islamisasi peradaban

20
ISLAMISASI PERADABAN By. Noname I. PENDAHULUAN Berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, kini jarak tidak lagi menjadi masalah yang berarti dalam dimensi hidup manusia. Dunia menjadi kecil. Siapapun bisa saling bercerita panjang lebar dari dua sisi dunia yang berbeda. Semua pekerjaan rutin bisa diselesaikan dengan cepat. Tapi ternyata itu tak membuat manusia mengaku lebih bahagia. Manusia menjadi miskin terhadap perasaan kemanusiaannya sendiri. Sains adalah sarana pemecahan masalah mendasar setiap peradaban. Ia adalah ungkapan fisik dari world view di mana dia dilahirkan. Kini ummat Islam hanya sebagai konsumen sains yang ada sekarang. Kalaupun mereka ikut berperan di dalamnya, maka – secara umum — mereka tetap di bawah kendali pencetus sains tersebut. Ilmuwan-ilmuwan muslim masih sulit menghasilkan teknologi-teknologi eksak — apalagi non-eksak — untuk menopang kepentingan khusus ummat Islam. Dunia Islam mulai bangkit (kembali) memikirkan kedudukan sains dalam Islam pada dekade 70-an. Pada 1976 dilangsungkan seminar internasional pendidikan Islam di Jedah. Dan semakin ramai diseminarkan di tahun 80-an. SIKAP KAUM MUSLIMIN SAAT INI TERHADAP BARAT a. APRIORI Sikap sebagian kaum muslimin yang menolak mentah-mentah terhadap nilai-nilai Barat beserta konsekuensi- konsekuensinya, sehingga mereka mengisolasi diri dari dinamika modernisasi sama sekali. Dampaknya adalah mereka PA 4A Page 1 8/28/2022

Upload: joko

Post on 06-Jun-2015

801 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Sains adalah sarana pemecahan masalah mendasar setiap peradaban. Ia adalah ungkapan fisik dari world view di mana dia dilahirkan.

TRANSCRIPT

Page 1: Islamisasi Peradaban

ISLAMISASI PERADABAN

By. Noname

I. PENDAHULUAN

Berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, kini jarak tidak lagi menjadi masalah yang berarti dalam dimensi hidup manusia. Dunia menjadi kecil. Siapapun bisa saling bercerita panjang lebar dari dua sisi dunia yang berbeda. Semua pekerjaan rutin bisa diselesaikan dengan cepat. Tapi ternyata itu tak membuat manusia mengaku lebih bahagia. Manusia menjadi miskin terhadap perasaan kemanusiaannya sendiri.

Sains adalah sarana pemecahan masalah mendasar setiap peradaban. Ia adalah ungkapan fisik dari world view di mana dia dilahirkan.

Kini ummat Islam hanya sebagai konsumen sains yang ada sekarang. Kalaupun mereka ikut berperan di dalamnya, maka – secara umum — mereka tetap di bawah kendali pencetus sains tersebut. Ilmuwan-ilmuwan muslim masih sulit menghasilkan teknologi-teknologi eksak — apalagi non-eksak — untuk menopang kepentingan khusus ummat Islam.

Dunia Islam mulai bangkit (kembali) memikirkan kedudukan sains dalam Islam pada dekade 70-an. Pada 1976 dilangsungkan seminar internasional pendidikan Islam di Jedah. Dan semakin ramai diseminarkan di tahun 80-an.

SIKAP KAUM MUSLIMIN SAAT INI TERHADAP BARAT

a. APRIORI

Sikap sebagian kaum muslimin yang menolak mentah-mentah terhadap nilai-nilai Barat beserta konsekuensi-konsekuensinya, sehingga mereka mengisolasi diri dari dinamika modernisasi sama sekali. Dampaknya adalah mereka mengalami kemunduran dan kejumudan serta keterasingan dalam kehidupan. Sikap ini tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah (lih. QS Ali-Imran 190-191), HR Turmudzi (Ilmu itu milik kaum muslimin yang hilang, dimana saja ia dapatkan maka ia lebih berhak atasnya) dan Sirah Nabi SAW serta Shahabat ra.

Sikap ini masih nampak pada sebagian kaum muslimin, seperti menolak mentah-mentah mempelajari ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat, sarana teknologi dan segala sesuatu yang bersumber dari Barat adalah haram. Sikap ini terlihat seperti pada sikap menolak speaker di sebagian mesjid, tidak mau menterjemahkan khutbah saat shalat Jum’ah, dan sebagainya.

b. PERMISIF

PA 4A Page 1 4/12/2023

Page 2: Islamisasi Peradaban

Ini merupakan sikap yang dominan di masyarakat, sikap menyerah kalah, tunduk patuh dan silau, sehingga menjiplak habis-habisan tanpa proses penyaringan lagi. Sikap ini diikuti dengan sikap memandang rendah terhadap semua yang berasal dan berbau Islam. Mereka menganggap hukum-hukum Islam telah ketinggalan jaman, mereka mengalami inferiority complex syndrome terhadap Islam. Sikap ini terutama dialami oleh sebagian kaum pemuda dan kaum intelektual muda yang dididik dg pengetahuan Barat tanpa dibekali dengan kerangka berfikir yang Islami. Dampaknya adalah terjadinya kerusakan disegala bidang kehidupan (korupsi, kolusi, sex-bebas, ectassy, tawuran, dan sebagainya), akibat keringnya bidang-bidang tersebut dari orang-orang yang memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai Islam.

