islamophobia (bag. 1) - medicalzone.org · kemuslimahan dan kkia fuldfk 2017 islamophobia (bag. 1)...
TRANSCRIPT
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
Islamophobia (Bag. 1)
Ketakutan terhadap Islam atau biasa
disebut Islamophobia dinilai sebagai
suatu tindakan rasis terhadap muslim,
baik secara individu, kelompok maupun
organisasi. Biasanya, provokasi
Islamophobia terjadi karena
ketidaktahuan tentang Islam secara
benar. Definisi Islamophobia tersebut
disampaikan oleh Dr. Michael Privot,
direktur dari European Network Against
Racism (ENAR), saat menjadi pembicara
pada diskusi panel I di International
Conference of Islamic Scholars (ICIS) ke
IV di UIN Malik Ibrahim, Malang (Selasa
24/11/2015).
Dr. Privot menyatakan, di Eropa sendiri
Islamophobia tersebar sangat luas dan
cepat. Salah satu faktor utamanya adalah
peran sosial media yang gencar
menyampaikan kebencian terhadap
Islam. “Orang eropa menggunakan media
untuk menyebarluaskan isu yang salah
tentang Islam. Dan kebanyakan mereka
tidak sadar kalau hal itu dinilai
mencemarkan,” ungkapnya.
Korban Islamophobia sendiri di Eropa,
kata Dr. Privot, didominasi oleh kaum
wanita atau muslimah. “70 persen korban
dari Islamophobia adalah wanita.
Terutama dikarenakan soal perbedaan
cara berpakaian,” jelas pria asal Belgia ini.
Menurutnya, Islamophobia tidak akan
pernah berhenti selama masih ada berita
tentang terorisme, ISIS, atau segala
sesuatu negatif yang dihubungkan dengan
Islam. “Orang yang terjangkit
Islamophobia juga menyatakan bahwa
Islam tidak cocok untuk disatukan negara
seperti republik, parlemen,” terangnya.[1]
Selain itu di Amerika Serikat, survei yang
dilakukan YouGov di awal tahun ini
mengungkapkan kebencian warga AS
kepada Muslim. Data menunjukkan 55
persen responden memiliki sentimen
yang tidak mendukung perkembangan
Islam di Amerika Serikat.
Sentimen Islamophobia sebagian besar
dimiliki warga Amerika Serikat yang
memiliki profil berusia 45 tahun atau
lebih tua, pemilih Partai Republik, dan
berkulit putih. Selain itu, data tersebut
menunjukkan warga AS tak bisa
membedakan sikap untuk Islam dan
Muslim.
Sikap warga Amerika terhadap Muslim
juga diukur Yougov. Dalam survei itu
responden mendapat pertanyaan:
“Apakah secara personal anda mau
bekerja dengan seorang Muslim?”
Hasilnya, 74 persen menjawab tidak.
Survei juga menanyakan apakah
responden mau berteman dengan
seorang Muslim dan hasilnya 68 persen
menjawab tidak.
Meski demikian, warga Muslim telah
cukup waspada dengan sikap negatif yang
ditujukan kepada mereka. Survei dengan
responden Muslim pada 2011
menunjukkan pengalaman negatif
merupakan hal umum. Sebanyak 28
persen responden tahun sebelumnya
mengatakan orang mencurigai mereka, 22
persen dipanggil dengan nama yang tidak
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
menyenangkan, dan 21 persen mendapat
pemeriksaan khusus di keamanan
bandara. Selain itu, Pew memperkirakan
bahwa pada 2050, persentase warga
Muslim Amerika akan naik dari 0,9
persen menjadi 2,1 persen.[2]
Salah satu bentuk nyata dari islamophobia
adalah ditembaknya seorang dokter
muslim saat akan sholat subuh dimasjid
AS. Sang korban diketahui bernama
Arslam Tajammul, dokter spesialis mata
berusia 30 tahunan. Ketika itu ia disergap
oleh para penyerang yang datang dari
salah satu blok perumahan di sekitar
masjid. Sang korban ditembak dua kali
oleh tiga penyerang yang menggunakan
masker. Sebelum penembakan para
pelaku meneriakan kalimat rasis seperti
“Anda Muslim harus kembali ke negara
Anda.”
Islamophobia di negara Barat sangat
berpengaruh terutama pada kehidupan
sosial kaum muslim di negara tersebut.
Kebencian pada kaum muslim
mengakibatkan hiangnya kepercayaan
yang tentunya juga dirasakan oleh
dokter-dokter muslim di negara tersebut
terutama dokter muslimah yang
menggunakan jilbab.[3]
Namun, meningkatnya Islamophobia tak
hanya menimbulkan dampak negatif,
disamping itu semakin banyak non-
muslim yang semakin tertarik untuk
mempelajari Islam dan timbul berbagai
perawanan untuk melawan Islamophobia.
