issn 0853- jurnal online westphalia, vol.12, no.2 (juli ... · jurnal online westphalia, vol.12,...

24
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 431 JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853- 2265 PERKEMBANGAN SISTEM PEMERINTAHAN-SISTEM POLITIK DAN PEMILU DI JEPANG Oleh Aswan Haryadi Abstrak Suasana kehidupan politik Jepang memunyai ciri khas tertentu, yang berbeda dengan negara-neagra demokrasi lainnya. Hal ini tampak pada sistem politik, sistem pemerintahan, dan adanya dominasi LDP dalam kehidupan politik dan pemerintahan Jepang. Kata Kunci: Sistem Pemerintahan-Politik, Pemilu Pendahuluan Dalam mencapai tujuan negara, setiap negara mempunyai tata cara tertentu yang tidak sama (berbeda) dengan negara lainnya. Tata cara tersebut, antara lain tercermin dalam sistem politik dan sistem pemerintahan, yang di dalamnya terdapat suasana kehidupan politik negara tersebut. Dari kedua sistem ini dapat dilihat pula bagaimana kebijakan suatu negara itu dibuat. Untuk mengontrol wilayah Jepang yang memiliki luas 377.815 km2 yang merupakan kumpulan dari 6.852 pulau, dan untuk mengurusi penduduk yang berjumlah sekitar 128 juta (2011), Jepang menyelenggarakan sistem pemerintahan modern yang merupakan adopsi dari berbagai negara, terutama negara-negara di Eropa. Namun, sistem pemerintahan tradisional Jepang merupakan adaptasi dari sistem pemerintahan di Cina. Jepang disebut Nippon atau Nihon dalam bahasa Jepang. Kata Nippon dan Nihon berarti "negara/negeri matahari terbit". Nama ini disebut dalam korespondensi Kekaisaran Jepang dengan Dinasti Sui di Cina, dan merujuk kepada letak Jepang yang berada di sebelah timur daratan Cina. Sebelum Jepang memiliki hubungan dengan Cina, negara ini dikenal sebagai Yamato. Di Cina pada zaman Tiga Negara, sebutan untuk Jepang adalah negara Wa. Kata Jepang dalam bahasa Indonesia kemungkinan berasal dari bahasa Cina, tepatnya bahasa Cina dialek Wu tersebut. Bahasa Melayu kuno juga menyebut negara ini sebagai Jepang (namun ejaan bahasa Malaysia sekarang: Jepun). Kata Jepang dalam bahasa Melayu ini kemudian dibawa ke Dunia Barat

Upload: buidien

Post on 10-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 431

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

PERKEMBANGAN SISTEM PEMERINTAHAN-SISTEM POLITIK

DAN PEMILU DI JEPANG

Oleh Aswan Haryadi

Abstrak Suasana kehidupan politik Jepang memunyai ciri khas tertentu, yang berbeda dengan negara-neagra demokrasi lainnya. Hal ini tampak pada sistem politik, sistem pemerintahan, dan adanya dominasi LDP dalam kehidupan politik dan pemerintahan Jepang. Kata Kunci: Sistem Pemerintahan-Politik, Pemilu

Pendahuluan

Dalam mencapai tujuan negara, setiap negara mempunyai

tata cara tertentu yang tidak sama (berbeda) dengan negara

lainnya. Tata cara tersebut, antara lain tercermin dalam sistem

politik dan sistem pemerintahan, yang di dalamnya terdapat

suasana kehidupan politik negara tersebut. Dari kedua sistem

ini dapat dilihat pula bagaimana kebijakan suatu negara itu

dibuat.

Untuk mengontrol wilayah Jepang yang memiliki luas 377.815 km2 yang

merupakan kumpulan dari 6.852 pulau, dan untuk mengurusi penduduk yang

berjumlah sekitar 128 juta (2011), Jepang menyelenggarakan sistem pemerintahan

modern yang merupakan adopsi dari berbagai negara, terutama negara-negara di

Eropa. Namun, sistem pemerintahan tradisional Jepang merupakan adaptasi dari

sistem pemerintahan di Cina.

Jepang disebut Nippon atau Nihon dalam bahasa Jepang. Kata Nippon dan

Nihon berarti "negara/negeri matahari terbit". Nama ini disebut dalam korespondensi

Kekaisaran Jepang dengan Dinasti Sui di Cina, dan merujuk kepada letak Jepang

yang berada di sebelah timur daratan Cina. Sebelum Jepang memiliki hubungan

dengan Cina, negara ini dikenal sebagai Yamato. Di Cina pada zaman Tiga Negara,

sebutan untuk Jepang adalah negara Wa.

Kata Jepang dalam bahasa Indonesia kemungkinan berasal dari bahasa

Cina, tepatnya bahasa Cina dialek Wu tersebut. Bahasa Melayu kuno juga

menyebut negara ini sebagai Jepang (namun ejaan bahasa Malaysia sekarang:

Jepun). Kata Jepang dalam bahasa Melayu ini kemudian dibawa ke Dunia Barat

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 432

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

oleh pedagang Portugis, yang mengenal sebutan ini ketika berada di Malaka pada

abad ke-16. Mereka lah yang pertama kali memperkenalkan nama bahasa Melayu

tersebut ke Eropa. Dokumen tertua dalam bahasa Inggris yang menyebut tentang

Jepang adalah sepucuk surat dari tahun 1565, yang di dalamnya bertuliskan kata

Giapan.

Jepang terdiri dari 6.852 pulau yang membuatnya merupakan suatu

kepulauan. Pulau-pulau utama dari utara ke selatan adalah Hokkaido, Honshu

(pulau terbesar), Shikoku, dan Kyushu. Sekitar 97% wilayah daratan Jepang berada

di keempat pulau terbesarnya. Sebagian besar pulau di Jepang bergunung-gunung,

dan sebagian di antaranya merupakan gunung berapi. Gunung tertinggi di Jepang

adalah Gunung Fuji yang merupakan sebuah gunung berapi. Penduduk Jepang

berjumlah 128 juta orang, dan berada di peringkat ke-10 negara berpenduduk

terbanyak di dunia. Tokyo secara de facto adalah ibu kota Jepang, dan

berkedudukan sebagai sebuah prefektur. Tokyo Raya adalah sebutan untuk Tokyo

dan beberapa kota yang berada di prefektur sekelilingnya. Sebagai daerah

metropolitan terluas di dunia, Tokyo Raya berpenduduk lebih dari 30 juta orang.

Menurut mitologi tradisional, Jepang didirikan oleh Kaisar Jimmu pada abad

ke-7 SM. Kaisar Jimmu memulai mata rantai monarki Jepang yang tidak terputus

hingga kini. Meskipun begitu, sepanjang sejarahnya, untuk kebanyakan masa

kekuatan sebenarnya berada di tangan anggota-anggota istana, shogun, pihak

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 433

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

militer, dan memasuki zaman modern, di tangan perdana menteri. Menurut

Konstitusi Jepang tahun 1947, Jepang adalah negara monarki konstitusional di

bawah pimpinan Kaisar Jepang dan Parlemen Jepang.

Pembahasan

Sistem Pemerintahan Pada Masa Feodal

Untuk memahami sistem pemerintahan modern di Jepang, analisa terhadap

sistem pemerintahan tradisional perlu dilakukan. Sebelum mengalami modernisasi,

pada masa feodal (1185-1603) pemerintahan Jepang menerapkan sistem

pemerintahan yang menempatkan shogun sebagai pemimpin tertinggi yang memiliki

kekuasaan penuh, sementara kaisar hanyalah sebagai boneka dengan sedikit

kekuatan politik. Periode ini diawali oleh Minamoto no Yoritomo yang membangun

model pemerintahan yang dikenal dengan sebutan bakufu atau pemerintahan

shogunat. Shogunat yang pertama dikenal dengan nama Kamakura bakufu di

Kamakura pada tahun 1192. Model pemerintahan shogunat terdiri dari dua divisi

utama yaitu, divisi samurai dan divisi pengadilan/hukum.