c. SELEKTIF

Menerima dan melaksanakan proses filterisasi kebudayaan Barat dengan paradigma berfikir Islami, mana yang sesuai dengan hukum dan nilai Islam diambil dan mana yg bertentangan ditolak dan dijauhi. Ini merupakan pemahaman yang benar dan dianut oleh para cendekia dan pemikir muslim mutakhir, sejak era kebangkitan Islam akhir-akhir ini, yg dipelopori oleh Rasyid Ridha (Mesir), Muhammad Iqbal (Palestina), Muhammad Abduh (Mesir), Abul A’la Maududi (Pakistan) dan Hasan al-Banna (Mesir).

Menurut pemahaman ini bahwa ilmu pengetahuan yang bersumber dari Barat banyak yang bermanfaat, asal dibingkai dengan nilai-nilai Islami, karena ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut asalnya dipelajari ilmuwan Barat dari kaum muslimin juga.

II. ILMU PENGETAHUAN (SAINS) ISLAM

Secara umum, dikenal 4 kategori pendekatan sains Islam:

2.1. I’jazul Qur’an.

I’jazul Qur’an dipelopori Maurice Bucaille yang sempat “boom” dengan bukunya “La Bible, le Coran et la Science” (edisi Indonesia: “Bibel, Qur’an dan Sains Modern“).

Pendekatannya adalah mencari kesesuaian penemuan ilmiah dengan ayat Qur’an. Hal ini kemudian banyak dikritik, lantaran penemuan ilmiah tidak dapat dijamin tidak akan mengalami perubahan di masa depan. Menganggap Qur’an sesuai dengan sesuatu yang masih bisa berubah berarti menganggap Qur’an juga bisa berubah.

2.2. Islamization Disciplines.

Yakni membandingkan sains modern dan khazanah Islam, untuk kemudian melahirkan text-book orisinil dari ilmuwan muslim. Penggagas utamanya Ismail Rozi al-Faruqi, dalam bukunya yang terkenal, Islamization of Knowledge, 1982.

PA 4A Page 2 4/12/2023

Page 3: Islamisasi Peradaban

Ide Al-Faruqi ini mendapat dukungan yang besar sekali dan dialah yang mendorong pendirian International Institute of Islamic Thought (IIIT) di Washington (1981), yang merupakan lembaga yang aktif menggulirkan program seputar Islamisasi pengetahuan.

Rencana Islamisasi pengetahuan al-Faruqi bertujuan:

1. Penguasaan disiplin ilmu modern.2. Penguaasaan warisan Islam.3. Penentuan relevansi khusus Islam bagi setiap bidang pengetahuan modern.4. Pencarian cara-cara untuk menciptakan perpaduan kreatif antara warisan Islam dan

pengetahuan modern (melalui survey masalah umat Islam dan umat manusia seluruhnya).

5. Pengarahan pemikiran Islam ke jalan yang menuntunnya menuju pemenuhan pola Ilahiyah dari Allah.

6. Realisasi praktis islamisasi pengetahuan melalui: penulisan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam dan menyebarkan pengetahuan Islam.

2.3. Membangun sains pada pemerintahan Islami.

Ide ini terutama pada proses pemanfaatan sains. “Dalam lingkungan Islam pastilah sains tunduk pada tujuan mulia.” Ilmuwan Pakistan, Z.A. Hasymi, memasukkan Abdus Salam dan Habibie pada kelompok ini.

2.4. Menggali epistimologi1 sains Islam (murni).

Epistimologi sains Islam murni digali dari pandangan dunia dunia Islam, dan dari sinilah dibangun teknologi dan peradaban Islam. Dipelopori oleh Ziauddin Sardar, dalam bukunya: “Islamic Futures: “The Shape of Ideas to Come”” (1985), edisi Indonesia: “Masa Depan Islam, Pustaka, 1987).

Sardar mengkritik ide Al-Faruqi dengan pemikiran:

1. Karena sains dan teknologilah yang menjaga struktur sosial, ekonomi dan politik yang menguasai dunia.

2. Tidak ada kegiatan manusia yang dibagi-bagi dalam kotak-kotak: “psikologi”, “sosiologi”, dan ilmu politik.

3. Menerima bagian-bagian disipliner pengetahuan yang dilahirkan dari epistimologi Barat berarti menganggap pandangan dunia Islam lebih rendah daripada peradaban Barat.

Epistimologi: teori pengetahuan, titik dari setiap pandangan dunia. Pokok pertanyaannya: “Apa yang dapat diketahui dan bagaimana kita mengetahuinya”.

III. KONSEP ILMU PENGETAHUAN DAN PERADABAN DALAM ISLAM

PA 4A Page 3 4/12/2023

Page 4: Islamisasi Peradaban

Penemuan kembali sifat dan gaya sains Islam di zaman sekarang merupakan salah satu tantangan paling menarik dan penting, karena kemunculan peradaban muslim yang mandiri di masa akan datang tergantung pada cara masyarakat muslim masa kini menangani hal ini.

