issn 0216-5546 jurnal teknik industri - …sttnlampung.ac.id/files/jurnal ti 02.pdf · issn...
TRANSCRIPT
ISSN 0216-5546
JURNAL
TEKNIK INDUSTRI
Jurnal Keilmuan dan Aplikasi Teknik Industri Volume 12, Nomor 2 Desember 2016
KONSEP ZERO WASTE PADA PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA RAKYAT
Dedy Aprizal, Taufik Rahman
ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN MODAL KERJA TERHADAP PROFITABILITAS DAN
RESIKO DI PT. KIMIA HUSADA
Leni Rudihartati
PERENCANAAN PERSEDIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE EOQ (ECONOMIC ORDER
QUANTITY) DI PT. INDUSTRI KARET LAMPUNG
Feti Arman
RANCANG BANGUN ALAT PENYERUT UBIKAYU
SECARA MEKANIK
Farizal
ANALISA PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK MENGATASI SUPLAI AIR BERSIH KECAMATAN
BUKIT KEMUNING
KABUPATEN LAMPUNG UTARA
Lidia Olga
STUDI ANALISIS PENGARUH PENUTUPAN PINTU
LINTASAN KERETA APITERHADAP TUNDAAN DAN PANJANG
ANTRIAN KENDARAAN PADA JALAN GAJAH MADA
DI BANDAR LAMPUNG
Farida Juwita Jurnal Teknik Industri Vol. 12 No. 2 Hal 1 – 99 Bandar Lampung
Desember 2016
ISSN
0216-5546
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUSANTARA LAMPUNG
ISSN 0216-5546
JURNAL
TEKNIK INDUSTRI
Jurnal Keilmuan dan Aplikasi Teknik Industri Volume 12, Nomor 2 Desember 2016
Hal. KONSEP ZERO WASTE PADA PENGELOLAAN
LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA RAKYAT
Dedy Aprizal, Taufik Rahman .............................................................................................................................. 1
ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN MODAL KERJA
TERHADAP PROFITABILITAS DAN RESIKO
DI PT. KIMIA HUSADA
Leni Rudihartati ..................................................................................................................................................... 21
PERENCANAAN PERSEDIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE EOQ (ECONOMIC ORDER
QUANTITY)
DI PT. INDUSTRI KARET LAMPUNG
Feti Arman .............................................................................................................................................................. 41
RANCANG BANGUN ALAT PENYERUT UBIKAYU
SECARA MEKANIK
Farizal ...................................................................................................................................................................... 52
ANALISA PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK MENGATASI
SUPLAI AIR BERSIH KECAMATAN BUKIT KEMUNING
KABUPATEN LAMPUNG UTARA
Lidia Olga ............................................................................................................................................................... 65
STUDI ANALISIS PENGARUH PENUTUPAN PINTU
LINTASAN KERETA APITERHADAP TUNDAAN DAN PANJANG
ANTRIAN KENDARAAN PADA JALAN GAJAH MADA
DI BANDAR LAMPUNG
Farida Juwita .......................................................................................................................................................... 82
Jurnal Teknik Industri Vol. 12 No. 2 Hal 1 – 99 Bandar Lampung
Desember 2016
ISSN
0216-5546 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUSANTARA LAMPUNG
ISSN 0216-5546
JURNAL
TEKNIK INDUSTRI
Jurnal Keilmuan dan Aplikasi Teknik Industri Volume 12, Nomor 2 Desember 2016
Penasehat : Dr. Ir. Sugeng Dwiono, S.H., M.H.
(Ketua STTN Lampung)
Penanggungjawab : Lidia Olga, S.T., M.M.
(Ketua Program Studi Teknik Industri)
Pimpinan Redaksi : Taufik Rahman, S.T.
Anggota Redaksi : Andi Hendrawan, S.T., M.T.
Idris, S.T., M.T.
Farizal, S.T., M.TA.
Pelaksana Teknis : Taufik Rahman, S.T.
Agus Hendriyanto, S.T.
Penulis Naskah : Lidia Olga, S.T., M.M.
Nurkhamid, S.Kom.
Febri, S.T.
Alamat Sekretariat : Pusat Penelitian LPPM – STTN Lampung
Jl. Pulau damar Gang Sapta Marga Kelurahan Way
Dadi Baru, Sukarame, Bandar Lampung
Diterbitkan : Program Studi Teknik Industri dan Pusat Penelitian
Sekolah Tinggi Teknologi Nusantara Lampung
Harga Berlangganan : Rp 60.000,- per tahun (tidak termasuk ongkos kirim).
Biaya berlangganan dikirim melalui pos ke alamat sekretariat dan mengisi form
berlanggananyang telah disediakan.
Jurnal Teknik Elektro diterbitkan 2 (dua) kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Redaksi menerima karangan ilmiah tentang hasil penelitian, survey, dan telaah pustakayang memiliki
kaitannya dengan bidang teknik industri.
KONSEP ZERO WASTE PADA PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA
RAKYAT
Dedy Aprizal, Taufik Rahman
Abstract
Cassava`s productivity in Lampung province reached 7.885.116 tons/year (BPS, 2010). The high productivity of
cassava in Lampung has made many investors get interested to build cassava-based industry in this province.
ITTARA is one of industry that produces tapioca and potentially pollutes the environment because it’s lack of
technology and other resources. This research was aimed to find the potential of waste utilization from the
integrated small-scale tapioca industry based on the economic and environmental aspects. The observed objects
were utilizations of waste water to biogas. This research is categorized as quantitative research approach. The
method used in this research is descriptive method to describe the utilization of waste. The result showed that waste
utilizations on the integrated small-scale tapioca industry with average production 57 tons/year were potentially
increased the economic income and could reduce environmental pollution. The utilization from waste water
potentially produce 265.747,6 m3/year biogas with potential profit per year Rp741.761.030. Emission reduction
from waste water utilization was 1.620,53 ton CO2e/year.
Key word : biogas, waste water, emission
Abstrak
Produksi ubi kayu di Provinsi Lampung mencapai 7.885.116 ton/tahun (BPS, 2010). Produksi ubi kayu yang cukup
tinggi di Provinsi Lampung menyebabkan investor tertarik untuk mendirikan industri berbahan baku ubi kayu di
provinsi ini. ITTARA merupakan industri yang mengolah tapioka yang berpotensi menimbulkan pencemaran
lingkungan karena memiliki keterbasan teknologi dan sumber daya dalam mengelola limbahnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui berbagai potensi pemanfaatan limbah cair industri tapioka rakyat (ITTARA)
berdasarkan aspek ekonomi dan lingkungan. Objek yang diamati meliputi pemanfaatan limbah cair tapioka menjadi
biogas, Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan
pemanfaatan limbah pada ITTARA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah di Industri Tapioka
Rakyat (ITTARA) terpadu dengan rata-rata produksi 57 ton/tahun berpotensi memberikan peningkatan keuntungan
ekonomi yang signifikan dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan dengan potensi produksi biogas dari
limbah cair adalah sebesar 265.747,6 m3/tahun dengan potensi keuntungan pertahun Rp741.761.030. Pengelolaan
limbah cair dapat mereduksi emisi gas CO2 sebesar 1.620,53 ton CO2e/tahun.
Kata Kunci : biogas, limbah cair, emisi
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi
kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2008 adalah sekitar 316.019 Ha dengan jumlah produksi sebesar
7.649.536 ton/tahun (BPS, 2009). Produksi ubi kayu yang sangat tinggi ini telah mendorong berdirinya
lebih dari 70 industri tapioka yang tersebar di seluruh daerah di Provinsi Lampung dengan skala produksi
yang beragam salah satunya adalah industri tapioka rakyat (ITTARA) .
Perkembangan industri tapioka memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat. Dampak tersebut dapat
bersifat positif maupun negatif. Dampak positif membawa dampak penyerapan tenaga kerja dan sebagi
penggerak perekonomian daerah sekitar, sedangkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan antara lain
adalah dampak limbah terhadap lingkungan yang tidak kecil (Kurniarto, 2006). Tapioka yang dihasilkan
dari sistem pengolahan singkong hanya berkisar 20-25% dari berat singkong yang diolah. Selebihnya
industri ini juga menghasilkan limbah cair dan limbah padat (onggok dan meniran kulit singkong).
Pengolahan 1 ton singkong menjadi tepung tapioka menghasikan sekitar 4.000-6.000 liter limbah cair
(Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan Nasution (1978)
menjelaskan bahwa limbah cair tapioka bersumber dari proses pencucian singkong, pencucian alat, dan
pemisahan larutan pati. Sedangkan limbah padat tapioka bersumber dari proses pengupasan,
pengekstraksian dan pengepresan.
Limbah cair dan limbah padat industri tapioka merupakan sumber daya yang memiliki nilai ekonomi
apabila dikelola secara tepat. Limbah cair tapioka dapat dikelola secara anaerobik untuk dimanfaatkan
sebagai sumber biogas. Pada dasarnya pengolahan limbah cair secara anaerobik merupakan penguraian
senyawa organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen dan menghasilkan biogas sebagai
produk akhir. Biogas yang dihasilkan mengandung 50-80% metana, 20-50% karbondioksida, beberapa
gas dalam jumlah kecil, cairan dan residu padat (Firdaus, 2005). Biogas merupakan renewable energy
yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil.
Metana sebagai komponen utama biogas adalah gas berbau dan tak berwarna yang apabila dibakar akan
menghasilkan energi panas sekitar 1000 BTU/ft3 atau 252 Kkal/0,0028 m3 (Haryati, 2006). Sistem
Laba = Total Pendapatan - Total biaya (biaya tetap + biaya variabel)
pengelolaan yang tepat akan memaksimalkan potensi manfaat dari limbah cair ITTARA. Pada penelitian
ini dibahas tentang konsep zero waste pada pengelolaan limbah cair ITTARA ditinjau dari produktifitas
biogas, manfaat ekonomi, dan reduksi emisi berdasarkan aspek lingkungan.
2. Landasan Teori
2.1. Perhitungan Potensi Biogas
Limbah cair industri tapioka yang berpotensi sebagai sumber energi ditentukan karakteristiknya dengan
menganalisis parameter yang berkaitan langsung dengan pembentukan gas metana yaitu nilai COD
(Chemical Oxygen Demand) (HACH Company, 2004).
Pengukuran karakteristik limbah berupa COD dilakukan dengan cara : Sampel diaduk terlebih dahulu
kemudian diambil sebanyak 0,2 ml atau 200 µl menggunakan mikropipet. Masukkan ke dalam vial yang
berisi reagen COD, kemudian dipanaskan dengan reactor unit DRB200 pada suhu 150oC selama 2 jam.
Setelah dipanaskan, vial dikeluarkan dan dibiarkan sampai suhunya sama dengan suhu ruang kemudian
diukur nilai COD-nya dengan HACH Spektrofotometri DR4000 (HACH Company, 2004). Penghitungan
potensi biogas dilakukan dengan menganalisis data primer, data sekunder dan hasil karakterisasi limbah.
Adapun tahapan dalam menghitung potensi biogas dari pengolahan limbah cair adalah sebagai berikut:
a. Produksi gas metan
CH4 = CODr/hari x 0,3**
CODr/hari
Keterangan:
CH4 = Jumlah produksi metan (m3/kg COD/hari)
CODr = (CODinlet – CODoutlet) X Laju alir umpan
*) CODr sistem CIGAR
**) 1 L COD = 0,3 m3 CH4 (nilai realistis)
b. Produksi biogas Biogas = CH4 / % konsentrasi metana dalam biogas
Biogas = Jumlah produksi biogas (m3/hari)
CH4 = Jumlah produksi metan (m3/kg COD/hari)
% metana = Konsentrasi gas metan dalam biogas
2.2. Potensi Ekonomi dari Pemanfaatan Limbah
Manfaat pengelolaan limbah industri tapioka ITTARA terpadu menggunakan metode perhitungan Gross
Value Added (nilai tambah kotor) dengan analisis Laba-Rugi dari sistem pengolahan menjadi suatu
produk. Komponen biaya terdiri dari biaya investasi dan operasional, pendapatan diperoleh dari nilai
konversi biogas yang dihasilkan dengan harga bahan bakar untuk limbah cair dan untuk limbah padat
nilai pendapatan diperoleh dari potensi penjualan limbah yang telah dilakukan pengolahan. Estimasi
perhitungan dilakukan dengan mengkalkulasikan total biaya yang nilainya dikurangi dengan total
pendapatan sehingga didapatkan nilai laba (Lal, 1999).
2.3. Potensi Manfaat Pengelolaan Limbah Terhadap Lingkungan
Manfaat terhadap lingkungan dari pengelolaan limbah dihitung berdasarkan reduksi emisi gas rumah
kaca gas karbondioksida (CO2) dari pengolahan limbah cair, sementara untuk pengolahan limbah padat
tidak dilakukan perhitungan karena limbah padat diasumsikan dapat direduksi sampai ke titik nol (zero).
Manfaat terhadap lingkungan dari pengolahan limbah cair menjadi biogas dilakukan dengan menghitung
reduksi pencemaran gas rumah kaca CO2 setelah dilakukan pengolahan. Estimasi reduksi gas CO2
didapatkan setelah dilakukan pengurangan jumlah emisi setelah proyek penangkapan biogas berjalan
dengan basis emisi apabila tidak dilakukan proyek penangkapan biogas. Metode perhitungan reduksi
emisi menggunakan metode UNFCCC (United Nations Framework Convention for Climate Change)
tentang reduction emission di pengolahan limbah dan penggunaan reaktor dengan bahan bakar terbaharui
melalui modifikasi IPCC Tools (2006) dalam Purwati (2010). Total emisi yang direduksi dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
PEBEE
Keterangan :
E : Emission (Total emisi dari limbah cair )
BE : Baseline emission (emisi yang ditimbulkan apabila tidak ada pemanfaatan)
PE : Project emission (emisi yang ditimbulkan oleh adanya
pemanfaatan)
Nilai basis emisi (BE) didapatkan dari perhitungan sebagai berikut :
CODremoval : (CODinlet – CODoutlet) X Laju alir umpan
Produksi CH4 : CODr X 0,3 m3*
Berat CH4 : Mol CH4** X Berat Molekul CH4
Emisi CO2 : 21 kali dari berat CH4**
Keterangan :
*) Nilai realistis untuk produksi CH4/1 kg COD
**) Mol CH4 gas dalam keadaan STp yaitu setara dengan 22,4 L
***) 1 molekul CH4 = 21 kali molekul CO2e (IPCC Tools (2006)
dalam Purwati (2010)
Nilai emisi proyek (PE) diperoleh dari produksi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar oleh
mesin untuk menjalankan reaktor atau untuk pemanenan biogas.
3. Metodologi Penelitian
3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk analisis karakterisasi limbah meliputi mikropipet, vial, reaktor unit
DBR200, HACH Spectrofotometri DR 4000, gelas ukur, box ice, pengaduk, botol semprot, sarung
tangan, masker. Alat yang digunakan pada kegiatan observasi di lapangan meliputi seperangkat kamera,
alat hitung (calculator) dan seperangkat komputer.Bahan-bahan yang digunakan antara lain, reagen COD
(kalium dikromat (K2Cr2O7), H2SO4, kristal merkuri sulfat (HgSO4), dan silver sulfat (Ag2SO4)) dan
sampel air limbah.
3.2.Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Pengambilan data primer, yaitu semua data dan informasi, fakta, petunjuk, dan indikasi yang didapat
dari hasil penyelidikan secara langsung di lapangan. Data diperoleh melalui analisis, wawancara
dan pengamatan langsung di lokasi penelitian dan di laboratorium untuk karakterisasi limbah. Data
digunakan untuk mendapat gambaran kondisi terkini di ITTARA terpadu meliputi jumlah produksi,
kegiatan di industri, limbah yang dihasilkan, fasilitas dan proses pengolahan limbah yang telah
diterapkan.
b. Pengambilan data sekunder, yaitu semua data dan informasi, fakta, petunjuk, dan indikasi yang
didapat dari hasil penyelidikan secara tidak langsung. Data diperoleh dari lokasi penelitian,
penelusuran pustaka, dan lembaga yang berkaitan dengan penelitian. Tabel 1. Variabel Penelitian, Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data
No. Variabel Penelitian Metode Pengumpulan
Data
Metode Analisis
Data
1. Potensi limbah cair
menjadi biogas
Analisis langsung di
laboratorium
Deskriptif dengan
analisis matematis
2. Potensi manfaat
pengelolaan limbah
terhadap lingkungan
Wawancara dan studi
kepustakaan
Deskriptif dengan
analisis matematis
3.3.Perhitungan Potensi Biogas
Limbah cair industri tapioka yang berpotensi sebagai sumber energi ditentukan karakteristiknya dengan
menganalisis parameter yang berkaitan langsung dengan pembentukan gas metana yaitu nilai COD
(Chemical Oxygen Demand) (HACH Company, 2004).
Pengukuran karakteristik limbah berupa COD dilakukan dengan cara : Sampel diaduk terlebih dahulu
kemudian diambil sebanyak 0,2 ml atau 200 µl menggunakan mikropipet. Masukkan ke dalam vial yang
berisi reagen COD, kemudian dipanaskan dengan reactor unit DRB200 pada suhu 150oC selama 2 jam.
Setelah dipanaskan, vial dikeluarkan dan dibiarkan sampai suhunya sama dengan suhu ruang kemudian
diukur nilai COD-nya dengan HACH Spektrofotometri DR4000 (HACH Company, 2004). Penghitungan
potensi biogas dilakukan dengan menganalisis data primer, data sekunder dan hasil karakterisasi limbah.
Adapun tahapan dalam menghitung potensi biogas dari pengolahan limbah cair adalah sebagai berikut:
1. Produksi gas metan CH4 = CODr/hari x 0,3**
CODr/hari
Keterangan:
CH4 = Jumlah produksi metan (m3/kg COD/hari)
CODr = (CODinlet – CODoutlet) X Laju alir umpan
Laba = Total Pendapatan - Total biaya (biaya tetap + biaya variabel)
*) CODr sistem CIGAR
**) 1 L COD = 0,3 m3 CH4 (nilai realistis)
2. Produksi biogas Biogas = CH4 / % konsentrasi metana dalam biogas
Keterangan:
Biogas = Jumlah produksi biogas (m3/hari)
CH4 = Jumlah produksi metan (m3/kg COD/hari)
% metana = Konsentrasi gas metan dalam biogas
3.4.Potensi Ekonomi dari Pemanfaatan Limbah
Manfaat pengelolaan limbah industri tapioka ITTARA terpadu menggunakan metode perhitungan Gross
Value Added (nilai tambah kotor) dengan analisis Laba-Rugi dari sistem pengolahan menjadi suatu
produk. Komponen biaya terdiri dari biaya investasi dan operasional, pendapatan diperoleh dari nilai
konversi biogas yang dihasilkan dengan harga bahan bakar untuk limbah cair dan untuk limbah padat
nilai pendapatan diperoleh dari potensi penjualan limbah yang telah dilakukan pengolahan. Estimasi
perhitungan dilakukan dengan mengkalkulasikan total biaya yang nilainya dikurangi dengan total
pendapatan sehingga didapatkan nilai laba (Lal, 1999).
3.5.Potensi Manfaat Pengelolaan Limbah Terhadap Lingkungan
Manfaat terhadap lingkungan dari pengelolaan limbah dihitung berdasarkan reduksi emisi gas rumah
kaca gas karbondioksida (CO2) dari pengolahan limbah cair, sementara untuk pengolahan limbah padat
tidak dilakukan perhitungan karena limbah padat diasumsikan dapat direduksi sampai ke titik nol (zero).
Manfaat terhadap lingkungan dari pengolahan limbah cair menjadi biogas dilakukan dengan menghitung
reduksi pencemaran gas rumah kaca CO2 setelah dilakukan pengolahan. Estimasi reduksi gas CO2
didapatkan setelah dilakukan pengurangan jumlah emisi setelah proyek penangkapan biogas berjalan
dengan basis emisi apabila tidak dilakukan proyek penangkapan biogas. Metode perhitungan reduksi
emisi menggunakan metode UNFCCC (United Nations Framework Convention for Climate Change)
tentang reduction emission di pengolahan limbah dan penggunaan reaktor dengan bahan bakar terbaharui
melalui modifikasi IPCC Tools (2006) dalam Purwati (2010).
Total emisi yang direduksi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : PEBEE
Keterangan :
E : Emission (Total emisi dari limbah cair )
BE : Baseline emission (emisi yang ditimbulkan apabila tidak ada pemanfaatan)
PE : Project emission (emisi yang ditimbulkan oleh adanya
pemanfaatan)
Nilai basis emisi (BE) didapatkan dari perhitungan sebagai berikut:
CODremoval : (CODinlet – CODoutlet) X Laju alir umpan
Produksi CH4 : CODr X 0,3 m3*
Berat CH4 : Mol CH4** X Berat Molekul CH4
Emisi CO2 : 21 kali dari berat CH4**
Keterangan :
*) Nilai realistis untuk produksi CH4/1 kg COD
**) Mol CH4 gas dalam keadaan STp yaitu setara dengan 22,4 L
***) 1 molekul CH4 = 21 kali molekul CO2e (IPCC Tools (2006)
dalam Purwati (2010)
Nilai emisi proyek (PE) diperoleh dari produksi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar oleh
mesin untuk menjalankan reaktor atau untuk pemanenan biogas.
4. Pembahasan
Untuk mengetahui potensi pemanfaatan limbah cair dari suatu industri tapioka rakyat, maka diperlukan
studi lapangan pada salah satu industri tersebut. Peneliti setelah melakukan uji kepatutan melalui
penentuan industri secara purposive, didapatkan bahwa PD Semangat Jaya sebagai industri yang layak
untuk dilakukan studi terhadap upaya pemanfaatan limbah cair yang telah mereka lakukan. Berdasarkan
pengamatan terhadap neraca masa pengolahan ubi kayu menjadi tapioka di lokasi penelitian dengan
jumlah bahan baku yang diolah selama tiga tahun terakhir adalah sebagai berikut : Tabel 2. Data Neraca Masa Pengolahan Tapioka PD. Semangat Jaya
Tahun Bahan Baku
(ton)
Tapioka
(20%) ton
Onggok
(12%) ton
Meniran
(2.5%) ton
Limbah Cair
(m3)
2013 15.730 3.146 1.888 393 78.650
2014 18.850 3.770 2.262 471 94.250
2015 16.772 3.354 2.013 419 83.860
Jumlah 51.352 10.270 6.162 1.284 256.760
Rata-
rata 17.117 3.423 2.054 428 85.587
Sumber : PD. Semangat Jaya
Tabel Neraca masa menunjukkan rata-rata bahan baku yang diolah selama tiga tahun terakhir adalah
sebesar 17.117 ton atau produksi tapioka selama tiga tahun terakhir adalah sebesar 48 ton/hari dengan
rata-rata kegiatan produksi pertahun 360 hari. Rata-rata jumlah limbah yang dihasilkan dan memiliki
potensi untuk dimanfaatkan yaitu dan limbah cair 85.587 m3.Hasil observasi di lokasi penelitian, limbah
yang dihasilkan dari pengolahan tapioka telah berhasil dikelola dengan baik. Terhadap limbah cair yang
dihasilkan telah dilakukan upaya pemanfaatan limbah dengan membangun satu unit reaktor biogas
dengan metode CIGAR (Covered in Ground Anaerobic Reactor) untuk melakukan penangkapan gas
metana yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan meminimalisir sumbangan gas rumah kaca
terhadap lingkungan.
4.1.Potensi Pengolahan Limbah Cair menjadi Biogas
4.1.1.Karakterisasi Limbah Cair Tapioka
Karakterisasi terhadap limbah cair yang diolah menjadi biogas digunakan untuk menghitung produksi
biogas yang dihasilkan dari reaktor CIGAR yang nantinya akan digunakan untuk menganalisis manfaat
ekonomi dari pengolahan limbah cair dengan metode penangkapan biogas dengan cara mengkonversi
nilai produksi biogas dengan nilai bahan bakar atau energi yang disetarakan. Karakterisasi limbah cair
yang digunakan untuk menghitung potensi biogas dari reaktor meliputi nilai COD pada inlet dan outlet
serta nilai COD removal limbah cair. Tabel 3. Karakterisasi limbah cair yang masuk ke sistem CIGAR
Parameter Nilai
COD inlet
COD outlet
COD removal
% COD removal
Waktu tinggal hidrolik
Volume CIGAR
Laju alir umpan
10.650 mg/L
1.915 mg/L
8.735 mg/L
82,019%
24 hari
4.410 m3
183,75 m3/hari
Hasil karakterisasi limbah yang telah dilakukan terhadap kinerja CIGAR yaitu nilai COD inlet rata-rata
adalah sebesar 10.650 mg/L dan nilai COD outlet rata-rata adalah sebesar 1.915 mg/L. Nilai COD
removal adalah 8.735 mg/L, sehingga persentase COD removal adalah sebesar 82,019%. Kapasitas
CIGAR adalah 4.410 m3 dengan waktu tinggal hidrolik limbah cair dalam bioreaktor selama 24 hari dan
laju alir limbah cair yang masuk ke sistem CIGAR adalah 183,75 m3/hari.
