ispa case report
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS MANAJEMEN PENANGANAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA)
PUSKESMAS BANGETAYU
PERIODE 30 JULI – 29 SEPTEMBER 2012
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
..
Disusun oleh:
1. Aji Setiyo Budi (01.202.4310)
2. Manik Permatasari (01.207.5517)
3. Erlita Yuliana (01.208.5647)
4. Nian Puspita KW (01.208.5732)
5. Reza Rahardian (01.208.5762)
6. Ryan Dwi Prabowo 01.208.5776)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Puskesmas Bangetayu 30 Juli – 29 September 2012
Telah Disahkan
Semarang, Agustus 2012
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Bangetayu Pembimbing
dr. Ninik Relaningsih dr. Yuni Susanti
Mengetahui,
Pembimbing Kepaniteraan Klinik Kepala Bagian IKM FK Unissula
Siti Thomas Zulaikah, SKM dr. Budioro Broto Saputro, MPH
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah
memberikan rahmat karunia dan hidayah, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “ Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ” di
Puskesmas Bangetayu.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat data tentang kasus ISPA di
Puskesmas Bangetayu, Kota Semarang.
Laporan ini dapat terselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk ini kami mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya
kepada yang terhormat :
1. Prof. dr. Budioro Broto Saputro, MPH, kepala departemen IKM FK
Unissula Semarang
2. dr. Ophi Indria Desanti, Koordinator Pendidikan IKM FK Unissula
Semarang
3. dr. Ninik Relaningsih, Kepala Puskesmas Bangetayu Semarang
4. dr. Dian Rukmorini selaku pebimbing di Puskesmas Bangetayu Kota
Semarang.
5. Seluruh Staf Puskesmas Bangetayu Semarang
6. Semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan laporan kasus
ini.
Kami menyadari bahwa hasil penulisan Laporan kasus ini masih jauh dari
kata sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun guna kesempurnaan dan perbaikan laporan kasus ini
agar lebih baik.
Akhir kata kami berharap semoga laporan kasus ISPA di Puskesmas
Bangetayu Kota Semarang ini bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Agustus 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah
mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah
kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama
pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta
anak bawah lima tahun.
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran
pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah.
ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik
dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak
dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat.
Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat
pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya
hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1
dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode
ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh
penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup
20 % -30 %.
Menurut data dari puskesmas Bangetayu semarang pada tahun 2011
sejumlah 1117 merupakan penderita ISPA dengan presentase 26,36% yang
berat mengalami peningkatan dari tahun 2010 yaitu sejumlah 905 atau
23,39%.
Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor –
faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA berdasarkan
pendekatan H.L. Blum.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum :
Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penemuan penyakit ISPA dari aspek lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan kependudukan
1.2.2. Tujuan khusus
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang
mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA.
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA.
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan kesehatan
yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA.
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor genetik yang
mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA.
- Untuk melakukan proses tindak lanjut pada pasien ISPA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan
berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada
patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Namun
demikian, di dalam pedoman ini ISPA didefinisikan sebagai penyakit
saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang
ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu
dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi
demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas,
mengi, atau kesulitan bernapas. Contoh patogen yang menyebabkan ISPA
yang dimasukkan dalam pedoman ini adalah rhinovirus, respiratory
syncytial virus, paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory
syndromeassociated coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza (WHO,
2007).
2.2 Penyebab Penyakit ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang
komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi.
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan
mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan
jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan
Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk., 2004). Bakteri tersebut di udara
bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu
tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak
yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke
musim hujan (PD PERSI, 2002).
Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus
(termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus
campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab
terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran
nafas bagian atas. Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya
terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja.
Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab
terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran
nafas bagian bawah (PD PERSI, 2002).
2.3 Faktor Resiko ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti
bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya
disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan
oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan
oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga
menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus,
Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain
(Anonim, 2002).
ISPA ditularkan lewat udara. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin
atau bernafas, bakteri atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat
ditularkan pada orang lain (orang lain menghirup kuman tersebut).
2.3.1 Faktor yang dapat memudahkan penularan
2.3.1.1 Kuman (bakteria dan virus) yang menyebabkan ISPA mudah
menular dalam rumah yang mempunyai kurang ventilasi
(peredaran udara) dan ada banyak asap (baik asap rokok
maupun asap api).
2.3.1.2 Orang yang bersin/batuk tanpa menutup mulut dan hidung
akan mudah menularkan kuman pada orang lain.
2.3.1.3. Kuman yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam
rumah yang ada banyak orang (mis. banyak orang yang
tinggal di satu rumah kecil).
2.3.2 Faktor Risiko ISPA
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk
Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor
baik untuk meningkatkan insiden (Morbiditas) maupun kematian
(Mortalitas) akibat pneumonia (Anonim, 2003). Berbagai faktor risiko
yang meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah umur di bawah
2 bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir
rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan
kesehatan rendah, imunisasi yang tidak memadai, menderita penyakit
kronis dan aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian
pengobatan yang salah (Anonim, 2003).
2.3.2.1. Faktor host (diri)
2.3.2.1.1 Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang
sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia
muda akan lebih sering menderita ISPA daripada
usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
2.3.2.1.2 Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini
tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian
yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi
penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia
kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA
anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark (Koch et al, 2003)
2.3.2.1.3 Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan
Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang
satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi,
1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan
virulensi pathogen lebih kuat sehingga
menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan
akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu
determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
2.3.2.1.4 Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa
ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain
yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap
dapat memberikan peranan yang cukup berarti
dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
2.3.2.1.5 Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat
berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan
tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan,
reproduksi, sekresi mukus dan untuk
mempertahankan sel epitel yang mengalami
diferensiasi.
