its undergraduate 17965 1307100001 paper

Upload: andi-alimuddin-rauf

Post on 17-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    KLASIFIKASI KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN CART ARCING

    1Ibrahim Widyandono 2 Bambang Widjanarko Otok 3 Jerry Dwi Trijoyo Purnomo

    1 Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS (1307 100 001)

    2,3 Dosen Jurusan Statistika FMIPA-ITS 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]

    Abstrak Kemiskinan, pengangguran dan pengucilan sosial merupakan beberapa permasalahan yang sering

    dihadapi dalam upaya peningkatan kesejahteraan. Permasalahan ekonomi akan mengakibatkan kemiskinan yang menjadi permasalahan klasik untuk ditanggulangi, selain itu dampak dari permasalahan kemiskinan bisa mempangaruhi masalah sosial seperti meningkatnya kriminalitas. Maka untuk memudahkan penanganan masalah kesejahteraan di Jawa Timur akan dilakukan analisa karakteristik rumah tangga miskin dengan menggunakan metode CART. Dari hasil klasifikasi menggunakan metode CART diperoleh 34 kelompok rumah tangga miskin dengan karakteristiknya. Penggunaan metode CART memiliki kelemahan dalam mengatasi ketidak stabilan pemilah, maka untuk mengatasi masalah itu akan digunakan metode ARCING (Adaptive Resampling and Combining). Penggunaan metode ini akan memperoleh model yang mempunyai ketepatan klasifikasi yang lebih tinggi. Dari penelitian ini menunjukan penggunaan metode CART ARCING menghasilkan tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode CART, yaitu dengan nilai akurasi sebesar 78,4%. Sedangkan akurasi pada metode CART sebesar 70,8%, maka akurasi CART ARCING lebih baik dengan peningkatan sebesar 7,6%. Kata kunci : Kesejahteraan Rumah Tangga, Klasifikasi, CART, ARCING.

    1. Pendahuluan Berkembangnya zaman menjadi tantangan negara untuk berkembang lebih baik dari waktu ke waktu. Hal

    ini menjadikan negara berusaha memberikan kesejahteraan sebaik mungkin kepada masyarakatnya. Masalah kemiskinan, pengangguran dan sosial merupakan beberapa permasalahan yang sering dihadapi dalam upaya peningkatan kesejahteraan, permasalahan seperti ini menjadi perhatian utama bangsa Indonesia sejak tersusunnya Undang-Undang Dasar 1945. Dimana dengan cita-cita negara berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No.6 tahun 1974, setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya. Usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan beberapa program dan strategi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Seperti beberapa hal yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar yaitu: pangan, pelayanan kesehatan, perluasan kesempatan kerja, bantuan sarana dan prasarana pertanian, bantuan kredit usaha untuk masyarakat miskin dan bantuan prasarana pemukiman kumuh perkotaan. Dalam kebijakan diwujudkan dalam bentuk program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (P2K), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan pada saat krisis ekonomi melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS) (Komite Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia, 2003). Dari beberapa program yang telah diterapkan perlu dilakukan kajian untuk melihat seberapa besar dampak perubahan yang telah diberikan, terlihat di Jawa Timur pada bulan Maret 2010 jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) sebanyak 5,529 juta (15,26%) turun sebesar 1,42% dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2009 yang sebesar 6,022 juta (16,68%). Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009-2010, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang sebesar 218,32 ribu, sementara di daerah perkotaan berkurang 274,97 ribu orang. Secara relatif, persentase penduduk miskin bulan maret 2010 sebagian besar masih berada di daerah perdesaan sebesar 66,12%.

    Kajian mengenai kesejahteraan telah banyak di lakukan antara lain Faturockhman dan Molo (1995) meneliti karakteristik rumah tangga miskin di Yogyakarta. Rahmawati (1999), kesempatan kerja penduduk miskin di DKI Jakarta. Kemudian BPS bekerja sama dengan Word Bank Institute (2002) menyusun dasar-dasar analisis kemiskinan. Gonner, Chayat, dan Haung (2007) mengkaji kemiskinan dan kesejahteraan rumah tangga, yang hasilnya merupakan sebuah panduan untuk Kutai Barat, kemudian Suryadarma, dkk (2005)

  • 2

    mengkaji suatu obyektivitas kesejahteraan keluarga untuk penargetan kemiskinan dengan metode PCA (Principal Component Analysis). Selanjutnya Een & Otok (2009), melakukan klasifikasi kesejahteraan rumah tangga dengan pendekatan CART ARCING pada daerah Jawa Tengah.

    Metode yang sering kali dipakai untuk tujuan pengklasifikasian adalah analisis diskriminan dan regresi logistik, namun metode-metode tersebut memiliki keterbatasan dalam menyelesaikan masalah pengklasifikasian. Diantaranya beberapa keterbatasan dari metode-metode tersebut adalah: (1) banyaknya variabel prediktor sehingga menyebabkan kesulitan dalam pemilihan variabel yang berpengaruh (terpenting), (2) distribusi variabel respon seringkali tidak berdistribusi normal, khususnya dalam analisis diskriminan (3) sering terdapat interaksi sesama variabel prediktor, dan (4) model yang dihasilkan banyak mengalami kesulitan dalam penerapannya (Lewis, 2000).

    Penggunaan metode dengan pendekatan regresi nonparametrik secara adaptive menjadi pemecahan masalah untuk mengatasi keterbatasan dalam penggunaan metode parametrik (analisis diskriminan dan regresi logistik) dalam melakukan penelitian. Hal ini karena Regresi nonparametrik memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam mengestimasi kurva regresi. Dalam pandangan regresi nonparametrik data diharapkan mencari sendiri estimasi kurva regresi, tanpa dipengaruhi oleh faktor subyektifitas dari perancang penelitian (Eubank,1988). Beberapa metode dengan pendekatan regresi nonparametrik secara adaptive seperti Classification and Regression Tree (CART), Recursive Partitioning Regression (RPR), Neural Network (NN) dan Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS). Sehingga dalam penelitian ini menggunakan CART yang memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat bekerja pada data yang besar dengan dimensi yang tinggi, maka nanti akan diharapkan memperoleh suatu bentuk pengelompokkan mengenai karakteristik kemiskinan dan variabel dapat berupa data kategorik maupun kontinu serta mampu mendeteksi dan menujukkan interaksi antar variabel. Sedangkan penggunaan algoritma ARCING untuk meresampling data yang nantinya peluang pada langkah berikutnya akan bergantung pada hasil klasifikasi pada langkah-langkah sebelumnya, sehingga tujuan adanya algoritma ARCING untuk mereduksi varian dan memperbaiki akurasi metode CART.

