isi_referat.docx

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usi harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya berdampak pada berbagai a kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan se bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena fa alamiah maupun karena penyakit. Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduklansia tidakhanya menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan tetapi juga sebagai tantangan dalam pembangunan (1). Di Indonesia, tahun 2 proporsi penduduk lansia adalah !,1" persen tahun 21 meningkat sekitar #,!! persen, sedangkan tahun 22 diperkirak proporsi lansia dari total penduduk Indonesia mungkin men$apai 11 'enurutU.S. Census Bureau, International Data Base, 2#, penduduk lansia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan, pada ta jumlah penduduk lansia sebesar 1",# jutaji a dan meningkatmenjadi 2.*&!.*&1 pada tahun 2#. +umlah ini termasuk terbesar keempat setelah India dan +epang. (1,2). -embangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualit hidup manusia termasuk lansia. Dalam aris/garis 0esar Haluan egara tahu 1

Upload: shelvy-tucunan

Post on 04-Nov-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSalah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduk lansia tidak hanya menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan tetapi juga sebagai tantangan dalam pembangunan (1). Di Indonesia, tahun 2000 proporsi penduduk lansia adalah 7,18 persen dan tahun 2010 meningkat sekitar 9,77 persen, sedangkan tahun 2020 diperkirakan proporsi lansia dari total penduduk Indonesia mungkin mencapai 11,34 persen. Menurut U.S. Census Bureau, International Data Base, 2009, penduduk lansia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan, pada tahun 2007 jumlah penduduk lansia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009. Jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah Cina, India dan Jepang. (1,2). Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas hidup manusia termasuk lansia. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1993, arahan PJPT II antara lain adalah mengenai perlunya diberikan perhatian pada penduduk lansia, mengingat kelompok penduduk lansia memiliki pengalaman luas, kearifan, dan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan. Pada Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap sehat dan produktif (3). Dari sisi kualitas hidup penduduk lansia cenderung mengalami masalah kesehatan. Data menunjukkan bahwa ada kecenderungan angka kesakitan lanjut usia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini tentunya harus mendapatkan perhatian berbagai pihak. Lansia yang sakit-sakitan akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat, dan bahkan pemerintah, sehingga akan menjadi beban dalam pembangunan. Oleh sebab itu, kita harus menjadikan masa lansia menjadi tetap sehat, produktif, dan mandiri. Hal ini tidak akan tercapai bila kita tidak mempersiapkan masa lanjut usia sejak usia dini (2). Penyebab penyakit pada golongan lansia disebabkan karena menurunnya fungsi berbagai alat tubuh oleh adanya proses penuaan. Sel-sel banyak diganti, produksi hormon menurun, dan produksi zat-zat untuk daya tahan tubuh seorang lansia akan mundur. Penyakit atau keluhan yang umum diderita para lansia adalah penyakit hipertensi ,reumatik, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes mellitus, jatuh, lumpuh separuh badan, TBC paru, patah tulang, kanker, dan juga kekurangan gizi (4). Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks penyakit yang diderita oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering terserang hipertensi. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda (5). Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Oleh karena itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, promosi kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (4). Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah rumah sakit. Puskesmas merupakan unit pelaksana yang melaksanakan tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan di tingkat wilayah kecamatan. Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya yaitu dengan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Peran puskesmas menjadi sangat strategis, karena berada pada lini pertama pelayanan kesehatan di masyarakat. Sehingga kemampuan untuk mendeteksi adanya suatu masalah kesehatan serta kemampuan untuk menganalisa berbagai masalah berikut strategi pemecahannya berada pada puskesmas (4).Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat, dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (4). Di Puskesmas Sungai Ulin, pada tahun 2010 jumlah penduduk lansia (dari usia prausila hingga usila resiko tinggi) tercatat 4659 jiwa atau sekitar 26 % dari seluruh total penduduk wilayah Puskesmas Sungai Ulin. Jumlah lansia yang berkunjung baik lama ataupun baru ke posyandu Lansia dan Puskesmas tercatat 2188 kunjungan. Penyakit hipertensi sendiri menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbanyak pada semua usia, dan merupakan peringkat pertama dari sepuluh penyakit terbanyak khusus pasien lansia. Dengan banyaknya jumlah populasi lansia serta tingginya angka kejadian penyakit hipertensi, maka diperlukan peningkatan jenis dan kualitas pelayanan kesehatan dan perawatan, terutama pada Posyandu Lansia sebagai pelayanan kesehatan tingkat masyarakat pertama, sehingga pada tulisan ini akan dibahas mengenai hipertensi dan pengoptimalisasian posyandu lansia sebagai salah satu pelayanan kesehatan dalam fungsinya untuk upaya pengendalian hipertensi itu sendiri.