Pengukuran karakterisasi nilai COD (Chemical Oxygen Demand) limbah cair dilakukan untuk
menganalisa biogas yang terbentuk pada reactor. Menurut Menurut Barana dan Cereda (2000), limbah
cair tapioka memiliki nilai COD sebesar 10.000-20.000 mg/l. Nilai COD yang tinggi dari air limbah
agroindustri berimplikasi pada jumlah biogas yang terbentuk, semakin tinggi COD limbah maka akan
semakin banyak biogas yang akan terbentuk. Jenie (1993), menyatakan bahwa limbah dengan kandungan
bahan-bahan organik dalam konsentrasi tinggi merupakan limbah yang sesuai untuk diproses dalam
sistem fermentasi anaerobik. Pengolahan limbah cair secara anaerobik pada dasarnya merupakan
penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen dan menghasilkan biogas
sebagai produk akhir.
4.2.Potensi Biogas yang Dihasilkan dari CIGAR
Setelah didapatkan hasil dari karakterisasi limbah cair yang masuk ke dalam sistem CIGAR, maka dapat
dilakukan perhitungan potensi biogas yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tersebut. Perhitungan
potensi biogas yang dihasilkan dari sistem CIGAR dilakukan untuk mendapatkan estimasi potensi energi
yang dihasilkan dari biogas jika digunakan sebagai sumber energi alternatif. Adapun perhitungan
potensibiogas yang dihasilkan berdasarkan data karakterisasi limbah adalah sebagai berikut :
Nilai COD removal/hari
= 1.605.056.250 mg COD/hari
= 1.605,05625 kg COD/hari
Produksi gas metana = CODr X 0,30 m3
= 1.605,05625 kg COD/hari X 0,30 m3/kg COD
= 481,5169 m3/hari
Produksi biogas = CH4 : 54,358%
= 481,5169 m3/hari : 54,358%
= 885,8252 m3/hari
= 265.747,6 m3/tahun*)
*) Asumsi kegiatan produksi selama setahun adalah 300 hari
Perhitungan terhadap potensi biogas yang terbentuk dari limbah cair melalui sistem CIGAR
menunjukkan bahwa biogas secara keseluruhan adalah sebesar 885,8252 m3/hari atau dalam setahun
biogas yang terbentuk adalah 265.747,6 m3. Kandungan gas metana yang terdapat pada biogas setelah
dianalisis adalah sebesar 54,358%, sehingga kandungan gas metana yang terbentuk dari jumlah biogas
secara keseluruhan adalah 481,5169 m3/hari atau 144.455,1/tahun dengan asumsi 300 hari kegiatan
produksi dalam setahun. Komponen gas metana yang terbentuk berbeda sesuai dengan karakteristi
limbah yang diolah. Persentase gas metan pada biogas yang diproduksi dari kotoran manusia, kotoran
ayam dan limbah cair dari tempat penyembelihan ternak terkadang dapat mencapai 70% atau lebih,
sedangkan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti batang dan jerami dapat menghasilkan 55% gas
metan (Li dan Ho, 2006). Komposisi biogas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar adalah biogas
yang mengandung 50% gas metana (Hermawan et al., 2007). Berdasarkan karakteristik biogas tersebut
maka biogas dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif dan dapat disetarakan dengan sumber
energiyang umum digunakan. Kesetaraan 1 m3 biogas dengan sumber energi lain dapat dilihat pada table
berikut: Tabel 4. Kesetaraan 1 m3 biogas dengan berbagai sumber energi
Sumber Energi Kesetaraan
Elpiji
Minyak Tanah
Solar
Bensin
Kayu Bakar
Listrik
0,46 kg
0,62 Liter
0,52 Liter
0,8 Liter
3,5 kg
1,25 kWh
Keterangan : Kandungan metana dalam biogas dari limbah peternakan adalah sebesar 64% (Wulandari, 2010)
Dari nilai kesetaraan energi pada table di atas maka nilai kesetaraan dari biogas yang diperoleh dari
reaktor CIGAR di lokasi penelitian dengan kandungan metana sebesar 54,358% dengan jumlah biogas
pertahun sebesar 265.747,6 m3 adalah sebagai berikut : Tabel 5. Potensi Energi Biogas dari Sistem CIGAR Pertahun
Sumber Energi Nilai Kesetaraan
(Metana 64%)
Nilai Kesetaraan
Metana (54%)
Elpiji 0,46 kg 122.243,90 kg 0,39 kg 103.143,29 kg
Minyak Tanah 0,62 L 164.763,51 L 0,52 L 139.019,21 L
Solar 0,52 L 138.188,75 L 0,44 L 116.596,76 L
Bensin 0,80 L 212.598,08 L 0,68 L 179.379,63 L
Kayu Bakar 3,50 kg 930.116,60 kg 2,95 kg 784.785,88 kg
Listrik
1,25
Kwh 332.184,50 Kwh 1,05 Kwh 280.280,67 Kwh
Dari perhitungan nilai kesetaraan biogas yang dihasilkan dari sistem CIGAR dapat dilihat bahwa
produksi biogas yang dihasilkan pertahun dari sistem CIGAR adalah sebesar 265.747,6 m3 dengan
kandungan metana sebesar 54,358% , sehingga jika disetarakan dengan berbagai sumber bahan bakar
lainnya maka didapatkan nilai kesetaraan yaitu elpiji 103.143,29 kg/tahun; Minyak Tanah 139.019,21
L/tahun; Solar 116.596,76 L/tahun; Bensin 179.379,63 L/tahun; Kayu Bakar 784.785,88 L/tahun; serta
listrik 280.280,67 Kwh. Berdasarkan data kesetaraan energitersebut, maka biogas yang dihasilkan dari
limbah tapioka dengan sistem CIGAR sangat berpotensi untuk digunakan sebagai sumber energy. Biogas
yang dapat dijadikan sebagai sumber energi umumnya mengandung 50-80% metana, 20-50%
karbondioksida, beberapa gas dalam jumlah kecil, cairan dan residu padat (Zhang et al., 1997 dalam
Firdaus, 2005). Sedangkan menurut Hessami et al., (1996) dalam Firdaus (2005), biogas mengandung
sekitar 60% metana, 40% karbondioksida.
Biogas merupakan gas yang tidak berwarna, sangat tinggi dan cepat daya nyalanya, sehingga sejak
biogas berada pada bejana pembuatan sampai penggunaannya untuk penerangan atau memasak, harus
selalu dihindarkan dari api yang dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan (Suriawiria, 2005). Sifat
Biogas adalah 20 % lebih ringan dari udara dan mempunyai satu suhu nyala di sekitar 650ºC sampai
dengan 750ºC. Nilai kalor dari biogas adalah 20 Mega Joules (MJ) per m3.
4.3.Potensi Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Cair Tapioka dengan Sistem CIGAR
Metode penangkapan biogas dengan menggunakan sistem CIGAR (Covered In Ground Anaerobic
Reactor) merupakan metode penangkapan biogas dengan cara membuat kolam penampung limbah dan
menutup kolam tersebut dengan menggunakan plastik jenis HDPE (High Density Poly Ethylene) dengan
ketebalan minimum 1 mm. Sistem CIGAR dalam kondisi optimal dapat mereduksi sedikitnya 95% BOD,
75% COD dan juga dapat mereduksi warna limbah (Wulandari, 2010). Sistem CIGAR merombak bahan
organik melalui tiga tahap proses biologi (hidrolisis, asdogenesis, dan metanogenesis). Penggunaan
HDPE sebagai penutup kolam pada sistem CIGAR adalah karena HDPE memiliki elastisitas yang baik,
jika biogas diproduksi dengan baik maka penutup akan mengembang keatas dan jika sedang tidak ada
biogas, maka plastik penutup akan rata dengan permukaan kolam (Philipine Bioscience, 2007).
Teknologi penangkapan biogas dengan sistem CIGAR sangat tepat jika diterapkan di industri tapioka
skala kecil yang minim teknologi dan modal karena sistem CIGAR tidak memerlukan investasi dan biaya
pemeliharaan yang tinggi serta menggunakan teknologi yang sederhana. Limbah cair yang diolah pada
sistem CIGAR hanya dialirkan pada reaktor CIGAR dan setelah proses fermentasi anaerobik berlangsung
yang menghasilkan biogas maka limbah keluar dari outlet reaktor tersebut.
Reaktor CIGAR di lokasi penelitian memiliki kapasitas yang masih tergolong kecil, dengan ukuran
panjang 35 m, lebar 18 m, dan kedalaman 7 m, sehingga volume bioreaktor adalah 4.410 m3 dengan luas
permukaan kolam 630 m3 jumlah limbah cair rata-rata pada saat pengamatan yang dihasilkan dari pabrik
adalah sebesar 217,1269 m3/hari, dengan Waktu Tinggal Hidrolik (WTH) pada sistem CIGAR adalah 24
hari (Usman, 2011). Estimasi potensi manfaat ekonomi dari pengolahan limbah cair menjadi biogas
dengan sistem CIGAR adalah sebagai berikut : Tabel 6. Potensi Keuntungan dari Pengolahan Limbah Cair Menjadi Biogas
Deskripsi Volume Harga Jumlah
Biaya tetap
Biaya Pembuatan Kolam 4410 m3 Rp260.000/50 m3 Rp22.932.000
Biaya pembelian Cover 858 m2 Rp27.000/m2 Rp23.166.000
Biaya Instalasi 1 kali Rp15.000.000 Rp15.000.000
Tangki Penampung 1 buah Rp10.000.000 Rp10.000.000
Pompa Sirkulasi 1 buah Rp6.500.000 Rp6.500.000
Kompressor Pengangkut Gas 1 buah Rp3.250.000 Rp3.250.000
Pipa Saluran 200 batang Rp30.000 Rp6.000.000
Biaya Variabel
Pekerja 2 orang Rp767.500 Rp18.420.000
Solar untuk Kompressor 250 liter Rp4.500 Rp1.125.000
Solar untuk Pompa Sirkulasi 1.500 liter Rp4.500 Rp6.750.000
Pendapatan
Produksi Biogas 265.747,6 m3
Nilai Konversi ke Solar
1 m3 = 0,44 L (54% metana) 116.928,9 L
Nilai Konversi ke Rupiah 116.928,9 L Rp4.500 Rp526.180.248
Keuntungan Tahun Pertama
Rp413.037.248
Keuntungan Tahun Ke dua
Rp499.885.248
Keterangan :
*) Pembuatan kolam/50 m3 = Rp. 260.000,- (Wulandari, 2010)
**) Harga HDPE/m2 = $ 3 atau Rp. 27.000,-/m3 ($ 1 = Rp. 9.000,-)
***) UMR Provinsi Lampung tahun 2010 (Disnakerprov Lampung, 2010)
****) Nilai konversi 1 m3 biogas dengan kandungan metana 54, = 0,44 liter solar
*****) Harga solar/liter
Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa untuk membangun dan menjalankan reactor CIGAR terdiri dari
komponen biaya tetap meliputi biaya investasi pembuatan reaktor CIGAR. Investasi pembelian plastik
HDPE (High Density Poly Ethylene) sebagai bahan penutup sistem CIGAR dengan ketebalan 1 mm
adalah sebesar $ 3/ m2 atau setara dengan Rp. 27.000,-. Kebutuhan biaya pembelian plastik HDPE untuk
membangun CIGAR dengan luas permukaan dibutuhkan plastik HDPE dengan luas 858 m2 adalah
Rp23.166.000,-. Biaya pembuatan kolam dengan volume 4.410 m3 adalah sebesar Rp22.932.000,-
dengan asumsi upah penggalian adalah Rp. 266.000,-/50 m3, biaya pemasangan cover atau instalasi
sebesar Rp15.000.000,- serta pembelian alat-alat untuk pemanenan gas berupa kompresor untuk menarik
gas, pompa sirkulasi, pipa saluran, tangki penampung adalah sebesar Rp. 25.750.000,-. Komponen biaya
variabel terdiri dari biaya operasional pekerja berjumlah dua orang yang dibayarkan sesuai UMR yaitu
Rp. 767.500,- dengan asumsi total 10 bulan waktu produksi tapioka dalam setahun yaitu sebesar
Rp18.420.000,- dan biaya pembelian bahan bakar untuk menjalankan reaktor adalah sebesar Rp.
7.875.000,-.
Total pendapatan diperoleh dari konversi nilai potensi biogas ke solar yaitu 116.928,9 L m3/tahun setelah
disetarakan dengan harga solar Rp. 4.500,-/L menjadi Rp526.180.248,-/tahun, sehingga keuntungan yang
diperoleh pada tahun pertama adalah sebesar Rp413.037.248,- dan keuntungan yang diperoleh pada
tahun ke dua adalah sebesar Rp499.885.248,-
Potensi keuntungan yang diperoleh dari pengolahan biogas dalam rupiah adalah potensi keuntungan yang
diperoleh jika biogas dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti solar. Penggunaan solar dalam
industry dapat dikurangi dengan mengoptimalkan penggunaan biogas. Biogas yang mengandung gas
metana didalamnya memiliki nilai kalor yang cukup tinggi yaitu mempunyai satu suhu nyala di sekitar
650ºC sampai dengan 750ºC. Nilai kalor dari biogas adalah 20 Mega Joules (MJ) per m3. Biogas dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, memasak, dan pemanas air. Jika
dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi (CNG) yang digunakan pada kendaraan.
Biogas yang telah dimurnikan akan memiliki karakteristik yang sama dengan gas alam (Suriawiria,
2005). Penggunaan biogas sebagai bahan bakar dapat menggantikan penggunaan energiminyak bumi
yang biasa digunakan oleh industry yaitu solar yang berimplikasi terhadap keuntungan ekonomi dari
penghematan pembelian solar oleh industry apabila biogas tersebut digunakan secara optimal.
4.4.Manfaat Pengolahan Limbah Terhadap Lingkungan
Kegiatan agroindustri merupakan kegiatan industri yang memiliki potensi besar untuk mencemari
lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari agroindustri mengandung komponen organik yang jika
terdegradasi dapat memberikan kontribusi cemaran yang besar apabila tidak dikelola dengan benar.
Limbah yang tidak diolah akan menimbulkan timbunan limbah yang kotor, berbau dan mengganggu
estetika dan keamanan lingkungan. Agroindustri tapioka rakyat seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya menghasilkan limbah yang memiliki berbagai potensi pemanfaatan yang baik. Limbah padat
dari ITTARA dapat sepenuhnya dimanfaatkan sampai ke titik nol (zero waste) sehingga tidak lagi
menimbulkan dampak terhadap pencemaran lingkungan. Selain limbah padat, limbah cair dari ITTARA
juga berpotensi untuk dimanfaatkan.
Setelah dilakukan analisis potensi terhadap kinerja CIGAR dalam menghasilkan biogas di lokasi
penelitian, maka dapat dilakukan perhitungan manfaat proyek tersebut terhadap lingkungan dengan
menghitung reduksi emisi yang dihasilkan dari kegiatan penangkapan biogas tersebut. Hasil analisis data
reduksi emisi dari reaktor CIGAR adalah sebagai berikut :
Hasil Karakterisasi :
COD inlet : 10.650 mg/
T-COD outlet : 1.915 mg/L
Laju alir umpan : 183,75 m3/hari
Perhitungan Emisi Dasar (BE) :
Kg CODr = (CODin – CODout) mg/L X Laju alir umpan
= (10.650 – 1.915) mg/L X 183,75 m3/hari
= 8.735 g/ m3 X 183,75 m3/hari
= 1.605.056,3 g/hari
CODr = 1.605,0563 kg/hari
1 kg CODr = 0,3 m3 CH4 (nilai realistis)
m3 CH4/hari = 1.605,0563 kg CODr/hari X 0,3 m3CH4/CODr
= 481,52 m3CH4/hari
CH4/hari = 481,52 m3/hari
1 Mol CH4 = 22,4 L
= (481,52 m3/hari)/ 0,0224 m3
CH4 = 21.496,43 Mol/hari
gCH4 = Mol X Berat Molekul CH4
= 21.496,43 X 12*
CH4 = 257957,1 g
= 257,96 kg/hari
CH4/tahun = 257,96 kg X 300**
= 77388 kg/tahun
= 77,388 ton/tahun
Maka emisi CO2 = 92,86 ton/tahun X 21***
= 1.625,15 ton/tahun
Perhitungan Emisi Proyek (PE) :
Kebutuhan solar untuk kompressor/tahun = 250 L
Kebutuhan solar untuk pompa sirkulasi/tahun = 1500 L
Total kebutuhan solar = 1.750 L/tahun
Emisi hasil pembakaran solar = 1.750 X 2,64 kg**** = 4620 kg = 4,62 ton CO2/tahun
Maka Emisi yang direduksi per tahun adalah :
RE = BE – PE
= 1.625,15 ton - 4,62 ton
= 1620,53 ton CO2e/tahun
Keterangan :
*) Berat molekul CH4
**) Asumsi produksi tapioka per tahun
***) GWP CH4 adalah 21 kali CO2 (Purwati, 2010)
****) Faktor emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran 1 liter solar (IPCC, 2006)
Hasil analisis reduksi emisi dapat dilihat bahwa reduksi emisi dari kegiatan penangkapan biogas pada
sistem CIGAR, jumlah basis emisi dari gas CO2 yaitu sebesar 1.625,15 tonCO2e/tahun dan jumlah emisi
rektor CIGAR dari penggunaan bahan bakar adalah sebesar 4,62 tonCO2e/tahun. Sehingga total emisi
yang direduksi dari penangkapan biogas melalui sistem CIGAR adalah sebesar 1620,53 ton CO2e/tahun.
Biogas yang ditangkap pada sistem CIGAR di lokasi penelitian seluruhnya ditampung untuk kemudian
digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak pada dapur besar yang mengelola konsumsi
para pekerja yang bekerja di pabrik maupun di peternakan. Sisa biogas yang tidak digunakan sebagai
bahan bakar apabila telah mencukupi untuk keperluan bahan bakar akan dibakar agar biogas tidak
terlepas diudara sebagai gas pencemar.
Limbah cair tapioka yang bersifat organik dan memiliki kandungan COD yang tinggi akan
menghasilkan biogas setelah proses penguraian berlangsung di kolam penampungan limbah. Apabila
biogas tersebut tidak diberdayakan akan berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Biogas
mengandung gas CH4 dan CO2 yang berpotensi memberikan kontribusi terhadap pemanasan global.
Kedua jenis gas ini telah di tetapkan oleh UNFCCC (United National Framework Convention on Climate
Change) sebagai gas rumah kaca (GRK) yang berkontribusi memberikan efek pemanasan global dan
memicu perubahan iklim.
Menurut IPCC(2006), gas-gas utama yang dikategorikan sebagai Gas Rumah Kaca dan mempunyai
potensi menyebabkan pemanasan global adalah CO2 dan CH4. Meskipun CO2 dan CH4 secara alami
terdapat di atmosfer, namun era industrialiasi sejak tahun 1750 sampai tahun 2005 gas-gas tersebut
mengalami peningkatan jumlah yang pesat dan secara global. Gas CO2 mempunyai persentase sebesar
50% dalam total Gas Rumah Kaca sementara CH4 memiliki persentase sebesar 20% (Rukaesih.2004).
Pembakaran bahan bakar minyak merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca, diikuti kemudian oleh
penggunaan biomassa dari kayu bakar dan limbah pertanian, kemudian gas bumi (Soedomo, 1999). Efek
dari keberadaan gas rumah kaca kini telah dapat dirasakan yaitu peningkatan temperatur di bumi.
Peningkatan temperatur ini menyebabkan efek lanjutan seperti mencairnya es di kutub, kenaikan muka
air laut, menggangu pertanian dan secara tidak langsung akhirnya berdampak pada ekonomi suatu negara
(Darwin, 2004).
Kegiatan penangkapan biogas di industri merupakan implementasi dari konsep CDM (Clean
Development Mechanism) di mana industri dapat mengembangkan usahanya dengan menerapkan konsep
usaha yang tidak mencemari lingkungan agar tercipta pembangunan industri dan lingkungan yang
berkelanjutan (Serasi, 2009).
Pemerintah saat ini tengah mengembangkan sistem agroindustri yang berwawasan lingkungan
(Agroindustry Towards Green Industry), untuk itu setiap industri dituntut untuk menerapkan konsep zero
waste pada sistem pengelolaan limbahnya. Penerapan konsep zero waste pada agroindustri tidak hanya
berlaku pada industri skala menengah atau industri besar saja, akan tetapi juga dapat diterapkan pada
industri kecil. Industri tapioka menghasilkan limbah yang bersifat organik sehingga memungkinkan
industri tersebut untuk mengelola limbahnya secara maksimal dengan melaksanakan konsep 3R, bahkan
dapat mencapai zero waste discharge yang bermanfaat terhadap penghematan biaya dan eko-efisiensi,
memberikan nilai tambah terhadap produk dan ramah lingkungan, serta mengurangi emisi gas rumah
kaca (Purwati, 2010).
5.Penutup
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang dapat diambil adalah pemanfaatan limbah di Industri
Tapioka Rakyat (ITTARA) terpadu dengan rata-rata produksi 57 ton/tahun berpotensi memberikan
peningkatan keuntungan ekonomi yang signifikan dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Adapun penjabaran potensi keuntungan yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Potensi produksi biogas dari pemanfaatan limbah cair adalah sebesar 265.747,6 m3/tahun.
2. Potensi keuntungan ekonomi dari biogas pada tahun pertama adalah
Rp413.037.248 dan pada tahun kedua adalah sebesar Rp499.885.248
3. Pengelolaan limbah cair dapat mereduksi emisi gas CO2 sebesar 1620,53 ton CO2 e/tahun.
5.2. Saran
Sudah saatnya pabrik pengolahan tapioka memberikan perhatian serius terhadap pengelolaan limbah
cairnya demi untuk menjaga lingkungan tetap terpelihara dan emisi nya pun dimanfaatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2009. Statistika Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2006. Direktori Industri Besar dan Sedang. Jakarta.
Bewick,M.W.P. 1980. Handbook of Organic Waste Conversion. Van Nostrand Reindhold Company.
New York. 490 Pgs.
Chardialani, A. 2008. Studi Pemanfaatan Oggok sebagai Bioimmobilizer Mikroorganisme dalam
Produksi Biogas dari Limbah Cair Industri Tapioka. Skripsi. Universitas Lampung.
Ciptadi dan Z. Nasution. 1978. Pengolahan Umbi Ketela Pohon. IPB. Bogor. 43 Hal.
Crawford, J.H. 1984. Composting of Agricultural Wastes. Dalam Cheremisinoff, P.N. dan R.P. Oullette
(ed.). 1984. Biotechnology. Application and Research. Techonomic Publishing Co., Inc., USA. 232-241
Pgs.
Darwin, R. 2004. Effects of Greenhouse Gas Emissions on World Agriculture,
Food Consumption, and Economic Welfare. Journal of Climate Change , 66(2004) page 191-238.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Lampung. 2010. Upah Minimum Provinsi. Bandar
Lampung. Lampung
Ditjen PPHP Kementerian Pertanian RI. 2010. Biogas Skala Rumah Tangga, Program Bioenergi
Pedesaan (BEP). Kementan. Jakarta.
Djarwati, I.F. dan Sukani. 1993. Pengolahan Air Limbah Industri Tapioka Secara Kimia Fisika, Laporan
Penelitian. Departemen Perindustrian RI. Semarang.
Firdaus, F. 2005. Studi Pendahuluan Pembuatan Biogas Dari Sampah Buah-buahan. Skripsi. Jurusan
Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63
Hal.
Grady Jr. C.P.L. and H.C. Lim. 1980. Biological Wastewater Treatment, Theory and Applications.
Marcel Dekker Inc. New York. 180 Pgs.
Haryati, T. 2006. Biogas: Limbah Peternakan Yang Menjadi Sumber Energi Alternatif. Wartazoa 16(3):
160-169.
Jenie, B. S. L., W.P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta. 42
Hal.
Kurniarto, A.T. 2006. Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah Industri Kecil Tapioka/Aci:
Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara,
Kota Bogor). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Kurniawati, D.S. 2010. Pemanfaatan Limbah Padat Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bakar Alternatif
Sumber Energi Listrik. Tesis. Program Pasca Sarjana Kajian Ilmu Lingkungan. Universitas Indonesia
Lal, K. 1999. Value Added by Industry - A Problem of International. System of National Accounts
Branch Statistics. Canada. 9 Pgs.
Nugroho, C.P. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Jilid 3 Untuk SMK. Direktorat Pembinaan SMK.
Kemendiknas RI. Jakarta. 132 hal.
Purwati, E. 2010. Penerapan Konsep Zero Waste Pada Pengelolaan Limbah Industri Tapioka.
