islamisasi sains dan sains islami

7
ISLAMISASI SAINS DAN SAINS ISLAMI KEKURANGAN DAN KELEBIHANNYA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Sains Dosen Pengampu: M. Wakhid Mustofa, M.Si. Disususn oleh: MUFLIHAN AHMAD KUNDRIASWORO 07610009 PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2010

Upload: muflihan-ahmad-kundriasworo

Post on 24-Jun-2015

196 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Pemikiran Islam

TRANSCRIPT

Page 1: Islamisasi Sains dan Sains Islami

ISLAMISASI SAINS DAN SAINS ISLAMI

KEKURANGAN DAN KELEBIHANNYADisusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Sains

Dosen Pengampu: M. Wakhid Mustofa, M.Si.

Disususn oleh:

MUFLIHAN AHMAD KUNDRIASWORO 07610009

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2010

Page 2: Islamisasi Sains dan Sains Islami

ISLAMISASI SAINS

Al Qur’an sendiri mengajukan definisi sains, sebagaimana dinyatakan dalam Surat Ar

Rachman. Lima ayat pertama surat Ar Rachman memberi definisi sains alternatif,

yaitu saat mendefinisikan al bayyan sebagai rangkaian informasi dari Allah swt.

tentang astronomi, biologi, dan kehidupan sosial. Model kognitif atau metodologi

sains alternatif bisa dirumuskan dengan memperhatikan surat Yunus : 5 yang

menggambarkan metodologi sains ini melalui perumpaman astronomi. Jika realisme

dan naturalisme dapat diibaratkan sebagai sebuah metode gerhana bulan (moon

eclipse) , dan idealisme sebagai gerhana matahari (sun eclipse), maka metodologi

alternatif ini adalah metode non-gerhana. Jika bulan melambangkan manusia, bumi

melambangkan alam, dan matahari melambangkan Sang Pencipta, maka gerhana

bulan menggambarkan penyembahan manusia atas alam semesta, sedangkan gerhana

matahari menggambarkan penuhanan manusia atas dirinya sendiri.

Lahirnya ilmu dalam Islam didahului oleh adanya tradisi intelektual yang tidak lepas

dari lahirnya pandangan hidup Islami. Akidah bukan sekadar melafalkan kalimat

asyhadu an-laa ilaaha illallah semata. Menurut Direktur Eksekutif Insist, Adnin

Armas MA, konsep ilmu adalah juga bagian dari akidah. Kalau cara berpikir

seseorang skeptif, maka ia akan menolak semuanya. Berkaitan dengan ilmu, kata dia,

Islam mengenal tradisi mutakallimun. Tradisi para ulama kita yang meletakkan

wahyu ini sebagai bahagian dari pada sumber ilmu. Tanpa pendekatan itu, kata dia,

maka sebagaimana sekarang yang sedang terjadi, yaitu sains dianggap sebagai satu-

satunya pengetahuan yang otentik dan ilmu pengetahuan hanya dikaitkan dengan

fenomena. Padahal bagi seorang Muslim, alam ini ada beberapa tahap, ada beberapa

level, bukan hanya dunia ini satu-satunya alam. Fenomena, menurut dia, tidak bisa

dijadikan ukuran kesimpulan, karena akan selalu berubah sesuai dengan

perkembangan zaman.

Dalam konteks yang spesifik, Islamisasi Sains menurut Dr Adi Setia, dosen sains

pada Islamic International University Malaysia (IIUM), bagi ilmuwan Muslim,

Page 3: Islamisasi Sains dan Sains Islami

pandangan kehidupan di alam mereka bersumberkan kepada Alquran dan hadis. ''Bagi

ilmuwan lain yang perhatian terhadap agama Kristen, Hindu, Budha, dan lain-lain,

pandangan alam mereka bersumberkan ajaran agama masing-masing,'' tandas Adi

Setia.