1. 2. PermasalahanBerdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka timbul suatu permasalahan bagaimana upaya pengendalian hipertensi pada lansia yang bisa dilakukan oleh Posyandu lansia secara optimal?

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lansia 1. Pengertian Lansia yaitu lanjut usia atau manusia usia lanjut (manula). Usia lanjut adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak mampu lagi berperan secara aktif dalam pembangunan (3). Menurut dokumen Pelembagaan Lanjut Usia dalam Kehidupan Bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka pencanangan Hari Lanjut Usia Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI, batas usia lanjut adalah 60 tahun atau lebih, sebelumnya berdasarkan UU No 4 tahun 1965 yang dimaksud usia lanjut dalam program pemerintah adalah mereka yang berusia 55 tahun keatas. Hal ini selaras berdasarkan usia harapan hidup yang makin meningkat. Pada tahun 1991 usia harapan hidup mencapai 64,7 tahun untuk perempuan dan untuk laki-laki 61 tahun sedangkan pada tahun 1995 meningkat menjadi 66,7 tahun untuk perempuan dan 62,9 tahun untuk laki-laki. WHO mengelompokkan usia lanjut atas tiga kelompok, yaitu (3,6) :-middle age (45-59 tahun)-elderly age (60-74 tahun)-old age (75-90 tahun)

2. Karakteristik LansiaBeberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah (7):a. Jenis kelamin; lansia lebih banyak pada wanita. Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia pria dan wanita. Misalnya lansia pria dengan hipertropi prostat, maka wanita mungkin menghadapi osteoporosis.b. Status perkawinan; status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda/duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.c. Living arrangement; misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya. Tanggungan keluarga; masih menanggung anak atau anggota keluarga. Tempat tinggal; rumah sendiri, tinggal dengan anak. Dewasa ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Namun akan cenderung bahwa lansia akan ditinggalkan oleh keturunannya dalam rumah yang berbeda.d. Kondisi kesehatan Kondisi umum; kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam kegiatan sehari-hari, mandi, buang air kecil dan besar. Frekuensi sakit; frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak produktif lagi bahkan mual tergantung kepada orang lain. Bahkan ada yang karena penyakit kroniknya sudah memerlukan perawatan khusus.e. Keadaan ekonomi Sumber pendapatan resmi; pensiunan ditambah sumber pendapatan lain kalau masih bisa aktif.Penduduk lansia di daerah pertanian menunjukkan proporsi lebih besar dibandingkan dengan di daerah non pertanian. Lapangan kerja sektor pertanian cukup banyak menyerap tenaga kerja lansia, di samping sektor perdagangan dan sektor jasa. Sumber pendapatan keluarga; ada tidaknya bantuan keuangan dari anak/keluarga lainnya, atau bahkan masih ada anggota keluarga yang tergantung padanya. Kemampuan pendapatan; lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi, sementara pendapatan semakin menurun sampai seberapa besar pendapatan lansia dapat memenuhi kebutuhannya.

3. Permasalahan pada LansiaPeningkatan jumlah lansia ini terjadi baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Secara relatif peningkatan penduduk lansia di negara maju tampak lebih cepat dibandingkan dengan yang terjadi di negara berkembang. Namun demikian lansia di negara berkembang secara absolut lebih banyak dibandingkan dengan negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa masalah lansia tidak hanya di negara maju saja tetapi juga negara berkembang (7). Di Indonesia tahun 2000 proporsi penduduk lansia adalah 7,18 persen dan tahun 2010 meningkat sekitar 9,77 persen, sedangkan tahun 2020 diperkirakan proporsi lansia dari total penduduk Indonesa dapat sampai 11,34 persen. Menurut U.S. Census Bureau, International Data Base, 2009, penduduk lansia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lansia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009. Jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan Jepang. Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia (1,2).