Program Pasca Sarjana Kajian Ilmu Lingkungan. Universitas Indonesia. 93 hal.
Rukaesih, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penebar Swadaya. 145 hal.
Tarmudji. 2004. Pemanfaatan Onggok untuk Pakan Unggas. Artikel.
http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/171/. Diakses Tanggal 21 Agustus 2010.
Wulandari, P. 2010. Inventarisasi Potensi Limbah Kegiatan Peternakan Sapi Sebagai Sumber Energi.
Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung. 56 Hal.
Usman, M. 2011. Evaluasi Kinerja Bioreaktor Sistem Cigar (Covered in Ground Anaerobic Reactor) Di
Industri Tapioka Rakyat. Universitas Lampung. Bandar lampung. 56 Hal.
ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN MODAL KERJA TERHADAP PROFITABILITAS
DAN RESIKO DI PT. KIMIA HUSADA
Leni Rudihartati
Abstract
The purposes of this research are know about working capital management applied, and the influence to
profitability and risk. The research object in PT. Kimia Husada a trading company moves in import and distribute
chemical raw material.The research user analysis descriptive method, and the hypothesis was testing by simple
linier regresstion and correlation , and determination.The result for this research are working capital management
at PT. Kimia Husada, applied in cash management, account receivables management, inventory management,
current liablities management, account receivables management. The influence of working capital management to
net working capital change since 2005 to 2008 was decreased, except in 2009 was increased.The working capital
change influence to profitability (36.69%) and risk (0.240%) with σ 22,6551. Based on t tes, the reult shows
that the net working capital change influence is not significant to profitability and risk.
Key word : Working Capital, Profitability, Risk
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui penerapan manajemen modal kerja dan pengaruhnya terhadap tingkat
profitabilitas dan risiko. Obyek penelitian adalah perusahaan dagang yang bergerak dalam kegiatan dan distribusi
bahan kimia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dan hipotesis diuji dengan menggunakan
regresi linier sederhana, korelasi dan determinasi.
Berdasarkan analisa yang telah penulis lakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : penerapan manajemen
modal kerja pada PT. Kimia Husada, meliputi manajemen kas, manajemen piutang, manajemen persediaan dan
menajemen hutang lancar.Pengaruh dari penerapan manajemen modal kerja terhadap perubahan modal kerja bersih
mulai tahun 2010 sampai dengan 2014, semakin menurun kecuali pada tahun 2015 mulai dapat menunjukkan
peningkatan yang cukup baik. Tingkat perubahan modal kerja bersih berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas
(39,69%), dan risiko (0,240%) dengan σ 22,6551.Berdasarkan uji t, hasil uji dapat menunjukkan bahwa perubahan
modal kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat profitasilitas dan risiko.
Kata kunci : modal kerja, keutungan, resiko
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pada era globalisasi hingga saat ini dengan dukung teknologi modern dan canggih yang sangat pesat,
tidak kalah pentingnya dengan fungsi manajemen keuangan memiliki peranan yang sangat kuat dan
dinamis dan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor ekternal. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah
kompetisi antar perusahaan, perubahan teknologi, perubahan harga dan tingkat suku bunga, ketidak
pastian situasi ekonomi dunia, fluktuasi nilai tukar uang dan perubahan hukum pajak serta kebijakan
pemerintah yang tidak menentu. Fungsi manajemen keuangan harus memiliki fleksibilitas yang tinggi
untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan ekternal, sehingga perusahaan yang dikelolanya dapat
tetap bertahan dan dapat meraih kesuksesan dalam menjalankan roda perusahaan. Salah satu aspek
penting dari fungsi manajemen keuangan adalah pengelolaan aktiva lancar dan hutang lancar yang
dikenal sebagai manajeman modal kerja.
1.2. Permasalahan
Dari latar belakang tersebut diatas maka penulis akan membahas permasalahan yakni :
1. Mengetahui penerapan manajmen modal kerja yang diterapkan oleh PT. Kimia Husada.
2. Mengetahui pengaruh manajemen modal kerja terhadap perubahan modal kerja.
3. Mengetahui pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas dan risiko.
2. Landasan Teori
2.1. Pengertian dan Konsep Modal Kerja
Modal kerja menurut pendapat Ross, Westerfield dan Jaffe (1990) “Working Capital is defined as the
difference beetwen current assets and current liabilities”.
Sedangkan menurut Levey & Sarnat (1990),
“Working Capital refens to a firm’s current assets. Net Working Capital is defined as current assets
minus current liabilities. Current assets are those which the firm expects to be able to turn into cash
within onw year (or during its normal operating cycle) Afirm’s primary current are cash is selt, show
term marketable securities, account receivable (i.e, trade credit extended to its customers). And
inventories of raw materials and finished good
Dari kedua pendapat tersebut diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa modal kerja merupakan investasi
modal perusahaan dalam aktiva lancar perusahaan, yaitu aktiva-aktiva yang secara normal dalam jangka
waktu paling lama satu tahun dapat dicairkan menjadi uang kas. Selain dari pada itu dari kedua pendapat
tersebut bahwa modal kerja dapat didifinisikan sebagai kelebihan dari jumlah aktiva-aktiva lancar atas
jumlah hutang-hutang lancarnya pada saat yang sama, yang dikenal dengan istilah modal kerja bersih.
Menurut pendapat Sutrisno (2000) konsep modal kerja terdapat tiga macam konsep yang bisa digunakan
untuk keperluan analisis yaitu sebagai berikut :
1. Modal Kerja Kualitatif
2. Modal Kerja Kualitatif
3. Modal Kerja Fungsional
Konsep Kuantitatif
Konsep ini menekankan pada kuantum yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam
pembiayaan operasional perusahaan yang bersifat rutin tanpa memetingkan kualitas modal kerja. Konsep
ini mendefinisikan bahwa modal kerja kerja adalah jumlah aktiva lancar yang sering disebut modal kerja
bruto (Gross Working Capital), dan pada umumnya konsep ini digunakan oleh seorang analis keuangan.
Konsep Kualitatif
Konsep ini menekankan pada kualitas modal kerja. Dalam konsep ini, bahwa modal kerja adalah
kelebihan aktiva lancar terhadap hutang jangka pandek (net working capital),. Konsep ini menunjukan
tingkat keamanan bagi para kreditur jangka pendek, dan dapat menjamin kelangsung hidup perusahaan
atau kelangsungan operasional perusahaan dimasa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh tambahan pinjaman jangka pendek dengan jaminan aktiva lancarnya. Pada umumnya
konsep ini digunakan oleh seorang akuntan.
Konsep Fungsional
Konsep ini menekankan pada fungsi dana yang dimiliki untuk memperoleh pendapatan (laba) dari usaha
pokok perusahaan. Pada dasarnya dana yang dimiliki oleh suatu perusahaan seluruhnya akan digunakan
untuk menghasilkan laba sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana dipergunakan
untuk menghasilkan laba pada periode ini (Current income). Sebagaian dana yang ada dipergunakan
untuk memperoleh atau menghasilkan laba di masa yang akan datang, misalnya : bangunan, mesin-
mesin, pabrik, alat-alat kantor dan aktiva tetap lainnya. Dalam hal ini bagian dari aktiva tetap yang
dimasukkan sebagai modal kerja adalah sebesar depresiasi periode yang bersangkutan. Pada penelitian
ini penulis menggunakan konsep modal kerja kualitatif karena keterkaitannya dengan masalah yang akan
dibahas yaitu Profitabilitas dan Risiko.
2.2. Jenis Modal Kerja
Menurut pendapat A.W. Taylor modal kerja dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut :
1. Modal Kerja Permanen
Modal kerja permanen adalah modal kerja yang selalu harus ada dalam perusahaan agar perusahaan
dapat menjalankan kegiatannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan modal kerja permanen dapat
di bedakan mejadi 2 macam yaitu sebagai berikut :
a. Modal Kerja Primer
Merupakan modal kerja minimal yang harus ada dalam perusahaan untuk menjamin agar perusahaan
tetap bisa beroperasi.
b. Modal Kerja Normal
Merupakan modal kerja yang harus ada agar perusahaan bisa beroperasi dengan tingkat produksi
normal. Produksi normal merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang sebesar
kapasitas normal perusahaan.
2. Modal Kerja Variabel
Merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kegiatan ataupun
keadaan yang lain yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Modal kerja variabel terdiri dari 2 jenis
:
a. Modal Kerja Musiman
Merupakan modal kerja yang jumlah kebutuhannya dipengaruhi oleh fluktuasi kegiatan perusahaan,
contoh perusahaan biskuit harus menyediakan modal kerja yang cukup besar pada hari raya
b. Modal Kerja Siklis
Modal kerja yang jumlah kebutuhannya dipengaruhi oleh fluktukasi konjungtur.
c. Modal Kerja Darurat
Modal kerja ini yang jumlah kebutuhannnya dipengaruhi oleh keadaan- keadaan yang terjadi diluar
kemampuan perusahaan.
2.3. Unsur-Unsur Modal Kerja
Secara umum yang termasuk unsur-unsur modal kerja adalah aktiva lancar dan hutang lancar.
Aktiva lancar terdiri dari kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan sedangkan Hutang lancar
terdiri dari hutang jangka pendek seperti hutang wesel, hutang usaha dan hutang-hutang lainnya yang
berusia kurang dari satu tahun.
1. Aktiva Lancar
Istilah aktiva lancar digunakan untuk menyatakan kas atau bank, sumber-sumber lain yang diharapkan
dapat dicairkan menjadi kas atau bank dapat dijual atau dipakai dalam waktu satu tahun.
2. Kewajiban Lancar
Kewajiban lancar meliputi hutang yang diharapkan akan dilunasi dalam satu tahun dengan menggunakan
sumber-sumber yang merupakan aktiva lancar atau dengan menimbulkan hutang lancar lainnya.
2.4. Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
Sumber dan penggunaan modal kerja menurut pendapat Bambang Riyanto terdiri dari sebagai berikut :
Sumber-sumber dari modal kerja dapat berasal dari :
1. Berkurangnya aktiva tetap
2. Bertambahnya hutang jangka panjang
3. Bertambahnya modal
4. Adanya keuntungan dari operasi perusahaan.
Penggunaan Modal Kerja terdiri dari :
1. Bertambahnya aktiva tetap
2. Pembayaran Cash Deviden
3. Berkurangnya hutang jangka panjang
4. Adanya kerugian dalam operasi perusahaan
2.5. Manajemen Modal Kerja
Pengertian manajemen modal kerja berkaitan dengan bagaimana mengelola perkiraan-perkiraan lancar
yang ada pada perusahaan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Pleh van Horne & Wachowicz
(1992) yang menyatakan “As the discussion of working capital management unfolds, our concern will be
to consider the administration of the firm’s current asset-namely, cash and marketable securities,
receivable, and inventory - and the financing (especially current liabilities) needed to support current
assets”
Sedangkan menurut pendapat Lukman Syamsuddin (1994) manajemen modal kerja berkenaan dengan
management current account perusahaan (Aktiva lancar dan hutang lancar). Manajemen modal kerja ini
merupakan salah satu aspek penting dari keseluruhan manajemen pembelanjaan perusahaan. Apabila
perusahaan tidak dapat mempertahankan, “tingkat modal kerja yang memuaskan” maka kemungkinan
sekali perusahaan akan berada dalam keadaan insolvent (perusahaan tidak mampu membayar kewajiban-
kewajiban yang sudah jatuh tempo) dan bahkan mungkin terpaksa harus dilikuitdir (bangkrut). Aktiva
lancar harus cukup besar untuk dapat menutup hutang lancar sedemikian rupa sehingga mengambarkan
adanya tingkat keamanan (margin of safety) yang memuaskan”
Tujuan dari manajemen modal; kerja adalah untuk mengelola masing-masing pos aktiva lancar dan
hutang lancar sedemikian rupa, sehingga jumlah Net Working Capital (aktiva lancar dikurangi hutang
lancar), yang diinginkan tetap dapat dipertahankan”
2.6. Manajemen Kas
Sesuatu yang dapat dikelompokan sebagai kas adalah uang tunai, rekening koran, dan surat berharga.
Kas yang berfungsi sebagai alat transaksi, kompensasi dan spekulasi, hal tersebut sangat mempengaruhi
prestasi perusahaan dalam hal kelancaran operasional dan sekaligus menimbulkan biaya pendanaan.
Berkaitan dengan manajemen kas yang efisien, Lukman Syamsudin mengemukakan beberapa strategi
dasar yaitu :
1. Membayar hutang dagang selambat mungkin asal jangan sampai mengurangi kepercayaan fihak
supplier kepada perusahaan. Tetapi memanfaatkan setiap potongan tunai (cash discount) yang
menguntungkan bagi perusahaan.
2. Mengatur perputaran persediaan secepat mungkin tetapi menghindari risiko kehabisan persediaan
yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan pada masa-masa selanjutnya (konsumen
kehilangan kepercayaan kepada perusahaan).
3. Kumpulkan piutang secepat mungkin tetapi jangan sampai mengakibatkan kemungkinan menurunnya
volume penjualan pada masa yang kan datang karena ketatnya kebijasanaan-kebijaksanaan dalam
penjualan kredit dan pengumpulan piutang.
Disamping itu manajemen kas menitik beratkan pada tiga hal sebagai berikut :
1. Bagaimana meningkatkan efisiensi kas sehingga likuidasi perusahaan terjaga dan biaya pendanaan
murah
2. Bagaimana membina hubungan dengan Bank dalam rangka menyiapkan cadangan dana yang
dibutuhkan sewaktu-waktu
3. Bagaimana mengelola surat-surat berharga.
2.7. Manajemen Piutang
Manajemen piutang semakin penting dalam bisni oleh karena itu manajemen piutang yang tepat dapat
mendorong peningkatan penjualan. Piutang dilain segi jua menimbulkan masalah terutama dalam
penagihannya.
Untuk mencapai bebijakan yang baik, manajemen piutang perlu melibatkan lima tahap yaitu : (1).
Penerapan term of sale, (2). Penentuan instrumen kredit, (3). Analisis Kredit, (4). Keputusan kredit. (5).
Kebijakan penagihan.
2.8. Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan mendapatkan perhatian yang cukup mendalam, terutama dalam bidang operasi.
Persediaan merupakan bagian utama dari modal kerja, sebab dilihat dari jumlahnya persediaan
merupakan unsur modal kerja yang paling besar. Hal ini dapat dipahami karena persediaan merupakan
faktor penting dalam menentukan kelancaran operasi perusahaan. Tanpa adanya persediaan yang
memadai kemungkinan besar perusahaan tidak bisa memperoleh keuntungan yang diinginkan disebabkan
karena proses produksi akan terganggu. Namun demikian jika terjadi kelebihan persediaan hal ini akan
menimbulkan kerugian atau tambahan beban bagi perusahaan seperti beban penyimpanan, penyusutan
persediaan, dan kemungkinan persediaan tersebut rusak atau hilang diambil orang, maka diperlukan
manajemen persediaan yang tepat, sehingga operasi perusahaan dapat berjalan optimal.
2.9. Analisis Kebutuhan Modal Kerja
Pengelolaan modal kerja yang efektif, memerlukan suatu analisis yang dapat dilakukan dengan beberapa
metode sebagai berikut :
2.9.1. Metode Perputaran Modal Kerja
Modal kerja akan selalu dalam keadaan berputar selama perusahaan berjalan dimana periode
perputarannya dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sehingga
kembali menjadi kas. Menurut pendapat Bambang Riyanto menjelaskan bahwa “tingkat perputaran
modal kerja tergantung pada lamanya periode perputaran masing-masing komponen modal kerja
tersebut. Semakin pendek periode perputaran modal
kerja, maka semakin tinggi tingkat perputaran dan sebaliknya”
Penjualan dengan Sistem Kredit
Penjualan dengan Sistem Tunai
Kas 1 Barang Piutang Kas 2
Pembelian Penjualan Penerimaan Uang
Kas 1 Barang Kas 2
Pembelian Penerimaan/Penerimaan Uang
Gambar 1. Metode Perputaran Modal Kerja
Keadaan Januari Februari Maret April
1 - K1 B P K 2
2 - K1 B P K 2
3 - K1 B P K 2
4 K1 B P K 2
K1 = Kas yang dikeluarkan untuk beli barang
K 2 = Kas yang diterima dari hasil penjualan
B = Barang
P = Piutang
Gambar 2. Periode Perputaran Modal Kerja
Keadaan 1 :
Periode perputaran modal kerja (K1 – K2) adalah 1 bulan yaitu permulaan Februari sampai permulaan
Maret, dimana meliputi periode pembelian, penjulan dan penerimaan pembayarannya, dimana penjualan
dilakukan dengan kredit. Pada keadaan ini tingkat perputaran modal kerjanya adalah 12 x dalam 1 tahun.
Tingkat perputaran modal kerja dalam 1 tahun dapat diketahui dengan membagi tahun dalam bulan atau
hari dengan periode perputaran atau periode terkaitnya modal kerja.
Keadaan 2 :
Periode perputaran modal kerja adalah 2 bulan dimana periode pembelian sampai penjualan meliputi
waktu 1 bulan, dan periode penerimaan piutangnya meliputi waktu 1 bulan tingkat perputaran modal
kerja disini adalah sbb :
12
---- = 6 x setahunnya
2
Keadaan 3 :
Periode perputaran modal kerja adalah 3 bulan dimana periode pembelian dampai penjualan meliputi
waktu 1 bulan dan jangka waktu piutangnya adalah 2 bulan. Tingkat perputaran modal kerja disini adalah
12
---- = 4 x setahunnya
3
Keadaan 4 :
Periode perputaran modal kerja adalah 4 bulan, dimana dalam pembelian barang harus dibayar lebih
dahulu harganya sebulan sebelum barang diterima (pemberian kredit kepada pembeli), periode
penyimpanan dan penjualan meliputi waktu 2 bulan dan periode penerimaan piutang meliputi waktu 1
bulan. Tingkat perputaran (turnover rate) modal kerja atau aktiva lancar dapat pula dihitung dari neraca
dan income statement pada suatu saat tertentu, dengan cara sebagai berikut :
Net Sales
Current Assets turnover = -----------------
Current Sales Atau
Net Sales
= --------------------------
Average Current Assets
Average Current Assets = C.A. Permullaan + C.A. akhir tahun
-------------------------------------------
2
2.10. Penentuan Besarnya Kebutuhan Modal Kerja.
Besar kecilnya kebutuhan modal kerja terutama tergantung kepada 2 faktor yaitu sebagai berikut :
1. Periode perputaran atau periode terkaitnya modal kerja
2. Pengeluaran kas rata-rata setiap harinya.
2.11. Efisiensi Penggunaan Modal Kerja
Efisiensi modal kerja dihitung dengan membandingkan antara laba operasional dengan aktiva lancar.
Perbandingan ini menggunakan dasar pemikiran pengukuran laba operasional dari setiap modal kerja
bruto yang dimiliki perusahaan. Semakin besar kemampuan modal kerja tersebut menghasilkan laba
operasi, maka semakin efisien pengelolaan modal kerja tersebut. Konsep modal kerja bruto dipergunakan
dengan maksud agar pengukuran efisiensi tidak dipengaruhi oleh kebijakan pendanaan spontanitas atau
pendanaan jangka pendek lainnya. Rasio ini dinyatakan sebagai berikut :
Return on Working Capital = Operating Income
Current Asset
2.12. Pengukuran Profitabilitas
Dalam melakukan pengukuran Profitabilitas, Lukman Syamsuddin (1994), mengemukakan pendapatnya
sebagai berikut :
“Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran
dihubungkan dengan volumen penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga
pengukuran ini akan memungkinkan seorang penganalisa untuk mengevaluasi tingkat earning dalam
hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi dari pemilik perusahaan”.
Dari uraian tersebut diatas bahwa pengukuran profitabilitas dapat dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu :
1. Pengukuran profitabilitas dihubungkan dengan volume penjualan
2. Pengukuran profitabilitas dihubungkan dengan total aktiva
3. Pengukuran profitabilitas dihubungkan dengan modal sendiri
Penjelasan dari kelompok tersebut diatas adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran profitabilitas dihubungkan dengan volume penjualan
Ada 3 hal rasio untuk mengukur profitabilitas dalam hubungan dengan volume penjualan yang biasa
digunakan, biman hal ini sebenarnya dapat langsung dilihat dari laporan rugi/laba dalam bentuk
persentase rasio-rasio tersebut.
a. Gross Profit margin
Merupakan prosentase dari laba kotor dibandingkan dengan penjualan. Semakin besar Gross Profit
Margin maka semakin baik keadaan operasi perusahaan. Rasionya dinyatakan sebagai berikut :
Gross Profit Margin = Laba kotor x 100%
Penjualan
b. Operating Profit Margin
Rasio ini mengambarkan apa yang biasanya disebut dengan “Pure Profit” yang diterima atas setiap
rupiahdari penjualan yang dilakukan. Rasio ini dinyatakan sebagai berikut :
Operating Profit Margin = Laba kotor
-------------- = 100%
Penjualan
c. Net Profit Margin
Adalah rasio antara laba bersih penjualan setelah dikurangi seluruh beban/biaya termasuk pajak
dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi net profit margin maka semakin baik operasi seuatu
perusahaan. Rasio dinyatakan sebagai berikut :
Net Profit Margin = Laba bersih setelah pajak
------------------------------- X 100 %
Penjualan
2. Pengukuran profitabilitas dihubungkan dengan total aktiva
a. Total Assets Turn Over
Rasio ini menunjukan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan didalam menghasilkan
volumen penjualan tertentu. Rationya adalah sebagai berikut :
Total Asset Turn over = Penjualan
----------------- x 1 kali
Total Aktiva
b. Return on Invesment
Rasio ini menujukkan seberapa besar laba bersih bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki
perusahaan. Angka yang dipergunakan adalah laba setelah pajak dan (rata-rata) kekayaan perusahaan.
Rasio ROI dinyatakan sebagai berikut :
Laba setelah Pajak
ROI = ------------------------ x 100 %
Total Aktiva
3. Pengukuran profitabilitas dihubungkan dengan modal sendiri.
* Rentabilitas Modal Sendiri atau Return on Equity
Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak milik modal sendiri. Laba yang
dipergunakan adalah laba setelah pajak. Rasio ini dinyatakan sebagai berikut :
Rentabilitas modal sendiri = Laba setelah Pajak
------------------------- X 100 %
Jumlah Modal Sendiri
Pengukuran Risiko
Konsep pengukuran risiko yang diungkapkan oleh Mohamad Muslich (2000;16) adalah sebagai berikut :
“Dalam manajemen keuangan modern, risiko diartikan sebagai suatu penyimpangan return riil dari
hasil yang diharapkan. Metode untuk mengukur risiko adalah standar deviasi atau perbedaan
(variance). Variance atau standar deviasi ini mengukur penyimpangan nilai hasil terhadap nilia rata-
ratanya”
Dengan demikian salah satu alat untuk menghitung risiko adalah standart deviasi. Standar deviasi
merupakan rata-rata tertimbang profitabilitas dari nilai yang diharapkan, dan mengambarkan seberapa
besar nilai sebenarnya akan berada dibawah atau diatas nilai yang diharapkan. Semakin kecil standar
deviasi maka makin rapat distribusi profitabilitas, berarti semakin kecil risiko yang dihadapi oleh
perusahaan. Perhitungannya dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Standar Deviasi = σ
M
σ = ∑ (Rij – Rj)2
-------------
J=1 M
Dimana :
Rij = Tingkat outcome ke-i
Rj = Tingkat outcome yang diharapkan
M = Jumlah outcome atau peristiwa yang mungkin terjadi
2.13. Pengaruh Manajemen Modal Kerja terhadap Profitabilitas dan Risiko
Menurut pendapat Lukman Syamsuddin dikemukakan sebagai berikut :
“Apabila perusahaan bermaksud untuk meningkatkan keuntungan yang diperolehnya, maka peningkatan
keuntungan tersebut akan diikuti pula oleh risiko yang semakin besar. Demikian pula kalau perusahaan
ingin melakukan sebaliknya, menurunkan risiko, maka penurunan tingkat risiko akan diikuti oleh
menurunnya tingkat profitabilitas”. (1994;208)
2.14. Pengaruh dari Perubahan Aktiva lancar
Pengaruh dari Perubahan Aktiva lancar atas trade off antara profitabilitas dan risiko dapat diilustrasikan
dengan menggunakan rasio sederhana, yaitu rasio antara aktiva lancar atas total aktiva. Presentase yang
diperoleh akan menunjukan berapa bagian dari total aktiva yang tertanam dalam pos-pos yang lancar.
