islam kejawen dalam sudut pandang agama islam
TRANSCRIPT
ISLAM KEJAWEN DALAM SUDUT PANDANG AGAMA ISLAM
Di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Oleh :
RICKY KURNIAWAN TRI DEASY R ANGGIK TRIMAWAN ARIS D OKKY RACHMAD FAIR N.A EKO SETYAWAN
UNIVERSITAS SURABAYAFAKULTAS POLITEKNIK UBAYA
PROGRAM STUDI PERPAJAKAN PROFESIONAL2014
RIZAL PAMBAYUNG HARRY S ERVINA WURY DISTA SASKITA GWENEAL NIXIE DIA NOVITA S DIANA RINI ASTUTI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Banyak sekali cerita di Jawa yang menggambarkan bahwa pemenuhan harapan orang
kejawen tidak cukup hanya dengan bekerja dan bersembahyang. Ada upaya lain yang harus
mereka lakukan. Upaya tersebut adalah ritual, yang dilaksanakan masyarakat sesuai dengan
kepercayaan mereka terhadap berbagai mitos dan sejarah tempat-tempat keramat tertentu
yang berkembang.
Terkadang Ritual-ritual tersebut dilakukan pada hari-hari tertentu yang dikeramatkan
seperti pada Jumat legi, Senin pahing, Malam syuro, dan Tahun baru Islam. Contoh dari
ritual-ritual tersebut adalah malam satu syuro,berkunjung ke makam wali apabila memiliki
hajat,dll. Ritual-ritual tersebut tidak lepas dari kepercayaan Kejawen.
Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari kepercayaan, ritual dan Kejawen?
B. Bagaimana kepercayaan kejawen mempengaruhi agama khususnya agama islam.
C. Sejauh apa mereka mempraktikkan apa yang mereka percayai.
Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kepercayaan
kejawen dalam sudut pandang Islam dan bagaimanakah peran serta kepercayaan kejawen
dalam masyarakat islam yang menganut budaya kejawen tersebut.
Manfaat Pembahasan
Diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan baru mengenai pembahasan ini. Serta
dapat menerapkan budaya yang baik dan benar menurut syari’at Islam. Dan selalu
menghargai kebudayaan yang beragam dalam bangsa Indonesia.
BAB II
A. Pengertian Kepercayaan, Ritual dan Kejawen
Kepercayaan
Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan
konteks sosialnya. Kepercayaan adalah keyakinan yang dianut oleh seseorang, dengan adanya
kepercayaan itu, maka berpengaruh pada perilaku yang dilakukan oleh seseorang tersebut.
Mengingat bahwa sesuatu yang diimani, pastinya akan menuntut sebuah perilaku.
Kepercayaan seringkali dihubungkan dengan agama, kepercayaan agama, sesuatu yang
berhubungan dengan yang ghaib, atau makhluk halus, dan sebagainya. Das dan Teng (1998)
memberikan definisi atau pengertian kepercayaan (trust) sebagai derajat di mana seseorang
yang percaya menaruh sikap positif terhadap keinginan baik dan keandalan orang lain yang
dipercayanya di dalam situasi yang berubah ubah dan beresiko.
Ritual
Pengertian ritual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun, 2001 : 959)
adalah hal ihwal ritus atau tata cara dalam upacara keagamaan. Upacara ritual adalah
rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang
berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang
bersangkutan (Koentjaraningrat, 1990 : 190)
Dalam kajian antropologi agama, Victor Turner memberikan definisi ritual, menurut
Turner ritual dapat diartikan sebagai perilaku tertentu yang bersifat formal, dilakukan dalam
waktu tertentu secara berkala, bukan sekedar sebagai rutinitas yang bersifat teknis, melainkan
menunjuk pada tindakan yang didasari oleh keyakinan religius terhadap kekuasaan atau
kekuatan-kekuatan mistis.
Berbeda dengan Homans, C. Anthony Wallace (Djamari, 1993: 39) meninjau ritual
dari segi jangkauannya, yakni sebagai berikut.
Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian
dan perburuan.
Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan.
Ritual sebagai ideologis -mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana
perasaan hati, nilai, sentimen, dan perilaku untuk kelompok yang baik. Misalnya, upacara
inisiasi yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap status, hak, dan tanggung jawab yang
baru.
Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang mempunyai
pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi orang baru; ia berhubungan dengan kosmos yang
juga mempengaruhi hubungan dengan dunia profan.
Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali). Ritual ini sama
dengan ritual salvation yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat.
Kejawen
Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang
terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di
Jawa. Secara etimologi, kata “Kejawen” berasal dari kata Jawa. Penamaan “kejawen” bersifat
umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam
konteks umum, kejawen merupakan bagian dari agama lokal Indonesia.
Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta
filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis suku Jawa. Penganut
ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian
seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai
seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan
“ibadah”). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan
pada konsep “keseimbangan”.
Simbol-simbol “laku” biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang
dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga
tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang (termasuk
penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah mengasosiasikan kejawen dengan praktek
klenik dan perdukunan.
Jadi Kesimpulannya yaitu yang dimaksud dengan Kepercayaan Kejawen adalah
keyakinan masyarakat di Pulau Jawa akan ritual-ritual keagamaan sebagai pendukung dalam
peribadatannya kepada Allah Yang Maha Esa.
B. Bagaimana kepercayaan kejawen mempengaruhi agama khususnya agama Islam
Kepercayaan Islam
Adanya Motivasi
Jika dikaitkan dengan sejarah penyebaran islam. Penyebaran islam di pulau Jawa
memang berbeda dengan pulau lainnya. Pada penyebaran islam di pulau ini menggunkanan
perantara budaya sebagai sarana mediator penyebarannya. Seperti menggunakan wayang,
gamelan, dll. Aspek-aspek kepercayaan jawa pun digabungkan ke dalam ibadah islam.