Sistem shogunat sebagai dasar pemerintahan pada masa Kamakura

berangsur hilang pada akhir periode ini. Kaisar terakhir pada periode ini, Go-Daigo

mengembalikan kekuasaan kepada kekaisaran karena menganggap shogunat gagal

menghadapi serangan tentara Mongol (1268 dan 1281). Para shogunat tidak terlalu

tertarik dengan hubungan luar negeri, dan mereka mengabaikan sinyal-sinyal

rencana penyerangan tentara Kubilai Khan dari Mongolia. Dikembalikannya

pemerintahan kepada kaisar menimbulkan ketidaksenangan kaum samurai.

Pembaharuan yang dilakukan oleh Go-Daigo disebut Kenmu shinsei atau Restorasi

Kenmu.

Namun upaya Go-daigo untuk menempatkan kaisar sebagai pemimpin utama

tampaknya kurang berhasil kaena pada tahun 1336 berdirinya Shogunat Ashikaga

yang selanjutnya disebut Periode Muromachi. Ashikaga Takauji mendapat dukungan

dari samurai yang menentang keputusan Go-Daigo. Ashikaga memerintah wilayah

Jepang dari Kyoto. Adapun Kaisar Go-Daigo membangun markasnya di dekat Kota

Nara.

Pemerintahan selanjutnya diteruskan oleh Oda Nobunaga seorang daimyō

yang berhasil mengusir Ashikaga Yoshiaki, shogun terakhir Ashikaga bakufu dari

Kyoto. Nobunaga merupakan daimyō yang kuat dan memiliki strategi kepemimpinan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 434

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

yang unik. Dia membangun Benteng Azuchi di daerah Shiga yang berdekatan

dengan Danau Biwa dan Kyoto. Benteng ini berfungsi untuk mengawasi pergerakan

musuh dan juga sebagai tempat perlindungan dari konflik yang terjadi di kota. Masa

kepemimpinan Nobunaga beserta para daimyō yang meneruskannya, yaitu

Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu merupakan periode menuju penyatuan

wilayah Jepang yang tercapai pada tahun 1590. Namun, dari ketiganya, hanya

Tokugawa Ieyasu yang berhasil mendapatkan gelar Sei-Taishogun, lalu mendirikan

Shogunat Tokugawa pada tahun 1603.

Sistem Pemeritahan Semi Modern Shogun Tokugawa

Tokugawa pada dasarnya meneruskan sistem shogunat, dan juga

mempertahankan sistem kasta/kelas-kelas dalam masyarakat Jepang sebagaimana

yang dilakukan oleh Hideyoshi. Di bawah daimyō terdapat para tentara yang

merupakan para samurai. Para samurai menduduki status sosial tertinggi setelah

para daimyō. Samurai memiliki kelebihan yaitu dapat membuat sendiri nama

keluarganya dan membawa dua pedang. Nama samurai pada masa itu tidak sama

dengan nama-nama orang Jepang pada masa sekarang yang hanya terdiri dari dua

kata saja yaitu, nama keluarga dan nama sendiri. Orang-orang Jepang dewasa ini

yang menggunakan nama keluarga samurai masih disegani oleh masyarakat

Jepang. Para samurai bukanlah kalangan terpelajar, namun mereka memiliki konsep

perilaku seorang ksatria, yang dikenal dengan istilah bushidō. Apabila seorang

samurai melanggar bushidō, maka dia harus melakukan seppuku atau hara-kiri

yaitu dengan menusuk perut mereka dengan pedangnya. Sekalipun kalangan

samurai didominasi oleh kalangan laki-laki, terdapat pula wanita yang menjadi

samurai.

Kelas kedua setelah samurai adalah kalangan orang petani. Mereka

dikelompokkan dalam beberapa kelas. Karena beras merupakan makanan pokok

masyarakat Jepang, maka kestabilan negara/wilayah tergantung dari terpenuhinya

pasokan beras dari petani. Oleh karena itu mereka dianggap penting. Namun,

sayangnya kaum petani tetap tidak memperoleh penghasilan yang cukup untuk

menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang dimasuki oleh anak-anak samurai.

Kelas ketiga diisi oleh para tukang besi dan tukang kayu yang akan membuat

pedang-pedang para samurai. Adapun kelas keempat adalah para pedagang. Di

antara semua kasta tersebut, kelas pedagang adalah kalangan yang paling memiliki

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 435

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

kesempatan untuk mendidik anak-anak mereka, sebab mereka yang mengendalikan

peredaran uang dalam masyarakat.

Sistem pemerintahan Tokugawa menempatkan kaisar sebagai penguasa

tertinggi Jepang. Oleh karena itu kaisar yang berkedudukan di Kyoto berwenang

mengeluarkan kebijakan dan selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Tokugawa

sebagai shogun yang pada waktu itu berkedudukan di Tokyo. Untuk kelancaran

sistem tersebut, maka Tokugawa membentuk Kyōto Shoshidai yang bertugas

menjadi penghubung antara shogunat dengan keluarga kekaisaran.

Pemerintahan Tokugawa juga dikenal sebagai pemerintahan semi modern

dan dikatator militer. Shogunat Tokugawa mulai membuka diri dengan asing sejak

tahun 1600-an. Perdagangan dengan pedagang dari Eropa dan Cina dilakukan

sebelum pada akhirnya diterapkannya kebijakan sakoku pada tahun 1653.

Struktur pemerintahan Shogunat Tokugawa sangat kompleks, di bagian

tertinggi setelah shogun terdapat tairō atau sesepuh yang berperan sebagai

penasehat. Selain itu terdapat rōjū atau Menteri Senior yang membawahi pejabat-

pejabat lain, terlibat dalam pembagian daerah, memberikan masukan kepada

shogun, dan penghubung dengan keluarga kaisar. Intinya menteri senior

bertanggung jawab terhadap semua bidang pemerintahan yang dalam sistem

modern dipegang oleh para menteri dalam kabinet.

Selain itu terdapat Dewan Wakadoshiyori beranggotakan 4 orang yang

bertugas mengurusi keperluan hatamoto atau para samurai, dan gokenin atau

daimyō . Lembaga lain yang dibentuk oleh shogunat Tokugawa adalah Soba yōnin

yang berperan menghubungkan antara rōju dengan shogun.

Di bawah Menteri Senior terdapat sejumlah orang yang bertugas menyelidiki

kelompok masyarakat di bawah dan para daimyo serta istana kekaisaran apabila

terjadi praktek administrasi yang salah, korupsi dan untuk mencegah terjadinya

pemberontakan. Mereka adalah oometsuke yang bertugas mengawasi para daimyō ,

dan metsuke yang mengawasi masyarakat awam di bawah para daimyō . Mereka

bertanggung jawab kepada ryō ju dan wakadoshiyori.

Adapun pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh 3 lembaga administrasi

atau sanbugyō, yaitu jishabugyō , yang bertugas dalam urusan keagamaan (Buddha

dan Shinto), kanjōbugyō yang bertugas menangani masalah keuangan dan

mengontrol tenryou atau daerah kekuasaan shogun; dan machibugyō yang

merupakan pelaksana pemerintahan di daerah/lokal. Petugas machibugyō memiliki

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 436

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

cakupan tugas yang luas, mereka dapat bertugas sebagai walikota, kepala polisi,

kepala pengadilan, kepala pemadam kebakaran, tetapi tidak bertanggung jawab

untuk mengurusi para samurai.

Shogunat Tokugawa juga berbeda dengan shogunat sebelumnya, karena

inisiatifnya memberntuk lembaga gaikokubugyou yang bermarkas di Nagasaki dan

Kanawaga. Lembaga ini bertugas untuk mengurusi hubungan dan kerjasama

dengan negara-negara di dunia.

Sistem Pemerintahan Modern Era Meiji

Pemerintahan modern Jepang diawali pasca restorasi Meiji atau Meiji ishin.

Shogun terakhir dalam keshogunan Tokugawa ke-15 yaitu, Tokugawa Yoshinobu

menyerahkan kekuasaannya kepada kaisar pada tahun 1867. Namun ketidakpuasan

Yoshinobu karena kekaisaran tidak memberikannya kedudukan yang penting pada

akhirnya menimbulkan Perang Boshin pada tahun 1868-1869. Gejala penentangan

pada keshogunan Tokugawa sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1866,

ketika aliansi Satchou atau Satsuma Chōsuu dōmei yang merupakan gabungan

antara Satsuma han dan Choushuu han, dua klan yang paling berkuasa pada akhir

shogun Tokugawa. Aliansi dipelopori oleh Sakamoto Ryōma. Dalam Perang

Boushin, pasukan dan antek-antek Yoshinobu berhasil ditaklukkan, dan hal ini

menjadi awal sistem kekaisaran yang kuat di Jepang.