Sedangkan bagi ilmuwan sekuler, sambung redaktur Journal Islam and Science yang

terbit di Kanada ini, pandangan alam dan hidup mereka biasanya bersumberkan

pelbagai aliran falsafah humanisme sekuler seperti evolusionisme sosial, positifisme,

deisme dan lain-lain. ''Kalau kita memang ilmuwan Muslim yang perhatian terhadap

Islam, maka persoalan-persoalan berikut harus dijawab dengan sungguh-sungguh dan

terperinci,'' tegas Adi Setia.

Sedangkan Hamid Fahmy Zarkasyi, direktur Institute for the Study of Islamic

Thought and Civilization (Insist) dan juga direktur The Centre for Islamic and

Occidental Studies (CIOS) menjelaskan lahirnya ilmu dalam Islam didahului oleh

adanya tradisi intelektual yang tidak lepas dari lahirnya pandangan hidup Islam.

"Sedangkan kelahiran worldview Islam tidak lepas dari kandungan Alquran dan

penjelasannya dari Nabi Muhammad SAW," ujarnya.

Jika kelahiran ilmu dalam Islam dibagi secara periodik, kata dia, maka urutannya

terdiri dari pertama, turunnya wahyu dan lahirnya pandangan hidup Islam. Kedua,

adanya struktur ilmu pengetahuan dalam Alquran dan hadis. Ketiga, lahirnya tradisi

keilmuan Islam, dan keempat lahirnya disiplin ilmu-ilmu Islam.

Menurut putra pendiri Pondok Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo ini, periode

pertama turunnya wahyu harus dilacak dari periode Makkah dan Madinah. Dalam

konteks kelahiran pandangan hidup, periode Makkah adalah periode pembentukan

struktur konsep dunia dan akhirat sekaligus, seperti konsep-konsep tentang Tuhan dan

keimanan kepada-Nya, hari kebangkitan, penciptaan, akhirat, surga dan neraka, hari

pembalasan, baik dan buruk, konsep ilmu, nubuwwah, ibadah, dan lain-lain.

Periode kedua timbul dari kesadaran bahwa wahyu yang turun dan dijelaskan Nabi itu

telah mangandung struktur fundamental scientific wolrdview, seperti struktur konsep

Page 4: Islamisasi Sains dan Sains Islami

tentang kehidupan, dunia, ilmu pengetahuan, etika, dan tentang manusia yang

kesemuanya itu sangat potensial bagi timbulnya kegiatan keilmuan.

Sedangkan, periode ketiga adalah lahirnya tradisi keilmuan dalam Islam. ''Periode ini

merupakan konsekuensi logis dari adanya struktur pengetahuan dalam pandangan

hidup Islam," tambahnya. Seperti biasa karena suatu tradisi selalu melibatkan

masyarakat maka tradisi keilmuan Islam, seperti yang akan ditunjukkan nanti, juga

semestinya melibatkan komunitas keilmuan.

Page 5: Islamisasi Sains dan Sains Islami

SAINS ISLAMI

Selama empat dasawarsa terakhir, wacana Islamisasi sains atau sains Islam terus

bergulir, meski dalam intensitas yang beragam. Beberapa ilmuwan penggiat

islamisasi sains atau sains Islam terus berusaha merumuskan makna dari sains Islam

dan merencanakan program-program berkaitan dengan wacana tersebut.

Wacana ini muncul karena dirasa adanya kebingungan dari umat Islam dalam

merespon hegemoni sains Modern. Sir Syed Ahmed Khan mengatakan bahwa sains

tidak bertentangan dengan agama. Dengan nada yang agak berbeda Jamaluddin al-

Afghani dan Fazlur Rahman juga setuju. Baginya ilmu itu netral tergantung kepada

siapa yang menggunakannya. Sulit untuk mengatakan bahwa sains itu netral (value

free), karena dalam kenyataannya, teori bukanlah kesimpulan murni dari eksperimen.

Komitmen metafisik para ilmuwan memiliki pengaruh besar dalam pengembangan

maupun penafsiran dari teori-teori tersebut. Di sinilah relevansi sains Islam untuk

dibicarakan.

