iut (ilmu ukur tanah

26
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I BAB II DASAR TEORI 2.1 Poligon Poligon merupakan serangkaian segi banyak. Secara harfiah poligon artinya sudut banyak. Namun, arti yang sebenarnya adalah rangkaian titik-titik secara berurutan, sebagai kerangka dasar pemetaan. Besaran yang diukur dalam poligon adalah unsur-unsur sudut di setiap titik dan jarak di setiap dua titik yang berurutan. Pengukuran poligon adalah pekerjaan menetapkan stasiun-stasiun poligon dan membuat pengukuran-pengukuran yang perlu, adalah salah satu cara yang paling sederhana atau paling dasar dan paling banyak dilakukan untuk menentukan letak nisbi titik-titik, karena metode ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding metode lainnya, antara lain : 1. Bentuknya dengan mudah dapat disesuaikan dengan daerah yang akan dipetakan 2. Metode pengukuran poligon sederhana 3. Peralatan yang dibutuhkan mudah didapat 4. Metode perhitungan mudah Kelompok VII II-1

Upload: bima-samudra

Post on 31-Oct-2014

453 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

BAB II Dasar teori

TRANSCRIPT

Page 1: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Poligon

Poligon merupakan serangkaian segi banyak. Secara harfiah poligon

artinya sudut banyak. Namun, arti yang sebenarnya adalah rangkaian titik-titik

secara berurutan, sebagai kerangka dasar pemetaan. Besaran yang diukur

dalam poligon adalah unsur-unsur sudut di setiap titik dan jarak di setiap dua

titik yang berurutan. Pengukuran poligon adalah pekerjaan menetapkan

stasiun-stasiun poligon dan membuat pengukuran-pengukuran yang perlu,

adalah salah satu cara yang paling sederhana atau paling dasar dan paling

banyak dilakukan untuk menentukan letak nisbi titik-titik, karena metode ini

mempunyai beberapa keuntungan dibanding metode lainnya, antara lain :

1. Bentuknya dengan mudah dapat disesuaikan dengan daerah yang akan

dipetakan

2. Metode pengukuran poligon sederhana

3. Peralatan yang dibutuhkan mudah didapat

4. Metode perhitungan mudah

Poligon ini bermacam-macam, oleh karenanya untuk membedakannya

didasarkan pada kriteria tertentu, antara lain :

Atas dasar titik ikat : terikat sempurna, terikat sepihak, bebas (tanpa

ikatan)

Atas dasar bentuk : terbuka, tertutup, bercabang

Atas dasar alat yang digunakan untuk pengukuran : poligon teodolit

(poligon sudut), poligon kompas

Atas dasar penyelesaian : hitungan (numeris) dan grafis

Atas dasar tingkat ketelitian : tingkat I, tingkat II, tingkat III, tingkat IV

(rendah)

Atas dasar hierarki dalam pemetaan : utama (induk), cabang (anakan/ray)

Kelompok VII II-1

Page 2: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

Dalam penulisan laporan ini hanya akan membahas poligon yang

berdasarkan atas bentuknya, yaitu poligon tertutup dan terbuka.

1. Poligon Tertutup

Poligon tertutup adalah poligon yang titik awal dan akhirnya

menjadi satu. Poligon macam ini merupakan poligon yang paling disukai

dilapangan karena tidak membutuhkan titik ikat yang banyak yang

memang sulit didapatkan dilapangan. Namun, hasil ukurannya tetap

terkontrol.

Poligon tertutup memberikan pengecekan pada sudut-sudut dan

jarak-jarak tertentu yang merupakan suatu pertimbangan yang sangat

penting.

Gambar poligon tertutup sebagai berikut :

a.

5

6 β5

β6

β4 4

7 β7

β3

φ12 3β1 β2

1 2

Gambar 2.1. Poligon tertutup sudut dalam

Poligon tertutup sudut dalam ini mempunyai rumus : ( n – 2 ) x 180

Keterangan gambar :

= Besarnya sudut.

φ12 = Azimuth awal.