2.3.2.1.6 Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk
bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber
nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat
antimikroorganisme yang kuat, karena adanya
beberapa faktor yang bekerja secara sinergis
membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan
imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan
sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran
pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2.3.2.2 Faktor lingkungan
2.3.2.2.1 Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana
orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan
yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya
yang baik untuk keluarga dan individu (WHO,
1989). Anak-anak yang tinggal di apartemen
memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di
Denmark (Koch et al, 2003).
2.3.2.2.2 Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per
orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan
bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi
secara bermakna prevalensi ISPA berat.
2.3.2.2.3 Status sosial ekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk
dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai
hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.
Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara
status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi
didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian
ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi
(Darmawan,1995).
2.3.2.2.4 Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik
anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2
kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga
yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain
didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat
akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
2.3.2.2.5 Polusi udara
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh pusat penelitian kesehatan Universitas
Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara
terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa
sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara
mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara
tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil
penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan
kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan
saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah
pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan
wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga
tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang
untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan.
Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA.
Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan
asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya
ISPA anak (Mishra, 2003).
2.4 Tanda dan Gejala ISPA
Sebagian besar anak dengan ISPA memberikan gejala yang sangat
penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan
beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua
ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda
lainnya dengan. Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat dikenali
yaitu flu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 0 Celcius
dan disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002).
Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga
golongan yaitu ISPA ringan bukan pneumonia; ISPA sedang, pneumonia;
ISPA berat, pneumonia berat (Suyudi, 2002).
Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya dikenal ISPA berat dan
ISPA ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi
kurang dari dua bulan adalah bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per
menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding dada yang kuat. Pada dasarnya
ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika
keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan
atau daya tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat
dengan mudah diketahui orang awam
sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan
sederhana.
2.4.1 Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan gejala sebagai berikut:
a. Batuk.
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis ).
c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.
2.5 Patogenesis ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick,
1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak
terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan
mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri
ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor
seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan
bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,
demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980).
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-
paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang
terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang
peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.
Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal
akibat pneumonia.
2.6 Klasifikasi ISPA
Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran
pernafasan akut ini cukup menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal
ini semakin nyata setelah diketahui bahwa satu organisme dapat
menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu macam
penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
tersebut (Mandal, dkk, 1984).
Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :
2.6.1 Lokasi Anatomis
a. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga
faring.
b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah
faring sampai dengan alveolus paru-paru.
2.6.2 Derajat keparahan penyakit
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA
menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat
berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul, dan telah
ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :
a. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
1. Batuk
2. Pilek dengan atau tanpa demam
b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala
berikut:
1.Pernafasan cepat.
2. Wheezing (nafas menciut-ciut).
3. Sakit/keluar cairan dari telinga.
4. Bercak kemerahan (campak).
c. ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala
berikut:
1. Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.
2. Kesadaran menurun.
3. Bibir / kulit pucat kebiruan.
4. Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
5. Adanya selaput membran difteri.
Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-
tanda klinis yang didapat yaitu :
a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun.
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA
diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
Pneumonia berat, tanda utama :
1. Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, serta gizi buruk.
2. Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila
paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga
untuk menarik nafas.
3. Nafas cuping hidung
4. Suara rintihan
5. Sianosis (pucat)
Pneumonia (tidak berat), tanda :
1. Tak ada tarikan dinding dada ke dalam Disertai nafas cepat:
Lebih dari 50 kali / menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun. Lebih
dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
Bukan Pneumonia, tanda :
1. Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
2. Tak ada nafas cepat: Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2
bulan – 1 tahun. Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1
tahun – 5 tahun.
b. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2
yaitu
Pneumonia berat, tanda :
1. Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.
2. Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau
3. Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
Bukan Pneumonia, tanda :
1. Tidak ada nafas cepat.
2. Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
2.7 Penatalaksanaan Penyakit ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus
yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik
dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi
penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan
kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
2.7.1 Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit
tersebut dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada yang
bersangkutan orang tua misalkan penderita ISPA pada anak-anak
atau balita.
2.7.2 Klasifikasi ISPA dalam pencegahan
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA
sebagai berikut:
2..7.2.1 Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan
dinding dada kedalam (chest indrawing).
2.7.2.2 Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
2.7.2.3 Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek,
bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam,
tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis
tergolong bukan pneumonia.
2.7.3 Pengobatan
2.7.3.1 Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan
antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
2.7.3.2 Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral.
Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau
ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan
penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti
yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
2.7.3.3 Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik.
Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat
digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang
tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan
obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan
gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan
didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap
sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss
dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
2.7.4 Perawatan dirumah
2.7.4.1 Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam
diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam
untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai
dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,
celupkan pada air (tidak perlu air es).
2.7.4.2 Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur
dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali
sehari.
2.7.4.3 Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit
tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya,
lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi misalkan
yang menyusui tetap diteruskan.
2.7.4.5 Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan
sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu
mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah
parah sakit yang diderita.
2.7.5 Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
c. Immunisasi
BAB III
ANALISA SITUASI
A. Lingkungan
1. Data Wilayah
a. Batas Wilayah Puskesmas Bangetayu
- Utara : Kelurahan Bandardowo
- Barat : Kelurahan Muktiharjo Lor
- Selatan: Kecamatan Pedurungan
- Timur : Kabupaten Demak
b. Luas Wilayah
Luas wilayah kerja Puskesmas Bangetayu adalah 11,67 km2
c. Jumlah Kelurahan
Jumlah kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu adalah 6
(enam) kelurahan, yaitu:
1) Bangetayu Kulon
2) Bangetayu Wetan
3) Sembungharjo
4) Penggaron Lor
5) Kudu
6) Karangroto
2. Keadaan Geografis
Secara Geografis puskesmas Bangetayu berada pada ketinggian tanah dari
permukaan laut 1,5-2 meter yang makin kearah utara makin rendah
sehingga bila hujan lebat di beberapa daerah akan tergenang air.
