islam sebagai way of life - · pdf filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... islam...

31
1 ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE Oleh: Saiful Amien, M.Pd 1 A. PENGERTIAN ISLAM Secara etimologis Kata `Islam berasal dari bahasa Arab. Akar katanya s-l-m ( ). Kata kerja bentuk pertamanya ialah salima ( ), artinya “merasa aman”, “utuh” dan “integral”. Kata kerja bentuk pertama ini tidak digunakan dalam al-Qur`an, tetapi ungkapan- ungkapan bahasa tertentu dari akar kata itu seringkali digunakan. Di antaranya ialah kata silm ( ) dalam surat al-Baqarah ayat 208 yang berarti “damai”; salam ( ) dalam surat az-Zumar ayat 29, dengan arti “utuh” sebagai lawan dari “pemilahan-pemilahan dalam bagian-bagian yang bertentangan”, juga dalam surat an-Nisa` ayat 91 yang juga digunakan dalam pengertian “damai”. Dengan demikian kata tersebut dalam al-Qur`an seringkali digunakan dengan makna “damai”, “aman” atau “ucapan salam” 2 . Kata kerja bentuk keempatnya ialah aslama ( ), artinya “ia menyerahkan dirinya” atau “memberikan dirinya”. Sering digunakan dalam ungkapan aslama wajhahu (“ia menyerahkan pribadi atau dirinya”) yang diikuti dengan lillah (“kepada Tuhan”) 3 . Ada pendapat lain yang menambahkannya dengan arti “memelihara dalam keadaan selamat sentosa, tunduk patuh dan taat” 4 . Kata `islam merupakan verbal noun (mashdar; kata benda verbal) dari bentuk keempat ini, yang berarti “penyerahan yang sesungguhnya” atau “keberserahan diri yang amat sangat”, “ketundukan dan ketaatan”. Muncul dalam al-Qur`an sebanyak enam kali 5 . Dengan pengertian kebahasaan tersebut, kata Islam dekat dengan arti kata agama (ad-Din) yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan 6 . Senada dengan itu Nurcholis Madjid menegaskan bahwa sikap pasrah kepada Tuhan merupakan hakikat Islam. Sikap ini tidak saja merupakan ajaran Tuhan kepada hamba-Nya, tetapi ia diajarkan oleh-Nya dengan disangkutkan kepada alam asli 1 Pengajar AIK di Universitas Muhammadiyah Malang 2 Fazlur Rahman, 1993, Metode Dan Alternatif Neomodernisme Islam, (terj. Taufiq Adnan Amal), Bandung: Mizan, hal. 95. lihat juga Maulana Muhammad Ali, 1980, Islamologi (Dinul Islam), Jakarta: Ikhtiar Baru-Van Hoeve, hal. 2. Ia mengartikan `islam dengan “selamat, sentosa dan damai” 3 Op.cit. 4 Nasruddin Razak, 1977, Dienul Islam, Bandung: al-Ma‟arif, hal. 56 5 Fazlur Rahman, op.cit., hal. 96. 6 Harun Nasution, 1979, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, Jakarta: UI-Press, hal. 9.

Upload: vonhi

Post on 02-Feb-2018

274 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

1

ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE

Oleh: Saiful Amien, M.Pd1

A. PENGERTIAN ISLAM

Secara etimologis

Kata `Islam berasal dari bahasa Arab. Akar katanya s-l-m ( ). Kata kerja

bentuk pertamanya ialah salima ( ), artinya “merasa aman”, “utuh” dan “integral”.

Kata kerja bentuk pertama ini tidak digunakan dalam al-Qur`an, tetapi ungkapan-

ungkapan bahasa tertentu dari akar kata itu seringkali digunakan. Di antaranya ialah

kata silm ( ) dalam surat al-Baqarah ayat 208 yang berarti “damai”; salam ( ) dalam

surat az-Zumar ayat 29, dengan arti “utuh” sebagai lawan dari “pemilahan-pemilahan

dalam bagian-bagian yang bertentangan”, juga dalam surat an-Nisa` ayat 91 yang juga

digunakan dalam pengertian “damai”. Dengan demikian kata tersebut dalam al-Qur`an

seringkali digunakan dengan makna “damai”, “aman” atau “ucapan salam”2.

Kata kerja bentuk keempatnya ialah aslama ( ), artinya “ia menyerahkan

dirinya” atau “memberikan dirinya”. Sering digunakan dalam ungkapan aslama

wajhahu (“ia menyerahkan pribadi atau dirinya”) yang diikuti dengan lillah (“kepada

Tuhan”)3. Ada pendapat lain yang menambahkannya dengan arti “memelihara dalam

keadaan selamat sentosa, tunduk patuh dan taat”4. Kata `islam merupakan verbal noun

(mashdar; kata benda verbal) dari bentuk keempat ini, yang berarti “penyerahan yang

sesungguhnya” atau “keberserahan diri yang amat sangat”, “ketundukan dan ketaatan”.

Muncul dalam al-Qur`an sebanyak enam kali5.

Dengan pengertian kebahasaan tersebut, kata Islam dekat dengan arti kata

agama (ad-Din) yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan

kebiasaan6. Senada dengan itu Nurcholis Madjid menegaskan bahwa sikap pasrah

kepada Tuhan merupakan hakikat Islam. Sikap ini tidak saja merupakan ajaran Tuhan

kepada hamba-Nya, tetapi ia diajarkan oleh-Nya dengan disangkutkan kepada alam asli

1

Pengajar AIK di Universitas Muhammadiyah Malang 2 Fazlur Rahman, 1993, Metode Dan Alternatif Neomodernisme Islam, (terj. Taufiq Adnan Amal),

Bandung: Mizan, hal. 95. lihat juga Maulana Muhammad Ali, 1980, Islamologi (Dinul Islam), Jakarta: Ikhtiar Baru-Van Hoeve, hal. 2. Ia mengartikan `islam dengan “selamat, sentosa dan damai”

3 Op.cit. 4 Nasruddin Razak, 1977, Dienul Islam, Bandung: al-Ma‟arif, hal. 56 5 Fazlur Rahman, op.cit., hal. 96. 6 Harun Nasution, 1979, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, Jakarta: UI-Press, hal. 9.

Page 2: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

2

(fitrah) manusia. Dengan kata lain ia diajarkan sebagai pemenuhan alam manusia,

sehingga pertumbuhan perwujudannya pada manusia selalu bersifat dari dalam

(internal), tidak tumbuh apalagi dipaksakan dari luar, karena cara yang demikian

menyebabkan Islam tidak otentik, karena kehilangan dimensinya yang paling mendasar

dan mendalam, yaitu kemurnian dan keikhlasan7.

Subjek (fa`il; partisipan aktif) dari aslama ialah muslim ( ). Baik dalam

bentuk tunggal, dua atau jamak kata muslim sering muncul dengan pengertian

“seseorang yang menyerahkan dirinya kepada (hukum) Tuhan”. Dalam surat Alu Imran

ayat 83, alam semesta dikatakan sebagai muslim sebab ia mematuhi hukum-hukum

Tuhan8.

Menurut Fazlur Rahman, kata `islam dan muslim selalu digunakan oleh al-

Qur`an kadang dalam makna harfiahnya, yakni “menyerah” atau “orang yang

menyerahkan dirinya kepada (hukum) Tuhan, kadang juga dalam makna sebagai nama-

diri untuk pesan keagamaan yang dikumandangkan oleh al-Qur`an dan bagi komunitas

yang menerimanya. Bahkan dalam surat al-Hajj /22:78, pesan keagamaan ini

dinisbatkan kepada Ibrahim, yang dikatakan telah memberikan nama Muslim kepada

komunitas yang menerima pesan al-Qur`an ini. Maka nyatalah bahwa Islam di masa

Madinah, selain bermakna harfiah, telah direifikasi menjadi nama agama yang dibawa

oleh Muhammad SAW. Dan muslimun menjadi komunitas formal yang memeluk Islam

(lihat QS. 5:111).

Selanjutnya Rahman menjelaskan, bahwa ada dua hal penting untuk disimak

sehubungan dengan istilah islam. Pertama, bahwa islam integral dengan iman.

“Penyerahan” kepada Tuhan, dalam karakteristiknya yang hakiki, adalah mustahil

tanpa iman. Bahkan kedua kata ini pada dasarnya adalah sama dan telah digunakan

secara ekuivalen dalam banyak bagian al-Qur`an9.

Kedua, islam merupakan pengejahwantahan lahiriah, konkret dan terorganisasi

dari iman, melalui suatu komunitas normatif. Karena itu, anggota-anggota komunitas

ini harus didasarkan pada iman dan cahayanya, dan –sebaliknya- cahaya iman

7 Nurcholis Madjid, 1992, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Tela‟ah Kritis tentang Masalah

Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Jakarta: Paramadina, hal. 426. 8 Lihat juga Nazaruddin Razak, op.cit., dengan nada yang sama ia menyebutnya sebagai orang yang

berserah diri, patuh dan taat. juga lihat Abuddin Nata, 1999, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, hal. 62. Ia menyebut muslim sebagai orang yang taat, menyerahkan diri dan patuh kepada Allah swt. yang selanjutnya orang tersebut akan dijamin keselamatannya di dunia dan akherat.

9 Lihat QS. 3:52, 10:84, 5:111, 43:69, 28:52-53.

Page 3: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

3

semacam itu harus menjelma keluar sendiri melalui komunitas ini. Seseorang mungkin

saja mempunyai iman, tetapi iman tersebut bukanlah iman sejati dan sepenuhnya

kecuali jika ia diekspresikan secara islami dan dijelmakan melalui suatu komunitas

yang semestinya, suatu komuitas yang muslim (berserah diri) dan Muslim10.

secara terminologis

Ada beberapa ulama dan pemikir Islam yang memberikan pengertian Islam

secara terminologis, di antaranya ialah Syaikh Mahmud Syaltut. Ia memberikan

pengertian Islam sebagai agama yang disyariatkan oleh Allah melalui nabi-Nya

Muhammad SAW. untuk disampaikan dan diajarkan kepada seluruh manusia11.

Harun Nasution memberikan pengertian Islam sebagai agama yang ajaran-

ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui nabi Muhammad

SAW sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya

mengenal satu segi, tatapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia12.

Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama

perdamaian, di mana dua ajaran pokoknya yaitu keesaan Tuhan dan kesatuan atau

persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa Islam selaras benar dengan

namanya. Islam bukan saja sebagai agama seluruh Nabi Allah, melainkan pula sebagai

hakikat ketundukan dan keberserahan diri alam semesta kepada hukum Tuhan13.

Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam putusannya memberikan pengertian

agama Islam sebagai apa yang telah disyariatkan Allah dengan perantaraan para Rasul-

Nya berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia dan

akhirat mereka. Sedangkan agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW

adalah apa yang telah diturunkan oleh Allah dalam al-Qur`an dan termuat dalam

sunnah shahihah berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kemaslahatan manusia

di dunia dan akhirat mereka14.

Di kalangan masyarakat Barat, Islam sering diidentikkan dengan istilah

Muhammadanism dan Muhammedan. Peristilahan ini merupakan bentuk analog

dengan nama agama di luar Islam yang pada umumnya disandarkan pada nama

10

Fazlur Rahman, op.cit., hal. 96-102. 11

Syeikh Mahmud Syaltut, 1967, Islam Sebagai Aqidah dan Syari‟ah, (terj. H. Bustami dkk.), Jakarta, hal. 15.