Dalam seminar tentang “Pengetahuan dan Nilai-Nilai” di Stocholm, 1981, dengan bantuan International Federation of Institutes of Advance Study (IFIAS), dikemukakan 10 konsep Islam yang diharapkan dapat dipakai dalam meneliti sains modern dalam rangka membentuk cita-cita Muslim.

3.1. Kesepuluh konsep ini adalah:

Paradigma Dasar: (1) tauhid — meyakini hanya ada 1 Tuhan, dan kebenaran itu dari-Nya. (2) khilafah — kami berada di bumi sebagai wakil Allah — segalanya sesuai keinginan-Nya. (3)`ibadah (pemujaan) — keseluruhan hidup manusia harus selaras dengan ridha Allah, tidak serupa kaum Syu’aib yang memelopori akar sekularisme: “Apa hubungan sholat dan berat timbangan (dalam dagang)”. Sarana: (4) `ilm — tidak menghentikan pencarian ilmu untuk hal-hal yang bersifat material, tapi juga metafisme, semisal diuraikan Yusuf Qardhawi dalam “Sunnah dan Ilmu Pengetahuan”.

Penuntun: (5) halal (diizinkan). (6)`adl (keadilan) — semua sains bisa berpijak pada nilai ini: janganlah kebencian kamu terhadap suatu kaum membuat-mu berlaku tidak adil. (Q.S. Al-Maidah 5 : 8). Keadilan yang menebarkan rahmatan lil alamin, termasuk kepada hewan, misalnya: menajamkan pisau sembelihan. (7) istishlah (kepentingan umum). Pembatas: (8) haram (dilarang). (9) zhulm (melampaui batas). (10) dziya’ (pemborosan) — “Janganlah boros, meskipun berwudhu dengan air laut”.

3.2. Tatanan Praktis

Dalam membangun dan mengejar perbaikan iptek dunia Islam, Sardar mengajukan 2 pemikiran dasar:

1. Menganalisa kebutuhan sosial masyarakat muslim sendiri, dan dari sinilah dirancang teknologi yang sesuai.

2. Teknologi ini dikembangkan dalam kerangka pandangan-dunia muslim.

Kenyataannya, sangat tidak mudah bekerja di luar paradigma yang dominan, lantaran kita masih terikat dan terdikte dengan disiplin-disiplin ilmu yang dicetuskan dari, oleh dan untuk Barat.

Namun paling tidak ada dua agenda praktis yang dapat dijadikan landasan: jangka pendek: membekali ilmuwan Islam dengan syakhshiyah Islamiyah, dan jangka panjang: perumusan kurikulum pendidikan Islam yang holistik.

PA 4A Page 4 4/12/2023

Page 5: Islamisasi Peradaban

Program perumusan kurikulum pendidikan Islam ini sudah mulai terlihat bentuknya di Indonesia, dengan lahirnya banyak sekolah sekolah Islam. Secara umum garis besarnya berlandaskan: SD: habitual; SMP: habitual dengan konsep; SMU: habitual dengan konsep dan ideologi. Diharapkan, anak anak yang dididik di sini, pasa saat memasuki universitas, sudah siap bertarung secara ideologi.

IV. PERBANDINGAN PERADABAN ISLAM dan BARAT DI ABAD PERTENGAHAN

4.1. SEBAGIAN SISI GELAP PERADABAN BARAT

Terjadinya pengadilan terhadap “Tikus” di pengadilan Autunne di Perancis abad ke-15, karena tikus dianggap “bersalah” telah memakan tanaman gandum.

Pengadilan dan hukuman mati yang dijatuhkan terhadap “Kucing” abad ke-15 di Inggris , dikarenakan diduga telah membantu para “tukang Sihir” dalam melakukan kejahatannya.

Pengadilan terhadap “Ayam yang bertelur” di pengadilan Palle, Swiss abad ke-14. Pengadilan dan pembunuhan besar-besaran kepada para ilmuwan seperti Nicholas

Copernicus dan Galileo Galilei karena mengemukakan teori Heliosentris, sementara teori yg berlaku saat itu adalah Geosentris (teori Claudius Ptolemeus). Tycho Brahe (seorang ilmuwan German) bahkan kehilangan sebelah telinganya karena berani menyatakan bahwa Venus memiliki fase-fase seperti bulan, dll.

Kesemuanya ini terjadi sehingga pada masa tersebut di Barat dikenal dengan nama “the Dark Ages”.

4.2. MUTIARA PERADABAN ISLAM

Keadilan Islam pada binatang (lawan dari kondisi di Barat di atas), pada masa Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz (sekitar tahun 800 M) sudah dibuat al-Marjul Akhdhar (badan sosial yang dibentuk untuk merawat binatang yang sakit dan tua, seperti Kucing, Kuda, dll), sebelum dunia terkagum-kagum pada kelompok Greenpeace.

Bahkan ada hadits-hadits tertentu yang memerintahkan untuk berbuat adil pada binatang, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Syaddad bin Aus ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat ihsan kepada segala sesuatu, maka apabila kamu menyembelih binatang maka sembelihlah dengan baik, yaitu dengan menajamkan pisaunya dan menenangkan hewan itu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hal ini menunjukkan bahwa jika saat ini ummat Islam terbelakang adalah karena kesalahan dan kebodohan ummat itu sendiri, bukan karena Islamnya yang tidak sesuai dengan perkembangan modernisasi, telah kita lihat bahwa Barat mempelajari pengetahuan modern dari ummat Islam.

