jantra -...

147

Upload: others

Post on 10-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang
Page 2: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

v

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Jantra dapat diartikan sebagai roda berputar, yang bersifat dinamis, seperti halnya kehidupanmanusia yang selalu bergerak menuju ke arah kemajuan. Jurnal Jantra merupakan wadah penyebarluasantentang dinamika kehidupan manusia dari aspek sejarah dan budaya. Artikel dalam Jurnal Jantra bisaberupa hasil penelitian, tanggapan, opini, maupun ide atau pemikiran penulis. Artikel dalam Jantraantara 15-20 halaman kuarto, dengan huruf Times New Romans, Font 12, spasi 2, disertai catatankaki dan menggunakan bahasa populer namun tidak mengabaikan segi keilmiahan. Dewan RedaksiJantra berhak mengubah kalimat dan format penulisan, tanpa mengurangi maksud dan isi artikel. Tulisanartikel disampaikan dalam bentuk file Microsoft Word (disket, CD), dialamatkan kepada : DewanRedaksi Jantra, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Jalan Brigjen Katamso139 (nDalem Joyodipuran), Yogyakarta 55152, Telp. (0274) 373241 Fax. (0274) 381555 E-mail :[email protected].

Penasehat : Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni dan FilmKementerian Kebudayaan dan Pariwisata

Penanggung Jawab : Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan NilaiTradisional Yogyakarta

Penyunting Ahli dan Mitra Bestari : Prof. Dr. Djoko Suryo (Sejarah)Prof. Dr. Suhartono Wiryopranoto (Sejarah)Dr. Lono Lastoro Simatupang (Antropologi)Dr. Y. Argo Twikromo (Antropologi)Drs. Eddy Pursubaryanto, M. Hum (Sastra Inggris)

Pemimpin Dewan Redaksi : Drs. Sumardi, MM

Ketua Redaksi Pelaksana : Dra. Sri Retna Astuti

Sekretaris/ Pemeriksa naskah : Dra. Titi Mumfangati

Anggota Redaksi Pelaksana : Drs. A. Darto Harnoko (Sejarah)Dra. Endah Susilantini (Sastra)Drs. Tugas Triwahyono (Sejarah)Dra. Siti Munawaroh (Geografi)Drs. Sujarno (Antropologi)

Dustribusi : Drs. IW Pantja Sunjata

Alamat Redaksi :

BALAI PELESTARIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL YOGYAKARTAJalan Brigjen Katamso 139 (nDalem Joyodipuran), Yogyakarta 55152, Telp. (0274) 373241

Fax. (0274) 381555 E-mail : [email protected].

Page 3: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

i

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

i

PENGANTAR REDAKSI

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenanNya JantraVolume VI No. 12 Desember 2011 dapat hadir kembali di hadapan pembaca. Edisi Jantra kali inimemuat 13 (tiga belas) artikel di bawah tema Pendidikan Non Formal melalui Budaya.

Ketiga belas artikel ini masing-masing:1). Tulisan Sahid Teguh Widodo yang berjudulEtnohidrolika: Pendidikan Air dan Lingkungan Berbasis Budaya yang menguraikan tentang bagaimanamasyarakat Jawa memelihara, merawat dan memanfaatkan air bagi kepentingan hidup bersama denganpendekatan etnohidrolika. 2). Artikel yang berjudul Permainan Tradisional Sebagai JembatanPembentukan Karakter Bangsa yang ditulis oleh Sujarno. Ia menguraikan tentang nilai-nilai daripermainan tradisional, melalui permainan tradisional bisa membentuk kepribadian atau karakter darianak itu sendiri. 3). Prepat Panakawan Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta Sebagai Media PendidikanMoral, yang ditulis oleh Sunarto, disini diuraikan tentang sosok panakawan yang memiliki makna, danmakna tersebut merupakan bentuk ajaran (pendidikan) moral bagi manusia agar dapat menjalani hidupnyadengan selamat. 4). Tulisan Sindu Galba yang berjudul GotongRoyong sebagai Wahana PendidikanBudaya Kasus Perehaban Musholla Masyarakat Dusun Klayu, menguraikan tentang nilai-nilaigotongroyong ternyata secara tidak langsung dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan budaya yangditumbuhkembangkan oleh masyarakat yang bersangkutan. 5).I Nyoman Wijaya menulis tentangMembangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Multikulturalisme: Studi Kasus Multikulturalisme diBali, yang menguraikan tentang bagaimana bisa mewujudkan masyarakat yang multikultural, makadiperlukan pendidikan multikultural yang dapat dilakukan dengan mengaplikasikan teori kekuasaanMichel Foucault. 6). Nilai-nilai Pembentukan Karakter Melalui Seni Pertunjukan Topeng yang ditulisoleh I Wayan Dana, ia menguraikan bahwa pembentukan karakter dalam seni pertunjukan TopengIndramayu tersaji melalui ekspresi gerak, cerita, penokohan, musik, tembang, dan tata busana sertaucapan. Kesenian ini memiliki peran yang kuat dan terkandung nilai-nilai pendidikan yang mengajarkanseseorang bertingkah laku santun, saling menghormati, semangat dalam kehidupan bermasyarakat.

Selanjutnya di artikel ke 7). Tulisan Ilmi Albiladiyah yang berjudul Panakawan DalamPewayangan, menguraikan tentang panakawan yang bertugas antara lain mendidik, mengajar danmembimbing tuannya agar bertingkah laku dan berkarakter yang baik dan selalu di jalan yang lurus. 8).Rubingat menulis tentang bagaimana PAUD bisa dijadikan cara untuk mendidik anak lebih awal untukbisa bersikap sopan santun dan berbudi pekerti, dan tulisan ini diberi judul Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang beberapa nilai-nilaibudi pekerti yang ada dalam Serat Nitipraja, dalam kaitannya dengan kehidupan masa sekarang, yaitudalam lingkungan keluarga dan masyarakat, uraian itu diberi judul Pendidikan Budi Pekerti DalamBudaya Jawa Kajian Terhadap Serat Nitipraja. 10). Tulisan Siti Munawaroh yang berjudul PermainanAnak Tradisional Sebuah Model Pendidikan Dalam Budaya, yang menguraikan bahwa melalui permainananak tradisional, anak-anak dapat menyerap nilai-nilai budaya tertentu yang dapat dijadikan sebagaipembentuk kepribadiannya. 11). Suratmin menulis tentang Membangun Budi Pekerti Luhur DalamPerspektif Ajaran Jawa dan Islam, disini diuraikan tentang bagaimana menjadi seorang yang mempunyaibudi pekerti luhur dengan menjadi keluarga yang harmonis dan berkualitas. 12)Tata Krama SebuahPembelajaran Nilai Budaya Jawa yang ditulis oleh Ambar Adrianto, menguraikan apakah untuk saat initata karma mampu bertahan hingga kini mengingat begitu hebatnya budaya global yang masuk memaluiteknologi informasi. 13). Artikel yang berjudul Komunitas Tradisional Sebagai Jembatan PembentukanKarakter Bangsa yang ditulis oleh Th. Ani Larasati yang menguraikan bahwa dengan berkesenian telahmemberikan makna pada nilai-nilai hidup seperti ketaatan, religiusitas, kekeluargaan, gotongroyong,

Page 4: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

ii

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

ii

keharmonisan, kesabaran, keikhlasan, dan etos kerja, yang kemudian diteladani dan dilaksanakan olehmasyarakat setempat.

Dewan redaksi mengucapkan terima kasih kepada para mitra bestari yang telah bekerja kerasmembantu dalam penyempurnaan tulisan dari para penulis naskah sehingga Jantra edisi kali ini bisaterbit.

Selamat membaca

Redaksi

Page 5: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

iii

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

iii

DAFTAR ISI Halaman

Pengantar Redaksi .............................................................................................. i

Daftar Isi .............................................................................................................. iii

Etnohidrolika : Pendidikan Air dan Lingkungan Berbasis BudayaSahid Teguh Widodo ............................................................................................ 109

Permainan Tradisional Sebagai Jembatan Pembentukan Karakter BangsaSujarno ................................................................................................................ 116

Prepat Panakawan Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta Sebagai MediaPendidikan MoralSunarto ................................................................................................................ 124

Gotong Royong Sebagai Wahana Pendidikan Budaya : Kasus PerehabanMushola Masyarakat Dusun KlayuSindu Galba ......................................................................................................... 139

Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan MultikulturalismeStudi Kasus Multikulturalisme Di BaliI Nyoman Wijaya ................................................................................................. 152

Nilai-Nilai Pembentukan Karakter Melalui Seni Pertunjukan TopengI Wayan Dana ...................................................................................................... 167

Panakawan Dalam PewayanganS. Ilmi Albiladiyah ............................................................................................... 178

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Dalam Meningkatkan Sopan Santun AnakRubingat .............................................................................................................. 190

Pendidikan Budi Pekerti Dalam Budaya Jawa, Kajian Terhadap Serat NitiprajaTiti Mumfangati ................................................................................................... 198

Permainan Anak Tradisional Sebuah Model Pendidikan Dalam BudayaSiti Munawaroh......................................................................................................... 208

Membangun Budi Pekerti Luhur Dalam Perspektif Ajaran Jawa dan IslamSuratmin ................................................................................................................... 217

Page 6: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

iv

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

iv

Tata Krama Sebuah Pembelajaran Nilai Budaya JawaAmbar Adrianto ........................................................................................................ 228

Komunitas Kesenian Dusun Tutup Ngisor Sebagai Wahana Pendidikan BudayaUntuk Membentuk Kepercayaan DiriTheresiana Ani Larasati .......................................................................................... 236

Biodata Penulis......................................................................................................... 244

Page 7: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

109

Etnohidrolika: Pendidikan Air Dan Lingkungan Berbasis Budaya (Sahid Teguh Widodo)

ETNOHIDROLIKA:PENDIDIKAN AIR DAN LINGKUNGAN BERBASIS BUDAYA

Sahid Teguh Widodo, Ph.D.Dosen tetap jurusan Sastra Jawa FSSR UNS

Kepala Institut Javanologi LPPM UNSE-mail: [email protected]

Abstrak

Setiap makhluk hidup di dunia ini memerlukan air bagi kelangsungan hidup, berkembangbiak, dan membangun berbagai bentuk tata kehidupan dan peradaban. Artinya, Air tidak dapatdipisahkan dari kehidupan. Kenyataan ini mendorong lahirnya berbagai bentuk tradisi budayamerawat dan memuliakan air. Masyrakat Jawa tradisional memiliki berbagai bentuk tradisilisan (oral tradition) dalam bentuk dongeng, gugon tuhon, magi, legenda, dan mitos-mitos yangberkaitan dengan nilai sakralitas air. Namun, masyarakat moderen saat ini tampaknya semakinjauh meninggalkan berbagai bentuk tradisi merawat air. Tulisan sederhana ini bertujuan untukmengungkap bagaimana masyarakat Jawa memelihara, merawat, dan memanfaatkan air bagikepentingan hidup bersama dengan pendekatan etnohidrolika. Diharapkan tulisan ini mampumenjadi pencerah dan alternatif solusi bagi upaya menemukan kembali butir-butir mutiarakearifan lokal yang terbukti memiliki keunggulan, daya tahan, dan bukti nyata dalam membentuktata kehidupan berbangsa yang berkarakter.

Kata kunci: Air, kehidupan, budaya, etnohidrolika

Abstract

Every living creature in the world needs water to survive, to breed, and to build life andcivilization. That means water can not be separated from life. This fact leads to the emergenceof various forms of cultural tradition to treat and glorify water. The traditional Javanese societyhas various oral traditions in the forms of folktales, gugon tuhon (mystical belief), magics,legends, myths which are related to the sacred value of water. Nevertheless, modern societyseems to have left the traditions of water treatment. This paper aims at revealing how the soci-ety maintains, nurtures, and utilizes water for the people welfare. Ethno-hydraulic approach isused in the study. It is hoped that this paper can become an enlightenment and alternativesolution to discover the local genius that has advantages, sustainability, and evidence in estab-lishing the nation with strong character.

Keywords: water, life, culture, Ethno-hydraulic

Page 8: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

110

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

PengantarApa yang saya tulis di sini, merupakan

pengembangan materi seminar “Air danKehidupan” di PNRI Jakarta beberapa bulan lalu.Saya sendiri sempat bertanya, mengapa sayamengembangkan tema air sebagai saranapendidikan lingkungan berbasis budaya? Pertama,tahun 2011 masuk ke dalam kategori zona abadAquarius, tepatnya disebut sebagai Dekade Air(2005-2014). Kedua, saya berfikir tulisan ini akandibaca oleh pembaca budiman yang di dalamtubuhnya mengandung > 70% air. Maknanya, kitaadalah makhluk hidup yang tergolong sebagaimakhluk air. Yang lebih menarik, paper ini sayatulis di tengah wacana global warming,pencemaran, dan kerusakan sumber mata airakibat kemerosotan penghargaan masyarakat kitaterhadap air. Menurut penuturan Emoto,pencemaran air saat ini bahkan telah merambahke dalam air mineral. Institut KesehatanYokohama melaporkan adanya kandungan for-maldehyde dan acetaldehyde pada beberapaair mineral yang dijual di Jepang.1

Pendidikan lingkungan khususnya berkaitdengan air, mutlak segera dilakukan. Air adalahsumber kehidupan. Air menjadi prinsip utama bagikehidupan bumi beserta fenomena kosmik yangterjadi.2 Air menjadi simbol awal lahirnyakehidupan. Indonesia adalah Negara kepulauanyang dikelilingi oleh air, sehingga budaya maritimbegitu lekat dengan citra budaya bangsa. Air telahmenghantarkan bangsa Indonesia sebagai negarakelautan yang memiliki budaya tinggi dan luhur.Selain itu, air menyimpan berjuta kekayaan bagikesejahteraan bangsa. Air adalah karunia yangsepatutnya dimuliakan sebaik-baiknya bagi hidupdan kehidupan bersama.

Beranjak dari paparan di atas, semakinkuatlah niat saya menulis ikhwal pendidikanlingkungan berbasis budaya. Bahwa pengetahuanyang telah diketemukan harusnya dibudidayakansebagai bagian penting dalam tata kehidupan bagikemajuan dan kemaslahatan masyarakat. Tulisan

ini merujuk pada satu teori yang masih tergolong‘baru’ yaitu etnohidrolika. Diharapkan interdisiplinini mampu menjawab dan memberikan alternatifpemecahan masalah-masalah di atas.

Konsep Dasar EtnohidrolikaPengetahuan manusia tentang air telah

berusia setara dengan keberadaan manusia di atasbumi ini. Dengan perkataan lain, air adalahpenjamin adanya kehidupan itu sendiri. Tidakterkecuali di Indonesia, di hampir semua pulauyang ada wacana pengelolaan air menjadi isuterbesar sepanjang sejarah. Di setiap pulau,terdapat danau, bendungan, waduk, atau situ yangbesar sebagai tempat cadangan air. DanauAneuklaot di Aceh, Danau Batu Jai di NusaTenggara Barat, Danau Emas di Bengkulu, DanauBekuan di Kalimantan Barat, Danau Towuti diSulawesi Selatan, Danau Ranu Klakah di JawaTimur, dan Waduk Gajah Mungkur dan KedungAmba di Jawa Tengah.

Ilmu yang secara khusus mempelajari hal-ikhwal air disebut Hidrologi. Implementasihidrologi dikenal dengan istilah hidrolika, yaituilmu yang mempelajari upaya mengalirkan air.Pada perkembangannya muncul teori sosio-hidrologi, sebuah ilmu interdispliner yangmempelajari materi air dalam konteks sosial.Etnohidrolika adalah kajian interdisipliner yangmempelajari pengaruh budaya terhadap berbagaiupaya penanganan air. Dalam kajian ini air memilikihubungan yang sangat erat dengan perkembangansebuah kebudayaan. Air adalah matra budayayang mendorong lahirnya sebuah peradaban.Peradaban memproduksi berbagai bentuk budayayang mampu menjelaskan bagaimana nilai,pengetahuan, tradisi, serta world view sebuahkolektif maupun individu terhadap air, bagaimanamodel dan strategi pemanfaatan, pengelolaan, danmengendalikan air.

Konsep dasar etnohidrolika sebagaisebuah pendekatan menyangkut tiga hal, yaitu:pemanfaatan, pengelolaan, dan pelestarian air dari

1 M. Emoton, The true power of water, “Hikmah Air dalam Olah Jiwa”. (Terjemahan Azam Translation).(Bandung: MQ Publishing, 2006).

2 Thales, 624-564 SM.

Page 9: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

111

Etnohidrolika: Pendidikan Air Dan Lingkungan Berbasis Budaya (Sahid Teguh Widodo)

berbagai perspektif. Etnohidrolika berkaitandengan bahasa, aturan kognitif, kaidah, norma,kode, pola perilaku, alam dan lingkungan, seni,dan penataan sosiobudaya. Pendekatanetnohidrolika mendorong ke arah paparan yangmencerminkan sebuah realitas budaya.Pendekatan ini memandang penting kualitassebuah peristiwa, kejadian, situasi, atau keadaandan sudah seharusnya semua itu ditangani dengancara betul.3 Ilmu etnohidrolika mencakupkeseluruhan ilmu tentang sumberdaya air seperti,hidrologi, hidrolika, ekohidrolika, dansosiohidrolika.

Budaya dalam etnohidrolika dipahamisebagai set pengetahuan yang diperoleh seseorangdalam menginterpretasikan pengalaman yangmenghasilkan sebuah perilaku.4 Berbagai varianbentuk pemikiran, pandangan, dan pemahamanmasyarakat tentang air merupakan sebuah prosesbudaya,5 sehingga melahirkan kemungkinanperilaku terhadap air yang berbeda-beda pulabergantung kepada persepsinya terhadapkehidupan yang dijalaninya.6

Etnohidrolika memandang penting setiapsumber yang memungkinkan terjadinyapengembangan konsep dasar secara ideal ataupunpraktis. Berbagai bentuk mitos-mitos dan ceritarakyat berkaitan dengan ‘air’ menjadi menariksebagai bahan bandingan (analogy). Naskah-naskah kuno, cerita lisan (oral tradition), folk-lore bukan lisan, dongeng, mitos, gugon tuhon,dan lain-lain. Nilai-nilai, kepercayaan,pengetahuan, tata cara dan upacara tradisi yangterangkum dalam suatu produk budaya dapatmemiliki arti penting untuk menjaga danmelestarikan citra lingkungan suatu ekosistem,khususnya terkait dengan sumberdaya air.

Citra lingkungan adalah gambaran

dialektika manusia dengan alam sekitarnya. Citralingkungan yang terjaga akan melahirkan kearifanhidrologi, yaitu seperangkat nilai, norma, dansimbol yang menjaga dan menjamin kelestarianlingkungan air. Pada masyarakat tradisionalkearifan hidrologi biasanya masih berbalut mistikdan takhayul. Pohon besar, batu besar, belik,kolam yang tidak boleh diambil ikannya, semuadikeramatkan semata-mata untuk menjagakelestarian air. Berbagai fenomena ini sayaungkapkan dari sudut pandang etnohidrolika.

Pengelolaan Air dan Lahirnya PeradabanSepanjang sejarah manusia, ditemukan

berbagai bentuk peradaban yang berkaitan eratdengan keberadaan air.7 Bahkan, kemampuanmanusia dalam mengelola air telah terbuktimelahirkan peradaban yang tinggi. Semua itu dapatdilihat dari sisa-sisa peninggalan yang masih ada.

Peradaban Mesir lahir dari kemampuanmanusia mengelola Sungai Nil hingga dapatdimanfaatkan secara optimal bagi kepentinganpertanian, transportasi, sanitasi, perdagangan,keamanan, dan lain-lain hingga membawa Mesirmenjadi daerah yang makmur. Kenyataan serupaterdapat di India (Sungai Gangga, Sungai Indus),China (Sungai Hoangho dan Tsekiang), dandaerah Mesopotania (Sungai Effrat dan SungaiTigris). Air telah membawa kemakmuranmasyarakat di sekitarnya sehingga mereka mampumengembangkan organisasi sosial, upacara-upacara tradisi, penciptaan mitos, bahkan bentukpemerintahan yang kuat.

Lahir dan berkembangnya peradaban diSurakarta Jawa Tengah pun tidak terlepas dariupaya pengelolaan aliran Bengawan Solo. Darihulu Bengawan Solo, air mengalir ke daerahWonogiri, Sukoharjo, Solo, dan Sragen hingga

3 Sahid, “Nama Orang Jawa : Sebuah Kajian Kes di Bandar Surakarta: Dinamik dan Sistem” (Disertasi UUMMalaysia, 2010).

4 P.J. Spradley. Metode Etnografi. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997).5 Y.A. Cohen, “The shapping of men’s mind: Adaptation of imperative of culture. Dalam M.L. Wax, (Ed.), An

Anthropological perspectives on education. (New York: Basic Book, Inc., 1971). hal.: 237-244).6 N. Knober, The Visual dialogue: An Introduction to the appreciation of art. (New York: Holt, Rinehart nad

Winston, Inc., 1971).7 Supariadi. “Sakralitas Air dan perspektif ekologi dalam budaya lokal,” Makalah. (Surakarta: FSSR-UNS,

2009).

Page 10: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

112

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

wilayah Jawa Timur. Gambaran umum keadaanSungai Bengawan Solo waktu itu didominasi olehaktivitas masyarakat yang memanfaatkanBengawan Solo sebagai jalur transportasi danperdagangan,8 sampai ke hilir Bengawan Solo diSedayu.9 Tak mengherankan jika daerah-daerahdi sekitar Bengawan Solo menjadi makmur di kalaitu. Perkembangan peradaban tersebut ditandaidengan dibangunnya irigasi pertanian, waduk-waduk, sarana pariwisata, bahkan penyediaan airbersih. Seiring dengan itu berkembang pulabudaya lokal berwujud kesenian, upacaratradisional, organisasi sosial, seni sastra, bahasa,dan lain-lain.

Keberhasilan dalam mengatasi, mengelola,dan memanfaatkan air oleh masa pemerintahanPaku Buwono II ternyata telah melahirkanperadaban potamis yang berdampak besar diseluruh sendi kehidupan masyarakat masa itu.Kebutuhan akan air bersih tercukupi, irigasi,transportasi, perdagangan, bahkan juga untukpertahanan. Menurut Supariadi10 kenyataan inimenunjukkan bahwa kemampuan sebuahmasyarakat dalam mengelola dan memanfaatkanair telah menghasilkan produk peradaban yangtinggi.

Nilai Sakralitas Air bagi Masyarakat Jawadi Surakarta

Yen rendheng ora bisa ndhodhokYen ketiga ora bisa cewok

Kebudayaan Jawa berakar dari tradisiagraris. Bagi masyarakat agraris, keberadaan airadalah mutlak dan tidak mungkin dipisahkan.Begitu pentingnya air sehingga melahirkan mitos-mitos dan berbagai-bagai cerita rakyat yang begitusakral. Sebagai contoh adalah kepercayaan akankekuatan mata air Bengawan Solo olehmasyarakat Dusun Tenggar, Desa Jeblogan,Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten

Wonogiri. Sumber air (tuk), pepohonan, danbatuan besar itu dipercaya menjadi tempat rohnenek moyang yang menjaga dan memeliharasumber air. Dari Kali Tenggar terus menuju KaliNgampih terdapat beberapa pundhen yang masihterawat, antara lain Pundhen Bero, PundhenGedhong, Pundhen Dayu, dan PundhenSudhen.11

Pesona Pundhen Gedhong yang beradadi antara bebatuan, pepohonan rindang (pohonBeringin, Bulu dan Jambon), merupakan sumberair terbesar. Di tengah pepohonan besar tersebutterdapat bangunan arsitektural berbentuk piramidberteras (Terrasen Piramide) dari tradisimegalitikum yang hingga kini disakralkan dandihormati. Menurut masyarakat di sekitarpundhen, di situlah para roh leluhur tinggal danmenjaga kehidupan warga dengan sumber airtanah yang bersih. Pundhen Gedhongmenghadap ke Gunung Wungkal yang cantik.12

Memasuki wilayah Kabupaten Sragen,terdapat makam Ki Ageng Butuh, masjid, dansampan Jaka Tingkir yang hingga kini masihdikeramatkan. Kedhung Penganten dipercayasebagai tempat perkawinan Kyai Rajamala danNyai Rajaputri. Kedhung Penganten hingga kinimasih terawat baik oleh masyarakat. KedhungBacin, dipercaya menjadi tempat bunuh diriseorang pengembara, sehingga berbau busukmenyengat. Namun, justru tempat tersebutmenjadi tempat pemeliharaan ikan Paku BuwanaX (1893-1939). Beliau selalu menyempatkan diriuntuk menyaksikan pesta panen berbagai jenisikan (badher, jendil, suli, jambal, kutuk (gabus),wagal, udang, dan klalen). Hingga sekarangwarga sekitar kedhung masih meyakini bahwasetiap kali mempunyai hajat selalu memberikansesaji ke kedhung.

Bengawan Solo menyimpan beragamfolklor air. Ada yang berbentuk cerita rakyat,

8 Radjiman. Sejarah Surakarta. (Surakarta: Krida Aksara, 1987).9 Surjandjari, P. Serba-serbi gelar karaton Surakarta. (Surakarta: Karaton Kasunanan Surakarta).10 Supariadi, Log-cit.11 Laporan Jurnalistik Kompas, Ekspedisi Bengawan Solo:Kehancuran Peradaban Sungai Besar. (Jakarta:

PT Kompas Media Nusantara).12 Laporan Jurnalistik Kompas, Ibid.

Page 11: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

113

misalnya asal-usul Kedhung Bacin, DlepihKayangan, Kedhung Pungal, dan PemandianLangenharja (Taman Sari). Berbentuk dongeng,misalnya dongeng Jaka Tingkir dan Kyai Rajamala.Berbentuk upacara tradisional, misalnya tradisibersih desa di Sidokerto, tradisi Larung diiringikesenian rakyat dan doa-doa dari tokohmasyarakat, bersih makam, pemandian air hangat,patung-patung, dan berbagai bentuk suguhansesaji yang kesemuanya itu membuat suatu tempatmenjadi sakral. Terdapat pula gethek (rakit) JakaTingkir di kompleks Langenharja, replikaCanthik (hiasan perahu yang menyerupai kepalatokoh wayang Rajamala), Satang dan Welah atauperahu dan alat dayungnya juga masih tersimpandi Museum Keraton Surakarta. Dayung sepanjanglebih kurang 20 meter tersebut menunjukkanbahwa pada masa lalu Bengawan Solo merupakansungai yang dalam. Lebar perahu yang mencapai7 meter menunjukkan bahwa sungai BengawanSolo adalah sungai yang dalam dan lebar.

Air selalu mendapat penghargaan yangtinggi dalam masyarakat tradisional Jawa. Air dansifat-sifatnya telah juga menjadi sumber inspirasidi dalam tradisi pemberian nama orang Jawa.Nama seperti Tundjung Wahadi Sutirta,Banyuwangi, Jaka Warih Dwi Hartono, DewiToyaningsih, Bening Sri Kartikaningtyas, dannama-nama lain sejenis menjadi bukti kedekatan,nilai, dan penghargaan masyarakat Jawa terhadapair. Tidak jarang keberadaan unsur ‘air’ tersebutdisertai dengan unsur alam lain, seperti gunung,mega, batu permata, angin, bahkan nama-namatumbuhan dan hewan.

Selain itu, air juga biasanya dihubungkandengan mitos pedhanyangan yang dipercayasebagai tempat bersemayamnya roh leluhur (cikalbakal) suatu tempat. Oleh karena itu air harusdijaga dan dilestarikan bersama dengan upacaratradisi yang mengikat kewajiban bersama wargamasyarakat. Pandangan bahwa “air adalahsumber kehidupan milik bersama” ini semakintampak jelas manakala pada masa lalu kita seringmenjumpai sebuah kendhi atau genthong didepan rumah masyarakat di desa. Kendhi/

genthong tersebut berisi air yang dapatdimanfaatkan bersama oleh siapa saja yangmerasa haus dalam perjalanan.

Upaya pengelolaan air juga menjadibagian dari kebijakan politik penguasa.13 KeratonKasunanan Surakarta Hadiningrat dibangunsebagai pengganti Keraton Kartasura yang sudahporak poranda (koncatan wahyu karaton)dalam perang Geger Pacinan (1740-1743 M).Berdasarkan kisah yang ditulis dalam BabadKartasura, Babad Giyanti, dan Babad Pacinandipilihlah beberapa tempat sebagai lokasipembangunan Keraton Surakarta, yaitu: DesaKadipala, Desa Sana Sewu, dan Desa Sala.Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbanganmitis, religi, politis, militer, sosial, dan ekonomi.Penetapan Dusun Sala sebagai tempatdidirikannya Keraton Kasunanan Surakartaadalah pilihan yang sulit dan berkonsekuensi besar.Perwakilan Kompeni Belanda saat itu pun tidakmenyetujuinya dengan alasan daerahnya rendah,berawa-rawa, dekat dengan Sungai BengawanSala. Kemampuan tinggi dan biaya yang besardiperlukan untuk mengelola dan mengatasi air.Maka lahirlah simbol-simbol mitos Gong KyaiSekar Delima, daun lumbu, kepala taledhek, dancendhol mata orang, di samping keahlian teknisdalam bidang drainage dan hidrologi yang padaakhirnya mampu menjawab semua tantangandengan baik. Pemanfaatan, pengendalian, danpengelolaan air terbukti membawa kemanfaatanbagi khalayak ramai, hingga merubah total suasanaDusun Sala menjadi pusat pemerintahan KaratonSurakarta Hadiningrat, pusat kebudayaan, sumbernilai peradaban waktu itu.

Belajar dan Bercermin kepada AirAir telah ada jauh sebelum peradaban

tumbuh dalam kehidupan manusia. Semenjakmanusia mengenal bahasa, air mendapatkannamanya yang beragam. Air diperlukan setiapwaktu dalam kehidupan manusia, dan olehkarenannya ia mendapatkan tempat yang palingtinggi dan berharga. Air mengawal kehidupanmanusia, menjadi “guru” yang selalu memberi tanpa

Etnohidrolika: Pendidikan Air Dan Lingkungan Berbasis Budaya (Sahid Teguh Widodo)

13 Supariadi, Log-cit.

Page 12: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

114

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

pamrih, mengajarkan kehidupan secara lengkapdan menyeluruh, memberi makna bagi setiap upayayang memakmurkan, menyejahterakan, danmembahagiakan bagi kelangsungan kehidupan.Tanpa kita sadari, air telah mengajarkan kemuliaanhidup kepada kita.1. Memberi Manfaat kepada Yang Lain

Sejak mula kehidupan, air selalumendapat posisi yang tinggi. Keberadaan air yangdikelola, dimanfaatkan, dan dimuliakan denganbaik terbukti telah membawa kemaslahatan umatmanusia di dunia ini. Air yang mengalir jernih dansehat akan menyuburkan tanah, menumbuhkanberbagai jenis tanaman pangan, sayuran, danbuah-buahan yang berlimpah yang dapat kitamanfaatkan untuk kehidupan kita bersama. Airmengajarkan pada kita agar senantiasa berusahamemberikan manfaat kepada orang lain, melayanimasyarakat, dan meningkatkan kesejahteraanmereka. Jangan lupa, kualitas air menjadi parame-ter kondisi masyarakat.2. Persatuan, Kejujuran yang Berkeadilan

Secara alami, air memiliki wujud dan sifatyang bersih dan jernih. Dari sumber mataair yangtiada henti mengalir, bergabung menjadi anaksungai. Beberapa anak sungai bergabung menjadisungai atau bengawan yang besar yang dapatdigunakan sebagai sarana transportasi,perdagangan, pertahanan, dan rekreasi. Bersih danjernih melambangkan kebeningan hati, kejujuranyang berkeadilan. Arus aliran melambangkankekuatan sebuah persatuan. Betapa kita yang hidupberbangsa ini harus saling bekerjasama, bersatu,daya-dinayan, mad-sinamadan, dan gotongroyong untuk mencapai tujuan yang lebih besar.3. Menjalani Hidup dengan Dinamis

Dari lereng perbukitan Dlepih Kayangan,sumber Bengawan Solo, air mengalir ke lembah.Aliran air tidaklah selalu tetap melainkan berubah-ubah. Kenyataan itu mengajarkan kepada kitauntuk berlaku dinamis menjalani kehidupan, kreatifdan inovatif, luwes, mudah beradaptasi, dan tidakmudah putus asa, walau banyak kelokan,bebatuan, akar pepohonan yang dapatmenghambat aliran air. Hidup yang dinamis adalahungkapan kecerdasan menjalani hidup. Dari dalamperut dinamis terkandung daya tahan, semangat

juang, kepatuhan pada aturan main, naluri menang,jiwa besar dan sportivitas. Dinamis yang progresifyang dilandasi oleh kejujuran dan keikhlasan,demikianlah air mengajarkan kepada kita.4. Tidak berlaku Malas

Air yang tidak mengalir justru mudahmenjadi sarang nyamuk dan membusuk.Sepatutnya, seperti itulah kita menjalanikehidupan, tidak diam berpangku tangan,sementara begitu banyak yang dapat dilakukan.Masa depan bangsa jauh lebih penting daripadamasa sekarang.5. Pemimpin, berani dan Tegas

Air selalu mengalir dari tempat yang tinggike tempat yang lebih rendah. Inilah gayakepemimpinan air yang selalu bersilaturahmi danbertanggungjawab kepada bawahannya. Air selalumengajarkan etika sopan santun, kearifan,kehalusan budi, seperti hidup yang mengalir.Namun jika kebenaran dinodai, prinsip dan hargadiri bangsa dikoyak dan diganggu, air yang jernihdapat berubah menjadi air bah yang memilikikekuatan maha dahsyat dan merusak semuapenghalang dan pengganggunya. Air mengajarkankepada kita untuk berani dan tegas, karenakemuliaan sifat air, bagaimanapun juga ‘ia’ tetapmeninggalkan humus yang subur, mengembalikankehidupan ke jalannya yang benar.6. Bisa menerima saran dan kritik

Aliran air menampung begitu banyakkotoran. Namun dengan proses yang alami,kotoran itu pula dapat menjadi netral kembali.Sebagai pemimpin harus mau ‘momot’, bisamenerima saran dan kritik orang lain serta muliadalam perbedaan. Aliran air mengajarkan kitauntuk bisa ‘menahan diri’ walaupun terasa pahitdirasakan, tenang dalam segala situasi, dan tetaptegas dan objektif memberikan penilaian.7. Komunikasi dengan sesama

Aliran air yang gemericik menimbulkansuara yang khas dan alami. Menimbulkangelombang yang merubah hati rusuh menjaditenang. Suara gemericik air mengajarkan kita akanpentingnya menjaga komunikasi dengan sesama,apalagi dengan Tuhan. Dalam bidang apa punpermukaan air selalu rata, mengajarkan persamaan

Page 13: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

115

hak dan kewajiban. Oleh karena itu, kita harussaling hormat-menghormati, dan selalu rendah diri.Penutup

Saat ini, kita berhadapan dengan realitasterjadinya kemerosotan penghargaan manusiaterhadap air. Kemerosotan itu ditimbulkan darikebodohan dan upaya yang tidak maksimal. Disini, pendidikan memegang peran untukmengembalikan kemuliaan air pada posisinya yangstrategis, bahkan sakral.

Banyak yang dapat dipelajari dari air.Etnohidrolika sebagai cabang ilmu pengetahuanmemadukan dua bentuk pemahaman, yaitupemahaman tradisional dan pemahaman modernuntuk menjaga, mengelola, dan memanfaatkan airbagi kehidupan bersama. Berbagai macam sumberdata dan informasi harus dikelola, diorganisasikan,dan dianalisis dengan baik. Sumber tradisi yangtersimpan di dalam mitos dan folklor, dongeng,legenda, ritus tradisi, cerita lisan, dan alamlingkungan semuanya dikombinasikan dandiaplikasikan hingga membentuk sistem yangterintegrasi dalam upaya penyelamatan air danlingkungannya. Pola, model, strategi, dan cara-

Daftar PustakaAhimsa, P. 1986. “Etnosains dan etnometodologi: Sebuah perbandingan.” dalam Majalah Ilmu-ilmu

Sosial Indonesia. 12 (2),Cohen, Y. A. 1971. The shaping of men’s mind: Adaptation of imperative of culture. dalam. M. L. Wax,

(Eds.). An-Anthropological perspectives on education (hal. 237-244). New York: BasicBook, Inc.

Emoto, M. 2006. The true power of water, hikmah air dalam olah jiwa (Terjemahan Azam Trans-lator). Bandung: MQ Publishing.

Knober, N. 1971. The visual dialogue: An introduction to the appreciation of art. New York:Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Laporan Jurnalistik Kompas. 2009. Ekspedisi Bengawan Solo (Kehancuran Peradaban SungaiBesar). Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Radjiman. 1987. Sejarah Surakarta. Surakarta: Krida Aksara.Sahid, 2010. “Nama Orang Jawa : Sebuah Kajian Kes di Bandar Surakarta: Dinamik dan Sistem”

Disertasi UUM Malaysia.Spradley, P. J. 1997. Metode etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.Supariadi. 2009. “Sakralitas Air dan perspektif ekologi dalam budaya lokal” makalah. Surakarta:

FSSR-UNS.Surjandjari, P. 1999. Serba-serbi gelar karaton Surakarta. Surakarta: Karaton Kasunanan Surakarta.

cara menjaga, mengelola, dan memanfaatkan airdi tiap daerah bergantung pemahaman,pengetahuan, kesadaran, sistem tradisi masyarakatitu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman budayadalam konteks ini sangatlah penting karena sangatberperan di dalam membentuk pemikiran danpandangan masyarakat.

Selama ini model pelestarian, pengelolaan,dan pemanfaatan air di hampir seluruh wilayahIndonesia terkesan sangatlah mekanistis. Modelini bukannya tidak menunjukkan hasil. Namunkenyataannya, kita masih melihat ketimpangan diberbagai sektor. Oleh karena itu, perlu dilakukanpengembangan model, yaitu menerapkan sistempelestarian, pengelolaan, dan pemanfaatan airyang organismik. Manusia, lingkungan alam,lingkungan sosial dan budaya, adalah sebuahkesatuan yang tidak terpisahkan. Setiap bagianmemiliki keunikan dan oleh karenanya harus dikajidalam konteksnya. Namun antarbagian memilikihubungan yang erat dan terintegrasi. Oleh karenaitu, diperlukan satu pemahaman yang holistik,memperhitungkan semua bagian dengan baikberikut dengan peran dan kedudukannya masing-masing.

Etnohidrolika: Pendidikan Air Dan Lingkungan Berbasis Budaya (Sahid Teguh Widodo)

Page 14: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

116

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI JEMBATANPEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

SujarnoStaf Peneliti Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta

Abstrak

Permainan merupakan unsur budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia khususnyaanak-anak. Permainan merupakan unsur budaya yang universal, di mana masyarakat itu tinggalada permainan. Secara garis besar permainan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tradisionaldan modern. Kedua kelompok itu mempunyai cirikhasnya sendiri, yang tradisional cenderunglebih akrab dengan lingkungan alam dan bersifat kelompok (melibatkan banyak orang).Sementara permainan modern, lebih dekat ke teknologi yakni sarana permainan itu banyakbuatan pabrik dan cenderung lebih bersifat individu. Tulisan ini akan lebih menyoroti permainantradisional, sebab dalam permainan tradisional itu terdapat kandungan nilai yang bermanfaatmendidik anak dalam menapaki kehidupan di masyarakat selanjutnya kelak setelah dewasa.Nilai-nilai itu dapat mempengaruhi jiwa anak, dan jika dilakukan lebih serius dan terus menerusakan membentuk kepribadian atau karakter dari anak itu sendiri. Jadi Permainan tradisionaldapat digunakan sebagai jembatan bagi pembentukan kepribadian atau karakter si pelakudalam hal ini anak.

Kata kunci: Permainan anak, nilai, pembentukan karakter.

Abstract

Game as an element of universal culture can not be separated from human life, especiallythe children. Broadly speaking, game can be grouped into two: the traditional and the modern.Both groups have their own characteristics. The traditional game tends to be more closely in-volved the natural environment and involve a number of players. The modern game which iscloser to the modern technology and manufactured kits tend to be more indivually performed.This paper looks at some children traditional games that contain useful pedagogical values fortheir moral and character education when they have grown up. The children traditional gamescan be used as a means to shape the personality of children.

Keywords: children games, values, character.

Page 15: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

117

A. Permainan AnakPermainan adalah sesuatu yang digunakan

untuk bermain, dan biasanya dilakukan dengantidak sungguh-sungguh. Permainan identik dengandunia anak, sehingga tidak berlebihan jika dalambuku Pembinaan Nilai Budaya mengatakanbahwa kehidupan anak-anak adalah penuhdengan bermain.1 Dengan demikian dunia anakadalah dunia bermain. Tidak jauh berbeda apayang dikemukakan Semiawan dikutip Sujarno,2

berbagai macam permainan dapat dilakukan olehanak-anak, baik yang bersifat modern maupunyang masih tradisional. Bagi anak bermainmerupakan aktivitas yang menyenangkan. Dalambermain tidak ada unsur penekanan pada anak,bebas bermain apa yang menjadi pilihan

Kehidupan anak sekarang cukup berbedadengan kehidupan anak di masa lalu.Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuanserta semakin membaiknya kondisi sosial ekonomimasyarakat secara tidak sadar ternyata cukupberpengaruh dalam kehidupan anak. Anakmenjadi terbebani, waktu untuk bersosialisasidengan teman sebayanya sangat terbatas.Bermain di luar rumah sangat sedikit, karena anaksekarang sudah dibebani dengan berbagai kegiatanyang berkaitan dengan pendidikan, baik di lingkupsekolah dengan pekerjaan rumah yang begitubanyak belum lagi tambahan les mata pelajarantertentu, sehingga anak tidak cukup waktu untukbermain-bersosialisasi dengan teman-teman dilingkungannya.

Arus globalisasi yang semakin derasmasuk ke Indonesia, membawa pola kehidupandan hiburan baru yang mau tidak mau harusditerima oleh masyarakat. Masyarakat semakinbanyak pilihan dalam mencari hiburan yang banyakditayangkan di banyak stasiun televisi, baik yangberskala nasional maupun lokal. Hal demikiantentunya akan sangat berpengaruh terhadap unsurbudaya lokal (permainan tradisional) yang sudahada lebih dahulu. Keadaan ini tentunya cukup

memprihatinkan, sebab secara tidak disadari akanmempengaruhi jiwa semangat generasi mudasebagai generasi penerus bangsa Indonesia ini.Karakter bangsa Indonesia yang sangat terkenaldengan keramahannya, mulai bergeser menjadibangsa yang mudah konflik, banyak terjadikekerasan, kurang adanya rasa solidaritas danlainnya. Tentunya kita semua berharap keadaanini tidak berkelanjutan seperti bar-bar, tetapikembali keadaan seperi yang diharapkan yaitubangsa yang ramah tamah sesuai dengan kaidahdasar negara Indonesia yaitu Pancasila.

1. Permainan ModernPermainan modern yang dimaksud dalam

konteks ini adalah jenis permainan yangmenggunakan sarana atau alat bermainnya produkdari pabrik (pabrikan). Permainan ini tidak hanyamelanda masyarakat di perkotaan, tetapi sudahmerambah ke wilayah pedesaan. Sepertidisebutkan sebelumnya, hal ini tentunya tidak lepasdari adanya kemajuan yang dicapai olehmasyarakat itu sendiri. Dinamika kehidupanmasyarakat baik orang dewasa maupun anak-anak semakin kompleks, secara perlahan tetapipasti mempengaruhi sikap perilaku dan caraberfikirnya.

Tingginya aktivitas yang membebanimasyarakat (baik anak-anak maupun orangdewasa) berdampak pada pola hidupnya.Masyarakat cenderung lebih memilihkepraktisannya saja dan kurang memperhatikandampaknya. Sebagai misal, banyaknya orang tuakarena kesibukannya sehingga waktu untukbercengkerama dengan keluarga sangat menurun.Hal ini tidak lain karena orang tua dituntut dapatmemenuhi kebutuhan hidup keluarga yang terusmeningkat di jaman modern ini. Sementara anakdibebani untuk menambah/memperdalam materipelajaran tertentu (les), sehingga kesempatanuntuk bermain dengan teman sebayanya semakinberkurang.

1 Christriyati Ariani. Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta,(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997/1998), hal 7.

2 Sujarno. Fungsi Permainan Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya, (Yogyakarta: Kemenbudpar,Balai Pelestarian Jarahnitra, 2010), hal 1.

Permainan Tradisional sebagai Jembatan Pembentukan Karakter Bangsa (Sujarno)

Page 16: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

118

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Keadaan tersebut mengakibatkan trans-fer budaya seperti permainan tradisional hampirtidak ada. Ada kesan terputus pewarisanpermainan tradisional dari orang tua kepadaanaknya. Kesibukan orang yang lebih dewasabanyak menyita waktu, sehingga tidak sempat atauenggan untuk mewariskan pengetahuannya tentangpermainan tradisional pada generasi yang lebihmuda (anak-anak). Anak kini lebih banyakdihadapkan pada permainan yang lebih maju(modern), yang penggunaannya lebih praktis danefisien. Permainan ini lebih cenderung untukdimainkan sendiri dan tidak membutuhkan tempatyang luas. Kita ambil contoh Play station yangkini tidak hanya ada di perkotaan tetapi ke wilayahpedesaan. Seperti pada saat penulis berkunjungke salah satu desa di Cilacap. Desa ini sebenarnyajauh dari wilayah perkotaan, tetapi anak-anak disana sudah cukup mengenal apa yang disebut Playstation. Bahkan di desa itu sudah ada rental(penyewaan PS), sehingga banyak anak yangberkumpul di tempat tersebut untuk menikmatipermainan modern itu. Meski dalam ruangan itubanyak anak tetapi mereka tidak salingberkomunikasi, lebih asyik menikmati apa yangada di layarkaca di hadapannya. Hal ini tidakhanya melanda anak-anak, tetapi juga padagenerasi muda khususnya remaja.

Permainan seperti di atas, secara perlahandan tidak disadari menjauhkan si anak daripergaulan sosial di lingkungan masyarakatnya.Anak lebih asyik bermain sendiri di rumah atau ditempat rental. Sebab dalam permainan play sta-tion sudah tersedia berbagai macam jenispermainan yang dapat di akses dan dimunculkandi layar monitor (televisinya). Jadi anak tidak perlulagi untuk pergi mencari teman untuk diajakbermain. Anak asyik bermain berlama-lama didepan layar kaca itu tanpa memperdulikan apayang terjadi di sekelilingnya.

2. PermainanTradisionalKalau kita bicara masalah permainan,

memang tampak sekali perbedaan antara yangmodern dan tradisional. Seperti disebutkan dimuka permainan modern lebih cenderung banyakmenggunakan alat buatan pabrik dan lebih bersifat

individual. Hal itu tentu berbeda dengan permainantradisional yang lebih memanfaatkan lingkungansekitar sebagai sarana untuk bermainnya.

Kalau kita cermati sebenarnya permainantradisional masih bisa kita lihat di daerah perkotaanapalagi di pedesaan. Hanya permainan tradisionalitu tidak setiap saat muncul atau dilakukan olehanak-anak. Ini tentunya berkaitan dengan sifatpermainan tradisional yang musiman. Bermainkelereng dan sunda manda (engklek) misalnya,kadang kala masih dilakukan oleh anak-anakmeski di tempat yang sangat terbatas, misalnyadi jalan yang sempit (gang), sehingga harus relaberbagi dengan pengguna jalan yang lain. Misalnyaada orang yang mau lewat, permainan terganggudan anak-anak harus berhenti sejenak untukmemberi kesempatan lewat. Selain itu masih adalagi misalnya gobag sodor, dakon, loncat tali, danlainnya yang semua itu dilakukan anak secaramusiman.

Dibanding permainan modern, permainantradisional sebenarnya lebih ramah dan bersahabatdengan lingkungan. Seperti disebutkan di atas,permainan tradisional lebih dapat memanfaatkanlingkungan di sekitarnya tanpa harus mengeluarkanbiaya. Permainan ini pada umumnya tidak bersifatindividu tetapi kelompok. Artinya permainantradisional lebih cenderung dimainkan olehbanyak orang (lebih dari satu). Dengan kata lainpermainan ini lebih cocok sebagai sarana sosialisasibagi anak-anak. Anak dapat bersosialisasi denganteman sebayanya di lingkungan masyarakat disekitarnya. Ini kiranya sangat penting bagiperkembangan karakter anak. Dengan banyakbergaul tidak membuat anak menjadi kuper(kurang pergaulan) yang berakibat padaperkembangan sifat individualistis pada diri anaktersebut.

Seperti yang disebutkan oleh Sugiyo,dalam buku Permainan Tradisional di DaerahIstimewa Yogyakarta, permainan tradisionalanak merupakan salah satu sarana kegiatanpendidikan luar sekolah yang sangat penting dalamproses sosialisasi. Dalam permainan tersebutanak-anak dapat belajar mengenai nilai-nilaibudaya serta norma-norma sosial yang diperlukansebagai pedoman dalam pergaulan di masyarakat.

Page 17: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

119

Kecuali itu dengan bermain anak dapat memilihatau menentukan jalan hidup dan kepribadiannya.3

Mencermati pendapat tersebut di atas danmelihat kenyataan yang terjadi di lapangan(kehidupan masyarakat) tentunya ada rasakekhawatiran bahwa permainan tradisional itusemakin terkikis dan selanjutnya menghilang darimasyarakat pemangkunya. Anak ternyata lebihmemilih permainan pabrikan daripada permainantradisional. Permainan anak yang sudah adaterlebih dahulu keberadaannya, hanya se- sekalisaja dilakukan itupun jika musimnya misalnya:kelereng, engklek, layang-layang, gateng,dandelikan. Melihat kandungan yang ada dalampermainan tersebut, permainan tradisionalsebenarnya lebih cocok sebagai sarana sosialisasidan memasukkan nilai-nilai budaya terhadap anak-anak. Dengan kata lain, dalam permainantradisional terjadi proses enkulturasi sekaligus jugaakulturasi terhadap anak.

B. Nilai yang terkandung dalam permainantradisional

Nilai adalah sesuatu yang abstrak tidakdapat dilihat (tidak kasat mata) tetapikeberadaannya dapat dirasakan. Menurut KamusBesar Bahasa Indonesia, nilai adalah konsepabstrak mengenai masalah dasar yang sangatpenting dalam kehidupan manusia.4 Dengandemikian setiap unsur budaya tentunya mempunyainilai, termasuk dalam hal ini permainan tradisionalanak. Permainan tradisional yang hidup dimasyarakat memiliki nilai-nilai yang sangat bergunabagi tumbuh kembangnya si anak. Namundemikian, kurangnya kesadaran dari masyarakatterhadap nilai yang terkandung itu, menjadikanpermainan hanya dianggap sebagai sarana hiburanyang murah saja. Mereka tidak menyadari bahwaapa yang ada di dalam permainan tradisional itusangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa anak.Ketidaktahuan dan aktivitas yang semakin tinggiserta unsur gengsi rupanya ikut mempengaruhi

kurang respeknya para generasi terdahulumewariskan unsur tersebut kepada generasiselanjutnya (anak-anak). Inilah salah satupenyebab mengapa permainan tradisional yangsudah lama berakar dalam kehidupan masyarakatmudah digusur oleh permainan modern. Padakesempatan ini ada beberapa nilai pembentukkarakter anak yang ada dalam permainantradisional yang dapat dikemukakan antara lain;

1. Nilai pendidikanPendidikan merupakan satu di antara

sekian banyak cara untuk memberikan ajaran agarorang lain dapat menirukan atau paling tidakmenyamai bahkan mengembangkannya ke yanglebih maju. Permainan tradisional mengandungbanyak hal yang bersifat mendidik. Sejak masihbalita anak sudah dikenalkan dengan permainantradisional, meski pada waktu itu sifatnya masihsangat sederhana. Anak mulai dikenalkan denganapa yang disebut baik-buruk, kotor-bersih, kalahmenang, dan lain sebagainya sesuai dengan usiaanak tersebut. Dengan kata lain, permainantradisional mengajari anak secara langsung tentangha-hal yang misalnya harus ditaati, bagaimanaharus sabar menunggu giliran atau antri dansebagainya. Semuanya itu mengarahkan anaksupaya mengetahui apa yang kelak dihadapisetelah usia dewasa.

2. Nilai sportivitasSportivitas adalah suatu tindakan

seseorang untuk bertindak atau berperilaku jujur,berani mengakui kesalahan atau kekurangannyadi hadapan pihak lain. Sifat sportivitas sebenarnyasudah diajarkan kepada anak-anak sejak usia dini,yaitu melalui permainan tradisional yang hidup dimasyarakat setempat. Hal itu tanpak sekali di saatanak sedang melakukan permainan tradisionalbersama teman-teman sebayanya. Dalampermainan tradisional para pelaku dituntut untukberperilaku jujur, dan tidak melakukan tindakan

3 Sugiyo.Sy, dkk. Permainan Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta. (Yogyakarta: Dinas KebudayaanProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2007) ,hal. 1.

4 Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1990), hal. 615.

Permainan Tradisional sebagai Jembatan Pembentukan Karakter Bangsa (Sujarno)

Page 18: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

120

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

yang merugikan pihak lain. Di sini anak secaratidak langsung dikenalkan dengan masalah aturannorma atau hukum yang berlaku. Anak mulai diberipengertian bahwa pelanggaran aturan itu akanberdampak buruk pada dirinya, yaitu dikenakansangsi. Hal demikian tentunya sangat positif bagiperkembangan jiwa anak, yakni diharapkan kelaksetelah dewasa dan terlibat dalam pergaulan dimasyarakat akan mengetahui mana yang bolehdilakukan dan mana yang dilarang sesuai aturanhukum yang berlaku. Jadi secara tidak disadarianak sedang belajar mentaati hukum atau aturanyang sudah disepakati bersama.

3. Nilai gotong royongGotong royong biasanya diartikan sebagai

kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan secarabersama-sama. Gotong royong sebagai suatukegiatan yang ditanggung atau dipikul bersamaoleh kelompok yang bersangkutan. Adanyakegiatan gotong royong ini secara tidak disadarisedang membangun bentuk solidaritas antaranggota kelompok tersebut.5 Dalam tingkat anak-anak akan tampak sewaktu melakukan permainantradisional yang melibatkan orang banyak(berkelompok). Dalam kehidupan di masyarakatsering kali kita melihat bagaimana anak melakukankerjasama. Sebagai contoh jika anak akanmelakukan permainan engklek atau sundamanda. Untuk membuat arena permainannyamereka membutuhkan kerjasama yang baik.Anak-anak saling membantu satu dengan lainnya.Hal itu juga tampak sekali dalam permainangobag sodor misalnya. Untuk memperoleh hasilyang baik dalam permainan itu dibutuhkan adanyabekerjasama antar anggota kelompok. Dari hanyasekedar bermain, anak memiliki pengalaman-pengalaman yang menjadikan jiwanya cukup pekaterhadap nasib yang menimpa sesamanya. Anakmempunyai tenggang rasa yang kuat sehinggasecara individu tidak ingin merugikan pihak lain.4. Nilai Demokrasi

Demokrasi menurut Kamus BesarBahasa Indonesia, adalah gagasan ataupandangan hidup yang mengutamakan persamaanhak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagisemua warga negara.6 Dalam kaitannya denganpermainan tradisional, demokrasi itu merupakanpersaman hak dan kewajiban serta perlakuanyang sama terhadap kelompok bermain tersebut.Pada permainan tradisional proses demokrasiberlangsung sejak dari sebelum permainandimulai. Hal ini dapat dilihat dari cara memilih danmenentukan jenis permainan yang akan dilakukan.Di saat anak membuat kelompok, mereka tidakbisa memilih dengan seenaknya. Anggota darikelompok-kelompok dalam permainan ditentukandengan cara diundi, tidak bisa memilih kawan ataulawan. Kita ambil contoh permainan gobag sodoryang sangat dikenal masyarakat. Dalampermainan itu ada dua kelompok, namun sebelumdiundi mereka tidak tahu siapa yang akan menjadilawan dan siapa menjadi kawan. Begitu juga dalammenentukan permainan dan aturannya jugadilakukan secara musyawarah atau kesepakatan.Dalam permainan ini juga tidak ada pemaksaanatau tekanan yang mempengaruhi anak saatbermain. Dengan demikian, sebenarnya, sistemdemokrasi sudah mulai dikenal sejak usia anak-anak khususnya melalui permainan tradisional.

5. Nilai MoralPermainan tradisional baik yang masih

hidup maupun yang pernah hidup di kalanganmasyarakat kalau dilihat lebih mendalamsebenarnya sarat makna filosofi atau hakekat.Permainan tradisional secara perlahan dapatmembentuk kepribadian anak. Dengan bermainanak dapat memahami dan mengenal budaya yangada di masyarakat. Kecuali itu, dalam permainanitu juga terkandung pesan moral seperti: etika atausopan santun dan masalah norma atau hukummeski baru dalam tingkat yang paling sederhana.Hal tersebut dapat dilihat dalam setiap permainan

5 Moertjipto, dkk. Wujud, Arti dan Fungsi Puncak-puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi MasyarakatPendukungnya, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, P2NB Yogyakarta, 1996-1997), hal. 81.

6 Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia: (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990)

Page 19: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

121

tradisional yang melibatkan lebih dari satu anak.Pada permainan itu terdapat aturan-aturan yangharus dipatuhi oleh semua anggota. Jika ada yangmelanggar aturan yang telah disepakati itu, makasi pelanggar akan dikenakan sangsi.

6. Nilai keberanianPada masa lalu ada sebagian jenis

permainan yang dimainkan di malam hari, terutamadi saat terang bulan atau bulan purnama.Permainan yang dilaksanakan malam hari seperti:jethungan (delikan), gobag sodor, jamuran,cublak-cublak suweng. Namun, seiring dengankemajuan jaman, permainan tradisional dapatsaingan dari permainan modern dan media televisiyang tayangan acaranya menarik anak-anak,maka hampir tidak ada lagi permainan tradisionalyang dilakukan di saat terang bulan.

Permainan tersebut mengandung nilai yangdapat mempengaruhi jiwa anak. Anak melatihdirinya untuk tidak manja dan tidak cengeng bilamenemui masalah. Sebab dalam permainan ituanak harus mampu untuk mempertahankan hargadiri. Anak yang tadinya cengeng mudah menangisbila terjadi masalah misalnya jatuh, pada saatbermain gobag sodor misalnya ia terjatuh, anakitu akan tetap tegar dan tidak menangis. Kalausampai ia menangis maka menjadi bahan olok-olok teman-temannya. Demikian pula misalnyadalam permainan jethungan atau delikan, anakharus berani menghadapi masalah yang kadangcukup menakutkan, misalnya di tempat yangdianggap angker. Dengan bermain tersebut, secaraperlahan perasaan takut dikurangi sampai akhirnyamenjadi terbiasa ditempat yang gelap atau angkersendirian. Inilah,mengapa permainan tradisional itudibutuhkan yaitu untuk membangun jiwa anakmenjadi jiwa pemberani, bukan cengeng. Itulahsebagian dari nilai-nilai yang terkandung dalampermainan tradisional. Kalau ditelusuri lebih dalamtentunya masih banyak nilai yang ada danbermanfaat bagi perkembangan jiwa dan karakteranak.

C. Pembentukan karakterKarakter merupakan suatu kualitas dari

seseorang yang bersifat unik. Keunikan itu tampakdari sikap atau perilaku seseorang yang berbedasatu sama lain. Sering kali sikap, perilaku, danjuga karakter dalam kehidupan sehari-hari dapatmuncul secara bersamaan. Oleh karena itu kitaakan mendapat kesulitan jika hanya akan melihatkarakter saja tanpa kemunculan sikap atauperilaku seseorang.

Dengan kata lain, karakter tidak dapatdipisahkan tanpa adanya sikap atau perilaku dariseseorang. Oleh karena karakter akan tampakatau muncul di saat seseorang berinteraksi denganorang lain atau mahluk ciptaan Tuhan lainnya7.

Permainan tradisional sudah lama adadalam kehidupan masyarakat dan merupakansalah satu media dalam proses pendewasaananak. Banyak manfaat yang dapat diperolehketika anak bermain permainan tradisional. Olehkarena itu, bila permainan tradisional itu dapatdiprogram, tidak hanya bersifat musiman danmasuk dalam kurikulum sekolah, tentunyapembentukan jiwa anak menjadi lebih kuat.Dengan demikian, semakin banyak atau seringpermainan tradisional dilaksanakan, kepribadianatau karakter anak secara alami akan terbentuk.

Memang kalau kita melihat kenyataandalam kehidupan masyarakat sekarang, karakterbangsa Indonesia yang dahulu dikenal dengankeramah-tamahannya rupanya sedang mengalamikrisis. Tampaknya bangsa ini sedang dilanda krisismoral, korupsi, kejahatan, bahkan tawuran tidakhanya antarkampung, tetapi sudah sampai padagenerasi penerusnya. Mahasiswa dan pelajartanpa malu-malu malakukan tawuran, ada apadengan bangsa ini sebenarnya?

Dengan melihat fenomena akhir-akhir ini,pendidikan karakter mempunyai peranan yangcukup penting bagi kepribadian anak. Oleh karena,selain penanaman tentang rasa solidaritaskelompok atau rasa kebangsaan dan cinta tanahair, mau tidak mau akan mempelajari tentangakhlak, budi pekerti, rasa toleransi, serta budaya-

7 Sujarno, dkk. Pemanfaatan Permainan Tradisional Dalam Pembentukan Karakter Anak, (Yogyakarta:Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2010), hal. 157.

Permainan Tradisional sebagai Jembatan Pembentukan Karakter Bangsa (Sujarno)

Page 20: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

122

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

budaya daerah lainnya yang di dalamnya termasukpermainan tradisional. Pendidikan karaktermenjadi penting, karena menyangkut berbagaiaspek yang terkait dengan kehidupan sehari-hari.8

Sikap saling menerima dan menghargai akan cepatberkembang bila dilatihkan, dididikkan(diajarkan), dibudayakan agar terhayati dandilakukan pada generasi muda penerus bangsa.Dengan pendidikan dan pembudayaan, sikappenghargaan terhadap perbedaan direncanakandengan baik. Generasi muda dilatih dandisadarkan akan pentingnya penghargaan padaorang lain dan budaya lain bahkan dilatih dalamkehidupan sehari-hari, sehingga setelah dewasamereka sudah punya sikap dan perilaku tersebut.9

Permainan tradisional sebagai unsur budaya yangsudah lama hidup di masyarakat, tentunya sudahmemenuhi apa yang disebutkan di atas. Sebabdalam permainan tersebut banyak nilai yang bisadiserap dan menjadi pedoman kelak setelah anakmemasuki usia dewasa dan terlibat dalamkehidupan di masyarakat. Secara tidak sadar anakberlatih menghargai orang lain, berlatih mematuhiaturan yang berlaku di masyarakat, membangunrasa toleransi, dan solidaritas. Dengan lain kata,permainan tradisional dapat bermanfaat sebagaijembatan untuk membangun karakter bangsa,karena nilai-nilai ditanamkan pada anak sejakmasih usia dini, dan sekarang tinggal bagaimanapemerintah mengemasnya.

D. PENUTUPKalau bicara masalah permainan

tradisional, bagi orang tua atau yang usianya lebihdari 40 tahun akan terkenang masa lalu. Padawaktu itu permainan tersebut masih sangatdigemari seperti gobag sodor, kasti, cublak-cublak suweng, jamuran, gatheng, benthik,dan lain sebagainya. Namun sayang permainan

yang sarat dengan nilai budaya tersebut, kini sudahjarang bisa ditemui baik di perkotaan maupun dipedesaan. Meskipun demikian, masih adasebagian warga masyarakat yang masih cukuppeduli terhadap keberadaan permainan tradisional.Seperti di salah satu desa di wilayah KecamatanUngaran Barat, Kabupaten Semarang ternyatamasih melestarikan permainan tradisional. Bahkanbanyak wisatawan domestik maupunmancanegara yang berkunjung untuk melihatpermainan tradisional.10

Melihat kenyataan itu, sebenarnyapermainan tradisional itu bisa dimanfaatkan untukmendidik kepribadian atau karakter anak. Selainitu juga dapat digunakan sebagai aset wisatabudaya daerah yang sangat menarik parawisatawan. Dengan kata lain, permainantradisional perlu dilestarikan, karena di satu sisipermainan itu mempunyai nilai yang dapatmembangun karakter dan di sisi lain dapatdigunakan sebagai daya tarik wisatawan untukberkunjung ke daerah tertentu yang secara tidaklangsung juga berkaitan dengan peningkatan sosialekonomi masyarakat.

Anak dapat diibaratkan (analogikan)seperti pohon yang masih sangat muda. Tanamanatau pohon jika masih muda sangat mudah untukdiarahkan sesuai keinginan si empunya pohon.Demikian pula anak-anak, pembentukan karakterbisa dimulai sejak usia dini. Karakter anak maudibuat seperti apa, tergantung dari para orang yanglebih dewasa bagaimana cara mengajari ataumendidiknya. Pendidikan karakter pada anak usiadini bisa dilakukan melalui permainan tradisionalyang dikenalkannya dan dilaksanakan tidak hanyasekali dua kali tetapi diusahakan secara rutin,sehingga nilai-nilai yang membentuk karakter anakitu dapat merasuk dalam jiwa si anak.

8 Ria. Bahasa Jawa Untuk Pendidikan Karakter. (Yogyakarta: Harian Kedaulatan Rakyat, Agustus 2010),hal. 2,5.

9 Farida Hanum. “Pendidikan Multikultural Dalam Membangun Karakter Bangsa,“ Makalah, (Yogyakarta:Balai Pelestarian Jarahnitra, Dialog Budaya Daerah Provinsi DIY, 2011), hal. 3.

10 L. Antoni. “Pelestari Dolanan di Lereng Ungaran.“dalam Kompas. (Jakarta: Harian Kompas, 1 Juni 2009),hal. 16.

Page 21: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

123

Daftar PustakaAntoni, L, 2009, “Pelestari Dolanan Di Lereng Ungaran,” dalam Kompas, 1 Juni hal 16.Ariani, dkk. 1997/1998, Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Daerah Istimewa

Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.Hanum, Farida, 2011, “Pendidikan Multikultural Dalam Membangun Karakter Bangsa,” Yogyakarta:

Makalah Dialog Budaya Daeah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta: BalaiPelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.

Moertjipto, dkk, 1996/1997, Wujud. Arti dan Fungsi Puncak-puncak Kebudayaan Lama danAsli Bagi Masyarakat Pendukungnya. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya, Yogyakarta.

Ria, 2011, “Bahasa Jawa Untuk Pendidikan Karakter.” Yogyakarta, Harian Kedaulatan Rakyat, hal.2, 5 Agustus.

Sugiyo, Sy dkk, 2007, Permainan Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta: DinasKebudayaan Privinsi DIY.

Sujarno, dkk, 2010, Pemanfaatan Permainan Tradisional Dalam Pembentukan Karakter Anak.Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

—————, 2010, Fungsi Permainan Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya, Yogyakarta,Kemenbudpar, Balai Pelestarian Jarahnitra.

Permainan Tradisional sebagai Jembatan Pembentukan Karakter Bangsa (Sujarno)

Page 22: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

124

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

PREPAT PANAKAWANWAYANG KULIT PURWA GAYA YOGYAKARTA

SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN MORAL

SunartoJurusan Kriya, Fakultas Seni Rupa, ISI Yogyakarta,

Jl. Parangtritis km 6,5 Sewon, Yogyakarta, telp. (0274) 7804154,Hp. 08156893436, E-mail: [email protected]

Abstrak

Prepat panakawan terdiri dari Semar Badranaya, Nala Gareng, Petruk Kantong Bolong,dan Bagong. Mereka merupakan pamomong para satria yang berbudi luhur dan selalu setiapada kebenaran dan kebaikan, sesuai dengan darmaning satria. Tokoh panakawan iniditampilkan dengan wujud yang unik, dan tubuhnya tidak proposional. Bila dicermati secaraikonografis diketahui bahwa setiap tokoh panakawan memiliki atribut kuat yaitu tanda yanghanya dimiliki oleh suatu tokoh tertentu saja dan memiliki atribut lemah. yaitu atribut yangsifatnya umum dimiliki oleh setiap tokoh panakawan. Oleh karena itu dapat dengan mudahdiketahui tokoh prepat panakawan karena tanda-tanda atau atributnya masing-masing, Setiapatribut dari tokoh panakawan memiliki makna dan makna tersebut merupakan bentuk ajaran(pendidikan) moral bagi manusia agar dapat menjalani hidupnya dengan selamat.

Kata kunci: prepat panakawan, ikonografis, pendidikan

Abstract

The prepat (four) panakawan consists of Semar Badranaya, Nala Gareng, Petruk KantongBolong, and Bagong. They are the guardians of the noble and virtuous knights who are alwaysfaithful to the truth and goodness in accordance with their duties (darma). The panakawanphysical shapes are unique and not proportional. Iconographically, each panakawan has a strong(specific) attribute and a weak (common) attribute possessed by all panakawan. Therefore, eachpanakawan can be easily identified. Each attribute of each panakawan contain moral messagesneeded by humans to lead their proper life safely.

Keywords: prepat panakawan, iconographic, education

Page 23: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

125

Prepat Panakawan Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta sebagai Media Pendidikan Moral (Sunarto)

Pendahuluan Panakawan ditampilkan dalam bentuk

yang khas dan karakteristik, berwujud manusiacébol, cacat dan buruk rupa, serta tubuhnya tidakproporsional. Perwujudan demikian itu berlakuuniversal dalam dunia pewayangan di Indonesia,pada wayang purwa di Jawa, wayang purwa Bali,wayang golek Sunda, wayang klithik Jawa Timur,dan jenis wayang lainnya. Bahkan wayang purwaKelantan di Malaysia, tokoh-tokoh yang dianggapsebagai panakawan, seperti Wak Long, PakDogol, Mahasiko (Wayang Kelantan).1 Semardan Cemuras/Turas (Wayang Melayu)digambarkan dengan wujud sederhana, burukdan tubuhnya tidak proporsional.2 Oleh karenaitu, keberadaan wujud panakawan demikiantentunya tidak secara kebetulan, tetapi didasariatas konsep tertentu.