12 Harun Nasution, Op.Cit., hal. 24

13 Ali, op.cit., lihat hal. 2-7.

14 Seperti yang dikutip oleh Abdullah Ali dkk, 1994, Studi Islam I, Surakarta: PSIK-UMS, hal.39 dari

Himpunan Putusan Tarjih, Yogyakarta: PP. Muhammadiyah

Page 4: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

4

pendirinya. Di Persia umpamannya ada agama Zoroaster. Agama ini disandarkan pada

pendirinya Zarathustra (w.583 SM). Selanjutnya terdapat agama Budha yang

dinisbahkan kepada tokoh pendirinya Sidharta Gautama Budha (lahir 560 SM).

Demikian pula agama Yahudi yang disandarkan pada orang-orang yahudi (Jews), asal

nama dari negara Juda (Judea) atau Yahudi. Juga agama Kristen yang dinisbahkan

kepada Jesus Kristus.

Penyebutan Muhammadanism atau Muhammedan untuk agama Islam bukan

saja tidak tepat, tetapi secara prinsipil salah. Peristilahan itu bisa mengandung arti

bahwa Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad seperti

yang terdapat dalam agama Budha atau Kristen. Atau peristilahan itu juga bisa

membawa pengertian bahwa agama Islam hanya untuk bangsa atau komunitas tertentu

yang berkaitan dengan Muhammad, seperti agama Yahudi untuk bani Israel atau

bangsa Yahudi.

Analogi nama dengan agama-agama lainnya jelas tidaklah mungkin bagi Islam.

Karena pertama, agama Islam bersumber dari wahyu yang datang dari Allah SWT.

Bukan dari manusia, bukan pula Muhammad. Posisi Nabi SAW dalam agama Islam

diakui sebagai manusia yang ditugasi untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada

ummat manusia. Dalam proses penyebarannya peranan Nabi terbatas hanya memberi

keterangan, penjelasan, uraian dan contoh prakteknya. Tidak lebih. Kedua, Islam

bersifat universal, rahmatan lil alamin, untuk siapa saja, tidak terbatas komunitas atau

bangsa tertentu seperti agama-agama sebelum Islam, muthabiqun likulli zaman wa

makan, menembus batas ruang dan waktu, sesuai untuk manusia kapan dan di mana

saja15.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa: Islam, dilihat dari misi

ajarannya berarti semua agama Allah (wahyu Allah) yang diturunkan kepada para Rasul

(utusan) Allah sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad16.

Namun demikian perlu ditegaskan di sini, bahwa sungguhpun para Nabi

tersebut telah menyatakan diri sebagai muslim dan mengajarkan misi keislaman

(keberserahan diri secara total kepada Allah), akan tetapi agama yang mereka bawa itu

secara resmi tidak disebut agama Islam. Agama yang dibawa Nabi Isa umpamanya,

15

Lihat Abuddin Nata, Op.Cit., hal. 64-65. Juga Nasruddin Razak, Op.Cit., hal. 55. Dan juga Huston Smith, 1985, Agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 254.

16 Mengenai hal ini bisa dilihat pada: QS. asy-Syuura (42):13, al-Baqarah (2):136 dan ayat-ayat lainnya

yang senada.

Page 5: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

5

tidak disebut Islam tetapi Nasrani, yaitu nama yang dinisbahkan kepada tempat

kelahiran Nabi Isa, Nazaret.

Secara istilah, yang resmi disebut sebagai agama Islam ialah agama yang

diwahyukan (berupa al-Qur`an) oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW,

khotimul anbiya` (penutup para Nabi) untuk disampaikan dan diajarkan kepada

seluruh manusia sebagai penyempurna misi keislaman yang diajarkan oleh Nabi-Nabi

sebelumnya.

Meskipun pada periode Makkah ayat-ayat al-Qur`an telah menyebut Islam baik

sebagai “menyerah kepada Tuhan” maupun sebagai agama konkret, namun penyebutan

Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi

pada periode Madinah, atau setelah umat Islam menjadi sebuah komunitas Muslim di

Madinah. Hal ini untuk membedakan umat Islam dengan orang-orang Yahudi dan

Nasrani yang telah menyimpang dari ke”islam”an mereka17.

B. SUMBER AJARAN ISLAM

Pada umumnya, ulama mengajarkan bahwa sumber agama Islam ada empat,

yaitu Qur`an, Sunnah, `Ijma‟ (kesepakatan pendapat di antara jama‟ah muslimin) dan

Qiyas (penggunaan akal). Qur`an dan sunnah (atau hadits) disebut al-Adillah al-

Qoth‟iyyah, dalil yang mutlak benar. Sedang `ijma‟ dan qiyas disebut al-Adillah al-

Ijtihadiyyah, dalil yang diperoleh dengan jalan ijtihad.

17

Mengenai hal ini dapat dirujuk pada ayat-ayat yang turun pada periode madinah, diantaranya ialah :

Jalan kepatuhan (“din” atau “agama”) yang sebenarnya bagi tuhan adalah islam; orang-orang yang

telah diberi al-kitab (sebelumnya: yakni orang-orang yahudi dan kristen) tidak berselisi antara satu dengan yang lainnya kecuali setelah pengetahuan (yang nyata: yakni wahyu) datang kepada mereka, yang mereka perselisihkan antara satu dengan yang lainnya” (QS. Alu-Imron (3): 19) Setelah sebuah kritik terhadap hal-hal yang dianggap al-qur`an sebagai kepercayaan-kepercayaan musyrik orang-orang yahudi dan kristen, al-Qur`an menyatakan: mereka ingin memadamkan cahaya

Tuhan (yakni “islam”= Islam) dengan (meniupnya dengan) mulut-mulut mereka, tetapi Tuhan tidak menghendakinya kecuali lebih menyempurnakan cahaya-Nya untuk penghinaan terhadap kafirun (orang-orang yang menolak kebenaran). dialah yang mengutus rasul-nya dengan petunjuk dan jalan kepatuhan yang benar (din al-haqq), sehingga dia dapat memenangkannya atas seluruh jalan kepatuhan (yang palsu) untuk menghina para penyembah berhala” (QS. at-Taubah (9):32-33) Dari ayat-ayat di atas, mereka dipersalahkan karena telah mendistorsikan ajaran –ajaran asli mereka, maka terpecahlah mereka dalam sekte-sekte, mulai menyimpang dan mudah terserang syirk (“menempatkan diri seseorang atau sesuatu bersama-sama dengan Tuhan”), disebabkan oleh sikap keras kepala yang disengaja (baghy); karena itu, mereka bukanlah muslimin sebab mereka tidak dapat berserah diri kepada kebenaran. Pada basis inilah al-Qur`an mengeluarkan orang-orang Yahudi dan Kristen dari sebutan hanif (orang yang benar-benar beriman kepada Tuhannya) yang diterapkannya kepada Ibrahim, kepada nabi-nabi lainnya beserta pengikut-pengikut mereka dan, akhirnya, diterapkan kepada Muhammad beserta pengikut-pengikut kontemporernya (yang diwajibkan menjadi hanifun), sebab nabi-nabi dan pengikut mereka ini adalah monoteis-monoteis yang tidak menyimpang, nonsetarian. Lihat juga QS. 6:160-164, 30:30-32, dan 98:4-5. Fazlur Rahman, Op.Cit., hal. 99-100.

Page 6: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

6

Tetapi karena –menurut pengakuan ulama- `ijma‟ dan qiyas itu didasarkan atas

Qur`an dan hadits, sedang hadits itu sendiri merupakan penjelasan Nabi SAW terhadap

Qur`an, maka Qur`an Suci benar-benar merupakan asas hakiki, yang di atas itu berdiri

bangunan Islam, dan merupakan satu-satunya dalil yang mutlak dan menentukan

dalam setiap pembahasan yang berhubungan dengan ajaran Islam; dan tak salah jika

dikatakan bahwa Qur‟an adalah satu-satunya sumber utama yang darinya diambil

segala ajaran dan amalan agama Islam18.

Di sini akan dibahas tentang sumber utama ajaran Islam (al-Adillah al-

Qath‟iyyah). Pertama, al-Qur`an. Kedua, as-Sunnah, dan kemudian diakhiri dengan

pembahasan tentang `ijtihad dalam Islam.

I. AL-QUR`AN

Pengertian al-Qur`an

Di kalangan ulama ada perbedaan pengertian etimologis (bahasa) mengenai al-

Qur`an. Asy-Syafi‟i misalnya mengatakan bahwa al-Qur`an tidak berasal dari akar kata

apapun, dan tidak pula ditulis dengan hamzah. Lafadz tersebut sudah lazim digunakan

dalam pengertian kalam Allah (firman Tuhan) yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW.

Lain dari itu, banyak juga ulama yang mencoba mengembalikan lafadz Qur`an

pada akar kata tertentu. Al-Farra` misalnya, menyebut bahwa lafadz Qur`an berasal

dari kata qara`in, jamak dari kata qarinah yang berarti “kaitan”, karena dilihat dari

segi makna dan kandungannya ayat-ayat al-Qur`an itu satu sama lain saling berkaitan.

Selanjutnya al-Asy‟ari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafadz itu diambil dari

akar kata qarn yang berarti “menggabungkan sesuatu atas yang lain”, karena surah-

surah dan ayat-ayat al-Qur`an satu dan lainnya saling berkaitan19.

Sementara itu ada juga yang menyebut Qur`an sebagai isim masdar (verbal

noun) dari akar qara`a, yang makna aslinya ialah “mengumpulkan dan menghimpun”.

Kata ini berarti pula “membaca”, karena dalam membaca, huruf dan kata-kata

dihubungkan satu sama lain menjadi susunan kalimat. Sehingga qur`an seringkali

18 Maulana Muhammad Ali, 1980, Islamologi (Dinul Islam), terj. R. Kaelan & H.M. Bachrun Jakarta: PT.

Ichtiar Baru – Van Hoeve, hal.13 19 Subhi As-Shalih, 1991, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur`an (terj.), Jakarta: Pustaka Firdaus, hal.9

Page 7: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

7

disamakan dengan qira`at (penamaan maf‟ul dengan masdar), yang berarti “bacan”,

yakni himpunan huruf dan kata-kata dalam suatu ucapan yang tersusun rapi20.

Senada dengan uraian di atas Farid Esack, seorang Doktor di bidang Tafsir al-

Qur`an Universitas Western Cape-Afrika Selatan, menyimpulkan bahwa secara harfiah

al-Qur`an berarti “bacaan”, “pengucapan” atau “kumpulan”. Ada baiknya kita ikuti

uraian Esack:

“Mayoritas pemikir Arab sepakat bahwa kata qur`an adalah bentuk lampau yang berasal dari akar kata Arab qara`a yang berarti “ia membaca”, atau kata sifat dari qarana, “ia menghimpun atau mengumpulkan”. Di dalam al-Qur`an sendiri, kata qur`an dipakai dalam arti “membaca” (QS. Al-Isra` (17):93), “mengucap” (Al-Qiyamah (75): 18), dan “sebuah kumpulan” (QS. Al-Qiyamah (75): 17)…”21

Adapun pengertian al-Qur`an dari segi istilah, Abd al-Wahhab al-khallaf

menjelaskan bahwa, ia merupakan firman Allah yang diturunkan kepada hati

Rosulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui Jibril dengan menggunakan lafadz

bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia

benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk

kepada mereka dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah

kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushhaf, dimulai dari surat al-

Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir

dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan

dan pergantian22.