Gambar 1. Grafik perkembangan penduduk lanjut usia Indonesia (2)Adapun permasalahan khusus pada lansia antara lain (8): Proses penuaan yang terjadi secara alami dengan konsekuensi timbulnya masalah fisik, mental dan sosial. Perubahan sosialisasi karena produktivitas yang mulai menurun, berkurangnya kesibukan sosial dan interaksi dengan lingkungan. Produktivitas yang menurun dengan akibat terbatasnya kesempatan kerja karena kemampuan dan ketrampilan menurun, namun kebutuhan hidup terus meningkat.

2.2. Hipertensi1. Pengertian Hipertensi adalah gejala peningkatan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada individu yang tidak mengkonsumsi obat anti hipertensi. Pada kasus hipertensi esensial atau primer, penyebab primer dari keadaan hipertensi tidak diketahui, sedangkan pada hipertensi sekunder terjadi keadaan peningkatan tekanan darah dengan sebab yang jelas (9,10). Menurut JNC VII tahun 2003 klarifikasi hipertensi dijabarkan sebagai berikut (9,10) :

Tabel 1. Kriteria hipertensi menurut JNC VIIKlasifikasiSistole (mmHg)Diastole (mmHg)

Normal100

2. Etiologi Hipertensi primer secara pasti belum diketahui penyebabnya, namun banyak ahli meyakini bahwa etiologi hipertensi primer lebih banyak disebabkan oleh proses interaksi antara faktor keturunan dan lingkungan. Selain itu faktor yang cukup erat kaitannya dengan berkembangnya hipertensi adalah kebiasaan dan pola hidup tidak sehat sehingga tercipta sekumpulan gejala gangguan metabolik seperti obesitas dan diabetes mellitus (9,10,11).

3. EpidemiologiEpidemiologi sebagai suatu ilmu khusus yang mempelajari tentang jumlah dan penyebaran penyakit pada manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, mempunyai peranan besar dalam menggambarkan besar dan luasnya suatu penyakit yang ada di masyarakat. Data studi epidemiologi yang diperoleh akan besar manfaatnya dalam melakukan penanggulangan, terutama pada tahap penyusunan rencana dan penilaian program kesehatan. Prevalensi hipertensi di Indonesia berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Ada kesan prevalensi hipertensi akan meningkat dengan pertambahan umur, tetapi prevalensinya menurut jenis kelamin berbeda antara satu peneliti dengan peneliti Iainnya, dan penyebaran hipertensi menurut ciri-ciri manusia lainnya serta penyebaran menurut waktu belum banyak diketahui (12). Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian normal dari ketuaan, insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi. Setelah umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada tahun 1988-1991 National Health and Nutrition Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu prevalensi keseluruhan 49,6% untuk hipertensi derajat 1 (140-159/90-99 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-109 mmHg), dan 6.5% untuk hipertensi derajat 3 (>180/110 mmHg). Prevalensi HST adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada kelompok umur 60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki. Pada penelitian di Rotterdam, Belanda ditemukan: dari 7983 penduduk berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95 mmHg) meningkat sesuai dengan umur, lebih tinggi pada perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%). Di Asia, penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil sebagai berikut: penelitian pada usia diatas 65 ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 60,4% (laki-laki 59,1% dan perempuan 61,9%), yang sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah 31,1% (laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%), hipertensi yang baru terdiagnosis adalah 29,3% (laki-laki 29,7% dan perempuan 28,8%). Pada kelompok ini, adanya riwayat keluarga dengan hipertensi dan tingginya indeks massa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi. Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi individu dengan usia 50 tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi sangat rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler (5).Di Indonesia pada tahun 2000 penderita hipertensi diperkirakan sebesar 15 juta orang, tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial. Prevalensi rata-rata tiap daerah berkisar antara 6% sampai dengan 15%, sedangkan angka-angka ekstrim rendah terdapat di Ungaran Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) tahun 2007, berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%) (5).