3. Transportasi
1) Jarak Puskesmas - Ke Dinas Kesehatan Kota : ±8,5 Km
2) Jaak Puskesmas - Ke Kota : ±8,4 Km
3) Alat Transportasi untuk mencapai kota adalah bus dan angkutan kota
(angkot).
4. Sarana Komunikasi
Sarana komunikasi dari puskesmas ke luar adalah telepon, radio, surat
kabar.
5. Keadaan Penduduk
Berdasarkan sumber dari kantor statistik tahun 2010, jumlah penduduk di
wilayah Puskesmas Bangetayu sebanyak 47.535 terdiri dari :
Laki-laki : 23.711 jiwa
Perempuan : 23.826 jiwa
Jumlah KK : 12.519 KK
Jumlah jiwa per KK rata – rata : 3,8 jiwa
Kepadatan penduduk : 4073 jiwa/km2
Sex ratio : Laki – laki : perempuan = 49,88 % : 50,12 %
Tabel 1. Komposisi penduduk menurut produktivitas di wilayah kerja
Puskesmas Bangetayu tahun 2010
INTERVAL UMUR JML PENDUDUK PERSENTASE (%)
0 – 4 tahun 6.679 jiwa 14,05
5 – 9 tahun 4.340 jiwa 9,13
10 - 14 tahun 3.868 jiwa 8,14
15 - 19 tahun 3.852 jiwa 8,10
20 - 24 tahun 4.240 jiwa 8,92
25 - 29 tahun 4.275 jiwa 8,99
30 - 34 tahun 3.673 jiwa 7,73
35 – 39 tahun' 3.655 jiwa 7,69
40 - 44 tahun 3.299 jiwa 6,94
45 - 49 tahun 2.784 jiwa 5,23
50 - 54 tahun 2.271 jiwa 4,78
55 - 59 tahun 1.897 jiwa 3,99
60 - 64 tahun 1.353 jiwa 2,85
65 - 69 tahun 1.349 jiwa 2,84
70 - 74 tahun - -
> 75 tahun IL - -
Sumber : Data Dinas Kependudukan Kecamatan Bangetayu tahun 2010
6. Sosial Budaya
a. Tingkat Pendidikan
Tabel 2. Tingkat Pendidikan usia 5 Tahun ke atas di Wilayah Puskesmas
Bangetayu tahun 2010
Tingkat Pendidikan Jumlah
TK A 832
TK B 641
SD/MI 4.414
SMP/MTs 2.126
SMU/SMK/MA 1.669
Sumber : Data Dinas Kependudukan Kecamatan Bangetayu tahun 2010
b. Sarana Keagamaan
Tabel 3. Sarana Keagamaan di Wilayah Puskesmas Bangetayu tahun 2010
Sarana Keagamaan Jumlah
Masjid/Mushola 43
Gereja 0
Pura 0
Klenteng/Wihara 0
Sumber : Data Dinas Kependudukan Kecamatan Tahun 2010
c. Sarana Pendidikan :
TK : 28 buah
SD/MI : 20 buah
SMP/MTs : 8 buah
SMU/SMK/MA : 6 buah
Pondok Pesantren : 7 buah
7. Kesehatan Lingkungan
a. Air bersih
Tabel 4. Sarana Pelayanan Air Bersih
No Sarana Pelayanan Air Bersih JUMLAH
1. Penampungan Mata Air dengan Perpipan 0
2. Perlindungan mata air 0
3. Sumur Pompa Tangan Dangkal 200
4 Sumur Pompa Tangan Dalam 156
5. Sumur Artesis 31
6. Sumur Gali 1766
7. Kran Umum 0
8. Terminal Air 0
9. Sambungan Rumah Tangga PDAM 0
10. Penampungan Air Hujan 0
Sumber : Data Kesehatan Lingkungan Puskesmas Bangetayu tahun 2010
b. Sarana Pembuangan Kotoran
Tabel 5. Sarana Pembuangan Kotoran
No Sarana Pembuangan Kotoran Jumlah
1. Jamban Keluarga 11.088
2. Jamban Jamak 33
3. Mandi Cuci Kakus 16
4. Sarana Tempat Air Limbah RT 11
5. Tempat Pembuangan Sampah Sementara 2
6. Tempat Pembuangan Akhir Sampah 0
7. Instalansi Pengolahan Air Limbah 0
Sumber : Data Kesehatan Lingkungan Puskesmas Bangetayu tahun 2010
B. Masukan
1. Tenaga
Tabel 6. Tenaga Kerja di Wilayah Kerja Puskesmas Bangetayu tahun 2011
Tenaga kerja Jumlah Keteranagan
Puskesmas induk 1
Puskesmas Pembantu 2 Pustu Kudu dan Karangroto
Dokter umum 5 Termasuk Kepala Puskesmas
Dokter gigi 1
Bidan puskesmas 6
Perawat Kesehatan 7
Perawat gigi 2
HS 1
Petugas gizi 1 Tenaga Titipan
Asisten Apoteker 2
Staf TU 4
Pengemudi 0
TPHL 1
Penyuluh 1
Epidemolog 1
Wiyata 1
Sumber : Profil Tenaga Kerja Puskesmas Bangetayu Tahun 2011
Tabel 7. Spesifikasi Kepegawaian Puskesmas Bangetayu
No Jenis Tenaga Jumlah Nama
1. Dokter Umum 4
dr. Ninik Relaningsih
dr. Sri Wahyuningrum
dr. Yuni Susanti
dr. Dian Rukmorini
2. Dokter Gigi 1 drg. Nugraheni P.I.
3. Perawat 7
Marfu’atun
Sri Mulyati
Mulyo Widayati
Sukati
Siti Nurkhasanah, A. Mk.
