jamur-pd bulu doc

18
1 IDENTIFIKASI JAMUR I. ANAMNESA Nama Pemilik : Sunardi Jenis Hewan : Ayam Alamat Pasien : Ie Masen Kayee Adang Sampel : Bulu ayam DOC Tanggal Pengambilan Sampel : 21 Juli 2009 II. DIAGNOSA LABORATORIUM A. Cara pengambilan sampel Sampel bulu ayam DOC diambil dari kandang ayam yang berada di Ie Masen Kayee Adang, dengan cara menggunting beberapa helai bulu ayam, kemudian dimasukkan ke dalam plastik steril yang telah disiapkan. Setelah itu, sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UNSYIAH kemudian dimasukkan ke dalam Buffer Pepton Water (BPW) dan disimpan dalam inkubator selama 24 jam. B. Metode/Uji/Test yang dilakukan 1. Penanaman pada Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA)

Upload: alampandulang

Post on 08-Aug-2015

83 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jamur-pd Bulu Doc

1

IDENTIFIKASI JAMUR

I. ANAMNESA

Nama Pemilik : Sunardi

Jenis Hewan : Ayam

Alamat Pasien : Ie Masen Kayee Adang

Sampel : Bulu ayam DOC

Tanggal Pengambilan Sampel : 21 Juli 2009

II. DIAGNOSA LABORATORIUM

A. Cara pengambilan sampel

Sampel bulu ayam DOC diambil dari kandang ayam yang berada di Ie Masen

Kayee Adang, dengan cara menggunting beberapa helai bulu ayam, kemudian

dimasukkan ke dalam plastik steril yang telah disiapkan. Setelah itu, sampel tersebut

dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UNSYIAH

kemudian dimasukkan ke dalam Buffer Pepton Water (BPW) dan disimpan dalam

inkubator selama 24 jam.

B. Metode/Uji/Test yang dilakukan

1. Penanaman pada Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA)

Sampel yang ada di dalam pepton water, dihomogenkan dan

didiamkan selama 1 hari pada suhu kamar.

Kemudian diambil dengan swab, lalu diswab ke dalam media

Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA).

Media diinkubasi pada suhu kamar dan diamati pada hari ke-3,5, dan 7

sampai terlihat adanya pertumbuhan jamur.

Untuk menjaga agar media jauh dari gangguan lalat maka dimasukkan

ke dalam kantung plastik, kemudian diikat.

Page 2: Jamur-pd Bulu Doc

2

2. Slide Culture

Bila pertumbuhan telah nampak pada media, segera dibuat sediaan

mikroskopik untuk mengidentifikasi bentuk jamur yang ditemukan.

Sediaan mikroskopik dibuat dalam bentuk slide agar.

Media SDA yang lain yang telah beku, dipotong sebesar 1 cm2 dan

diletakkan di atas objek glass.

Koloni jamur yang telah tumbuh pada media SDA, diambil dengan ose

steril kemudian digoreskan pada keempat sisi slide agar dan pada

bagian atasnya ditutup dengan cover glass.

Objek glass diletakkan dalam cawan petri dengan menggunakan

potongan pipet sebagai alas kedua ujung kaca objek agar biakan berada

dalam posisi menggantung.

Pada bagian pinggir kiri dan kanan objek glass diletakkan kapas yang

sudah dibasahi dengan aquadest.

Cawan petri ditutup rapat dan biakan ditempatkan suhu kamar sampai

terlihat adanya pertumbuhan jamur pada kaca penutup.

Jamur yang tumbuh diamati di bawah mikroskop.

III. HASIL PENGAMATAN

Page 3: Jamur-pd Bulu Doc

3

1. Penanaman pada Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA)

Pada media biakan SDA, jamur tumbuh dengan terbentuk koloni berwarna

krem keputih-putihan dan permukaannya mengkilap seperti ragi dan menghasilkan

bau yang sama dengan soda kue. Adapun bentuk koloni jamur yang tumbuh pada

media SDA setelah tujuh hari terlihat seperti p ada Gambar dibawah ini :

Gambar 6. Koloni jamur pada media Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) setelah tujuh hari.

1. Slide Culture

Hasil uji pada slide culture dapat dilihat pada Gambar 7. Dibawah ini :

Gambar 7. Koloni jamur yang tumbuh pada slide culture setelah lima hari.

Hasil pengamatan dibawah mikroskop dapat dilihat pada Gambar 8. Dibawah ini :

Page 4: Jamur-pd Bulu Doc

4

Gambar 8. Morfologi Candida sp setelah lima hari. (10x100)

Keterangan : Blastospora

Berdasarkan pengamatan morfologi jamur di bawah mikroskop, terlihat jamur

berbentuk bulat, oval dan silindris, mempunyai blastospora. Pseudohifa belum

tampak, karena waktu pengamatan tersebut adalah lima hari setelah penanaman pada

slide culture. Sedangkan waktu yang diperlukan oleh pertumbuhan dan pengamatn

pseudohifa adalah tujuh hari ke atas setelah penanaman pada slide culture.

