ispa case report

77
LAPORAN KASUS MANAJEMEN PENANGANAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PUSKESMAS BANGETAYU PERIODE 30 JULI – 29 SEPTEMBER 2012 Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang .. Disusun oleh: 1. Aji Setiyo Budi (01.202.4310) 2. Manik Permatasari (01.207.5517) 3. Erlita Yuliana (01.208.5647) 4. Nian Puspita KW (01.208.5732) 5. Reza Rahardian (01.208.5762) 6. Ryan Dwi Prabowo 01.208.5776)

Upload: ryan-dwi-prabowo

Post on 03-Jan-2016

300 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ispa Case Report

LAPORAN KASUS MANAJEMEN PENANGANAN INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT (ISPA)

PUSKESMAS BANGETAYU

PERIODE 30 JULI – 29 SEPTEMBER 2012

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

..

Disusun oleh:

1. Aji Setiyo Budi (01.202.4310)

2. Manik Permatasari (01.207.5517)

3. Erlita Yuliana (01.208.5647)

4. Nian Puspita KW (01.208.5732)

5. Reza Rahardian (01.208.5762)

6. Ryan Dwi Prabowo 01.208.5776)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2012

Page 2: Ispa Case Report

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Puskesmas Bangetayu 30 Juli – 29 September 2012

Telah Disahkan

Semarang, Agustus 2012

Mengetahui,

Kepala Puskesmas Bangetayu Pembimbing

dr. Ninik Relaningsih dr. Yuni Susanti

Mengetahui,

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Kepala Bagian IKM FK Unissula

Siti Thomas Zulaikah, SKM dr. Budioro Broto Saputro, MPH

Page 3: Ispa Case Report

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah

memberikan rahmat karunia dan hidayah, sehingga kami dapat menyelesaikan

laporan kasus yang berjudul “ Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ” di

Puskesmas Bangetayu.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik

Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat data tentang kasus ISPA di

Puskesmas Bangetayu, Kota Semarang.

Laporan ini dapat terselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari

berbagai pihak. Untuk ini kami mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya

kepada yang terhormat :

1. Prof. dr. Budioro Broto Saputro, MPH, kepala departemen IKM FK

Unissula Semarang

2. dr. Ophi Indria Desanti, Koordinator Pendidikan IKM FK Unissula

Semarang

3. dr. Ninik Relaningsih, Kepala Puskesmas Bangetayu Semarang

4. dr. Dian Rukmorini selaku pebimbing di Puskesmas Bangetayu Kota

Semarang.

5. Seluruh Staf Puskesmas Bangetayu Semarang

6. Semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan laporan kasus

ini.

Kami menyadari bahwa hasil penulisan Laporan kasus ini masih jauh dari

kata sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Oleh karena itu kritik

dan saran yang membangun guna kesempurnaan dan perbaikan laporan kasus ini

agar lebih baik.

Akhir kata kami berharap semoga laporan kasus ISPA di Puskesmas

Bangetayu Kota Semarang ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, Agustus 2012

Penyusun

Page 4: Ispa Case Report

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah

mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah

kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama

pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta

anak bawah lima tahun.

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran

pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah.

ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik

dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak

dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat.

Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat

pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya

hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena

menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1

dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode

ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh

penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup

20 % -30 %.

Page 5: Ispa Case Report

Menurut data dari puskesmas Bangetayu semarang pada tahun 2011

sejumlah 1117 merupakan penderita ISPA dengan presentase 26,36% yang

berat mengalami peningkatan dari tahun 2010 yaitu sejumlah 905 atau

23,39%.

Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor –

faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA berdasarkan

pendekatan H.L. Blum.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum :

Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

penemuan penyakit ISPA dari aspek lingkungan, perilaku,

pelayanan kesehatan dan kependudukan

1.2.2. Tujuan khusus                  

- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang

mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA.

- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang

mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA.

- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan kesehatan

yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA.

- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor genetik yang

mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA.

- Untuk melakukan proses tindak lanjut pada pasien ISPA.

Page 6: Ispa Case Report

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran

pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan

berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau

infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada

patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Namun

demikian, di dalam pedoman ini ISPA didefinisikan sebagai penyakit

saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang

ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu

dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi

demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas,

mengi, atau kesulitan bernapas. Contoh patogen yang menyebabkan ISPA

yang dimasukkan dalam pedoman ini adalah rhinovirus, respiratory

syncytial virus, paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory

syndromeassociated coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza (WHO,

2007).

2.2 Penyebab Penyakit ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang

komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi.

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan

mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan

Page 7: Ispa Case Report

jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus,

Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan

Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk., 2004). Bakteri tersebut di udara

bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu

tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak

yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke

musim hujan (PD PERSI, 2002).

Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus

(termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus

campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab

terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran

nafas bagian atas. Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya

terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja.

Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab

terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran

nafas bagian bawah (PD PERSI, 2002).

2.3 Faktor Resiko ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti

bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya

disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan

oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan

oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga

menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

Page 8: Ispa Case Report

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus,

Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium.

Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,

Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain

(Anonim, 2002).

ISPA ditularkan lewat udara. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin

atau bernafas, bakteri atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat

ditularkan pada orang lain (orang lain menghirup kuman tersebut).

2.3.1 Faktor yang dapat memudahkan penularan

2.3.1.1 Kuman (bakteria dan virus) yang menyebabkan ISPA mudah

menular dalam rumah yang mempunyai kurang ventilasi

(peredaran udara) dan ada banyak asap (baik asap rokok

maupun asap api).

2.3.1.2 Orang yang bersin/batuk tanpa menutup mulut dan hidung

akan mudah menularkan kuman pada orang lain.

2.3.1.3. Kuman yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam

rumah yang ada banyak orang (mis. banyak orang yang

tinggal di satu rumah kecil).

2.3.2 Faktor Risiko ISPA

Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk

Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor

baik untuk meningkatkan insiden (Morbiditas) maupun kematian

(Mortalitas) akibat pneumonia (Anonim, 2003). Berbagai faktor risiko

Page 9: Ispa Case Report

yang meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah umur di bawah

2 bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir

rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan

kesehatan rendah, imunisasi yang tidak memadai, menderita penyakit

kronis dan aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian

pengobatan yang salah (Anonim, 2003).