Adapun pengaruh dari perubahan aktiva lancar dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengaruh dari Peningkatan Aktiva Lancar
Bilamana rasio aktiva lancar atas total aktiva meningkat maka baik profitabilitas maupun risiko yang
dihadapi akan menurun. Menurunnya profitabilitas disebabkan karena aktiva lancar menghasilkan lebih
sedikit dibandingkan dengan aktiva tetap. Risiko “Technical Insolvency” menurun karena jumlah aktiva
lancar akan semakin memperbesar ner working capital, dengan asumsi hutang lancar tidak berubah.
b. Pengaruh dari Penurunan Aktiva Lancar
Menurunnya rasio aktiva lancar atastotal aktiva akan mengakibatkan meningkatnya profitabilitas ini
disebabkan karena lebih banyak modal yang diinvestasikan dalam aktiva tetap yang dapat memberikan
profitabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan aktiva lancar. Akan tetapi dengan meningkatnya
profitabilitas ini juga aka diikuti oleh meningkatnya risiko, karena jumlah modal kerja bersih akan
menurun, dengan semakin kecil jumlah aktiva lancar. Pengaruh menurunnya ini berbanding terbalik
dengan pengaruh dari peningkatan risiko aktiva lancar atas total aktiva perusahaan.
2.15. Pengaruh dari Perubahan Hutang Lancar
Pengaruh dari Perubahan hutang lancar atas trade off antara profitabilitas dan risiko dapat diilustrasikan
dengan menggunakan rasio sederhana, yaitu rasio antara hutang lancar atas total aktiva. Presentase yang
diperoleh akan menunjukan berapa bagian dari total aktiva yang dibiayai dengan modal jangka pendek
atau hutang lancar. Adapun pengaruh dari perubahan hutang lancar dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengaruh dari Peningkatan Hutang Lancar
Bilamana rasio hutang lancar atas total aktiva meningkat maka baik profitabilitas maupun risiko yang
dihadapi akan meningkat. Meningkatnya profitabilitas disebabkan karena menurunnya biaya-biaya yang
dikaitkan dengan modal jangka pendek yang semakin sedikit dibandingkan dengan modal jangka
panjang. Kalau diasumsikan jumlah aktiva lancar tidak berubah, maka dengan meningkatnya hutang
lancar jumlah modal kerja bersih akan menurun, dimana hal ini berarti meningkatnya risiko yang
dihadapi perusahaan.
b. Pengaruh dari Penurunan Hutang Lancar
Menurunnya rasio hutang lancar atas total aktiva akan mengakibatkan menurunya tingkat profitabilitas
dan risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Penurunan profitabilitas ini disebabkan karena perusahaan
lebih banyak mengunakan modal yang mempunyai biaya tinggi seperti modal
Jangka panjang dibandingkan dengan modal jangka pendek yang biayanya lebih murah. Akan tetapi
dengan menurunnya profitabilitas ini juga akan diikuti oleh menurunnya risiko.
3.Metode Penelitian
Penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel sebagai berikut :
1. Variabel Independen adalah merupakan suatu variabel bebas yang yang keberadaannya bukan
merupakan faktor penyebab yang akan mempengaruhi variabel-variabel lain. Yang mana dalam
penelitian ini bahwa perubahan modal diidentifikasikan sebagai variable independen (X)
2. Variabel Dependen (Y), yaitu merupakan variabel tidak bebas yang keberadaannya dipengaruhi oleh
variabel independen. Dalam penelitian ini tingkat profitabilitas perubahan (ROI) diindentifikasikan
sebagai variabel dependen (Y1) dan risiko merupakan variabel dependen (Y2). Untuk lebih jelasnya
penulis tuangkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Variabel, Konsep Variabel dan Indikator
Variabel Konsep Variabel Indikator Manajemen Modal
kerja (X)
Manajemen modal kerja
merupakan kebijakan
dasar perusahaan untuk
menentukan
jumlahaktiva lancar dan
sumber pendanaannya.
Manajemen modal kerja
adalah keputusan
mendasar
menghubungkan dengan
jumlah setiap kategori
aktiva lancar yang
ditargetkan dan
bagaimana aktiva lancar
tersebut akan dibiayai
Perubahan modal kerja
(MK1-MK0)
Profitabilitras (Y1) Profitabilitas adalah
untuk mengukur
kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba
melalui sumber daya
yang dimiliki oleh
perusahaan.
ROI
Rasio ini menunjukan
seberapa besar laba bersih
bisa diperoleh dari seluruh
kekayaan yang dimiliki
perusahaan. nilai yang
dipergunakan adalah laba
setelah pajak dan rata-rata
kekayaan perusahaan. Rasio
ROI dinyatakan dalam
rumus sebagai berikut :
Laba stlah pajak
ROI = -------------------
x 100% Total Aktiva
Risiko (Y2) Ketidak pastian atas
terjadinya sesuatu
Standar Deviasi σ
Langkah-langkah untuk melakukan proses analisis data terdapat 3 (tiga) jenis analisis sebagai berikut :
1. Analisis Regresi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh perubahan modal kerja (variabel
independen) terhadap tingkat profitasbilitas dan risiko perusahaan (variabel dependen). Persamaan
regresi yang digunakan adalah persamaan regresi linier yang dihitung dengan :
Y= a + bX
Dimana : X = perubahan modal kerja; Y1 = tingkat profitabilitas, Y2 = risiko.
2. Analisis Koefisien Korelasi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Derajat hubungan ini ditunjukan oleh koefisien korelasi yang dihitung dengan rumus :
n∑XY -∑X∑Y
r = (n∑X2–(∑X)2) (n∑Y)2–(∑Y)2)
Syarat diterimanya nilai koefisien kolerasi haruslah berkisar antara negatif dan positif atau -1< r <+1
dimana :
a. Bila nilai r = 0 atau mendekati 0, maka antara kedua variabel sangat lemah atau tidak terdapat
hubungan sama sekali
b. Bila nilai r = +1 atau mendekati nilai +1, maka hubungan kedua variabel dikatakan sangat kuat dan
positif
c. Bila nilai r = -1 atau mendekati -1, maka hubungan kedua variabel dikatakan sangat kuat dan
negatif.
3. Analisis Koefisien Determinasi
Alat ini dapat dipergunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen (Y), maka dapat
dihitung dengan menggunakan koefisien determinasi yaitu r2 X 100%, dengan hasil terebut maka
diketahui besar pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan modal kerja terhadap tingkat profitabilitas.
4. Pembahasan
Dengan menggunakan analisis jalur terdapat 2 (dua) variabel, yaitu, Profitabilitas (Y1), Risiko (Y2),
variabel tersebut terdapat korelasi dengan pengaruh modal kerja versus profitabilitas dan risiko yang
dapat mempengaruhi penggunaan modal kerja untuk memperlancar operasional perusahaan. Dalam
melakukan analisis pada tahap I (pertama) ini terdapat persamaan regresi adalah Y1= -6.540 +
0.001751X, dari persamaan tersebuit dapat diniterprestasikan bahwa a = -6.540, artinya garis regresi
memotong sumbu Y1 pada titik -6.540. Nilai koefisien regresi b = 0.001751, artinya terdapat hubungan
searah variabel X dan variabel Y1. Setiap terdapat perubahan modal kerja dan risiko persamaan
regresinya adalah Y2 = 8.503 + 0.00007249 X. Dari persamaan tersebut dapat diinterprestasikan bahwa a
= 8.503. Nilai koefisien regresi b = 0.00007249, artinya terdapat hubungan searah antara variabel X
dan variabel Y2. Setiap terdapat perubahan peningkatan variabel X akan diikuti perubahan peningkatan
variabel Y2.
Analisis yang ke II (dua) ini dengan menggunakan rusmus :
n∑XY -∑X∑Y
r = (n∑X2–(∑X)2) (n∑Y)2–(∑Y)2)
Dimana :
n = Jumlah sampel
X = Perubahan modal
Y1 = Tingkat profitabilitas
Y2 = Risiko
Hal tersebut diperoleh hasil r1= 0.630, Nilai koefisien korelasi r = 0.630, adalah menunjukkan besarnya
derajat hubungan antara variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y1), karena memperoleh
nilai positif, maka terdapat hubungan antara perubahan modal kerja dengan tingkat profitabilitas, terdapat
hubungan yang positif. Nilai r positif menunjukkan bahwa penurunan/kenaikan nilai Y1 disebabkan oleh
penurunan/kenaikan nilai X atau lebih jelasnya terjadi penurunan tingkat profitabilitas perusahaan,
tersebut disebabkan karena adanya perubahan modal kerja.
Hubungan antara variabel X dengan variabel Y1 dalam penelitian ini terdapat hubungan sangat kuat,
sebab nilai r mendekati nilai +1, sedangkan untuk r2 diperoleh nilai = 0.049. Nilai koefisien r = 0.049,
menunjukkan besarnya derajat hubungan antara variabel independen (X) terhadap variabel dependen
(Y2) yaitu hubungan yang terjadi antara perubahan modal kerja dengan tingkat profitabilitas mempunyai
hubungan yang sangat lemah atau tidak ada hubungan sama sekali. Analisis yang ke III (tiga) ini untuk
mengetahui besarnya pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y1), maka dapat
dihitung dengan menggunakan koefisien determinasi yaitu r12 X 100% atau (0.630)2 X 100% = 39.69%.
Dengan hasil tersebut maka diketahui besar pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan modal kerja
terhadap tingkat profitabilitas adalah sebesar 39.69%, sedangkan sisanya (100%-39.69%) = 60,31%,
merupakan besarnya pengaruh dari faktor-faktor lain. Hal ini mempunyai arti bahwa hipotesis yang
penulis paparkan dapat diterima atau terdapat pengaruh antara manajemen modal kerja terhadap
profitabilitas.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y2), hal ini
dapat dihitung dengan menggunakan koefisien determinasi yaitu r22 x 100% atau (0.049)2 x 100% =
0.420%. Dengan hasil nilai tersebut maka dapat diketahui besarnyapengaruh yangditimbulkna oleh
perubahan modal kerja terhadap tingkat profitabilitas adalah sebesar 0.240%, sedangkan sisanya (100%
- 0.240%) = 99.76%, nilai tersebut menunjukkan besarnya pengaruh dari faktor-faktor lain. Hal ini
memberikan arti bahwa hipotesis yang penulis paparkan dapat diterima atau terdapat pengaruh
manajemen modal kerja terhadap risiko meskipun sangat kecil.Untuk menguji apakah dapat memberikan
pengaruh yang signifikan atau tidak, maka perlu dihitung nilai t dengan interval keyakinan (level of
signification) 95%, ά = 5% dan derajat kebebasan (degree of freedom) Df =n-2, maka untuk
menggunakan student t digunakan rumus :
r1 n-2
t =
1 – r12
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan besarnya t1 dihitung = 1.147 dan t table = 2.920. Ini berarti t1
hitung < t table atau 1.147 < 2.920, maka berarti hipotesis 0 atau Ho diterima. Penerimaan Ho berarti
bahwa perubahan modal kerja tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat profitabilitas.
Hasil perhitungan selanjutnya menunjukkan bahwa t2 hitung = -0.069 dan t table =2.920. Ini berarti
t2 hitung < t table atau 0.069 < 2.920, maka berarti hipotesis 0 atau Ho diterima. Penerimaan Ho berarti
bahwa modal kerja tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Risiko. Ada beberapa
kemungkinan yang menyebabkan timbulnya hasil diatas antara lain oleh tingginya hutang lancar yang
menyebabkan turunnya nilai modal kerja bersih, disamping dapat menimbulkan biaya modal yang akan
menggurangi perolehan laba (profit), selain tiu ada kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah data yang
kurang memadai atau kurang banyak, karena penulis hanya mendapatkan data selama 5 tahun yaitu data
dari tahun 2005 – 2009. secara keseluruhan data dari tahun 2005 hingga tahun 2009 diperoleh
perhitungan risiko sebesar σ = 22.6551300636, hal ini berarti risiko yang dihadapi oleh perusahaan
sangat besar karena semakin besar standart deviasinya, maka longgar distribusi profitabilitasnya yang
berdampak pada besarnya risiko yang dihadapi perusahaan.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
1. Penerapan terhadap manajemen modal kerja pada PT. Kimia Husada meliputi manajemen kas,
manajemen piutang, manajemen persediaan, dan manajemen hutang lancar. Dalam bidang manajemen
piutang, perusahaan harus menetapkan tahap-tahap yang harus dilalui yaitu “term of sale”, penentuan
instrumen kredit. Analisis kredit, keputusan kredit, dan kebijakan penagihan. Dalam bidang manajemen
persediaan perusahaan menetapkan pembelian persediaan hanya dilakukan jika ada pesanan dari para
agen penjualan, disamping itu untuk persediaan/stock standart. Dalam bidang manajemen hutang lancar
perusahaan menetapkan untuk semua hutang yang cenderung mendapatkan potongan harga, dan harus
dipastikan pembayarannya muncul sebelum jatuh tempo. Sedangkan semua hutang tanpa diskon
dipastikan pembayarannya tidak dilakukan sebelumnya atau tidak sesudahnya.
2. Pengaruh dari penetapan manajemen modal kerja pada PT. Kimia Husada terhadap perubahan modal
kerja mulai tahun 2005 hingga tahun 2009, semakin lama pengurangan modal kerja semakin besar
dibandingkan dengan penambahan modal kerja dengan kata lain modal bersih semakin berkurang.
3. Pengaruh dari penetapan manajemen modal kerja pada PT. Kimia Husada terhdap tingkat profitabilitas
mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh 39.69% sedangkan sisanya faktor-faktor lain.
Sedangkan pengaruh modal kerja terhadap risiko mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh
0.240%, sedangkan sisanya faktor-faktor lain. Berdasarkan uji T, hasil penelitian menunjukkan bahwa
perubahan modal kerja tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat profitabilitas dan
risiko. Secara keseluruhan risiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah sebesar σ=22.6551300636%.
DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A., 1996, An introduction to categorical data analysis, John Willey and Sons, New York.
Assauri, Sofyan, 2004, Manajemen Produksi dan Operasi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.
Foster, G., 1986, Financial Statement Analysis, Prentice Hall, USA.
Ghozali, Imam, 2001, Analisis Multivariat Dengan Program SPSS, Badan Penerbit UNDIP, Semarang.
Gujarati, Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta.
PERENCANAAN PERSEDIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE EOQ
(ECONOMIC ORDER QUANTITY) DI PT. INDUSTRI KARET LAMPUNG
Feti Arman
Abstract
PT. Lampung Rubber Industries is one company that is engaged in technical rubber goods industries that
manufacture various rubber processed in accordance with customer orders. In its production requires good
ingredients natural rubber, synthetic rubber and auxiliary materials. Quality is a must for companies, for it takes a
great quality of raw materials and the performance of employees were nice. Raw materials imported rubber from
the rubber plantations around Bandung and West Java. Desperately needed supplies were planning a nice raw
materials in the warehouse company for the production process. The main raw materials as research object, in this
case natural rubber andrubbersistetis.
The model used is to compare the EOQ (Economic Order Quantity).
The results obtained in one year the company made 13 times booking and in one ofhismessagesleadtimeof8days.
Keywords: EOQ, Lead Time.
Abstrak
PT. Industri Karet Lampung adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri barang teknik karet
yang memproduksi berbagai hasil olahan karet sesuai dengan pesanan pelanggan. Dalam produksinya memerlukan
bahan baik karet alam, karet sintetis maupun bahan-bahan tambahan. Kualitas merupakan suatu keharusan bagi
perusahaan,untuk itu dibutuhkan kualitas bahan baku yang bagus dan kinerja pegawai yang bagus. Bahan baku
karet didatangkan dari perkebunan karet sekitar Bandung dan Jawa Barat. Sangat dibutuhkan perencanaan
persedian yang bahan baku yang bagus di gudang perusahaan untuk proses produksi. Bahan baku utama yang
dijadikan objek penelitian, dalam hal ini karet alam dan karet sistetis.
Model yang digunakan adalah dengan membandingkan EOQ (Economic Order Quantity). Didapatkan hasil dalam
satu tahun perusahaan melakukan 13 kali pemesanan dan dalam satu kali pesan lead time nya 8 hari.
Kata Kunci : EOQ, Lead Time.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi dewasa ini, pembangunan dipusatkan kepada sektor-sektor yang menghasilkan
banyak devisa bagi Negara. Salah satunya adalah pembangunan dalam bidang ekonomi dan bidang
industri baik industri besar, menengah maupun industri kecil. Hal ini dilakukan untuk menekan jumlah
angka pengangguran yang semakin besar, tetapi peluang untuk kerja tidak memungkinkan.
Bahan baku yang digunakanan produksi terdiri dari bahanbaku utama dan bahan baku tambahan. Semua
bahan baku didatangkan dari pemasok baik dalam luar negeri. Maka untuk itu sangat diperlukan untuk
menerapkan system persedian yang baik. Karena persedian bahan baik digudang membutuhkan
perencanaan yang matang, sebab dipersedian juga ada beberapa ongkos yang harus dihitung sehingga
dalam melakukan penjualan juga ada beberapa ongkos yang harus dihitung sehingga dalam melakukan
penjualan ongkos tersebut telah dimasukkannya. Tetapi dengan meminimalkan ongkos penyimpanan dan
pemesanan akan menyebabkan harga barang akan relative murah.
Kebijakan pengendalian bahan baku umumnya meliputi persoalan berapa jumlah pesanan yang ekonomis
dan kapan saat pemesanan sebaiknya dilakukan, hal itu harus menjadi pertimbangan untuk melakukan
pemesanan agar tidak terganggu aliran proses produksinya. Tingkat pemesanan yang besar dapat
menyebabkan biaya penyimpanan yang besar, sedangkan tingkat pemesanan yang kecil terdampak pada
kekurangan pasokan bahan baku untuk produksi.
PT. Industri Karet Lampung adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri barang
teknik karet yang memproduksi berbagai hasil olahan karet sesuai dengan pesanan pelanggan. Dalam
produksinya memerlukan bahan baik karet alam, karet sistetis maupun bahan-bahan tambahan. Kualitas
merupakan suatu keharusan bagi perusahaan,untuk itu dibutuhkan kualitas bahan baku yang bagus dan
kinerja pegawai yang bagus. Bahan baku karet didatangkan dari perkebunan karet sekitar Lampung dan
Sumatera Selatan. Sangat dibutuhkan perencanaan persedian yang bahan baku yang bagus di gudang
perusahaan untuk proses produksi.
Tersedianya pasokan karet merupakan hal yang utama untuk proses produksi. Karena perusahaan ini
bergerak dalam produksi hasil karet olahan yang dijual kepada konsumen. Apalagi proses yang cukup
panjang dan harga yang diperoleh dari supplier berbeda-beda.
Permasalahan yang dikaji adalah bagaimana memperoleh bahan baku secara optimal dengan biaya yang
murah dan berkualitas serta waktu yang tepat agar produktifitas perusahaan tidak terganggu. Kegiatan
produksi dilakukan bila ada order dari pelanggan, maka perusahaan melakukan pemesanan ke supplier
untuk dikirim bahan baku karet.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dari gambaran mengenai perusahaan
dalam mengelola manajemen persedian bahan baku untuk melakukan produksi dan juga bagaimana agar
bahan baku yang dipesan tidak mengalami keterlambatan waktu.
1.2. Batasan Masalah
Dalam hal ini pembatasan masalah ruang lingkup pembatasan masalah adalah :
2. Penelitian dilakukan diperusahaa karet PT. Industri Karet Lampung.
3. Bahan baku utama yang dijadikan objek penelitian, dalam hal ini karet alam dan karet sintetis.
4. Model yang digunakan adalah dengan membandingkan EOQ (Economic Order Quantity).
2. Landasan Teori
2.1. Persediaan
Sebelum menguraikan pengertian persediaan, uraikan terlebih dahulu mengetahui pengertian persediaan.
Pengertian persediaan yaitu sejumlah bahan atau barang yang akan digunakan dalam suatu perusahaan.
Sofyan Assauri (1999) menyatakan bahwa persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan part dan bahan-
bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi
produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu.
Richard J.Tersine (1988) bahwa persediaan merupakan produk atau barang setengah jadi yang disimpan
dalam keadaan menganggur yang menunggu untuk dijual, digunakan atau diproses. Richard B.Chase
(1989) bahwa Inventory merupakan persediaan dari satu atau beberapa item atau sumber yang digunakan
dalam suatu perusahaan.
2.2. Fungsi Pengendalian Persediaan
Adapun fungsi-fungsi utama dari suatu pengendalian persediaan yang efektif adalah :
1. Memperoleh (procure)bahan-bahan yang dibutuhkan baik kuantitas maupun kualitas.
2. Menyinpan dan memelihara (maintenance) bahan-bahan dalam persedian, yaitu mengadakan suatu
system penyimpanan untuk memelihara dan melindungi bahan-bahan yang dimasukkan dalam
persedian.
3. Pengelurankan bahan-bahan, yaitu menerapkan suat pengaturan atau pengeluuaran dan penyimpanan
bahan dengan tetap pada saat serta tepat dimana dibutuhkan.
4. Meminimalkan investasi dalam bentuk bahan atau barang (mempertahankan persedian dalam jumlah
yang optimum setiap waktu.
2.3. Tujuan Pengendalian Persediaan
Tujuan pengendalian persediaan secara dapatlah sebagai usaha untuk :
1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya
kegiatan produksi.
2. Menjaga agar pembentukan persediaan untuk perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan,
sebagai biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.
3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya
pemesanan menjadi besar.
2.4.. Menentukan Jumlah Pemesanan Yang Optimal (EOQ)
Model EOQ (Q) = √ 2AD
1H
2.5. Menghitung Frekuensi Pemesanan
N= ∑D
EOQ
2.6. Interval Waktu untuk Pemesanan (lead time)
T = 1 T
N
Reorder Point (titik pemesanan kembali) :
B= DxL
12
2.7. Menghitung Jumlah Persediaan di Akhir Periode
Persedian = EOQ (Q) (N) –D + persediaan akhir periode bulan Tabel 1. Perkebunan Karet Pemasok Bahan Baku
Lokasi Perkebunan Besar Swasta Perkebunan Besar Negara
Luas (Ha) Produksi (Ton) Luas (Ha) Produksi (Ha)
Pandeglang
Lebak
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Purwakarta
462
5370
5370
12400
3177
1444
2477
1924
3143
490
348
2211
1211
6048
301
987
1075
864
1245
113
276
906
4398
6590
1509
1429
3980
1392
1682
2423
2567
489
3293
5611
1030
561
3751
758
1285
1777
Sumber: Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2014.
Tabel 2. Bahan Baku (Karet Alam) Beserta Pemasok
No. Bahan Baku karet
alam
Sub Kontraktor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Latek
Sheet 1
Sheet II
Sheet III
Brown Crepe II
Brown Crepe III
Cutting Sheet
Cutting Sheet A
Fill Crepe
TPC 1
TPC 1
SIR-05
SIR-10
Kokuryo
PT. Wahana Karet Persada, PTP XII, Toko Hurip
PTP XII
PT. Wahana Karet Persada, Toko Hurip
PT. Wahana Karet Persada, Toko Hurip
PT. Wahana Karet Persada, Toko Hurip
PT. Wahana Karet Persada
PT. Wahana Karet Persada
PTP VII
PTP VII
PTP VII
PTP VII
PTP VII
Sumber : PT. Industri Karet Lampung, 2014.
Tabel 3. Bahan Baku Karet Sintesis dan Pemasok
No. Bahan Baku karet sintesis Sub Kontraktor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Cosy KNB -35.I
Nipol DN-200
Cosyn KBR-01
BR-150
Hypalon
Karet SBR 1502
Nipol Polyblend P 70 K
Nipol N-32/J
Bromobuthyl x2
EPDM 3072
Nipol HSR 870/JP
Nipol N-32
EPDM 400 Expreme
EPDM 553 Expreme
PT.Murni Kusuma Jaya
PT.Murni Kusuma Jaya
PT.Murni Kusuma Jaya, Aneka
Kimia
PT.Murni Kusuma Jaya
Jaya Chemical
PT.Murni Kusuma Jaya
PT.Murni Kusuma Jaya
PT.Murni Kusuma Jaya
PT.Murni Kusuma Jaya
PT.Kesuma Chemindo
PT.Murni Kusuma Jaya
PT.Suka Bumi
PT.Murni Kusuma Jaya
PT.Murni Kusuma Jaya
Sumber : Seksi Pengadaan PT. Industri Karet Lampung, 2014.
Tabel 4. Pelanggan PT. Industri Karet Lampung
Industri Strategis Industri Perhubungan Swasta dan
Perorangan
Antam Cilacap
Antam Pongkor
PT.Pusri
PT.Pindad
PT.BA
PAL
PT.KAI
Pengerukan
PERUMKA
Kodja Teramarin
Wahyuni Mandira
CV. Bangn Raya
Bakrie Building
Baskara Bhakti
Cipta Kreasi Prima
Cahaya Mulya
Kemala Indah
PT.Timah Tbk
PBSI
ITB Lab
Indorub SW
Tidar Jaya
Metalok
Maju Mandiri
Kawasaki
Repelita Utama
Kwarsa Hexagon
Sumber : PT. Industri Karet Lampung, 2014.