Secara etimologi, panakawan berasal darikata pana yang artinya cerdik, mengetahui,paham, jelas sekali, atau cermat dalampengamatan. Pana berasal dari kata purna yangmemiliki arti sempurna atau tuntas3 dan katakawan,4 berarti teman, kelompok. Dengandemikian, panakawan memiliki pengertian sebagaiteman/pamong yang sangat cerdik, dapatdipercaya, mempunyai pandangan yang luas sertapengamatan yang tajam dan cermat. Panakawanadalah pamong yang tanggap ing sasmita lanlimpat ing grahita.5 Kelompok wayang inidisebut dengan wayang prepat (parepat), yangsenantiasa dijadikan kawan berunding dalamsegala masalah sulit dan pelik yang dihadapi olehtokoh ksatrianya. Di samping itu, kelompokwayang ini dinamakan wayang dhagelan, karena

senantiasa dijadikan alat untuk ndhagel(melawak) oleh dalang.6

Konsep PanakawanKekuasaan seorang raja bagi orang Jawa

bukanlah hasil kekayaan, pengaruh relasi,kekuatan politik dan militer, kepintaran atauketurunan. Kekuasaan diperoleh melaluipemusatan tenaga kosmis dan wahyu. Apabilaseseorang telah menjadi raja ia akan berusaha terusuntuk memperbesar kekuatannya. Demi tujuan ituia mengumpulkan semua potensi magis yangterdapat di wilayah kekuasaannya, seperti benda-benda keramat, pusaka-pusaka kerajaan sepertitombak, keris dan gamelan. Ia juga mintadikelilingi oleh manusia-manusia keramat dansakti, menarik dukun-dukun dan resi-resi terkenaldi keratonnya, juga orang-orang aneh, cacat, danburuk yang tidak lumrah.7

Masyarakat Yogyakarta (Jawa) padaumumnya memiliki kepercayaan terhadap alamgaib, yang ada di luar pancaindera dan batas akalmanusia. Dalam alam gaib itu terdapat kekuatanyang tidak dapat dikuasai oleh manusia dengancara biasa, sehingga harus dilakukan dengan carakhusus. Kekuatan yang ada di alam gaib itudigolongkan menjadi tiga macam, yaitu dewa dandewi, kepercayan ini berkaitan dengan mitos diJawa. Ada dewa dewi yang dianggap menguasaisalah satu kekuatan alam seperti dewa-dewabumi, bulan, langit, gunung, angin, hujan, api dandewa laut. Selanjutnya ada dewi padi, dewi rejekidan dewi penjaga kesejahteraan rumah tangga,makhluk-makhluk halus yang baik, seperti roh-roh leluhur dan roh-roh jahat seperti hantu-hantu.

1 Amin Sweeney, Malay Shadow Pupets: The Wayang Siam of Kelantan (London: British Museum Publica-tions Ltd, 1972), hal. 54–55.

2 Fred Mayer, Schatten Theater (Zurich: U,Bar Verlag, 1979), hal. 223.3 Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 13 (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2005), hal. 450.4 PJ. Zoetmulder, bekerjasama dengan S.O. Rosbon, Kamus Jawa Kuna Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1982), hal. 474.5 Sri Mulyono, Apa dan Siapa Semar (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal. 68.6 Ki Wispra,. “Wayang Panakawan” dalam Majalah Pedhalangan Pandjangmas, Tahun III, No. 10, 22

Nopember 1955, hal 17.7 Thomas Wendoris, Mengenal Candi-candi Nusantara (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Widyatama, 2008),

hal. 10–11.

Page 24: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

126

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Beberapa macam hantu di antaranya dhanyang(roh yang menjadi pelindung desa/dusun);memedi (roh yang membut takut manusia);lelembut (roh yang dapat membuat orang menjadigila); dhemit (roh-roh yang tinggal di pepohonantinggi, persimpangan jalan, sumur tua, dsb.);thuyul (roh anak-anak yang mencuri uang untuktuannya).8 Pada tahun 1930 orang Jawa mengenaljenis roh-roh halus (alam) sebanyak 93 macam,namun saat sekarang yang diketahui tinggal 40-an macam saja.9

Sebagian masyarakat Yogyakartapercaya adanya kekuatan sakti yang ada di dalamgejala-gejala, dalam peristiwa-peristiwa, danbenda-benda luar biasa.10 Gejala dan hal-hal yangluar biasa itu dapat berwujud gejala-gejala alam,tokoh-tokoh manusia, bagian-bagian tubuhmanusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda, dan suara-suara yang luar biasa.

Orang yang memiliki bentuk tubuh yangkhusus, seperti orang cébol, bule dan orang yangcacat mempunyai daya sakti. Dalam lingkungankeraton, orang-orang cacat dipelihara dandiikutsertakan dalam prosesi penyelenggaraanupacara adat. Orang-orang dalam bentuk luarbiasa itu dipergunakan sebagai tumbal. Orangyang cacat, buruk, aneh dan tidak lumrah dikeraton Yogyakarta dinamakan abdi dalempalawija.

Abdi dalem palawija di samping orangcébol (kerdil) dan bule, terdapat pula orang yangmemiliki cacat tubuh berupa kaki tangannya tidaknormal (pujut). Abdi dalem palawija merupakanlambang hidup yang mengandung arti kebijakansultan. Para kawula yang cacat tubuhmemperoleh naungan kasih sayang sultan.

Perhatian raja itu ditunjukkan dengan lokasitempat duduk bersila para abdi dalem palawijayang dekat dengan singgasana sultan di bangsalmanguntur tangkil.11 Di samping itu, merekaditempatkan di antara putra mahkota dan parapangeran keluarga raja. Hal ini merupakanpenghargaan yang tinggi, mengingat tidak setiaporang mendapat posisi yang demikian.

Adanya abdi dalem palawija di KeratonYogyakarta merupakan kelanjutan tradisi yangdianut oleh para raja (penguasa) Jawa pada masalalu. Orang yang cacat dan buruk rupa mendapatperhatian khusus karena dipandang mempunyaikekuatan supranatural yang sakti dapatberpengaruh kepada kewibawaan raja. Perhatianraja terhadap kawula yang cacat sebagai abdidalem sangat besar, yang diwujudkan denganmemenuhi segala kebutuhan hidup, termasuktempat tinggal juga disediakan oleh keraton. Olehkarena itu, di Keraton Yogyakarta terdapatKampung Palawijan yang merupakan tempattinggal para abdi dalem palawija.

Penghargaan terhadap orang yang cacatyang dipandang memiliki kesaktian merupakanbagian penting dalam kekuasaan raja. Pada masaMataram kuno, pembagian wilayah kerajaandapat berdasar aturan adat atau kebijaksanaanseorang raja.12 Pembagian wilayah itu adalahsebagai berikut. (1) Keraton sebagai pusatkerajaan dilingkungi tembok sebagai pemisah.Keraton sebagai lambang kosmos (alam magis)dikelilingi oleh delapan dewa penjaga mata anginatau astadikpala; (2) di luar kedaton ada wilayahkeraton yang juga dikelilingi tembok atau betengsehingga ada istilah jeron bètèng atau watak i’jro(kelompok orang dalam atau abdi dalem).13 Di

8 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1989),hal. 19–34.

9 Capt. R.P. Suyono, Dunia Mistik Orang Jawa, Roh, Ritual, Benda Magis (Yogyakarta: Penerbit LKiS,2007), hal. 84.

10 R.M.Tirun Marwito (ed.), Upacara Tradisional Jumenengan Arti, Fungsi dan Makna Lambang, SuatuStudi tentang Tradisi Keraton Yogyakarta (Yogyakata: Media Widya Mandala, 1995), hal. 16–17.

11 Ibid. hal. 4 –4812 Riboet, Darmosoetopo, “Hubungan Tanah Sima dengan Bangunan Keagamaan di Jawa pada Abad IX-X

TU.” (Disertasi Fakultas Sastra Jurusan Arkeologi UGM, Yogyakarta, 1998).13Timbul Haryono, Seni Pertunjukan pada Masa Jawa Kuno .(Yogyakarta: Penerbit Pustaka Raja, 2004),

hal. 6.

Page 25: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

127

dalam keraton inilah para kerabat raja, permaisuridan selir bertempat tinggal, juga kelompok yangdisebut watak i’jro. Mereka yang masuk dalamwatak i’jro adalah kelompok mamanah,magalah, magandi (pengawal raja membawasenjata panah, tombak, dan bindi), juru padahi(pemukul kendang), arawan asta (penari), widu(pembawa cerita, dalang), dan mangidung(pesinden), pamahat (pemahat), panatah (tukangmengukir wayang). Pande mas, pande simsim(kemasan dan tukang membuat cincin), pawdihan(tukang batik), dan termasuk di dalamnya adalahgolongan yang disebut abdi dalem palawija yangterdiri dari pujut (orang yang cacat tubuhnya),pandak (orang cébol), jenggi bondhan (orangpurwa hitam), dan wungkuk (orang bongkok).

Orang cacat dan buruk yang dipandangmemiliki kekuatan magis dan sakti merupakanbagian penting dalam kehidupan masyarakatJawa. Kekaguman terhadap orang cacat yangmemiliki daya sakti dipersonifikasikan dalam wujudtokoh-tokoh panakawan wayang purwa. Tokohpanakawan diceritakan sebagai dewangéjawantah, seorang manusia berjiwa dewadan berkekuatan dewa. Para punakawan dicintaioleh para ksatria karena kemampuan memberikansaran untuk memecahkan suatu masalah. Disamping itu, diceritakan bahwa para ksatria akanberhasil melaksanakan tugas darmanya jika diiringioleh panakawan. Dalam banyak lakon wayangpurwa para ksatria yang meninggalkanpanakawan, akan mendapat kesulitan dankesusahan.

Berdasarkan beberapa fakta yangmemberikan penjelasan atas kesamaankarakteristik antara abdi dalem palawija dengantokoh-tokoh panakawan dapat dipastikan bahwaperwujudan tokoh panakawan yang ditampilkandengan bentuk cacat, buruk dan tubuhnya tidakproporsional itu terinspirasi oleh wujud dari paraabdi dalem palawija. Perwujudan tokoh

panakawan sesungguhnya berdasar padakeyakinan tentang adanya orang cacat dan burukyang memiliki kekuatan magis dan dipandangmemiliki daya sakti.

Struktur Bentuk Tokoh PanakawanDalam struktur bentuk tokoh panakawan

terkandung tiga konsep, menurut Peaget14 yakni:(1) the idea of wholeness (gagasan keutuhan atautotalitas), sebuah struktur merupakan totalitas didalam struktur unsur-unsur itu berkaitan satu samalain dalam sebuah kesatuan. Secara hirarkis,sebuah struktur terdiri atas sejumlah substrukturyang terikat oleh struktur yang lebih besar; (2)the idea of transformation (gagasantansformasi), struktur merupakan suatu yangdinamis karena di dalamnya ada kaidahtransformasi. Pengertian struktur tidak terbataspada konsep terstruktur, tetapi mencakup prosesmenstruktur, inilah sebuah sistem transformasi; (3)the idea of self regulation (gagasan pengaturandiri sendiri), struktur adalah sebuah bangunan yangterdiri atas unsur yang satu dan lain berkaitan.Hubungan antar struktur akan mengatur sendiribila ada unsur yang berubah atau hilang.15 Strukturdalam bidang seni rupa mencakup banyak hal,apabila dijalin dan digabungkan menjadi satu akanmembentuk wujud karya seni. Struktur seni rupamencakup unsur-unsur seni rupa (grammar),yaitu garis, bidang, gelap terang, dan warna, desaindan estetika.16

Struktur bentuk tokoh panakawan jugamemiliki unsur-unsur yang saling berkaitan. Unsur-unsur bentuk panakawan , seperti bentuk mata,hidung, mulut, kepala, badan, kaki, tangan, danatribut lainnya yang memiliki karakternya masing-masing namun saling terkait. Jika salah satu unsurberubah akan mengakibatkan hubungan antarunsur berubah. Hal ini dapat dicermati padapembentukan wanda panakawan. Selain itu,akan dicermati pula secara ikonografi, karena

14 Jèan Peaget, Strukturalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 1995), hal. 4–10.15 Beny H. Hoed, “Kata Pengantar” dalam Jean Piaget, Strukturalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Obor

Indonesia, 1995), hal. viii.16Edmund Burke Feldman, Art As Image and Idea (Englewood Clift, New Jersey: Prentise-Hall. Inc. 1967),

hal. 222.

Prepat Panakawan Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta sebagai Media Pendidikan Moral (Sunarto)

Page 26: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

128

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

objek kajian berupa boneka wayang purwasehingga unsur-unsur bentuk tokoh panakawanjuga menjadi atribut kuat bagi tokoh tertentu.

Ikonografi Hindu mencakup tiga hal, yaitulaksana, nilai seni, dan ikonometri.17 IkonografiHindu membedakan dewa yang satu denganlainnya, dalam bahasa Sanskerta dinamakanlaksana yang berarti tanda khusus yang dipunyaioleh dewa, seperti: benda atau senjata yangdipegang atau diletakkan di dekatnya, vahana(kendaraan, binatang tunggangan), jenis pakaiantertentu yang dikenakan,18 ciri tubuh tertentu yangmerupakan tanda pengenal dewa tertentu. Nilaiseni menyangkut indah dan tidaknya sebuah arcaberdasarkan pada konsep sâdrasya danpramâna.19 Ikonometri adalah aturan tentangukuran-ukuran yang terdapat dalam kitab agama,yaitu: tâla, añgula, dan yava.20

Kajian ini mengacu pada laksana (tandakhusus) yang dimiliki oleh tokoh prepatpanakawan. Tanda (ikon) umumnya disamakandengan atribut. Dalam ikonografi atributdibedakan menjadi dua yaitu atribut kuat, yaituatribut utama yang menentukan ciri khas karenahanya dimiliki oleh objek tertentu dan atributlemah yaitu atribut yang dimiliki secara umum. Halitu sesuai dengan klasifikasi menurut R.M Soelardisebagai berikut. Ciri khas tokoh wayangdicermati pada enam bagian tertentu dari tokohwayang purwa (panakawan),21 yaitu: bagianmuka, kepala (dan perhiasannya), badan, tangan,posisi kaki (pemakaian dodot) dan atribut busanatokoh tersebut.

Atribut kuat dan atribut lemah yang dimilikioleh tokoh-tokoh prepat panakawan SemarBadranaya, Nala Gareng, Petruk Kantong Bolong,dan Bagong, sebagai berikut.

Semar BadranayaSemar wanda dhunuk koleksi keraton

Yogyakarta merupakan tokoh prepat panakawanyang keberadaannya sangat populer dalammasyarakat Jawa. Tokoh panakawan iniditampilkan dengan beberapa unsur utama atauatribut kuat yang dapat digunakan untuk mengenalisosok Semar. Beberapa unsur utama atau atributkuat itu sebagai berikut.

Kuncung Semar, kuncung merupakanbagian rambut yang disisakan ketika dicukur dibagian muka di atas dahi, jika yang disisakanbagian belakang, maka dinamakan gombak(bagong). Kuncung Semar ini ditampilkan dengandua macam, yaitu kuncung dibuat denganmenempelkan bulu binatang yang berwarna putih,seperti bulu kambing, kelinci, atau kucing,sedangkan cara lainnya digambar (disungging),sehingga tampak seperti rambut. Kuncung Semarumumnya ditampilkan dengan warna putih ataurambut ubanan.

Hidung sunthi. Hidung wayang jenis inihanya diperuntukkan bagi tokoh panakawanwayang purwa di Jawa. Bentuk hidung sunthidigambarkan dengan hidung yang membulat keciltetapi tidak pèsèk. Jenis hidung sunthi digunakanuntuk menggambarkan tokoh yang bertubuh subur(gemuk).

Mata rèmbèsan.22 Mata rèmbèsanmenggambarkan mata seseorang yang baru sajabangun tidur, sehingga masih rèmbès (kotor) jikauntuk melihat akan tampak samar-samar. Jenismata wayang ini merupakan bentuk modifikasi darijenis mata wayang kiyipan,23 yaitu sejenis matawayang yang digambarkan biji matanya tampak

17 Edi Sedyawati, Pengarcaan Ganesa Masa Kediri dan Siçhasari: Sebuah Tinjauan Sejarah Kesenian(Jakarta: Universitas Indonesia, 1985), hal. 62.

18 Ibid., hal. 28.19 Ratnaesih Maulana, Ikonografi Hindu. (Jakarta: Fakultas Sastra UI, 1997), hal. 6.20 Ibid., hal 7–8; T.A. Gopinatha Rao, Elemen of Hindu Iconography, (Varansi India Delhi: Indological Book

House, 1971), 290; V Gunapati Sthapati, Indian Scupture & Iconography, Form & Measurements, (Pandicherry: SriAurabindo Society, 2002), hal. 6.

21 R.M. Soelardi, Gambar Princening Ringgit Purwa (Jakarta: Balai Pustaka, Kementrian PP dan K, 1953),hal. 9.

22Ibid., hal. 12.23Sunarto, Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 38.

Page 27: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

129

separuh. Mata wayang ini ditampilkan denganukuran lebih kecil, pada bagian bawah dibuatlekuk-lekuk dengan dikontur merah, inilah cirikhas mata rèmbèsan. Jenis mata ini dapatmenentukan karakter tokoh luruh atau branyak,dengan melihat posisi mata wayang. Jika posisinyaagak mendatar maka karakter yang diperolehnyaadalah luruh, tetapi jika ditampilkan dengan agaktegak, maka karakter yang ditampilkan adalahbranyak. Oleh karena itu, dalam mencermatiwatak atau karakter tokoh wayang perlumemperhatikan bagian mata wayang.

Cablèk (nyablèk), mulut cablèkdigambarkan sebagai mulut wayang dengan bibiryang sangat tipis, dipadukan dengan dagu golèngbersusun. Jenis mulut wayang ini ditampilkan dengansebuah gigi bawah. Posisi mulut agak terbuka, padabagian dagu menjorok ke muka (nyadhuk). Bentukmulut wayang yang demikian ini untukmenggambarkan tokoh yang bertubuh gemuk.

Giwang lombok abang. Giwang Semarini ditampilkan secara dekoratif menggambarkansebiji buah cabe merah besar lengkap dengantangkainya. Dalam tampilannya kadang berbentukcabe keriting, ujungnya berliku-liku seperti cabekeriting, disungging dengan warna merah. Belumpernah ditampilkan dengan warna lain. Hal inidikaitkan dengan bentuk lombok abang denganmakna simbolisnya.

Badan ngropoh dengan susu bulat.24 Inimengambarkan tubuh seseorang yang subur dangemuk. Khusus tokoh Semar pada bagian buahdada digambarkan bulat besar seperti buah dadawanita. Wujud Semar yang demikian itu sebagaipersonifikasi dari cerita yang menyatakan Semarditampilkan sebagai sosok dudu lanang dan duduwadon nanging dudu banci. Hal ini berkaitandengan makna simbolis dari wujud tokohpanakawan ini.

Gelang gligèn. Jenis gelang ini seringdinamakan pula dengan gelang dhagelan,bentuknya seperti binggèl, namun ditambahdengan bentuk ikal kecil di atasnya. Jenis gelangini dipakai oleh semua panakawan, hanyaukurannya disesuaikan dengan besar kecilnyatangan tokoh panakawan. Umumnya jenis gelangdhagelan difinishing dengan warna, sepertiwarna merah gradasi.

Tangan kiri nuding25 dan tangan kananmegar. Penggambaran tangan panakawan ini satudan lainnya dibuat berlainan. Tangan nudingdigambarkan dengan jari telunjuk tegak, ketigajari lainnya dilipat dan ibu jari diletakkan dekatdengan telunjuk. Tangan megar digambarkandengan semua jari-jari, dan ibu jari. Kedua bentuktelapak tangan yang ditampilkan dalam wujudyang berbeda tentunya memiliki makna yangberbeda satu dengan lainnya.

Sabuk dawala. Dalam bahasa Jawadawala mempunyai pengertian tali atau pengikat.Dawala dalam tokoh panakawan ini memilikifungsi sebagai pengikat dodot dan terbuat daribahan sutera. Dawala ditampilkan dengansungging tlacapan warna biru. Namun dijumpaipula dawala disungging kelopan, dan kembangan(bludiran)26 dengan warna lain.

Pocong dhagelan dengan motif polèng.Pemakaian kain dodot pada tokoh panakawanwayang purwa gaya Yogyakarta dinamakanpocong dhagelan. Motif yang diterapkan padakain dodot pada tokoh Semar koleksi keratonYogyakarta, sejauh dicermati hanya terbatas padamotif polèng.27 Motif polèng yaitu susunanbentuk bujur sangkar dengan pewarnaan hitam,kuning prada, dan merah yang berfungsi sebagaigaris kontur dengan sistem selang-seling. Tigawarna ini tentunya mengandung makna simbolisdari trimurti.

24 S. Haryanto, Bayang-bayang Adiluhung : Simbolik dan Mistik Dalam Wayang (Semarang: Dahara Prize,1992), hal. 47–53.

25 R.M. Soelardi, Log-cit.26 Sunarto, Seni Tatah Sungging Kulit (Yogyakarta: Penerbit Prasista, 2008), hal. 31.27Ki Wahyu Pratista, Kupasan Wayang Purwa Ke Arah Pendidikan Ilmu Jiwa dan Budi Pekerti sebagai

Kunci Hidup Berbahagia, Jilid I (Yogyakarta: Penerbit Praktis, 1973), 28.

Prepat Panakawan Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta sebagai Media Pendidikan Moral (Sunarto)

Page 28: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

130

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Nala GarengNala Gareng wanda kerul koleksi

keraton Yogyakarta ini merupakan tokoh prepatpanakawan yang unik dan mempesona. Tokoh iniditampilkan dengan dominasi warna prada emas,sehingga berkesan agung. Tokoh panakawan iniditampilkan dengan beberapa unsur utama atauatribut kuat yang dapat digunakan untukmengenali sosok Gareng. Unsur-unsur itu sebagaiberikut.

Rambut dikucir. Kepala Garengditampilkan dengan rambut dikucir dalam berbagaibentuk sesuai dengan karakternya. Ada yang luruske atas, melengkung ke muka, dan ada pula yangmelengkung ke belakang. Umumnya untukmewujudkan kucir itu menggunakan rambutmanusia atau binatang yang berwarna hitam yangditempelkan pada kepala Gareng.

Mata kéran/juling,28 yaitu jenis matawayang yang menggambarkan cacat pada mata,yaitu mata yang manik (kornea mata) berada tidakdi tengah-tengah, tetapi di pinggir mendekatihidung. Bentuk mata diwujudkan dengan bentukbulat dengan manik ada pada bagian tepi ke arahbelakang atau ke atas. Mata kéran pada tokohNala Gareng ini memiliki nilai simbolis yang dalam.

Hidung nérong glathik (térongglathik).29 Kata nérong mempunyai maknameniru bentuk terong, maksudnya adalah bahwajenis hidung nérong glathik ini wujudnya sepertitérong glathik, yaitu bulat kecil. Oleh karena itu,wujud hidung Nala Gareng bulat kecil seperti buahterong glathik. Bentuk ini berkaitan erat dengannilai simbolis tokoh panakawan tersebut. Mulutmèsem dengan dagu cupet. Bentuk mulut wayangini dibuat sedemikian rupa sehingga berkesanmèsem dengan menampilkan satu gigi, dagupendek bertingkat, dan tampak unik. Badanngropoh,30 memiliki arti kendor. Oleh karena itu,tokoh Nala Gareng memiliki badan yang kecilkendor dengan perut ngendhil. Pada bagian badanini tidak banyak dijumpai bagian yang cacat

kecuali perut dan bahu brojol sehingga lengkaplahkecacatan Gareng.

Tangan kiri théklé, yaitu tangan yangpendek dan melengkung (béngkong)31 sehinggayang dapat digerak-gerakkan hanya pada bagiantelapak tangan saja. Ketika tangan théklé itudigerakkan akan tampak lucu dan unik. Garengmemiliki tangan théklé pada bagian tangan kiri,tidak secara kebetulan, tetapi hal ini dibuat sebagaisesuatu yang memiliki nilai simbolik yang berkaitandengan tingkah laku manusia.

Kalung gobog, yaitu jenis kalung yangdibuat dari semacam uang logam lama yang bagiantengahnya berlobang segi empat. Ukuran besarkalung disesuaikan dengan besarnya badansehingga proporsi kalung dengan tubuh Garengmenjadi harmonis. Kalung gobog yang dikenakantokoh panakawan ini memiliki nilai simbolisberkaitan dengan perannya dalam pewayangan.

Tangan kanan céko, ditampilkan denganbagian lengan dibuat berliku-liku hingga mendekatitelapak tangan. Tangan yang diwujudkandemikian itu tidak tampak buruk tetapi menjadibagian yang mendukung keharmonisan tokohGareng, dan berhubungan dengan nilai simbolisberhubungan perilaku manusia.

Sabuk dawala, dalam bahasa Jawadawala berarti tali atau pengikat. Dawala sebagaiatribut ini memiliki fungsi sebagai pengikat kaindodot, tali ini terbuat dari bahan sutra. Dawaladitampilkan dengan sungging tlacapan dengankombinasi warna biru dan merah gradasi. Namundijumpai pula dawala disungging kembangan(bludiran) atau sungging kelopan, dengan warnayang berbeda-beda.

Jari-jari kiri ngepel. Tangan ngepeldigambarkan dengan semua jari-jari dan ibu jariterlipat mengepal. Bentuk tangan panakawan initidak untuk berkelahi atau memukul lawan, tetapilebih kepada nilai yang mempunyai maknasimbolik. Tangan ngepel selalu dipasangkandengan tangan nuding karena keduanya memiliki

28 Sunarto, Seni Gatra Wayang Kulit Purwa (Semarang: Dahara Prize, 1997), hal 102.29 R.M. Soelardi, Op. Cit., hal. 12.30 S. Haryanto, Op. Cit., hal. 51.31Kamus Bahasa Jawa (Bausastra Jawa) (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001), hal. 780.

Page 29: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

131

makna yang berkaitan. Jari-jari kanan nuding,tangan nuding digambarkan dengan jari telunjuktegak, kemudian ketiga jari lainnya dilipat dan ibujari diletakkan dekat dengan jari telunjuk.Perwujudan telapak tangan yang demikian ituberkait dengan perlambangan atau berkaitandengan simbolisasi.

Pocong dhagelan,32 pemakaian kaindodot pada tokoh panakawan wayang purwagaya Yogyakarta dinamakan pocong dhagelan.Motif yang diterapkan pada kain dodot padatokoh Gareng koleksi keraton Yogyakarta terbataspada motif kambil secukil. Bentuk motif kambilsecukil terbentuk dari bidang segi empat samasisi yang dibelah secara diagonal yangmenghasilkan bentuk segi tiga. Bentuk segi tigadiwarna hitam dan kuning prada secara selang-seling dan dikontur dengan warna merah.

Kaki kanan pincang (gejig), anggonémlaku jonjing (jonjang) ketika berjalan timpang,karena panjang kaki tidak sama. Kaki Garengdigambarkan pincang akibat penyakit bubulsehingga membuat tidak nyaman ketika berjalan.Cacat kaki itu tidak sekedar melengkapipenderitaan Gareng, kaki mengandung artisimbolis.

Petruk Kanthong BolongPetruk wanda bujang koleksi keraton

Yogyakarta merupakan salah satu dari prepatpanakawan. Panakawan Petruk ini cukupdikenal oleh masyarakat Yogyakarta danmenjadi panakawan yang paling banyakditampilkan dengan berbagai bentuk yangberbeda-beda sesuai dengan ceritanya. Petrukmemiliki unsur-unsur utama atau atribut kuatsebagai berikut.

Rambut dikucir, yaitu rambut yang diikatnamun pada tokoh Petruk tidak hanya sekedardiikat, tetapi dianyam atau dikepang. Kucir Petrukdibuat dari rambut manusia yang panjang ataurambut binatang yang berwarna hitam, seperti ekorkuda. Rambut ditempelkan pada bagian kepala

Petruk dengan dijahit atau dilem saja.Mata dhelèn, jenis mata ini merupakan

bentuk modifikasi dari mata kedhelèn yangdiperuntukkan bagi tokoh-tokoh pideksa,33

umumnya golongan caplangan. Bentuk matadhelèn dengan biji mata menyerupai biji kedelai,bagian ujung belakang dibuat ikal disertaidengan penggambaran kelopak mata secara jelas.Mata dhelèn ini hanya dibuat untuk tokoh Petrukgaya Yogyakarta. Penempatan mata wayang turutmenentukan karakter tokoh wayang. Salah satucara membedakan wanda Petruk dapat dicermatidari bagian mata.

Hidung maré ula. Perwujudan hidungPetruk mengacu pada bentuk paré ula, yaitu jenispare yang buahnya panjang seperti bentuk ular.Bentuk inilah yang memberi inspirasi untukmembuat hidung Petruk. Namun bentuk hidungpanakawan ini dinamakan nyempaluk yaitu bentukhidung mengacu pada buah asam muda.

Mulut mèsem.34 Bentuk mulut Petrukini dibuat sedemikian rupa, pada bagian ujungbelakang mulut dibuat lekukan ke atas, bibirbawah dibuat melipat ke bawah ditambah dengandagu golèng. Selanjutnya di antara bibir atas danbawah tergambar sebuah gigi berwarna putih,sehingga berkesan mèsem. Tokoh Petrukditampilkan selalu tersenyum ini berhubungandengan perannya dalam pewayangan. Di sampingitu penggambaran mulut mèsem tokoh Petrukmerupakan sebuah perlambang.

Tubuh jangkung (gagah). Tokoh Petrukditampilkan dengan tubuh jangkung dan gagah,dengan perut ngendhil dan pusar bodong. Disamping itu, dilengkapi tangan panjang, kakipanjang dan bagian lainnya yang dipanjangkan.Bentuk Petruk yang demikian itu merupakanpersonifikasi bahwa tokoh ini semula adalah anakGandarwa, sehingga pantas saja ditampilkantubuhnya serba panjang.

Kalung gentha, yaitu kelinthingberukuran besar yang biasa digunakan sebagaikalung lembu. Ada sebuah cerita yang berkaitan

32 Sunarto, 1989. Op. Cit., hal. 90.33 Ibid., hal. 37.34 R.M. Soelardi, Op. Cit., hal.13.

Prepat Panakawan Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta sebagai Media Pendidikan Moral (Sunarto)

Page 30: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

132

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

dengan Petruk kalung gentha ini. Suatu ketikaada dalang yang tertarik pada wayang Petruk milikdalang lainnya. Untuk memiliki tokoh panakawanitu harus menukarnya dengan seekor sapi jantan,kemudian kalung lembu itu dipindahkan ke tubuhwayang Petruk dan ditarik-tarik dibawa pulang.Mulai saat itu jika membuat tokoh Petruk diberikalung gentha.35

Menyandang pethèl,36 senjata tajam inimerupakan salah satu jenis kampak namun padabagian yang tajam dapat dilepas dan dipasangkembali. Penyertaan pethèl pada tokoh Petrukberdasarkan pencermatan tidak sekedar untukpenampilan yang berbeda, tetapi memiliki nilaisimbolis yang dalam.

Dawala sutra. Kata dawala dalambahasa Jawa berarti tali atau pengikat. Dawalasebagai atribut ini memiliki fungsi sebagai pengikatdodot atau kain, tali ini terbuat dari bahan sutra.Pada tokoh Petruk, dawala ditampilkan dengansungging tlacapan dengan kombinasi warna birudan merah gradasi. Namun pada wanda lainnyadijumpai dawala difinishing dengan sunggingkembangan (bludiran) atau kelopan denganwarna yang berbeda.

Tangan kiri ngepel. Tangan ngepeldigambarkan dengan semua jari-jari dan ibu jariterlipat seperti bentuk telapak tangan akanmemukul. Namun bentuk tangan panakawan initidak saja untuk keperluan berkelahi atau untukmemukul lawan tetapi lebih kepada nilai yangmempunyai makna simbolik. Tangan ngepel selaludipasangkan dengan tangan nuding karenakeduanya memiliki makna yang berkaitan.

Kantong, yaitu tempat atau wadah yangterbuat dari kain pada bagian lubang diberi tali,sehingga dapat ditutup ketika tali itu ditarik yangmembuat kain berkerut dan lubang menjaditertutup. Kantong ini tidak sekedar sebagai unsurpelengkap dari wujud tokoh Petruk, tetapikeberadaannya berkaitan dengan simbolisasi.

Pocong dhagelan. Pemakaian kaindodot pada tokoh panakawan wayang purwagaya Yogyakarta dinamakan pocong dhagelan.Motif yang kain dodot pada tokoh Petruk koleksikeraton Yogyakarta adalah kambil secukil.Berbentuk dari bidang segi empat sama sisi yangdibelah secara diagonal yang menghasilkan bentuksegi tiga. Bentuk segi tiga warna hitam dan kuningprada secara selang-seling dan dikontur denganwarna merah.

Gelang dhagelan. Bentuknya sepertibinggèl, namun ditambah dengan bentuk ikal kecildi atasnya. Jenis gelang ini dipakai oleh semuapanakawan, hanya ukurannya menyesuaikandengan besar kecilnya tangan tokoh panakawan.Umumnya jenis gelang dhagelan diwarnai,seperti warna merah gradasi.

Tangan kanan Petruk nuding. Tangannuding digambarkan dengan jari telunjuk tegak,ketiga jari lainnya dilipat, dan ibu jari diletakkandekat dengan jari telunjuk. Perwujudan telapaktangan yang demikian itu berkait denganperlambangan atau berkaitan dengan simbolisasidalam menunjuk sesuatu yang baik dan benar.

Kaki kanan jinjit bersepatu,37 Petrukditampilkan dengan kaki kanan jinjid tetapi tidakpincang dan memakai sepatu tanpa kaos kaki.Kondisi yang demikian itu merupakan bentuksimbolis yang memiliki makna mendalam yangberkaitan erat dengan perilaku hati-hati.

BagongBagong wanda gembor koleksi keraton

Yogyakarta dalam prepat merupakan panakawantermuda. Ia cukup populer dan menjadi idola paradalang terkenal. Tokoh ini cukup digemari, karenapada adegan gara-gara Bagong sangat ditunggupenonton. Tokoh Bagong ditampilkan denganunsur-unsur utama atau atribut kuat sebagaiberikut.

Mata mleleng (pleleng). Bentuk dari

35 Wawancara dengan Santosa Wiguna, dalang wayang purwa gaya Yogyakarta, di Gendeng, Bangunjiwo,Kasihan, Bantul, 20 Agustus 2009, pukul 19.00 WIB.

36 Ki Wahyu Pratista, Op. Cit., hal. 39.37 Sunarto, Wayang Kulit Purwa dalam Pandangan Sosio-Budaya (Yogyakarta: Arindo Nusa Media, 2009),

hal. 88.

Page 31: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

133

mata mleleng ini merupakan modifikasi dari mataplelengan ageng, bagian ikalnya lebihdisederhanakan. Jenis mata wayang ini tidakdisungging ulat-ulatan yang menggambarkan bulumata, seperti mata untuk tokoh raksasa. Biji matadisungging warna putih, jambon, merah, danhitam. Alis dibuat mengikuti garis kelopak matadengan warna hitam tipis, sehingga tidak tampakgarang.

Hidung sunthi (nemlik). Jenis hidungsunthi digunakan untuk menggambarkan tokohyang bertubuh subur (gemuk) seperti tokohBagong. Jenis hidung ini hanya diperuntukkan bagitokoh panakawan wayang purwa di Jawa. Bentukhidung sunthi digambarkan dengan hidung yangmembulat kecil, tetapi tidak pèsèk.

Mulut doblèh/domblé/dowèr. Jenismulut ini ditandai dengan bentuk bibir bawah yangtebal dan terlipat ke bawah dengan dagu golèngbersusun. Di antara bibir atas dan bawahdigambarkan gigi yang berjumlah satu buah. Jenismulut ini khusus untuk tokoh Bagong.

Tubuh ngropoh. Tubuh jenis inimengambarkan tubuh seseorang yang subur dangemuk, seperti tokoh Bagong. Wujud Bagongyang demikian merupakan personifikasi dari ceritayang menyatakan bahwa sosok Bagong berasaldari bayangan Semar. Oleh karenanya anakbungsu Semar ini ditampilkan dengan tubuh yangbesar dan pendek.

Kalung gobog. Kalung dibuat darisemacam uang logam lama yang bagian tengahnyaberlobang segi empat. Ukuran kalung disesuaikandengan besarnya badan, sehingga proporsi kalungdengan tubuh Bagong menjadi harmonis. Kalunggobog yang dikenakan tokoh panakawan ini tidaksekedar sebagai hiasan atau perhiasan badan,tetapi memiliki nilai simbolis.

Gelang gligèn (gelang dhagelan). Gelangini bentuknya seperti binggèl namun ditambahdengan bentuk ikal kecil di atasnya. Gelang inisering dinamakan pula dengan gelang dhagelan.Jenis gelang ini ukurannya disesuaikan denganpostur tubuh panakawan yang memakainya.

Gelang gligèn disungging dengan warna merah.Tangan kanan dan kiri megar. Jenis tangan

wayang ini digambarkan dengan empat jari-jaridan ibu jari terbuka lebar. Posisi telapak tangandengan ibu jari berada di atas, empat jari-jariberada di bawahnya. Jari kelingking memakaicincin. Tangan megar yang dimiliki tokoh Bagongmemiliki nilai simbolis keterbukaan.

Sabuk dawala, dalam bahasa Jawadawala berarti tali atau pengikat. Dawala sebagaiatribut ini memiliki fungsi sebagai pengikat dodotatau kain. Tali ini terbuat dari bahan sutra. Dawaladitampilkan dalam panakawan Bagong disunggingtlacapan dengan kombinasi warna biru dan merahgradasi. Namun dijumpai pula dawala yangdisungging kembangan (bludiran) atau sunggingkelopan.38

Pocong dhagelan dan motif kambilsecukil. Pemakaian kain dodot pada tokohpanakawan wayang purwa gaya Yogyakartadinamakan pocong dhagelan. Motif kain dodotpada tokoh Bagong koleksi Keraton Yogyakarta,adalah kambil secukil dan slobog. Motif slobogterbentuk dari bidang segi empat sama sisi dibelahmenyilang secara diagonal, sehingga membentukbidang segi tiga lebih kecil ukurannya dibandingmotif kambil secukil. Bentuk segi tiga diwarnahitam dan prada pada bagian ujungnya.

Prepat Panakawan sebagai media pendidikanmoral

Tokoh panakawan dari aspek fisikmemiliki nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupanmanusia dan pendidikan budi pekerti (moral). Halini tersirat dari makna bentuk fisik tokohpanakawan. Masing-masing tokoh panakawanmemiliki bentuk fisik khusus. Cacat yang dimilikipanakawan itu merupakan bentuk simbolis ataupesan sinandi dari nenek moyang bangsa Indo-nesia kepada anak cucu. Panakawan dimaknaisebagai gambaran hidup manusia. Walaupun tidaksemua atribut tokoh panakawan itu memilikimakna, namun pemaknaan pada atribut tersebutmerupakan ajaran atau bentuk pendidikan bagi

38 Sunarto, 2008, Loc. Cit., hal. 31.

Prepat Panakawan Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta sebagai Media Pendidikan Moral (Sunarto)

Page 32: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

134

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

kita, agar dalam menjalani hidup akanmemperoleh keselamatan dan kebahagiaan lahirbatin.

Dalam mencermati makna panakawandari aspek fisik (seni rupa) dilakukan secarahermeneutika yang dipadukan dengan teoriformalistik, yaitu suatu pendekatan yangmenyatakan bahwa kehidupan seni memilikidunianya sendiri. Seni terlepas dari kehidupannyata yang alami dalam kehidupan sehari-hari.Dalam menentukan ekselensi karya seni adalah“significant form” (kapasitas bentuk seni yangmelahirkan emosi estetik) atau plastik drama(sintesis permainan garis dan volume dalam karyaseni rupa). Untuk merasakan dan memahami “sig-nificant form” seseorang cukup menggunakanbekal cita rasa dalam meresepsi bentuk, warnadan ruang.39 Namun hal ini memerlukanpengalaman dan kecermatan, karena akanmenentukan hasil pencermatan. Penilaiandilakukan dengan menitikberatkan terhadapunsur-unsur visual yang terorganisasikan dalamsebuah komposisi karya seni rupa.40 Dalammemahami makna panakawan dapat dilakukanmelalui unsur-unsur visualnya yang berwujudatribut-atribut. Beberapa atribut tokoh prepatpanakawan yang bermakna pendidikan moraldapat diuraikan sebagai berikut.

Semar Badranaya secara fisikditampilkan dengan tubuh yang membulat, artinyaantara tinggi dan lebar badan hampir sama. Mukaselalu tengadah ke atas, dengan tangan kananmenunjuk ke atas. Rambut ditampilkan denganpenuh uban, maksudnya bahwa tokoh ini berusialanjut. Ia digambarkan tidak berdiri dan tidak

jongkok, sehingga penampilannya menjadi aneh.Namun keanehan-keanehan yang dimiliki tokohSemar inilah yang banyak memiliki makna terkaitdengan kehidupan masyarakat Jawa.

Menurut Perwitawiguna,41 Semar yangdiwujudkan bulat (bunder seser) merupakansimbol dari kehidupan manusia masa tua (sepuh).Tua memiliki arti watu-watu digawa maksudnyamasih memiliki beban yang berat, baik untukdirinya sendiri, keluarga, maupun orang lain.Seseorang yang sudah sepuh memiliki kebulatantekad golong-gilig,42 berserah diri ke hadapanYang Mahakuasa. Manusia akan kembali ke asalmulanya, seperti yang dibahas dalam sangkanparaning dumadi.43

Mata rèmbèsan, maknanya mampumencermati keadaan yang tidak terpengaruh olehkenikmatan-kenikmatan yang bersifat lahiriah,tetapi yang lebih penting adalah inti sari darikehidupan. Kuncung putih mengarah ke atas,maknanya adalah ingin mengatakan bahwaakuning sang kuncung,44 maksudnya sebagaikepribadian pelayan. Sebagai pelayan tokoh inimengejawantah/mewujud melalui umat, tanpapamrih untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuaituntunan agama. Makna lain adalah pemikiran dangagasan yang bersih. Ia memberi contoh agarselalu memandang Sang Khaliq Yang MahaPengasih dan Maha Penyayang. Giwang lombokabang, maknanya bahwa nasehat yang baik ituterasa pedas dan panas seperti pedasnya cabemerah. Tangan nuding dan megar, maknanyamenunjuk sesuatu yang baik dan benar agar dapatdigunakan sebagai suri tauladan dan dapat terbukadalam berbagai hal.

39 Sem. C. Bangun, Kritik Seni Rupa (Bandung: Penerbit ITB Bandung, 2001), hal. 54.40 Mamannoor, Wacana Kritik Seni Rupa di Indonesia sebuah Telaah Kritik Jurnalistik dan Pendekatan

Kosmologis (Bandung: Penerbit Nuansa, 2002), hal. 50.41Wawancara dengan Perwitawiguna, Abdi dalem Kridamardawa Keraton Yogyakarta, tanggal 10 Septem-

ber 2009, pukul 10.00 WIB.42 Damardjati Supadjar, Nawangsari, Edisi 2 (Yogyakarta: Mandala Widya Mandala, 1993), hal.120.43 Abdulah Ciptoprawiro, Filsafat Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hal. 22; Franz Magnis-Suseno, Pijar-

pijar Filsafat: dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Mulder ke Postmodenisme (Yogyakarta: PenerbitKanisius, 2005), hal. 40; Komarudin Hidayat, Putut Wijanarko, Revinventing Indonesia: Menemukan Kembali MasaDepan Bangsa (Jakarta: Penerbit Nizam, 2008), hal. 387; Ahmad Chodjin, Mistik dan Makrifat Sunan kalijaga(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), hal. 15.

44 http//forumbebas.com/printthread.php?tid=77295

Page 33: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

135

Motif kampuh polèng, motif kampuh inimemiliki dua macam cara pewarnaan, yaitu polengdengan warna merah, hitam, dan putih merupakansimbol trimurti, sedangkan polèng yang laindiwarna dengan merah, hitam, kuning, dan putihmerupakan bentuk simbol nafsu manusia yakni:amarah, aluamah, supiah dan mutmainah.Keempat nafsu itu akan selalu bersaing untukmerebutkan singgasana telenging ati, karena jikadapat menduduki singgasana itu akan dapatmenguasai perilaku manusia. Oleh karena itu,seseorang yang dapat mengendalikan nafsunyadengan mendudukkan mutmainah di singgasana,akan dapat hidup sejahtera dan bahagia.45 Wujudglobalnya membulat (bunder seser) maknanyaadalah kebulatan tekad yang telah golong-gilighanya berserah diri kepada Yang Maha Kuasa.Makna lain, seorang yang memiliki keinginan ataucita-cita harus memiliki tekad yang bulat, gedhéatiné lan manteb ciptané. Manusia hidup hanyaberusaha, tetapi Tuhan Yang Maha Kuasa yangmenentukan. Warna muka dan badan dinamakanbrongsong yaitu disungging dengan warna kuningemas yang merupakan simbol keagungan.

Nala Gareng memiliki mata kéran/julingmengisyaratkan bahwa ia sedang berpikir, orangyang banyak berpikir, makna lainnya rasakewaspadaan, tidak mau melihat hal-hal yangmengundang kejahatan/tidak baik.46 Hidungnérong glathik, maknanya tajam penciumannya.Tangan kiri cékot dengan jari-jari megar,maknanya tidak mau mengambil atau merampashak orang lain, dan rasa ketelitian. Rambut dikucir,maknanya berkaitan dengan masalah ibadah, setiapkali akan melakukan ritual kondisi tubuh harusbenar-benar suci dari ujung rambut hingga ujungkaki. Tangan kanan berkelok-kelok dan nuding,maknanya adalah bahwa nalar itu berliku-liku,tidak terfokus atau menunjuk pada satupermasalahan saja, tetapi banyak hal yang harusdipecahkan dengan penuh pertimbangan.

Kaki kanan gejig/pincang, maknanyaselalu penuh kewaspadaan, sikap kehati-hatiandan segala tindakan dan tingkah lakunya. Hal inijuga menggambarkan bahwa pengetahuan(kawruh) disusun berdasar hukum (dalil) yangpenuh kehati-hatian dan kecermatan. Kalunggobog, maknanya jangan mendewakan uang(gobog), tetapi memanfaatkan kekayaan untukkepentingan ibadah di jalan Allah. Motif kampuhkambil secukil yang terbentuk dari susunan segitiga bermaknakan trimurti, yaitu: penggambarancipta, rasa, dan karsa. Manusia dianugerahi cipta,rasa dan karsa, sehingga tingkah laku danperbuatannya semestinya tidak seperti yangdilakukan binatang. Oleh karena itu, motif kambilsecukil mengingatkan agar manusia selalu berbudiluhur, dapat membedakan suatu yang boleh dantidak boleh dilakukan.

Petruk Kanthong Bolong, wujudglobalnya jangkung (dawa), maknanya longgar,luas pandangan, selalu mempertimbangkandengan sungguh-sungguh ketika akanmelangkahkan kaki. Hidung dawa maré ula,maknanya tajam perasaan. Mulut mèsem,maknanya keceriaan dalam situasi apa pun.Rambut dikucir dan dikepang, seperti topi orang-orang Turki yang beragama Islam, sebagai suatupertanda keislaman di Indonesia.47 Rambut dikucirdimaknai juga sebagai suatu tanda berkaitandengan kesucian raga dalam rangkapanembahing Gusti. Tangan kanan nuding, kiringepel, untuk menggambarkan kehendak, ataukeinginan. Hal ini disimbolkan dengan kerja samaantara tangan kanan dan kiri, jika tangan kananmenunjuk, dan memilih apa yang dikehendaki,tangan kiri menggenggam erat-erat apa yang telahdipilih. Kaki kanan jinjit tetapi tidak pincang,bermakna kehati-hatian, dan ketelitian untuk segalasesuatu yang akan dilakukan. Di samping itu, iaselalu memberikan petunjuk yang baik, berkaitandengan apa yang boleh dilakukan untuk menuju

45 Ki Wahyu Pratista, Kupasan Wayang Purwa ke Arah Pendidikan Ilmu Jiwa dan Budi Pekerti sebagaiKunci Menuju Hidup Bahagia, jilid I (Yogyakarta: Penerbit Praktis, 1973), hal. 41; Endang Caturwati, Agus R.Sardjono, Tata Rias dan Busana Tari Sunda (Bandung: STSI Press, 1997), hal. 71.

46 Periksa S. Haryanto, Ibid., hal. 75.47 R.Poedjosoebroto, hal. 53.

Prepat Panakawan Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta sebagai Media Pendidikan Moral (Sunarto)

Page 34: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

136

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

kehidupan yang lebih baik.Bersepatu, bermakna ke arah kesucian

raga, hal ini berkaitan dengan panembahing Gustiyang diwajibkan dalam keadaan suci. Untukmenjaga kesucian tokoh ini mengenakan sepatu.Makna lainnya bahwa tokoh ini menjadi pasemon(sindiran) terhadap kehadiran penjajah di Indo-nesia yang pada waktu itu dianggap sebagai orangkebanyakan. Mereka dipandang dari tradisikeraton tidak memiliki subasita dan udanegara.Hal ini disindir sebagai seorang abdi panakawanyang mengenakan sepatu tanpa kaos kaki. Petrukmenyandang pethèl, maknanya adalah mampumembersihkan kotoran yang berupa tumbuhan liaryang tumbuh dalam batin/kalbu manusia.Tumbuhan liar yang bersifat simbolis itu adalahnafsu, jika tidak dikendalikan akan mempengaruhiketakwaan dalam kaitannya dengan pelaksanaanpanembahing gusti.48

Bagong merupakan panakawan terakhirdari prepat panakawan, yang diceritakan sebagaianak bungsu Semar. Secara fisik tubuhnya tidakjauh berbeda dengan ayahnya, yaitu tubuh yangkebulat-bulatan. Tokoh ini tidak pernahberbohong lahir dan batinnya. Sapa ala den alani,sapa becik den beciki. Jika bicara selalu ngèyèl,tetapi berdasarkan guyon maton, sehinggadisukai oleh banyak orang. Bagong secara fisikalmemiliki tubuh yang humoris, sehingga akan tampildengan aneka kelucuannya.

Mata mlelengan (plelengan) maknanyaberwawasan luas, banyak pengetahuan. Bibirdoblèh/domblé, maknanya adalah sedikit bicarabanyak kerja, memiliki banyak informasi. Tangankanan dan kiri megar, maknanya selalu bersediabekerja keras untuk mendapatkan apa yangdiinginkan, sudah barang tentu bekerja sesuaidengan tuntunan agama, pekerjaan yang halal.

Motif kampuh kambil secukil yangmenggambarkan cipta, rasa, dan karsa. Motifkambil secukil yang dikenakan oleh Bagongmengingatkan agar manusia harus berbudi luhurdapat membedakan suatu yang halal dan haram.

PenutupBerdasarkan pencermatan terhadap

uraian tersebut diatas diketahui bahwa setiaptokoh panakawan prepat dan panakawan wayangkulit purwa lainnya memiliki atribut kuat dan atributlemah. Atribut kuat berhubungan dengan ciri khasdari tokoh panakawan. Tokoh Semar Badranayamemiliki atribut mata rembesan, hidung sunthi,mulut cablek, susu bunder. Nala Gareng atributkuatnya adalah hidung nerong glatik, matakeran, tangan tekle, dan kaki pincang. PetrukKantong Bolong atribut kuat adalah hidung mareula, mata dhelan, kucil dan diklabang, perutbodong, kaki kanan jinjit dan memakai kalunggenta. Bagong atribut kuat adalah mata plelenganageng, mulut dobleh, cebol kepalang. Untukatribut lemahnya antara lain gelang dhagela, motifdodot, tangan nuding dan megar atau ngepel,Atribut panakawan sebagian besar memilikimakna yang merupakan bentuk ajaran(pendidikan) moral yang tersamar bagi manusiaagar mampu menjalani hidup dengan sempurna.

Sebagai penutup dalam tulisan ini dapatdisampaikan bahwa keberadaan wayang kulitpurwa memiliki sumber pengetahuan yang belumtergali, sehingga ketika mempelajari wayang akanselalu ditemukan hal-hal baru. Oleh karena itu,pengkajian tentang wayang perlu ditingkatkan agarilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnyadiketahui lebih banyak, sehingga dapatmemberikan manfaat yang lebih luas.

48Ki Wahyu Prastita, Op. Cit., hal. 39.

Daftar PustakaAbdulah Ciptoprawiro, 1986. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.Ahmad Chodjin, 2007. Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.Darmosoetopo, Riboet. 1998, Hubungan Tanah Sima dengan Bangunan Keagamaan: di Jawa

pada Abad IX-X TU. Disertasi Fakultas Sastra Jurusan Arkeologi UGM, Yogyakarta.

Page 35: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

137

Endang Caturwati, Agus R. Sardjono, 1997. Tata Rias dan Busana Tari Sunda. Bandung: STSIPress.

Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 13. Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2005.Feldman, Edmund Burke. 1967, Art As Image and Idea. Englewood Clift, New Jersey: Prentise-

Hall. Inc.Geertz, Clifford. 1989, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: PT Dunia Pustaka

Jaya.Haryanto, S. 1992, Bayang-bayang Adhiluhung: Simbolis dan Mistik dalam Wayang Semarang:

Dahara Prize.Haryono, Timbul . 2008, Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dalam Perspektif Arkeologi Seni .

Surakarta: ISI Press Solo.Haryono, Timbul. 1995, Seni Pertunjukan pada Masa Jawa Kuna. Yogyakarta: Penerbit Pustaka

Raja.Hoed, Beny H. 1995, “Kata Pengantar” dalam Jean Piaget, Strukturalisme. Jakarta: Penerbit Yayasan

Obor Indonesia.Kamus Bahasa Jawa (Bausastra Jawa) Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001Komarudin Hidayat, Putut Wijanarko, 2008. Revinventing Indonesia: Menemukan Kembali Masa

Depan Bangsa. Jakarta: Penerbit Nizam.Magnis-Suseno, Franz 2005. Pijar-pijar Filsafat: dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari

Adam Mulder ke Postmodenisme. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.Mamannoor, 2002. Wacana Kritik Seni Rupa di Indonesia sebuah Telaah Kritik Jurnalistik dan

Pendekatan Kosmologis. Bandung: Penerbit Nuansa.Marwito, R.M.Tirun (ed.), 1995, Upacara Tradisional Jumenengan Arti, Fungsi dan Makna

Lambang, Suatu Studi tentang Tradisi Keraton Yogyakarta.Yogyakata: Media WidyaMandala.

Maulana, Ratnaesih. 1997. Ikonografi Hindu. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.Mayer, Fred. 1979, Schatten Theater. Zurich: U,Bar Verlag.Mulyono, Sri. 1982 Apa dan Siapa Semar. Jakarta: Gunung Agung.Peaget, Jèan. 1995), Strukturalisme. Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia.Pratista, Ki Wahyu, 1973, Kupasan Wayang Purwa Ke Arah Pendidikan Ilmu Jiwa dan Budi

Pekerti sebagai Kunci Hidup Berbahagia, Jilid I. Yogyakarta: Penerbit Praktis.R.M. Soelardi, 1953. Gambar Princèning Ringgit Purwa . Jakarta: Balai Pustaka Kementrian P.P.

dan K.Rao, Gopinatha, 1971, Element of Hindu Iconography, Varansi India Delhi: Indological Book House.Santosa Wiguna, di Gendeng, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Wawancara, 20 Agustus 2009, pukul

19.00 wib.Saputra, Heru S.P. 2007, Menuju Matra Sabuk Mangir dan Jarang Goyang Masyarakat Suku

Osing Banyuwangi. Yogyakarta: Penerbit LkiS.Sedyawati, Edi, 1985, Pengarcaan Ganesa masa Kediri dan Siçhasari: Sebuah Tinjauan Sejarah

Kesenian. Jakarta: Universitas Indonesia.Sem. C. Bangun, 2001. Kritik Seni Rupa. Bandung: Penerbit ITB Bandung.Sthapati, V Gunapati, 2002, Indian Scupture & Iconography, Form & Measurements, Pandicherry:

Sri Aurabindo Society.Sunarto, 1989, Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta. Jakarta: Balai Pustaka_____ , 1997. Seni Gatra Wayang Kulit Purwa. Semarang: Dahara Prize._____ 2008, Seni Tatah Sungging Kulit. Yogyakarta: Penerbit Prasista.

Prepat Panakawan Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta sebagai Media Pendidikan Moral (Sunarto)

Page 36: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

138

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

_____,2009, Wayang Kulit Purwa dalam Pandangan Sosio-Budaya. Yogyakarta: Arindo NusaMedia.

Supadjar, Damardjati. 1993. Nawangsari, Edisi 2. Yogyakarta: Mandala Widya Mandala,Suyono, Capt. R.P. 2007, Dunia Mistik Orang Jawa, Roh, Ritual, Benda Magis. Yogyakarta: Penerbit

LkiS.Sweeney, Amin. 1972, Malay Shadow Pupets The Wayang Siam of Kelantan. London: British

Museum Publications Ltd.Wendoris, Thomas. 2008.Mengenal Candi-candi Nusantara. Yogyakarta: Penerbit Pustaka

Widyatama.Wispra, Ki. 1955. “Wayang Panakawan” dalam Majalah Pedalangan Pandjangmas, Tahun III,

No. 10, 22 Nopember 1955, hal 19.Zoetmulder, PJ.bekerjasama dengan S.O. Rosbon, 1982, Kamus Jawa Kuna Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Page 37: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

139

Gotong Royong Sebagai Wahana Pendidikan Budaya: Kasus Perehaban Musholla (Sindu Galba)

GOTONG ROYONG SEBAGAI WAHANA PENDIDIKAN BUDAYA:KASUS PEREHABAN MUSHOLLA MASYARAKAT DUSUN KLAYU

Sindu GalbaPeneliti Madya pada Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta,

Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film (NBSF),Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata

Abstrak

Klayu adalah sebuah dusun yang secara administratif termasuk dalam wilayah DesaTimbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY. Masyarakatnya hampirseluruhnya beragana Islam, dan sebagian besar bekerja sebagai petani. Sebagaimana masyarakatlainnya mereka juga memiliki tradisi dari para leluhurnya. Satu tradisi yang sampai saat inimasih tetap diuri-uri (dilakukan) adalah gotong royong. Artikel yang disusun berdasarkanpengamatan dengan kasus gotong royong dalam perehaban dan sekaligus meningkatkan fungsimusholla menjadi sebuah mesjid yang bernama “Al-Fajar” ini mencoba membahas kaitankegiatan tersebut dengan pendidikan budaya.

Aktivitas gotong royong dalam perehaban dan peningkatan mushola menjadi sebuahmasjid tersebut, jika dicermati secara seksama, di dalamnya terkandung nilai-nilai yang sangatbermanfaat bagi kehidupan bersama dalam suatu wilayah (Dusun Klayu). Nilai-nilai itu adalahkebergantungan dengan sesamanya, kebersamaan, musyawarah, kerjasama, dan keterbukaan.Mengingat bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam gotong royong tersebut sangat bermanfaatdalam kehidupan bersama, maka nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan kepada masyarakat,khususnya generasi mudanya, sehingga tetap lestari. Salah satu caranya adalah denganmempergelarkan suatu kegiatan yang dilakukan secara gotong-royong. Sebab, dengan digelarnyagotong-royong, masyarakat, khususnya generasi mudanya, mengetahui bahwa gotong-royongtidak hanya sekedar kerjasama atau kerja bakti, tetapi lebih dari itu karena di dalamnyaterkandung nilai-nilai yang dilatarbelakangi oleh nilai budaya yang berkenaan dengan hakekathubungan antarmanusia. Ini artinya, gotong royong secara tidak langsung dapat berfungsisebagai wahana pendidikan budaya yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat yangbersangkutan.

Kata Kunci: Tradisi, gotong royong, pendidikan budaya.

Abstract

Klayu is administratively a village under Kalurahan (sub-district) Timbulharjo of Sewondistrict which is under Bantul regency, Yogyakarta Special Territory. Most of the inhabitants aremoslems and work as farmers.

Like other people, they also inherite traditions from their ancestors for example “gotongroyong” which they still hold. This article is the result of a direct observation of the practice of“gotong royong” when they were reconstructing a musholla (a small place for prayer) in to amosque called the Al-Fajar Mosque. In addition, this article also discusses their activities dur-

Page 38: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

140

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

ing the work in relation to cultural education.When seen carefully, the practice of “gotong royong” in reconstructing the mosque

contains useful values for their social life. Among the values are interdependency, together-ness, cooperation, openness, and preparedness for dialogues. These values should be preservedand inherited to the younger generation.

By involving in a “gotong royong” activity, the young would learn that it is not merelya voluntary work which is performed together. “Gotong royong” contains the cultural valuesneeded in human relation. In this way at the same time it can function as a means of culturaleducation.

Keywords: Tradition, “gotong royong”, cultural education.

A. PendahuluanGotong royong bukan “barang baru” bagi

masyarakat Indonesia. Setiap sukubangsamengenalnya dengan istilah yang berbeda. OrangBatak menyebutnya “Dalihan Na Tolu”; OrangMakassar menyebutnya “Mapalus”; OrangLampung menyebutnya “Nemui Nyimah”;Orang Trunyan (Bali) menyebutnya “Sekaha”;Orang Kepulauan Kei (Maluku Tenggara)menyebutnya “Masohi”; Orang Jawamenyebutnya “Sambatan”; dan masih banyaksebutan lain yang ditujukan kepada gotongroyong, mengingat jumlah sukubangsa yang adadi Indonesia, baik yang sudah maju maupun yangmasih diupayakan untuk berkembang, lebih dari500 sukubangsa.1

Laksono (2009) menyebutkan bahwaistilah gotong royong belum terlalu tua. Meskipundemikian, menurutnya gotong royong sebagaipraktek sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala.Bayangkan saja bagaimana mungkin bangunan-bangunan megalitik di Nias, Sumba, dan berbagaitempat lainnya dapat terwujud kalau tanpa adagotong royong? Bayangkan juga bagaimana batu-batu besar itu dapat disusun dan diukir menjadi

candi di puncak Gunung Dieng, Borobudur, danPrambanan? Juga, bagaimana kerajaan-kerajaankita dapat ditegakkan kalau tanpa pengupahan(kalau tidak ada gotong royong). Oleh karenaitu, tidak berlebihan jika gotong royong menjadisalah satu identitas (jatidiri) bangsa Indonesia.Bahkan, salah seorang proklamator kemerdekaan(Soekarno) di masa Orde Lama sempatmengkristalkan bahwa inti Pancasila adalah gotongroyong.2

Sebagai konsep gotong royong sangaterat kaitannya dengan kehidupan masyarakat,khususnya petani.3 Istilahnya berasal dari bahasaJawa yang menurutnya tidak terlalu tua. Sebab,baik dalam kesusasteraan Jawa Kuno maupunJawa Madya (Kakawin, Kidung, dansebagainya), istilah itu tidak ditemukan. Bahkan,dalam kesusasteraan Jawa Baru (Babad, Serat,dan sebagainya), juga tidak ditemukan. Sebagaisuatu sistem pengerahan tenaga, berdasarkansifatnya, dapat dikategorikan menjadi dua, yaknigotong royong tolong-menolong dan gotongroyong kerja bakti.4 Gotong royong tolongmenolong biasanya terjadi dalam ketetanggaan,kekerabatan, ekonomi (pertanian). Gotong

1Junus Melalatoa, Peta Sukubangsa di Indonesia. (Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, 1985).

2 P.M. Laksono, Spektrum Budaya (Kita). (Yogyakarta: Pusat Studi Asia-Pasifik UGM dan Ford Foundation(2009). Heddy Sri Ahimsa-Putra, “Gotong-royong” (Makalah dalam Diskusi Pembuatan Proposal Gotong-royong,2009).

3 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. (Jakarta: Gramedia. 1985)4 Heddy Sri Ahimsa-Putra, dan Bambang Rudito, “Proposal Sistem Gotong Royong” (Makalah dalam Diskusi

Pembuatan Proposal Gotong-royong, 2009).

Page 39: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

141

royong ini, terutama yang bersifat bukan spontan,ada semacam pamrih (berasaskan timbal-balik).Sedangkan, gotong royong kerja bakti tidak adapamrih karena bukan merupakan kepentingan in-dividual (perorangan), tetapi merupakankepentingan bersama, seperti: bersih desa,perbaikan jalan desa, dan perbaikan saluran air(selokan).

Pada masa lalu, terutama di daerahpedesaan, pengerahan tenaga pada gotongroyong tolong-menolong dari luar kalangankeluarga pada gilirannya akan dibayar dengantenaga juga. Namun, dalam perkembangannya,khususnya yang berkenaan dengan pengolahantanah pertanian, masyarakat desa mulaimenggantinya dengan uang karena dinilai lebihpraktis.5 Dengan perkataan lain, orang lebih sukamenggunakan jasa buruh ketimbang tenaga sukarela (gotong royong) yang bertele-tele danterkadang merepotkan pemilik sawah. Faktor lainyang pada gilirannya membuat seseorangmenggantikan tenaga dengan uang adalahkeheterogenan suatu masyarakat. Sebab, dalammasyarakat yang demikian, jenis pekerjaan yangdigeluti oleh warganya sangat kompleks, sehinggairama kerja dan kepentingannya menjadi tidaksama. Ketidak-samaan irama dan kepentinganitulah yang kemudian membuat wujud pengerahantenaga (gotong-royong) digantikan dengan uangatau mengupah kepada seseorang sebagai wujudpartisipasi dalam kegiatan gotong royong.

Apa yang dikatakan oleh kedua pakarantropolog tersebut, menurut penulis, tidak berlakusecara general karena gotong royong yangdilakukan oleh masyarakat Samin yang berada diKabupaten Blora (Jawa Tengah) masih bersifatpersonal. Artinya, tenaga dibayar dengan tenaga,bukan dapat digantikan dengan barang atau uang.6

Namun demikian, apa yang dikatakan oleh keduapakar tersebut juga tidak berlebihan karenadewasa ini partisipasi seseorang dalam bergotong-royong dapat diwujudkan dalam bentuk uang atau

mengupah orang lain, sebagaimana yang terjadipada masyarakat Dusun Klayu, Desa Timbulharjo,Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gotongroyong, baik yang bersifat tolong-menolongmaupun kerja bakti, yang pada awalnya lebihmenekankan atau keterlibatan secara fisik paraanggota masyarakatnya, kini dapat digantikandengan uang atau mengupah kepada orang lain.

Gotong royong, sebagaimana telahdisinggung di atas, terdiri atas gotong royongtolong-menolong dan gotong royong kerja bakti.Ini artinya cakupan kegiatan gotong royong sangatluas. Artikel ini hanya akan membahas satukegiatan gotong royong yang berkenaan dengankepentingan bersama (gotong royong kerja bakti).Itupun, hanya gotong royong yang berkenaandengan keagamaan dengan kasus masyarakatDusun Klayu dalam merehab dan sekaligusmeningkatkan status musholla menjadi sebuahmasjid yang bernama “Al Fajar”. Denganperkataan lain, artikel ini akan membahasbagaimana prosesnya dan nilai-nilai yangterkandung di dalamnya serta kaitannya denganpendidikan budaya.

B. Dusun Klayu Selayang PandangDusun Klayu, sebagaimana telah

disinggung di bagian depan, secara administratiftermasuk dalam wilayah Desa Timbulharjo,Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY.Dusun yang terletak kurang lebih 9 kilometer daripusat Kota Yogyakarta (Kilometer 0) ke arahtenggara ini sebelah timur dibatasi oleh JalanImogiri Barat; sebelah barat dibatasi oleh DusunKepek; dan sebelah utara dan selatan masihberupa persawahan.

Masyarakat Dusun Klayu hampirsemuanya beragama Islam. Hanya dua keluargayang menganut agama lain (Kristen). Oleh karenaitu, tidak mengherankan jika kegiatan-kegiatanyang berkenaan dengan agama Islam lebih

5 Koentjaraningrat, Log.Cit.6 Sindu Galba, Modal Sosial: Tradisi Gotong-royong pada Masyarakat Samin di Kabupaten Blora, Jawa

Tengah. (Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Penerbitan “Prapanca” Yogyakarta, 2009).