    2. Tinjauan Pustaka 2.1 Classification and Regression Trees (CART)

    CART (Classification and Regression Trees) merupakan salah satu metode nonparametrik yang digunakan untuk teknik pohon keputusan. Disini model yang akan dihasilkan berdasarkan pada skala variabel respon, jika variabel respon data berbentuk kontinu (skala interval dan rasio) maka model pohon yang dihasilkan adalah pohon regresi (regression trees) sedangkan bila variabel respon data berupa kategorik (skala nominal dan ordinal) maka pohon yang dihasilkan adalah pohon klasifikasi (classification trees) (Breiman dkk, 1984).

    Analisis pohon klasifikasi adalah salah satu metode klasifikasi binary recursive partitioning yaitu penyekatan yang dilakukan secara berulang-ulang sampai diperoleh kriteria tertentu dimana setiap penyekatan satu gugus akan menghasilkan dua anak gugus baru yang relatif homogen (Lewis, 2000). Hasil dari proses penyekatan ini direpresentasikan dalam suatu struktur pohon seperti terlihat pada Gambar 1. Struktur pohon ini memiliki satu simpul utama (root node) yang mengandung semua data dimana dinotasikan t1, beberapa simpul dalam dan simpul akhir. Pada Gambar 1. Simpul dalam (internal nodes) yaitu t2, t3, dan t7 , sedangkan simpul akhir (terminal node) yaitu t4, t5, t6, t8 dan t9. Dengan cara ini, akan diperoleh sekatan-sekatan dengan perbedaan yang sangat besar dengan respon yang lebih homogen dalam tiap-tiap sekatan.

    Gambar 1 Struktur Pohon Klasifikasi

    t1

    t4

    t8 t9

    t5 t6

    Pemilah 1

    Pemilah 3

    Pemilah 4

    Pemilah 2 t2

    t3

    t7

  • 3

    2.1.1 Proses Pembentukan Pohon Klasifikasi Pembentukan pohon klasifikasi terdiri atas 3 tahap. Tahap pertama adalah pemilihan pemilah. Menurut

    Breiman,dkk (1984), setiap pemilahan hanya bergantung pada nilai yang berasal dari satu variabel independen. Untuk variabel independen kontinu Xj dengan ruang sampel berukuran n dan terdapat n nilai amatan sampel yang berbeda, maka akan terdapat 1n pemilahan yang berbeda. Jika Xj adalah variabel kategori nominal

    bertaraf L , maka akan diperoleh pemilahan sebanyak 12 1 L . Tetapi jika variabel adalah kategori ordinal maka akan diperoleh pemilahan yang mungkin. Metode pemilahan yang sering digunakan adalah indeks Gini dengan fungsi sebagai berikut.

    )()()( tiptjptiji

    (1)

    dengan )(ti adalah fungsi keheterogenan indeks gini, p(i|t) adalah proporsi kelas i pada simpul t, dan p(j|t) adalah proporsi kelas j pada simpul t.

    Goodness of split merupakan suatu evaluasi pemilahan oleh pemilah s pada simpul t. Goodness of split ),( ts didefinisikan sebagai penurunan keheterogenan.

    )()()(),(),( RRLL tiptiptitsits (2)

    Pengembangan pohon dilakukan dengan mencari semua kemungkinan pemilah pada simpul 1t sehingga ditemukan pemilah s* yang memberikan nilai penurunan keheterogenan tertinggi yaitu,

    ),()*,( 1 tsimakstsiSs

    (3)

    dengan ),( ts adalah kriteria goodness of split, )( LL tip adalah proporsi pengamatan dari simpul t menuju

    simpul kiri, dan )( RR tip adalah proporsi pengamatan dari simpul t menuju simpul kanan. Tahap kedua adalah penentuan simpul terminal. Simpul t dapat dijadikan simpul terminal jika tidak

    terdapat penurunan keheterogenan yang berarti pada pemilahan, hanya terdapat satu pengamatan (n=1) pada tiap simpul anak atau adanya batasan minimum n serta adanya batasan jumlah level atau tingkat kedalaman pohon maksimal.

    Tahap ketiga adalah penandaan label tiap simpul terminal berdasar aturan jumlah anggota kelas terbanyak, yaitu:

    )()(

    0 max)|(max)|( tNtjN

    jjtjptjp (4)

    2.1.2 Pemangkasan Pohon Klasifikasi (prunning)

    Pohon yang dibentuk menggunakan aturan pemilah dan kriteria goodness-of-split berukuran sangat besar karena penghentian pohon berdasarkan banyaknya amatan pada simpul terminal atau besarnya tingkat kehomogenan. Pohon yang sangat besar ini perlu dilakukan pemangkasan (prunning) untuk mendapatkan ukuran pohon yang layak tanpa mengorbankan ketepatan atau kebaikannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan pemangkasan pohon dengan cost complexity minimum untuk mendapatkan pohon optimal. Untuk

    0 maka ukuran cost complexity adalah :

    R(T) = R(T) + T~

    (5)

    dengan R(T) adalah resubtitution suatu pohon T pada kompleksitas , R(T) adalah resubstitution estimate, bagi penambahan satu simpul akhir pada pohon T, dan

    T~

    adalah banyaknya simpul terminal pohon T.

    Cost complexity prunning menentukan suatu pohon bagian T( ) yang meminimumkan )(TR pada seluruh pohon bagian atau untuk setiap nilai dicari pohon bagian T( ) < Tmax yang meminimumkan

    )(TR yaitu :

  • 4

    TTRTRTRTTTT

    ~)(min)(min))((

    maxmax

    (6)

    Apabila proses di atas diulang sampai tidak adalagi pemangkasan yang mungkin akan didapatkan hasil berupa deretan sub pohon yang makin kecil dan tersarang.

    2.1.3 Klasifikasi Pohon Optimal

    Ukuran klasifikasi pohon yang sangat besar akan memberikan nilai penduga yang sangat kecil, sehingga pohon ukuran ini sering dipilih untuk menduga respon. Tetapi ukuran pohon yang besar ini akan menyebabkan nilai complexity yang tinggi karena struktur data yang digambarkan cenderung kompleks. Sehingga perlu dipilih pohon optimal yang berukuran sederhana tetapi memberikan nilai pengganti yang cukup kecil.

    Penduga pengganti yang sering digunakan apabila amatan yang ada cukup besar adalah Test Sample Estimate. Prosedur ini diterapkan dengan membagi sampel L menjadi dua himpunan L1 dan L2. Amatan dalam L1 digunakan untuk membentuk pohon T. Sedangkan amatan pada L2 digunakan untuk menduga R(T). Jika N2 adalah jumlah amatan dalam L2, maka penduga sampel uji adalah:

    2),(2

    ))((1

    )(Ljx

    nntts

    nn

    jxdXN

    TR (7)

    2.2 Adaptive Resampling and Combining (ARCING)

    Penggunaan adaptive resampling and combining (ARCING) akan mengecilkan kasus misklasifikasi dengan cara dilakukan resampling pada data learning yang menerima bobot lebih besar pada setiap tahapan langkahnya. Algoritma ARCING menurut Breiman (1998) sebagai berikut:

    - Mulai dengan p(0)(n)=1/N ; n= 1,...,Nn N adalah jumlah sampel yang diambil dari data learning dengan pengembalian.