V. BAHAYA PERADABAN BARAT MODERN

PA 4A Page 5 4/12/2023

Page 6: Islamisasi Peradaban

DR. Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Islam Peradaban Masa Depan (Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1996) menjelaskan beberapa sisi lemah peradaban Barat yang harus diwaspadai oleh kaum muslimin saat kaum muslimin berinteraksi dan mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat.

5.1. GERAKAN PEMBANGKANGAN TERHADAP MATERIALISME DI BARAT

Hippies dan Vegabond. Akibat kehausan spiritual dan materialisme konsumtif masyarakat Barat maka memunculkan gerakan pemberontakan terutama dikalangan kaum muda dengan pelarian kepada minuman keras, obat-obatan terlarang dan seks. Mereka ingin menghentikan kemajuan IPTEK yang harus dibayar dengan social cost yang sangat besar dan telah mengorbankan nilai-nilai fundamental kemanusiaan.

Fenomena Suicide, depressi. Majalah Times dalam judul Bunuh Diri di Kalangan Remaja AS. Pada tahun 1985 telah terjadi peningkatan bunuh diri 60 orang dari kalangan remaja dan 60 orang dikalangan orangtua dari setiap 100 ribu orang AS.

Kriminalitas dan ketakutan. Beberapa laporan tentang kondisi moralitas masyarakat Barat di AS saat ini antara lain sebagai berikut :o Empat dari 10 penduduk AS merasa terancam pembunuhan, pemerkosaan dan

penodongan.o Sejumlah 52% dari masyarakat kota merasa terancam dan mempersenjatai diri.

Sembilan dari 10 masyarakat AS mengunci pintu rumah mereka dengan kunci ekstra dan mengenali setiap tamu yang datang.

o Tujuh dari 10 masyarakat AS menutup jendela mobil ketika mengendarainya dan 6 dari 10 mereka menelpon ke rumah famili yang baru saja mengunjungi mereka untuk mengetahui keselamatan mereka. Mereka mendukung pemberian wewenang yang lebih pada polisi untuk melakukan tindakan yang lebih keras terhadap orang yang dicurigai.

o Bahkan 2 dari 3 orang menuntut diberlakukannya hukuman mati bagi penjahat dengan kekerasan.

5.2. PERINGATAN ILMUWAN BARAT MODERN

Alexis Carrel menyatakan dalam bukunya Man the Unknown : Peradaban modern ini tidak sesuai dengan kita, karena ia dibentuk dengan tidak mengenal tabiat kita yang sebenarnya. Meskipun ia diciptakan dengan jerih payah kita, namun ia tidak cocok dengan ukuran dan kondisi kita.

Renan Dupont dalam bukunya So Human an Animal menyatakan : Setiap ilmuwan mencemaskan generasi yang lahir dalam lingkungan sosial yang buruk dan tak terkendalikan yang telah kita ciptakan sendiri.

John Dewey menyatakan : Peradaban yang membiarkan ilmu pengetahuan menghancurkan moral masyarakatnya adalah peradaban yang menghancurkan dirinya sendiri.

PA 4A Page 6 4/12/2023

Page 7: Islamisasi Peradaban

Arnold Toynbee menyatakan : Peradaban ini telah mengelabui mereka dan menjual nyawa mereka dengan diganti oleh bioskop dan radio. Ini adalah pemiskinan rohani yang dilukiskan Plato sebagai masyarakat Babi.

Roger Geraudy dengan lebih keras menyatakan : Mereka (Barat) bekerja keras menanamkan ide tentang “bom demografi” kepada negara Ketiga yang tahun 2010 nanti tak akan sanggup dipikul oleh sumber alam dunia, sementara PBB melaporkan bahwa 84,7% sumber alam dunia dikonsumsi oleh negara kaya yang hanya 1/5 penduduk dunia dan hanya 1,4% yang dikuasai 4/5 penduduk dunia yang miskin. Seolah-olah mereka mau berkata kepada negara berkembang : Mulai sekarang kalian harus secara ketat membatasi kelahiran, agar kami dapat terus merampok dan memeras sumber alam kalian.

5.3. DEKADENSI MORAL

Permisifisme (paham serba boleh) merupakan pangkal dari kerusakan moral dan akhlaq ummat manusia saat ini, sehingga perlu diwaspadai dan ditangkal. Kehidupan yang individualistik dan bebas tanpa batas, sehingga menabrak aturan-aturan Islam serta tidak lagi memperhatikan halal dan haram telah menimbulkan akumulasi kerusakan yang belum pernah dialami sepanjang sejarah ummat manusia. Berbagai masalah psikososial bermunculan seperti depresi, stress, drop-out, terlibat pemakaian obat terlarang dan minuman keras, kehamilan pra-nikah, kekejaman fisik, tidak betah di rumah, tidak ingin diatur dan yang paling memprihatinkan adalah berbagai penyakit seksual seperti siphilis serta HIV/AIDS.

WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap hari jumlah infeksi baru bertambah 8.500 orang, 1000 diantaranya bayi dan anak-anak. Dan saat ini tidak ada sebuah negara pun yang benar-benar terbebas dari HIV/AIDS. Di Indonesia menurut WHO diperkirakan pada th 1997 sudah mencapai 35.000 - 50.000 orang, sementara menurut Komisi Penanggulangan AIDS nasional dan beberapa lembaga di UI diperkirakan sudah mencapai 40.000 - 100.000 orang yang terinfeksi AIDS.

