maupun di Kuala Lumpur sama sekali tidak
menyebut nama „Abd al-Majid.113
Akan tetapi, sumber yang mengatakan bahwa Syekh „Abd
al-Majid ikut dalam rombongan utusan Sultan Taha juga tidak
dapat di kesampingkan.
Agaknya benar jika Syekh „Abd al-Majid diincar Belanda.
Bukan hal aneh jika Belanda mencurigai para haji yang baru
pulang dari Mekah. Pengalamannya melawan Aceh membuat
Belanda tidak mau masuk ke dalam lobang yang sama.114
Perlawanan Jambi pun selalu erat kaitannya dengan perjuangan
112
Hasan Basri Agus, Pejuang Ulama, Ulama Pejuang Negeri
Melayu Jambi, (Jambi, Jambi Heritage, 2012), 39. 113
Transkrip surat Sultan Taha, koleksi Sofhie. 114
Perlawanan masyarakat Aceh kepada Belanda sangat kental
dengan semangat jihad yang diajarkan para ulama.
Islam. Kapal-kapal Belanda kerap diserang oleh orang-rang
berbaju putih serta teriakan „Allahu Akbar‟. Untuk menghindari
Belanda, mungkin saja Syekh „Abd al-Majid ikut dalam
rombongan utusan Sultan Taha yang ada di Singapura. Nahasnya,
rombongan ini kemudian diketahui Belanda sehingga Syekh „Abd
al-Majid terpisah dari rombongan di Batu Pahat.
Kemudian Syekh „Abd al-Majid melarikan diri ke Mekah.
Dia tidak pernah lagi ke Jambi setelah keberangkatannya
tersebut. Sebelum ke Mekah Syekh „Abd al-Majid singgah dua
tahun di Batu Pahat.115
Guru Daud, mengatakan bahwa Syekh
„Abd Al-Majid meninggal dalam perjalanan kembali ke Jambi.
Dia meninggal di atas kapal pada 1893116
dan mayatnya tidak
pernah sampai ke daratan.117
Selama hidupnya Syekh „Abd al-Majid patut dikatakan
sebagai pejuang atas lahirnya ulama di Jambi. Meskipun
sebelumnya sudah terdapat banyak ulama di Jambi, namun tidak
ada dari mereka yang begitu dikenal oleh masyarakat Pecinan
Jambi. Nama mereka hanya tercatat di dalam naskah-naskah yang
disimpan di museum, menanti ada seseorang yang berminat
115
Agus menulis bahwa peristiwa ini terjadi pada 1903 di mana pada
1902 Sultan Taha mengirim utusan ke Turki. Lihat Pejuang Ulama, Ulama
pejuang Negeri Melayu Jambi, h. 40. Hal ini berbeda dengan hasil tim
penelitian IAIN Sultan Taha Syaifuddin Jambi. Tim ini menulis bahwa Guru
„Abd al-Majid Jambi meninggal dunia pada 1893 sesuai dengan sanad fikih
Guru „Abd al-Qadir bin Ibrahim. 116
Ali Muzakir, Pemikiran Islam di Jambi, Memperkuat Kajian
Naskah Islam di Indonesia Melalui Naskah-Naskah Lokal, h. . Versi lainnya,
pengutusan ke Turki terjadi sekitar tahun 1903 dan 1904. Syekh „Abd al-Majid
kembali ke Jambi pada 1904 setelah mengirim surat tersebut. Namun, karena
Belanda mencurigainya, dia kembali ke Mekah pada tahun itu juga. Syekh
„Abd al-Majid wafat pada tahun 1915. lihat 117
Wawancara, Guru Daud pada 5 Januari 2019.
63
menelitinya. Berbeda halnya dengan murid-murid Syekh „Abd al-
Majid. Nama mereka harum bersama lembaga pendidikan yang
mereka dirikan.
Syekh „Abd al-Majid berpikiran bahwa pendidikan adalah
hal yang sangat penting. Pendidikan merupakan cara ampuh
untuk melawan Belanda yang sangat dibenci118
oleh rakyat Jambi
baik yang di hulu maupun ilir. Menurutnya jika semua orang
Jambi sudah terdidik, maka dengan sendirinya akan mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.119
Syekh „Abd al-Majid memahami beberapa disiplin ilmu
pengetahuan agama. Dikatakan dia juga menulis kitab tasawuf
yang sekarang disimpan oleh salah seorang keturunannya. Tidak
diketahui apakah dia juga mempelajari tarekat. Jika melihat
kondisi keislaman masyarakat Pecinan sekarang, tidak satu pun
guru yang mengamalkan tarekat. Ajarannya lebih fokus kepada
syariat Imam Syafi‟i, tauhid Asy‟ariyah dan tasawuf akhlaqi al-
Ghazali.
118
Jambi merupakan salah satu daerah yang cukup lama melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Terutama sejak Belanda menguasa Istana Tanah
Pilih pada 1858. Kemudian perlawanan demi perlawanan dilakukan oleh
masyarakat Jambi di bawah komando Sultan Taha. Ketika Sultan Taha wafat
pada penyergapan di Betung Berdarah pada 1904, perlawanan dilanjutkan oleh
Raden Mataher yang kemudian juga gugur pada 1906. Perlawanan terhadap
Belanda tidak terhenti begitu saja. Pada 1916, masyarakat Jambi yang
tergabung ke dalam Serikat Abang di Sarolangun melakukan pemberontakan
terhadap Belanda. Tidak hanya itu, pada awal abad 20, muncul idiom anti kafir
di kalangan masyarakat Jambi yang tertuju kepada orang Eropa. Fauzi Mo
Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi, Studi Terhadap
Madrasah Nurul Iman,h. 65. 119
Alamsah, Perukunan Tsamaratul Insan, Sebagai Pelopor
Pendidikan Islam di Kota Jambi 1915-2013,(Skripsi, UNBARI, 2015), h.30.
2. Jaringan Ulama Guru ‘Abd al-Majid Jambi
Baik pada abad 17 hingga abad 20, jaringan ulama masih
bertumpu pada dua metode pendidikan, halaqah dan madrasah.
Pada abad 19 madrasah sudah sangat tidak asing di dunia
pendidikan Islam. Para pelajar dari Nusantara biasa mendaftarkan
dirinya ke madrasah-madrasah yang ada di kampung halaman
masing-masing maupun ke Timur Tengah. Tahun 1874, seorang
perempuan India mendirikan madrasah dan mewakafkan
sejumlah tanah untuk mengurus madrasahnya di Mekah.
Madrasah tersebut diberi nama Shaulatiyah, sesuai nama
pendirinya. Seorang ulama India dipercaya memimpin madrasah,
Rahmat Allah bin Khali al-Utsmani (w. 1891). Dia adalah
seorang yang India militan dan dihormati. Di India, dia menjadi
salah satu tokoh yang sangat gencar melawan kolonialisme.120
Tentu saja orang India banyak yang menuntut ilmu di sini.
Selain orang India, Shaulatiyah juga menjadi madrasah yang
paling banyak menerima murid dari Nusantara atau Jawi. Saking
banyaknya orang Nusantara di sana, mereka mempunyai
perkampungan sendiri dan sering menggunakan bahasa melayu
yang nanti akan menjadi konflik antara orang India dan
Nusantara.
Madrasah lainnya didirikan oleh orang India di Mekah
pada 1921, Madrasah al-Falah. Bruinessen mengira tidak ada
murid Jawi di madrasah ini. Bagaimana pun juga madrasah ini
berada di kota Mekah yang homogen. Sehinga sangat besar
120
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat,
(Bandun, Mizan, 1995),h. 35-36.
65
kemungkinan untuk diketahui pelajar dari Nusantara. Setidaknya
pada 1936 dua orang murid asal Pecinan, Jambi pernah belajar di
sini. Mereka adalah Guru Jaddawi bin Abu Bakar (w. 1989) dan
Fakhruddin bin Guru Ibrahim bin „Abd al-Majid al-Jambi.121
Madrasah al-Falah sepertinya mendapatkan hatinya pada
para pelajar asal Jambi. menurut salah seorang guru di Nur al-
Iman, madrasah Al-Falah dan Shaulatiyah menjadi tujuan utama
murid asal Jambi. sebagian besar guru Madrasah Nur al-Iman
pada periode pertama pernah menempuh pendidikan di madrasah
ini.122
Di tengah tuntutan kemajuan metode pendidikan, metode
tradisional, halaqah tidak ditinggalkan. Bahkan pada akhir abad
19 metode ini menjadi salah satu yang paling digemari. Seorang
syekh dipilih sebagai pimpinan. Seseorang tidak boleh mengajar
di Masjid al-Haram tanpa izin darinya.123
Banyak ulama
nusantara yang mendapat izin mengajar di sini. Di antaranya
adalah Syekh „Abd al-Majid, dan tentu saja tiga orang yang
paling terkemuka Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1896), Syekh
Ahmad Khatib Minangkabawi (w. 1915) dan KH Mahfuzh
Termas (w. 1919-20).124
Martin Van Bruinessen menyebut tiga ulama Nusantara
yang paling berpengaruh pada periode ini. Pertama adalah Syekh
Nawawi al-Bantani. Kealimannya tidak diragukan lagi. Dia
121
Hasan Basri dan Dimyati, Guru H. Jaddawi di Jambi, h. 61. 122
Wawancara dengan Guru „Abd Ar-Rahman bin „Abd al-Qadir
pada 25 Desember 2015. 123
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat,h.
34. 124
Martin Van Bruinessen, ,h. 37-38.
sangat dihormati oleh para ulama Nusantara. Hampir setiap murid
Nusantara yang ke Mekah pada dasawarsa akhir abad 19 berguru
kepadanya. Dia dicurigai Belanda karena memiliki banyak murid
asal Nusantara. Snouck Hurgronje yang menyamar sebagai
muslim bertemu dengannya di Mekah antara 1885-86 dan
langsung kagum akan kealiman dan kerendahan hatinya. Dia
menyebutnya dengan “Doktor Ketuhanan”.125
Murid
Nusantaranya yang paling berpengaruh adalah Syekh Ahmad
Khatib al-Minangkabawi yang akan dibahas nanti.
Syekh Nawawi al-Bantani adalah penulis yang produktif.
Karya-karyanya merupakan salah satu yang paling banyak
digunakan di pesantren Indonesia. Kitab yang ditulisnya
kebanyakan menggunakan bahasa Arab, berbeda dengan ulama-
ulama asal Nusantara sebelumnya yang banyak menggunakan
bahasa melayu. Karena pengaruh kitab-kitabnya yang banyak
digunakan di Indonesia dia diberi gelar Bapak Kitab Kuning
Indonesia. Sangat kecil kemungkinan Syekh „Abd al-Majid tidak
mengenal Syekh Nawawi. Hanya saja tidak dapat dipastikan dia
berguru kepadanya atau tidak.
Sedangkan Syekh Nawawi sendiri memiliki sejumlah
guru ternama pada masanya. Ada tiga orang syekh Mekah yang
memberikan pengaruh yang cukup kuat kepadanya. Mereka
adalah Syekh Ahmad Nahrawi (w. 1927), Syekh Junaid al-Betawi
(w. 1840) dan Syekh Ahmad Dimyati. Selain mereka bertiga,
125
Rohimuddin Nawawi Al Bantani, Syekh Nawawi Al-Bantani:
Ulama Indonesia Yang Jadi Imam Besar di Masjidil Haram, (Jawa Barat,
Mentari Media,2017), h. 165.
