jaringan syaraf tiruan dan algoritma genetika dalam

52
JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PEMODELAN KALIBRASI (Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak) BARTHO SIHOMBING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: vanhanh

Post on 02-Jan-2017

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA

GENETIKA DALAM PEMODELAN KALIBRASI

(Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak)

BARTHO SIHOMBING

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Jaringan Syaraf Tiruan

dan Algoritma Genetika dalam Pemodelan Kalibrasi (Studi Kasus: Tanaman Obat

Temulawak) adalah karya saya sendiri dengan arahan dan bimbingan dari komisi

pembimbing serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi dimana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh pihak lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

Bartho Sihombing

NRP G151080041

Page 3: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

ABSTRACT

BARTHO SIHOMBING. Artificial Neural Network and Genetic Algorithm on

Calibration Spectroscopy (Case Study: Curcuma Medicinal Plant). Supervised by

ERFIANI and UTAMI DYAH SYAFITRI.

The problems in prediction of calibration model are multicolinearity and

the number of variables is larger than the number of observations. Principal

Component Analysis-Artificial Neural Network-Genetic Algorithm (PCA-ANN-

GA) models were applied for the relationship between sample of concentration

which is limited and transmittance data which is in large dimensions. A large

number of variables were compressed into principal components (PC’s). From

these PC’s, the ANN was employed for prediction of concentration. The principal

components computed by PCA were applied as inputs to a backpropagation neural

network with one hidden layer. The models was evaluated using GA for the best

network structure on hidden layer. Root Mean Square Error (RMSE) for 80%

training set and 20% testing set are 0.0314 and 0.5225, respectively. Distribution

of data according to the percentage of training data and testing data were also very

influential to obtain the best network structure with the smallest RMSE

achievement. The best model for these methods is two layers Neural Network

with eight neuron in the hidden layer.

Keywords : Principal Component Analysis, Artificial Neural Network, Genetic

Algorithm, RMSE

Page 4: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

RINGKASAN

BARTHO SIHOMBING. Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika dalam

Pemodelan Kalibrasi (Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak). Dibimbing oleh

ERFIANI dan UTAMI DYAH SYAFITRI.

Pada pendugaan kalibrasi permasalahan yang sering muncul adalah kasus

multikolinieritas dan jumlah pengamatan contoh jauh lebih kecil dari jumlah

peubah bebas. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mereduksi

dimensi peubah bebas.

Analisis Komponen Utama (AKU) adalah salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mereduksi dimensi peubah yang besar. AKU adalah teknik yang

digunakan untuk menyederhanakan suatu data dengan cara mentransformasi

secara linier sehingga terbentuk system koordinat baru dengan keragaman

maksimum. AKU dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa

mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan. Pada AKU data akan

direduksi ke dalam beberapa komponen utama. Pereduksian dilakukan dengan

cara memproyeksikan data asli ke dalam ruang komponen utama yang berdimensi

rendah.

Salah satu metode pemodelan kalibrasi adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST).

JST dapat digunakan untuk menduga kandungan senyawa aktif tanaman obat

temulawak berdasarkan data persen transmitan. JST tidak diprogram untuk

menghasilkan keluaran tertentu. Semua keluaran atau kesimpulan yang ditarik

oleh jaringan didasarkan pada pengalamannnya selama mengikuti proses

pembelajaran. Pada proses pembelajaran, ke dalam JST dimasukkan pola-pola

(input dan ouput) lalu jaringan akan diajari untuk memberikan jawaban yang bisa

diterima. Dalam penelitian ini, komponen utama yang diperoleh melalui AKU

digunakan sebagai input pada jaringan untuk menduga nilai target. Data hasil

pemrosesan AKU dibagi dalam dua bagian, data training dan data testing.

Pembagian data menjadi data training dan data testing memberikan pengaruh

terhadap kebaikan model. Metode backpropagation pada JST merupakan salah

satu metode pelatihan yang baik untuk mengatasi masalah pengenalan pola-pola

kompleks (Siang 2009).

Penggunaan Algoritma Genetika (AG) dalam optimasi JST dilakukan untuk

mendapatkan struktur neuron pada lapis tersembunyi yang mendekati optimal.

Tingkat pengenalan JST dalam pendugaan yang tinggi akan didapat apabila

seluruh neuron pada lapis tersembunyi memberikan nilai kontribusi objektif, yaitu

nilai R2. Penghilangan neuron yang kurang bermanfaat dapat dilakukan dengan

membuang bobot dari neuron yang terhubung yang memberikan kontribusi R2

kecil.

Pada percobaan JST dengan optimasi AG, kelompok data dengan jumlah

data training 80% dan komponen utama ysng digunakan sebagai input pada

jaringan menjelaskan 99,8555% data asal diperoleh model terbaik dengan RMSE

minimum dan R2 paling besar. AG sangat baik digunakan untuk memperoleh

struktur jaringan yang terbaik jika dibandingakan dengan tanpa menggunakan

AG, hal ini dapat dievaluasi dari nilai RMSE dan R2 yang diperoleh.

Page 5: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh hasil karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan

kepentingan yang wajar bagi Institut Pertanian Bogor.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

Page 6: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA

GENETIKA DALAM PEMODELAN KALIBRASI

(Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak)

BARTHO SIHOMBING

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 7: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Yenni Angraini, S.Si, M.Si.

Page 8: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

Judul Tesis : Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika dalam Pemodelan

Kalibrasi (Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak)

Nama : Bartho Sihombing

NRP : G151080041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Erfiani. M.Si. Utami Dyah Syafitri, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Statistika

Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

Page 9: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala rahmat-Nya

sehingga tesis berjudul Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika dalam

Pemodelan Kalibrasi (Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak) berhasil

diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Erfiani, M.Si dan Ibu

Utami Dyah Syafitri, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran. Tak lupa penulis sampaikan

penghargaan dan terimakasih kepada Ibu Yenni Angraini, M.Si selaku penguji

luar komisi dan Dr. Ir. Aji Hamim Wigena selaku perwakilan Program Studi

Statistika pada ujian tesis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh

staf pengajar dan pegawai Program Studi Statistika atas bimbingan dan kerjasama

selama penulis mengikuti pendidikan.

Akhirnya, ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis berikan kepada

seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya selama penulis menyelesaikan

studi. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu

pengetahuan.

Bogor, Juni 2011

Bartho Sihombing

Page 10: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lumban Sihite pada tanggal 31 Maret 1977 dari ayah

T.Sihombing dan Ibu E.Sitorus. Penulis merupakan anak kelima dari tujuh

bersaudara.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri Parongil dan pada tahun yang

sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada jurusan Matematika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, lulus tahun

2000. Pada tahun 2005, penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil di Kopertis

Wilayah I NAD-SUMUT sebagai tenaga pengajar di Fakultas Teknik Universitas

Sisingamangaraja XII, Medan. Pada tahun 2008 penulis masuk program magister

pada Program Studi Statistika Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Beasiswa BPPS dan menyelesaikannya pada tahun 2011.