Salah satunya yang terjadi di Australia,
seorang dokter muslimah memutuskan
menggunakan jilbab untuk menghentikan
teror terhadap Islam, menurutnya
kekhawatiran terbesar adalah apakah
pasien masih percaya dan
menghormatinya yang membuat Ia ingin
menutupi identitasnya sebagai seorang
muslim. Namun setelah Ia menetapkan
untuk memakai jilbab, kenyataannya ia
tak pernah menghadapi kebencian dari
pasien-pasiennya.[2,4]
-------------------------------------------------------
20 Desember 2016 di New York - tiga
setengah tahun yang lalu, ketika Nassrene
Elmadhun hamil delapan setengah bulan
dengan anak pertamanya, dia tidak pernah
bermimpi untuk keluar tanpa mengenakan
jilbab. Sejak awal remaja di Colorado, dr.
Elmadhun telah mengenakan jilbab sebagai
bentuk keyakinannya. Dia memakainya
sepanjang tahun sebagai seorang dokter di
Boston, di mana ia menjadi kepala bedah di
Beth, Israel Deaconess medical center, pusat
trauma dan afiliasi sekolah kedokteran
Harvard.
Ia memakainya pada tanggal 15 april 2013,
saat suaminya mengirim sms kepadanya,
ada ledakan di dekatnya di garis finish
maraton Boston. "Saya masuk ke rumah
sakit dan melakukan yang terbaik untuk
membantu para korban", kata dr.
Elmadhun. “Kejadian itu adalah sesuatu
yang selamanya akan tersimpan dalam
ingatan saya."
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
Hari itu adalah titik balik semuanya.
Meskipun dia menyadari fakta bahwa
jilbabnya membuat dirinya terlihat sangat
menonjol, dr. Elmadhun mengatakan, dia
selalu merasa percaya diri dan kuat
mengenakan jilbab, baik sebagai seorang
muslim maupun sebagai orang Amerika
sendiri (di mana negaranya berjanji dalam
hal kebebasan individu maupun kebebasan
beragama - bahkan setelah masa-masa sulit
setelah 11 September 2001).
Alih-alih mendapat perlakuan yang baik, dia
justru menjadi objek tatapan marah. Orang
–orang mengira dia berasal dari negara lain
dan menunjukkan keterkejutannya ketika
dia berbicara tanpa aksen, lalu mereka
mulai mengait-ngaitkannya dengan
Tsarnaev- orang yang melakukan
pemboman Boston, atau ekstremis muslim
lainnya.
"Selama beberapa tahun terakhir, ada
kegelisahan yang semakin meningkat yang
terasa sangat tidak nyaman”, kata ahli
bedah tersebut. "Dan itu adalah sesuatu
yang baru. Saya merasa kurang diterima di
komunitas saya sendiri, dan seperti ada
banyak ‘target’ di punggung saya." Jadi,
seperti sejumlah wanita muslim tahun ini,
dr. Elmadhun membuat keputusan pribadi
yang memilukan untuk berhenti memakai
jilbabnya.
"Anda merasa takut, itu sifat manusiawi",
kata Mariana Aguilera, yang masuk islam 10
tahun yang lalu dan sekarang menjalankan
the demureist- sebuah situs untuk wanita
dari semua agama yang mencari mode yang
mencakup gaya hidup konservatif,
termasuk wanita muslim yang mengenakan
jilbab. Tapi ini lebih dari sekedar ketakutan
kita," kata Nn. Aguilera, yang telah
memutuskan untuk tetap mengenakan
jilbabnya, meski mendapat ancaman verbal
bulan ini. "Ada alasan mengapa kita
memiliki kebebasan beragama di negara
kita, dan jika kita tidak melakukan sesuatu –
situasi ini akan menghancurkan nilai-nilai
kita, dan itu berbahaya."
Imam Omar Suleiman, Presiden Institut
Riset Islam Negeri Yaqeen di Irving, Texas
berkata, "Ini akan menjadi tragedi bagi kita
di Amerika Serikat jika umat Islam merasa
harus menyembunyikan iman mereka, jika
wanita muslim merasa harus melepaskan
jilbab mereka, atau orang sikh yang suka
turban mereka, atau siapa pun yang merasa
tidak dapat menunjukkan identitasnya di
muka umum”.
“Jadi saya pikir penting bahwa kita secara
kolektif menantang serangan terhadap
orang-orang muslim dan berdiri tegak dan
teguh, karena pada akhirnya, kefanatikan
bukanlah sesuatu yang bisa dipertanyakan.