Kelompok VII II-2

Page 3: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

X1;Y1 = Koordinat

titik A.

n = jumlah titik

sudut.

d23 = jarak antara

titik 2 dan titik 3.

b.

5

6 5

6

4 4

7 7 3

3

1 φ 12 2

1 2

Gambar 2.2. Poligon tertutup sudut luar

Poligon tertutup sudut luar ini mempunyai rumus : (n + 2 ) x 180

Keterangan gambar:

= Besarnya sudut.

φ 12 = Azimut awal.

n = Jumlah titik sudut.

d23 = Jarak antara titik 2

dan titik 3.

2. Poligon Terbuka

Kelompok VII II-3

Page 4: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

Poligon terbuka terdiri atas serangkaian garis yang berhubungan

tetapi tidak kembali ke titik awal atau terikat pada sebuah titik dengan

ketelitian yang sama atau lebih tinggi ordenya.

Gambar poligon terbuka sebagai berikut :

φAB

A B 1 3

(Xa;YA) 1 2 3 φCD D

B 2 d3C C (Xd;Yd)

(Xb;Yb) (Xc;Yc)

Gambar 2.3. Gambar poligon terbuka

Keterangan gambar:

AB = Azimuth awal.

CD = Azimuth akhir.

(Xa;Ya) = Koordinat awal.

(Xd;Yd) = Koordinat akhir.

= Besarnya sudut.

d3C = Jarak antara titik 3 dan titik C.

Rumus poligon terbuka:

a. Perataan sudut.

Dari titik A dan B dapat dicari azimuth awal = AB dan dari titik C dan

titik D dapat dicari azimuth akhir = CD. Maka azimuth titik yang lain

menggunakan rumus:

akhir = awal B 180

= ( akhir - awal ) + n. 180 + fβ

= (CD - AB ) + n. 180 + fβ

b. Perataan koordinat.

Kelompok VII II-4

Page 5: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

1) Koreksi fx.

Proyeksi ke sumbu x dari sisiB-1 = d b1 sin b1

1-2 = d12 sin 12

2-3 = d23 sin 23

3-4 = d34 sin 34

4-5 = d45 sin 45

5-C = d5C sin 5C +

Total = d sin

Total proyeksi tersebut harganya = Xc – Xb

= X akhir – X awal

Karena terjadi kesalahan sebesar fx, maka rumus koreksi sumbu x

adalah :

d sin = ( X akhir – X awal ) + fx

Besarnya koreksi fx untuk tiap sisi adalah: fxi = ( di / d ) x fx

2) Koreksi fy.

Proyeksi ke sumbu y dari sisiB-1 = d b1 cos b1

1-2 = d12 cos 12

2-3 = d23 cos 23

3-4 = d34 cos 34

4-5 = d45 cos 45

5-C = d5c cos 5C +

Total = d cos

Total proyeksi tersebut harganya = Yc – Yb

= Y akhir – Y awal

Karena terjadi kesalahan sebesar fy, maka rumus koreksi sumbu y

adalah :

d cos = ( Y akhir – Y awal ) + fy

Besarnya koreksi fy untuk tiap sisi adalah: fyi = ( di / d ) x fy.

3) Perhitungan koordinat.

Kelompok VII II-5

Page 6: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

X2 = X1 + d12 sin 12

Y2 = Y1 + d12 scos 12

Didalam pengukuran poligon ini harus terdapat beberapa hal yaitu:

1. Sudut atau arah poligon.

Pengukuran sudut atau arah poligon ini dapat ditentukan dengan

berbagai cara yaitu:

a. Pengukuran poligon dengan sudut dalam.

b. Pengukuran poligon dengan sudut luar.

c. Pengukuran azimuth.

Azimut adalah sudut mendatar yang dihitung dari arah utara searah

jarun jam sanpai ke arah yang dimaksud.

2. Pengukuran panjang.

Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan pita ukur

yaitu dengan mengukur panjang antara patok 1 ke patok yang lainnya.

Setelah terdapat data yang diperoleh, maka data itu harus dilakukan

perhitungan. Hitungan poligon dapat dilakukan dengan beberapa langkah

antara lain:

a. Perataan sudut.