Page 11: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL..................................................................................... ....... vi

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang .......................................................................................... 1

Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Senyawa Aktif pada Temulawak ............................................................... 5

Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) ..................................... 5

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ................................ 7

Analisis Komponen Utama (AKU) ............................................................ 7

Algoritma Genetika (AG) .......................................................................... 8

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) ..................................................................... 10

Neuron........................................................................................................ 11

Komponen JST........................................................................................... 11

Arsitektur Jaringan..................................................................................... 12

Metode Backpropagatioan......................................................................... 13

Fungsi Aktivasi pada Backpropagation...................................................... 14

DATA DAN METODE

Data ........................................................................................................... 17

Metode ....................................................................................................... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................

Deskripsi Spektrum Kurkumin................................................................... 21

Reduksi Peubah Penjelas............................................................................ 22

Nilai Dugaan Terhadap Nilai HPLC........................................................... 23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan .................................................................................................... 29

Saran ........................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 31

LAMPIRAN ..................................................................................................... 33

Page 12: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daerah identifikasi spektra IR kurkumin ................................................. .. 6

2. Populasi awal dengan kromosom 6 bit....................................................... 9

3. Contoh proses crossover ............................................................................ 10

4. Ragam kumulatif komponen utama ........................................................... 22

5. Perbandingan rata-rata RMSE dengn AKU-JST-AG ............................... 24

6. Perbandingan rata-rata RMSE dengan AKU-JST tanpa AG ..................... 25

7. Nilai RMSEtesting dan R2 berdasarkan jumlah KU ...................................... 27

Page 13: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3. Arsitektur backpropagation banyak lapisan ............................................ .. 13

4. Arsitektur backpropagation banyak lapisan dengan bobot ........................ 14

3. Diagram Alur Penelitian ............................................................................ 20

4. Spektra kurkumin serbuk temulawak ......................................................... 21

5. Histogram frekuensi rata-rata nilai RMSE pada data training ................... 23

6. Histogram frekuensi rata-rata nilai RMSE pada data testing ..................... 24

7. Perbandingan nilai rata-rata R2 dengan AKU-JST-AG dan AKU-JST .... 25

8. Perbandingan nilai RMSEtesting metode AKU-JST-AG dan AKU-JST...... 26

9. Sebaran jumlah neuron lapis tersembunyi ................................................. 26

Page 14: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada beberapa percobaan kimia, penelitian kandungan senyawa aktif suatu

tanaman obat memerlukan tahapan yang panjang dan rumit. Selain itu tidak

sedikit biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan selama persiapan contoh

sampai pada pengukuran menggunakan HPLC (High Performance Liquid

Chromatography). Pemodelan kalibrasi dikembangkan untuk mengatasi

permasalahan waktu dan biaya.

Kandungan senyawa aktif suatu tanaman obat dapat diketahui dengan

metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan FTIR (Fourier

Transform Infrared). Penggunaan HPLC membutuhkan proses yang lama dan

biaya yang mahal untuk memperoleh konsentrasi suatu unsur atau senyawa dari

tanaman obat sedangkan FTIR yang relatif lebih sederhana dan murah namun

keluaran yang dihasilkannya hanya berupa spektrum yang menunjukkan besarnya

nilai serapan saat contoh disinari inframerah (persen transmitan) dengan alat

spektrometer FTIR (Sunaryo 2005). Dengan metode HPLC, suatu senyawa dapat

diketahui secara kualitatif dan kuantitatif yaitu dengan mengetahui pola

kromatogram dan memperbandingkan luas area terhadap suatu standar senyawa

yang diketahui, sedangkan spektroskopi FTIR memberikan informasi yang

mencerminkan gugus fungsi yang terdapat pada suatu senyawa aktif dan

kuantitatif melalui nilai absorbannya. Data keluaran FTIR merupakan data

kontinu terhadap bilangan gelombang. Oleh karena itu diperlukan suatu metode

alternatif yang lebih murah, mudah dan cepat untuk memperoleh dugaan

kandungan senyawa aktif dalam tanaman obat.

Salah satu metode alternatif yang dapat menyatakan hubungan antara

konsentrasi senyawa aktif hasil pengukuran HPLC dengan persen transmitan yang

diukur dengan menggunakan FTIR adalah model kalibrasi.Model kalibrasi

merupakan suatu bagian dari kemometrik yang fokus untuk mencari hubungan

antara suatu himpunan pengukuran yang diperoleh melalui proses yang relatif

mudah atau murah dan himpunan pengukuran lain yang memerlukan waktu lama

Page 15: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

2

dan biaya mahal dalam memperolehnya (Naes et al. 2002). Tujuan pemodelan

kalibrasi adalah menemukan model yang dapat digunakan untuk memprediksi

konsentrasi senyawa secara akurat berdasarkan informasi persen transmitan

senyawa yang dianalisis (Erfiani, 2005). Dalam penyusunan model kalibrasi

masalah yang sering timbul adalah adanya multikolinieritas antara peubah bebas.

Selain itu muncul juga masalah bahwa banyaknya peubah bebas jauh lebih besar

dari banyaknya pengamatan.

Terdapat beberapa metode pendekatan untuk menyusun model kalibrasi

peubah ganda antara lain metode Partial Least Square (PLS) dan Jaringan Syaraf

Tiruan (JST). Beberapa peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB) telah

mengembangkan model kalibrasi untuk kasus yang berbeda. Arnita (2005)

melakukan koreksi pencaran pada senyawa aktif gingerol serbuk rimpang jahe,

model kalibrasi yang dibentuk dari data yang dikoreksi pencarannya mampu

memberikan nilai RMSEP yang lebih kecil dibanding model kalibrasi yang

dibentuk dari data yang tidak dikoreksi pencarannya. Atok (2005) menggunakan

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan metode pra-pemrosesan Analisis Komponen

Utama (AKU) untuk mencari pemodelan kalibrasi untuk data HPLC dan FTIR

dari zat aktif serbuk jahe, kajian dilakukan hanya didasarkan pada bangkitan data

yang konvergen sehingga hasil yang diperoleh dapat diterapkan jika algoritma

pembelajaran pada JST menjamin kekonvergenan tersebut. Erfiani (2005)

mengembangkan model kalibrasi dengan pendekatan Bayes dengan menggunakan

pendekatan regresi terpenggal untuk mereduksi dimensi data, sedangkan Sunaryo

(2005) menggunakan Regresi Komponen Utama dengan metode Wavelet

digunakan untuk pra-pemrosesan, hasil yang diperoleh memperbaiki nilai RMSEP

yang diperoleh oleh Arnita (2005). Mukid (2009) menerapkan regresi proses

Gaussian dengan kajian terhadap penggunaan berbagai fungsi peragam, Santi

(2010) menggunakan metoda GA-PLS untuk pendugaan model kalibrasi. Peneliti

lain yang telah mempublikasikan metode kalibrasi adalah Habibi et.al. yang

dalam penelitiannya membandingkan aplikasi AKU-Algoritma Genetika (AG)-

JST dengan AKU-AG-Multiple Linear Regression dengan kesimpulan bahwa

pemodelan dengan menggunakan AKU-AG-JST relatif lebih baik.

Page 16: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

3

Dengan memperhatikan berbagai penelitian pemodelan kalibrasi yang

telah dilakukan, penulis akan menggunakan aplikasi AKU-JST-AG untuk

menduga model kalibrasi pada pengukuran konsentrasi kurkumin pada tanaman

temulawak berdasarkan data persen transmitannya. Prapemrosesan akan dilakukan

dengan AKU, kemudian dimodelkan dengan JST. Arsitektur dari JST akan

dievaluasi oleh AG dengan harapan diperoleh arsitektur yang baik dengan RMSE

minimum.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membangun model kalibrasi dengan

menggunakan JST yang dioptimasi menggunakan Algoritma Genetika pada

pengukuran konsentrasi kurkumin temulawak berdasarkan persen transmitannya.