Dan kefanatikan seharusnya tidak memaksa
kita mengubah cara kita menjalani hidup
kita,” ujarnya.
Islamophobia tidak hanya terjadi di amerika
tapi juga menyebar di seluruh wilayah
Eropa. Dalam penelitian oleh DR. James Carr
tahun 2014 di Irlandia disebutkan, When
they find out you’re Irish they feel that like
traitor…but what because you’ve put a
scarf on your head? Or because you
changed your religion?...then [you] are no
more an Irish person, you have then lost
your identity of who you are, you
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
are…classed as non-Irish. (Aalia, Irish
female Muslim)”.
Islamophobia bukan hanya sekedar isu
belaka. Kenyataan yang dirasakan oleh
saudara-saudara kita yang minoritas di
luar sana adalah pil pahit yang harus
ditelan kita semua. Hanya karena mereka
menunjukkan identitas sebagai muslim
lantas semua kejadian-kejadian buruk
dituduhkan ke mereka meski mereka
bukan pelakunya. Beberapa diantaranya
bahkan harus meninggalkan identitas
sebagai seorang muslim/ah (Contoh :
jilbab) agar tetap bisa hidup dengan
aman. Maka, sudah selayaknya kita
saudara seiman ikut bergerak dan
memperjuangkan hak-hak mereka
dengan cara apapun yang kita bisa. Tidak
perlu hal besar, mulailah dari lingkungan
sekitar dengan memperbaiki
pemahaman-pemahaman orang-orang di
sekeliling (yang belum paham) bahwa
tidak ada yang perlu ditakutkan dari
seorang muslim yang taat. Muslim yang
taat tak akan pernah melakukan terror,
tak akan menebar permusuhan dan tak
akan melakukan kejahatan. Karena
sejatinya apa yang diajarkan Islam itu
indah dan penuh cinta, maka seorang
muslim yang taat sudah pasti akan
berbuat sebaik mungkin terhadap
sesama.
Islamophobia adalah sebuah kata, frase
atau istilah baru yang merujuk pada
prasangka atau diskriminasi terhadap
Islam atau Muslim. Istilah tersebut telah
dikenal pada tahun 1980-an. Runnymede
Trust, sebuah lembaga think tank dari
Inggris yang bergerak di bidang etnisitas
dan keragaman budaya, mendefinisikan
Islamofobia sebagai suatu ketakutan atau
kebencian terhadap semua muslim.
Landasan berpikir tersebut menimbulkan
perilaku diskriminasi terhadap muslim
dengan meminggirkan muslim dari
kehidupan ekonomi, sosial dan umum.
Hal tersebut juga menimbulkan persepsi
bahwa islam dilihat lebih inferior
dibandingkan Barat dan lebih merupakan
suatu ideology politik daripada agama.
Dampak Islamophobia turut
mewarnai di bidang kesehatan. Masih
segar di ingatan, yaitu larangan
menggunakan hijab syar’i pada dokter
perempuan muslim ketika berada di
ruangan operasi. Hal itu merupakan salah
satu bentuk diskriminasi terhadap
muslim. Seorang wanita, wajib mengikuti
perintah Allah dan syariat islam yang
berlaku, dimana terdapat aturan untuk
menggunakan hijab/ khimar yang syar’i
dalam melakukan aktivitas di luar tak
terkecuali dokter. Isu tentang pelarangan
tersebut menuai protes dari berbagai
pihak dan ormas Islam.
Tidak hanya larangan terhadap
dokter ketika di ruangan operasi. Salah
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
satu bukti, Rumah Sakit Siloam Makassar
membuat kebijakan tentang larangan
terhadap karyawati untuk mengenakan
jilbab ketika bekerja. Aturan tersebut,
menuai protes dari organisasi Islam
terbesar di Indonesia yaitu
Muhammadiyah. Ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sulawesi Selatan Prof
Ambo Asse mengatakan, Indonesia adalah
negara plural baik itu agama maupun
budaya.
“Indonesia ini negara yang beragama dan
tidak boleh melarang menjalankan
keyakinan agama seperti halnya jilbab
untuk seorang muslim. Itu kewajiban dan
tidak boleh diabaikan,” ujar Prof Ambo
Asse
Pihak Rumah Sakit Siloam pun
dihimbau untuk mencabut kebijakan
tersebut karena itu salah satu bentuk
diskriminasi terhadap Islam. Namun,
ketika di konfirmasi kepada pihak RS,
mereka menyangkal terkait isu yang
beredar.