67
setidaknya ada dua ulama Madinah yang cukup memengaruhi
Syekh Nawawi. Mereka adalah Syekh Muhammad Khatib
Sambas (w. 1872) dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan.126
Selanjutnya, tidak diragukan lagi Syekh Ahmad Khatib
adalah seorang grant immigrants dari Nusantara. Dia adalah
orang Nusantara pertama yang menjadi imam besar di Masjid al-
Haram. Tentu saja bukan sembarang orang yang dapat
menduduki jabatan tersebut. Menduduki posisi tersebut
menghantarkan dirinya berada di lingkaran inti jaringan ulama,
tidak hanya untuk kawasan Asia Tenggara melainkan
internasional.
Syekh Ahmad Khatib dipercaya sebagai Bapak Reformis
Indonesia.127
Perdebatan dirinya tentang tarekat Naqsyabandiah
dengan rekan sesama Minangkabau adalah salah satu bukti
argumen tersebut. Syekh Ahmad Khatib sangat menentang
praktik adat Minangkabau yang menurutnya tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Penentangannya terhadap adat lebih keras
dibandingkan terhadap tarekat Naqsyabandiah. Dia menulis dua
buku untuk menentang adat Minangkabau terutama masalah harta
waris. Salah bukunya yang membahas hak waris adalah Ad-Da‟I
al-Masmu‟fi „il-Radd „ala Yuwarritsu‟ Ikhwahwa Awlad al-
Akhawat ma‟a Wujud al-Ushul wal Furu‟.128
126
Rizem Aizid, Biografi Ulama Nusantara Disertai Pemikiran dan
Pengaruh Mereka, (Yogyakarta, DIVA Press, 2016) , h. 145. 127
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat,h.
38. 128
Rizem Aizid, Biografi Ulama Nusantara Disertai Pemikiran dan
Pengaruh Mereka, h. 168.
Dia juga mengarang kitab Tanbihul Anam fir Radd „ala
Risalah Kaffil „Awwam sebagai bantahan atas muridnya, KH
Hasyim Asy‟ari (w. 1947) yang melarang rakyat Jawa bergabung
dengan Serikat Islam (SI).129
Sikap reformisnya ini memengaruhi
murid-murid Nusantara yang belajar kepadanya. Banyak
organisasi pergerakan didirikan oleh murid-muridnya seperti KH
Ahmad Dahlan (w. 1923) murid- yang mendirikan
Muhammadiyah di Yogyakarta, Haji Abdul Karim bin Amrullah
(w. 1945) mendirikan Persatuan Tarbiyah (Perti) di
Minangkabau, Syekh Hasan Maksum (w. 1937) mendirikan al-
Washliyah di Medan dan Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad
mendirikan Tsamaratul Insan di Jambi.
Syekh „Abd al-Majid berkawan dekat dengan Syekh
Ahmad Khatib. Ketika murid-murid Jambi-nya belajar di Mekah
dia merekomendasikan mereka berguru kepadanya.130
Adapun guru Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi di
antaranya adalah Sayyid „Umar bin Muhammad Syatha al-Makki
Asy-Syafi‟i, Sayid „Utsman bin Muhammad Syatha, Sayid Bakri
bin Muhammad Zainal „Abidin Syatha ad-Dimyati al-Makki Asy-
Syafi‟i, Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan, Syekh Yahya Qalyubi
dan Syekh Muhammad Salih Kurdi. Semuanya ini juga
merupakan guru Syekh „Abd al-Majid Jambi.
Yang ketiga adalah Syekh Mahfud Termas. Syekh
Mahfudz Termas bahkan lebih populer di kalangan kiai Jawa dari
129
Rizem Aizid, h. 169. 130
Fauzi Mo Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi,
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, (Disertasi UIN Syarih Hidayatullah
Jakarta, 2018), h. 112.
69
kedua ulama Nusantara di atas. Umurnya lebih muda dua dekade
dibanding kedua ulama Nusantara di atas. Sebelum ke Mekah dia
terlebih dahulu belajar kepada Kiai Soleh Darat beberapa kitab
populer seperti kitab tafsir Jalalain dan Syarah al-Hikam.131
Pada akhir abad 19 bersama adiknya dia berangkat ke
Mekah untuk memperdalam ilmu. Di Mekah Syekh Mahfudz
Termas belajar kepada banyak ulama hebat di Mekah. di
antaranya yang paling populer adalah Syekh Ahmad al-
Munsyawi, Syekh Bakri Syatha Ad-Dimyathi, Syekh Ahmad
Zamawi dan Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan. Dia juga belajar
kepada ulama Nusantara seperti Syekh Nawawi Bantani dan
Syekh Daud bin Mustafa al-Fatani.132
Syekh Mahfudz Termas memahami berbagai disiplin ilmu
agama. Pemahamannya tentang agama yang luas kemudian
ditulisnya menjadi berbagai kitab. Salah satu karyanya yang tidak
terkenal namun menggambarkan kematangan ilmunya adalah
Muhibbah zil Fadhli „ala Syarh al-„Allamah Ibnu Hajar
Muqaddimah. Sebuah kitab fikih besar empat jilid yang hanya
menjadi rujukan para kiai saja. Karyanya yang paling
monumental adalah Manhaj Zawin Nazhar fi Syarhi Manzhumati
„Ilmi Atsar. Kitab ini berisi tentang ilmu telaah hadis yang
bahkan hanya menjadi rujukan ulama dari Nusantara melainkan
juga belahan dunia.133
Selain dua kitab di atas, sekurangnya
131
Rizem Aizid, h. 250. 132
Rizem Aizid, h. 251-252. 133
Rizem Iazid, h. 526.
Syekh Mahfudz Termas menulis lebih kurang lima belas kitab
lainnya dari berbagai disiplin ilmu.
Pada saat yang sama Syekh „Abd al-Majid juga sedang
mempelajari ilmu agama di Mekah. dari keterangan di atas,
nampak terdapat beberapa ulama yang yang menjadi guru
ketiganya juga merupakan guru Syekh „Abd al-Majid. Meskipun
tidak ada catatan yang mengatakan bahwa ada hubungan antara
Syekh „Abd al-Majid dengan kedua ulama Jawa di atas, akan
tetapi dapat diasumsikan mereka saling mengenal atau sekurang-
kurangnya Syekh „Abd al-Majid mengenal keduanya.
Ada dua ulama yang menjadi titik temu antara Syekh
„Abd al-Majid dengan ketiga ulama di atas. Ulama tersebut
adalah Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syekh Bakri Syahta,
dua orang ulama yang menjadi sumbu jaringan ulama
internasional Haramayn pada akhir abad 19.
Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan adalah ulama besar pada
abad 19. Dia lahir pada tahun 1816 dari rumah keluarga Dahlan
yang dikenal mencintai ilmu pengetahuan. Dia menjabat sebagai
mufti madzhab Syafi,i dan merupakan ulama yang keras
menentang gerakan pembaharuan Wahabi. Kitabnya untuk
menentang gerakan wahabi adalah Ad Durar As-Saniyah Fi Ar-R
adi „alal Wahabiyah.134
Di dalam kitab tersebut terdapat bantahan
atas argumentasi kelompok Wahabi yang melarang beberapa
ritual yang dianggap mubah bahkan sunnah oleh ulama Sunni,
134
Sirojuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi‟i,
(Jakarta, Pustaka Tarbiyah Baru, 2010), h. 244.
71
seperti hukum ziarah kubur Nabi, tawasul dan tabarruk kepada
Nabi, sahabat, dan ulama.135
Bantahan Syekh Ahmad Zaini Dahlan terhadap gerakan
pembaharuan seperti Wahabi mendapat respon dari sejumlah
ulama yang hidup setelahnya. Diantara yang mengkritisi Syekh
Ahmad Zaini Dahlan adalah Muhammad Rasyid Ridha yang
dikenal sebagai salah satu Bapak Pembaharuan Islam.
Menurutnya Syekh Ahmad Zaini Dahlan bukan seorang ahli
hadis, sejarah dan ilmu kalam. Dia hanyalah taklid kepada orang-
orang yang juga taklid dan hanya menukil dari kitab-kitab
muta`akhirin (orang-orang belakangan).136
Meskipun demikian,
Syekh Ahmad Zaini Dahlan tetap memiliki banyak murid,
terutama dari golongan pelajar Sunni seperti sebagian besar
pelajar Nusantara. Salah satu murid Syekh Ahmad Zaini Dahlan
adalah Syekh Bakri Syatha137
yang juga memiliki banyak murid
asal Nusantara.
Syekh Bakri Syatha biasa disebut Sayid Bakri Syatha.
Aktif mengajar di Masjid Al-Haram pada akhir abad 19. Syekh
Bakri Syatha lahir di Mekah pada tahun 1266 H (1850 M). tiga
bulan setelah kelahirannya, ayahnya, Sayid Muhammad Zayn al-
„Abidin wafat. Dia kemudian dididik oleh kakaknya Sayid Umar
135
Lihat,Ahmad bin Zaini Dahlan, Ad Durar As-Saniyah fi Ar-Raddi
„Ala al-Wahabiyah, (Riyadh, al-Ahbab, 2003). 136
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi, Catatan Terhadap
Buku 37 Masalah Populer Karya H. Abdul Shomad, Lc, M.A. (Gresik, Media
Dakwah al-Furqon, tanpa tahun), h.62. 137
Yasin al-Fadani, Maslak al-Jayli fi Asanid Fadhilah Asy-Syaikh
Muhammad Ali al-Maliki, (Beirutm Dar al-Basyair al-Islamiyah, 1408 H), h. 8.
Syatha.138
Pada usia tujuh tahun dia sudah menghafal al-Quran
dan sejumlah kitab-kitab dasar seperti Matn al-Jazuriyah, Matn
Abi Syuja‟, Matn Zubad, Matn Ar-Ruhabiyah dan Matn al-
alfiyah. Dia kembali mempelajari kitab-kitab yang telah dihafal
tersebut kepada Sayid Ahmad Zayni Dahlan. Kemudian dia
melanjutkan belajar di Masjid al-Haram sehingga menguasai ilmu
„aql dan naql.139
Syekh Bakri Syatha memiliki beberapa karya. Kitabnya
fikihnya, I‟anat Ath-Thalibin merupakan salah satu yang paling
banyak digunakan di pesantren-pesantren Indonesia.140
Kitab ini
merupakan kumpulan catatan muridnya atas komentar Syekh
Bakri Syatha terhadap kitab Fath al-Mu‟in. Beberapa murid asal
Nusantara turut serta mencatat kitab I‟anat Ath-Thalibin yang
kemudian disatukan menjadi kitab tersebut, termasuk Syekh „Abd
al-Majid Jambi.