    - Diketahui k = 1,...,K, pada langkah ke k, gunakan p(k)(n), ambil sampel dengan pengembalian dari T (data training awal) untuk mendapat data training baru T(k).

    - Bangun klasifier (pemilah) Ck dengan menggunakan T(k).

    - Jalankan data training T melalui Ck, dimana m(n) adalah jumlah misklasifikasi dari kasus ke noleh pemilah C1,...,Ck.

    - Update langkah ke k+1 dengan:

    ))(1(

    )(1)(

    4

    1

    41

    nm

    nmnP

    N

    n

    k

    (8)

    - Sesudah K langkah pemilah C1,...,Ck di kombinasikan dengan voting tanpa pembobot.

    2.3 Ukuran Ketepatan Klasifikasi

    Mengevaluasi hasil Klasifikasi untuk mengetahui ketepatan hasil klasifikasi pada penelitian ini ada beberapa cara diantaranya adalah dengan sensitivity, specificity, error rate dan total accuracy rate. Sensitivity merupakan ukuran ketepatan dari suatu kejadian yang diinginkan. Specificity merupakan suatu ukuran yang menyatakan persentase kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Error rate adalah merupakan proporsi observasi yang diprediksi secara tidak benar oleh fungsi klasifikasi. Total accuracy rate merupakan proporsi observasi yang diprediksi secara benar oleh fungsi klasifikasi.

  • 5

    Tabel 1. Tabel Klasifikasi

    Observasi Prediksi

    Total 0 1

    0 n11 n12 N1.

    1 n21 n22 N2.

    Total N.1 N.2 N

    Sensitivity = 0 observasi alJumlah tot

    diprediksi tepat yang 0 kelas dari observasiJumlah =

    1 .

    11

    N

    n (9)

    Specificity = 1 observasi alJumlah tot

    diprediksi tepat yang 1 kelas dari observasiJumlah =

    2 .

    22

    N

    n (10)

    Error rate =prediksi alJumlah tot

    Salah PrediksiJumlah =

    N

    nn 12 21 (11)

    Total accuracy rate =prediksi alJumlah tot

    Benar PrediksiJumlah =

    N

    nn 22 11 (12)

    2.4 Pengertian Kesejahteraan Sosial

    Kesejahteraan Sosial menurut Arthur Dunham dalam Dwi Heru Sukoco (1991) yaitu kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberi perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan.

    Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang berintikan pada pelayanan sosial. Dengan tujuan sistem adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan kemampuan individu baik dalam memecahkan masalah maupun dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga kesejahteraan dapat dicapai apabila masalah kesejahteraan sosial dapat ditanggulangi.

    Penyandang masalah kesejahteraan sosial ialah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat, yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecatatan dan kondisi atau perubahan lingkungan (secara men-dadak) yang kurang mendukung atau menguntungkan.

    2.5 Pengertian Kemiskinan Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah ketidak mampuan untuk memenuhi standart dari

    kebutuhan dasar, baik makanan maupun bukan makanan. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidak mampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin (BPS, 1996). Sementara itu Badan Perncanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi di mana seseorang atau

  • 6

    sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

    2.6 Faktor faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Rumah Tangga Konsep Kemiskinan

    Beberapa penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga telah dilakukan. Diantaranya oleh Rochaeni dan Lokollo (2005) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ekonomi rumah tangga petani di Kelurahan Setugede Bogor dan menghasilkan kesimpulan bahwa jumlah anggota rumah tangga berpengaruh positif terhadap konsumsi pangan dan konsumsi nonpangan. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam penelitian yang dilakukan oleh Karli dan Bilgic mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi terhadap daging merah dan daging putih pada tahun 2007 di provinsi Sanliura, Turki antara lain adalah pendapatan kepala rumah tangga perbulan, usia kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, pekerjaan kepala rumah tangga di sektor pemerintahan, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anak yang berusia kurang dari 20 tahun, jumlah anggota rumah tangga yang bekerja selain kepala rumah tangga, rata-rata pengeluaran konsumsi daging per rumah tangga per bulan, rata-rata pengeluaran konsumsi per rumah tangga per bulan, harga daging merah dan harga daging putih, rasio konsumsi untuk daging merah, tempat membeli daging, serta iklan. Penelitian lain dilakukan oleh Purnomo (2008) yang mengambil data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Provinsi Jambi tahun 2006. Selain itu kajian mengenai kemiskinan rumah tangga sudah pernah dilakukan oleh Chernichovsky dan Meesok (1985) dalam Masfufah (2000) yang mengkaji karakteristik rumah tangga miskin di Indonesia. Dalam penelitian ini menjukkan bahwa rumah tangga miskin di Indonesia sebagian besar memiliki karakteristik jumlah anggota rumah tangga banyak dengan kepala rumah tangga sebagai tulang punggung keluarga, tingkat pendidikan anggota rumah tangga dan kepala rumah tangga rata-rata rendah, pekerjaan sering berubah dan sebagian dari mereka mau menerima tambahan pekerjaan lain bila ditawarkan, sebagian besar pengeluaran untuk mengkonsumsi makanan dengan persentase pengeluaran untuk karbohidrat paling besar, sebagian besar pendapatan utamanya bersumber dari pertanian dan penguasaan tanahnya masih marginal, kondisi rumahnya masih sangat memprihatinkan dalam hal penyediaan air bersih dan listrik untuk penerangan.