2.3.2.1. Faktor host (diri)

2.3.2.1.1 Usia

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang

sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,

terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia

muda akan lebih sering menderita ISPA daripada

usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).

2.3.2.1.2 Jenis kelamin

Meskipun secara keseluruhan di negara yang

sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini

tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian

yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi

penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.

Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia

kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA

Page 10: Ispa Case Report

anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di

negara Denmark (Koch et al, 2003)

2.3.2.1.3 Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan

Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua

keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang

satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi,

1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan

virulensi pathogen lebih kuat sehingga

menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan

akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu

determinan utama dalam mempertahankan

keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.

2.3.2.1.4 Status imunisasi

Tupasi (1985) mendapatkan bahwa

ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan

peningkatan penderita ISPA walaupun tidak

bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain

yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap

dapat memberikan peranan yang cukup berarti

dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).

2.3.2.1.5 Pemberian suplemen vitamin A

Page 11: Ispa Case Report

Pemberian vitamin A pada balita sangat

berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan

tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan,

reproduksi, sekresi mukus dan untuk

mempertahankan sel epitel yang mengalami

diferensiasi.

2.3.2.1.6 Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk

bayi terutama pada bulan-bulan pertama

kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber

nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat

antimikroorganisme yang kuat, karena adanya

beberapa faktor yang bekerja secara sinergis

membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan

imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan

sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran

pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

2.3.2.2 Faktor lingkungan

2.3.2.2.1 Rumah

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana

orang menggunakannya untuk tempat berlindung

yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan

yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk

Page 12: Ispa Case Report

kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya

yang baik untuk keluarga dan individu (WHO,

1989). Anak-anak yang tinggal di apartemen

memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA

daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di

Denmark (Koch et al, 2003).

2.3.2.2.2 Kepadatan hunian (crowded)

Kepadatan hunian seperti luar ruang per

orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat

diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.

Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan

bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi

secara bermakna prevalensi ISPA berat.

2.3.2.2.3 Status sosial ekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk

dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai

hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.

Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara

status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi

didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian

ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi

(Darmawan,1995).

Page 13: Ispa Case Report

2.3.2.2.4 Kebiasaan merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik

anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2

kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga

yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain

didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat

akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)

2.3.2.2.5 Polusi udara

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

oleh pusat penelitian kesehatan Universitas

Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara

terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa

sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara

mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara

tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah

pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil

penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan

kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan

saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah

pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan

wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga

tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang

Page 14: Ispa Case Report

untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan.

Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat

berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA.

Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan

asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di

Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya

ISPA anak (Mishra, 2003).

2.4 Tanda dan Gejala ISPA

Sebagian besar anak dengan ISPA memberikan gejala yang sangat

penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan

beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua

ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda

lainnya dengan. Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat dikenali

yaitu flu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 0 Celcius

dan disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002).

Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga

golongan yaitu ISPA ringan bukan pneumonia; ISPA sedang, pneumonia;

ISPA berat, pneumonia berat (Suyudi, 2002).

Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya dikenal ISPA berat dan

ISPA ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi

kurang dari dua bulan adalah bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per

menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding dada yang kuat. Pada dasarnya

ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika

Page 15: Ispa Case Report

keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan

atau daya tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat

dengan mudah diketahui orang awam

sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan

sederhana.

2.4.1 Gejala ISPA ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika

ditemukan gejala sebagai berikut:

a. Batuk.

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

(misalnya pada waktu berbicara atau menangis ).

c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak

diraba dengan punggung tangan terasa panas.

2.5 Patogenesis ISPA

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus

dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan

menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke

atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks

spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan

epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick,

1983).

Page 16: Ispa Case Report

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya

batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran

pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak

terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan

mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan

tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).

Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi

sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme

mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran

pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri

patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus

pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa

yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri

ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat

saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk

yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor

seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan

bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat

menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-

tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,

demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980).

Page 17: Ispa Case Report

Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,

sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran

pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-

paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan

aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di

saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan

sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang

terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas

system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang

peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.

Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam

mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi

menjadi empat tahap, yaitu:

a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.

Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya

memang sudah rendah.

c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.

Timbul gejala demam dan batuk.

Page 18: Ispa Case Report

d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh

sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal

akibat pneumonia.

2.6 Klasifikasi ISPA

Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran

pernafasan akut ini cukup menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal

ini semakin nyata setelah diketahui bahwa satu organisme dapat

menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu macam

penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme

tersebut (Mandal, dkk, 1984).

Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :

2.6.1 Lokasi Anatomis

a. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.

Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga

faring.

b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.

Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah

faring sampai dengan alveolus paru-paru.

2.6.2 Derajat keparahan penyakit

WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA

menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat

berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul, dan telah

Page 19: Ispa Case Report

ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.

Adapun pembagiannya sebagai berikut :

a. ISPA ringan

Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:

1. Batuk

2. Pilek dengan atau tanpa demam

b. ISPA sedang

Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala

berikut:

1.Pernafasan cepat.

2. Wheezing (nafas menciut-ciut).

3. Sakit/keluar cairan dari telinga.

4. Bercak kemerahan (campak).

c. ISPA berat

Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala

berikut:

1. Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.

2. Kesadaran menurun.

3. Bibir / kulit pucat kebiruan.

4. Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.

5. Adanya selaput membran difteri.

Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-

tanda klinis yang didapat yaitu :

Page 20: Ispa Case Report

a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun.

Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA

diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

Pneumonia berat, tanda utama :

1. Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, serta gizi buruk.

2. Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila

paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga

untuk menarik nafas.

3. Nafas cuping hidung

4. Suara rintihan

5. Sianosis (pucat)

Pneumonia (tidak berat), tanda :

1. Tak ada tarikan dinding dada ke dalam Disertai nafas cepat:

Lebih dari 50 kali / menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun. Lebih

dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.

Bukan Pneumonia, tanda :

1. Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

2. Tak ada nafas cepat: Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2

bulan – 1 tahun. Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1

tahun – 5 tahun.

Page 21: Ispa Case Report

b. Anak umur kurang dari 2 bulan

Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2

yaitu

Pneumonia berat, tanda :

1. Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang,

kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.

2. Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau

3. Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.

Bukan Pneumonia, tanda :

1. Tidak ada nafas cepat.

2. Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

2.7 Penatalaksanaan Penyakit ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus

yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program

(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik

dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar

pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan

antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi

penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan

kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman

sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:

Page 22: Ispa Case Report

2.7.1 Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit

tersebut dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada yang

bersangkutan orang tua misalkan penderita ISPA pada anak-anak

atau balita.

2.7.2 Klasifikasi ISPA dalam pencegahan

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA

sebagai berikut:

2..7.2.1 Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan

dinding dada kedalam (chest indrawing).

2.7.2.2 Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

2.7.2.3 Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek,

bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam,

tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis

tergolong bukan pneumonia.

2.7.3 Pengobatan

2.7.3.1 Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan

antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.

2.7.3.2 Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral.

Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau

ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan

penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti

yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

2.7.3.3 Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik.

Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat

digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang

tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,

dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan

obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan

gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan

didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai

Page 23: Ispa Case Report

pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap

sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss

dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

2.7.4 Perawatan dirumah

2.7.4.1 Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam

diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan

kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus

segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam

untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai

dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.

Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,

celupkan pada air (tidak perlu air es).

2.7.4.2 Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu

ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur

dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali

sehari.

2.7.4.3 Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit

tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya,

lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi misalkan

yang menyusui tetap diteruskan.

2.7.4.5 Pemberian minuman

Page 24: Ispa Case Report

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan

sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu

mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah

parah sakit yang diderita.

2.7.5 Pencegahan dan Pemberantasan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

b. Immunisasi.

c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.

b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

c. Immunisasi

Page 25: Ispa Case Report

BAB III

ANALISA SITUASI

A. Lingkungan

1. Data Wilayah

a. Batas Wilayah Puskesmas Bangetayu

- Utara : Kelurahan Bandardowo

- Barat : Kelurahan Muktiharjo Lor

- Selatan: Kecamatan Pedurungan

- Timur : Kabupaten Demak

b. Luas Wilayah

Luas wilayah kerja Puskesmas Bangetayu adalah 11,67 km2

c. Jumlah Kelurahan

Jumlah kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu adalah 6

(enam) kelurahan, yaitu:

1) Bangetayu Kulon

2) Bangetayu Wetan

3) Sembungharjo

4) Penggaron Lor

5) Kudu

6) Karangroto

2. Keadaan Geografis

Secara Geografis puskesmas Bangetayu berada pada ketinggian tanah dari

permukaan laut 1,5-2 meter yang makin kearah utara makin rendah

sehingga bila hujan lebat di beberapa daerah akan tergenang air.

3. Transportasi

1) Jarak Puskesmas - Ke Dinas Kesehatan Kota : ±8,5 Km

2) Jaak Puskesmas - Ke Kota : ±8,4 Km

Page 26: Ispa Case Report

3) Alat Transportasi untuk mencapai kota adalah bus dan angkutan kota

(angkot).

4. Sarana Komunikasi

Sarana komunikasi dari puskesmas ke luar adalah telepon, radio, surat

kabar.

5. Keadaan Penduduk

Berdasarkan sumber dari kantor statistik tahun 2010, jumlah penduduk di

wilayah Puskesmas Bangetayu sebanyak 47.535 terdiri dari :

Laki-laki : 23.711 jiwa

Perempuan : 23.826 jiwa

Jumlah KK : 12.519 KK

Jumlah jiwa per KK rata – rata : 3,8 jiwa

Kepadatan penduduk : 4073 jiwa/km2

Sex ratio : Laki – laki : perempuan = 49,88 % : 50,12 %

Tabel 1. Komposisi penduduk menurut produktivitas di wilayah kerja

Puskesmas Bangetayu tahun 2010

INTERVAL UMUR JML PENDUDUK PERSENTASE (%)

0 – 4 tahun 6.679 jiwa 14,05

5 – 9 tahun 4.340 jiwa 9,13

10 - 14 tahun 3.868 jiwa 8,14

15 - 19 tahun 3.852 jiwa 8,10

20 - 24 tahun 4.240 jiwa 8,92

25 - 29 tahun 4.275 jiwa 8,99

30 - 34 tahun 3.673 jiwa 7,73

35 – 39 tahun' 3.655 jiwa 7,69

Page 27: Ispa Case Report

40 - 44 tahun 3.299 jiwa 6,94

45 - 49 tahun 2.784 jiwa 5,23

50 - 54 tahun 2.271 jiwa 4,78

55 - 59 tahun 1.897 jiwa 3,99

60 - 64 tahun 1.353 jiwa 2,85

65 - 69 tahun 1.349 jiwa 2,84

70 - 74 tahun - -

> 75 tahun IL - -

Sumber : Data Dinas Kependudukan Kecamatan Bangetayu tahun 2010

6. Sosial Budaya

a. Tingkat Pendidikan

Tabel 2. Tingkat Pendidikan usia 5 Tahun ke atas di Wilayah Puskesmas

Bangetayu tahun 2010

Tingkat Pendidikan Jumlah

TK A 832

TK B 641

SD/MI 4.414

SMP/MTs 2.126

SMU/SMK/MA 1.669

Sumber : Data Dinas Kependudukan Kecamatan Bangetayu tahun 2010

Page 28: Ispa Case Report

b. Sarana Keagamaan

Tabel 3. Sarana Keagamaan di Wilayah Puskesmas Bangetayu tahun 2010

Sarana Keagamaan Jumlah

Masjid/Mushola 43

Gereja 0

Pura 0

Klenteng/Wihara 0

Sumber : Data Dinas Kependudukan Kecamatan Tahun 2010

c. Sarana Pendidikan :