3.Metodologi Penelitian
Pada bab ini berisi langkah-langkah untuk mendapatkan tujuan dari penelitian. Untuk mendapatkan hasil
yang baik, maka diperlukan urutan langkah penelitian yang lebih terstruktur.
Identifikasi masalah penelitian dilakukan dengan berdasarkan data yang diperoleh, dari studi literature,
maupun dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Adapun pengidentifikasi masalah
yang dapat ditangkap penulis secara singkat dapat digambarkan secara singkat dapat gambarkan sebagai
berikut :
1. PT. Industri Karet Lampung menggunakan bahan utama karet, baik karet alam maupun karet sintesis
untuk memproduksi produknya.
2. Jika karet diperoleh tidak tepat waktu maka produktivitasnya akan menurun hal ini akan
mengganggu hasil produksinya.
3. Harga karet yang tidak sama dari supliernya, untuk itu perlu perencanaan yang matang.
4. Pembahasan
4.1. Realisasi Pesanan Tabel 5. Realisasi Pesanan per 31 Oktober 2014
No. Bulan 2013 2014
1. Januari 115844600 252321445
2. Februari 521765110 803369284
3. Maret 474993296 803369284
4. April 201114865 725982540
5. Mei 731211713 478709580
6. Juni 516627691 509790347
7. Juli 307259691 740391545
8. Agustus 852906257 847950149
9. September 1051695372 828151390
10. Oktober 722382068 828151390
J U M L A H 5495800663 7132455491
Sumber : PT. Industri Karet Lampung, 2015.
Tabel 6. Realisasi Omset per 31 Oktober 2014
No. Bulan 2013 2014
1. Januari 387477750 969729627
2. Februari 439400746 460602021
3. Maret 411635920 459853604
4. April 244508838 516718395
5. Mei 817464975 501193580
6. Juni 490944650 1074936906
7. Juli 981609211 1032617962
8. Agustus
September
977938459 433652450
9. 613710675 1294566962
10. Oktober 483776884 537156260
J U M L A H 5902468108 7281027767
Tabel 7. Harga Bahan Baku
Bahan Karet Harga/Kg Kg Jumlah
Petani 9.900,00 2000 19.800.000,00
PTPN 13.000,00 2000 26.000.000,00
Sisntesis 18.500,00 2000 37.000.000,00
TOTAL 82.800.000,00
4.2. Evaluasi Dengan Metode EOQ
1. Menentukan jumlah pemesanan yang optimal
D = 1366 = 273,2 unit
3
Model EOQ (Q) = √ 2AD
1H
= √ 2( Rp.6.400.000,00) (273,2)
1%Rp(19.800.000+26.000.000 + 37.000.000)/3)
= √12670.145
= 112.56
= 113 Unit. Tabel 8. Jumlah Pesanan dan Persedian Karet EOQ
Periode demand order Sisa
Nopember 2014 440 452 12
Desember 2014 165 226 73
Januari 2015 225 226 74
Februari 2015 296 339 117
Maret 2015 240 226 103
Total 1366 1469 379
Rata-rata demand 273.2 293.8
Demand selama 1 th 3278.4 3525.6
2. Menghitung Frekuensi Pemesanan
N= ∑D
EOQ
N = 1366 = 12.08 kali/ tahun
113
= 13 kali/ tahun
Interval waktu untuk pemesanan (lead time)
T = 1 T = 1 = 0,0769 x 100 hari = 7.69 = 8 hari
N 13
Reorder Point (titik pemesanan kembali) :
B= DxL
12
B = 1366x8 = 910.67 unit (dalam 1 tahun)
12
B = 273.2x8 = 45.2 unit (1bulan)
20
3. Menghitung Jumlah Persediaan di Akhir Periode
Persedian = EOQ (Q) (N) –D + persedian dia akhir periode bulan
= (113) (2) – (165) +12
= 61 +12 73
Bulan Januari 2015
Persedian = EOQ (Q) (N) –D + Persedian di akhir periode bulan
= (113) (2) – 225 +73
= 1 + 73 = 74 unit
Bulan Februari 2015
Persedian = EOQ (Q) (N) – D + persedian di akhir periode bulan
= (113) (3) – 296 +74
= 43 +74 = 117
Bulan Maret 2015
Persedian = EOQ (Q) (N) – D + persedian di akhir periode bulan
= (113) (2) – 240 +117
= 103 unit.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan didapatkan hasil sebagai berikut : Petani PTPN Sintetis
Pembelian 14.543.100,- 19.097.000,- 27.176.500,-
Pesan 83.200.000,- 83.200.000,- 83.200.000,-
Simpan 37.521,- 49.270.,- 70.115,-
TC 97.780.621,- 102.346.270,- 110.446.615,-
Didapatkan hasil dalam satu tahun perusahaan melakukan 13 kali pemesanan dan dalam satu kali pesan
lead time nya 8 hari.
5.2. Saran
PT. Industri Karet Lampung hendaknya lebih memperhatikan aspek mutu dari karet yang akan diolah
agar kualitas karet hasil produksi yang dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri. 1993. Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit FEUI. Jakarta
Assauri. 1985. Teknik dan Metode Peramalan. Penerbit FEUI. Jakarta
Baroto, T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Handoko, T. Hani. 1998. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Hantoro, Sirod. 1993. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit UPP IKIP. Yogyakarta.
Hasan, B. 2002. Manajemen Industri. Penerbit Ramadhan Citra Grafika. Bandung.
RANCANG BANGUN ALAT PENYERUT UBIKAYU
SECARA MEKANIK
Farizal
Abstract
This research aims to create and test tool penyerut cassava with long shavings over 5 cm and a diameter of 3-4
mm. The usefulness of this tool is to increase the added value of the materials of cassava. Round tool penyerut
penyerut taken as reference standards that already exist, such as cassava peeler PASM-3 models, chopper cassava
(Priatman, 2001) approaching the workings penyerut cassava, cassava peeler machine with a round of peeling
work of 47-60rpm. Manufacture of mechanical engineering workshop held at LIPI, Cast Iron Lampung is located
in South Lampung and Welding Samsudin on the road Morotai. In the manufacturing process is done setting the
components on the frame and axle mounting, mounting the electric motor, reduction gear holder with
aplaceholderuntiltherawmaterial.
Spoken power of 0.5 HP (0.368 kW), round which is used so the material does not disintegrate used 47-60 rpm
(Prastowo, 1992), the rotation is the rotation is transferred through multiple pulleys, pulley electric motor (D1) 125
mm , a reduction gear input pulley diameter (D2) 100 mm, diameter pulley gear reduction output (D3) 75 mm,
diameter pulley cylinder penyerut (D4) 93.07 mm. A reduction gear has a ratio of 30: 1. Turn the motor from 1400
to 1450 rounds per minute (rpm). In addition to the above there are other calculations are carried out, such as
torque, the force on the cylinder penyerut, the force on the bearing and influence on the rotation and bending pegs.
The test results of raw materials entered into the table, with the calculated length of> 5 cm (78.2%), length of 4> x
<5 cm (5.33%), length of 3> x <4 cm (3.59%) and 0> x <3 cm (3.70%) within 48.2 minutes, information and
explanations can befoundintheappendixpagebibliography.
Keywords: rpm, pulleys, gear reduction
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji alat penyerut ubikayu dengan panjang serutan di atas 5 cm dan
diameter 3 – 4 mm. Kegunaan alat ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari dari bahan ubikayu.
Putaran alat penyerut diambil sebagai standar acuan penyerut yang sudah ada, seperti alat pengupas ubikayu model
PASM-3, perajang singkong (Priatman, 2001) yang mendekati cara kerja penyerut ubi kayu, mesin pengupas
ubikayu dengan putaran kerja kupasan sebesar 47 – 60 rpm.
Pembuatan mesin mekanis dilaksanakan di Bengkel LIPI, Besi Cor Lampung yang terletak di Lampung Selatan dan
di Bengkel Las Samsudin di jalan Morotai. Pada proses pembuatan ini dilakukan penyetelan komponen-komponen
pada rangka dan dudukan poros, dudukan motor listrik, dudukan gigi reduksi sampai dengan tempat dudukan bahan
baku.
Tenaga yang dipakai sebesar 0,5 HP (0,368 kW), putaran yang digunakan supaya bahan tidak hancur digunakan 47
– 60 rpm (Prastowo, 1992), putaran tersebut adalah putaran yang sudah ditransfer melalui beberapa puli, puli motor
listrik (D1) 125 mm, diameter puli input gigi reduksi (D2) 100 mm, diameter puli output gigi reduksi (D3) 75 mm,
diameter puli silinder penyerut (D4) 93,07 mm. Gigi reduksi mempunyai perbandingan 30 : 1. Putaran motor
penggerak 1400 – 1450 putaran permenit (rpm). Di samping hal yang di atas ada perhitungan lain yang dilakukan,
seperti torsi, gaya pada silinder penyerut, gaya pada bantalan dan pengaruh pasak terhadap putaran dan lenturan.
Hasil uji bahan baku dimasukkan ke dalam tabel, dengan hasil perhitungan panjang > 5 cm (78,2 %), panjang 4 > x
< 5 cm (5,33 %), panjang 3 > x < 4 cm (3,59 %), dan 0 > x < 3 cm (3,70 %) dalam waktu 48,2 menit, keterangan
dan penjelasan dapat dilihat pada halaman lampiran daftar pustaka.
Kata Kunci : rpm, puli, gigi reduksi
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Permintaan ubikayu untuk kebutuhan industri selama tahun 2004 dan mengalami fluktuasi yang cukup
tajam namun cenderung meningkat. Ubikayu dalam sektor industri diolah dalam cara dehidrasi untuk
menghasilkan gaplek, chips, pellets, tapioka, lem, plywood, kertas dan lain-lain; cara hidrolisis untuk
menghasilkan macam-macam gula; dan cara fermentasi untuk menghasilkan alkohol, monosodium
glutamate, gliserol (Hafsah, 2003). Industri yang menggunakan bahan baku ubikayu di propinsi
Lampung antara lain industri tapioka, gaplek, chips, pellet, asam sitrat, gula cair (sirup glukosa), tersebar
di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Selatan, Lampung Utara, Tulang bawang, Lampung Timur,
dan Way Kanan. Industri ini lahir, tumbuh, berkembang, tapi akhirnya tutup, tidak aktip, atau beralih
pemilik.
Ubikayu adalah komoditas yang mudah rusak setelah dipanen, dalam jangka waktu 2-3 hari apabila tidak
diproses atau dikonsumsi ubikayu akan mengalami “kepoyohan” warna berubah menjadi kecoklatan atau
kebiru-biruan rasa tidak enak dan akhirnya rusak atau busuk. Mengingat sifat yang kurang
menyenangkan ini, petani berusaha menjual ubikayunya secepat mungkin kendati harga murah. Maka
salah satu alat yang akan dirancang ini dapat membantu mengatatasi hal tersebut. Ubikayu dapat diserut
dengan menggunakan mesin penyerut ubikayu apabila akan dikeringkan hasil penyerutan lebih cepat
kering karena kontak dengan matahari lebih merata karena hasil serutan kecil mudah dibalik-balik. Hasil
serutan juga bisa dibuat tepung gaplek akan tetapi bisa juga diolah menjadi makanan langsung digoreng
menjadi kue kremes nama dari Jawa sedangkan nama dari Sumatera Barat kue sarang burung punai dan
nama dari daerah Bengkulu dinamakan kue kare. Sesuai dengan kriteria pembuatan alat ini untuk
menyerut bahan baku ubi kayu, bahan plat penyerut terdiri dari bahan dari bahan stenlis supaya tahan
karat dan lebih keras dari bahan plat dari seng untuk pembuatan silinder penyerut. Kerangka silinder
dibuat dari besi stip 30 x 2 mm dan jari– jarinya dibuat dari besi behel dan dengan diameter 10 mm, jari–
jari 150 mm sebanyak 6 buah jari–jari. Pembuatanya dikerjakan dengan pada besi strip tersebut dan dilas
pada poros silinder penyerut. Alat ini membutuhkan tenaga sebesar 0,5 Hp (0,373 kW) sesuai dengan
besar kecil alat atau kapasitas yang dipakai, dengan kecepatan 1400 (rpm), kecepatan yang sampai ke
silinder penyerut 47–60 putaran/menit. Jika tenaga pada pengujian percobaan memakai tenaga manusia,
menurut penelitian tenaga manusia Indonesia yang besarnya adalah kira–kira 64 watt. Hasil penelitian
Roosilowati (1984) menunjukan bahwa tenaga manusia yang dapat di manfaatkan untuk mendorong
adalah 73,44 watt dan pekerjaan mendorong pada kecepatan 5 km/jam (1,38 m/detik) termasuk pekerjaan
yang tidak membahayakan (kerja ringan). Motor penggerak pada pembuatan alat penyerut ubikayu ini
dipakai motor listrik sebagai penggerak, selain motor listrik dapat juga di pakai motor bensin, motor
desel, tetapi kelebihan motor listrik tidak brisik (getaranya kecil), motor listrik lebih bersih tidak
mengunakan oli dan pendingin air.
1.2. Perumusan Masalah
Pada permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin kremes penjualan kurang cepat masih kalah bersaing
dengan makanan ringan lainnya, makanan kremes ini termasuk makanan tradisional penjualanya laris
pada hari-hari besar seperti hari raya. Makanan ini belum dieksport, belum dikembangkan aroma dan
rasa produk untuk bermacam rasa seperti rasa coklat, rasa strawberi, rasa nanas, rasa keju dan lain-lain.
Selama ini alat yang digunakan masih secara manual sehingga produksi masih rendah dan singkong
harus diolah segera, kalau tidak akan mempengaruhi struktur singkong dan berwarna hijau kecoklatan
dengan rasa pahit. Untuk teknisnya harus rajin membersihkanya karena alat ini mengolah bahan yang
basah sehingga harus dijaga kebersihannya supaya terhindar dari bakteri, kontaminasi, lubang-lubang
harus selalu dikontrol dari serat bagian tengah singkong yang menutupi lubang penyerut. Penulis
menyarankan dari permasalahan pemasaran dan meningkatkan mutu aroma, rasa dan kemasan yang perlu
ditingkatkan untuk peneliti lainnya yang akan memodifikasi menggunakan alat ini. Karena alat digerakan
oleh motor listrik maka apabila listrik PLN mati maka alat ini ikut tidak dapat dioperasikan atau
dijalankan. Pada alat ini karena alatnya tidak semua dibuat dari bahan stenlis dan sulit didapatkan
dipasaran maka hanya plat silinder penyerut dan poros saja yang dari stenlis, bahan yang lain seperti
jari-jari, rumah atau sarangan penyerut, saluran hasil serutan dari bahan seng dan bahannya bukan dari
bahan stenlis sehingga mudah berkarat maka harus selalu dibersihkan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji alat penyerut ubi kayu dengan panjang
serutan ubikayu di atas 5 cm dan dengan diameter 3 - 4 mm (kering)
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian adalah :
1. Sebagai alat penyerut ubikayu.
2. Peningkatan jumlah produksi serutan ubikayu.
3. Meningkatkan jam kerja.
2. Landasan Teori
2.1.Kriteria Desain Mesin
Perancangan mesin ditujukan untuk dapat menghasilkan suatu mesin mekanis penyerut ubikayu
menggunakan tenaga motor listrik sebagai tenaga penggerak yang dapat memenuhi sesuai dengan besar
selinder penyerut. Hasil serutan yang diinginkan dengan panjang lebih dari 5 cm dan diameter 3-4 mm.
2.2.Rancangan Struktural
Pada perancangan suatu alat akan dirancang terdiri dari bagian-bagian alat dan dapat dilihat pada Gambar
2. Pada poros penggerak untuk meneruskan putaran ke puli input gigi reduksi kemudian selanjutnya
putaran puli output gigi reduksi meneruskan putaran ke puli silinder penyerut. Pada silinder penyerut
satu poros dengan silinder penyerut, dan pada sekeliling silinder dibuat lubang serutan yang berfungsi
untuk menyerut singkong, besarnya lubang penyerut tersebut dibuat dengan diameter lubangnya 3-4 mm.
Pada dudukan tempat meletakan potongan singkong, dudukan singkong ini dapat dilepas-lepas supaya
mudah diperbaiki kalau terjadi kerusakan, juga mudah di ganti-ganti dan mudah juga dibersihkan. Pada
jarak ukuran mata penyerut dibuat 1 cm arah kesamping. Sedangkan jarak kemuka searah jarum jam
dengan jarak 5 cm antara jarak lubang satu terhadap lubang berikutnya. Berikutnya pada jarak mata
lubang penyerut dibuat dengan jarak antara penekan singkong yang terpendek diambil 3 mm untuk
mengamankan alat penekan supaya tidak terkena atau tergores oleh alat penyerut. Puli disini dipakai 5
buah sebagai alat transmisi dan khusus satu buah puli digunakan untuk sebagai alat penegang supaya
sabuk tidak kendor dan memperluas permukaan kontak sabuk lebih besar, juga tidak mudah terjadi slip.
2.3. Rancangan Fungsional
Mesin mekanis penyerut ubikayu ini terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Rangka Mesin
Rangka mesin berfungsi sebagai kaki atau dudukan motor (motor listrik 0,373 kW) rangka dibuat dari
besi siku yang dikerjakan pada penyambungan dengan las dan dipasang sebagian dengan baut dan mur,
ukuran besi siku 30 mm x 30 mm x 3 mm.
b. Hopper
Saluran pemasukan bahan singkong atau hopper ubikayu berfungsi sebagai ruang penyerutan. Bagian ini
terbuat dari pelat 1,2 mm - 2 mm dan dirancang dan dibuat segi empat dari bahan pelat 40 mm x 40 mm
x 2 mm dengan panjang 120 mm. Bagian ini di buat mendatar sesuai dengan posisi bahan yang diserut.
c. Silinder Penyerut
Pemasangan silinder penyerut dilengkapi dengan dua bantalan (bearing) sebagai dudukan poros dan di
atas tiang kaki penyangga dari alat penyerut. Sebagai pemutar alat silinder penyerut, silinder penyerut
bisa secara manual dengan lengan atau handel. Pada alat ini sudah di buat dengan menggunakan motor
listrik.
d. Pelat Landasan (Dudukan)
Bagian ini berfungsi sebagai landasan yang menahan baku supaya tidak lepas pada posisinya selinder
penyerut sewaktu melakukan penyerutan. Pelat landasan dibuat dari bahan besi pelat tebal 2 mm.
Pemasangan pelat landasan bisa dengan baut dan dilas dan dapat diatur atau disetel, sehingga
memudahkan mengatur jarak antara penyerut dan landasan.
3.Metodologi Penelitian
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratarium LIPI Lampung di jalan Sukarno Hatta Pabrik Besi Cor Lampung
dari bulan Januari sampai Juni 2016 dan di bengkel Bapak Samsudin dengan alamat jalan Morotai gang
M. Saleh. Bengkel teknik pertanian Unila.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan digunakan meliputi peralatan perbengkelan, jangka sorong, dial indikator, mesin bor, mesin
bubut dan bahan penelitian antara lain adalah
Pada mesin penyerut hopper alat tempat dudukan bahan baku pada nyerutan singkong sedangkan puli
sebagai alat untuk memindahkan putaran motor ke alat reduksi (reducer gear) selanjutnya putaran yang
keluar dari reduksi memutar puli penyerut memutar silinder penyerut, alat timbangan untuk menimbang
hasil serutan pada pengujian untuk mengetahui berat hasil serutan, bahan singkong sebagai bahan yang
diteliti panjang jumlah hasil serutan. Silinder penyerut sebuah selinder yang diberi lubang pada keliling
permukaan silindernya. Pada lubang tersebut berfungsi sebagai penyerut bahan singkong untuk
mendapatkan serutan.
3.3. Metode Penelitian
Merancang dan membuat alat penyerut ubikayu. Penelitian tahap uji coba alat pada penyerut ubikayu
yang sudah dikupas dan dicuci sampai bersih kemudian dilakukan pengujian kinerja mesin, serta
efisiensi penyerutan dan tingkat putaran mesin, kemiringan umpan bahan dengan perlakuan diulang tiga-
lima kali pengujian.
3.4. Pembuatan Mesin
Pembuatan mesin mekanis dilaksanakan di Bengkel LIPI, Besi Cor Lampung yang berkedudukan di
Lampung Selatan dan di Bengkel Bapak Samsudin di jalan Morotai. Pembuatan mesin mekanis beberapa
tahapan yaitu pembuatan gambar teknik, penyiapan peralatan dan bahan, pembuatan mesin, finishing dan
pengujian mesin hasil rancangan.
3.5. Pengujian Mesin
Pengujian mesin yang dilakukan meliputi penentuan penyerutan dan posisi, bahan yang dimasukkan
pada posisi mendatar dan yang sesuai dengan posisi pengujian yang tepat dan baik, putaran juga
menentukan hasil dari penyerutan. Pada proses pengujian mesin dilakukan dengan perlakuan terhadap
alat penyerut dan bahan baku.
Langkah-langkah pada pengujian selanjutnya perlu diamati yaitu antara lain
a. Posisi kedudukan hopper pada waktu pengujian mendatar
b. Pengamatan hasil serutan seperti yang telah diinginkan dengan panjang yang besarnya > 5 cm
3.5.1. Pengujian Kapasitas Mesin
Pengujian ini dilakukan sebagai berikut melakukan penimbangan bahan baku yang sudah dikupas
(ubikayu 1 kg per ulangan), kemudian dimasukan ke dalam hopper selanjutnya proses penyerut
dilakukan putaran 47-60 rpm.
Pada langkah selanjutnya adalah :
Mencatat waktu awal penyerutan berlangsung sampai pada akhir proses penyerutan sehingga dapat
diketahui waktu yang optimal.
3.5.2. Metode Pengujian
Metode pengujian dilakukan beberapa kali pengujian terhadap bahan baku. Pertama-tama memilih bahan
baku yang baru dan baik kira-kira mempunyai diameter (d) 50 mm dan panjang (l) 120 mm, kemudian
bahan baku dimasukkan ke dalam hopper atau dudukan bahan baku kemudian handel diputar dengan
putaran searah jarum jam kemudian pada saat diputar bahan baku secara terus- menerus bergeser ke alat
penyerut dan bahan singkong sampai menipis sampai tidak dapat diserut lagi. Selanjutnya mesin
dihentikan dan di lanjutkan ke bahan baku yang berikutnya sampai beberapa kali pengujian, dilakukan
sampai tidak dapat diserut lagi.
3.5.3. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan setelah mesin sudah selesai dibuat dan disetel sehingga mesin dapat
dihidupkan dan penyerut berputar, selanjutnya bahan baku setelah diserut dapat dilihat hasilnya
kemudian di timbang dan berikutnya dicatat diambil data-datanya, pada penelitian ini putaran alat kita
sesuaikan pada putaran yang di rancang yaitu 47-60 putaran permenit. Pelaksanaan pengujian juga
sudah dilakukan pada bengkel Teknik Pertanian UNILA.
3.6. Analisis Teknis
Poros dan Pasak
Poros merupakan salah satu bagian yang terpnting dari setiap mesin. Peran utama dalam transmisi
seperti itu di pegang oleh poros. Poros transmisi pada alat penyerut ubikayu ini akan mendapat beban
puntir murni atau puntir dan lentur. Tenaga yang ditransmisikan kepada poros ini melalui roda gigi
reduksi dan sabuk transmisi ke penyerut.
Kriteria Ubi Serutan
Kriteria ubi serutan yang baik, yang kurang, rusak dan hancur adalah sebagai berikut, kriteria penyerutan
seperti dibuat pada tabel 1, sebagai acuan dan batasan maksimum dan batasan mimnimum dari panjang
yang disebut supaya pada percobaan dan pengujian ada standart yang akan dicapai pada saat alat
penyerut ubikayu bekerja, pada hasil serutannya tujuannya harus sudah sesuai dengan yang diinginkan
pada tabel 1. Untuk pencapaian itu kerja alat penyerut harus yang perlu diperhatikan maupun untuk
diperbaiki setelah diketahui kekurangan-kekurangan maka pada alat tersebut perlu diperbaiki supaya
hasil yang didapat tercapai sesuai yang di harapkan seperti tedapat pada tabel 1.
3.7. Mencegah Korosi dengan Pengecatan
Lapisan penghalang yang dikenakan kepermukaan logam dimaksudkan baik untuk memisahkan
lingkungan dari logam, maupun untuk mengendalikan lingkungan mikro pada permukaan logam. Banyak
cara pelapisan yang digunakan untuk maksud ini termasuk cat, selaput organik, vernis, lapisan logam,
dan enamel. Sejauh ini yang paling umum adalah cat. Karakteristik cat, Lapisan cat kering yang tebalnya
sekitar 0,1 mm diharapkan mempunyai umur panjang dan akan membatasi masuk udara, butir-butir air
ion-ion agresif kepermukaan logam. Meskipun banyak lapisan cat yang tak dapat ditembus ion-ion
seperti klorida, sulfat dan karbohidrat, namun belum ada lapisan cat yang sepenuhnya mampu
menghalangi oksigen atau air. Bila saatnya, oksigen atau air akan berhasil mencapai permukaan logam
dan dengan demikian lapisan cat tidak mampu menghalangi reaksi katoda.