Pewahyuan al-Qur`an

Dari pengertian di atas, tampak bahwa dalam paham dan keyakinan umat Islam,

al-Qur`an sebagai Kitab Suci, mengandung sabda Tuhan (kalam Allah), yang melalui

wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammada SAW.

Dalam al-Qur`an dijelaskan wahyu ada tiga macam. Seperti yang tertera dalam

QS. Asy-Syura [42]:51:

“Tidaklah dapat terjadi pada manusia bahwa Tuhan berbicara dengannya kecuali melalui wahyu, atau dari belakang tabir, ataupun melalui utusan yang dikirim;

20 Manna‟ Khalil al-Qattan, 1996, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an (terj.), Bogor: Litera Antar Nusa, hal. 16.

Lihat juga Ali, Op.Cit. 21 Farid Esack, 2000, Al-Qur`an, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan yang Tertindas, ter. Watung A

Budiman, Bandung: Mizan, hal. 85. 22 Abd al-Wahhab al-Khallaf, 1972, Ilmu Ushul al-Fiqh, Jakarta: al-Majlis al-`Ala al-Indonesia li al-

Da‟wah al-Islamiyah, cet.IX, hal. 23.

Page 8: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

8

maka disampaikanlah kepadanya dengan sizin Tuhan apa yang dikehendakinya. Sesungguhnya Tuhan Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Demikianlah Kami kirimkan kepadamu ruh atas perintah kami”.

Wahyu dalam bentuk pertama adalah pengertian atau pengetahuan yang tiba-

tiba dirasakan seseorang timbul dalam dirinya; timbul dengan tiba-tiba sebagai suatu

cahaya yang menerangi jiwanya. Maulana Muhammad Ali menyebutnya dengan makna

aslinya sebagai al-`Isyarat as-sari‟ah, isyarat yang cepat yang dimasukkan dalam kalbu

seseorang23. Kedua, wahyu berupa pengalaman dan penglihatan dalam keadaan tidur

atau dalam keadaan trance, rukyat atau kasyf (vision). Ketiga, wahyu dalam bentuk

yang diberikan melalui utusan atau malaikat, yaitu Jibril, dan wahyu serupa ini

disampaikan dalam bentuk kata-kata.

Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammada SAW adalah wahyu dalam

bentuk ketiga seperti yang dijelaskan oleh al-Qur`an: “Sesungguhnya ini adalah

wahyu Tuhan semesta alam, dibawa turun oleh ruh setia ke dalam hatimu agar

engkau dapat memberi ingat dalam bahasa Arab yang jelas” (QS. Asy-Syu‟ara` [26]:

192-193)

Selanjutnya:

“Katakanlah, ruh suci membawakannya turun dengan kebenaran dari

Tuhanmu, untuk meneguhkan (hati) orang yang percaya dan untuk menjadi petunjuk

serta kabar gembira bagi yang berserah diri” (QS. An-Nahl [16]:102)

Bahwa yang dimaksud dengan ruh setia atau ruh suci adalah Jibril:

“Katakanlah siapa yang menjadi musuh Jibril, maka ialah yang sebenarnya

membawanya turun ke dalam hatimu dengan seizin Tuhan untuk membenarkan apa

yang (datang) sebelumnya dan untuk menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi

orang-orang yang percaya” (QS. Al-Baqarah [2]: 97)

Hadits-hadits juga menjelaskan bahwa wahyu yang disampaikan kepada Nabi

Muhammad adalah melalui Jibril. Dalam suatu hadits, „Aisyah mengemukakan

bagaimana Jibril merangkul Nabi hingga beliau merasa kesakitan ketika menerima

wahyu yang pertama.

23 Ali menjelaskan: sebenarnya inilah yang dimaksudkan dengan perihal para nabi atau orang tulus

berbicara di bawah bimbingan dan pengaruh Roh Suci, dalam hal ini suatu pengertahuan disampaikan dalam kalbu, dan persoalan yang tengah dihadapinya itu menjadi terang terpecahkan seakan diterangi dengan sinar halilintar. Ini bukanlah ilham dengan kata-kata, melainkan sebuah pengetahuan yang yang menghilangkan keraguan dan kesulitan, dan ini bukan pula hasil dari meditasi. Op.Cit., hal. 15.

Page 9: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

9

Dalam hadits lain sewaktu ditanya, bagaimana caranya wahyu turun kepada

Nabi, Nabi Muhammad menerangkan: “Wahyu itu terkadang turun sebagai suara

lonceng dan inilah yang terberat bagiku. Kemudian ia (Jibril) pergi dan aku pun

sudah mengingat apa yang dituturkannya. Terkadang malaikat itu datang dalam

bentuk manusia, berbicara kepadaku dan akupun mengingat apa yang

dikatakannya”.

Hadits lain lagi, yang berasal dari Ibnu Abbas, menjelaskan bahwa pada bulan-

bulan Ramadlan, Jibril selalu turun mendengar dan memperbaiki bacaan Nabi

mengenai ayat-ayat yang diturunkan kepadanya.

Atas dasar ayat-ayat dan hadits-hadits serupa inilah maka umat Islam

mempunyai keyakinan bahwa apa yang terkandung al-Qur`an adalah wahyu Tuhan.

Farid Esack menjelaskan, bahwa sebagai kompilasi “Firman Tuhan”, al-Qur`an tidak

merujuk pada sebuah kitab yang diilhami atau dipengaruhi oleh-Nya atau ditulis di

bawah bimbingan ruh-Nya. Ia lebih dianggap sebagai kata-kata langsung Tuhan24.

Dengan kata lain, teks Arab yang ada dalam Kitab Suci itu tidak diakui sebagai wahyu,

apalagi terjemahannya dalam bahasa asing.25

Wahyu dalam bentuk kata-kata itu diturunkan oleh Jibril untuk disampaikan

kepada Nabi tidak secara sekaligus tetapi berangsur-angsur dan bertahap dalam masa

kurang lebih 22 tahun 2 bulan 22 hari26 atau biasanya digenapkan menjadi 23 tahun

sesuai dengan perdebatan tentang masa tinggal Nabi di Makkah setelah kenabian (an-

Nubuwwah). Hikmahnya ialah seperti yang tersirat dalam al-Qur`an surat al-Furqan

[25] ayat 32: “Berkatalah orang-orang yang kafir: ”Mengapa al-Qur`an itu tidak

24 Ibn Manzur (w. 1312), penulis Lisan al-„Arab, merefleksikan pandangan mayoritas pemikir Muslim ini

ketika mendefiniskan al-Qur`an sebagai “wahyu yang tak bisa disamai, perkataan Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril [yang sekarang ada] secara harfiah dan lisan dalam kata-kata bahasa Arab yang paling murni”. Farid Esack, Op.Cit., hal. 85. Lihat juga Ali,. Op.Cit., hal.15-17. Imam as-Suyuti, 1996, Apa itu al-Qur`an, Jakarta: Gema Insani Press, hal. 46-47.

25 Dalam hal ini, Harun Nasution menjelaskan bahwa, wahyu menurut paham Islam, berbeda dari wahyu menurut paham agama lain. Agama Kristen umpamanya, Injil dalam teksnya bukanlah wahyu; yang wahyu hanyalah isi yang terkandung dalam teks itu. Maka terjemahannya dalam bahasa-bahasa asing dianggap sama kuat. Berdasarkan atas ini ada kaum orientalis yang mengatakan: Sabda Tuhan dalam Islam menjelma menjadi al-Qur`an, sedang dalam Kristen sabda Tuhan menjelma menjadi Yesus. Lihat Harun Nasution, 1995, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, Bandung: Mizan. Hal. 18.

26 Mengenai kaifiat (bagaimana) penurunan al-Qur`an, Imam As-Suyuti menyebutnya ada empat pendapat, dan yang paling benar ialah Allah menurunkannya dari al-Lauh al-Mahfuzh ke langit dunia pada malam Qadr (lailat al-Qadar) secara sekaligus. Kemudian diturunkannya secara bertahap selama 20 tahun atau 23 tahun atau 25 tahun, sesuai perbedaan pendapat tentang masa tinggal Rasulullah SAW di Makkah dan Madinah setelah kenabian. Imam As-Suyuti, Op.Cit., hal. 42.

Page 10: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

10

diturunkan kepadanya sekali saja?”; demikianlah, supaya Kami perkuat hatimu

dengannya dan Kami membacakannya kelompok demi kelompok”

Yang pertama ialah, untuk meneguhkan hati (tatsbit al-Fu`ad) Nabi SAW.

Dengan turunnya wahyu dalam setiap peristiwa, maka hal itu merupakan komunikasi

langsung dan intens yang menguatkan hati dan memberikan perhatian yang lebih

kepada Nabi. Jibril akan turun berkali-kali kepadanya sehingga menimbulkan

kegembiraan di hatinya.

Kedua, untuk memudahkan pembacaan dan penghafalannya (penjagaannya)

serta penerimaannya dalam konteks pentahapan hukum yang terdapat di dalamnya.

Berbeda jika diturunkan secara sekaligus, selain akan menyulitkan dalam menghafal

juga akan menyulitkan banyak orang karena banyaknya kewajiban dan larangan di

dalamnya27.

Ketiga, dari hadits-hadits Nabawi dapat diketahui bahwa al-Qur`an diturunkan

sesuai kebutuhan. Kadang-kadang diturunkan lima ayat atau kadang-kadang sepuluh

ayat, kurang sedikit dari itu atau lebih. Hal ini mempunyai implikasi pada “revolusi

budaya” yang kontekstual-komprehensif (rahmatan lil „alamin) bagi umat Nabi.

Untuk lebih jelasnya kita ikuti dulu sejarah kodifikasi (pembukuan) al-Qur‟an

sejak masa Nabi SAW.

Sejarah Kodifikasi al-Qur`an

1. Masa Rasulullah SAW

Yang dilakukan Nabi pada saat itu –setiap wahyu turun- ialah menyampaikan

kepada para sahabat untuk dihafal dan dicatat. Zaid bin Tsabit adalah sekretris utama

dalam mencatat tulisan dalam ayat-ayat yang diturunkan itu. Selain dari sekretaris ini

disebut juga nama sahabat-sahabat lain yang disuruh mencatat, seperti Abu Bakar,

Utsman, Umar, Ali, Zubair Ibnu Awam, Abdullah Ibnu Sa‟ad dan Ubay Ibnu Ka‟ab.

Ayat-ayat itu ditulis di atas batu, tulang, pelepah kurma dan lain-lain.

Jadi, pada masa Rasulullah ayat-ayat al-Qur`an sudah ditulis secara

keseluruhan, tetapi belum dihimpun di dalam satu Mushhaf28 seperti sekarang ini,

karena masih menunggu adanya penghapusan sebagian hukum dan tilawahnya.

27 As-Suyuti, Op.Cit., hal.42-44. 28 Al-Mushhaf, isim maf‟ul (kata benda objek) dari ashhafa artinya “mengumpulkan shuhuf”. Shuhuf

bentuk jamak dari shahifah, lembaran-lembaran yang bertulis. Lihat Ahmad Warson Munawir, 1984, Kamus al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progresif, hal. 818.

Page 11: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

11

Sebenarnya sejak masa Rasulullah, secara lisan al-Qur`an sudah terhimpun atas

petunjuk Jibril dalam kuatnya ingatan penghafal-penghafal profesional29 di kalangan

sahabat, dan senantiasa terjaga dalam bacaan shalat.