TK : 28 buah

SD/MI : 20 buah

SMP/MTs : 8 buah

SMU/SMK/MA : 6 buah

Pondok Pesantren : 7 buah

7. Kesehatan Lingkungan

a. Air bersih

Tabel 4. Sarana Pelayanan Air Bersih

No Sarana Pelayanan Air Bersih JUMLAH

1. Penampungan Mata Air dengan Perpipan 0

2. Perlindungan mata air 0

3. Sumur Pompa Tangan Dangkal 200

4 Sumur Pompa Tangan Dalam 156

5. Sumur Artesis 31

6. Sumur Gali 1766

Page 29: Ispa Case Report

7. Kran Umum 0

8. Terminal Air 0

9. Sambungan Rumah Tangga PDAM 0

10. Penampungan Air Hujan 0

Sumber : Data Kesehatan Lingkungan Puskesmas Bangetayu tahun 2010

b. Sarana Pembuangan Kotoran

Tabel 5. Sarana Pembuangan Kotoran

No Sarana Pembuangan Kotoran Jumlah

1. Jamban Keluarga 11.088

2. Jamban Jamak 33

3. Mandi Cuci Kakus 16

4. Sarana Tempat Air Limbah RT 11

5. Tempat Pembuangan Sampah Sementara 2

6. Tempat Pembuangan Akhir Sampah 0

7. Instalansi Pengolahan Air Limbah 0

Sumber : Data Kesehatan Lingkungan Puskesmas Bangetayu tahun 2010

Page 30: Ispa Case Report

B. Masukan

1. Tenaga

Tabel 6. Tenaga Kerja di Wilayah Kerja Puskesmas Bangetayu tahun 2011

Tenaga kerja Jumlah Keteranagan

Puskesmas induk 1

Puskesmas Pembantu 2 Pustu Kudu dan Karangroto

Dokter umum 5 Termasuk Kepala Puskesmas

Dokter gigi 1

Bidan puskesmas 6

Perawat Kesehatan 7

Perawat gigi 2

HS 1

Petugas gizi 1 Tenaga Titipan

Asisten Apoteker 2

Staf TU 4

Pengemudi 0

TPHL 1

Penyuluh 1

Epidemolog 1

Wiyata 1

Sumber : Profil Tenaga Kerja Puskesmas Bangetayu Tahun 2011

Page 31: Ispa Case Report

Tabel 7. Spesifikasi Kepegawaian Puskesmas Bangetayu

No Jenis Tenaga Jumlah Nama

1. Dokter Umum 4

dr. Ninik Relaningsih

dr. Sri Wahyuningrum

dr. Yuni Susanti

dr. Dian Rukmorini

2. Dokter Gigi 1 drg. Nugraheni P.I.

3. Perawat 7

Marfu’atun

Sri Mulyati

Mulyo Widayati

Sukati

Siti Nurkhasanah, A. Mk.

Djasmani

Siti Nurkhamah, A. Mk.

4. Perawat Gigi 1 Ida Hamidah

5. Bidan 6 Sri Supartinah

Fari’atun

Nur Sri Pujiati

Ambarwati

Esti Wijayanti

Page 32: Ispa Case Report

Putu Widyadnyani P.

6. Epidemiolog 1 Betty Kathalina, SKM

7. HS 1 Henny Tavifi, SKM

8. Farmasi 2Eny Setyawati

Sri Anggraini, A. Md. F.

9. Gizi 1 Yetty Agustina E.

10. Penyuluh 1 Wahyu Suryaningsih, SKM

11. Analis Kesehatan 2Siti Zulaechah

Suyutinah

Deskripsi Kerja

a. Kepala Puskesmas

Tugas Pokok :

Melaksanakan kegiatan teknis operasional dan atau kegiatan teknis

penunjang di bidang pelayanan kesehatan, penggerakan

pengembangan kesehatan, serta usaha pemberdayaan masyarakat dan

keluarga secara paripurna dan mandiri sesuai wilayah kerjanya.

Rincian :

1) Mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijakan teknis,

pedoman teknis maupun pedoman pelaksanaan lainnya yang

berhubungan dengan tugasnya.

2) Melaksanakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu

melalui upaya rawat jalan, rawat inap, dan penunjang.

Page 33: Ispa Case Report

3) Melaksanakan usaha penggerakan pembangunan berwawasan

kesehatan melalui upaya penyehatan lingkungan, pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular, serta upaya khusus sesuai dengan

program spesifik

4) Melaksanakan usaha pemberdayaan masyarakat dan keluarga

melalui upaya penyuluhan kesehatan masyarakat, kesehatan

keluarga, kesehtaan ibu dan anak, keluarga berencana, dan

perbaikan gizi

5) Melaksanakan monitoring dan evaluasi serta pelaporan

penyelenggaraan tugas operasional pelayanan kesehatan,

penggerakan pengembangan kesehatan serta usaha pemberdayaan

masyarakat dan keluarga secara paripurna dan mandiri.

6) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

b. Dokter Umum

Tugas Pokok :

Mengusahakan agar pelayanan pengobatan di wilayah kerja Puskesmas

dapat berjalan dengan baik.

Fungsi :

1) Mengawasi pelaksanaan pelayanan obat di Puskesmas

2) Memberikan pelayanan pengobatan di wilayah Puskesmas baik di

Puskesmas, Pustu atau Pusling

3) Memberikan bimbingan dan supervisi teknis kepada penderita dan

masyarakat

4) Membentuk membina lintas sektoral dalam pengembangan peran

masyarakat

5) Melakukan pencatatan dan pelaporan

Page 34: Ispa Case Report

c. Dokter Gigi

Tugas Pokok :

Mengusahakan agar pelayanan gigi dan mulut di wilayah kerja

Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik.

Fungsi :

1) Mengawasi pelaksanaan kesehatan gigi di Puskesmas

2) Memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di dalam wilayah

kerja Puskesmas secara teratur

3) Supervisi dan bimbingan teknis pada program gigi di Puskesmas

4) Memberikan penyuluhan kesehatan gigi pada penderita dan

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

5) Membantu dan membina kerjasama lintas sektoral dalam

pengembangan peran serta masyarakat

6) Memberikan penyuluhan kesehatan

7) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

d. Perawat Gigi

Tugas Pokok: Melaksanakan pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas.

Fungsi :

1) Membantu dokter gigi dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas.

2) Memeriksa, menambal, membersihkan karang gigi dan mengoati

gigi yang sakit.