Periode Meiji membawa Jepang pada keterbukaan pada dunia luar, terutama

Eropa yang berakibat pada perubahan besar-besaran dalam sistem

pemerintahannya. Hal yang pertama kali dilakukan adalah merombak sistem

pemerintahan shogunat melalui penyusunan Seitaisho yang dilakukan oleh Fukuoka

Takachika dan Sōjima Taneomi yang mengenyam pendidikan di Barat.

Struktur pemerintahan pusat atau daijō kan yang dibentuk pada tahun 1868,

merupakan kombinasi antara struktur pemerintahan pada periode Nara dan Heian

dan sistem pemerintahan di barat. Daijō kan terdiri dari lembaga legislatif, lembaga

eksekutif, urusan Shinto, keuangan, militer, hubungan luar negeri, dan urusan dalam

negeri. Kementerian Kehakiman dibuat terpisah, sama seperti yang diterapkan di

barat.

Sistem pembagian daerah pada shogunat Tokugawa yang dibagi menjadi

prefektur atau ken (県), dan municipal atau fu (府) yang dikontrol oleh Divisi Urusan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 437

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

Dalam Negeri. Dan pada tahun 1871, bentuk pemerintahan daerah yang dikuasai

oleh daimyō atau klan tertentu dihapuskan melalui haihanchiken (廃藩置県).

Dengan peraturan ini, diperkenalkan sistem sentralisasi dengan pengontrolan penuh

dari pemerintah pusat. Para daimyō diperintahkan untuk menyerahkan semua

kekuasaan mereka kepada kaisar. Selanjutnya pemerintah pusat membentuk dewan

perwakilan di setiap prefektur, municipal, kota dan desa.

Adapun pemerintah pusat mengadakan reorganisasi pada tahun 1869 untuk

memperkuat kekuasaan pusat, dengan membentuk Majelis Nasional sebagai

lembaga tertinggi, membentuk Dewan Penasihat atau sangi dan delapan

kementrian yaitu, Kementerian Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri, Keuangan,

Angkatan Darat, Angkatan Laut, Urusan Rumah tangga kekaisaran, Kehakiman,

Pekerjaan Umum, dan Pendidikan.

Berdasarkan Konstitusi Meiji yang dirilis pada tahun 1889, dibentuk Imperial

Diet atau Teikoku gikai pada tanggal 29 November 1890. Parlemen Imperial ini

terdiri dari House of Representative (Majelis Rendah) dan House of Peers

(Kizokuin). Anggota dari House of Representative dipilih langsung oleh Kaisar, dan

adapun anggota Kizokuin dipilih dari keluarga kaisar. Kizokuin adalah bentuk tiruan

dari the British House of Lords.

Pada tahun 1869, pemerintah Meiji menciptakan silsilah kekeluargaan dalam

kekaisaran dan kebangsawanan di Jepang, dengan menyatukan lembaga

pengadilan (kuge=公家) dan para daimyou menjadi sebuah kelas bangsawan yang

dikenal sebagai kazoku (家族). Pada peraturan imperial tahun 1884, kazoku dibagi

menjadi lima golongan yang mirip dengan pembagian strata kerajaan di Inggris

(European Prince (duke), marquis, count, viscount, baron).

Anggota dari House of Peers adalah :

1. Putra Mahkota dari usia 18 tahun

2. Semua pangeran (shinnou) dan pangeran yang memiliki darah kekaisaran

yang berusia di atas 20 tahun.

3. Semua pangeran dan marquis yang berusia di atas 25 tahun

4. 150 orang wakil yang dipilih berdasarkan ranking counts, viscounts, dan

baron, yang berusia di atas 25 tahun

5. 150 anggota tambahan yang dipilih oleh Kaisar

6. 66 orang yang dipilih untuk mewakili 6000 orang pembayar pajak tertinggi.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 438

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

Sistem Pemerintahan Monarki Konstitusional

Perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan Jepang adalah tatkala

dibentuk pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Dengan adanya desakan

pembentukan konstitusi, maka model pemerintahan yang menempatkan personal

yang berjasa sebagai pejabat tinggi negara, dihapuskan dan diganti dengan sistem

pemilihan yang modern dan demokratis. Pada masa sebelum perang, diangkatnya

seseorang menjadi shogun atau terbangunnya sebuah shogunat baru terjadi karena

faktor kemenangan dalam peperangan antara pihak shogunat lama dengan

oposisinya. Sebaliknya, pemerintahan kekaisaran berganti secara turun temurun

dengan mempertahankan silsilah dan garis keturunan kekaisaran.

Dengan adanya konstitusi, maka pemerintahan akan dikendalikan secara

demokratis, dan pemilihan pejabat pemerintahan tidak lagi berdasarkan azas

kekeluargaan dan atau akibat peperangan, tetapi diselenggarakan secara

konstitusional.

Konstitusi Jepang diberlakukan pada 3 Mei 1947, yang memuat delapan

pasal pokok tentang kekaisaran, penolakan terhadap peperangan, hak dan

kewajiban rakyat, lembaga legislatif negara, kabinet, pengadilan, keuangan, dan

pemerintah lokal.

Dengan terbentuknya konstitusi Jepang, model pemerintahan yang dipilih

selanjutnya adalah Monarki konstitusional. Dalam model ini, kaisar adalah simbol

negara dan pemersatu negara. Kaisar tidak memiliki kekuasaan yang berkaitan

dengan pemerintahan, dan semua kegiatan kaisar adalah resmi dan merupakan

seremonial yang memerlukan masukan dan nasehat dari parlemen. Selain itu, kaisar

juga berperan sebagai duta diplomatik.

Kaisar pertama di bawah sistem monarki konstitusi adalah Kaisar Akihito

yang merupakan Kaisar ke-125 dan masih memegang tahta pada saat ini. Dia

merupakan putra dari Kaisar Showa dan Permaisuri Kojun. Menempuh pendidikan di

bidang Ilmu Politik dan Ekonomi di Universitas Gakushuin tetapi tidak mendapatkan

gelar akademik dari institusi ini. Minatnya justru berkembang di bidang biologi

kelautan, mengikuti jejak ayahnya. Banyak karya ilmiah yang ditulisnya tentang

bidang ini, dan juga tulisannya tentang sejarah ilmu sains di jaman Meiji yang

diterbitkan di Jurnal Science dan Nature. Dia diangkat menjadi kaisar pada 7 Januari

1989 setelah kematian ayahnya. Dan hari setelah pengangkatannya disebut sebagai

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 439

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

Tahun Heisei atau Tahun Pembangunan Perdamaian. Beliau menikah dengan Putri

Michiko, dan memiliki 3 orang anak, yaitu Pangeran Naruhito (Hiro no miya),

Pangeran Akishino (Aya no miya), dan Putri Sayako (Nori no miya).

Putra Mahkota adalah Pangeran Naruhito yang merupakan putra pertama

Kaisar Akihito, lahir pada tahun 1960. Putra Mahkota juga merupakan lulusan

program doktor di bidang sejarah di Universitas Gakushuin. Dan kemudian

memperdalam bidang sejarah transportasi Sungai Thames pada abad ke-18 di

Merton College, Cambridge University. Naruhito menikah dengan Owada Masako,

putrid seorang diplomat, dan juga merupakan lulusan Harvard University bidang

Ekonomi, lalu melanjutkan perkuliahan di Universitas Tokyo. Masako adalah

seorang diplomat sebelum menikah dengan Pangeran Naruhito. Mereka memiliki

seorang anak, Putri Aiko yang lahir pada 1 Desember 2001.

