ispa ( infeksi saluran pernafasan akut)
DESCRIPTION
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang menyerang salah satu bagian atau lebih saluran napas, diketahui sebagai salah satu penyakit pembunuh anak usia di bawah lima tahun. Menurut riset kesehatan dasar (Riskesdas), tahun 2007-2011 sekitar 18 Juta penduduk dilaporkan memiliki prevalensi penyakit ini.ISPA bisa menimpa semua kelompok umur karena faktor polusi udara dalam ruangan, polusi luar ruangan, peningkatan suhu bumi dan kelembaban. Penyakit ini ditandai dengan batuk-batuk, kesulitan bernapas yang berujung pada kematian.TRANSCRIPT
A. Definisi ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar II ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek
dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita
pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan
yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya
penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti
rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai
bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah
virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang
ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua
radang telinga akut harus mendapat antibiotik.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi
pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama
apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene.
Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang,
beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta
tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
B. Penyebab Terjadinya ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,
mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus,
sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA
bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang
berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus,
Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara
lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain
C. Faktor Risiko
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.
Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh
infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan
orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat
inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.
Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan Streptococcus
pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum pneumonia yang didapat
dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri. Namun demikian, patogen yang paling
sering menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Sementara itu,
ancaman ISPA akibat organisme baru yang dapat menimbulkan epidemi atau pandemi
memerlukan tindakan pencegahan dan kesiapan khusus.
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan dampak
penyakit berkaitan dengan:
1. kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga),
kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);
2. ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi
untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan, kapasitas ruang isolasi);
3. faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan
infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang
disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan
4. karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya,
gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum).
D. Tanda-Tanda dan Bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan
gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih
berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin
meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang
ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar
tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.
1. Tanda-tanda klinis
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan
cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,
papil bendung, kejang dan coma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
2. Tanda-tanda laboratoris
a. hypoxemia,
b. hypercapnia dan
c. acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin
E. Epidemiologi ISPA
World Health Organization (WHO) memberikan data tahun 2011 bahwa jumlah penderita
ISPA adalah 48.325 anak dan memperkirakan di Negara berkembang berkisar 30-70 kali
lebih tinggi dari Negara maju dan diduga 20% dari bayi yang lahir di Negara berkembang
gagal mencapai usia 5 tahun dan 25-30% dari kematian anak disebabkan oleh ISPA.
Di Indonesia kasus Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan
pertama penyebab 36,4% kematian bayi tahun 2008 dan 32,1% kematian bayi pada tahun
2009, serta penyebab 18,2% kematian pada balita pada tahun 2010 dan 38,8% tahun 2011.
Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakiy terbanyak di rumah sakit.
Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun 2009 cakupan penderita ISPA melampaui
target 13,4%, hasil yang di peroleh 18.749 kasus sementara target yang ditetapkan hanya
16.534 kasus. Survey moralitas yang dilakukan di subdit ISPA tahun 2010 menempatkan
ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase
22,30% dari seluruh kematian balita.
Perkiraan penderita Pnemonia yang berkunjung ke Puskesmas Di Wilayah Kota Padang
tahun 2011 sebanyak 8.672 penderita. Untuk Penemuan kasus Pnemonia Balita di Puskesmas
pada tahun 2011 sebanyak 586 kasus, turun jika dibandingkan 2010 sebanyak 819 pasien dan
100 % dapat ditangani. Sementara data dari Rumah sakit tidak didapat. Jika dibandingkan
dengan tahun 2009 (732) terjadi peningkatan kasus
Pada tahun 2011 bersadarkan jenis kelamin penderita Pnemonia lebih banyak diderita
oleh perempuan sebanyak 294 kasus (50,2 %).
F. Penatalaksanaan kasus ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena
pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada
pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan
penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus
batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan
ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak.
Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan
meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh
ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak
tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat
tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan
auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.
2. Klasifikasi ISPA
Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat
diketahui menurut :
a. Lokasi Anatomik
Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu :
ISPA atas dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (common cold),
Pharingitis, Tonsilitis, Otitis, Ffluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis dan lain-
lain yang relatif tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan
pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.
b. Klasifikasi ISPA
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit
ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan
untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
1) Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan
umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2) Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan
kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1) Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2) Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -
12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
3. Pengobatan
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun
panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin)
selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
4. Perawatan di Rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA.
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.
Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus
dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,
celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh ,
diberikan tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu
lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi
yang menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak
dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan
akan menambah parah sakit yang diderita.
e. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang
berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang
lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang
berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah
keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau
petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain
tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan
benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik,
usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk
pemeriksaan ulang
5. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Immunisasi.
Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
Immunisasi
a. Pelaksanaan Pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama.
Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di
wilayah kerjanya.
Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum
penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif
masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-
kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan
kasus-kasus pneumonia berat yang perlusegera dirujuk ke rumah saki t .
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau
sarana dan tenaga yang tersedia.
2) Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar
kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
3) Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia
berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh
perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.
4) Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke
rumah sakit.
5) Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu
yang mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit
pneumonia serta tindakan penunjang di rumah,
6) Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri
wewenang mengobati penderita penyakit ISPA,
7) Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat
memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
8) Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan
pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta
menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta
pencapaian target.
b. Paramedis Puskesmas Pembantu
1) Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk
yang ada.
2) Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA
tertentu seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.
3) Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
4) Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
5) Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas
sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.
c. Kader Kesehatan
1) Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
2) Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa
(bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal
tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit
3) Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan
pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat
batuk putih.
4) Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
5) Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-
daerah yang terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak
menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-
kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol.
6) Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk
DAFTAR PUSTAKA
Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Anak.
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR 1980.
Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980.
Santosa, G. Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat Darurat Pada Anak.
Surabaya. 1987.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP . Bimbingan Ketrampilan Dalam
Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarata: 1991.
Dinas Kesehatan Kota Padang. Profil Kesehatan Tahun 2011 Edisi 2012.