5.4. KERETAKAN KELUARGA

No Child Double Income yaitu suatu ajaran dari materialisme yang menolak untuk memiliki anak berdasarkan banyak investasi yang harus dikeluarkan, artinya jika tidak punya anak maka pendapatan akan bisa dinikmati sepuasnya.

Children without Parents/broken home, yaitu fenomena anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian dari orangtuanya, sehingga mencari perhatian dengan menghambur-hamburkan uang, narkoba, tawuran, sex bebas, dan sebagainya.

Suami menuntut mantan istri dan sebaliknya. Fenomena kerusakan institusi keluarga di Barat sudah sedemikian parahnya, sehingga terjadinya saling tuntut antara suami istri yang bercerai (misalnya: kasus Jane Seymour, Jane Fonda, Kim Bassinger, Susan dan Joane Collins, perancang busana Mary Mc Vaden, dan bahkan diantara ”suami-istri” lesbian Martina Navratilova dengan “pasangannya”).

PA 4A Page 7 4/12/2023

Page 8: Islamisasi Peradaban

Ibu Sewaan. Hal lain yang mengerikan dari peradaban Barat yang sedang “sakit parah” adalah berkembangnya lembaga yang menyewakan “rahim” untuk menampung hasil pembuahan dari pasangan yang ingin punya anak, tapi “malas” mengandungnya. Menurut penelitian antara 1976-1986 ada 600 bayi yang dilahirkan melalui tabung dan wanita sewaan, diperkirakan masa datang “pusat penetasan” ini semakin berkembang karena 15% pasangan suami istri Amerika tidak subur dan mandul.

Keluarga sejenis. Salah satu rekomendasi keputusan dari Konferensi Modern Kependudukan dan Demografi Dunia di Kairo, adalah agar negara dunia khususnya negara berkembang mendorong “hak” para pasangan dari 1 jenis kelamin untuk “menikah” sebagaimana hak manusia lainnya. dan Berkembangnya “keluarga” 1 jenis kelamin ini jelas menentang fitrah manusia yang sehat dan menimbulkan sakit, baik fisik (diantaranya AIDS) maupun mental (abnormal) dan secara jelas ditentang dan diharamkan oleh Islam sampai akhir zaman (QS 26/165-166).

VI. MEGAPROYEK ISLAMISASI

Menjadikan peradaban Islam kembali hidup dan memiliki pengaruh yang mewarnai peradaban global umat manusia adalah salah satu gagasan dan proyek besar cendekiawan Syed Naquib Al-Attas. Seluruh hidupnya, ia persembahkan bagi upaya-upaya revitalisasi peradaban Islam, agar nilai-nilai yang di masa lalu dapat membumi dan menjadi 'ikon' kebanggaan umat Islam, dapat menjelma dalam setiap lini kehidupan kaum Muslim sekarang ini.

Seluruh daya upaya itu telah dan terus dilakukan oleh Syed Naquib Al-Attas, intelektual yang di masa kini menjadi salah satu menara keilmuan Islam modern. Proyek besarnya itu dikemasnya dalam 'Islamisasi Ilmu Pengetahuan' melalui lembaga pendidikan yang ia dirikan, yakni International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), Kuala Lumpur, Malaysia.

Guru Besar dalam bidang studi Islam di ISTAC-IIUM Kuala Lumpur ini lahir di Bogor, Indonesia, pada 5 September 1931. Moyang Naquib berasal dari Hadramaut (keturunan Arab Yaman). Dari garis ibu, Naquib keturunan Sunda, sekaligus memperoleh pendidikan Islam di kota Hujan itu.

Sementara dari jalur ayah, ia mendapatkan pendidikan kesusastraan, bahasa, dan budaya Melayu. Ayahnya yang masih keturunan bangsawan Johor itu, membuat Naquib memiliki banyak perhatian tentang budaya Melayu sejak muda. Tampaknya kedua orang tuanya ingin Naquib kecil mendalami ilmu di negeri jiran, Malysia. Lantaran itu, sejak usia 5 tahun, Naquib dikirim menetap di Malaysia. Di sinilah ia mendapatkan pendidikan dasarnya di Ngee Heng Primary School.

Namun, sejak Jepang menduduki Malaya pada pertengahan 40-an, Naquib kembali ke Indonesia dan melanjutkan pendidikan menengahnya di Madrasah Urwatul Wutsqa, Sukabumi. Ia tamat sekolah atas, dan kembali ke Malaysia. Naquib sempat

PA 4A Page 8 4/12/2023

Page 9: Islamisasi Peradaban

bergabung dengan dinas ketentaraan negeri itu, dan sempat pula dikirim untuk belajar di Royal Military Academy, Inggris.

Namun pada 1957, ia keluar dari militer dan melanjutkan studi di University Malaya. Selanjutnya, ia mengambil studi Islam di McGill University, Montreal, Kanada hingga meraih gelar master. Sementara strata doktoralnya ia raih dari School of Oriental and Africa Studies, University of London (1965). Ia lantas kembali ke Malaysia dan pernah memegang beberapa jabatan penting, antara lain Ketua Jurusan Kajian Melayu, University Malaya (UM).