Syekh Bakri Syatha memiliki beberapa karya fiqh dan
tafsir al-Quran. Sebagian besar karyanya tentang hukum syari‟ah
seperti I‟anat At-Thalibin yang membahas fikih Syafi‟i secara
keseluruhan,141
hasyiah Tuhfah juga membahas fikih, hasyiah
138
Sayid „Umar Syatha adalah kakak Syekh Bakri Syata. Dia lahir
pada 1259 H dan wafat pada 1330 H. Dia dikenal sebagai sosok yang
bertakwa, zuhud dan wara‟. Lihat, Umar „Abd al-Jabbar, Siyar wa Tarajim
Ba‟dhi Ulamaina fi al-Qarn Ar-Rabi‟ „Asyar lil Hijrah,(Jedah, Tihama, 1982),
h. 80. 139
„Umar „Abd al-Jabbar, Siyar wa Tarajim Ba‟dhi Ulamaina fi al-
Qarn Ar-Rabi‟ „Asyar lil Hijrah, h. 80. 140
Sirojuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi‟i, h.
247. 141
Maksud keseluruhan di sini adalah mencakup ubudiyah,
munakahah, mu‟amalah dan jinayah.
73
„Umdat al-Abrar membahas tentang hukum haji dan, dan satu
kitab tafsir yang hanya sampai pada surat al-mu`minun.142
Dari karyanya dapat diketahui bahwa Syekh Bakri Syatha
lebih menguasai ilmu fikih dibandingkan dengan disiplin ilmu
lainnya. Akan tetapi, bukan berarti dia tidak menguasai disiplin
ilmu yang lain. Dia juga mengajar ilmu hadis, ilmu al-Qur`an,
ilmu tafsir, ilmu kalam, fara`idh, dan ushul al-fiqh.143
Hanya saja
dia dikenal sebagai ulama fikih Syafi‟i.
Kedua ulama di atas sama-sama memiliki keunggulan
dalam keilmuan fikih, terutama fikih Syafi‟i. Adapun dalam hal
teologi keduanya sama-sama menganut paham Asy-„Ariyah.
Syekh „Abd al-Majid nampaknya terpengaruh oleh kedua ulama
tersebut, terutama dalam hal fikih (syari‟ah) maupun akidah.
Kedua ulama di atas memiliki banyak murid asal
Nusantara. Sebagian besar dari meraka adalah ulama besar di
tempat lahirnya masing-masing. Secara tidak langsung menjadi
ulama yang sangat berperan dalam perkembangan Islam madzhab
Syafi‟i di Indonesia hingga sekarang.
Berada di tengah-tengah aktivitas ulama besar seperti
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Sayyid Ahmad bin Zaini
Dahlan, Sayid Bakri Syatha dan lain-lain membuat Syekh „Abd
al-Majid, setidaknya kecipratan ilmu para ulama besar tersebut.
Hal ini menghantarkannya menjadi ulama yang memiliki izin
142
Umar „Abd al-Jabbar, Siyar wa Tarajim Ba‟dhi Ulamaina fi al-
Qarn Ar-Rabi‟ „Asyar lil Hijrah. H. 81. 143
Lihat Yasin al-Fadani, Maslak al-Jayli fi Asanid Fadhilah Asy-
Syaikh Muhammad Ali al-Maliki, (Beirutm Dar al-Basyair al-Islamiyah, 1408
H).
untuk mengajar di Masjid al-Haram. Di antara murid-muridnya
adalah Syekh Jamil Jambek (w. 1947) dan Hoofd Penghulu „Abd
Ash-Shomad serta kawan-kawannya.
Syekh „Abd al-Majid memiliki jaringan ulama yang
berkualitas. Jaringanya langsung kepada puncak jaringan ulama
internasional. Selain itu jaringannya tidak terputus karena dia
juga menjadi guru para ulama Nusantara khususnya ulama
Pecinan Jambi.
75
Jaringan ulama Syekh ‘Abd al Majid Jambi
Syekh ‘Abd al-Majid
Jambi Syekh Nawawi Banten
Syekh Ahmad Khatib
Minangkabawi
Hoofd Penghulu ‘Abd
Ash-Shomad dkk Syekh Jamil Jaho
Keterangan :
: berteman atau mengenal
: hubungan guru murid
Sayid Ahmad bin
Zaini Dahlan
Sayid Abu Bakar
Syatha
Syekh Muhammad
Salih Kurdi
77
BAB V
JARINGAN ULAMA HOOFD PENGHULU ‘ABD ASH-
SHOMAD
Sebelumnya telah dijelaskan jaringan ulama Syekh „Abd
al-Majid Jambi, seorang ulama yang memiliki peran besar atas
berkembangnya ilmu pengetahuan Islam di Jambi. Abad ke 19
dapat dikatakan sebagai awal mula kemajuan Islam di Jambi.
Dimulai dari Syekh Muhammad Zain An-Naqsyabandi Asy-
Syafi‟i hingga Syekh „Abd al-Majid Jambi bermunculan karya-
karya agama yang sebelumnya sulit ditemukan di Jambi.
Meskipun ulama Jambi cukup produktif menulis kitab
pada abad ini, belum ada inisiatif untuk mendirikan wadah
semacam pesantren di Jawa, yaitu sebuah lembaga yang memang
dibuat untuk menunjang pendidikan agama di Jambi. Metode
yang sejauh ini dilakukan adalah pendidikan Langgar laiknya di
Minangkabau. Upaya seperti demikian barulah ada sejak Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad, Guru Ibrahim bin „Abd al-Majid,
Guru Utsman bin „Ali, Guru Ahmad bin Syakur, Guru Kemas
Muhammad Soleh dan Sayid „Alwi bin Muhammad bin Syihab
kembali dari masa pendidikannya di Mekah. Tidak hanya
mendirikan madrasah, mereka juga mendirikan organisasi
Tsamaratul Insan sebagai wadah masyarakat dan juga bagi para
ulama Jambi yang muncul setelahnya.
Penulis tidak akan membahas jaringan mereka satu
persatu. Penulis hanya fokus kepada Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shomad saja. Karena selain sebagai Hoofd Penghulu, dia juga
yang paling dihormati dan dipercaya memimpin Tsamaratul
Insan. Yang terpenting adalah jaringan ulama Hoofd Penghulu
„Abd Ash-Shomad cenderung sama dengan ulama Jambi lainnya.
A. Sejarah Singkat Hoof Penghulu ‘Abd Ash-Shomad
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad lahir di Kampung
Tengah144
, Pecinan pada tahun 1870. Ayahnya, Ibrahim adalah
seorang saudagar kaya di Pecinan. Masa kecil „Abd Ash-Shomad
dijalani di kampung Pecinan saja. Tidak ada keterangan yang
menyatakan bahwa pada masa kecil ia berlajar ke tempat lain.
Seperti anak laki-laki pada umumya, Hoofd Penghulu
„Abd Ash-Shomad menerima pendidikan pertamanya dari orang
tua dan guru yang mengajar di Masjid Baru dan Langgar Putih
Kampung Tengah. Pada saat itu yang aktif mengajar adalah Guru
„Abd al-Ghani dan Ketib Mas‟ud serta, mungkin Abu Bakar al-
Jambi. Menurut cerita masyarakat, masa kecil Hoofd Penghulu
juga belajar kepada Syekh Hasan Yamani yang entah bagaimana
caranya ada di Jambi.145
Tidak diketahui secara pasti tahun berapa Hoofd Penghulu
„Abd Ash-Shomad berangkat haji. Namun dari beberapa naskah
yang disimpan di rumahnya agaknya „Abd Ash-Shomad sudah di
Mekah pada tahun 1316 H (1899 M).146
Yaitu sekitar tiga tahun
setelah Syekh „Abd al-Majid meninggal dunia.
144
Sekarang rumah „Abd Ash-Shomad berada di kampung Ulu
Gedong karena pembagian wilayah kelurahan di kecamatan Danau Teluk,
Jambi. wawancara, Guru Daud pada 5 Januari 2019. 145
Fauzi Mo Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi,
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, h. 102. 146
T anpa judul, Naskah milik pribadi guru Daud.
79
Sebagian besar guru di Pecinan percaya bahwa Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad berangkat haji bersama dengan para
ulama Pecinan lainnya. Akan tetapi tidak ada yang menyebutkan
tahun 1899. Guru „Abd Ar-Rahman mengatakan bahwa Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad berangkat haji pada tahun 1900.147
Sedangkan Agus justru mengatakan mereka berangkat haji pada
tahun 1908.148
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad memiliki hubungan
yang cukup dekat dengan para gurunya. Ketika dia ditawarkan
Belanda menjadi Hoofd Penghulu Jambi, Hoofd Penghulu „Abd
Ash-Shomad menolak karena jabatan tersebut diberikan dan
menggunakan bahasa Belanda. Barulah dia menerima jabatan
tersebut setelah gurunya datang ke Jambi menganjurkan untuk
menerima jabatan tersebut.149
Peristiwa tersebut terjadi pada
antara tahun 1913-15; yaitu sebelum berdiri organisasi
Tsamaratul Insan pada 1915.
Ada dua kemungkinan yang menyebabkan Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad menerima jabatan sebagai hoofd
penghulu. Pertama adalah bujukan gurunya, Syekh Mahmud al-
Bukhari. Namun, tidak diketahui apa alasan yang lebih tepatnya.
Kedua, karena untuk mempermudah perizinan pendirian
organisasi Tsamaratul Insan dan madrasah. Hoofd Penghulu „Abd
Ash-Shomad nampaknya mengetahui risiko jika dia memilih
147
Wawancara, Guru „Abd Ar-Rahman bin „Abd al-Qadir pada 25
Desember 2018. 148
Hasan Basri Agus, Pejuang Ulama, Ulama Pejuang Negeri
Melayu Jambi, (Jambi, Jambi Heritage, 2012), h.42. 149
Wawancara, Guru Daud pada 5 Januari 2019.
untuk non-koperatif kepada Belanda. Sehingga akhirnya dia
menerima jabatan tersebut. Sikap koperatif yang ditunjukan
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad ini akhirnya disenangi oleh
Belanda. Belanda memberinya sebuah bintang kehormatan atas
prestasinya sebagai hoofd penghulu.150
Guru „Abd Ar-Rahman151
mengatakan bahwa sebelum
didirikan Madrasah Nur al-Iman pada 1915, sebelumnya Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad, Guru Ibrahim bin „Abd al-Majid
dan kawan-kawannya mengajar di rumah bambu, di tepi sungai
Batanghari. Pada saat itu seorang gurunya di Mekah, Syekh
Mahmud Bukhari datang ke Jambi untuk mengajar.152
Kemungkinan Syekh Mahmud Bukhari-lah orang yang berhasil
membujuk Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad untuk menerima
jabatan sebagai Hoofd Penghulu.
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad kembali ke Jambi
pada 1913. Dia langsung mendirikan sekolah bambu yang disebut
kuttab153
di tepi sungai Batanghari seperti yang sudah disinggung
di atas. Sekolah inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya
madrasah di Pecinan.
Belanda melihat berdirinya kuttab ini sebagai ancaman
sekaligus peluang. Sebagai ancaman karena menjadi wadah
150
Wawancara, Guru Daud pada 5 Januari dan foto Hoofd Penghulu ‘Abd Ash-Shomad.