Pada pengecatan untuk alat penyerut prinsipnya hanya untuk mencegah karat sedangkan alat penyerut
dibuat dari logam stenlis dan pda bagian penutup dan kerangka yang perlu di cat di samping mencegah
karat pengecatan ini juga untuk membuat bagus alat penyerut sehingga nampak bagus dan rapih.
(Trethewey and Chamberlain, 1991)
4. Pembahasan
4.1. Mesin Prototipe Penyerut Ubikayu
Telah dibuat sebuah alat mesin penyerut ubikayu, pada proses pembuatan ini dilakukan penyetelan
kerangka yang dibuat mempunyai dudukan poros motor listrik, gigi reduksi sampai dengan tempat posisi
bahan baku. Alat setelah jadi dan terbentuk dan telah diuji cobakan sehingga dapat dipergunakan sebagai
penyerut singkong, telah diuji cobakan juga pada bengkel teknik pertanian (UNILA) yaitu pada bulan
Desember 2008.
4.2. Hasil dan Pembahasan
Alat yang telah dibuat dan yang telah dihasilkan menjadi suatu alat penyerut, alat ini sebelumnya masih
ada kekurangan dan perlu adanya penyempurnaan, seperti penyempurnaan pada lubang penyerut yang
sebelumnya masih terlalu renggang pada jarak mata penyerut dan sudah ditambah lubang lagi secara
menyilang. Selajutnya penyempurnaan pada puli penyerut yang mempunyai diameter terlalu besar
sehingga kecepatannya kurang dari yang diinginkan yaitu seharusnya sebesar 30-37 putaran per menit
(rpm), pada perhitungan yang terakhir dihitung lagi D4 sama dengan 73-93 mm, dan sebelumnya
memakai diameter penyerut dengan diameter (D4) sebesar sama dengan 125 mm, sedangkan untuk
diameter 73-93 mm mendapatkan kecepatan yang besarnya adalah sama dengan 47-60 putaran per menit
(rpm). Berikutnya penyempurnaan pada karet sabuk (belt) dan ditambah puli penegang supaya tidak slip
dan mendapatkan sudut kontak yang lebih besar sehingga gesekannya besar. Pada puli poros inputnya
sulit mendapatkan ukurannya dengan poros yang diinginkan maka perlu membuat lubang sendiri pada
puli untuk poros puli input, pada puli dapat membeli yang belum dilubangi. Lubangnya dapat lubangi
sendiri.
Poros pada penyerut dipakai poros yang berlubang sehingga untuk mengikat puli penyerut perlu dilas
dengan besi yang berderat atau berulir pada ujung poros dan pada dudukan puli diberi lubang pasak
untuk mengikat sehingga puli tidak bergerak dan dapat terikat dengan kuat. Pada sekeliling puli diberi
pasak ulir minimal tiga sampai empat buah pasak ulir. Pada alat prototipe ini setelah dirasakan sudah
terkontrol pada posisinya masing-masing maka alat dapat dipergunakan dan memang sudah di uji
cobakan dan pada bengkel tempat pembuatannya dan bengkel (UNILA).
4.3. Pada Elemen dan Fungsi Alat
a. Handel Penekan Dengan Putaran
Pada saat bahan baku dimasukan ke hopper atau dudukan bahan baku, tenaga tekanan melakukan
penekanan bahan baku dilakukan oleh handel penekan perlahan-lahan secara konstan dan teratur,
sebaiknya silinder penyerut betul-betul simetris agar pada saat menekan bahan baku tidak hancur akibat
dari sentakan silinder yang tidak simetris.
b. Handel Geser
Handel pada pengujian ini gerakannya pendek dan terbatas karena akan terhalang oleh silinder penyerut
lengkungannya ke atas supaya dapat menyerut ubikayu maka gerakan handel geser apabila terlalu maju
maupun mundur maka akan tersenggol oleh silinder.
c. Gigi Reduksi (Gear Reducer)
Gigi reduksi (gear reducer) fungsi alat ini untuk menurunkan putaran penyerut yang dikehendaki dari
putaran 1400-1450 putaran permenit menjadi putaran 47-60 putaran per menit (Prastowo, 1992), pada
alat ini dipakai perbandingan putaran (1 : 30).
Menurut percobaan apabila putaran lebih besar dari 60 putaran permenit (rpm) cenderung bahan baku
akan banyak yang hancur.
d. Motor Listrik
Pada alat penyerut ubikayu ini dipakai motor listrik sebagai tenaga penggerak, namun dapat juga dipakai
dengan menggunakan penggerak yang lain seperti motor bensin dan solar, tetapi pada alat ini telah di
buat dengan motor listrik dan bahkan sudah diuji cobakan sudah berhasil menyerut ubikayu dengan baik
dan kelebihan alat ini tidak begitu bising dan lebih bersih karena tidak menggunakan oli, tidak
menggunakan bahan bakar, dan tidak menggunakan pendinginan air sehingga tidak ada yang tercecer
atau tertumpah.
e. Saluran Penampung
Saluran penampung untuk menampung hasil dari serutan bahan baku dan kemudian diambil dan
dimasukkan kedalam pan atau baskom kemudian dibawa ke tempat proses selanjutnya untuk dikerjakan.
4.4. Hasil dari Pengujian Alat Penyerut
Hasil penyerutan dari silinder penyerut dapat dilihat pada tabel dibawah ini, seperti panjang penyerutan,
prosentase penyerutan, hasil rata-rata penyerutan, prosentase rata-rata penyerutan waktu lama
penyerutan. Pada hasil pengujian ditampilkan juga menggunakan grafik–grafik supaya dapat juga
melihat nilai kenaikan maupun penurunan dari hasil pengujian pada penyerutan. Grafik disini
ditampilkan hasil penyerutan dan prosentase hasil penyerutan dan juga waktu lama penyerutan. Pada
grafik ini berfungsi untuk melihat atau mengetahui naik turunnya hasil dari penyerutan.
4.5. Hasil dari Penyerutan
Hasil dari pengujian berikut ini dari serutan yaitu besarnya dapat dilihat pada hasil yang terdapat
dibawah ini adalah :
Hasil pada pengujian yang dihasilkan jumlah serutan 86,7 %, hasil serutan panjang > 5 cm yang besarnya
78,4 %, untuk panjang serutan 4 – 5 cm, 4,14 %, panjang serutan < 4 cm , 4,16 %. Dari hasil percobaan
maka dapat kita lihat pada hasil berikut ini bahan baku waktu dimasukan (berat awal) hasil dari serutan
untuk bahan baku yang hancur akibat dari mata silinder penyerut akibat silinder penyerut tidak balance
atau tidak stabil ada sisi silinder penyerut yang menggesek pada dudukan atau pada badan, sebaiknya
jarak penyerut yang lebih baik lebih rapat tetapi sulit diterapkan seperti itu secara maksimum, dan
diusahakan mendekati perihal tersebut agar tidak terlalu jauh dari prinsip yang ideal. Selanjutnya alat
yang dibuat ini dikerjakan secara sederhana bukan dengan mesin yang otomatis maupun yang
modern.Pada percobaan berikut ini hasil pengujian tahap ini hasil panjang serutan dari panjang sampai
kecil, berat rata-rata 250 g dan panjang penyerutan rata-rata > 5 cm = 88,2 %, sedangkan hasil serutan
yang 4-5 cm = 4,4 %, hasil panjang serutan rata-rata 4 cm = 3,9 % serutan yang panjang < 3 cm = 3,9 %.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah :
1. Pada pembuatan alat penyerut ubikayu dengan sistim mekanis menggunakan motor listrik, rendemen
alat ini 62-64 % dengan putaran 47-60 rpm .
a. Tenaga yang dipakai pada alat ini 351 watt dengan putaran 47-60 rpm, sedangkan tenaga motor
digunakan 368 watt.
b. Menggunakan diameter poros, aman tidak ada kendala sebesar 25 mm.
2. Hasil pada penyerutan rata-rata adalah 75 %-85 % dari jumlah bahan baku yang diserut.
3. Jarak antara lubang ke depan 50 mm dan jarak lubang ke samping 5 mm, ukuran ini dibuat supaya
mendapatkan hasil serupa rata-rata di atas 50 mm.
5.2. Saran
1. Pada lubang dilihat ada serat–serat tengah singkong yang tersangkut dilubang tersebut sehingga
menutup lubang, pada pengembangan selanjutnya cara mengatasinya tidak tertutup oleh serat
supaya lubang penyerut menyerut dengan baik.
2. Untuk pengembangan yang lebih baik pada penggunaan secara pemakaian yang luas dapat disetel-
setel dan dapat mengganti-ganti mata penyerut dengan cara lebih baik dan pemasangannya lebih
mudah.
3. Pengembangan alat lebih lanjut, perlu pemikiran lebih lanjut pada beberapa komponen utama seperti
penggantian alat penyerut, agar dibuat lebih mudah untuk penggantian.
DAFTAR PUSTAKA
Beer, F. P. and Johnston. E .R. 1983. Mekanika untuk Insinyur (STATIKA). The Houw Liong.
Departement Fisika I T B. Erlangga. Jakarta.
Mulyoharjo, M. 1987. Dasar-Dasar Hasil Pengolahan hasil pertanian .P.A.U. Pangan dan Gizi,
Universitas Lampung. Hlm. 146 – 158. Bandar Lampung.
Nieman, G. 1992. Elemen Mesin. Ahli Bahasa Budiman, A. Dipl. Ing (Mobil Oil Indonesia). Erlangga.
Jakarta.
Purnomo, E. Dan Rachmad, S. 1998. Mesin Cetak Kerupuk Sistim Hydropneumatik. Yogyakarta.
Prastowo B. 1992. Modifikasi Mesin Pengupas Ubikayu. Hasil Penelitian Mekanisasi dan Teknologi.
Balitan Maros.
Prihatman, 2001, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. BPTTG. Puslitbangh (LIPI). Jakarta.
Prihatman, 2001. Perajang Singkong Tipe II. Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi. Jakarta.
Sarjono et. Al. 1995. Teknologi Alat Mesin Pengolahan Ubikayu. Enjinering, Vol 2, No. I. Yogyakarta.
ANALISA PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK MENGATASI SUPLAI AIR BERSIH
KECAMATAN BUKIT KEMUNING KABUPATEN LAMPUNG UTARA
Lidia Olga
Abstract
North Lampung District residents each year continues to grow. The population of North Lampung regency since
the results of the population census in 2007 amounted to 531.138 inhabitants, this number continues to increase
with the growth of the community and health continues to improve.
Providing clean water as one of the indispensable means for this being that many problems arise mainly during the
dry season. The level of water services in North Lampung in general still low. This is because of the limited
availability of water in the city. Population growth rate of an average North Lampung at 2:11% can not be offset
by the development of its water supply. This raises the further impact of the lowlevelofwateservices.
Currently the supply of raw water / water managed by PDAM Way Earth (Kab. Lampung Utara) will be prioritized
for domestic use (domestic). Conditions of development of the companies Way Earth until the year 2007 is less
encouraging because of the new airport about 7% of the total population, or about 21% of the
populationresidingintheservicearea.
To increase the efficiency of water services in the study area needs proper analysis of the production capacity with
the needs of the water, so there is no gap between production capacity needs. Shortage of production capacity led
to customer dissatisfaction, while excess production capacity led to no closing costs. In addition it should be
supported by pressing the leak that had been there.
Raw water supply system cluster Bukit Kemuning outline can be served with a gravity system of springs Abung
Timah, Way Belt and Batang Kubu.
Keywords: raw water, clean water
Abstrak
Penduduk Kabupaten Lampung Utara set iap tahun terus mengalami per tumbuhan. Jumlah
penduduk Kabupaten Lampung Utara seja k hasi l sensus penduduk tahun 2007 ber jumlah
531,138 j iwa, j umlah ini terus ber tambah sesua i dengan per tumbuhan masyarakat dan
kesehatan yang terus membaik.
Penyediaan ai r bersih sebagai salah satu sarana yang sangat d iper lukan se lama ini menjad i
permasalahan yang banyak mengemuka terutama pada musim kemarau. T ingkat pelayanan
air bers ih Lampung Utara secara umum masih rendah. Hal ini d ikarenakan terbatasnya
ke tersed iaan air baku d i ko ta ini . Laju per tumbuhan Penduduk rata -rata Lampung Utara
sebesar 2 .11% belum dapat d i imbangi dengan perkembangan penyediaan air bersihnya . Hal
ini menimbulkan dampak semakin rendahnya t ingkat pe layanan a ir bers ih.
Saa t ini penyediaan a i r baku / a ir bersih yang d ike lola o leh PDAM Way Bumi (Kab.
Lampung Utara) masih dipr io r i taskan untuk keperluan rumah tangga (domestik) . Kondisi
perkembangan PDAM Way Bumi sampai tahun 2007 kurang menggembirakan karena baru
melayani sekitar 7% dar i to tal jumlah penduduk atau sekitar 21 % dari penduduk yang berada
pada daerah pe layanan.
Untuk peningkatan ef i siens i pelayanan air bers ih di wi layah kaj ian per lu anal is i s yang tepa t
antara kapasi tas produksi dengan kebutuhan ai r , sehingga t idak ter jad i kesenjangan antara
kapasitas produksi dengan kebutuhan. Kekurangan kapasitas produksi menyebabkan
ke tidakpuasan pe langgan, sedangkan kelebihan kapasitas produksi menyebabkan t idak
ter tutupnya biaya operasional . Selain i tu per lu di tunjang dengan menekan kebocoran yang
se lama ini ada. S istem penyediaan a ir baku cluster Bukit Kemuning secara gar is besar dapat
di layani dengan s is tem gravitas i dar i sumber mata a ir Abung Timah, Way Sabuk dan Kubu
Batang.
Kata Kunci : air baku, air bersih
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka mengantisipasi tantangan untuk mewujudkan jaminan ketersediaan air
bagi semua, khususnya menyadari bahwa pemenuhan terhadap air yang memadai dan
sanitasi merupakan kebutuhan dasar manusia , pemenuhan akan suplay bahan makanan,
dan sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, dan pemberdayaan manusia ,
melalui proses keikutsertaan dalam pengelolaan air , serta melalui mobilisasi dan
penggunaan, dan alokasi air yang lebih efisien bagi produksi bahan makanan.
Menindaklanjuti hal di atas, maka sudah selayaknya j ika saat ini Penyediaan Air Baku
Lampung sebagai salah satu insti tusi pemeri ntah, untuk melaksanakan hal tersebut di
atas maka diadakan Analisa Penyediaan Air Baku di Kabupaten Lampung Utara
khususnya di Kecamatan Kemuning.
Dalam era pembangunan sumber daya air yang telah memasuki tahap pembangunan
pengairan pada era otonomi daerah dengan semakin besarnya peranan Pemerintah
Daerah dalam pembangunan wilayah yang merupakan wujud pelaksanaan Undang -
undang no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka pelaksanaan pekerjaan ini
akan dilaksanakan berdasarkan pada peraturan daerah (PERD A) sebagai instansi yang
akan menerima pelimpahan wewenang pengelolaan selanjutnya.
Tidak berfungsinya sistem lingkungan yang menunjang berlangsungnya proses daur
hidrologi seperti berkurangnya luasan hutan pada kawasan tangkapan hujan, tekanan
kependudukan yang berkelebihan, pemanfaatan air tanah yang melampaui daya
dukung alamiahnya, proses erosi dan sedimentasi yang berlebihan, sehingga dalam
merancang perkembangan sumber daya air yang dapat menjangkau kebutuhan saat ini
dan yang akan datang harus melalu i pendekatan wilayah sungai sebagai satu kesatuan
yang menyeluruh, terpadu, berkesinambungan serta berwawasan l ingkungan yang
didasarkan pada konsep RUTRW nasional dan regional.
Berdasarkan hal -hal tersebut di atas maka penyusunan Analisa Penyediaan Air Ba ku
Lampung Utara ini akan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek -aspek terkait
secara menyeluruh dan diharapkan dapat meningkatkan kuali tas hidup masyarakat di
wilayahnya. Analisa ini merupakan langkah pertama dalam rangkaian perjalanan
perencanaan pengadaan air baku terpadu.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari Analisa Kebutuhan Air Baku ini yaitu untuk melakukan
analisa atau kaj ian kelayakan sebagai pedoman dalam pemakaian sarana air baku dan
pengembangan dan pengelolaan sumber daya air yang terpad u dan berwawasan
l ingkungan serta selaras dengan RUTR Nasional dan RUTR Propinsi serta RUTR
Kabupaten / Penataan Ruang Wilayah Kabupaten.
2.Metodologi Penelitian
Data yang didapat dari hasil survey di lapangan serta data sekunder yang akan
digunakan sebagai dasar analisis di lakukan validasi dan uj i keabsahan data.
Data-data yang mendukung yaitu berupa data hidrologi, klimatologi, topografi ,
mekanika tanah, social ekonomi, serta daerah irigasi
Analisis dilakukan yaitu pada sosial ekonomi dan persepsi masyarakat, neraca air ,
kebutuhan air serta keseimbangan air
Jenis analisa dapat berupa empiris ataupun kompilasi data yang diperoleh.
3. Pembahasan
3. 1 Analisis Sosial Ekonomi Dan Persepsi Masyarakat
Berdasarkan survey sosial ekonomi, diperoleh gambara n tentang kondisi sosial
ekonomi dan persepsi masyarakat terhadap pelayanan dan keberadaan PDAM sebagai
lembaga penyediaan ai r bersih.
Pendapatan pokok tetap bulanan setiap keluarga, secara umum sangat mempengaruhi
kemampuan dan keinginan masyarakat menda patkan pelayanan air bersih dari PDAM.
Secara umum tingkat pendapatan pokok keluarga masih rendah, sehingga berpengaruh
pada keluarga yang mengajukan penyambungan pipa air bersih (sebagai pelanggan).
Di sisi lain t ingginya biaya pemasangan awal juga turu t berpengaruh terhadap
rendahnya animo masyarakat menjadi pelanggan. Oleh sebab i tu perlu adanya
peninjauan kembali terhadap biaya pemasangan baru, untuk menarik keinginan
penduduk menjadi pelanggan PDAM.
Berdasarkan t ingkat pendapatan tetap keluarga, w ilayah yang memiliki peluang dan
untuk dikembangkan dan penambahan sambungan baru adalah; Kota Bumi, Kota
Bumi Utara, Bukit Kemuning, serta sebagian penduduk disekitar Pusat Industri PTP.
Bunga Mayang. Daya dukung pendapatan tetap masyarakat, serta orie ntasi
pengembangan wilayah sebagai pusat pelayanan pemerintah dan pertokoan serta
industri . Perkembangan wilayah agraris menjadi pusat pemerintahan, pertokoan dan
industri , meningkatkan budaya konsumtif masyarakat. Sehingga tuntutan penyediaan
air bersih yang cepat, mudah dan cukup ser ta berkuali tas baik menjadi tuntutan yang
harus disediakan.
Sedangkan daerah Abung Tengah, Tanjung Raja, Dwikora, Abung Barat , secara
ekonomis kurang prospektif , hal ini didasarkan pada t ingkat pendapatan dan t ingkat
pemakaian setiap rumah tangga yang relatif rendah. Dari sisi ekonomi t ingkat
pendapataan pokok keluarga relatif rendah. Disamping i tu pendapatan t idak tetap
dan tergantung dengan hasil panen kebun, mengakibatkan masyarakat lebih
mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok terutama pangan, biaya sekolah anak,
pakaian dan transportasi .
Penggunaan air bersih relatif sedikit (dibawah 5 m3/bulan), dan bulan efektif
pemakaian berkisar 3 -5 bulan setiap tahun akan menimbulkan kerugian bagi PDAM.
Sebab pada bulan rendeng pelanggan lebih mengutamakan pemanfaatan air sumur dar i
pada air PDAM. Untuk i tu pelayanan di daerah ini diupayakan pelayanannya
menggunakan metode gravitasi untuk menekan biaya operasional . Rendahnya biaya
operasional akan menyebabkan rendahnya har ga jual air sehingga terjangkau oleh
masyarakat golongan ekonomi kecil . Disamping i tu peningkatan kuali tas pelayanan
terutama pada kuali tas air , jam operasional yang t inggi dan sistem pembayaran yang
transparan, akan dapat menaikkan keinginan masyarakat menjadi pelanggan. Animo
masyarakat yang t inggi, memberikan peluang penambahan pelanggan baru.
Memperhatikan fungsi keberadaan PDAM sebagai insti tusi yang bergerak dalam usaha
non profit murni, maka perlu diupayakan penyediaan air bersih yang layak bagi
masyarakat. Penyediaan air bersih ini harus tetap mempertimbangkan biaya
pemeliharaan dan pengembangan untuk tahun berikutnya.
Hasil survei terhadap pelanggan dan non pelanggan, menunjukkan bahwa persepsi
masyarakat terhadap pelayanan PDAM masih kurang baik. Penilaian ini terutama
pada aspek, ketersediaan air kurang, jam oprasional rendah, air sering keruh, sistem
pencatatan t idak berfungsi. Rendahnya kinerja pelayanan PDAM, mengakibatkan
menurunnya kepercayaan masyarakat kepada PDAM. Rendahnya t ingka t kepuasan
pelanggan menimbulkan kekecewaan dan akhirnya berkurangnya pelanggan aktif .
Oleh karenanya kinerja PDAM harus diperbaiki dan lebih berorientasi pada pemuasan
pelanggan. Sebab semakin baik pelayanan yang diberikan akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada PDAM.
Upaya menekan kebocoran pada pipa distribusi akibat pencurian, dapat melibatkan
tenaga lokal sebagai pengawas dan koordinasi dengan instansi/aparat setempat.
Sehingga pengawasan sarana dan prasarana distribusi PDAM dapat lebih ef ektif , dan
relatif murah. Disamping i tu upaya yang harus segera dilaksanakan adalah
meningkatkan kemampuan tenaga lapangan dalam mengop erasionalkan jaringan, serta
kemampuan dalam pendekatan masyarakat di lokasi sumber dan dis tribusi air .
Dari survey sosial ekonomi, didapatkan informasi tentang persepsi masyarakat bahwa,
air bersih adalah milik bersama sehingga untuk mendapatkannya t idak harus
membayar. Munculnya persepsi ini menunjukkan bahwa sosialisasi tentang biaya dan
mekanisme pembayaran t idak berja lan. Sehingga perlu memberikan penjelasan
dengan metode dan pendekatan yang baik agar t idak menimbulkan konflik yang
berkepanjangan.
Cluster Bukit Kemuning
Demand Cluster Buki t Kemuning mempunyai wilayah layanan meliputi 5 wilayah
kecamatan yaitu Kec. Bukit Kemuning (ada 8 desa), Kec. Abung Tinggi (8 desa),
Kec. Abung Barat (ada 23 desa) , Kecamatan Tanjung Raja (ada 17 desa) dan Abung
Tengah (ada 20 desa).
Jumlah penduduk pada cluster ini 110.651 j iwa yang tersebar pada 644,52 Km 2 atau
dengan t ingkat kerapatan penduduk 171,67 j iwa/Km 2 . Dengan pusat pelayanan di kota
Bukit Kemuning.Didasarkan pada lokasi geografis dan topografi daerah ini serta
ketersediaan water district , maka dapat dibagi dalam 3 (t iga) pasangan wilayah
kebutuhan dan potensi sumber air baku seper ti tersaj ikan pada Tabel 3.1.
Tabel 1 .Pasang an Wilayah Kebutuhan Air Ba ku dan Potens i Sumber Air B aku di Clus ter Buki t
Kemuning .