Gotong Royong Sebagai Wahana Pendidikan Budaya: Kasus Perehaban Musholla (Sindu Galba)

Page 40: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

142

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

menonjol ketimbang agama lainnya. Kegiatan-kegiatan itu –selain kegiatan yang menyangkuthari-hari besar agama Islam—adalah tahlilanyang dilakukan setiap malam Jumat Kliwon danpengajian yang dilakukan secara berkala dimusholla.7 Selain kegiatan-kegiatan yangberkenaan dengan keagamaan (Islam), wargaDusun Klayu membentuk suatu saranakomunikasi/paguyuban yang bernama “AkurSentosa”. Anggotanya adalah seluruh KepalaKeluarga (KK), baik yang muslim maupun non-muslim (Kristen). Sesuai dengan namanya,paguyuban tersebut diharapkan dapatmewujudkan kehidupan yang damai dan sejahtera.Melalui paguyuban tersebut segala sesuatu yangberkenaan dengan kehidupan bersama, baikkerukunan, keamanan, kesejahteraan, maupunkegotong-royongan dimusyawarahkan. Agarpaguyuban dapat berjalan dan berfungsi sesuaidengan yang diharapkan, maka penggalangan danasangat diperlukan. Berdasarkan musyawarah danmufakat, dana diperoleh dari berbagai cara, yaitu:1. Jimpitan

Pada mulanya setiap KK diwajibkanuntuk menaruh beras sejimpit (lebih sedikitdibanding dengan segenggam). Beras tersebutditempatkan pada suatu wadah dan diletakkanpada suatu tempat yang tidak tersembunyi.Biasanya ditempelkan pada dinding rumah bagiandepan. Namun, dewasa ini walaupun namanyatidak berubah (tetap jimpitan), tetapi isinya digantidengan uang sejumlah Rp100,00. Uang tersebutsetiap malam diambil oleh peronda (siskamling),dan setiap dua minggu sekali diserahkan kepadapaguyuban. Setiap penyerahan jumlahnya kuranglebih 7xRp13.000,00= Rp91.000,00.2. Iuran Wajib

Setiap dua minggu sekali paguyubanmengadakan pertemuan yang tempatnyadilakukan secara bergilir, sehingga setiap anggotapaguyuban mempunyai kesempatan untuk menjadi

tuan rumah.8 Dalam pertemuan tersebut setiapanggota diwajibkan untuk membayar iuransejumlah Rp1000,00. Dengan demikian, setiapdua minggu sekali paguyuban memperoleh danasejumlah Rp80.000,00.3. Harta Benda

Harta benda yang dimaksud dalampaguyuban “Akur Sentosa” adalah barang-barangmilik paguyuban yang berupa: tenda, tikar, kursi,keser, barang-barang pecah belah, danpepohonan kelapa milik dusun. Barang-barangtersebut dapat dipinjam oleh warga dengan carasewa secara suka rela. Mengingat bahwa barang-barang tersebut tidak setiap hari diperlukan warga,maka dana yang diperoleh dari harta benda inijuga tidak dapat ditentukan jumlahnya.4. Bantuan Desa dan Instansi Lain

Sebagai bagian dari wilayah DesaTimbulharjo, Dusun Klayu, sebagaimana dusun-dusun lainnya, juga secara berkala memperolehkucuran dana pembangunan. Dalam perehabandan sekaligus peningkatan fungsi musholla Al-Fajarmenjadi sebuah masjid yang namanya sama, desamenyumbang uang sejumlah Rp5.000.000,00.Sementara, Departemen Agama Provinsi DIYmenyumbang Rp10.000.000,00.5. Simpan-Pinjam

Uang yang diperoleh, baik dari jimpitan,iuran wajib, harta benda, maupun bantuan dariinstansi, dikumpulkan dan dijadikan sebagai mo-dal untuk kegiatan simpan-pinjam. Dewasa inisetiap anggota paguyuban diperbolehkanmemimjam uang sejumlah Rp200.000,00.Uang tersebut diangsur 12 kali ketika adapertemuan.

Uraian di atas menunjukkan bahwakeberadaan paguyuban dalam kehidupanmasyarakat Dusun Klayu sangat vital. Melaluipaguyuban segala sesuatu yang berkenaan dengankehidupan bersama dalam satu wilayah, termasukpermasalahan yang ada dapat dipecahkan. Satu

7 Pada saat tulisan ini dibuat, tahlilan dan pengajian bertempat di rumah salah seorang warga karena mushollasedang direhab.

8 Untuk keperluan minum dan makanan ringan, paguyuban membantu tuan rumah sejumlah uang(Rp50.000,00).

Page 41: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

143

contoh adalah kondisi musholla yang bagianatapnya sudah rapuh. Kondisi musholla yangdemikian mengkhawatirkan itu dibicarakan dalampertemuan paguyuban, hasilnya adalahkesepakatan untuk merehabnya dengan sistemgotong royong.

C. Gotong Royong Dalam Perehaban danSekaligus Peningkatan Fungsi MushollaMenjadi Sebuah Masjid

Masyarakat Dusun Klayu, sebagaimanatelah disinggung, hampir seluruhnya beragama Is-lam. Mereka memiliki sebuah musholla yangberada di tengah pedusunan. Musholla tersebut,selain digunakan untuk menunaikan ibadat (sholatlima waktu), juga sebagai tempat pengajian, sholatIdul Adha dan Idul Fitri. Permasalahannya adalahketika warga dusun akan menunaikan sholatJumat; mereka harus pergi ke masjid yang ada didusun sebelahnya (Dusun Ngentak). Hal itudisebabkan Dusun Klayu belum memiliki masjid.Padahal, jumlah pemeluk agama Islam yang adadi dusun tersebut memenuhi persyaratan untukmendirikan sebuah masjid.9 Bertolak daripemikiran itu, ditambah dengan kondisi kerangkaatap musholla yang sudah rapuh, maka masyarakatDusun Klayu bersepakat untuk merehab dansekaligus meningkatkan fungsi musholla menjadimasjid dengan sistem gotong royong. Berikut iniadalah deskripsi tentang bagaimana merekamelaksanakannya.1. Persiapan

Agar perehaban dapat berjalan secaralancar dan terorganisir, maka perlu adanyakepanitiaan. Kepanitiaan dibentuk berdasarkanmusyawarah dan mufakat pada saat pertemuanrutin. Setelah kepanitiaan terbentuk, barulahdibicarakan pendanaan dan bagaimanamemperolehnya. Dana yang dibutuhkan untukkegiatan tersebut sekitar Rp60.000.000,00.Berdasarkan musyawarah yang tidak hanya diikutioleh warga muslim semata, tetapi juga warga yangnon-muslim, disepakati bahwa setiap anggota

paguyuban “Akur Sentosa” diwajibkan untukmenyumbang minimal Rp50.000,00. Malahan,salah seorang anggota paguyuban “Akur Sentosa”yang non-muslim mengusulkan agar setiappertemuan diedarkan kotak sumbangan sukarela.Dan, itu disetujui oleh seluruh anggota paguyubanyang muslim. Ini menunjukkan bahwa toleransiantarumat beragama di Dusun Klayu sangat baik.Masing-masing saling menghargai, tolong-menolong, dan tidak fanatik. Untuk mengetahuijumlah dana yang akan diperoleh dari anggotapaguyuban, setiap anggota diminta untuk mengisidaftar sumbangan sesuai dengan kemampuan(seikhlasnya). Sebagai catatan, sumbangan secarasuka rela tersebut dapat diangsur dalam dua kalipertemuan (sebulan).

Mengingat dana yang dibutuhkan relatifbesar, sementara dana yang diperkirakan dari paraanggota tidak mencukupinya, maka diperlukandana dari pihak luar, seperti: Pemerintah Desa,Departemen Agama Provinsi DIY, danperorangan. Untuk itu, diperlukan proposal, danpanitia yang membuatnya.

Dalam persiapan juga dibicarakan bahanyang akan digunakan untuk menopang genteng(kerangka atap). Ada dua alternatif yangditawarkan ketua panitia, yaitu kerangka tetapterbuat dari kayu atau diganti dengan baja. Darisegi biaya, kerangka baja lebih mahal ketimbangkerangka kayu. Namun, dari segi kekuatan,kerangka baja lebih kuat ketimbang kerangkakayu. Kemudian, dari segi waktu, kerangka bajalebih cepat penggarapannya ketimbang kerangkakayu. Mengingat beberapa bulan lagi bulan puasatiba, maka disepakati bahwa kerangka atap yangdigunakan adalah baja, sehingga masjid dapatberfungsi pada bulan tersebut (dapat digunakanuntuk sholat tarawih dan Idul Fitri).

Selain itu, dalam persiapan jugadibicarakan tentang ketenagaan. Ada dua kategoriyang berkenaan dengan ketenagaan, yaitu: tenagaahli dan tenaga non-ahli. Berkenaan dengan tenagaahli, di Dusun Klayu ada 5 orang yang berprofesi

9Musholla dan masjid sama-sama tempat peribadatan kaum muslim. Bedanya, musholla tidak dapat digunakanuntuk jumatan (melakukan sholat Jumat). Agar musholla dapat digunakan untuk jumatan, maka musholla tersebutharus dijadikan sebagai mesjid. Dan, syarat untuk sholat Jumat secara berjamaah minimal 40 orang.

Gotong Royong Sebagai Wahana Pendidikan Budaya: Kasus Perehaban Musholla (Sindu Galba)

Page 42: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

144

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

sebagai tukang batu. Kelima tukang tersebut,walaupun sering disebut sebagai tukang batu,namun dalam kenyataannya mereka juga dapatmengerjakan pekerjaan yang berkenaan dengankayu, khususnya yang berkenaan denganperumahan (bukan permebelan). Selain itu, diDusun Klayu juga ada orang yang bekerja sebagaitukang las. Dalam kegiatan perehaban merekadiserahi tugas untuk: pengecoran, pemasanganbata (penembokan), pembuatan kerangka atap,penurunan dan pemasangan genteng, sertapemasangan kubah (mustaka). Mereka dibayarsebagaimana mestinya (Rp45.000,00 per hari).Mengingat bahwa pekerjaan tersebut masih dalamkerangka gotong royong, maka para tenaga ahlitersebut hanya diberi minuman dan makanan kecil.Jadi, makan siang di rumah masing-masing.Sedangkan, jenis-jenis pekerjaan yang dilakukanoleh tenaga yang bukan ahli meliputi: pembersihanlingkungan tempat ibadat, membantu menurunkangenteng, pembersihan dan pengecatan genteng,dan membantu menaikkan genteng, dan lainsebagainya. Pendek kata, yang tidak memerlukankeahlian khusus. Para tenaga yang tidak memilikikeahlian khusus ini tidak setiap hari ikutbergotong-royong. Akan tetapi, pada hari-haritertentu, yaitu hari Minggu karena, baik yangbekerja sebagai PNS maupun swasta hari tersebutmerupakan hari libur. Namun demikian, bukanberarti setiap hari Minggu diadakan kegiatangotong royong karena pertemuan paguyubandilakukan setiap dua minggu sekali. Jadi, setiappertemuan, di samping ada acara sebagaimanabiasanya, yaitu, iuran wajib, jimpitan,pembayaran utang dan sekaligus peminjaman, danpertanggungjawaban (laporan) ketua tentangkeuangan, juga pekerjaan yang akan dilakukanberkenaan dengan perehaban.

2. Pelaksanaana. Pembersihan Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud di sini adalahlingkungan fisik musholla yang akan direhab,seperti: halaman depan, samping kiri, sampingkanan, dan belakang musholla. Halaman-halamantersebut perlu bersih atau rapi karena, jika tidak,

akan mengganggu para pekerja. Sebenarnyadalam pertemuan (malam Minggu) sudahdisepakati besok (hari Minggu) ada gotongroyong. Namun demikian, sekitar pukul 07.30WIB, ketua RT mengingatkan kembali kepadawarganya dan sekaligus menghimbau agar datangke musholla untuk gotong royong (melaluipengeras suara). Tidak lama kemudian,berdatangan para warga dusun (Klayu) ke tempatyang telah ditentukan. Pukul 08.00 WIB gotongroyong pun dimulai. Ada yang meratakan tanahdengan cangkul, ada yang menyapu sampahkemudian membuangnya ke tempat yang telahdisediakan, ada yang menebas semak-belukar,ada yang mencabuti rerumputan, dan sebagainya.

Pukul 09.00 WIB di bagian depan gudangmusholla telah tersedia minuman (teh manis),makanan kecil (lemet, roti, lempeng, danrambak), dan rokok (Gudang GaramInternasional, Jarum 76, Bintang Buana Filter,Bintang Buana Kretek, dan Polo Mild) yangdisediakan oleh panitia (kadang-kadang adawarga yang dengan suka rela memberinya).Dengan telah tersedianya hidangan tersebut, makapara pegotong-royong dipersilahkan beristirahatsejenak (kurang lebih 0,5 jam) untuk menikmatihidangan seadanya. Gurauan antarpegotong-royong juga menyertainya, sehingga gayeng.

Pukul 09.30 WIB gotong royongdilanjutkan. Oleh karena kegiatan bersih-bersihlingkungan tidak membutuhkan keahlian khusus,apa yang dikerjakan oleh seseorang dapatdigantikan dengan orang lain. Jadi, kalau sebelumistirahat ada yang menyapu, maka setelah istirahatpekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh orang lainyang sebelumnya merumput, dan sebaliknya.

Pukul 11.30 kembali lagi para warga yangikut gotong-royong beristirahat. Kali ini bukanuntuk menikmati minuman dan makanan kecil,tetapi saatnya orang melakukan ibadat (sholatdzuhur), lalu makan siang di rumah masing-masing.Oleh karena lingkungan sudah cukup bersih, makasebagian warga, terutama yang bukan tenaga ahli,tidak kembali lagi. Akan tetapi, para tenaga ahlitetap datang dan mengerjakan apa yangditugaskan oleh panitia, mulai dari pukul 14.00

Page 43: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

145

WIB sampai dengan menjelang waktu ashar(sekitar pukul 15.30 WIB). Sesuai dengankesepakatan, mereka dibayar sebagaimanamestinya (Rp45.000,00 per hari).

b. Penurunan GentengSebelum penggantian dan pemasangan

kerangka atap, tentu saja genteng harusditurunkan. Sebagaimana membersihkanlingkungan musholla, penurunan genteng yangdilakukan secara gotong royong juga dilakukanpada hari Minggu. Sama seperti gotong royongmembersihkan lingkungan musholla, sebelumkegiatan dilakukan, sekitar pukul 07.30 WIB,ketua RT mengingatkan kembali kepada warganyadan sekaligus menghimbau agar datang kemusholla untuk bergotong-royong (melaluipengeras suara).

Penurunan genteng merupakan pekerjaanyang tidak terlalu memerlukan keahlian khusus.Artinya, siapa saja dengan sedikit keberanian,karena harus ke atap, dapat melakukannya.Namun demikian, pembongkaran gentengdilakukan oleh orang terbiasa melakukannya (paratukang). Sementara, orang-orang yang tidak biasamelakukannya, bahkan yang tidak pernahmempunyai pengalaman itu, cukup hanya dibawah. Mengingat penurunan genteng dankerangka atap (termasuk usuk dan reng) adakemungkinan genteng jatuh dan atau usuk ataureng jatuh menimpa plafon, dan plafon pecahsehingga genteng dan atau bagian kerangka atapmengenai lantai yang terbuat dari keramik, makalantai tersebut dilindungi dengan pasir. Dengandemikian, jika ada yang jatuh, lantai keramik tidaktergores atau pecah.

Tidak ada peralatan khusus dalamkegiatan penurunan genteng, kecuali tangga yangsalah satu ujungnya berada di tanah dan ujunglainnya ditempelkan pada risplang. Ada beberapaorang yang bertugas membongkar genteng(berada di atap), ada dua orang yang berdiri diatas tangga, dan banyak orang yang berada dibawah. Orang-orang yang ada di bawah berjejerdengan jarak satu lengan orang dewasa (kuranglebih 70 cm). Genteng-genteng yang telah

dibongkar diteruskan kepada orang-orang yangberada di tangga, dan diteruskan kepada orang-orang yang berjejer di bawahnya (model estafet),kemudian disusun di suatu tempat. Dengan caraseperti itu penurunan genteng dapat dilakukandalam waktu yang relatif cepat.

Penurunan genteng yang dilakukan secaragotong royong tersebut dimulai pukul 08.00 WIB.Pukul 09.00 WIB para pegotong-royongberistirahat sejenak sambil menikmati minumandan makanan kecil serta rokok yang disediakanpanitia. Pukul 09.30 WIB gotong royongdilanjutkan. Menjelang waktu dzuhur (pukul11.30) kegiatan penurunan genteng selesai. Olehkarena itu, warga pulang ke rumah masing-masinguntuk menunaikan sholat dzuhur (bagi yangberagama Islam) dan makan siang. Pukul 14.00WIB gotong royong dilanjutkan sampai denganmenjelang waktu ashar (sekitar pukul 15.30WIB). Namun, kali ini yang bergotong-royonghanya orang-orang yang memiliki keahlian khusus(para tukang). Walaupun apa yang dikerjakannyasebenarnya masih dalam kerangka gotong royong,namun mereka tetap dibayar sesuai dengankesepakatan, yaitu Rp45.000,00 perhari).

c. Pembersihan dan Pengecatan GentengGenteng adalah bagian bangunan

(musholla) yang langsung tertimpa oleh gerimis danatau derasnya air hujan, teriknya sinar matahari,dan debu-debu yang berterbangan. Dalam waktuyang relatif lama, warna yang pada mulanyakemerah-merahan menjadi kehitam-hitaman aliaskotor. Untuk itu, perlu dibersihkan untukmempermudah pengecetan, sehingga cat dapatmelekat dengan baik dan tampak seperti baru lagi.

Pembersihan dan pengecatan gentengdilakukan secara bersama-sama. Artinya, adaorang-orang yang membersihkannya dan adaorang-orang yang mengecatnya. Sebelum gentengdibersihkan, genteng tersebut dibasahi(dimasukkan dalam tempat penampung air yangterbuat dari plastik). Hal itu dimaksudkan agardebu-debu atau kotoran yang melekat padagenteng dapat dibersihkan dengan mudah. Alatyang digunakan untuk membesihkannya adalah

Gotong Royong Sebagai Wahana Pendidikan Budaya: Kasus Perehaban Musholla (Sindu Galba)

Page 44: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

146

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

kulit buah kelapa yang dibentuk sedemikian rupa(menyerupai segi tiga) dan logam yang menyerupaiplastik (lentur). Genteng-genteng yang telahdibersihkan disusun sedemikian rupa, kemudianyang sudah kering dicat dengan warna hijau tua.Adapun yang dicat hanya bagian permukaan(bagian luar) dan sisi bagian bawah yang olehmasyarakat setempat disebut “bokong”.Permukaan bagian dalam tidak perlu dicat karenaketika genteng dipasang tidak kelihatan (tertutupoleh plafon). Selanjutnya, genteng-genteng yangtelah dicat disusun sedemikian rupa agar cepatkering, kemudian disusun berdiri pada suatutempat yang tidak mengganggu jalannya orang-orang yang lalu-lalang.

Pembersihan dan pengecatan gentengyang dilakukan secara gotong royong tersebutdimulai pukul 08.00 WIB. Pukul 09.00 WIB parawarga beristirahat sejenak sambil menikmatiminuman dan makanan kecil serta rokok yangdisediakan panitia. Pukul 09.30 WIB gotongroyong dilanjutkan. Menjelang waktu dzuhur(pukul 11.30 WIB) para warga beristirahat lagi,pulang ke rumah masing-masing untuk menunaikansholat dzuhur (bagi yang beragama Islam) danmakan siang. Gotong royong dilanjutkan lagi mulaipukul kurang lebih 14.00 WIB sampai denganmenjelang waktu ashar (sekitar pukul 15.30WIB).

d. Pemasangan GentengSetelah kerangka atap yang terbuat dari

baja sudah terpasang lengkap dengan usuk danring-nya, maka genteng-genteng yang telah dicatdinaikkan kemudian dipasang satu-persatu.Sebagaimana kegiatan penurunan genteng,penaikan dan sekaligus pemasangan genteng jugaada orang yang bertugas memasangnya. Orang-orang yang mengerjakan pemasangan gentengadalah orang-orang yang pada waktu penurunangenteng mengerjakan pembongkaran genteng.Cara menaikkan genteng dilakukan dengan sistemestafet, sama dengan penurunan genteng

Penaikan dan pemasangan genteng ini jugatidak lepas dari peringatan seperti: awas, hati-hati,dan sebagainya. Selain itu, juga sekali-sekaliterdengar gurauan. Kegiatan tersebut dimulai

pukul 08.00 WIB. Pukul 09.00 WIB parapegotong-royong beristirahat sejenak sambilmenikmati minuman dan makanan kecil sertarokok yang disediakan panitia. Pukul 09.30 WIBgotong royong dilanjutkan. Menjelang waktudzuhur (pukul 11.30) para pegotong-royongberistirahat lagi. Kemudian, dilanjutkan pukulkurang lebih 14.00 WIB sampai denganmenjelang waktu ashar (sekitar pukul 15.30WIB).

e. Pembersihan LingkunganJika kegiatan yang dilakukan pada

pembersihan lingkungan yang dilakukan padatahap awal bersifat untuk mempermudahpengerjaan rehab, maka pembersihan lingkungandilakukan pada tahap ini adalah membersihkansegala sesuatu akibat perehaban, seperti: bata-bata yang berserakan, pecahan plafon, pecahangenteng, kayu-kayu usuk dan reng lama yangberserakan, pasir-pasir yang berceceran, danpasir-pasir yang menutupi lantai musholla. Jadi,dalam pembersihan lingkungan ini ada orang-orang menyusun bata-bata yang masih utuh padasuatu tempat yang tidak menghalangi lalu-lintasorang; ada yang menyusun bekas usuk dan rengpada suatu tempat; ada yang menyapu halamanlantai musholla dari kerakal dan pasir; ada yangmembersihkan lantai dengan cara menyiraminyadengan air; ada yang mengumpulkan kerakalkemudian dibuang ke suatu tempat (antara lainuntuk mengurug jalan dusun); dan sebagainya.Pendek kata, setiap warga mengerjakan apa yangbisa dikerjakan (semampunya).

Sama seperti kegiatan-kegiatan lain yangdilakukan secara gotong royong, kegiatanpembersihan lingkungan ini juga dimulai pukul08.00 WIB. Pukul 09.00 WIB para wargaberistirahat sejenak sambil menikmati minumandan makanan kecil serta rokok yang disediakanpanitia. Pukul 09.30 WIB gotong royongdilanjutkan. Menjelang waktu dzuhur (pukul11.30) para warga beristirahat lagi. Kemudian,dilanjutkan pukul kurang lebih 14.00 WIB sampaidengan menjelang waktu ashar (sekitar pukul15.30 WIB).

Berdasarkan pengamatan dan wawancara

Page 45: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

147

terhadap beberapa informan hampir seluruhanggota paguyuban “Akur Sentosa” ikut dalamkegiatan gotong royong perehaban dan sekaliguspeningkatan musholla menjadi masjid, termasukwarga paguyuban yang non-muslim. Warga yangtidak pernah mengikuti gotong royong, baikmuslim maupun non-muslim, akan dikenakansanksi sosial yang berupa pergunjingan. Jadi, yangbersangkutan akan dipergunjingkan di berbagaikesempatan, baik di dalam pertemuan rutin, di posronda, maupun di tempat kegiatan gotong royongitu sendiri. Oleh karena itu, jika seseorang, karenasatu dan lain hal tidak dapat mengikuti gotongroyong, misalnya sakit atau keluar kota, makayang bersangkutan memberitahu kepada KetuaRT atau tetangganya bahwa dirinya tidak dapatmengikuti gotong royong, atau mewakilkananaknya. Dengan cara demikian, yangbersangkutan tidak dipergunjingkan. Sebab,makna gotong royong bagi masyarakat DusunKlayu tidak hanya semata-mata pengerahantenaga untuk suatu kegiatan, baik yang menyangkutkepentingan perorangan maupun bersama, tetapijuga sebagai wahana keguyub-rukunankehidupan bersama dalam suatu wilayah (dusun).

Pergunjingan tidak mengarah ke sentimenkeagamaan karena masyarakat Dusun Klayu tidakmempermasalahkan perbedaan agama yangdianut oleh beberapa warganya.

“Agama itu urusan pribadi masing-masing,yang penting kalau menjadi warga DusunKlayu mengikuti tradisi yang ada di DusunKlayu”, jika tidak akan dipergunjingkan, jelassalah seorang informan.

Pergunjingan-pergunjingan yang ditujukankepada warga yang tidak pernah mengikuti gotongroyong itu antara lain: “ora umum”, “kaya orabutuh wong liya”, dan “ora srawung”. Oraumum bermakna tidak peduli terhadap tradisiyang ada dalam masyarakat setempat (DusunKlayu). Kemudian, kaya ora butuh wong liyabermakna takabur karena merasa dapat hidupsendiri tanpa bantuan orang lain. Sedangkan, orasrawung bermakna sombong karena merasa

kedudukan sosialnya lebih tinggi, sehingga tidakperlu berbaur dengan sesama warga Dusun Klayu.

D. Nilai-nilai dan Fungsi yang TerkandungDalam Gotong Royong Perehaban danSekaligus Peningkatan Fungsi MushollaMenjadi Sebuah Masjid

Gotong royong sesungguhnya adalah suatunilai. Sebagai suatu nilai, gotong-royong barudapat diamati setelah terwujud dalam aspektingkah laku. Misal, ada orang-orang yangbersama-sama mengerjakan sesuatu dengantujuan tertentu yang merupakan kepentinganbersama, Satu di antaranya adalah kegiatanperehaban musholla dan sekaligus peningkatanfungsinya menjadi sebuah masjid yang dilakukanoleh masyarakat Dusun Klayu. Kegiatan tersebutjika dicermati secara saksama mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan acuanhidup bersama dalam suatu masyarakat.

Koentjaraningrat10 menyebutkan bahwanilai yang melatarbelakangi segala aktivitas tolong-menolong antarwarga sedesa adalah nilai budayayang berkenaan dengan hakekat hubunganantarmanusia yang mengandung empat konsep,yaitu: (1) Manusia tidak hidup sendiri tetapidikelilingi oleh komunitasnya, masyarakatnya, danalam semesta sekitarnya. Dalam sistemmakrokosmos ia merasa dirinya hanya sebagaiunsur kecil yang ikut terbawa oleh prosesperedaran alam semesta yang maha besar; (2)Dengan demikian, dalam segala aspekkehidupannya manusia pada hakekatnyabergantung dengan sesamanya; (3) Oleh karenaitu, ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkinmemelihara hubungan baik dengan sesamanya,terdorong oleh jiwa sama rata-sama rasa; dan (4)Selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifatconform, berbuat sama dan hidup bersamadengan sesamanya dalam komunitas, terdorongoleh jiwa sama tinggi-sama rendah.

Bertolak dari pendapat di atas, makagotong royong yang dilakukan oleh masyarakatDusun Klayu, jika dicermati secara seksama,

Gotong Royong Sebagai Wahana Pendidikan Budaya: Kasus Perehaban Musholla (Sindu Galba)

10 Koentjaraningrat, Ibid.

Page 46: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

148

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

mengandung nilai-nilai: yang pada gilirannya dapatdijadikan acuan dalam hidup bermasyarakat.Nilai-nilai itu antara lain: kebergantungan dengansesamanya, kebersamaan, musyawarah, dankerjasama. Nilai kebergantungan dengansesamanya tercermin dari kepuduliannya terhadapgotongroyong yang ada di dusunnya, yaituperehaban dan sekaligus perubahan fungsimusholla menjadi sebuah mesjid, yaitu “MasjidAl-Fajar”. Kepedulian tersebut tidak hanya yangbersifat materi (menyumbang uang dan ataubarang), tetapi juga non-materi (hadir dan ikutbekerja secara bersama-sama). Semua itudilatarbelakangi oleh nilai budaya yang berkenaandengan hakekat hubungan antarmanusia. Manusiatidak hidup sendiri tetapi dikelilingi olehkomunitasnya, masyarakatnya, dan alam semestasekitarnya. Dalam sistem makrokosmos ia merasadirinya hanya sebagai unsur kecil yang ikut terbawaoleh proses peredaran alam semesta yang mahabesar. Dengan demikian, dalam segala aspekkehidupannya manusia pada hakekatnyabergantung dengan sesamanya. Oleh karena itu,ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkinmemelihara hubungan baik dengan sesamanya,terdorong oleh jiwa sama rata-sama rasa; danselalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifatconform, berbuat sama dan hidup bersamadengan sesamanya dalam komunitas, terdorongoleh jiwa sama tinggi-sama rendah. Sebab, jikatidak ia akan menjadi pergunjingan. Konon, dimasa lalu ada warga Dusun Klayu yang oralumrah (tidak pernah ikut kendurian danpertemuan yang diselenggarakan oleh paguyuban).Suatu saat yang bersangkutan punya hajad(mengadakan kenduri). Oleh karena yangbersangkutan kurang peduli terhadap sesamawarga, maka kendurian yang diselenggarakanhanya orang-orang tertentu yang datang; sebagianbesar sengaja tidak datang. Hal itu dimaksudkanagar yang bersangkutan sadar bahwa manusiatidak dapat hidup sendiri, tetapi membutuhkanorang lain (makhluk sosial).

Nilai kebersamaan tercermin dari kasusrapuhnya kerangka atap musholla merupakanmasalah bersama karena musholla bukan milikperorangan, tetapi milik bersama dan untuk

kepentingan bersama. Oleh karena itu,pemecahannya atau bagaimana cara untukmemperbaikinya dilakukan secara bersama-sama,baik yang menyangkut pendanaan maupunketenagaan.

Nilai musyawarah tercermin dari setiappertemuan paguyuban yang dilakukan setiap duaminggu sekali para anggota selalu diberikesempatan untuk menyampaikan saran yangberkenaan dengan perehaban, baik yangmenyangkut pekerjaan yang akan dilakukan,ketenagaan, maupun pendanaan. Dengandemikian, keputusan yang dihasilkan merupakankeputusan yang disepakati bersama.

Nilai keterbukaan tercermin dalam setiappertemuan (dua minggu sekali) ketua panitia,melalui bendahara, selalu melaporkan apa sajayang telah dilakukan berkenaan denganperehaban, dana yang masuk baik dari peroranganmaupun instansi, dana yang dikeluarkan untukpembelian material dan lain-lain (termasuk biayatukang), dan jumlah uang yang ada (saldo).Dengan demikian, setiap anggota mengetahui danayang masuk dan yang dikeluarkan serta saldonya.Nilai kerjasama tercermin dari jalannya perehabanyang lancar karena masing-masing mengerjakansesuai dengan tugasnya, sehingga yangditargetkan, yaitu masjid dapat berfungsi padabulan puasa tercapai.

E. Gotong Royong Sebagai WahanaPendidikan Budaya

Banyak definisi yang berkenaan denganbudaya karena kebudayaan meliputi semua aspekkehidupan manusia. Namun demikian, ada satuhal yang tidak boleh dilupakan, yaitu prosesbelajar. Artinya, kebudayaan tidak datang dengansendirinya tetapi harus dipelajari sejak manusiamasih berusia dini. Bahkan, sejak manusia masihberupa janin. Hal itu, tercermin dari adanyapantangan-pantangan ketika seseorang berbadandua (hamil) dan upacara kehamilan (nujuh bulan)yang penuh dengan simbol-simbol yangbermakna. Semua itu, dimaksudkan agar sangjabang bayi kelak memiliki watak dan kepribadianyang sesuai dengan masyarakatnya. Untuk itu,pendidikan budaya menjadi sesuatu yang vital

Page 47: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

149

dalam melestarikan suatu budaya.Pendidikan budaya adalah suatu konsep

yang dapat diterjemahkan sebagai pewarisanbudaya (cultural transmission), atau enkulturasi(pembudayaan). Konsep ini dapat disejajarkandengan pendapat tentang pewarisan biologis (bio-logical transmission). Pewarisan budaya inidisebut sebagai “pewarisan tegak” karenamelibatkan penurunan ciri-ciri budaya orang tuake anak-cucu. Walaupun pewarisan tegakmerupakan satu-satunya bentuk pewarisanbiologis, pewarisan budaya memiliki dua bentuk,yaitu mendatar dan miring. Dalam pewarisantegak, orang tua mewariskan nilai, keterampilan,keyakinan, motif budaya, dan sebagainya kepadaanak-cucu. Dalam pewarisan budaya mendatar,seseorang belajar dari sesamanya. Sedangkanpewarisan miring, seseorang belajar dari orangdewasa dan lembaga-lembaga, termasuk dalampendidikan formal.11

Konsep di atas bermakna bahwakeluarga, baik keluarga inti (nuclear family)maupun keluarga luas (extended family) sangatberperan dalam melestarikan suatu kebudayaan.Bahkan, bukan hanya keluarga tetapi jugamasyarakat dan lembaga pendidikan fomal(sekolah). Ketika anak masih berusia dini,lingkungan keluarga merupakan wahanapembelajaran budaya. Dari kedua orang tuanya,ia akan belajar dan atau diajari budaya yangditumbuh-kembangkan oleh masyarakatnya. Lalu,setelah bersekolah, ia akan memperolehpengetahuan budaya dari pada gurunya (melaluiberbagai mata pelajaran dan atau kurikulummuatan lokal). Selain itu, lingkungan yang tidakkalah pentingnya adalah lingkungan masyarakat.Melalui masyarakat, seorang anak dapat menirubudaya dan atau tradisi yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakatnya.

Fungsi budaya dalam suatu masyarakatadalah sebagai pedoman dalam menanggapilingkungannya (alam, sosial, dan budaya).12

Mengingat fungsinya yang demikian vital, makasetiap masyarakat, termasuk masyarakat DusunKlayu, memilikinya dan berusaha untukmelestarikannya (melindungi, mengembangkan,dan memanfaatkan). Dalam rangka pelestarianitulah pendidikan budaya menjadi penting.Pendidikan budaya pada dasarnya adalah suatukegiatan penanaman nilai-nilai yang dijadikanacuan dalam bersikap dan bertingkah laku bagisuatu masyarakat. Penanaman nilai-nilai itu dapatdilakukan oleh keluarga (melalui kedua orangtuanya) sekolah (melalui para guru), danmasyarakat (melalui warganya). Ini artinya, bahwapenanaman nilai-nilai tidak hanya di lingkungankeluarga dan sekolah, tetapi juga masyarakat.

Satu tradisi yang ada di kalanganmasyarakat Dusun Klayu adalah gotong royong,baik gotong royong yang menyangkut kepentinganindividual (perorangan) maupun kepentinganbersama. Gotong royong perehaban danpeningkatan fungsi musholla menjadi sebuahmasjid yang dilakukan oleh masyarakat DusunKlayu termasuk dalam kategori gotong royongyang menyangkut kepentingan bersama.

Gotong royong, sebagaimana telahdisinggung pada bagian depan, adalah nilai-budaya. Sebagai suatu sistem nilai, ia bersifatabstrak. Oleh karena sifatnya yang demikian, makaia tidak dapat dilihat (diamati), difoto, dan diraba.Gotong royong baru dapat diamati manakala telahberwujud aktivitas (sistem sosial). Di sini dapatdilihat bagaimana masyarakat Dusun Klayubekerja bersama-sama dalam mewujudkankepentingan bersama, yaitu merehab musholla dansekaligus meningkatkan fungsinya menjadi sebuahmasjid yang bernama “Al-Fajar”. Mereka bekerjasesuai kemampuan dan atau keahliannya. Jadi, adayang membuat dan mengelas kerangka atap yangterbuat dari baja; ada yang mengecor tiang-tiangpenjangga; ada yang memasang usuk dan reng;dan ada yang membongkar dan memasanggenteng. Pekerjaan-pekerjaan tersebut karena

Gotong Royong Sebagai Wahana Pendidikan Budaya: Kasus Perehaban Musholla (Sindu Galba)

11 John W Berry, dkk. Psikologi Lintas-Budaya: Riset dan Aplikasi. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1999).

12 Parsudi Suparlan, Orang Sakai di Propinsi Riau. (Pekanbaru: Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Riau,1995).

Page 48: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

150

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

memerlukan keahlian khusus (pengalaman), makadikerjakan oleh para tukang (tukang las, tukangbatu, dan tukang kayu). Sementara, orang-orangyang tidak memiliki keahlian khusus melakukanpekerjaan seperti: memindahkan, menyusun, danmengecat genteng, serta membersihkanlingkungan.

Gotong royong, sebagaimana telahdisinggung pada bagian atas, jika dicermati secaraseksama, tidak hanya mengandung nilai:kebergantungan dengan sesamanya,kebersamaan, musyawarah, tetapi jugakerjasama. Nilai-nilai tersebut sangat mendukungkehidupan bersama dalam suatu masyarakat, dankarenanya gotong royong perlu dilestarikan.Sebab, sebagaimana telah disinggung juga bahwamakna gotong royong bagi masyarakat DusunKlayu tidak hanya semata-mata pengerahantenaga untuk suatu kegiatan, baik yang menyangkutkepentingan perorangan maupun bersama, tetapijuga sebagai wahana keguyub-rukunankehidupan bersama dalam suatu wilayah (dusun).Mengingat kandungan nilainya dan maknanyasangat berarti dalam kehidupan bersama, makapelaksanaan gotong royong dalam mewujudkankepentingan bersama tersebut, secara tidaklangsung, merupakan wahana dalam pendidikanbudaya (penanaman nilai-nilai).

F. PenutupKlayu adalah sebuah dusun yang secara

administratif termasuk dalam wilayah DesaTimbulharjo, Kecamatan Sewon, KabupatenBantul, Provinsi DIY. Masyarakatnya hampirseluruhnya beragana Islam, dan sebagian besarbekerja sebagai petani. Di sana ada sebuahpaguyuban yang bernama “Akur Sentosa”. Melaluipaguyuban tersebut permasalahan-permasalahanyang menyangkut kehidupan bersama, baikkeamanan, ketenteraman, maupun kesejahteraandipecahkan dengan cara musyawarah.

Sebagaimana masyarakat dusun lainnyayang ada di Desa Timbulharjo, masyarakat DusunKlayu juga memiliki tradisi dari para leluhurnya.Satu tradisi yang sampai saat ini masih tetap diuri-uri (dilakukan) adalah gotong gotong. Hal itutercermin dari perehaban dan sekaligus

peningkatan fungsi musholla menjadi sebuahmasjid (Al-Fajar).

Aktivitas gotong royong dalam perehabandan peningkatan mushola menjadi sebuah masjidtersebut, jika dicermati secara seksama, didalamnya terkandung nilai-nilai yang sangatbermanfaat bagi kehidupan bersama dalam suatuwilayah (Dusun Klayu). Nilai-nilai itu adalahkebergantungan dengan sesamanya,kebersamaan, musyawarah, kerjasama, danketerbukaan. Mengingat bahwa nilai-nilai yangterkandung dalam gotong royong tersebut sangatbermanfaat dalam kehidupan bersama, maka nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan kepadamasyarakat, khususnya generasi mudanya,sehingga tetap lestari. Salah satu caranya adalahdengan mempergelarkan suatu kegiatan yangdilakukan secara gotong royong. Sebab, dengandigelarnya gotong royong, masyarakat, khususnyagenerasi mudanya, mengetahui bahwa gotongroyong tidak hanya sekedar kerjasama atau kerjabakti, tetapi lebih dari itu karena di dalamnyaterkandung nilai-nilai yang dilatarbelakangi olehnilai budaya yang berkenaan dengan hakekathubungan antarmanusia yang mengandung empatkonsep, yaitu: (1) Manusia tidak hidup sendiritetapi dikelilingi oleh komunitasnya,masyarakatnya, dan alam semesta sekitarnya.Dalam sistem makrokosmos ia merasa dirinyahanya sebagai unsur kecil yang ikut terbawa olehproses peredaran alam semesta yang maha besar;(2) Dengan demikian, dalam segala aspekkehidupannya manusia pada hakekatnyabergantung dengan sesamanya; (3) Oleh karenaitu, ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkinmemelihara hubungan baik dengan sesamanya,terdorong oleh jiwa sama rata-sama rasa; dan (4)Selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifatconform, berbuat sama dan hidup bersamadengan sesamanya dalam komunitas, terdorongoleh jiwa sama tinggi-sama rendah. Dengandemikian, gotong royong sebagai salah satu tradisiyang ada di kalangan masyarakat Dusun Klayudapat berfungsi sebagai wahana pendidikanbudaya yang ditumbuh-kembangkan olehmasyarakat yang bersangkutan.

Page 49: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

151

Daftar PustakaAhimsa-Putra, Heddy Sri, 2009, “Gotong-royong” Makalah dalam Diskusi Pembuatan Proposal

Gotong-royong.Berry, John W, dkk. 1999. Psikologi Lintas-Budaya: Riset dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.Galba, Sindu, 2009, Modal Sosial: Tradisi Gotong-royong pada Masyarakat Samin di Kabupaten

Blora, Jawa Tengah. Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Penerbitan “Prapanca” Yogyakarta.Koentjaraningrat, 1985, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan.Jakarta: Gramedia.Laksono, PM. 2009, Spektrum Budaya (Kita). Yogyakarta: Pusat Studi Asia-Pasifik UGM dan Ford

Foundation.Melalatoa, Junus, 1985, Peta Sukubangsa di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Rudito, Bambang, 2009, “Proposal Sistem Gotong Royong” Makalah dalam Diskusi Pembuatan

Proposal Gotong-royongSuparlan, Parsudi, 1995. Orang Sakai di Propinsi Riau. Pekanbaru: Pemerintah Daerah Tingkat I

Propinsi Riau.

Gotong Royong Sebagai Wahana Pendidikan Budaya: Kasus Perehaban Musholla (Sindu Galba)

Page 50: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

152

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUIPENDIDIKAN MULTIKULTURALISME

STUDI KASUS MULTIKULTURALISME DI BALI

I Nyoman WijayaStaf pengajar Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pembentukan karakter bangsa menjadi bahan perbincangan dari guru sekolah sampaimenteri. Jadi, dalam realitasnya karakter bangsa tidak pernah ada atau belum terbentuk.Pancasila maupun nilai agama-agama relatif gagal membentuk karakter bangsa. Diperlukanteori Multikulturalisme untuk mempercepat proses terbentuknya karakter bangsa. Akan tetapibanyak orang termasuk ilmuan yang tidak bisa membedakan antara Multikulturalisme danPluralisme, sehingga masyarakat Indonesia yang plural diklaim sebagai masyarakatmultikultural. Padahal masyarakat multikultural bukan masyarakat plural, bahkan justruberlawanan arah dengannya. Tidak seperti masyarakat plural yang memandang setiap kelompokmemiliki derajat kekuasaan politik berlainan, dalam masyarakat multikultural setiap individumaupun kelompok memiliki hak yang sama dalam menjalankan kekuasaan politik melaluipemungutan suara atau cara-cara lain. Oleh karena begitu beratnya syarat mewujudkanmasyarakat multikultural, maka diperlukan pendidikan Multikultural yang dapat dilakukandengan mengaplikasikan teori kekuasaan Michel Foucault.

Kata Kunci: Pluralisme, Multikulturalisme, Masyarakat Plural, Masyarakat Multikultural

Abstract

The nation character building has become an important topic from teachers to ministers.In reality, the intended character has perhaps never existed or been established. Pancasila andreligious values have failed to set up the nation character building. It is argued that multiculturalawareness is needed to speed up the process to achieve this goal. However, there has been adifferent understanding between the concepts “multiculturalism” and “pluralism”, even amongacademicians. Some state that Indonesia which a plural society is said to be a multicultural one.In fact, the two notions are not identical. Unlike in a plural society where different individuals orgroups are viewed to be unequal, in a multicultural society the different individuals/groups haveequal status in exercising their political rights as in voting and in other democratic processes. Multiculturalism entails a long and difficult process to develop; hence the application ofmulticultural education taking the insights from Michel Foucault’s theory of hegemony is badlyneeded.

Keywords: pluralism, multiculturalism, plural society, multicultural society

Page 51: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

153

I. PengantarKarakter bangsa Indonesia diyakini

memang betul-betul ada, karena itu banyak yangberkata terjadi kemerosotan karakter bangsa.Kalau memang benar sudah ada, kenapa parapembicara mulai dari guru sekolah dasar sampaimenteri berkata tentang pembentukan karakterbangsa? Jika memang benar sedang atau masihperlu dibentuk berarti dalam realitasnya karakterbangsa tidak pernah ada atau belum terbentuk.Jika memang benar sudah terbentuk, apawujudnya, dari nilai-nilai apa dibentuk, apakahPancasila ataukah nilai agama-agama. Jika darinilai Pancasila, kapan dibentuk, siapa yangmembentuk, di mana dibentuk, dan bagaimanamereka membentuk.1 Jika sumbernya dari nilaiagama-agama, agama apa yang dominan, kapandan oleh siapa nilai agama-agama digunakan untukmembentuk karakter bangsa. Apa wujud karakterbangsa yang terbentuk oleh nilai agama-agama,tentu tidak cukup hanya berkata latah: “Kitabangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilaiketimuran.”

Jika Pancasila dan agama-agama tidakpernah membentuk karakter bangsa, jangan-jangan memang benar karakter bangsa Indonesiabelum terbentuk. Tampaknya memang benardemikian adanya. Jika tak percaya, cobalahberdiri di sebuah trafiic light dalam keadaanlistrik mati. Lalu lihat apa yang terjadi? Apakahbangsa yang berkarakter adiluhung namanya jikalalu lintas berubah bagai hutan belantara.Kendaraan bermesin lari kencang tak menoleh kirikanan, hanya berhenti sesaat manakala terjaditabrakan, dan setelah upacara seremonial(berkelahi atau berdamai dengan polisi), kondisihiruk pikuk kembali seperti semula. Atau, cobaberdiri di garis zebra cross, sampai kakikesemutan pun tak akan ada pengendara yang

1Pancasila yang merupakan dasar negara sekaligus sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, semestinyamerekat erat sebagai karakter bangsa. Akan tetapi, suatu teori atau konsep seringkali bertentangan dengan prakteknyasecara nyata. Nilai-nilai luhur Pancasila telah ternoda oleh perilaku korupsi pejabat, pelanggaran Hak Asasi Manusia(HAM), usaha-usaha disintegrasi bangsa, para politisi busuk yang senantiasa melakukan kecurangan dan yangpaling menyesakkan adalah pengkhianatan terhadap keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lihat MuhammadNurcholis, “Pancasila Sebagai Pembangun Karakter Bangsa,” wikimu Selasa, 01-06-2010 09:22:50, download, tanggal16 Oktober 2010 melalui http://www. google.co.id/

mau berhenti dan mempersilakan Anda lewat. Bisajadi Anda bahkan jadi korban tabrak lari.

Sekarang bandingkan di negara-negaramaju yang tak memiliki Pancasila dan kementerianagama, Anda akan menyaksikan kondisi yangberbanding terbalik. Biarpun sudah ada sistemotomatis pengatur perubahan warna lampu lalulintas, namun para pejalan kaki diberikan peluangkesempatan untuk mempercepat waktupenyeberangan. Artinya mereka tidak perlumenunggu sistem itu berjalan sebagaimanamestinya, melainkan bisa menekan tombol yangdipasang pada tiang traffic light. Tombol ini bisadigunakan untuk mengatur nyala lampu lalu lintas,seperti yang pernah saya lihat di Sydney tahun2010. Orang-orang yang tidak sabar ingin cepatmenyeberang boleh menekan tombol itu. Biarpunlampu lalu-lintas masih menyala hijau, jika Andamenekan tombol itu, maka Anda akan punyakesempatan menyebrang lebih cepat daripadayang sudah diatur dalam sistem otomatis itu.Beberapa saat setelah Anda menekan tombol itulampu merah tanda kendaraaan harus berhentiakan menyala dan disusul dengan menyalanyalampu tanda boleh menyeberang. Jika lampu hijautanda boleh menyeberang sudah menyala, Andabisa menyeberang leluasa tanpa perlu khawatirdiserempet pengemudi yang menyerobot. Itulahpenghormatan orang-orang yang tak punyaPancasila dan kementerian agama kepada pejalankaki. Hal yang serupa juga terlihat di zebra cross,begitu kaki penyeberang menginjak pada gariszebra, semua pengemudi menghentikan lajukendaraannya. Itulah negeri maju, yang takmemerlukan polisi sebagai pengatur karakterbangsa, karena setiap individu sudah memiliki danmenjadi polisi di dalam dirinya masing-masing.

Barangkali karena mengetahui di dalamnegeri tak ada nila-nilai yang patut dan terbukti

Membangun Karakter Bangsa MelaluiPendidikan Multikulturalisme Studi Kasus ... (I Nyoman Wijaya)

Page 52: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

154

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

2 Lihat Arysio Santos, Atlantas The Lost Continent Finally Found, terjemahan Hikmah Ubaidillah (Jakarta:Ufuk Press, 2010).

3Dikembangkan dari pemahaman Muhadi Sugiono terhadap konsep Perang Posisi Gramsci, Lihat MuhadiSugiono, Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga, terj. Cholish (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999),hal. 46.

4 I G Pitana, “Memperjuangkan Otonomi Daerah: Mencegah Sandyakalaning Pariwisata Bali,” dalam I NyomanDarma Putra (ed.), Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif. Denpasar: Pustaka Bali Post, 2004), hal. 7

5 Pemahaman secara harfiah konsep melting pot diambil dari A Meriam-Webster, Webster New CollegiateDictionary (Springfield: G. & C. Merriam Company, 1977), hal. 716

menjadi sumber acuan karakter bangsa, makaada yang mencarinya pada teori-teori ilmu sosial.Sebagian besar teori ilmu sosial yang berkembangdi Indonesia adalah hasil olah pikir sarjana Barat.Menjadikan teori ilmu sosial sebagai sumber nilaipembentukan bangsa sama artinya denganmengaplikasikan nilai-nilai Barat, karenabagaimana pun itu harus dilakukan dengan caramewujudkannya dalam kehidupan sosial.Sementara, perangkat analisis ilmu sosial dibentukdari realitas sosial muncul di negeri-negeri Barat.Sebenarnya tak jadi persoalan, karena sepertiterungkap dalam buku Atlantis karya ArysioSantos, kebudayaan Barat juga berasal dari Timur,namun orang-orang Barat memungkirinya.2

Persoalan yang sebenarnya, bukan karenakonsep, paradigma, dan teori-ilmu sosial berasaldari Barat, melainkan lebih karena substansi yangsangat luas. Di sisi lain, tak semua teori ilmu sosialitu cocok diterapkan sebagai sumber nilaipembentukan karakter bangsa-bangsa. Darisekian banyak teori sosial yang ada, kiranya teorimultikulturalisme yang tampak cocok dipakaimembentuk karakter bangsa. Bagaimanahubungan antara multikulturalisme denganpembentukan karakter bangsa? Asumsi pentingyang bisa diajukan, dengan sungguh-sungguhmenerapkan pendidikan multikulturalisme, makakarakter bangsa yang bermartabat bisa betul-betulterwujud. Asumsi ini mungkin terlalu berlebihan,terutama jika dikaitkan dengan realitas perangposisi, yakni perang merebut kekuasaan yangdilakukan bukan melalui serangan fisik melainkandengan cara mengenyahkan ideologi, norma,politik, dan kebudayaan lawannya.3 Perang modelini niscaya dalam sejarah Indonesia dan tercerminhingga sekarang. Kendala teoretis ini tak bisadipungkiri, namun dibandingkan dengan teori

sosial lainnya, memang tampaknya hanyamultikulturalisme yang lebih memberikan harapansebagai pembentuk karakter bangsa. Atas dasaritu, permasalahan dalam artikel ini difokuskanpada hubungan antara pendidikanmultikulturalisme dengan pembentukan karakterbangsa. Permasalahan itu akan dijabarkan kedalam tiga pokok pertanyaan yaitu: (i) Mengapamultikulturalisme penting dalam pembentukankarakter bangsa; (ii) Apa kendala “membumikan”multikulturalisme di Indonesia; (iii) Langkah apayang sebaiknya ditempuh untuk mempermudahsosialisasi multikulturalisme?

II. Demam MultikulturalismePada awal tahun 2000-an di Bali terjadi

demam multikulturalisme. Setiap ilmuwan sepertimerasa ketinggalan zaman jika tak menyinggungmultikulturalisme. Ada sejumlah pernyataan tidakmasuk akal yang perlu dikutip untuk menunjukkanbetapa tergesa-gesanya ilmuwan Bali menyebutmasyarakat Bali sebagai masyarakat multikultural.Pertama, I Gde Pitana mengatakan kebudayaanBali yang dijiwai oleh agama Hindu adalah sebuahmelting pot yang terbentuk dari budayamegalitik, animistik, dinamistik, totemisme,budaya Cina, Jawa, dan Barat.4 Melting potmerupakan sebuah konsep multikulturalisme, yangmengarah pada dua kemungkinan, yaitu (a)terjadinya penggabungan ras serta percampuransosial dan membentuk kebudayaan yangharmonis; dan (b) terjadinya suatu prosespercampuran kebudayaan yang menghasilkanpenguatan kebudayaan lama atau munculnyasebuah kebudayaan baru yang berbeda samasekali dengan kebudayaan lama.5 Seandainyapernyataan Pitana benar adanya, berarti, di Balitelah terjadi penggabungan ras serta percampuran

Page 53: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

155

6 Nyoman Wijaya, “Menjadi atau Memiliki Hindu: Pluralisme Agama di Bali dalam Dimensi Sejarah,” dalamI Nyoman Darma Putra, ed. op. cit., hal. 132-163.

7 Claire Holt, Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia, terj. R.M. Soedarsono, (Bandung: arti.line,2000), hal. 33.

sosial dan kebudayaan yang harmonis (a placewhere racial amalgamation and social andcultural asimilation are going on). Bisa jugaberarti di dalam kebudayaan Bali sudahberlangsung suatu proses percampurankebudayaan yang menghasilkan penguatankebudayaan lama atau munculnya sebuahkebudayaan baru yang berbeda sama sekalidengan kebudayaan lama (process of blendingthat often result in invigoration or novelty).

Sekarang tinggal melihat apakah meltingpot yang dimaksudkan oleh Pitana mengarah keinvigoration atau novelty. Seandainya ke arahnovelty, berarti di Bali sudah lahir suatukebudayan yang betul-betul baru atau yang sangatluar biasa (new or unusual culture). Akan tetapikalau yang dimaksudkan invigoration, berartikebudayaan Bali sedang mengalami penguatan.Dalam pengertian kedua, kebudayaan Balidianggap memperoleh manfaat luar bisa darikebudayaan non-Bali, baik yang nasional maupuninternasional, artinya kebudayaan lain dianggaptelah memberikan kehidupan dan energi (to givelife and energy to) kepada kebudayaan Bali. Darikedua alternatif tersebut, Pitana dan orang-orangyang bersepakat dengannya mungkin berpikir diBali sedang berlangsung proses penguatan(invigoration) kebudayaan. Pikiran itu dilandasianggapan bahwa pluralisme agama dan kulturaltidak mampu mencemari kebudayaan Bali,sehingga nafas atau “udara” (dasar struktur) yang“dihisap” (yang mempengaruhi) dan dikeluarkankembali (produk budaya yang memiliki nilai, cita-cita, dan simbol-simbol ekspresif) semuanyaHindu.

Sesuai dengan pemahaman kebudayaanBali yang bernafaskan agama Hindu, berartikebudayaan Bali adalah kebudayaan yangmengandung sifat atau menyuarakan Hindu.Kebudayaan yang menempatkan doktrin danfalsafah Hindu sebagai landasan hukum bagi setiap

bentuk aturan dan kebijakan dalambermasyarakat. Sangat menarik mengetahuiapakah kebudayaan Bali betul-betul bernafaskanagama Hindu atau sebaliknya justru agama Hinduyang takluk pada kebudayaan prasejarah Bali.Dalam sebuah artikel berjudul, “Menjadi atauMemiliki Hindu: Pluralisme Agama di Bali dalamDimensi Sejarah,” Nyoman Wijaya menjawabpertanyaan itu melalui pengujian sederhana, bahwakalau memang agama Hindu adalah nafaskebudayaan Bali, idealnya dalam setiap langkahkehidupan masyarakat berkebudayaan Bali akanlebih dan terutama akan mengedepankan doktrindan falsafah Hindu. Akan tetapi kenyataannya,dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaanprasejarah tampak begitu dominan. 6

Dengan demikian, yang terjadi bukanmelting pot, melainkan osmosis seperti yangdisebut oleh Codes, artinya secara berangsur-angsur unsur-unsur kebudayaan prasejarahmemperoleh pengertian secara Hindu. Prosesnyadimulai dari ketika para pendeta Hindumenghindukan elite lokal, orang-orang yang punyapengaruh kuat dalam masyarakat, yang kemudiandiangkat sebagai raja lokal. Raja-raja inidiandaikan sebagai inkarnasi para dewa Hindu-Buddha, yang harus dipuja oleh rakyat sebagaikesinambungan dari pemujaan kepada leluhur aslidan pemimpin-pemimpin yang telah meninggal.7

Dari lingkungan istana, proses osmosis terusberlanjut ke lapisan rakyat, yang wujudnya masihdapat dilihat dalam kebudayaan Bali masa kini.Salah satu kebudayaan prasejarah yang layakdijadikan contoh ialah ‘upacara pembebasan rohdari badan kasar untuk selama-lamanya.’ Setelahmendapat pemahaman Hindu, orang-orang Baliyakin bahwa roh orang yang sudah meninggalakan dapat manunggal, bersatu dengan Brahman(Tuhan), jika sudah melalui upacara ngabendengan segala rentetannya. Upacara yang sangatfilosofis dan mistis ini berfungsi untuk mensucikan

Membangun Karakter Bangsa MelaluiPendidikan Multikulturalisme Studi Kasus ... (I Nyoman Wijaya)

Page 54: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

156

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

8 I Nyoman Naya Sujana, “Konflik Sosial di Bali: Fenomena dan Strategi Penanggulangan,” dalam I NyomanDarma Putra (ed.), Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif. Denpasar: (Pustaka Bali Post, 2004), hal. 7

9 I Wayan Ardika, “Bukti-Bukti Arkeologi Terbentuknya Akar Multikulturalisme,” dalam I Wayan Ardika danDarma Putra (ed.), Politik Kebudayaan dan Identitas Etnik (Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana danBalimangsi Press, 2004), hal. 3-5.

10 I Wayan Gede Suacana, “Diferensiasi Sosial dan Penguatan Toleransi dalam Masyarakat Multikultural,”Jurnal Kajian Budaya, Nomer 3 Volume 2 Januari 2005, hal. 1-13.

11 I Gusti Ngurah Bagus, “Reformasi, Multikulturalisme, dan Masalah Politik Bahasa di Indonesia,” dalam IGede Mudana (penyunting), Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus Mengkritisi Peradaban Hegemonik (Denpasar: KajianBudaya Universitas Bali, 2004), hal. 95.

12 "Home-Gateways to the World-Special International Guides-Felloship-FAQ, WorldBooks Home -1998-1999-2000-2001-2002-Country Index,” (http://www.yahoo.com).

roh, sehingga layak dipuja. Tempat pemujaanbukan lagi ditempat-tempat terdahulu, melainkandi pura (tempat pemujaan secara kolektif) dansanggah atau mrajan (tempat pemujaan milikkeluarga).

Proses osmosis menyebabkan unsur-unsur kebudayaan prasejarah kelihatan menjadisangat hinduistis, padahal kehinduannya lebihmenonjol di permukaan. Di balik permukaanterjadi pertumpangtindihan simbol-simbolekspresif, nilai dan cita-cita Hindu dan prasejarah.Sebagai contoh, modus berpikir masyarakatprasejarah yang menyatakan bahwa ‘hanyadengan memuja roh leluhur kehidupan di duniaakan bisa terjamin’ dan ‘baik-buruknya hubungandengan roh atau kekuatan gaib sangatmempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usahamanusia dalam mempertahankan hidup,’ tidak bisadipungkiri keberadaannya.

Pendapat kedua dari I Nyoman NayaSujana yang mengatakan masyarakat Bali semakinmajemuk dan multikultural, baik secara internalmaupun eksternal. Namun tidak diuraikan apakahpersyaratan yang harus ada dalam sebuahmasyarakat multikultural sudah terpenuhi di Bali.8

Pernyataan ketiga berasal dari Arkeolog I GdeArdika yang menyatakan Multikulturalisme telahhadir di Nusantara sejak 2500 tahun silam atau496 SM, ketika bangsa-bangsa Barat mencarirempah-rempah ke timur. Pendapat itu diperkuatdengan cara menunjukkan bukti ditemukannyasejumlah gerabah, keramik, alat-alat logam, danmanik-manik dari kaca maupun karnelian hasilproduksi bangsa-bangsa asing.9 Akhirnya, adajuga yang mengatakan masyarakat Bali adalah

masyarakat multikultural, namun memiliki resistensirendah terhadap integrasi, rentan terhadap konflik,dan cenderung terdeferensiasi, sehingga diperlukanstrategi jitu dalam mengelolanya. 10

Pendapat sejumlah ilmuwan Indonesia asalBali tersebut di atas penting dijadikan sebagai awalpembahasan untuk menunjukkan betapa besarnyaperhatian dan harapan orang Bali terhadapMultikulturalime dan betapa masihmembingungkannya konsep itu. Semuanyaberpendapat bahwa Multikulturalisme adalahsebuah konsep aneka budaya. Hanya ada satuilmuan asal Bali, yakni I Gusti Ngurah BagusAlmarhum berbeda pendapat dengan ilmuwanyang disebutkan di atas. Ngurah Bagusmengatakan Multikulturalisme bukan hanyasekedar aneka budaya, melainkan sebuahkebudayaan baru yang tidak semata-matamengakui keragaman ras, budaya, dan bahasa,tetapi satu sama lain hidup secara harmonis.11

III. Pengertian Multikulturalisme danMasyarakat Multikultural

John Rex mengatakan multikulturalismeadalah sebuah fenomena global abad ke-20 yanglahir dari hasil percepatan gerak antara manusiadan kebudayaan yang dua-duanya hidupberdampingan secara damai.12 Menurut H.A.R.Tilaar, Multikulturalisme pertama kali muncul diAmerika Serikat pertengahan abad ke-19,pascaperang budak. Isme ini berkembang melaluitiga fase, yakni perjuangan mencapai kesamaankedudukan dari ras-ras berbeda, penolakangerakan rasisme dalam penegakan hak asasimanusia, dan pengakuan terhadap pluralisme

Page 55: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

157

13 H.A.R. Tilaar, “Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan” dalam TransformasiPendidikan Nasional (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hal. 89-90.

14 Melani Budianta, “Multiculturalism: In Search of Critical Framework for Assessing Diversity in Indonesia,”dalam Kamanto Sunarto, Russell Hiang-Khng, Achmad Fedyani Saifuddin, 2004. Multicultural Education inIndonesia and Souttheast Asia Stepping into the Unfamilier. (Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2004), hal. 1.

15 John Rex, “The Concept of a Multiculturalism,” Occasional Papers in Ethnic Relations No. 3, Center forresearch in ethnic Relations (CRER), 1985, diterjemahkan oleh Sandra Kartika menjadi “Konsep Sebuah MasyarakatMultikultural,” dalam Danusiri, Aryo dan Wasmi Alhaziri (ed.), Pendidikan Memang Multikultural (Jakarta: YayasanSains Estetika dan Teknologi, 2002).

16Lihat, Lukas Musianto dan Esther Kuntjara, “Menuju Masyarakat Urban yang Multikultural di Indonesia(Kasus Interaksi Masyarakat Cina dan Pribumi di Surabaya dan Kasus Adaptasi Perempuan dalam Kehidupan diPerkotaan,” makalah yang dibawakan dalam 3rd International Symposium of The Jurnal Antropologi Indonesia.Lihat juga Bikkhu Parekh, “National Culture and Multiculturalism,” in Kenneth Thompson (ed.), Media and Culturalregulation,”

17 Bikkhu Parekh, “National Culture and Multiculturalism,” in Kenneth Thompson (ed.), Media and Culturalregulation, (London-Thousand Oaks-New Delhi: Sage Publications in association with the Open University), hal.163-194, lihat Kamanto Sunarto, Russell Hiang-Khing, Achmad Fedyani Saifuddin, 2004. Multicultural Educationin Indonesia and Souttheast Asia Stepping into the Unfamilier. (Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2004), hal. 1.

18 John Rex, loc.cit. (London-Thousand Oaks-New Delhi: Sage Publications in association with the OpenUniversity), pp. 163-194, dikutip dalam Kamanto Sunarto, Russell Hiang-Khng, Achmad Fedyani Saifuddin, 2004.Multicultural Education in Indonesia and Souttheast Asia Stepping into the Unfamilier. (Depok: Jurnal AntropologiIndonesia, 2004), hal. 1.

budaya.13 Kini di Amerika Serikatmultikulturalisme masih menjadi gerakan sosialkultural dari masyarakat sipil, sedangkan di Inggris,Canada, dan Australia menjadi sebuah bentukpernyataan politik.14

Konsep multikulturalisme itu kemudianmemunculkan frase masyarakat multikultural.Oleh sejumlah pihak, masyarakat multikulturalsering dipahami sebagai masyarakat yang memilikikeanekaragaman kebudayaan, masyarakat plural.Sementara John Rex,15 mengatakan masyarakatmultikultural bukan masyarakat plural, bahkanjustru berlawanan arah dengannya. Tidak sepertimasyarakat plural yang memandang setiapkelompok memiliki derajat kekuasaan politik yangberlainan, dalam masyarakat multikultural setiapindividu maupun kelompok memiliki hak yangsama dalam menjalankan kekuasaan politikmelalui pemungutan suara atau cara-cara lain.

Jika para ahlinya sudah mengatakanmultikulturalisme adalah isme yang relatif baru,tentu sangat aneh jika sejumlah intelektual Balimengatakan masyarakat Bali adalah masyarakatmultikultural. Padahal frase masyarakatmultikultural muncul dari konsep multikulturalisme,bukan dari pluralisme, dua istilah yang tampaksama, namun sesungguhnya berbeda. Dalam

kenyataannya masih banyak yang menyamakankedua istilah itu, seperti terungkap dalampemikiran Lukas Musianto dan Esther Kuntjaraketika mereka membicarakan kasus interaksimasyarakat Cina dengan pribumi serta kasusadaptasi perempuan dalam kehidupan diperkotaanSurabaya.16 Cara pemahaman yang serupa jugadapat dilihat dalam pemahaman Bikkhu Parekh.17

Menurut John Rex adalah suatu kekeliruanpemahaman yang fatal, jika menyamakanmasyarakat multikultural dengan masyarakat flural.Rex mengatakan masyarakat multikulturalbukanlah masyarakat plural, bahkan justruberlawanan arah dengannya. Tidak sepertimasyarakat plural yang memandang setiapkelompok memiliki derajat kekuasaan politikberlainan, dalam masyarakat multikultural setiapindividu maupun kelompok memiliki hak yangsama dalam menjalankan kekuasaan politikmelalui pemungutan suara atau cara-cara lain.18

Persyaratan ini amat sulit dipenuhi di Bali, sebabdalam bidang politik, seperti halnya politikkebudayaan, hanya orang-orang dari kelompoktertentu yang dianggap boleh dan pantas menjadipemimpin intelektual dan spritual.

Keinginan untuk menyebut masyarakatBali sebagai masyarakat multikultural akan lebih

Membangun Karakter Bangsa MelaluiPendidikan Multikulturalisme Studi Kasus ... (I Nyoman Wijaya)

Page 56: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

158

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

19 B. Malinowski, A Scientific Theory of Culture (Chapel Hill: University of North Carolina Press, 1962),dikutip dalam John Rex.

20 A. Radcliffe-Brown, Structure and Function in Primitive Society (London: Cohen and West, 1952),dikutip dalam John Rex.

21 Talcott Parsons, E. Shils, and R. Bales, Working Papers in the Theory of Actions (New York: Free Press,1953), dikutip dalam John Rex.

22 L. Althusser, For Marx (London: Allen Lane, 1969), dikutip dalam John Rex.23 F. Tonnies, Community and Association, diterjemahkan oleh C.P. Loomis, (London: Routledge and Kegan

Paul, [1887] 1963), dikutip dalam John Rex.24 E. Durkheim, The Division Labor in Society , (Illinois: Free Press, 1933) dan juga Suicede (London:

Routledge and Kegan Paul, [1897] 1952), dikutip dalam John Rex.25 Marx Weber, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, (London: Allen and Unwin, [1905}, 1930),

dikutip dalam John Rex.

sulit lagi jika dikaitkan dengan konsepsi ranahprivat dan ranah publik dalam masyarakatmultikultural. Pemikiran yang mendalam mengenairanah publik dan ranah privat dalam masyarakatmultikultural memberi kesan seolah-olahmultikulturalisme bertentangan dengan teorisosiologi mainstream, mengingat sebagian besarSosiolog memandang semua institusi terkait satusama lain dalam sebuah sistem tunggal. Teori-teoriitu menempatkan ranah privat bukan sebagaisebuah tambahan bersifat operasional melainkansesuatu yang memiliki peranan dalammensosialisasikan individu untuk dapatberpartisipasi di ruang publik, sedangkan ranahpublik dilihat sebagai bentukan moralitas yangdiajarkan di keluarga melalui institusi-institusikeagamaan. Pemikiran seperti itu terlihat jelasdalam paradigma fungsionalis yang dikembangkanoleh Malinowski19 dan Radcliffe Brown,20

fungsionalisme struktural Talcott Parson,21 sertastruktural Marxisme Prancis.22 Akan tetapi denganadanya kemajuan dalam teori ilmu sosial, terutamasesudah dipungkirinya teori fungsionalis, akhirnyaganjalan itu dapat diatasi. Pemungkiran terhadapteori ini terbaca dalam sejarah institusi sosialEropa. Sistem pemerintahan, ekonomi, dan legaldi Eropa telah dibebaskan dari kontrol nilai-nilaitradisional, lalu didasarkan oleh nilai-nilai baru darijenis yang abstrak. Liberalisasi tidak sampaimelakukan pelarangan pewarisan nilai maupunagama adat asalkan tidak sampai mencampurifungsi yang dijalankan oleh institusi-institusi utamamasyarakat dalam bidang politik, ekonomi, danhukum. Evolusi teori-teori baru yang abstrak ini

sebenarnya telah dijabarkan oleh sejumlah teoritisisosial, di antaranya Ferdinand Tonnies,23

Durkheim,24 dan Weber.25 Masyarakatmultikultural yang dibayangkan oleh John Rexjustru merupakan asumsi dini mengenaimasyarakat digambarkan secara khusus olehWeber dan Durkheim.

Dengan melihat uraian tersebut di atas,maka dapat dikatakan disatu pihakmultikulturalisme dalam dunia modern melibatkansebuah penerimaan kebudayaan tunggal sertaseperangkat hak-hak individual yang mengaturranah publik dan dipihak lain menerima pulaberagam kebudayaan adat dalam ranah domestikprivat dan ranah komunal. Dari situ John Rexmenyimpulkan multikulturalisme harus dipandangsebagai sebuah cita-cita menuju kebudayaan baru.Hal seperti ini bukan sesuatu yang baru dalamsejarah, mengingat ajaran Karl Marx mengenailiberalisasi pasar dan batasan tradisional juga bisadipandang sebagai keinginan menciptakanmasyarakat tanpa kehendak umum yang diacuoleh Furnivall.