2. Masa Abu Bakar ash-Shiddiq.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa penghafal-penghafal ini besar peranannya dalam

sejarah pengumpulan ayat-ayat al-Qur`an dalam bentuk mushhaf seperti yang kita

kenal sekarang. Kodifikasi ayat-ayat dalam bentuk buku ini, terjadi setelah banyaknya

sahabat-sahabat yang menghafal Qur`an gugur dalam peperangan yang timbul pada

zaman Abu Bakar. Tepatnya pada perang Yamamah. Dengan gugurnya penghafal-

penghafal Qur`an dikhawatirkan ayat-ayat al-Qur`an akan ikut hilang.

Maka atas anjuran „Umar, Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit dan

sahabat-sahabat lain untuk mengumpulkan ayat-ayat yang ditulis di atas batu, tulang,

pelepah kurma dan dihafal oleh sahabat-sahabat itu untuk disusun dalam bentuk

mushhaf sesuai dengan susunan bacaan lisan yang sudah lazim pada zaman Nabi SAW.

Mushhaf ini menjadi naskah standar sampai pada akhir masa „Umar sebagai khalifah

kedua, yang pemeliharaannya diserahkan kepada Hafshah, putri „Umar dan janda

Rasulullah30.

29 Dalam hal ini Harun Nasution dengan mengutip A. Guilaume, mengakui bahwa penghafal-penghafal

profesional merupakan bagian yang tidak boleh tidak mesti ada dalam masyarakat Arab dahulu. Merekalah yang menghafal syair-syair Arab jahiliah dalam keseluruhannya dan merekalah yang menyebarkannya ke daerah-daerah dan meneruskannya dari generasi ke generasi. Nasution, Op.Cit., hal. 19

30 Dalam hal ini ada baiknya, penulis kutipkan hadits dari Zaid bin Tsabit yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya tentang riwayat penulisan al-Qur`an pada masa Abu Bakar ini:

“Ia (Zaid bin Tsabit) berkata: “Abu Bakar (ra) memintaku datang berkenaan dengan kematian para sahabat di peristiwa Yamamah. Pada saat itu „Umar (ra) berada di sisinya, lalu Abu Bakar berkata:‟ Sesungguhnya „Umar datang kepadaku mengatakan:‟Para penghafal al-Qur`an banyak yang terbunuh pada peristiwa Yamamah dan sesungguhnya aku kawatir akan terbunuhnya para penghafal al-Qur`an (yang masih ada ini) di berbagai tempat lalu dengan itu banyak bagian al-Qur`an yang hilang; karena itu aku mengusulkan agar kamu memerintahkan penghimpunan al-Qur`an‟. Kemudian aku berkata kepada „Umar: „Magaimana kita akan melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW?‟. „Umar berkata:”Demi Allah, ini adalah kebaikan‟. Maka „Umar pun terus mendeakku sehingga Allah melapangkan dadaku untuk itu, dan aku (sekarang) berpendapat sebagaimana pendapat „Umar‟. Zaid berkata: “Abu Bakar berkata: Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang bijaksana, kami tidak menyangsikannmu, karena kamu perna menjadi penulis wahyu bagi Rasulullah SAW; maka periksalah al-Qur`an dan himpunlah”. Demi Allah seandainya mereka menugaskanku untuk memindahkan salah satu gunung, sungguh itu tidaklah lebih berat bagiku dari pada apa yang ia perintahkan kapadaku untuk menghimpun al-Qur`an. Aku berkata: bagaimana kamu berdua akan melakukan sesuatu yant tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah? Ia berkata: ”Demi Allah ini adalah kebaikan”. Maka Abu Bakar pun terus mendesakku sehingga Allah melapangkan dadaku untuk melakukannya sebagaimana Allah telah melapangkan dada Abu Bakar dan “Umar sebelumnya. Maka aku periksa al-Qur`an dan aku menghimpunnya dari pelepah kurma, batu-batu tulis (likhaf) dan dada-dada para sahabat, sehingga dapati akhir surat at-Taubah pada Abu Khuzaimah al-Anshari; asku tidak mendapatkannya pada sahabat lainnya, yaitu ayat laqad ja`akum rasul… sampai akhir at-Taubah. Maka mushhaf itu disimpan

Page 12: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

12

3. masa „Usman bin Affan.

Mushhaf yang ada pada Hafshah, kemudian oleh „Utsman bin Affan, khalifah

ketiga (644-655), ditulis kembali dan diperbanyak eksemplarnya, kemudian dikirimkan

ke daerah-daerah untuk menjadi pegangan tertulis bagi umat Islam yang ada di sana31.

Dalam penulisan ini sangat diperhatikan sekali perbedaan bacaan (untuk

menghindari perselisihan di antara umat). „Utsman memberikan tanggungjawab

penulisan ini kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin „Ash dan Abdur

Rahman bin al-Harits bin Hisyam. Mushhaf tersebut ditulis tanpa titik dan baris.

Dari teks „Utsman inilah salinan-salinan selanjutnya ditulis dan dicetak.

Sehingga kita mengenal mushhaf kita sekarang ini sebagai mushhaf „ala rasm

„Utsmani.

4. Pemberian titik dan baris, terdiri dari tiga fase:

Pertama, Mu‟awiyah bin Abi Sufyan menugaskan Abu al-Aswad ad-Dualy untuk

meletakkan tanda bacaan (I‟rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk

menghindari kesalahan dalam membaca.

Kedua, Abdul Malik bin Marwan menugaskan al-Hajaj bin Yusuf yang dibantu

oleh Nashr `Aslim dan Hay bin Ya`mar, untuk memberikan titik sebagai pembeda

antara satu huruf dengan huruf lainnya (Ba` dengan satu titik di bawah; Ta` dengan

dua titik di atas; Tsa` dengan tiga titik di atas dll.)

Ketiga, peletakan baris atau tanda baca (I‟rab) seperti dlammah, fathah, kasrah

dan sukun mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad

al-Farahidy32.

Berdasarkan atas sejarah kodifikasi yang jelas ini, umat Islam berkeyakinan

bahwa teks al-Qur`an yang kita baca sekarang ini betul sesuai dengan apa yang

diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Keorisinilan al-Qur`an dari Nabi

Muhammad ini juga diakui oleh para orientalis. Nicholson dalam A Literary History of

Arab (1961) umpamanya mengatakan: “…keasliannya tidak diragukan.”. H.A.R. Gibb

oleh Abu Bakar sampai ia meninggal, kemudian disimpan oleh „Umar sampai ia meninggal dan selanjutnya disimpan oleh Hafshah binti „Umar”.

Seperti yang dikutip oleh Imam As-Suyuti, Op.Cit., hal. 56-57. 31 Lebih jelasnya baca Zainal Abidin, 1992, Seluk-Beluk Al-Qur`an, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 33- 36. 32 PC CD ROM, Al-Qur`an 6.50 dan al-Hadis: Versi Indonesia, @ Warez CD, LTD. 1999.

Page 13: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

13

dalam Muhammedanism menulis: “Sangat bisa diterima bahwa bentuk dan isi ucapan-

ucapanyang asli sangat terjaga” 33.

Jelaslah sudah bahwa teks al-Qur`an adalah asli dari Tuhan. Wahyu yang Nabi

terima dari Tuhan melalui Jibril dalam bentuk kata-kata yang didengar dan dihafal,

bukan dalam bentuk pengetahuan yang dirasakan dalam hati atau yang dialami, bukan

pula yang dilihat dalam keadaan tidak sadar (trance).

Nama, sifat dan fungsi al-Qur`an

Sungguh tepat penamaan al-Qur`an oleh Allah sendiri, yang secara harfiah

berarti “bacaan sempurna”, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal

tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi al-Qur`an.34

Selain sebutan al-Qur`an (QS. al-Isra` [17]: 9), dalam berbagai ayatnya, al-

Qur`an juga menyebut dirinya dengan al-, al-Kitab (QS. al-Anbiya` [21]: 10), al-

Furqan (QS. Al-Furqan [25]:1), al-Dzikr (QS. Al-Hijr [15]: 9) dan at-Tanzil (QS. Al-

Syu‟ara` [26]: 192). Yang paling populer di antara sebutan itu ialah al-Qur`an dan al-

Kitab35.

33 Nasution, Op.Cit., hal. 19. 34 Dalam hal ini penulis kutipkan uraian panjang lebar dari Quraish Shihab, seorang Doktor dalam ilmu-

ilmu al-Qur`an di Universitas Al-Azhar. “Tidak ada bacaan semacam al-Qur`an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya

atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan dihafal oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak.

Tiada bacaan pun melebihi al-Qur`an dalam perhatian yang diperolehnya, bukan saja dari sejarahnya secara umum, tetapi ayat demi ayat, baik dari segi masa, musim, dan saat turunnya, sampai kepada sebab-sebab serta waktu-waktu turunnya. Tiada bacaan pun seperti al-Qur`an yang dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan kosa katanya, tetapi juga kandungannya yang tersurat, tersirat bahkan sampai kepada kesan yang ditimbulkannya. Semua dituangkan dalam jutaan jilid, buku, generasi demi generasi. Kemudian apa yang dituangkan dari sumber yang tak pernah kering itu, berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kemampuan dan kecendrungan mereka, namun semua mengandung kebenaran. Al-Qur`an layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Tiada bacaan seperti al-Qur`an yang diatur tata cara membacanya, mana yang dipendekkan, dipanjangkan, dipertebal atau diperhalus ucapannya, di mana tempat yang terlarang atau boleh, atau harus memulai dan berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya… Adakah suatu bacaan ciptaan makhluk seperti itu? Al-Qur`an menantang : “ Katakanlah, „Seandainya manusia dan jin berkumpul untuk menyusun semacam al-Qur`an ini, mereka tidak akan berhasil menyusun semacamnya, walaupun mereka bekerja sama‟ ” (QS. Al-Isra` [17]:88) Orientalis H.A.R. Gibb pernah menulis bahwa, tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan “alat” bernada nyaring yang demikian mampu dan berani, dan demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yng dibaca Muhammad (al-Qur`an). Demikian terpadu dalam al-Qur`an keindahan bahasa, ketelitian dan keseimbangannya, dengan kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan kesan yang ditimbulkannya” Quraish Shihab, 1996, Wawasan Al-Qur`an, Bandung: Mizan, hal. 3-5

35 Lihat al-Qattan, Op.Cit., hal. 18-19

Page 14: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

14

Sedangkan mengenai sifatnya, al-Qur`an menyebut beberapa sifat diantaranya

adalah an-Nur, cahaya (QS. An-Nisa` [4]:174); al-Huda, petunjuk; asy- Syifa`, obat;

ar-Rohmah, rahmat; al-Mau‟idzoh, nasehat (QS. Yunus [10]: 57); al-Mubin, yang

menerangkan (QS. Al-Maidah [5]:15); al-Mubarak, yang diberkati (QS. Al-`An‟am

[6]:92); al-Busyro, kabar gembira (QS. Al-Baqarah [2]:97); al-„Aziz, yang mulia (QS.

Fushshilat [41]:41); al-Majid, yang dihormati (QS. Al-Buruj [85]: 21); al-Basyir,

pembawa kabar gembira; an-Nadzir, pembawa peringatan (QS. Fushshilat [41]:3-4)36.

Dari nama dan sifat-sifat di atas, sebenarnya secara global dapat diketahui apa

fungsi al-Qur`an itu sendiri. Di antaranya ialah, pertama, untuk menjadi hujjah atau

bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad SAW. Al-Qur`an merupakan mu‟jizat

terbesar baginya37. Keberadaannya hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik,

dan pemasyarakatannya dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Allah sendiri yang akan menjaganya (QS. Al-Hijr [15]:9).