3) Merujuk kasus yang perlu ditindaklanjuti dari seorang dokter gigi

4) Melaksanakan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan UKGS (Usaha

Keluarga Gigi Sekolah)

5) Melaksanakan kunjungan kesehatan gigi

e. Tata Usaha

Tugas Pokok :

1) Menghimpun dan menyusun semua laporan kegiatan Puskesmas

Page 35: Ispa Case Report

2) Menghimpun, mengatur dan menyimpan semua surat masuk

Fungsi :

1) Mengumpulkan, membuat surat yang masuk/keluar yang didisposisi

2) Mengumpulkan laporan berkala setiap petugas Puskesmas

3) Penyiapan dan pengaturan tata usaha kepegawaian Puskesmas

4) Melakukan laporan berkala ketatausahaan

f. Petugas Puskesmas

Tugas Pokok :

Melaksanakan dan megkoordinir pelaksanaan kegiatan Puskesmas di

wilayah kerja Puskesmas agar berjalan dengan baik.

Fungsi :

1) Melaksanakan kegiatan Puskesmas baik di dalam maupun luar

gedung

2) Menyiapkan blangko-blangko dan pencatatan untuk kegiatan

Perkesmas

3) Melaksanakan pencatatan daan pelaporan

4) Memantau masyarakat/kasus-kasus rawan kesehatan di wilayah

kerja Puskesmas

5) Melakukan pendataan sasaran secara periodik

g. Petugas Pengobatan

Tugas Pokok :

1) Melaksanakan pengobatan rawat jalan di wilayah Puskesmas

2) Memeriksa dan mengobati penyakit menular secara pasif atas

delegasi dari dokter

3) Melaksanakan penyuluhan kesehatan

4) Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi

5) Melakukan pencatatan dan pelaporan

Page 36: Ispa Case Report

h. Petugas P2P

Tugas Pokok :

Melaksanakan dan mengkoordinir kegiatan pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular di wilayah kerja Puskesmas

Fungsi :

1) Melaksanakan tindakan pemberantasan penyakit menular

2) Melaksanakan pengamatan penyakit di wilayah kerja Puskesmas

3) Melaksanakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit menular

4) Melakukan penyuluhan, pencatatan dan pelaporan

5) Melakukan pengobatan terhadap penderita penyakit menular atas

delegasi dari dokter

6) Melakukan kunjungan rumah

7) Ikut dalam kegiatan Puskesling dan kegiatan terpadu lain yang

terkait P2P

8) Memberikan penyuluhan kesehatan

9) Melakukan pencatatan dan pelaporan

i. Petugas KIA

Tugas Pokok :

Melaksanakan kegiatan pelayanan KIA di wilayah kerja Puskesmas

agar dapat berjalan dengan baik

Fungsi :

1) Melaksanakan pemeriksaan secara berkala ibu hamil, ibu menyusui,

bayi dan anak

2) Mengatur dan menjaga tempat kerja dengan rapi

3) Memberikan jelang imunisasi pada bayi dan ibu hamil

4) Melakukan pembinaan dukun bayi

5) Melakukan pembinaan kepada bidan desa

Page 37: Ispa Case Report

6) Melaksanakan kegiatan Posyandu dan kegiatan terpadu lain yang

terkait dengan KIA

7) Melakukan penyuluhan kesehatan

8) Melakukan pencatatan dan pelaporan

9) Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi

j. Petugas Gizi

Tugas Pokok :

Melaksanakan kegiatan dan mengkoordinir perbaikan gizi di wilayah

Puskesmas

Fungsi :

1) Melaksanakan pemberian makanan tambahan

2) Memantau keadaan gizi di masyarakat khususnya kasus-kasus

kurang gizi

3) Membantu meningkatkan kerja sama lintas sektoral terkait dengan

gizi

4) Memberikan penyuluhan gizi, melatih kader gizi

5) Melakukan pencatatan dan pelaporan

6) Melakukan pembinaan Posyandu

7) Melakukan rujukan kasus gizi

8) Melakukan monitoring garam beryodium secara periodik

k. Petugas Sanitarian

Tugas Pokok :

Merubah, mengendalikan atau menghilangkan semua unsur fisik dan

lingkungan yang memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan

masyarakat.

Fungsi :

Page 38: Ispa Case Report

1) Penyuluhan terhadap masyarakat tentang penggunaan air bersih,

jamban keluarga, rumah sehat, kebersihan lingkungan dan

pekarangan

2) Membantu masyarakat dalam pembuatan sumur, perlindungan mata

air, penampungan air hujan dan sarana air bersih lainnya

3) Pengawasan higiene, perusahaan dan tempat-tempat minum

4) Melakukan pencatatan dan pelaporan

5) Aktif memperkuat kerjasama lintas sektoral

6) Ikut serta dalam Puskesling dan kegiatan terpadu yang terkait

dengan HS

7) Memberikan penyuluhan kesehatan

8) Pengawasan, penyehatan perumahan

9) Pengawasan pembuangan sampah

10) Pengawasan makanan dan minuman

l. Petugas Imunisasi

Tugas Pokok :

Melaksanakan dan mengkoordinir imunisasi di wilayah kerja

Puskesmas

Fungsi :

1) Melaksanakan kegiatan imunisasi di lapangan dan Puskesmas

2) Melakukan penyuluhan kepada pasien tentang imunisasi

3) Melakukan pencatatan dan pelaporan

4) Menyediakan persediaan vaksin secara teratur

5) Melakukan sweeping untuk daerah-daerah yang cakupannya

kurang

6) Memberikan penyuluhan kesehatan

m. Petugas Apotek

Tugas Pokok :

Memeriksa, meracik dan membungkus obat

Page 39: Ispa Case Report

Fungsi :

1) Membantu pelaksanaan kegiatan petugas gudang obat

2) Membantu dalam penyimpanan obat dan administrasi dari obat di

apotek

3) Membantu distribusi obat ke Puskesling, Pustu, dan PKD

4) Melakukan pencatatan dan pelaporan obat

5) Mengatur kebersihan dan kerapihan kamar obat

n. Petugas Laboratorium

Tugas Pokok :

Melakukan pemeriksaan laboratorium di wilayah kerja Puskesmas

Fungsi :

1) Membantu menegakkan diagnosa penyakit

2) Melaksanakan pemeriksaan spesimen

3) Membantu rujukan specimen

4) Ikut membantu kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan

laboratorium

5) Memberikan penyuluhan kesehatan

6) Melakukan pencatatan dan pelaporan

o. Petugas Pendaftaran

Tugas Pokok :