Langkah pertama dalam hitungan poligon adalah mengkoreksi sudut-

sudut sehingga diperoleh jumlah geometrik yang benar. Perataan sudut

ini biasanya dinamakan kesalahan penutup sudut. Rumus kesalahan

penutup sudut adalah sebagai berikut:

Untuk sudut dalam.

= [ ( n – 2 ) x 180 ] + f β

Untuk sudut luar.

= [ ( n + 2 )x 180 ] + f β

Keterangan :

= Jumlah sudut.

n = Jumlah titik sudut.

f β = Koreksi sudut.

Kelompok VII II-6

Page 7: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

b. Penentuan azimuth.

Penentuan azimuth ini biasanya telah diketahui azimuth awalnya.

Untuk menghitung azimuth di titik–titik selanjutnya yaitu dengan

rumus :

akhir = awal 180

Keterangan :

akhir; awal = Besarnya azimuth.

= Besarnya sudut yang terkoreksi.

c. Perhitungan koreksi fx.

Besarnya koreksi fx dapat dihitung dengan rumus:

Fx = d sin

Setelah diketahui besarnya koreksi fx maka akan didapat hasil d sin

terkoreksi untuk mendapatkan koordinat sumbu X.

d. Perhitungan koreksi fy.

Besarnya koreksi fy dapat dihitung dengan rumus :

Fy = d cos

Setelah diketahui besarnya koreksi fy maka akan didapat hasil D cos

terkoreksi untuk mendapatkan koordinat sb. Y.

e. Menghitung koordinat-koordinat per titik.

Untuk mendapatkan koordinat titik-titik lain maka digunakan rumus

sebagai berikut :

X2 = X1 + D12 sin 12

Y2 = Y1 + D12 cos 12

Keterangan :

X2 ; Y2 = Koordinat akhir.

X1 ; Y1 = Koordinat awal.

d12 sin 12 = d sin terkoreksi.

d12 cos 12 = d cos terkoreksi.

Kelompok VII II-7

Page 8: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

2.2 Waterpass

Waterpass (levelling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda

tinggi antara dua titik di atas permukaan tanah. Hasil-hasil dari pengukuran

waterpass sangat penting untuk mendapatkan data diantaranya digunakan

untuk keperluan pemetaan, perencanaan jalan / jalan kereta api, saluran,

penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas elevasi tanah yang

ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian terhadap saluran yang

sudah ada, dan lain-lain.

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam waterpass antara lain

sebagai berikut :

1. Tinggi

Tinggi adalah jarak dari bidang referensi yang telah ditetapkan ke suatu

titik tertentu sepanjang garis vertikal.

2. Beda tinggi

Beda tinggi adalah perbedaan vertikal dua titik.

3. Mean Sea Level ( muka laut rata-rata )

Muka laut rata-rata adalah hasil rata-rata dari pengukuran permukaan laut

tiap-tiap jam selama jangka waktu yang lama.

Macam-macam pengukuran beda tinggi :

1. Pengukuran beda tinggi secara langsung dengan menggunakan pita ukur.

Hal ini dapat kita jumpai pada pembuatan gedung bertingkat, dimana

tinggi lantai masing-masing tingkat diukur dengan menggunakan pita

ukur.

2. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat waterpass.

Pada cara ini, didasarkan atas kedudukan garis bidik teropong yang dibuat

horizontal dengan menggunakan gelembung nivo.

3. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat barometer.

Pada dasarnya ada hubungan antara ketinggian tempat dengan tekanan

udara dimana makin tinggi tempatnya, makin kecil tekanan udara. Dengan

alat barometer ini, ketinggian dapat diukur.

4. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan cara Trigonometri.

Kelompok VII II-8

Page 9: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

Beda tinggi dapat diukur dengan menggunakan alat yang dilengkapi

dengan pembacaan sudut vertikal, seperti pada theodolit.