Dalam konstitusi Jepang, pengganti kaisar atau putra mahkota adalah anak

yang berjenis kelamin laki-laki. Oleh karena itu, status Putri Aiko sebagai putra

mahkota dipermasalahkan. Dan karena istri putra kedua kaisar, Pangeran Akishino,

pada tahun 2006 melahirkan seorang anak laki-laki (anak ketiga), Pangeran Hisahito

Shinno, maka selama Pangeran Naruhito tidak memiliki anak laki-laki, putra mahkota

akan berpindah ke Pangeran Hisahito. Semula PM Shinzo Abe pada tahun 2007

mengusulkan sebuah proposal tentang kemungkinan diangkatnya seorang putri

untuk menjadi penerus tahta kekaisaran, namun sejak kelahiran Hisahito, proposal

ini tampaknya akan ditentang, sehingga kekaisaran Jepang akan tetap

mempertahankan tradisi lama, bahwa penerus kekaisaran adalah seorang putra

mahkota.

Sistem Parlementer Jepang

Berdasarkan konstitusi Jepang, Parlemen adalah lembaga tertinggi negara

dan lembaga yang berhak mengeluarkan kebijakan dan perundangan. Parlemen

Jepang mengadopsi sistem parlemen dua kamar (bicameral) yang diterapkan di

Inggris. Ada dua badan dalam Kokkai yaitu, Shugiin atau House of Representative

(Majelis Rendah) dan Sangi in atau House of Councillors (Majelis Tinggi).

Majelis Rendah terdiri dari 480 anggota yang memiliki masa jabatan 4 tahun

dan langsung dipilih oleh rakyat. Masa 4 tahun tidaklah mutlak karena dapat

dibubarkan oleh PM dengan mosi tidak percaya. Pemilih yang berhak memilih

adalah warganegara Jepang yang berusia 20 tahun, dan yang berhak dipilih adalah

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 440

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

warganegara berusia 25 tahun, dengan persyaratan memiliki deposito sebesar 300

juta untuk calon tunggal di sebuah distrik atau yang dikenal sebagai shousenkyoku

atau single-seat electoral district, dan 600 juta yen untuk calon yang berasal dari

daerah pemilihan yang dikenal sebagai hireiku atau proportional representation

constituency. Adapun tugas dan wewenang Majelis Rendah adalah : mengajukan

usulan kebijakan, berperan dalam pemilihan PM, menetapkan anggaran keuangan,

menerima pengunduran diri kabinet (PM dan menteri), dan masalah ratifikasi

perjanjian. Dengan suara 2/3, Majelis Rendah dapat memveto keputusan Majelis

Tinggi.

Dari segi keluasan wewenang, Majelis Rendah memiliki wewenang yang lebih

luas daripada Majelis Tinggi. Semisal terdapat rancangan perundangan yang diveto

oleh Majelis Tinggi, Majelis Rendah dapat menganulirnya dengan melakukan

pemungutan suara dengan hasil kesepakatan minimal 2/3 anggota yang hadir.

Tetapi, Majelis Rendah dapat dengan mudah dibubarkan oleh PM, dan sangat

sensitif dengan pendapat dan opini rakyat. Sementara Majelis Tinggi tidak dapat

dibubarkan.

Adapun majelis Tinggi memiliki masa jabatan 6 tahun yang dipilih per tiga

tahun sekali. Majelis Tinggi merupakan bentuk terusan dari Kizokuin atau House of

Peers yang diberlakukan pada masa Meiji berdasarkan Konstitusi Imperial Jepang

(11 Februari 1889~3 Mei 1947). Keanggotaannya berjumlah 242 orang yang

merupakan warganegara Jepang minimal berusia 30 tahun. Anggota Majelis Tinggi

separuhnya dipilih dalam Pemilu, dengan komposisi, 73 dipilih dari perwakilan

tunggal dari 47 prefektur yang ada di Jepang, dan 48 dipilih secara nasional dengan

sistem perwakilan dengan proporsi tertentu. Sekalipun tidak memiliki wewenang

sebesar Majelis Rendah, kabinet harus tetap memperhatikan pendapat Majelis

Tinggi, terutama berkaitan dengan masalah amandemen Konstitusi, sebab hak

suara kedua majelis adalah sama. Dan ada banyak contoh keputusan/kebijakan

perundangan yang diputuskan secara bersama oleh kedua majelis.

Kabinet atau naikaku di Jepang adalah kabinet yang merupakan koalisi dari

partai-partai pemenang pemilu. Dipimpin oleh seorang PM yang dipilih dari partai

pemenang pemilu. Pada umumnya menteri adalah sekaligus anggota parlemen.

Menteri-menteri diangkat oleh PM berdasarkan persetujuan Parlemen.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 441

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

Sistem politik Jepang

Pada umumnya struktur ketatanegaraan meliputi dua suasana tata kehidupan

politik, yaitu suasana kehidupan politik pemerintah (Suprastruktur politik/the

government political sphere). Suasana tata kehidupan politik tersebut terjadi di

negara-negara yang menganut sistem politik tidak absolut otoriter, yaitu pada

negara-negara yang menganut faham demokrasi.

Membicarakan sistem politik suatu negara, berarti membicarakan interaksi

aktif yang erat, selaras, saling mengisi, saling memberi pengertian, antara

komponen supra struktur politik, sehingga terdapat suasana kehidupan kenegaraan

yang harmonis dalam menentukan kebijakan umum dan menetapkan keputusan

politik. Dalam hal ini, masyarakat yang tercermin dalam komponen –komponen infra

struktur politik berfungsi sebagai masukan (input) yang berwujud pernyataan

kehendak dan tuntutan masyarakat (social demand); sedangkan supra struktur

politik (pemerintah dalam arti luas) berfungsi sebagai output dalam hal menentukan

kebijakan umum (public policy) yang berwujud keputusan-keputusan politik(political

decision). Suasana kehidupan politik tersebut dapat dilihat dalam UUD/Konstitusi

masing-masing negara (bila negara itu mempunyai UUD/Konstitusi).

Jepang (sebagai salah satu negara demokrasi) juga mempunyai struktur

ketatanegaraan sebagaimana tersebut di muka, yang meliputi supra struktur politik

dan infra struktur politik. Hal ini dapat dilihat dalam Konstitusi 1947. Supra struktur

politik, meliputi lembaga-lembaga kenegaraan atau Lembaga-lembaga Neagra atau

alat –alat Perlengkap Negara. Dengan demikian, supra struktur politik Negara

Jepang menurut Konstitusi 1947, meliputi :

1. Lembaga Legislatif (legislature), yaitu National Diet (Parlemen Nasional)

2. Lembaga Eksekutif (Executive), yaitu Cabinet (Dewan Menteri), yang dipimpin

oleh seorang Perdana Menteri.

3. Lembaga Judisiil (Judiciary), yaitu Supreme Court (Mahkamah Agung).

Sedangkan Infra struktur politik meliputi segala sesuatu yang berhubungan

dengan kehidupan lembaga –lembaga kemasyarakatan, yang dalam aktivitasnya

mempengaruhi (baik secara langsung maupun tidak langsung) lembaga-lembaga

kenegaraan dalam menjalankan fungsi serta kekuasaannya masing-masing.

Infrastruktur ini terdiri dari lima 5 komponen/unsur, yaitu :

1. Partai politik (political party)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 442

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

2. Golongan kepentingan (interest group), terdiri dari :

a. Interest group asosiasi

b. Interest group institusional

c. Interest group non asosiasi

d. Interest group yang anomik

3. Golongan penekan (pressure group)

4. Alat komunikasi politik (media political communication)

5. Tokoh politik (political figure)

Jepang sebagai suatu negara yang menganut sistem politik demokrasi, tidak

dapat meniadakan hidup dan berkembangnya partai politik, dengan kata lain adanya

partai politik merupakan salah satu ciri bahwa Jepang merupakan negara

demokrasi. Sampai saat ini, Jepang menganut sistem politik multi party (banyak

partai), yaitu ada enam (6) partai besar :

1. Liberal Democratic Partay (jiyu Minshuto or Jiminto), yang banyak didukung

oleh birokrat, pengusaha, dan petani.

2. The Japan Socialist Party (nippon S Hakaito), yang didukung oleh

buruh(sayap kiri).

3. The Komneito (Clean Goverment Party), yang didukung para penganut

agama Budha.

4. The Democatic Socialist Party (Minshato), yang didukung oleh buruh (sayap

kanan).