Page 17: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

4

Page 18: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

TINJAUAN PUSTAKA

Senyawa Aktif pada Temulawak

Menurut Sinambela (1985), komposisi rimpang temulawak dapat dibagi

menjadi dua fraksi utama yaitu zat warna kurkuminoid dan minyak atsiri. Warna

kekuningan temulawak disebabkan adanya kurkuminoid. Kandungan utama

kurkuminoid terdiri dari senyawa kurkumin, desmetoksikurkumin dan

bisdesmetoksikurkumin. Rimpang temulawak segar, selain terdiri dari senyawa

kurkuminoid dan minyak atsiri juga mengandung lemak, protein, selulosa, pati,

dan mineral. Kadar masing-masing zat tersebut tergantung pada umur rimpang

yang dipanen serta juga dipengaruhi oleh letak dan ketinggian tempat temulawak

berada.

Menurut Darwis et al. (1991), temulawak mempunyai berbagai macam

khasiat, yaitu sebagai: antibakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu

untuk mengeluarkan cairan empedu supaya pencernaan lebih sempurna. Selain itu

temulawak digunakan juga sebagai pengobatan gangguan pada hati atau penyakit

kuning, memperlancar aliran air empedu, obat demam, obat diare, gangguan perut

karena dingin dan radang dalam perut atau kulit. Khasiat temulawak tersebut telah

dibuktikan melalui teknik ilmu pengetahuan modern baik oleh ilmuwan dalam

maupun luar negeri.

Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared)

FTIR merupakan salah satu teknik spektroskopi inframerah. Instrumentasi

spektrum inframerah dibagi kedalam tiga jenis radiasi yaitu inframerah dekat

(bilangan gelombang 12800-4000 cm-1

), inframerah pertengahan (bilangan

gelombang 4000 - 200 cm-1

), dan inframerah jauh (bilangan gelombang 200-10

cm-1

) (Nur & Adijuawana 1989). FTIR termasuk dalam kategori radiasi

inframerah pertengahan.

Spektrum inframerah senyawa tumbuhan dapat diukur dengan

spektrofotometri inframerah yang merekam secara otomatis dalam bentuk larutan

(dalam kloroform, karbontetraklorida, 1-5%), bentuk gerusan dalam minyak nujol,

atau bentuk padat yang dicampur dengan kalium bromida. Daerah pada spektrum

Page 19: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

6

inframerah di atas 1200 cm-1

menunjukkan pita spektrum atau puncak yang

disebabkan oleh getaran ikatan kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang

ditelaah (Harbone, JB 1996).

Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen akan menyerap

berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah.

Setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai sifat frekuensi vibrasi yang berbeda.

Karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa yang berbeda terletak dalam

lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak akan ada dua molekul yang berbeda

strukturnya akan mempunyai bentuk serapan inframerah atau spektrum

inframerah yang tepat sama.

Jika I0 adalah intensitas IR yang masuk kedalam contoh dan I adalah

intensitas IR yang diteruskan (transmitted) oleh contoh, maka :

Absorban (A) = Log (I0 / I) dan transmitan (T) = 100 (I/I0). Sehingga hubungan

absorban dengan transmitan adalah : A = - log ( T/100).

Kegunaan penting dari spektrum inframerah adalah untuk mendeteksi

tentang gugus fungsi dari suatu molekul. Dari struktur kurkuminoid yang khas,

maka spektrum inframerah yang dihasilkan dengan FTIR juga khas. Menurut

Socrates (1994), daerah identifikasi spektra inframerah (IR) untuk kurkuminoid

adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Daerah identifikasi spektra IR kurkumin

No Jenis Vibrasi Bilangan

Gelombang cm-1

Intensitas

1 Ikatan hidrogen OH 3600-3300 m-s

2 C-H alkana 3000-2850 s

3 C=O keton 1820-1660 vs

4 Aromatic–C=C- rentangan 1660-1450 s

5 R – O-Ar 1300-1000 m

6 Sidik jari 900-700 s

Keterangan: (s) kuat; (m) medium; (vs) sangat kuat

Karena kekuatan serapan proporsional terhadap konsentrasi, maka FTIR

dapat digunakan untuk analisis kuantitatif yang menghubungkan konsentrasi

dengan absorban atau persen transmitan. Untuk menduga konsentrasi suatu

Page 20: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

7

senyawa tertentu dalam contoh, diperlukan pengukuran nilai-nilai absorban dari

contoh pada berbagai bilangan gelombang.

High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan komponen-komponen suatu

campuran, komponen-komponen tersebut akan terdistribusi diantara dua fase.

Salah satu fase dibuat diam dan dinamakan fase diam atau fase stasioner, fase

lainnya disebut fase gerak atau fase mobil yang bergerak diantara celah-celah atau

pada permukaan fase stasioner. Pergerakan fase mobil ini mengakibatkan

pergerakan diferensial dari komponen-komponen contoh (Nur dan Adijuwana

1989). Fase diam pada kromatografi dapat berupa cair atau padatan sedangkan

fase gerak dapat berupa cair atau gas. Berdasarkan jenis fasenya kromatografi

dapat digolongkan menjadi empat jenis yaitu: cair-padatan, gas-padatan, cair-cair,

dan gas-cair.

Analisis Komponen Utama (AKU)

Analisis Komponen Utama (AKU) adalah teknik yang digunakan untuk

menyederhanakan suatu data, dengan cara mentransformasi data secara linier

sehingga terbentuk sistem koordinat baru dengan keragaman maksimum. AKU

dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa mengurangi

karakteristik data tersebut secara signifikan. AKU juga sering digunakan untuk

menghindari masalah multikolinearitas antar peubah bebas dalam model regresi

berganda. Dalam AKU peubah-peubah yang masih saling berkorelasi

ditransformasi menjadi satu set peubah baru yang tidak berkorelasi lagi, peubah-

peubah baru itu disebut sebagai Komponen Utama (KU) (Johnson & Wichren

1982).

Pada AKU data akan direduksi kedalam beberapa komponen utama.

Pereduksian dilakukan dengan cara memproyeksikan data asli ke dalam ruang

komponen utama yang berdimensi rendah.

Misalkan adalah suatu vektor acak berdimensi p

dengan matriks kovarian S. Jika λ1, λ2, …, λp adalah akar ciri dari S dengan λ1 ≥ λ2

Page 21: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

8

≥ …≥ λp ≥ 0, dan ai adalah vektor ciri dari S yang berhubungan dengan λi,

i=1,2,…,p. Maka Komponen Utama ke-i dinyatakan sebagai :

dimana

Dipilih sedemikian hingga varians dari maksimum.

dengan

dan

Berdasarkan proporsi dari total keragaman populasi, akan diambil k

komponen utama pertama untuk mengganti p variabel asal.