Demand
Cluster
Water
District Water Demand Kecamatan/Desa Luas Km2 Jumlah RT JumlhPenduduk
1 2 3 5 6 7 8
Dwi Kora dan
Sekitarnya
Kec. Bukit Kemuning
Bukit
Kemuning
Way Abung
Timah
Dwikora 123 485 1968
Bukit
Kemuning
dan Sekitarnya
Kec. Bukit Kemuning
Tanjung Baru 24,16 923 3799
Tanjung Baru Timur 10,25 473 1956
Bukit Kemuning 30,50 3485 16658
Muara Aman 14,25 894 3838
Suka Menati 32,15 816 3661
Tanjung Waras 12,00 413 1860
Sido Mulyo 13,50 275 950
Jumlah 136,81 7279 32722
Kec. Abung Barat
Cahaya Negeri 10,780 567 2664
Jumlah 10,78 567 2664
Kec. Abung Tinggi
Ulakrengas 13,000 436 2147
Sukamarga 26,650 935 3936
Pulau Panggung 13,300 468 2341
Kebon Dalam 4,000 326 1463
Jumlah 56,95 2165 9887
Total Jumlah Penduduk (jiwa) 327,54 10496
47241
Way Sabuk
Tanjung
Rajadan
Sekitarnya
Kec. Tanjung Raja
Tulung Balak 35,43 245 1056
Sindang Agung 11,56 634 2472
Sri Menati 6,50 493 2192
Merambung 33,00 530 2369
Jumlah 86,49 1902 8089
Kec. Abung Barat
Ogan Lima 6,16 1016 4410
Tanjung Harta 2,00 143 668
Way Wakak 3,00 134 545
Hujan Mas 2,00 143 603
Jumlah 13,16 1436 6226
Kubu Batang Tanjung Raja
dan Sekitarnya
Kec. Tanjung Raja
Sidomulyo 11,27 177 757
Kemala Raja 5,25 509 2265
Tanjung Beringin 10 355 1243
Jumlah 26,52 1041
Kec. Abung Tengah
Sri Bandung 3,50 299 1280
Jumlah 3,50 299 1280
Total Jumlah Penduduk (jiwa) 129,67 4678
19860
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa prosentase wilayah yang terlayani pada cluster
ini adalah 62,5% yang tersebar pada 13 desa. Hasil Proyeksi jumlah penduduk dari 13
desa tersebut pada tahun 2010 berjumlah 63.098 j iwa, tahun 2020 sejumlah 95.344
j iwa, dan tahun 2030 sejumlah 144.220 j iwa maka kebutuhan air baku di demand
cluster bukit Kemuning untuk keperluan air domestik adalah pada tahun 2010 sebesar
95 l t /det , tahun 2020 sebesar 143,6 l t /det dan 241,58 l t /det pada tahun 2030.
Water District yang direncanakan untuk melayani cluster Bukit Kemuning ini adalah
pengembangan dari pemanfaatan mata air Way Abung Timah yang saat ini telah
dimanfaatkan. Potensi debit dari mata air Way Abung Timah adalah 243 l t /det .
Sedangkan
Water Demand Tanjung Raja dengan potensi sumber air yang ada akan dilayani oleh
dua water district yaitu :
Water district Way Sabuk dengan daerah layanan Kec. Tanjung r aja (ada 4 desa), Kec.
Abung Barat (ada 5 desa) dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 19122
j iwa kebutuhan air baku sebesar 34,53 l /det pada tahun 2020 sebesar 28.908 j iwa
kebutuhan air baku sebesar 51,44 l /det sedangkan pada tahun 2030 sebesar 43 703 j iwa
kebutuhan air baku sebesar 73,42 l /det akan dilayani dari sumber air Way Sabuk
dengan kapasitas debit 80.2 l /det .
Water district Way Kubu Batang dengan daerah layanan Kec. Tanjung Raja (ada 3
desa) dan Kec. Abung Tengah (ada 1 desa) dengan jumlah penduduk pada tahun 2010
sebesar 7409 j iwa kebutuhan air baku sebesar 14,69, pada tahun 2020 sebesar 11198
j iwa kebutuhan air baku sebesar 21,80 l /det sedangkan pada tahun 2030 sebesar 16929
j iwa kebutuhan air baku sebesar 29,27 l /det akan dilayani dari s umber air Way Kubu
Batang dengan kapasitas debit 253.3 l /det . Pemakaian water district ini t idak di
optimalkan karena merupakan salah satu suplay air ke waduk Way Rarem.
Selain t iga water district di atas di cluster ini masih terdapat banyak mata air yang
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan penyediaan air baku pedesaan, diantaranya
adalah mata air Way Galing dan Way Kulur di Kecamatan Abung Tengah. Tabel 2 . Proyeks i Kebutuhan Air B aku di Cluster Bukit Ke muning
Demand Cluster Water
District Water Demand Kecamatan/Desa
Kebutuhan Air Baku
2010 2015 2020 2025 2030
1 2 3 5
Kec. Bukit Kemuning
Bukit Kemuning Way
Abung
Timah
Dwi Kora dan Domestik 3.96 4.87 5.98 7.36 10.44
Sekitarnya
Municipal 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
Ternak 0.96 1.36 1.95 2.80 2.80
Industri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total Kebutuhan 4.96 6.27 7.97 10.20 13.28
Tingkat Terlayani 0.60 0.60 0.70 0.70 0.70
Kebutuhan 2.98 3.76 5.58 7.14 9.29
Rasio Kehilangan 0.35 0.35 0.25 0.25 0.25
Total Kebutuhan Normal 4.58 5.79 7.43 9.52
Total Kebutuhan Maksimum 5.27 6.66 8.55 10.95
Bukit Kemuning Kec. Bukit Kemuning
dan Sekitarnya Domestik 65.79 80.88 99.46 122.26 173.46
Municipal 2.00 2.10 2.21 2.33 2.43
Ternak 0.96 1.36 1.95 2.80 2.80
Industri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total Kebutuhan 68.75 84.34 103.62 127.39 178.69
Tingkat Terlayani 0.50 0.60 0.60 0.70 0.70
Kebutuhan 34.38 50.61 62.17 89.17 125.08
Rasio Kehilangan 0.40 0.35 0.35 0.25 0.25
Total Kebutuhan 57.29 77.85 95.65 118.90 166.78
Kec. Abung Barat
Domestik 5.36 6.59 8.10 9.96 12.24
Municipal 0.24 0.25 0.25 0.25 0.26
Ternak 0.47 0.63 0.86 1.18 1.18
Industri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total Kebutuhan 6.07 7.47 9.21 11.39 13.68
Tingkat Terlayani 0.50 0.60 0.60 0.65 0.65
Kebutuhan 3.03 4.48 5.52 7.40 8.89
Rasio Kehilangan 0.40 0.35 0.35 0.25 0.25
Total Kebutuhan 5.06 6.90 8.50 9.87 11.86
Kec. Abung Tinggi
Domestik 19.89 24.45 30.06 36.96 45.44
Municipal 0.36 0.36 0.36 0.37 0.37
Ternak 0.29 0.39 0.54 0.76 0.76
Industri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total Kebutuhan 20.54 25.20 30.96 38.09 46.57
Tingkat Terlayani 0.40 0.50 0.50 0.60 0.60
Kebutuhan 8.21 12.60 15.48 22.85 27.94
Rasio Kehilangan 0.40 0.35 0.35 0.25 0.25
Total Kebutuhan 13.69 19.39 23.82 30.47 37.25
Total Kebutuhan Normal 76.04 104.14 127.96 159.24
Total Kebutuhan Maksimum 87.45 119.76 147.15 183.12
3.2 Analisa Neraca Air
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa untuk menja min terjadinya keseimbangan
pengembangan sumber daya air harus tercapainya kondisi yang optimum dengan t idak
mengabaikan keseimbangan l ingkungan.
Untuk i tu pada bagian subbab ini akan dikaj i kondisi keseimbangan antara
ketersediaan dan pengembangan sumber daya air pada masing-masing pasangan
berdasarkan data daerah irigasi yang ada, kebutuhan air baku dan potensi sumber daya
air .
Tabel 3. Hasil Pengujian Air di Laboratorium pada Sumber Air di Kabupaten Lampung Utara
No. Parameter Satuan
Sumber Air Baku Mutu
Sgi
Rarem
Abung
Timah
Way
Sabuk
Kubu
Batng
Way
Galing
Way
Kulur
Bdg
Tirta
Sinta
A B
1 Nitrat Mg/L 0,43 1,28 1,5 1,38 1,51 1,36 1,45 10 10
2 Nitrit Mg/L 0,755 1,023 0,127 0,114 0,125 0,133 0,121 1 1
3 Zat Organik Mg/L 0,0615 0,0692 0,1 0,084 0,113 0,461 0,923 - 400
4 Fe Mg/L 0,389 0,704 0,301 0,592 0,424 0,713 0,077 - -
5 Mn Mg/L 0,118 0,139 0,086 0,09 0,042 0,044 0,238 - -
6 Na Mg/L 143,63 209,9 111,14 70,89 15,5 16,24 39,43 - 200
7 Hg Mg/L ttd - - - - - - - -
8 Fa Mg/L 0,575 6,624 1,151 5,76 1,44 2,01 2,3 - 250
9 TDS Mg/L 110 78 44 43 65 79 55 500 1.000
10 Sulfat (SO4) Mg/L 8,38 9,97 11,56 8,66 11,31 8,69 8,67 200 400
11 Cl Mg/L 8,86 95,91 17,72 88,62 22,15 31,61 33,45 200 200
12
Kesada
han Mg/L 22,06 7,8 7,82 10,31 2,92 12,18 9,4 - 500
Su mber : Uj i Lab . UNILA, 2013
3.3 Analisa Kebutuhan Air
Analisa kebutuhan air dalam suatu DAS akan sangat terkait dengan pengembangan
yang dilakukan di bagian hil irnya. Dari hasil kaj ian awal dan survey di la pangan
menunjukan bahwa pengembangan yang telah dikembangkan sebagian besar adalah
berupa areal ir igasi teknis maupun irigasi nonteknis.
Kebutuhan air merupakan jumlah kumulatif dari pemakaian air dari sumber yang sama
dalam satu sistem. Asumsi kebutuhan air yang diperhitungkan adalah kebutuhan untuk
air ir igasi dan air baku (Domestik, Municipa l dan Industri) . Sedangkan total
kebutuhan air baku pada setiap cluster disaj ikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kebutuhan Air Baku Pada Cluster Bukit Kemuning
di Kabupaten Lampung Utara
Demand Cluster Kecamatan/Desa Kebutuhan Air Baku
2005 2007 2010 2015 2020 2025 2030
1 5 8
Kec. Bukit Kemuning
1. Bukit Kemuning Domestik 2.97 3.22 3.96 4.87 5.98 7.36 10.44
Municipal 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
Ternak 0.36 0.69 0.96 1.36 1.95 2.80 2.80
Industri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total Kebutuhan 3.37 3.95 4.96 6.27 7.97 10.20 13.28
Tingkat Terlayani 0.22 0.25 0.30 0.35 0.35 0.40 0.50
Kebutuhan 0.74 0.99 1.49 2.20 2.79 4.08 6.64
Rasio Kehilangan 0.35 0.32 0.30 0.27 0.25 0.25 0.25
Total Kebutuhan 1.14 1.45 2.13 3.01 3.72 5.44 8.85
Kec. Bukit Kemuning
Domestik 49.26 53.52 65.79 80.88 99.46 122.26 173.46
Municipal 1.90 1.93 2.00 2.10 2.21 2.33 2.43
Ternak 0.36 0.69 0.96 1.36 1.95 2.80 2.80
Industri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total Kebutuhan 51.52 56.14 68.75 84.34 103.62 127.39 178.69
Tingkat Terlayani 0.22 0.25 0.30 0.35 0.35 0.40 0.50
Kebutuhan 11.33 14.03 20.63 29.52 36.27 50.96 89.34
Rasio Kehilangan 0.35 0.32 0.30 0.27 0.25 0.25 0.25
Total Kebutuhan 17.44 20.64 29.47 40.44 48.35 67.94 119.13
Kec. Abung Barat
Domestik 4.01 4.36 5.36 6.59 8.10 9.96 12.24
Municipal 0.24 0.24 0.24 0.25 0.25 0.25 0.26
Ternak 0.21 0.35 0.47 0.63 0.86 1.18 1.18
Industri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total Kebutuhan 4.46 4.95 6.07 7.47 9.21 11.39 13.68
Tingkat Terlayani 0.22 0.25 0.30 0.35 0.35 0.40 0.50
Kebutuhan 0.98 1.24 1.82 2.61 3.22 4.56 6.84
Rasio Kehilangan 0.35 0.32 0.30 0.27 0.25 0.25 0.25
Total Kebutuhan 1.51 1.82 2.60 3.58 4.30 6.08 9.12
Kec. Abung Tinggi
Domestik 11.46 12.46 19.89 24.45 30.06 36.96 45.44
Municipal 0.35 0.35 0.36 0.36 0.36 0.37 0.37
Ternak 0.12 0.21 0.29 0.39 0.54 0.76 0.76
Industri 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total Kebutuhan 11.93 13.02 20.54 25.20 30.96 38.09 46.57
Tingkat Terlayani 0.22 0.25 0.30 0.35 0.35 0.40 0.50
Kebutuhan 2.62 3.26 6.16 8.82 10.84 15.23 23.28
Rasio Kehilangan 0.35 0.32 0.30 0.27 0.25 0.25 0.25
Total Kebutuhan 4.04 4.79 8.80 12.08 14.45 20.31 31.04
Total Kebutuhan Air Baku Bukit Kemuning 24.12 28.70 42.99 59.11 70.82 99.77 168.14
3.4 Analisa Keseimbangan Air
Perhitungan keseimbangan ketersediaan air didasarkan pada asumsi bahwa pada saat
kebutuhan air kri t is dimana pada periode kebutuhan air ir igasi maksimum yang terjadi
dan kebutuhan air baku maksimum.
Hasil perhitungan keseimbangan air pada t iap periode proyeksi disajikan pada T abel
5. Tabel 5. Keseimbangan Ketersediaan dan Pemakaian Air
No. Sumber Air Tahun Debit
Andalan Wilayah Layanan
Pemakaian Air (l/det) Keseimbangan
Air (l/det) Irigasi Air Baku
1 Mata Air 2003 243.4 Dwikora dan - 15 228.4
Way Abung Timah 2005 243.4 Bukit Kemuning - 84.06 159.34
2010 243.4 - 108.03 135.37
2015 243.4 - 132.77 110.63
2020 243.4 - 163.42 79.98
2025 243.4 - 201.45 41.95
2030 243.4 - 271.61 -28.21
2 Mata Air 2003 80.2 Tanjungraja - 10 70.2
Way Sabuk 2005 80.2 dan Abung Barat - 28.38 51.82
2010 80.2 - 34.53 45.67
2015 80.2 - 42.09 38.11
2020 80.2 - 51.44 28.76
2025 80.2 - 63.03 17.17
2030 80.2 - 73.42 6.78
3 Mata Air 2003 253.3 Tanjungraja - 0 253.3
Way Kubu Batang 2005 253.3 dan Abung Tengah - 12.12 241.18
2010 253.3 - 14.69 238.61
2015 253.3 - 17.85 235.45
2020 253.3 - 21.8 231.5
2025 253.3 - 26.75 226.55
2030 253.3 - 29.27 224.03
4 Sungai Way Abung 2003 980 Kotabumi 205 0 775
2005 980 dan Sekitarnya 205 213.45 561.55
2010 980 205 260.5 514.5
2015 980 205 337.33 437.67
2020 980 205 439.63 335.37
2025 980 205 538.7 236.3
2030 980 205 646.41 128.59
5 Sungai Way Sungkai 2003 2810 Bunga Mayang 38 0 2772
2005 2810 dan Sekitarnya 38 55.2 2716.8
2010 2810 38 67.27 2704.73
2015 2810 38 88.19 2683.81
2020 2810 38 132.66 2639.34
2025 2810 38 132.66 2639.34
2030 2810 38 155.57 2616.43
Sumber : Hasil Analisis, 2013
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil kaj ian dan survey daerah kaj ian, dapat di ambil kesimpulan sebagai beriku t
:
1. Kekurangan penyediaan air baku yang memadai di wilayah studi perlu adanya
cluster yang tepat antara water district dan water demand , sehingga dicapai
optimalisasi pemanfaatan air baku.
2. Untuk peningkatan efisiensi pelayanan air bersih diwilayah kaj ian p erlu analisis
yang tepat antara kapasitas produksi dengan kebutuhan air , sehingga t idak terjadi
kesenjangan antara kapasitas produksi dengan kebutuhan. Kekurangan kapasitas
produksi menyebabkan ketidakpuasan pelanggan, sedangkan kelebihan kapasitas
produksi menyebabkan t idak tertutupnya biaya operasional. Selain i tu perlu
ditunjang dengan menekan kebocoran yang selama ini ada.
3. Pemanfaatan air tanah (sumur dalam) sebagai air baku selain kurang dapat
diandalkan dari segi jaminan debit juga memerlukan biaya pemeliharaan dan
operasional yang t inggi.
4. Sistem penyediaan ai r baku Cluster Bukit Kemuning secara garis besar dapat
dilayani dengan sistem gravitasi dari sumber mata air Abung Timah, Way Sabuk
dan Kubu Batang.
5. Neraca keseimbangan air yang mengambil dari sungai, menunjukkan bahwa untuk
kebutuhan krit is terjadi pada bulan Oktober.
4.2. Saran
1. Upaya mendesak yang harus dilakukan oleh PDAM Way Bumi adalah
mengoptimalkan pemanfaatan mata air sebagai sumber air baku seperti Mata Air
Way Abung Timah dan Way Sabu k, mengsinkronkan antara kapasitas produksi dan
distribusi . Selain harus ditunjang dengan menekan t ingkat kebocoran
2. Dalam kurun waktu 10 tahun kedepan kebutuhan air Bukit Kemuning dan Tanjung
Raja masih terjamin oleh mata air di pegunungan. Namun disarank an untuk mulai
memanfaatkan sumber air permukaan dari sungai -sungai di DAS Way Sabuk,
karena secara kuanti tat if maupun kuali tat if dapat memenuhi kebutuhan air baku
wilayah Bukit Kemuning.
3. Pemanfaatan air baku dari sumber mata air yang berada di catchment area Waduk
Way Rarem, diarahkan untuk cluster pedesaan sehingga pengambilan airnya t idak
terlamapu besar dan biaya operasionalnya kecil sehingga pelayanan air baku untuk
layanan sosial t idak memberatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Coastal Engineering Manual Volume I & II, 2002, Waterways Experiment Station
CorPs Of Engineers , Departement Of the American Army, USA.
Pemerintah Propinsi Lampung, BAPPEDA. 2000. Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Lampung. Bandar Lampung.
Jatmoko, H. , 2003. Konstruksi Jetty (Sebagai Alternati f Penanganan Muara Sungai) .
Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah.
LBT, Unila . 2002. Studi Penanggulangan Banjir Di Kawasan Panjang dan
Sekitarnya . Bandar Lampung.
Sarana Bagja Bumi. 1998. Studi Terpadu Pengendalian Banjir Bandar Lamp ung dan
Sekitarnya. DPU Lampung
STUDI ANALISIS PENGARUH PENUTUPAN PINTU LINTASAN KERETA API
TERHADAP TUNDAAN DAN PANJANG ANTRIAN KENDARAAN PADA JALAN
GAJAH MADA DI BANDAR LAMPUNG
Farida Juwita
Abstract
The role of the control system at a meeting or crossing in the form of crossings at the moment has many operated
semi-automatically. The problem that appears is when the volume of vehicles on crossings closers so big, it will
cause delays andlongqueuesofvehiclessignificantly.
This study aims to determine the characteristics of long delays and queues of vehicles caused by variations in the
duration of the closure of the railway crossing, for a wide variety of traffic flow volume and then look for the
appropriate model to describe the relationshipbetweenthesevariables.
The research location is at the crossing Jalan Gajah Mada Bandar Lampung. A survey of traffic flows to be done
with the kind of light vehicles, heavy vehicles and motorcycles heading closers crossings. Variables taken is the
duration of the closure of crossings, traffic volume, time delays and long queues of vehicles.
Abstrak
Peranan s is tem kontrol pada per temuan atau per l intasan da lam bentuk pintu per l intasan
ter sebut pada saat in i te lah banyak yang dioperas ikan secara se mi o tomatis. Permasalahan
yang tampak adalah bi la vo lume kendaraan pada pendekat per l intasan sedemikian besar ,
maka akan menimbulkan tundaan dan panjang antr ian kendaraan yang cukup berar t i .
Peneli t ian ini ber tujuan untuk mengetahui karakter i st ik tundaan d an panjang antr ian
kendaraan yang ter jadi akiba t var ias i durasi penutupan pintu per l intasan kereta api , untuk
berbagai var iasi vo lume arus la lu l intas dan se lanjutnya mencari model yang sesua i untuk
menggambarkan hubungan antara var iabel ter sebut .
Lokasi penel i t ian di lakukan pada per l intasan Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung.
Surve i terhadap arus lalu l intas di lakukan dengan pengamatan terhadap jenis kendaraan
r ingan, kendaraan bera t dan sepeda motor yang menuju pendekat per l intasan. Var iabe l yang
diambi l adalah durasi penutupan p intu per l intasan, vo lume arus la lu l intas, waktu tundaan
dan panjang antr ian kendaraan.
1. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
Pintu kereta api merupakan pembatas antara jalan raya dengan jalan kereta api
sehingga apabila pintu kereta api tersebut difungsikan maka pengguna lalu l intas
jalan raya akan mengalami gangguan karena menunggu kereta api yang akan lewat.
Hal ini akan menyebabkan waktu perjalanan tertunda dan dapat menimbulkan
kemacetan pada jalan raya. Tingkat efisiensi jaring an jalan sangat ditentukan oleh
kinerja persimpangan. Karena pada persimpangan terjadi hambatan yang lebih t inggi
sehingga terjadi penurunan kecepatan, tundaan, dan antrian kendaraan yang panjang
yang mengakibatkan naiknya biaya operasi kendaraan dan penur unan kuali tas
l ingkungan.
Peranan sistem kontrol pada pertemuan dua jalur prasarana transportasi tersebut
(perlintasan) saat ini banyak yang telah dioperasikan secara otomatis. Permasalahan
yang tampak adalah walaupun sistem kontrol tersebut telah diopera sikan dengan
benar, bila volume kendaraan pada pendekat l intasan sedemikian besar maka akan
menimbulkan tundaan dan panjang antrian yang cukup berart i . Pada saat i tu pula
menimbulkan / terjadi suatu gangguan pada s istem transportasi yang akan merangsang
t imbulnya problema transportasi lainnya dan akan menimbulkan kerugian besar bagi
pengguna jalan.
Kereta api yang melintas pada perlintasan di Jalan Gajah Mada sebagian besar adalah
kereta api batubara dengan rangkaian panjang. Selain i tu merupakan kereta api barang
yang mengangkut bahan baku kertas dan juga kereta api barang yang menuju
Pelabuhan Panjang. Disebabkan jumlah rangkaian gerbong yang panjang, maka saat
melintas di Jalan Gajah Mada, kereta api batubara akan menyebabkan tundaan yang
cukup lama. Hal ini mempengaruhi jumlah antrian kendaraan dan waktu tempuh
kendaraan.
1.2.Rumusan Masalah
Yang menjadi permasalahan didalam peneli t ian ini adalah :
1. Tundaan yang disebabkan oleh adanya penutupan pintu perlintasan kereta api
sudah mengganggu / belum dari sis tem lalu l intas dan pengguna jalan pada ruas
Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung.
2. Berapa besar tundaan dan panjang antrian kendaraan yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada sistem transportasi .
1.3.Batasan Masalah dan Tujuan Penelitian
1. Peneli t ian dilakukan di perl intasan kereta api pada Jalan Gadjah Mada Kota
Bandar Lampung.
2. Parameter yang digunakan adalah durasi penutupan, tundaan, panjang antrian dan
arus lalu l intas.
3. Kendaraan yang diperhitungkan dalam tundaan dan panjang antrian hanya
kendaraan pertama dan kendaraan paling akhir dalam masing -masing lajur
antrian.
4. Pengaruh dari geometrik jalan, jenis dan kekasaran permukaan jalan, cuaca dan
sebagainya t idak diperhitungkan.
5. Pengambilan data dilakukan pada jam 06.00 - 18.00 dengan interval waktu
penutupan sesuai dengan kedatangan kereta api saat melintasi perl intasan.
Sedangkan tujuan peneli t ian ini adalah :
1. Mengetahui besarnya tundaan dan panjang antrian kendaraan yang terjadi akibat
pengaruh penutupan perlintasan kereta api
2. Melakukan identifikasi kara kterist ik tundaan dan panjang variasi penutupan
pintu perlintasan kereta api.
3. Memformulasikan pengaruh penutupan perlintasan kereta api terhadap tundaan
dan panjang antrian kendaraan pada kondisi variasi arus lalu l intas yang ada.
2 . Metodologi Penelitian
2.1 Pengumpulan Data
Dalam melakukan peneli t ian ini , perlu direncanakan mengenal hal -hal yang harus
dikerjakan sejak dari perencanaan data yang akan diambil di lapangan, jenis survai
yang akan dilakukan, penentuan lokasi survai, waktu pelaksanaan survai di l apangan
( baik survai pendahuluan maupun survai utama ) , peralatan yang akan digunakan,
jumlah pengamatan i tu sendiri .