Kedua, sebagai petunjuk bagi manusia. Yakni sebagai konfirmasi yang

memperkuat-pendapat akal pikiran, dan sebagai informasi terhadap hal-hal yang tidak

dapat diketahui oleh akal. Hanya orang-orang bertaqwalah yang sesungguhnya

mendapatkan petunjuk al-Qur`an ini. Karena fungsi al-Qur`an sebagai sarana

mencapai kebaikan di dunia dan akherat terpenuhi. Sedangkan bagi orang yang tidak

bertaqwa, al-Qur`an hanya bisa dipakai sebagai sarana untuk mencapai kebaikan di

dunia semata.

Ketiga, sebagai hakim atau wasit yang mengatur jalannya kehidupan manusia

agar berjalan lurus. Itulah sebabnya ketika umat Islam berselisih dalam segala

urusannya hendaknya ia berhakim kepada al-Qur`an. Selanjutnya al-Qur`an berfungsi

sebagai pengontrol dan pengoreksi terhadap perjalanan hidup manusia di masa lalu.

Berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh Bani Israil terhadap ayat-yat Allah

umpamanya dikoreksi 38.

Keempat, sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira. Di sini al-Qur`an

menjelaskan mengenai janji Allah tentang balasan baik bagi orang-orang yang mentaati

perintah-Nya dan menjelaskan peringatan Allah tentang hikuman bagi mereka yang

melanggar dan mengingkari-Nya.

36 Al-Qattan, Op.Cit., hal. 20-24. Bandingkan dengan Imam as-Suyuti, 1996, Apa Itu Al-Qur`an, Jakarta:

Gema Insani Press, hal. 15-16. 37 Untuk mengetahui bagaimana kemu‟jizatan al-Qur`an. Baca Zainal Abidin S, Op.Cit., hal. 98. 38 Abuddin Nata, 1999, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Press, hal. 68-72.

Page 15: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

15

Kelima, sebagai syifa`an, obat penawar. Di sini bisa diartikan dalam dua versi,

yaitu sebagai penyembuh penyakit batin dan penyembuh penyakit fisik. Penyakit batin

seperti kesombongan, kerakusan, kemalasan, dengki, iri dan sebagainya. Sedangkan

mengenai penyakit fisik, seperti yang tersirat dalam surat an-Nahl ayat 69, di situ

dijelaskan tentang lebah dengan madunya. Dari ayat itu tentu al-Qur`an mendorong

manusia untuk menyingkap misteri obat apa yang terdapat di dalamnya.

Sedikit uraian di atas, mungkin bisa menjelaskan tentang fungsi al-Qur`an yang

paling populer di yakini umat Islam. Yakni, sebagai rahmatan lil-alamin, rahmat bagi

sekalian alam. Di sini al-Qur`an sebagaimana Islam menjadi bersifat universal.

Muthabiqun likulli zaman wa makan, sesuai kapan dan di manapun.

Kandungan al-Qur`an

Wahyu turun kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua periode: periode

Makkah yang lamanya kira-kira 13 tahun dan periode Madinah yang lamanya kira-kira

10 tahun. Ayat-ayat yang diturunkan di Makkah merupakan bagian terbanyak, dan yang

diturunkan di Madinah kira-kira sepertiga dari keseluruhan ayat yang terkandung

dalam al-Qur`an.

Kedua periode tersebut mempunyai ciri masing-masing. Pada periode Makkah,

di mana agama Islam baru didirikan dan dinyatakan, ayat-ayat yang diturunkan banyak

mengandung keterangan-keterangan tentang dasar Islam, seperti keesaan Tuhan,

pengiriman rasul-rosul, adanya kitab-kitab suci, adanya kelak hari perhitungan dan

pembalasan sesudah hidup duniawi, adanya surga dan neraka. Juga ajaran-ajaran lain,

seperti sikap terhadap agama-agama lain, tanda-tanda tentang adanya Tuhan,

ancaman bagi orang yang tidak mau percaya, teladan dari sejarah-sejarah umat

terdahulu yang tidak patuh terhadap ajaran-ajaran sebelum Nabi Muhammad, cara

mengabdi pada Tuhan, budi pekerti luhur dan lain-lain.

Sedangkan pada periode Madinah -di mana umat Islam telah berkembang

menjadi umat yang kuat dan mempunyai negara yang disegani oleh suku-suku bangsa

Arab lainnya, bahkan kota Makkah yang mengusir Nabi Muhammad akhirnya jatuh ke

dalam kekuasaan Madinah- ayat-ayat yang diturunkan mempunyai corak yang lain

sekali dari ayat-ayat yang turun di Makkah. Ayat-ayat pada periode ini telah mencakup

soal-soal hidup kemasyarakatan dan kenegaraan, seperti soal hukum yang mengatur

hidup kekeluargaan (perkawinan, perceraian, hak waris, dan sebagainya), hubungan

dagang dalam masyarakat, pengadilan, hubungan orang Muslim dengan non-Muslim,

Page 16: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

16

hubungan antara orang kaya dengan orang miskin dan sebagainya. Di samping soal-

soal hukum ini, ayat-ayat periode Madinah juga mencakup polemik yang terjadi dengan

kaum Yahudi, hubungan dengan suku-suku Arab Badui dan penjelasan lebih lanjut

tentang soal-soal yang telah disinggung pada periode Makkah39.

Dengan demikian dapatlah ayat-ayat al-Qur`an dibagi ke dalam bagian-bagian

besar berikut:

1. Ayat-ayat mengenai dasar-dasar keyakinan atau kredo dalam Islam yang

dari situ lahir teologi Islam.

2. Ayat-ayat mengenai soal hukum yang melahirkan ilmu hukum Islam (fiqh).

3. Ayat-ayat mengenai soal pengabdian kepada Tuhan yang membawa

keentuan-ketentuan tentang ibadah dalam Isalam.

4. Ayat-ayat mengenai budi pekerti luhur yang melahirkan etika Islam.

5. Ayat-ayat mengenai dekat dan rapatnya hubuingan manusia dengan Tuhan

yang kemudian melahirkan mistisme dalam Islam.

6. Ayat-ayat mengenai tanda-tanda alam yang menunjukkan adanya Tuhan,

yang membicarakan soal kejadian alam di sekitar manusia. Ayat-ayat yang

serupa ini menumbuhkan pemikiran filosofis dalam Islam.

7. Ayat-ayat mengenai hubungan golongan kaya dengan golongan miskin, dan

ini membawa pada ajaran-ajaran sosiologis dalam Islam.

8. Ayat-ayat yang ada hubungannya dengan sejarah terutama mengenai nabi-

nabi dan umat mereka sebelum Nabi Muhammad SAW, dan umat-umat

lainnya yang hancur karena keangkuhan mereka. Dari ayat-ayat ini dapat

diambil pelajaran.

9. Ayat-yat mengenai hal-hal lainnya.

Dari pembagian di atas, menurut Harun Nasution, dapat dilihat betapa kurang

benarnya anggapan bahwa al-Qur`an mengandung segala-galanya. Yang berkaitan

dengan hukum, misalnya, hanya terdapat 230 ayat saja dari seluruh ayat al-Qur`an.

Tentu jumlah ini tidaklah cukup untuk mengatur hidup kemasyarakatan yang kompleks

ini.

Dalam soal ibadah hanya terdapat kira-kira 140 ayat. Sudah barang tentu

jumlah ini tidak dapat menjelaskan segala hal yang bersangkutan dengan ibadah.

39 Nasution, Op.Cit., hal. 19-20

Page 17: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

17

Umpamanya masalah shalat, tidak dengan jelas dan tegas disebut dalam Qur`an harus

dilaksanakan lima kali sehari, dan tidak pula disebut rakaat, waktu, bacaan, dan lain-

lain. Demikian juga denga soal ibadah lainnya. Perincian mengenai shalat, puasa, zakat

dan lain-lain, diketahui bukan dari al-Qur`an tetapi dari hadits. Demikian juga dalam

soal keimanan, umpamanya mengenai ucapan dua kalimat syahadat, tidak disebut

dengan jelas dan tegas dalam al-Qur`an. Tapi dijelaskan oleh hadits.

Kalau dalam hal-hal yang dasar serupa dengan ini saja tidak semua dijelaskan

dalam al-Qur`an, apalagi dalam persoalan yang bukan dasar, yang tidak ada

huibungannya dengan keimanan, seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

ideologi-ideologi seperti sosialisme, sistem-sistem pemerintahan seperti demokrasi dan

lain-lain.

Pandangan bahwa al-Qur`an mengandung segala-galanya sehingga apa saja

yang terjadi di sekeliling kita dicari dan dicocok-cocokkan dengan ayat Qur`an, timbul

akibat dari salah interpretasi terhadap ayat-ayat seperti berikut ini:

“…Tidak ada suatu apa pun yang Kami lupa menyebutnya dalam kitab itu…”

(QS. Al-An‟am [6]: 38)

“… Dan Kami turunkan kitab ini padamu untuk menjelaskan segala sesuatu

dan petunjuk serta rahmat dan kabar genbira bagi orang-orang yang berserah diri”

(QS. An-Nahl [16]: 89)

Menurut banyak ulama tafsir, di antaranya Al-Zamakhsyari, yang dimaksud

dengan “segala sesuatu” pada ayat di atas bukanlah berarti segala apa saja, tetapi segala

sesuatu mengenai agama Islam, terutama tentang apa yang haram dan yang halal.

Rasyid Ridlo menerangkan bahwa paham yang demikian (segala sesuatu terdapat

dalam Qur`an) tidak pernah dianut para sahabat, tabi‟in dan ulama klasik, karena

pendapat yang serupa iu tidak dapat diterima akal yang waras.

Al-Qur`an sebenarnya bukanlah ensiklopedi yang memuat apa saja yang kita

cari. Ia –seperti dapat dilihat pada kandungannya- merupakan buku agama yang

dikirimkan Tuhan kepada masyarakat manusia untuk menjadi petunjuk (hudan) bagi

mereka di dunia dan akhirat. Kalau disebut di dalamnya hal-hal yang ada hubungannya

dengan fenomena alam, sejarah dan lain-lain, itu hanya sekilas sebagai argumen yang

harus dipikirkan dan teladan yang harus dipahami oleh manusia40.

40 Op.Cit., hal. 21- 22.

Page 18: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

18

Upaya memahami al-Qur`an.

Dalam usaha memahami al-Quran, ulama-ulama Islam –baik dalam bidang

teologi dan hukum, maupun tasawuf dan filsafat- membagi umat Islam ke dalam dua

golongan besar, yakni „awam dan khawas (intelejensia). Dalam hubungannya dengan

al-Qur`an, kaum awam memahami misi al-Qur`an sesuai dengan tigkatan kecerdasan

yang ada pada mereka, sedang kaum khawas memahaminya menurut pengetahuan dan

ketajaman akal yang mereka miliki. Kaum sufi dan filosof mengatakan bahwa ayat al-

Qur`an mengandung dua arti: arti lahir (tersurat) dan arti batin (tersirat; ). Kaum

khawas mencari arti tersirat sedangkan kaum awam menerima arti yang tersurat.