ISLAMOPHOBIA (Bag. 2)
20 Desember 2016 di New York - tiga
setengah tahun yang lalu, ketika Nassrene
Elmadhun hamil delapan setengah bulan
dengan anak pertamanya, dia tidak pernah
bermimpi untuk keluar tanpa mengenakan
jilbab. Sejak awal remaja di Colorado, dr.
Elmadhun telah mengenakan jilbab sebagai
bentuk keyakinannya. Dia memakainya
sepanjang tahun sebagai seorang dokter di
Boston, di mana ia menjadi kepala bedah di
Beth, Israel Deaconess medical center, pusat
trauma dan afiliasi sekolah kedokteran
Harvard.
Ia memakainya pada tanggal 15 april 2013,
saat suaminya mengirim sms kepadanya,
ada ledakan di dekatnya di garis finish
maraton Boston. "Saya masuk ke rumah
sakit dan melakukan yang terbaik untuk
membantu para korban", kata dr.
Elmadhun. “Kejadian itu adalah sesuatu
yang selamanya akan tersimpan dalam
ingatan saya."
Hari itu adalah titik balik semuanya.
Meskipun dia menyadari fakta bahwa
jilbabnya membuat dirinya terlihat sangat
menonjol, dr. Elmadhun mengatakan, dia
selalu merasa percaya diri dan kuat
mengenakan jilbab, baik sebagai seorang
muslim maupun sebagai orang Amerika
sendiri (di mana negaranya berjanji dalam
hal kebebasan individu maupun kebebasan
beragama - bahkan setelah masa-masa sulit
setelah 11 September 2001).
Alih-alih mendapat perlakuan yang baik, dia
justru menjadi objek tatapan marah. Orang
–orang mengira dia berasal dari negara lain
dan menunjukkan keterkejutannya ketika
dia berbicara tanpa aksen, lalu mereka
mulai mengait-ngaitkannya dengan
Tsarnaev- orang yang melakukan
pemboman Boston, atau ekstremis muslim
lainnya.
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
"Selama beberapa tahun terakhir, ada
kegelisahan yang semakin meningkat yang
terasa sangat tidak nyaman”, kata ahli
bedah tersebut. "Dan itu adalah sesuatu
yang baru. Saya merasa kurang diterima di
komunitas saya sendiri, dan seperti ada
banyak ‘target’ di punggung saya." Jadi,
seperti sejumlah wanita muslim tahun ini,
dr. Elmadhun membuat keputusan pribadi
yang memilukan untuk berhenti memakai
jilbabnya.
"Anda merasa takut, itu sifat manusiawi",
kata Mariana Aguilera, yang masuk islam 10
tahun yang lalu dan sekarang menjalankan
the demureist- sebuah situs untuk wanita
dari semua agama yang mencari mode yang
mencakup gaya hidup konservatif,
termasuk wanita muslim yang mengenakan
jilbab. Tapi ini lebih dari sekedar ketakutan
kita," kata Nn. Aguilera, yang telah
memutuskan untuk tetap mengenakan
jilbabnya, meski mendapat ancaman verbal
bulan ini. "Ada alasan mengapa kita
memiliki kebebasan beragama di negara
kita, dan jika kita tidak melakukan sesuatu –
situasi ini akan menghancurkan nilai-nilai
kita, dan itu berbahaya."
Imam Omar Suleiman, Presiden Institut
Riset Islam Negeri Yaqeen di Irving, Texas
berkata, "Ini akan menjadi tragedi bagi kita
di Amerika Serikat jika umat Islam merasa
harus menyembunyikan iman mereka, jika
wanita muslim merasa harus melepaskan
jilbab mereka, atau orang sikh yang suka
turban mereka, atau siapa pun yang merasa
tidak dapat menunjukkan identitasnya di
muka umum”.
“Jadi saya pikir penting bahwa kita secara
kolektif menantang serangan terhadap
orang-orang muslim dan berdiri tegak dan
teguh, karena pada akhirnya, kefanatikan
bukanlah sesuatu yang bisa dipertanyakan.
Dan kefanatikan seharusnya tidak memaksa
kita mengubah cara kita menjalani hidup
kita,” ujarnya.
Islamophobia tidak hanya terjadi di amerika
tapi juga menyebar di seluruh wilayah
Eropa. Dalam penelitian oleh DR. James Carr
tahun 2014 di Irlandia disebutkan, When
they find out you’re Irish they feel that like
traitor…but what because you’ve put a
scarf on your head? Or because you
changed your religion?...then [you] are no
more an Irish person, you have then lost
your identity of who you are, you
are…classed as non-Irish. (Aalia, Irish
female Muslim)”.