Contohnya pada saat dulu islam belum masuk di pulau jawa para penduduk jawa ketika di
suatu daerah terdapat orang yang mati, maka akan dilakukan ritual-ritual sesajen, penjagaan
roh, dll. Tetapi setelah penyebaran islam memasuki jawa aktivitas tersebut dirubah dengan
melakukan tahlilan, selamatan pada 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 harinya.
Dari metode penyebaran agama islam yang sangat terkait dengan media budaya jawa
menyebabkan adanya percampuran antara kepercayaan kejawen dengan islam sehingga
terjalinnya sebuah hubungan yang akhirnya membentuk islam kejawen. Islam kejawen ini
merupakan islam yang sangat dipengaruhi oleh animesme kejawen/ kepercayaan kejawen.
Sehingga dalam perilaku ibadahnya juga menggabungkan syariat islam dan budaya jawanya.
Berdasarkan sejarahnya masuknya islam yang menggunakan media budaya jawa ini
kita bisa menganalisa mengapa. Hal ini tidak lepas dari faktor pengaruh budaya dimana kita
tinggal. Dimana masyarakat jawa tidak serta merta bisa melupakan budaya jawa dalam ritual
ibadahnya.
Dalam analisis Djamari (1993: 36), ritual ditinjau dari dua segi: tujuan (makna) dan
cara. Dari segi tujuan, ada ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan; ada ritual yang
tujuannya mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat; dan
ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan.
Kepercayaan Kejawen
Kepercayaan Perilaku Ritual
Proses Kognitif
Pengaruh Motivasi Terhadap Terbentuknya Perilaku Ritual dan Pengaruhnya dalam
Kepercayaan Kejawen
Motivasi seseorang akan suatu hal dapat mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya karena ingin mendapatkan berkah dan
kesuksesan yang merupakan bentuk dari kebutuhan manusia. Berdasarkan teori Hirarki
Kebutuhan Abraham Maslow yang terdiri dari:
1. Kebutuhan Fisiologis. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling
mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan.
3. Kebutuhan Sosial. Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan
sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta,
dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku.
4. Kebutuhan Penghargaan.
5. Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization) Setiap orang ingin mengembangkan
kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan
segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai
untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Aktualisasi diri ini juga tidak lepas dari
ingin mendekatkan diri dengan Tuhan. Sehingga seseorang yang melakukan ritual
juga beranggapan bahwa dengan melakukan ritual tersebut merupakan salah stu
aktivitas yang dapat mendekatkan diri dengan Tuhan.
C. Kepercayaan Kejawen dalam praktiknya di Pulau Jawa
Sebagai Pembahasan, kita akan mengambil contoh ritual yang dilakukan pada bulan
muharrom atau biasa disebut bulan As-syuro. Muharram adalah bulan yang sangat
dimuliakan. Bulan ini betul istimewa karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan
disandarkan pada lafazh jalalah Allah. Karena disandarkannya bulan ini pada lafazh jalalah
Allah, inilah yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya. Bulan suro/muharram
adalah bulan penuh musibah, penuh bencana, penuh kesialan, bulan keramat dan sangat
sakral. Itulah berbagai tanggapan masyarakat mengenai bulan Suro atau bulan Muharram.
Sehingga kita akan melihat berbagai ritual untuk menghindari kesialan, bencana, musibah
dilakukan oleh mereka. Mereka yang diruwat diyakini akan terbebas dari sukerta atau
kekotoran.
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan suci.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah [9] : 36).
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Hal ini dijelaskan dalam hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
« … وذو القعدة ذو متواليات ثالثة ، حرم أربعة منها ، شهرا عشر اثنا نة السوشعبان جمادى بين ذى ال مضر ورجب ، م والمحر « الحجة
“…
satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan suci. Tiga bulannya
berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab
Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3025)
Berbagai ritual atau kepercayaan-kepercayaan yang dilakukan seperti banyak di
kalangan masyarakat yang enggan menikahkan putrinya pada bulan ini karena alasan akan
membawa sial dan kegagalan dalam berumah tangga, Lelaku malam 1 Suro, Pencucian Keris-
keris pusaka peninggalan leluhur, Tradisi bubur Suro, dan lain sebagainya.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang saling terkait antara kepercayaan jawa dengan agama islam. Dimana
penganut agama islam di jawa tidak terlepas dari ritual-ritual budaya jawa seperti selamatan,
nyekar, dll. Kepercayaan yang didapat oleh pengunjung di gunung ini merupakan hasil dari
proses kognif yang dikaitkan dengan teori representasi sosial dalam pembentukaanya.
Kepercayaan pengunjung akan ritual-ritual gunung yang dapat memberikan keberkahan dan
kesuksesan juga menjadikan arahan dalam pembentukan perilaku. Sehingga seseorang akan
melakukan sesuatu hal pasti di dasarkan pada kepercayaan bahwa perilaku tersebut sesuai
dengan apa yang dia yakini. Motivasi dalam pemenuhan kebutuhan juga merupakan penguat
dari perilaku ritual gunung kawi oleh pengunjung muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. UMM Press: Malang
Munandar Ashar Sunyoto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi. UI Press: Jakarta
Satori Djam’an., Komariah Aan. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta: bandung
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta: bandung
Solso, Robert L., Maclin, Otto H., Maclin M. K. 2007. Psikologi Kognitif. Erlangga: Jakarta
Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa, (Jakarta Selatan : Teraju, 2003).