Surga umpamanya, oleh ayat-ayat Qur`an digambarkan mempunyai bentuk

jasmani. Yaitu tempat yang di dalamnya terdapat makanan yang lezat, bidadari yang

cantik, perhiasan yang indah dan sebagainya. Bagi kaum awam, surga adalah seperti

apa yang tersurat itu. Bagi kaum sufi dan filosof, tidaklah demikian. Bagi mereka

kesenangan jasmani tidak ada artinya. Mereka lebih mengutamakan kesenangan

intelektual dan ruhaniah (batiniah), sehingga surga bagi mereka adalah seperti yang

terkandung dalam makna tersiratnya, yakni kesenangan batiniah yang terletak di balik

kesenangan mahligai, makanan, bidadari, dan perhiasan yang digambarkan tersebut.

Dalam konteks inilah, kandungan al-Qur`an seharusnya dipahami, bahwa teks

Arab dari al-Qur`an -dan bukan isi teks- itu yang merupakan wahyu, yang

dimungkinkan mempunyai interpretasi lebih dari satu. Apalagi bila diingat bahwa, al-

Qur`an bukanlah buku ensiklopedi yang memuat apa saja secara terperinci. Sehingga

diperlukan adanya penafsiran termasuk di dalamnya adalah penterjemahan.

Sebenarnya kata “terjemahan” bersifat problematik. Karena tidak mungkin

manusia yang nisbi (serba relatif) mampu menterjemahkan firman Tuhan yang

Muthlak. Maka istilah terjemahan itu tak lain adalah merupakan interpretasi

(penafsiran) sang penterjemah terhadap kandungan al-Qur`an.

Terjemahan dapat dipakai untuk memahami isi al-Qur`an secara umum saja,

yakni tidak begitu mendalam. Artinya untuk dipakai sebagai pedoman hidup secara

umum terjemahan bisa dianggap memadai. Tetapi untukmemperoleh pengertian dan

dan pemahaman yang mendalam, apalagi untuk mengambil ketentuan hukum dan

dasar-dasar (norma) keimanan, orang harus pergi ke teks aslinya dalam bahasa Arab.

Ini dasarkan pada pertimbangan bahwa:

1. Bahasa Arab mempunyai susunan kata dan tata bahasa sendiri yang banyak berbeda

dengan susunan kata dan tata bahasa dari bahasa-bahasa lainnya.

Page 19: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

19

2. Ayat-ayat al-Qur`an diturunkan dalam gaya ringkas tanpa banyak keterangan

apalagi rincian, dan oleh sebab itu muncul interpretasi-interpretasi yang berlainan.

3. Dalam linguistik, diakui bahwa kata terjemahan tidak memberi arti yang identik

dengan arti yang dikandung dalam bahasa aslinya. Tiap bahasa menggambarkan

filsafat, pandangan hidup dan tradisinya sendiri.

Oleh sebab itu, terjemahan tidak memberikan arti yang sebenarnya dari

kandungan al-Qur`an seperti yang terdapat dalam bahasa aslinya. Terjemahan hanya

memberikan salah satu alternatif dari interpretasi-interpretasi (penafsiran) itu41.

Usaha memahami al-Qur`an sebagai sumber norma dan hukum Islam melalui

penafsiran sebenarnya telah lama dimulai. Quraish Shihab mencatat sejak masa

Rasulullah, Sahabat dan permulaan Tabi‟in sebagai periode pertama. Pada periode ini

tafsir belum dalam bentuk tertulis. Tetapi masih tersebar dalam secara lisan.

Periode kedua, bermula dari kodifikasi hadits, tepatnya pada masa

pemerintahan „Umar bin Abd al-„Aziz (99-101H) dari Daulah „Umawiyah. Pada periode

ini penulisan tafsir masih tergabung dengan penulisan hadits. Dan metodologinya

masih menggunakan metode bi al-Ma`tsur (periwayatan).

Periode ketiga, tafsir Qur`an sudah ditulis (terkodifiksikan) dalam kitab-kitab

tafsir secara khusus dan berdiri sendiri. Ini dimulai dengan Al-Farra‟ (207H) yang

menulis kitab tafsir, Ma‟ani al-Qur`an42.

Kegiatan menafsirkan al-Qur`an ini mengambil metodologi yang senantiasa

terus berkembang. Pertama, Tafsir bi al-Ma`tsur (periwayatan). Dalam menafsirkan

al-Qur`an biasanya tafsir ini mengembalikan dan menggabungkan tiga sumber

penafsiran, yakni Rasulullah, Sahabat dan Tabi‟in, yang disebarkan melalui jalan

periwayatan dan kebahasaan.

Kedua, Tafsir bi ar-Ra`yi (penalaran). Dalam tafsir ini dikenal ada 4 corak

metode:

Metode Tahlily. Di sini al-Qur`an ditafsirkan dari segala segi (kosakata,

asbab an-Nuzul [sebab-sebab turunnya ayat], munasabat al-Ayat wa as-

Suwar [keterkaitan atau hubungan antar ayat dan antar surat] dan lain-lain)

dengan memperhatikan runtutan ayatnya sebagaimana dalam mushhaf.

Metode Ijmaly.

41 Op.Cit., hal. 24. 42 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an, Bandung: Mizan, hal. 73.

Page 20: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

20

Metode Muqaran (perbandingan)

Metode Maudlu‟i (tematik). Di sini ayat-ayat dari berbagai surat yang

berkaitan dengan persoalan (topik) tertentu dihimpun, kemudian penafsir

membahas dan menganalisis kanadungan ayat-ayat tersebut sehingga

menjadi satu kesatuan yang utuh43.

Sedangkan corak penafsirannya, dikenal ada banyak sekali. Diantaranya

adalah: 1. Corak sastra-bahasa. Tafsir ini lebih menekankan pada keistimewaan dan

kedalaman arti kandungan al-Qur`an dalam bidang kesusasteraan dan kebahasaan; 2.

Corak filsafat dan teologi. Sebagai akibat dari terjemahan kitab-kitab filsafat dan

masuknya penganut agama lain; 3. Corak penafsiran ilmiah; 4. Corak fiqh atau hukum;

5. Corak tashawuf atau mistisme Islam; 6. Corak sastra-budaya kemasyarakatan. Lebih

menekankan pada petunjuk-petujuk ayat-ayat al-Qur`an yang berkaitan langsung

dengan kehidupan masyarakat serta untuk menanggulanginya berdasarkan petunjuk-

petunjuk itu dengan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar44.

II. AS-SUNNAH DAN AL-HADITS

Definisi as-Sunnah dan al-Hadits

As-Sunnah berasal dari kata kerja Sanna-Yasunnu (“berjalan”, “menjelaskan”

atau “menetapkan”) yang berarti as-Sirah, “prikehidupan” atau “prilaku”, ath-

Thariqah; “jalan”, “cara”, dan metode” dan asy-Syari‟ah; “syari‟at”, “peraturan” dan

“hukum”.45 Adapun kata hadits jamaknya `ahadits makna aslinya adalah “ucapan”,

“perkataan” dan “pembicaraan”.46

Dari pengertian di atas, Asy-Syaukani dalam bukunya, Irsyadul Fuhul

menyebut as-Sunnah secara lughowi sebagai ath-Thariqat wa law ghaira

mardliyyah, yakni “jalan yang tetap kita jalani (telah menjadi tradisi untuk kita jalani),

baik diridlai maupun tidak”47. Atau dengan bahasa lain, seperti yang disebutkan oleh

M.M. Azami, “tata cara, jalan, tingkah laku baik terpuji maupun tercela”48. Sedangkan

43 Ibid., hal. 71-83. 44 Ibid., hal. 72-73. 45 Munawir, Op.Cit., hal. 714 & 716. 46 Op.Cit., hal. 261. 47 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, 1999, Kriteria Sunnah dan Bid‟ah, Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra, hal. 18. 48 M.M. Azami, 1994, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta: Pustaka Firdaus, hal. 13-14.

Page 21: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

21

hadits, menurut Maulana Muhammad Ali sebagai “ucapan yang disampaikan kepada

manusia, baik dengan perantaraan pendengaran maupun perantaraan wahyu”. 49

Sedangkan secara terminologis, ada beberapa pengertian sunnah. Ahlul hadits

mengartikannya dengan sabda (qaul), pekerjaan (fi‟il), ketetapan (taqrir), sifat atau

tingkah laku Nabi baik sebelum maupun sesudahnya. Di sini ahlul hadits menyamakan

sunnah dengan hadits.

Ahlul ushul mendefinisikannya dengan sabda Nabi yang bukan dari Qur`an,

pekerjaan atau ketetapannya. Dan terakhir, Ahlul Fiqh memberikan arti sebagai hal-hal

yang berasal dari Nabi baik ucapan maupun pekerjaan, tetapi hal itu tidak wajib

dikerjakan50.

Di antara ulama ada yang membedakan sunnah dengan hadits. Sesuai dengan

makna aslinya Sunnah berarti perbuatan Nabi SAW, sedang Hadits merupakan

sabdanya. Meskipun demikian dalam pengertian ini Sunnah disebut juga dengan

Hadits. Karena keduanya berkisar di lapangan yang sama, dan dapat diterapkan

terhadap: (1) qaul, yaitu sabda Nabi SAW yang berhubungan dengan perkara agama;

(2) fi‟il, yaitu perbuatan atau tingkah laku Nabi SAW; dan (3) taqrir, yaitu diamnya

Nabi karena setuju atas perbuatan orang lain. Dengan kata lain, Sunnah ialah segala

perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat dan sikap Rosulullah SAW yang dicatat dan

direkam dalam Hadits. Dalam arti teknis as-Sunnah (sunnah ar-Rosul) identik dengan

al-Hadits (al-Hadits an-Nabawi)51.

Sebagai sumber ajaran Islam kedua

Sunnah atau hadits adalah sumber syari‟at Islam yang nomor dua, dan tidak

disangikan lagi dalam keyakinan umat Islam menduduki tempat kedua setelah Qur`an

49 Ali, Op.Cit., hal. 41. Oleh karena itu menurut Ali, Qur`an juga sering disebut hadits (QS. Al-Kahfi [18]: 6, QS. Az-Zumar [39]: 23). Kata sunnah digunakan oleh Qur`an dalam arti umum, yaitu “cara” atau “aturan”. Jadi kata sunnah al-Awwalin (QS. 8:38; 15:13; 18:55; 35:43) berarti “cara atau percontohan orang-orang dahulu”. Juga kata sunnah acapkali digunakan oleh Qur‟an sebagai “cara Allah dalam memperlakukan manusia”, yakni Sunnatullah. Akan tetapi bentuk jamak sunan, pernah satu kali digunakan oleh Qur`an dalam arti jalan yang harus dilalui oleh manusia (QS. 4:26).

50 Azami, Op.Cit., hal. 13-14. 51 Endang Saifuddin Anshari, 1986, Wawasan Islam: Pokok-Pokok Fiiiran tentang Islam dan Umatnya,

Jakarta: Rajawali, hal. 36. Lihat juga, Fazlur Rahman, 1993, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Bandung: Mizan. Menurut Taufiq Adnan Amal, penyunting buku ini, dalam pandangan neomodernisme sunnah (dalam kaitannya dengan hadits nampak) dibedakan menjadi dua: yaitu “Sunnah historis” , yakni biografi Nabi dan “Sunnah teknis” , yakni yang terdapat dalam hadits-hadits.

Page 22: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

22

Suci. Hal itu karena pertama, sebagaimana yang diperintahkan dalam surat an-Nisa`

[4]: 59:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan

ulul amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,

maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu

benar-benar beriman akepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih

utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

Juga dalam surat al-Hasyr [59]: 7:

“….Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang

dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.