151 Salah seorang guru senior di Madrasah Nur al-Iman
152 Wawancara, Guru „Abd Ar-Rahman bin „Abd al-Qadir pada 25
Desember 2018. 153
Rumah Bambu adalah rumah apung yang terbuat dari bambu.
Bambu tersebut dari sisa rakit petani karet untuk membawa karet dari hulu
sungai. Sebelum paruh kedua abad 20 pemandangan rumah bambu sangat
banyak ditemukan di daerah kota Jambi dan sekitarnya. Sekarang sudah tidak
ditemukan satupun rumah bambu yang tersisa.
81
pergerakan baru rakyat Jambi untuk menentang Belanda. Apalagi
pengikut Sultan Taha masih banyak berkeliaran di daerah hulu.
Sebaliknya sebagai peluang untuk memecah belah rakyat Jambi
karena sebelum didirikan madrasah, di Jambi sudah berdiri
Sarikat Islam (SI) cabang Jambi.
Pada tahun 1915 Belanda mengambil inisiatif kedua, yaitu
menjadikan madrasah yang didirkan ulama Jambi sebagai
peluang. Pada tahun itu juga Belanda melegalkan organisasi
Tsamaratul Insan. Belanda menjadikan Sayid „Ali bin „Abd Ar-
Rahman al-Musawa (setelah ini disebut Sayid „Ali al-Musawa)
sebagai orang yang membantu berdirinya organisasi sekaligus
menjadi arsitek bangunan madrasah yang dipindahkan dari tepian
sungai. Sayid „Ali al-Musawa adalah seorang habaib kaya asal
Palembang. Dipilihnya Sayid „Ali al-Musawa bukan tanpa alasan.
Dia adalah menantu Sayid Idrus al-Jufri, orang yang paling
dihormati setelah Sultan Taha di Jambi. Dia memiliki pengaruh di
Kesultanan maupun Pemerintahan Hindia Belanda.
Sejak 10 September 1915 Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shomad menjadi ketua Perukunan (organisasi) Tsamaratul
Insan.154
Tidak diketahui sampai kapan dia menjabat sebagai
ketua organisasi tersebut. Akan tetapi, jabatan Hoofd Penghulu ia
pegang hingga meninggal dunia pada 1942.155
Sepertinya Belanda cukup puas dengan kerja Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad sehingga memberikannya bintang
154
Peraturan Perukunan Tsamaratul Insan, no.1141/198 tahun 1333
H/ 1915 M. 155
Fauzi Mo Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi,
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, h. 107.
kehormatan. Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad sendiri
diketahui bersikap kooperatif dan cukup moderat kepada
Belanda. Pada suatu waktu Belanda pernah berkunjung ke
Madrasah Nur al-Iman, tempat Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shomad mengajar.156
Masuknya Jepang pada Maret 1942 menjadi era baru
dalam sejarah Indonesia. Jepang memeras rakyat jauh lebih
menyakitkan dari yang pernah dilakukan Belanda selama
berabad-abad. Hal ini sangat dirasakan oleh Hoofd Penghulu
„Abd Ash-Shomad. Meskipun sudah tua, dia juga dipaksa oleh
serdadu Jepang untuk kerja paksa. Mereka dipaksa untuk
membabat hutan guna keperluan militer Jepang.157
Banyak guru
yang menajar di madrasah Tsamaratul Insan sembunyi ke
pedalaman untuk menghindari kekejaman Jepang. Tiga dari
madrasah yang didirikan Tsamaratul Insan terpaksa harus ditutup.
Hanya Madrasah Nur al-Iman yang bertahan pada masa ini.
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad tidak terlalu lama
merasakan pahitnya jajahan Jepang. Tidak lama setelah Jepang
menduduki Jambi, Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad
meninggal dunia. Dia meninggalkan beberapa karya dan jasa
yang sangat besar atas berkembangnya pendidikan Islam di Jambi
dan Indonesia.
156
Foto kunjungan Belanda ke Madrasah Nur al-Iman. Koleksi Guru
„Abd Ar-rahman bin „Abd al-Qadr. 157
Wawancara, Guru Daud 5 Januari 2019.
83
B. Jaringan Ulama Hoofd Penghulu ‘Abd Ash-Shomad
Telah dijelaskan sebelumnya Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shoma sudah berada di Mekah pada 1899, tiga tahun setelah
meninggal Syekh Nawawi Banten. Pada pergantian abad ini
terdapat beberapa ulama, baik Nusantara maupun dari wilayah
lainnya yang mengajar di Masjid al-Haram dan madrasah
Shaulatiyah. Beberapa sudah disebutkan sebelumnya. Adapun
ulama lainnya akan disebutkan sebagai ulama yang muncul pada
abad 20.
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad berada di Mekah
bersama dengan beberapa ulama populer Nusantara lainnya
sepertinya KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim „Asy‟ari (w. 1947),
Syekh Musthafa Husein Purba (w. 1955), Syekh Sulaiman Ar-
Rasuli Candung, dan sejumlah ulama Nusantara lainnya. Mereka
semua belajar kepada Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi.
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad sendiri nampaknya
terpengaruh oleh pemikiran Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi
yang reformis. Setelah kembali dari Mekah, layaknya para murid
Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi lainnya, dia juga
mendirikan organisasi yang bernama Tsamaratul Insan.
Selain mendirikan organisasi masyarakat, pengaruh
lainnya dapat dilihat dari tidak ditemukannya tradisi tarekat di
antara guru di Pecinan. Syekh Muhammad Ali dari Tungkal yang
merupakan lulusan Nur al-Iman justru mendapatkan sanad tarekat
Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah dari Banjarmasin.158
158
Wawancara, Guru Daud pada 11 Januari 2019 dan Ustadz Fadhli
pada 5 Januari 2019.
Meskipun tidak ditemukan tradisi tarekat di Pecinan,
secara mengejutkan Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad
menyimpan naskah yang menerangkan tata cara menjalankan
tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.159
Hanya saja dalam
naskah tersebut sama sekali tidak disebutkan nama Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad. Agaknya Hoofd Penghulu „Abd
Ash-Shomad menerima naskah tersebut dari seorang guru atau
kenalannya yang bernama „Abd Ad-Daim bin „Abd Ar-Rahman
dari Dusun Teluk Jambi. 160
Kepada Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi, Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad belajar ilmu kalam. Di antara
naskah yang disimpannya, salah satu di antaranya adalah karya
Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi, yaitu Mu‟in al-Jaizi ila
Tahqiqi Ma‟na al-Jaizi, 1315 H. Kitab tersebut menjelaskan
tentang ilmu kalam, tepatnya sifat dua puluh.161
Kitab Mu‟in al-Jaizi ditulis berdasarkan permintaan
penduduk Mentuku (?) dari Jawi (Nusantara).162
Rizem Aizid
telah mencatat empat puluh enam kitab karya Syekh Ahmad
Khatib Minangkabawi. Namun, Aizid tidak mencantumkan kitab
tersebut sama sekali.163
Agaknya Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shomad memintanya secara pribadi kepada gurunya tersebut.
159
Naskah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiya koleksi Guru Daud. 160
Naskah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, koleksi Guru
Daud, h. 4. 161
Mu‟in al-Jaizi ila Tahqiqi Ma‟na al-Jaizi, 1315 H. koleksi Guru
Daud. 162
Mu‟in al-Jaizi ila Tahqiqi Ma‟na al-Jaizi, 1315 H. koleksi Guru
Daud, h.1. 163
Rizem Aizid, Biografhi Ulama Nusantara Disertai Pemikirannya
dan Pengaruh Mereka, h. 169.
85
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad – dan kawan-kawan
dari Pecinan – menjalin hubungan yang sangat dekat dengan para
gurunya di Mekah. Sehingga para gurunya dengan senang hati
datang ke Pecinan untuk mengajar di madrasah yang didirikan
oleh Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad dan kawan-kawannya.
Di antara gurunya yang mempunyai hubungan paling dekat
adalah Syekh Mahmud al-Bukhari dari Bukhara.
Syekh Mahmud al-Bukhari segera datang ke Jambi ketika
muridnya tersebut mendirikan madrasah kecil di tepian sungai
Batanghari. Kemungkinan dia pula yang membujuk Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad untuk menerima jabatan sebagai
Hoofd Penghulu dari Pemerintah Belanda. Lebih daripada itu,
Syekh Mahmud al-Bukhari menjadi mudir Madrasah Nur al-Iman
pada 1922 setelah Guru Ibrahim bin „Abd al-Majid meninggal
dunia.164
Dia kembali ke Bukhara tahun 1927 ketika merasa
sudah ada orang yang pantas menggantikannya.165
Selain Syekh Mahmud al-Bukhari, setidaknya ada
delapan hingga sepuluh166
ulama luar Jambi lainnya yang
164
Fauzi Mo Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi,
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, h. 114. 165
Fauzi Mo Bafadhal, h. 116. 166
Penulis menemukan delapan nama di dalam buku R. Zainuddin,
Sejarah Pendidikan di Daerah Jambi, h. 45. Di sisi lain Madrasah Nur al-
Iman menyimpan foto guru-guru yang pernah mengajar di madrasah tersebut.
Dari foto tersebut terdapat beberapa nama ulama yang tidak ada di daftar
dalam buku R. Zainudin dan sebaliknya. Menurut Guru Mong, semuanya itu
memang pernah mengajar di Madrasah Nur al-Iman. Wawancara Guru Mong
pada 25 Desember 2018. Penulis curiga bahwa beberapa di antaranya memang
tidak pernah mengajar tetap di Pecinan. seperti Syekh Muhammad Ali al-
Maliki dan Habib Ali Kwitang. Kedatangan mereka hanya karena terdapat
beberapa ulama Mekah yang mengajar tetap seperti At-Turbusi, dan Syekh
mengajar atau sekadar mengunjungi madrasah Nur al-Iman dan
dua di Madrasah Sa‟adah Ad-Darain. Sebagian besar dari mereka
adalah guru ulama Pecinan dan sebagiannya lagi kawan belajar di
Mekah. Mereka adalah Syekh Utsman Sarawak, Syekh Sa‟id
Yamani (w.1933), Syekh Saleh Yamani (w. 1941), Syekh
Muhammad al-Ahdali, Syekh Arif Asy-Syami, Syekh
Muhammad Ali al-Maliki (w. 1949),167
Syekh Hasan Yamani,168
Syekh Mahmud al-Bukhari,169
Habib Ali Kwitang (w. 1968) dan
Syekh At-Turbusi170
mengajar di Nur al-Iman. Sedangkan
Tengku Muhammad Zuhdi bin Tengku „Abd Ar-Rahman al-
Fatani (w. 1957) serta Sayid „Abd Allah Dahlan (w. 1941)
mengajar di Madrasah Sa‟adah Ad-Darain.171
Di antara para ulama di atas, Syekh Sa‟id Yamani
merupakan salah seorang yang paling banyak memiliki murid
asal Nusantara. Dia menjadi guru sejumlah ulama Nusantara
seperti Gurutta As‟ad (w. 1952) dari Sulawesi Selatan, KH
Hasyim „Asy‟ari pendiri organisasi Nahdhatul Ulama, KH Anwar
Musaddad (w. 2000) dari Garut, KH Zain Mun‟im (w. 1976) dari
Mahmud al-Bukhari; di mana ingatan masyarakat Pecinan sangat membekas
tentang mereka. 167
R. Zainuddin, Sejarah Pendidikan di Daerah Jambi, h.45. 168
Berdasarkan wawancara dengan keturunan pendiri Pesantren
Syekh Hasan Yamani, dikatakan bahwa Syekh Hasan Yamani berada di
Sulawesi Selatan pada 1926 sampai 1933. Indra, Aktivitas Dakwah Pada
Pondok Pesantren Syekh Hasan Yamani di Kec. Campalagian Kab. Polman
(Suatu Tinjauan Manajemen Dakwah), (Skripsi, Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, UIN Alaudin Makasar, 2014), h.34. Di sisi lain R. Zainuddin