Akhirnya seperti dikatakan PeterLamborn Wilson & Mao Tse-tung, jika teorimultikulturalisme benar-benar diterapkan, akanmemaksa setiap negara untuk melakukan pilihanbentuk antara melting pot atau mosaic. Berbedadengan melting pot, mosaic adalah organismeatau suatu sel yang bagian-bagiannya tersusunlebih dari satu tipe spesies. Juga bisa berarti suatukepingan berwarna-warni yang disusun danditempelkan sedemikian rupa, sehinggamembentuk gambaran yang mencakup suatu

Page 57: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

159

26 Lihat, A Meriam-Webster, o p. cit., hal. 75027 Peter Lamborn Wilson & Mao Tse-tung (revised), loc. cit.28 H.A.R. Tilaar, op. cit., hal. 85-86.29 Hidayat Nur Wahid, “Membangun Masa Depan Bangsa di Atas Pondasi Multikulturalisme,” download,

tanggal 16 Oktober melalui http://www. google.co.id/30 “Ideologi:Mpu Tantular Bapak Pancasila,” download melalui http://www.google.co.id/ 14 September 2010.31Lihat, Benedict Anderson, Imagined Communities Reflections on The Originand Spread of Nationalism

(London: Thetford Press Limited, 1983), sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.32Hidayat Nur Wahid, loc. cit.

daerah tertentu.26 Konon, multikulturalisme modelmelting pot bisa dilihat di Amerika Serikat danmosaic di Canada.27

Selain memberi peluang terciptanyamasyarakat baru, multikulturalisme juga bisamengarah pada hiper-multikulturalisme, yaknipengakuan terhadap budaya sendiri yang dapatmengarah pada narsisme budaya. Narsismebudaya bisa diwujudkan dengan cara memper-tentangkan budaya lokal dengan budaya Barat,mengubur diri dengan konsep-konsep masalampau hanya untuk mencari nilai-nilai asli tanpaada hubungannya dengan multikulturalisme.28

IV. Multikulturalisme Ala IndonesiaTampaknya masyarakat Indonesia

mengarah pada masyarakat multikultural modelmosaic, seperti terlihat dari tidak mencairnya suku,agama, ras, dan golongan menjadi satu kesatuan,melainkan membentuk sebuah kepinganberwarna-warni yang disusun dan ditempelkansedemikian rupa, berhiaskan Pancasila danBhineka Tunggal Ika, sehingga membentuk sebuahgambaran kesatuan Republik Indonesia. MenurutHidayat Nur Wahid, di dalam mosaic tercakupsemua kebudayaan dari masyarakat-masyarakatlebih kecil yang terwujud dalam masyarakat yanglebih besar, yang mempunyai kebudayaan sepertisebuah mosaic itu. Model mosaic sebenarnyatelah digunakan sebagai acuan oleh para pendiribangsa Indonesia dalam mendesain konsepkebudayaan bangsa, seperti terungkap dalampenjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi“Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah.”29

Konsep puncak-puncak kebudayaan itujelas dibentuk oleh Bhineka Tunggal Ika yangdiambil dari bagian pupuh “Kekawin Sutasoma”

karya Mpu Tantular. Frase Bhineka Tunggal Ikamerupakan bagian dari teori konsolidasi alirankeagamaan ala Mpu Tantular untuk menyatukanpengikut Hindu-Budhha yang mewarisi potensikonflik sejak abad VIII yang tercermin dari konflikantara kerajaan Sri Wijaya dan Mataram Kunodan generasi penerusnya di kerajaan Jawa Timur.Bhineka Tunggal Ika sebagai teori konsolidasitampak jelas dari pernyataan Mpu Tantularbahwa, “Rwâneka dhâtu winuwus BuddhaWiswa; Bhinnêki rakwa ring apan kenaparwanosen; Mangka ng Jinatwa kalawanŒiwatatwa tunggal; Bhinnêka tunggal ika tanhana dharma mangrwa.” Artinya, Buddha danSiwa merupakan dua zat yang berbeda; merekamemang berbeda, tetapi kedua bisa dikenali,sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalahtunggal; Pecah-belahlah mereka, tetapi satu jualahitu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.30

Teori konsolidasi agama itu dipakai olehpara pendiri negara Indonesia untuk memecahkanpersoalan disintegrasi bangsa, tetapi gagal.Jangankan mempersatukan berbagai suku, agama,ras, dan golongan, mempersatukan agama Hindu-Buddha saja tidak mampu. Buktinya, Hindu-Buddha yang sebelumnya ada dalam satudepartemen, sejak zaman Reformasi terpisahkan.Jadi, mempersatukan bangsa Indonesia tidaklahmudah, karena seperti dikatakan oleh BenedictAnderson, bangsa adalah suatu komunitas yangdibayangkan.31 Dengan demikian Hidayat NurWahid benar, bahwa persatuan dan kesatuan RIhanya dapat diwujudkan seutuhnya jika adakeinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasionalmaupun lokal mengadopsi dan menjadikanmultikulturalisme sebagai pedoman hidupnya,32

artinya, bangsa Indonesia memerlukan sense ofmulticulturalisme.

Membangun Karakter Bangsa MelaluiPendidikan Multikulturalisme Studi Kasus ... (I Nyoman Wijaya)

Page 58: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

160

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

33 Lihat, Hans Kohn, Nasionalisme Arti dan Sejarahnya (Jakarta: Erlangga, 1984).34 Keith Wilson, “Pendidikan Multikulturalisme,” download, tanggal 16 Oktober 2010 melalui http://www.

google.co.id/35Pupu Saeful Rahmat, “Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia,”download, tanggal 16 Oktober 2010

melalui http://www. google.co.id/36 Ibid.37 Ibid.

Jangankan sense of multiculturalism,boleh jadi sense of nation juga tidak ada.Sekalipun ada bisa dipastikan hanya padasebagian kecil orang. Buktinya begitu banyakorang yang tak mampu menyerahkan kesetiaantertinggi inividunya kepada negara kebangsaan,33

melainkan kepada berbagai bentuk kekuasaansosial, organisasi politik, kesatuan ideologi sukuatau klan, atau golongan keagamaan. Hal itudisebabkan oleh adanya pandangan sempit bahwaideologi, norma, politik, dan kebudayaan sendirisangat sempurna, sehingga lebih pantas dijadikansebagai acuan hidup berbangsa dan bernegara.Karena itu, kepunyaan kelompok lain yang taksejalan harus dilenyapkan atau dikerdilkan.

Mengingat begitu rumitnya membentuksense of munlticulturalism, maka memang benarpendapat yang mengatakan bahwa pendidikanmultikulturalisme merupakan suatu keniscayaan.

V. Pendidikan MultikulturalismePendidikan multikulturalisme adalah

pendidikan dan pengajaran yang dirancang untuksiswa dengan latar belakang budaya berbedadalam suatu sistem pendidikan. Tujuannya adalahuntuk mengajar dan belajar membangunkonsensus, menghormati, dan mendorongkeanekaragaman budaya dalam masyarakat ras.34

Pendidikan multikulturalisme awalnya muncul diAmerika, diawali dengan adanya praktekdiskriminasi di lembaga-lembaga publik, terutamapada lembaga pendidikan pada masa perjuanganhak asasi tahun 1960-an. Karena itu muncultuntutan supaya lembaga-lembaga pendidikan diAmerika konsisten menerima dan menghargaiperbedaan dan memberikan persamaankesempatan kepada setiap orang tanpamemandang suku di bidang pekerjaan danpendidikan. 35

Tahun 1980-an Amerika akhirnya berhasilmendirikan sekolah dengan paradigma pendidikanmultikulturalisme. Pada pertengahan dan akhir1980-an sekolah itu diperbaiki dengan caramemperdalam kerangka kerja untuk membumikanide persamaan pendidikan dan menghubungkannyadengan transformasi dan perubahan sosial. Tahun1990-an pendidikan multikulturalisme menjadislogan yang sangat populer di Amerika. Secaraumum, pendidikan multikulturalisme diterimasebagai strategi penting dalam mengembangkantoleransi dan sensitivitas terhadap sejarah danbudaya dari kelompok etnis yang beranekamacam di negara ini. Tahun 1994 pendidikanmultikulturalisme menjadi komitmen global dengankeluarnya rekomendasi UNESCO pada bulanOktober 1994.36

Rekomendasi UNESCO antara lainmemuat empat pesan, yakni (i), pendidikanhendaknya mengembangkan kemampuan untukmengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalamkebhinekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakatdan budaya serta mampu mengembangkankemampuan untuk berkomunikasi, berbagi danbekerja sama dengan yang lain; (ii) pendidikanmultikulturalisme hendaknya meneguhkan jatidirisiswa dan mendorong konvergensi gagasan danpenyelesaian-penyelesaian yang memperkokohperdamaian, persaudaraan, dan solidaritas antarapribadi maupun masyarakat; (iii) pendidikanmultikulturalisme hendaknya dapat meningkatkankemampuan menyelesaikan konflik secara damaidan tanpa disertai kekerasan; dan (iv) pendidikanmultikulturalisme hendaknya meningkatkanpengembangan kedamaian dalam diri pikiran parapeserta didik sehingga mereka mampumembangun secara lebih kokoh kualitas toleransi,kesabaran, kemauan untuk berbagi, danmemelihara. 37

Page 59: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

161

Dalam konteks bangsa Indonesia, EraReformasi menjadi momentum bagi meningkatnyaperbincangan konsep pendidikanmultikulturalisme, karena era ini tidak hanyamembawa berkah kebebasan berpolitik, tetapijuga menimbulkan kesengsaraan secara sosialkarena meningkatnya aksi-aksi primordialisme.38

Kelompok-kelompok kepentinganmemanfaatkan isu SARA untuk mencapai tujuankelompoknya. Namun Abdullah Faqih masih bisaberpikir positif dalam mencermati fenomena ituyang disebutnya sebagai masa transisi demokrasimenuju konsolidasi demokrasi. Dalam situasiseperti itu, menurut Abdullah Faqih dibutuhkanparadigma pendidikan multikultural. Biarpunmengakui pentingnya arti penting paradigmapendidikan multikulturalisme, namun AbdullahFaqih menyadari sekali t idak mudahmenerapkannya di Indonesia, karena adanyatantangan dan hambatan terutama dari orang tuasiswa. Orangtua siswa masa kini umumnya lahirdari sistem pendidikan agama warisan kolonialyang gemar membuat stereotipe, menjelek-jelekkan agama-agama lain untuk kepentinganpolitik. Oleh karena itu, orangtua murid masihmerasa khawatir terhadap penerapan paradigmapendidikan multikulturalisme terutama saatpembelajaran menyentuh aspek agama. Dengandemikian, sukses atau tidaknya implementasipendidikan multikulturalisme ditentukan olehtingkat pemahaman dan kecerdasan orang tuadalam memahami dan menerapkan konsepmultikulturlisme dalam kehidupannya sehari-hari.39

Selain orangtua siswa, menurut AbdullahFaqih guru juga sangat penting dalam sukses atautidaknya pendidikan multikulturalisme. Oleh karenaitu, Indonesia memerlukan banyak guru yangmempunyai sense of multiculturalism. Dengancara itu nilai-nilai multikulturalisme dapat dibumikandalam kehidupan sehari-hari di sekolah, sehinggaakhirnya menular ke anak didik. Jika nilai-nilai

multikulturalisme sudah muncul di sekolah, makatidak perlu ada mata pelajaran khusus tentangmultikulturalisme, karena materinya bisadiintegrasikan dengan beberapa mata pelajaranterkait.40

Pupu Saeful Rahmat berbeda pendapatdengan Abdullah Faqih. Ia mengatakan manfaatutama pendidikan multikulturalisme adalah untukmembangun kohesifitas, soliditas, dan intimitas diantara keragaman etnik, ras, agama, budaya dankebutuhan di antara warga bangsa Indonesia. Olehkarena itu lembaga pendidikan nasional perludidorong dan diberikan spirit supaya maumenanamkan sikap multikulturalisme kepadapeserta didik. Dengan cara itu siswa akan bisamengerti, menerima dan menghargai orang lainyang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian.Pendidikan multikulturalime dapat juga dipakaisebagai ajang pelatihan dan penyadaran generasimuda dalam menerima perbedaan budaya, agama,ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dankeinginan hidup bersama secara damai. Demimencapai proses itu, menurut Pupu Saeful Rahmatpendidikan multikultural perlu disosialisasikanmelalui lembaga pendidikan nasional dan jikamemungkinkan, ditetapkan sebagai bagian darikurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik dilembaga pendidikan pemerintah maupun swasta.41

Pupu Saeful Rahmat juga mengatakanmelalui pendidikan multikulturalisme dapatditanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, danempati para siswa terhadap penganut agama danbudaya yang berbeda. Pada akhirnya siswa dapatbelajar melawan atau setidaknya menunjukkansikap tidak setuju terhadap ketidaktolerananseperti inkuisisi (pengadilan negara atas sahtidaknya teologi atau ideologi), perang agama,diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kulturmonolitik dan uniformitas global.42

Jadi, ada dua pendapat berlawananmengenai cara mewujudnyatakan pendidikan

38 Ibid.39Ibid.40Ibid.41 Ibid42 Ibid.

Membangun Karakter Bangsa MelaluiPendidikan Multikulturalisme Studi Kasus ... (I Nyoman Wijaya)

Page 60: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

162

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

multikulturalisme, yang satu menyatakanmemerlukan kurikulum khusus, sedangkan yangkedua berkata sebaliknya. Dari dua pilihan itu,tampaknya pilihan kedua banyak diminati karenauntuk mewujudkan kesadaran multikulturaldibutuhkan waktu yang cukup lama.43 Olehkarena itu pendidikan multikultural melaluikurikulum setidaknya harus berpegang padaempat prinsip yaitu: (i) menawarkan beragamkurikulum yang merepresentasikan pandangandan perspektif banyak orang; (ii) didasarkan padaasumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggalterhadap kebenaran sejarah; (iii) kurikulum dicapaisesuai dengan penekanan analisis komparatifdengan sudut pandang kebudayaan yangberbeda-beda; dan terakhir (iv) mendukungprinsip-prinisip pokok dalam memberantaspandangan klise tentang ras, budaya, dan agama.44

Jika ditelusuri lebih jauh, kedua pemikiranitu sama-sama baik, tujuannya juga sama yaitumembentuk suatu masyarakat yang maumenempatkan keanekaragaman kebudayaandalam kesederajatan, karena itu perludigabungkan jadi satu. Sambil menumbuhkansense of multiculturalism di kalangan guru, perlujuga dibuatkan kurikulum pembelajaran danpengajaran multikulturalisme di sekolah-sekolah.Teori konvergensi perlu diambil karena memangsulit mewujudkan sense of multiculturalism diIndonesia sekarang ini karena begitu banyaknyaindividu atau kelompok yang meraih keuntungansosial, ekonomi, dan bahkan politik dari konsepkeanekaragaman dalam ketidaksederajatan.Biarpun demikian, bukan berarti sudah tidak adajalan sama sekali untuk membentuk karakterbangsa Indonesia supaya tumbuh menjadi yanglebih bermartabat. Peluang itu terbuka jika maumenerapkan teori sejarah, seperti yang dibicarakanpada bagian penutup di bawah ini.

VI. PenutupTeori Kekuasaan-Pengetahuan Michel

Foucault, kiranya dapat membantu dalammemudahkan proses sosialisasi pendidikanmultikulturalisme. Teori ini mengatakan manusiatak digerakkan oleh nilai yang mereka anut,melainkan hanya berkompromi dengan wacana-wacana yang diberikan oleh orang-orang yangmemiliki kekuasaan.45 Artinya, setiap wacanamenyatu dengan kekuasaan yang beroperasi dibaliknya dan juga tidak bisa dipisahkan dari relasikekuasaan yang tersembunyi di baliknya yangmerupakan produk dari praktik kekuasaan.Kekuasaan yang dimaksudkan oleh Foucaultbersifat plural tidak sentralistik yang tumbuh dariberbagai ruang periferal, dan ada di mana-mana.46

Foucault tidak mencari relasi-relasi kekuasaanpada kuasa represif, struktur politis, tuan danhamba, pemerintah, dan kelas sosial dominan. Iamenaruh perhatian pada mekanisme kuasa danstrategi kuasa. Ia tidak berbicara tentang apa itukuasa, melainkan bagaimana kuasa dipraktekkan,diterima, dan dilihat sebagai kebenaran.47

Konsep kekuasaan ala Foucault secaratidak sadar sudah pernah diterapkan oleh InsitutSeni Indonesia (ISI) Denpasar dalam upayamereka membangun suatu model berkesenianmodern yang mengawinkan kesenian lokal denganaspek ekonomi pariwisata dan bahkan politik.Kesenian model ISI baik seni tari, kerawitan,maupun seni rupa disosialisasikan oleh paramahasiswa dan dosen ke seluruh pelosok Balidalam berbagai kesempatan dan dipentaskan ataudipamerkan secara berkesinambungan dalamsetiap acara Pesta Kesenian Bali sejak tahun1979. Sebagai akibat dari praktek relasi-relasikekuasaan-pengetahuan itu, komunitas seni di Balisekarang ini hanya mengenal satu cita rasa seniyaitu kesenian ala ISI. Bentuk-bentuk kesenian

43"STP Santo Agustinus Terapkan Pendidikan Multikulturalisme,”download, tanggal 16 Oktober melaluihttp://www. google.co.id/

44Pupu Saeful Rahmat, loc. cit45Lihat, C. Behan McCullagh, The Logic of History (London, Routledge, 2004), hal. 95.46Yasraf Amir Piliang, Dunia Yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan (Yogyakarta:

Jalasutra, 2004), hal. 223.47Konrad Kebung, “Kembalinya Moral Melalui Seks,” Basis, No. 01 – 02, Tahun Ke- 51, Januari-Februari

2002, hal. 34.

Page 61: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

163

yang tidak mencitrakan aroma ISI dianggapkurang berbobot.

Jika memang betul-betul ada niat dansemangat membumikan konsep multikulturalismedi Indonesia, langkah-langkah yang telah ditempuholeh ISI Denpasar kiranya dapat ditiru, dengancara memanfaatkan perguruan tinggi, khususnyapencetak guru, yang dulu bernama IKIP. Merekadiwajibkan membentuk komunitas baca yangkegiatannya antara lain diskusi dan penerbitanmedia cetak dan elektronik “PendidikanMultikulturalisme.” Materinya antara lainpersoalan-persoalan yang mampu menerangkanrelativitas agama, budaya, dan sejarah, sehinggatidak terjadi pemutlakan kebenaran terhadapkepunyaan agama, budaya, dan sejarah dirisendiri.

Sasaran utama media tersebut adalah paramahasiswa yang setelah lulus akan menjadi dutapendidikan multikulturalisme ke seluruh pelosok

tanah air. Supaya lebih mudah mencapai sasaranitu, perlu pula menjadikan pendidikanmultikulturalisme sebagai mata kuliah umum yangdimasukkan dalam muatan lokal di semuaperguruan tinggi. Kajian sejarah dan kebudayaansecara kritis-analitis dalam perkuliahan, diskusi,dan wacana media massa pada akhirnya akanmenumbuhkan dan meningkatkan sense ofmulticulturalism para calon guru dan para guru.Orang-orang yang telah memiliki sense ofmulticulturalism itu pada akhirnya akanmengubah lingkungannya mulai dari lingkunganterdekat (keluarga) dan akhirnya meluas kelingkungan tempat kerja (sekolah-sekolah). Siswadi sekolah-sekolah yang telah mendapatpengajaran pendidikan multikulturalisme akanmenyebarkannya ke lingkungan keluarga masing-masing, dan seterusnya. Dengan demikian,pendidikan multikulturalisme pun akhirnyamenyebar ke luar kampus.

Daftar PustakaAnderson, Benedict, 1983. Imagined Communities Reflections on The Originand Spread of

Nationalism (London: Thetford Press Limited).Ardika, I Wayan, 2004. “Bukti-Bukti Arkeologi Terbentuknya Akar Multikulturalisme,” dalam I Wayan

Ardika dan Darma Putra (ed.), Politik Kebudayaan dan Identitas Etnik. Denpasar: FakultasSastra Universitas Udayana dan Balimangsi Press.

Bagus, I Gusti Ngurah, 2004. “Reformasi, Multikulturalisme, dan Masalah Politik Bahasa di Indonesia,”dalam I Gede Mudana (penyunting), Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus Mengkritisi PeradabanHegemonik. Denpasar: Kajian Budaya Universitas Bali.

Comment by Gede Daru — January 17, 2010 @ 11:45 pm untuk “Cikal Bakal Gereja KristenProtestan Bali,” Teologi, April 24, 2007, Filed under: Sejarah — admin @ 4:42 am, download,tanggal 16 Oktober melalui http://www. google.co.id/

Darma Putra, I Nyoman (ed.), 2004. Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif. Denpasar: BaliPost.

Foucault, Michel , 1980. Power/Knowledge, Colin Gordon, ed., trans. Colin Gordon, Leo Marshall,John Mepham, Kate Soper. Sussex: The Harvester Press.

H.A.R. Tilaar, 2004. Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalamTransformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hidayat Nur Wahid, “Membangun Masa Depan Bangsa di Atas Pondasi Multikulturalisme,” download,tanggal 16 Oktober melalui http://www. google.co.id/

“Home-Gateways to the World-Special International Guides-Felloship-FAQ, WorldBooks Home-1998-1999-2000-2001-2002-Country Index,” (http://www.yahoo.com)

Hunt, Lynn, ed., 1989. The New Cultural History (Barkeley: University of California Press).

Membangun Karakter Bangsa MelaluiPendidikan Multikulturalisme Studi Kasus ... (I Nyoman Wijaya)

Page 62: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

164

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia, terj. R.M. Soedarsono.Bandung: arti.line.

“Ideologi: Mpu Tantular Bapak Pancasila,” download melalui http://www.google.co.id/ 14 September2010.

Konrad Kebung, “Kembalinya Moral Melalui Seks,” Basis, No. 01 – 02, Tahun Ke- 51, Januari-Februari 2002.

Kohn, Hans , 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Erlangga.Lamborn Wilson, Peter & Mao Tse-tung (revised) Against Multiculturalism “Let a thousand flowers

bloom “ (http://www.yahoo.com)Lukas Musianto dan Esther Kuntjara, “Menuju Masyarakat Urban yang Multikultural di Indonesia

(Kasus Interaksi Masyarakat Cina dan Pribumi di Surabaya dan Kasus Adaptasi Perempuandalam Kehidupan di Perkotaan),” makalah yang dibawakan dalam 3rd International Symposiumof The Jurnal Antropologi Indonesia.

McCullagh, C. Behan , 2004. The Logic of History . London, Routledge.Melani Budianta, 2004. “Multiculturalism: In Search of Critical Framework for Assessing Diversity in

Indonesia,” dalam Kamanto Sunarto, Russell Hiang-Khng, Achmad Fedyani Saifuddin, 2004.Multicultural Education in Indonesia and Souttheast Asia Stepping into the Unfamilier.Depok: Jurnal Antropologi Indonesia.

Muhadi Sugiono, Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga, terj. Cholish.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Muhammad Nurcholis, “Pancasila Sebagai Pembangun Karakter Bangsa,” wikimu Selasa, 01-06-2010 09:22:50, download, tanggal 16 Oktober melalui http://www. google.co.id/

Naya Sujana, I Nyoman, 2004. “Konflik Sosial di Bali: Fenomena dan Strategi Penanggulangan,”dalam I Nyoman Darma Putra (ed.), Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif. Denpasar:Pustaka Bali Post.

Parekh, Bikkhu, 2004. “National Culture and Multiculturalism,” in Kenneth Thompson (ed.), Mediaand Cultural regulation,” (London-Thousand Oaks-New Delhi: Sage Publications in associationwith the Open University), dikutip dalam Kamanto Sunarto, Russell Hiang-Khing, AchmadFedyani Saifuddin, 2004. Multicultural Education in Indonesia and Souttheast Asia Steppinginto the Unfamilier. Depok: Jurnal Antropologi Indonesia.

Philpott, Simon, 2003. Meruntuhkan Indonesia: Politik Postkolonial dan Otoritarianisme, terj.Nuruddin Mhd. Ali, Uzair Fauzan: Yogyakarta: LKIS.

Pitana, I G, 2004. “Memperjuangkan Otonomi Daerah: Mencegah Sandyakalaning Pariwisata Bali,”dalam I Nyoman Darma Putra (ed.), Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif. Denpasar:Pustaka Bali Post.

Pupu Saeful Rahmat, “Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia,” download, tanggal 16 Oktobermelalui http://www. google.co.id/

Rex, John, 2002. “The Concept of a Multiculturalism,” Occasional Papers in Ethnic Relations No. 3,Center for research in ethnic Relations (CRER), 1985, diterjemahkan oleh Sandra Kartikamenjadi “Konsep Sebuah Masyarakat Multikultural,” dalam Danusiri, Aryo dan Wasmi Alhaziri(ed.), Pendidikan Memang Multikultural Jakarta: Yayasan Sains Estetika dan Teknologi.

Santos, Arysio, 2010. Atlantas The Lost Continent Finally Found, terjemahan Hikmah Ubaidillah.Jakarta: Ufuk Press, 2010.

Suacana, I Wayan Gede, 2005. “Diferensiasi Sosial dan Penguatan Toleransi dalam MasyarakatMultikultural,” dalam Jurnal Kajian Budaya, Nomor 3 Volume 2 Januari.

Page 63: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

165

Wilson, Keith . “Pendidikan Multikulturalisme,” download, tanggal 16 Oktober melalui http://www.google.co.id/

Wijaya, Nyoman “Menjadi atau Memiliki Hindu: Pluralisme Agama di Bali dalam Dimensi Sejarah,”dalam I Nyoman Darma Putra, ed.,

Webster, A Meriam , 1977. Webster New Collegiate Dictionary (Springfield: G. & C. MerriamCompany).

Yasraf Amir Piliang, 2004. Dunia Yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas KebudayaanYogyakarta: Jalasutra.

Kohn, Hans , 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Erlangga.Lamborn Wilson, Peter & Mao Tse-tung (revised) Against Multiculturalism “Let a thousand flowers

bloom “ (http://www.yahoo.com)Lukas Musianto dan Esther Kuntjara, “Menuju Masyarakat Urban yang Multikultural di Indonesia

(Kasus Interaksi Masyarakat Cina dan Pribumi di Surabaya dan Kasus Adaptasi Perempuandalam Kehidupan di Perkotaan,” makalah yang dibawakan dalam 3rd International Symposiumof The Jurnal Antropologi Indonesia.

McCullagh, C. Behan , 2004. The Logic of History . London, Routledge.Melani Budianta, 2004. “Multiculturalism: In Search of Critical Framework for Assessing Diversity in

Indonesia,” dalam Kamanto Sunarto, Russell Hiang-Khng, Achmad Fedyani Saifuddin, 2004.Multicultural Education in Indonesia and Souttheast Asia Stepping into the Unfamilier.Depok: Jurnal Antropologi Indonesia.

Muhadi Sugiono, Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga, terj. Cholish.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Muhammad Nurcholis, “Pancasila Sebagai Pembangun Karakter Bangsa,” wikimu Selasa, 01-06-2010 09:22:50, download, tanggal 16 Oktober melalui http://www. google.co.id/

Naya Sujana, I Nyoman, 2004. “Konflik Sosial di Bali: Fenomena dan Strategi Penanggulangan,”dalam I Nyoman Darma Putra (ed.), Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif. Denpasar:Pustaka Bali Post.

Parekh, Bikkhu, 2004. “National Culture and Multiculturalism,” in Kenneth Thompson (ed.), Mediaand Cultural regulation,” (London-Thousand Oaks-New Delhi: Sage Publications in associa-tion with the Open University), dikutip dalam Kamanto Sunarto, Russell Hiang-Khing, AchmadFedyani Saifuddin, 2004. Multicultural Education in Indonesia and Souttheast Asia Step-ping into the Unfamilier. Depok: Jurnal Antropologi Indonesia.

Philpott, Simon, 2003. Meruntuhkan Indonesia: Politik Postkolonial dan Otoritarianisme, terj.Nuruddin Mhd. Ali, Uzair Fauzan: Yogyakarta: LKIS.

Pitana, I G, 2004. “Memperjuangkan Otonomi Daerah: Mencegah Sandyakalaning Pariwisata Bali,”dalam I Nyoman Darma Putra (ed.), Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif. Denpasar:Pustaka Bali Post.

Pupu Saeful Rahmat, “Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia,” download, tanggal 16 Oktobermelalui http://www. google.co.id/

Rex, John, 2002. “The Concept of a Multiculturalism,” Occasional Papers in Ethnic Relations No. 3,Center for research in ethnic Relations (CRER), 1985, diterjemahkan oleh Sandra Kartikamenjadi “Konsep Sebuah Masyarakat Multikultural,” dalam Danusiri, Aryo dan Wasmi Alhaziri(ed.), Pendidikan Memang Multikultural Jakarta: Yayasan Sains Estetika dan Teknologi.

Santos, Arysio, 2010. Atlantas The Lost Continent Finally Found, terjemahan Hikmah Ubaidillah.Jakarta: Ufuk Press, 2010.

Membangun Karakter Bangsa MelaluiPendidikan Multikulturalisme Studi Kasus ... (I Nyoman Wijaya)

Page 64: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

166

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Suacana, I Wayan Gede, 2005. “Diferensiasi Sosial dan Penguatan Toleransi dalam MasyarakatMultikultural,” dalam Jurnal Kajian Budaya, Nomer 3 Volume 2 Januari.

Wilson, Keith . “Pendidikan Multikulturalisme,” download, tanggal 16 Oktober melalui http://www.google.co.id/

Webster, A Meriam , 1977. Webster New Collegiate Dictionary (Springfield: G. & C. MerriamCompany.

Yasraf Amir Piliang, 2004. Dunia Yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas KebudayaanYogyakarta: Jalasutra.

Page 65: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

167

NILAI-NILAI PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI SENIPERTUNJUKAN TOPENG

I Wayan DanaJurusan Tari Fakultas Seni PertunjukanInstitut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta

Abstrak

Nilai-nilai pembentukan karakter melalui seni pertunjukan topeng merasuk kepadapeserta didik secara langsung maupun tidak langsung melalui proses pembelajaran. Hal itudisadari oleh Wangi Indriya sebagai seniman, penari, dan dalang Topeng Indramayu. Melaluiseni pertunjukan topeng yang diajarkan kepada para siswa itu juga dipergelarkan kepadamasyarakat umum memuat unsur-unsur pendidikan atau pembentukan karakter.

Pembentukan karakter dalam seni pertunjukan Topeng Indramayu atau Dermayon tersajimelalui ekspresi gerak, cerita, penokohan, musik, tembang, dan tata busana dalam serta ucapanpara pemain topeng. Kesenian ini memiliki peran yang kuat dan terkandung nilai-nilai pendidikanyang mengajarkan seseorang bertingkah laku santun, saling menghormati, semangat dalamkehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai pembentukan karakter dalam seni petopengan itu tersajisecara artistik dan estetik. Pengungkapan itu, mengukuhkan seni topeng memiliki daya pikatsebagai tontonan yang berisi tuntunan dan tatanan. Muatan nilai-nilai itu diajarkan WangiIndriya dalam seni petopengan secara berkesinambungan, meneruskan jejak-jejak pendahulunyahingga kini tanpa lelah agar nilai-nilai pembentukan karakter melalui seni petunjukan topengterus bergulir.

Kata kunci: Nilai, pembentukan Karakter, seni pertunjukan topeng.

Abstract

Wangi Indriya, an artist and a mask dancer of Indramayu, realized that the learners ofmask dances acquire the values of character building both directly and indirectly through thelearning process. Through public mask performance the audience can also acquire the peda-gogical values and the elements of character building. The movements, the story, the charac-terization, the music, the songs, the dialogues, and the costume of the Indramayu mask perform-ance or Dermayon express the values of character building. Those artistic elements of theDermayon have attracted the audience because such a performance is entertaining and goodconducts. The continuity of the values persists through the mask performance, especially be-cause Indriya’s efforts to carry on her predecessors to protect the performance.

Keywords: values, character building, mask performance art.

Nilai-Nilai Pembentukan Karakter Melalui Seni Pertunjukan Topeng (I Wayan Dana)

Page 66: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

168

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

PendahuluanIndramayu berada dalam lingkungan

budaya pesisiran di bagian barat dan merupakanwilayah yang begitu hidup dengan berbagaiaktivitas keseniannya. Hal ini terjadi, karenamendapat dukungan oleh masyarakat yangsebagaian besar hidup dari alam pertanian,sehingga Indramayu dikenal sebagai “lumbungpadi” dan mangga pada saat musim buah-buahan.Berbagai event diselenggarakan oleh masyarakat,baik secara individu maupun berkelompokberkaitan dengan alam pertanian itu, sepertiupacara Ngarot (mengairi sawah), upacaraSedekah Bumi (setelah musim panen) yangdimeriahkan dengan berbagai bentuk senipertunjukan.

Seni pertunjukan yang senantiasadipergelarkan dalam peristiwa tersebut, adalahWayang Kulit, dan atau Topeng. Oleh karena itu,pada musim kegiatan pertanian seperti SedekahBumi dan Ngarot, maka para komunitas dalangtopeng memiliki kegiatan pergelaran yang cukuppadat. Dapat dipastikan bahwa grup dalangtopeng yang laris tanggapan kebingungan mencaripemain kendang, karena jumlah pemain kendangrelatif kecil dibanding grup topeng yang ada danpada kesempatan yang sama harus ikut pulamengiringi di beberapa tempat pertunjukantopeng.1

Di Indramayu, di mana seni pertunjukantopeng hidup selaras dengan kehidupanmasyarakatnya, hingga kini ada beberapa dalangtopeng yang aktif mengadakan pergelaran diantaranya Rasinah (74 tahun), Eti Suhaeti (40tahun), Norgi (67 tahun), Watji (40 tahun), danWangi Indriya (42 tahun). Di beberapa desa diIndramayu para dalang topeng ini lah yang seringtampil dalam berbagai event, baik berkaitandengan upacara alam pertanian maupun upacaraselamatan siklus kehidupan manusia.2

Nilai-nilai yang membentuk Karakter WangiIndriya Sebagai Dalang Topeng

Pada kesempatan kali ini yang menarikdikaji kembali aktivitasnya dalam berkeseniantopeng adalah dalang topeng Wangi Indriya, tanpamengecilkan arti para dalang topeng yang lain,yang tentu saja telah berjuang sekuat tenagamempertahankan kehidupan seni pertunjukantopeng “Dermayon”. Masyarakat penyangga jugaikut andil dalam mewadahi kegiatan para dalangtopeng, sehingga denyut kehidupan topengIndramayu hingga kini tetap beraktivitas dan eksis.Artinya setiap dalang topeng berupaya melaluicaranya masing-masing untuk selalu setia dankonsisten dengan profesinya yang membentukkarakter Wangi Indriya sebagai dalang topeng.

Nama Wangi sebagai dalang topengmungkin belum sepopuler nama Sawitri (alm)dalang topeng Cirebon. Akan tetapi, kini dariberbagai aktivitas yang dilakukan sepertimendalami filosofi petopengan, ceritapewayangan, dalang wayang kulit, mengikutikolaborasi dengan seniman-seniman di beberapakota di Indonesia, jelas memperkaya danmembentuk karakter serta wawasannya sebagaiseniman serba bisa. Selain itu, jelas pengalamandi berbagai kesempatan di atas amat mendukungkemampuannya berolah seni topeng menjadi lebihmatang, mempertajam teknik dan penguasaan senipetopengan itu sendiri. Dari sisi ini ia juga secaratidak langsung memperkenalkan gaya pertunjukantopeng Indramayu baik dalam bentuk work-shop,pergelaran, maupun diskusi dengan seniman dantokoh kesenian serta mahasiswa, di luarlingkungan budaya Indramayu.

Berdasarkan pengamatan selintas,tampaknya Wangi begitu gesit dan penuhsemangat (energik) dalam berbagai langkah kerjayang dilakukan. Ia mampu menjawab setiappertanyaan ketika pelaksanaan sarasehan yang

1 (Wawancara dengan Taham, 7-10-2001 di Sanggar Mulya Bakti Dusun Tambi Indramayu).2 Sri Hastuti,” Wangi Indriya Perempuan Dhalang Topeng di Indramayu”, dalam Kembang Setaman:

Persembahan untuk Sang maha Guru, 2003 (Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta dan CV Arindo Nusa Media) hal 122—130

Page 67: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

169

bertajuk “Perempuan dan Ekspresi Seni” diFakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta (2003).Mencontohkan gerak-gerak, menceritakanpengalaman berpentas begitu lancar dan mengalir,mendemontrasikan gelar topeng Indramayu,tampak hidup serta tidak membosankan. Hal inisecara langsung maupun tidak tentu mengantar iamenjadi seniman yang tangguh dan tanggapterhadap perkembangan zaman. Buktinya hinggakini ia dapat dan bisa menempatkan diri di manadan sebagai apa serta kepada siapa ia harusberhadapan berkaitan dengan kiprahnyamengeskpresikan nilai-nilai yang membentukkarakter sebagai dalang topeng. Artinya tidaktampak ekspresi wajah tanggung, ketika iaberhadapan dengan para mahasiswa maupundosen dari perguruan tinggi seni, begitu puladengan tenang ia tampil di berbagai eventpertunjukan topeng.

Memang dilihat dari sisi usia, ia relatifmuda, tetapi tampak jelas bahwa kematanganpengalamannya berkesenian topeng begitumenonjol. Teknik bergerak berbagai karaktertopeng dipahami betul terlihat dalam penyajiantopeng (Panji, Pamindo, dan Klana), terasamenyatu dalam setiap tampilan karakter. Tidakdisangsikan bahwa ia selain keturunan keluargaseniman (wayang) topeng, ia memiliki ketekunan(ulet), semangat (gigih), dan terus belajar kepadaseniman tua lainnya. Hal ini menjadi sangu (bekal)baginya kini dan terus melaju ke masa yang akandatang sebagai dalang topeng andal gaya‘Dermayon’ sekaligus penerusan nilai-nilaipembentukan karakter melalui seni topeng.

Sebagai dalang topeng, ia begitu seriusbelajar babad yang merupakan induk suatu ceritatopeng, kemudian rajin bertanya maupun bergurukepada seniman tua lainnya seperti, Mimi Rasinah,Nyi Warsen, dan Torip atau Norgi. Selanjutnyaia terus menekuni filosofi dunia pewayangan danpetopengan yang didampingi oleh ayahnya sendirisekaligus pemberi semangat di balikkesuksesannya. Mengamati karier Wangi Indriyakini sebagai dalang topeng ‘berlabel’ Dermayon(gaya Indramayu), tentu tidak dapat dilepas darimasa lalu yang begitu panjang (40-an tahun yang

lalu). Ia lahir dalam lingkungan keluarga seniman,sang kakek dan ayahnya adalah dalang wayangkulit dan seniman topeng yang andal padazamannya. Kakek dan ayahnya inilah yangmemiliki peran awal yang menentukan bekalWangi menjadi dalang topeng serba bisa. Nilai-nilai yang terekspresi melalui dunia senipertunjukan topeng itu menjadi salah satu pilarpendorong pembentukan karakter bangsa.

Transfer nilai-nilai Pendidikan dalamPangajaran Tari Topeng

Tampak di samping bakat, Wangi sebagaidalang topeng telah dikondisikan mulai sejak kecilterbiasa hidup di lingkungan dunia kesenian. Dirumahnya dibangun Sanggar Mulya Baktididirikan tahun 1983 sebagai wadah prosespembelajaran seni petopengan Indramyu, dan tari-tarian Jawa Barat umumnya. Keberadaan fasilitasini ikut mendorong minat putranya bergabungbelajar dengan masyarakat setempat. Di sanggarini pula Wangi menjalankan proses pelatihansebagai pewarisan dan penerusan generasi pelakuseni pertunjukan topeng Indramayu. Latihan taridiadakan setiap hari Jumat dan Minggu mulai daripukul 15.00-18.00 WIB. Peserta yang ikutpembelajaran topeng rata-rata dari umur 7 (tahun)ke atas, yang telah duduk di Sekolah Dasar.Berdasar kenyataan bahwa yang ikut atasdorongan niatnya sendiri biasanya dalam waktu 6(enam) bulan bisa memainkan peran topengKlono atau tarian Serimpi dengan iringan kaset.

Keterampilan Wangi Indriya sebagaiseniman petopengan diperoleh dari sang kakekyang begitu keras dan ketat mengajarkan teknikdan gerak topeng kepadanya, sehingga nilai-nilaiitu turut membentuk karakternya menjadi senimanserba bisa. Sejak kelas IV SD ia secara sadarditempa oleh lingkungan keluarga seniman, terus-menerus menyaksikan kakek, ayah dansaudaranya sibuk dalam berbagai aktivitaskesenian. Di sela waktunya bermain sebagaiseorang bocah, ia harus mengikuti jejak sangkakek atau ayah mengadakan pergelaran dibeberapa desa wilayah Indramayu, Cirebon danMajalengka. Kebiasaan seperti itu menjadikan ia

Nilai-Nilai Pembentukan Karakter Melalui Seni Pertunjukan Topeng (I Wayan Dana)

Page 68: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

170

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

semakin hari menjadi tambah semangat, walaupundalam benaknya ada niat berontak yangkadangkala diwujudkan lewat ungkapanmenangis. Akan tetapi, melihat puncakkejengkelan Wangi kecil hingga menangis, makasang ayah sangat mengerti, memahami hati putrinyasehingga ayahnya memulai menghiburnya. Begitumasa kecilnya tampaknya tidak begitu bebasseperti anak orang kebanyakan lainnya di luarlingkungan keluarga seniman.3 Berkat didikan sangkakek yang begitu keras, mengantarkan WangiIndriya kini menjadi dalang dan guru tari topengyang terampil dan menemukan jati dirinya sebagaiseniman yang kreatif serta penerus genrepertunjukan topeng “Dermayon”.

Wangi, memang berbeda dengan dalangtopeng Rasinah, Eti, Watji maupun Bapak Norgi,dan Ibu Warsem yang pernah mematangkan teknikpermainan topeng Wangi. Wangi kini memiliki dayapikat kuat sebagai dalang topeng, mungkin karenaia selalu belajar dan terus belajar.Keingintahuannya selalu tumbuh untuk dapatmengetahui, memahami lebih dalam apa yangsedang ditekuninya. Selain faktor bakat danketurunan keluarga seniman, tampaknyalingkungan masyarakat mendukung, ia secaraterbuka mau dan ingin bekerjasama dalam duniaberkesenian dengan berbagai pihak.

Kini, kesibukan Wangi begitu padat, selainterus menerima tanggapan sebagai dalang topeng,ia juga memiliki kemampuan memainkaninstrumen bonang, waranggono (sinden), dalangwayang kulit Purwa, dalang Sinema Wayang diRCTI, dan guru tari topeng. Peran sebagai gurutari ia lakukan secara kont inyu untukmemantapkan kemampuannya sebagai dalang danpenerus-warisan topeng Indramayu. Sebagai gurutari, ia berkeinginan mengembangkan/mengenalkan topeng Indramayu kepada generasisekarang, dan yang akan datang. Upaya inidilakukan di sanggarnya secara kontinyu mendidikdan mengajarkan topeng kepada pesertadidiknya. Agar kemampuan itu terasah terus, iajuga amat tekun membaca cerita wayang dan

babad, serta merambah dunia kolaborasi denganpara seniman/tokoh seni pertunjukan, sehinggaproses pembelajaran kesenian berjalanberkesinambungan.

Dari berbagai aktivitas itu yang palingbanyak dilakukan adalah dalang wayang kulit dantopeng serta guru tari. Debut karier sebagaidalang topeng selain tampil dalam event-eventupacara di lingkungan keluarga, pedesaan, tetapiterus berjalan sesuai perjalanan waktu didukungoleh keluarga, masyarakat setempat, komunitasseniman seni pertunjukan dari berbagai daerah.Endo Suanda (Bandung) adalah seorang senimankreatif yang selalu ke luar masuk pedesaanmenemukan Wangi dan memberi kesempatanberpentas, yang juga didukung oleh SalMurgiyanto, Sardono W Kusumo (Jakarta), danSurakarta, Yogyakarta serta Bali. Kegiatan demikegiatan pergelaran dilakukan oleh Wangi bersamakelompoknya Sanggar Mulya Bakti di TamanIsmail Marzuki, di Bali, Surakarta, Yogyakarta,hingga Jepang, Australia, dan Eropa.

Sebagai guru tari, ia mengajar di SanggarMulya Bakti setiap hari Jumat dan Minggu, denganmateri tari serimpi dan topeng (Klono) denganiringan kaset. Di luar itu, ia juga menerima les bagianak-anak atau orang yang berminat mempelajaripetopengan Indramayu. Secara periodik ia jugamengajar para guru tari yang tergabung dalam guru-guru Diknas se Kabupaten Indramayu yang jugamengambil tempat di Sanggar Mulya Bakti.Dalam setahun dua kali terjadwal menerima tamudari Jepang, yang secara khusus menyaksikanpertunjukan Wayang Kulit dan Topeng Indramayu.Selanjutnya dalam kesempatan setelah pergelaran,para tamu ingin mengenal secara sederhana gerak-gerak topeng yang dilihatnya, maka Wangi dengantelaten mencontohkan dan mengulangi. Kunjungansemacam itu telah berapa kali terlaksana, selainkunjungan insidental dari para mahasiswa seni,anggota MSPI atau kelompok serta tokohseniman lainnya.4 Kelihatannya hampir tidakpernah absen jika para seniman, tokoh seniberkunjung ke Indramayu dapat dipastikan

3 Wawancara dengan Wangi Indriya Di Sanggar Mulya Bakti Indramayu, 8-10-2001.4 Observasi lapangan di Kabupaten Indramayu 6—8 Oktober 2001.

Page 69: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

171

mampir di Sanggar Mulya Bakti untuk melihat daridekat proses pembelajaran topeng Indramayu.Cara pembelajaran Wangi, menempatkan parasiswa untuk diberikan dasar gerak yang baku diawal pembelajaran, kemudian dilepas, sedikitdiberi kelonggaran kepada anak didik untukmelakukan gerak sesuai postur tubuhnya sehingganilai-nilai itu mampu membentuk karkater anakdidik mandiri .

Pada kesempatan itu Wangi sebagaidalang dan guru tari topeng membeberkan teknikpermainan topeng, menceritakan pengalamannyadalam menggeluti dunia seni pertunjukan hinggamendemonstrasikan beberapa tokoh topeng,seperti Panji, Pamindo dan Klono.5 Di bagianlain Wangi juga mengundang mantan siswanyayang dipandang terampil menarikan tari topenguntuk ikut tampil pada acara itu, dan dihadiri pulaoleh para seniman dan pekerja seni seputarIndramayu, Jawa-Barat. Dalam dua haripertemuan itu banyak hal yang diperoleh, selainpergelaran topeng Indramayu, terekam pula gayaWangi dalam memberi praktek tari, demonstrasitopeng, pengenalan kostum tari topeng hingga caramembungkus kedok (tapel) topeng yangmemperkokoh nilai-nilai seni dalam membentukkedisiplinan. Menurutnya cara membungkustopeng dari sehelai kain seyogyanya diketahui olehpara siswa, karena di saat menari ia dengan mudahdapat melepas pembungkusnya, sehingga tidakada hambatan ketika menempelkan tapel dimukanya sendiri.

Rumah tempat tinggal Wangi yang cukupluas itu, satu bangunan di antaranya yangberukuran panjang kurang-lebih 20 m. dan lebar10 m. digunakan sebagai kekiatan sanggar.Bangunan tersebut dibagi menjadi 3 bagian,bagian paling dalam sebagai panggung semipermanen dari bahan kayu untuk pertunjukanwayang kulit. Kelir, kotak wayang, lampublencong dan seperangkat gamelan siap tertata ditempat itu. Di bagian tengah, merupakan ruanganuntuk aktivitas latihan topeng atau ruangan‘sarasehan‘ dengan alas tikar. Di bagian terdepan

ditata tempat duduk dan beberapa meja-tamuyang biasanya digunakan oleh para tamu undanganuntuk duduk saat menyaksikan pertunjukanwayang kulit atau topeng. Di sebelah kanan-kiriruangan yang tampak tersisa terdapat peralatantopeng, berbagai ukuran kendang yang sudah jadiataupun belum, sehingga terlihat di sana-sini alat-alat kesenian sebagai bagian tak terpisahkan darikehidupan Wangi.

Wangi Indriya memang turunan senimanpedesaan, tetapi ia mempunyai metodepembelajaran topeng yang sistematik, artinya iatidak menerapkan cara mendidik kakeknya yangbegitu keras kepada anak didiknya sekarang ini.Dewasa ini jamannya telah berubah, tidak banyakorang yang bercita-cita menjadi penari topeng, jikaada yang belajar tari topeng ada kalanya yang inginadalah orang tuanya, kemudian mendesakkankeinginannya itu kepada anaknya untuk belajartari topeng. Memang sedikit jumlahnya keinginandan bakat itu muncul murni dari siswa itu sendiri.Sejak awal Wangi biasanya telah mengetahuibakat dan ketekunan peserta didik yang belajardi sanggarnya. Pertama diawali dengan latihandasar-dasar gerak tari topeng, sambil memegang(pijatan) para siswa. Cara ini dilakukanberulangkali untuk membentuk dasar/sikap yangterampil. Kedua belajar menikmati irama, menirugerak gurunya, hingga menari berdasarkanenaknya masing-masing siswa. Jika ada siswa yangmalas bergerak, ia harus mendengarkaniringannya, dengan cara itu ia kemudian jadi tertarikbelajar. Pijakan keberhasilan Wangi dalam prosespembelajaran tari topeng adalah menempatkanfaktor disiplin pada setiap siswa untukmenggunakan waktu. Ketiga, tingkatan akhiryang perlu diketahui seorang siswa adalah belajarmelihat, menonton gurunya pada saat membericontoh atau saat menari di atas pentas. Hal itu,menumbuhkan nilai-nilai yang membentuk karakteranak didik menjadi teliti dan disiplin.

Sebagai guru tari, Wangi secara tidaklangsung telah berperan sebagai peneruspertunjukan topeng Indramayu, karena ikut

5 Pengamatan langsung di Sanggar Mulya Bakti Indramayu. 7—8 Oktober 2001.

Nilai-Nilai Pembentukan Karakter Melalui Seni Pertunjukan Topeng (I Wayan Dana)

Page 70: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

172

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

menyebarkan teknik dan keterampilan kepadaorang lain, sehingga benih-benih itu bermunculandi berbagai daerah, dalam berbagai event. Artinyajika proses pembelajaran topeng Indramayuberjalan terus-menerus, maka Wangi Indriya akanlahir lewat anak didik di beberapa tempat,sehingga topeng Indramayu akan berkembangbaik kuantitas maupun kualitasnya. Tentunyatergantung dari kemampuan peserta didik yangmenginterpretasikan kembali kehadiran topeng itupada jamannya. Seorang guru seyogyanyamemberi bekal awal yang baku kepada anak didikdan di sisi lain memberi kelonggaran yang terbaikkepada siswa untuk melakukan gerak yang sesuaidengan postur tubuhnya. Si anak didik kelakmampu memainkan sebuah tari topeng, jika iadapat secara agak bebas mengekspresikan sesuaiyang dirasa enak olehnya. Hal ini adakesamaannya dengan ungkapan Endo Suandabahwa pengajaran tari (topeng) tradisional adalahdengan cara “sistem imam”. Disebutkan bahwatidak ada tradisi mencatat, seorang guru memberibeberapa contoh bentuk gerak kepada siswa,kemuadian siswa dibiarkan mencari keluwesansendiri. Guru seharusnya mengevaluasi, dansekaligus menghargai interpretasi muridnyawalaupun geraknya agak berbeda, tetapi baguspengungkapannya. Sistem ini dengan sendirinyaakan melahirkan perbedaan-perbedaan atara simurid dengan sang guru maupun murid lainnya,tetapi akan menumbuhkan berbagai gaya pribadiyang penuh pikat dan nilai-nilai itu ikut membentukkarakter atau keperibadian santun,6 bagi pesertadidik.

Wangi Indriya: Pembentukan Karaktermelalui seni PertunjukanTopeng

Seiring dengan aktivitasnya sebagaidalang topeng dan guru tari, Wangi saat ini jugamemiliki waktu yang cukup panjang untuk terusmelangkah maju dalam dunia seni pertunjukankhususnya topeng Indramayu. Usianya relatif

muda (42 tahun) saat penelitian ini dilakukan,adalah saat-saat yang penuh energi untukmemupuk dan mengembangkan keterampilanberkesenian. Pihak keluarga tampaknya amatmendukung karier kesenimanannya, perguruantinggi seni telah mulai mengajaknya kerjasamabaik dalam bentuk pergelaran, festival, work-shopmaupun kolaborasi. Di samping itu berbagaitokoh, seniman juga telah bertandang kesanggarnya, melihat dari dekat kegiatan dankesibukan Wangi mengurusi sanggarnya danmenyiapkan pergelaran.

Kini, Wangi telah menjadi seniman yangkreatif. Sebagai dalang topeng, ia selalu berusahamelihat keinginan penonton tanpa harus kehilangansisi artistik pertunjukan. Ketika ia tampil di ataspentas, maka konsentrasi sepenuhnya ia pusatkanuntuk penyajian di atas pentas. Jika dalam sebuahpertemuan tanya-jawab, ia berusahamembeberkan keahlian yang ditekuni secarawajar, sesuai pertanyaan dan tampak penuhkehati-hatian sebagai cermin dari nilai-nilai luhurpembentukan karakter melalui seni pertunjukantopeng Indamayu.

Pada saat masyarakat Indramayumengadakan hajatan antara bulan Juli-Oktobersetiap tahun nya dapat dipastikan jadwal Wangiuntuk pertunjukan topeng cukup padat. Dalamevent seperti ini ia biasanya saling bertemu dengandalang topeng yang lain seperti, Rasinah, Watji,Eti atau yang lainnya. Biasanya juga mengajakpara siswa yang dipandang mampu dan cakapdalam permainan topeng untuk ikut mengisisebagai bagian dalam satu sajian pertunjukantopeng7 Hal biasa terjadi dalam komunitas senipertunjukan bahwa saat pergelaran akantergabung sebuah sajian pertunjukan yangdidukung oleh pengajar maupun siswa, dosendengan mahasiswa. Ini pun merupakan prosesregenerasi dan pengembangan keterampilan darisatu generasi ke generasi berikutnya, baik diorganisasi pertunjukan pedesaan maupun

6 Endo Suanda, “Pola-pola Dasar Tari Topeng”, (Bandung: Lokakarya ASTI Bandung 1977), hal. 127—134.7Sri Hastuti, “Wangi Indriya Perempuan Dhalang Topeng Di Indramayu”, dalam Kembang Setaman:

Persembahan untuk Sang Mahaguru, 2003 (Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta dan CV Arindo Nusa Media 2002), hal.120—130.

Page 71: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

173

perkotaan, yang dilanjutkan di dalam prosespembelajaran di akademik/perguruan tinggi seni,seperti di STSI maupun ISI Yogyakarta.

Seniman kreatif, penuh energi terekspresilewat sikap Wangi yang begitu cekatan dalamsetiap langkah, terlihat dari caranya bicara danketika berkarya. Memang belum terlihat karya-karya baru, tetapi mengembangkan karya tradisiseperti topeng agar diminati masyarakatnyamerupakan bagian dari kerja kreatif. Mendalang“Wayang Sinema” di RCTI, berkolaborasi denganpara seniman Surakarta, Yogyakarta mencari for-mat penyajian topeng Indramayu agar selalu eksisdi masyarakatnya, mengajarkan kesenian itu agarmenjadi materi ajar yang lebih menarik dari yangada sebelumnya, ini merupakan kerja kerasnya.Bagaimana menyajikan materi topeng Klanadalam waktu 15 menit, kemudian dikemas menjadi5 menit bagi masyarakat Jepang, yang notabenaanak-anak dan remaja, bukan pemilik budayanya.Pengemasan itupun ia inginkan tidakmenghilangkan esensi dasar topeng itu, walaupundisajikan di luar tradisi komunitas pemilik budayaitu (masyarakat Indramayu).

Kreatif, yang dilakukan lebih tertuju padabagaimana penerusan seni pertunjukan topeng ituberjalan wajar, disenangi dan dipelajari olehgenerasi kini dan akan datang. Pelatihan awaldilakukan kepada peserta didik dengan hitungan,kemudian meningkat dengan iringan kaset(rekaman), selanjutnya mengajak parasiswamelihat pergelaran topeng. Utamanya dalamproses penerusan ini Wangi menginginkanbagaimana mentransfer keterampilan dasar tari(gerak), menarikan iringan topeng, kemudian parasiswa bebas mau menari dengan waktu 5 menitatau lebih, berpijak pada patokan baku. Sebagaidalang topeng wanita, ia begitu gigih memotivasiMimi Rasinah untuk bangkit kembali di dunia senipertunjukan topeng yang kini berusia 75an tetaptegar dan terus berjuang bersama Wangi,meneruskan petopengan Indramayu. Ia memangwanita, tetapi wanita yang tangguh menggelutidunia kepenarian, wanita karier yang berkarier dibidang seni pertunjukan, dan wanita mandiri. Halini menunjukkan bahwa Wangi benar-benar

mentransfer nilai-nilai yang membentuk karaktersebagai identitas diri.

Di dalam maupun di luar pentas hubunganWangi Indriya dengan dalang topeng lainnya,seperti Mimi Rasinah, Watji begitu harmonis dansering bersama dalam sebuah pergelaran. Wangibegitu hormat dengan Rasinah dan sering pulamengundang dalang topeng ini untuk datang diSanggar Mulya Bakti tampil sebagai salah satuatraksi untuk tamu terhormat. Kegiatan itudilakukan sebagai dukungan langsung maupuntidak langsung mencerminkan nilai-nilaipembentukan karakter melalui gelar senipertunjukan topeng Indramayu.

Wanita PenariKesenian yang semula digeluti adalah

sandiwara, kemudian lebih konsentrasi pada tarianpetopengan, yang memperoleh gemblengan kerasdari kakeknya. Disadari bahwa sebagai penari,tentu godaannya tidak ringan, apalagi cantik danenergik. Di usianya kini berkepala empat, iatampak lebih cantik dan muda dari umur yangsebenarnya. Tampilan kesehariannya tidak banyakmelibatkan alat-alat kecantikan moderen, apalagisebagai penari atau dalang topeng, karenakehadirannya di atas pentas lebih banyakmenggunakan kedok sebagai penutup muka.Berkenaan dengan itu, otomatis ia tampil tanparias muka, ini berarti ia tidak merias mukanyadengan berbagai polesan warna agar tampak lebihayu.

Berdasarkan pengamatan selintas itumenunjukkan bahwa ia memiliki daya tarik daridalam dirinya sendiri. Hal itu terekspresi secaramurni (asli) apa adanya, penampilannya yangbegitu renyah, riang lebih tampak lagi energiknya.Ungkapan kemurnian itu menambah kuat greget(hidup) dalam setiap sepak terjang tariannya.Sebagai wanita penari, ia menyadari bahwaseluruh badannya bagaikan insrtumen yangbernada, sehingga ia sangat memperhatikangerak-gerak yang kecil anggota tubuhnya, yangmengakibatkan terjadinya getaran kekuatanekspresi. Wangi menjelaskan, bahwa sebagaipenari topeng Panji, nafas harus diatur sedemikian

Nilai-Nilai Pembentukan Karakter Melalui Seni Pertunjukan Topeng (I Wayan Dana)

Page 72: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

174

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

rupa, ukuran kualitas kepenarian seseorang saatmenari topeng Panji, dapat dilihat dari dasi yangdikenakan oleh penari. Jika dasi yang dikenakanitu tampak longgar, tidak melekat secara rapi padatorso penari, maka penari itu belum mampumengatur nafasnya dengan baik (sempurna).Kemapuan dan keterampilan ini berkaitan dengantehnik tari (mengasah fisik dan penjiwaan) yangdisebut megeng nafas. Ungkapan itumenunjukkan nilai-nilai luhur seni menyatumembentuk karakter sejatinya8.

Selain memperhatikan teknik gerak, nafas,karakter topeng, Wangi juga sangat jeli kepadayang hampir tidak mendapat perhatian, sepertimembungkus kedok (tapel). Setiap siswasepatutnya mengetahui cara membungkus tapelsecara benar yang dipakai menari, sehingga saatmelepas bungkusnya mudah ditempelkan di muka.Hal-hal kecil itu, menjadi bagian yang takterpisahkan untuk menjadi seorang penaripetopengan yang mumpuni. Memperhatikan yangkecil lebih sulit dibandingkan hanya melihat yangbesar saja, karena dari yang kecil seseorang bisamengerti yang lebih besar dan lengkap. Hal itumerupakan nilai-nilai pendidikan yang perlu secaraberkesenimambungan disampaikan kepadapeserta didik.

Wanita KarierKini atau sejak masa lalu, masyarakat

tradisional memang telah menggariskan bahwapekerjaan yang membutuhkan tenaga besarmenjadi bagian pekerjaan kaum pria. Di sisi lainpekerjaan yang memerlukan ketelatenan,mengurus rumah tangga menjadi bagian kaumwanita. Artinya, setiap masyarakat tertentumempunyai suatu pembagian kerja menurut jeniskelaminnya.

Dalam kehidupan masyarakat moderen diIndonesia, kini hal-hal seperti di atas tidak menjadipembagian yang tegas (jelas), bahwa pekerjaandi dapur harus wanita, yang mencari nafkah harus

pria. Tampak di kota-kota besar pembagian kerjaberdasar dari jenis kelamin mulai bergeser(berubah). Emansipasi yang diperjuangkan olehR.A. Kartini, kini menjadi realitas bahwa wanitapun dapat menjadi pemimpin sejajar dengan kaumpria. Tidak menjadi tabu, jika wanita keluar rumahmembantu suaminya mencari tambahan nafkahlahir. Bekerja di kantor, menjadi polwan, dokter,insinyur maupun yang lainnya seperti menjadipenari, seniman sesuai kariernya masing-masing.Kemajuan teknologi dan ekonomi yang mengarahke dunia industralisasi, maka peranan jenis kelaminuntuk menentukan pembagian kerja semakin tidakpenting.9

Kini kaum wanita semakin berpartisipasisecara kuat dalam banyak aspek dan mulaimenjadi lebih sebagai person (individu) yangbebas. Kaum wanita memiliki hak yang samadengan pria untuk menentukan jenjang kariernyasendiri. Sejak awal abad XX, di Indonesia telahhadir seniman-seniman wanita kondang, sepertialm. Hoeriah Adam, Goesmiati Suid keduanyaberasal dari Padang Panjang Sumatra Barat. DiBali dikenal dan populer alm. Ni Ketut Reneng,Ni Tjawan sebagai penari kesayangan BungKarno (Presiden RI) pertama, di waktu itu. RetnaMaruti dari Solo, yang kini berdomisili di Jakartamengembangkan kariernya di bidang senipertunjukan Jawa, yang begitu konsisten terhadapkoreografinya yang selalu berpijak pada tari klasikgaya Surakarta.

Oleh karena itu, karier Wangi yangberangkat dari kesetiaannya bergelut dengan senipertunjukan topeng Indramyu, mengantarnyamengenal berbagai daerah di Indonesia dan hinggake luar negeri. Jepang, Australia, hingga kelilingEropa ia lakukan, karena kemampuan danketerampilannya dalam meniti karierkepenariannya dari Desa Tambi SeliyegIndramayu. Berkerja, berkarya sebagai senimanselain turunan darah seni keluarga, ia juga terusmengasah kemampuan dan keterampilannya itu

8 (Keterangan Wangi maupun Rasinah ketika mendemontrasikan topeng Indramayu, 7-8 Oktober 2001, diSanggar Mulya Bakti).

9 Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial, (Jakarta:RajawaliPerss, 1993), hal. 395—426.

Page 73: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

175

dengan belajar pada para seniman tua dan muda.Di usia yang relatif muda, ia tampak begitu matangdalam karier seni pertunjukan yang tidak dilaluilewat pendidikan formal. Ia lahir sebagai senimanototidak, berguru dari keluarga dan lingkunganbudaya kesenian. Karier ini ia bangun sejak darikecil (klas IV SD) dengan penuh perjuangan,kemudian dipelihara dan meneruskan keahliankakeknya hingga kini mulai menanjak ke puncakkarier sebagai seniman seni pertunjukan serbabisa. Tantangan dan hambatan sebagai wanitaberkarier di bidang kesenian tentu banyak, tetapiia hadapi dengan kesungguhan bahwa setiappekerjaan mengandung berbagai risiko.Kemampuan dan keterampilan di dunia kesenianbaginya merupakan anugrah dari Tuhan untukdikaryakan semestinya.

Wanita MandiriLahir dari seorang ibu Taham, trio putri

bersaudara yang ketiganya memiliki bakatkesenian. Akan tetapi, Wangi Indriya saja yanglebih menekuni dunia seni pertunjukan hingga kinihampir sebagian besar kegiatannya berkecimpungdalam kesenian. Ia memang wanita mandiri, kokohdalam prinsip berjuang menghidupi keluarga daridunia kesenian. Pahit getir kehidupan ini ia hadapidengan penuh perjuangan dan pasrah ataslindungan Tuhan Yang Kuasa. Bekerja sebagaiseorang penari atau dalang topeng ia lakukandengan tulus. Sebagai seniman wanita, tentumelahirkan berbagai omongan miring dari oranglain di lingkungan masyarakat yang tidakmemahami sepenuhnya pekerjaan yang ialakukan. Seorang wanita bisa pergi dari rumahlebih dari seminggu, dilihat dari sisi kehidupanmasyarakat tradisional tampaknya tidak biasa.Akan tetapi, hal itu ia lalukan secara mandirisebagai sebuah konsekuensi seorang seniman.Aktivitas sebagai seorang seniman dewasa ini danmungkin sejak masa lampau, wanita ataupun priabepergian ke luar daerah adalah hal biasa. Karenakepergian itu mengkaitkan dengan kesenimanandan kemandirian yang harus dilakukan sebagaipertanggunganjawab terhadap masyarakatpemberi order. Kemandiriannya itu, senantiasadidukung dan dimotivasi oleh ayahnya yang juga

seorang seniman ternama di daerahnya. Artinyakemandirian Wangi itu amat dimengerti keluargamaupun masyarakat sekitarnya, karenamenjalankan tugasnya sebagai seorang senimanwanita yang mandiri.

Menjadi bapak dan sekaligus ibu dari tigaputranya merupakan pekerjaan yang mandiri,apalagi kini anak-anaknya ada yang sudahmenanjak dewasa, amat mengerti dengankesibukan ibunya. Wangi selain diperlukan olehkeluarganya, ia kini juga dibutuhkan olehmasyarakat di luarnya sebagai penerus keseniandalang topeng, atau pekerjaan lain yang berkaitandengan itu.

Sebagai dalang topeng tidak dapatdilakukan sendiri, ia selalu memerlukan kehadiranpemain musik (pengiring), tetapi hampir semuakeperluan itu ia tangani secara mandiri.Aktivitasnya yang cukup padat, ia lakukan dengangesit, cekatan memang menjadi karakternya dalamsetiap kerja tampa memandang jenis kelamin.Seorang wanita tidak perlu menjadi cengeng, iaselalu sportif dengan kerjanya, tanpa kehilanganfeminismenya.

Nilai-nilai Yang membentuk KarakterWangi Indriya meneruskan nilai-nilai luhur

yang membentuk karakter dan identitas diri yangberkepribadian satun kepada peserta didiknya.Hal itu dilakukan melalui berbagai peran baiksebagai penari wanita profesional, mandiri, danseniman dalang topeng Indramayu. Pembentukankarakter itu dilakukan secara berkesinambunganmelalui proses pembelajaran seni secara langsungdi Sanggar Mulya Bakti maupun di berbagaievent pergelaran seni pertunjukan. Penanamannilai-nilai yang membentuk karakter yang kokohdan berbudi luhur itu sejalan dengan muatanketerampilan kesenian seperti seni tari, karawitan,teater dan pewayangan. Nilai-nilai luhur kesenianitu membentuk karakter seseorang mengenal danmemahami tata krama (unggah-ungguh), yangkini semakin tergerus oleh arus jiwa zamanglobalisasi.

Pendalaman melalui kesenian tradisional,seperti kesenian Topeng Indramayu oleh setiappeserta didik menjadi salah satu pilar pengajaran

Nilai-Nilai Pembentukan Karakter Melalui Seni Pertunjukan Topeng (I Wayan Dana)

Page 74: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

176

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

nilai-nilai luhur yang membentuk karakter ’anakbangsa’ sejak dulu, kini, dan ke depan. WangiIndriya melakukan itu sebagai bagian daritanggungjawab seorang seniman yang meneruskanajaran-ajaran kehalusan budi kepada generasipenerus melalui dunia kesenian. Melalui keseniannilai-nilai luhur dikomunikasikan kepada pesertadidik maupun penonton yang memuat tuntunan,tatanan, dan tontonan sesuai jiwa zaman setempat.