IV. DIFFERENSIAL DIAGNOSA

Cryptococcus sp, Saccharomyces,

V. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan di bawah mikroskop, secara morfologi jamur tersebut

berbentuk uniselular, memiliki blastosprora, dan dapat disimpulkan bahwa jamur

yang diperiksa merupakan golongan Candida sp.

PEMBAHASAN KASUS

Page 5: Jamur-pd Bulu Doc

5

Identifikasi Penyebab

Jamur Candida adalah sel tunggal yang berbentuk bulat sampai oval, dan

memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas (budding cell) yang disebut

blastospora. Blastospora akan memanjang dan saling bersambung membentuk hifa

semu atau pseudohifa. Blastospora mempunyai ukuran 2 – 6 mikron, yang mudah

terlihat dalam jaringan dengan menggunakan NaOH/KOH 10%. Genus Candida

adalah jamur yang termasuk dalam kelas Fungi Imperfecti. Sampai saat ini, dikenal

kurang lebih 80 spesies Candida. Spesies itu di alam hidup dalam berbagai unsur dan

organisme, 17 di antaranya ditemukan pada manusia. Di antara ke-17 spesies itu,

Candida albicans dianggap jenis yang paling patogen dan dapat menimbulkan

penyakit (Ridhawati, 1994).

Dua bentuk utama Candida adalah bentuk ragi dan bentuk pseudohifa yang

juga disebut sebagai misselium. Perubahan dari komensal menjadi patogen

merupakan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitarnya. Dalam keadaan

patogen, C. albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk misselium atau

pseudohifa atau filamen dibandingkan bentuk spora. Pertumbuhan dan perubahan

bentuk dari ragi menjadi hifa yang lebih invasif juga dipengaruhi imunitas selular. Sel

fagosit akan mengeliminasi Candida dari vagina (Ghannoum, 2000).

Dalam saluran pencernaan gastrointestinal manusia dan hewan, Candida

selalu ditemukan. Penularan dapat terjadi dari individu ke individu dalam beberapa

hal tertentu, termasuk pada manusia, misalnya kontak melalui hubungan kelamin atau

penularan anak yang baru lahir dari vagina induknya. Penularan dari hewan ke

manusia dapat terjadi melalui kontaminasi tinja, pada daging di rumah potong hewan.

Demikian pula kontaminasi tinja pada pakan dipastikan merupakan cara penyebaran

kandidiasis pada hewan yang sekandang (Pramono, 1988).

Di Indonesia penyakit kandidiasis lebih banyak dilaporkan terjadi pada

unggas, khususnya pada ayam, yang diawali dengan pengisolasian penyebabnya yaitu

Candida albicans sekitar tahun 1979. data menunjukkan bahwa kasus kandidiasis

Page 6: Jamur-pd Bulu Doc

6

pada unggas sekitar 13,6%, yang melibatkan ayam, itik, burung merpati dan burung

kakak tua. Tembolok merupakan organ yang paling banyak diserang yaitu sekitar

62%.

Candida termasuk jamur pelahap glukosa. Bila terjadi peningkatan kadar gula

darah dan ketidakseimbangan hormon yang memicu naiknya gula darah, Candida

akan tumbuh tak terkendali. Jamur ini juga mudah tumbuh liar pada kehamilan

trisemester terakhir, atau akibat mengonsumsi pil KB, steroid, atau antibiotik.

Gangguan kekebalan tubuh, misalnya akibat infeksi HIV, dapat pula menyebabkan

Candida tumbuh tak terkendali.

Faktor virulensi Candida yang menentukan adalah dinding sel. Dinding sel

berperan penting karena merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel

inang. Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara

lain turunan nonprotein yang mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi

pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu. Candida tidak hanya menempel, namun

juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candida pada

tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin.

Faktor virulensi lain adalah sifat dimorfik Candida, bahkan sebagian peneliti

menyatakan sifatnya yang pleomorfik. Sifat morfologis yang dinamis merupakan cara

untuk beradaptasi dengan keadaan sekitar (Chaffin dkk., 1988).

Kemampuan Candida berubah bentuk menjadi pseudohifa merupakan salah

satu faktor virulensi. Bentuk hifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi

dibandingkan bentuk spora karena: Pertama, karena ukurannya lebih besar dan lebih

sulit difagositosis oleh sel makrofag, sehingga mekanisme di luar sel untuk

mengeliminasi hifa dari jaringan terinfeksi sangatlah penting. Kedua, karena

terdapatnya titik-titik blastoconidia multipel pada satu filamen sehingga jumlah

elemen infeksius yang ada lebih besar (Vazquez dkk., 1997).