menulis, bahwa Syekh Hasan Yamani mengajar di Nur al-Iman pada tahun
1930. R. Zainuddin, h.45. 169
R. Zainuddin, h.45 dan Foto guru-guru Madrasah Nur al-Iman. 170
Foto guru-guru Madrasah Nur al-Iman. 171
R. Zainuddin, Sejarah Pendidikan di Daerah Jambi, h.46.
87
Probolinggo, TG Zainuddin Pancor (w. 1997) dari Lombok, KH
Ali Maksum (w. 1989) dari Rembang, Habib Ali Kwitang dari
Jakarta,172
Syekh „Ali bin „Abd Allah al-Banjar, Guru Mahmud
Zuhdi173
dan tentu saja Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad dan
ke empat kawannya. Syekh Said Yamani dan Syekh Hasan
Yamani juga pernah mengajar dan tinggal di Campalagian,
Sulawesi Barat.174
Syekh Sa‟id Yamani lahir pada 1265 H (1844 M). Dia
juga belajar kepada Syekh Ahmad Zaini Dahlan dan Syekh Bakri
Syatha. Dia dikenal sebagai ulama yang wara‟. Dia selalu
menghabiskan waktunya I‟tikaf di Masjid al-Haram pada
sepertiga akhir malam. Pada pagi harinya dia mengajar beberapa
disiplin ilmu seperti tafsir, hadis dan fikih di halaqah-nya, di
Masjid al-Haram. 175
Pada tahun 1926 dia melakukan perjalanan ke Indonesia
mengunjungi murid-muridnya. Salah satu daerah yang
dikunjunginya adalah Jambi, lebih tepatnya di Pecinan. Ikut serta
dalam perjalanan tersebut kedua anaknya, Syekh Hasan Yamani
dan Syekh Saleh Yamani.176
Guru Hoofd Penghulu lainnya yang tidak kalah populer di
kalangan ulama Nusantara adalah Syekh Muhammad „Ali al-
172
Syamsuddin Arief, “Aktor Pembentuk Jaringan Pesantren di
Sulawesi Selatan 1928-1952, Lentera Pendidikan, Edisi X, No. 2 Desember
2007, h. 188. 173
„Umar „Abd al-Jabbar, Siyar wa Tarajim Ba‟dhi Ulamaina fi al-
Qarn Ar-Rabi‟ „Asyar lil Hijrah, (Jedah, Tihama, 1982), h. 122. 174
Syarifuddin, “Arsyad Maddapungan: Puang Panrita Pencetak Para
Panrita”, Al-Qalam¸ Vol. 20 Nomor 1 Juni 2014, h. 30. 175
Umar „Abd al-Jabbar, Siyar wa Tarajim Ba‟dhi Ulamaina fi al-
Qarn Ar-Rabi‟ „Asyar lil Hijrah, h. 120. 176
Umar „Abd al-Jabbar, h. 122.
Maliki. Nama lengkapnya, Muhammad Ali bin Husein bin
Ibrahim al-Makki al-Maliki lahir pada 1870. Ayah dan
saudaranya merupakan seorang ulama Maliki terkemuka di
Mekah. Kedua kakaknya, Syekh Muhammad bin Husen al-Maliki
(w. 1861 M) dan Syekh „Abid bin Husen al-Maliki (w. 1923)
menjabat sebagai mufti madzhab al-Maliki. Jabatan ini kemudian
dipegang olehnya.177
Syekh Muhammad „Ali al-Maliki telah ditinggal wafat
ayahnya sejak umur lima tahun. Sejak itu dia diasuh oleh
kakaknya, Syekh Muhammad al-Maliki. Namun, beberapa tahun
kemudian kakaknya wafat. Kemudian dia diasuh oleh kakaknya
Syekh Muhammad „Abid al-Maliki.178
Kepada kakaknya yang
satu ini dia menerima banyak sanad keilmuan dari berbagai
disiplin ilmu.179
Syekh Muhammad Ali al-Maliki mempelajari banyak
disiplin ilmu agama di Mekah. Dia tidak hanya belajar kepada
ulama Maliki saja, melainkan juga mempelajari madzhab lainnya
seperti Hanafi, Hanbali dan Syafi‟i. Dia mempelajari madzhab
Hanbali kepada Syekh „Abd al-Haq al-Ilhabadi.180
Sedangkan
madzhab Hanbali dan Syafi‟i kepada Sayid Bakri Syahta.181
177
Azra, menulis di dalam Jaringan-nya bahwa penyerahan jabatan
mufti kepada anggota keluarga merupakan seseuatu yang lumrah terjadi. Lihat,
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Nusanta dan Timur Tengah Abad XVII dan
XVIII, h. 178
„Umar „Abd al-Jabbar, Siyar wa Tarajim Ba‟dhi Ulamaina fi al-
Qarn Ar-Rabi‟ „Asyar lil Hijrah, h. 160. 179
Yasin al-Fadani, h. 7. 180
Yasin al-Fadani, h. 33-37. 181
Yasin al-Fadani, h. 39-48.
89
Kepada Sayid Bakri Syatha, dia tidak hanya mengambil
sanad kitab fiqh saja. Sayid Bakri Syatha hampir mengajar setiap
disiplin ilmu yang dimiliki oleh Syekh Muhammad „Ali al-
Maliki. Selain Sayid Bakri Syatha, Syekh Muhammad „Ali al-
Maliki juga menerima banyak sanad keilmuan dari kakaknya,
Syekh Muhammad „Abid al-Maliki dan Syekh „Abd al-Haq al-
Ilhabadi.182
Syekh Muhammad „Ali al-Maliki merupakan ulama yang
produktif. Dia menulis tidak kurang dari dua puluh enam kitab.
Tujuh di antaranya adalah kitab tata bahasa Arab, empat tentang
ushul al-fiqh dan kaidah fikih dan sebagian besar membahas
tentang fikih. Hal ini menunjukkan Syekh Muhammad „Ali al-
Maliki memiliki perhatian lebih terhadap masalah fikih.
Syekh Muhammad „Ali al-Maliki memiliki banyak sekali
murid dari Nusantara. Di antaranya adalah KH Nur „Ali (w.
1994) , TG M. Zainuddin Pancor, Syekh Yasin al-Fadani (w.
1990) dan Sayid Muhsin al-Musawa (w. 1935),183
serta ulama
Pecinan seperti Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad, Guru
Ibrahim bin „Abd al-Majid, Guru Ahmad bin „Abd Asy-Syakur,
Guru Utsman „Ali, Kemas Muhammad Soleh, Sayid Alwi Syihab
dan murid kesayangannya Guru Hasan Anang Yahya.184
Syekh „Umar „Abd al-Jabbar dalam kitabnya Siyar wa
Tarajim Ba‟dhi Ulamaina fi al-Qarn Ar-Rabi‟ Asyar lil hijrah
182
Lihat, Yasin al-Fadani, Maslak al-Jayli fi Asanid Muhammad „Ali
bin Husain bin Ibrahim al-Maliki al-Makki. 183
www.Ibadurraman99.wordpress.com/2013/10/01/manaqib-syaikh-
muhammad-ali-al-maliki/amp/. Diakses pada 15 Maret 2019. 184
Fauzi Mo Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi,
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, h. 124.
mengatakan Syekh Muhammad „Ali al-Maliki berkunjung
sebanyak dua kali ke Nusantara, yaitu pada 1925 ke Sumatera –
Jambi - dan kembali berkunjung pada 1926.185
Dua orang murid Syekh Muhammad „Ali al-Maliki asal
Nusantara yang paling terkemuka di Mekah adalah Syekh Yasin
al-Fadani dan Sayid Muhsin al-Musawa. Syekh Yasin al-fadani
merupakan murid Syekh Muhammad‟Ali al-Maliki yang menulis
sanad keilmuannya. Sedangkan Sayid Muhsin al-Musawa adalah
orang yang mengajak gurunya untuk mengajar di madrasah Darul
Ulum yang didirkannya bersama sejumlah ulama asal Nusantara
lainnya.186
Menariknya adalah Sayid Muhsin al-Musawa adalah
anak dari Sayid „Ali bin „Abd Ar-Rahman al-Musawa, ulama
Palembang yang membantu pembangunan Madrasah Nur al-
Iman, Nur al-Islam dan Sa‟adah Ad-Darain. Sebelum mengirim
anaknya ke Mekah, dia terlebih dahulu mengirim anaknya ke
Pecinan, tepatnya ke madrasah Nur al-Islam dan Sa‟adah Ad-
Darain.187
Dari keterangan di atas, dapat dilihat bahwa jaringan
ulama Jambi berada di dalam lingkaran jaringan utama. Nama-
nama yang disebutkan di atas adalah ulama-ulama terkemuka
pada zamannya. Beberapa di antara mereka berada di puncak
jaringan seperti mufti Madzhab Syafi‟i maupun Mufti Madzhab
Maliki. Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad – dan kawan-
185
„Umar „Abd al-Jabbar, Siyar wa Tarajim Ba‟dhi Ulamaina fi al-
Qarn Ar-Rabi‟ „Asyar lil Hijrah, h. 262. 186
„Umar „Abd al-Jabbar, h. 262. 187
„Umar „Abd al-Jabbar, h. 293.
91
kawannya tentu saja – berhasil mengundang sejumlah ulama
besar untuk mengajar atau sekadar berkunjung di Jambi.
Jaringan ulama ‘Abd Ash-Shomad
Sayid Ahmad bin
Zaini Dahlan
Sayid Abu Bakar
Syatha
Syekh Muhammad ‘Ali
al-Maliki
Syekh ‘Abd al-Majid
Jambi
Hoofd Penghulu ‘Abd
Ash-Shomad dkk
Syekh Ahmad Khatib
Minangkabawi
Tengku Mahmud Zuhdi
Sayid Muhsin al-
Musawa
Keterangan :
: berteman atau mengenal
: hubungan guru murid
Syekh Sa’id al-Yamani
93
BAB VI
GERAKAN HOOFD PENGHULU ‘ABD ASH-SHOMAD
Pada dekade awal abad 20 para pelajar Nusantara
menemukan cara baru untuk melawan Belanda. Melalui saluran
Politik Etis yang sejatinya Belanda tidak terlalu ikhlas
menerapkannya, para pelajar Bumi Putra berhasil membuka pintu
perlawanan baru yang berwujud organisasi. Takashi Shiraishi,
memberikan gambaran yang cukup jelas tentang bagaimana
situasi pada masa itu.188
Bermula dari gerakan sosial seperti Budi
Utomo, agama seperti Muhammadiyah hingga politik seperti
Indisch Partij. Beberapa di antaranya bergerak secara meluas
melingkupi pulau-pulau tetangga seperti Budi Utomo yang
tersebar di seluruh Jawa dan Madura, Serikat Islam (SI) di pulau
Jawa, Sumatera Sulawesi dan lainnya. Gerakan lainnya berskala
kecil seperti Persatuan Tarbiyah (Perti) di Minangkabau, Al-
Washliyah di Sumatera Utara.