Algoritma Genetika (AG)

AG merupakan metode adaptif yang biasa digunakan untuk memecahkan

suatu pencarian nilai dalam sebuah masalah optimasi (Suyanto 2005). Algoritma

ini didasarkan pada proses genetik yang ada dalam makhluk hidup; yaitu

perkembangan generasi dalam sebuah populasi yang alami, secara lambat laun

mengikuti proses seleksi alam atau “siapa yang kuat, dia yang bertahan (survive)”.

Dengan meniru teori evolusi ini, AG dapat digunakan untuk mencari

permasalahan-permasalahan dalam dunia nyata. Algoritma ini bekerja dengan

sebuah populasi yang terdiri dari individu-individu, masing-masing individu

mempresentasikan sebuah solusi yang mungkin bagi persoalan yang ada. Dalam

kaitan ini individu dilambangkan dengan sebuah nilai fitness yang akan digunakan

untuk mencari solusi terbaik dari persoalan yang ada. AG pertama kali

dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an di New York.

Sebagaimana halnya proses evolusi di alam, suatu algoritma genetika

terdiri dari tiga operasi yaitu: operasi Evolusi yang melibatkan proses selection

(seleksi) didalamnya, operasi crossover (persilangan), dan operasi mutation

(mutasi). Struktur umum dari suatu algoritma genetika dapat didefenisikan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

Page 22: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

9

Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi

yang mungkin dari permasalahan yang diangkat. Individu bisa dikatakan

sama dengan kromosom, yang merupakan kumpulan gen. Gen ini bias

bersifat biner.

Mendefinisikan nilai fitness, yang merupakan ukuran baik-tidaknya sebuah

individu atau baik-tidaknya solusi yang didapatkan. Nilai fitness ini yang

dijadikan acuan dalam mencapai nilai optimal dalam algoritma genetika.

Algoritma genetika bertujuan mencari individu dengan nilai fitness yang

paling tinggi.

Membangkitkan populasi awal secara random

Membentuk generasi baru dengan menggunakan operasi selection

(seleksi), cross-over (perkawinan silang) dan mutation (mutasi) gen hingga

kriteria berhenti terpenuhi.

Bila kriteria berhenti belum terpenuhi maka akan dibentuk lagi generasi

baru dengan mengulangi operasi seleksi, perkawinan silang dan mutasi.

Kriteria berhenti pada proses AG yang sering digunakan antara lain :

Berhenti pada generasi tertentu

Berhenti setelah dalam beberapa generasi berturut-turut didapatkan

nilai fitness tertinggi tidak berubah.

Berhenti bila dalam n generasi berikutnya tidak diperoleh nilai fitness

yang lebih tinggi.

Dalam populasi terdapat individu-individu yang dinamakan kromosom.

Kromosom ini secara lambat laun mengalami iterasi ’Perkembangbiakan’ dalam

sebuah generasi. Tabel 2 merupakan contoh suatu populasi awal sebanyak 4

individu dengan masing-masing kromosom individu terdiri dari 6 bit.

Tabel 2 Populasi awal dengan kromosom 6 bit

No Populasi Awal

1 0 1 1 0 0 1

2 1 0 0 1 0 0

3 1 0 1 0 1 0

4 0 1 0 1 0 1

Page 23: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

10

Agar menghasilkan generasi dengan kualitas yang lebih baik, maka perlu

dilakukan crossover (kawin silang). Pertama-tama father dan mother dipilih

secara acak. Selanjutnya tentukan posisi untuk crossover dalam kromosom.

Semua bit yang berada di sebelah kiri posisi crossover dari kromosom father dan

semua bit sebelah kanan posisi crossover dari kromosom mother ditransfer

sedemikian rupa sehingga dihasilkan keturunan baru. Sepasang parent akan

menghasilkan 2 keturunan baru.

Tabel 3 Contoh proses crossover

Sebelum

crossover

Sesudah

crossover

X1 0 1 1 | 0 0 1 0 1 1 | 1 0 0

X2 1 0 0 | 1 0 0 1 0 0 | 0 0 1

Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

JST adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari

pengetahuan tentang sel syaraf biologis dalam otak. Istilah JST digunakan karena

jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer

yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses

pembelajaran, cara kerja jaringan syaraf tiruan meniru cara kerja otak manusia

(Siang 2009). Salah satu contoh pengambilan ide dari jaringan syaraf biologis

adalah adanya elemen-elemen pemrosesan pada JST yang saling terhubung dan

beroperasi secara paralel. Ini meniru jaringan syaraf biologis yang tersusun dari

sel-sel syaraf (neuron).

JST tidak diprogram untuk menghasilkan keluaran tertentu. Semua

keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan pada

pengalamannya selama mengikuti proses pembelajaran. Pada proses

pembelajaran, kedalam JST dimasukkan pola-pola (input dan output) lalu jaringan

akan diajari untuk memberikan jawaban yang bisa diterima. Di dalam JST, input

akan diproses oleh neuron-neuron JST dengan bobot tertentu. Secara umum cara

kerjanya adalah dengan memproses sinyal yang diterima kemudian didistribusikan

melewati jaringan dan disimpan sebagai bobot disetiap neuron. Selama proses

Page 24: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

11

pelatihan, dilakukan proses penyesuaian bobot dan batas nilai-nilai diperoleh

output yang diinginkan.

JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf

biologi dengan asumsi bahwa :

Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron)

Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-

penghubung

Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau

memperlemah sinyal

Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi

yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya output ini

selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

Neuron

Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam

pengoperasian jaringan syaraf tiruan (Siang 2009). Neuron terdiri dari 3 elemen

pembentuk :

1. Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi. Jalur-jalur

tersebut memiliki bobot/kekuatan yang berbeda-beda. Jumlah, struktur dan

pola hubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan arsitektur

jaringan (dan juga model jaringan yang terbentuk).

2. Suatu unit penjumlah yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang

sudah dikalikan dengan bobotnya

3. Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron

akan diteruskan ke neuron lain ataukah tidak.

Komponen JST

Input, merupakan data masukan, data awal sebelum diproses. Setiap input

diproses ke satu atribut tunggal.

Output, merupakan data keluaran, berisis solusi untuk permasalahan dari

input.

Bobot, menunjukkan nilai matematik dari input data atau banyaknya

koneksi yang memindahkan data dari satu lapisan ke lapisan lainnya.

Page 25: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

12

Fungsi Penjumlahan, menghitung jumlah dari semua elemen input yang

dimasukkan pada setiap pemrosesan elemennya, merupakan perkalian

setiap nilai input dan bobotnya.

Fungsi Transfer/Fungsi Aktivasi. Fungsi Penjumlahan menghitung tingkat

aktivasi dari neuron. Berdasarakan tingkatan ini, neuron bisa

menghasilkan suatu output dan bisa juga tidak. Hubungan antara tingkat

aktivasi internal dan output dapat berupa linear atau non linear. Hubungan

tersebut dinamakan Fungsi Transfer.

Berdasarkan algoritma pembelajarannya, JST dikelompokkan menjadi 2

macam pelatihan yang dikenal yaitu :

Terawasi (supervised) , dalam hal ini terdapat sejumlah pasangan data

(masukan – target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan

hingga diperoleh bobot yang diinginkan. Pasangan data tersebut

merupakan pemberi informasi dan melatih hingga diperoleh bentuk

yang terbaik. Pada kategori ini penentuan bobot masing-masing

neuron berdasarkan keluaran yang diawasi agar nilainya sedekat

mungkin dengan target yang ditentukan.