4. PatogenesisBaik sistolik maupun diastolik meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. Sistolik meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan diastolik meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengakuan pembuluh darah`dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur (5).Seperti diketahui, tekanan nadi merupakan prediktor terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan peningkatan sistolik. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur. Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus (5).Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik dan vasokonstriksi adrenergik- akan menyebabkan kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respon renin terhadap asupan garam, sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahan-perubahan di atas bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus (5).Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar tekanan darah:HIPERTENSI

Curah Jantung Tahanan Perifer Kontraktilitas Preload Volume Cairan Kontriksi fungsional Retensi Na Ginjal Faktor Genetik stress Faktor Endotel Renin Angiotensin HiperInsulinemia Asupan Na Luas Infiltrasi Aktivitas Simpatis Kontriksi Vena Perubahan Membran Sel HipertrofiStruktural

Obesitas Faktor Genetik

Hipertensi = CJ x TPPatofisiologi Hipertensi

Gambar 2. Faktor yang terlibat dalam patofisiologi hipertensi

5. Diagnosis Hipertensi Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok. Namun demikian, salah diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut usia, terutama perempuan, akibat beberapa faktor seperti panjang cuff mungkin tidak cukup untuk orang gemuk atau berlebihan atau orang terlalu kurus, penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sering menyebabkan fluktuasi tekanan darah dan hipotensi postural. Fluktuasi akibat ketegangan (hipertensi jas putih atau white coat hypertension) dan latihan fisik juga lebih sering pada lanjut usia. Arteri yang kaku akibat arterosklerosis menyebabkan tekanan darah terukur lebih tinggi. Sedangkan hipertensi jas putih yaitu tekanan darah lebih tinggi pada waktu diperiksa dokter (yang mengenakan jas putih) dan apabila diukur oleh perawat pada umumnya lebih rendah. Hal ini menjadi penting karena pada hipertensi ringan kita harus lebih cermat menentukan diagnosisnya (5).Pengukuran darah yang paling tepat tentu dengan cara invasif yaitu memasukkan pipa kateter ke dalam pembuluh darah, namun hal ini tidak praktis dan menyakitkan. Pengukuran darah secara non invasif dilakukan secara klinik (kasual), di rumah, ambulatoir. Pengukuran tekanan darah di rumah atau secara ambulatoir dalam kurun waktu 24 jam lebih mendekati kebenaran pola tekanan darah pada seseorang dan memberikan gambaran keseluruhan. Pengukuran secara ambulatoir ini menghasilkan koreksi yang lebih baik dengan kerusakan target organ akibat hipertensi dan hasil pengobatan klinis. Bulpitt et al. menganjurkan bahwa sebelum menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda dalam beberapa minggu (5).Gejala HTS yang sering ditemukan pada lanjut seperti ditemukan pada the SYST-EUR trialadalah: 25% dari 437 perempuan dan 21% dari 204 laki-laki menunjukkan keluhan. Gejala yang menonjol yang ditemukan pada penderita perempuan dibandingkan penderita laki-laki adalah; nyeri sendi tangan (35% pada perempuan vs. 22% pada laki-laki), berdebar (33% vs. 17%), mata kering (16% vs. 6%), penglihatan kabur (35% vs. 23%), kramp pada tungkai (43% vs. 31 %), nyeri tenggorok (15% vs. 7%), Nokturia merupakan gejala tersering pada kedua jenis kelamin, 68% (5).

6. Penatalaksanaan Hipertensi pada LansiaBanyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia yang akan menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada lanjut usia hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh darah yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan hipertensi jas putih dan sangat bervariasinya tekanan darah sistolik (5).a. Sasaran tekanan darahPada hipertensi lanjut usia, penurunan diastolik hendaknya mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada JNC VII dimana pengendalian tekanan darah (sistol