    Berdasakan beberapa penelitian tersebut didapatkan variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pengeluaranrumah tangga. Variabel-variabel tersebut antara lain: jenis kelamin kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, status perkawinan kepala rumah tangga, ijazah tertinggi kepala rumah tangga, kegiatan utama kepala rumah tangga, lapangan usaha utama kepala rumah tangga, dan status pekerjaan utama kepala rumah tangga. Sehingga nantinya dari variabel itu akan digunakan dalam penelitian kali ini untuk mengetahui tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Jawa Timur. 3. Metodologi

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berasal dari hasil pendataan SUSENAS-2009 Provinsi Jawa Timur. Variabel yang akan digunakan pada peneletian ini adalah :

    Tabel 2. Penjelasan Variabel dan kategori berdasarkan aspek Aspek Variabel Kategori

    Y : Status Rumah Tangga

    1 : Rumah Tangga Tidak Miskin

    2 : Rumah Tangga Miskin

    Demografi

    X1 : Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga

    1 : Laki-laki

    2 : Perempuan

    X2 : Umur Kepala Kepala Rumah Tangga - X3 : Status Perkawinan Kepala Kepala Rumah Tangga

    1 : Kawin

    2 : Status lainnya

    X5 : Jumlah Anggota Rumah Tangga -

    Pendidikan

    X4 : Ijazah terakhir Kepala Kepala Rumah Tangga

    1 : Belum Sekolah

    2 : Tidak Punya Ijazah

    3 : Tamat SD/sederajat

    4 : Tamat SLTP/sederajat

  • 7

    5 : Tamat SLTA/sederajat

    6 : Tamat diatas SLTA

    Ketenagakerjaan

    X6 : Lapangan Usaha Utama Kepala Rumah Tangga

    1 : Tidak Bekerja

    2 : Pertanian

    3 : Industri Pengolahan

    4 : Perdagangan

    5 : Jasa-jasa

    6 : Lainnya

    X7 : Status Pekerjaan Utama Kepala Rumah Tangga

    1 : Tidak Bekerja

    2 : Buruh/Karyawan

    3 : Pengusaha 4 : Lainnya (Pekerja bebas dan pekerja tidak dibayar)

    X8 : Kegiatan Utama Kepala Rumah Tangga

    1 : Bekerja

    2 : Tidak Bekerja

    Penelitian ini dalam pengolahan data pada kasus CART dan CART ARCING menggunakan bantuan

    software CART for windows Version 4.0 untuk memperoleh hasil pohon klasifkasi dan nilai akurasi data. Terdapat 4 tahapan dalam melakukan analisis data, yaitu (1) Menggambarkan kesejahteraan masyarakat

    Jawa Timur dengan menggunakan variabel penelitian, (2) membentuk pohon klasifikasi (CART), (3) Melakukan klasifikasi dengan menggunakan CART ARCING, dan (4) Mengevaluasi ketepatan klasifikasi CART dan CART ARCING. Tahap 1: Menggambarkan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur dengan menggunakan variabel penelitian. Tahap 2: Membentuk pohon klasifikasi (CART) berdasarkan variabel penelitian.

    a. Melakukan pemisahan data menjadi dua bagian yaitu data learning dan data testing. b. Pembentukan pohon klasifikasi yang dibentuk dari masing-masing data learning dengan langkah-

    langkah sebagai berikut: 1. Menetukan pemilah dan pemilahan terbaik dari variabel prediktor secara rekursif pada simpul

    (node), yaitu pemilah yang meberikan penurunan keheterogenan tertinggi. 2. Penentuan simpul terminal (terminal node)

    Penentuan simpul terminal dilakukan jika simpul t dicapai dan tidak terdapat penurunan keheterogenan secara berarti.

    3. Penandaan label kelas Label kelas dari simpul terminal ditentukan berdasarkan aturan jumlah terbanyak.

    c. Penghentian pembentukan pohon klasifikasi. Penghentian pembentukan pohon klasifikasi dilakukan dengan menetukan minimum 5 pada simpul anak.

    d. Pemangkasan Pohon Klasifikasi Penghentian pembentukan pohon klasifikasi dilakukan dengan menggunakan kriteria ukuran cost complexity minimum.

    e. Pemilihan pohon klasifikasi optimal melalui test sample estimates. f. Pemilihan model pohon klasifikasi terbaik, menggunakan kriteria test relative cost. g. Tahap validasi model klasifikasi dilakukan dengan menggunakan data testing sebanyak 5%, 10%,

    15%, 20%, 25% dan 30% Tahap 3: Melakukan klasifikasi dengan menggunakan CART ARCING.

    a. Bagi data menjadi 2, data learning (L) dan data testing bersarkan proporsi pembagian terbaik yang diperoleh dari nilai akurasi terbaik berdasarkan pada Tahap 2 (Pada Kasus ini 95% learning dan 5% testing).

  • 8

    b. Ambil sampel dengan pengembalian dari L (data learning awal) sebanyak N observasi dengan probabilitas p(i) =1/N, i=1,2,,N untuk mendapat data learning baru L(1)

    c. Buat model pohon G1 dengan menggunakan L(1) (hasil resampling) berdasarkan prosedur Tahap 2

    dengan nilai testing 5%. d. Jalankan data learning awal (L) melalui G1, untuk melihat observasi-observasi yang misklasifikasi e. Ulangi langkah pada pengambilan sampel dengan memperbaruhi nilai probabilitas dengan

    menggunakan rumus (8) dimana dengan m(i) adalah jumlah misklasifikasi observasi ke I pad langkah-langkah sebelumnya

    f. Jika k < K kembali ke langkah awal (K = banyaknya replikasi = banyaknya model pohon yang dikombinasi)

    g. Sesudah replikasi komplit, hasil prediksi pada model G1,,GK di kombinasikan dengan voting tanpa pembobot.

    h. Jalankan data testing pada model hasil voting untuk melihat tingkat akurasi. i. Banyaknya kombinasi pohon (K) yang dicobakan adalah 50, 100, 300 dan 500

    Tahap 4: Mengevaluasi ketepatan klasifikasi CART dan CART ARCING.

    Didapat nilai ketepatan klasifikasi terbaik dari hasil perhitungan menggunakan metode CART dan CART ARCING.

  • 9

    4. Analisis dan Pembahasan 4.1 Deskripsi Karakteristik Mengenai Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur

    Gambar 2 menunjukkan bahwa persebaran penduduk miskin di Jawa Timur pada tahun 2001 dengan diketahui terdapat 7,27 juta penduduk miskin (20,91% dari total penduduk Jawa Timur) dan 2,2 juta rumah tangga miskin (RTM). Dari persentase jumlah RTM dikelompokanlah menjadi desa merah, kuning, hijau, biru dan putih. Dari sekitar 8.400 desa/kelurahan di Jawa Timur, 1.801 diantaranya merupakan desa miskin/merah (28%-45% RTM), 123 kecamatan merah dan 8 kabupaten merah yang terdiri dari Kabupaten Bondowoso, Kabupaten sampang, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Nganjuk. Dalam jangka waktu kurang lebih 8 tahun perkembangan Provinsi Jawa Timur terlihat sangat baik. Dimana terlihat pada 8 kabupaten yang dulunya ada sekitar 28%-45% RTM miskin sekarang ada 3 kabupaten yang memiliki sekitar kurang dari 16% RTM miskin yang berwarna putih yaitu Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Nganjuk pada Gambar 3.