5. The Japan Communist Party (Nihon Kyosanto), yang didukung oleh komunis.

6. The United Social Democratic Party (Shakai Minshu Rengo of Shminren),

merupakan partai termuda dan terkecil di Jepang, merupakan sempalan JSP

(sosialis sayap kanan). Lihat Kishimoto Koichi, 1982: 91-93)

Sejak pasca Perang Dunia Kedua sampai sekarang ini, Partai Demokrasi

Liberal (LDP) secara mayoritas berkuasa di Jepang. Perdana Menteri Jepang saat

ini juga berasal dari Partai LDP, di samping itu banyak para anggota LDP yang

duduk di Cabinet dan National Diet.

Kehidupan partai politik Jepang sangat dipengaruhi oleh apa yang dinamakan

hubatsu atau faksi. Hubatshu atau faksi merupakan bagian (sub-bagian) dari partai

politik di Jepang. Misalnya lima (5) faksi yang ada dalam tubuh LDP, yang kalau

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 443

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

diurutkan menurut kekuatannnya meliputi Faksi Takhesita, Faksi Matzuzuka, Faksi

Komoto. Faksi-faksi yang merupakan bagian (sub bagian) dari partai politik ini

sangat berperan dalam pemilihan ketua partai (LDP). Dan sudah bukan rahasia

umum lagi bahwa ketua partai akan ditunjuk oleh DIET sebagai Perdana Menteri,

yang kemudian diangkat/dilantik oeh Kaisar.

Keadaan partai politik Jepang memang mempunyai karakteristik yang unik,

yang berbeda dengan sistem kepartaian di negara industrilainnya seperti Amerika.

Misalnya keberadaan partai konservatif (LDP) tidak berdasarkan keanggotaan

organisasi dalam partai tetapi berdasarkan koalisi faksi-faksi (habatsu). Mengenai

sebab-sebab LDP mendominasi suasana kehidupan politik dan pemerintah Jepang,

akan dibahas pada bagian tersendiri.

Golongan kepentingan (interest group) di Jepang, antara lain ialah kelompok

perusahaan-perusahaan besar Jepang atau kelompok Big Business . Ada empat (4)

asosiasi bisnis (business associations) khusus yang terutama / penting di Jepang,

yaitu Keidanren (Federation of Economic Organizations), Nisho (Japan Chamber of

Commerce and Industry), Keizai Doyukai (japan Committee for Economic

Development), dan Nikkeiren (Federation of Employeres Organization). Di samping

itu terdapat pula organisasi perusahaan swasta (yang bersifat prifat), yaitu

Keiretsuka (semacam perusahaan yang mempunyai anak-anak perusahaan

pembuat komponen), misalnya Mitsui group atau Mitshubishi group.

Organisasi/asosiasi –asosiasi tersebut dapat dimasukkan sebagai interest

asosiasi, yang mempunyai pengaruh dalam pembuatan kebijaksanaan di bidang

bisnis dan industri Jepang. Karena situasi dan kondisi politik di Jepang (tempat

interest group tersebut hidup dan berkembang ), maka interset group bisa berubah

menjadi pressure group (golongan penekan), yaitu golongan yang bisa memaksakan

kehendaknya kepada pihak penguasa. Sehingga kelompok Big Bussines tersebut

dapat disebut sebagai golongan penekan (walau mungkin pada mulanya tidak

ditujukan menjadi golongan penekan), sebab kelompok tersebut (infra struktur

politik) dalam pelaksanaan SISTEM POLITIK Jepang dapat mempengaruhi supra

struktur politik (khususnya pemerintah/eksekutif/cabinet) dalam pengambilan

keputusan atau pembuatan kebijakan. Hal ini akan tampak pada policy making

process yang nanti akan dibahas tersendiri.

Tokoh-tokoh politik (political figure) Jepang yang mempunyai peran penting

ialah mereka yang tergabung dalam partai politik, khususnya melalui faksa masing-

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 444

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

masing. Di sampingtujuga mereka yang berkecimpung dalam big business. Tokoh-

tokoh politik yang berkecimpung dalam salah satu partai politik tertentu dapat pula

mengadakan hubungan dengan negara lain (antar partai), lebih –lebih pada negara

yang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Jepang.

Satu komponen Infra Struktur politik, yang sangat penting sekali dalam sistem

politik Jepang ialah Media Komunikasi Politik (media Political Communication).

Media ini meliputi media cetak (yang berupa majalah-majalah dan koran) dan media

siaran (yang berupa radio dan televisi).

Media cetak merupakan media yang mempunyai peran penting dalam

pembuatan kebijakan Jepang, dibandingkan dengan media cetak inilah dapat

dikomunikasikan pendapat para pakar, para tokoh politik, dan pendapat para

anggota masyarakat lainnya, yang pendapatnya/gagasannya tidak bisa/belum

tersalurkan lewat faksi maupun partai. Di samping itu, melalui media cetak juga bisa

pula digunakan untuk mengkomunikasikan kejelekan-kejelekan para tokoh politik,

dan pendapat para pakar, para tokoh politik, dan pendapat para anggota masyarakat

lainnya, yang pendapatnya/gagasannya tidak bisa/belum tersalurkan lewat faksi

maupun partai. Di samping itu, melalui media cetak juga bisa pula digunakan untuk

mengkomunikasikan kejelekan-kejelekan para tokoh politik lantaran suatu skandal

sex/korupsi/suap. Melalui media cetak ini pulalah, program

partai/faksi/pemerintah/organisasi masyarakat dan kejadian-kejadian dalam negeri

maupun luar negeri dikomunikasikan kepada masyarakat (dimasyarakatkan).

Informasi-informasi yang berasal dari media –media tersebut merupakan

input/masukan yang penting dalam pembuatan kebijakan Jepang.

Dominasi Liberal Democracy Party

Sebagaimana disebutkan di muka, ada enam partai politik yang hidup dan

berkembang di Jepang sampai saat ini. Salah satu partai tersebut Partai Demokrasi

Liberal (LDP), sebagai partai terbesar dan secara mayoritas berkuasa di Jepang,

yang para anggotannya banyak duduk di dalam Cabinet dan National Diet.

LDP dibentuk pada tanggal 15 Nopember 1955, mellaui fusi/penggabungan

dua partai konservatif yang ada pada saat itu, yaitu the Japan Democratic Party

(Nihon Minshuto) yang dipimpin Hatoyama Ichiro dan the Liberal Party (Jiyuto) yang

dipimpin Ogata Taketora (Periksa bagan “Major Postwar Political Parties” dalam

Kishimoto Koichi, 1988:9). Fusi tersebut disusun dari faksi-faksi yang ada pada

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 445

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

masing-masing partai konservatif itu. Sehingga merupakan konfederasi kekuatan

konservatif yang fungsinya secara esensial sebagai suatu koalisi dari faksi-faksi.

Pada waktu itu, fusi partai konservatif (LDP) dibagai menjadi tiga (3) faksi, yaitu : the

Yoshida faction, the Ogata faction, dan the Ono faction (baca Khisimoto Koichi,

1988:94-95). Sejak tahun 19890 smapai sekarang, faksi-faksi dalam tubuh LDP

meliputi faksi Miyazawa Kiichi, faksi Nikaido Sususmu, faksi Takeshita Noboru, faksi

Nakasone, faksi Abe Shintaro, dan faksi Komoto (periksa bagan “Generalogy of LDP

Factions” dalam Kishimoto Koichi, 1988 ;100). Masing-masing faksi tersebut, faksi

yang selalu tetap aktif sepanjang periode ialah faksi Nakasone.

Setelah adanya fusi konservatif tersebut (1995), LDP langsung

memperoleh299(64%) kursi di House of Representative dan 118 kursi di House of

Councillors (48%0. Pada tahun 1956 (Desember) bertambah lagi setelah adanya

pendaftaran dari kelompok konservatif yang independent. Pada akhir tahun 1956

(Desember) bertambah lagi setelah adanya pendaftarandari kelompok konservatif

yang indelendent. Pada akhir tahun 1987, LDP selalu menduduki mayoritas kursi di

kedua kamar Diet. Dalam tiga kali pemilihan umum, yaitu pada masa kabinet Ohira I

(1979), masa kabinet Nakasone I (1983), sejumlah calon LDP berhasil menduduki

mayoritas dan partai dapat memperoleh mayoritas kursi Diet. Kemudian pada masa

kabinet Kishi kabinet Ikeda, dan Satto kabinet, LDP memperoleh lebih 60% dari kursi

di House of Representative. Tetapi sejak pelantikan Nakasone, hanya sekedar 50

sampai 55%. Dalam pemilihan bersama (Majelis Tinggi dan Majelis Rendah) tahun

1986, LDP memimpin dan memperoleh 60% suara.