Djasmani
Siti Nurkhamah, A. Mk.
4. Perawat Gigi 1 Ida Hamidah
5. Bidan 6 Sri Supartinah
Fari’atun
Nur Sri Pujiati
Ambarwati
Esti Wijayanti
Putu Widyadnyani P.
6. Epidemiolog 1 Betty Kathalina, SKM
7. HS 1 Henny Tavifi, SKM
8. Farmasi 2Eny Setyawati
Sri Anggraini, A. Md. F.
9. Gizi 1 Yetty Agustina E.
10. Penyuluh 1 Wahyu Suryaningsih, SKM
11. Analis Kesehatan 2Siti Zulaechah
Suyutinah
Deskripsi Kerja
a. Kepala Puskesmas
Tugas Pokok :
Melaksanakan kegiatan teknis operasional dan atau kegiatan teknis
penunjang di bidang pelayanan kesehatan, penggerakan
pengembangan kesehatan, serta usaha pemberdayaan masyarakat dan
keluarga secara paripurna dan mandiri sesuai wilayah kerjanya.
Rincian :
1) Mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijakan teknis,
pedoman teknis maupun pedoman pelaksanaan lainnya yang
berhubungan dengan tugasnya.
2) Melaksanakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu
melalui upaya rawat jalan, rawat inap, dan penunjang.
3) Melaksanakan usaha penggerakan pembangunan berwawasan
kesehatan melalui upaya penyehatan lingkungan, pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, serta upaya khusus sesuai dengan
program spesifik
4) Melaksanakan usaha pemberdayaan masyarakat dan keluarga
melalui upaya penyuluhan kesehatan masyarakat, kesehatan
keluarga, kesehtaan ibu dan anak, keluarga berencana, dan
perbaikan gizi
5) Melaksanakan monitoring dan evaluasi serta pelaporan
penyelenggaraan tugas operasional pelayanan kesehatan,
penggerakan pengembangan kesehatan serta usaha pemberdayaan
masyarakat dan keluarga secara paripurna dan mandiri.
6) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
b. Dokter Umum
Tugas Pokok :
Mengusahakan agar pelayanan pengobatan di wilayah kerja Puskesmas
dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
1) Mengawasi pelaksanaan pelayanan obat di Puskesmas
2) Memberikan pelayanan pengobatan di wilayah Puskesmas baik di
Puskesmas, Pustu atau Pusling
3) Memberikan bimbingan dan supervisi teknis kepada penderita dan
masyarakat
4) Membentuk membina lintas sektoral dalam pengembangan peran
masyarakat
5) Melakukan pencatatan dan pelaporan
c. Dokter Gigi
Tugas Pokok :
Mengusahakan agar pelayanan gigi dan mulut di wilayah kerja
Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
1) Mengawasi pelaksanaan kesehatan gigi di Puskesmas
2) Memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di dalam wilayah
kerja Puskesmas secara teratur
3) Supervisi dan bimbingan teknis pada program gigi di Puskesmas
4) Memberikan penyuluhan kesehatan gigi pada penderita dan
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
5) Membantu dan membina kerjasama lintas sektoral dalam
pengembangan peran serta masyarakat
6) Memberikan penyuluhan kesehatan
7) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
d. Perawat Gigi
Tugas Pokok: Melaksanakan pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas.
Fungsi :
1) Membantu dokter gigi dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas.
2) Memeriksa, menambal, membersihkan karang gigi dan mengoati
gigi yang sakit.
3) Merujuk kasus yang perlu ditindaklanjuti dari seorang dokter gigi
4) Melaksanakan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan UKGS (Usaha
Keluarga Gigi Sekolah)
5) Melaksanakan kunjungan kesehatan gigi
e. Tata Usaha
Tugas Pokok :
1) Menghimpun dan menyusun semua laporan kegiatan Puskesmas
2) Menghimpun, mengatur dan menyimpan semua surat masuk
Fungsi :
1) Mengumpulkan, membuat surat yang masuk/keluar yang didisposisi
2) Mengumpulkan laporan berkala setiap petugas Puskesmas
3) Penyiapan dan pengaturan tata usaha kepegawaian Puskesmas
4) Melakukan laporan berkala ketatausahaan
f. Petugas Puskesmas
Tugas Pokok :
Melaksanakan dan megkoordinir pelaksanaan kegiatan Puskesmas di
wilayah kerja Puskesmas agar berjalan dengan baik.