Patogenesis

Page 7: Jamur-pd Bulu Doc

7

Berbeda dengan jamur lain, candida tidak melalui jalur paru, tetapi lewat jalur

saluran cerna, saluran kemih, saluran pernafasan dan masuk ke aliran darah langsung

lewat pemasangan kateter. Infeksi pada susunan saraf pusat terjadi pada 50% dari

infeksi candidiasis sistemik, dan mencapai 80% pada kasus candida endocarditis

dengan distribusi yang sama pada semua kelompok umur (Japardi, 2002).

Candida dapat di bawa oleh aliran darah ke banyak organ, termasuk selaput

otak, tetapi biasanya tidak dapat menetap di sini dan menyebabkan abses-abses miler

bila inang lemah. Penyebaran dan sepsis dapat terjadi pada penderita dengan imunitas

selular yang lemah, misalnya mereka yang menerima kemoterapi kanker atau

penderita limfoma, AIDS, atau keadaan-keadaan lain (Jawetz, 1996).

Gejala Klinis

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada bagian tubuh yang terkena:

Infeksi pada lipatan kulit (infeksi intertriginosa). Infeksi pada lipatan kulit

atau pusar biasanya menyebabkan ruam kemerahan, yang seringkali disertai

adanya bercak-bercak yang mengeluarkan sejumlah kecil cairan berwarna

keputihan. Bisa timbul bisul-bisul kecil, terutama di tepian ruam dan ruam ini

menimbulkan gatal atau rasa panas. Ruam Candida di sekitar anus tampak

kasar, berwarna merah atau putih dan terasa gatal.

Infeksi vagina (vulvovaginitis). Sering ditemukan pada wanit hamil, penderita

diabetes atau pemakai antibiotik. Gejalanya berupa keluarnya cairan putih

atau kuning dari vagina disertai rasa panas, gatal dan kemerahan di sepanjang

dinding dan daerah luar vagina.

Infeksi pe nis. Sering terjadi pada penderita diabetes atau pria yang mitra

seksualny]menderita infeksi vagina. Biasanya infeksi menyebabkan ruam

merah bersisik (kadang menimbulkan nyeri) pada bagian bawah penis.

Thrush. Merupakan infeksi jamur di dalam mulut. Bercak berwarna putih

menempel pada lidah dan pinggiran mulut, sering menimbulkan nyeri. Bercak

ini bisa dilepas dengan mudah oleh jari tangan atau sendok. Thrush pada

Page 8: Jamur-pd Bulu Doc

8

dewasa bisa merupakan pertanda adanya gangguan kekebalan, kemungkinan

akibat diabetes atau AIDS. Pemakaian antibiotik yang membunuh bakteri

saingan jamur akan meningkatkan kemungkinan terjadinya thrush.

Perlche. Merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang menyebabkan

retakan dan sayatan kecil. Bisa bersal dari gigi palsu yang letaknya bergeser

dan menyebabkan kelembaban di sudut mulut sehingga tumbuh jamur.

Paronikia. Candida tumbuh pada bantalan kuku, menyebabkan

pembengkakan dan pembentukan nanah. Kuku yang terinfeksi menjadi putih

atau kuning dan terlepas dari jari tangan atau jari kaki (Anonimus, 2009).

Kerugian Yang Ditimbulkan

Umumnya Candida sp merupakan flora normal dalam tubuh manusia

maupun hewan. Pada saat tubuh mengalami penurunan daya tahan tubuh, maka

menyebabkan jamur ini akan menjadi dominan dan dapat menimbulkan penyakit bagi

manusia maupun hewan.

Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh jamur ini antara lain hewan akan

mengalami pertumbuhan, lemah, bulu kusam, dan diare yang pada umumnya terjadi

pada ayam. Hal ini akan mengakibatkan penurunan produksi, baik telur maupun

daging. Sedangkan pada sapi dan babi, penyakit ini dapat menyebabkan diare encer,

dehidrasi, kurus, dan dapat menyebabkan kematian (Akoso, 1993).

Pencegahan

Pencegahan hanya berupa menghindari penyimpanan pakan kering dalam

keadaan panas dan lembab yang memungkinkan jamur dapat cepat tumbuh dan

berkembang. Selain itu, meningkatkan sanitasi dan pengelolaannya, seperti tempat

minum yang harus dibersihkan tiap hari serta mengganti airnya.