Sebagian orang mungkin akan membayangkan bahwa sains Islam akan memproduksi

mobil Islam, AC Islam, atau pesawat Islam. Atau sains Islam akan memunculkan

suatu persepsi akan sains Islam sebagai sains yang melibatkan pembahasan tentang

mukjizat-mukjizat Al-Quran atau hadis, atau sains yang membahas tentang cara-cara

yang mungkin untuk membuktikan adanya Tuhan, atau sains yang mencoba

menisbatkan asal-usul sains kepada para sarjana Muslim, dan sebagainya. Definisi-

definisi seperti ini memang terjadi dan sebagian saintis Muslim menggunakan

definisi-definisi ini. Namun, dengan definisi-definisi tersebut, akan terjadi

pendangkalan dan penyederhanaan sains itu sendiri.

Dalam kerangka jangka panjangnya, diperlukan pendidikan jangka panjang dengan

mendidik dan melatih para peneliti agar kreatif menerapkan prinsip-prinsip dalam

program-program tersebut ke dalam spesilisasi masing-masing agar tidak terjebak ke

dalam saintisme. Sains sejati adalah pengetahuan yang bermanfaat yang diarahkan

kepada melayani dan bukan untuk meruntuhkan cita-cita manusiawi.

Page 6: Islamisasi Sains dan Sains Islami

Perlu juga dikemukakan beberapa ambiguitas yang selama empat dasa warsa menjadi

kritik bagi sains Islam. Sekelompok orang Muslim kontemporer mempertanyakan

legitimasi sains Islam, karena bagi mereka terma ini tidak terdapat pada masa lalu.

Terhadap pernyataan ini, Osman Bakar menyatakan bahwa mereka (para saintis

Muslim masa lalu) tidak membutuhkan istilah sains Islam, karena kala itu mereka

tidak menghadapi berbagai tantangan sains “tak-Islami”. Istilah “Islami” dibutuhkan

manakala harus ada pembedaan antara sesuatu yang dipandang “Islami” dan yang

dipandang “tak-Islami”.

Beberapa ambiguitas sains Islam adalah mendefinisikan sains Islam ke dalam makna-

makna berikut:

1. Bahwa kegiatan ilmiah (eksperimen) harus dilakukan dengan cara baru yang khas

islami.

2. Bahwa penelitian fisika-kimia harus merujuk pada Al-Quran atau hadis.

3. Memberi penekanan pada mukjizat ilmiah Al-Quran.

4. Eksklusif dengan merujuk penemuan teori ilmiah lama.

5. Mengesampingkan semua hasil penelitian ilmiah kontemporer.

Definisi-definisi tersebut tidak bisa diterima dalam hal pendefinisian ulang sains

Islam, seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Begitu pula

tentang ke”netral”an dari sains.

Ambiguitas yang lain adalah bahwa sebagian sarjana memandang pekerjaan sains

hanya menggambarkan fenomena alam. Maka tidak perlu untuk melangkah keluar

dari batas-batas upaya ini dan memasuki spekulasi-spekulasi metafisika. Hal ini

dibenarkan bila para ilmuwan hanya menggambarkan fenomena saja. (Maka dalam

hal ini tidak ada artinya bila membedakan sains Islam dan non-Islam). Namun

kenyataannya tidak demikian. Sains tidak sekedar menggambarkan data-data yang

tidak saling terkait. Kecenderungan sains adalah untuk mengungkap keseluruhan

dunia fisik dan menemukan hubungan di antara bagian-bagiannya yang bersifat

universal. Maka komitmen-komitmen dan kecenderungan-kecenderungan metafisik

sangat berperan di sini.

Page 7: Islamisasi Sains dan Sains Islami

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Republika, Koran Harian, Edisi 14 Juli 2006, Jakarta

http://danielrosyid.com/islamisasi-sains-revisited.html diakses pada hari Selasa, 19

Oktober 2010 pada pukul 12.30

Hamid Fahmi Zarkasyi, Makna Sains Islam, dalam Jurnal Islamia, Vol. III No. 4.

Jakarta