Dan hadits Rasulullah SAW.:

“Saya telah tinggalkan kepadamu dua urusan yang kamu sekali-kali tidak

akan sesat selama kamu berpegang teguh kepadanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah

Rasul” (HR. Malik)52.

Kedua, karena fungsi hadits sendiri sebagai bayan53, penjelas dan penafsir

pelaksanaan al-Qur`an. Banyak persoalan di dalam al-Qur`an yang dibahas secara

global dan membutuhkan perincian pelaksanaan. Di sinilah peranan Nabi dengan

sunnahnya (hadits) menjelaskan perintah yang masih global tersebut. Sebagaimana

yang tersirat dalam surat an-Nahl [16] ayat 44:

“ (Rasul-rasul itu kami utus) membawa keterangan-keterangan (mu‟jizat) dan

kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur`an, agar kamu menerangkan

kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya

mereka memikirkan”.

Ketiga, tidak bisa dilepaskan dari hakikat as-Sunnah itu sendiri. Pada

hakikatnya, as-Sunnah juga merupakan wahyu ilahi yang bukan al-Qur`an.

Pengertiannya adalah bahwa ruh dari kandungan as-Sunnah juga dari Allah dalam

bentuk dan konteks yang berbeda dengan al-Qur`an. Di sini Nabi tidak melakukan

interpretasi dengan menggunakan akal dan pikirannya lepas dari petunjuk Allah. Nabi

52 Sebagaimana yang dikutip oleh Tim Penyusun Serial al-Islam dan Kemuhammadiyahan, 1994, Studi

Islam I, Surakarta: PSIK UMS, hal. 55 53 Fungsi as-Sunnah atau al-Hadits sebagai penjelas dn penafsir al-Qur`an: [1] memperinci dan

menguraikan ayat-ayat Qur`an yang bersifat umum. [2] menjelaskan ayat-ayat Qur`an yang implisit (tersirat). [3] memberi putusan dan penilaian tentang hal-hal tertentu yang kebetulan tidak disinggung (secara jelas dan tegas) dalam al-Qur`an. Lihat, Anshari, Op.Cit., hal. 37.

Page 23: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

23

tidak berbicara tentang agama (al-Qur`an) secara mandiri dri analisis yang bersifat

individual, melainkan dengan isyarat Allah. Sebagaimana yang dikuatkan Allah dalam

surat an-Najm [53] ayat 3-4 : “ dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur`an)

menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang

diwahyukan (kepadanya)”

Jadi jelaslah, bahwa Nabi tidak berkata menurut nafsu dirinya, tetapi ap yang

dikatakan tidak lain adalah wahyu pula yang berfungsi sebagai penjelas bagi ayat-ayat

al-Qur`an. Dalam hal ini Nabi pun membenarkannya dalam sebuah hadits yang

diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Turmudzi, Ibnu Majah: “Ketahuilah bahwasanya aku

diberi al-Qur`an dan semacam Qur`an (as-Sunnah) besertanya”54.

Hadits ini menujukkan bahwa di samping al-Qur`an, Nabi juga mendapatkan

wahyu non-Qur`an. perbedaan kedua wahyu tersebut sebagaimana berikut:

1. Al-Qur`an secara legal dari Allah, baik teks maupun isinya. Sedang as-

Sunnah, teksnya dari Rasul dan isinya dari Allah.

2. Al-Qur`an merupakan mu‟jizat isi maupun teksnya, diperintahkan untuk

membacanya (sebagai ibadah; hukum fiqhnya sunnah). Sedangkan as-

Sunnah bukanlah mu`jizat dan tidak disunnahkan untuk dibaca

sebagaimana al-Qur`an.

Dengan demikian, status dan kekuatan as-Sunnah sebagai sumber hukum, yang

dalam hal ini sebagai penjelas al-Qur`an, tidak disangsikan lagi sebab secara substansi

dia adalah wahyu Allah yang sudah jelas dan legal. Secara formal, Rasulullah diberi hak

dan wewenang untuk menjelaskan dan menyampaikan kepad manusia. Dan secara

metodologis telah memenuhi kriteria ilmiah, sebagai hasil liputan peristiwa serta

penelitianyang dilakukan dengan seksama, diperhatikan unsur validitas, reabilitas serta

objektifitasnya. Sehingga untuk mengkodifikasikan dan mengabsakannya diperlukan

berbagai ilmu bantu yang pda akhirnya menjadi disiplin ilmu tersendiri yang disebut

“ilmu Musthalahul Hadits”, sejenis metodologi as-Sunnah.

Di dalam ilmu ini diperkenalkan berbagai kriteria serta persyaratan yang amat

ketat suatu hadits atau sunnah bisa diterima sebagai sumber hukum. Ketatnya

persyaratan dan kriteria itu, baik dari segi pembawanya (perawi; sanad) maupun

teksnya (matan) dan lain-lain, disebabkan karena bukti sejarah bahwa as-Sunnah tidak

dari awal mula ketika Nabi masih hidup ditulis, bahkan Nabi sendiri pada saat itu

54 lihat Abdul Majid, dkk. 1995, Al-Islam I, Malang: LSIK-UMM, hal. 59.

Page 24: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

24

melarang penulisan hadits karena dikhawatirkan akan bercampur dengan penulisan al-

Qur`an.

As-Sunnah baru secara resmi dikodifikasikan kira-kira 1 abad setelah Rasulullah

wafat. Tepatnya pada masa pemerintahan „Umar bin Abdil Aziz (99-101H), khalifah

kedelapan dari Daulan Bani Umayah. Ia memerintahkan agar para gebenur

mengadakan penghimpunan serta penulisan (tadwin) as-Sunnah secara legal.

Kebijakan itu betul-betul dilakukan dan berjalan terus sehingga melahirkan berbagai

kitab himpunan as-Sunnah serta buku-buku tentang ilmu hadits. Pada perkembangan

terakhir muncul kitab-kitab as-Sunnah besar dan sanagat populer yang dihasilkan oleh

para perawi dan ahli as-Sunnah yang agung. Mereka itu antara lain:

1. Imam Bukhari dengan kitabnya Shahih Bukhari (194-256H)

2. Imam Muslim dengan kitabnya Shahih Muslim (204-261H)

3. Imam Abu Daud dengan kitabnya Sunnah Abu Daud (202-275H)

4. Imam at-Turmudzi dengan kitabnya Shahih Turmudzi (w. 209H)

5. Imam Ibnu Majah dengan kitabnya Sunnah Ibnu Majah (209-283H)

6. Imam an-Nasa`i dengan kitabnya Sunnah an-Nasa`i. (w. 303H)

Dan masih banyak lagi kitab-kitab Sunnah lainnya, dan ilmu serta sistematika

pembahasan as-Sunnah terus berkembang hingga saat ini55.

Dari semua uraian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa as-Sunnah

sebagai sumber Islam mempunyai status serta kekuatan hukum setelah al-Qur`an dan

berfungsi sebagai penjelas serta pengembangan dari nilai-nilai yang terkandung

didalamnya. Sudah barang tentu mempelajari dan berusaha mengamalkannya

mempunyai kedudukan yang sama dengan al-Qur`an.

III. IJTIHAD

Pengertian Ijtihad

Ijtihad adalah sumber syari‟at Islam yang ketiga. Kata ijtihad berasal dari akar

kata jahada yang artinya “berusaha keras” atau “berusaha sekuat tenaga” . kata ijtihad

yang secara harfiah mempunyai makna yang sama, secara teknis diterapkan bagi

seorang ahli hukum yang dengan kemampuan akalnya berusaha keras untuk

menentukan pendapat di lapangan hukum mengenai hal yang pelik dan meragukan56.

55 Ibid., hal. 61. 56 Ali, Op.Cit., hal. 66

Page 25: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

25

Endang Saifuddin Anshari mengartikan ijtihad secara terminologis sebagai

usaha sungguh-sungguh seseorang (beberapa orang) ulama tertentu, yang memiliki

syarat-syarat tertentu, pada suatu tempat dan waktu tertentu, untuk merumuskan

kepastian atau penilaian hukum mengenai sesuatu (atau beberapa) perkara, yang tidak

terdapat kepastian hukumnnya secara eksplisit dan positif, baik dalam al-Qur`an

maupun al-Hadits. Orang yang berijtihad disebut Mujtahid.57

Sedangkan Imam Syaukani mengartikan Ijtihad sebagai “mengerahkan segala

kemampuan daya nalar secara maksimal dalam memperoleh hukum syar‟I yang bersifat

amali melalui cara istinbat.

Secara sederhana pengertian ijtihad dapat disimpulkan sebagaimana berikut: 1.

Pengerahan daya nalar secara maksimal. 2. Oleh seorang Faqih (Mujtahid yang telah

memenuhi segala persaratan), 3. Produkknya adalah dugaan kuat tentang hukum

syari‟ah yang bersifat amaliah. 4. Usaha ijtihad melalui istinbat.

Penghargaan terhadap Akal dan Anjuran berijtihad

Qur‟an mengakui bahwa wahyu sebagai sumber ilmu itu lebih tinggi dari pada

akal, tetapi disamping itu Qur`an juga mengakui bahwa kebenaran ajaran yang

ditetapkan oleh wahyu dapat dipertimbangkan oleh akal. Oleh karena itu al-Qur`an

berseru berulang kali agar manusia mau menggunakan akalnya, dan memuji orang

yang menggunakan akalnya. Seperti yang tersirat dalam beberapa ayat serupa berikut

ini:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil bediri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perihalah kami dari siksa neraka” (QS. Alu Imron [3]: 190-191)

Selanjutnya Qur`an mencela orang yang tidak mau menggunakan akalnya, dan

menyamakannya dengan binatang, serta dikatakan pula sebagai orang tuli, bisu dan

buta:

“Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti

penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan

57 Anshari, Op.Cit., hal. 39.

Page 26: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

26

dan seruan saja. (mereka) tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak

mengerti” (QS. al-Baqarah [2]: 171)

Al-Qur`an juga mengakui perlunya menggunakan pertombangan akal agar

orang sampai kepada keputusan:

“ Dan apabila datang kepada mereka berita tentang keamanan dan ketakutan,

mereka menyiarkan itu. Dan sekiranya mereka mengembalikan itu kepada Rasul dan

Ulil Amri di antara mereka, niscaya orang-orang diantara mereka yang ingin

meneliti (berita) itu, akan mengetahuinya” (QS. an-Nisa` [4]: 83)

Maulana Muhammad Ali menjelaskan bahwa, kata yang dicetak tebal dalam

ayat di atas aslinya berbunyi yastanbithunahu, dari kata istinbath, berasal dari nabatha

al-Bi`ra artinya “menggali sumur dan mengeluarkan air”. Istilah istinbath seorang

hakim berasal dari kata ini, yang artinya “meneliti arti yang tersembunyi dengan jalan

ijtihad”. Ini sama dengan istikhraj yang artinya “menarik kesimpulan dengan analogi

(kiyas58). Jadi ayat tersebut mengakui prinsip penggunaan pertimbangan akal, yang ini

sama dengan ijtihad; walaupun peristiwa yang disebutkan dalam ayat tersebut

merupakan hal khusus, tetapi prinsip yang diundangkan itu merupakan prinsip

umum.59

Selain ayat di atas, terdapat juga hadits Nabi yang diriwayatkan oleh oleh Abu

Dawud60, yang dianggap sebagai dasar ijtihad dalam Islam:

“Pada waktu Muadz ditetapkan sebagai gubernur di Yaman, ia ditanya oleh

Nabi SAW, bagaimana ia akan mengadili jika diajukan kepadanya suatu perkara.