Tak terawasi (unsupervised). Pada kategori ini, penentuan bobot

masing-masing neuron berdasarkan karakteritik masukan.

Arsitektur Jaringan

JST dirancang dengan mengunakan suatu aturan yang bersifat menyeluruh

dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama. Arsitektur

jaringan akan menentukan target yang akan dicapai karena tidak semua

permasalahan dapat diselesaikan dengan arsitektur yang sama.

Jaringan dengan lapisan tunggal, hanya memiliki satu lapisan dengan

bobot terhubung, jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung

akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi.

Jaringan dengan banyak lapisan, memiliki satu atau lebih lapisan terembunyi yang

terletak diantara lapisan input dan lapisan output

Page 26: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

13

Metode Backpropagation

Merupakan salah satu metode pelatihan dalam JST. Metode ini sangat baik

dalam menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks (Siang 2009).

Algoritma perhitungan JST backpropagation terdiri atas dua langkah yaitu

perambatan maju dan perambatan mundur. Kedua langkah ini dilakukan pada

jaringan untuk setiap pola yang diberikan selama jaringan mengalami pelatihan.

Cara kerja dari backpropagation adalah dengan menginisialisai jaringan dengan

bobot yang diset dengan bilangan acak. Kemudian data pelatihan dimasukan

kedalam jaringan. Data pelatihan tediri atas pasangan input dan output target.

Keluaran dari jaringan berupa sebuah nilai output aktual. Selanjutnya nilai output

aktual jaringan dibandingkan dengan nilai target untuk mengetahui apakah output

jaringan sudah sesuai dengan output target. Error yang timbul akibat perbedaan

antara nilai output dengan target tersebut kemudian dihitung dan digunakan untuk

mengubah bobot-bobot yang relevan dengan jalan mempropagasikan kembali

error. Setiap perubahan bobot diharapkan dapat mengurangi besar error. Siklus

seperti ini dilakukan pada semua set pelatihan samapi unjuk kerja jaringan

mencapai tingkat yang diinginkan atau sampai kondisi berhenti terpenuhi. Setelah

proses pelatihan selesai, barulah diterapkan algoritma aplikasi. Dari respon

jaringan dapat dinilai kemampuan memorisasi dan generalisasi jaringan dalam

menebak output berdasarkan pada apa yang telah dipelajarinya selama ini.

Nilai Input

Lapisan input

Lapisan Hiden

Lapisan Output

Nilai output

Gambar 1 Arsitektur backpropagation banyak lapisan

Page 27: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

15

Y1 Yk Ym

1 Z1 Zj Zp

XnXiX11

W mp

W kp

W 1p

W mj

W kjW 1j

W m

1

W k1

W 1

1W m0

W k0

W 1

0

V 10 V j0

V p0

V 11V j1 V

p1

V 1i

V ji V p

iV 1n

V jn V pn

Gambar 2 Arsitektur backpropagation banyak lapisan dengan bobot

Fungsi Aktivasi pada Backpropagation

Dalam JST, fungsi aktivasi merupakan bagian penting dalam tahapan

perhitungan keluaran suatu algoritma. Fungsi aktivasi harus memenuhi syarat :

kontinu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun.

Beberapa fungsi aktivasi yang sering dipakai adalah fungsi Sigmoid Biner

dengan turunan dengan nilai interval (0,1)

dan fungsi Sigmoid Bipolar dengan turunan

dengan nilai interval (-1,1). Fungsi Identitas dipakai

apabila kita menginginkan keluaran jaringan berupa sembarang bilangan riil,

fungsinya adalah .

Menurut Siang (2009), algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu

layar tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut:

Langkah 0 : inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil

Langkah 1 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi,lakukan langkah 2-

9

Langkah 2 : untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 3-8

Page 28: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

15

Fase 1 : Propagasi maju

Langkah 3 : tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke

unit tersembunyi diatasnya

Langkah 4 : hitung semua keluaran di unit tersembunyi zj (j = 1,2,…p)

Langkah 5 :hitung semua keluaran di unit yk (k = 1, 2, …, m)

Fase II : Propagasi mundur

Langkah 6 :

hitung faktor unit keluaran berdasarkan kesalahan disetiap unit keluaran

yk (k=1, 2, ..,m) .

merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot

layar dibawahnya (langkah 7).

Hitung suku perubahan bobot (yang akan dipakai nanti untuk merubah

bobot ) dengan laju percepatan .

Langkah 7 : Hitung faktor unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di

setiap unit tersembunyi zj (j= 1, 2,…, p)

Faktor unit tersembunyi : .

Hitung suku perubahan bobot vji (yang akan dipakai nanti untuk merubah

bobot vji) ; j = 1, 2,…, p ; i = 0, 1, …,n

Fase III : Perubahan bobot

Langkah 8 : Hitung semua perubahan bobot

Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran :

Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi :

Page 29: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

16

Page 30: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

DATA DAN METODE

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

merupakan bagian dari data penelitian Hibah Pascasarjana tahun 2003-2005 hasil

kerjasama antara Departemen Statistika IPB dengan Pusat Studi Biofarmaka

LPPM IPB. Penelitian tersebut didanai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi,

Departemen Pendidikan Nasional. Data yang digunakan adalah persen transmitan

kurkumin dari serbuk temulawak hasil pengukuran spektrometer FTIR dan data

konsentrasi senyawa aktif kurkumin yang diukur dengan menggunakan HPLC.

Temulawak yang dijadikan contoh diambil dari beberapa daerah sentra tanaman

obat, yaitu Bogor, Sukabumi, Kulon Progo, Karanganyar, Cianjur dan Balitro.

Data-data tersebut diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka Institut pertanian Bogor.

Metode

Penggunaan algoritma genetika dalam optimasi jaringan syaraf tiruan

dilakukan untuk mendapatkan struktur neuron pada lapis tersembunyi yang

mendekati optimal. Tingkat pengenalan JST dalam pendugaan yang tinggi akan

didapat apabila seluruh neuron pada lapis tersembunyi memberikan nilai

kontribusi objektif yang tinggi, dalam hal ini penulis akan menekankan nilai R2.

Apabila neuron yang memberikan kontribusi R2 yang kecil dapat dihilangkan,

sedangkan yang memberikan kontribusi R2 besar dapat dipertahankan, maka

jaringan syaraf tiruan ini dapat diharapkan memberikan nilai R2 yang lebih tinggi.

Penghilangan neuron yang kurang bermanfaat ini dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu dengan membuang sejumlah bobot dari setiap neuron yang memberi

kontribusi R2 kecil atau dengan membuang sejumlah neuron yang berarti

membuang seluruh bobot dari neuron yang terhubung yang kurang bermanfaat

(Apriyanti 2005). Pada penelitian ini digunakan pendekatan kedua yaitu

membuang bobot dari neuron yang terhubung yang memberikan kontribusi R2

kecil.

Pada proses AG pengkodean yang akan dipakai adalah string biner, dengan

tiap bit dalam string kromosom merepresentasikan sebuah neuron. Bit yang

Page 31: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

18

bernilai 1 merepresentasikan neuron yang dipertahankan dan bit yang bernilai 0

merepresentasikan neuron yang dibuang. Penggunaan parameter seperti dijelaskan

diatas diharapakan mencukupi bagi AG untuk melakukan pencarian solusi optimal

bagi jumlah neuron lapis tersembunyi.