Gerakan serupa bernama Perukunan Tsamaratul Insan
lahir di Jambi pada 1915. Meskipun tidak sepopuler Perti,
gerakan yang dipelopori ulama Jambi ini cukup berperan dalam
membangun pendidikan di Jambi, khususnya Pecinan.
Tidak hanya melalui organisasi, pelajar bumi putra juga
mendirikan sekolah sendiri yang terlepas dari aturan ajar
Belanda. Di antara yang mendirikan sekolah adalah
Muhammadiyah, Perti, al-Washliyah dan Tsamaratul Insan di
188
Lihat, Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak,Radikalisme Rakyat di
Jawa pada 1912-1926, (Jakarta, Grafiti, 1997).
94
Jambi. Pendirian sekolah ini tidak terlepas dari gerakan
berkelompok sebelumnya. Namun, terdapat juga sekolah yang
didirikan secara mandiri oleh pelajar bumiputra seperti
Musthafawiyah yang didirkan Syekh Musthafa Husein. Kedua
gerakan inilah yang akan penulis bahas pada bab ini. Kemudian
penulis akan sedikit menyinggun pemikiran Hoofd Penghulu
„Abd Ash-Shomad.
1. Perukunan Tsamaratul Insan
Agaknya organisasi Tsamaratul Insan sudah mulai
terbentuk pada 1913, yaitu tidak lama setelah kembali Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad dari Mekah. Hanya saja pada saat
itu belum diresmikan oleh Belanda. Melalui berbagai prosedur
akhirnya Perukunan Tsamaratul Insan diresmikan oleh Belanda
pada 10 September 1915 dengan Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shomad, Guru Ibrahim bin „Abd al-Majid, Guru Ahmad bin „Abd
Asy-Syakur, Guru Utsman bin „Ali, Guru Kemas Muhammad bin
Kemas Saleh dan Habib „Alwi bin Muhammad bin Syihab
sebagai pengurus.189
.
Ketika Tsamaratul Insan berkembang di Kota Jambi,
berkembang pula organisasi SI. Kedua organisasi ini memiliki
berbedaan yang mencolok, baik dari karakter sosial anggota
maupun agama. SI cenderung beranggotakan para pendatang dan
pedagang. SI di Jambi juga identik dengan wadah perkumpulan
para pengikut Sultan Thaha setelah kematiannya. Biasanya
189
Peraturan Tsamaratul Insan.
95
mereka berada di pedalaman seperti Sarolangun, Tembesi dan
Muaro Bungo.
Sedangkan SI kota, meskipun keberadaannya di kota,
tidak mampu berbaur dengan penduduk asli kota yang ada di
Pecinan, yang dianggap sebagai orang Jambi asli. Pandangan
penduduk Pecinan terhadap mereka justeru tidak terlalu jauh
berbeda terhadap orang Cina. Orang Minangkabau yang
mendominasi keanggotaan SI, meskipun melayu, tetapi dianggap
asing bagi penduduk asli Jambi.190
Pada dasarnya SI juga berharap kepada para haji yang
kembali dari Mekah tersebut. Kembalinya mereka diharapkan
dapat menjadi general dan segmental leader bagi mereka.
Mengingat biasanya para haji yang belajar di Mekah dipercaua
sebagai orang yang sudah memiliki pengetahuan yang lebih luas
ketimbang mereka yang hanya belajar di lokal saja. Hanya saja
perbedaan antara kelompok pendatang yang pedagang dan
pribumi yang petani menjadi pembatas antara keduanya.
Sedangkan para haji tersebut berada di dalam kelompok
penduduk pribumi dan Tsamaratul Insan.191
Sedangkan Belanda sebagaimana terhadap orang
Minangkabau, mencurigai para haji laiknya gerakan perlawanan
haji yang terjadi di Minangkabau pada kasus Paderi. Belanda
juga sedang berusaha menjauhkan penduduk Jambi Kota tidak
bergabung dengan SI, terutama SI uluan terdapat banyak
190
Fauzi Mo Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi,
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, h. 69. 191
Fauzi Mo Bafadhal, h. 87.
96
pengikut Sultan Thaha. Sehingga tidak heran jika Belanda
mendukung Tsamaratul Insan dengan meresmikannya pada
1915.192
Diterimanya Tsamaratul Insan oleh Belanda karena
komitmen pengurusnya untuk tidak ikut campur dalam urusan
politik. Tsamaratul Insan hanya fokus pada masalah
kemasyarakatan saja seperti kematian, ekonomi, kesehatan dan
pendidikan. Dalam hal kematian misalkan, Tsamaratul Insan
bertanggungjawab sebagai lembaga yang mengurus masalah harta
waris dan pemakaman. Dalam bidang ekonomi berupa
perkebunan, pendidikan seperti pembangunan madrasah, serta
upaya memakmurkan masjid dan wakaf seperti rumah dan rumah
sakit.193
Penulis tidak menemukan apakah ada perkebunan atau
rumah sakit yang dikembangkan oleh Tsamaratul Insan. Yang
dapat ditemukan hingga sekarang hanyalah empat madrasah yang
bangunannya hingga sekarang masih berfungsi kecuali madrasah
Nur al-Islam.194
Penulis akan membahas tentang madrasah
setelah pembahasan ini.
Dibawah kepengurusan Hoofd Penghulu „Abd Ash-
Shomad Tsamaratul Insan berhasil menjaga konservatisme di
dalam masyarakat. Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad yang
192
Fauzi Mo Bafadhal, h. 87. 193
Peraturan Tsamaratul Insan 194
Madrasah Nur al-Islam didirkan oleh Kemas Muhammad Soleh
pada tahun yang sama dengan madrasah Nur al-Iman dan Sa‟adat Ad-Darain.
Di madrasah inilah Sayid Muhsin al-Musawa pernah belajar. Namun setelah
Jepang menduduki Indonesia, madrasah ini tidak pernah lagi bangkit. Sekarang
madrasah Nur al-Islam yang difungsikan sebagai Madrasah Ibtida‟iyah.
97
konservatif menjadi dinding yang tebal terhadap masuknya
paham kemodrenan seperti pendidikan sekuler. Akibatnya,
madrasah yang berada di bawah naungan Tsamaratul Insan
sedikit sulit berkembang. Ketika madrasah lainnya, yang
didirikan pada masa yang sama sudah menerima kemodrenan
seperti pendidikan sekuler atau menerima murid perempuan
madrasah di Pecinan tetap bertahan. Sifat konservatif ini
kemudian mengakibatkan perpecahan di antara para guru.
Perpecahan tersebut akhirnya melahirkan madrasah modern
pertama di Jambi pada tahun 1938.
2. Madrasah-Madrasah di Pecinan
Madrasah di Pecinan adalah kontribusi kongkrit
Tsamaratul Insan terhadap perkembangan pendidikan dan sosial
di Jambi. Dari madrasah ini kemudian lahir madrasah-madarash
yang serupa di seluruh Jambi. beberapa diantaranya memisahkan
diri dari madrasah seperti Madrasah Al-Khairiyah didirikan Guru
Hasan Anang Yahya di Kota Jambi dan Madrasah As‟ad yang
didirikan oleh guru „Abd al-Qadir bin Ibrahim bin „Abd al-Majid
Jambi. Kedua madrasah ini memasukkan ilmu umum seperti
bahasa Indonesia dan lainnya.
Adapun madrasah yang dikembang oleh Tsamaratul Insan
adalah Nur al-Iman, Sa‟adat Ad-Darain, Nur-Islam didirkan pada
1915 dan Al-Jauharain didirikan pada 1928. Pendirian madrasah
ini dilakukan secara kolektif berdasarkan bantuan dari
masyarakat dan ulama. Setiap madrasah memiliki satu atau lebih
orang ulama sebagai pengurus. Biasanya beberapa orang ulama
98
bersama-sama membangun sebuah madrasah. Kemudian
madrasah tersebut diserahkan kepada ulama yang paling berperan
mendirikan madrasah tersebut. Misalnya Madrasah Nur al-Iman.
Madrasah ini didirkan oleh Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad,
Guru Ibrahim bin „Abd al-Majid Jambi, Guru Ahmad bin „Abd
Asy-Syakur, Sayid Ali bin „Abd Ar-Rahman al-Musawa, Guru
Utsman bin „Ali.
Madrasah tersebut dibangun melalui donasi dari para guru
dan kas Tsamaratul Insan. Dalam kepengurusannya, madrasah-
madrasah tersebut melibatkan masyarakat untuk menentukan
kebijakan bahkan dalam menentukan mudir yang akan menjadi
pimpinan. Meskipun terdapat guru yang dinobatkan menjadi
tokoh yang mendirikan madrasah, keturunannya tidak serta merta
berhak menjadi mudir selanjutnya. Ciri khas seperti ini dapat
ditemukan pada tiga madrasah yang didirikan Tsamaratul
Insan.195
Perkembangan madrasah-madrasah tersebut mencapai
puncaknya pada dekade 20 dan 30-an abad ke-20. Keberhasilan
ulama Pecinan mengundang ulama dari Timur Tengah berhasil
mencetak para murid yang berkualitas. Sayid Muhisn al-Musawa
dapat disebut sebagai alumni Pecinan yang paling berhasil,
bahkan melampaui guru-gurunya di Pecinan. Selain Sayid
Muhsin al-Musawa, muncul beberapa ulama yang mumpuni dan
memiliki sejumlah karya. Di antaranya yang paling banyak
adalah Guru „Abd al-Majijd bin „Abd al-Ghaffar Jambi yang
195
Wawancara Guru Sirojuddin pada 22 Desember 2018.
99
memiliki tiga belas karya dan Guru Hasan bin Anang Yahya
dengan enam karya.
Akan tetapi, keberadaan ulama dari Timur Tengah serta
merta menjadi kemunduran madrasah-madrasah di Pecinan.
Karena keberadaan ulama Timur Tengah tersebut menyebabkan
berkurangnya pelajar Jambiyang menuntut ilmu ke Mekah.196
Keberadaan para ulama tersebut memang berhasil mencetak para
ulama yang berkualitas. Namun, setelah mereka kembali ke
kampung halamannya masing-masing, kualitas Jambi mulai
menurun. Madrasah-madrasah di Pecinan berada pada titik
kemunduran terendahnya ketika pendudukan Jepang pada 1942.