Muadz menjawab: “Aku akan mengadili dengan undang-undang Qur`an”. “tetapi jika

engkau tidak menemukan petunjuk dalam Kitab Suci?” tanya Nabi. “Maka aku akan

mengadili menurut Sunnah Nabi” jawab Muadz. “tetapi jika engkau tidak menemukan

petunjuk dalam Sunnah nabi?”. tanya Nabi. “maka aku akan menggunakan

pertimbangan akalku (ajtahidu) dan mengadili menurut itu” jawab Muadz. Nabi lalu

menepuk lengan Muadz sambil berkata: “Segala puji bagi Allah, yang telah memberi

petunjuk kepada Utusan-Nya seperti yang Ia kehendaki”.

58 Qiyas ialah suatu usaha yang ditempuh oleh Mujtahid untuk menemukan kepastian hukum suatu

perkara dengan jalan mempersamakan perkara termaksud dengan perkara lainnya yang terdapat kepastian hukumnya dalam al-Qur`an dan al-Hadits. Qiyas dalam ilmu Hukum Islam sama dengan analogi dalam Ilmu Hukum Umum. Analogi bukanlah sumber hukum tetapi salah satu metode penafsiran hukum. Penafsiran hukum lainnya ialah: penafsiran gramatikal, penafsiran sosiologis, teleologis dan penafsiran historis. Lihat Anshari, OpCit., hal, 40

59 Ali, Op.Cit., hal. 67. 60 Seperti yang dikutip oleh Anshari, Op.Cit., hal. 34. Juga lihat Ali, Op.Cit., hal. 67.

Page 27: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

27

Hadits tersebut tidak hanya menunjukkan bahwa Nabi membenarkan

penggunaan pertimbangan akal, juga menunjukkan bahwa sahabat Nabi menyadari

sepenuhnya prinsip ini, dan bahwa di zaman Nabi, selain beliau sendiri, orang-orang

lainpun menggunakan ijtihad secara bebas bila dianggap perlu.

Masalah-masalah yang menjadi topik ijtihad tentunya tidak semua masalah atau

didasarkan pada sembarang dalil yang terdapat dalam al-Qur`an maupun as-Sunnah.

Akan tetapi masalah tersebut berkisar pada masalah-masalah ijtihadiyah (yang

hukumnya tidak dijelaskan dalam Qur`an dan Sunnah): Pertama, masalah yang tidak

ada nashnya sama sekali. Kedua, masalah yang ada nashnya namun belum pasti untuk

masalah itu. Ijtihad ini dapat dilakukan dengan dua cara: Ijtihad fardi (secara individu)

dan ijtihad jama‟I (secara kolektif).

C. KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM

Pinsip Dasar Islam: Upaya menjadikan Islam sebagai Way of Life

Dalam bukunya Wawasan Al-Qur`an, Quraish Syihab61 menjelaskan bahwa,

Islam mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus mewarnai sikap dan aktivitas

pemeluknya. Puncak dari prinsip itu adalah tauhid. Di sekelilingnya beredar unit-unit

bagaikan planet-planet tata surya yang beredar di sekeliling matahari, yang tidak dapat

melepaskan diri dari orbitnya. Unit-unit tersebut antara lain:

a. Kesatuan alam semesta. Dalam arti, Allah menciptakannya dalam keadaan

amat serasi, seimbang dan berada di bawah pengaturan dan pengendalian

Allah SWT melalui hukum-hukum yang ditetapkan-nya.

b. Kesatuan kehidupan. Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan duniaminya

menyatu dengan kehidupan ukhrowinya. Sukses atau kegagalan ukhrowi,

ditentukan oleh amal duniawinya.

c. Kesatuan ilmu. Tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum,

karena semuanya bersumber dari satu sumber yaitu Allah SWT.

d. Kesatuan iman dan rasio. Karena masing-masing dibutuhkan dan masing-

masing mempunyai wilayahnya sehingga harus saling melengkapi.

e. Kesatuan agama. Agama yang dibawa oleh para Nabi kesemuanya bersumber

dari Allah SWT., prinsip-prinsip pokoknya menyangkut aqidah, syari‟ah dan

akhlaq tetap sama dari zaman dahulu sampai sekarang.

61

Quraish Shihab, 1996, Wawasan Al-Qur`an: Tafsir Maudlu‟i atas Berbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, hal. 382-383.

Page 28: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

28

f. Kesatuan kepribadian manusia. Mereka semua diciptakan dari tanah dan Ruh

Ilahi.

g. Kesatuan individu dan masyarakat. Masing-masing harus saling menunjang.

Sifat Khas Ajaran Islam

Senada dengan uraian di atas, Khurshid Ahmad62 menegaskan ada beberapa

sifat khas ajaran Islam, diantaranya ialah:

a. Kesederhanaan, rasionalitas dan praktis (amaliah). Islam adalah agama yang

tidak memiliki mitologi. Ajarannya cukup sederhana dan dapat dipahami. Di

dalamnya tidak pernah ada tempat bagi keberhalaan dan keyakinan tak

rasional mengenai dasar islam, yakni Keesaan Allah, kerasulan Muhammad

dan kepercayaan akan hari kiamat. Seluruh ajaran Islam bertolak dari

keyakinan dasar tersebut, dan bersifat sederhana serta langsung. Di dalamnya

tidak ada sistem kependetaan atau abstraksi yang berbelit-belit, juga tidak ada

ritus dan ritual yang sedemikian rumit. Setiap manusia dimungkinkan untuk

memahami Kitab Allah secara langsung dan kemudian menerapkan ketentuan

yang ada ke dalam kehidupan praktis (lihat QS. 13:29)

b. Kesatuan antara materi dan ruhani. Islam tidak memisahkan secara ketat

antara materi dan ruhani. Ia tidak membela pengabaian kehidupan, tetapi

justru mendorong kepuasan dalam kehidupan. Islam tidak menerima

asketisme (kepertapaan). Ia tidak perna meminta manusia agar menjauhi

materi. Ia menunjukkan keluhuran ruhani yang harus diupayakan untuk

dicapai lewat cara hidup yang saleh dalam berhadapan dengan dunia, dan

bukan lewat pengingkaran atas dunia (lihat QS. 2:201 juga 7:32).

c. Sebuah jalan/cara hidup (way of life) yang lengkap. Islam bukan hanya agama

dalam pengertian yang biasa, yang membatasi masalahnya hanya pada hal-hal

pribadi saja. Tetapi ia merupakan pandangan hidup yang lengkap, yang

melingkupi seluruh aspek eksistensi kehidupan manusia.

d. Keseimbangan antara individualisme dan kolektivisme. Salah satu keunikan

Islam adalah penekanan pada pentingnya keseimbangan antara individualisme

dan kolektivisme. Dijelaskannya pengertian personalitas pribadi manusia,

serta pertanggungjawabannya kepada Tuhannya. Dijaminnya hak-hak dasar

62

Khurshid Ahmad, dkk., Islam: Sifat, Prinsip Dasar Dan Jalan Menuju Kebenaran, Jakarta: Srigunting, hal. 26-42.

Page 29: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

29

pribadi, dan tidak dibiarkannya seseorangpun untuk meremehkannya. Dan

sebaliknya Islam juga membangkitkan rasa tanggungjawab kemasyarakatan

pada manusia, mengorganisasi manusia di dalam masyarakat dan negara dan

mendorong pribadi agar berbuat baik untuk kemashlahatan (kebaikan)

bersama.

e. Universalitas dan humanitas. Pesan Islam disampaikan untuk seluruh umat

manusia. Allah dalam pengertian Islam adalah Tuhan bagi seluruh alam (lihat

QS. 1:1), dan Rasulullah SAW diutus bagi seluruh umat manusia (lihat QS.

7:158 dan QS. 21:107). Dalam Islam, seluruh manusia sama derajatnya, apapun

warna kulit, bahasa, ras atau nasionalitasnya. Semuanya di hadapan Allah

sama kecuali takwanya.

Dari prinsip-prinsip semacam di atas, seorang Muslim dapat menjadikan Islam

sebagai way of life (jalan hidup)-nya yang bersifat dinamis dan progresif mengikuti

perkembangan positif masyarakatnya, dan karena itu pula Islam memperkenalkan

dirinya sebagai agama yang universal, agama yang selalu sesuai kapan dan dimanapun

juga63. Wa Allahu a‟lam!

63

Masalah universalitas islam dalam tataran sejarah telah digambarkan dengan baik oleh Harun Nasution dalam bukunya Islam Rasional, 1995, Bandung: Mizan, hal.32-36.

Page 30: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

30

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, 1992, Seluk-Beluk Al-Qur`an, Jakarta: Rineka Cipta. Ahmad, Khurshid dkk., Islam: Sifat, Prinsip Dasar dan Jalan Menuju Kebenaran,

Jakarta: Srigunting. Ali, Abdullah dkk, 1994, Studi Islam I, Surakarta: PSIK-UMS. Ali, Maulana Muhammad, 1980, Islamologi (Dinul Islam), terj. R. Kaelan & H.M.

Bachrun, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru – Van Hoeve. Al-Khallaf, Abd al-Wahhab, 1972, Ilmu Ushul al-Fiqh, Jakarta: al-Majlis al-`Ala al-

Indonesia li al-Da‟wah al-Islamiyah, cet.IX. Al-Qattan, Manna‟ Khalil, 1996, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an (terj.), Bogor: Litera Antar

Nusa. Anshari, Endang Saifuddin, 1986, Wawasan Islam: Pokok-Pokok Fikiran tentang

Islam dan Umatnya, Jakarta: Rajawali Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, 1999, Kriteria Sunnah dan Bid‟ah, Semarang: PT.

Pustaka Rizki Putra. As-Shalih, Subhi, 1991, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur`an (terj.), Jakarta: Pustaka

Firdaus. As-Suyuti, Imam, 1996, Apa itu al-Qur`an, Jakarta: Gema Insani Press. Azami, M.M., 1994, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta: Pustaka

Firdaus. Esack, Farid, 2000, Al-Qur`an, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan yang

Tertindas, ter. Watung A Budiman, Bandung: Mizan. Madjid, Nurcholis, 1992, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Tela‟ah Kritis tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Jakarta: Paramadina. Majid, Abdul dkk. 1995, Al-Islam I, Malang: LSIK-UMM

Munawir, Ahmad Warson, 1984, Kamus al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progresif. Nasution, Harun, 1979, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, Jakarta: UI-

Press. _______, 1995, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,

Bandung: Mizan. Nata, Abuddin, 1999, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Press

Page 31: ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE - · PDF filebersifat universal, rahmatan lil alamin, ... Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi pada periode

31

Rahman, Fazlur, 1993, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Bandung: Mizan. Razak, Nasruddin, 1977, Dienul Islam, Bandung: al-Ma‟arif. Shihab, Quraish, 1995, Membumikan al-Qur`an, Bandung: Mizan _____, 1996, Wawasan al-Qur`an: Tafsir Maudlu‟i atas Berbagai Persoalan Umat,

Bandung: Mizan. Smith, Huston, 1985, Agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Syaltut, Syeikh Mahmud, 1967, Islam Sebagai Aqidah dan Syari‟ah, (terj. H. Bustami

dkk.), Jakarta.