Ideologi dan politik LDP adalah fleksibel, sebagaimana diharapkan oleh suatu

aliansi. Pada waktu didirikan, ciri-ciri/karakteristik LDP mash belum jelas/ masih

samar-samar yaitu sebagai :

1. a national political party

2. an advocate of pacifism

3. a democatic party that “rejection both communism and class-oriented

socialism”

4. a party that respects the parliementary system,

5. a prograssive party , and

6. a force aiming for the realization of welfare state

(Kishimoto Koichi, 1988 : 95)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 446

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

Sebagai partai terbesar dan terkuat di Jepang, dalam tubuh LDP ada konflik-

konflik kepentingan antar faksi dalam memperjuangkan kepentingannya/

pandangannya masing-masing. Hal ini biasanya terjadi pada waktu pemilihan

pemimpin/ketua LDP, yang berdasarkan kekuatan relatif masing-masing faksi.

Masing-masing faksi mempunyai pengembangan organisasi yang maju, yang antara

lain meliputi kebijakan dan hubungan publik. Akan tetapi dalam menghadapi

kelompok-kelompok lain/partai lain, faksi –faksi LDP akan bersatu menyatakan

suara LDP (bukan suara faksi), sehingga ada yang mengatakan LDP sebagai

koalisis faksi-faksi.

Walaupun banyak tantangan–tantangan dan tugas-tugas yang berat, baik di

dalam negeri maupun di dunia internasional (luar negeri) di bidang perdagangan,

keamanan dan kerjasama politik, LDP tetap merupakan partai terkuat dan terbesar

serta sangat berperan dalam perumusan kebijakan di Jepang sejak terbentuknya

(tahun 1955) sampai sekarang.

Walaupun ada isu yang tidak baik terhadap LDP, tetapi tetap menang dalam

pemilu, sebab pemilu menggunakan sistem distrik) tersebut, faksi mempunyai

peranan yang sangat penting sekali, sebab faksi mampu menjamin hubungan antara

partai dengan para pemilih(yang tidak lain para pendukung faksi). Dalam pemilihan

umum (anggota Diet) ini, para calon anggota Diet dari LDP dalam Distrik yang sama

saling bersaing satu sama lain untuk merebut kursi parlemen (Diet). Para calon

anggota Diet tersebut, tidak dapat mengandalkan semata-mata pada dukungan

partai tetapi harus mencari dukungan dari faksi-faksi dan kelompok-kelompok

perseorangan/individu. Dengan demikian, adanya sistem distrik dan faksi-faksi

dalam tubuh LDP merupakan alat permainan untuk mempertahankan dan

meningkatkan dominasi LDP (sebagai partai konservatif) dalam Diet.

Sistem Pemerintahan Jepang

Jepang menganut sistem negara monarki konstitusional yang sangat

membatasi kekuasaan Kaisar Jepang. Sebagai kepala negara seremonial,

kedudukan Kaisar Jepang diatur dalam konstitusi sebagai "simbol negara dan

pemersatu rakyat". Kekuasaan pemerintah berada di tangan Perdana Menteri

Jepang dan anggota terpilih Parlemen Jepang, sementara kedaulatan sepenuhnya

berada di tangan rakyat Jepang. Kaisar Jepang bertindak sebagai kepala

negara dalam urusan diplomatik.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 447

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

Parlemen Jepang adalah parlemen dua kamar yang dibentuk mengikuti

sistem Inggris. Parlemen Jepang terdiri dari Majelis Rendah danMajelis Tinggi.

Majelis Rendah Jepang terdiri dari 480 anggota dewan. Anggota majelis rendah

dipilih secara langsung oleh rakyat setiap 4 tahun sekali atau setelah majelis rendah

dibubarkan. Majelis Tinggi Jepang terdiri dari 242 anggota dewan yang memiliki

masa jabatan 6 tahun, dan dipilih langsung oleh rakyat. Warganegara Jepang

berusia 20 tahun ke atas memiliki hak untuk memilih.

Kabinet Jepang beranggotakan Perdana Menteri dan para menteri. Perdana

Menteri adalah salah seorang anggota parlemen dari partai mayoritas di Majelis

Rendah. Partai Demokrat Liberal (LDP) berkuasa di Jepang sejak 1955, kecuali

pada tahun 1993. Pada tahun itu terbentuk pemerintahan koalisi yang hanya

berumur singkat dengan partai oposisi. Partai oposisi terbesar di Jepang

adalah Partai Demokratik Jepang.

Perdana Menteri Jepang adalah kepala pemerintahan. Perdana Menteri

diangkat melalui pemilihan di antara anggota Parlemen. Bila Majelis Rendah dan

Majelis Tinggi masing-masing memiliki calon perdana menteri, maka calon dari

Majelis Rendah yang diutamakan. Pada praktiknya, perdana menteri berasal dari

partai mayoritas di parlemen. Menteri-menteri kabinet diangkat oleh Perdana

Menteri. Kaisar Jepang mengangkat Perdana Menteri berdasarkan keputusan

Parlemen Jepang[, dan memberi persetujuan atas pengangkatan menteri-menteri

kabinet. Perdana Menteri memerlukan dukungan dan kepercayaan dari anggota

Majelis Rendah untuk bertahan sebagai Perdana Menteri.

Bentuk Parlemen Jepang

Kokkai adalah nama parlemen Jepang. Parlemen Jepang terdiri dari dua

majelis:Majelis Rendah Jepang ( shūgi'in) dan Majelis Tinggi Jepang ( sangi'in).

Kedua majelis dipilih secara langsung melalui sistem pemilihan paralel. Di samping

memutuskan undang-undang, Kokkai bertanggung jawab memilih Perdana Menteri

Jepang. Menurut Konstitusi Jepang, Kokkai adalah "aparatur kekuasaan negara

tertinggi" dan "satu-satunya aparatur negara yang menciptakan undang-undang" di

Jepang. Selain undang-undang, anggota parlemen juga bertugas dalam menyetujui

anggaran negara dan meratifikasi perjanjian negara.

Jumlah anggota tidak ditetapkan. Majelis Rendah mempunyai 480 anggota

(sejak tahun1996) yang bertugas selama empat tahun. Meskipun begitu, majelis ini

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 448

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

dapat dibubarkan kapanpun juga jika sang perdana menteri memutuskan untuk

mengadakan pemilu sebelum berakhirnya masa tugas. Majelis Tinggi mempunyai

242 anggota yang bertugas selama enam tahun. Keanggotaan parlemen terbuka

kepada warga Jepang yang berusia sekurangnya 25 tahun (untuk Majelis Rendah)

dan 30 tahun (untuk Majelis Tinggi).

Kaisar Akihito adalah Kaisar Jepang yang sekarang. Kaisar Akihito naik

takhta sebagai kaisar ke-125 setelah ayahandanya, Kaisar Hirohito mangkat pada 7

Januari 1989. Upacara kenaikan tahta Kaisar Akihito dilangsungkan pada 12

November 1990. Putra Mahkota Naruhito, menikah dengan Putri

Mahkota Masako yang berasal dari kalangan rakyat biasa, dan dikaruniai anak

perempuan bernama Aiko (Putri Toshi). Adik dari Putra Mahkota Naruhito

bernama Pangeran Akishino, menikah dengan Kiko Kawashima yang juga berasal

dari rakyat biasa. Pangeran Akishino memiliki dua anak perempuan (Putri

Mako dan Putri Kako), serta anak laki-laki bernamaPangeran Hisahito.

Partai Politik dan Pemilu di Jepang

Sejak diberlakukannya konstitusi baru pada tahun 1947, terdapat tiga partai

besar yang memenangkan suara terbanyak dalam pemilihan umum, yaitu Partai

Liberal (Jiyuto), Partai Sosialis (Shakaito) dan Partai Demokrat (Minshuto). Pada

tahun 1955, dua partai berhaluan konservatif kanan, Jiyuto dan Minshuto, melebur

menjadi satu partai yang dominatif hingga tahun 1993, Partai Demokrat Liberal (Jiyu

Minshuto, Jiminto, Liberal Democratic Party atau LDP). Sejak periode ini, dikenal

istilah Sistem 1955 (gojugonen taisei).