Pada penelitian ini langkah pertama yang akan dikerjakan adalah melakukan

prapemrosesan dengan PCA untuk mereduksi dimensi dari peubah bebas yang

dalam hal ini adalah persen transmitan yang dihasilkan oleh FTIR. Pada

prapemrosesan AKU pengambilan Komponen Utama dilakukan untuk berbagai

keragaman kumulatif komponen tersebut menerangkan keragaman data asli. Data

dari hasil prapemrosesan dibagi 2 bagian : bagian pertama terdiri dari beberapa

pengamatan untuk pemodelan dalam tahap pelatihan (training) dan bagian kedua

untuk testing. Pembagian data pengamatan ke dalam kelompok data training dan

data testing dicobakan dalam berbagai komposisi yaitu 60%, 70% dan 80% pada

data training.

Selanjutnya, JST dengan algoritma backpropagation digunakan untuk

memproses hubungan antara peubah-peubah baru hasil PCA dengan respon.

Dilakukan pendugaan terhadap nilai target (HPLC). Pendugaan untuk

memperoleh nilai dugaan mendekati nilai target dilakukan dengan cara

menyesuaikan bobot pada masing-masing neuron. Spesifikasi JST yang

digunakan :

Arsitektur yang digunakan adalah Feed Forward Neural Network

(FFNN) banyak lapisan, dalam hal ini neuron-neuron disusun dalam

lapisan-lapisan dan sinyal-sinyal mengalir dari input ke lapisan

pertama, kemudian ke layer kedua, dan seterusnya.

Masukan merupakan hasil prapemrosesan AKU. Pada JST dua lapis,

pengkodean string biner sepanjang 16 bit diambil dari jumlah neuron

maksimum lapisan tersembunyi. Hal ini berdasarkan penelitian

Kusumoputro (2004). Lapisan keluaran menggunakan satu neuron

sesuai dengan target, yaitu setiap observasi terhubung dengan satu nilai

target (HPLC).

Page 32: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

19

Algoritma pembelajaran yang digunakan adalah Backpropagation

dengan fungsi transfer/aktivasi untuk lapis tersembunyi adalah sigmoid

biner (logsig) dan fungsi transfer linear untuk lapis keluaran.

Teknik inisialisasi yang digunakan adalah inisialisasi Nguyen-Widrow.

Algoritma ini memberikan bobot awal pada neuron dengan nilai antara

-0,5 sampai 0,5, sedangkan bobot-bobot dari masukan ke lapis

tersembunyi dirancang sedemikian rupa sehingga mempercepat proses

pembelajaran (Fauset 1994). Inisialisasi Nguyen-Widrow didefinisikan

sebagai persamaan berikut:

Hitung harga faktor pengali np1

7.0 dengan p banyaknya

jumlah neuron lapisan tersembunyi dan n banyaknya neuron

pada lapisan input.

Untuk setiap unit tersembunyi (j=1, 2, ... ,p), dihitung vij (lama)

yaitu bilangan acak diantara -0.5 dan 0.5 (atau di antara - dan

+ ). Pembaharuan bobot vij (lama) menjadi vij baru yaitu:

)(

)()(

lamav

lamavbaruv

ij

ij

ij

Tetapkan Bias, voj = Bobot pada bias bernilai antara - dan .

Respon yang diambil dalam penelitian ini adalah nilai R2 yang dicapai

oleh JST setelah dilakukan optimasi oleh algoritma genetika berdasarkan

presentase data training, persentase keragaman AKU yang digunakan dan nilai

pembelajaran. Sedang fungsi fitness yang dipakai adalah memaksimumkan nilai

R2. Dalam penggunaan data training dan data testing dievaluasi dengan mencari

Root Mean Square Error (RMSE) yang didefenisikan dengan :

calN

n

ncalncal

cal

yyN

RMSE1

2

,,ˆ

1

dimana:

ycal,n = nilai pengamatan berdasarkan n sampel kalibrasi.

ncaly ,ˆ = nilai dugaan pengamatan dengan menghilangkan sebanyak n sampel dari

sekumpulan N sampel kalibrasi.

np = banyak sampel yang digunakan dalam model validasi.

Page 33: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

20

Diagram alur penelitian adalah sebagai berikut :

Gambar 3 Diagram Alur Penelitian

Data

Pemilihan/Pengelompokan Data

Reduksi Data dengan PCA

Proses JST

Testing dengan JST Tanpa AG Proses optimasi JST dengan GA

Hasil Testing JST Standar

Hasil Testing JST Optimasi Analisis R

2 dan RMSE JST

Analisis R2 dan RMSE JST

Testing dengan JST Optimasi

Page 34: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Spektrum Kurkumin

Spektrum kurkumin diambil dari 20 sampel serbuk temulawak yang berasal

dari berbagai daerah sentra tanaman obat dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan Gambar 4 spektrum kurkumin dari berbagai daerah tersebut sebagian

besar memiliki pola yang hampir sama kecuali untuk beberapa spektrum yang

menunjukkan pola yang agak berbeda. Terlihat bahwa spektrum kurkumin dari

sampel serbuk temulawak yang diambil dari daerah Cianjur (sampel C2) dan

Bogor (sampel B2) agak berbeda.

Data persen transmitan diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan

FTIR pada 1866 bilangan gelombang yang berkisar antara 4000 – 400 cm-1

. Pada

indeks bilangan gelombang disekitar 1500 cm-1

ketika spektrum kurkumin serbuk

temulawak dari sebagain besar sampel memiliki pola grafik yang cekung ke atas,

tetapi temulawak yang diambil dari daerah Cianjur menujukkan pola grafik yang

cekung kebawah. Tampak juga bahwa spektrum kurkumin serbuk temulawak

yang diambil dari daerah Bogor (sampel B2) menunjukkan pola yang cenderung

konstan di setiap bilangan gelombang.

Gambar 4 Spektra kurkumin serbuk temulawak

Page 35: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

22

Reduksi Peubah Penjelas

Data persen transmitan diukur pada 1866 bilangan gelombang yang dalam

pemodelan kalibrasi ini berperan sebagai peubah penjelas. Ada beberapa alasan

utama mengapa reduksi jumlah peubah penjelas ini dilakukan. Pertama, besar

kemungkinan antara peubah penjelas satu dengan lainnya tidak saling bebas.

Kedua, bekerja dengan sedikit peubah penjelas akan menyederhanakan proses

komputasi.

Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk mereduksi banyaknya

peubah penjelas dengan persentase keragaman kumulatif yang mampu dijelaskan

digunakan sebagai kriteria untuk menentukan banyaknya komponen utama. Tabel

4 menjelaskan bahwa pada bilangan gelombang 4000–400 cm-1

dengan

menggunakan 1 komponen utama, keragaman yang dapat dijelaskan sebesar

89,7592% dan apabila menggunakan 2 komponen utama keragaman yang dapat

dijelaskan sebesar 95,1612% sedangkan apabila menggunakan 3 komponen utama

keragaman yang dapat dijelaskan sebesar 99,2061% dari keragaman pada data

asal.