Fungsi :
1) Melaksanakan kegiatan Puskesmas baik di dalam maupun luar
gedung
2) Menyiapkan blangko-blangko dan pencatatan untuk kegiatan
Perkesmas
3) Melaksanakan pencatatan daan pelaporan
4) Memantau masyarakat/kasus-kasus rawan kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas
5) Melakukan pendataan sasaran secara periodik
g. Petugas Pengobatan
Tugas Pokok :
1) Melaksanakan pengobatan rawat jalan di wilayah Puskesmas
2) Memeriksa dan mengobati penyakit menular secara pasif atas
delegasi dari dokter
3) Melaksanakan penyuluhan kesehatan
4) Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi
5) Melakukan pencatatan dan pelaporan
h. Petugas P2P
Tugas Pokok :
Melaksanakan dan mengkoordinir kegiatan pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular di wilayah kerja Puskesmas
Fungsi :
1) Melaksanakan tindakan pemberantasan penyakit menular
2) Melaksanakan pengamatan penyakit di wilayah kerja Puskesmas
3) Melaksanakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit menular
4) Melakukan penyuluhan, pencatatan dan pelaporan
5) Melakukan pengobatan terhadap penderita penyakit menular atas
delegasi dari dokter
6) Melakukan kunjungan rumah
7) Ikut dalam kegiatan Puskesling dan kegiatan terpadu lain yang
terkait P2P
8) Memberikan penyuluhan kesehatan
9) Melakukan pencatatan dan pelaporan
i. Petugas KIA
Tugas Pokok :
Melaksanakan kegiatan pelayanan KIA di wilayah kerja Puskesmas
agar dapat berjalan dengan baik
Fungsi :
1) Melaksanakan pemeriksaan secara berkala ibu hamil, ibu menyusui,
bayi dan anak
2) Mengatur dan menjaga tempat kerja dengan rapi
3) Memberikan jelang imunisasi pada bayi dan ibu hamil
4) Melakukan pembinaan dukun bayi
5) Melakukan pembinaan kepada bidan desa
6) Melaksanakan kegiatan Posyandu dan kegiatan terpadu lain yang
terkait dengan KIA
7) Melakukan penyuluhan kesehatan
8) Melakukan pencatatan dan pelaporan
9) Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi
j. Petugas Gizi
Tugas Pokok :
Melaksanakan kegiatan dan mengkoordinir perbaikan gizi di wilayah
Puskesmas
Fungsi :
1) Melaksanakan pemberian makanan tambahan
2) Memantau keadaan gizi di masyarakat khususnya kasus-kasus
kurang gizi
3) Membantu meningkatkan kerja sama lintas sektoral terkait dengan
gizi
4) Memberikan penyuluhan gizi, melatih kader gizi
5) Melakukan pencatatan dan pelaporan
6) Melakukan pembinaan Posyandu
7) Melakukan rujukan kasus gizi
8) Melakukan monitoring garam beryodium secara periodik
k. Petugas Sanitarian
Tugas Pokok :
Merubah, mengendalikan atau menghilangkan semua unsur fisik dan
lingkungan yang memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan
masyarakat.
Fungsi :
1) Penyuluhan terhadap masyarakat tentang penggunaan air bersih,
jamban keluarga, rumah sehat, kebersihan lingkungan dan
pekarangan
2) Membantu masyarakat dalam pembuatan sumur, perlindungan mata
air, penampungan air hujan dan sarana air bersih lainnya
3) Pengawasan higiene, perusahaan dan tempat-tempat minum
4) Melakukan pencatatan dan pelaporan
5) Aktif memperkuat kerjasama lintas sektoral
6) Ikut serta dalam Puskesling dan kegiatan terpadu yang terkait
dengan HS
7) Memberikan penyuluhan kesehatan
8) Pengawasan, penyehatan perumahan
9) Pengawasan pembuangan sampah
10) Pengawasan makanan dan minuman
l. Petugas Imunisasi
Tugas Pokok :
Melaksanakan dan mengkoordinir imunisasi di wilayah kerja
Puskesmas
Fungsi :
1) Melaksanakan kegiatan imunisasi di lapangan dan Puskesmas
2) Melakukan penyuluhan kepada pasien tentang imunisasi
3) Melakukan pencatatan dan pelaporan
4) Menyediakan persediaan vaksin secara teratur
5) Melakukan sweeping untuk daerah-daerah yang cakupannya
kurang
6) Memberikan penyuluhan kesehatan
m. Petugas Apotek
Tugas Pokok :
Memeriksa, meracik dan membungkus obat
Fungsi :
1) Membantu pelaksanaan kegiatan petugas gudang obat
2) Membantu dalam penyimpanan obat dan administrasi dari obat di
apotek
3) Membantu distribusi obat ke Puskesling, Pustu, dan PKD
4) Melakukan pencatatan dan pelaporan obat
5) Mengatur kebersihan dan kerapihan kamar obat
n. Petugas Laboratorium
Tugas Pokok :
Melakukan pemeriksaan laboratorium di wilayah kerja Puskesmas
Fungsi :
1) Membantu menegakkan diagnosa penyakit
2) Melaksanakan pemeriksaan spesimen
3) Membantu rujukan specimen
4) Ikut membantu kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan
laboratorium
5) Memberikan penyuluhan kesehatan
6) Melakukan pencatatan dan pelaporan
o. Petugas Pendaftaran
Tugas Pokok :
Melakukan proses pelayanan di pendaftaran pada semua pengunjung
Puskesmas
Fungsi :
1) Melakukan pelayanan pendaftaran secara berurutan
2) Memberikan penjelasan kepada pasien tentang proses pendaftaran
3) Memberikan gambar status/catatan medis untuk setiap pasien
4) Mencatat semua kunjungan pasien pada buku
5) Menata kembali dengan rapi status yang sudah dipergunakan hari
tersebut
6) Melakukan pencatatan dan pelaporan
p. Petugas Gudang Obat
Tugas Pokok :
Mengelola obat-obat yang ada di Puskesmas
Fungsi :
1) Membantu dokter atau Kepala Puskesmas dalam pengelolaan obat
di Puskesmas
2) Mempersiapkan pengadaan obat Puskesmas
3) Mengatur penyimpanan obat
4) Mengatur administrasi obat dan mengatur distribusi obat
5) Menyediakan obat untuk Puskesling, Pustu dan Poliklinnik
Kesehatan Desa (PKD)
6) Mengatur dan menjaga kerapihan, kebersihan dan pencahayaan
dalam obat.