PenutupKerja keras Wangi Indriya yang bermula

dari didikan yang begitu ketat dari seorang kakek,yang pernah berulangkali Wangi dilempar tabuhjika salah dalam praktek tarinya, sehingga harusmenahan sakit dan membendung tangis. Akantetapi bekal yang tidak mengenakan di masa laluitu, dinikmati sekarang hasilnya Wangi menjadipemain topeng, guru tari topeng Indramayu danseniman yang istimewa. Keistimewaannya terletakpada kesiapannya belajar terus-menerus kepadaseniman/tokoh petopengan, serta menggali teknik/keterampilan pada dalang topeng senior seperti,Mimi Rasinah, Nyi Warsem dan Bp Norgi,termasuk kepada para mahasiswa seni yangmenekuni seni pertunjukan. Ketekunan itumengantar ia ke jenjang karier dalang topeng yangikut mengangkat kembali seni pertunjukan topengbergaya “Dermayon”, hidup berdampingandengan seni pertunjukan topeng “Cirebon”maupun lainnya di Jawa Barat. Bagi masyarakatIndramayu lebih senang dikenal sebagai orang“Dermayu” dengan penegasan seni budayannyayang bergaya “Dermayon”. Masyarakatpenyangga budaya ini, istilah “Dermayon”mengandung penegasan bahwa nilai-nilai yangmembentuk karakter dan identitas mereka diakuisekaligus dihargai, sehingga membedakan budayaIndramayu dengan budaya yang bergaya“Cirebonan” atau budaya daerah lainnya.

Berangkat dari realitas Wangi yang begitusuntuk dan cair dalam dunia seni pertunjukantopeng, maka ia pada tempatnya dan tidakberlebihan jika disebut sebagai salah satu penerusdan seniman kreatif seni pertunjukan topengIndramayu yang menebarkan nilai-nilai yang

membentuk karakter bangsa. Sebagai penerus,ia memang telah dikodratkan melalui kerja kerasseorang kakek ke Wangi, yang hingga kini terusdidampingi oleh ayahnya sendiri untuk memeliharadan meneruskan perjuangan sang kakek dalammengembangkan petopengan Indramayu. Kini,teknik dan keterampilan yang diwariskan sangkakek kepadanya diteruskan kepada para siswadidik lewat proses pembelajaran di Sanggar MulyaBakti maupun melalui berbagai event pergelarantopeng di tingkat daerah, nasional maupuninternasional.

Ekspresi Wangi menampakan pengabdianyang tulus dalam kehidupan berkesenian, iakreatif, energik dan memiliki keingintahuan yangtinggi, sehingga banyak seniman yang menjadimitra kerjanya. Ketulusannya itu mengantarkania menjadi salah satu penerus seni pertunjukantopeng Indramayu yang andal, tangguh dansungguh-sungguh. Hampir setiap tokoh/dalangtopeng ia sambangi seperti, Norgi, Mimi Rasinah,Endo Suanda maupun seniman senior lainnyadiajak kerjasama membangun budaya senipertunjukan Indramayu kini dan ke masa depanyang lebih maju.

Kegiatan semacam ini juga merupakanbagian dari sebuah penerusan generasi topengIndramayu, yang tua memberi kesempatan pulakepada yang lebih muda untuk hadir secarabersamaan di atas pentas. Kehadiran Wangi dibeberapa daerah termasuk di luar negeri denganpertunjukan topengnya, tentu membawa anginsegar pula bagi masyarakat pemilik kesenian itu,termasuk generasi mudanya bertambah mantapmempelajari dan menekuni petopengan.Diperlukan kedua belah pihak proaktif ataumenunjukkan semangat yang sama, antara gurutari dengan peserta didik sebagai bagianmasyarakat penyangga, sehingga terjalinkeharmonisan dan selanjutnya melahirkan generasipetopengan yang baru. Baru, bukan berartitercabut dari akar-tradisinya, tetapi setiap generasimempunyai hak menginterpretasikan kembali senipetopengan itu sesuai jaman dan tempatnya.

Jika keadaan seperti itu sudah mengakar,maka dapat dipastikan dunia petopengan

Page 75: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

177

Daftar PustakaBenny S., Ny. Cj. 1977, “Gerak-gerak Dasar Tari Sunda.” Bandung: Lokakarya ASTI Bandung.Caturwati, Endang dkk. 2000, R. Tjetje Somantri: Tokoh Pembaharu Tari Sunda (1892-1963),

Yogyakarta: Tarawang._____, 2003, Lokalitas, Gender dan Seni Pertunjukan di Jawa Barat, Yogyakarta: Aksara Indonesia.Durban Ardjo, Irawati. 1998, Perkembangan Tari Sunda: Melacak Jejak Tb. Oemay Martakusuma

dan Rd. Tjetje Somantri Bandung: Sastradaya-MSPI.Hastuti, Sri. 2002, “Sawer Pada Pertunjukan Topeng Dalam konteks Hajatan di Kabupaten Indramayu

Jawa Barat”, Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM.Hastuti, Sri. 2003, “Wangi Indriya Perempuan Dhalang Topeng Di Indramayu”, dalam Kembang

Setaman: Persembahan untuk Sang Mahaguru, Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta dan CVArindo Nusa Media.

Nugroho, Agung. 2001, “Pengusung Genre Tari Topeng Dermayon: Wangi Indriya, Penari Topeng danDalang Wanita”, dalam Pikiran Rakyat.

Sanderson, Stephen K. 1993, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial.Jakarta: Rajawali Perss.

Suanda, Endo. 1977, “Pola-pola Dasar Tari Topeng”, Bandung: Lokakarya ASTI Bandung.

Indramayu menjadi semarak, lahir Wangi Indriya-Wangi Indriya di berbagai pelosok pedesaanIndramyu. Selanjutnya diperlukan pemupukanagar apa yang lahir itu mendapat pemeliharaan,perhatian dari masyarakatnya termasuk pihakpemerintah selaku pemegang kebijakankebudayaan, sehingga nilai-nilai luhur yangmembentuk karakter bangsa semakin kokoh. Dariaktivitas Wangi Indriyalah tergali seorang penari/dalang topeng wanita bernama Mimi Rasinah (7tahun) yang menekuni topeng “Dermayon” disebuah desa sepi, sendiri, menyudut di DesaPekandangan Kecamatan Indramayu. Dari

kelincahan Wangi juga mengangkat kembalidalang topeng pria yang tersisa yaitu Carpan yangbiasa menari topeng diiringi magis, seperti menaritopeng di atas seutas tali. Ini merupakan salah satubukti kesetiaan Wangi Indriya menerjuni sebuahdunia proses kreatif seni pertunjukan topengIndramayu yang terus berjalan dalam pusaran aruszaman mekokohkan nilai-nilai luhur yangmembentuk karakter anak bangsa.

Nilai-Nilai Pembentukan Karakter Melalui Seni Pertunjukan Topeng (I Wayan Dana)

Page 76: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

178

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

PANAKAWAN DALAM PEWAYANGAN

S. Ilmi AlbiladiyahPeneliti Madya di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Panakawan merupakan tokoh penting yang selalu dekat dengan rakyat jelata di dalampertunjukan wayang. Panakawan juga mempunyai peran penting dalam pertunjukan tersebut.Ada empat tokoh panakawan yang terkenal dalam dunia pewayangan. Mereka bernama, Semar,Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka selalu setia kepada tuannya dan selalu menemani tuannyake manapun tuannya pergi. Biasanya, tuannya adalah seorang kesatria atau raja yangmempunyai perangai yang baik, baik hati, jujur dan mencintai rakyatnya. Dia mengabdikanhidupnya untuk negaranya. Baik tokoh antagonis maupun protagonis selalu ditemani olehpanakawan yang tugasnya antara lain mendidik, mengajar dan membimbing tuannya agarbertingkah laku dan berkarakter yang baik dan selalu di jalan yang lurus. Pada masa kini,tokoh-tokoh seperti panakawan ini masih sangat dibutuhkan untuk menjaga dan memeliharatingkah laku, karakter yang positif (baik) dalam masyarakat. Walaupun hanya suatu pertunjukanwayang, pesan-pesan yang disampaikan dalang melalui tokoh wayangnya dapat dipergunakansebagai tuntunan dalam kehidupan.

Kata kunci : panakawan, pertunjukan wayang, tuntunan.

Abstract

Panakawan are four important characters who are always closely related to the com-mon people in a Javanese puppet show. The four panakawan are Semar, Gareng, Petruk, andBagong. They are always loyal to their master and accompany him wherever he goes. The mas-ter is usually a knight or a king who has good attitude and loves his people as well as kindhearted and honest. He dedicates his life for his country. Both the antagonist and the protagonistare always accompanied by panakawan whose duties are to educate, teach, and guide theirmaster so that their master leads a proper way of life. In a puppet show, the messages deliveredby the dalang through the panakawan and other characters can be used as a life guidance.

Keywords : panakawan, puppet show, guidance.

Page 77: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

179

I. PendahuluanSebagai bangsa yang besar, Indonesia

pantas bersyukur karena penduduknya yang terdiridari beraneka sukubangsa dan budaya, dapathidup bersama. Berbagai jenis suku tersebutbersebar menempati tanah-tanah di berbagaidaerah di seluruh wilayah Nusantara. Dapatlahdimaklumi jika masing-masing suku tadi terdapatperbedaan-perbedaan, baik di bidang adat, tradisi,seni, bahasa ibu, dan lain sebagainya.Bersyukurlah bangsa ini mempunyai mottobhineka tunggal ika yang mengandung artiberbeda-beda namun satu jua, sehingga walaupunterdapat perbedaan yang ada di masing-masingsuku, tapi dapat disatukan. Di awal terbentuknyanegeri ini, para pendahulu sudah menyadariadanya keberagaman Nusantara. Walaupunpelaksanaannya tidak mudah, namun mereka tetapberupaya dan berharap. Di bawah seorangpemimpin bijak dengan didampingi oleh parapembantu yang arif, ditambah dukungan segenaprakyat, hal itu akan membantu kemajuan suatunegara.

Dengan berbekalkan kesadaran danpemahaman adanya perbedaan-perbedaan yangada di Nusantara, gejolak di tiap daerah dapatdikurangi, bahkan ragam warna budaya tersebutdapat memperkaya tampilan masing-masingdaerah. Dicontohkan pada bidang seni. Hasilkarya seni di masing-masing daerah mempunyaikekhasan tersendiri yang kemudian akan menjadiciri daerah tersebut, terutama pertunjukan rakyatmisalnya wayang. Pertunjukan wayang khususnyawayang purwa diambil sebagai contoh, karena didalamnya menyangkut banyak aspek termasukaspek sosial, politik, ajaran moral, kenegaraan,dan sebagainya. Kata wayang sendiri dapatdikaitkan dengan wewayangan yang artinyabayangan, gambaran dunia kehidupan manusiadengan segala aspeknya yang digambarkan dalamlakon cerita wayang.

Seni pertunjukan rakyat yang kebanyakan

merupakan seni tradisional dahulu kehadirannyaselalu dinantikan karena merupakan tontonan yangmenarik. Untuk menyegarkan suasana, dalampementasan pertunjukan tradisional seringmenampilkan tokoh lucu sebagai perimbanganyang bersifat menetralkan keadaan. Dalampertunjukan rakyat, tokoh dagelan tadi seringditampilkan kelompok panakawan. Panakawansendiri mengandung arti abdi pengiring, pamongatau pemomong, pengasuh (pendhèrèk, parepat,pembantu).1 Sebagai pamomong, pengasuh,pembantu, seorang panakawan mempunyai tugaspenting mengasuh mengantar asuhannya menjadiorang yang lebih baik.

Di tempat lain, misalnya di keprajan(parentah kraton) ada istilah punakawan dipakaiuntuk menyebut bagian suatu lembaga. Di dalamkraton Yogyakarta, ada Parentah Ageng Kratonyang mempunyai bagian-bagian, di antarnyaParentah Punakawan di bawah seorang ketuayang disebut Punakawan Miji Wedana Ageng.Parentah Punakawan sendiri ada 10 macamyaitu; 1) Punakawan Putra (bertugasmembersihkan istana), 2), PunakawanLangenastra (pembawa tombak prajuritMantrijero), 3) Punakawan Ordenas (suratmenyurat), 4) Punakawan Minuman (melayanitamu), 5) Punakawan Kursi (mengurusi tempatduduk), 6) Punakawan Palawija dan Bagusan(bertugas menjaga, menambah kekeramatan Sul-tan), 7) Punakawan Silir (urusan lampupenerangan), 8) Punakawan Patehan (urusanminuman teh), 9) Punakawan Kaji (urusankeagamaan), 10 Punakawan Nyirep Latu(pemadam kebakaran). Selain itu masih adabagian kelembagaan lain yang disebut ParentahPunakawan Bedhaya yang juga mempunyaibagian-bagian kecil bertugas melayani keperluan-keperluan yang berkaitan dengan kraton danNgarsa Dalem Sultan.2

Di antara seni tradisi, pertunjukan rakyatmerupakan tontonan menarik, yang kemudian

1 Poerwadarminta, W.J.S., Baoesastra Djawa, (Groningen-Batavia: J.B.Wolters’ Uitgevers-Maatschappij,N.V.,1939), hal.462, 472.

2 Maharkesti, R.A., dkk. Upacara Tradisional Siraman Pusaka Kraton Yogyakarta, (Yogyakarta: DepdikbudDirjen Kebudayaan Ditjarahnitra Prorek IDKD, 1988/1989), hal.20,21.

Panakawan Dalam Pewayangan (S. Ilmi Albiladiyah)

Page 78: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

180

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

menjadi cerminan, dianggap dapat membimbingatau menuntun dalam menjalani hidup dimasyarakat, sehingga dapat menjadi tuntunan.Dikatakan bahwa pertunjukan tradisi ini dapatsebagai cerminan hidup, karena di dalam tontonanyang dipentaskan terkandung nilai-nilaipendidikan. Butir-butir petuah mungkin hanyadilontarkan lewat dialog tokoh secara guyonan,slengekan, syair-syair tembang, simbol gerakan-gerakan peraga, namun adakalanya dikatakansecara serius. Pesan-pesan yang disampaikandapat melalui tokoh utama, namun tidak jarangtokoh pendamping atau tokoh panakawan(pemomong) juga mempunyai peranan.

Melalui bermacam-macam carapenyampaian, sesungguhnya dalam suatupendidikan terkandung makna dan tujuanpeningkatan bagi yang menerimanya. Pendidikansendiri merupakan proses perubahan sikap dantata laku seseorang atau kelompok orang dalamusaha mendewasakan manusia melalui upayapengajaran dan latihan.3 Hal yang dapat dilihat, disini masyarakat tradisional mempunyai cara untukmenyampaikan pesan dengan menggunakan me-dia pertunjukan dalam hal ini lewat peragapanakawan. Di era globalisasi yang telah mengenalteknologi canggih ini apakah figur panakawanmasih diperlukan, tentu saja perlu pengamatanlebih lanjut.

Di Jawa seni pertunjukan telah lamadikenal, misalnya seni suara, tari, topeng, humoratau banyolan, juga seni wayang.4 Di antarabanyak seni pertunjukan, salah satu tontonandalam seni tradisi yang kemudian menjadi tuntunanmisalnya wayang. Pada umumnya lakon yangdipentaskan mengambil wiracarita Ramayana atauMahabharata. Selanjutnya, di sini seni pertunjukanwayang diambil sebagai contoh karena didalamnya sarat dengan nilai penting dalamkehidupan baik yang bersifat lahiriyah maupunbatiniah. Mengenai wayang ini sudah dikenal sejak

abad ke-9-10 M. masa Mataram Hindu. Ceritapewayangan ini pada masa klasik Indonesia adayang dibuat reliefnya di dinding-dinding candi,misalnya di Kompleks Candi Prambanan terdapatsinopsis cerita Ramayana dan Kresnayana. Disisi lain, terdapat tulisan yang memuat tentangadanya cerita wayang tentang tokoh Bima. PrasastiRaja Balitung tahun 907 menyebutkan adanyakegiatan seni bersifat relegius yaitupenyelenggaraan sajian wayang dipersembahkankepada dewa dengan lakon cerita Bima ketikamasih muda (mawayang buat hyang macaritabimma ya kumara).5

Tokoh Bima dalam cerita wayang yangdimaksud adalah putra panengah Pandawa salahsatu episode dalam wiracarita Mahabharata(keluarga Bharata). Menilik seni pewayangan yangdiselenggarakan diperuntukkan pemujaan kepadadewa (buat hyang), maka pada masa MataramHindu seni cerita wayang bersifat sakral. Sifatsakral terhadap cerita Bima yang diambil dariMahabharata dapatlah dimaklumi karena didalamnya terkandung ajaran Hindu, agama resminegara pada masa itu. Pada perkembanganselanjutnya ketika pada awal abad ke-16 M.Agama Islam yang dibawa para pedagang dariGujarat mulai dipeluk penduduk dan secaraperlahan menyebar, seni pewayangan dijadikansarana yang baik untuk memuat pesan-pesanajaran Islam yang dipadukan dengan ajarankejawen.

Pada umumnya pertunjukan rakyatbersifat luwes, dapat menyesuaikan keperluanyang mempunyai tujuan tertentu, misalnya untukmeramaikan hajatan, perayaan hari besar, ataukeperluan lainnya. Keluwesan tersebut jugadiperlihatkan pada cerita wayang. CeritaRamayana dan Mahabharata yang di tanah asalnya(India) tidak ada panakawan, namun di Jawatokoh-tokoh ksatria dan raja selalu diiringi olehpengiringnya yang bertugas mengasuh (momong),

3 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1988), hal. 204.

4 Slametmulyana, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1979), hal.307.

5 Haryanto, S., Pratiwimba Adiluhung-Sejarah dan Perkembangan Wayang. (Jakarta: Djambatan, 1988),hal. 26-27.

Page 79: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

181

memberi nasehat asuhannya. Pada saat keramaianyang dihadiri oleh banyak penonton itulah pesan-pesan disampaikan lewat pentas pertunjukan.

II. Panakawan Sebagai Pengasuh danPendidik

Dalam wayang purwa panakawan yaituSemar, selanjutnya diikuti oleh tokoh panakawanlain yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong sebagaianak-anaknya. Kelompok panakawan inimerupakan pengiring ksatria yang bersifat baik(panengen). Semar bertugas sebagai pengasuh,pamong (pemomong) raja, ksatria, dari masa kemasa. Di sisi lain, terdapat tokoh panakawanbernama Togog dan Saraita atau Bilung pengiringtokoh raksasa yang bersifat jahat (pangiwa).

Istilah punakawan ini juga dipakai didalam kraton, dalam arti sebagai abdi dalem.Pada masa Yogyakarta masih sebagai sebuahkasultanan, di dalamnya terdapat semacamdepartemen dan sub departemen dalam keprajandisebut kawedanan ageng reh punakawan,selanjutnya diteruskan namanya. Di sini abdidalem (pembantu raja) di bagian tertentu jugadisebut dengan punakawan, yang artinya jugasebagai abdi raja bagian tersebut.

Di dalam pewayangan, sebagai pamong,panakawan pengiring ksatria bersifat mengasuhdengan penuh pengabdian. Sebaliknya, ksatriaasuhannya pun menghargai panakawannyatersebut. Hal yang demikian itu tidak berlaku bagipanakawan tokoh raksasa. Pada umumnya tokohraksasa ini kalau mendapatkan arahan daripanakawannya, tidak mau menurut menjadi baikdan suka bertindak semaunya mengejarkenikmatan hidup. Setelah berkali-kali nasehatnyatidak dihiraukan, maka ketika asuhannyabertindak menyimpang dibiarkan saja agarmengetahui akibatnya, dengan harapan asuhannyamendapatkan pengajaran.6

Pada dasarnya panakawan yangkesehariannya menyertai asuhannya baik sebagai

pengasuh tokoh berhati lurus, bersih, atau tokohberhati buruk mempunyai peranan penting dalamupaya peningkatan perilaku asuhannya. Haltersebut dilakukan oleh panakawan terhadaptokoh yang menjadi tanggungannya sebelum atausesudah mendapatkan guru di sebuah perguruan,pertapaan (Jawa: paguron, padhepokan =tempat kegiatan belajar-mengajar bagi guru danmurid) yang mengajarkan suatu ilmu. Panakawanyang tampilannya sering menyampaikan ucapanlelucon (dhagelan), namun jika ada masalah-masalah pelik, sulit dipecahkan yang menimpatokoh asuhannya (kesatria atau raja) baik secarapribadi atau negerinya, maka mereka diajakberbincang untuk ikut mencari solusinya. Pendapatdan nasihat-nasihat panakawan sangat penting bagikesatria atau raja yang diiringkan bahkan bagirakyat (kawula). Berkaitan dengan peranannyatersebut maka panakawan juga dinamakan wayangprepat atau parepat,7 karena dianggapmempunyai kelebihan untuk mengurai kesulitan.

Dalam pertunjukan wayang baik yangmementaskan lakon dari cerita baku (menurutpakem) maupun karangan dalang (carangan)menampilkan panakawan. Pada pertunjukanwayang yang mementaskan lakon cerita carangan,kadang-kadang panakawan menjadi tokohsentral, misalnya pada lakon Semar mBangunKayangan, Petruk Dadi Ratu, Semar Sewu, dansebagainya. Tampilnya tokoh panakawan dalamsuatu pentas wayang, waktunya sesuai dengankebiasaan yang berlaku di daerah terkait. DiSurakata, tokoh panakawan keluar setelahadegan sabrangan (menampilkan tokoh kerajaan‘bukan’ Jawa, namun tidak selalu demikian). DiYogyakarta, tokoh panakawan keluar setelahadegan perang gagal, yaitu adegan perangnamun tidak ada tokoh yang mati.8 Keluarnyatokoh panakawan ini juga dinamakan adegangara-gara, melambangkan adanya kerusakandunia yang kemudian ditanggapi oleh parapanakawan sebagai pembangun dengan

6 Djoko Dwiyanto, ed., Ensiklopedi Yogyakarta. (Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta, 2010), hal. 312.

7 Ki Wipra, “Wajang Punakawan”, Pandjangmas, No. 1, Th.ke IV, tanggal 31 Desember 1956, hal.14 .8 Asthu, “Gara-gara”, Pandjangmas, No. 4, Th. II, tanggal 11 Mei 1954, hal.16-17.

Panakawan Dalam Pewayangan (S. Ilmi Albiladiyah)

Page 80: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

182

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

memberantas dan memperbaiki kerusakantersebut sehingga kebaikan memperolehkemenangan.9

Salah satu contoh, ketika ksatriaasuhannya (Arjuna) di tengah hutan sedangmerasakan kesedihan hatinya. Sepeninggalayahnya, Pandhudewanata, Arjuna besertasaudara-saudaranya selalu menghadapi cobaanhidup. Tanpa henti Arjuna berdoa memohonkepada dewata agar mendapatkan jalankeluarnya. Melihat hal itu, Semar yang selalumendampinginya sempat kagum pada kesatriaasuhannya sehingga tercetus kata-katanya.

“…É, blegeduweg ugeg-ugeg. Layakbendaraku dadi nawung duhkita.Katoné tanpa karsa, jebul sajatinémalah wis nglenggahi hambegingsatriya utama. Mila inggih makaten-Radèn ! wantuning satriya trahingWitaradya, samangsa katamangawating panandhang, gelengingtékad amrih titising laksita ingkangkedah dipun ayahi, boten sanès amunglajeng memasuh budi ngangenakentarak brata. Namung kemawon,lambaraning lampah memasuh budiwau, mugi nelada lelabetanipun parasarjana sujaneng budi !... Terangipunmakaten: Kasarjanan, liripun:muluring nalar, mekaring budi, tansahkacundhukna kalayan laras runtutingkawontenan ingkang gumelar.Panduking pakarti, anggung sinartankawicaksanan, sampun ngantoskaduk kadung ing pandugi.Kasujanan liripun: pangatos-atos.Badhe wohing pakarti tilasinglelabetanipun para sarjana sujanengbudi wau, sanajan boten kajarag,wohipun tumraping jagad, tamtudados wiji ayuning kayuwanan tataraharjaning bawana...”10

Terjemahan bebas:E, blegeduweg ugeg-ugeg. Pantasmajikanku (bendara) bersedih hati.Kelihatannya (bendara) tanpa tujuan,tahu-tahu kenyataannya lain. Bendaramalah sudah menempatkan diri sebagaikesatria utama. Memang sudahseharusnya demikian Raden ! Sebagaiseorang kesatria keturunan Witaradya,pada saat mengalami kegetiran hidup,mempunyai tekad kuat agar dapatmengambil tindakan tepat. Tindakan yangdiambil tak lain segeralah membersihkanhati, prihatin, menjalankan laku spiritual.Hanya saja upaya membersihkan hati tadiharus didasari tekad kuat, semoga dapatmeneladani perjuangan pengabdian paraorang pandai yang berhati bijak…Jelasnya demikian: Kasarjanan artinyapengembangan pemikiran dan pekertisupaya disesuaikan dengan keadaanmasa itu. Tindakan dan budi pekertisupaya didasari dengan kebijakan,jangan sampai kebablasan. Kasujananartinya: hati-hati. Pengabdian para orangpandai yang berpikir dan bertindakdengan hati-hati akan membuahkanpekerti tadi, walaupun hal itu tanpasengaja, buahnya bermanfaat untukdunia. Dapat dipastikan hal itu menjadibiji keselamatan ketenteraman dunia…”

Mungkin ada benarnya jika panakawandalam pewayangan dianggap mempunyaikelebihan, karena dalam kisah mereka berasal darikalangan dewa yang mempunyai status dankedudukan di atas manusia. Panakawan darigolongan baik (panengen) yaitu Semar dengananak-anaknya, atau dari golongan buruk, berhatikotor, hamba nafsu (pangiwa) yaitu Togog danBilung, mempunyai kisah yang bervariasi, namunpada intinya baik Semar maupun Togog keduanya

9 Raga, “Pakem”, Pandjangmas, No. 9, Th. I, tanggal 13 Oktober 1953, hal.9. 7,8,9.10 Siswoharsojo, Ki., Kangsa Adu Djago. (Ngajogyakarta: Ki Siswoharsojo, 1957), hal. 39. Trah Witaradya

= para ksatria yang hambeg paramarta dan selalu pada jalan kebenaran, berhati lurus.

Page 81: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

183

putera Sang Hyang Tunggal. Pada waktu isteriSang Hyang Tunggal yaitu Dewi Rekatawati hamil,tibalah saatnya melahirkan, namun yang dilahirkanadalah sebutir telur. Melihat hal tersebut SangHyang Tunggal malu dan memohon kepada SangHyang Wenang agar telur tersebut berubahmenjadi bayi.11 Permohonan Sang Hyang Tunggaldikabulkan oleh Sang Hyang Wenang. Telur yangterdiri dari kulit telur, putih telur, dan kuning telurtersebut kemudian berubah menjadi bayi,jumlahnya ada tiga, yang selanjutnya dimandikan.Dari kulit telur kemudian menjadi bayi pertamadiberi nama Sang Hyang Antaga juga disebut SangHyang Tejamantri. Putera kedua berasal dari putihtelur diberi nama Sang Hyang Maya atau SangHyang Ismaya, sedangkan yang berasal darikuning telur diberi nama Sang Hyang Manik.Nama lainnya yaitu Sang Hyang Manikmaya, SangHyang Guru. Setelah ketiga anak tersebut besar,Sang Hyang Tunggal mengatakan bahwa kelak dikemudian hari salah satu puteranya akan menjadiraja yang menguasai Tribuana dan bertahta diKayangan Jonggringsalaka.

Mendengar keterangan tentang kekuasaanraja Tribuana, ketiga putera Sang Hyang Tunggalitu masing-masing merasa sebagai calon raja yangtepat menduduki singgasana Marcukundamanik.Kemudian timbul percekcokan seru hingga terjadiperkelahian sampai berlangsung lama mengadukesaktian, terutama Sang Hyang Antaga denganSang Hyang Maya. Setelah tak ada yang kalahatau menang, mereka kemudian bertaruh bahwayang bisa menelan gunung sekaligus, dialahpemenangnya. Pertama-tama Sang Hyang Antagamenelan gunung taruhan, gunung berkali-kalidimasukkan ke mulutnya, namun tetap tidakberhasil. Akibat ulahnya itu maka mulut SangHyang Antaga robek. Selanjutnya giliran SangHyang Maya mengambil gunung tadi, langsungditelan dan berhasil, sehingga perutnya besar

sekali. Sang Hyang Manik tidak mendapatkangiliran karena gunung taruhan sudah ditelan olehSang Hyang Maya.

Pertengkaran antara Sang Hyang Antagadengan Sang Hyang Maya diketahui oleh SangHyang Tunggal, yang kemudian menjadikankemurkaannya. Keduanya oleh Sang HyangTunggal disabda (dikutuk) menjadi makhlukmanusia yang buruk rupa, jelek sekali. Melihatwujud badan dan rupanya yang buruk, keduanyabertobat mohon ampunan ayahnya. Walaupunkeduanya sudah dimaafkan oleh Sang HyangTunggal namun wujudnya tidak dapat berubah,karena memang sudah kehendak Sang HyangWenang. Ketiga putera Sang Hyang Tunggaltersebut kemudian harus melaksanakan tugas yangdiberikan oleh Sang Hyang Wenang, yaitu sebagaipengasuh Sang Hyang Manik. Sang Hyang Manikakan menjadi raja Tribuana, dan keturunannyaakan mendapatkan karunia dewa. Sang HyangMaya namanya diganti dengan Semar. Iamendapatkan tugas menjadi pengasuh di tanahJawa. Selain itu, juga memantau Sang HyangManik dalam memerintah, memperingatkan kalauia berlaku tidak adil. Sang Hyang Antaga namanyadiganti dengan Togog, bertugas menjadi pengasuh(pamong, pemomong) di tanah seberang.

Baik Togog maupun Semar kemudianmempunyai pengikut. Semar mempunyai pengikut(gandarwa yang telah ditundukkan) yangkemudian menjadi anaknya yaitu Gareng danPetruk. Selanjutnya diikuti juga oleh Bagong yangmerupakan bayangan Semar sendiri. Di daerahtempat tinggalnya, Karang Tumaritis, Semar jugadikenal dengan Ki Lurah Semar, Ki LurahBadranaya. Adapun tokoh Togog diikuti olehBilung atau Sara(w)ita yang berasal dari raja jinnamun dapat dilihat manusia (jin kamanungsan).Setelah ditundukkan Togog, ia ikut sebagaipengasuh di tanah seberang.12

11 Kisah lain menceritakan bahwa ketika melihat wujud anaknya, Sang Hyang Tunggal malu dan murka makatelur akan dibinasakan tetapi melesat ke hadapan Sang Hyang Wenang, disusul oleh Sang Hyang Tunggal. Ditangan Sang Hyang Wenang telur dipecahkan dan lahir menjadi tiga anak bayi yang parasnya tampan, diakuisebagai cucunya.

12 Ki Wipra, Log.Cit, hal. 14.

Panakawan Dalam Pewayangan (S. Ilmi Albiladiyah)

Page 82: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

184

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Setelah anak-anak dewa yangditakdirkan menjadi panakawan itu turun ke dunia,maka mereka menjalankan tugas di dunia. Sesuaidengan cerita Jawa, maka panakawan golonganpanengen bertugas di Bumi Jawa (dalam ‘negeriJawa’), sedangkan panakawan pangiwabertugas di negeri seberang (luar ‘negeri Jawa’).Dalam wayang purwa disuguhkan cerita tentangkehidupan manusia yang ada di bumi, dankehidupan masyarakat dewa (hyang) yangtempatnya di kayangan (ka-hyang-an). Antarapara dewa dan umat manusia ada keterkaitan,karena keduanya bersifat memberi, mencipta, dandiberi, dicipta dan seterusnya. Dewa, Sang HyangWenang menurunkan panakawan ke mayapadasebagai pemomong, agar kehidupan umat di bumidapat terarah.

Kisah tentang keberadaan Pulau Jawajuga diturunkannya para dewa ke pulau tersebutdiceritakan dalam kitab Tantu Panggelarankarya sastra Jawa Tengahan masa kejayaanMajapahit. Berdasarkan penuturan cerita yangditulis berupa dongeng-dongeng yang didengarpada masa itu, ada kemungkinan bahwa kitab iniditulis oleh pendeta desa. Di dalamnya jugamenceritakan tentang kelahiran para dewa, diantaranya yang berasal dari sebuah telur lahirdewa-dewa (Sang Hyang Antaga, Sang HyangMaya, dan Sang Hyang Manik).13

Dalam kitab ini diceritakan adanya empubernama Tapawangkng (juga mempunyai namaSamgt Baganjing) dan Tapapalèt, keduanyaberada di Daha. Di situ Samgt Baganjing berulahmengeluarkan kesaktiannya. Ia menghentikanjalannya matahari, hanya karena mempunyaihutang makanan yang pada senja hari harusdibayar, tetapi ia tidak mempunyai uang. Pada hariitu juga raja sedang berpuasa yang buka puasanyapada senja saat matahari tenggelam. Beliau merasalapar sekali, karena waktu buka puasa tak kunjung

tiba. Setelah mengetahui sebabnya, maka bagindamemberi uang. Nama Tapapalèt dalam TantuPanggelaran ini kemudian menjadi Palèt dalamwayang gedog, yang mengambil cerita Panji. Kisahkepahlawanan Panji mengambil latar belakangsejarah seputar masa kerajaan Kediri, Singasaridan Majapahit.14

Tokoh panakawan juga dapat dijumpaipada masa Kediri. Tokoh ini dicantumkan didalam kitab Gathotkacasraya karya EmpuPanuluh, dengan bahasa Jawa Kuna berupakakawin. Di dalamnya mencantumkan nama rajayaitu Jayakerta. Pada masa Kediri ada nama rajayang bertahta sekitar tahun 1188 M. bernamaKrtajaya.15 Dalam kitab kakawin tersebutmemunculkan adanya tokoh panakawan. Di sinipanakawan menunjukkan jiwa penuh dedikasi danpengabdian terhadap asuhannya. DalamGathotkacasraya diceritakan tentangperkawinan Abimanyu dengan Sitisundari yangmengalami kesulitan. Atas bantuan Gathotkacakeinginan Abimanyu untuk menikahi Sitisundariterlaksana. Pada waktu Abimanyu mengalamikesusahan itulah ia selalu didampingi panakawanyang memberi nasehat, hiburan, untukmeringankan bebannya. Disebutkan parapanakawan tersebut bernama Jurudyah, Prasantadan Punta. Kemungkinan sebutan Jurudyah danPrasanta dalam perkembangannya kemudianberubah ucapan dengan Jodhèksanta. NamaPrasanta tersebut dapat dianalogikan denganSemar dalam kitab cerita Panji.16

Peran panakawan dalam kehidupanwayang selalu mengemban misi positif sebagaipengarah asuhannya tanpa merasa digurui. Dengandemikian baik panakawan tersebut berwujudSemar maupun Jurudyah, Prasanta, Jodheksantaatau sebutan-sebutan lain semua mempunyai tugasmengarahkan asuhannya ke arah yang lebih baik.

13 R.M. Ng., Poerbatjaraka, Kepustaan Djawi, (Djakarta-Amsterdam : Djambatan, 1952), hal. 57-58.14 Ibid. Lihat juga dalam Haryanto, S. Pratiwimba Adhiluhung Sejarah dan Perkembangan Wayang, (Ja-

karta: Djambatan, 1988), hal. 98, 99.15 Bambang Sumadio, ed. Sejarah Nasional Indonesia II-Jaman Kuno, (Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1976), hal.154, lihat juga Poerbatjaraka, R.M..Ng., op.cit., hal.29.16 R.M.Ng., Poerbatjaraka, Op.Cit. hal. 33.

Page 83: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

185

III. Panakawan sebagai Sahabat SejatiPada waktu seorang kesatria berkelana,

tokoh yang menghibur adalah panakawan yangselalu setia mengiringinya. Masyarakat penontonpertunjukan wayang pun merasa terhibur olehgurauan yang dilontarkan para tokoh panakawanini. Tokoh panakawan yang mendapatkan tempatdi hati masyarakat adalah Semar. Tokohpanakawan yang satu ini, jenisnyamembingungkan, karena kalau dikatakan laki-laki,ia mempunyai buah dada, kalau wanita iamempunyai jambul. Wujud wayang panakawanSemar memang digambarkan sebagai tokohbertubuh sangat gemuk (ngropoh), serius. Perutdan pantatnya besar, tangan memakai gelangdhagelan, jari-jari ngepel (mengepal) dan nuding(menunjuk), memakai anting-anting lombokabang. Ia berjambul (kuncung), yaitu rambutpendek mencuat ke depan tempatnya di atasubun-ubun. Kedua mata Semar digambarkansetengah memejam. Ujung mata digambarkancondong ke bawah yang dinamakan rèmbèsan(Jawa = rèmbès=mengeluarkan air mata).

Secara lahiriyah wujud tokoh Semarsangat jelek, namun di balik itu ia mempunyaitanggung jawab besar atas keselamatan dunia yangdibebankan kepadanya. Misi yang diembannyasangat berat, tidak hanya urusan di dunia saja,tetapi juga harus meluruskan jika terjadiketidakadilan di kayangan yang dilakukan olehSang Hyang Manikmaya atau Sang Hyang Gurudalam melakukan tugasnya.17

Tokoh Semar mempunyai makna yangberagam. Ki Djoko Sutedjo seorang pelukis,menurut pengakuannya telah banyak melukistokoh Semar dalam beberapa pose, karena inginmengangkat ajaran Semar. Di sini dtampilkancontoh lukisan Semar yang mewakili 4 karakter,yaitu Semar Pemejang, Semar Penyejahtera,Semar Pengayom, dan Semar Penyehat. Di sini si

pelukis dalam arti luas menangkap misi yangdiemban tokoh Semar, yaitu sebagai guru,pendidik, membuat sejahtera, bertugasmengayomi, melindungi, dan sebagai penyeimbanghidup sehat lahir batin.18

Sebagai pemejang atau sebagai penasihat,mata digambarkan sedang terpejam, tangan kananke belakang, tangan kiri membawa tasbih.Selanjutnya tokoh Semar dalam karakter yangberbeda matanya digambarkan terbuka. Sebagaipenyejahtera, ia digambarkan membawa kapas,simbol sandang, di tangan kiri, sedang untaianikatan padi diikatkan di pinggang kiri depan(dikendhit) sebagai simbol pangan. Sebagaipangayom, ia digambarkan membawa penggadadi tangan kiri, selendang pinggangnya berwarnahijau. Penggada, senjata pukul menggambarkanalat untuk melindungi rakyat. Sebagai penyehat,ia digambarkan membawa tanaman yangmempunyai helai daun dan sekuntum bunga miripbunga kecubung mungkin dimaksudkan sebagaiobat tradisional.19

Sehubungan dengan sifat tokoh Semartersebut ditambah dengan kepiawaian seorangdalang yang mampu membawakannya kelihatansangat menjiwai sehingga dapat memikatpenonton. Tampilan dalang dalam membawakantokoh panakawan tersebut menghanyutkansehingga seolah-olah tokoh Semar tersebut benar-benar ada. Bahkan ada yang menganggap Semarsebagai tokoh yang sangat dihormati selanjutnyamemberi julukan Sang Hyang Semar. Ia dianggapGunung Srandil (daerah Cilacap) sebagaikahyangan tokoh tersebut.20

Di samping itu, bagi yangmempercayainya tokoh Semar dianggap sebagaisesepuh (tetua) yang mampu memberi petunjukseperti pernyataan di bawah ini yang telahdisesuaikan dengan kaidah bahasa Jawa,

17 Sunarto dan Sagio, Wayang Kulit Gaya Yogyakarta (Yogyakarta : Pemerintah Propinsi DIY, KantorPerwakialn Daerah Propinsi DIY, 2004), hal.466.

18 Triyanto Triwikromo, dkk. “Kerumitan mencari identitas Semar”, Suara Merdeka, 3 April 1997, hal. IX.19 Ibid.20 Anang Joenarsono. “Gunung Srandil Kahyangan Sang Hyang Semar”, dalam Almanak Dewi Sri, 1972,

hal. 273-290.

Panakawan Dalam Pewayangan (S. Ilmi Albiladiyah)

Page 84: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

186

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

“…Kaki Lurah Semar Badranaya wusana dhisik, minangka dadi juru lados,pamomong kang satuhu nuntun ugatansah ngélingaké titah manungsasupaya bisa éling marang PengéranKang Maha Kuwasa supaya bisamangertèni bebener kang sejati.Kanthi asesanti: aja dumèh éling lanwaspada…”21

Artinya:Kaki Lurah Semar Badranaya sudahlebih dulu ada, sebagai pelayan,pengasuh yang benar-benarmenuntun, juga selalu mengingatkanpada mahluk manusia supaya dapatselalu ingat kepada Tuhan Yang MahaKuasa agar dapat mengertikebenaran yang sesungguhnya.Disertai dengan moto : aja dumèh, élinglan waspada. Secara harafiah dapatdiartikan, jangan merasa bisa, selaluingat, dan hati-hati. Maksudnya,orang harus mempunyai sikap rendahhati, selalu ingat kepada Tuhansumber segalanya, supaya mengertitentang hidup dan menggunakannurani.

Presiden Suharto ketika masih berkuasa,sangat kental dengan budaya Jawa dan ajarantentang kejawaan (kejawen) yang dekat denganseni wayang. Mungkin karena tokoh Semar inimempunyai sifat sebagai pamong, pengayom,penuntun, pencerah, berbuat segalanya tanpamengharap imbalan. Presiden Soeharto pernahmeminta para dalang agar mementaskan lakonSemar. Menanggapi permintaan itu, selanjutnyapada tanggal 20 Maret 1997 Ki Manteb

Soedarsono mementaskan lakon Semar Sewu diGedung Kesenian Raden Saleh Semarang. Iamengartikan bahwa tokoh Semar walaupundilahirkan sebagai dewa, namun juga ditakdirkansebagai rakyat biasa di bumi sebagai pamong,dekat dengan wong cilik. Semar artinya samar,ia turun ke dunia tidak dengan gambaran wujudyang jelas, namun tersamar. Semar juga gambarancita-cita luhur, yang mampu mbabar jati diri,artinya Semar mampu memberi nasehat berharga,membawa pesan-pesan pembangunan.22

Menurut Sindhunata dalam tulisannyaSemar Mencari Raga, jati diri tokoh Semar yaituketeladanan yang ditampilkannya, dapat diambildari kisah-kisah kehidupannya sebagai pamong.Ajaran Semar tidak digambarkan secara nyata,namun lewat kisahnya sebagai pamong tersebutmungkin dapat diambil inti ajaran. Pada dasarnyainti ajarannya merupakan pengentalan filsafat Jawayang diucapkannya. Melalui kemampuan seorangdalang, tokoh Semar yang dihadirkan dalam suatupementasan dapat menyampaikan wejangan-wejangan ajaran moral. Figur tokoh ini memangtepat sebagai pencerah, pendidik bagi umatmanusia, baik sebagai raja, kesatria maupunrakyat. Semar sejati yaitu Semar yang dapatmampu menemukan raganya: ‘penderitaan’ danwong cilik.23

Figur tokoh panakawan Semar dalam senipertunjukan tradisional terutama dalam wayangkulit purwa kiranya masih relevan dan masihdibutuhkan pada masa kini di era modern ini.Dalam suasana yang tidak menentu, ketika orangmencari tokoh panutan, sifat-sifat ‘kebapakan’panakawan Semar yang dekat dengan suara hatirakyat sangat diharapkan, karena dinilai dapatmenyelamatkan jagad.24

Perkembangan seni pertunjukantradisional yang menyertakan panakawan tidak

21 Wawan Sujiyanto, Semar: Ngejowantah Mbabar Jati Diri, (Yogyakarta: Jogjamediautama, 2011), hal.5.22 Triyanto Triwikromo, dkk., “Manteb Soedhardono: Telah Terjadi Inflasi”, Suara Merdeka, tanggal 3 April

1997, hal. IX.23 Triyanto Triwikromo, dkk. “Sindhunata: Semar Ada di Segala Zaman’, Suara Merdeka, tanggal 3 April

1997, hal.IX.24 Ibid.25 Sumintarsih, dkk., Wayang Topeng Malang Sebagai Wahana Pewarisan Nilai, (Yogyakarta: Balai

Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2010), hal.59-60.

Page 85: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

187

Berikut contoh sebutan tokoh panakawan dalam pertunjukan / karya sastra

Nama jenis pertunjukan / karya sastra

Nama panakawan (golongan panengen)

Daerah

Wayang purwa

Semar, Gareng, Petruk Cenguris (kadang-kadang)

Surakarta

Wayang purwa

Semar, Gareng, Petruk Bagong

Yogyakarta

Wayang purwa

Semar, Bagong, Besut Besep, Besil

Jawa Timur

Wayang purwa Semar Bawor

Banyumas

Wayang purwa

Semar, Udawala, Gareng, Bagong Bitarota, Ceblok Cungkring, Bagalbuntung Curis

Cirebon

Wayang Menak Semar Jiwen

Banyumas

Wayang Golek

Semar Astrajingga / Cepot

Jawa Barat (Sunda)

Wayang Gedog (Panji)

Jurudeh, Prasanta Bancak, Doyok Sabdapalon, Nayagenggong Sebul, Palet Pentul, Tembem

DIY – Jateng – Jatim

Wayang Topeng (Panji)

Patrajaya Jarodheh Prasanta Demang Mones

Malang Jawa Timur

Wayang Topeng Tualen, Merdah, Sangut, Delem Bali Wayang Orang Gedog Pentul, Tembem Yogyakarta Wayang Orang Gedog Bancak, Doyok Surakarta Kakawin (Jawa Kuna) Gathotka- casraya oleh Mpu Panuluh

Jurudyah, Prasanta dan Punta. Ada juga nama Jodhèksanta.

Kediri

Kitab Jawa Tengahan: Tantu Panggelaran

Tapawangke ng / Same ge t Baganjing dan Tapapalèt

Daha

Cerita Hayam Wuruk Gagak Ketawang Majapahit

Jenis pertunjukan Nama panakawan (golongan pangiwa)

Daerah

Wayang purwa Togong / Tejamantri Bilung / Sara(w)ita

DIY - Jateng – Jatim

Diolah dari sumber: Haryanto, S. (1988), Poerbatjaraka,R.M.Ng. (1952), Pandjangmas, (1953), Sumintarsih, dkk.(2010).

terbatas pada wayang purwa saja, namun jugaterdapat dalam karya sastra. Dalam pertunjukanwayang pun jenisnya beragam, misalnya wayanggedog, wayang golek, juga wayang topeng.Perkembangannya pun sampai ke daerah-daerah

lain tidak hanya di Daerah Istimewa Yogyakarta,namun juga mencakup Jawa Tengah, dan JawaTimur dan Bali. Sekedar sebagai contoh tentangnama pertunjukan, sebutan panakawan dandaerah pertunjukan digambarkan dalam daftar

Panakawan Dalam Pewayangan (S. Ilmi Albiladiyah)

Page 86: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

188

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Daftar PustakaAsthu, “Gara-gara”, Pandjangmas, No. 4, Th. II, tgl. 11 Mei 1954.Bambang Sumadio, ed. Sejarah Nasional Indonesia II-Jaman Kuno. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1976.Djoko Dwiyanto, ed., Ensiklopedi Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, 2010.

lebih lanjut.Dari paparan di atas, dapat dikatakan

bahwa kehadiran tokoh panakawan dirasa pentingdalam suatu pertunjukan tradisional, misalnyawayang. Terutama apabila pihak penyelenggaramempunyai maksud tertentu, antara lain:1. bertujuan menyampaikan misi pemerintah2. menanamkan rasa kasih terhadap sesama,

membina moral, budi pekerti3. menumbuhkan rasa nasionalisme, patriotisme,

membela nusa bangsa dan negara4. membesarkan hati rakyat5. memberi penerangan, melakukan sosialisasi

sesuatu hal yang penting misalnya programkeluarga berencana, dan lain sebagainya

6. kampanye politik7. maksud-maksud lain untuk meraih keinginan

Dalam suatu pelaksanaan pertunjukantradisional seorang dalang mempunyai peluangmenyampaikan pesan-pesan yang disampaikankepada masyarakat, baik melalui dialog seriusmaupun humor yang dilakukan oleh tokoh utamamaupun tokoh lucu misalnya panakawan. Haltersebut tidak terbatas pada wayang (kulit) purwasaja, namun juga pada pertunjukan wayangtopeng.

“… Dalang dalam wayang topengmempunyai peran penting dalamupaya mensosialisasikan nilai-nilailuhur yang terkandung dalam setiapcerita atau lakon wayang topeng.Melalui dalang, pesan-pesan moraldapat langsung didengar dan diterimaoleh masyarakat. Pesan-pesantersebut dapat disampaikan melaluipembicaraan yang serius maupunlewat banyolan yang disampaikan

dalang…”25

IV. PenutupDemikianlah dalam seni tradisi pesan-

pesan moral dan pesan-pesan edukatif lainnyadilontarkan. Hal tersebut merupakan kekayaanbudaya Indonesia yang ternyata walaupun bersifattradisional namun dapat disesuaikan dalamsuasana dan waktu yang diperlukan. Kesemuanyaitu tergantung pada sarana dan dalang sebagaitokoh sentral dibantu oleh para pendukungnya.Sehingga dari seni pertunjukan yang merupakantontonan dapat diambil hikmahnya, contoh-contohkebaikan dalam kehidupan sebagai tuntunan.

Mengingat banyak nilai moral positif yangterkandung dalam seni pertunjukan wayang,mungkin baik sekali apabila diambil sebagai materipembelajaran bagi masyarakat umum. Bakmutiara bernilai, perlu disosialisasikan dalamkehidupan sehari-hari dalam tindakanbermasyarakat, sehingga baik bagi siswa maupunmasyarakat pada umumnya selalu akan mengenalasah-asih-asuh, dan menerapkannya. Jikamasyarakat, atau dalam skala luas suatu bangsatelah mengenal nilai-nilai positif tersebut makasebutan bangsa yang beradab, bermoral tinggiakan disandangnya.

Keberhasilan hasil sosialisasi nilai-nilaimoral yang merupakan tujuan utama pertunjukanwayang khususnya melalui pesan-pesan positifyang disampaikan mengenai sasaran, maka akanmengurangi tindakan-tindakan negatif. Kebijakan,kearifan, tindakan tepat diharapkan akanmewarnai manusia Indonesia, sehingga jika hal itudilakukan oleh seorang pemimpin, ia berhasilmenenteramkan, membahagiakan, memakmurkanbangsa dan negaranya (memayu-hayuningbawana).

Page 87: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

189

Haryanto, S., Pratiwimba Adiluhung-Sejarah dan Perkembangan Wayang. Jakarta: Djambatan,1988.

Joenarsono, Anang, “Gunung Srandil Kahyangan Sang Hyang Semar”, dalam Almanak Dewi Sri,1972, halaman 273-290.

Maharkesti, R.A.dkk., Upacara Tradisional Siraman Pusaka Kraton Yogyakarta. Yogyakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarahdan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1988/1989.

Poerbatjaraka, R.M.Ng., Kapustaan Djawi. Djakarta-Amsterdam : Djambatan, 1952.Poerwadarminta, W.J.S., Baoesastra Djawa. Groningen-Batavia: J.B.Wolters’ Uitgevers-Maatschappij,

N.V., 1939.Slametmulyana, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1979.Sujiyanto, Wawan, Semar Ngejowantah Mbabar Jati Diri. Yogyakarta: Jogjamediautama, 2011.Sumintarsih, dkk. “Wayang Topeng Malang Sebagai Wahana Pewarisan Nilai”, Yogyakarta : Balai

Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2010.Sunarto dan Sagio, Wayang Kulit Gaya Yogyakarta. Yogyakarta : Pemerintah Propinsi DIY, Kantor

Perwakilan Daerah Propinsi DIY, 2004.Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indone-

sia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1988.Triyanto Triwikromo, dkk. “Kerumitan mencari identitas Semar”, Suara Merdeka, 3 April 1997, hal.

IX.____________, “Manteb Soedhardono: Telah Terjadi Inflasi”, Suara Merdeka, tanggal 3 April 1997,

hal. IX.____________, “Sindhunata: Semar Ada di Segala Zaman’, Suara Merdeka, tanggal 3 April 1997,

hal.IX.Ki Wipra, “Wajang Punakawan”, Pandjangmas, No. 1, Th.ke IV, tanggal 31 Desember 1956, hal.

13-15.NN. “Sedjarahnja Parepat Panakawan Menurut Pakem Pedalangan”, dalam Pandjangmas, No. 1,

Th ke I, tanggal 6 Djanuari 1953, hal. 8-10.Raga, “Pakem”, Pandjangmas, No. 9, Th. I, tgl. 13 Oktober 1953, hal. 7-9.

Panakawan Dalam Pewayangan (S. Ilmi Albiladiyah)

Page 88: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

190

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)DALAM MENINGKATKAN SOPAN SANTUN ANAK

RubingatGuru PKn SMP N 3 Bantul Yogyakarta

Abstrak

Pendidikan sopan santun merupakan masalah yang sangat penting, terlebih lagi padaanak usia dini. Usia dini dicirikan sebagai periode keemasan/the golden age, saat mereka masihbenar-benar mencontoh, meniru, mendengar dan saat itulah waktu yang paling tepat untukmendidik sopan santun. Tulisan ini bertujuan mengetahui peningkatan sopan santun dalampendidikan anak usia dini. Untuk mencapai sasaran dilakukan observasi lapangan dan didukungdata sekunder/studi pustaka, setelah terkumpul dianalisis secara deskriptif.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada empat kata penting/kunci sopan berbicarauntuk diajarkan pada anak usia dini seperti “Terima kasih”, “Tolong”, “Maaf”, dan “Permisi”.Ucapankanlah kata “tolong “ jika anak ingin meminta bantuan. Ucapkan kata “terima kasih”bila melakukan sesuatu, berkata “maaf” jika berbuat salah, dan permisi bila anak masuk rumahorangtua atau lewat di depan orangtua. Dengan demikian mendidik sopan santun pada anakusia dini adalah cara yang tepat untuk membentuk kepribadian anak.

Kata kunci: sopan-santun, pendidikan anak usia dini

Abstract

Education manners is a very important issue, especially in early childhood. Early age ischaracterized as a golden period / the golden age, when they were actually copying, imitating,listening and that’s when the best time to educate manners. A proper guidance at an early ageeducation can develop the inborn potensial.

This descriptive qualitative research aims to reveal which points of good manners shouldbe taught in carly childhood education. The data were drwn from field observations and sec-ondary data / literature study.

Theideal time to start teaching manners is whwn children are in the period of aequiring.At this stage, there are for important words to be taught, that is: Terima kasih (Thank you),Tolong (Please), Maaf (Sorry), and Permisi (Excuse me). Educating good manners in morals forchildren at an early age is the right way to shape the personality.

Key words: politeness, early children education

Page 89: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

191

PendahuluanPendidikan Nasional memiliki fungsi

sebagaimana yang tercantum pada pasal 3,Undang-Undang RI Nomor 23 Tentang SistemPendidikan Nasional, yaitu mengembangkankemampuan dan membentuk watak sertaperadaban bangsa yang bermartabat dalamrangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi pesertadidik agar menjadi manusia yang beriman danbertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri, dan menjadi warga negara yangdemokratis serta bertanggung jawab.

Pada hakekatnya belajar harusberlangsung sepanjang hayat. Untuk mencapaigenerasi yang berkualitas, pendidikan harusdilakukan sejak usia dini (PAUD). Paud menjadisangat penting mengingat potensi kecerdasan dandasar-dasar perilaku seseorang terbentuk padarentang usia dini. Usia dini dicirikan sebagaiperiode keemasan/the golden age. Pada periodeini orangtua hendaknya memberikan perhatiankhusus agar anak mendapat pelayanan yang layakbagi perkembangannya. Pendidikan anak usiadini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjangpendidikan dasar yang merupakan suatu upayapembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahirsampai dengan usia enam tahun. Sesuai denganpasal 28 Undang-Undang Sistem PendidikanNasional N0. 20 Tahun 2003 ayat 1, yangtermasuk anak usia dini adalah anak yang masukdalam rentang usia 0-6 tahun.

Pendidikan anak usia dini dilakukanmelalui pemberian rangsangan pendidikan untukmembantu pertumbuhan dan perkembanganjasmani dan rokhani, agar anak memiliki kesiapandalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yangdiselenggarakan pada jalur formal, nonformal, daninformal. Pendidikan anak usia dini merupakansalah satu bentuk penyelenggaraan pendidikanyang menitik beratkan pada peletakan dasar kebeberapa arah sebagai berikut ini:

1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik(koordinasi motorik halus dan kasar).

2. Kecerdasan (daya pikir, daya cipta,kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual).

3. Sosioemosional (sikap dan perilaku sertaagama) bahasa dan komunikasi, yangdisesuaikan dengan keunikan dan tahap-tahapperkembangan yang dilalui oleh anak-anakusia dini.1

Mengutip dari Maimunah Hasan, ada duatujuan diselenggarakannya pendidikan anak usiadini, antara lain: pertama, membentuk anak Indo-nesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuhdan berkembang sesuai dengan t ingkatperkembangannya, sehingga memiliki kesiapanyang optimal di dalam memasuki pendidikan dasarserta mengarungi kehidupan di masa dewasa.Kedua, adalah membantu menyiapkan anakmencapai kesiapan belajar (akademik) disekolah.2

Berdasarkan latar belakang tersebut makapermasalahan makalah ini difokuskan pada salahsatu aspek pengembangan pembentukansosiemosional (sikap serta perilaku) ataupembiasaan pada anak usia dini mengenai sopansantun. Hal ini karena sopan santun merupakanmasalah yang sangat penting, terlebih lagi padaanak usia dini (3-6 tahun) atau setingkat TK,karena di masa-masa inilah mulai keluar darilingkungan dan belajar sosialisasi dengan teman-teman seusianya.

Seorang anak belum mengetahui standarsopan santun, anak-anak harus belajar berperilakusantun dalam berbagai situasi. Anak belum tahumengapa sesuatu yang dilakukan. Anak-anakakan mengalami kesulitan dalam mempelajaribagaimana berperilaku yang baik. Kadang-kadang anak akan mengulang kesalahan yangsama pada waktu yang berbeda karena anak tidakterbiasa dan kadang-kadang lupa. Sifat anak yangcenderung meniru apa yang dilihat, mendengar,dan memperhatikan, kemudian menjadi perilakusehari-hari. Inilah yang perlu diarahkan atau

1 Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum Berbasis Kompetisi Anak Usia Dini. (Jakarta: PusatKurikulum, 2002), hal 15

2 Maimunah Hasan. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). (Yogjakarta: Penerbit DIVA Pres, 2010) hal 16-17.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Meningkatkan Sopan Santun Anak (Rubingat)

Page 90: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

192

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

dibiasakan, sehingga perilaku yang melekat padaanak adalah perilaku yang diharapkan olehorangtua. Jadi teramat penting mulaimengembangkan dan pembiasaan sopan santunatau berperilaku yang baik pada pendidikan anakusia dini (PAUD).

A. Sopan SantunSopan santun merupakan istilah bahasa

Jawa yang dapat diartikan sebagai perilakuseseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai sepertimenghormati, menghargai, tidak sombong danberakhlak mulia. Pengejawantahan atauperwujudan dari sikap sopan santun ini adalahperilaku yang menghormati orang lain melaluikomunikasi menggunakan bahasa yang tidakmeremehkan atau merendahkan orang lain. Dalambudaya Jawa, sikap sopan salah satunya ditandaidengan perilaku menghormati kepada orang yanglebih tua, menggunakan bahasa yang sopanataupun tidak memiliki sifat yang sombong.

Pengertian sopan-santun dalam Ujiningsihdan Sunu Dwi Antoro, dijelaskan bahwa sopansantun adalah peraturan hidup yang timbul darihasil pergaulan sekelompok itu. Normakesopanan bersifat relatif, artinya apa yangdianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.3

Sikap sopan santun ini tidak sekedar hanyadipelajari di sekolah, namun sekolah perlumerancang mekanisme penerapan budaya sopansantun dalam kehidupan di sekolah. Di sampingitu, sekolah bekerjasama dengan keluarga untukberperan aktif membiasakan sikap sopan santunbagi anak mereka ketika di rumah dan dilingkungan sekitar.

Peran orang tua di rumah dalammembiasakan sikap sopan santun bagi anaknyasangat penting mengingat sebagian besar waktuanak lebih banyak atau berada di rumah. Disekolah mungkin lebih pada penguatan mengenaipentingnya dan makna dari berperilaku sopansantun itu sendiri. Dengan demikian, kerja sama

yang baik antara sekolah dan orang tua dalammendidik anak tidak lagi hanya sebatas padapembagian tugas. Atau orang tua menyerahkansepenuhnya kepada sekolah, namun perlu adakerja sama dalam pelaksanaan proses pendidikanitu sendiri.

Sopan santun yang harus dibiasakan padaanak usia dini adalah sopan santun yang akanditerapkan mereka dalam kegiatan sehari-hari.Seperti halnya sopan santun saat makan,berkomunikasi, bertindak, dan lain sebagainya.Dengan menerapkan sopan santun dalam kegiatansehari-hari maka anak akan terbiasa. Adapunsopan santun tersebut meliputi :1. Sopan berbicara

Sopan santun berbicara pada anakusia dini tidak diartikan sebagai sopan santunseperti anak-anak yang sudah pandai dalammerangkai dan memilih kata yang baku atauformal. Oleh karena itu, perlu adanya strategiagar anak usia dini dapat dilatih sopan dalamberbicara. Dalam sesuatu pembicaraan adabeberapa kata yang penting yang dapatmengontrol pembicaraan agar tidak terjadiperdebatan. Kata-kata tersebut antara lainterima kasih, tolong, maaf, dan permisi. Kata-kata tersebut adalah merupakan keajaibankarena kita sebagai orangtua kerap terkejutketika buah hati kita mengucapkannya.Bahkan, saat ini kita pun bisa terkejut dansetengah syok ketika buah hat i kitamengucapkan kata-kata tidak biasa untukanak seusia dia. Mengapa demikian, karenakata-kata tersebut termasuk aspek yang pal-ing banyak dan mudah ditiru oleh anak melaluiproses mendengar dan memperhatikan.

Mengutip dari Bambang Trim, AllahSWT. secara ajaib memberikan kecerdasanlinguistik kepada anak-anak kita sehinggasungguh terkadang kita tidak perlumenerangkan makna suatu kata, tetapi merekasudah paham dengan proses melihat,memperhatikan, dan berfikir. Kita sebagai

3 Ujiningsih dan Sunu Dwi Antoro. “Pembudayaan Sikap Sopan Santun Di Rumah dan Di Sekolah SebagaiUpaya Untuk Meningkatkan Karakter Siswa.“Makalah (Yogjakarta: Temu Ilmiah Nasional Guru II, 2010 UniversitasTerbuka), hal. 1-7.

Page 91: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

193

orangtua pun mafhum bahwa masa-masa anakberusia 3-5 tahun adalah masa-masa emas(the golden ages) ketika “komputer” dalamotak mereka bekerja optimal dengan programpaling canggih.4 Oleh karena itu, agar anakmemiliki sopan santun dalam berbicara, makaorang tua harus mengenalkan dengan 4 katakunci  seperti berikut ini:a. Ajarkan anak mengucapkan “terima

kasih”Ucapan terima kasih merupakan

salah satu cara menghargai orang lain.Dengan membiasakan anak mengucapkankata “terima kasih” kepada orang-orangyang telah memberikan pertolonganataupun hadiah, maka anak terbiasa akanmenghargai orang lain.

Akan tetapi, dalam mengajarkandan membiasakan anak, hindari sikapmempermalukan anak di depan umumketika anak tidak mau mengucapkan“terima kasih” pada orang yang telahmemberikan hadiah ataupun pertolongan.Alangkah baiknya orang tua mengingatkananak untuk mengucapkan terima kasih,sehingga lambat laun anak akan terbiasamengucapkan terima kasih pada oranglain.

b. Membiasakan anak mengucapkan“tolong”

Membiasakan anak mengucap-kan kata “tolong” saat meminta bantuanorang lain sangat disarankan. Kata“tolong” sebaiknya diucapkan saat anakmeminta diambilkan air minum, dibukakanpintu, dipasangkan batu baterai ke dalammainannya, dan lain-lain. Namundemikian, di dalam mengajarkannya tidakdengan paksaan. Hindari menolakkeinginan anak hanya karena ia takmengucapkan kata “tolong”. Anak-anakhanya perlu diingatkan, tetapi tidakdipaksa. Dengan demikian, lambat laun

anak akan mengenal pent ingnyamengucapkan kata “tolong” saatmeminta bantuan atau pertolongan.

c. Mengajarkan anak mengucapkan “maaf”Mengajarkan kata “maaf”

sebaiknya dimulailah dari diri orang tua.Sebagai contoh, ketika orangtua taksengaja menginjak mainan anak, makamintalah maaf kepadanya dan jangansegan-segan mengucapkan kata maaf.Dengan demikian, anak tahu, dia harusmengucapkannya kala berbuat salah atautidak sengaja merusak barang milik oranglain. Begitu pula saat anak memukultemannya karena berebutan mainan, orangtua harus proaktif mengajak anak memintamaaf dan dengan janji tak akan mengulangilagi perbuatannya.

d. Mengucapkan kata permisiSebelumnya orang tua

menjelaskan pada anak bahwa orang lainmemiliki privasi yang harus dihargai. Jadi,saat anak masuk rumah atau kamar oranglain, ajarkan untuk mengetuk pintudan mengucapkan permisi atauassalamualaikum bagi yang beragamaIslam. Berikan juga contoh-contoh,misalnya, mengucapkan kata “permisi”juga saat orang tua hendak masuk kamaranak.

Selain dari tindakan sehari-hari,orang tua bisa mengajarkan pentingnyakata permisi lewat bacaan atau dongengkarangan orangtua. Misal, Kancil yangselalu mengatakan permisi kalau masukkamar Tupai, juga mengucapkannya saatberjalan melewati Kadal tua yang sedangduduk. Gambarkan juga di dalam ceritaitu, reaksi positif yang muncul dari orangyang mendapat ucapan permisi. Dengandemikian, anak senang berlaku sopankarena reaksi positif akan segera diterima

4 Bambang Trim. Katakan Terima Kasih. Soekarno-Hatta (Bandung: PT Grasindo Media Pratama, 2011),hal. 2.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Meningkatkan Sopan Santun Anak (Rubingat)

Page 92: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

194

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

dari lingkungannya.

2. Sopan saat bertamu atau ketika ada tamuSeringkali orangtua kesal karena sikap

anaknya yang kurang sopan saat bertamu.Anak sering bolak-balik mengambil kue,meminum minuman orang lain, bahkanbermain di kursi tamu. Hal yang sama jugaterjadi saat ada tamu datang ke rumah, bisadikatakan si kecil tetap over acting.

Adapun cara mengajarkannya adalahmembiasakan anak untuk tampil sopan ketikabertamu atau ketika ada tamu dapat dimulaidengan memberikan pengertian bahwa tidakbaik mengganggu tamu, hindari menghukumanak di depan tamu. Selain itu, bermain peransangat efektif mengajarkan etika bertamu.Berikan peran tamu kepada anak dan orangtua sebagai tuan rumah. Jelaskan, apa sajayang boleh dan tidak boleh dilakukan saatbertamu. Selanjutnya, orang tua bisa bergantiperan menjadi tamu dan anak menjadi tuanrumahnya, hingga anak tahu etika bertamu danmenerima tamu.

3. Sopan bertindakSopan santun tidak hanya melulu

berkaitan dengan etika berkata-kata saja,akan tetapi juga berkaitan dengan etikatindakan. Pengendalian emosi adalah salahsatunya. Tugas orang tualah untukmengarahkan anak agar bisa mengendalikanemosi, khususnya saat kemauannya tak bisadipenuhi. Menangis berguling-guling, merusaksuatu benda/barang, memukul, dan memangtidak seratus persen dapat dihilangkan di usiaini, tetapi setidaknya orang tua bisamengendalikannya seminimal mungkin.

Cara mengajarkannya sebagaiorangtua memang tidak mudah, apalagi anaksedang mengalami masa tantrum. Namun, haltersebut dapat dilakukan dengan caramemberikan penjelasan logis mengapakemauannya tak bisa dipenuhi, misalnya: tidakdibelikan permen karena sedang sakit gigi.Ajarkan pula untuk mengungkapkan emosi

secara sehat, antara lain dengan ucapanasertif, seperti “jangan ambil” lebih baikdaripada memukul anak yang hendak merebutmainannya.

Sopan santun dalam kaitan etikatindakan juga dapat diajarkan denganmembiasakan anak dalam kegiatan sehari-hari.Anak dapat dibiasakan berpamitan denganbersalaman dan mencium tangan ketika anakberangkat atau pulang sekolah. Sebagaiorangtua juga dapat membiasakan anaknyauntuk berjabat tangan dan mencium tanganpada orang yang lebih tua saat bertemu.Dengan demikian, kebiasaan anak tersebutmerupakan salah satu dari sopan santun dalambertindak.

4. Sopan saat makanHal yang perlu juga diajarkan kepada

anak adalah sopan pada saat makan, yaitumenjelaskan bahwa ada etika yang harusdilakukan anak saat makan, juga terhadapmakanan. Dengan demikian, tak ada lagiaktivitas membuang makanan, melemparmakanan, menyembur-nyemburkan makanan,dan sebagainya. Cara mengajarkannya adalahlakukan pembiasaan saat makan, anak duduk,di meja khusus saat makan, dan jugabercelemek. Dengan pembiasaan itu, anakakan tahu, dia harus diam saat makan danmenjaga bajunya tetap bersih. Selain itu,biasakan atau ajarkan pada anak untukmenghindari makan sambil menonton TV,berbicara, bercengkerama, bersendagurau,bernyanyi, atau melakukan kegiatan lainsewaktu makan.

B. Cara Mengajarkan Sikap Sopan SantunPada Anak Usia Dini

Pendidikan anak harus dilakukan melaluitiga lingkungan, yaitu keluarga, sekolah, danorganisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikanyang pertama dan terpenting. Sejak timbulnyaperadaban manusia sampai sekarang, keluargaselalu berpengaruh besar tehadap perkembangananak manusia. Pendidikan adalah tanggung jawab

Page 93: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

195

bersama antara keluarga, masyarakat, danpemerintah. Sekolah sebagai pembantu kelanjutanpendidikan dalam keluarga sebab pendidikanyang pertama dan utama adalah diperoleh anakdalam keluarga.