Tabel 4 Ragam kumulatif komponen utama

Komponen

Utama

Ragam yang

dijelaskan (%)

Ragam

Kumulatif (%)

1 89,75924 89,7592

2 5,401949 95,1612

3 4,044904 99,2061

4 0,544743 99,7508

5 0,104654 99,8555

6 0,062432 99,9179

7 0,030868 99,9488

8 0,030398 99,9792

9 0,009928 99,9891

10 0,003334 99,9924

11 0,002995 99,9954

12 0,001876 99,9973

13 0,001062 99,9984

14 0,000704 99,9991

15 0,000374 99,9995

16 0,000181 99,9996

17 0,000169 99,9998

18 0,000118 99,9999

Page 36: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

23

Nilai Dugaan Terhadap Nilai HPLC

Pemodelan menggunakan JST dengan optimasi AG dilakukan dalam

berbagai kelompok data. Pada percobaan JST dengan optimasi AG, kelompok

data dengan jumlah data training sebanyak 80% dan komponen utama yang

digunakan sebagai input pada jaringan menjelaskan 99,8555% data asal, diperoleh

model terbaik dengan nilai rata-rata RMSEtraining 0,0314 dan nilai RMSEtesting

0,5225, dengan nilai rata-rata R2 yang diperoleh 49,93%. Gambar 5 dan Gambar

6 merupakan histogram frekuensi rata-rata RMSE yang diperoleh pada kelompok

80% data training dan data testing.

Gambar 5 Histogram frekuensi rata-rata nilai RMSE pada data training

Page 37: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

24

Gambar 6 Histogram frekuensi rata-rata nilai RMSE pada data testing

Percobaan dilakukan dengan mengamati pembagian kelompok data

menurut data training dan data testing lainnya. Pada kelompok data training

70%, diperoleh nilai RMSEtraining 0,0297 dan RMSEP 0,5556, nilai R2 yang

diperoleh adalah 0,3964 (39,644%). Demikian juga dengan menggunakan

kelompok data pada data training 60% diperoleh rata-rata nilai RMSEtraining

sebesar 0,0326 dan RMSEP 0,5844, dengan nilai R2 yang diperoleh sebesar

0,2789 (27,89%). Pembagian kelompok data menjadi data training relatif

berpengaruh terhadap pencapaian R2, sesuai dengan penelitian Apriyanti (2005)

yang menyimpulkan bahwa pembagian data menjadi data training dan testing

cukup berpengaruh terhadap peningkatan nilai R2. Peneliti sebelumnya yang

dilakukan oleh Mukid (2009) menghasilkan nilai RMSEP terbaik untuk berbagai

jenis fungsi peragam dengan menggunakan seluruh gugus data adalah 0,5913.

Tabel 5 merupakan tabel perbandingan nilai rata-rata RMSE yang diperoleh

sesuai dengan pengelompokan data.

Tabel 5 Perbandingan rata-rata RMSE dengan AKU-JST-AG

Kelompok Data RMSEtraining RMSEtesting R2

1 (60% data training) 0,0326 0,5844 0,2789

2 (70% data training) 0,0297 0,5556 0,3964

3 (80% data training) 0,0304 0,5225 0,4993

Page 38: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

25

Algoritma genetika sangat baik dilakukan untuk memperoleh struktur

jaringan yang baik dengan nilai RMSEtesting minimum Jika dibandingkan dengan

jaringan tanpa menggunakan AG, hasil yang diperoleh JST optimasi AG relatif

lebih baik. Pada kelompok data training 80%, dilakukan percobaan AKU-JST

tanpa menggunakan AG, diperoleh rata-rata nilai RMSEtraining 0,0282 dan

RMSEtesting 0,6117 dengan rata-rata R2 sebesar 0,4064. Hasil ini tidak lebih baik

dibanding dengan program AKU-JST dengan menggunakan AG. Tabel 6

merupakan tabel perbandingan nilai rata-rata RMSE yang diperoleh sesuai

pengelompokan data tanpa menggunakan AG.

Tabel 6 Perbandingan rata-rata RMSE dengan GA-JST tanpa AG

Kelompok Data RMSEtraining RMSEtesting R2

1 (60% data training) 0,0304 0,7698 0,1867

2 (70% data training) 0,0282 0,6198 0,2860

3 (80% data training) 0,0282 0,6117 0,4065

Gambar 7 dan gambar 8 merupakan plot perbandingan nilai R2 dan RMSEP

sesuai pengelompokan data untuk jaringan menggunakan optimasi AG dan tanpa

menggunakan AG.

Gambar 7 Perbandingan nilai rata-rata R2 dengan AKU-JST-AG dan

AKU-JST

Page 39: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

26

Gambar 8 Perbandingan nilai RMSEtesting metode AKU-JST-AG dan

AKU-JST

Sebaran jumlah neuron lapis tersembunyi metode AKU-JST-AG yang

menghasilkan rata-rata RMSEtesting minimum untuk melihat kecenderungan

jumlah neuron yang memberikan hasil dugaan paling mendekati nilai target

diperlihatkan pada Gambar 8. Secara umum metode AKU-JST-AG lapis banyak

rata-rata menghasilkan delapan neuron pada lapis tersembunyi dalam arsitektur

JST yang menghasilkan rata-rata RMSEtesting paling minimum.

Gambar 9 Sebaran jumlah neuron lapis tersembunyi

Pemilihan n-komponen utama pertama yang dijadikan input pada jaringan

memberikan hasil yang berbeda. Tabel berikut menyajikan sebelas model yang

Page 40: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

27

disusun dengan mencobakan setiap komponen utama pada sebagai input pada

model.

Tabel 7 Nilai RMSEtesting dan R2 berdasarkan jumlah KU

Model ke-i n-peubah RMSEtesting R2

1 2 0,7392 0,3342

2 3 0,5440 0,4672

3 4 0,5162 0,4651

4 5 0,5225 0,4994

5 6 0,6246 0,4226

6 7 0,6003 0,3687

7 8 0,5944 0,4873

8 9 0,5538 0,3979

9 10 0,5515 0,4223

10 11 0,5495 0,4519

11 12 0,5260 0,4276

12 13 0,6046 0,4367

13 14 0,5459 0,4941

14 15 0,5754 0,4149

15 16 0,6209 0,3878

16 17 0,5715 0,4216

17 18 0,7560 0,3684

Tabel 7 memperlihatkan bahwa model ketiga dan keempat adalah model

yang baik. Model keempat memberikan nilai R2 yang lebih tinggi dengan

RMSEtesting 0,5225 yang memberikan sumber keragaman terbesar dengan

kumulatif keragaman sebesar 99,8555%.

Page 41: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

28

Page 42: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

29

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Algoritma Genetika dapat digunakan untuk mengoptimalkan kerja JST, dalam

hal ini dilakukan pada struktur neuron pada lapis tersembunyi untuk memperoleh

model terbaik yang diukur dengan nilai RMSE yang diperoleh. Pembagian

kelompok data menjadi data training dan data testing memberikan hasil yang

relatif berbeda.

Saran

Penelitian ini menggunakan metode AKU-JST-AG dengan harapan untuk

mendapatkan pemodelan kalibrasi terbaik. Banyak metode lain yang perlu untuk

dikembangkan lagi sehingga diperoleh pemodelan kalibrasi terbaik. Pemilihan

prapemrosesan lain untuk mereduksi dimensi data yang besar sangat diperlukan

untuk mendapatkan pendugaan yang terbaik. AG perlu dipertimbangkan dalam

pemilihan komponen utama yang paling berpengaruh sebelum dilakukan

pendugaan oleh JST.