2. Dana
Dana puskesmas diperoleh dari yankesda dan dana BOK.
3. Sarana Fisik dan Sarana Kesehatan Lain
a. Sarana Fisik
Gedung puskesmas meliputi : loket pendaftaran, laboratorium,
apotek, ruang KIA/KB, BP umum, BP gigi, kantor administrasi, tata
usaha, ruang MTBS, ruang rawat inap, kamar mandi, tempat parkir,
musholla, dan ruang tunggu.
b. Sarana Penunjang Medis
- Dental unit dan dental chair : dalam keadaan lengkap (satu unit)
- Perlengkapan medik umum : KIA set, KB set, poliklinik set terbatas,
peralatan operasi, obstetry dan neonatal kid, perlengkapan
laboratorium,USG, EKG dan alat periksa.
c. Sarana Penunjang
- Mobil puskesling : 1 buah
- Sepeda motor : 5 buah
- Komputer : 8 buah
- Lemari es : 1 buah
- Alat komunikasi : radio, telepon, dan alat-alat penyuluhan
(LCD)
4. Material
Obat-obat berasal dari obat Instalasi Farmasi Kota Semarang
5. Metode
Sistem pelayanan di Puskesmas Bangetayu sesuai standar operating
prosedur (SOP). Setelah dihitungg cakupan hasil kegiatan selama 9 bulan
berjalandari bulan Januari – September 2011, masih terdapat beberapa
cakupan hasil kegiatan yang belum memenuhi harapan (target bulan
berjalan). Sudah dilakukan pendataan kunjungan pasien dalam catatan
medik.
C. Proses Manajemen
1. Perencanaan (P1)
Tim perencana terdiri dari Kepala Puskesmas dan para pemegang
program, dimana sumber data didapat dari laporan bulanan Puskesmas,
yang direkapitulasi pada akhir tahun. Laporan akhir tahun memuat hasil
kegiatan, namun dalam melakukan perencanaan kepala puskesmas
dibantu oleh para pemegang program, dimana sumber data didapat dari
laporan bulanan Puskesmas, yang direkapitulasi pada akhir tahun.
Laporan akhir tahun memuat hasil kegiatan dari 6 upaya kesehatan
pokok yang dilaksanakan di Puskesmas Bangetayu. Laporan akhir tahun
di Puskesmas Bangetayu disajikan dalam bentuk tabel yang
didokumentasi secara rapi dan grafik untuk dapat lebih menilai naik
turunnya perjalanan kegiatan dalam 1 tahun. Kemudian data dianalisa
dibandingkan dengan target. Masalah timbul jika pencapaian kegiatan
tidak memenuhi target yang ditetapkan.
2. Penggerakkan dan Pelaksanaan (P2)
Dalam manajemen penggerakan dan pelaksanaan terdapat
komponen-komponen yang merupakan bagian terpenting dari
manajemen tersebut. Komponen tersebut meliputi:
a. Pengorganisasian
Penentuan para penanggung jawab dan para pelaksana untuk setiap
kegiatan dengan pertemuan penggalangan tim pada awal tahun
kegiatan (mini lokakarya). Penggalangan kerjasama lintas sektoral,
antara dua sektor maupun antara berbagai sektor yang terkait, antara
lain :
1) Pendidikan nasional (UKS)
2) Kantor Urusan Agama (TT calon pengantin)
3) Kependudukan dan catatan sipil (KB)
4) Perekonomian dan kesra (ASKESKIN)
b. Penyelenggaraan
Penyelenggaraan kegiatan dari upaya 6 kesehatan wajib dilakukan
dengan jadwal kegiatan yang disusun oleh masing-masing
penanggung jawab dengan koordinasi dengan kepala Puskesmas agar
penyelenggaraan kegiatan di Puskesmas Bangetayu tetap
memperhatikan azas penyelenggaraan puskesmas, berbagai standar
dan pedoman pelayanan puskesmas, kendali mutu dan biaya.
Penyelenggaraan kegiatan dilaksanakan dengan kerjasama lintas
program maupun lintas sektoral.
c. Pemantauan
1) Pengkajian internal lintas program dilakukan dalam bentuk
pertemuan rutin bulanan yang membahas mengenai kinerja
Puskesmas Bangetayu, bagaimana kendali mutu dan kendali
biaya. Pengkajian eksternal secara Triwulanan (lokakarya mini
triwulanan) bersama lintas sektoral tentang penyelenggaraan
kegiatan dan hasil yang telah dicapai.
2) Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai
dengan pencapaian kinerja Puskesmas serta masalah dan
hambatan yang ditemukan dalam telaah bulanan dan triwulanan.
3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian (P3)
Adalah proses memperoleh kepastian, kesesuaian penyelenggaraan
dan pencapaian tujuan Puskesmas terhadap rencana dan undang-undang
yang berlaku. Pengawasan terdiri atas pengawasan internal dari atasan
langsung (Kepala Puskesmas) terhadap seluruh staf dan pengawasan
eksternal yang dilakukan sebagian masyarakat dan dinas kesehatan
terhadap kegiatan yang dilaksanakan puskesmas, dengan ruang lingkup
administratif, keuangan, teknis pelayanan yang dilakukan di Puskesmas
Bangetayu.
Penilaian dilakukan pada akhir tahun meliputi penilaian terhadap
penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai, dibandingkan dengan
rencana tahunan dan standar pelayanan. Untuk program KIA dan
Imunisasi, penilaian hasil kegiatan adalah dengan Sistem Kewaspadaan
Dini (SKD) yaitu pemantauan adanya kenaikan kasus.