Islamophobia bukan hanya sekedar isu
belaka. Kenyataan yang dirasakan oleh
saudara-saudara kita yang minoritas di
luar sana adalah pil pahit yang harus
ditelan kita semua. Hanya karena mereka
menunjukkan identitas sebagai muslim
lantas semua kejadian-kejadian buruk
dituduhkan ke mereka meski mereka
bukan pelakunya. Beberapa diantaranya
bahkan harus meninggalkan identitas
sebagai seorang muslim/ah (Contoh :
jilbab) agar tetap bisa hidup dengan
aman. Maka, sudah selayaknya kita
saudara seiman ikut bergerak dan
memperjuangkan hak-hak mereka
dengan cara apapun yang kita bisa. Tidak
perlu hal besar, mulailah dari lingkungan
sekitar dengan memperbaiki
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
pemahaman-pemahaman orang-orang di
sekeliling (yang belum paham) bahwa
tidak ada yang perlu ditakutkan dari
seorang muslim yang taat. Muslim yang
taat tak akan pernah melakukan terror,
tak akan menebar permusuhan dan tak
akan melakukan kejahatan. Karena
sejatinya apa yang diajarkan Islam itu
indah dan penuh cinta, maka seorang
muslim yang taat sudah pasti akan
berbuat sebaik mungkin terhadap
sesama.
ISLAMOPHOBIA (Bag. 3)
Islamofobia adalah sebuah kata, frase
atau istilah baru yang merujuk pada
prasangka atau diskriminasi terhadap
Islam atau Muslim. Istilah tersebut telah
dikenal pada tahun 1980-an. Runnymede
Trust, sebuah lembaga think tank dari
Inggris yang bergerak di bidang etnisitas
dan keragaman budaya, mendefinisikan
Islamofobia sebagai suatu ketakutan atau
kebencian terhadap semua muslim.
Landasan berpikir tersebut menimbulkan
perilaku diskriminasi terhadap muslim
dengan meminggirkan muslim dari
kehidupan ekonomi, sosial dan umum.
Hal tersebut juga menimbulkan persepsi
bahwa islam dilihat lebih inferior
dibandingkan Barat dan lebih merupakan
suatu ideology politik daripada agama.
Dampak Islamofobia turut
mewarnai di bidang kesehatan. Masih
segar di ingatan, yaitu larangan
menggunakan hijab syar’i pada dokter
perempuan muslim ketika berada di
ruangan operasi. Hal itu merupakan salah
satu bentuk diskriminasi terhadap
muslim. Seorang wanita, wajib mengikuti
perintah Allah dan syariat islam yang
berlaku, dimana terdapat aturan untuk
menggunakan hijab/ khimar yang syar’i
dalam melakukan aktivitas di luar tak
terkecuali dokter. Isu tentang pelarangan
tersebut menuai protes dari berbagai
pihak dan ormas Islam.
Tidak hanya larangan terhadap
dokter ketika di ruangan operasi. Salah
satu bukti, Rumah Sakit Siloam Makassar
membuat kebijakan tentang larangan
terhadap karyawati untuk mengenakan
jilbab ketika bekerja. Aturan tersebut,
menuai protes dari organisasi Islam
terbesar di Indonesia yaitu
Muhammadiyah. Ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sulawesi Selatan Prof
Ambo Asse mengatakan, Indonesia adalah
negara plural baik itu agama maupun
budaya.
“Indonesia ini negara yang beragama dan
tidak boleh melarang menjalankan
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
keyakinan agama seperti halnya jilbab
untuk seorang muslim. Itu kewajiban dan
tidak boleh diabaikan,” ujar Prof Ambo
Asse
Pihak Rumah Sakit Siloam pun
dihimbau untuk mencabut kebijakan
tersebut karena itu salah satu bentuk
diskriminasi terhadap Islam. Namun,
ketika di konfirmasi kepada pihak RS,
mereka menyangkal terkait isu yang
beredar.
Sumber :
http://www.jurnalmuslim.com/2016/03
/tetapkan-aturan-larangan-berjilbab-
rumah-sakit-siloam-makassar-mendapat-
teguran.html
lib.ui.ac.id/file?file=digital/123295-T%2024043-islamfobia%20di...pdf
ISLAMOPHOBIA (Bag. 4)
Ketakutan terhadap Islam atau biasa
disebut Islamophobia dinilai sebagai
suatu tindakan rasis terhadap muslim,
baik secara individu, kelompok maupun
organisasi. Biasanya, provokasi
Islamophobia terjadi karena
ketidaktahuan tentang Islam secara
benar.
Definisi Islamophobia tersebut
disampaikan oleh Dr. Michael Privot,
Director of the European Network Against
Racism (ENAR), saat menjadi pembicara
pada diskusi panel I di International
Conference of Islamic Scholars (ICIS) ke
IV di UIN Malik Ibrahim, Malang, Selasa
(24/11/2015).