Sistem Pemilihan Umum Tahun 1955

Sebuah sistem yang mengatur partai politik atau sistem partai di dalam

sebuah negara dapat didefinisikan sebagai pola organisasi, identitas pemilih, dan

sekumpulan kebijakan elektoral yang memiliki karakteristik dan hasilnya yang

membuatnya berbeda dengan sistem partai yang lain. Berangkat dari definisi ini,

sistem partai politik di Jepang mungkin dapat dinyatakan memiliki keunikan dan

karakteristiknya tersendiri. Keunikan dan karakteristik dari sistem partai politik di

Jepang lebih kepada langkah partai agar dapat sedemikian dominan di dalam

percaturan politik Jepang.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 449

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

Dominasi LDP di dalam dinamika politik di Jepang memang tidak dapat

dilepaskan dari sistem partai politik tahun 1955. Sistem ini mengatur kehidupan

politik Jepang pasca-Perang Dunia Kedua. Pendudukan Amerika Serikat di Jepang

pasca-Perang Dunia Kedua memang memiliki dilemanya tersendiri. Dilema ini

khususnya berhubungan dengan kehidupan politik Jepang yang harus menjadi

sangat bergantung dengan keinginan politik Amerika Serikat di negaranya dan

wilayah Asia Timur dan Tenggara secara keseluruhan. SCAP dan GHQ ketika itu

melarang semua anggota parlemen petahana di Jepang sebelum Perang Dunia

Kedua untuk kembali menduduki posisinya. Hal ini menciptakan sebuah peta politik

yang kembali menjadi sangat mentah dan mementalkan kekuatan politik terdahulu di

Jepang. Pemilu pertama pasca-Perang Dunia Kedua diikuti hingga 267 partai politik.

Sebenarnya tidak ada perubahan sistem partai politik di Jepang antara era

sebelum dengan sesudah Perang Dunia Kedua, mengingat sistem partai politik

Jepang sudah menjadi rigid sejak era Demokrasi Taisho. Hal ini merupakan akibat

dari tidak dapat terbentuknya konsensus dalam menentukan sistem partai politik

yang ideal di masa pendudukan Amerika Serikat, sehingga sistem pemilihan umum

yang digunakan masih menggunakan sistem partai politik yang lama. Akan tetapi

yang membuat tahun 1955 menjadi sangat penting adalah terbentuknya kekuatan

dua partai di Jepang pada tahun itu. Kekuatan dua partai inilah yang sebelumnya

belum pernah terjadi di Jepang bahkan di era sebelum Perang Dunia Kedua. Pada

dasarnya Jepang memang merupakan sebuah negara multi-partai, namun dua

partai ini merupakan partai politik yang paling dominan saat itu.

Di dalam sistem pemilihan umum tahun 1955, kebijakan elektoral yang

digunakan ialah penggunaan metode single non-transferable vote (SNTV).

Penggunaan metode ini berarti di dalam setiap distrik sebuah partai politik

diharuskan untuk mencalonkan lebih dari satu calon. Pemilihannya akan sangat

difokuskan kepada pemilihan calon-calon individu ini ketimbang kepada partai politik

itu sendiri. Banyak pengamat yang beranggapan partai LDP sangatlah diuntungkan

dengan sistem ini dikarenakan posisi partai ini sebagai pemerintah sangat

memudahkan bagi anggota-anggotanya dikenal oleh masyarakat Jepang ketimbang

partai Sosialis yang kurang dikenal individu-individu anggotanya.

Kiprah Dominan LDP Sebelum 1993

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 450

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

Melalui sistem yang telah berlangsung sejak tahun 1955, LDP memiliki

kemampuan sebagai partai yang hegemonik dalam tatanan pemerintahan Jepang

selama 38 tahun, sebelum akhirnya dikalahkan melalui koalisi partai-partai lawan

yang berhasil meraih kursi mayoritas pada tahun 1993, ditambah skandal-skandal

yang mencoreng nama baik LDP sebagai partai yang sukses mengangkat Jepang

dari ‘puing-puing’ sisa Perang Dunia kedua. Kiprah LDP selama 38 tahun di

pemerintahan Jepang yang sangat dominatif ini acapkali membuat istilah baru yang

dinamakan ichi to-ni bun’no ichi seito-sei (sistem satu-setengah partai), mengingat

hasil perolehan suara yang didapatkan oleh LDP tidak dapat ditandingi oleh partai

lain, meskipun sudah berkoalisi, dan hanya menghasilkan setengah dari hasil suara

LDP. Hal ini juga didukung oleh sistem SNTV yang mampu menjadikan partai-partai

diluar LDP menjadi kurang dominan selama 38 tahun. Di sisi lain, LDP telah

membentuk sebuah jaringan kuat yang dinamakan tetsu no sankaku chitai atau

segitiga besi yang dihuni oleh partai berkuasa LDP dengan keiretsu (pebisnis) dan

birokrasi sebagai penopangnya. Hegemonic party system atau one-party dominant

system akhirnya tercipta di dalam pola politik Jepang. Hegemonic party system

tercipta ketika ada satu partai politik yang berhasil memenangkan hampir seluruh

atau bahkan seluruh pemilihan umum yang telah diselenggarakan suatu negara

dalam kondisi yang kompetitif. Dalam kasus perpolitikan di Jepang, Partai Liberal

Demokrat yang berdiri dari fusi antara dua partai konservatif, Partai Liberal dan

Partai Demokrat pada tahun 1955, berhasil menguasai pemerintahan selama 38

tahun dengan cara yang legitimatif, setidaknya dalam perspektif demokrasi.

Kemunduran Dominasi LDP dan Reformasi Sistem Pemilihan Umum Tahun

1993

Dimensi politik yang sangat memusatkan perhatiannya pada pertumbuhan

ekonomi, ternyata memiliki dampak buruknya bagi LDP. Kemajuan ekonomi di

Jepang di masa 1960-1980an ternyata telah membawa banyak elit politik LDP

menjadi korup dan banyak melakukan persekongkolan dengan kalangan

pengusaha. Kebiasaan para elit politik LDP ini mulai terlihat dengan jelas oleh

masyarakat Jepang pada tahun 1980an yang mulai mendorong keinginan

masyarakat untuk tidak lagi mempertahankan dominasi LDP di dalam kokkai.

Masyarakat Jepang yang sebelumnya bersifat konservatif dan mengedepankan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 451

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

status-quo, kini berubah dan mendukung adanya reformasi dan berakhirnya

dominasi LDP.

Kecurigaan masyarakat semakin menjadi-jadi ketika terbongkarnya skandal-

skandal yang menyangkut anggota-anggota LDP. Merosotnya dominasi LDP mulai

menjadi kenyataan pada tahun 1989 di saat kekalahan LDP pada pemilihan majelis

tinggi di parlemen. Pada tahun ini pula partai Sosialis Jepang mulai

merestrukturisasi sistem internalnya. Puncaknya pada tahun 1993 LDP untuk

pertama kalinya tidak mampu meraih kursi lebih dari empat puluh persen di kokkai.

Hal ini juga disebabkan oleh banyaknya faksi-faksi yang terdapat di dalam LDP. Jadi

dapat dilihat bagaimana ketika Shakai Minshuto mulai memperkuat struktur

internalnya, justru LDP yang jatuh menuju jurang perpecahan di antara habatsu-

habatsu yang ada.

Habatsu-habatsu yang ada di dalam LDP ini pun perlahan-lahan mulai

menunjukkan tanda-tanda perpecahan. Perpecahan di dalam LDP terbukti di kala

pasca-pemilihan umum tahun 1993, menghasilkan tiga partai politik baru yang

dibentuk oleh para anggota-anggota LDP terdahulu. Partai-partai tersebut adalah

Shinshinto (New Frontier Party atau NFP, yang pada tahun 1998 menjadi Minshuto

atau DPJ), Shinseito dan Shinto Sakigake.