    Gambar 2. Persebaran Penduduk Miskin di Jawa Timur 2001 Gambar 3. Persebaran Penduduk Miskin di Jawa Timur 2009

    Selanjutnya pada karakterisitik rumah tangga miskin di Jawa Timur dari hasil survei SUSENAS 2009 akan digunakan 8 variabel yang nantinya digunakan untuk menganilisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Timur pada penelitian ini. Variabel yang akan digunakan yaitu variabel jenis kelamin kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, status perkawinan kepala rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, status bekerja kepala rumah tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga dan lapangan usaha kepala rumah tangga. Dari 8 variabel ini nantinya akan dijelaskan menjadi 3 kelompok yaitu aspek demografi, aspek pendidikan dan aspek ketenagakerjaan.

    4.1.1 Aspek Demografi

    Aspek demografi pada kesejahteraan masyarakat terbagi menjadi jenis kelamin kepala rumah tangga, status pernikahan anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga dan kelompok usia kepala rumah tangga. Diketahui bahwa pada jenis kelamin kepala rumah tangga di Provinsi Jawa Timur sebanyak 20% yang berkisar 5.006 kepala rumah tangga berjenis kelamin wanita dan 80% berjenis kelamin laki-laki yang berkisar 29.946 kepala rumah tangga pada data SUSENAS 2009. Pada jenis kelamin kepala rumah tangga laki-laki dihipotesiskan cenderung berpengaruh positif terhadap kesejahteraan, sebaliknya dengan perempuan terutama janda yang berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan. Untuk status pernikahan kepala rumah tangga di Jawa Timur dimana terlihat sebesar 80% atau sebanyak 24.075 kepala rumah tangga berstatus selain menikah dan 20% kepala rumah tangga masyarakat Jawa Timur sudah menikah atau sebesar 5.877 kepala rumah tangga.

    Kelompok umur dalam tatanan masyarakat merupakan faktor yang cukup berpengaruh dalam kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Dimana disini usia kepala rumah tangga digunakan untuk melihat produktivitas kerja dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Pembagian kelompok usia dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu usia produktif (usia 15-65 tahun) dan usia non produktif (usia 65 tahun keatas), pada kasus masyarakat Jawa Timur ada sekitar 85% usia kepala rumah tangga produktif dimana untuk kelompok usia 46-55 tahun yang paling banyak dan ada sekitar 15% usia kepala rumah tangga non prodiktif.

    Selanjutnya mengenai besarnya jumlah anggota rumah tangga yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan rumah tangga, semakin kecil jumlah anggota rumah tangga biasanya akan semakin tinggi tingkat kesejahteraannya (BPS, 2011). Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata penduduk Provinsi Jawa Timur yang memiliki anggota rumah tangga sebanyak 3 orang yaitu sebesar 7.717 dan 4 orang anggota

  • 10

    rumah tangga sebanyak 7.537. Bisa dikatakan program KB (Keluarga Berencana) yang terdiri dari 2 orang tua dan 2 orang anak yang diterapkan di Provinsi Jawa Timur dapat berjalan cukup baik.

    4.1.2 Aspek Pendidikan

    Pendidikan yang dicapai merupakan salah satu indikator kualitas hidup manusia serta menunjukkan status sosial dan status kesejahteraan seseorang. Semakin tinggi pendidikan yang dicapai oleh seorang kepala rumah tangga diharapkan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan dari orang yang bersangkutan maupun anggota rumah tangganya, sehingga jenjang pendidikan yang dicapai oleh kepala rumah tangga dapat digunakan untuk melihat gambaran kasar kualitas sosial maupun ekonomi dari rumah tangga yang bersangkutan. Di Provinsi Jawa Timur sebagian besar kepala rumah tangganya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 29,7% (8.909 orang). Kepala rumah tangga yang tidak mempunyai ijazah dan lulusan SMP juga memiliki presentase yang cukup besar, yakni sekitar 23% (6.890 orang) dan 22,3% (6.676 orang). Untuk pendidikan kepala rumah tangga yang belum sekolah ada 12,2% (3.645 orang) kepala rumah tangga, 7,2% (2.165 orang) berijazah SMA, dan 5,6% (1.667 orang) yang berijazah di atas SMA. Sedangkan, untuk tingkat pendidikan kepala rumah tangga miskin di Jawa Timur sebagian besar pendidikannya adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu 33% (1.461 orang). Kepala rumah tangga yang tidak mempunyai ijazah dan belum sekolah juga memiliki presentase yang cukup besar, yakni sekitar 31,7% (1.400 orang) dan 22% (975 orang). Untuk pendidikan kepala rumah tangga yang lulusan SMP ada 10,8% (483 orang) kepala rumah tangga, 2,1% (92 orang) berijazah SMA, dan 0,2% (11 orang) yang berijazah di atas SMA. Dengan kondisi seperti ini dapat terlihat bahwa peran pendidikan untuk kepala rumah tangga memiliki pengaruh yang besar untuk tingkat ekonomi rumah tangga, dengan tingkat pendidikan yang rendah akhirnya tidak memiliki cukup pendapatan untuk menghidupi keluarganya.

    4.1.3 Aspek Ketenagakerjaan

    Pembahasan mengenai ketenagakerjaan dirasa sangat penting karena beberapa alasan. Pertama, kita dapat melihat berapa besar jumlah penduduk yang bekerja. Kedua, kita dapat mengetahui jumlah pengangguran dan pencari kerja. Ketiga, apabila dilihat dari segi pendidikan maka hal ini akan mencerminkan kualitas tenaga kerja. Keempat, dilihat dari statusnya dapat terlihat berapa jumlah penduduk, yang bekerja di sektor formal yang jaminan sosialnya baik, dan berapa yang bekerja di sektor informal. Kelima, pengetahuan tentang karakteristik dan kualitas tenaga kerja akan berguna sebagai dasar pengembangan kebijakan ketenagakerjaan, terutama pengembangan kesempatan kerja dan peningkatan kualitas SDM yang akan dapat meminimalkan jumlah pengangguran di suatu Negara (BPS, 2011).

    Dari 29.952 kepala rumah tangga di Jawa Timur, ternyata 85% (25.369 orang) kepala rumah tangganya berkerja dan hanya 15% (4.583 orang) dengan kepala rumah tangga tidak bekerja. Sedangkan untuk kepala rumah tangga miskin sebesar 87,2% kepala rumah tangga miskin bekerja, kenyataan ini menggambarkan bahwa pendapatan yang diterima oleh kepala rumah tangga miskin dari pekerjaannya tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangganya.