Pemerintah Jepang berhasil menekan ulama Jambi sehingga dari
empat madrasah yang, hanya madrasah Nur al-Iman yang tetap
menjalankan aktivitas belajar-mengajar. Meskipun aktivitas
belajar-mengajar dijalankan secara terseok-seok.197
Keberadaan madrasah Pecinan berhasil menarik murid-
murid dari daerah pedalam seperti Resident Tembesi. Pada tahun
1933, sudah terdapat tiga madrasah di Resident Tembesi.198
Satu
di antaranya berada di Mersam, marga Kembang Paseban.
Nampaknya madrasah ini didirikan oleh murid Mersam yang
belajar di Pecinan. Di antara para Guru di Pecinan dikenal
seorang guru bernama „Abd al-Karim Mersam. Dia merupakan
kenalan dekat Guru „Abd al-Majid bin „Abd al-Ghaffar Jambi dan
196
Wawancara Guru Daud pada 11 Januari 2019. 197
Wawancara Guru „Abd Ar-Rahman pada 25 Desember 2018. 198
Tideman, Djambi, (Amsterdam, Koninklijke Bibliotheek, 1933),
h.114.
100
Guru Jaddawi. Selain itu, nama madrasah tersebut sama dengan
salah satu madrasah yang ada di Pecinan, yaitu Nur al-Islam.
3. Pemikiran Hoofd Penghulu ‘Abd Ash-Shomad
` Masalah yang cukup serius dihadapi ulama dua dekade
awal abad 20 adalah kelompok gerakan pembaharuan yang
bermula dari gerakan Muhammad Abduh di Mesir. Di Indonesia
kala itu dimulai oleh gerakan Muhammadiyah. Setidaknya dua
kitab karya ulama Jambi terbit membahas masalah ini.
Jeroen Peters, di dalam bukunya Kaum Tuo Kaum Mudo
melihat secara umum pola penyebaran gerakan pembaharuan dan
konservatif di pulau Jawa dan Sumatera. Gerakan pembaharuan
tersebar di kawasan pantai selatan pulau Jawa dan Sumatera
seperti Yogyakarta, Muara Enim (Palembang hulu), Padang
hingga Sibolga. Sedangkan konservatif mencacah kawasan utara
seperti Surabaya, Jakarta, Palembang kota (ilir) dan termasuk
pula Jambi.199
Masih menurut Peeters, gerakan pembaharuan, seperti
Muhammadiyah dan Syamsul Huda cenderung masuk ke dalam
masyarakat pedesaan di pegunungan Bukit Barisan seperti di
Muara Enim, Bengkulu dan Padang. Sedangkan kaum konservatif
berada di kalangan ulama kota.200
Dari tesis di atas penulis dapat
mengira di mana “posisi” ulama Jambi pada masa itu.
Meskipun Hoofd Penghulu „Abd Ash-shomad tidak
menulis karya terhadap penolakan gerakan pembaharuan,
199
Jeroen Peeters, Kaum Tuo – Kaum Mudo, Perubahan Religius di
Palembang 1821-1942, h. xix. 200
Jeroen Peeters, h. xx.
101
pemikirannya terkait masalah ini tetap dapat diketahui. Hal ini
dapat diketahui melalui dua karya muridnya yang telah dia tashih.
Pertama adalah kitab Nur al-Huda: Buat Menolakan
Perkataan Kaum Muda dan Kaum Syam al-Huda karya Guru
Hasan Anang Yahya. Di dalam buku tersebut diceritakan bahwa
ulama Pecinan kedatangan seorang ulama asal Pulau Pandan,
Jambi bernama Haji „Abd al-Muthalib.201
Haji „Abd al-Muthalib
sepertinya telah terpengaruh oleh pemikiran “kaum mudo” yang
perdebatannya cukup intens di Palembang.
Haji „Abd al-Muthalib memperlihatkan kepada Guru
Hasan anang Yahya kitab Doa Lepas Melimbusi Jenazah
dikuburkan, Sama Ada Laki-Laki Atau Perempuan. Buku tersebut
berisi tentang bantahan-bantahan “kaum mudo” terhadap ritual
pemakaman yang dijalankan di Jambi, seperti larangan men-
talqin-kan mayit dan mendoakannya.202
Menurut Guru Hasan Anang Yahya, baik men-talqin-kan
maupun mendoakan hukumnya sunnah. Dia mengutip sebuah
hadis riwayat Thabrani yang menjelaskan tentang talqin.
Meskipun dia mengetahui hadis ini dha‟if Guru Hasan tetap
menganggapnya tetap bisa dijadikan rujukan. Karena hadis
tersebut termasuk dibawah naungan firman Allah :
وذکز فان الذکزی تنفع لموءمنيه
.
201
Hasan Anang Yahya, Nur al-Huda, (Singapura, Mathba‟at al-
Ahmadiyah, 1929), h. 2. 202
Hasan Anang Yahya, h. 3.
102
Perdebatan seperti di atas merupakan hal yang normal
terjadi pada dekade 1920-an. Perdebatan ini berbuah positif
dengan munculnya kitab karya ulama Jambi sebagai bantahan
atas kitab yang ditulis kaum mudo. Sehingga pemikiran ulama
Jambi pada masa tersebut masih dapat dilihat pengaruhnya
hingga sekarang.
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad sendiri tidak menulis
kitab tentang permasalahan ini. Karyanya lebih banyak berkaitan
dengan fiqh „ibadah. Mungkin dia menyesuaikan dengan tuntutan
jabatan sebagai Hoofd Penghulu. Museum Siginjei masih
menyimpan karyanya yang lebih kurang setebal tujuh ratus
halaman. Kitab tersebut membahas masalah faraid, pernikahan,
solat dan tafsir al Quran surat al-Baqarah. Dilihat dari naskah-
naskah yang disimpannya pun tidak ditemukan naskah yang
membahas masalah tersebut. Beberapa naskah masih membahas
masalah fiqh dan satu ilmu kalam, satu tarekat dan satu lembar
naskah khutbah jumat.
Namun, dapat dipastikan bahwa pemikiran Hoofd
Penghulu „Abd Ash-Shomad tidak berbeda dari Guru Hasan
Anang Yahya. Karena dia sendiri memberikan kometar,
membenarkan dan mentashihkan isi kitab tersebut.203
Kemudian
dia kembali mentashihkan kitab Bahjat al-Hidayah204
karya Guru
203
Hasan Anang Yahya, h. 18. 204
Guru „Abd al-Majid bin „Abdal-Ghoffar membahas lebih banyak
permasalahan dari pada Guru Hasan Anang Yahya. Kitab tersebut didahuli
dengan penjelasan dasar ushul fiqh dan keutamaan ilmu. Kemudian dibahas
masalah talqin, solat, tawasul dan lain-lain. Sebagaimana kitab Nur al-
Hidayah, kitab ini diakhiri dengan penerimaan dari ulama Pecinan yang
103
„Abd al-Majid bin „Abd al-Ghofar yang membahas masalah tidak
terlalu berbeda dari kitab Nur al-Huda.
Akan tetapi, Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad tidak
selalu sependapat dengan ulama Jambi lainnya. Terutama dengan
Guru Hasan Anang Yahya. Meskipun pada masalah sebelumnya
mereka mempunyai pandangan yang sama. Antara guru dan
murid di atas pernah berselisih pendapat terkait pengembangan
madrasah Nur al-Iman.
Guru Hasan Anang Yahya menjabat sebagai mudir
Madrasah Nur al-Iman sejak 1928. Selama menjabat sebagai
mudir dia memberikan cukup banyak pembaharuan, seperti sistim
evaluasi yang disebut Imtihan Wakaf.
Memasuki dekade 30-an, Belanda membuat kebijakan
Kupon Karet. Kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf ekonomi
rakyat Jambi. Dengan membaiknya ekonomi ini berdampak
kepada peningkatan jumlah murid Nur al-Iman. Guru Hasan
Anang Yahya berpendapat perlu dipungut biaya dari murid untuk
pengembangan madrasah dan upah para guru. Pendapat ini
kemudian ditolak oleh Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad.
Karena meminta upah dianggap mengurangi kesakralan ilmu
agama. Perselisihan tersebut berujung dengan keluarnya Guru
Hasan Anang Yahya dari Madrasah Nur al-Iman.205
Pemikiran Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad masih
terlihat hingga sekarang, terutama pada guru-guru madrasah di
dipercayayi kredibilitas-nya. Lihat, „Abd al-Majid bin „Abd al-Ghaffar al-
Jambi, Bahjat al-Hidayah (Palembang, al-Musawa, 1353 H), 55. 205
Fauzi Mo Bafadhal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi,
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, h. 122.
104
Pecinan. Beberapa guru masih belum dapat menerima ide-ide
pembaharuan seperti gerakan Muhamadiyah. Di sisi lain sudah
terdapat perubahan seperti upah untuk guru dan iuran dari murid.
105
BAB VII
KESIMPULAN
Perkembangan Islam di Jambi bermula dari kedatangan
Ahmas Salim II ke Jambi. Dia berhasil mengislamkan raja Jambi
yang pada saat itu dipimpin oleh Putri Selaro Pinang Masak.
Islam semakin berkembang ketika anaknya, Orang Kayo Itam
menjadi raja Jambi. Pada awal abad 18, Jambi kedatangan Habib
Husen bin Ahmad Baragbah, seorang ulama dari Hadramaut.
Habib Husen menetap di Pecinan dan menyiarkan ajaran Islam di
sana. Setelah Habib Husen wafat pada 1743 M, Islam di Pecinan
terus berkembang. Puncaknya pada pergantian abad 19 dan 20.
Pada paruh kedua abad 19 muncul nama-nama seperti
Abu Bakar al-Jambi, Ketib Mas‟ud, „Abd al-Ghani, Pangeran
Noto Agama Megatsari dan yang paling dikenal Syekh „Abd al-
Majid Jambi. Syekh „Abd al-Majid Jambi memiliki jaringan
ulama di Mekah. Dia belajar Sayid Ahmad Zaini Dahlan dan
Sayid Bakri Syatha. Selain itu, dia juga berteman dengan ulama
nusantara lainnya Syekh Ahmad Khatib Minangkabaw.
Syekh „Abd al-Majid Jambi mengajak murid-muridnya
seperti Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad, Ibrahim (anaknya),
Guru Ahmad bin „Abd Asy-Syakur, Guru Utsman bin „Ali, dan
Kemas Muhammad Soleh. lebih masif. Di antara murid-muridnya
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad termasuk yang paling
berpengaruh. Dia dan kawan-kawanya telah mampu mendirikan
wadah gerakan berupa organisasi Tsamaratul Insan yang
sebelumnya tidak pernah ada. Tidak hanya itu, Tsamaratul Insan
106
berhasil mendirikan model pendidikan baru di Jambi berupa
madrasah yang lebih modern. Agaknya mereka meniru model
pendidikan Sholatiyah yang ada di Mekah. pada tahap ini para
ulama Jambi telah berhasil menjalin hubungan dengan para
gurunya di Mekah. Antara tahun 1920 dan 1930 madrasah-
mdarasah di Pecinan telah berhasil mengundangan sejumlah
ulama Timur Tengah seperti Syekh Ustman dari Sarawak pada
1919, Syekh Said Yamani mufti mazhab Syafi‟i di Mekah pada
tahun pada 1924, bahkan mereka juga mendatangkan Syekh.