Pertanggungjawaban dilakukan melalui laporan pertanggungjawaban
tahunan yang berisi tentang pelaksanaan kegiatan, perolehan sumber
dana (keuangan) dan penggunaan sumberdaya. Laporan
pertanggungjawaban dibuat oleh kepala Puskesmas pada setiap
lokakarya mini yang mencakup di dalamnya pelaksanaan kegiatan serta
perolehan dan penggunaan berbagai sumber daya termasuk keuangan,
disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kota serta pihak–pihak terkait
lainnya, termasuk masyarakat.
D. Keluaran
Hasil kegiatan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas
Bangetayu periode Januari – September 2011 meliputi 6 upaya pokok
pelayanan kesehatan wajib. Tidak ada kegiatan yang cakupannya kurang dari
target, bahkan hampir seluruhnya lebih dari target.
E. Dampak
1. Data kematian
a. Jumlah kematian penduduk (Januari – September 2011) : - jiwa
b. Jumlah kematian bayi (Januari - September 2011) : 4 jiwa
c. Jumlah kematian ibu bersalin (Januari - September 2011): 3 jiwa
2. Data kelahiran
a. Jumlah kelahiran hidup (Januari – September 2011) : 377 jiwa
b. Jumlah lahir mati (Januari – September 2011) : 2
jiwa
3. Data penyakit
Tabel 8. Pola Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Jalan Puskesmas
Bangetayu Semua Kelompok Umur
Periode September Tahun 2011 (Semua Kunjungan Baru)
No Nama Penyakit JumlahPenderita
1 ISPA 1117
2 Hipertensi 215
3 Gangguan Otot 150
4 DKA 149
5 Gastritis dan Duodenitis 134
6 DM tipe II 128
7 TB Paru 115
8 Nyeri Kepala 115
9 Penyakit kuman dan periakpikal 112
10 Diare dan gastroenteritis o.k penyakit
infeksi tertentu
86
Sumber : Data SIMPUS Tahun 2011 di Puskesmas Bangetayu
STATUS PRESENT
a. Identitas Pasien
Nama : Achmad Nur Ruchim
Tempat Tanggal Lahir: 24 Januari 1995
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum Menikah
Pendidikan terakhir : SLTA
Alamat : Penggaron Lor I/IV
a. Keluhan Utama
Suara serak
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa tenggorokan serak dan sakit, sejak 3 hari yang lalu,
nafsu makan menurun, Pasien juga batuk-batuk, oleh orangtuanya diabwa
ke puskesmas untuk diperiksakan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien sudah pernah sakit seperti itu 4 bulan yang lalu. Belum
pernah dirawat inap di rumah sakit atau puskesmas.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keponakan pasien yang tinggal serumah juga mengalami sakit
yang sama.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan murid kelas 2 SMA. Kedua orang tuanya
bekerja sebagai pedagang. Serumah tinggal dengan kedua orang tua, kedua
saudaranya, dan keponakan.
DATA PERKESMAS
1. Identitas Keluarga
Jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah An. Achmad
berjumlah 5 orang
No Nama Tempat Tanggal Lahir Pendidikan Status
1 Mujiyanto Semarang , 20-07-1963 SMA KK
2 Endang Warti Semarang, 23-08-1971 SLTP Istri
3 Achmad Nur
Rachim
Semarang, 24-01-1995 SMA Anak kandung ke
1
4 Dian Artika Semarang, 15-10-2000 SMP Anak kandung ke
2
5 Febriani Astuti Semarang, 14-02-2000 SMP Keponakan
2. Data Lingkungan
a. Individu / Keluarga
- Lingkungan disekitar rumah lembab, kotor dan berdebu. Rumah
pasien kurang ventilasi (pertukaran udara), ada banyak asap
(rokok) didalam rumah.
b. Ekonomi
- Pasien adalah siswa SMA kelas 2
- Orang tua pasien bekerja sebagai
- Sumber penghasilan keluarga bergantung pada ayah pasien.
- 1 rumah di tempat i oleh 5 orang (tidak sesuai antara ukuran rumah
dan jumlah penghuni)
3. Data Perilaku
a. Individu / Keluarga
Pasien dan keluarga tidak segera berobat apabila merasa sakit
dan berobat apabila sakit yang dirasakan baru mengganggu.
Anggota keluarga yang bersin atau batuk tidak menutup mulut dan
hidung.
b. Masyarakat
Kebersihan rumah masyarakat kurang.
Kebersihan lingkungan kurang.
Belum ada kegiatan olahraga bersama.
4. Data Pelayanan Kesehatan yang Terdekat
Promotif
- Posyandu lansia : (-)
- Poskesdes : (+)
- Puskesmas : (+)
Preventif
- Posyandu lansia : (+)
- Puskesmas : (+)
Kuratif
- Dokter praktik swasta : (+)
- Puskesmas : Puskesmas Bangetayu
- Rumah Sakit Swasta : RS Islam Sultan Agung
- RSUD : RSUD Kota Semarang
- Apotek : (+)
- Posyandu lansia : (+)
Rehabilitatif
- Puskesmas : Puskesmas Bangetayu
- RSUD : RSUD Kota Semarang
5. Data Genetika
Tidak diketahui adanya riwayat genetik.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Perilaku
a. Data : pasien dan keluarga tidak segera berobat bila menderita ISPA
- Teori : Kuman yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah
yang ada banyak orang sehingga apabila tidak cepat diatasi akan
memungkinkan adnya penularan dan bertambah parahnya penyakit
(Kocht et al, 2003).
- Pembahasan : pada kasus ini kemungkinan yang memperberat
terjadinya penyakit ISPA disebabkan karena pasien terlambat berobat.