Dr. Privot menyatakan, di Eropa sendiri
Islamophobia tersebat sangat luas dan
cepat. Salah satu faktor utamanya adalah
peran sosial media yang gencar
menyampaikan kebencian terhadap
Islam.
“Orang eropa menggunakan media untuk
menyebarluaskan isu yang salah tentang
Islam. Dan kebanyakan mereka tidak
sadar kalau hal itu dinilai mencemarkan,”
ungkapnya.
Korban Islamophobia sendiri di Eropa,
kata Dr. Privot, didominasi oleh kaum
wanita atau muslimah.
“70 persen korban dari Islamophobia
adalah wanita. Terutama dikarenakan
soal perbedaan cara berpakaian,” jelas
pria asal Belgia ini.
Menurutnya, Islamophobia tidak akan
pernah berhenti selama masih ada berita
tentang terorisme, ISIS, atau segala
sesuatu negatif yang dihubungkan dengan
Islam.
“Orang yang terjangkit Islamophobia juga
menyatakan bahwa Islam tidak cocok
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
untuk disatukan negara seperti republik,
parlemen,” terangnya.[1]
Selain itu di Amerika Serikat, survei yang
dilakukan YouGov di awal tahun ini
mengungkapkan kebencian warga AS
kepada Muslim. Data menunjukkan 55
persen responden memiliki sentimen
yang tidak mendukung perkembangan
Islam di Amerika Serikat.
Sentimen Islamophobia sebagian besar
dimiliki warga Amerika Serikat yang
memiliki profil berusia 45 tahun atau
lebih tua, pemilih Partai Republik, dan
berkulit putih. Selain itu, data tersebut
menunjukkan warga AS tak bisa
membedakan sikap untuk Islam dan
Muslim.
Selain itu, sikap warga Amerika terhadap
Muslim juga diukur Yougov. Dalam survei
itu responden mendapat pertanyaan:
Apakah secara personal mau bekerja
dengan seorang Muslim? Hasilnya, 74
persen menjawab tidak. Survei juga
menanyakan apakah responden mau
berteman dengan seorang Muslim dan
hasilnya 68 persen menjawab tidak.
Sedangkan 87 persen lainnya menjawab
tidak pernah masuk ke masjid.
Meski demikian, warga Muslim telah
cukup waspada dengan sikap negatif yang
ditujukan kepada mereka. Survei dengan
responden Muslim pada 2011
menunjukkan pengalaman negatif
merupakan hal umum. Sebanyak 28
persen responden tahun sebelumnya
mengatakan orang mencurigai mereka, 22
persen dipanggil dengan nama yang tidak
menyenangkan, dan 21 persen mendapat
pemeriksaan khusus di keamanan
bandara.
Selain itu, Pew memperkirakan bahwa
pada 2050, persentase warga Muslim
Amerika akan naik dari 0,9 persen
menjadi 2,1 persen.[2]
Salah satu bentuk nyata dari
islamophobia adalah ditembaknya
seorang dokter muslim saat akan sholat
subuh dimasjid AS. Sang korban diketahui
bernama Arslam Tajammul, dokter
spesialis mata berusia 30 tahunan. Ketika
itu ia disergap oleh para penyerang yang
dating dari salah satu blok perumahan di
sekitar masjid. Sang korban ditembak dua
kali oleh tiga penyerang yang
menggunakan masker. Sebelum
penembakan para pelaku meneriakan
kalimat rasis seperti “ Anda Muslim harus
kembali ke negara Anda.”
Islamophobia di negara Barat sangat
berpengaruh terutama pada kehidupan
sosial kaum muslim di negara tersebut.
Kebencian pada kaum muslim
mengakibatkan hiangnya kepercayaan
yang tentunya juga dirasakan oleh
dokter-dokter muslim di negara tersebut
terutama dokter muslimah yang
menggunakan jilbab.[3]
Namun, meningkatnya Islamophobia tak
hanya menimbulkan dampak negatif,
disamping itu semakin banyak non-
muslim yang semakin tertarik untuk
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
mempelajari Islam dan timbul berbagai
perawanan untuk melawan Islamophobia.
Salah satunya yang terjadi di Australia,
seorang dokter muslimah memutuskan
menggunakan jilbab untuk menghentikan
teror terhadap Islam, menurutnya
kekhawatiran terbesar adalah apakah
pasien masih percaya dan
menghormatinya yang membuat Ia ingin
menutupi identitasnya sebagai seorang
muslim. Namun setelah Ia menetapkan
untuk memakai jilbab, kenyataannya ia
tak pernah menghadapi kebencian dari
pasien-pasiennya.[2,4]
Referensi :
[1] Yahya G. Nasrullah. Dr. Michael Privot
: Islamophobia adalah tindakan rasis.
www.hidayatullah.com
[2] Asnan M. DAMPAK ISLAMOPHOBIA
TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL
MASYARAKAT DI JERMAN.