    Lapangan usaha utama rumah tangga sangat mempengaruhi tingkat kesejehateraan masyarakat dimana banyak sekali penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat kesejahteraan. Gambaran kesejahteraan rumah tangga Jawa Timur menurut lapangan usaha utama kepala rumah tangga terlihat bahwa 47,5% (14.223 orang) bekerja pada sektor non pertanian, 37,2% (11.146 orang) bekerja pada sektor pertanian dan 15,3% (4.583 orang) tidak bekerja. Menurut Ilham (2009) rumah tangga non pertanian relatif lebih sejahtera dibandingkan rumah tangga pertanian baik di desa maupun di kota, serta pada kelompok dengan kelas pendapatan yang sama. Karena sebagian besar masyarakat Jawa Timur bekerja pada bidang non pertanian, bisa dikatakan bahwa masyarakat Jawa Timur termasuk masyarakat yang sejahtera. Sedangkan untuk kepala rumah tangga miskin mayoritas adalah sektor pertanian (59%). Sisanya sebanyak 28% berada di sektor nonpertanian. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh World Bank (2006) yang menyatakan bahwa kemiskinan identik dengan pedesaan dan pertanian.

    Salah satu cara untuk melihat kesejahteraan rumah tangga yaitu melihat status pekerjaan utama kepala rumah tangga. Mereka yang berstatus pengusaha diduga memilik tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang hanya berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai (BPS, 2008). Sebagian besar penduduk Jawa Timur memiliki status pekerjaan sebagai pengusaha sebanyak 48% (14.352) kepala rumah tangga, hal ini sesuai dengan konsep dari BPS(2008) yang menyatakan bahwa masyarakat dalam suatu daerah dikatakan sejahtera apabila masyarakatnya sebagian besar adalah pengusaha. Selain itu dari sektor pekerjaan lainnya setelah pengusaha ada sekitar 24% (7.054) kepala rumah tangga seorang buruh/karyawan/pegawai,

  • 11

    15% (4.583) kepala rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan dan yang terakhir ada sekitar 13% (3.963) kepala rumah tangga memiliki status pekerjaan yang lainnya.

    4.2 Model Classification and Regression Trees (CART) Kesejahteraan Rumah Tangga di Provinsi Jawa Timur. Pada penelitian ini data yang digunakan sebanyak 29.952 rumah tangga, yang dibagi menjadi 2 kelompok

    yaitu data learning dan data testing. Data learning diambil sebanyak 95% atau 28.454 kepala rumah tangga sedangkan data testing diambil sebanyak 5% atau 1.498 rumah tangga. Tahap pertama pembentukan pohon klasifikasi maksimal adalah mencari kemungkinan pemilah pada setiap variabel, dimana perhitungan kemungkinan pemilah pada variabel prediktor seperti pada Tabel 1.

    Tabel 2. Perhitungan pemilah pada setiap variabel

    Nama Variabel Kategori

    Data Banyaknya

    Kategori Kemungkinan

    Pemilah

    Jenis Kelamin KRT (X1) Nominal 2 22-1-1 = 1 pemilah

    Usia KRT (X2) Kontinu 84 83-1 = 82 pemilah

    Status Perkawinan KRT (X3)

    Nominal 2 22-1-1 = 1 pemilah

    Ijazah tertinggi KRT (X4) Nominal 6 26-1-1 = 31 pemilah

    Jumlah ART (X5) Kontinu 13 13-1 = 12 pemilah

    Kegiatan Utama KRT (X6) Nominal 2 22-1-1 = 1 pemilah

    Lapangan Usaha Utama KRT (X7)

    Nominal 5 25-1-1 = 15 pemilah

    Status Pekerjan Utama KRT (X8)

    Nominal 4 24-1-1 = 7 pemilah

    Langkah selanjutnya dalam pembentukan klasifikasi pohon maksimal adalah mencari pemilah yang

    mungkin dari setiap variabel prediktor yang akan menjadi pemilah utama. Kriteria pemilahan (goodness of split) yang digunakan pada penelitian ini adalah indeks Gini sesuai persamaan (1). Pemilah terbaik adalah pemilah yang menghasilkan nilai penurunan keheterogenan tertinggi (kriteria pemilahan goodness of split) pada persamaan (2) dan persamaan (3). Pemilah terbaik pada simpul 1 (pemilah utama) pada penelitian ini adalah variabel umur kepala rumah tangga (X2) yang menghasilkan nilai penurunan keheterogenan tertinggi.

    Tahap kedua yaitu penentuan simpul terminal. Klasifikasi pohon maksimal (maximal tree) terdiri atas 1.537 simpul terminal. Tahap ketiga adalah penandaan label kelas. Pemberian label kelas untuk setiap simpul terminal berdasarkan rumus pada persamaan (4).

    Ketepatan klasifikasi untuk data testing pada klasifikasi pohon maksimal adalah sebesar 67,9% (Tabel 2). Artinya model klasifikasi pohon maksimal yang telah terbentuk memiliki keakuratan hasil prediksi sebesar 67,9%.

  • 12

    Tabel 3. Hasil klasifikasi pada pohon maksimal

    Observasi

    Prediksi

    Total Sensitivity

    (%) Specifity

    (%)

    Tingkat Akurasi

    Total (%)

    Tidak Miskin Miskin

    Data Learning

    Tidak Miskin

    17.515 6.747 24.262 72,2% 89,3% 74,7%

    Miskin 446 3.738 4.184

    Data Testing

    Tidak Miskin

    867 401 1.268 68,4% 65,1% 67,9%

    Miskin 83 155 238

    Selanjutnya dilakukan pemangkasan klasifikasi pohon maksimal. Breiman, dkk (1993) menyatakan

    pemangkasan pohon klasifikasi dilakukan apabila pohon klasifikasi yang terbentuk berukuran sangat besar dan kompleks dalam penggambaran struktur data sehingga pada akhirnya diperoleh ukuran pohon yang layak dan berdasarkan cost complexity minimum.

    Gambar 4. Plot Antara Relative Cost dan Jumlah Node ZOM 1

    Gambar 4 memberikan informasi bahwa nilai relative cost pohon klasifikasi maksimal lebih besar dibandingkan relative cost pohon klasifikasi optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan pemangkasan pohon maksimal agar didapatkan nilai relative cost yang paling kecil, untuk nilai test set relative cost dan parameter complexity masing-masing sebesar 0,6570,033dan 0,000. Setelah dilakukan pemangkasan terhadap pohon klasifikasi maksimal maka dihasilkan klasifikasi pohon optimal yang memiliki relative cost terkecil yaitu 0,544 0,031 dan nilai parameter complexity 0,0002408 dengan 17 kedalaman dan 70 simpul terminal yang disajikan pada Gambar 5.

    Gambar 5. Pohon Klasifikasi Optimal Kesejahteraan di Jawa Timur

    Gambar 5 memperlihatkan beberapa simpul terminal yang berwarna merah, menandakan proporsi rumah tangga miskin pada simpul terminal itu paling besar mempengaruhi. Dapat simpulkan karakterisitk

  • 13

    pada simpul terminal tersebut mendekati kondisi sebenarnya. Beberapa penjelasan karakteristik simpul terminal pada tiap kelompok sebagai berikut :

    Rumah tangga miskin dengan karakteristik ijazah kepala rumah tangga tamat SD sampai SMA, lapangan usaha kepala rumah tangga industri pengolahan , jasa-jasa dan bisa jadi orang yang tidak memiliki pekerjaan, memiliki anggota rumah tangga lebih dari 7 orang, umur kepala rumah tangga lebih dari 41 tahun, kepala rumah tangga memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan, pengusaha dan bisa jadi orang yang tidak memiliki pekerjaan.