Dm BT

B

TA Beda tinggi (h)

A

Gambar 2.4. Pengukuran beda tinggi

Rumus beda tinggi antara A dan B adalah :

Beda tinggi = Tinggi Alat + Dm sin - BT

5. Rumus Tachimetri

Untuk mempercepat hitungan jarak dan beda tinggi antara titik ikat dan

detil telah dubuat alat ukur theodolit tipe khusus, yang dapat menghitung

secara langsung jarak datar dan beda tinggi tersebut dengan hanya

membaca rambu yang dibidik dengan sistem reduksi tachimetri.

D = 100 (BA – BB) sin2 V

h = TA + 100 (BA – BB) sin V cos V – BT

Keterangan :

D = Jarak.

= 90 - Vertikal ( vertikal terdapat dalam theodolit )

h = Beda tinggi antara pengukuran theodolit dengan tinggi daerah

yang diukur.

TA = Tinggi alat.

BA = Batas Atas.

BB = Batas Bawah.

BT = Batas Tengah.

Kelompok VII II-9

Page 10: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

Sin V = Sin sudut vertikal.

Cos V = Cos sudut vertikal.

Adapun prinsip penentuan beda tinggi adalah sebagai berikut :

b’ m’

p p

b m

B

dh

P

A

Gambar 2.5. Prinsip penentuan beda tinggi

Gambar di atas adalah cara untuk menentukan beda tinggi antara titik A

dan titik B. Bila alat waterpass telah memenuhi syarat, maka alat

diletakkan di titik P dimana jarak PA = PB

Pembacaan BT ke A = b

Pembacaan BT ke B = m

Maka beda tinggi titik A dan B adalah:

Dh = b – m

Atau secara umum dapat dikatakan bahwa beda tinggi antara dua titik

adalah sama dengan pembacaan BT belakang dikurangi dengan

pembacaan BT muka.

Ada berbagai macam peralatan sipat datar yang dugunakan dalam

pengukuran, antara lain sebagai berikut :

Kelompok VII II-10

Page 11: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

1. Waterpass

Waterpass ini dipasangkan di atas kaki tiga dan pandangan dilakukan

melalui teropong. Ada beberapa macam bagian-bagian dari waterpass,

antara lain:

a. Lup. Lensa yang bisa disetel menjadi alat pengamat melakukan

pembidikan. Lup tersebut diputar agar salib sumbu bidik berada dalam

fokus.

b. Teropong. Tabung yang menjaga agar semua lensa dan gigi fokus

berada pada posisinya yang benar.

c. Penahan sinar. Sebuah tudung metal atau plastik yang dipasang di atas

lensa obyektif untuk melindungi lensa tersebut dari kerusakan dan

untuk mengurangi silau pada waktu level digunakan.

d. Tombol fokus. Sebuah tombol pengatur yang memfokuskan level

sacara internal terhadap target yang dikehendaki.

e. Piringan horizontal.

f. Sekrup-sekrup level. Sekrup-sekrup pengatur yang dipaki untuk

mendatangkan level.

g. Alas. Alas tipis berukuran 3 ½ x 8 “ yang mengikat alat pada tripod.

h. Unting-unting, kait dan rantai. Kait dan rantai ditempatkan tepat di

tengah-tengah di bawah level, tempat unting-unting digantung bila

sudut pandang akan diputar.

i. Sumbu yang dapat digeser-geser. Sebuah alat yang dimaksudkan

untuk memungkinkan ditempatkannya sumbu alat tepat di atas suatu

titik tertentu.

j. Nama dan nomor seri plat.

k. Sekrup tengensial horizontal. Sebuah sekrup pengatur untuk

memperkirakan kelurusan antara salib sumbu bidik dan sasaran bidang

horizontal.

l. Tabung nivo. Sebuah tabung gelas bergraduasi yang berisi cairan yang

sejajar dengan garis bidik teropong.

Kelompok VII II-11

Page 12: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

2. Kaki tiga

Kaki tiga digunakan untuk menyangga alas waterpass dan

menjaganya tetap stabil selama pengamatan. Kaki tiga ini mempunyai

dua baut yaitu baut pertama digunakan untuk menentukan sambungan

kaki dengan kepala sedangkan baut kedua digunakan untuk penyetelan

kekerasan penggerak engsel antara kaki tiga dengan kepalanya.