2017;5(2):419–34. ejournal.hi.fisip-
unmul.ac.id
[3] cnnindonesia.com
[4] Mi’raj Islamic News Gency (MINA).
www.mirajnews.com. Dokter Muslim
Australia Gunakan Jilbab Lawan
Islamophpbia.
Bentuk dan
Dampak
Islamophobia
yang Merajalela “Phobia dianggap sebagai bentuk khusus
ketakutan. Kecemasan dalam phobia
dialami apabila seseorang menghadapi
objek atau situasi yang ditakuti atau
dalam antisipasi akan menghadapi
kondisi tersebut. Sebagai tanggapannya,
orang menunjukkan tingkah laku
penghindaran yang merupakan ciri utama
semua phobia (De Clerq, 1994)”
Hasil pemilu dalam pemilihan Presiden
AS yang dimenangkan oleh Donald Trump
menciptakan gelombang yang luar biasa
dalam masyarakat. Banyak masyarakat
muslim yang khawatir kalau hasil ini akan
berpengaruh buruk terhadap mereka.
Menurut laporan, salah seorang inisiator
aksi menentang pembangunan masjid
berdalih: “Tidak ada agama selain Islam
yang banyak melakukan kekerasan,
kebencian, pembunuhan dan aksi
terorisme.” Di Finlandia, aksi anti Muslim
yang melonjak signifikan di dunia bisnis
dan pendidikan tidak banyak dicatat. para
politisi dari partai-partai kanan seperti
Partai Finlandia dan Muutos kerap
membuat pernyataaan Islamophobia
tentang pengungsi. Mereka menentang
migrasi dengan banner yang bergambar
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
wanita bermata biru sedang mengenakan
cadar dan bertuliskan, “Masa Depan
Finlandia?” dan “Kendalikan Migrasi”.
Disamping itu banyak blog dan berita
online yang mendorong Islamophobia.
Sebuah blog misalnya menuliskan: “Islam
bukanlah
agama, namun institusi politik”. Mereka
juga mengaitkan Islam dengan aksi
pedophilia.
Norwegia adalah salah satu negara Eropa
Utara dimana tindak Islamophobia dan
rasisme meningkat drastis setelah
serangan teroris di Eropa. Aksi protes
yang diilhami oleh
PEGIDA (kelompok anti Islam di Jerman)
terjadi di Oslo menyebarkan sentimen
anti Muslim. Seorang pria, 30 tahunan
yang diwawancarai reporter TV Swasta
TV2, Kadafi Zaman, penduduk Norwegia
berasal dari Pakistan mengatakan: “Disini
kami menunjukkan kebencian kami
kepada bajingan Muslim seperti anda.
Imigran kotor seperti anda,” sambil
meniupkan asap rokok ke muka reporter
tersebut.
Survey terbaru yang dilakukan
oleh Yayasan untuk Penelitian Politik,
Ekonomi dan Sosial (SETA) menunjukkan
peningkatan signifikan aktivitas
Islamophobia di jalanan, kehidupan
bisnis, media massa, lingkungan
politik pada 25 negara Uni Eropa dimana
ratusan Muslim di Eropa menghadapi ujar
kebencian dan serangan fisik dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam laporan
setebal 582 halaman, SETA menyebutkan
bahwa pasca serangan atas Charlie Hebdo
dan Saint Denis di Paris pada 2015 dan
krisis imigran menjadi titik balik
penyebaran Islamophobia dan ujar
kebencian di Uni Eropa.
Sebagai contoh dampaknya terhadap
Muslimah adalah menimpa salah satu
Muslimah asal California. Hani Khan,
nama muslimah tersebut, mengatakan
bahwa seorang manajer toko di Mall
Hillsdale di San Mateo, California,
mempekerjakannya ketika dirinya sudah
mengenakan jilbab. Hani Khan pun
diterima dan diperbolehkan tetap
mengenakan jilbab dengan syarat
warnanya senada dengan warna
perusahaan. Tapi, empat bulan kemudian,
wanita berusia 20 tahun itu mendapat
pertanyaan mengejutkan. Hani Khan
diminta oleh seorang manajer distrik dan
manajer sumber daya manusia apakah ia
bisa melepaskan jilbab saat bekerja. Hani
Khan diskors dan kemudian dipecat
karena menolak untuk melakukannya.