Naquib sempat menjadi perhatian publik intelektual Malaysia dan mendapat tentangan keras beberapa kalangan ketika ia mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa resmi pengantar di sekolah. Saat itu, bahasa resmi pengantar adalah Bahasa Inggris.

Ia juga menentang keras penghapusan pengajaran bahasa Melayu-Jawi (yang ditulis dengan huruf Arab) di sekolah-sekolah dasar dan lanjutan. Kini, sistem tersebut masih diberlakukan di negeri jiran tersebut. Naquib memang memberi perhatian besar pada bahasa dan budaya Melayu. Ia ingin putra bumi (pribumi) benar-benar terdidik sehingga tidak menjadi obyek dari penjajahan kultural dunia Barat.

Selain itu, Naquib amat memberi perhatian besar pada bidang pendidikan Islam. Pada Konferensi Dunia Pertama Pendidikan Islam di Makkah, 1977, ia mengungkapkan konsep pendidikan Islam dalam bentuk universitas. Respons bagus muncul dan ditindaklanjuti oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang menjadi sponsor pendirian Universitas Islam Internasional (IIU) Malaysia pada 1984.

Tak hanya berhenti di situ, Naquib juga mendirikan ISTAC, lembaga pendidikan Islam yang dimaksudkan untuk merevitalisasi nilai-nilai peradaban Islam dan islamisasi ilmu pengetahuan. Lembaga ini sempat menjadi perhatian publik intelektual internasional dan dipandang sebagai salah satu pusat pendidikan Islam terpandang. Kamingnya, akibat tragedi 11 September 2001, pemerintah Malaysia bersikap berlebihan dan mencurigai beberapa pengajar sebagai pengembang gerakan Islam.

Akibatnya pemerintah negeri itu mengeluarkan keputusan menggabungkan ISTAC ke dalam UM, sebagai salah satu departemen tersendiri, dan tak lagi sebagai lembaga pendidikan Islam independen. Atas berbagai prestasinya itu, Naquib meraih banyak penghargaan internasional. Di antaranya, Al-Ghazali Chair of Islamic Thought.

Sebagai intelektual dan ilmuwan Muslim yang sangat dihormati dan berpengaruh, Selama ini Naquib dikenal sebagai pakar di bidang filsafat, teologi, dan metafisika. Gagasannya di sekitar revitalisasi nilai-nilai keislaman, khususnya dalam bidang pendidikan, tak jarang membuat banyak kalangan terperanjat lantaran konsep yang digagasnya dinilai baru dan karena itu mengundang kontroversi.

PA 4A Page 9 4/12/2023

Page 10: Islamisasi Peradaban

Salah satu konsep pendidikan yang dilontarkan Naquib, seperti ditulis dalam The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas (1998) yang telah di-Indonesiakan oleh Mizan (2003), yaitu mengenai ta'dib. Dalam pandangan Naquib, masalah mendasar dalam pendidikan Islam selama ini adalah hilangnya nilai-nilai adab (etika) dalam arti luas. Hal ini terjadi, kata Naquib, disebabkan kerancuan dalam memahami konsep tarbiyah, ta'lim, dan ta'dib.

Naquib cenderung lebih memakai ta'dib daripada istilah tarbiyah maupun ta'lim. Baginya, alasan mendasar memakai istilah ta'dib adalah, karena adab berkaitan erat dengan ilmu. Ilmu tidak bisa diajarkan dan ditularkan kepada anak didik kecuali orang tersebut memiliki adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam pelbagai bidang.

Sementara, bila dicermati lebih mendalam, jika konsep pendidikan Islam hanya terbatas pada tarbiyah atau ta'lim ini, telah dirasuki oleh pandangan hidup Barat yang melandaskan nilai-nilai dualisme, sekularisme, humanisme, dan sofisme sehingga nilai-nilai adab semakin menjadi kabur dan semakin jauh dari nilai-nilai hikmah ilahiyah. Kekaburan makna adab atau kehancuran adab itu, dalam pandangan Naquib, menjadi sebab utama dari kezaliman, kebodohan, dan kegilaan.

Dalam masa sekarang ini, lazim diketahui bahwa salah satu kemunduran umat Islam adalah di bidang pendidikan. Dari konsep ta'dib seperti dijelaskan di atas, akan ditemukan problem mendasar kemunduran pendidikan umat Islam. Probelm itu tidak terkait masalah buta huruf, melainkan berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang disalahartikan, bertumpang tindih, atau diporakporanndakan oleh pandangan hidup sekular (Barat).

Akibatnya, makna ilmu itu sendiri telah bergeser jauh dari makna hakiki dalam Islam. Fatalnya lagi, ini semua kemudian menjadi 'dalang' dari berbagai tindakan korup (merusak) dan kekerasan juga kebodohan. Lahir kemudian pada pemimpin yang tak lagi mengindahkan adab, pengetahuan, dan nilai-nilai positif lainnya. Untuk itulah, dalam amatan Naquib, semua kenyataan ini harus segera disudahi dengan kembali membenahi konsep dan sistem pendidikan Islam yang dijalankan selama ini.