3. Mistar ukur / rambu ukur

Mistar ukur adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal dan

digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara garis bidik dan sebuah

titik tertentu yang berada di atas atau di bawah garis bidik tadi.

Rambu ini terbuat dari bahan kayu atau aluminium. Panjangnya 3

meter (ada yang 4 dan 5 meter). Hal terpenting yang perlu diperhatikan

dari rambu ukur ini adalah pembagian skala yang benar-benar teliti agar

menghasilkan pengukuran yang baik pula. Di samping itu cara

memegangnya harus benar-benar tegak (vertikal).

Setelah mengetahui bagian-bagian dari waterpass tersebut maka

selanjutnya mengetahui bagaimana cara penyetelan waterpass.

Penyetelan waterpass alat harus dilakukan sebelum alat tersebut dibawa

kelapangan. Alat tersebut harus dipasang dalam posisi yang kira-kira

mendatar di atas kedua pasang skrupnya. Karena pemeriksaan ini juga

mencangkup pemeriksaan susunan optiknya, salib sumbu titik dan lensa

obyektif harus difokuskan dengan tajam. Pemeriksaan dan penyetelan

dilakukan dalam tiga tahap yaitu:

1 Tabung nivo

Penyetelan tabung nivo membuat sumbu nivo tegak lurus

terhadap sumbu perputaran. Pasang alat tersebut di atas sekrup-sekrup

pendatar dengan diametrikal berlawanan dan tengahkan gelembung

nivo dengan hati-hati. Putar teropong 180 dan catat gerakan

gelembung yang menjauhi tengah-tengah bila alat belum baik. Geser

gelembung tadi separuh jarak balik ke tengah tabung nivo dengan

memutar sekrup pengangkat pada ujung nivo.

Kelompok VII II-12

Page 13: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

Gambar 2.6. Pengaturan Gelembung Nivo

Datarkan lagi dengan sekrup-sekrup pendatar dan putar alat

tersebut 180. Ulangi tahapan sebelumnya kalau gelembung belum

tetap ditengah tabung nivo. Periksa penyetelan terakhir dengan

memperhatikan bahwa gelembung nivo tetap berada di tengah-tengah

tabung nivo selama perputaran penuh.

2 Benang horizontal

Salib sumbu bidik horizontal disetel agar benang horisontalnya

terletak pada sebuah bidang yang tegak lurus sumbu vertikal.

BA

BT

BB

Gambar 2.7. Benang Horizontal

Kelompok VII II-13

Page 14: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

Datarkan alat dengan hati-hati. Bidikkan satu ujung dari benang

horizontal ke sebuah titik yang telah diketahui. Putar teropong

perlahan-lahan terhadap sumbu vertikalnya dengan menggunakan

sekrup gerak lambat. Apabila salib sumbu sudah disetel baik, benang

tersebut akan tetap berada diatas titik tadi pada seluruh panjangnya.

Kalau tidak, longgarkan kedua sekrup pengatur diafragma dengan

memutar sedikit demi sedikit kedua sekrup itu secara berlawanan.

Balikkan lagi pada titik tadi dan kalau benang tadi tidak mengikuti

titik tersebut pada seluruh panjangnya, putar lagi lingkarannya. Ulangi

prosedur ini sebanyak yang diperlukan, benang salib sumbu berada

diatas titik tersebut pada seluruh panjangnya. Kemudian kencangkan

sekrup-sekrup penyetelnya.

3 Garis bidik

Penyetelan garis bidik membuat garis bidik tersebut sejajar

dengan sumbu nivo. Cara ini dikenal sebagai uji dua patok. Alat

diletakkan antara patok A dan patok B kemudian catat pembacaan

pada mistar ukur di atas patok A dan patok B dimana selisihnya

merupakan elevasi dari kedua patok.

Pada pengukuran waterpass tentu saja ada kesalahan pengukuran.

Kesalahan pengukuran ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Kesalahan kasar/besar/mistake/blunders.