Islamophobia juga disebutkan sebagai
faktor pendorong kuat radikalisasi di
kalangan pemuda Muslim di Eropa. Belum
lagi dengan meningkatnya kasus rasis dan
kebencian terhadap masyarakat muslim
yang membuat banyak orang merasa iba.
Beberapa orang-orang muslim berusaha
meredakan Islamophobia dengan
menggelar kegiatan positif.
Sumber:
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
http://permatafm.com/home/survey-
Islamophobia-di-eropa-mencapai-tingkat-
yang-mengkhawatirkan-1/
(https://inet.detik.com/cyberlife/d-
3352920/proyek-foto-inspiratif-lawan-
trumps-Islamophobia)
(https://hizbut-
tahrir.or.id/2011/07/04/menolak-lepas-
jilbab-hani-khan-dipecat-dari-
kantornya/)
DAMPAK ISLAMOPHOBIA
TERHADAP DOKTER
MUSLIMAH
Islampohobia adalah ketakutan terhadap Islam.
Islamophobia tak luput dari kesalahan logika
berfikir. Hal ini dikarenakan masyarakat sendiri
tidak mengkaji, menyaring informasi, dan opini
yang masuk sehingga islamophobia pun dengan
mudah menghinggapi masyarakat bahkan kaum
muslimin sendiri. Ide islamophobia ini
dimunculkan dengan jalan menciptakan opini
negative tentang Islam sehingga Islam dijauhi
oleh masyarakat apalagi penganutnya sendiri.
Apalagi semenjak perang pemikiran terus
digaungkan oleh asing antara kapitalisme dan
Islam, dimana kapitalisme tidak menginginkan
adanya Islam sebagai ideologi penganutnya.
Kapitalisme ini menerapkan sistem dimana
pengembannya memiliki pemikiran yang sekuler
yaitu memisahkan agama dari kehidupan.
Padahal Islam merupakan agama yang
sempurna dan mewajibkan penganutnya
berideologi Islam. Sayangnya, ternyata saat ini
semakin banyak masyarakat yang sekuler
dengan memisahkan agama dan kehidupan
sehingga perang opini pun banyak dimenangkan
oleh orang-orang yang tak menginginkan Islam
bahkan memusuhinya. Sehingga, wajarlah jika
sekarang begitu banyak islamophobia
merambah di masyarakat dan dunia termasuk
Indonesia sendiri yang merupakan negara
mayoritas Islam.
Dampak islamophobia ini sangat dirasakan bagi
saudara-saudara kita di luar negeri sana yang
berada di lingkungan yang minoritas muslim.
Banyak perlakuan yang tidak manusiawi yang
diterima bahkan aktivitas keagamaan pun
mereka mendapat batasan. Lantas bagaimana
dengan kita yang berada di Indonesia yang
bermayoritas muslim? Ternyata tak jauh
berbeda walaupun secara keagamaan kita tidak
di batasi namun dampak islamophobia lambat
laun makin terasa dikalangan muslim sendiri.
Sebagai contoh adalah diskriminasi terhadap
muslimah yang bercadar, dan berhijab syar’I
yang diidentikkan dengan teroris.
Kemuslimahan dan KKIA FULDFK 2017
Pengaruh opini barat terhadap islamophobia
ternyata memiliki dampak yang besar terhadap
aktivitas muslim yang ingin menerapkan Islam
dalam kehidupannya. Salah satu provesi yang
juga merasakan dampaknya adalah dokter.
Dimana dokter adalah yang sangat dekat
dengan masyarakat. beberapa pasien yang
begitu aneh jika mendapat dokter muslimah
yang bercadar dan berhijab syari’i dengan
alasan mengklaim kelompok radikal ataupun
bahkan lebih parahnya jika pasien memberi cap
teroris pada dokternya. Hal ini jelas membuat
hubungan dokter dan pasien menjadi renggang.
Padahal dalam pengobatan harus ada
kerjasama yang baik dengan dokter dan pasien
agar diagnosis dan pengobatan bisa dilakukan
tepat.
Jika hal ini sudah terjadi, maka bagaimana cara
menyikapinya?
Saat ini kita berada di era perang pemikiran
dimana Islam selalu tersudutkan diberbagai
opini barat. Maka yang kita harus lakukan
adalah dengan menyampaikan kepada pasien
bahwa ideologi bukan seperti yang mereka
pikirkan dengan memberikan contoh dengan
akhlak yang baik, menyapa pasien dengan
ramah dan menjelaskan yang sesuai dengan
Islam, dengan begitu kita perlahan-lahan
menepis persepsi yang salah tentang Islam
kepada para pasien yang memiliki pemikiran
yang sekuler atau bahkan anti islam.