Pada sisi lain, Naquib berpendapat bahwa untuk penanaman nilai-nilai spiritual, termasuk spiritual intelligent dalam pendidikan Islam, ia menekankan pentingnya pengajaran ilmu fardhu ain. Yakni, ilmu pengetahuan yang menekankan dimensi ketuhanan, intensifikasi hubungan manusia-Tuhan dan manusia-manusia, serta nilai-nilai moralitas lainnya yang membentuk cara pandang murid terhadap kehidupan dan alam semesta. Bagi Naquib, adanya dikotomi ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah tidak perlu diperdebatkan. Tetapi, pembagian tersebut harus dipandang dalam perspektif integral atau tauhid, yakni ilmu fardhu ain sebagai asas dan rujukan bagi ilmu fardhu kifayah.

Berkaitan dengan islamisasi ilmu pengetahuan, sosok Naquib amat mencemaskan perkembangan ilmu pengetahuan modern. Sosok ini termasuk orang pertama yang menyerukan pentingnya islamisasi "ilmu". Dalam salah satu makalahnya, seperti ditulis

PA 4A Page 10 4/12/2023

Page 11: Islamisasi Peradaban

Ensiklopedi of Islam, Naquib menjelaskan bahwa "masalah ilmu" terutama berhubungan dengan epistemologi. Masalah ini muncul ketika sains modern diterima di negara-negara muslim modern, di saat kesadaran epistemologis Muslim amat lemah.

Adanya anggapan bahwa sains modern adalah satu-satunya cabang ilmu yang otoritatif segera melemahkan pandangan Islam mengenai ilmu. Naquib menolak posisi sains modern sebagai sumber pencapaian kebenaran yang paling otoritatif dalam kaitannya dengan epistemologis, karena banyak kebenaran agama yang tak dapat dicapai oleh sains yang hanya berhubungan dengan realitas empirik. Pada tingkat dan pemaknaan seperti ini, sains bertentangan dengan agama. Baginya, dalam proses pembalikan kesadaran epistemologis ini, program islamisasi menjadi satu bagian kecil dari upaya besar pemecahan "masalah ilmu."

Naquib, seperti disinggung di atas, juga memberi perhatian besar pada nilai-nilai Melayu. Pemikir ini berpendapat, jati diri Melayu tak terpisahkan dengan Islam. Bahkan menurutnya, kemelayuan itu dibentuk oleh Islam. Bukti-bukti yang diajukannya bukan berdasarkan peninggalan-peninggalan fisik, tapi terutama berkaitan dengan pandangan dunia orang melayu.

Ia berpandangan, dakwah Islam datang ke wilayah Melayu sebagai "Islamisasi". Proses ini, ujarnya, berjalan dalam tiga periode dan tahap yang serupa dengan ketika Islam mempengaruhi Abad Pertengahn Eropa. Segenap apa yang dilakukan Naquib jelas menunjukkan komitmennya tentang upaya peradaban Islam tampil kembali ke permukaan dan mewarnai kancah pergaulan.

Hingga kini, Naquib masih terus menulis. Ia tergolong intelektual yang produktif. Puluhan buku telah ia tulis, antara lain: Rangkaian Ruba'iyat; Some Aspects of Shufism as Understood and Practised Among the Malays; Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh; The Origin of the Malay Sya'ir; Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of the Malay-Indonesia Archipelago.

Selain itu, ia juga menulis Islam Dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu; Risalah untuk Kaum Muslimin; Islam, Paham Agama dan Asas Akhlak; Islam and Secularism; The Concept of Education in Islam; The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul; dan The Meaning and Experience of Happiness in Islam.

Sebagian dari karyanya tersebut telah diterjemahkan ke beberapa bahasa, seperti Inggris, Arab, Persia, dan Indonesia. Di usianya yang uzur kini, pemikir yang banyak pengaruhnya dalam kancah intelektualisme kontemporer ini terus aktif merealisasikan gagasan dan pemikirannya melalui lembaga ISTAC.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Adil terhadap Barat

PA 4A Page 11 4/12/2023

Page 12: Islamisasi Peradaban

Masih banyak di antara kita yang tidak dapat memahami Barat secara adil. Seringkali superfisial atau simbolistis. Barat masih dianggap identik dengan kemajuan teknologi, bahasa Inggris, metodologi, dan sebagainya. Maka tidak aneh jika dengan cara berpikir ini akan menuduh sesesorang yang berbahasa Inggris, atau menggunakan teknologi Barat, sebagai terbaratkan. Prof Naquib Al Attas sendiri banyak menulis dalam bahasa Inggris dan tidak serta merta epistemologinya terbaratkan.

Barat sejatinya adalah peradaban. Dan matrik setiap peradaban adalah world view, cara pandang terhadap segala sesuatu (Peter Berger), agama atau kepercayaan (Samuel Huntington). Dalam world view ini terdapat konsep-konsep penting yang membentuk sebuah framework berpikir. Setiap peradaban memiliki world view sendiri-sendiri. Fukuyama mengakui world view Islam bertentangan dengan world view Barat liberal. Tampaknya Al Makin tidak sadar bahwa Barat melihat Islam sebagai world view. Karena itu ia melakukan simplifikasi terhadap makna Islam dan Welstanschaung (world view).