Page 43: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

30

Page 44: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanti N. 2005. Optimasi Jaringan Syaraf Tiruan Dengan Algoritma Genetika

Untuk Peramalan Curah Hujan [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana

Institut Pertanian Bogor.

Arnita. 2005. Koreksi Pencaran dalam Model Kalibrasi Peubah Ganda pada Data

Senyawa Aktif Gingerol Serbuk Rimpang Jahe (Zingiber Officinale

Roscue) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Atok. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Pemodelan Kalibrasi Dengan

Prapemrosesan Analisis Komponen Utama dan Transformasi Fourier

Diskret [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Erfiani. 2005. Pengembangan Model Kalibrasi dengan Pendekatan Bayes (Kasus

Tanaman Obat) [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Fauset L 1994. Fundamentals of Neural Networks. Prentice Hall, New Jersy.

Habibi-Yangjeh A, Pourbasheer E, Danandeh-Jenagharad M. 2009. Application of

Principal Component-Genetic Algorithm-Atificial Neural Network for

Prediction Acidity Constant of Various Nitrogen-Containing Compounds

in Water. Monatsh Chem.

Harbone JB. 1996. Metode Fitokimia ”Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan”. Terbitan Kedua. Penerbit ITB. Bandung.

Kusumoputro B. 2004. Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah Secara 3

Dimensi Menggunakan Hemisphere Structure of Neural Networks dan

Optimasi Struktur Menggunakan Algoritma Genetika. Makalah Seminar

Nasional dan Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi V. Fakultas Ilmu

Komputer UI. Depok

Naes T, Issackson T, Fearn T, Davies T. 2002. User Friendly Guide to

Multivariate Calibration and Classification. United Kingdom: NIR

Publication Chichester.

Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi.

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Santi VM. 2010. Model Kalibrasi Spektroskopi Dengan Preprocessing Genetich

Algorithm (GA) (Studi Kasus : Tanaman Obat Temulawak) [Tesis].

Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Siang JJ. 2009. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya menggunakan

Matlab.PenerbitAndi.Yogyakarta.

Page 45: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

32

Sinambela JM. 1985. Fitoterapi, Fitostandar dan Temulawak. Prosiding

Simposium Nasional temulawak. Bandung, 17 September 1985.

Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.

Socrates G. 1994. Infrared Characteristic Group Frequencies Tables and Charts.

New York: John Wiley and Sons.

Sunaryo S. 2005. Model Kalibrasi dengan Transformasi Wavelet Sebagai Metode

Pra-Pemrosesan [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Suyanto. 2005. Algoritma Genetika dalam Matlab. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Page 46: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

L A M P I R A N

Page 47: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

% PROGRAM ANALISIS KOMPONEN UTAMA-JARINGAN SYARAF

TIRUAN-ALGORITMA GENETIKA

clear all

global net

global data

global tg_awal

global satu

global dua

prosentase=.80; % prosentase data yang dipakai utk training (prosentase*100%)

% baca data

[xx,head]=xlsread('FTIR+HPLC-TEMULAWAK-serbuk.xlsx','FTIR');

tr_awal=xx(:,2:end); [Rtr,Qtr]=size(tr_awal);

[yy,head]=xlsread('FTIR+HPLC-TEMULAWAK-serbuk.xlsx','HPLC');

tgn_awal=yy(:,1)'; [Rtg,Qtg]=size(tg_awal);

hh=char(head(2:end,3));

satu=1:prosentase*Qtr;

dua=prosentase*Qtr+1:Qtr;

% pengacakan data

p = randperm(Qtr);

trn_awal=tr_awal(:,p);

tg_awal=tgn_awal(p);

h=hh(p,:);

data_norm=detrend(trn_awal');

% proses PCA

[pcs,dataBaru,ragam,t2] = princomp(zscore(data_norm));

persen=ragam*100/sum(ragam);

% Keragaman yang diambil dari PCA

ragamAmbil=99.99;

jmlRagam=0;

i=0;

while jmlRagam < ragamAmbil

i=i+1;

jmlRagam=jmlRagam+persen(i);

end

hitung=1:i;

data=(dataBaru(:,hitung))';

Page 48: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

34

% Inisialisasi ANN

Ranges=minmax(data);

Arch=[16 1];

ActFunc={'logsig','purelin'};

net=newff(Ranges, Arch, ActFunc, 'trainrp');

net.trainParam.show = 500;

net.trainParam.lr = 0.5;

net.trainParam.epochs = 500;

net.trainParam.goal = 1e-3 ;

net.trainParam.min_grad=1e-009;

%simpan nilai LW

tempLW = net.LW{2,1};

% Inisialisasi GA

[initPop,tempLW] = gainit(tempLW,8,[0 65535],'fits',[],[1 0]);

% Proses GA

[x endPop bpop trace] = ga([0 65535],'fits',[],initPop,[1 0 1],'maxGenTerm',10,...

'roulette',[0.08],['simpleXover'],[0.6],'binaryMutation',[0.0333]);

fprintf('konfigurasi neuron terbaik: ')

hasil = DecToBin(x,16)

%Mencoba menerapkan hasil yang terbaik

net.LW{2,1} = tempLW * (diag(hasil));

% Penentuan input ANN

test.P = data(:,dua); test.T = tg_awal(dua);

pcTrain = data(:,satu); yTrain = tg_awal(satu);

% Proses ANN

[net,tr]=train(net,pcTrain,yTrain,[],[],[],test);

yTgt = sim(net,data);

%Evaluasi output jaringan (data testing dengan target)

[m2,b2,r2] = postreg_edit(yTgt(dua),test.T);

R_sq2=(r2)^2; %R-square petunjuk buat korelasi antara y prediksi dan y aktual

RMS_Error2=sqrt(mean((test.T - yTgt(dua)).^2)); %Error y prediksi dan y aktual

valid = (r2)+(1/(RMS_Error2+0.001));

RMS_E1=sqrt(mean((yTrain - yTgt(satu)).^2))

R1=corr2(yTgt(satu),yTrain)

fprintf('Korelasi (R): ')

R=corr2(yTgt(dua),test.T)

Page 49: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

fprintf('RMSE: ')

RMSE=RMS_Error2

fprintf('Nilai Prediksi (Training): ')

Pred=yTgt(satu)

fprintf('Nilai Prediksi (Pred): ')

Pred=yTgt(dua)

figure

plot(1:length(yTrain),yTrain,'-or',1:length(yTrain),yTgt(satu),':sb')

title(['Hasil Training (RMSE: ',num2str(RMS_E1),', R: ',num2str(R1),')'])

legend('aktual','model')

set(gca,'xtick',1:length(yTrain),'xticklabel',{h(satu,1:3)})

figure

plot(1:length(test.T),test.T,'-or',1:length(test.T),yTgt(dua),':sb')

title(['Hasil Estimasi (RMSE: ',num2str(RMSE),', R: ',num2str(R),')'])

legend('aktual','estimasi')

set(gca,'xtick',1:length(yTrain),'xticklabel',{h(dua,1:3)})

% Program ini diambil dari karya tulis Apriyanti (2005) atas seijin penulis dan

diperbaharui seperlunya sesuai dengan tujuan penelitian

Page 50: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM
Page 51: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM
Page 52: JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA DALAM

65