Data yang diambil di lapangan antara lain meliputi :
a. Data Geometrik Jalan
Data geometrik jalan meliputi lebar ruas jalan, lebar trotoar, ada t idaknya
median jalan atau pemisah jalan.
b. Data Tundaan Kendaraan
Data tundaan kendaraan didapat dengan mengukur lamanya kendaraan berhenti
yaitu mulai dari kendaraan pertama berhenti sampai kendaraan tersebut mulai
bergerak kembali , tundaan yang diukur hanya untuk kendaraan pertama.
c. Panjang antrian dan jumlah kendaraan dalam antrian
Panjang antrian didapat dengan mengukur panjang antrian kendaraan yang
berhenti pada saat penutupan pintu l intasan kereta api
d. Lama penutupan
Pengukuran waktu lamanya penutuan pintu l intasan kereta api dilakukan dengan
menghitung waktu dari mulai adanya bunyi sirine tanda pintu akan tertutup
sampai pintu kembali terbuka.
e. Volume lalu l intas
Data volume lalu l intas diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan yaitu
dengan menghi tung jumlah kendaraan yang lewat sesuai dengan klasifikasinya
yang ditentukan setiap interval 5 menitan. Volume kendaraan yang dicatat pada
saat pintu l intasan kereta api terbuka.
f . Hambatan samping
Data hambatan samping diperoleh dari hasil pengamatan di la pangan yaitu
dengan menghitung jumlah pejalan kaki, kendaraan berhenti , kendaraan lambat
dan kendaraan keluar/masuk dari sisi jalan setiap interval 5 menit sepanjang 200
meter.
2.2 Lokasi Penelitian
Lokasi peneli t ian berada di perl intasan kereta api pada ruas Jalan Gajah Mada Kota
Bandar Lampung. Lokasi tersebut merupakan jalan dengan kondisi yang cukup baik
dil ihat dari sisi geometrik, rambu, marka jalan kelengkapan prasarana jalannya. Lalu
l intas yang melewati perl intasan di lokasi peneli t ian memiliki karak terist ik yang
t idak sama / t idak seragam, karena kendaraan yang melewati jalan tersebut terdiri dari
kendaraan pribadi atau mobil penumpang, angkutan umum ( angkutan kota ) , sepeda
motor.
Sebagai dasar dan pemilihan lokasi perl intasan dalam peneli t ian in i adalah sebagai
berikut :
1). Lintasan yang dipil ih karena dilalui oleh rangkaian gerbong kereta api yang
datang dan pergi dari dari Stasiun Tanjung Karang ke Stasiun Tarahan
2). Lintasan harus memiliki kondisi yang mewakili faktor -faktor penyebab tundaan
dan panjang antrian kendaraan pada lalu l intas di jalan raya.
3). Lintasan yang dipil ih harus mewakili kondisi tundaan dan antrian yang benar -
benar sering terjadi.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
2.3 Pengambilan Data
2.3.1.Data Geometrik Jalan
Data geometrik jalan meliputi lebar ruas jalan, lebar trotoar, ada t idaknya median
jalan atau pemisah jalan.
2.3.2.Alat Yang Digunakan
Dalam peneli t ian ini digunakan beberapa alat bantu dalam pelaksanaan survei dan
pengolahan data, yaitu :
1). Formulir survei la lu l intas, tundaan, panjang antrian dan durasi penutupan pintu
l intasan kereta api.
2). Stop watch.
3). Rambu ( bendera ) jarak.
4). Counter (Penghitung jumlah kendaraan) .
2.3.3.Data Arus Lalu Lintas
Data arus lalu l intas yang melewati perl intasan jalan Gajah Mada selama hari survei
dimulai pada jam 06.00 sampai dengan 18.00 WIB. Pencatatan dilakukan selama jam
penutupan pintu l intasan kereta api (sesuai dengan jam kereta api lewat di
perl intasan).
Data mengenai jenis kendaraan yang lewat dibedakan menjadi 3 jenis ken daraan, yaitu
:
1). Kendaraan ringan.
2). Kendaraan berat .
3). Sepeda motor.
2.3.4.Data Durasi Penutupan Pintu Lintasan
Durasi penutupan pintu l intasan kereta api merupakan cerminan berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Faktor -faktor tersebut adalah kecepatan kereta a pi, tenggang
waktu operator mengaktifkan sistem kontrol , jumlah kereta atau gerbong. Dari variasi
durasi penutupan pintu l intasan kerata api diharapkan diperoleh suatu gambaran yang
dapat menjelaskan pengaruh penutupan terhadap kendaraan. Satuan yang digun akan
dalam mencatat waktu penutupan pintu l intasan adalah dalam satuan detik. Survai
durasi penutupan dilakukan untuk mencari variasi waktu penutupan pintu l intasan
kereta api. Pengamat melakukan pencatatan sejaraH sedemikian didekat pintu l intasan
kereta api.
2.3.5.Data Tundaan Kendaraan
Tundaan yang terjadi karena adanya aktifi tas penutupan pintu l intasan dihitung untuk
kendaraan paling depan dan paling belakang dari antrian dalam satu lajur. Satuan
waktu yang digunakan adalah satuan detik. Jenis tunda an yang terjadi pada masing-
masing kendaraan yang diukur adalah stopped delay . Pencatatan dilakukan pada
kendaraan paling depan dan paling belakang dalam satu urutan antrian kendaraan pada
masing-masing lajur.
Untuk dasar penentuan kendaraan terakhir dalam antrian dengan dua kondisi
kedatangan kendaraan adalah sebagai berikut ini :
1. Catat panjang antrian yang terjadi dengan mengalihkan jumlah bendera dengan
jarak pemasangan bendera ( bendera dipasang dengan jarak 3 meter )
2. Pengamatan diulangi kembali untuk t iap waktu penutupan pintu l intasan kereta
api selama periode pengamatan.
2.3.6.Data Panjang Antrian Kendaraan
Data panjang antrian kendaraan didapat dengan mengukur panjang antrian kendaraan
yang berhenti pada saat penutupan pintu perlintasan kereta api.
2.4 Analisis Data
Dari beberapa elemen atau variabel data primer yang diambil pada survei utama dan
didukung dengan data sekunder, maka selanjutnya akan diolah lebih lanjut sehingga
diperoleh hasil peneli t ian, yaitu :
Kondisi jalan yang t idak dipengaruhi denga n l intasan kereta api dilakukan
analisis terhadap kapasitas, derajat kejenuhan dan kecepatan tempuh.
Analisis dari hasil peneli t ian akan menjelaskan fenomena yang terjadi akibat
penutupan pintu l intasan kereta api terhadap tundaan dan panjang antrian yang terjadi
pada kendaraan. Evaluasi dilakukan dengan membangun model yang sesuai agar dapat
mempresentasikan keadaan di lapangan dan menjadi kesimpulan dari hasil yang
diperoleh.
2.5 Prosedur Perhitungan Jalan Perkotaan
Tujuan analisa operasional untuk segmen jalan tertentu dengan kondisi geometrik,
lalu-l intas dan l ingkungan yang ada atau diramalkan, dapat berupa salah satu atau
semua kondisi berikut:
- Menentukan kapasitas
- Menentukan derajat kejenuhan sehubungan dengan arus lalu -l intas sekarang atau
yang akan datang
- Menentukan kecepatan pada jalan tersebut
Tujuan utama dari analisa perencanaan adalah untuk menentukan lebar jalan yang
diperlukan untuk mempertahankan perilaku lalu -l intas yang diinginkan pada arus lalu -
l intas tahun rencana tertentu. Ini dapat berup a lebar jalur lalu-l intas atau jumlah
lajur, tetapi dapat juga digunakan untuk memperkirakan pengaruh dari perubahan
perencanaan, seperti apakah membuat median atau memperbaiki bahu jalan.
3. Pembahasan
3.1 Data Penelitian
Untuk memperoleh data yang akura t dan cukup memadai, maka pengambilan data
untuk pintu l intasan dilakukan pada lokasi pintu perlintasan kereta api yang dipil ih
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Termasuk kondisi arus lalu l intasnya
yang merupakan arus lalu l intas yang ramai da n padat. Survei dilakukan pada pintu
perlintasan di Jalan Gajah Mada Kota Bandar Lampung. Periode pengamatan
dilakukan selama satu minggu terhitung dari tanggal 20 juni 201 5 sampai 26 juni
2015 dengan waktu pengamatan dilakukan dari jam 06.00 sampai dengan 18.00 WIB.
Data tersebut adalah data durasi penutupan pintu perlintasan, data tundaan, data
panjang antrian kendaraan dan data arus lalu l intas selama penutupan. Untuk
kelengkapan data, dikumpulkan pula data mengenai jadwal kereta serta nama kereta
api yang melintas pada perlintasan di Jalan Gajah Mada.
3.2 Data Durasi Penutupan Pintu Perlintasan
Survei durasi penutupan pintu perlintasan kereta api dilakukan untuk mencari variasi
dari durasi penutupan pintu perlintasan kereta api yang diakibatkan karena
melintasnya kereta api. Informasi tentang penutupan pintu perlintasan diperoleh dari
survei durasi penutupan yang dikumpulkan selama dalam pengamatan di lapangan.
Data durasi penutupan pintu perlintasan kereta api tersebut ditampilkan pada tabel 1. Tabel 1 . Data Durasi Penutupan Pintu Perlintasan Kereta Api Pada Senin, 20 Juni 201 5
No Nama Kereta
Api Sta tus Gerbong
Jam
Penutupan
Durasi Penutupan
( det ik )
1 . B-6 Kosong 06.10 153
2. B-13 Isi Batubara 06.35 178
3. B-8 Kosong 08.10 161
4. B-15 Isi Batubara 08.35 182
5. B-10 Kosong 10.10 159
6. B-17 Isi Batubara 10.35 180
7. B-12 Kosong 12.10 155
8. B-19 Isi Batubara 12.35 190
9. B-21 Isi Batubara 13.10 177
10 B-14 Kosong 14.10 149
11. B-1 Isi Batubara 14.35 185
12. B-16 Kosong 16.10 156
13. B-3 Isi Batubara 16.35 181
14. B-18 Kosong 17.50 160
Sumber : Hasi l Survei , Juni 2015
Dari tabel diatas diperoleh informasi bahwa durasi penutupan pintu perlintasan kereta
api pada Senin, 20 Juni 2011 yang terlama terjadi pada saat penutupan jam 12.35
dengan waktu penutupan selama 190 detik dan yang tercepat terjadi pada jam 14.10
dengan durasi penutupan selama 149 detik.
3.2.1.Data Arus Lalu l intas
Jenis kendaraan yang diamati pada peneli t ian ini dibedakan atas 3 jenis kendaraan,
yaitu : sepeda motor, kendaraan ringan dan kendaraan berat . Untuk nilai satuan mobil
penumpang (SMP) yang akan dipakai berdasarkan nilai SMP untuk perkotaan sebagai
berikut (MKJI, 1997):
1. Sepeda Motor dengan nilai SMP = 0,25
2. Kendaraan Ringan dengan nilai SMP = 1,0
3. Kendaraan Berat dengan nil ai SMP = 1,2
Tabel 2 . Data Arus Lalu l intas Arah Sukarame Senin, 20 juni 2015
No Jam
Penutupan
Durasi
Tutup
(detik)
Kend.
Ringan
Kend.
Berat
Sepeda
Motor Jumlah
kend smp kend smp kend smp kend smp
1. 06.10 153 44 44 1 1,2 26 6,50 71 51,70
2. 06.35 178 52 52 2 2,4 25 6,25 79 60,65
3. 08.10 161 39 39 1 1,2 28 7,00 68 47,20
4. 08.35 182 32 32 3 3,6 17 4,25 52 39,85
5. 10.10 159 27 27 1 1,2 15 3,75 43 31,95
6. 10.35 180 24 24 0 0 23 5,75 47 29,75
7. 12.10 155 57 57 2 2,4 28 7,00 87 66,40
8. 12.35 190 53 53 1 1,2 19 4,75 73 58,95
9. 13.10 177 48 48 3 3,6 29 7,25 80 58,85
10 14.10 149 32 32 1 1,2 17 4,25 50 37,45
11. 14.35 185 28 28 4 4,8 19 4,75 51 37,55
12. 16.10 156 55 55 1 1,2 26 6,5 82 62,70
13. 16.35 181 52 52 2 2,4 32 8,00 86 62,40
14. 17.50 160 27 27 3 3,6 33 8,25 63 38,85
Sumber : Hasi l Survei , Juni 201 5
Tabel 3 . Data Arus Lalu l intas Ara h Paho man Senin, 20 juni 2015
No Jam
Penutupan
Durasi
Tutup
(detik)
Kend.
Ringan
Kend.
Berat
Sepeda
Motor Jumlah
kend smp kend smp kend smp kend smp
1. 06.10 153 48 48 2 2,4 36 9,00 86 59,40
2. 06.35 178 54 54 1 1,2 32 8,00 87 63,20
3. 08.10 161 37 37 3 3,6 45 11,25 85 51,85
4. 08.35 182 34 34 2 2,4 23 5,75 59 42,15
5. 10.10 159 29 29 1 1,2 28 7,00 58 37,20
6. 10.35 180 30 30 4 4,8 31 7,75 65 42,55
7. 12.10 155 59 59 1 1,2 30 7,50 90 67,70
8. 12.35 190 56 56 1 1,2 23 5,75 80 62,95
9. 13.10 177 49 49 2 2,4 31 7,75 82 59,15
10 14.10 149 33 33 1 1,2 23 5,75 57 39,95
11. 14.35 185 37 37 2 2,4 27 6,75 66 46,15
12. 16.10 156 39 39 3 3,6 28 7,00 70 49,60
13. 16.35 181 54 54 1 1,2 33 8,25 88 63,45
14. 17.50 160 29 29 1 1,2 34 8,50 64 38,70
Sumber : Hasi l Survei , juni 201 5
Dari hasil survei arus lalu lintas pada Senin, 2 0 juni 2011 diperoleh informasi
bahwa arus lalu lintas yang terbesar dari arah Sukarame terjadi pada jam 12.10
sebesar 87 kendaraan atau 66,40 smp sedangkan dari arah Pahoman arus lalu
lintas yang terbesar terjadi pada jam 16.35 sebesar 90 kendaraan atau 67,70
smp. 3.2.2 Data Tundaan Kendaraan
Survei tundaan kendaraan dilakukan untuk mencari berapa lama waktu yang
dibutuhkan oleh kendaraan untuk melewati perlintasan kereta api. Dalam arti
kendaraan tersebut mengalami gangguan akibat melintasnya kereta api. Jenis
tundaan yang diambil datanya adalah tundaan kendaraan, yaitu selisih antara
kendaraan paling depan dengan kendaraan paling belakang dalam satu arah
antrian untuk satu kali waktu penutupan pintu perlintasan. Data tundaan
kendaraan untuk masing-masing arah pada Senin, 20 juni 2015 dapat dilihat
pada tabel 4. Tabel 4 .Data Tundaan Kendaraan Pada Senin, 21 juni 201 5
No Jam Penutupan Durasi Penutupan
( det ik )
Tundaan Kendaraan (detik)
Sukara me Paho man
1. 06.10 153 327 329
2. 06.35 178 354 349
3. 08.10 161 432 435
4. 08.35 182 310 312
5. 10.10 159 295 300
6. 10.35 180 289 301
7. 12.10 155 414 420
8. 12.35 190 422 399
9. 13.10 177 363 370
10 14.10 149 327 330
11. 14.35 185 311 315
12. 16.10 156 435 441
13. 16.35 181 468 470
14. 17.50 160 340 345
Sumber : Hasi l Survei , juni 201 5
Sedangkan data yang lengkap berdasarkan survei yang dilakukan yaitu 7 hari
(seminggu), terdapat pada lampiran A -1 sampai A-4.
3.2.3 Data Antrian Kendaraan
Survei panjang antrian dilakukan untuk mencari variasi panjang antrian (diukur dalam
satuan meter) yang terbentuk di Jalan Gajah Mada akibat aktivitas di perl intasan
kereta api. Panjang antrian akan bervariasi pada t iap arah pendekat l intasan dan untuk
masing-masing waktu penutupan pintu perlintasan kereta api. Pengamatan panjang
antrian dilakukan dengan mencatat panjang antrian kendaraan yang terbentuk dalam
satuan meter. Data panjang antrian untuk masing -masing arah pada Senin, 20 juni
2015 dapat dil ihat pada tabel 5. Tabel 5 .Data Panjang Antrian Ke ndaraan Senin, 20 Juni 2015
No Jam Penutupan
Durasi
Penutupan
( det ik )
Panjang Antr ian Kendaraan
(meter)
Sukara me Paho man
1. 06.10 153 110 213
2. 06.35 178 132 156
3. 08.10 161 148 168
4. 08.35 182 96 105
5. 10.10 159 91 113
6. 10.35 180 87 123
7. 12.10 155 134 140
8. 12.35 190 152 162
9. 13.10 177 126 136
10 14.10 149 130 185
11. 14.35 185 122 194
12. 16.10 156 144 201
13. 16.35 181 151 167
14. 17.50 160 106 185
Sumber : Hasi l Survei , 2015
Sedangkan data yang lengkap berdasarkan survei yang dilakukan, terdapat pada
lampiran A-1 sampai A-4.
3.3.Data Geometrik Jalan
Pengukuran untuk mendapatkan data geometrik jalan dilakukan pada lokasi peneli t ian
dan didapatkan data sebagai berikut :
a. Lebar badan jalan untuk masing-masing lajur adalah 5 meter .
b. Lebar median jalan adalah 0,4 meter.
c. Ruas jalan yang diamati sepanjang 200 meter yang diukur dari Stop Line sampai
dengan jarak 200 meter.
Ga mbar 2. Geo metr ik Jalan
3.4 .Data Hambatan Samping
Aktifi tas hambatan samping pada ruas jalan Gajah mada sering me nimbulkan konflik.
Pengaruh hambatan samping ini sangat berpengaruh terhadap kapasitas jalan dan
kinerja jalan antara lain :
- Angkutan Kota yang berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang saat
mendekati l intasan pintu kereta api sehingga menghambat l aju kendaraan yang di
belakangnya, kadang-kadang angkutan kota berhenti untuk mencari penumpang
sehingga menimbulkan antrian yang panjang.
- Kendaraan yang keluar masuk dari samping rel karena adanya area perumahan
penduduk.
3.5.Analisa Hasil
Analisa hasil didapatkan dengan cara mengetahui kinerja jalan yang meliputi
kapasitas jalan, derajat kejenuhan dan waktu tempuh, dan untuk mengetahui hubungan
antara lama penutupan dengan tundaan dan hubungan antara lama penutupan dengan
panjang antrian kendaraan. Perhitungan dan analisa ini dibantu dengan menggunakan
program statist ik, yaitu SPSS 13.0 for Windows .
3.5.1.Analisa Tundaan Kendaraan
Tundaan kendaraan pada masing-masing lajur pendekat perl intasan memiliki peri laku
tersendiri . Pada tabel 3.4 arah Pahoman, tamp ak pada jam 16.35 dengan durasi
penutupan pintu perlintasan kereta api adalah 181 detik ternyata tundaan kendaraan
yang terjadi pada arah Pahoman menunjukkan angka tert inggi, yaitu 470 kendaraan.
Secara keseluruhan tundaan kendaraan yang terjadi di lajur d ua memiliki tundaan
kendaraan yang lebih besar dari pada lajur satu. Salah satu penyebab tundaan di lajur
dua yang lebih besar dibanding dengan lajur satu adalah pengaruh panjang antrian
yang cukup besar dan juga adanya pengaruh merging dari kendaraan pada lajur satu.
3.5.2.Analisa Panjang Antrian Kendaraan
Dari hasil pengamatan data panjang antrian kendaraan, sehingga dapat dihitung
besarnya satuan panjang antrian kendaran dengan menggunakan persamaan 2 -2. Untuk
perhitungan satuan panjang antrian selama s elama tujuh hari pengamatan dapat
dil ihat pada tabel 6 . Tabel 6 . Satuan panjang antr ian sela ma pengamatan
Hari / Tanggal
Arah Sukarame Arah Pahoman
Panjang
Antrian (m)
Jumlah
Kendaraan
Satuan
Panjang
Antrian
Panjang
Antrian
(m)
Jumlah
Kendaraan
Satuan
Panjang
Antrian
Senin,21 Juni 2010 1729 932 1,86 2248 1037 2,17
Selasa, 22 juni 2010 2239 1122 2,00 1909 1090 1,75
Rabu, 23 Juni 2010 1839 897 2,05 1835 810 2,27
Kamis, 24 juni 2010 1839 706 2,60 1870 569 3,29
Jumat, 25 Juni 2010 1906 541 3,52 1843 693 2,66
Sabtu, 26 Juni 2010 1829 733 2,50 1884 754 2,50
1 m 5 m 5 m 1 m
Dari tabel 6 tampak bahwa satuan panjang antrian berkisar antara 1,75 meter/kend
sampai dengan 3,52 meter/kendaraan.
3.5.3.Hubungan Antara Lama Penutupan Dan Tundaan
Tundaan (delay) disini difenisikan sebagai lamanya kendaraan berhenti mulai dari
kendaraan awal berhenti sampai kendaraan mulai begerak pada saat akhir penutupan
l intasan kereta api. Berdasarkan pengamatan selama 7 hari didapat tundaan ra ta-rata
maksimum untuk arah sukarame adalah sebesar 368,84 detik dengan lama penutupan
rata-rata adalah 172,42 detik, sedangkan untuk arah Pahoman adalah sebesar 370,37
detik dengan lama penutupan rata -rata adalah 137,06 detik, dan tundaan ( delay) rata-
rata perkendaraan adalah 6,31 detik. Besarnya nilai tundaan ( delay) dan lama
penutupan dapat dil ihat pada lampiran.
3.5.4 Hubungan Antara Lama Penutupan Dengan Antrian
Panjang antrian disini didefinisikan sebagai ir in -iringan kendaraan yang berhenti dari
stopline sampai dengan kendaraan yang terakhir berhenti . Dari hasil pengamatan
selama 7 hari didapat panjang antrian rata -rata maksimum untuk arah Sukarame
adalah sebesar 136,46 meter dengan lama penutupan 172,42 detik, sedangkan untuk
arah Pahoman adalah sebesar 137,06 meter dengan lama penutupan 172,82 detik, dan
nilai panjang antrian rata -rata perkendaraan adalah 2,33 meter/kend. Besarnya nilai
panjang antrian dan lama penutupan dapat dil ihat pada lampiran.
4. Penutup
4.1.Kesimpulan
Dari hasil analisis dalam peneli t ian ini , dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.Durasi penutupan pintu perlintasan kereta api memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap besarnya tundaan dan panjang antrian kendaraan untuk masing -masing lajur.
2.Besarnya tundaan akibat pengaruh penutupan pintu perlintasan kereta api dari arah
Pahoman yang terbesar adalah 470 detik. Sedangkan yang dari arah Sukarame yang
terbesar adalah 468 detik.
3.Panjang antrian kendaraan dari arah Pahoman akibat pengaruh penutupan pintu
perlintasan yang terbesar adalah 243 meter. Sedangkan yang dari arah Sukarame
adalah 213 meter.
4.2.Saran
Setelah didapatkan kesimpulan dari peneli t ian ini , maka dibuatlah saran yaitu :
1. Peneli t ian yang lebih mendalam perlu dilakukan dengan lebih memperhatikan
kondisi kendaraan yang menuju pendekat l intasan secara mikroskopis. Dan
pengambilan data stopped delay di lakukan pada t iap kendaraan yang berada
dalam antrian pada masing-masing lajur pendekat.
2. Kepada pihak yang berkepentingan untuk melakukan atau menentukan
pengambilan keputusan di bidang manajemen lalu l intas khususnya di daerah
l intasan kereta api.
Perlu dilakukan pelebaran jalan agar mengurangi kemacetan yang sering terjadi akibat
kapasitas jalan yang t idak memadai.
Minggu, 27 Juni 2010 1992 800 2,49 1843 798 2,31
DAFTAR PUSTAKA
Black, Alan, 1995, Urban Mass Transportation Planning , Mc Graw – Hill , Kansas.
Directorate General of Highway, 1997, Indonesian Highway Capacity Manual,
Directorate General of Highway, Ministry of Public Work, Indonesia.
Gerlough, D.L, Huber M.J , 1975, Traffic Flow Theory , Transportation Research Board
– National Research Council , Washington D.C., 157.
Hayadi B., 1998, Effekti f i tas Rambu Lalu Lintas Stop Pada Lintasan Jalan Kereta
Api, Jurnal Simposium Forum studi Transportasi Perguruan Tinggi – ITB, Bandung.
Heru Budi U. , 1997, Analisis Gelombang kejut Pada Jalan Bebas Hambatan dan
Persimpangan Berlampu Lalu Lintas, Tesis S-2 Jurusan Teknik Sipil ITB, Bandung.
Hobb F.D., 1995, Perencanaan Dan Teknik Lalu Lintas , Edisi 2, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Morlok, Edward K., 1988, Pengantar Teknik Dan Perencanaan Transportasi ,
Erlangga, Jakarta.
Oglesby Clarkson H., 1988, Teknik Jalan Raya , Erlangga, Jakarta.
Salter R.J . , 1996, Highway Traff ic Analysis and Design , Third Edition, MacMillan
Press, London