Melakukan proses pelayanan di pendaftaran pada semua pengunjung

Puskesmas

Fungsi :

1) Melakukan pelayanan pendaftaran secara berurutan

2) Memberikan penjelasan kepada pasien tentang proses pendaftaran

3) Memberikan gambar status/catatan medis untuk setiap pasien

4) Mencatat semua kunjungan pasien pada buku

Page 40: Ispa Case Report

5) Menata kembali dengan rapi status yang sudah dipergunakan hari

tersebut

6) Melakukan pencatatan dan pelaporan

p. Petugas Gudang Obat

Tugas Pokok :

Mengelola obat-obat yang ada di Puskesmas

Fungsi :

1) Membantu dokter atau Kepala Puskesmas dalam pengelolaan obat

di Puskesmas

2) Mempersiapkan pengadaan obat Puskesmas

3) Mengatur penyimpanan obat

4) Mengatur administrasi obat dan mengatur distribusi obat

5) Menyediakan obat untuk Puskesling, Pustu dan Poliklinnik

Kesehatan Desa (PKD)

6) Mengatur dan menjaga kerapihan, kebersihan dan pencahayaan

dalam obat.

2. Dana

Dana puskesmas diperoleh dari yankesda dan dana BOK.

3. Sarana Fisik dan Sarana Kesehatan Lain

a. Sarana Fisik

Gedung puskesmas meliputi : loket pendaftaran, laboratorium,

apotek, ruang KIA/KB, BP umum, BP gigi, kantor administrasi, tata

usaha, ruang MTBS, ruang rawat inap, kamar mandi, tempat parkir,

musholla, dan ruang tunggu.

b. Sarana Penunjang Medis

- Dental unit dan dental chair : dalam keadaan lengkap (satu unit)

- Perlengkapan medik umum : KIA set, KB set, poliklinik set terbatas,

peralatan operasi, obstetry dan neonatal kid, perlengkapan

laboratorium,USG, EKG dan alat periksa.

Page 41: Ispa Case Report

c. Sarana Penunjang

- Mobil puskesling : 1 buah

- Sepeda motor : 5 buah

- Komputer : 8 buah

- Lemari es : 1 buah

- Alat komunikasi : radio, telepon, dan alat-alat penyuluhan

(LCD)

4. Material

Obat-obat berasal dari obat Instalasi Farmasi Kota Semarang

5. Metode

Sistem pelayanan di Puskesmas Bangetayu sesuai standar operating

prosedur (SOP). Setelah dihitungg cakupan hasil kegiatan selama 9 bulan

berjalandari bulan Januari – September 2011, masih terdapat beberapa

cakupan hasil kegiatan yang belum memenuhi harapan (target bulan

berjalan). Sudah dilakukan pendataan kunjungan pasien dalam catatan

medik.

C. Proses Manajemen

1. Perencanaan (P1)

Tim perencana terdiri dari Kepala Puskesmas dan para pemegang

program, dimana sumber data didapat dari laporan bulanan Puskesmas,

yang direkapitulasi pada akhir tahun. Laporan akhir tahun memuat hasil

kegiatan, namun dalam melakukan perencanaan kepala puskesmas

dibantu oleh para pemegang program, dimana sumber data didapat dari

laporan bulanan Puskesmas, yang direkapitulasi pada akhir tahun.

Laporan akhir tahun memuat hasil kegiatan dari 6 upaya kesehatan

pokok yang dilaksanakan di Puskesmas Bangetayu. Laporan akhir tahun

di Puskesmas Bangetayu disajikan dalam bentuk tabel yang

didokumentasi secara rapi dan grafik untuk dapat lebih menilai naik

turunnya perjalanan kegiatan dalam 1 tahun. Kemudian data dianalisa

Page 42: Ispa Case Report

dibandingkan dengan target. Masalah timbul jika pencapaian kegiatan

tidak memenuhi target yang ditetapkan.

2. Penggerakkan dan Pelaksanaan (P2)

Dalam manajemen penggerakan dan pelaksanaan terdapat

komponen-komponen yang merupakan bagian terpenting dari

manajemen tersebut. Komponen tersebut meliputi:

a. Pengorganisasian

Penentuan para penanggung jawab dan para pelaksana untuk setiap

kegiatan dengan pertemuan penggalangan tim pada awal tahun

kegiatan (mini lokakarya). Penggalangan kerjasama lintas sektoral,

antara dua sektor maupun antara berbagai sektor yang terkait, antara

lain :

1) Pendidikan nasional (UKS)

2) Kantor Urusan Agama (TT calon pengantin)

3) Kependudukan dan catatan sipil (KB)

4) Perekonomian dan kesra (ASKESKIN)

b. Penyelenggaraan

Penyelenggaraan kegiatan dari upaya 6 kesehatan wajib dilakukan

dengan jadwal kegiatan yang disusun oleh masing-masing

penanggung jawab dengan koordinasi dengan kepala Puskesmas agar

penyelenggaraan kegiatan di Puskesmas Bangetayu tetap

memperhatikan azas penyelenggaraan puskesmas, berbagai standar

dan pedoman pelayanan puskesmas, kendali mutu dan biaya.

Penyelenggaraan kegiatan dilaksanakan dengan kerjasama lintas

program maupun lintas sektoral.

c. Pemantauan

1) Pengkajian internal lintas program dilakukan dalam bentuk

pertemuan rutin bulanan yang membahas mengenai kinerja

Page 43: Ispa Case Report

Puskesmas Bangetayu, bagaimana kendali mutu dan kendali

biaya. Pengkajian eksternal secara Triwulanan (lokakarya mini

triwulanan) bersama lintas sektoral tentang penyelenggaraan

kegiatan dan hasil yang telah dicapai.

2) Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai

dengan pencapaian kinerja Puskesmas serta masalah dan

hambatan yang ditemukan dalam telaah bulanan dan triwulanan.

3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian (P3)

Adalah proses memperoleh kepastian, kesesuaian penyelenggaraan

dan pencapaian tujuan Puskesmas terhadap rencana dan undang-undang

yang berlaku. Pengawasan terdiri atas pengawasan internal dari atasan

langsung (Kepala Puskesmas) terhadap seluruh staf dan pengawasan

eksternal yang dilakukan sebagian masyarakat dan dinas kesehatan

terhadap kegiatan yang dilaksanakan puskesmas, dengan ruang lingkup

administratif, keuangan, teknis pelayanan yang dilakukan di Puskesmas

Bangetayu.