4.2 Genetik
a. Data : pasien tidak mengetahui ada riwayat penyakit penyakit ISPA
pada keluarga.
- Teori : salah satu faktor penyebab penyakit ISPA adalah genetic.
Akan tetapi, gejala hanya akan muncul jika ada factor pemicu lain.
- Pembahasan : pada pasien ini tidak diketahui adanya factor resiko
genetic karena pasien tidak mengetahui riwayat alergi ataupun ISPA
pada keluarga, namun terdapat factor pemicu lain yaitu kondisi
lingkungan rumah pasien yang tidak memenuhi criteria rumah sehat.
4.3 Lingkungan
a. Data :Rumah pasien tidak memenuhi criteria rumah sehat misalnya tidak
cukupnya ventilasi, kurangnya pencahayaan, terlalu lembab dan
berdebu.
- Teori : Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam
rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun
kimia (Mishra, 2003).
- Pembahasan : pada pasien ini mempunyai factor resiko terjadinya
ISPA karena kondisi rumah pasien tidak memenuhi criteria rumah
sehat.
- Data : pasien tinggal di rumah bersama kedua orang tua, kedua
saudaranya dan ponakannya dengan luas hunian rumah yang tidak
sesuai dan terlalu padatnya jarak antar rumah.
- Teori : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko
untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa
kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna
prevalensi ISPA berat.
- Pembahasan : Tidak ada jarak antar rumah pasien dan tetangga. Dari
data tersebut penulis menyimpulkan pasien tinggal di lingkungan
pemukiman padat penduduk dan tempat tinggal pasien tidak
memenuhi syarat rumah sehat.
MASALAH
Menurut pendekatan HL. Blum dan data-data yang diperoleh, didapatkan :
ISPA
LINGKUNGAN
- Rumah tidak memenuhi Kriteria Rumah Sehat
- Kepadatan jarak antar rumah
GENETIKA
Tidak Diketahui
PELAYANAN KESEHATANTersedia sarana pelayanan kesehatan
PERILAKU-Tidak segera berobat jika sakit- Anggota keluarga yang bersin atau
batuk tidak menutup mulut dan hidung.
PEMECAHAN MASALAH
NO. MASALAH PEMECAHAN MASALAH
LINGKUNGAN- pada pasien ini
mempunyai factor resiko karena Rumah tidak memenuhi Kriteria Rumah Sehat dan Kepadatan jarak antar rumah
Edukasi pada pasien untuk memenuhi kriteria rumah sehat dan pengetahuan tentang hubungan kepadatan jarak antar rumah dengan penyakit ISPA.
PERILAKU- Pasien adalah perokok
pasif- Anggota keluarga yang
bersin atau batuk tidak menutup mulut dan hidung.
-Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah
-Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien agar menutup mulut dan hidung saat bersin atau batuk.
PELAYANAN KESEHATAN- Akses tempuh rumah
pasien dengan puskesmas Bangetayu tidak mudah.
Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol
GENETIKATidak diketahui
Pemecahan Masalah
1. Edukasi pada pasien untuk memenuhi kriteria rumah sehat dan pengetahuan tentang hubungan kepadatan jarak antar rumah dengan penyakit ISPA.
2. Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah .
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien agar menutup mulut dan hidung saat bersin atau batuk.
4. Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan laporan, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada kasus ini
berdasarkan pendekatan HL Blum adalah :
Perilaku
- Tidak segera berobat ketika sakit ISPA
- Tidak menutup hidung dan mulut saat bersin dan batuk
Lingkungan
- Rumah pasien tidak memenuhi rumah sehat
- Kepadatan jarak antar rumah
Genetik
- Riwayat Penyakit keluarga: Tidak didapatkan data
Pelayanan Kesehatan
- Tidak terdapat masalah
BAB VIII
PENUTUP
Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan
manajemen dalam pengelolaan penyakit ISPA di Puskesmas Bangetayu
Semarang. Dengan meninjau puskesmas dari segi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, pengawasan dan pertanggungjawaban ditemukan penyebab masalah
yang ditinjau dari segi manajemen dan mutu pelayanan serta ditemukannya
prioritas penyebab masalah dan alternatif pemecahan masalah.
Manajemen puskesmas sangat penting karena puskesmas sebagai unit
pelaksana teknis dari dinas kesehatan yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan
kegiatan pelayanan kesehatan mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam hal
tenaga kesehatan, dana, sarana-prasarana penunjang, sehingga puskesmas perlu
dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai hasil yang maksimal.
Dimensi mutu pelayanan juga penting karena pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan harus memperhatikan kualitas. Kedua kegiatan tersebut
saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena cakupan atau
kuantitas yang tinggi belum tentu disertai dengan mutu atau kualitas yang baik,
begitu pula sebaliknya.
Kami menyadari bahwa kegiatan ini sangat penting dan bermanfaat bagi
para calon dokter, khususnya yang kelak akan terjun di puskesmas sebagai Health
Provider, Manager, Decision Maker, dan Communicator sebagai wujud peran
serta dalam pembangunan kesehatan.
Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan
dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah Puskesmas
Bangetayu Semarang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen kesehatan RI, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat, Jakarta.
2. Departemen Kesehatan, 2004, Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor : 128 /Menkes/SK/V/2004 Tahun 2004 tentang Tujuan Pembangunan
3. Hasil Survey Dan Demografi Kesehatan Indonesia 2007, Aidsindonesia, Februari 2009, Availablefrom: www.aidsindonesia.or.id/webcontrol/documents/200903031136130.demograFI%2007.Html
4. Manajemen Kesehatan Teori Dan Praktik Di Puskesmas. Ending Sutisna Sulaeman. 2009 Fk Uns