Peranan orang tua bagi pendidikan anakadalah memberikan dasar pendidikan, sikap, danketrampilan dasar, seperti pendidikan agama, budipekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasaaman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan, danmenanamkan kebiasaan-kebiasaan. Selain itu,peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilaidan tingkah laku yang sesuai dengan diajarkan disekolah.

Menurut Ujiningsih dan Sunu Dwi Antoro,salah satu cara untuk mengajarkan sikap sopansantun anak adalah dengan pembudayaan sikapsopan santun.5 Pembudayaan merupakan suatuproses pembiasaan. Pembudayaan sopan santundapat dimaksudkan sebagai upaya pembiasaansikap sopan santun agar menjadi bagian dari polahidup seseorang yang dapat dicerminkan melaluisikap dan perilaku keseharian. Pembudayaansopan santun di rumah dapat dilakukan melaluiperan orang tua dalam mendidik anaknya. Orangtua dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:1. Berikan contoh dalam kehidupan sehari-hari

Orang tua memberikan contoh-contohpenerapan perilaku sopan santun di depananak. Hal tersebut merupakan alat pendidikanyang sekaligus dapat memberikan pengetahuanpada anak tentang makna dan implementasidari sikap sopan santun itu sendiri.

Sikap dan perilaku orang tua dalamkehidupan sehari-hari secara tidak langsungakan ditirukan oleh anaknya. Bahkan, saatmasih belum dapat berbicara pun, anak sudahbisa menirukan perbuatan yang orang tualakukan, meskipun dalam “bahasa dan bentuk”yang lain. Sangatlah tepat ungkapan “anak-anak mendengar tidak dengan telinga,melainkan dengan matanya”. Artinya, orangtuaharus menjadi contoh nyata bagaimanabersikap sopan dan santun. Sehingga sebagai

orangtua kita harus waspada dengan sikap danperilaku yang kita perbuat.

Menurut pendapat Dyah Kusuma,pembentukan perilaku sopan santun sangatdipengaruhi lingkungan. Anak pasti menyontohperilaku orang tua sehari-hari. Tak salah kalauada yang menyebutkan bahwa ayah/ibumerupakan model yang tepat bagi anak. Disisi lain, anak dianggap sebagai sosok peniruyang ulung. Lantaran itu, orang tua sebaiknyaselalu menunjukkan sikap sopan santun.Dengan begitu, anak pun secara otomatis akanmengadopsi tatakrama tersebut. 6

2. Menanamkan sikap sopan santun melaluipembiasaan.

Anak harus dibiasakan bersikap sopandalam kehidupan sehari hari baik dalambergaul dalam satu keluarga maupun denganlingkungan. Anak yang dibiasakan dari keciluntuk bersikap sopan santun akan lebih mudahbersosialisasi. Dia akan mudah memahamiaturan-aturan yang ada di masyarakat dan maumematuhi aturan umum tersebut. Anak punrelatif mudah menyesuaikan diri denganlingkungan baru, supel, selalu menghargaiorang lain, penuh percaya diri, dan memilikikehidupan sosial yang baik.

Dengan demikian, anak tumbuhmenjadi sosok yang beradab. Pembiasaanpada anak merupakan metode yang palingtepat dalam pelaksanaan proses pendidikankarakter. Pelaksanaan pembiasaan ini tentudilakukan melalui proses panjang yang harusdimonitor, dibimbing dan dinilai oleh gurumaupun orang tua.

3. Menanamkan sikap sopan santun sejak anakmasih kecil.

Seorang anak yang sejak kecildibiasakan bersikap sopan akan berkembangmenjadi anak yang berperilaku sopan santundalam bergaul dengan siapa saja dan selaludapat menempatkan dirinya dalam suasana

5 Ujiningsih dan Sunu Dwi Antoro. Loc. Cit.6 Dyah Kusuma. http://indteacher.wordpress.com/2009/05/06/

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Meningkatkan Sopan Santun Anak (Rubingat)

Page 94: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

196

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

apapun. Sehingga sikap ini dapat diajadikanbekal awal dalam membina karakter anak.

4. Memperlihatkan sikap perhatian pada anakAnak sering melakukan tindakan yang

tidak santun hanya untuk menarik perhatianorang tuanya. Oleh karena itu, sebaiknyasesibuk apa pun kita di meja makan, bersamatamu atau dengan pekerjaan, selalu berikanperhatian pada anak. Berikan pujian jika anakmenunjukkan perilaku yang sopan dan santun.

Pembudayaan (merupakan suatu prosespembiasaan) sikap sopan santun juga dilaksanakandi sekolah, dengan melalui program yang dibuatoleh sekolah untuk mendesain skenariopembiasaan sikap sopan santun pada anak. Dalamhal ini sekolah dapat melakukan langkah-langkahsebagai berikut:1. Peran sekolah dalam membiasakan sikap

sopan santun dapat dilakukan denganmemberikan contoh sikap sopan dan santunyang ditunjukkan oleh guru. Siswa sebagaipembelajar dapat menggunakan guru sebagaimodel. Dengan contoh atau model dari guruini siswa dengan mudah dapat meniru.Keteladanan itulah menjadikan guru dapatdengan mudah menanamkan sikap sopansantun pada siswanya.

2. Guru dapat mengintegrasikan perilaku sopansantun ini dalam setiap mata pelajaran, sehinggatanggungjawab perkembangan anak didiktidak hanya menjadi beban guru agama,pendidikan moral Pancasila, dan guru BP.Guru seni tari Jawa dapat membantupembiasaan sopan santun melaluipembelajaran dalam gerakan tari yang memilkinilai nilai posistif. Dalam gerakan (tari) di sinisiswa belajar unggah-ungguh, sopan santun,tatakrama, bisa menghaluskan budi pekerti,tidak terus berani kepada orang tua. Siswajuga diajarkan tentang olah rasa dan pikiranmelalui suara iring-iringan gending.7

Berdasarkan pengalaman salah seorangpenari, dapat dijadikan bukti bahwa seni tari

melalui geraknya dapat dijadikan sebagai me-dia mebelajarkan sikap sopan santun, tatakrama maupun unggah-ungguh.

Dengan demikian pembudayaan ataupembiasaan sikap sopan santun untuk membentukanak yang berkepribadian dewasa danbertatakrama perlu adanya kerjasama keluargadengan sekolah. Keluarga percaya penuh kepadaguru pendidik saat anak-anaknya berada disekolah, sedangkan di rumah orangtualahsepenuhnya mendidik anak-anaknya untukberperilaku yang baik.

C. Pentingnya Penerapan Sikap SopanSantun Pada Anak Usia Dini

Pendidikan usia dini mempunyai tujuanmembentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaituanak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengantingkat perkembangannya. Selain itu, memilikikesiapan yang optimal di dalam memasukipendidikan dasar serta mengarungi kehidupan dimasa dewasa dan membantu menyiapkan anakmencapai kesiapan belajar di sekolah.

Untuk menunjang pencapaian tujuantersebut, perlu adanya penerapan ataupembelajaran sikap sopan santun pada anak usiadini. Pembelajaran sikap sopan santun pada anakusia dini sangat penting dilakukan, karena akanmembentuk anak menjadi pribadi dewasa danbertatakrama. Mendidik anak usia dini dengansikap sopan santun, anak akan mengetahui apayang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan.Pengajarannya juga harus dilakukan sesuai denganusia anak. Tuntutan sopan santun anak punberbeda dengan orang dewasa. Orangtua cukupmengajarkan sikap sopan santun yang dapatdilakukan anak sesuai dengan usianya.

PenutupBerdasarkan uraian penjelasan di atas

dapat diambil kesimpulan, bahwa dalampendidikan anak usia dini perlu adanyapembudayaan atau pembiasaan sikap sopansantun untuk membentuk perilaku dan sikap yang

7Afianan. “Menari Mengajarkan Budipekerti dan Unggah-ungguh.“ dalam: Radar Jogya, 2010.

Page 95: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

197

Daftar PustakaAlfian, 2010. “Menari Mengajarkan Budi Pekerti dan Unggah-Ungguh.” Yogjakarta: Radar Jogja.Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kurikulum Berbasis Kompetisi Anak Usia Dini. Jakarta:

Pusat Kurikulum.Dyah Kusuma, 2009, “Menanamkan Sopan Santun Pada Anak.” http://indteacher. wordpress.com/

2009/05/06/, diunduh pada tanggal 6 Oktober 2011, Pukul 16.11’(http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sopan_santun), diunduh pada tanggal 6 Oktober 2011, Pukul 15.23’Maimunah Hasan, 2010, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Yogjakarta: Penerbit DIVA Pres.Mulkan, Abdul Munir, 2002, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian, Rangkuman Model

Pengembangan Kepribadian dalam Pendidikan Berbasis Kelas. (disadur dari Humanizingthe Class Room karangan John. P. Miller). Yogyakarta: Kresi Wacana.

NEST. 2007. Modul Training PPAUD. Jakarta: Tidak DiterbitkanSukirman,M.Pd, 2011, “Teknis Penyelenggaraan Program Penguatan PAUD Berbasis Keluarga

(Parenting).” Yogjakarta: Makalah, Orientasi Teknis Pembelajaran SPS, Dinas Dikpora ProvinsiDIY, Cakra Kembang 19-21 September 2011.

Sulastowo, 2008, “Mengajarkan Sopan Santun Kepada Si Kecil.” http://www.sulastowo. com/2008/04/21/, diunduh 7 Oktober 2011, Pukul 11.35’

Ujiningsih dan Sunu Dwi Antoro, 2010, “Pembudayaan Sikap Sopan Santun Di Rumah dan Di SekolahSebagai Upaya Untuk Meningkatkan Karakter Siswa. Makalah, Temu Ilmiah Nasional GuruII, Universitas Terbuka.

baik. Untuk membentuk perilaku dan sikap sopansantun yang baik ini perlu adanya kerjasama danperanan keluarga, sekolah, dan lingkungannya.Keluarga merupakan salah satu faktor pentingdalam pembentukan sikap dan perilaku anak.

Sikap sopan santun pada anak usia dinidapat diterapkan atau diajarkan denganmembiasakan anak dengan perilaku yang baiktanpa paksaan dari orang tua. Kebiasaan tersebutdapat dimulai dari memberi penjelasan kepadaanak dan mengingatkan apabila anak lupa akansikap tersebut. Untuk membentuk sikap yangsopan dan santun orangtua harus konsisten danjangan bersikap permisif atau memaklumi denganalasan apa pun. Bila anak melakukan tindakanyang tidak sopan, ingatkan lagi dan lagi. Sikapyang kurang sopan bukan dijadikan lelucon ataubahan guyonan. Jangan menertawakan si kecil saatia melakukan tindakan yang tidak santun. Bilamelakukannya, anak akan berpikir perbuatannya

lucu, wajar dan benar.Ada 4 kata penting/kunci untuk diajarkan

pada anak usia dini (PAUD) yaitu kata “Terimakasih,” “Tolong,” “Maaf,” dan “Permisi.”Ucapkanlah kata “Tolong” jika ingin memintabantuan anak. Ucapkan “Terima kasih” bila si kecilmelakukan sesuatu, jangan segan berkata “Maaf”jika berbuat salah, dan permisi bila masuk rumahorangtua atau lewat di depan orangtua. Adapuncara mengajarkannya adalah menanamkanpembiasaan atau pembudayaan anak untukberperilaku yang baik dan sopan santun. Dengandemikian, anak semakin lama akan terbiasabersikap sopan santun yang akan dibawanyasampai kelak dewasa bahkan akan membentukpribadi anak menjadi dewasa dan bertatakramaserta memiliki karakter yang kuat bermanfaat baginusa dan bangsa. Untuk mewujudkan hal tersebutperlu adanya kerjasama keluarga dengan sekolah.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Meningkatkan Sopan Santun Anak (Rubingat)

Page 96: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

198

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM BUDAYA JAWAKAJIAN TERHADAP SERAT NITIPRAJA

Titi MumfangatiStaf Peneliti Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Serat Nitipraja adalah satu dari sekian karya sastra Jawa yang mengandung pendidikanbudi pekerti. Aspek budi pekerti tersebut dapat ditanamkan kepada generasi muda sebagaifilter budaya asing yang masuk. Contoh-contoh perilaku yang diungkapkan dalam Serat Nitiprajadapat menjadi sumber pembelajaran budi pekerti bagi masyarakat masa sekarang.

Tulisan ini berusaha mengungkapkan dan mengkaji aspek-aspek budi pekerti yangterdapat dalam Serat Nitipraja dengan pendekatan kualitatif. Hasil kajian berupa penafsiranatau interpretasi nilai-nilai budi pekerti dalam kaitannya dengan kehidupan masa sekarang,yaitu yang ada dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Diharapkan nilai-nilai budi pekertiitu menjadi pedoman bertingkah laku bagi masyarakat Indonesia.

Kata kunci: Serat Nitipraja, budaya, pendidikan budi pekerti.

Abstract

Serat Nitipraja is one of the literary works that contains the teaching of Javanese moralconducts which are useful for the younger generation to filter the incoming of foreign culture.The examples of the moral conducts in this Serat is also a good resource for the contemporarysociety.

This qualitative research reveals and examines the moral conducts in theSerat Nitipraja. The result is an interpretation of the moral conducts in relation to the

social and family life. It is expected that the values embedded in the Javanese moral conductswould serve as life guidelines for the Indonesians.

Keywords : Serat Nitipraja, culture, moral conducts.

Page 97: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

199

PendahuluanBangsa Indonesia memiliki Pancasila

sebagai falsafah dan dasar negara. Pancasila telahmampu mengikat berbagai sukubangsa dengancorak ragam budaya yang beraneka menjadi satubangsa. Bangsa Indonesia juga memiliki pujanggabesar yang menciptakan sesanti BhinnekaTunggal Ika, yang awalnya terdapat dalam kitabSutasoma karya Empu Tantular. Tidak dapatdipungkiri karya budaya masa lalu banyakmemberikan pelajaran berharga. Banyak lagikarya budaya yang berisi ajaran pendidikan moraldan budi pekerti yang sangat luhur.1

Budi pekerti sebagai suatu nilai luhuradalah aturan atau norma yang menjadi pedomanhidup bermasyarakat. Budi pekerti digunakanuntuk mencapai martabat manusia yang lebihtinggi. Martabat berkaitan dengan harga diri,kedudukan, nilai-nilai, akhlak, kesopanan, dankehalusan budi pekerti. Manusia bermartabatadalah manusia yang berakhlak, yang memilikikesopanan dan budi pekerti. Manusia bermartabatadalah manusia yang berpendidikan, sopan, danberbudaya. Berpendidikan dalam hal ini adalahmemiliki ciri penting, kemampuan menguasaikesenian, membaca, dan menulis. Ciri pentingpengertian bermartabat adalah berbudaya. Orangyang berbudaya adalah yang mampu menghayatidan memahami hasil kebudayaan adiluhung, yanghanya didapatkan dengan pendidikan yang tinggitarafnya. Kesenian, mitos, religi, bahasa, seni, danilmu pengetahuan, merupakan faktor-faktorpenting dalam pembentukan martabat suatubangsa.2 Hasil budaya bangsa masa lalu dapatdipelajari dari peninggalan berupa karya tertulis(misalnya naskah, prasasti), bangunan bersejarah(misalnya candi, monumen), warisan budaya takbenda (misalnya kesenian, mitos).

Tidak sedikit hasil karya bangsa Indone-sia yang tertuang dalam naskah karya sastra

merupakan hasil pemikiran nenek moyang.Warisan budaya karya sastra memuat berbagaihal yang merupakan hasil pemikiran pujangga masalalu. Banyak karya dapat dijadikan sebagaisumber pembelajaran budi pekerti. Satu contohadalah Serat Nitipraja, satu dari sekian hasil karyasastra Jawa.

Sekilas Serat NitiprajaSerat Nitipraja adalah satu di antara

sekian banyak karyasastra Jawa yang sarat denganajaran. Khusus tentang kepemimpinan atau figurseorang pemimpin dijelaskan dengan tegas dalamSerat Nitipraja. Naskah ini sangat terkenal dalamkalangan kesusasteraan Jawa, sehingga banyakdisalin oleh pujangga-pujangga masa lampau.Serat Nitipraja juga dikutip dan menjadi inspirasiatau sumber penciptaan bagi para pujangga untukmencipta karya baru, dan sekarang tersimpan diperpustakaan Kraton Kasunanan,Mangkunegaran, Radya Pustaka, Pakualaman,dan Sonobudoyo.3

Sebagai bukti terkenalnya serat initerdapat banyak naskah yang memuat Nitipraja.Salah satu dari naskah itu adalah buku yangberjudul Serat Nitipraja atau Panitipraja. SeratNitipraja yang dijilid dalam satu jilid ada satu judultersimpan di Perpustakaan Kraton KasunananSurakarta dan dua judul di MangkunegaranSurakarta, sedangkan yang masuk dalamkumpulan serat antara lain terdapat juga diperpustakaan Kraton Kasunanan Surakartabersama dengan Serat Rama Duryaputra, SeratPartawigena, Nitisastra, Jayengbaya,Samsulmangarip. Di perpustakaan RadyaPustaka, terdapat juga naskah kumpulan berjudulSerat Panitisastra, Bratasunu, dan Nitipraja.

Di Perpustakaan Pura Pakualamanterdapat Serat Piwulang Warni-warni Jilid I yangisinya ajaran moral, kehidupan sosial,

1 Sujamto, Refleksi Budaya Jawa dalam Pemerintahan dan Pembangunan. (Jakarta: Penerbit Dahara Prize,1992), hal. 113-114.

2 Sapardi Djoko Damono. “Manusia dan Kebutuhan Martabat: Sebuah Catatan,” dalam Widyaparwa JurnalIlmiah Kebahasaan dan Kesastraan. (Yogyakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 3-4.

3 N. Girardet, dkk. Descriptive Catalogue of the Javanese Manuscripts and Printed Books in the MainLibraries of Surakarta and Yogyakarta. (Jakarta: Penerbit Steiner Verlag, 1983), hal. 200.

Pendidikan Budi Pekerti dalam Budaya Jawa Kajian terhadap Serat Nitipraja (Titi Mumfangati)

Page 98: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

200

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

keharmonisan rumah tangga dan masih banyaklagi. Ajaran tersebut dijelaskan dikutip dariberbagai sumber antara lain dari Serat WulangPutra, Wulang Punggawa, Darmalaksita, danNitipraja. Ada juga kumpulan serat yang memuatSerat Nitipraja bersama dengan serat Dewaruci,Tekawerdi, Suryangalam, Asthabrangta,Makutharaja, dan lain-lain.4

Di perpustakaan Sonobudoyo tersimpantiga naskah kumpulan serat. Satu jilid berjudulSerat Nitisruti di dalamnya terdapat beberapajudul, salah satunya yaitu Serat Nitipraja. Satu jilidberjudul Serat Pratelan Pambekanipun NataBinathara, Serat Nitipraja. Satu jilid lagi berjudulBundhel Zedekundige Gescriften Leiden, ada8 judul serat, salah satunya adalah Serat Nitipraja.Satu dari sekian banyak naskah Serat Nitiprajayang dikupas di sini adalah koleksi perpustakaanMangkunegaran Surakarta. Naskah terdiri daridua pupuh metrum tembang Dhandhanggulasebanyak 60 bait dan Pangkur sebanyak 122bait. Naskah berhuruf Jawa dengan bahasa Jawaragam ngoko. Secara garis besar Serat Nitiprajaatau Panitipraja berisi uraian mengenai figurseorang raja, seorang patih, seorang jaksa, danseorang duta atau kurir. Selain itu juga berisi uraianmengenai sikap yang harus dimiliki atau ditaati bagiseseorang yang menjadi abdi (seorang bawahan).Uraian isi sesuai dengan judul serat yaitu kata nitidan praja. Dalam bahasa Sanskerta, niti artinyaiguh (ing pangreh), pranatan, (tata aturan),praja artinya kerajaan.5 Judul serat terdapat padapupuh I Dhandhanggula bait 3 yang menyatakanbahwa Serat Nitipraja ditulis oleh seseorangbodoh (merendahkan diri) sebagai berikut.

Kadya sinilem sagara geni, rasaning driyakala samana, kalampahan panyarike,Nitipraja ingapus, dening pindhapracayeng ati, amiyat ing sarira,

alengkareng punggung, kumawi paksautama, kehing jana prawita tan niti gati,kedah ingalem wignya.

(Bagaikan menyelam di samudra api, rasa hatiketika itu, terlaksana menulis, Nitiprajadisusun, oleh yang percaya diri, memandangdiri, sangatlah bodoh, memberanikan diribagaikan orang mulia, banyak orang yanglebih pandai, ingin dianggap pintar.)

Sesuai dengan judulnya Serat Nitiprajaberisi ajaran mengenai hubungan antara parapemimpin dengan rakyatnya serta ajarankehidupan yang sangat penting untuk dipelajari.Isi Serat Nitipraja adalah pendidikan budi pekertiyang disampaikan secara rinci dalam bentukperilaku tentang permasalahan dalam kehidupansehari-hari. Dalam tulisan ini akan dikupasmengenai ajaran budi pekerti yang terdapat dalamSerat Nitipraja koleksi PerpustakaanReksopustoko, Pura Mangkunegaran, Surakartadengan kode koleksi A 46, kode Girardet 24215.6

Isi ringkas Serat NitiprajaIsi ringkas Serat Nitipraja disarikan dari

hasil alih aksara yang dilakukan olehMulyohutomo.7 Manusia dianggap hina apabilatidak mau menimba ilmu kepada cerdik pandai.Orang menjadi pandai diawali dengan lakuprihatin, tidak malu ditertawakan orang lain.Hidup yang mulia adalah hidup yang menjalankanajaran kehidupan, memperhatikan etika danaturan tata negara, tidak menyimpang dari norma.Jika sampai menyimpang akan menjadi hina,derajatnya akan jatuh. Tubuh manusia ibaratpermata di atas batu, harus diuji setiap hari denganaturan dan norma.

Jika menjadi raja harus melakukanperbuatan utama. Raja harus mampu menjadi

4 Sri Ratna Saktimulya (Peny.), Katalog Naskah-naskah perpustakaan Pura Pakualaman. (Jakarta: YayasanObor Indonesia- The Toyota Foundation, 2005), hal. 97.

5 W.J.S. Poerwadarminta, Baoesastra Djawa (Batavia: Penerbit J.B. Wolters, 1939), hal. 346, 509.6 Girardet, Op.Cit., hal.362-363.7 Mulyohutomo, Serat Panitipraja. Transkripsi naskah No. A 46. (Mangkunegaran, Surakarta:

Reksopustoko, t.t).

Page 99: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

201

matahari atau air yang jernih di gunung, membasahisemua makhluk hidup, ibarat tunas bersemi dimusim keempat. Atau ibarat hujan yang jatuh yangdiharapkan oleh semua rakyat. Semua menjadisegar dan harum sejahtera dengan kecukupansandang, pangan, dan papan.

Seorang raja yang mengingkari ataumelupakan semua itu, rakyat akan jauh darinya.Seorang raja harus memperhatikan etika atau tatacara apabila sedang dihadap oleh rakyatnya(siniwaka). Sebagai seorang raja harus menguasaiyang kasar dan yang halus, yang kasat mata danyang tidak kasat mata. Raja harus arif bijaksana,faham segala gerak-gerik kehidupan. Raja yanghina akan dimusuhi oleh raja-raja tetangga.

Sifat nista bagi seorang patih apabila tidakmengetahui bahaya atau kesulitan yang dihadapi,hanya terlena dalam mengabdi dan selalu dudukdi hadapan raja dan suka berpura-pura. Ia hanyaberpikir untung rugi seperti orang berdagang, tidakpeduli jika harus berdusta. Sifat madya apabilabertindak serba hati-hati melaksanakan perintahraja, suka melindungi prajuritnya. Sebaiknyaseorang patih mempunyai sifat bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah sesuai aturandan tidak kejam, sehingga kerajaan menjadi amantenteram. Semua pembesar segan dan hormatkepadanya. Seorang patih hendaknya janganhanya terlena dan terlarut karena dapat terkenatipu muslihat.

Seorang jaksa dan hakim harus menjaditimbangan yang seimbang, jangan silau oleh uang.Jika memang tidak benar, jangan tergoda oleh janjiyang menggiurkan. Jika sampai tergoda makarusaklah negara. Jangan terlalu mudah jatuhkasihan, hati-hati terhadap kata-kata manis atauwanita cantik. Jaksa ibarat nyala api, keadilanibarat kayu kering. Jaksa menjadi nista apabilasuka berbuat rendah, suka dipuji, ibarat ulatmemakan daun, semua daun dicicipi.

Bagi rakyat atau warga negara yang baik,bekerjalah sesuai kemampuan, jangan bertemandengan orang jahat, lebih baik berteman denganorang miskin dan dekat dengan raja. Jikaberbicara harus berhati-hati, fahamilah segalakehendak raja. Untuk mengabdi kepada raja harus

selalu tunduk dan mengetahui kehendak raja,ibaratnya disuruh memeluk leher singa pun harusdilaksanakan. Untuk membela raja dan negarasampai mati pun harus dijalani. Itulah kelak saranauntuk menemukan kebahagiaan sebab mentaatiperintah raja ibarat mentaati perintah Tuhan.

Cara mengabdi kepada raja adalahdengan berguru kepada para cerdik pandai,sehingga dapat mengetahui perbuatan baik danburuk, mampu bertatakrama dengan baik. Jikadipercaya datang ke istana harus berhati-hati danmelaksanakan perintah raja sesuai dengankehendaknya. Jangan bergaul terlalu akrabdengan wanita, karena itu adalah madu dan racun,ibarat api yang tidak akan ada puasnya dengankayu kering. Seorang pendeta tidak akan adapuasnya dengan ilmu, seperti halnya wanita yangtidak ada puasnya dengan pria. Adapun wanitayang baik, bagaikan permata di atas batu. Wanitayang mulia seperti itu pantas diraih dengan taruhannyawa. Jika wanita dipercaya menjadi abdi dalemraja harus berwajah ramah, taat kepada suami,jangan memakai pakaian indah, tetapi sederhanasaja dan harus siap menjalankan segala perintah.Orang yang sombong akan jauh dari kemuliaan.Kesenangan duniawi dapat membuat orang lupadan terombang-ambing. Berbeda dengan orangyang sudah menemukan arti kehidupan, tidak akansilau oleh harta duniawi.

Jika menjadi duta atau utusan raja harusmelaksanakan tugas dengan baik. Jika menjadiduta ke negara lain, berilah kabar kepada negaratersebut agar mereka siap menyambutkedatanganmu. Bawalah surat dengan sikap yangbaik. Jika surat sudah dijawab segeralah pamitdan menyampaikan surat balasan kepada raja.

Jangan mudah mengucapkan janji danjangan suka ikut campur urusan orang lain. Janganseenaknya jika berhadapan dengan majikan atauguru, jangan berpakaian sembarangan keluarrumah. Jangan meninggalkan tatakrama dankehati-hatian. Jika berhadapan dengan majikanharus tahu diri. Jangan suka masuk ke rumah orangtanpa ijin. Jangan suka menipu, mengadu domba,membuat onar, atau berfoya-foya. Jangansombong, jangan suka membantu orang yang

Pendidikan Budi Pekerti dalam Budaya Jawa Kajian terhadap Serat Nitipraja (Titi Mumfangati)

Page 100: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

202

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

berbuat kejahatan. Jangan berani melanggarlarangan atau membantah perintah nenek moyang.Jangan melanggar hadis dan sunnah nabi. Jikamempunyai anak harus diajar membaca AlQur’an.8

Pendidikan Budi Pekerti dalam SeratNitipraja

Naskah sebagai wujud karya budayanenek moyang memberikan gambaran berbagaiaspek kehidupan pada masa diciptakan. Olehkarena itu penggarapan naskah tidak dapatdilepaskan dari konteks masyarakat dan budayamasyarakat yang melahirkannya. Serat Nitiprajasebagai karya sastra yang berisi ajaranmenawarkan norma-norma yang dapat dijadikansumber budi pekerti. Tulisan ini akan mengupasbeberapa hal yang terdapat dalam Serat Nitipraja,yaitu mengenai hubungan manusia dengan sesamamanusia, hubungan warganegara atau rakyatdengan negara atau pemerintahan, etika dan budipekerti.

Secara umum budi pekerti berarti moraldan kelakuan yang baik dalam menjalanikehidupan. Ini adalah tuntunan moral yang palingpenting untuk orang Jawa tradisional. Budi pekertiadalah induk dari segala etika, tatakrama, tatasusila, perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan,dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budipekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluargadi rumah, kemudian di sekolah dan tentu saja olehmasyarakat secara langsung maupun tidaklangsung.9

Pendidikan budi pekerti adalah suatuproses pembentukan perilaku atau watakseseorang, sehingga dapat membedakan hal yangbaik dan yang buruk dan mampu menerapkannyadalam kehidupan. Pendidikan budi pekerti padahakikatnya merupakan konsekuensi tanggungjawab   seseorang  untuk   memenuhi  suatu

kewajiban. Budi pekerti lahir karena fakta,persepsi atau kepedulian untuk melakukanhubungan sosial secara harmonis melaluiperilakunya. Parameter budi pekerti yang luhuradalah kesesuaiannya dengan norma, etika, danajaran agama yang dianut suatu masyarakat.10

Manusia sebagai makhluk sosial hidupdalam kelompok-kelompok masyarakat. Dalamproses pertemuan antar manusia dalam kelompokmaupun dengan luar kelompoknya, menimbulkanberbagai bentuk interaksi. Proses interaksiberkaitan dengan proses belajar kebudayaandalam hubungan dengan sistem sosial.11 Interaksidalam masyarakat terjadi dengan memperhatikannorma-norma yang sudah ada pada masyarakattersebut. Dalam masyarakat Jawa hubunganmanusia dengan sesama manusia diuraikanbeberapa contoh.

Dalam hal ini ada dua hal, yaitu hubunganpergaulan yang dianjurkan dan hubungan yangtidak dianjurkan bahkan dilarang. Hubungan yangdianjurkan misalnya bergaul dengan orang yangpandai atau cerdik pandai. Contohnya adalah yangterdapat pada pupuh I Dhandhanggula bait 37sebagai berikut.

Tatrapane suwiteng narpati, ing sujanasarjana prewita, lumayad den gulat lide,lindri-lindri anempuh, agaganda pranaingaksi, anganakaken krama, sasangkaningguyu, pracaya oneng sadina, ing antaracegah cocobane amrih, nyat tyas sarira rasa.

(Cara mengabdi kepada raja, bergurukepada para cerdik pandai, selalu mengikutidengan tekun, walaupun sulit tetap dijalani,bersuci dalam hati, memenuhi aturan,walaupun ditertawakan, yakin setiap hari, jugamenghindari segala cobaan, memusatkan diripada perasaan).

8 Titi Mumfangati, “Kajian Aspek Kepemimpinan dalam Serat Panitipraja,” dalam Patra-Widya. Vol. 5 No. 1,Maret 2004. (Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004), hal. 291-295.

9 Suryo S. Negoro, “Budi Pekerti,“ http://jagadkejawen.com/id-dikutip 20 September 2011.10A. Wahid, “Budi Pekerti harus diteladankan, bukan diajarkan,” http://jabar.tribunnews.com, dikutip 20

September 2011.11 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta:PT Rineka Cipta, 1990), hal. 229.

Page 101: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

203

Contoh di atas mengajarkan bahwa dalamsetiap usaha untuk menjadi lebih baik dan untukmenimba ilmu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan itu dibuktikan dengan tetaptekun walaupun ditertawakan oleh orang lain.Segala godaan dan hambatan juga harus dihadapidengan sungguh-sungguh, tidak mudah putus asa.Dalam uraian di atas terkandung pengertian bahwauntuk meningkatkan martabat hidup, diperlukanusaha dan kerja keras.

Selain berusaha dekat dengan para cerdikpandai kita juga diharapkan dapat menjauhiorang-orang yang mempunyai watak jahat. DalamSerat Nitipraja disebutkan agar terhindar dari sifatjahat, kita harus menjauhi orang-orang jahat.Disebutkan pada pupuh Dhandhanggula bait 32sebagai berikut.

Enget-engeten ta aja lali, aja katungkuling suka wirya, den wruh pranataningrajeng, tata titining ratu, ingkang lumrahwong sanagari, esahena ing nala, wradintekeng dhusun, subakramaning sarira, ajasanak durjana amulang kunir, kidang karialasnya.

(Ingat-ingatlah jangan sampai lupa, janganterlena oleh kesenangan, ketahuilah aturanraja, tata tertib yang dibuat raja, untuk rakyatseluruh negara, terapkan dalam hati, meratasampai ke desa-desa, tatakrama diri, janganbergaul dengan penjahat, seperti kijangmeninggalkan hutan.)

Kutipan di atas mengajak agar manusiaselalu mengutamakan kebaikan dan menjauhikejahatan atau keburukan. Hal lain yang diuraikandalam Serat Nitipraja adalah kaidah moral yangterkait dengan etika atau sopan santun. Setiaporang dianjurkan untuk selalu menunjukkan ro-man muka manis dan sopan, tetapi tidakberlebihan. Hal ini terdapat dalam pupuh 2Pangkur bait 29 sebagai berikut.

Kaping sangalikur aja, barang tembungutama kaduk manis, aywa kaduk esem

guyu, dadi ewon sembrana, ing watekewong mangkono ora kukuh, panyekelebarang karya, togging prana aniwasi.

(Yang ke duapuluh sembilan, jangan setiapberkata dilebih-lebihkan, jangan berlebihantertawa, lama-lama menjadi sembrono, orangseperti itu sifatnya tidak kuat, akhirnyamembawa celaka.)

Kutipan di atas memberikan petuah agarkita selalu beretika, bertatakrama sehingga segalasesuatu dilakukan menurut norma yang berlakudi masyarakat bersangkutan. Selajutnya manusiaharus berperilaku sesuai tatanan masyarakat dilingkungannya. Apabila hanya lontang-lantungsaja seseorang dianggap tidak memiliki budipekerti yang terpuji. Dalam Serat Nitipraja pupuh2 Pangkur bait 52 disebutkan sebagai berikut.

Kaping seket loro aja, nganggur temenlegan tan duwe rabi, anak batur ngondhenganggur, manganan lan madatan, rinawengi tan pegat menek kacatur, tanpatandur kitri kara, pasthi tan enak niwasi.

(Yang ke limapuluh dua janganlah,mengganggur dan tidak berumah tangga,anak dan kerabat senang membicarakan,suka makan dan menghisap candu, siangmalam tidak ada habisnya menjadi bahanpercakapan, tidak mau bertani menanamtanaman pertanian, pastilah tidak enak danmembawa kesulitan.)

Kutipan di atas menganjurkan agarmanusia bertanggung jawab terhadap takdirnyasebagai makhluk Tuhan yang harus mempunyaiketurunan dengan berumah tangga. Keadaanseperti itu pasti akan menjadi beban dan membuatmalu keluarga. Apalagi ditambah senang makanberlebihan dan memakai obat-obatan terlarang.Sebagai masyarakat Jawa yang sebagian besaradalah masyarakat petani, harus melakukanaktivitas pertanian seperti pada umumnya. Apabilatidak melakukan aktivitas apa pun maka akan

Pendidikan Budi Pekerti dalam Budaya Jawa Kajian terhadap Serat Nitipraja (Titi Mumfangati)

Page 102: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

204

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

menjadi bahan cemoohan orang-orang disekitarnya.

Selanjutnya manusia hidup tidak bolehberfoya-foya, berpesta sampai lupa waktu. DalamSerat Nitipraja diuraikan bahwa orang tidak bolehhanya mementingkan kesenangan duniawi Pupuh2 Pangkur bait 53 menyebutkan sebagai berikut.

Kaping seket telu aja, kerep-kerep pestanayub tan becik, tanpa sabab nglahannglanthung, kang gething padha bungah,nyukurake yen ana bilai nempuh, kenarerasan culika, bok suda yitna niwasi.

(Yang ke limapuluh tiga, sering berpesta tayubtidak baik, tidak ada sebabnya menjadibengong, orang yang benci menjadi senang,mengumpat kalau ada bencana datang,menjadi incaran orang jahat, kalau-kalauhilang kewaspadaannya.)

Kutipan di atas mengisyaratkan bahwakebiasaan suka berpesta berfoya-foya adalahperilaku yang tidak baik, bertentangan dengan budipekerti. Orang yang suka bersenang-senangmenuruti hawa nafsu akan banyak kerugiannya,baik secara material maupun secara moral. Secaramaterial, uang dapat habis karena tidakmemikirkan untuk mengatur pengeluaran. Tenagadan fikiran juga akan terkuras karena kebiasaanbersenang-senang akan membuat seseorang lupawaktu. Apalagi biasanya dunia hiburan dilakukanpada malam hari, sehingga waktu istirahat menjaditerganggu. Secara moral, kebiasaan atau perilakusuka bertayub atau bersenang-senang membawadampak yang tidak baik bagi kesehatan mental.

Dalam kehidupan masyarakat juga adanorma-norma yang harus dipatuhi oleh anggotamasyarakatnya. Misalnya jika malam hari tidakboleh membuat suara gaduh yang akanmengganggu tetangga atau orang-orang disekitarnya. Dalam Serat Nitipraja pupuh 2Pangkur bait 57 disebutkan sebagai berikut.

Kaping seket pitu aja, ngunekake bedhilkalaning wengi, bedhil muni main

nganggur, kajaba ana sabab, lan wonggendhong titir rina wengi iku, yen sababenora nana, gawe gita aniwasi.

(Yang ke limapuluh tujuh janganlah,membunyikan senapan di waktu malam,senapan yang berbunyi tanpa alasan, kecualiada sebabnya, dan orang membunyikankentongan siang malam itu, jika tidak adasebabnya, membuat terburu-burumenyusahkan.)

Budi pekerti yang baik juga diukur dariperilaku yang secara normatif berlaku padamasyarakat lingkungannya. Dalam masyarakatJawa disebutkan bahwa manusia hidup dalamlingkungannya harus bertatakrama yang baik, sertatidak meninggalkan kehati-hatian. Dalam SeratNitipraja pupuh 2 Pangkur bait 70 disebutkansebagai berikut.

Kaping saptadasa aja, tinggal tatakramakramaning urip, tanpa tembung tanpalawung, sarta duga prayoga, nora weruhbasa sigug saru siku, begja yenpinisuhana, winastan celeng niwasi.

(Yang ke tujuhpuluh janganlah, meninggalkantatakrama aturan kehidupan, tanpa ucapantanpa perbuatan, serta pertimbangan, tidakmemahami bahasa yang kotor/kasar,beruntung jika hanya diumpat, berbahaya jikadikatakan sebagai babi.)

Kutipan di atas menjelaskan, bahwa bagiseseorang janganlah meninggalkan tatakramadalam pergaulan sehari-hari. Orang yangmeninggalkan tatakrama akan disoroti danmenjadi bahan pembicaraan yang kurang baik.Bahkan mungkin akan dikatakan sebagai binatangyang tidak mempunyai tatakrama.

Budi pekerti yang baik juga dapat dilihatdari perilaku seseorang apabila melihat orang yangcacat, menghina atau mentertawakannya. Orangyang baik dan berbudi pekerti luhur tentu tidakmelakukan perbuatan yang menyinggung perasaan

Page 103: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

205

orang lain, terutama orang yang cacat. Dalam SeratNitipraja pupuh 2 Pangkur bait 81 disebutkansebagai berikut.

Ping astha dasa eka ja, sok gumuyu wongngina amoyoki, cebol dhengkling bucuwungkuk, kabeh cacading raga, ilahmandar sihana ywa nganti rengu, yen anatan kang narima, mung sepele sok niwasi.

(Yang ke delapan puluh satu jangan,mentertawakan menghina atau mengejek,orang cebol pincang bongkok punggungnya,semua cacat fisik, kalau perlu kasihanilah agartidak marah, jika ada yang tidak ikhlas,persoalan sepele dapat menjadi bencana.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak dapatdipungkiri pasti akan bertemu dengan orang-orangyang kurang beruntung, menderita cacat tubuh.Oleh karena itu, patutlah kita mempunyai etikadan budi pekerti yang baik terhadap mereka. Kitaharus memandang mereka seperti orang-orangyang sempurna fisiknya, tidak merendahkan ataumenghina mereka. Justru kita patut memiliki rasabelas kasihan yang sewajarnya, agar mereka tidakmerasa direndahkan.

Dalam hal bertamu pun ada aturan yangpantas untuk dipatuhi. Apabila belum dipersilakan,bertamu tidak boleh langsung masuk ke dalamrumah. Hal itu merupakan perbuatan yang tidakterpuji. Dalam Serat Nitipraja pupuh 2 Pangkurbait 107 disebutkan sebagai berikut.

Kaping satus sapta aja, sok dumrojogmlebu buta tuli, wismane priyayi agung,nganggoa lelarapan, kajabane mambudharah laju perlu, duga prayoga watara,riringa aja niwasi.

(Yang ke seratus tujuh jangan, tiba-tiba masuksembarangan, rumah bangsawan tinggi,pakailah utusan, kecuali ada hubungansaudara barulah boleh, pakailah kira-kira,perhitungan jangan sampai mengundangkesulitan.)

Jelaslah bahwa dalam bertamu pun adatata aturannya. Orang yang mengabaikan aturandalam bertamu dianggap tidak memiliki budipekerti. Oleh karena itulah, dalam setiaplingkungan masyarakat perlu diterapkan aturantatakrama sesuai dengan ketentuan yang berlakudi lingkungan itu.

Perilaku saat berhadapan dengan lawanbicara juga diungkapkan dalam Serat Nitipraja.Dijelaskan bahwa apabila seseorang bercakap-cakap dengan orang yang lebih dihormati tidakboleh bersikap seenaknya, apalagi berkacakpinggang. Sikap seperti itu sangat tidak sopan,bahkan dianggap orang yang tidak mempunyaibudi pekerti. Dalam Serat Nitipraja pupuh 2Pangkur bait 110 disebutkan sebagai berikut.

Ping satus sepuluh aja, lamun anangarepaning priyayi, pan ingajak lawancatur, aja methentheng gagrak, lantudingi tangan kiwa iku saru, saru kabehdenbuwanga, yen tan kabuwang niwasi.

(Yang ke seratus sepuluh janganlah, jikaberada di hadapan priyayi, dan diajakbercakap-cakap, jangan berkacak pinggangmendongak, dan menunjuk dengan tangan kiriitu tidak pantut, yang memalukan buanglah,jika tidak dibuang menyulitkan.)

Perilaku menghormati nenek moyang atauorang yang dituakan dalam suatu masyarakat jugasangat dianjurkan. Hal ini sesuai dengan ajaranyang terdapat dalam Serat Nitipraja yangmenyebutkan bahwa, kita diwajibkanmenghormati orang yang lebih tua. Kita tidak bolehmembantah, menolak, atau mencerca kepadaorang yang labih tua. Dalam Serat Nitipraja pupuh2 Pangkur bait 116 disebutkan sebagai berikut.

Ping satus nembelas aja, mada wani neraktutur ngong peling, barang kang namasiningkur, tuture mbahku canggah,singgahana ila-ila tresna ayu, kang pelinganggepen tresna, yen berung blai niwasi.

Pendidikan Budi Pekerti dalam Budaya Jawa Kajian terhadap Serat Nitipraja (Titi Mumfangati)

Page 104: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

206

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

(Yang ke seratus enam belas janganlah,membantah berani melanggar nasihatku ini,segala yang harus dihindari, nasihat kakekbuyutku, hindarilah sebagai bentuk rasa cinta,peringatan itu anggaplah sebagai rasa cinta,jika melanggar akan celaka.).

Itulah beberapa hal yang dapatdiungkapkan aspek-aspek pendidikan budipekerti yang terdapat dalam Serat Nitipraja. Nilai-nilai yang terdapat dalam Serat Nitipraja yangditampilkan di sini baru sebagian dari keseluruhanisinya.

Manfaat nilai-nilai budi pekerti pada masasekarang

Kita sekarang hidup di jaman modern, dimana era global telah berlangsung. Era global inimemungkinkan peradaban dan budaya dari segalapenjuru dunia masuk ke Indonesia melaluiberbagai media. Akan tetapi, tidak semua budayaluar yang masuk itu sesuai dengan kepribadianbangsa Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanyapeletakan dasar budi pekerti luhur yangditanamkan dalam jiwa generasi muda sejak dini.Pengungkapan nilai-nilai yang terdapat dari karyasastra lama dapat menjadi salah satu usaha untukmenanamkan nilai budi pekerti luhur. Kiranya hal-hal yang tersurat di dalamnya merupakan nilai-nilai yang masih sangat relevan untuk diterapkandalam kehidupan masa sekarang.

Contoh-contoh perilaku dan ajaran yangterdapat dalam Serat Nitipraja dapat ditanamkankepada generasi muda. Pasa serat tersebutdicontohkan secara rinci sikap perilaku dalamsituasi dan keadaan tertentu. Dalam lingkunganrumah, sekolah, maupun masyarakat ada tataaturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggotamasyarakat.

Untuk selanjutnya nilai-nilai itu dapatmenjadi pedoman dalam bertingkah laku bagimasyarakat Indonesia. Hal ini tidak lepas darikeyakinan bahwa karakter masyarakat yang

berbasis pada nilai-nilai dan filosofi budaya lokalmerupakan filter yang kuat terhadap pengaruhglobalisasi yang bersifat negatif. Nilai-nilai budayaakan menjadi karakter yang sangat mempengaruhitata kelola dan tata laksana kehidupan masyarakatsehari-hari.12 Oleh karena itu, pendidikan budipekerti harus ditanamkan sejak dini dalamlingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.Dalam kondisi masyarakat sekarang ini, peranmedia sangat menentukan. Media, tulis maupunelektronik menjadi alat komunikasi yang mampumenjangkau berbagai lapisan masyarakat. Sastra–Serat Nitipraja salah satunya – menjadi satualternatif sumber tatakrama dan budi pekerti yangperlu digali dan disebarluaskan melalui berbagaimedia yang ada.

PenutupDalam era globalisasi saat ini harus

ditempuh berbagai cara untuk menyaring informasiyang masuk dari luar. Penanaman nilai budi pekertiyang bersumber dari teks-teks lama menjadi salahsatu alternatif yang dapat dilakukan. Apabila dasardan landasan jatidiri bangsa sudah terbentuk makapengaruh buruk dari budaya asing dapat tersaringdengan sendirinya.

Apabila segala tuntunan yang terdapatdalam Serat Nitipraja dilaksanakan dalamkehidupan sehari-hari akan tercipta keharmonisandan kedamaian dalam masyarakat. Hal ini sejalandengan maraknya budaya asing yang masuk keIndonesia melalui berbagai media yang denganmudah diserap oleh generasi muda Indonesia.

Nilai-nilai luhur yang terdapat dalamkhasanah karya sastra Jawa dapat menjadi bahanpembelajaran budi pekerti. Dengan adanya budipekerti yang baik maka martabat suatu bangsamenjadi lebih dihargai. Akhlak, kesopanan, danbudi pekerti adalah konsep-konsep yangmengikuti kaidah tertentu. Kaidah mengukurtingkah laku yang dianggap wajar, yang dapatditerima oleh masyarakat.

Kita sebagai bangsa Indonesia berharap

12 Herry Zudianto, “Kata Pengantar,” dalam Nilai Budaya dan Filosofi Upacara Sekaten di Yogyakarta.(Yogyakarta: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, 2010), hal. v.

Page 105: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

207

Daftar PustakaBaried, Siti Baroroh, dkk. 1985, Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan KebudayaanGirardet, N., dkk. 1983, Descriptive Catalogue of the Javanese Manuscripts and Printed Books

in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta. Jakarta: Penerbit Steiner Verlag.Koentjaraningrat, 1990,Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.Mulyohutomo, t.t.“Serat Panitipraja. Transkripsi naskah No. A 46.” Mangkunegaran, Surakarta:

Reksopustoko.Mumfangati, T. 2004, “Kajian Aspek Kepemimpinan dalam Serat Panitipraja,” dalam Patra-Widya.

Vol. 5 No. 1, Maret. Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.Poerwadarminta, W.J.S. 1939, Baoesastra Djawa. Batavia: Penerbit J.B. WoltersSapardi Djoko Damono, 2008, “Manusia dan Kebutuhan Martabat: Sebuah Catatan,” dalam

Widyaparwa Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan. Yogyakarta: Pusat Bahasa.Saktimulya, SR. (Peny.), 2005, Katalog Naskah-naskah perpustakaan Pura Pakualaman. Ja-

karta: Yayasan Obor Indonesia- The Toyota Foundation.Sujamto, 1992, Refleksi Budaya Jawa dalam Pemerintahan dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit

Dahara Prize.Suryo S. Negoro, 2011, “Budi Pekerti,” http://jagadkejawen.com/id- dikutip 20 September.Wahid, A. 2011, “Budi Pekerti harus diteladankan, bukan diajarkan,” http://jabar.tribunnews.com,

dikutip 20 September 2011.Zudianto, H. 2010, “Kata Pengantar,” dalam Nilai Budaya dan Filosofi Upacara Sekaten di

Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, 2010.

bahwa bangsa kita adalah masyarakat yangberakhlak, bersopan santun, dan halus budipekertinya. Untuk itulah, maka dibuat pola-polatingkah laku yang kemudian ditanamkan melaluipendidikan, baik di dalam maupun di luar sekolah.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwahasil karya nenek moyang pada jaman dahulumengandung ajaran budi pekerti yang dapatditerapkan untuk kehidupan masa sekarang.

Pendidikan Budi Pekerti dalam Budaya Jawa Kajian terhadap Serat Nitipraja (Titi Mumfangati)

Page 106: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

208

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

PERMAINAN ANAK TRADISIONALSEBUAH MODEL PENDIDIKAN DALAM BUDAYA

Siti MunawarohStaf Peneliti Balai Pelesatarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta

E-mail:[email protected]

Abstrak

Tulisan dalam makalah ini bertujuan ingin mengetahui permainan anak tradisional sebuahmodel pendidikan dalam budaya. Untuk mencapai sasaran tersebut dilakukan observasilapangan dan didukung dari data-data sekunder. Kemudian data yang telah terkumpul dianalisissecara deskriptif-kualitatif.

Pendidikan budaya diperoleh anak dalam keluarga, baik secara langsung maupun tidaklangsung yaitu melalui petunjuk keteladanan figure orang tua, dongeng-dogeng, nyanyian-nyanyian, kegiatan-kegiatan yang bersifat pengarahan maupun melalui dunia permainan anak.Bermain merupakan suatu masa yang sangat membahagiakan bagi diri si anak. Dari situlahanak-anak dapat menyerap nilai-nilai budaya tertentu yang dapat dijadikan sebagai pembentukkepribadiannya (biologis, psikis, sosial) yang dapat dijadikan sebagai bekal dalam kehidupandewasa kelak. Dengan bermain anak dapat terangsang untuk mengembangkan dirinya sebagaisarana dalam proses pembudayaan atau sosialisasi. Kemudian melatih anak untuk berfikir secararasional, ketangkasan, bertanggungjawab, belajar dalam pergaulan dengan teman sebayanyayang mempunyai pandangan berbeda.

Kata Kunci: Pendidikan budaya, permainan anak tradisional

Abstract

This descriptive qualitative research investigates the traditional children games as a modelin cultural education. The data were drawn from secondary data and field observation.

Children acquire cultural education both directly and indirectly in their families fromvarious ways, such as the parents’ behaviour, attitude, and actions, songs, children games andother instructional activities. Children do enjoy playing around with their friends and toys. Throughthis activity, they can absorb certain cultural values that are useful to strengthen for theirpersonality which is later beneficial when they are grown up.

Playing around with their friends will also stimulate their self-development needed intheir cultural and social life. This will also gives opportunity for children to have exercises inthinking logically, practising their skills, being responsible, meeting their peers that have differ-ent opinions.

Keywords: cultural education, traditional children games

Page 107: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

209

PendahuluanMengutip dari Zainiyah Haryono (1996),

bahwa manusia mengenal tiga lingkunganpendidikan atau yang lebih dikenal dengan sebutan“tripusat pendidikan”. Pertama yang dikenaldengan pendidikan di lingkungan keluarga,selanjutnya lingkungan sekolah dan yang keduaadalah pendidikan di lingkungan masyarakat.Begitu juga Bapak pendidik Ki Hajar Dewantoroberkeyakinan bahwa pendidikan bagi bangsa In-donesia harus dilakukan melalui tiga lingkunganyaitu keluarga, sekolah dan organisasi.1

Keluarga merupakan pusat pendidikanyang pertama dan terpenting bagi diri anak,karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampaisekarang keluarga selalu berpengaruh besarterhadap perkembangan anak. Pendidikan dilingkungan keluarga merupakan lingkunganpertama bagi seorang anak, hal ini karena dalamproses pembentukan mental bagi diri anak. Didalam lingkungan keluarga pendidikan kepribadiansi anak pertama kali dibentuk, sehingga anakbanyak dipengaruhi oleh norma-norma yangberlaku di dalam keluarganya.

Pendidikan yang diperoleh anak darilingkungan keluarga meliputi pendidikan budaya,agama serta dasar-dasar utama yang dijadikansebagai bekal di masa dewasa kelak. Namundemikian, ketiga lingkungan pendidikan yaknimemberikan pendidikan yang cukup berarti danpenting sekali bagi perkembangan seorang anak(dipengaruhi pula oleh lingkungan sekolah maupunlingkungan masyarakat).2

Pendidikan budaya diperoleh anak dalamkeluarga, baik secara langsung maupun tidaklangsung yaitu melalui petunjuk keteladanan fig-ure orang tua, dongeng-dongeng, nyanyian-nyanyian, kegiatan-kegiatan yang bersifatpengarahan maupun melalui dunia permainan-

permainan, termasuk didalamnya (pendidikanbudaya) adalah melalui permainan anaktradisional. Menurut Christriyati Ariani,dkk. duniaanak sering diindentifikasikan dengan duniabermain. Bermain adalah merupakan suatu masayang sangat membahagiakan bagi diri si anak. Darisitulah anak-anak dapat menyerap pendidikannilai-nilai budaya tertentu yang dapat dijadikansebagai pembentuk kepribadiannya dan dapatdijadikan bekal dalam kehidupan saat dewasakelak. Dengan bermain si anak dapat terangsanguntuk mengembangkan dirinya sebagai saranadalam proses pembudayaan atau sosialisasi.Kemudian melatih anak untuk berfikir secararasional, ketangkasan, bertanggungjawab, belajardalam pergaulan dengan teman sebayanya yangmempunyai pandangan yang berbeda.3

Nilai-nilai yang diserap oleh individu sianak tersebut tentu saja konsep-konsep yanghidup dalam alam pikirannya yang dianggap sangatberharga, bernilai sebagai suatu pedoman yangmemberi arah dan orientasi dalam kehidupannya.4

Selanjutnya bahwa dari nilai-nilai yang terdapatdalam permainan anak itu dapat membentuk suatukepribadian yang sesuai dengan kondisi di masasekarang. Melalui nilai-nilai budaya dapatdijadikan sebagai bekal utama dalam masadewasa kelak. Dari sinilah kemudian anak bisamembandingkan, bisa memilih dan menentukanlangkah-langkah serta tindakan yang harusdiambil, apabila anak berteman dengan orang lainatau dengan kata lain dapat mendidik anak agartidak canggung didalam hidup bermasyarakat.

Pendidikan budaya dalam permainan anakdapat dilihat, bahwa permainan anak tradisionalmerupakan hasil karya manusia. Sedangkankebudayaan menurut Koentjaraningrat adalahseluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karyamanusia dalam rangka kehidupan masyarakat

1 http://psb-psma.org/content/blog/3682-pendidikan-budaya-dan-karakter-di-sekolah.2 Haryanto Zainiyah. “Peranan Lingkungan Dalam Membentuk Kepribadian”, dalam Makalah Dharma

Wanita N0. 96, hal.1.3 Christriyati Ariani, dkk. Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Daerah Istimewa

Yogyakarta. (Yogyakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Bagian Proyek Pengkajian dan PembinaanNilai-nilai Budaya Propinsi DIY, 1997-1998), hal. 7.

4Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1990), hal. 190.

Permainan Anak Tradisional sebuah Model Pendidikan dalam Budaya (Siti Munawaroh)

Page 108: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

210

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

yang dijadikan milik sendiri dengan proses belajaratau pendidikan. Mengutip dari Christriyati Ariani,dkk menyampaikan bahwa ada tiga ciri umumyang terdapat dalam budaya yaitu: tuntutan,pengabdian, dan ungkapan. Sebagai aktifitaskehidupan budaya adalah mitos, bahasa, dankultus.5

Mengacu dari uraian tersebut, makapengertian permainan anak adalah merupakansalah satu dari faktor elementer budaya. Olehkarenanya permainan anak tradisional dapatdisebutkan sebagai salah satu bagian dari floklor.Foklor menurut Dananjaya dibagi menjadi tigakelompok yaitu foklor lisan, sebagian lisan, danfoklor bukan lisan. Untuk permainan anak masukdalam kategori foklor sebagian lisan, dan yangtermasuk dalam kelompok ini antara lain adalahsanjak rakyat, permainan tradisional, cerita prosarakyat, dan juga lagu-lagu rakyat.6

Kedudukan Permainan Dalam KehidupanAnak

Apabila kita memperhatikan kehidupananak-anak kita sejak masih bayi hinggapertumbuhannya sampai menjadi anak kecil, makaakan dapat kita ketahui bahwa pertumbuhan anakdan perkembangan intellegensi si anak,diwujudkan dalam berbagai pendidikan, salahsatunya adalah melalui bentuk mainan ataupermainan. Hal ini disebabkan karena bermainmerupakan sifat kehidupan anak. Dengan barangmainan atau dengan cara bermain, si bayi akandapat terangsang untuk memperkembangkandirinya. Bahkan bila ibu berkehendak untukmemberi makanan atau minuman kepada si bayi,maka si ibu baik dalam perkataan maupun dalamcara memasukkan makanan tersebut disertaikata-kata atau suara nyanyian serta gerak tanganyang menarik bagi si bayi.

Demikian pula ketika ibu memandikan sianak kecil, biasanya selain dengan nyanyian yangcukup menarik untuk si anak, juga seringdisertakan pula barang mainan, agar si anak kecilsuka mandi sambil bermain. Sehingga bolehdibilang sejak bayi sampai perkembangannyamenjadi anak balita, si bayi selalu diliputi dalamsuasana kehidupan mainan dan bermain.Sukirman Darmamulya, dkk mengungkapkan anakmerupakan “dolanan sing ora njelehi” atauanak merupakan permainan yang tidakmembosankan. Maksudnya apabila seorang ibuyang sedang memiliki anak kecil, maka ibu sukasekali bercanda dan bergurau dengan anak,sehingga si anak yang belum bisa berbicarabagaikan barang mainan bagi sang ibu.7

Mengutip dari Christriyati Ariani, dkk.,8

bahwa, permainan anak-anak merupakan salahsatu sarana kegiatan pendidikan di luar sekolahyang sangat penting dan bagus dalam prosessosialisasi. Sedangkan Suharsimi Arikunto9

menjelaskan bahwa pendidikan melaluipermainan, si anak belajar mengenal akan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial yangdiperlukan sebagai pedoman untuk pergaulansosial dan memainkan peran sesuai dengankedudukan sosial yang nantinya mereka lakukan.Selain itu, dengan bermain anak dapat menentukanjalan hidup serta kepribadiannya. Masih menurutbeliau, bahwa cara menyampaikan berbagaipendidikan dan pengajaran untuk pertumbuhan,pengembangan dan pembinaan jiwa sertaintelligensi si anak yakni juga melalui permainan,nyanyian atau lagu-lagu dolanan, dan melalui jugacerita-cerita yang menggunakan bahasa ibu.Tentunya yang bercorak dramatisasi, kemudiandengan secara santai, dan tanpa tekanan sehinggadapat diserap dengan mudah oleh si anak didik.

Mengutip dari karya Ki Hajar Dewantara

5 Christriyati Ariani, dkk . Op cit, hal. 10.6 James Dananjaya. Folklore Indonesia. (Jakarta: PT.Grafiti,1991), hal. 171.7 Soekirman Dharmamulya. Trasformasi Nilai Budaya Melalui Permainan Anak Daerah IstimewaYogyakarta. (Yogyakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Bagian Proyek Pengkajian dan

Pembinaan Nilai-nilai Budaya Propinsi DIY, 1993), hal. 42.8 Christriyati Ariani, dkk. Op cit, hal. 1.9 Suharsimi Arikunto. Identifikasi Permainan Pendidikan Menggunakan Vokal di Taman Kanak-Kanak

dan Sekolah Dasar. (Yogyakarta: Laporan Penelitian Pusat IKIP,1993), hal. 3.

Page 109: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

211

dalam Sukirman Darmamulya10 dijelaskan bahwajenis-jenis permainan anak sebagai wahanapendidikan adalah permainan tradisional Jawaseperti: sumbar, gateng, dan ada juga permainanyang dinamakan ungclang. Jenis-jenis permainantersebut bisa mendidik anak agar saksama (titipratitis), cekatan, menjernihkan penglihatan danlain-lainnya. Kemudian permainan seperti dakon,cublak-cublak suweng, dan permainan kubukadalah mendidik anak tentang pengertianperhitungan atau hitung-menghitung dan perkiraan.Selanjutnya jenis permainan gobag sodor,trumbung (tembung), geritan, jamuran,jelungan mendidik anak yang bersifat sportif. Jenispermainan ini sudah jelas bisa mendidik anakmenjadi kuat, sehat badannya, kecekatan lagibermain, dan akan mendidik anak juga dalamketajaman penglihatan. Kemudian permainandalam hal menguas bunga (ngronce) ataumeronce, menyulam dari daun pisang, janur, ataumembuat tikar dari bahan mendong dan yangsejenisnya, ini memiliki manfaat untuk pendidikananak yang bersifat tabiat, tertib, dan teratur.

Masih menurut Ki Hajar Dewantara,bahwa ada syarat-syarat yang penting dan perludimiliki dalam permainan anak untuk tujuanpendidikan antara lain:a. Harus menyenangkan anak-anak, hal ini

karena kegembiraan adalah dapat memupukbagi tumbuhnya jiwa, dan sebaliknyapermainan sifatnya kesusahan akanmenghambat kemajuan jiwa anak-anak.

b. Harus memberi kesempatan anak-anak untukberfantasi. Oleh karena itu janganlah memberipekerjaan yang memaksa anak-anak hanyameniru belaka atau yang tidak hidup di dalamjiwanya.

c. Segala pekerjaan yang diberikan jangan terlalumudah, anak-anak dididik harus cakap ataumampu menyelesaikan. Di sini supaya anak-anak tiap kali mengalami rasa “menang”,sehingga kemenangan ini akan memajukankecerdasan jiwa, dan sebaliknya jika anak-

anak tidak dapat menyelesaikan kewajibannyaitu tentu ia merasa “kalah” , sehingga akanmenghambat kemajuan.

d. Berilah pekerjaan yang mengandung kesenian/seni, misalnya warna-warna dan bentuk-bentuk yang indah dan bagus, rasa keindahanini akan menarik jiwa si anak ke arah yangmemiliki keluhuran budi.

e. Segala pekerjaan anak-anak itu harusmengandung isi yang dapat mendidik anak-anak, seperti ke arah ketertiban, menggambar,berbaris, menyanyi maupun yang lainnya dansemua itu harus diketahui pula manfaatnya.Misalnya ke arah ketertiban di sini akanmendidik atau memberi pendidikan pada anakmemiliki rasa kesosialan. Karena tertib akanmenjadi pokok sikap kemanusiaan sertakemasyarakata kelak jika anak-anak sudahdewasa dan wajib hidup bersama denganorang lain.

Mengacu dari pendapat Dananjaya,bahwa permainan anak dibedakan berdasarkandari beberapa hal antara lain: gerak tubuh, sepertilari atau lompat, kegiatan sosial yakni kejar-kejaran atau sembunyi-sembuyian, dan jugaberdasarkan kecekatan tangan atau menghitung11.Sementara mengutip dari Christriyati Ariani,dkk.,bahwa permainan dapat dibagi menurut maksudyang terkandung di dalam permainan anak itusendiri seperti: jenis permainan anak yang sifatnyamenirukan suatu perbuatan yaitu pasaran atauberjual beli, “mantenan” atau dhayoh-dhayohan.Permainan anak untuk melatih kekuatan ataukecakapan jasmani, misalnya dalam bentukpermainan gobag sodor, benthik, jethungan ataukejar-kejaran. Permainan anak yang semata-matabertujuan untuk melatih panca indra, misalnyaterdapat dalam permainan anak yang disebutdakon, gatheng, kubuk atau permainan kelereng.Kemudian juga ada permainan yang mendasarkanpada latihan bahasa, misalnya pada permainanpercakapan seperti teka-teki atau tebak-tebakan,dan ada juga permainan yang mendasarkan dari

10 Soekirman Dharmamulya. Op cit, hal. 53.11 James Dananjaya. “Pembinaan Nilai Budaya Pembangunan Indonesia Melalui Permaianan Rakyat

Nusantara”, Makalah (Jakarta: Pengarahan Proyek P2NB Pusat, pada Tanggal 4-6 Juni 1996), hal.1.

Permainan Anak Tradisional sebuah Model Pendidikan dalam Budaya (Siti Munawaroh)

Page 110: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

212

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

gerak lagu.12

Dengan bermain maka si anak akanbergaul dengan teman-teman lain, mungkinsebaya, mungkin berbeda kehidupan maupunpandangannya. Dengan berteman dan bergaul inimaka si anak akan dapat pula membandingkan,memilih dan menentukan langkah dan tindakanmana yang harus diambil. Dengan demikian akanmendidik pula bagi si anak agar tidak canggungdalam hidup bermasyarakat, karena denganbermain banyak unsur-unsur yang positif yangdidapatkan.

Manfaat dan Faedah Permainan AnakKi Hajar Dewantara dalam Sukirman

Darmamulya,dkk., mengungkapkan bahwamudahlah bagi kita untuk menetapkan manfaat danfaedah dalam permainan tradisional seperti untukkemajuan jasmani maupun rokhani anak-anak.Tubuh badannya akan menjadi sehat dan kuat,dan hilanglah kekakuan bagian-bagian tubuhnya,hingga gampang dan lancar anak-anak untukmelakukan segala sepak terjang atau langkah-lakudengan segala tubuh badannya. Begitu juga seluruhpancainderanya dapat digunakan sebaik-baiknyayakni lancar, lembut maupun cekatan.13 Dengandemikian manfaat dan faedah tentang permainananak tradisional, pengaruhnya sangat besar sekaliterhadap timbulnya ketajaman fikiran, kehalusanrasa serta kekuatan kemauan yang ada, gunakemajuan jiwa anak-anak.

Pengaruh-pengaruh lainnya terhadapkemajuan jiwa anak yakni tambahnya keinsafanakan kekuatan lahir batin dari pada diri sendiri,dan kebiasaan setiap waktu menyesuaikan diridengan tiap-tiap keadaan yang baru, serta akanlebih tegas mengoreksi segala kesalahan ataukekurangan pada diri sendiri. Dengan perkataanlain, anak-anak berlatih menguasai diri sendiri,menginsafi kekuatan orang lain dan melakukansiasat, strategi atau sikap yang tepat dan bijaksana

(praktis-idealistis).Pendidikan melalui budaya seperti dalam

permainan anak, sungguh bermanfaat sekali yakniuntuk mendidik perasaan diri, sosial self, disiplin,ketertiban, bersikap awas serta waspada, danmendidik anak untuk siap menghadapi segalakeadaan dan peristiwa. Permainan anak-anakmembiasakan berfikir riil, menghilangkan rasakeseganan atau gampang putus asa, mempertebalrasa kemerdekaan, dan mendidik anak-anakuntuk tetap terus sanggup berjuang sampai tujuan.Karena permainan yang diterima oleh anak-anaktidak dengan paksaan atau perintah, akan tetapidengan kemauan serta kesenangan. Jelasnyapermainan tradisional bukanlah hanya sekedarpermainan untuk mengisi waktu kosong gunamelepas sebel atau bosan, akan tetapi suatukegiatan yang tidak sedikit artinya bagi pendidikan,pembinaan, pertumbuhan dan perkembangan jiwadan batin anak dalam menuju kedewasaan yangakhirnya akan terjun ke masyarakat. Prinsipnyamanfaat, guna dan faedah permainan tradisionalbagi anak adalah untuk menghibur diri,menumbuhkan kreativitas, dan untuk membentukkepribadian baik, biologis, psikis, maupun sosial.

Permainan Anak Tradisional WahanaPendidikan

Pendidikan merupakan suatu usahamengembangkan pengetahuan, ketrampilan danwatak yang baik warga masyarakat.14 Sedangkanmengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesiapendidikan merupakan suatu proses pengubahansikap dan tata laku seseorang atau kelompokorang, dalam usaha mendewasakan manusiamelalui pengajaran dan latihan. Secara umumpendidikan dapat dibagi dua yaitu formal dan in-formal. Pendidikan formal yaitu pendidikan yangdiberikan di lembaga-lembaga resmi, sedangkanpendidikan informal bisa dilakukan sekelompokorang atau masyarakat dan juga bisa dilakukan

12 Christriyati Ariani, dkk. Ibid., hal. 8.13 Soekirman Dharmamulya. Transformasi Nilai Budaya Melalui Permainan Anak Daerah Istimewa

Yogyakarta. (Yogyakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Bagian Proyek Pengkajian dan PembinaanNilai-nilai Budaya Propinsi DIY, 1993), hal.9.

14 Suyono. Kamus Antropologi. (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), hal. 304.

Page 111: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

213

oleh perorangan,15 termasuk di sini adalahpermainan atau bermain.

Permainan anak dapat digunakan sebagaimedia yang sangat penting untuk mencapai tujuanpendidikan. Permainan sebagai alat pendidikanuntuk mendekatkan seorang anak kepadakebudayaan sendiri. Oleh karena itu, permainananak disini harus menyenangkan hati anak,memberi kesempatan anak untuk berfikir,mengandung unsur kesenian, dan permainannyaharus mengandung makna yang mendidik.