Penilaian dilakukan pada akhir tahun meliputi penilaian terhadap

penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai, dibandingkan dengan

rencana tahunan dan standar pelayanan. Untuk program KIA dan

Imunisasi, penilaian hasil kegiatan adalah dengan Sistem Kewaspadaan

Dini (SKD) yaitu pemantauan adanya kenaikan kasus.

Pertanggungjawaban dilakukan melalui laporan pertanggungjawaban

tahunan yang berisi tentang pelaksanaan kegiatan, perolehan sumber

dana (keuangan) dan penggunaan sumberdaya. Laporan

pertanggungjawaban dibuat oleh kepala Puskesmas pada setiap

lokakarya mini yang mencakup di dalamnya pelaksanaan kegiatan serta

perolehan dan penggunaan berbagai sumber daya termasuk keuangan,

disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kota serta pihak–pihak terkait

lainnya, termasuk masyarakat.

Page 44: Ispa Case Report

D. Keluaran

Hasil kegiatan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas

Bangetayu periode Januari – September 2011 meliputi 6 upaya pokok

pelayanan kesehatan wajib. Tidak ada kegiatan yang cakupannya kurang dari

target, bahkan hampir seluruhnya lebih dari target.

E. Dampak

1. Data kematian

a. Jumlah kematian penduduk (Januari – September 2011) : - jiwa

b. Jumlah kematian bayi (Januari - September 2011) : 4 jiwa

c. Jumlah kematian ibu bersalin (Januari - September 2011): 3 jiwa

2. Data kelahiran

a. Jumlah kelahiran hidup (Januari – September 2011) : 377 jiwa

b. Jumlah lahir mati (Januari – September 2011) : 2

jiwa

3. Data penyakit

Tabel 8. Pola Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Jalan Puskesmas

Bangetayu Semua Kelompok Umur

Periode September Tahun 2011 (Semua Kunjungan Baru)

No Nama Penyakit JumlahPenderita

1 ISPA 1117

2 Hipertensi 215

3 Gangguan Otot 150

4 DKA 149

5 Gastritis dan Duodenitis 134

6 DM tipe II 128

7 TB Paru 115

Page 45: Ispa Case Report

8 Nyeri Kepala 115

9 Penyakit kuman dan periakpikal 112

10 Diare dan gastroenteritis o.k penyakit

infeksi tertentu

86

Sumber : Data SIMPUS Tahun 2011 di Puskesmas Bangetayu

STATUS PRESENT

a. Identitas Pasien

Nama : Achmad Nur Ruchim

Tempat Tanggal Lahir: 24 Januari 1995

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Status pernikahan : Belum Menikah

Pendidikan terakhir : SLTA

Alamat : Penggaron Lor I/IV

a. Keluhan Utama

Suara serak

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merasa tenggorokan serak dan sakit, sejak 3 hari yang lalu,

nafsu makan menurun, Pasien juga batuk-batuk, oleh orangtuanya diabwa

ke puskesmas untuk diperiksakan.

c. Riwayat penyakit dahulu

Pasien sudah pernah sakit seperti itu 4 bulan yang lalu. Belum

pernah dirawat inap di rumah sakit atau puskesmas.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keponakan pasien yang tinggal serumah juga mengalami sakit

yang sama.

e. Riwayat Sosial Ekonomi

Page 46: Ispa Case Report

Pasien merupakan murid kelas 2 SMA. Kedua orang tuanya

bekerja sebagai pedagang. Serumah tinggal dengan kedua orang tua, kedua

saudaranya, dan keponakan.

DATA PERKESMAS

1. Identitas Keluarga

Jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah An. Achmad

berjumlah 5 orang

No Nama Tempat Tanggal Lahir Pendidikan Status

1 Mujiyanto Semarang , 20-07-1963 SMA KK

2 Endang Warti Semarang, 23-08-1971 SLTP Istri

3 Achmad Nur

Rachim

Semarang, 24-01-1995 SMA Anak kandung ke

1

4 Dian Artika Semarang, 15-10-2000 SMP Anak kandung ke

2

5 Febriani Astuti Semarang, 14-02-2000 SMP Keponakan

2. Data Lingkungan

a. Individu / Keluarga

- Lingkungan disekitar rumah lembab, kotor dan berdebu. Rumah

pasien kurang ventilasi (pertukaran udara), ada banyak asap

(rokok) didalam rumah.

b. Ekonomi

- Pasien adalah siswa SMA kelas 2

- Orang tua pasien bekerja sebagai

- Sumber penghasilan keluarga bergantung pada ayah pasien.

- 1 rumah di tempat i oleh 5 orang (tidak sesuai antara ukuran rumah

dan jumlah penghuni)

Page 47: Ispa Case Report

3. Data Perilaku

a. Individu / Keluarga

Pasien dan keluarga tidak segera berobat apabila merasa sakit

dan berobat apabila sakit yang dirasakan baru mengganggu.

Anggota keluarga yang bersin atau batuk tidak menutup mulut dan

hidung.

b. Masyarakat

Kebersihan rumah masyarakat kurang.

Kebersihan lingkungan kurang.

Belum ada kegiatan olahraga bersama.

4. Data Pelayanan Kesehatan yang Terdekat

Promotif

- Posyandu lansia : (-)

- Poskesdes : (+)

- Puskesmas : (+)

Preventif

- Posyandu lansia : (+)

- Puskesmas : (+)

Kuratif

- Dokter praktik swasta : (+)

- Puskesmas : Puskesmas Bangetayu

- Rumah Sakit Swasta : RS Islam Sultan Agung

- RSUD : RSUD Kota Semarang

- Apotek : (+)

- Posyandu lansia : (+)

Rehabilitatif

- Puskesmas : Puskesmas Bangetayu

Page 48: Ispa Case Report

- RSUD : RSUD Kota Semarang

5. Data Genetika

Tidak diketahui adanya riwayat genetik.

Page 49: Ispa Case Report

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perilaku

a. Data : pasien dan keluarga tidak segera berobat bila menderita ISPA

- Teori : Kuman yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah

yang ada banyak orang sehingga apabila tidak cepat diatasi akan

memungkinkan adnya penularan dan bertambah parahnya penyakit

(Kocht et al, 2003).