Kesalahan ini terjadi karena kurang hati-hati, kurang pengalaman, kurang

perhatian. Dalam pengukuran jenis kesalahan ini tidak boleh terjadi, maka

dianjurkan untuk mengadakan self checking dari pengamatan yang

dilakukan. Apabila diketahui ada kesalahan besar, maka dianjurkan untuk

mengulang seluruh atau sebagian pengukuran tersebut.

Contoh kesalahan ini : salah baca, salah mencatat data ukuran, salah

dengar dari si pencatat.

2. Kesalahan sistematik/Systematic Errors.

Kelompok VII II-14

Page 15: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

Umumnya kesalahan ini disebabkan oleh alat-alat ukur sendiri, sepert:

a. Salah bak ukur, karena kesalahan bak ukur atau kesalahan tidak sama

pada baca rambu.

b. Salah waterpass, karena adanya kesalahan garis bidik.

Akan tetapi, kesalahan ini juga dapat terjadi karena cara-cara pengukuran

yang tidak benar. Dapat dibedakan menjadi dua:

3. Kesalahan Occidental/Random/Compensating/Tak Terduga

Kesalahan ini terjadi karena hal-hal yang tak terduga, seperti getaran

tanah, pengaruh alam sekelilingnya, atmosfer, psikis pengamat, dan lain-

lain.

2.3 Penampang Memanjang

Penerapan sistem sipat datar sangat penting dalam pengukuran

penampang memanjang. Penampang memanjang yaitu penampang vertikal

sepanjang garis sumbu pada seluruh panjang suatu kerja.

Sebelum melakukan pekerjaan di lapangan, diperlukan :

1 Penyipatan harus dilakukan sepanjang garis sumbu dengan ketinggian

yang diambil pada semua perubahan gradien.

2 Pengukuran horizontal harus dilakukan antara semua titik yang telah

diukur ketinggiannya.

Panjang horizontal dari penampang memanjang sangat besar, maka

skala vertikal dibuat berbeda dengan skala horizontal, misalnya skala vertikal

1 : 100 dan skala horizontal 1 : 1000.

Kelompok VII II-15

Page 16: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

Prinsip pengukuran penampang memanjang yaitu :

b4 m4

b3 m3

b2 m2 B

b1 m1

3

2

A 1

Gambar 2.8 .Prinsip pengukuran penampang memanjang

Tiap-tiap titik yang berurutan dan di bedakan pembacaan rambu.

Dh A-1 = b1 – m1 ( beda tinggi antara A dan 1)

Dh 1 – 2 = b2 – m2

Dh 2 – 3 = b3 – m3

Dh 3 – B = b4 – m4 +

Dh A - B = bi - mi

Atau dapat ditulis :

Beda tinggi = Bacaan belakang - bacaan muka

2.4 Penampang Melintang

Penampang melintang yaitu penampang vertikal yang membuat

tegak lurus pada garis sumbu suatu kerja.

Pada daerah yang relatif datar, satu profil melintang mungkin dengan

satu kali kedudukan alat. Namun, pada daerah yang mempunyai topografi

curam atau bergelombang tidak cukup dengan sekali berdiri alat, mungkin dua

kali atau lebih. Adapun cara hitungan dan penggambarannya pada prinsipnya

sama dengan penggambaran profil memanjang, hanya skala jarak dan tinggi

disini diambil sama.

Kelompok VII II-16

Page 17: IUT (Ilmu ukur tanah

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah I

Peralatan yang digunakan untuk membuat potongan melintang

adalah level dan pita ukur. Data yang diperlukan dalam penampang melintang

adalah jarak antar patok dan elevasi titik centerline jalan ( As jalan ). Apabila

untuk selokan maka data yang diperlukan adalah jarak antar patok, elevasi as

saluran, elevasi as tanggul kiri dan elevasi tanggul kanan.

Pada penampang melintang skala yang dibuat sama untuk kedua arah

baik vertikal maupun horizontal.

Gambar pengukuran profil penampang melintang :

P1

a f

b d

c

Gambar 2.9. Pengukuran profil pemanpang melintang

Kelompok VII II-17