Menurut Christriyati Ariani, dkk.,dijelaskan bahwa, permainan anak sangat tepatdimanfaatkan sebagai wahana untuk memberikanpendidikan anak-anak, baik untuk pendidikanpada aspek kejasmanian maupun pendidikan diaspek kerohanian dengan berbagai segi misalnyasifat sosial, sifat disiplin, etika, kejujuran,kemandirian, dan percaya diri.16

Permainan yang bersifat beregu misalnya,bisa mendidik anak memiliki rasa sosial sehinggasifat egois dapat dihindarkan. Dalam permainanini ada yang menang dan kalah, sehingga menuntutanak untuk bersikap disiplin dan sportif. Bagi anakyang disiplin tentu saja akan mengalamikemenangan, sedangkan yang kurang disiplinmaka kemenangan akan sulit dicapai. Kemudianada yang mendidik sopan santun, menjauhi sikapliar, brutal, kejujuran dan pendidikan menjauhkansikap curang, hal ini karena sportivitas untukbersaing dan mengakui secara jujur kekuatanlawan bila terjadi kekalahan. Selanjutnya untukpermainan yang sifatnya tunggal atau tidak beregu,di sini karena dalam bermain ditentukan olehmasing-masing pemain, sehingga dapat mendidikanak untuk percaya diri dan mandiri dalammelakukan suatu permainan.

Pada prinsipnya nilai-nilai budaya dalampermainan anak tersebut berdimensi pendidikandan spiritual serta keluhuran budi pekerti. Anakmerupakan masa terpenting bagi pertumbuhan danperkembangan anak yang sangat bergantung pada

masa kecilnya. Masa kecil itu sangat menentukankeadaan dan perkembangan anak selanjutnya.Oleh karena itu, nilai-nilai budaya dalam permainantradisional tersebut sangat penting untuk dijadikansalah satu media atau wahana pendidikan padaanak. Walaupun nilai-nilai budaya yang ada dipermainan tersebut merupakan suatu yang abstraktidak bisa diraba, namun penting pada kehidupanmanusia.

Mengutip dari pendapat Suyono bahwanilai budaya merupakan konsepsi yang masihbersifat abstrak mengenai dasar dari suatu hal yangpenting dalam kehidupan manusia.17

Oleh karena itu, nilai sesuatu yangabstrak, seringkali orang yang terlibat didalamnyatidak menyadarinya. Masyarakat mengganggapbahwa apa yang mereka lakukan adalah suatupermainan yang sudah biasa dilakukan, merekatidak menyadari bahwa yang dilakukanmempunyai nilai pendidikan untuk dirinya.

Nilai-nilai pendidikan yang terkandungdalam permainan anak bisa dikategorikan kedalam beberapa hal, yaitu nilai demokrasi, nilaipendidikan, nilai kepribadian, nilai keberanian, nilaikesehatan, nilai persatuan, dan nilai moral. Adapunpermainan anak yang sesuai dengan nilai-nilaitersebut adalah sebagai berikut.1. Nilai pendidikan. Jenis permainan anak yang

mengandung nilai pendidikan sesuai maksudyang terkandung di dalamnya seperti:a. Permainan yang bersifat menirukan sesuatu

perbuatan, misalnya jenis permainandhingklik oglak-aglik, jamuran,tumbaran, dan permainan usrek-usreke.

b. Permainan kekuatan dan kecakapan,misalnya permainan blarak-blaraksempal, gamparan, gobag sodor, oncit,dan permainan dhingklik oglak-aglik.

c. Permainan yang sifatnya untuk melatihpanca indra, misalnya permainanmenghitung bilangan, menghitung jarak,dan menggambar.

15 Kamus Besar Bahasa Indonesia. ( Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 204.16 Christriyati Ariani, dkk. Op.Cit., hal. 164.17 Suyono. Ibid., hal. 276.

Permainan Anak Tradisional sebuah Model Pendidikan dalam Budaya (Siti Munawaroh)

Page 112: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

214

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

d. Permainan dengan latihan bahasa ataupermainan yang dilakukan anak denganjalan bercakap-cakap, misalnyapermainan tebak-tebakan maupun teka-teki.

e. Permainan dengan lagu dan gerak,misalnya permainan ancak-ancak alis,cublak-cublak suweng, nini thowong,tumbaran, usrek-usreke, dan permainanblarak-blarak sempal.

2. Nilai Demokrasi, ini ditunjukkan oleh anaksebelum mulai permainan. Terlihat sebelumbermain anak-anak menentukan dulu jenispermainan, kemudian aturan-aturan adakesepakatan yang kesemuanya dilakukansecara berunding dan musyawarah. Kondisiinilah menunjukkan jiwa yang demokratis. Disaat anak membuat kelompok, mereka tidakbisa memilih dengan seenaknya. Anggota darikelompok-kelompok dalam permainanditentukan dengan cara diundi, tidak bisamemilih kawan atau lawan. Contohpermainannya adalah gobag sodor. Dalampermainan ini ada dua kelompok, sebelumdiundi mereka tidak tahu siapa yang akanmenjadi lawan dan siapa menjadi kawan.Begitu juga dalam menentukan permainan danaturannya juga dilakukan secara musyawarahatau kesepakatan. Dalam permainan ini jugatidak ada pemaksaan atau tekanan yangmempengaruhi anak saat bermain.

3. Nilai kepribadian, ini diperlihatkan pada anakagar percaya diri, tidak malu atau clingus,karena anak saling bertemu danberkomunikasi. Ada aspek-aspek tertentuyang dapat dikembangkan dalam membentukkepribadian anak, misalnya aspek jasmaniatau biologis, aspek psikis, dan aspek sosial.Menurut Christriyati Ariani, dkk., aspekjasmani terdiri dari kekuatan dan daya tahantubuh serta kelenturan yakni terdapat dalampermainan dhelikan, gobag sodor, benthik,gamparan. Aspek psikis yakni meliputikemampuan berfikir, berhitung, atau

kecerdasan, kemampuan membuat siasat,daya ingat, kreativitas fantasi, dan perasaanirama. Itu semua terdapat dalam permainancublak-cublak suweng, gatheng, jamuran,tumbaran. Kemudian aspek sosial, yakniadanya kerjasama, suka keteraturan, hormatmenghormati, berbalas budi, dan sifat malu,ini terlihat dalam permainan man dhoblangdan wedhus prucul18

4. Nilai keberanian, terlihat dalam permainananak yakni dhelikan, permainan ini bisadilakukan siang hari dan malam hari.Permainan nini thowong, di sini anak berlatihpemberani karena ada unsur magis dandilaksanakan di tempat yang dianggap angkeratau wingit. Kemudian permainan gobagsodor, jamuran, maupun cublak-cublaksuweng. Permainan tersebut mengandung nilaiyang dapat mempengaruhi jiwa anak. Anakmelatih dirinya untuk tidak manja, tidakcengeng bila menemui masalah. Di sini anakharus mampu mempertahankan harga dirianak yang tadinya cengeng menjadi kuat.

5. Nilai kesehatan, terlihat pada permainan yangbanyak menggunakan unsur berlari, melompat,kejar-kejaran sehingga tubuh bergerak danberfungsi sebagaimana mestinya. Misalnyapada permainan dhingklik oglak-aglik,gobag sodor, dan blarak-blarak sempal.

6. Nilai persatuan, masyarakat Jawa menyadaribahwa hidup tidak sendiri, hidup inidiperuntukkan bagi masyarakat, sehinggamasyarakat Jawa sangat mementingkankolektivitas, mengutamakan hidup selarasdengan sesamanya atau hidup bermasyarakatsaling pengertian. Ternyata prinsip-prinsiptersebut juga tercermin dalam permainan anak,misalnya ancak-ancak alis, jamuran,dhingklik oglak-aglik, gobag sodor danpermainan lainnya yang membutuhkanbeberapa pemain (permainan kelompok).

7. Nilai moral. Dalam permainan anak sebenarnyasangat erat hubungannya dengan nilai filosofisatau hakekat dari permainan itu sendiri, yaitu

18 Christriyati Ariani, dkk.Ibid., hal.166-167. .

Page 113: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

215

Daftar PustakaAriyani,C., dkk. 1998, Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Daerah Istimewa

Yogyakarta. Yogyakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Direktorat Sejarahdan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.

Arikunto, S. 1993,“Pelestarian Pembinaan dan Pengembangan Dolanan Anak-anak”. Yogyakarta:Makalah dalam Lokakarya Dolanan Anak-anak, diselenggarakan oleh BPSNT, MuseumSonobudoyo, dan Pusat Wanita Tamansiswa.

___________, 1993, Identifikasi Permainan Pendidikan Menggunakan Vokal di Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Yogyakarta: Laporan Penelitian Pusat IKIP.

Budisantoso, 1993, “Pembangunan Nasional dan Perkembangan Kebudayaan”, Makalah. Yogyakarta:Proyek P2NB, Dirjen Kebudayaan.

Dananjaya, J. 1991, Folklor Indonesia. Jakarta: PT. Grafiti___________, 1996, “Pembinaan Nilai Budaya Pembangunan Indonesia Melalui Permainan Rakyat

Nusantara”, Makalah. Jakarta: Pengarahan Proyek Penelitian, Pengkajian dan PembinaanNilai-Nilai Budaya Pusat

Dewantara, K.H. 1962, Permainan Anak Itulah Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur PersatuanTamansiswa.

___________, 1941, “Guna dan Faedah Permainan Anak Tradisional”. Majalah Pusara, Bulan Mei,Jilid XI No.5. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.

Dharmamulya, S., dkk, 1993, Transformasi Nilai Melalui Permainan Rakyat Daerah IstimewaYogyakarta. Yogyakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Direktorat Sejarahdan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI),1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

dapat membentuk kepribadian anak. Denganpermainan anak dapat memahami danmengenal budaya bangsanya serta pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya.Nilai moral tercermin dalam penggolonganjenis permainan tertentu yang hanyadiperankan anak laki-laki atau perempuansaja. Misalnya permainan tumbaran, di sinidilakukan beberapa orang dengan lagu-laguyang isinya pesan moral. Pada permainan ituterdapat aturan-aturan yang harus dipatuhioleh semua anggota. Jika ada yang melanggaraturan yang telah disepakati itu, maka sipelanggar akan dikenakan sanksi.

PenutupPermainan tidak bisa dipisahkan dengan

dunia anak, hal ini karena sepanjang jaman yangnamanya permainan selalu digemari oleh anak-anak. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung

dalam permainan tradisional sangat penting dalampembentukan kepribadian anak, pembentukanmental spiritual dan watak anak. Jenis-jenispermainan tradisional yang hingga sekarang masihberkembang ternyata mengandung nilai-nilaibudaya pendidikan yang positif bagi pertumbuhandan perkembangan jiwa anak untuk menujudewasa kelak. Ada beberapa hal yang tidak bolehditinggalkan yaitu adanya syarat-syarat yang perludiperhatikan dalam permainan untuk menujupendidikan anak antara lain harus yangmenyenangkan anak-anak (kegembiraan),memberi kesempatan anak untuk berfantasi, danpermainan yang harus bersifat mendidik. Padadasarnya nilai-nilai budaya dalam permainan anaktradisional selain untuk menghibur, juga memilikinilai pendidikan, nilai demokrasi, nilai kepribadian(biologis, psikis, dan sosial), nilai keberanian, nilaikesenian, nilai persatuan, dan nilai moral.

Permainan Anak Tradisional sebuah Model Pendidikan dalam Budaya (Siti Munawaroh)

Page 114: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

216

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Koentjaraningrat. 1990, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.Nursyam Http://psb-psma.org/content/blog/3682-pendidikan-budaya-dan-karakter-di-sekolah.Suyono, A. 1985, Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika Pressindo.Sukanto, Hadi, 1952, “Permainan Kanak-Kanak Sebagai Alat Pendidikan” dalam Taman Siswa 30

Tahun (1922-1952). Yogyakarta: Panitia Buku Peringatan Taman Siswa.

Page 115: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

217

MEMBANGUN BUDI PEKERTI LUHURDALAM PERSPEKTIF AJARAN JAWA DAN ISLAM

Suratmin

Abstrak

Tulisan Membangun Budi Pekerti Luhur ini merupakan upaya untuk memberi contohperilaku yang terpuji yang perlu dilakukan setiap orang agar mencegah ketimpangan-ketimpangan yang semakin berkembang. Laku terpuji tersebut antara lain: menjadi keluargayang harmonis dan berkualitas, instrospeksi diri, tidak memutus silaturahim, menjadi orangmulia, menjadi orang yang pandai bersyukur, jujur, tawakal, dermawan, arif dan sabar,bertanggungjawab pada amanah, menghargai waktu, berdisiplin, menghormati dan berbaktikepada orang tua.

Kata kunci: Budi pekerti luhur, perspektif ajaran Jawa, Islam

Abstract

This article contains examples of good behaviour and attitude which people need toprevent from increasing social inequality. The examples are among others by: establishing aharmonious and qualified family, being self introspective, maintaining social relationship, beinga righteous person, being always grateful to God, being honest, being generous, being wise andpatient, being always in trust with God, being responsible to his/her duties, being able to man-age time, being disciplined, and respecting parents.

Keywords: wise, Javanese teaching perspective, Islam

PengantarDi tengah hiruk pikuknya orang

membicarakan perilaku ketimpangan berupakorupsi, kolusi, penyalahgunaan wewenang,ketidakjujuran dan ketidakadilan yang merebakpada lembaga-lembaga negara dan masyarakatyang dilangsir melalui mass media baik cetakmaupun elektronik, benar-benar sangatmemprihatinkan. Berita-berita ini mengusik hatipenulis dan mungkin juga pihak-pihak lain yangsering membicarakan hilangnya pelajaran budipekerti di sekolah-sekolah, sehingga membawaakibat yang demikian parah. Oleh karena itu,perlu adanya upaya : Membangun BudiPekerti Luhur.

Pendidikan budi pekerti ini suatupendidikan yang mengarah terbentuknya watakatau karakter yang harus diberikan sedini mungkinmulai dari lingkungan keluarga. Berbagai mediapendidikan ini melalui dongeng waktu anak akantidur, ceritera para pahlawan dan nabi-nabi.Dongeng Kancil yang menantang siput untuklomba lari adalah berisi pendidikan bahwa sifatKancil yang arogan dan sombong itu akhirnyadikalahkan oleh siput yang dianggap lemah tetapimereka bersatu padu.

Bila kita telusuri ketimpangan yang terjadiini disebabkan dari berbagai unsur antara lainadanya pola hidup hedonisme di mana orang

Membangun Budi Pekerti Luhur dalam Perspektif Ajaran Jawa dan Islam (Drs. Suratmin)

Page 116: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

218

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

memandang bahwa kenikmatan hidup dunialahyang utama, sehingga orang berlomba-lombamencari materi untuk memenuhi dan memuaskanhidupnya dengan segala cara tanpamempertimbangkan cara mendapatkan harta itudengan jalan halal atau haram. Rupanya orangyang berlaku demikian itu karena mereka kurangmeyakini dan tidak terpikirkan bahwa di sampingkehidupan fana ini sebenarnya masih berlanjuthidup di alam baka. Untuk terapinya antara lainperlu diupayakan langkah kongkrit dan cepat agarbangsa ini tidak semakin terpuruk, yaitu denganmembangun budi pekerti luhur atau akhlak bangsa.

Kondisi Masyarakat dan Bangsa IndonesiaKondisi masyarakat dan bangsa Indone-

sia sekarang sebagaimana diungkapkan parapetinggi negara kita antara lain Menteri PendidikanNasional .Prof. Dr. Ir. M. Nuh mengatakan bahwakehidupan sebagian masyarakat kita itu sepertisirkus,1 kehidupan yang kadang jungkir balik.Pemimpin yang mestinya melayani masyarakatjustru minta dilayani, ahli hukum dan penegakhukum justru dihukum, dan seterusnya. PresidenRI Dr. Susilo Bambang Yudoyono pernahmenyatakan bahwa sedang terjadi krisis akhlakdi tengah-tengah kehidupan bermasyarakat danberbangsa. Pernyataan Presiden danperumpamaan Mendiknas itu tentunya beralasan.Sebagai contoh di tengah masyarakatberkembang kehidupan yang hedonis, semausendiri, tidak disiplin, tidak mau menepati aturan,munculnya berbagai tindak anarkhis dankekerasan. Tidak sedikit para remaja yang kurangsopan santun, terbius narkoba, korupsi dan kolusiada di mana-mana, lunturnya identitas dan jati diribangsa. Ini berarti sedang terjadi persoalan akhlakatau karakter dalam kehidupan bermasyarakat danberbangsa di Indonesia.2

Kondisi tersebut harus segera diatasi,

salah satu strategi pemerintah dengandilaksanakan pendidikan budaya dan karakterbangsa. Dengan program ini terutama melaluidunia pendidikan, akhlak bangsa diharapkandapat ditata kembali dan diperbaiki menujubangsa yang lebih bermartabat. Maka dengantulisan yang bertajuk “Membangun Budi PekertiLuhur dalam Perspektif Ajaran Jawa dan Islam”ini dapat dijadikan salah satu bahan untukmenambah khasanah pengetahuan dalammengembangkan pendidikan budaya dankarakter bangsa.

Membangun Budi Pekerti LuhurBerbagai upaya untuk membangun budi

pekerti luhur antara lain melalui:1. Kehidupan Keluarga yang Harmonis dan

Berkualitas. Kehidupan keluarga yang harmonis dan

berkualitas sudah tentu menjadi dambaan setiaporang, baik keluarga yang sudah lama, apalagimereka yang baru memasuki hidup baru.Umumnya melalui kehidupan yang guyub rukun,keluarga yang bersatu dan harmonis, keluarga yangberkualitas yang mawaddah, warohmah. Untukmenjadi keluarga yang harmonis, keluarga yangberkualitas ada beberapa strategis yang dapatdilakukan. Salah satu strategi keluarga yangharmonis, keluarga yang berkualitas itu, pelumenjauhi atau menghindari empat hal. Empat halyang perlu dihindari itu ialah :3

1. Hindari perilaku yang sering berkeluh kesah.Berkeluh kesah adalah ujud dariketidaksyukuran seseorang terhadap nikmatpemberian Allah. Berkeluh kesah cenderungmenyalahkan orang lain dan tidak puasterhadap apa yang diberikan Allah. Anggotakeluarga yang sering berkeluh kesah tidak akanproduktif, sehingga mengganggu stabilitaskeluarga.

1 Sardiman A.M dan Keluarga, Membangun Budi Pekerti Luhur, April 2011, hal. ii2 Ungkapan keprihatinan Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono terhadap kondisi masyarakat dan bangsa

Indonesia yang melakukan ketimpangan- ketimpngan yang merupakan persoalan akhlak atau karakter dalam kehidupanbermasyarakat dan berbangsa di Indonesia. Hal ini harus segera diatasi, salah satu strategi pemerintah adalahdengan melaksanakan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

3 Sardiman. Op.Cit., hal 9- 11.

Page 117: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

219

2. Hindari berbicara yang berlebihan. Berbicarayang berlebihan cenderung dekat denganfitnah, menyinggung perasaan orang lain.Seseorang yang mempunyai bicara yangberlebihan akan kurang kontrol dan kurangwaspada, sehingga tidak jarang aib keluargapun menjadi bahan pembicaraan. Keluargaakan menjadi goyah. Oleh karena itu,berbicaralah secukupnya, bicaralah hal-halyang bermakna untuk menjaga perasaan oranglain dan menjaga nama baik keluarga.

3. Hindari hal-hal yang dapat memutussilaturakhim. Silaturakhim dapatmengakrabkan di antara sesama, di antaraanggota keluarga, sehingga akan menambahharmonisnya keluarga dan masyarakat. Jangansekali-kali memutuskan silaturakhim karenamemutuskan silaturakhim itu dosa besar

4. Hindari hal-hal yang dapat menjauhkananggota keluarga kita dari Tuhan Allah YangMaha Kuasa. Keluarga yang jauh dari Tuhanakan rapuh. Di era modern sekarang ini tanpakita sadari banyak hal yang dapat menjauhkandiri kita dari Tuhan. Misalnya orang yang begitusibuk dengan pekerjaan sampai melupakanakherat dan ajaran-ajaran Tuhannya. Narkobadapat membuat lupa Tuhannya. Juga dimintamerenungkan sesuatu yang dekat dengankehidupan anggota keluarga sehari-hari, yakniTV dan HP. Karena asyik menonton siaranTV, dan karena asyik SMS-an sampaimengabaikan perintah-perintah-Nya. Olehkarena itu, dekatkan diri kita dan keluarga kitadengan Tuhan Allah, dengan menghindarkandiri dari berbagai hal yang dapat menjauhkandiri kita dari Tuhan. Semoga keluarga kitamenjadi keluarga yang harmonis, berkualitasdan selalu dekat dengan-Nya.

Peran keluarga dalam pendidikansebagaimana disebutkan oleh Ki HadjarDewantara merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk pendidikan individual dan sosial.

Jadi keluarga sebagai alam pendidikan yangpermulaan dan lebih sempurna sifat dan wujudnyadari pada lain-lainnya untuk melangsungkanpendidikan ke arah kecerdasan budi pekerti ataupembentukan watak individu dan untuk hidupbermasyarakat.4 Pendidikan pertama kalinya dariorang tuanya yang berkedudukan sebagi guru(penuntun), sebagi pengajar, dan sebagaipemimpin pekerjaan (pemberi contoh). Tigabagian itu di dalam hidup keluarga belum terpisah-pisah atau “ gedifferentieerd”, akan tetapi masihbersifat global atau total. 5

Di dalam keluarga anak-anak salingmendidik inilah tampak seterang-terangnya didalam keluarga, apalagi di dalam keluarga yangagak besar. Dalam hal ini, betapa susahnyapendidikan terhadap anak tunggal di dalamkeluarga. Dalam ilmu pendidikan amatdipentingkan faedahnya “ saling mendidik “ itu.

Orang tua sebagi guru atau penuntun.Pada umumnya kewajiban ibu-ayah ini sudahberlaku sendiri sebagai adat atau tradisi. Janganlahkita mengira, bahwa ibu-bapak yang beradab danberpengetahuan tinggi saja dapat melakukankewajiban itu, tetapi ibu-bapak dari desa-desapun dapat melakukan pendidikan terhadap anak-anaknya. Mereka itu terhadap anak-anaknyamelakukan usaha yang sebaik-baiknya untukkemajuannya.

Dalam kehidupan, keluarga berpengaruhbesar terhadap hidup tumbuhnya pendidikan budipekerti dan hal ini dialami terus menerus olehanak-anak, lebih-lebih di dalam “masa peka”yaitu antara umur 3,5 sampai 7 tahun. Dapat kitamengerti bahwa budi pekerti tiap-tiap orang ituselain menunjukkan pengaruh-pengaruh dari dasarpembawaannya, pun sebagian besar mengandungpula berbagai pengaruh dari segalapengalamannya pada waktu masih di dalam“masa peka.”6

Peranan ibu-bapak di dalam membangunbudi pekerti luhur sangatlah penting untuk

4 Majelis LUHUR Persatuan Taman Siswa Yogyakarta, Karya Ki Hadjar Dewantara. Bagian Pendidikan,Cetakan Pertama, 1977, hal. 374.

5 Ibid.6 Ibid., hal. 384.

Membangun Budi Pekerti Luhur dalam Perspektif Ajaran Jawa dan Islam (Drs. Suratmin)

Page 118: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

220

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

mendapat perhatian. Orang tua dalam segalatingkah dan tutur katanya akan ditiru oleh anak-anaknya. Orang tua hendaknya berlaku ingngarsa sung tulada, ing madya mbangunkarsa, tut wuri andayani. Hasil bimbingan orangtua terhadap anak tampak jelas pada perilakuanak-anaknya. Orang tua hendaklahmemperhatikan dan memberikan bimbingan sedinimungkin terhadap anak-anaknya. Banyak orangyang tidak dapat memberikan bimbingan karakter,watak dan budi pekerti yang luhur terhadap anak-anaknya. Kesibukan bekerja tidak menyempatkandiri terhadap anak-anaknya sehingga tumbuhlahgenerasi yang jauh dari budi pekerti luhur.

2. Bercermin dan MuhasabahSetiap orang hendaklah mau bercermin

pada diri sendiri untuk menghitung-hitungkekurangan dan kesalahan kita. Jangan sekali-sekali menghitung kesalahan orang lain. Dalambudaya Jawa ada ungkapan aja metani alaningliyan. Ungkapan ini sebagai nasihat bagi individujangan sampai melihat dan membicarakankekurangan dan keburukan orang lain. Sebaiknyasetiap individu mau melakukan instrospeksi, agarselalu mawas diri untuk melihat kekurangan dankesalahan yang ada pada diri kita. Dengandemikian setiap individu didorong untuk selaluberbuat baik, kalau membuat kesalahan segeraminta maaf.

Kalau setiap individu berkesadaran danberperilaku yang demikian itu, maka akan terciptakehidupan masyarakat yang harmonis, salingmenghargai dan menghormati.

3. Silaturakhim Silaturakhim adalah bentuk perilaku yang

sangat terpuji. “Barang siapa yang memperbanyaksilaturakhim, maka akan dipanjangkan usianya dandiperluas rizkinya.”7

Orang yang senang bersilaturakhim tentuhatinya ada rasa senang karena tidak berseterudengan orang lain yang dikunjunginya. Kalauperasaannya senang tidak ada konflik, tentu tidak

ada beban baik perasaan maupun pikirannya. Hatiyang senang akan berpengaruh terhadapkesehatan diri. Inilah makna dipanjangkan usianya.Kalau seseorang itu senang hatinya, pikiran tidakada beban. Badan sehat tentu akan melakukansesuatu, dan hidupnya akan lebih produktif.Produktivitas seseorang inilah yang dapatmendorong datangnya rizki atas izin dan perkenanAllah.

Silaturakhim juga terkait dengankebersamaan, yang bisa bernilai persatuan.Dengan prinsip silaturakhim dan kebersamaan,dapat diredam berbagai bentuk konflik dantawuran yang sering terjadi di negeri ini. Dalamkegiatan bisnis, kerjasama juga menjadi faktorpenting dalam meraih sukses, bukan bersaing dansaling mematikan. Dengan prinsip dan niatansilaturakhim, mudah-mudahan mendatangkankeberkahan.

4. Menjadi Orang MuliaUntuk menjaga kelangsungan silaturakhim

dan memantapkan kebersamaan antarindividumaupun antarkelompok masyarakat atauorganisasi, tentu tidak terlepas dari unsurindividunya. Pada diri setiap individu di dalammasyarakat harus bersikap lembah manah danberjiwa andhap asor, atau rendah hati. Di dalammasyarakat Jawa ada kata-kata andhap asor dandhuwur wekasane. Dua ungkapan inimemberikan pelajaran agar seseorang itu berhatibaik, rendah hati, kalau ada masalah dengan oranglain wani ngalahe, tidak terlalu mempertahankanpendapatnya, jangan congkak dan tinggi hati,kebersamaan dan kemaslahatan yang lebih besar,haruslah diutamakan. Seseorang yang berjiwademikian, lembah manah, dan rendah hati, makaseseorang itu dapat disebut luhur budine (tinggibudi pekertinya). Insya allah lebih bermartabat(wani ngalah dhuwur wekasane ( beranimengalah akan lebih mulia).

Dedalane guna lawan sekti ;Kudu andhap asor,Wani ngalah dhuwur wekasane,

7 Sardiman, Op. Cit., hal. 14

Page 119: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

221

Tumungkula yen dipun dukani, Bapangden singkiri, ana catur mungkur

(Jalan kepandaian dan kekuatan; harusrendah hati;berani mengalah terlebih dulu tentu akan luhurpada akhirnya;menunduklah jika dinasehati;rintangan (larangan Tuhan) dihindari;ada pembicaraan jelek ditinggalkan).

Dadi manungsa mono, yen sugih aja mungsugih bandha, ning sugiha kesalehaningati,ayu aja mung ayuning rupa, bagus ajamung baguse rupa, ning luwih utamamanawa ayu lan bagusing nurani, sartaluhuring kapribaden.8

(Kalau jadi manusia, jika kaya jangan hanyakaya harta tetapi kayalah kesalehan hati,cantik jangan hanya cantik rupa, bila bagusjangan hanya bagus rupa, tetapi lengkapilahdengan kecantikan dan kebagusan/ kebaikannurani serta luhurnya budi pekerti)

Di era global yang serba materialistis dancenderung kapitalistis, jiwa andhap asor, rendahhati dan tawaduk sangatlah sulit. Seseorangcenderung mengejar kekayaan harta. Denganhartanya orang cenderung congkak, dengankekuasaannya orang cenderung berlaku sombong.Tetapi ingatlah itu adalah kepuasan sesaat, sikapandhap asor, rendah hati dan pekerti luhur adalahkemuliaan yang sejati. Secara individual agarorang itu menjadi lebih bermartabat dan menjadimulia perlu mengingat-ingat prinsip sebagaiberikut:

Lupakan kesalahan orang lain kepada kita,dan ingat-ingat kesalahan kita kepada oranglain,Lupakan kebaikan kita kepada orang lain,dan ingat-ingat kebaikan orang lain kepadakita,

Semoga kita menjadi orang yang mulia.9

5. BersyukurKita manusia diciptakan Allah sebagai

makhluk yang sempurna di muka bumi ini. Bahkankita diangkat Allah sebagai khalifah yang mewakiliAllah untuk ikut menata, membangun dan menjagakelestarian alam semesta. Manusia dapatmenikmati apa saja yang diberikan Allah di mukabumi ini. Kita diberi kesehatan untuk dapatmelakukan aktivitas, kita dapat menghirup udarasepuas-puasnya dengan gratis. Kalau kita tidakdiberikan kesehatan, dapat kita bayangkansaudara-saudara kita yang berbaring di rumahsakit, mereka tidak dapat menikmati segalakeindahan dan kenikmatan yang diberikan Allahdi muka bumi ini. Bahkan karena sakit udara punharus membeli dengan harga yang mahal. Olehkarena itu, kita yang dikaruniai kenikmatan wajibbersyukur kepada Allah Yang Maha Pengasih danMaha Penyayang.

Bersyukur kepada Allah sebuahkebutuhan dan suatu kewajiban. Kalau kita tidakbersyukur berarti mengabaikan dan melalaikanAllah, dan bagaimana kalau Allah mengabaikankita dan tidak berkenan memberi pertolongankepada kita, tentu hidup kita tidak mempunyaiharapan dan celaka. Allah telah bersabda :“Sesungguhnya jika kamu bersyukur maka pastiAku tambah nikmat-Ku kepadamu, dan jika kamumengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnyaazab-Ku sangat pedih.”10

Oleh karena itu, hendaklah kita sadar,kesehatan dan kekuatan kita ada batasnya.Mungkin kita sekarang masih sehat, masih kuat,harta masih cukup, maka apabila Tuhanmenghendaki, semuanya dapat terjadi, segalanyaakan berakhir, dan kita harus mampumempertanggungjawabkan di meja hijau Allahkelak. Di meja hijau Allah tidak ada pembela kita,kecuali amal saleh kita dan doa anak kita.

Bersyukur kepada Allah akanmembukakan pintu pahala dari Allah. Bersyukur

8 Ibid, hal 179 Ibid, hal.18.10 Qur’an Surat Ibrahim, ayat 7

Membangun Budi Pekerti Luhur dalam Perspektif Ajaran Jawa dan Islam (Drs. Suratmin)

Page 120: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

222

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

dalam hal ini tidak cukup diucapkan dengan lisan,tetapi harus diwujudkan dalam bentuk tingkahlaku. Caranya mengakui kenikmatan dari Allah,secara batiniah, ucapan secara lahiriah, dangunakan untuk meningkatkan motivasi dalamberibadah dengan mengerjakan perintah-Nya danmenjauhi larangan-Nya.

Ya, Allah jadikanlah aku orang yang mampubersyukur atas nikmat danKarunia-Mu yang telah Engkau berikan, yangtelah Allah anugerahkan kepadaku dan keduaorang tuaku.Dan agar aku dapat beramal saleh yangEngkau ridhoi, dan perbaikilah keturunanku.Aku bertaubat kepada Engkau Ya Allah dan(Insya Allah) aku termasuk orang-orangyang berserah diri.11

6. KejujuranPerintah Allah agar manusia berlaku jujur

ini sebagai berikut:“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalahkepada Allah, dan ikuti langkah orang-orangyang jujur (QS. 9 : 119) “Jika seseoranghamba tetap bertindak jujur dan tetapberteguh hati untuk bertindak jujur, maka iaakan ditulis di sisi Allah sebagai orang yangjujur, dan jika ia tetap berbuat dusta danberteguh hati untuk berbuat dusta, maka iaakan ditulis di sisi Allah sebagai pendusta”(H.R. Abu Dawud dan At-Tarmidzi).

Kejujuran adalah unsur fundamentaldalam keimanan dan ketaqwaan. Orang yang jujuratau sidik sangat dicintai oleh Allah. Jujur adalahsifat yang dianugerahkan Allah kepada orang-orang pilihannya, kepada para utusan-Nya. Makajadilah orang-orang yang jujur dan jangan menjadiorang pendusta karena akan dilaknat oleh Allah.Orang yang jujur akan selalu dipercaya ucapannyasekali pun oleh musuh.

Kejujuran adalah pendamping palingutama, dan kebenaran adalah penolong paling

kuat. Jadikan kejujuran sebagai tempatkeberangkatanmu, dan jadikan kebenaran sebagaitempat kembalimu. Kejujuran itu sangat indah,karena sesuai dengan fitrah kita sebagai makhlukIllahiyah, makhluk yang paling sempurna, karenapada diri kita terpancar Dzat Yang Maha Indah.Maka marilah kita upayakan agar kejujuran selaluberada pada diri kita, agar kita dapatmempertahankan keindahan dari Dzat Yang MahaIndah.

7. TawakalTuhan menciptakan umat-Nya untuk

melakukan aktivitas, agar hidup sukses. “Tuhantidak akan merubah nasib suatu kaum apabilakaum itu tidak berusaha untuk merubahnyasendiri.”12 Ajaran itu merupakan suatu spirit danmotivasi yang berdimensi spiritual dengan “gatra”sederhana tetapi memiliki makna yang begitumendalam. Setiap manusia tentu memilikikeinginan dan cita-cita. Untuk meraihnya manusiadiwajibkan berikhtiar dan berusaha sekuat tenagauntuk meraih cita-cita itu. Tuhan telahmengajarkan bahwa akan memberikan sesuatukepada umatnya sesuai dengan kadar usahanya.Dalam ungkapan Jawa itu: sapa nandurngundhuh, siapa yang menanam pasti akanmenuai/memetik hasilnya, tergantung apa yangditanam. Kalau menanam kebaikan, kalaumenanam yang lebih bermakna juga akanmemetik buah yang lebih baik dan bermakna.Sebaliknya kalau ia menanam keburukan akanmemetik keburukan. Hal ini relevan denganungkapan Jawa yang lain : ngundhuh wohingpakarti (memetik buah perbuatannya). Ungkapanini merupakan sebuah peringatan kepadamasyarakat agar selalu menanam dan berbuatkebaikan supaya nantinya menuai dan memetikkebaikan, jangan sampai berbuat keburukan nantiakan membuahkan keburukan. “Jika kamuberbuat baik, berarti kamu berbuat baik bagidirimu sendiri, dan jika kamu berbuat buruk,sebenarnya keburukan itu bagi dirimu sendiri.13

11 Qur’an Surat Al Ahgaaf. ayat 1512 Al Qur’an Ar Ra’d, ayat 11

Page 121: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

223

Manusia di dalam berusaha atauberikhtiar, ada yang cepat berhasil, ada yangberhasil tetapi tidak sesuai dengan yang dicita-citakan. Juga ada yang dalam waktu yang begitulama dengan ditandai kegagalan yang satu kepadakegagalan yang lain, sehingga tidak jarangmembuat frustasi. Dalam posisi inilah Tuhan YangMaha Pemurah mengajarkan kepada umatnya,kepada kita semua untuk bertawakal/berserah dirikepada-Nya. Tuhan Maha Tahu mana yangtampak, dan mana yang tidak tampak. Mungkinyang kita cita-citakan dan belum tercapai itubanyak mudaratnya bagi kita. Tuhan Yang MahaKuasa akan memberikan sesuatu yang terbaik,sesuatu yang hikmahnya lebih besar bagi umat-Nya , bagi kita semua.

Tawakal dalam adat budaya Jawa adaistilah sumeleh (diam, hatinya menerima denganlapang, atau pasrah) ada ungkapan urip mungsadrema nglakoni ( hidup ini sekedar menjalani,apa yang menjadi kehendak Allah YangMahakuasa). Istilah sumeleh dan ungkapan uripmung sadrema nglakoni ini memiliki dua makna.Pertama, bagi orang yang mengalami cobaan,penderitaan atau kegagalan sebagai dorongan agartidak terjebak pada sikap berputus asa, apalagimenyalahkan Tuhan, melainkan harus berupayadan berdoa untuk mendapatkan kasih sayang Al-lah, untuk mendapatkan yang lebih baik berkatkeadilan dari Tuhan Allah Yang Maha Pengasih.Kedua, bagi orang yang sudah berhasil, orangyang sudah berjaya ungkapan Jawa itu sebagaipengendali agar tidak terjebak pada sikap dumeh(sok), sombong dan arogan, karena semua itu tidakterlepas dari kehendak dan intervensi Tuhan YangMaha Menentukan.

Dengan demikian, tawakal, berserah diriatau pasrah, bermakna dinamis, artinya seseorangitu dengan hati yang dalam pasrah kepadakekuasaan-Nya, sembari terus berikhtiar danberdoa. Tawakal atau berserah diri perpaduanantara sabar dan bersyukur, sehingga adakeunikan dan kenikmatan hati. Misalnya hal initerjadi pada diri kita, mari kita renungkan secara

mendalam berbagai upaya, kegagalan danpercobaan yang silih berganti, mengapa terjadipada diri kita, ada maksud apa Tuhan Allah YangMaha Pengasih lagi Maha Pemurah menjadikanhal ini pada diri kita. Inilah dialog spiritual yangmembawa diri kita selalu dekat dengan-Nya,sehingga hati kita ada kenikmatan.

8.DermawanDermawan adalah salah satu dari sifat

Allah, Allah Yang Maha Dermawan. Sifat inilahyang perlu kita teladani. Seseorang yangdermawan akan disayang Allah. Seorang yangdermawan akan senantiasa disenangi banyakorang, karena kepeduliannya terhadap sesama.Seorang yang dermawan akan diberkahi dandijaga kesehatannya oleh Allah Yang MahaPengasih Maha Penyayang, karena doa banyakorang. Bagi orang yang berharta alangkahmulianya kalau menjadi dermawan, denganmenginfakkan sebagian hartanya, kekayaannyatidak akan berkurang, tetapi Allah akan selalumenggantinya dengan yang lebih banyak.

Berderma atau berinfak akanmenyempurnakan ibadah kita semua. Bagi orangyang dermawan dan suka menginfakkan hartanya,sebenarnya sedang berinvestasi pahala di akherat.Harta yang didermakan dan diinfakkan itulah hartamilik yang sesungguhnya, baik di dunia maupundi akherat. Bagi orang-orang yang tidak berharta,senyumlah dengan manis, sapaan yang lemahlembut, dan ucapkanlah salam, itulah sifat-sifatorang yang dermawan.

9. Kearifan dan KesabaranDalam kehidupan masyarakat kadang-

kadang muncul perilaku orang-orang yang arogan,dan tidak toleran. Di tengah-tengah orang-orangyang sedang susah karena kena musibah, tetapiada pula anggota masyarakat yang mengadakanpesta pora. Rakyat sedang dalam kesulitan,pemerintah malah menaikkan tarif listrik; rakyatsedang kesulitan ekonomi, malah membicarakangaji dan seterusnya. Ada pula kemiskinan terdapat

13 Al. Qur’an Surat Al Israa’ ayat 15.

Membangun Budi Pekerti Luhur dalam Perspektif Ajaran Jawa dan Islam (Drs. Suratmin)

Page 122: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

224

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

di mana-mana, di satu sisi banyak orang yangmelakukan korupsi dan penyelewenganmenghambur-hamburkan uang negara. Begitu pulaadanya penggusuran pada rumah-rumahmasyarakat miskin tanpa memperhatikankemanusiaan. Berbagai kejadian itu menunjukkanketidakarifan di antara kita, sehingga membuatsakit.

Dewasa ini semakin marak tindakkekerasan dan anarkhisme. Di mana-mana massamengamuk karena jagonya dalam pilkada kalah.Demikian juga sepak bola yang berakhir anarkis,karena penonton tidak puas dengan melampiaskandalam bentuk-bentuk perusakan, karenakesebelasan yang didukungnya kalah. Di kota-kota besar demonstrasi berujung bentrok denganaparat keamanan. Berbagai peristiwa itumenunjukkan ketidaksabaran di antara kita dalammenyikapi sesuatu. Masing-masing di antara kitatidak mampu mengendalikan amarah.

Akibat ketidakarifan dan ketidaksabaranitu telah menimbulkan korban yang sia-sia. Banyakterjadi korban materiil, dan bahkan ada di antarakita menjadi korban sesuatu yang tidak perlu.Banyak orang berpikir hanya untuk sesaat, kurangmemperhatikan ke depannya. Orang yang arif dansabar akan berpikir bagaimana esok. Orang yangmengumbar nafsu amarahnya akan dekat dengansetan, sebaliknya orang sabar selalu bersamadengan Tuhan Yang Maha Pengasih lagi MahaPenyayang.

Kesabaran terkait erat dengankemenangan, menang terhadap musuh kita. Musuhyang besar adalah nafsu amarah kita. Dengansabar kita dapat mengalahkan nafsu amarah kita.Arif dan penyabar adalah syarat penting dankelayakan menjadi seorang pemimpin.“Secercah kearifan dan kesabaran akanmelahirkan sejuta kedamaian”

10. Amanah dan Tanggung jawabManusia diciptakan Allah di dunia dengan

memikul amanah sebagai khalifah yang diberitanggungjawab membangun dunia ini, menjadidunia yang penuh kedamaian, dan tidakmenimbulkan kerusakan. Manusia hendaklah

berbahagia karena mendapat kepercayaansebagai wakil Allah yang terpercaya. Oleh karenaitu, kita tidak boleh menyia-nyiakan amanah ini.Dengan pancaran sifat-sifat Allah Sang MahaTerpercaya inilah mari kita selalu amanah dengantanggung jawab kita, amanah terhadapkepercayaan orang tua kita, pasangan hidup kita,anak-anak kita, atasan dan pemimpin kita,saudara-saudara kita dan pekerjaan kita. Marilahkita sadari bahwa amanah dari Allah Sang MahaTerpercaya ini adalah sangat mahal harganya. Bilasekali saja amanah ini kita lalaikan, niscaya seumurhidup kita tidak akan dipercaya.

Dalam praktek kehidupan, setiap kitaadalah pemimpin dan setiap pemimpin akandimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Olehkarena itu, kita harus terus menjaga amanah yangtelah diberikan.

Amanah dan tanggung jawab memilikiaspek komitmen, sikap konsekuen danpengorbanan. Di dalam budaya Jawa bahwapemimpin itu harus berbudi bawa leksana.Pemimpin harus bertindak bijaksana, konsekuendengan segala peraturan yang telah disepakati,berkomitmen tinggi dan mau berkorban dalammenjalankan tugas-tugasnya, agar rakyat yangdilayani menjadi bahagia. Oleh karena itu, setiappemimpin tidak boleh bersikap adigang, adigungdan adiguna, tidak boleh bersikap congkak dansombong karena kekuatan, kekuasaan, dankedudukannya, tetapi harus andhap asor, untukmelayani masyarakat dengan ikhlas.

Kita ingat kisah dalam sejarah Umar binAbdul Aziz saat menjadi khalifah (presiden),istrinya tidak mendapatkan bagian gaji dari jabatanUmar bin Abdul Aziz sebagai kepala negara,bahkan perhiasan-perhiasan istrinya dijual untukmembantu rakyatnya yang sedang kesulitan. Kitajuga ingat sejarah perjuangan Jenderal Sudirman.Perhiasan Bu Dirman diserahkan sebagai modalperjuangan, sarung Sudirman harus dijual untukmembeli jagung guna makan anak buahnya.

Dalam era sekarang ini sulit kiranyamendapatkan orang yang dapat menirusepenuhnya kedua tokoh itu, yang dapatmeneladani, yang komitmen memiliki jiwa

Page 123: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

225

pengorbanan seperti itu. Bahkan, di mana-manaterdapat pemimpin yang arogan, tingkah laku danperbuatannya tidak dapat dijadikan teladan bagigenerasi penerus bangsa. Hal ini sungguhmemprihatinkan sekali. Untuk itulah kita ajak danharapkan jadilah insan yang amanah danbertanggung jawab.

11. Penghargaan atas WaktuPembicaraan ini terkait dengan kunjungan

Bapak Sardiman ke Jepang, terjadi dialog kecildengan salah seorang profesor Jepang, antara lainmenyinggung kemajuan Jepang dan Indonesia.Dalam dialog itu spontan ditanyakan apakah kira-kira Indonesia dapat menjadi negara maju sepertiJepang? Sang profesor spontan menjawab, sangatbisa, karena Indonesia memiliki sumber daya alamyang luar biasa, tetapi ada syaratnya. Kemudianditanyakan apakah syaratnya? Profesormenjawab, tepat waktu atau disiplin.14 Denganjawaban itu memang betul setelah melihat bahwaorang-orang Jepang begitu disiplin dan tepatwaktu, sehingga mereka menjadi begitu produktif.

Harus diakui bahwa disiplin kita masihrendah, dan banyak tidak tepat waktu, sehinggadikenal adanya jam karet. Disiplin merupakanfaktor yang sangat penting dalam pembinaansumber daya manusia, baik dalam pengertian for-mal sebagai tenaga pada suatu institusi maupunsebagai individu anggota masyarakat.

Disiplin merupakan kegiatan kerja sesuaidengan peraturan yang ada. Orang untukberdisiplin pada awalnya tampak berat, tetapikalau dijalani secara ikhlas, akan menyenangkandan cepat mencapai tujuan sebagaimanadiharapkan. Sebaliknya perilaku tidak disiplinakan menimbulkan berbagai bencana danpersoalan. Bila orang tidak berdisiplin berlalu lintasdi jalan, akan menimbulkan kecelakaan. Para

pengusaha yang tidak disiplin akan bangkrut,olahragawan yang tidak disiplin akan menuaikekalahan, begitu juga dalam peperangan yangtidak disiplin akan kalah. Hal ini dapat kita ingatdi dalam perang Uhud, tentara Islam yang tidakdisiplin akhirnya dihancurkan oleh tentara Quraisy.kemudian menegaskan, bahwa “kebenaran tanpadisiplin akan dikalahkan oleh kebatilan yangdisiplin.”

Begitu juga tepat waktu, merupakan kuncisukses. Sebaliknya yang tidak tepat waktu akanselalu merugi. Perusahaan yang selalu terlambatdalam berproduksi, tentu akan merugi. Paratukang jahit atau konveksi bila selalu tidak tepatakan ditinggalkan pelanggannya. Peserta didikyang sering terlambat juga tidak akanmendapatkan ilmu pengetahuan seperti yangdiharapkan. Terlambat sholat berjamaah tidakakan mendapatkan pahala seperti yang diinginkandan seterusnya. Waktu memang hal yang sangatprinsip. Sampai Allah bersaksi kepada waktu.Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalamkeadaan merugi, kecuali orang-orang yangberiman dan mengerjakan amal saleh, dan nasihatmenasihati dalam hal kebenaran dan kesabaran15

Dengan pentingnya waktu dalam praktekkehidupan jangan sampai menyia-nyiakan waktu.Oleh karena itu, gunakan waktu mudamu sebelumdatang waktu tuamu, gunakan waktu sehatmusebelum datang waktu sakitmu, gunakan waktukayamu sebelum datang waktu miskinmu,gunakan waktu luangmu sebelum datang waktusempitmu, dan gunakan waktu hidupmu sebelumdatang waktu matimu. 16

12. Mikul Dhuwur Mendhen Jero.17

Di dalam budaya Jawa terdapat ungkapanmikul dhuwur mendhem jero yang artinyamemikul setinggi-tingginya dan menanam sedalam-

14 Koreksi seoarng pofesor dari Jepang terhadap bangsa Indonesia dalam bekerja yang kurang menepatiwaktu danm juga kurang disiplin. Selanjutnya bila masalah ketepatan waktu dan kedisiplinan dilakukan, maka Indo-nesia dapat menjadi negara maju karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang luar biasa. Koreksi ini marilahkita terima secara sadar, dan kita berupaya untuk menepati waktu an berdisiplin.

15 Qur’an Surat Al ‘Asr ayat 116 Hadis sokheh Buchari17 Sardiman, Op. Cit., hal. 47

Membangun Budi Pekerti Luhur dalam Perspektif Ajaran Jawa dan Islam (Drs. Suratmin)

Page 124: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

226

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

dalamnya. Ungkapan ini berkaitan nasihat kepadaanak untuk memperlakukan orang tua sebaik-baiknya. Mikul dhuwur (memikul setinggi-tingginya) dimaknai agar sebagai anak itumenghargai dan menghormati setinggi-tingginyakepada orang tua, orang yang lebih tua, bahkanorang yang dituakan (para pendahulu danpemimpin yang telah berjasa). Demikian jugamendhem jero dimaknai menghargai orang itusedalam-dalamnya. Sering juga mikul dhuwur itudimaknai menghargai dan menghormati orang tuadengan menjunjung tinggi jasa-jasanya danmendhem jero dapat dimaknai menghormatiorang tua dengan menanam atau mengubursedalam-dalamnya kekurangan atau kesalahanorang tua. Kita ingat jasa-jasanya untuk kitateladani dan kita lupakan kesalahannya.

Pada prinsipnya ungkapan mikuldhuwur mendhem jero itu merupakan nasihatagar anak-anak selalu menghormati dan berbaktikepada orang tua. Bagaimana langkahmewujudkan ungkapan mikul dhuwur mendhemjero dalam kehidupan masyarakat? Pertama, anakitu harus melakukan perbuatan-perbuatan yangbaik sehingga nama baik orang tua selalu terjagadan dikenang. Masyarakat akan mengenang orangtua tersebut telah berhasil menurunkan, mengenangdan mendidik anak-anaknya menjadi orang baik.Kedua, anak itu harus menghindarkan diri dariperbuatan-perbuatan buruk, karena perbuatanburuk yang dilakukan akan mencemarkan namaorang tua. Ketiga, anak itu selalu mendoakanuntuk kebaikan dan keselamatan orang tua.

Dalam ajaran agama telah mengajarkanbahwa menghormati dan berbakti kepada orangtua itu wajib hukumnya. Anak yang durhakakepada orang tua akan dilaknat Allah Yang MahaKuasa. Anak harus yakin bahwa menghormati danberbakti kepada orang tua, anak keturunannyapun nanti akan berbuat baik, menghormati danberbakti kepadanya. Dengan Serat Wulangrehkarya Pakubuwana IV juga nasihat untuk anakagar berbakti kepada orang tua antara lain sebagaiberikut :

Iku pantes tirua kaki.Miwaha bapa biyung,Kang muruk watek kang becik,Iku kaki estokna. 18

(Itu pantas kau tiru, menghormati danmembahagiakan bapak dan ibu yangmendidik watak yang baik, maka kau lakukanitu).

Wong tan manut pitutur wong tua ugi, Anemu durhaka,Ing donya tumekeng akhir,Tan wurung kasurang-surang.

(Orang yang tidak mau menurut nasihat orangtua, akan menemui durhaka, di dunia sampaiakherat, akhirnya akan sengsara).

Oleh karena itu, jadilah anak yang mikuldhuwur, mendhem jero, hormat dan berbaktilahkepada orang tua, semoga kalian menjadi anakyang saleh.

PenutupSetelah mengikuti uraian tersebut

tergambar bahwa timbulnya ketimpangan yangmerebak di dalam kehidupan bermasyarakat danberbangsa di Indonesia yang sangatmemprihatinkan dewasa ini antara lain adanyapola hidup yang hedonisme. Orang tidakmempunyai rasa malu melakukan korupsi danketimpangan yang lain. Kurangnya pendidikanbudi pekerti mulai dari lingkungan rumah tangga,di sekolah-sekolah dan juga di alam pergaulanmenyebabkan orang tidak tahu etika dan tidakmempunyai rasa malu melakukan perbuatan yangtidak terpuji. Oleh karena itu, di antara terapi yangperlu segera terwujud ialah dengan membangunbudi pekerti luhur melalui srategi pendidikan. InsyaAllah dengan pembangunan budi pekerti luhur inidapat mengurangi keresahan masyarakat kita.

Pendidikan budi pekerti luhur ini tidakdapat dipisahkan dengan pendidikan budaya kita.

18 Ibid.

Page 125: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

227

Daftar SumberBachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir Al Qur’an 30 jus huruf Arab & Latin, Penerbit Fa. Sumatra,

Bandung, 1978.Buku Hadis shokeh Buchari.Majelis Luhur Taman Siswa Yogyakarta, Karya Ki Hadjar Dewantara, Cetakan kedua, 1977.Sardiman, Membangun Budi Pekerti Luhur, Yogyakarta, 31 April 2011____________, Panglima Jenderal Sudirman Kader Muhammadiyah, Adi Cita,

tahun 2000

Semua yang telah diuraikan di muka adalah bentukperilaku budaya bangsa kita yang harusditanamkan sejak anak kecil. Dalam hal inidibutuhkan keteladanan dari orang tua, tokohmasyarakat dan para pemimpin bangsa dannegara. Pengaruh budaya asing yang merusak danmempengaruhi generasi penerus bangsa harus

benar-benar mendapat perhatian dari semuapihak. Pendidikan budi pekerti luhur ini dewasaini telah memudar jauh dari kehidupan kita. Olehkarena itu, tidak mengherankan terjadinyaketimpangan- ketimpnagan yang tidak terkendali.Untuk menuju ke arah itu pendidikan budi pekertiperlu dimasukkan dalam kurikulum di sekolah.

Membangun Budi Pekerti Luhur dalam Perspektif Ajaran Jawa dan Islam (Drs. Suratmin)

Page 126: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

228

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

TATA KRAMA SEBUAH PEMBELAJARAN NILAI BUDAYA JAWA

Ambar AdriantoStaf Peneliti Balai pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta

Abstrak

Disadari atau tidak, dalam era globalisasi sekarang ini pengaruh teknologi membukakoridor budaya lokal bagi masuknya berbagai bentuk dan nilai budaya dari luar. Fenomenatersebut membawa implikasi terancamnya pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa, termasukdi dalamnya tata krama atau adat sopan santun.

Persoalan menarik dalam konteks ini apakah tata krama tersebut mampu bertahanhingga kini mengingat begitu hebatnya terpaan budaya global melalui teknologi informasi yangberupa media audio-visual. Secara faktual tampak bahwa pada saat ini di kalangan generasimuda telah terjadi degradasi dalam hal bertata krama. Begitupun dari pihak orang tua jugasudah mulai kendur atau perimisif dalam mengimplementasikan tata krama kepada anak-anaknya.

Kata kunci : tata krama-pembelajaran nilai budaya.

Abstract

In this globalization era, through the modern technology foreign cultural elements andvalues have influenced the local culture. This condition may threaten the preservation the na-tional moral values including etiquette or good manners.

The question is whether these values can be maintained regarding that they have beenseverely attacked by the information technology, especially through audio-visual media.

It seems that at present among the younger generation there is a degradation in theirgood conducts. The same is true when parents are permissive and lenient in implementing thegood conducts to their children.

Keywords: etiquette, learning cultural values.

Page 127: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

229

A. PengantarKonstruksi masyarakat Indonesia

terbentuk dari interaksi antara warga dari sukubangsa yang beraneka ragam. Masing-masingetnis telah memiliki tata krama pergaulan yangrelatif mapan. Kendatipun begitu perbedaannorma, tata nilai, sikap, dan perbuatan bukanmerupakan penghalang bagi warga masyarakatsuku bangsa yang multikultural tersebut untukmenjalin komunikasi.1

Tata krama seringkali diberi arti sebagaiadat sopan santun yang diperagakan atas dasaraturan-aturan adat atau norma dalam relasi sosialdan arena pergaulan, di mana masing-masingindividu menduduki posisi sosial tertentu. Tatakrama merupakan perilaku yang mengedepankanprinsip keteraturan dan ketertiban masyarakatkarena tata krama mencerminkan prinsipkerukunan, keselarasan, dan ketenteraman.Dalam suasana semacam itu masing-masing orangdituntut untuk sadar sepenuhnya tentang posisi ataukedudukannya. Di samping itu, juga mampumemahami secara tepat bagaimana harus bersikapserta apa yang harus dilakukan terhadap individudi sekitarnya.

Prinsip rukun dan hormat merupakannorma-norma dasar bagi tata krama pergaulandalam masyarakat Jawa. Dalam era globalsekarang ini ada berbagai sumber informasi yangmenyediakan banyak pilihan perbuatan yangditawarkan oleh media pendidikan, media cetakdan elektronik, seperti surat kabar, majalah, buku,radio, televisi, film, dan komputer. Nilai dannorma-norma baru yang sesui dengan kepribadiandan tatanan lama dapat saja diterima dengan caradisesuaikan dan diintegrasikan ke dalam sistembudaya yang sudah melebur. Akan tetapi, tidaksedikit pula opsi perbuatan individu tertentu yangmenyebabkan terjadinya gesekan atau benturandalam pergaulan keseharian yang pada gilirannyananti dapat memicu konflik sosial yang akanmengganggu ketenteraman dan ketertiban

masyarakat.Tidaklah berlebihan kalau kemudian kita

berasumsi bahwa tata krama pergaulan itu dapatberfungsi sebagai pengendalian sosial, karena inimeliputi hal-hal yang baik dan yang tidak baikuntuk dilakukan. Selain itu, perlu diketahuibersama bahwa mewujudkan interaksi sosial yangmencerminkan potret tata krama dapat dilihatdalam formasi dan berfungsinya pranata-pranatasosial yang menyangga kelestarian tatanan-tatanansosial. Dalam setiap masyarakat senantiasa terdiridari institusi, seperti kelurga dan kerabat,pendidikan, hukum, agama, ekonomi, industri,seni-rekreasi, lembaga birokrasi dan organisasisukarela. Di dalam lembaga itu, individu wargamasyarakat berperan sebagai elemen yang salingterkait dengan menampilkan pola interaksi yangberagam selaras dengan kedudukan dan peranyang sedang dimainkan.2

B. Nilai Rukun dan Hormat Sebagai DasarTata Krama

Dalam konteks sistem pengendali interaksisosial, nilai rukun dan hormat mendasari tata kramapergaulan keseharian dalam masyarakat Jawa.Tingkah laku tata krama, trapsila, unggah-ungguh dalam kenyataannya memang dipelajariindividu sejak awal proses sosialisasinya, baikdalam keluarga maupun komunitasnya. Adapunyang dimaksud dengan sistem nilai dalam konteksini adalah suatu cara berpikir dan bersikap dariwarga masyarakat tentang apa yang dianggapmempunyai makna penting dan berharga. Bagimasyarakat Indonesia, nilai rukun dan hormatmemiliki makna amat penting dan berharga dalaminteraksi dengan sesamanya. Lebih jauh dapatdikatakan bahwa kedua nilai tersebut merupakanpetunjuk moral yang mendasari tindak tandukkekeluargaan Jawa. Untuk yang pertama adalahsekelompok nilai yang terkait dengan pandangankejawen tentang tata krama penghormatan, yangkedua ialah nilai-nilai pengutamaan orang Jawa

1 Soehardi, Pengembangan Tata Krama Dalam Rangka Pembinaan Nilai Budaya (Yogyakarta : UGM,2003) hal. 11.

2 Ibid, hal. 16.

Tata Krama Sebuah Pembelajaran Nilai Budaya Jawa (Ambar Adrianto)

Page 128: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

230

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

terhadap terpeliharanya keterampilan sosial yangharmonis.3

Secara eksplisit, nilai yang pertama adalahasas atau prinsip hormat yang dilandasi olehpandangan tradisional kejawen yang pada intinyamenekankan bahwa semua bentuk relasi sosialyang terjalin itu tersusun secara hirarkhis. Selainitu, posisinya berada di atas kewajiban moraluntuk memelihara dan menyatakan corak tertibsosial yang demikian itu nyata-nyata merupakankebaikan. Adapun nilai yang kedua adalah rukunyang diterapkan untuk memelihara keadaan sosialyang tentram dan harmonis, di antaranya dengancara meminimalisasikan terjadinya pertikaianantarpribadi maupun dalam masyarakat. Dalamsituasi semacam ini, berbagai bentuk pertengkaranharus dijaga sedemikian rupa agar jangan munculke permukaan.4

1. Nilai rukunSecara esensial, prinsip kerukunan

bertujuan untuk mempertahankan masyarakatJawa dalam keadaan yang harmonis. Dalamkonteks ini, rukun berarti berada dalam keadaanselaras, tenang, tenteram, dan bersatu saling bahu-membahu. Sesungguhnya rukun merupakansuasana yang mesti dipertahankan dalam berbagaibentuk relasi sosial, misalnya keluarga, kelompok,komunitas, rukun tetangga dan rukun warga,kampung, desa, pinggiran (sub urban), maupunperkotaan.5

Dalam hal ini, berperilaku rukun dapatdiartikan warga masyarakat harus berupayasedemikian rupa untuk menghindari terjadinyakonflik yang tajam antar pribadi. Andaikatapertengkaran atau pertikaian itu memang harusterjadi, dalam arti memang sudah tidak mungkindihindari lagi, maka penyelesaiannya harus lewatmusyawarah. Diyakini bahwa bentuk akomodasiperdamaian yang demokratis seperti itumerupakan jurus yang cukup ampuh untuk

meredam berbagai gejolak dan intrik dalammasyarakat. Diharapkan agar suasana dalammasyarakat tetap kondusif, tenang, tenteram,sekalipun ada kalanya kedamaian tersebut bersifatsemu. Dalam hal ini, mekanisme utama yangmuncul adalah model rerasan (ngrasani), rumor,atau gosip.

Terkait dengan prinsip kerukunantersebut, ada dua hakekat atau substansi pokok.6

Pertama, dalam alam pikir manusia Jawa,persoalannya bukan terletak pada prosespenciptaan keselarasan sosial, tetapi berlakurukun itu dimaksudkan supaya tidak menggangguharmonisasi yang sudah terjalin. Artinya, suasanarukun, tenang, dan harmonis itu sudah terbinasejak lama dalam pergaulan masyarakat. Denganbegitu, sebaiknya pertengkaran dihindari melaluipenerapan tata krama yang halus, misalnya dengancara neng-nengan. Sikap rukun di sini merupakansatu langkah yang cerdas dan arif guna menghindarisekaligus meredam konflik sosial yangberkepanjangan.

Kedua, asas rukun itu tidak terkait dengankeadaan jiwa atau sikap batin, melainkanpenjagaan harmonisasi atau tercapainyakeseimbangan dalam pergaulan. Hal yang perludicegah di sini adalah terjadinya konflik yangterbuka. Memang, hakekat nilai kerukunan adalahterbinanya hidup selaras dan tenteram. Padadasarnya, manusia Jawa selalu mendambakankeselamatan dan ketenteraman batin, baik itudalam diri pribadi, keluarga, maupun dalam hidupbermasyarakat.

Obsesi tersebut direfleksikan denganberbagai bentuk penyelenggaraan ritual, baik ituberupa upacara selamatan dengan persembahansesaji maupun pengendalian diri melaluipengheningan cipta, perenungan (kontemplasi).Kadangkala tiap individu Jawa secara batiniahmengalami rasa tenteram, selamat, dan mampumengendalikan emosinya maka tingkah lakunya

3 Hidred Geertz, Keluarga Jawa. (Jakarta : PT, Grafiti Pers, 1985), hal. 1514 Soehardi, op.cit. hal. 18.5 Franz Magnis - Suseno, Etika Jawa.(Jakarta: PT. Gramedia, 1988), hal. 33.6 Ibid, hal. 39

Page 129: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

231

pun menjadi lebih halus, sopan, lembah manah.Faktor inilah yang membentuk suasana damai danselaras (harmonis).7

Nilai rukun dalam alam pikir manusia Jawaitu terkait dengan keseimbangan dan keselarasanemosional. Kewajiban moral yang kontekstual disini adalah upaya mengendalikan hasrat hati sendiriagar tidak menimbulkan atau merangsang responemosional dari orang lain. Ada keyakinan yangmendalam bahwa keselarasan dan ketentramanhidup bermasyarakat itu sesungguhnya merupakanpancaran dari keselarasan dan ketenteraman batinmanusia Jawa itu sendiri.8

2. Nilai HormatDalam proses interaksi, setiap orang

dengan sikapnya, cara berbicara, membawa diriternyata menunjukkan nilai hormat secara timbalbalik sesuai dengan derajat kedudukannya.Perbedaan kedudukan dan derajat itu merupakanfenomena stratifikasi sosial di dalam hampir semuamasyarakat, misalnya golongan kaya dan miskin.Dalam setiap lapisan sosial itu pun kita jumpaidisparitas status, misalnya dalam satu keluargabatih pun kita tahu ada kedudukan suami yangberbeda dengan isteri maupun dengan anak-anakmereka. Interaksi terjalin antarposisi sosialtersebut selalu ditandai dengan sikap hormat.9

Pada dasarnya, sikap hormat diperagakan denganberbagai cara, seperti sikap badan, tangan, kepalamenunduk, nada suara atau intonasi rendah, istilahmenyapa bahasa dengan tingkatan kata-kata yangdigunakan, juga tentang pengaturan urutan duduk.

Sementara sikap hormat yang tepatterhadap orang yang berstatus lebih rendah ataubawahan adalah sikap kebapakan atau keibuandan sikap proteksi atau melindungi mereka.Memang orang bawahan biasanya merasadihormati atau tersanjung manakala ia disapa dandiajak bicara oleh atasan dengan sikap apa pun.Di sini mereka merasa dianggap memiliki suatu

posisi (sekalipun rendah), dan yang lebih pentinglagi merasa dimanusiakan (diwongke).10

Dalam mentaliter priyayi, sikap hormat itubahkan diorientasikan kepada kelakuanpemimpin, tokoh atasan, orang tua dan para sen-ior. Para elit dan orang tua harus dilayani dandihormati, karena mereka adalah tokoh panutandalam masyarakat. Sikap bawahan beranggapanbahwa mereka memperoleh kehormatan jikadapat memberi bingkisan (upeti) atau melayanilapisan atas. Dapat dikatakan bahwa unsur nilaibudaya hormat, jika diperagakan secaraberlebihan sesungguhnya tidak cocok dalam eraglobal sekarang ini. Semestinya nilai ini diterapkansecara wajar, proporsional sesuai dengan normayang berlaku.11

C. Tata Krama Sebagai Pengendalian SosialSebagai perwujudan pengendalian sosial,

tata krama berlangsung secara berkelanjutandalam kehidupan sehari-hari di arenakelembagaan sosial seperti keluarga, kerabat,hubungan antar tetangga, pendidikan, agama,ekonomi dan industri, birokrasi serta organisasisukarela. Sesungguhnya berlaku sopan dengansikap rukun dan hormat dapat mendominasipergaulan sosial sehari-hari, agar suasana sosialaman terkendali dan teratur. Orang akanmemperoleh penghargaan dan dihormati apabilasikap dan perbuatannya memang mencerminkanprinsip rukun dan hormat.

Seringkali pertentangan muncul pada saatkepentingan individu yang beragam tersebut salingberbenturan. Dalam permasalahan tersebut tiapindividu mencari keuntungan pribadi tanpamemperhatikan persetujuan masyarakat, berusahamaju sendiri tanpa mengikut-sertakan kelompokdinilai kurang baik. Seharusnya individu senantiasabertindak bersama dengan kelompok. Harapanmasyarakat agar warganya tidak mengembangkanpersaingan satu sama lain. Dalam arti ambisi,

7 Soehardi, op.cit. hal. 21.8 Hildred Geertz, op.cit, hal. 152.9 Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial. (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1977), hal. 174.10 Franz Magnis - Suseno, op.cit, hal. 60.11 Koentjaraningrat, op.cit, hal. 142.

Tata Krama Sebuah Pembelajaran Nilai Budaya Jawa (Ambar Adrianto)

Page 130: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

232

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

persaingan, kelakuan kurang sopan, dan keinginanuntuk mencapai keuntungan material dankekuasaan pribadi merupakan sumber dariperpecahan, ketidakselarasan (disharmonisasi)dan kontradiksi yang sudah sewajarnya dicegahdan ditindas.12

Disadari atau tidak bahwa timbulnyapertengkaran dalam masyarakat seringkalidiakibatkan oleh letupan-letupan emosi dalamhubungan sosial. Adapun norma untuk mencegahmeledaknya emosi secara terbuka adalah mawasdiri dan penguasaan emosi.13 Meskipun demikian,otonomi pribadi dalam masyarakat Jawasesungguhnya tidak ditenggelamkan sepenuhnyadalam kepentingan kolektif. Sudah barang tentu,kepentingan kelompok diutamakan sepanjangtidak melanggar kepentingan individu yang pokok,seperti pengurusan ekonomi dan otonomikeluarga, harta milik individu dan keluarga dijaminsepenuhnya. Dalam kaitan ini, kepentingan pokokindividu tersebut sungguh amat cocok dengansistem hukum yang diatur oleh aparatsuperstruktur. Dengan demikian, hidup pribadiindividu berlangsung dalam keluarga inti, yaitusuatu lingkungan di mana individu dapatmengembangkan diri dengan tata krama yangberlaku di dalamnya. Selain itu, ia juga dapatmemperoleh perlindungan keamanan danpendidikan awal dalam hal tata krama normatifdan etika agama.14

1. Tata krama di dalam keluargaDi mana pun somah merupakan tempat

paling awal berlangsungnya proses pendidikanatau pembelajaran anak-anak. Dalam pertalian ini,pola pendidikan keluarga inti Jawa ditekankanpada cita-cita masyarakat umum. Prinsip rukundan hormat diajarkan semenjak anak-anak beradapada tahapan tahun-tahun awal kehidupannya.