- Pembahasan : pada kasus ini kemungkinan yang memperberat

terjadinya penyakit ISPA disebabkan karena pasien terlambat berobat.

4.2 Genetik

a. Data : pasien tidak mengetahui ada riwayat penyakit penyakit ISPA

pada keluarga.

- Teori : salah satu faktor penyebab penyakit ISPA adalah genetic.

Akan tetapi, gejala hanya akan muncul jika ada factor pemicu lain.

- Pembahasan : pada pasien ini tidak diketahui adanya factor resiko

genetic karena pasien tidak mengetahui riwayat alergi ataupun ISPA

pada keluarga, namun terdapat factor pemicu lain yaitu kondisi

lingkungan rumah pasien yang tidak memenuhi criteria rumah sehat.

4.3 Lingkungan

a. Data :Rumah pasien tidak memenuhi criteria rumah sehat misalnya tidak

cukupnya ventilasi, kurangnya pencahayaan, terlalu lembab dan

berdebu.

- Teori : Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit

gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam

rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun

kimia (Mishra, 2003).

Page 50: Ispa Case Report

- Pembahasan : pada pasien ini mempunyai factor resiko terjadinya

ISPA karena kondisi rumah pasien tidak memenuhi criteria rumah

sehat.

- Data : pasien tinggal di rumah bersama kedua orang tua, kedua

saudaranya dan ponakannya dengan luas hunian rumah yang tidak

sesuai dan terlalu padatnya jarak antar rumah.

- Teori : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah

anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko

untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa

kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna

prevalensi ISPA berat.

- Pembahasan : Tidak ada jarak antar rumah pasien dan tetangga. Dari

data tersebut penulis menyimpulkan pasien tinggal di lingkungan

pemukiman padat penduduk dan tempat tinggal pasien tidak

memenuhi syarat rumah sehat.

MASALAH

Menurut pendekatan HL. Blum dan data-data yang diperoleh, didapatkan :

ISPA

LINGKUNGAN

- Rumah tidak memenuhi Kriteria Rumah Sehat

- Kepadatan jarak antar rumah

GENETIKA

Tidak Diketahui

PELAYANAN KESEHATANTersedia sarana pelayanan kesehatan

PERILAKU-Tidak segera berobat jika sakit- Anggota keluarga yang bersin atau

batuk tidak menutup mulut dan hidung.

Page 51: Ispa Case Report

PEMECAHAN MASALAH

NO. MASALAH PEMECAHAN MASALAH

LINGKUNGAN- pada pasien ini

mempunyai factor resiko karena Rumah tidak memenuhi Kriteria Rumah Sehat dan Kepadatan jarak antar rumah

Edukasi pada pasien untuk memenuhi kriteria rumah sehat dan pengetahuan tentang hubungan kepadatan jarak antar rumah dengan penyakit ISPA.

PERILAKU- Pasien adalah perokok

pasif- Anggota keluarga yang

bersin atau batuk tidak menutup mulut dan hidung.

-Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah

-Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien agar menutup mulut dan hidung saat bersin atau batuk.

PELAYANAN KESEHATAN- Akses tempuh rumah

pasien dengan puskesmas Bangetayu tidak mudah.

Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol

GENETIKATidak diketahui

Pemecahan Masalah

1. Edukasi pada pasien untuk memenuhi kriteria rumah sehat dan pengetahuan tentang hubungan kepadatan jarak antar rumah dengan penyakit ISPA.

2. Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah .

3. Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien agar menutup mulut dan hidung saat bersin atau batuk.

Page 52: Ispa Case Report

4. Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan laporan, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada kasus ini

berdasarkan pendekatan HL Blum adalah :

Perilaku

- Tidak segera berobat ketika sakit ISPA

- Tidak menutup hidung dan mulut saat bersin dan batuk

Lingkungan

- Rumah pasien tidak memenuhi rumah sehat

- Kepadatan jarak antar rumah

Genetik

- Riwayat Penyakit keluarga: Tidak didapatkan data

Pelayanan Kesehatan

- Tidak terdapat masalah

Page 53: Ispa Case Report

BAB VIII

PENUTUP

Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan

manajemen dalam pengelolaan penyakit ISPA di Puskesmas Bangetayu

Semarang. Dengan meninjau puskesmas dari segi perencanaan, pelaksanaan,

pengendalian, pengawasan dan pertanggungjawaban ditemukan penyebab masalah

yang ditinjau dari segi manajemen dan mutu pelayanan serta ditemukannya

prioritas penyebab masalah dan alternatif pemecahan masalah.

Manajemen puskesmas sangat penting karena puskesmas sebagai unit

pelaksana teknis dari dinas kesehatan yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan

kegiatan pelayanan kesehatan mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam hal

tenaga kesehatan, dana, sarana-prasarana penunjang, sehingga puskesmas perlu

dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai hasil yang maksimal.

Dimensi mutu pelayanan juga penting karena pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh tenaga kesehatan harus memperhatikan kualitas. Kedua kegiatan tersebut

saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena cakupan atau

kuantitas yang tinggi belum tentu disertai dengan mutu atau kualitas yang baik,

begitu pula sebaliknya.

Kami menyadari bahwa kegiatan ini sangat penting dan bermanfaat bagi

para calon dokter, khususnya yang kelak akan terjun di puskesmas sebagai Health

Provider, Manager, Decision Maker, dan Communicator sebagai wujud peran

serta dalam pembangunan kesehatan.

Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan

dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah Puskesmas

Bangetayu Semarang.

Page 54: Ispa Case Report

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen kesehatan RI, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat, Jakarta.

2. Departemen Kesehatan, 2004, Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor : 128 /Menkes/SK/V/2004 Tahun 2004 tentang Tujuan Pembangunan

3. Hasil Survey Dan Demografi Kesehatan Indonesia 2007, Aidsindonesia, Februari 2009, Availablefrom: www.aidsindonesia.or.id/webcontrol/documents/200903031136130.demograFI%2007.Html

4. Manajemen Kesehatan Teori Dan Praktik Di Puskesmas. Ending Sutisna Sulaeman. 2009 Fk Uns