Pengobatan

Page 9: Jamur-pd Bulu Doc

9

Pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan 1 Kg Gentian

Violet yang dicampurkan dalam 2 ton pakan atau kupri sulfat dilarutkan dalam air

minum dengan perbandingan 1 : 2000. dapat juga dilakukan dengan pemberian

Niasin, Amfoterisin, tembaga sulfat, flusitosin, kondisidin, metilen blue, dan obat

lainnya yang dapat mencegah dan membunuh pertumbuhan jamur ini. Untuk

pengobatan topical dapat menggunakan Yodium Tincture (Subronto, 2004; Pramono,

1988).

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B.T, (1993). Manual Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas Teknis,

Penyuluh dn Peternak. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Page 10: Jamur-pd Bulu Doc

10

Andra, (2007). Kandidiasis Vulvovagina. Risihnya Keputihan Gara-gara Jamur.

Majalah Farmasia, Edisi Agustus 2007. Vol. 7. No. 1. http://www.Majalah-

farmacia.com.

Anonimus, (2009). Kandidiasis (Moniliasis).

http://medicastore.com/penyakit/351 /Kandidiasis_Moniliasis.html

Anonimus, (2005). Buku ajar Mirobiologi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas

syiah Kuala.

Anonimus, (2007). Staphylococcus epidermidis. www.pontianakpost.

Belqis R., (2008). Bakteri Staphylococcus aureus.

http://queenofsheeba.Wordpress .com/bakteri-stpahylococcus-aureus.htm.

Brooks, G. F., J. S. Butel, S. A. Morse. (2005). Mikrobiologi Kedokteran (Medical

microbiology). Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga. Salemba Medika. Jakarta.

Chaffin W. L, Lopez-Ribot J. L, Casanova M, et al. (1998)Cell wall and secreted

proteins of candida albicans: identification, function, and expression.

Microbiol and Mol Biol Rev, 62: 130-80.

Ghannoum M. A. (2000). Potential role of phospholipases in virulence and fungal

pathogenesis. Clin Microbiol Rev, 13: 122-43.

Giacometti, A., O. Cirioni, A. M Schimizzi, M. S. Del Prete, F. Barchiesi, M. M.

D’errico, E. Petrelli, and G. Scalise, (2000). Epidemiology and

Microbiology of Surgical Wound Infections. Journal of Clinical

Microbiology, Vol. 38, no. 2

Irianto, K. (2006). Mikrobiologi (Mengenal Dunia Mikroorganisme), Y-Rama

Media, Jilid I, Bandung.

Page 11: Jamur-pd Bulu Doc

11

Japardi Iskandar, (2002). Infeksi Parasit dan Jamur pada Susunan Saraf Pusat.

www.library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi15.pdf

Jawetz, E., J. L. Melnick and E. A. Adelberg. (2001). Medical Microbiology. 22nd

edition. McGraw hill Companies Inc. USA.

Kenneth T., (2005). Staphylococcus and Staphylococcal Disease. University of

Wisconsin Madison Department of Bacteriology. http://www.bact.wisc.edu

/themicrobialworld /staph.html.

Nugroho, W. S., (2005). Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner Staphylococcus,

Bakteri jahat yang Sering Disepelekan.

Pramono, S. U., (1988). Petunjuk Laboratorium Mikologi Veteriner. Penerbit

Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Poernomo, S. (2004). Variasi Tipe Antigen Salmonella Pullorum yang Ditemukan

Di Indonesia dan Pengobatan Serotype Salmonella pada Ternak (PO).

Warlazoa Vol 14. No. 4. Hal: 143-159.

Quinn, P. J., B. K. Markey, M. E. Carter, W. J. Donnely and F. C. Leonard. (2002).

Veterinary Microbiology and Mecrobial Disease. Blackwell Publishing.

USA.

Ridhawati. (1994). Mengenal Jamur Candida spp sebagai Penyebab Keputihan.

Kumpulan Makalah Ilmiah Bagian Parasitologi FKUI. Jakarta.

Subronto, dan I. Tjahayati. (2004). Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Tirtana, L. P., (2007). Identifikasi staphylococcus aureus penyebab mastitis

dengan Uji Fermentasi Mannitol dan Deteksi Produksi Asetoin pada Sapi

Page 12: Jamur-pd Bulu Doc

12

Perah Di Wilayah kerja Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur

Grati Pasuruan. Skripsi, fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Todar, K., (2005). Staphylococcus and Staphylococcal Disease. University of

Wisconsin Madison Department of Bacteriology. http://www.bact.wisc.edu.

Vazquez, T. A., Balish E. (1997). Macrophage in resistance to candidiasis.

Microbiol and Mol Biol Rev, 61: 170-92.

Wahyuni, A. E. T. H., I. W. T. Wibawan dan M. H. Wibowo. (2005). Karakterisasi

Haemaglitinin Streptococcus agalactia dan Staphylococcus aureus

Penyebab mastitis Subklinis pada Sapi Perah. J. Sain Vet. Vol. 23. No. 2.