Pola pengajaran anak-anak Jawa diawali

dari penekanan dan pengekangan untukmembentuk nilai rukun dan hormat. Pengajarantersebut berlangsung terus-menerus sepanjangmasa kanak-kanak, dengan menekankan perilakusopan santun yang halus. Misalnya, anakdibiasakan menggunakan tangan kanan dalamsetiap aktivitas yang baik dan bersih. Anak balitadibiasakan memberi salam hormat (salim) kepadayang lebih tua. Jika menerima pemberianseseorang tidak boleh menggunakan tangan kirikarena dianggap tidak sopan. Di samping itu,pengajaran untuk menanamkan disiplin danmeyakinkan anak agar berperilaku baik dapatmelalui berbagai peringatan semacam sanksi atauhukuman terhadap perbuatan yang tidak baik.Pada dasarnya, intinya pendidikan awal dalamkeluarga berfungsi untuk membentuk jiwa anak(basic personality).2. Tata krama di arena sosial

Tata krama atau adat sopan santun sudahmenjadi bagian dari hidup masyarakat. Tatakrama digunakan atas dasar aturan adat ataunorma setempat, dalam pertalian jaringan sosial,pergaulan masyarakat, interaksi antara individusebagai warga masyarakat. Di dalam suatukomunitas, masing-masing individu itumempergunakan peran tertentu sesuai dengankedudukan yang dimainkannya berupa aksi atautindakan yang mencerminkan seperangkatkewajiban dan hak.15

Setiap individu di mana pun selalumembutuhkan komunikasi dan pergaulan.Pergaulan atau interaksi akan terjadi, dalam artitetap berjalan lancar apabila masing-masingindividu yang bersangkutan memperhatikan norma,tata krama (adat sopan sntun). Dengan kata lain,pergaulan akan terusik manakala ada pihak-pihakyang dengan sengaja ataupun tidak mengabaikanprinsip tata krama atau sopan santun tersebut.16

12 Niels Mulder, Mysticism and Everyday Life in Contemporary Java (Singapore: Singapore UniversityPress, 1978), hal. 41.

13 Franz Magnis - Suseno, op.cit, hal. 41.14 Soehardi, op.cit, hal. 1115 Christriyati Ariani, Tata Krama Suku Bangsa Jawa di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, (Yogyakarta: BPSNT, 2002), hal. 62.16 Djunan, Etika dan Tata Krama Sunda Masa Lalu dan Masa Kini (Jakarta: Depdikbud, 1985), hal. 45.

Page 131: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

233

Adapun perwujudan atau ekspresi daritata krama dalam kehidupan masyarakat ini antaralain: (a) Tatkala menghidupkan atau menyetel ra-dio, tape, TV, VCD, jangan terlalu keras karenadapat mengganggu tetangga. Juga pantangmenyetel video porno; (b) Ketika berada di jalanraya harus mematuhi tata tertib lalu-lintas,menghormati sesama pemakai jalan, tidak ngebut;(c) Saat membeli tiket harus mau antri dengantertib; (d) Norma menghadiri rapat atau pertemuanusahakan datang tepat waktu, memberi kabarapabila berhalangan hadir .

Secara singkat dapat dikatakan bahwatata krama itu merupakan kunci atau pedomandalam bergaul dengan anggota keluarga maupunwarga masyarakat luas. Mengapa hal ini harus kitapahami secara mendalam? Sebab bagi orangJawa, menjadi orang Jawa (njawani) berarti harusmenjadi manusia berbudaya dan beradab yangmengetahui secara persis peran dankedudukannya (status and role). Selain itu, jugadituntut untuk mengetahui bagaimana seharusnyabertingkah laku atau mampu menjadi manusiayang paham akan aturan (ngerti tatanan).17

3. Tata krama di lingkungan sekolahPada dasarnya, hubungan yang terjadi

antara guru dan murid di sekolah diatur denganketentuan formal yang sepenuhnya bersifatsekuler. Tata krama penghormatan terhadap gurujuga didasari dengan prinsip wedi, isin, lansungkan. Hanya saja, pelanggaran dalam tatakrama pergaulan antara guru dan murid tersebuttidak dijumpai adanya hukuman atau sanksi yangbersifat sakral, misalnya kuwalat. Jadi, hukumanatau pelanggaran sopan santun (tata krama) hanyabersifat mengembalikan kedisiplinan dengan caradiberi nasehat-nasehat.

Perilaku murid atau siswa yang cenderungbrutal agaknya bersumber dari lingkungan somah(keluarga inti) dan sekolah. Awal mula perilaku

brutal tersebut bisa jadi karena cara pengasuhananak yang salah, yakni adanya sikap orang tuayang terlalu memanjakan anak. Variabel pengaruhlainnya adalah lingkungan sekolah. Dalam hal ini,guru dituntut dapat mencerminkan diri sebagaipendidik, penasehat dan pemberi contoh yangbaik. Oleh karena itu, guru tidak bolehsembarangan berbuat atau berperilaku, terlebihlagi ketika berada di depan kelas atau tatkalabercakap-cakap dengan murid (siswa).18

D. Tata Krama dan DisiplinDalam konsep tata krama terkandung

banyak sekali pola perilaku, begitu pula dalamkonsep perilaku disiplin. Artinya bahwa seseorangyang tidak disiplin di satu waktu, belum tentu tidakdisiplin di lain waktu. Demikian pula orang yangtidak mengikuti tata krama di satu waktu belumtentu berbuat begitu di lain kesempatan. Semuanyaitu sangat tergantung pada situasi dan kontekssosial yang dihadapi.19

1. Situasi yang tidak kondusifIni terjadi manakala kehidupan sehari-

hari di sekeliling kita tidak mendorongmewujudkan tata krama atau perilaku disiplintertentu. Misalnya, orang cenderung tidakdisiplin untuk antri karena mereka yang tidakmau antri alias menyerobot pun tetap dilayani.Bahkan, kadangkala dilayani lebih duludaripada yang datang duluan.

2. Sosialisasi aturanDalam kasus ini, pelanggaran terjadi

tanpa kesengajaan karena faktorketidaktahuan. Tentu saja pemberianperingatan lebih tepat daripada penerapansanksi atau hukuman untuk si pelaku tersebut.Oleh karena itu, untuk mengurangi pelanggaransemacam ini diperlukan penyebaran informasihukum secara meluas kepada publik.

3. Penerapan sanksi

17 Niels Mulder, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa: Kelangsungan dari PerubahanKulturil.(Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hal. 36

18 Mulyadi, Tata Kelakuan di Lingkungan Pergaulan Keluarga dan Masyarakat Daerah IstimewaYogyakarta. (Jakarta: Depdikbud, 1990), hal. 98.

19 Heddy Shri Ahimsa - Putra, Agama, Tata Krama, dan Disiplin Nasional.(Yogyakarta: Pusat PenelitianKebudayaan dan Perubahan Sosial UGM, 1999), hal. 42.

Tata Krama Sebuah Pembelajaran Nilai Budaya Jawa (Ambar Adrianto)

Page 132: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

234

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Di sini memang belum ada aturan-aturan yang tepat yang sesuai dengan rasakeadilan masyarakat, sehingga masyarakattidak tahu harus menerapkan hukuman yangmana. Kalaupun hukuman tersebut ada,mungkin tidak lagi sesuai dengan kondisimasyarakat. Misalnya, sudahkah ada hukumanbagi sopir kendaraan umum yangmenghentikan mobil secara mendadak disembarang tempat tanpa memperdulikanpengguna jalan lainnya? Pertanyaannya,mengapa hal ini terjadi? Satu di antara sekianfaktor penyebabnya adalah perubahanmasyarakat dan teknologi yang begitu cepat,yang tidak dapat diimbangi oleh akselerasipara ahli hukum untuk menyusun aturan yangsesuai.

4. Penegakan hukumSeringkali terjadi di sekeliling kita,

meski sanksi atau hukumannya ada, tetapikenyataannya tidak dijalankan dengansemestinya. Mengapa begitu? Satu hal yangjelas di sini, yakni tidak adanya keinginan untukmenegakkan hukum dengan baik. Kadangkalahukum masih kalah dengan kekuasaan.Pendek kata, orang masih berbicara denganbahasa kekuasaan, bukan bahasa kebenaranyang mengacu pada hukum tertentu.20

5. Hedonistis dan materialistisKeinginan untuk mendapatkan

penghasilan yang lebih banyak, baik karenakepepet atau sebab rakus merupakan satufaktor pendorong orang tidak berlaku disiplinatau menaati tata krama yang berlaku.Kerakusan yang tidak lagi terkendalimendorong orang untuk menumpuk hartadengan cara-cara pintas dan tidak halal ataumenghalalkan segala cara, walaupunpenghasilan yang halal sudah lebih dari cukupuntuk memenuhi kebutuhan hidup.

6. Kesenjangan budayaHal ini terjadi di negara kita karena

perubahan teknologi, ekonomi dan sosial yangbegitu cepat tidak dapat diimbangi olehperubahan pada tatanan budaya. Akibatnyabelum ada aturan-aturan yang jelas untukbidang kehidupan tertentu, sementaraseperangkat aturan yang lama mungkin tidaklagi sesuai (relevan) karena memang situasinyasudah amat berbeda.

7. Perlunya budaya dominanFenomena ini tampak di kota-kota

besar di mana tidak terdapat suatu kelompoketnis yang merupakan mayoritas, misalnya diJakarta dan Medan. Akibatnya tidak adasistem budaya yang dapat menjadi kerangkaacuan bersama dalam interaksi sosialantarsuku. Tentu saja dalam situasi seperti itu,potensi munculnya konflik relatif tinggi.

20 Ibid, hal. 12

Daftar PustakaAhimsa-Putra, Heddy Shri. 1999. Agama, Tata Krama, dan Disiplin Nasional. Yogyakarta: Pusat

Penelitian Kebudayaan dan Perubahan Sosial Universitas Gadjah Mada.Ariani, Christriyati. 2002. Tata Krama Suku Bangsa Jawa di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.Djunan, 1985. Etika dan Tata Krama Sunda Masa Lalu dan Masa Kini. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.Geertz, Hildred .1985. Keluarga Jawa. Jakarta: PT. Grafiti Pers.Koentjaraningrat, 1977. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakyat.Mulder, Niels. 1978. Mysticism and Everyday Life in Contemporary Java. Singapore: Singapore

University Press.

Page 133: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

235

Mulder, Niels. 1983. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa: Kelangsungan danPerubahan Kulturil. Jakarta: PT. Gramedia.

Mulyadi, 1990. Tata Kelakuan di Lingkungan Pergaulan Keluarga dan Masyarakat DaerahIstimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Soehardi, 2003. Pengembangan Tata Krama Dalam Rangka Pembinaan Nilai Budaya.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Suseno, Franz Magnis. 1988. Etika Jawa. Jakarta: PT. Gramedia.

Tata Krama Sebuah Pembelajaran Nilai Budaya Jawa (Ambar Adrianto)

Page 134: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

236

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

KOMUNITAS KESENIAN DUSUN TUTUP NGISORSEBAGAI WAHANA PENDIDIKAN BUDAYA UNTUK MEMBENTUK

KEPERCAYAAN DIRI

Theresiana Ani LarasatiPeneliti Muda di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional,

Jl. Brigjen. Katamso No. 139, Yogyakarta.

Abstrak

Komunitas seniman Dusun Tutup Ngisor merupakan kumpulan seniman yang kuatmemelihara tradisi berkesenian warisan Romo Yoso Sudarmo, pendiri “Padepokan TjiptaBoedaja”. Dusun Tutup Ngisor dan “Padepokan Tjipta Boedaja” merupakan satu kesatuanyang tidak dapat dipisahkan. Sejarah berkesenian yang panjang telah memberi makna padanilai-nilai hidup yang kemudian diteladani dan dilaksanakan. Nilai-nilai hidup tersebut meliputiketaatan, religiusitas, kekeluargaan, kegotongroyongan, keharmonisan, kesabaran, keikhlasan,dan etos kerja. Artikel yang dikemas berdasarkan data primer dan sekunder ini menunjukkanbahwa pendidikan informal seperti komunitas seniman Dusun Tutup Ngisor, dalam “PadepokanTjipta Boedaja”, mampu memberikan manfaat bagi pendidikan budaya dan pembentukankarakter luhur para anggotanya. Melakukan kegiatan kesenian, khususnya kesenian tradisionaltidak hanya bermanfaat bagi pelestarian tradisi lokal, namun juga bermanfaat bagi para pelakudan masyarakat sekitarnya.

Kata kunci: Dusun Tutup Ngisor, Padepokan Tjipta Boedaja, komunitas seniman, pendidikaninformal, pembentukan karakter.

Abstract

Tutup Ngisor is a village where a strong artist community lives. The artists preserve thearts tradition inherited by the late Romo Yoso Sudarmo, the founder of “Padepokan TjiptaBoedaja”. Tutup Ngisor village and “Padepokan Tjipta Boedaja” are two sides of one coin. Itslong arts life history has yielded the values of life which become models of leading a life. Thesevalues cover loyalty, religiousity, kinship, “gotong royong” (mutual cooperation), harmony,patience, sincerity, and work ethos.

This article which based on primary and secondary data shows that informal educationlike that in “Padepokan Tjipta Boedaja” in Tutup Ngisor village is able to provide cultural andmoral education which are beneficial for the character building for its members and the villagers.

Key words: Tutup Ngisor village, Padepokan Tjipta Boedaja, artist community, informaleducation, character building

Page 135: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

237

A. Sekilas Pandang Komunitas KesenianDusun Tutup Ngisor

Tutup Ngisor merupakan nama sebuahdusun yang terletak di lereng Gunung Merapi,tepatnya berada di wilayah Desa Sumber,Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang,Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, DusunTutup Ngisor termasuk daerah dataran tinggi,terletak di lereng barat daya Gunung Merapi. Kotaterdekat dari Dusun Tutup Ngisor adalah KotaMuntilan. Dusun tersebut berjarak sekitar 11 kmarah utara Kota Muntilan.

Sesuai kondisi geografisnya yang terletakdi lereng gunung, Dusun Tutup Ngisor dansekitarnya memiliki tanah yang subur dengan airyang berlimpah. Kondisi demikian menjadikanhampir seluruh warga masyarakatnyamenggantungkan kehidupan pada sektorpertanian. Semua jenis tanaman pertanian dapattumbuh dengan subur sepanjang tahun. Maka,tidaklah mengherankan apabila mata pencaharianpokok sebagian besar penduduk Dusun TutupNgisor adalah bercocok tanam.1

Dusun Tutup Ngisor merupakan daerahyang relatif mudah dijangkau karena fasilitasjalannya sebagian merupakan jalan aspal,sedangkan sebagian lainnya merupakan jalanberbatu. Belum adanya sarana transportasi umumyang langsung mencapai Dusun Tutup Ngisormenjadikan dusun tersebut seolah-olahmerupakan dusun terpencil. Bila tidakmenggunakan kendaraan pribadi maka harusmemperhatikan waktu bepergian agar tidakmengalami kesulitan untuk mencapai dusuntersebut. Sarana transportasi umum di pagi hinggasiang hari sekitar pukul 10.00 hanya menjangkauujung Desa Sumber, selanjutnya untuk mencapaiDusun Tutup Ngisor dapat ditempuh denganberjalan kaki atau mengendarai sepeda motorsekitar 1,5 kilometer melewati jalan berbatu.

Sejarah lisan cikal bakal berdirinya DusunTutup Ngisor diceritakan oleh Sitras Anjilin2, putrabungsu Romo Yoso Sudarmo. Sitras Anjilin dan

masyarakat Dusun Tutup Ngisor meyakini bahwadusunnya didirikan oleh seseorang yang bernamaKyai Tutup. Kyai tersebut diperkirakan sebagaiabdi dalem Keraton Surakarta yang sedangmengasingkan diri akibat pergolakan keratondengan kolonial Belanda. Kyai Tutup kemudianmembuka lahan dan mendiami daerah yangkemudian dikenal dengan sebutan daerah Tutup.Anak cucu dari Kyai Tutup inilah yang kemudianmenjadi penduduk asli Dusun Tutup Ngisor danDusun Tutup Nduwur. Diberi nama Dusun TutupNgisor dan Tutup Nduwur karena secarageografis kedua dusun tersebut terletak di bagianujung atas dan ujung bawah Desa Sumber.

Sitras Anjilin menuturkan bahwa KyaiTutup memiliki enam generasi ke bawah, mulaidari Kyai Tutup, Kyai Bulu Putih, Kyai Bulus, KyaiKasan Ulama, Mbah Totaruna, dan Romo YosoSudarmo. Romo Yoso Sudarmo merupakanpendiri Padepokan Tjipto Boedaja, sekaligusayahanda dari tujuh putra, yaitu Darto Sani,Danuri, Damirih, Cipto, Sarwoto, Bambang TriSantoso, dan si bungsu Sitras Anjilin.

Mengulas Dusun Tutup Ngisor tidak dapatdilepaskan dari keberadaan “Padepokan TjiptaBoedaja” yang didirikan oleh Romo Yoso Sudarmopada tahun 1937. Dusun Tutup Ngisor dan“Padepokan Tjipta Boedaja”, keduanya telahmenyatu sebagai satu kesatuan, karenakeberadaan padepokan tersebut didukung olehpara seniman yang sekaligus merupakan wargamasyarakat Dusun Tutup Ngisor dan sekitarnya.Mereka bekerjasama bahu membahu secaraswadaya dan swakelola sehingga padepokantetap eksis, bahkan terkenal hingga kemancanegara seperti saat ini. Tidaklah berlebihanapabila dikatakan bahwa 90% penduduk DusunTutup Ngisor dan sekitarnya, dalam kawasanDesa Sumber, baik anak-anak, remaja, dewasa,dan orangtua, merupakan seniman tradisionalpedesaan. Mereka sebagian besar adalah penariwayang, pemain ketoprak, pemain jathilan,pembuat wrangka keris, penatah wayang kulit,

1 Monografi Dinamis Desa Sumber tahun 20072 Wawancara dengan Sitras Anjilin pada tanggal 22 Juni 2007 di Padepokan Tjipta Boedaja, Dusun Tutup

Ngisor

Komunitas Kesenian Dusun Tutup Ngisor sebagai Wahana Pendidikan Budaya ...(Theresiana Ani Larasati )

Page 136: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

238

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

pembuat topeng, pembuat busana tari, danpenabuh gamelan.

B. Komunitas Kesenian Dusun Tutup NgisorSebagai Wahana Pendidikan BudayaUntuk Membentuk Kepercayaan Diri

Penulis memfokuskan bahasan padapentingnya peranan pendidikan informal sebagaiwadah pendidikan budaya untuk membentukkarakter seseorang. Karakter yang dimaksuddalam hal ini dibatasi pada aspek kepercayaandiri. Kepercayaan diri merupakan aspekkepribadian yang mempunyai fungsi sangat pentingdalam kehidupan manusia, khususnya dalammeraih keberhasilan hidup. Seseorang yangmemiliki kepercayaan diri akan memilikikemampuan untuk mengaktualisasikan potensidan keinginannya. Sebaliknya, seseorang yangmempunyai kepercayaan diri rendah akanmengalami hambatan atau kesulitan untuk dapatmengekspresikan keinginan dan potensinya.Kepercayaan diri berisikan kemampuan dankeyakinan individu untuk mengevaluasi diri, dansecara objektif mampu melihat kelemahan dankelebihan yang ada pada dirinya.

Kepercayaan diri bukan merupakan sifatyang diturunkan melainkan merupakan hasil dariproses belajar (pengalaman), sehingga upaya-upaya tertentu dapat dilakukan guna membentukdan meningkatkan rasa percaya diri. Sebagai hasildari proses belajar, kepercayaan diri dapatditingkatkan dengan cara belajar dan berlatih.Oleh karena itu, mengembangkan kepercayaandiri adalah hal yang mutlak diperlukan agarseseorang sebagai pribadi mampumengaktualisasikan potensi-potensi yangdimilikinya. Seorang yang memiliki kepercayaandiri tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri,namun juga bagi lingkungan sosialnya.Kepercayaan diri berkembang sejak seorang anaklahir dan terbentuk dalam interaksinya dengan

orang lain dan lingkungannya. Salah satu modelpendidikan informal yang mampu memfasilitasiterbentuknya kepercayaan diri para anggotanyaadalah pendidikan berkesenian (berbudaya) yangdilakukan oleh komunitas seniman Dusun TutupNgisor dalam bentuk “Padepokan TjiptaBoedaja”.

Pendidikan informal pada hakekatnyatidak mengenal jangka waktu dan tidakterstruktur. Proses pendidikan informal terjadisepanjang hidup seseorang. Pendidikan informalsemakin lama semakin penting karena menentukanpembentukan kepribadian seseorang. Ahlipsikologi dan pendidikan terkenal dari AmerikaSerikat; Jerome Bruner menawarkan pandangankulturalisme, yaitu pendidikan menuntun danmembimbing peserta didik memasukikebudayaannya. Jiwa manusia akan mencapaiperkembangan potensinya melalui partisipasi didalam proses kebudayaannya.3 Dibandingkandengan pendidikan formal dan nonformal yanglebih cenderung mengasah kemampuan intelektual,maka pendidikan informal merupakan wahanabagi pengenalan unsur-unsur kebudayaan yangdiperlukan bagi terbentuknya karakter seseorang.Pendidikan informal dapat berbentuk pendidikankeluarga atau pendidikan yang diselenggarakanoleh lingkungan, masyarakat, media massa,perpustakaan.4

Komunitas seniman Tutup Ngisor melalui“Padepokan Tjipta Boedaja” merupakankumpulan masyarakat seniman yangmenyelenggarakan pendidikan berkesenian bagiwarga masyarakat di sekitarnya. Sebagaipadepokan seni dalam bentuk komunitas yangsangat bersahaja, “Padepokan Tjipta Boedaja”tidak tergoyahkan dari segala bentuk perubahanyang terjadi di luar, dan selalu memelihara sikapsemeleh5 (suatu sikap menerima apa adanya,tidak mengejar sesuatu secara berlebihan).Meskipun demikian, bukan berarti komunitas

3 Tri Dayakisni dan Salis Yuniardi, Psikologi Lintas Budaya. (Malang: UMM Press, 2004), hal. 104.4 Supriadi, D., “Makna Dan Implikasi Undang-Undang Sisdiknas Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini”,

Buletin PADU. Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini. Vol. 2 No. 02, Agustus 2003. (Jakarta: Direktorat Pendidikan Anak UsiaDini, 2003)

5 Wawancara dengan Sitras Anjilin pada tanggal 22 Juni 2007 di “Padepokan Tjipta Boedaja, “ Dusun TutupNgisor.

Page 137: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

239

tersebut tertutup bagi dunia luar. Sebaliknya,komunitas seniman ini terbuka bagi siapa saja yanghendak belajar berkesenian di sana. Banyak orangdari luar daerah, bahkan dari luar negeri datangke Tutup Ngisor, baik untuk menontonpementasan atau berkolaborasi dengan keseniansetempat. Tidak jarang pula komunitas inidiundang ke berbagai daerah di Indonesia, hinggake luar negeri, seperti ke Perancis dan Belanda.Disinilah salah satu keistimewaan komunitasseniman Dusun Tutup Ngisor, dengan keteguhandalam memegang nilai-nilai kebijaksanaan danspiritual, mereka dapat mengelola semua pengaruhdari luar untuk diarahkan pada satu sasaran yaitumengembangkan kesenian. Hal tersebut sesuaidengan fungsi pendidikan sebagai suatu prosesmenumbuhkembangkan eksistensi peserta didikyang memasyarakat, membudaya, dalam tatakehidupan yang berdimensi lokal, nasional, danglobal.6

Dijelaskan oleh Sitras Anjilin7 bahwabentuk-bentuk kesenian di “Padepokan TjiptaBoedaja” bermuara dari kesenian “wayangorang”. Bentuk kesenian “wayang orang”merupakan dasar dari semua bentuk kesenianyang ada di “Padepokan Tjipta Boedaja”. Dalamkesenian “wayang orang”, para pemain tidakhanya dituntut terampil dalam seni tari, namun jugaseni peran yang menyangkut olah vokal danekspresi. Sebelum “Padepokan Tjipta Boedaja”berdiri, kesenian ini sudah ada sehingga bentukkesenian inilah yang menjadi pondasi dari semuabentuk kesenian yang ada di padepokan.

Kemampuan seni tari, olah vokal, danekspresi saja ternyata belum cukup. Sitras Anjilinlebih jauh menjelaskan bahwa pada saat seseorangbelajar kesenian di “Padepokan Tjipta Boedaja”,mereka tidak hanya sebatas belajar menari,menabuh, ataupun menyanyi (nembang), namunbelajar pula ajaran-ajaran luhur yang berasal darisari pati kesenian tersebut guna membina mentaldan spiritualnya. Bentuk-bentuk ajaran tersebut

antara lain: cara mendekatkan diri pada Tuhan,bekerja (bercocok tanam), maupun dalam tatacara berperilaku atau etika hidup keseharian.

Dalam perkembangannya, komunitasseniman “Padepokan Tjipta Boedaja” memilikiberbagai macam bentuk kesenian, diantaranyawayang kulit, wayang orang, wayang sakral,wayang topeng, wayang jemblung, ketoprak,jathilan, tari grasak, soreng, dan sendratari.Adapun yang menjadi ritual pokok dalamkehidupan komunitas ini adalah pentas kesenianyang dilakukan sedikitnya empat kali dalamsetahun, yaitu pada tanggal 15 bulan Jawa Sura,tanggal 12 Maulud, setiap perayaan Idul Fitri, danperayaan hari ulang tahun Kemerdekaan RepublikIndonesia. Tidak menutup kemungkinan dilakukanpentas-pentas lain di luar jadwal ritual tersebut,menyesuaikan dengan kebutuhan atau permintaan,misalnya ada yang meminta pentas untukkeperluan pernikahan, sunatan, sajian bagi parawisatawan, dan sebagainya.

Ritual tolak bala merupakan bagian dariritual Suran yang diperingati setiap tanggal 15bulan Sura. Ritual memohon keselamatan ini sudahberlangsung sejak tahun 1937. Kegiatan tersebutdiikuti oleh puluhan anggota komunitas seni“Padepokan Tjipta Boedaja” dari Dusun TutupNgisor dan dusun-dusun lain dalam wilayah DesaSumber. Dalam perkembangannya saat ini, paraseniman dan masyarakat luas pemerhati seni dariluar daerah berdatangan mengikuti pentas Surantersebut sehingga terkadang pelaksanaannyadapat berlangsung selama tiga hari penuh.Umumnya, pentas yang diadakan setiap tanggal15 Sura tersebut berlangsung selama dua hari duamalam berturut-turut. Bentuk kesenian yangdipentaskan adalah wayang orang (wayang sakral)dengan lakon Mbangun Lumbung Mas. Pentasdidahului uyon-uyon dengan iringan gamelan diMakam Romo Yoso Sudarmo. Kemudian pagiharinya diadakan kirab jathilan, adapun siang haribervariasi antara pertunjukan wayang topeng,

6 Prof.Dr.H.A.R.Tilaar, M.Sc.Ed., Pendidikan, Kebudayaan, Dan Masyarakat Madani Indonesia (Bandung:Remaja Rosdakarya, 1999), hal. 28-32

7Wawancara dengan Sitras Anjilin pada tanggal 22 Juni 2007 di “Padepokan Tjipta Boedaja, “ Dusun TutupNgisor.

Komunitas Kesenian Dusun Tutup Ngisor sebagai Wahana Pendidikan Budaya ...(Theresiana Ani Larasati )

Page 138: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

240

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

sendratari ande-ande lumut, atau dapat pulapertunjukan wayang menak.

Pentas tanggal 12 Maulud merupakanpentas yang tidak hanya bertujuan untukmelestarikan kebudayaan, namun sekaligus untuksyiar Agama Islam. Bentuk kesenian yangditampilkan meliputi wayang orang atau wayangmenak yang mengambil lakon adaptasi dari ceritaArab, seperti Umar Moyo dan Umar Madi.Pentas rutin lainnya dilaksanakan tiap tanggal 17atau 18 Agustus dimaksudkan untuk memeriahkanHari Kemerdekaan Republik Indonesia danbersifat memberikan hiburan bagi masyarakatsekitar. Bentuk pentas yang ditampilkan tidakditentukan sehingga dapat bervariasi dari tahunke tahun, misalnya wayang orang, ketoprak, ataukesenian lapangan seperti jathilan, tari grasak,dan sebagainya. Adapun pentas Idul Fitri diadakantiap Bulan Syawal yaitu bertepatan dengan HariRaya Idul Fitri. Pentas yang harus disajikan adalahpentas wayang, sehingga apabila bentuk kesenianlainnya juga ditampilkan, maka pergelaran wayangharus ditampilkan terlebih dahulu.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan,walaupun berada di lereng gunung, namun saranadan prasarana yang dimiliki komunitas padepokanuntuk berlatih kesenian cukup lengkap. Di sanatersedia seperangkat gamelan tua untuk latihankesenian paling sedikit dua kali seminggu setiapmalam. Seperangkat gamelan tersebutditempatkan di ruangan berukuran 10 meter x 3meter. Di depan gamelan tersedia panggung yangtidak begitu luas, berukuran sekitar 10 meter x 8meter. Panggung berhias khas dunia wayang orangatau ketoprak, berupa layar lebar digambaripemandangan naturalis seperti taman sari, hutan,alun-alun, pendapa kerajaan, dan lain-lain.Terdapat pula sekat atau partisi yang dalam senipertunjukan dikenal dengan side wing, terletakdi kanan dan kiri panggung. Selain itu, merekajuga memiliki sejumlah kostum, dan seperangkatsound-system pendukung pementasan.

Anggota komunitas seniman Tutup Ngisor

terdiri dari beberapa unsur, yaitu: 1) masyarakatTutup Ngisor yang terdiri dari keturunan RomoYoso Sudarmo (alm) dan warga dusun yang lain,2) warga desa sekitar yang turut serta mendukungkesenian Tutup Ngisor, 3) orang dari luar TutupNgisor yang terdiri dari seniman atau lainnya yangikut berpartisipasi dalam kehidupan kesenianTutup Ngisor.

Keberlangsungan kesenian Dusun TutupNgisor mempunyai ciri yang membedakannyadengan kelompok kesenian dari daerah lain karenaseni bagi mereka adalah bagian dari hidup. Sepertidiutarakan oleh Sitras Anjilin, pemimpinpadepokan saat ini, bahwa kesenian adalah bagiandari hidup mereka, hidup “Padepokan TjiptaBoedaja”. Kesenian merupakan simbol darikehidupan, dan kebudayaan adalah kehidupan,maka kebudayaan berguna untuk memanusiakanmanusia menjadi manusia yang berakal budi.8

Kesenian merupakan bagian dari hidup;hidup untuk berkesenian, namun keseniandilakukan bukanlah untuk mencari penghasilan.Biarpun situasi ekonomi sedang tidakmenguntungkan, misalnya sedang dilanda masapaceklik, mereka tetap berkesenian. Demikianjuga pada saat musim panen, kalau saat itumerupakan waktu untuk berkesenian, maka wargadengan sukarela akan meninggalkan kegiatannyabertani dan berkonsentrasi untuk seni. Besarnyarasa cinta dan totalitas yang luar biasa dalamberkesenian itulah membuat kesenian di DusunTutup Ngisor tidak pernah surut.

Falsafah hidup komunitas seniman DusunTutup Ngisor yang bernaung di “PadepokanTjipta Boedaja” antara lain juga diungkapkan olehMbah Damirih, sesepuh padepokan. Kesenianbaginya adalah bentuk bakti pada leluhur,dimaknai sebagai keyakinan yang diajarkan olehorangtuanya untuk dilaksanakan dan dilestarikanselamanya. Kesenian bukan merupakan kegiatanuntuk mencari uang, sehingga seandainya tidakdibayarpun tidak apa-apa, mereka ikhlas lahir danbatin.9 Hal senada juga diungkapkan oleh kaum

8 Wawancara dengan Sitras Anjilin pada tanggal 22 Juni 2007 di “Padepokan Tjipta Boedaja,“ DusunTutupNgisor

9 Wawancara dengan Mbah Damirih pada tanggal 22 Juni 2007 di “Padepokan Tjipta Boedaja,“ DusunTutup Ngisor.

Page 139: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

241

muda seperti Hariyadi dan Pramono, wargasekitar Dusun Tutup Ngisor yang sekaligusanggota komunitas seniman tersebut. Merekamenyatakan bahwa kesenian yang digelutinyabukanlah untuk mencari hidup melainkan dihayatisebagai bagian dari hidup. Mereka tidak pedulidibayar atau tidak, ditonton atau tidak, bila tibasaatnya pentas mereka akan tetap pentas.Mereka menambahkan bahwa kepuasaan batinyang dirasakan setelah melaksanakan sebuahpementasan harganya sangat tidak ternilai, lebihbermakna dari sekedar imbalan materi.

Kesenian yang dihayati sebagai kehidupanmembuat warga komunitas seniman Dusun TutupNgisor tidak tergantung pada satu penggerak.Kesenian merupakan milik bersama sehingga jikaada yang memiliki kepandaian maka secaraotomatis akan mewariskan kepada yang lain.Dengan demikian proses regenerasi berjalan terus.Beberapa tokoh seni di Dusun Tutup Ngisorseperti Sitras Anjilin, Bambang Tri Santoso, danSarwoto berpandangan bahwa para seniman yangsudah lebih dahulu ada harus menjadi contoh bagipara seniman muda. “Padepokan Tjipta Boedaja”merupakan komunitas seniman dari berbagai usia,mulai dari anak-anak, remaja, hingga lanjut usia(60 tahun ke atas).

Hal tersebut secara tidak langsungmerupakan implementasi dari prinsip pendidikanyang diajarkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia;Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan merupakanupaya disengaja agar mampumenumbuhkembangkan aspek budi pekerti danaspek fisik melalui pengajaran, keteladanan, danpembiasaan. Fokusnya pada pendidikanmerdeka, yaitu penerapan cara mendidik ataumengubah perilaku anak bukan dengan paksaan,hukuman, atau perintah. Anak didukung untukmelakukan tugas karena kesadaran ataskewajiban yang memang dilakukannya. Adapunteknik yang digunakan dengan cara ‘among’ yangmenganut prinsip trikon yaitu kontinyu, konvergen,

dan konsentrisitas dalam mencapai kemerdekaandiri.10

Prinsip pertama dalam sistem amongadalah kontinyu yang berarti keberlanjutan.Keberlanjutan dari masa lampau, masa sekarang,dan masa depan. Dalam perjalanan hidup, manusiaharus menerima nilai-nilai baru tanpa perlumeninggalkan nilai-nilai lama dengan berlandaskanakar budaya. Adapun prinsip kedua adalahkonvergen yang berarti persambungan.Persambungan berbagai aliran, faham, azas dalamhidup manusia, tetapi karena terjalin suatuinteraksi, akan menuju pada tujuan bersama yaitudemi kepentingan bersama, bukan kepentingandiri. Prinsip ketiga adalah konsentrisitas yangberarti kebulatan. Kebulatan dalam arti bersatunyakedudukan manusia sebagai makhluk individu,anggota keluarga, bangsa, dan penduduk dunia;dalam kedudukan masing-masing, yang tidakpernah berbenturan karena kepentingan pribadi.Titik pusat bukan pada diri sendiri tetapi padaposisi manusia sebagai penduduk manusia yangmempunyai sifat kemanusiaan.11

Kuatnya komunitas seniman Dusun TutupNgisor dalam mempertahankan dan melestarikannilai-nilai luhur warisan leluhurnya menggunakansistem among berhasil membentuk sikap mentalpara warga sejak masa mudanya. Nilai-nilai luhurtersebut merupakan nilai-nilai yang hidup dalammasyarakat Jawa, antara lain seperti ketaatan,religiusitas, kekeluargaan, kegotongroyongan,keharmonisan, kesabaran, keikhlasan, dan etoskerja. Nilai ketaatan dan religiusitas tampak darikeyakinan yang diinternalisasikan melalui bentuk-bentuk budaya ritual dalam rangka memohonkeselamatan dan kemakmuran kepada Tuhan.Nilai budaya Jawa seperti “sepi ing pamrihrame ing gawe” yang mengajarkan nilai kerjakeras, optimisme, kekeluargaan, dan jiwa sosialkemasyarakatan diwujudkan antara lain melaluigelar aksi budaya, baik di lingkungan sendiri ataudi luar daerah. Komunitas seniman Dusun Tutup

10 Theresiana Ani Larasati, “Penerapan Kearifan Budaya Dan Lingkungan Lokal Pada Pendidikan AnakUsia Dini”, dalam Patrawidya, vol. 11, no. 1 (Yogyakarta: BPSNT, 2010), hal. 52-53.

11 Ibid, hal 53, lihat juga Prof.Dr.H.A.R.Tilaar, M.Sc.Ed., Pendidikan, Kebudayaan, Dan Masyarakat MadaniIndonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hal. 43.

Komunitas Kesenian Dusun Tutup Ngisor sebagai Wahana Pendidikan Budaya ...(Theresiana Ani Larasati )

Page 140: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

242

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Ngisor secara rutin mengikuti festival lima gunung,juga melakukan pendampingan di beberapakomunitas seni di daerah sekitar Kedu. Haltersebut dilakukan untuk menjaga dan menambahsolidaritas sesama komunitas seni, dalam rangkamensosialisasikan dan menjaga nilai-nilai tradisibudaya Jawa yang adiluhung.

Nilai budaya Jawa lain yang dilestarikanadalah pemahaman menghargai dan menjagalingkungan seperti yang diajarkan para leluhurnya,yaitu dengan mempercayai bahwa setiap benda,pohon, air, batu, maupun tanah memiliki penungguatau danyang yang harus diperlakukan sepertihalnya manusia. Dengan pemahaman seperti ini,kelestarian dan keseimbangan ekosistem akanselalu terjaga.

Nilai-nilai budaya Jawa yang selalu diuri-uri oleh komunitas seniman Dusun Tutup Ngisormembentuk sikap mental yang positif, dalam halini aspek kuatnya kepercayaan diri wargakomunitas. Berdasarkan hasil wawancara denganbeberapa informan diperoleh gambaran bahwabentuk-bentuk kesenian yang dilakukan mampumembuat mereka menjadi sosok yang memilikikepercayaan diri. Sebagai contohnya, kesenianwayang dan ketoprak menuntut dimilikinya unsur-unsur kemampuan yang lengkap dari parapemainnya; meliputi kemampuan berkomunikasi,olah vokal, wawasan dan pengetahuan umum yangluas, mengikuti perkembangan zaman. Kegiatanberkesenian yang dilakukan mampu membentukdan mengembangkan kepercayaan diri paraanggotanya, karena mereka dilatih untuk bermentalkuat dan menemukan cara bangkit dari kegagalan.Kebangkitan semangat setelah gagal adalah awalterbentuknya konsep diri positif dan harga diri.

C. PenutupBerdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa komunitas seniman DusunTutup Ngisor melalui “Padepokan Tjipta Boedaja”telah melakukan serangkaian pendidikan informal

yang bermanfaat tidak saja bagi pelestarian nilai-nilai luhur warisan budaya Jawa. Lebih daripadaitu, mereka telah menjadi wadah bagiterbentuknya kepercayaan diri individu denganberpegang teguh pada nilai-nilai ketaatan,religiusitas, kekeluargaan, kegotongroyongan,keharmonisan, kesabaran, keikhlasan, dan etoskerja. Keharmonisan yang dimaksud bukan hanyaantar sesama manusia saja, namun juga manusiadengan alam dan lingkungannya.

Komunitas seniman Dusun Tutup Ngisormelalui kegiatan berkesenian merupakan wujudnyata dari pendidikan informal yangberkonsentrasi pada pewarisan budaya bagigenerasi muda. Proses pembentukan karakter,dalam hal ini membangun dan mengembangkankepercayaan diri terjadi melalui serangkaianinteraksi dan proses belajar antar individu dalamkomunitas. Interaksi yang terjadi dalam komunitastersebut merupakan sebuah proses belajar yangpanjang dan bermakna. Pembelajaran yangbermakna sangat penting artinya bagi seseorangkarena akan membantunya memahami suatu halyang terjadi di lingkungannya dengan mudah.Pembelajaran bermakna adalah suatupembelajaran yang memberi pengalaman padaseseorang untuk berbuat aktif, sehinggamemudahkannya mengingat dan memahamifenomena di sekitarnya.

Komunitas seniman “Padepokan TjiptaBoedaja” menekankan agar apa yang diajarkandapat menyatu dalam diri seseorang,menginternalisasi dan kemudian mampumengaktualisasikan diri secara mental dan kreatif.Kemampuan mengaktualisasikan diri sertamengapresiasi tersebut nantinya akanmenimbulkan pengakuan terhadap individu danpenerimaan terhadap identitas diri sehingga pribadiyang berbeda dapat saling bekerja sama, salingmenghormati, saling menghargai, dalam segalakeragamannya.

Page 141: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

243

Daftar PustakaDayakisni, T. dan Salis Yuniardi, 2004, Psikologi Lintas Budaya, Malang: UMM Press.Koentjaraningrat, 2002, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta._____________, 2004, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.Larasati, Th. A., “Penerapan Kearifan Budaya Dan Lingkungan Lokal Pada Pendidikan Anak Usia

Dini”, Patrawidya, vol. 11, no. 1, Yogyakarta: BPSNT, 2010.Mahfud, C. 2008, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan II Edisi Revisi.Suryabrata, S., 1990, Psikologi Kepribadian, Edisi I, Cetakan 5, Jakarta: Rajawali.Supriadi, D., “Makna Dan Implikasi Undang-Undang Sisdiknas Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini”,

Buletin PADU. Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini. Vol. 2 No. 02, Agustus 2003, Jakarta: DirektoratPendidikan Anak Usia Dini, 2003.

Tilaar, H.A.R., 1999, Pendidikan, Kebudayaan, Dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung:Remaja Rosdakarya.

“Bahan Pelatihan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa”, dari http://www.puskur.net/files/1_%20Pendidikan%20Budaya%20dan%20Karakter%20Bangsa.pdf, diunduh Rabu, 28September 2011 pukul 10.00 wib.

Komunitas Kesenian Dusun Tutup Ngisor sebagai Wahana Pendidikan Budaya ...(Theresiana Ani Larasati )

Page 142: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

244

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

BIODATA PENULIS

SAHID TEGUH WIDODO, Pangkat/Gol.Ruang: Lektor Kepala/III.d.Tempat/Tanggal Lahir:Grobogan, 7 Maret 1970. Agama: Islam. Pendidikan S1.Universitas Sebelas Maret. 1993. Bidang Ilmu: Sastra. S-2. Universitas Sebelas Maret,2001. Bidang Ilmu: Linguistik Deskriptif. S-3. Universiti Utara Malaysia. DOKTORFALSAFAH Bidang Ilmu: Kemanusiaan (Linguistik Terapan). Judul Disertasi: KajianKes Nama Orang Jawa di Surakarta (Dinamik dan Sistem). Email:[email protected]. Jabatan: Dosen tetap jurusan Sastra Jawa FSSR

UNS: Kepala Institut Javanologi LPPM UNS. Seminar Internasional: Pemakalah dalam KonferensiInternasional Renaissance Budaya Nusantara I, judul: “Perpustakaan: Strategi Merungkai BelengguMinda” Universitas Sebelas Maret Surakarta, 9-10 Juni 2010. Pemakalah dalam Seminar InternasionalOptimalisasi Pemanfaatan Potensi Bahasa dalam Pembelajaran Bahasa, Sastra, dan KebudayaanIndonesia serta Komunikasi Sosial Politik pada Era Globalisasi, judul: “Dinamika Perkembangan NamaOrang Jawa Kontemporer”, Yogyakarta, UNWIDA dan Yayasan Pendidikan Indonesia Klaten, 8-9Nopember 2010. Pemakalah dalam International Conference dalam rangka Deklarasi Institut JavanologiLPPM-UNS, “Javanology: Saka Guru of Javanese Culture” March 7, 2011. Sebelas Maret University.Pemakalah dalam Seminar Internasional, “Reinventing the Indigenous Value of Batik-Kimono toStrengthen the Indonesia-Japan Relationship”, diselenggarakan oleh Institut Javanologi LPPM-UNS,makalah “Batik Truntum: The Return of A Lost Love” October 3, 2011, Sebelas Maret University.Seminar Nasional: Pembicara dalam Seminar Nasional Jati Diri Global dalam Konstelasi Global “PotensiTransendental Bahasa dalam Pergelutan Global” Balai Bahasa Bandar lampung, 26-27 Juli 2010.Pembicara dalam Bahasa dan Sastra dalam Perspektif Multikultural dengan judul: “Keberagaman UnsurNama Orang Jawa”, Fak. Ilmu Sosial dan Budaya, Universitas Trunojoyo, Madura, 29 Juni 2010.Pembicara dalam Seminar Nasional Sastra dan Perubahan Sosial dengan judul: “Sastra Transisi danPerubahan Sosial, FSSR UNS, 17 April 2010. Pembicara dalam Seminar Nasional Air dan Kehidupandalam Naskah Kuno Nusantara, dengan judul: “Nilai Sakralitas Air dalam Kehidupan MasyarakatJawa: Sebuah Pendekatan Etno-Hidrolika”, Perpustakaan Nasional Indonesia (PNRI), Jakarta, 5-6Oktober 2010. Pembicara dalam Seminar Nasional Demokratisasi Karya Padmasusastra dalam Bahasa,Satra, dan Budaya Jawa dengan judul: “Latar Kepengarangan Ki Padmasusastra: Sebuah KajianSosiologis”, FSSR UNS Surakarta, 29 Nopember 2010. Pemakalah dalam Seminar NasionalSabdopalon Noyogenggong dari Masa Kemasa, Perpustakaan Nasional Indonesia, 6-7 Oktober 2009.Pemakalah dalam Seminar Setengah Hari, “Kebatinan Jawa Akar Kearifan Lokal dan Alternatif PenguatanKarakter” 11 Juli 2011. Menulis Buku: Bagian Buku “IDIOSINKRASI Pendidikan Karakter MelaluiBahasa dan Sastra” UNJ Press, 2010. Bagian Buku “Adiluhung Kajian Budaya Jawa” oleh InstitutJavanologi LPPM-UNS, 2011. “Metafora: Cerpen-Cerpen Asia Tenggara Pasca Revolusi,” olehpenerbit CakraBooks, Solo. ISBN: 978-602-99965-2-45, 2011. Selain itu juga melakukan penelitianilmiah dan menulis dalam jurnal ilmiah.

I NYOMAN WIJAYA, Riwayat Pendidikan: S1, UGM 1986, Cumlaude. S2 UGM 1994,Cumlaude, S3 UGM, 2010, Cumlaude. Pekerjaan: Dosen Fakultas Sastra Unud/Peneliti dan penulisutama di KANTOR SEJARAWAN PROFESIONAL TSP Art and Science Writing.. PengalamanInternasional: 1). Visiting Fellow di Univesisity of Wolonggong, Australia, Februari- Maret 1998 atas

Page 143: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

245

undangan Prof. Adrian Vicker. 2). Sandwich di University of Sydney, Australia, bulan November2008- Januari 2009, di bawah bimbingan Prof. Adrian Vickers. Buku karya mandiri (6 buah): AmukMassa Bali 20-21 Oktober 1999, Rangkuman Seminar Sehari “Dialog Masalah Bali” tanggal 1Desember di Grand Bali Beach Hotel, yang diselenggarakan oleh FIP2B, 2000. Kekaisaran KompeniKecil: Korupsi, Kolusi, Nepotisme Abad 19. Yogyakarta: Mahavira, Juni 2001. Biografi SiPengembala Itik John Ketut Pantja, Pengalaman dan Pemikiran. Denpasar-Yogyakarta; TSP &Pustaka Pelajar, 2001. Serat Salib dalam Lintas Bali: Melacak Jejak Pengalaman Keluarga GKPB(Gereja Kristen Protestan di Bali) l931-2001. Denpasar: Yayasan Samaritan, 2003. Memburu UjungSerat Salib BPI Kepaon: Dari Gereja Kristus Kasih ke Gereja Widhi Satya (Sejarah Dua Jemaat-GKPB di Denpasar). Denpasar: Yayasan Samaritan, 2006. Serat Salib dalam Lintas Bali: SejarahKonversi Agama di Bali l931-2001. Denpasar: TSPBooks, 2007. Buku dalam karya Editor antaralain: “1950s Lifestyles in Denpasar Through the Eyes of Short Story Writers,” dalam Adrian Vickers,I Nyoman Darma Putra, and Michele Ford. To Change Bali: Essays In Honour of I Gusti NgurahBagus. Denpasar: Bali Post in association with the Institute of Social Change and Critical InquiryUniversity of Wollongong, 2000. “Menjadi atau Memiliki Hindu: Pluralisme Agama di Bali dalam DimensiSejarah,” dalam Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif, I Nyoman Dharma Putra, ed. Denpasar:Bali Post, 2003. “Pemilu 2004: Sebuah Analisis Semesta Simbolis,” Politik Kebudayaan dan IdentitasEtnik, I Wayan Ardika dan Drama Putra, ed.. Denpasar: Facultas Sastra Universitas Udayana danBalimangsi Press, 2004. “Membongkar Relasi-relasi Kekuasaan dalam Perlawanan Bangsawan BaliKuno Terhadap Sekte Siwa Siddhanta,” Dinamika Sosial Masyarakat Bali dalam Lintasan, 2008.

SUNARTO adalah Ketua Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta dan dosen tetap di JurusanKriya, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Menyelesaikan studi S1 Sekolah TinggiSeni Rupa Indonesi “ASRI” Yogyakarta (1984), S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM(2001), dan S3 pada program yang sama (2010). Telah menulis beberapa buku antara lain WayangKulit Purwa Gaya Yogyakarta (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), Gatra Wayang Kulit Purwa(Semarang: Dhahara Prize, 2001), Pengetahuan Bahan Kulit Untuk Seni dan Industri (Yogyakarta:Kanisius, 2003), Wayang Kulit Gaya Yogyakarta: Bentuk dan Ceritanya (Yogyakarta: PemdaPropinsi DIY, 2004), Seni Tatah Sungging Kulit (Yogyakarta: Prasista, 2008), dan Wayang KulitPurwa dalam Pandangan Sosio Budaya (Yogyakarta: Arindo, 2009). Beberapa hasil penelitian yangtelah dipublikasikan antara lain Wayang kulit purwa Bahasa Indonesia: Keuntungan danKerugiannya (Jurnal Ekspresi, Volume 7, Nomor 2, Oktober 2007, hal. 124-136), Pola Hidup danKarya Perajin Wayang Kulit Purwa di Gendeng Yogyakarta (Jurnal Selarong Volume VIII/TahunIV, 2007. hal. 113-148), dan Wayang Panakawan (Jurnal Selarong, nomor 09 September-Desember2008, hal. 37-48).

I WAYAN DANA, Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI)Yogyakarta. Lahir di Desa Sibanggede Badung-Bali, 8 Maret 1956. Setelah lulus KOKAR-Balikemudian melanjutkan studi di ASTI Yogyakarta dan lulus tahun 1982. Di Tahun 1979 ketikamerampungkan Sarjana Muda diangkat di almamaternya sebagai tenaga pengajar hingga saat ini beradadi Jurusan Seni Tari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta. Tahun 1990 S2 di UGM lulus 1993.Tahun 2009 lulus S3 di Program Kajian Budaya UNUD. Aktivitasnya: tenaga pengajar tetap di JurusanSeni Tari, Pengelola Program S3 PPS ISI Yogyakarta, dan sebagai Dekan Fakultas Seni PertunjukanISI Yogyakarta. Tekun melaksanakan tugas-tugas atau dharma Perguruan Tinggi lainnya, yakni penelitian,berkarya seni, dan pengabdian kepada masyarakat. Hasil penelitian yang dipublikasikan antara lain;Wayang Orang Pembauran Paradigma Seni, Sosial dan Budaya tahun 1999, dan Topeng

Page 144: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

246

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

Sidhakarya Sebuah Kajian Historis tahun 2002 Suran: Antara Kuasa Tradisi dan Ekspresi Senitahun 2005. Tari Leko Sibanggede Yang Erotis dan Etis tahun 2009, dan Sumerta: Power danSpiritual, tahun 2010 serta Tari: Seni Pertunjukan Sakral dan Hiburan, tahun 2011. Rutin menulisartikel seni dan budaya serta mengadakan penelitian lapangan di beberapa daerah antara lain di Bali,Lombok, Madura, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Lampung (Sumatra), dan KalimatanBarat.

SUJARNO, Tempat, Tanggal Lahir: Cilacap, 27 September 1957. Peneliti di Balai PelestarianSejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Jalan Brigjen Katamso No 139 Yogyakarta. Telepon, Faks.:0274373241, Faks 0274 381555. Pos-el (Email): [email protected]. Rumah SuryomentaramanPB I/291 Kel. Panembahan, Kec. Kraton, Kota Yogyakarta, Faksimile: 0274 389021. Pos-el (Email).Riwayat Pendidikan S1 Antropologi UGM 1993, Pengalaman sebagai penyunting pada majalah Ilmiah:Patra-Widya 2003 – 2005. Publikasi dalam Majalah Ilmiah: “Upacara Sedekah Bumi diGandrungmanis,” Buletin Jarahnita 1997/1998; “Pengaruh Televisi Terhadap Permainan tradisional,”Buletin Jarahnitra 1999/2000; “Permainan Tradisional Nini Towong: Fungsi dan Nilainya bagiMasyarakat,” Buletin Jarahnitra 2002; “Cerita Rakyat Raden Kamandaka,” Buletin Jarahnitra 2004;“Upacara SedekaH laut Satu Sura di Srandil: Studi Kasus Paguyuban Cahya Buana,” Patra Widya2007; “Upacara Ngunduh Sarang Burung Walet di Karang Bolong,” Patra Widya 2008; “UpacaraTradisional Hak-hakan: Fungsi dan nilainya bagi masyarakat pendukungnya,” Patra Widya 2009; “Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Permainan Tradisional di Kabupaten Cilacap: Studi Kasus di KecamatanBantarsari,” Patrawidya 2010.

SITI MUNAWAROH, Lahir di Bantul, 26 April 1961.Alamat Rumah: Dusun KarangtengahRT 06, Desa Karangtengah, Imogiri Bantul. Telpon: 7882338/087739072459.Lulus S1 FakultasGeografi UGM, Jurusan Geografi Manusia. Tahun 1991. Peneliti Madya. Gol IV.B.(01-05-2011).Menbudpar. Masa penilaian Juni 2008 s/d Mei 2011. Publikasi Dalam Majalah Ilmiah: “PascagempaIntensitas Gotong Royong Semakin Tinggi” (2006) Jurnal Jantra, “Wanita Nelayan Di KecamatanKedung Jepara” (2007) Buletin Jantra. “Tradisi Pembacaan Barzanji Bagi Umat Islam” (2007) JurnalJantra. “Perilaku Masyarakat Daerah Rawan Bencana” (2008) Jurnal Jantra. “Gandrung SeniPertunjukan Di Banyuwangi” (2008) Jurnal Jantra. “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan DesaDi Kabupaten Bantul” (2009). “Macam-Macam Bentuk Rumah Komunitas Using Di Desa KemirenBanyuwangi” (2009) Jurnal Jantra. “Mandiri dengan Ekonomi Kreatif (Kasiutri Desa KarangtengahImogiri Bantul)” (2010) Jurnal Jantra. “Pedagang Asongan Taman Wisata Candi Borobudur” (2008)Buletin Patrawidya. “Kearifan Lokal Petani Lahan Pereng Desa Wukirsari Imogiri Bantul” (2007)Buletin Patrawidya. “Strategi Masyarakat Nelayan Pantai Teluk Penyu Cilacap” (2006) BuletinPatrawidya. “Interaksi Suku Jawa dan Madura di Surabaya” (2009) Buletin Patrawidya. “PermukimanPenduduk di Desa Sumberpucung Kabupaten Malang” (2010) Buletin Patrawidya.

SURATMIN lahir di Yogyakarta tanggal 15 September 1938. Bertempat tinggal di JalanGondosuli, Sanggrahan RT 05 –RW 02 UHI/576 Yogyakarta. Pada tahun 1972 mengambil pendidikanSI Jurusan Sejarah IKIP Negeri Yogyakarta. Pada tahun 1982 mengambil pendidikan SI FakultasFilsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Berbagai pengalaman kerja yang telah dijalani, diantaranyamembaktikan diri menjadi Guru Sekolah Dasar Negeri selama 18 tahun (1957–1975), dan menjaditenaga peneliti di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta selama 28 tahun (1975 –2003). Karya-karya tulis yang telah diterbitkan : Karya Tunggal : Perjuangan Hizbullah SabililahDalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945 (2000), Pembunuhan Masal di Gorang Gareng

Page 145: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

247

Dalam Pemberontakan PKI Madiun 1948, Kehidupan, Perjuangan A.R. Fakhuruddin (2000),Mengenal Selintas Masjid Syuhada Yogyakarta (2001), Kehidupan dan Pemikiran Ali Afandi(2003), Rubrik Siaran RRI Cabang Yogyakarta (1980-2003), Biografi K.H. Azhar Basyir MA (2007), Biografi Ahmad Badawi (2007). Karya Tulis Bersama Tim : Sejarah Kebangkitan di DIY(1977/1978), Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialis dan Kolonialisme di DIY ( 1990) (1990),Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945 – 1949 di DIY (1991), Tokoh-tokoh Kongres PerempuanPertama ( 1991), Upacara Tradisional Sekaten DIY (1991), Peranan Desa Dalam SejarahKemerdekaan : Studi Kasus Keterlibatan Beberapa Desa di Daerah Istimewa Yogyakarta Periode1945 -1949 ( 1992) Sejarah Perjuangan Hizbullah Sabililah Sunan Bonang ( 1997), KotagedePesona dan Dinamika Sejarahnya (1997), Peranan Sejarah dan Budaya Dalam MendukungPengembangan Obyek Wisata Kabupaten Kulon Progo (1997/1998), Partisipasi Seniman DalamPerjuangan Kemerdekaan di Prpoinsi Jawa Timur (Studi Kasus Kota Surabaya 1945-1949 (1999),Tokoh PemikiranPaham Kebangsaan Ir. Sukarno dan K.H. Ahmad Dahlan (1999), KGPAA PakuAlam VIII ( 2000), Aset Wisata Kabupaten Cilacap (2003), Terbunuhnya Seniman Lukis BasukiAbdullah (2004), Sri Sultan Hamengku Buwono IX Pejuang dan Pelestari Budaya ( 2008), AsetPariwisata Kabupaten Bantul (2009), Pakaian Adat Pengantin Gaya Yogyakarta (2010), aisyahdan sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia : Sebuah Tinjauan Awal (2010), Aisyiah danSejarah Pergerakan Perempuan Indonesia Sebuah Tinjauan Awal (2010).Sejarah Sosial (Di)Indonesia Perkembangan dan Kekuatan , 70 tahun Prof. Dr. Suhartono Wiryo Pranoto ( 2011).

TITI MUMFANGATI, lahir di Kulonprogo, 13 April 1965. Sarjana Sastra Jurusan SastraNusantara UGM, lulus tahun 1990. Bekerja sebagai Peneliti Madya di Balai Pelestarian Sejarah danNilai Tradisional Yogyakarta. Penelitian yang telah diterbitkan: “Pengaruh Mitos Ki Mentotruno(Mentokuwoso) bagi Masyarakat Pendukungnya: Kajian Nilai Budaya Tentang Upacara GrebegNgenep,” dalam Patra-Widya (2002); “Serat Nitisastra Karya Raden Ngabehi Yasadipura II: KajianKeutamaan Moral dalam Budaya Jawa,” dalam Patra-Widya (2003); “Kajian Aspek Kepemimpinandalam Serat Panitipraja,” dalam Patrawidya (2004); “Ajaran Moral dalam Serat Wulang Brata SunuKarya Raden Ngabehi Reksodipura,” dalam Patra-Widya (2005); “Nilai-nilai Luhur dalam BudayaJawa, Filosofi dan Maknanya: Sebuah Interpretasi dari Sumber Serat Piwulang,” dalam Patra-Widya(2006); “Upacara Nyadran Kali: Refleksi Hubungan Manusia dengan Lingkungan Alamnya,” dalamPatrawidya (2007); “Warangan: Sebuah Dusun Sarat Seni dan Tradisi,” dalam Jantra (2007). “NilaiDidaktis Filosofis dalam Budaya Jawa: Sebuah Interpretasi dari Serat Darmariwayat,” dalam Patrawidya(2008). “Citra Alam dalam Karya Sastra, Refleksi Keseimbangan Lingkungan,” dalam Jantra (2008);“Macaan ‘Lontar’ Yusup: Tradisi Lisan Sebagai Bentuk Pelestarian Nilai Budaya pada MasyarakatUsing, Banyuwangi,” dalam Patrawidya (2009); “Kajian Nilai Budaya Serat Tatakrama Jawi KaryaMas Sastrawirya,” dalam Patrawidya (2010); “Serat Babad Wanagiri: Kajian Tataletak Bangunandan Fungsi Pesanggrahan Wanagiri,” dalam Patrawidya (2011). Penelitian tim yang telah diterbitkan:Refleksi Nilai-nilai Budaya Jawa dalam Serat Suryaraja (1997); Serat Tajusalatin: Suatu KajianFilsafat dan Budaya (1997/1998); Tradisi Kehidupan Sastra di Kasultanan Yogyakarta (2002);Geguritan Tradisional Dalam Sastra Jawa (2002); Kearifan Lokal di Lingkungan MasyarakatSamin Kabupaten Blora, Jawa Tengah (2004).

AMBAR ADRIANTO, lahir di Yogyakarta, 3 Mei 1955. Lulus S1 Jurusan AntropologiFakultas Sastra UGM tahun 1986. Mulai tahun 1992 bekerja di Balai Pelestarian Sejarah dan NilaiTradisional Yogyakarta sebagai staf peneliti. Karya ilmiah yang sudah diterbitkan antara lain: “DampakGlobalisasi Informasi” (1997); “Peranan Media Massa Lokal bagi Pengembangan Kebudayaan Daerah”

Page 146: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

248

Jantra Vol. VI, No. 12, Desember 2011 ISSN 1907 - 9605

(1998); “Nilai Anak di Kalangan Petani Jawa” (1998); “Pengobatan Tradisional Gurah” (2000); “DuniaSekolah Anak Jalanan” (2002); “Peran dan Kinerja Lembaga Swadaya Masyarakat DIY dan JawaTengah” (2003); “Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Using Banyuwangi” (2004); “ModelPemberdayaan Anak Jalanan di Bojonegoro” (2005); “Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa,Kawruh Sedulur Sejati” (2006); “Sendang Sriningsih Objek Wisata Spiritual di Prambanan” (2009);“Profil Seni Patung Jalanan di Yogyakarta,” Jantra, (2010), “Makna Simbolik Ritual Adat Tengger,”Patrawidya (2010).

SAMROTUL ILMI ALBILADIYAH, Lahir di Boyolali, 17-4-1947. Kedudukan / JabatanFungsional Peneliti / Peneliti Madya / PNS pada BPSNT Yogyakarta Jalan Brigjen Katamso 139Yogyakarta 55152. E-mail : [email protected]. Alamat Rumah: Jalan Krasak Timur 22-CYogyakarta 55211. Pendidikan: S1 Jurusan Arkeologi Fak.Sastra UGM Yogyakartra. Pengalamanmengelola majalah: Anggota dewan redaksi: Patra-Widya seri penerbitan penelitian sejarah dan budayatahun 2009-sekarang. Jantra-Jurnal Sejarah dan Budaya mulai tahun 2006-2009. Patra-Widya seripenerbitan penelitian sejarah dan budaya tahun 2001-2002. Laporan Penelitian JARAHNITRA tahun1999-2000. Publikasi dalam majalah ilmiah (dalam 5 tahun terakhir): “Tulisan-tulisan Pendek dalamKubah Bendara Saod Kompleks Makam Astatinggi Sumenep”, dalam Patrawidya, Vo. 8, No. 3,bulan September 2007, diterbitkan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. “Sinden”,dalam Jantra, Vol.II, No. 4, Desember 2007, diterbitkan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai TradisionalYogyakarta. “Pertumbuhan Rumah Sakit Mata “DR. Yap” Yogyakarta, dalam Patrawidya, Vol. 9.,No. 4, Desember 2008, diterbitkan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. “KrisisEkonomi Praja Mangkunagaran Pada Akhir Abad Ke-19” dalam Patrawidya, Vol.10, No. 4. Desember2009, diterbitkan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. Arsitektur RumahTradisional Sumenep, diterbitkan oleh Direktorat Tradisi Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, danFilm Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta, 2010. Arsitektur Rumah Tradisional DiPulau Bawean, diterbitkan oleh Direktorat Tradisi Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan FilmKementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta tahun 2010. Penelitian tim: Rute Perjuangan GerilyaA.H.Nasution Pada Masa Agresi Militer Belanda II, diterbitkan oleh Kementerian Kebudayaan danPariwisata Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2011.

SINDU GALBA, lahir di Pemalang, 08 januari 1950. Agama Islam, Pekerjaan Staf PenelitiBalai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. Pangkat/Golongan Pembina Utama MudaI/IVc, Jabatan: Peneliti Madya. Alamat Kantor: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai TradisionalYogyakarta, Jln. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta 55152. Telp. (0274) 373241, 379308 Fax. (0274)381555. Alamat Rumah: Jln. Sisingamangaraja No. 5 Yogyakarta Pendidikan S1 th. 1981, AntropologiUGM. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat): Pelatihan Prajabatan TK. III th. 1983, Penataran PendidikanKependudukan th. 1983, Diklat Penyuntingan ke-4 th. 1985. Hasil Karya (buku) 5 Tahun Terakhir:Terbang Kencer: Kesenian Tradisional Masyarakat Pemalang, Penerbit BPSNT Yogyakarta, 2009,Sistem Kepercayaan Orang Kubu, Penerbit Lembaga Penelitian dan Penerbitan “Prapanca” Yogyakarta,2009, Sistem Matapencaharian Orang Kubu di Kabupaten Sarolangon Provinsi Jambi, PenerbitLembaga Penelitian dan Penerbitan “Prapanca” Yogyakarta, 2009, Modal Sosial: Tradisi GotongRoyong pada Masyarakat Samin di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Penerbit Lembaga Penelitiandan Penerbitan “Prapanca” Yogyakarta, 2009, Kesenian Tradisional Masyarakat Cianjur, JawaBarat, Lembaga Penelitian dan Penerbitan “Prapanca” Yogyakarta, 2009, “Sistem PengetahuanTradisional pada Masyarakat Petani Kelurahan Beji, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang,”Patrawidya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai

Page 147: Jantra - repositori.kemdikbud.go.idrepositori.kemdikbud.go.id/5135/1/Jantra_Vol._VI_No._12_Desember… · (PAUD) Meningkatkan Sopan Santun Anak. 9). Titi Mumfangati menulis tentang

249

Tradisional Yogyakarta, Volume 10, No.1, Maret 2010, “Sistem Pengetahuan Tradisional MasyarakatNelayan Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah,”Patrawidya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Volume 12, No. 1, Maret 2011.

RUBINGAT, lahir di Bantul tanggal 15 Januari 1961 Sarajana Pendidikan IKIP PGRIYogyakarta jurusan PPKn lulus tahun 2002. Agama Islam, Pangkat/Golongan: Pembina/Guru PembinaIV/a. Sejak tahun 1984 mengabdikan diri sebagai PNS. Tahun 1984-1994 sebagai guru di SMP N 1Bangodua Indramayu Jawa Barat, 1994-1995 sebagai guru SMP N 2 Semanu Gunungkidul, 1995-2006 sebagai guru di SMP N 2 Sanden Bantul, 2006-2011 sebagai guru SMP N 3 Jetis Bantul, tanggal1 Juni 2011- sekarang sebagai guru SMP N 3 Bantul Yogyakarta. Aktif dalam organisasi kemasyarakatandan profesi, tahun 1995-1999 sebagai ketua KKLKMD Bakulan, 2000 - sekarang sebagai pengurusMGMP PKn SMP Kabupaten Bantul. Sebagai guru, aktif juga mengikuti kegiatan seminar dan belajarmenulis karya ilmiah salah satunya berjudul “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk MeningkatkanSopan Santun.”

THERESIA ANI LARASATI, lahir di Temanggung pada tanggal 5 Oktober 1972. BelajarPsikologi di Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang, lulus pada tahun 1997/1998.Selanjutnya kembali menimba ilmu pada tahun 2005/2006 di Magister Profesi Psikologi, UniversitasGadjah Mada Yogyakarta, dan telah ditamatkannya pada awal tahun 2009. Cukup lama mendedikasikanilmunya di bidang Pendidikan Anak Usia Dini, sebelum akhirnya bergabung dengan Balai PelestarianSejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta pada tahun 2006, sebagai tenaga teknis/peneliti budaya.Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain: Pendekatan Kesenian: Sebuah ModelPembentukan dan Pengembangan Kepercayaan Diri Remaja (BPSNT, 2007), Penerapan KearifanBudaya dan Lingkungan Lokal Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Studi Kasus di LembagaPendidikan Anak Usia Dini Kota Semarang (BPSNT, 2008), Peran Ganda Perempuan Jawa:Studi Ibu-Karir di Kota Semarang (BPSNT, 2009), Pola Pengasuhan Anak Berambut Gèmbèl:Studi Kasus Pada Keluarga yang Memiliki Anak Berambut Gèmbèl di Dusun Anggrung Gondok,Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo (BPSNT, 2010). Korespondensi kepada penulis dapatdialamatkan ke Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Jalan Brigjen Katamso no139, Yogyakarta 55152. Telp. 0274. 373241, 379308. Fax. 0274. 381555.