    Rumah tangga miskin dengan karakteristik ijazah kepala rumah tangga tamat diatas SD, lapangan usaha kepala rumah tangga petani, memiliki anggota rumah tangga kurang dari sama dengan 4 orang, umur kepala rumah tangga lebih dari 30 tahun, kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan.

    Rumah tangga miskin dengan karakteristik ijazah kepala rumah tangga tidak tamat SD dan tidak pernah bersekolah, memiliki anggota rumah tangga lebih dari 2 orang, lapangan usaha kepala rumah tangga pertanian atau tidak bekerja, umur kepala rumah tangga kurang dari 77 tahun, kepala rumah tangga memiliki status selain menikah, kepala rumah tangga memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan atau bisa jadi tidak memiliki pekerjaan, kepala rumah tangga berjenis kelamin laki-laki.

    Rumah tangga miskin dengan karakteristik ijazah kepala rumah tangga tidak tamat SD dan tidak pernah bersekolah, memiliki anggota rumah tangga lebih dari 2 orang, lapangan usaha kepala rumah tangga selain di bidang perdagangan dan jasa-jasa.

    Rumah tangga miskin dengan karakteristik ijazah kepala rumah tangga tidak tamat SD dan tidak pernah bersekolah, memiliki anggota rumah tangga lebih dari 4 orang, lapangan usaha kepala rumah tangga di bidang pertanian dan lainnya.

    Variabel prediktor yang menjadi pemilah utama pada pohon klasifikasi optimal adalah variabel ijazah terakhir yang dimiliki kepala rumah tangga. Tabel 3 menunjukkan hasil klasifikasi pohon optimal untuk data learning, yaitu sebanyak 24.262 rumah tangga termasuk dalam rumah tangga tidak miskin dan sebanyak 4.184 rumah tangga termasuk dalam rumah tangga miskin. Untuk rumah tangga tidak miskin ada sekitar 16.715 rumah tanggayang benar diklasifikasikan dan terdapat 7.547 rumah tangga yang salah diklasifikasikan. Sedangkan untuk rumah tangga miskin ada sekitar 939 masuk pada rumah tangga tidak miskin atau salah diklasifikasikan dan 3.245 rumah tangga yang tepat diklasifikasikan pada rumah tangga miskin. Klasifikasi pohon optimal yang dibentuk oleh data learning menghasilkan ketepatan klasifikasi sebesar 70,2% (Tabel 3), artinya pembentukan model klasifikasi pohon optimal memiliki ketepatan klasifikasi sebesar 70,2%. Tingkat ketepatan klasifikasi rumah tangga miskin yang dihasilkan oleh pohon optimal pada data testing yaitu sebesar 70,8% (Tabel 3). Artinya model klasifikasi pohon optimal yang telah terbentuk memiliki keakuratan hasil prediksi sebesar 70,8%.

    Tabel 4. Hasil klasifikasi pada pohon Optimal

    Observasi

    Prediksi

    Total

    Persentase Kesalahan/

    Misklasifikasi (%)

    Tingkat Akurasi

    Total (%)

    Tidak Miskin Miskin

    Data Learning

    Tidak Miskin

    16715 7547 24262 31,1% 70,2%

    Miskin 939 3245 4184 22,4%

    Data Testing

    Tidak Miskin

    887 381 1268 30% 70,8%

    Miskin 58 180 238 24,4%

  • 14

    4.3 Hasil Klasifikasi Kesejahteraan Rumah Tangga di Provinsi Jawa Timur dengan CART ARCING. CART merupakan suatu metode nonparametrik yang bisa bekerja pada data yang besar dengan dimensi

    yang tinggi, namun terkadang banyaknya data membuat hasil akurasi dalam memodelkan data kurang bagus atau memiliki nilai bias yang cukup besar. Sehingga muncullah algoritma ARCING yang memiliki fungsi untuk memperbaiki akurasi atau ketepatan klasifikasi dari CART.

    Tabel 5. Hasil klasifikasi dari kombinasi pohon

    Evaluasi Kombinasi Pohon

    50 100 300 500

    Sensitivity 86,8% 85,8% 85,6% 85,7%

    Specifity 33,6% 34% 36,6% 36,1% Total akurasi rate

    78,4% 77,6% 77,9% 77,9%

    Dari beberapa kombinasi yang telah dilakukan yaitu sebanyak 50, 100, 300 dan 500 dengan menggunakan

    metode CART ARCING nantinya akan dilihat nilai tingkat akurasi totalnya. Dimana nilai ini akan digunakan untuk melihat ketepatan klasifikasi pada setiap kombinasi yang dilakukan dengan menggunakan metode CART ARCING. Kombinasi 50 dengan menggunakan metode CART ARCING diperoleh nilai tingkat akurasi totalnya sebesar 78,4%, Kombinasi 100 diperoleh nilai tingkat akurasi total sebesar 77,6%, kombinasi 300 diperoleh nilai tingkat akurasi total sebesar 77,9% dan kombinasi 500 diperoleh nilai tingkat akurasi total sebesar 77,9%. Sehingga dapat disimpulkan kombinasi 50 memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya yaitu sebesar 78,4%.

    4.4 Perbandingan hasil klasifikasi CART dan CART ARCING

    Pengolahan data dengan menggunakan metode CART dan ARCING akan diperoleh informasi mengenai ketepatan klasifikasi. Ketepatan klasifikasi yang diperoleh dari nilai tingkat akurasi total pada data testing bisa digunakan sebagai pembanding kedua metode tersebut.

    Tabel 6. Hasil perbandingan ketepatan klasifikasi CART dan CART ARCING

    Ketepatan Klasifikasi

    Metode

    CART CART ARCING

    50 100 300 500

    Tingkat Akurasi Total 70,8% 78,4% 77,6% 77,9% 77,9%

    Total Error Rate 29,2% 21,6% 22,4% 22,1% 22,1%

    Tabel 5 menujukkan bahwa tingkat akurasi total pada metode CART ARCING dengan 50 kombinasi

    pohon lebih baik dibandingkan yang lainnya. Sehingga ketepatan klasifikasi dengan menggunakan metode ARCING lebih baik dengan nilai tingkat akurasi total sebesar 78,4% dibandingkan dengan ketepatan klasifikasi tanpa menggunakan metode ARCING yaitu 70,8%. Penggunaan metode ARCING pada CART membenahi tingkat akurasi pada kasus ini sebesar 7,6%.