Bagi kami agar kita bersikap adil terhadap Barat, kita perlu melihat Islam-Barat sebagai world view. Justru dengan menggunakan matrik world view, pemahaman kita terhadap identitas Islam dan Barat menjadi lebih kompleks dan komprehensif. Di situ kita letakkan konsep-konsep dalam world view Barat dan world view Islam berhadapan-hadapan. Kemudian kita kaji dan analisis konsep-konsep itu secara ilmiah. Analisis yang cerdas akan menjawab pertanyaan apakah konsep-konsep Barat itu dominan dalam pemikiran Muslim atau konsep-konsep Islam yang dominan dalam pemikiran Barat. Jika yang yang terjadi adalah yang pertama maka asumsi kami adalah benar adanya kita terhegemoni.

7.2. Adil pada pembaruan Islam

Kritik kami terhadap gagasan pembaruan Islam tidak terbatas pada soal terminologi. Terminologi seperti sekularisasi, rasionalisasi, dan liberalisasi yang kami sebutkan hanya contoh kasus yang kebetulan popular. Yang utama adalah kerancuan konseptual di balik itu. Itu hanya menunjukkan rapuhnya bangunan epistemologi kita. Konsep rasionalisasi ala Barat seakan-akan mengungguli konsep tafakkur, tadabbur, tazakkur, ta'allum, tafaqquh, dan sebagainya dalam Islam yang sangat kompleks itu.

Kritik kami merujuk pada tradisi intelektual Islam. Proses negasi (radd, naqd, atau nafyu) dan affirmasi (ithbat) adalah esensi syahadat dalam Islam. Para ulama kita biasa mengritik, mengomentari, memberi solusi, menyeleksi, atau mengadapsi ide-ide Yunani, India, Persia, Kristen yang ada di lingkungan pemikiran Islam. Ini semua tentu melalui proses epistemologi.

Proses ini yang tidak kami temui dalam gerakan pembaruan Islam. Mungkin karena penguasaan terhadap khazanah ilmu pengetahuan Islam merosot, terhegemoni pengetahuan Barat atau pengetahuan Islam dari Barat (orientalis). Akhirnya Muslim gagal mengapresiasi konsep-konsep penting Islam dan sukses mengafirmasi konsep-

PA 4A Page 12 4/12/2023

Page 13: Islamisasi Peradaban

konsep Barat. Maka wajah pembaruan Islam pun tidak lebih dari justifikasi konsep-konsep Barat dengan mengais dalil-dalil Alquran dan hadis.

Ekstremnya, pembaruan Islam itu tidak juga akomodatif, tapi lebih cenderung konsumtif. Terlalu banyak mengonsumsi ide-ide luar, terlalu sedikit menggali ide-ide dari dalam khazanah pemikiran Islam. Memang benar Islam tidak steril dari anasir asing. Tapi perlu dicatat bahwa Islam bangun dengan tradisi intelektualnya sendiri, sebelum 'meminjam' konsep-konsep asing. "Tidak ada peradaban yang bebas dari proses pinjam meminjam dari peradaban asing", kata Prof Alparslan Acikgence pakar pemikiran Islam asal Turki. Tapi ingat, lanjutnya, peradaban yang dihegemoni oleh konsep-konsep asing lama kelamaan akan mati.

Jadi masalahnya bukan akomodatif atau tidak terhadap konsep asing. Tapi bagaimana proses epistemologi ketika kita mengadapsi dan mengakomodasi konsep-konsep asing tersebut. Agar adil di sini kita perlu tahu konsep-konsep Islam dan asing sekaligus.

7.3. Solusi masalah

Memahami Islam sebagai world view berarti menggunakan pembacaan Islam yang merujuk konsep-konsep seminal dalam Alquran, dan struktur konsep-konsep keilmuan dalam tradisi intelektual Islam. Untuk itu Muslim harus mampu membentuk konsep-konsep itu dalam bentuk jaringan atau struktur konsep dalam sebuah supersistem. Supersistem itu dapat disebut ru'yatul Islam li al wujud atau al tasawwur al Islami.

Apabila Islam dipahami sebagai ru'yatul Islam li al-wujud maka secara epistemologis kita memiliki kaca mata untuk melihat dan alat untuk mengadapsi konsep-konsep asing. Bahkan kemudian dapat merekonstruksi konsep-konsep asing manapun dengan pembacaan Islam. Al Attas menyebut proses ini dengan Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer. Suasananya tidak lagi hegemonik, tapi dialogis. Satu peradaban bisa menolak dan meminjam konsep dari peradaban lain tanpa paksaan dan campur tangan nafsu semata. Tetapi keharusan adanya kesesuaian dengan konsep tauhid : ilahiyah, rububiyah dan mulukiyah.

VIII. REFERENSI

Al-Ikhwan.net | 7 December 2005 | 5 Dzulqaidah 1426 H | Hits: 1,522 Abi AbduLLAAH

Duarsa, WN., AIDS dalam Ebers Papyrrus Jurnal Kedokteran FK-UNTAR.Jakarta. 1997.

Mulkhan, Abdul Munir. Dilema Madrasah di Antara Dua Dunia. Kompas. 23 November 2001.

Qardhawi, Y., Islam Peradaban Masa Depan. Pustaka al-Kautsar. Jakarta. 1996

PA 4A Page 13 4/12/2023

Page 14: Islamisasi Peradaban

Wan Mohd Nor, Wan Daud. Filsafat dan Praktik Pendidikan Syed M. Naquib Al-Attas. Mizan. 2003.

PA 4A Page 14 4/12/2023