Reformasi Pemilihan Umum Jepang

Reformasi pemilihan umum di Jepang banyak dinyatakan sebagai bentuk

kejenuhan rakyat dan partai politik di Jepang dengan dinamika politik yang sangat

statis dengan hanya satu partai dominan LDP. Kejenuhan ini apalagi disebabkan

oleh banyaknya tindak korupsi yang dilakukan oleh para elit pemerintahan yang

dipimpin oleh LDP.

Berubahnya peta kekuatan partai politik di Jepang kemudian mulai

memunculkan ide untuk mereformasi sistem partai politik di Jepang. Meskipun LDP

masih merupakan pemegang kursi mayoritas dan pemimpin koalisi pemerintahan

pasca-pemilhan umum tahun 1993, posisi LDP sudah semakin melemah dan

kemudian menjadi tidak berdaya dalam menolak tuntutan untuk mereformasi sistem

partai politik. Akhirnya, pada tahun itu pula shugi-in kokkai meloloskan berbagai

undang-undang untuk mereformasi sistem pemilihan umum.

Sistem yang baru ini memiliki tiga tujuan utama yaitu, mengurangi biaya

kampanye dan kemungkinan terjadinya korupsi, menggantikan sistem pemilihan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 452

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

yang individu-sentris menjadi partai-sentris, dan juga untuk menciptakan alternatif

baru di dalam sistem parlementarian Jepang. Jika melihat dari tujuan yang hendak

dibawa, implikasi yang akan terjadi tentu dapat ditebak akan mengubah metode

pemilihan umum menjadi lebih terpusat lepada posisi partai politik. Reformasi di

dalam metode pencalonan di dalam pemilihan umum memang terjadi, namun tidak

sepenuhnya reformasi ini terjadi. Dengan berbagai macam kompromi politik dengan

banyak kekuatan-kekuatan partai politik, akhirnya sistem yang dipilih ialah

memperkecil wilayah kandidat meskipun tetap bersifat individual (Single-member

District atau SMD) dan menambahkan satu jenis pencalonan lagi yaitu perwakilan

proporsional yang ditujukan untuk terbentuknya kelompok oposisi yang baik. Sistem

ini disebut mixed member sistem yang meletakan kekuatan pencalonan untuk

dipecah menjadi dua bentuk.

Dalam perjalanannya, sistem ini berhasil mengurangi dominasi LDP dan

memperkuat posisi oposisi di Jepang. Hasil pemilihan umum sejak pemilihan umum

tahun 1993 hingga 2009 juga membawa LDP tidak pernah lagi mencapai hasil di

atas empat puluh persen pada pemilu majelis rendah hingga kini. Posisi oposisi

yang kuat ini kemudian terbukti mampu membuat dinamika politik di Jepang menjadi

sangat dinamis dan seringkali berhasil menjatuhkan para perdana menteri dari LDP.

Hingga pada akhirnya pada tahun 2009, DPJ, partai politik oposisi paling kuat

mampu memenangkan pemilihan umum dan menjadi partai berkuasa.

Posisi ini memang membuat partai politik menjadi sangat rentan dengan

posisinya, namun kondisi ini justru juga membawa dampak positif dengan semakin

memperkuat posisi kepengurusan pusat partai dan melemahkan faksi-faksi yang

ada. Melemahnya faksi-faksi tersebut juga didorong oleh semakin bersatunya faksi-

faksi yang ada di dalam setiap partai politik. Apalagi kehadiran sistem SMD dan

Proportional Representation (PR) di dalam sistem pemilihan umum 1993, telah

mempersulit munculnya pengaruh habatsu di dalam setiap pemilihan umum.

Dampak reformasi sistem pemilihan umum ini juga mempengaruhi tingkatan

anggota parlemen yang terpilih kembali. Meskipun dengan sistem 1955, tingkatan

anggota parlemen yang terpilih kembali sudah tinggi dengan tingkatan 82%, setelah

reformasi dilaksanakan tingkatan ini justru lebih meningkat. Dapat dimengerti

fenomena ini disebabkan oleh metode SMD dan PR yang berusaha memperkuat

posisi partai politik ketimbang individu yang pada gilirannya membawa partai politik

juga semakin mempertahankan elit-elitnya untuk tetap duduk di parlemen. Dengan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 453

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

implikasi ini, pemerintahan koalisi pun semakin sering terjadi pasca-reformasi sistem

pemilu 1993 bila dibandingkan sebelum 1993.

Penutup

Ditinjau dari faktor historis, perjalanan demokrasi di Jepang sudah berjalan

seiringan dengan Restorasi Meiji itu sendiri. Kerap kali demokrasi di Jepang

dihambat oleh militeristik, sebelum akhirnya ‘dilindungi’ oleh konstitusi baru, Heiwa

Kenpo, yang menjanjikan demokrasi yang tidak akan terinterupsi. Akan tetapi, bukan

berarti tidak terdapat oligarkisme di dalam masyarakat Jepang, karena ‘segitiga besi’

yang dihuni oleh partai berkuasa, LDP dengan birokrasi dan pebisnis sebagai

penopang menjadikan partai-partai oposisi dikerdilan selama tiga dekade lebih.

Perubahan kini telah terlihat di Jepang sejak kekalahan LDP, namun kita mungkin

tidak dapat berharap bahwa segitiga besi ini akan hilang, karena di dalam negara

yang menghargai harmonitas dan hierarki sosial, kasus semacam itu tidak akan

mudah hilang dalam masyarakat.

Menjadi sebuah perjalanan yang unik bagi negara di demokrasi di dunia

ketika sebuah partai berkuasa lebih dari tiga dekade tanpa interupsi. Kasus

semacam ini juga tidak menjadi monopoli bagi negara-negara Asia saja, mengingat

kasus serupa juga terjadi di Italia dan Israel. Dengan kekalahan LDP pada pemilihan

umum tahun 1993, telah terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam sistem

perpolitikan dan pemilihan umum di Jepang. Meskipun demikian, LDP juga masih

berkuasa selama satu dekade ke depan, meskipun harus berkoalisi, sebelum

akhirnya terkalahkan oleh DPJ yang berhasil memenangkan pemilihan umum tahun

2009 atas hasil dari resesi ekonomi yang menimpa Jepang sebagai salah satu

negara industri maju di dunia.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 454

JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-

2265

Daftar Bacaan:

1. Andrew Gordon, Post War Japan as History. (California: University of

California Press, 1993), hlm. 420-432.

2. Duiker, William J.; Jackson J. Spielvogel (2006). World History, Volume II.

Cengage Learning. pp. 463, 474. ISBN 0495050547., attributed to C.Nakane

and S.Oishi, eds., Tokugawa Japan (Tokyo, 1990), p.14.

3. Ellis S. Krauss dan Robert Pekkanen, Explaining Party Adaptation to Electoral

Reform: The Discreet Charm of the LDP? dalam The Journal of Japanese

Studies, Volume 30, Number 1, Winter 2004, hal. 11-12

4. Frances McCall Rosenbluth dan Michael F. Thies, Japan Transformed:

Political Change and Economic Restructuring. (Princeton dan Oxford:

Princeton University Press), hal. 98.

5. Jose Antonio Crespo. The Liberal Democratic Party in Japan: Conservative

Domination dalam International Political Science Review, Vol. 16, No. 2, Party

Government: The Search for a Theory (Apr., 1995), hal. 202

6. Kamakura sekarang terletak di Kota Kamakura Prefektur Kanagawa

7. Larry Diamond dan Marc F. Plattner, Democracy in East Asia. (Baltimore dan

London: The Johns Hopkins University Press, 1998), hal.88. Bagian yang

dicetak tebal merupakan undang-undang yang terkait dengan partai politik

dan pemilihan umum di Jepang.

8. Mahendra Prakash, Coalition Experience in Japanese Politics: 1993-2003.

(New Delhi: Jawaharlal Nehru University Press, 2004), hal. 38.

9. Michael Gallagher & Paul Mitchell, The Politics of Electoral System. (Oxford:

Oxford University Press, 2005), hal. 281.

10. Ronald J. Hrebenar, Japan’s New Party System. (Colorado: Westview Press,

2000), hal. 4-5.

11. Robert A. Scalapino dan Junnosuke Masumi, Parties and Politics in

Contemporary Japan. (Berkeley dan Los Angeles: University of California

Press, 1962), hal. 37.