Muhammad Ali Maliki (w. pada 1925, mufti mazhab Maliki di
Mekah. Nama lainya adalah, Syekh Saleh Yamani, Syekh Hasan
Yamani pada 1930, Sayyid Muhammad al Hadi, Mahmud al
Bukhari antara 1913 dan 15., Sayid Abdullah Dahlan mufti
Mazhab Syafi‟i pada tahun 1923, yang semuanya dari Mekah.
Selain mereka, ada pula Syekh „Arif Asy Syami dari Syam, dan
Syekh Tengku Muhammad Zuhdi bin Tengku „Abd Ar Rahman
al-Fatani, Mufti Johor.
J. O. Voll mengatakan imigran tipe ketika adalah seorang
ulama yang berlajar ke Haramayn lalu kembali ke kampungnya
kemudian dia mengajarkan ilmtu yang diperolehnya dari
Haramayn. Pada tahap ini Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad
telah memenuhi kriteria tersebut. Tahap selanjutnya, dia juga
berhasil mengajak atau guru serta kawannya selama belajar di
Mekah untuk membantunya mengembangkan Islam di Jambi.
107
Daftar Pustaka
A. Primer
1. Arsip dan Manuskrip
Manuskrip : Peraturan Perukunan Tramaratul Insan, Perpustakaan
Madrasah Nur al-Iman.
Muhammad Hasyim, Dur An-Nafis, (Museum Siginjei Jambi, No.
07.32, 1932.
Naskah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiya koleksi Guru
Daud.
Sanad fiqh Guru „Abd al-Qadir bin Guru Ibrahim.
Syehk Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Mu‟in al-Jaizi ila
Tahqiqi Ma‟na al-Jaizi, 1315 H. koleksi GURU Daud.
Transkrip surat Sultan Taha, koleksi Sofhie.
Tanpa judul, Naskah milik pribadi guru Daud.
2. Buku Sezaman
al-Fadani, Yasin, Maslak al-Jayli fi Asanid Fadhilah Asy-Syaikh
Muhammad Ali al-Maliki, Beirut Dar al-Basyair al-
Islamiyah, 1408 H.
al-Jambi, „Abd al-Majid bin „Abd al-Ghaffar, Bahjat al-Hidayah
Palembang, al-Musawa, 1353 H.
Dahlan, Ahmad bin Zaini, Ad Durar As-Saniyah fi Ar-Raddi „Ala
al-Wahabiyah, Riyadh, al-Ahbab, 2003.
Tideman, Djambi, (Amsterdam, Koninklijke Bibliotheek, 1933.
108
Yahya, Hasan Anang, Nur al-Huda, Singapura, Mathba‟at al-
Ahmadiyah, 1929.
3. Foto
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad milik pribadi Daud.
Daftar guru Madrasah Nur al-Iman.
Kunjungan Belanda ke Madrasah Nur al-Iman milik pribadi „Abd
Ar-Rahman.
B. Sekunder
1. Jurnal
Aliyas, “Meninjau Kembali Sejarah Masuk Islam di Jambi”,
Media Akademika, vol. 28, No. 3, 2013.
Kian, Kwee Hui, “The Expansion of Chinese Inter-insular and
Hindterland Trade in Southeast Asia, c. 1400-1850”, Brill,
chapter 10, 2015.
Arief, Syamsuddin, “Aktor Pembentuk Jaringan Pesantren di
Sulawesi Selatan 1928-1952, Lentera Pendidikan, Edisi
X, No. 2 Desember 2007.
Syarifuddin, “Arsyad Maddapungan: Puang Panrita Pencetak
Para Panrita”, Al-Qalam¸ Vol. 20 Nomor 1 Juni 2014.
2. Jurnal Online
Maksum Malim, “Inovasi Pendidikan Islam Di Jambi Dalam
Sejarah”.
http://e.journal.iainjambi.ac.id/index.php/Innovatio/article/view/5
14/478).
3. Skripsi, Disertasi dan Penelitian lainnya
109
Alamsah, Perukunan Tsamaratul Insan, Sebagai Pelopor
Pendidikan Islam di Kota Jambi 1915-2013,Skripsi,
UNBARI, 2015.
Bafadhal, Fauzi Mo, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Jambi,
Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman, Disretasi Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarf
Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Bakar, Usman Abu, Pendidikan Islam di jambi Corak Madrasah
dari kebudayaan Masyarakat Seberang Kota” Jakarta,
Disertasi UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 1992.
Basri, Hasan dan Dimyati, “Guru H. Jaddawi di Jambi” (Jakarta,
Departement Agama RI, 1987.
Fadhil, Muhammad, Pembaharuan Pendidikan Islam KH. Abdul
Qadir Di Madrasah As‟ad Seberang Kota Jambi, (Jakarta,
Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2009.
Indra, Aktivitas Dakwah Pada Pondok Pesantren Syekh Hasan
Yamani di Kec. Campalagian Kab. Polman (Suatu
Tinjauan Manajemen Dakwah), Skripsi, Fakultas Dakwah
dan Komunikasi, UIN Alaudin Makasar, 2014.
Tim Peneliti IAIN STS Jambi, “Sejarah Perkembangan Islam di
Jambi,” IAIN STS Jambi 1979.
4. Buku
Abbas, Sirojuddin, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi‟i,
Jakarta, Pustaka Tarbiyah Baru, 2006.
Abdurahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah Yogyakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999.
Agus, Hasan Basri, Ulama Pejuang, Pejuang Ulama Negeri
Melayu Jambi, Jambi, Pusat Kajian Pengembangan
Sejarah dan Budaya Jambi, 2012.
110
Aizid, Rizem, Biografi Ulama Nusantara, Yogyakarta, Diva
Press, 2016.
Al Bantani, Rohimuddin Nawawi, Syekh Nawawi al Bantani,
Ulama Indonesia yang Menjadi Imam Besar di Masjidil
Haram, Jawa Barat, Mentari Media, 2017.
al-Jabbar, „Umar „Abd, Siyar wa Tarajim Ba‟dhi Ulamaina fi al-
Qarn Ar-Rabi‟ „Asyar lil Hijrah, Jedah, Tihama, 1982.
Andaya, Barbara Watson, Hidup Bersaudara Sumatera Tenggara
pada XVII dan XVIII, Yogyakarta, Ombak, 2016.
Anonim, Riwayat Hidup Almarhum Syekh Musthafa Husein
Purba Baru (1888-1955), Purba Baru, tanpa penerbit,
1994.
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara
Abad XVII dan XVIII, Jakarta, Kencana, 1998.
Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat,
Bandun, Mizan, 1995.
Chatib, Adrianus, Subhan dkk, Kesultanan Jambi Dalam Konteks
Sejarah Nusantara, Puslitbang Lektur dan Khazanah
Keagamaan Badan Litban dan Diklat Kementrian Agama
RI, 2011.
Chotib, Muchtar Agus, Hukum Adat Kerajaan Islam Melayu
Jambi di Luak XVI, Jambi, Tanpa Penerbit, 2010.
Fadli H. S, Ahmad, Ulama Betawi: Studi Tentang Jaringan
Ulama Betawi dan Kontribusinya Terhadap
Perkembangan Islam abad ke- 19 dan 20, Jakarta,
Manhalun Nasyi-in Press, 2011.
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah Jakarta: UI Press, 1983.
111
Masykuri dan Sutrisno, Ed., Sejarah Pendidikan Daerah Jambi,
Jambi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Daerah
Jambi, 1981.
Muzakir, Ali, Pemikiran Islam di Jambi, Memperkuat Kajian
Naskah-naskah di Indonesia melalui Naskah-naskah lokal
di Jambi, Jambi, Sulthan Taha Press 2012.
Noor, Junaidi T., Mencari Jejak Sangkala, (Jambi, Pusat Kajian
Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi, 2012.
Onghokham, Migrasi Cina, Kapitalisme Cina dan Anti Cina,
Depok, Komunitas Bambu, 2017.
Peeters, Jerome, Kaum Tuo – Kaum Mudo, Perubahan Religius di
Palembang 1822-1942, Jakarta, INIS, 1997.
Scholten, Elsbeth Locher-, Kesultanan Sumatra dan Negara
Kolonial, Jakarta, KITLV, 2008.
Saputra, Syahrial De, Kesenian Masyarakat Melayu di Jambi,
Tanjung Pinang, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,
2008.
Shiraishi, Takashi, Zaman Bergerak,Radikalisme Rakyat di Jawa
pada 1912-1926, Jakarta, Grafiti, 1997.
Tasman, Aulia, Menelusuri Jejak Kerajaan Melayu Jambi dan
Perkembangannya, Jakarta, Gaung Persada Press Group,
2016.
Vansina, Jan, tradisi Lisan Sebagai Sejarah, Yogyakarta, Ombak,
2014.
Yusuf, Abu Ubaidah bin Mukhtar As Sidawi, Catatan Terhadap
Buku 37 Masalah Populer Karya H. Abdul Shomad, Lc,
M.A. Gresik, Media Dakwah al-Furqon, tanpa tahun.
5. Wawancara dan internet
Wawancara, Guru Daud pada 5 Januari 2019.
112
Wawancara, Guru Ramzi Sulaiman Olak Kemang pada 09
Januari 2019.
Wawancara dengan „Abdul Qadir pada 5 Januari 2019.
Wawancara, Guru „Abd Ar-Rahman bin „Abd al-Qadir pada 25
Desember 2018.
https://melangun.wordpress.com/2001/03/15/pucuk-jambi-
sembilan-lurah/. diakses pada 1 November 2018 pukul
14.45 WIB.
hpps://steemkr.com/history/@boteva/syekh-ali-al-banjari-
authorized-of-this-bible-thalibin-syarah-fathul-muin-
20179256t13331332z, diakses pada 8 Januari 2019.
www.Ibadurraman99.wordpress.com/2013/10/01/manaqib-
syaikh-muhammad-ali-al-maliki/amp/. Diakses pada 15
Maret 2019.
LAMPIRAN
Daftar Guru yang pernah mengajar di Madrasah Nur al-Iman
Milik Guru „Abd Ar-Rahman
Peta Pecinan dan Kota Jambi. dipoto dari buku Kesultanan
Sumatra dan Negara Kolonial karya Elsbeth Locher-,Scholten
terbitan Jakarta, KITLV, 2008.
Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad dengan medali pemberian
Belanda. Difoto dari koleksi Guru M. Daud
Halaman pertama kitab Nur al-HudaI karya Guru Hasan Anang
Yahya.
Koleksi pribadi.
Naskah Khotbah Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad. Menurut
cucunya, Guru Daud, ini adalah tulisan asli Hoofd Penghulu „Abd
Ash-Shomad. Difoto dari koleksi Guru M. Daud.
Naskah Tarekat Qadiriyah wa Nasyabandiyah yang ditemukan di
dalam lemari Hoofd Penghulu „Abd Ash-Shomad. Difoto dari
milik Guru M. Daud.
\
Surat Pengeran Temenggung Perdana Mentri Kesultanan Jambi
kepada bawahannya di Singapura.
Koleksi pribadi.
Naskah Perukunan Tsamaratul Insan. Koleksi Perpustakaan
Madrasah Nur al-Iman.