  • 15

    5. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil

    kesimpulan sebagai berikut: 1. Kemiskinan di Jawa Timur dari tahun 2001 sampai tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup baik.

    Terdapat beberapa gambaran mengenai kependudukan di Provinsi Jawa Timur yaitu sekitar 80% sampel kepala rumah tangga yang terambil oleh BPS berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar berusia produktif yaitu 36-55 tahun dengan rata-rata banyak anggota per-rumah tangga 3-4 orang. Dari aspek pendidikan kepala rumah tangga terlihat rata-rata penduduk Jawa Timur lulusan dari SD dan SMP dengan proporsi terbesar berpendidikan SD. Terakhir dilihat dari aspek ketanagakerjaan terdapat 85% kepala rumah tangga memiliki pekerjaan dengan status pekerjaan sebagai pengusaha sebesar 48% untuk lapangan usaha terbesar yaitu pertanian dan jasa-jasa.

    2. Model Classification and Regression Trees (CART) dengan menggunakan proporsi data learning 95% dan data testing 5% karena menghasilkan ketepatan klasifikasi terbaik dibandingkan dengan proporsi data lainnya. Dimana diperoleh simpul terminal pada klasifikasi optimal sebanyak 70 simpul terminal dengan variabel pemilah utama yaitu ijazah pendidikan yang dimiliki kepala rumah tangga. Dari 70 simpul terminal diduga sebanyak 34 simpul terminal untuk rumah tangga miskin dan 36 simpul terminal untuk rumah tangga tidak miskin. Metode klasifikasi pohon menghasilkan pohon optimal dengan ketepatan klasifikasi data learning dan testing yaitu sebesar 70,2% dan 70,8%.

    3. Pembentukan pohon klasifikasi dengan pendekatan CART ARCING pada kondisi data learning 95% dan data testing 5% untuk 4 kombinasi pohon yang berbeda, menghasilkan tingkat akurasi yang berbeda. Tingkat akurasi yang paling tinggi adalah pada kombinasi 50 yaitu sebesar 78,4%. Selain itu ketepatan hasil klasifikasi menggunakan metode CART ARCING dengan kombinasi 50 mempunyai ketepatan yang lebih baik daripada metode CART pada kasus kesejahteraan di Provinsi Jawa Timur. Hal ini ditunjukkan dengan nilai persentase tingkat akurasi hasil klasifikasi CART ARCING kombinasi 50 sebesar 78,4%, lebih tinggi daripada metode CART dengan persentase tingkat akurasi hasil klasifikasi sebesar 70,8%. Terjadi peningkatan sebesar 7,4% .

    6. Saran

    Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Untuk menentukan hasil klasifikasi menggunakan CART pada data yang besar seperti kasus kesejahteraan

    rumah tangga di Jawa Timur ada kemungkinan menghasilkan pohon yang besar dan kompleks, maka sebaiknya dipecah menjadi wilayah administrasi seperti kabupaten/kota dengan data yang relative kecil dari hasil survei SUSENAS dan setiap wilayah memiliki karakteristik sosial ekonomi dan kependudukan yang berbeda.

    2. Pengolahan dengan metode CART yang telah dilakukan didapatkan informasi bahwa untuk tingkat pendidikan kepala rumah tangga sangat berpengaruh terhadap model klasifikasi kesejahteraan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur. Dari gambaran deskriptif diketahui bahwa pendidikan yang paling banyak ditempuh masyarakat Jawa Timur hanya sampai lulusan SD, sehingga perlu sosialisasi kepada masyarakat Jawa Timur mengenai pentingnya pandidikan untuk kesejahteraan hidup.

    Daftar Pustaka

    Badan Pusat Statistik, World Bank Institute. (2002). Dasar-dasar Analisis Kemiskinan . Jakarta. Breiman, L., Friedman, J., Olshen, R. dan Stone, C.(1984). Classification and regression trees. Chapman Hall,

    New York London. Breiman, L (1998). Arcing Classiers, The Annals of statistics, Vol 26, No.3, hal 801 - 849. Cahyat, A., Gonner, C., dan Haug, M..(2007). Mengkaji Kemiskinan dan Kesejahteraan Rumah Tangga:

    Sebuah Panduan dengan Contoh dari Kutai Barat, Indonesia. Bogor : CIFOR. Chernichovsky, D. dan Meesok, O.A. (1985). Urban-rural Food and Nutrition Consumption Pattern in

    Indoensia, PHN Technical Note 85-5, July 1985, World Bank. Een, 2009.Pendekatan CART ARCING Untuk Klasifikasi Kesejahteraan Rumah Tangga di Provinsi Jawa

    Tengah [Thesis].Surabaya: InstitutTeknologi Sepuluh Nopember. Eubank, R.L.(1988). Spline Smoothing and Nonparametric Regression, Marcel Deker, New York.

  • 16

    Faturokhman, Molo dan Marcelinus.(1995). Kemiskinan dan Kependudukan di Pedesaan Jawa: Analisis data SUSENAS 1992. Yogyakarta : Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

    Ilham, Nyak.(2009). Dinamika Kesejahteraan Petani dan Nonpetani di Indonesia. pusat Analisis Sosial Ekonomi dan kebijakan Pertanian, Bogor.

    Karli, B. dan Bilgic, A., 2007. Factors Affecting Meat And Meat Products Consumption Quantities InSanliurfa Province. Harran University. Turkey.

    Lewis dan Roger J. 2000. An Introduction to Classification And Regression Trees (CART) Analysis. Presented at the 2000.

    Maryunianta, Yusak Soekirman .(2005). Pergeseran Tenaga Kerja Pertanian Ke Non Pertanian Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Pertanian Dan Pedesaan dalam Prespektif Lokal. Medan: Universitas Sumatra Utara.

    Purnomo, T. C., 2008. Perbandingan Model Regresi Linier Klasik dan Tobit Bivariat Studi Kasus PadaPengeluaran Rumah Tangga Untuk Konsumsi Daging dan Susu. Surabaya: Institut Teknologi SepuluhNopember.

    Rahmawati, D.I., 1999. Analisis Kesempatan Kerja Penduduk Miskin di Provinsi DKI Jakarta[Skripsi].Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.

    Rochaeni, S., dan Lokollo, E.M. (2005). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumah Tangga Petani di Kelurahan Setugede Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 23 No. 2. 133-158

    Suryadarma, D., Akhmad, H., dan Nina, T.(2005). Ukuran ObyektifKesejahteraan Keluarga untuk Penargetan Kemiskinan: Hasil Uji CobaSistem Pemantauan Kesejahteraan oleh Masyarakat di Indonesia.Jakarta : SMERU.